AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia Galanga L. Swartz) TERHADAP BAKTERI PATOGEN SERTA STABILITASNYA PADA PEMANASAN DAN PH Adolf J.N. Parhusip1 Styfani Gunawan2, Raffi Paramawati1, ABSTRACT Galangal (Alpinia Galanga L Swartz) has commonly used as cooking ingredients and traditional medicine. However, scientific assessment about galangal was limited. The aim of this research was to observe the antibacterial activity of galangal extract and it's activity in certain heat and pH condition. All of the research used diffusion agar method. Ethyl acetate galangal extract showed the best inhibition and could inhibit Bacillus cereus endospores. Antibacterial activity decreased after the extract heated for 15 minutes in 100°C temperature. There was synergism between low pH with antibacterial compound from ethyl acetate galangal extract Keywords: antibacterial, galangal, extract
PENDAHULUAN Rimpang lengkuas telah dimanfaatkan sebagai bumbu makanan. Beberapa contoh masakan Indonesia yang menggunakan lengkuas sebagai bumbu di dalamnya antara lain rendang, rawon, gulai, kari, opor dan ayam goreng (Yasa Boga, 1997). Selain itu, lengkuas juga telah dimanfaatkan sebagai bahan ramuan obat tradisional untuk mengobati bronkitis, panu, bercak-bercak kulit, bisul, luka, memperkuat lambung dan memperbaiki pencernaan. Hal ini diduga karena adanya aktivitas antimikroba pada rimpang lengkuas khususnya minyak atsiri yang terdiri dari kamfer, sineol, metil sinamat, galangal, galangin dan alpinen (Tilaar, 2002). Meskipun penggunaan lengkuas sudah sangat luas, namun kajian ilmiah mengenai lengkuas masih kurang dibandingkan dengan famili Zingiberaceae lainnya seperti jahe. Sifat-sifat ekstrak lengkuas 1 2
Dosen Tidak Tetap Teknologi Pangan UPH Alumni Jurusan Teknologi Pangan UPH
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
33
telah dibuktikan sebagai antitumor (Kondo et a/., 1993), antiserangga (Thohari, 1997) dan antimikroba (Mulyaningsih.1996 dan Rahayu,1999). Aplikasi ekstrak lengkuas untuk pengawetan makanan dapat dilakukan jika diketahui ekstrak lengkuas yang mempunyai sifat antimikroba teraktif serta kestabilannya dalam menghambat pertumbuhan mikroba terutama bakteri patogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak lengkuas yang diekstrak dengan pelarut polar, semi polar dan non polar beserta nilai MICnya, penghambatan ekstrak teraktif terhadap spora Bacillus cereus serta kestabilan ekstrak terhadap pemanasan dan kondisi pH. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lengkuas rimpang merah (Alpinia galanga L. Swartz), etanol, etilasetat, heksana, tween 80, NaCI, aquadesl NB {Nutrient Broth) dan NA (Nutrient Agar). Kultur yang digunakan adalah Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Eschehcia coli. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, cawan petri, inkubator, ayakan Tyler, shaker, mikropipet, tabung ulir, laminar air flow, freeze drying, autoklaf, timbangan analitik, pH meter, kertas saring, rotavapor dan heater. Pembuatan Ekstrak Non Polar, Ekstrak Semi Polar dan Ekstrak Polar Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi yang dilakukan secara terpisah. Lengkuas dikeringkan dengan freeze dry selama 48 jam, kemudian dibuat menjadi bubuk dan diayak menggunakan ayakan Tyler dengan ukuran 30 mesh. Selanjutnya
34
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
bubuk tersebut didiekstraksi dengan pelarut dengan perbandingan 1 : 4 (b/v), dan di shaker dengan putaran 150 rpm, selama 24 jam. Selanjutnya, disaring sehingga diperoleh filtrat berupa ekstrak. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan rotavapor pada suhu 45-55°C dan kemudian di freeze drying. Penelitian Pendahuluan Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak non polar, ekstrak semi polar dan ekstrak polar dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur (Carson and Riley, 1995). Kultur bakteri uji yang digunakan dipilih pada fase akhir logaritmik, yaitu B. cereus 12 jam, sedangkan S. aureus dan £. coli berumur 16 jam (Setiawan, 2002). Penghitungan nilai MIC dilakukan dengan memplotkan antara In Mo (konsentrasi ekstrak) pada sumbu X terhadap nilai kuadrat zona penghambatan (X2) pada sumbu Y. Perpotongan antara kurva linear dengan sumbu X merupakan nilai Mt (nilai diperoleh dari regresi linear). Nilai MIC adalah 0.25 x Mt (Bloomfield, 1991). Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Penelitian Utama Semua pengujian pada penelitian utama ini, dilakukan dengan metode difusi sumur (Carson and Riley, 1995). Ekstrak yang digunakan pada penelitian utama merupakan ekstrak lengkuas yang memiliki aktivitas tertinggi berdasarkan penelitian pendahuluan. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap spora 8. cereus yang telah diinkubasi selama 48 jam, diberi perlakuan heatshock dengan dipanaskan selama 5 menit pada suhu 80°C (Setiawan, 2002). Pada pengujian kestabilan ekstrak terhadap pemanasan, ekstrak dipanaskan terlebih dulu pada suhu 60 °C, 80 °C dan 100°C. Pemanasan dilakukan dengan waterbath selama 5, 10 Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
35
dan 15 menit. Sedangkan pengujian kestabilan ekstrak terhadap nilai pH dilakukan dengan melarutkan ekstrak dalam buffer KH 2 P0 4 pada pH 4, 5, 6, 7 dan pH 8. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Ekstraksi Non Polar, Semi Polar dan Polar Lengkuas dikeringkan terlebih dulu dengan cara freeze drying agar kandungan air pada lengkuas tidak mempengaruhi kinerja ekstraksi. Kadar air lengkuas yang tinggi dapat menyebabkan pelarut non polar sulit masuk ke dalam jaringan yang basah sehingga pelarut menjadi jenuh dengan air, akibatnya proses ekstraksi kurang efisien. Rendemen lengkuas kering hasil freeze drying adalah 13.63 %. Lengkuas yang telah dikeringkan, di blender hingga berbentuk bubuk dengan ukuran 30 mesh. Menurut Djubaedah (1986), partikel berukuran 20-40 mesh sudah cukup sesuai untuk ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi pada suhu ruang, menggunakan pelarut non polar (heksana), pelarut semi polar (etilasetat) dan pelarut polar (etanol). Pemilihan pelarut didasarkan atas pertimbangan pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian sebaliknya pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Parhusip, 2005). Hasil akhir ekstrak pekat polar lebih tinggi 3.25 kali ekstrak non polarnya dan 2.03 kali ekstrak semi polarnya. Lebih tingginya hasil ekstraksi ekstrak polar lengkuas dapat disebabkan oleh adanya komponen polar yang dapat terekstrak dalam pelarut etanol lebih banyak dibandingkan komponen non polar dan komponen semi polarnya. Komponen polar yang terekstrak ini diduga terdiri dari komponen-komponen fenolik, flavonoid, glikosida (Houghton and Raman, 1998).
36
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Pengujian Aktivitas Antibakteri Lengkuas Untuk menguji aktivitas antibakteri lengkuas, lebih dahulu dilakukan analisis kandungan senyawa-senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antimikroba pada ekstrak non polar, ekstrak semi polar dan ekstrak polar. Analisis tersebut dilakukan secara kualitatif. Hasil analisis tersebut terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji fitokimia ekstrak lengkuas di laboratorium BALITRO Jenis Pelarut Jenis Jenis Pengujian Contoh Etilasetat Etanol Heksana +++ +++ ++ Lengkuas - Alkaloid - Tanin + ++ - Saponin - Steroid ++ +++ ++ - Triterpenoid +++ +++ +++ - Glikosida ++ ++ - Flavonoid ++ ++ - Fenolik Keterangan : (-) : negatif ; (+) : positif lemah; (++) : positif; +++) : positif kuat;
(++++) positif kuat sekali
Pengujian Aktivitas Ekstrak Non Polar Hasil pengujian aktivitas antibakteri dengan ekstrak non polar (heksana), menunjukan bahwa S. aureus dan B. cereus sangat peka terhadap ekstrak non polar tersebut (Gambar 1). Kepekaan S. aureus dan 6. cereus terhadap ekstrak non polar karena bakteri tersebut tergolong dalam jenis bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram positif terdiri dari 90% peptidoglikan dan lapisan tipis berupa asam teikoat yang mengandung asam amino D-alanin (Madigan 2003). Asam amino alanin bersifat hidrofobik, sehingga dinding selnya lebih mudah ditembus oleh senyawa non polar dan menyebabkan terjadinya kebocoran sel. Selain itu, keberadaan komponen non polar dari luar dapat menyebabkan perubahan komposisi membran sel serta pelarutan membran sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel (Sikkema et al., 1995). Menurut Campo et al. 2000 melaporkan bahwa ekstrak non polar rosemary Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
37
yang termasuk dalam komponen fenolik mampu menghambat bakteri Gram positif seperti B. cereus, S. aureus dan Streptococcus pyogenes. Pertumbuhan £ coli tidak terhambat dengan adanya ekstrak non polar tersebut (Gambar 1). Hal ini karena E. coli tergolong ke dalam jenis bakteri Gram negatif yang memiliki lapisan lipopolisakarida di bagian luar (Friedman et at., 2004). Lapisan lipopolisakarida merupakan penghalang bagi masuknya senyawa antimikroba yang bersifat hidrofobik (Madigan, 2000). Selain itu, bakteri Gram negatif memiliki sisi hidrofilik dari karboksil, amino, fosfat dan hidroksil (Moat, 2002), sehingga ekstrak non polar lebih sulit untuk menembus dinding sel bakteri tersebut.
10
20
30
40
50
Konsentrasi Ekstrak (%) OS. aureus BB. cereus DE. coli
Gambar 1. Pengaruh ekstrak non polar terhadap aktivitas antibakteri Pengujian Aktivitas Ekstrak Semi Polar Ekstrak semi polar memiliki aktivitas penghambatan yang relatif tinggi terhadap B. cereus dan S. aureus (Gambar 2) karena kedua bakteri tersebut tidak memiliki lapisan pelindung sel dari perubahan lingkungan berupa lapisan lipopolisakarida yang mengandung antigen O dan endotoksin. Hal ini menyebabkan molekul senyawa antimikroba baik yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik mudah berpenetrasi ke dalam dinding sel (Best, 1999). 38
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Penghambatan terhadap pertumbuhan E. coli (Gambar 2) temtama disebabkan oleh penetrasi komponen antibakteri ekstrak semi polar yang bersifat hidrofilik ke dalam sel E. coli yang memiliki sisi hidrofilik (Friedman et ai, 2004). Komponen fenolik merupakan alkohol yang bersifat asam lemah sehingga komponen fenolik tersebut dapat terionisasi melepaskan ion H+ dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif (Rahayu, 2000). Komponen fenolik yang bermuatan negatif tersebut akan lebih mudah ditarik oleh dinding sel bakteri Gram negatif yang bermuatan positif sehingga komponen fenolik tersebut lebih mudah terpenetrasi ke dalam dinding sel bakteri tersebut. Selain itu, komponen fenolik yang terdapat dalam ekstrak semi polar juga dapat mendenaturasi protein dan merusak membran sel serta menghambat kerja enzim di dalam membran sitoplasma (Friedman et ai, 2003).
B O
N
30 -i E 25 E 20
i
ON
15
1 10
5 | 0 10
20
30
40
50
Konsentrasi Ekstrak (%) D S . aureus D B . cereus D E . coli
Gambar 2. Pengaruh ekstrak semi polar terhadap aktivitas antibakteri Pengujian Aktivitas Ekstrak Polar Pertumbuhan S. aureus dan 6. cereus dihambat oleh adanya senyawa fenolik dalam ekstrak polar (Gambar 3). Senyawa fenolik menerobos dinding sel, menyebabkan kebocoran nutrien sel dengan merusak ikatan hidrofobik komponen penyusun membran sel serta Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
39
larutnya komponen-komponen yang berikatan secara hidrofobik yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran. Kerusakan membran set ini, menyebabkan aktivitas dan biosintesa enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam metabolisme terhambat (Ingram, 1981). Penetrasi ekstrak polar pada dinding sel bakteri Gram negatif (Gambar 3) disebabkan oleh adanya gugus hidrofilik (Moat, 2002) serta grup protein yang disebut porin yang akan membentuk pori-pori hidrofilik pada lapisan membran luar sehingga ekstrak polar dapat lebihYnudah menembus dinding sel (Franklin and Snow, 1989).
25 -,
M C5
X)
CD
5 ^ 15
C-
§
s su
2
20
i sB
OB
o\ ^
!
10
1*
E .2 Q
5 j 0 1
10
20
30 40 Konsentrasi Ekstrak (%)
50
JDS. aureus Dlt. cereus DE. coli !
Gambar 3. Pengaruh ekstrak polar terhadap aktivitas antibakteri Penentuan MIC dan MBC Ekstrak Lengkuas MIC merupakan konsentrasi terkecil ekstrak antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. MBC merupakan konsentrasi terkecil ekstrak antimikroba untuk membunuh mikroba. Nilai MBC besarnya adalah 4 kali nilai MIC. Nilai MIC dan MBC ekstrak lengkuas pada bakteri uji dapat terlihat pada Tabel 2.
40
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Tabel 2. Nilai MIC dan MBC ekstrak lengkuas pada bakteri uji Jenis Pelarut Non polar Semi polar Polar
MBC(%)
MIC (%) S. aureus
e.
E. coli
S. aureus
B. cereus
E. coli
cereus
0.81 1.51
0.51
-
3.22
2.02
-
1.62
0.78
4.23
6.47
3.12
1.04
0.35
1.19
4.16
1.38
4.76
Semakin kecil nilai MIC dan MBC, menunjukkan bahwa aktivitas ekstrak semakin tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Hasil perhitungan nilai MIC dan MBC ekstrak semi polar dalam menghambat pertumbuhan E. coli, sesuai dengan data diameter zona penghambatannya. Hal ini terlihat dari nilai r2 kurva linear yang lebih besar dari 0.9 (r2 > 0.9) pada Gambar 4e. Nilai MIC dan MBC ekstrak non polar, semi polar dan polar dalam menghambat pertumbuhan S. aureus dan B. cereus serta nilai MIC dan MBC ekstrak polar terhadap pertumbuhan E. coli tidak sesuai dengan data diameter zona penghambatannya. Hal ini terlihat dari nilai r2 kurva linear yang lebih kecil dari 0.9 (r2 < 0.9) pada Gambar 4a, 4b, 4c, 4d, 4f, 4g, dan 4h. Nilai r2 kurva linear yang kurang dari 0.9 (r2 < 0.9) menunjukkan nilai bias yang cukup tinggi. Indeks bias yang tinggi ini disebabkan oleh pertambahan nilai pada sumbu X dan sumbu Y yang tidak seimbang pada kurva linear. Berdasarkan uji aktivitas antibakteri ekstrak non polar, semi polar dan polar, diketahui bahwa ekstrak semi polar (etilasetat) memiliki aktivitas tertinggi dalam menghambat S. aureus, B. cereus dan E. coli. Selain itu, ekstrak semi polar memiliki kandungan komponen antimikroba yang bersifat non volatil seperti saponin dan triterpenoid lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak polarnya sehingga diduga ekstrak semi polar ini lebih stabil terhadap panas. Oleh karena itu, ekstrak semi polar dengan konsentrasi 10% digunakan pada penelitian utama.
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
41
Pengujian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Lengkuas terhadap spora B. cereus
400-
S 350 2 0 300 , i S 250
y = 89 872x - 63.05 • R ! • 0.8285 J"
20
i 1 ° . : « 150 2
a
" 100
y = 89.872X - 6 3 . 0 5
I I 200 e "
s*
R1 = 0 8285
•s a 100 * ! o
i & so 3
300
« "
o
(
2
(
6
4
2
I
250
y = 90.638X - 148.39 R ! = 0 8607 y
< 20.0 |
b
4
6
Ln Mo
Ln Mo
q
•
yf
c
\
2S0
=
200
y =90.638x - 148.39_ R' = 0.8607
" •= 1 5 0
150
.2 100
/
!»•'
2
6
4 Ln Mo
«
250 200 ! E e
* 5 200 |
5
u
50 I
= «O.
<0
J«
0
o0
S 25°
250 y = 90.638X - 148.39
6 E
~ .2 100 M
I S 50 3.
50
l)
" S 20° X .2 150
0
y « 90.638X - 148.39. R' = 0 8607
« 2 150 2 g " • _ 5 x 100
150 100 |
r
250 ,
e
i 90.638X - 148.39. R ! = 0.8607
y
R'= 0.8607
17
g
"
y = 90.638x - 148.39 R ! = 0.8607 y
S 200
II: i
h
J i)
2
4
6
Ln Mo
Gambar 4. Grafik kurva linier penentuan MIC ekstrak lengkuas Keterangan : (a) non polar / S. aureus; (b) non polar / B. cereus; (c) semi polar / S. aureus; (d) semi polar / B. cereus; (e) semi polar / E. coli; (f) polar / S. aureus; (g) polar / B. cereus; (h) polar E. coli 42
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Rata-rata diameter zona penghambatan yang dibentuk oleh ekstrak semi polar (etilasetat) dengan konsentrasi 10% (v/v) terhadap spora B. cereus adalah 10.72 mm. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan spora dihambat sehingga spora tersebut tidak dapat bergerminasi menjadi sel vegetatif. Menurut Madigan (2003), proses germinasi dirangsang oleh adanya perlakuan heat shock pada suhu subletal, adanya asam amino, glukosa, ion-ion magnesium dan mangan. Namun, penghambatan ekstrak terhadap spora B. cereus lebih kecil bila dibandingkan dengan penghambatannya terhadap sel vegetatif B. cereus. Hal ini karena spora B. cereus memiliki lapisan pelindung berupa kandungan asam dipikolinat pada korteks dinding spora. Asam dipikolinat tersebut memiliki sifat seperti gel serta kaya akan kandungan ion kalsium (Jay, 1997). Pengujian Kestabilan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Lengkuas terhadap Perlakuan Pemanasan pada Suhu 60°C, 80°C dan 100°C. EKStrak semi polar (etilasetat) yang dipanaskan pada suhu 60°C dan 80°C selama 5, 10, dan 15 menit membentuk diameter zona penghambatan yang relatif stabil dengan diameter zona penghambatan yang dibentuk oleh kontrol (tanpa pemanasan) untuk semua jenis bakteri patogen yang diujikan (Gambar 5 dan 6). Hasil analisis statistik {one way anova) juga menyatakan bahwa aktivitas penghambatan ekstrak lengkuas semi polar yang dipanaskan pada suhu 60°C dan 80°C, tidak dipengaruhi oleh lamanya pemanasan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan yang lebih besar dari 0.05 (sig. > 0.05). Kestabilan ekstrak semi polar (etilasetat) yang dipanaskan pada suhu 60°C dan 80°C selama 5-15 menit karena sebagian besar kandungan minyak atsiri lengkuas berupa metil sinamat dan sineol. Metil sinamat dan sineol tersebut berfungsi sebagai antibakteri. Metil Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
43
Diameter Zona Hambat (mm)
sinamat memiliki titik didih 263°C. Sineol memiliki titik didih antara 176°C - 177°C (Guenther, 1987). Selain itu, pemanasan pada suhu 60 °C dan 80°C belum dapat menyebabkan penguapan komponen fenolik dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak semi polar tersebut (Naidu dan Davidson, 2000).
14 13 12 11 10 9 8
_I2R< '
12.89a
11.353
l!.29 a
9.75"
9.723
l 2 83 a
11.28a A- — 9.68a 10
5
it
B
_^12.64a * 11.29 A
a 9.72
.5 i
Waktu Pemanasan (menit)
'-+-S. aureus —•— B. cere us —*— /•:. coli Gambar 5. Kestabilan ekstrak semi polar terhadap pemanasan 60°C
R XI
E
a
li
ona
l'
(ui
es
N
B 10
u
12.76
I\
12.23
-»]].23a
.28
11.23
9.63
9.68
11.16
•*-»
E g
Q
.12.49
12.78
'»
9.62
9.65
X
0
5
10
15
Waktu Pemanasan (menit) •5. aureus —9—B. cereus
A E. coli
Gambar 6. Kestabilan ekstrak semi polar terhadap pemanasan 80°C
44
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Namun aktivitas ekstrak yang dipanaskan pada suhu 100°C selama 15 menit mulai mengalami penurunan (Gambar 7). Analisis statistik (one way anova) menunjukkan bahwa lama pemanasan pada suhu 100°C berpengaruh signifikan terhadap aktivitas penghambatannya. Hal ini terlihat dari nilai signifikan yang lebih besardari 0.05 (sig. > 0.05). Ketidakstabilan aktivitas antibakteri lengkuas tersebut disebabkan sebagian kandungan komponen fenolik yang terdapat dalam ekstrak menguap. Komponen fenolik yang terkandung dalam lengkuas tersebut antara lain adalah eugenol. Hasil penelitian Sumaryanto (1998) menunjukkan, terjadi penurunan eugenol sebesar 9.4% dari cengkeh segar yang disanggrai. Selain itu, hasil penelitian Tjondrodihardjo (1992) menyebutkan, bahwa aktivitas penghambatan bumbu gulai salah satunya lengkuas yang telah mengalami pemanasan pada suhu 100°C selama 15-45 menit akan mulai berkurang.
13
« X)
s
12
ses
^ 11
X
11.32b
o S5
10 CI 1~>
s
.2 Q
'i
9.51
9.58
9.50
9.37
X 0
5
10
15
Waktu Pemanasan (menit) S. aureus
* B. cereus
A E. coli
Gambar 7. Kestabilan ekstrak semi polar terhadap pemanasan 100°C
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
45
Pengujian Kestabilan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Lengkuas terhadap Perlakuan pH Pada uji ini, dilakukan penambahan tween 80 dengan konsentrasi 0.5% ke dalam larutan buffer KH 2 P0 4 , yang berfungsi sebagai emulsifier. Menurut Winamo (1997), daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak dan air. Penambahan tween 80 akan meningkatkan jumlah enzim ekstraseluler karena mampu meningkatkan pengeluaran komponen tersebut dari dalam sel melalui modifikasi perubahan permeabilitas membran plasma (Huot et al., 1996), sehingga komponen antimikroba lebih mudah berpenetrasi ke dalam sel. Ekstrak semi polar tersebut memiliki aktivitas penghambatan tertinggi terhadap pertumbuhan S. aureus, B. cereus dan E. coli pada pH 4 dan pH 5 sedangkan pada pH yang semakin tinggi (pH netralpH basa), aktivitasnya semakin berkurang. Hasil analisis statistik (one way anova) menunujukkan bahwa kondisi pH berpengaruh signifikan terhadap aktivitas antimikroba ekstrak lengkuas semi polar terhadap S. aureus dan £. coli namun tidak berpengaruh signifikan terhadap B. cereus (Gambar 8). Aktivitas ekstrak semi polar yang relatif lebih tinggi pada pH asam ini disebabkan oleh komponen fenolik bersifat asam lemah (Suradikusumah, 1989). Pada kondisi pH rendah, asam lemah tersebut tidak terionisasi sehingga dapat memasuki sel dan menyebabkan kerusakan sel (Jay, 1997). Menurut Tassou et al., (1995), keefektifan komponen fenolik pada pH asam karena komponen fenolik lebih bersifat hidrofobik sehingga memiliki kelarutan yang baik pada membran sel. Keefektifan senyawa antimikroba alami pada pH rendah dalam menghambat beberapa bakteri telah dilaporkan juga oleh Ultee et al., (1998) dan Beuchat et al., (1994). Ultee et al., (1998) melaporkan bahwa karvakrol efektif menghambat B. cereus pada pH
46
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
5 sampai 6, bila dibandingkan pH 7. Beuchat et a/., (1994) menyebutkan bahwa pada pH 5,0 dan 6,4 efek penghambatan jus wortel dapat mengakibatkan kematian pada L monocytogenes.
12
11.5
E
11
B 10.5 eg
111
£ e<
9.5
K
9
ca c o
8.5
N i_
5
6
7
Derajat Keasaman (pH) S. aureus
B. cereus
•E. coli
Gambar 8. Kestabilan ekstrak semi polar pada kondisi pH KESIMPULAN DAN SARAN Ekstrak semi polar dan ekstrak polar mampu menghambat pertumbuhan S. aureus, B. cereus dan E. coli. Namun ekstrak non polar hanya mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan B. cereus. Ekstrak non polar memiliki nilai MIC terkecil terhadap S. aureus, sedangkan ekstrak semi polar dan ekstrak polar memiliki nilai MIC terkecil terhadap E. coli dan 8. cereus. Ekstrak semi polar mampu menghambat pertumbuhan spora B. cereus, aktivitasnya lebih kecil dibandingkan aktivitas penghambatan terhadap sel vegetatif 8. cereus. Kestabilan ekstrak semi polar dalam menghambat S. aureus, B. cereus dan E. coli mulai mengalami penurunan dengan adanya pemanasan pada suhu 100°C selama 15 Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
47
menit. Aktivitas antimikroba ekstrak lengkuas dalam menghambat ketiga bakteri uji lebih efektif pada pH asam (4 - 5). Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui jenisjenis kandungan komponen bioaktif dalam minyak atsiri lengkuas secara spesifik menggunakan GC (Gas Chromatography), pengujian aktivitas antimikroba ekstrak lengkuas dengan menggunakan metode kontak sehingga dapat diketahui besarnya penurunan siklus log bakterinya, serta penelitian mengenai keakuratan nilai MIC yang diperlukan sebagai acuan dalam aplikasi ekstrak lengkuas sebagai bumbu dan antimikroba alami. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. 1992. Kimia Kayu. FMIPA IPB.Bogor Best, G.K. 1999. Antibacterial Chemoteraphy. http://pharmintho.com/ publ/msb/newdrqs.html. Beuchat, L.R., Brackett, R.E., dan Doyle, M.P. 1994. Lethality of Carrot Juice to Listeria monocytogenes as affected by pH, Sodium Chloride and Temperature. J Food Protect. 57(6): 470-474. Bloomfield, S.F. 1991. Assesing Antimicrobial Activity . Di dalam : Denyer, S.P., dan Hugo, W.B. (eds). Mechanism of Action of Chemicals Biocides. Blackwell Scientific Dekker. New York. Carson, C.F. and Riley, T.V. 1995. Antimicrobial Activity of the Major Components of the Essential Oil of Melaleuca alternifolia. J. Appl. Bacteriol. 78 : 264-269. Djubaedah, E. 1986. Ekstraksi Oleoresin dari Jahe (Zingiber officinale Roscoe). Media Teknologi Pangan 2 (2): 10-19.
48
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Franklin, T. and G.A. Snow. 1989. Biochemistry of Antimicrobial Action. Chapman and Hall. London. Friedman M, Henika P.R., Mandrell R.E. 2003. Antibacterial activities of phenolic benzaldehydes and benzoic acids against Campylobacter jejuni, Escherichia coli, Listeria monocytogenes and Salmonella enterica. J Food Prot 66 (10): 1811-1821. Friedman M, Henika P.R, Levin C.E. dan Mandreil R.E. 2004a. Antibacterial activities of plant essential oils and their components against Escherichia coli 0157:H7 and Salmonella enteritica in apple juice. J Agric Food Chem 52: 6042-6048. Houghton, P.J. and Raman, A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractination of Natural Extracts. Thomson Science.London. Huot, E., C. Barrena. Gonzalez and H. Petitdemage. 1996. Tween 80 Effect on Bacteriosin Synthesis by L. Lactis subsp. Cremoris. J. Appl. Microbial. 22 : 307. Ingram, L.O. 1981. Mechanism of Lysis of E. coli by Ethanol and other Chaotropic Agent. J. of Bacteriology. Vol 146 No 1 : 331-335. Dalam Widarto, H. 1990. Pengaruh Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle linn.) terhadap Pertumbuhan Bakteri E. coli dan S. aureus. Skripsi Fateta-IPB. Bogor. Jay, S.J. 1997. Modern Food Microbiology 5th ed. Chapman and Hall. New York.
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
49
Kondo, A.H, Ohigashi. A, Murakami. J, Suratwadee and K.I. Khoshimizu. 1993. V Acetoxycavicol acetate as a Potent Inhibitor of Tumor Promotor-lnduced Epstein-Barr Virus Activation from Languas Galanga, a Traditional Thai Condiment. J. Biosci. Biotech. Biochem 57(8): 1344-1346. Madigan, M.T., J.M. Martinko., J. Parker. 2003. Brock Biology of Microorganisms. Tenth Edition. Southern Illinois University Carbondale. Moat A.G, Foster J.W, dan Spector M.P. 2002. Microbial Physiology. Ed ke-4d. New York: Wiley-Liss. Mulyaningsih, S. 1996. Uji Daya Antifungi dan Analisis Kromatografi Gas Spektroskopi Massa Minyak Atsiri Laos Merah. Jur. Farmasi FMIPA UNPAD. Bandung. Naidu A.S. dan Davidson P.M. 2000. Phyto-phenols. Di dalam Naidu AS, editor. Natural Food Antimicrobial Systems. New York: CRC Press Rahayu, W.P. 1999. Kajian Aktivitas Antimikroba Ekstrak dan Fraksi Rimpang Lengkuas (Alpinia Galanga L. Swartz) terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Rahayu,
W.P. 2000. Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. J. Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XI. No. 2.
Setiawan, C.P. 2002. Pengaruh Perlakuan Kimia dan Fisik terhadap Aktivitas Antimikroba Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) walp.). Skripsi. Fateta. IPB-Bogor.
50
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Sikkema, J., J. A. de Bont and B. Poolman. 1995. Mechenism of Membrane Toxicity of Hydrocarbons. Microbiol. Rev. 59:20. Sumaryanto, H. 1998. Mempelajari Pengaruh Jenis Rempah-rempah terhadap Pembentukan Flavor Kecap Manis. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Suradikusumah, E. 1990. Pemisahan Senyawa Fenol dengan Cara Kromatografi Kinerja Tinggi (HPLC). Buletin Kimia FMIPAIPB. 11:49. Tassou, C.C., Drosinos, E.H., and Nychas, G.J.E. 1995. Effects of Essential Oil from Mint (Mentha piperita) on Salmonella enteridis and Listeria monocytogenes in Model Food System at 4°C and 1(fC. J Appl Bacterid 78: 593-600. Thohari, I. 1997. Pengkajian Daya Insektisida Alami dari Lempuyang (Zingiberaromaticum), Temu Hitam (Curcuma Aeroginosa) dan Lengkuas (Alpinia galanga) terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Montsh. Skripsi Fateta. IPB.Bogor. Tjondrodihardjo, A.H. 1992. Aktivitas Antimikroba Bumbu Gulai terhadap Pertumbuhan Beberapa Bakteri Patogen. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Tilaar. 2002. Budidaya secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya. Bogor. Ultee, A., Gorris, L.G.M., and Smid EJ. 1998. Bacterial Activity of Carvacrol toward the Food-Borne Pathogen Bacillus cereus. J Appl Microbiol 85: 213-218.
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
51
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yasa Boga. 1997. Masakan Indonesia. PT.Gramedia. Jakarta.
52
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006