ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4) Proses keselamatan dalam Yesus Kristus pada dasarnya adalah proses menjadikan manusia unggul bagi Tuhan. Manusia unggul adalah manusia seperti rancangan semula. Inilah “cita-cita Tuhan”. Keunggulan ini bukan diukur oleh nilai-nilai benda atau materi. Ukuran keunggulan disini adalah ukuran Tuhan. Jadi tidak seorangpun berhak menghakimi sesamanya dan menilai dari ukurannya sendiri. Untuk menemukan nilai keunggulan ini seseorang harus belajar kebenaran Firman Tuhan. Dengan belajar kebenaran Firman Tuhan maka seseorang mengenal pribadi Tuhan Yesus yang merupakan prototype manusia yang dikehendaki oleh Allah. Dalam hal ini ayat-ayat Perjanjian Lama tidak bisa menjadi tolok ukur kehidupan iman Kristen. Kalaupun kita mengambil ayat Perjanjian Lama, maka kita harus melihat konteksnya dengan seksama. Ayat-ayat Perjanjian Baru memuat kebenaran yang pantas dikenakan dalam kehidupan orang percaya. Dari pemahamannya terhadap kebenaran Alkitab seseorang menemukan gambar diri secara umum. Selanjutnya seseorang harus bergumul dengan Tuhan setiap hari untuk menemukan gambar diri secara khusus. Semua orang percaya memperoleh panggilan untuk ini. Untuk masuk dalam proyek menjadi manusia unggul bagi Tuhan, seseorang harus mempertaruhkan segenap hidupnya bagi Tuhan. Tanpa pertaruhan segenap hidup ini seseorang tidak akan menjadi manusia seperti yang dikehendaki oleh Allah. Pertaruhan segenap hidup artinya harus sungguh-sungguh serius. Bukan kegiatan sambilan. Disini berlaku Firman Tuhan yang mengatakan: Kasihilah Tuhan Allah-mu dengan segenap hidupmu (Mat 22:37-40; Mark 12:28-34; Luk 10:25-28). Kasih seseorang kepada Tuhan ditunjukkan dengan kesediaan menjadi pribadi seperti yang Tuhan kehendaki. Langkah penyempurnaan sebagai orang yang menerima keselamatan, dimulai dari manusia harus jadi manusia yang secara umum terlebih dahulu, barulah dapat menjadi manusia unggul warga Kerajaan. Di dunia ini kita dapat menemukan orang-orang yang memiliki nilai kebaikan secara umum. Kebaikan secara umum ini antara lain: memiliki kejujuran, santun dan etika, sehat jasmani, cerdas berpikir, tidak ceroboh dalam mengambil keputusan, rajin dan giat bekerja, hemat, bertanggung jawab dalam tugas, sopan dalam tutur kata, bisa mengatur keuangan pribadinya dengan baik, produktif dan berguna di tempat kerja, memiliki prestasi dalam study, karir maupun dalam bidang lainnya, dibutuhkan masyarakat, bersosialisasi atau bermasyarakat dengan baik, tidak membuat onar tetapi membawa kesejahteraan dan ketentraman, memiliki toleransi yang tinggi terhadap orang lain dan berbagai aspek, menggunakan lidahnya dengan baik, menguasai diri dan mampu mengontrol perasaan dengan seksama, tidak mengingini milik orang lain dlsb. Orang-orang yang memiliki kebaikan secara umum ini biasanya tidak atau kurang memiliki kesulitan dalam hidup
berumah tangga, ekonomi dan kesehatan jasmaninya. Jadi kalau seseorang harus terus menerus mengalami problem rumah tangga, kesulitan ekonomi dan kesehatan, patut memeriksa diri dengan seksama. Kebaikan secara umum adalah kebaikan yang telah dimiliki orang kaya yang mengingini hidup kekal dalam Matius 19:16-26. Ia seorang yang telah melakukan hukum Taurat. Orang seperti ini hidupnya berkualitas secara umum, tetapi masih kurang satu lagi untuk memiliki hidup yang kekal atau hidup yang berkualitas menurut Tuhan. Satu lagi itu adalah mengikuti perkataan Tuhan Yesus (Mar 10:21). Tuhan menghendaki kita bukan saja menjadi baik tetapi sempurna. Inilah manusia unggul menurut Tuhan itu (Mat 5:48). Mengapa harus memiliki kebaikan secara umum terlebih dahulu? Hal ini terjadi sebab manusia harus menjadi manusia yang cukup memadai, yaitu sehat dalam berbagai aspek hidupnya atau manusia yang utuh barulah dapat dibangun menjadi manusia yang sempurna. Manusia yang utuh maksudnya adalah manusia yang pikirannya atau mentalnya sehat, jasmaninya sehat dan lingkungan juga mendukung. Lingkungan yang mendukung bukan berarti harus keadaan yang berlimpah materi, tanpa masalah dan menyenangkan. Tetapi kondisi yang kondusif menurut Tuhan untuk pemulihan gambar diri. Dalam pertimbangan Tuhan ada kondisi-kondisi tertentu yang efektif mengubah dan membentuk seseorang menjadi pribadi seperti yang dikehendaki-Nya. Dalam hal ini Tuhan mengajar kita untuk mengucap syukur dalam segala keadaan sebab situasi yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kita mendatangkan kebaikan bagi kita (Rom 8:28). Pikiran atau mental yang sehat dibangun melalui pendidikan yang baik, baik formal (pendidikan umum, akademis) maupun informal yaitu lingkungan dan keluarga. Pikiran yang tidak sehat tidak akan membuat seseorang mampu mengerti pikiran Tuhan atau kebenaran-kebenaran Firman Tuhan. Tuhan adalah pribadi yang cerdas, hasil karya dan kebesaran-Nya juga lahir dari kecerdasan-Nya. Oleh sebab itu untuk memahami kecerdasan Tuhan seseorang harus mengimbangi Tuhan dengan memiliki kecerdasan semaksimal mungkin. Ingat, hanya orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap akal budi yang dapat mengerti kebenaran-kebenaran-Nya. Untuk menggali kebenaran Firman Tuhan dibutuhkan perangkat-perangkat antara lain: logika yang diasah, kemampuan memahami bahasa, terutama bahasa sendiri yang dipakai untuk menulis Alkitab. Lebih lengkap lagi kalau mampu memahami bahasa asli Alkitab (bahasa Ibrani dan Yunani). Logika yaitu kemampuan berpikir atau pemahaman tentang penalaran yang berdasarkan logika deduktif maupun induktif. Lebih lengkap lagi kalau seseorang dilengkapi dengan statistiknya yaitu sarana berpikir yang membantu seseorang menemukan kesimpulan-kesimpulan dari kebenaran Alkitab secara induktif dan fakta-fakta empirisnya. Seseorang yang menggunakan logika dengan baik akan terhindar dari manipulasi-manipulasi dalam emosinya yang dapat menciptakan pemalsuan-pemalsuan. Kenyataan inilah yang banyak terdapat
dalam kegiatan keagamaan. Kalau di kalangan orang Kristen lebih banyak pada gereja aliran Pentakosta, kharismatik dan sejenisnya. Dalam hal ini dibutuhkan pendidikan yang baik yang membiasakan seseorang memiliki nalar yang baik untuk menganalisa Alkitab. Tentu dalam hal ini nalar bukan segalanya, tetapi suatu bagian yang sangat penting. Fakta dalam kehidupan ini, negara atau bangsa yang tidak menggunakan logikanya atau rationya dengan baik, selain miskin karena tidak menjadi negara yang maju tetapi juga negara yang penuh konflik, kejahatan moral dalam gelanggang politik, diskriminasi, ketidakadilan dan kebejatan lainnya. Hal ini sangat diperankan atau dipengaruhi oleh filosofi hidupnya, dan filosofi hidup sangat ditentukan oleh kepercayaan atau agama yang dianutnya. Keadaan suatu masyarakat dapat menjadi tolak ukur kebenaran kepercayaannya. Di lapangan, sering kita jumpai orang-orang yang kualitas hidupnya secara umum saja sudah rendah, tetapi mereka dengan alasan dipimpin Roh Kudus atau menerima karunia Roh Kudus mengajar dan membimbing orang lain yang kualitas umumnya bisa lebih baik. Disini terjadi proses pembodohan. Mengapa hal ini terjadi? Sebab banyak orang berpikir bahwa kebaikannya secara umum yang dimiliki dalam kehidupan ini karena tidak berkaitan dengan kegiatan gereja atau agama dianggap sebagai tidak bermutu. Padahal kebaikan secara umum juga bagian dari proses penyempurnaan untuk menjadi manusia unggul menurut Tuhan. Kalau secara umum seseorang sudah tidak baik atau tidak berkualitas, maka seseorang tidak akan mencapai keunggulan di hadapan Tuhan. Kehancuran kehidupan umat Tuhan dewasa ini disebabkan oleh karena umat dimentor oleh orangorang yang sebenarnya belum memiliki kebaikan secara umum yang memadai. Mereka adalah orang-orang gagal dalam “market place”, kemudian melarikan diri dalam pelayanan gereja untuk memiliki kemudahan-kemudahan hidup. Biasanya orang-orang seperti ini akan menjadi “dukundukun dalam gereja”. Mereka tidak mengajarkan kebenaran kepada umat tetapi “menjual jasa”. Hal ini mirip dengan praktek perdukunan dalam masyarakat. Banyak orang-orang berpendidikan tinggi yang memiliki kualitas yang baik datang kepada dukun-dukun yang pendidikan SMP saja tidak lulus. Kelebihan mereka adalah “sakti” dan memiliki kedekatan dengan “sumber kuasa” yang dapat memberi solusi bagi masyrakat. Manusia unggul menurut Tuhan adalah orang-orang yang mengembangkan semua potensi yang ada padanya. Itulah ibadah yang sejati. Pada umumnya orang masih memisahkan antara ibadah kepada Tuhan dan kehidupan setiap hari. Mereka beranggapan bahwa ibadah kepada Tuhan adalah bagian dari hidup ini. Itulah sebabnya mereka membedakan antara kegiatan yang bersangkut paut dengan Tuhan seperti berdoa, menyanyi lagu rohani, ke gereja dengan kegiatan yang tidak bersangkut paut dengan Tuhan seperti bekerja di kantor, rekreasi dengan keluarga, olah raga, makan, minum dlsb. Pemisahan atau pembedaan ini biasa disebut juga antara yang rohani dan duniawi. Bila kita masih memiliki anggapan atau sikap berpikir seperti ini, berarti kita belum mengerti kebenaran.
Kita tidak boleh lupa bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan. Bukan oleh iblis. Dunia ini tidak najis atau berdosa. Sebab yang berdosa adalah manusia dan yang disebut najis adalah segala perbuatan dan produknya yang bertentangan dengan prinsip kebenaran Tuhan. Hendaknya kita tidak sesat seperti aliran agama-agama tertentu yang memandang dunia ini jahat, harus dijauhi. Karenanya orang yang mau hidup suci menjauhi dunia dengan segala kegiatannya. Termasuk tidak menikah padahal menikah itu kudus sebab Tuhan yang menciptakan seks. Dalam hal ini berumah tangga juga panggilan dari Tuhan (mandate prokreasi), karenanya kita harus membangun rumah tangga sesuai dengan pola Tuhan. Orang yang gagal berumah tangga karena kesalahan atau kebodohannya sulit untuk menjadi pelayan Tuhan yan baik. Perlu pertobatan dan pemulihan yang signifikan. Dalam Kejadian 1:28-29, Tuhan berfirman agar kita mengelola dunia ini. Perintah untuk mengelola dunia ini sebagai penyelenggara kehidupan di bumi ini merupakan perintah kudus yang rohani yang tidak boleh kita identifikasi sebagai duniawi. Itulah sebabnya kita tidak boleh membedakan profesi duniawi dan rohani diukur dari jenis pekerjaan itu semata-mata. Karenanya pula kita tidak boleh merasa kurang kudus hanya karena kita memiliki profesi bukan pendeta atau tidak memiliki kegiatan di gereja. Dalam Roma 12:1-2, Paulus menjelaskan arti ibadah yaitu mempersembahkan tubuh sebagai korban yang hidup, kudus dan yang berkenan. Ini artinya membudidayakan tubuh untuk kepentingan kehidupan sesuai dengan maksud Tuhan dan tidak menggunakan tubuh dalam bentuk perbuatan yang melanggar Firman Tuhan. Untuk ini merupakan kewajiban agar anak-anak Tuhan meningkatkan kualitas kemampuan kerja dalam membudidayakan semua potensi yang ada di dalam dirinya dan belajar kebenaran Alkitab untuk mengerti bagaimana menggunakan tubuh sesuai dengan Firman Tuhan. Seorang aktivis gereja jangan merasa lebih kudus hanya karena memiliki tugas dalam gereja sebagai penerima tamu, mengedarkan kantong persembahan, sebagai majelis dll. Hidup seseorang rohani atau tidak, bukan ditentukan oleh aktivitasnya didalam gereja. Tetapi motivasi kehidupan orang itu. Yang penting disini adalah bahwa seseorang harus mengerti kebenaran Firman Tuhan sehingga sampai kepada motivasi hidup yang benar yaitu hidup bagi Tuhan (Fil 1:21). Orang tidak akan memiliki motivasi hidup bagi Tuhan, kalau ia tidak bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dari kebenaran Firman-Nya yang ditulis dalam Alkitab. Sekalipun ia seorang pejabat gereja kalau tidak bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan ia belum mampu hidup bagi Tuhan. Oleh sebab itu kita harus bertumbuh sehingga kita hidup hanya bagi Tuhan saja (Fil 1:21).
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks