ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN MELALUI PENDEKATAN THE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Disusun untuk memenuhi sebagian persyarata11 dalam m~nyelesaikan studi Pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Disusun Oleh
APRI NURYANTI
NIM: 6601220077
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK UNIVERSITAS INDONESIA 2003
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama
: Apri Nuryanti
Tempat/tanggal lahir
: Palembang, 13 April 1973
NPM
: 6601220077
Judul Tesis
: Strategi Daerah
Peningkatan . (PAD)
Sumatera
Kota
Pendapatan
Palembang
Provinsi
Selatan Melalul Pendekatan The
Analytic Hierachi Process (AHP)
Pembimbing Tesis,
Sri Mulyono, SE, M.SS
Mengetahui : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik· Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ketua,
Asli
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kharuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul "Analisis Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah {PAD) Kota Palembang Propinsi Sumatera Selatan Melalui Pendekatan The Analytic Hierarchi Process {AHP)".
Penulisan
tesis ini
merupakan
salah satu
syarat untuk
menyeles2ikan pendidikan pada Program Magister Perencanaan dan Keb1jakan Publik Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Robert A. Simanjuntak, selaku Ketua Program Studi
MPKP
Universitas
dan
Indonesia,
telah
yang
memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program MPKP Universitas Indonesia.
2. Bapak Sri Mulyono, SE, MSS, selaku dosen pembimbing yang dengan
kesabaran
memberikr~n
arahan,
bimbin9an
dan
masukan kepada penulis. 3. Pusdiklat
Renbang
OTO-Bappenas
yang
telah
memberikan
bantucm beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program MPKP Universitas Indonesia. 4. Pemerintah
Daerah
Propinsi
Sumatera
Selatan,
khususnya
kepada Kepala Bappeda Propinsi Sumatera Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis. 5. Teman-temanku mbak Nita, mbak Fitri, mbak TitL't, mbak Linda, mbak Lia, Yoana, Mita, pak Badgja, Pak Sudirman, Pak Wafa, Pak Hendra, Pak Kartubi, Mas Yusuf, Pak Indr.a, Pak Hanung,
J11
Ayuk Rini, Kak Amir, win angkatan 11 dan semuanya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu: terima kasih yang mendalam atas semua bantuan, dorongan, semangat
dan
kebersamaan sejak awal perkuliahan hingga berakhirnya studi ini. 6. Kedua orang tuaku yang telah memberikan bantuan moril dan materiil kepada penulis, khusus buat suamiku tercinta Kiyai Imam
atas
semL1a
bantuan,
semangat,
kesabaran,
dan
pengorbanan. 7. Adik-adikku tersayang, Agun dan Sofie, Idah (sku by) dan !wan, Tuti dan Hans, serta Neti yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini belum sempurna, untuk
itu
semua
saran
dan
masukan
yang
bermanfaat
untuk
penyempurnaan tesis ini, sangat diharapkan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Depok,
Agustus 2003 Penulis,
IV
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................... Lembar Persetujuan ................................................................................................ Kata Pengantar ....................................................................................................... . Daftar lsi ................................................................................................................ . Daftar Tcbel.. .......................................................................................................... . Daftar Bagan ............................................................................................................ Daftar Lamp~ran .................................................................................................... Abstraksi ................................................................................................................ . BAB I.
BABII.
ii iii
v vii ix X
xi
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................. 1.2. Rumusan Permasalahan............................................... 1.3.Tujuan Penelitian ........................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................... 1.5. Metodologi Penelitian ................................ :................. 1.5.1. Ruang Ungkup Penelitian .............................. 1.5.2. Jenis dan Sumber Data .. ........................... 1.5.3. Metode Analisis ...................... ................. 1.5.3.(1).Anc.lisis Tingkat Pertumbuhan....... 1.5.3.(2). Analisis Kemampuan Keuangan Daerah 1.5.3.(3). The Analytic Hierarchi Process (AHP)... 1.6. RC111cangan !3ab-bab yang Akan ditulis.......................
1 8 9 9 9 9 10 10 10 11 12 13
LAN DASAN TEORI 2.1. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia............... 2.1.1. Pengertian dan Sumber Keuangan Daerah ...... 2.1.2. Pengelolaan Keuangan Pemerintah Dr~erah 2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................................ 2.2.1.Sumber-sumber Pendapatrm Asli Daerah (PAD) 2.2.1(a). Pajak Daerah ........................... 2.2.1(b). Retribusi Daerah ..................... 2.2.1( r) Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan.................. 2.2.1(d). Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 2.2.2. Prinsip Pengenaan Pajak .............................. 2.3. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah ...................... 2.4. Analytic Hierachi Process (AHP)..................................... 2.4.1. Prinsip Dasar AHP .. ............................................. 2.4.2. Tahapan Aplikasi AHP ....................... .... . .. 2.4.2( 1). Penyusunan Hirarki........................ 2.4.2(2). Evaluasi Hirarki ...........................
15 15 16 19 21 25 20
28 29 30 34 37 37 40 40 42
v
BAB III.
BAB IV.
BAB V.
BAB VI.
DESKRIPSI KOTA PALEMBANG 3.1. Letak Geografis dan Pembagian Wilayah Administrasi ...................................... . 3.2. Kondisi Demografi ....................................... 3.3. Pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang .............. . 3.4. Pendapatan Per Kapita ................................... . 3.5. Keuangan Pemerintah Daerah Kota Palembang ........ . 3.6. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................ . 3. 7. Komponen Pendapatan Asli Daerah .................... . 3.7.(1). Pajak Daerah .................................... . 3.7.(2). Retribusi Daerah ....................... . 3. 7.(3). Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolac.n Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan ....................... . 3. 7.( 4). Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah .......................................
49 50 52 53 54 63 67 67
69 73 74
ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA PALEMBANG 4.1. Kondisi Umum Keuangan Daerah Kota Palembang.... 4.2. Analisis Indikator Penerimaan Keuangan Daerar....... 4.2.(1). Rasio Kecukupan (Reve11ue Adequacy Ratio).. 4.2.(2). Rasio Efisiensi...................................... 4.2.(3). Rasio Efektivitas .................................. 4.2.(4). Ra:;io E'3stisitas ?AD............................
76 79 79 83 86 89
ANAL.!SA KEBIJAKAN PENINGKATAJ\1 FEJ~I.JAf-'ATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA PALEMBANG 5.1. Penyusunan Hirarki ........................................ . 5.2. Identifikasi dan Definisi Level Dalam Hirarki. ......... . 5.3. Pembuatan Kuesioner ..................................... . 5.4. Hasil Sintesa Akhir Global Pada Masing-masing Responden ........................ . 5.5. Analisis Sintesa Akhir Global P~da Masing-masing Respond en ........................ . 5.6. Hasil dan Analisis Sintesa Akhir Lokal Dengan Menggunakan Rata-rata Ukur ................. . 5. 7. Hasil dan Analisis Sintesa Akhir Global Dengan Mcnggunakan Rata-rata Ukur ................. .
116
PENUTUP 6.1. Kesimpulan .................................................... . 6.2. Saran ............................................................ .
122 126
91 93 94
96 110 112
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
VI
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Tabel 1.1.
Tabel1.2. Tabel1.3. Tabel1.4.
Tabel 2.1. Tabel Tabel Tabel Tabel
2.2. 2.3. 2.4 3.1.
Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3. 7 Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10.
Tabel 3.11. Tabel 3.12. Tabel 3.13.
Perba11dingan PAD dengan Rata-rata Pengeluaran Total dan Rata-rata Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten/ Kota Tahun 1998 Sumbangan PAD terhadap Belanja Rutin Kota Palembang Tahun Anggaran 1984/1985 - 2002 (dalam ribuan rupiah) Sumbangan PAD terhadap APBD Kota Palembang Tahun Anggaran 1984/1985- 2002 (dalam ribuan rupiah) Perbandingan Total PAD dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Konsol!dasi APBN d~n APBD, termasuk Perkiraan Transfer PBB, BPHTB dan PPh untuk Menjadi Pendapatan Kabupaten/Kota Kontribusi Sumber-sumber PAD Provinsi, Kabupaten/Kota se Indonesia Dari TA 1997/1998- 2000 (dalam milyar rupiah) Matriks Perbandingan Skala Preferensi AHP Indeks Random Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah per Kecamatan Di Kota Palembang Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Palembang Tahun 1999 - 2001 Kepadatan P~nduduk Menurut Kecamatan di Kota Pule:nbang Tahun 2000 dan 2001 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Kota Palembang Tahun 1993-20G1 atC1s Oasa( 1-iarga Ko11~tan T dhun :1. 99S Kontribusi PAD terhadap APBD Kota Palembang Tahun Anggaran 1934/1985-2002. (da!3m ribuan rupiai1) Kontribusi PAD i:erhadap APBD Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2002 (dalam jutaan rupiah) Kontribusi rAD terhadap Belanja Rutin Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2002 (dalam jutaan rupiah) Perkembangan APBD Kota Palembang Tahun Anggaran 1998/1999- 2002 (dalam ribuan rupiah) Reaiisasi Penerimaan PAD Kota Palembang TA 1998/1999- 2002 (dalam ribuan rupiah) Kontribusi Kon 1ponen PAD terhadap Penerimaan PAD :
Hal
3
4 5
7 21 43
44 47
so 51
52 54
55 57 59 61 64
66 68 71 73
.. \"II
Tabel 3.14. Tabel4.1. Tabel 4.2.
Tabel4.3. Tabel4.4.
Tabel4.5. Tabel4.6. Tabel 5.1.
Realisasi Penerimaan Lain-lain PAD yang Sah Kota Palembang TA 1998/1999-2002 (dalam ribuan rupiah) Perkembangan Keuangan Daerah Kota Palembang Tahun Anggaran 1998/1999- 2002 (dalam ribuan rupiah) Rasio Kecukupan Penerimaan Keuangan Daerah Kota Palembang Tahun Anggaran 1998/1999- 2002 (dalam ribuan rupiah) Anggaran dan Realisasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah Kota Palembang Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 Rasio Efisiensi Administrasi, Pertumbuhan Biaya Pemungutan Pajak dan Pertumbuhan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun Anggaran 1998/1999- 2002 (daiam ribuan rupiah) Rasio Efektivitas Penerimaaan PAD te:-hadap Targe~ Penerimaan PAD Kota Palembang TA.1998/1999- 2002 Rasio Elastisitas PAD Terhadap PDRB Kota Palembang Tahun Anggaran 1993/1994- 2001 Bobot Prioritas Lokal dan Global masing-masing Responden Serta Rata-rata Ukur
75 76
80 84
85 88 89 97
...
VIII
DAFTAR BAGAN
Bagan
Judul
Bagan 5.1. Bagan 5.2.
Bagan 5.3. Bag~n
5.4.
Bagan 5.5. Bagan 5.6.
Bagan 5.7.
Hirarki Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang Hirarki Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang menurut Persepsi Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang Hirarki Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang menLJrut Persepsi Akademisi Hirarki Kebijakan Peningkata11 PAD Kota Palembang menurut Persepsi DPRD Hirarki Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang menurut Persepsi Pengusaha Hirarki Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang menurut Persepsi Badan Perencanaan Daer3h Kota Palembang Hirarki Kebijakan Penir1gkatan PAD Kota Palembang Pada Sintesa Akhir Global Menggunakan Rata-rata Ukur
Hal
92 100 102 104 106 108 117
IX
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang Tahun 1987 - 2001
2. Kuesioner Responden dengan Metode AHP 3. Hasil Sintesa Akhir Global dengan MenggunaKan Rata-rata Ukur
X
ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PADj KOTA PALEMBANu PROVINSI SUMATERA SELATAN MELALUI PENDEKATAN THE ANALYTIC HIERARCHI PROCESS (AHP) ABSTRAKSl
Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diikuti pula dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu penyerahan berbagai sumber penerimaan daerah bagi
p~nyelenggaraan
tugas pemerintah daerah dan
pembangunan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Selanjutnya keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, harus didukung dengan ketersediaan dan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting dan
strategis
untuk
mendukung
penyelenggaraan
pemerintahan
j?n
pembangunan d;Jerah. Kemampuan keuangan suatu daerah diukur melalui seberapa besar peranan
atau
kontribusi
PAD
dalam
membiayai
seluruh
pengeluaran-
pengeluaran daerah, termasuk belanja rutin daerah. Semakin besar kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maka semakin besar
tingkat
kemandirian
suatu
daerah
sehingga
semakin
kecil
ketergantungan daerah untuk mendapatkan bantuan dana dari peme:rintah pusat. Sebaliknya, semakin kecil kontribusi PAD dalam APBD maka semakin besar tingka!: ketergantunga!l daerah untuk menerima bantuan dana dari pemerintah pusat.
Oleh
karena
itu,
pemerintah daerah dituntut untuk
meningkatkan penerimaan daerah dengan menggali dan mengembangkan seluruh sumber-sumber keuangan daerah sendiri berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah menganalisa kondisi atau j(emampuan keuangan daerah Kota Palembang
secara umum dalam rangka
pelak:;anaan pembangunan daerah, serta merumuskan alternatif kebijakan yang mungkin dalap dilaksanakan dala.n upaya meningkatkan kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD.
XI
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendapatan Daerah sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
p~mungutan
dan pengelolaan
penerimaan daerah di masa yang akan datang. Kemampuan
keuangan
daerah
Kota
Palembang
diukur
melalui
indikator-indikator penerimaan keuangan daerah, yang meliputi antara lain rasio kecukupan penerimaan (Revenue Adequacy Ratio), rasio efisiens!, rasio effektivitas, dar. rasio elasti:;itas PAD terhadap perubahan PDRB. Kemudian perumusan
dan
alternatif
pemilihan
kebijakan
peningkatan
PAD
Kota
Palembang dilakukan d::!ngan pendekatan The Analytic Hierarchi Process (AHP). Berdasarkan
hasil
analisa
diketahui
bahwa
rasio
kecukupan
penerimaan daerah Kota Palembang TA 1998/1999-2002, baik terhadap belanja rutin maupun terhadap total pengeluaran daerah belum memadai, yakni kurang dari 20 % dari pengeluaran daerah. Rata-rata rasio kecukupan penerimaan PAD terhadap belanja rutin dan terhadap total pengeluaran daerah pada periode tersebut masing-masing sebesar 17,43 % dan 13,32 %. Se~entara
itu,
rasio
elastisitas
PAD
terhadap
perubahan
PDRB
TA
1993/1994-2001 sangat berfluktuasi, namun secara keseluruhan rata-rata elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB bersifat elastis sebesar 1,14 %. Pernilihan
kebijc:.kar.
penir.gkatan
PAD yang
diprioritaskan
untuk
dilaksanakan menurui: penilaian 5 responden berdasarkan hasil sintesa akhir global dengan menggunakan rata-rata ukur adalah kebijakan memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah, dengan bobot prioritas mencapai 0,255. Prioritas kebijakan selanjutnya berturut-tl.!rut adalah memperbuiki sistem manajemen PAD dan
pelaksanaan sosialisasi untuk meningkatkan
kesadaran dan m::>tivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, dengan
Bobot prioritas sebesar 0.250 dan 0.249.
Kebijakan
pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak berada pada urutan terakhir dengan bobot prioritas sebesar 0,246.
XII
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mensyaratkan adanya dukungan personil, peralatan dan pemuiayaan (keuangan) yang cukup memadai. Dengan dipenuhinya tiga syarat di atas, maka pemerintah daerah diharapkan dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang telah dilimpahkan, sekaligus dapat mewujudkan tujuan
penyelenggaraan dan
pelayanan
otonomi
i<esejahteraan
berupa
daerah,
masyarakat
yang
peningkatan
semakin
baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. dengan
Sejalan
pelaksanaan
daerah
otonomi
tersebut,
pemerintah Pusat telah menyerahkan be1bagai sumber pcmbiayaan kepada
daerah
untuk melaksanakan
tugas dan
kewajibai1
yang
dilimpahkan, sebdgaimana yang d;atur dalari1 undang-ur.dang Numor 25 Tahun 1999 serta peratur:m pemerintah r>endukungnya. Menurut ketentuan yang ada disebutk3n bahwa yang menjadi sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah : (a) Pendapatan Asli Daerah; (b) Dana Perimbangan; (c) Pinjaman Daerah; (d) Lain-lain Penerimaan yang Sah. Sumber penerimaan daerah yang penting dalam pelaksanaan otonomi
caerah,
dan
dianggap
strategis
bagi
sebagian
besar
pemerintah daerah adalah Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator dalam mengukur tingkat kemandirian
suatu
daerah
otonom
dalam
administrasi pemerintahan dan pembangunan.
penyelenggaraan Kemandirian suatu
daerah diukur melalui peranan dan kema:npuan Pendapatan AsU
1
Daerah
dalam
membiayai
pengeluaran-pengeluaran
daerah,
khususnya untuk belanja rutin daerah. Pada prinsipnya semakin besar kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah {APBD) :naka semakin kecil tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat, baik dalam bentuk block grant maupun spesific grant.
Sebaliknya,
semakin
rendah
kontribusi PAD dalam APBD maka semakin besar ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat, sehingga peran pemerintah pusat dalam mengalokasikan anggaran ke daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sangat dominan. Kondisi
ideal
dirr.c:ma
PAD
mampu
membiayai
total
pengeluaran dalam APBD, ternyata belum dapat dicapai oleh sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia. Banyak Kabupaten/Kota di Indonesia yang kontribusi PAD terhadap total APBD masih rendah. PAD hJnya menyumcang rata-rata 20 - 30 % APBD provinsi, dan 10 - 20
%
APBD
Kabupaten/Kota.
Secara
historis,
PAC
di
Indonesia
mer.1punyai peran yang relatif kecil dalam keseluruhan anygaran ciacral1 (Robert Sirr.anjuntai<; 2002, hal.162). Lapo;an Kor.svliC:asi APBD seluruh kabupaten dan Kota di Ir.donesia untuk tahun 2002, menyimpulkan bahwa peran PAD terhadJp belanja rutin sebesar
9, 7
% sampai 10 % dan kontribusi PAD terhadap APBD hanya 7 %. Penelitian yang dilakukan oleh LPEM dan DEN dalam Persiapan
Menuju
Desentralisasi,
Kabupaten/Kota
pada
menyebutkar. tahun
1998,
bahwa diperoleh
dari
289
data
rata-rata
total
pengeluaran Kabupate:l/Kotc; adalah R.p.67, 17 milyar, sedangkan ratarata pengeluaran rutin adalah Rp.45,72 milyar. Berdasarkan observasi atas kemampuan PAD antar daerah, ternyata hanya 3 Kabuaten/Kota yang mempunyai PAD lebih besc-r daripada rata-rata pengeluaran total atau
sebesar
1,04
%
dan
sebanyak
6
Kabupaten/Kota
yang
mempunyai PAD lebih besar daripada rata-rata pengelua:-an rutin atpu 2,08 %. {Tabel 1.1).
2
Perbandingan PAD dengan rata-rata pengeluaran total dan rata-rata pengeluaran rutin Daerah Kabupaten/Kota 1998
Tabel 1.1.
J umlah Kab/Kota
PAD PAD
PAD PAD
~
s ~
s
Persentase 1,04 98,96 100
,..,
rata-rata pengeluaran total rata-rata pengeluaran total
.)
2'"" oO 289 6
rata-rata pen,geluaran rutin rata-rata pengeluaran rutin
2,08 97,92 100
2~D
289 Sumber: LPEM dan DEN, 7.000.
Perkembangan 1984/1985
sampai
PAD Kota dengan
Palembang
2002
dari Tahun Angyaran
terus
menunjukan
adanya
peningkatan, tetapi peningkatan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pada belanja rutin. Akibatnya kontribusi PAD terhadap belanja rutin dalam periode yang sama secara umum mengalami penurunan, dengan rata-rata kontribusi sebesar 20,23 %. Krisis ekonomi yang 111elanda Indonesia pada perekonomian Kota
Palembang,
memb3wa dampak
dengan ditandai semakin
menurunnya persentase kontribusi PAD terhadap belanja rutin pada T dhun Anggara!l 1997/1998 ::;ampai 2001.
Sumb~ngan
PAD terhadap
belanja rutin Kota Palembang dapat dilihat pada tabel 1.2.
3
Tabel1.2.
Sumbangan PAD terhadgp Belanja Rutin Kota Palembang Tahun Anggaran 1984/1985 - 2002 (dalam ribuan rupiah)
18.98 19.44 21.06 22.68 20.32 20.52 23.40 19.70 19.01 20.33 21.26 24.32 22.45 21.55 19.96 18.19 12.14
1985/1986 1986/1987 1987/1988 1988/1989 1989/1990 1990/1991 1991/1992 1992/1993 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001
~--~2~0~02~--~----~~~~~----~~~~----~15.29 20.23 Sumber :
Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Palembang, 2003
Sementara itu, kontribusi PAD terhadap APBD Kota Palembang dari Tahun Anggaran 1984/1985 sampai dengan 2002 cenderung · mengalami penurunan dengan rata-rata kontribusi sebesar 15,48 % (Tabel 1.3). Berdasarkan
kondisi
kemampuan
keuangan
daerah
Kota
Palembang tersebut, terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang yang berasal dari pajak dan retribusi
d~erah
masih
relatif kecil, sehingga kurang mendukung pelaksanaan pembangunan daerah.
4
Tabel1.3.
1984/1985 .1985/1986 1986/ 1987 1987/19e8 1988/1989 1989/1990 199011991 199111992 1992/1993
Sumbangan PAD terhadap APBD Kota Palembang Tahun Anggaran 1984/1985- 2002 (dalam ribuan rupiah)
2,512~669
2_!_719, 171 3,113,907 3,552,898 4,316,036 5,087,511 5,836,737 7,962,925 8,536,549 9,658,801
1993/1994 1994/ 1995 1995/1996
11,191,442 13,980,753
19%/1997 1997/1998 1998/ 1999
16,430,515 17,088,449 18,352,028
1999/2000
11,818,451 15,712,939 17,267,752 18,780,616 24,962,826 30,308,023 39,262,207 51,068,629 65,329,161 73,542,376
21.26 17.31 18.03 18.92 17.29 16.79 14.87 15.59
79,240,938 96,062,950 99,069,204 106,893,185
14.12 14.55
23,262.478
111,908,275 J49,444,sn6
16.58 15.99 16.40 15.57
2000 2001
20,386,909 35,510,298
147,858,825 396,787,725
13.79 8.95
2002
51,292,418
431,224,984
11.89 15.48
Rata-rata Sumber :
13.07 13.13
Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Palembang, 2003
Pada umumnya permasalahan pokok yang dihadapi pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah adalah belum sianifikannya kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan, dan rend_ ahnya kemampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah.
Kemampuan daerah diartikan
sebagai seberapa besar kemampuan daerah dalam menggali dan mengembangkan sur.lber-sumber keuangan sendiri guna membiayai pengeluaran-pengeluarannya tanpa harus tergantung pada bantuan atau subsidi pemerintah pusat (Self-supporting).
5
Permasalahan
ini
semakin
berkembang
ketika
berbagai
kebijakan desentralisasi fiskal, baik Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 maupun beberapa PP pendukungnya lebih menekankan kepada dana perimbangan, khususnya Dana Alokas! Umum (DAU) sebagai salah
satu
instrumen
utama
desentralisasi
fiskal.
1>
Rendahnya
kontribusi PAD terhadap anggaran daerah tidak terlepas dari "sistem tax assingment" di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada Pemerintah Pusat untuk mengur1pulkan pajak-pajak potensial, seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk. 2 >
Bagi
daerah
pelaksanaan
sistem
tax
assignment
mengakibatkan semakin rendah dan terbatasnya basis pJjak dan retribusi
daerah,
sehingga
pajak
dan
retribusi
yang
menjadi
kewenangan daerah adalah yang kurang potensial. Terdapatnya kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu jenis pajak daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, bahwa "objek pajak bukan merupakan objek pajak propinsi danjatau objei<. pajak pusat", serra melarany terjadinya tumpang tinuih antara pC:tjak daerah dengar.
paja!~
P'JSJt dan pajak p1 O!Jinsi,
semal
!........Dr Raksaka
Mahi "Workshop Dampak Pemberlakuan UU No.34/2000 terhadap Dunia Usaha/Iklim Investasi dan Arah Perubahannya, Jakarta,2000 2 Dr.Machfudz Sidik,MSc,"Optimalisasi Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Meningk?.tkan Kemampuan Keuangan Daerah", Orasi Ilmiah Wisuda XII STIA LAN Baadung T A 200 I /2002, Bandung,2002
6
Perbandingan Total PAD dan Pengeluran Pemerintah Daerah terhadap Konsolidasi APBN dan APBD, Termasuk Perkiraan Transfer PBB,BPHTB dan PPH untuk Menjadi Pendapatan Kabupaten/Kota 3 )
Tabel 1.4
Negara .-
Negara berkembang Tahun 1990-an Negara transisi Tahun 1990-an Negara OECD Tahun 1990-an Republik Indonesia TA 1989/1990 Republik Indonesia T A 199411995 Republik Indonesia T A 2001 Republik Indonesia T A 2001 *
Persentase terhadap Total PAD 9.27 16.59 19.13 4.69 6.11 3.39 7.51
Persentase terhadap Total Pengeluaran 13.78 26.12 32.41 16.62 22.97 27.78 27.78
*) Berdasarkan Pada Perk1raan Pengaruh Desentralisasi dari PBB, BPHTB dan PPH
Dilihat dari segi teknis pengumpulan pajak dan retribusi di daerah,
pada
dihadapkan
umumnya
masalah
lemahnya
sistem
perencanaan c!an pengawasan keuangan, sehingga mengakibatkan k~boc~rcn-kebur.oran turu~
rlalam penerimaan daerah.
rnemberi kontribusi terhadap
Faktor lain
y~ng
rendahny~ kemarnpu~n keuan~Cln
daerah, khususnya PAD adalah keterbatasan kemampuan administrasi pemungutan di daerah. Sehingga mengakibatkan proses pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar. Sementara itu, sikap pcmerintah Daerah yang lebih mengutamakan bantuan pusat sebagai
sumber
penerir.1aan
da€lrah
dan
lebih
mengandalkan
kemampuan negosiasi untuk memperoleh tambahan bantuan akan mengurangi minat pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan dan pengelolaan PAD. Berdasarkan kondisi-kondisi di atas, maka pemerintah daerah dituntut
untuk
penerimaan
melakukan
daerah,
dengan
upaya-upaya menggali
dalam
meilingkatkan
sumber-sumber
keuangan
sendiri untuk memenuhi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan 3
Bank Dunia dan Nota Keuangan dan RAPBI'~ Pemerintah Indonesia pada berbagai Tahun
7
dan pembangunan di daerah. Pemerintah telah mengeluarkan Undangundang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi landasan hukum bagi daerah untuk meningkatkan
Daerah sebagai
kemampuan keuangan daerah. Undang-undang tersebut memberikan kepada
kewenangan
pemerintah - Daerah
untuk
mengoptimalkan
penerimaaan Pendapatan Asli Daerah, k:hususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, dan tidak menutup kesempatan potensi dan kapasitas lain yang dimiliki
daerah untuk menggali sepanjang
dalam
perundang-undangan
peraturan
koridor
yang
berlaku. Penulisan merumuskan
tesis
alternatif
untuk
bertujuan
ini
kebijakan
mengidentifikasi
mampu
diharapkan
yang
dan
men;ngkctkan kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga dengan sendirinya kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap kebutuhan pembiayaan daerah akan meningkat.
Kema.1di1ian
daerah
yang
keleluasaar.
pemerintah
Daerah
dalam
tJesar akan
r.1en!~gkdtkan
ralerE.nCdnakan
program-
program pembangunan di daerah.
1.2.
Rumusan Permasalahan Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
dapat
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut. 1. Basis pemungutan pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan
daerah masih rendah dan terbatas. 2. Kemampuan administrasi pemungutan pajak dan retribusi
di
daerah yang masih rendah, sehingga beban biaya pemungutan lebih besar daripada penerimaan pajak dan retribusi daerah. 3. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah, sehingga mengakibatkan kebocoran-kebocoran
p~nerimaan
bagi
daerah.
8
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain : 1. Menganaiisa kondisi atau kemampuan keuangan daerah secara
umum dalam rangka
pelaksanaan pembangunan daerah Kota
palembang. 2. Mengkaji dan merumuskan alternatif kebijakan yang mungkin dapat
dilaksanakan
dalam
upaya
me11ingkatkan
kemampuan
keuangan daerah, khususnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui kondisi atau kemampuan keuangan daerah dalam
membiayai pelaksanaan pembangunan daerah Kota Palembang. 2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah, khususnya Dinas PenC:apatan Daerah Kota Palembang sebagai instansi yang berwenang dalam upaya meningkatkan dan mengelola penerimaan caerah di masa yang akan datano.
1.5. Metodologi Penelitian 1.5.1. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari terlalu luasnya cakupan permast::lahan dan agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka pembahasan permasalahan dalam penelitian dibatasi pada halhal sebagai berikut : 1. Pcnelitian dilaksanakan di Kota
Palembang Provinsi Sumatera
Selatan 2. Kemampuan keuangan daerah diukur 1nelalui indikator-indikator penerimaan keuangan daerah, mP.Iiputi antara lain rasio kecukupan (Revenue Adequacy Ratio), efisiensi, efektivitas dan rasio elastisitas PAD terhadar.> PDRB. Perumusan kebijakan Peningkatan Pendapatan · Asli Daerah (PAD) diperoleh dengan menggunakan pendekatan The Analytic Hierarchy Process (AHP).
9
1.5.2. Jenis dan Sumber Data Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan
observasi,
data sE:kunder.
wawancara
Data
primer diperoleh
melalui
ataupun
pertanyaan
kepada
pihak
yang
Dinas
Pendapatan
Daerah,
BPS
Kota
berwenang,
antara
lain
Palembang,
bagian
Keuangan
Setwilda
dan
instansi
lain
yang
berhubungan dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunde; diperoleh melalui publikasi dari Kantor BPS Kota Palembang
maupun BPS
Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Pendapatan Daerah k.ota Palembang, Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Palembang dan sumbersumber :ain yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis data yang digunakan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kota Palembang, Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Palembang, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Palembang
dan data pendukung lainnya yang berhubungan dengan
penelitiar1.
1.5.3. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.5.3.(1) Analisis Tingkat Pertumbuhan Terdapat
beberapa
metode
yang
dapat
digunakan
untuk
menghitung tingkat pertumbuhan. Selanjutnya, penulisan tesis ini menggunakan
metode
sederhana
untuk
menghitung
tingkat
pertumbuhan suatu variabel. Formulasi tingkat pertumbuhan dengan metode sederh;ma adalah sebagai berikut : Rr x
=Xt
-
Xt-1
x 100 %
X t-1
10
Dimana : rx
= tingkat pertumbuhan
Xt
= nilai
variabel tahun t
Xt-1
= nil;:~i
variabel tahun t-1
1."5.3.(2) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah, meliputi :
a. Rasia
kecukupan
penerimaan
(Revenue
Adequacy
Ratio),
merupakan ukuran untuk mengetahui memadai atau tidaknya penerimaan PAD untuk membiayai penyediaan berbagai layanan publik. Rasio kecukupan penerimaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu : •
Merupakan hasil bagi antara realisasi penerimaan PAD (Ti) dengan total pengeluaran daerah (G total) dikali 100 %.
Dimana,
•
(RAR)total
= (Ti I
Ti
= Realisasi
G total
= Total p~ngeluaran dacrah
G total) x 100 % Penerimaan PAD
Merupakan hasil bagi antara realisasi penerimaan PAD (Ti) dengan
belanj~
rutin daerah (G rutin) dikali 100 °/o.
= (Ti I G rutin)
(RAR)rutin Dimana,
Ti G rutin
b. Rasia
efisiensi,
digunakan
untuk
x 100 %
= Realisasi Penerimaan = Belanja Rutin Daerah
merupakan menutup
bagian biaya
penerimaan pemungutan
PAD
pajak pajak,
yang dapat
diformulasikan sebagai berikut : Rasio Efisiensi = (Ci
I Ti) x 100 %
11
Dimana,
c. Rasia
efekti'titas,
Ci
= Biaya pemungutan pajak
Ti
= Realisasi
penerimaan pajak
perbandingan
merupakan
antara
realisasi
_ penerimaan PAD terhadap target PAD, dengan rumus : Rasia Efektivitas = (Tr ITt) x 100 % Dimana,
Tr
:-:: Realisasi penerimaan PAD
Tt
= Target penerimaan PAD
Cara lain adalah dengan index of tax effort. Index of tax effort mencari angka positif atau negatif untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya gap. Indeks positif berarti telah terjadi gap, sedangkan indeks negatif menunjukkan tidak terjadi gap.
Formulasi index of
tax effort dirumuskan sE:bagai berikut : Index of tax effort = 100 - (TrITt ) x 100 %
d. Rasia Elastisitas PAD terhadap PDRB, tingkat Regional
kepekaan
perubahan
(sensitivitas)
Bruto (PDRB)
digunakan untuk mengukur
terhadap
penerimaan
Produk
Domestik
PAD,
digunakan
rumus: Rasia Elastisitas PAD =
% Perubahan PAD x 100 % /o Perubahan PDRB
0
1.5.3.(3) The A11alytic Hierarchy Process (AHP) The perangkat
Analytic yang
Hierarchy
dapat
Process
digunakan
(AHP)
daiam
merupakan
proses
suatu
pengambilan
keputusan. Peralatan utama dari metode AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Metode AHP menggunakan persepsi manusia yang
dianggap memahami
dengan baik suatu permasalahan yan9 timbul, merasakan akibat suatu masalah atau mempunyai kepentingan terhadap masalah tersebut.
12
Keutamaan
dari
metode
AHP
dibandingkan
metode
pengambilan keputusan lainnya adalah terletak pada bentuknya yang sederhana,
fleksibel
dan
111endukung
suatu
proses
kriteria, multi tujuan dan
berdaya
guna
pengambilan
penu~
untuk
besar (powerful!) keputusan
dengan
multi
dengan situasi kompleks. Perangkat
ini juga sering digunakan untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang sulit. Dalam kaitannya dengan tujuan penulisan ini,
maka
perumusan
kebijakan
yang
dapat
digunakan
~esis
untuk
meningkatkan penerimaan PAD menggunakan metode The Analytic Hierarchi Process (AHP).
1.6. Rancangan Bab-bab yang akan Ditulis Penulisan
tesis
ini
disusun
dalam
enam
bab,
dengan
sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I
: berisi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang penelitian,
rumusan permasalahan, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: merupakan landasan teori yang akan membahas tinjauan teoritis tentang Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Konsep
Asli
Pendapatan
Daerah
(PAD),
Analisis
Kemampuan Keuangan Daerah dan The Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai salah satu cara dalam merumuskan kebijakan peningkatan PAD. BAB III
: berisi gambaran umum Kota Palembang provinsi Sumatera Selatan sebagai tempat dilakukannya penelitian, keuangan dderah
Kota
Daerah
(PAD)
Palembang, dan
Penerimaan
Penctapatan
Komponen-Komponen
Asli
Pembentuk
Pendapi=3tan Asli Daerah.
13
BAB IV
: merupakan pembahasan tentang kondisi umum keuangan daerah Kota Palembang dan analisis Indikator Penerimaan Keuangan penerimaan
Daerah,
yang
meliputi
rasio
(Revenut: Adequacy Ratio),
kecukupan
rasio efisiensi,
rasio efektivitas dan rasio elastisitas PAD terhadap PDRB. BAB V
merupakan · pembahasan
tentang
analisa
kebijakan
peningkatan PAD Kota Palembang dengan menggunaka11 metode The Analytic Hierarchi Process (AHP). 6AB VI
: merupakan
penutup
yang
memuat
kesimpulan
hasil
penelitian dan saran-saran yang mungkin bermanfaat bagi pemerintah Daerah Kota Palembang provinsi Sumatera Selatan.
14
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia
2.1.1. Pengertian dan Sumber Keuangan Daerah
Pengertian Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor
105
Tahun
Pertanggungjawaban kewajib~n
2000
Keuangan
tentang Daerah
Pengelolaan
adalah
semua
dan
hak
dan
Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah Daerah
yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sumber pendapatan daerah untuk penyelenggarcan tugas Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Nomor 25 Tahun
1999 tentang
Perimbangan
Undang-u:1d3ng Keuangan
antara
Pemerintah Pusat a an Daerah aaalah: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu : 1. Hasil pajak daerah; 2. Hasil retribusi daerah;
3. Hasil Perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan; 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. b. Dana Perimbangan, terdiri dari : 1. Bagian Daerah
dari penerimrJan Pajak Bumi dan Bangunan,
Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam; 2. Dana Alokasi
Umum~
3. Dana Alukasi Khusus.
c. Pinjaman Daerah, terdiri dari pinjaman dalam dan luar negeri
15
d. Lain-lain Penerimaan yang sah, antara lai:1 hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.1.2. Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah
Fengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dalam tahun anggarrtn tertentu didasarkan pada Anggaran Pendapatan don Belanja Daerah (APBD), ini berarti bahwa seluruh sumber penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah dicatat dan dikelola dalam APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah, yang merupakan pedoman bagi pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerahnya. Secara garis besar APBD terdiri dari dua komponen pokok yaitu pendapatan dan belanja (pengeluaran) daerah. Komponen pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.
Komponen pengeluaran
pengeluaran
rutin
dan
pemerintah dikelompokkan menjadi pembangunan,
sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Kunarjo (1993: 151) sebagai berikut : a. Pengeluaran rutin; adalah pengeluaran yang disediakc:n untuk menyelenggarakan
tugas-tugas
umum
pemerintahan
dan
pelaksanaan pembangunan, pengeluaran rutin ini digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga dan cicilan hutang serta pengeluaran rutin lainnya. b. Pengeluaran pembangunan; adalah pengeluaran yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produ!<si.
Dilihat dari kategori
penggunaannya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Pengeluaran pakai habis, yaitu penoeluaran yang dipergunakan untuk membiCJyai proyek-proyek pembangunan yang sifatnya secara langsung tidak menghasilkan return kepada pemerintah tetapi secara tidak langsung mempunyai dampak luas kepada
16
pertumbuhan
kemajuan
perekonomian
negara
serta
pemerataan pendapatan masyarakat. 2. Pengeluaran transfer adalah pengeluaran dari dana APBN yang dipergunakan untuk bantuan Pembangunan Daerah, penyertaan modal pemerintah dan subsidi.
Selanjutnya pada pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dinyatakan bahwa "Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien,
efektif,
transparan
dan
bertanggung
jawab
dengan
memperhatikan asas keadilan dan kepatutan". Adapun daerah adalah
tujuan
utama
pengelolaan
keuangan
pemerintah
4 ):
1. Pertanggungjawaban (accountability)
Pemerintah
daerah
harus
mempertanggung
jawabkan
tugas
keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga at:au orang itu termasuk Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kepala Daerah (orang yang membawahi semua satuan tata usaha), dan masyarakat umum. 2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan Keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikc.tan
k~uangan,
jangka pendek dan jangka
panjang (termasuk pmjaman jangka panjang) 3. Kejujuran Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur, dan kesempalan untuk berbuat curang diperkecil
4 Brian
Binder, ''Penr;elolaan Keuangan Pemerintah Daerah'"' (dalam Kcuangan Pemerintah Dacrah di Indonesia). Penerbit Universitas indonesia. Jak.1rta, 1989, hal.279-280
17
4. Hasil Guna (Effectiveness) dan Daya Guna (Efficiency) Kegiatan Daerah. Tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga
memungkinkan
program
dapat
direncanakan
dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu secepat-cepatnya. 5. Pengendalian Petugas keuangan pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut di atas tercapai;
mereka harus
mengusahakan agar selalu mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran dan untuk membandingkan
penerimaan
dan
pengeluaran
dengan
rencana dan sasaran.
Selanjutnya disebutkan bahwa pengelolaan keuangan yang baik memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut : 5 ) 1. Sederhana
Sistem yang sederhana lebih mudah dipahami dan dipelajari oleh mereka
yang
bertugas
menjalankannya,
dan
lebih
besar
kemungkinan diikuti tanpa salah; dapat lebih cepat memberikan hasil; dan mudah diperiksa dari luar dan dari dalam. 2. Lengkap Secara keseluruhan, pengelolaan keuangan hendaknya
dapat
digunakan untuk mencapai tujuan utama pengelolaan keuangan daerah, dan harus mencakup segi keuangan setiap kegiatan daerah. Jadi
misalnya, kegiatan mcnyusun anggaran harus
menegakkan keabsahan penerimaan dan pengeluaran; menjaga agar daerah
selalu
dapat melunasi
kewajiban
keuangannya;
menjalankan pengawasan dari dalam; berusaha mencapai hasil guna dan daya guna setinggi-tingginya dalam semua kegiatan; 5
Lihat Brian Binder, Op.Cit. hal.281-283.
18
dan menjaga jangan sampai ada penerimaan
dan pengeluaran
yang tidak masuk rencana atau tidak dimasukkan dalam anggaran. 3. Berhasil Guna Pengelolaan keuangan harus dalam kenyataan mencapai tujuantujuan bersangkutan. Hal ini kadang-kadang dapat diwujudkan melalui peraturan; misalnya per aturan mengharuskan pemerintah daerah menyelesaikan rencana anggarannya pada tanggal tertentu sebelum tahun anggaran. 4.
Berdaya Guna Pengertian berdaya guna memiliki dua segi. Pertama, "daya guna melekat" pengelolaan keuangan bersangkutan harus dinaikkan setinggi-tingginya: artinya, hasil yang ditetapkan harus dapat dicapai dengan biaya serendah-rendahnya, dari sudut jumlah petugas dan dana yang dibutuhkan; atau hasil harus dicapai sebesar-besarnya,
d~ngan
tingkat tertentu.
Kedua,
menggunakan petugas dan dana pada pengelolaan
keuangan
bersangkutan
harus dirancang sedemikian rupa sehingga memperbesar daya guna
yang
menjadi
alat
bagi
pemerintah
daerah
untuk
menjalankan kegiatan-kegiatannya, dan tidak menghambatnya. 5.
Mudah Disesuaikan Pengelolan keuangan jangan dibuat demikian kaku sehingga sulit menerapkannya, atau
menyesuaikannya,
pada
keadaan yang
berbeda-beda.
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Salah
satu
faktor
yang
mendukung
keberhasilan
penyelenggaraan tugas pemer:ntah Daerah, sebagai perNujudan dari otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab
adalah
tersedianya
sumber
Kemampuan
keuangan daerah merupal
dalam
mengukur
pembiayaan
kemampuan
(keuangan)
daerah
untuk
yang
memadc:i.
melaksanakan
19
otonominya. Mengingat pentingnya keuangan daerah ini, The Liang Gie mengemukakan sebagai berikut: 6 ) "Pada prinsipnya setiap Daerah harus dapat membiayai sendiri semua kebutuhannya sehari-hari yang rutin. Apabila untuk kebutuhan Daerah itu masih mengandalkan bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat, maka sesungguhnya Daerah itu tidak otonom. Otonomi yang diselenggarakan tidak akan ada artinya, karena akan mengikuti irama datangnya dan banyaknya bantuan Pusat itu. Dengan demikian Daerah itu tidak dapat dikatakan memiliki kehidupan sendiri". Pendapat lain dikemukakan Ibnu Syamsi yang menyatakan bahwa "Keuangan Daerah adalah merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui
kemampuan
Daerah
dalam
mengatur
dan
mengurus rumah tangga Daerah sendiri". 7 ) Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, dimana daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan
masyarakat
setempat
menurut
prakarsa
sendiri, harus didukung dengan kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka pemerintah Daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan menggali semua sumber-sumber keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sumber penerimaan daerah yang penting dan strategis dalam pelaksanaan otonomi daerah bagi sebagian besar pemerintah Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi
PAD dalam
Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah (APBD) merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemandirian
suatu daerah
otonom.
Kemandirian
daerah
otonom diukur melalui seberapa besar peranan PAD dalam membiayai pengeluaran daerah, khususnya belanja rutin daera!l. Sema!
pusat
sem.akin
kecil.
Sebaliknya,
semakin
rendah
The Liang Gic, 'Pertumhuhan Pemerimah Daerah di Negara Republik Indonesia (jilid 3 ), Gunung Agung, Jakarta. 1968. hal.33. 7 lbnu Syamsi."Dasar-dasar Kehijaksanaan Keuangan Negara". Bina Aksara. Jakarta. 191!3. hal. I !lO. 6
20
kontribusi PAD dalam APBD semakin besar ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.
2.2.1. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah sumber
penerimaan
pengeluaran
daerah.
Daerah
(PAD) merupakan
dalam
membiayai
Sumber · Pendapatan Asli
salah
satu
pengeluaran-
Daerah
menurut
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Bab III Pasal 4, terdiri dari : a. Hasil pajak Daerah; b. Hasil retribusi Daerah; c. Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengeiolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan; d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sumber-sumber Pendapatan Asli daerah
or
at~s
mernberikan
kontribusi yan{! berbeda-beda te;t"ladap penerim3an PAD secrtra keseluruhan.
Namun
demikian
kontribusi
terbesar
dalam
menyumbang penerimaan PAD berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Adapun kontribusi masing-masing sumber Pendapatan Asli
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia dari TA 1997/1998 hingga 2000, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1.
Kontrlbusi Sumber-sumber PAD Provlnsl, Kabupaten/Kota se Indonesia Darl TA 1997/1998- 2000 (dalam mllyar rupiah)
mlah Penerimaan Provinsi dan Kab/Kota Sumber : Diolah dari Data Nota Keuangan
21
Penjelasan lebih lanjut tentang sumber-sumber di atas
.
diuraikan sebagai berikut : 2.2.1.(a) Pajak Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak daerah memiliki peran strategis bagi daerah, karena pajak daerah memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PAD, kemudian disusul retribusi daerah pada urutan kedua. Pajak daerah yang identik dengan pajak memiliki beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian dikutif oleh
pajak
S.Munawi~>
menurut adalah
kekayaan
daripada
keadaan,
kejadian dan perbuatan
tertentu,
tetapi
bukan
kewajiban
suatu
kepada
sebagian
negarC:i
yang
menyerahkan suatu
disebabkan
memberikan
kedudukan
menurut
peraturan-
hukuman,
sebagai
yang
Prof.S.I.Djajadiningrat
pEraturan yang ditetapkar. pemerintan serta dapat d1paksakan,
tetC~pi
tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan
umum.
Pendapat
senada
dengan
pengertian
sebelumnya, menyatakan bahwa Pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat dalam keseluruhannya untuk jasa-jasa pemerintah. Akan telapi jumlah yang dibayarkan oleh orang tidak perlu
mempunyai
hubungan
dengan
jumlah-jumlah
kegiatan
pemerataan yang diterimanyz, yang seringkali tidak dapat dihitung atau diukur sedangkan menurut sifatnya merupakan paksaan 9 >. Sedangkan definisi pajak menurut M.Suparmoko (1985:64) adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa secara langsung dapat ditunjuk, misalnya
pajak kendaraan
b2rmotor,
pajak penjualan
dan
lain
sebagainya. Beberapa definisi pajak di atas merupakan pengertian 8
S.Munawir,"Pcrpajakan··. Pcnerbit Liberty, Yogyakarta, 1992, hal. 3. John F. Due, "Keuangan Negara ", (Tcrjemahan Iskandarsyah dan Arif Janin), Pcncrbit Universitas Indonesia Jakarta, 1985. hal.99.
9
22
mendasar, sehingga hampir tidak ada perbedaan dengan pengertian pajak daerah. Pengertian pajak daerah dapat diartikan sebagai 10 )
:
(1)
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri; (2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dil3kukan oleh Pemerintah Daerah; (3) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah;
( 4) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah Daerah. Pasal 1 Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, merumuskan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oieh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa !mbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berlaku,
berdasarkan
yang
peraturan
digunakan
untuk
perundang-undangan membiayai
yang
penyelenggaraan
pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah. Dari dua pengertian di atas, disimpulkan bahwa pengertian pajak
daerah
adalah
pajak
asli
daerah,
maupun
pajak
yang
diserahkan ke daerah, dimana kewenangan pemungutan dilakukan oleh Daerah dalam wilayah kekuasaannya berdasarkan peraturan yang
berlaku
dan
digunakan
untuk
membiayai
pengeluaran-
pengeluaran daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintah Daerah. Dengan demikian unsur-unsur penting yang terdapat di dalam pengertian pajak daerah adalah : a. Pajak;
merupakan
sumber-sumber
penerimaan
daerah
yang
berasJI dari pcndap3tan asli daerah, pajak pemerintah pusat yang diserahkan maupun pajak pemerintah pusat yang dibagihasilkan ke daerah.
10
Kenneth J.Da,·ey,"'l'emhiayaan l'emerintah Daerah ··. Penerbit Universtias Indonesia, Jakarta, 1988. hal.39-40.
23
b. Daerah;
merupakan
kesatuan
mempunyai batas Daerah tertentu
masyarakat
hukum
yang
berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Dalam wilayah kekuasaannya;
maksudnya pemungutan pajak
hanya dapat dilakukan oleh daerah di dalam wilayah administrasi yang dikuasai. Seperti halnya pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai fungsi ganda yaitu:
Pertama, sebagai sumber pendapatan daerah
(budgetary) untuk mengisi kas daerah guna membiayai pengeluaran-
pengeluaran daerah dalam pelaksanaan tugas pemerintah daerah. Kedua, berfungsi sebagai alat pengatur (regulatory) dalam artian
untuk mengatur perekonomian guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan redistribusi pendapatJn dan stabiliscsi ekonorni. Adapun jenis pajak daerah sebagaimana diatur dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 34/2000, adalah : 1. Jenis pajak Propinsi, terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak PengambiJan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Jenis pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari : a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan;
24
f.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir. Berdasarkan tabel 2.1. di atas dapat dikemukakan bahwa peran atau kontribusi yang terbesar dalam penerimaan PAD untuk provinsi dan Kabupaten/Kota secara keseluruhan bersumber dari pajak daerah masing-masing sebesar 81,60 % dan 45,25 %. 2.2.1.(b) Retribusi Dae.-ah
Disamping pajak daerah sumber Pendapatan Asl! Daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang terbentuknya PAD adalah retribusi daerah. Retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini bersifat ekonomis karena siar:;a saja
yang tidak
merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu, r~tribusi
misa!!lya
pasar,
parkir,
uang
kuliah,
uang
ujian
dail
sebaGainya 11 ). Selanjutnya pengertian retribusi menurut Undang-undang Nomor
34
Tahun
2000
adalah
pemungutan
Daerah
sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau
diberikan
oleh
Pemerintah
Daerah
untuk
kepentingan orang pribadi ctJu badan. Dari pengertian di atas, dapat dikemukakan ciri-ciri pokok retribusi daerah, yaitu : a. Retribusi dipungut oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah Daerah; b. Terdapat jasa balik atau kontra prestasi langsung yang dapat ditunjuk; c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja baik orang pribadi maupun badan yang merasakan atau memperoleh manfaat yang disediakan oleh daerdh.
11
Lihat S Munawir, hal. 4.
25
Pungutan retribusi daerah terkait dengan adanya jasa atau izin yang disediakan oleh pemerintah Daerah, sehingga balas jasa yang
timbul
sebagai
prestasi
kontra
langsung
ditunjuk.
dapat
Misalnya, retribusi pasar karena adanya pemakaiah ruang pasar, retribusi parkir karena pemakaian ruangan tertentu oleh si pembayar retribusi.
Pemerintah Daerah perlu menggali dan mengembangkan
potensi retribusi daerah guna meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan daerah, sehingga dapat mendanai penyediaan pelayanan publik. Pada Pasal 18 ayat 2 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, retribusi dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengan objeknya. Objek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu
yang
disediakan
oleh
Pemerintah
Daerah.
Jasa-jasa
pelayanan tersebut dibagi atas tiga golongan yang berlaku pada Kabupaten/Kota, yang meliputi : 1. Retribusi Jasa Umum;
2. Retribusi Jasa Usaha; 3. Rctribusi Perizina11 Tertentu. Penetapan jenis retribusi ke dalam retribusi jasa umum, jasa usaha dan perizinan tertentu dibuat berdasarkan Peraturan Rincia'l
Pemerintah agar tercipta ketertiban dalam penerapannya. retribusi
daerah
berdasarkan
Undang-undang
Nomor
34/2000,
meliputi: a. Retribusi Jasa Umum; 1. K.etribusi Pelayanan Kesehatan
2. P.etribusi Pelayanan Persampahan/Kebersih an 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akte Catatan Sipil 4. Retribusi Pelayanan Pcmakaman dan Pengabuan Mayat 5. Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum 6. Retribusi Pelayanan Pasar 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
26
8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 10.Retribusi Pengujian Kapal Perikanan b. Retribusi Jasa Usaha; 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan 3. Retribusi Tempat Pelelangan 4. r-.etribusi Terminal 5. Retribusi Tempat Parkir Khusus 6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa 7. Retribusi Penyedotan Kakus 8. R.etribusi Rumah Potong Hewan 9. Retribusi Pelayanan Pelc:buhan Kapal 10.Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 11.Retribusi Penyeberangan di Atas Air 12.Retribusi Pengclahan LiMboh C:air 13.Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah c. Retribusi Perizinan Tertentu. 1. Retribusi Izin Mendilikan Bangunan 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi Izin Gangguan 4. Retribusi Izin Trayek 5. dst jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu Baru Perkembangan retribusi daerah terhadap penerimaan PAD dapat di lihat pada tabel 2.1. di atas. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi retribusi daerah terhadap penerimaan PAD provinsi dan kabupaten/kota dari TA 1997/1998 hingga TA 2000 menepati urutan kedua setelah pajak daerah, .masing-masing sebesar 9,64% dan 41,26 %.
27
2.2.1.(c) Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan;
Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dibentuk berdasarkan
Nomor
Undang-undang
5
Tahun
1962
tentang
Perusahaan Daerah, kemudian diperkuat oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang
Pokok-Pokok
Pemerintahan
di
Daeral1.
Perusahaan daerah adalah suatu badan usaha yang dibentuk oleh daerah untuk mengembangkan perekonomian daerah dan untuk menambah penghasilan daerah. 12 > Tujuan
dibentuknya
BUMD
tersebut
adalah
untuk
melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan peningkatan penghasilan pemerintah Daerah.
Adapun peran dan fungsi yang
dibebankan kepada BUMD adalah : 13 >
1. Melaksanakan kebijakan
oemerintah d!
bidang
ekonomi dan
pembangunan daerah; 2. Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan daerah;
3. Mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha; 4. Memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi kepentingan publik; 5. Menjadi peri ntis kegiatan dan usaha yang kurang diminati swasta. Hingga saat ini,
peran BUMD dalam menunjang pendapatan
daerah masih sangat kecil. Bagian laba perusahaan daerah hanya menyumbang sebesar 2,33°/o terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah
untuk seluruh propinsi di Indonesia dalam kurun waktu
1997/1998 sampai dengan 2000. Selanjutnya kontribusi bagian laba perusahaan daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia dalam periode yang sam a sebesar 2, 77 °/o.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemcrintah di Dacrah Rustian Kamaluddin,"Peran dan Pemberdayaan BUMD Dalam Rangka Peningkatan Perekonomian Daerah ··. Majalah Perencanaan Pembangunan, No.23, Edisi Mei-Juni 200 I. 12 13
28
Secara keseluruhan proporsi Bagian laba perusahaan daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah keseluruhannya selama periode
1997/1998 hingga 2000 adalah sebesar 2,50 %. 14 > Menurut laporan hasil studi Biro Analisa Keuangan Daerah Departemen Keuangan tentang Analisis l
permasalahan
yang
dihadapi
BUMD
ddlam
kegiatan
operasionalnya, sebagai berikut : 1. Lemahnya kemampuan manajemen perusahaan;
2. Lemahnya kemampuan modal usaha; 3. Kondisi mesin dan peralatan yang sudah tua atau ketinggalan dibandingkan usaha lain yang sejenis; 4.
~emahnya
kemampuan pelayanan dan pemasaran sehingga sulit
bersaing; 5. Kurang
adanya
koordinasi
antar
BUMD
khususnya
dalam
kaitannya dengan industri hulu maupun hilir; 6. Kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan aset yang dimiliki, sehingga
rendahnya produktivitas, serta mutu dan
ketepatan hasil produksi; 7. Besarnya
beban administrasi,
akibat relatif besarnya jumlah
pegawai dengan kualitas yang rendah; 8. Masih
dipertahankannya
BUMD
yang
merugi
dengan
alasan
menghindarkan PHK dan kewajiban pemberian pelayanan umum bagi masyarakat.
2.2.1.(d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Lain-lain pendapatan daerah yang sah menurut Slamet Soelarno (1990) adalah Hasil daerah lang diperoleh dari hasil usaha perangkat pelaksanaan
pemerintah tugas,
daerah
juga
dan
bukan
bukan
merupakan
hasil hasil
kegiatan
dan
pelaksanaan
kewenangan perar1gkat pemerintah daerah yang bersar.gkutan. Atau
•~ Diolah dari Data Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2000 dan 200 I.
29
lebih jelasnya sumber ini bukan hasil pajak Daerah, bukan hasil retribusi Daerah, dan juga bukan hasil perusahaan Daerah Kontribusi
lain-lain
Pendapatan
terhadap penerimaan PAD masih relatif
Asli
Daerah
yang
sah
kecil. Peran komponen ini
dalam menyumbang pembentukan PAD propinsi secara keseluruhan sebesar 6,43 % dan untuk kabupaten/kota di Indonesia sebesar 10,72 %
selama periode 1997/1998 hingga 2000. Seca:-a keseluruhan
proporsi komponen lain-lain Pendapatan Asli Daerah terhadapa jumlah PAD propinsi dan kabupaten/kota dalam periode yang sama adalah sebesar 8,07 °/o. 15 >
2.2.2. Prinsip Pengenaan Pajak Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa pemerintah Daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah, sehingga r11ampu membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan di daerah. Upaya peningkatan penerimaan daerah dimaksud dapat dilakukan dengan menggali dan mengembangkan potensi, kapasitas dan kemampuan yang dimiliki daerah dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. Guna khususnya
yang
mewujudkan bersumber
peningKatan dari
pajak
penerimaan dan
retribusi
daerah daerah,
pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Keberadaan undang-undang tersebut mem!Jerikan kewenangan sekaligus menjadi landasan hukL:m bagi pemerintah Daera!l untuk meningkatkan penerimaan daerah. Pasal 2 ayat 4 Undang-undang menyatakan
bc:hwa
daerah
d2pat
Nomor 34 Tahun 2000
menetapkan
jcnis
pajak
kabupaten/kota selain dari jenis pajak yang telah ada, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: 15
Diolah dari Data Nota .t(euangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2000 dan 200 I.
30
a. bersifat pajak dan bukan retribusi; b. objek
pajak
terletak
atau
terdapat
di
wilayah
Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; c. objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; d. objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/atau objek pajak Pusat; e. potensinya memadai; f.
tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
g. memperhatikan dampak ekonomi yang negatif; h. memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan i.
menjaga kelestarian lingkungan.
Sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah Daerah, prinsip pengcnaan pajak harus memenuhi Smith's Canons, yang meliputi : 16 >
1. Unsur keadilan (equity) Artinya bahwa pajak harus adil baik secara vertikal maupun secara horisontal. Adil SP.cara vertikal artinya pajak harus dikenakan sedemikian rupa sehingga dirasakan adil di antara herbagai tingkat atau golongan pendapatan yang berbeda. Sedangkan adil secara horisontal artinya pajak dikenakan sedemikian rupa sehingga dirasakan adil diantara berbagai sektor yang berbeda pada tingkat atau golongan pendapatan yang sama. 2. Unsur kepastian (certaintf) Bahwa pajak henddknya dikenakJn secara jelas, pasti dan tegas kepada setiap wajib pajak. Hal ini akan mendorong pemerintah dalam membuat perkiraan me11genai rencana pend::Jpatan daerah
16
M. Supannoko, '·Ekonomi Puhlik untuk Keuangan dan Pemhangunan Daerah ··. F.disi Pcrtama, Pcncrbit Andi, Yol,~·akarta, 2002. haL 56-57
31
yang akan datang; dan juga akan ada keikhlasan dan usaha yang sungguh-sungguh bagi si wajib pajak dalam membayar pajak. 3. Unsur kelayakan (convenience) Dalam memungut pajak daerah si wajib pajak harus dengan senang hati membayar pajak kepada pemerintah karena pajak yang dibayarnya layak dan tidak memberatkan para wajib pajak. Oleh kl.l:-ena itu pemerintah daerah harus
menggunakan uang
pajak untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat secara optimal
dan
masyarakat
tahu
bahwa
uang
tersebut
tidak
diselewengkan penggunaannya. 4. Unsur efisien (economy) Artinya pajak yang dipungut pemerintah daerah jangan sampai menciptakan
biaya
pemu:1gutan
yang
lebih
tinggi
daripada
pendapatan pajak yang diterima pemerintah daerah.
5. Unsur ketepatan (adequacy) Artinya pajak tersebut dipungut tef)at pada waktunya dan jangan sampai
memperberat
anggaran
pendapatan
dan
belanja
pemerintah daerah yang bersangkutan. Selanjutnya ahli keucngan daerah dari Inggris, K.J. Davey memberikan beberapa kriteria umum tentang perpajakan terutama di daerah sebagai berikut : 17 >
1. Kecukupan dan elastisitas Bahwa hasil pemungutan pajak harus menghasilkan pendapatan yang besar dalam kaitannya dengan seluruh atau sebagian biaya pelayanan yang akan dikeluarkan. Selain ltu harus diperhatikan pula apaKah biaya pemungutan pajak sebanding dengan besarnya hasil pajak, kemudahan untuk memperkirakan besarnya hasil pajak
yang sangat tergantung pada elastisitas pajak terhadcp
inflasi, pertumbuhan penduduk dan sebagainya.
17
Lihat Kenneth J. Davey, Op.Cit. hal.40-47.
32
2. Keadilan Prinsipnya adalah beban
pengeluara~
pcmerintah daerah harus
dipikul untuk semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golonqan. Terdapat tiga dimens1 keadilan, yaitu (a) adil secara vertikal, artinya golongan masyarakat yang memiliki pendapatan yang lebih besar wajib membayar pajak lebih besar dibandingkan dengan golongan masyarakat
yang
berpenghasilan
rendah;
(b)
adil
secara
horisontal, artinya pajak dirasakan sama bebannya bagi berbagai golongan yang berbeda tetapi dengan tingkat penghasilan yang sama; (c) adil secara geografis, artinya pembebanan pajak harus adil antar penduduk diberbagai daerah.
3. Kemampuan administratif Artinya suatu pajak harus dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah, baik secara politik maupun secara administrasi 4.
Kesepakatan politis Bahwa keputusan pembebanan pajak sangat tergantung pada kepekaan
masyarakat,
pandangan
masyarakat secara
umum
tentang pajak dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pada suatu daerah. Sehingga sangat dibutuhkan suatu kesepakatan bersama
bila
dirasakan
perl~
dalam
pengambilan
keputusan
perpajakan 5. Kecocokan suatu pajak sebagai pajak daerah daripada sebagai pajak pusat Artinya harus jelas bagi daerah bahwa penetapan suatu pajak daer3h harus memperhatikan letak objek pajak daerah, mobilitas basis
p~jak
daerah, subjek pajak daerah, hasil pemungutan pajak
memadai serta sederhana clalam administrasi.
33
2.3. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Gambaran tentang kemampuan keuangan suatu daerah dapat diukur melalui beberapa indikator penerimaan keuangan daerah, yang meliputi : a. Rasio
Kecukupan
Penerimaan
merupakan suatu ukuran
(Revenue
Adequacy
Ratio),
untuk mengetahui memadai atau
tidaknya realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), untuk membiayai pengeluaran pemerintah Daerah. Kemampuan keuangan daerah harus didukung oleh penerimaan yang berasal dari PAD, melalui kontribusi yang cukup besa.- terhadap total penerimaan daerah.
Jika kondisi ini terpenuhi maka pemerintah
Daerah dapat dengan leluasa merencanakan program-program pembangunan di daerah. Rasio kecukupan yang memadai, jika 20 % dari pengeluaran daerah berasal dari sumber Pendapatan Asli Daerah (Davey,
1989). Namun demikian, semakin besar rasio maka semakin baik, yang berarti bahwa seluruh pengeluaran daerah mampu dibiayai oleh J:)enerimaa'l asli daerah. Selanjutnya jika diasumsikan bahwa realisasi
pengeluaran
sama
dengan
kebutuhan,
maka
rasio
kecukupan penerimaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu : •
Merupakan hasil bagi antara real!sasi penerimaan PAD (Ti) dengan total pengeluaran daerah (G total) dikali 100 %. (RAR) total Dimana,
= (Ti I
= Realisasi Penerimaan PAD = Total pengeluaran daerah
Ti G total
•
G total) x 100 %
Merupakan hasil bagi antara realisasi penerimaan PAD ( ri) dengan be!anja rutin daerah (G rutin) dikali 100 %. (RAR) rutin Dimana,
Ti G rutin
= (Ti I
G rutin) x 100 %
= Realisasi Penerimaan PAD = Belanja Rutin Daerah
34
b. Rasio efisiensi Parameter efisiensi dalam perpajakan mengandung dua pengertian, yakni efisiensi ekonomi dan efisiensi administratif. Efisiensi ekonomi berarti bahwa dampak suatu pungutan pajak tidak
menimbulkan
sedangkan
efisiensi
distorsi
terhadap
keseimbangan
pasar,
adminitratif (administratif cost t:ficiency)
berarti bahwa suatu pungutan memerlukar. biaya yang
relr~tif
semakin kecil, namun hasil yang diperoleh semakin besar. Parameter untuk mengukur efisiensi ekonomi dapat dilihat dari elastisitasnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sedangkan efisiensi administratif dapat dilihat dari dua sisi, yakni : •
Perbandingan antara biaya pungut dan penetapan pajak dengan realisasi penerimaan pajak (cost revenue ratio).
•
Derbandingan antara jumlah pajak yar.g dipungut dengan jumlah tenaga pemungut.
Selanjutnya pembahasan tentang rasio efisiensi pada bab IV, lebih ditekankan pada efisiensi administrasi yang merupakan perbandingan penerimaan
antara pajak.
biaya Rasio
pemungutan
efisiensi
pajak dengan
realisasi
dapat diformulasikan
sebagai
berikut: Rasio Efisiensi Dim;ma,
Ci
Ti
= (Ci 1 Ti) x 100 % = Biaya pemungutan
pajak
= Realisasi penerimaan pajak
c. Rasio efektivitas Rasio efektivitas digunakan untuk mengukur apakah t3rget penerimaan PAD dalam APbD yang dihitung berdasarkan kapasitas penerimaan PAD dapat direalisasikan oleh aparat/dinas pemungut pajak. Semakin besar rasio efektivitas atau perbandingan antara
35
realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD maka semakin efektif pengelolaan PAD, sebaliknya semakin kecil rasio efektivitas maka semakin tidak efektif pengelolaan penerimaan PAD. Rasio efektivitas dapat diformulasikan sebagai berikut : Rasio Efektivitas = (Tr ITt) x 100 % Dimana,
Tr
= Realisasi
Tt
= Target
penerimaan PAD
penerimaan PAD
d. Rasio elastisitas PAD terhadap PDR8 Rasio elastisitas pajak mengukur seberapa besar perubahan penerimaan
pajak
suatu
daerah
sebagai
akibat
adanya
pertumbuhan ekonomi. Idealnya, penerimaan suatu pajak akan meningkat
secara
otomatis
seiring
dengan
laju
i:1flasi,
pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. Raja J. Chelliah (1975) mengemukakan bahwa penerimaan pajak suatu negar.J c!ipengdruhi ole!l va:iJbel ekonom: tertent:J, y3kni: •
Tingkat pembangunan (level of development)
•
Tiny kat keterbukaan ekonomi (degree of openess)
•
Struktur
perekonomian
(komposisi
sektoral
dalam
perekonomian) Berdasarkan hal di atas, elastisitas pajak
(tax elasticity)
merupakan indikator untuk mengukur perubahan pajak otomatis dalam
struktur penerimaan
daerah.
Dalam
ilal
ini
adalah
elastisitas penerimaan PAD, pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perubahan PDRB. Jika PDRB tumbuh sebesar 10 % dan penerimaan PAD tumbuh sebesar 11 %, maka disimpulkan bahwa elastisitas PAD adalah sebesar 1,1. Secara matematis dapat diformulasikan menjadi :
Rasio Elastisitas PAD
=
% Perubahan PAD x 100% /o Perubahan PDRB
0
36
Rasio elastisitas PAD (E) > 1,
berarti bahwa penerimaan
PAD elastis terhadap perubahan PDRB atau dengan kata lain perubahan PDRB sebesar 1 % akan mengakibatkan peningkatan penerimaan
PAD lebih dari 1 %. Sebaliknya, jika rasio elastisitas
PAD (E) < 1, berarti bahwa penerimaan PAD inelastis terhadap perubahan PDK.B atau dengan kata lain perubahan PDRB sebesar 1 % akan
mengakibatk;;~n
peningkatan penerimaan PAD kurang dari
1%.
2.4. Analytic Hierarchi Process (AHP) 2.4.1. Prinsi Dasar AHP
AHP
adalah
suatu
metode
pengambilan
keputusan
bentuknya sederhana, fl2ksibel dan berdaya guna besar (powerful!) untuk mendukung suatu proses pengambilan keputusan yang multi krete1ia, multi tujuan dan pen:..Jh dengan situasi kompleks. 18 ) Ciri utama proses AHP adalah dengan memecah suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur
ke dalam kelompok-kelompok,
kemudian ktdompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Inti dari proses AHP adalah membandingkan tingkat prioritas beberapa elemen atau variabel pada suatu level atau tingkatan dari suatu susunan hirarki. Hasil dari proses perbandingan tersebut, setiap elemen diberi bobot secara numerik sehingga variabel yang mendapat prioritas tertinggi dalam akhir proses analisis akan menjadi pilihan yang terbaik. Input utama model AHP adalah persepsi manusia yang dianggap ekspert. Kriteria ekspert disini lebih mengacu pada orang yang mengerti suatu permasalahan, memiliki kepentingan terhadap suatu masalah dan merasakan akibat dari masalah tersebut .. Model AHP dapat dikatakan sebagai suatu perangkat pengambilan keputusan
18 Bambang Priatmono,"Men.~:cna/ AHP Anali.1·ts Ulan.~: Terhadap ,\'tudl Pemtndahan /hukota Kalimantan Se/atan. ""INSAHP 2000. Jakarta-Indonesia. Agustus 23-24. hal.3
37
yang komprehensif karena selain menggunakan input yang bersifat kualitatif berupa persepsi manusia, juga dapat mengolah data yang bersifat kuantitatif. Penggunaan model AHP untuk mengambil suatu keputusan, tidak terlepas dari sejumlah aksioma-aksioma yang dimiliki model AHP. Aksioma-aksioma tersebut harus diperhatikan oleh pemakai model AHP, karena pP.Ianggaran pada suatu aksioma akan berakibat tidak validnya model yang digunakan. Aksioma-aksioma model AHP terse but adalah : 19 l 1. Reciprocal Comparison, artinya si pengambil keputusan harus
bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala 1/x. 2. Homogenity,
artinya
preferensi
seseorang
harus
dapat
dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemenelemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk suatu "cluster" (kelompok elemen-elemen) yang baru. 3. Independence, mengasumsikan
artinya bahwa
preferensi kriteria
dinyatakan
tidak
dengan
dipengaruhi
oleh
alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh obyektif secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah ke atas. Artinya perbandingan
antara
elemen-elemen
dipe:1garuhi atau tergantung o:eh
dalam
elemen-ele~en
satu
level
dalam level di
atasnya.
19
Bamban!: Pcnnadi S, SE. ""AHP ··. Pusat Antar Uni\·crsitas- Studi Ekonomi Uni,·crsitas Indonesia, Jakarta. 1992.hal.IS
38
4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan le!lgkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria
dan atau obyektif yang tersedia
atau diperlukan
sehingga keputusar. yang diambil dianggap tidak lengkap. Selain beberapa aksioma dj atas menw ut Thomas L. Saaty, terdapat beberapa kelebihan dari model AHP, yaitu : 20 ) 1. Kesatuan;
AHP
menyediakan
suatu
model
tunggal
yang
mudah
dimengerti, fleksibel untuk berbagai permasalahan yang tidak terstruktur. 2. Pengulangan Proses; AHP memungkinkan orang mempertajam dt:finisi permasaiahan serta memperbaiki penilaian dan pengertian melalui proses pengulangan. ::;. Penilaian dan Konsensus; AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi membuat sintesa atas berbagai penilaian yang berbeda-beda. 4. Tawar menawar; AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor dalam suatu sistem dan memungkinkan seseorang untuk memilih alternatif terbaik sesuai dengan tujuan mereka. 5. Sintesa; AHP menuntun pada suatu taksiran menyeluruh berkenaan dengan kelebihan setiap alternatif yang ada. 6. Kompleksitas; AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan sistematik dalam
mem~cahkan
persoalan yang kompleks.
20
Thomas L. Saaty. ''Pengamhi!an Keputusrm Bagi Para Pemimpin ". !PPM dan PT Pustaka Binaman Prssindo. Jakarta. 1993. hal.25.
39
7. Intcrdependensi; AHP dapat mengatasi
s::~ling
ketergantungan elemen-elemen
dan tidak menuntut adanya pemikiran linier. 8. Penstrukturan Hirarki; AHP menggambarkan kecenderungan alamiah suatu pola pikir, yaitu dengan memilah-milah elemen suatu sistem ke dalam berbagai tingkatan dan menge!ompokkan unsur yang sejenis dalam setiap tingkat. 9. Pengukuran; AHP menyediakan suatu skala untuk mengukur hal-hal yang tanpa wujud serta metode untuk menetapkan prioritas. 10.Konsistensi; AHP mampu melacak konsistensi logis dari pertimrangan yang diberikan untuk menetapkan berbagai prioritas.
2.4.2. Tahapan Aplikasi AHP Secara garis besar, aplikasi model AHP dibagi dalam dua tahap yaitu:
(1) penyusunan hirarki
dan (2) evaluasi hirarki.
Penjabaran lebih lanjut dari dua tahap di atas, adalah sebagai berikut: 2.4.2.(1) Penyusunan Hirarki Penyusunan hirarki lazim disebut dekomposisi. Dekomposisi adalah proses penguraian permasalahan menjadi kelompok-kelompok yang homogen dan menguraikannya lagi menjadi bagian-bagian yang terkecil sehingga kelompok-kelompok tersebut tidak dapat diuraikan lagi. Melalui proses dekomposisi akan diperoleh satu
atau beberapa
level (tingkatan) dalam hirarki. Secara umum, hirarki dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu hirarki struktural dan hirarki fungsional. 1-!irarki struktural adalah hirarki yang mengurai permasalahan yang rumit atau kompleks menjadi elemen-elemen, baik pada level yang sama ataupun tidak, berdasarkan cir: atau besaran tertentu seperti jumlah, bentuk, ukuran
40
dan warna.
Sedangkan hirarki fungsional mengurai permasalahan
menjadi elemen-elemen berdasarkan hubungan yang esensial. Jika pada hirarki struktural hubungan antar level hanya berdasarkan atas ciri dan besaran tertentu, maka pada hirarki fungsional hubungan suatu level akan mempengaruh! level di bawahnya. Penyusunan hirarki merupakan bagian terpenting dalam rr:odel AHP karena melalui hirarki tersebut, validitas dan keampuhan model dapat diuji. Proses penyusunan hirarki lebih bersifat seni daripada ilmu pengetahuan, sehingga tidak ada bentuk hirarki yang baku untuk memecahkan suatu masalah. Namun demikian, dalam penyusunan hirarki harus tetap memperhatikan hal-hal yang relevan terhadap masalah yang diteliti, mempertimbangkan lingkungan di sekitar masalah, me'lgidentifikasi segala macam kemungkinan yang dapat membantu pemecahan masalah serta pendapat
peserta atas
masalah terse but. 21 > Suatu hirarki dikatakan lengkap, apabila semua elemen pada suatu tingkatan hirarki memiliki keterkaitan dengan tingkat sebelumnya, dan dikatakan tidak lei1gkap apabila tidak semua elemen pada
tingkatan
hirarki
memiliki
keterkaitan
dengan
tingkatan
selanjutnya. Terdapat beberapa keunggulan dari suatu hirarki, antara lain: 22 > a. Menggambarkan
sistem
yang
dapat
digunakan
untuk
menggambarkan bagaimana perubahan prioritas pada tingkat di atas akan mempengaruhi tingkat di bawahnya; b. Memberikan informasi yang sangat mendetai! tentang struktur dan fungsi sistem pada tingkat yang rendah, sekaligus memberikan gambaran mengenai pelaku dan tujuan
oada tingkat di atasnya.
Batasan dari elemen di suatu tingkat paling baik disajikan pada level berikutnya. · 21
Lihat Bambang Permadi, Op.Cit, Hal.20 Rigiyanto ...Perencanaan Kebijakan Pembangunan Pertanian Sub S'ektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Dalam Pengembangan Sistem Agribisnis di Dl Jakarta Melalui Pendekatan .'-1/stem ". (Tcsis), 22
1999
41
c. Sistem secara alamiah merupakan suatu hirarki d. Stabil 1 di mana sedik:it perubahan mempunyai sedikit pengaruh dan fleksibel
di mana tambahan pada hirarki yang sudah
berstruktur dengan baik tidak akan merusak kinerjanya. Proses penyusunan hirarki dapat mengikuti tahap-tahapan berikut ini : a. Mengidentifikasi
level-level
dan
elemen-elemen
yang
akan
ditempatkan da!am suatu level b. Mendefinisikan semua
lev~!
dan elemen yang kemudian digunakan
untuk formulasi pertanyaan c. Mengidentifikasi goal atau tujuan keseluruhan dari pemecahan suatu masa!ah d.
Mengidentifikn~i
sub goa! dari goal atau tujuan keseluruhan
e. Menentukan kriteria-kriteria yang diperlukan dalam mencapai goal atau sub goal, dapat berupa syarat atcu keadaan-keadaan ya!lg rn~!ldukung
f.
tercarai:lya tGjl!an (gca!)
Mengidentifikasi sub kriteria dari masing-masing kriteria
g. Mengidentifikasi alte!"natif-alternatif ya11g aKan dievaluasi di bawah sub-sub kriteria
2.4.2.(2) Eva!uasi Hirarki Pada h;:~rus
tahap evaluasi hirarki, terdapat empat proses yang
dilakukan meliputi :
1. Pengisian Persepsi dan Prioritas Lokal Merupakan proses penilaian atau perbandingan antar dua elemen (pairwise comparison) dalam suatu level sehubungan dengan !eve! di atasnya, sehingga diperoleh prioritas elemen da!am suatu level. Se!anjutnya hasil penila:an atau perbandingan ini disusun dalam bentuk matriks perbandingan (matriks pairwise) yang menggambarkan hubungan kepentingan relatif satu elemen terhadap
e!emen
lainnya.
Kepentingan
tersebut bersifat resiprokal selama
relatif
antar
elemen
amn= 1/amn. Notasi m dan n 42
menunjukkan baris dan kolom dalam matriks. Jika A1, A2, ........... , Am adalah kumpulan elemen sebanyak n dan W1, W2, ........ ,Wn masing-masing elemen,
nilai kepentingan
adalah
maka
hasil
perbandingan antar dua elemen ditunjukkan pada matriks berikut ini: Matriks Perbandingan
Tabel 2.2.
A
AI
A2
.............
Al A2
Wl/Wl W2/Wl
Wl/W2 W2/W2
.............
Am
Wm!Wl
Wm!W2
Banyaknya
matriks
perbandingan
An~ Wl/Wn W2/Wn
Wm/V./n
tersebut
sangat
tergantung pada bentuk hirarkinya. Jumlah matriks perbandingan dalam suatu hirarki sempurna (di mana setiap elemen pada seb1Jah level berhubungan dengan setiap elemen pada level di atasnya), kemungkinan akan lebih bany3k dibandingkan dengan hirarki tak sempurna (di mana tidak setiap elemen pada suatu level berhubungan dengan level di atasnya), dengan asumsi jumlah level dan elemennya sama . Proses pengisian persepsi dalam model AHP dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ~emua
pertama melalui konsensus,
di mana
responden dikumpulkan dalam suatu ruangan dan mereka
harus mengeluarkan satu penilaian saja untuk satu perbandingan melalui diskusi mendalam, kedua dengan cara pengisian kuesioner. Dengan cara ini, responden tidak harus dikumpulkan dalam satu ruangan,
melainkan dapat dilakukan secara terpisah
dengan
memberikan penilaian terhadap kuesior.er yang diberikan.
43
Penilaian
terhadap
perbandingan
dua
elemen
harus
menggunakan skala perbandingan berupa angka 1 sampai 9, yang menggambarkan relatif pentingnya satu elemen terhadap elemen lainnya dalam satu level tertentu. Adapun skala preferensi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.3. Skala 1
I I
Skala Preferensi AHP
Keterangan Dua elernen, Am dan An memberikan kontrib•Jsi yang sama atau memiliki bobot yang seimbang nilainva. Suatu elemen aqak sedikit penting atau 3 Pengalaman dan dis:.Jkai atau mirip dengan elemen yang judgement agak menyukai lain. sebuah eleme11 dibandingkan yang lain Suatu elemen lebih penting a~au disukai 5 Pengalaman dan atau mirip terhadap lainnya. Dengan kC~ta judgement lebih kuat I, menyukai sebuah elemen lain suatu elemen secara esensiai leuih d!I:Jand;nQkan yar',;j pcnting daripada lainny~. J lainnya. Sua~u elem~n .:;a,lqat clisukai/pentin;J atc.u 1 7 Setuah ele;nen ::;angat mirip daripada lainnya. kuat di~!.lkai dan d9minasinya terlihat nyata dalam keadaan yang sebenarnya ciioandingkan lainrva. Suatu elemen absolut/mutlak pentingnya/ 9 Fakta bahwa sebuah disukai/mirip dengan elemen lainnya. elemen lebih disukai daripada elemen lainnya bera-:Ja pada kemungkinan yang tertinggi dalam urutan yang telah diketahui. 2,4,6, dan Nilai intermediate antara dua judgement Kompromi diperlukan yang peringkatnya berdekatan. Dengan 8 antara dua judgement. kata lain hal ini adalah nilai antara. Artinya jika ragu-ragu memilih skala. Misal antara 7 dan 9, maka nilai antara dapat digunakan. Resiprokal Jika Am dibandingkan An misalnya adalah S11atu asumsi yang masuk atau 3, maka An/Am menjadi skala 1/3. Artinya akal. kebalikan aktivitas m yang sebelumnya diberi bobot ketika dibandingkan aktivitas n, maka n dibandingkan m adalah bernilai kebalikannva. Sumbcr: Thomas L. Saaty (1993: hal. 8::>) Definisi Kedua elemen adalah sama tingkat kepentingannya, kesukaannya atau kemiripannya.
I
44
; I
i
I I
! j j
I 1 I!
,
I I /
I
2. Sintesa Prioritas Merupakan proses mencari atau mengukur bobot prior!tas setiap elemen pada suatu tingkatan dalam matriks perbandingan dengan metode eigenvector dan eigenvalue. Eigenvector adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan bilangan skala atau par-ameter yang
tictak
lain
adalah
eigenvalue 23 > atau
dalarn
persamaan menjadi: A.W='A.W Dimana, A = Matriks pairwise comparison 'A = Eigen value W = Eigen vektor
Metode
inilah
yang
digunakan
dalam
mengukur
bobot
or:oritas setiap matriks perbandingan dalam model AHP, karena sifatnya yang lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antar elemen daiJm matriks. Metode ini sulit dikerjakan secara manual apabila matriksnya terdiri dari
tiga elemen atau lebih,
sehingga diperlukan program komputer. Hal
yang perlu diingat
adalah jumlah bobot prioritas untuk setiap matriks harus sama dengan satu. 3.
Kontrol Konsistensi Dalam suatu
proses
matriks
konsistensi
pengisian
perbandingan,
dalam
persepsi perlu
menyatakan
sehingga
menghasilkan
memperhitungkan
preferensi
terhadap
tingkat elemen-
elemen. Kontrol konsistensi selain dilakukan pada tahap pengisian persepsi juga dilakukan secara keseluruhan hirarki pada akhir proses sintesa akhir. Model AHP yang menggunakan persepsi manusia
sebagai
keterbatasan
23
inputnya
dalam
dihadapkan
menyatakan
persepsi
pada
keterbatasan-
secara
konsisten,
Lihat Bambang Pcrmadi. Op.Cit, Hal. II.
45
sehingga memungkinkan untuk terjadinya inkonsistensi. Akibat keterbatasan
itulah,
maka
model
tidak
AHP
mensyaratkan
konsistensi mutlak 100%. Meskipun demikian, terdapat batasan tingkat inkonsistensi yang masih diterima dalam model AHP sampai 10 %. Makna dalam konsep konsistensi tercakup dalam tiga hal. Pertama, obyek-obyek yang serupa dikelompokkan sesuai dengan
relevansinya. (misal jeruk dengan bola disamakan menurut kriteria bulat); Kedua, matriks perbandingan bersifat resiproka!; Ketiga, hubungan antar elemen diupayakan bersifat transitif. Artinya jika permainan catur dinilai dua kali leb:h menarik dibandingkan bridge, dan bridge 3 kali lebih menarik dibandingkan billiard, maka catur harus dinilai 6 kali menarik dibandingkan billiard. Bila kondisi tersebut tak
terpenuhi,
maka
yang
tercipta
adalah
kondisi
transitivi~as.
korsistensi
Penguku:an
suatu
matrik
perbcndinga'l
didasarkan pada nilai eigenvalue maksimum (.A maks). Eigenvalue maksimum suatu matriks perbandingan akan selalu lebih besar dari ukuran matrik (n), sehingga makin konsisten matriks tersebut atau denga:1 kata lain tingkat inkonsistensi dapat diminimumkan. ~ndeks
konsistensi diukur dengan : CI
= (.A maks - n )
(n- 1)
Selanjutnya indeks konsistensi tersebut dapat diubah ke dalam Indeks Rasia Konsistensi, ciengan cara membagi indeks kons .IStenS'I dengan SUat" U
RK ·oimana,
= IK
ro:Jn,..f,...,rn fTD'I inrlnf,co IUII"....J\JIII \J.I'\.)
111\..1\....n....;l
cohinnn~
...3\...IIIII~~U
.,
I IR
RK = Rasia Konsistensi IK
= I!!deks Konsistensi
IR
= Indeks Random
46
Indeks Random (IR) adalah rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan yang berukuran 1 sampai 10. Berikut ini dapat dilihat tabel indeks random sebagai berikut : Tabel 2.4. Indeks Random
O:do matrik Indeks Random
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1U
0
0
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Sumber : Bambang Pennad1 ( 1992 : hal. 17)
4. Sintesa Akhir Setelah semua matriks perbandingan lengkap terisi dan diperiksa
konsistensinya,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
menentukan sintesa akhir dari hirarki yang merupakan tujuan utama dibuatnya suatu model AHP. Sintesa akhir suatu hirarki merupakan nperasi perkalian antara matriks dan vektor.
Ap~bila
suatu matriks perbandingan sudah lengkap diisi, maka dengan metode
eigenvector akan dihasilkan suatu vektor prioritas yang
berbentuk vektor kolom. Untuk level-level di bawah level bahwa jumlah matriks perbandingan
dua, ada kemungkinan
lebih dari satu. Level dua
sendiri hanya mempunyai satu matriks perbandingan
karena
elemen-elemen pada level tersebut hanya dipengaruhi oleh goal (tujuan hirarki).
D~ngan
jumlah matriks perbandingcn lebih dari
satu, maka pada level-level tersebut dengan sendirinya terdapat lebih dari satu vektor prioritas. Vektor-vektor prioritas tersebut kemudian
digabungkan
ke
dalam
sebuah
matriks
horizontal
sehingga dapat dipakai untuk operasi berikutnya. Hasil akhir dari operasi perkalian matriks haruslah berupa sebuah vektor prioritas (vektor kolom) yang jumlah barisnya sama dengan jumlah elemen-elemen pada level terakhir. Setelah vektor prioritas akhir untuk suatu hirarki secara keseluruhan selesai dihitung, maka langkah selanjutnya adalah memeriksa tingkat
47
konsistensi hirarki secara keseluruhan. Untuk sampai pada tahap in!, maka terlebih dahulu harus dilakukan perhitungan konsistensi untuk setiap matriks perbandingan.
48
BAB III DISKRIPSI KOTA PALEMBANG
3. :i.. Letak Geografis dan Pembagian Wilayah Administrasi
Palembang
merupakan ibu kota provinsi, yang secara
geografis terletak di antara 2052 1 sampai 305 1 Lintang
101037 1
-
104052 1 Bujur Timur,
Selatan dan
dengan batas wilayah sebagai
berikut: a. Sebelah Utara
berbatasan dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Musi Banyuasin
b. Sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Bakung Kecarr.atan Indralaya Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kecamatan Gelumbang
Kabupaten Muara
Enim c. Sebelah Timur
berbatasan dengan Balai Makmur Kecamatan Banyuasin
d. Sebelah Barat
Kabupaten Musi Banyuasin
berbatasan dengar1 Desa SL•kajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Musi Banyuasin.
Kota Palembang mempunyai
luas wilayah 400,61 Km 2 dan
sejak tahun 2000 terdiri dari 14 kecamatan dan 103 desa/kelurahan. Pembagian kecamatan dan desa/kelurahan beserta luas wilayah tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut :
49
Tabel 3.1. Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah per Kecamatan Di Kota Palembang
No I. 2. 3. . 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 1 14.
Kecamatan
Kelurahan
Ilir Barat II Seberang Ulu I Seberang Ulu II I!ir Barat I Ilir Timur I IEr Timur II Sako Sukarami Gandus Kertapati Plaju Bukit Kecil Kemuning Kalidoni Jumlah . .
7 9 7 6 11 12 4 9
. .
Desa
Luas Wilavah (.Km2)
-
6.224 17.445 10.69 19.77 6.50 25.58 42.50 98.56 68.776 42.555 15.17 9.92 9.00 27.92 400.61
1
-
2
-
5 6 7 6 6
5 100
3
Sumber: Badan Pusat Stattsl:k Kota Palembang, dtolah dan data Susenas 2001
3.2. Kondisi Demografi
Pada tahun 2001 penduduk Kota Palembany berjumlah 1.471.443 jiwa dengan jumlah rumah tcn;Jga sebanyak 301.697. Ratarata pertumbuhan penduduk Kota PalemiJang periode 1990-2001 sebesar 2.4 % per tahun. Rata-rata pertumbuhan penduduk pada periode tersebut lebih kecil jika dibandingkan pada periode 1980- 1990 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.78 % per tahun. Ada pun jumlah penduduk menurut kecamatan periode tahun 1999-2001 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
50
Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Di Kota Palembang Darl Tahun 1999- 2001
I
•::. ·~·";'.''-·
y·
Penduduk
J'~\ -~...,
. ~.:
,,
<
.,¢;
IIf·~ ~
.
Keauitatan
No
~.
1999'"'
....
.,.,, :..,
~ "'
')
1 2
Ilir Barat II Seberang Ulu I
122,523 244,450
2000 75,073 157,578
3
Seberang Ulu II
184,220
92,267
"" 2001 . 76,116 159,729 94,853-
4 5 6
Ilir Barat I Ilir Timur I Ilir Timur II
178,314 224,409 295,330
117,343 90,119 178,509
119,044 91,340 180,952
7 8 9 10 11 12 13 14
Sako Sukarami Gandus Kertapati Plaju Bukit Kecil Kemuning Kalidoni
64,236 112,853
101,427 170,297 52,707 86,439 91,267 54,035 95,083 89,275 1,451 ,419
102,873 172,631 53,351 87,669 91,242 54,742 96,381 90,52()
'!".·
1-
--1,426,335
Palembang Sumbe: : :Jadan Puss~ Staustik Kot'l Pale.r.bant;
Dari
tat'lel
3.2.
di
l
atas
dapat
-
1,471,443
disimpulkan
bahwa
pertambahan jumlah penduduk selama tiga tahun terakhir terus meningkat. Jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Sukarami sebanyak 172.631 jiwa di tahun 2001. Sedangkan jumlah penduduk yang paling ·sedikit berada di Kecamatan Gandus sebanyak 53.351 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Palembang tahun 2000 sebesar 3.6?3 jiwa/Km2 • Kecamatan yang terpadat adalah Kecamatan Ilir Timur I dengan tingkat kepadatan sebesar 13.864 jiwa/Km 2 , sedangkan tingkat kepadatan yang terendah adalah Kecamatan Gandus sebesar 766
jiwa/Km 2 •
Selanjutnya
Palembang tahun 2001
tingkat
kepadatan
penduduk
Kota
·sebesar 3.673 jiwa/Km 2, dimana tingkat
kepadatan terbesar berada di Kecamatan Ilir Timur I dengan tingkat kepadatan sebesar 14.052 jiwa/Km.2 • Kecamatan · Gandus memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah hanya sebesar 776 jiwa/Km 2 , untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
51
Tabel3.3. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Tahun 2000 dan 2001
Palembang
I 2
Ilir Barat II Seberang Ulu I
6.224 17.445
75,073 157,578
12,062 9.033
76,116 159,729
12,229 9,156
3
Seberang U1u II
10.69
92,267
8,631
94,853
~.873
19.77 6.5 25.58 42.5 98.56 68.776 42.555 !5.17 9.92 9 2'7S2 400.61
117,343 90,119 178,509 101,427 170,297 52,707 86,439 91,267 54,035 95,083
5,935 13,864 6,978 2,387 1,728 766 2,03 i 6,016 5,447 10,565 3, 1 ~8 3,623
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Ilir Barat I Ilir Timur I Ilir Timur II Sako Sukarami Gandus Kertapati Plaju Bukit Kecil Kemuning ~Kitlidor.i
Palembang
&9.~75
1,451,419
:
-
119,044 91,340 180,952 102,873 172,631 53,351 87,669 <; 1,242 54,742 f-- - - 96,381 9C,520 1,471,443
6,021 14,052 7,074 2,4:LO 1,752 776 2,060 6,015 5,518 . t-----10,709 3,242 3,673
Sum'JeT : Badan Pusat Stattstik Kota Palembang, d1olah dari Susenas 200 I
3.3. Pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang
Pertumbuhan ekonomi merupakan tolok ukur dalam menilai gambaran
dampak
kebijakan
pembangunan
khususnya dalam bidang ekonomi.
yang
dilakukan,
Pada dasarnya · pertumbuhan
ekonomi merupakan suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa (output), yang pada akhirnya akan menciptakan suatu aliran balas jasa atas penggunaan faktorfaktor produksi yang dimiliki masyarakat. Pertumbuhan tersebut merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi, yang secara t!dak langsung merupakan gambaran· tingkat perubahan ekonomi ·yang terjadi. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara riil dapat dilihat melalui data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
52
secara herkala. Pertumbuhan ekonomi positif menunjukkan adanya peningkatan
perekonomian,
sebaliknya
apabila
negatif
mengindikasikan adanya penurunan. Selama
periode
15
tahun
terakhir
(1987-2001),
pertumbuhan ekonomi Kota Palembang atas harga konstan 1993 mencapai rata-rata 5,19 % dengan migas dan 5,61 % tanpa migas. Pada tahun 2002 dan 2001, kontribusi terbesar dalam menyumbang terbentuknya
Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB)
Kota
Palembang berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi masingmasing sebesar 16,77 % dan 10,88 %. Sektor perdagangan, hotel dan restoran berada diurutan kedua sebesar 8,01 % di tahun 2000 dan
8,09 % di tahun 2001. Selanjutnya di posisi ketiga disumbang sektor listrik, gas dan air bersih masing-masing sebesar 6,07 % dan 7,85 % pada periode yang sama. Bila d:cermati lebih jauh ternyata sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor strategis dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Pertumbuhan ekonomi Kota Palembang dapat dilihat pada lampiran 1.
3.4.
Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita adalah jumlah seluruh balas jasa
faktor !Jroduksi yang
diterimC~
oleh setiap penduduk secara rata-rata
sebagai akibat penggunaan faktor produksi yang dimiliki
penduduk
dalam proses produksi. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai
indikator
dalam
mengukur
tingkat
kesejahteraan
atau
kemakmuran masyara:
53
Tabel3.4. Perkembaogao Peodapatao Per Kapita Kota Palembaog Tahuo 1993-2001 atas Dasar Harga Koostao Tahuo 1993 ail ----~
2 3 4
5 6 7 8 9 Sumber :
= T,
--
.
1,396,368 1,514,211 1,625,180 1,803,747 1,806,469 1,586,171 1,594,949 1,647,986 1,709,540
1,556,749 1994 1,667,987 1,768,578 1995 1996 1,953,686 1997 1,973,457 1998 1,716,759 1999 1,757,096 1,809,624 2000 2001 1,874,483 Rata-rata Perubahan
6.67 5.69 9.47 1.00 -14.95 2.30 2.90 3.46 2.07
7.78 6.83 9.90 0.15 -13 .89 0.55 3.22 3.60 2.27
Badan Pusat Statistik Kota Palembang
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan per kapita Kota Palembang secara umum dari tahun 1993-2001 terus mengalami i<enaikan secara rata-rata sebesar 2,07°/o dengan migas dan sebesar 2,27 °/o tanpa migas. Untuk tahun 1998 pendapatan per kapita Kota Palembang mengalami penurunan
dibanding periode
sebelumnya baik dengan migas maupun tanpa migas. Kondisi ini terjadi akibat adanya krisis secara
keseluruhan.
~konomi
Kemudian
yang melanda bangsa Indonesia
mulai
tahun
1999,
pendapatan
perkapita mulai meningkat kembali meskipun persentase kenaikannya lebih kecil dibanding periode sebelum krisis ekonomi terjadi:
3.5.
Keuangan Pemerintah Daerah Kota Palembang Kondisi kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu
faktor
penting
dalam
mengukur
pelaksanaan
otonomi
daerah.
Kemampuan keuangan yang kuat akan meningkatkan 1-.:eleluasaan pemerintah Daerah dalam membiayai pelaksanaan pembangunan dan belanja rutin daerah.
Kemampuan keuangan daerail diukur melalui
seberapa besar Pendapatar. Asli Daerah (PAD) mampu membiayai seluruh pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) . Semakin besar kontribusi PAD dalam APBO maka semakin
54
kecil tingkat ketergantungan pemerintah Daerah terhadap bantuan dana dari pemerintah Pusat. Sebaliknya, apabila peranan PAD dalam APBD relatif kecil maka semakin besar alokasi dana yang diperlukan dari pemerintah Pusat. Perkembangan
kontribusi
PAD
terhadap
APBD
Kota
Palembang dari Tahun Anggaran 1984/1985 sampai dengan Tahun Anggaran 2002 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabe13.5. Kontribusi PAD terhadap APBD Kota Palembang TA 1984/1985-2002 (dalam ribuan rupiah)
78.74 1985/1986
17.31
82.69
1986/1987 1987/1988
18.03
81.97
18.92 i7.29
81.08 82.71
1990/1991 1991/1992
16.79 14.87
83.21 85.13
15.59
84.41
1992/1993
13.07
86.93
1993/1994
13.13
86.87
1994/1995
14.12
85.88
1995/1996 1996/1997
14.55
85.45 83.42
1988/1989 1989/199'.)
1997/1998
16.58 15.99
84.01
1998/1999 1999/2000
16.40 15.57
83.60 84.43
2000
13.79
86.21
2001
8.95
91.05
2002
11.89 15.48
88.11
Sumber :
84.52
Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Palembang, 2003
55
Dari ti:lbel di atas, dapat dijelaskan bahwa kontribusi PAD terhadap APBD Kota Palembang terendah
terjadi
pada
Tahun
sar.gat berfluktuasi. Kontribusi
Anggaran
2001
dan
mengalami
penurunan dibanding periode sebelumnya. Secara rata-rata kontribusi PAD terhadap APBD Kota Palembang kurang dari 20 °/o, yakni sebesar 15,48%. Berangkat dari kondisi di atas, maka
ketergantungan
pemerintah Daerah Kota Palembang terh3dap alokasi dana dari pemerintah Pusat untuk pembiayaan pembangunan dan belanja rutin daerah sangat besar yakni mencapai 84,52 %. Selanjutnya gambaran tentang sejauh mana peran atau posisi penerimaan PAD terhadap APBD Kota Palembang dibandingkan beberapa kota dan kabupaten lainnya di Indonesia, dilakukan dengan membandingkan persentase kontribusi PAD terhadap APBD antar kabupaten dan kota di Indonesia. Hasil perhitungan kontribusi PAD terhadap APBD beberapa kabupaten dan kota di Indonesia pada Tahun Anggaran 2002 dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini.
56
Tabel3.6.
2 3 4 5 6 7 8 9 10
35,133. 39,059. 3,258. 3,716. 6,008.1
11
13
9.32 9.40 5.24 6.39 9.23 2.18 2.01 2.87 7.36 6.49 7.41 3.55 6.47 8.96
_90.68 90.60 94.76 93 .61 90.77 97.82 97.99 97.13 92.64 93 .51 92.59 96.45 93 .53 91 .04
11 .89 10.80 15.46 19.46 1
88. 11 89.20 84.54 80.54 84.04 84.77 87.32 82.18 85.61 88.43 82.23 84.32 82.70
27.01 24.34 37.93 20.87 1,473.30
72.99 75.66 62.07 79.13
10%-20% 15 16 17 18 19 20
Palembang Bandar Lampung i.1anado Medan Padang
Tangerang Bogor Bogor Surak:arta Depok Tangerang
51 ,292. 30,158. 30,138.1 129,103. 54,083. 36,883 . 53,409. 67,457.1 103,084. 28,288.1 44,037 44,845. 101,648.
90,236. 226,773 3,546,415 188,444. 90,267.
31
: Laporan Al'BD T A
57
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa kemampuan keuangan suatu daerah dilakukan dengan cara mengelompokkan persentase kontribusi PAD terhadap APBD menjadi 3 bagian, yaitu persentase kontribusi di bawah 10 °/o, persentase kontribusi 10 % = 20 /o dan persentase kontribusi 20 % - 30 %.
0
PAD terhadap APBD
Perhitungan kontribusi
yang dilakukan atas 32 kabupaten dan kota
menghasilkan 14 kota dengan persentase kontribusi PAD terhadap APBD kurang dari 10% dan sebanyak 13 kabupaten dan kota dengan persentase kontribusi antara 10 % - 20 %. Hanya 5 kota di Indonesia pada Tahun Anggaran 2002 memiliki persentase kontribusi di atas 20
%, yaitu Kota Denpasar, Kota Surabaya, Kota Jakarta, Kota Bandung dan Kota Semarang. Persentase kontribL•si PAD terhadap APBD Kota Palembang berada di atas 10 % atau tepatnya mencapai 11,89 % dengan tingkat ketergantungan sebesar 88,11 °/o. Berdasarkan kontribusi tersebut dan hasil penilaian terhadap kabupaten clan kota lainnya dengan kontribusi PAD terhadap APBD antara 10 %
~
mengindikasikan bahwa
20 %,
Kota Palembang memiliki potensi untuk me11ingkatkan kemampuan keuangan daerah, khususnya yang bersumber dari bagian PAD. Secara keseluruhan, rata-rata kontribusi PAD terhadap APBD kabupaten/kota pada
Tahun
Anggaran
2002
sebesar
12,55
%.
Keadaan
ini
menunjukkan bahwa peran PAD di Indonesia masih rendah. Hal senada dikemukakan oleh Robert Simanjuntak (2002, !lal. 162) bahwa PAD
hanya
menyumbang
rata-rata
10
%
20
%
APBD
kabupaten/kota. Indikator kemampuan keuangan daerah, selain diukur melalui besarnya peranan PAD dalam membiayai seluruh pengeluaran daerah dalam APBD, juga diukur melalui kontribusi PAD terhadap belanja rutin daerah. Kemampuan PAD dalam membiayai belanja rutin sejumlah
daerah di
kabupaten dan kota di Indonesia pada Tahun Anggaran
2002 disajikan pada tabel berikut ini.
58
Tabel3.7. Kontribusi PAD terhadap Belanja Rutin Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2002 (dalam jutaao rupiah)
2 3 4 5 6 7 8
12,452.03 9,463 5,1 8,253.
7.03 4.66 2.22 3.90 8.67 7.98 4.28 9.14
92.97 95.34 97.78 96.10 91.33 92.02 95 .72 90.86
18.44 15.29 18.57 16.89 !2.75 11 .34 12.69 1o.:o 12.67 1-+.79 10.52 10.52 15.26
81.56 84.71 81.43 83.11 87.25 88.66 87.31 80.8J 87.33 8:>.21 89.48 89.48 . 84.74
24.61 38.92 31.37 30.77 62.00 25 .51 27.87 20.36 26.76 21.05
75.39 61.08 68.63 69.23 38.00 74.49 72.13 79.64 73.24 78.95
10%-20% 9
Manado Palembang Padan£ Yogyakarta Banjannasin Samarinda Balikpap<..n Bandar Lampung Makasar
21 ,066 35,133 3?,059. 30,158.23 53 ,409.4r ~ .087
129,103 90,236 226,773 67,457.11 3,546,415 101.648
203,391.3 238,046. 361,018. 76,863 . 165,850 185,393.
722,841.61 21~.227.61
5,720,154 :598,514. 676,065.
59
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat sejumlah kota yang semula memiliki kontribusi PAD terhadap APBD kurang dari 10 %, kemudian menjadi Kota dengan kontribusi PAD terhadap belanja rutin daerah mencapai 10 % - 20 °/o. Dengan kata lain, terdapat lebih banyak kota
dengan penerimaan
PAD yang
mampu
membiayai
Sementara itu, beberapa kola dan kabupaten
belanja rutin daerah.
dengan kontribusi PAD terhadap APBD mencapai 10 % - 20 %, menjadi
kemudian
kota
terhadap belanja rutin
dan
kc:bupaten
dengan
kontribusi
PAD
daerah mencapai 20 % - 30 %. Sejumlah
daerah tersebut adalah Kota Medan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogar, Kota Depok dan Kota Surakarta. Hasil perhitungan atas kemampuan PAD dalam membiayai belanja rutin daerah menghasilkan 8 kota dengan kontribusi PAD terhadap belanja rutin kurang dari 10 %, 13 kota dengan kontribusi mencapai 10 °/o - 20 % dan sebanyak 11 kota dan kabupaten dengan kontribusi mencapai 20 % - 30 %. Adapun kontribusi PAD terhadap belanja rutin daerah Kota Palembang berc:da di atas 10 %, atau tepatnya sebesar 15,29 °/o dengan tingkat ketergantungan sebesar 84,71
%.
Penerimaan
PAD
Kota
Palembang
yang
cukup
besar
dibandingkan kota-kota lainnya pada kelompok kontribusi antara 10%-20 %, terlihat bahwa Kota Palembang memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan daerah, khususnya bagian PAD. Selanjutnyi=l kegiatan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang menyangkut seluruh sumber penerimaan dan pengeluaran daerah guna pelaksanaan tugas pemerintah Daerah dicatat dan dikelola dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerJh (APBD). Perkembangan keuangan dan realisasi pengeluaran daerah Kota Palembang dari Tahun Anggaran
1998/1999 hingga Tahun
Anggaran 2002 yang tercermin dalam APBD, dapat ,.dilihat pada tabel . berikut :
60
Tabel3.8. Perkembangan APBD Kota Palembang TA. 1998/1999- 2002
(dalam ribuan rupiah)
31P,endlap~ltan IP,.rn""ri'nt~h
yang Berasal Dari dan atau lnstansi
Lebih Tinggi Pinjaman Daerah 01oagu:m Lain-lain Penerimaan
B.
Sumber : Bagian Keuaagan Sekretariat
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa penerimaan daerah dari Tahun Anggaran
1998j1999 hinyga Tahur. Anggara;,
2002 terus mengaiami peningkatan. Kenaikan penerimaan daerah yang signifikan terjadi pada TA 2001 sebesar 260.357.380 atau 62,73 0/o
dan di TA 2002 naik sebesar 57.599.738 atau
Peningkatan penerimaan di dua tahun
angg~ran
12,19 °/o.
tersebut tidak lam
disebabkan karena adanya alokasi dana dari pemerintah Pusat dalam bentuk dana perimbangan kepada pemerintah Daerah. Disamping itu, faktor lain yang turut memberikan kontribusi dalam mengangkat penerimaan daerah adalah lonjakan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di TA 2001 dan 2002. Sumber penerimaan daerah Kota Palembang terdiri atas enam komponen penerimaan, yakni bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun yang lalu, bagian PAD, pendapatan yang berasal dari pemerintah perimbangan,
dan
atau
bagian
instansi pinjaman
yang
lebih
daerah
tinggi, dan
bagian
bagian
dana
lain- lain
61
penerimaan yang sah. Penerimaan sumber-sumbP.r
keuang~n
daerah
tersebut dalam periode yang sama, 1998/1999 - 2002 secara umum mengalami peningkatan, hanya pada Tahun Anggaran 2000 beberapa komponen penerimaan daerah mengalami penurunan dibandingkan tahun anggaran sebelumnya, seperti komponen bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun yang lalu dan bagian PAD. Jika pada Tahun Anggaran 1999/2000 komponen bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun yang lalu sebesar Rp.5.641.725,- maka pada Tahun Anggaran
2000
menurun
menjadi
Rp.
5.133.603,-.
Selanjutnya
penerimaan komponen bagian PAD mencapai Rp. 23.262.478,- pada Tahun Anggaran 1999/2000 menurun menjadi Rp. 20.386.909,- pada Tahun Anggaran 2000. Seiring dengan meningkatnya penerimaan daerah, terjadi pula peningkatan pada sisi pengeluaran daerah, terutama pada Tah1m Anggaran 2001. Jika pada Tahun Anggaran 2000, total pengeluaran daerah Kota Palembang mencapai Rp. 147.858.825 maka pada Tahun Anggaran 2001 meningkat sebesar Rp. 248.928.900,- atau menjadi Rp.
396.787.725.
Kemudian
pada
Tahun
Anggaran
2002
total
pengeluaran daerah men_iadi Rp. 431.224.985,-. Bagian terbesar dari peningkatan pengeluaran daerah tersebut digunakan untuk membiayai belanja rutin daerah, dengan kata lain kenaikan pada belanja rutin lebih besar daripada kenaikan pada belanja pembangunan. Pada Tahun Anggaran 2000 belanja rutin daerah Kota Palembang sebesar Rp.112.086.831,- dan kemudian menjadi Rp. 292.445.320,- atau meningkat sebesar Ro.180.358.489 pada Tahun Anggaran 2001. Dalam periode yang sama pengeluaran pembangunan meningkat sebesar Rp. 68.570.411,-
yang semula sebesar Rp.
35.771.994,- di Tahun Anggaran 2000 menjadi Rp. 104.342.405,pada Tahun Anggaran 2001. Kondisi ini terj3di karena adanya pelimpahan kewenangan dari pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah dalam kerangkr.l pelaksanaan otonomi daerah. Pelimpahan kewenangan tersebut diikuti
62
pula dengan proses pengalihan berdampak
peaawai dan sarana prasarana ke
Daerah,
sehingga
pada
meningkatnya
belanja
rutin
daerah,
khususnya pos belanja pegawai, belanja barang dan belanja
pemeliharaan.
3.6.Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang strategis dan berpotensi untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Pendapatan Asli Daerah yang
digali dan
dikembangkan oleh
pemerintah
Daerah
berdasarkan potensi yang dimiliki suatu daerah, diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap total penerimaan daerah. Adapun
perkembangan
Palembang dari TA
realisasi
penerimaan
PAD
Kota
1998/1999 hingga TA 2002 disajikan pada tabel
berikut ini :
63
Reallsasl Penerlmaan PAD kota Palembang TA 1998J1qgg- 2002 (dalam ribuah rupiah)
Tabel3.9.
ri 1:
'
;;;r' ~--
KEn RANGAN
19!18/tm ''·
,,
,,
·. '1
Target
r·
·~. ' r,
"'
Rullmt !Ill
'
' Reftllsnsl
~! target . H·
~ ~e~& •
J1
f3,985,90~
61,2§2,478
14.124,828
9,598,467
68
14,369,836
13,542,925
7.593,660
5,768,464
76
7,803,787
8, 124,720
I. I ajak Dacrah 2. Retrihusi Daerah 3. 11agian Laba Usaha Dacrah
Tin11.kat Pcrtumbuhan
!1.).
flih11n Ai'thann,
'1?9912000
:H
24,74§,026
Lain-lain Pendapatan
'
18,l52,028
R.·\Gl.-\N PAD
~-
%
1
i ~:- . . •,:·~1,: ~·t·· ~--
:I
"
' .,: IIi.
,Ta~'
Reall•ul • 21
lj
~1!:
r '
.,
20Uo " R~lbllsl '
.,, .
!, ..
' o/o
j,
Re~llsa•(
22,282,720
20,386,909
21.
94
11,249.448
11,958.144
106
104
10,323,884
7,400,038
72
Ta~ ~~
,.
·~;
...
" '
34,445,105
j ,
l~OJ
1 '
g Rtauslt;t ;Iff
'
" lOOl ,,'" . tl·"'
-~
I
"!o!J
~.1
neilJ>ll,t
35,510,298
103
16,369,088
16,659,052
17,544.163
14.980,518
u II n Ta~ ' ID ~
Ill '
., I~
i
Reallaasl
~I
'II
..
dl
'
Rlita-rata ' !.1 II Rta~sasl
' o/t
,, :I
.
~._,.
< Reallslisl.
"
45,088,484
51,292,418
ill
102
19,470,229
20,535,727
105
95
85
21,896,252
23,104,791
106
89
96
225,000
145,680
65
250,000
291 ,371
117
187,500
388.730
207
250,000
67S 418
271
575,000
903,8 10
157
163
2,802.538
2,839,4 17
101
1,562,282
1,303,462
83
521,888
639.997
123
281,854
3, 192,310
1.133
3, 147,1!03
6,748.090
214
331
-
.
26.76
·12.36
74.18
44.44
---
Sumlx.'t' : Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Palembang
64
Tabel 3.9 menunjukkan bahwa penerimaan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan mengalami tahunnya,
peningkatan
tiap
penerimaan
Pendapatan
sebelumnya
dP.ngan
Asli
tingkat
hanya
Tahun
di
Daerah
turun
pert11mbuhan
2000
Anggaran
periode
dibanding
-12,36
sebesar
%.
Penurunan penerimaan Pendapatan Asli Daerah diperkirakan karena pengurangan
adanya
bulan
jumlah
dalam
tahun
anggaran
bersangkutan. Kenaikan penerimaan PAD terbesar terjadi pad2 TA
2001 dengan angka pertumbuhan sebesar 74,18 %. Realisasi
Palembang
penerimaan PAD Kota
dari Tahun
Anggaran 1998/1999 - 2000 belum mampu melampaui target PAD yang telah ditetapkan. Kemudian pada Tahun
AnggarC~n
2001 - 2002,
realisasi penerimaan PAD melebihi target PAD atau di atas 100 %. Secara rata -rata real:sasi penerirr.aan PJ'.C Kota Palembang dari Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 mencapai 96 °/o. Realisasi
penerimaan
komponen-komponen
PAD
dalam
periode yang sama menunjukkan tluktuasi. Namun secara :-ata-rata, realisasi penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah belum dapat mencapai target penerimaan, masing-masing sebesar 95
to
0
dan 89
Usaha
~'cl.
Sedangkan realisasi penerimaan komponen Bagian Laba
Daerah
dan
komponen
Lain-lain
Pendapatan
dari Tahun
Anggaran 1998/1999 - 2002 secara r2ta-rata di atas 100 °/o, masingmasing mencapai 163% dan 331%. Selanjutnya, untuk melihat peranan masing-masing komponen PAD terhadap penerimaan PAD Kota Palembang dari Tahun Anggaran
1998/1999 - 2002 dapat dilihat pada tabel berikut :
65
Tabel3.10.
Kontribusi Komponen PAD Terhadap Penerimaan PAD Kota Palembang Tahun Anggaran 1998/1999- 2002 (dalam ribuan rupiah)
51.23 37.98 1 .~
9.27
Sekretariat Daerah Kota Palembang
Dari tabel di atas diketahui bai1wa kontribusi komponen pajak daerah dan bagian laba usaha daerah terhadap penerimaan PAD Kota Palembang dari Tahun Anggaran 1998/1999 - 2000 cenderung d~n
meningkat. Pada Tahun Anggaran 2001 komponer.
t~rsebut
menqalami
penurunan
2002 , kontribusi
kedu~
dibandingkan
Tahun
Anggaran 2000. Jika pada Tahun Anggaran 2000, kontribusi pajak daerah terhadap penerimaan PAD mencapai 58,66 °/o maka mengalami penurunan menjadi 40,04 °/o pada Tahun Anggaran 2002. Selanjutnya, kontribusi bagian laba usaha daerah sebesar 1,91 °/o turun menjadi
1,76 °/o dalam periode yang sama. Sementara itu, kontribusi retribusi daerah terhadap PAD dari Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 terus menunjukkan-peningkatan. Jika pada Tahun Anggaran 1998/1999 kontribusi retribusi daerah sebesar 31,43 % terhadap penerimaan PAD maka pada Tahun Anggaran 2002 meningkat menjadi 45,05 °/o. Secara keseluruhan penyumbang terbesar terhadap penerimaan PAD bersumber dari komponen pajak daerah, dengan rata-rata kontribusi mencapai 51,23 0
/o. Komponen retribusi daerah berada diurutan berikutnya. dengan ~
rata-rata kontribusi sebesar 37,98 °/o. terhadap penerimaan PAD. Sedangkan bagian laba usaha daerah merupakan komponen terendah dalam menyumbang PAD dengan rata-rata kontribusi sebesar 1,53 °/o.
66
3.7.
Komponen
Asli Daerah
P~ndapatan
Realisasi penerimaan keuangan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), pada dasarnya merupakan kontribusi dari
komponen-kom ponen
pembentuk
penerimaan Pendapatan Asli Daerah adalah (1)
Daerah.
Asli
kontribusi
memberikan
yang
Komponen-kom ponen
Pendapatan
terhadap
Pajak Daerah; (2)
Retribusi Daerah; (3) Pembagian Laba Usaha Daerah; dan (4) LainLain Pendapatan keempat
Selanjutnya
komponen
atas
di
terdiri
dari
beberapa sumber penerimaan, antara lain beberapa jenis pajak daerah dan retribusi daerah serta beberapa sumber peneri;naan lain-lain. Pembahasa:1 lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar kontribusi setiap
jenis
sumber
penerimaan
tersebut
terhadap
komponen-
komponen PAD diuraikan sebagai berikut :
3.7 .( 1). Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan orang pribadi atau badan kepadd Daerah tanpa imbal::3n langsung dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-und angan yang berlaku, dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan tugas pemerintah Daerah. Sebagai komponen pembentuk PAD maka peranan pajak daerah harus ditingkatkan, baik melalui upaya intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak
daerah.
Hingga
TA 2002, jenis pajak daerah
Kota Palembang yang memberikan kontribusi terhadap penerimaan PAD, adalah : 1. Pajak Hotel 2. Pajak Hiburan 3. Pajak Reklame 4. Pajak Penerangan Jalan 5. Pajak Pengolahan Bahan Galian Golongan C 6. Pajak Restoran 7. Pajak Parkir
67
Adapun memberikan
realisasi
penerimaan
kontribusi terhadap
jenis
pajak
penerimaan
daerah
yang
pajak daerah
Kota
Palembang disajikan pada tabel berikut : Tabel3.11.
Realisasi Penerimaan Jenis-Jenis Pajak Daerah Kota Palemhang TA 1998/1999-2002 (dalam ribuan rupiah)
JUMLAH PENERIMAAN
"'o
98/99
Rasio
A.
•;.
99/00
•;.
2000
2001
Rasio
Rasio
•fo
2002
Rasio
o;. Rasio
PAJAK DAERAH I Pajak Hotel dan Restoran
-
-
-
/.3.70
4.95
555,148
4.14
872,800
4.96
983,902
4.35
5.84
611,036
4.56
854,963
4.86
962,456
4.26
58.56 13,545,068
59.93
35.11
3,720,615
27.14
2 Pajak Hiburan
623,169
6.53
677,855
3 Pajak Reklame
678,951
7.12
800,204
4,050,602
42.47
5,454,669
39.79
7,212,391
5 Pajak Pengolahan Galian Gol. C
!59,535
1.67
183,211
1.34
95.434
0.71
6 Pajak Pemanfaatan Air Bawah
676,469
7.09
2,870,732
20.94
1,752,819
13.08
4 Pajak Peneran8an Jalan
-
3,177,451
3,349,255
53.81 10,308,354 161,169
0.92
-
-
200,862
-
0.89
-
Tanah dan Air Permukaan
8 Pajak Restoran
-
9 PaJak Parkir
-
7 Pajak Hotel
--Jumlah Penerimaan A
T
9.537,981
Tingkat Pertumbuhan
-
-
100.00
-
-
I
-
-
1,981,659
1126
2,291,614
lO.l-t
-
3,422,931
19.45
4,276,700
18.92
~42167
1.51
100.00
-
-
-
I
13,707,288
100.00 13,404,281
100.001 17,601,879
100.00 22.602.772
43.71
-2~
3132
28.41
0
Sumber : Dmas Pendapatan Daerah Kota Palembang
Dari tabel
di atas, terlihat bahwa secara umum realisasi
penerimaan pajak daerah terus mengalami peningkatan, hanya di TA 2000 penerimaan pajak daerah mengalami penurunan sebesar 2,21 °/o dibanding periode sebelumnya.
Hal
ini terjadi
karena di tahun
tersebut, tahun anggaran akan uimulai pada 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember. Perubahan tahun anggaran tersebut secara langsung berdampak pada pengurangan jumlah bulan dalam tahun anggaran be;jalan, sehingga
realisasi
dikumpulkan anggaran
akan
penerimaan mengalami
berikutnya,
realisasi
pajak
daerah
yang
penurunan.
Kemudian
penerimaan
paj~k
berhasil di
ctaerah
tahun terus
meningkat dengan tingkat pertumbuhan sebesar 31,32 °/o di TA 2001 dan sebesar 28,41 % di TA 2002.
68
Selanjutnya dengan menggunakan peralatan rasio dapat dilihat seberapa besar kontribusi dari masing-masing jenis pajak terhadap realisasi penerimaan pajak daerah. Bagian terbesar dari realisasi penerimaan pajak daerah berasal dari pajak penerangan jalan, dengan rata-rata kontribusi di atas 35 °/o. Komponen jenis pajak hotel dan restoran menepati urutan kedua dengail rata-rata kontribusi di atas 20 % terhadap total penerimaan pajak daerah.
3.7.(2). Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah iuran kepada pemerintah Daerah yang dapat dipaksakan, dimana kontra prestasi atau jasa balik langsung dapat ditunjuk sebagai akibat
pelay~nan/jasa
yang diberikan oleh
daerah. Dilihat dari besarnya kontribusi dalam penerimaan PAD, maka retribusi daerah berada pada urutan kedua setelah pajak daerah. Hingga TA
2002, jenis
retribusi
daerah
Kota
Palembang
y~mg
menyumbang terhadap penerimaan PAD adalah : 1 Retribusi Pelayanan Kesehatan 2 Retri~usi Pelayanan Persampahan 3 Retribusi Biaya Cetak KTP/Akte 4 Retribusi Pelayanan Pemakaman 5 Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum 6 Retribusi Pasar 7 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 8 Retribusi Terminal 9 Retribus: Penyedotan Kakus 10 Retribusi Rumah Potong Hewan 11 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 12 Retribusi Izin Trayek 13 Retribusi Alat Pemadan Kebakaran 14 Retribusi Biaya Cetak Peta 15 Retribusi Grosir llan Pertokoan
69
16 Retribusi Tern pat Parkir Khusus 17 Retribusi Izin Gangguan 18 Retribusi Angkutan Penyeberangan
19 Retribusi Pembinaan Tenaga Kerja 20 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
21 Retribusi Usaha Kehutanan 22 Retribusi Usaha Perdagangan 23 Retribusi Izin Usaha Kontruksi 24 Retribusi Pungutan Administrasi Leges Retribusi Pemb. Dan Pengawasan Norma Keselamatan dan 25 Kese!latan Kerja 26 Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah 27 Retribusi Izin Penggunaan Bangunan 28 Retribusi Pembangunan Jasa Usaha Kepariwisataan
Perkembangan
realisasi
penerimaar.
jen1s
retribusi
daerah
tehadap total penerimaan retribusi daerah Kota Palembang disajikan pada tabel berikut ini :
70
Tabel3.12.
Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah Kota Palembang TA 1998/1999-2002 (dala1:1 ribuan rupiah)
RETRIBUSI DAF.RAH
99100
%
98/99
Rasio
I Retribusi Pelayanan Kesehatan
525,158
"!.
2000
Rasio
5.95
495,412
9.05
"!.
•;.
:zoot
Rasio :i82,066
2002
% R.asio
Rasio
7.45
978,905
6.33
1,291,479
;.55
2 Retribusi Pelayanan Persampahan
.505,213
8.70
673,876
8.09
605,097
7.74
935,678
6.05
1,002,931
4.31
3 Retribusi Biaya Cetak KTP/Akte
823,914
14.19
410,756
4.9 1
352,456
4.51
539,386
3.49
1,124,017
4.83
4 Retribusi Pelayanan Pemak.Jr.an
5 Rctribusi Parltir di Tepi Jalan Umum 6 Rctribusi Pasar 7 Ret. Pemakaian Kekayaan Dacrah 8 Rctribusi Tcrmi!lal 9 Rctribusi Pcnycdotan lCakus 10 Rctribusi Rumah Poton3 Hc;wan
II Rctribusi Izin Mcndirikan Bangunan
8,259
0.14
27,887
0.33
18,427
0.24
28.461
0.18
24,896
0.11
808,377
13.92
870,549
10.46
933,909
11.95
1,532,300
9.91
1,832,280
7.87
1,085,863
18.70
1,158,613
13.92
1,438,205
18.40
2,309,475
14.94
2,454,835
10.55
14,245
0.25
80,866
0.97
46,723
0.60
76,201
0.49
68,995
0.30
176,654
3.04
355,649
4.27
281,476
3.60
514,450
3.33
1,0!18,276
4.72
24,560
0.42
49,848
0.60
26,693
0.34
59,216
0.38
70,598
0.30
64,673
0.42
101,967
0.44
6,524,000 4220
9,831,997
4224
223,905
3.86
216,232
2.~~
108,084
1.38
1,522,167
2622
1,822,086
21.88
2,337,211
29.90
1.50
87,550
1.05
77,590
0.99
123,835
0.80
160,155
0.69
14,814
0.18
50,603
0.65
71.921
0.47
90,521
0.39
12 Retribusi Izin Trayck
87,196
13 Retribusi Aht Pemadan Kcbakaran
-
14 Rctribusi Biaya Cetak Pcta
-
42,957
0.52
50,144
0.64
91,925
0.59
75,650
0.~2,
-
7,977
0.10
20,670
0.26
86.746
0.56
73,067
-
66,369
0.80
1111,0';8
1.41
173.574
I 12
~.311
-
1,944,868
:!3.36
777,763
9.95
1,067,822
6.91
1,101.3n
4.731
18 Rctribusi A;,gkur..n Pcnycbcran3an
-
-
4.770
0.03
92,558
0.401
19 Retribusi Pembinaan Tcnaga Ketja
-
17.829
0.12
23.770
20 Retribusi Pcn3ujian Kcnd.Bcrmotor
-
-
23 Rctribi.si Izin Usaha Kontruksi
-
-
-
24 Ret. Pun3utan Admioistrasi Leges
-
-
-
Kesclamatan dan Kesehat..n Ketja
-
-
-
26 Ret. Izin Pcruntukao Pcn3. Tanah
-
-
27 Ret. Izin Pcnggunaan Ban3unan
-
28 Ret.Pemb. Jasa Usaha pariwisataao
-
-
-
I 5 Rctribusi Grosir dan Pcrtokoan I(; Rct.ibusi Tcn•tlll• Parltir KJ..Jsus 17 Rctribusi Izin Gangguan
21 Rctribusi Usaha Kchutaoan 22 Rctribusi Usaha Penlagangan
I
I
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
I
-
0.101
1.944,021
8.35,
75,614
0.32
117,11(
0.50
-
-
24,700
0.11
-
112,600 1
0.48
115,285
0.501
36,946
0.16
215,267
0.92
117,044
0.50
15,458,716 11)().00 232n,911
100.00
25 Ret. Pemb. cl PcngaWISBII Norma
Jumlah Pcncrimaan Tinllkat Pcrtumbuhan
5,805,516
100.00
8,326,314
0 ..:>0
43.42
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100.00
7,817,203 100.00 .0.11
91.15
50.511
Sumber : Dmas Pendapatan Daerah Kota Palembang
71
Berdasarkan tabel di atas, dapat dikatakan bahwa realisasi penerimaan retribusi da2rah dari Tahun Anggaran
1998/1999 -
1999/2000 menunjukkan adanya peningkatan. Pada Tahun Anggaran 2000 realisasi penerimaan daerah mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya, dengan tingkat pertumbuhan sebesar -6,11 %. Hal ini terjadi karena adanya pengurangan bulan berjalan dalam tahun anggaran bersangkutan. Selanjutnya pada Tahun Anggaran 2001 dan 2002, realisasi penerimaan retribusi daerah terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 97,75% dan 50,58%. membandingkan
Jika
dengan
1990/2000
dari
signifikan
Rp.
TA
2002,
realisasi
penerimaan
menunjukkan
8.326.314,-
di
TA
retribusi
peningkatan 1999/2000
TA yang
menjadi
Rp.23.277.971,- di TA 2002 atau meningkat sebesar Rp.14.951.657,Kondisi ini disebabkan karena adanya peningkatan jenis retribusi daerah, jika di TA 1999/2000 hanya terdiri dari 17 jenis retribusi maka di TA 2002 terdapat 28 jenis retribusi daerah. Dari kondisi ini, hal yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah adalah jangan sampai retribusi daerah tersebut memberatkan masy<:!rakat banyak, sehingga menimbulkan
dampak ekonomi
yang
negatif dan
memperburuk
perekonomian daerah. Kontribusi terbesar dari komponen retribusi daerah dalarr. penerimaan PAD berasal dari retribusi izin mendirikan bangunan dengan kontribusi rata-rata di atas 20°/o, kemud:an retribusi pasar diurutan kedua dengan kontribusi rata-rata di atas 15 °/o. Selanjutnya urutan berikutnya berasal dari retribusi parkir dengan kontribusi ratarata di
at~s
10 °/o.
72
3.7 .(3). Hasil Perusa ...aan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang Dipisahkan Hingga saat ini, peranan hasil perusahaan milik daerah dalam mendukung penerimaan PAD masih sangat kecil. Kontribusi bagian laba perus3haan daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia dalarP kurun waktu 1997/1998 sampai dengan 2000 hanya sebesar
2,77 °/o. Perkembangan penerimaan realisasi bagian laba perusanaan deerah dalem menyumbang penerimaan PAD Kota Palembang dapat dilihat pada tabel berikut ini : R~asi Penerimaan Bagian Laba Perusahaan Daerah Kota Palembang TA 1998/1999-2002 (dalam ribuan rupiah)
Tabel3.13.
1998/1999 1999.'2000 2000 2001 2002
18,352,028 23,262,478 20,386,W9 35,510,298 18 51
145,679 291,370
0.79 1.25
38~,729
1.~1
67~,418
1 91 1.76 1.53
10
rata-rata Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang
TabAI di atas menunjukkan bahwa realisasi penerimaan hasil
PAD terus
perusahaan milik daerah terhadap pE:nerimaan
mengalami tersebut
kenaikan. belum
Meskipun
memberikan
demikian · kenaikan kontribusi
yang
penerimaan
besar
terhadap
penerimaan PAD. Bagian Laba Perusahaan Daerah Kota Palembang hingga saat ini hanya bersumber dari Bank Pembangunan Daerah, dengan kontribusi rata-rata kurang dari 10°/o, yakni sebesar 1,53 % .
73
3.6.( 4 ). Lain-Lain Pendapatan Komponen terakhir yang memberikan kontribusi terhadap penerimaan
Pendapatan
Asli
Daerah
bersumber
dari
lain-lain
pendapatan. Sumber ini memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan PAD dibandingkan penerimaan yang berasal dari bagian laba perusahaan daerah.
Hingga saat ini, jenis penerimaan
yang termasuk dalam penerimaan lain-lain di Kota Palembang adclah : 1 Hasil Penjualan Barang Daerah 2 Jasa Giro 3 Sumbangan Pihak Ketiga 4 Pemeriksaan Ganti Rugi 5 Penerimaan Lain-Lain : a. Biaya Galian Jalan b. Bantuan dari PDAM c. Penerimaan Dinas Perumaha:1 d. Penerimaa:1
D~na:;
e. Penerimaan Biaya
rasai· Pr~kualifikasi
f. Penerimaan Pengembalian Karcis g. Pcnerimaan Felelangan Ikan h. Penerimaan Lain-Lain Perkembangan realisasi penerimaan Lain-lain Pendapatan Asli yang Sah di Kota Palembang dari Tahun Anggaran
1998/1999
hingga 2002 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
74
Tabel3.14.
Realisasi Penerimaan Lain-lain Pendapatan Kota Palembang TA 1998/1999-2002 (dalam ribuan rupiah) 98/99
PENERIMAAN LAIN-LAIN
%
99/00
•;.
5,645
4.18 183,876 31.51 203,426 31.79
.;s5,294
11.02
342,117
49,674
1.54
672,900
19.48 148,379 25.42
26,462
4.13
24,?22
0.70 40,813 6.99
-
-
9,205
11,140
0.32
b. Bantuan dari PDAM
33.330
0.96
-
c. Penerimaan Dinas P.:rumahan
13,708
0.40
-
d, Penerimaan Dinas Pasar
82,849
2.40 93,420 1601
e. Penerimaan Biaya Prakua1iflkasi f. Penerimaan Pengembalian Karcis
10,575
0.31
3,702
0.11
g. Penerimaan Pe1elangan lkan
28,227
0.82
Tingkat Pertumbuhan
2,424,227
3,454,365
15,536 2.43
1.58
a. Biaya Galian Jalan
J!.!mlah Penerimaan
-
-
-
-
-
1,425 0.22
2,650 0.45
-
-
-
-
16,355
-
-
58,151
0.801
0.51
10,880
o.d
-
-
-
-
1,425
0.04
-
-
70.18 89,819 15.39,388,725 60.7412,801,144
100
0
583,635
100
639,996
-83
100
3,225,401
10
-
-
225
-
7,251,875
i i
100
125
dari Tahun
1998/1999 hingga 2002 sangat berfluktuasi. Pada Tahun
Anggaran 1999/2000 realisasi penerimaan lain-lain pendapatan turun dibanding
periode
dengan tingkat pertumbuhan sebesar -83 % sebelumnya.
Keadaan
ini
I
94.251
Dari tabel tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa realisasi
dengan drastis,
0.0031
-
S'.llllber: ['mas Pendapottan Daerah Kota Pale~b:mg
Anggaran
I I I I I
86.85 6,834,856
404
penerimaan lain-lain pendapatan di Kota PalembanQ
0.081 4.72
- I
-
I
5 Penerimaan Lain-Lain :
•;. Rasio
0.05
~
h. Pene:irnaan Lain-Lain
2002
1,508
144,527
4 Pemeriksaan Ganti Rugi
•;. Rasio
Rasio
15,470 2.65
2Jasa Giro Sumbangan Pihak Ketiga
2001
4,420 0.69
0.13
4,528
2000
Rasio
Rasio 1 Hasil Penjua1an Bamag Daerah
•;.
disebabkan
karena
dihapusnya beberapa komponen penting yang semula termasuk dalam bagian lain-lain pendapatan, sementara itu penerimaan dari komponen lain tidak terlalu signifikan jumlahnya. Kontribusi terbesC'r dalam penerimaan lain-lain pendapatan daerah disumbang oleh komponen Penerimaan Lain-lain, dengan ratarata pertumbuhan di atas 60 %. Kemudian mulai Tahun Anggaran 2000-2002 realisasi penerimaan lain-lain menunjukkan perttlmbuhan positif, dengan tingkat pertumbuhan terbesar di Tahun Anggaran 2001 mencapai 404%.
75
100
__.J
BABIV ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA PALEMBANG
4. i. Kondisi Umum Keuangan Daerah Kota Palembang Realisasi penerimaan keuangan daerah Kota Palembang dari Tahun Anggaran 1998/1999 hingga Tahun Anggaran 2002 secarCi absolut
mengalami
peningkatan
dengan
rata-rata
pertumbuhan
sebesar 53,23 °/o per tahun. Lonjakan penerimaan daerah terjadi pada Tahun Anggaran 2001, dimana penerimaan daerah sebesar Rp. 154.686.551,-
di Tahun Anggaran 2000 meningkat menjadi Rp.
415.043.931,- di Tahun Anggaran 2001. Perkembangan keuangan daerah Kota Palembang Tahun Anggaran 1998/19999 - 2002 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel4.1. Perkembangan Keuangan Daerab Kota Palembang Tahun Anggara'11998/1999- '2002 (dalam ribuan rupiah)
76
Peningkatan 1998/1999 -
penerimaan
daerah
dari
2002 secara umum juga terjadi
Tahun
Anggaran
pada komponen-
komponen pembentuk total penerimaan daerah. Hanya di Tahun Anggaran
2000 terjadi
penurunan
penerimaan
pada
komponen-
komponen tersebut, sebagai contoh penerim bagian PAD pada Tahun Anggaran 1999/2000 sebesar Rp. 23.262.478,-
turun menjadi Rp.
20.386.909,- pada Tahun Anggaran 2000. Kondisi ini terjadi karena pada Tahun Anggaran 2000 terjadi perubahan dalam tahun anggaran. Selama ini, tahun anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir tanggal 31 Maret, namun sejak Tahun Anggaran 2000 dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember.
Dampak
perubahan
tahun
anggaran
tersebut
mengakibatkan pengurangan jumlah bulan dalam tahun anggaran berjalan, sehingga penerimaan PAD yang berhasil dikumpulkan akan mengalami penurunan. Pada Tahun Anggaran 2000 terdapat beberapa komponen penerimaan seperti
baru dalam
kor.lJ.)onen
dana
menyumbang total perimbangan
dan
penerimaan daerah, komponen
lain-lain
penerimaan yang sah. Pada prinsipnya mekanisme komponen dana perimbangan memiliki kesamaan dengan komponen pendapatan yang berasal
dari
pemerintah
dan
atau
instansi
ya:1g
lebih
tinggi.
Mekanisme komponen pendapatan yang berasal dari pemerintah dan atau instansi yang lebih tinggi
diterapkan sebelum pela!<sanaan
otonomi daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintaha.l Daerah. Selanjutnya pelaksanaan otonomi daerah
tersebut
dibarengi
pula
dengan
desentralisasi
fiskal
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Komponeil
dana
perimbangan
dan
komponen · lain-lain
penerimaan yang sah merupakan bentuk alokasi dana dan pemerintah pusat kepada pemerint.ah daerah dalarn rangka pelaksanaan otonomi daerah. Kontribusi komronen dana perimbangiJn siJngiJt bcsar diJn
77
berpengaruh terhadap total penerimaan daerah, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,35 °/o per tahun. Komponen bagian PAD turut memberikan kontribusi dalam mengangkat penerimaan daerah pada Tahun Anqgaran 2001 dan 2002. Jika pada Tahun Ar.ggaran 2000 penerimaan yang bersumber dari PAD sebesar Rp. 20.386.909,- maka pada Tahun Anggaran 2001 dan 2002 meningkat masing-masing menj2di Rp. 35.510.298,- dan Rp.51.292.418,-. Secara umum, penerimaan PAD dari Tahun Anggaran 1998/1999
2002
mengalami
peningkatan
dengan
rata-rata
pertumbuhan 33,26 % per tahun. Meskipun penerimaan PAD terus meningkat,
tetapi
kontribusi
penerimaan
PAD
terhadap
total
pengeluaran daerah masih sangat rendah yC:Jkni kurang dari 20 % dengan rata-rata kontribusi selama lima tahun anggaran sebesar 12,8 %per tahun, Dari tabel 4.1. di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan penerimaan daerah Kota Palembang Tahun Anggaran 2001 dan 2002 disebabkan
karena
sebesar 78,42
%
adanya
kontribusi
terhadap total
alokasi dana
penerimaan
perimbangan
daerah
di Tahun
Anggaran 2001 dan sebesar 84,25 % di Tahun Anggaran 2002. Kondisi keuangan daerah dilihat dari sisi pengeluaran daerah dari Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 secara umum mengalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 52,38 % per tahun. Pada Tahun Anggaran 2000 pengeluaran daerah menurun menjadi Rp. 147.858.825,- dibandingkan Tahun Anggaran 1999/2000 yang mencapai Rp. 149.444.876,-. Hal yang sama terjadi pada komponen belanja rutin, di mana pada Tahun Anggaran 1999/2000 mencapai Rr. 116.529.857,- turun menjadi Rp.112.086.831,- pada Tahun Anggaran 2000. BC\gian terbesar dari pengeluaran <..iaerah digunakan untuk membiayai belanja i·utin daerah. Komponen belanja rutin daerah meningkat tajam dari Rp. 112.086.831,- pada Tahun Anggaran 2000 menjadi Rp. 292.445.320,- pada Tahun Anggaran 2001. Selama lima
78
tahun anggaran, 1998/1999 - 2002 rata-rata pengeluaran belanja rutin mencapai 76,4 % terhadap total pengeluaran darah, sedangkan rata-rata pengeluaran pembangunan sebesar 23,6 % terhadap total pengeluaran daerah.
4.2. Analisis Indikator Penerimaan Keuc.11gan Daerah 4.2.(1).
Rasio
Kecukupan
Penerimaan
(Revenue Adequacy
Ratio)
Rasio kecukupan penerimaan Kota Palembang dap:Jt dilihat dari dua sisi, yakni rasio kecukupan terhadap total pengeluaran daerah dan terhadap belanja rutin daerah yang mampu dibiayai oleh realisasi pen2rimaan
Pendapatan
diasumsikan
bahwa
kebutuhan
daerah
Asli
realisasi maka
Daerah
(PAD).
pengeluaran hasil
Selanjutnya,
daerah
perhitungan
sama
rasio
jika
dengan
kecukupan
penerimaan Kota Palembang dapat dilihat pada tabel 4.2.
79
Tabel4.2.
2.96 13.32 Retribusi Daerah
6.94 4.95
Bagian Labe Usaha Daerah Lain-lain Pendapatan
0.19
1.24
IPendapatan yang Berasal Dari 85.85 .>iUBII;IBn
Pinjnman Daerah
I
1,657,0521
1.951 1.481
-
I - I -
I
-
I - I - I
29,864,9491
wl
sl
398,211,0651
-
1191
-
-
921114.991 87.19 6.08 4.50 II 3.77
I 2.81
147,li~II,IIL~I
75.811
I 292.445.3201 73.701
I 3355395641 77!!11
176.28 12.19
I 23.72
Ket. RAR1 : Rasio Kecukupan Terbadap Belanja Rutin Daerab RAR2 : Rasio Kecukupan Terbadap Total Pengeluaran Oaerah
80
Berdasarkan tabel
4.2. terlihat bahwa rasio kecukupan
penerimaan PAD terhadap belanja rutin daerah dan
terhadap total
pengeluaran daerah selama Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 masih sangat kecil. Perkembangan rasio kecukupan tersebut cenderung menurun dari Tahun Anggaran 1998/1999 hingga Tahun Anggaran 20G1, dan pada Tahun Anggaran 2002 rasio kecukupan penerimaan baik terhadap belanja rutin daerah maupun terhadap total pengeluaran daerah mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Jika pada Tahun Anggaran 2001,
rasio kecukupan terhadap belanja
rutin dan terhadap total pengeluaran daerah hanya sebesar 12,14 % dan 8,95 % maka di Tahun Anggaran 2002 meningkat menjadi 15,29 % dan 11,89 %.
Hasil perhitungan pada tabel 4.2
menunjukkan bahwa
realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara umum mengalami peningkatan pada setiap tahun anggaran. Jika pada Tahun Anggaran 2001, penerimaan PAD sebesa:- Rp.35.510.298,- maka pada Tahun Anggaran 2002 meningkat menjadi Rp. 51.292.418,- atau dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 44,44 %. Namun kenaikan pada realisasi penerimaan PAD tersebut tidak sebanding dengan kenaikan pada total pengeluaran daerah. Dengan kata lain kenaikan total pengeluaran daerah lebih besar daripada peningkatan penerimaan PAD. Rasia cenderung
kecukupan
menurun
dari
penerimaan Tahun
keuangan
Anggaran
daerah
1998/1999
-
yang 2001
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama,semakin meningkatnya total pengeluaran daerah, b3ik komponen belanja rutin maupun belanja pembangunan. Keaua,
relatif rendahnya basis pajak dan
retribusi yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, sehingga kurang potensial terhadap
pening!~atall
penerimaan keuangan daerah.
81
Bagian terbesar dari d:~erah
kenaikan pada total pengeluaran
digunakan untuk membiayai belanja rutin daerah sebesar
76,28 %, dan hanya 23,72 % digunakan untuk membiayai komponen
belanja
pembangunan.
Keadaan
ini
disebabkan
karena
adanya
pelimpahan kewenangan dari pemerintah Pusat kepada !)emerintah Daerah, yang selanjutnya diikuti pula dengan proses pengalihan pegawai dan sarana prasarana ke daerah. Bagi pemerintah Daerah pelimpahan
kewenangan
tersebut
berdampak
pada
semakin
meningkatnya komponen belanja rutin, khususnya pada pos belanja pegawai, belanja barang dan belanja pemeliharaan. Selama Tahun Anggaran 1998/1999 hingga TA 2002, ratarata rasio kecukupan penerimaan terhadap belanja rutin daerah sebesar 17,43 % dan rata-rata kecukupan penerimaan terhadap total pengeluaran daerah mencapai 13,32 °/o. penerimaan
keuangan
daerah,
yang
Rendahnya rasio kecukupan kurang
dari
20
%,
mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan pemerintah Daerah Kota Palembang terhadap bantuan keuangan dari pemerintah Pusat sangat tinggi.
Rasin kecukupan yang memadai, jika 20°/o dari
pengeluaran daerah mampu dibiayai oleh Pendapatan Asli Daerah (Davey, 1989) belum dapat dipenuhi oleh pemerintah Daerah Kota Palembang. Selanjulnya
tabel
4.2
menunjukkan
bahwa
peranan
komponen pendapatan yang bersumber dari pemerintah pusat dan atau instansi yang iebih tinggi serta komponen Dana Perimbangan sangat besar terhcdap belanja rutin dan total pengeluaran daerah. Rata-rata peranan kedua komponen di atas terhadap belanja rutin daerah <.ii atas 100 %, atau tepatnya mencapai 112,09 % dari pemerintah pusat dan atau instansi yang lebih tinggi serta sebesar 114,99 °/o dari komponen Dana Perimbangan. sedangkan peranan
kedua komponen tersebut terhadap total pengeluaran daerah lebih dari 85 °/o, dengan rincian 85,85 °/o dari pemerintah pusat dan atau
82
instansi yc:ng lebih tinggi dan sebesar 87,19 dari komponen Dana Perimbangan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio kecukupan
penerimaan
keuangan
dderah
Kota
Palembang,
baik ·
terhadap belanja rutin maupun terhadap total pengeluaran daerah yakni kurang dari 20 % terhadap pengeluaran
belum memadai
daerah. Dampak dari rendahnya rasio kecukupan penerimaan tersebut bagi pemerintah daerah Kota Palembang adalah semakin besarnya tingkat ketergantungan terhadap bantuan dana dari pemerintah Pusat, guna
menjaga
kelangsungan
penyelenggaraan
tugas
pemerintah
daeiah.
4.2.(2). Rasio Efisiensi Pembahasan rasio efisiensi pada bagian ini lebih ditekankan pada efisiensi administrasi, yang merupakan perbandingan antara biaya pemungutan pajak dengan realisasi penerimaan pajak. Semakin rendah rasio efisiensi administrasi maka semakin efisien atau semakin baik kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang. Sebaliknya semakin tinggi rasio berbandingan biaya pemungutan pajak dengan realisasi penerimaan pajak maka semakin tidak efisien atau semakin rendah kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang. Perlu
dikemukakan
disini
bahwa
kedudukan
Dinas
Pendapatan Daerah Kota Palembang merupakan koordinator antar dinas/instansi
teknis
lainnya
yang
berperan
dalam
penerimaan
keuangan daerah Kota Palembang. Sebagai contoh, penerimaan PAD yang bersumber dari retribusi daerah dikelola oleh dinas/instansi lain, misalnya Rumah Sakit Bari Kota Palembang, Dinas Tata Kota
dan
Dinas Perhubungan. Kewenangan Dinas Pendapatan Daerah Kota P31embang terletak pada pengelolaan pEnerimaan keuangan daerah yang bersumber dari pajak daerah. Selanjutnya analisa efisiensi administrasi hanya dilakukan pada hal-hal yang berada dalam lingkup dan tanggung jawab
Di~as
Pendapatan Daerah Kota Palembang.
83
8iaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak daerah dibagi menjadi dua kelompok biaya, yang meliputi uang perangsang dan insentif serta biaya operasional. Penetapan jumlah uang perangsang
dan insentif serta biaya operasional pemungutan
pajak daerah diatur dengan Surat Keputusan Walikota Palembang. Jumlah uang perangsang dan inseiitif ditetapkan sebesar 3,5 % dari penerimaan pajak daerah, sedangkan biaya operasional ditetapkan sebesar 5 °/o dari penerimaan pajak daerah. Rincian anggaran dan realisasi biaya pemungutan pajak daerah Kota Palembang Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 disajikan pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3. Anggaran dan Realisasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah Kota Palembang Tabun Anggaran 1998/1999- 2002 ·
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa realisasi biaya pemungutan pajak dari Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 berada di bawah anggaran biaya yang telah ditetapkan. Hanya di Tahun Anggaran 1999/2000 dan 2000, recslisasi biaya pemungutan pajak mencapai lebih dari 90°/o. Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat efisiensi pemungutan pajak
daerah
Kota
Palembang
selama
lima
tahun
anggaran,
1998/1999 - 2002 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.
84
Tabel 4.4. Rasio Efisiensi Administrasi, Pertumbuhan Biaya Pemungutan Pajak dan Pertumbuhan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002 (dalam ribuan rupiah)
199lS/1999
1,072,014
9,537,98 1
11.24
1999/2000
1, 178,854
13,707,288
8.60
2000
1,064,782
200 1
9.97
43.71
13,404,281
-9.68
-2.2 1
! 7,60 1,879
85.06
31.32 28.41 25.3 1
Kota Palembang Ket : Rasio Eftsiensi = realisasi biaya pemungutan pajak/realisasi penerimaan pajak x I 00%
Dari tabel di atas_ terlihat bahwa tingkat efisiensi pemungutan pajak daerah Kota Palembang selama Tahun Anggaran 1998/1999 -
2000 meng_alan 1i peningkatan, hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya rasio efisiensi pemungutan pajak daerah, dari 11,24 °/o di Tahun Anggaran 1998/1999 turun menjadi 7,94 °/o di Tahun Anggaran
20uu. Kemudian paaa Tahun Anggaran 2001 - 2002 tingkat ef1siensi pemungutan pajak mengalami pen!Jrunan, ditandai cer.gan semakin meningkatnya rasio efisiensi pemungutan pajak daerah, masingmasing sebesar 11,20 % dan 11,69 % dibandingkan pada Tahun Anggaran 2000. Rata-rata biaya pemungutan pajak daerah terhadap realisasi penerimaan pajak daerah Kota Palembang dari Tahun Anggaran
1998/1999 -
2002 lebih dari 10 % yakni sebesar 10,13 °/o .
Selanjutnya jika kita membandingkan rata-rata pertumbuhan biaya pemungutan pajak daerah dengan rata -rata pertumbuhan realisasi penerimaan pajak daerah selama lima tahun anggaran, diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan biaya pemungutan pajak daerah lebih besar daripada rata -rata pertumbuhan realisasi penerimaan pajak daerah, masing-masing sebesar 29,8? % dan 25,31 °/o. Kondisi ini menunjukkan bahwa biaya pemungutan pajak daerah cukup tinggi j ika
85
dibandingkan
dengan
penerimaan
pajak
daerah
yang
berhasil
dikumpulkan pemerintah Daerah Kota Palembang.
4.2.(3). Rasia Efektivitas
Rasio efektivitas d1gunakan untuk mengukur target
penerimaan
PAD
yang
dihitung
seber~pa
berdasarkan
besar
kapasitas
penerimaan PAD mampu direalisasikan oleh aparat/dinas pemungut pajak. Semakin besar rasio efektivitas atau perbandingan antara realisasi penerimaan
PAD dengan target penerimaan
PAD maka
semakin efektif pengelolaan PAD, sehingga mampu melampaui target PAD. Sebaliknya semakin rendah rasio efektivitas maka semakin tidak efektif
pengelolaan
penerimaan
PAD.
perhitun~an
Hasil
rasio
efektivitas penerimaan PAD Kota Palembang selama lima tahun anggaran, 1998/1999- 2002 disajikan pada tabel 4.5. Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa rasio efektivitas penerimaan PAD Kota Paiembang dari Tahun Anggaran 1998/1999 -
2000
menunjukkan
peningkatan,
meskipun
demikian
realisasi
penerimaan PAD belum mencapai atau melebihi target penerimaan PAD yang Anggaran
telah
2001
ditetapkan sebelumnya. dan
2002,
realisasi
Kemudian
penerimaan
pada Tahun PAD
mampu
melampaui target penerimaan PAD dengan rasio efektivitas mencapai
103 o/o pada Tahun Anggaran 2001 dan sebesar 114 o/o pada Tahun Anggaran 2002. Keadaan yang sama juga terjadi pada komponen-komponen pembentuk PAD, seperti pajak daerah dan retribusi daerah. Komponen pajak daerah dari Tahun Anggaran 1998/1999 - 1999/2000 belum mampu menc<1pa1 target penerimaan yang bersumber dari pajak daerah, kemudian pada Tahun Anggaran 2000 - 2002 rasio efektivitas mampu melampaui target
p~nerimaan
pajak daerah, dengan i·ata-rata
rasio efektivitas mencapai 95,15 °/o per tahun. Sementara itu, rasio efektivitas retribusi daerah menunjukkan keadaan yang berfluktuasi. Pada
Tahun
Anggaran
2002,
rasio
efektivitas
retribusi
daerah
86
mencapai 106 % dibandingkan Tahun Anggaran 2001 hanya sebesar 85 %. Adapun rata-rata rasio efektivitas retribusi daerah mencapai 88,53 % per tahun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rasio efektivitas penerimaan PAD mas!h berada di bawah target penerimaan PAD, sehingga kemampuan keuangan daerah yang C:iukur melalui realisasi penerimaan PAD masih sangat terbatas.
87
TAMl 4.5.
Raslo Ef~ktlvltas Pmerlmun PAD trrltadap Taflet Prnerlmun PAD Kota Palembanc
!C,1Jl.6ftl ,9'7,.tl IO.l16.tn9,411 .7~
11.9SII. I44. 710.2S 7,400.038,416.00 388,729.8JS.87 639,996,449.u3
~2 S,1110,RI1,05~ ~7
~umlx~
JK.717,714,•14.16
92.23
292,44 5,320,493.2S
9U4
104,312.404 ,431.61
86.72
Dm•.• l'mJ.rat"" l>oo:tah l:c~a l'alcnlhang
Kc:t R~10 F.tC\..1ivitu =: l!c:ali!CMi PADITar;ct PAD x I ~'
88
4.2.(4). Rasio Elastisitas PAD
Konsep kepekaan
elastisitas
perubahan
lainnya. Dalam
digunakan
suatu
untuk
variabel
karena
mengukur perubahan
tingkat variabel
keuangan daerah, elastisitas PAD digunakan untuk
mengukur persentase perubahan PAD karena persentase perubahan pada dasar penerimaan, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Rasio elastisitas PAD (E) >1, berarti bahwa penerimaan PAD elastis terhadap perubahan PDRB atau dengan kata lain perubahan PDRB sebesar 1 % akan berakibat pada peningkatan penerimaan PAD lebih dari 1 °/o. Sebaliknya, rasio elastisitas PAD (E)<1, berarti bahwa penerimaan PAD inelastis terhadap perubahan PDRB atau dengan kata lain perubahan PDRB sebesar 1 % akan berakibat pada peningkatan penerimaan PAD kurang dari 1 %. Hasil Perhitungan elastisitas PAD terhadap perubahan Produk Domestik Regioanal Bruto (PDRB) harga berlaku pemerintah Daerah Kota Palembang di:;ajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4.6. Rasio Elastisitas PAD terbadap PDRB Pemerintah i>aerah Kota Palembang Tahun Anggaran 1993/1994- 2001
- -.
.
~-.----------~---~--::-
::_~~; -~~ '~:- ::~.~-- _}_~~
--
-
. :..- ·:- --- ?--.:--_-:
::-...--- ~
:·
- "......·.•
-
-~~~...:.:~~1-i,.;:.:.~~-~~ -~--f-... ,. ~
''-"'-
-
9,659 11,191 13,981 16,431
1997/1998
17,089 18,352 23,263 20,387
26.76 -12.36
35,510
74.18
2000 2001
-
15.86 24.93 17.52 4.00 7.39
Rata-rata Sumber : Dmas Pendapatan Daerah Kota Pa1embang
•
¥-
~
- ~ -
.
j.
1993/1994 . . 1994/1995 1995/1996 ' 1996/1997 1998/1999 1999/2000
-
.
..... ~· ......,.
-- --- .. --
---.
_..:~.~--·
.. ... .. ' . . ~ -...~ ·~~,. 2,138,450 -
2,509,127 3,0ll,539 3,576,031 4,238,830 6,189,483 7,169,264 8, 143,703 9,384,849
.. -
_,.
- . '
-
17.33
0.92
20.02 18.74
1.25 0.93
18.53 46.02
0.22 0.16
15.83 13.59
1.69 -0.91 4.87
15.24
1.14
89
Dari tabel di atas terlihat bahwa elastisitas PAD dari Tahun Angg::~ran
1993/1994
-
2001
sangat
berfluktuasi.
Pada
Tahun
Anggaran 1995/1996 rasio elastisitas PAD lebih dari 1, ini berarti bahwa perubahan PDRB sebesar 1 % akan berakibat pada peningkatan penerim3an PAD lebih dari 1 % yaitu sebesar 1,25 %. Kemudian pada Tahun Anggaran 1996/1997 - 1998/1999 rasio elastisitas PAD turun secara tajam hingga kurang dari 1 %. Rasia elastisitas PAD mencapai
4,87 % pada Tahun Anggaran 2001, ini berarti bahwa perubahan PDRB sebesar 1 % akan meningkatkan penerimaan PAD sebesar 4,87
%.
Secara keseluruhan,
rata-rata elastisitas PAD selama sembilan
tahun anggaran mencapai 1,14 %
per tahun, ini berarti bahwa
penerimaan PAD bersifat elastis terhada;J perubahan PDRB.
90
BABV ANALISA KEBIJAKAN PENINGKATAN PAD KOTA PALEMBANG
5.1. Penyusunan Hirarki
Berdasarkan hasil analisa kemampuan keuangan daerah Kota Palembang pada bab sebeiumnya c.iapat disimpulkan bahwa secara t..:mum penerimaan keuangan daerah Kota Palembang belum memadai. Hal ini ditunjuxkan dengan rendahnya rasio penerimaan keuangan daerah terhadap belanja rutin
maupun terhadap total
pengeluaran daerah, yakni kurang dari 20 vfo. Dengan melihat peranan PAD terhadap belanja rutin dan terhadap APBD Kota Palembang pada 32 kabupaten/kota di Indonesia Tahun Anggaran 2002 yang berada di atas 10 % dan berdasarkan rasio elastisitas PAD terhadap PDRB Kota Palembang lebih dari 1 %, maka
sesungguhnya
meningkatkan
Kota
penerimaan
Palembang daerah
memi:iki
sesuai
peluang
dengan
potensi
untuk dan
kemamJ.Juan yang dimiliki. tvlerujuk padJ kondisi ddn potensi tersebut, per!u dirumuskan
alternati~-aiternatif
kebijakan 9und meningkdtkc.n
penerimaan daerah, khususnya yang bersumber dari PAD. Selanjutnya perumusan kebijakan peningkatan PAD Kota Palembang dilakukan dengan menggunakan metode The Analytic Hierarchi Process (AHP). Tahap awal dalam metode AHP adalah penyusunan hirarki atau lazim disebut uE:komposisi. Melalui proses dekomposisi suatu permasalahan yang komplek dan tidak terstruktur diuraikan menjadi kelompok-kelompok yang homagen dan kemudian menyusunnya ke dalam suatu hirarki. Hirarki tersebut merupakan dasar penelitian terhadap aspirasi atau penilaian berbagai pihak yang ikut berperan dalam upaya peningkatan PAD Kota Palembang. Penyusunan hirarki kebijakan peningkatan penerimaan PAD Kota Palembang didasarkan pada permasalahan umum dan kondisi keuangan daerah Kota Palembang yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Hirarki kebijakan peningkatan PAD Kota Palembang yang telah disusun meialu! pendekatan AHP dapat dilihat pada bagan 5.1.
91
Berdasarkan pembagian jenis hirarki yang ada, maka hirarki
pada
bagan 5.1 merupakan hirarki tidak sempurna, dimana tidak setiap elemen pada suatu level berhubungan dengan elemen pada level diatasnya. Bagan 5.1. Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang LevelO fokus
Pemilihan kebijakan peninzkatan penerimaan PAD Kot2 Palembang
J Levell Sasaran
dan I Penyediaan Peningkatan Kualitas
Meningkatkan keleluasaan Pemda dalam merencanakan Programprogram Pembangunan di Daerah
1
Peiayanan Publik kepada Masyarakat
-
Level2
Kendal a PAD
Level3 Aktor/ Pelaku
Level4 Kebijakan
Remiahnya motivasi dan Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak danretribusidaerah
~.~ekl'nisme
pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum Berjalan
I
Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah bel urn memadai
I
J
Dinas Pendapatan Daerah
I
l
I
I Relatif rendahnya casis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan Daerah, sehingga kurang potensial terhadap Peningkatan PAD
Akademisi
Pengusaha
Bappeda Kota Palembang
I
I
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
DPRD
Pelaksanaan Mekanisme Pengawasan dan Sanksi terhadap Subjek Pajak
Sosialisasi untuk Meningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyarakat dalam Membayar Pajak & Rctribusi Daerah
l
I
M~mperbaiki
Sistem manajemen Pendapatan Ash Daerah
92
5.2. Identifikasi dan Definisi Level dalam Hirarki pemilihan
Hirarki
peningkatan
kebijakan
PAD
Kota
Palembang terdiri dari lima level, dengan penjelasan masing-masing level sebagai berikut : Level 0: Fokus Fokus
hirarki secara umum adalah peningkatan penerimaan tersebut didasarkan pada
PAD Kota Palembang. Perumusan fokus
fakta bahwa rasio kecukupan penerimaan PAD terhadap belanja rutin daerah dan terhadap total pengeluaran dl:lerah masih sangat terbatas, yakni kurang dari 20 %. Selama Tahun Anggaran 1998/1999 - 2002, rasio kecukupan penerimaan PAD terhadap belanja rutin daerah dan terhadap total pengeluaran daerah cenderung mengalami penurunan deng;:m rata-rata rasio kecukupan masing-masing sebesar 17,43% dan 13,32%. Dalam periode yang sama, secara umum realisasi penerimaan PAD
menunjukkan
peningkatan
dengan
rata-rata
pertumbuhan
mencapai 33,26 %. Meskipun demikian, peningkatan PAD tersebut tidak sebanding dengan peningkatan pada belanja rutin daerah dan terhadap total pengeluaran daerah. Level 1: Sa saran Tujuan dari level sasaran adalah untuk melihat perbandingan prioritas berbagai sasaran yang ingin dicapai, sehubungan dengan peningkatan penerimaan PAD di Kota Palembang. Terdapat
2 (dua)
sasaran yang harus dipertimbangkan berdasarkan urutan prioritasnya, yakni : pertama, meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah; kedua, penyedi~an
dan
peningkatan
kualitas
pelayanan
publik
kepada
masyarakat. Level 2 : Kendala Tujuan dari levei ini adalah untuk melihat perbandingan berbagai kendala yang mempengaruhi tercapainya sasaran yang diinginkan. Adapun kendala-kendala yang merr.pengaruhi sasaran di
93
atas adalah : pertama, relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah, sehingga kurang potensial terhadap peningkatan peningkatan PAD; kedua, mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek J,Jajak belum berjalan; ketiga, rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan; keempat, sistem manajemen PAD belum memadai.
Level 3 : Aktor/Pelaku Level ini memuat pihak-pihak atau pelaku yang berpengaruh dalam mengatasi dan menyelesaikan berbagai kendala yang ada (level di atasnya). Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat 5 pelaku yang dianggap mewakili dari
banyak peiaku yang
ada,
yaitu:
unsur
pemerintdh daerah terdiri dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),
kalangan
akademisi, DPRD dan pengusaha. Level 4 : Kebijakan Tujuan level ini adalah untuk melihat perbandingan prioritas alternarif kebijakan yang dapat dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan penerimaan PAD Kota Palembang. Adapun
alternatif kebijakan ters2but adalah :
pertama, memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah; kedua, pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak; ketiga, sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah sebagai wujud
partisipasi
dalam
pelaksanaan
pembangunan
di
daerah;
keempat, memperbaiki sistem manajemen PAD.
5.3. Pembuatan Kuesioner Inti dari proses AHP
~dalah
membandingkan tingkat prioritJs
beberapa elemen atau variabel pada suatu level dari suatu susunan hirarki, berdasarkan persepsi atau penilaian dari beberapa ekspert. Dalam tesis ini, penulis menggunakan lebih dari satu responden yang
94
dianggap ekspert, dengan pertimbangan agar proses pengambilan keputusan dengan metode AHP, khususnya penetapan kebijakan peningkatan PAD Kota Palembang dapat dirumuskan dari berbagai sudut pandang. Hal ini karena proses pemilihan kebijakan akan menghasilkan suatu kebijakan publik yang berdampak pada banyak pihak. tersebut,
kebijakan
analisa
keperluan
Untuk
penulis
menghubungi lima orang responden yang berperan dalam upaya peningkatan PAD Kota Palembang, yaitu unsur pemerintah daerah Daerah
terdiri dari Dinas Pendapatan
Koi:a Palembang, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palembang sebagai instansi teknis bidang perencanaan di daerah, DPRD sebagai badan legislatif menjadi
dan
daerah
pemerintah
dari
mitra
daerah,
kalc.:ngan
yang sumbangan pemikirannya sangat penting dalam
akademisi
pengambilan suatu keputusan, serta kalangan pengusaha yang pada dasarnya mcrupakan penyumbang terbesar dalam f)enerimaan PAD. Daftar mungkin,
kuesioner
sehingga
dibuat
dengan
aiharapkan
responden
ada
keragu-raguan.
sesederhe:ma
dapat
mE:mberikan
yang diperbanding!<arl dengan
rerlilaian terhadap elemen-elcmen benar tanpa
dan
jelas
Bagian
muka daftar kuesior.er
memuat pei1jelasan singkat penelitian, prinsip dasar metode AHP, kebijakan
pemilihan
hirarki
peningkatan
PAD
Palembang,
Kota
petunjuk pengisian kuesioner AHP beserta skala penilaian 1-9 serta beberapa contoh pengisian kuesioner AHP dengan mengacu pada salah sr~tu
level
dalam
hirarki.
Adapun
daftar
kuesioner
dimaksud
dilampirkan pada bagiah akhir tesis ini. Selanjutnya, dalam proses pengisian persepsi tersebut semua responden
menerima dan menyetujui bentuk hirarki yang telah
disusun seperti pada bagan 5.1. di atas.
Persepsi atau penilaian
responden terhadap elemen-elemen suatu hirarki
dilakukan dengan
sehingga
responden · dapat
cara
pengisian
kuesioner
tersebut,
dihubungi secara terpisah tanpa
harus dikumpulkan
pada suatu
tempat.
95
5.4. Hasil Sintesa Akhir Global Pada Masing-masing Responden Hasil
penilaian atau perbandingan responden terhadap elemen
suatu hirarki diolah dengan menggunakan program expert choice, sehingga diperoleh bobot prioritas dan sintesa akhir (lokal dan globa.l) serta total persepsi responden demgan menggunakan rata-rata ukur. Bobot prioritas lokal dan global per responden serta rata-rat;:J ukur disajikan pada tabel berikut ini :
96
Bobot Prioritas Lokal dan Global Per Responden Serta Rata-rata Ukur
Tabel5.1.
SINTESIS PER ELEMEN DARI SETIAP RESPONDEN Bappeda Pengusaha DPRD Dispenda Akademisi
PROPERTI PRIOR ITAS
:~~~tim: Rencana Layanan
Inconsistency
"fRf!ljgaifa
·-·- ..
--
.
0.962 0.038 0.000
0.200 0.800 0.000
0.962 0.038 0.000
0.038 0.962 0.000
0.059 0.941 0.000
0.200 0.800 0.000
0.521 0.121 0.259 0.099 0.082
0.046 0.256 0.206 0.491 0.060
0.692 0.134 0.134 0.040 0.088
0.059 o.3o3 0.187 0.391 0.154
0.119 0.273 ().192 0.416 0.913
0.246 0.298 0.210 0.246 0.022
0.094 0.243 0.509 0.155 0.098
0.208 0.107 0.076 0.609 0.080
0.415 0.100 0.415 0.071 0.022
0.078 0.261 0.159 0.502 0.030
0.201 0.094 0.191 0.514 0.077
0.210 0.246 0.298 0.246 0.022
0.431 0.072 0.254 0.082 0.161 0.064
0.234 0.18R 0.418 0.071 0.090 0.186
0.150 0.093 0.574 0.048 0.135 0.~25
0.457 0.065 0.330 0.066 0.082 0.064
0.258 0.197 0.310 0.150 0.085 0.064
0.298 0.116 0.382 0.089 0.114 0.027
0.361
0.474 0.065 0.203 0.143 0.115 0.076
0.357 0.076 0.316 0.164 0.088 0.164
0.401 0.09.3 0.273 0.147 0.087 0.026
.,,
~.
Basis Sar.ksi Motivasi Sis tern
Inconsistency
;
!Jjyl~oiin. Basis Sanksi Motivasi Sistem
Rata-rata Ukur
Inconsistency B~si~\Dispenda Akademi DPRD Usaha Bappeda
Inconsistency
I
senkSi Dispenda Akademi DPRD Usaha Bappeda
Inconsistency
MQQii}f$i
.
-~
:"
.. . _::.:::-- _._
-
0.280 0.074 0.406 0.081 0.159 0.085
0.246 0.245 0081 0.068
0.476 0.077 0.253 0.130 0.064 0.096
0.339 0.073 0.141 0.272 0.175 0.055
0.212 0.064 0.279 0.335 0.109 0.064
0.444 0.047 0.172 0.259 0.078 0.071
0.377 0.107 0.352 0.064 0.100 0.054
0.567 0.090 0.1L0 0.142 0.081 0.114
0.346 0.082 0.214 0.252 0.107 0.030
0.431 0.072 0.254 0.082 0 161 0.064
0.445 0.114 0.128 0.080 0.232 0.070
0.508 0.300 0.059 0.038 0.096 0.094
0.455 0.107 0.206 0.046 0.187 0.079
0.437 0.245 0.074 0.096 0.148 0.132
0.501 0.143 0.143 0.065 0.148 0.025
0.066
:'
Dispenda Akademi DPRD Usaha Bappeda
Inconsistency
siStemr=: Dispenda Akademi DPRD Usaha Bappeda
Inconsistency
I
I
87
Rata-rata Ukur
SINTESIS PER ELEMEN DARI SETIAP RESPONDEN Sapped a Pengusaha DPRD Dispenda Akademisi
PROPERTI PRIOR ITAS
[)ispefJda Pajak Pengawas Sosial Manaj
Inconsistency
A.J
Inconsistency
0.526 0.107 0.210 0.158 0.043
0.069 0.316 0.235 0.381 0.064
0.488 0.345 0.098 0.069 0.045
0.057 0.144 0.152 0.647 0.053
0.331 0.188 0.241 0.241 0.057
0.298 0.210 0.246 0.246 0.022
0.636 0.084 0.119 0.160 0.045
0.096 0.146 0.367 0.391 0.017
0.345 0.069 0.098 0.488 0.045
0.094 0.120 0.133 0.653 0.078
0.357 0.172 0.235 0.235 0.092
0.260 0.139 0.237 0.365 0.080
0.523 0.099 0.116 0.263 0.043
0.152 0.101 0.228 0.519 0.082
0.488 0.069 0.345 0.098 0.045
0.375 0.385 0.130 0.109 0.084
0.250 0.250 0.250 0.250 0.000
0.395 0.168 0.198 0.239 0.022
0.092 0.475 0.275 0.158 0.115
0.103 0.070 0.220 0.607 0.090
0.069 0.345 0.488 0.098 0.045
0.359 0.234 0.230 0.177 0.650
0.096 0.209 0.610 0.084 0.065
0.152 0.241 0.376
0.508 0.075 0.151 0.265 0.073
0.609 0.071 0.187 0.133 0.080
0.689 0.077 0.098 0.135 0.057
OA83 0.101 0.141 0.276 0.080
0.483 0.110 0.063 0.344 o.o8c
0.559 0.109 0.140 0.192 0.057
0.040
0.020
0.060
0.010
0.030
0.010
0.962 0.038
0.200 0.800
0.962 0.038
0.038 0.962
0.059 0.941
0.200 0.800
0.505 0.125 0.269 0.102
0.176 0.136 0.102 0.585
0.681 0.1::S3 0.145 0.042
0.077 0.265 0.160 0.498
0.196 0.105 0.191 0.508
0.217 0.257 0.280 0.246
0.380 0.077 0.24C 0.133 0.165
0.233 0.178 0.201 0.194 0.191
0.244 0.096 0.445 0.089 0.117
0.211 0.195 0.202 0.195 0.198
0.214 0.198 0.199 0.197 0.194
0.239 0.182 0.211 0.187 0.182
0.372 0.189 0.213 0.226
0.252 0.250 0.249 0.249
0.404 0.167 0.256 0.173
0.250 0.250 0.250 0.250
0.250 0.250 0.250 0.250
0.255 0.246 0.249 0.250
DPRD Pajak Pengawas Sosial Manaj
Inconsistency
Ussha Pajak Pengawas Sosial Manaj
Inconsistency Bappeda Pajak Pengawas ~osial
Manaj
Inconsistency Arlalisis Global••• 0 vera:: Inconsistency L.'~V.*:W2.: sasaran · Rencana Layanan t~v~r:a: Kendata Basis Sanksi Motivasi Sistem .. Level4 : Aktor Dispenda Akademi DPRD Usaha Bappeda Level 5 : Kebijakan Pajak Pengawas Sosial Manaj
I
0.2~1
0.119
I
I
98
Keterangan elemen pada tabel 5.1. •
Rencana
: Meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam program-program
merencanakan
di
petnbangunan
daerah.
•
Layanan : Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat
•
Basis
: Rclatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangc:n daerah.
•
Sanksi
: Mekanisme pangawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan
•
Mctivasi : Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah sebagai wujud partisipasi dalam pembanguan
•
Sistem
: Sistem manajemen PAD belum memadai
•
Pajak
: memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
•
Pengawas: Pelaksanaan mekanisme pangawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak
•
Sosial
: Sosialisasi untuk merdngkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan di daerah
•
Manaj
: Memperbaiki sistem manajemen PAD
Total peri1itungan akhir dari para responden diperoleh dengan menggunakan rata-rata ukur atau geometric mean dari setiap nilai sel perbandingan antar elemen pada mas!ng-masing respo.1den. Adapun rumus rata-rata ukur dengan n (responden) = 5 adalah sebagai berikut : AW = 5...Ja1
X
a2
X
a3
X
a4
X
aS
Notasi a adalah nilai setiap sel matriks perbandingan antar elemen pada masing-masing responden. Sedangkan AW adalah hasil nilai akhir (penilaian gabungan) dari seluruh responden.
99
Dalam tabel 5.1. pada hasil sintesa akhir global dari responden 1 (Dinas Pendapatan Daerah) memiliki tingkat overall inconsistency (IR) sebesar 0,04. Adapun nilai prioritas tiap-tiap elemen pada suatu level hirarki dapat dilihat pada bagan 5.2. Bagan 5.2. Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang (Persepsi Dispenda)
LevelO Fokus
Pemilihan kebijakan peningkatan
I
penerimaan PAD Kota Palembang
i
I Sasaran
Kend~la
PAD
Level3 Aktor/
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan Daerah, sehingga 1..-urang potensial terhadap Peningkatan PAD (0.505)
Mekanisme pcngawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum Beljalan (0.125)
Dinas Pendapatan Daerah (0.380)
Akademisi (0.077)
DPRD (0.240)
Pelaku
Level4 Kebijakan
I
J
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah (0.372)
Rendahnya motivasi dan Kesadaran masyarakat untuk mernl:>ayar pajak dan retribusi daerah (0.269)
I
' Pengusaha (0.133)
Bappeda Kota Palembang (0 I l'l')
I Pelaksanl'an Mekanisme Pengawasan dan Sanksi terhadap Subjek Pajak (0.189)
Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah bel urn memadai (0.102)
I
I
I
I
I
---r---1
;-
Level2
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada \i~yarakat (0.038)
Meningkatkan keleluasaan Pemdadalam merencanakan Programprogram Pembangunan di Daerah (0.962)
Levell
Sosialisasi untuk Meningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyarakat d::!am ~~embayar Pajak & Retribusi Daerah (0.213)
l
I
Mcmperbaiki Sistcm manajcmen Pendapatan Asli Dacrah (0.226)
100
Pada bagan 5.2. terlihat bahwa sasaran prioritas yang ingin dicapai
Dinas
responden
oleh
Pendapatan
adalah
Daerah
meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah dengan bobot prioritas sebesar 0.962. Sasaran prioritas berikutnya adalah penyediaan dan dengan
peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, bobot prioritas 0.038. kendala,
level
Pada
prioritas
urutan
yang
kendala
mempengaruhi tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut :
1. Relatif
rendahnya
basis
pajak
dan
retribusi
yang
menjadi
kewenangan daerah 0.505. 2. Rendahnya kesadaran dan motivasi masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah 0.269.
3. Mekanisme pengawasan .::Jan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan 0.125. 4. Sistem mar1ajemen PAD belum mernadai 0.102. Pada levEl aktor/pelaku, urutan pelaku terhadap faktor kend31d adalah sebagai berikut :
1. Dinas Pendapatan Daerah 0.380.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.240. 3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.165. 4. Pengusaha 0.133. 5. Kalangan akademisi 0.077. Sedang~an
urutan
kebijakan
yang
diprioritaskan
untuk
dilaksanakan adalah :
1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.372.
2. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.226. 3. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
masyarakat rlalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.213. 4. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak 0.189.
101
Hasil sintesa akhir global dari responden akademisi memiliki tingkat overall inconsistency (IR) sebesar 0.02. Nilai prioritas tiap-tiap elemen pada suatu level hirarki ditunjukkan pada bagan 5.3.
Bagan 5.3. Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Pdlembang (Pcrsepsi Akademisi)
Level (I
Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD Kota Pal em bang
Fokus
I Levell Sasaran 1
Meningkatkan keleluasaan Pemdadalam merencanakan Programprog~am Pembangunan di Daerah (0.200)
I Level2 Kendal a
PAD
Level3 Aktor/
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat (0.800)
I
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan Daerah, sehingga kurang potensial terhadap Peningkatan PAD (0.176)
I
Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum Be!jalan (0.136)
I Akademisi (0.178)
I
DPRD (0.201)
Pelaku
U.ve14 Kebijakan
Sis tern manajemen Pendapatan Asli Daerah bel urn memadai (0.585)
I
Dinas Pendapatan Daerah (0.233)
I
Rendahnya motivasi dan Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah (0.102)
I
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah (0.252)
P~ngusaha
(0.194)
Bappeda Kota Palembang (0 IQJ)
I Pelaksanaan Mekanisme Pengawasan dan Sanksi terhaclap Subjek Pajak (0.250)
Sosialisasi untuk Meningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyarakat dalam Membayar Pajak & Retribusi Daerah (0.249)
I
I
Memperbaiki Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah (0.249)
102
Baqan 5.3. menunjukkan bahwa sasaran prioritas yanq inqin dicapai oleh responden af
pemerintah
keleluasaan
merencanakan
dalam
proqram-
program pembangunan di daerah dengan bobot prioritas 0.200. prlorltas
urutan
kendala,
level
Pada
k~ndala
yang
mempengaruhi tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berlkut : 1. Sistem manajemen PAD belum memadai 0.585. 2. Relatif
rendahnya
basis
pajak
dan
retribusi
yang
menjadi
kewenangan daerah 0.176. 3. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan 0.136. 4. Rendahnya kesadaran dan motivasi masyarakat untuk membayar pajak dan retrib:.Jsi daerah 0.102. Pada level aktor/peiaku, urutan pelaKu i:erhadap fak.tor ke.ndula adalah sebagal berlkut : 1. Dinas Pendapatan Daerah 0.233. 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.201. 3. Pengusaha 0.194. 4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.191. 5. Kalangan akademlsl 0.178. Sedangkan
urutan
kebijakan
','ang
diprioritaskan
untuk
dilaksanakan adalah : 1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.252. 2. Pe!aksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak 0.250. 3. Sosiallsasl
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motlvasl
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.249. 4.
Memperb~iki
sistem manajemen PAD 0.249.
103
Selanjutkan hasil sintesa akhir global responden DPRD memiliki tingkat overall inconsistency (IR) sebesar 0.06. Nilai prioritas tiap-tiap elemen pada suatu level hirarki ditunjukkan pada bagan 5.4. Bagan 5.4. Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang (Persepsi DPRD)
Level 0 Fokus
I
Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD Kota Palembang
I Levell Sasaran
Meningkatkan keleluasaan Pemdadalam merencanakan Programprogram Pembangunan di Da.-:rah (0.962)
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat (0.038)
I Level2 Kendala
PAD
I
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan Daerah, sehingga kurang potensial terhadap Peningkatan PAD (0.681)
l
Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum Berjalan (0. 133)
Rendahnya motivasi dan Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak danretribusidaerah (0. 145)
Sistem manaJemen Pendapatan Asli Daerah bel urn memadai (0.042)
Level3 Aktor/
I
I
I
Dinas Pendapalan Daerah (0.244)
Akademisi
DPRD
(0.096)
(0.445)
Pelaku
I Level4 Kebijakan
l
Memperluas jenis pajak daerah dan rctribusi daerah (0.404)
Pengusaha (0.089)
Bappeda Kota Palemb:mg (0
I Pelaksanaan Mekanisme Pengawasan dan Sanksi terhadar Subjek Pajak
Sosialisasi untuk Mcningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyarakal dalam Membayar Pajak & Retribusi Daerah
(0. 167)
(0.256)
117)
I
I
Mempe1 oaiki Sistem manajemen Pcndapatan Asli Daerah (0.173)
104
I
Dari bagan 5.4. di atas terlihat bahwa sasaran prioritas yang ingin dicapai responden DPRD dengan -adanya peningkatan PAD Kota Palembang adalah
meningkatkan
dalam merencanakan penyediaan
dan
masyarakat,
keleluasaan
program-pro~ram
pembangunan di daerah dan
kualit<:~s
peningkatan
pemerintah daerah
pelayanan
publik
kepada
dengan bobot prioritas masing-masing sebesar 0.962
dan 0.038. Pada
level
ker.dala,
urutan
prioritas
kendala
yang
mempengaruhi tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut :
1. Relatif
rendahnya
basis
pajak
dan
retribusi
yang
menjadi
kewenangan daerah 0.681. 2. Rendahnya kesadaran dan motlvasi masyarakat untuk membayar pajak dan
retribusi
daerah
seba9ai
wujud
partisipasi dalam
pembangur.an 0.145. 3. Mei
ak~or/pelaku),
urutan
pel~ku
terhadap faktor
kendala adalah sebagai berikut :
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.445. 2. Dinas Pendapatan Daerah 0.244.
3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.117. 4. Kalangan akademisi 0.096. 5. Pengusaha 0.089. Adapun urutan prioritas kebijakan yang dapat dilaksanakan untuk mencapai fokus adalah :
1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.404. 2. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.256.
3. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.173. 4. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak 0.167.
105
Hasil sintesa akhir global responden 4 (pengusaha) memiliki tingkat overall inconsistency (IR) sebesar 0.01. Adapun nilai prioritas eiemen pada seluruh hirarki dapat dilihat pada bagan 5.5. Bagan 5.5. Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang (Persepsi Pengusaha)
Level 0
Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD Kota Palembang
Fokus
I Levell Sasaran
Level2 Kendal a PAD
Meningkatkan keleluasaan Pemdadalam merencanakan Programprogram Pembangunan di Daerah (0.038)
r-1.-
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat (0.962)
J
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yl!Ilg menjadi kewenangan Daerah, sehingga kurang potensial terhadap Peningkatan PAD (0.077)
I L ____ j
----
Mekanisme pengawasan ciao pen:berian sanksi terhadap sul,jek pajak belum Betjalan (0.265)
Rendahnya moti\"asi dan Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah (0.160)
__
Sis tern manaiemen Pendapatan Asli Daerah bel urn memadai (0.498)
Level3 Aktor/
I Dinas Pendapatan Daerah (v.211)
I
I
Akademisi
DPRD
Pengusaha
(0.195)
(0.202)
Pelaku
Level4 Kebijakan
l
I
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah (0.250)
(0.195)
I Bappeda Kota Palembang (0 IQ~)
I Pelaksanaan Mekanisme Pengawasan dan Sanksi terhadap Subjek Pajak
Sosialisasi untuk Meningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyarakat dalam Membayar Pajak & Retribusi Daerah
(0.250)
(0.250}
I
l
Mcmperbaiki Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah f0.250)
106
Bagan 5.5. di atas menunjukkan bat)wa prioritas sasaran yang oleh pengusaha berupa penyediaan dan peningkatan
ingin dicapai
kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dengan bobot priorii:as mencapai 0.962.
Sasaran prioritas berikutnya adalah meningkatkan
pemerintah .daerah
kcleluasaan
merencanakan
dalam
program-
prograrr. pembangunan di daerah, dengan bobot prioritas 0.038. Pada level 2,
urutan prioritas kendala yang mempengaruhi
tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut : 1. Sistem manajemen PAD belum memadai 0.498. 2. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan 0.265. 3. Rendahnya kesadaran dan motivasi masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah 0.160. 4. Relc;tif
rendahnya
basis
pajak
dan
retribusi
yang
menjadi
kewenangan daerah 0.077. Pada level 3, urutan aktor/pelaku terhadap faktor kendala adalah sebagai berikut: 1. uinas Pendapatan DJerah 0.211. 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.202. 3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.198. 4. Kalangan Akademisi 0.195. 5. Pengusaha 0.195 Sedangkan
urutan
kebijakan
yc:mg
diprioritaskan
untuk
dilaksanakan adalah : 1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.250. 2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak 0.250. 3. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
masyarakat dalar!l membayar pajak dan retribusi daerah sebagai wujud partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan di daerah 0.250. 4. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.250.
107
Hasil sintesa akhir global dari responden Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) memiliki tingkat overall inconsistency (IR) sebesar 0.03. Bobot
prioritas elemen pada suatu level hirarki
dapdt dilihat pada bagan 5.6. Bagan 5.6. Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkat::~n PAD Kota Palembang (Persepsi Bappeda) ·Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD Kota Pa!embang
Level 0 Fokus
l Levell Sasaran
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat
Meningkatkan keleluasaan Pemdadalam merencanakan Programprogram Pembangunan di Daerah (0.059)
(0.941)
I Level2 Kendal::t PAD
I
i
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan Daerah, sehingga kurang potensi..U terhadap Peningkatan PAD (0.196)
Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjel: pajakbelum Beljalan (0. 105)
Rendahnva motivasi dan Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah (0.191)
Sis tern manaJemen !>endapatan Asli Daerah belun1 memadai (0.508)
Level3 Aktor/
I
I
I Dinas Pendapatan Daerah (0.214)
Akademisi
DPRD
(0.198)
(0.199)
Pehku
I Level4 Kebijak~n
(0.250)
(0.197)
Bappeda Kota Palcmbang (0
I
I
Memperluas jenis pajak daerah dan rctribusi daerah
Pengusaha
Pelaksanaan Mekanismc Pengawasan dan Sanksi terhadap Subjck Pajak
Sosialisasi untuk Meningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyara!-;at dalam Mcmbayar Pajak & Retribusi Daerah
(0.250)
(0.250)
IQ4)
l
I
Memperbaiki Sis tern manaJemen Pendapatan Asli Daerah (0.250)
10~
Pada bagan 5.6. terlihat bahwa prioritas sasaran yang ingin dicapai
oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
adalah penvediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada dengan bobot prioritas sebesar 0.941. Sasaran prioritas
masyarakat, berikutnya
daerah
pemerintah
keleluasaan
meningkatkan
adalah
dengan bobot prioritas 0.059. Pada level 2,
urutan prioritas kendala yag mempengaruhi
tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut :
1. Sistem manajcmen PAD belum memadai 0.508. 2. Relatif
basis
rendahnya
pajak
dan
retribusi
menjadi
yang
kewenangan daerah 0.196. 3. Rendahnya kesadaran dan motivasi masyarakat untuk membayar pajak dan
daerah
retribusi
sebagai wujud
partisipasi
dalam
pembangunan 0.191. 4. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek paj2k
b~lum
berjalan 0. :!.05.
Pada le'.'el 3,
u:-uta!l a!
adalah sebagai berikut:
1. Dinas Pendapatan Daerah 0.214. 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.199. 3. Kalangan Akademisi 0.198.
4. Fcngusaha 0.197. 5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.194. Sedangkan
urutan
kebijakan
yang
diprioritaskan
untuk
dilaksanakan adalah :
1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.250.
2. Pelaksanaan mek.anisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak 0.250. 3. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
mdsyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.250.
4. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.250.
109
Akhir
Analisis Sintesa Responden
5.5.
Global
Masing-masing
Pada
lima responden terhadap bobot prioritas elemen-
Penilaian
elemen suatu hirarki pada sintesa akhir global menunjukkan penilaian bervariasi.
yang
ini
Hal
terutama
adanya_
karena
disebabkan
perbedaan cara pandang, latar belakang perididikan dan pengalaman yang berbeda. Namun secara keseluruhan, semua responden memiliki perhatiar. yang besar terhadap upaya peningkatan keuangan daerJh, khususnya peningkatan PA.D Kota Palembang. Analisis terhadap level 1, yakr.i sasaran-sasaran apa yang diprioritaskan untuk diwujudkan, menunjukkan bahwa tiga responden (kalangan akademisi, pengusaha dan Bappeda) memberikan prioritas terhadap sasaran
tertinggi
kualitas
penyediaan dan peningkatan
pelayanan publik kepadrt masyarakat, dengan bobot prioritas secara keseluruhan mencapai 0.800. Sementara itu, responden Dispenda dan DPRD meletakkan sasaran m'=!ningkatkan keleluasaan daerah
dalam
daerah
s~bagai
merencanakan
program-prograrn
sasaran ucama, ciengan
bobo~
pemerintah
pembangunan
ai
prioritas masing-masir1g
sebEsar 0.952 dan 0.038. Pada level beilkutnya (level kendala), hasil penilaian lima responden perhatikan
terhadap
kendala-kendala
yang
untuk
demi tercapainya sasaran penyediaan dan peningkatan
kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, responden
penting
lebih
(kalangan
akademisi,
pengusaha
menunjukkan tiga dan
Bappeda)
memberikar. prioritas tertinggi pada kendala sistem manajemen PAD belum memadai. Adapun bobot prioritas masing-masing responden tersebut berturut-turut adalah 0.585, 0.498 dan 0.508. Penilaian atas kendala sistem manajemen PAD belum memadai didasarkan pada pendapat ketiga responden bahwa Kota Palembang memiliki peluang untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD melelui jenis pajak dan retribusi daerah yang sudah ada saat ini. Apalagi, peluang tersebut didukung dengan kondisi perekonomian dan potensi perekonomian Kota Palembang yang
110
cenderung
meningkat (PDRB), peningkatan pendapatan perkapita
masyarakat dan rasio elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB. Persoalannya adalah bagaimana pemungutan dan pengelolaan pajak dan retribusi daerah tersebut dilaksanakan secara efektif dan efisien, sehingga dapat memenuhi
kebutu~an
keuangan daerah. Dalam hal ini,
sistem manajemen PAD yang belum memadai dionggap sebagai kendala yang utama. Sedangkan, dua responden lainnya (Dispenda dan DPRD) lebih memprioritaskan kendala relatif rendahya basis pajak dan retr!busi yang menjadi kewenangan daerah untuk diperhatikan, dengan bobot prioritas masing-masing sebesar 0.505 dan 0.681. Penilaian kedua
responden
(Dispenda dan DPRD) tersebut
didasarkan atas pertimbangan bahwa penetapan suatu jenis pajak dan retribusi baru di daerah harus memenuhi kriteria bahwa pajak daerah tidak boleh tumpang tindih dengan pajak pusat dan pajak propinsi, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Adanya kriteria ini diperkirak3r. 3kan rPenyebabkan daerah memifiki basis p•Jngutan yang relatif rendah dan teroatas, serta sifamya bervariasi antar daerail. Analisis terhaciap aktor/pelaku mar.a yang l2bih
di~rioritaskan
untuk mengatasi faktor kendala pada level di atasnya, menunjukkan bahwa terdapat empat responclen (Dispenda, akademisi, pengusaha dan Bappeda) lebih mengutamakan Dinas Pendapatan Daerah sebagai pelaku
yang
lebih diperhatikan untuk mengatasi
faktor kendala
tersebut. Adapun bobot prioritas masing-masing responden berturutturut adalah 0.380, 0.233, 0.211 dan 0.214. Sedangkan responden DPRD memposisikan diri sebagai aktor/pelaku yang lebih diprioritaskan untuk mengatasi faktor kendala yang ada, dengan bobot prioritas sebesar 0.445. Analisis pada level 4, yaitu tentang urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan guila mencapai tujuan peningkatan PAD Kota Palembang,
menunjukkan bahwa terdapat tiga responden
(Dispenda, akademisi dan DPRD) lebih mengutamakan kebijakan 111emperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah. Adapun bobot
111
prioritas ketiga responden tersebut adalah 0.372, 0.252 dan 0.404. Sedangkan,
dua
responden
lainnya
(Bappeda
dan
pengusaha)
memprioritaskan keempat alternatif kebijakan dengan bobot prioritas yang sama, mc.sing-masing sebesar 0.250. Hal ini berarti bahwa kemungkinan pelaksanaan prioritas kebijakan dapat dilaksanakan pada saat yang bersamaan, sehingga pencapaian tujuan diharapkan akan lebih optimal.
5.6.
Hasil dan Analisis Sintesa Menggunakan Rata-rata Ukur
Bobot prioritas lokal dengan
Akhir
Lokal
menggunakan
dengan
rata-rata
ukur
diperoleh dengan menggunakan rata-rata ukur atau geometric mean dari setiap sel perbandingan antar elemen dari semua responden. Dari tabel 5.1. prioritas lokal kelima responden dengan menggunakan ratarata ukur memiliki tingkat inconsistency ratio (IR) sebesar 0.01. Adapun sasaran prioritas pada level 1 adalah
penyediaan dan
peningkatan kualitas pelayanan pui.Jiik kepada masyarakat, dengan bobct
prioritas
0.800.
sasaran
prioritas
b~rikutnya
adalal1
meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah dengan bobot 0.200. Pada level 2, yaitu tentang kendala yang dapat mempcngaruhi tercapainya sasaran
di atas, diperoleh urutan prioritas sebagai
berikut: A. Urutan
kendala
terhadap
keleluasaan perr.erintah
tercapainya
da~rah
sasaran
meningkatkan
dalam merE:::ncanakan program-
program pembangunan di daerah (IR=0.022). 1. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan 0.298. 2. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah 0.246. 3. Sistem manajemen PAD belum memadai 0.246. · 4. Rendahnya
kesadaran
dan
motivasi
masyarakat
untuk
membayar pajak dan retribusi daerah 0.210.
112
B. Urutan kendala terhadap tercapainya sasaran penyediaan dan peningkatan
kualitas
pelayanan
publik
kepada
masyarakat
(IR"'=0.022). 1.
Rendahnya
kesadaran
dan
motivasi
masyarakat
untuk
membayar pajak dan retribusi daerah 0.298. 2.
Mekanisme
pengawasan
subjek pajak belum
dan
pemberian
sanksi
terhadap
berjalan 0.246.
3.
Sistem manajemen PAD belum m2madai 0.246.
4.
Relatif
rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi
kewenangan daerah 0.210.
Pada level 3, penyelesaian
yaitu pelaku/aktor yang berpengaruh terhadap
kendala.
Masing-masing
pelaku
diperbandingkan
berdasarkan elemen-elemen kendala atau level di atasnya, sehingga diperoleh urutan prioritas pelaku terhadap kendala sebagai berikut : A. Berdasarkan kendala renanhnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah ( IR=0.027). 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.382. 2. Dinas Pea1dapatan Daerah 0.298. 3. Kalangan Akademisi 0.116. 4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.114. 5. Pengusaha 0.089. B. Berdasarkan
kendala
mekanisme
pengawasan
sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan
dan
pemberian
(IR=0.026).
1. Dinas Pendapatan Daerah 0.401. 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.273. 3. Pengusaha 0.147. 4. Kalangan Akademisi 0.093. 5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.087.
113
C. Berdasarkan
masyarakat
kendala untuk
rendahnya
membayar
motivasi
pajak
dan
dan
kesadaran
retribusi
daerah
(IR=0.030). 1. Dinas Pendapatan Daerah 0.346. 2. Pengusaha 0.252. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.214. 4. BadanPerencunaan Pembangunan Dcerah (Bappeda) 0.107. 5. Kalc:mgan Akademisi 0.082. D. Berdasarkan kendala sistem manajemen PAD belum memadai (IR=0.025). 1. Dinas Pendapatan Daerah 0.501. 2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 0.148. 3. Kalangan Akademisi 0.143. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 0.143. 5. Pengusaha 0.065.
Pada level 4 yang memuat a!ternatif kebijakan yang seharusnya dilaksanakan peningkatan
untuk
mencapai
penerimaan
PAD
fokus Kota
yang
diharapkan
Palembang.
yakni
L:leme:1-elemen
kebijakan tersebut diperbandingkan berdasarkan pelaku/aktor yang berperan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan hasil penelitic=m yang dituangkan pada tabel 5.1, diperoleh urutan prioritas kebijakan dari masing-masing pelaku/aktor sebagai berikut : A. Berdasarkan aktor Dinas Pendapatan Daerah (IR=0.022). 1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.298.
2. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
:nasyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.246. 3. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.246. 4. Pelaksanaan
mekanisme
pengawasan
dan
sanksi
terhadap
subjek pajak 0.210.
114
B. Berdasarkan aktor Akademisi (IR=0.080). 1. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.365. 2. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.260. 3. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
mJsyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.237. 4. Pelaksanaan
mekanisme
pengawasan
dan
sanksi
terhadap
subjek pajak 0.139. C. Berdasarkan aktor DPRD (IR=0.022). 1. Mernperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah 0.395. 2. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.239. 3. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.198. 4. Pelaksanaan
mekanisme
pengawasan
dan
sanksi
terhadap
dan
motivasi
subjek pajak 0.168. D. Berdasarkan aktor Pengusaha (IR=0.119). 1. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.376. 2. Pelaksanaan
mekanisme
pengawasan
dan
sanksi
terhadap
subjek pajak 0.241. 3. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.231. 4. Memperluas jeni~ pajak daerah dan retribusi daerah 0.152. E. Berdasarkan
aktor
Badan
Perencanaan
Peinbanyunan
Daerah
(IR=0.057). 1. Memperluas jenis pajak daei·ah dan retribusi daerah 0.559. 2. Memperbaiki sistem manajemen PAD 0.192. 3. Sosialisasi
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
motivasi
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah 0.140. 4. Pelaksanaan
mekanisme
pengawasan
dan
sanksi
terhadap
subjek pajak 0.109.
115
.. -
;J.,.
_.
I I - -~1
na;:::,n
__
,..:_.a. __ _ ~IIIIL~G
UGII
Pienyyunakan Rata-rata Ukut I 1--:1
sintesa
na::,u
-•-•-=--
aK-1111
-•-•--•
yrvuar
....
..... ·---=.,.
____ _
..,..._._.__.
_.
UIUUGI
u~nyau
----------•---
lllt!IIYYUIICIK.CIII
·--L- ·--Li Clla-r CILCI
. . I . . . --
UI\.Uf
---· ·--•--- -· __ .__. •·--'--· ·•-- ---•'-'- . . . , ___ ._, ------ •----•· ·-··1....-- _. __ , ·r lllt::IUf-101\.011 .::>UOI..U 1\.t::.::>llllfJUIOII 011011.::>1.::> 1111011\.1 .::>t::\..010 1\.t::.::>t::IUIUIIOII UOII ...J ·--------~--
-·-·--
( e::,IJvrruerr
yarry
----L..--!11.---
IIIt::IIYIIO,:)III\.011
_
_J_
aua •
, _ . _ , _ _ ,! • •
L.- . . -
.::>eratiJULIIya,
1---:1
-=-L---
rra::,u
prioritas sasaraii yaiig
::,urLe::,a
....
__ _._._
llt::IIUOI\.
-1.1-:._
a~1111
..... ,
L-----L .. L
-•---
Lt:l ::,euuL CI_K.CIII
____ ,
---....1-.L-1,..-:
lllt::IIUt::l..t::l\..::>1
UI\..CifJC11 1
se; ta yang· diprloritaskan untuk diseiesaikan, J ... -t-.:.:-1 ... - - · · - - - --L.---·--··- ...J:I-1.-----1.--- - · · - - ---:--1 . -.&..1--1\.t::UIJOI\.OII yo11y .::>t::IIOIU.::>IIYO uuoi\..::>OIIOI\.011 yu11o lllt::IIIIIY"-OL:\.011
k-::ndaia-kendaia --:--:'---
fJIIUIII..O,:)
Kota Paie;-.-rbang. 6ouot prioritas iYrasing-;-nasing t!ft!(((t!(( fiad -=-'---- -1-L..!- -1-L..-1 - - - - - - - - - 1 - - - --.&..- --'-- .. 1---- ..J: ... -.::1--- __ _._ L - - - ::;,llllt:::;,a Cll\.1111 YIUUCII lllt!IIYYUIIOI\.CIII ICII..O-IOLCI UI\.UI UI::;,CIJIK.CIII fJCIUCI uaya11 -
r-
-
•-
-
••
•
I
-
---
-
--
• -.
:J,/, Ut!fiKUL 1111,
.... " I IU
oilyili-1
5.7.
Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkataii PAD Kota PalE:iT1bang Pada Sintesa Akhir Global menggunakan Rata-rata Ukur
LevelO
Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD Kota Palembang
Fokus
I Menin~katkan keleluasaan Pemdadalam merencanakan Programprogram Pemba.;.gunan di Daerah (0.200)
Leve! 1 Sasaran
I Level2
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan Dacrah, schingga kurang potensial terhadap Penir..;kata!' PAD (0.217)
Kendal a
PAD
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat (0.800)
I
I
I
Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum Beijalan (0.257)
I
Rendahnya moti,·asi .ian Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah (0.280)
Sistem manajcmen Pendapatan Asli Daerah bel urn memadai (0.246)
I
Level3 Aktor/ Pelaku
Leve14 Keuijakan
I
I
Dinas Pendapatan Daerah (0.239)
l (0.255)
Akademisi
DPRD
(0.182)
(0.211)
I
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
l Pengusaha (0.187)
Bappeda Kota Palembang (0
I Pelaksanaan Mekanisme Pengawasan dan Sanksi terhadap Subjek Pajak
Sosialisasi untuk Meningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyarakat dalam Mcmbayar Pajak & Retribusi Daerah
(0.246)
(0.249)
1RJ)
I
I
Memperbaiki Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah (0.250)
117
Berdasarkan bagan 5. 7. di atas, terlihat bahwa penilaian kelima responden diwujudkan, penyediaan
terhadap dengan dan
urutan adanya
sasaran
yang
peningkatan
peningkatan
kualitas
diprioritaskan PAD
adalah
pelayanan
publik
untuk sasaran kepada
masyarakat. Adapun bobot prioritas sasaran tersebut mencapai 0.800. Hasil prioritas sasaran pada sintesa akhir global dengan menggunakan secara keseluruhan sama dengan prioritas
rata-rata ukur, ternyata
sasaran pada sistesa akhir global per responden, yakni sasaran berupa penyediaan
dan peningkatan kualitas ·pelayanan
publik kepada
masyarakat. Sasaran berikutnya adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah
daerah
dalam
merencanakan
program-program
pembangunan di daerah, dengan bobot prioritas sebesar 0.200. Keseragaman pcmilihan prioritas sasaran utama tersebut timbul karena
adanya
pemerintah peningkatan
yang
pemahaman seharusnya
kualitas
yang
sama
berorientasi
pelayanan
publik
tentang pada
pengeluaran
penyediaan
kepada
dan
masyarakat.
Sehubungan dengan penyediaan pelayanan publik kepada masyarakar, menurut Wagner (Wagner's Law) bahwa meningkatnya kompleksiras ekonomi akan meningkatkan permintaan terhadap peiayanan, sepert1 pendidikan, kesehatan dan transportasi. Oleh karena itu, sektor publik akan meningkat secara proporsional terhadap perkembangan ekonomi. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Mangkusoebroto (1994) bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah tidak dapat dilepaskan dari auanya perubahan permintdan terhadap barang publik, perubahan aktivitas pemerintah, perubahan kualitas penyediaan barany publik yang harus dilakukan oleh pemerintah, perubahan harga faktor, dan pilihan politisi. Itulah sebabny<J, dari tahun ke tahun pengeluaran pemerintah selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil sintesa akhir global dari seluruh responden dengan
menggunakan
rata-rata
ukur,
ternyata
kendala
berupa
rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah merupakan faktor penghambat terbesar, dengan bobot
prioritas
sPbesar
0.280.
Kendala
berupa
mekanisme
118
pengawasan dan pemberian sank:;i terhadap subjek pajak belum berjalan berada pada urutan kedua, dengan bobot prioritas sebesar 0.257. Bila dicermati lebih jauh ternyata kedua kendala di atas merupa~an
faktor penghambat yang bersumber dari subjek pajak.
Sesuai dengan pengerUan umum pajak daerah bahwa pajak daerah
merupakan
sumber
pemerintah
keuangan
untuk
daerah
membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah, di mana pemungutannya berdasarkan peratur·an perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti pungutan
bahwa
pemerintah daerah dan masyarakat
disepakati
pajak tersebut telah m~syarakatnya,
kesadaran
memiliki
perpajal
bersama
oleh
maka sudah sepantasnya jika kewajibannya
akan
bidang
di
dengan
dengan benar sesuai
peraturan yang berlaku. Namun
menurut
kenyataannya,
S.Munawir
(1992,7)
yang
dikutip dari R.Santoso Brotodihardjo, dalam buJ.(unyd Pengantar 1/mu Hukum Pajak,
terdapat hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pemun9utan pajak. Hambatan tersebui: berupa perlawanan terhadap ydny
pajc:k,
kemudian
dibedakan
antara
perlawanan
pasif dan
perlawanan aktif. Sehubungan dengan pemungutan pajak daerah tersct'ut, maka bentuk
perlawanan
aktiflah
yang
sering
ditemui
di
lapangan.
Perlawanan aktif adalah semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.
Dalam perlawanan aktif tersebut diternui usaha-usaha nyata
dari subjek pajak untuk tidak membayar pajak, baik berupa upaya penghindaraan diri dari pajak, pengelakkan, penyeludupan pajak maupun usaha melalaikan pajak. Sedangkan
faktor
kendala sistem
manajemen
PAD
belum
memadai berada pada urutan ketiga, dengan bobot prioritas sebesar 0.246. Selanjutnya kendala berupa relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah sehingga dirasakan kurang potensial terhadap peningkatan kemampuan keuangan daerah berada pada urutan terakhir, dengan bobot prioritas 0.217. Faktor kendala
119
berupa sistem manajemen PAD belum mcmadai merupakan faktor penghambat yang berasal dari intern instansi/dinas pemungut pajak. Kenyataan ini seharusnya mendapat perhatian yang serius untuk penan~anan
· dan
pemecahannya,
tersebut
kendala
mengingat
umumnya dialami oleh sebagian besar pemerintah daerah. Pada level 3 (level aktor/pelaku), mJka L!rutan pelaku untuk mengatasi kendala-kendala pada level di atasnya berada pada Dinas Pendapatan Daerah, dengan bobot prioritas tertinggi mencapai 0.239. Penilaian terhadap Dinas Pendapatan Daerah sebagai aktor/pelaku dengan prioritas tertinggi dalam upay3 penyelesaiaan faktor kendala, per responden.
juga terjadi berdasarkan hasil sintesa akhir global Terdapat
empat
responden
kalangan
(Dispenoa,
akademisi,
Pengusaha dan Bap;>eda) yang meletakkan aktor Dinas Pendapatan Daerah sebagai pelaku utama untuh: mengatasi kendala-kendala yang mempengaruhi
tercapainya
sasaran.
Dinas
Pendapatan
Daerah
merupakan dinas teknis dalam pemungutan dan pengelolaan pajak dan retribusi daerah, sehubungan dengan upaya peningkatan PAD l
Peran DPRD sebagai badan legislatif uaerah dan
menjadi mitra dari pemerintah daerah, lebih nyata dalam penyusunan dan pengesahan peraturan daerah, baik
peratur~n
daerah
tentang
pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi baru maupun peraturan daerah tentang penetapan sanksi terhadap pelanggaran perpajakan daerah. Selanjutnya urutan prioritas pelaku dalam mengatasi faktor kendala adalah pengusaha, d2ngan bobot prioritas mencapai 0.187. Peranan
sebagai
pengusaha
penyumbang
terbesar
rlalam
pembentukan PAD lebih diarahkan pada upaya untuk mengatasi sekaligus meningkatkan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah. kalangan masing
~kademisi
Sedangkan Bappeda dan
memiliki bobot prioritas yang samu masing-
sebesar 0.182.
Bappeda
sebagai
instansi
teknis
bidang
120
di
perencanaan
berperan
daerah
dalam
potensi
meningkatkan
penerimaan daerah. Analisis kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan guna mencapai tujuan peningkatan PAD Kota Palembang, semua.responden lebih mengutamakan kebijakan memperluas jenis pajak daerah dan untuk kebijakan tersebut
retribusi daerah. Adapun bobot prioritas
adalah 0.255. Prioritas kebijakan berikutnya adalah memperbaiki sistem manajemen PAD dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, dengan
bobot
prioritas
0.250
0.249.
dan
Upaya
peningkatan
kesadaran dan motivasi masyarakat terhadap kewajibannya untuk memb2yar pajak dapat dilakukan dengan memberikan penerangan masyarakat tentang manfaat pajak bagi
dan bimbingan
kepada
kela ngsu nga n
penyelenggaraan
tug as
pemeri nta han
dan
pembangunan di daerah. Sementara itu, menurut J. Panglima Saragih bahwa kebijakan yang oerkaitan dengan peroaiKan sistem maniJjE:men PAD dapai. dipandang sebagai strategi pengelolaan dan pengembangan sumbersumber keuangan daerah, khususnya bagi peningkatan PAD. Hal ini disebabkan karena perbaikan sistem manajemen PAD r1erupakan suatu instrumen (faktor internal) dari dinas/instansi pemungutan dan pajak daerah.
pengelolaan
kata
Dengan
lain bahwa
kebijakan
perbaikan sistem manajemen PAD lebih mem1mgkinkan untuk segera dilaksanakan. Dalam jangka pendek, meningkatkan
penerimaan
kebijakan pemerintah daerah untuk daerah
dititikberatkan
pada
upaya
mengoptimalkan jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah cda,
dan
ini
hanya
dapat
dilakukan
melalui
perbaikan
sistem
manajemen PAD. Prioritas kebijakan terakhir adalah pelaksanaan mekanisme pangawasan dan sanksi terhadap subjek pajak, dengan bobot prioritas sebesar 0.246.
121
BAB VI PENliTUP
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Realisasi penerimaan keuangan daerah Kota Palembar.g dari Tahun Anggaran 1998/1999 hingga Tahun Anggaran 2002 secara absolut mengalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 53,23% per tahun. Kenaikan penerimaan tersebut disebabkan karena melonjaknya penerimaan komponen-komponen penerimaan daerah,
seperti
komponen
pendapatan
yang
berasal
dari
pemerintah dan atau instansi yang lebih tinggi serta peningkatan pada komponen Bagian Dana Perimbangan. Pertumbuhan rata-rata kedua komponen tersebut dari Tahun Anggaran 1998/1999 hingga Tahun Anggaran 2002 masing-masing sebesar 16,6% dan 22,35%. b. Penerimaan pemP.rintah Derah Kota Palembang yang berasal dari komponen Bagian Dana Perimbangan menunjukkan perkembangan yang relatif cepat,
yakni 78,42 % terhadap total penerimaan
daerah pada Tahun Anggaran 2001 dan meningkat menjadi 84,25 % pada Tahun Anggaran 2002.
c. Penerimaan pemerintah Daerah Kota Palembang yang berasal dari komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Tahun Anggaran 1993/1999 hingga Tahun Anggaran 2002 secara absolut menaalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan 33,26 % per tahun. Meskipun demikian, kontribusi penerimaan PAD terhadap total penerimaan
daerah
dalam
periode
yang
sama
cenderung
mengalami penurunan. Jika pada Tahun Anggaran · 1998/1999 kontribusi
PAD
terhadap
total
penerimaan
daerah
mencapai
15,51% maka pada Tahun Anggaran 2002 menu run menjadi 10,85%.
122
d. Perkembangan Pal2mbang Anggaran
dari
2002
keuangan
penerimaan
realisasi Tahun
Anggaran
bukan
disebabkan
1998/1999
daerah hingga
karen a laju
Kota Tahun
pertumbuhan
Pendapatan Asli Daerah {PAD), tetap lebih disebabkan karen a meningkatnya pemerintah
alokosi
dana
daerah,
Perimbangan.
Fakta
dari
dalam ini
pemerintah
bentuk
menunjukkan
pusat
kepada
alokasi
Bagian
bahwa
peranan
Dana PAD
terhadap total penerimaan daerah masih sangat terbatas, sehingga ketergantungan
pemerintah
Daerah
akan
alokasi
dana
dari
pemerintah pusat untuk kelangsungan pelaksanaan otonomi daerah sangat tinggi. e. Perkembangan keuangan daerah dilihat dari aspek pengeluaran daerah dari Tahun Anggaran 1998/1999 hingga Tahun Anggaran m2ngalami
2002
peningkatan,
dengail
rata-rata
sebesar 52.38 % per tahun. Bagian terbesar dari
pertur:1buhan peng~luaran
daerah digunakan untuk membiayai belanja rutin daerah. Dalam p2riode yang sama, kompcnen belanja rutin daerah mcningkt:t lebih cepat dibandingkan komponcn belanja pembangunan. Ratarata
pen~eluaran
daerah
mencapai
pembangunan daernh.
belanja rutin daerah terhadap total pengeluaran 76,4
%,
mencapai
Keadaan
sedangkan
23,6
ini
%
terjadi
rata-rata
terhadap karena
pengeluaran
total
pengeluaran
adanya
pelimpahan
kewenangan aari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
rangka
pelaksanaan
kewenangan tersebut d!ikuti dan sarana
prasarana
otonomi
daerah.
Pelimpahan
dengan proses pengalihan pegawai
ke daerah,
sehingga
berdampak pada
mer.ingkatnya belanja rutin daerah khususnya pada pas belanja pegawai, belanja barang dan belanja pemeliharaan. f.
Rasia kecukupan penerimaan daerah Kota Palembang dari Tahun Anggaran 1998/1999 hingga Tahur Anggaran 2002, baik terhadap belanja rutin maupun terhadap total pengeluaran daerah belum
123
memadai.
Rasia
kecukupan
yang
memadai, jika
20 %
dari
pengeluaran daerah mampu dibiayai oleh PAD (Davey, 1989). Rasia kecukupan penerimaan PAD terhadap belanja rutin daerah dan terhadap total pengeluaran daerah dalam periode yang sama mer1ur.jukkan penurunan, dengan rata-rata kecukupan penerimaan terhadap belanja pengeluaran
sebesar 17,43 %
rutin
daerah
mencapai
13,32
dan terhadap total
%.
Rendahnya
rasio
kecukupan penerimaan daerah tersebut mengindikasikan bahwa tingkat
ketergantungan
pemerintah
Daerah
Kota
Palembang
terhad"'p alokasi dana dari pemerintah pusat sangat tinggi. g. Peranan
penerimaan
daerah
yang
berasal
dari
komponen
pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat dan atau instansi yang lebih tinggi,
serta komponen Dana Perimbangan terhad3p
belanja rutin daerah dan terhadap total pengeluaran daerah sangat besar.
Rata-rJta
rasio
kecukupan
kedua
komponen
tersebut
terhadap belanja rutin daerah berturut-turut mencapai 112,09 % dan 114,99 %. Sedangkan rasio kecukupan komponen pendapatan yang bersumber dari pemerintah pusat dan atau instansi yang lebih tinggi
serta
komponen
Dana
Perimbangan
terhadap
total
pengeluaran daerah mencapai 85,b5 % dan 87,19 %. h. Rasia efisiensi administrasi yang merupakan perbandingan antara biaya pemungutan pajak dengan realisasi penerimaan pajak dari Tahun
Anggaran
1g98/1999
hingga
Tahun
Anggaran
2002
menunjukkan keadaan yang berfluktuasi. Selama TA 1998/1999 -
2000, tingkat efisiensi pei11ungutan pajak mengalami peningkatan dengan ditandai semakin menurunnya rasio efisiensi pemungutan pajak dari
11,24 % pada Tahun Anggaran 1998/1999 turun
menjadi 7,94 % di Tahun Anggaran 2000. Selanjutnya, tingkat efisiensi
pemungutan
pajak
mengalami
penurunan,
dengan
semakin meningkatnya rasio efisiensi pemungutan pajak pada Tahun Anggaran 2001 dan 2002 masing-masing sebesar 11,20 % dan 11,69%.
124
i.
Rasia efektivitas penerimaan PAD dari Tahun Anggaran 1998/1999 bel~m
hingga Tahun Anggaran 2000 secara keseluruhan
mampu
mencapai target penerimaan PAD, sehingga kemampuan keuangan daerah yang diukur melalui
r~alisasi
penerimaan PAD masih sangat
terbatas. Tetapi jika dilihat per tahun anggaran,
maka rasio
efektivitas penerimaan PAD dapat melampaui target penerimaan PAD pada Tahun Anggaran 2001 dan 2002, dengan rasio efektivitas masing-masing mencapai 103% dan 114 %. j.
Ra.:io
eiastisitas
PAD
terhadap
perubahan
Produk
Domestik
Regional Bruto (PDRB) dari Tahun Anggaran 1993/1994 hingga Tahun
Anggaran
2001
sangat
berfluktuasi.
Namun
secara
keseluruhan, rata-rata elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB selama sembilan tahun anggaran lebih dari 1 %, yakni sebesar
1,14 %. lili berarti bahwa penerimaan PAC bersifat clastis terhadap peruba~an
perubahar. PDRB atau dengan kata laiil t2rjadinya
?DRC
sebesar 1 % akan berakibat pada peningkatan penerimaan PAD lebih dari 1 %, dalam hal ini sebesar 1,14 %. k. Hasil
sintesa
akhir
global
atas
hirarki
pemilihan
kebijakan
peningkatan PAD Kota Palembang dengan menggunakan rata-rata ukur,
menunjukkan
diwujudkan
kelima
bahwa
sasaran
responden
prioritas
dengan
yang
adanya
hendak
peningkatan
penerimaan PAD adalah penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan mencapai
publik kepada
0.800.
meningkatkan
masyarakat,
Selanjutnya
sasaran
keleluasaan
denga11
bobot prioritas
prioritas
pemerintah
ker1ua
daerah
adalah dalam
merencanakan program-program pembangunan di daerah, dengan bobot prioritas 0.200. Hasil sintesa akhir lokal pada masing-masing responden ternyata menghasilkan
prioritas
sasaran
yang
sama,
yakni
berupa
penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
125
masyarakat.
Terdapat
tiga
responden
(kalangan
akademisi,Pengusaha dan Bappeda) yang memberikan prioritas tertinggi terhadap sasaran di atas. I.
Kebijakan yang diprioritaskan oleh kelima responden dalam upaya peningkatan penerimaan PAD Kota Palembang adalah kebijakan memperluas jenis pajak daerah dan
retribusi
daerah.
Bobot
prioritas kebijakan tersebut mencapai 0.255. Meskipun demikian, apabila melihat bobot prioritas kebijakan secara keseluruhan, terlihat bahwa bobot prioritas masing-masing kebijakan ternyata relatif hampir sama atau dengan kata lain tidak menunjukkan perbedaan
yang
mencolok,
dengan
urutan
kE?bijakan
sebagai
berikut: •
Memperbaiki sistem manajemen PAD, dengan bobot prioritas sebesar 0.250.
•
Pelaksanaan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi
ret~ibusi
:nasyarakc..t dala;r. merr.bayar pajak dan
da2ra:,, dengan bobct p:-ioritc::s sebesar 0.249. •
Pelaksanaan
mekanisme
pengawasan
dan
sanksi
terhadap
subjek pajak, dengan bobot prioritas sebesar 0.246.
6.2. Saran a. Kebijakan atau upaya peningkatan penerimaan PAD yang dapat dilaksanakan memperluas kebijakan
Pemerintah jenis
pajak
memperbaiki
Daerah daerah sistem
Kota dan
Palembang
retribusi
manajemen
daerah
PAD.
adalah serta
Kebijakan
memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki Kota Palembang, dengan melihat perkembangan dan pertumbuhan basis pajak atau dasar penerimaan pajak,
antara Jain pertumbuhan penduduk,
pendapatar, perkapita masyarakat dan pertumbuhan perekonomian Kota Palembang.
126
b. Sedangkan
kebijakan
memperbaiki
sistem
manajemen
PAD
dititikberatkan pada upaya mengoptimalkan pencrimaan jenis pajak dan
retribusi
daerah
yang
sudah
ada
(intensifi!
pajak).
Senientara itu, untuk lebih mengoptimclkan penerimaan PAD. maka
pelaksanaan
dibarengi Keadaan
dengan yang
perbaikan
sistem
manajemen
kebijakan
sosialisasi
kepada
PAD
dapat
masyC~rakat.
ingin dicapai sehubungan dengan pelaksanaan
sosialisasi tersebut adalah meningkatnya kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah. Upaya peningkatan
motivasi
dan
kesadaran
masyarakat
terhadap
kewajibannya dapat dilakukan dengan memberikan penerangan mC~syarakat tenta1~g
dan bimbingan kepada
manfaat
paja~
dan
retribusi sebagai salah satu sumber penerimaan daerah untuk menjaga kelangsungan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah.
c. Kebijakan Perbaikan sistem manajemen PAD dapat dilakukan pada setiap tahap berikut ini:
1. TahJr Perencanaan, meliputi : •
Pemerintah
Daerah
harus dapat
membuat perencanaan
penerimaan daerah yang dihitung berdasarkan potensi dan kapasitas sesungguhnya yang dimiliki daerah,
untuk setiap
jenis penerimaan daerah. Pada umumnya pemerintah daerah dalam
membuat
perencanaan
penerimaan
hanya
berdasarkan target-ta•get penerimaan yang dihitung dengan persentase (misalnya
tertentu target
dari
tahun
penerimaan
naik
anggaran
10
%
sebelumnya pada
tahun
anggaran mendatang), •
Pemerintah
daerah
harus
merencanakan
ketersediaan
sumber daya manusia yang memiliki kemampuan teknis maupun
non
menghitung dan
teknis,
misalnya
kemampuan
menetapkan besarnya
dalam
tarip pajak dan
127
sehingga
daerah,
retribusi
tidak
menimbulkan
distorsi
ekonomi, kemampuan menggali potensi yang dimiliki daerah berdasarkan
ekonomi daerah, sumber daya
perkemb::~ngan
manusia yang profesional dan memiliki kejujuran. •
Peningkatan
dan
koordinasi
dengan
kerjasama
dinas/instansi lainnya yang terlioat dalam upaya peningkatan
PAD. •
Penyediaan sarana dan fasilitas pendukung yang mendorong kelancaran
pelaksanaan
perr.ungutan
dan
pengelolacn
penerimaan daerah. 2. Tahap Pengorganisasian Menyamakan persepsi aparat tentang visi dan misi yang hendak diwujudkan melalui pelaKsanaan pemungutan dan pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Menempatkan aparat pada posisi yang sesuai dengan keJhlian
yang dimiliki,
menggerakkan
sumber daya dan kemampuan yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan bersama. 3. Tahap Pelaksanaan, meliputi : •
Melakukan
penyec!erhanaan
prosedur
atau
administrasi
pemungutan pajak dan retribusi daerah, mulai dari prosedur pendataan,
pemungutan,
pencatatan
dan
pelaporan.
Prosedur administrasi yang sederhana tidak menimbulkan keengganan wajib pajak untuk membayar pcjak. Selain itu dengan
adanya
penyederhanaan
prosedur
perpajakan
diharapkan akan menekan biaya pemungutan pajak dan retribusi daerah. Selama ini, biaya pemungutan pajak dan retribusi daerah cenderung lebih besar daripada realisasi penerimcan yang berhasil dikumpulkan.
128
•
Meningkatkan
kemampuan
aparat
dalam
melakukan
pemungutan dan pengelolaan keuangan daerah, misalnya melalui
pelaksanaan
pendidikan
dan- latihan
di
bidang
keuangan dan pendapatan daerah. •
Menghitung tingkat efisiensi pemungutan setiap jenis pajak dan
retribusi
daerah,
se!
mP.minimalisasi
biaya
pemungutan pajak dan retribusi. 4. Tahap Pengawasan, meliputi : •
Meningkatkan terlibat
pengawasan
langsung
dan pembinaan
dengan
proses
aparat yang
pemungutan
dan
pengelolaan pajak dan retribusi daerah. •
Memperbaiki sistem
pengawasan yang telah
ada
untuk
mengurangi kebocoran-kebocoran. •
Pemberian sanksi dan
h:..~kuman
terhadap subjek pajak yang
sengaja melakukan penghindaran dan penggelapan pajak ~
Pemberian sanks! administrasi bagi aparat yang seng3ja terlibat dalam kebocoran-kebocoran penerimaan daerah.
129
DAFTAR PUSTAKA
Binder, Briar., Pengelolaan Keuangan PefTlerintah Daerdh, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1989. Bagian Keuangan Sekretariat Kota Palembang, Laporan Keuan:;)an Kota Palembang, Berbagai Penerbitan, Bagi::m Keuangan Sekretariat Kota Palembang Davey, K.J, Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek-Prakt~k Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga, Cetakan Pertama, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1988. Devas, Nick, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan : Masri Haris), Cetakan Pertama, Univers:tas Indonesia Press, Jakarta, 1999. Due, John.F, Keuangan Negara (Terjemahan Iskandarsyah dan Arif Janin), Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1985. Hirawan B.Susiati, Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Sumber Daya Keuangan Daerah, 1995 Ibnu, Syamsi, Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1983. Kamaluddin, Rustian, Peran dan Pemberdayaan BUMD Dalam Rangka Peningkatan Perekonomian Daerah, Majalah Perencanaan Pembangunan, Nomor 23, Edisi Mei-Juni 20Ql. Kunarjo, Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan, Universitas Indoi1esia (UI-Press), Jakarta, 1996. M3hi, Paksaka, Tir.jauan terha:Jap UIJ No. 34/2000 secc.ra Teori dan Praktek serta Arah Perubahannya, Workshop Dampak Pelaksanaan UU No.34/2000 terhadap Dunia Usaila/Iklim Ir1vestasi dan Ari:lh Pe:ruiJCiha~mya, ~akar~a, 2002 Musgrave, Richard A, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Penerbit Erlangga,Jakarta, 1993 Mangkoesoebroto, Guritno, Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia: Substansi dan Urgensi, PT. Gramedia, Jakarta, 1994. Munawir, S, Perpajakan, Liberty, Yogyakarta, 1992. Priatmono, Bambang, Mengenal AHP Ana/isis U/ang terhadap Studi Pemindahan Ibukota Kalimantan Selatan, INSAHP 2000,Jakarta-Indonesia,A gustus 23-24. Permadi S, Bambang, "AHP", Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992 Susanti, Hera, Moh.Ikhsan, Widyanti, dkk, Indikator-Indikator Makro Ekonomi, Edisi Kedua, Lembaga Penerbit FE-UI dan LPEM FE-UI, Jakarta, 2000. Suparmoko, M, Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Da~rah, Edisi Pertari1a, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002. Sidik, Machfud dkk, Dana Alokasi Umum (Konsep, Hambatan dan Prosepek di Era Otonomi Daerah), Cetakan Pertama, Penerbit Buku Kompas, Jaka:i:a, 2002 Saaty, Thomas L, Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin, !PPM dan PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993.
Soelarno, Slamet, Administrasi Pendapat;:m Daerah (Dalam Aplikasi), Tanpa Penerbit, Jakarta, 1990. The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia (jilid 3), Gunung Agung, Jakarta, 1968 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 25 Ta:1un 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah
Palemban~
Pet·hnnbuhar. Ekon:}mi Koln Tahun 1987- 2001 ('Yo)
i..APANGAN USAHA 1 PERTAN IAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. P~;;temakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan Tanpa Migas c. PenQQalian
2
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1994
7.79
13.69
7.55
19.99
3.41
13.60
7.04
0.15
7.78
10.94
7.21
. 21.47
3.42
8.14
5.42
(17.39)
-
-
-
-
-
-
-
-
2.62
7.17
4.92
6.04
3.43
10.84
8.54
16.82
-
-
-
-
-
-
-
-
12.55
38.49
3.38
25.88
7.82
7.30
-
-
-
-
-
-
-
-
20.13
33.51
-
-
-
-
-
1.39 5.94
(1.23) 2.07
2133 (9.91)
(0.22)
(7.98) (1.24)
14 46
1.00
11.63
11.88 0.82
-
-
-
-
-
-
-
AIRMINUM a. Listrik b. Gas c. Air Minum
17.74
13.35
8.85
29.28
20.52
14.34
-
-
-
-I
-
-
-
-
-
-
-
5 BANGUNAN
6.42
8.28
5.02
6.56
4.44
(2.32)
5.87
11.36
s-
INDUSTRI PENGOLAHAN a. lndustri Migas b. lndustri Tanpa Migas
4
6
-
-
10.94 I (0.57) 16.91
-
8.01
8.28 9.62
-
-
-
3.62
5.33
8.10
8.72
6.21
7.43
8.65
-
-
-
-
10.02 1i.J.8fl
-
-
-
PERD., HOTEL & RESTORAN ----a. Perd. Besar dan Eceran b. Hotel
_1.96j
-I
-
-
-
-
-
-
10.82
<1.92
15.78
9.68
14.80
11.22
-
-
-
-
-
-
-
6.53
7.36
9.77
31.29
(2.25)
5.79
32.09
-
-
-
-
-
-
-
4.46
5.C4
7.27 5.82
6.47 5.21
3.25 3.28
3.70 4 17
2.77 1.31 6.24
14.93 1.28
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan b. Komunikasi
8
-
-
LISTRIK, GAS &
c. Restoran
7
-
KEU. PERSEWAAN DAN JASA PERL'SAHAAN
9 JASA-JASA
6.31
11.37 10.64 17.81-
9.87
a. Pemerintahan Umum
3.80
4.20
8.16 6.99
b. Swasta
6.30
7.34
11.28
10.97
9.55
3.19
2.60
JUMLAH (DENGAN MIGAS)
3.77
1.47
5.20
8.61
1.03
9.96
11.55
9.42
3.38
1.36
8.12
9.80
1.35
9.73
13.07
10.69
JUMLAH (TANPA MIGAS)
Sumber : Badan Pusat StatJstJk Kota Palembang
Pet·t::mbuhan Ekonon;i h.ota Tahun 1987-2001 ('Yo)
Lunpit·an I
1995
1997
1996
6.47 5.45
6.23 4.78
3.54
1.94 5.95
(G.43'
2000
1999
1998
?alemba~~g
1.50 2.10
6.75 1.51
RATA-RATA PERTUMBUHAN 6.74 1.50 4.56 2.07
2001
-
-
-
-
-
-
-
-
5.38
5.73
4.37
(8.00)
7.57
1.36
-
-
-
8.78
8.28
6.63
8.55
10.82
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.99 2.21 17.75
10.24 3.22 12.93
6.03 (5.14) 9.93
(5.76) 0.70 (7.71)
3.44 19.93 (1.99)
2.41 5.72 1.07
2.00 3.71 1.28
4.21 4.21 3.34
9.20 10.56
10.06 11.10
7.08
14.66
(0.76'
21.54
6 07 8.12
7.85 8.12
12.42 5.37
-
-
-
-
-
4.18
11.07 12.20 6.67
5.77
40.93
(6.25)
(2.00)
6.66
3.97
13.92
12.88
7.67
(31.03)
(11.86)
5.78
2.41
3.51
9.93 10.10 7.88 8.27
9.00 9.09 5.27 8.42
5.40 5.22 3.13 7.58
(2.40) (1.67) (8.87) (9.53)
11.82 (2.02) 10.16
8.01 8.53 0.21 2.65
8.09 8.58 0.21
6.59 4.17 1.38
2.65
2.10
8.78 8.44 11.53
9.72 7.91 24.32
5.76 3.79
12.10 0.94
16.77 4.66
10.88 4.82
7.72 10.08
19.46
(33.05) (42.38) 23.54
43.69
40.86
19.83
13.40
5.05
3.01
1.1 ~
5.61
-
'
-
I
I
1.39
5 ?.1
-
-
-
1.11
1.11
12.96
----11.59
-
3.93
(20.20)
_(4.64}
(4.57)
-
-
-
-
-
-
2.69 1.34
2.76 1.86
2.44 1.80
(1.58) (4.33)
2.64 1.33
3.28 1.35
3.45 2.34
5.73
4 70
3.80
(1.54) (2.97) 1.44
3.86
5.04
6.68
5.91
9.56 10.39
8.44
5.41
(11.43) (12.51)
4.59
5.23 5.18
4.9C 5.14
5.61
8.99
6.46
3.02
2
-
5. ~9
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
KUESIONER AHP (The Analytic Hierarchi Process) BAGI RESPONDEN EKSPERT ATAS PERUMUSAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAti (PAD) KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN
1.
Penjelasan Singkat Penelitian a.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perscpsi atau penilaian
responden yang
dianggap ekspert atas perumusan
kebijakan untuk meningkatkan penerimaan PAD Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan b.
Kegunaan penelitian adalah untuk dalam
menyelesaikan
:neleng!~api
pendidikan
pada
salah satu syarat
Program
Magister
Perencanaan di3n Kebijakan Publik Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan dalam upaya meningkatka:1 penerimaan PAD
c.
Persepsi atau
penilaian responden atas
el~men-elem~n
yang
mempenyaruhi proses peng3mbilan keputusan be:rasal dari orangorang yang dianggap ekspert, mengerti akan suatu permasalahan dan
memiliki
kepentingan
terhadap
masalah
tersehut.
Sehubungan dengan perumusan kebijakan peningkatan PAD Kota Palembang, maka yang dijadikan responden adalah DPRD, Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang, Bappeda Kota Palembang, Pengusaha dan kalangan d.
C~kademisi.
Mengingat pentingnya masukan dari Bapak/Ibu, mohon kiranya dapat memberikan
penilaian
dalam
kuesioner berikut.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan Bapak/IbL1 maka penulisan tesis ini tidak dapat terwujud. e.
Karena sifatnya penelitian. maka segala masukan yang Bapak/Ibu berikan akan dijamin kerahasiannya.
2.
Data Responden Ekspert •
Nama
•
Instansi
•
Alamat & No.Telp
•
Tanggal pengisian
3
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
3.
Prinsip Dasar dan Petunjuk Pengisian Kuesioner AHP
3.1. Prinsip Dasar AHP
AHP adalah suatu metode pengambilan keputusan, bentuknya sederhana,
fleksibel
dan
berdaya
guna
mendukung suatu proses pengambilan
besar
kep~,.;tusan
(powerful!)
untuk
yang multi criteria,
multi tujuan, dan penuh dengan situasi kompleks. Ciri utama proses AHP ad~lah
dengan memecah suatu masalah yang
kompleks dan tidak
terstruktur ke dalam kelompok-kelompok, kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Input utama
model
AHP
adalah
persepsi
atau
penilaian
manusia. Sedangkan inti dari proses AHP adalah membandingkan tingkat prioritas beberapa elemen atau variabel pada suatu level atau tingkatan dari suatu susunan hirarki. Hasil dari proses perban1ingan i:ersebut,
setia~
elemen diberi bobot secara numerik sehingga variabel yang mendapat prioritas tertinggi dalam akhir proses analisis akan menjadi pilihan yang terbaik. Hirarki pemilihan kebijakar. peningkatan PAD Kota Palembang, terdiri atas focus,
sasaran,
kendala, actor (pelaku)
dan kebijakan-
kebijakan yang akan ditempuh, sebagai berikut :
4
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang ·-
Level 0 Fokus
Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD Kota Palembang
I Level 1 Sa saran
Level 2 Kendal a PAD
Penyediaan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat
Meningkatkan keleluasaan Pemda dalam merencanakan Program-program Pembangunan di Daerah
I
I
r-1
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yan~ menjadi kewenangan Daerah, sehingga kuran, potensi<'' terhadao Pen;ngkatan PAD
Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum Berjalan
1
Rendahnya motivasi dan Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah
Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah b~lum
memadai
i
Level 3 Aktor/ Pelaku
I
I Level 4 Kebijakan
I
!
Dinas Pendapatan Daerah
Memperluas jenis pajak daerah dan retril)usi daerah
I
I
I
Akademisi
i
I DPRD
I
Pengusaha
I
I
Pelaksanaan
Sosialisasi untuk IV!eningkatkan Kesadaran dan Motivasi Masyarakat dalam Membayar Pajak & Retribusi uaerah
Mekanis~e
Pengawasan dan Sanksi terhadap Subjek Pajak
I
Bappeda Kota Palembang
I
I
Memperbaiki Sistem manajemen Pendapatan Asll Daerah
5
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
3.2. Petunjuk Pengisian Kuesioner AHP a. Penilaian Uudgement) terhadap elemen-elemen dari setiap level hirarki
didasarkan
atas
bobot
prioritas
atau
kepentingannya .
. Penilaian responden dinyatakan secara numerik (skala 1 hingga 9), dengan definisi verbal sebagai berikut: Skala Perbandingan (numerik) 1
3
Definisi Verbal Sarna penting (equal importancel Sedikit lebih penting (moderate importance)
Keterangan Dua elemen menyumbang sama ii besar terhadap tujuan i Pengalaman dan judgement I agak menyukai sebuah elemen l i dibandingkan yang lainnya Pengalaman dan judgement i lebih kuat menyukai sebuah elemen dibandingkan yang lainnya ! Sebuah elemen sangat kuat lebih disukai dan dominasinya ter:ihat nyata dalam keadaan yang ::;ebenarnya dibandingkan ' I
I
5
Lebih penting (essential/strong importance)
7
Sangat lebih penting (very strong importance)
~ ~------
I
9
2,4,6 dan 8
----
-----
Mutlak sangat penting (extreme importi1nce)
Merupakan nilai intermediate antara dua judgement yang peringkatnya berdekatan
lainnya
--
kta bahwa sebuah elemen leb1h disukai daripada elemen lainnya berada pada kemungkinan yang tertinggi Bila kompromi diperll!kan antara : dua penilaian. Artinya jika raguragu memilih skala. Misal antara 7 dan 9, maka nilai antara dapat , digunakan
b. Proses penilaian kepentingan relative antara dua elemen tersebut, berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan elemen j, maka elemen j harus sama dengan
1/3 kali lebih penting dibandingkan elemen i.
c. Jika elemen pada kolom sebelah kiri (kolom 1) lebih penting dibandingkan elemen pada kolom sebelah kanan (kolom 2), maka nilai perbandingan ditulis pada belahan sebelah kiri; dan jika sebaliknya maka ditulis pada sebelah kanan (lihat contoh di halaman berikutnya).
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
DAFTAR KUESIONER Berikan tanda silang (X) persepsi atau penilaian Bapak/Ibu atas pertanyaan-perta nyaan di bawah ini dengan berpedoman pada petunjuk pengisian angket kuesioner di atas. Contoh: Berkaitan dengan tujuan utama yaitu peningk:~tan penerimaan PAD Kota Palembar,g Provinsi Sumatera Selatan, maka sasaran apa yang lebih penting untuk diprioritaskan? (Bandingkan elemen-elemen sasaran pada kolom 1 dengan elemen-elemen sasaran di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I Meningkatkan keleluasaan Pemerintah Daerah dalam merencanakan program-program pembanqunan di daerah Meningkatkan keleluasaan Pemerintah Daerah dulam merencanakan program-program pembangunan di daerah Menlngkatkan keleluasaan Pemerintah Daerah dalam merencanakan program-program PE.:mbanqunan di daerah
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3 -4
5
6
7
8
-
9
KOLOM 2 Penyediaan dan peningkatan kualltas pelayanan publik kepada masyarakat
X
Penyedlaan dan peningkatan kualltas pelayanan publik kepada masyarakat
X
·--
X
Penyediaan dan peningkatan kualltas pelayanan publik kepada masyal"akat
1) Jika jawaban yang diprioritaskan adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan programprogram pembangunan di daerah sama pentingnya dengan penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, maka tanda silang (X) diletakkan pada kolom angka 1. 2) )ika jawaban yang diprioritaskan adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan programprogram pembangunan di daerah 5 kali lebih penting d1bandingkan penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masya1·akat, maka tanda silang (X) diletakkon pada kolom angka 5 belahan sebelah kiri. 3) Jika jawaban yang diprioritaskan adalah meningkatkan penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat 7 kali relative s~ngat penting dibandingkan meningkatkan kele~uasaan pemerintah daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah, maka tanda c;ilang (X) diletakkan pada kolom angka 7 belahan sebelah kanan.
7
Lamplran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
LEMBAR PERTANYAAN 1. Berkaitan dengan tujuan utama yaitu meningkatkan penerirnaan PAD Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan, maka sasaran apa yang ·lel:>ih penting untuk diprioritaskan? (Bandingkan elemen-elemen sasaran pada kolom 1 dengan elemen-elemen sasaran di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I Meningkatkan Pemerin~ah
Daerah
7
8
9
-
6
-
5
4 _]__ r--2
keleluasaan dalam
1
f---·
merencanakan program-prog~am pembangunan di daerah
·-
IT
5
~
-
7
6
8
9
KOLOM 2 Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat
2. Untuk mencapai sasaran yakni meningkatkan keleluasaan Perneri.ntall Daerah dalarn _merencanakan program-program pembangunan di daerah. maka faktor kendala apa yang lebih penting untuk diperhatikan ? (Bandingkan elemen-elemen kendala pada kolom 1 dengcn elemen-elemen kendala di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I Rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daeruh, sehingga kurang potensial terhadap penlnokatan penerimaan PAD Rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadl kewenangan daerah, sehingga kurang potenslal terhadap penlngkatan penerimaan PAD Rendahnya basis pajak dan retribusl yang menjadi kewenangan daerah, sehingga kurang potcnsial terhadap peningkatan penerimaan PAD Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi huk~.:man tcrhadap subiek pajak belum berialan Mekanlsme pengawasan dan pemberian sanksi hukuman terhadap subiek pajak belum berialan Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
I
6
7
8
9
KOLOM 2 Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi hukuman terhadap subjek pajak bel urn berjalan Rendahnya motivasl dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusl daerah
--- r--
Sistem manajemen memadai
PAD
bel urn
Rendahnya motlvasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak d.::~n retribusl daerah Slstem manajemen PAD bel urn memadai Sistem manajemen memadai -·
PAD
belum
-
8
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
3. Untuk mencapai sasaran yakni penyediaan dan per.ingkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. maka fakor kendala apa yang lebih penting untuk diperhatikan ? (Bandingkan. elemen-elemen kendala pad a kolom 1 dengan elemen-elemen kendala di baris yang sam a pad a kolom 2) KOLOM I pajak dan Rendahnya basis retribusi yang menjadi kewenangan daerah, sehingga kurang potensial terhadap peningkatan p~nerimaan PAD Rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah, sehingga kurang potensial terhada,) peningkatan penerimaar. PAD Rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah, sehingga kurang p'Jtensial terhadap peningkatan penerimaan PAD Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi hukuman terhadap subjek pajak belum berjalan Mekanisme pengawasan dan pemberian sa11ksi hukuman terhadap subjek pajak belum beri<1lan Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat unt~:k membayar pcjak dan retribusi daerah
9
817
6
5
4
3
2 _!___ 2
3
4
5
6
7
8
9
KOLOM 2 Mekanlsme pengawasan dan pemberian sanksi hukuman terhadap subjek paj<Jk belum berjalan
-
Rendahnya motivasl dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah
:
Sistem man
PAD
belum
Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah ··-
I
--
Sistem manajemen memadai
PAD
belum
Sistem manajemen memadai
PAD
be tum
-
9
Lampiran 2 : Kuesioner Responden·dengan Metode AHP
4. Untuk mengatasi kendala rendahnya basis pajak dan retribu;;i yang menjadi kewenangan daerah. sehingga kurang potensial terhadap peningkatan penerimaan PAD, maka pelaku atau aktor mana yang lebih penting untuk diperhatikan? (Bandingkan elemen-E:Iemen pelaku pada kolom 1 dengan elemen-elemen pelaku di baris yang sama pada kolom 2) r----·
-
KOLOM I
9
8
7
6
5
4
3
2
Dinas Pendapatan Daerah
1
2
----
3__ --·4 5 ·- f---
Dlnas Pendapatan Daerah Dinas Pendapatar. Daerah
---,..--·
~-
6
7
8
9
KOLOM 2 Kalangan akademisl DPRD
-
Pengusaha -
Dinas Pendapatan Daerah
Bappeda Kota Palembang
Kalangan akademisi
DPRD
Kalangan akademisi
Pengusaha
Kalangan akademisi
--
Bappeda Kota Palembang
--
DPRD
Pengusaha
·-.
DPRD
Bappeda Kota Palembang
--
Pengusaha
Bappeda Kota Palembang
-
10
Lamplran 2 : Kuesloner Responden dengan Metode AHP
5. Untuk mengatasi kendala mekanisme penqawasan dun pemberinn sanksi hukuman terhadap subjek pajak belum berjalan, maka pelaku atau aktor mana yang lebih penting untuk diperhatikan? (Bandingkan elemen-elemen pelaku pada kolom 1 denga!l elemen-elemen pelaku di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I Dinas Pendapatan Daerah
9
8
7
6
5
4
3
2
1 ~-4 ~---
5
-;---
6
7
8
9
KOLOM 2 Kalangan akademlsi
I
I
Dinas Pendapatan Daerah
DPRD
-
Dinas Pendapatan Daerah
Pengusaha
Dinas Pendapatan Daerah
Bappeda Kota Palembang
Kalangan akademisi
DPRD
Kalangan akademisi
Pengusaha
Kalangan akademisi
Bappeda Kota Palembang
DPRD
i
-- -
DPRD Pengusaha
--
~--
Pengusaha
--
Bappeda Kota Palembang
- -
Bappeda Kota Palembang !
11
Lampiran 2 : Kueslcner Responden dengan Metode AHP
6. Untuk mengatasi kendala rendahnya motivasi dan kesadaran m~akat untuk membayar pajak dan retribusi daerah, maka pelaku atau aktor mana yang lebih penting untuk diperhatikan? (Bandingkan elemen-elemen pelaku pada kolom 1 dengan elemen-elemen pelaku dl barls yang sama JJada kolom 2) KOLOM I
9
8
7
6
5
I
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KOLOM 2.
Dinas Pendapatan Daerah
Kalangan akademisl
Dinas Pendapatan Daerah
DPRD
Dinas Pendapatan Daerah
Pengusaha
Dinas Pendapatan Daerah Kalangan akademlsi
Bappeda Kota Palembang r---
--·
------- ----- ----· ----- --- f-----
r--- r-- - DPRD
--
------------
Pengusaha
Kalangan akademisi
-
Kalangan akademisi DPRD
--- r--- -
--
Bappeda Kota Palembang Pengusaha
DPRD
Bappeda Kota Palembang
Pengusaha
Bappeda Kota Palembang
1
12
Lamplran 2 : Kuesloner Responden dengan Metode AHP
7. Untuk mengatasi kendala sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum memadai. .maka pelaku atdu aktor maf"la yang lebih penting untuk diperhatikan? (Bandingkan elemen-elemen pelaku pada kolom 1 denga11 elemen-elemen pelaku di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I
9
8
7
6
5
4
3
-
1
L
Dlnas Pendapatan Daerah
2
3
5
4
6
7
8
9
I
DPRD
·- --
Dinas Pendapatan Daerah
Pengusaha
Dinas Pendar)atan Daerah
Bappeda Kota Palembang f--- -----
--···
-----
-· .
-- --- ------- 1-··- · - · ------
---- ---------------- ------DPRD
-----·
----
Pengusaha
Kalangan akademisi
-
Kalangan akademisi
Bappeda Kota Palembang Pengusaha
DPRD
-
DPRD Pengusaha
KOLOM 2
Kalangan akademlsl
Dinas Pendapatan Daerah
Kalangan akademlsl
-
-
Bappeda Kota Palembang
f-
Bappeda Kota Palembang .
-.
---
13
Lampiran 2 : Kuesioner Responden der.gan Metode AHP
8. Bagi Dinas Pendaptan Daerah sebagai pelaku yang ikut berperan dalam upaya mencapai tujuan utama yakni meninqkatkan penerimaan PAD Ko~embanq, maka kebijakan mana yang lebih penting untuk diprioritaskan? Bandingkan elemen-elemen kebijakan pada kolom 1 dengan elem.~n-elemen kebijakan di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Memperluas jenls pajak daerah dan retribusi daerah
2
3
4
5
6
7
8
9
KOLOM 2 Pelaksanaan mekanlsme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak
-
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusl dae1 ah
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
Memperbalkl sltem manajemen PAD
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak
Soslallsasl untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retrlbusi daerah
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat membayar dalam pajak dan retribusi daerah
-
1-·
Memperba1ki sitem manajemen PAD
I Memperbaiki sitem manajemen PAD !
I
14
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
9. Bagi kalangan akademisi sebagai pelaku yang ikut berperan dalam upaya mencapai tujuan utama yakni meningkatkan penerjmaan PAD Kota Palembang, maka kebijakan mana yang lebih pentlng untuk diprioritaskan? (Bandlngkan elemen-elemen kebljakan pada kolom 1 de11gar. elemen-elemen kebljakan dl baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I Memperluas jenis retribusi daerah
p:~jak
9
8
7
6
5
4
3
2
daerah dan
1
2
4 3 --
5
6
7
8
9 ---
KOLOM 2
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan san~si hukuman terhadap subjek pajak
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
Sosialisasl untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusl daerah
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
Memperbaiki sitem mailajemen PAD
--
r--Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi h:..~kuman terhadap subjek pi'ljak
Sosialisasi
untuk meningkatkan dan motivasi masyarakat rr.embJyar dalam pajak dan retribusi daerah kesadar:~n
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukurnan terhadap subjek pajak
Memperbaikl sitem manajemen PAD
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran motivasi dan masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah
Memperbaiki sitem manajemen PAD
-
-'----~-
15
Lampiran 2 : Kuesloner Responden dengan Metode AHP
10.Bagi DPRD sebagai pelaku yang ikut berperan dalam upaya mencapai tujuan utama yakni meninqkatkan penerimaan PAD Kota Palembanq. maka kebijakan mana yang lebih pentirg untuk diprioritaskan? (Bandingkan elernen-elemen kebijakan pada kolom 1 dengan elemen-elemen kebijakan di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
9
8
7
6
5
4
2
3
2
3__ 4
I --
Memperluas jenis pajak daerah dan ~etribusi daerah
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusl daerah
.L
--r
·--- -
5
6
7
8
9
KOLOM 2 Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak ' -Soslalisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motlvasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah Memperbaiki sitem manajemen PAD
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak
meningkatkan Sosiallsasi untuk kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah
mekanisme Pelaksanaan pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak
Memperbaiki sitem r1anajemen PAD
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi membayar masyarakat dalam pajak dan retribusi daerah
Memperbaiki sitem manajemen PAD
--
16
Lampiran 2 : Kuesloner Responden dengan Metode AHP
11. Bagi pengusaha sebagai pelaku yang ikut berperan dalam upaya mencapai tujuan utama yakni meningkatkan penerimaan PAD Kota Palembang. maka kebijakan mana yang lebih penting unluk diprioritaskan? (Bandingkan elemcn-elemen kebijakan pada kolom 1 dengan elemen-elemen kebijakan di baris yang sama pada~ kolom 2) r-
KOLOM l
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
9
8
7
6
5
4
3
2- 1
2
3
4
5
6
7
8
-
9
KOLOM 2 Pelaksanaan mekanlsme pengawasan dan sanksl huk..Jman terhadap subjek pajak
r-- ~- ---
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak d"3n retribusi daerah
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah
Memperbaiki sitem manajemen PAD
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sC'nksi i1ukuman terhadap subjek pajak
Sosialisasi untuk meni ng katka n kesadaran dan motivasi masyarakat dalam pajak membayar dan retribusi daerah
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak
Memperbaiki sitem manajemen PAD
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran motivasi dan membayar masyarakat dalam pajak dan retribusi daerah
Memperbaiki sitem manajemen PAD
I
17
Lamplran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
11. Bagi pengusaha sebaga: pelaku yang ikut berperan dai;Jm upaya mencapai tuj:.Jan utama yakni meningkatkan penerirnaan PAD Kota Palembcng. maka kebijakan mana yang lebih penting untuk diprioritaskan? (Bandingkan elemen-elemen kebijakan pada kolom 1 dengan elemen-elemen kebijakan di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I
9
8
7
6
5
4
3
2
Memperluas jenis pajak daerah ddn retribusi daerah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KOLOM 2
Pelaksanaan mekanlsme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak _j r-- - - - - untuk Sosialisasl meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam r.1embayar pajak dan retrlbusi daerah
Memperluas jenis pajak daerah dan retrlbusi daerah
Memperluas jenis pajak daerah dan retrlbusi daerah
Memperbaiki sitem manajemen PAD
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak
Soslallsasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retrlbusi daerah . -t-
mekanisme Pelaksanaan pengav•asan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak Sosialisasi untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran membayar dalam masyarakat pajak dan retribusi daerah
Memperbaiki sitem manajemen PAD
· -1-
I
_l
Memperbaikl sitem manajemen PAD
-
18
Lampiran 2 : Kuesioner Responden dengan Metode AHP
12.Bagi Bappeda Kota Palembang sebagai pelaku yang ikut berperan dalam upaya mencapai tujuan utama yakni meningkatkan penerimaan PAD Kota Palembang. maka kebijakan mana yang lebih penting untuk diprioritaskan? (Bandingkan·ele men-elemen kebijakan pada kolom 1 dengan elemen-elemen kebijakan di baris yang sama pada kolom 2) KOLOM I
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah Memperluas jenls pajak daerah dan retrlbusi daerah
Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah mekanisme Pelaksanaan pengawasan dan sanksi hukuman terhatlap subjek pajak
KOLOM 2 Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pJjak
-+--
·----· ---- -----
.
---- - - ---- --- -
I
r---
-
---- r---
~------·
------·-
untuk Soslalisasl meningkatkan kesadaran dan motlvasl masyarakat dalam pajak membayar a an retrlbusl daerah Memperbalkl sltem manajemen PAD
untuk meningkatkan Soslalisasi kesadaran dan motivasl masyarakat dan dalam membayar :. pajak retribusi Gaerah
mekanisme Pelaksanaan pengawasan dan sanksi hukuman terhadap subjek pajak
Memperbaiki sitem manajemen PAD
Sosialisasi untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran membayar dalam masyarakat pajak dan retribusi daerah
Memperbaiki sitem manajemen PAD
I I 1
I
19
PRIORITIES WITH RESPECT TO GOAL TO Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang lliA fAN
:Meningkatkan keleluasaan Pemda dalam merenc.program pemb.caerah :~enyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masy.
~A
XXXXXXXXXXXXXXXXX
'
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx~xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx:
~
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO RENCANA < GOAL BASIS
s SI VASI EM
SANKS I 1.0
MOTIVASI 1.0 2.0
SISTEM 1.0 1.0 1.0
x entry indicates that ROW element is 7 VERY STRONGLY 5 STRONGLY ~ MODERATELY QUALLY IMPORTANT than COLUMN element nless enclosed in parenthesis.
9 EXTREMELY
:Rendahnya basis pajak & retribusi yg menjd wewenang daerah :Mekanisme pengawaE:an & sanksi terhadap subjek pjk belum berjalan I ASI :Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat :Sistem manajemen PAD belum memadai M
:~xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx:r.xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
I
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXY.XXXXXXX~
ASI XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX M
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO = 0.022
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO LAYANAN < GOAL BASIS liS
KSI IVASI TEM
1
1
SANKS I 1.0
MOTIV~SI
(2.0) 1.0
SISTEM 1.0 1.0 1.0
ix entry indicates that ROW element is EQUALLY 3 MODERATELY 5 STRONGLY 7 VERY STRONGLY IMPORTANT than COLUMN element unless enclosed in parenthesis.
9 EXTREMELY
s
:Rendahnya basis pajak & retribusi yg menjd wewenang daerah SI :Mekanisme pengawasan & sanksi terhadap subjek pjk belum berjalan V'ASI :Rcr.dahnya motivasi dan kesadaran masyarakat EM :Sistem manajemen PAD belum memadai
0
s 6
SI
xxxxxxxxxxxxxx~xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx~~xxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
8
VASI
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx~
6 EM
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO
=
0.022
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO BASIS < RENCANA < GOAL ~ENDA
DISPENDA
AKADEMI 2.0
EMI
DPRD 1.0 (3.0)
USAHA
BAPPEDA
3.0 1.0 4.0
3.0 1.0 5.0
(2.0) indicates that ROW element is QUALLY 3 MODERATELY 5 STRONGLY 7 VERY STRONGLY !IMPORTANT than COLUMN element 'nless enclosed in parenthesis.
it 'DA
:Dinas Pendapatan Daerah :Kalangan Akademisi :DPRD :Pengusaha :Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
9 EXTREMELY
Kota Palembang
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx~
xxxxxxxxxxxxxxxx ~DA
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY
P~TIO
= 0.027
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO SANKS! < RENCANA < GOAL DISPENDA ~ENDA
~MI
AKADEMI 5. 0
-DPRD
US AHA
BAPPEDA
2.0 (4.0)
2.0 1.0 2.0
4.0 1.0 3.0 2.0
)
JA
,EDA
f lx entry indicates that ROW element is
'~UALLY
3 MODERATELY 5 STRONGLY ;IMPORTANT than COLUMN element ~less enclosed in parenthesis.
7 VERY STRONGLY
NDA :Dinas Pendapatan Daerah ~I :Kalangan Akademisi :DPRD :Pengusaha DA :Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
9 EXTREMELY
Kota Palembang
~DA
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXAXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
~I
XXXXXAXXXXXXXXXX
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx XXXXXXXXXXXXXXXX}:XXXXXXXX DA
XXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO = 0.026
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO MOTIVASI < RENCANA < GOAL DISPENDA fSPENDA
AKADEMI
DPRD 2.0
4.0
(3.0)
5&::
US AHA 1.0 (2.0) 1.0
BAPPEDA 4.0 (2.0) 2.0 3.0
I
l~rix entry indicates that ROW element is
:l EQUALLY 3 MODERATELY 5 STRONGLY 1te IMPORTANT than COLUMN element
i
7 VERY STRONGLY
9 EXTREMELY
unless enclosed in parenthesis.
I
fPENDA :Dinas Pendapatan Daerah i.DEMI :Kalangan Akademisi :DPRD :Pengusaha :Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
~DA
Kota Palembang
t46 ~PFNDA !
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
,82 ~DEMI
XXXXXXXXXXXXXXXX
~14 ~
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
252
NRA
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
1.07 PPEDA
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO = 0.030
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO SISTEM < RENCANA < GOAL DISPENDA II:SPENDA ; lADEI-!I f'RD
AKADEMI
DPRD
USAHA
3.0
5.0 1.0
5.0
BAPPEDA 4.0 1.0 1.0 (3.0)
2.0 3.0
II AHA
!~PPEDA
l:rix entry indicates that ROW element is :. EQUALLY 3 MODERATELY 5 STRONGLY 7 VERY STRONGLY 1:~ IMPOR'I'Al'~T than COLUMN element unless enclosed in parenthesis. ;PENDA :Dinas Pendapatan Daerah ;IDEM I :Kalangan Akademisi :DPRD I~ :Pengusaha iUiA •PEDA :Badan Perencanaan Pembangunan ryaerah
9 EXTREMELY
Kota Palembang
>01
)PENDA
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX~~XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX}
.43
illEMI
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.43
m
t65
iliA
XXxXXXXXXXXXXXXXXXXX
xxxxxxxxx
l48
?PEDA
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO
= 0.025
JUDGMENTS AND PRIORITIE S WITH RESPECT TO DISPENDA < BASIS < RENCANA < GOAL PAJAK
!ilK rGAWAS lAL AJ
PENGAWAS 2.0
SOSIAL 1.0 1.0
MANAJ 1.0 1.0 1.0
ix entry indicates that ROW elemtnt is
EQUALLY 3 MODERATELY 5 STRONGLY IMPORTANT than COLUMN element unless enclosed in parenthes is.
7 VERY STRONGLY
9 EXTREMELY
[( :Memperlu as jenis pajak daerah dan retribusi daerah lWAS :Pelaksan aan mek. pengawasa n & pemberian sanksi thd subjek pajak :Sosialis asi untuk meningkat kan kesadaran dan motivasi masy. :Memperb aiki sistem manajemen PAD J
"L
18
,K
XXXX:{XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX:XXXXXXXJCXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX:X
.0
:AWAS XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX 6
AL 6
J
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx INCONSISTENCY RATIO = 0.022
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO AKADEMI < 9ASIS < RENCANA < GOAL PAJAK .JAK
NGAWAS SIAL NAJ
PENGAWAS 3.0
SOSIAL 1.0 1.0
MANAJ
(2.0) ( 3. 0)
1.0
rix entry indicates that ROW elemeP-t is EQUALLY 3 MODERATELY 5 STRONGLY 7 VERY STRONGLY e IMPORTANT than COLUMN element unless enclosed in parenthesis.
9 EXTREMELY
AK :Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah GAWAS :Pelaksanaan mek. pengawasan & pemberian sanksi thd subjek paja IAL :Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masy. AJ :Memperbaiki sistem manajemen PAD
60 xxxx~xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
39
'GAWAS XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX 3'i
IAL
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
65
AJ
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO
= 0.080
JUDGMENTS AND PRIORI TIES WITH RESPECT TO < RENCANA < GOAL < BASIS DPRD PAJAK '.JAK ::NGAWAS tSIAL ,.NAJ
PENGAWAS 2.0
SOSIAL 2.0 1.0
MANAJ 2.0 (2.0) 1.0
;rix entry indica tes that ROW elemen t is 7 VERY STRONGLY 5 STRONGLY 3 MODERATELY . EQUALLY ·e PREFERABLE than COLUMN elemen t unless enclos ed in parent hesis.
9 EXTREMELY
jenis pajak daerah dan retrib usi dasrah :Memp erluas fGAWAS :Pelak sanaan mek. pengaw asan & pember ian sanksi thd subjek pajc :Sosia lisasi untuk mening katkan kesada ran dan motiva si masy. :IAL :Memp erbaiki sistem manaje men PAD rAJ iAK
195
fAK
XXXXXXY.XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX)
.68
iGAWAS XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
L98
>IAL ~39
~AJ
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx INCONSISTENCY RATIO = 0.022
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO USAHA < BASIS < RENCANA < GOAL SOSIAL >SIAL lliGAWAS \NAJ iWAK
PENGAWAS
MANAJ
PAJAK
2.0
2.0 2.0
1.0
2.0
3.0
:rix entry indicates that ROW element is L EQUALLY 3 MODERATELY 5 STRONGLY 7 VERY STRONGLY ~e IMPORTANT than COLUMN element unless enclosed in parenthesis.
9 EXTREMELY
:Memperluas jenis pajak daerah dan ~etribusi daerah fGAWAS :Pelaksanaan mek. pengawasan & pemberian sanksi thd subjek paja ;IAL :Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masy. fAJ :Memperbaiki sistem manajemen PAD rAK
'376
3ILL
XXAXXXXAXX~XXXXXXXAAXXXXXXXXAXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX~
241
iGAWAS XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX 231 ~AJ
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
152 JAK
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO = 0.119
JUDGMENTS AND PRIORITIES WITH RESPECT TO BAPPEDA < BASIS < RENCANA < GOAL PAJAK JAK NGAWAS SIAL NAJ
PENGAWAS
SOSIAL
4.0
4.0 1.0
MANAJ 4.0
(3.0) 1.0
rix entry indicates that ROW element is 7 VERY STRONGLY EQUALLY 3 MODERATELi 5 STRONGLY e IMPORTANT than COLUMN element unless enclosed in oarenthesis.
9 EXTREMELY
jenis pajak daerah dan retribusi daerah :Memperluas AK GAWAS :Pelaksanaan mek. pengawasan & pemberian sanksi thd subjek paja :Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masy. IAL :Memperbaiki sistem manajemen PAD AJ
59 :AK
XY.XXXXXXXXXAXXXXXXXXAXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXAXXAXXXXXXXXXXXxXX
09 GAWAS XXXXXXXXXXXXX 40
,JAL
XXXXXXXXXXXXXXXXX
92 fAJ
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX INCONSISTENCY RATIO
= 0.057
Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang TALLY FOR SYNTHESIS OF LEAF NODES WITH RESPECT TO GOAL
IEL
LEVEL 3
LEVEL 2
1
LEVEL 4
LEVEL 5
~--1
ANAN
=0.800
MOTIVASI =0.238 DISPENDA =0.048
AKADEMI
DPRD
US AHA
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.012 =0.012 =0.012 =0.012
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.01?. =0.012 =0.012 =0.01?.
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.012 =0.012 =0.012 =0.012
=0.048
=0.048
=0.048 =0.012 PAJAK PENGAWAS =0.012 =0.012 SOSIAL
BAPPEDA
SANKS!
~NAJ
=0.012
PAJAK PENGAT\f."\S SOSIAL MANAJ
=0.012 =0.012 =0.012 =0.012
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
=0.048
=0.197
DISPENDA =-=0.039
AKADEMI
DPRD
USAHA
BAPPEDA
=0.039
=0.039
=0.039
=0.039
PAJAK =0.010 PENGAWAS =0.010 SOSIAL =0.010
Hirarki Pemilihan Kebijakan Feningkatan PAD Kota Palembang TALLY FOR SYNTHESIS OF LEAF NODES WITH RESPECT TO GOAL rEL 1
LEVEL 2
SISTEM
LEVEL 3
LEVEL 4
LEVEL 5
MANAJ
=0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.010 =0.010 =0.010 =0.010
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.008 =0.008 =0.008 =0.008
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.008 =0.008
=0.197
DISPENDA =0.039
AKADEMI
DPRD
USAHA
BAPPEDA
BASIS
=0.039
=0.039
=0.039
=0.039
=0.168
DISPENDA =0.034
AKADEMI
DPRD
USAHA
BAPPEDA
=0.034
=O.OOS =0.008
=0.034
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.008 =0.008 =0.008 =0.008
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.008 =0.008 =0.008 =0.003
=0.034
=0.034
PAJAK =0.008 PENGAW.l.S =0. 008 SOSIAL =0.008
Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota ?alembang TALLY FOR SYNTHESIS OF LEAF NODES WITH RESPECT TO GO/-.L EL 1
CANA
LEVEL 3
LEVEL 2
LEVEL 4
-------
-------
-------
=0.200 SANKS!
LEVEL 5
-------
MANAJ
=0.008
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.006 =0.006 =0.006 =0.006
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.004 =0.004 =0.004 =0.004
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.002 =0.002 =0.002 =0.002
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.001 =0.001 =0.001 =0.001
PAJAK PENGAWAS SOSI.t\L HANAJ
c-:0.001 =0.001 =0.001 =0.001
PAJAK MANAJ SOSIAL PENGAWAS
=0.007 =0.005 =0.004 =0.003
PAJAK SOSIAL MANAJ PENGAWAS
=0.004 =0.004 =0.004 =0.003
=0.060 DISPENDA =0.024
DPRD
US AHA
AKADEMI
BAPFEDA
BASIS
=0.016
=0.00~
=0.006
=0.005
=0.049 DPRD
=0.019
DISPENDA =0,015
AKADEMI
=0.006 MANAJ =0.002 PAJAK =0.001 SOSIAL =0.001 PENGAWAS.79E-03
BAPPEDA
=0.006 PAJAK =0.003 =0.001 MANAJ SOSIAL .79E-03 PENGAWAS.61E-03
USAHA
=0.004 SOSIAL =0.002 PENGAWAS =0.001
Hir~rki Pemilihan Kebijaka~ Peningkatan PAD Kota Palembang TALLY FOR SYNTHESIS OF LEAF NODES WITH RESPECT TO GOAL
IEL 1
LEVEL 2
LEVEL 3
LEVEL 4 MANAJ PAJAK
SISTEM
LEVEL 5 =0.001 .67E-03
=0.049 DISPENDA =0.025
BAPPEDA
AKADEMI
DPRD
US AHA
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.006 =0.006 =0.006 =0.006
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.002 =0.002 =0.002 =0.002
PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.002 =0.002 =0.002 =0.002
PAJAK PENGAWAS SO SIAL MANAJ
=0.002 =0.002 =0.002 =0.002
=0.007
=0.007
=0.007
=0.003 PAJAK .SOE-03 PENGAWAS.SOE-03 SO~HAL . 80E-O 3 MANAJ .SOE-03
MOTIVASI =0.042 DISPENDA =0.015 PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ USAHA
=0.004 =0.004 =0.004 =0.004
=0.011 PAJAK =0.003 PENGAWAS =o.ao3 =0.003 SO SIAL =0.003 MANAJ
DPRD
BAPPEDA
AKADEMI
=0.009 PAJAK PENGAWAS SOSIAL MANAJ
=0.002 =0.002 =0.002 =0.002
PAJAK PENGAWAS SOSIAL. MANAJ
=0.001 =0.001 =0.001 =0.001
=0.004
=0.003 PAJA!< .85E-03 PENGAWAS.85E-03
H1rarK1 Pem111nan KeblJaKan Peningkatan PAD Kota Palembang TALLY FOR SYNTHESIS OF LEAF NODES WITH RESPECT TO GOAL
:L 1
LEVEL 2
LEVEL
~
LEVEL 4 SOSIAL MANAJ
LEVEL 5 .85E-03 .85E-03
Hirarki Pemilihan Kebijakan Peningkatan PAD Kota Palembang
SYNTHESIS OF LEAF NODES WITH RESPECT TO OVERALL INCONSISTENCY INDEX
=
GOAL 0.01
o.255 xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx~xxxxxxxxxx 0.250 xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 0.249 xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx AS 0.246 XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX ====
1.000
AS
Memperbaiki sistem manajemen PAD jenis pajak daerah dan retribusi daerah Memperluas Pelaksanaan mek. pengawasan & pemberian sanksi thn ~ubjek pajak Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masy.