Volume 18, Nomor 1, Hal. 01-08 Januari – Juni 2016
ISSN:0852-8349
APLIKASI METODE SIMPLE DIGITAL IMAGING UNTUK MEMPREDIKSI PEMBENTUKAN WARNA TEPUNG HASIL PENGOLAHAN UMBI UWI UNGU (Dioscorea alata) Ulyarti , Dewi Fortuna Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo-Darat Jambi 36361 *
[email protected]
Abstract This research was conducted to determine the effect of citric acid concentration and length of blanching on the color formation in Dioscorea alata’s flour and to obtain models which can be used to predict the color formation in Dioscorea alata’s flour. The study used local purple tuber of Dioscorea alata. The experiment was carried out in two replication using two factors. The first factor was citric acid concentration (0,0.25,0.5, 0.75 and 1%) and the second factor was length of blanching (0, 5, 10, 15, and 20 minutes). The results showed that citric acid concentration was not significantly affect all color parameters (L*, a*, b*, Hue, and index browning). The models which can be used to predict the color of Dioscorea alata’s flour are : L* = 86.9 -2.37X + 0.06X2 , a* = 3.9 + 1.12X - 0.03X2 , b* = 9.4 -1.7X + 0.04X2 , Sudut Hue = 2.56 + 33.59X – 0.87X2 , Indeks browning = 324.48 + 1.27X, where X is the length of blanching in minutes. Key words : Dioscorea alata, citric acid, length of blanching
PENDAHULUAN Tanaman uwi ungu (Dioscorea alata) merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Provinsi Jambi (Herison, Turmudi, & Handajaningsih, 2010). Uwi ungu dapat dikembangkan sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat (Herison, Turmudi, & Handajaningsih, 2010; Eka, 1985), karena mengandung pati (75-84%, berat kering) (Wansundera & Ravindran, 1994), karbohidrat (76,57%), dan energi (357,65 kcal/100g) (Ezeocha & Ojimelukwe, 2012). Selain itu, digunakan juga sebagai bahan fungsional (Chen, Kao, & Lin, 2008), karena mengandung antinutrien; alkaloid (2,77%), saponin (2,71%), flavonoid (1,38%) dan tanin (0,21%) (Ezeocha & Ojimelukwe, 2012).Namun saat ini,
pemanfaatannya masih sebatas olahan pangan tradisional seperti umbi rebus, kukus dan goreng (Nadia & Hartati, 2012). Uwi ungu bersifat mudah rusak dan mengalami kemunduran selama penyimpanan, kehilangan yang terjadi sebesar 10-15% setelah tiga bulan dan 50% setelah enam bulan penyimpanan (Osunde, 2008), sehingga dilakukan pengolahan menjadi tepung agar dapat disimpan lebih lama dan dapat digunakan sebagai formulasi berbagai makanan (Hsu, Chen, Weng, & Tseng, 2003). Salah satu permasalahan utama pada tepung uwi adalah perubahan dan pencoklatan produk (Onayemi & Potter, 1974). Hal ini terkait dengan reaksi browning enzimatis akibat adanya 01
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
senyawa fenolik larut air khususnya khususnya o-hydroxy or trihydroxy phenolics oleh phenol oxidase pada uwi (Onimawo & Akubor, 2012; Martin & Rubeste, 1976). Metode yang telah dikembangkan untuk mencegah browning selama proses pengolahan umbi uwi menjadi tepung yaitu menginaktifkan enzim peroksidase dengan perlakuan blanching menggunakan media air dan uap panas (Corcuera, Cavalieri, & Powers, 2004) dengan waktu pengolahan uwi yang direkomendasikan adalah 30-60 menit pada suhu 100C (Ezeocha & Ojimelukwe, 2012). Menurut Akissoe, et al., (2003) blanching pada suhu 65C selama 20 menit dapat menurunkan aktivitas peroksidase dan menghasilkan tepung dengan indeks browning 54 (Akissoe, Hounhouigan, Mestres, & Nago, 2003), tepung uwi ungu yang diblanching pada suhu 97±2°C selama 7 min terjadi peningkatan nilai L* (53,080,72), a*(17,850,10), b*(8,88 0,43) (Harijono, Setiasih, Saputri, & Kusnadi, 2013) Menurut Akissoe, (2003) blanching belum cukup untuk menurunkan kandungan total fenol dan indeks kecoklatan dari tepung uwi, sehingga perlu dikombinasikan dengan perlakuan lain yaitu perendaman dengan asam sitrat. Asam sitrat dapat digunakan sebagai pencegah browning pada buah dan sayuran serta sebagai senyawa antioksidan. Kemampuan asam sitrat sebagai bahan pengkelat (chelating) dapat menstabilisasi warna, aroma dan tekstur makanan (Onimawo & Akubor, 2012). Perendaman dengan asam sitrat 1% pada pembuatan tepung Dioscorea rotundata menghasilkan warna yang lebih sukai panelis (Akubor P. , 2013), asam sitrat 0,25% selama 1 jam cukup untuk mempertahankan warna tepung uwi (Krishnan, Padmaja, Moorthy, Suja, & Sajeev, 2010). Menurut Imanningsih, 08
(2013) kombinasi perlakuan dapat dilakukan dengan perendaman asam sitrat 1% selama 30 menit dan blanching uap selama 10 menit yang mempertahankan 44,51% anthosianin (Imanningsih, Muchtadi, Wresdiyati, Palupi, & Komari, 2013). Pengukuran warna makanan umumnya menggunakan standar international yaitu besaran L*a*b* yang mengadopsi Commision Internationale d’Eclairage (CIE) 1976. L* adalah komponen kecerahan dengan range 0 sampai 100, komponen kromatik dengan range -120 sampai 120 yang terdiri dari parameter a* (hijau sampai merah) dan b* (biru sampai kuning) (Papadakis, Abdul-Malek, Kamdem, & Yam, 2000). Menurut Yam & Papadakis (2004), Pengukuran warna dapat dilakukan dengan metode Simple Digital Imaging yang menggunakan kamera digital dan warna dianalisis menggunakan software grafis Photoshop. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam sitrat dan lama blanching terhadap parameter warna tepung uwi serta untuk mendapatkan model regresi yang dapat digunakan untuk memprediksi warna tepung hasil pengolahan umbi uwi ungu. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian, dan Laboratorium Dasar dan Terpadu, Universitas Jambi. Bahan baku umbi uwi sebanyak 20 Kg diperoleh dari langsung dari penduduk di Kabupaten Bangko. Umbi uwi yang dipakai dalam penelitian adalah umbi yang berwarna ungu. Alat yang digunakan adalah Color box, kamera digital, komputer, software Adobe Photoshop dan SPSS.
Ulyarti., dkk: Aplikasi Metode Simple Digital Imaging Untuk Memprediksi Pembentukan Warna Tepung Hasil Pengolahan Umbi Uwi Ungu (Dioscorea alata)
Rancangan penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang dianalisis secara deskriptif dan dilanjutkan dengan analisis regresi dan korelasi, dengan dua variabel bebas (X) yaitu konsentrasi asam sitrat dan lama blanching uap, variabel terikat (Y) adalah kriteria pengamatan yaitu nilai L*, a*, dan b*. Taraf perlakuan, yaitu : X1 adalah konsentrasi asam sitrat dengan interval 0,25% X11 = 0% X12 = 0,25% X13 = 0,5% X14 = 0,75% X15= 1,00% X2 adalah lama blanching uap dengan interval 5 menit X21 = 0 menit X22 = 5 menit X23 = 10 mneit X24 = 15 menit X25 = 20 menit Pembuatan tepung Umbi uwi dicuci, dikupas dan diiris dengan ketebalan 0,5 cm. Irisan umbi uwi direndam dalam larutan asam sitrat sesuai perlakuan selama 30 menit dan dicuci. Irisan uwi diblanching dengan uap panas (pengukusan pada suhu 100oC) selama 10 menit dan didinginkan.Irisan uwi yang telah diblanching dikeringkan dengan oven pada suhu 50C selama 24 jam.Irisan uwi kering digiling dan diayak dengan ukuran 60 mesh. Tepung uwi dikemas dalam plastic, disimpan pada suhu ruang dan dianalisis Parameter yang diamati Pengambilan gambar untuk analisis warna dilakukan dengan menggunakan color box (Leon et al., 2006). Analisis Warna meliputi L*, a* dan b* (Yam & Papadakis, 2004), Sudut Hue (CIE, 2007), dan Indeks Browning (Buera, Lozano, & Petriella, 1986)
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Nilai L* Nilai L* adalah besaran yang menunjukkan tingkat kecerahan warna dengan nilai paling rendah adalah 0 yang menunjukkan warna sangat gelap (hitam) dan angka 100 yang menunjukkan warna sangat terang (putih). Dengan menggunakan SPSS v16, dicoba model regresi linear dua faktor ordo pertama sebagai berikut : Y = βo +β1X1 + β2X2 + β3X1X2 + € Anova pada model regresi menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas pada model dua faktor ordo pertama diatas secara memuaskan dapat memprediksi nilai L*. Namun, karena p-value dari prediktor konsentrasi asam sitrat dan interaksi antara konsentrasi asam sitrat dan lama blanching bernilai > 0.05, maka kedua prediktor secara statistic bernilai sama dengan 0. Dengan kata lain kedua prediktor tidak berpengaruh terhadap nilai L*. Oleh karena itu dicobakan kembali model regresi dengan hanya menggunakan satu faktor yang berpengaruh saja yaitu lama blanching. Model regresi satu faktor yang digunakan adalah ordo pertama dan ordo kedua sebagai berikut: Y = βo +β1X1 + € Y = βo +β1X1 + β2X12 + € Anova pada kedua model diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebas pada model satu faktor ordo pertama dan kedua diatas secara memuaskan dapat memprediksi nilai L*. Analisis pada koefisien juga menunjukkan bahwa semua koefisien memiliki nilai p< 0.05. Namun nilai koefisien determinasi (R2) model satu faktor ordo pertama bernilai 0.272 sementara model ordo kedua bernilai 0.360. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi variasi pada L* yang dapat diduga oleh faktor lama blanching. Oleh karena itu model ordo 07
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
kedua dianggap lebih tepat untuk digunakan dalam memprediksi nilai L* tepung uwi ungu dengan persamaan sebagai berikut : L* = 86.9 -2.37X1 + 0.06X12 Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa masih ada faktor lain selain lama blanching yang mempengaruhi nilai L*. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apa saja faktor lain yang dapat mempengaruhi warna tepung uwi ungu. 4.2 Nilai a* Nilai a* adalah besaran yang menunjukkan warna mulai dari hijau hingga merah. Tidak ada nilai terendah atau tertinggi untuk nilai a*, namun biasanya secara praktis nilai a* dipakai pada skala -128 sampai dengan 127. Semakin rendah nilai a* (negatif) maka warna hijau makin pekat dan semakin tinggi nilai a* (positif) maka warna merah semakin pekat. Nilai a* rata-rata tepung uwi ungu pada berbagai perlakuan ditampilkan pada Tabel 5. Dengan menggunakan SPSS v16, dicoba model pendugaan dengan menggunakan regresi linear dua faktor ordo pertama sebagai berikut : Y = βo +β1X1 + β2X2 + β3X1X2 + € Anova pada model regresi menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas pada model dua faktor ordo pertama diatas secara memuaskan dapat memprediksi nilai a* (p<0.05). Namun, karena pvalue dari prediktor konsentrasi asam sitrat dan interaksi antara konsentrasi asam sitrat dan lama blanching bernilai > 0.05, maka kedua prediktor secara statistic bernilai sama dengan 0. Dengan kata lain kedua prediktor tidak berpengaruh terhadap nilai a*. Oleh karena itu dicobakan kembali model regresi dengan hanya menggunakan satu
08
faktor yang berpengaruh saja yaitu lama blanching. Model regresi satu faktor yang digunakan adalah ordo pertama dan ordo kedua sebagai berikut: Y = βo +β1X1 + € Y = βo +β1X1 + β2X12 + € Anova pada kedua model diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebas pada model satu faktor ordo pertama dan kedua diatas secara memuaskan dapat memprediksi nilai a*. Analisis pada koefisien juga menunjukkan bahwa semua koefisien memiliki nilai p< 0.05. Namun nilai koefisien determinasi (R2) model satu faktor ordo pertama bernilai 0.188 sementara model ordo kedua bernilai 0.255. Koefisien determinasi menun jukkan proporsi variasi pada a* yang dapat diduga oleh variabel lama blanching. Oleh karena itu model ordo kedua dipilih untuk memprediksi nilai a* tepung uwi ungu dengan persamaan sebagai berikut : a* = 3.9 + 1.12X1 - 0.03X12 Sama seperti nilai L*, nilai R2 yang kecil pada model ordo kedua diatas menunjukkan bahwa masih ada faktor lain selain lama blanching yang mempengaruhi nilai a*. 4.3 Nilai b* Nilai b* adalah besaran yang menunjukkan warna mulai dari biru hingga kuning. Tidak ada nilai terendah atau tertinggi untuk nilai b*, namun biasanya secara praktis nilai b* dipakai pada skala -128 sampai dengan 127. Semakin rendah nilai b* (negatif) maka warna biru semakin pekat dan semakin tinggi nilai b* (positif) maka warna kuning semakin pekat. Dengan menggunakan SPSS v16, dibangun model regresi linear dua faktor ordo pertama sebagai berikut : Y = βo +β1X1 + β2X2 + β3X1X2 + €
Ulyarti., dkk: Aplikasi Metode Simple Digital Imaging Untuk Memprediksi Pembentukan Warna Tepung Hasil Pengolahan Umbi Uwi Ungu (Dioscorea alata)
Mirip dengan hasil pada L* dan a*, anova pada model regresi menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas pada model dua faktor ordo pertama diatas secara memuaskan dapat memprediksi nilai b*. Namun, karena p-value dari prediktor konsentrasi asam sitrat dan interaksi antara konsentrasi asam sitrat dan lama blanching bernilai > 0.05, maka kedua prediktor secara statistic bernilai sama dengan 0. Dengan kata lain kedua prediktor tidak berpengaruh terhadap nilai b*. Oleh karena itu dicobakan kembali model regresi dengan hanya menggunakan satu faktor yang berpengaruh saja yaitu lama blanching. Model regresi satu faktor yang digunakan adalah ordo pertama dan ordo kedua sebagai berikut: Y = βo +β1X1 + € Y = βo +β1X1 + β2X12 + € Anova pada kedua model diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebas pada model satu faktor ordo pertama dan kedua diatas secara memuaskan dapat memprediksi nilai b*. Analisis pada koefisien juga menunjukkan bahwa semua koefisien pada model (X1 pada model ordo pertama dan X1 dan X12 pada ordo kedua) secara statistic berbeda dengan nol. Namun nilai koefisien determinasi (R2) model satu faktor ordo pertama bernilai 0.349 sementara model ordo kedua bernilai 0.415. Oleh karena itu model ordo kedua dianggap lebih tepat untuk digunakan dalam memprediksi nilai b* tepung uwi ungu dengan persamaan sebagai berikut : b* = 9.4 -1.7X1 + 0.04X12 Sama dengan nilai L* dan a*, nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa masih ada faktor lain selain lama blanching yang mempengaruhi nilai b*. 5.4 Sudut Hue Suatu model
warna
dapat
digambarkan seperti bola, dengan nilai L* berada pada axis vertikal dan axis horizontalnya adalah a* dan b*. Pada model ini, sudut Hue dapat digambarkan dengan memotong secara horizontal bola tersebut dengan sisi paling pinggir adalah setiap kombinasi warna paling pekat yang mungkin ada. Axis circular ini dikenal dengan sudut Hue. Satuan Hue adalah derajat berada pada selang 0o (merah) hingga 90o (kuning), 180o (hijau), 270o (biru). Model regresi linear dua faktor ordo pertama dibangun untuk menduga sudut Hue pada tepung. Model tersebut yaitu : Y = βo +β1X1 + β2X2 + β3X1X2 + € Mirip dengan hasil pada L*, a* dan b*, anova pada model regresi menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas pada model dua faktor ordo pertama diatas secara memuaskan dapat memprediksi nilai sudut hue. Namun, tidak ada koefisien variabel bebas yang secara statistic signifikan. Pendugaan kemudian dilakukan dengan menggunakan model regresi satu faktor ordo pertama dan ordo kedua dengan menggunakan lama blanching dan konsentrasi asam sitrat secara terpisah. Anova pada model menunjukkan bahwa model yang signifikan hanya pada variabel lama blanching saja, baik itu model ordo pertama maupun ordo kedua. Model tersebut yaitu: Y = βo +β1X1 + € Y = βo +β1X1 + β2X12 + € Anova pada kedua model diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebas pada model satu faktor ordo pertama dan kedua diatas secara memuaskan dapat memprediksi sudut hue. Analisis pada koefisien juga menunjukkan bahwa semua koefisien pada model (X1 pada model ordo pertama dan X1 dan X12 pada ordo kedua) secara statistic berbeda dengan nol. Namun nilai koefisien determinasi 07
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
(R2) model satu faktor ordo pertama bernilai 0.217 sementara model ordo kedua bernilai 0.321. Oleh karena itu model ordo kedua dianggap lebih tepat untuk digunakan dalam memprediksi sudut Hue tepung uwi ungu dengan persamaan sebagai berikut : Sudut Hue = 2.56 + 33.59X1 – 0.87X12 Sama dengan nilai L*, a* dan b*, nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa lama blanching dan kuadrat lama blanching hanya mampu menerangkan 32% variasi pada sudut Hue. Dengan demikian masih ada faktor lain selain lama blanching yang dapat mempengaruhi sudut Hue. 5.5. Indeks Browning Indeks browning adalah angka yang menunjukkan derajat pencoklatan yang terjadi pada tepung uwi. Pencoklatan adalah proses kimiawi yang tidak dikehendaki selama pembuatan tepung uwi karena menghasilkan warna coklat hingga kehitaman yang tidak disukai. Model regresi linear dua faktor ordo pertama dibangun untuk menduga sudut indeks browning pada tepung. Model tersebut yaitu : Y = βo +β1X1 + β2X2 + β3X1X2 + € Mirip dengan sudut Hue, anova pada model regresi menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas pada model dua faktor ordo pertama diatas secara memuaskan (p=0.045) dapat memprediksi sudut hue. Namun, tidak ada koefisien variabel bebas yang secara statistic signifikan. Pendugaan kemudian dilakukan dengan menggunakan model regresi satu faktor ordo pertama dan ordo kedua dengan menggunakan lama blanching dan konsentrasi asam sitrat secara terpisah. Anova pada model menunjukkan bahwa model dengan menggunakan variabel konsentrasi tidak memberikan hasil yang signifikan. Model yang signifikan yaitu 08
model yang menggunakan variabel lama blanching saja, baik itu model ordo pertama maupun ordo kedua. Model tersebut yaitu: Y = βo +β1X1 + € Y = βo +β1X1 + β2X12 + € Anova pada model pendugaan ordo kedua menunjukkan bahwa model tersebut tidak signifikan. Anova pada model pendugaan ordo pertama menunjukkan bahwa model pendugaan ordo pertama untuk indeks browning bersifat nyata. Analisis pada koefisien (pada model pendugaan ordo pertama) menunjukkan bahwa koefisien secara statistic berbeda dengan nol. Indeks browning = 324.48 + 1.27X1 Sama dengan parameter warna yang sebelumnya telah dibahas, model pendugaan diatas memiliki nilai R2 yang kecil (0.201). Hal ini menunjukkan bahwa model ini hanya mampu menerangkan 20% variasi pada indeks browning. Dengan demikian masih ada faktor lain selain lama blanching yang dapat mempengaruhi nilai indeks browning. KESIMPULAN 1. Konsentrasi asam sitrat tidak berpengaruh terhadap nilai L*, a*, b*, sudut Hue, dan indeks browning 2. Lama blanching berpengaruh terhadap nilai L*, a*, b*, sudut Hue, dan indeks browning. 3. Model linear yang dapat digunakan untuk memprediksi warna tepung uwi ungu adalah sebagai berikut : L* = 86.9 -2.37X + 0.06X2 a* = 3.9 + 1.12X - 0.03X2 b* = 9.4 -1.7X + 0.04X2 Sudut Hue = 2.56 + 33.59X – 0.87X2 Indeks browning = 324.48 + 1.27X dengan variabel X adalah lama blanching dalam menit.
Ulyarti., dkk: Aplikasi Metode Simple Digital Imaging Untuk Memprediksi Pembentukan Warna Tepung Hasil Pengolahan Umbi Uwi Ungu (Dioscorea alata)
4. Dengan memasukkan nilai parameter warna yang diinginkan pada persamaan diatas, maka dapat dihasilkan selang waktu lama blanching pada suhu 100oC yang diperlukan dalam proses pengolahan umbi uwi ungu. DAFTAR PUSTAKA Akissoe, N., Hounhouigan, J., Mestres, C., & Nago, M. (2003). How Blanching and Drying Affect the Colour and Functional Characteristics of Yam (Dioscorea Cayenensis-rotundata) Flour. Food Chemstry, 82, 257-264. Buera, M., Lozano, R., & Petriella, C. (1986). Definition of Colour in The Non enzymatic Browning Process. Die. Farbe, 32, 318-322. Chen, Y., Kao, W., & Lin, K. (2008). Effects of pH on The Total Phenolic Compound, Antioxidative Ability and The Stability of Dioscorin of Various Yam Cultivars. Food Chemistry, 107, 250-257. CIE. (2007). CIE DS 014-4.3/E:2007, Colorymetry-PART 4: CIE 1976 L*a*b* COLOUR SPACE. Vienna, Austria: CIE Dradt Standard. Corcuera, J., Cavalieri, R., & Powers, J. (2004). Blanching of Foods. In D. Heldman, Encyclopedia of Agricultural, Food, and Biological Engineering. Marcel Dekker. Eka, O. (1985). The Chemical Composition of Yam Tubers. In Advances in Yam Research. In G. Osuji, Biochemical Society of Nigeria (pp. 51-75). Nigeria: Enugu. Ezeocha, V., & Ojimelukwe, P. (2012). The Impact of Cooking on The Proximate Composistion and Anti-nutritional factors of Water
Yam (Dioscorea alata). Journal of Stored Products and Postharvest Research, 3(13), 172-176. Harijono, Setiasih, T., Saputri, D., & Kusnadi, J. (2013). Effect of Blanching on Properties of Water Yam (Dioscorea alata) Flour. Advance Journal of Food Science and Technology, 5(10), 13421350. Herison, C., Turmudi, E., & Handajaningsih, M. (2010). Studi Kekerabatan Genetik Aksesi Uwi (Dioscorea spp) yang dikoleksi dari Beberapa Daerah di Pulau Jawa dan SUmatera. Akta Agrosia, 13(1), 55-61. Hsu, C., Chen, W., Weng, Y., & Tseng, C. (2003). Chemical composition, Physical Properties, and Amtioxidant Activities of Yam Flours as Affected by Different Drying Methods. Food Chemistry, 83, 85-92. Imanningsih, N., Muchtadi, D., Wresdiyati, T., Palupi, N., & Komari. (2013). Acidic Soaking and Steam Blanching Retain Anthocyanins and Polyphenols in Purple Dioscorea alata Flour. 24 (2)(121-128). Krishnan, J., Padmaja, G., Moorthy, S., Suja, G., & Sajeev, M. (2010). Effect of Pre-Soaking Treatments on The Nutritional Profile and Browning Index of Sweet Potato and Yam Flours. 11(387-393). Leon, K., Mery, D., Pedreschi, F., & Leon, J. (2006). Color Measurement in L*a*b* units from RGB Digital Images. Food Research International, 39, 10841091. Martin, F., & Rubeste, R. (1976). The Polyphenols of Dioscorea alata Yam Tubers Associated with Oxidative Browning. Journal
07
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
agricultural Food Chemistry, 14, 67-70. Nadia, L., & Hartati, A. (2012). Potensi Umbi Uwi Ungu sebagai Bahan Pangan dan Khasiatnya sebagai Bahan Fungsional. Jakarta: Universitas Terbuka. Onimawo, I., & Akubor, P. (2012). Food Chemistry (Integrated Approach with Biochemical Background) 2nd. Nigeria: Joytal Printing Press. Osunde, Z. (2008). Minimizing Postharvest Losses in Yam (Dioscorea spp.) Treatments and Techniques. In G. Robertson, & J. Lupien, Using Food Sciense and Technology to Improve Nutirtion and Promote National Development (pp. 1-12). international Union of Food Science & Technology.
08
Papadakis, S., Abdul-Malek, S., Kamdem, R., & Yam, K. (2000). A Versite and inexpensive Technique for Measuring Color of Foods. Food Technology, 54(12), 48-51. Wansundera, P., & Ravindran, G. (1994). Nutritional Assesment of Yam (Dioscorea alata) tubers. Plant Foods for Human Nutrition, 46, 33-39. Yam, K., & Papadakis, S. (2004). A Simple Digital Imaging Method for Measuring and Analysing Color of Food Surfaces. Journal of Good Engineering, 61, 61(137-142), 137-142.