Diterima tanggal: 16.11.2016
Perancangan SMART LIBRARY bagi Generasi Digital Natives di Universitas Gadjah Mada Arif Surachman Perpustakaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Alamat E-mail:
[email protected] Abstrak Keberadaan generasi digital natives saat ini terlihat mendominasi komunitas sivitas akademika di lembaga pendidikan perguruan tinggi. Generasi Baby Boomers dan Generasi X yang merupakan generasi digital immigrant sudah ‘tergeser’ dengan keberadaan generasi Y dan Z yang merupakan generasi digital natives. Dominasi ini juga terlihat di Universitas Gadjah Mada dimana lebih dari 75% anggota sivitas akademikanya adalah merupakan generasi digital natives. Latar belakang ini yang menyebabkan perlunya pengembangan perpustakaan yang mendukung keberadaan generasi digital natives. Konsep Smart Library atau perpustakaan pintar yang berbasis teknologi merupakan jawaban bagi kebutuhan generasi digital natives di perpustakaan. Konsep ini didasarkan pada pemanfaatan teknologi secara menyeluruh terutama yang berbasis online dan mobile, layanan 24 X 7, layanan anywhere anytime, dan layanan yang berbasis ‘ruang komunikasi’ yang lebih lebar antara pustakawan dengan pemustakanya. Konsep inilah yang akan dikembangkan di Universitas Gadjah Mada berbasis pada kebutuhan pemustaka dan sivitas akademikanya. Kata kunci: Smart Library, Digital Natives, Digital Immigrants, Perpustakaan Perguruan Tinggi, Teknologi Informasi.
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri organisasi modern adalah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Organisasi atau dalam hal ini adalah institusi tidak hanya sekedar dituntut melakukan perubahan akan tetapi lebih bagaimana menyikapi dan beradaptasi dengan perubahan itu sendiri. Teori “survival of the fittest” Charles Darwin (1809-1882) yang dikutip oleh Kasali (2014) menyatakan “bukan yang terkuat yang mampu bertahan, melainkan yang paling adaptif dalam merespons perubahan.” Artinya, bukan seberapa besar dan kuat suatu organisasi yang akan menjamin kesuksesan dalam memenangkan perubahan, akan tetapi organisasi yang mampu menyikapi dengan cepat dan tepat perubahan yang terjadi. Kita tentu bisa melihat bagaimana ‘kejatuhan’ raksasa bisnis seperti Blackberry, Kodak, Nokia, dan Yahoo karena terlambat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, dan merasa bahwa teknologi mereka masih yang terbaik dan mampu bertahan, nyatanya tergerus dengan kedatangan Google, Android, dan Samsung yang menghadirkan teknologi lebih baru dan adaptif. Perkembangan teknologi dan pengetahuan yang sedemikian pesat memunculkan apa yang dinamakan dengan era digital, yang juga ditandai dengan lahirnya generasi digital natives. Hal ini menuntut adanya perubahan yang adaptif bagi setiap organisasi atau institusi termasuk perpustakaan dalam memberikan layanan kepada generasi ‘baru’ ini. Apabila dalam beberapa puluh tahun lalu fokus perubahan di perpustakaan pada keberadaan generasi digital immigrants, maka pada beberapa tahun ini terutama di perguruan tinggi sudah harus bergeser pada generasi digital natives. Hal ini dikarenakan dominasi jumlah generasi digital natives yang semakin tinggi dalam lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa, dosen, dan peneliti yang dulu banyak diisi oleh generasi baby boomers dan generasi X yang merupakan generasi digital immigrants, saat ini banyak diisi oleh generasi Y dan generasi Z yang merupakan generasi digital natives. Universitas Gadjah Mada sebagai satu institusi pendidikan yang ‘komunitas bisnis’nya adalah mahasiswa dan dosen juga menghadapi perubahan yang sama. Lebih dari 75% sivitas akademika di Universitas Gadjah Mada saat ini adalah merupakan generasi digital natives. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Surachman (2013) pada mahasiswa di lingkungan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, memperlihatkan bahwa setiap mahasiswa setidaknya memiliki dua sampai tiga perangkat mobile baik berupa notebook, handphone, tablet maupun smartphones. Hal ini menunjukkan bagaimana sudah terbiasanya mahasiswa terhadap teknologi-teknologi berbasis digital, dan sebagian besar mahasiswa tersebut adalah merupakan generasi digital natives. Perubahan dominasi generasi digital natives di Universitas Gadjah Mada ini harus segera disikapi oleh semua unit termasuk perpustakaan agar mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan generasi ini. Pengembangan perpustakaan pintar atau smart library menjadi satu jawaban untuk merespon keadaan ini. Perpustakaan Universitas Gadjah Mada harus mampu menghadirkan layanan yang berbasis pada pola perilaku dan kebiasaan generasi digital natives. Untuk itulah maka perancangan terhadap konsep smart library yang akan dikembangkan di perpustakaan Universitas Gadjah Mada ini menjadi sangat penting. Tulisan ini akan memberikan gambaran bagaimana Universitas Gadjah Mada akan merancang smart library bagi sivitas akademika yang berasal dari generasi digital natives. Sebuah rancangan yang akan memberikan ruang lebih luas bagi pemanfaatan teknologi digital terutama teknologi pintar berbasis mobile dan online, layanan 24 X 7, layanan anytime anywhere, dan layanan berbasis komunikasi yang lebih luas antara pustakawan dan pemustaka. 2
B. Definisi dan Penjelasan 1. Smart Library Wang (2013) mendefinisikan smart library sebagai berikut: “Smart Library is the concept and practice of the modern library sustainable development, based on digital, networked and intelligent information technology, with interconnection, high efficiency and convenience as the main features, and green development and digital for the general public as the essential pursuit” Sedangkan Griffiths (2010) menyatakan bahwa “smart libraries” terkait dengan bagaimana perpustakaan menggunakan “smart technology”, mendukung “smart initiatives”, mendukung “smart communities” dan mendukung “smart ways of working”. Sementara itu Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.) menggambarkan “smart libraries” sebagai perpustakaan yang “flexible, adaptive, extendible, acknowledging and human” dimana memberikan layanan yang interactive, innovative, informative, actual, changing dan international. Ketiga definisi di atas memperlihatkan bahwa smart libraries didefinisikan sebagai sebuah perpustakaan yang mampu memberikan “layanan pintar” atau “smart services” berbasis pada smart technology dan perubahan kebutuhan dari para pemustakanya terutama dari generasi digital natives . 2. Digital Natives & Digital Immigrants Penggunaan kata digital natives pertama kali diperkenalkan oleh Marc Prensky pada tahun 2001 untuk menggambarkan satu generasi “native speakers” yang terbiasa dengan lingkungan digital atau teknologi digital dan internet. Generasi digital natives menghabiskan banyak waktunya dalam dan untuk menggunakan komputer, videogames, digital music players, kamera video, telpon seluler, dan berbagai macam mainan lain dan peralatan dari era digital. Games komputer, e-mail, internet, telpon seluler dan pesan instan menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan mereka (Prensky, 2001). Prensky bahkan menggambarkan bahwa generasi digital natives secara fisik memiliki perbedaan pada otak mereka yang terbentuk selama pertumbuhan mereka sejak dalam kandungan hingga tumbuh dewasa (Jones, 2011). Generasi digital natives ini mencakup mereka yang dalam istilah lain dimasukan sebagai Generasi Y, Generasi Z, Generasi Millenial, atau Net Generation. Selain digital natives, Prensky (2001) juga mengenalkan apa yang disebut dengan generasi digital immigrants. Yakni generasi yang lahir tidak pada era digital tetapi hidup pada era digital dan berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan berbagai hal dan aspek dari teknologi baru. C. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari penulisan perancangan smart library di Universitas Gadjah Mada ini adalah: 1. Memberikan pedoman perencanaan dan implementasi smart library di Universitas Gadjah Mada. 2. Memberikan gambaran rancangan atau desain smart library yang ideal bagi Perpustakaan Universitas Gadjah Mada khususnya dan Perpustakaan Perguruan Tinggi pada umumnya.
3
3. Media pembelajaran bersama pengembangan konsep smart library bagi perpustakaan perguruan tinggi pada khususnya dan perpustakaan pada umumnya. II. KONSEP DASAR “SMART LIBRARY” Konsep smart library sebetulnya sangat berdekatan dan ada keterkaitan dengan digital library, walaupun kedua memiliki karakteristik masing-masing. Keduanya sama-sama berbasis pada digitization dan networking, akan tetapi dalam smart library sudah dikombinasikan dengan intelligence technology, keberagaman budaya, dan interaksi sosial. Smart library bukan sekedar perluasan perpustakaan secara fisik akan tetapi lebih dari itu dimana fokus pada layanan prima perpustakaan dan manajemen berkualitas tinggi dengan dukungan Teknologi Informasi. Hal ini direpresentasikan dengan interkoneksi, efisiensi yang tinggi dan kenyamanan (Wang, 2013). Pada beberapa sumber disebutkan bahwa Smart Library juga digambarkan sebagai sebuah “Intelligence Library” yang erat kaitannya dengan penerapan konsep Library 3.0. Karakteristik dan ciri-ciri sebuah Smart Library setidaknya mencakup 5 (lima) hal SMART berikut ini: 1.
Smart Technology
Smart Library harus mampu menghadirkan teknologi pintar di perpustakaan. Teknologi pintar disini dalam konteks perangkat keras maupun perangkat lunak serta perangkat pendukung yang lain. Perangkat keras misalnya adalah pemanfaatan perangkat wireless, RFID dan mobile devices dalam pelayanan di perpustakaan. Selain itu pemanfaatan teknologi multimedia berbasis smart misal pemanfaatan Smart TV sebagai media akses interaktif dan dinamis bagi para pemustaka. Pemanfaatan teknologi e-money dan cashless payment juga menjadi satu bentuk dari pemanfaatan teknologi pintar di perpustakaan. Pada sisi aplikasi, aplikasi berbasis mobile masih menjadi satu ciri yang paling utama, namun aplikasi yang saling terkoneksi, terintegrasi dan berbasis jaringan global menjadi sisi penting lainnya. Pemanfaatan teknologi berbasis Augmented Reality, GPS Locations, Games, dan artificial intelligence merupakan hal lain yang juga penting untuk dipertimbangkan dalam pengembangan Smart Library. 2. Smart Environment Hal penting lain dalam smart library adalah pembentukan lingkungan pintar di perpustakaan. Pembentukan lingkungan pintar harus dimulai dengan pola dan strategi pengelolaan perpustakaan yang fleksibel, adaptif, mudah untuk dikembangkan, dan mengikuti pola perilaku pemustaka atau generasi digital natives. Lingkungan pintar inilah yang akan membentuk satu komunitas pintar di perpustakaan. Pengembangan lingkungan pintar harus dapat dilakukan melalui desain interior perpustakaan, desain sistem, desain prosedur atau proses bisnis, infrastruktur hingga kepada desain gedung perpustakaan. Perencanaan terhadap keempat hal tersebut sangat penting untuk menciptakan satu lingkungan yang dapat mendukung bagi terciptanya sebuah komunitas dan layanan pintar. 3. Smart Services Fokus layanan pada smart library adalah bagaimana menghadirkan kemudahan akses pemustaka kepada layanan dan juga sumber daya informasi yang dimiliki oleh perpustakaan. Sebagai contoh adalah pemanfaatan alert system yang memungkinkan pemustaka mendapatkan berbagai notifikasi peminjaman koleksi, denda, layanan terbaru, pemesanan 4
buku dan informasi layanan pribadi lainnya dengan memanfaatkan baik email, sms, mobile apps account, maupun social media. Hal ini juga dapat dilihat dengan kemudahan pemustaka menjangkau komunikasi dengan pustakawan atau pengelola perpustakaan terkait layanan perpustakaan. Pelayanan berbasis sumber daya digital dan jejaring global juga menjadi faktor penting dalam smart library. Pemanfaatan single account untuk dapat mengakses berbagai sumber daya digital kapanpun dan dimanapun (layanan anytime anywhere) yang dimiliki oleh perpustakaan harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam layanan pintar perpustakaan. Namun, implementasi smart services harus didukung dengan adanya smart technology, smart environment, smart communities dan juga smart librarians. 4. Smart Communities/Users Keberadaan generasi digital merupakan komponen penting dalam smart library. Smart Library akan menciptakan satu komunitas pintar (smart users) yang secara cepat akan menyesuaikan dengan perubahan orientasi cara perpustakaan dalam melayani mereka. Smart Communities/Users adalah mereka yang secara aktif siap menggunakan dan memanfaatkan smart technology, smart services dan menyesuaikan dengan smart environment yang ada di perpustakaan. Generasi digital natives merupakan generasi yang sangat siap sebagai smart communities. Kebiasaan mereka memanfaatkan smart devices, intensitas interaksi sosial, berjejaring, dan perilaku yang tidak dapat lepas dari teknologi menjadi kekuatan dari smart communities. 5. Smart Librarians/Staff Komponen lain selain keberadaan smart communities adalah kesiapan pustakawan atau staf perpustakaan dalam smart library. Selain pemustaka yang harus mempunyai kemampuan dan ketrampilan memanfaatkan berbagai smart technology, pustakawan juga harus dapat menjadi pustakawan pintar. Yakni pustakawan yang mempunyai keahlian dalam pemanfataan berbagai perangkat pintar, paham kebutuhan pemustaka dari generasi digital, paham pola perilaku pemustaka, dan harus menyediakan waktu lebih untuk selalu siap memberikan layanan kepada pemustaka dan juga meningkatkan pengetahuannya. Selain memberikan pelayanan, maka pustakawan pintar harus mampu memposisikan dirinya sebagai pembimbing, konsultan, bahkan pendamping pemustaka dalam melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan. Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.) menyatakan bahwa pengembangan smart library tidak mungkin dilakukan tanpa personal yang mempunyai kualitas tinggi (high-qualified personal). Dimana menurut keduanya pustakawan harus meningkatkan kemampuannya secara terus menerus bagaimana menggunakan teknologi baru, layanan berbasis-web (online), melakukan inisiasi dan menjaga hubungan antara perpustakaan dengan organisasi lain untuk keperluan resource sharing. Kelima karakteristik di atas tentu dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan situasi masing-masing perpustakaan. Namun setidaknya dengan berpedoman pada kelima karakteristik di atas maka kita dapat mulai melakukan inisiasi pengembangan sebuah smart library. Implementasi smart library sendiri sebetulnya bisa dilakukan dari hal yang sederhana. Sebagai contoh adalah di perpustakaan University of Oulu, Finlandia pada tahun 2003 yang memanfaatkan aplikasi mobile untuk memberikan kemudahan bagi pengguna menemukan buku dan koleksi lainnya di perpustakaan berbasis petunjuk peta (Aittola, Ryhanen, & Ojala, 2003). Implementasi lain di Siberian Federal University, smart library dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi informasi modern. Sebagai contoh adalah kemungkinan mempelajari kebutuhan informasi pengguna melalui instrumen teknologi informasi. Jadi setiap pengguna 5
mempunyai rekaman data belajar yang tersimpan dalam ‘learning support system”. Data inilah yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan informasi pengguna hingga ke subyeksubyek tertentu (Barysev R.A. dan Babina O.I., n.d.). Selain itu di Siberian Federal University terdapat interactive service melalui personal account untuk sivitas akademika yang memungkinkan mereka mengontrol aktivitas mereka dan mendapatkan berbagai informasi secara online. Dan yang paling penting bahwa layanan itu memungkinkan hubungan yang lebih baik antara perpustakaan dan pemustakanya. III. GAMBARAN LINGKUNGAN SISTEM DI UGM A. Pengguna potensial UGM Pada tahun 2015 jumlah mahasiswa aktif mencapai 56.347 orang yang terdiri program diploma sebanyak 7.616 orang, program sarjana 32.120 orang, program magister 11.531 orang, program profesi 1.833 orang, program spesialis 1.004 orang dan program doktor 2.243 orang (Universitas Gadjah Mada, 2015). Sedangkan diambil dari website UGM, tercatat pada tahun 2016 terdapat tambahan 8.745 mahasiswa baru untuk program sarjana dan diploma. Melihat pembatasan yang ada pada tahun pendaftaran, dapat dipastikan bahwa komposisi mahasiswa dengan usia yang merupakan generasi digital natives secara signifikan mendominasi sekitar lebih dari 75% dari total mahasiswa yang ada. Kemudian jumlah pendidik/dosen UGM tercatat 2418 orang, dan tenaga kependidikan sebanyak 7572 orang. Berdasarkan data dan informasi pada laporan rektor tahun 2015, hampir 20% tenaga pendidik/dosen sudah berusia lebih dari 60 tahun, dan sebagian besar berusia lebih dari 40 tahun. Artinya untuk tenaga pendidik/dosen masih didominasi oleh generasi digital immigrants. Namun apabila kita melihat pada komposisi sivitas akademika dimana terdiri dari dosen dan mahasiswa, maka pengguna potensial smart library di UGM masih didominasi oleh generasi digital natives. Komposisi ini tentunya harus disikapi secara baik oleh perpustakaan dalam meningkatkan pelayanan kepada sivitas akademika. B. Sistem Informasi dan Teknologi Informasi UGM Universitas Gadjah Mada saat ini sebetulnya sudah di dukung dengan berbagai sistem informasi dan teknologi informasi yang dapat menjadi modal dasar bagi terwujudnya konsep SMART LIBRARY. Beberapa sistem informasi dan teknologi informasi yang ada saat ini diantaranya adalah: 1. Integrated Library Information System (SIPUS Terintegrasi) Untuk keperluan otomasi perpustakaan, saat ini dikembangkan satu sistem informasi perpustakaan atau yang dikenal sebagai SIPUS Terintegrasi. Sistem ini memungkinkan perpustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada layanan yang bersifat lintas unit atau fakultas atau silang layan (inter-library loan). Fitur standar yang ada dalam sistem ini adalah seperti pengolahan koleksi, layanan sirkulasi, katalog terintegrasi, laporan dan statistik, keanggotaan serta manajemen sistem. Selain mengintengrasikan perpustakaan-perpustakaan yang ada di lingkungan UGM, sistem ini juga terintegrasi dengan sistem pada unit lain seperti sistem informasi wisuda (SIWU) dan portal mahasiswa (PALAWA) dari direktorat pendidikan dan pengajaran, Sistem Informasi SDM (HRIS) dari Direktorat SDM, dan sistem Dashboard untuk eksekutif. Ke depan bahkan akan dihubungkan dengan sistem informasi Aset dan juga sistem informasi keuangan universitas.
6
SIPUS terintegrasi juga sudah dihubungkan dengan aplikasi mobile berbasis android dan ios yang disebut dengan M-Library UGM. Data peminjaman atau sirkulasi dari anggota perpustakaan dapat dicek melalui aplikasi mobile ini. 2. Gadjah Mada Knowledge Hub Sistem informasi lain yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada dan potensial sebagai bagian dari terwujudnya SMART LIBRARY adalah apa yang dinamakan sebagai Gadjah Mada Knowledge Hub. Beberapa sistem yang termasuk dalam Gadjah Mada Knowledge Hub diantaranya adalah: o Repository UGM merupakan sistem informasi berbasis web yang merupakan Institutional Repository dari Universitas Gadjah Mada yang berisi sumber daya koleksi berupa skripsi, thesis, disertasi, laporan tahunan rektor, laporan tahunan dekan, laporan tahunan perpustakaan, pidato pengukuhan guru besar, panduan dan pedoman, laporan penelitian, artikel jurnal yang diterbitkan oleh sivitas akademika UGM, makalah prosiding, dan karya tulis lain dalam bentuk digital. Sistem ini juga terhubung dengan sistem lain dengan metode harvesting data ke sistem informasi tesis dan disertasi elektronik (ETD), jurnal online, dan i-library. Portal repository UGM dapat diakses melalui http://repository.ugm.ac.id. o I-Library merupakan satu portal berbasis web untuk menampung koleksi digital hasil alih media arsip artikel jurnal yang dipublikasikan oleh sivitas akademika Universitas Gadjah Mada. I-Library saat ini terkoneksi dengan UGM Repository. o ELISA merupakan satu portal pengajaran online yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada untuk keperluan pendidikan secara virtual. Saat ini sistem ini berdiri sendiri, namun ke depan direncanakan untuk dikoneksikan dengan sistem knowledge management lain yang ada di Universitas Gadjah Mada. ELISA dapat diakses melalui http://elisa.ugm.ac.id o ETD atau Electronic Theses & Dissertation merupakan satu portal web yang ditujukan sebagai media pengelolaan dan akses terhadap koleksi skripsi, thesis, disertasi maupun tugas akhir mahasiswa. Sistem ini terhubung dengan sistem repository UGM dan mendapatkan pasokan data dari sistem Unggah Mandiri. Mahasiswa dan staf pengajar dapat mengakses sistem ETD melalui alamat http://etd.repository.ugm.ac.id untuk versi publik dengan akses konten terbatas dan untuk naskah lengkap dapat diakses melalui workstation yang tersedia di perpustakaan pusat dan perpustakaan fakultas di lingkungan UGM. ETD ini terhubung atau terkoneksi dengan sistem Repository UGM dan sistem AIMOS (Academic Integrity Monitoring System). o Unggah Mandiri merupakan sistem untuk keperluan unggah karya tulis akhir mahasiswa sebelum wisuda. Mahasiswa calon wisudawan dapat mengunggah sendiri karya tulis akhirnya dan nanti secara otomatis akan terhubung dengan sistem informasi wisuda (SIWU) yang ada di Direktorat Pendidikan dan Pengajaran untuk pemenuhan persyaratan wisuda. Data hasil dari sistem unggah mandiri ini akan masuk ke sistem ETD UGM. Sistem ini dapat diakses melalui http://unggah.etd.ugm.ac.id o Rare Collection Portal merupakan satu portal berbasis web yang berisi hasil alih media koleksi langka dan kuno yang dimiliki oleh UGM. Koleksi langka dan kuno yang sudah dalam bentuk digital ini merupakan koleksi yang sebagian besar terkait dengan budaya dan sejarah peradaban masa lalu. Mahasiswa, dosen, maupun peneliti yang fokus pada bidang kajian sejarah dan budaya sangat penting untuk mengakses portal ini. Koleksi ini dapat diakses melalui http://langka.lib.ugm.ac.id. 7
3.
M-Library Applications
M-Library merupakan sistem informasi atau aplikasi yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna perangkat mobile. Keberadaan sivitas akademika yang sebagian besar merupakan generasi gadget dan digital menjadikan sistem ini sangat penting keberadaannya. M-Library dikembangkan oleh perpustakaan untuk pengguna perangkat telepon pintar (smartphones) berbasis android dan ios. Fitur yang tersedia di MLibrary diantaranya adalah penelusuran katalog perpustakaan, cek rekaman data sirkulasi atau peminjaman koleksi, cek lokasi perpustakaan di lingkungan UGM, informasi berita dan agenda perpustakaan UGM, alamat kontak perpustakaan, dan akses ke dalam sumber daya elektronik yang dimiliki dan dilanggan oleh UGM melalui mekanisme single sign on (SSO). M-Library terhubung atau terkoneksi dengan sistem informasi atau aplikasi lain yakni SIPUS Integrasi, website perpustakaan, ezproxy, dan juga google maps. 4. AIMOS atau Academic Integrity Monitoring System AIMOS merupakan satu aplikasi berbasis web yang dikembangkan untuk deteksi dini plagiarisme. AIMOS dikembangkan dengan metode text similarity untuk mengecek prosentase kemiripan suatu teks dengan teks pada naskah yang berbeda. AIMOS terkoneksi dengan ETD yang memberikan data skripsi, thesis, disertasi dan karya tulis akhir mahasiswa sebagai pembanding dalam proses pengecekan kemiripan. 5.
Website Perpustakaan
Website perpustakaan merupakan portal web yang berisi berbagai sumber informasi perpustakaan mulai dari informasi umum, informasi koleksi, informasi layanan hingga informasi panduan atau pedoman perpustakaan. Website perpustakaan terhubung dengan aplikasi M-Library terutama untuk memberikan data berita, agenda dan pengumuman perpustakaan. Website perpustakaan dapat diakses melalui http://lib.ugm.ac.id. Sistem informasi dan teknologi informasi yang ada di Universitas Gadjah Mada secara umum sudah saling terhubung atau interkoneksi sehingga untuk dikembangkan ke dalam sistem pendukung SMART LIBRARY sudah sangat memungkinkan. Gambar berikut ini adalah gambaran interkoneksi sistem informasi dan aplikasi yang ada di UGM.
Gambar 1: Ilustrasi Interkoneksi Sistem Informasi di Universitas Gadjah Mada 8
C. Sumber Daya Elektronik UGM Salah satu modal bagi Universitas Gadjah Mada dalam mewujudkan Smart Library adalah keberadaan sumber daya elektronik yang dimiliki dan dilanggan. Universitas Gadjah Mada memiliki sumber daya elektronik/digital diantaranya adalah: ·
Puluhan ribu Karya tulis akhir mahasiswa berupa tugas akhir, skripsi, thesis, dan disertasi dalam bentuk digital
·
Puluhan ribu Makalah, laporan hasil penelitian, prosiding, dan working paper karya sivitas akademika dalam bentuk digital
·
Ratusan hasil alih media koleksi langka dan kuno dalam bentuk digital
·
Ribuan artikel jurnal yang diterbitkan oleh sivitas akademika Universitas Gadjah Mada
·
Ratusan ribu sumber elektronik berbentuk e-Journals, eBooks, etd, e-proceedings dan e-databases yang dilanggan dari berbagai penerbit atau penyedia seperti springer, sage, wiley, cambridge, oxford, proquest, ebsco, cabi, ieee, elsevier dan lain-lain.
Saat ini akses terhadap sumber digital yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada dapat melalui Discovery Search (Summon Web Scale Discovery) dan juga pemanfaatan akun single sign on (SSO) yang memungkinkan akses anywhere anytime bagi sivitas akademika. D. Infrastruktur Teknologi Informasi Hal lain yang dapat menjadi modal bagi terlaksananya konsep smart library di Universitas Gadjah Mada adalah dukungan infrastruktur teknologi informasi. Bandwidth jaringan internet UGM yang mencapai 1,8 GBps dan tidak ada pembatasan untuk jalur di Perpustakaan. Hal ini tentu akan mempermudah dan memperlancar interkoneksi antar sistem informasi yang ada di UGM dan akses oleh sivitas akademika maupun masyarakat pada umumnya. Seluruh unit di lingkungan UGM telah terhubung dengan jaringan fiber optik yang memungkinkan akses super cepat. Hal lain adalah pemanfaatan teknologi RFID sudah mulai digunakan di beberapa perpustakaan di lingkungan UGM. Selain itu untuk mendukung integrasi 21 Perpustakaan di UGM sudah terhubung sebagai satu sistem informasi terintegrasi dengan model keanggotaan menggunakan kartu mahasiswa yang dibaca menggunakan Smartcard Reader dengan teknologi contactless. Hotspot Area atau fasilitas Wifi juga telah tersebar di setiap sudut dan area di UGM termasuk di Perpustakaan. Seluruh area perpustakaan UGM telah terjangkau oleh jaringan Wifi baik untuk sivitas akademika UGM maupun pengguna tamu. Perpustakaan UGM juga menyediakan menyediakan computer workstation dan smart TV yang dapat digunakan oleh pengguna perpustakaan dalam mengakses sumber informasi dan beraktifitas di perpustakaan. IV. RANCANGAN SMART LIBRARY DI UNIVERSITAS GADJAH MADA A. Konsep dasar Rancangan Smart Library UGM di rancang dengan memperhatikan pemanfaatan smart technology, pengembangan smart environment, penyediaan smart services, terciptanya smart communities, dan terbentuknya smart librarians. Fokus dari sasaran smart library adalah pada bagaimana mewujudkan satu pengelolaan perpustakaan yang efisien, dinamis, inovatif, fleksibel, adaptif dan mampu menjembatani kebutuhan generasi digital natives di UGM. 9
Pemanfaatan smart technology dilakukan dengan secara bertahap menyediakan berbagai perangkat teknologi pintar di perpustakaan, yang memungkinkan pengguna dapat mengakses informasi dengan lebih mudah, cepat, tepat dan efisien. Penggunaan teknologi wireless, mobile, rfid dan cashless akan menjadi prioritas dalam rangka mewujudkan smart technology di perpustakaan UGM. Sedangkan pengembangan smart environment dilakukan dengan melakukan desain interior, desain sistem, dan infrastruktur yang mendukung implementasi smart technology dan pembentukan smart communities. Fokusnya adalah bagaimana menciptakan smart space dan smart behavior bagi pemustaka dan semua stakeholders perpustakaan UGM. Smart services memfokuskan bagaimana pemustaka dapat memperoleh layanan dan berinteraksi dengan perpustakaan maupun pengelola perpustakaan dengan lebih fleksibel dan mudah. Konsep 24 X 7 services harus terwujud dalam kerangka smart services ini. Pemanfaatan teknologi mobile, digital communication, social media, dan notification system/alert system merupakan pendukung utama dalam menyediakan smart services. Pemustaka kapanpun dan dimanapun dapat selalu berinteraksi dengan pustakawan dan juga mengakses informasi yang dibutuhkan di perpustakaan. Bahkan dengan menggunakan teknologi GPS yang saat ini ada, maka pemustaka dapat dengan mudah menemukan lokasi dimana sebuah koleksi berada dengan maupun tanpa bantuan pustakawan. Secara garis besar rancangan konsep Gadjah Mada Smart Library terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. Rancangan Gadjah Mada Smart Library
B. Strategi Implementasi Perancangan dan perencanaan konsep yang baik tidak akan terwujud apabila tidak ada strategi penerapan atau implementasi yang baik. Perancangan SMART Library di Universitas Gadjah Mada juga tidak dapat terwujud dengan baik tanpa ada strategi implementasi yang baik. Untuk itu perlu ada strategi pencapaian tujuan yang jelas dan terukur. Strategi pencapaian tujuan SMART (Specific – Measurable – Achievable/Attainable – Relevant / 10
Realictic – Time bound / Timely) dipilih sebagai salah satu strategi yang penting untuk digunakan dalam proses implementasi SMART Library. Istilah SMART pertama kali digunakan oleh George T. Duran pada tahun 1981 yang kemudian dikembangkan lagi oleh Robert S. Rubin agar dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi dan pelaku (Mindtools, 2016). 1. Specific Rencana implementasi SMART Library dimulai dengan menspesifikasikan arah implementasi yakni menjawab pertanyaan What, Why, Who, Where, dan Which. What diperlihatkan dengan menentukan apa sasaran utama yang harus diselesaikan. Penerapan SMART Technology dan pembentukan SMART Environment menjadi sasaran utama yang pertama harus dilakukan. SMART Technology terutama yang terkait dengan penerapan mobile applications secara lebih luas dari berbagai layanan dan sumber daya yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada. Hal ini dikarenakan (Why) kedua hal di atas merupakan pondasi awal yang perlu dibangun untuk membangun sebuah konsep SMART Library yang lebih komplek. Sasaran ini harus didukung oleh berbagai pihak mulai dari manajemen puncak (rektorat) hingga pelaksana terbawah yakni staf bidang TI dan Pustakawan (Who). Dimana masing-masing personal mempunyai tanggung jawab tersendiri mulai dari penentuan kebijakan, penganggaran hingga pelaksanaan kegiatan pendukung. Lokasi pelaksanaan SMART Library diawali dari perpustakaan pusat kemudian disusul perpustakaan fakultas dan sekolah (Where). Adapun fokus dari penerapan implementasi SMART Library adalah pada pemanfaatan sumber daya elektronik yang dimiliki Universitas Gadjah Mada baik lokal maupun yang diperoleh dari pihak luar, dan peningkatan layanan kepada pengguna (sivitas akademika) yang mengutamakan intensitas dan kemudahan komunikasi dengan pustakawan atau pengelola perpustakaan melalui berbagai media elektronik dan sosial yang ada (Which). Hal lain adalah perlu dilihat kemungkinan keterbatasan-keterbatasan yang harus dihadapi dan solusi seperti apa yang dapat dipenuhi. 2. Measureable Strategi selanjutnya adalah menentukan target kinerja yang akan diraih untuk mewujudkan SMART Library. Beberapa target yang ada diantaranya adalah jumlah aplikasi yang mampu memberikan sarana bagi pemustaka dalam mengakses sumber daya informasi yang dimiliki perpustakaan secara online dan offline, jumlah peningkatan pemanfaatan sumber daya informasi yang dimiliki perpustakaan, jumlah sarana dan prasarana teknologi informasi yang tersedia dan dapat diakses secara bebas oleh pemustaka, dan peningkatan jumlah intensitas komunikasi antara pemustaka dan pustakawan dengan memanfaatkan berbagai fasilitas komunikasi yang disediakan perpustakaan. 3. Achievable / Attainable Rencana implementasi juga harus memperhatikan apakah target dan sasaran yang ditetapkan akan dapat dilakukan dan dapat diraih sesuai dengan waktu dan target kinerja yang telah ditetapkan. Identifikasi terhadap target-target dengan memberikan antribut skala prioritas menjadi penting untuk diterapkan. Untuk itu implementasi SMART Library akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat kemudahan dan kelayakan untuk diraih atau dicapai. Selain itu juga perlu dilihat kesiapan dari sumber daya yang dimiliki seperti daya dukung anggaran, kemampuan sumber daya manusia, dan kesiapan infrastruktur pendukungnya. 4. Relevan/Realistic Hal penting lainnya adalah bagaimana kemampuan kita dalam menentukan apakah penerapan implementasi SMART Library cukup realistik untuk dilakukan saat ini? Apakah cukup relevan dengan kondisi dan situasi yang ada di Universitas Gadjah Mada. Skala 11
prioritas dengan melihat tingkat relevansi dan realistik untuk dilaksanakan menjadi penting dilakukan. Jangan sampai melakukan satu kegiatan atau implementasi yang pada akhirnya nanti tidak digunakan karena tidak relevan dengan situasi yang ada. 5. Time bound / Timely Strategi terakhir yang penting adalah bagaimana merencanakan waktu implementasi secara cermat dan tepat. Hal ini penting dikarenakan implementasi SMART Library membutuhkan effort dan juga waktu yang tidak sedikit. Untuk itu pengembangan akan dimulai secara bertahap yang terbagi dalam rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang selama 6 (enam) tahun. Dua tahun pertama, sebagai rencana jangka pendek dimulai dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi kekuatan sumber daya yang telah dimiliki dan mengoptimalkan pemanfatannya sehingga dapat menjadi pondasi awal implementasi smart library. Kemudian secara bertahap dikembangkan melalui program jangka menengah (tahun ke-3 sampai dengan ke-4) dan tahap pencapaian smart library pada program jangka panjang (tahun ke-5 dan ke-6). Selain kelima hal di atas, maka ada langkah lain yang penting untuk dilakukan yakni evaluate dan re-evaluate. Evaluasi dan evaluasi ulang merupakan mekanisme yang tidak dapat ditinggalkan dalam sebuah implementasi konsep. Untuk itu pada proses implementasi SMART Library maka kita harus juga menentukan kapan saat dievaluasi dan kapan saat untuk dilakukan evaluasi ulang. Mekanisme evaluasi harus menjadi bagian yang tidak terpisah dari siklus pengembangan SMART Library. Evaluasi dan evaluasi ulang juga dimaksudkan untuk monitoring atau pengawasan pelaksanaan program sehingga prinsip “Good Library Governance” tetap terjaga dan dapat dipertanggungjawabkan. C. Tantangan dan Hambatan Implementasi Setiap implementasi sebuah rancangan baru tentu akan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Implementasi rancangan smart library di UGM juga akan menghadapi beberapa tantangan dan hambatan, diantaranya adalah: 1. Ketersediaan anggaran untuk peningkatan teknologi informasi berbasis smart technology yang membutuhkan investasi anggaran tidak sedikit. 2. Keberadaan generasi yang tidak ‘melek teknologi digital’ atau cenderung ‘menolak’ belajar teknologi baru baik dari sisi pustakawan maupun pemustaka yang walaupun keberadaannya tidak mendominasi tapi seringkali menjadi “pengganggu”. 3. Kesiapan dari pengelola perpustakaan dan pustakawan akan hadirnya teknologi baru, terutama dalam hal penyesuaian dan juga kemampuan untuk memelihara teknologi baru. 4. Isyu keamanan data dan plagiarisme yang sering menjadi penghambat bagi proses resources sharing. 5. Ketidaksiapan terhadap perubahan proses bisnis yang seringkali berhubungan dengan peraturan, pedoman, dan prosedur yang harus disepakati secara bersama dan disosialisasikan secara luas ke sivitas akademika.
12
V. PENUTUP A. Kesimpulan Proses perancangan dan implementasi selalu tidak mudah untuk diwujudkan secara cepat. Beberapa hal dapat disimpulkan dari kajian rancangan di atas yakni: 1. Secara prinsip bahwa proses pengembangan smart library UGM dapat dikembangkan dengan langkah awal mengoptimalkan sumber daya dan teknologi informasi yang saat ini sudah ada di perpustakaan. Hal ini dikarenakan sumber daya informasi dan sistem yang dimiliki oleh UGM sangat memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut sebagai sebuah smart library, terutama dengan memanfaatkan smart technology berbasis mobile dan online. 2. Pengembangan infrastruktur teknologi pintar (terutama perangkat keras) akan menjadi “pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan agar proses pengembangan smart library dapat berjalan dengan lancar. 3. Peningkatan skills pustakawan terutama untuk menjadikannya smart librarians yang mampu melayani dan mendampingi pemustaka dari generasi digital natives (smart users) harus menjadi skala prioritas. 4. Proses implementasi smart library akan dapat terlaksana apabila strategi SMARTER (Specific-Measurable-Achievable-Realistic-Timely-Evaluatin-Re-Evaluation) dapat dilakukan dan menjadi komitmen bersama mulai dari pengambil kebijakan puncak (top management) hingga level pelaksana (operasional). 5. Perubahan orientasi layanan di perpustakaan untuk generasi digital natives sudah tidak dapat dihindari lagi, mengingat dominasinya yang semakin tinggi dibandingkan dengan generasi digital immigrants, sehingga perpustakaan UGM harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini. 6. Rancangan Smart Library ini masih sangat perlu untuk dielaborasi dengan berbagai pengalaman dan implementasi di tempat lain. B. Saran Berdasarkan dari tantangan dan hambatan serta kesimpulan di atas, maka agar implementasi smart library di UGM dapat terlaksana setidaknya ada beberapa saran sebagai berikut: 1.
Perlunya policy framework yang mampu ‘mengatur’ kewenangan mulai dari tingkat pengambil kebijakan (top management), pengelola kebijakan (middle management) hingga ke level operasional (pengelola perpustakaan dan pustakawan) memudahkan perpustakaan dalam mengimplementasikan.
2.
Perlunya kesepahaman konsep antar pengambil kebijakan hingga pelaksana tingkat terbawah agar tidak melenceng dari konsep awal yang telah ditetapkan.
3.
Perlunya penyusunan berbagai peraturan dan pedoman yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan sumber daya secara bersama, termasuk isyu-isyu mengenai keamanan data dan hak cipta.
4.
Perlunya jaminan keberlanjutan anggaran terutama untuk mendukung penyediaan fasilitas smart technology dan smart environment serta upaya peningkatan skills pustakawan terkait teknologi-teknologi terbaru.
13
Referensi Aittola, M. , Ryhanen, T., dan Ojala, T. (2003). Smart Library- Location-Aware Mobile Library Services. University of Oulu: Finland. Diakses melalui www.mediateam.oulu.fi/publications/pdf/442.pdf tanggal 30 Agustus 2016. Barysev R.A. dan Babina O.I. (n.d.). Smart Library Concept in Siberian Federal University. Library and Publishing Complex of Siberian Federal University: Krasnoyarsk. Diakses melalui http://www.science-sd.com/463-24965 tanggal 30 Agustus 2016. Griffiths, P. (2010). Smart Libraries – Smart Librarians!. LAI/CILIP Ireland Joint Conference 2010. CILIP: Ireland. [Powerpoint]. Diakses melalui http://www.slideshare.net/griffipd/smart-libraries-smart-librarians-lai-cilip-joint-conference2010-3884649 tanggal 30 Agustus 2016. Jones, C. & Shao, B. (2011). The Net Generation and Digital Natives: implication for Higher Education. A Literature Review. Higher Education Academy: York. Diakses melalui http://oro.open.ac.uk/30014/1/Jones_and_Shao-Final.pdf tanggal 30 Agustus 2016. Kasali, R. (2014). Let’s Change: kepemimpinan, keberanian, dan perubahan. Penerbit Buku Kompas: Jakarta. Mind Tools Ltd. (2016). SMART Goals: How to make your goals achieveable. Diakses melalui https://www.mindtools.com/pages/article/smart-goals.htm tanggal 30 Agustus 2016. Prensky, M. (2001). Digital Natives, Digital Immigrants. On the Horizon. Vol. 9, No. 5, October 2001. MCB University Press. Diakses melalui http://www.marcprensky.com tanggal 30 Agustus 2016. Surachman, A. (2013). Analisis Pengaruh Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, Subjective Norm, Mobility, dan Use Situation terhadap Niat Individu dalam menggunakan MLibrary. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta [Thesis] Universitas Gadjah Mada (2015). Merajut Inovasi Insani untuk Kejayaan Negeri dengan Spirit Socio-Enterpreneur. Laporan Tahunan Rektor Tahun 2015. Disampaikan dalam Rapat Terbuka Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Wang, S. (2013). The Resource Sharing and Cooperative Development of Smart ibraries in Asia. JoLIS. Vol. 82. 1 May 2013. Pg. 1-12. Diakses melalui http://www.lib.nccu.edu.tw/blis/fulltext/82/82_1.pdf tanggal 30 Agustus 2016. DOI: 10.6575/JoLIS.2013.82.01.
14