Aplikasi Bioelectrical Impedance Untuk Mengukur Gerakan Sendi Lutut Pada Bidang Sagital Alfian Budiarmoko
Achmad Arifin Jurusan Teknik Elektro-FTI, ITS, Surabaya-60111,
[email protected] Abstrak— Jaringan tubuh manusia tersusun dari berbagai material kompleks yang memiliki sifat-sifat listrik yang berbeda. Bioelectrical Impedance (BI) mengacu pada perlawanan aliran arus yang melalui jaringan tubuh tersebut. BI ini memiliki nilai yang bervariasi tergantung dari perubahan komposisi material pada jaringan tubuh. Perubahan tersebut dapat terjadi akibat adanya gerakan atau karena suatu penyakit tertentu. Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengembangkan rangkaian pengukuran BI serta aplikasinya untuk menganalisa perubahan BI terhadap perubahan sudut dari sendi lutut / knee joint pada bidang sagital. Metode yang digunakan untuk mengukur perubahan BI terhadap gerakan knee joint ialah dengan menginjeksikan arus sinusoidal yang konstan dengan amplitudo 250µA dan Frekuensi 50KHz pada bagian kanan abdomen dan telapak kaki bagian atas, serta mencatat perubahan drop tegangan diantara dua titik tertentu pada kaki. Perubahan drop tegangan ini diproses pada rangkaian Instrumentasi BI, yang terdiri dari rangkaian Instrumentasi Amplifier sebagai penguat sinyal, rangkaian High Pass Filter untuk menghilangkan noise pada frekuensi rendah, serta rangkaian Demodulation Amplitudo untuk mendapatkan tegangan eksak dari BI. Data BI yang diperoleh kemudian diubah dalam bentuk digital menggunakan ADC mikrokontroler ATMega32 dan dikirim ke komputer melalui komunikasi serial untuk diolah pada program khusus. Dengan penguatan 194.35 kali pada rangkaian instrumentasi amplifier, hasil nilai BI berubah antara ±2.3V hingga ±1.5V untuk perubahan sudut knee joint dari 0° hingga 120°. Ketidaklinearan antara BI dengan sudut knee joint mengakibatkan error yang cukup besar yaitu 64o, dimana minimum error yang terjadi sebesar 0o. Pengaruh posisi penempatan elektroda sangat vital terhadap kelinearan hasil pengukuran ini. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut tentang penempatan elektroda ini sangat diperlukan untuk pengembangan kedepannya. Hasil pengukuran sudut menggunakan sistem pengukuran BI ini dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, salah satunya ialah sebagai pengganti electro-goniometer dalam sistem rehabilitasi FES.
I. PENDAHULUAN Ilmu dan teknologi dalam dunia medis semakin berkembang pesat seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Saat ini kecanggihan teknologi tersebut sangat membantu tenaga kerja dalam dunia medis dalam menangani permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan teknologi dan kaitannya dengan tubuh manusia, baik dalam ruang lingkup kesehatan maupun teknologi medis yang
digunakan untuk membantu manusia mempermudah melakukan aktifitasnya. Belakangan ini, pengukuran Bioelectrical impedance pada tubuh manusia telah dikembangkan oleh banyak peneliti untuk berbagai keperluan. Diantaranya untuk mengetahui komposisi tubuh secara akurat, menganalisa tingkat kegemukan tubuh, hingga mengaplikasikan hasil pengukuran bioelectrical impedance tersebut untuk menjalankan suatu peralatan tertentu. Seperti yang telah dikembangkan oleh Nahrstaedt Holger yang mengaplikasikan pengukuran bioimpedance pada kaki untuk mengukur sudut knee joint dan ankle joint sebagai pengganti electro-goniometer pada penelitiannya tentang Drop foot Stimulator [4], atau yang diteliti oleh Song Chul-Gyu yang memanfaatkan pengukuran bioimpedance untuk memantau pergerakan kaki [5], dan juga Yunfei yang memanfaatkan pengukuran bioimpedance untuk membantu penderita cacat untuk dapat menggerakkan dan mengendalikan kursi roda hanya dengan menggerakan otot punggung [9]. Namun rangkaian keseluruhan yang digunakan dalam pengukuran bioimpedance ini masih belum banyak dipublikasikan, kebanyakan dari penelitian tersebut hanya mencantumkan sistem umum dalam pengukuran bioimpedance yang mereka lakukan. Oleh karena itu dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan rangkaian instrumentasi pengukuran bioimpedance secara menyeluruh serta melakukan percobaan untuk menganalisa perubahan bioimpedance terhadap pergerakan sendi lutut atau knee joint pada bidang sagital. Dari hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan secara luas untuk berbagai macam aplikasi. Contohnya sebagai pengganti electro-goniometer dalam rehabilitasi Swing Phase Gait, ataupun untuk menggerakkan suatu robot berdasarkan perubahan gerak dari knee joint yang kita lakukan.
II. DASAR TEORI 2.1. Bioelectrical Impedance Seluruh material, termasuk pula jaringan tubuh, memiliki sejumlah sifat-sifat listrik yang berbeda-beda. Bioimpedance mengacu pada perlawanan aliran arus yang melalui jaringan tubuh tersebut. Impedansi dari sebuah konduktor yang dialiri arus listrik memiliki nilai terbatas yang dipengaruhi oleh komposisi material konduktor tersebut, sedangkan pada jaringan tubuh substansi yang terkandung didalamnya tidak homogen. Jaringan tubuh memiliki struktur kompleks yang tersusun dari berbagai material, komposisi, dan sususan yang berbeda-beda, sehingga impedansi dari jaringan tubuh ini memiliki nilai yang kompleks pula.
Besarnya frekuensi dari arus berpengaruh terhadap kemampuan arus melalui jaringan tubuh. Apabila arus yang menembus jaringan tersebut berfrekuensi rendah, maka arus tersebut tidak dapat melalui kapasitansi membran sel namun dapat mengalir melalui daerah ekstraseluler. Sebaliknya, dengan frekuensi tinggi, resistivitas dalam kapasitansi menurun dan mengijinkan arus melalui cairan internal sel.
Posisi elektroda 1 hingga 5 digunakan untuk mengukur ankle movement, sedangkan 10 posisi elektroda lain (5 hingga 14) digunakan untuk mengukur pergerakan knee movement. Dalam tugas akhir ini, hanya akan diambil posisi konfigurasi elektroda yang dianggap paling optimal untuk mengukur bioimpedance pada knee movement, yakni posisi elektroda (6,10) atau (6,8) sebagai elektroda pengukur tegangan.
III. PERANCANGAN SISTEM
Gambar 1. Perbandingan perbedaan jalur alir oleh sebuah arus dalam jaringan tubuh yang bergantung dari besar frekuensi [1] Dengan menginjeksikan arus sinusoidal dengan nilai dan frekuensi yang tepat ke tubuh, kemudian mengukur tegangan yang dihasilkan pada bagian tubuh lainnya dengan menggunakan elektroda, maka kita dapat mengukur nilai bioimpedance pada bagian tubuh tersebut. Berikut ini merupakan penempatan elektroda yang optimal untuk pengukuran Bioimpedance khusus pada knee movement, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chul Gyu Song, dkk [3].
Gambar 2 Diagram Skematik pengujian posisi pasangan elektroda yang paling optimal untuk ankle movement dan knee movement [3]. Dua buah elektroda eksitasi arus diletakkan salah satunya pada bagian kanan abdomen, yang terletak 15cm dari elektroda 11 dan elektroda satu lagi pada bagian atas telapak kaki bertujuan untuk menghasilkan sebuah distribusi arus yang uniform. H adalah jarak antara medial epicondyle dari taloerural articulation dan femur, dan W adalah jarak antara medial epicondyle dari femur dan hip bone. Elektroda 1,3, dan 5 diletakkan pada anterior plane dari tibia, dan elektroda 2,4,6 diletakkan pada baigan posterior plane. Elektroda 7 hingga 10 dan 11 hingga 14 secara berurutan diletakkan pada anterior, medial, posterior dan lateral plane dari femur dalam dua baris.
Pada dasarnya sistem pengukuran bioimpedance ini terbagi menjadi dua bagian rangkaian, yakni bagian sumber arus sinusoidal dengan frekuensi sebesar 50Khz dan nilai amplitudo 0,25mA, serta bagian pengukur tegangan, yang berfungsi untuk mengolah sinyal hasil pengukuran tegangan bioimpedance. Rangkaian sumber arus tersusun dari rangkaian sine wave generator dan rangkaian Voltage Controlled Current Source (VCCS). Sinyal tegangan sinusoidal dengan frekuensi 50Khz dihasilkan oleh rangkaian sine wave generator yang kemudian dikonversi menjadi sinyal arus yang memiliki amplitudo konstan serta frekuensi yang sama pada rangkaian VCCS. Sinyal arus sinusoidal tersebut kemudian di alirkan ke tubuh melalui dua buah disposable electrode Ag/AgCl. Perubahan bioimpedance yang dihasilkan kemudian diukur menggunakan dua buah elektroda pengukur tegangan dengan tipe yang sama. Tegangan tersebut dikuatkan menggunakan rangkaian Instrumentasi Amplifier yang memiliki kemampuan common mode rejection ratio yang tinggi.
Gambar 3. Diagram Blok Hardware Karena sinyal bioimpedance termodulasi pada frekuensi 50Khz, maka gangguan-gangguan pada frekuensi rendah yang dihasilkan dari sinyal EMG serta pergerakan artefak dihilangkan menggunakan rangkaian High Pass Filter 25Khz. Hasil absolut dari sinyal bioimpedance didapat dari rangkaian demodulasi amplitudo, dalam rancangan ini digunakan rangkaian AC to DC converter. Sinyal bioimpedance yang telah berupa tegangan DC kemudian diubah ke dalam bentuk digital menggunakan ADC internal mikrokontroller. Hasil konversi ini kemudian ditampilkan pada layar LCD serta dikirimkan melalui komunikasi serial melalui modul USB to Serial converter untuk diolah lebih lanjut pada software yang telah dirancang.
2.1.1.2 Low Pass Filter Rangkaian ini digunakan untuk mendapatkan output berupa sinyal sinusoidal dari masukan sinyal persegi yang dihasilkan rangkaian Square wave generator. Frekuensi Cut off dari rangkaian low pass filter ini sama dengan frekuensi sinyal yang dihasilkan oleh rangkaian square wave generator, yakni 50Khz.
Gambar 4. Diagram Blok Software Software diatas dirancang secara real time untuk dapat menerima data secara serial dari mikrokontroller, kemudian mengkalibrasikan data-data tersebut agar memiliki nilai yang linear dengan sudut yang dibentuk oleh knee joint. Dari proses kalibrasi tersebut akan didapatkan data berupa nilai sudut yang kemudian ditampilkan pada display user interface program. Sudut yang terbentuk ditampilkan pula berupa gambar 3D dari simulasi kaki, tambahan aplikasi ini didisain menggunakan fasilitas OpenGL yang terintegrasi dengan program delphi. Semua data yang telah diolah pada program dapat disimpan berupa file *.dat atau dalam format excel. Data yang telah disimpan sebelumnya juga dapat ditampilkan kembali pada program ini. 2.1 Perancangan Hardware 2.1.1. Sine Wave Generator Rangkaian sine wave generator disusun dari rangkaian square wave generator yang diikuti rangkaian low pass filter dan rangkaian non-inverting amplifier. 2.1.1.1 Square Wave Generator Rangkaian ini berfungsi untuk menghasilkan sinyal persegi secara free running dengan tambahan adanya pengaturan frekuensi dari sinyal keluarannya. Rangkaian ini sering disebut juga sebagai rangkaian astable multivibrator.
Gambar 6. Rangkaian Low Pass Filter Frekuensi cut off : 𝑓𝑐𝑙 =
1
2𝜋 2𝑅6 𝐶2 Dengan syarat nilai-nilai komponen dari R6=R7=0.5R5. dan C2=C3+C5. Dengan frekuensi Cut Off yang diharapkan sebesar 50Khz, serta ditetapkan nilai komponen kapasitor C2=1nF. Maka nilai dari R6=R7=2,2KΩ. Jadi nilai R5 = 2R6 = 4,4 KΩ. Dipilih nilai resistor yang ada dipasaran, yakni R3=4,7KΩ. 2.1.1.3 Non Inverting Amplifier Rangkaian ini digunakan sebagai pengatur amplitudo tegangan dari sinyal sinusoidal yang telah dihasilkan oleh rangkaian low pass filter. besar penguatan dari rangkaian ini dirumuskan pada persamaaan berikut: 𝑅10 𝐴𝑐𝑙 = 1 + 𝑅9
Output
OUTPUT
Gambar 5. Rangkaian Square Wave Generator 1 𝑓𝑜𝑢𝑡 = 2𝑅3 2𝑅1 𝐶 ln( 𝑅4 + 1) Dengan R3=R4=1KΩ dan ditetapkan C=1nF, maka agar dihasilkan sinyal persegi dengan frekuensi 50Khz dibutuhkan nilai R1 ≈ 9,1 KΩ.
Gambar 7. Rangkaian Non Inverting Amplifier Dipilih R9 = 1KΩ. serta R10 merupakan resistor variabel sebesar 5 Kohm.
2.1.2. Voltage Controlled Current Source (VCCS) Rangkaian ini berfungsi untuk mengubah sinyal tegangan sinusoidal menjadi sinyal arus sinusoidal yang nantinya akan disalurkan melaui elektroda ke tubuh pasien. Secara garis besar, dalam pengukuran bioimpedance hal-hal yang harus diperhatikan dari rangkaian VCCS ialah rangkaian ini memiliki impedansi output yang tinggi, serta memiliki bandwidth yang lebar
sinyal input, terutama sebagai perlindungan pada rangkaian instrumentasi amplifier agar tidak mengalami kerusakan disaat dilakukan stimulus listrik dengan tegangan tinggi ketika rehabilitasi FES dilakukan 2.1.4. High Pass Filter Rangkaian ini digunakan untuk mengeliminasi sinyal-sinyal noise pada frekuensi rendah yang dihasilkan dari pergerakan artefak elektroda, sinyal EMG tubuh, serta sinyal noise lainnya yang dapat merusak sinyal asli dari pengukuran bioimpedance.
Gambar 8. Rangkaian VCCS ketika nilai-nilai dari resistor 𝑅13 𝑅15 = 𝑅12 𝑅14 Impedansi outputnya akan bernilai tidak terhingga (Ro=∞). Dipilih nilai R12=R13=R14=R15=100 KΩ. Dan arus 𝑉 beban 𝐼𝑂𝑢𝑡 = 𝑖𝑛 𝑅 Dimana Vi merupakan nilai root mean 16 square dari tegangan input. Digunakan multitune sebagai R16 agar sinyal arus sinusoidal yang dihasilkan dapat diatur hingga mencapai 250µA. Kapasitor non polar sebesar 1µF diletakkan secara seri pada output arus positif untuk menghilangkan arus DC yang turut keluar dari rangkaian. 2.1.3. Instrumentasi Amplifier IC Low Cost Low power Instrumentation Amplifier AD620 digunakan dalam rangkaian ini. Penggunaan ICAD620 ini didasarkan atas tingkat Common Mode Rejection Ratio (CMMR) yang lebih tinggi dibandingkan dengan IC op-amp lainnya. Penguatan instrumentasi ini ditentukan oleh nilai RG. 49,4 𝐾 𝐺= +1 𝑅𝐺 Digunakan multitune 1KΩ sebagai RG, sehingga minimal penguatan dari rangkaian ini adalah 50,4 kali.
Gambar 10. Rangkaian High Pass Filter
Sesuai standar desain filter, dimana untuk C=C4= C6, R19= ½ (R11+R8), dan (R17+R18 ) = (R11+R8) maka persamaan frekuensi Cut off nya: 1 𝐹𝑐ℎ = 2𝜋(R11 + R8)𝐶 Dengan menetapkan frekuensi Cut off 25Khz serta nilai kapasitor dipilih C=1nF, maka R11+R8≈ 9KΩ. Dengan penyesuaian nilai resistor standar yang ada dipasaran, maka dipilih nilai R11=R8=4,7KΩ. sehingga diketahui R17=R18 = R19=4,7KΩ. 2.1.5. AC to DC Converter Nilai tegangan absolut dari bioimpedance yang terukur masih ikut termodulasi secara amplitudo dengan sinyal sinusoidal 50Khz yang berasal dari injeksi arus sinusoidal 0,25mA 50Khz. Untuk memisahkan sinyal tersebut diperlukan proses demodulasi amplitudo, dalam rancangan ini digunakan rangkaian AC to DC converter yang berfungsi untuk mengubah sinyal input AC menjadi tegangan output DC. Tegangan output ini dirancang agar dihasilkan tegangan RMS dari sinyal input AC nya.
Gambar 9. Rangkaian Instrumentasi Amplifier Rangkaian pembatas tegangan / voltage limitter juga diberikan pada kedua sinyal masukan rangkaian instrumentasi ini. Rangkaian ini digunakan untuk membatasi tegangan
‘
Gambar 11. Rangkaian AC to DC Converter
Sinyal masukan yang diubah hanya yang berpolaritas positif saja, sedangkan polaritas negatifnya tidak diloloskan. Untuk mencari nilai tegangan rms dari suatu sinyal sinusoidal dapat menggunakan rumus 𝑉𝑚 𝑉𝑟𝑚𝑠 = = 0.707𝑉𝑚 2 dan rumus untuk mendapatkan tegangan DC rata-ratanya: 2𝑉𝑚 𝑉𝑑𝑐 = = 0.637𝑉𝑚 𝜋 Rangkaian ini terdiri dari dua buah op-amp. IC7A berfungsi untuk menyearahkan gelombang sinusoidal dengan penguatan sebesar 𝑅21 20𝑘 𝐺= − =− = −1 𝑅20 20𝑘 . IC7B merupakan rangkaian summing amplifier dengan penguatan sebesar 𝑅23 222𝑘 − =− = −2.22 𝑅22 100𝑘 dan 𝑅23 222𝑘 − =− = −1.11 𝑅24 200𝑘 Output dari IC7B diratakan dengan kapasitor dengan nilai 1μF agar dihasilkan sinyal DC yang halus. 2.1.5. Rangkaian Mikrokontroler Rangkaian mikrokontroler berupa sistem minimum mikrokontroler AVR Atmega32 dengan nilai Xtal yang digunakan bernilai 12MHz.. Rangkian ini berfungsi sebagai pengatur dari instrumentasi bioimpedance yang digunakan. Fungsi-fungsi tiap port yang digunakan pada rangkaian ini di cantumkan pada tabel berikut: Tabel 1. Port Mikrokontroler yang digunakan PORT PIN keterangan PORT A A.0 sebagai ADC (Analog to Digital Converter) dari output AC to DC converter instrumentasi bioimpedance PORT B B.7 Output Sinyal untuk melihat frekuensi sampling ADC PORT C C.0– C.7 Display LCD PORT D D.0&D.1 Rx & Tx yang digunakan dalam komunikasi serial RS232
linear dengan sudut, maka dilakukan kalibrasi dengan mengambil nilai tegangan saat sudut knee joint bernilai 0° dan 90°. Dari dua nilai tegangan ini maka akan dihasilkan suatu variabel pengali tegangan per Volt menjadi sudut. Dengan mengalikan variabel ini dengan nilai tegangan yang masuk, maka data sudut akan langsung didapatkan secara real time. Pengujian awal ini dilakukan dengan membandingkan data sudut hasil pengukuran menggunakan Instrumentasi Bioimpedance dengan nilai sudut yang didapat dengan menggunakan goniometer mekanik secara manual. Sebelumnya dilakukan proses pengaturan terlebih dahulu pada penguatan rangkaian instrumentasi amplifier, hal ini dikarenakan masih belum diketahui secara pasti nilai sinyal impedansi pada tubuh. proses pengaturan ini dilakukan dengan mengubah nilai resistor RG dan melihat sinyal output dari Instrumentasi amplifier pada osciloscope. Dari hasil pengaturan ini, didapat RG=255,5 Ω, berarti nilai Gain= (49,4KΩ /255,5Ω)+1=194,35. Pada osciloscope diketahui pada saat knee ekstension maksimum dengan sudut 0° Vrms=2,63V. sedangkan pada sudut knee joint 90° Vrms=2,31V . Dari hasil ini dapat dilihat adanya perbedaan tegangan ketika terjadi perubahan sudut knee joint. Tabel 2. Hasil pengujian pengukuran sudut knee joint Posisi Elektroda
Titik 6 dan 8
0° 30° 45° 60° 90° 100°
Sudut Hasil Kalibrasi Program
0° -7° 15° 35° 70° 92°
|Error|
0° 37° 30° 25° 20° 8°
Hasil sudut dari proses kalibrasi tersebut memiliki tingkat error yang cukup tinggi dibanding dengan titik referensi yang diambil dari goniometer. Oleh karena itu dilakukan kembali pengujian untuk posisi elektroda yang berbeda. Berikut tabel hasil pengujiannya. Tabel 3. Hasil pengujian II pengukuran sudut knee joint Posisi Elektroda
Pengukuran Sudut Goniometer
Titik 6 dan 10
0° 10° 20° 30° 40° 50° 60° 70° 80° 90° 100°
IV. PENGUJIAN SISTEM Pengukuran dilakukan dengan menempatkan elektroda sumber arus pada posisi c seperti pada gambar 2. serta elektroda pengukur tegangan pada posisi 6 dan 8 sesuai posisi terbaik untuk mengukur knee joint Hasil pengukuran tegangan yang telah diubah menjadi sinyal digital oleh mikokontroller kemudian di kirim ke komputer melalui komunikasi serial menggunakan modul USB to serial converter, dan pada komputer data tersebut ditampilkan dan dikonversi menjadi nilai sudut setelah dilakukan proses kalibrasi terlebih dahulu. Dengan persepsi hubungan tegangan yang terukur adalah
Pengukuran Sudut Goniometer
Hasil Kalibrasi Program Instrumentasi Bioimpedance
4° -1° -3° -3° 4° 13° 22° 36° 51° 71° 103°
|Error|
4° 11° 23° 33° 36° 27° 38° 34° 29° 19° 3°
0° 0 0° 10° 0 10° 20° 8 12° 30° 26 4° 40° 40 0° Titik 6 dan 50° 50 0° 7 60° 71 8° 70° 77 7° 80° 84 4° 90° 96 6° 100° 146 46° Dari hasil percobaan ke dua diatas, posisi elektroda pada titik 6,7 memiliki tingkat kelinearan yang cukup baik dibanding pada titik 6,10 maupun titik 6,8. Namun pada posisi elektroda ini untuk sudut rendah dibawah 20° dan sudut diatas 90° memiliki tingkat error yang tinggi. hal ini menunjukkan hubungan ketidak linearan antara sudut dan tegangan pengukuran untuk seluruh sudut yang dibentuk knee joint. Dilakukan Pengujian tambahan yang bertujuan untuk melihat hubungan bioimpedance terhadap sudut knee joint yang dibentuk. Dilakukan pencatatan terhadap nilai tegangan yang terukur dan sudut knee joint. Dari data-data yang ditampilkan dalam grafik excel, grafik tersebut di atur agar pada tersebut menampilkan garis polinomial beserta rumus persamaanya. Berikut salah satu data yang telah diperoleh: Tabel 4.5 Hasil pengukuran tegangan pada beberapa nilai sudut knee joint yang telah ditetapkan Nama
Eka Adi Prasetyo
Sudut goniometer (°) 0° 10° 20° 30° 40° 50° 60° 70° 80° 90° 100° 110° 120°
Tegangan Input (V) 1,81 V 1,82 V 1,81 V 1,78 V 1,74 V 1,69 V 1,63 V 1,55 V 1,44 V 1,41 V 0,99 V 0,95 V 0,87 V
Sudut (°)
Grafik Pengukuran Sudut-Tegangan 140 120 100 80 60 40 20 0
Series1 Poly. (Series1)
0
0,5
1
1,5
Tegangan (V)
2 y = -387,5x3 + 1466,x2 - 1871,x + 893,6
Gambar 12. Grafik hasil pengukuran tegangan terbaca dengan titik referensi sudut tertentu
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan antara tegangan yang terukur dari pengukuran bioimpedance tidak linear secara mutlak terhadap sudut yang terbentuk pada knee joint. Hal ini menunjukkan persamaan kalibrasi dengan persamaan linear yang diterapkan sebelumnya akan menghasilkan nilai yang tidak sempurna untuk berapa besar sudut tertentu. Persamaan polinomial yang diperoleh dari data hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif pada proses kalibrasi tegangan terhadap sudut knee joint untuk mendapatkan hasil yang mendekati nilai sebenarnya. Oleh karena itu dilakukan pengujian untuk melihat hasil pengukuran menggunakan persamaan polinomial. Kalibrasi menggunakan persamaan linear juga dilakukan untuk melihat perbandingan hasil yang didapat. Berikut tabel hasil pengujian yang telah dilakukan. Spesifikasi dari rangkaian instrumetntasi Bioimpedance diatur sebagi berikut: Arus input Sinusoidal = 250µA Gain Instrumentasi Amplifier = 194,35 Posisi elektroda pengukur tegangan = titik 6 dan 7. Tabel 4.6 Hasil kalibrasi sudut menggunakan persamaan polinomial dan linear Sudut Goniometer
0° 10° 20° 30° 40° 50° 60° 70° 80° 90° 100° 110°
Hasil Pengukuran Sudut Tegangan (Pers.PoliInput (V) nomial)
2,074 2,074 2,0593 2,03 1,995 1,96 1,878 1,854 1,781 1,678 1,483 1,405
22° 22° 29° 38° 48° 58° 68° 75° 84° 89° 105° 117°
|Error| Sudut (Pers. Linear)
0° 0° 4° 13° 18° 28° 51° 57° 77° 103° 152° 174°
Polinomial
Linear
22° 12° 9° 8° 8° 8° 8° 5° 4° 1° 5° 7°
0° 10° 16° 17° 22° 22° 9° 13° 3° 13° 52° 64°
Persamaan polinomial yang digunakan pada percobaan diatas diambil berdasarkan data sudut dan tegangan yang terukur pada saat itu. yakni y= -621,8 x3 + 3031 x2 – 4982 x + 2850. Dimana ‗y‘ merupakan variabel sudut, sedangkan ‗x‘ merupakan variabel tegangan yang diterima. Dari data percobaan diatas dapat diketahui bahwa dengan persamaan polinomial, hasil konversi nilai tegangan ke sudut memiliki error yang lebih kecil dibanding dengan pengukuran linear. Hasil dari persamaan polinomial memiliki error yang tinggi dibanding nilai lainnya untuk sudut dibawah 10°. Hal ini dapat disebabkan karena persamaan polinomial yang digunakan tidak melewati seluruh data sudut yang ada, seperti terlihat dari garis polinomial yang terbentuk pada gambar 12.
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melalui semua tahapan dalam tugas akhir ini, maka diperoleh beberapa kesimpulan antara lain : 1. Perubahan nilai bioelectrical impedance terhadap sudut knee joint memiliki perbandingan nilai yang tidak sepenuhnya linear, terutama disaat sudut dari knee joint lebih kecil dari ±30° serta diatas ±90°. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaklinearan ini dapat disebabkan akibat peletakkan posisi elektroda yang masih kurang tepat serta pengaruh internal dari karakteristik otot dan perubahan volume aliran darah yang masih sulit dipahami. 3. Hasil kalibrasi sudut menggunakan persamaan polinomial menghasilkan nilai sudut dengan error yang lebih kecil dibanding dengan teknik kalibrasi menggunakan persamaan linear. 4. Instrumentasi Bioimpedance ini dirancang untuk mengukur sudut yang dibentuk knee joint ketika melakukan gerakan knee extension maupun knee flexion yang nantinya dapat diaplikasikan untuk berbagai macam keperluan. 5.2 Saran Saran-saran yang dapat diberikan untuk pengembangan alat ini sebagai berikut: 1. Perlu penelitian lebih lanjut dalam penentuan posisi elektroda yang lebih tepat agar didapat hubungan yang lebih linear antara perubahan impedansi dengan perubahan sudut knee joint. 2. Dibutuhkan rangkaian Voltage Controlled Current Source (VCCS) yang lebih baik dalam menghasilkan arus yang konstan walau dengan perubahan hambatan beban yang besar sekalipun. 3. Untuk meminimalisir terjadinya arus bocor dari sumber tegangan luar yang dapat masuk ke tubuh pengguna melalui elektroda, maka perlu adanya penambahan rangkaian isolasi menggunakan optocoupler sebagai pemisah ground antara rangkaian instrumentasi bioimpedance dengan rangkaian minimum sistem mikrokontroler. 4. Banyak sekali aplikasi yang dapat dikembangkan dari teknik pengukuran bioimpedance ini, salah satunya ialah sebagai pengganti electro-goniometer dalam mengukur sudut knee joint pada sistem rehabilitasi FES. [1] [2]
[3]
DAFTAR PUSTAKA
Tabuenca, Javier Gracia, ― Multichannel Bioimpedance Measuremet, Master science Thesis‖, Tampere University Of Technology, 2009. Darminto Hendi Wicaksono Agung, ― Fuzzy Controller Type 2 Berbasis metode Cycle to Cycle Untuk Restorasi Swing Phase Gait dengan Functional Electrical Stimulation‖, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2009. Song Chul-Gyu, Kim Soo Chan, Nam Ki Chang, Kim Deok Won, ― Optimum electrode configuration for detection of leg movement using bio-impedance‖, Physiological Measurement, 26 (2005) S59–S68.
[4]
Nahrstaedt Holger, Schauer Thomas, Shalaby Rafaat, Hesse Stefan, Raisch Jorg, ― Automatic Control of a Drop-Foot Stimulator Based on Angle Measurement Using Bioimpedance‖, Internatonal Center for Artificial Organs and Transplanation and Wiley Periodicals, 2008. [5] SONG Chul-Gyu, KIM Deok Won, ― The Application of Bioelectrical Impedance to Monitor Leg Movement‖, IEICE Transf. Inf. & Sys, vol E88-D, No.1, January 2005. [6] _____,ATMega32,http://www.atmel.com/dyn/reso urces/prod_documents/doc2503.pdf, Juli 2010. [7] Terrell, David L., ― OP AMPS Design, Application, and Troubleshooting, Second Edition‖, UK: Elsevier's Science & Technology Rights Department in Oxford. 1996. [8] Coughlin Robert F., Driscoll Frederick F., ― Penguat Operasional dan Rangkaian terpadu Linear‖, diterjemahkan oleh Soemitro Herman Widodo, Penerbit Erlangga 1985. [9] Yunfei, Huang, ― Development of a Bioimpedance Based Human Machine Interface‖, Prince of Songkla University, 2009. [10] S. Grimnes, and O.G. Martinsen, ― Bioimpedance and Bioelectricity Basic,‖ Academic Press, 2005.
BIOGRAFI
Alfian Budiarmoko, dilahirkan di Pekanbaru 14 Desember 1987. Merupakan anak ke-2 dari 4 bersaudara dari pasangan Budi Miyarso dan Purwanti. Menempuh pendidikan di SDN Kerinci 007 Duri, kemudian dilanjutkan di SLTPS Cendana Duri, dan SMAS Cendana Duri Lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Jurusan teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Achmad Arifin, menerima gelar ST. di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun 1996. Sejak saat itu bergabung dalam Departemen Teknik Elektro ITS sebagai staff pengajar. Menerima gelar M.Eng dan Ph.D dari Electronic Engineering Tohoku University secara berturut-turut pada tahun 2002 dan 2005. Saat ini bekerja sebagai dosen pengajar di Jurusan Teknik Elektro ITS, Indonesia. Penelitian yang didalami adalah tentang neuromuscular control by FES and fuzzy control system. Merupakan anggota IEEE/EMBS.