Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
ANOTHER OTHERS ON CULTIVATED SPACE Aviandari Lestari Susetio
Drs. Rizki A.Zaelani
Program Studi Sarjana Seni Rupa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : painting abstrak, relasi kasih, resin, sepasang yang serupa
Abstrak Berawal dari kejenuhan penulis dari konvensi konvensional dalam studio seni lukis, eksperimen dengan material resin dimulai karena ketertarikan pada sifatnya yang cair mengalir secara instan hingga mengering plastis. Hal tersebut berlanjut pada pemahaman akan relasi kasih yang juga cair mengalir, serta diawali dengan perhatian akan relasi kedua orang tua yang menggiring penulis akan kebutuhan memahami relasi kasih antara dua individu. Akhirnya penulis memulai pencarian akan rasa dari relasi kasih di bentuk kekinian yang plastis melalui resin. Pemilihan bentuk visual dibantu dengan pengaunaan kain organdi kemudian menghasilkan bentuk-bentuk abstrak penuh tekstur yang dibuat sebagai analogi dari gejolak rasa kasih.
Abstract Starting from author’s satiation of the convention in conventional painting studio, the experiment with resin material began because of its interest in the flowing liquid that dry instantly and ends look like plastic. Then it continues on the understanding of the relation of love that also flows like liquid, as well as attention to the relationship that begins with author’s view of love relation between its parents, who then lead author of the need to understand the relationship of love between two individuals. Finally the authors begin the search for a sense of love relationships in the present form through the plastic resin. Assisted with the selection of visual forms using resin and organdy cloth, generate the full abstract forms with lots of tactitle texture as analogy of turmoil compassion of love relationship.
1.
Pendahuluan “Fathers be good to your daughters, daughters will love like you do. Girls become lovers who turn into mothers. So mothers, be good to your daughters too..” − John Mayer “Great lovers creates great childrens, and great childrens shall becomes great lovers too who will create another great childrens for the world” −Aviandari Lestari
Kejenuhan yang dirasakan penulis dalam pergulatan topik serta teknis yang seringnya adalah itu – itu saja di studio seni lukis menjadi awal perjalanan karya ini. Kebebasan dalam berkarya sekiranya sudah menjadi semestinya, dan tidak mestinya selalu terkait dengan segala hegemoni yang hadir pada studio akademi seni. Hal tersebut menjadi pedoman penulis dalam melakukan eksperimentasi dalam berkarya. Eksperimentasi yang kemudian menghasilkan pendekatan berkarya dengan material resin, pada awalnya hanya sebagai suatu eksperimentasi belaka. Namun setelah beberapa saat terus bergelut dengan material ini, dalam kualitasnya yang cair namun plastis penulis menemukan kedekatan personal yang penulis kemudian maknai melaluinya. Penulis memaknainya sebagai suatu perasaan kasih puitis yang tercipta dalam bentuk yang terjadi akibat suatu reaksi yang instan, serta plastis. Hal ini juga membawa penulis ke tahap lainnya, dimana ditemukannya topik yang dirasa dekat dan menjadi penting untuk dibahas serta tepat, melalui metoda teknis karya ini. Penulis merasa, bahwa suatu pembahasan puitis akan makna relasi atau hubungan kasih antara satu manusia dengan manusia yang lain adalah hal yang sedari dulu sering penulis baca, dengar, lihat dan perhatikan melalui literatur, film, teater, musik, tapi tidak begitu dalam dunia painting akademi. Selama hidup penulis romantisme bukanlah sesuatu yang terlihat diantara orang tua penulis, bahkan pertengkaran menjadi latar belakang yang lebih familiar. Relasi berjarak diantara anggota keluarga yang tercipta sedari penulis kecil
ini menghasilkan diri penulis yang kerap pula berjarak dengan orang lain, yang ketika di kemudian hari penulis berteman atau memiliki seorang yang dikasihi, diawali pula dengan rasa yang berjarak dan sulit untuk percaya akannya. Melalui karya ini penulis mencoba menggali kembali apa yang terjadi dan mencari kemungkinan untuk merasa kasih sepenuhnya seperti yang belum penulis rasakan di masa kecil penulis. Meski pada suatu masa di saat dewasa, penulis sempat merasakannya dengan seseorang, namun hanya sebentar dan berakhir dengan kecewa. Hal itu membuat ketidakpercayaan atas merasa selama beberapa tahun setelahnya. Menyebabkan diri penulis yang kembali berjarak dengan segala hal seperti sebelumnya. Namun kini penulis mendapatkan titik balik atasnya, dan mencoba kembali mengumpulkan potongan – potongan rasa untuk kembali utuh bersama, dan merasa lagi percaya akannya. Rumusan Masalah Apakah dalam sebuah realitas kekinian yang plastis ini, rasa kasih yang sama masih tetap ada? Batasan Masalah Karya tugas akhir ini menyangkut makna relasi kasih antara dua yang divisualisasikan melalui eksperimen material resin diatas kain organdi, yang kemudian menghasilkan bentuk hasil dari cara khusus dalam berkarya yang menggunakaan efek gravitasi. Penggunaan warna juga dibatasi pada tone monokrom merah dan putih, hal ini disebabkan karena tone warna ini memberi kesan serta impresi yang paling mendekati rasa yang penulis inginkan. Tujuan Karya dibuat khusus sebagai pelengkap syarat mata kuliah Tugas Akhir Studio Seni Seni,Lukis FSRD ITB (SR4099). Karya juga dimaksudkan menjadi sebuah bentuk suasana baru bagi seni lukis dalam proses berkaryanya hingga pola pemikiran yang menyangkutnya. Penulis juga ingin memberikan penglihatan baru dalam melihat karya painting yang mungkin dapat memberi inspirasi bagi semua, yang tak hanya akademisi namun juga khalayak yang lebih luas lagi. Dan terakhir dan yang paling utama, karya ini ditunjukan untuk penulis sendiri dalam mencari jawaban akan pencarian rasa kasih yang utuh dalam diri penulis.
2. Proses Studi Kreatif Jejak awal dari gagasan karya Tugas Akhir ini terletak dalam proses dan hasil penciptaan karya Pra-Tugas Akhir yang merupakan eksperimen dari resin yang berpadu dengan kanvas yang tegang meregang akibat tarikan ram di tubuhnya. Dimana sebelumnya kanvas ditusuk – tusuk serta digores terlebih dahulu, guna menciptakan area dengan pori – pori yang lebih besar. Setelah itu cairan resin ditumpahkan dari sisi belakangnya, merembes melalui area yang telah digores tadi. Membentuk suatu rembesan pada wajah kanvas. Namun, karena sifat cair dari resin itu sendiri maka bentuk rembesan yang bentuknya pasti tidak akan pernah terjadi. Kemungkinan yang kemudian terjadi selama proses penciptaan pun dibiarkan tidak terkontrol, meski tatanan awal sudah dibentuk. Di sini, dalam hubungan yang ada penulis ciptakan realitas sosok dua “saya”, sebuah realitas dimana pada dua yang terjadi adalah dua “saya” yang sama tunggal, saling berhadapan membentuk hubungan. Yang kemudian keduanya menciptakan realitas lain selainnya menjadi “kita”, dan “dia” yang plural. Maksud darinya adalah penulis merasa dan menjuruskan bahwa dalam suatu relasi kasih adalah terdiri dari dua ke“saya”an yang kemudian menciptakan realitas “kita” sebagai bentuk selainnya dari suatu kesatuan utuh yang melebur bersama, dan terakhir melihat selain daripadanya sebagai “dia”, sosok pada pihak ketiga yang hadir banyak, namun tampil seragam tak berwarna. Pada jejak karya sebelumnya ini, penulis telah menggunakan material resin sebagai suatu kesadaran yang merupakan sebuah entitas plastis yang instan, sama, dan bahkan berkembang menjadi yang kini penulis gagaskan dalam karya ini. Namun penggunaan material ini saat itu masih dalam kerangka konvensional dari peran “kanvas” serta format bentuk dalam painting yang memang belum penulis dapatkan kesadarannya saat itu. Kemudian beranjak dari sana, studi penulis lebih dikerucutkan pada persolalan pengalaman masa kecil penulis dalam keluarga dengan melihat kedua orang tua sebagai contoh nyata dan awal dari sebuah relasi antara dua. Kehadiran relasi di masa ini yang dialami sendiri oleh penulis juga membuat hubungan aksi-reaksi yang maju-mundur kepada pengalaman masa Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
lalu dengan masa kini, yang kemudian menambah tentang pemahaman serta kekompleksan akan relasi kasih. Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana menanggulanginya di masa yang akan datang sehingga dapat tercipta suatu relasi yang lebih baik, yang lebih memberi keutuhan diri melalui diri lain di hadapannya menjadi pertanyaan-pertanyaan selama proses studi terjadi. Melalui karya ini, penulis temukan gambaran lain dari kehidupan kekinian yang hadir dalam sebuah lapisan plastis nan mengkilap yang merekam keadaan bentuk aslinya untuk waktu yang lama, mengurangi sampai nol untuk menua, dan berubah bentuk. Keadaan terlapis plastis yang beku-merekam ini kemudian menjadi titik awal keberangkatan penulis dalam pemilihan material resin dalam berkarya, di mana proses aksi-reaksi yang terjadi melalui resin yang beragam turut dijadikan penulis sebagai analogi akan rasa dalam relasi kasih itu sendiri. Hal ini menjadi nilai lain selain ketertarikan penulis pribadi dengan persoalan relasi kasih.
Gambar 1. Saya, 2012, pigmented resin on canvas, 20x20 cm (2012)
Gambar 2. Yang Lain (Series of “Dia”), 2012, pigmented resin on canvas 10x10 cm (2011)
Dalam proses kehidupan manusia sendiri, relasi kasih yang terjalin di antara individu menjadi topik yang tak kunjung habis terbahas. Topik ini juga menjadi salah satu poin penting yang kemudian memunculkan berbagai bentuk kultur dalam kebudayaan, yang atas kehadirannya menjadikan seorang individu berpindah dari satu fase ke fase kehidupan berikutnya. Karena berawal dari relasi kasih yang terjadi di antara dua individu, maka dari keduanya akan tercipta sekelompok manusia yang merefleksikan hubungan mereka. Lebih dalam lagi, penulis membahas mengenai bagaimana kedua diri dalam sebuah relasi kasih sebetulnya adalah dua individu sama, yang sama – sama menjadi “saya”, bukan “aku” dengan “kamu”, namun keduanya adalah sama sebagai orang pertama dalam sebuah cerita. Di mana kedua “saya” ini adalah sebuah refleksi atas diri yang sama yang berdiri beroposisi antar satu dengan lainnya. Mereka berhadap – hadapan, mencipta aksi-reaksi yang beragam dalam ruang diantaranya. Sebuah refleksi dua diri ‘saya’ yang serupa namun tak persis sama ini. Suatu realita dari imaji, yang merupakan bagian dari dirinya Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 3
sendiri, dan dalam suatu bagian didasari dari sebuah rasa kasmaran yang menggebu. Seperti juga yang dikemukakan Roland Barthes, “Figures take shape insofar as we can recognize, in passing discourse, something that has been read, heard, felt. The figure is outlined (like a sign) and memorable (like an image or a tale).....For certain operations of their art, linguists make use of a vague entity which they call linguistic feeling; in order to constitue figures, we require neither more nor less than this guide; amorous feeling.” (Roland Barthes, A Lover’s Discourse, 1977, hal 4) Keduanya pula adalah poros gravitasi yang saling menarik satu sama lain dengan kekuatan yang hampir sama besarnya. Dengan gravitasi bagi diri lain di belakangnya, yang merupakan sejarah yang lampau atas dirinya yang kini. Dimana gravitasi yang terjadi tak hadir sama besarnya, dan reaksi yang terjadi juga tak hadir sama kuat atau lemahnya diantara individu sehingga berbagai macam rasa akibat reaksi dari hubungan kasih yang beragam saling timbul dan menjadi satu dalam diri individu tersebut. Dari keberagaman itu lah mereka semua terkoneksi antar satu dengan lainnya. Dan aksi-reaksi hubungan kasih yang terjadi diantara dua tersebut lah gagasan keseluruhan penulis melalui karya ini. Selain itu, melalui proses eksperimen dalam karya ini penulis menggagas bahwa dengan penggunaan material resin dapat memunculkan suatu kemungkinan lain dalam pencarian akan rasa kasih. Dalam karya ini penulis menggabungkan penggunaan material resin dengan persoalan relasi kasih. Hal ini dikarenakan penulis merasa bahwa proses reaksi resin yang cair mengalir lalu menjadi padat keras, sama dengan perasaan kasih itu sendiri, yang mengalir cair, sesuai gravitasi yang menariknya, dan berkembang menjadi bentuk yang semakin kokoh pada akhirnya atau bahkan retak dan tipis, sesuai dengan reaksi yang terjadi padanya. Bentuk reaksi yang pada dasarnya terdiri dari reaksi cepat dan juga reaksi lambat (tergantung pada penggunaan campuran katalis yang penulis berikan dalam larutan resin) juga penulis sengajakan untuk memaknai perasaan kasih yang kadang hadir cepat tak terkontrol atau juga lambat dan perlahan stabil. Gravitasi penulis hadirkan melalui bentuk tactile yang ‘keluar’ dari permukaan kain, hal ini dihadirkan sebagai bentuk rasa kasih yang saling memiliki daya tarik-menarik antara dua individu. Gravitasi kemudian penulis hadirkan pada sisi depan karya, yang menghadap ke “saya” di depannya, dan juga hadir pada sisi belakang karya, yang terkoneksi ke diri “saya” yang lain, yang merupakan subjek lain dalam ruang pamer yang bisa apa saja, dari appresiator hingga objek lain.
Gambar 4. Hasil eksperimen resin diatas kain organdi
Bentuk lainnya dihadirkan sebagai gambaran akan aksi-reaksi dari rasa kasih yang tak tentu dalam sebuah diri “saya” yang sedang berada dalam suatu hubungan. Di mana bentuk beragam seperti bentukan tipis, tebal, hingga retakan hadir menyatu – padu menjadi dialog tersendiri dalam satu diri “saya”. Penggunaan warna yang merupakan monokrom dari tone merah dan putih juga penulis sengajakan untuk membentuk kesan yang kuat membara dan halus romantis secara bersamaan. Kehadiran kedua warna ini merupakan alasan penulis akan warna yang memiliki kedekatan yang paling dalam dengan indra cerap manusia. Hal ini penulis maknai dengan bagaimana sebenarnya warna ini memiliki kemiripan dengan warna darah serta organ dalam tubuh manusia, yang mana merupakan asal – usul dari hadirnya aksi – reaksi dalam tubuh manusia itu sendiri. Karena ketika diri “saya” berelasi dengan diri “saya” lainnya, maka timbul suatu aksi – reaksi dalam diri “saya” yang secara biologis merupakan suatu reaksi kimia dalam darah, yang menciptakan seperti feromon misalnya, yaitu bebauan khas dari tubuh, yang hanya dapat dirasakan oleh pasangannya saja. Dalam hal lain, juga dapat membangkitkan suatu persepsi dan ingatan appresiator akan bentuk lain dari aksi – reaksi relasi kasih sesuai dengan pengalaman mereka masing – masing.. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
3. Hasil Studi dan Pembahasan Dalam karya ini penulis menggunakan media painting dalam konteks konvensionalnya yang secara fisik terdiri dari kanvas sebagai tanah, cat sebagai tanaman yang tumbuh diatasnya, dan sebuah frame yang menjadi batas dari bidang karya. Namun melalui bagian painting tadi, penulis mengganti beberapa peran seperti tanah yang semula adalah kain kanvas menjadi kain organdi yang memiliki karakter yang berbeda dengan bentuk fisik yang berbeda dikarenakan kebutuhannya dalam karya ini. Selain itu peran cat sebagai tanaman yang secara konvensional adalah oil paste atau bahkan acrylic penulis ganti menjadi resin dengan campuran pigment untuk ciptaan warnanya, dengan maksud seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk menghasilkan bentuk karakter yang penulis hadirkan, penulis membuat karya sekaligus dua dalam waktu yang bersamaan guna mencapai bentuk visual yang serupa. Diperlukan perlakuan pada material resin dengan cara menuangkannya melalui suatu gestur pada saat reaksi telah sampai di waktu tertentu dari keseluruhan waktu reaksi. Dimana sebelumnya bidang ram telah dibaringkan di antara dua meja dengan posisi horizontal. Selanjutnya larutan resin dibuat sesuai dengan bentuk yang ingin dicapai penulis. Hal ini juga dipengaruhi dengan banyaknya perbandingan antara resin dengan katalis yang diberikan, dimana semakin besar katalis dibandingkan dengan resinnya, maka semakin cepat waktu reaksi terjadi, dan menghasilkan pula reaksi yang lebih tidak stabil dan memungkinkan terjadinya retakan serta bentuk tetesan yang lebih pendek, atau juga area yang lebih tebal tanpa jejak bulatan tetesan. Lalu dituanglah larutan tersebut ke atas kain, sehingga cairan memang sengaja untuk dibiarkan merembes melalui kain organdi yang berpori tipis, membuat gravitasi menjadi penentunya bentuknya, meski sudah direncanakan oleh gestur tangan yang menuangkannya. Untuk perbandingan dan waktu ; No
Perbandingan resin dengan katalis
Waktu reaksi
1.
½ cup gelas : 1 tutup
11.37 menit
Menit ke 5.40
Padat warna (kental)
Bentuk Tetesan Panjang
2.
½ cup gelas : I tutup
11.37 menit
Menit ke 5.49
Sangat padat (sangat kental)
Bentuk Tetesan Pendek
3.
½ cup gelas : 1 tutup
11.37 menit
Menit ke 6.05
Padat warna (kental)
Bentuk Aerial Tebal/Tipis
4.
½ cup gelas : 1 tutup
11.37 menit
Menit ke 5.57 pada permukaan bentuk Aerial Tebal yang tengah memanas (dan merupakan hasil dari larutan resin dengan perbandingan resin dengan katalis sebesar ½ cup gelas : 1 ½ tutup) di menit ke 2 setelah dituang.
Tipis (tidak kentaltidak terlalu kental)
Bentuk Retakan
Waktu penuangan
Tingkat kekentalan warna
Hasil
Tabel 1. Tabel Hasil Perbandingan Larutan Resin Dengan Katalis
Bentuk yang terjadi pada karya ini merupakan sebuah penyederhanaan bentuk dari pemaknaan akan rasa kasih serta gejolak dalam suatu hubungan. Dimana, bentuk yang hadir ini bukan berasal dari imej melainkan imaji akan rasa tersebut. Perlakuan serta kesan yang timbul daripadanya merupakan fragmen dari keseluruhan rasa atas karya yang penulis bentuk melalui satu cara display yang khusus.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 5
Melalui bentuk pertama yaitu tetesan panjang, penulis memaknainya sebagai sebuah perasaan ‘tertarik’ akan suatu ‘pusat gravitasi’, dimana ‘pusat gravitasi’ yang ‘menarik’ berasal dari arah oposisi. Bentuk tetesan yang cenderung lebih panjang dan tipis penulis maknai sebagai bentuk ‘tarikan’ yang lebih halus, perlahan, dan rapuh namun konstan terjadi dalam rentan yang cukup panjang.
Gambar 5. Bentuk Tetesan Panjang
Selanjutnya dihasilkan bentuk lain yang secara teknis sebenarnya hampir sama dengan bentuk tetesan panjang, namun yang membedakannnya adalah waktu penuangan larutan resin yang 8-10 detik lebih lama, dan juga larutan resin yang lebih kental, dimana kekentalan tersebut dapat dipengaruhi oleh larutan yang telah lama disimpan diluar udara terlebih dahulu, atau juga dengan campuran pigment warna yang lebih banyak pada larutan resin. Melalui bentuk ini penulis memaknainya sebagai reaksi dari rasa ‘tertarik’ yang kuat, tebal, solid serta cepat terjadinya, namun lebih pendek rentan panjangnya.
Gambar 6. Bentuk Tetesan Pendek
Kemudian bentuk lain dihasilkan dengan larutan resin yang tengah mencapai setengah dari waktu reaksinya, namun perbedaan gestur penuangan yang menyebabkan hasilnya berbeda dengan bentuk – bentuk tetesan. Bidang ‘kanvas’ diposisikan secara miring hingga sekitar 50°-60°, lalu larutan resin dituang secara vertikal yang membuat larutan jatuh cepat membentuk area panjang dan tipis. Meski sempat sedikit merembes dan mengikat pada permukaan kain organdi, namun akibat kecepatan laju larutan dan kemiringan bidang kain, maka rembesan tidak membentuk suatu area tebal atau bahkan bentuk tetesan di bagian belakang permukaannya. Melalui reaksi dari bentuk ini penulis memaknainya sebagai suatu perasaan kasih yang halus dan tipis namun penuh dan luas, yang berada pada dasar permukaan. Suatu rasa ‘awal’ yang telah dimiliki sebelum rasa – rasa lainnya.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Gambar 7. Bentuk Aerial Tipis
Larutan resin yang kental serta tengah mencapai beberapa detik lebih lama dari ½ waktu total reaksi lah yang menghasilkan bentuk ini. Larutan yang ketika dituang keatas permukaan kain telah menjadi sangat tebal dan kental (akibat reaksi resin dengan katalis hampir mencapai puncaknya) hampir tidak mengalir dan bahkan pada detik terakhir penuangannya, larutan tengah menjadi bentuk setengah padat yang menyerupai jelly. Ketika larutan sampai pada permukaan kain, ia hanya merembes sedikit atau bahkan tidak merembes sama sekali. Kemudian, larutan ini hanya membentuk area padat yang tebal pada permukaan kain, sesuai dengan gestur penuangannya saja, tanpa mengalir lebih dari itu. Dan tidak seperti bentuk aerial tipis, larutan ini dituang pada permukaan yang terbentang horizontal. Dengan hadirnya bentuk ini penulis memaknainya sebagai hasil reaksi dari rasa kasih yang kuat dan tebal (kokoh) pada dasar permukaan. Suatu rasa ‘awal’ yang mengakar kuat.
Gambar 8. Bentuk Aerial Tebal
Larutan ini dituang dengan teknik pembentukan bentuk aerial tebal, namun dengan perbedaan dari isi larutan resinnya dengan perkiraan perbandingan resin sebesar 1 cup gelas dengan 1 ½ tutup katalis. Perbandingan katalis yang ½ tutup lebih banyak dari larutan yang biasa disengajakan agar reaksi yang timbul pada larutan menjadi cepat, panas, serta tidak stabil pada saat mencapai puncak reaksinya. Lalu setelah bentuk aerial tebal terjadi pada permukaan kain, penulis menunggu sekitar 2 menit hingga bentuk ini memanas, berubah warna menjadi lebih gelap serta berasap. Saat itulah penulis menuangkan larutan resin kedua dengan perbandingan resin:katalis yang normal (sekitar ½ cup gelas:1 tutup) diatas bentuk aerial tebal. Selain itu, larutan kedua yang penulis tuang ini tengah mencapai beberapa detik setelah tengah waktu reaksinya sehingga ketika larutan ini mencapai bidang permukaan kain yang tidak tertutupi oleh bentuk pertama, maka sangat minin bentuk tetesan terjadi. Larutan kedua yang cenderung lebih ‘dingin’ (karena berasal dari perbandingan yang normal, meski di waktu reaksi yang sama) menyebabkan ketidakstabilan pada permukaan bentuk pertama. Dimana saat itu bentuk pertama yang berada pada dasar tengah mengembang, memanas (puncak reaksi). Sedangkan larutan kedua yang dituang diatasnya masih beberapa menit sebelum puncak reaksinya. Hal ini menghasilkan bentuk dari larutan kedua ‘dipaksa’ memanas oleh bentuk pertama di bawahnya, dan menyebabkannya mengembang dan mengering lebih cepat, serta berujung pada munculnya bentuk retakan pada bentuk kedua tersebut. Melalui bentuk ini penulis memaknainya sebagai seuatu rasa kasih yang terjadi cepat, menggebu, namun tidak stabil, hingga pada akhirnya menciptakan reaksi yang panas dan berujung pada keretakan yang menyeluruh padanya.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 7
Gambar 9. Bentuk Aerial Tebal Dengan Retakan
Hasil karakter tadi pun menghasilkan karya yang mengvisualisasikan perasaan penulis akan relasi kasih dengan bentuk karya yang berpasang – pasangan, tercipta dua dengan order yang hampir sama, namun berbeda tiap pasangannya, dan kemudian terpampang dalam sebuah ruangan dimana jarak memisahkan dua dan mencipta ruang di antaranya sebagai spasi dalam melihat semesta relasi kasih.
Gambar 10. Ekseskusi karya Tugas Akhir “Another Others on Cultivated Space ”, resin dengan warna pigmen, kain organdi, ukuran bervariasi, 2013.
4. Penutup / Kesimpulan Pada karya Tugas Akhir ini, pencarian kembali akan rasa dan makna kasih dalam suatu relasi merupakan tema yang diusung penulis. Sebelumnya penulis mengalami kegelisahan dalam ketidaktahuan dan tidak menemukan jawaban atas pertanyaan yang juga tidak dipahami apakah itu.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 8
Selama prosesnya, banyak momen yang terungkap kembali dan banyak pemahaman baru akan sebuah relasi kasih yang sebelumnya penulis belum sadari, dan akan terus bergerak seiring dengan perkembangan diri penulis dalam memahami dan merespon diri dalam relasi kasih yang sebenarnya. Melalui karya ini sendiri, penulis semakin memahami pentingnya sebuah aksi-reaksi yang baik antara dua individu dalam sebuah relasi kasih, karena berawal dari sanalah bentuk keseluruhan akan hubungan mereka akan terefleksikan ke ranah yang lebih luas dari sekedar diri. Di mana rasa cinta dan kasih bukan suatu hal yang perlu dicari karena sedari dini telah berdiri di sini menunggu untuk ditemui. Rasa cinta kasih adalah murni bukan proyeksi imaji sebagaimana sebaiknya ia terjadi, dan dialog dalam relasi adalah nyanyian tanpa suara yang perlu dilantunkan tanpa alam dunia, melainkan rasa saja. Meski jalan tak selalu landai, tapi jika benar diri adanya dalam relasi yang tepat maka tak sulit bersama menanjak tinggi. Karena penulis semakin percaya akan adanya kembaran diri dalam pasangan diri yang lain, yang berbicara dengan bahasa hati. Dan dari sanalah dapat tercipta dunia yang cukup dan bahagia. Pemahaman penulis dari keadaan dalam sebuah relasi kasih yang lain adalah bagaimana proses ini mengingatkan penulis akan relasi antara dua diri yang bisa hadir menarik namun juga menyerang secara bersamaan. Hal ini merupakan aksi reaksi yang menggangu kenyamanan penulis dalam merasa akan relasi sebenarnya. Namun penulis sadar akan hal yang memang hadir untuk dihadapi dan hidup bersamaan dengan itu semua. Karena harmoni tidak selalu tercipta dari indah tawa tapi juga dengan luka yang dibagi bersama. Penulisan laporan karya Tugas Akhir ini merupakan bentuk usaha penulis dari memahami rasa cinta kasih yang penulis rasakan. Semua yang hadir pada karya ini merupakan pemikiran dan perasaan saat kini penulis yang masih dapat berubah jauh nantinya. Penulis mengakui bahwa segala daya upaya dalam laporan ini belumlah sempurna, dan pengembangan yang lebih lanjut dapat terjadi melalui penulis atau pun dari pembaca. Dan untuk di masa yang akan datang penulis berharap agar pihak yang membaca tulisan ini jika belum, maka tetap percaya dalam membentuk relasi kasih yang baik, dan sekiranya ada eksperimen dengan pemnggunaan material yang sama maka saran penulis adalah untuk terus melakukannya dalam jumlah banyak terlebih dahulu sebelum benar – benar memilih hasil akhir yang diinginkan.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Drs. Rizki A. Zaelani.
Daftar Pustaka Barthes, Roland. 1977. A Lover’s Discourse. England : Penguin Books. Brehm, Magrit. 2007. Past Paris. Paris : Past Paris Magazine. De Oliveira, Nicolas. Oxley, Nicola. Petry, Michael. 1994. Installation Art. London : Thames and Hudson. Godfrey, Tony. 2009. Painting Today. New York : Phaidon Press Limited. Goldberger, Paul. 2007. Frank Stella : Painting Into Architecture. New York : Metropolitan Museum Press. Harrison, Charles. Wood, Paul J. 2002. Art in Theory 1900 – 2000. New Jersey : Wiley-Blackwell. Sumardjo, Jakob. Filsafat Seni. Bandung : Penerbit ITB.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 9