KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN MORFOLOGI UWI-UWIAN (Dioscorea sp.) Trustinah Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Komoditas umbi-umbian potensial merupakan sumber pangan karbohidrat penting dan sebagai bahan baku industri pangan, pakan dan lainnya. Sebanyak 64 aksesi uwi-uwian dari kelompok Dioscorea hasil koleksi pada tahun 2007–2009 dari beberapa Kabupaten di Jawa Timur (Probolinggo, Malang, Ngawi, Trenggalek, dan Ponorogo), Jawa Tengah (Wonogiri), dan DIY (Gunung Kidul) telah dikarakterisasi di Balitkabi pada tahun 2008–2009 terhadap sifat kualitatif dan kuantitatif untuk karakter daun, batang, bunga, dan umbi dengan mengacu pada IPGRI/IITA (1997). Hasil karakterisasi morfologi menunjukkan keragaman sifat kualitatif seperti pada daun, batang, dan umbi. Morfologi daun meliputi bentuk daun, bentuk ujung daun, warna daun, warna tulang daun, warna tangkai daun, warna tepi daun, bulu pada daun, dan permukaan daun. Berdasarkan karakteristik batang, daun, dan umbi dapat diidentifikasi bahwa koleksi yang ada terdiri dari Dioscorea esculenta, Dioscorea alata, dan Disoscorea hispida. Selain itu terdapat pula Dioscorea bulbifera, Dioscorea pentaphylla, dan Dioscorea nummularia. Keragaman uwi-uwian tersebut terlihat pada arah lilitan batang (searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam), batang ada yang berduri dan tidak berduri, bentuk dan ukuran daun beragam, dan ada tidaknya buah di atas (aerial bulbil). Kata kunci: karakteristik, keragaman, morfologi, uwi
ABSTRACT Diversity and characteristic morphology of yam (Dioscorea sp.). Yam is potential tuber crop as source of food carbohydrates for producing and storing starch, and as a producer of industrial raw materials for food, feed and other purposes. A total of 64 yam accessions Uwiuwian of the Dioscorea results of the 2007–2009 collection of several districts in East Java (Probolinggo, Malang, Ngawi, Terri, and Roxburgh), Central Java (Winton), and DIY (Gunungkidul) has been characterized at Balitkabi in 2008–2009 for the qualitative and quantitative characters reference to standard evaluation Dioscorea (IPGRI/IITA 1997). The results of morphological characterization showed that yam collection were varied for qualitative traits such as leaves, stems, and roots. Leaf morphology include: leaf shapes, leaf tip shape, leaf color, leaf color bone, petiole color, the color of the leaf margins, hairs on the leaves, and the leaf surface. Based on the characteristics of the stem, leaves and roots can be identified that the collection is comprised of Dioscorea esculenta, Dioscorea alata, Disoscorea hispida, Dioscorea bulbifera, Dioscorea pentaphylla, and Dioscorea nummularia. These difference in twining direction (clockwise/climbing to the left or anticlockwise/climbing to the right), spines on stem, Leaf shape and size, and absence/presence of aerial tuber. Keywords: characteristic, diversity, morphology, yam.
PENDAHULUAN Komoditas umbi-umbian potensial merupakan sumber pangan karbohidrat penting karena memproduksi dan menyimpan pati sebagai bahan baku industri pangan, pakan, dan tujuan lainnya. Salah satu jenis umbi potensial diantaranya adalah uwi-uwian Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
717
(Dioscorea) yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber pangan di masa mendatang, atau yang telah dibudidayakan secara terbatas sebagai sumber pangan saat ini, maupun yang berpeluang diintroduksikan dan dibudidayakan petani sebagai sumber pangan (Hasanuddin et al. 2002). Selain sebagai bahan pangan tradisional, uwi-uwian juga potensial sebagai bahan pangan fungsional. Umbi dari kelompok Dioscorea ini mengandung senyawa bioaktif atau senyawa fungsional berupa dioscorin, diosgenin, dan lendir kental yang terdiri atas glikoprotein dan polisakarida larut air (PLA) (Hou et al. 2001; Liu et al. 2007). Umbi-umbian dalam kelompok Dioscorea PLA merupakan bahan bioaktif karena berfungsi sebagai serat pangan larut air yang bersifat hidrokoloid yang bermanfaat menurunkan kadar glukosa darah dan kadar total kolesterol, terutama kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) (Herlina 2011; Harijono et al. 2012). Tanaman umbi potensial umumnya tidak dibudidayakan secara intensif dan tumbuh melilit pada tanaman keras yang ada. Tanaman tersebut biasanya mulai tumbuh pada musim hujan dan mulai dipanen pada musim kemarau. Uwi-uwian telah dibudidayakan sebagian petani Indonesia, namun karena desakan pangan ”modern” maka tanaman umbi-umbian tersebut tersingkir. Keberadaan uwi-uwian (Dioscorea sp) di lapang tidak selalu ada pada setiap musim. Spesies ini memiliki ragam morfologi yang cukup luas, terdiri dari atas Dioscorea bulbifera (huwi buah), Disocorea nummularia (huwi upas), Dioscorea pentaphylla (huwi sawut/fibrous yam), Dioscorea pentaphyla, Dioscorea alata, Dioscorea esculenta (gembili), Disoscorea hispida (gadung), dan beberapa subspesies lainnya. Secara umum, yang membedakan satu subspesies dengan subspesies lainnya adalah arah lilitan dan bentuk batang, ada tidaknya duri pada batang, bentuk dan jumlah helaian daun, ada tidaknya buah di atas atau biasa disebut “katak” atau “aerial bulbil”, bentuk umbi, jumlah dan ukuran umbi, serta warna umbi (Flach dan Rumawas 1996). Jenis uwi yang masih terdapat di pasar lokal, khususnya di Pulau Jawa, adalah gembili, gadung, dan uwi dengan nama daerah yang terkadang sama namun jenisnya berbeda. Gadung biasanya dipasarkan dalam bentuk keripik, sedangkan uwi dalam keadaan segar. Hingga tahun 1980-an umbi-umbian liar masih menjadi cadangan pangan bagi sebagian warga desa. Pada musim paceklik dan tidak ada nasi, mereka memanfaatkan umbiumbian tersebut untuk pangan. Kini sebagian besar warga desa sudah beralih ke nasi dan melupakan umbi-umbian sebagai pangan sehingga sulit dijumpai. Hal ini berdampak terhadap musnahnya gen-gen berguna yang terkandung di dalamnya. Karenanya pengayaan keragaman populasi bahan genetik melalui pengumpulan varietas lokal dan dilanjutkan dengan karakterisasi dan pelestarian plasma nutfah umbi-umbian perlu terus diupayakan. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi ragam morfologi beberapa jenis Dioscorea yang ada, khususnya di Pulau Jawa, sehingga memudahkan dalam konservasi dan karakterisasi.
BAHAN DAN METODE Karakterisasi 64 aksesi uwi-uwian dari kelompok Dioscorea hasil koleksi pada tahun 2007–2008 dari beberapa Kabupaten di Jawa Timur (Probolinggo, Malang, Ngawi, Trenggalek, dan Ponorogo), Jawa Tengah (Wonogiri), dan DIY (Gunung Kidul) dilakukan di Balitkabi pada tahun 2008–2009. Semua umbi hasil koleksi ditanam di dalam pot beton dan diberi lilitan batang berupa bambu atau tiang. Pemangkasan daun, pengurangan anakan, dan pemangkasan sulur dilakukan secara berkala setiap 2–4 minggu sekali, dan pemberian air sesuai dengan kondisi di lapangan. Hama, penyakit, dan gulma diken-
718
Trustinah: Karakteristik dan keragaman morfologi uwi-uwian
dalikan secara intensif dengan pestisida. Umbi dipanen setelah tanaman berumur 5–10 bulan yang ditandai dengan mengeringnya daun. Panen dilakukan dengan cara memangkas daun dan menyisakan pelepah atau batang sepanjang 30 cm, kemudian tanaman dibongkar dengan cara menggali tanah di sekitarnya. Pengamatan dilakukan terhadap sifat kualitatif dan kuantitatif untuk karakter daun, batang, bunga, dan umbi dengan mengacu pada evaluasi standar untuk Dioscorea (Wilson dan Hamilton 1988; IPGRI/IITA 1997).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil karakterisasi morfologi aksesi Dioscorea menunjukkan keragaman untuk sifat kualitatif daun, batang, dan umbi. Morfologi daun meliputi bentuk daun, bentuk ujung daun, warna daun, warna tulang daun, warna tangkai daun, warna tepi daun, bulu pada daun, dan permukaan daun. Sebagian besar aksesi memiliki daun berbentuk jantung (cordate), daun, tulang daun, tepi daun, dan tangkai daun berwarna hijau dengan permukaan daun halus (Tabel 1). Ada yang memiliki daun tunggal atau majemuk. Ukuran daun juga beragam dengan panjang 6,0–24,0 cm dan lebar 6,5–24,0 cm. Panjang dan lebar daun, serta rasio keduanya menentukan ukuran dan bentuk daun. Keragaman juga terlihat pada jumlah umbi per tanaman, ukuran umbi, bentuk umbi, percabangan umbi, dan warna umbi. Jumlah umbi per tanaman ada yang tunggal dan ada pula yang jumlahnya 2–5, serta di atas 5 umbi per tanaman. Bentuk umbi bervariasi dari bulat, oval, silider, pipih, menjari hingga tidak beraturan. Beberapa aksesi juga memiliki duri pada perakarannya. Permukaan umbi ada yang halus, berkerut, melepuh, atau agak pecah. Sebagian besar aksesi memiliki umbi berwarna putih hingga kuning, dan sedikit yang berwarna ungu, tekstur warna umbi ada yang halus dan menyerupai butiran. Sebagian besar aksesi menunjukkan keseragaman warna umbi, dan sebagian kecil menunjukkan warna yang beragam seperti putih dan ungu, putih dan orange, atau putih, ungu, dan orange (Tabel 2). Beberapa aksesi ada yang memiliki umbi di atas (aerial bulbil). Seluruh aksesi memiliki pertumbuhan yang melilit. Keragaman batang terlihat pada warna batang, ukuran batang, ada tidaknya duri pada batang, diameter batang, serta arah lilitannya. Berdasarkan karakteristik batang, daun, dan umbi dapat diidentifikasi bahwa koleksi yang ada terdiri dari Dioscorea esculenta, Dioscorea alata, dan Disoscorea hispida. Selain itu terdapat pula Dioscorea bulbifera, Dioscorea pentaphylla, dan Dioscorea nummularia. Keragaman uwi-uwian tersebut terlihat pada arah lilitan batang (searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam), batang ada yang berduri dan tidak berduri, bentuk dan ukuran daun beragam, serta ada tidaknya buah di atas (aerial bulbil) (IRETA 1988).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
719
Tabel 1.
Karakteristik kualitatif daun pada karakterisasi 58 aksesi plasma nutfah uwi (Dioscorea sp). Kendalpayak, MT 2008–2009.
Sifat yang diamati Bentuk daun
Bentuk ujung daun
Warna daun
Warna tulang daun
Warna tangkai daun
Warna tepi daun
Bulu pada daun
Permukaan daun
720
Keterangan
Jumlah
Persentase
Cordate (Jantung)
35
64
Eliptical (Ellips)
7
13
Reniform (Ginjal)
13
23
Aristate
46
90
Cuspidate
5
10
Hijau
45
75,0
Hijau gelap
1
1,7
Hijau kelabu
1
1,7
Hijau kemerahan
1
1,7
Hijau keunguan
5
8,3
Hijau muda
3
5,0
Hijau tua
3
5,0
Ungu muda
1
1,7
Hijau
37
77
Hijau muda
1
2
Hijau ujung ungu
2
4
Merah
1
2
Ungu
7
15
Coklat muda
3
5
Hijau
27
49
Hijau kecoklatan
1
2
Hijau kemerahan
6
11
Hijau keunguan
12
22
Hijau ujung ungu
1
2
Hijau ungu
3
5
Hijau, kecil
1
2
Keunguan
1
2
Hijau
40
83
Merah
1
2
Ungu
7
15
Tidak ada
42
79
Ada
7
13
Banyak
4
8
Halus
42
79
Agak kasar
2
4
Kasar
8
15
Kasar sekali
1
2
Trustinah: Karakteristik dan keragaman morfologi uwi-uwian
Tabel 2.
Karakteristik kualitatif umbi aksesi plasma nutfah uwi (Dioscorea sp). Kendalpayak, MT 2008–2009.
Sifat yang diamati Jumlah umbi per lubang
Skor 1 2 3
Keterangan Tunggal (1) Sedikit (2–5) Banyak (>5)
Jumlah 27 16 11
Persentase 50,0 29,6 20,4
Duri pada akar
3 7
Jarang Banyak
38 16
70,4 29,6
Bentuk umbi
1 2 3 4 5 6 7
Bulat Oval Oval-oblong Silinder Pipih Tidak beraturan Menjari
17 – 13 6 5 5 10
29,7 24,1 11,1 9,3 9,3 18,5
Kecenderungan umbi bercabang
3 5 7
Sedikit Bercabang Sangat bercabang
39 5 7
77,8 9,3 12,9
Bagian tempat percabangan umbi
1 2 3
1/3 bagian atas Bagian tengah 1/3 bagian bawah
15 8 19
35.7 19.0 45.2
Panjang umbi
1 2 3
<20 cm 21–40 cm >41 cm
19 17 18
35,2 31,5 33,3
Lebar umbi
1 2 3
<20 cm 21–40 cm >41 cm
40 12
76.9 23.1
Perakaran di permukaan umbi
3 7
Sedikit Banyak
40 14
74,1 25,9
Letak akar di permukan umbi
1 2 3 4 5
Bawah Tengah Atas Seluruh permukaan Tidak merata
3 0 17 28 1
6.1 0.0 34.7 57.1 2.0
Duri di permukaan umbi
0 1
Tidak ada Ada
44 5
89,8 10,2
Kerutan di permukaan umbi
3 7
Sedikit Banyak
48 6
88,9 11,1
Lepuh di permukaan umbi
0 1
Tidak ada Ada
48 6
88,9 11,1
Pecah-pecah di permukaan umbi
0 1
Tidak ada Ada
28 26
51,9 48,1
Ketebalan kulit umbi
1 2
<1 mm >1 mm
30 24
55,6 44,4
Keseragaman warna umbi pada pemotongan melintang
0 1
Tidak Ya
8 46
14,8 85,2
Warna umbi di bagian bawah kulit
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Putih Putih kekuningan Kuning Orange Ungu muda Ungu Ungu dengan putih Putih dengan ungu Luar ungu/dalam putih kekuningan
21 3 6 0 11 2 0 0 0
48,8 7,0 14,0 0.0 25,6 4,7 0,0 0,0 0,0
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
721
Tabel 2. Lanjutan
Sifat yang diamati Warna umbi segar pada umbi bagian atas
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Putih Putih kekuningan Kuning Orange Ungu muda Ungu Ungu dengan putih Putih dengan ungu Luar ungu/dalam putih kekuningan
Jumlah 14 17 13 0 4 3 0 0 0
Persentase 27,5 33,3 25,5 0,0 7,8 5,9 0,0 0,0 0,0
Warna umbi segar pada umbi bagian tengah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Putih Putih kekuningan Kuning Orange Ungu muda Ungu Ungu dengan putih Putih dengan ungu Luar ungu/dalam putih kekuningan
17 15 13 1 3 2 2 1 1
30,9 27,3 23,6 1,8 5,5 3,6 3,6 1,8 1,8
Warna umbi segar pada umbi bagian bawah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Putih Putih kekuningan Kuning Orange Ungu muda Ungu Ungu dengan putih Putih dengan ungu Luar ungu/dalam putih kekuningan
17 15 12 0 1 3 2 2 2
31,5 27,8 22,2 0,0 1,9 5,6 3,7 3,7 3,7
Warna umbi setelah oksidasi
1 2 3 4
Kecoklatan Coklat Orange coklat Orange
10 12 2 2
38,5 46,2 7,7 7,7
Tekstur umbi segar
1 2 3
Halus Menyerupai butiran Sangat seperti butiran
20 5 29
37,0 9,3 53,7
Waktu oksidasi setelah pemotongan
1 2
<1 menit 1–2 menit
15 7
27,8 12,9
Lendir yang dihasilkan
3 5 7
Rendah Sedang Tinggi
31 14 9
57,4 25,9 16,7
Dioscorea esculenta Jenis ini berasal dari Thailand dan Indo China. Tumbuhan liarnya ditemukan di India, Burma dan New Guinea. Pada jaman prahistori, jenis ini tersebar di Asia Tenggara dari daratan Asia sampai ke Philippina, kemudian ke bagian selatan dan tenggara, berakhir di bagian barat daya. Setelah tahun 1500-an jenis ini memasuki kawasan tropis. Saat ini merupakan tanaman budidaya penting di Asia Tenggara, terutama di New Guinea, Oceania, Karibia dan China (Flach dan Rumawas 1996). Beberapa daerah menyebut gembili dengan nama kaburan, sedo, atau nebung (Solikin 2009). Gembili (D. esculenta) atau Lasser yam masih dijumpai di beberapa daerah, namun karena karakteristik perakaran yang berduri menyebabkan tanaman ini sudah mulai langka. Sudah terkoleksi 35 aksesi gembili dan gembolo dengan karakteristik umbi yang
722
Trustinah: Karakteristik dan keragaman morfologi uwi-uwian
beragam, baik ukuran maupun bentuknya. Keragaman morfologi untuk pertumbuhan tanaman tidak begitu besar terutama untuk bentuk daun dan batang. Gembili dicirikan oleh arah lilitan batang ke kiri searah jarum jam, batangnya berduri, daun sederhana dengan pinggir rata, batang bulat, dan tidak terdapat umbi di atas (aerial bulbil). Pada umumnya terdapat akar yang berduri di dalam tanah yang terletak di bagian atas umbi, sehingga saat panen harus hati-hati. Pertanaman gembili hasil koleksi tersebut pada umur satu bulan secara umum memiliki kemiripan yang meliputi batang berduri, berbentuk bulat, berukuran kecil dengan diameter 0,5–1,0 cm, berwarna kecoklatan, melilit searah jarum jam dan beberapa di antaranya ada yang berbunga. Warna batang beragam: hijau, hijau keunguan, hijau kecoklatan, coklat tua, hingga ungu dengan diameter batang 0,24–0,45 cm. Duri pada batang beragam dari sedikit hingga banyak, panjang duri 1–5 mm. Gembili memiliki daun tunggal berbentuk reniform dengan panjang 8–15 cm, lebar daun 7–15,5 cm, dan rasio panjang/lebar daun 0,9–1,2. Warna daun hijau muda hingga hijau tua dengan kerapatan daun sedikit hingga lebat. Warna tangkai daun hijau, hijau ujungnya ungu, atau hijau pingginya ungu, panjang tangkai daun 2–15,5 cm. Bentuk umbi hampir sama, yakni beraturan, bulat hingga bulat memanjang. Permukaan umbi ada yang halus dan ada pula yang sedikit kasar dan adanya serabut akar. Keragaman terlihat pada ukuran umbi dan warna umbi. Warna umbi putih, krem, hingga agak kekuningan, sedangkan ukuran umbi kecil hingga besar dengan panjang umbi 3–26 cm dan lebar umbi 2,8–27 cm. Bentuk umbi yang kurang beraturan dapat disebabkan oleh kondisi tanah yang keras atau tempat tumbuh yang terbatas seperti dalam pot. Jumlah umbi per tanaman ada yang 1–5 umbi, bahkan ada yang lebih dari 5 umbi. Untuk gembolo, penampilan tanaman tidak banyak berbeda dengan gembili, sebagian aksesi memiliki daun lebih lebar dan bulat. Perbedaan yang nyata antara gembili dan gembolo terlihat pada jumlah dan ukuran umbi per tanaman. Gembolo umumnya memiliki umbi yang tidak banyak, ukurannya lebih besar, dan rasanya tidak seenak gembili. Dioscorea hispida Jenis ini berasal dari India bagian barat, kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Jenis ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa, bitule, bati, kasimun, dan lainnya. Tanaman gadung (Dioscorea hispida) atau bitter yam merupakan tumbuhan semusim, dicirikan oleh batang yang melilit ke kiri searah jarum jam, berduri, daun trifoliate (tiga helai daun), dan tidak memiliki umbi di atas (aerial bulbil). Dari 14 aksesi yang dikoleksi, keragaman terlihat pada pertumbuhan daun, pembungaan, warna dan ukuran umbi. Diameter batang 0,45–1,66 cm, jarak antar buku 15–49 cm, duri pada batang sedikit atau banyak, panjang duri 0,24–0,54 cm, warna daun hijau tua atau hijau muda, panjang daun 12–25 cm, lebar daun 8–19,5 cm, panjang/lebar daun 0,8–3,1, panjang tangkai daun 6,5–19,5 cm. Daun berbulu, daun di tengah berbentuk oblong–elliptical, 30x28 cm, ujung daun berbentuk acuminate, urat daun tiga, tangkai daun lebih panjang dibanding daun tengah, dan duri kecil. Umbi berwarna kuning cerah atau putih kekuningan, bentuk umbi bulat hingga oval, panjang umbi 8–19 cm, lebar 6–18 cm. Umbi gadung beracun karena memiliki senyawa asam sianida (HCN) yang mudah dilarutkan dalam air mengalir (Bhandari dan Kabawata 2005). Umbi mentah mengandung alkaloid dan dapat digunakan sebagai bahan untuk racun binatang dan sebagai obat luka
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
723
di Asia. Bahan sisa pengolahan tepungnya dapat digunakan sebagai insektisida. Bunga tanaman yang berwarna kuning sangat harum sehingga dapat digunakan untuk mewangikan pakaian dan dapat pula dipakai sebagai hiasan rambut. Dioscorea alata Dioscorea alata atau uwi memiliki keragaman bentuk dan warna daun, warna dan ukuran umbi. Daerah asalnya adalah Asia Tenggara dan menyebar Saat ini daerah sebarannya meluas ke berbagai kawasan, terutama di daerah tropis. Di Karibia, tumbuhan ini dibudidayakan secara luas, demikian juga di Afrika Barat dan Oceania. Di Asia Tenggara, jenis ini umum ditanam dan merupakan salah satu jenis penting umbi-umbian, terutama di Indonesia, Malaysia, Papua Nuigini, Filipina, dan Vietnam. Di Kepulauan Banggai, uwi merupakan makanan pokok masyarakat, dan masih digunakan dalam barter barang dengan masyarakat luar. Dioscorea alata (water yam, greater yam) termasuk jenis umbi-umbian yang dibudidayakan dan tidak beracun. Umbi dan bulbil besar dikonsumsi sebagai sumber pati, jenis yang berwarna ungu dapat digunakan untuk ice cream. Umbi tunggal, ukuran, bentuk dan warna umbi beragam (coklat-hitam-putih-krem-ungu). Batang melilit ke kanan, agak kasar, segi empat (cuadrangular), berwarna hijau sampai ungu, banyak aksilar bulbil. Daun sederhana, agak lancip, letak berseling di bagian bawah, dan berlawanan di bagian atas, ovate, acuminate, lima urat daun, berwarna hijau cerah sampai ungu. Buah ellips, bersayap, berisi tiga kapsul. Tumbuhan terna semusim ini, berumah dua, memanjat, sistem perakaran berserabut. Ukuran dan bentuk umbi bervariasi, seringkali sangat besar, berbentuk silinder atau seperti gada atau membulat, seringkali berlobi atau berjari dan menukal atau melengkung, kulit lapisan luar coklat sampai hitam. Batang memanjat ke kanan, tidak berduri, kadang kasar atau berbintik di bagian dasar, segi empat dan biasanya bersayap berwarna hijau sampai keunguan. Bunga jantan berbentuk bulir, di ketiak percabangan yang tidak berdaun. Bunga betina soliter, bulir, di ketiak. Buah lonjong, bersayap 3 ruang. Biji bulat, bersayap. Jenis ini dibedakan menjadi beberapa golongan (1) cv. group ungu compact, tanaman mengandung antosianin terutama di tangkai daun, umbi, dan korteks, (2) cv. group ungu primitif, tanaman mengandung antosianin di daun, tangkai daun, umbi biasanya tidak bercabang, korteks umbi merah segar ungu, (3) cv. group hijau primitif, daun berwarna hijau cerah, tanpa antosianin, umbi panjang berwarna putih cerah, cooking quality jelek, (4) cv. group compact, daun memiliki antosianin, umbi pendek, besar, cerah, sedikit pewarnaan di korteks, kualitas masak baik, dan (5) cv. group sedikit putih, umbi soliter (tunggal), korteks berwarna segar keputihan. Purnomo et al. (2012b) telah mengklasifikasi 44 aksesi D. alata dari berbagai daerah berdasarkan karakter morfologi dan mengelompokkannya menjadi dua dengan batang berwarna hijau dan merah-keunguan. Bentuk dan warna umbi dikelompokkan menjadi 6, dari putih hingga unggu, dan bulat sampai silider. D. alata memiliki keragaman bentuk luas dan umumnya berukuran besar sehingga masih banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional dengan nama obi atau uwi (uwi beras, uwi butun, uwi kuning, obi acan, obi elos, dsb. (Solikin 2009; Purnomo et al. 2012a). Zat antigizi di dalam umbi adalah imbibitor amilase, tanin, dan asam fitat yang dapat didekomposisi oleh panas dan air (Eprilliati 2000). Hasil penelitian Indrastuti et al. (2012) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman 24 jam dan suhu pengeringan 50 oC menghasilkan viskositas final yang tinggi dan menghasilkan tepung uwi yang direkomendasikan
724
Trustinah: Karakteristik dan keragaman morfologi uwi-uwian
sebagai bahan pembuat edible paper yaitu sebagai pengganti tepung beras dalam pembuatan kulit lumpia basah. Dioscorea bulbifera (huwi buah) Dioscorea bulbifera (aerial yam) dikenal dengan nama huwi, jebubug, uwi katak, uwi gandul. Jenis ini memiliki ciri daun agak bulat seperti jantung (ovate-cordate), letak berseling (alternate), lebar 20–32cm, bulbil berbentuk ginjal diameter 2,5–5 cm. Umbi tunggal dan letaknya dekat permukaan tanah (dangkal), berbentuk agak bulat-pipih, ukuran 0,5–2 kg, warna abu-abu sampai coklat, dan bila dipotong akan teroksidasi berwarna orange. Batang melilit ke kiri, biasanya tanpa bulu, panjang dapat mencapai 6 m, buah berwarna coklat cerah, ukuran 22x9 mm, bersayap. Contoh jenis ini adalah kati gubug. Keberadaan D. bulbifera agak sulit ditemukan. Selain sebagai sumber karbohidrat, Dioscorea bulbifera juga digunakan sebagai obat. Umbinya mengandung sapogenin steroidal yang digunakan sebagai bahan baku kontraseptif, hormon seks, dan kortison. Dioscorea pentaphylla Di Indonesia, D. pentaphylla (five leaf yam) memiliki nama uwi sosohan, uwi katak dewot, tomboreso, uwi sawut, dan beberapa nama lain. Jenis ini merupakan tumbuhan semusim, batang gilig, tumbuh melilit ke kiri, berduri, berwarna coklat muda atau coklat kehijauan, diameter 0,3–0,6 cm, dan pada bukunya sering ditemukan umbi udara (aerial bulbil). Daun letaknya berseling, majemuk, anak daun 5–7, helai, bentuk daun lonjong atau ellips, ujung runcing atau tumpil, permukaan berbulu, panjang tangkai daun 2,5–13 cm. Bunga jantan berbentuk bulir, buah berbentuk kapsul. Umbi beragam bentuknya, tidak beracun, warna daging umbi putih, warna kulit bagian dalam krem atau ungu muda. Menurut Purnomo et al. (2012a), jenis ini umumnya sebagai tanaman liar di sekitar hutan Wonodadi dan jarang dimanfaatkan oleh masyarakat. Disocorea nummularia (huwi upas) Umbi D. nummularia berbentuk lurus, terletak agak dalam di permukaan tanah, 1–2 umbi, dan warna putih segar. Batang gilig, melilit ke kanan, bulat (sylindrical), panjang dapat mencapai 3m, berduri banyak di bawah, dan semakin ke atas semakin sedikit. Umbinya tidak enak dimakan, keras dan pahit rasanya. Daun sederhana, letaknya berlawanan (opposite) atau berseling (alternate), berbentuk tombak (hastate), berukuran 11x9cm, memiliki 5–7 urat daun (veined) berwarna merah coklat, dan ada bulbil. Sama seperti D. pentaphylla, keberadaannya D. nummularia jarang ditemukan.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari kegiatan karakterisasi dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat keragaman daun, batang, dan umbi dari kelompok Dioscorea. Keragaman terlihat pada pada arah lilitan batang (searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam), batang ada yang berduri dan tidak berduri, bentuk dan ukuran daun beragam, serta ada tidaknya buah di atas (aerial bulbil). 2. Koleksi yang ada terdiri atas Dioscorea esculenta, Dioscorea alata, dan Disoscorea hispida. Selain itu terdapat pula Dioscorea bulbifera, Dioscorea pentaphylla, dan Dioscorea nummularia Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
725
3. Untuk menghindari musnahnya plasma nutfah umbi-umbian potensial sumber dan gen yang terkandung di dalamnya diperlukan upaya penyelamatan melalui kegiatan koleksi, karakterisasi, dan konservasi.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Sdr. Bambang Suwarsono SP dan teman-teman yang telah membantu pengumpulan materi dan terlaksananya penelitian ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Eprilliati, E. 2000. Potensi Dioscorea dalam pangan fungsional. J. Teknol. Pangan dan Gizi.
1(1):29–38. Bhandari, M.R. and J. Kawabata. 2005. Bitterness and toxicity in wild yam (Dioscorea spp.) tubers of Nepal. Plant Foods Hum. Nutr. 60:129–135. Flach, M. and F. Rumawas. 1996. Plant Resources of South-East Asia No. 9: Plants yielding non-seed carbohydrates. Prosea, Bogor, Indonesia. p.93–95 Harijono, T. Estiasih, W.B. Sunarharum, dan I.K. Suwita. 2012. Efek hipoglikemik polisakarida larut air gembili (Dioscorea esculenta) yang diekstrak dengan berbagai metode. J. Teknol. dan Industri Pangan 23(1): 1–8. Hasanuddin A., S. Partohardjono, J.R. Hidayat, dan J. Wargiono. 2002. hlm.1–18. Dalam Yusuf et al. (Eds.). Prodising Inovatif Tanaman kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Puslitbangtan. Herlina. 2011. Karakterisasi dan aktivitas hipolipidemik serta potensi prebiotik polisakarida larut air umbi gembili (Dioscorea esculenta L.). Ringkasan Disertasi S3 Unibraw. 31 hlm. Hou WC et al. 2001. Antioxidant activities of dioscorin, the storage protein of yam (Dioscorea batatas Decne) tuber. J. Agric/ Food. Chem. 49:4956–4960. Indrastuti E., Harijono, B. Susilo. 2012. Karakteristik tepung uwi ungu (Dioscorea alata L.) yang direndam dan dikeringkan sebagai bahan edible paper. J. Teknol. Pert. 13(3)169–176. IPGRI/IITA. 1997. Descriptor for Yam (Dioscorea spp). International Plant Genetic Resources Institute. Rome, Italy. 66p. IRETA [Institute for Research, Extension and Training in Agricultural]. 1988. Agro-facts Crops IRETA Publication 1/88: A Practical Guide to Identifying Yams. 8p. Liu Y.W., H.F. Shang, C.K. Wang, F.L. Hsu, and W.C.Hou. 2007. Immunomodulatory activity of dioscorin, the storage protein of yam (Dioscorea alata cv. Tainong No 1) tuber. Food and Chem. Toxico. 45: 2312–2318. Purnomo, B.S. Daryono, Rugayah, dan I. Sumardi. 2012a. Studi etnobotani Dioscorea spp (Dioscoreaceae) dan kearifan lokal masyarakat di sekitar hutan Wonosadi Gunung Kidul Yogyakarta. J. Natur Indonesia. 14(3):191–198. Purnomo, B.S. Daryono, Rugayah, I. Sumardi, and H. Shiwachi. 2012b. Phenetic analysis and intra-spesific classification of Indonesian water yam germplasm (Dioscorea alata L.) based on morphological characters. Sabrao J. of Breed. And Gen. 44(2):277–291. Solikin. 2009. Dioscorea sebagai bahan pangan. Pros. Seminar Nasional FTP UNUD, Peranan Ilmu dan teknologi Pertanian dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan. Hlm. 32–38. Wikipedia. 2012. Dioscorea bulbifera. http://en.wikipedia.org/wiki/Dioscorea_bulbifera diakses 28 November 2012. Wilson, J. E. and L. S. Hamilton. 1988. A Practical Guide to Identifying Yams. IRETA Publication (1/88). 8p.
726
Trustinah: Karakteristik dan keragaman morfologi uwi-uwian