APRILANI SOEGIARTO: PERANANNYA DALAM PENGEMBANGAN ILMU KELAUTAN DAN LINGKUNGAN DI INDONESIA
P
endidikan oseanografi di perguruan tinggi di Indonesia pertama kali diselenggarakan di Akademi Pertanian di Ciawi, yang terletak di lereng Gunung Gede, Jawa Barat. Akademi yang diresmikan berdirinya oleh Wakil
Presiden RI Drs. Moh. Hatta tahun 1955 ini berada di bawah Lembaga Pusat Penyelidikan Alam/ Kebun Raya Indonesia, Kementerian Pertanian. Akademi ini didirikan untuk mengisi tenaga peneliti di lembaga-lembaga penelitian pertanian yang telah ditinggalkan oleh para pakar Belanda yang diusir dari Indonesia sebagai dampak dari konflik politik pembebasan Irian Barat. Tenaga pengajar di akademi yang baru itu adalah para pakar yang didatangkan dari berbagai negara: Denmark, Jerman, Kanada, Hongaria, dan Amerika Serikat. Akademi ini mempunyai beberapa jurusan, salah satunya adalah Jurusan Perikanan Bagian Penyelidikan Laut (oseanografi).
Dari sinilah lahir segelintir generasi
pertama anak bangsa yang menggeluti oseanografi. Salah satu diantaranya adalah Aprilani Soegiarto yang kelak sangat berperan membangun oseanografi di Indonesia bahkan juga dipandang sebagai perintis pembangunan oseanografi di Asia Tenggara. Aprilani Soegiarto lahir tanggal 15 April 1935 di desa kecil Ponggok, di lereng Gunung Merapi dekat Surakarta. Nama aslinya sebenarnya hanya Soegiarto saja.
Tetapi ketika ia bersekolah di SMP di
Yogyakarta, ada murid lainnya yang juga bernama Soegiarto. Oleh sebab itu, gurunya memberikan tambahan nama Aprilani (karena lahir di bulan April) di depan namanya untuk membedakannya dari Soegiarto yang lain. Tetapi nama Aprilani sering
mengecoh
Gambar 1. Prof. Dr. Aprilani Soegiarto
orang yang belum mengenalnya karena dikira itu nama seorang perempuan. Ternyata nama 1
Aprilani itu sangat melekat sampai kemudian setelah dewasa ia lebih banyak dikenal sebagai Aprilani dari pada nama aslinya, Soegiarto. Sejak kecil Aprilani sebenarnya bercita-cita untuk menjadi pilot atau dokter. Tetapi setamat SMA di Semarang keluarganya menghadapi masalah pendanaan untuk membiayainya ke perguruan tinggi. Ia kemudian terpaksa mencari perguruan tinggi yang bisa memberikan beasiswa. Akhirnya setelah mengikuti testing yang sangat ketat ia dapat diterima sebagai angkatan pertama di Akademi Pertanian di Ciawi (Jawa Barat) yang baru saja dibuka dan yang menyediakan beasiswa dan asrama bagi mahasiswanya. Disinilah ia mendapat gemblengan dalam bidang oseanografi di bawah bimbingan Dr. Klaus Wyrtki, oseanografer kondang asal Jerman, yang saat itu sebagai Direktur Lembaga Penyelidikan Laut di Pasar Ikan, Jakarta. Setamat dari akademi ini ia langsung bekerja di Lembaga Penyelidikan Laut di Pasar Ikan, dan mulai meniti kariernya sebagai Asisten Oceanographisch.
Gambar 2. Aprilani Soegiarto ikut merintis metode pengukuran produktivitas primer di laut dengan teknik radio-isotop serta penerapannya di kapal riset Gascoyne (Australia), kapal riset Vityaz (Russia), dan kapal riset Jalanidhi (Indonesia). Aprilani mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan lanjutan di University of Hawaii dan meraih gelar MSc tahun 1963. Dari sini ia bermaksud untuk meneruskan studinya di Department of Oceanography, University of Washington, Seattle, Amerika Serikat. Dalam kesempatan ini ia sempat kembali ke tanah air untuk mengumpulkan bahan untuk studinya. Tetapi pergolakan politik di tanah air
di tahun 1964-1965 dan masa-masa sulit yang 2
dihadapinya membuatnya tak dapat kembali ke Seattle. Tahun 1969 ia baru mendapat kesempatan melanjutkan studinya tetapi tidak lagi di University of Washington, dan kembali ke University of Hawaii. Atas bimbingan Prof. Maxwell Doty ia akhirnya meraih gelar PhD tahun 1972 dengan disertasi berjudul: The role of benthic algae in the carbonate budget of modern coral reef complex. Selama di University of Hawaii, Aprilani terlibat dalam pengembangan metode pengukuran produktivitas primer di laut dengan teknik radio-isotop, yang hasilnya kemudian menjadi metode standar dalam pelaksanaan International Indian Ocean Expedition (IIOE) 1960-1965. Metode ini terlebih dahulu dicobakan dalam pelayaran interkalibrasi dengan kapal riset Gascoyne (Australia), dan kapal riset Vityaz (Russia). Metode ini diterapkan pula dalam ekspedisi IIOE yang dilaksanakan dengan kapal riset KRI Jalanidhi (Indonesia) dan kapal riset USCGSS Pioneer (Amerika Serikat).. Tak lama setelah kembali ke tanah air ia diserahi tugas untuk memimpin
Lembaga
Oseanologi
Nasional (sekarang Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI), yang dijabatnya selama 14 tahun (1972-1986). Dalam masa kepemimpinannyalah Lembaga Oseanologi
Nasional
(LON-LIPI)
tumbuh dari suatu lembaga kecil yang belum banyak dikenal menjadi lembaga yang patut diperhitungkan Gambar 3. Aprilani Soegiarto mendapat penghargaan dari IOC Sub-Committee for the Western Pacific (IOC/WESTPAC), 28 Maret 2011.
tidak saja di Nusantara tetapi juga di lingkup Asia. Perhatiannya bukan saja pada pembangunan
struktur
kelembagan tetapi juga pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dilandasi keyakinan bahwa tanpa SDM yang handal tak akan diperoleh lembaga yang kuat. Dalam masa kepemimpinannya, LON-LIPI yang semula berlokasi di Pasar Ikan (Sunda Kelapa, Jakarta Utara) dipindahkan pada tahun 1977 ke lokasi yang lebih baik di Ancol dalam Kompleks Bina Samudra, dengan bantuan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Kompleks Bina Samudra ini dalam konsep awalnya merupakan kawasan dimana pusat-pusat unggulan kelautan berada dalam satu kawasan terpadu hingga diharapkan interaksi antara lembaga-lembaga itu dapat lebih memacu perkembangan yang lebih pesat akan ilmu-ilmu kelautan. Selain LON3
LIPI, di kompleks kawasan ini dibangun lembaga-lembaga kelautan lain seperti Dinas HidroOseanografi TNI-AL, Pusat Penelitian Perikanan Laut, Laboratorium Kelautan Universitas Indonesia dan Institut Pertanian Bogor, dan Gelanggang Samudra Ancol. Dalam masa kepemimpinan Aprilani, dibangun pula beberapa stasiun oseanografi di berbagai penjuru tanah air seperti di Pulau Pari (DKI Jakarta), Ambon dan Tual (Maluku), Bitung (Sulawesi Utara), Biak (Papua) dan di Pemenang (Lombok).
Gambar 4. Aprilani Soegiarto saat menandatangani kontrak kerjasama PROSEA Foundation dengan Menteri Luar Negeri Belanda, A. P.M. van der Zon, pada 3 Mei 1996 di Den Haag. Aprilani mencurahkan perhatian
yang sangat besar akan perkembangan Sumberdaya
Manusia (SDM) di bidang oseanografi, tidak saja untuk lembaga yang dipimpinnya (LON-LIPI) tetapi juga secara nasional. Tak sedikit tenaga-tenaga muda dari berbagai lembaga dikirim untuk melanjutkan studi tingkat S2 dan S3 atau pelatihan-pelatihan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kedekatan hubungannya dengan banyak tenaga pengajar di berbagai perguruan tinggi dan khususnya dengan Dirjen Pendidikan Tinggi yang ketika itu dijabat oleh Prof. Doddy A. Tisna Amidjaja di tahun 1980-an membuahkan ditetapkannya Pola Ilmiah Pokok (PIP) Kelautan untuk dikembangkan di enam universitas negeri yang diharapkan akan menjadi centre of excellence atau pusat keunggulan kelautan. Keenam universitas itu adalah Universitas Riau (Pekan Baru), Institut Pertanian Bogor (Bogor), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Hasanuddin (Makassar), Universitas Sam Ratulangi (Manado), dan Universitas Pattimura (Ambon). Keterlibatannya yang intens dalam banyak kegiatan-kegiatan akademik di bidang kelautan mengantarkannya dikukuhkan sebagai Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1991. Ketika isu perubahan global baru mulai merebak di Indonesia, Aprilani sudah mengangkatnya yang dituangkan dalam orasi 4
pengukuhan guru besarnya di IPB berjudul: Peranan Perairan Laut Indonesia pada Isu Perubahan Global dengan Tekanan Pembahasan pada Kenaikan Paras Laut dan Pengembangan Wilayah Pesisir. Selain berkiprah di lingkungan akademik sipil, Aprilani juga terlibat di lingkungan Angkatan Bersenjata
sebagai tenaga pengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan
Bersenjata RI Bagian Laut (Sesko – AL) tahun 1974-1994. Aprilani hampir tiada hentinya mempromosikan pentingnya oseanografi dan kelautan pada umumnya dan perannya dalam pembangunan. Ia ikut berperan dan mewarnai berbagai kebijakan Pemerintah yang menyangkut penataan lingkungan hidup, dan kawasan pesisir seperti
mangrove
dan
terumbu
karang.
Perhatiannya
dalam
masalah
lingkungan
mengantarkannya bersama rekan-rekannya seperti Soetjipto Wirosardjono (Badan Pusat Statistik), Aristides Katoppo (Harian Kompas), George Aditjondro (Tempo), Thory Tulaar (Astra International) membentuk HUKLHI (Himpunan untuk Kelestarian Lingkungan Hidup Indonesia) di tahun 1977, yang merupakan salah satu Lembaga Swdaya Masyarakat (LSM) pertama di bidang lingkungan hidup. Pada tahun 1978 HUKLHI bersama sembilan LSM lainnya bergabung menjadi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). WALHI tetap hidup sampai sekarang yang kadang-kadang bersikap keras tentang isu-isu lingkungan hidup di tanah air. Sejak awal pengembangan kariernya, Aprilani sudah mulai mengembangkan jejaring (networking) dengan berbagai lembaga kelautan internasional. Tetapi ini justru membawanya terantuk batu sandungan yang amat menyakitkan. Di pertengahan dekade 1960-an para peneliti di Lembaga Penlitian Laut-MIPI (sekarang Pusat Penelitian Oseanografi LIPI), diangkat sebagai perwira tituler TNI Angkatan Laut untuk memudahkan tugas-tugas oseanografi di kapal riset yang diawaki oleh personel TNI-Angkatan Laut, dengan tidak menanggalkan statusnya sebagai pegawai MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia/ sekarang LIPI). Aprilani yang saat itu berpangkat Letnan Laut Tituler terkejut amat sangat ketika rangkaian kegiatan komunikasi internasionalnya dituduh “membocorkan rahasia negara” dan “menjadi agen rahasia Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat”. Ia akhirnya ditangkap dan ditahan di Markas Besar Angkatan Laut di Jalan Gunung Sahari, Jakarta, menunggu proses untuk diajukan ke Mahkamah Militer. Tetapi ternyata kemudian tuduhan keji itu tak berdasar sama sekali dan ia kemudian dibebaskan setelah mendekam selama 38 hari dalam tahanan. Di belakang hari ia malah diangkat menjadi pengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Sesko-AL). Kepiawaian Aprilani sebagai ilmuwan kelautan dan juga sebagai organisator mengantarnya berperan dan menduduki jabatan-jabatan penting dalam berbagai organisasi, tidak saja dalam negeri tetapi juga di manca negara. Ia mempunyai andil yang sangat besar 5
dalam pengembangan kerjasama kelautan di kalangan negara-negara ASEAN, dimana ia menjabat sebagai Ketua ASEAN Sub-Committee on Marine Science selama 15 tahun. Dalam posisi itu ia berhasil mengembangkan kerjasama yang baik antar sesama negara ASEAN dan juga kerjasama antara kelompok ASEAN dengan mitranya: Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Masyarakat Eropa. Demikian pula kepemimpinannya sebagai Dewan Pembina di ICLARM (International Centre for Living Aquatic Resources Management) yang bermarkas di Manila, lembaga yang kemudian menjadi Worldfish yang bermarkas di Penang, Malaysia. Lembaga ini banyak membantu peningkatan kemampuan pengelolaan sumberdaya laut di kawasan Asia Tenggara. Tak heran bila Meryl William (mantan Direktur Jenderal Worldfish) dalam salah satu tulisannya menyebutkan Aprilani sebagai pioneer in oceanography, fisheries, coral reefs, and mangroves research di kawasan Asia Tenggara.
Gambar 5. Penyerahan buku PROSEA Handbook dari Prof. Aprilani Soegiarto kepada Presiden RI Megawati, 14 Maret 2004. Kiprahnya dalam dunia oseanografi kemudian meluas sampai ke tingkat Pasifik dan dunia. Ia diangkat sebagai Presiden International Society of Mangrove Ecosystem (ISME) tahun 1999-2005. Sebelumnya ia juga menjadi Ketua Program Group - West Pacific (PGWESTPAC) tahun 1979-1985, yang melibtkan negara-negara Pasifik Barat yang meliputi negara-negara Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, New Zealand dan beberapa negara Pasifik Selatan sampai Kepulauan Tahiti, program oseanografi yang bernaung di bawah IOC (Intergovernmental Oceanographic Commission). Dari pengalaman menjadi ketua PGWESTPAC Aprilani menjadi dikenal di lingkar IOC yang bermarkas di UNESCO Paris. Ia kelak menjadi anggota Executive Council of IOC selama 11 tahun. Sepak terjangnya dalam dunia oseanografi mendapat penghargaan dan akhirnya mengantarnya menjadi Wakil Ketua 6
IOC
tahun 1985-1987,
jabatan yang sangat prestisius di badan dunia dalam bidang
oseanografi. Perhatian Aprilani tidak melulu pada masalah kelautan. Ketika ia diangkat sebagai Deputi Ilmu Pengetahuan Alam LIPI, ia menangani beberapa kegiatan internasional seperti MAB (Man and the Biosphere), IHP (International Hydrological Program) yang semua bernaung di bawah bendera UNESCO. Salah satu andil terbesar lainnya adalah keterlibatannya di Program Plant Resources of Southeast Asia (PROSEA) dimana ia berperan sebagai Ketua Dewan Pembina (Board of Trustees) selama 14 tahun (1989-2003). Di bawah kepemimpinannya PROSEA menghasilkan karya monumental dengan menerbitkan buku pegangan (hand books) yang mempertelakan sekitar 7.000 jenis tumbuhan bermanfaat di Asia Tenggara, yang terdiri dari 24 volume dengan total sekitar 19.000 halaman, yang penulisannya melibatkan pakar dari 40 negara. Atas keberhasilan itu Aprilani mendapat anugerah Silver Medal dari Wageningen Agricultural Univeristy, Belanda. Selain itu Aprilani juga sangat berperan dalam membidani lahirnya Program COREMAP (Coral Reef Rehabiltation and Management Program) di Indonesia yang dilaksanakan dalam tiga tahap, dimulai tahun 1998, yang mendapat dukungan pendanaan dari World Bank (WB), Asian Development Bank (ADB) dan AusAID (Australia). Program COREMAP kini telah berkembang menjadi COREMAP-CTI (COREMAP – Coral Triangle Initiative) yang melibatkan kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Gambar 5 . Aprilani Soegiarto dalam peringatan usianya 80 tahun di LIPI.
7
Tahun 1999 Aprilani memasuki masa pensiun sebagai pegawai negeri sipil setelah mengabdi selama lebih 40 tahun. Bila pada awal kariernya oseanografi boleh dikatakan belum dikenal di Indonesia, kini oseanografi telah berkembang luas di berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi, sedemikian rupa hingga oseanografi kini diakui sebagai bidang yang sangat essensial dalam pembangunan negara maritim Indonesia. Atas jasa-jasanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, Aprilani mendapat Anugerah Sarwono Prawirohardjo dari LIPI (LIPI Sarwono Award ) di tahun 2003.
PUSTAKA
Nontji, A. 2009. Penjelajahan dan Penelitian Laut Nusantara dari Masa ke Masa. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: 433 hlm. Nontji, A., K. A. Soegiarto, S. M. Natsir & M. J. Elly (eds.). 2015. Kenangan Gerak Langkah Prof. Dr. Aprilani Soegiarto, M. Sc. dalam Pengembangan Ilmu Kelautan dan Sumberdaya Manusianya. Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia, Jakarta, 2015: 146 hlm. Soegiarto, K. A., D. Wisdhayanti, D. Soegirato & I. Puanani. 2005. Menyelam Dalam, Meniti Tinggi. Upaya dan Karya Arpilani Soegiarto dalam Pengembangan Ilmu Kelautan dan Sumberdayanya. LIPI Press, Jakarta: 404 hlm.
-----
Anugerah Nontji 20/06/2017
8