APA KATA MEREKA? PENGETAHUAN, SIKAP, NIAT PATUH CALON PELAKU PAJAK
Theresia Woro Damayanti Supramono
Abstract The main aim of this study is to determine whether tax knowledge able to create a positive attitude and finally intent to become taxpayer compliance. This study provides empirical evidence that tax knowledge and tax attitude significantly relate with tax intention to comply. However, tax knowledge does not have a positive significant relationship with tax attitude. Consequently, the recent attempts by Indonesian Tax Officer to promote tax education may have only limited impact. Key words: Knowledge, Attitude and Intention to Comply
Abstrak Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pengetahuan pajak dapat menciptakan sikap positif yang pada akhirnya menciptakan niat untuk patuh wajib pajak. Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa pengetahuan dan sikap pajak pajak secara signifikan berhubungan dengan niat pajak untuk mematuhi. Namun, pengetahuan pajak tidak memiliki hubungan signifikan positif dengan sikap pajak. Sebagai konsekwensinya, upaya Petugas Pajak untuk memberikan tax education mungkin hanya memiliki dampak yang terbatas. Kata kunci: Pengetahuan, Sikap dan Niat untuk Patuh
PENDAHULUAN Self assessment system yang dikembangkan di Indonesia berimplikasi pada semakin tingginya ketergantungan penerimaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Sistem ini memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk secara aktif melaksanakan kewajiban perpajakannya (voluntary compliance), sehingga kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya mutlak diperlukan.
Kesadaran Wajib Pajak sangat diperlukan sebab sampai saat ini penerimaan pajak masih
menjadi tulang punggung penerimaan negara setelah penerimaan dari sektor minyak dan gas sudah tidak bisa diandalkan lagi. Namun berbagai kasus pajak akhir-akhir ini menyebabkan terpuruknya kepercayaan Wajib Pajak, yang tentu saja menyebabkan menurunnya kesadaran Wajib Pajak. Kasus yang sangat fenomenal adalah kasus Gayus Tambunan dimana penerimaan pajak tidak digunakan untuk membiayai kepentingan negara namun digunakan untuk kepentingan pribadi. Wajib Pajak memiliki pandangan bahwa pemerintah 1
tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Wajib Pajak merasa pajak yang dibayar telah dihabiskan dengan sia-sia dan tidak ada tanggung jawab sosial dari pemerintah (Carolina dkk, 2012). Sebenarnya pemerintah telah senantiasa mengupayakan berbagai cara untuk menciptakan kesadaran wajib pajak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dikeluarkan S-181/PJ.09/2008 tanggal 23 April 2008 tentang kegiatan Tax Goes to Campus dan High School Tax Road Show. Walaupun dicanangkan sejak tahun 2008, namun Tax Goes to Campus dan High School Tax Road Show baru efektif berjalan tahun 2010. Program ini bertujuan untuk mensosialisasikan pajak dan memperkenalkan tujuan dan manfaat membayar pajak kepada pelajar sejak dini, dengan harapan dapat mendekatkan pajak pada anak-anak sekolah, yang pada awalnya dilakukan pada anak SMA. Program Tax Goes to Campus dan High School Tax Road Show pada intinya memberikan pengenalan secara dini pada anak sekolah tentang perpajakan akan menumbuhkan kesadaran dini atas perpajakan (McKerchar, 2007). Selain itu program ini memiliki harapan semakin baik pengetahuan atas pajak akan membentuk sikap positif atau cara pandang yang positif atas pajak. Cara pandang yang positif atas pajak ini diharapkan dikemudian hari akan menciptakan Wajib Pajak yang sadar dan pada gilirannya akan menciptakan Wajib Pajak yang patuh. Edlund (1999) dalam pengujian empirisnya tentang sikap Wajib Pajak atas reformasi pajak dan pajak progresif selama tahun 1991-1996 di Swedia membuktikan bahwa Wajib Pajak yang tidak paham atas aturan-aturan pajak akan semakin menentang aturan-aturan pajak dibandingkan dengan Wajib Pajak yang paham atas aturan pajak. Beberapa penelitian di Indonesia juga telah membuktikan bahwa pengetahuan atas aturan-aturan perpajakan meningkatkan kepatuhan kewajiban perpajakan. Hapsari (2010) membuktikan bahwa pengetahuan dan kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Selain itu, penelitian Muyassaroh (2009) pada Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Klaten juga membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan Wajib Pajak atas prosedur perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban pajak Penghasilan. Terkait dengan sikap Wajib Pajak atas pajak, dalam penelitiannya tentang kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang, Jatmiko (2006) menemukan bahwa sikap Wajib Pajak baik atas sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Siahaan (2008) dalam penelitiannya pada Wajib Pajak PBB Kecamatan Candisari Kota Semarang juga membuktikan bahwa sikap masyarakat berkorelasi positif terhadap partisipasi pembayaran pajak. Dari penelitian-penelitian diatas, ditemukan adanya hubungan antara pengetahuan Wajib Pajak atas aturan perpajakan terhadap kepatuhan pajak dan adanya hubungan antara sikap Wajib Pajak terhadap kepatuhan pajak. Sesuai dengan dengan semangat Direktorat Jendral Pajak yang mulai menggarap calon-calon Wajib Pajak maka penelitian ini akan melakukan pengujian secara empiris terhadap calon Wajib Pajak terutama mahasiswa apakah pengenalan pajak secara dini akan mempengaruhi cara pandang dan dikemudian hari akan menciptakan Wajib Pajak yang patuh. Selain itu, alasan digunakannya calon Wajib Pajak sebagai objek penelitian, karena di bidang perpajakan penelitian terhadap calon Wajib Pajak belum banyak dilakukan. Penelitian terdahulu senantiasa menggunakan objek penelitian Wajib Pajak. 2
Peran mahasiswa bukan hanya sebagai calon potensial Wajib Pajak tetapi dimasa datang mahasiswa juga dapat berperan sebagai Fiskus dan Konsultan Pajak. Sebagai fiskus, mereka harus loyal terhadap sistem perpajakan dan bertindak sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah untuk merealisasikan penerimaan pajak (Brody dan Masselli, 1996) dengan cara meningkatkan kepatuhan pajak (Silvani, 1992). Disisi lain, sebagai konsultan pajak senantiasa diharapkan dapat mengurangi pembayaran pajak dari Wajib Pajak dan bertindak sebagai kepanjangan tangan dari Wajib Pajak (Yetmar dan Eastman, 2000). Sementara itu, sebagai Wajib pajak berupaya untuk meminimalkan pembayar pajak bahkan Wajib Pajak merasa tidak yakin bahwa penggelapan pajak adalah sesuatu yang salah (Kaplan dan Reckers, 1995 dalam Monsour et al, 2006). Mengingat objek calon Wajib Pajak maka penelitian ini tidak memungkinkan untuk menguji kepatuhan, sebab objek yang digunakan belum berkecimpung secara nyata dalam dunia perpajakan. Oleh sebab itu, yang akan diuji adalah niat untuk patuh. Niat untuk patuh ini diharapkan akan mewujudkan kepatuhan dimasa yang akan datang. Menurut Ajzen (1991) perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat berperilaku. Mustikasari (2007) juga telah membuktikan bahwa niat untuk tidak patuh berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan paparan diatas, penelitian ini menguji pengetahuan pajak, sikap pajak dan pengaruhnya terhadap niat untuk patuh di masa yang akan datang di kalangan mahasiswa.
METODE Edukasi pajak yang dijalankan di Indonesia melalui Tax Goes to Campus dan High School Tax Road Show juga telah dijalankan di berbagai Negara. Amerika memperkenalkan Public Information Programme yang merupakan program pendidikan pajak kepada anak sekolah, usaha-usaha kecil dan wajib pajak orang pribadi yang berisikan pengenalan tentang pajak (IRS, 2009). Di Australia memiliki program Teaching Tax with Tax Files untuk memberikan pendidikan pajak bagi anak sekolah yang berusia 9-12 tahun (ATO, 2009). Hampir sama dengan negara lainnya, Inggris melalui Her Majesty’s Revenue and Customs menggunakan berbagai program seperti drama, storytelling, tur, kompetisi yang semuanya bertemakan pajak yang diselenggarakan pada akhir pekan atau pada masa liburan sekolah (HRMC, 2007). Diselenggarakannya program edukasi pajak secara dini di berbagai Negara bertujuan untuk memberikan pengetahuan secara dini pada anak sekolah tentang perpajakan dalam rangka menumbuhkan kesadaran dini atas perpajakan dan membentuk sikap positif atas pajak. Loo dkk (2009) menyatakan bahwa pengetahuan pajak merupakan kemampuan dari Wajib Pajak untuk melaporkan dan menghitung pajak dengan benar. Menurut Social Learning Theory, seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Robbins, 1996). Melalui pengamatan dan pengalaman langsung ini akan diperoleh (a) proses perhatian (attentional), (b) proses penahanan (retention), (c) proses reproduksi motorik dan (d) proses penguatan (reinforcement). Dalam proses perhatian (attentional) orang akan belajar atas sesuatu hal, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada hal tersebut. Proses penahanan (retention) adalah proses mengingat sesuatu hal. Setelah proses attentional dan retension ini dilalui maka akan menimbulkan pengetahuan dalam diri seseorang. Pengetahuan yang ada ini melalui proses reproduksi motorik akan diterjemahkan kedalam 3
suatu perbuatan atau perilaku. Sedangkan proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku dalam rangka memperkuat perilaku atau perbuatan yang telah ditimbulkan dalam proses reproduksi motorik. Dalam konteks perpajakan, Social Learning Theory ini sangat relevan untuk menjelaskan perilaku dari pelaku-pelaku perpajakan. Untuk memberikan pengalaman dan menumbuhkan pengetahuan aturan perpajakan (attentional) maka diselenggarakan program Tax Goes to Campus dan High School Tax Road Show yang diharapkan calon pelaku perpajakan (siswa dan mahasiswa) akan mengingat dan mulai memahami aturan perpajakan (retention). Pengetahuan yang dimiliki oleh calon pelaku perpajakan ini diduga akan mempengaruhi sikap atau cara pandang terhadap pajak (reproduksi motorik). Sikap atau cara pandang terhadap pajak merujuk pada bagaimana kelompok-kelompok sosial memberikan apresiasi atau justru menjadi oposisi atas sistem perpajakan yang berlaku (Edlund, 1999). Hal yang senada dikemukakan oleh Mustikasari (2007) bahwa sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Secara psikologis, ketika seseorang memahami sesuatu lebih dari sebelumnya, hal ini akan merubah cara pandang dibandingkan saat belum memiliki pengetahuan (Elfers et al, 1987). Hal ini telah dibuktikan oleh Eriksen dan Fallan (1996) yang meneliti tentang pengetahuan pajak terhadap sikap atas pajak bahwa semakin tinggi pengetahuan atas peraturan perpajakan maka akan memiliki sikap yang positif atas pajak. Senada, Edlund (1999) juga berhasil membuktikan bahwa Wajib Pajak yang tidak paham atas aturan-aturan pajak akan semakin menentang aturan-aturan pajak dibandingkan dengan Wajib Pajak yang paham atas aturan pajak atau dengan kata lain Wajib Pajak yang tidak paham atas aturan perpajakan akan memiliki sikap negatif atas pajak. Dari pemaparan diatas, maka hipotesis yang akan diuji adalah H1. Pengetahuan atas pajak memiliki hubungan yang signifikan terhadap sikap simpatik atas pajak
Sesuai dengan Social Learning Theory, sikap atau cara pandang atas pajak ini nantinya akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku patuh (reinforcement). Sikap atau cara pandang yang positif akan pajak akan menimbulkan kepercayaan (trust) atas sistem perpajakan dan berujung pada munculnya kesadaran atas pajak. Kesadaran atas pajak ini akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakan. Jatmiko (2006) menemukan bahwa sikap Wajib Pajak baik atas sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Sementara, Siahaan (2008) juga membuktikan bahwa sikap masyarakat berkorelasi terhadap partisipasi pembayaran pajak. Hasil penelitian Marti dkk (2010) terhadap Wajib Pajak di Kenya memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa sikap atas pajak memiliki hubungan dengan kepatuhan pajak. Dengan menggunakan pendekatan ketidakpatuhan, Bobek dan Hatfield (2003) membuktikan bahwa sikap atas pajak memiliki pengaruh terhadap niat untuk melakukan pelanggaran. Perumal (2008) menyatakan bahwa salah satu variabel yang memengaruhi tax compliance adalah persepsi atas pajak. Wajib Pajak cenderung akan menghindari membayar pajak jika mereka 4
mengganggap bahwa sistem pajak tidak adil (Richardson, 2007). Saad (2009) membuktikan bahwa dibandingkan dengan tarif pajak, persepsi atas pajak akan lebih memengaruhi kepatuhan pajak. Dalam kaitannya dengan calon-calon pelaku pajak, sikap atas pajak tersebut diduga akan menimbulkan niat untuk patuh, seperti yang dikemukakan oleh Ajzen (1991) bahwa sikap terhadap sesuatu berpengaruh positif terhadap niat. Niat untuk patuh adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan (Miladia, 2010) yang dalam hal ini adalah aturan perpajakan. Tindakan yang dimaksud adalah tindakan-tindakan yang sesuai dengan etika walaupun secara aturan tidak tertuang. Berdasar pemaparan diatas bahwa sikap atas pajak diduga memiliki hubungan terhadap niat untuk patuh, maka hipotesis yang akan diuji adalah H2. Sikap simpatik atas pajak memiliki hubungan yang signifikan terhadap niat untuk patuh
Pengetahuan seseorang atas peraturan perpajakan secara langsung diharapkan meningkatkan kepatuhan pajak karena mereka benar-benar mengetahui aturan perpajakan sehingga dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar. Seperti yang diungkapkan oleh Singh (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan pajak memiliki relasi yang sangat dekat dengan kemampuan wajib pajak untuk memahami hukum dan aturan perpajakan dan kemampuan mereka untuk mematuhinya. Hal ini berhasil dibuktikan oleh Ward dan Ward (1996) dalam penelitiannya tentang kepatuhan terhadap AICPA Code of Conduct menemukan bahwa siswa yang menerima pelatihan tentang AICPA Code of Conduct memiliki kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang tidak diberi pelatihan. Dalam pengujiannya terhadap Wajib Pajak di Australia, Niemirowski dkk (2003) juga berhasil membuktikan bahwa pengetahuan atas pajak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan pajak. Roshidi dkk (2007) juga membuktikan bahwa ada perbedaan kepatuhan yang signifikan antara responden yang memiliki pengetahuan tentang pajak penghasilan dengan responden yang tidak memiliki pengetahuan. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Hapsari (2010) dan Muyassaroh (2009) membuktikan bahwa pengetahuan Wajib Pajak atas aturan-aturan dan prosedur pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajak. Dengan pengujian terhadap calon-calon pelaku, maka hipotesis yang akan diuji adalah H3. Pengetahuan pajak memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap niat untuk patuh
Penelitian ini dilakukan dengan responden mahasiswa Program Studi Akuntansi dan Magister Akuntansi yang telah mengambil mata kuliah perpajakan. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner pada kelas-kelas perpajakan, manajemen pajak dan laboratorium pajak.
Kuesioner yang dibagikan
merupakan operasionalisasi dari tiga variabel penelitian, sebagai berikut: Pengetahuan pajak, variabel ini diukur dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan tata cara perolehan NPWP, tata cara perhitungan pajak, tata cara pembayaran pajak dan tata cara pelaporan pajak sesuai dengan materi sosialisasi program Tax Goes to Kampus dan High School Tax Road Show. Penilaian 5
pengetahuan menggunakan kriteria pengetahuan pajak yang baik, cukup baik dan tidak baik berdasarkan jawaban ‘benar’ pada kuesioner penelitian. Sikap atas pajak, variabel ini diukur dengan memodifikasi indikator-indikator sikap atas pajak yang dikembangkan oleh Edlund (1999). Dalam penelitiannya, Endlund meneliti tentang sikap atas reformasi pajak di Swedia dengan membagi sikap pajak menjadi 2 indeks, yaitu: major tax index dan minor tax index. Major tax index diukur dengan Tax system positive or negative, Belong to winners or losers, Economy improve or hurt, Tax planning easier or more difficult, Tax distribution more fair or less fair. Sedangkan minor tax index diukur dengan attitudes toward tax progression. Baik major tax index maupun minor tax index akan dinilai menggunakan dua kriteria yaitu sikap yang simpatik dan tidak simpatik atas pajak. Niat untuk patuh, variabel ini diukur dengan menggunakan empat indikator dalam Statement of Standart for Tax Services (SSTS) yang meliputi kepatuhan atas deductible expenses, tax estimation, tax error, tax treatment. Mengacu pada Trivedi dan Shehata (2005), penilaian niat untuk patuh dibagi menjadi dua yaitu memiliki niat untuk patuh dan niat untuk tidak patuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Penelitian ini melibatkan 189 mahasiswa yang sedang mengambil matakuliah perpajakan, laboratorium perpajakan dan manajemen pajak. Namun 12 mahasiswa tidak mengisi kuesioner secara lengkap sehingga hanya 177 saja yang dapat diolah. Tabel 1 dibawah ini menunjukkan deskripsi atas pengetahuan perpajakan, niat untuk patuh dan sikap atas pajak.
Tabel1. Statistik Deskriptif Keterangan Pengetahuan perpajakan Sikap atas pajak Niat untuk patuh
Prosentase Baik
76.84%
Cukup Tidak Baik Simpatik Tidak Simpatik Patuh Tidak Patuh
22.60% 0.56% 14.12% 85.88% 81.36% 18.64%
Dari 177 responden, 136 responden (76.84%) memiliki pengetahuan yang baik atas aturan perpajakan. Dari indikator-indikator dalam pengetahuan perpajakan, responden paling tahu atas indikator tata cara pembayaran pajak dilihat dari jawaban benar sebanyak 94.41% sedangkan responden paling tidak tahu atas indikator pelaporan pajak dengan jawaban benar 77.65%. Hal yang cukup mencengangkan adalah pada variabel sikap atas pajak, walaupun hampir seluruh responden paham dan cukup paham atas aturan perpajakan namun hanya 14.12% responden yang merasa simpatik pajak yang ada di Indonesia. Dari tujuh indikator sikap atas pajak, responden merasa paling tidak simpatik 6
pada keyakinan bahwa penerimaan pajak saat ini terbebas dari upaya penggelapan pajak yang terlihat bahwa 85.47% merasa tidak yakin atas hal tersebut. Untuk variabel niat untuk patuh, 81.36% responden memiliki niat untuk patuh. Niat untuk patuh terbesar pada indikator deductible expenses dengan niat patuh sebesar 86.59% dan yang paling kecil adalah pada indikator tax estimation sebesar 24.02%. Perilaku calon pelaku pajak ini harus mendapatkan apresiasi, sebab ditengah banyaknya hal yang negatif dari sisem perpajakan di Indonesia yang diduga menyebabkan mereka bersikap tidak simpatik terhadap system perpajakan yang ada, tidak membuat mereka pasrah (hopeless) dengan kondisi yang ada dan terseret untuk mengikuti arus. Namun justru dengan tidak simpatik pada sistem perpajakan mereka memiliki semangat untuk memperbaiki sistem yang ada dengan memiliki niat untuk patuh. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian bahwa lebih dari 80% calon pelaku pajak memiliki niat untuk patuh.
Pengujian Hipotesis Tabel 2 di bawah ini menguji hubungan antara pengetahuan pajak terhadap sikap atas pajak, sikap atas pajak terhadap niat untuk patuh dan pengetahuan pajak terhadap niat untuk patuh
Tabel 2 Nilai Korelasi Pengetahuan Pajak, Sikap atas Pajak dan Niat untuk Patuh PANEL A: Hubungan Pengetahuan Pajak dan Sikap Atas Pajak Pearson Corelation Spearman’s rho Sikap Sikap Pengetahuan Correlation -.040 Correlation -.016 Coeficient Coeficient Sig. (1-tailed) .301 Sig. (1-tailed) .418 N 177 N 177 PANEL B: Hubungan Sikap Atas Pajak dan Niat untuk Patuh Pearson Corelation Spearman’s rho Niat Niat Patuh Patuh Sikap Correlation .194* Correlation .194 Coeficient Coeficient Sig. (1-tailed) .005 Sig. (1-tailed) .005 N 177 N 177 PANEL C: Hubungan Pengetahuan Pajak dan Niat untuk Patuh Pearson Corelation Spearman’s rho Niat Niat Patuh Patuh Pengetahuan Correlation 0.171* Correlation 0.181 Coeficient Coeficient Sig. (1-tailed) .011 Sig. (1-tailed) .008 N 177 N 177
7
Panel A Tabel 2 memberi penjelasan bahwa koefisien korelasi dengan menggunakan pearson correlation untuk hubungan pengetahuan pajak dan sikap pajak memiliki nilai -0.040 dengan nilai signifikansi 0.301. Pengujian tersebut memberikan bukti bahwa antara pengetahuan atas pajak dan sikap atas pajak secara statistik tidak memiliki hubungan signifikan. Dengan demikian maka hipotesis 1 dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa pengetahuan atas pajak memiliki hubungan yang signifikan terhadap sikap simpatik atas pajak tidak dapat diterima. Hasil pengujian juga didukung dengan hasil pengujian spearman’s rho correlation yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.418. Koefisen korelasi dari panel B tabel 2 dengan menggunakan pearson correlation menunjukkan angka 0.194 dan karena nilai signifikansi menunjukkan angka dibawah 0.01 yaitu 0.005 maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara sikap atas pajak dan niat untuk patuh adalah hubungan yang signifikan. Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap simpatik atas pajak dan niat untuk patuh dapat diterima. Hasil pengujian yang sama juga ditunjukkan dengan menggunakan spearman’s rho correlation yang memiliki nilai signifikansi 0.005, yang berarti bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap simpatik atas pajak dan niat untuk patuh. Panel C tabel 2 menunjukkan koefisien korelasi dengan menggunakan pearson correlation untuk hubungan pengetahuan atas pajak dan niat untuk patuh memiliki nilai 0.171 dengan signifikansi 0.011. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa antara pengetahuan atas pajak dan niat untuk patuh memiliki hubungan positif dan signifikan. Oleh sebab itu hipotesis 3 yang menyatakan pengetahuan pajak memiliki hubungan yang signifikan terhadap niat untuk patuh dapat diterima. Dengan menggunakan alat analisis spearman’s rho correlation, menghasilkan koefisien korelasi dan signifikansi yang tidak jauh berbeda dengan menggunakan pearson correlation.
Pembahasan Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ternyata pengetahuan atas pajak tidak memiliki hubungan terhadap sikap simpatik atas pajak. Seharusnya jika seseorang mengetahui sesuatu lebih dari sebelumnya akan merubah cara pandang dibandingkan saat belum memiliki pengetahuan tersebut. Dalam kaitannya dengan dunia perpajakan, seharusnya ketika seseorang tahu atas aturan perpajakan maka akan merubah cara pandang atau dalam penelitian ini dinyatakan dalam variabel sikap atas pajak. Namun penelitian ini tidak dapat membuktikan hal tersebut, sehingga hasil dari penelitian ini betentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriksen dan Fallan (1996)
dan Endlund (1999) yang memberikan hasil bahwa semakin tinggi
pengetahuan atas peraturan perpajakan maka semakin baik sikap atas pajak. Tidak sesuainya hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa ternyata pengetahuan atas pajak saja tidak dapat menjamin seseorang akan memiliki sikap simpatik atas pajak. Pengetahuan kemungkinan tidak lebih dari hanya sekedar tahu hal-hal teknis yang memang harus diketahui tanpa adanya kemampuan untuk menangkap makna seperti halnya pemahaman (Sagala, 2005). Hal lain yang diduga sebagai sebab tidak adanya hubungan antara pengetahuan atas pajak dengan sikap simpatik atas pajak adalah adanya realitas perpajakan yang terjadi beberapa tahun belakangan ini dipenuhi oleh berbagai kasus 8
kecurangan pajak, sehingga dalam benak para calon pelaku pajak dipenuhi oleh hal-hal yang negatif tentang pajak. Hal ini ditunjukkan dari seluruh responden hanya 14.12% yang simpatik pada perpajakan yang berjalan di Indonesia sedangkan selebihnya (85.88%) memberikan sikap negatif yang berarti mereka merasa tidak simpatik atas perpajakan yang berjalan di Indonesia. Besarnya efek dari kasus-kasus perpajakan yang ada dan telah berlangsung selama bertahun-tahun ini membentuk persepsi atas pajak dibenak para calon wajib pajak. Hal ini yang diduga yang berperan dalam membentuk sikap atas pajak sebab persepsi wajib pajak atas sistem perpajakanlah yang akan membentuk sikap dari wajib Pajak. Hasil dari penelitian yang menunjukkan bahwa sikap atas pajak memiliki hubungan positif dengan niat untuk patuh membuktikan bahwa Social Learning Theory yang menyatakan bahwa sikap atau cara pandang atas pajak ini nantinya akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku patuh memperoleh dukungan empirik. Sikap atau cara pandang yang positif akan pajak akan menimbulkan kepercayaan (trust) atas sistem perpajakan dan berujung pada munculnya kesadaran atas pajak. Kesadaran atas pajak ini akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakan. Wajib pajak yang memiliki sikap simpatik atas sistem perpajakan terbukti memiliki niat untuk patuh dan sebaliknya wajib pajak yang tidak simpatik atas sistem perpajakan tidak memiliki niat untuk patuh. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian di Indonesia yaitu penelitian Jatmiko (2006). Jatmiko (2006) menemukan bahwa sikap Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan Siahaan (2008) yang membuktikan bahwa sikap masyarakat berkorelasi terhadap partisipasi pembayaran pajak serta penelitian Marti dkk (2010) di Kenya yang membuktikan bahwa sikap atas pajak memiliki hubungan dengan kepatuhan pajak. Sama halnya dengan hipotesis kedua, hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dan niat untuk patuh. Seseorang yang memiliki pengetahuan pajak yang baik sehingga meningkatkan kepatuhan atas pajak. Diterimanya hipotesis ketiga ini yang menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan pajak dan niat untuk patuh telah memperkuat hasil penelitian Niemirowski (2003) di Australia yang membuktikan bahwa pengetahuan atas pajak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan pajak dan juga memperkuat hasil penelitian Ward dan Ward (1996) yang juga membuktikan bahwa adanya keterkaitan antara diselenggarakannya pelatihan yang berfungsi meningkatkan kepatuhan terhadap kepatuhan. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelian di Indonesia tentang kepatuhan pajak yaitu penelitain yang dilakukan oleh Hapsari (2010) dan Muyassaroh (2009) yang membuktikan bahwa pengetahuan Wajib Pajak atas aturan-aturan dan prosedur pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajak.
SIMPULAN Perilaku dari calon pelaku pajak menunjukkan bahwa sikap simpatik atas pajak dan pengetahuan atas pajak berhubungan secara positif terhadap niat untuk patuh, sedangkan pengetahuan atas pajak tidak memiliki hubungan dengan sikap pajak. Adanya hubungan antara sikap atas pajak dan pengetahuan atas pajak terhadap niat untuk patuh harus disikapi dengan cara membentuk sikap yang simpatik terhadap calon pelaku 9
pajak dengan cara meminimalisir berita-berita negatif tentang pajak dan juga menggalakkan edukasi tentang pajak bagi para calon pelaku pajak. Namun ternyata dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan pengetahuan saja tidak cukup untuk membentuk sikap, sehingga dalam rangka edukasi pajak jangan hanya menciptakan pengetahuan namun lebih dari itu adalah untuk meningkatkan pemahaman bagi calon pelaku pajak. Mengacu pada hasil penelitian ini maka seyogyanya kegiatan Tax Goes to Campus dan High School Tax Road Show tidak hanya memberikan pengetahuan bagi para calon pelaku pajak namun juga yang jauh lebih penting adalah memberikan pemahaman pajak karena dalam program ini juga berusaha untuk memberikan informasi-informasi yang positif dan meredam informasi negatif yang muncul ditengah masyarakat dalam rangka membentuk sikap yang positif atas pajak.
DAFTAR PUSTAKA Ajzen Icek (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, Vol. 50, 179 – 211 ATO, Australian Taxation Office (2009), Secondary School Education Program, http://www.ato.gov.au/ Bobek Donna D & Hatfield (2003). An Investigation of the Theory of Planned Behavior and the Role of Moral Obligation in Tax Compliance, Behavioural Research In Accounting, 15,13-38 Brody, R. G., & Masselli, J. J. (1996). Tax Preparers: Whose Team are They On? National Public Accountant, 41, 18. Carolina Verani, Meythi, Riki Martusa (2012), Tax Culture: Dasar Pelaksanaan Reformasi Perpajakan Menuju Kepatuhan Sukarela, Proceeding Simposium Nasional Perpajakan III ”Road Map Reformasi Perpajakan Indonesia menuju Good Governance” Direktorat Jendral Pajak, 2008, S-181/PJ.09/2008 tanggal 23 April 2008 tentang Kegiatan Tax Goes to Campus dan High School Tax Road Show. Edlund Jonas (1999). Attitudes Toward Tax Reform and Progressive Taxation: Sweden 1991-1996, Acta Sociologica Vol 42, 337-355 Elffers, H., R.H. Weigel and D.J. Hessing (1987). The Consequences of Different Strategies for Measuring Tax Evasion Behavior, Journal of Economic Psychology 8/3, pp. 311_337. Eriksen, K., & Fallan, L. (1996). Tax Knowledge and Attitudes Towards Taxation: A Report on a QuasiExperiment. Journal of Economic Psychology, 17, 387-402. Hapsari (2010). Pengaruh Pemahaman dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus pada Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto). Skripsi yang tidak dipublikasikan HRMC,
Her
Majesty’s
Revenue
and
Customs
(2007).
Retrieved
10
Nov.2007,
fromhttp://www.hmrc.gov.uk/pbr2007 IRS, Internal Revenues Services (2009). Update on Reducing the Federal Tax Gap and Improving Voluntary Compliance. Retrieved 10 Nov. 2009, from http://www.irs.gov/pub/newsroom/ tax_gap_report_final_version.pdf 10
Jatmiko Agus Nugroho (2006). Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang). Skripsi yang tidak dipublikasikan Loo Ern Chen, Mckerchar M, and Hansford Ann. 2009. Understanding The Compliance Behaviour of Malaysian Individual Taxpayers Using A Mixed Method Approach. Journal of the Australasian Tax Teachers Association, Vol.4 No.1: p181-202. McKerchar, M. (2007). The Effects of Complexity on Unintentional Non-compliance for Personal Taxpayers in Australia. Australian Tax Forum, 17(1), 3-26. Miladia Novita (2010), Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tax Compliance Wajib Pajak Badan pada Perusahaan Industri Manufaktur di Semarang. Skripsi yang tidak dipublikasikan Marti Lumumba Omneri, Wanjohi Migwi S, MAgutu Obara (2010), Taxpayers’ Attitudes and Tax Compliance Behaviour in Kenya, African Journal of Business and Management, Vol 1 Monsour Edward, Elias Rafik, Cruz Cheryl (2006). Accounting Students’ Likelihood of Compliance With Tax Preparation Standards. Journal of Business Strategies, 23/ 2, 155-165 Mustikasari Elia (2007). Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya, Simposium Nasional Akuntansi X Makasar Muyassaroh (2009). Pengaruh Pemahaman Prosedur Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan di KPP Pratama Klaten. Skripsi yang tidak dipublikasikan Niemirowski Pauline, Baldwin Steve, Wearing Alexander (2003), Tax Related Behaviours, Beliefs, Attitudes and Values And Taxpayer Compliance in Australia, Journal of Australian Taxation, Vol 1 Perumal K. A. 2008. An Exploratory Study On The Perceptions Of Tax Fairness Among Malaysian Individual Taxpayers And Tax Compliance Behaviour. Final Write Up Thesis University of Malaya. Richardson Grant. 2007. The Impact of Tax Fairness Dimensions on Tax Compliance Behavior in an Asian Jurisdiction: The Case of Hong Kong. International Tax Journal, p 29-42. Robbins Stephen P (1996) Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, Edisi Bahasa Indonesia, Prenhallindo, Jakarta. Roshidi, Mustafa dan Asri. 2007. The Effects Of Knowledge On Tax Compliance Behaviours Among Malaysian Taxpayers. Business and Information, Vol. 4 I.1. Saad Natrah. 2009. Fairness Perceptions and Compliance Behaviour: The Case of Salaried Taxpayers in Malaysia after Implementation of the Self-Assessment System. eJournal of Tax Research, Vol.8 No.1: p 32-63. Sagala (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran, CV Alfabeta, Bandung. Siahaan Franky (2008). Pengaruh Sikap dan Motivasi Masyarakat Terhadap Partisipasi Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Candisari Kota Semarang, Skripsi yang tidak dipublikasikan 11
Silvani, C.A; Improving Tax Compliance , Improving Tax Administration In Developing Countries . Washington D.C. International Monetary Fund ,Publication Service. Singh, V. (2003). Malaysian Tax Administration. 6th ed. Kuala Lumpur: Longman. Trivedi & Shehata (2005). Attitudes, Incentives, And Tax Compliance.. Journal of Economic Psychology, 5, 371-384. Ward, S. P., & Ward, D. R. (1996). The Code of Professional Conduct: Instructional Impact on Accounting Students’ Ethical Perceptions and Attitudes. Journal of Education for Business, 71, 147-151. Yetmar S.A dan Eastman K.K (2000). Tax Practitioners’ Ethical Sensitivity: A Model and Empirical Examination. Journal of Business Ethics, 26, 271-288
12