APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR
Oleh FITRIATI F34102083
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FITRIATI. F34102083. Aplikasi Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) dalam Sabun Transparan Antijamur. Di bawah Bimbingan Tatit K. Bunasor dan Hernani. 2007 RINGKASAN Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan alternatif bagi pengobatan cenderung meningkat seiring dengan mahalnya beberapa jenis obat-obatan yang terbuat dari bahan kimia atau sintetis. Hal ini dipicu dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat untuk “kembali ke alam” (back to nature) atau “gelombang hijau” (green wave). Salah satu tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai obat-obatan adalah lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz). Tanaman famili Zingiberaceae ini diketahui memiliki zat aktif yang berfungsi sebagai anti jamur. Pemanfaatan zat aktif lengkuas ini diharapkan dapat menjadi bahan alternatif bagi pengobatan modern. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas daya antijamur dari ekstrak lengkuas setelah diformulasikan kedalam sabun transparan, mengetahui karakteristik sabun transparan setelah penambahan ekstrak lengkuas dan mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yang terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan bubuk lengkuas, analisis bahan baku, ekstraksi, analisis ekstrak kasar dan pembuatan serbuk lengkuas. Penelitian dilanjutkan dengan pembuatan sabun transparan, analisis produk, uji anti jamur dan uji organoleptik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak lengkuas dengan tiga taraf yaitu 1%, 2% dan 3%. Hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas berpengaruh nyata terhadap beberapa parameter mutu sabun transparan yang dihasilkan. Parameter tersebut antara lain jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bagian tidak larut dalam alkohol, dan pH. Analisis keragaman juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, minyak mineral, stabilitas busa, stabilitas emulsi dan kekerasan sabun yang dihasilkan. Sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas memiliki daya antijamur terhadap jamur penyebab penyakit kulit yaitu Microsporum canis dan Tricophyton mentagrophytes. Sabun dengan ekstrak lengkuas 1% telah mampu menghambat pertumbuhan kedua jamur ini pada tingkat pengenceran 3000 ppm. Berdasarkan kisaran diameter hambat, diketahui bahwa M. canis yang memiliki diameter hambat 5-18 mm lebih sensitif terhadap zat anti jamur lengkuas dibandingkan dengan T. mentagrophytes dengan diameter hambat 5-14 mm. Daya hambat ditunjukkan dengan diameter hambat yang dihitung berdasarkan besarnya zona bening disekitar lubang yang berisi sampel. Pengujian anti jamur produk sabun tanpa pengenceran terhadap jamur uji menunjukkan hasil yang negatif dimana jamur uji tidak tumbuh pada sabun yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa produk sabun tanpa pengenceran dapat menghambat pertumbuhan jamur uji dengan maksimal.
2
Penilaian panelis terhadap transparansi/warna dan busa menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3%. Kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi yang ditambahkan. Respon panelis terhadap tekstur, kesan kesat dan aroma tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian yang sama terhadap parameter kesukaan tersebut.
3
FITRIATI. F34102083. The Application of Galangal Extract (Alpinia galanga L. Swartz) in the Making Process of Antifungal Transparent Soap. Supervised by Tatit K. Bunasor and Hernani. 2007 SUMMARY Various plants as an alternative medical treatment is growing strongly nowadays along with the high price of syntetic medicine substance. This condition is caused by the advance of the society’s awareness to come back to nature or known as the “green wave”. Greater galangal (Alpinia galanga L. Swartz) plant is usually used as medical substances. It comes from Zingiberaceae family and it contains antifungal active substance. This medical plant is expected to be an alternative in modern medical treatment. The purposes of this research are to study galangal extract antifungal effectivess after it is formulated into transparent soap, to study the characteristics of the transparent soap after the addition of galangal extract, and to study about the consumer acceptance towards the transparent soap. The research was conducted in two stages : the preliminary research and the main research. The galangal powder production, material analysis, extraction, crude extract analysis and galangal extract powder production were conducted in the preliminary research. The next process in the research are transparent soap making, product analysis, antifungal testing and organoleptic testing. The research uses the experimental design of one factor complete random with 3 level factors of concentration of galangal extract (1%, 2% and 3%). The result of ANOVA analysis shows that the addition of galangal extract has a significant effect towards the transparent soap quality parameters. Those parameters are the total fatty acid, unsponiable fraction, insoluble matter in alcohol, and pH. The ANOVA analysis also shows that the galangal extract addition do not have a significant effect towards moisture content, free alkalinity as NaOH, mineral oil, foam stability, and soap hardness Transparent soap that contains galangal extract has an antifungal effect towards fungi that caused skin infection, which are Microsporum canis and Tricophyton mentagrophytes. Soap with 1% of galangal extract could reduce the growth of this fungi at the level of 300 ppm. Based on inhibition diameter range, it is known that M. canis has an inhibition diameter of 5-18 mm, more sensitive to the galangal antifungal substance than the T. mentagrophytes with an inhibition diameter of 5-14 mm. The inhibition effect is showed by inhibition diameter which is measured based on transparent zone around the sample point. The soap antifungal testing without addition of water shows a negative result, which means the fungi did not growth on the tested soap. This results showed that the soap without water addition could maximize the preference inhibition of fungi growing. Panelist respons towards color/transparency and foam, shows a significant differences for soap with 1%, 2% and 3% concentration. Panelist preference towards colour, decreases along with the increation of the galangal extract concentration. Panelist respons towards texture, roughness and flavor did not have a significant differences. The result shows that panelists gave the same response towards the parameters.
4
APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Fitriati F34102083
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR
5
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Fitriati F34102083 Dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1983 Di Way Mengaku Tanggal lulus : 02 Februari 2007 Disetujui, Bogor, Februari 2007
Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc Dosen Pembimbing I
Dra. Hernani, M.Sc Dosen Pembimbing II
6
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : “APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR” Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Februari 2007 Yang Membuat Pernyataan
Fitriati F34102083
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Way Mengaku, Lampung Barat pada tanggal 7 Mei 1983 sebagai putri pertama dari Kasran dan Sopyati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Tanjung Raya, Lampung Barat. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri Liwa dan berhasil lulus pada tahun 1999. Setelah penulis lulus dari Sekolah Menegah Umum (SMU) Alkautsar Bandar Lampung pada tahun 2002, kemudian melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama masa kuliah, penulis melakukan Praktek Lapangan dalam Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Kopi Instan di PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory. Selain itu, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai Kepala Departemen Kesekretariatan (2003/2004) dan Sekretaris Umum (2004/2005) serta Badan Khusus Himalogin (2005/2006). Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarela (KSR) PMI sebagai Kepala Departemen Pendidikan dan Latihan (2003/2004). Penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor dengan tugas akhir berupa skripsi yang berjudul “APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR” dibawah bimbingan Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc dan Dra. Hernani, M.Sc.
8
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat segala karunia dan rahmat-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Aplikasi Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) dalam Sabun Transparan Anti Jamur”. Tugas akhir ini berisi tentang pemanfaatan lengkuas sebagai salah satu komoditi pertanian kedalam produk berupa sabun transparan. Pada penelitian ini ekstrak lengkuas yang diketahui mengandung zat aktif anti jamur diaplikasikan kedalam produk sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari lengkuas itu sendiri. Penelitian ini juga membahas tentang aktivitas anti jamur dari sabun transparan, karakteristik sabun transparan dan penerimaan konsumen terhadap sabun yang dihasilkan. Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan peran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih terutama kepada : 1. Kedua orang tua, kedua adikku tersayang serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan motivasi, bantuan dan doa yang tak pernah terputus. 2. Ibu Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama masa kuliah hingga penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dra. Hernani, M.Sc selaku dosen pembimbing II, atas segala dorongan, arahan dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Drs. Chilwan Pandji, Apt.MSc
selaku dosen penguji yang telah
memberikan dorongan, arahan dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini.
Bogor, Februari 2007
Penulis
i
UCAPAN TERIMAKASIH Selama pelaksanaan penelitian dan penyelesain tugas akhir ini tak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian di Balitbang Pascapanen Pertanian. 2. Laboran, teknisi dan berbagai pihak di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen
Pertanian
yang
telah
membantu
selama
pelaksanaan penelitian. 3. PT. Adev Prima Mandiri yang telah membantu dan memberikan saran dalam pelaksanaan penelitian. 4. Teman seperjuangan : Rini, Iffa, Ochi, Hari, Farikhin, Wahyudin, Sigit, Mauliyah, Ika, Roza, Asty dan Ades. 5. Teman satu bimbingan : Oki dan Mia 6. Saudara-saudaraku : Harti, Fifi, Eva, Yoga, Santo dan Vico atas segala kesempatan mengukir kebersamaan selama masa-masa indah. 7. Sahabat terbaikku, Galih Pije dan kedua adikku Farah dan Ikhsan atas doa, motivasi, dorongan, dan kebersamaan selama ini. 8. Johan Wahyudi, atas doa, motivasi, segala kebaikan dan kasih sayang tak terbatas yang telah diberikan. 9. Tinners 39 atas segala kebersamaan dan kenangan indah selama masa kuliah hingga waktu yang takkan berakhir. 10. Himaloginers : 2003-2006
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR TABEL ............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG .........................................................................
1
B. TUJUAN ..............................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) .....................
3
B. KOMPOSISI KIMIA RIMPANG LENGKUAS .................................
5
C. JAMUR DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKANNYA ...............
7
D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF ............................................
9
E. SABUN TRANSPARAN ....................................................................
10
F. FORMULASI SABUN TRANSPARAN ............................................
13
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ..........................................................................
18
1. Bahan Baku ....................................................................................
18
2. Bahan Kimia ..................................................................................
18
3. Alat .................................................................................................
18
B. METODE PENELITIAN .....................................................................
19
1. Penelitian Pendahuluan ..................................................................
19
1.1. Pembuatan Bubuk Lengkuas .................................................
19
1.2. Analisis Mutu Bahan Baku ...................................................
19
1.3. Ekstraksi ................................................................................
20
1.4. Analisis Ekstrak Lengkuas ....................................................
20
1.5. Pembuatan Serbuk Lengkuas ................................................
20
2. Penelitian Utama ............................................................................
20
2.1. Pembuatan Sabun Transparan Anti jamur.............................
20
2.2. Pengujian Karakteristik Sabun Transparan ...........................
21
iii
2.3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji ...............................................................................
22
C. RANCANGAN PERCOBAAN ...........................................................
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN .......................................................
23
1. Analisis Mutu Bahan Baku ............................................................
23
2. Ekstraksi .........................................................................................
26
3. Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas ...................................................
28
B. PENELITIAN UTAMA .......................................................................
30
1. Aplikasi Ekstrak Lengkuas dalam Pembuatan Sabun Transparan .
30
2. Karakteristik Sabun Transparan .....................................................
32
3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur terhadap Jamur Uji ......
44
4. Uji Organoleptik ............................................................................
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ....................................................................................
57
B. SARAN ................................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
59
LAMPIRAN .....................................................................................................
64
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan..........
14
Tabel 2.
Persyaratan Simplisia Lengkuas ...................................................
19
Tabel 3.
Formulasi Sabun Transparan Modifikasi Cognis (2003) ..............
21
Tabel 4.
Syarat mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994) ............................
21
Tabel 5.
Hasil Analisis Mutu Bahan Baku ..................................................
24
Tabel 6.
Hasil Analisis Ekstrak Lengkuas Kasar ........................................
28
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Rimpang lengkuas merah ..............................................................
4
Gambar 2. Jenis-jenis sabun padat ..................................................................
11
Gambar 3. Proses saponifikasi ........................................................................
12
Gambar 4. Proses netralisasi asam lemak .......................................................
12
Gambar 5. Bubuk lengkuas .............................................................................
23
Gambar 6. Sabun transparan anti jamur dengan berbagai konsentrasi ekstrak lengkuas ............................................................................
32
Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan jumlah asam lemak ....................................................................................
34
Gambar 8. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak tersabunkan ...................................................................................
36
Gambar 9. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut dalam alkohol ................................................................................
38
Gambar 10.Hubungan antara ekstrak lengkuas dengan pH .............................
39
Gambar 11.Grafik daya hambat sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 1% terhadap jamur uji ...................................................................
44
Gambar 12.Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 2% terhadap jamur uji ...................................................................
45
Gambar 13.Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 3% terhadap jamur uji ...................................................................
46
Gambar 14.Rumus bangun senyawa aktif anti jamur dalam lengkuas ............
48
Gambar 15.Penilaian kesukaan panelis perhadap warna .................................
51
Gambar 16.Penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur .................................
52
Gambar 17.Penilaian panelis terhadap busa ....................................................
53
Gambar 18.Penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat ..........................
55
Gambar 19.Penilaian kesukaan panelis terhadap aroma ..................................
56
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Diagram Alir Pembuatan Bubuk Lengkuas ..............................
64
Lampiran 2.
Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lengkuas .............................
65
Lampiran 3.
Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku .......................................
66
Lampiran 4.
Prosedur Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas ..............................
68
Lampiran 5.
Diagram Alir Pembuatan Sabun Transparan ............................
69
Lampiran 6.
Prosedur Analisis Karakteristik Sabun .....................................
70
Lampiran 7.
Rekapitulasi Data Hasil Analisis Karakteristik Sabun .............
73
Lampiran 8.
Lembar Uji Kesukaan ...............................................................
74
Lampiran 9.
Rekapitulasi Data Hasil Analisis Mutu Bahan Baku ................
76
Lampiran 10a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kadar Air sabun Transparan
76
Lampiran 10b.Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sabun Transparan ................ Lampiran 11a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan ................................................................................
76
Lampiran 11b. Hasil Analisis Ragam Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan ................................................................................
76
Lampiran 11c Hasil Uji Lanjut Duncan Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan ................................................................................
76
Lampiran 12a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan ................................................................................ 77 Lampiran 12b.Hasil Analisis Ragam Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan ................................................................................ Lampiran 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan .....................................................................
77
Lampiran 13a Rekapitulasi Data Hasil Analisis Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan ......................................................
77
Lampiran 13b.Hasil Analisis Ragam Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan .....................................................................
77
Lampiran 13c. Hasil Uji Lanjut Duncan Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan .....................................................................
78
Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Alkali Bebas Sabun Transparan ................................................................................
78
Lampiran 14b.Data Hasil Analisis Ragam Alkali Bebas Sabun Transparan ...
78
Lampiran 15. Data Hasil Analisis Minyak Mineral Sabun Transparan .........
78
vii
Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis pH Sabun Transparan ..........
78
Lampiran 16b.Hasil Analisis Ragam pH Sabun Transparan ...........................
78
Lampiran 16c. Hasil Uji Lanjut Duncan pH Sabun Transparan ......................
79
Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Busa Sabun Transparan ................................................................................
79
Lampiran 17b.Hasil Analisis Ragam Stabilitas Busa Sabun Transparan .......
79
Lampiran 18a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Emulsi Sabun Transparan ................................................................................
79
Lampiran 18b.Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sabun Transparan .....
79
Lampiran 19a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kekerasan Sabun Transparan ................................................................................
79
Lampiran 19b.Hasil Analisis Ragam Kekerasan Sabun Transparan ..............
80
Lampiran 20a. Hasil Analisis Daya Anti jamur Produk Sabun Transparan Terhadap Jamur Uji ..................................................................
80
Lampiran 20b. Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 1% Terhadap Jamur Uji ..........
80
Lampiran 20c. Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 2% Terhadap Jamur Uji ..........
80
Lampiran 20d.Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 3% Terhadap Jamur Uji ..........
80
Lampiran 21. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Tricophyton mentagrophytes.........................................................................
81
Lampiran 22. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Microsporum canis ..........................................................................................
82
Lampiran 23a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Warna/Transparansi..................................................
83
Lampiran 23b.Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi..................................................
83
Lampiran 23c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi..................................................
84
Lampiran 23d.Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi..................................................
84
Lampiran 24a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Tekstur ..
84
Lampiran 24b.Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Tekrtur Sabun Transparan ........................................................
85
Lampiran 24c. Hasil Analisis Keragaman Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Tekrtur Sabun Transparan ........................................
85
viii
Lampiran 25a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa .......
86
Lampiran 25b.Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa ..........................................................................
86
Lampiran 25c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa .............................................................
87
Lampiran 25d.Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa .............................................................
87
Lampiran 26a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesan Kesat ..............................................................................
88
Lampiran 26b.Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat ...............................................................
88
Lampiran 26c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat ..................................................
88
Lampiran 27a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma....
89
Lampiran 27b.Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma .......................................................................
89
Lampiran 27c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma ..........................................................
90
ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pemanfaatan
tumbuh-tumbuhan
sebagai
bahan
alternatif
bagi
pengobatan cenderung meningkat seiring dengan mahalnya beberapa jenis obat-obatan yang terbuat dari bahan kimia atau sintetis. Hal ini dipicu dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat untuk “kembali ke alam” (back to nature) atau “gelombang hijau” (green wave). Pemanfaatan obat alami juga dilatarbelakangi oleh tingginya nilai manfaat dengan efek samping yang relatif kecil bila dibandingkan dengan obat-obatan kimia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas tanaman obat dan prospek pengembangannya cukup cerah mengingat potensi flora, tanah dan iklim yang sesuai untuk tanaman obat. Peluang peningkatan ekspor untuk tanaman obat masih terus terbuka, karena berdasarkan data WHO permintaan produk herbal secara keseluruhan di negara Eropa dalam kurun waktu 1999-2004 diperkirakan mencapai 66% dari permintaan dunia (Wardana et al., 2002). Salah satu contoh dari tanaman obat yang khasiatnya telah diketahui dan digunakan secara turun-temurun yaitu tanaman rempah. Salah satu jenis rempah-rempah yang terdapat di Indonesia yang dapat digunakan sebagai obat adalah dari famili Zingiberaceae. Tanaman dari famili ini bisa berupa tanaman rempah yang berbentuk rimpang. Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) merupakan salah satu tanaman dari famili Zingiberaceae yang rimpangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Tumbuhan lengkuas sering digunakan sebagai obat penyakit perut, kudis, panu dan menghilangkan bau mulut (Yuharmen et al., 2002). Berdasarkan data statistik Departemen Pertanian (2004) disebutkan bahwa produksi lengkuas pada tahun 2001, 2002 dan 2003 secara berurutan adalah sekitar 26.000.000 kg, 28.000.000 kg dan 25.000.000 kg. Pada selang waktu 2001-2003 menurut data statistik Departemen Pertanian, luas lahan panen lengkuas adalah sekitar 16.000.000 m2 dan menurun pada tahun 2003 menjadi sekitar 12.000.000 m2.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa tumbuhan lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering digunakan sebagai bahan dasar
obat-obatan
modern.
Sebagai
contoh,
senyawa
terpenoid
asetoksikhavikol asetat, merupakan senyawa yang bersifat antitumor dari tumbuhan lengkuas (Itokawa dan Takeya, 1993). Selain itu, juga dilakukan kajian mengenai aktivitas antimikroba dari lengkuas terhadap mikroba patogen dan perusak pangan (Rahayu, 1999) dan ditemukan lengkuas berfungsi sebagai obat anti jamur oleh Sundari dan Winarno (2001). Penggunaan obat jamur untuk mikosis sistemik seperti Amfoterisin B mempunyai efek samping kerusakan ginjal. Nistatin yang merupakan obat mikosis superfisial dengan penggunaan topikal dapat menyebabkan iritasi kulit. Demikian juga penggunaan obat jamur yang lain terutama mikosis sistemik mempunyai efek samping mulai dari mual, muntah, sakit kepala sampai hipertensi, trombositopenia dan leukopenia (Sundari dan Winarno, 2001). Penggunaan ekstrak lengkuas sebagai bahan alami diharapkan dapat menjadi alternatif sehingga dapat mengurangi efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan obat sintetik. Sabun transparan merupakan salah satu sediaan emulsi yang difungsikan sebagai penghantar obat pada bagian yang terkena penyakit. Pengaplikasian ekstrak lengkuas dalam sabun transparan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari lengkuas. Bahan aktif yang terkandung didalamnya diperkirakan mampu menghambat jamur penyakit kulit, terutama yang bersifat lokal. Selain itu, sabun transparan bisa menjadi alternatif sediaan obat dengan penampakan yang lebih menarik.
B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas daya anti jamur lengkuas setelah diformulasikan dalam sabun transparan, mengetahui karakteristik sabun transparan setelah penambahan ekstrak lengkuas dan mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) Salah satu tumbuhan yang telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah lengkuas (A. galanga L. Swartz). Lengkuas memiliki komponen aktif yang berfungsi sebagai obat untuk berbagai penyakit. Tumbuhan ini juga digunakan sebagai bumbu masak untuk menambah aroma dan citarasa pada makanan (Yuharmen et al., 2002). Lengkuas (A. galanga L. Swartz) dikenal diseluruh Indonesia dengan nama-nama yang berbeda. Adapun nama lengkuas dibeberapa daerah di Indonesia antara lain : Lengkueus (Gayo), Langkueueh (Aceh), Kelawas (Karo), Halawas (Simalungun), Lakuwe (Nias), Lengkuas (Melayu), Langkuweh (Minang), Lawas (Lampung), Laja (Sunda), Laos (Jawa, Madura), Langkuwas, Laus (Banjar), Laja, Kalawasan, Lahwas, Isem (Bali), Laja, Langkuwasa (Makasar), Aliku (Bugis), Lingkuwas (Menado), Likui, Lingkuboto (Gorontalo), Laawasi lawasi (Ambon), Lawase, Lakwase, Kourola (Seram) dan Galiasa, Galiaha, Waliasa (Ternate, Halmahera) (Anonim, 2000). Lengkuas merupakan tanaman golongan Spermathopyta, sub golongan Angiospermae,
kelas
Monocotyledonae,
ordo
Zingiberales,
famili
Zingiberaceae dan genus Alpinia (Anonim, 2005). Nama latin lengkuas (A. galanga L. Swartz) juga sering dikenal dengan berbagai nama latin yaitu A. pyramidata Bl., A.galanga (L.) Willd., A. officinarum Hance, Languas galanga (L.) Merr., L. galanga (L.) Stunz., L. vulgare Koenig, Maranta galanga L., Amomum galanga (L.) Lour, dan A. medium Lour (Anonim, 2000). Tanaman ini tumbuh di tempat terbuka, membutuhkan sinar matahari penuh atau yang sedikit terlindung, menyukai tanah yang lembab dan gembur, tetapi tidak suka tanah yang becek. Tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau di dalam semak belukar. Tumbuhan ini berasal dari Asia tropika, tetapi tidak diketahui dengan jelas dari daerah mana tumbuhan tersebut sebenarnya berasal. Beberapa
pendapat menduga bahwa lengkuas berasal dari Cina, namun ada juga yang berpendapat berasal dari Bengali, tetapi sudah sejak lama digunakan secara luas di Cina dan Indonesia terutama di pulau Jawa. Sekarang tanaman ini tersebar luas di berbagai daerah di Asia Tropis, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina, Cina bagian selatan, Hongkong, India, Bangladesh, dan Suriname. Di Indonesia, mula-mula banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa Tengah, tetapi sekarang sudah dibudidayakan di berbagai daerah. Di Malaya, selain yang tumbuh liar juga banyak yang ditanam oleh penduduk dikebun atau pekarangan rumah (Anonim, 2000). Wardana et al. (2002) menjelaskan bahwa lengkuas merupakan tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 3.5 m. Tanaman ini memiliki rimpang agak tegak, berdiameter 2-4 cm, keras, berserat, berkilau, merah cerah dan kuning pucat. Berbatang semu tegak, daun berseling, pelepah daun berbulu halus dan rapat dibagian ujung. Panjang tangkai daun 1-1.5 cm, berbulu dan memiliki helaian daun bundar lonjong, panjang 20-60 cm dan lebar 4-15 cm. Berdasarkan warna rimpangnya, tanaman ini dibedakan menjadi lengkuas putih dan merah. Rimpang lengkuas putih secara tradisional dikenal sebagai pengempuk daging dalam masakan dan digunakan sebagai salah satu rempah bagi jenis bumbu masakan tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988). Selanjutnya Heyne (1987) mengemukakan bahwa lengkuas yang banyak digunakan sebagai obat adalah jenis lengkuas merah. Rimpang lengkuas merah dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Rimpang lengkuas merah
4
Anonim (2000) menerangkan bahwa rimpang lengkuas sering digunakan untuk mengatasi gangguan lambung, misalnya kolik dan untuk mengeluarkan angin dari perut (stomachikum), menambah nafsu makan, menetralkan keracunan makanan, menghilangkan rasa sakit (analgetikum), melancarkan buang air kecil (diuretikum), mengatasi gangguan ginjal, dan mengobati penyakit herpes. Disamping itu rimpang lengkuas juga dianggap memiliki khasiat sebagai anti tumor atau anti kanker terutama tumor di bagian mulut dan lambung, dan kadang-kadang digunakan juga sebagai afrodisiaka (peningkat libido). Khasiatnya yang sudah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai penelitian adalah sebagai anti jamur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sundari dan Winarno (2001) diketahui bahwa rimpang lengkuas dapat menghambat pertumbuhan 5 jamur yaitu Tricophyton rubrum, T. ajjeloi, T. mentagrophytes, Microsporum gypseum dan Epidermo floccosum. Selanjutnya Khattak et al. (2005) menerangkan bahwa ekstrak etanol kasar dari rimpang lengkuas dapat menghambat pertumbuhan jamur T. longifusus pada konsentrasi 60%. Sementara itu, pada konsentrasi 30% dapat menghambat Aspergilus flavus, M. canis (50%), dan Fusarium solani (40%).
B. KOMPOSISI KIMIA RIMPANG LENGKUAS Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri ± 1% yang berwarna kuning kehijauan. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas terutama terdiri dari metil-sinamat 48%, sineol 20%-30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, δpinen, galangin, dan lain-lain. Selain itu rimpang juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa senyawa flavonoid, dan lain-lain (Anonim, 2000; Santosa dan Gunawan, 1999). Samidi (1987) menambahkan bahwa berdasarkan bobot kering rimpang lengkuas merah mengandung pati 35,13%, dan berkadar protein 7,43% serta rimpang segar mengandung air 75%. Menurut Harborne (1987), senyawa bioaktif dalam minyak atsiri dapat berupa senyawa golongan terpenoid. Golongan ini diketahui sebagai penyusun
5
minyak atsiri yang utama pada tanaman. Terpenoid berasal dari molekul isoprena (CH2=C(CH3)-CH=CH2) dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Pemilahan senyawa golongan ini membagi terpenoid ke dalam beberapa kelompok yaitu monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15) yang mudah menguap, diterpen (C20) yang sukar menguap, sampai senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid (C30) dan sterol, serta pigmen karotenoid (C40). Sebagian besar terpenoid alam memiliki struktur siklik dan memiliki satu gugus fungsi atau lebih (hidroksil, karbonil). Jirovetz et al. (2003) menjelaskan bahwa komponen minyak atsiri dari setiap bagian tanaman lengkuas (daun, rimpang, batang dan akar) memiliki komposisi yang berbeda secara kuantitas. Minyak atsiri disusun oleh mono dan sesquiterpen juga turunan fenil propanol. Secara umum daun, batang, rimpang, batang dan akar mengandung sineol, kamfer, β-pinen, bornil asetat, α-terpineol, α- fenchyl asetat, borneol elemol dan guaiol. Janssen dan Scheffer (1985) didalam Oonmetta-aree et al. (2005) melaporkan bahwa terpinen-4-ol, salah satu monoterpen dari minyak atsiri yang dihasilkan oleh rimpang lengkuas segar, mengandung senyawa antimikroba yang dapat melawan T. mentagrophytes. Asetoksi khavikol asetat (ACA) merupakan suatu komponen yang diisolasi dari n-pentane/diethyl ether pada cairan ekstrak rimpang kering. Analisis GC-MS oleh Jirovetz et al. (2003) menunjukkan bahwa minyak atsiri lengkuas mengandung eugenol, kaemferol dan galangin. Harborne (1987) selanjutnya mengemukakan bahwa komponen bioaktif lain yang ditemukan pada tanaman adalah senyawa fenolik. Senyawa ini memiliki cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Beberapa senyawa aktif lengkuas yang bersifat anti jamur adalah dari golongan fenolik. Adapun beberapa senyawa tersebut antara lain adalah galangin, kaemferol, dan kuersetin yang berasal dari golongan flavonol. Sedangkan eugenol merupakan salah satu senyawa aktif lengkuas yang berasal dari golongan fenil propanoid.
6
C. JAMUR DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKANNYA Dalam sistematika organisme hidup, jamur ditempatkan dalam kelas tersendiri, tidak ditempatkan sebagai kelas tumbuhan dan juga kelas hewani. Sebagian besar jamur adalah saprofilik, di alam berperan sebagai pengurai bahan organik, yang bermanfaat untuk peragian makanan dan juga produksi antibiotika. Di sisi lain jamur dapat menyebabkan penyakit infeksi dikenal dengan nama mikosis (Dwidjoseputro, 1985). Mikosis dibedakan dalam 2 kelompok: mikosis superfisial dan mikosis sistemik. Selain itu, mikosis yang terletak di tengah-tengah yaitu akibat Candida, infeksi biasanya superfisial, tetapi kadang-kadang menyebar luas (Cavanagh, 1963). Mikosis superfisial ialah penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial dibagi dalam 2 kelompok : (1) Yang disebabkan oleh jamur bukan golongan dermatofita yaitu tinea versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih, onikomikosis, dan tinea nigra palmaris dan (2) Yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang disebut dengan dermatofitosis (Sundari dan Winarno, 2001). Volk dan Wheeler (1984) menyebutkan bahwa jasad penyebab dermatofitosis adalah organisme-organisme yang berhubungan erat yang menggunakan keratin (terdapat pada kulit, rambut dan kuku) untuk pertumbuhannya yaitu jamur golongan dermatofita. Volk dan Wheeler (1984) mengemukakan bahwa daya patogen penyakit utama yang ditimbulkan oleh dermatofit adalah : -
Tinea pedis atau penyakit kaki atlit yang memiliki ciri-ciri gatal diantara jari kaki dan terjadinya lecet kecil. Penyakit ini disebabkan oleh Tricophyton atau Epidermophyton floccosum.
-
Tinea corporis, atau kadas kulit halus yang dicirikan dengan luka bundar dengan batas yang mengandung bintik-bintik. Umumnya penyakit ini disebabkan oleh T. rubrum dan T. mentagrophytes.
-
Tinea capitis, atau kadas kulit kepala, muncul sebagai perluasan gelanggelang dikulit kepala, dengan organisme tumbuh didalam dan pada rambut. Penyebab dari penyakit ini adalah M. canis, M. audouinii, dan T. tonsurans.
7
-
Tinea unguium atau kadas kuku yang ditandai deangan kuku yang menebal, hilang warna dan mudah patah. Penyakit ini paling umum disebabkan oleh T. rubrum. Penggunaan obat jamur untuk mikosis sistemik, seperti Amfoterisin B
yang dihasilkan oleh Streptomyces nodus, mempunyai efek samping kerusakan ginjal. Sedang Nistatin yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei merupakan obat mikosis superfisial dengan penggunaan topikal, dapat menyebabkan iritasi kulit meskipun jarang (Sundari dan Winarno, 2001). Demikian juga penggunaan obat jamur yang lain terutama untuk mikosis sistemik mempunyai efek samping mulai dari mual, muntah, sakit kepala sampai hipertensi, trombositopenia dan leukopenia (Herman, 1996). Pemanfaatan bahan tumbuh-tumbuhan untuk tujuan pengobatan penyakit kulit akibat jamur dikenal juga oleh nenek moyang kita. Umumnya pemakaiannya berdasarkan pengalaman, karena itu, penilaian dan pengkajian khasiatnya secara ilmiah perlu dilakukan baik secara invitro maupun invivo (Sundari dan Winarno, 2001). Pengaruh
komponen
antimikroba
terhadap
sel
mikroba
dapat
menyebabkan kerusakan sel yang berlanjut pada kematian. Kerusakan yang ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal yang bersifat tetap, atau mikrostatik yang bersifat dapat pulih kembali. Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi komponen dan kultur yang digunakan (Bloomfield, 1991). Mekanisme kerusakan sel akibat komponen antimikroba secara umum telah diketahui, tetapi mekanisme karena komponen bioaktif yang terdapat pada rempah-rempah tertentu belum semuanya diketahui. Namun dapat diasumsikan bahwa setiap jenis rempah menyebabkan kerusakan yang berbeda, dan rempah-rempah yang mempunyai struktur dasar dan tingkat penghambatan yang sama terhadap satu jenis mikroba uji diduga mempunyai mekanisme yang serupa (Jay, 1992; Conner, 1993) Kerusakan sel yang ditimbulkan oleh komponen antimikroba berbedabeda tergantung dari jenis komponennya. Luck dan Jager (1995) membedakan mekanisme komponen antimikroba menjadi beberapa pengaruh yaitu (1)
8
pengaruh terhadap dinding sel, (2) pengaruh terhadap membran sel dan mekanisme transpor nutrien, (3), pengaruh terhadap enzim dan (4) pengaruh terhadap sintesis protein dan asam nukleat. Mekanisme kerja dari senyawa antimikroorganisme ada yang memiliki spektrum luas dan ada pula yang memiliki spektrum sempit dan hanya efektif untuk mikroorganisme tertentu. Mekanisme yang dimaksud adalah mekanisme penghambatan yang berhubungan dengan kemampuan suatu senyawa antimikroorganisme dalam mempengaruhi dinding sel (Ultee et al., 1998). Pengaruh terhadap dinding sel dapat terjadi akibat akumulasi komponen lokofilat yang terdapat pada dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroorganisme dipengaruhi oleh bentuk terdisosiasi. Semakin banyak bentuk yang tidak terdisosiasi, maka bioaktifitas senyawa antimikroorganisme tersebut semakin baik (Heryani, 2002). Senyawa bioaktif juga bereaksi dengan membran sel. Mekanisme yang terjadi adalah menyerang membran sitoplasma dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran materi intraseluler.
D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF Pada umumnya komponen bioaktif rempah-rempah terdapat pada minyak atsiri dan oleoresinnya. Minyak atsiri mengandung komponen aroma rempah dan bersifat mudah menguap. Oleh karena itu minyak atsiri atau minyak essensial sering dinamakan minyak terbang. Komposisi minyak atsiri antara lain adalah alkohol, aldehid, ester, keton, dan terpen. Komposisi minyak atsiri sangat dipengaruhi oleh iklim, keadaan tanah, sinar matahari dan cara pengolahan, bila berasal dari jenis rempah yang sama (Hariss,1990) Salah satu cara untuk memperoleh ekstrak suatu rempah-rempah adalah dengan dengan cara ekstraksi rempah-rempah menggunakan pelarut organik. Dalam proses ekstraksi rempah-rempah, komposisi, warna, aroma dan rendemen yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh jenis, ukuran dan tingkat kematangan bahan baku, jenis pelarut, suhu dan waktu ekstraksi serta metode ekstraksi (Farrell, 1990).
9
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelarut untuk mengekstrak rempah-rempah antara lain adalah tidak berbau dan tidak berasa, sehingga tidak mempengaruhi produk akhir. Mudah berpenetrasi karena viskositasnya rendah, sehingga efisiensi ekstraksi tinggi. Mudah dipisahkan tanpa meninggalkan residu sehingga produk dapat bebas dari pelarut. Selain itu, dapat digunakan secara selektif dengan berbagai kondisi suhu dan tekanan ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak dengan mutu terbaik (Moyler, 1994). Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa. Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar, demikian pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas tergantung pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut (Houghton dan Raman, 1998). Rangkaian proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak. Pemilihan proses ekstraksi juga mempertimbangkan titik didih dari pelarut yang digunakan. Jokopriyambodo et al. (1999) menyatakan bahwa hasil ekstraksi khususnya dari rimpang lengkuas dipengaruhi oleh jenis dan rasio pelarut, derajat kehalusan simplisia serta teknik dan waktu ekstraksi. Ekstraksi dengan cara perkolasi dan maserasi tidak menunjukkan perbedaan terhadap kadar ekstrak total lengkuas sedangkan pelarut yang paling banyak menghasilkan ekstrak total adalah pelarut etanol : air (7 : 3, v/v). Metode ekstraksi yang juga pernah diaplikasikan untuk lengkuas adalah menggunakan pelarut etanol dan campuran pentana dan dietil eter (1 : 1, v/v), namun ekstrak etanol tidak memberikan aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans (Janssen dan Scheffer, 1985).
E. SABUN TRANSPARAN Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat non polar dan COONa bersifat hidrofilik karena polar. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-3532-1994
10
(BSN, 1994) dijelaskan bahwa sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak hewani. Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Hambali et al. (2005) menerangkan bahwa sabun dibedakan atas dua macam berdasarkan jenisnya yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair. Sabun padat dapat dibedakan lagi atas sabun opaque, sabun translucent, dan sabun
transparan.
Jenis-jenis
sabun
tersebut
dibedakan
berdasarkan
transparansinya yang sangat dipengaruhi oleh komposisi formula dan proses produksi. Gambar 2 berikut merupakan gambar dari sabun padat (batangan).
Sabun Opaque
Sabun Translucent
Sabun Transparan
Gambar 2. Jenis-jenis sabun padat (Anonim, 2007) Sabun transparan merupakan salah satu jenis sabun yang memiliki penampilan lebih menarik karena penampakannya yang transparan. Sabun transparan menjadi bening karena dalam proses pembuatannya dilarutkan dalam alkohol. Alkohol ini juga ditambahkan untuk mencegah pengkristalan. Sabun transparan juga sering disebut sebagai sabun gliserin karena untuk memperoleh sifat transparan juga perlu dilakukan penambahan gliserin pada sabun (Lane, 2003 ) Proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi. Pada proses saponifikasi akan diperoleh produk samping berupa gliserol, sedangkan sabun yang diperoleh dengan proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Kirk dan Othmer,1954).
11
Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80oC-100oC (Spitz, 1996). Gambar 3 menunjukkan reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut : H-C-COOH
O
HC-COOH + 3NaOH
3RC
+
H2C-COOH Trigleserida
H2C-OH HC-OH
ONa Alkali
H2C-OH
Sabun
Gliserol
Gambar 3. Proses saponifikasi (Spitz, 1996) Proses netralisasi asam lemak tidak menghasilkan gliserol yang reaksinya dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini : O R
COO H + NaOH
RC
+ H2O ONa
Asam lemak
Alkali
Sabun
Air
Gambar 4. Proses netralisasi asam lemak (Cavitch, 2001) Proses pembersihan kotoran dengan menggunakan sabun tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan air didalamnya. Air (H2O) merupakan cairan yang umumnya digunakan untuk membersihkan sesuatu yang memiliki tegangan permukaan. Setiap molekul dalam struktur model air, dikelilingi dan ditarik oleh molekul air yang lainnya. Tegangan permukaan tersebut terbentuk pada saat molekul air yang terdapat pada permukaan air ditarik ke tubuh air. Tegangan ini mengakibatkan air membentuk butiran-butiran pada permukaan (kaca, kain) yang lambat laun akan membasahi bagian permukaan dan menghambat proses pembersihan. Tegangan permukaan dalam proses pembersihan harus dikurangi sehingga air dapat menyebar dan membasahi seluruh permukaan. Bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada air secara efektif disebut surface active agent atau surfaktan (Anonim, 2006). Surfaktan memiliki fungsi penting lain dalam membersihkan, seperti menghilangkan dan membentuk emulsi, serta mengangkat kotoran dalam bentuk suspensi sehingga kotoran tersebut dapat dibuang. Surfaktan dapat juga
12
mengandung alkali yang berfungsi untuk membuang kotoran yang bersifat asam. Soap and Detergent Association atau SDA (2001) mengungkapkan bahwa surfaktan diklasifikasikan berdasarkan muatan ionik didalam air yaitu anionik, kationik, dan amfoter. Sabun merupakan surfaktan anionik. Sediaan kosmetik merupakan bahan atau campuran bahan yang digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada badan atau bagian tubuh manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk obat. Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaannya adalah sebagai higiene tubuh (sabun dan sampo), tata rias (pemerah pipi, lipstik), wangiwangian dan proteksi (sun screen). Tujuan sediaan kosmetika mandi antara lain untuk membersihkan tubuh, membantu melunakkan air sadah, memberi keharuman dan rasa segar serta menghaluskan dan melembutkan kulit (Imron, 1985). Fungsi utama sabun mandi yaitu untuk mengangkat kotoran, sel-sel kulit mati, mikroorganisme dan menghilangkan bau badan. Sabun dapat mengangkat kotoran dari kulit karena memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus nonpolar dan gugus polar. Gugus non polar adalah gugus yang tidak suka air (hidrofobik), sehingga dapat mengikat kotoran pada kulit. Gugus polar adalah gugus yang suka air (hidrofilik) yang ketika dibilas maka kotoran akan terikat dengan air bilasan. F. FORMULASI SABUN TRANSPARAN Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memformulasi sabun yaitu (a) karakteristik pembusaan yang baik, (b) tidak menyebabkan iritasi pada mata, membran mukosa dan kulit, (c) mempunyai daya bersih optimal dan tidak memberikan efek merusak kulit dan (d) memiliki bau parfum yang bersih, segar dan menarik (Suryani et al., 2000). 1. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan ester dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang, mungkin bersifat jenuh atau tidak jenuh, panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan
13
siklik atau bercabang. Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap (Winarno, 1997). Jenis asam lemak sangat menentukan mutu dan konsistensi sabun yang dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan berat molekul kecil (misalnya asam laurat) lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan berat molekul yang lebih berat (misalnya asam lemak stearat). Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan Asam Lemak Sifat yang Ditimbulkan pada Sabun Asam laurat Mengeraskan, membersihkan dan menghasilkan busa lembut Asam linoleat Melembabkan Asam miristat Mengeraskan, membersihkan dan menghasilkan busa lembut Asam oleat Melembabkan Asam palmitat Mengeraskan dan menstabilkan busa Asam ricinoleat Melembabkan dan menstabilkan busa Asam stearat Mengeraskan dan menstabilkan busa Sumber : Cavitch (2001) Asam lemak dari kelapa (coconut fatty acid) dan beberapa fraksinya, selain dapat digunakan secara langsung juga dapat diolah lebih lanjut menjadi turunan-turunan lain untuk aplikasi dibidang oleokimia. Kandungan asam laurat (C12H24O2) yang tinggi pada minyak kelapa dan minyak inti sawit memberikan sifat yang sangat baik untuk produk sabun dan pembersih lainnya (Atmoko, 2005). Menurut Bailey (1950) dalam Ketaren (1986), asam lemak sangat cocok untuk produk surfaktan karena struktur molekulnya yang spesifik. Asam lemak yang ada kebanyakan merupakan hidrokarbon berantai lurus dengan jumlah atom karbon antara 12 sampai 18 (C12-C18) dan diakhiri oleh gugus karboksil yang reaktif. Bagian ekor hidrokarbon akan memiliki afinitas tertentu terhadap lemak, alifatik hirokarbon dan senyawa rantai
14
panjang lainnya, sedangkan bagian lainnya yaitu gugus hidroksil akan memiliki daya tarik terhadap air. Asam Stearat Asam stearat merupakan salah satu jenis asam lemak yang memiliki rantai hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus hidroksil disalah satu ujungnya. Asam stearat adalah asam tidak jenuh, tidak ada ikatan rangkap antara atom karbonnya. Asam lemak jenis ini dapat ditemukan pada minyak/lemak nabati dan hewani. Asam stearat sering digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cream dan sabun. Pada proses pembuatan sabun transparan, jenis asam stearat yang digunakan adalah yang berbentuk kristal putih dan mencair pada suhu 56oC. Fungsi asam stearat pada
proses
pembuatan
sabun
adalah
untuk
mengeraskan
dan
menstabilkan busa (Hambali et al., 2005). Minyak Kelapa Dalam pembuatan sabun, minyak yang sering digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak jarak. Minyak kelapa merupakan minyak yang memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi.
Berdasarkan
kandungan
asam
lemaknya,
minyak
kelapa
digolongkan kedalam minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling besar. Asam laurat dapat diperoleh dari minyak kelapa mencapai 40%-50% dari total kandungan lemak yang terdapat didalamnya (Swern, 1979). Asam laurat ini sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena kemampuannya dalam pembentukan busa. Sabun yang baik seharusnya mengandung asam laurat tidak kurang dari 15%. 2. Alkali Bahan yang sangat penting dalam pembuatan sabun disamping minyak dan lemak adalah alkali. Industri sabun menggunakan sejumlah besar bahan kimia berupa natrium hidroksida (NaOH) atau dikenal dengan nama kaustik soda. Natrium hidroksida atau kaustik soda adalah senyawa alkali dengan berat molekul 40.01, merupakan bahan padat yang berwarna putih dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Senyawa NaOH larut dalam air
15
dan bersifat basa kuat, mempunyai titik leleh 318,4oC dan titik didih 1390oC. Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus dilakukan dengan jumlah yang tepat. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat atau jumlahnya berlebih, maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi memberikan pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya, apabila NaOH yang ditambahkan terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak yang tinggi. Asam lemak bebas pada sabun mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002). 3. Garam Garam dapur (NaCl) digunakan untuk memisahkan gliserol dari larutan sabun. Garam yang digunakan dapat dalam bentuk kristal atau larutan garam pekat. Swern (1979) menerangkan bahwa Natrium Klorida (NaCl) merupakan bahan berbentuk kristal kubik, tidak berwarna, bersifat higroskopik rendah dan dapat diberi pewarna serta parfum. NaCl memiliki peran dalam pembusaan sabun. Penambahan NaCl juga bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi elektrolit sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi, sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses pemanasan. 4. Bahan Tambahan Lain Bahan-bahan lain yang digunakan dalam produk sabun antara lain parfum, emulsifier, humektan, antioksidan dan pewarna. Gliserin Gliserin merupakan produk samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin merupakan humektan, sehingga dapat berfungsi sebagai pelembab pada kulit. Pada kondisi atmosfer sedang ataupun pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin dapat
16
melembabkan kulit dan mudah dibilas. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis (Hambali et al,. 2005). DEA (Dietanolamida) DEA (Dietanolamida) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak atau lemak. Dietanolamida yang berasal dari minyak atau lemak tersebut dapat dihasilkan dari asam lemak atau metil ester (Suryani et al., 2000). DEA merupakan penstabil busa yang paling efektif. DEA juga dapat meningkatkan tekstur kasar busa dan dapat mencegah terjadinya proses penghilangan minyak yang berlebihan pada kulit dan rambut. Dietanolamida dapat diproduksi dengan dua cara yaitu mereaksikan asam lemak (fatty acid) dengan dietanolamida atau mereksikan metil ester dari asam lemak dengan dietanolamida (Suryani et al., 2000).
17
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang lengkuas merah berumur 11 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cibinong-Bogor serta maltodekstrin sebagai bahan pengisi. Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun antara lain asam stearat, minyak kelapa, minyak jarak, natrium hidroksida (NaOH), gliserin, etanol, sukrosa, coco-DEA (Dietanolamida), NaCl dan air. Selain itu juga dibutuhkan bahan-bahan untuk uji mikrobiologi
yaitu
biakan
jamur
uji
penyebab
dermatofitosis
(Microsporum canis dan Tricophyton mentagrophytes) serta agar Sabouraud sebagai media uji aktivitas anti jamur. 2. Bahan Kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi dan analisis antara lain etil asetat 60%, etanol, HCl encer, toluen, natrium asetat anhidrat, KOH dalam alkohol 0.5 N, HCl 0.5 N, alkohol netral, KOH 0.5 N indikator methyl orange dan indikator PP. 3. Alat Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan bubuk dan ekstrak lengkuas adalah alat pemotong (pisau), pengering tipe rak, penggiling dengan ayakan 50 mesh, pengaduk, rotary evaporator, spray dryer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sabun adalah neraca analitik, waterbath, gelas piala, pengaduk kaca, termometer, erlenmeyer, gelas ukur dan cetakan. Selain itu juga digunakan pendingin tegak, pH meter, vortex, penetrometer,
kertas saring, oven, cawan porselen,
desikator, tanur, buret, shaker, penangas, pipet tetes, pipet volumetrik, labu ukur, labu cassia, corong, dan alat-alat gelas lainnya untuk analisis.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi antara lain tabung reaksi, cawan petri, otoklaf, mikropipet, inkubator,mikroskop, Pipet Mohr, jarum ose, Pipet Pasteur dan lain-lain.
B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan 1.1. Pembuatan Bubuk Lengkuas Bubuk lengkuas dibuat dengan menggunakan metode Farrel (1990) yakni metode yang umum digunakan untuk pengolahan rempah-rempah termasuk untuk mendapatkan oleoresin dari rempahrempah. Sebelum dilakukan ekstraksi, rimpang lengkuas yang telah dibersihkan dan dicuci diiris-iris dengan menggunakan alat pengiris yang menghasilkan irisan setebal 5 mm, kemudian dikeringkan dalam alat pengering pada suhu 50-60oC. Selanjutnya rimpang lengkuas digiling halus dengan mesin penggiling yang dilengkapi ayakan 50 mesh. 1.2. Analisis Mutu Bahan Baku Sebelum bahan baku lengkuas digunakan, dilakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar komponen larut dalam air, kadar komponen larut dalam etanol (Depkes RI, 1978). Analisis mutu bubuk lengkuas pada penelitian ini didasarkan pada persyaratan simplisia lengkuas sebagai berikut : Tabel 2. Persyaratan Simplisia Lengkuas Spesifikasi Simplisia Lengkuas Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 0,5% v/b Pemerian Bau aromatik; rasa pedas Kadar abu Tidak lebih dari 3,9% Kadar abu tidak larut dalam asam Tidak lebih dari 3,7% Kadar sari larut dalam air Tidak kurang dari 5,2% Kadar sari larut dalam etanol Tidak kurang dari 1,7% Bahan organik asing Tidak lebih dari 2% Penyimpanan Dalam wadah yang tertutup baik Sumber : Materia Medika Indonesia II (1978)
19
1.3. Ekstraksi Setelah kering dan dihaluskan sampai menjadi bubuk, bubuk lengkuas kemudian diekstraksi dengan
menggunakan
metode
maserasi. Metode ini dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat 60% yang dibantu dengan pengadukan selama 3 jam sehingga diperoleh ekstrak etil asetat. Simplisia lengkuas diaduk dan dimaserasi pada suhu ruang dengan perbandingan bahan dan pelarut 1 : 10. Ekstrak etil asetat (filtrat) kemudian diuapkan pelarutnya dengan evaporator sampai diperoleh ekstrak kental dan ditampung dalam sebuah wadah terbuka untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa didalamnya. 1.4. Analisis Ekstrak Lengkuas Analisis ekstrak yang dilakukan adalah rendemen ekstrak, pH, sisa pelarut dan kelarutan dalam alkohol 80%. 1.5. Pembuatan Serbuk Lengkuas Ekstrak kental yang diperoleh dari proses ektraksi dan penguapan kemudian dikeringkan dengan menggunakan Spray Dryer untuk memperoleh serbuk lengkuas. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin sebesar 12%. Pada proses spray drying, suhu inlet yang digunakan adalah 180oC, suhu outlet 100oC, air flow 500 ml/menit, laju alir sampel 30 ml/jam , dan aspirator (kekuatan hisap) 85%. 2. Penelitian Utama 2.1. Pembuatan Sabun Transparan Anti jamur Pembuatan sabun transparan anti jamur dilakukan dengan menggunakan formulasi Cognis (2003) yang telah dimodifikasi. Pada pembuatan sabun transparan ini diaplikasikan ekstrak lengkuas dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Adapun formulasi sabun transparan yang digunakan adalah sebagai berikut :
20
Tabel 3. Formulasi Sabun Transparan Modifikasi Cognis (2003) Bahan Komposisi (%) Formulasi 1 Formulasi 2 Formulasi 3 Asam stearat 6.80 6.60 6.40 Minyak kelapa 19.80 19.60 19.40 Minyak jarak 6 6 6 NaOH 30% 20.10 19.90 19.70 Gliserin 9.80 9.60 9.40 Etanol 15 15 15 Gula 13.80 13.60 13.40 Dietanolamida (DEA) 1 1 1 NaCl 0.2 0.2 0.2 Air 6.5 6.5 6.5 Ekstrak lengkuas 1 2 3 2.2. Pengujian Karakteristik Sabun Transparan Analisis yang dilakukan terhadap sabun yang dihasilkan meliputi sifat kimia yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia sabun mandi (SNI 06-3532-1994) yaitu kadar air dan zat menguap, jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam alkohol, alkali bebas yang dihitung sebagai kadar NaOH, minyak mineral ditambah dengan pengukuran nilai pH, kestabilan busa, dan kestabilan emulsi serta kekerasan produk. Adapun kriteria mutu Standar Nasional Indonesia sabun mandi (SNI 06-3532-1994) dicantumkan pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994) No. Jenis Uji Standar 1 Jumlah asam lemak, % (b/b) Min 70,0 2 Kadar tak tersabunkan, % (b/b) Maks 2,5 3 Kadar alkali bebas dihitung Maks 0,1 sebagai NaOH, % (b/b) 4 Kadar air dan zat menguap, % Maks 15,0 (b/b) 5 Minyak mineral Negatif 6 Bahan tak larut dalam alkohol, % Maks 2,5 (b/b) Sumber : BSN (1994)
21
2.3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji Efektivitas sabun anti jamur terhadap jamur uji ini dilakukan dengan menentukan aktivitas anti jamur sabun yang mengandung ekstrak lengkuas terhadap jamur uji. Penentuan aktivitas anti jamur dilakukan dengan melihat kemampuan sabun anti jamur dapat menghambat pertumbuhan jamur uji penyebab dermatofitosis yaitu M. canis dan T. mentagrophytes. Biakan jamur digoreskan pada cawan petri yang telah diisi dengan agar Sabouraud sebagai media. Setelah itu dibuat lubang dengan diameter 5 mm kemudian bahan yang akan diuji dimasukkan kedalam lubang tersebut sampai terisi penuh. Agar yang telah diisi dengan bahan uji kemudian diinkubasi selama 5 hari didalam inkubator pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi, aktivitas anti jamur dapat diamati. Aktivitas anti jamur ditentukan dengan mengukur diameter hambat yang ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar lubang. Pengujian terhadap jamur uji dilakukan pada produk serta sabun transparan dengan pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas anti jamur dari sabun transparan yang dihasilkan terhadap M. canis dan T. mentagrophytes. C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal yang dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor yang dikaji adalah persentase ekstrak lengkuas dalam formulasi sabun transparan. Konsentrasi ekstrak lengkuas yang digunakan terdiri dari tiga taraf yaitu 1%, 2% dan 3%. Model rancangan percobaannya (Sudjana, 1994) adalah sebagai berikut : Yij = μ + Ai + εi(j) Dimana : Yij
= variabel yang akan dianalisis pada ulangan ke-j (j=1,2)
μ
= Rata – rata secara sebenarnya (nilai tengah populasi)
Ai
= Pengaruh pelarut pembawa pada taraf ke-i (i =1,2,3)
εk(ij)
= Galat eksperimen
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Mutu Bahan Baku Lengkuas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lengkuas merah yang berumur panen kurang lebih 11 bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (1999), diketahui bahwa lengkuas merah memiliki daya antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan lengkuas putih. Hal ini yang mendasari penggunaan lengkuas merah sebagai bahan baku pembuatan sabun transparan anti jamur pada penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Kholid (2000), membuktikan bahwa lengkuas pada umur panen 11 bulan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan lengkuas yang berumur panen 4 bulan. Selain itu, aktivitas antimikroba lengkuas berumur 11 bulan juga lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena kadar serat, minyak atsiri dan tingkat kepedasan (pungency) meningkat sesuai dengan tingkat umur lengkuas setelah penanaman. Tingkat kepedasan ditentukan oleh metil sinamat, sineol, kamfer, α-pinen, galangin dan eugenol (Darwis et al., 1991). Bahan baku lengkuas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Bubuk lengkuas Mutu suatu produk dipengaruhi oleh mutu dari bahan bakunya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui mutu bahan baku lengkuas. Analisis yang dilakukan mengacu pada standar Materia Medika
Indonesia II (1978). Pada Tabel 5 dapat diketahui hasil analisis mutu terhadap bahan baku lengkuas. Tabel 5. Hasil Analisis Mutu Bahan Baku Spesifikasi Hasil Analisis (%) Kadar Air 7.80 Kadar abu 9.12 Kadar abu tidak larut dalam asam 2.93 Kadar sari larut dalam air 31.22 Kadar sari larut dalam etanol 21.6 Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air bahan baku lengkuas adalah 7.80%. Nilai ini menunjukkan bahwa mutu bahan baku lengkuas sudah baik karena kadar airnya relatif rendah. Purseglove et al. (1981) mengemukakan bahwa kadar air yang tinggi akan menyebabkan bahan yang terekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini akan menyebabkan penyimpangan
aroma. Selain itu, kadar air yang rendah juga dapat
mengurangi kemungkinan tumbuhnya mikroba penyebab kerusakan sehingga akan memperpanjang umur simpan bahan baku lengkuas. Fardiaz et al. (1992), menyebutkan bahwa batas kadar minimal dimana mikroba dapat tumbuh adalah pada saat kadar air sebesar 14–15%. Berdasarkan analisis, kadar abu bahan baku lengkuas yang dihasilkan sebesar 9.12%. Nilai yang diperoleh tersebut melebihi standar yang ditentukan yaitu tidak lebih dari 3.9%. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan mineral yang cukup tinggi pada lahan tanam lengkuas. Adianto (1993) mengemukakan bahwa kandungan mineral akibat dari proses pemupukan yang dilakukan mempengaruhi kandungan mineral pada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan tanam. Kadar abu menunjukkan banyaknya kandungan bahan anorganik yang terdapat dalam suatu bahan. Secara umum abu didefinisikan sebagai zat anorganik
sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu juga menunjukkan banyaknya kandungan bahan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdiri dari garam organik (garam-garam asam mallat, oksalat,
24
asetat, pektat) dan anorganik (garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat, nitrat). Selain itu mineral juga dapat berupa persenyawaan kompleks yang bersifat organik. Adapun komponen yang pada umumnya terdapat pada senyawa organik alami antara lain fosfor, belerang, natrium, kalium, kalsium, magnesium, besi mangan dan lain-lain (Wiratakusumah et al., 1989). Berdasarkan analisis diperoleh kadar abu tidak larut asam bahan baku lengkuas sebesar 2.93%. Nilai ini memenuhi standar yang ditentukan yaitu tidak lebih dari 3.7%. Anonim (1998) menyebutkan bahwa analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mineral yang tidak larut dalam asam. Pada umumnya abu yang tidak larut asam adalah silika dan pasir. Nilai kadar abu tidak larut asam yang rendah pada bahan baku lengkuas menunjukkan bahwa hanya sedikit jumlah mineral yang tidak larut dalam asam. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya jumlah mineral pada lengkuas pada saat proses pencucian yang berulang-ulang. Pada saat proses pencucian kandungan mineral terlarut dan terbuang bersama air pencuci menyebabkan berkurangnya kandungan mineral dalam lengkuas. Nilai kadar sari larut dalam alkohol yang dihasilkan adalah sebesar 21.6%. Nilai ini sesuai dengan standar baku yaitu harus lebih dari 1.7%. Begitu juga dengan nilai kadar sari larut dalam air sebesar 31.22% yang berada dalam standar yang ditentukan harus lebih besar 5.2%. Gupta (1999) dalam Hezmela (2006) menerangkan bahwa kadar sari larut dalam alkohol dan kadar sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui jumlah zat berkhasiat yang dapat larut dalam suatu pelarut baik alkohol maupun air. Semakin tinggi nilai kadar sari yang larut dalam air atau alkohol maka semakin tinggi pula kandungan zat berkhasiat didalamnya. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa nilai kadar sari larut dalam air lebih tinggi dibandingkan dengan kadar sari larut dalam alkohol. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, bahan berkhasiat dalam lengkuas lebih mudah larut didalam air dibandingkan didalam alkohol. Namun, komponen aktif yang berfungsi sebagai anti jamur merupakan bahan yang larut dalam alkohol. Hal ini dijelaskan oleh Winholz et al.
25
(1983) bahwa komponen anti jamur sebagian besar dapat larut dalam alkohol, seperti galangin, eugenol, kaemferol, dan kuersetin. 2. Ekstraksi Pada umumnya, komponen bioaktif rempah-rempah terdapat pada minyak atsiri dan oleoresin. Untuk memperoleh zat aktif yang berfungsi sebagai anti jamur dari lengkuas dapat diperoleh dengan proses ekstraksi. Ekstraksi ini dijelaskan oleh Walton dan Brown (1998) sebagai suatu cara untuk memperoleh bagian yang diinginkan pada suatu bahan. Proses ekstraksi diawali kontak antara pelarut dengan permukaan bahan. Selanjutnya
molekul
pelarut
memasuki
bagian
dalam
sel
dan
mengakibatkan kerusakan sel. Pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel ini akan menyebabkan pembengkakan protoplasma sel sehingga bahan yang terkandung dalam sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Proses ekstraksi yang dilakukan untuk memperoleh zat aktif lengkuas pada penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dingin yang pada prosesnya tidak dilakukan dengan pemanasan. Metode ini dipilih untuk menghindari kerusakan bahan aktif dalam lengkuas ketika dilakukan ekstraksi tersebut. Selain itu, metode ini juga dipilih karena proses ekstraksi yang dilakukan relatif mudah dan sederhana. Proses ekstraksi dengan metode maserasi dilakukan dengan merendam bahan baku lengkuas dalam pelarut dengan perbandingan dan waktu tertentu. Pada penelitian ini, maserasi dilengkapi dengan pengadukan sehingga diharapkan ekstraksi dapat berlangsung dengan optimal. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses ekstraksi adalah ketepatan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan. Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa. Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar, demikian pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas
26
tergantung pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut (Houghton dan Raman, 1998). Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etil asetat 60%. Pelarut ini dipilih karena kemampuannya melarutkan zat-zat aktif dalam lengkuas. Salah satu zat aktif lengkuas adalah 1-asetoksi khavikol asetat (ACA) yang telah dibuktikan memiliki kemampuan sebagai zat anti jamur dan ACA larut dalam pelarut semipolar seperti etil asetat. Sebagian besar komponen aktif dari lengkuas bersifat polar sehingga diharapkan pelarut ini diharapkan mampu mengesktrak komponen aktif yang diinginkan. Proses ekstraksi pada penelitian ini digunakan bahan dan pelarut dengan perbandingan 1 : 10. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan proses ekstraksi sehingga diperoleh ekstrak dalam jumlah yang besar. Azmi (1991) menyebutkan bahwa bahan yang terekstrak akan terus bertambah dengan penambahan pelarut sehingga semua bahan akan terekstrak sempurna. Meskipun penambahan jumlah pelarut tidak akan menambah ekstrak yang dihasilkan setelah komponen terekstrak sempurna. Rendemen ekstrak lengkuas yang diperoleh dari proses ekstraksi adalah sebesar 24.86%. Nilai ini diperoleh dengan membagi filtrat setelah penguapan dengan banyaknya bubuk lengkuas yang digunakan pada proses ekstraksi kemudian dibagi dengan 100%. Jumlah rendemen yang diperoleh
biasanya
dipengaruhi
oleh
kondisi
bahan,
perlakuan
pendahuluan (pencucian, pemotongan, pengeringan dan penggilingan), dan kondisi ekstraksi. Seperti yang telah dijelaskan diatas, penggilingan sebagai perlakuan pendahuluan akan menghasilkan ukuran partikel tertentu. Walton dan Brown (1998) mengemukakan bahwa ukuran partikel bahan berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan dari suatu ukuran partikel. Ukuran partikel bahan baku yang digunakan adalah 50 mesh sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan proses ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel, semakin banyak sel-sel yang dipecahkan, semakin besar luas bidang kontak antara bahan dengan pelarut sehingga akan meningkatkan difusi
27
komponen aktif keluar sel. Selain itu, semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar kecepatan mencapai kesetimbangan sistem. Hal ini dapat menyebabkan bahan dengan ukuran yang lebih kecil akan menghasilkan ekstrak yang lebih besar pada waktu ekstraksi yang sama. 3. Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas Ekstrak lengkuas yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui mutu dari ekstrak lengkuas tersebut. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari ekstrak sebelum diaplikasikan dalam produk. Adapun hasil dari analisis ekstrak lengkuas disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Ekstrak Lengkuas Kasar Spesifikasi Hasil Analisis pH 4.31 Sisa Pelarut 10.65% Kelarutan dalam Alkohol 80 % 1 : 30 Ekstrak lengkuas yang dihasilkan memiliki pH sebesar 4.31. Nilai pH ini diukur sebagai derajat keasaman suatu bahan dan berdasarkan nilai tersebut ditunjukkan bahwa ekstrak lengkuas bersifat asam. Nilai pH ini kemungkinan dapat menurunkan pH sabun transparan yang cenderung bersifat basa pada saat ekstrak lengkuas diaplikasikan kedalam sabun transparan tersebut. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai sisa pelarut adalah sebesar 10.65%. Analisis sisa pelarut terhadap ekstrak lengkuas dilakukan untuk mengetahui jumlah pelarut yang masih tersisa atau belum menguap dari ekstrak. Sisa pelarut pada ekstrak lengkuas belum memiliki standar baku. Namun dalam Farrell (1990), menyebutkan bahwa sisa pelarut yang diperbolehkan dalam Federal Food, Drug and Cosmetic Act adalah 30 ppm. Nilai yang diperoleh dari analisis setara dengan 106.500 ppm dan berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai sisa pelarut ekstrak lengkuas masih relatif tinggi. Hustiyani (1994) mengemukakan bahwa tingginya sisa pelarut pada ekstrak dapat disebabkan karena pelarut mampu mengekstrak lebih banyak komponen yang dikandung oleh minyak atsiri, sehingga pelarutnya lebih
28
banyak yang terikat dengan komponen minyak atsiri tersebut. Pelarut yang terikat dengan komponen minyak atsiri lebih banyak
dibandingkan
dengan komponen yang tidak terikat mengakibatkan sedikitnya pelarut yang menguap pada saat proses penguapan sehingga pelarut yang tersisa relatif tinggi. Pengujian kelarutan ekstrak lengkuas menunjukkan bahwa ekstrak dapat larut dalam alkohol 80% pada perbandingan 1 : 30. Kelarutan didefinisikan oleh Martin et al. (1993) dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan pada temperatur tertentu. Secara kualitatif, kelarutan didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua zat atau lebih untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan dalam etanol ditunjukkan dengan perbandingan jumlah ekstrak dan jumlah etanol yang dapat melarutkan ekstrak tersebut. Kelarutan ekstrak ditentukan oleh komponen minyak atsiri yang sebagai
komponen
utama
ekstrak
lengkuas.
Guenther
(1952)
mengemukakan bahwa minyak atsiri dengan kandungan oxygenated hyrocarbon tinggi lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dengan minyak atsiri yang mengandung oxygenated hyrocarbon rendah. Kelarutan ekstrak lengkuas ini belum memiliki standar baku namun perbandingan ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kelarutan minyak atsiri dalam etanol yang pada umumnya memiliki kelarutan dalam etanol dengan perbandingan yang rendah. Hal ini dapat disebabkan banyaknya komponen lain dalam ekstrak selain minyak atsiri yaitu resin. Meski demikian, perbandingan kelarutan tersebut masih dikategorikan larut dalam pelarut. Hal ini diterangkan oleh Anonim (1998) yang menyebutkan bahwa pada perbandingan 1 : 10-30, bahan masih dikategorikan larut dalam pelarutnya. Ekstrak lengkuas yang diaplikasikan pada produk sabun adalah ekstrak yang berupa serbuk. Pembuatan serbuk ini dilakukan untuk meningkatkan nilai estetika sabun transparan yang dihasilkan. Ekstrak kental tidak dapat larut dengan baik pada saat ditambahkan dalam bahanbahan sabun. Hal ini menyebabkan sabun transparan yang dihasilkan memiliki penampakan yang kurang menarik. Ekstrak lengkuas yang
29
berupa serbuk memiliki kelarutan yang lebih baik ketika diaplikasikan pada sabun, sehingga sabun transparan yang dihasilkan memiliki penampakan yang lebih baik. Serbuk lengkuas diperoleh dengan menambahkan bahan pengisi yang pada dasarnya berfungsi sebagai pengikat. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodeksrin sebesar 12%. Serbuk lengkuas diperoleh melalui proses pengeringan dengan pengering semprot (spray dryer) dan menghasilkan rendemen sebesar 19.10%. B. PENELITIAN UTAMA 1. Aplikasi Ekstrak Lengkuas dalam Pembuatan Sabun Transparan Pada pembuatan sabun transparan dilakukan penambahan ekstrak lengkuas dalam tiga tingkat konsentrasi yaitu 1%, 2% dan 3%. Konsentrasi ini dipilih berdasarkan rentang konsentrasi ekstrak lengkuas yang efektif menghambat pertumbuhan M. canis dan T. Mentagrophytes. Hezmela (2006) melakukan penelitian untuk menentukan rentang nilai konsentrasi ekstrak yang optimal untuk menghambat pertumbuhan kedua jamur uji tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rentang konsentrasi ekstrak untuk menghambat pertumbuhan M. canis adalah 0.3%-5%, sedangkan untuk T. Mentagrophytes adalah 0.5%-10%. Selain itu, pemilihan konsentrasi ekstrak lengkuas dalam sabun transparan ini juga didasarkan pada rentang konsentrasi bahan aktif sabun yang berada dipasaran. Tahap awal dari pembuatan sabun transparan adalah mereaksikan asam stearat dengan fase asam lemak dengan NaOH. Asam stearat dilelehkan dengan pemanasan sampai asam stearat tersebut mencair. Proses pelelehan ini dilakukan untuk mempermudah terjadinya reaksi. Selanjutnya ditambahkan minyak kelapa dan minyak jarak. Minyak kelapa mengandung asam lemak dominan yaitu asam laurat sebesar 44-53% yang berfungsi untuk memadatkan dan membentuk busa yang lembut. Sedangkan asam lemak dominan yang terkandung dalam minyak jarak berperan dalam transparansi sabun.
30
Setelah asam stearat dan minyak homogen kemudian ditambahkan larutan NaOH 30% pada suhu 60-70oC. Pada saat penambahan NaOH ini adonan akan menjadi keras dan lengket yang menunjukkan terbentuknya stock sabun. Pengadukan terus dilakukan sampai homogen kemudian dilakukan penambahan gliserin sehingga pengadukan lebih mudah dilakukan. Gliserin berfungsi sebagai humektan atau pelembab dan berperan juga pada transparansi sabun. Selanjutnya dilakukan penambahan alkohol sebagai pelarut yang juga memiliki peran dalam transparansi sabun. Proses pembuatan sabun transparan dilanjutkan dengan penambahan sukrosa secara bertahap sambil terus dilakukan pengadukan hingga sukrosa
larut
sempurna.
Penambahan
sukrosa
ini
menyebabkan
transparansi sabun semakin terlihat karena sukrosa berperan dalam transparansi sabun. Selain itu sukrosa juga dapat memberikan kekerasan yang baik pada sabun transparan. Pada tahap ini suhu dijaga 60-70oC, begitu juga dengan pengadukan untuk menghindari penggumpalan dan karamelisasi sukrosa akibat dari proses pemanasan sehingga dapat menimbulkan warna coklat pada sabun. Setelah sukrosa larut dan larutan menjadi homogen selanjutnya ditambahkan coco-DEA, NaCl, ekstrak lengkuas dan air. DEA berfungsi sebagai surfaktan dan penstabil busa. Sedangkan NaCl selain berperan pada proses pembusaan juga berfungsi untuk menurunkan konsentrasi elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses pemanasan. Penambahan ekstrak dilakukan setelah sebelumnya dilarutkan dalam air. Pada saat penambahan ekstrak ini suhu harus dijaga maksimal 40oC untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada komponen bioaktif lengkuas. Pengadukan terus dilakukan sampai semua bahan homogen. Selanjutnya sabun dituangkan dalam cetakan dan didiamkan selama ± 24 jam pada suhu ruang. Sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.
31
Gambar 6. Sabun transparan anti jamur dengan berbagai konsentrasi ekstrak lengkuas Beberapa hal yang harus diperhatikan dan menentukan keberhasilan dalam pembuatan sabun transparan yaitu pengadukan dan suhu. Pengadukan sedapat mungkin dilakukan dengan kecepatan konstan dan suhu harus selalu dijaga maksimal 80oC. Pengadukan yang terlalu lambat dan suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan penggumpalan. Sedangkan pengadukan yang terlalu cepat dan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya pembentukan busa yang berlebihan. 2. Karakteristik Sabun Transparan Pengujian
karakteristik
sabun
transparan
dilakukan
untuk
mengetahui mutu sabun yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan merupakan sifat kimia dan fisik antara lain kadar air dan zat menguap, jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam alkohol, bahan tidak larut dalam alkohol, kadar alkali bebas yang dihitung sebagai kadar NaOH, minyak mineral ditambah dengan pengukuran nilai pH, kestabilan busa, dan kestabilan emulsi serta kekerasan produk. a. Kadar Air Pengukuran kadar air pada sabun transparan menghasilkan kisaran nilai 17.44%-17.46%. Nilai kadar air sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara berurutan adalah 17.44%, 17.46% dan 17.46%. Sedangkan kadar air pada sabun pembanding (Deo Transparan) adalah sebesar 24.18%. Rekapitulasi data hasil analisis kadar air disajikan pada Lampiran 13a.
32
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 10b) diketahui bahwa kadar air tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas
pada
tingkat
kepercayaan
95%
(α=0.05).
Hal
ini
menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak mempengaruhi kadar air sabun transparan yang dihasilkan. Kadar air ini tidak dipengaruhi oleh ekstrak lengkuas karena konsentrasi ekstrak yang ditambahkan relatif rendah dan tidak terlalu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pengukuran kadar air pada sabun dilakukan untuk mengetahui jumlah air dalam sabun berkaitan dengan efisiensi pada saat pemakaian. Berdasarkan syarat mutu SNI (1994) ditetapkan bahwa kadar air sabun batangan memiliki batas yaitu maksimal 15%. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa kadar sabun transparan yang dihasilkan lebih tinggi dari standar mutu yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam sabun masih cukup tinggi. Spitz (1996), menyebutkan bahwa banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut pada saat digunakan. b. Jumlah Asam Lemak Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 11a) diketahui bahwa jumlah asam lemak yang terkandung dalam sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% berturut-turut adalah 41.89%, 36.64%, dan 35.72%. Analisis jumlah asam lemak juga dilakukan terhadap sabun pembanding (Deo Transparan) sebesar 49.11%. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas terhadap jumlah asam lemak pada sabun transparan.
33
Jumlah Asam Lemak (%)
41.89 42.00 41.00 40.00 39.00 38.00 37.00 36.00 35.00 34.00 33.00 32.00
36.64 35.72
1%
2%
3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan jumlah asam lemak Jumlah asam lemak dalam sabun ditentukan dalam SNI (1994) minimal sebesar 70%. Artinya bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30%. Hal ini dimaksudkan untuk mengefisienkan proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi biasanya ditambahkan untuk memberi bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambah zat gizi dan lain-lain. Pada pembuatan sabun transparan ini digunakan beberapa asam lemak antara lain asam stearat, asam laurat yang merupakan asam lemak dominan pada minyak kelapa serta asam lemak yang dominan pada minyak jarak. Hasil analisis keragaman (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) terhadap sabun yang dihasilkan dengan kecenderungan asam lemak menurun seiring dengan penambahan ekstrak lengkuas. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 11c) diperoleh bahwa jumlah asam lemak
antar konsentrasi ekstrak
lengkuas saling berbeda nyata. Rata-rata jumlah asam lemak sabun transparan tertinggi adalah pada penambahan ekstrak lengkuas dengan konsentrasi 1% dan sabun transparan dengan penambahan ekstrak 3% memiliki jumlah asam lemak yang paling rendah. Jumlah asam lemak yang diperoleh dari analisis yang dilakukan berada dalam kisaran 35.72% - 41.89%. Rentang nilai ini belum
34
memenuhi batas minimum kriteria mutu sabun yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 70%. Hal ini disebabkan karena dalam formulasi sabun transparan ditambahkan beberapa bahan tambahan yang berfungsi sebagai pelembab dan bahan yang dapat meningkatkan transparansi. Selain itu ekstrak lengkuas ditambahkan juga sebagai bahan tambahan yang berfungsi sebagai anti jamur. Peningkatan konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan menyebabkan penurunan jumlah asam lemak dalam sabun transparan yang dihasilkan. Jumlah asam lemak yang rendah ini menyebabkan sabun transparan akan cepat habis ketika digunakan. c. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan Kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang dihasilkan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2%, dan 3% berturut-turut 1.80%, 2.69%, dan 3.61%. Sedangkan analisis untuk sabun pembanding (Deo Transparan) diperoleh kadar fraksi tak tersabunkan sebesar 2.61%. Menurut SNI (1994), kadar fraksi tak tersabunkan yang diperbolehkan dalam sabun adalah maksimal 2.5%. Dari hasil analisis yang diperoleh dapat diketahui bahwa kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% memenuhi kriteria mutu SNI. Sedangkan untuk sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2% dan 3% berada diatas standar yang ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 12b) perbedaan kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan
menunjukkan
perbedaan
yang
nyata
pada
tingkat
kepercayaan 95% (α=0.05). Gambar 8 berikut menyajikan hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan.
35
Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (% )
4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
3.61 2.69 1.80
1%
2%
3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 8. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak tersabunkan Fraksi tak tersabunkan berkaitan dengan zat-zat yang sering terdapat dalam minyak atau lemak yang tak dapat tersabunkan oleh hidrokarbon-hidrokarbon alkali dan tidak dapat larut dalam air. Zat-zat tersebut biasanya berupa sterol, zat warna, dan hidrokarbon (Depkes RI, 1962). Selanjutnya Spitz (1996) menyebutkan bahwa kadar fraksi tak tersabunkan menunjukkan jumlah komponen yang tak tersabunkan karena tidak bereaksi atau tidak berikatan dengan alkali (Natrium) pada proses pembuatan sabun. Fraksi tak tersabunkan ini dapat mengurangi kemampuan sabun pada saat proses membersihkan atau dengan kata lain dapat menghambat daya detergensi sabun. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12c) menunjukkan bahwa fraksi tak tersabunkan pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2%, dan 3% saling berbeda nyata dan memiliki kecenderungan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah ekstrak lengkuas yang ditambahkan. Hal ini disebabkan karena kandungan zat warna yang terdapat pada ekstrak lengkuas. Semakin tinggi jumlah ekstrak yang ditambahkan maka akan semakin tinggi pula kadar pigmen atau zat warna lengkuas yang tercampur sehingga akan meningkatkan kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang dihasilkan.
36
d. Bagian Tidak Larut Dalam Alkohol Pengujian terhadap bagian tidak larut alkohol sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2%, dan 3% berturut-turut adalah 1.18%, 2.32% dan 2.88%. Sedangkan bagian tidak larut dalam alkohol pada sabun pembanding (Deo Transparan) adalah 0.93%. Bagian tidak larut dalam alkohol dalam sabun yang ditentukan dalam SNI (1994) adalah maksimal 2.5%. Bagian tak larut dalam alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan secara umum telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan yaitu pada sabun yang mengandung ekstrak 1% dan 2%. Sedangkan sabun transparan yang mengandung ekstrak 3% berada sedikit diatas nilai maksimal yang ditentukan dalam SNI. Dalam ASTM D 460 (2002) dijelaskan bahwa bahan yang tidak larut dalam alkohol meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat serta pati. Selanjutnya Ketaren (1986) menambahkan bahwa protein juga merupakan bahan yang tidak larut dalam alkohol. Hasil analisis keragaman (Lampiran 13b) menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak lengkuas berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) terhadap bagian tak larut dalam alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 13b. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 13c) bagian tidak larut dalam alkohol pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak saling berbeda nyata. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut dalam alkohol sajikan pada Gambar 9.
37
2.88
Bagian Tidak Larut dalam Alkohol (%)
3.00 2.32
2.50 2.00 1.50
1.18
1.00 0.50 0.00
1%
2%
3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 9. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut dalam alkohol Gambar
9
memperlihatkan
kenaikan
ekstrak
lengkuas
mengakibatkan peningkatan nilai bagian tidak larut dalam alkohol pada sabun transparan. Peningkatan bagian tidak larut dalam alkohol ini disebabkan oleh kandungan pati dan protein dalam lengkuas. Samidi (1987) menyebutkan bahwa berdasarkan bobot kering rimpang lengkuas merah mengandung pati 35,13%, dan berkadar protein 7,43%. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan-bahan yang tidak larut dalam alkohol sehingga dengan peningkatan jumlah ekstrak lengkuas yang ditambahkan dalam sabun maka pati dan protein yang tercampur pada sabun transparan juga akan semakin tinggi. Selain itu, ekstrak lengkuas yang ditambahkan mengandung bahan pengikat berupa pati yaitu maltodekstrin. Hal ini juga yang mengakibatkan bagian tidak larut dalam alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan ekstrak lengkuas yang ditambahkan. e. Kadar Alkali Bebas Yang Dihitung Sebagai NaOH Pada penelitian ini, kadar alkali bebas pada sabun transparan dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah 0.12%, 0.13% dan 0.10%. Dalam SNI (1994) telah ditentukan bahwa kadar alkali bebas tidak lebih dari 0.1%. Alkali bebas adalah alkali
38
dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali dalam sabun mandi ini dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Kadar alkali bebas pada sabun yang dihasilkan untuk konsentrasi 3% telah memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan oleh SNI. Tetapi untuk sabun transparan yang mengandung ekstrak 1% dan 2% kadar alkali bebas pada sabun berada diatas standar mutu meski tidak terlalu tinggi. Kelebihan alkali pada sabun biasanya disebabkan oleh konsentrasi alkali yang terlalu pekat atau penambahan alkali yang terlalu berlebihan pada proses penyabunan. Hasil analisis keragaman (Lampiran 14b) menunjukkan bahwa perbedaan kadar alkali bebas pada sabun transparan ini tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) untuk masing-masing faktor konsentrasi ekstrak lengkuas. Hal ini berarti bahwa pengaruh perlakuan penambahan ekstrak lengkuas pada formulasi sabun transparan adalah sama untuk kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH dari sabun transparan yang dihasilkan. f. Minyak Mineral Analisis
minyak
mineral dalam sabun dilakukan untuk
mengetahui kemungkinan ada tidaknya kandungan minyak mineral dalam sabun. SNI (1994) menyebutkan bahwa kandungan minyak mineral ini tidak diperbolehkan berada dalam sabun. Minyak mineral adalah minyak yang berasal dari penguraian bahan organik oleh jasad renik seperti minyak bumi dan turunannya. Pada saat analisis dilakukan, keberadaan minyak mineral ini ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa sabun transparan yang dihasilkan tidak mengandung minyak mineral. Begitu juga dengan sabun yang beredar dipasaran (Deo Transparan) yang juga memberikan hasil negatif pada saat dianalisis. Hal ini menunjukkan bahwa sabun transparan tersebut telah memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan.
39
g. pH Nilai pH yang diperoleh dari hasil analisis terhadap sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% adalah 10.63, 10.31, dan 10.09. Sedangkan untuk produk pembanding diperoleh pH sebesar 10.21. Kisaran nilai pH ini memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan. Menurut ASTM D 1172-95 (2002), standar pH untuk sabun mandi adalah sebesar 9-11. Berikut adalah gambar yang menyajikan hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan pada sabun dengan nilai pH. 10.70
10.63
10.60 10.50
pH
10.40
10.31
10.30 10.20
10.09
10.10 10.00 9.90 9.80
1%
2%
3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan pH Pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa nilai pH memiliki kecenderungan menurun seiring dengan penambahan ekstrak lengkuas. Hal ini disebabkan oleh sifat ekstrak lengkuas yang bersifat asam. Penambahan ekstrak lengkuas akan menurunkan nilai pH ketika penambahan konsentrasi ekstrak lengkuas ditingkatkan dalam sabun. Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 16b), nilai pH yang dihasilkan berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 16c) terhadap pH menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak lengkuas 1% berbeda nyata dengan pH yang dihasilkan oleh sabun yang mengandung ekstrak lengkuas 3%. Sedangkan pH sabun transparan pada konsentrasi 2% tidak berbeda nyata dengan pH sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% dan 3%.
40
Pengukuran nilai pH dilakukan untuk mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Pada umumnya sabun memiliki sifat basa, pH yang terlalu rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga menyebabkan iritasi pada kulit. Nilai pH yang tinggi juga seringkali dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit. Pada saat kulit terkena sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah
dibilas dengan air.
Pengasaman kembali akan terjadi setalah 5-10 menit dan setelah itu pH kulit akan normal kembali. Pada dasarnya sifat iritasi pada kulit bukan disebabkan oleh tinggi atau rendahnya nilai pH. Wasitaatmaja (1997) menyebutkan bahwa pada tahun-tahun terakhir beberapa peneliti membuktikan bahwa yang mempengaruhi sifat iritasi pada kulit adalah lamanya kontak sabun dengan kulit dan daya absorbsi kulit terhadap sabun. h. Stabilitas Busa Nilai stabilitas busa yang diperoleh pada sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah 64.38%, 62.29% dan 62.08%. Sedangkan sabun pembanding (Deo
Transparan)
memiliki
stabilitas
busa
sebesar
86.19%.
Rekapitulasi data analisis stabilitas busa ini disajikan pada Lampiran (17a). Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 17b) dapat diketahui bahwa nilai stabilitas busa tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak mempengaruhi stabilitas busa dari sabun yang dihasilkan. Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan mutu produk-produk deterjen terutama sabun mandi. Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara terbungkus dalam lapisan-lapisan tipis, dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu zat pembusa (Martin et al., 1993). Dalam
41
pembuatan sabun transparan ini ditambahkan surfaktan yang juga berperan dalam kestabilan busa yaitu coco-DEA (Dietanolamida). Pada penggunaannya, busa berperan dalam proses pembersihan dan melimpahkan wangi sabun pada kulit. i. Stabilitas Emulsi Nilai stabilitas emulsi yang diperoleh berdasarkan hasil analisis berkisar antara 87.61%-88.11%. Nilai stabilitas emulsi tertinggi adalah pada sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% (88.11%) dan stabilitas terendah adalah sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 3% (87.61%). Sedangkan sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2% memiliki stabilitas emulsi sebesar 87.73%. Analisis stabilitas emulsi yang dilakukan terhadap sabun pembanding (Deo Transparan) adalah sebesar 81.70%. Hasil analisis keragaman (Lampiran 18b) menunjukkan bahwa nilai stabilitas emulsi tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak yang ditambahkan pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan dalam sabun transparan. Salah satu bahan yang berpengaruh terhadap stabilitas emulsi adalah emulsifier. Konsentrasi coco-DEA yang ditambahkan sebagai emulsifier kedalam sabun adalah tetap sehingga nilai stabilitas emulsi relatif tetap. Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu suatu produk emulsi. Kestabilan emulsi ini berperan juga untuk mempertahankan konsistensi produk emulsi selama penyimpanan. Menurut Suryani et.al (2002), sabun padat termasuk dalam emulsi tipe w/o (water in oil). Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan memiliki konsistensi yang tetap.
42
j. Kekerasan Berdasarkan analisis yang dilakukan, nilai kekerasan yang diperoleh berkisar antara 2.85 mm/detik hingga 2.91 mm/detik. Adapun nilai yang diperoleh dalam konsentrasi 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah 2.85 mm/detik, 2.87 mm/detik dan 2.91 mm/detik. Sedangkan analisis kekerasan pada produk pembanding adalah 4.65 mm/detik. Analisis keragaman (Lampiran 19b) menunjukkan bahwa tingkat kekerasan tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas
pada
tingkat
kepercayaan
95%
(α=0.05).
Hal
ini
menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak mempengaruhi kekerasan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari hasil analisis menunjukkan penurunan tingkat kekerasan pada sabun transparan yang dihasilkan. Kekerasan sabun memiliki peran untuk meningkatkan efisiensi sabun ketika digunakan. Hal ini berkaitan dengan kadar air dalam sabun dimana semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka tingkat kekerasan sabun akan menurun. Banyaknya air dalam sabun akan menyebabkan sabun mudah larut dalam air sehingga akan semakin cepat habis pada saat digunakan. Kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam sabun. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap yang biasanya berbentuk padat dalam ruang sehingga dapat membentuk kekerasan pada sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh maka sabun yang dihasilkan juga akan semakin keras. Pengukuran tingkat kekerasan pada sabun transparan ini dilakukan
dengan
menggunakan
alat
yang
disebut
dengan
penetrometer. Tingkat kekerasan ditentukan dengan mengukur kedalaman penetrasi jarum penetrometer terhadap sabun. Kedalaman ini biasanya dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari nilai yang tercantum pada skala penetrometer. Semakin tinggi kedalaman penetrasi jarum menunjukkan bahwa suatu sampel semakin lunak.
43
3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji Kandungan aktif dalam lengkuas diduga memiliki fungsi anti jamur penyebab penyakit kulit. Pada penelitian ini dilakukan uji anti jamur terhadap ekstrak lengkuas yang diaplikasikan dalam formulasi sabun transparan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya anti jamur dari sabun transparan yang dihasilkan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa produk sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas mampu menghambat pertumbuhan jamur uji. Pada sampel yang berupa sabun batangan diameter hambat terhadap jamur uji mencapai lebih dari 40 mm. Bahkan pada Lampiran 21 dan Lampiran 22 terlihat bahwa sabun batangan yang diuji tidak terdapat jamur uji atau dengan kata lain kedua jamur penyebab penyakit kulit tersebut tidak tumbuh sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa sabun yang mengandung ekstrak lengkuas dapat menghambat pertumbuhan jamur sehingga jamur uji tidak tumbuh. Nostro et al. (2000) menyebutkan bahwa ekstrak yang memiliki diameter hambat sebesar >12 mm, merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas anti jamur sangat tinggi. Diameter hambat sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% terhadap T. mentagrophytes pada tingkat pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm, dan 5000 secara berurutan adalah 5 mm,7 mm dan 9 mm. Nilai diameter hambat terhadap M. canis pada setiap tingkat pengenceran secara berurutan adalah 5 mm, 7 mm, 10.67 mm. Grafik berikut menyajikan daya hambat sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% terhadap jamur uji. Diameter Hambat (mm)
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1000 ppm
3000 ppm
5000 ppm
Tingkat Pengenceran T. mentagrophytes
M. canis
Gambar 11. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 1% terhadap jamur uji
44
Grafik tersebut menggambarkan bahwa sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% mampu menghambat pertumbuhan kedua jamur uji. Pada tingkat pengenceran 1000 ppm dan 3000 ppm, diameter hambat menunjukkan bahwa pada tingkat tersebut sabun memiliki daya hambat yang sama terhadap jamur uji. Diameter hambat yang mulai menunjukkan adanya aktivitas menghambat pertumbuhan jamur terlihat pada tingkat pengenceran 3000 ppm dimana diameter hambat mencapai 7 mm. Diameter hambat minimum yang menunjukkan adanya aktivitas mikroba adalah > 6 mm (Nostro et al., 2000). Berdasarkan grafik juga dapat diketahui bahwa daya hambat sabun transparan meningkat seiring dengan peningkatan tingkat pengenceran. Pada tingkat pengenceran 5000 ppm, hambat sabun terhadap M. canis menunjukkan diameter hambat yang lebih besar dibandingkan dengan T. mentagrophytes. Sabun transparan yang mengandung ekstrak 2% memiliki diameter hambat sebesar 6 mm (1000 ppm), 8.33 mm (3000 ppm) dan 11 mm (5000 ppm) terhadap T. mentagrophytes. Sedangkan diameter hambat terhadap M. canis pada pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm secara berurutan adalah 5 mm, 12 mm, dan 14.33 mm. Daya hambat sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2% disajikan pada grafik berikut : Diameter Hambat (mm)
16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1000 ppm
3000 ppm
5000 ppm
Tingkat Pengenceran T. mentagrophytes
M.canis
Gambar 12. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 2% terhadap jamur uji Berdasarkan nilai diameter hambat, diketahui bahwa sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2% mampu menghambat pertumbuhan T. mentagrophytes pada tingkat pengenceran 1000 ppm. Sedangkan daya
45
hambat terhadap M. canis ditunjukkan pada pengenceran 3000 ppm. Berdasarkan grafik yang disajikan, terlihat bahwa peningkatan tingkat pengenceran menunjukkan peningkatan daya hambat terhadap jamur uji. Diameter hambat memperlihatkan bahwa T. mentagrophytes lebih dahulu dihambat pertumbuhannya oleh sabun. Meski demikian, nilai diameter yang menunjukkan mulainya penghambatan terhadap M. canis memiliki nilai yang lebih tinggi. Diameter hambat terhadap T. mentagrophytes dari sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 3% pada pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm secara berurutan adalah 7 mm, 9.33 mm dan 14 mm. Pada setiap tingkat pengenceran, diameter hambat terhadap M. canis adalah 10.67 mm, 13.67 mm dan 18 mm. Berikut disajikan grafik yang menggambarkan daya hambat sabun yang mengandung ekstrak lengkuas
Diameter Hambat (mm)
3% terhadap jamur uji. 20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1000 ppm
3000 ppm
5000 ppm
Tingkat Pengenceran T. mentagrophytes
M. canis
Gambar 13. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 3% terhadap jamur uji Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan tingkat pengenceran akan meningkatkan daya hambat sabun terhadap jamur uji. Nilai diameter hambat menunjukkan kedua jamur uji mulai terhambat pada tingkat pengenceran 1000 ppm. Namun daya hambat terhadap M. canis lebih tinggi dibandingkan dengan T. mentagrophytes. Pada penelitian ini dilakukan pengujian daya anti jamur terhadap 2 jamur penyebab penyakit mikosis superfisial dari golongan dermatofita yaitu T. mentagrophytes dan M. canis. Penyakit yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita ini biasanya disebut dengan dermatofitosis.
46
Volk dan Wheeler (1984), menyebutkan bahwa jasad penyebab dermatofitosis adalah organisme-organisme yang berhubungan erat yang menggunakan keratin (terdapat pada kulit, rambut dan kuku) untuk pertumbuhannya. T. mentagrophytes merupakan salah satu jamur yang menyebabkan penyakit Tinea Corporis. Penyakit ini berupa kadas kulit halus yang ditandai dengan luka bundar dengan batas yang mengandung bintik-bintik. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh M. canis adalah Tinea Capitis atau kadas kulit kepala. Penyakit ini muncul sebagai perluasan gelanggelang dikulit kepala dengan organisme tumbuh didalam dan pada rambut. Akibat dari penyakit ini adalah terjadinya peradangan yang menyebabkan luka-luka dalam yang bila sembuh akan menimbulkan bekas dan hilangnya rambut secara permanen. Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan diketahui bahwa diameter hambat sabun transparan terhadap M. canis berkisar antara 5 mm hingga 18 mm. Sedangkan diameter hambat terhadap T. mentagrophytes menunjukkan hasil dengan kisaran 5-14 mm. Kisaran nilai diameter hambat
menunjukkan
bahwa
M.
canis
pertumbuhannya dibandingkan dengan T.
lebih
mudah
dihambat
mentagrophytes. Hal ini
diketahui dari kemampuan sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas menghambat pertumbuhan M. canis lebih baik dari pada T. mentagrophytes. Hal ini juga menunjukkan bahwa Microsporum canis lebih sensitif terhadap senyawa anti jamur lengkuas. Berdasarkan morfologinya, M. canis memiliki dinding spora yang tebal dan fase pertumbuhan dari jamur ini tergolong lambat. Sebaliknya, T. mentagrophytes memiliki dinding spora yang lebih tipis dengan fase pertumbuhan yang relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan M. canis (Anonim, 2006). Fase pertumbuhan dari jamur ini berkaitan dengan kecepatan germinasi spora yang berpengaruh terhadap daya anti jamur. Horsfall (1956) mengemukakan bahwa kecepatan germinasi spora berpengaruh terhadap kemampuan anti jamur dalam menghambat pertumbuhan jamur.
47
Griffin (1981), menerangkan bahwa jamur yang memiliki germinasi spora yang cepat akan lebih sulit dihambat pertumbuhannya oleh suatu zat anti jamur bila dibandingkan dengan jamur yang bergerminasi lebih lambat. M. canis yang memiliki fase pertumbuhan dengan germinasi yang lambat mengakibatkan kecepatan senyawa anti jamur lebih dahulu berpenetrasi kedalam sel jamur sebelum spora bergerminasi. Hal ini yang menyebabkan M. canis dapat dihambat lebih baik oleh senyawa anti jamur dibandingkan dengan T. mentagrophytes. Selanjutnya Harborne (1987) menyebutkan bahwa senyawa aktif yang berfungsi sebagai anti jamur antara lain eugenol, kaemferol, kuersetin, galangin serta asetoksicavikol asetat. Senyawa ini merupakan senyawa aktif yang terdapat pada lengkuas. Adapun rumus bangun dari senyawa anti jamur lengkuas dapat dilihat pada Gambar 14. OH O
OCH3
OH OH
OH O
HO
OH OH
OH O
CH2CH=CH2
(a) Eugenol
OH
O
HO
(b) Kaemferol
(c) Kuersetin
O OH OH O
(d) Galangin
(e) Asetoksi khavikol Asetat
Gambar 14. Rumus bangun senyawa aktif anti jamur dalam lengkuas (Harborne, 1987) Senyawa anti jamur pada sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas bekerja dengan menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur. Beberapa senyawa aktif anti jamur pada lengkuas adalah golongan senyawa fenolik. Harborne (1987) menerangkan bahwa senyawa fenolik mampu membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan
48
hidrogen. Senyawa ini berikatan dengan asam amino dari protein kemudian akan membentuk produk konjugasi yang bersifat hidrofilik. Terbentuknya produk konjugasi ini akan mengakibatkan terhambatnya metabolisme sel. Senyawa yang terbentuk mengubah struktur asam amino yang fungsinya adalah untuk metabolisme sel. Ketidakseimbangan metabolik ini dapat menghambat pertumbuhan atau menimbulkan kematian sel jamur. Susunan utama dari membran sitoplasma anti jamur yang terdiri dari protein dan lemak bersifat rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan yaitu bahan yang memiliki grup lipofil dan hidrofil (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Senyawa anti jamur dari lengkuas ini memiliki grup lipofil dan hidrofil dalam molekulnya sehingga memiliki kemampuan
untuk
menurunkan
tegangan
permukaan.
Membran
sitoplasma yang rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan tegangan seperti senyawa aktif dalam lengkuas menyebabkan kerusakan pada membran tersebut. Kerusakan pada membran ini memungkinkan ion anorganik yang penting seperti nukleotida, koenzim dan asam amino keluar sel.
Selain itu, kerusakan membran sel juga dapat mencegah
masuknya bahan-bahan penting kedalam sel sehingga kebutuhan sel tidak terpenuhi dan metabolisme sel juga akan terganggu. 4. Uji Organoleptik Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang hasilkan. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji kesukaan atau uji hedonik. Panelis yang diminta penilaiannya adalah kelompok panelis tidak terlatih. Dalam uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk secara umum. Pada penelitian ini, uji hedonik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sabun transparan dengan penambahan ekstrak lengkuas pada konsentrasi 1%, 2% dan 3%. Uji kesukaan ini dilakukan terhadap warna/transparansi, tekstur, kesan kesat
49
dan aroma. Skala penilaian yang digunakan pada uji hedonik ini adalah 1 sampai 5 dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang. a. Tingkat Kesukaan Terhadap Warna/transparansi Pada sabun transparan, warna/transparansi merupakan parameter penting yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan. Penilaian kesukaan ini dilakukan secara visual oleh panelis terhadap sabun transparan. Pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1% sebagian besar (66.67%) panelis menyatakan suka terhadap warna. Sedangkan panelis yang menyatakan sangat suka sebesar 23,33% dan yang menyatakan biasa adalah sebesar 10%. Panelis menyatakan respon biasa terhadap warna pada sabun dengan ekstrak 2%
sebesar 53.33%, suka (23.33%), sangat suka
(6.67%) dan 16.67% panelis menyatakan tidak suka. Sabun dengan konsentrasi ekstrak 3% memperoleh respon biasa dengan persentase terbesar yaitu 56.67%, 30% panelis menyatakan tidak suka dan panelis yang menyatakan suka dan sangat tidak suka masing-masing sebesar 6.67%. Gambar 15 berikut menyajikan respon kesukaan panelis terhadap warna sabun transparan pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas. 100%
6.67
Frekuansi Kesukaan
23.33 80%
23.33 56.67
60% 40%
6.67
66.67
sangat suka suka biasa
53.33
tidak suka sangat tidak suka 30.00
20% 0%
10.00 1%
16.67 2%
6.67 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 15. Penilaian kesukaan panelis perhadap warna
50
Berdasarkan Gambar 15 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar panelis yang menyatakan sangat suka dan suka adalah pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%. Hasil analisis keragaman (23c) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak lengkuas berbeda nyata terhadap penilaian kesukaan warna panelis pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 23d) menyatakan bahwa penilaian kesukaan panelis pada setiap konsentrasi ekstrak lengkuas saling berbeda nyata. Berdasarkan rata- rata penilaian pada uji Duncan, dapat diketahui juga bahwa untuk sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 1% panelis cenderung menyatakan suka hingga sangat suka. Pada sabun dengan ekstrak 2% menyatakan biasa hingga suka, dan untuk sabun dengan ekstrak 3% panelis cenderung menyatakan biasa. Penambahan ekstrak lengkuas yang berwarna kecoklatan dan agak keruh mengakibatkan berkurangnya transparansi pada sabun transparan. Hal ini yang menyebabkan penilaian kesukaan panelis semakin berkurang seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak lengkuas. b. Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur Penilaian tingkat kesukaan terhadap tekstur dilakukan dengan menyentuh dan merasakan tekstur dari sabun transparan yang dihasilkan. Panelis menyatakan kesukaan terhadap sabun transparan dengan nilai sangat suka (skala 5) pada penambahan ekstrak 1% sebesar 3.33% dan pada penambahan ekstrak 2% sebesar 6.67%. Penilaian panelis yang menyatakan suka (skala 4) terhadap sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah 53.33%, 43.33%, dan 36.67%. Panelis yang memberikan penilaian biasa (skala 3) pada sabun dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah 30%, 40% dan 43.33%. Sebagian besar panelis yang memberikan penilaian tidak suka terhadap tekstur sabun transparan adalah pada sabun transparan dengan penambahan ekstrak lengkuas
51
3% yaitu sebesar 16.67% yang diikuti oleh sabun dengan konsentrasi 1% (10%) dan 2% (6.67%). Sedangkan persentase panelis yang memberikan penilaian sangat tidak suka adalah sama untuk setiap konsentrasi penambahan ekstrak. Berikut disajikan gambar penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur sabun transparan yang dihasilkan pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas. 100%
3.33
6.67
53.33
43.33
Frekuensi Kesukaan
90% 36.67
80% 70%
sangat suka suka
60% 50%
biasa 43.33
40% 30%
30.00
40.00
10.00 3.33
6.67 3.33
1%
2%
tidak suka sangat tidak suka
20% 10% 0%
16.67 3.33 3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 16. Penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur Analisis keragaman (Lampiran 24c) menunjukkan bahwa penilaian kesukaan panelis tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap sabun transparan yang dihasilkan. Panelis menyatakan penilaian biasa hingga suka untuk setiap sabun transparan tersebut. c. Tingkat Kesukaan Terhadap Busa Busa berperan dalam proses pembersihan dan melimpahkan wangi pada kulit ketika sabun transparan digunakan. Uji kesukaan terhadap busa ini dilakukan dengan meminta panelis menggunakan sabun pada kulit. Kemudian panelis diminta memberikan penilaian kesukaan terhadap banyak dan lembutnya busa ketika sabun tersebut digunakan.
52
Panelis
memberikan
penilaian
biasa
pada
sabun
yang
mengandung ekstrak lengkuas 1% sebesar 46.67%, suka sebesar 43.33%, tidak suka sebesar 6.67%, sangat suka 3.37% dan tidak ada panelis yang menyatakan ketidaksukaannya terhadap sabun tersebut. Sebagian besar panelis memberikan penilaian biasa sebesar 53.33%, suka sebesar 26.67% dan sangat suka dan tidak suka masing-masing sebesar 10% untuk sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2%. Begitu juga dengan sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 3%, sebesar 80% panelis memberikan penilaian biasa, 10% panelis menyatakan tidak suka 6.67% dan 3.33% panelis menyatakan sangat tidak suka terhadap busa dari sabun yang dihasilkan. Penilaian kesukaan panelis terhadap busa sabun transparan pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas dapat dilihat pada Gambar 17.
Frekuansi Kesukaan
100% 80%
3.33
10.00
43.33
26.67
60%
6.67
sangat suka 80.00
40% 46.67
suka biasa tidak suka
53.33
sangat tidak suka
20% 0%
6.67
10.00
10.00 3.33
1%
2%
3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 17. Penilaian panelis terhadap busa Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 25c), penilaian kesukaan panelis terhadap busa berbeda nyata terhadap perbedaan tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25d) menunjukkan bahwa penilaian kesukaan panelis pada sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 3% (panelis menyatakan biasa) berbeda nyata dengan penilaian panelis terhadap busa sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% dan 2%. Sedangkan penilaian panelis terhadap busa yang dihasilkan oleh sabun yang mengandung ekstrak lengkuas
53
1% dan 2% tidak berbeda nyata. Panelis menyatakan biasa hingga suka untuk kedua sabun tersebut. d. Tingkat Kesukaan Terhadap Kesan Kesat Pada umumnya pengguna sabun berasumsi bahwa kesan kesat setelah pemakaian merupakan suatu indikasi bahwa sabun tersebut telah mampu membersihkan kotoran pada kulit. Penilaian kesukaan kesan kesat ini dilakukan untuk mengetahui respon panelis setelah menggunakan sabun transparan. Panelis diharapkan memberikan tanggapannya beberapa saat setelah menggunakan dan membilasnya dengan air. Panelis yang memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat dari sabun transparan memiliki persentase terbesar disetiap tingkat konsentrasi ekstrak yaitu 70% untuk sabun dengan ekstrak lengkuas 3%, 60% untuk sabun dengan ekstrak lengkuas 1% dan 50% panelis menyatakan penilaian biasa untuk sabun yang mengandung ekstrak 2%. Penilaian kesukaan panelis yang menyatakan suka terhadap kesan kesat pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah 30%, 23.33%, dan 13.33%. Sedangkan pernyataan sangat suka diberikan panelis untuk sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 2% yaitu sebesar 3.33%. Selanjutnya masing-masing sebesar 3.33% panelis menyatakan sangat tidak suka terhadap kesan kesat yang dihasilkan pada sabun yang mengandung ekstrak 2% dan 3%. Gambar 18 menyajikan penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat pada sabun yang dihasilkan.
54
Frekuensi Kesukaan
100% 80%
3.33 30.00
13.33
23.33 sangat suka suka
60% 50.00 40%
70.00
60.00
biasa tidak suka sangat tidak suka
20% 0%
20.00 10.00
3.33
13.33 3.33
1%
2%
3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 18. Penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat Analisis keragaman (Lampiran 26c) menunjukkan penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat setelah menggunakan sabun transparan tidak berbeda nyata pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas. Analisis keragaman ini dilakukan pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil dari analisis keragaman ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian kesukaan yang relatif sama untuk sabun pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan. Panelis memberikan penilaian biasa untuk sabun pada setiap tingkat penambahan ekstrak lengkuas tersebut. e. Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma Aroma merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketertarikan seseorang terhadap sabun yang akan digunakan. Adakalanya aroma juga ditambahkan dalam sabun yang memiliki fungsi khusus bagi pemakainya, misalnya yang berfungsi untuk relaksasi yaitu dengan penambahan aroma terapi. Uji kesukaan terhadap aroma ini dilakukan oleh dengan menggunakan indra pencium kemudian memberikan tanggapan pada aroma sabun transparan yang dihasilkan. Sebagian besar panelis memberikan peryataan biasa untuk aroma sabun transparan dengan penambahan ekstrak 1% yaitu sebesar 40%, 33.33% panelis menyatakan tidak suka, 16.67% dari panelis
55
menyatakan suka dan 10% sisanya menyatakan sangat tidak suka terhadap aroma sabun tersebut. Pada sabun transparan dengan konsentrasi 2% panelis yang memberikan penilaian tidak suka terhadap aroma sebesar 43.33%, panelis memberikan penilaian biasa sebesar 23.33%, sangat tidak suka sebesar 16.67% dan 3.33% panelis memberikan penilaian sangat suka. Sedangkan untuk sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 3%, sebesar 40% panelis menyatakan tidak suka, 23.33% panelis menyatakan biasa, 20% panelis sangat tidak suka, penilaian suka diberikan pada persentase 13.33% dan panelis yang menyatakan sangat suka pada aroma sabun transaparan ini sebesar 3.33%. Penilaian kesukaan terhadap aroma sabun transparan yang dihasilkan pada setiap tingkat konsentrasi disajikan pada Gambar 19 berikut : 100%
Frekuansi Kesukaan
16.67
3.33 13.33
3.33 13.33
23.33
23.33
80% 60%
40.00
sangat suka suka biasa
40% 20% 0%
43.33
40.00
10.00 1%
tidak suka sangat tidak suka
33.33 16.67
20.00
2%
3%
Konsentrasi Ekstrak Lengkuas
Gambar 19. Penilaian kesukaan panelis terhadap aroma Analisis keragaman (Lampiran 27c) menunjukkan bahwa penilaian kesukaan panelis terhadap aroma tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Panelis memiliki kecenderungan untuk menyatakan tidak suka hingga biasa untuk setiap sabun transparan yang dihasilkan.
56
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Mutu bahan baku lengkuas ditentukan berdasarkan standar Materia Medika Indonesia II (1978). Secara umum, mutu bahan baku lengkuas telah memenuhi standar yang ditetapkan kecuali pada pengukuran kadar abu. Pengujian terhadap ekstrak lengkuas menunjukkan bahwa ekstrak memiliki pH rendah (bersifat asam), larut dalam alkohol 80% dan memiliki sisa residu yang cukup tinggi. Hasil analisis keragaman terhadap sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas berpengaruh nyata terhadap jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bagian tidak larut dalam alkohol, dan pH. Analisis keragaman juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, minyak mineral, stabilitas busa, stabilitas emulsi dan kekerasan sabun yang dihasilkan. Sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas memiliki daya anti jamur terhadap jamur penyebab penyakit kulit yaitu M. canis dan T.mentagrophytes. Sabun dengan ekstrak lengkuas 1% telah mampu menghambat pertumbuhan kedua jamur ini pada tingkat pengenceran 3000 ppm. Kisaran diameter hambat menunjukkan bahwa M. canis lebih sensitif terhadap zat anti jamur lengkuas dibandingkan dengan T. mentagrophytes. Penilaian panelis terhadap transparansi/warna dan busa menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3%. Kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi yang ditambahkan. Respon panelis terhadap tekstur, kesan kesat dan aroma tidak berbeda nyata.
B. SARAN 1. Perlunya dilakukan uji klinis untuk mengetahui daya anti jamur sabun transparan pada kulit. 2. Perlunya dilakukan uji anti jamur dari sabun yang dihasilkan terhadap jamur penyebab penyakit kulit yang lainnya yaitu Epidermophyton floccosum dan Microsporum aoudini. 3. Pengkajian tentang pengaruh umur simpan sabun transparan terhadap daya anti jamur. 4. Dilakukan pemurnian ekstrak lengkuas sebelum diaplikasikan kedalam produk sehingga penggunaannya lebih efisien dan diharapkan dapat memperbaiki penampakan dari sabun transparan yang dihasilkan.
58
DAFTAR PUSTAKA Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Pupuk kandang, pupuk organik nabati dan insektisida. Penerbit Alumni, Bandung : 103 Annual Book of ASTM Standars. 2002. Volume 15.04. West Conshocken, PA. United States : 12-14, 80 Anonim. 1983. Farmakologi dan Terapi edisi II. Bag. Farmakologi FK UI. Jakarta. Anonim. 1998. Quality Control Methods for Medicinal Plant Material. World Health Organisation, Geneva : 1-3 Anonim. 2000. Alpinia galanga (L.) Willd. www.warintek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/unas.
Di
dalam
Anonim. 2005. Alpinia (Zingiberaceae). Di dalam www.wikipedia.org Anonim. 2006. The Fungi. Di dalam www.provlab.ab.ca/bugs/webbug/mycology Anonim. 2006. Soaps and Detergen. Di dalam www.sdahq.org Anonim. 2007. Soap Molds. Di dalam www.Herbal Accents.com Atmoko, Y.D. 2005. Kajian Pengaruh Penambahan Ekstrak Mentimun (Cucumis Sativus L.) Terhadap Karakteristik Sabun Mandi Opaque. Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 5 Azmi, N. 1991. Pengaruh Ukuran Bahan dan Nisbah Pelarut dengan Bahan terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin dari Fuli Pala (Miristica Fragrans Houtt). Skrispsi. Fateta IPB, Bogor : 42 Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI 06-3532-1994. Sabun Mandi. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Bailey, A.E. 1950. Indutrial Oils and Fats Processing. Di dalam S. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta : 15, 302-303 Benneth, H. 1947. Practical Emulsions, Second Completely Revised Edition. Chemical Publishing Co. Inc., New York. Bloomfield, S.F. 1991. Methods for Assesing Antimoicrobial Activity. Di dalam Denyer, S.P and W.B. Hugo. Mechanism of Action of Chemical Biocides their Study and Exploitation. Blackwell Scientific Publication, London : 27 Cavanagh, F. 1963. Analtical Microbiology. Academic Press. New York :53-55
Cavitch, S. M. 2001. The Soap Maker’s Companion. A Comprehensive Guide With Recipes, Techniques and Know-How. Storey Book : 6, 228 Cognis. 2003. Clear Bar Soap, Formulation No : GWH 96/25. Care Chemical Division PT. Cognis Indonesia, Jakarta Conner, D. E. 1993. Naturaly Occuring Compounds. Di dalam Davidson, P. M. dan A. L. Branen (Ed). Antimicrobials in Foods. 2nd Ed. Marcel Dekker. New York. Darwis, S. N., A. B. D. Madjoindo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jakarta : 8-13 Departemen Pertanian. 2004. Tabel Statistik Produksi dan Luas Panen Lengkuas, Lempuyang dan lainnya 1999-2003. Di dalam www.deptan.go.id/editama/CD_statistik2004/tabel_Statistik2004 Depkes RI. 1962. Farmakope Indonesia I. Depkes RI, Jakarta : 506 Depkes RI. 1978. Materia Medika Indonesia II. Depkes RI, Jakarta : 48-56 Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan, Jakarta. Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N.L. Puspitasari. 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. PAU IPB, Bogor : 20 Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Pubs. Co. Inc. Westport, Connecticut : 264 Griffin, D. H. 1981. Fungal Physiology. John Wiley dan Son, Inc, USA : 242-243 Guenther, E. 1952. The Essential Oil. Vol. V. Individual Essential Oils of the Plant Families. Van Nostrand Comp, Toronto : 230, 301-304 Gupta, S.S. 1999. Prospects and Prospectives of Natural Plants Products in Medicine. Di dalam R. Hezmela. 2006. Daya Anti jamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K Schum). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 26-27 Hambali, E., A. Suryani, dan M. Rivai. 2005. Membuat Sabun Transparan Untuk Gift dan Kecantikan. Penebar Swadaya, Jakarta : 19-23 Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan. Penerbit ITB, Bandung :6-7,47-51,123-124 Hariss, R. 1990. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta : 9 Herman, M. J. 1996. Anti jamur Sistemik. Cermin Dunia Kedokteran ; 108 :37-44
60
Heryani, H. 2002. Kajian Fraksi Aktif dan Formulasi Tabat Barito (Ficus Deltoidea Jack) sebagai Antimikroorganisme Klinis. Desertasi. Program Pasca Sarjana-IPB, Bogor : 99-102 Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I. Terjemahan. Balitbang Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta : 575-577 Hezmela, R. 2006. Daya Anti jamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K Schum). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 32 Houghton, P. J dan A. Raman.1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Chapman and hall, London :77 Horsfall, J.G. 1956. Principles of Fungicidal Action. Chronica Botanica Company, USA : 47 Hustiyani, R. 1994. Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Atsiri serta Oleoresin Daging Buah Pala (Miristica Fragrans Houtt). Skrispsi. Fateta IPB, Bogor : 58-59 Imron, H. S. S. 1985, Sediaan Kosmetik. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta. Itokawa, H dan K. Takeya. 1993. Antitumor Subtances from Higher Plants. Heterocycles 35 : 1467-1501 Janssen, A. M. dan J. J. C. Scheffer. 1985. Acetoxychavicol acetate, An Antifungal Components of Alpinia galanga. Di dalam J. Oonmetta-are, T. Suzuki, P. Gasaluck dan G. Eumkeb. 2005. Antimicrobial Properties and Action of Galangan (Alpinia galanga Lin.) on Staphylococcus aereus. Planta Medica. 6:507. Jay, J. M. 1992. Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold Publ, New York :30 Jirovetz, L., G. Buchbaler, M.P. Shafi dan M.K. Leela. 2003. Analysis of the essential oils of the leaves, stems, rhizomes and roots of the medicinal plant Alpinia galanga fromsouthern India, Acta Pharm. 53 :73–81 Jokopriyambodo, W., S. Wahyono dan Katno. 1999. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar Ekstrak Total Laos (Alpinia galanga SW). Buku Panduan Seminar Nasional XV Tumbuhan Obat Indonesia. Pokjanas TOI. Depkes R.I. dan PT. Indofarma. Jakarta. Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor : 9-10,18 Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta
61
Khattak, Somia, S. Rehman, H. U. Shah, W. Ahmad, M. Ahmad. 2005. Biological Effects of Indigenous Medicinal Plants Curcuma longa and Alpinia galanga. Fitoterapia 76 : 254–257. Kholid, A. 2000. Teknik Ekstraksi Komponen Antimikroba dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 20-28 Kirk, R. E. dan D. F. Othmer. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology. AOAC Press, Champaign, Illinois. Lane, C. 2003. Soap Formulas (Recipes to Make Soap From Scratch) www.cranberrylane.com. Luck, E dan M. Jager. 1995. Antimicrobial Food Additives. Characteristic, Uses, Effect. 2nd.Springer, London : 55 Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Buku Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jilid 2. Terjemahan. UI. Press, Jakarta : 559, 563 Moyler, D. A. 1994. Spices Recent Advances. Di dalam Charalambous. Spices, Herbs and Edible Fungi. Elsivier, Amsterdam : 53 Nostro, A., M.P. Germano, V.D'Angelo, A. Marino and M.A. Cannatelli. 2000. Extraction Methods and Bioautography for Evaluation of Medicinal Plant Antimirobial Activity. Pharmaco-Biological. Faculty of Pharmacy. University of Messina, Italy. Applied Microbiology 30: 379-384 Piyali, G., R. G. Bhirud dan V. V. Kumar, 1991. Detergency and Foam Studies on Linear Alkylbenzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonte. J. Of Surfactant and Detergen, Vol. 2(4): 489-493 in Journal of Palm Research 13(2) Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green dan S.R.L. Robbins. 1981. Spices, vol 2. Logman Inc., New York : 484-500 Rahayu, W. P. 1999. Kajian Aktivitas Antimikroba dan Fraksi Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor : 52-73 Rismunandar. 1988. Rempah-Rempah. Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung : 90-93 Samidi, S. 1987. Laos. SMAK.Deperind. Ujung Pandang. Santosa, D. Dan D. Gunawan. 1999. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit. Penebar Swadaya, Jakarta : 74 Siswandono dan B. Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Surabaya : 16-22
62
Soap and Detergent Association (SDA).2001.Soap and Detergens.www.sdahq.org Spitz, L. 1996. Soap and Detergen a Theorical and Practical Review. AOCS Press, Champaign-Illionis : 2, 47-73 Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi ke-3. Penerbit Tarsito, Bandung : 19 Sundari, D dan M. W. Winarno. 2001. Informasi Tumbuhan Obat sebagai Anti Jamur. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,Departemen Kesehatan Rl, Jakarta. 130: 28-30 Suryani, A., I. Sailah dan. E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB, Bogor : 33 Swern, D. 1979. Baileys Industrial Oil and Fat Products. Volume I. Fourth Edition. John Wiley and Sons. New York : 283, 311 Ultee, A., L.G.M. Gorris dan E.J. Smid. 1998. Bactericidal Activity of Carvacrol Towars the Foodborne Phatogen Bacillus cereus. J.Appl. Microbiol. 85:211 Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar Edisi 5 Jilid 2. Penebit Erlangga. Jakarta : 193-195 Walton, N.J. and D.E. Brown. 1998. Chemical from plants. Perspectives on plant secondary products. Imperial College press. World scientific publishing Co.Pte.Ltd. London : 99-103 Wardana, H. D., N. S. Barwa, A. Kongsjahju, M. A. Iqbal, M. Khalid dan R. R. Taryadi. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. PT Penebar Swadaya, Bogor : 66 Wasitaatmaja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitas Indonesia, Jakarta : 92-95 Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Indonesia, Jakarta : 84-90 Winholz, M. Budayari, S. Blumetti, dan R.F. Ottertein. 1983. The Merck Index. Tenth Ed. Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biological. Merck and Co., Inc. Rahway, N.J., USA : 28 Wiratakusumah, M. A., D. Hermanianto, dan N. Andarwulan. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor : 33-35 Yuharmen, Y. Eryanti, dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurusan Kimia, FMIPA-Universitas Riau, Riau : 1-2
63
Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Lengkuas (Farell, 1990)
Rimpang Lengkuas Segar
Pengirisan : ± 5 mm
Pengeringan : 50 – 60 oC
Simplisia
Penggilingan : 50 mesh
Bubuk Lengkuas
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lengkuas (Farell, 1990 dan Purseglove, 1981) Bubuk Lengkuas
Maserasi dengan Pelarut (Etil Asetat 60%) ; Bubuk Lengkuas : Pelarut ( 1 : 10)
Pengadukan : 3 jam
Penyaringan
Ampas
Filtrat
Evaporasi
Ekstrak Kental
Penambahan Bahan Pengisi : Maltodeksrin 12% (b/b)
Pengeringan (Spray Drying) pada suhu 180 oC
Serbuk Lengkuas
65
Lampiran 3. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku 1. Uji Kadar Air (Voigt, 1994) Ke dalam labu 500 ml, dimasukkan bahan sebanyak 5 g. Kemudian ditambahkan dalam labu kira-kira 100 ml toluen dan juga di dalam perangkat penerima, dituangkan toluen lewat mulut atas kondensor. Labu suling dipanaskan perlahan-lahan sampai toluen mendidih. Jika jumlah air tidak bertambah lagi, penyulingan dilanjutkan selama 15 menit. Selanjutnya penyulingan dihentikan dan alat dibiarkan sampai dingin. Jika air dan toluen telah terpisah secara sempurna, volume dan persentase air dalam bahan dihitung. Persen Kadar Air = Volume air (ml) x 100% Bobot Bahan (g) 2. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989) Lebih kurang 3 g bubuk lengkuas ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah dipijarkan dan ditimbang. Bubuk lengkuas dalam cawan pengabuan dibakar dengan pembakar gas hingga tidak berasap, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan dan dilakukan pengabuan hingga arang habis dan berwarna keabu-abuan. Pengabuan dilakukan pada suhu sekitar 400oC dan dilanjutkan dengan suhu 550oC. Setelah itu cawan didinginkan dan ditimbang. Persen kadar abu =
wa x100% wb
Wa : Berat abu (g) Wb : Berat bubuk lengkuas (g) 3. Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam (Depkes RI, 1978)
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Persen kadar abu yang tidak larut dalam asam =
wa x100% wb
Wa : Berat abu yang tidak larut asam (g)
66
Wb : Berat bubuk lengkuas (g) 4. Kadar Sari Larut Air (Depkes RI, 1978)
Sebanyak 5 g bubuk lengkuas dimaserasi 24 jam dengan 100 ml air menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Setelah disaring, 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditera, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Persen kadar komponen larut air =
wa x100% wb
Wa : Berat kadar komponen larut air (g) Wb : Berat bubuk lengkuas (g) 5. Kadar Sari Larut Dalam Etanol (Depkes RI, 1978)
Bubuk lengkuas sebanyak 5 g dimaserasi dengan 100 ml etanol (95%) selama 24 jam menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian dilakukan penyaringan secara cepat untuk menghindarkan penguapan etanol (95%), 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditera, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Persen kadar komponen larut dalam etanol =
wa x100% wb
Wa : Berat kadar komponen larut etanol (g) Wb : Berat bubuk lengkuas (g)
67
Lampiran 4. Prosedur Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas 1. Sisa Pelarut (Ketaren, 1986) Sebanyak ± 1 g bahan ditimbang kemudian masukkan kedalam cawan porselen. Kemudian bahan tersebut dimasukkan kedalam oven vakum pada suhu 50oC selama 2 jam. Selanjutnya cawan didinginkan dan ditimbang sebagai bobot akhir. Sisa Pelarut (%) = (b-a) x 100 a a : Bobot bahan (gram) b : Bobot akhir cawan (gram)
2. Kelarutan dalam Alkohol (Guenther, 1952) Bahan sebanyak 0.1 gram dimasukkan kedalam tabung ulir, kemudian ditambahkan tetes demi tetes kedalam tabung tersebut alkohol sambil dikocok. Penambahan dihentikan jika semua ekstrak sudah terlarutkan dan berwarna bening (tidak terdapat suspensi dalam cairan tersebut) dan volume alkohol dicatat. Penambahan alkohol tidak boleh lebih dari 10 ml. Jika volume yang ditambahkan sudah 10 ml tetapi belum bisa melarutkan maka konsentrasi alcohol harus ditingkatkan.
68
Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Sabun Transparan (Modifikasi Cognis, 2003) Asam Stearat, Minyak kelapa, minyak jarak
NaOH 30%, Gliserin, etanol
Pemanasan dan pengadukan pada suhu 70oC
Pengadukan pada o suhu 70 – 80 C
Stock Sabun
Pengadukan sampai homogen
Ekstrak Lengkuas
Penurunan suhu menjadi 55oC
Sukrosa, NaCl, DEA
Pengadukan sampai homogen
Pencetakan
Sabun transparan
69
Lampiran 6. Prosedur Analisis Karakteristik Sabun 1.
Kadar Air (ASTM D460-2002) Sebanyak 20 ± 0,04 g contoh ditimbang kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 500 ml. Tambahkan ± 10 g Natrium Asetat Anhidrat untuk mencegah pembusaan, selanjutnya diikuti dengan penambahan toluen. Setelah alat terpasang, tuangkan juga toluen melalui mulut kondensor. Panaskan campuran tersebut secara perlahan hingga mendidih (minimal 2 jam), kemudian didinginkan dan ukur volume air yang terbaca pada aufhauser pada suhu 20 oC. Kadar Air (%) = [(v x 0.998)/w] x 100 V : Volume air yang terbaca pada suhu 20 oC (ml) W : Bobot sampel (gram)
2.
Jumlah Asam Lemak (SNI 06-3532-1994) Sebanyak 5 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala (100-200 ml). Tambahkan 25 ml air dan panaskan diatas penangas air hingga sabun melarut semuanya. Larutan sabun dimasukkan dalam labu cassia berskala minimal 0,1 ml dan gelas piala dibilas dengan air. Lalu tambahkan beberapa tetes indikator SM (Metil Orange) ke dalam labu cassia. Asam lemak yang dibebaskan akan mengapung dan larutan berubah menjadi merah. Masukkan dalam penangas air sampai setengah labu terendam. Setelah asam lemaknya berada diantara pembagian skala pada leher labu. Dipanaskan terus ± 30 menit lagi lalu dibaca 3 kali pada 100oC. Kadar asam lemak (%) = ml asam lemak x 0,84 x 100 % Gram sampel 0,84 g/ml : BJ asam lemak pada 100oC
3.
Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (SNI 06-3532-1994) Sebanyak 5 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml lalu tambahkan 10 ml KOH dalam alkohol 0,5 N kemudian panaskan diatas penangas air yang dilengkapi dengan kondensor selama ± 1 jam. Dinginkan, lalu tambahkan indikator pp dan titrasi dengan HCl 0,5 N. Sebagai petunjuk (misalnya a ml). Untuk penetapan blangko : 70 ml alkohol
70
netral ditambahkan 10 ml KOH dalam alkohol 0,5 N, dikerjakan seperti diatas (misalnya b ml). Kadar lemak tak tersabunkan = (b-a) x N x 0,0-561 x 100% 0,258 x gram zat
4.
56,1
: bobot setara KOH
258
: rata-rata bilangan penyabunan
Bahan Tak Larut Dalam Alkohol (Modifikasi SNI 06-3532-1994) Timbang 2 g contoh kedalam 200 ml gelas piala, tambahkan 10 ml etanol dan uapkan diatas penangas uap sampai kering. Ulangi sampai 3 kali. Akhirnya, larutkan sabun dengan 100 ml etanol yang sebelumnya telah dibuat netral dengan menggunakan indikator pp. Saring larutan melalui krus kaca masir yang telah dilapisi kertas saring. Kertas saring sebelumnya telah dipanaskan dan ditimbang. Selama pengerjaan krus ditutup untuk menghindari penguapan. Saring senyawa yang tidak larut dalam alkohol dan cuci dengan alkohol netral melalui krus kaca masir. Keringkan kertas saring pada 105oC dan timbang berat konstan. Bahan tak larut dalam alkohol (%) = (a-b) x 100% W W : berat contoh dalam gram a : berat kertas saring akhir (gram) b : berat kertas saring awal (gram)
5. Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai Kadar NaOH (SNI 06-35321994) Timbang 25 gram contoh sabun dan masukkan kedalam erlenmeyer. Kemudian tambahkan 75 ml etanol dan sedikit batu didih lalu panaskan pada penangas air sehingga sabunnya melarut. Tambahkan 10 ml larutan Barium Chlorida panas (BaCl 20%) dan indikator pp. Putarlah erlenmeyer agar terjadi pencampuran menjadi sempurna kemudian titrasi dengan H2SO4 1 N hingga warna merah jambu hilang. Kadar alkali bebas (%) = 3.1 V W W : Berat Sabun
V : ml H2SO4 1 N yang digunakan
71
6.
Kadar Minyak Mineral (SNI 06-3532-1994) Dari bekas penetapan kadar asam lemak, pipet ± 0,3 ml lemak dan tambahkan 5 ml larutan KOH dalam alkohol dan panaskan. Tambahkan air, bila terjadi kekeruhan menandakan adanya minyak mineral
7.
Derajat Keasaman (SNI 06-4075-1996) Sebanyak 1 g contoh sabun dan larutkan hingga diperoleh larutan sabun 10%. Celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam contoh yang akan diperiksa. Catat dan baca nilai pH pada skala pH-meter.
8.
Stabilitas Emulsi (Benneth, 1947) Sebanyak ± 1 g contoh sabun dimasukan kedalam wadah dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 45oC selama 1 jam, kemudian dimasukkan pada pendinginan bersuhu dibawah 0oC selama 1 jam lalu panaskan pada oven dengan suhu 45oC dan dibiarkan sampai bobotnya konstan. Stabilitas (%)= Bobot fase yang tersisa x 100% Bobot awal
9.
Stabilitas Busa (Piyali et al., 1991) Kedalam larutan sabun 10% dalam air dikocok selama 30 detik dengan menggunakan vorteks, kemudian ukur tinggi busa yang terbentuk dan setelah 1 jam ukur tinggi kembali tinggi busa yang masih ada. Stabilitas Busa (%) = Busa akhir x 100% Busa Awal
10. Kekerasan Produk (www.koehleinstrument.com, 2004) Jarum pada penetrometer dijatuhkan kedalam sampel dan dibiarkan selama 10 detik pada temperatur konstan. Kedalaman penetrasi jarum kedalam bahan dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer.
72
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Karakteristik Sabun Parameter
Jumlah asam lemak (%)
Konsentrasi Ekstrak Sabun Standar Lengkuas pembanding 1% 2% 3% 41.89 36.64 35.72 49.11 > 70*
Kadar tak tersabunkan (%)
1.80
2.69
Kadar alkali bebas (%) 0.12 0.13 Kadar air (%) 17.44 17.46 Minyak mineral Bahan tak larut dalam 1.18 2.32 alkohol (%) pH 10.63 10.31 Stabilitas busa (%) 64.38 62.29 Stabilitas emulsi (%) 88.11 87.73 Kekerasan (mm/detik) 2.85 2.87 * SNI 06-3532-1994; * * ASTM-D460-2002
3.61
2.61
< 2.5*
0.10 17.46 2.88
0.12 24.18 0.93
< 0.1* < 15* < 2.5*
10.09 62.08 87.61 2.91
10.21 86.19 81.70 4.65
9-11** -
73
Lampiran 8. Lembar Uji Kesukaan UJI ORGANOLEPTIK Nama Panelis : Tanggal
:
Sampel
: Sabun Antijamur
Instruksi
: Berikan penilaian/tingkat kesukaan anda terhadap warna (transparansi), tekstur, banyaknya busa, kesan kesat dan aroma
Tuliskan penilaian anda dalam skala 1-5 pada tabel yang tersedia : 5= Sangat suka 4= Suka 3= Biasa 2= Tidak Suka 1= Sangat tidak suka Parameter 317
Kode 318
319
Warna/transparansi Tekstur Banyaknya busa Kesan kesat Aroma Berdasarkan penilaian secara umum, urutkan sabun antijamur yang paling anda sukai menurut kode sampel : Rangking 1 2 3
Kode
Catatan : (untuk banyaknya busa dan kesan kesat setelah pemakaian)
•
Selang waktu pemakaian antar sampel ± 10 menit
•
Pastikan tidak ada busa yang tersisa pada penggunaan sampel selanjutnya
•
Uji dilakukan minimal pada telapak tangan dan lengan
*Atas partisipasi dan bantuan Anda, saya mengucapkan terimakasih*
74
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Mutu Bahan Baku Spesifikasi
Ulangan 1 (%)
Ulangan 2 (%)
Rata-rata (%)
Kadar Air
8
7.6
7.80 ± 0.283
Kadar abu
9.10
9.13
9.12 ± 0.021
Kadar abu tidak larut dalam asam
2.53
3.33
2.93 ± 0.566
Kadar sari larut dalam air
25.83
36.61
31.22 ± 7.623
Kadar sari larut dalam etanol
22.15
21.05
21.6 ± 0.778
75
Lampiran 10a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kadar Air sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 17.43 17.45 17.44 ± 0.014 2% 17.46 17.45 17.46 ± 0.007 3% 17.46 17.45 17.46 ± 0.007 Lampiran 10b. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 0.000 2 0.000 1.500 0.354* Galat 0.000 3 0.000 Total 0.001 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata Lampiran 11a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 41.96 41.82 41.89 ± 0.099 2% 36.57 36.71 36.64 ± 0.099 3% 35.87 35.57 35.72 ± 0.212 Lampiran 11b. Hasil Analisis Ragam Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 44.319 2 22.159 1029.068 0.000* Galat 0.065 3 0.022 Total 44.383 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 11c. Hasil Uji Lanjut Duncan Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan 1% 2 41.89 A 2% 2 36.64 B 3%
2
35.72
C
76
Lampiran 12a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 1.79 1.81 1.80 ± 0.014 2% 2.85 2.52 2.69 ± 0.233 3% 3.44 3.77 3.61 ± 0.233 Lampiran 12b. Hasil Analisis Ragam Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 3.258 2 1.629 44.800 0.006* Galat 0.109 3 0.036 Total 3.368 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan 1% 2 1.80 A 2% 2 2.69 B 3% 2 3.61 C Lampiran 13a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 1.17 1.18 1.18 ± 0.007 2% 2.33 2.31 2.32 ± 0.014 3% 3.00 2.76 2.88 ± 0.169 Lampiran 13b. Hasil Analisis Ragam Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 3.021 2 1.511 155.995 0.001* Galat 0.029 3 0.010 Total 3.050 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata
77
Lampiran 13c. Hasil Uji Lanjut Duncan Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan 1% 2 1.18 A 2% 2 2.32 B 3% 2 2.88 C Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Alkali Bebas Sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 0.12 0.12 0.12 ± 0.000 2% 0.12 0.14 0.13 ± 0.014 3% 0.10 0.09 0.10 ± 0.007 Lampiran 14b. Data Hasil Analisis Ragam Alkali Bebas Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 0.001 2 0.001 7.800 0.065* Galat 0.000 3 0.000 Total 0.002 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata Lampiran 15. Data Hasil Analisis Minyak Mineral Sabun Transparan Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Minyak Mineral 1% Keruh Keruh Negatif 2% Keruh Keruh Negatif 3% Keruh Keruh Negatif Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis pH Sabun Transparan Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata 1% 10.74 10.51 10.63 ± 0.162 2% 10.31 10.32 10.31 ± 0.007 3% 10.18 9.99 10.09 ± 0.134 Lampiran 16b. Hasil Analisis Ragam pH Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 0.294 2 0.147 9.890 0.048* Galat 0.045 3 0.015 Total 0.338 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata
78
Lampiran 16c. Hasil Uji Lanjut Duncan Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata 1% 2 10.63 2% 2 10.31 3% 2 10.09
pH Sabun Transparan Kelompok Duncan A B B C
Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Busa Sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 64.86 63.89 64.38 ± 0.685 2% 62.50 62.07 62.29 ± 0.304 3% 61.29 62.86 62.08 ± 1.110 Lampiran 17b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Busa Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 6.468 2 3.234 5.404 0.101* Galat 1.795 3 0.598 Total 8.263 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata Lampiran 18a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Emulsi Sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 88.13 88.08 88.11 ± 0.035 2% 87.61 87.84 87.73 ± 0.162 3% 87.77 87.45 87.61 ± 0.226 Lampiran 18b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 0.268 2 0.134 5.103 0.108* Galat 0.079 3 0.026 Total 0.347 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata Lampiran 19a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kekerasan Sabun Transparan Sampel Ulangan 1(mm/detik) Ulangan 2(mm/detik) Rata-rata(mm/detik) 1% 2.84 2.86 2.85 ± 0.014 2% 2.82 2.92 2.87 ± 0.070 3% 2.92 2.90 2.91 ± 0.140
79
Lampiran 19b. Hasil Analisis Ragam Kekerasan Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 0.004 2 0.002 1.037 0.455* Galat 0.005 3 0.002 Total 0.009 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata Lampiran 20a. Hasil Analisis Daya Antijamur Produk Sabun Transparan Terhadap Jamur Uji Sampel Diameter Hambat Terhadap Jamur Uji (mm) Tricophyton mentagrophytes Microsporum canis ulangan 1 ulangan 2 ulangan 1 ulangan 2 Sabun 1% >40 >40 >40 >40 Sabun 2% >40 >40 >40 >40 Sabun 3% >40 >40 >40 >40 Lampiran 20b. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 1% Terhadap Jamur Uji Diameter Hambat(mm) Jamur Uji 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 5.00 7.00 9.00 T. mentagrophytes 5.00 7.00 10.67 M. canis Lampiran 20c. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 2% Terhadap Jamur Uji Diameter Hambat(mm) Sampel 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 6.00 8.33 11.00 T. mentagrophytes 5.00 12.00 14.33 M.canis Lampiran 20d. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 3% Terhadap Jamur Uji Diameter Hambat(mm) Sampel 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 7.00 9.33 14.00 T. mentagrophytes 10.67 13.67 18.00 M.canis
80
Lampiran 21. Zona Hambat mentagrophytes
Sabun Transparan Terhadap Tricophyton
Sabun 1%, Tricophyton mentagrophytes
Sabun 2%, Tricophyton mentagrophytes
Sabun 3%, Tricophyton mentagrophytes
81
Lampiran 22. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Microsporum canis
Sabun 1%, Microsporum canis
Sabun 2%, Microsporum canis
Sabun 3%, Microsporum canis
82
Lampiran 23a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Warna/Transparansi Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 % (318) 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 3 4 4 5 5 4 5 4 4 5 3 3
Perlakuan 2 % (319) 3 5 4 3 2 3 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 2 3 4 4 3 5 3 2 4 3 3 3 4 2
3 % (317) 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 1 2 3 2 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 3 1
Lampiran 23b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Skala Total 1% 2% 3% Skor 1 0 0 2 2 Warna 2 0 5 9 14 3 3 16 17 36 4 20 7 2 29 5 7 2 0 9 Total 30 30 30 90
83
Lampiran 23c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 34.422 2 17.211 34.635 0.000* Galat 43.233 87 0.497 Total 77.656 89 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 23d. Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan 1% 30 4.13 A 2% 30 3.20 B 3% 30 2.63 C Lampiran 24a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Tekstur Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 % (318) 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 1 3 4 2 3 2 3 3 4 4 3 5 4 4 4 3 2 4 4 4
Perlakuan 2 % (319) 4 5 3 3 4 4 3 3 4 4 1 3 4 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 4 4 2 5 3 4
3 % (317) 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 1 3 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3 4 3 4 2 2 2 3 4
84
Lampiran 24b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Tekrtur Sabun Transparan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Skala Total 1% 2% 3% Skor Tekstur 1 1 1 1 3 2 3 2 5 10 3 9 12 13 34 4 16 13 11 40 5 1 2 3 Total 30 30 30 90 Lampiran 24c. Hasil Analisis Keragaman Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Tekrtur Sabun Transparan Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 1.800 2 0.900 1.259 0.289* Galat 62.200 87 0.715 Total 64.000 89 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata
85
Lampiran 25a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 % (318) 3 4 4 3 3 5 4 3 4 3 3 4 3 2 3 2 3 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4
Perlakuan 2 % (319) 4 5 3 4 4 3 5 3 4 2 3 3 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 5 4
3 % (317) 4 3 3 3 3 4 2 3 1 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Lampiran 25b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa Konsentrasi ekstrak Skala 1% 2% 3% Total Skor 1 0 0 1 1 Busa 2 2 3 3 8 3 14 16 24 54 4 13 8 2 23 5 1 3 0 4 Total 30 30 30 90
86
Lampiran 25c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 5.067 2 2.533 5.371 0.006* Galat 41.033 87 0.472 Total 46.100 89 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 25d. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Busa Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata 1% 30 3.43 2% 30 3.37 3% 30 2.90
Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Kelompok Duncan A B C
.
Lampiran 26a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 % (318) 3 4 3 3 3 4 4 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4
Perlakuan 2 % (319) 3 4 3 3 3 2 5 3 4 3 2 4 3 3 3 3 2 2 2 2 3 4 3 3 4 1 4 3 3 4
3 % (317) 4 3 3 3 3 3 2 4 3 3 4 3 3 1 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3
87
Lampiran 26b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Skala 1% 2% 3% Total Skor 1 0 1 1 2 Kesan 2 3 6 4 13 Kesat 3 18 15 21 54 4 9 7 4 20 5 0 1 0 1 Total 30 30 30 90 Lampiran 26c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 1.089 2 0.544 1.086 0.342* Galat 43.633 87 0.502 Total 44.722 89 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata
88
Lampiran 27a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 % (318) 4 4 3 2 4 3 3 2 2 3 1 2 1 4 1 3 3 3 2 2 3 4 3 2 2 3 2 3 3 2
Perlakuan 2 % (319) 3 4 4 2 2 4 2 2 2 2 1 3 1 3 1 1 1 3 2 2 2 5 3 3 2 3 2 4 2 2
3 % (317) 4 3 4 2 2 4 2 2 3 2 1 2 1 1 1 2 3 3 2 2 2 4 3 5 2 3 2 3 1 1
Lampiran 27b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Skala 1% 2% 3% Total Skor 1 3 5 6 14 Arom 2 10 13 12 35 a 3 12 7 7 26 4 5 4 4 13 5 1 1 2 Total 30 30 30 90
89
Lampiran 27c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma Sumber Jumlah Kuadrat Sig. Keragaman Kuadrat df Tengah Fhitung (α=0.05) Perlakuan 0.956 2 0.478 0.475 0.624* Galat 87.533 87 1.006 Total 88.489 89 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata
90