Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini juga menjadi fokus dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yaitu butir ke 4 (MDGs 4) tentang penurunan angka kematian anak dengan sasaran target penurunan 2/3 angka kematian balita dalam kurun waktu tahun 1990 sampai 2015. Indikator yang digunakan terkait hal ini adalah angka kematian balita, angka kematian bayi dan cakupan pencapaian imunisasi campak pada anak dibawah 1 tahun (UNDP, 2014). Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi dan balita. Berdasarkan estimasi WHO (2008) diperkirakan kematian akibat PD3I pada anak usia dibawah 5 tahun sebesar 1,5 juta kematian, dengan proporsi kematian karena pneumococcal diseases sebesar 32%, rotavirus 30%, hepatitis B/Hib 13%, pertusis 13%, campak 8%, dan tetanus neonatorum 4% (WHO, 2014). Cakupan imunisasi global berdasarkan estimasi WHO (2013), DPT3 sebesar 84%, polio dengan 3 dosis sebesar 84%, campak dengan 1 dosis sebesar 84%, cakupan Hepatitis B 3 dosis sebesar 81% serta 25 negara belum mencapai eliminasi maternal tetanus neonatal. Jumlah anak dibawah 1 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi DPT3 diseluruh dunia sebesar 21,8 juta, dan hampir 70% dari anak-anak tersebut berada di 10 negara yaitu Kongo, Ethiopia, India, Kenya, Mexico, Nigeria, Pakistan, Vietnam, Afrika Selatan dan Indonesia (WHO, 2014).
Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling berhasil dan cost effective dalam penurunan angka kesakitan dan kematian karena PD3I terutama bagi negara berkembang (WHO, 2006). Berdasarkan data WHO (2013) angka kesakitan PD3I di wilayah South East Asia Region (SEARO) tercatat jumlah kasus campak 30.101 kasus, mumps 36.352 kasus, rubella 10.434 kasus, difteri 4.080 kasus, pertusis 37.602, tetanus 3.432 dan tetanus neonatal 721 kasus. Untuk capaian cakupan imunisasi di regional SEARO diperkirakan BCG sebesar 90%, DPT1 sebesar 91%, DPT3 sebesar 77%, Hepatitis B 3 dosis sebesar 74%, polio dengan 3 dosis sebesar 76% (WHO, 2013). Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat perlindungan yang tinggi dan merata dapat menimbulkan KLB PD3I. Cakupan imunisasi yang rendah menjadi salah satu penyebab tingginya angka kesakitan PD3I. Di Indonesia Program Pengembangan Imunisasi (PPI) mulai dilaksanakan pada tahun 1977 merupakan program pemerintah dibidang imunisasi dengan tujuan untuk mencapai komitmen internasional dalam Universal Child Immunization (UCI), eradikasi polio (ERAPO), eliminasi tetanus maternal dan neonatal (maternal and neonatal tetanus elimination), eliminasi campak, peningkatan mutu pelayanan imunisasi, penetapan standard pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) dan keamanan pengelolaan limbah tajam (safe management) (Budiman, 2012).
waste disposal
Imunisasi juga merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementrian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai MDGs khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak (Kemenkes, 2013). Angka kesakitan PD3I berdasarkan data dari Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP-PL) Kemenkes R.I (2012) tercatat jumlah kasus campak yang rutin dilaporkan 15.987 kasus. Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang terjadi sebanyak 160 kejadian dengan 2.303 kasus. Kasus Tetanus Neonatorum (TN) sebanyak 114 kasus yang tersebar di 20 provinsi, CFR 51,7%. Kasus difteri sebanyak 1.192 kasus, CFR 6,4%. Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian PD3I serta sebagai respon terhadap tantangan imunisasi global maka pemerintah melaksanakan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI (GAIN UCI 2010–2014)
dengan tujuan
tercapainya UCI di seluruh desa/kelurahan secara bertahap mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Indikator keberhasilan GAIN UCI 2010-2014 dengan target pencapaian pada tahun 2014 ini adalah UCI desa/kelurahan 100% dan persentase bayi 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 90%. Pencapaian cakupan desa/kelurahan UCI di Indonesia dari tahun 2011-2013 berturut-turut adalah 74,1%, 79,3% dan 80,2%. Pada tahun 2013, tiga provinsi di Indonesia dengan capaian cakupan desa/kelurahan UCI tertinggi sebesar 100% yaitu D.I Yogyakarta, DKI Jakarta dan Jambi. Capaian terendah di Provinsi Papua (13,1%), Papua Barat (41,2%) dan Sulawesi Tenggara (56,5%). (Profil Kesehatan, 2013).
Data nasional cakupan imunisasi dasar di tahun 2013 adalah HB-0 (<7hari): 86,8%, BCG : 97,8%, DPT-HB1 : 96,3%, DPT-HB3 : 95,8%, polio 4 : 97,7%, campak : 97,9%. Dari data yang ada terlihat angka cakupan imunisasi dasar di Indonesia sudah cukup tinggi, tetapi cakupan yang tinggi ini dapat menutupi daerahdaerah kantong yang belum mencapai target karena belum meratanya cakupan di seluruh daerah. Masih terdapat desa, kecamatan/puskesmas, kabupaten/kota dan provinsi dengan cakupan imunisasi dasar masih dibawah target (Kemenkes R.I, 2010) Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, secara nasional cakupan imunisasi dasar pada anak umur 12 – 23 bulan yang merupakan gabungan dari 1 kali imunisasi HB-0, 1 kali imunisasi BCG, 3 kali imunisasi DPT-HB, 4 kali imunisasi polio dan 1 kali imunisasi campak, yang lengkap sebesar 59,2%, tidak lengkap 32,1% dan tidak imunisasi 8,7%. Di Provinsi Aceh, angka kesakitan PD3I pada tahun 2014 tercatat jumlah kasus campak klinis yang dilaporkan 1.749 kasus dan proporsi yang tidak vaksinasi 1.095 kasus (62,6%), kasus tertinggi berada di Kota Banda Aceh dengan 385 kasus dan proporsi yang tidak vaksinasi 217 kasus (56,4%). KLB campak yang terjadi 5 KLB dengan 42 kasus, proporsi yang tidak vaksinasi 31 kasus (73,8%). Kasus tetanus neonatorum sebanyak 7 kasus dan proporsi yang tidak vaksinasi 85,7%, dengan CFR 85,7%, Kasus difteri sebanyak 3 kasus, dengan status tidak vaksinasi. Pencapaian desa/kelurahan UCI di Provinsi Aceh selama 3 tahun terakhir pada tahun 2011 - 2013 adalah 62,3% , 69,4% dan 71,2%. Dengan capaian cakupan imunisasi dasar HB-0 (<7hari): 66,6%, BCG : 67,4%, DPT-HB1 : 68,4%, DPT-HB3 : 64,6%,
polio 4 : 66,1%, dan campak : 64,5%. Cakupan kelengkapan imunisasi dasar sebesar 60,2%. Pencapaian ini masih sangat jauh dari target UCI yang ingin dicapai sebesar 100% dan imunisasi lengkap sebesar 90% pada tahun 2014. Pencapaian desa/kelurahan UCI di Kota Banda Aceh selama 3 tahun terakhir pada tahun 2011 sebesar 80%, tahun 2012 sebesar 88%, dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 84%. Pada tahun 2013, dari 11 puskesmas yang ada 7 puskesmas mencapai cakupan desa/kelurahan UCI 100%, dan 4 puskesmas yang tidak mencapai cakupan desa/kelurahan UCI, salah satunya adalah Puskesmas Jeulingke dengan cakupan desa/kelurahan UCI 60%. Pencapaian cakupan imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Jeulingke pada tahun 2014, HB-0 82,8%, BCG 79,9%, DPT HB-1 77,2%, DPT HB-3 70,1%, polio 4: 69,6% dan campak 49,7%. Pencapaian cakupan imunisasi dasar pada kelompok usia 12 – 23 bulan berdasarkan data dari register imunisasi Puskesmas tahun 2013 – 2014, HB-0:84,2%, BCG:76,1%,
Polio 1:77,6%, Polio 2:65,5%, Polio 3:56,5%, Polio 4:48,5%,
DPT- HB 1:66,1%, DPT- HB2:56,1%, DPT- HB3: 50,1%, dan campak: 35,1%. Kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Jeulingke pada 2 tahun terakhir juga belum mencapai target yang diharapkan, pada tahun 2013 sebesar 67% dan tahun 2014 sebesar 73,1 %. Dari 5 gampong yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jeulingke, gampong Peurada dan gampong Pineung memiliki capaian cakupan imunisasi dasar lengkap yang paling rendah masing-masing 70,4% dan 60,9%. Yang termasuk desa/kelurahan UCI hanya 2 gampong yaitu Alue Naga, dan Tibang.
Tingginya angka Drop Out (DO) imunisasi selama 3 tahun juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi penelitian. Diantara 11 Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, angka DO tertinggi ada di Puskesmas Jeulingke. Tabel 1.1 Tingkat Drop Out Imunisasi DPT HB 1-3, DPT HB 1-Campak, Polio 1-4 di Wilayah Kerja Puskesmas Jeulingke pada Tahun 2012 – 2014 Drop Out Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 DPT HB 1- 3 25,9% 24,8% 9,6% DPT HB 1 – Campak 25% 42% 20,1% Polio 1 – 4 36,7% 41,7% 9,7% Sumber : Data Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Jika dilihat dari tabel diatas, terlihat ada kecenderungan penurunan angka DO, namun masih belum memenuhi target nasional yang diharapkan sebesar ≤ 5%. Penyebab utama rendahnya pencapaian UCI adalah rendahnya akses pelayanan dan tingginya angka DO. Banyak faktor yang memengaruhinya seperti rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang manfaat serta waktu pemberian imunisasi, tempat pelayanan imunisasi jauh dan sulit dijangkau, jadwal pelayanan tidak teratur dan tidak sesuai dengan masyarakat, kurangnya tenaga, tidak tersedianya kartu imunisasi, buku KIA. Faktor budaya, pendidikan dan kondisi sosial ekonomi juga ikut memengaruhi rendahnya pencapaian desa/kelurahan UCI (Kemenkes, 2010). Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena pada umumnya tanggung jawab untuk mengasuh anak diberikan pada orang tua khususnya ibu. Sejalan dengan hal tersebut, beberapa faktor yang berhubungan dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya antara lain dari faktor ibu seperti tingkat pendidikan (OR: 4,29), tingkat pengetahuan (OR: 4,75), status pekerjaan (OR : 5,71) Istriyati (2011). pelayanan imunisasi yang sulit dijangkau dengan OR: 3,86 (Handayani, 2008). Pekerjaan suami pada sektor non formal dengan OR : 3,21 (Isfan, 2006). Faktor sosial budaya dengan nilai pvalue : 0,001 dan dukungan keluarga dengan nilai p-value : 0,002) (Diana, 2013). Selain itu hambatan program imunisasi lainnya adalah isu-isu negatif tentang imunisasi dan persepsi negatif terhadap imunisasi serta mitos–mitos mengenai imunisasi itu sendiri. Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja dikemukan oleh masyarakat awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan. Masyarakat awam lebih khawatir terhadap efek samping dari imunisasi daripada penyakitnya sendiri dan komplikasi penyakit tersebut yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian (Ranuh, 2011). Dari uraian tersebut di atas, penulis tertarik dan ingin mengetahui lebih mendalam tentang faktor – faktor apa saja yang memengaruhi kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh tahun 2014.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : rendahnya cakupan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Jeulingke Kecamatan Jeulingke Kota Banda Aceh Tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui & menganalisis faktor yang memengaruhi kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Jeulingke di Kota Banda Aceh.
1.4 Hipotesis 1. Ada pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi. 2. Ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi. 3. Ada pengaruh sikap ibu terhadap kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi. 4. Ada pengaruh persepsi ibu tentang imunisasi terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. 5. Ada pengaruh status pekerjaan ibu terhadap kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi. 6. Ada pengaruh dukungan petugas kesehatan terhadap kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi. 7. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi.
1.5 Manfaat Penelitian 1.
Sebagai bahan untuk melakukan advokasi bagi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota Banda Aceh terhadap pemerintah daerah untuk mendapatkan dukungan dalam peningkatan dan pemerataan cakupan imunisasi dasar .
2.
Sebagai bahan masukan dalam perbaikan program imunisasi khususnya di Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh pada masa yang akan datang.
3.
Sebagai bahan masukan dan tambahan bagi penelitian lebih lanjut tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi .
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA