-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI ANTARA DUA KURIKULUM DAN PERANANNYA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI Arju Muti’ah Universitas negeri Jember arju.
[email protected]
Abstrak Pembelajaran bahasa Indonesia secara langsung bertanggung jawab atas tumbuhnya kemampuan literasi sebagai sarana pengembangan manusia Indonesia yang berkualitas. Manusia Indonesia yang berkualitas menjadi tuntutan bagi setiap warga negara dalam rangka menjawab tantangan global. Tulisan ini dipaparkan untuk memberikan penjelasan tentang peran pembelajaran bahasa Indonesia baik yang dilaksanakan berdasarkan KTSP maupun K 13 di dalam mengembangkan kemampuan literasi peserta didik. Dari telaah isi kurikulum dan pelacakan beberapa pustaka dapat dikemukakan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia dalam kedua kurikulum berorientasi pada terbentuknya kemampuan literasi yang bermuara pada kompetensi komunikatif. Agar dapat berperan secara maksimal dalam mengembangkan kemampuan literasi, pembelajaram membaca dan menulis perlu dirancang dengan menerapkan berbagai strategi yanng inovatif. Kata Kunci: pembelajaran bahasa Indonesia, literasi, membaca-menulis
Pendahuluan Dinamika kehidupan masyarakat menuntut bangsa Indonesia untuk membekali diri dengan seperangkat kompetensi agar dapat bersaing dan tetap eksis sebagai bangsa yang mandiri di tengah percaturan global. Seperangkat kemampuan tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal, memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. Kemampuan-kemampuan tersebut menjadi cita-cita yang ingin dicapai bangsa Indonesia, terutama dalam memasuki ASEAN Economic Community (AEC) atau Komunitas Ekonomi ASEAN yang memberikan tantangan kepada setiap negara anggotanya, termasuk Indonesia, untuk berlomba-lomba di dalam mengambil peran di sektor ekonomi regional dan global. Seperangkat kemampuan sebagaimana disebutkan tidak terlepas dari peran kemampuan literasi. Yang dimaksud literasi dalam tulisan ini adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan memproduksi bahasa tulis. Literasi mengacu pada kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis. Kemampuan literasi akan mempermudah seseorang dalam memperoleh berbagai informasi dan kesempatan untuk berkembang mengikuti fenomena yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Dengan kemampuan membaca dan menulis yang baik seseorang dimungkinkan lebih dapat bersaing untuk mempertahankan eksistensinya di tengah-tengah percaturan regional maupun global. Di sisi lain, rendahnya kemampuan membaca, matematika, dan sain masih menjadi permasalahan bagi bangsa Indonesia seperti hasil survei oleh Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 lalu (Republika, 2013). Dalam kasus ini bukan tidak mungkin kemampuan membaca mempengaruhi kedua kemampuan lain. Hasil survei tersebut cukup memprihatinkan sekaligus menantang semua pihak untuk memperbaikinya, terutama berkaitan dengan wacana Masyarakat Ekonomi Asean. Permasalahan rendahnya kemampuan membaca sebagai salah satu indikator rendahnya kemampuan literasi, memberikan tantangan yang besar terhadap pembelajaran bahasa 386
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Indonesia di sekolah baik yang dilaksanakan berdasarkan KTSP maupun K 13. Sebagai mata pelajaran yang berfokus pada pengembangan keterampilan berkomunikasi, mata pelajaran bahasa Indonesia secara langsung bertanggung jawab atas terselenggaranya pembelajaran literasi sebagai sarana pengembangan manusia Indonesia yang berkualitas. Pembelajaran literasi memerlukan inovasi nyata agar dapat “mendongkrak” kemampuan baca-tulis yang akan diikuti dengan tumbuhnya kompetensi berbahasa lainnya. Makalah ini disusun dan disajikan dengan tujuan (1) memaparkan informasi tentang arah dan praktik pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan KTSP dan K 13 dan (2) memaparkan keberadaan membaca dan menulis sebagai aspek litersi, Paparan dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pembaca dan peserta seminar akan pentingnya kemampuan baca-tulis sebagai modal pengembangan diri. Bagi para pengajar bahasa Indonesia, paparan ini diharapkan dapat membantu dan memotivasi para guru di dalam mengembangkan kemampuan baca-tulis peserta didik untuk mewujudkan peran bahasa Indonesia sebagai penghela dan pembawa pengetahuan. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Dua Kurikulum Pembelajaran bahasa Indonesia di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bertujuan membentuk kompetensi berbahasa pada diri peserta didik. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia siswa berlatih menggunakan bahasa Indonesia baik dalam kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, maupun menulis. Secara rinci tujuan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut dirumuskan sebagai berikut. 1) Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara; 2) siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna,dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan; 3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial; 4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis);. 5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan 6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia Butir-butir rumusan tujuan tersebut memuat aspek sikap, pemahaman, dan penggunaan. Aspek sikap dapat diarahkan pada sikap spiritual dan sikap sosial. Aspek pemahaman mencakup pemahaman kaidah, sementara aspek penggunaan diwujudkan ke dalam empat keterampilan berbahasa. Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 (K 13) berfokus kepada penguasaan berbagai jenis teks baik lisan maupun tulis, dengan menempatkan bahasa Indonesia sebagai wahana pengetahuan (Kemendikbud, 2013:v). Di dalamnya dijelaskan berbagai cara penyajian pengetahuan dengan berbagai macam jenis teks. Berbagai jenis teks tersebut dikupas dari segi struktur, isi, dan kaidah kebahasaan yang menunjukkan konteks penggunaannya. Pembelajaran mengarahkan peserta didik pada penguasaan aspek pemahaman dan penggunaan. Aspek pemahaman berwujud kegiatan mendengarkan dan membaca, sementara aspek penggunaan berwujud kegiatan berbicara dan menulis. Di samping itu, melalui kajian berbagai jenis teks, peserta didik diarahkan pada sikap kesantunan berbahasa dan penghargaan terhadap bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa. Berdasarkan arah dan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kedua kurikulum tersebut, dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya keduanya didasari oleh pendekatan 387
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
fungsional. Pembelajaran bahasa Indonesia berfokus kepada kompetensi komunikatif. Dalam hal ini peserta didik diharapkan dapat memanfaatkan bahasa Indonesia dalam berbagai konteks dan kepentingan. KTSP memprogramkan pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Idonesia melalui rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan bertolak dari bentuk keterampilan berbahasa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Di samping itu, KTSP juga mengakomodasikan kebutuhan komunikasi dengan menyajikan berbagai subtansi yang mencakup wilayah peggunaan bahasa baik formal maupun nonformal. Di sisi lain, Kurikulum 2013 menggariskan penguasaan beragam teks oleh peserta didik. Teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia disajikan berdasarkan kebutuhan dan konteks penggunaan bahasa sehari-hari. Dasar penyajian teks ini sama dengan dasar keberadaan subtansi materi dalam KTSP. Lebih jauh, teks dalam Kurikulum 2013 disajikan untuk dikuasai peserta didik baik dalam aspek pemahaman maupun penggunaan. Paparan di atas memberikan pemahaman bahwa apapun kurikulumnya, (KTSP atau K 13) cukup memberikan peluang kepada pembelajaran bahasa Indonesia untuk dapat mengambil peran penting dalam pengembangan kemampuan literasi. Masalah yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaanya di lapangan. Sosialisasi yang memfasilitasi terjadinya proses pengkajian secara mendetail terhadap subtansi kurikulum bagi para guru merupakan hal penting untuk dilakukan, bukan sosialisasi yang bersifat pengenalan semata. Hal seperti ini lebih memungkinkan keberhasilan program pengembangan literasi sebagaimana diharapkan. Membaca dan Menulis sebagai Aspek Literasi Pembelajaran bahasa Indonesia dalam baik yang berbasis KTSP maupun K 13 pada dasarnya mengarah kepada penguasaan literasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Webster Dictionary mengartikan kata literasi sebagai “kemampuan membaca dan menulis”. Berdasarkan makna leksikal tersebut, literasi mengacu pada kemampuan seseorang dalam memahami informasi atau pesan yang terdapat dalam tulisan dan kemampuan mengungkapkan informasi atau pesan melalui tulisan. Sebagai istilah, literasi memiliki makna yang beragam dan berkembang, dari yang sebatas mencakup makna leksikalnya maupun yang sudah berkembang dari makna leksikal tersebut. Literasi dide inisikan sejalan dengan tujuan dan strategi suatu program yang dirancang oleh pembuat kebijakan. De inisi yang pertama disepakati secara internasional dan yang masih sering dikutip berasal dari Rekomendasi UNESCO tahun 1958 tentang Standardisasi Internasional Statistik Pendidikan. Dinyatakan bahwa orang terpelajar adalah orang yang bisa membaca dan menulis sebuah pernyataan singkat dan sederhana yang terkait dengan kehidupan sehari-harinya. Mengacu pada pernyataan di atas, UNESCO (2004:12) mende inisikan Literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis dengan memahami pernyataan sederhana yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang melibatkan keterampilan membaca dan menulis, dan termasuk juga keterampilan asar daritmatika (berhitung). Dalam perkembangannya, de inisi ini belum dapat mewadahi kompleksitas dan keragaman aplikasi literasi yang berkembang. Oleh karena itu, dalam pertemuan ahli internasional pada bulan Juni 2003 di UNESCO diusulkan sebuah de inisi operasional bahwa literasi adalah kemampuan untuk mengidenti ikasi, memahami, menafsirkan, membuat, berkomunikasi, dan menghitung, menggunakan bahan cetak dan tertulis terkait dengan berbagai konteks. Literasi melibatkan kontinum belajar yang memungkinkan individu untuk mencapai tujuan mereka, untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi mereka, serta berpartisipasi penuh dalam komunitas mereka dan masyarakat luas. De inisi yang diketengahkan UNESCO mengedepankan keterampilan berbahasa tulis. De inisi-de inisi tersebut menyebutkan literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis yang melibatkan bahan cetak dan tertulis dengan penekanan berbagai kemampuan seperti mengidenti ikasi, memahami, menafsirkan, membuat, berkomunikasi, dan menghitung. Fokus de inisi literasi 388
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
versi UNESCO ini tidak berkembang jauh dari makna leksikalnya, kecuali penjelasan cakupan bahwa literasi juga meliputi kemampuan numerik atau kemampuan menghitung. Kern (2001) mende inisikan istilah literasi dengan cakupan keterampilan tulis dan lisan. Dikemukakannya bahwa Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, historis, dan kultural dalam menciptakan dan menginterpretasi makna melalui teks. Literasi memerlukan kepekaan tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta kemampuan untuk mere leksi secara kritis tentang hubunganhubungan itu. Selanjutnya dikemukakan bahwa literasi bersifat dinamis –tidak statis– dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur wacana. Education for All Global Monitoring Report (2006) memaparkan cakupan de inisi literasi yang lebih luas. Istilah literasi mulai digunakan dalam pengertian yang lebih luas untuk merujuk pada keterampilan dan kompetensi lain, misalnya ‘literasi informasi’, ‘literasi visual’, ‘literasi media ‘literasi ilmiah ‘, dan ‘literasi informasi’. Sekalipun mengalami perkembangan dan perluasan makna, yang patut dicatat adalah bahwa makna-makna tersebut tidak dapat dipisahkan dari makna awalnya. Semua jenis literasi difasilitasi oleh literasi lingual, terutama keterampilan membaca dan menulis. Dalam pembahasan ini istilah literasi dimaknai sebagai kemampuan memahami dan menggunakan bahasa tulis dalam berbagai fungsi. Dengan demikian, literasi mencakup kemampuan membaca dan menulis. Sekalipun berbeda sifat, kegiatan menulis dan membaca sama-sama berhubungan dengan tulisan. Menulis menghasilkan tulisan, sementara membaca mendapatkan informasi dan pesan melalui tulisan. Kedua jenis keterampilan berbahasa ini berhubungan erat. Membaca memberikan kontribusi yang besar pada keterampilan menulis. Bahkan Fowler (2006:6) menegaskan bahwa untuk menulis, seseorang harus terlebih dahulu membaca. Selanjutnya, Fowler mengutip pernyataan Brookner bahwa menulis dapat dikatakan sebagai cabang membaca. Segala sesuatu yang diperoleh dari kegiatan membaca menjadi bahan bagi seseorang dalam menulis. Pada bagian lain Fowler (2006:12) juga menegaskan bahwa tulisan yang dihasilkan seseorang sebagian besar berasal dari kegiatan membaca dan berpikir yang sebelumnya dilakukan. Dalam kenyataannya, tidak semua informasi yang diperoleh dan dipikirkan sebelumnya dapat diingat seluruhnya. Oleh karena itu, acapkali pada saat menulis atau sesaat sebelum menulis seseorang perlu melakukan penyegaran dengan membaca secara terfokus dan menggunakan teknik skimming serta membuat catatan. Kaitan antara membaca dengan menulis sebagaimana dipaparkan memberikan alasan untuk menyatakan bahwa kompetensi menulis banyak dipengaruhi oleh aktivitas membaca. Aktivitas yang dimaksud dapat mencakup segi kualitas dan intensitas membaca. Di sini terdapat semacam hubungan timbal balik dari segi keuntungan yang diambil seseorang dari kedua kegiatan tersebut. Keinginan untuk menulis mendorong seseorang untuk membaca. Di sisi lain, kegiatan membaca dapat menumbuhkan serta memotivasi seseorang untuk menghasilkan tulisan. Hal tersebut dimungkinkan karena tulisan yang dibaca seseorang pada dasarnya memuat makna yang memiliki kekuatan dalam mempengaruhi, mengarahkan, dan mendorong seseorang untuk bereaksi, termasuk di antaranya dalam bentuk kegiatan menulis. Kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis memungkinkannya untuk menguasai berbagai kecakapan hidup, baik yang bersifat akademik maupun vokasional. Selanjutnya kecakapan hidup yang demikian akan membawa orang tersebut ke dalam situasi ideal karena dia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada serta dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sesuai dengan perkembangan jaman. Kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Tim BBE, 2001;Zulkarnain, 389
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
2008).. Literasi tidak hanya mengacu pada pengertian ‘melek huruf’ secara literal, melainkan mencakup kemampuan dalam memahami dan menggunakan teks untuk dapat memanfaatkannya dalam berbagai situasi dan untuk mencapai berbagai tujuan. Dengan demikian, dalam jangka panjang literasi dapat mengatasi berbagai permasalahan yang menyangkut kebutuhan dan kesejahteraan hidup.
Peran Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Mengembangkan Kemampuan Literasi Keberadaan pembelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP dan Kurikulum 2013 menunjukkan bahwa kedua kurikulum tersebut dapat diterima sebagai pedoman yang mampu mengakomodasi pengembangan kemampuan literasi.. Di dalam kedua kurikulum telah dirumuskan kompetensi-kompetensi yang mengarah pada kemahiran membaca dan menulis, di samping mendengarkan dan berbicara. Rumusan kompetensi tersebut menjadi landasan bagi guru di dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan baca-tulis peserta didik. Praktik pembelajaran membaca dan menulis di sekolah acapkali tidak berjalan dengan optimal. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah kurang tepatnya pemilihan strategi pembelajaran. Pengembangan rencana pembelajaran yang tidak memberikan peluang kepada peserta didik untuk berlatih membaca dan menulis secara intensif dengan materi dalam berbagai konteks, akan sulit mewujudkan kemampuan literasi mereka. Jika dalam ranah perencanaan sudah bermasalah, hampir dapat dipastikan dalam pelaksanaannya pun tidak akan maksimal. Permasalahan sebagaimana dikemukakan mungkin terjadi karena keterbatasan pengelola pembelajaran dalam hal wawasan yang terkait dengan strategi pembelajaran. Hal tersebut dikhawatirkan akan berujung pada pembelajaran membaca-menulis yang tidak menarik sehingga tidak mampu mendorong peserta didik untuk meraih kompetensi litersi, apalagi sampai pada tumbuhnya perilaku gemar membaca dan menulis. Oleh karena itu, sudah waktunya praktik pembelajaran membaca dan menulis di sekolah dirancang agar lebih efektif dan lebih menarik dengan mengakomodasikan beragam inovasi pembelajaran yang dinilai sesuai. Pengembangan kemampuan literasi melalui pembelajaran mambaca dan menulis di sekolah di antaranya dapat dilakukan dengan landasan asumsi bahwa bahasa merupakan kesatuan simbol, sistem, dan konteks. Menurut Goodman (2005:10) orang dapat saja berpikir bahwa bahasa merupakan komposisi bunyi, huruf, kata, dan kalimat. Akan tetapi, bahasa tidak dapat digunakan untuk berkomunikasi tanpa sistem yang menyeluruh dalam konteks penggunaannya. Jadi, bahasa harus memiliki simbol, sistem, dan konteks penggunaan. Selanjutnya, dikemukakan oleh Goodman bahwa pada dasarnya bahasa dipelajari dari satu kesatuan ke bagian-bagian. Pertama-tama orang menggunakan tuturan utuh, kemudian melihat dan mengembangkan bagian-bagian, lalu mulai meneliti dan melihat hubungan di antaranya dan menangkap makna utuhnya. Bagian-bagian dapat dipelajari di dalam kesatuan tuturan (wacana) dalam konteks komunikasi nyata. Pendangan tersebut bersumber dari pendekatan Whole Language. Model belajar bahasa yang ditawarkan pendekatan ini dinilai dapat mengembangkan kemampuan literasi karena pemahaman terhadap teks mencakup semua segi-segi di dalamnya yang pada akhirnya diyakini dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam menumbuhkan kemampuan literasi produktif (menulis) Isi pembelajaran bahasa meliputi keterampilan (1) membaca, (2) menulis, (3) menyimak, dan (4) wicara dengan berfokus pada kemampuan membaca dan menulis. Komponen dan aktivitas dalam kelas Whole Language memperlihatkan bahwa kegiatan membaca dan menulis mendominasi aktivitas belajar di kelas. Namun demikian, tidak berarti dua keterampilan berbahasa lisan, yakni mendengarkan dan berbicara diabaikan oleh pendekatan ini. Keduanya 390
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
tetap dilatihkan secara terintegrasi dengan membaca dan menulis. Goodman (2005:22) mengemukakan alasan terkait dengan keterampilan membaca dan menulis sebagai fokus dalam pembelajaran bahasa. Bahasa tulis tidak tampil sebanyak bahasa lisan dalam kehidupan penuturnya dan cenderung dilihat sebagai representasi tuturan lisan yang bersifat kompleks, terutama karena keterbatasan-keterbatasannya dibandingkan bahasa lisan. Oleh karena itu, membaca dan menulis perlu dipelajari dengan cara yang berbeda dengan mendengarkan dan berbicara. Penekanan terhadap membaca dan menulis dire leksikan ke dalam berbagai teknik yang dinilai dapat mengantarkan peserta didik pada penguasaan literasi jika praktik penerapannya berjalan sesuai dengan prosedur. Menurut Routman dan Froese (dalam Suratinah dan Prakoso, 2003) teknik tersebut, meliputi reading aloud, sustained silent reading, journal writing, shared reading,, guided reading, guided writing, independent reading, dan independent writing. Berbagai teknik membaca dan menulis yang ditawarkan membuat peserta didik akrab dengan teks sekaligus memanfaatkannya dalam berbagai format kegiatan. Kedekatan peserta didik dengan teks tidak hanya dilihat dalam konteks kegiatan telaah dan pemahaman, melainkan juga dalam konteks produksi. Berbekal pemahaman tentang struktur, subtansi, dan kaidah bahasa teks yang ditelaahnya, peserta didik memproduksi teks dan mengkomunikasikannya kepada peerta didik lain. Situasi seperti inilah yang dimungkinkan dapat mengantarkan peserta didik untuk mencapai kemampuan literasi. Penutup Pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan KTSP dan K 13 bermuara pada pengembangan kemampuan literasi (membaca dan menulis). Hal ini sejalan dengan tuntutan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk menjawab tantangan global yang dihadapi bangsa Indonesia. Agar tuntutan tersebut dapat dipenuhi, pembelajaran membaca dan menulis di sekolah perlu dirancang dengan menerapkan berbagai strategi dan teknik pembelajaran yang dipandang dapat mengantarkan peserta didik kepada kemampuan literasi, seperti yang ditawarkan oleh pendekatan Whole Language. Penerapan berbagai teknik pembelajaran membaca dan menulis yang tepat tentunya membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Lembaga Pencetak Tenaga Kependidikan (LPTK) diharapkan dapat membekali mahasiswa calon guru bahasa Indonesia dengan pengetahuan tentang berbagai teknik pembelajaran membaca menulis yang inovatif dan mempraktikkannya dalam format pembelajaran mikro. Sebagai ujung tombak di lapangan, guru bahasa Indonesia hendaknya menggunakan beberapa teknik pembelajaran membaca dan menulis yang ditawarkan pendekatan Whole Language dalam pembelajaran di kelas. Hanya dengan kerja sama yang baik antarpihak yang terkait serta komitmen dari masing-masing pihak, kemampuan literasi peserta didik dapat dikembangkan.
Daftar Pustaka Goodman, Ken. 2005. What Whole in Whole Language, 20Th Anniversary Edition. Barkley: RDR Books. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs Bahasa Indonesia. Jakarta: Kemendikbud. Kern, Richard .2001. Literacy and Language Teaching Oxford: Oxford University Press Richard, Jack C.& Rodgers, Theodore S. 2001. Approaches and Method in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. 391
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Replubika. 2013. Siswa Indonesia Peringkat 64 Dari 65 Negara,Tapi Paling Bahagia di Dunia. 6 Desember 2013. Suratinah dan Prakoso, Teguh. 2003. Pendekatan Pembelakajran Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. http://asc. isipol.ugm.ac.id/masyarakat-ekonomi-asean-dan-tantangan-reformasi-birokrasi/ http://en.unesco.org/gem-report/#sthash.B2CVZKEK.dpbs www.bbc.com/Indonesia/berita_indonesia/2004/08/140826_tenaga_kerja_aec. www.unesco.org/education/GMR2006/full/chapt6_eng.pdf
392