UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
KUSTININGSIH 1006833842
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, DESEMBER 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KANKER YANG MENGALAMI MASALAH NUTRISI DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak
KUSTININGSIH 1006833842
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, DESEMBER 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., selaku supervisor utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan, masukan, dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini; 2. Ibu Happy Hayati, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep., An., selaku supervisor yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan, masukan, dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini; 3. dr. Titis Prawitasari, Sp.A.(K)., selaku penguji karya ilmiah akhir dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberi masukan; 4. Ns. Nyimas H. Purwati, M.Kep., Sp.Kep., An, selaku penguji karya ilmiah akhir yang telah memberi masukan; 5. Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep., An., selaku penguji tesis yang telah memberi masukan; 6. Seluruh dosen dan staf Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu demi kelancaran belajar dan penyusunan tesis; 7. Ibu Yunisar Gultom, MCINsg, selaku supervisor gedung A lantai 1, kepala ruangan, perawat primer, dan perawat asosiet gedung A lantai 1 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah bekerjasama dalam pelaksanaan praktik residensi; 8. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., selaku Ketua STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta yang telah memberikan dukungan moril dan materiil untuk kelancaran belajar dan penyusunan karya ilmiah akhir; 9. Suami tercinta Sigit Yulianta dan putra tersayang Afif Aulia Rahman yang tulus memberikan doa, motivasi, dan kekuatan besar selama menempuh studi, serta penyusunan karya ilmiah akhir; vi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10. Keluarga Rembang dan keluarga Semaki, yang memberikan doa, dan dukungan selama ini; 11. Sahabat dan teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ini; 12. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan karya ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis merasa banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini, untuk itu kami mengharapkan kritik, masukan dan saran yang bersifat membangun.
Jakarta, Desember 2013
Penulis
vii
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN Karya Ilmiah Akhir, Desember 2013 Kustiningsih Aplikasi Model Adaptasi Roy Dalam Asuhan Keperawatan Pada Anak Kanker Yang Mengalami Masalah Nutrisi Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. xv + 106 halaman + 12 tabel + 2 skema + 2 lampiran Abstrak Karya Ilmiah Akhir ini merupakan gambaran kegiatan praktik Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak dengan tujuan memberikan gambaran aplikasi Model Adaptasi Roy dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak kanker dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi keperawatan dilakukan untuk meningkatkan mekanisme koping kognator dan regulator anak, sehingga mampu beradaptasi dengan masalah yang dialaminya. Evaluasi adaptasi klien dari lima kasus kelolaan bervariasi. Sebagian besar anak beradaptasi pada tingkat kompensasi, satu orang anak beradaptasi pada tingkat kompromi dan satu orang anak beradaptasi pada tingkat integritas. Kata kunci
: Model Adaptasi Roy, nutrisi, kanker anak
Daftar Pustaka : 72 (1999-2013).
ix
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
UNIVERSITY OF INDONESIA SPECIALIST PEDIATRIC NURSE PROGRAM FACULTY OF NURSING Final Assigment, Desember 2013 Kustiningsih Application of Roy Adaptation Model in nursing children with cancer and nutrition problems at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. xv + 106 pages + 12 tables + 2 scheme + 2 attachments Abstract This study describes the residency activities of child nursing specialist. The aim of the study is to describe the application of Roy Adaptation Model in nursing children with cancer and nutritional imbalance (less than the body needs). The nursing intervention was conducted to improve children's kognator and regulator coping mechanism, so they could cope with their problems. Adaptation evaluation of five clients showed varies results. Three children adapted at compensatory level, one at compromised level, and one at integrated level. Keywords : Roy Adaptation Model, nutrition, cancer at child References: 72 (1999-2013)
x
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME …………………………….….. ii PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………...…...…… iii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………..…….. iv KATA PENGANTAR……………………………………………………..… vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………………..…. viii ABSTRAK …………………………………………………………..……… ix DAFTAR ISI………………………………………………………..…..….… xi DAFTAR TABEL ………………………..…………………………..……… xiii DAFTAR SKEMA …………………………………………………..……… xiv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xv BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………..……... 1 1.1 Latar Belakang………………………………………..…………… 1 1.2 Tujuan Penelitian…………….………………………………..…... 5 1.3 Sistematika Penulisan………………………………………......…. 6 BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN ………………………………………………… 2.1 Gambaran kasus…..……………………...…………....................... 2.2 Tinjauan Teoritis............................................................................... 2.2.1 Nutrisi Pada Anak ……………………………………..…… 2.2.2 Asuhan Nutrisi Pediatrik ………………………………….... 2.2.3 Kanker ……………………………………………………… 2.2.3 Nutrisi Pada Anak Dengan kanker…………………………. 2.2.4 Kaitan Nutrisi dengan Kanker ……………………………… 2.2.5 Konsep Family-Centered Care Pada Pemenuhan Nutrisi Anak Dengan Kanker 2.3 Integrasi Teori Keperawatan Dalam Proses Keperawatan………… 2.3.1 Model Adaptasi Roy …………………………………..…… 2.3.2 Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy …………………. 2.4 Aplikasi Model Adaptasi Roy Dalam Proses Keperawatan Anak Kanker Dengan Gangguan Nutrisi …………………………..…… 2.4.1 Pengkajian Perilaku ……………………………………….. 2.4.2 Pengkajian Stimulus …………………………..………….… 2.4.3 Diagnosa Keperawatan ………………………..………….… 2.4.4 Tujuan dan Intervensi/ Nursing Care Plan …………………. 2.4.5 Implementasi dan Evaluasi Evaluasi ……………………….. BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI ……………………..…………… 3.1 Peran sebagai Pemberi Asuhan…………………………..…….….. 3.2 Peran sebagai Pendidik…...…………………………..……………. xi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
7 7 16 16 16 23 25 32 33 35 35 37 43 43 47 49 52 59 81 81 84
Universitas Indonesia
3.3 Peran Sebagai Peneliti ……………………………………….…... 3.4 Peran Sebagai Inovator dan Pengelola …………..………….…. 3.5 Peran Sebagai Advokat …………………………………………...
85 86 87
BAB 4 PEMBAHASAN …………………………………………….…..… 88 4.1 Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan Anak Kanker Dengan Gangguan Nutrisi ……………………….… 88 4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian Target……………………………………………………………… 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……………………..………..… 105 5.1 Kesimpulan………..………………………..………..…………… 105 5.2 Saran……………………………………………...……………….. 105 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 1
Grafik penilaian gizi berdasarkan kelompok usia.………………….…
Tabel 2
Penentuan status gizi menurut WHO 2006, dan CDC 2000…………… 18
Tabel 3
Klasifikasi status antropometri………………………...………….
18
Tabel 4
Standar baku indeks antropometri WHO 2006………………..….
19
Tabel 5
Formulasi REE menurut WHO……………….…………….……..
19
Tabel 6
Faktor aktivitas dan stres…………...…………………………..…
20
Tabel 7
RDA (Recommended Dietary Allowances) bayi dan anak menurut UVA Health System) 2013…………………………….....
Tabel 8
17
21
RDA (Recommended Dietary Allowances) bayi & anak di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo …………………………..… 21
Tabel 9
Indikator positif dan negatif pada Model Adaptasi Roy……..……
37
Tabel 10 Pengkajian Model Adaptasi Roy …………………………………
48
Tabel 11
52
Nursing care plan dengan pendekatan Model Adaptasi Roy …..…
Tabel. 12 Implementasi dan evaluasi Model Adaptasi Roy ……………....… 59
xiii
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA Skema 1
Model Adaptasi Roy …………………………………..….............
Skema 2
Integrasi Model Aadaptasi Roy dalam proses keperawatan
37
anak kanker dengan masalah nutrisi ……………………………..... 43
xiv
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kontrak belajar residensi keperawatan anak Lampiran 2 : Format pengkajian Model Adaptasi Roy Lampiran 3 : Asuhan keperawatan dengan pendekatan Model Adaptasi Roy Lampiran 4 : Laporan proyek inovasi
xv
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahapan tumbuh dan berkembangnya anak menjadi dewasa, tidak jarang mengalami berbagai macam fase yang mengakibatkan anak berada dalam kondisi sakit dan harus dilakukan perawatan di rumah sakit. Dewasa ini, berbagai macam penyakit bisa dialami oleh anak mulai dari penyakit ringan sampai penyakit yang bisa mengancam nyawa anak, seperti kanker. Kanker merupakan masalah serius yang selalu menjadi perhatian dunia. Menurut Permono dkk. (2006), kanker adalah jenis penyakit keganasan yang disebabkan oleh adanya penyimpangan pertumbuhan sel-sel tubuh yang membelah secara tidak terkontrol dan menyerang organ tubuh serta merusak fungsinya. Penyebab kanker sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi adanya mutasi gen dalam tubuh seseorang diduga ikut berperan dalam kejadian kanker. Selain itu adanya infeksi, paparan radiasi dan konsumsi zatzat kimia yang bersifat karsinogen, juga mempengaruhi kejadian kanker. (American Cancer Society, 2008). Data World Health Organization (WHO) (2011) menyebutkan, jumlah penderita baru penyakit kanker tahun 2020 diperkirakan meningkat hampir 20 juta penderita. Pada tahun 2008, sekitar 7,6 juta orang di dunia meninggal karena kanker atau sekitar 13% dari semua penyebab kematian, dan 70% kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah (IARC, 2008). Kanker menjadi penyebab utama dari kasus kematian anak-anak di seluruh dunia (Hockenberry & Wilson, 2009). Satu dari 600 anak menderita kanker sebelum umur 16 tahun, dan sekitar 96 ribu kematian karena kanker terjadi pada anak usia 0-14 tahun (IARC, 2008). Kanker pada anak diperkirakan
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
mencapai 1% dari jumlah penyakit kanker secara keseluruhan. Data WHO (2010) menunjukkan populasi kejadian kanker pada anak di Indonesia sebanyak 5-7%, jumlah ini meningkat dari tahun 2006 yang hanya 2% atau 4.100 kasus kanker baru setiap tahun. Di Indonesia insidensi kanker pada anak usia 0-14 tahun dijumpai sekitar 2,5% dari insidensi secara keseluruhan kanker pada semua usia. Insidensi leukemia sebesar 44,8%, kanker otak dan sistem saraf sebesar 9,7%, non-Hodgkin limfoma sebesar 7,5%, tumor wilms sebesar 3,7% (IARC, 2008). Jumlah penderita kanker di RSUPN Dr Ciptomangunkusumo tahun 2007 mencapai 1.039 orang. Jumlah penderita kanker pada anak-anak yang menjalani kemoterapi pada bulan JanuariOktober 2013 mencapai 1.694 anak (data rekam medis RSCM, 2013). Berbagai pilihan terapi bisa dilakukan untuk pengobatan kanker, diantaranya operasi, radioterapi, kemoterapi dan beberapa metode terapi lainnya. Dari berbagai macam pilihan terapi untuk kanker, pengobatan dengan kemoterapi menjadi pilihan paling sering digunakan. Kemoterapi digunakan untuk terapi kanker sistemik dan kanker dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Hingga saat ini obat anti kanker jenis kemoterapi yang sudah dapat digunakan secara klinis mencapai 70 jenis lebih dan sudah lebih dari 10 jenis kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi, atau sekitar 5% dari seluruh pasien kanker. Jumlah ini hampir setara dengan 10% dari angka kematian akibat kanker setiap tahun, termasuk kanker dengan derajat keganasan tinggi. Pada sebagian kanker lainnya, meskipun tidak dapat disembuhkan dengan kemoterapi, namun lama harapan hidupnya dapat diperpanjang (Desen, 2008). Kanker dan berbagai pengobatan yang dilakukan, memberikan efek samping yang berhubungan dengan gizi. Menurut Barron dan Pencharz (2007), sebagian besar kanker pada anak yang diobati dengan terapi kombinasi, seperti pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi umumnya menimbulkan berbagai efek samping, yang dapat menyebabkan seorang anak berada dalam keadaan kurang gizi. Pengobatan radiasi pada pasien kanker dapat
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
3
menimbulkan berbagai efek pada saluran cerna. Radiasi pada thorax dapat menimbulkan dysphagia atau gangguan menelan. Radiasi pada daerah abdomen dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi zat-zat gizi, gastritis, nausea, vomiting, diare yang selanjutnya dapat merusak bagian lain dari saluran pencernaan. Obat kemoterapi sering menimbulkan efek samping pada pasien terutama mual muntah dengan derajat yang bervariasi. Obat kemoterapi dari golongan Cisplatin, Carmustin dan Cyclophospamid merupakan obat yang mempunyai derajat potensial mengakibatkan muntah yang tinggi. Lebih dari 90% pasien yang menggunakan obat golongan ini mengalami muntah (Hesket, 2008). Pada kurun waktu tertentu, pasien-pasien dengan kanker akan mengalami sindroma anoreksia-kaheksia karena kanker/ cancer anorexia-cachexia syndrome (CACS). Manifestasi sindroma ini terutama berupa anoreksia, penurunan berat badan dan berkurangnya massa otot akibat asupan oral yang tidak adekuat dan perubahan metabolik. Sindroma ini sering terjadi pada pasien kanker dan mempunyai dampak besar pada morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien (Muliawati, Haroen, & Rotty, 2012). Dalam menghadapi penyakit kronik seperti kanker, anak harus melakukan adaptasi agar bisa bertahan dari kondisi penyakit. Sebagai ners spesialis anak, perawat dituntut untuk bisa membantu meningkatkan mekanisme koping pasien agar mampu beradaptasi dengan kondisi sakitnya, sehingga pasien mampu mempertahankan integritas dirinya. Salah satu konsep teori keperawatan yang bisa diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien anak dengan kanker adalah Model Adaptasi Roy. Model Adaptasi Roy berfokus pada adaptasi manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan baik eksternal maupun internal, dimana individu akan mendapatkan stimulus dari lingkungannya,
kemudian berespon terhadap
stimulus
tersebut
dan
melakukan adaptasi (Tomey & Alligood, 2006). Demikian pula pada anak, dalam interaksinya dengan lingkungan anak akan mendapatkan stimulus dari
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
4
eksternal ataupun internal
yang akan mempengaruhi kesehatannya.
Mekanisme koping dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan dan melaksanakan proses adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada individu anak ketika sakit (Alligood, 2010). Model adaptasi Roy telah banyak digunakan pada area keperawatan baik di rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya. Model adaptasi Roy dapat diaplikasikan pada populasi, kebutuhan adaptasi dan tingkat perkembangan yang berbeda (Fawcett, 2005; Philips, 2006 dalam Alligod, 2010). Penelitian Model Adaptasi Roy pada aspek nutrisi pernah dilakukan oleh Chen, Chang, Chyun, dan McCorkle (2005). Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa dinamika biopsikososial merupakan faktor yang berinteraksi dengan kesehatan gizi. Model Adaptasi Roy dalam penelitian ini memberikan gambaran dan kerangka acuan yang mudah diikuti untuk memahami terjadinya penurunan status gizi pada pasien. Penelitian ini dilakukan pada bayi di ruang perawatan intensif, yang memberikan kesimpulan bahwa Model Adaptasi Roy memiliki kapasitas untuk bisa diaplikasikan secara praktis dalam meningkatkan kualitas keperawatan, dalam fungsinya sebagai kerangka teoritis untuk menggambarkan, dan menjelaskan situasi ibu, anak, ayah dan sibling. Model Adaptasi Roy, menjadi kerangka empirik dalam mengidentifikasi faktor stres dan stimulasi positif yang memperkuat peran orang tua serta memberikan kerangka untuk memperjelas peran perawat dan orang tua. Penelitian lain yang melakukan penerapan Model Adaptasi Roy dalam aspek nutrisi juga dilakukan oleh Sarimin di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo tahun 2012. Dalam karya ilmiah ini, didapatkan hasil bahwa Model Adaptasi Roy bisa digunakan sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit infeksi yang mengalami gizi buruk. Sedangkan penelitian pada aspek nutrisi yang menggunakan Model Adaptasi Roy pada anak-anak dengan kanker, belum pernah dilakukan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
5
Selama melakukan praktik residensi, banyak sekali didapatkan anak-anak dengan kanker yang dirawat di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo mengalami gangguan nutrisi yaitu masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Anak-anak ini harus beradaptasi dengan penyakit dan masalah yang dialaminya. Melihat fenomena dari banyaknya anak-anak yang dirawat dengan kanker dan mengalami masalah ketidakseimbangan nutrisi di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo serta fenomena dari mekanisme penyakit kanker yang selalu berkaitan dengan masalah nutrisi pasien, maka residen merasa tertarik untuk melakukan aplikasi Model Adaptasi Roy pada pasienpasien anak dengan kanker yang mengalami masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di RSUPN Dr Ciptomangunkusumo Jakarta. 1.2. Tujuan Penulisan 1.1.1. Tujuan Umum Penyusunan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran kegiatan pelaksanaan praktik ners spesialis keperawatan anak dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami masalah nutrisi menggunakan Model Adaptasi Roy. 1.1.2. Tujuan Khusus 1. Memberikan gambaran tentang aplikasi Model Adaptasi Roy dalam pemberian asuhan keperawatan anak-anak dengan kanker yang mengalami masalah nutrisi di ruang non infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo
Jakarta
serta
memberikan
analisis
pemberian asuhan pada kasus terpilih. 2. Memberikan gambaran tentang pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak selama melakukan praktik residensi.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
6
1.3. Sistematika Penulisan Karya ilmiah akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut, Bab 1 berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah kebutuhan nutrisi, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab 2 tentang aplikasi teori keperawatan pada asuhan keperawatan yang menggambarkan gambaran kasus kelolaan, tinjauan teori tentang nutrisi pada anak secara umum, teori nutrisi pada anak dengan kanker, family centered care pada pemenuhan nutrisi anak dengan kanker, dan integrasi Model Adaptasi Roy dalam proses keperawatan, serta aplikasi Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan. Bab 3 berisi pencapaian kompetensi ners spesialis keperawatan anak. Bab 4 tentang pembahasan aplikasi Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan kasus kelolaan dan pembahasan praktik ners spesialis keperawatan anak dalam pencapaian kompetensi. Bab 5 berisi kesimpulan dan saran, serta dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATN Bab ini menguraikan gambaran tentang kasus kelolaan dan tinjauan teori yang dipakai tentang kebutuhan nutrisi pada anak dengan kanker serta aplikasi pemberian asuhan keperawatan pada klien, berdasarkan teori keperawatan. Konsep teori yang dipakai sebagai dasar pemberian asuhan keperawatan pada anak penderita kanker dengan gangguan nutrisi ini adalah Model Adaptasi Roy. Asuhan keperawatan dengan Model Adaptasi Roy terdiri dari enam tahapan yaitu pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan, tujuan, intervensi dan evaluasi. 2.1 Gambaran Kasus Kasus yang akan disajikan dan dibahas dalam karya ilmiah ini terdiri dari 5 kasus klien anak dengan kanker yang mengalami gangguan nutrisi. Adapun gambaran dari 5 kasus tersebut, akan diuraikan masing-masing sebagai berikut: 2.1.1 Kasus 1 Pasien anak A.P jenis kelamin laki-laki, usia 1 tahun 11 bulan dengan Acute Myeloid Leukimia (AML) pro kemoterapi dan gizi buruk marasmik, masuk rumah sakit tanggal 13 September 2013 jam 10.00 WIB dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama. Hasil pengkajian didapatkan perilaku inefektif yaitu keadaan umum pasien lemah, konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan gusi dan menurut keterangan ibu, terdapat darah dalam feses anak. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit 12.000/µL, eritrosit 3,23 juta/µL, masa perdarahan intra vena lebih dari 10 menit, masa protombin 16,2 detik, APTT 36,2 detik, kadar fibrinogen 376,5 mg/dL, angka leukosit 21,73 x103/µL, eosinofil 0,0%, neutrofil 9,0%, limfosit 49,0%, monosit 0,0%, laju enap darah (LED) 127 mm. Hasil pengukuran antropometrik pasien, didapatkan tinggi badan 80 cm,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8
berat badan 8,6 kg, lingkar lengan atas (LILA) 11 cm terdapat wasting, baggy pant, iga gambang, dan hepatomegali. Pengukuran BB/TB: 82.69% (z score (-3)-(-2) SD), LILA/U: 72,85% (z score <-3SD). Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien terjadi perdarahan gusi dan buang air besar hitam, tetapi perdarahan berhenti sendiri. Pasien pernah diperiksa di RSU Dr Sudarno Sambas, dan dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Pada tanggal 8 September 2013 pasien masuk ke UGD RSCM dengan perdarahan. Setelah dilakukan bone marrow puncture (BMP) dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa
Acute
Myeloid
Leukimia
(AML)
dan
direncanakan
kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah potensial komplikasi (PK) kanker: anemia dan perdarahan (hemoragie), ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko
ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Selama perawatan pasien ditemukan diagnosa keperawatan baru yaitu bersihan jalan napas tidak efektif, hipertermia dan kerusakan membran mukosa oral. Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi anak adalah memberikan transfusi trombosit, transfusi fresh frozen plasma (FFP), transfusi packed red blood cell (PRC), memonitor pemberian obat kemoterapi Doxorubicin 10 mg dan ARA-C 30 mg, monitoring hidrasi cairan pasien sebelum dan setelah kemoterapi, membantu aktivitas harian anak bersama dengan orang tua, melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan mengajak anak selalu komunikasi dan cerita dengan buku-buku cerita, melakukan penimbangan berat badan dan lingkar lengan atas (LILA) secara teratur, memonitor mual muntah dan diare anak, memberikan diet anak berupa nasi tim saring 800 kkal dan
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
makanan cair 4x100 ml, kemudian diganti F100 4x120 ml + 4x150 ml. Selanjutnya diet dinaikkan menjadi F100 8x150 ml untuk asupan lebih saat anak akan dilakukan kemoterapi. Pada tanggal 20 September status gizi pasien berubah menjadi gizi kurang (berat badan 10,1 kg) disertai bengkak pada kaki. Pasien kembali mengalami penurunan berat badan hingga terakhir residen melakukan perawatan dengan berat badan 8,5 kg, karena dipindah di ruang febrile neutropeni tanggal 26 September 2013. Evaluasi akhir perawatan, pasien beradaptasi pada tingkat kompensasi terhadap semua masalah keperawatan yang ada. 2.1.2 Kasus 2 Anak M.R laki-laki usia 4 tahun 5 bulan dengan Limfoma Maligna Non Hodgin (LMNH) pro kemoterapi minggu I. Pasien masuk UGD tanggal 13 September 2013, dengan keluhan ada pembesaran di leher, sesak hebat dan terjadi perdarahan dari hidung. Pada hari kedua di UGD anak dipasang trakeostomi, selanjutnya pasien dipindah ke ruang non infeksi tanggal 20 September 2013 dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama. Hasil pengkajian didapatkan perilaku inefektif yaitu anak terdapat batuk berdahak, terpasang trakeostomi, pernapasan (RR) 30x/menit, ada massa di leher ukuran 10x8x4cm dan 6x6x4cm, keadaan umum pasien sedang, nadi 100x/menit, tekanan darah 90/65mmHg, suhu 36,90C. Pasien mengalami nyeri skala VAS 3. Hasil pengukuran antropometrik didapatkan berat badan 10 kg, tinggi badan 94 cm, terlihat sangat kurus, BB/TB: 72,46% (z score <-3SD), status gizi anak buruk. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 10,2 g/dl, hematokrit 29,1%, leukosit 12.100/µL, trombosit 543.000rb/µL, MCV/MCH/MCHC: 78/28,1/36,1 g/dL. Masalah keperawatan yang dialami pasien adalah bersihan jalan napas tidak efektif, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri kronik, resiko infeksi, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan, intoleransi aktivitas, gangguan komunikasi verbal, dan konstipasi.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10
Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi pasien adalah memonitor status respirasi anak, melakukan suction secara berkala, mengganti kasa jendela trakeostomi sehari sekali, melakukan kolaborasi pemberian inhalasi dengan NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 3x sehari, memberikan O2 5 liter/menit saat pasien mengalami sesak napas mendadak karena mukus plak, memonitor perubahan berat badan secara teratur, memonitor mual muntah dan diare pasien, memberikan diet F100 6x200 ml dan ditingkatkan menjadi F100 6x225 tanggal 25 September. Residen keperawatan anak juga memonitor asupan dan haluaran, memonitor tetesan infus untuk hidrasi selama kemoterapi, melakukan manajemen nyeri dengan distraksi (mendengarkan
musik,
bercerita
dengan
buku-buku
cerita),
memotivasi keluarga untuk massage ringan saat anak nyeri, kolaborasi pemberian obat Ketorolac 3x 10 mg IV, mengevaluasi hasil cek laboratorium, melakukan kolaborasi pemberian obat Cefotaxim 3x250 mg, membantu aktivitas harian anak bersama dengan keluarga, menganjurkan anak untuk memberikan kode saat anak menginginkan sesuatu (pipis, minum, makan dll), melakukan kolaborasi pemberian obat Lactulax 3x10 mg. Perawatan pada anak M.R dilakukan oleh residen keperawatan anak mulai tanggal 20 Sepetember dan berakhir pada tanggal 26 September 2013, karena pasien dipindahkan ke ruang perawatan lain. Evaluasi selama perawatan, pasien beradaptasi pada tingkat kompensasi terhadap semua masalah keperawatan yang muncul (bersihan jalan napas tidak efektif, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri kronik, resiko infeksi, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan, intoleransi aktivitas, gangguan komunikasi verbal, dan konstipasi). 2.1.3 Kasus 3 Anak M.T laki-laki usia 1 tahun 7 bulan, masuk UGD tanggal 8 Oktober 2013 dengan pneumonia atipik dan gizi buruk marasmik, post
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
11
kemoterapi AML-M1 fase induksi tanggal 4-9 September 2013 dengan diagnosa awal AML bulan Agustus 2013. Selanjutnya pasien dipindahkan ke bangsal non infeksi tanggal 10 Oktober, dan dilakukan pengkajian oleh residen tanggal 21 Oktober 2013. Hasil dari pengkajian didapatkan perilaku inefektif pasien yaitu, anak batuk terus menerus, pernapasan 32x/menit, mengalami melena, keadaan umum lemah, anak bed rest di tempat tidur dan saat ini baru puasa. Hasil pengukuran antropometrik berat badan 7,2 kg, panjang badan 77 cm, LILA 10 cm, terdapat wasting, baggy pant dan hepatomegali. Pengukuran BB/PB: 72,72% (z score <-3SD), LILA/U: 67,11% (z score <-3SD), status gizi anak buruk. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin
8,0 g/dl, hematokrit
23,6%, leukosit
10.850/µL, trombosit 16.900rb/µL. Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah pola napas tidak efektif, potensial komplikasi (PK) kanker: anemia dan perdarahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi, intoleransi aktivitas dan gangguan tumbuh kembang. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi pasien adalah memonitor tanda-tanda vital (respirasi, nadi, tekanan darah, melakukan kolaborasi pemeriksaan mantoux test, kolaborasi pemberian obat batuk Ambroxol 3 mg dan Salbutamol 0,4 mg oral, melakukan transfusi trombosit dan packed red blood cell (PRC), memonitor tanda perdarahan/ melena, memberikan dan memonitor nutrisi parenteral N4(475ml) + D10(25ml) + KCl(10ml) 20,8 ml/jam, aminoleban 8% 3,6 ml/jam dan lipid 20% 0,7ml/jam. Residen keperawatan anak juga menimbang berat badan secara rutin, memonitor mual dan muntah, memonitor BAB, memantau status hidrasi pasien, mengukur asupan dan haluaran urin, memonitor tandatanda dehidrasi, mengevaluasi toleransi anak terhadap aktivitas harian, bersama orang tua membantu anak dalam memenuhi kebutuhan harian,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
12
melakukan stimulasi tumbuh kembang anak dengan komunikasi dan bermain di tempat tidur dengan orang tua. Perawatan dilakukan oleh residen keperawatan anak selama 10 hari (21-31 Oktober 2013). Pada hari terakhir perawatan, berat badan anak meningkat menjadi menjadi 8 kg (terjadi peningkatan 0,8 kg) dengan berat badan ideal seharusnya 9,9 kg. Anak masih dirawat di RS sampai praktik residensi berakhir. Evaluasi akhir perawatan, anak beradaptasi pada tingkat kompensasi dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif, potensial komplikasi (PK) kanker: anemia dan perdarahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi, intoleransi aktivitas, dan gangguan tumbuh kembang . 2.1.4 Kasus 4 Anak V perempuan usia 4 tahun 6 bulan, masuk rumah sakit tanggal 25 September 2013 dan dilakukan pengkajian tanggal 11 November 2013. Riwayat masuk rumah sakit, pasien mengalami demam, disertai bintik kemerahan dikulit seluruh tubuh. Pasien didiagnosa Acute Myeloid Leukimia (AML) berdasarkan hasil bone marrow puncture (BMP) tanggal 9 September 2013, dan telah dilakukan kemoterapi Acute Myeloid Leukimia (AML) fase induksi selesai tanggal 20 September 2013. Selama dirawat di bangsal non infeksi (25 September-11 November 2013), pasien mengalami febrile neutropeni, anemia, trombositopeni, demam naik turun, BAB cair, muntah, BAB sulit, keluhan ambeyen, sariawan dan berulang kali sesak. Obat yang pernah diberikan pada perawatan sebelumnya antara lain Fluconazol 1x100 mg, Piptazobactam 4x1 gr, Gentamizin 1x75 mg, Paracetamol 150 mg, Ibuprofen 100mg, Furosemid 2x5 mg, Digoxin 2x65mg, Captopril 2x3, 125 mg, kenalog 3x appI, omeprazole 2x10, Mephin 2x5 ml, Bicnat 4x2 tablet, CTM 3x1 tablet. Saat dilakukan pengkajian tanggal 11 November 2013, didapatkan perilaku inefektif yaitu keadaan umum pasien lemah, suhu tubuh 38,70C, anak batuk berdahak, terdapat mukositis tingkat sedang diukur dengan skala Oral Mucositis
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
13
Daily Questionaire (OMDQ), buang air besar hitam, ada bintik/ ptekie diseluruh tubuh, nyeri perut skala 2 diukur dengan Visual Analog Scale (VAS). Hasil pengukuran antropometrik didapatkan berat badan 11 kg, tinggi badan 95,5cm, LILA 12cm. Pengukuran BB/TB: 77,46% (z score <-3SD), LLA/U: 72,29% (z score <-3SD), status gizi pasien buruk, saat ini anak baru puasa. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin
6,4
g/dl,
hematokrit
18,7%,
eritrosit
6
2,31x10 /µL, trombosit 1000/µL, leukosit 12.100/µL, leukosit 0,52rb/µL, eosinofil 0,0,%, neutrofil 15,4%, limfosit 78,8%. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien adalah bersihan jalan napas tidak efektif, potensial komplikasi (PK) kanker: anemia dan perdarahan, hipertermi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan, resiko infeksi, intoleransi aktivitas, gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi adalah memberikan inhalasi NaCl 0,9% +Ventolin 1 respul 3x sehari, memotivasi anak untuk mengeluarkan dahak dengan batuk efektif, melakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan analisa gas darah bersama dengan perawat ruangan, melakukan transfusi packed red blood cell (PRC), melakukan transfusi trombosit per hari, melakukan kolaborasi dengan divisi nutrisi anak untuk puasa, monitoring pemberian nutrisi parenteral KCl(10) + NaCl 3%(50ml) + D10%(440 ml) 35 cc/jam, monitoring pemberian aminosteril 5% 9,5 ml/jam dan ivelip 2,4 ml/jam, memonitor status nutrisi, melakukan pemasangan nasogastric tube (NGT), melakukan priming minum anak tanggal 15 November 2013 dengan 4-30 ml pregistimil, memberikan diet pregistimil 8x30 ml tanggal 18 November, melakukan kolaborasi periksaan albumin. Residen keperawatan anak juga memonitor status hidrasi pasien, melakukan kolaborasi pemberian obat Meropenem
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
14
3x130 mg (dihentikan tanggal 15 September), melakukan kolaborasi pemberian obat Metronidazole 3x125mg dan obat ondansentron 3x2 mg, memotivasi anak untuk melakukan oral hiegine teratur, memotivasi anak untuk kumur-kumur dengan NaCl 0,9%, melakukan kolaborasi pemberian kenalog3x, melakukan kolaborasi pemberian obat demam (Farmadol 4x125 mg). Pada tanggal 19 November anak pucat, keadaan umum lemah, saturasi oksigen 89%, anak dilakukan pemasangan O2 2 liter/menit, dilakukan pemeriksaan AGD, dilakukan pemeriksaan
elektrolit
dan
rontgen
thorax,
dengan
hasil
bronkopneumonia, serta anak mengalami hipokalemia. Residen keperawatan anak, melakukan kolaborasi pemberian koreksi kalium 8 ml + water for injection 10 ml dalam 3 jam. Pada tanggal 20 November kondisi pasien menurun dan dilakukan intubasi dengan bagging manual. Anak direncanakan pindah PICU, tapi saat itu baru penuh, pada sift jaga sore anak meninggal dunia. Evaluasi akhir perawatan, anak beradaptasi pada tingkat kompromi terhadap semua masalah keperawatan atau anak tidak mampu mempertahankan integritas diri. 2.1.5 Kasus 5 Anak K perempuan, usia 5 tahun 1 bulan, datang ke UGD tanggal 11 November 2013, post dilakukan kemoterapi protokol Neuroblastoma high risk (4 November 2013) dengan diare, demam naik turun dan perdarahan gusi. Anak masuk ruang non infeksi tanggal 14 November 2013 dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama. Hasil pengkajian didapatkan perilaku inefektif pasien yaitu, anak mengalami diare 5-6x perhari, adanya keluhan demam naik turun, suhu saat ini 370C, anak batuk dan ada dahak. Hasil pengukuran antropometrik didapatkan, berat badan anak 13,5 kg, tinggi badan 100cm dan status gizi kurang. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 6,3 g/dl, hematokrit 17,1%, eritrosit 2,31x106/µL, trombosit 5000/µL, leukosit
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
15
70.000/µL, MCV 75,7fl, MCH 27,9pg, MCHC 36,89 g/dl, natrium 132 mEq/L, kalium 2,4 mEq/L, klorida 94 mEq/L. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien adalah bersihan jalan napas tidak efektif, diare, hipertermi, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan adaptasi pasien adalah memonitor status respirasi pasien, melakukan kolaborasi pemberian obat ambroxol 3x1,5 sendok teh, mengevaluasi buang air besar pasien dari laporan ibu, melakukan kolaborasi pemberian zink 1x20 mg oral, memonitor pemberian diet makan cair (MC) 4x60 ml dan TPN N5+KCl(10 ml) 48 ml/jam, memonitor status nutrisi pasien, memonitor tanda-tanda infeksi, melakukan kolaborasi pemberian obat Ceftazidime 4x750 mg intra vena, memonitor tanda tanda vital pasien, memonitor asupan dan haluaran seperti minum, makan, BAB, muntah dan urin, melakukan kolaborasi untuk mencegah dehidrasi dengan memberikan cairan renalyte 130 ml setiap kali anak diare. Pasien dilakukan perawatan oleh residen keperawatan anak, selama 9 hari (14-22 November 2013), dan dilakukan kolaborasi pemberian antibotik selama 8 hari dengan hasil pasien tidak ada demam, berat badan pasien meningkat menjadi 19,5 kg. Pada tanggal 22 November sift jaga sore, pasien diperbolehkan pulang dan rawat jalan. Evaluasi akhir perawatan, pasien mampu beradaptasi pada tingkat integritas terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hipertermi, diare, resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berada dalam tingkat integritas, sedangkan untuk masalah bersihan jalan napas tidak efektif, anak masih beradaptasi pada tingkat kompensasi, sehingga masih diperlukan rawat jalan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
16
2.2
Tinjauan Teoritis
2.2.1 Nutrisi Pada Anak Nutrisi merupakan komponen yang penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Memberikan nutrisi yang cukup dalam kebutuhan kehidupan anak, berdampak pada pemeliharaan, pemulihan, peningkatan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental anak. Nutrisi lengkap dan seimbang harus mengandung cukup sumber energi dan protein. Kebutuhan nutrisi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status nutrisi, umur, keadaan klinis dan penyakit yang diderita. Secara sederhana, umumnya kebutuhan energi pada anak hampir sama dengan kebutuhan cairan dan kebutuhan energi nutrisi parenteral lebih sedikit daripada nutrisi enteral. Prinsipnya kebutuhan energi pada pasien pediatri harus seimbang antara asupan energi dengan energi yang digunakan ditambah dengan kebutuhan untuk tumbuh. Kebutuhan bayi lebih tinggi dibandingkan anak yang terutama digunakan untuk sintesis protein dan pertumbuhan (WHO, 2009). Prinsip dasar dalam tatalaksana nutrisi pada anak sakit adalah memberikan diet dengan makanan yang berkualitas dari segi energi dan protein, makanan dengan kandungan minyak atau lemak juga dapat diberikan (kira-kira 30-40% dari kebutuhan kalori), jika masih perlu tambahan zat gizi, berikan tambahan multivitamin dan mineral (WHO, 2009). 2.2.2 Asuhan Nutrisi Pediatrik (APN) Menurut R. Sjarif et. al (2011), asuhan nutrisi pada pediatrik berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011 diberikan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Assessment (Penilaian) Penilaian meliputi penentuan status gizi, masalah yang berhubungan dengan proses pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
17
Anamnesis meliputi asupan makan, pola makan, toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan motorik kasar, perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis yang mempengaruhi asupan. Penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan yang telah ditera secara berkala. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum dan tanda spesifik khususnya defisiensi mikronutrien harus dilakukan. Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik World Health Organization/ WHO (2006) untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik Centers for Disease Control and Prevention/ CDC (2000) untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik World Health Organization/ WHO (2006) digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan Centers for Disease Control and Prevention /CDC (2000). Perbedaan dengan di negara Amrika Serikat, penilaian status gizi pada anak usia 0-2 tahun menggunakan grafik World Health Organization/ WHO sedangkan usia >2-19 tahun menggunakan CDC 2000 (CDC Recommendation, 2013). Tabel 1. Grafik penilaian gizi berdasarkan kelompok usia.
Usia 0 – 5 tahun
Grafik yang digunakan WH0 2006
>5-18 tahun
CDC 2000
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia 0-5 tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak di atas 5 tahun.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
18
Tabel 2. Penentuan status gizi menurut WHO 2006, dan CDC 2000. Status gizi Obesitas Overweight Normal Gizi kurang Gizi buruk
BB/TB (% median) >120 >110 > 90 70-90 < 70
BB/TB WHO 2006 > +3 > +2 hingga +3 SD +2 SD hingga -2 SD < -2 SD hingga -3 SD < - 3 SD
IMT CDC 2000 > P95 P85 – P95
Penilaian status nutrisi dengan BB dan TB lebih diutamakan, tetapi jika pada kondisi tertentu misalnya anak dengan oedem, dehidrasi, overhidrasi, organomegali dan kondisi tetentu lainnya, biasanya digunakan antropometrik lainnya. Kombinasi antar beberapa parameter antropometri disebut dengan indeks antropometri. Ukuran baku hasil pengukuran antropometri ada bermacam-macam, untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan ukuran baku Harvard dan untuk lingkar lengan atas (LILA) digunakan baku Wolanski (Abad-Jorge, Morris, Perks, & Roman, 2011). Tabel 3. Klasifikasi Status Antropometri BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
80-100% 95- 100% 90-100% 85-100% 85-100%
60-<80% 85-<95% 70%-<90% 70%-<85% 70%-<85%
<60% <85% <70% <70% <70%
Indeks antropometri berat badan, panjang badan/ tinggi badan, dan indeks masa tubuh menurut umur dan tinggi badan dengan melihat nilai z score pada anak 0-5 tahun digunakan standar WHO, 2006.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
19
Tabel 4. Standar baku indeks antropometri WHO 2006.
2) Penentuan Kebutuhan Nutrisi Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual menggunakan kalorimetri indirek, namun hal tersebut mahal dan tidak praktis. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu. Untuk kemudahan praktek klinis, kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan: a. Kondisi sakit kritis (critical illness) : Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stres Tabel 5. Formulasi REE menurut WHO Jenis kelamin Laki-Laki
Perempuan
Umur (tahun) 1 - 3 3 - 10 10 - 18 18 - 30 1 - 3 3 - 10 10 - 18 18 - 30
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
REE (kkal/hari) 60,9 BB (kg) - 54 22,7 BB (kg) + 495 17,5 BB (kg) + 651 15,3 BB (kg) + 679 61 BB (kg) – 51 22,5 BB (kg) + 499 12,2 BB (kg) + 746 14,7 BB (kg) + 496
Universitas Indonesia
20
Tabel 6. Faktor Aktivitas dan Stres Jenis aktivitas Faktor aktivitas Non ambulatory, diintubasi, disedasi Tirah baring Aktifitas ringan Jenis Stres Kelaparan Bedah Sepsis Cedera kepala Trauma Gagal tumbuh Luka bakar Gagal jantung Trauma 1.5-1.7 R. Sjarif (2011)
Jenis Stres Faktor stress 0.8-0.9 1.0-1.15 1.2-1.3 Faktor stres 0.7-0.9 1.1-1.5 1.2-1.6 1.3 1.1-1.8 1.5-2.0 1.5-2.5 1.2-1.3
b. Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness) 1. Gizi baik/kurang: Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA menurut usia tinggi (height age). Usia-tinggi ialah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada grafik. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu (European Society of Paediatric Research, 2005). (1) Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau (2) Berdasarkan perhitungan target BB-ideal: BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari sindrom refeeding (Afsal, Addai, Fagbemi, Murich, Thomson, Heuschkel, 2002). 2. Obesitas: Target pemberian kalori adalah: BB-ideal x RDA menurut usia tinggi. Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target. Sebagai catatan, berat badan ideal adalah berat badan menurut tinggi badan pada P50 pertumbuhan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
21
RDA (Recommended Dietary Allowances) merupakan ukuran/ standar penilaian untuk menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan usia dan tinggi badan anak. Tabel 7. RDA (Recommended Dietary Allowances) bayi & anak Umur
Bayi
Anak
Laki-laki
Perempuan
BB
TB
Kalori
Protein
Cairan
(tahun)
(kg)
(lbs)
(cm)
(in)
(kcal/kg)
(gm/kg)
(ml/kg)
0.0-0.5
6
13
60
24
108
2.2
140-160
0.5-1.0
9
20
71
28
98
1.5
125-145
1-3
13
29
90
35
102
1.23
115-125
4-6
20
44
112
44
90
1.2
90-110
7-10
28
62
132
52
70
1.0
70-85
11-14
45
99
157
62
55
1.0
70-85
15-18
66
145
176
69
45
0.8
50-60
11-14
46
101
157
62
47
1.0
70-85
15-18
55
120
163
64
40
0.8
50-60
Unversity Virginia Health System (UVA Health System) 2013.
RDA (Recommended Dietary Allowances) yang dipergunakan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo: Tabel 8. RDA (Recommended Dietary Allowances) untuk bayi & anak Umur (tahun) 0-1 1-3 4-6 6-9 10 - 14 14 - 18 (R. Sjarif (2011)
Kecukupan energy (kkal/kg) Pria Wanita 110 – 120 110 - 120 100 100 90 90 80 -90 60 – 80 50 – 70 40 – 55 40 - 50 40
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Kecukupan protein (kg/hari) 2,5 2 1,8 1,5 1-1,5 1-1,5
Universitas Indonesia
22
3) Penentuan Cara Pemberian Nutrisi Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan utama. Jalur parenteral hanya digunakan pada situasi tertentu saja. Kontra indikasi pemberian makan melalui saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran cerna serta tidak berfungsinya saluran cerna. Pemberian nutrisi enteral untuk jangka pendek dapat dilakukan
melalui
pipa
nasogastrik
atau
nasoduodenal
atau
nasojejunal. Untuk jangka panjang, nutrisi enteral dapat dilakukan melalui gastrostomi atau jejunostomi. Untuk nutrisi parenteral jangka pendek (kurang dari 14 hari) dapat digunakan akses perifer, sedangkan untuk jangka panjang harus menggunakan akses sentral. 4) Penentuan Jenis Makanan Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan usia dan kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1 tahun ASI dan/atau formula di-tambah makanan pendamping, 1-2 tahun makanan keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga. Jenis sediaan
makanan
untuk
enteral
disesuaikan
dengan
fungsi
gastrointestinal dan dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: a. Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan untuk fungsi gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi formula standar dan formula makanan padat kalori. b. Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein terhidrolisat, trigliserida rantai sedang medium chain triglyceride (MCT). c. Modular, terbuat dari makronutrien tunggal. Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan usia, perhitungan kebutuhan dan jalur akses vena. Untuk neonatus dan bayi beberapa asam amino seperti sistein, taurin, tirosin, histidin merupakan asam amino yang secara khusus/kondisional menjadi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
23
esensial, sehingga dibutuhkan sediaan protein yang bisa berbeda antara bayi dan anak (European Society of Paediatric Research, 2005). 5) Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi meliputi pemantauan terhadap akseptabilitas atau penerimaan makanan, dan toleransi (reaksi simpang makanan). Reaksi simpang yang dapat terjadi pada pemberian enteral antara lain adalah mual/muntah, konstipasi dan diare. Pada pemberian parenteral dapat terjadi reaksi infeksi, metabolik dan mekanis. Selain itu, diperlukan pemantauan efektivitas berupa monitoring pertumbuhan. Pada pasien rawat inap evaluasi dan monitoring dilakukan setiap hari, dengan membedakan antara pemberian jalur oral/enteral dan parenteral. Pada pasien rawat jalan evaluasi dilakukan sesuai kebutuhan (Silverspring, 1998 dan Kessler, Baker, Silverman, 2004 dalam R. Sjarif, 2011). 2.2.3 Kanker 1. Pengertian Kanker dalam bahasa medis biasa disebut karsinoma yaitu sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price & Wilson, 2005). Kanker juga didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan baru yang bersifat ganas dengan massa abnormal, tidak berfungsi normal, dan motilitas abnormal, atau disebut juga neoplasma maligna (Otto, 2001). Menurut National Cancer Institute (NCI) tahun 2011, kanker adalah istilah yang digunakan untuk penyakit di mana sel-sel abnormal tubuh membelah tidak terkontrol dan menyerang jaringan lain. Sel-sel kanker dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh melalui darah dan sistem getah bening.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
24
2. Jenis kanker Limfoma hodgkin adalah tumor ganas pada sistem retikuloendotelial dan limfatik, yang memiliki pola penyebaran melalui nodus berdekatan (Tomlinson & Kline, 2005; Lanszkowsky, 2005; Otto, 2001), kanker ini sering terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh abnormal (Tomlinson & Kline, 2005). Tanda dan gejala limfoma hodgkin yang umum adalah limfadenopati tanpa rasa sakit. Pada pemeriksaan fisik kelenjar getah bening, tumor digambarkan dengan batas tegas dan kenyal, dan sensitif. Terapi yang paling utama diberikan pada limfoma hodgkin adalah kemoterapi dan radioterapi. Pembedahan yang dilakukan hanya untuk mendapatkan biopsi jaringan (Tomlinson & Kline, 2005). Acute Myeloid Leukemia (AML) merupakan keganasan pada darah yang disebabkan oleh sarcoma granulocytic atau myeloblastoma, yang ditandai oleh pucat, kelelahan, kelemahan, petekie, demam, infeksi, sakit tenggorokan, limfadenopati, lesi pada kulit, nyeri, mual dan muntah (Tomlinson & Kline, 2005; Lanszkowsky, 2005; Otto, 2001). Penanganan AML adalah dengan pemberian kemoterapi, tetapi transplantasi stem sel alogenik juga dapat diberikan pada keadaan remisi (Tomlinson & Kline, 2005; Lanszkowsky, 2005). Neuroblastoma
adalah
suatu
jenis
kanker
saraf
yang dapat
menunjukkan gejala bervariasi, tergantung dari lokasinya (Permono dkk., 2006; Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001). Gejala klinis yang timbul selain dipengaruhi oleh lokasi, dipengaruhi juga oleh ada tidaknya metastase. Gejala klasik yang sering muncul adalah proptosis dan ekimose periorbital akibat infiltrasi tumor ke tulang periorbita, penyebaran ke tulang dan sumsum tulang menimbulkan gejala nyeri tulang, anemia, perdarahan, peningkatan resiko infeksi, penyebaran ke kulit menyebabkan warna kebiruan pada nodul subkutan (Permono dkk., 2006; Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001; Lanszkowsky,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
25
2005).
Terapi
yang
diberikan
disesuaikan
dengan
stadium
neuroblastoma. Pembedahan, kemoterapi, radioterapi, transplantasi autologous stem sel, imunoterapi, dan terapi biologi semua dapat diberikan pada kasus neuroblastoma (Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001; Permono dkk., 2006). 2.2.4 Nutrisi Pada Anak Kanker Kanker masih merupakan salah satu penyebab kematian pada anak di atas satu tahun. Kanker jenis leukemia dan limfoma menempati 40% dari penyakit keganasan anak, sisanya 60% berupa tumor solid terutama sarcoma (Suandi, 1999). Penyebab kanker masih belum diketahui, tetapi beberapa kelainan berikut ini dikatakan berperan dalam terjadinya kanker, antar lain: 1. Kelainan genetik Kelainan ini memiliki peranan penting pada beberapa kasus keganasan anatara lain: retinoblastoma dan neurofibromatosis. 2. Kelaianan kromosom Kelainan kromosomal (trisomi 21) atau kromosomal tidak stabil (anemia hipoplastik Fanconi). Kedua kelainan ini berhubungan erat dengan tingginya insiden kanker. 3. Perubahan pertumbuhan somatik. Kelainan hemihipertrofi memiliki hubungan erat dengan tumor pada hati, ginjal dan adrenal. 4. Defisiensi imunologik. Beberapa variasi imunologi berperan meningkatkan beberapa tipe kanker. Komplikasi yang ditimbulkan oleh kanker, liomfoma dan leukemia anak terhadap status gizi adalah malnutrisi berat dan wasting. Gejala mula-mula tampak berupa kehilangan berat badan, dan selanjutnya dapat terjadi malabsorbsi bila tumor mengenai saluran cerna atau malabsorbsi timbul
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
26
sebagai akibat pengobatan kemoterapi dan radiasi. Terjadi pula hipermetabolisme sebagai akibat pertumbuhan aktif dari tumor atau adanya infeksi pada penderita. Bila terjadi penurunan berat badan sampai 10% dalam 3 bulan atau kurang, albumin serum < 3,5 gr/dl dan nafsu makan berkurang, keadaan ini dikenal sebagai compromised nutritional state (Suandi, 1999). Perubahan-perubahan yang terjadi pada anak dengan keganasn meliputi hilangnya nafsu makan (anoreksia), perubahan selera makan, dan perubahan psikologis.3,5. Masalah lain yang dialami penderita berupa mual muntah, turunnya berat badan, ulkus pada mulut dan tenggorokan, intoleransi laktosa, enteritis, diare, karies gigi, konstipasi. Pengelolaan diit pada pasien kanker
adalah dengan memberikan diit
seimbang.
Pemberiannya dapat berupa oral. Bila cara ini belum cukup memenuhi kebutuhan kalori, maka kekurangannya diberikan nutrisi secara enteral maupun perenteral. Bila kemungkinan absorbsi rendah atau waktu transit makan panjang, diit diberikan secara elemental untuk memenuhi kalori yang dibutuhkan. Diit diberikan dalam bentuk langsung/ melalui oral atau melalui pipa nasogastrik. Formula elemen umumnya mengandung asam amino atau peptide (sumber protein), oligosakarida/ monosakarida (sumber karbohidrat) dan trigleserida rantai menengah (sumber lemak). Nutrisi perenteral sebagian atau total diindikasikan pada penderita dengan kelaianan saluran cerna, operasi, malabsorbsi berat, diare berat, anoreksia ektrim dan lama serta kanker stadium lanjut atau prognosa buruk. Nutrisi parenteral melaui vena cava superior dapat memasukkan glukosa 25-35% dan 2-5% asam amino. Intralipid yang diinfuskan secara kontinu 23,5gr/kgBB/hari atau secara intermiten minimal 2 gr/kgBB/hari (3 kali dalam seminggu) untuk memenuhi kebutuhan asam lemak esensial. Nutrisi parenteral melalui vena perifer memiliki kemampuan terbatas dalam menerima solusi hiperosmolar. Konsentrasi glukosa yang diperkenankan 5-12 % dan asam amino 2-3%, sedangkan lemak yang diinfuskan secara
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
27
kontinyu dapat diberikan 2-3,5 gr/kgBB/hari. Energi yang bisa masuk sekitar 60% dari total energy yang diperlukan tubuh (Suandi, 1999). Malnutrisi adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi gizi yang tidak sesuai. Hal ini ditandai dengan kekurangan atau kelebihan energi dengan efek samping yang terukur secara klinis. Keseimbangan energi dan protein merupakan syarat untuk pertumbuhan yang optimal. Prevalensi kekurangan nutrisi pada masa anak-anak dengan kanker dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, 1) teknik diagnostik yang berbeda untuk menilai status gizi, 2) jenis histologis dan stadium keganasan selama penilaian, 3) kerentanan anak terhadap gizi buruk dan pengobatan kanker selama perawatan, dan 4) tidak spesifik dalam diagnosis malnutrisi (Bauer, Jurgens, & Fruhwald 2011). Penelitian melaporkan kurang lebih 0-50 % kekurangan nutrisi pada anak, tergantung dari jenis kanker yang diderita (Bauer, Jürgens, & Fruhwald, 2011). Berat badan bukan merupakan satu-satunya penanda untuk mendeteksi gangguan gizi pada anak-anak dengan kanker, karena kemungkinan berat badan akan terpengaruh oleh hidrasi selama kemoterapi dan tidak mengidentifikasi perubahan jangka panjang pada massa tubuh (White, Davies, & Murphy 2008). Anak dengan berat badan yang cukup atau lebih, kehilangan massa tubuh tidak terlihat dengan lemak menjadi berkurang atau masih tetap, tapi otot rangka menipis. Selain itu, ada juga pengurangan nutrisi yang tidak terdeteksi dari satu atau lebih mikronutrien dalam tubuh, karena asupan makanan berkurang, kehilangan nutrisi melalui enteral yang berlebihan, atau faktor lainnya yang terjadi pada anak
normal atau berat badan lebih (Reilly, 2000,
White, Davies, & Murphy 2008).
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
28
Kanker Pada Anak dan Perubahan Nutrisi: 1.
Mekanisme anoreksia dan cachexia kanker Sindroma anoreksia-kaheksia karena kanker/ cancer anorexiacachexia syndrome (CACS) adalah suatu keadaan yang merusak dan melemahkan pada setiap tahap keganasan. Manifestasi sindroma ini terutama berupa anoreksia, penurunan berat badan dan berkurangnya massa otot akibat asupan oral yang tidak adekuat dan perubahan metabolik. Sindroma ini sering terjadi pada pasien kanker dan mempunyai dampak besar pada morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Mekanisme patogenik CACS adalah mutifaktorial. Diduga akibat dari interaksi tumor dengan host dan sitokin mempunyai peran yang bermakna dalam hal ini. Diagnosis cachexia kanker adalah kompleks, ditinjau dari banyak segi dan membutuhkan ketelitian pada pemeriksaan klinis pasien (Muliawati, Haroen, & Rotty 2012).
2.
Efek metabolik kanker dan agen kemoterapi: a.
Perubahan faktor hormonal Selama adaptasi terhadap kekurangan gizi, terjadi peningkatan katekolamin, glukagon, kortisol, tingkat hormon pertumbuhan, dan sekresi insulin menurun. Gangguan endokrin pada pasien kanker berbeda dengan dengan pasien kekurangan gizi dalam bentuk resistensi dan sekresi urin, sebagai peningkatan hormon pertumbuhan. Produksi hormon tiroid berkurang pada pasien kurang gizi dengan maupun tanpa kanker akibat aktivasi sistem saraf simpatik, penurunan sekresi kelenjar, dan pembatasan nutrisi (Bauer, Jurgens, & Fruhwald 2011).
b.
Perubahan komposisi tubuh Perubahan komposisi tubuh selama masa bayi yang normal seperti variasi dalam hidrasi dan kepadatan jaringan tubuh dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, status pubertas, faktor
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
29
genetik, gizi, penyakit, dan aktivitas fisik (Warner, 2000 & Bartelink, 2006). Penentuan komposisi tubuh terdiri dari pengukuran langsung atau tidak langsung dari lemak tubuh, massa tubuh tanpa lemak, massa tulang, dan dalam kasus tertentu distribusi lemak antara kompartemen visceral atau subkutan. Jaringan lemak memiliki sifat fisik yang relatif seragam selama proses penuaan, sedangkan jaringan lain dari waktu ke waktu terjadi penurunan kadar air serta peningkatan protein dan komposisi mineral, sehingga menyebabkan penurunan rasio cairan intraseluler dan ekstraseluler. Pada anak-anak dengan kanker, berat badan dapat dipengaruhi oleh massa tumor dan hidrasi, terutama selama kemoterapi dan tidak
terdeteksinya
kehilangan
lemak
dan
otot
rangka.
Pengukuran kompartemen tubuh memberikan informasi yang berguna tentang status gizi pada saat diagnosis. Cara ini dapat mengidentifikasi perubahan berikutnya pada fungsi jaringan selama terapi antineoplastik, dengan menyajikan informasi tambahan yang diperoleh dari antropometri dan penilaian gizi. Kompartemen
tubuh
memberikan
peran
penting
dalam
patofisiologi cachexia kanker berkontribusi, seperti sindrom kelelahan (Servaes, et. al, 2003). 3.
Faktor risiko kekurangan gizi pada anak-anak dengan keganasan: 1.
Faktor risiko terkait jenis, stadium, dan metastasis kanker. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gizi buruk pada anak dengan kanker, dipengaruhi oleh jenis, stadium, metastasis penyakit dan toksisitas terapi kanker kombinasi (Bauer, Jurgens, Fruhwald, 2011). Selain klasifikasi pasien pada kelompok risiko tinggi dan rendah kekurangan gizi, faktor risiko obesitas karena obat kanker juga perlu dipertimbangkan, untuk mengetahui dan mencegah gizi buruk pada tahap awal penyakit .
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
30
2.
Faktor risiko yang berkaitan dengan terapi kanker Sebagian besar kanker pada anak yang diobati dengan terapi kombinasi, seperti pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi umumnya menimbulkan berbagai efek samping, yang dapat menyebabkan seorang anak berada dalam keadaan kurang gizi (Barron & Pencharz, 2007). Masing-masing jenis pengobatan ini dapat menghasilkan cedera organ utama (hati dan pankreas). Selain
itu,
kombinasi
dari
pengobatan
kanker
dapat
menyebabkan akumulasi efek samping. Jenis terapi kanker digabungkan dengan efek keganasan itu sendiri mempengaruhi status gizi dan kerusakan pertumbuhan sel secara cepat, misalnya, dalam saluran pencernaan. Sehingga timbul diare terus menerus, muntah, mukositis, dan efek sistemik terapi, sehingga anak-anak sering mengalami anoreksia/ kehilangan nafsu makan yang membuat asupan oral menjadi berkurang. Keadaan ini akan berdampak pada hilangnya
cairan
dan
elektrolit
tubuh,
berkurangnya protein, zat besi dan kekurangan vitamin yang dapat menyebabkan malabsorpsi mikro maupun makronutrien secara akut ataupun kronis (Donaldson, 1988 dalam
Bauer,
Jurgens, & Fruhwald 2011). Penelitian pada anak-anak dengan kanker menunjukkan bahwa, pengobatan dengan agen alkylating atau anthracyclines dan iradiasi tubuh berdampak pada gizi buruk (Costa & Donaldson, 1979 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). 4.
Dampak dari kekurangan nutrisi pada anak dengan kanker: a.
Morbiditas dan mortalitas Hasil penelitian menyebutkan, bahwa kekurangan nutrisi pada pasien dengan kanker menyebabkan terjadinya kelemahan, penurunan imunitas dan penyembuhan luka, peningkatan toksisitas obat, serta perubahan psikologis (Flegal, et.al, 2005).
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
31
Penelitian lain menunjukkan, bahwa pasien dengan gizi kurang yang dirawat dengan maupun tanpa kanker prognosisnya lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang bergizi baik (Ross, et.al, 2004 & Di Fiore, et.al, 2006). Pasien kanker dengan penurunan
berat
badan
menunjukkan
penurunan
tingkat
kelangsungan hidup, menunjukkan kurang berespon terhadap untuk cytostatics (Schnadig, et.al, 2008), menunjukkan lama tinggal di rumah sakit, tingkat remisi lebih tinggi dan pengurangan kualitas hidup (Petruson, et.al, 2005). Pada
anak-anak
dengan
kanker,
kekurangan
nutrisi
mengakibatkan prognosis lebih berat yang berdampak signifikan pada tingkat kelangsungan hidup, terutama pada anak-anak dengan tumor solid dan metastasis penyakit (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). Kualitas hidup lebih rendah juga didapatkan pada anak-anak yang baru terdiagnosa neuroblastoma stadium IV, leukemia lymphoblastic akut, dan leukemia myeloid akut (Lobato-Mendizabal, et.al, 2003) yang mengalami penurunan berat badan (Smith, et.al, 2010) . b.
Konsekuensi jangka panjang Anak-anak dengan kanker mentoleransi efek samping akut agen antineoplastik yang lebih baik daripada orang dewasa, tetapi anak tumbuh lebih rentan terhadap penyakit jangka panjang yang memiliki implikasi pada kehidupan (Pieper, et.al, 2008). Penelitian yang membandingkan BMI anak penderita kanker pada populasi usia yang sama menunjukkan bahwa, anak yang selamat dari jenis kanker tertentu menjadi lebih kurus (BMI ≤ 18,5 kg/m2). Kelompok ini mencakup anak-anak dengan sarkoma jaringan lunak, neuroblastoma, limfoma non-Hodgkin, tumor otak, anak laki-laki dengan leukemia, anak perempuan dengan kanker tulang tidak amputasi, tumor Wilms, dan penyakit
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
32
Hodgkin (Costa, 1979 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). Selain itu, selamat dari keganasan kanker pada anak umumnya beresiko obesitas saat dewasa, yang berkaitan dengan risiko tinggi terjadinya penyakit jantung dan endokrin (Meacham, et al. 2009). 5.
Teknik Pemberian Nutrisi Pemberian nutrisi enteral merupakan cara yang disukai dan paling aman untuk penyediaan nutrisi pada anak karena dapat mencegah atrofi usus, toksisitas, dan komplikasi intravena (Duggan, 2005). Kontraindikasi pemberian nutrisi enteral dalam anak dengan kanker sama dengan penyakit lain atau gangguan metabolisme, seperti obstruksi usus, muntah permanen, atau perdarahan akut (Arends, et. al, 2009). Pada kondisi tertentu jika oral atau jenis enteral feeding tube tidak memungkinkan, maka nutrisi parenteral diindikasikan tanpa penundaan. Penelitian mengatakan bahwa memulai pemberian kalori parenteral akan menguntungkan bagi anak-anak yang terbukti kekurangan energy protein atau anak yang mempunyai riwayat asupan makanan rendah. Tujuan pemberian nutrisi parenteral parsial adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi sampai anak mentoleransi asupan oral atau feeding tube. Nutrisi parenteral lengkap diberikan dalam jangka pendek pada anak dengan kegagalan penyerapan enteral dan tidak berespon terhadap suplemen makanan (Forchielli, Azzi, Cadranel, & Paolucci, 2003).
2.2.5 Kaitan Nutrisi dengan Kanker Kanker dan berbagai pengobatan yang dilakukan, seperti pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi umumnya menimbulkan berbagai efek samping, yang dapat menyebabkan seorang anak berada dalam keadaan kurang gizi (Barron & Pencharz, 2007).
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
33
Efek samping ini akan merusak sel-sel normal tubuh dan mengakibatkan cedera organ utama seperti hati, pancreas, saluran cerna, sehingga menimbulkan diare terus menerus, muntah, mukositis, dan efek sistemik terapi, sehingga anak-anak sering mengalami anoreksia/ kehilangan nafsu makan yang membuat asupan oral menjadi berkurang. Keadaan ini akan berdampak pada hilangnya cairan dan elektrolit tubuh, berkurangnya protein, zat besi dan kekurangan vitamin yang dapat menyebabkan malabsorpsi mikro maupun makronutrien secara akut ataupun kronis (Donaldson, 1988 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). Kondisi ini mengakibatkan anak kurang nutrisi dan mengalami cachexia kanker. Manifestasi sindroma ini terutama berupa anoreksia, penurunan berat badan dan berkurangnya massa otot akibat asupan oral yang tidak adekuat dan perubahan metabolik. Sindroma ini sering terjadi pada pasien kanker dan mempunyai dampak besar pada morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien (Muliawati, Haroen, & Rotty, 2012). Kekurangan nutrisi pada pasien dengan kanker menyebabkan terjadinya kelemahan, penurunan imunitas dan penyembuhan luka, peningkatan toksisitas obat, perubahan psikologis (Flegal, et.al, 2005), mengakibatkan prognosis
lebih
berat
yang
berdampak
signifikan
pada
tingkat
kelangsungan hidup (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). 2.2.6 Konsep Family Centered Care Pada Pemenuhan Nutrisi Anak Dengan Kanker Family Centered Care merupakan salah satu bentuk pendekatan asuhan keperawatan yang melibatkan pemegang kebijakan kesehatan, program kesehatan, fasilitas kesehatan, interaksi setiap saat antara pasien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan yang lain. Tenaga kesehatan dalam menerapkan family centered care selalu melibatkan keluarga yang berperan dalam kesehatan dan kesejahteraan anak serta semua anggota keluarga. Semua pelaksana family-centered care harus memahami kondisi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
34
emosi, kondisi sosial, dan dukungan untuk keluarga sebagai komponen integral dalam pelayanan kesehatan (American Academy of Paediatric, 2003). Family Centered Care juga bisa diartikan sebagai asuhan keperawatan yang berpusat pada keluarga, sebagai bagian penting dalam peningkatan status kesehatan anak. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan secara biologis, hubungan secara legal dan hubungan emosional (American Academy of Paediatric, 2003). Pendekatan dalam pelaksanaan family centered care adalah melibatkan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan pada pelayanan kesehatan, sehingga diharapkan keluarga mampu membuat keputusan terkait dengan pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Pada anak dengan kanker yang mengalami masalah nutrisi, penerapan family centered care dilakukan dengan melibatkan keluarga dalam melakukan pemberian makan anak, mengevaluasi mual, muntah, melakukan pemantauan perubahan berat badan sebelum dan selama anak dirawat di rumah sakit, mengevaluasi makan dan buang air besar anak yang didokumentasikan orang tua dalam catatan harian masing-masing. Peran perawat dalam penerapan family centered care ini dilakukan dengan memberikan dukungan penuh pada keluarga, menghormati perbedaan sosial, budaya, ekonomi, dan nilai spiritual yang diyakini oleh keluarga. Perawat memberikan informasi secara jujur tentang kondisi anak untuk menguatkan
dan
memberdayakan
anak
beserta
keluarga
dalam
meningkatkan derajat kesehatan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
35
2.3 Integrasi Teori Keperawatan Dalam Proses Keperawatan 2.3.1 Model Adaptasi Roy Adaptasi merupakan hasil akhir pengukuran secara empiris respon tingkah laku manusia terhadap kemampuan fisiologis, kemampuan melaksanakan fungsi peran, konsep diri, dan interdependensi yang mencakup aspek sosial dan spiritual seseorang. Dalam kehidupan, manusia akan menerima stimulus dari lingkungan sekitarnya kemudian melakukan adaptasi. Roy menggunakan empat paradigma dalam model adaptasinya, meliputi (Roy & Zhan, 2005 dalam Alligood (2010) meliputi: 1) Manusia Manusia merupakan sistem yang adaptif yang digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol, feed back proses, dan output. Dimana, tugas utama manusia adalah menjaga integritas terhadap stimuli dari lingkungan. Integritas merupakan tingkat keutuhan yang dicapai melalui proses adaptasi terhadap perubahan kebutuhan. 2) Lingkungan Lingkungan digambarkan sebagai lingkungan internal dan eksternal. Stimulus merupakan kesatuan yang menyebabkan respon dan merupakan fokus interaksi antara manusia dengan lingkungan. Stimuli dalam lingkungan ada tiga tipe yaitu fokal, kontekstual dan residual. 3) Sehat - Sakit Sehat-sakit merupakan kemampuan beradaptasi terhadap stimulus. Proses adaptasi termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif
dan meningkatkan
integritas. 4) Keperawatan Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan, menyangkut seluruh kehidupan manusia yang
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
berinteraksi
dengan
Universitas Indonesia
36
perubahan lingkungan dan jawaban terhadap stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Adaptasi terjadi ketika individu berespon positif terhadap perubahan lingkungan. Respon adaptif akan meningkatkan integritas seseorang untuk menjadi sehat dan ini ditentukan oleh adanya kombinasi stimulus fokal, kontekstual dan residual. Sementara respon individu terhadap perubahan lingkungan ditentukan oleh proses koping yang terjadi dalam individu (Alligood, 2010). Roy mengkategorikan mekanisme koping dalam sub sistem regulator dan kognator. Mekanisme koping dari sub sistem regulator melalui proses neural, kimia dan endokrin. Mekanisme koping dari sub sistem kognator melalui proses kognitif dan emosi. Proses sub sistem regulator dan kognator tidak dapat diobservasi secara langsung, tetapi respon perilaku dapat diobservasi melalui model adaptasi fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi (Roy, 2009). Hasil akhir tingkat proses adaptasi individu terbagi tiga yaitu proses pencapaian integritas, proses kompensasi dan proses kompromi. Pada tingkat adaptasi pencapaian integritas, individu dapat mempertahankan struktur dan fungsi proses kehidupan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada tingkat adaptasi proses kompensasi, individu melakukan mekanisme koping (kognator dan regulator) yang diaktifkan saat menghadapi stimulus. Sementara pada tingkat adaptasi kompromi, individu tidak mampu mencapai proses adaptasi kompensasi dan pencapaian integritas, atau dinamakan ada masalah adaptasi dalam individu (Roy, 2009; Christensen & Kenney, 2009) yang bisa dilihat dari gambar berikut ini:
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
37
Input
Proses
Stimuli 1. Fokal 2. Kontekstual 3. Residual
Mekanisme koping: 1. Regulator 2. Kognator
Efektor 1. 2. 3. 4.
Output
Fungsi fisiologis Konsep diri Fungsi peran Interdependensi
1. Adaptif 2. Inefektif
Skema 1. Model Adaptasi Roy (Sumber: Alligood, 2010)
2.3.2 Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy Model adaptasi Roy dapat diaplikasikan dalam proses keperawatan. Konsep asuhan keperawatan menurut Roy adalah proses yang berlangsung dinamis, simultan, dan berkelanjutan. Menurut Roy dan Andrews (1999) dalam Alligood (2010) proses keperawatan meliputi pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis keperawatan, merumuskan tujuan, dan intervensi. Adapun penjelasan proses keperawatan menurut Roy adalah sebagai berikut: 2.3.2.1 Pengkajian Perilaku Pengkajian perilaku (behavior assessment) merupakan tuntunan bagi perawat untuk mengetahui respon pada manusia sebagai sistem adaptif. Data spesifik dikumpulkan oleh perawat melalui proses observasi, pemeriksaan dan keahlian wawancara. Faktor yang yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetik, jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alkohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial, mekanisme koping dan gaya hidup, stress fisik dan emosi, budaya, lingkungan fisik. Menurut Taghavi, Aliakbarzadeh-Arani, dan Khari-Arani (2012) pengkajian tahap pertama adalah mengumpulkan data perilaku adaptif dan inefektif klien sebagai sistem adaptasi dihubungkan dengan empat model adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi, yaitu:
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
38
1. Fungsi Fisiologis Pada pengkajian fisiologis, terdapat sembilan perilaku respon yang menjadi perhatian pengkajian perawat antara lain: a. Oksigenasi Menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi. b. Nutrisi Menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan. c. Eliminasi: Menggambarkan pola eliminasi. d. Aktivitas dan istirahat Mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur. e. Intergritas kulit Mengambarkan pola fisiologis kulit. f. Rasa/sense Menggambarkan fungsi sensoris perseptual berhubungan dengan panca indra. g. Cairan dan elektrolit Menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit. h. Fungsi neurologis Menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan intelektual. i. Fungsi endokrin Menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respon stress dan sistem reproduksi. 2. Konsep diri Mencakup pengkajian terhadap keyakinan atau spiritual, body image, integritas fisik, prinsip serta ideal dirinya.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
39
3. Fungsi peran Mengkaji bagaimana hubungan sosial pasien terhadap orang lain. 4. Interdependensi Mengkaji kemampuan untuk mencintai dan menerima cinta, menghargai dan nilai. Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptif dilaksanakan dengan pendekatan sistimatis dan holistik. Perilaku yang ditemukan dapat bervariasi dari apa yang diharapkan, mewakili semua respon baik efektif maupun maladaptif. Roy sudah mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan dengan aktivitas subsistem regulator dan subsistem kognator yang tidak efektif. Indikator kemungkinan kesulitan adaptasi dari aktivitas regulator seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, sedangkan dari aktivitas kognator seperti gangguan persepsi dan tidak mampu membuat keputusan (Senesac, 2007). Berikut ini merupakan indikator adaptasi positif dan negatif pada keempat model adaptasi. Tabel 9. Indikator Positif dan Negatif pada Model Adaptasi Roy MODEL ADAPTASI Fisiologis Oksigenasi
Nutrisi
Eliminasi
Aktivitas & Istirahat
Proteksi
RESPON ADAPTIF
RESPON INEFEKTIF
Proses ventilasi stabil, pertukaran gas stabil, transport O2 adekuat, dan proses kompensasi adekuat.
Hipoksia, gangguan ventilasi, ketidakadekuatan transport oksigen, gangguan perfusi jaringan dan kompensasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan O2. Penurunan berat badan 20-25%, nutrisi kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh, anoreksia, mual, muntah Diare, inkontinensia bowel atau urin, konstipasi, retensi urin, dan ketidakefektifan koping dalam gangguan eliminasi Ketidakadekuatan pola istirahat dan tidur, keterbatasan mobilitas, intoleransi aktivitas, gangguan pola tidur, kelelahan.
Proses digesti stabil, pola nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh, dan tidak ada gangguan metabolik Pola eliminasi bowel stabil, pola eliminasi urin stabil, dan koping yang efektif pada gangguan eliminasi. Proses mobilitas yang terintegrasi, pola aktivitas dan istirahat yang adekuat, kompensasi pergerakan yang efektif. Integritas kulit adekuat, proses imunitas efektif, proses
Gangguan integritas kulit, infeksi, penekanan berlebih,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
40
MODEL ADAPTASI
Rasa/Sensasi
Cairan & Elektrolit
Fungsi Neurologi
Fungsi Endokrin
Konsep diri
Fungsi peran Interdepensi
Senesac (2007)
RESPON ADAPTIF penyembuhan yang adekuat, perubahan integritas kulit dan imunitas yang adekuat. Proses perasa efektif, integrasi sensori informasi efektif, pola persepsi stabil, dan koping yang efektif terhadap perubahan sensasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa, keseimbangan regulasi kimia Proses perhatian yang efektif, proses berfikir dan perasaan yang terintegrasi, respon motorik dan bahasa yang adekuat. Regulasi hormone dan metabolik yang efektif, regulasi hormon reproduksi yang efektif. Fisik: gambaran diri positif, fungsi seksual efektif, integritas fisik sesuai dengan pertumbuhan fisik, koping yang efektif terhadap kehilangan Personal: stabilitas fungsi konsep diri dan koping yang efektif terhadap ancaman Efektif peran transisi dan koping yang efektif terhadap perubahan peran Stabil dalam pola memberi dan menerima, koping yang efektif dalam perpisahan dan kesepian.
RESPON INEFEKTIF reaksi alergi, ketidakefektifan koping terhadap perubahan status imun. Gangguan sensasi primer, gangguan komunikasi, nyeri akut dan kronik, gangguan persepsi, ketidakefektifan koping pada gangguan sensori. Dehidrasi, edema, syok, retensi cairan, ketidakseimbangan asam basa, ketidakseimbangan elektrolit, dan ketidakefektifan regulasi pH. Penurunan kesadaran dan gangguan proses kognitif, defisit memori, ketidakstabilan perilaku, defisit kognitif, dan kerusakan otak. Ketidakefektifan regulasi hormone seperti fatigue, irritabilitas, intoleransi jantung, perkembangan reproduksi inefektif, ketidakstabilan irama sirkadian. Gangguan gambaran diri, disfungsi seksual, kehilangan, cemas, ketidakberdayaan, harga diri rendah, dan merasa bersalah.
Kegagalan peran dan konflik peran. Kecemasan terhadap perpisahan dan kesepian, ketidakefektifan pola memberi dan menerima.
2.3.2.2 Pengkajian Stimulus Pengkajian tahap kedua merupakan kelanjutan pengkajian tahap pertama dan mencakup identifikasi stimulus internal dan eksternal. Pada tahap ini perawat menganalisis data yang muncul ke dalam pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk mengidentifikasi respon-respon inefektif atau respon-respon adaptif yang perlu didukung oleh perawat untuk dipertahankan. Pada fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontektual dan residual yang dimiliki pasien.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
41
Menurut George, 1995 dalam Alligood (2010), stimulus dalam Model Adaptasi Roy meliputi: 1. Stimulus Fokal Stimulus fokal adalah stimulus yang secara langsung dihadapi oleh individu yang menyebabkan sakit dan ketidakseimbangan. 2. Stimulus kontekstual Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang terdapat pada individu dan lingkungan yang mempengaruhi individu, yang dapat memberikan efek positif maupun negatif seperti pengalaman masa lalu, kondisi kesehatan, umur, jenis kelamin, budaya, spiritualitas, tingkat
fungsi
fisik,
dinamika
keluarga,
status
ekonomi,
pengetahuan, dan nilai-nilai budaya serta lingkungan tempat tinggal. 3. Stimulus residual Stimulus
residual
termasuk
keyakinan,
sikap
yang
dapat
memberikan dampak pada individu baik positif maupun negatif, namun efeknya tidak jelas. 2.3.2.3 Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan menurut Roy merupakan keputusan klinik terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial dan kebutuhan adaptasi. Pernyataan diagnosis merupakan arahan untuk melakukan manajemen stimulus yang mengancam atau meningkatkan adaptasi. Roy menyimpulkan diagnosis keperawatan merupakan hasil pernyataan yang menggambarkan status adaptasi terhadap sistem adaptasi manusia. 2.3.2.4 Tujuan Keperawatan Perumusan tujuan berfokus pada meningkatkan perilaku adaptasi. Perawat merumuskan tujuan dan kriteria hasil terhadap perilaku yang diharapkan. Kriteria hasil bersifat realistik dan dapat diukur.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
42
2.3.2.5 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Intervensi dilakukan oleh perawat untuk meningkatkan perilaku adaptif klien. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan pengetahuan tentang stimuli fokal. Intervensi keperawatan melalui pendekatan peningkatan adaptasi dan perubagan stimuli yang memperkuat adaptasi 2.3.2.6 Evaluasi Evaluasi menurut model adaptasi Roy menjawab pertanyaan bagaimana perubahan klien terhadap adaptasi. Evaluasi dibutuhkan analisis dan keputusan terhadap perumusan tujuan dan perubahan perilaku. Perawat juga menilai keefektifan intervensi keperawatan yang diimplementasikan
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
43
Skema 2. Integrasi Model Adaptasi Roy dalam proses keperawatan anak kanker dengan masalah nutrisi
Bauer, Jurgens & Fruhwald (2011), Barron & Pencharz (2007), Alligood (2010), Roy (2009).
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
44
2.4 Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Proses Keperawatan Pada Anak Dengan Kanker Yang Mengalami Gangguan Nutrisi. Bagian ini akan menguraikan asuhan keperawatan pada anak A.P dengan penyakit AML (Acute Myeloid Leukimia) dan gizi buruk menggunakan Model Adaptasi Roy: Anak A.P jenis kelamin laki-laki usia 1 tahun 11 bulan dengan Acute Myeloid Leukimia (AML) pro kemoterapi dan gizi buruk marasmik, masuk rumah sakit tanggal 13 September 2013 dari poli hematologi dan dilakukan pengkajian oleh residen keperawatan anak pada hari yang sama. Hasil dari pengkajian didapatkan perilaku inefektif yaitu, pasien datang dengan keluhan perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai, terdapat darah dalam tinja, terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 2x3 dengan permukaan mengkilat. Riwayat penyakit, satu hari sebelum masuk rumah sakit, anak didapatkan BAB hitam dan perdarahan gusi tetapi perdarahan berhenti sendiri. Menurut keterangan ibu, anak A.P belakangan ini (2-3 bulan terakhir) sering demam naik turun, lalu diperiksakan ke rumah sakit di Sambas Kalimantan. Hasil pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Anak A.P dinyatakan positif menderita Acute Myeloid Leukimia (AML) setelah dilakukan bone marrow puncture (BMP) dan pemeriksaan kimia darah pada tanggal 10 September 2013, selanjutnya direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Pasien masuk ke ruang perawatan non infeksi lantai I Gedung A kamar 112 D, pada tanggal 13 September 2013 jam 10.00 WIB. 2.4.1 Pengkajian Perilaku tanggal 13 September 2013 a. Adaptasi Fisiologi 1. Oksigenasi dan Sirkulasi Hasil pengkajian didapatkan napas anak vesikuler, irama teratur, pergerakan dada simetris, pernapasan 24x/menit, tidak ada suara napas tambahan, keadaan umum sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
45
100x/menit, suhu 36,70C, konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan gusi dan ada darah dalam tinja, terdapat hepatomegali, hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit 12rb/µL, eritrosit 3,23 juta/µL, masa perdarahan intravena lebih dari 10 menit, masa protombin 16,2 detik, APTT 36,2 detik, kadar fibrinogen 376,5 mg/dL, leukosit: 21,73 x103/µL, eosinofil: 0,0%, neutrofil: 9,0%, limfosit:49,0%, monosit: 0,0%, dan LED: 127 mm. 2. Nutrisi Hasil pengkajian didapatkan usia anak 1 tahun 11 bulan, berat badan 8,6 kg, panjang badan 80 cm, lingkar lengan atas (LILA) 11 cm. Pengukuran BB/PB: 82.69% (z score (-3)-(-2) SD), LILA/U: 72,85% (z score <-3SD), berat badan ideal seharusnya
10,4 kg.
Pemeriksaan klinis pasien didapatkan wasting, baggy pan, iga gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm bpx, status gizi anak buruk marasmik perawakan sedang, skrining malnutrisi dengan Strong kids menunjukkan skor 4 (resiko berat malnutrisi), anak malas makan/ anoreksia, makan hanya mau 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau minum susu, anak hanya mau minum air dan ASI, mukosa bibir anak kering, terdapat perdarahan gusi dan ptekie di kaki, warna kulit kemerahan dan kering. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit 12 rb/µL, eritrosit 3,23 juta/µL, protein total 7,4 g/dL, albumin 3,77 g/dL, globulin 3,63 g/dL, ratio albumin-globulin 1,0, bilirubin total 0,34 mg/dL, bilirubin direk 0,16 mg/dL, bilirubin indirek 0,18 mg/dL, SGOT 23 U/L, SGPT 8 U/L. 3. Eliminasi Hasil pengkajian didapatkan buang air besar anak teratur 1-2x sehari, konsistensi lunak, terdapat darah dalam tinja, tidak ada
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
46
nyeri tekan abdomen, buang air kecil anak spontan, frekuensi 4-5x sehari dan tidak ada nyeri saat berkemih. 4. Aktivitas dan Istirahat Hasil pengkajian didapatkan, kondisi anak lemah, terbaring di tempat tidur, anak tidak melakukan aktivitas/bermain, ibu mengatakan anak A.P malas melakukan aktivitas dan sering minta gendong padahal sudah bisa berjalan sejak umur 16 bulan, sejak sakit terdapat kelemahan pada kaki, kekuatan otot: 5555/ 5555 4444/ 4444
5. Proteksi Hasil pengkajian didapatkan, ada benjolan pada kepala bagian kanan
diameter
3x4
dengan
permukaan
mengkilat,
hasil
pemeriksaan leukosit 21,73 x 103 / µL, eosinofil 0,0 %, neutrofil 9,0%, limfosit 49,0 %, monosit 0,0 %, dan hasil pemeriksaan LED 127 mm. 6. Sensasi Hasil pengkajian didapatkan pupil mata anak isokor, palpebra membuka dan menutup spontan, tidak ada gangguan pada pengelihatan anak, fungsi penciuman dan pendengaran baik serta anak tidak terdapat keluhan nyeri. 7. Cairan Elektrolit Hasil pengkajian didapatkan turgor kulit cukup, mukosa bibir anak kering, anak hanya mau minum ASI dan air putih, tidak mau minuman lain, terdapat perdarahan gusi, terdapat ptekie pada kaki, konjungtiva pucat, terdapat darah dalam tinja, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit 12rb/µL, eritrosit 3,23 juta/µL, masa perdarahan intravena lebih dari 10 menit, masa protombin 16,2 detik,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
47
pemeriksaan APTT 36,2 detik dan pemeriksaan kadar fibrinogen 376,5 mg/dL. 8. Fungsi Neurologis Hasil pengkajian didapatkan, kesadaran anak compos mentis, GCS: E4 M5 V6, artikulasi baik, reflek fisiologis (+) dan tidak ada reflek patologis. 9. Fungsi Endokrin Hasil pengkajian didapatkan, perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11 bulan, berat badan 8,6 kg, panjang badan 80 cm, pengukuran berat badan menurut panjang badan 82,69% (z score (3)-(-2) SD), pengukuran berat badan menurut umur (12 kg) 71,67%
(z score < (-3) SD), anak dalam status gizi buruk. b. Adaptasi Konsep Diri Hasil pengkajian didapatkan anak terlihat murung dan berbaring lemah di atas tempat tidur, anak mengenali dirinya berada di lingkungan rumah sakit, anak belum dapat dikaji untuk ideal dirinya. c. Adaptasi Peran Hasil pengkajian didapatkan usia anak saat ini 1 tahun 11 bulan, anak belum dapat melakukan peran sesuai dengan usianya, orang tua menginginkan anak sembuh dan dapat bermain seperti biasanya. d. Adaptasi Interdependensi Hasil pengkajian didapatkan saat ini anak sangat bergantung pada orang tua dan perawat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
48
2.4.2 Pengkajian Stimulus Tabel. 10 Pengkajian Model Adaptasi Roy Model Adaptasi Fisiologis Model Adaptasi Fisiologis 1. Oksigenasi dan Sirkulasi
Perilaku Perilaku Napas vesikuler, irama teratur, pergerakan dada simetris, RR: 24x/menit, tidak ada suara napas tambahan. KU sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi: 100x/menit, S:36,70C. Konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan gusi dan BAB hitam, hepatomegali. Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV: >10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL. Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5 mg. Leukosit: 21,73 x103/µL, Eosinofil: 0,0%, Neutrofil: 9,0%, Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED: 127 mm
Stimulus Fokal
Kontekstual Stimulus
Residual
Fokal Adanya perdarahan gusi, didapati BAB kecoklatan pada pasien, ptekie pada kaki pasien & leukositosis .
Kontekstual Kelainan sel darah pada sumsum tulang hasil BMP tanggal 10 September 2013 (positif AML)
Residual Paman pasien meninggal saat masih kecil tidak diketahui penyebab nya,tapi mempunyai gejala yang mirip dengan pasien sekarang.
2. Nutrisi
Usia: 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 Kg, PB: 80 cm, LILA: 11 cm. Status gizi BB/PB: 82,69%, Status gizi LLA/U: 72,85% BBI menurut PB: 10,4 kg. Klinis pasien: terdapat wasting, baggy pan, iga gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm bpx. Kesan: gizi buruk marasmik perawakan sedang. Skrining malnutrisi skor 4 (resiko berat malnutrisi). Anak malas makan (anoreksia) hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau minum susu, hanya minum air dan ASI. Tidak ada mual muntah, tidak terdapat mukositis, bibir kering, terdapat perdarahan gusi dan ptekie di kaki. Warna kulit kemerahan dan kering. HB: 7,9 g/dl, Ht :23,7%, Trombosit: 12 rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Protein total: 7,4 g/dL, Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL, Ratio Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34 mg/dL, Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek: 0,18 mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT : 8 U/L.
Anoreksia & asupan oral tidak mencukupi kebutuhan
Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali
Riwayat makan anak sedikit
3. Eliminasi
BAB teratur 1-2x sehari, konsistensi lunak, terdapat darah dalam tinja, tidak ada nyeri tekan abdomen. BAK spontan, frekuensi 4-5x sehari, tidak ada nyeri saat berkemih.
Perdarahan pada gusi & saluran cerna
AML, buruk
Adaptif
4. Aktivitas& Istirahat
Anak lemah, terbaring di tempat tidur, tidak melakukan aktivitas/bermain, ibu mengatakan anaknya malas melakukan aktivitas dan sering minta gendong padahal sudah bisa berjalan sejak umur 16 bulan, sejak sakit terdapat kelemahan pada kaki, kekuatan otot: 5555/ 5555,
Anemia, kondisi malnutrisi, kelemahan pada kaki
Adaptif
Gizi
4444/ 4444
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Adaptif
49
Model Adaptasi 5. Proteksi/ Perlindung an
Perilaku
Stimulus
Model Adaptasi Infiltrasi sel kanker ke organ lain
Perilaku Adaptif
Terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat, tidak nyeri, Leukosit: 21,73 x 103 / µL Eosinofil: 0,0 %, Neutrofil: 9,0%, Limfosit: 49,0 %, Monosit: 0,0 %, LED: 127 mm
Imunitas menurun
6. Sensasi
Pupil mata isokor, palpebra membuka dan menutup spontan, tidak ada gangguan pada pengelihatan, fungsi penciuman dan pendengaran baik, tidak ada nyeri.
Adaptif
Adaptif
Adaptif
7. Cairan Elektrolit
Turgor kulit cukup, mukosa bibir kering, anak hanya mau minum ASI dan air putih, tidak mau minuman lain, terdapat perdarahan gusi, ptekie pada kaki, konjungtiva pucat, darah dalam tinja, Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV: >10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL. Pemasangan IVFD: N5 5 tpm makro/ 20 ml/jam.
Perdarahan gusi, saluran cerna, ptekie pada kaki & intake cairan tidak adekuat (malas minum)
Kelainan sel darah pada sumsum tulang anak (AML)
Adaptif
8. Fungsi Neurologis
Kesadaran compos mentis, GCS: E 4 M 5 V 6, artikulasi baik, reflek fisiologis (+), reflek patologis tidak ada.
Sistem neurologi adaptif
Adaptif
Adaptif
9. Fungsi Endokrin
Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11 bulan. Berat badan 8,6 Kg, panjang badan 80 cm. Status nutrisi berat badan per panjang badan 82,69%, status nutrisi berat badan per umur (12,0 kg) 71,67% (gizi buruk).
Penyakit kronik (kanker) & gizi buruk marasmik.
Adaptif
Adaptif
Konsep Diri
Belum dapat dikaji
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Fungsi Peran
Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11, orang tua menginginkan anaknya sembuh dan dapat bermain seperti biasanya
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Interdepend ensi
Saat ini anak kebutuhan sehari-hari anak dipenuhi oleh orang tua dan perawat.
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
50
2.4.3 Diagnosa Keperawatan Tanggal 13 September 2013 1. Potensial komplikasi kanker: anemia, perdarahan (hemoragie), leukositosis dan penurunan imunitas tubuh. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi. 3. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. 4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d anemia dan malnutrisi. 5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat. Tanggal 16 September 2013 Pada tanggal 16 September muncul diagnosa keperawatan baru yaitu bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret dan hipertermia b.d perjalanan penyakit AML. Prioritas diagnosa keperawatan: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret 2. Potensial komplikasi kanker: anemia, perdarahan (hemoragie), leukositosis dan penurunan imunitas tubuh. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi. 4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML 5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. 6. Keterlambatan
pertumbuhan
dan
perkembangan
b.d
anemia,
malnutrisi. 7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan kurang b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
51
Tanggal 20 September 2013 Pada tanggal 20 September muncul diagnosa keperawatan baru yaitu kerusakan membran mukosa oral b.d efek kemoterapi. Prioritas diagnosa keperawatan: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret. 2. Potensial komplikasi kanker: anemia, perdarahan (hemoragie) leukositosis dan penurunan imunitas tubuh. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi. 4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML. 5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. 6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d malnutrisi. 7. Kerusakan membran mukosa oral b.d efek kemoterapi 8. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
52
2.4.4
Tabel. 11 Nursing Care Plan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy .
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Inefektif model adaptasi sirkulasi:
Fokal: Perdarahan gusi, didapati darah dalam tinja dan ptekie pada kaki pasien.
1. PK Kanker: anemia, Perdarahan & hiperleukositosis (13 September 2013)
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, anemia, perdarahan dan hiperleukositosis tidak ada, dengan kriteria hasil: TD: 80/60-110/80mmHg Nadi: 80-120x/menit Konjungtiva tidak anemis Perdarahan tidak ada. Hemoglobin:10,5-14,0 g/dL Hematokrit:32,0 – 42,0 % Eritrosit:3,70–5,30 juta/ μL Leukosit:6,0–14,0x103 / μL Tombosit:150.000400.000/μL Basofil: 0 - 1 % Eosinofil: 1 – 3% Neutrofil: 52,0-76,0% Limfosit: 20-40 % Monosit: 2 – 8 % LED: 0 – 10 mm
Manajemen Perdarahan Kaji tanda perdarahan Menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan Melakukan pamasangan akses IV untuk cairan Kolaborasi pemberian transfusi trombosit, FFP, PRC sesuai kebutuhan. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium DPL Monitor pemberian transfusi darah Kolaborasi pemberian terapi cairan yang sesuai untuk anak Monitor tetesan infus adekuat
(KU sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi: 100x/menit, S:36,70C, konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan gusi, ada darah dalam tinja, hepatomegali. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb: 7,9 g/dl, hematokrit:23,7%, trombosit:12rb/µL, eritrosit: 3,23 juta/µL, masa perdarahan IV: >10 menit, masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL), leukosit: 21,73 x103/µL, eosinofil: 0,0%, neutrofil: 9,0%, limfosit:49,0%, monosit: 0,0%, LED: 127 mm.
Kontekstual: Kelainan sel darah pada sumsum tulang hasil BMP tanggal 10 September 2013 (positif AML). Residual: Paman pasien meninggal saat masih kecil tidak diketahui penyebabnya, tapi mempunyai gejala yang mirip dengan pasien sekarang.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Manajemen Obat Sitostatistika Kaji kondisi klien terhadap penggunaan obat sitostatistika Kolaborasi pemberian obat sitostatistika sesuai kebutuhan dan indikasi penyakit klien Monitor kondisi klien saat kemoterapi Laporkan perkembangan klien setelah kemoterapi
Universitas Indonesia
53
No 2.
Perilaku Inefektif nutrisi:
model adaptasi
(Usia anak 1 tahun 11 bulan, BB 8,6 Kg, PB 80 cm, LILA 11 cm, BB/PB 82,69%, LLA/U 72,85%, BBI menurut PB 10,4 kg, klinis pasien terdapat wasting, baggy pan, iga gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm bpx, status gizi buruk marasmik perawakan sedang, skrining malnutrisi skor 4 (resiko berat malnutrisi). Anak malas makan (anoreksia) hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau minum susu, hanya minum air dan ASI, terdapat perdarahan gusi dan ptekie di kaki, warna kulit kemerahan dan kering, hasil pemeriksaan laboratorium Hb 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit: 12 rb/µL, eritrosit: 3,23 juta/µL,
Stimulus Fokal: Anoreksia & asupan oral tidak mencukupi kebutuhan Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali Residual: Riwayat makan anak sedikit.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intake oral tidak adekuat & penyakit kanker (kondisi chacexia) (13 September 2013).
Setelah dilakukan perawatan selama 6x24 jam, nutrisi anak seimbang dengan kriteria hasil: Status nutrisi: Intake makanan dan cairan adekuat: Makanan peroral adekuat Makanan per NGT sesuai kebutuhan tubuh Cairan oral sesuai kebutuhan Cairan IV sesuai kebutuhan Nutrisi parenteral adekuat Status nutrisi kadar biokimia: Albumin (3,4-4,8 g/dL) Kreatinin (0,6-1,2 mg/dL) Hematokrit (35-43%)
Monitoring Nutrisi: Timbang BB pasien pada interval yang sesuai Monitor kecenderungan penurunan dan penambahan BB Monitor kulit kering, pecah-pecah dan depigmentasi Amati pembengkakan Monitor mual dan muntah Monitor konjungtiva, pucat, merah atau mukosa kering Monitor intake kalori dan gizi Monitor mulut dan bibir dari kemerahan, pembengkakan dan kekeringan Manajemen Nutrisi: Libatkan orang tua dalam memberikan makan pada anak Beri posisi duduk sebelum minum dan selama minum Gunakan teknik bersih saat pemberian makan per NGT Siapkan keluarga untuk pemberian makan Monitor albumin, total protein, Hb, dan hematokrit Terapi Nutrisi: Dorong intake kalori sesuai kebutuhan tubuh nasi tim saring (NTS) 800 kkal + makan cair
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
54
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
protein total 7,4 g/dL, albumin: 3,77 g/dL globulin: 3,63 g/dL, ratio albumin-globulin 1,0, bilirubin total 0,34 mg/dL, bilirubin direk 0,16 mg/dL, bilirubin indirek 0,18 mg/dL, SGOT 23 U/L, SGPT 8 U/L).
3.
Inefektif model adaptasi aktivitas dan istirahat : (anak lemah, terbaring di tempat tidur, tidak melakukan aktivitas/ bermain, ibu mengatakan anaknya sering minta gendong padahal anak sudah bisa berjalan sejak sakit terdapat kelemahan pada kaki/ kekuatan otot:
Intervensi (MC) 4x 100 ml atau makan cair (MC) 800 kkal + formula F100 4 x 100 ml Monitor dan koreksi posisi NGT Lakukan perawatan mulut dan hidung tiap shif atau sesuai kebutuhan Ajarkan keluarga bagaimana merawat NGT Lakukan perawatan kulit sekitar tempat NGT Cabut dan ganti NGT sesuai indikasi Cek tetesan pada drips feeding Cek residu tiap 6 jam dalam 24 jam pertama kemudian tiap 8 jam sesudahnya.
Fokal: Kelemahan pada kaki dan malnutrisi Kontekstual: Adaptif Residual: Adaptif
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik, anemia dan malnutrisi (13 September 2013).
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, anak toleran dengan aktivitas harian dengan kriteria hasil: Melakukan aktivitas harian Hb: 10,5-14,0% Keadaan umum baik Bermain sesuai dengan usianya
5555/ 5555 4444/ 4444
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Mengkaji kemampuan anak terhadap aktivitas harian Membantu pasien memenuhi keperluannya dalam aktivitas harian dengan melibatkan orang tua. Membantu anak mendapatkan kemandirian sesuai dengan tumbuh kembangnya dan kondisi Melakukan evaluasi kemampuan anak dalam melakukan aktivitas harian.
Universitas Indonesia
55
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
4.
Gangguan adaptasi fungsi endokrin:
Fokal: Penyakit kronik (kanker) & gizi buruk marasmik
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d penyakit kronik (kanker) & gizi buruk marasmik (13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tumbuh kembang pasien optimal dengan kriteria hasil: Antropometri: BB/U : 80-100% TB/U : 95-100% BB/TB : 90-100 % LLA/U : 85-100% Perkembangan: Motorik kasar sesuai usia Bahasa sesuai usia Motorik halus sesuai usia Personal sosial, sesuai umur 1 tahu 11 bualan.
Developmental care: Informasikan pada orang tua tentang kondisi pengobatan dan kebutuhan anak saat ini Bantu orang tua memiliki harapan yang realistik Hindari pemberian stimulasi yang berlebih, satu stimulasi untuk suatu waktu Lakukan penggantian posisi anak Turunkan kebisingan Perhatikan waktu pemberian perawatan anak sehingga meningkatkan waktu tidur dan konservasi energi Tingkatkan partisipasi orang tua pada pemberian makan Monitor intake nutrisi Sediakan stimulasi dengan menggunakan instrument musik, sentuhan dan pijat yang sesuai Edukasi orang tua untuk melakukan stimulus sesuai tumbuh kembangnya.
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan dan intake cairan oral tidak adekuat. ( 13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4x24 jam, status cairan pasien seimbang dengan kriteria hasil: Cairan dalam 24 jam balance/seimbang.
Monitoring Cairan: Monitor berat badan, lingkar perut Monitor perdarahan. Monitor kebutuhan cairan anak Monitor intake dan output Monitor serum dan elektrolit.
(perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11 bulan, berat badan 8,6 kg, panjang badan 80 cm, status nutrisi berat badan per panjang badan 82,69%, status nutrisi berat badan per umur (12,0 kg) 71,67%).
Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali Residual: Riwayat makan sedikit.
5.
Inefektif adaptasi fungsi cairan dan elektrolit: (Mukosa bibir kering, minum sedikit, perdarahan gusi, ptekie/ bintik pada kaki, berat badan 8,6 kg,
anak
Fokal: Perdarahan gusi, saluran, ptekie pada kaki & intake cairan tidak adekuat (malas minum)
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
56
No
Perilaku status nutrisi gizi buruk marasmik).
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali
Tujuan
Intervensi
Tidak ada tanda perdarahan. BB 10,4 kg. Tanda vital normal Tidak ada edema/asites Berat jenis urin (1,0031030)
Monitor serum albumin dan protein total Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Pertahanankan akurasi pencatatan intake dan output Monitor membran mukosa, turgor kulit Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil: Airway patency& Ventilation: Tidak ada batuk Respirasi rate normal. Irama nafas reguler Mampu membersihkan sekret (batuk) Tidak terdapat suara napas tambahan Rontgen thorax normal
Airway management & monitoring respirasi: Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan suction jika diperlukan Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator bila perlu Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor TTV saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri.
Residual: Riwayat makan anak sedikit. 6.
Inefektif model adaptasi oksigenasi:
Fokal: Batuk pilek.
(pasien batuk dan pilek suara napas gargling, pernapasan 30x/menit, sesak napas)
Kontekstual: Penurunan imunitas tubuh, kondisi penyakit kronik (kanker) Residual: Adaptif
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret (16 September 2013)
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
57
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
7.
Inefektif model adaptasi fisiologis:
Fokal: Peningkatan suhu tubuh
(Suhu tubuh tinggi sampai 38,70C, kulit teraba hangat).
Kontekstual: Perjalanan penyakit AML Residual: Adaptif
2. Hipertermi perjalanan AML (16 2013).
b.d penyakit September
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, hipertermi teratasi dengan kriteria hasil: Suhu tubuh dalam batas normal (35,50C -37,5 0C). Kulit tidak teraba hangat Tidak ada keluhan demam naik turun
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Memantau suhu tubuh pasien secara teratur Memberikan kompres hangat/ tepid water sponge Mengevaluasi asupan cairan yang masuk Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan pasien Memberikan lingkungan yang nyaman, dan sirkulasi udara yang cukup. Menganjurkan orang tua untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat pada anak.
Universitas Indonesia
58
No 8.
Perilaku
Stimulus
Inefektif model adaptasi nutrisi:
Fokal: Mukositis
(mukositis post kemoterapi Doxorubicin dan ARA-C)
Kontekstual: post kemoterapi Doxorubicin dan ARAC Residual: adaptif
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
3. Kerusakan membran mukosa oral b. d efek samping kemoterapi (20 September 2013)
Setelah dilakukan perawatan 3x 24 jam pasien menunjukkan hiegene oral dan integritas jaringan mukosa yang baik, ditandai dengan: Hiegine Oral Kebersihan mulut, gusi, lidah. Melakukan hiegine oral sesuai instruksi Integritas jaringan Mukosa Mukosa mulut dan lidah lembab Warna bibir merah muda Tidak ada lesi dan eritema pada bibir.
Pemulihan Kesehatan Mulut: Lakukan perawatan mulut secara teratur sebelum makan dan sesuai kebutuhan Bantu pasien memilih makanan yang lembut, lunak dan tidak asam Tingkatkan perawatan mulut setiap dua jam dan dua kali pada malam hari jika mukositis tidak dapat dikendalikan. Gunakan sikat gigi berbulu lembut untuk menghilangkan debris pada gigi Anjurkan orang tuang untuk membersihkan mulut anak dengan cairan normal salin (NaCl 0.9%) Kolaborasi penggunaan obat kumur anti jamur atau anestesi topical oral jika terdapat infeksi jamur. Tekankan program kesehatan mulut sebagai bagian penyuluhan pemulangan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
59
2.4.5 Tabel. 12 Implementasi dan Evaluasi Model Adaptasi Roy Tanggal 13 Sep 2013 10.00-14.30
Diagnosa 1,2,3,4,5
WIB
1,2,3,4,5
5 5 5 1,5 1
Implementasi
Evaluasi
Ttd
10.00 WIB Mengkaji pasien baru. Anak A.P 1 tahun 11 bulan dengan AML pro kemoterapi dan gizi buruk marasmik dari poli hematologi datang dengan keluhan perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai, BAB darah, terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, didapatkan BAB hitam dan perdarahan gusi berhenti sendiri. Dari keterangan ibu, anaknya sering demam naik turun, lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Setelah dilakukan BMP dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML (Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Melakukan pemeriksaan fisik head to toe. bentuk kepala normal, ada benjolan pada kepala bagian kanan 2x3 cm, mengkilat, rambut agak jarang, konjungtiva anemis, jantung tidak ada murmur, gallop, abdomen datar supel, bising usus (+), hepatomegali 3 bac, 4 bpx, lien tidak teraba, ektrimitas kelemahan pada kaki. 10.10 WIB Mengkaji asupan oral anak
14.30 WIB 1. PK:anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas. Respon Adaptif: TD:100/65 mmHg, N:97x/menit, S:36,90C, RR: 25x/menit. Respon Inefektif: Ibu mengatakan masih ada perdarahan gusi sedikit. KU pasien sedang, badan masih lemah, konjungtiva masih pucat, ptekie pada kaki (+). Anak telah dilakukan transfusi PRC I 75 ml, golongan darah AB. Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, Leukosit: 21,73 x103/µL, Eosinofil: 0,0%, Neutrofil: 9,0%, Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED: 127 mm. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: Perbaikan KU, kolaborasi dengan dokter untuk transfusi selanjutnya, cek laboratorium setelah transfusi.
Kustiningsih
Menilai membran mukosa oral anak Menilai turgor kulit anak Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi 10.10 WIB Mengkaji tanda perdarahan pada pasien pasien. terdapat perdarahan gusi ptekie di kaki dan berak kecoklatan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Respon Adaptif: orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, skala muntah baxter:0, anak belum perlu puasa, Protein total: 7,4 g/dL, Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
60
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
13 Sep 2013
1
Mengkaji hasil pemeriksaan laboratorium darah. hasil lab. 12 September 2013: Hb: 7,9 g/dl (rendah), Hmt:23,7% (rendah), Trombosit:12rb/µL (rendah), Eritrosit: 3,23 juta/µL (rendah), Masa perdarahan IV: >10 menit (panjang), Masa protombin: 16,2 detik (K:10,9detik, memanjang 1,5x), APTT: 36,2 detik (K: 31,8 detik, memanjang 1,14x), Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL (dbn), Leukosit: 21,73 x103/µL (naik), Eosinofil: 0,0% (rendah), Neutrofil: 9,0% (rendah), Limfosit:49,0% (tinggi), Monosit: 0,0% (rendah), LED: 127 mm (tinggi). 10.15 WIB Melakukan pemasangan akses vena perifer pada tangan kiri pasien. Kolaborasi pemberian cairan intravena. BB: 8,6 kg, kebutuhan cairan: 8,6 x 100 ml/hari: 860 ml/hari. Memberikan cairan infus N5 8 tpm makro atau 32 ml/jam (768 ml/hari) 10.25 WIB Melakukan pengkajian tentang nutrisi Melakukan anamnesa pada orang tua tentang riwayat makan anak. pola makan di rumah: anak makan makan utama 3x sehari, hanya 3-5 sendok makan, masih minum AS dan air putih, tidak mau minum susu buatan. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium terakhir. hasil lab. Tanggal 12 September 2013: Protein total: 7,4 g/dL (dbn), Albumin: 3,77 g/dL (dbn), Globulin: 3,63 g/dL (dbn), Ratio Albumin-Globulin: 1,0 (dbn), Bilirubin Total: 0,34 mg/dL (dbn), Bil. Direk: 0,16 mg/d (dbn), Bil. Indirek: 0,18 mg/dL (dbn), SGOT: 23 U/L(dbn), SGPT : 8 U/L (dbn). Melakukan pengukuran antropometrik (BB, PB, LILA, LK). BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm.
10.00-14.30 WIB
1 1 1 2 2
2
2
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
Ratio Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34 mg/dL, Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek: 0,18 mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT: 8 U/L (semua dalam batas normal) Respon Inefektif: Ibu mengatakan anak tidak mau makan, makan siang habis 2 sendok makan, BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, TB/PB: 82,69% atau (-3SD-(-2)SD), LLA/U:72,85%, wasting (+), baggy pant, iga gambang, terdapat hepatomegali, mukosa bibir kering, konjungtiva anemis, ada ptekie pada kaki. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet NTS/ Nasi Tim Saring: 800 kkal + MC/ makan cair: 4x 400ml. 3. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. Respon Adaptif: anak dapat beristirahat siang Respon Inefektif: KU sedang, kondisi anak lemah, hanya terbaring di tempat tidur, semua aktivitas dibantu oaring tua, tidak melakukan aktivitas permaianan apapun, malnutrisi, Hb: 7,9 g/dl. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
Universitas Indonesia
Kustiningsih
61
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
13 Sep 2013
2
Melakukan pemeriksan klinis pasien anak tampak sangat kurus (wasting), baggy pant, iga gambang, terdapat hepatomegali, mukosa bibir kering, ada darah dalam tinja, terdapat ptekie di kaki, konjungtiva anemis). Melakukan pengkajian mual muntah skala Menentukan status gizi pasien saat ini: BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm, usia 1 tahun 11 bulan (menggunakan grafik/tabel WHO 2006). BB/U : 8,6/12 x 100 : 71,67% ((-3) - (-2) SD) PB/U : 80/86,9 x 100: 92,06 %--> ((-3) - (-2) SD) BB/PB : 8,6/10,4 x 100 : 82,69% ((-3) - (-2) SD) LLA/U : 11/15,1 x 100 : 72, 85% - (-3 SD) BBI : 10,4 kg. HA (height age) : 1 tahun 4 bulan Status gizi pasien: gizi buruk marasmik perawakan pendek. Menghitung kebutuhan kalori pasien. BBI x RDA HA: 10,4 x 100: 1.040 kkal Kebutuhan kalori awal bisa diberikan 50-70%: 520-780 kkal. Kolaborasi cara pemberian dan jenis makanan ASI tidak dibatasi, NTS/ Nasi Tim Saring 800 kkal + MC/ Makan cair 4x100 ml lewat oral Kolaborasi dengan dokter hematologi: hasil lab. samar, masih dimungkinkan perdarahan dari gusi, belum perlu puasa. 11.00 WIB Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian anak terbaring lemah di atas tempat tidur, semua aktivitas harian dibantu orang tua dan perawat, belum melakukan aktivitas bermain. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d malnutrisi Respon Adaptif: Anak usia 1 tahun 11 bulan, perkembangan sesuai dengan usinya Respon Inefektif: BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
10.00-14.30 WIB
2 2
2 2 1,2 3
3 3
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat Respon Adaptif: TD: 100/60 mmHg, Nadi: 97x/menit, RR: 25x/menit, intake oral belum dicatat, IVFD: N5 8 tpm, masuk 128 cc, turgor baik. Respon Inefektif: mukosa bibir kering, minum ASI dan air tidak dicatat, konjungtiva anemis, ada ptekie pada kaki, Albumin: 3,77 g/dL, Protein total 7,4 g/dL, balance dan diuresis belum dapat dihitung, urin: belum dicatat. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
Universitas Indonesia
62
Tanggal 13 Sep 2013 10.00-14.30
Diagnosa 4
WIB
4 4 4 3,4 2,4 1,5 1,5 1,5 1 1 1,5 1,5 1,5
Implementasi 11.10 WIB Mengkaji pertumbuhan dan perkembangan anak saat ini usia anak saat ini 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 kg, PB:80 cm, status gizi buruk, wasting, baggy pant, riwayat perkembangan: tengkurap usia 3 bulan, duduk 6 bulan, berdiri 13 bulan, jalan 16 bulan, bicara dan tumbuh gigi usia 1 tahun 6 bulan, lahir spontan, BL: 2900 gram). Menginformasikan pada orang tua tentang kondisi anak dan perawatan saat ini Melakukan kontak mata dengan anak dan melakukan stimulasi dengan komunikasi Memotivasi orang tua untuk melakukan stimulasi pada anak selama sakit (mengajak komunikasi, melakukan kontak fisik) Menciptakan lingkungan tenang dan nyaman untuk klien bisa beristirahat Memotivasi orang tua partisipasi orang tua pada pemberian makan 12.30 WIB Memonitor tetesan infus Kolaborasi pemberian transfusi PRC. Memonitor kondisi pasien sebelum transfusiS: 37,10C, TD: 100/60 mmHg, RR: 25x/menit. Memberikan injeksi lasix 7,5 mg IV sebelum transfusi. Melakukan crosceck golongan darah (AB), nomor seri transfusi dan tanggal kadaluwarsa. Memberikan transfusi PRC (Packed Red Blood Cell) 75 ml 25 cc/jam. Evaluasi respon klien saat transfusi 12.00 WIB Memberikan makan nasi tim 13.00 WIB Mengevaluasi respon pasien saat setelah transfusi.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
dan diuresis per 12 jam.
Kustiningsih
Universitas Indonesia
63
Tanggal
16 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Diagnosa
Implementasi
2 1,5 1,2,3,4,5
Mengevaluasi respon klien setelah makan Menghitung balance dan diuresis Mengkaji kondisi pasien dan melakukan pengukuran TTV.
1,2,3,4,5
14.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada hari perawatan sebelumnya: 13 Sept 13 jam 20.00-23.00 WIB: telah dilakukan transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma) I 90 ml. Pasien diberikan diet MC per NGT pada sift sore, masih ada perdarahan gusi, ptekie di kaki ,BAB coklat kehitaman, balance cairan dan diuresis cukup. 14 Sept 13 pagi, NGT ada kecoklatan, kemudian di lepas. Jam 20.15-21.05 WIB: telah dilakukan transfusi FFP II 90 ml. BAB kehijauan, perdarahan gusi tidak ada, intake sedikit, masih ada ptekie di kaki sedikit, balance dan dieresis cukup. 15 Sept 13 jam 07.40-10.40 WIB telah dilakukan transfusi PRC II 75 ml+ Lasix 7,5 ml, kondisi anak masih lemah, tidak ada perdarahan baru, BAB biasa, anak tidak mau nasi tim. Dokter nutrisi: pasang NGT dipayungi trombosit diet F100 8x120 ml (960 ml/hr). Sampai tanggal 15 Sept 13 cairan infus yang diberikan N5 32 ml/jam, persiapan kemoterapi. 16 Sept 13 sift pagi: orang tua menolak dipasang NGT karena khawatir perdarahan lagi, minum masih oral, intake hanya sedikit, pasien malas minum kecuali ASI, demam 38, 3 0C dan batuk pilek, telah diberi paracetamol sirup, perdarahan gusi tidak ada, ada luka pada kaki dan perdarahan sedikit. BAB biasa. Telah dilakukan pengambilan darah untuk cek
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd Kustiningsih
20.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: Respon Inefektif: RR: 32x/menit, batuk, suara grok-grok, pilek, dahak susah keluar, badan lemah Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas idak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari Rhinos junior Rontgen thorax AP 2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg. Perdarahan gusi dan kaki tidak ada, BAB tidak ada darah. Telah dilakukan transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma) I 90 ml tanggal 13 Sept 13, transfusi FFP II 90 ml tanggal 14 September 2013, transfusi PRC I & II PRC II 75 ml+ Lasix 7,5 ml tanggal 13 & 15 September 2013. Infus N5 32ml/jam aff pada sift pagi dan mulai diberikan infus KAEN 1B 36 ml/jam jam 20.00 WIB untuk rehidrasi persiapan kemoterapi.
Universitas Indonesia
Kustiningsih
64
Tanggal
Diagnosa
16 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
1,2,3,4,5
1 2,7 7 7 7 1,2,4,7 2,7 5 5 5 5 5,6 6 3 3
Implementasi DPL setelah transfusi, infus N5 32 ml/jam di stop, hanya dipasang stopper dan persiapan kemoterapi. Mengkaji kondisi pasien hari ini Pasien muncul diagnosa keperawatan baru yaitu bersihan jalan napas tidak efektif dan hipertermi. Prioritas diagnosa keperawatan hari ini:1. Bersihan jalan napas tidak efektif, 2.PK kanker: anemia, perdarahan, 3.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 4. Hipertermi, 5.Intoleransi aktivitas, 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan 7. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 14.15WIB Mengkaji status respirasi anak RR: 30x/menit, batuk, pilek, ada bunyi grok-grok, dahak tertahan, tidak memakai O2. Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak. Menilai status cairan padaanak Membran mukosa oral anak Menilai turgor kulit anak 14.30 WIB Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor kepatenan akses vena. 15.00 WIB Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian Mengevaluasi perkembangan anak 15.15 WIB Mengevaluasi BB pasien hari ini BB: 8,9 kg, PB: 80 cm. Memberikan makan per NGT F100 120 ml
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
Respon Inefektif: Hasil lab hari ini: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%, Leukosit: 17.810, Trombosit: 15.000/µL, Sel blast: 27,0%, Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan: Anemia normositik normokrom, Trombositopenia, Leukositosis. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 2x100 ml, cek laboratorium setelah transfusi, rencana pemberian kemoterapi Doxo dan Citarabine tetap diberikan, IT tunggu setelah terapi TC. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 8,9 kg, (naik 0,3 kg), intake oral ASI dan minum 30 cc, mukosa bibir kering, konjungtiva tidak anemis. Respon Inefektif: Ibu mengatakan anak tidak mau makan nasi tim, Diet ganti F 100 8x 120 ml/hari, tapi ibu menolak anak dipasang NGT karena khawatir perdarahan, nutrisi masih secara oral, intake sedikit, diet F100 habis 30 ml per oral, anak malas minum, hanya mau ASI. BB saat ini: 8,9 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status nutrisi BB/PB: 85,58%, baggy pant, hepatomegali
Universitas Indonesia
Kustiningsih
65
Tanggal 16 Sep 2013 14.00-20.30
Diagnosa 2,7
WIB
1 3 3 2,7 3 1,2,3,4,5,6, 7
Implementasi 18.00 WIB Menerima dan menganalisa hasil laboratorium dari pemeriksaan darah pada sift pagi: Hb: 9,6 g/dL (naik di banding saat masuk, tapi masih rendah), Hmt: 28,7% (naik tapi masih dibawah normal), Leukosit: 17.810 µL (turun dari pada saat masuk, tapi masih diatas normal), Trombosit: 15.000/µL (naik dari pada saat masuk, tapi masih di bawah normal), Sel blast: 27,0%, Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL(tinggi). Kesan: Anemia normositik normokrom, Trombositopenia, Leukositosis. Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul 2x sehari Motivasi anak untuk makan Memotivasi orang tua untuk memberikan diet F100 120ml 20.00 WIB Memberikan cairan infus sesuai intruksi: KAEN 1B 36 ml/jam untuk mulai hidrasi sebelum kemoterapi. Evaluasi mual muntah anak setelah makan F100 diberikan per oral, hanya habis 20-30 cc, muntah tidak ada Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100 4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: S: 36,90C, RR: 32x/menit, sudah diberikan parasetamol sirup tadi pagi, akral hangat Respon Inefektif: Kemarin malam dan tadi pagi demam tinggi, menurut ibu demam anak naik turun. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat 5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: anak mau diajak komunikasi Respon Inefektif: KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat tidur, belum miring kanan kiri Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
Universitas Indonesia
Kustiningsih
66
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
16 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Evaluasi
Ttd
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Anak lebih komunikatif daripada pertama kali masuk Respon Inefektif: BB: 8,9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg. F100 masuk 30 cc, intake oral ASI tidak tercatat, Diuresis: 2.03 ml/kg/jam (cukup). Mulai rehidrasi KAEN 1B 36 ml/jam. Respon Inefektif: balance belum dapat diukur. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis per 12 jam.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
67
Tanggal 17 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Diagnosa 1,2,3,4,5,6, 7
2,7 3 3 3 3 3 2,7 2,7 4 4,6 6 4 4 2 1 2 1,2,3,4,5,6, 7
Implementasi
Evaluasi
Ttd
14.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya: Trombosit tereakhir 15.000/µ, pasien sudah diberikan transfusi TC 100 cc dan infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm mulai jam 07.00 pagi. Batuk masih ada, demam naik turun. Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak. Mengkaji perkembangan nutrisi anak: hasil ronde dokter gizi, nutrisi anak diganti dengan F100 4x120 cc, 4x150 cc untuk meningkatkan asupan. Menimbang BB pasien hari ini BB: 9 kg, PB: 80 cm Reedukasi orang tua pasien untuk pemasangan NGT Memasang NGT no 6 pada pasien Memastikan ketepatan letak NGT setelah pemasangan 15.00 Melakukan pemasangan infus 2 line untuk kemoterapi. Memonitor kepatenan akses vena. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian 18.00 WIB Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam normal salin 100 ml (1 jam). Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul 19.00 WIB Kolaborasi pemberian kemoterapi ARA-C 30 mg dalam normal salin 500 mg dalam 24 jam. Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
20.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul, RR: 28x/menit, Respon Inefektif: Batuk pilek masih ada, dahak belum keluar, badan lemah Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari Rhinos junior Rontgen thorax AP
Kustiningsih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: TD:100/60 mmHg, N: 100x/menit, S:37,70C, RR: 28x/menit. Tidak ada perdarahan. Telah dilakukan transfusi TC 100 ml pada sift pagi, Diberikan infus KAEN 1B 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm, kemoterapi Doxorubicin 10 mg sudah masuk, kemoterapi ARA-C 30 mg dalam NaCl 500 ml dalam 24 jam 5 tpm mulai diberikan jam 19.00 WIB, selesai besok jam 19.00 WIB, mual muntah tidak ada. Respon Inefektif: Hasil lab kemarin: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%, Leukosit: 17.810, Trombosit rendah: 15.000/µL, Sel blast: 27,0%, Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4
Universitas Indonesia
68
Tanggal 17 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Diagnosa 3 1,5,7 3 3 3 3 3 5 5 5 1,2,3,4,5,6, 7 4 4
Implementasi 15.00 WIB Memberikan diet F100 120 cc per NGT 15.10 WIB Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm 18.00 WIB Motivasi anak untuk makan Memberikan diet F100 150 ml sampai habis 19.15 WIB Monitor mual muntah anak Monitoring nutrisi anak 20.00 WIB Memonitor tetesan infus Memonitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin Memonitor balance cairan 20.15 WIB Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV S: 37,70C Memotivasi ibu melakukan kompres hangat Memberikan paracetamol sirup 4 ml
Evaluasi
Ttd
detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan Anemia normositik normokrom, Trombositopenia, Leukositosis. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml, cek laboratorium setelah transfuse, IT tunggu setelah terapi TC. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 9 kg, (naik 0,1 kg), diet F100 masuk 270 cc per NGT, mukosa bibir kering, konjungtiva tidak anemis. Respon Inefektif: BB saat ini: 9 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status nutrisi BB/PB: 86,54%, kulit tidak kering, BAB 2x biasa, ASI sedikit. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100 4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: RR: 28x/menit, sudah dilakukan kompres hangat, sudah
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
69
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
diberikan paracetamol sirup 4 ml. Respon Inefektif: S: 37,70C, kulit teraba hangat, anak lemah, masih terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat
17 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: Anak mau istirahat Respon Inefektif: KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat tidur, belum miring kanan kiri. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Respon Inefektif: BB: 9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan secara kompensasi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
70
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
14.00-20.30 WIB
08.00-20.30 WIB
Ttd
Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
17 Sep 2013
20 Sep 2013
Evaluasi
1,2,3,4,5,6, 7
08.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya: Tanggal 18 September 2013, sudah diberikan TC II 100 cc, ARA-C selesai jam 19.30 kemarin, Diuresis 24 jam: 4,6 ml/kg/jam/, balance 24 jam: -4 ml, demam masih ada, terdapat bengkak pada kaki, sudah periksa DPL dengan hasil: Hb: 8,9 g/dl, Hmt:27,4%, Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70 x103/µL, Albumin: 3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali) dan rencana PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis ringan. Muncul masalah keperawatan baru: kerusakan membran mukosa oral b.d efek samping kemoterapi. Tanggal 19 September 2013: sudah diberikan obat kemoterapi Cytarabin/ARA-C 30 mg dalam 500 ml NaCl 0,9% 5 tpm dalam waktu 24 jam mulai diberikan jam 04.00.WIB. BB naik menjadi 9,9 kg, balance cairan/24 jam: (+ 252 ml),
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: N: 134x/menit, RR: 28x/menit, TD:103/66 mmHg turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 37,7,. F100 masuk 270 cc, intake oral ASI tidak tercatat, Infus KAEN 1B 36 ml/jam + ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm. Respon Inefektif: Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis 24 jam. 14.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul, RR: 29x/menit, Respon Inefektif: Batuk masih ada, pilek berkurang, dahak keluar saat batuk, badan lemah Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari Rhinos junior 2x5ml, Rontgen thorax AP.
Universitas Indonesia
Kustiningsih
Kustiningsih
71
Tanggal
Diagnosa
20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
2,7
3 3 3
1 2,7 5 5,6 6 5 5 3 8
2
Implementasi
Evaluasi
Ttd
Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam. Diet masih F100 4x120, 4x150 ml. Infus infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 10 tpm. Mengkaji tanda perdarahan dan kelebihan cairan anak. balance/24 jam: + 472, dieresis/24 jam:poliuri hidramnion, sudah diberikan transfuse PRC 100 ml jam 06.00 selesai jam 08.30 WIB. Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah setiap minum susu, sehingga susu jam 21.00-03.00 WIB tidak diberikan. Menimbang BB pasien hari ini BB: 10,1 kg, PB: 80 cm Kolaborasi dengan dokter nutrisi: BB: 10,1 kg ada oedem pada kaki, BBI: 10,4 kg, BB/TB: 97,11%, LILA:12 LLA/U: 12/15,1: 79,47%, saat ini sesuai dengan gizi kurang, diet ganti makan cair (MC) sesuaikan kebutuhan hidrasi hematologi 8x 150 ml. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam. 09.00 Memonitor kepatenan akses vena. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian Memberikan makan cair 150 ml Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur menggunakan NaCl 12.00 WIB Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: Tidak ada perdarahan. Telah diberikan transfusi TC 100 ml dan PRC 100 ml, TD:95/60 mmHg, N: 110x/menit, S:370C, RR: 29x/menit, diberikan infus KAEN 1B 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm, kemoterapi Doxorubicin 10 mg sudah masuk jam 12.00 WIB Respon Inefektif: Hasil lab kemarin: Hb: 8,9 g/dl, Hmt:27,4%, Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70 x103/µL, Albumin: 3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali) dan rencana PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis ringan, terjadi oedem pada kaki. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi.
Kustiningsih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Planning: kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml, cek laboratorium setelah transfusi 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika minum susu, sehingga mulai pukul 21.00-03.00 susu tidak diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB: 10,1 kg, (naik 1,1kg), ada oedem di kaki, ronde dokter gizi saat ini klinis pasien sesuai gizi kurang, diet diganti makan
Universitas Indonesia
72
Tanggal 20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa 1 2 1,2,3,4,5,6, 7 3 2,7 7 7 3
Implementasi normal salin 100 ml (1 jam) 100ml/jam Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul Memotivasi ibu memberikan makan cair 150 ml 14.00 WIB Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Monitor mual muntah anak Monitor tetesan infus Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin Monitor balance cairan 14.15 WIB Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV S: 370C
Evaluasi
Ttd
cair (MC) 8x150 cc disesuaikan dengan hidrasi pasien, Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x pemberian, mukosa bibir kering, ada mukositis, konjungtiva tidak anemis. Respon Inefektif: BB saat ini: 10,1 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status nutrisi BB/PB: 97,11%, LILA:12 LLA/U: 12/15,1: 79,47%, ada oedem pada kaki, pemeriksaan albumin: 3,27g/dL(rendah), status gizi kurang, kulit tidak kering, BAB 2x biasa, ASI sedikit. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100 4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: RR: 29x/menit, S: 370C Respon Inefektif: kulit teraba hangat, anak lemah, masih terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat 5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: Anak mau istirahat.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
73
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
Respon Inefektif: KU lemah, Hb terakhir: 8,9 g/dl, BB: 10,1 kg naik tapi ada oedem, status gizi kurang masih terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat tidur, belum miring kanan kiri. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Respon Inefektif: BB: 10,1 kg, PB: 80 cm, LILA: 12 cm, status gizi anak kurang, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan 7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 370C,. N: 120x/menit, RR: 29x/menit, TD:95/60 mmHg, ada bengkak di kaki, makan cair masuk 150 cc, asupan ASI tidak tercatat, Infus KAEN 1B 36 ml/jam + ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm. Respon Inefektif: BB meningkat disertai bengkak pada kaki,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
74
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
08.00-20.30 WIB
08.00-20.30 WIB
Ttd
tgl 18 September 2013: Diuresis 24 jam: 4,6 ml/kg/jam/, balance 24 jam: -4 ml, tanggal 15 September 2013: balance cairan/24 jam: (+ 252 ml), Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis 24 jam.
20 Sep 2013
25 Sep 2013
Evaluasi
1,2,3,4,5,6, 7,8
08.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada hari sebelumnya: Tanggal 21 September 2013: anak masih batuk, terdapat luka di anus, demam masih naik turun, masuk ARA-C 20 cc/jam dari jam 20.00 WIB tanggal 20 September-jam 20.00 WIB tanggal 21 September 2013. Infus masih KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 10 tpm. Balance cairan/24 jam: +20, dieresis/24 jam: 5,685. Diuresis poliuri didahului episode oliguri. Dilakukan pemeriksaan ureum creatinin, ronde dokter
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
8. Kerusakan membran mukosa oral Respon Adaptif: Respon Inefektif: Membran mukosa kering, anak mengalami mukositis ringan, anak belum mau oral higiene dan kumur NaCl 0,9%. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan membran mukosa oral pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring membran mukosa oral 14.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul, ambroxol 5 ml oral. Respon Inefektif: RR: 30x/menit, pasien masih ada batuk dan keluar lendir, hasil konsul divisi neurologi: tidak ada papil edema.
Universitas Indonesia
Kustiningsih
Kustiningsih
75
Tanggal 25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa
Implementasi hematologi rencana IT dengan dipayungi TC. Ada muntah, BAB: 3x, sariawan, Satus nutrisi: gizi kurang, Diet MC (makan cair) 8x150 ml, BB menjadi:9,2 kg. Tanggal 22 September 2013: Anak masih ada batuk, ada muntah, BAB 5x sehari, demam tidak ada, anak mulai duduk, BAK baik, bengkak berkurang, BB: 8,9 kg mendapatkan kemoterapi doxorubicin dalam Nacl 0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 – 17.00 WIB. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam. tanggal 23 September 2013: Masih batuk, Anak masih muntah, BAB 4x dalam sehari, BB: 8,7 kg, Diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, telah dilakukan transfuse TC 2 unit (104 ml), Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam, Balance/24jam: + 700 ml, Diuresis/24 jam: 4,475 (balance + tidak overload, diuresis cukup), dilakukan IT pertama dengan MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya: hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast. tanggal 24 September 2013: Masih batuk sekali-sekali, muntah ada lendir, Diare 5x, mendapat Amoxyclav 2x4 ml (100 mg) PO dan Ketokonazol 1x50 mg PO. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam, Balance/24jam: 330 ml, Diuresis/24 jam: 5,5 ml/kg/jam (balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). Dilakukan cek DPL, jika baik bisa rawat jalan. Divisi nutrisi: diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, BB: 8,5 kg, Diberikan vitamin A 200.000 IU. tanggal 25 September 2013: Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada, sesak ada, lendir putih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 3x sehari Ambroxol 5 ml oral 2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: Tanggal 21 September 201: masuk ARA-C 20 cc/jam dari jam 20.00 WIB tanggal 20 September sampai jam 20.00 WIB tanggal 21 September 2013. Infus masih KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 10 tpm. Ronde dokter hematologi rencana IT dengan dipayungi TC. Tanggal 22 September 2013: mendapatkan kemoterapi doxorubicin dalam Nacl 0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 – 17.00 WIB. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam. Tanggal 23 September 2013: telah dilakukan transfuse TC 2 unit (104 ml), Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam, dilakukan IT pertama dengan MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya: hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast. Tanggal 24 September 2013: Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam. Dilakukan cek DPL, jika baik bisa rawat jalan (hasil
Universitas Indonesia
Kustiningsih
76
Tanggal
Diagnosa
25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
2,7 3 3 3
2,7 2,7 2,7 5 5,6 6 5 5
Implementasi kental, dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah mengalami papil edema karena terdapat muntah 2x dan ditemukan sel blast. Pasien telah dilakukan cek DPL ulang. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 40 ml/jam. Balance/24jam: - 265 ml, Diuresis/24 jam: 4,8 ml/kg/jam (balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). BB: 85 kg, status gizi buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml. 08.15 WIB Mengkaji tanda perdarahan pada anak 08.30 WIB. Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah 2x dan sampai pagi ini BAB 2x. Menimbang BB pasien hari ini BB: 8,6 kg, PB: 80 cm Kolaborasi dengan dokter nutrisi: BB: 8,6 kg tidak ada oedem, BBI: 10,4 kg, BB/PB: 82,69%, LILA:11 LLA/U: 11/15,1: 72,85%, saat ini status nutrisi pasien kembali pada gizi buruk sama seperti saat anak masuk. Diet dari makan cair (MC) diganti menjadi F100 8x100 ml sejak tanggal 25 September 2013. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam. 09.00 Memonitor kepatenan akses vena. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
DPL tidak tercatat oleh residen). Tanggal 25 September 2013: dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah mengalami papil edema karena terdapat muntah 2x dan ditemukan sel blast, hasilnya anak tidak mengalami papil edema. Anak telah dilakukan cek DPL ulang. Infus yang terpasang KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 40 ml/jam, saat ini tidak ada perdarahan. Respon Inefektif: Hasil periksa DPL kemarin: Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%, Trombosit:36rb/µL, Leukosit: 19,70 x103/µL, HJ: 0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca2+: 1, 03 mmol/l, Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl. Kesan: anemia normositik normokrom, leukopenia, hipokalsemia, hiponatremia. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: Rencana dilakukan IT dengan MTX 10 mg nanti sore dan pindahkan anak ke ruang febrile neutropeni. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika minum susu, sehingga mulai pukul 21.00 sampai 03.00 susu tidak diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB: 10,1 kg, (naik 1,1kg), ada oedem di kaki,
Universitas Indonesia
Kustiningsih
77
Tanggal 25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa 3 8
1 1 2 3 2,3,5,7
2
2,7 6
Implementasi keseharian Memberikan makan F100 100 ml Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur menggunakan NaCl 12.00 WIB Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul Memberikan obat Ambroxol 5ml PO Memberikan Amoxiclav 3x4 (100 mg) PO Memotivasi ibu memberikan makan F100 100 ml Menerima hasil lab. DPL kemarin: Menerima dan melakukan analisa hasil lab DPL:Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%, Trombosit:36rb/µL, Leukosit: 19,70 x103/µL, HJ: 2+ 0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca : 1, 03 mmol/l, Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl. Kesan: anemia normositik normokrom, leukopenia, hipokalsemia, hiponatremia. Pasien diberikan intratekal MTX 10 mg sore ini , melihat dari hasil pemeriksaan lab. tanggal 23 September 2013 kemarin (hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast). 13.00 WIB Memonitor tetesan infuse infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam. Menganalisa hasil konsulan neurologi: anak mengalami strabismus/ juling dan matakiri meninjol sejak lahir, dan semakin membesar 10 hari sebelum masuk RS, ditemukan adanya pembesaran pada leher 10 cmx8cmx6cm dan anak tampak sesak. Disarankan pasang trakeostomi. Dan kemoterapi protokol LMNH.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
ronde dokter gizi saat ini klinis pasien sesuai gizi kurang, diet diganti MC 8x150 cc disesuaikan dengan hidrasi pasien, Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x pemberian, mukosa bibir kering, ada mukositis, konjungtiva tidak anemis. Respon Inefektif: Tanggal 21 September 2013: anak masih ada muntah, BAB: 3x sehari semalam, sariawan ringan, BB menjadi:9,2 kg, turun (0,9 kg) dari kemarin (10,1 kg), BBI: 10,4 kg, masih ada oedem, Satus nutrisi: gizi kurang, Diet MC (makan cair) 8x150 ml. Tanggal 22 September 2013: ada muntah, BAB 5x sehari, demam tidak ada, anak mulai duduk, BAK baik, bengkak berkurang, BB: 8,9 kg turun (0,3 kg) dari BB kemarin (9,2 kg). Anak mendapatkan kemoterapi doxorubicin 10 mg dalam Nacl 0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 – 17.00 WIB. Tanggal 23 September 2013: Anak masih muntah, BAB 4x dalam sehari, BB: 8,7 kg turun (0,2 kg) dari berat badan kemarin (8,9kg). Diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, dilakukan IT pertama dengan MTX 10 mg, hasil pemeriksaan lab. protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL. Tanggal 24 September 2013: muntah ada lendir, Diare 5x, BB: 8,5 kg turun (0,2 kg) dari BB kemrin (8,7kg). Diberikan vitamin A 200.000 IU, diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, mendapat Amoxyclav 2x4 ml (100 mg) PO. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam,. Tanggal 25 September 2013: Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada, sesak ada, lendir putih kental. BB: 8,5 kg sama dengan BB kemarin,
Universitas Indonesia
Kustiningsih
78
Tanggal 25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa 1,2,3,4,5,6, 7,8 1,2,7 3 2,7 7 7 4
Implementasi 14.00 WIB Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Monitor mual muntah anak Monitor tetesan infus Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin Monitor balance cairan 14.15 WIB Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV S: 370C Pasien akan dipindah ke ruang Febrile Neutopeni.
Evaluasi
Ttd
tidak ada oedem/ bengkak, berat badan ideal: 10,4kg. Pengukuran BB/PB: 8,5/10,4: 80,95%. LILA: 10,5 cm. Pengukuran LLA/U: 10,5/15,1:69,53%, status gizi anak buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml. Saat ini BB klien: 8,5 kg, diberikan diet F100 dan masuk 120 cc dari 2x pemberian. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100 4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: Saat ini anak tidak demam, RR: 30x/menit, S: 36,90C Respon Inefektif: Pasien mulai muncul demam tanggal 16 September setelah itu mengalami demam naik turun sampai sekarang. Demam berkurang dengan pemberian Paracetamol dan kompres hangat. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat 5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: Respon Inefektif: Saat ini KU lemah, Hb saat ini: 9,8 g/dl, BB: 8,5 kg. Saat masuk KU pasien lemah, terbaring di tempat tidur,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
79
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
tidak melakukan aktivitas harian atau bermain. Kondisi badan anak mulai membaik, bisa duduk dan bermain di tempat tidur pada tanggal 22 September. Kondisi klien sekarang mulai melemah lagi. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Respon Inefektif: Kondisi anak kembali melemah, BB: 8,5 kg, PB: 80 cm, LILA: 11 cm, status gizi anak saat ini kembali gizi buruk, anak terbaring di tempat tidur. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan 7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 36,90C,. N: 100x/menit, RR: 29x/menit, TD:100/60 mmHg, sudah tidak oedem. Respon Inefektif: BB turun menjadi 8,5kg, balance/24jam: - 265 ml, Diuresis/24 jam: 4,8 ml/kg/jam (balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kustiningsih
80
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis 24 jam.
25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
8. Kerusakan membran mukosa oral Respon Adaptif: Respon Inefektif: Membran mukosa kering, saat ini anak masih mengalami mukositis ringan, anak belum mau oral higien dan kumur NaCl 0,9%. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan membrane mukosa pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring membrane mukosa 26 Sep 2013
Pasien di pindah ke ruang perawatan Febrile Neutropeni pada tanggal 26 September 2013 jam 17.00 WIB
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
81
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI Keperawatan merupakan bentuk asuhan profesional sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu keperawatan untuk individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan (PPNI, 2010). Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi kesehatan termasuk ilmu keperawatan, diperlukan kemampuan lebih untuk
mengatasi
masalah
keperawatan
yang
komplek
sesuai
dengan
kepakarannya. Standar kompetensi ners spesialis keperawatan merefleksikan kompetensi yang dimiliki oleh seorang ners spesialis keperawatan. Kompetensi yang harus dimiliki ners spesialis yaitu, 1) Memberikan praktik profesional, memenuhi standar legal dan etik profesi, 2) Memberi asuhan dan manajemen, serta 3) Melakukan pengembangan profesional, personal dan kualitas (ICN, 2009). 3.1 Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan Program residensi ners spesialis anak dilakukan dalam dua periode. Periode residensi I dilaksanakan pada tanggal 25 Februari - 14 Juni 2013 dan periode residensi II pada tanggal 9 September - 22 November 2013. Program residensi I di laksanakan di ruang perawatan Infeksi Anak, ruang Non Infeksi dan Perinatologi RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo. Program residensi II dilaksanakan di ruang perawatan non infeksi Anak RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo.
Selama
melaksanakan
program
residensi,
residen
keperawatan anak bertindak sebagai perawat pelaksana atau pemberi asuhan langsung pada klien anak dan keluarganya. Residen keperawatan anak menerapkan prinsip-prinsip etik dan legal dalam
memberi asuhan
keperawatan, menghormati hak pasien dan keluarga, menerapkan tehnik komunikasi teraupetik, menjaga kerahasiaan informasi data dan dokumen pasien, menerapkan prinsip atarumatic care dan tumbuh kembang pasien anak serta melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatan lain.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
82
3.1.1 Ruang Perawatan Anak Infeksi Praktik residensi keperawatan anak di ruang perawatan infeksi dilaksanakan 6 minggu, mulai tanggal 25 April sampai 5 Februari 2013. Residen melakukan asuhan keperawatan pada 6 kasus kelolaan dan 6 kasus resume. Kasus kelolaan meliputi, pasien anak dengan pneumonia dan atelektasis paru, pasien anak dengan dengan enchepalitis, pasien anak dengan atresia bilier, pasien anak dengan CKD (Congenital Kidney Disease), gizi buruk dan HIV, pasien anak dengan demam dan infeksi saluran kencing, pasien anak dengan epilepsi, gizi buruk dan kista subepidural. Kasus resume meliputi, pasien dengan diare akut dan gizi buruk, pasien dengan pneumonia dan post reseksi tumor intrakanial, pasien dengan diare persisten tanpa dehidrasi, pneumonia komunitas, gizi buruk dan TB paru, dan paien bronkiolitis. Kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak meliputi, merawat pasien dengan infeksi pada gangguan pernapasan, gangguan persyarafan, perkemihan, dan pencernaan, merawat pasien dengan infeksi tropis, melakukan suction, mengambil darah untuk AGD, mengenal penatalaksanaan kejang berulang, melakukan perawatan luka post craniotomi, melakukan tehnik ROM pada pasien tirah baring lama, memonitor pemberian cairan dan elektrolit, melakukan
penghitungan
balance
dan
diuresis,
melakukan
pemasangan NGT dan pemberian makan lewat NGT serta melakukan dokumentasi keperawatan. 3.1.2 Ruang Perawatan Anak Non Infeksi Praktik ners spesialis anak di ruang non infeksi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dilaksanakan dalam dua periode. Periode praktik residensi I dilaksanakan selama 6 minggu mulai tanggal 8 April- 17 Mei 2013. Residen keperawatan anak melakukan asuhan keperawatan pada 6 kasus kelolaan dan dan 6 kasus resume. Kasus kelolaan terdiri dari asuhan pasien dengan Acute Myeloid Leukimia (AML), pasien dengan osteosarkoma, pasien dengan Kanker naso faring (KNF),
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
83
pasien dengan Acute Limphoblastic Leukimia (ALL), pasien dengan retinoblastoma, serta pasien dengan sidrom nefrotik. Kasus resume terdiri dari kasus primitive neuroectodermal tumor PNET (Ewing Sarkoma), pasien dengan nefritis, lupus dan CKD grade II, pasien dengan anemia aplastik, perdarahan saluran cerna dan febrile neutropeni, pasien dengan Acute Limphoblastic Leukimia (ALL), dan pasien dengan retinoblastoma. Periode praktik residensi keperawatan anak II dilaksanakan selama 11 minggu mulai 9 September sampai 22 November 2013. Selama melaksanakan praktik residensi II, residen keperawatan anak melakukan asuhan keperawatan pada 2 pasien anak dengan retinoblastoma, 3 pasien Acute Myeloid Leukimia (AML) dengan gizi buruk, 2 pasien dengan Lymphoma Malignant NonHodgkins (LMNH), pasien hepatoblastoma dengan gizi buruk, pasien anak dengan hidronefrosis, hidroureter bilateral post nefrotomi bilateral, pasien anak dengan limfoma burkit, dan pasien anak dengan Acute Limphoblastic Leukimia (ALL). Kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak antara lain, merawat pasien anak dengan keganasan, merawat pasien anak dengan gangguan perkemihan, merawat pasien anak dengan gangguan perdarahan, mengenal kondisi kegawatan onkologi, menyiapkan dan melakukan transfusi, memonitor hidrasi pasien anak sebelum dan setelah kemoterapi, mengukur keseimbangan cairan, menyiapkan pasien sebelum dan setelah kemoterapi, kolaborasi pelaksanaan kemoterapi sesuai protokol, memonitor efek samping kemoterapi (mual, muntah, diare, konstipasi, mukositis) dengan mengembangkan skala untuk menilai derajat mukositis anak, mengenal periode kemoterapi selanjutnya, melakukan pendampingan prosedur IT, menentukan status nutrisi pasien onkologi dengan antropometri, mengenal cara pemberian nutrisi, memberikan dan memonitor nutrisi enteral dan parenteral, mengenal resusitasi pada pasien terminal,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
84
memonitor
O2
pasien,
manajemen
nyeri
pasien,
manajemen
kelemahan dan ketidakberdayaan anak, memotivasi keluarga pada periode berduka, serta melakukan dokumentasi keperawatan. 3.1.3 Ruang Perawatan Perinatologi Praktik residensi dilaksanakan selama 4 minggu pada tanggal 20 Mei sampai 14 Juni 2013. Residen keperawatan anak, melakukan asuhan keperawatan pada 4 kasus kelolaan yaitu, kasus pasien bayi dengan atresia esophagus, sepsis, dan gizi buruk marasmik, pasien bayi dengan hiperbilirubinemia dan hisprung, pasien bayi dengan ARDS/ distress pernapasan dan pasien bayi dengan sepsis awitan dini. Resume dilaksanakan pada 4 kasus yaitu, pasien bayi prematur dengan ARDS, bayi hiperbilirubin dengan oligohidramniaon, bayi dengan sepsis awitan lama, bayi dengan sepsis dan kelainan kongenital. Kompetensi yang dicapai residen keperawatan anak meliputi, menilai usia gestasi bayi prematur dengan Ballard Score, melakukan manajemen laktasi dan konseling menyusui, melakukan pendampingan perawatan kangoroo mother care/ perawatan metode kanguru, monitoring alat bantu kardio-respirasi (CPAP dan ventilator), monitoring pemberian cairan parenteral, melakukan suction pada bayi dengan alat napas bantuan, melakukan pemantauan terapi sinar, merawat bayi dengan gangguan respirasi, merawat bayi dengan gangguan termoregulasi, merawat bayi dengan gangguan metabolit dan melaksanakan dokumentsi keperawatan. 3.2 Peran Sebagai Pendidik Peran residen keperawatan anak sebagai pendidik dilakukan dengan cara memberikan edukasi dan motivasi pada pasien dan keluarganya selama perawatan di masing-masing ruang perawatan. Pada ruang infeksi anak mengajarkan tehnik cuci tangan sebelum dan setelah berinteraksi dengan anak untuk meminimalkan penularan infeksi, melakukan edukasi cara penggunaan kamar mandi bersama untuk pasien. Pada ruang non infeksi,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
85
residen keperawatan anak melakukan edukasi keluarga tentang jadwal dan protokol kemoterapi, pemantauan fisik anak setelah kemoterapi, melakukan evaluasi keluarga tentang status nutrisi anak sebelum dan setelah sakit, melakukan pemberian nutrisi per NGT, melakukan discharge planning pasien pulang (tanda anak harus dibawa ke rumah sakit, efek kemoterapi, jadwal kemoterapi selanjutnya, nutrisi selama di rumah). Pada ruang perinatologi, residen keperawatan anak memberikan edukasi tentang tehnik memberi ASI yang benar, melakukan edukasi tentang ASI ekslusif dan edukasi tentang perawatan metode kanguru (PMK). 3.3 Peran Sebagai Peneliti Peran sebagai perawat peneliti bagi seorang ners spesialis dilakukan dengan aktif melakukan penelitian untuk menemukan sumber ilmu baru dan selalu mendasarkan tindakan dalam pemberian asuhan pada evidence based nursing yang dipercaya. Dalam praktek residensi ini, residen keperawatan anak melakukan peran sebagai peneliti dengan menerapkan evidence based nursing sesuai dengan ruang praktik, diantaranya: 1.
Massage pada pasien anak dengan kanker bisa meminimalkan rasa nyeri (Hughes, Ladas E, Rooney D, Kelly K, 2008).
2.
Pemanfaatn terapi sitz bath (rendam duduk) dalam mengatasi iritasi, daerah panggul setelah kemoterapi (Patient Education Network, University Health Network, 2011).
3.
Pengembangan instrument penilaian tinggkat mukositis pada pasien kanker dan kemoterapi dengan OMDQ (Oral Mucositis Daily Quessionaire)
(Tomlison.D,
Manji.A,
Either.M.C,
Gassas.A,
Maloney.A.M, Sung.L, 2010). 4.
Penggunaan
alcohol
hand rub
dapat
meminimalkan infeksi
(meminimalkan kolonisasi bakteri Klebsiella dan Pseudomonas aeruginosa) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik (P.P Saramma, K. Krishnakumar, P.K. Dash, P.S Sarma, 2012).
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
86
5.
Pemakaian foto terapi sesuai indikasi dan dosis, lebih meminimalkan efek samping (Tao Xiong & Yi Qu & Stephanie Cambier & Dezhi Mu, 2011).
6.
Penggunaan kortikosteroid lebih awal pada ARDS, lebih baik dilakukan, untuk mengurangi disfungsi organ, nilai cedera paru, kebutuhan ventilator, dan keperluan perawatan intensif (G.C. Khilnani, Vijay Hadda, 2011).
3.4 Peran Sebagai Pengelola dan Inovator Residen keperawatan anak melaksanakan peran inovator dengan melakukan proyek inovasi pada tempat praktik. Proyek inovasi dilakukan 2 (dua) kali selama praktik residensi yang semua dilaksanakan di ruang perawatan anak non infeksi. Proyek inovasi I (satu) dilaksanakan saat praktik residensi 1 (satu) secara kelompok. Tema dalam proyek inovasi I adalah penggunaan terapi rendam duduk ( sitz bath therapy) dalam meminimalkan iritasi di area panggul dan fissure anal pada pasien anak post kemoterapi. Proyek inovasi II (dua) merupakan proyek inovasi mandiri yang dilaksanakan saat praktik residensi 2 di ruang non infeksi. Inovasi yang dilaksanakan adalah mengembangkan instrumen pangkajian derajat mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Quessionaire) pada anak dengan kanker (Tomlison.D, Manji.A, Either.M.C, Gassas.A, Maloney.A.M, Sung.L, 2010). Proyek
inovasi
dilaksanakan
berdasarkan
evidence
based
practice.
Pengkajian dilaksanakan dengan metode PICO (populasi/problem, intervensi, comparation dan outcome), untuk menentukan kebutuhan pasien dan ruang perawatan, selanjutnya dilakukan penelusuran jurnal terkait dari sumber yang terpercaya dan melakukan appraise jurnal/artikel. Setelah proses diskusi dan mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen rumah sakit, residen keperawatan anak lalu membuat proposal proyek inovasi. Proposal proyek inovasi dipresentasikan dengan pihak manajemen dan bidang keperawatan rumah sakit, serta perawat ruangan. Tahap berikutnya, dilakukan sosialisai
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
87
dan implementasi bersama perawat ruangan serta evaluasi terkait pelaksanaan inovasi dengan laporan terlampir. Sedangkan peran sebagai pengelola dilakukan residen dengan cara melakukan kolaborasi dengan profesi lain dan perawat di ruangan dalam mengelola pasien di ruangan, kebutuhan apa yang saat ini diperlukan untuk peningkatan kesehatan anak. 3.5 Peran Sebagai Advokat Tujuan umum advokat pada klien adalah melindungi hak klien. Advokat memberi informasi kepada klien mengenai hak mereka dan memberikan mereka informasi yang diperlukan untuk dapat membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut (Kozier, 2011). Kusnanto, (2004),juga mengatakan sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Residen berperan sebagai advokat pasien dengan mendampingi pasien, menjelaskan hal-hal yang kurang dimengerti oleh keluarga terkait dengan kondisi kesehatan anaknya. Mendampingi pasien dan keluarga saat visitasi dokter, membela hak-hak klien dalam menerima perawatan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
88
BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang penerapan Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan anak kanker yang mengalami masalah nutrisi serta pembahasan tentang ners spesialis dalam pencapaian target kompetensi. 4.1 Penerapan Model Adaptasi Roy Dalam Asuhan Keperawatan Anak Kanker Yang Mengalami Masalah Kurang Nutrisi. Nutrisi berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Nutrisi yang baik memungkinkan seorang anak mempertahankan fungsi tubuh mereka seperti melakukan aktivitas dan bermain, pulih dari penyakit dan trauma yang dialami, serta tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapannya masing-masing (Bryant, 2003 dalam Royal Collage of Nursing, 2006). Pada perjalanan penyakit kanker pada anak, nutrisi juga banyak berperan. Nutrisi yang adekuat, bisa meningkatkan imunitas tubuh yang akan membantu anak melawan infeksi dan membuat anak lebih mentoleransi pengobatan kanker (Den Broeder et al., 2000). Status nutrisi yang baik juga akan mempengaruhi prognosis anak-anak dan dewasa muda dengan kanker (Andreyev et. al., 1998, dalam Cunningham dan Bell , 2000). Lima kasus terpilih yang akan dibahas antara lain anak A.P dengan Acute Myeloid Leukimia (AML) pro kemoterapi minggu I dan gizi buruk marasmik, anak M.R dengan Limfoma Malignum Non Hodgkin (LMNH) pro kemoterapi minggu I dan gizi buruk marasmik, anak M.T dengan Acute Myeloid Leukimia (AML) dan gizi buruk marasmik, anak V dengan Acute Myeloid Leukimia (AML), gizi buruk marasmik, cardiomyopathi dilatasi dan febrile neutropeni serta anak K dengan Neuroblastoma High Risk post kemoterapi. Selanjutnya pembahasan akan dilakukan menggunakan Model Adaptasi Roy sebagai kerangka acuan dan paradigma dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
89
4.1.1 Pengkajian Perilaku Pengkajian
perilaku
dalam
Model
Adaptasi
Roy
merupakan
pengkajian tahap pertama. Menurut Taghavi, Aliakbarzadeh-Arani, dan
Khari-Arani
(2012),
pengkajian
tahap
pertama
adalah
mengumpulkan data perilaku adaptif dan inefektif klien sebagai sistem adaptasi yang dihubungkan dengan empat model adaptif yaitu, fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Pengkajian yang dilakukan dalam fungsi fisiologis mencakup kemampuan oksigenasi yang berhubungan dengan sirkulasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, proteksi, sensori, cairan dan elektrolit, fungsi neurologi serta fungsi endokrin (Alligood & Tomey, 2006). Pada lima kasus yang menjadi kelolaan residen, semua anak mengalami perilaku inefektif pada aspek nutrisi. Perilaku inefektif pada aspek nutrisi ini, ditunjukkan dengan data saat pengukuran antropometrik masing-masing pasien meliputi tinggi badan atau panjang badan (TB/PB), berat badan (BB) dan lingkar lengan atas (LILA). Penentuan status nutrisi lebih diutamakan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Selanjutnya grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik untuk anak lebih dari 5 tahun menggunakan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000. Pada kondisi tertentu seperti
anak
yang
mengalami
oedem,
dehidrasi,
overhidrasi,
organomegali dan kondisi tertentu lainnya, digunakan pengukuran antropometrik lainnya (IDAI, 2011). Residen dalam melaksanakan praktik ini menggunakan penentuan antropometrik berat badan menurut panjang badan/tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan menurut umur (LLA/U) untuk anak dengan kondisi khusus. Alasan penggunaan antropometrik lingkar lengan atas berdasarkan umur pasien tersebut, karena di tempat praktik ruang anak non infeksi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
90
RSUPN Dr Ciptomangunkusumo juga menggunakan parameter status nutrisi untuk menilai anak-anak dengan kondisi khusus. Dari lima kasus kelolaan, 4 diantaranya menunjukkan status gizi buruk dengan ditemukan wasting pada pemeriksaan klinis anak yaitu anak A.P pada kasus 1, anak M.R pada kasus 2, anak M.T pada kasus 3 dan anak V pada kasus 4. Pasien tersebut diagnosa dengan Acute Myeloid Leukimia (AML) dan diagnosa Limfoma Malignum Non Hodgkin (LMNH), sedangkan untuk anak K pada kasus 5, pasien menunjukkan status gizi kurang dengan diagnosa medis Neuroblatoma. Menurut Suandi (1999), kanker jenis leukemia dan limfoma menempati 40% dari penyakit keganasan anak, sisanya 60% berupa tumor solid terutama sarkoma. Komplikasi yang ditimbulkan oleh kanker liomfoma dan leukemia pada anak terhadap status gizi adalah malnutrisi berat dan wasting. Gejala mula-mula tampak berupa kehilangan berat badan, selanjutnya terjadi malabsorbsi bila tumor mengenai saluran cerna atau malabsorbsi timbul sebagai akibat pengobatan
kemoterapi
dan
radiasi.
Selain
itu
terjadi
pula
hipermetabolisme sebagai akibat pertumbuhan aktif dari tumor atau adanya infeksi pada penderita. Selain jenis leukemia dan limfoma, kanker secara umum juga akan menyebabkan terjadinya kekurangan nutrisi pada anak yang ditandai dengan anoreksia, penurunan berat badan dan berkurangnya massa otot akibat asupan oral yang tidak adekuat serta perubahan metabolik atau dikenal dengan istilah sindroma anoreksia kaheksia (cancer anorexia-cachexia syndrome) (Muliawati, Haroen, & Rotty, 2012). Keadaan kekurangan nutrisi pada pasien dengan kanker ini akan menyebabkan
terjadinya
kelemahan,
penurunan
imunitas
dan
penurunan penyembuhan luka, peningkatan toksisitas obat, serta perubahan psikologis (Flegal, et.al, 2005). Pasien kanker dengan penurunan berat badan juga menunjukkan kurang berespon terhadap
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
91
cytostatics (Schnadig, 2008), semakin lama dirawat di rumah sakit, menunjukkan
tingkat
remisi
lebih
tinggi
dan
menunjukkan
pengurangan kualitas hidup (Petruson, et.al, 2005). Kekurangan nutrisi juga mengakibatkan prognosis penyakit menjadi lebih berat yang berdampak signifikan pada tingkat kelangsungan hidup, terutama pada anak-anak dengan tumor solid dan metastasis penyakit (Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011), anak-anak yang baru terdiagnosa neuroblastoma stadium IV, leukemia lymphoblastic acute (ALL), dan leukemia myeloid akut (AML) (Lobato-Mendizabal, et.al, 2003). Pada kasus kelolaan ke 4 yaitu anak V dengan leukemia myeloid acute (AML) dan gizi buruk marasmik, anak tidak mampu beradaptasi dengan penyakitnya dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 20 November 2013. Pada pengkajian perilaku, Roy mengembangkan juga pengkajian tentang konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Ketiga model adaptasi dari konsep diri, fungsi peran dan interdepandensi, ini akan mengaktifkan mekanisme koping kognator seseorang, selain koping regulator dari adaptasi fungsi fisiologis (Roy, 2009). Model konsep diri dikatakan adaptif jika gambaran diri positif, terjadi keutuhan fisik dan perkembangan fisik, kompensasi terhadap perubahan tubuh adekuat, koping strategi terhadap kehilangan efektif, fungsi harga diri positif, keutuhan ideal diri efektif (Roy, 2009). Pada lima kasus kelolaan, tidak semua pasien dapat dilakukan pengkajian tentang konsep diri. Anak A.P pada kasus 1, anak M.T pada kasus 3 tidak dapat dilakukan pengkajian tentang konsep diri karena usisnya yang masih kecil/ kurang dari 2 tahun. Menurut Hockenberry dan Wilson (2009), konsep diri pada anak mulai berkembang dan dapat dikaji pada usia toddler. Sedangkan pada anak M.R dalam kasus 2, juga tidak bisa dilakukan pengkajian tentang
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
92
konsep diri karena terjadi gangguan dalam komunikasi verbal (anak tidak mampu berbicara karena ada massa tumor pada leher dan sedang terpasang trakeostomi). Pada anak K dalam kasus 5 menunjukkan tidak ada gangguan dalam konsep diri, sedangkan pada anak V dalam kasus 4, sebenarnya tidak ada gangguan dalam konsep diri, tetapi karena kondisinya yang sakit dan sudah lama dirawat di rumah sakit (hampir 2 bulan perawatan), beresiko terjadi gangguan konsep diri. Konsep diri pada anak dipengaruhi oleh perkembangan fisik, kemampuan berpikir dan interaksi dengan orang sekitarnya (Roy, 2009). Pada pengkajian model adaptasi interdependensi, anak yang lebih besar seperti anak K dalam kasus 5 dan anak M.R pada kasus 2, anak dapat menjalankan peran sesuai dengan usianya. Sedangkan dalam 3 kasus yang lain, anak tidak mampu berperan sesuai dengan usianya karena kondisi fisiknya yang sakit. Kelima anak dalam kasus kelolaan mempunyai
tingkat
ketergantungan
yang
relatif
tinggi
pada
keluarganya. Mereka juga mendapatkan kasih sayang yang baik dari keluarganya selama dilakukan perawatan di rumah sakit. Indikator fungsi interdependensi adaptif adalah pola mandiri dan ketergantungan efektif, strategi koping terhadap perpisahan efektif, hubungan dan komunikasi efektif (Roy 2009). 4.1.2 Pengkajian Stimulus Stimulus yang mempengaruhi ketidakefektifan perilaku menurut model adaptasi Roy meliputi stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual (Roy, 2009; Alligood & Tomey, 2006). Menurut George (1995) dalam Alligood (2010) yang diamaksud stimulus fokal adalah stimulus yang secara langsung dihadapi oleh individu yang menyebabkan sakit dan ketidakseimbangan. Stimulus fokal terjadinya kekurangan nutrisi pada pasien anak dengan kanker adalah mekanisme perjalanan penyakit kanker dan efek pengobatan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
93
Terapi pengobatan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi umumnya menimbulkan berbagai efek samping, yang dapat menyebabkan seorang anak berada dalam keadaan kurang gizi (Barron & Pencharz, 2007). Jenis terapi kanker digabungkan dengan efek keganasan kanker akan menyebabkan cedera organ utama seperti hati dan pankreas, serta kerusakan pada saluran cerna. Akibatnya, akan timbul diare terus menerus, muntah, mukositis, anoreksia dan efek sistemik terapi lain, sehingga membuat asupan oral menjadi berkurang. Keadaan ini akan berdampak pada hilangnya cairan dan elektrolit tubuh, berkurangnya protein, zat besi dan kekurangan vitamin yang dapat menyebabkan malabsorpsi mikro maupun makronutrien secara akut ataupun kronis (Donaldson, 1988 dalam Bauer, Jurgens, & Fruhwald, 2011). Stimulus fokal yang didapatkan dari pasien kelolaan terkait dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi adalah karena anoreksi, asupan tidak adekuat, mual muntah, gangguan menelan dan diare. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang terdapat pada individu dan lingkungan yang mempengaruhi individu, yang dapat memberikan efek positif maupun negatif seperti kondisi kesehatan, umur, jenis kelamin, budaya, tingkat fungsi fisik, dinamika keluarga, status ekonomi, pengetahuan, dan nilai-nilai budaya serta lingkungan tempat
tinggal
(Alligood
(2010).
Hasil
identifikasi
stimulus
kontekstual pada pasien kelolaan meliputi kondisi cachexia kanker, adanya penyakit penyerta, menurunnya imunitas tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Sedangkan stimulus residual yang ada pada pasien kelolaan terkait dengan nutrisi adalah riwayat penyakit yang sama dalam keluarga, faktor ekonomi, upaya pengobatan. 4.1.3 Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan menurut Roy merupakan keputusan klinik terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial dan kebutuhan adaptasi. Pernyataan tentang diagnosis merupakan arahan untuk
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
94
melakukan manajemen stimulus yang mengancam atau meningkatkan adaptasi.
Roy
menyimpulkan
bahwa
diagnosis
keperawatan
merupakan hasil pernyataan yang menggambarkan status adaptasi terhadap sistem adaptasi manusia (Roy, 2009). Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam pengelolaan ke 5 kasus pasien ini menggunakan NANDA (Nursing Diagnosis Definitions and Classification). Terkait dengan aspek nutrisi, diagnosa keperawatan yang muncul pada kelima kasus kelolaan ini adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Batasan karakteristik yang harus ada pada penegakan diagnosa tersebut diantaranya berat badan pasien kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi badan, asupan makanan kurang dari metabolik baik kalori total maupun zat gizi tertentu, kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat dan dilaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang dari Recommended Daily Allowance (RDA) ( Wilkinson, & Nancy 2011). Faktor yang berhubungan atau terkait dengan munculnya diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien kelolaan adalah karena penyakit kronik/kanker, kondisi anoreksi, mual muntah, asupan nutrisi tidak adekuat, adanya diare, perdarahan pada saluran cerna (melena), infiltrasi sel ke hepar, dan kesulitan menelan karena massa di leher seperti pada anak M.R kasus no 2. Selain masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi yang ada pada semua kasus kelolaan, muncul juga diagnosa keperawatan lain. Pada anak A.P kasus 1, anak M.T kasus 3 dan anak V kasus 4 yang semuanya dirawat dengan Acute Myeloid Leukimia (AML) muncul diagnosa keperawatan potensial yaitu diagnosa potensial komplikasi kanker: anemia dan perdarahan. Ketiga pasien anak tersebut ketika
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
95
dilakukan pengkajian didapatkan ada perdarahan pada saluran cerna dan dua diantaranya terdapat ptekie/ bintik kemerahan pada tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dalimoenthe (2005) dalam Rofinda (2012) bahwa, salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan berupa ptekie, purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40-70% penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi perdarahan yang paling sering adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung, ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna berkaitan dengan nutrisi pasien, karena pada anak-anak dengan perdarahan saluran cerna akan dipuasakan sampai perdarahan berhenti dan diberikan nutrisi secara parenteral. Manifestasi perdarahan ini muncul sebagai akibat dari berbagai kelainan hemostasis (Nand & Messmore, 1990, Dalimoenthe, 2005 dalam Rofinda 2012). Perdarahan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada leukemia akut terutama pada leukemia mielositik akut dengan diferensiasi monositik dan leukemia promielositik akut (Tallman, 2003). Komplikasi perdarahan mengakibatkan mortalitas 7-10% pada pasien leukemia akut (Creutzig, 1987 & Verschuur, 2004 dalam Rofinda 2012). Diagnosa keperawatan pada pasien kelolaan yang berkaitan dengan nutrisi lainnya adalah resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh. Nutrisi sangat berkaitan dengan asupan baik makanan maupun minuman, sehingga evaluasi nutrisi juga melibatkan pemantauan terhadap asupan dan haluaran. Selain itu pemantauan cairan pasien juga diperlukan untuk rehidrasi pasien sebelum dan setelah kemoterapi. Diagnosa keperawatan diare dan kerusakan membran mukosa oral yang muncul pada kasus kelolaan, juga berkaitan dengan nutrisi pasien. Diare akan mengakibatkan nutrisi banyak terbuang sedangkan kerusakan membran mukosa oral/ mukositis akan mempengaruhi asupan makan anak secara oral menjadi berkurang, sehingga semua masalah keperawatan yang muncul
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
96
tersebut harus bisa diselesaikan dengan baik sesuai tujuan yang ditetapkan. 4.1.4 Penetapan Tujuan Tujuan keperawatan dalam Model Adaptasi Roy adalah meningkatkan adaptasi pada model fisioligis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi yang berkontribusi terhadap kesehatan seseorang, meningkatkan kualitas hidup dan dapat meninggal dengan tenang (Fitzpatrick & Wallaca, 2006). Tujuan keperawatan ditetapkan sesuai dengan diagnosa yang telah ditegakkan dan fokus untuk mendukung perilaku anak yang adaptif. Tujuan
ditetapkan
Clasification
dengan
(NOC)
menggunakan
sesuai
dengan
Nursing
masalah
Outcome
keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang muncul dari kelima kasus pasien
kelolaan. Tujuan tersebut meliputi
peningkatan status nutrisi anak, dengan melihat rasio berat badan dan tinggi badan, asupan nutrisi, kelembaban/hidrasi kulit, kadar biokimia darah seperti albumin, hematrokit dan gula darah. Selain itu juga ditetapkan tujuan peningkatan asupan makanan dan cairan dengan melihat asupan makanan per oral, asupan makanan per NGT, asupan cairan oral, asupan cairan IVFD, asupan nutrisi parenteral dan peningkatan asupan nutrien seperti kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, zat besi, kalsium dan sodium (Wilkinson & Nancy 2011). Setelah menetapkan tujuan keperawatan, selanjutnya dibuat rencana intervensi/ tindakan untuk merubah perilaku anak yang inefektif menjadi
perilaku
yang
adaptif
serta
memepertahankan
dan
meningkatkan perilaku adaptif yang sudah ada pada diri anak.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
97
4.1.5 Intervensi Menurut Roy (2009) intervensi keperawatan adalah pendekatan yang bertujuan untuk mendorong atau menguatkan proses adaptasi melalui perubahan stimulus. Fokus dalam intervensi keperawatan adalah perilaku untuk mencapai tujuan, yang didasari atas pengetahuan serta diarahkan pada stimulus yang dilakukan oleh perawat, sehingga dapat meningkatkan perilaku adaptif pasien. Dalam melaksanakan proses keperawatan, perawat harus mengembangkan tehnik dan keterampilan interpersonal dalam mengkaji dan melakukan intervensi seperti pendekatan fisik, anticipatory guidance, pendidikan kesehatan dan konseling (Tomey & Alligood, 2006). Tindakan keperawatan yang dilakukan pada kelima kasus kelolaan dan berkaitan dengan peningkatan status nutrisi pasien adalah melakukan manajemen nutrisi, monitoring nutrisi, terapi nutrisi, pemberian makan enteral dan perenteral. Tindakan yang dilakukan oleh residen dalam manajemen nutrisi misalnya melibatkan orang tua dalam memberikan makan pada anak, memberikan posisi yang nyaman saat anak makan, menjaga prinsip bersih dalam pemberian makan, memonitor albumin, protein, Hb, dan hematokrit anak. Tindakan yang dilakukan dalam monitoring nutrisi meliputi penimbangan berat badan pasien 1-3 hari sekali, memonitor asupan kalori dan gizi pasien, memonitor kelembaban kulit, memonitor ada tidaknya pembengkakan, mual, muntah, diare, konjungtiva pucat dan memonitor membran mukosa mulut. Sedangkan tindakan yang dilakukan residen dalam terapi nutrisi misalnya memberikan dan memonitor pemberian diet anak sesuai kebutuhan, melakukan pemasangan NGT untuk diet enteral maupun monitoring diet secara parenteral. Pasien anak A.P pada kasus 1, untuk pemenuhan nutrisi awal dilakukan lewat oral dengan nasi tim saring (NTS) 800 kkal + makan cair (MC) 4x100 ml, selanjutnya diganti dengan F100 8x150 ml lewat
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
98
NGT. Menurut Kimani dan Sharif (2009), pemberian makan melalui NGT diperlukan hanya jika pasien tidak cukup intake per oral yaitu kurang dari 75% dari diet yang diresepkan per hari. Pemberian makanan melalui NGT diperlukan ketika terdapat satu atau lebih dari kondisi berikut ini, diantaranya asupan nutrisi kurang dari 75% dari yang diresepkan dalam 24 jam, pasien penderita pnemonia dengan laju nafas yang cepat, pasien memiliki lesi di mulut, pasien memiliki langit-langit sumbing atau kelainan fisik lainnya dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pada anak M.R kasus 2, diet anak juga diberikan melalui NGT dengan F100 6x200 ml dan ditingkatkan dengan F100 6x225 ml, karena pasien terjadi pembesaran massa dileher akibat Limfoma Malignum Non Hodgkin
(LMNH).
Kondisi
ini
mengakibatkan
anak
susah
mendapatkan asupan secara oral, sehingga diperlukan pemberian nutrisi enteral dengan NGT. Menurut Duggan (2005), pemberian nutrisi enteral merupakan cara yang paling diminati dan aman untuk penyediaan nutrisi pada anak karena dapat mencegah atrofi usus, toksisitas, dan komplikasi intravena. Kontraindikasi pemberian nutrisi enteral pada anak dengan kanker sama dengan penyakit lain seperti obstruksi usus, muntah permanen, atau perdarahan akut (Arends, et. al, 2009). Pasien anak M.T pada kasus 3, pemenuhan nutrisi awal saat diberikan secara parenteral dengan TPN N4 (475 ml)+D10% (25ml)+KCl (10ml) 20,8 ml/jam, aminoleban 8% 3,6 ml/jam dan lipid 20% 0,7 ml/jam, karena pasien dalam kondisi puasa akibat dari melena. Hari berikutnya pasien mulai dilakukan priming makan cair (MC) 6x30 ml dan diet dinaikkan dengan makan (MC) 6x50 ml dengan tetap mendapatkan TPN 20,8 ml/jam, tetapi kembali terjadi melena sehingga pasien dipuasakan lagi. Pada hari terakhir perawatan yang dilakukan residen (tanggal 31 Oktober) pasien sudah dapat diet F100 4x25 ml, 4x50 ml
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
99
dan TPN 15,3 ml/jam. Pasien masih terus dirawat sampai praktik residensi anak berakhir. Pasien anak V pada kasus 4, untuk pemenuhan nutrisi awal juga diberikan secara perenteral dengan TPN D10% (440 ml) + NaCl 3% (50 ml) + KCl (10ml) 35 cc/jam, Amonisteril 5% 9,5 ml/jam, Ivelip 2,4 ml/jam karena pasien puasa dengan melena. Hari perawatan ke 4 pasien mulai minum dengan pregistimil 4-30 cc dan TPN 35 cc/jam, pada hari perawatan ke 7 diberikan diet pregestimil 8x30 ml dan TPN 23 ml/jam. Pasien mengalami perburukan karena penyakitnya dan pada hari ke 9 perawatan yang dilakukan residen anak meninggal dunia. Sedangkan pemberian diet awal anak K pada kasus 5, dilakukan dengan parenteral N5+KCl (10ml) 45 ml/jam, aminofusin 5% 11,5 ml/jam. Selanjutnya diet diberikan per oral dan perenteral. Diet parenteral dihentikan 1 hari sebelum pasien diperbolehkan pulang untuk rawat jalan. Pada kondisi tertentu jika pemberian diet secara oral atau jenis enteral feeding
tube
tidak
memungkinkan,
maka
nutrisi
parenteral
diindikasikan tanpa penundaan. Memulai pemberian kalori parenteral lebih awal, akan menguntungkan anak-anak yang terbukti kekurangan energi protein atau anak yang mempunyai riwayat asupan makanan rendah. Tujuan pemberian nutrisi parenteral parsial adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi sampai anak mentoleransi asupan oral atau feeding tube. Sedangakan nutrisi parenteral lengkap diberikan dalam jangka pendek pada anak dengan kegagalan penyerapan enteral dan tidak berespon terhadap suplemen makanan (Forchielli, Azzi, Cadranel, Paolucci, 2003).
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
100
4.1.6 Evaluasi Dalam model adaptasi Roy, yang dimaksudkan dengan evaluasi proses keperawatan adalah aktivitas untuk mengetahui apakah klien telah terjadi perubahan adaptasi, dengan
menyimpulkan keefektifan
intervensi keperawatan yang telah diimplementasikan (Roy,2009). Pada masing-masing kasus kelolaan, efektif atau tidaknya intervensi keperawatan yang telah dilakukan, tergantung dari kondisi masingmasing pasien. Evaluasi pemenuhan nutrisi anak A.P pada kasus 1, belum sesuai dengan yang diinginkan. Pasien pada hari terakhir dilakukan perawatan oleh residen berat badannya tidak naik, saat ini hanya 8,5 kg. Berat badan anak saat masuk rumah sakit 8,6 kg, sedangkan berat badan ideal seharusnya adalah 10,4 kg. Pasien sebenarnya pernah mengalami peningkatan berat badan hingga mencapai 10,1 kg pada tanggal 20 September, tetapi hal ini bisa diakibatkan adanya peningkatan/ overload cairan saat dilakukan hidrasi untuk kemoterapi. Hal ini terlihat dari didapatkannya oedem/ bengkak pada kaki. Selanjutnya pada tanggal 26 September 2013, pasien dipindah ke ruang perawatan febrile neutropeni. Pada evaluasi akhir didapatkan, pasien anak A.P beradaptasi pada masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh secara kompensasi. Evaluasi pada anak M.R kasus no 2, setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 hari, berat badan pasien naik menjadi 10,8 kg dari berat badan masuk 10 kg. Tetapi berat badan anak masih dibawah berat badan idealnya (13,8 kg). Intervensi keperawatan yang diberikan untuk masalah pemenuhan nutrisi pasien belum mencapai tujuan yang diharapkan. Evaluasi akhir, anak M.R beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi secara kompensasi.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
101
Pada anak M.T kasus 3, pemenuhan nutrisi yang dilakukan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Pasien saat dikaji berat badannya 7,2 kg dan setelah 10 hari dilakukan perawatan, berat badan hanya naik menjadi 8 kg dengan berat badan ideal 10 kg. Dalam masa perawatan yang dilakukan residen, pasien mengalami 3 kali masa puasa dan priming minum. Awal priming dengan makan cair yang pertama, anak kembali terjadi melena sehingga harus dipuasakan lagi, demikian juga untuk priming yang ke dua, anak juga mengalami melena lagi. Pada priming makan cair yang ke 3 anak tidak mengalami melena dan diet diteruskan dengan pemberian F100 4x25 ml, 4x50 ml dan TPN 15,3 ml/jam sampai hari terakhir residen mengelola pasien (31 Oktober 2013). Hasil evaluasi akhir, anak M.T beradaptasi terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berada pada tahap kompensasi. Pada anak V kasus 4, dalam 9 hari perawatan terjadi penurunan berat badan dari 11,5 kg menjadi 11 kg. Anak menunjukkan perburukan dan ketidakmampuan
beradaptasi
untuk
mempertahankan
integritas
tubuhnya sehingga harus dilakukan intubasi pada hari ke 9 perawatan dan sore harinya dinyatakan meninggal dunia. Sedangkan anak K pada kasus 5, terjadi peningkatan berat badan dari 13,5 kg saat pasien masuk menjadi 15,2 kg. Berat badan anak sudah mencukupi berat badan idealnya yaitu 15 kg. Evaluasi akhir, anak K mampu beradaptasi secara kompromi terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan diperbolehkan pulang pada tanggal 22 November 2013. Kemampuan anak dalam beradaptasi terhadap suatu masalah bermacam-macam. Adaptasi akan terjadi ketika individu berespon positif terhadap perubahan
lingkungan. Respon adaptif akan
meningkatkan integritas seseorang untuk menjadi sehat, sementara
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
102
respon individu terhadap perubahan lingkungan ini ditentukan oleh proses koping yang terjadi dalam individu (Alligood, 2010). Koping yang terjadi pada individu terdiri dari dua subsistem yaitu mekanisme
regulator
dan
kognator
yang
bertindak
untuk
mempertahankan adaptasi dalam empat model adaptif yaitu model fisiologis, model konsep diri, model fungsi peran dan model ineterdependensi. Mekanisme regulator dengan cara adaptasi fisiologis yaitu respon otomatis melalui syaraf, kimia dan endokrin, serta stimuli yang berasal dari indra. Sementara subsistem kognator merespon dengan cara adaptasi konsep diri, fungsi peran dan interdependensi melalui empat saluran kognitif emosional yaitu, proses informasi, persepsi, proses belajar, penilaian dan emosi (Roy, 2009; Christensen & Kenney, 2009). Tantangan yang dialami residen keperawatan anak dalam melakukan asuhan pasien menggunakan model adaptasi Roy adalah pengkajian pada model adaptasi konsep diri. Semakin muda usia anak, semakin sulit untuk melakukan pengkajian tentang adaptasi konsep diri. Hal ini disebabkan belum semua anak-anak mengerti bagaimana cara menjelaskan tentang harga diri, identitas diri dan ideal dirinya. Residen keperawatan anak mengatasi hal tersebut dengan menjelaskan menggunakan bahasa yang dimengerti dan difahami anak. Jika anak tetap tidak mengerti, berarti usia anak tersebut memang belum siap dilakukan pengkajian untuk model adaptasi konsep diri. Perlu dilakukan telaah dan pembuktian lebih lanjut dalam pengaplikasian Model Adaptasi Roy selanjutnya, khususnya pada pengkajian konsep diri untuk anak-anak di bawah usia toddler.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
103
4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian Target Waktu keseluruhan yang dipergunakan dalam menempuh pendidikan residensi anak atau praktik ners spesialis anak adalah 2 semester. Dalam 2 semester tersebut, residen melakukan praktik keperawatan full di ruang perawatan anak RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo yang terdiri dari ruang perawatan anak infeksi, ruang perawatan anak non infeksi dan ruang perawatan perinatologi. Ada banyak sekali ilmu dan kesan yang didapatkan oleh residen selama menjalani periode praktik. Periode praktik ini dimaksudkan agar residen belajar dan mempunyai kompetensi yang ditetapkan sebagai calon ners spesialis anak. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan residen dengan memberikan pelayanan langsung terhadap pasien anak di ruang perawatan dan melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain. Peran sebagai pendidik dilaksanakan dengan melaksanakan berbagai macam edukasi kepada orang tua pasien dan sharing tentang ilmu keperawatan yang baru baik residen ke perawat ruangan ataupun sebaliknya. Hal-hal yang residen belum memahami betul, akan di diskusikan dengan perawat ruangan terutama dalam pengelolaan pasien di ruangan. Pencapaian
kompetensi
sebagai
seorang
pengelola
dan
innovator
dilaksanakan dengan melakukan sebuah inovasi di ruang perawatan non infeksi dengan membuat format pengkajian mukosistis pada anak dengan kanker. Hanya saja karena keterbatasan tenaga keperawatan di ruangan, inovasi-inovasi yang dilakukan oleh residen belum ada tindak lanjut. Target pencapaian kompetensi lain dalam praktik residensi keperawatan anak ini telah dicapai oleh residen sesuai dengan tahapan-tahapan yang harus dilalui. Berbagai macam bentuk dukungan didapatkan oleh residen, mulai dari penerimaan yang baik dari kepala ruang dan perawat-perawat di ruangan, dukungan dari pihak managemen RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo untuk melaksanakan inovasi-inovasi dalam dunia keperawatan yang baru serta
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
104
bimbingan dan supervisor dari akademik yang membantu residen dalam mencapai target kompetensi yang diharuskan. Meskipun ada banyak dukungan, tetapi didapatkan juga hambatan dalam pelaksanaan praktik residensi. Tidak adanya pembimbing klinik yang ada di lapangan menjadi hambatan tersendiri bagi residen untuk menjalani praktik, karena saat menghadapi kasus-kasus sulit tidak ada pembimbing untuk melakukan diskusi. Hambatan lain yang ditemui residen adalah belum adanya tempat diskusi yang ada di lahan praktik.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
105
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang bisa diambil dari pembahasan Model Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah: 1. Model Adaptasi Roy aplikatif diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak kanker yang mengalami gangguan nutrisi kurang, karena Roy mengelompokkan secara khusus pengkajian pada aspek nutrisi, sehingga bisa ditegakkan diagnosa aktual terkait masalah nutrisi pada pasien. 2. Model Adaptasi Roy merupakan kerangka acuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, mengevaluasi masalah keperawatan, memberikan dukungan dan meningkatkan mekanisme koping positif anak kanker dengan masalah nutrisi, sehingga anak mampu beradaptasi dengan baik dalam mempertahankan integritas diri. 3. Anak dengan kanker pada kasus kelolaan, sebagian besar beradaptasi pada tingkat kompensasi terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, satu orang anak beradaptasi pada tingkat kompromi dan satu orang anak beradaptasi pada tingkat integritas. 4. Pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas didukung oleh ners yang profesional dan kompeten. Kompetensi ners spesialis anak ini, dicapai melalui proses pembelajaran dengan menjalankan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran sebagai pendidik, peran sebagai advokat pasien, peran sebagai pengelola serta peran sebagai peneliti selama menjalani praktik residensi keperawatan anak. 5.2 Saran 1. Model Adaptasi Roy menjadi acuan pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronik yang mengalami gangguan nutrisi di layanan keperawatan anak, untuk meningkatkan adaptasi dan mekanisme koping.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
106
2. Ners spesialis anak harus senantiasa meningkatkan kemampuan diri secara keilmuan maupun ketrampilan, dengan cara mengupgrade ilmu-ilmu baru dalam dunia keperawatan anak melalui seminar atau pelatihan, searching jurnal, melakukan penelitian, dan mendasarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan evidence based nursing yang teruji dan terpacaya demi keamanan pasien anak.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA American Academy of Paediatric. (2003). Family centered care and the pediatrician’s role. Pediatrics. 112 (3): 691-696. Abad-Jorge, A., Morris, C.J.A., Perks, P., & Roman, B. (2011). Pediatric nutrition standards of care based on the nutrition care process model. Virginia: Department of Nutrition Services University of Virginia Health System and Morrison Management Specialists. Afsal, N.A., Addai, S., Fagbemi, A., Murich, S., Thomson, M., & Heuschkel, R. (2002). Refeeding syndrome with enteral nutrition in children: a case report, literature review and clinical guidelines. Clin Nutr, 21, 515-20. Alligood, M.R. (2010). Nursing theory: utilization & application. (4th ed). Missouri: Mosby Elsevier. American Cancer Society. (2008). Nutrition for children with cancer. Akses 12 Desember 2013. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002902-pdf.pdf. Arends, J., Zuercher, G., Dossett, A., Fietkau, R., Hug M., Schmid I., ….., Zander A. (2009). Working group for developing the guidelines for parenteral nutrition of The German Association for Nutritional Medicine. Non-surgical oncology: guidelines on parenteral nutrition. Ger Med Science, 7, 1–14. Bartelink, I.H., Rademaker, C.M., Schobben, A.F., & Van den Anker, J.N. (2006). Guidelines on paediatric dosing on the basis of developmental physiology and pharmacokinetic considerations. Clin Pharmacokinet, 45, 1077–1097. Barron, M.A., & Pencharz, P.B. (2007). Nutritional issues in infants with cancer. Pediatric Blood Cancer, 49 (7), 1093–1096. Bauer, J., Jürgens, H., & Frühwald, M.C., (2011). Important aspects of nutrition in children with cancer. Adv. Nutrition. 2, 67–77. Berkow, R.L., Chairperson, Corrigan, J.J., Feig S.A., Johnson, F.L., Lane, P.A., & Hutter J.J. (2004). Guidelines for pediatric cancer centers. Akses 12 Desember 2013. http://pediatrics.aappublications.org/content/113/6/1833.full.pdf+html. CDC, (2000). Growth charts for the United States: methods and development. Akses 12 Desember 2013. http://www.cdc.gov/growthcharts/2000growthchart-us.pdf. CDC Recommendation. (2013). Use and interpretation of the WHO and CDC growth charts for children from birth to 20 years in the United States. Akses 12 Desember 2013. http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/resources/growthchart.pdf.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Chen, C.C.H.,Chang, C.K., Chyun, D.A & McCorkle, R. (2005). Dynamics of nutritional health in a community sample of american elders a multidimensional approach using Roy Adaptation Model. Advances in Nursing Science, 28 ( 4): 376-389. Christensen, P.J., & Kenney, J.W. (2009). Proses keperawatan: aplikasi model konseptual. (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC. Cunningham, R.S., & Bell, R. (2000). Nutrition in cancer: an overview. Seminars in Oncology Nursing, 16 (2), 90–98. Den Broeder, E., Lippins, R.J.J., Van’t Hof. M., Tolboom, J.J., Sengers, R.C., & Staveren, W.A. (2000). Association between the change in nutritional status in response to tube feeding and the occurrence of infections in children with solid tumour. Pediatric Hematology Oncology, 17(7), 567–575. Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI. Di Fiore, F., Lecleire, S., Rigal, O., Galais, M.P., Ben Soussan, E., David, I., ….., Michel, P., (2006). Predictive factors of survival in patients treated with definitive chemoradiotherapy for squamous cell esophageal carcinoma. World J Gastroenteroly, 12, 4185–90. Duggan, C. (2005). Nutritional assessment in sick or hospitalized children. In: Hendricks L, Duggan C, editors. Manual pediatric nutrition. 4th ed.Hamilton: BC Decker, 239–251. European Society of Paediatric Research, (2005). European society of paediatric gastroenterology, hepatology, and nutrition (ESPGHAN) and European society for clinical nutrition (ESPEN) guidelines on paediatric parenteral nutrition. J Pediatric Gastroenterology Nutrition, 41, 5–11. Fitzpatrick, J., & Wallaca, M. (2006). Encyclopedia of nursing research 2nd ed. USA: Spinger Publishing Company, Inc. Flegal, K.M., Graubard, B.I., Williamson, D,F., & Gail, M.H., (2005). Excess deaths associated with underweight, overweight, and obesity. JAMA, 293, 1861–1867. Forchielli, M.L., Azzi, N., Cadranel, S., & Paolucci, G. (2003). Total parenteral nutrition in bone marrow transplant: what is the appropriate energy level? Oncology, 64, 713. Hesket, P.J. (2008). Chemotherapy induced nausea and vomiting. The New England Journal of Medicine, 358(23), 2482-2494. Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essensials of pediatric nursing (8th Ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
IARC (2008). International agency for research on cancer: world cancer report 2008. Akses 6 Desember 2013. http://globocan.iarc.fr/. ICN. (2009). ICN framework of competencies for the nurse specialist. Switzerland: ICN. Kareema, R.S., Brown, R.B., & Ellen, B. (2008). Embracing changes: adaptation by adolescents with cancer. Akses 12 Desember 2013. http://search.proquest.com/docview/199459067/1423A5F4C2F1145F363/18?acco untid=17242. Kimani, F., & Sharif, S.K. (2009). National guidelines for integreted management of acute malnutrition. Kenya : Minstry of medical service Kenya-WHO. Kozier, E., Berman, & Snyder. (2011). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, & praktik. (Ed. 7). Jakarta: EGC. Kusnanto. (2004). Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional. Jakarta: EGC. Lanzkowsky, P. (2005). Manual of pediatric hematology and oncology (4th Edition). USA: Elsevier Academic Press. Lobato-Mendizabal, E., Lopez-Martinez, B., Ruiz-Arguelles, G.J. (2003). A critical review of the prognostic value of the nutritional status at diagnosis in the outcome of therapy of children with acute lymphoblastic leukemia. Rev Invest Clin, 55, 3135. Mary, E.T. (2006). Roy Adaptation Model. Springer Publishing Company New York UnitedStates. Encyclopedia of Nursing Reseach, 30, 533-535. Meacham, L.R., Sklar, C.A., Li S., Liu Q., Gimpel N., Yasui Y., ….., Robison L.L. (2009). Diabetes mellitus in long-term survivors of childhood cancer. Increased risk associated with radiation therapy: a report for the childhood cancer survivor study. Arch Intern Med, 169, 1381–1388. Mercedes, Garza, C., Adelheid, W., Onyango, & Borghi, E. (2007), Comparison of the WHO child growth standards and the CDC 2000 growth charts1 the journal of nutrition symposium: A new 21st-century international growth standard for infants and young children. Akses 12 Desember 2013. http://jn.nutrition.org/content/137/1/144.full.pdf+html. Mosby T.T., Barr, R.D., Penchartz, P.B., (2009). Nutrition assessment of children with cancer. Pediatric Oncology Nursing, 26 (4), 186-197. Muliawati, Y., Haroen, H., & Rotty, L.W.A. (2012). Cancer anorexia-cachexia syndrome. Acta Medica Indonesiana-The Indonesian Journal of Internal Medicine, 44: 2. Akses 13 Desember 2013. http://www.inaactamedica.org/archives/2012/22745148.pdf.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Muller, H.L., Emser, A., Faldum, A., Bruhnken, G., Etavard-Gorris, N., Gebhardt, U., …., Sorensen, N. (2004). Longitudinal study on growth and body mass index before and after diagnosis of childhood craniopharyngioma. J Clin Endocrinology Metab, 89, 3298–3305. Nasar, S.S., Prawitasari, T., Lestari, E.D., Djais, J., & Susanto. (2007). Skrining malnutrisi pada anak yang dirawat di rumah sakit. Akses 16 Desember 2013. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=r ja&ved=0CCkQFjAB&url=http%3A%2F%2Fbuk.depkes.go.id%2Findex.php%3F option%3Dcom_docman%26task%3Ddoc_download%26gid%3D274%26Itemid %3D142&ei=GAixUrqrOq_gsAST9IGQCw&usg=AFQjCNGiJd0XCbs7CdfWc1 w7x_YTSyUfKg. Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing (4th Edition). St Louis: Mosby. Permono, H., Sutaryo., Uragense, I.D.G., Windiastuti, E., & Abdusalam, M. (2006). Buku Ajar: Hematologi – Onkologi Anak. Jakarta: IDAI. Petruson, K.M., Silander, E.M., & Hammerlid, E.B., (2005). Quality of life as predictor of weight loss in patients with head and neck cancer. Head Neck, 27, 302–310. Pieper, S., Ranft, A., Braun-Munzinger, G., Jurgens, H., Paulussen, M., & Dirksen, U. (2008). Ewing’s tumors over the age of 40: a retrospective analysis of 47 patients treated according to the international clinical trials EICESS 92 and EUROEWING 99. Onkologie, 31, 657–63. PPNI. (2010). Standar profesi & kode etik perawat Indonesia. Jakarta:PPNI. Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit (Edisi 6). Jakarta: EGC. Reilly, J.J., Ventham, J.C., Newell, J., Aitchison, T., Wallace, W.H., & Gibson, B.E. (2000). Risk factors for excess weight gain in children treated for acute lymphoblastic leukaemia. Int J Obes Relat Metab Disord, 24, 1537–1541. RISKESDAS (2007). Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Akses 13 Desember 2013. http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/pedomanpengukuran.pdf. Rofinda, Z.D. (2012). Kelainan hemostasis pada leukemia. Akses 12 Desember 2012. http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_2/68-74.pdf. Ross, P.J., Ashley, S., Norton, A., Priest, K., Waters, J.S., Eisen, T., …., O’Brien, M.E. (2004). Do patients with weight loss have a worse outcome when undergoing chemotherapy for lung cancers? Br J Cancer, 90, 1905–1911. R. Sjarif, D., Nasar, S.S., Devaera, Y., & Tanjung, C. (2011). Rekomendasi IDAI asuhan nutrisi pediatrik (pediatric nutrition care) UKK nutrisi dan penyakit metabolik
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
2011. Akses 16 Desember 2013. http://idai.or.id/wpcontent/uploads/2013/02/Rekomendasi-IDAI_asuhan-nutrisi-pediatrik.pdf. Roy, S.C. (2013). Roy's Adaptation Model (RAM). Akses 13 Desember 2013. http://currentnursing.com/nursing_theory/application_Roy's_adaptation_model.ht ml. Roy. (2009). The Roy Adaptation Model. 3rd ed. New Jersey: Upper Saddle River. Royal Collage of Nursing (RCN). (2006). Nutrition in children and young people with cancer, RCN guidance. Akses 20 Desember 2013. http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0010/338689/003805.pdf. Sarimin, D.S. (2012), Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dengan gizi buruk di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Schnadig, I.D., Fromme, E.K., Loprinzi, C.L., Sloan, J.A., Mori, M., …., & Beer, T.M. (2008). Patient-physician disagreement regarding performance status is associated with worse survivorship in patients with advanced cancer. Cancer, 113, 2205–14. Senesac, P. (2007). Implementing the Roy adaptation model: From theory to practice. Akses 1 Desember 2013. http://www.bc.edu/schools/son/faculty/theorist/RAM/Practice.html. Servaes, P., Verhagen, S., Schreuder, H.W., Veth, R.P., & Bleijenberg, G. (2003). Fatigue after treatment for malignant and benign bone and soft tissue tumors. J Pain Symptom Manage, 26, 1113–1122. Smith, M.A., Seibel, N.L., Altekruse, S.F., Ries, L.A., Melbert, D.L., O’Leary, …., & Reaman, G.H. (2010). Outcomes for children and adolescents with cancer: challenges for the twenty-first century. J Clin Oncology, 28, 2625–2634. Suandi, I.K.G. (1999). Diit Pada Anak Sakit. , akses 16 Desember 2013. http://books.google.co.id/books?id=HqeK8xJ1OEC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=one page&q&f=false. Taghavi, T., Aliakbarzadeh-Arani, Z., & Khari-Arani, M. (2012). Adaptation in mothers of educable mentally retarded children. Nursing and Midwifery Study, 1 (1), 4144. Tallman, M.S. (2003). Bleeding in acute leukemia. Pathophysiology Haemostatis Thromb, 33, 48-49. Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2006). Nursing theory & their work. 6th edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier, Inc.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2005). Pediatric Oncology Nursing Advanced Clinical Handbook. Germany: Spinger. Unversity Virginia Health System (UVA Health System), (2013). Recommended dietary allowances for infants and children. Akses 18 Desember 2013. http://www.healthsystem.virginia.edu/pub/peds-nutrition/targets-forinitiation/reqstable3.html. Verschuur, A,C. (2004). Acute monocytic leukemia. Orphanet Encyclopedia, 1-5. Warner, J,T. (2000). Reliability of indices of weight and height in assessment of nutritional state in children. Lancet, 356, 1703–1704. WHO-Depkes. (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia. WHO, (2006). Child growth standards: methods and development length/height-for-age, weight-for-age, weight-for-length, weight-for-height and body mass index-for-age. Akses 12 Desember 2013. http://www.who.int/childgrowth/standards/technical_report/en/. WHO
(2011). Cancer. Akses 12 http://www.who.int/features/qa/15/en/index.html.
Desember
2013.
White M., Davies, P., & Murphy, A. (2008). Validation of percent body fat indicators in pediatric oncology nutrition assessment. J Pediatric Hematology Oncology, 30, 124–129. Wilkinson, J.M., & Nancy, R.A. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan, diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil (NOC), edisi 9, alih bahasa Wahyuningsih E, Widiarti D, Jakarta, EGC.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 1 Kontrak Belajar Residensi Keperawatan Anak
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
1 KONTRAK BELAJAR RESIDENSI/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Nama Residen NPM Tempat praktik Mata Ajar Waktu
: Kustiningsih : 1006833842 : Ruang Infeksi Anak RSCM Jakarta : Residensi Keperawatan Anak I : 25 Februari – 5 April 2013
No.
Tujuan
Kompetensi
Target Pencapaian
Kegiatan
Metode
1
Residen mampu melakukan proyek inovasi keperawatan dan menjadi pembaharu (change agent) dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak di ruang rawat infeksi
1. Mampu melakukan pengkajian/ need assessment dengan analisis SWOT 2. Mampu menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian masalah 3. Mampu mempresentasika n rencana proyek inovasi 4. Mampu menerapkan/ melaksanakan proyek inovasi 5. Mampu melakukan
Terlaksananya 1 proyek inovasi keperawatan secara kelompok di ruang infeksi anak RSCM
1. Melakukan pengkajian/ need assessment dengan analisis SWOT dan menentukan masalah
Wawancara, kuisioner, pengamatan, analisis SWOT
2. Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian masalah
Literatur & bimbingan supervisor
3. Presentasi rencana proyek inovasi
Ceramah, diskusi
x
4. Menerapkan inovasi
proyek
Aplikatif
x
5. Melakukan pelaksanaan
evaluasi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Pengamatan, analisis
Feb 25 I x
4 II
x
x
Maret 11 18 III IV
x
x
25 V
April 1 VI
Keterangan
2 evaluasi pelaksanaan proyek inovasi
2
Setelah melakukan praktik klinik di ruang rawat infeksi, residen mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan berbagai usia yang mengalami masalah akut dan infeksi
1. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah infeksi respirasi 2. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan keseimbangan cairan 3. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS 4. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan infeksi saluran kemih
6. Presentasi pelaksanaan inovasi 7. Membuat kegiatan 1. 3 kasus
2. 3 kasus
3. 1 kasus
4. 1 kasus
hasil proyek
Ceramah, diskusi
laporan
Literatur & bimbingan supervisor Praktik klinik
1. Melakukan pengkajian lanjut pada anak dengan kasus infeksi respirasi, saluran kemih, saluran cerna, infeksi pernapasan, demam dengue, HIV/AIDS, dan gangguan keseimbangan cairan: a. Identifikasi pemeriksaan fisik b. Identifkasi pemeriksaan dignostik dan interpretasinya 2. Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan bagi kasus yang dikelola 3. Mengimplementasikan tindakan sesuai rencana dan hasil modifikasi 4. Melakukan evaluasi mendalam pada tindakan yang telah dilakukan dan melakukan kajian ulang
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
x x x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
3 5. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan infeksi saluran cerna 6. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan infeksi persyarafan (meningitis, tetanus, enchephalitis) 7. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan demam dengue 8. Mampu melakukan proses bimbingan (preceptorship)
5. 3 kasus
6. Masing-masing 1 kasus
7. 1 kasus
5. Melakukan kolaborasi dengan displin ilmu lain dalam setiap tahap proses keperawatan 6. Melakukan analisis teori yang berhubungan dengan perawatan anak dengan kasus infeksi 7. Melakukan analisis EBN terkait tindakan pada kasus-kasus tertentu
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik& analisis evidence based practice
x
x
x
x
x
x
8. Membuat pencatatan berupa laporan logbook
Analisis dan sintesis dalam laporan residensi
x
x
x
x
x
x
8. 1x membimbing (preceptorship) 9. Laporan harian minggu I, II, III, IV, V, VI 10. 2 laporan kasus kelolaan
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
4 KONTRAK BELAJAR RESIDENSI/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Nama Residen NPM Tempat praktik Mata Ajar Waktu
: Kustiningsih : 1006833842 : Ruang Non Infeksi Anak RSCM Jakarta : Residensi Keperawatan Anak I : 8 April – 17 Mei 2013
No.
Tujuan
Kompetensi
1
Setelah melakukan praktik klinik di ruang rawat non infeksi, residen mampu melaksanakan fungsi-fungsi perawat anak dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kronik, keganasan, dan penyakit non infeksi
1. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan nutrisi 2. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan darah/ gangguan pembekuan darah 3. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan kardiovaskuler/ penyakit jantung
Target Pencapaian 1. 3 kasus
2. 1 kasus
3. 1 kasus
Kegiatan 1. Melakukan pengkajian lanjut pada kasus anak dengan gangguan nutrisi, kelainan darah, gangguan kardiovaskuler, dan penyakit ginjal: a. Identifikasi pemeriksaan fisik b. Identifkasi pemeriksaan dignostik dan interpretasinya 2. Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan untuk kasus yang dikelola 3. Mengimplementasikan tindakan sesuai rencana dan hasil modifikasi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Metode
8 I x
Praktik klinik
April 15 22 II III x x
29 IV x
6 V x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
Mei 13 VI x
x
x
Keterangan
5 4. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem perkemihan/ penyakit ginjal 5. Mampu melakukan proses bimbingan (preceptorship)
4. 1 kasus
5. 1x membimbing (preceptorship) 6. Laporan harian minggu I, II, III, IV, V, VI 7. 2 laporan kasus kelolaan
4. Melakukan evaluasi mendalam tindakan yang telah dilakukan dan melakukan kajian ulang 5. Melakukan kolaborasi dengan displin ilmu lain dalam setiap tahap proses keperawatan 6. Melakukan analisis teori yang berhubungan dengan perawatan anak dengan penyakit kronik/ non infeksi 7. Melakukan analisis EBN terkait tindakan pada kasus-kasus tertentu
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik& analisis evidence based practice
x
x
x
x
x
x
8. Membuat pencatatan berupa laporan logbook
Analisis dan sintesis dalam laporan residensi
x
x
x
x
x
x
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
6 KONTRAK BELAJAR RESIDENSI/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK I FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Nama Residen NPM Tempat praktik Mata Ajar Waktu
: Kustiningsih : 1006833842 : Ruang Perinatologi RSCM Jakarta : Residensi Keperawatan Anak I : 20 Mei – 14 Juni 2013
No.
Tujuan
Kompetensi
1
Setelah melakukan praktik klinik di ruang perinatologi, residen mampu melaksanakan fungsi-fungsi perawat anak dalam memberikan asuhan keperawatan kepada bayibayi yang dirawat di ruang neonatologi
1. Mampu menilai masa gestasi 2. Mampu melakukan manajemen laktasi pada ibu dan bayi yang dirawat 3. Mampu melakukan resusitasi pada bayi baru lahir 4. Mampu melakukan perawatan pada neonatus dengan masalah respirasi 5. Mampu melakukan perawatan pada neonatus dengan gangguan
Target Pencapaian 1. 2 bayi 2. 1 kasus
3. 1 kasus
4. 3 kasus
5. Masingmasing 1 kasus
Kegiatan 1. Melakukan pengkajian lanjut pada kasus neonatus dengan gangguan metabolisme, respirasi, penyakit infeksi, dan menilai masa gestasi: a. Identifikasi pemeriksaan fisik b. Identifkasi pemeriksaan dignostik dan interpretasinya 2. Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan untuk kasus yang dikelola 3. Mengimplementasikan tindakan sesuai rencana dan hasil modifikasi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Metode Praktik klinik
Mei 20 27 I II x x
Juni 3 10 III IV x x
Praktik klinik
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
Keterangan
7 metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, bilirubinemia) 6. Mampu 6. 1 kasus melakukan perawatan pada neonatus dengan penyakit infeksi 7. Mampu 7. 2 kasus mengoperasikan alat, memantau status kardio respirasi bayi dan melakukan dokumentasi 8. Mampu 8. 1x melakukan membimbing proses (preceptorship) bimbingan (preceptorship) 9. Laporan harian minggu I, II, III, IV. 10. 2 laporan kasus kelolaan
4. Melakukan evaluasi mendalam pada tindakan yang telah dilakukan dan melakukan kajian ulang 5. Melakukan kolaborasi dengan displin ilmu lain dalam setiap tahap proses keperawatan 6. Melakukan analisis teori yang berhubungan dengan perawatan bayi di ruang perinatologi 7. Melakukan analisis EBN terkait tindakan pada kasus-kasus tertentu
Praktik klinik
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
Praktik klinik& analisis evidence based practice
x
x
x
x
8. Membuat pencatatan berupa laporan logbook
Analisis dan sintesis dalam laporan residensi
x
x
x
x
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
1 KONTRAK BELAJAR RESIDENSI II/ SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK II FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Nama Residen NPM Tempat praktik Mata Ajar Waktu
: Kustiningsih : 1006833842 : Ruang Non Infeksi Anak RSCM Jakarta : Residensi Keperawatan Anak II : 9 September – 22 November 2013
No .
Tujuan
1
Setelah melakukan praktik klinik lanjutan di ruang rawat non infeksi, residen mampu melaksanaka n fungsifungsi perawat anak dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
Kompetensi
1. Mampu melakukan asuhan keperawata n pada anak dengan gangguan nutrisi 2. Mampu melakukan asuhan keperawata n pada anak dengan kelainan darah/ gangguan pembekuan darah
Target Pencapaian
Kegiatan
1. 3 kasus
1. Melakukan pengkajian lanjut pada kasus anak dengan gangguan nutrisi, kelainan darah, gangguan kardiovaskuler, dan penyakit gangguan sistem perkemihan: a. Identifikasi pemeriksaan fisik b. Identifkasi pemeriksaan dignostik dan interpretasinya
2. 1 kasus
Metode
Praktik klinik
September 9 I x
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
16 II x
23 III x
Oktober 30 IV x
1 V x
14 VI x
21 VII x
November 28 VIII x
4 IX x
11 X x
18 XI x
Ket
2 No .
Tujuan
Kompetensi
Target Pencapaian
penyakit kronik, keganasan, dan penyakit non infeksi secara lebih mendalam dan mandiri
3. Mampu melakukan asuhan keperawata n pada anak dengan gangguan kardiovask uler/ penyakit jantung
3. 1 kasus
4. Mampu melakukan asuhan keperawata n pada anak dengan gangguan sistem perkemihan / penyakit ginjal 5. Mampu melakukan proses bimbingan (preceptors hip)
4. 1 kasus
5. 1x membim bing (precept orship)
Kegiatan 2. Memvalidasi dan memodifikasi rencana asuhan untuk kasus yang dikelola 3. Mengimplemen tasikan tindakan sesuai rencana dan hasil modifikasi 4. Melakukan evaluasi mendalam tindakan yang telah dilakukan dan melakukan kajian ulang 5. Melakukan kolaborasi dengan displin ilmu lain dalam setiap tahap proses keperawatan 6. Melakukan analisis teori yang berhubungan dengan perawatan anak dengan penyakit
Metode Praktik klinik
9 I x
September 16 23 30 II III IV x x x
1 V x
Oktober 14 21 28 VI VII VIII x x x
November 4 11 18 IX X XI x x x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Praktik klinik
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Ket
3 No .
2
Tujuan
Residen mampu melakukan proyek inovasi keperawatan dan menjadi pembaharu (change agent) dalam pemberian asuhan
Kompetensi
1. Mampu melakukan pengkajian/ need assessment dengan analisis SWOT 2. Mampu menyusun proposal yang berisi
Target Pencapaian
Kegiatan
6. Laporan harian minggu I sampai XI
kronik/ non infeksi atau keganasan
Metode
9 I
September 16 23 30 II III IV
1 V
Oktober 14 21 28 VI VII VIII
November 4 11 18 IX X XI
7. Laporan kasus kelolaan berdasar kan teori keperaw atan yang dipilih (Model Adaptasi Roy)
7. Melakukan analisis EBN terkait tindakan pada kasus-kasus tertentu
Praktik klinik& analisis evidence based practice
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
8. Membuat pencatatan berupa laporan logbook
Analisis dan sintesis dalam laporan residensi
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Terlaksana nya 1 proyek inovasi keperawata n secara mandiri di ruang non infeksi anak RSCM
1. Melakukan pengkajian/ need assessment dengan analisis SWOT dan menentukan masalah
Wawancara, kuisioner, pengamatan, analisis SWOT
x
x
2. Menyusun proposal yang berisi rencana penyelesaian
Literatur & bimbingan supervisor
x
x
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Ket
4 No .
Tujuan
keperawatan pada anak di ruang rawat non infeksi
Kompetensi
3. rencana penyelesaia n masalah 4. Mampu mempresent asikan rencana proyek inovasi 5. Mampu menerapkan /melaksana kan proyek inovasi 6. Mampu melakukan evaluasi pelaksanaan proyek inovasi
Target Pencapaian
Kegiatan
Metode
September
Oktober
November
9
16
23
30
1
14
21
28
4
11
18
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
x
x
x
masalah 3. Presentasi rencana proyek inovasi
Ceramah, diskusi
4. Menerapkan proyek inovasi
Aplikatif
5. Melakukan evaluasi pelaksanaan
Pengamatan, analisis
6. Presentasi hasil pelaksanaan proyek inovasi
Ceramah, diskusi
7. Membuat laporan kegiatan
Literatur & bimbingan supervisor
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
x
x
x
x
Ket
LAMPIRAN 2 Format Pengkajian Model Adaptasi Roy
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
FORMAT PENGKAJIAN ANAK DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Identitas Klien Nama Anak Tempat/Tgl Lahir Jenis Kelamin Usia Agama Suku Pendidikan Alamat Tanggal Masuk RS Jam/ Ruang Rawat Tanggal Pengkajian No. Rekam Medis Diagnosa Medis
DATA UMUM
: ............................................................................................................................................. : ............................................................................................................................................. : ............................................................................................................................................. : ............................................................................................................................................. : ............................................................................................................................................. : ............................................................................................................................................. : ............................................................................................................................................. : ............................................................................................................................................. : ……………………………………………….…………………………………………… : ............................................................................................................................................. : …………………………………………………………………………………………….. : ……………………………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………….…………………………….. RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama/ Alasan Masuk RS ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………… Riwayat Reproduksi Prenatal Usia ibu saat hamil : ...……………………………………………………………………….....………………….. Frekuensi pemeriksaan kehamilan : …………………………………………………………………….………………………….. Keluhan selama hamil : ….…………………………………………………………………………………………….. Obat yang digunakan : …..…………………………………………………………………………………………… Penyakit/ gangguan saat hamil : ……………………………………………………………………………………………….. Intranatal Jenis persalinan : …………………………………………………………………………….………………………….. Tempat persalinan : ………………………………………………………………………….…………………………….. Penolong persalinan : ………………………………………………………………………….…………………………….. Penyulit persalinan : ………………………………………………………………………….…………………………….. Kematian ibu saat persalinan : ……………………………………………………………………………………………………… Postnatal Antropometri : PB:…….….…cm, BB:……..….….gr LK:………….cm LD:……………cm Kondisi Lahir : ( ) Langsung menangis ( ) Kejang ( ) Sianosis ( ) Ikterik ( ) Kelainan kongenital ………………………………………….. Anak ke : ……………………, Jumlah saudara: …………………………………………...…….. Riwayat Kesehatan yang lalu Penyakit yang pernah dialami : ……………………………………………………………………………………………………. Waktu/ tempat dirawat : ……………………………………………………………………………………………………. Pengobatan : ……………………………………………………………………………………………………. BB/ pola makan sebelum sakit : ………kg ………………………………………………………………………………………… Imunisasi yang didapat ( ) BCG ( ) Polio ( ) DPT ( ) Campak ( ) Hepatitis B ( ) Lainnya: ……………….…. Riwayat sakit dalam keluarga : …………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………… A. MODEL ADAPTASI FISIOLOGI ROY 1. OKSIGENISASI DAN SIRKULASI PENGKAJIAN PERILAKU Tekanan darah: .............mmHg Respirasi: ........x/mt Nadi: ..........x/mt Suhu: ...........0C CRT: .......detik Irama napas ( ) Regular ( ) Ireguler Jenis pernapasan ( ) Takipnea ( ) Bradipnea ( ) Dispnea ( ) Kusmaul ( ) ChyneStokes ( ) Lain-lain: ……………………….. Suara napas ( ) Vesikuler ( ) Ronkhi ( ) Stridor ( ) Wheezing ( ) Lain-lain: ………………………………….. Sekret/batuk ( ) Ada ( ) Tidak Pergerakan dada ( ) Simetris ( ) Asimetris Napas cuping hidung ( ) Ya ( ) Tidak Retraksi otot bantu napas ( ) Tidak ( ) Ada,…………………... (ICS, Supraklavikula, Substernal, Trakea). Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Sianosis ( ) Ya ( ) Tidak Capillary Refil Time ( ) < 2 detik ( ) > 2 detik Akral ( ) Hangat ( ) Dingin Clubbing finger ( ) Ya ( ) Tidak Bunyi jantung ( ) Murni ( ) Suara jantung tambahan, .………… Irama jantung ( ) Regular ( ) Ireguler Analisa gas darah : Tgl.............. pH : ............... PaO2: ........mmHg PaCO2 :..........mmHg HCO3:.....mmol/L Saturasi O2..........% Radiologi : ............................................................................................................................................................................... EKG : ............................................................................................................................................................................... CT Scan : ................................................................................................................................................................................ Laboratorium : ................................................................................................................................................................................ Terapi : ................................................................................................................................................................................ PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 2. NUTRISI PENGKAJIAN PERILAKU Antropometri: Usia : ………tahun BB/U : ……………. BB sebelum sakit :.............Kg TB/U : ……………. BB setelah sakit : ………Kg BB/TB : …………….. TB : ............cm LLA/U : ……………... LLA : ............cm Klinis pasien : …………………………………………………………………………………………………………………… Skrining Risiko Malnutrisi (berdasarkan adaptasi STRONG-kids) Parameter Anak tampak kurus
Penilaian ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ya
Skor 0 1 0 1
Terdapat salah satu kondisi berikut: Diare ≥ 5 kali sehari atau muntah > 3 kali/hari dalam seminggu terakhir Asupan makanan berkurang selama 1 minggu terakhir
( ) Tidak ( ) Ya
0 1
Terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan pasien berisiko mengalami malnutrisi: Diare kronik ( > dari 2 minggu) Kelainan anatomi daerah mulut (Tersangka) penyakit jantung bawaan Trauma (Tersangka) HIV Kelainan metabolik bawaan (Tersangka) Kanker Retardasi mental Penyakit hati kronik Keterlambatan tumbuh kembang Penyakit ginjal kronik Rencana/ pasca operasi mayor TB paru Terpasang stoma Luka bakar luas
( ) Tidak ( ) Ya
0 1
Total skor
………..
Terdapat penurunan BB dalam 1 bulan terakhir (berdasarkan penilaian obyektif BB/ penilaian subyektif orang tua, untuk bayi < 1 tahun BB tidak naik dalam 3 bulan terakhir)
Interpretasi Skor ( ) skor 0 Risiko rendah Status gizi: Nafsu makan
( ) Gizi baik ( ) Anoreksia
( ) skor 1-3 Risiko sedang ( ) Gizi kurang ( ) Mual
( ) Gizi buruk ( ) Muntah
( ) skor 4-5 Risiko Berat ( ) Gizi lebih ( ) Sulit menelan
Skala muntah: Frekuensi makan: .............../hari Jenis makanan :.............................................................. Diet khusus: ( ) Ya, ……………………………………………................................ ( ) Tidak Alergi makanan: ( ) Ya, ................................................................................................... ( ) Tidak Gangguan pengecap ( ) Labiopalatoskizis ( ) Labioskizis ( ) Lainnya,…….………………………………….. Mukosa ( ) Lembab ( ) Kering ( ) Lesi ( ) Pucat Mulut ( ) Bersih ( ) Kotor Lidah ( ) Bersih ( ) Kotor Gusi ( ) Perdarahan ( ) Radang Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Somatitis/ mukositis ( ) Ya
( ) Tidak
Hasil
Pengukuran mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) 1. Dalam 24 jam terakhir adakah nyeri mulut dan tenggorokan yang dirasakan pasien?
Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat berat 0 1 2 3 4 Dalam 24 jam terakhir nyeri mulut dan tenggorokan yang dialami pasien membatasi aktivitas berikut? Tidak 0 2.
Tidur
3.
Menelan
4.
Minum
5.
Makan
6.
Bicara
Sedikit 1
Sebagian 2
Banyak 3
Tidak mampu 4
Total Nilai VAS Rata2 VAS = Total Nilai VAS: 6 Tingkatan Mukositis dari rata-rata nilai VAS: 0 : tidak mukositis >0-2 : mukositis ringan
Derajat mukositis Warna kulit Keadaan kulit Laboratorium
( ) Ringan ( ) Kemerahan ( ) Ruam HB:............g/dl
( ) Sedang ( ) Ikterik ( ) Kering Ht :...............%
>2-3 : mukositis sedang >3-4 : mukositis berat
( ) Berat ( ) Cyanosis ( ) Albino ( ) Lembab ( ) Edema Trombosit.................rb/µL
( ) Pucat ( ) Ptekie/ Ekimosis Albumin : ……..g/dl
SGOT: ........U/l SGPT :.......U/l Eritrosit :...............juta/ µL Terapi : ................................................................................................................................................................................................ PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 3. ELIMINASI PENGKAJIAN PERILAKU BAB : ( ) Teratur ( ) Tidak teratur Frekuensi BAB : ………x/hari Konsistensi : ( ) Lunak ( ) Keras ( ) Cair Warna : ( ) Kuning ( ) Berdarah ( ) Lainnya,………………………. Abdomen : ( ) Nyeri Tekan ( ) Tidak ( ) Supel ( ) Distensi Frekuensi BAK : ………..x/hari Nyeri saat BAK : ( ) Ya ( ) Tidak Warna : ( ) Jernih ( ) Kuning ( ) Hematuria Kandung Kemih : ( ) Nyeri Tekan ( ) Tidak Bentuk Uretra : ( ) Normal ( ) Hipospadia ( ) Epispadia Lab Urin : …………………………………………………………………………………………………………………. Lab Feses : ………………………………………………………………………………………………………………….. PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 4. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT PENGKAJIAN PERILAKU Sianosis setelah aktivitas : ( ) Ya Pergerakan : ( ) Tidak ada hambatan
( ) Tidak ( ) Terhambat Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
( ) Kelemahan
Kekuatan otot : ________ ROM terbatas : ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Hemiplegia ( ) Hemiparese Tidur Durasi : .........jam Lain-lain :.................................................................................................................................................................................... Terapi : ................................................................................................................................................................................... PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 5. PROTEKSI PERLINDUNGAN PENGKAJIAN PERILAKU Pembesaran kelenjar limfe : ( ) Ada ( ) Tidak Respon peradangan : ( ) Demam ( ) Kemerahan ( ) Bengkak ( ) Nyeri Kebersihan Kulit : ( ) Bersih ( ) Kotor Lesi : ( ) Ada ( ) Tidak Turgor : ( ) Baik ( ) Jelek Oedem : ( ) Ada, di………………………… ( ) Tidak Kebersihan rambut: ( ) Bersih ( ) Kotor Distribusi rambut : ( ) Merata ( ) Tidak Merata ( ) Aloplesia Laboratorium : ................................................................................................................................................................................ Terapi : ................................................................................................................................................................................ PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 6. SENSASI PENGKAJIAN PERILAKU Penglihatan Pupil : ( ) Isokor Skelera : ( ) Ikterik Konjungtiva : ( ) Anemis Gangguan Penglihatan : ( ) Tidak Palpebra : ( ) Cekung Pendengaran Ketajaman pendengaran: ( ) Baik Bentuk telinga : ( ) Simetris Kebersihan : ( ) Bersih Penciuman Letak Hidung : ( ) Simetris Kebersihan : ( ) Bersih Nyeri : ( ) Tidak Skala wajah: FLACC Wajah
0: Tdk ada ekspresi 1: Kadang menangis 2: Rahang menutup Mengeritkan dahi
Ekstremitas
0: Posisi rileks 1: Gelisah,tegang 2: Menendang Menarik kaki
( ) Anisokor ( ) Anikterik ( ) Ananemis ( ) Ya,………………………… ( ) Membuka & menutup spontan
( ) Oedem ( ) Tidak membuka sempurna
( ) Kurang ( ) Asimetris ( ) Kotor
( ) Lain-lain................................
( ) Asimetris ( ) Kotor ( ) Ya (skala 1-10): ........................
Gerakan
0: Berbaring tenang 1: Menggeliat, bolak balik, tegang 2: Posisi tubuh meringkuk
Menangis
0: Tidak menangis 1: Merintih,merengek 2: Menangis tersedu
Total skor : ................ Kemampuan ditenangkan
0: Senang, rileks 1: Dapat ditenangkan dgn sentuhan/pelukan 2: Tdk dapat/sulit ditenangkan
Terapi : ................................................................................................................................................................................ PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 7. CAIRAN ELEKTROLIT PENGKAJIAN PERILAKU Jenis minuman yang dikonsumsi: ( ) ASI Cara Minum : ( ) Botol susu ( ) Cup Turgor kulit : ( ) Baik ( ) Menurun
( ) PASI ( ) Lainnya:....... ( ) Jumlah:............................ml ( ) Jelek
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
( ) Jika ASI : frekeunsi..................
Haus : ( ) Ya ( ) Tidak Mata cekung : ( ) Ya ( ) Tidak Tingkat Dehidrasi : ( ) Ringan ( ) Sedang ( ) Berat Laboratorium : Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ...........mmol/l Chlorida: .............mmol/l Terapi : IVFD Jenis:................. Jumlah...........tts/mnt Lainnya :......................................................................... PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 8. FUNGSI NEUROLOGI PENGKAJIAN PERILAKU Kemampuan Mengikuti Perintah : ( ) Baik ( ) Tidak Artikulasi dan Kefasihan Bicara : ( ) Baik ( ) Tidak Kesadaraan : ( ) Compos mentis ( ) Apatis ( ) Somnolent ( ) Soporus Coma GCS : E….M….V….. Total : ............ Kejang : ( ) Tidak ( ) Ya, Durasi......detik Refleks : Menangis ( ) Kuat ( ) Lemah Refleks : Grap ( ) Kuat ( ) Lemah Sucking ( ) Kuat ( ) Lemah Moro ( ) Kuat ( ) Lemah Rooting ( ) Kuat ( ) Lemah Refleks Fisiologis: ( ) Biseps ......../....... ( ) Trisep......./......... ( ) Patella ......../....... Refleks Patologis: ( ) Babinski ( ) Budzinski ( ) Kernig ( ) Lain-lain,………………….. Nervus Cranial : ( ) Normal ( ) Tidak normal, ........................................................... Tes Diagnostik : ................................................................................................................................................................................. Terapi : ............................................................................................................................................................................................... PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… 9. FUNGSI ENDOKRIN PENGKAJIAN PERILAKU Kreatinisme : ( ) Ya ( ) Tidak Gingantisme : ( ) Ya ( ) Tidak Laboratorium : GDS..........mg/dl GDP.........mg/dl GD2JPP.....mg/dl Terapi : ................................................................................................................................................................................ PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… B. MODEL ADAPTASI KONSEP DIRI PENGKAJIAN PERILAKU Keadaan Emosi : ( ) Senang ( ) Marah ( ) Cemas ( ) Takut ( ) Sedih ( ) Diam Citra Tubuh : ……………………………………………………………………………………………………………….. Identitas Diri : ……………………………………………………………………………………………………………….. Ideal Diri : ……………………………………………………………………………………………………………….. Harga Diri : ……………………………………………………………………………………………………………….. Moral, Etik, Spiritual: ……………………………………………………………………………………………………………. PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… C. MODEL ADAPTASI FUNGSI PERAN PENGKAJIAN PERILAKU Tingkat perkembangan saat ini : ........................................................................................................................................................ Gambaran interaksi anak dengan orang lain: ………………………………………………………………………………………. Peran anak dalam keluarga : ……………………………………………………………………………………………………. Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Pengharapan keluarga : ......................................................................................................................................................... Harapan terhadap diri sendiri : .......................................................................................................................................................... Peran selama sakit : .......................................................................................................................................................... PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: …………………………………………………………………………………………………… D. MODEL ADAPTASI INTERDEPENDEN PENGKAJIAN PERILAKU Hubungan dengan Keluarga, Teman, Lingkungan: ( ) Baik ( ) Tidak, ………………………………………………. Kasih Sayang : ( ) Mendapatkan ( ) Tidak, ……………………………… Orang Terdekat : ( ) Orang tua ( ) Saudara ( ) Teman ( ) Lain-lain, ………………………. Pengasuh anak : ( ) Orang Tua ( ) Baby Sitter ( ) Nenek/kakek Tingkat Kemandirian : ( ) Ketergantungan penuh ( ) Mandiri Pemenuhan kebutuhan sehari hari dibantu oleh: ……………………………………………………………………………………. PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ......................................................................................................................................................................... Stimulus Residual : ......................................................................................................................................................................... MASALAH KEPERAWATAN: ……………………………………………………………………………………………………
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 3 Asuhan Keperawatan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
1
KASUS 1 APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK A.P DENGAN ACUTE MYELOID LEUKIMIA (AML) DI RUANG NON INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA A. GAMBARAN KASUS Anak A.P jenis kelamin laki-laki usia 1 tahun 11 bulan dengan AML (Acute Myeloid Leukimia) pro kemoterapi dan gizi buruk marasmik, masuk rumah sakit tanggal 13 September 2013 dari poli hematologi dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama. Dari hasil dari pengkajian didapatkan pasien datang dengan keluhan perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai, BAB darah, terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 2x3 dengan permukaan mengkilat, ada pembesaran massa si leher dan strabismus pada mata kiri. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, didapatkan BAB hitam dan perdarahan gusi berhenti sendiri. Dari keterangan Ibu, anaknya belakangan ini (2-3 bulan terakhir) sering demam naik turun, lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Setelah dilakukan BMP dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML (Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Pasien masuk ke ruang perawatan Non Infeksi lantai I Gedung A kamar 112 D, pada tanggal 13 September 2013 jam 10.00 WIB. Kondisi pasien saat ini ditemukan perilaku inefektif: KU sedang, kesadaran compos mentis, TD: 104/ 60 mmHg, nadi: 100x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,7 0C. Konjungtiva pucat, terdapat hepatomegali, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan gusi dan BAB kecoklatan. Menurut Ibu, pasien sering mengeluh kakinya lemas. Anak sering rewel dan minta gendong kalau dirumah. Anak menjadi malas jalan, padahal sebelumnya anak sudah bisa berjalan sendiri sejak usia 16 bulan. TB: 80 cm, BB: 8,6 kg, LILA: 11 cm terdapat wasting, baggy pant. Status pasien juga mengalami gizi buruk. Riwayat hasil pemeriksaan laboratorium hematologi darah tanggal 12 September 2013: Px. Hematologi Hb Hmt Eritrosit Leukosit Trombosit
Hasil : 7,9 g/dL 23,7 % 3,23 juta / µL 21,73 x 103 / µL 12.000 / µL
Rujukan : 10,5 – 14,0 g/dL 32,0 – 42,0 % 3,70 – 5,30 juta / μL 6,0 – 14,0 x 103 / μL 150.000 – 400.000 / μL
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
2 MCV / VER MCH / HER MCHC / KHER Hitung Jenis Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit LED HEMOSTASIS Masa Perdarahan IV Masa Protombin (PT) Pasien Kontrol APTT Pasien Kontrol Kadar Fibrinogen KIMIA KLINIK SGOT SGPT Protein Protein Total Albumin Globulin Albumin – Globulin Ratio Bilirubin Bilirubin Total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek
70,4 fL 24,5 Pg 33,3 g / dL
72,0 – 80,0 fL 24 – 30 Pg 32 – 36 g / dl
0,0 % L 0,0 % L 9,0% 49,0 % L 0,0 % H 127 mm
0-1% 1 – 3% 52,0-76,0% 20-40 % 2–8% 0 – 10 mm
>10 menit
1,00 – 6, 00 menit
H 16, 2 detik 10,9 detik
9,8 – 12,6 detik
36,2 detik 31, 8 detik 376,5 mg/dL
31,0 – 47, 0 detik
23 U/L 8 U/L
< 56 U/L < 39 U/L
7,4 g/dL L 3,77 g/dL 3,63 g/dL 1,0
6,0 - 8,0 g/dL 3,8 – 5,4 g/dL 1,80 – 3, 90 g/dL >= 1
0,34 mg/dL 0,16 mg/dL 0,18 mg/dL
< 12,00 mg/dL < 0,30 mg/ dL 0,10 – 0,70 mg/dL
Kreatinin Darah Ureum Darah
L 0,30 mg/dL 20 mg/dL
0,80 – 1,30 mg/dL < 50 mg/dL
136,0 – 384,0 mg/dL
B. Pengkajian Model Adaptasi Roy Model Adaptasi Fisiologis 1. Oksigenasi dan Sirkulasi
2. Nutrisi
Perilaku Napas vesikuler, irama teratur, pergerakan dada simetris, RR: 24x/menit, tidak ada suara napas tambahan. KU sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi: 100x/menit, S:36,70C. Konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan gusi dan BAB hitam, hepatomegali. Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV: >10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL. Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5 mg. Leukosit: 21,73 x103/µL, Eosinofil: 0,0%, Neutrofil: 9,0%, Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED: 127 mm Usia: 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 Kg, PB: 80 cm, LILA: 11 cm. Status gizi BB/PB: 82,69%, Status gizi LLA/U: 72,85% BBI menurut PB: 10,4 kg. Klinis pasien: terdapat wasting, baggy pan, iga
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Stimulus Fokal Adanya perdarahan gusi, didapati BAB kecoklatan pada pasien, ptekie pada kaki pasien & leukositosis .
Kontekstual Kelainan sel darah pada sumsum tulang hasil BMP tanggal 10 September 2013 (positif AML)
Residual Paman pasien meninggal saat masih kecil tidak diketahui penyebab nya,tapi mempunyai gejala yang mirip dengan pasien sekarang.
Anoreksia & asupan oral tidak mencukupi
Kondisi cachexia (penurunan berat badan,
Riwayat makan anak sedikit
3
3. Eliminasi
4. Aktivitas& Istirahat
5. Proteksi/ Perlindung an 6. Sensasi
7. Cairan Elektrolit
8. Fungsi Neurologis 9. Fungsi Endokrin
Konsep Diri Fungsi Peran Interdepend ensi
gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm bpx. Kesan: gizi buruk marasmik perawakan sedang. Skrining malnutrisi skor 4 (resiko berat malnutrisi). Anak malas makan (anoreksia) hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau minum susu, hanya minum air dan ASI. Tidak ada mual muntah, tidak terdapat mukositis, bibir kering, terdapat perdarahan gusi dan ptekie di kaki. Warna kulit kemerahan dan kering. HB: 7,9 g/dl, Ht :23,7%, Trombosit: 12 rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Protein total: 7,4 g/dL, Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL, Ratio Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34 mg/dL, Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek: 0,18 mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT : 8 U/L. BAB teratur 1-2x sehari, konsistensi lunak, terdapat darah dalam tinja, tidak ada nyeri tekan abdomen. BAK spontan, frekuensi 4-5x sehari, tidak ada nyeri saat berkemih. Anak lemah, terbaring di tempat tidur, tidak melakukan aktivitas/bermain, ibu mengatakan anaknya malas melakukan aktivitas dan sering minta gendong padahal sudah bisa berjalan sejak umur 16 bulan, sejak sakit terdapat kelemahan pada kaki, kekuatan otot: 5555/ 5555,
kebutuhan
massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali
Perdarahan pada gusi & saluran cerna Anemia, kondisi malnutrisi, kelemahan pada kaki
AML, buruk Adaptif
Adaptif
Terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat, tidak nyeri, Leukosit: 21,73 x 103 / µL Eosinofil: 0,0 %, Neutrofil: 9,0%, Limfosit: 49,0 %, Monosit: 0,0 %, LED: 127 mm Pupil mata isokor, palpebra membuka dan menutup spontan, tidak ada gangguan pada pengelihatan, fungsi penciuman dan pendengaran baik, tidak ada nyeri. Turgor kulit cukup, mukosa bibir kering, anak hanya mau minum ASI dan air putih, tidak mau minuman lain, terdapat perdarahan gusi, ptekie pada kaki, konjungtiva pucat, darah dalam tinja, Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa perdarahan IV: >10 menit, Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL. Pemasangan IVFD: N5 5 tpm makro/ 20 ml/jam.
Imunitas menurun
Infiltrasi sel kanker ke organ lain
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Perdarahan gusi, saluran cerna, ptekie pada kaki & intake cairan tidak adekuat (malas minum) Sistem neurologi adaptif Penyakit kronik (kanker) & gizi buruk marasmik. Adaptif
Kelainan sel darah pada sumsum tulang anak (AML)
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
Adaptif
4444/ 4444
Kesadaran compos mentis, GCS: E 4 M 5 V 6, artikulasi baik, reflek fisiologis (+), reflek patologis tidak ada. Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11 bulan. Berat badan 8,6 Kg, panjang badan 80 cm. Status nutrisi berat badan per panjang badan 82,69%, status nutrisi berat badan per umur (12,0 kg) 71,67% (gizi buruk). Anak murung, ideal diri, harga diri belum bisa dikaji. Perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11, orang tua menginginkan anaknya sembuh dan dapat bermain seperti biasanya Saat ini anak kebutuhan sehari-hari anak dipenuhi oleh orang tua dan perawat.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Gizi
Adaptif
4
C. Diagnosa Keperawatan Tanggal 13 September 2013 1. PK Kanker: anemia, perdarahan (hemoragie), leukositosis dan penurunan imunitas 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi. 3. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. 4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d anemia, malnutrisi 5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat Tanggal 16 September 2013 Tangga 16 September muncul diagnosa keperawatan baru yaitu: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret dan Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML, prioritas diagnose menjadi: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret 2. PK Kanker: anemia, perdarahan (hemoragie), leukositosis dan penurunan imunitas 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi. 4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML 5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. 6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d anemia, malnutrisi 7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan kurang b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat Tanggal 20 September 2013 Tanggal 20 September muncul diagnosa keperawatan baru: Kerusakan membran mukosa oral b.d efek kemoterapi, prioritas diagnosa menjadi: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret 2. PK Kanker: anemia, perdarahan (hemoragie) leukositosis dan penurunan imunitas 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d asupan tidak adekuat, penyakit kronik (kanker), malnutrisi. 4. Hipertermia b.d perjalanan penyakit AML 5. Intoleransi aktivitas b. d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. 6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d malnutrisi 7. Kerusakan membran mukosa oral b.d efek kemoterapi 8. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat. Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
5
D. Nursing Care Plan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy . No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Inefektif model adaptasi sirkulasi:
Fokal: Perdarahan gusi, didapati darah dalam tinja dan ptekie pada kaki pasien.
1. PK Kanker: anemia, Perdarahan & hiperleukositosis (13 September 2013)
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, anemia, perdarahan dan hiperleukositosis tidak ada, dengan kriteria hasil: TD: 80/60-110/80mmHg Nadi: 80-120x/menit Konjungtiva tidak anemis Perdarahan tidak ada. Hemoglobin:10,5-14,0 g/dL Hematokrit:32,0 – 42,0 % Eritrosit:3,70–5,30 juta/ μL Leukosit:6,0–14,0x103 / μL Tombosit:150.000400.000/μL Basofil: 0 - 1 % Eosinofil: 1 – 3% Neutrofil: 52,0-76,0% Limfosit: 20-40 % Monosit: 2 – 8 % LED: 0 – 10 mm
Manajemen Perdarahan Kaji tanda perdarahan Menentukan jenis dan berat ringannya perdarahan Melakukan pamasangan akses IV untuk cairan Kolaborasi pemberian transfusi trombosit, FFP, PRC sesuai kebutuhan. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium DPL Monitor pemberian transfusi darah Kolaborasi pemberian terapi cairan yang sesuai untuk anak Monitor tetesan infus adekuat
(KU sedang, TD: 104/60 mmHg, nadi: 100x/menit, S:36,70C, konjungtiva pucat, terdapat bintik/ ptekie pada tungkai, terdapat perdarahan gusi, ada darah dalam tinja, hepatomegali. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb: 7,9 g/dl, hematokrit:23,7%, trombosit:12rb/µL, eritrosit: 3,23 juta/µL, masa perdarahan IV: >10 menit, masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL), leukosit: 21,73 x103/µL, eosinofil: 0,0%, neutrofil: 9,0%, limfosit:49,0%, monosit: 0,0%, LED: 127 mm.
Kontekstual: Kelainan sel darah pada sumsum tulang hasil BMP tanggal 10 September 2013 (positif AML). Residual: Paman pasien meninggal saat masih kecil tidak diketahui penyebabnya, tapi mempunyai gejala yang mirip dengan pasien sekarang.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Manajemen Obat Sitostatistika Kaji kondisi klien terhadap penggunaan obat sitostatistika Kolaborasi pemberian obat sitostatistika sesuai kebutuhan dan indikasi penyakit klien Monitor kondisi klien saat kemoterapi Laporkan perkembangan klien setelah kemoterapi
6
No 2.
Perilaku Inefektif nutrisi:
model adaptasi
(Usia anak 1 tahun 11 bulan, BB 8,6 Kg, PB 80 cm, LILA 11 cm, BB/PB 82,69%, LLA/U 72,85%, BBI menurut PB 10,4 kg, klinis pasien terdapat wasting, baggy pan, iga gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm bpx, status gizi buruk marasmik perawakan sedang, skrining malnutrisi skor 4 (resiko berat malnutrisi). Anak malas makan (anoreksia) hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau minum susu, hanya minum air dan ASI, terdapat perdarahan gusi dan ptekie di kaki, warna kulit kemerahan dan kering, hasil pemeriksaan laboratorium Hb 7,9 g/dl, hematokrit 23,7%, trombosit: 12 rb/µL, eritrosit: 3,23 juta/µL,
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Fokal: Anoreksia & asupan oral tidak mencukupi kebutuhan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intake oral tidak adekuat & penyakit kanker (kondisi chacexia) (13 September 2013).
Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali Residual: Riwayat makan sedikit.
anak
Tujuan Setelah dilakukan perawatan selama 6x24 jam, nutrisi anak seimbang dengan kriteria hasil: Status nutrisi: Intake makanan dan cairan adekuat: Makanan peroral adekuat Makanan per NGT sesuai kebutuhan tubuh Cairan oral sesuai kebutuhan Cairan IV sesuai kebutuhan Nutrisi parenteral adekuat Status nutrisi kadar biokimia: Albumin (3,4-4,8 g/dL) Kreatinin (0,6-1,2 mg/dL) Hematokrit (35-43%)
Intervensi Monitoring Nutrisi: Timbang BB pasien pada interval yang sesuai Monitor kecenderungan penurunan dan penambahan BB Monitor kulit kering, pecah-pecah dan depigmentasi Amati pembengkakan Monitor mual dan muntah Monitor konjungtiva, pucat, merah atau mukosa kering Monitor intake kalori dan gizi Monitor mulut dan bibir dari kemerahan, pembengkakan dan kekeringan Manajemen Nutrisi: Libatkan orang tua dalam memberikan makan pada anak Beri posisi duduk sebelum minum dan selama minum Gunakan teknik bersih saat pemberian makan per NGT Siapkan keluarga untuk pemberian makan Monitor albumin, total protein, Hb, dan hematokrit Terapi Nutrisi: Dorong intake kalori sesuai kebutuhan tubuh nasi tim saring (NTS) 800 kkal + makan cair
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
7
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
protein total 7,4 g/dL, albumin: 3,77 g/dL globulin: 3,63 g/dL, ratio albumin-globulin 1,0, bilirubin total 0,34 mg/dL, bilirubin direk 0,16 mg/dL, bilirubin indirek 0,18 mg/dL, SGOT 23 U/L, SGPT 8 U/L).
3.
Inefektif model adaptasi aktivitas dan istirahat : (anak lemah, terbaring di tempat tidur, tidak melakukan aktivitas/ bermain, ibu mengatakan anaknya sering minta gendong padahal anak sudah bisa berjalan sejak sakit terdapat kelemahan pada kaki/ kekuatan otot: 5555/ 5555 4444/ 4444
Intervensi (MC) 4x 100 ml atau makan cair (MC) 800 kkal + formula F100 4 x 100 ml Monitor dan koreksi posisi NGT Lakukan perawatan mulut dan hidung tiap shif atau sesuai kebutuhan Ajarkan keluarga bagaimana merawat NGT Lakukan perawatan kulit sekitar tempat NGT Cabut dan ganti NGT sesuai indikasi Cek tetesan pada drips feeding Cek residu tiap 6 jam dalam 24 jam pertama kemudian tiap 8 jam sesudahnya.
Fokal: Kelemahan pada kaki dan malnutrisi Kontekstual: Adaptif Residual: Adaptif
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik, anemia dan malnutrisi (13 September 2013).
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, anak toleran dengan aktivitas harian dengan kriteria hasil: Melakukan aktivitas harian Hb: 10,5-14,0% Keadaan umum baik Bermain sesuai dengan usianya
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Mengkaji kemampuan anak terhadap aktivitas harian Membantu pasien memenuhi keperluannya dalam aktivitas harian dengan melibatkan orang tua. Membantu anak mendapatkan kemandirian sesuai dengan tumbuh kembangnya dan kondisi Melakukan evaluasi kemampuan anak dalam melakukan aktivitas harian.
8
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
4.
Gangguan adaptasi fungsi endokrin:
Fokal: Penyakit kronik (kanker) & gizi buruk marasmik
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d penyakit kronik (kanker) & gizi buruk marasmik (13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tumbuh kembang pasien optimal dengan kriteria hasil: Antropometri: BB/U : 80-100% TB/U : 95-100% BB/TB : 90-100 % LLA/U : 85-100% Perkembangan: Motorik kasar sesuai usia Bahasa sesuai usia Motorik halus sesuai usia Personal sosial, sesuai umur 1 tahu 11 bualan.
Developmental care: Informasikan pada orang tua tentang kondisi pengobatan dan kebutuhan anak saat ini Bantu orang tua memiliki harapan yang realistik Hindari pemberian stimulasi yang berlebih, satu stimulasi untuk suatu waktu Lakukan penggantian posisi anak Turunkan kebisingan Perhatikan waktu pemberian perawatan anak sehingga meningkatkan waktu tidur dan konservasi energi Tingkatkan partisipasi orang tua pada pemberian makan Monitor intake nutrisi Sediakan stimulasi dengan menggunakan instrument musik, sentuhan dan pijat yang sesuai Edukasi orang tua untuk melakukan stimulus sesuai tumbuh kembangnya.
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan dan intake cairan oral tidak adekuat. ( 13 September 2013)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4x24 jam, status cairan pasien seimbang dengan kriteria hasil: Cairan dalam 24 jam balance/seimbang.
Monitoring Cairan: Monitor berat badan, lingkar perut Monitor perdarahan. Monitor kebutuhan cairan anak Monitor intake dan output Monitor serum dan elektrolit.
(perkembangan anak saat ini usia 1 tahun 11 bulan, berat badan 8,6 kg, panjang badan 80 cm, status nutrisi berat badan per panjang badan 82,69%, status nutrisi berat badan per umur (12,0 kg) 71,67%).
Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali Residual: Riwayat makan sedikit.
5.
Inefektif adaptasi fungsi cairan dan elektrolit: (Mukosa bibir kering, minum sedikit, perdarahan gusi, ptekie/ bintik pada kaki, berat badan 8,6 kg,
anak
Fokal: Perdarahan gusi, saluran, ptekie pada kaki & intake cairan tidak adekuat (malas minum)
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
9
No
Perilaku
Stimulus
status nutrisi gizi buruk marasmik).
Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius (kanker) dan hepatomegali Residual: Riwayat makan sedikit.
6.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Tidak ada tanda perdarahan. BB 10,4 kg. Tanda vital normal Tidak ada edema/asites Berat jenis urin (1,0031030)
Monitor serum albumin dan protein total Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Pertahanankan akurasi pencatatan intake dan output Monitor membran mukosa, turgor kulit Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil: Airway patency& Ventilation: Tidak ada batuk Respirasi rate normal. Irama nafas reguler Mampu membersihkan sekret (batuk) Tidak terdapat suara napas tambahan Rontgen thorax normal
Airway management & monitoring respirasi: Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan suction jika diperlukan Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator bila perlu Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor TTV saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri.
anak
Inefektif model adaptasi oksigenasi:
Fokal: Batuk pilek.
(pasien batuk dan pilek suara napas gargling, pernapasan 30x/menit, sesak napas)
Kontekstual: Penurunan imunitas tubuh, kondisi penyakit kronik (kanker) Residual: Adaptif
Tujuan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret (16 September 2013)
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
10
No
Perilaku
Stimulus
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
7.
Inefektif model adaptasi fisiologis:
Fokal: Peningkatan suhu tubuh
(Suhu tubuh tinggi sampai 38,70C, kulit teraba hangat).
Kontekstual: Perjalanan penyakit AML Residual: Adaptif
2. Hipertermi perjalanan AML (16 2013).
b.d penyakit September
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, hipertermi teratasi dengan kriteria hasil: Suhu tubuh dalam batas normal (35,50C -37,5 0C). Kulit tidak teraba hangat Tidak ada keluhan demam naik turun
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Memantau suhu tubuh pasien secara teratur Memberikan kompres hangat/ tepid water sponge Mengevaluasi asupan cairan yang masuk Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan pasien Memberikan lingkungan yang nyaman, dan sirkulasi udara yang cukup. Menganjurkan orang tua untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat pada anak.
11
No 8.
Perilaku Inefektif nutrisi:
model adaptasi
(mukositis post kemoterapi Doxorubicin dan ARA-C)
Stimulus Fokal: Mukositis Kontekstual: post kemoterapi Doxorubicin dan ARAC Residual: adaptif
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
3. Kerusakan membran mukosa oral b. d efek samping kemoterapi (20 September 2013)
Setelah dilakukan perawatan 3x 24 jam pasien menunjukkan hiegene oral dan integritas jaringan mukosa yang baik, ditandai dengan: Hiegine Oral Kebersihan mulut, gusi, lidah. Melakukan hiegine oral sesuai instruksi Integritas jaringan Mukosa Mukosa mulut dan lidah lembab Warna bibir merah muda Tidak ada lesi dan eritema pada bibir.
Pemulihan Kesehatan Mulut: Lakukan perawatan mulut secara teratur sebelum makan dan sesuai kebutuhan Bantu pasien memilih makanan yang lembut, lunak dan tidak asam Tingkatkan perawatan mulut setiap dua jam dan dua kali pada malam hari jika mukositis tidak dapat dikendalikan. Gunakan sikat gigi berbulu lembut untuk menghilangkan debris pada gigi Anjurkan orang tuang untuk membersihkan mulut anak dengan cairan normal salin (NaCl 0.9%) Kolaborasi penggunaan obat kumur anti jamur atau anestesi topical oral jika terdapat infeksi jamur. Tekankan program kesehatan mulut sebagai bagian penyuluhan pemulangan.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
12
E. Implementasi dan Evaluasi Tanggal 13 Sep 2013 10.00-14.30
Diagnosa 1,2,3,4,5
WIB
1,2,3,4,5
5 5 5 1,5 1
Implementasi
Evaluasi
Ttd
10.00 WIB Mengkaji pasien baru. Anak A.P 1 tahun 11 bulan dengan AML pro kemoterapi dan gizi buruk marasmik dari poli hematologi datang dengan keluhan perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai, BAB darah, terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, didapatkan BAB hitam dan perdarahan gusi berhenti sendiri. Dari keterangan ibu, anaknya sering demam naik turun, lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Setelah dilakukan BMP dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML (Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Melakukan pemeriksaan fisik head to toe. bentuk kepala normal, ada benjolan pada kepala bagian kanan 2x3 cm, mengkilat, rambut agak jarang, konjungtiva anemis, jantung tidak ada murmur, gallop, abdomen datar supel, bising usus (+), hepatomegali 3 bac, 4 bpx, lien tidak teraba, ektrimitas kelemahan pada kaki. 10.10 WIB Mengkaji asupan oral anak
14.30 WIB 1. PK:anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas. Respon Adaptif: TD:100/65 mmHg, N:97x/menit, S:36,90C, RR: 25x/menit. Respon Inefektif: Ibu mengatakan masih ada perdarahan gusi sedikit. KU pasien sedang, badan masih lemah, konjungtiva masih pucat, ptekie pada kaki (+). Anak telah dilakukan transfusi PRC I 75 ml, golongan darah AB. Hb: 7,9 g/dl, Hmt:23,7%, Trombosit:12rb/µL, Eritrosit: 3,23 juta/µL, Masa protombin: 16,2 detik, APTT: 36,2 detik, Leukosit: 21,73 x103/µL, Eosinofil: 0,0%, Neutrofil: 9,0%, Limfosit:49,0%, Monosit: 0,0%, LED: 127 mm. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: Perbaikan KU, kolaborasi dengan dokter untuk transfusi selanjutnya, cek laboratorium setelah transfusi.
Kustiningsih
Menilai membran mukosa oral anak Menilai turgor kulit anak Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi 10.10 WIB Mengkaji tanda perdarahan pada pasien pasien. terdapat perdarahan gusi ptekie di kaki dan berak kecoklatan
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Respon Adaptif: orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, skala muntah baxter:0, anak belum perlu puasa, Protein total: 7,4 g/dL, Albumin: 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL,
13
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
13 Sep 2013
1
Mengkaji hasil pemeriksaan laboratorium darah. hasil lab. 12 September 2013: Hb: 7,9 g/dl (rendah), Hmt:23,7% (rendah), Trombosit:12rb/µL (rendah), Eritrosit: 3,23 juta/µL (rendah), Masa perdarahan IV: >10 menit (panjang), Masa protombin: 16,2 detik (K:10,9detik, memanjang 1,5x), APTT: 36,2 detik (K: 31,8 detik, memanjang 1,14x), Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL (dbn), Leukosit: 21,73 x103/µL (naik), Eosinofil: 0,0% (rendah), Neutrofil: 9,0% (rendah), Limfosit:49,0% (tinggi), Monosit: 0,0% (rendah), LED: 127 mm (tinggi). 10.15 WIB Melakukan pemasangan akses vena perifer pada tangan kiri pasien. Kolaborasi pemberian cairan intravena. BB: 8,6 kg, kebutuhan cairan: 8,6 x 100 ml/hari: 860 ml/hari. Memberikan cairan infus N5 8 tpm makro atau 32 ml/jam (768 ml/hari) 10.25 WIB Melakukan pengkajian tentang nutrisi Melakukan anamnesa pada orang tua tentang riwayat makan anak. pola makan di rumah: anak makan makan utama 3x sehari, hanya 3-5 sendok makan, masih minum AS dan air putih, tidak mau minum susu buatan. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium terakhir. hasil lab. Tanggal 12 September 2013: Protein total: 7,4 g/dL (dbn), Albumin: 3,77 g/dL (dbn), Globulin: 3,63 g/dL (dbn), Ratio Albumin-Globulin: 1,0 (dbn), Bilirubin Total: 0,34 mg/dL (dbn), Bil. Direk: 0,16 mg/d (dbn), Bil. Indirek: 0,18 mg/dL (dbn), SGOT: 23 U/L(dbn), SGPT : 8 U/L (dbn). Melakukan pengukuran antropometrik (BB, PB, LILA, LK). BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm.
Ratio Albumin-Globulin: 1,0, Bilirubin Total: 0,34 mg/dL, Bil. Direk: 0,16 mg/dL, Bil. Indirek: 0,18 mg/dL, SGOT: 23 U/L, SGPT: 8 U/L (semua dalam batas normal) Respon Inefektif: Ibu mengatakan anak tidak mau makan, makan siang habis 2 sendok makan, BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, TB/PB: 82,69% atau (-3SD-(-2)SD), LLA/U:72,85%, wasting (+), baggy pant, iga gambang, terdapat hepatomegali, mukosa bibir kering, konjungtiva anemis, ada ptekie pada kaki. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet NTS/ Nasi Tim Saring: 800 kkal + MC/ makan cair: 4x 400ml.
Kustiningsih
10.00-14.30 WIB
1 1 1 2 2
2
2
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
3. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi dan kelemahan kaki. Respon Adaptif: anak dapat beristirahat siang Respon Inefektif: KU sedang, kondisi anak lemah, hanya terbaring di tempat tidur, semua aktivitas dibantu oaring tua, tidak melakukan aktivitas permaianan apapun, malnutrisi, Hb: 7,9 g/dl. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
14
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Ttd
13 Sep 2013
2
Melakukan pemeriksan klinis pasien anak tampak sangat kurus (wasting), baggy pant, iga gambang, terdapat hepatomegali, mukosa bibir kering, ada darah dalam tinja, terdapat ptekie di kaki, konjungtiva anemis). Melakukan pengkajian mual muntah skala Menentukan status gizi pasien saat ini: BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, LLA: 11 cm, LK: 48 cm, usia 1 tahun 11 bulan (menggunakan grafik/tabel WHO 2006). BB/U : 8,6/12 x 100 : 71,67% ((-3) - (-2) SD) PB/U : 80/86,9 x 100: 92,06 %--> ((-3) - (-2) SD) BB/PB : 8,6/10,4 x 100 : 82,69% ((-3) - (-2) SD) LLA/U : 11/15,1 x 100 : 72, 85% - (-3 SD) BBI : 10,4 kg. HA (height age) : 1 tahun 4 bulan Status gizi pasien: gizi buruk marasmik perawakan pendek. Menghitung kebutuhan kalori pasien. BBI x RDA HA: 10,4 x 100: 1.040 kkal Kebutuhan kalori awal bisa diberikan 50-70%: 520-780 kkal. Kolaborasi cara pemberian dan jenis makanan ASI tidak dibatasi, NTS/ Nasi Tim Saring 800 kkal + MC/ Makan cair 4x100 ml lewat oral Kolaborasi dengan dokter hematologi: hasil lab. samar, masih dimungkinkan perdarahan dari gusi, belum perlu puasa. 11.00 WIB Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian anak terbaring lemah di atas tempat tidur, semua aktivitas harian dibantu orang tua dan perawat, belum melakukan aktivitas bermain. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d malnutrisi Respon Adaptif: Anak usia 1 tahun 11 bulan, perkembangan sesuai dengan usinya Respon Inefektif: BB: 8,6 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
10.00-14.30 WIB
2 2
2 2 1,2 3
3 3
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perdarahan, asupan cairan tidak adekuat Respon Adaptif: TD: 100/60 mmHg, Nadi: 97x/menit, RR: 25x/menit, intake oral belum dicatat, IVFD: N5 8 tpm, masuk 128 cc, turgor baik. Respon Inefektif: mukosa bibir kering, minum ASI dan air tidak dicatat, konjungtiva anemis, ada ptekie pada kaki, Albumin: 3,77 g/dL, Protein total 7,4 g/dL, balance dan diuresis belum dapat dihitung, urin: belum dicatat. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance
15
Tanggal 13 Sep 2013 10.00-14.30
Diagnosa 4
WIB
4 4 4 3,4 2,4 1,5 1,5 1,5 1 1 1,5 1,5 1,5
Implementasi 11.10 WIB dan diuresis per 12 jam. Mengkaji pertumbuhan dan perkembangan anak saat ini usia anak saat ini 1 tahun 11 bulan, BB: 8,6 kg, PB:80 cm, status gizi buruk, wasting, baggy pant, riwayat perkembangan: tengkurap usia 3 bulan, duduk 6 bulan, berdiri 13 bulan, jalan 16 bulan, bicara dan tumbuh gigi usia 1 tahun 6 bulan, lahir spontan, BL: 2900 gram). Menginformasikan pada orang tua tentang kondisi anak dan perawatan saat ini Melakukan kontak mata dengan anak dan melakukan stimulasi dengan komunikasi Memotivasi orang tua untuk melakukan stimulasi pada anak selama sakit (mengajak komunikasi, melakukan kontak fisik) Menciptakan lingkungan tenang dan nyaman untuk klien bisa beristirahat Memotivasi orang tua partisipasi orang tua pada pemberian makan 12.30 WIB Memonitor tetesan infus Kolaborasi pemberian transfusi PRC. Memonitor kondisi pasien sebelum transfusiS: 37,10C, TD: 100/60 mmHg, RR: 25x/menit. Memberikan injeksi lasix 7,5 mg IV sebelum transfusi. Melakukan crosceck golongan darah (AB), nomor seri transfusi dan tanggal kadaluwarsa. Memberikan transfusi PRC (Packed Red Blood Cell) 75 ml 25 cc/jam. Evaluasi respon klien saat transfusi 12.00 WIB Memberikan makan nasi tim 13.00 WIB Mengevaluasi respon pasien saat setelah transfusi.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd Kustiningsih
16
Tanggal
16 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Diagnosa
Implementasi
2 1,5 1,2,3,4,5
Mengevaluasi respon klien setelah makan Menghitung balance dan diuresis Mengkaji kondisi pasien dan melakukan pengukuran TTV.
1,2,3,4,5
14.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada hari perawatan sebelumnya: 13 Sept 13 jam 20.00-23.00 WIB: telah dilakukan transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma) I 90 ml. Pasien diberikan diet MC per NGT pada sift sore, masih ada perdarahan gusi, ptekie di kaki ,BAB coklat kehitaman, balance cairan dan diuresis cukup. 14 Sept 13 pagi, NGT ada kecoklatan, kemudian di lepas. Jam 20.15-21.05 WIB: telah dilakukan transfusi FFP II 90 ml. BAB kehijauan, perdarahan gusi tidak ada, intake sedikit, masih ada ptekie di kaki sedikit, balance dan dieresis cukup. 15 Sept 13 jam 07.40-10.40 WIB telah dilakukan transfusi PRC II 75 ml+ Lasix 7,5 ml, kondisi anak masih lemah, tidak ada perdarahan baru, BAB biasa, anak tidak mau nasi tim. Dokter nutrisi: pasang NGT dipayungi trombosit diet F100 8x120 ml (960 ml/hr). Sampai tanggal 15 Sept 13 cairan infus yang diberikan N5 32 ml/jam, persiapan kemoterapi. 16 Sept 13 sift pagi: orang tua menolak dipasang NGT karena khawatir perdarahan lagi, minum masih oral, intake hanya sedikit, pasien malas minum kecuali ASI, demam 38, 3 0C dan batuk pilek, telah diberi paracetamol sirup, perdarahan gusi tidak ada, ada luka pada kaki dan perdarahan sedikit. BAB biasa. Telah dilakukan pengambilan darah untuk cek
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd Kustiningsih
20.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: Respon Inefektif: RR: 32x/menit, batuk, suara grok-grok, pilek, dahak susah keluar, badan lemah Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas idak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari Rhinos junior Rontgen thorax AP 2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg. Perdarahan gusi dan kaki tidak ada, BAB tidak ada darah. Telah dilakukan transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma) I 90 ml tanggal 13 Sept 13, transfusi FFP II 90 ml tanggal 14 September 2013, transfusi PRC I & II PRC II 75 ml+ Lasix 7,5 ml tanggal 13 & 15 September 2013. Infus N5 32ml/jam aff pada sift pagi dan mulai diberikan infus KAEN 1B 36 ml/jam jam 20.00 WIB untuk rehidrasi persiapan kemoterapi.
Kustiningsih
17
Tanggal
Diagnosa
16 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
1,2,3,4,5
1 2,7 7 7 7 1,2,4,7 2,7 5 5 5 5 5,6 6 3 3
Implementasi
Evaluasi
Ttd
DPL setelah transfusi, infus N5 32 ml/jam di stop, hanya dipasang stopper dan persiapan kemoterapi. Mengkaji kondisi pasien hari ini Pasien muncul diagnosa keperawatan baru yaitu bersihan jalan napas tidak efektif dan hipertermi. Prioritas diagnosa keperawatan hari ini:1. Bersihan jalan napas tidak efektif, 2.PK kanker: anemia, perdarahan, 3.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 4. Hipertermi, 5.Intoleransi aktivitas, 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan 7. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 14.15WIB Mengkaji status respirasi anak RR: 30x/menit, batuk, pilek, ada bunyi grok-grok, dahak tertahan, tidak memakai O2. Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak. Menilai status cairan padaanak Membran mukosa oral anak Menilai turgor kulit anak 14.30 WIB Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor kepatenan akses vena. 15.00 WIB Mengkaji toleransi anak dengan aktivitas harian Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian Mengevaluasi perkembangan anak 15.15 WIB Mengevaluasi BB pasien hari ini BB: 8,9 kg, PB: 80 cm. Memberikan makan per NGT F100 120 ml
Respon Inefektif: Hasil lab hari ini: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%, Leukosit: 17.810, Trombosit: 15.000/µL, Sel blast: 27,0%, Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan: Anemia normositik normokrom, Trombositopenia, Leukositosis. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 2x100 ml, cek laboratorium setelah transfusi, rencana pemberian kemoterapi Doxo dan Citarabine tetap diberikan, IT tunggu setelah terapi TC.
Kustiningsih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 8,9 kg, (naik 0,3 kg), intake oral ASI dan minum 30 cc, mukosa bibir kering, konjungtiva tidak anemis. Respon Inefektif: Ibu mengatakan anak tidak mau makan nasi tim, Diet ganti F 100 8x 120 ml/hari, tapi ibu menolak anak dipasang NGT karena khawatir perdarahan, nutrisi masih secara oral, intake sedikit, diet F100 habis 30 ml per oral, anak malas minum, hanya mau ASI. BB saat ini: 8,9 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status nutrisi BB/PB: 85,58%, baggy pant, hepatomegali
18
Tanggal 16 Sep 2013 14.00-20.30
Diagnosa 2,7
WIB
1 3 3 2,7 3 1,2,3,4,5,6, 7
Implementasi
Evaluasi
Ttd
18.00 WIB Menerima dan menganalisa hasil laboratorium dari pemeriksaan darah pada sift pagi: Hb: 9,6 g/dL (naik di banding saat masuk, tapi masih rendah), Hmt: 28,7% (naik tapi masih dibawah normal), Leukosit: 17.810 µL (turun dari pada saat masuk, tapi masih diatas normal), Trombosit: 15.000/µL (naik dari pada saat masuk, tapi masih di bawah normal), Sel blast: 27,0%, Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4 detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL(tinggi). Kesan: Anemia normositik normokrom, Trombositopenia, Leukositosis. Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul 2x sehari Motivasi anak untuk makan Memotivasi orang tua untuk memberikan diet F100 120ml 20.00 WIB Memberikan cairan infus sesuai intruksi: KAEN 1B 36 ml/jam untuk mulai hidrasi sebelum kemoterapi. Evaluasi mual muntah anak setelah makan F100 diberikan per oral, hanya habis 20-30 cc, muntah tidak ada Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg.
Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
Kustiningsih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: S: 36,90C, RR: 32x/menit, sudah diberikan parasetamol sirup tadi pagi, akral hangat Respon Inefektif: Kemarin malam dan tadi pagi demam tinggi, menurut ibu demam anak naik turun. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat 5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: anak mau diajak komunikasi Respon Inefektif: KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat tidur, belum miring kanan kiri Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
19
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
16 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Evaluasi
Ttd
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Anak lebih komunikatif daripada pertama kali masuk Respon Inefektif: BB: 8,9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
Kustiningsih
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 36,9, N: 134x/menit, RR: 32x/menit, TD:103/66 mmHg. F100 masuk 30 cc, intake oral ASI tidak tercatat, Diuresis: 2.03 ml/kg/jam (cukup). Mulai rehidrasi KAEN 1B 36 ml/jam. Respon Inefektif: balance belum dapat diukur. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis per 12 jam.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
20
Tanggal 17 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Diagnosa 1,2,3,4,5,6, 7
2,7 3 3 3 3 3 2,7 2,7 4 4,6 6 4 4 2 1 2 1,2,3,4,5,6, 7
Implementasi
Evaluasi
Ttd
14.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya: Trombosit tereakhir 15.000/µ, pasien sudah diberikan transfusi TC 100 cc dan infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm mulai jam 07.00 pagi. Batuk masih ada, demam naik turun. Menanyakan pada ibu tanda perdarahan pada anak. Mengkaji perkembangan nutrisi anak: hasil ronde dokter gizi, nutrisi anak diganti dengan F100 4x120 cc, 4x150 cc untuk meningkatkan asupan. Menimbang BB pasien hari ini BB: 9 kg, PB: 80 cm Reedukasi orang tua pasien untuk pemasangan NGT Memasang NGT no 6 pada pasien Memastikan ketepatan letak NGT setelah pemasangan 15.00 Melakukan pemasangan infus 2 line untuk kemoterapi. Memonitor kepatenan akses vena. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian 18.00 WIB Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam normal salin 100 ml (1 jam). Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul 19.00 WIB Kolaborasi pemberian kemoterapi ARA-C 30 mg dalam normal salin 500 mg dalam 24 jam. Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien.
20.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul, RR: 28x/menit, Respon Inefektif: Batuk pilek masih ada, dahak belum keluar, badan lemah Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari Rhinos junior Rontgen thorax AP
Kustiningsih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: TD:100/60 mmHg, N: 100x/menit, S:37,70C, RR: 28x/menit. Tidak ada perdarahan. Telah dilakukan transfusi TC 100 ml pada sift pagi, Diberikan infus KAEN 1B 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm, kemoterapi Doxorubicin 10 mg sudah masuk, kemoterapi ARA-C 30 mg dalam NaCl 500 ml dalam 24 jam 5 tpm mulai diberikan jam 19.00 WIB, selesai besok jam 19.00 WIB, mual muntah tidak ada. Respon Inefektif: Hasil lab kemarin: Hb: 9,6 g/dL, Hmt: 28,7%, Leukosit: 17.810, Trombosit rendah: 15.000/µL, Sel blast: 27,0%, Myelosit: 3%, Promielosit: 9%, PT:17,4
21
Tanggal 17 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Diagnosa 3 1,5,7 3 3 3 3 3 5 5 5 1,2,3,4,5,6, 7 4 4
Implementasi
Evaluasi
Ttd
15.00 WIB Memberikan diet F100 120 cc per NGT 15.10 WIB Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm 18.00 WIB Motivasi anak untuk makan Memberikan diet F100 150 ml sampai habis 19.15 WIB Monitor mual muntah anak Monitoring nutrisi anak 20.00 WIB Memonitor tetesan infus Memonitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin Memonitor balance cairan 20.15 WIB Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV S: 37,70C Memotivasi ibu melakukan kompres hangat Memberikan paracetamol sirup 4 ml
detik atau memanjang 1,53x, APTT: 41,1 detik atau memanjang 1,23x, Fibrinogen: 417,2 mg/dL. Kesan Anemia normositik normokrom, Trombositopenia, Leukositosis. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml, cek laboratorium setelah transfuse, IT tunggu setelah terapi TC.
Kustiningsih
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan anak tidak ada muntah, BB: 9 kg, (naik 0,1 kg), diet F100 masuk 270 cc per NGT, mukosa bibir kering, konjungtiva tidak anemis. Respon Inefektif: BB saat ini: 9 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status nutrisi BB/PB: 86,54%, kulit tidak kering, BAB 2x biasa, ASI sedikit. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100 4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: RR: 28x/menit, sudah dilakukan kompres hangat, sudah
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
22
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
17 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
Evaluasi
Ttd
diberikan paracetamol sirup 4 ml. Respon Inefektif: S: 37,70C, kulit teraba hangat, anak lemah, masih terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat
Kustiningsih
5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: Anak mau istirahat Respon Inefektif: KU lemah, masih terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat tidur, belum miring kanan kiri. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Respon Inefektif: BB: 9 kg, PB: 80 cm, sangat kurus, baggy pant, status gizi anak buruk, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan secara kompensasi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
23
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan
17 Sep 2013 14.00-20.30 WIB
20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Evaluasi
1,2,3,4,5,6, 7
08.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada sift sebelumnya: Tanggal 18 September 2013, sudah diberikan TC II 100 cc, ARA-C selesai jam 19.30 kemarin, Diuresis 24 jam: 4,6 ml/kg/jam/, balance 24 jam: -4 ml, demam masih ada, terdapat bengkak pada kaki, sudah periksa DPL dengan hasil: Hb: 8,9 g/dl, Hmt:27,4%, Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70 x103/µL, Albumin: 3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali) dan rencana PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis ringan. Muncul masalah keperawatan baru: kerusakan membran mukosa oral b.d efek samping kemoterapi. Tanggal 19 September 2013: sudah diberikan obat kemoterapi Cytarabin/ARA-C 30 mg dalam 500 ml NaCl 0,9% 5 tpm dalam waktu 24 jam mulai diberikan jam 04.00.WIB. BB naik menjadi 9,9 kg, balance cairan/24 jam: (+ 252 ml),
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: N: 134x/menit, RR: 28x/menit, TD:103/66 mmHg turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 37,7,. F100 masuk 270 cc, intake oral ASI tidak tercatat, Infus KAEN 1B 36 ml/jam + ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm. Respon Inefektif: Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis 24 jam. 14.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul, RR: 29x/menit, Respon Inefektif: Batuk masih ada, pilek berkurang, dahak keluar saat batuk, badan lemah Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 2x sehari Rhinos junior 2x5ml, Rontgen thorax AP.
Ttd Kustiningsih
Kustiningsih
24
Tanggal
Diagnosa
20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
2,7
3 3 3
1 2,7 5 5,6 6 5 5 3 8
2
Implementasi
Evaluasi
Ttd
Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam. Diet masih F100 4x120, 4x150 ml. Infus infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 10 tpm. Mengkaji tanda perdarahan dan kelebihan cairan anak. balance/24 jam: + 472, dieresis/24 jam:poliuri hidramnion, sudah diberikan transfuse PRC 100 ml jam 06.00 selesai jam 08.30 WIB. Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah setiap minum susu, sehingga susu jam 21.00-03.00 WIB tidak diberikan. Menimbang BB pasien hari ini BB: 10,1 kg, PB: 80 cm Kolaborasi dengan dokter nutrisi: BB: 10,1 kg ada oedem pada kaki, BBI: 10,4 kg, BB/TB: 97,11%, LILA:12 LLA/U: 12/15,1: 79,47%, saat ini sesuai dengan gizi kurang, diet ganti makan cair (MC) sesuaikan kebutuhan hidrasi hematologi 8x 150 ml. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam. 09.00 Memonitor kepatenan akses vena. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas keseharian Memberikan makan cair 150 ml Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur menggunakan NaCl 12.00 WIB Kolaborasi pemberian kemoterapi Doxorubicin 10 mg dalam
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: Tidak ada perdarahan. Telah diberikan transfusi TC 100 ml dan PRC 100 ml, TD:95/60 mmHg, N: 110x/menit, S:370C, RR: 29x/menit, diberikan infus KAEN 1B 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm, kemoterapi Doxorubicin 10 mg sudah masuk jam 12.00 WIB Respon Inefektif: Hasil lab kemarin: Hb: 8,9 g/dl, Hmt:27,4%, Trombosit:22rb/µL, Leukosit: 86,70 x103/µL, Albumin: 3,27, sudah diberikan TC: 100 ml (1 kali) dan rencana PRC (100 ml), pasien mengalami mukositis ringan, terjadi oedem pada kaki. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: kolaborasi dengan dokter untuk transfusi TC 1x100 ml, cek laboratorium setelah transfusi
Kustiningsih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika minum susu, sehingga mulai pukul 21.00-03.00 susu tidak diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB: 10,1 kg, (naik 1,1kg), ada oedem di kaki, ronde dokter gizi saat ini klinis pasien sesuai gizi kurang, diet diganti makan
25
Tanggal 20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa 1 2 1,2,3,4,5,6, 7 3 2,7 7 7 3
Implementasi normal salin 100 ml (1 jam) 100ml/jam Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul Memotivasi ibu memberikan makan cair 150 ml 14.00 WIB Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Monitor mual muntah anak Monitor tetesan infus Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin Monitor balance cairan 14.15 WIB Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV S: 370C
Evaluasi
Ttd
cair (MC) 8x150 cc disesuaikan dengan hidrasi pasien, Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x pemberian, mukosa bibir kering, ada mukositis, konjungtiva tidak anemis. Respon Inefektif: BB saat ini: 10,1 kg, PB: 80 cm, berat badan ideal 10,4 kg. Status nutrisi BB/PB: 97,11%, LILA:12 LLA/U: 12/15,1: 79,47%, ada oedem pada kaki, pemeriksaan albumin: 3,27g/dL(rendah), status gizi kurang, kulit tidak kering, BAB 2x biasa, ASI sedikit. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
Kustiningsih
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: RR: 29x/menit, S: 370C Respon Inefektif: kulit teraba hangat, anak lemah, masih terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat 5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: Anak mau istirahat.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
26
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Evaluasi
Ttd
Respon Inefektif: KU lemah, Hb terakhir: 8,9 g/dl, BB: 10,1 kg naik tapi ada oedem, status gizi kurang masih terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk, semua aktivitas masih dibantu oring tua, belum melakukan aktivitas permaianan apapun di atas tempat tidur, belum miring kanan kiri. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
Kustiningsih
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Respon Inefektif: BB: 10,1 kg, PB: 80 cm, LILA: 12 cm, status gizi anak kurang, saat ini kondisi lemah dan terbaring di tempat tidur Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan 7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 370C,. N: 120x/menit, RR: 29x/menit, TD:95/60 mmHg, ada bengkak di kaki, makan cair masuk 150 cc, asupan ASI tidak tercatat, Infus KAEN 1B 36 ml/jam + ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm. Respon Inefektif: BB meningkat disertai bengkak pada kaki,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
27
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
20 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Evaluasi
Ttd
balance 24 jam: -4 ml, tanggal 15 September 2013: balance cairan/24 jam: (+ 252 ml), Diuresis/24 jam: 5,2ml/jam. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis 24 jam.
Kustiningsih
8. Kerusakan membran mukosa oral Respon Adaptif: Respon Inefektif: Membran mukosa kering, anak mengalami mukositis ringan, anak belum mau oral higiene dan kumur NaCl 0,9%. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan membran mukosa oral pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring membran mukosa oral 25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
1,2,3,4,5,6, 7,8
08.00 WIB Mengkaji perkembangan pasien pada hari sebelumnya: Tanggal 21 September 2013: anak masih batuk, terdapat luka di anus, demam masih naik turun, masuk ARA-C 20 cc/jam dari jam 20.00 WIB tanggal 20 September-jam 20.00 WIB tanggal 21 September 2013. Infus masih KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 10 tpm. Balance cairan/24 jam: +20, dieresis/24 jam: 5,685. Diuresis poliuri didahului episode oliguri. Dilakukan pemeriksaan ureum creatinin, ronde dokter
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
14.30 WIB 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret Respon Adaptif: sudah diberikan inhalasi NaCl 0,9% + ventolin 1 respul, ambroxol 5 ml oral. Respon Inefektif: RR: 30x/menit, pasien masih ada batuk dan keluar lendir, hasil konsul divisi neurologi: tidak ada papil edema.
Kustiningsih
28
Tanggal 25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa
Implementasi hematologi rencana IT dengan dipayungi TC. Ada muntah, BAB: 3x, sariawan, Satus nutrisi: gizi kurang, Diet MC (makan cair) 8x150 ml, BB menjadi:9,2 kg. Tanggal 22 September 2013: Anak masih ada batuk, ada muntah, BAB 5x sehari, demam tidak ada, anak mulai duduk, BAK baik, bengkak berkurang, BB: 8,9 kg mendapatkan kemoterapi doxorubicin dalam Nacl 0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 – 17.00 WIB. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam. tanggal 23 September 2013: Masih batuk, Anak masih muntah, BAB 4x dalam sehari, BB: 8,7 kg, Diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, telah dilakukan transfuse TC 2 unit (104 ml), Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam, Balance/24jam: + 700 ml, Diuresis/24 jam: 4,475 (balance + tidak overload, diuresis cukup), dilakukan IT pertama dengan MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya: hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast. tanggal 24 September 2013: Masih batuk sekali-sekali, muntah ada lendir, Diare 5x, mendapat Amoxyclav 2x4 ml (100 mg) PO dan Ketokonazol 1x50 mg PO. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam, Balance/24jam: 330 ml, Diuresis/24 jam: 5,5 ml/kg/jam (balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). Dilakukan cek DPL, jika baik bisa rawat jalan. Divisi nutrisi: diet masih MC (makan cair) 8x150 ml, BB: 8,5 kg, Diberikan vitamin A 200.000 IU. tanggal 25 September 2013: Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada, sesak ada, lendir putih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Evaluasi
Ttd
Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada tingkat kompensasi. Planning: Inhalasi NaCl 0,9% + Ventolin 1 respul 3x sehari Ambroxol 5 ml oral
Kustiningsih
2. PK kanker: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas Respon Adaptif: Tanggal 21 September 201: masuk ARA-C 20 cc/jam dari jam 20.00 WIB tanggal 20 September sampai jam 20.00 WIB tanggal 21 September 2013. Infus masih KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 10 tpm. Ronde dokter hematologi rencana IT dengan dipayungi TC. Tanggal 22 September 2013: mendapatkan kemoterapi doxorubicin dalam Nacl 0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 – 17.00 WIB. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam. Tanggal 23 September 2013: telah dilakukan transfuse TC 2 unit (104 ml), Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 60 ml/jam, dilakukan IT pertama dengan MTX 10 mg dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya: hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast. Tanggal 24 September 2013: Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam. Dilakukan cek DPL, jika baik bisa rawat jalan (hasil
29
Tanggal
Diagnosa
25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
2,7 3 3 3
2,7 2,7 2,7 5 5,6 6 5 5
Implementasi
Evaluasi
Ttd
kental, dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah mengalami papil edema karena terdapat muntah 2x dan ditemukan sel blast. Pasien telah dilakukan cek DPL ulang. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 40 ml/jam. Balance/24jam: - 265 ml, Diuresis/24 jam: 4,8 ml/kg/jam (balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). BB: 85 kg, status gizi buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml. 08.15 WIB Mengkaji tanda perdarahan pada anak 08.30 WIB. Mengkaji mual muntah semalam: anak muntah 2x dan sampai pagi ini BAB 2x. Menimbang BB pasien hari ini BB: 8,6 kg, PB: 80 cm Kolaborasi dengan dokter nutrisi: BB: 8,6 kg tidak ada oedem, BBI: 10,4 kg, BB/PB: 82,69%, LILA:11 LLA/U: 11/15,1: 72,85%, saat ini status nutrisi pasien kembali pada gizi buruk sama seperti saat anak masuk. Diet dari makan cair (MC) diganti menjadi F100 8x100 ml sejak tanggal 25 September 2013. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Memonitor cairan dan tetesan infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam. 09.00 Memonitor kepatenan akses vena. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat anak Mengajak anak bermain di tempat tidur sambil beristirahat Motivasi ibu untuk memantau perkembangan anak Menganjurkan orang tua untuk merubah posisi anak setiap 3 jam Memotivasi orang tua untuk membantu anak dalam aktivitas
DPL tidak tercatat oleh residen). Tanggal 25 September 2013: dilakukan konsul ke divisi neurologi apakah mengalami papil edema karena terdapat muntah 2x dan ditemukan sel blast, hasilnya anak tidak mengalami papil edema. Anak telah dilakukan cek DPL ulang. Infus yang terpasang KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 mg dexametason 40 ml/jam, saat ini tidak ada perdarahan.
Kustiningsih
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Respon Inefektif: Hasil periksa DPL kemarin: Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%, Trombosit:36rb/µL, Leukosit: 19,70 x103/µL, HJ: 0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca2+: 1, 03 mmol/l, Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl. Kesan: anemia normositik normokrom, leukopenia, hipokalsemia, hiponatremia. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah PK: anemia, perdarahan, leukositosis, penurunan imunitas pada tingkat kompensasi. Planning: Rencana dilakukan IT dengan MTX 10 mg nanti sore dan pindahkan anak ke ruang febrile neutropeni. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Respon Adaptif: orang tua mengatakan semalam anaknya muntah jika minum susu, sehingga mulai pukul 21.00 sampai 03.00 susu tidak diberikan, siang ini anak muntah 2x, BB: 10,1 kg, (naik 1,1kg), ada oedem di kaki,
30
Tanggal 25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa 3 8
1 1 2 3 2,3,5,7
2
2,7 6
Implementasi
Evaluasi
keseharian ronde dokter gizi saat ini klinis pasien sesuai gizi kurang, Memberikan makan F100 100 ml diet diganti MC 8x150 cc disesuaikan dengan hidrasi Memberikan edukasi pada ibu untuk melakukan perawatan oral pasien, Saat ini susu masuk 150 cc selama 2x pemberian, higien pada anaknya secara teratur dan kumur-kumur mukosa bibir kering, ada mukositis, konjungtiva tidak menggunakan NaCl anemis. 12.00 WIB Respon Inefektif: Memberikan inhalasi NaCL 0,9% + ventolin 1 respul Tanggal 21 September 2013: anak masih ada muntah, Memberikan obat Ambroxol 5ml PO BAB: 3x sehari semalam, sariawan ringan, BB Memberikan Amoxiclav 3x4 (100 mg) PO menjadi:9,2 kg, turun (0,9 kg) dari kemarin (10,1 kg), Memotivasi ibu memberikan makan F100 100 ml BBI: 10,4 kg, masih ada oedem, Satus nutrisi: gizi kurang, Menerima hasil lab. DPL kemarin: Menerima dan melakukan Diet MC (makan cair) 8x150 ml. Tanggal 22 September analisa hasil lab DPL:Hb: 9,8 g/dl, Hmt:29,6%, 2013: ada muntah, BAB 5x sehari, demam tidak ada, anak Trombosit:36rb/µL, Leukosit: 19,70 x103/µL, HJ: mulai duduk, BAK baik, bengkak berkurang, BB: 8,9 kg 2+ 0/0/3/83,8/13,2, Na/K/Cl: 127/ 4,39/ 90,0. Ca : 1, 03 mmol/l, turun (0,3 kg) dari BB kemarin (9,2 kg). Anak Ca: 8,0 mg/dl, P: 3,6 mg/dl, Mg: 1,80 mg/dl. Kesan: anemia mendapatkan kemoterapi doxorubicin 10 mg dalam Nacl normositik normokrom, leukopenia, hipokalsemia, 0,9% 100 ml selama 4 jam (25 ml/jam) mulai jam 12.00 – hiponatremia. 17.00 WIB. Tanggal 23 September 2013: Anak masih Pasien diberikan intratekal MTX 10 mg sore ini , melihat dari muntah, BAB 4x dalam sehari, BB: 8,7 kg turun (0,2 kg) hasil pemeriksaan lab. tanggal 23 September 2013 kemarin dari berat badan kemarin (8,9kg). Diet masih MC (makan (hitung jenis: 5 sel/ µL, PNH: 1/ µL/ µB, MH: 4/ µL, tidak cair) 8x150 ml, dilakukan IT pertama dengan MTX 10 ditemukan streptokokus, protein: 30 mg/dL, glukosa cair: 57 mg, hasil pemeriksaan lab. protein: 30 mg/dL, glukosa mg/dL, Kesan: ditemukan sel blast). cair: 57 mg/dL. Tanggal 24 September 2013: muntah ada 13.00 WIB lendir, Diare 5x, BB: 8,5 kg turun (0,2 kg) dari BB kemrin Memonitor tetesan infuse infuse KAEN 1B+ ondansentron 2 mg (8,7kg). Diberikan vitamin A 200.000 IU, diet masih MC dan dexametason 10 tpm atau 40 ml/jam. (makan cair) 8x150 ml, mendapat Amoxyclav 2x4 ml Menganalisa hasil konsulan neurologi: anak mengalami (100 mg) PO. Infus KAEN 1B+ ondansentron 2 mg dan 1 strabismus/ juling dan matakiri meninjol sejak lahir, dan mg dexametason diturunkan menjadi 40 ml/jam,. Tanggal semakin membesar 10 hari sebelum masuk RS, ditemukan 25 September 2013: Muntah 2x, diare 4x, batuk masih ada, adanya pembesaran pada leher 10 cmx8cmx6cm dan anak sesak ada, lendir putih kental. BB: 8,5 kg sama dengan BB tampak sesak. Disarankan pasang trakeostomi. Dan kemoterapi kemarin, protokol LMNH.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Ttd Kustiningsih
31
Tanggal 25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Diagnosa 1,2,3,4,5,6, 7,8 1,2,7 3 2,7 7 7 4
Implementasi 14.00 WIB Memonitor keadaan dan tanda-tanda vital pasien. Monitor tekanan darah, HR, dan status respirasi Monitor mual muntah anak Monitor tetesan infus Monitor warna, banyaknya, dan berat jenis urin Monitor balance cairan 14.15 WIB Monitor keadaan pasien dan mengukur TTV S: 370C Pasien akan dipindah ke ruang Febrile Neutopeni.
Evaluasi
Ttd
tidak ada oedem/ bengkak, berat badan ideal: 10,4kg. Pengukuran BB/PB: 8,5/10,4: 80,95%. LILA: 10,5 cm. Pengukuran LLA/U: 10,5/15,1:69,53%, status gizi anak buruk. Diet menjadi F100 8x100 ml. Saat ini BB klien: 8,5 kg, diberikan diet F100 dan masuk 120 cc dari 2x pemberian. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring nutrisi, manajemen pemberian diet F100
Kustiningsih
4. Hipertermi b.d perjalanan penyakit AML Respon Adaptif: Saat ini anak tidak demam, RR: 30x/menit, S: 36,90C Respon Inefektif: Pasien mulai muncul demam tanggal 16 September setelah itu mengalami demam naik turun sampai sekarang. Demam berkurang dengan pemberian Paracetamol dan kompres hangat. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah hipertermi pada tingkat kompensasi. Planning: Berikan parasetamol sirup 2x4ml jika demam Lakukan kompres hangat 5. Intoleransi aktivitas b.d anemia, malnutrisi Respon Adaptif: Respon Inefektif: Saat ini KU lemah, Hb saat ini: 9,8 g/dl, BB: 8,5 kg. Saat masuk KU pasien lemah, terbaring di tempat tidur,
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
32
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
Evaluasi
Ttd
tidak melakukan aktivitas harian atau bermain. Kondisi badan anak mulai membaik, bisa duduk dan bermain di tempat tidur pada tanggal 22 September. Kondisi klien sekarang mulai melemah lagi. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah intoleransi aktivitas pada tingkat kompensasi
Kustiningsih
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Respon Adaptif: Respon Inefektif: Kondisi anak kembali melemah, BB: 8,5 kg, PB: 80 cm, LILA: 11 cm, status gizi anak saat ini kembali gizi buruk, anak terbaring di tempat tidur. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat kompensasi Planning: Stimulasi anak sesuai dengan usia perkembangan 7. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Respon Adaptif: Turgor kulit cukup, membran mukosa kering, S: 36,90C,. N: 100x/menit, RR: 29x/menit, TD:100/60 mmHg, sudah tidak oedem. Respon Inefektif: BB turun menjadi 8,5kg, balance/24jam: - 265 ml, Diuresis/24 jam: 4,8 ml/kg/jam (balance negatif tanpa dehidrasi, poliuri). Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kekurangan
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
33
Tanggal
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi volume cairan pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring intake dan output cairan, monitor balance dan diuresis 24 jam.
25 Sep 2013 08.00-20.30 WIB
8. Kerusakan membran mukosa oral Respon Adaptif: Respon Inefektif: Membran mukosa kering, saat ini anak masih mengalami mukositis ringan, anak belum mau oral higien dan kumur NaCl 0,9%. Proses adaptasi: anak beradaptasi dengan masalah resiko kerusakan membrane mukosa pada tingkat kompensasi Planning: Monitoring membrane mukosa 26 Sep 2013
Pasien di pindah ke ruang perawatan Febrile Neutropeni pada tanggal 26 September 2013 jam 17.00 WIB
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Ttd
34
Lampiran Kasus 1 FORMAT PENGKAJIAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY PADA KASUS 1 Identitas Klien Nama Anak Tempat/Tgl Lahir Jenis Kelamin Usia Agama Suku Pendidikan Alamat Tanggal Masuk RS Jam/ Ruang Rawat Tanggal Pengkajian No. Rekam Medis Diagnosa Medis
DATA UMUM
: An. A.P : 18 Oktober 2011 : L : 1 tahun 11 bulan : Islam : Dayak : Belum sekolah : Jln. Penjajap Barat RT 004/004 Sambas : 13 September 2013 : 10.00 WIB/ 112 A : 13 September 2013 : 388-21-91 : AML (Acute Myeloid Leukimia) & Gizi Buruk Marasmik RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama/ Alasan Masuk RS Anak A.P usia 1 tahun 11 bulan, datang dengan keluhan, perdarahan gusi, terdapat bintik-bintik pada tungkai, BAB kecoklatan terdapat benjolan pada kepala bagian kanan diameter 3x4 dengan permukaan mengkilat. Dari keterangan Ibu, anaknya belakangan ini sering demam tinggi, lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Tanggal 8 September 2013 pasien dirawat di RSCM, masuk dengan perdarahan. Setelah dilakukan BMP dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML (Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Riwayat Reproduksi Prenatal Usia ibu saat hamil : 26 tahun Frekuensi pemeriksaan kehamilan : Rutin sebulan sekali Keluhan selama hamil : Tidak ada Obat yang digunakan : Tidak ada Penyakit/ gangguan saat hamil : Tidak ada Intranatal Jenis persalinan : Spontan Tempat persalinan : Rumah bersalin Bidan Penolong persalinan : Bidan Penyulit persalinan : Tidak ada Kematian ibu saat persalinan : Tidak ada Postnatal Antropometri : PB: - cm, BB: - gr LK: - cm LD: - cm (orang tua lupa) Kondisi Lahir : (x) Langsung menangis (-) Kejang () Sianosis (-) Ikterik (-) Kelainan kongenital Anak ke : I Jumlah saudara: belum punya Riwayat Kesehatan yang lalu Penyakit yang pernah dialami, tempat dirawat & pengobatan: Dari keterangan Ibu, anaknya akhir-akhir ini (2-3 bulan terakhir) sering demam tinggi, lalu diperiksakan ke RS di Sambas. Dari pemeriksaan darah di RSU Dr Sudarno Sambas, pasien dicurigai menderita keganasan Neuroblastoma kemudian di rujuk ke RSCM. Tanggal 8 September 2013 pasien dirawat di RSCM, masuk dengan perdarahan. Setelah dilakukan BMP dan pemeriksaan kimia darah, pada tanggal 10 September 2013 pasien positif di diagnosa AML
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
35
(Acute Myeloid Leukimia) dan direncanakan kemoterapi dengan protokol AML minggu I. Pasien masuk ke ruang perawatan Non Infeksi lantai I Gedung A kamar 112 D, pada tanggal 13 September 2013 jam 10.00 WIB. Imunisasi yang didapat (x) BCG (x) Polio (x) DPT (x) Campak (x) Hepatitis B (-) Lainnya Riwayat sakit dalam keluarga : Menurut keterangan orang tua dalam keluarga mereka belum ada yang mengalami penyakit kanker, tapi kakak dari ayah pasien , meninggal saat masih kecil tidak diketahui sebabnya, dengan gejala yang mirip dengan pasien. A. MODEL ADAPTASI FISIOLOGIS 1. OKSIGENASI DAN SIRKULASI PENGKAJIAN PERILAKU KU anak : sedang Tekanan darah: 104/60 mmHg Respirasi: 24 x/mt Nadi: 100 x/mt Suhu: 36,7 0C CRT: <3 detik Irama napas (x) Regular (-) Ireguler Jenis pernapasan (-) Takipnea (-) Bradipnea (-) Dispnea (-) Kusmaul (-) ChyneStokes (-) Lain-lain: Suara napas (x) Vesikuler (-) Ronkhi (-) Stridor (-) Wheezing (-) Lain-lain Sekret/batuk (-) Ada (x) Tidak ada Pergerakan dada (x) Simetris (-) Asimetris Napas cuping hidung (-) Ya (x) Tidak Retraksi otot bantu napas (x) Tidak (-) Ada (ICS, Supraklavikula, Substernal, Trakea). Sianosis (-) Ya (x) Tidak Capillary Refil Time (x) < 3 detik (-) > 3 detik Akral (x) Hangat (-) Dingin Clubbing finger (-) Ya (x) Tidak Kinjungtiva (x) Anemis (-) Tidak anemis Bunyi jantung (x) Murni (-) Suara jantung tambahan Irama jantung (x) Regular (-) Ireguler Analisa gas darah : Tidak ada pH : - PaO2: - mmHg PaCO2 : - mmHg HCO3: - mmol/L Saturasi O2: - % Radiologi : Tidak ada EKG : Tidak ada CT Scan : Tidak ada Laboratorium : Hb: 7,9 g/dl Hmt :23,7% Trombosit: 12 rb/µL Eritrosit: 3,23 juta/µL Masa perdarahan IV: >10 menit Masa protombin: 16,2 detik APTT: 36,2 detik Kadar fibrinogen: 376,5 mg/dL Terapi : Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5 mg PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : Adanya perdarahan gusi, didapati BAB kecoklatan pada pasien, ptekie pada kaki pasien. Stimulus Kontekstual: Kelainan sel darah pada sumsum tulang anak A.P dimana hasil BMP tanggal 10 September 2013 menunjukkan positif AML. Stimulus Residual : Riwayat kesehatan keluarga, paman pasien (kakak dari ayah pasien) meninggal saat masih kecil tidak diketahui penyebabnya, tapi mempunyai gejala yang mirip dengan pasien sekarang. MASALAH KEPERAWATAN: Potensial komplikasi kanker (AML): anemia, hemoragi/ perdarahan, leukositosis
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
36
2. NUTRISI PENGKAJIAN PERILAKU Antropometri: Usia : 1 tahun 11 bulan BB/U : 8,6/12 x 100 : 71,67% ((-3) - (-2) SD) BB sebelum sakit : ortu lupa PB/U : 80/86,9 x 100 : 92,06% ((-3) - (-2) SD) BB sekarang : 8,6 Kg BB/PB : 8,6/10,4 x 100 : 82,69% ((-3) - (-2) SD) TB : 80 cm LLA/U : 11/15,1 x 100 : 72, 85% - (-3 SD) LLA : 11 cm BBI : 10,4 kg. LK : 48 cm Klinis pasien : terdapat wasting, baggy pan, iga gambang, terdapat hepatomegali 3 cm bac, 4 cm bpx. Anak malas makan hanya 3-5 sendok setiap hari dan tidak mau minum susu, hanya minum air dan ASI. Skrining Risiko Malnutrisi (berdasarkan adaptasi STRONG-kids) Parameter Anak tampak kurus
Penilaian ( ) Tidak (x) Ya ( ) Tidak (x) Ya
Skor 0 1 0 1
Terdapat salah satu kondisi berikut: Diare ≥ 5 kali sehari atau muntah > 3 kali/hari dalam seminggu terakhir Asupan makanan berkurang selama 1 minggu terakhir
( ) Tidak (x) Ya
0 1
Terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan pasien berisiko mengalami malnutrisi: Diare kronik ( > dari 2 minggu) Kelainan anatomi daerah mulut (Tersangka) penyakit jantung bawaan Trauma (Tersangka) HIV Kelainan metabolik bawaan (Tersangka) Kanker Retardasi mental Penyakit hati kronik Keterlambatan tumbuh kembang Penyakit ginjal kronik Rencana/ pasca operasi mayor TB paru Terpasang stoma Luka bakar luas
( ) Tidak (x) Ya
0 1
Terdapat penurunan BB dalam 1 bulan terakhir (berdasarkan penilaian obyektif BB/ penilaian subyektif orang tua, untuk bayi < 1 tahun BB tidak naik dalam 3 bulan terakhir)
Total skor 4 Interpretasi Skor ( ) skor 0 Risiko rendah ( ) skor 1-3 Risiko sedang (x) skor 4-5 Risiko Berat Status gizi: ( ) Gizi baik ( ) Gizi kurang (x) Gizi buruk ( ) Gizi lebih Kesan : Status gizi buruk, perawakan sedang. Nafsu makan (x) Anoreksia ( ) Mual ( ) Muntah ( ) Sulit menelan Skala muntah: =0 Frekuensi makan: 3 x/hari, 3-5 sendok makan saja. Jenis makanan : makananan utama (nasi). Diet khusus: (x) Ya, NTS (Nasi Tim Saring) 800 kkal & MC (Makan Cair) 4x 400 kkal ( ) Tidak Alergi makanan: ( ) Ya (x) Tidak Gangguan pengecap ( ) Labiopalatoskizis ( ) Labioskizis ( ) Lainnya,…….…
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
37
Mukosa ( ) Pucat Mulut Lidah Gusi Somatitis/ mukositis
( ) Lembab
(x) Kering
(x) Bersih (x) Bersih (x) Perdarahan ( ) Ya
( ) Lesi
( ) Kotor ( ) Kotor ( ) Radang (x) Tidak
Pengukuran mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) 1. Dalam 24 jam terakhir adakah nyeri mulut dan tenggorokan yang dirasakan pasien?
Hasil 0
Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat berat 0 1 2 3 4 Dalam 24 jam terakhir nyeri mulut dan tenggorokan yang dialami pasien membatasi aktivitas berikut? Tidak 0
Sedikit 1
Sebagian 2
Banyak 3
Tidak mampu 4
0
2.
Tidur
3.
Menelan
4.
Minum
5.
Makan
0
6.
Bicara
0
Total Nilai VAS
0
Rata2 VAS = Total Nilai VAS: 6
0
0 0
Tingkatan Mukositis dari rata-rata nilai VAS: 0 : tidak mukositis >0-2 : mukositis ringan
>2-3 : mukositis sedang >3-4 : mukositis berat
Derajat mukositis ( ) Ringan ( ) Sedang ( ) Berat Warna kulit (x) Kemerahan ( ) Ikterik ( ) Cyanosis () Albino ( ) Pucat Keadaan kulit ( ) Ruam (x) Kering ( ) Lembab () Edema (x) Ptekie di kaki Laboratorium: HB: 7,9 g/dl Ht :23,7% Trombosit: 12 rb/µL Eritrosit: 3,23 juta/µL Protein total: 7,4 g/dL Albumin : 3,77 g/dL Globulin: 3,63 g/dL Ratio Albumin-Globulin: 1,0 Bilirubin Total: 0,34 mg/dL Bil. Direk: 0,16 mg/d Bil. Indirek: 0,18 mg/dL SGOT: 23 U/L SGPT : 8 U/L Terapi : Rencana transfusi TC 2x 90 ml, FFP 90 ml dan PRC 2 x 75 ml + lasix 7,5 mg PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : Anoreksia/ penurunan nafsu makan dan asupan makan perhari tidak mencukupi kebutuhan anak A.P Stimulus Kontekstual: Kondisi cachexia (penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit serius seperti kanker) dan infiltrasi ke organ lain (hepatomegali) yang dialami anak A.P Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, asupan tidak adekuat & infiltrasi ke organ hati. 3. ELIMINASI PENGKAJIAN PERILAKU BAB : (x) Teratur ( ) Tidak teratur Frekuensi BAB : 1-2 x/hari
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Tidak mukositis
38
Konsistensi Warna Abdomen
: : :
(x) Lunak ( ) Kuning ( ) Nyeri Tekan ( ) Supel Frekuensi BAK : 4-5 x/hari Nyeri saat BAK : ( ) Ya Warna : (x) Jernih Kandung Kemih : ( ) Nyeri Tekan Bentuk Uretra : (x) Normal BAK : (x) Spontan Lab Urin : Tidak ada Lab Feses : Tidak ada PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: -
( ) Keras (x) Berdarah (x) Tidak ( ) Distensi (x) Tidak ( ) Kuning (x) Tidak ( ) Hipospadia ( ) Kateter
4. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT PENGKAJIAN PERILAKU Sianosis setelah aktivitas : ( ) Ya Pergerakan : ( ) Tidak ada hambatan Kelemahan Kekuatan otot : 5555/ 5555
( ) Cair ( ) Lainnya
( ) Hematuria ( ) Epispadia
(x) Tidak ( ) Terhambat
4444/ 4444
ROM terbatas : (x) Ya ( ) Tidak Hemiparese Tidur Durasi : 1-2 jam siang, malam 8-10 jam. Lain-lain :Terapi : PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: -
(x)
( ) Hemiplegia
()
5. PROTEKSI/ PERLINDUNGAN PENGKAJIAN PERILAKU Pembesaran kelenjar limfe : ( ) Ada (x) Tidak Respon peradangan : ( ) Demam (x) Kemerahan (x) Bengkak ( ) Nyeri Kebersihan Kulit : (x) Bersih ( ) Kotor Lesi : ( ) Ada (x) Tidak Turgor : (x) Baik ( ) Jelek Oedem : ( ) Ada (x) Tidak Kebersihan rambut: (x) Bersih ( ) Kotor Distribusi rambut : (x) Merata ( ) Tidak Merata ( ) Aloplesia Laboratorium : Leukosit: 21,73 x 103 / µL Eosinofil: 0,0 % Neutrofil: 9,0% Limfosit: 49,0 % Monosit: 0,0 % LED: 127 mm Terapi : PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : imunitas menurun Stimulus Kontekstual : riwayat demam naik turun sebelum di bawa ke RS Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: PK kanker: leukositosis & penurunan imunitas
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
39
6. SENSASI PENGKAJIAN PERILAKU Penglihatan Pupil : (x) Isokor Skelera : ( ) Ikterik Konjungtiva : (x) Anemis Gangguan Penglihatan : (x) Tidak Oedem Palpebra : ( ) Cekung Tidak membuka sempurna Pendengaran Ketajaman pendengaran: (x) Baik Bentuk telinga : (x) Simetris Lain-lain................................ Kebersihan : (x) Bersih Penciuman Letak Hidung : (x) Simetris Kebersihan : (x) Bersih Nyeri : (x) Tidak Skala wajah: FLACC Wajah 0: Tdk ada ekspresi 1: Kadang menangis 2: Rahang menutup Mengeritkan dahi
( ) Anisokor (x) Anikterik ( ) Ananemis ( ) Ya
()
(x) Membuka & menutup spontan ( ) Kurang ( ) Asimetris
()
()
( ) Kotor ( ) Asimetris ( ) Kotor ( ) Ya (skala 1-10)
Ekstremitas
Gerakan
Menangis
0: Posisi rileks 1: Gelisah,tegang 2: Menendang Menarik kaki
0: Berbaring tenang 1: Menggeliat, bolak balik, tegang 2: Posisi tubuh meringkuk
0: Tidak menangis 1: Merintih,merengek 2: Menangis tersedu
Total skor : 0 Kemampuan ditenangkan
0: Senang, rileks 1: Dapat ditenangkan dgn sentuhan/pelukan 2: Tdk dapat/sulit ditenangkan
Terapi :PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: 7. CAIRAN ELEKTROLIT PENGKAJIAN PERILAKU Jenis minuman yang dikonsumsi: (x) ASI ( ) PASI (x) Lainnya: air putih (x) Jika ASI, frekeunsi sesuai keinginan anak Cara Minum : (x) Botol susu ( ) Cup ( ) Jumlah: 20-50 ml Turgor kulit : (x) Baik ( ) Menurun ( ) Jelek Haus : ( ) Ya (x) Tidak Mata cekung : ( ) Ya (x) Tidak Tingkat Dehidrasi : ( ) Ringan ( ) Sedang ( ) Berat Laboratorium : Tidak ada Natrium:........... mmol/l Kalium: ...........mmol/l Chlorida: .............mmol/l Terapi : IVFD Jenis: N5 Jumlah: 5 tpm makro atau 20 tts/mnt Lainnya : PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal : Perdarahan pada gusi, saluran cerna, ptekie pada kaki. Stimulus Kontekstual : Kelainan sel darah pada sumsum tulang anak (AML). Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: Resiko ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
40
8. FUNGSI NEUROLOGI PENGKAJIAN PERILAKU Kemampuan Mengikuti Perintah : (x) Baik ( ) Tidak Artikulasi dan Kefasihan Bicara : (x) Baik ( ) Tidak Kesadaraan : (x) Compos mentis ( ) Apatis ( ) Somnolent ( ) Soporus Coma GCS : E 4 M 5 V 6 Total : 15 Kejang : (x) Tidak ( ) Ya, Durasi......detik Refleks : Menangis (x) Kuat ( ) Lemah Refleks : Grap ( ) Kuat ( ) Lemah Sucking ( ) Kuat (x) Lemah Moro ( ) Kuat ( ) Lemah Rooting ( ) Kuat ( ) Lemah Refleks Fisiologis: (x) Biseps +/+ (x) Trisep +/+ (-) Patella ......../....... Refleks Patologis: (-) Babinski (-) Budzinski (-) Kernig ( ) Lainlain,………………….. Nervus Cranial : (x) Normal ( ) Tidak normal, ........................................................... Tes Diagnostik : Tidak ada Terapi : Tidak ada PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: 9. FUNGSI ENDOKRIN PENGKAJIAN PERILAKU Kreatinisme : ( ) Ya (x) Tidak Gingantisme : ( ) Ya (x) Tidak Laboratorium : GDS..........mg/dl GDP.........mg/dl Terapi :PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: -
GD2JPP.....mg/dl
B. MODEL ADAPTASI KONSEP DIRI PENGKAJIAN PERILAKU Keadaan Emosi : ( ) Senang ( ) Marah ( ) Cemas ( ) Takut (x) Sedih ( ) Diam Citra Tubuh : anak A.P belum bisa dikaji Identitas Diri : anak A.P mengenali dirinya dan lingkungan dimana dia saat ini. Ideal Diri : belum bisa dikaji Harga Diri : belum bisa dikaji Moral, Etik, Spiritual: anak A.P dan orang tuanya beragama Islam. PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: C. MODEL ADAPTASI FUNGSI PERAN PENGKAJIAN PERILAKU Tingkat perkembangan saat ini : anak A.P saat ini berusia 1 tahun 11 bulan, belum sesuai dengan perkembangan anak seusianya. Anak mulai berjalan umur 16 bulan, tapi sejak sakit tidak mampu berjalan lagi karena kakinya lemah.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
41
Gambaran interaksi anak dengan orang lain: kondisi anak saat ini lemah, hanya mau berinteraksi dengan orang tua saja. Peran anak dalam keluarga : sebagai harapan dan cita-cita orang tuanya. Pengharapan keluarga : anak sembuh dan dapat beraktivitas lagi seperti sebelum sakit. Harapan terhadap diri sendiri : anak belum mengungkapkan keinginannnya. Peran selama sakit : PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: D. MODEL ADAPTASI INTERDEPENDENSI PENGKAJIAN PERILAKU Hubungan dengan Keluarga, Teman, Lingkungan: (x) Baik ( ) Tidak, …………………………………………. Kasih Sayang : (x) Mendapatkan ( ) Tidak, ……………………………… Orang Terdekat : (x) Orang tua ( ) Saudara ( ) Teman () Lain-lain, ………………………. Pengasuh anak : (x) Orang Tua ( ) Baby Sitter ( ) Nenek/kakek Tingkat Kemandirian : (x) Ketergantungan penuh ( ) Mandiri Pemenuhan kebutuhan sehari hari dibantu oleh: orang tua PENGKAJIAN STIMULUS Stimulus Fokal :Stimulus Kontekstual : Stimulus Residual :MASALAH KEPERAWATAN: -
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
42
Pato Flow AML Faktor Predisposisi (Benzene, Radiasi Ionik, Irisomi Kromosom 21 (herediter) Sindrome Bloom & Anemia Fanconi (genetic))
Faktor Etiologi ( Idiopatik)
Faktor Pencetus (Pengobatan Sitostatika Pada Tumor Padat)
Mutasi Somatik Sel Induk ( Myeloid)
Pemeriksaan Sitogenik : Kelainan dihubungkan dgn prognosis
Blokade Maturitas Sehingga Proses Deferensiasi sel-sel induk terhenti pada sel muda (blast) & Proliferasi
Akumulasi Sel-sel Muda Dlm Sumsum Tulang
Kegagalan Sum-Sum Tulang
Hitung darah Lengkap : Anemia, Trombositopenia, leukosit Aspirasi & Biopsi Sumsum Tlg : Hiperseluler Apusan darah tepi : Adanya sel muda (Mioblast, Limfoblast, Monoblast , Eritroblast)
Sel Leukemia HyperKatabolisme
Penurunan RBC
Anemia
Penurunan WBC
Infeksi
Penurunan Platelet
Perdarahan
Nyeri Tulang & Sendi
Fraktur Fisiologis Nyeri Tulang
Peningkatan TD
Infiltrasi Ke Organ
Kerapuhan Tulang
Tulang
Katabolisme Meningka t Keringat Mala m
Darah Sindroma Hypervisikosit as
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Koheksi
Tempat Ektra Medular Lain
Asam Urat Mening kat Gagal Gin jal
Lympadenopati, Hepatomegali, Splenomegali, Meningitis, Lesi Kulit, Pembesaran Testis
Gout
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
LAMPIRAN 4 Laporan Proyek Inovasi
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
LAPORAN PROYEK INOVASI
OPTIMALISASI PENGUKURAN TINGKAT MUKOSITIS MENGGUNAKAN SKALA OMDQ (ORAL MUCOSITIS DAILY QUESTIONNAIRE) PADA PASIEN ANAK DENGAN KEMOTERAPI BERDASARKAN EVIDENCE BASED PRACTICE DI RUANG NON INFEKSI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Oleh : Kustiningsih NPM : 1006833842
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan jenis penyakit keganasan disebabkan adanya penyimpangan pertumbuhan sel-sel tubuh yang membelah secara tidak terkontrol dan menyerang organ tubuh serta merusak fungsinya (Permono, 2005). Menurut World Health Organization (WHO) (2011) jumlah penderita baru penyakit kanker tahun 2020 diperkirakan meningkat hampir 20 juta penderita. Data 2010 menunjukkan populasi kejadian kanker pada anak di Indonesia sebanyak 5-7%, meningkat dari tahun 2006 yang hanya 2% atau 4.100 kasus kanker baru setiap tahun. Kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak di seluruh dunia (Hockenberry & Wilson, 2009). Tahun 2008 diperkirakan 7,6 juta orang di dunia meninggal karena kanker atau sekitar 13% dari semua penyebab kematian, dan 70% kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah, dan sekitar 96 ribu terjadi pada anak usia 0-14 tahun, sedangkan angka kematian akibat kanker di seluruh dunia diperkirakankan akan terus meningkat dengan perkiraan sekitar 12 juta di tahun 2030 (International Agency for Research on Cancer (IARC). Pengobatan kanker secara umum terdiri dari terapi bedah, radio terapi dan kemoterapi. Kemoterapi menjadi urutan pertama terapi yang sering digunakan. Bulan JanuariOktober 2013, jumlah anak yang menjalani kemoterapi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta mencapai 1.694 anak. Efek samping kemoterapi dapat merusak sel-sel yang mempunyai aktivitas proliferasi berlebih, seperti sumsum tulang dan sel epitel mukosa sehingga menyebabkan depresi sumsung tulang, mukositis, stomatitis, dan serostonia (Sutaryo, 2005). Mukositis merupakan suatu proses reaktif yang menyerupai peradangan pada membran mukosa orofaring akibat efek samping kemoterapi (Spijkervet, 1996). Mukositis oral sering menyebabkab ketidaknyamanan yang membuat pasien kesulitan makan, minum, berbicara bahkan melakukan oral hygiene ( Qutob, Gue, Revesz, Logan & Keefe, 2012). Proses ini disebabkan adanya interaksi yang kompleks antara kerusakan jaringan mulut, 1 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
keadaan lingkungan di rongga mulut, derajat penekanan sumsum tulang, dan faktor predisposisi intrinsik pasien (Meraw & Reeve 1998). Keparahan mukositis tergantung dari tipe terapi kanker dan kondisi kebersihan mulut anak (Spijkervet, 1996). Secara biologi dijumpai lima fase terbentuknya mukositis yaitu 1) fase inisiasi; kemoterapi berperan sebagai radikal bebas dapat merusak DNA, 2) fase message generation; terjadi pengaktifan faktor transkripsi (NFkB) yang akan mengatur jumlah proinflamatory cytokine/ interleukin 1 beta (IL–1β) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Sitokin IL-1 β) berperan untuk inflamasi dan dilatasi pembuluh darah sehingga kemungkinan besar dapat menambah konsentrasi kemoterapi pada daerah tersebut, sedangkan TNF- α menyebabkan kerusakan jaringan, 3) Fase signaling dan amplification; TNF-α
mengaktifkan
NFkB,
mitogenactivated
protein
kinase
(MAPK),
dan
sphyngomyelinase pathways yang dapat memperbesar kerusakan sel dan jaringan sehingga menyebabkan eritema dan atropi epitelial 4-5 hari setelah tahap awal kemoterapi. Trauma kecil dari aktivitas sehari-hari seperti menelan dan mengunyah dapat menyebabkan terjadinya ulserasi, 4) fase ulserasi/ bakteriologi; bila terjadi neutropenia diduga terjadi kolonisasi bakteri pada ulkus sehingga di dalam jaringan mukosa banyak mengandung endotoksin dan selanjutnya terjadi pelepasan IL-1β dan TNF- α, 5) fase penyembuhan; terjadi repitelisasi pada ulkus yang ditandai dengan berpindahnya sel-sel epitel ke sebelah bawah dari pseudomembran (fibrin clot) ulkus kemudian berproliferasi sehingga menebal menjadi mukosa yang normal (Kostler, Hejna, Wenzel, Zielinski, 2001 & Woo, 2006). Prevalensi mukositis pada pasien keganasan adalah 30%-39% (Ilgenli, 2001). Data tentang mukositis yang terjadi pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo belum terdokumentasikan secara jelas, akan tetapi berdasarkan pengamatan dan wawancara terhadap perawat dan keluarga pasien anak di ruang non infeksi didapatkan sebagian besar anak mengalami mukositis oral akibat kemoterapi. Selama praktek di ruang non infeksi, residen menjumpai pasien anak dengan mukositis lebih dari 20 anak. Hasil wawancara dengan head nurse ruang anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo juga mengungkapkan bahwa sebagian besar atau hampir 80% pasien anak mengalami mukositis oral setelah kemoterapi.
2 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala ruang dan supervisor di ruang anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, instrumen atau format pengkajian untuk menilai skala mukositis pada anak belum ada dan selama ini belum ada dokumentasi skala dan jumlah anak yang mengalami mukositis di ruangan. Penilaian hasil pengkajian sangat penting untuk mengevaluasi penatalaksanaan mukositis oral (Brown & Wingard , 2004). Untuk melakukan uji klinis dalam pencegahan dan pengobatan mukositis, diperlukan instrumen yang handal, valid, sensitif, dan mudah digunakan (Eilers & Epstein , 2004). Banyak pengkajian mukositis yang digunakan pada orang dewasa yang menjalani kemoterapi dan radioterapi, tetapi instrumen tersebut tidak divalidasi untuk menilai mukositis pada anakanak. Beberapa intrumen untuk mengukur skala mukositis oral yang pernah digunakan diantaranya WHO (Oral Toxicity Scale/ WHO Score), NCI-CTC (National Cancer Institute Common Toxicity), RTOG (Radiation Therapy Oncology Group), OMAS (Oral Mucositis Assessment Scale), OAG (Oral Mucositis Assessment Scale), OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire), DMS (Daily Mucositis Scale), OEG (Oral Examination Guide), WCCNR (Western Consortium of Cancer Nursing Research Scale), OMI (Oral Mucositis Index), (Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L, 2008). Menurut Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L. (2008), dalam systematic review yang dilakukan pada 21 jurnal yang relevan melakukan pengikuran skala mukositis oral (OM), menyebutkan diantara instrumen pengkajian mukositis yang pernah digunakan pada anak dengan kanker meliputi skala WHO (Oral Toxicity Scale/ WHO Score), NCI-CTC (National Cancer Institute Common Toxicity), OMAS (Oral Mucositis Assessment Scale), OAG (Oral Mucositis Assessment Scale). Dari berbagai skala mukositis yang direview didapatkan hasil tidak ada standarisasi dalam penggunaan skala OM (Oral Mucositis) pada anak, bahkan dalam penelitian untuk dewasa (Sonis & Costello, 1995). Belum ada skala mukositis yang dikhususkan dan divalidasi khusus untuk anak-anak. Sistematic review ini merupakan langkah awal pengembangan item dalam skala mucositis yang sesuai untuk anak. Berdasarkan penelitian Tomlison.D, Manji.A, Either.M.C, Gassas.A, Maloney.A.M, Sung.L, (2010) pada anak ≥ 12 tahun dengan leukemia/ limfoma atau yang menjalani transplantasi sel, menggunakan modifikasi skala OMDQ (Oral Mucositis Daily 3 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Questionnaire) yang dikhususkan untuk mengukur skala mukositis pada anak yang mendapat kemoterapi didapatkan hasil bahwa, skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) valid dan reliable untuk menilai mukositis pada anak. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) yang sudah dimodifikasi untuk anak, merupakan skala mukositis yang terdiri dari 6 pertanyaan berupa adanya nyeri pada mulut dan tenggorokan, dan sebatas mana nyeri yang dirasakan pasien mempengaruhi/ mengganggu tidur, menelan, minum, makan dan bicara pasien. Masing-masing pilihan pertanyaan mempunyai rentang nilai 0-4, dimana nilai tersebut akan menunjukkan tingkatan mukositis. Makin besar nilai menunjukkan, semakin besar tingkatan/ derajat mukositis yang dialami pasien anak. Skala ini akan dipantau dalam aktivitas harian klien. Skala ini memungkinkan anak melaporkan gangguan fungsi oral yang dirasakan tanpa harus setiap hari membuka mulut untuk diperiksa, karena pada sebagian anak hal ini merupakan tindakan yang menyakitkan dan biasanya anak menolak. Hal ini bisa mengakibatkan obyektivitas dalam menilai mukositis akan terganggu, jika skala yang dipakai mengharuskan kita mengekplorasi mulut anak untuk menentukan derajat mukositis (Tomlinson et al, 2007). Pengalaman selama melakukan pemeriksaan oral pada pasien, banyak anak menolak untuk dilakukan pemeriksaan mulut dalam menilai mukositis yang dialami, terlebih lagi bila menggunakan spatel lidah sehingga hasilnya kurang optimal. Berdasarkan uraian tersebut diatas, residen tertarik untuk menerapkan penggunaan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) yang terus berkembang dalam menilai mukositis pada anak dan adanya dukungan dari pihak manajer operasional serta pihak ruangan lantai I gedung A, maka residen membuat proyek inovasi dengan judul “ Pengukuran Tingkat Mukositis Menggunakan Skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) Pada Anak dengan Kanker atau Kemoterapi berdasarkan Evidence Based Practice di ruang non infeksi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”. 2. Tujuan 3.1 Tujuan Umum Mencapai asuhan keperawatan yang berkualitas melalui pengkajian yang komprehensif dalam menilai mukositis yang terjadi pada anak dengan kanker atau menjalani kemoterapi berdasarkan evidence base practice. 4 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
3.2 Tujuan Khusus a. Memberikan gambaran format pengkajian untuk menilai skala mukositis yang terjadi pada anak dengan kanker atau mendapatkan kemoterapi sehingga dapat meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas. b. Mendeteksi lebih awal tanda dan gejala mukositis yang terjadi pada anak, sehingga bisa menentukan penanganan yang tepat. c. Menerapkan intervensi keperawatan berdasarkan evidence base practice. 3. Manfaat 4.1 Rumah sakit Menjadi bahan evaluasi bagi rumah sakit untuk menerapkan dan mengembangkan format pengkajian dalam menilai skala mukositis yang terjadi pada pasien anak di ruang non infeksi RSUPN Dr, Cipto Mangunkusumo. 4.2 Perawat Meningkatkan pengetahuan perawat tentang penilaian skala mukositis yang terjadi selama anak menjalani perawatan atau mendapatkan kemoterapi. berdasarkan evidence base practice. 4.3 Pasien dan Keluarga Memberikan perlindungan terhadap peningkatan keselamatan pasien dan memberikan kenyamanan terhadap tindakan yang diberikan terutama pasien dengan masalah hematologi dan onkologi yang mendapatkan kemoterapi.
5 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
BAB II TINJAUAN TEORI 1. Mucositis Oral 1. Definisi Mukositis oral adalah salah satu gangguan kesehatan mulut dimana terjadi inflasi dan ulserasi pada membran mukosa sebagai efek samping dari kemoterapi dan pengobatan radiasi untuk kanker (Sonis et.al 2004). 2. Penyebab Mukositis Mukositis disebabkan oleh iatrogenik, bakteri, virus dan jamur. Penyebab iatrogenik adalah mukositis yang disebabkan karena pemberian kemoterapi, yang mengakibatkan komplikasi langsung pada mulut karena efek stomatotoksik dari obat-obat antineoplasma yang menyebabkan mukositis, dan juga efek tidak langsung yang berupa mielosupresi yang mengakibatkan perdarahan dan infeksi pada mulut (Tomlinson & Kline, 2005). Selain iatrogenik, mukositis juga disebabkan oleh mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, dan jamur (Tomlinson & Kline, 2005). Bakteri yang sering menyebabkan mukositis pada pasien anak dengan kanker adalah bakteri anaerob gram negatif, Klebseilla, Enterobacter, Serratia, Proteus dan Escherichia coli (Tomlinson & Kline, 2005). Sedangkan virus yang menyebabkan mukositis diantaranya Herpes simplex, Cytomegalovirus,
Varicella
zoster,
dan
Epstein
Barr
virus.
Menurut
UKCCSGPONF (2006) bahwa virus yang menyebabkan mukositis pada anak dengan kanker disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) sekitar 80%, dan Candida albicans adalah jenis jamur yang sering menyebabkan mukositis (Tomlinson & Kline, 2005; UKCCSG-PONF, 2006). 3. Patofisiologi Mukositis Patofisiologi mukositis tidak dijelaskan secara penuh, tetapi dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu mukositis langsung dan mukositis tidak langsung (Tomlinson & Kline, 2010). Mukositis langsung terjadi pada sel-sel epitel mukosa mulut yang 6 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
mangalami perubahan, dan melalui mekanisme toksisitas langsung pada sel-sel mukosa.
Kemoterapi
dan
radioterapi
mempengaruhi
kematangan
dan
pertumbuhan sel-sel epitel mukosa mulut sehingga menyebabkan perubahan pada mukosa yang normal dan kematian sel. Mukositis ini bisanya terjadi pada hari ke 7 sampai 14 (Otto, 2001). Mukositis tidak langsung disebabkan oleh invasi langsung dari bakteri gram negatif dan jamur. Mukositis ini terjadi melalui mekanisme tidak langsung pada sumsum tulang yang menyebabkan granulositopenia sehingga mempermudah terjadinya infeksi dan perdarahan pada mukosa. Lapisan mukosa rongga mulut yang diyakini sebelumnya akan sangat rentan terhadap kerusakan selama menjalani terapi kanker, dikarenakan sebagian besar perawatan untuk kanker tidak dapat embedakan antara sel-sel sehat dan sel kanker. Kemoterapi juga biasanya menyebabkan pembelahan pada sel seperti sel mukosa mulut dan tenggorokan, sehingga sel menjadi rusak selama pengobatan (Sonis, 2007). Mukositis terbagi menjadi 4 fase, yaitu fase inflamasi, fase epitel, fase ulserasi dan fase penyembuhan. Fase yang pertama adalah fase inflamasi, pada fase ini sel epitel, endothelial dan jaringan konektif dalam mukosa mulut terkena radikal bebas, sehingga memacu respon inflamasi dengan pengeluaran sitokinin, interleukin IB, prostaglandin, dan faktor nekrosis tumor (TNF). Mediatormediator inflamasi ini menyebabkan kerusakan secara langsung maupun tidak langsung pada mukosa mulut dengan meningkatkan permeabilitas membran (Scardina, Pisano & Messina, 2010; Sieracki et al., 2009). Pada fase kedua atau fase epitel terjadi penghambatan pembelahan sel epitel pada mukosa mulut, menyebabkan sel-sel epitel berkurang dan tidak segera diganti oleh sel epitel yang baru, hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan epitel, epitel menjadi atrofi dan terjadi eritema karena peningkatan vaskularisasi. Pada fase ini pasien mengalami kesulitan bicara dan menelan, dan ketika mengunyah makanan dapat menyebabkan ulserasi (Scardina, Pisano & Messina, 2010; Sonis, 2004).
7 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Fase ke tiga disebut fase ulserasi, dimana kerusakan epitel menyebabkan eksudasi dan pembentukan pseudomembran. Pada fase ini terjadi kolonisasi mikroba pada permukaan mukosa yang rusak, hal ini dapat diperburuk oleh keadaan netropenia (Scardina, Pisano & Messina, 2010; Sonis, 2004). Pada fase ini luka pada mukosa menembus epitel sampai lapisan submukosa yang menyebabkan rasa nyeri dan mengalami disfungsi. Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan, dimana terjadi pembentukan sel-sel epitel yang baru, fase ini biasanya terjadi pada hari ke 12-16, tetapi tergantung oleh beberapa faktor yaitu tingkat proliferasi epitel, pembentukan kembali flora normal, tidak adanya faktor yang mengganggu penyembuhan luka, infeksi dan iritasi mekanis (Sonis, 2004). Sedangkan menurut Kostler, Hejna, Wenzel, Zielinski, 2001 & Woo, 2006, ada lima fase terbentuknya mukositis yaitu 1) fase inisiasi; kemoterapi berperan sebagai radikal bebas dapat merusak DNA, 2) fase message generation; terjadi pengaktifan faktor transkripsi (NFkB) yang akan mengatur jumlah proinflamatory cytokine/ interleukin 1 beta (IL–1β) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Sitokin IL-1 β) berperan untuk inflamasi dan dilatasi pembuluh darah sehingga kemungkinan besar dapat menambah konsentrasi kemoterapi pada daerah tersebut, sedangkan TNF- α menyebabkan kerusakan jaringan, 3) Fase signaling dan amplification; TNF-α mengaktifkan NFkB, mitogenactivated protein kinase (MAPK), dan sphyngomyelinase pathways yang dapat memperbesar kerusakan sel dan jaringan sehingga menyebabkan eritema dan atropi epitelial 4-5 hari setelah tahap awal kemoterapi. Trauma kecil dari aktivitas sehari-hari seperti menelan dan mengunyah dapat menyebabkan terjadinya ulserasi, 4) fase ulserasi/ bakteriologi; bila terjadi neutropenia diduga terjadi kolonisasi bakteri pada ulkus sehingga di dalam jaringan mukosa banyak mengandung endotoksin dan selanjutnya terjadi pelepasan IL-1β dan TNF- α, 5) fase penyembuhan; terjadi repitelisasi pada ulkus yang ditandai dengan berpindahnya sel-sel epitel ke sebelah bawah dari pseudomembran (fibrin clot) ulkus kemudian berproliferasi sehingga menebal menjadi mukosa yang normal.
8 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mukositis Faktor yang mempengaruhi mukositis diantaranya adalah usia, status gizi, jenis kanker, pemberian kemoterapi, dan pemberian radioterapi. Menurut Beck (1999) dalam Eilers (2004) pada anak-anak dan lansia mempunyai resiko lebih tinggi mengalami mukositis dibandingkan dengan kelompok usia yang lainnya. Pada anak-anak sel-sel epitel pada membran mukosa lebih sensitif mengalami toksisitas, dan keganasan hematologi mengakibatkan mielosupresi
yang
mempengaruhi terjadinya mukositis. Sedangkan pada lansia diketahui mengalami penurunan pertumbuhan sel yang baru, dan berkaitan dengan fungsi ginjal. Status gizi juga mempengaruhi terjadinya mukositis, pada asupan tinggi glukosa atau protein, dan malnutrisi kekurangan protein menyebabkan terjadinya peningkatan sakit gigi, dan mempunyai kontribusi terhadap terjadinya dehidrasi yang menyebabkan iritasi dan penurunan pertumbuhan sel-sel epitel mukosa (Eilers, 2004). Indikator status gizi memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh, yang ditandai oleh pertumbuhan fisik berupa ukuran tubuh yaitu berat badan, tinggi badan dan yang lainnya. Status gizi ditentukan berdasarkan Body Massa Index (BMI) menurut usia yang berdasarkan grafik z-score WHO (2007). Status gizi dibagi menjadi 5 kriteria yaitu sangat kurus pada persentil <-3SD, kurus antara persentil -3SD sampai dengan -2SD, normal pada persentil -2SD sampai dengan +1SD, gemuk persentil +1SD sampai dengan +2SD, dan obesitas pada persentil lebih dari +2SD (WHO, 2007). 5. Instrumen Pengkajian Mukositis Dalam menentukan terjadinya mukositis dan stadium mukositis perlu dilakukan penilaian mulut untuk mengkaji mukositis (Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001), penilaian kondisi mulut yang efektif sebaiknya dilakukan setiap hari atau dua kali sehari (Garcia & Caple, 2011) a. Oral Exam Guide (OEG) Pengkajian
mulut,
menggunakan
OEG
ini
yang
dinilai
meliputi
inspkesi/observasi, persepsi pasien, dan kondisi fisik. Inspkesi/observasi dilakukan oleh klinisi meliputi: bibir (tekstur, warna, kelembaban), lidah 9 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
(tekstur, warna, kelembaban), membran mukosa palatum, uvula dan tonsil (warna, kelembaban), gusi (warna, kelembaban), gigi (kebersihan, keutuhan), saliva, suara, kemampuan menelan. Setiap aspek dinilai dengan skala nominal 1 sampai 4, 1 apabila normal/tidak ada masalah, dengan peningkatan perubahan atau masalah, skala yang paling tinggi adalah 3 (Eilers & Eipsten, 2004). b. Oral Assessment Giude (OAG) Pengkajian mulut menggunakan OAG dilakukan melalui pengkajian klinis meliputi suara, menelan, bibir, lidah, saliva, membran mukosa, gusi, dan gigi. Setiap aspek dinilai dengan skor 1 sampai 3, skor 1 apabila normal, skor 2 bila terjadi perubahan fungsi tetapi tidak semua, atau kerusakan ringan, dan skor 3 apabila terjadi kerusakan dan hilangnya fungsi dari aspek tersebut (Scardina, Pisano & Messina, 2010, Eilers & Eipsten, 2004). Skor tersebut kemudian ditambahkan untuk menghasilkan skor mukositis antara 8 – 24. Pengkajian mulut menggunakan instrumen OAG dapat digunakan untuk anak-anak, Karena sederhana, dan hanya membutuhkan waktu 3-4 menit untuk melakukannya. c. Oral Mucosa Rating Scale (OMRS) Pada pengkajian menggunakan OMRS hal yang dikaji adalah tipe dan perubahan mukosa mulut meliputi: atropi, eritema, ulserasi, pseudomembran, hiperkeratin, lichenoid, dan edema, termasuk skala nyeri dan keringnya mukosa mulut. Beberapa aspek dinilai dengan skor 0 sampai 3 dari yang normal sampai yang berat. Sedangkan skala visual analog meliputi tidak terjadi kekeringan dan kekeringan yang sangat berat., serta tidak ada nyeri dan rasa nyeri yang sangat hebat (Eilers & Eipsten, 2004). d. Oral Mucositis Index (OMI) Pengkajian keadaan mulut pada OMI terdapat jenis yaitu yang pertama terdiri dari 34 item, dan yang kedua terdiri dari 20 item. Pada 34 item yang biasanya dilakukan oleh ahli gigi yang professional meliputi: 11 item yang menunjukkan atrofi (bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, palatum, 10 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
dan lidah); 11 item ulser (bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, lidah); 10 item eritema (bibir, mukosa bibir, mukosa pipi, dasar mulut, lidah). Pengkajian menggunakan OMI juga meliputi 20 item dilakukan oleh tenaga kesehatan yang lainnya, yang terdiri dari rata-rata empat tipe perubahan mukosa dalam 9 area yaitu: atrofi (ujung lidah), edema (samping lidah), eritema atas dan bawah mukosa bibir, eritema mukosa pipi kanan dan kiri, dasar mulut, palatum, lidah; ulserasi atau pseudomembran (atas dan bawah mukosa bibir, kanan dan kiri mukosa pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah). Atropi, ulserasi, eritema, dan edema diberikan skor antara 0 (tidak ada gejala) sampai 3 (gejala yang berat), dan kemudian skor dijumlahkan menjadi skor total (Eilers & Eipsten, 2004). e. Oral Mucositis Assessment Scale (OMAS) Pengkajian menggunakan OMAS meliputi dua komponen yaitu pengkajian klinis untuk menilai mukositis (eritema, ulserasi/psudomembran pada bagianbagian mulut) dan laporan pasien mengenai rasa nyeri dan kesulitan menelan serta kemampuan makan. Pada eritema diberi skor 0 (tidak ada gejala) sampai 2 (gejala berat), ulserasi diberikan skor 0 (tidak ada) sampai 3 (ulserasi > 3cm). keluhan pasien diberikan dalam 100mm skala visual analog, dengan skor antara 0 (tidak ada masalah) sampai 100 (masalah yang berat). Kemampuan untuk makan menggunakan skala kategori jenis makanan (Eiliers & Eipsten, 2004). f. Oral Mucositis Daily Questionnaire/ OMDQ Merupakan skala mukositis yang terdiri dari 6 pertanyaan yang dianalogikan dengan skala VAS dari rentang nila 0-4. Pertanyaan meliputi 1) ada tidaknya nyeri pada mulut dan tenggorokan, 2) apakah nyeri yang dirasakan pasien menggangu mengganggu tidur, 3) apakah nyeri mengganggu saat menelan, 3) apakah nyeri mengganggu saat minum, 5) apakah nyeri mengganggu saat makan dan 5) apakah nyeri mengganggu bicara pasien. Nilai VAS 0-4 dalam OMDQ menunjukkan tingkatan mukositis. Makin besar nilai menunjukkan, semakin besar tingkatan/ derajat mukositis yang dialami pasien anak (Manji.A, Tomlison.D, Either.M.C, Gassas, A, Maloney.A.M, Sung.L, 2010). 11 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Rata-rata skala VAS 0: menunjukkan tidak ada mukositis. Jika rata-rata nilai VAS dari 6 pertanyaan yang ada >0 sampai 2 (rata-rata VAS pada skala >0-2) menunjukkan mukositis ringan. Rata-rata nilai VAS antara >2 sampai 3 (ratarata VAS >2-3) menunjukkan tingkat mukositis sedang. Rata-rata nilai VAS antara >3-4 (rata-rata VAS >3-4) menunjukkan tingkat mukositis berat. Skala ini dapat memantau mukositis anak pada hari-hari selanjutnya. 6. Penatalaksanaan Mukositis Dalam menangani mukositis dapat diberikan terapi farmakologis maupun nonfarmakologis. Pemberian terapi farmakologis berupa pemberian obat-obatan. Obat-obatan yang diberikan adalah obat untuk mengatasi penyebab mukositis, seperti obat antibakteri, antiinflamasi, anti jamur, maupun obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri yang ditimbulkan oleh mukositis, atau dapat juga diberikan terapi obat-obatan yang dapat membantu percepatan pertumbuhan jaringan. Obat-obat antibakteri yang diberikan pada pasien dengan mukositis biasanya diberikan
antibiotik
seperti
polimyxin,
tobramycin,
amphotericin
B,
cotrimoxazole, gentamicin dan protegrin (Donnelly et al., 2003) pemberian antibiotik ini bertujuan untuk melawan bakteri yang menyebabkan mukositis. Obat antifungal yang diberikan pada anak dengan kanker yang mengalami mukositis, diantaranya flukonazole, ketokonazole, mikonazole, itranazole, dan nistatin (UKCCSG-PONF, 2006), Sedangkan pemberian antiinflamasi berguna untuk menekan peradangan yang terjadi pada mukositis, obat antiinflamasi yang diberikan pada pasien dengan mukositis adalah pemberian allopurinol, predison atau kortikosteroid lainnya (Kwong, 2004; UKCCSG-PONF, 2006), dan obat antivirus
yang
diberikan
untuk
menangani
mukositis
adalah
asiklovir
(UKCCSGPONF, 2006). Selain pemberian antimikroba, pada mukositis juga diberikan obat-obatan yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan, sehingga jaringan yang baru cepat tumbuh, obat-obatan yang diberikan untuk mempercepat pertumbuhan jaringan adalah granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), palifermin, zinc, vitamin E dan 12 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Lalanyn L-Glutamin (Harris et al, 2008; UKCSSG-PONF, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stiff, et al. (2006) dan Vadhan-Raj, et al. (2010) palifermin terbukti dapat mempercepat pertumbuhan jaringan baru dengan diproduksinya keratin, sehingga palifermin direkomendasikan untuk menangani mukositis (Harris et al., 2008; UKCSSG-PONF, 2006). Mukositis sering menimbulkan rasa nyeri, sehingga diperlukan analgesik, analgesik yang diberikan bergantung pada skala nyeri yang dialami pasien. Pada skala nyeri yang ringan jenis analgesik adalah analgesik jenis nonsteroid antiinflamasi agen, sedangkan pada nyeri yang hebat dapat diberikan analgesic jenis opiat atau narkotik (Tomlinson & Kline, 2005) atau pemberian polyvalent intramuskular immunoglobulin (UKCSSG-PONF, 2006). Selain itu untuk mengurangi nyeri dapat pula diberikan anesteri lokal seperti lidocain solution, dyclonine hydrochloride, cocaine solution, aluminium hydroxide suspension (Otto, 2001). Terapi non farmakologis pada mukositis yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan mulut. Perawatan mulut merupakan cara terbaik untuk menjaga kesehatan, integritas, dan fungsi mulut. Menurut Cheng (2003) dalam Tomlinson, & Kline (2005) perawatan mulut dapat mengurangi insidensi dan keparahan mukositis, dan menurut Rogers (2001) agen kumur yang digunakan yang tidak menyebabkan iritasi mekanik adalah normal saline dan sodium bikarbonat (Tomlinson, & Kline, 2005), atau bisa menggunakan kombinasi keduanya (Otto, 2001). Perawatan mulut yang dianjurkan pada anak adalah dengan berkumur-kumur minimal empat kali sehari (Tomlinson, & Kline, 2005), atau melakukan perawatan mulut minimal setelah makan dan sebelum tidur, dan setiap 2 jam sekali bila sudah mengalami mukositis (Otto, 2001). Perawatan mulut dengan menyikat gigi sebaiknya menggunakan sikat gigi yang berbulu lembut, dan dilakukan selama kondisi mulut pasien memungkinkan (Tomlinson & Kline, 2005), sedangkan bila jumlah leukosit kurang dari 1000/mm3, jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 perawatan mulut dengan cara menyikat gigi dan flossing tidak boleh dilakukan (Otto, 2001). 13 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Pada pasien yang mengalami mukositis dan menggunakan gigi palsu, sebaiknya gigi palsu dilepas, karena akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme (Otto, 2001). Sedangkan pada keadaan bibir kering dan pecah-pecah dapat diberikan pelumas bibir yang berfungsi untuk melembabkan dan mencegah keparahan bibir yang pecah-pecah (Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001). Perawatan mulut harus memperhatikan derajat mukositis, pada mukositis derajat ringan sampai sedang perawatan mulut diakukan setiap 2 jam, atau setiap 4 jam pada malam hari, sedangkan pada derajat mukositis berat perawatan mulut setiap 1 sampai 2 jam pada siang hari, dan setiap 2 sampai 4 jam pada malam hari (Otto, 2001). Penderita mukositis sebaiknya menghindari obat kumur yang menyebabkan iritasi, alkohol, tembakau, makanan panas, asam, pedas, atau keras (Otto, 2001), sedangkan untuk meminimalkan komplikasi dengan memodifikasi asupan makanan dengan jenis makanan yang lembut atau makanan cair tinggi kalori tinggi protein, yang disajikan pada suhu kamar (Otto, 2001; Tomlinson & Kline, 2005). Pada mukositis berat berikan nutrisi enteral maupun parenteral (Otto, 2001; Tomlinson & Kline, 2005). 2. Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat sitostatika dalam pengobatan kanker. Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan sel pada traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna, sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker. Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya 14 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian kemoterapi. Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh (m2) atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan (Kg). Selain itu faktor yang perlu diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma, asites, sesak), status penampilan (skala karnofsky, skala ECOG), status gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya. Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut lebih minimal. Pemberian kemoterapi dapat menyebabkan mukositis terutama jenis kemoterapi yang bersifat toksik terhadap mukosa seperti dalam 1)Antimetebolite: Capecitabine, Cytosine arabinoside, Fludarabine, Fluorouracil, Gemcitabine, Mercaptopurine, Methotrexate, Thioguanine, Trimetrexate, 2)Comptothecins: Irinotecan, Topotecan, 3)Miscellaneous: Hydroxyurea, Procarbazine, 4)Alkylating agents: Busulfan, Carboplatin, Chlorambucil, Cisplatin, Cyclophosphamide, Ifosfamide, Melphalan 5)Plant Alkaloids: Etoposide, Teniposide Vinblastine, Vincristine, Vinorelbine, 6)Taxanes: Daunorubicn,
Docetaxel,
Paclitaxel,
Doxorubicin,
7)Antibiotics:
Bleomicyn,
Dactinomycin,
Epirubicin,Idarubicin,
Mitomycin,
Mitoxantrone,
Plicamycin, 8)Ablative Doses: all antineoplastic (Otto, 2001; Hockenberry & Wilson, 2009; Tomlinson & Kline, 2010, Catane et al., 2006).
15 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
BAB III PENGKAJIAN DAN IDENTIFIKASI MASALAH 1. Hasil Pengkajian Kebutuhan Proyek Inovasi A. Profil singkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 1. VISI Memberikan pelayanan keperawatan paripurna yang bermutu dan professional dalam rangka menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia pasifik tahun 2014. 2. MISI 1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat 2. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan 3. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang dinamis dan akuntabel 3. MOTTO R: Respek S: Sigap C: Cermat M: Mulia 4. KOMITMEN Kesehatan dan kepuasan pelanggan adalah komitmen kami. Senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama kami. B. Analisis SWOT 1. STRENGTH (Kekuatan) a.
RSCM sebagai rumah sakit yang sudah terakreditasi JCI dan rujukan tingkat nasional, mengutamakan pelayanan asuhan keperawatan yang terbaik untuk pasien.
b.
Monitoring dan evaluasi terus dilakukan terkait dengan 6 standar International Patient Safety Goals.
c.
Dukungan dari manajemen dan perawat untuk melakukan tindakan keperawatan berdasarkan evidence base practice. 16 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
d.
Perawat ruangan anak sebagian sudah mendapatkan pelatihan tentang research keperawatan dan evidence base nursing.
e.
Perawat ruang anak melakukan pengkajian keperawatan menggunakan format pengkajian berstandar yang berlaku di RSCM.
f.
Tersedia SOP mengenai oral hygiene pada pasien dengan total care.
g.
Tersedia media edukasi/ leaflet tentang mukositis dan penatalaksanaannya.
h.
Pemberian pendidikan kesehatan sudah dilaksanakan sejak awal pasien masuk sampai dipulangkan.
2.
WEAKNESS (Kelemahan) a.
Belum tersedia format pengkajian status kesehatan mulut atau pengkajian mukositis untuk menilai skala/ derajat mukositis khusus pada anak berdasarkan evidence base practice dan mudah dilakukan oleh perawat.
b.
Kepala ruang anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mengungkapkan bahwa sebagian besar atau hampir 80% pasien anak mengalami mukositis oral setelah pemberian kemoterapi.
c.
Belum ada dokumentasi tentang angka kejadian mukositis dan skala mukositis yang terjadi pada pasien anak, meskipun selama ini kasusnya banyak ditemukan.
3.
OPPORTUNITY (Kesempatan) a.
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan RS pendidikan dan terbuka untuk proses berubah.
b.
Adanya perhatian dari
manajemen
gedung A dan ruangan untuk
mengoptimalkan pemberian tindakan keperawatan berbasis evidence base nursing. c.
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit rujukan nasional, selalu berkomitmen untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan.
d.
Tingginya pelayanan untuk tindakan kemoterapi pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (Januari-Oktober 2013 mencapai 1.694 kemoterapi), meningkatkan angka kejadian mukositis sebagai efek samping dari kemoterapi. 17 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
e.
Adanya pengkajian skala mukositis pada anak, melengkapi format pengkajian keperawatan yang ada dan meningkatkan asuhan keperawatan yang komprehensif.
4.
THREAT (Ancaman) a.
Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
b.
Masyarakat yang semakin kritis terhadap kualitas asuhan keperawatan.
c.
Program speak up yang dicanangkan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memberi kesempatan masyarakat untuk lebih kritis terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat.
d.
Responsibilitas dan akuntabilitas perawat telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan RI.
2. Identifikasi Masalah 1. Angka kejadian mukositis oral pada anak dengan kanker dan kemoterapi tinggi. 2. Tidak adanya format pengkajian untuk menilai skala atau derajat mukositis oral khusus pada anak dan yang mudah dilaksanakan oleh perawat (Oral Mucositis Daily Quessionnaire) di ruang anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 3. Proyek Inovasi yang Dilaksanakan Optimalisasi Pengukuran Tingkat Mukositis Menggunakan Skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) Pada Anak dengan Kanker atau Kemoterapi berdasarkan Evidence Based Practice di ruang non infeksi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. 4. Srategi Pemecahan Masalah 1. Tahap Persiapan a.
Pembuatan pertanyaan klinik berdasarkan model PICO (P: population/ problem/ patient; I: Intervention C: Comparison O: Out come).
b.
Searching studi literatur/ jurnal terkait dengan penelitian penggunaan skala mukositis oral (Oral Mucositis) pada anak. Hasil searching didapatkan jurnal systematic review dengan judul Establising Literature-Based Items for an Oral Mucositis Assessment Tool in Children. Dalam jurnal ini dinyatakan dari 18 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
banyak artikel yang di review, telah menggunakan metode RCT (Randomized Control Trial), walaupun belum semua artikel, sehingga level evidence based jurnal ini bisa dipakai dan dipercaya. Hasil searching berikutnya didapatkan jurnal Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child self-report and importance of mucositis in children treated with chemotherapy. Appraise literatur dengan menggunakan systematic review work sheet dan
c.
worksheet therapy. Hasil systematic review menyebutkan belum ada standarisasi penggunaan skala mukositis pada anak, sehingga masih perlu terus dikembangkan. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) salah satu skala mukositis yang sudah dimodifikasi, hasilnya valid dan reliabel untuk menilai mukositis anak, dengan menghilangkan pertanyaan tentang diare. d.
Melakukan uji coba skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) hari Rabu, 6 November 2013 pada 3 pasien anak dengan kanker/ kemoterapi dan 6 perawat ruangan non infeksi gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Satu pasien ditanya 2 kali oleh perawat, hasil pengkajian menunjukkan hasil yang sama.
e.
Pembuatan kerangka acuan proyek inovasi.
f.
Konsultasi dengan supervisor utama dan pihak manajemen gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
g.
Koordinasi dengan supervisor dan kepala ruangan anak non infeksi gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
2.
Tahap pelaksanaan: a.
Presentasi dan sosialisai tentang format pengkajian skala mukositis (Oral Mucositis Daily Quetionnaire) berdasarkan evidence base practice.
b.
Melakukan role play pada perawat tentang penggunaan format pengkajian Oral Mucositis Daily Quetionnaire dalam menilai skala atau derajat mukositis pada pasien anak dengan kanker atau setelah kemoterapi.
c.
Menentukan skala atau derajat mukositis yang terjadi pada anak setelah dilakukan pengkajian dengan Oral Mucositis Daily Quetionnaire.
19 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
3.
Tahap Terminasi Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melakukan pemantauan langsung pada perawat yang melakukan pengkajian dan pasien anak yang dikaji skala mukositisnya menggunakan OMDQ/ Oral Mucositis Daily Quetionnaire sampai praktik residensi berakhir di ruangan non infeksi lantai 1 gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk jangka panjang diharapkan penggunaan skala OMDQ/ Oral Mucositis Daily Quetionnaire, akan tetap digunakan di ruang perawatan anak sampai ditemukan evidence based terbaru tentang skala pengukuran mukositis pada anak.
5. Planing of Action No 1.
2. 3.
Kegiatan Persiapan dan studi literature (evidence base practice) dan proses konsultasi. Pembuatan dan konsultasi proposal Presentasi proposal dan sosialisasi
4.
Perencanaan persiapan implementasi
5.
Implementasi
6.
Evaluasi proses kegiatan Evaluasi hasil dan penyusunan laporan
7.
15 Sep30 Okt 2013
21-4 Nov 2013
Waktu 7-10 Nov 2013
11-17 Nov 2013
18-22 Nov 2013
dan
PJ
PRODUK
Mahasiswa, head nurse, supervisor gedung A lantai 1 Mahasiswa dan perawat primer (PP)
Presentasi dengan perawat ruangan gedung A lantai I
Mahasiswa, PP, PA dan keluarga Mahasiswa dan keluarga Mahasiswa
Penyediaan format sitz bath guide dan media edukasi (lembar balik dan leaflet)
Hasil dokumentasi Laporan rekomendasi
6. Sasaran Sasaran proyek inovasi adalah semua pasien anak dengan resiko tinggi terkena mukositis, masalah kanker yang mendapatkan kemoterapi beserta keluarga, dan perawat ruang non infeksi di lantai 1 gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
20 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
dan
7. Media 1. LCD + laptop 2. Format pengkajian mukositis 8. Anggaran Kegiatan a. Persiapan Foto Copy dan ATK Konsumsi presentasi proposal dan hasil Pembuatan proposal
: : :
Rp. 50.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 50.000,00
: :
Rp. 50.000,00 Rp. 450.000,00
b. Evaluasi Penyusunan Laporan JUMLAH
21 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
BAB IV APPRAISE JURNAL A. Evidance Based Practice Pencarian evidance based practice melalui model PICO dan appraise artikel terlampir. Berikut model PICO diuraikan sebagai berikut: Population
: Pasien anak dengan kanker atau yang mendapat kemoterapi.
Intervension
: Format pengkajian skala mukositis.
Comparation : Outcome
: Format pengkajian skala mukositis yang sesuai untuk anak dengan kanker/ mendapat kemoterapi.
Write out your question: Pertanyaan: Pengkajian skala mukositis seperti apa yang sesuai untuk pasien anak dengan kanker atau mendapat kemoterapi? List the main topics and term from your question that you can use the search. Mucositis oral assessment or Mucositis oral tools or Mucositis oral Scale Children or Pediatrics and Cancer or Chemotherapy Check any limit that may pertain to your search: X Age __ Language __ Year of publication. Type of study/publication you want to include in your search: X Systematic Review or Meta-Analysis X Individual Research Studies Check the databases you searched: X CINAHL Proquest PubMed Clinical Queries What What information did you find to help answer your question? 1. Cochrane: Not Found 22 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
2. AHRQ Evidence Reports: Not Found 3. National Guidelines Clearinghouse: Not Found 4. EBSCO-CHINAL: ditemukan 5. Proquest: Manji.A, Tomlison.D, Either.M.C, Gassas.A, Maloney.A.M, Sung.L, (2010). Psychometric properties of the Oral Mucositis daily Questionanaire for child self-report and importance of mucositis in children tread with chemotherapy. The objectives of this study were to examine the psychometric properties of the self-report Oral Mucositis Daily Questionnaire (OMDQ) and to measure the importance of mucositis in children receiving intensive chemotherapy. Children
≥12
years
of
age
receiving
intensive
chemotherapy
for
leukemia/lymphoma or undergoing stem cell transplantation were asked to complete the OMDQ daily for 21 days after chemotherapy. Other measures of mucositis obtained concurrently withOMDQ included theWorld Health Organization (WHO) mucositis scale, the pain visual analog scale (VAS), and the Functional Assessment of Cancer Therapy Esophageal Cancer Sub-scale (FACT-ECS). The importance of mucositis was estimated using a VAS, time trade-off technique, and willingness to pay to avoid mucositis. Test–retest reliability demonstrated at least moderate correlation for all questions within the OMDQ. Assessment of construct validity of the OMDQ revealed at least moderate correlation with WHO, VAS, and FACT-ECS for questions regarding pain, swallowing, drinking, and eating. Effect on sleeping and talking had lower correlations than that expected a priori. The diarrhea question of the OMDQ did not correlate with other measures of mucositis. Severe mucositis is important to children, while mild mucositis is less important to them. Children were willing to pay moderate amounts of money to prevent mucositis. The OMDQ exhibits test–retest reliability, and most questions show construct validity with the exceptions of the sleep, talking, and diarrhea questions. Severe mucositis is of importance to these children. 23 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
6. Pubmed Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L. (2008). Establising literature-based items for an oral mucositis assessment tool in children: systematic review. Pediatrics Hematology/Oncology Nursing, 25 (3). In reviewing the mucositis literature, found almost no standardization in the use of OM scales, even within adult studies (Sonis & Costello, 1995). Pediatric OM scales have almost always been modified versions of scales originally developed for use in adults. B. Hasil Appraise Jurnal 1. Establising Literature-Based Items For An Oral Mucositis Assessment Tool In Children. Jurnal ini merupakan sistematik review, dengan tujuan utama menggambarkan item yang harus dipertimbangkan dalam memilih skala mukositis pada anak. Selain
itu
bertujuan
untuk
menggambarkan
isu-isu
lain
yang
harus
dipertimbangkan ketika menilai mukositis pada anak-anak. Untuk mencapai tujuan utama, yang harus dipertimbangkan dalam skala mucositis pada anak adalah (1) item obyektif (2) item subyektif, dan (3) item fungsional. Isu-isu lain yang harus dipertimbangkan adalah (1) penilaian rongga mulut pada anak-anak dan (2) dampak penilaian etiologi mucositis. Metode dalam melakukan ulasan sistematis, adalah pencarian literatur yang dilakukan dengan menggunakan database PubMed dari tahun 1966 sampai 1 Juni 2007 dengan kata kunci “ mucositis”, “scores,” “assessment,” dan “oral assessment guide” dan dibatasi hanya publikasi Inggris. Hasil pencarian sebanyak 235 artikel, hanya didapatkan 21 artikel yang dianggap relevan melaporkan penggunaan evaluasi OM (Oral Mucositis). Hasil dari review tentang skala pengkajian mukositis oral dari 3 item meliputi: a. Skala yang menilai mukositis secara obyektivitas: 1) Erythema/kemerahan pada mukosa: (skala NCI-CTC, WHO, DMS, OAG, OEG, Walsh, WCCNR, OMI, OMAS, Spijkervet, MacDibb’s, Tardieu). 2) Ulcer/pseudomembran: ( skala NCI-CTC, RTOG, WHO, OAG, OEG, Tardieu, Walsh, OMI, OMAS, Spijkervet, MacDibb’s). 24 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
3) Plaq/bercak putih: ( skala Tardieu, MacDibb’s, Spijkervet). 4) Nekrosis: (skala NCI-CTC, RTOG). 5) Perdarahan: (skala NCI-CTC, RTOG, OAG, OEG, Tardieu, WCCNR, Walsh). 6) Lesi: (scala DMS, MacDibb’s, WCCNR). 7) Edema: (skala DMS, OAG, Tardieu, Walsh, OMI). 8) Perubahan papilla lidah: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh, OMI). 9) Plak atau kotoran pada gigi/ garis bantalan gigi tiruan: (skala OAG, OEG, Walsh). 10) Atropi pada mukosa: (skala OMI). 11) Jumlah dan viskositas saliva: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh). 12) Kering/perubahan kelembaban bibir: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh). 13) Mulut kering: (Scale Tardieu). 14) Perubahan kualitas suara: (skala OAG, OEG, Tardieu, Walsh). b. Skala yang menilai mukositis secara subyektif: 1) Nyeri tenggorokan: (skala RTOG, WHO, DMS, MacDibb’s, OMDQ, Tardieu, Walsh). 2) Mulut kering (skala MacDibb’s). 3) Perubahan pengecap: (skala MacDibb’s). c.
Skala yang menilai mukositis secara fungsional: 1) Difficulty eating or drinking: (Scale NCI-CTC, WHO, MacDibb’s, OMDQ). 2) Difficulty swallowing: (Scale DMS, MacDibb’s, OAG, OEG, OMDQ, Tardieu, Walsh). 3) Respiration affected: (Scale NCI-CTC). 4) Problems with talking/changes in voice: (Scale MacDibb’s, OMDQ). 5) Difficulty sleeping: (Scale OMDQ).
Skala pengkajian mukositis pada anak dengan kanker yang pernah dipakai, dari jurnal yang direview menyebutkan penggunaan skala diantaranya: a. Skala WHO/NI-CTC pada 62 anak, dengan umur rata-rata 4.4 sampai 13 tahun pada penelitian efek energi laser yang rendah pada OM anak-anak ( 25 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Cruz dkk , 2007 )hasil tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan perawatan laser untuk pencegahan OM . b. Skala WHO pada 150 anak,
usia rata-rata 10 tahun, pada penelitian
Efektivitas pemberian vitamin E dalam pengobatan OM pada anak yang menjalani kemoterapi (El-Housseiny, Saleh, El-Masry, & Allam, 2007) hasil aplikasi vitamin E topikal merupakan langkah yang efektif dalam pengobatan OM dibandingkan dengan administrasi sistemik . c. Skala NCI-CTC dan OMAS pada 33 anak, rentang usia 2 sampai 13 tahun, pada penelitian Pencegahan lesi oral pada anak dengan leukemia lymphoblastic akut ( Pereira Pinto et al , 2006) hasil pencegahan sistematis dengan klorheksidin glukonat 0,12% dan kebersihan mulut mengurangi terjadinya komplikasi oral. d. Skala Walsh yang dimodifikasi, pada 110 anak, rentang usia 7,9-11,1 tahun, pada penelitian glutamin oral dalam pencegahan OM (Aquino et al, 2005) hasil Glutamin aman dan bermanfaat dalam pengurangan OM . e. Skala OAG, pada 30 anak, rentang usia 2-17 tahun, pada penelitian Penilaian komplikasi oral kemoterapi pada anak-anak dengan kanker (Chen et al, 2004) hasil pengkajian oral dan oral hygien berkhasiat dalam mengurangi keparahan komplikasi oral. f. Skala Modified Walsh, pada 16 anak , rentang usia 4 sampai 17 tahun, pada penelitian glutamin oral dalam pengurangan OM (Anderson, Schroeder, & Skubitz, 1998)hasil glutamin aman dan bermanfaat dalam pengurangan OM. g. Skala OAG modifikasi, pada 34 anak (17 dalam setiap kelompok ), rentang usia 6 sampai 17 tahun, pada penelitian perbandingan 2 protokol perawatan mulut dalam pencegahan OM (Cheng et al, 2004 )mengakibatkan insiden lebih rendah OM dilaporkan menggunakan protokol dengan chlorhexidine dibandingkan benzdamine. Kesimpulan Jurnal: Dari berbagai skala mukositis yang direview didapatkan hasil tidak ada standarisasi dalam penggunaan skala OM (Oral Mucositis). Belum ada skala mukositis yang dikhususkan dan divalidasi khusus untuk anak-anak. 26 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Sistematic review ini merupakan langkah awal pengembangan item dalam skala mukositis yang sesuai untuk anak. 2. Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child selfreport and importance of mucositis in children treated with chemotherapy. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji skala Oral Mucositis Daily Qiessionannaire (OMDQ) dan mengukur pentingnya mukositis pada anak yang menerima kemoterapi intensif . Metode penelitian: anak-anak ≥12 tahun dengan leukemia/ limfoma atau yang menjalani transplantasi sel dan menerima kemoterapi intensif diminta untuk menyelesaikan OMDQ harian selama 21 hari setelah kemoterapi. Hasil penelitian, melibatkan lima belas anak ikut berpartisipasi. Test reliabilitas menunjukkan ada korelasi sedang untuk semua pertanyaan dalam OMDQ. Penilaian validitas dari OMDQ mengungkapkan ada korelasi sedang dengan skala WHO, VAS, dan Functional Assessment of Cancer Therapy Esophageal Cancer Sub-scale (FACT-ECS), untuk pertanyaan tentang rasa sakit, menelan, minum, dan makan. Efek pada tidur dan berbicara memiliki nilai korelasi lebih rendah dari yang diharapkan, tetapi bisa digunakan. Sedangkan pertanyaan diare dari OMDQ tidak berkorelasi dengan skala mukositis yang lain. Kesimpulan Jurnal: OMDQ (Oral Mucositis Daily Qiessionannaire) valid dan reliabel untuk menilai skala mukositis pada anak dengan 6 pertanyaan, meliputi rasa sakit/nyeri mulut dan tenggorokan, kesulitan menelan, minum, makan, tidur dan bicara dengan menghilangkan pertanyaan tentang diare.
27 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
BAB V PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pelaksanan kegiatan proyek inovasi yang dilakukan di Gedung A lantai 1 Ruang Non Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dilakukan melalui tahap-tahap berikut: 1. Tahap Persiapan Studi literatur dan proses konsultasi dengan pembimbing dan pihak manajemen gedung A dilaksanakan mulai 15 September - 20 Oktober 2013. Pembuatan dan konsultasi proposal dilaksanakan tanggal 21 Oktober - 4 November 2013. Uji coba penggunaan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Qiessionannaire) pada pasien anak dengan kemoterapi dilaksanakan tanggal 6 November 2013. Presentasi proposal proyek inovasi dilakukan pada hari Jum’at, 8 November 2013 di aula/ ruang Serba Guna lantai 8 gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB. Presentasi yang dilaksanakan merupakan gabungan dari proyek inovasi yang dilaksanakan oleh mahasiswa Residensi II Anak dan KMB. Acara dihadiri oleh Kepala Unit gedung A, Penanggung jawab layanan medik gedung A, Kepala Bidang Keperawatan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Supervisor ruangan, Head Nurse, Perawat Primer (PP), Perawat Asosiet (PA) perwakilan dari ruang perawatan Anak Gedung A lantai 1 dan ruang perawatan Dewasa Gedung A serta supervisor/ pembimbing akademik serta tamu undangan lain dan mahasiswa. Presentasi dilaksanakan secara panel dalam dua sesi. Sesi pertama, presentasi dan tanya jawab dari 3 residen KMB II. Sesi ke dua, presentasi proposal proyek inovasi dari 6 residen Anak II di ruang Infeksi dan Non Infeksi Anak gedung A lantai. Saat kegiatan tersebut, residen mempresentasikan proposal proyek inovasi tentang “Optimalisasi Pengukuran Tingkat Mukositis Menggunakan Skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) Pada Anak dengan Kanker atau Kemoterapi berdasarkan Evidence Based Practice di ruang non infeksi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Dalam diskusi, ada dua pertanyaan yang diajukan terkait dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire), semuanya bisa dijawab dengan baik. Hasil dari kegiatan presentasi ini didapatkan: a. Dukungan dan persetujuan dari Kepala Bidang Keperawatan, pihak manajemen gedung A, supervisor ruangan, head nurse serta perawat 28 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
primer untuk mengaplikasikan penggunaan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) dalam menilai mukositis pasien anak dengan kanker atau menjalani kemoterapi di ruang Non Infeksi gedung A lantai 1 RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. b. Rencana sosialisasi dan role play penggunaan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) pada perawat dan pasien di ruang Non Infeksi gedung A lantai 1 RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. c. Rencana pelaksanaan pengukuran skala mukositis dengan OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) di ruang Non Infeksi. d. Rencana evaluasi dan tindak lanjut. 2. Pelaksanaan Proyek Inovasi Pengukuran Tingkat Mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire). Pelaksanaan proyek inovasi dilaksanakan mulai dari tanggal 11-15 November 2013 sebagai berikut: a. Sosialisasi & Role play Penggunaan Skala OMDQ. Kegiatan sosialisasi dan role play
penggunaan skala mukositis
menggunakan OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire), dilaksanakan tanggal 11-12 Mei 2013 pada perawat dan pasien kanker yang mendapat kemoterapi beserta keluarganya di semua ruang perawatan Non Infeksi Anak meliputi ruang 109, 110, 111, 112, dan 113. Sosialisasi dan role play dilaksanakan per ruangan masing-masing, tergantung dengan kondisi pasien maupun perawat diikuti oleh tanya jawab bila ada yang perlu diklarifikasi. b. Pelaksanaan pengukuran mukositis dengan skala OMDQ pada pasien. Pelaksanaan pengukuran mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) pada pasien anak di ruang Non Infeksi, dilaksanakan dari tanggal 13 - 15 November 2013. Langkah-langkah yang dilakukan: 1) Mengidentifikasi seluruh pasien anak yang dirawat di ruang Non Infeksi lantai 1 dari ruang 109, 110, 111, 112, 113 dan ruang kemoterapi anak lantai 2 meliputi ruang 203 dan 204, yang sedang dilakukan atau setelah dilakukan kemoterapi dan beresiko untuk terjadi mukositis. 29 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
2) Setelah dilakukan identifikasi, pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi terjadi mukositis (yang menjalani atau setelah menjalani kemoterapi)
dilakukan
pengukuran
derajat
atau
tingkatan
mukositisnya menggunakan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire). 3) Pengukuran mukositis dilakukan setiap hari selama 3 hari (13-15 November 2013). 3. Hasil Pelaksanaan Hasil yang didapatkan, jumlah pasien yang dirawat di ruang Non Infeksi (ruang 109-113) berjumlah: 29 pasien. Jumlah pasien di lantai 2 Anak (ruang 203 & 204) berjumlah: 7 pasien. Total pasien anak yang dirawat di ruang Non Infeksi berjumlah: 36 pasien. Dari total pasien yang dirawat, selanjutnya diidentifikasi yang memiliki resiko tinggi terjadi mukositis (pasien sedang menjalani atau setelah menjalani kemoterapi), sebanyak 66,67% (24 pasien). Sebanyak 5,55% (2 pasien) kemoterapinya ditunda karena masalah jaminan. Sebanyak 27, 78% (10 pasien), dirawat dengan diagnosa medis selain kanker atau tidak mendapat kemoterapi. Selama rentang waktu 13-15 November 2013, dari 66,67% (24 pasien) yang beresiko terjadi mukositis, setelah dilakukan pengukuran menggunakan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) didapatkan: 1) Mengalami Mukositis. Pasien post kemoterapi yang mengalami mukositis sebanyak 37,5% (9 pasien). Rentang usia <6 tahun sebanyak 44,44% (4 pasien), usia >6 tahun sebanyak 55,56% (5 pasien). Pasien dengan tingkat mukositis sedang sebanyak 8,33% (2 pasien) dan 29,17% (7 pasien) mengalami mukositis ringan. Diagnosa penyakit dari total pasien yang mengalami mukositis (9 pasien) didapatkan, ALL sebanyak 44,44% (4 pasien), AML sebanyak 22,22% (2 pasien), LMNH sebanyak 22,22% (2 pasien) dan Osteosarkoma sebanyak 11,11% (1 pasien). Jenis kemoterapi yang didapatkan pasien, Methotrexate
(MTX)
sebanyak
77,78%
(7
pasien),
kemoterapi
Cyclofosfamin 11,11% (1 pasien), dan 11, 11% (1 pasien) belum mendapatkan kemoterapi, tapi sudah mengalami mukositis derajat ringan. Rencana pasien mendapatkan kemoterapi Methotrexate. Obat yang diberikan pada pasien yang mengalami mukositis berupa: Minosep, 30 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Kandistatin, Kenalog, Alloclair, Enkasari dan NaCl kumur. Penilaian hari pertama, ke dua dan ke tiga (13-15 November 2013) menunjukkan tingkatan mukositis yang sama, tetapi dari nilai VAS penilaian untuk mukositis (nyeri mulut dan tenggorokan, kesulitan menelan, minum, makan, tidur dan bicara) menunjukkan penurunan. Kejadian mukositis dilihat dari pemberian kemoterapi didapatkan 11,11% (1 pasien) sudah terjadi mukositis sebelum pemberian kemoterapi, 33,33% (3 pasien) mengalami mukositis ≤ 1 minggu setelah kemoterapi dan 55,55% (5 pasien) mengalami mukositis > 1 minggu post kemoterapi. 2) Tidak Mengalami Mukositis. Pasien dengan kemoterapi/ post kemoterapi yang tidak mengalami mukositis sebanyak 62,5% (15 pasien). Rentang usia <6 tahun sebanyak 60,0% (9 pasien), usia >6 tahun sebanyak 40,0% (6 pasien). Diagnosa penyakit dari total pasien kemoterapi yang tidak mengalami mukositis (15 pasien) didapatkan, ALL sebanyak 20,0% (3 pasien), AML sebanyak 13,33% (2 pasien), LMNH sebanyak 20,0% (3 pasien), Osteosarkoma sebanyak 6,67% (1 pasien), Retinoblastoma sebanyak 20,0% (2 pasien), Neuroblastoma sebanyak 6,67% (1 pasien), KNF sebanyak 6,67% (1 pasien), Yolk Sach sebanyak 6,67% (1 pasien) dan Teratoma sebanyak 6,67% (1 pasien). Jenis kemoterapi yang didapatkan pasien, Methotrexate (MTX), Etoposide, Vincristin + (Adriamicin, Cisplatin, Etoposide, Carboplatin, CPA), Cyclofosfamin, ARA-C, Cisplatin+ 5FU. Obat yang diberikan untuk pencegahan mukositis pada pasien berupa: NaCl kumur, Minosep, Enkasari, larutan garam buatan sendiri dan gosok gigi teratur. Penilaian hari pertama, ke dua dan ke tiga (13-15 November 2013) menunjukkan tidak ada mukositis atau mukositis tidak muncul pada 3 hari pengukuran dengan skala OMDQ. 1 pasien pulang pada hari ke 3. Ratarata pasien, post kemoterapi hari 1-2. 4. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan inovasi Kendala yang ada pada pelaksanaan inovasi ini adalah: a) Pada pasien yang usianya <6 tahun, rata-rata penilaian dibantu keluarganya sampai menentukan jawaban. 31 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
b) Dalam penilaian mukositis dengan skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) pasien harus dalam keadaan sadar, sehingga pada kondisi pasien tidak sadar mukositis tidak dapat diukur menggunakan skala ini. c) Tidak semua pasien kooperatif dengan penilaian terutama yang masih kecil, sehingga banyak dibantu keluarga. 5. Faktor pendukung yang ditemui dalam pelaksanaan inovasi Hal yang mendukung pelaksanaan proyek inovasi, perawat di ruang-ruang perawatan berespon baik dan membantu pelaksanaan inovasi. Sebagian besar pasien dan keluarganya kooperatif dengan penilaian, terutama pasien yang lebih besar. 6. Evaluasi a) Evaluasi Proses Proses pelaksanaan inovasi penilaian mukositis menggunakan skala OMDQ Oral Mucositis Daily Questionnaire) berjalan dengan lancar sesuai dengan yang telah direncanakan. Beberapa kendala ditemui saat pelaksanaan, yaitu pada pasien yang kecil belum bisa kooperatif, sehingga keluarga banyak membantu dalam menentukan jawaban. b) Evaluasi Hasil Hasil pelaksanaan inovasi di ruang Non Infeksi Gedung A lantai 1 menunjukkan bahwa skala OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) mampu
menilai derajat/ tingkatan mukositis pada anak dengan
kemoterapi, sejak sebelum, saat dan setelah kemoterapi karena dapat dilakukan evaluasi harian kapanpun diperlukan. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) efektif digunakan pada anak >6 tahun, karena mampu menentukan sendiri nilai VAS dalam pertanyaan di skala OMDQ. Pada anak-anak <6 tahun, masih bisa digunakan tapi dengan bantuan orang tua. Dari kemoterapi yang dilakukan, antara pasien yang mengalami mukositis dengan pasien yang tidak mengalami, jenis kemoterapinya hampir sama, tetapi pada pasien yang mengalami mukositis lebih banyak menggunakan MTX. Dari segi waktu, pasien mulai muncul mukositis kurang dari 1 minggu post kemoterapi dan lebih banyak mengalami 32 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
mukositis > 1 minggu post kemoterapi. Pada pasien yang tidak mengalami mukositis, rata-rata post kemoterapi hari 1-2. Pada pasien mukositis sudah diberikan obat seperti: Minosep, Kandistatin, Kenalog, Alloclair, Enkasari dan NaCl kumur . Rata-rata pasien yang menjalani kemoterapi dan belum muncul mukositis, sudah diberikan NaCl kumur, Minosep, Enkasari, larutan garam buatan sendiri maupun pemberitahuan oral higiens/ sikat gigi secara teratur untuk preventif. Evaluasi hasil pelaksanaan inovasi pengukuran mukositis dengan OMDQ dipaparkan dalam presentasi hasil hari Jum’at, 22 November 2013 di ruang Non Infeksi Gedung A lantai 1. B. Pembahasan OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) merupakan skala mukositis yang terdiri dari 6 pertanyaan yang dianalogikan dengan skala VAS dari rentang nila 0-4. Pertanyaan meliputi 1) ada tidaknya nyeri pada mulut dan tenggorokan, 2) apakah nyeri yang dirasakan pasien menggangu mengganggu tidur, 3) apakah nyeri mengganggu saat menelan, 3) apakah nyeri mengganggu saat minum, 5) apakah nyeri mengganggu saat makan dan 5) apakah nyeri mengganggu bicara pasien. Nilai VAS 0-4 dalam OMDQ menunjukkan tingkatan mukositis. Makin besar nilai menunjukkan, semakin besar tingkatan/ derajat mukositis yang dialami pasien anak (Manji.A, Tomlison.D, Either.M.C, Gassas, A, Maloney.A.M, Sung.L, 2010). OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) mampu
menilai derajat/ tingkatan mukositis pada anak dengan kemoterapi, sejak
sebelum, saat dan setelah kemoterapi karena dapat dilakukan evaluasi harian atau kapanpun diperlukan. Pada pelaksanaan inovasi OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) efektif digunakan pada anak >6 tahun, karena mampu menentukan sendiri nilai VAS dalam pertanyaan di skala OMDQ sesuai yang mereka alami. Pada anak-anak <6 tahun, masih bisa digunakan tapi dengan bantuan orang tua. Penelitian Manji A, Tomlison D, Eiter M.C, Gassas A, Maloney A.M, Sung L, (2010) dalam penelitian yang berjudul Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child self-report and importance of mucositis in children treated with chemotherapy, dalam mengukur tingkat mukositis pada anak setelah kemoterapi juga menggunakan anak-anak ≥ 12 tahun.
33 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Jenis kemoterapi pada pasien yang mengalami mukositis dengan pasien yang tidak mengalami mukositis hampir sama seperti: Methotrexate (MTX), Etoposide, Vincristin+(Adriamicin, Cisplatin, Etoposide, Carboplatin, CPA), Cyclofosfamin, ARA-C, Cisplatin+ 5FU. Pemberian kemoterapi dapat menyebabkan mukositis terutama jenis kemoterapi yang bersifat toksik terhadap mukosa seperti dalam 1)Antimetebolite: Capecitabine, Cytosine arabinoside, Fludarabine, Fluorouracil, Gemcitabine,
Mercaptopurine,
2)Comptothecins:
Irinotecan,
Methotrexate, Topotecan,
Thioguanine,
Trimetrexate,
3)Miscellaneous:
Hydroxyurea,
Procarbazine, 4)Alkylating agents: Busulfan, Carboplatin, Chlorambucil, Cisplatin, Cyclophosphamide, Ifosfamide, Melphalan 5)Plant Alkaloids: Etoposide, Teniposide Vinblastine, Vincristine, Vinorelbine, 6)Taxanes: Docetaxel, Paclitaxel, 7)Antibiotics: Bleomicyn,
Dactinomycin,
Daunorubicn,
Doxorubicin,
Epirubicin,Idarubicin,
Mitomycin, Mitoxantrone, Plicamycin, 8)Ablative Doses: all antineoplastic (Otto, 2001; Hockenberry & Wilson, 2009; Tomlinson & Kline, 2010, Catane et al., 2006). Pasien mulai muncul mukositis < 1 minggu post kemoterapi dan lebih banyak mengalami mukositis > 1 minggu post kemoterapi. Pada pasien yang tidak mengalami mukositis, rata-rata post kemoterapi hari 1-2. Menurut Kostler, Hejna, Wenzel, Zielinski, 2001 & Woo, 2006, pada 4-5 hari setelah tahap awal kemoterapi terjadi kerusakan sel dan jaringan yang menyebabkan eritema & atropi epithelial. Kemoterapi dan radioterapi mempengaruhi kematangan dan
pertumbuhan sel-sel
epitel mukosa mulut sehingga menyebabkan perubahan pada mukosa yang normal dan kematian sel. Mukositis ini bisanya terjadi pada hari ke 7 sampai 14 (Otto, 2001). Pada hari ke 12-16 terjadi fase penyembuhan, dimana terjadi pembentukan sel-sel epitel yang baru, tetapi tergantung oleh beberapa faktor yaitu tingkat proliferasi epitel, pembentukan kembali flora normal, tidak adanya faktor yang mengganggu penyembuhan luka, infeksi dan iritasi mekanis (Sonis, 2004). Tingkat mukositis yang dialami pasien selama pelaksanaan inovasi adalah rentang mukositis ringan-sedang. Pasien disini sudah mendapatkan obat kemoterapi berupa: Minosep, Kandistatin, Kenalog, Alloclair, Enkasari dan NaCl kumur. Residen telah menginfomasikan pada pasien dan keluarganya untuk menggunakan obat sesuai dengan dosis yang diberikan dan melakukan perawatan mulut secara teratur. Perawatan mulut yang dianjurkan pada anak adalah dengan berkumur-kumur minimal 34 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
empat kali sehari (Tomlinson, & Kline, 2005), atau melakukan perawatan mulut minimal setelah makan dan sebelum tidur, dan setiap 2 jam sekali bila sudah mengalami mukositis (Otto, 2001). Perawatan mulut harus memperhatikan derajat mukositis, pada mukositis derajat ringan sampai sedang perawatan mulut diakukan setiap 2 jam, atau setiap 4 jam pada malam hari, sedangkan pada derajat mukositis berat perawatan mulut setiap 1 sampai 2 jam pada siang hari, dan setiap 2 sampai 4 jam pada malam hari (Otto, 2001). Pasien yang belum muncul mukositis setelah kemoterapi, juga sudah diberikan NaCl kumur, Minosep, Enkasari, larutan garam buatan sendiri maupun pemberitahuan oral higiens/ sikat gigi secara teratur untuk preventif.
35 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) mampu menilai derajat/ tingkatan mukositis pada anak dengan kemoterapi, sejak sebelum, saat dan setelah kemoterapi dan bisa dilakukan setiap hari sesuai yang diperlukan pasien. 2. OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) efektif digunakan pada anak >6 tahun, karena mampu menentukan sendiri nilai VAS dalam pertanyaan di skala OMDQ. Pada anak-anak <6 tahun, masih bisa digunakan tapi dengan bantuan orang tua. 3. Hasil pengukuran mukositis pasien dengan kemoterapi di ruang Non Infeksi berada pada tingkat mukositis ringan-sedang. 4. Penatalaksanaan mukositis tingkat ringan sedang adalah dengan perawatan mulut setiap 2 jam, atau setiap 4 jam pada malam hari. 5. Obat kemoterapi yang banyak memberikan efek mukositis adalah Methotrexate (MTX), baik yang diberikan sendiri maupun bersamaan dengan obat kemoterapi yang lain. 6. Mukositis muncul sebelum hari-7 post kemoterapi dan lebih banyak muncul setelah hari-7 post kemoterapi. B. Saran 1. Pengukuran mukositis dengan OMDQ (Oral Mucositis Daily Questionnaire) hendaknya dilakukan pada saat pasien dalam kondisi sadar/ compos mentis. C. Rekomendasi Penatalaksanaan Mukositis: 1. Terapi Farmakologis a. Obat antibakteri/ antibiotik seperti polimyxin, tobramycin, amphotericin B, cotrimoxazole, gentamicin dan protegrin, pemberian antibiotik ini bertujuan untuk melawan bakteri yang menyebabkan mukositis. b. Obat antifungal yang diberikan pada anak dengan kanker yang mengalami mukositis, diantaranya flukonazole, ketokonazole, mikonazole, itranazole, dan nistatin. 36 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
c. Obat antiinflamasi yang diberikan pada pasien dengan mukositis adalah pemberian allopurinol, predison atau kortikosteroid lainnya, yang berguna untuk menekan peradangan yang terjadi pada mukositis. d. Obat antivirus yang diberikan untuk menangani mukositis adalah asiklovir. e. Obat yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan, sehingga jaringan yang baru cepat tumbuh, seperti granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), palifermin, zinc, vitamin E dan Lalanyn L-Glutamin. f. Pemberian analgesik sesuai skala nyeri yang dialami pasien. Pada skala nyeri yang ringan jenis analgesik adalah analgesik jenis nonsteroid antiinflamasi agen, sedangkan pada nyeri yang hebat dapat diberikan analgesik jenis opiat atau narkotik atau pemberian polyvalent intramuskular immunoglobulin. Selain itu untuk mengurangi nyeri dapat pula diberikan anesteri lokal seperti lidocain solution, dyclonine hydrochloride, cocaine solution, aluminium hydroxide suspension. 2. Terapi Nonfarmakologis. a. Terapi non farmakologis pada mukositis yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan mulut. Perawatan mulut merupakan cara terbaik untuk menjaga kesehatan, integritas, dan fungsi mulut. Perawatan mulut dapat mengurangi insidensi dan keparahan mukositis. b. Agen kumur yang digunakan yang tidak menyebabkan iritasi mekanik seperti normal saline dan sodium bikarbonat atau bisa menggunakan kombinasi keduanya (Otto, 2001). c. Perawatan mulut yang dianjurkan pada anak adalah dengan berkumur-kumur minimal empat kali sehari (Tomlinson, & Kline, 2005), atau melakukan perawatan mulut minimal setelah makan dan sebelum tidur, dan setiap 2 jam sekali bila sudah mengalami mukositis (Otto, 2001). d. Perawatan mulut dengan menyikat gigi sebaiknya menggunakan sikat gigi yang berbulu lembut, dan dilakukan selama kondisi mulut pasien memungkinkan (Tomlinson & Kline, 2005), sedangkan bila jumlah leukosit kurang dari 1000/mm3, jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 perawatan mulut dengan cara menyikat gigi dan flossing tidak boleh dilakukan (Otto, 2001). 37 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
e. Pasien yang mengalami mukositis dan menggunakan gigi palsu, sebaiknya gigi palsu dilepas, karena akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme (Otto, 2001). f. Pada keadaan bibir kering dan pecah-pecah dapat diberikan pelumas bibir yang berfungsi untuk melembabkan dan mencegah keparahan bibir yang pecah-pecah (Tomlinson & Kline, 2005; Otto, 2001). g. Perawatan mulut harus memperhatikan derajat mukositis, pada mukositis derajat ringan sampai sedang perawatan mulut diakukan setiap 2 jam, atau setiap 4 jam pada malam hari, sedangkan pada derajat mukositis berat perawatan mulut setiap 1 sampai 2 jam pada siang hari, dan setiap 2 sampai 4 jam pada malam hari (Otto, 2001). h. Penderita mukositis sebaiknya menghindari obat kumur yang menyebabkan iritasi, alkohol, tembakau, makanan panas, asam, pedas, atau keras (Otto, 2001), i. Meminimalkan komplikasi dengan memodifikasi asupan makanan dengan jenis makanan yang lembut atau makanan cair tinggi kalori tinggi protein, yang disajikan pada suhu kamar (Otto, 2001; Tomlinson & Kline, 2005). Pada mukositis berat berikan nutrisi enteral maupun parenteral (Otto, 2001; Tomlinson & Kline, 2005).
38 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA 1. Catane, R., Cherny, N.I., Kloke, M., Tanneberger, S., & Schrijvers, D. (2006). Hanbook of Advanced Cancer Care. USA: Taylor & Francis. 2. Eilers, J., & Eipstein, J.B. (2004). Assessment and Measurement of Oral Mucositis. Seminars in Oncology Nursing, 20(1), 22-29. 3. Harris, D. J., Eilers, J., Harriman, A., Cashavelly, B. J., & Maxwell, C. (2008). Putting Evidence Into Practice: evidence-based interventions for the management of oral mucositis. Clinical Journal of Oncology Nursing, 12(1), 141-152. 4. Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s Essensial of Pediatric Nursing. Eight Edition, St. Louis: Mosby. 5. Ilgenli. T, Oren. H, Uysal. K. The acut effect of chemotheraphy upon the oral cavity: prevention and management. Turkish J of Cancer 2001;31:93-9. 6. IARC (2008). http://globocan.iarc.fr/. Diunduh 25 Oktober 2013. 7. Köstler WJ, Hejna M, Wenzel C, Zielinski CC. Oral mucositis complicating chemotherapy and/or radiotherapy: options for p revention and treatment. CA Cancer J Clin 2001;51:290-315. 8. Manji A, Tomlison D, Eiter M.C, Gassas A, Maloney A.M, Sung L, (2010), Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child selfreport and importance of mucositis in children treated with chemotherapy. 9. Meraw SJ, Reeve CM. Dental considerations and treatment of the oncology patient receiving radiation therapy. JADA 1998;129:201-5. 10. Otto, S.E. (2001). Oncology Nursing (4th Edition). St Louis: Mosby. 11. Permono B, Ugrasena IDG. Leukimia akut dalam: Buku Ajar HematologiOnkologi Anak. Yogyakarta: IDAI; 2005.h.236-45. 12. Scardina, G. A., Pisano, T., & Messina, P. (2010). Oral mucositis. Review of literature. New York State Dental Journal, 76(1), 34-38. 13. Sieracki, R.L., Voelz, L.M., Johannik, T.M., Kopaczewski, D.M., & Hubert, K., (2009). Development and Implementation of an Oral Care Protocol for Patients With Cancer. Clinical Journal of Oncology Nursing. 14. Sonis, S.T. (2004). Pathobiology of Mucositis. Seminars in Oncology Nursing. 20(1). 11-15. 15. Sonis. (2010). Efficacy of Palifermin (keratinocyte growth factor-1) in the amelioration of oral mucositis. Core Evid. 15(4). 199-205. 39 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
16. Sonis, S.T., et al. (2004). Perspectives on Cancer Therapy Induced Mucosal Injury Pathogenesis, Measurement, Epidemiology, and Consequences for Patients. Supplement to Cancer. 100(90). 17. Spijkervet FKL. Mukositis akibat radiasi pencegahan dan pengobatan (terjemahan). Edisi ke-1. Jakarta: KDT; 1996.h.1-3. 18. Stiff, P.J., Emmanouilides, C., Bensinger, W.I., Gentile, T., Blazar, B., Shea, T.C., Lu, J., Isitt, J., Cesano, A., & Spielberger, R. (2006). Palifermin Reduces Patient Reported Mouth and Thoart Soreness and Improves Patient Functioning in the Hematopoietic Stem Cell Transplantation Setting. Journal of Clinical Oncology, 5186-519. 19. Stiff P.J, Eder H, Bensinger W.I, Emmanouilides C, Gentile T, Isitt J, Lu ZJ, Spielberger.R, (2006) Reliability and validity of apetient self-administered daily questionnaire to assess impact of oral mucositis (OM) on pain and daily functioning in patients undergoing autologous hematopoietic stem cell transplantation (HSCT). Bone Marrow Transplantation 37:393-401. 20. Sutaryo. Prinsip kemoterapi pada kanker anak. Dalam: Permono B, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Yogyakarta. IDAI; 2005.h.227-34. 21. Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2005). Pediatric Oncology Nursing Advanced Clinical Handbook. Germany: Spinger. 22. Tomlison.D, Judd.P, Hendershot.E, Maloney.A.M, Sung.L. (2008), Establising literature-based items for an oral mucositis assessment tool in children, Homocysteine, Vitamin B12 and Folate Status in Pediatric Acute Lymphoblastic Leukemia. Indian Journal of Pediatrics.75. 23. UKCCSG-PONF. (2006). Mouth Care for Children and Young People with Cancer: Evidence-based Guidelines, Guideline Report. UKCCSG-PONF Mouth Care Group. 24. Vadhan-Raj, S., Trent, J., Patel, S., Zhou, X., Johnson, M. M., Araujo, D., & Benjamin, R. S. (2010). Single-dose palifermin prevents severe oral mucositis during multicycle chemotherapy in patients with cancer: a randomized trial. Annals of Internal Medicine, 153(6), 358-367. doi: 10.1059/0003-4819-153-6201009210-00003. 25. WHO (2007). WHO Child Growth Standards: Length/height-for-age, weightforage, weight-for-length, weight-for-height and body mass index-for-age: 40 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Methods
and
development.
Geneva:
World
Health
Organization.
http://www.who.int/childgrowth/standards/technical_report/en. 26. WHO (2011). Cancer. http://www.who.int/features/qa/15/en/index.html. diunduh 29 Oktober 2013. 27. Woo,S.B.
(2006)
Chemotherapy-induced
oral
mucositis..
Didapat
dari:
http://www.eMedicine.com. Diakses tanggal: 20/10/2013.
41 Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Appraise artikel Citation:
Establising review.
SYSTEMATIC REVIEW (of Therapy) WORKSHEET
literature-based items for an oral mucositis assessment tool in children: systematic
Are the results of this systematic review of therapy valid? 1. Is this a systematic review of randomized trials?
This systematic reviews (SRs) were is clinical trial of oral mucositis assessment.
2. Does it include a methods section that describes: (a) Finding and including all the relevant trials? (b) Assessing their individual validity?
To undertake this systematic review, a literature search was conducted using the PubMed database from 1966 to June 1, 2007. The Medical Subject Headings (MeSHs) and/or text words “mucositis,” “scores,” “assessment,” and “oral assessment guide” were entered, and the resultant set was limited to English publications. This search resulted in 235 citations of which 21 were considered relevant on the premise that they were original studies that had reported on the use of OM evaluation. These relevant articles were combined with a hand search of articles or documents that the authors were familiar with that were concerned with assessment of cancer symptoms and, also, articles that the authors found when searching related articles or links within the PubMed search. To achieve the first objective of describing items that should be considered in a pediatric mucositis scale, we divided this section into (1) objective items, (2) subjective items, and (3) functional items. For the second objective of describing other issues that should be considered, we focused on (1) conditions for assessment of the oral cavity in children and (2) impact of the etiology of mucositis on assessment. Initial review of the literature revealed the various scales that have been used to evaluate OM. None of these scales was developed specifically for use in children.
3. Were the results consistent from study to study?
Lists items included in these OM assessment scales, divided into objective, subjective, and functional categories: 1. Objective:
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Erythema/redness of the mucosa: (scale NCICTC, WHO, DMS, OAG, OEG, Walsh, WCCNR, OMI, OMAS, Spijkervet, MacDibb’s, Tardieu). Ulcers/pseudomembranes: ( scale NCI-CTC, RTOG, WHO, OAG, OEG, Tardieu, Walsh, OMI, OMAS, Spijkervet, MacDibb’s). Plaques/white patches: ( Scale Tardieu, MacDibb’s, Spijkervet). Necrosis: (Scale NCI-CTC, RTOG). Hemorrhage: (Scale NCI-CTC, RTOG, OAG, OEG, Tardieu, WCCNR, Walsh). Lesions (undefined): (Scale DMS, MacDibb’s, WCCNR). Edema: (Scale DMS, OAG, Tardieu, Walsh, OMI). Altered papilli on tongue: (Scale OAG, OEG, Tardieu, Walsh, OMI). Plaque or debris on teeth/denture bearing line: (Scale OAG, OEG, Walsh). Atrophy of mucosa: (Scale OMI). Amount and viscosity of saliva: (Scale OAG, OEG, Tardieu, Walsh). Dryness/changes to lips: (Scale OAG, OEG, Tardieu, Walsh). Dry mouth: (Scale Tardieu). Changes in voice quality: (Scale OAG, OEG, Tardieu, Walsh). 2. Subjective Pain/soreness: (Scale RTOG, WHO, DMS, MacDibb’s, OMDQ, Tardieu, Walsh). Mouth dryness: (Scale MacDibb’s). Taste changes: (Scale MacDibb’s). 3. Functional Difficulty eating or drinking: (Scale NCI-CTC, WHO, MacDibb’s, OMDQ). Difficulty swallowing: (Scale DMS, MacDibb’s, OAG, OEG, OMDQ, Tardieu, Walsh). Respiration affected: (Scale NCI-CTC). Problems with talking/changes in voice: (Scale MacDibb’s, OMDQ). Difficulty sleeping: (Scale OMDQ). 14 studies that have investigated OM in children with cancer, showed little consistency in the scales or items used in the assessment of OM in children, with the exception of studies by Cheng and colleagues. 1) Low-energy laser effects on OM in children (Cruz et al., 2007): Scale WHO/NI-CTC, 62 children, age range
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
4.4 to 13 years, result no evidence to support the use of laser treatment for the prevention of OM. 2) The effectiveness of vitamin E in the treatment of OM in children receiving treatment of OM compared with chemotherapy (El-Housseiny, Saleh, El-Masry, & Allam,2007): Scale WHO, 150 children, age range 10 year, result topical application of vitamin E is an effective measure in the its systemic administration. 3) Prevention of oral lesions in children with acute with lymphoblastic leukemia (Pereira Pinto et al., 2006): Scale NCI-CTC and OMAS, 33 children, age range 2 to 13 year, result systematic preventive treatment 0.12% chlorhexidine gluconate and oral hygiene reduced the occurrence of oral complications. 4) Oral glutamine in the prevention of OM (Aquino et al., 2005): Scale Modified Walsh, 110 children, age range 7.9 to 11.1 year, result Glutamine appeared safe and beneficial in the reduction of OM. 5) Assessment of chemotherapy induced oral complication in children with cancer (Chen et al., 2004): Scale OAG 30 children, age range 2 to 17 year, result Oral assessment and oral hygiene appear efficacious in the reduction of severity of oral complications. 6) Evaluation of an oral preventative protocol in children with acute lymphoblastic leukemia (Costa, Fernandes, Quinder, de Souza, & Pinto, 2003) No scale used. Objective observation for presence of lesions, 14 children, age range 2 to 10 year, result systematic preventive treatment with 0.12% chlorhexidine gluconate and oral hygiene reduced the occurrence of oral complications. 7) Oral glutamine in the reduction of OM (Anderson, Schroeder, & Skubitz, 1998): Scale Modified Eastern Cooperative Oncology Group grading system, 16 children, age range 4 to 17 year, result glutamine appeared safe and beneficial in the reduction of OM.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
8) Comparison of 2 oral care protocols in the prevention of OM (Cheng et al., 2004): scale Modified OAG, 34 children (17 in each group), age range 6 to 17 year, result lower incidence of OM reported using protocol with chlorhexidine than benzdamine. 9) Palliation of OM symptoms (Cheng & Chang, 2003): Scale WHO and 10-point VAS for pain, As above, age range 6 to 17, result As above. 10) Oral care intervention in the prevention of OM— pilot study (Cheng et al., 2002): scale Modified OAG (Wong-Baker faces pain scale), 14 children, age range 8 to 16 year, result oral ulcerative lesions less in those exposed to oral care protocol compared with control group. 11) Oral care intervention in the prevention of OM (Cheng et al., 2001): Scale modified OAG (Wong-Baker faces pain scale), 42 children, age range 6 to 17 years, result oral care protocol associated with reduction in incidence and severity of OM. 12) Incidence of oral complications and application of a preventative protocol in children with acute leukemia (Levy-Polack, Sebelli, & Polack, 1998): Scale various objective variables examined: plaque, mucositis, candidiasis, bleeding, dryness, dysphagia. Established scale not used, 96 children, age range 1 to 16 year, result systematic application of apreventive protocol significantly reduces the incidence of oral complications. Identified need to include pediatric dentist in multidisciplinary team that provides oral care for cancer patients 13) A longitudinal study of the effects on the oral mucosa for acute childhood leukemia (Williams & Martin, 1992): Scale no established scale. Objective examination, 12 children, age range 4.08 to11.83 year, result reports difficult data collection. Ulceration was associated with of treatment neutropenia of less than 1.0 x109 per liter. 14) OM and salivary methotrexate concentration (Ishii et al., 1989):
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Scale classification grades 0 (no OM) to 3 (severe), 6 children, age range 3.0 to 9.9 year, result correlation found between salivary methotrexate concentration and severity of mucositis. 4. Were individual patient data used in the analysis or aggregate data? (may important in meta-analysis) Are the valid results of the systematic review important?
-
1. What is the magnitude of the treatment effect?
To conduct clinical trials in the prevention and treatment of mucositis, instruments are required that are reliable, valid, sensitive,and easy to use.
2. How precise is the treatment effect?
Confidence intervals not this article.
Will the results help me in caring for my patients? 3. Is our patient so different from those in the study that its results cannot apply?
These result especially to oral mucositis tools/ scale at children with cancer/ chemotherapy have not been agree.
4. Is the treatment feasible in our setting?
Our patient have a inclusion criteria such, Scale WHO/NI-CTC use children age range 4.4 to 13 years, scale NCI-CTC and OMAS at children age range 2 to 13 year.
5. What are our patient’s potential benefits and harms form the
Potential benefit, patient can identification scale mucositis experienced, so can do prevention and treatment of mucositis early.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Lampiran: 2 Appraise artikel THERAPY WORKSHEET Citation: Psychometric properties of the Oral Mucositis Daily Questionnaire for child selfreport and importance of mucositis in children treated with chemotherapy. Are the results of this single preventive or therapeutic trial valid? Was the assignment of patients to treatments The assignment of patients treatments is not randomized? And was the randomization list randomized. concealed? Was follow-up of patients sufficiently long The follow-up of patients is sufficiently long and complete?
and complete.
And were they analyzed in the groups to
The patient is analyzed in the groups not
which they were randomized?
were randomized.
Were patients and clinicians kept "blind" to
The patients and clinicians kept not "blind"
treatment received?
to treatment received.
Were the groups treated equally, apart from
Patient in the the groups treated equally.
the experimental treatment? Were the groups similar at the start of the
The groups not similar at the start of the trial
trial? Are the valid results of this randomized trial important? YOUR CALCULATIONS: Download Cinical Calculator CER
EER
Relative Risk Reduction RRR CER – EER CER
Absolute Risk Risk Reduction ARR CER - EER
Number Needed to Treat NNT 1/ARR
CER = control event rate EER = experimental event rate Are these valid, important results applicable to our patient? Is your patient so different from those in the The patient different from those in the study that study that its results cannot apply? its results cannot apply.
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Is the treatment feasible in our setting?
The treatment feasible in our setting.
How great would the potential benefit of Result the jurnal very great potential benefit to therapy actually be for your individual patient because can modified mucositis scale patient? (Oral Mucositis Daily Quesionnaire) to children with cancer or chemotherapy What are our patient’s values and Mucositis scale (Oral Mucositis Daily expectations for both the outcome we are Quesionnaire) to children with cancer or trying to prevent and the treatment we are offering? chemotherapy
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Lampiran 3 HASIL PENGUKURAN TINGKAT MUKOSITIS (13-15 November 2013) No 1.
INITIAL PASIEN AG
USIA (Th) 17 th
2.
RM
3. 4.
DIAGNOSA MEDIS ALL
PEMBERIAN KEMOTERAPI 7 Nov 2013
JENIS KEMOTERAPI MTX-HD
OBAT MUKOSITIS NaCl kumur, Alloclair Kandistin, Alloclair Larutan anak Belum ada
NILAI VAS & TINGKATAN MUKOSITIS 13 Nov 13 14 Nov 13 15 Nov 13 6 (Ringan) 6 (Ringan) 4 (ringan)
13 th
Osteosarkoma
30 Okt 2013
MTX, Cisplatin
AD IC
5 th 5 th
ALL Standar Risk LMNH
12 Nov 2013 12 Nov 2013
5. 6. 7.
IF GR GY
16 th 3 th 4 th
KNF Yolk Sac Tumor Retinoblastoma
11 & 12 Nov 13 12 Nov 2013 12 Nov 2013
MTX-HD Vincristin, Adriamicin Cisplatin & 5 FU Etoposite Vincristin, Etoposide
8.
VS
4 th
AML, Febrile
3 Nov 2013
9.
MS
16 th
AML Febrile
10.
DN
3 th
ALL High Risk
11.
ST
3 th
Retinoblastoma
12.
NZ
5 th
Teratoma
11 Nov 2013
13.
RA
1 th
ALL
12& 13 Nov 13 5 Nov 2013 13 Nov 2013
-
13 (sedang)
13 (sedang)
14 (sedang)
-
0 (tidak) 0 (tidak)
0 (tidak) 0 (tidak)
0 (tidak) 0 (tidak)
Bibir kering Bibir kering
NaCl kumur NaCl kumur Tidak ada
0 (tidak) 0 (tidak) 0 (tidak)
0 (tidak) 0 (tidak) 0 (tidak)
0 (tidak) 0 (tidak) pulang
MTX, Hydrocotisone
Minosep, Kenalog
13 (sedang)
13 (sedang
13 (sedang)
5 Nov 2013
MTX
8 (ringan)
8 (ringan)
7 (ringan)
6 Nov 2013 9-11 Nov 2013 11 Nov 2013 12 Nov 2013
MTX Leucovurin Vincristine Etoposide & Carboplatin Bleomycin & Etoposide Cisplatin MTX CPA
Minosep, NaCl kumur Enkasari, Nacl kumur Tidak ada
Ortu: anak tdk pernah mukositis stlh kemo Anak menolak diberi kenalog -
5 (ringan)
5 (ringan)
3 (ringan)
-
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
Teratur sikat gigi
Minosep
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Enkasari
6 (ringan)
6 (ringan)
5 (ringan)
-
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
KET
14.
IS
18 th
ALL
9 Nov 2013 13 Nov 2013 7 & 12 Nov 2013 17 & 28 Okt 2013, 4 Nov 2013
MTX Rescovulin MTX + Dexa MTX IV
15. 16.
MC SY
3 th 16 th
ALL-Relaps LMNH
17.
IN
12 th
Neuroblastoma
12 Nov 2013
9 th
AML
8& 11 Nov 13 9& 12 Nov 13
Carblopatin & Etoposide Doxorubicin Cysplatin
18.
WK
19. 20.
RR AA
8 th 13,5 th
AML Osteosarkoma
11 Nov 2013 Belum diberikan
21.
MB
13 th
Limfoma Burkit
22. 23.
DK AR
13 th 4 th
NHL (Lhimpoma) LMNH
1 Okt 2013 7 Okt 2013 8 Nov 2013 4 Nov 2013
24.
MA
5 th
ALL
Belum mulai kemo
Ara-C Rencana dapat Cisplatin & Manitol CPA Vincristin Cyclofosfamin Vincristin & Siklofosfamin Rencana: MTX
NaCl kumur
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Enkasari NaCl kumur, Kandistatin, Minosep Minosep
0 (tidak) 9 (ringan)
0 (tidak) 9 (ringan)
2 (ringan) 8 (ringan)
-
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Kumur air garam buatan sendiri NaCl kumur Tidak ada
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
0 (tidak) 0 (tidak)
0 (tidak) 0 (tidak)
0 (tidak) 0 (tidak)
Bibir kering -
Tidak ada
0 (tidak)
0 (tidak)
0 (tidak)
-
Minosep
2 (ringan) Blm terkaji (anak blm sadar) 8 (ringan)
2 (ringan) 0 (tidak)
pulang 0 (tidak)
-
8 (ringan)
8 (ringan)
Belum mulai kemo, tapi sudah muncul mukositis
NaCl kumur
Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Skala Pengukuran Mukositis Anak
Nama
: ___________________________________
Lahir
: ____, _________________, ____________
Diagnosa
: ___________________________________
Kemoterapi : ___________________________________ Item Penilaian Dalam 24 jam terakhir adakah nyeri mulut dan tenggorokan yang dirasakan pasien?
Tgl:
Hasil Tgl:
1. Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang 0 1 2
Nyeri berat 3
Sangat berat 4
Dalam 24 jam terakhir nyeri mulut dan tenggorokan yang dialami pasien membatasi aktivitas berikut? Tidak 0 2.
Tidur
3.
Menelan
4.
Minum
5.
Makan
6.
Bicara
Sedikit 1
Sebagian 2
Banyak 3
Tidak mampu 4
Total Nilai VAS Rata2 VAS = Total Nilai VAS: 6 Tingkatan Mukositis Oral Mucositis Daily Questionnaire/ OMDQ (Stiff et all, 2006)
Ket: Tingkat Mukositis dari rata-rata nilai VAS: 0
: tidak mukositis
>0-2 : mukositis ringan
>2-3 : mukositis sedang >3-4 : mukositis berat Aplikasi model…, Kustinigsih, FIK UI, 2013
Tgl: