BAB II ISI
A.
Runtuhnya Kekaisaran Turki Utsmani Peta sejarah Islam menyatakan bahwa Turki pernah menjadi pusat
kekuasaan dunia Islam selama kurang lebih delapan abad dan sangat disegani oleh bangsa Eropa. Pada rentang waktu inilah masa keemasan Turki mencapai puncaknya, yaitu pada masa pemerintahan dinasti Utsmani (Ottoman Empire) yang berkuasa dengan sistem pemerintahan monarkhi absolut (Lubis, 2005: 189-190). Dalam buku yang berjudul “Facts about Turkey” yang diterbitkan oleh
Ankara State Information Organization (1972: 28) menyatakan bahwa kekaisaran Ottoman adalah Kekaisaran terbesar dan paling kuat yang ada dalam sejarah Turki. Pada masa pemerintahan Sultan Murat III (1574-1595), kekaisaran menguasai seluas sekitar 20 juta km persegi dan juga menguasai tiga benua. Asal-usul Ottoman diketahui berasal dari salah satu kerajaan yang didirikan setelah kehancuran negara Seljuk oleh bangsa Mongol. Kerajaan ini didirikan oleh suku
Kayl, anggota dari konfederasi Oghuz dari suku Turki. Kerajaan Ottoman berada di daerah Sogut dan Bilecik di Anatolia barat dan pertama kali diperintah oleh Ertugrul Gazi. Anak Osman terakhir, meluaskan daerah perbatasan sampai laut Marmara di barat dan laut Hitam di utara. Kemudian di bawah Orhan Gazi, seluruh segitiga yang dibatasi oleh laut Aegea, laut Marmara dan laut Hitam jatuh ke dalam kekuasaan Ottoman, yang juga menyeberang inti Eropa. Hal ini terjadi pada saat Byzantium kehilangan benteng
penting mereka di Izmit dan 20
Iznik. Di sebelah timur, Kekaisaran Ottoman menduduki kekuasaan di Ankara, sehingga mengambil langkah pertama menuju reunifikasi Anatolia. Awal mula kesultanan Turki Utsmani merupakan sebuah suku yang hidup secara nomaden (hidup yang selalu berpindah-pindah). Dapat dikatakan bahwa kebudayaan Turki Utsmani tidak hanya dipengaruhi dan didominasi oleh satu kebudayaan saja, melainkan sebuah proses panjang yang pada akhirnya menghasilkan sebuah perpaduan antara berbagai budaya yang pernah bersentuhan dengannya. Diantara kebudayaan itu adalah Persia, Byzantium, dan Arab. Kemudian, dalam tata pemerintah dan kemiliteran kerajaan Turki Utsmani terlihat lebih mengadopsi dari budaya Byzantium dan Persia, yang lebih mengambil ajaran-ajaran mengenai tata krama dan etika. Terkait dengan ajaran prinsip-prinsip ekonomi, perkembangan keilmuan dan sosial kemasyarakatan, Turki Utsmani lebih mengadopsi budaya Arab (Badri, 1997: 136). Sucipto (2014: 60) dalam Sri Mulyati mengatakan bahwa salah satu kehebatan
Turki
Utsmani
adalah
negara
dan
kerajaan
yang
mampu
mengakomodasi dan menyatukan berbagai macam suku bangsa yang majemuk dan heterogen untuk hidup damai, aman dan sejahtera di wilayah kekuasaannya. Semuanya, baik yang beragama Yahudi, Nasrani, dan Islam dapat hidup berdampingan. Berbagai etnik pun terdapat di Turki Utsmani, seperti misalnya Yunani, Serbia, Bulgaria, Rumania, Armenia, Arab dan Turki yang disebut millet. Meskipun begitu lambat laun perbedaan etnik yang terdapat di Turki Utsmani menimbulkan sebuah pertentangan dan konflik hingga peperangan. Namun dalam 88 tahun berikutnya (1595-1683) Turki Utsmani tidak hanya menderita kerugian teritorial, tetapi daerah penaklukan mereka diambil alih. Pada
saat di bawah pimpinan Sultan Murat IV, kekaisaran tampaknya menghidupkan kembali kemegahan yang telah dicapai di bawah Sultan Sulaiman. Tapi penampilan eksternal ini menipu, benih disintegrasi menyerang struktur dalam negara dengan hasil yang menjadi nyata dalam abad berikutnya. Bencana melanda kerajaan antara 1683 dan 1699. Dalam enam belas tahun yang diikuti kegagalan upaya Turki Utsmani kedua untuk menyerbu Wina, kekaisaran harus bersatu dalam menghadapi negara Eropa. Di bawah perjanjian Carlowitz, Turki Utsmani mengakui kekalahannya. Mereka harus kehilangan Polandia, Hungaria dan Transylvania. Meskipun demikian memulihkan keadaan dan membangun kembali posisi mereka sebagai kekuatan tunggal terkuat di daerah sampai tahun 1768. Beberapa wilayah menyerahkan pada Carlowitz kembali, dan reformasi internal tertentu dilakukan. Namun reformasi tidak menyentuh organisasi yang paling membutuhkan itu, yaitu korps militer Jennisari. Ini adalah penyebab kekalahan Turki Utsmani dalam perang melawan Rusia pada tahun 1768-1774. Antara tahun 1768-1838 di bawah Sultan Abdul Hamid I, Selim III, dan Mahmud II terguncang oleh munculnya sejumlah perang-perang yang ada. Pada suatu waktu keadaan mandiri dengan surplus untuk ekspor, kekaisaran Turki Utsmani mulai mengandalkan impor mondar-mandir Eropa. Mahmud II meniadakan perang, membangun kembali kewenangan pemerintah pusat, melakukan sejumlah reformasi ekonomi, dan saat jatuh untuk mencapai standar Eropa, memastikan keberadaan lanjutan dari kerajaan di tiga benua untuk abad selanjutnya. Pada awal abad ke-18, usaha-usaha pembaruan itu sifatnya lain sebab Kerajaan Utsmai mulai membuka pintu bagi Barat. Kontak-kontak diplomatik dan
kultural dengan negara-negara Eropa meyakinkan para negarawan Utsmani akan keunggulan teknik Barat, dan menjadikan mereka berupaya mencari bantuan teknis dalam urusan-urusan kemiliteran dari para ahli Barat (Ankara State, 1972: 30-31). Namun, pada akhir abad ke-18, kekuasan Turki Utsmani tidak mampu lagi untuk mempertahankan dirinya menghadapi perkembangan kekuasaan dan kekuatan militer Eropa, serta tidak mampu mengelak dari penetrasi komersial Eropa. Tahun 1908 terjadi krisis politik internal di dalam tubuh kekuasaan Turki Utsmani
yang
mengganggu
perimbangan
kekuatan.
Perang
Dunia
I
menyempurnakan proses kesendirian Turki Utsmani, sehingga pada bulan Desember 1914 Turki Utsmani melibatkan diri dalam perang Dunia dan masuk ke dalam kubu Jerman dan Austria (Lapidus, 2000: 66). Akibat kekalahan Turki dalam pengepungan kota Wina pada tahun 1683, kerajaan Turki Utsmani mengalami kemunduran dan mendorong para sultan pemerintahannya mengadakan pembaharuan dan perubahan (Bernard, 1993: 218). Kekalahan demi kekalahan yang dialami oleh Turki Utsmani dari Barat menjadi awal isu tentang pembaharuan, modernisasi dan westernisasi. Zürcher (dalam Atika, 2010: 18) menyatakan bahwa kekhalifahan Utsmaniyyah runtuh pada masa pemerintah Sultan Mehmet VI Vahdettin. Runtuhnya Kekhalifahan Utsmani digantikan
dengan
pemerintah
Republik
Turki
yang
ditandai
dengan
ditandatanganinya perjanjian damai Lausanne oleh Mustafa Kemal Ataturk. Menjelang akhir abad ke-18, hubungan-hubungan yang dijalin dengan Barat itu mengakibatkan meningkatnya “pencarian jati diri” karena kaum intelektual dan negarawan Utsmani mulai memandang Westernisasi sebagai
prasyarat pembaruan Kerajaan Utsmani. Karena itu, abad ke-19, perhatian pokok para pembaru Utsmani ialah membaratkan angkatan bersenjata, lembaga-lembaga pendidikan, hukum dan politik Kerajaan Utsmani. Permasalahan yang mereka hadapi ialah bagaimana cara melakukannya dalam suatu masyarakat, di mana Islam sudah berpenetrasi ke dalam sub-struktur sistem sosio-politik Turki Utsmani (Toprak, 1999: 59). Selain itu, Isputaminigsih dalam bukunya yang berjudul “Negara Turki Modern Ala Mustafa Kemal” (2009: 63) menjelaskan faktor-faktor runtuhnya kekaisaran Turki Utsmani diantaranya adalah: 1) Luasnya wilayah kekuasaan, sehingga kurangnya kontrol dari pusat. Hal ini menyebabkan banyak penguasa daerah yang ingin memperluas daerah kekuasaannya, sementara heterogenitas penduduk memerlukan organisasi pemerintahan yang teratur. 2) Lemahnya para penguasa. Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, Kerajaan Utsmani diperintah oleh Sultan-sultan yang lemah, sehingga semakin rendahnya kualitas aparat pemerintah pusat yang diimbangi dengan rendahnya kualitas kepemimpinan individual para sultan menyebabkan pemerintahan menjadi kacau. 3) Pemberontakan tentara Yenissari sebagai pasukan elite Kerajaan Utsmani, yang sebelumnya menjadi tulang punggung suksesnya militer kerajaan berubah menjadi sebuah pasukan yang disiplin dan loyalitasnya sangat merosotnya bahkan mereka sering memberontak.
4) Merosotnya ekonomi. Hal ini terjadi akibat karena peperangan yang tidak berhenti, pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar untuk biaya perang. 5) Terjadinya stagnasi dalam sains dan teknologi, sehingga tidak dapat mengimbangi kebangkitan Eropa dengan kemajuan sains dan teknologinya. Akibatnya, Turki tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang sudah menguasai seluruh lapangan kehidupan, termasuk angkatan militernya sudah terorganisir dengan rapi dan dapat memukul mundur kekuatan militer Turki. Benturan-benturan antara Kesultanan Turki Utsmani dengan kekuatan Eropa menyadarkan Sultan bahwa mereka memang sudah jauh tertinggal. Kondisi ini menyadarkan Sultan Salim III (1789-1807 M) sebagai penguasa dinasti Utsmani pada saat itu melihat kemajuan Eropa Barat ini sebagai sesuatu yang mempesona. Ia terpesona karena Eropa Barat yang pernah kalah dalam perang Salib melawan Islam, dalam tempo yang relatif singkat berhasil membangun negaranya secara pesat. Ia pun khawatir karena kemajuan Barat berarti ancaman bagi Turki Utsmani, sehingga dengan segala upaya, Salim berusaha melakukan pembaharuan bagi negaranya (Isputaminingsih, 2009: 64). Kebangkitan dunia Barat bukanlah karena kemajuan sains dan teknologinya, karena ini hanya merupakan alat untuk mencapai kemajuan. Sebab pokok dari kemajuan Barat adalah “jiwa dan kekerasan hati rakyat Eropa untuk menumpahkan energi dan kemampuan mereka dalam rangka meningkatkan tingkatan hidup dan kesejahteraan umum, kemakmuran dan kebahagiaan masyarakatnya” (Ali, 1994: 17).
Tampaklah kemajuan Eropa memang bersumber dari metode berpikir Islam yang rasional sebagai implementasi peradaban Islam yang masuk ke Eropa pada waktu terjadinya perang Salib. Maka dapatlah dikatakan benturan-benturan antara kerajaan Islam dan kekuatan Eropa, telah menyadarkan umat Islam untuk terpaksa belajar dari Eropa. Demikianlah Turki, pada abad ke-19/20, merupakan sebuah negara yang tidak memiliki kewibawaan lagi dimana negara tetangganya yaitu Eropa Barat, harus mengakui keunggulan bangsa Eropa dan berusaha mengadakan pembaharuan-pembaharuan di berbagai bidang kehidupan baik ekonomi, politik, sosial dan budaya maupun militer dalam rangka menghadapi modernisasi (Isputaminingsih, 2009: 64-65).
B.
Munculnya Mustafa Kemal Dalam kondisi sosial politis Turki yang berada dalam kehancuran, lahir
tokoh pembaharuan Turki yang monumental dan spektakuler yaitu Mustafa Kemal Ataturk. Berbeda dengan tokoh-tokoh sebelumnya yang pada umumnya gagasan mereka masih bersifat akademis, namun Mustafa Kemal lebih pada mengutamakan gerakan pembaharuan melalui perjuangannya dengan perombakan institusi dan peradaban masyarakat Turki. Mustafa Kemal melihat bahwa Turki Utsmani berada diambang kehancuran terutama setelah kekalahannya dalam perang Dunia I (1914-1918), gerakan yang dapat memobilisasi massa dan kaum intelektual Turki waktu itu adalah ideologi nasionalisme dan sekulerisme. Ideologi kekhalifahan tidak lagi memiliki daya panggil untuk berjihad melawan kekuatan sekutu dan membangun
Turki dalam era modern, namun Mustafa Kemal menyadari kekuatan Islam tetap sebagai
pemersatu
kekuatan
awal
dalam
melawan
kekuatan
asing
(Isputaminingsih, 2009: 16). Kemajuan sains dan teknologi modern ini pada awal abad ke-19 telah memasuki dunia Islam dan dipandang sebagai permulaan periode modern, dimana ide-ide Barat seperti rasionalisme, nasionalisme, dan demokrasi menandai perkembangan baru pemikiran politik islam kontemporer. Munawir Sjadzali (1990: 129) dalam Isputamingsih mengatakan perkembangan tersebut di latarbelakangi oleh desakan Barat di bidang ekonomi, militer dan politik yang mengancam kebutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia Islam yang berakhir dengan dominasi Barat atas sebagian besar wilayah daerah. Sementara Donald Eugeun Smith (1985: 41) menyatakan bahwa krisis politik yang ditimbulkan oleh dominasi Barat bersamaan dengan dengan krisis spiritual yang menyadarkan para pembaharu Islam untuk secara fundamental mengkaji ulang doktrin-doktrin agama agar dapat teraktualisasi dalam wacana perkembangan sejarah modern. Dalam negara Republik Turki, ruang lingkup modern ini sangat berkaitan dengan Mustafa Kemal Ataturk, yaitu seorang tokoh yang hidup pada masa Turki saat berada diambang kehancurannya dan ia terlibat dalam proses-proses penambahan di berbagai bidang kehidupan masyarakat Turki yang ia bangun dalam suatu atmosfir global perkembangan wacana politik Islam pada abad ke-19/20 (Isputamingsih, 2009: 30). Mustafa Kemal merupakan tokoh yang mempelopori gerakan Turki Muda dengan tokoh-tokoh lainnya yaitu, Ahmed Riza (1839-1931), Mahmud Murad (1853-1912) dan Pangeran Sabahuddin (1877-1948). Gerakan Turki Muda ini
berusaha menggalang opini publik dan melancarkan kritikannya terhadap Sultan lewat penerbitan surat kabar dan majalah seperti Terekki (Kemajuan) dan Mizan (Timbangan). Ketiga tokoh ini berpendapat bahwa sebetulnya bukan Islam yang menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Utsmani dan bukan pula terletak pada rakyatnya, tetapi semua ini diakibatkan oleh “Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh sebab itu kekuasaan Sultan harus dibatasi” (Nasution, 2003: 114). Mustafa Kemal juga merupakan sosok pemimpin baru di Turki, yang menyelamatkan Kerajaan Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan Eropa. Ialah pencipta Turki modern dan atas jasanya, ia mendapat gelar “Ataturk” (Bapak Turki) (Nasution, 2014: 134). Kinross (1985: 142) dalam Isputaminingsih menyatakan bahwa Mustafa Kemal dilahirkan di Salonika pada tahun 1881, Latip (2011: 11) lebih menjelaskan bahwa Mustafa Kemal lahir pada tanggal 19 Mei tahun 1881. Ia berasal dari keluarga yang taat beragama. Andrew Mango dalam bukunya yang berjudul “Ataturk” menyatakan dalam bukunya bahwa:
Ataturk was born in salonica in 1880 into a family which muslim, Turkishspeaking and precariously meddle-class. He was born during the rign of AbdulHamit II, the last Ottoman sultan to exercise autoratic power (Mango, 1999:31). Ataturk lahir di Salonika pada tahun 1880 dalam sebuah keluarga muslim Turki, dan berasal dari kelas menengah. Dia hidup pada masa pemerintahan Abdul Hamid II, sultan Ottoman terakhir yang menjalankan kekuasaan otokratis. Ayahnya, Ali Reza adalah seorang karyawan pada suatu pemerintah. Ibunya, seorang yang menginginkan Mustafa Kemal mengikuti jejak keluarga menjadi orang yang taat beragama, setidak-tidaknya menjadi hafiz atau boja (guru). Karena itu ia dimasukan ke Madrasah Fatimah Mollahh Kadin, yang
sisitem penngajarannya masih tradisional. Ia tidak menyukai sekolah di madrasah ini dan sering melawan gurunya. Melihat hal ini, ayahnya memindahkannya ke sekolah umum Shemsi Effendi, dan di sinilah Mustafa Kemal sukses dalam belajar. Mustafa Kemal menyelesaikan sekolah dasar swasta modern pertama di Salonika, dan melanjutkan ke sekolah Militer tahun 1893. Setelah menyelesaikan sekolah Militer di Monnastir tahun 1899, dia melanjutkan Sekolah Tinggi Militer di Istanbul kelas infantri. Di Sekolah Perang ini, ia menemukan jati dirinya. Ketertarikannya pada Matematika dan pengetahuan kemiliterannya serta kepintarannya berbicara berkembang di sini, sehingga salah seorang gurunya memberikan nama kepadanya “Kemal” yang berarti “Kesempurnaan” (Jameelah 1965: 162). Mustafa Kemal kemudian dipromosikan menjadi pejabat pengajaran, sebuah posisi yang baginya menunjukan kewibawaannya. Tahun 1905, ia lulus Akademi Perang dengan pangkat Kapten pada umur 24 tahun. Kondisi sosialpolitik Turki selama Mustafa Kemal melaksanakan studi di Istanbul adalah dalam keadaan kacau dimana terjadi konflik, disatu sisi rakyat Turki mengecam dan menentang kekuasaan absolut Kesultanan Utsmani dan besarnya peran lembaga
Syaikh al-Islam dalam pemerintahan. Di sisi lain rakyat-pun sedang berhadapan dengan Perang Dunia I (1941-1918) yang melibatkan Turki sebagai sekutu Jerman melawan Inggris dan sekutunya. Dalam kondisi ini pun banyak wilayah kekuasaan Turki Utsmani yang melepaskan diri dari pemerintahan Istanbul, seperti Arab dan Mesir (Qardhawy, 1996: 140). Lembaga pendidikan Militer pada akhirnya menjadi salah satu pusat kegiatan oposisi. Mustafa Kemal dan teman-temannya membentuk organisasi
rahasia bernama Vaton Ve Hurriyet (Tanah Air dan kebebasan). Tindakan Mustafa Kemal ini menunjukkan keinginannya untuk menentang nasionalisme Arab dengan membentuk nasionalisme Turki melalui organisasinya sebagai wadah perjuangannya. Masuknya Mustafa Kemal dalam dunia politik semakin kuat setelah ia berkenalan langsung dengan peradaban Barat, terutama mengenai konstitusi, pada waktu ia dikirim ke Swiss sebagai atase militer. Titik balik karirnya dimulai ketika Mustafa Kemal memimpin Turki dalam perang kemerdekaan (1919-1922) melawan Sekutu, dan Mustafa Kemal berhasil merebut kembali Turki setelah Jerman sebagai sekutu Turki mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I. Keberhasilannya ini mendapat dukungan dan simpati dari rakyat. Momentum ini tidak disia-siakan oleh Mustafa Kemal. Dalam upayanya, ia melancarkan perjuangannya membangun Negara Turki Modern, dengan cara mengadakan westernisasi terutama dalam sistem ketatanegaraan yang berdasarkan kepada konstitusi yang dianggap Mustafa Kemal dapat mewakili kepentingan seluruh rakyat yang tergabung dalam satu bangsa dan negara (Anwar, 1989: 86). Kemudian ia mendirikan Partai Rakyat Republik (Republican People’s Party) dan membentuk Majelis Nasional Agung sebagai kendaraan politik dalam melaksanakan reformasinya (Nasution, 2003:136). Dan pada tanggal 29 Oktober 1923 terbentuklah Republik Turki dan Mustafa Kemal menjadi Presiden pertamanya (Isputaminingsih 2009: 13-15). Sebagai seorang militer yang berpengalaman terjun kelapangan peperangan baik di Hijaz, Libya, Mesir dan beberapa negara lainnya, Mustafa Kemal selalu mencari kesempatan dalam perjuangannya. Ia juga memanfaatkan waktunya ini
untuk mendapatkan perhatian dari pasukan yang dipimpinnya, sehingga dimanapun ia dikirim dalam peperangan, kepintaran dasar dan pengetahuan militer serta kemampuannya dalam memimpin anggotanya selalu membawa kemenangan. Keberhasilan ini membawa dirinya pada puncaknya di masa disintegrasi sedang terjadi pada zaman Turki \Utsmani. Walaupun Sultan menolak untuk mengakui posisinya, namun Mustafa Kemal menggerakkan kekuatan rakyat biasa untuk mendukungnya dalam melawan pemerintah Pusat di Istanbul (Sabiq, 2008: 70). Pengalaman politik Mustafa Kemal jelas mempengaruhi bentuk pemikirannya secara signifikan. Bagi Mustafa Kemal, Sultan dan agama tidak berpengaruh untuk pembangunan kembali kerajaan. Pandangannya tentang negara bagian adalah tidak berdasarkan agama. Tentu saja, konsepsi tersebut bukanlah keputusan yang dibuat secara mendadak tetapi sebuah ungkapan yang berkelanjutan dengan pandangan aliran politik yang bermacam-macam dimana Mustafa Kemal muncul (Isputaminingsih, 2009: 48). Kesultanan Turki Utsmani memasuki Perang Dunia I pada tahun 1914 dengan bergabung dengan pihak Jerman dan Austria – Hungaria. Mustafa Kemal yakin bahwa keputusan-keputusan untuk turut ikut dalam perang telah diambil terlalu cepat. Dia dapat memprediksi bahwa hasil buruklah yang akan didapatkan dan berusaha untuk memperingatkan penguasa kerjaan terhadap konsekuensi dari keputusan mereka. Namun pada 1915 dia diberikan tugas yaitu perintah divisi 19 yang juga terbentuk di kota Thrace, dan ia ditempa menjadi tenaga tempur yang efisien. Selanjutnya dia bergerak bersama pasukannya menuju semenanjung Gallipoli dimana “Anglo-French” pesawat sekutu diperkirakan mendarat. Saat pendaratan berlangsung, Mustafa Kemal berhasil memeriksa sekutu terlebih
dahulu di Ariburnu, dan kemudian melawan dan memenangkan peperangan Anafartalar dimana dia berada di komando sebuah kelompok dari lima divisi, dengan pangkat kolonel. Tentara Inggris terpojok hingga ke pantai dimana mereka mendarat. Mustafa Kemal menaklukkan mereka dengan serangan terus menerus, mengharuskan mereka untuk pergi dari semenanjung pada 19 Desember 1915. Perancis juga pergi secara bersamaan karena tidak mampu bertahan. Kemenangan ini menyelamatkan Istanbul, ibukota Kekaisaran (Kesultanan), dan menghindari kemungkinan Rusia mendapatkan pijakan di selat, Mustafa Kemal menjadi salah satu komandan besar dalam sejarah. Pada tahun 1915 ia diangkat ke Diyarbakir di timur depan, sebagai komandan korps militer. Dalam perintah baru ini ia pertama kali menghentikan kemajuan Rusia dan kemudian mendapatkan kembali kota-kota Bitlis dan Mus. Tahun-tahun berikutnya ia diberi komando tentara 7 disebut juga dengan “Lightning Group of Armies on The Southern Front
in Palestine”. Namun, ia tidak setuju dengan komandan Jerman mengenai rencana serangan yang terakhir, ia mengundurkan diri dari perintah tersebut dan kembali ke Istanbul. Ditunjuk sekali lagi di Palestina bagian depan pada tahun 1918, ia berhasil menahan gempuran sekutu pada garis utara dari Aleppo yaitu di sepanjang perbatasan selatan Turki yang sekarang. Pada 30 Oktober 1918 kekaisaran (kesultanan) Ottoman menandatangani gencatan senjata Moudros dengan pihak sekutu, dimana Mustafa Kemal mengambil alih komando “Lightning Group of
Armies” dari Jendral Jerman Liman Von Sanders. Ketika kelompok itu tersebar, ia kembali ke Istanbul. Setelah memastikan bahwa senjata dan amunisi dibagi, ia kemudian membawa dan bersembunyi di utara pegunungan Taurus sebagai persiapan untuk operasi perlawanan masa depan.
Pada saat yang sama ia memperingatkan pemerintah di Istanbul dari bahaya yang dihadapi oleh negara dan perlu untuk mengambil tindakan sesegera mungkin untuk mencegah interpretasi yang tidak menguntungkan dari ketentuan gencatan senjata. Di Istanbul, Mustafa Kemal berhubungan terus dengan teman yang memiliki pemikiran sepaham dan juga dengan koresponden pers asing. Ia mempunyai pandangan bahwa negara itu hanya bisa diselamatkan dengan mengorganisir pasukan perlawanan di Anatolia. Kesempatan untuk menempatkan rencananya untuk dijalani muncul ketika ia dikirim oleh pemerintah Sultan ke Samsun untuk menekan gangguan. Mustafa Kemal diangkat menjadi inspektur tentara dan diberi kekuasaan yang luas, membawahi otoritas sipil setempat. Pada 19 Mei 1919, Mustafa Kemal tiba di Samsun, tiga hari setelah pendaratan Yunani di Izmir, dan segera memulai persiapan untuk perang kemerdekaan Turki. Dia melakukan perjalanan dari Samsun ke Erzurum, mengundurkan diri jabatannya dan terpilih sebagai presiden dari kongres nasional yang diadakan di kota. Mustafa Kemal membujuk kongres untuk menetapkan prinsip-prinsip perjanjian nasional yang kemudian diadopsi oleh dewan deputi Ottoman. Dari Erzurum, Mustafa Kemal pindah ke barat menuju Sivas dimana kongres lain diadakan. Mustafa Kemal melihat bahwa prinsip-prinsip yang disepakati di Erzurum kini lebih luas, perumusan seluruh negeri. Kemudian Mustafa Kemal terpilih sebagai presiden eksekutif permanen (komite perwakilan) dari kongres, dan meneruskan ke Ankara untuk mengatur perjuangan nasional. Mustafa Kemal kemudian ditekan pemberontakan di berbagai belahan Anatolia oleh pemerintah Istanbul yang berkolaborasi dengan sekutu. Akhirnya Mustafa Kemal memutuskan untuk membentuk tentara reguler,
atas dasar perjuangannya pada kehendak rakyat. Dengan tujuan tersebut, Mustafa Kemal mengamankan pembukaan Majelis Agung Nasional Turki di ankara pada 23 April 1920. Sejak saat itu perjuangan dilakukan dan dipimpin dengan sukses oleh Majelis Pemerintahan. Dua perjanjian terpisah dicapai dengan perwakilan Perancis, di mana Perancis mengevakuasi wilayah Turki yang mereka duduki di selatan - sekarang Icel dan Gaziantep - dan senjata dan material yang digunakana diamankan untuk tentara Turki. Di barat, Turki memenangkan pertempuran Inönü dan Sakarya, dan akhirnya pada 30 Agustus 1922 Mustafa Kemal mengarahkan kekuatan ke pertempuran besar yang dikenal sebagai pertempuran “Commander-
in-Chief” yang mengarah pada pembebasan seluruh Anatolia. Ketika Mustafa Kemal masuk Izmir kekuatan sekutu bergegas untuk menjalin kontak dengannya, dan melalui negosiasi menghasilkan kesepakatan dari gencatan senjata mudanya pada 11 Oktober 1922. Hal ini menyatakan kembalinya Istanbul dan Thrace ke Turki. Pada 17 November 1922 sultan Utsmaniyah terakhir melarikan diri dari Istanbul dan Kekaisaran Ottoman menghilang dari sejarah (Ankara States, 1972: 36-38). Setelah melalui keputusan Dewan Mustafa Kemal mendirikan negara Republik Turki. Kemudian pada tanggal 29 Oktober 1923, beliau menjadi presiden pertama Republik Turki (Latip, 2011: 14). Latip (2011: 11-16) menuliskan tentang kronologi sejarah hidup Mustafa Kemal dan peristiwa-peristiwa penting yang dialami olehnya sebagai berikut:
1) 19 Mei 1881 Mustafa Kemal lahir di Salonika
2) Tahun 1905 Pada tahun ini, Mustafa Kemal dilantik menjadi kapten 3) Oktober 1906 Beliau mulai aktif dalam politik, lalu membuat perkumpulan “Tanah Air dan Kemerdekaan” di Damsyik 4) 1 Februari 1915 Beliau dinaikkan pangkat menjadi Brigadir Jenderal 5) Tahun 1916 Beliau dinaikkan pangkat sebgai basya, yaitu pangkat yang lebih tinggi dari brigadir 6) Tahun 1917 dan 1918 Beliau di hantar ke wilayah Balkan untuk memimpin dan menentang tentara Rusia tetapi misi yang dibwanya itu gagal. Kemudian ia dihantar ke Hijaz untuk membantu pemberontakan yang disokong oleh pihak Inggris. Kemudian ia ditugaskan ke Palestina. Namun, kedua misi yang ia pimpin itu gagal. 7) 23 Agustus 1919 Beliau di tarik menjadi Gubernur di Ardhrum, atau yang sekarang terkenal dengan kota Erzurum yang terletak di Turki bagian timur 8) 19 September 1921 Beliau di naikkan pangkat menjadi Masryal, yaitu tingkat tertinggi setara dengan Jenderal Besar 9) Tahun 1922
Selepas pulang dari medan perang, yaitu perang Shaqariya, beliau meminta supaya diberi julukan Ghazi beserta uang tunai sebanyak empat juta lira 10) 11 September 1923 Beliau mendirikan Partai Rakyat 11) Tahun 1923 Beliau menandatangani perjanjian Laussane 12) 29 Oktober 1923 Beliau menjadi presiden Turki yang pertama 13) 24 November 1934 Beliau memakai gelar Ataturk yang mempunyai arti Bapak Turki 14) 4 Mei 1931 Terpilih menjadi presiden untuk yang ketiga kalinya 15) 1 Maret 1935 Terpilih menjadi presiden yang ke empat kali 16) 10 November 1938 Beliau meninggal dunia di Istana Dulamah Baghjah Istanbul karena menghidap penyakit radang hati dan penyakit lainnya. 17) 21 November 1938 Mayat beliau diletakkan di Muzium Etnografi di Ankara.
C.
Pemikiran Mustafa Kemal Dari upaya-upaya pembaharuan dalam Kesultanan Turki, tampak bahwa
gerakan-gerakan pembaharuan yang diupayakan oleh kekuatan dari luar elite
Kesultanan maupun dari Sultan sendiri belum memberikan hasil yang memuaskan. Kenyataan yang ada bahwa Turki Utsmani justru semakin melemah, bahkan mendapatkan predikat orang sakit Eropa. Wilayah Kesultanan yang masih cukup luas menyisakan suatu kesulitan yang tidak tertangani secara ekonomi dan politik. Perkeonomian tidak mampu membungkam rasa tidak puas di banyak kalangan masyarakat. Secara horizontal, majemuknya masyarakat karena adanya perbedaan agama maupun etnis, membuat persatuan Kesultanan Turki Utsmani semakin melemah dan sulit dicarikan simbol pemersatu (Isputaminingsih, 2009: 78). Fragmentasi dalam mensikapi persoalan kemunduran Kesultanan dan ideologi dari solusi pembaharuan itu dapat dibagi menjadi tiga golongan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harun Nasution (2003: 119) ada tiga aliran pembaharuan yang muncul dan berkembang dalam masyarakat Turki saat itu, yaitu: 1) Golongan Barat yang menghendaki peradaban Barat sebagai dasar pembaharuan. Tokoh utamanya adalah Tewfik Fikret dan Dr. Abdullah Jewdat. Keduanya termasuk pengkritik tajam faham keagamaan tradisional dan fatalisme, sehingga mereka cenderung dimusuhi oleh kalangan agama dan dianggap sebagai musuh agama. 2) Golongan Islam yang menginginkan Islam sebagai dasar pembaharuan dan mereka menganggap agama atau Islam bukanlah penghambat kemajuan seperti yang dituduhkan selama ini. Tokoh utamanya Mehmed Akif, yang memberikan contoh bahwa kemajuan yang dialami Jepang dengan tidak mengabaikan nilai-nilai kemasyarakatan. Jepang hanya
mengambil sains dan teknologi Barat saja. Sementara nilai yang menjadi pedoman kehidupan tetap dipertahankan. 3) Golongan Nasionalis Turki yang muncul paling akhir dan melihat bahwa pasukan peradaban Barat dan bukan Islam yang harus dijadikan dasar pembaharuan, tetapi jiwa nasionalisme Turki-lah yang harus dijadikan senjata dalam pembaharuan Turki. Tokoh utamanya adalah Ziya Gokalp. Menurut Gokalp kelemahan bangsa Turki disebabkan keengganan umat Islam dalam mengakui adanya perubahan dalam kehidupan disekeliling mereka serta tidak mau mengadakan interpretasi baru yang sesuai dengan kondisi zaman. Gokalp menghendaki Turki dibangun diatas kebudayaan nasional yang unsur-unsurnya berasal dari Barat namun dijiwai oleh Islam (Isputamingsih 2009: 79). Ziya Gokalp adalah tokoh yang mengilhami kebijakan sekular Mustafa Kemal. Ziya Gokalp merupakan seorang ahli sosiologi Turki yang mengamati kondisi psikologi dan filsafat masyarakat Turki. Gokalp melihat kelemahan bangsa Turki adalah karena “adanya keengganan dari umat Islam dalam mengakui adanya perubahan dalam kondisi kehidupan mereka serta tidak mau mengadakan interpretasi baru yang sesuai dengan keadaan zaman atas ajaran-ajaran Islam” (Berkes, 1959: 7). Gokalp menginginkan Turki merupakan sebuah sintesis dari Nasionalisme Turki, Islamisme dan Westernisme. Inilah yang menjadi pioner dari pemikiran Mustafa Kemal dalam mewujudkan pembaharuan kerajaan Utsmani menjadi Republik Turki yang menganut paham sekular. Jameelah (1965: 155) mengatakan bahwa Ziya Gokalp adalah seorang diantara tokoh Turki yang mempelopori sebuah negara sekular Turki yang dilaksanakan oleh Mustafa Kemal
Ataturk. Jameelah dalam bukunya yang berjudul “Islam dan Modernisme” juga mengkritik tajam pemikiran Gokalp yang dianggapnya tidak orisinil dan menjiplak barat serta mencerminkan pendirian nasionalis tulen yang ingin menghancurkan Islam. Ziya Gokalp sebenarnya menginginkan pemisahan antara hukum ibadat dan muamalat. Hukum ibadat menjadi urusan kaum ulama dan hukum muamalat menjadi urusan negara. Dengan demikian, apa yang hendak dipisahkan oleh golongan nasionalis dari negara bukanlah agama tetapi kekuasaan kaum ulama yang terdapat di Biro Syaikh al-Islam, itu pun hanya masalah muamalat. Namun, soal ibadah tetap berada di tangan kaum ulama (Nasution, 2003: 128). Dalam pemikiran tentang pembaharuan, Mustafa Kemal dipengaruhi bukan oleh ide golongan Nasionalis Turki saja, tetapi juga oleh ide golongan Barat. Turki dapat maju hanya dengan meniru Barat. Setelah perjuangan kemerdekaan selesai, demikian Mustafa Kemal, perjuangan baru mulai, yaitu perjuangan untuk memperoleh dan mewujudkan peradaban Barat di Turki. Peradaban \Barat akan diambil bukan hanya sebagian-sebagian, tetapi dalam keseluruhannya. Menurut Argouglu seorang pengikut Mustafa Kemal, ketinggian suatu peradaban terletak dalam keseluruhannya, bukan dalam bagian-bagiannya tertentu. Peradaban barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain, bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahauan dan teknologi nya saja, tetapi karena keseluruhannya, keseluruhan unsur-unsur nya, dan bukan unsur baiknya saja tetapi juga unsur tidak baiknya. Peperangan antara timur dan barat adalah peperangan antara dua peradaban, peradaban Islam dan peradaban Barat. Di dalam peradaban Islam, agama mencangkup segala-galanya “mulai dari pakaian dan perkakas rumah sampai ke
sekolah dan institusi”. Turut campurnya Islam dalam segala lapangan kehidupan membawa kepada mudurnya Islam, dan di Barat sebaliknya sekulerisasi-lah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Jika ingin terus mempunyai wujud rakyat Turki harus mengadakan sekulerisasi terhadap pandangan keagamaan, hubungan sosial dan hukum mereka. Mustafa Kemal berpendapat di dalam salah satu pidatonya bahwa kelanjutan hidup di dunia peradaban modern menghendaki dari suatu masyarakat supaya mengadakan perubahan dalam diri sendiri. Di zaman yang di dalamnya ilmu pengetahauan membawa perubahan terus menerus bangsa yang berpegang teguh pada pemikiran dan tradisi yang tua dan usang, tidak akan dapat mempertahankan wujudnya. Masyarakat Turki harus diubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban Barat, dan segala kegiatan reaksioner harus dihancurkan (Nasution 2014: 140). Westernisasi, Sekulerisme dan Nasionalisme itulah yang menjadi dasar pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal. Pembaharuan pertama ditujukan terhadap perubahan negara. Mustafa Kemal berpendapat bahwa dalam hal ini harus diadakan sekulerisasi. Pemerintah harus dipisahkan dari agama. Mustafa Kemal juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran politik barat bahwa kedaulatan terletak di tangan rakyat. Pada konstitusi 1921, ditegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, maka bentuk negara baru ini haruslah Republik. Pada bulan Oktober tahun 1923, Majelis Nasional Agung memutuskan bahwa Turki adalah negara Republik (Nasution 2014: 142).
Binnaz Toprak dalam bukunya yang berjudul “Islam dan Perkembangan Politik di Turki” (1999: xviii-xxii) menjelaskan bahwa Mustafa Kemal mempunyai prinsip yang disebut Kemalisme. Ideologi ini terbagi menjadi 5. Yaitu, Republikanisme, nasionalisme, populisme, sekulerisme, dan etatisme.
1) Republikanisme
: merupakan garis demarkasi dari sistem kekuasaan
yang semula berada di tangan Sultan lalu beralih ke tangan rakyat diwakili oleh parlemen. Republik Turki yang diproklamirkan pada 29 Oktober 1923 menandai berakhirnya kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani yang kemudian beralih menjadi Republik Turki. kemenangan gerakan rakyat ini telah mengundang reaksi keras dari Sultan dan sebagian Ulama. Kebencian para Sultan di dunia Arab terhadap kelahiran Republik Turki barangkali disebabkan antara lain oleh ancaman pudarnya kekuasaan yang berciri dinastiisme lalu digantikan parlemen rakyat. 2) Nasionalisme
: nasionalisme juga merupakan kekuatan kritik dan
perlawanan terhadap ideologi Ottomanisme dan Islamisme yang secara geografis dan etnis meliputi berbagai wilayah, agama dan suku bangsa mulai Iran, Irak, Balkan, Afrika Utara, bahkan pengaruhnya pernah sampai Aceh. Salah satu sebab Mengapa republikanisme dan nasionalisme muncul dan meraih kemenangan karena merosotnya kekuasaan Kesultanan Utsmani pada awal abad ke-20.Otot-otot birokrasi dan para pendukung kerajaan kian melemah, sementara kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan militer Barat mulai bangkit. Kebangkitan dan supremasi Barat baru disadari oleh penguasa Ottoman ketika Jerman
dan kawan-kawannya, termasuk Dinasti Utsmani kalah dalam Perang Dunia I. Kekalahan Utsmani pada Perang Dunia I ini semakin mendorong keyakinan para pendukung nasionalisme-turkisme yang dipimpin oleh Mustafa Kemal untuk menggalang dan menghidupkan semangat kebangsaan, bukannya kesultanan dan keislaman karena menurut Mustafa Kemal, hanya ideologi dan bendera kebangsaan yang mampu membangkitkan masyarakat dan bangsa Turki utnuk mempertahankan identitas dan kehormatan dirinya di hadapan ancaman Eropa, terutama Inggris. Untuk mewujudkan semangat ini maka rakyat harus diberi ruang yang lebih luas dan hak-hak politiknya harus dihargai karena mereka inilah sesungguhnya pemilik, pewaris dan penerus perjuangan bangsa Turki. 3) Populisme
: untuk mendukung itu semua maka ditetapkan sila
populisme yang berarti kerakyatan, yaitu the governance of the people,
with the people, for the people. Prinsip ini jelas berbeda dari prinsip Kesultanan karena yang memegang dan mengendalikan politik adalah Sultan, bukan rakyat. 4) Etatisme
: pemikiran ini berasal dari Barat yang berkembang
di abad ke-19, yaitu campur tangan negara terhadap perencanaan dan pengaturan ekonomi rakyat, sebagai kritik terhadap faham ekonomi liberalisme. Di Turki, prinsip etatisme tidak hanya diberlakukan dalam aspek ekonomi saja melainkan juga aspek sosial politik. Hal inilah yang
menyebabkan sampai hari ini peranan negara masih cukup kuat meskipun mereka menyatakan diri sebagai pelopor demokrasi bagi dunia Islam. 5) Sekulerisme
: sebagai salah satu prinsip ideologi Kemalisme yang
mengundang kontroversi dan caci maki serta kemarahan para ulama. Prinsip Sekulerisme di Turki sulit dipahami tanpa melihat jauh ke belakang praktik kehidupan politik di abad ke-16 dan berakhirnya dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1923. Bangsa Turki yang berasal dari daratan Asia Tengah ini datang ke wilayah Anatolia pada abad ke-11 melalui dua jalur, yaitu: daerah Balkan di sebelah Barat dan melalui Iran di sebelah Timur. Mereka di kenal sebagai “warrior nation” karena keahliannya mengendarai kuda dan keberaniannya di medan perang. Dinasti Utsmani menjadi kekuatan politik yang di dalamnya terdapat semangat keislaman dan ke-Turki-an dengan wilayah yang meliputi tidak hanya benua Arab melainkan juga sampai ke Afrika, anak benua India dan Eropa. Oleh karena itu Dinasti Utsmani meliputi wilayah dengan penduduk wilayah non-Muslim. Faham Sekulerisme muncul sebagai kritik atau perlawanan balik dari gerakan republikanisme terhadap kekuasaan Turki Utsmani yang menggunakan kekuatan jajaran Ulama dari simbol keagamaan sebagai alat legistimasi kekuasaan politiknya. Tidak bisa diingkari bahwa kekuatan Dinasti Utsmani tidak semata terletak pada kekuatan militernya namun juga pada dukungan dan kepandaian penguasa untuk menggunakan agama sebagai sandarannya. Pada awalnya, penggunaan simbol dan ideologi agama ini diterima oleh rakyat bahkan memiliki
daya panggil ideologis untuk memperthankan dan memperluas wilayah kekuasaan Utsmani. Di mata Mustafa Kemal dan para pengikutnya, satu-satunya jalan keluar untuk menyelamatkan Turki waktu itu ialah dengan cara menyingkirkan peran ulama dan merobohkan mitos “Kekhalifahan”. Sejarah munculnya sekulerisme di Turki bukannya ditujukan untuk memusnahkan Islam dari bumi Turki melainkan mengeliminasi peran ulama yang dipandang tidak cakap dan tidak mampu lagi memberikan keamanan dan harga diri bangsa Turki terutama setelah Turki kalah dalam Perang Dunia I. Kekalahan Turki yang bergabung bersama Jerman ini telah menimbulkan ke-kagetan karena sebelumnya mereka memandang dirinya sebagai kekuatan yang paling besar di bumi (Toprak, 1999: xviii-xxii). Meskipun awal sekularisasi bermula sekitar abad ke-18, baru setelah tahun 1923 hubungan historis antara Islam dan negara itu ambruk. Sejalan dengan sejarah panjang upaya westernisasi, program sekulerisasi Mustafa Kemal bertujuan untuk menggantikan kebudayaan Islam dengan kebudayaan Barat (Toprak, 1999: 2). Perlunya pembaruan di Kerajaan Turki untuk pertama kalinya diakui di abad ke-17 ketika Kerajaan itu mulai kehilangan kekuatannya. Pembaruanpembaruan di abad ke-17 itu merupakan upaya-upaya pribumi yang pada umumnya berpusat di sekitar usaha untuk memperkuat otoritas pemerintah pusat. Para pembaru Turki abad ke-19 berupaya mengatasi kontradiksi ini dengan cara menerima arus modernisasi yang menyingkirkan pembaruan pribumi tentang struktur-struktur sosio-politik Islam. Setelah runtuhnya Kerajaan Utsmani pada akhir Perang Dunia I dan dilanjutkan berdirinya pemerintah Republik Turki tahun
1923, dualitas dalam tujuan-tujuan ini pada akhirnya bisa diselesaikan dengan cara menerima peradaban Barat (Toprak, 1999: 61). Program sekulerisasi Kemalis (sebutan bagi pendukung Mustafa Kemal) setelah berdirinya Republik Turki pada tahun 1923 dan reaksi lanjutan terhadap pembaruan-pembaruan Kemalis, memperkuat pentingnya kedua faktor ini dalam kasus Turki. Serangan kubu Kemalis terhadap Islam pada dasarnya timbul dari adanya pemahaman bahwa agama memainkan peranan konservatif dalam struktur sosio-politik Kerajaan Utsmani (Toprak, 1999: 68). Dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh wartawan Perancis yang bernama Maurice Pernot pada tahun 1923 (TurkInkilap Tarihi Enstitusu Yayinlari,
Ataturk 'un Soyley ve Demecleri 1918-1937, vol III Ankara Turk Tarih Kurumu Basimevi 1961, hal 68), Mustafa Kemal mengatakan bahwa: “Kami ingin memodernisasi negeri kami. Tujuan kami adalah mendirikan sebuah negara modern, dengan demikian, sebuah negara Barat di Turki. adakah suatu bangsa yang telah menunjukkan keinginannya untuk memasuki peradaban tetapi tidak mau menoleh ke Barat?” ( Toprak, 1999: 70). Toprak (1999: 72) menyatakan bahwa serangkaian pembaruan sekuler yang dilancarkan pada dekade pertama setelah berdirinya Republik Turki, dirancang untuk mengurangi peranan Islam dalam kehidupan Institusional dan kultural. Dengan demikian program sekulerisasi itu menempuh empat fase: 1) Sekulerisasi simbolis, yakni melakukan pembaruan dalam aspek-aspek kebudayaan nasional atau kehidupan sosial yang memiliki identifikasi simbolis Islam.
2) Sekulerisasi
Institusioanl,
yakni
perubahan-perubahan
tatanan
organisasi yang dirancang untuk menghancurkan kekuatan institusional Islam. 3) Sekulerisasi fungsional, yakni melakukan perubahan-perubahan fungsi khusus institusi-institusi keagamaan dan pemerintahan, 4) Sekulerisasi legal, yakni perubahan-perubahan dalam struktur hukum masyarakat. Berawal dari pemikiran-pemikirannya inilah Mustafa Kemal banyak melakukan perubahan Kebudayaan di Turki. Kebudayaan Turki yang sarat akan budaya Islam akibat pengaruh dari kesultanan Turki Utsmani dihapuskan oleh Mustafa Kemal. Melalui pemikirannya, ia membawa perubahan yang sangat signifikan dalam terbentuknya negara Republik Turki. Kebudayaan sendiri mempunyai arti keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Koentjaraningrat juga menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Antropologi” (1998: 38) bahwa kebudayaan memiliki tujuh unsur pembentuk kebudayaan. Yaitu: 1. Sistem Religi/ agama 2.
Sistem Pengetahuan
3.
Sistem Mata Pencaharian
4.
Sistem Kemasyarakatan/ Organisasi Sosial
5.
Sistem Bahasa
6.
Sistem Teknologi
7.
Kesenian Dari ketujuh unsur tersebut, maka penulis menemukan bahwa unsur budaya
menurut Koentjaraningrat sesuai dengan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal. Mustafa Kemal melakukan perubahan yang mencangkup ketujuh unsur tersebut. Penulis menguraikan ke tujuh unsur ini sesuai dengan perubahan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal, yaitu: 1.
Sistem Religi/Agama
Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa Turki merupakan negara di mana tempat kekhalifahan terakhir berdiri. Selama tujuh abad dari abad ke-14 hingga ke-20, kekhalifahan Turki Utsmani merasakan kejayaannya. Pandangan mengenai pemerintahan dibawah naungan islam yang maju dan berjaya sudah terdengar oleh seluruh bangsa di dunia. Islam-pun dipilih sebagai agama resmi dari kekhalifahan Turki Utsmani yang tercatat dalam konstitusi negara (Furqon, 2012: 35). Namun setelah masa pemerintahan Mustafa Kemal berlangsung, terjadi banyak perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang agama. Menurut Niyazi Berkes (1964: 293-284) dalam Isputaminingsih menyatakan bahwa sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa Kemal tidaklah dimaksudkan untuk menghapus agama, tetapi lebih merupakan upaya menasionalkan agama. Hal ini dapat dilihat dari sambutan persidangan Majelis Nasional Agung 1923, Mustafa Kemal mengatakan bahwa agama Islam adalah satu dari agama yang paling logis dan wajar dan karena itu menjadi agama yang paling terakhir. Untuk itu, agama haruslah sesuai dengan kearifan, ilmu pengetahuan dan logika. Agama kita sesuai sekali dengan semuanya ini.
Pada tanggal 7 Februari 1923 Mustafa Kemal menyatakan penggunaan bahasa Turki pada khutbah Jumat di Masjid Baliksir. Ia berpendapat bahwa tujuan khutbah adalah untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada rakyat dan tidak lebih dari itu. Oleh karena itu, membaca khutbah yang sudah hampir berumur 100 tahun, 200 tahun, atau bahkan 1000 tahun berarti membiarkan umat manusia dalam kebodohan dan ketertinggalan. Dengan demikian, merupakan suatu keharusan bahwa orang yang memberikan khutbah harus selalu memberikan khutbahnya dalam bahasa rakyat yang di khutbahi. Perubahan agama yang dilakukan Mustafa Kemal bertujuan untuk men-Turki kan Islam, sehingga Islam mudah dimengerti oleh rakyat Turki (Ali, 1994: 98-99). Mustafa Kemal juga melakukan perubahan fungsi dan kedudukan Syaikhul
Islam serta Institusi Agama di Turki. Ia memutuskan untuk menghapuskan kedudukan Syaikhul Islam pada 3 Maret 1924 (Ali, 1994: 107). Syaikhul Islam merupakan lembaga yang mendapat kedudukan sebagai pemimpin yang mempunyai
peranan
penting
dalam
semua
urusan
kenegaraan.
Sejak
dikeluarkannya Konstitusi 1876, wilayah otoritas Syaikhul Islam tidak sebatas hanya pada wilayah eksekutif tapi juga meliputi wilayah legislatif dan yudikatif (Nasution, 1992:136). Selain menghapus kedudukan Syaikhul Islam, Mustafa Kemal juga menghapus Kementrian Syari’ah dan Wakaf. Kementrian Wakaf adalah kementrian yang mempunyai tanggung jawab untuk memberi bantuan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim. Kemudian uang yang berasal dari kementrian wakaf ia gunakan untuk membuat patung-patung dengan wajah dirinya (Latip, 2011: 353-354). Penghapusan institusi ini terjadi setelah disetujuinya
undang-undang pada tahun 1924 oleh Dewan Nasional Agung mengenai penghapusan institusi tersebut (Toprak, 1999: 87). Pada tahun 1925 ditetapkan undang-undang baru mengenai pembubaran aliran-aliran agama yang berada di Turki. Undang-undang yang dimaksud adalah Pasal 75 Konstitusi Negara Turki (Furqon, 2012: 41). Pelaksanaan dari Undangundang tersebut diwujudkan dengan ditutupnya pusat-pusat kegiatan, melarang upacara-upacara keagamaan dan semua aktifitas-aktifitasnya. Sehingga semua aliran yang ada dihapuskan oleh Mustafa Kemal pada tahun 1925. Kebijakan Mustafa Kemal ini bukan tanpa perlawanan, ini dibuktikan dengan adanya pemberontakan dari pemimpin Naqshabandiyah yang bernama Syaikh Said di Anatolia Timur, dimana ia menentang tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Mustafa Kemal (Ali, 1994: 85). Perlawanan ini merupakan pemberontakan yang paling membahayakan, sehingga setelah itu dibuatlah Pengadilan Kemerdekaan yang dibuat untuk mengadili para pemimpin pemberontakan. Setelah itu majelis juga mengeluarkan Undang-undang Pemeliharaan Ketertiban yang intinya memberikan kekuasaan luar biasa kepada pemerintah dan berfungsi sebagai dasar partai untuk menumpas semua oposisi politik (Toprak, 2000: 128). Walaupun Musatafa Kemal telah melarang perkembangan aliran-aliran Islam, tetapi semua aliran tetap berkembang meskipun dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi (Esposito, 2001: 66). Pada tahun yang sama, yaitu 1925 Mustafa Kemal berhasil membuat perubahan bentuk peribadatan. Ia mengubah masjid Aya Sophia menjadi museum. Aya sophia memang awalnya berupa gereja. Namun pada tanggal 29 Mei tahun 1453 Aya Sophia berubah menjadi Masjid pada masa kepemimpinan Sultan
Muhammad Al-Fatih atas persetujuan penduduk Kristian di Kota Istanbul. Kemudian, Masjid-masjid yang lain ditutup dengan alasan masjid-masjid itu digunakan untuk menentang pemerintah, Masjid Al-Fatih ditutup dan dijadikan gudang. Sedangkan Masjid Abu Ayub Al-Anshari tidak ikut ditutup.Sejak dikeluarkannya perintah itu orang-orang dilarang untuk mengerjakan solat di masjid Aya Sophia. Ukiran ayat-ayat Al-Quran di hapus dan diganti dengan gambar-gambar lama (Latip, 2011: 374). Akan tetapi, penulis menemukan perbedaan tahun pergantian Aya Sophia menjadi museum. Freely (2012: 410) menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Istanbul Kota Keisaran” bahwa masjid Aya Sophia dirubah menjadi museum pada tahun 1934. Setelah menutup masjidmasjid, Mustafa Kemal juga menutup tempat-tempat suci (türbe) dan pusat-pusat perkumpulan darwis (tekke) pada bulan September 1925. Tekke dan türbe memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari (Zürcher, 2003: 224). Kebijaksanaan Mustafa Kemal sejak awal adalah memisahkan agama dari masalah politik, sosial dan kebudayaan. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi praktek agama hanya disekitar tempat-tempat ibadah. Perubahan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal dalam agama Islam adalah pada bentuk beribadatan, bahasa ibadah, ciri sholat dan segi pemikiran ibadah. Fungsi dan cara peribadatan di masjid mulai mengalami suatu perubahan ketika muncul komite yang dibentuk oleh Fakultas Teologi Universitas Istanbul di bawah pimpinan Profesor Mehmed Fuad Koprulu. Ia melakukan perubahan masjid-masjid yang ada di Turki pada tahun 1928. Tujuan dari dibentuknya komite ini adalah untuk merencanakan guna memordenisasi Islam. Pembaharuan yang menjadi sasaran salah satunya adalah yang berhubungan dengan tempat peribadatan (Ali, 1994: 108).
Dalam melaksanakan tugasnya, komite melakukan perombakan mengenai tata cara di masjid. Mereka melakukan rekomendasi untuk mengenalkan kursi gereja dan ruang penyimpanan tempat mantel kedalam masjid. Setiap orang yang ingin memasuki masjid harus menggunakan sepatu yang bersih (Isputaminingsih, 2009: 139). Ketentuan yang telah ditetapkan oleh komite tersebut telah dijalankan sesuai dengan kebijakannya dan dilaksanakan pada tahun yang sama. Alasan yang dikemukakan oleh komite adalah untuk menenkanakan pentingnya masjid yang bersih dan teratur dengan bangku dan kamar untuk menyimpan jubah. Dengan demikian, hal ini sangat berbeda dengan fungsi masjid sebenarnya (Furqon, 2012: 37). Komite agama juga melakukan banyak perubahan-perubahan terhadap fungsi masjid sekaligus cara peribadatan di dalamnya. Komite lalu berpikir untuk menyiapkan penyanyi-penyanyi dan imam-imam yang mempunyai pengetahuan tentang musik. Mereka mempunyai tujuan untuk menjadikan sholat lebih indah, memberi inspirasi dan spiritual. Hal tersebut juga mendorong mereka untuk menyediakan alat-alat musik dalam tempat sholat (Ali, 1994: 108-109) . Mustafa Kemal terus meneruskan perjuangannya dalam merubah agama baik dalam bentuk dan suasananya seperti perubahan bahasa dalam peribadatan. Selain itu tempat peribadatan harus dibuat sebagaimana yang lazim di Barat seperti: “mesjid dibangun dengan bentuk dan suasana gereja di negara-negara barat, dengan menekankan pada pentingnya mesjid yang bersih, dengan bangku-bangku dan ruang menyimpan mantel, mewajibkan jamaah masuk dengan sepatu yang bersih, menggantikan bahasa Arab dengan bahasa Turki, menyediakan alat-alat musik ditempat shalat untuk memperindah bentuk shalat, dan mengubah teks-teks khutbah yang telah ada dengan
khutbah yang berisi pemikiran agama berdasarkan filsafat Barat.” (Jameelah 1965:159). Mukti Ali (1994: 168), menjelaskan penekanan sangat dilakukan dalam bentuk peribadatan. Tempat peribadatan harus bersih, teratur, mudah didatangi dan patut dihuni. Untuk itu tempat ibadah harus menyediakan bangku dan kamar untuk menggantungkan baju diluar. Rakyat juga diharuskan untuk memasuki tempat-tempat ibadah dengan sepatu yang bersih. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan dalam melakukan ibadah. Alasan penyediaan kamar dalam tempat-tempat ibadah adalah karena Turki mengalami musim dingin, maka dalam musim itu orang-orang Turki memakai baju luar yang tebal yang akan dilepaskan sewaktu akan melakukan sholat. Orang-orang Turki memakai sepatu
boot dan sepatu tersebut dilepas pada waktu masuk tempat-tempat ibadah, dan mereka melakukan sholat dengan sepatu dalam. Fadlullah Jamil dalam Furqon (2012: 45) menyatakan bahwa pada masa pemerintahannya, Mustafa Kemal membuat peraturan pelarangan naik haji bagi masyarakat Muslim di Turki. Sebagaimana umat muslim di dunia, umat muslim yang berada di Turki juga melakukan ibadah Haji setiap tahunnya. Ditambah dengan kondisi letak geografis Turki yang berdekatan dengan Saudi Arabia memudahkan rakyat Turki untuk melaksanakan kewajiban dari rukun islam yang kelima tersebut. Kegiatan tersebut pasti sering terlihat tatkala kekhalifahan Turki Utsmani masih berkuasa di Turki, akan tetapi hal ini jarang dilaksanankan atau dirasakan pada masa pemerintahan Mustafa Kemal. Ketika mulai dilakukannya revolusi agama pada tahun 1928, Mustafa Kemal mulai mengeluarkan kebijakan pelarangan untuk melaksanakan ibadah Haji. Dengan adanya kebijakan ini, banyak
penduduk Muslim di Turki tidak dapat melakukan ibadah Haji di Makkah. Akhirnya kebijakan pelarangan Haji ini dicabut pada tahun 1948 setelah Mustafa Kemal wafat, sehingga penduduk Muslim di Turki dapat kembali melaksanakan ibadah Haji. Pada tahun 1928 Mustafa Kemal menghapuskan artikel 2 Konstitusi Turki tahun 1921 tentang pencantuman Islam sebagai agama negara, sehingga antara agama dan negara sudah tidak ada lagi sangkut pautnya (Nasution, 2003:143). Perubahan yang diinginkan Mustafa Kemal adalah islam yang di Turki-kan dan tidak terikat oleh peradaban Timur (Arab). Menurutnya agama merupakan suatu lembaga sosial dan karena itu harus disesuaikan dengan sosial dan budaya masyarakat Turki (2003: 144). Pada tahun yang sama, 1928 Mustafa Kemal juga merubah bahasa Arab sebagai bahasa dalam ibadah dengan bahasa Turki (Ali, 1994: 90). Ia mengambil secara penuh pemikiran Ziya Gokalp. Ia juga melakukan sebuah transformasi bahasa peribadatan dengan tujuan untuk membersihkan bahasa Turki dari kosa kata Arab Persia (Mughni, 1997: 157). Pemikiran Ziya Gokalp adalah ia berpendapat bahwa beribadah akan mudah di mengerti apabila kita bisa memahami bahasa yang kita gunakan dalam peribadatan. Gokalp juga menyatakan bahwa sebagai bangsa Turki menjadi suatu keharusan melaksanakan sholat dalam bahasa Turki. Hingga demikian, bangsa Turki bisa mengerti sholat mereka dan memperoleh rasa berupa ilham dari agama mereka. Jadi, menurutnya bahasa peribadatan dalam sholat agar dilakukan dalam bahasa Turki (Ali, 1994: 64). Perubahan demi perubahan terus berlanjut. Agama Islam yang sebelumnya memiliki peranan yang penting dalam pemerintahan dan masyrakat Turki, bergeser
peranannya. Tidak hanya perubahan bahasa dalam sholat, bahasa Al-Qur’an juga dirubah dalam bahasa Turki. Oleh karena itu, Al-Qur’an harus disajikan dalam bahasa Turki (Furqon, 2012: 30). Selain itu, ia juga
memerintahkan untuk
menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Turki dengan Tulisan Latin. Dan AlQur’an dalam bahasa arab juga dibakar (Latip,2011: 231). Pada tahun 1932 pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengganti pengucapan adzan dari bahasa arab ke dalam bahasa Turki (Jameelah 1965: 159). Tepatnya pada bulan Januari 1932, adzan berbahasa Turki secara resmi juga dikumandangkan. Dalam bahasa Turki Lafadz Allahu Akbar digantikan dengan
Allahu Buyuk. Mustafa Kemal menginginkan azan dirubah kedalam bahasa Turki supaya mudah dipahami oleh semua orang (Latip,2011: 301). Adzan dalam bahasa Turki disiapkan oleh himpunan linguistik dan disiarkan oleh kantor kepresidenan urusan agama. Melodi adzan dalam versi Turki disetujui oleh konservatori musik nasional Ankara. Pada tahun 1933 dikeluarkan keputusan pemerintah yang menyatakan bahwa adzan dalam bahasa Arab merupakan suatu pelanggaran (Husaini, 2005: 273). Kebijakan yang terkait dengan adzan yang berbahasa Turki tentunya mendapat perlawanan dan tantangan dari berbagai ulama dan masyarakat muslim Turki. Salah satunya yaitu kelompok Naqsabandiyah. Pengikut Naqsabandiyah mengadakan perlawanan dalam pemeberontakan Bursa pada tahun 1933, dilanjutkan dengan perlawanan terhadap kebijakan kali ini sampai tahun 1936 di daerah Timur. Respon pemerintah cukup keras dengan melakukan penumpasan, penganiayaan dan hukuman mati (Toprak, 1999: 131).
Selain itu pada waktu itu dibentuk sebuah komite di Fakultas Teologi di Universitas Istanbul untuk memodernisasikan Islam sebagai usaha menyebarkan keinginan kemal untuk “menghapuskan penggantian bahasa arab dalam sholat dan praktek ibadah harus menggunakan bahasa Turki” dapat digagalkan kaum Ulama (Ali, 1994: 89). Namun kebijakan adzan berbahasa Turki berlangsung cukup lama yaitu selama 19 tahun. Sekitar tahun 1950, adzan berbahasa Arab baru kembali dikumandangkan (Esposito, 2001: 66). Sebenarnya tujuan Mustafa Kemal yang merasionalkan agama adalah dalam rangka memajukan Turki agar dapat menguasai sains dan teknologi merupakan langkah yang bijaksana, tetapi tindakan Mustafa Kemal yang radikal dalam merubah bacaan Sholat dan Adzan dan praktek keagamaan lainnya kedalam bahasa Turki merupakan tindakan yang tidak dapat di toleransi (Isputaminingsih, 2009: 141). 2.
Sistem Pengetahuan Dan Pendidikan
Dalam proses perubahan kebudayaan di Turki, pendidikan memainkan peranan yang penting, tetapi kondisi pendidikan yang ada sedang dalam keadaan yang menyedihkan, sarana fisik dan sumber daya sangat tidak memadai. Mayoritas penduduknya buta huruf dan struktur warisan kekhalifahan Turki Uutsmani tidak dimanfaatkan untuk membangun dan memperbaiki kondisi negara. Sejak awal, Mustafa Kemal menerapkan kebijakan yang sengaja untuk mengatur kembali seluruh sistem pendidikan dan memperluasnya dengan sistematis serta memanfaatkannya untuk tujuan nasional (Djainuri,2001: 257). a. Penghapusan Sekolah-Sekolah Keagamaan
Masyrakat Turki Utsmani tradisional memahami istilah pendidikan sebagai upaya untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan tentang ilmu agama. Sekolah-sekolah yang didirikan adalah sekolah yang berbasis agama yang dinamakan medrese (madrasah) (Toprak, 1999: 91). Pelajaran yang diajarkan dalam sekolah yang berbasis agama-agama itu secara keseluruhan mengenai ajaran agama. Majunya kebudayaan dan peradaban serta perkembangannya yang pesat membuat pengaruhnya tidak bisa dihindari dan ditahan lagi, menyebabkan sistem pendidikan modern mulai masuk dan menggeser ajaran-ajaran agama yang sebelumnya diterapkan di sekolah. Tahap selanjutnya, terjadi sebuah perubahan sistem dimana Mustafa Kemal melakukan pembaharuan dengan menghapus sekolah-sekolah agama. Keputusan penghapusan agama di dalam sekolah-sekolah merupakan upaya pengontrolan atas perkembangan Islam di Turki dan menjatuhkan pengaruh agama dalam urusan pendidikan (Ali, 1994: 107-108). Pengontrolan dan perubahan yang dilakukan yaitu dengan mengganti sekolah keagamaan yang telah dihapuskan dengan mendirikan sekolah baru dibawah Yuridiksi Kementrian Pendidikan. Pada tahun 1924, ia mendirikan Fakultas Teologi. Pada awal berdirinya, mahasiswa yang mendaftar di fakultas Teologia berjumlah 244 orang, namun angka ini menurun menjadi 20 orang pada tahun 1933. Kemudian Fakultas Teologi ditutup dan digantikan dengan sebuah Institut untuk Studi Islam yang didirikan di Universitas Istanbul. Namun demikian, Insititut ini hanya bertahan selama tiga tahun. Pada tahun 1936 Insitusi ini di tutup karena sebagian besar tenaga akademisnya mengeluarkan diri (Toprak, 1999:92-93). Mustafa Kemal kemudian menutup sekolah-sekolah agama dan mengeluarkan surat yang memerintahkan
sekolah agama untuk ditutup. Ia juga mewajibkan pengajaran huruf latin di semua sekolah (Latip,2011: 231). Pembangunan sistem pendidikan modern oleh pemerintahan Mustafa Kemal mengeluarkan undang-undang penyatuan pada tahun 1924. Penyatuan pendidikan yang dilakukan oleh Mustafa bertujuan untuk menghilangkan dualisme dalam sistem pendidikan, yaitu pendidikan tradisional (agama) dan pendidikan modern (umum). Seluruh sekolah agama/madrasah, baik yang dikelola kementrian wakaf atau yayasan wakaf swasta ditutup. Undang-undang tersebut mewajibkan seluruh sekolah berada dibawah penguasaan Kementrian Pendidikan. Negara mengambil alih sistem pendidikan Agama dari para Ulama, yang dimaksudkan untuk menerapkan sistem pendidikan nasional modern yang tersentralisasi (AnNa’im, 2007: 369). Sejak saat itu pendidikan umum dipisahkan dari pengaruh agama, madrasah-madrasah ditutup dan diganti dengan sekolah-sekolah modern. Secara keseluruhan 479 madrasah ditutup. Langkah ini menandai berakhirnya sistem ganda dalam pendidikan yaitu, sekolah agama dan sekolah umum. Hal itu menyebabkan kesenjangan antara orang-orang yang dididik di sekolah-sekolah modern dan yang dididik di sekolah agama. Selain itu kurikulum sekolah juga diperbaiki agar sesuai dengan ideologi yang baru yaitu, dengan menghapus pelajaran sejarah Kesultanan Turki Utsmani dan wilayah Islam. Buku-buku pelajaran ditulis ulang dengan memasukan pembahasan tentang sejarah pembentukan \Republik Turki beserta prinsip dan tujuannya. Dalam rangka menasionalkan pelajaran-pelajaran tersebut, pemerintah mengubah program yang
secara teoritis sangat berorientasi pada warisan masa lalu (Djainuri, 2001: 264265). b. Penghapusan Pelajaran Agama di Sekolah Formal Pendidikan agama merupakan hal yang penting untuk diberikan sebagai bahan transfer dalam ilmu. Pendidikan agama menjadi pelajaran dan ilmu terpenting yang diajarkan agar membentuk karakter yang agamis. Pemahaman yang mendalam mengenai agama akan membuat seseorang mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta. Walaupun agama penting untuk diajarkan, namun hal itu tidak sejalan dengan pemikiran para tokoh nasionalis dan modernis. Mereka berpendapat bahwa agama merupakan masalah individu dan tidak ada kaitannya dengan negara (Ali, 1994: 110). Pendidikan agama ditiadakan di sekolah-sekolah pada tahun 1933, akan tetapi pemerintah masih mengurus masalah agama melalui Departemen Urusan Agama, termasuk sekolah-sekolah pemerintah untuk Iman dan Khotib dan Fakultas Ilahiyat dari perguruan tinggi Negara Universitas Istanbul (Nasution, 2003: 144). Peraturan untuk melarang pendidikan agama yang diajarkan dikelas dikeluarkan pada tahun yang sama dengan dihapuskannya sekolah-sekolah keagamaan pada tahun 1924 (Ali, 1994: 107). Peraturan tersebut berupa dekrit presiden yang dikeluarkan pada tanggal 7 Februari 1924. Isi dari dekrit itu adalah melepaskan semua unsur keagamaan dari sekolah-sekolah asing dan menyatakan penyatuan pendidikan dibawah satu Kementrian Pendidikan (Isputaminingsih, 2001: 145).
Stokhof dalam Jameelah (1965: 145) menyatakan pada tanggal 7 Febuari 1924 Mustafa Kemal mngeluarkan dekrit yang isinya melepaskan semua unsur keagamaan dari sekolah-sekolah asing dan menyatakan penyatuan pendidikan dibawah satu atap yaitu berada dibawah Kementrian Pendidikan. Ini berarti penghapusan semua bentuk pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan Islam terhadap sekolah. Adanya peraturan menghapuskan pendidikan agama di sekolahsekolah dimaksudkan agar membatasi pemahaman dan praktik agama dan keagamaan. Hal tersebut merupakan salah satu cara pengontrolan pemerintahan dalam perkembangan Islam agar sesuai dengan kebijakan (Ali, 1994: 109). Peraturan yang telah dibuat tersebut dapat dikatakan bahwa hal tersebut diupayakan oleh Mustafa Kemal dengan tujuan ingin menjauhkan agama dari dunia pendidikan. Pembatasan pengetahuan agama akan menjadi sebuah gagasan yang menciptakan sebuah generasi untuk menciptakan negara yang jauh dari pengaruh agama (Furqon, 2012: 62). Kemudian, pada tanggal 1 November 1928 pelajaran bahasa Arab dan Persia dihapuskan dan tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin dimaksudkan agar sains dan teknologi Barat dapat dengan seluas luasnya dipelajari oleh bangsa Turki (Isputaminingsih, 2009: 146). c. Penghapusan Pelajaran Bahasa Arab di Sekolah-sekolah Sekolah agama di Turki yang sudah ada sejak 600 tahun yang lalu akan ditutup. Ia berpendapat bahwa di sekolah tidak perlu ada pelajaran bahasa Arab. Bagi Mustafa bahasa Arab bukan bahasa Ilmu dan bahasa Arab tidak dapat digunakan dalam melawan musuh (Latip, 2011: 229-230). Mustafa Kemal melaksanakan revolusi pendidikan. Ia ingin melahirkan pelajar yang maju dan mengikuti zaman. Pelajaran bahasa Inggris, Matematika,
ilmu Sains dan juga sastra Inggris akan dijadikan mata pelajaran wajib di sekolahsekolah. Namun, pelajaran agama Islam dan bahasa Arab tidak lagi diajarkan di sekolah. Sekolah agama akan ditutup (Latip, 2011: 226). Agar mudah dalam mempelajari ilmu seperti bahasa Inggris dan ilmu Sains maka tulisan Arab akan dihapus dan digantikan dengan tulisan latin (Latip, 2011: 226-227). Disamping hasil-hasil yang diperoleh, perubahan yang bersifat terburuburu ini menimbulkan kesukaran yang barangkali tak terpikirkan sebelumnya, yakni bahwa murid-murid sekolah tidak mempunyai buku bacaan karena perpustakaan masih tertulis dalam huruf Arab (Suwirjadi, 1952: 98).
d. Pembatasan dan Pelarangan Media Islam Sebagai Sarana Pendidikan dan Media Dakwah Banyak cara yang dilakukan untuk menyebarkan dakwah, seperti melalui pendidikan, media massa, atau ceramah-ceramah keagamaan. Dakwah merupakan cara yang dipakai untuk menyebarkan syi’ar Islam dalam memberikan pengetahuan kepada umat muslim. Tujuannya untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman yang luas mengenai ajaran agama yang benar. Melatar belakangi hal tersebut, maka cara yang dipilih dalam penyebaran dakwah yaitu melalui media dakwah yang mudah untuk didapatkan publik. Pembatasan penyebaran agama yang dilakukan oleh Mustafa Kemal terhadap aliran-aliran Islam memberikan dampak terhadap media-media penyebaran dakwah. Ia mencoba untuk membatasi penyebaran dakwah dengan menghapuskan pendidikan agama di sekolah-sekolah, melarang siaran keagamaan di radio dan pembatasan dalam ceramah-ceramah keagamaan (Ali, 1994: 122).
Langkah pertama yang dilakukan oleh Mustafa Kemal untuk membatasi penyebaran dakwah Islam adalah dengan menghapuskan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Langkah ini diambil agar bisa mengontrol perkembangan dan pemahaman Islam agar nantinya tidak merugikan kebijakan pemerintah yang pro akan Barat. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan pengetahuan agama, ia mendirikan sekolah-sekolah keagamaan dibawah institusi pemerintahan dengan pengontrolan yang ketat dari pemerintahannya. Langkah yang diambil oleh Mustafa kemal selanjutnya yaitu pelarangan siaraan keagamaan di stasiun radio Turki. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an di radio-radio harus dihilangkan. Acara keagamaan diganti dengan acara lain. Kebijakan tersebut ditetapkan dalam Konstitusi Negara Pasal 77 yang intinya semua media berada dalam pengawasan pemerintah (Furqon, 2012: 43). e. Peningkatan Pendidikan Bagi Kaum Perempuan Mustafa Kemal juga sangat memperhatikan pendidikan bagi perempuan Turki. Antara tahun 1923-1924 perempuan di Turki diberikan kesempatan untuk mengikuti pelajaran yang sama dengan laki-laki pada semua fakultas di Universitas. Pada tahun 1927 pendidikan bersama antara pria dan wanita secra resmi dibuka di semua jenjang dalam sistem pendidikan. Semua warga Turki berusia 15-45 tahun
diwajibkan mengikuti pelajaran kewarganegaraan,
kesusastraan, matematika dan kesehatan. Bahasa dan sejarah merupakan pelajaran utama disetiap jenjang pendidikan. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan dan memperkuat kesadaran nasional Turki. Mustafa Kemal mendukung pelajaran sebelum masa Utsmani dan Teori Bahasa Matahari. Teori ini menyatakan bahwa semua bahasa pada mulanya berasal dari satu bahasa purba yang dipakai di Asia
Tengah, bahwa bahasa Turki merupakan bahasa yang paling erat dengan bahasa asal ini dan semua bahasa dikembangkan dari bahasa purba itu melalui bahsa Turki. Tujuan dari pelajaran sejarah ini adlah untuk mengajarkan kepada siswa bahwa bangsa Turki pernah memimpin peradaban (Zürcher, 2003: 246-247). Mustafa Kemal juga mengirim tenaga pendidik ke desa-desa yang bertugas antara lain:
Mengatur dan mengajar disekolah desa
Mengadakan upacara hari libur nasional
Mengembangkan
tingkat
ekonomi
masyarakat
desa
dengan
mengajarkan cara membuat dan mengelola ladang dan kebun. Selain itu mereka juga mengajarkan cara pemakaian alat dan mesin yang benar terhadap warga, dan membentuk kerjasama, mempopulerkan olahraga atletik dikalangan pemuda desa dan bertanggung jawab mengelola serta melindungi utan beserta peninggalannya (Djainuri, 2001:283). Usaha Mustafa Kemal dalam membentuk sistem pendidikan yang modern telah terbentuk dan dapat mencapai hasil yang baik. Data statistik pendidikan memperlihatkan tingkat kemajuan yang dicapai dalam pendidikan. Tingkat kemampuan membaca dan menulis menjadi dua kali lipat, tingkat kemampuan membaca dan menulis pada laki-laki meningkat 17,6% menjadi 35,5%. Dan pada Wanita meningkat dari 4,8% menjadi 9,9% (Djainuri, 2001: 289). Lapangan lain yang sangat diutamakan oleh Mustafa Kemal ialah pendidikan pemuda. Pendidikan yang hingga masa revolusi kebanyakan hanya dijalankan di dalam surau-surau, yang pada tahun 1926 berjumlah kurang lebih 30.000 dibandingkan dengan sekolah rakyat yang hanya berjumlah 5.000. Dengan
penghapusan kedudukan agama Islam sebagai agama negara, berakhirlah pengaruh dari campur tangan para alim ulama dalam urusan pengajaran. Pemerintah berupaya untuk menambahkan sekolah rakyat yang pada dalam masa permulaan itu lebih diutamakan dari sekolah menengah dan perguruan tinggi. Dari tahun 1924 sampai 1927 jumlah sekolah rakyat meningkat menjadi 25% sedangkan sekolah menengah turun hingga 8%. Kemudian sambil menunggu penyusunan rencana pengajaran tinggi yang sesuai dengan semangat baru, kemudian beberapa sekolah tinggi ditutup (Suwirjadi, 1952: 98). Tak dapat diteliti disini secara lengkap, seberapa jauh Turki sudah mencapi cita-cita pemimpinnya. Turki juga mempunyai faktor penghambat, diantaranya pendidikan umum sangat terhambat akibat kekurangan guru, dan pada tahun 1930 baru 25% dari anak-anak di desa-desa bersekolah. Dikota-kota kurang lebih baru 80% anak-anak yang bersekolah. Jumlah permasalahan buta huruf pun masih terbilang tinggi, pada tahun 1935 penderita buta huruf mencapai 80% dari 16,2 juta jumlah penduduk (Suwirjadi, 1952: 106). 3.
Sistem Mata Pencharian Dan Ekonomi
Kerajaan Utsmani adalah sebuah negara prakapitalis. Kebijakan-kebijakan perekonomian negara, sebagaimana adanya di zaman dulu bertujuan untuk memberikan nafkah hidup bagi penduduk, menyediakan kebutuhan sebagai pusatpusat populasi yang besar dan menarik pajak dalam bentuk uang dan yang sejenis lainnya (Zürcher, 2003: 12). Pada masa Utsmani produksi pertanian dan pengumpulan pajak merupakan basis utama bagi negara, hal ini dilakukan dimana-mana melalui sistem pajak pertanian (Iltizam). Adanya pajak pertanian ini berarti negara memiliki hak untuk
menarik pajak pada periode tertentu. Sistem ini memberikan keuntungan bagi pemerintah pusat yaitu pendapatan kerajaan yang terjamin. Perdagangan kerajaan Turki Utsmani sebagian besar bersifat lokal yaitu dari desa ke pasar dikota atau antar distrik yang berdekatan. Perdagangan jarak jauh terbatas pada barang-barang yang relatif ringan dan mahal. Dari volume total perdagangan, perdagangan internasional hanya merupakan bagian kecil saja. Para saudagar dan Muslim mempunyai peranan penting dalam perdagangan di laut Merah dan teluk Persia (Zürcher, 2003: 13). Status ekonomi kaum petani Utsmani selama berabad-abad secara substansial tidak mengalami peningkatan. Selama periode klasik Kerajaan Utsmani, struktur sosial di pedesaan didasarkan pada sistem timar-sipahi. Timar adalah “tanah militer” atau satuan tanah terkecil yang dipegang oleh sipahi, kemudian hasil pengelolahan tanah tersebut diberikan kepada sipahi. Sipahi adalah pemegang tanah atau yang mempunyai tanah tersebut. Sebagai imbalannya, dia menyediakan kavaleri bagi negara, ukurannya ditentukan oleh penghasilan dan
timar-nya. Namun, sistem timar-sipahi ini hanya bertahan hanya sampai abad ke19 (Toprak, 1999: 112-113). Merosotnya perekonomian Turki Utsmani disebabkan oleh kekacauan pengumpulan pajak yang berasal dari negara-negara vasal, negara vasal merupakan negara bawahan atau taklukan yang berada dibawah kekuasaan dan pemerintahan pusat kekaisaran Ottoman/Utsmani. Pengeluaran untuk biaya perang yang terus menerus terjadi untuk pembangunan militer yang modern serta korupsi yang terjadi di pemerintahan, semakin memperparah keadaan perekonomian di Turki. Keterlibatan Turki dalam perekonomian dunia menyebabkan Turki Utsmani
mempunyai hutang. Pinjaman pertama kali diberikan pada tahun 1854 semenjak saat itu perkembangan perekonomian Turki Utsmani bergantung kepada pinjaman Eropa (Lapidus, 2007: 87). Selain itu, faktor yang menyebabkan kemerosotan Turki Utsmani adalah krisis ekonomi yang dihadapi pemerintah. Krisis ekonomi yang terjadi sangat berimbas kepada seluruh masyarakat umum, misalnya sektor perdagangan yang juga mengalami kejatuhan. Hal tersebut terjadi di Salonika yang merupakan salah satu kota pusat perdagangan, sehingga hal tersebut membuat frustasi para pelaku ekonomi (Stanford dan Ezel, 1997: 265). Beberapa wilayah lain seperti Anatolia, penduduknya harus menanggung kesulitan ekonomi akibat dari buruknya panen yang terjadi. Salah satu kemuduran Turki Utsmani adalah adanya sistem Ekonomi yang kurang begitu bagus yang disebabkan karena melemahnya sistem politik dan akibat terjadinya pemberontakan-pemberontakan. Muculnya kapitalisme bangsa Eropa dan dominasi bangsa Eropa di bidang perdagangan, mengakibatkan terus menurunnya produksi industri kerajinaan masyarakat Turki Utsmani. Ekspansi bangsa Eropa di bidang perdagangan dan meningkatnya perputaran modal telah memunculkan sejumlah industri baru di sektor industri logam dan tekstil (Azyumardi, 1996: 32). Sebagai orang militer, Mustafa kemal dan menterinya Ismet Pasha tidak biasa mengerjakan hal-hal yang bersangkutan dengan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Dalam menjalankan pemerintahan, mereka berpegang teguh pada pedoman bahwa kemerdekaan negara harus diwujudkan dalam arti kata sebenarnya. Bahwa, negara tidak boleh menerima atau menggantungkan usahanya pada pinjaman asing yang akan memberatkan mereka. Mengingat keadaan
keuangan dan perekonomian yang waktu itu tidak dapat memberi jaminan kepada suatu pinjaman. Maka segala pengeluaran uang dibebankan kepada rakyat, rakyat harus membayar pajak yang besar kepada pemerintah walaupun pembagian kewajiban pembayaran pajak diatur secara lebih adil daripada masa pemerintahan Sultan atau Utsmani. Kemudian, Mustafa Kemal memerintahkan untuk menggunakan hukum dagang Jerman dalam pemerintahannya (Suwirjadi, 1952: 94). Tindakan-tindakan yang dilakukan Mustafa dilapangan perekonomian sangat keras. Akibat peperangan yang terjadi terus menerus semenjak 1914, negara rusak dan juga pertanian terlantar. Selain itu akibat lain adalah peperangan meninggalkan kurang lebih satu juta korban jiwa diberbagai medan peperangan. Rakyat Turki yang berjumlah sekitar 12- 13 Juta jiwa itu tidak siap untuk memikul kewajiban baru di lapangan pertanian. Tetapi karena Mustafa Kemal menetapkan bahwa Turki harus memenuhi sendiri segala kebutuhannya, maka bea impor untuk segala barang keluaran luar negeri dinaikkan, batas negeri ditutup untuk barang asing, juga bahan-bahan makan (Suwirjadi, 1952:95). Biaya peperangan yang terus menerus sangat menekan rakyat. Penahanan yang dilakukan orang dalam dinas tentara mengacaukan pertanian dan banyak ladang yang tidak digarap. Namun, Mustafa Kemal sebagai presiden pertama Turki berusaha memperbaiki keadaan perekonomian Turki yang pertama pada awal Februari tahun 1923 di Izmir. Dalam kongres tersebut Mustafa Kemal menekankan pentingnya kemandirian perekonomian (Zürcher, 2003: 253). Dengan kepergian orang Yunani dan Armenia, orang Turki terpaksa memasuki berbagai lapangan usaha yang tidak saja asing bagi mereka melainkan
juga bertentangan dengan pekerjaan yang dahulu dilakukan. Pada tahun 1925-1926 Turki mempunyai kurang lebih 340 bengkel kerajianan kecil-kecil, dan untuk memenuhi segala keperluan hanya ada satu pabrik gula dengan kapasitas yang hanya menghasilkan 535 ton selama setahun. Untuk kerajinan tenun, banyak mengalami kemunduran. Barangkali hanya ada satu pabrik tenun yang masih utuh. Perindustrian yang mengolah hasil bumi Turki adalah pabrik tenun kapas di Kaiseri. Walaupun begitu, pemerintah tidak mengizinkan untuk pengadaan pemasukan barang-barang konsumsi, dikarenakan keuangan negara tidak mengizinkan impor semacam itu. Sebaliknya dari semula, segala sesuatu di atur untuk menganjurkan dan memajukan usaha bumiputera atau hasil negeri sendiri. Negara tidak mampu membiayai pembangunan kerajinan, maka dari itu segala sesuatu di serahkannya kepada insisiatip partikelir. Inisiatip partikelir adalah semacam badan usaha yang bukan milik negara/swasta. Pemerintah juga membuat undang-undang industrialisasi yang berfungsi untuk melindungi kerajinan nasional terhadap saingan asing, selain itu usaha-usaha partikelir/swasta juga mendapat hak-hak seperti pajak diperingan, pemberian premi, dan sebagainya. Sementara itu pemerintah sendiri tidak berdiam diri, melainkan menyelenggarakan persiapanpersiapan untuk pembangunan industrialisasi besar-besaran jika keadaan mengizinkan nanti. Pertambangan disempurnakan agar dapat memenuhi keperluan industri dikemudian hari, banyak orang dikirim ke Rusia untuk mempelajari berbagai teknik, dan alat-alat yang sudah ada di perbaiki (Suwirjadi, 1952: 95-96). Burus dalam Isputaminingsih (2009: 132) menyatakan bahwa meskipun Turki banyak menyerap peradaban Barat, akan tetapi Mustafa Kemal membatasi diri
untuk berkerjasama dengan Barat dalam bidang ekonomi. Ia tidak ingin negerinya dikuasai oleh kekuasaan asing seperti yang pernah dialami kekuasaan Utsmani. Untuk itu sumber-sumber vital dalam negeri diambil alih negara. Pada tahun 1925 pemerintah memonopoli industri asing seperti tembakau, alkohol, gula, korek api, garam, kartu mainan, senjata dan amunisi (Zürcher, 2003: 254). Pada tahun yang sama, usaha-usaha juga telah dilakukan untuk mendorong program reformasi dalam bidang agraria. Pada tahun 1925, sepersepuluh hasil dari pertanian yang biasanya diserahkan kepada negara dihapuskan oleh pemerintahan Mustafa Kemal. Dari tahun 1927 hingga 1929, tanah-tanah milik negara didistribusikan kepada para petani yang tidak mempunyai tanah sebanyak 731.000 hektar, namun distribusi pada antara tahun 1934 hingga 1938 mengalami peningkatan, yakni sebanyak 1.500.000 hektar (Toprak, 1999: 132). Kemudian pada tahun 1930, dunia mengalami keruntuhan perdagangan dunia. Turki pun tak luput dari pengaruh keruntuhan perdagangan dunia tersebut. Rakyat Turki menjadi khawatir karena mereka bertambah susah, sehingga melumpuhkan perdagangan dan perkebunan kecil yang merupakan urat nadi perekonomian Turki. Pada awal tahun 1931 roda pemerintahan Turki berangsurangsur mulai teratur, dan setelah negara berhasil mengatasi akibat-akibat keguncangan perdagangan dunia sekitar tahun 1930, rakyat Turki boleh dikatakan telah melalui dengan selamat cobaan-cobaan terberat. Masa itu juga merupakan permulaan tingkat kedua dalam usaha pelaksanaan kemerdekaan ekonomis. Pada tahun 1931 Etatisme secara resmi dijadikan sebagai kebijakan ekonomi baru di Turki. Sistem kebijakan ekonomi Etatisme adalah sistem dimana jalannya perekonomian diatur oleh negara dan menjadi tanggung jawab negara. Kebijakan
ini mengambil contoh ekonomi Rusia (Ali, 1994: 88). Berkat daya upaya para petani dan pemerintah mampu memproduksi bahan makanan. Pada tahun 1933 produksi
mengalami peningkatan dari 3.600.000 ton menjadi 5.900.000 ton
(Suwirjadi, 1952: 104). Rata-rata angka-angka produksi telah meningkat semuanya, terlebih lagi dalam penghasilan batu bara dan semen yang dikerjakan sebagai persiapan untuk pembangunan yang akan dilakukan secara besar-besaran. Dengan perbekalan itu, pemerintah dapat menentukan langkah selanjutnya dalam usaha membuat Turki menjadi suatu negara yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Selaras dengan tujuan tersebut, pemerintah juga menyusun suatu rencana lima tahun sebagai bagian pertama rencana jarak panjang mengenai pembangunan suatu industri nasional. Hal ini dilakukan bukan sebagai sumber ekspor, melainkan semata-mata ditujukan kepada keperluan dalam negeri, yang berasal dari bahan-bahan mentah bumi itu sendiri. Dengan alasan bahwa usaha kerajinan yang diserahkan kepada inisiatip partikelir itu tidak mencapai hasil yang di harapkan, pemerintah mengambil pimpinan dengan mendasarkan usaha pembangunan-pembangunan industri pada kapitalisme kenegaraan. Adapun perusahaan-perusahaan yang di rencanakan itu dibagi atas pabrik-pabrik yang menghasilkan barang-barang keperluan. Seperti barang tenun, kertas, gelas, dan tembikar. Dan perusahaan-perusahaan yang diperlukan untuk pembikin alat-alat produksi. Sebagai rangka dari bangun perindustrian itu ditentukan macam pabrik tekstil sellulose, besi, kimia dan barang-barang tembikar. Pemerintah menititik beratkan pada perusahaan tekstil dan sellulose yang mengolah hasil pertanian dan juga kehutanan. Pada tahun 1935
industri agraris ini menghasilkan produksi sebanyak 54% dari sejumlah 1.500 perusahaan kecil-kecil yang berada di Turki. Salah satu unsur paling penting dalam pembangunan ekonomi negara adalah peningkatan infrastruktur finansial. Bank-bank yang ada dikontrol pemerintah. Kebijakan-kebijakan finansial pemerintah bersifat konservatif yang bertujuan untuk menciptakan anggaran yang seimbangan, inflasi yang rendah dan nilai uang Lira yang kuat dengan diterapkannya kebijakan moneter yang ketat (Zürcher, 2003 :255). Pelaksanaan rencana pemerintah ini diawasi oleh satu bank sentral yang didirikan khusus untuk keperluan rencana lima tahun dan yang membiayai segala sesuatu dengan modal nasional semata-mata. Sudah tentu didalam merencanakan pembangunan besar-besaran ini pemerintah sangat memperhatikan pendidikan buruh. Maka pada perincian uang juga tercantum pengeluaran untuk mengirim buruh tadi keluar negeri agar dapat mempelajari teknik dan perindustrian negaranegara yang sudah lebih maju. Boleh dikatakan bahwa usaha yang di mulai pada tahun 1933 itu dapat mencapai semua angka-angka produksi sebagaimana ditetapkan dalam rencana, dan terlebih lagi dalam cabang tekstil. Kemajuan dalam bidang tersebut sungguh mengagumkan. Tetapi, walaupun Turki mengalami perkembangan industri, Turki tetap besifat negara agraris. Tidak kurang dari 80% dari penduduk memperoleh mata pencahariannya langsung dari pertanian dan perternakan. Dan berkat pendidikan kaum tani yang disertai dengan peraturan keuangan yang melancarkan pekerjaan para tani, produksi hasil-hasil bumi, baik tanaman pabrik maupun bahan makanan meningkat, dan mereka juga ikut serta dalam memberikan
sumbangannya dalam usaha meninggikan kesejahteraan rakyat. Dari semua pemerintahan, Mustafa Kemal sadar akan perbaikan derajat penghidupan, sebagai dasar-dasar dan bukti dari pembaharuan yang di perjuangkannya. Langkahlangkah selalu berdasarkan kenyataan bahwa negeri Turki adalah negeri agraris, dan pokok tujuan yang hendak dicapai adalah memperkuat kedudukan kaum tani dengan jalan menyempurnakan teknik pertanian, sehingga menambah penghasilan kaum tani dari hasil ekspor hasil bumi, disamping itu perindustrian agraris juga didirikian dengan maksud membuat kaum tani Turki lebih kuat terhadap pengaruh turun naiknya harga-harga dipasar Internasional (Suwirjadi, 1952: 105). Upayaupaya lainnya yang dilakukan Mustafa Kemal dalam pembaharuan pertanian selama periode ini adalah pendirian bank-bank pertanian, kerjasama bidang pertanian, penghapusan pajak atas mesin-mesin dan alat pertanian, dan juga perluasan pinjaman pertanian (Toprak, 1999: 132-133). Kebijakan ekonomi yang telah dilakukan Mustafa Kemal ini sangat baik, pertanian mengalami surplus, kebutuhan pangan dalam negeri selalu terpenuhi. Dampak keberhasilan Mustafa Kemal dalam menjaga kesejahteraan ekonomi rakyat dapat terjaga, dengan demikian Mustafa Kemal dapat mempertahankan kekuasaannya selama 15 tahun (Isputaminingsih, 2009: 141). 4.
Sistem Kemasyarakatan/ Organisasi Sosial 1.
Pelarangan Pemakaian Fez atau tutup kepala dan Pakaian-pakaian yang Berkaitan dengan Agama.
Pakaian merupakan salah satu wujud dari kebudayaan yang memiliki corak yang berbeda satu sama lain. Pakaian yang dipakai dalam suatu wilayah akan mencerminkan bentuk kekhasan kebudayaan yang ada dalam wilayah tersebut.
Zaman kekhalifahan Turki Utsmani, pakaian yang dikenakan oleh masyarakat Turki pada saat itu mencerminkan sekali identitas mereka sebagai seorang muslim, Laki-laki menggunakan tutup kepala yang disebut fez atau topi turbus dan wanitanya mengenakan jilbab dan cadar (Ali, 1994: 86). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tradisi agama yang merupakan simbol pakaian Islam menjadi kebudayaan masyarakat Turki pada masa itu. Hal tersebut berubah ketika Turki mengupayakan peniruan budaya Barat. Mulai ada perubahan ketika Mustafa Kemal menjadi pemimpin Turki. Mustafa Kemal dan para tokoh nasionalis dalam pemerintahan berpandangan bahwa bangsa Turki tidak hanya harus berpikir rasional seperti orang Barat. Tetapi harus meniru tata cara berperilaku dan berpkaian seperti Barat (Isputaminingsih, 2001: 144). Pemerintahan Mustafa Kemal mengeluarkan Undang-undang pada 25 November 1925 melarang pemakaian fez dan pakaian tradisional lainnya (Freely, 2012: 378). Pada bulan November 1925 Mustafa mengeluarkan undang-undang yang menyatakan bahwa diwajibkan untuk pemakaian topi bagi laki-laki dan bagi yang memakai fez atau turbus merupakan suatu pelanggaran (Ali, 1994: 86). Hal ini juga diperkuat oleh tulisan yang dimuat oleh Ankara State (1972: 38) yang menyatakan adanya pelarangan pemakaian penutup kepala yang biasa disebut Fez.
Fez atauTurbus merupakan Tutup kepala yang sebenarnnya berasal dari Yunani tetapi kemudian diambil dan menjadi perlambang pada masa pemerintahan Otomman yang beragama Islam. Setelah menguji pendapat kalangan tentera tentang pemakaian peci yang berbentuk lain dari Turbus dihapuskan, dan diganti topi ala barat (Suwirjadi, 1952: 93).
Kebijakan tentang undang-undang ini kembali mendapat perlawanan dari kalangan kaum Naqsabandiyah. Naqsabandiyah adalah salah satu tarekat sufi terbesar di Turki. Mereka mulai melakukan demonstrasi-demonstrasi di beberapa kota dengan alasan menentang undang-undang topi (Toprak, 1999: 130). Hal ini dibuktikan dengan adanya pidato pada Oktober 1927: Tuan-tuan, sangat penting untuk menghapuskan fez, yang diletakkan di kepala negara kita sebagai simbol kebodohan, kelalaian, fanatisme, dan kebencian atas kemajuan dan peradaban. Sebagai gantinya, kita akan mengenakan topi, tutup kepala yang digunakan oleh seluruh dunia beradab. Cara ini menunjukkan agar bangsa Turki, baik dalam mentalnya maupun aspek-aspek lain, kini tak berbeda dengan kehidupan sosial masyarakat beradab (Freely,2012:378). Tahun 1928 Kaum wanita diarahkan supaya mengikuti cara berpakaian barat, dan kaum laki-laki diarahkan supaya memakai topi koboi (Latip, 2011: 15). Mustafa Kemal mengambil tindakan penting, pertama negara ini akan menjadi Republik, kedua ia akan mengambil tindakan ke atas Sultan dan keluarganya, ketiga wanita Turki boleh melepaskan hijab dan keempat dihapuskan pemakaian sorban dan akan memkai topi koboi supaya mengikuti bangsa yang maju (2011: 222). Mustafa Kemal mengarahkan para pegawainya membeli topi koboi dari Eropa dalam jumlah yang banyak. Kemudian, ia membangun beberapa buah perusahaan untuk membuat topi koboi di Ankara (2011: 225). Namun, para pemimpin golongan Tua yang berada di Siwas dan Ardhrum mengatakan bahwa pemakaian topi koboi haram karena bertentangan dengan sunah nabi dan menurut
Syeikh Abdullah topi koboi merupakan lambang orang-orang kristian. Ia berpendapat bahwa alasan Mustafa Kemal mengharamkan pemakaian sorban adalah untuk menjauhkan rakyat Turki dari Islam. Mustafa Kemal segera
mengirimkan tentara bagi siapapun yang menentangnya. Siapapun yang memakai sorban akan ditangkap dan dijatuhkan hukuman gantung di khalayak ramai (2011: 226). Seiring berjalannya waktu, kebiasaan pemakaian topi koboi ini menghilang bersamaan dengan menghilangnya kebiasaan memakai topi itu pada masyarakat Eropa (Isputaminingsih, 2009: 144). Mustafa Kemal juga membuat aturan tentang pelarangan untuk menggunakan pakaian –pakaian yang dianggap pakaian agama di tempat-tempat umum dan menganjurkan masyarakat Turki untuk berpakaian seperti orang-orang barat (2009: 143). Keputusan Undang-undang pada tanggal 3 Desember 1924 menyebutkan tentang aturan cara berpakaian di Turki. Keputusan itu menyatakan larangan mengenakan pakaian agama oleh orang yang tidak mempunyai jabatan agama dan mewajibkan semua pegawai negeri sipil untuk mengenakan pakaian ala barat (Toprak, 1999: 84). Pernyataan diperkuat oleh Jameelah (1965: 168) yang membahas Undang-undang tentang larangan menggunakan pakaian asli Turki dibuat pada tanggal 3 Desember 1924. Pada bulan September 1925 dikeluarkan Undang-undang resmi yang melarang pemakaian pakaian agama bagi orang yang tidak mempunyai jabatan agama dan mewajibkan semua pegawai sipil memakai pakaian ala barat dan topi (Ali, 1994: 86). 2.
Pelarangan Pemakaian Jilbab bagi Wanita di Turki
Selain mengeluarkan aturan tentang Fez dan aturan tentang cara berpakaian, Mustafa Kemal juga menentang penggunaan kerudung bagi wanita Turki. Menurut Mustafa Kemal kerudung telah membuat wanita turki terhalang untuk maju dan berkembang. Pemakaian kerudung membuat wanita-wanita Turki dipandang rendah oleh wanita Eropa karena masih terikat oleh agama. Jewdat
seorang modernis pendukung Mustafa Kemal dalam tulisannya menggunakan moto : “Buka Al-Quran dan buka kerudung wanita”. Jewdat, selaku pegawai Mustafa Kemal mendukung pelarangan pemakaian kerudung bagi wanita Turki (Nasution, 1975: 137). Kemudian Mustafa Kemal mengeluarkan aturan bahwa pemakaian kerudung atau penutup kepala pada wanita dihapuskan (Suwirjadi, 1952:44). Kemal mengkritik pemakaian jilbab oleh wanita-wanita Turki, namun semasa hidupnya tidak ada undang-undang yang jelas tentang melarang pemakaian jilbab tersebut (Isputaminingsih, 2009: 144). Pelarangan pemakaian kerudung bagi wanita Turki ditujukan agar mereka mendapatkan haknya dalam pendidikan dan pekerjaan bagi wanita Turki. Dengan adanya kontrol dari pemerintah terhadap pendidikan, wanita Turki yang menggunakan jilbab tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk menikmati pendidikan tinggi (An-Na’im, 2007: 38). 3.
Pergantian Sistem Penanggalan
Banyak sistem penanggalan yang di pakai dalam menentukan waktu di dunia. Diantara sistem penanggalan tersebut yang paling populer adalah sistem penanggalan Gregorian dan Hijriyah. Sistem penanggalan Gregoria dihitung berdasarkan
perputaran
bulan
mengelilingi
matahari
sedangkan
sistem
penanggalan hijriyah dihitung berdasarkan perputaran bulan mengelilingi bumi. Penanggalan Gregoria banyak dipakai di hampir setiap negara-negara barat, sedangkan penanggalan Hijriyah banyak di pakai di negara-negara Arab atau Timur Tengah (kompasiana.com: 14 Desember 2015). Ketika khalifah Turki Utsmani berkuasa, sistem penanggalan yang digunakan di Turki adalah sistem penanggalan Hijriyah. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, penanggalan Hijriyah banyak berlaku di negara-negara Arab dan sudah berlangsung dari masa kekuasaan Khulafa>ur-Ra>syidi>n. Sehingga sebagai sebuah penerus kekhalifahan Islam, Turki Utsmani juga mengadopsi sistem penanggalan Hijriyah pada sebagai kalender resmi di kerajaannya (Furqon, 2012: 50). Satu bulan setelah mengeluarkan undang-undang pelarangan fez, sebuah undang-undang dikeluarkan untuk melarang kalender bulan Islam dan harus menggunakan kalender Gregorian (Freely, 2012: 378). Pada tahun 1925 Mustafa Kemal mengadopsi Kalender dan waktu dari bangsa Eropa (Ankara, 1972: 38). Kalender Hijriyah mulai di berlakukan di Turki pada 26 Desember 1925 bersamaan dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai pengadopsian sistem Penanggalan Gregorian (Ali, 1994: 86). Sama dengan yang dikatakan Ali, Zürcher (2003: 224) juga berpendapat pada tanggal 26 Desember 1925 kalender Hijriah diganti dengan kalender Masehi. Penulis menemukan perbedaan pendapat tentang kapan kalender Hijriyah digantikan dengan kalender masehi. Sebagian besar berpendapat bahwa pergantian kalender Hijriyah ke kalender Masehi terjadi pada tahun 1925, akan tetapi ada juga yang berpendapat sistem kalender dirubah pada tahun 1926. Seperti yang diambil dari tulisan bahwa tahun 1926 tanggal Hijriyah digantikan tanggal Masehi (Latip, 2011: 15). Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa sistem perubahan kalender dari sistem Hijriyah ke Masehi terjadi pada tahun 1935. Seperti yang diambil dari tulisan bahwa pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem kalender Masehi (Isputaminingsih, 2009: 144).
Keputusan Mustafa Kemal ini diambil sebagai Usaha untuk menyamakan kalender yang berlaku di negara-negara barat. Sama dengan peraturan yang ia jelaskan sebelumnya bahwa peraturan ini dibuat sebagai upaya pembaharuan dan westernisasi (Furqon, 2012: 50). Kebijakan pergantian penanggalan tersebut juga berdampak pada perhitungan hari yang menjadi 24 jam. Jika pada zaman kekhalifahan
Turki
Utsmani
perhitungan
hari
berdasarkan
terbit
dan
tenggelamnya matahari, berdasarkan kalender Gregorian perhitungan hari ditentukan selama 24 jam. Pergantian ini memang ditujukan untuk penyamaan waktu antara perhitungan waktu di negara-negara barat dengan Turki agar memudahkan hubungan diantara keduanya (Esposito, 2000: 64). 4.
Derajat Kaum Wanita di Tingkatkan
Pada masa kekhalifahan Turki Utsmani kedudukan wanita tidak sama dengan laki-laki. Wanita tidak mempunyai kebebasan untuk meningkatkan kedudukan dan mendapatkan hak mereka. Seorang ulama yang bernama Said Halim mengatakan sejarah telah berkali-kali menunjukkan bahwa peradaban jatuh disebabkan oleh kebebasan dan kekuasaan yang diberikan kepada wanita (Nasution, 1975: 137). Kaum wanita yang dulunya terpencil dari pergaulan ramai, tiba-tiba menjadi warga negara yang mempunyai kedudukan yang sama dengan kaum lakilaki (Suwirjadi, 1952: 94). Pada tanggal 31 Januari 1923 Mustafa Kemal menekankan peranan kaum wanita dalam masyrakat Turki. Mustafa Kemal menyatakan bahwa agama Islam tidak pernah menuntut supaya wanita berada di belakang laki-laki. Allah memerintahkan setiap muslim, baik laki-laki maupun
perempuan untuk mencari sains dan ilmu pengetahuan dimana saja, dan untuk melengkapi dirinya dengan sains dan ilmu pengetahuan (Ali, 1994: 98). Dalam undang-undang Swiss yang diadopsi oleh Turki, perempuan mempunyai hak yang sama dalam perceraian dan dalam warisan. Perkawinan seseorang wanita muslim dengan laki-laki non muslim diperbolehkan. Semua orang yang sudah dewasa diberikan hak untuk mengubah agama mereka jika mereka mau. Menurut Undang-undang tersebut, wanita diperbolehkan bekerja di kantor-kantor dan tempat-tempat umum, mencari nafkah serta menduduki jabatan di bidang ekonomi dan kehidupan intelektual bernegara (1994: 87). Selain itu, adanya izin berpoligami dianggap sangat merendahkan status wanita dan oleh karena itu harus dihapus. Mereka juga menginginkan wanita Turki terlibat dalam masalah sosial ekonomi serta juga diberi hak yang sama dalam pendidikan dan warisan (Nasution, 1975: 137). Setelah adanya undang-undang yang diadopsi dari perdata Swiss, poligami resmi dilarang di Turki (Freely, 2012: 378). Selain itu, kaum wanita juga diberikan hak talaq dan kaum laki-laki tidak boleh bermadu (Suwirjadi, 1952: 94). Pada tahun 1934, dikeluarkan suatu amandemen yang memberi hak suara bagi kaum wanita dan setelah itu banyak wanita yang menjadi wakil rakyat di Dewan Nasional Agung (Lenezowski, 1992: 81). Pernyataan ini didukung oleh Ankara State (1972: 38-39) yang menyatakan bahwa :
In 1934, Turkish women were given the franchise and the right to stand for election –a step which many European nations had not dared to take. Pada tahun 1934 perempuan-perempuan di Turki mendapatkan kesempatan untuk ikut turut serta dalam pemilihan Dewan, dimana banyak negerinegeri Eropa tidak berani mengambil keputusan itu.
Selain ungkapan dari Ankara State, Freely (2012: 378-379) juga menyatakan bahwa reformasi penting berikutnya terjadi pada Desember 1934, saat wanita untuk pertama kalinya diberikan hak untuk memilih. Hal ini diterapkan pada pemilihan parlemen pada tahun 1935, saat tujuh belas wanita dipilih untuk menduduki kursi majelis. 5.
Pergantian Hari Libur
Selain berdampak pada perhitungan hari yang menjadi 24 jam, kebijakan pengadopsian kalender Gregorian juga berdampak pada hari libur mingguan yang berubah dari hari Jumat menjadi hari Minggu (Toprak,1999: 84). Perubahan hari libur ini juga diperjelas dengan pernyataan Jemeelah (1965: 173) bahwa hari minggu dijadikan sebagai hari Libur menggantikan hari Jumat. Pergantian ini mulai berlaku pada 1 Maret 1935, hari libur Jumat diganti menjadi hari Minggu (Latip, 2011: 15). Hari libur mulai diganti dari jam 01.00 Sabtu hingga Senin pagi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak mengakibatkan kesulitan dalam bertransaksi bisnis dengan perusahaan atau pemerintahan asing (Ali, 1994: 90), karena itu semua kantor pemerintahan ditutup sejak tengah hari Sabtu hingga Senin pagi (Freely, 2012: 379). 6.
Penggunaan Nama Keluarga
Dalam kalangan bangsa Arab, mereka menandakan setiap anggota keluarganya dengan menggunakan nama dari ayahnya sebagai tanda keturunan dalam Islam. Penanda keluarga dengan menambahkan nama ayah dibelakangnya juga pernah berlaku di Turki pada masa khalifah Turki Utsmani. Namun pada masa pemerintahan Mustafa Kemal sistem pemberian nama keluarga ini mengalami perubahan (Ali, 1994: 90).
Pada tahun 1934, Mustafa Kemal mengeluarkan Undang-undang pemakaian nama keluarga dan penghapusan gelar-gelar dan tanda kehormatan yang digunakan pada masa Kesultanan \Turki Utsmani. Karena Undang-undang ini, Mustafa Kemal sendiri mengadopsi panggilan Ataturk, “Bapa bangsa Turki”, yang menjadi nama populernya sejak saat itu (Freely,2012: 379). Kemudian pada tanggal 28 Juni 1934 disetujui undang-undang yang berbunyi bahwa setiap orang Turki mempunyai nama keluarga. Undang-undang tersebut mulai diberlakukan pada 1 Januari 1935 (Ali, 1994: 90). Namun, Suwandi (1952: 95) menuliskan bahwa pada tahun 1934 Mustafa Kemal menetapkan bahwa setiap warga selanjutnya harus mengambil nama keluarga di nama belakang mereka. Pengadopsian nama keluarga menggantikan sistem nama keturunan yang digunakan sebelumnya sebagai penanda keluarga di Turki. Langkah ini diambil untuk menyesuaikan dengan cara barat dalam menandakan anggota keluarganya (Toprak, 1999: 85). Nama-nama marga keluarga di Turki biasanya diambil dari berbagai macam sumber. Misalnya nama tempat, nama hewan, nama julukan, profesi dan lain sebagainya. Nama marga yang merupakan julukan contohnya adalah Ataturk yang berarti Bapak Bangsa Turki, dimana nama ini dipakai oleh Mustafa Kemal sebagai julukannya yang telah membawa perubahan bagi bangsa Turki (Ali, 1994: 90). Nama marga yang diambil dari nama tempat contohnya “Inönü” yang merupakan nama tempat terjadinya peperangan dibawah pimpinan Ismet Inönü. Nama marga yang diambil dari nama hewan contohnya “Kartal” yang berarti burung elang, “Karga” yang berarti burung gagak, “Tilki” yang berarti rubah.
Nama marga yang merupakan profesi contohnya “Avci” yang berarti pemburu dan “Terzi” yang berarti Penjahit (Furqon,2012: 54-55). Selain itu, Mustafa Kemal menghapuskan segala macam gelar dan sebutan dan kemudian setiap orang di Turki disapa dengan bay atau bayyan yakni tuan dan nyonya (Suwirjadi,1952: 105). Mustafa Kemal juga merubah system hukum di Turki sesuai dengan isi pemikirannya. Diantaranya adalah: 1. Pengadopsian Hukum Perdata Swiss Hukum perdata yang digunakan pada saat kekuasaan Turki Utsmani adalah hukum perdata yang berlandaskan Islam (Toprak,1999:84). Semua peraturan sipil yang berlaku disesuaikan dengan konsep syari’ah yang telah ditentukan pada masa nabi Muhammad SAW. Jika adanya suatu perubahan dalam peraturan tersebut, maka para ulama akan mencoba untuk menentukannya sesuai dengan persetujuan sultan yang berkuasa (Nasution,2003: 135). Dalam sistem perundang-undangan, Mustafa Kemal memutuskan untuk mengadopsi hukum perdata Swiss sebagai pengganti dari hukum Syari’ah. Untuk menciptakan produk undang-undang yang baru Mustafa Kemal membuat komite yang terdiri dari ahli-ahli Hukum, dimana ahli hukum tersebut membuat undangundang yang baru yang mengacu kepada hukum perdata Swiss. Hasil dari Komite tersebut kemudian diserahkan kepada Dewan Nasional Agung, yang akhirnya pada tanggal 17 Februari 1926 Dewan tersebut mensahkan undang-undang sipil yang baru bagi rakyat Turki. Akhirnya undang-undang tersebut mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 (Ali, 1994: 86).
Evrenol dalam Furqon (2012: 51) menjelaskan bahwa pemberlakuan hukum Perdata Swiss sangat berpengaruh pada hak-hak kaum perempuan, dimana hak-hak kaum perempuan lebih diperhatikan dan disamaratakan dengan kaum lakilaki. Hal tersebut terbukti dengan amandemen Konstitusi Negara pada bulan Desember 1934, dimana perempuan Turki diperbolehkan dipilih dalam parlemen Turki. Bukti berikutnya terdapat dalam isi Undang-undang perkawinan, dimana isi dari undang-undang tersebut menyamakan hak perempuan dan laki-laki. Undang-undang perkawinan baru tersebut secara fundamental mempunyai beberapa perbedaan dengan hukum syariah yang berlaku sebelumnya. Perbedaanperbedaan yang dimaksud adalah sebagai berikut, a. Kebebasan individu untuk memilih afiliasi agamanya. Ini bertentangan sekali dengan larangan yang ada sebelumnya. Yaitu, larangan meninggalkan akidah Islam. b. Sekulerisasi upacara pernikahan. Perkawinan legal harus didaftarkan kepada para pejabat sipil dan penyelenggaraannya harus dihadiri oleh mereka. Upacara perkawinan dijadikan pilihan tanpa kekuatan hukum. c. Pengadopsian prinsip monogami. Dalam UU Syari’ah, muslim pria bisa menikahi sampai empat orang istri. Namun dalam UU ini diberlakukan prinsip monogami. d. Sekulerisasi dalam pelaksanaan perceraian. Dalam UU Syari’ah, hak talak berada di tangan pria. Namun, UU baru memberikan hak yang sama kepada kedua belah pihak untuk menuntut talak.
e. Dalam UU Syari’ah, sementara pria Muslim bisa menikahi wanita nonMuslim, wanita Muslim dilarang melakukan kawin campuran. UU Perdata baru menghapuskan larangan ini. f. Sebagai orang tua, pria maupun wanita mempunyai hak-hak yang sama atas anak-anak mereka. g. Pria dan wanita diberi hak warisan yang sama. Bisa dilihat dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum sipil yang baru memang lebih mengutamakan tentang pemberian hak-hak kepada kaum wanita. Status wanita yang tidak sama dibandingkan dengan status kaum pria menurut undang-undang syari’ah dirubah secara drastis. Pemberian hak yang sama antara pria dan wanita menjadi inti dari pembaharuan yang dilakukan dalam hukum sipil yang baru ini (Furqon,2012: 52). 2.
Penghapusan Jabatan Khilafah
Khalifah Islamiyah berdiri sejak pemerintahan Khulafa>ur-Ra>syidi>n sampai pemerintahan Turki Utsmani. Sistem pemerintahan khilafah merupakan sistem kesatuan bukan sistem federal. Sistem pemerintahan khilafah bersifat sentralisasi. Sedangkan administrasinya bersifat desentralisasi. Sistem pemerintahan khilafah didasarkan kepada empat pilar. a. Kedaulatan ada di tangan syar’i b. Kekuasaan ada di tangan rakyat c. Mengangkat seorang khalifah hukumnya wajib bagi umat Islam d. Hanya ada seorang khalifah yang berhak mengadopsi hukum syara’ yaitu hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan As Sunnah. (Khasanah,2003:18).
Pada masa pemerintahan Sultan abdul Hamid II, perdana menteri Midhat Pasha mengeluarkan konstitusi tahun 1876. Dalam konstitusi tersebut tecantum bahwa agama kerajaan Turki Utsmani adalah Islam. Dengan demikian Turki merupakan negara Islam. Dalam negara Islam, pembuat hukum hanyalah Tuhan dan yang mampu untuk membuat interpretasi dan melakukan penafsiran tentang hukum Tuhan adalah Ulama bukan parlemen. Dengan adanya konstitusi 1876 kekuasaan Syaikh al-Islam bertambah kuat dan bukan hanya memiliki kekuasaan eksekutif, tetapi juga kekuasaan mengontrol yudikatif dan badan legislatif (Nasution, 1975: 135). Pada tahun 1920 Kemal berhasil membentuk Majelis Nasional Agung tahun 1920 dan mengambil keputusan (Nasution,2003: 19) diantaranya: a. Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat Turki b. Majelis Nasional Agung merupakan perwakilan rakyat tertinggi c. Majelis Nasional Agung bertugas sebagai badan legislatif dan bidang eksekutif d. Majelis Negara yang anggotanya dipilih dari Majelis Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintah e. Ketua Majelis Nasional Agung merangkap jabatan ketua Dewan Negara Keputusan-keputusan tersebut di atas memberikan gambaran bahwa konstitusi yang di majukan Mustafa Kemal merupakan bentuk baru dan berbeda dari pemikiran elite birokrat tradisional yang kedaulatannya terletak ditangan Sultan dan Khalifah (Isputaminingsih, 2009: 130).
Dalam sidang Majelis Nasional Agung tahun 1920, ide ini telah diterima oleh Majelis. Setahun kemudian disusun konstitusi baru dalam pasal 1 menjelaskan bahwa kedaulatan adalah milik rakyat. Sultan di Istanbul memang sudah tidak berkuasa lagi akan tetapi masih dianggap oleh sekutu sebagai penguasa satusatunya di Turki, dan oleh karena itu pemerintahan Sultanlah yang diundang ke Perundingan Perdamaian Laussane. Keadaan ini membangkitkan amarah Mustafa Kemal dan kaum nasionalis bukan terhadap sekutu saja, tetapi juga terhadap Sultan yang mau menerima undangan itu. Peristiwa ini dipakai oleh Mustafa Kemal untuk menghilangkan kedudukan Sultan. Di dalam sidang majelis Nasional Agung yang diadakan tahun 1922, Mustafa Kemal menjelaskan bahwa jabatan Khalifah dan jabatan Sultan dalam sejarah terpisah, dalam arti dipegang oleh dua orang. Khalifah di Baghdad dan Sultan di daerah. Oleh karena itu tidak ada salahnya kalau kedua jabatan yang dipegang oleh raja Turki dipisahkan, dan kalau jabatan Sultan dihapuskan dan jabatan Khalifah dipertahanakan. Usul penghapuskan jabatan Sultan diterima oleh Majelis Nasional Agung dan Raja Turki dengan demikian hanya memegang jabatan Khalifah yang tidak mempunyai kekuasaan duniawi, tetapi hanya kekuasaan spiritual (Nasution,2014: 140-141). Pada 3 Maret 1924, Majelis Nasional Agung mengeluarkan undang-undang yang mengakhiri kekhalifahan, memutuskan ikatan lemah terakhir yang menghubungkan Turki dengan kekaisaran Turki Utsmani. Undang-undang yang sama ini juga mengakhiri Abdul Majid sebagai khalifah, dan dia serta keturunannya dilarang untuk tinggal di perbatasan Republik Turki (Freely, 2011:375). Pernyataan ini diperkuat dengan penyataan Nasution (2014: 143)
bahwa pada tanggal 3 Maret 1924, suara di Majelis memutuskan penghapusan jabatan Khalifah. Khalifah Abdul Majid diperintahkan meninggalkan Turki, ia bersama keluarganya pergi ke Swiss. Dalam sistem Khilafah Kesultanan Turki Utsmani, pemerintah dikepalai oleh seorang Sultan yang mmepunyai kekuasaan temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa dunia, ia bergelar Sultan dan sebagai
kepala
rohani,
ia
bergelar
Khalifah.
Dalam
melaksanakan
pemerintahannya Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi, yaitu Sadrazam untuk urusan pemerintahan, dan Syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Namun kedua lembaga ini tidak mempunyai suara dalam soal pemerintahan dan hanya menjalankan perintah Sultan. Walaupun demikian, keduanya memiliki kekuasaaan yang besar dalam kekuasaan yudikatif, dan apabila Sultan berhalangan atu berpergian, maka yang menjalankan tugas pemerintahan adalah Sadrazam. Kedudukan ini menampakan diri bahwa kedua lembaga ini mendapat legitimasi dari sultan (Nasution, 2003: 85). Sistem Khilafah Turki Utsmani yang diperintahkan oleh Sultan dimana mereka ini berkuasa secara turun temurun sehingga dalam pergantian Sultan sering terjadi perebutan kekuasaan antar Pangeran, sehingga dapat melemahkan situasi kerajaan (Isputaminingsih, 2009: 54). Kebesaran kerajaan Turki ini memiliki kemorosotan sejak wafatnya Sultan Al-Qanuni (1566 M). Namun, sebagai kerajaan yang besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat, karena masih ada usaha para Sultan dalam menyelamatkan negara, namun keadaan ini sangat mengganggu pola kehidupan Kerajaan Turki (Isputaminingsih, 2009: 55).
Esposito dalam Isputaminigsih (2009: 55) menjelaskan bahwa kegagalan militer dan kemerosotan ekonomi kesultanan menyebabkan pemerintah tidak mampu lagi melakukan pengerahan politik dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosialnya yang mana hal ini sangat menurunkan wibawa pemerintah. Dalam dunia politik tentunya “Tanpa kesultanan yang kuat dan didukung oleh perangkat birokrasi yang sehat, militer yang tangguh dan loyal serta kemampuan pemerintah mensejahterakan rakyat, maka kesultanan tidak lagi lagi mempunyai arah dan tujuan yang jelas dalam bernegara.” Setelah Mustafa Kemal membentuk negara Republik dan mengangkat dirinya sebagai seorang Presiden, ia menyingkirkan kekuasaan Khalifah dengan mengangkat keluarganya yaitu Abdul Majid sebagai Khalifah yang akan dijadikannya hanya sebagai lambang atau simbol pemersatu agama dan tidak menjadi penguasa politik (Jansen 1983: 162). Dalam
perkembangan
pemerintahan,
kemudian
Mustafa
Kemal
menghapuskan jabatan Khilafah yang merupakan penguasa spiritual dan politik tertinggi yang berkuasa selama berabad-abad di Kesultanan Turki, karena jabatan Khalifah yang dipegang Sultan Abdul Madjid masih menimbulkan kekacauan dalam teori dan praktek. Jabatan Khalifah masih diberi pengertian lama oleh rakyat Turki, yaitu sebagai Kepala negara dengan segala tugas dan kewenangannya (Isputaminingsih, 2009: 136). Disinilah Mustafa Kemal melihat sebuah negara tidak akan berjalan baik jika dikuasai oleh dua Kepala negara sehingga ia menghapuskan jabatan Khalifah. Dengan dihapuskan jabatan Khilafah di Turki, rakyat masih belum mempunyai gambaran yang jelas mengenai sistem pemerintahan di negara mereka.
Pada artikel 2 dari konstitusi masih tetap ada, yaitu agama dan negara adalah Islam. Hal ini mempunyai arti bahwa kedaulatan bukan sepenuhnya berada di tangan rakyat, tetapi pada syariat. Oleh karena itu usaha Mustafa Kemal selanjuutnya adalah menghilangkan Artikel 2 dari konstitusi 1921. Ini terjadi pada tahun 1928. Negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun kemudian, yaitu sesudah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam Konstitusi di tahun 1937, barulah Republik Turki dengan resmi menjadi negara sekuler (Nasution, 2014: 143). Akan tetapi pemisahan jabatan Khalifah ini sebenarnya tidak dapat diterima masyarakat Turki yang masih terbelenggu kepada adatistiadat, apalagi penghapusan Kesultanan (Suwirjadi, 1965: 78). 3.
Pergantian Hukum Syariat dengan Hukum Sekuler
Langkah ekstrim Mustafa Kemal adalah untuk mengganti hukum syari’ah dengan mengadopsi hukum dari Barat. Mustafa melakukan eliminasi peraturanperaturan yang ada dalam undang-undang Perdata, Perdagangan dan Pidana (Toprak, 1999: 97). Langkah pertama Mustafa Kemal dalam mengganti hukum
syari’ah menjadi hukum sekuler adalah membentuk komisi-komisi khusus di Kementrian Kehakiman pada tahun 1922-1923. Mereka nantinya bertugas untuk membentuk kerangka dasar bagi terciptanya perundang-undangan yang bersifat sekuler. Hasil dari laporan komisi tersebut masih memasukan unsur syari’ah, sehingga Mustafa Kemal mengambil langkah untuk mengadopsi hukum dari beberapa negara Barat, seperti Swiss, Italia dan Jerman. Adopsi dari hukum sekuler mulai dilaksanakan pada tahun 1926, dimana Hukum Perdata Swiss diambil untuk menggantikan hukum syari’ah. Perbedaan yang nampak jelas dari kedua hukum tersebut yaitu terletak pada status antara pria
dan wanita. Sedangkan, Hukum Perdata Swiss menempatkan status kaum wanita sama dengan pria (Toprak, 1999: 99). Langkah yang diambil oleh Mustafa Kemal ini merupakan sebuah bentuk keinginannya untuk menciptakan sebuah negara yang sekuler. Dengan kata lain, Mustafa Kemal ingin memisahkan peranan negara dan agama. Hukum yang ada harus dirubah seperti kacamata Barat. Mustafa Kemal ingin membuktikan bahwa Turki sudah tidak lagi berada di bawah pemerintahan Islam, tetapi Turki merupakan negara bebas yang berpandangan bahwa agama hanya urusan dari masing-masing individu dan lebih mengarah kepada peribadatan (Furqon, 2012: 34). Undang-undang sipil yang berlaku mulai tanggal 4 Oktober 1926: a. Menerapkan monogami b. Melarang poligami c. Memberikan hak dan persamaan wanita dalam memutuskan perceraian. d. Hukum waris Islam dihapuskan e. Membebaskan perkawinan antar agama dan boleh pindah agama sekehendaknya (Isputaminingsih, 2009: 142). Hukum barat menjadi acuan bagi Mustafa Kemal, seperti hukum-hukum baru yang dibuat seperti hukum kelautan, hukum dagang, hukum pidana dan hukum obligasi. Jadi, sangatlah jelas tindakan Mustafa Kemal dalam menerapkan hukum Swiss menggantikan Undang-undang syari’ah di Turki, adalah suatu hal yang menampakan diri sebagai suatu tindakannya dalam melaksanakan sekulerisasi (Isputaminingsih, 2009: 142-143). Dan pada tahun 1937 negara
Republik Turki memberlakukan prinsip sekulerisme sebagai dasar konstitusional (Nasution 2003: 143). 4.
Penghapusan Agama dalam Hukum Konstitusi
Turki merupakan negara dimana tempat kekhalifahan Islam terakhir berdiri. Selama tujuh abad, dari abad ke-14 hingga abad ke-20 kekhalifahan Turki Utsmani merasakan kejayaannya. Pandangan tentang pemerintahan dan negara dibawah naungan Islam yang maju dan berjaya dengan gemilang sudah terdengar dan diketahui oleh seantero bangsa di dunia. Islam pun dipilih sebagai agama resmi dari kekhalifahan Turki Utsmani yang tercatat dalam konstitusi negara. Pada awal berdirinya Republik Turki, Mustafa Kemal tetap mempertahankan Islam sebagai agama resmi. Sesuai dengan konstitusi negara pasal 2 konstitusi 24 yang berbunyi: “Agama negara Turki adalah Islam, bahasa resminya adalah bahasa Turki, ibu
kotanya adalah Ankara” (Toprak, 1999: 86). Namun stigma yang sudah melekat harus berakhir. Hal itu berawal dari keputusan Dewan Nasional Agung pada tanggal 3 Maret 1924 yang telah menyetujui tiga buah undang-undang yaitu: a. Penghapusan
Kekhalifahan,
menurunkan
Khilafah
dan
mengasingkannya bersama keluarganya. b. Menghapuskan kementrian Syari’ah dan Wakaf. c. Menyatukan sistem pendidikan dibawah kementrian pendidikan (Ali, 1994: 85). Dihapuskannya Kementrian Syari’ah ini bertujuan untuk mempermudah usaha Mustafa Kemal dalam menghilangkan artikel 2 konstitusi 1921 yang menyatakan Islam sebagai agama negara, sehingga antara agama dan negara tidak
ada sangkut pautnya lagi, karena sekulerisme merupakan bagian dari perjuangannya. Sembilan tahun kemudian pada tahun 1937, prinsip sekulerisme baru resmi sebagai dasar konstitusional dan sejak itulah Turki secara resmi menjadi negara sekular. Menurut Mustafa Kemal, kekuasan Khalifah yang dihapuskan oleh Dewan Nasional Agung merupakan kondisi yang positif untuk perkembangan lembaga-lembaga baru dan birokrasi yang modern. Penghapusan kekhalifahan tersebut juga mengandung pengertian, bahwa Turki sudah tidak terikat dengan urusan agama. Khalifah Abdul Majid sebagai Khalifah terakhir Turki Utsmani diturunkan dan dengan demikianlah berakhir kekhalifahan umat Islam (An Na’im, 2007: 361). Peraturan hukum yang lain juga di buat, pada bulan Maret 1925 pengadilan-pengadilan
kemerdekaan
memainkan
peranan
penting
dalam
menumpas perlawanan rakyat di bawah undang-undang pemeliharaan ketertiban. Hampir 7.500 rakyat yang melawan ditangkap dan 660 orang dihukum mati. (Zürcher, 2003: 224). Namun, penulis menemukan perbedaan tentang kapan hukuman mati mulai dilaksanakan. Suwirjadi (1952: 90) menyatakan dalam bukunya menyatakan bahwa hukuman mati di Turki dimulai pada tanggal 13 Juli 1926. 5.
Sistem Bahasa
Evenol dalam Furqon (2012: 55) menjelaskan bahwa Tulisan pertama yang digunakan di Turki adalah berjenis Hierogliyph. Hal ini sesuai dengan bukti penemuan yang ditemukan di lembah sungai Tigris dan Eufrat kepunyaan bangsa Sumeria yang merupakan nenek moyang dari bahasa Turki. Lalu tulisan kedua yang digunakan disebut Alfabet Orthon yang memiliki 38 karakter. Tulisan
tersebut ditemukan di daerah Turkestan. Kemudian tulisan berikutnya yang digunakan oleh bangsa Turki di bagian selatan yang disebut Uygur. Tulisan tersebut diperkenalkan pada abad ke tujuh. Hal ini sesuai dengan bukti lembaran yang ditemukan di Cina-Turki. Pada masa kekuasaan Kekhalifah Turki Utsmani, di Turki semua rakyatnya menggunakan huruf Arab sebagai tulisannya. Hal ini sejalan dengan pemerintahannya yang bercorakan Islam, dimana banyak dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Arab dahulu, sehingga tulisan Arab menjadi tulisan yang digunakan di Turki. Seiring dengan melemahnya kekuasaan Kekhalifahan Utsmani di Turki, muncul gerakan-gerakan untuk menyederhanakan bahasa Turki. Walaupun sebenarnya pergerakan yang sama pernah muncul sebelumnya, dimana pergerakan tersebut diprakarsai oleh tokoh-tokoh sastra Turki pada abad sembilan belas (Furqon, 2012: 55-56). Pergerakan lainnya juga muncul pada saat pemerintahan Turki Muda yang dilakukan surat kabar yang terbit pada awal abad ke-20 (Ali, 1994: 117). Dengan adanya keputusan untuk menggunakan bahasa Latin untuk bahasa turki Azerbaijan pada bulan Mei 1925, membuat ahli-ahli bahasa Turki mengadakan sebuah kongres. Akhirnya kongres tersebut dapat terwujud dengan diadakannya kongres para Turkologis yang dilaksanakan di Baku pada 26 Februari 1926 (Ali, 1994: 88). Kongres yang mendapat dukungan penuh oleh pemerintahan Bolsevik ini dihadiri oleh profesor Fuad Koprulu. Kongres tersebut akhirnya menghasilkan keputusan bahwa huruf Latin supaya dipergunakan untuk mengganti huruf Arab di semua bahasa Turki dari Asia Tengah (Ali, 1994: 117).
Hasil kongres tersebut membuat pemerintahan Mustafa Kemal mengganti tulisan Arab menjadi tulisan Latin pada tanggal 3 November 1928. Alasan yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintahannya adalah adanya kecocokan dan kesederhanaan antara tulisan latin dengan bahasa Turki. Alasan lain yang dikeluarkan juga adalah tulisan arab menyebabkan kebutahurufan yang menyebar luas karena kesulitan untuk membacanya (Toprak, 1990: 74). Namun Freely menyatakan pada bukunya yang berjudul “Istanbul Kota Kekaisaran” bahwa, majelis
mengeluarkan
undang-undang
menetapkan
abjad
Latin
untuk
menggantikan huruf Arab yang biasa digunakan bangsa Turki dalam keseharian mereka pada 9 Agustus 1928 (Freely, 1996: 378). Penulis menemukan perbedaan tanggal tentang keputusan penggunaan huruf Arab menjadi huruf Latin. Akan tetapi, beberapa sumber yang ditemukan penulis hanya menyebutkan tahunnya saja. Yaitu pada tahun 1928. Ankara state information organisation (1972: 38) menjelaskan:
In 1928 the Constution was secularised and the Latin alphabet adopted –a turning point in the history of Turkish Culture. Pada tahun 1928 Pemerintah mengadopsi Tulisan Latin yang merubah dari sejarah kebudayaan Turki. Latip Talib (2011: 15) juga mengemukakan bahwa pergantian tulisan sistem huruf Arab digantikan dengan sistem huruf Latin pada tahun 1928. Huruf vokal yang digunakan dalam abjad Turki berjumlah delapan huruf dan konsonannya berjumlah dua puluh satu huruf (Furqon, 2012: 57). Setelah disahkannya undang-undang yang menjadikan penggunaan tulisan Latin sebagai pengganti tulisan Arab di Turki, Mustafa Kemal mulai mengadakan kunjungan-
kunjungan di banyak daerah dari negaranya untuk mengajarkan tulisan tersebut kepada rakyatnya (Ali, 1994: 88). Didalam memikirkan pemecahan masalah pemberantasan buta huruf, Mustafa Kemal sampai pada kesimpulan bahwa jumlah buta huruf mencapai sebesar 91%. Hal itu disebabkan oleh pemakaian abjad Arab yang dinilai terlalu sulit. Beberapa sarjana asing diundang untuk menyesuaikan huruf latin a-b-c pada keperluan bahasa Turki, dan pada pertengahan tahun 1928, mulailah ia dengan mengganti alif –ba- ta dengan a-b-c. Tanpa mengenal lelah Mustafa Kemal pergi keliling negeri untuk mengajar huruf-huruf baru, dan setiap kesempatan ia gunakan untuk menguji kepandaian seseorang menulis namanya. Dalam waktu yang singkat, kota-kota di Turki berubah menjadi taman sekolah besar, dikedai-kedai, di toko-toko, didalam maupun diluar rumah rakyat berusaha menghafalkan ajaran mahaguru tertinggi (demikianlah sebutan Mustafa Kemal pada masa itu). Suratsurat kabar segera dicetak dalam huruf Latin, dan memakai huruf yang besar-besar agar memudahkan pembaca yang belum begitu fasih membaca (Suwirjadi, 1952: 98). Ellen dalam Furqon (2012) menyatakan bahwa Mustafa Kemal juga segera membuat kebijakan untuk memberlakukan semua tulisan lain di sekolah-sekolah yang ada. Tujuan pengadopsian tulisan latin adalah agar bangsa Turki tidak susah payah dalam memberantas buta huruf, sehingga bangsa Turki dapat disejajarkan dengan bangsa barat yang maju. Dengan diberlakukannya tulisan latin sebagai pengganti tulisan Arab di Turki membuat tingkat melek huruf secara signifikan mengalami peningkatan (Toprak, 1999:75). Hal ini disebabkan penggunaan huruf latin yang mulai
diterapkan di sekolah-sekolah dan juga pelaksana pendidikan umum yang digancarkan oleh pemerintah sejak 1930 yang lebih memfokuskan tingkat melek huruf daripada sekedar pembaharuan alfabet. Perubahan dalam bahasa ini menyebabkan banyak perubahan. Perubahan terutama terjadi pada bidang Pendidikan dan juga dalam bidang Agama. Dalam bidang agama, agar rakyat Turki dapat memahami adzan, maka Mustafa Kemal mengharuskan azan dilakukan dalam bahasa Turki bukan bahasa Arab. Demikian juga Al-Quran perlu diterjemahkan dalam bahasa Turki agar dapat dipahami rakyat termasuk Khutbah pada hari Jumat pun menggunakan bahasa Turki (Isputaminingsih 2009:138-139). Mustafa Kemal berpendapat bahwa perlunya menasionalisasi bahasa Turki agar dapat menemukan bahasa Turki yang murni walaupun harus mengorbankan bahasa dalam peribadatan (Furqon, 2012: 29). Sedangkan perubahan yang terjadi pada bidang pendidikan adalah Mustafa Kemal berpendapat bahwa di sekolah tidak perlu ada pelajaran bahasa Arab. Bagi Mustafa bahasa Arab bukan bahasa Ilmu dan bahasa Arab tidak dapat digunakan dalam melawan musuh (Talib, 2011: 229-230). Maka dari itu, Mustafa Kemal menghapuskan pelajaran bahasa Arab dan Persia di sekolah-sekolah pada tanggal 1 November 1928 (Ali,1994: 109). Hal itu dilakukan dengan alasan agar para murid mudah dalam mempelajari ilmu seperti bahasa Inggris dan ilmu Sains maka tulisan Arab akan dihapus dan digantikan dengan tulisan Latin (Talib, 2011: 226-227). Ia juga mewajibkan bagi para guru untuk melakukan pengajaran menggunakan huruf Latin di semua sekolah (Talib, 2011: 231). Toprak (1999: 77), mengatakan bahwa pada tahun 1931, didirikanlah Himpunan Pengkajian Sejarah Turki. Setahun kemudian, disusul dengan
didirikannya Himpunan Pengkajian Bahasa Turki. Sementara tujuan himpunan yang pertama adalah untuk mengkaji sejarah Turki sebelum periode Utsmani, dan tujuan Himpunan Kajian Bahasa Turki adalah sebagai pemurnian bahasa dengan cara memasukkan kosa kata bahasa asli Turki ke dalam pembicaraan formal serta menciptakan kosa kata baru dari akar-akar bahasa Turki. 6.
Sistem Teknologi
Sistem Teknologi menurut Koentjaraningrat adalah jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh para nggota suatu masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam hubungannya dengan pengumpulan bahan-bahan mentah, pemprosesan bahan bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat trasportasi dan kebutuhan lain yang berupa benda meterial. Mustafa Kemal juga memperhatikan kemajuan teknologi pada masa pemerintahannya. Dari tahun 1925-1926 rakyat Turki mengalami perubahan kecil maupun besar yang disertai dengan kecepatan yang menakjubkan, walaupun pelaksanaannya tidak berjalan secepat arus yang dipancarkan dari Ankara. Mulai akhir 1926 Mustafa Kemal memfokuskan perhatian kepada penyempurnaan pemerintahan dan pembangunan segala yang dibumihanguskan dan terlantar dari masa lampau. Tenaga terutama dikerahkan kepada reparasi dijalan kereta api dan gerobak untuk menyempurnakan distribusi bahan makanan. Selain itu ia gemar sekali pada rencana pembangunan kota Ankara. Mustafa Kemal membuat bendungan besar untuk mengairi tanah Ankara yang sebenarnya terlalu tandus dan kering untuk didiami manusia. Ia meminta Ahli-ahli bangunan Eropa untuk membuat gedung-gedung yang indah dan sebagai
awal mula bangunan-bangunan itu timbul mendahului jalan jalan dan keperluan lain yang lazim yang terdapat didalam suatu kota. Terdorong oleh hasrat hendak mencontoh dunia barat, pemerintah gugup mendatangkan alat-alat pertanian modern, tetapi banyak mesin-mesin yang di datangkan dengan susah payah itu terlantar karena kaum tani tak tahu bagaimana mempergunakan maupun memeliharanya. Sementara itu idam-idaman Mustafa Kemal sudah mulai mengambil wujud. Turki merupakan suatu laboratorium besar dimana semua orang mau tidak mau mengambil bagian dalam percobaan untuk mengangkat negara dan rakyat agar sepadan dengan dunia Barat. Pembangunan pabrik gula dan tekstil menjadi salah satu proses pembangunan teknologi yang terjadi pada masa pemerintahannya (Suwirjadi, 1952: 96). Dengan keinginan Mustafa Kemal memajukan teknologi Turki, Ia mengembangkan tingkat ekonomi masyarakat desa dengan mengajarkan cara membuat dan mengelola ladang dan kebun. Selain itu mereka juga mengajarkan cara pemakaian alat dan mesin yang benar terhadap warga (Djainuri, 2001: 283). 7. Sistem Kesenian Secara sederhana kesenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindahan. Menurut KBBI kesenian mempunyai arti karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti tarian, lukisan, ukiran dan bangunan. Turki Utsmani meninggalkan warisan kesenian yang beragam, yang kemudian pada masa pemerintahan Mustafa Kemal dirubah sesuai dengan pemikirannya. Diantaranya adalah: a.
Tari Sufi
Salah satu kesenian yang terdapat di negara Turki adalah Tari Sufi. Adapun fase perkembangan Tarian Sufi yakni awal mulanya terjadi pada abad ke 17M, tariqah mevlevi atau mawlawiyah dikendalikan oleh Kerajaan Utsmaniyah. Meskipun kebebasan mereka dalam mengekspresikan diri dibatasi, tetapi Sang Raja memberikan perlindungan kepada tariqah ini. Karena tariqah ini mendapatkan perlindungan raja maka mereka semakin menyebarkan luaskan keberbagai daerah dan memperkenalkan kepada banyak orang tentang musik dan tradisi yang ada. Pada abad ke18 M, Sultan Salim II masuk dalam Tariqah ini dan menjadi anggotanya. Sang Sultan menciptakan musik untuk upacara-upacara dalam tariqah ini. Tari sufi berasal dari seorang darwis bernama Shalahuddin Faridun Zarkub. Dia adalah seorang pandai besi. Ketika dia memukul besi yang membentuk irama musik seketika itu Rumi menari dalam keadaan ekstase karena beliau kecewa dan sedih ditinggal gurunya. Karena Rumi menjadikan Shalahuddin sebagai wakil dari Syam yakni guru Rumi yang meninggal. Tarian ini dilakukan Rumi setelah salat isya’ usai dilakukan di Konya dan diikuti oleh darwis yang lainnya (Iqbal, 2010: 85). Tarian ini juga disebut sebagai sama’. Tarian mistis yang membuka pintu gerbang surga. Salah satu hal yang membuat tarian ini mistis karena poros dari tarian ini adalah puisi dari Maulana Rumi. Tarian ini dilakukan oleh para sahabat dan santri perempuan mengadakan pesta sama’. Kekuatan pada pesta ini adalah kehadiran. Kehadiran sang kekasih atau Ruh yang ada didalam tubuh. Sama’ adalah tangga menuju surga karena seluruh alam semesta sibuk menari berputar cepat dan
menghenttakkan kaki yang tidak dibatasi oleh waktu. Tarian ini dilakukan oleh penari dalam keadaan merindu dengan sang kekasih terlebih mencapai cinta ilahi secara murni. Dalam menggapai cinta Ilahi ini Rumi pun mengungkapkannya dalam Syair (Schimel,2002: 246). Pada abad ke 19 M, Tariqah Mawlawiyah merupakan kelompok yang sangat berpengaruh di Turki dan kelompok yang besar. Karena mendapat perlindungan dari Raja Utsmaniyah. Pada abad ini pula, Tarian Sufi mulai dikenal bangsa barat. Para darwis sering mempertunjukkan tarian ini kepada banyak orang. Namun seiring berkembangnya kemajuan Turki. Kelompok ini sering mendapatkan perlakuan yang tidak baik yakni mereka ssering dibubarkan dan dilarang mempertunjukkan tarian sufi kepada banyak orang. Hal ini dilakukan oleh pemerintah semasa Mustafa Kemal Ataturk. Beliau melakukan ini agar Turki bisa lebih modern dengan kemajuan dunia yang ada dan Turki bisa seperti dunia barat yang maju dengan segala kemajuan ilmu dan pengetahuan (Iqbal,2010: 85). b.
Aya Sophia
Pada tanggal 29 Mei 1453, gereja Aya Sophia dikuasai oleh tentara Islam yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Al-Fateh. Atas persetujuan penduduk kristian di kota Istanbul, maka gereja ini di alih fungsikan sebagai masjid. Semua patung dan lambang salib-pun di turunkan (Latip, 2011: 365). Aya Sophia yang mempunyai arti kebijaksanaan suci. Bangunan ini diperbaiki dan ditambah pada beberapa kesempatan, baik pada masa Byzantium maupun Utsmani. Bangunan ini adalah gereja Justinian, yaitu gereja yang dibangun oleh umat Kristiani. Bangunan ini dijadikan sebagai gereja sampai tahun 1453 saat Sultan Al-Fateh merubahnya. Empat menara ditambahkan dalam waktu
yang berbeda pada suatu abad setelah penaklukan. Beberapa tembok penopang adalah bagian dari bangunan asli, sementara lainnya ditambahkan baik dalam masa Byzantium maupun Utsmani. Bangunan ini dipugar pada tahun 1847-1849. Aya Sophia digunakan sebagai masjid hingga tahun 1934. Kemudian diperbaiki dan dibuka untuk umum sebagai Museum (Freely, 2012: 410). Pada tahun 1925, bangunan aya sophia di tukar menjadi museum oleh Mustafa Kemal. Ayat-ayat Al-Quran di dalam bangunan di hapuskan dan digantikan dengan gambar-gambar lama (Latip, 2011: 377). Namun penulis menemukan perbedaan tahun pengalih fungsian Aya Sophia dari masjid menjadi museum. Freely (2012: 410) menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Istanbul Kota Keisaran” bahwa masjid Aya Sophia dirubah menjadi museum pada tahun 1934. Menurut sumber lain yang penulis dapat, Mustafa Kemal mengubah status Aya Sophia dari sebuah masjid menjadi museum pada tahun 1937. Sejak saat itu Aya Sophia menjadi salah satu objek wisata yang terkenal oleh pemerintah Turki di Istanbul. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Byzantium yang indah mempesona. Bangunan Aya Sophia terdiri dari dua lantai. Lantai dasar yang juga merupakan hall yang dulu digunakan sebagai tempat ibadah terdapat ornamenornamen gereja seperti gambar Yesus yang berdampingan dengan kaligrafi Islam dan Lafadz Allah dan Muhammad. Kaligrafi-kaligrafi Islam juga terdapat didalam
hall tersebut. Bangunan ini sudah menghadap kiblat, jadi tidak perlu lagi merubah
mihrab tempat imam, hanya sedikit saja untuk menggeser arahnya beberapa derajat (bersatulahdalamgerejakatolik.com: 29 Maret 2016). Sejak tahun 1985 oleh UNESCO Aya Sophia ditetapkan menjadi salah satu warisan budaya dunia yang harus dilindungi. Aya Sophia, menyimpan banyak sejarah di masa Kekaisaran Byzantium. Dibangun di atas tanah dengan lebar 70 meter dan ketinggian 75 meter dengan dome (kubah) berdiameter 31 meter, bangunan ini bisa dibilang sangatlah megah. Pada tahun 306 di masa Kekaisaran Byzantium, di kota Konstantinopel yang merupakan cikal bakal kota Istanbul, Gereja
Konstantin
dibangun.
Lokasi
Gereja
Konstantin
inilah
yang
merupakanlokasi Gereja Aya Sophia. Sebelum dijadikan gereja, Lokasi Gereja Konstantin itu sendiri awalnya juga merupakan tempat penyembahan masyarakat. Jadi, lokasi Aya Sophia memang merupakan lokasi yang menyimpan banyak cerita masa lalu tentang kehidupan beragama manusia di masa lalu (kompasiana.com: 25 Februaru 2016). Saat Mustafa Kemal Ataturk, memerintahkan untuk mengubah Aya Sophia menjadi sebuah museum. Mulailah pembongkaran Aya Sophia, dengan menampakkan kembali simbol lukisan-lukisan sakral kekristenan, seperti yang dapat lihat saat ini. Dimana ada dua simbol agama Islam dan Kristen dalam bangunan ini. Di langit-langit terlihat lukisan dari potongan mozaik merupakan ilustrasi gambar nabi Isa, Bunda Maria dan malaikat bersayap. Dari ribuan atau jutaan kepingan mozaik ini terbentuk berbagai gambar khas abad ke enam.Selain ornament lukisan yang menunjukkan bahwa bangunan ini adalah gereja, juga
terdapat tulisan kaligrafi Allah SWT dan nabi Muhammad SAW, serta para sahabatnya. Serta sebuah tempat untuk azan, sebuah mimbar, dan tempat imam untuk memimpin shalat. Dan juga tempat air seperti gentong dari marmer untuk berwudhu. Di lantai dua, ada sebuah galeri di mana banyak foto dan gambargambar. Di lantai dua ini banyak lukisan simbol-simbol agama Kristen. Ada juga lukisan Kaisar Constantine dan istrinya yang mengapit bunda Maria (kompasiana.com: 30 Maret 2016). c. Masjid Biru/Blue Mosque/ Sultan Ahmet Mosque/ Sultan Ahmet Camii Masjid ini dibangun antara tahun 1609 dan 1616 atas perintah Sultan Ahmed I, yang kemudian menjadi nama masjid tersebut. Ia dimakamkan di halaman
masjid. Masjid ini terletak di kawasan tertua di Istanbul, dimana sebelum 1453 merupakan pusat dari kota Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Bizantin/Bizantium. Masjid ini dibangun untuk menandingi Aya Sophia. Istanbul adalah lambang kemegahan dan kehormatan Turki. Di Istanbul banyak tersimpan warisan sejarah silam, seperti Masjid Biru, Aya Sofia, makam Sultan Muhammad Al-Fateh dan makan Abu Ayub Al-Ansari. Rakyat Turki menganggap Istanbul sebagai tempat suci (Latip, 2011: 152). Menurut sejarah, arsitektur Masjid Biru ini adalah Sedefhar Mehmet Aga. Gaya arsitektur masjid-masjid di Turki mengikuti dua gaya, yaitu gaya arsitektur Saljuq dan Turki Utsmani. Adapun Masjid Biru mengikuti gaya arsitektur Turki Utsmani (travel.detik.com: 19 Maret 2016). Penduduk lokal menyebut Masjid Biru sebagai Sultan Ahmet Mosque (Masjid Sultan Ahmad) atau Sultan Ahmet Camii. Masjid ini mempunyai luar
masjid kekaisaran yang paling indah di Istanbul, dengan bagian depan kubah dan kubah setengah lingkaran yang anggun serta enam menara yang menjulang dari sudut bangunan dan halaman depannya. Bagian dalam masjid memiliki panjang 51 meter dan lebar 53 meter, dinaungi sebuah kubah dengan garis tengah sepanjang 23,5 meter, dan ditopang dengan empat rangka penopang kubah, dengan puncak berada 43 meter diatas lantai. Bagian dalam masjid terkena cahaya dari 250 jendelanya. Semua ini diisi oleh kaca warna-warni Turki dari awal abad ke-17. Lukisan bergaya Arab dibagian atas dilakukan di zaman modern dengan desain yang suram dan warna yang kasar. Masjid ini di dominasi dengan warna biru yang sangat cerah. Ini lah yang menjadi asal-usul Masjid Biru. Ubin yang digunakan berasal dari Iznik yang digunakan untuk mendekorasi bagian bawah tembok. Di bawah ujung timur masjid tampak sejumlah ruangan berkubah yang dahulu menjadi gudang dan kandang kuda. Namun ruangan itu sudah dirubah menjadi Museum Karpet, yang memamerkan berbagai karya seni mulai dari abad ke-15 hingga abad ke-18 (Freely, 2012 : 440). Penulis tidak menemukan tentang perubahan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal pasha kepada Masjid Biru ini. Sampai sekarang Masjid Biru masih digunakan untuk sholat lima waktu dan juga sholat pada saat hari raya.
d.
Dolmabahce Sarahyi
Istana Dolmabahce merupakan sebuah istana yang menjadi tempat tinggal enam Sultan dan keluarganya. Istana ini merupakan pusat pemerintahan
Kesultanan Turki sejak 1856 M hingga 1922 M. Namun, antara tahun 1887 M hingga 1909 M, tempat tinggal Sultan dan keluarganya dan pusat pemerintahan berpindah ke Istana Yildiz. Istana Dolmabahce adalah tempat tinggal dari Sultan Turki yang terakhir. Pada bagian Eropa dari selat Bosphorus, Kesultanan Turki menjadikannya sebagai pusat dari berbagai keindahan arsitektur. Dolmabahce yang memiliki gaya arsitektur baroque, rococo, neo-classic, dan Islam. Arti dari kata “Dolmabahce” dalam bahasa Turki adalah “penuh dengan taman”, karena sejak awal area tersebut telah dipenuhi dengan taman bunga. Dolmabahce Sarayi merupakan monumen yang paling mengesankan di pantai Eropa selat Bosporus, bagian depan yang menghadap laut dan terbuat dari marmer putih sepanjang 248 meter dan kebun serta bangunan tambahannya terhampar di sepanjang dermaga sepanjang 600 meter. Istana ini dibangun oleh Karabet Balyan dan putranya Nikogos yang diselesaikan pada tahun 1835. Saat sultan dan keluarganya pindah ke istana tersebut, istana ini dijadikan sebagai pusat kekaisaran Turki Utsmani. Namun, pada saat akhir kekaisaran Utsmani Dolmabahce menjadi kediaman presiden Mustafa Kemal. (Freely, 2012: 444). Dengan luas 45,000 m2, Istana Dolmabahce menjadi Istana terluas yang ada di Turki. Dibandingkan Istana Topkapi yang dihiasi oleh keramik iznik dan ukiran khas Ottoman, hiasan Istana Dolmabahce lebih didominasi oleh emas dan kristal. Bohemian Crystal Chandelier terbesar di dunia yang ada di aula utama Istana adalah hadiah dari Ratu Victoria. Bohemian Crystal Chandelier itu memiliki 750 lampu dengan berat 4.5 ton. Di istana ini terdapat tangga besar yang terbuat dari kayu mahogany yang dihiasi oleh kristal baccarat kuningan. Istana
Dolmbahce memiliki koleksi kristal bohemian dan baccarat yang paling banyak di Dunia. Istana Dolmabahce dibangun, karena Sultan merasa bahwa Istana Topkapi sudah
terlalu
lama
dalam
bentuk
Istana
maupun
kemewahannya
(HijUpblog.tumblr.com: 30 Maret 2016). Istana ini selain menjadi tempat tinggal juga menjadi kantor untuk pemerintahan kerajaan Ottoman atau kekhalifahan Ustmaniyah hingga penghapusan kekhalifahan pada tahun 1924. Sultan terakhir yang tinggal di istana ini adalah Sultan Abdul Mecid Effendi. Selanjutnya istana ini digunakan oleh Mustafa Kemal Attaturk, sebagai pendiri dan presiden pertama Republik Turki (kompasiana.com: 30 Maret 2016). Mustafa Kemal meninggal di istanan ini pada 10 November 1938. Istana ini telah di perbaiki dan sampai saat ini telah di jadikan museum (Freely, 2012: 444). Mustafa \Kemal jelas membawa perubahan yang sangat besar bagi negara Republik Turki yang baru. Diantara tujuh unsur yang sudah disebutkan diatas, perubahan pada bidang ekonomi dapat dikatakan sangat pesat. Musatafa Kemal berhasil meningkatkan perekonomian Turki. Kondisi perekonomian Turki yang kala itu hancur akibat perang, ia kembalikan dengan kebijakan-kebijakan yang ia jalankan akibat pemikirannya. Kaum tani diberikan kesempatan untuk mengelola tanah tanpa harus membayar pajak yang besar terhadap pemerintah. Pabrik-pabrik dibangun untuk memenuhi kebutuhan rakyat Turki. Kerjasama dengan negara lain dibatasi karena Mustafa Kemal tidak ingin negara lain ikut campur dalam perekonomian di negaranya. Walaupun Mustafa Kemal sangat mengikuti Barat, tetapi ia tidak ingin negaranya dikuasai Barat. Musatafa Kemal berhasil mensejahterakan masyarakat Turki dalam bidang perekonomian.
Dalam bidang pendidikan, ia banyak membangun sekolah rakyat. Hal itu ia lakukan agar Turki memiliki kemajuan pendidikan sehingga dapat mengikuti Barat. Pergantian bahasa Arab menjadi bahasa Turki dan tulisan Arab menjadi tulisan Latin merupakan kendala yang cukup besar karena pada saat itu masyarakat umum menggunakan bahasa Arab dan tulisan Arab. Mustafa Kemal turun langsung ke masyarakat untuk mengajarkan tulisan Latin pada masyarakat umum. Ia berpendapat bahwa dengan menguasai tulisan latin itu akan sangat membantu dalam mengejar keterlambatan Turki dalam menuntut ilmu umum, seperti ilmu sains dan matematika. Kebutaan huruf dalam masyarakat berangsurangsur menurun karena usaha Mustafa Kemal dalam mengajarkan huruf Latin pada masyarakat.
D.
Peninggalan Mustafa Kemal Ataturk Pemikiran Mustafa Kemal sangat berpengaruh terhadap perubahan
kebudayaan di Turki. setelah ia wafat, perubahan akibat pemikirannya masih ada sampai sekarang. Penulis kemudian melakukan wawancara kepada salah satu warga Indonesia yang tinggal di Turki tentang peninggalan Mustafa Kemal yang masih ada di Turki. Berikut adalah peninggalan dari Mustafa Kemal: 1) Sampai saat ini bahasa yang dipakai adalah bahasa TurkiSetelah Mustafa Kemal menghapuskan bahasa Arab, masyarakat di Turki menggunakan bahasa Turki. Pasca pemerintahan Mustafa Kemal bahasa Turki masih tetap menjadi bahasa resmi di negara Turki sampai sekarang.
2) Partai politik yang didirikan Mustafa Kemal yang bernama CHP (Cumhuriyet Halk Partisi atau Partai Rakyat) pada saat ia menjadi presiden masih ada dan eksis sampai sekarang. 3) Adanya hari anak (Ulusal Egemenlik Ve Çocuk Bayrami) hasil pemikiran Mustafa Kemal adalah dengan adanya hari Anak. Hari anak ini masih di peringati di Turki sampai sekarang 4) Setiap tanggal 19 Mei diperingati sebagai hari Ataturk , yaitu hari pemuda dan olahraga. Tanggal ini dianggap sebagai titik bangkitnya Gerakan Kebebasan Nasional. Mustafa Kemal dianggap sebagai pelopor bangkitnya negara Turki. 5) Makam Mustafa Kemal berada di Ankara. Makamnya disebut Anitkabir, dan jasadnya diawetkan disana. 6) Nama belakang Ataturk tidak boleh digunakan oleh orang lain sampai saat ini. Karena nama itu hanya boleh dipakai oleh Mustafa Kemal. 7) Patung Mustafa Kemal banyak terdapat di berbagai kota di Turki. pada saat Mustafa Kemal menjadi presiden, beliau membuat patung wajahnya yang di letakkan di berbagai kota di Turki.