Mie dari Ubi Kelapa – Rahman, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.631-637, April 2015
MIE DARI UBI KELAPA (Dioscorea alata L.) : KAJIAN PUSTAKA Noodles from Greater Yam (Dioscorea alata L.) : A Review Mohammad Aulia Rachman1*, Fithri Choirun Nisa1, Teti Estiasih1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, email:
[email protected] ABSTRAK Mie merupakan produk makanan berbahan baku tepung terigu yang sangat populer di masyarakat. Hal ini dikarenakan mie yang berbahan baku terigu mengandung karbohidrat yang tinggi. Salah satu jenis umbi-umbian yang tinggi karbohidrat yang bisa diolah menjadi mie adalah ubi kelapa. Namun selama ini, ubi kelapa hanya dimanfaatkan sebagai makanan sampingan dengan proses pengolahan yang sederhana seperti dibakar, dikukus, atau digoreng. Ubi kelapa memiliki senyawa bioaktif yaitu polisakarida larut air, dioscorin dan diosgenin. Senyawa bioaktif tersebut memiliki beberapa fungsi yaitu immunomodulatory, mencegah penyakit metabolik (hiperkolesterolemia, dislipidemia, diabetes dan obesitas), peradangan dan kanker. Ubi kelapa dalam proses pengolahannya sendiri masih memiliki beberapa kendala yaitu tidak adanya gluten sehingga diperlukan penambahan gluten agar produk mie memiliki karakteristik yang baik. Kata kunci: Dioscorea, Gluten, Mie Ubi Kelapa, Senyawa Bioaktif, Ubi Kelapa ABSTRACT Noodle is a popular food product which is as a made from wheat flour. White yam is one of tubers that can be utilized as a raw material of noodle. Noodle can be made from raw material that contains high carbohydrate, one of this the white yam. Nowadays, white yam is only us as toasted, steamed, or fried. Product white yam (Dioscorea alata L.) contains watersoluble polysaccharides, dioscorine and diosgenin. Those bioactive compounds have a function as immunomodulator, preventing metabolic diseases (hypercholesterolemia, dyslipidemia, diabetes and obesity), inflammation and cancer. However, it is needed the addition of gluten to obtain the good characteristics of noodle. Keywords: Bioactive Compound, Dioscorea, Gluten, White Yam, White Yam Noodle PENDAHULUAN Seiring dengan bertambahnya penduduk Indonesia setiap tahunnya, maka tingkat konsumsi terutama produk pangan juga akan bertambah. Produk pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi karena merupakan kebutuhan pokok. Masyarakat sekarang ini banyak mengkonsumsi mie sebagai pangan alternatif pengganti sumber karbohidrat pada nasi. Bahan baku utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, konsumsi tepung terigu nasional terus meningkat. Hingga semester I tahun 2013, konsumsi mencapai 2.6 juta metric ton atau naik 1.08 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pangsa pasar tepung terigu nasional yang dipasok industri dalam negeri mencapai 90 % dan sisanya impor [1]. Untuk mengurangi penggunaan tepung terigu pada mie dapat dilakukan diversifikasi pangan, yaitu dengan mengganti tepung terigu dengan memanfaatkan umbi-umbian lokal, diantaranya ubi kelapa (Dioscorea alata L.). Ubi kelapa termasuk tanaman yang tinggi karbohidrat dan memiliki senyawa bioaktif, yaitu polisakarida larut air, diosgenin dan dioscorin. Pada proses 631
Mie dari Ubi Kelapa – Rahman, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.631-637, April 2015 pembuatan mie dari ubi kelapa ini masih memerlukan penambahan gluten, dikarenakan dalam ubi kelapa tidak adanya kandungan gluten yang berfungsi sebagai pembentuk sifat elastis dan kenyal pada mie. Oleh karena itu, dengan penambahan gluten pada tepung ubi kelapa diharapkan dapat menghasilkan mie dengan karakteristik yang baik dan juga diharapkan dari penelitian ini akan didapatkan manfaat ubi kelapa sebagai salah satu jawaban untuk mengurangi ketergantungan masyarakat indonesia terhadap penggunaan tepung terigu. Ubi Kelapa Ubi kelapa merupakan nama umum atau nama dagang untuk Dioscorea alata L. atau yang memiliki nama daerah seperti uwi (Jawa), ubi alabio (Kalimantan Selatan), dan huwi (Sunda). Ubi kelapa merupakan tanaman perdu merambat dengan panjang mencapai 3 – 10 m. Tanaman ini memerlukan tiang panjat agar dapat tumbuh ke atas dan daunnya dapat melakukan proses fotosintesa dengan baik. Bentuk ubi tanaman ini beragam yaitu bulat, panjang dan ada yang bercabang. Meskipun jenis ubi kelapa cukup banyak, namun secara nyata dapat dibedakan dari warna daging ubinya yaitu ubi merah/ungu (violet) dan ubi putih [2]. Kulit umbi bagian luar berwarna coklat atau coklat kehitaman dengan permukaan kasar dan ditumbuhi oleh serabut akar dalam jumlah bervariasi dan penyebarannya tidak merata [3]. Umbi dari tanaman ubi kelapa merupakan sumber karbohidrat potensial yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, khususnya di lahan rawa dan di daerah-daerah kering. Selain sebagai pangan pokok pendamping beras, ubi kelapa juga memiliki potensi sebagai bahan baku industri pengolahan pangan yang dapat menghasilkan berbagai produk olahan. Ubi kelapa sama seperti tanaman tingkat tinggi lainnya memiliki senyawa fitokimia yang kompleks. Senyawa fitokimia yang paling dominan adalah keberadaan alkaloid dioscorin dan saponin diosgenin [4]. Tepung Ubi Kelapa Ubi kelapa segar sulit dalam penyimpanannya oleh karena itu perlu diolah menjadi tepung. Tepung dapat dengan mudah disimpan untuk jangka waktu yang lama dan mudah digunakan dalam pembuatan makanan atau untuk diformulasikan [5]. Pada prinsipnya pembuatan tepung ubi kelapa sama dengan pembuatan tepung pada umumnya. Kadar air tepung sekitar 10%, kadar air yang rendah ini membuat tepung tahan disimpan beberapa bulan dalam kemasan plastik rapat.Tepung ubi kelapa dapat digunakan seperti tepung lainnya seperti bahan baku atau bahan substitusi dalam produk roti/kue dan mie. Tepung ubi kelapa ini tidak mengandung gluten seperti pada tepung terigu, sehingga untuk pembuatan produk roti tawar dan mie perlu dicampur dengan tepung terigu [6]. Pati ubi kelapa sama seperti pati dari sumber yang lain merupakan polimer yang terdiri dari dua jenis polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Kadar pati merupakan salah satu kriteria mutu untuk tepung, baik sebagai bahan pangan maupun non-pangan. Pada umbiumbian umumnya berkadar pati sangat tinggi, dan berkadar amilosa tinggi sehingga mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang lebih besar untuk gelatinisasi [7]. Komposisi kimia tepung ubi kelapa tergantung pada umbi (lingkungan tumbuh, umur, metode penyimpanan dan varietas) dan metode pengeringan. Senyawa Bioaktif Senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan melalui serangkaian reaksi metabolisme sekunder. Metabolit sekunder disintesis terutama dari metabolit-metabolit primer seperti asam amino, asetil Co-A, asam mevalonat dan zat antara dari jalur shikimat. Tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik, steroid, dan flavonoid dengan jumlahyang sangat bervariasi [8].
632
Mie dari Ubi Kelapa – Rahman, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.631-637, April 2015 Dioscorin Dioscorin adalah protein simpanan pada umbi-umbian keluarga Dioscorea. Dioscorin memiliki sifat sebagai antioksidan, antiinflamatori, anti serangga, antipatogen serta memperlihatkan aktivitas inhibisi terhadap tripsin [9]. Dioscorin berupa padatan berwarna kuning kehijauan dengan titik leleh 54 - 550C. Dioscorin dapat larut dalam air, alkohol, acetone dan kloroform serta sedikit larut dalam ether, benzene dan petroleum ether [10]. Selain itu, dioscorin dan hidrolisat peptic dalam ubi kelapa juga menunjukkan penghambatan enzim pengubah angiostensin dan juga aktivitas antihipertensi secara in vivo dan in vitro [11]. Pada lendir Chinese yam, sebagaimana umbi yam yang lain, dioscorin merupakan protein yang paling dominan. Pada spesies Dioscorea batatas, Dioscorea alata dan Dioscorea pseuojaponica, kadar dioscorin mencapai 90% dari total protein larut air terekstrak [12]. Pada penelitian sebelumnya, dioscorin 32 kDa dari Dioscorea alata memiliki aktivitas antioksidan melawan radikal bebas. Irisan kering dari umbi digunakan sebagi obatobatan Cina, sedangkan umbi segarnya sebagai makanan pokok di Afrika, Asia dan Karibia [5]. Diosgenin Sebagian besar spesies umbi-umbian uwi mengandung saponin steroidal dan sapogenin seperti diosgenin yang merupakan bahan industri untuk sintesis berbagai jenis steroid. Steroid ini bermanfaat sebagai anti peradangan, andorgenik, dan esterogenik. Steroid dari golongan uwi-uwian juga bersifat sitotoksik [13]. Tanaman yang memiliki potensi untuk mensintesis steroid sapogenin adalah dari golongan Agavaceae (genus Agave), Dioscoreaceae (genus Dioscorea) dan Liliaceae (genera Allium, Asparagus, Lilium). Steroid sapogenin adalah metabolit skunder yang merupkan prekursor biosintesis sterol, terutama kolesterol. Apabila dikonsumsi akan dimetabolisasi dalam hati dan dieliminasi dalam ginjal [14]. Senyawa ini biasa ditemukan sebagai glikosida yang disebut steroidal saponin yang merupakan senyawa utama dalam obat-obatan tradisional Cina [15]. Polisakarida Larut Air Polisakarida larut air (PLA) merupakan serat pangan larut air yang didefinisikan sebagai komponen dalam tanaman yang tidak terdegradasi secara enzimatis menjadi sub unit-sub unit yang dapat diserap dilambung dan usus halus. PLA biasa juga disebut hidrokoloid, dewasa ini banyak sekali dimanfaatkan dalam industri makanan, guna mencapai kualitas yang diharapkan, dalam hal viskositas, stabilitas, tekstur, dan penampilan [16]. Serat pangan larut air memiliki kegunaan bagi pasien yang menderita diabetes. Dalam hal ini telah berulang kali terbukti bahwa serat pangan larut air dapat menunda respon glukosa darah setelah makan dan pada studi jangka panjang dapat menyempurnakan kontrol pada diabetes. Dosis tinggi dari serat larut air telah diteliti sebagai suplemen untuk makanan, misalnya 10 - 16 g guar gum dan 10 – 14.50 g pektin [17]. Gluten Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan [18]. Protein tepung terigu tersusun atas dua jenis yaitu protein pembentuk gluten dan protein bukan pembentuk gluten. Protein bukan pembentuk gluten berkisar 15% (albumin, globulin, peptida, enzim) dan protein gluten sebesar 65% (gliadin dan glutenin). Gluten bersifat lentur dan elastis yang terutama ditentukan oleh glutenin dan sifat kerentangan yang ditentukan oleh gliadin sehingga adonan tepung mampu dibuat mengembang. Gluten terdiri atas 90% protein, 8% lipida dan 2% karbohidrat. Karbohidrat gluten kebanyakan pentosan-pentosan tidak larut air tersusun atas polisakarida BM tinggi yang didominasi oleh D-xylosa, D-glukosa dan Larabinosa, tetapi berkemampuan untuk mengikat dan menahan air dalam jumlah besar. Sementara lipida gluten yaitu lipid non polar yang didominasi trigliserida (glikolipid dan fospolipid) membentuk kompleks lipoprotein dengan protein gluten dan bertanggung jawab terhadap sifat kohesif dan viskoelastisitas adonan [19]. 633
Mie dari Ubi Kelapa – Rahman, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.631-637, April 2015 Mie Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling popular di Asia khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mie pertama kali dibuat di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan dinasti Han. Berawal dari Cina, mie berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan, dan Negara - negara di Asia Tenggara bahkan meluas ke seluruh dunia, termasuk ke Amerika Serikat dan dataran Eropa [20]. Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting, serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen [21]. Pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mie seperti mie basah (boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle), dan mie instan (instant noodle). Mie Basah Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar) [22]. Mie basah banyak digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai masakan, antara lain seperti soto mie, mie kocok, mie ayam, mie bakso, mie goreng maupun bahan cemilan lainnya [18]. Mie Kering Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8 - 10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya [22]. Mie Instan Mie instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5 - 8% sehingga memiliki daya simpan yang lama [22]. Bahan Pembuat Mie 1. Tepung Terigu Bahan dasar dalam pembuatan mie biasanya adalah menggunakan tepung terigu. Tepung terigu digunakan dalam pembuatan mie dikarenakan kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan [22]. Selain itu tepung yang digunakan dalam pembuatan mie juga harus mengandung karbohidrat dan pati yang tinggi. Tepung ubi kelapa merupakan salah satu contoh yang dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu, dikarenakan dalam tepung ubi kelapa mengandung karbohidrat dan pati yang tinggi. 2. Air Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat. Selain itu, air berguna untuk melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 - 9. Semakin tinggi pH air, mie yang dihasilkan tidak mudah patah [23]. Selain pH, air yang digunakan dalam pembuatan mie sebaiknya memenuhi persyaratan air minum, seperti tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa [22]. 3. CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. CMC dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah CMC yang ditambahkan untuk pembuatan mie 634
Mie dari Ubi Kelapa – Rahman, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.631-637, April 2015 antara 0.50 - 1% dari berat tepung terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang [18]. 4. Garam Dapur Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pastatidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan [22].
5. STPP (Sodium Tripolyphospat) STPP merupakan bahan pengenyal yang berfungsi membentuk mie yang kenyal sehingga tidak mudah putus. Bahan ini umumnya menyerap air membentuk hidrokoloid sehingga mie mengembang dan tidak mudah menyusut saat pemasakan. Penggunaan STPP (sodium tripolyphospat) umumnya sekitar 0.30 % dari berat tepung [24]. Penggunaan melebihi dosis akan menurunkan penampilan produk, yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit [18]. 6. Telur Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus sedangkan kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lechitin, selain sebagai pengemulsi lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan [22]. Pembuatan Mie Pada umumnya, mie dibuat dari bahan tepung terigu. Namun, mie juga dapat dibuat dari beberapa macam tepung seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung dari golongan umbi-umbian [24]. Tahap awal pembuatan mie adalah pencampuran bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi mie dan membuatnya menjadi adonan. Pengadukan adonan dibuat merata selama 10 - 15 menit dengan suhu pencampuran 32 38oC. Selama pengadukan dimasukkan bahan-bahan lain yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas produk akhir seperti CMC (Carboxy Methyl Cellulose), garam, kuning telur, dan STTP (Sodium Tripolyphospat) Tahapan selanjutnya adalah pembuatan lembaran (sheeting) dengan ketebalan 3 mm. pembutan lembaran ini harus diulang-ulang sampai terbentuk lembaran yang halus dan homogen. Lembaran yang terbentuk siap dimasukkan ke dalam alat pemotong (slitter) dan waving unit menjadi bentuk khas mie yaitu terpilin dan bergelombang.Pembentukan lembaran dilakukan dengan memasukkan adonan yang telah jadi ke dalam roll press pada mesin pengepres. Fungsi dari pengepresan adalah agar proses gelatinisasi pati yang terjadi pada proses pengukusan dapat berjalan bersama sama. Pembentukan lembaran atau pengepresan bertujuan untuk membentuk adonan menjadi bentuk khas mie. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan silinder beralur. Lembaran mie yang akan dicetak menjadi pilinan mie diletakkan pada silinder beralur tersebut. Lebar dan bentuk untaian mie ditentukan oleh dimensi rol-rol pemotong. Mie dibuat dengan bentuk bergelombang karena memiliki keuntungan diantaranya adalah mempercepat laju penguapan dan penggorengan karena adanya induksi panas dan sirkulasi panas dari minyak di dalamnya. Pengukusan dilakukan untuk mengoptimalkan proses gelatinisasi pada mie. Pada mie basah proses berhenti pada tahap pengukusan. Pada mie kering proses selanjutnya adalah proses pengeringan dengan suhu sekitar 55oC selama 2 jam. Pada mie instan proses selanjutnya adalah proses penggorengan. Penggorengan adalah proses untuk mempersiapkanmakanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak goreng. Proses penggorengan mengakibatkan terjadinya pengurangan air di dalam 635
Mie dari Ubi Kelapa – Rahman, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.631-637, April 2015 mie, pemantapan gelatinisasi, dan penyerapan minyak ke dalam mie sehingga mie menjadi matang [22]. Faktor-Faktor Mutu Mie Secara umum kualitas mie dapat ditentukan berdasarkan kualitas masaknya yang berhubungan dengan pengembangan, kehilangan padatan selama perebusan terutama komponen patinya (cooking loss), kekenyalan (chewinees), kelentingan (elastisitas), serta daya tahannya selama proses pemasakan. SIMPULAN Ubi kelapa memiliki senyawa bioaktif yaitu polisakarida larut air, dioscorin dan diosgenin. Ubi kelapa dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan mie. DAFTAR PUSTAKA 1) 2) 3) 4)
5)
6)
7)
8) 9)
10) 11)
12)
13) 14) 15)
Anonymous. 2013. Tepung Terigu. http://tempo.co/2013/ Indonesia-Didesak-KurangiImpor-Gandum.htm. Tanggal akses: 15/09/2013 Anonymous. 2002. Ubi Alabio. http://www.situs-hijau.co.id/. Tanggal akses: 15/09/2013 Kay, D. 1973. Root Crops. The Tropical Products Institute Foregn and Commonwealth Office England Poornima, G.N. and R.V. Ravishankar. 2009. Evaluation of Phytonutrients and Vitamin Contents in a Wild Yam, Dioscorea belophylla (Prain) Haines. African Journal of Biotechnology Vol. 8: 971-973 Hsu, F.L., Y.H. Lin, M.H. Lee, C.L. Lin and W.C. Hou. 2002. Both Dioscorin, the Tuber Storage Protein of Yam (Dioscorea alata cv. Tainong no.1), and Its Peptic Hydrolisates Exhibited Angiostensin Converting Enzyme Inhibitory Activities. Journal of Agricultural Food Chemistry, 50: 6109-6113 Antarlina, S.S., Rina, Y., dan Noor, H. Dj. 2013. Ubi Alabio dan Prospek Pengembangan Produk Olahannya. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. http://balittra.litbang.deptan.go. Tanggal akses: 15/09/2013 Baah, D. F. 2009. Characterization of Water Yam (Dioscorea atalata) for Existing and Potensial Food Products. Thesis. Faculty of Biosciences Kwame Nkrumah University, Nigeria Colegate, S.M and R.J. Molyneux. 2000. Bioactive Natural Products: Detection, Isolation, and Structural Determination. Boca Raton: CRC Press Ko, Y.H., Hsu, K.W., 2009, Dioscorin Protects Tight Junction Protein Expression in A549 Human Airway Ephiteliun Cells From Dust Mite Damage, Journal of Microbiology, Immunology and Infection, 42:457-463 Merck. 1999. Dioscorine, Merck and Co., Inc, Whitehouse Station, New York Chuang, M.T., Y.S. Lin and W.C. Hau. 2007. Ancordin, the Major Rhizome Protein of Madeira-Vine, With Trypsin Inhibitory and Stimulatory Activities in Nitric Oxide Productions. Peptides 28: 1311-1316 Hou, W.C.Chen, H.J. and Y.H Lin.2000.Dioscorin From Different Dioscorea Species All Exhibit Both Carbonic Anhydrase and Trypsin Inhibitor Activities. Bot.Bull.Acad.Sinica (Taiwan).vol 41:191-196 Anonymous. 2013. Racun Pada Umbi Gadung.http://jimsigra.blogspot.com/2013/02/racun-pada-umbi-gadung.html. Tanggal akses: 15/09/2013. Dinan, L., Harmatha, J. and R. Lafont. 2001. Chromatographic Procedures for the Isolation of Plant Steroids. J. Chromatogr. A 935: 105-123 Liu, M.J., Z. Wang, Y. Ju, R.N. Wong and Q.Y. Wu. 2005. Diosgenin Induces Cell Cycle Arrest And Apoptosis In Human Leukemia K562 Cells With The Disruption Of Ca2+ Homeostasis. Cancer Chemother. Pharmacol.55: 79-90 636
Mie dari Ubi Kelapa – Rahman, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.631-637, April 2015 16) Trowel, H. 1976. Definition of Dietary Fiber and hypotesis That It Is a Pretective Factor for Certain Diseases. Am J Clin Nutr.29 : 417-427 17) Torsdottir, I., Alpsten, M., Holm, G., Sanberg, A., and K. Tolli. 1991. A Small Dose of Soluble Alginate-Fiber Affects Postprandinal Glicemia and Gastric Emptying in Humans with Diabetes. The Journal of Nutrition. American Institute of Nutrition 18) Widyaningsih, T.B.dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya 19) Belitz, H. D. and ,W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer. Berlin 20) Sutomo, B. 2006. Sejarah dan Aneka Jenis Mie. http://www.Budiboga.com/2006/sejarah-dan-aneka-jenis-mie.html. Tanggal akses: 15/09/2013 21) Setianingrum, A.W. dan Marsono. 1999. Pengkayaan Vitamin A dan vitamin E dalam Pembuatan Mie Instant Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari 1998-2001, Jakarta 22) Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta 23) Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Penebar Swadaya. Jakarta 24) Purnawijayanti, H.A. 2009. Mie Sehat. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
637