BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Angka kematian ibu merupakan suatu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5 adalah meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu (KemenPPPA, 2011). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia (SDKI) tahun 2007 memperlihatkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2012 meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tercatat jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Utara tahun 2012 adalah 230 per 100.000 kelahiran hidup, yang mana angka tersebut masih jauh dari target MDGs yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Indonesia antara lain disebabkan oleh perdarahan sebanyak 28 %, eklampsi sebanyak 24 %, infeksi sebanyak 11 %, komplikasi masa puerperium sebanyak 8 %, Abortus 5 %, partus lama 5 %, Emboli obstetrik 3 % dan lain-lain 11 % (KemenPPPA, 2011). Lima pilar utama dalam strategi penurunan AKI adalah keluarga berencana, ANC yang berkualitas, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan obstetrik emergensi, serta pelayanan nifas bagi ibu dan bayi (Kemenkes, 2012) 1 Universitas Sumatera Utara
2
Pelayanan masa nifas diperlukan karena merupakan masa kritis bagi ibu dan bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian BBL terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah kematian pada ibu dan bayi (Saifuddin, 2006). Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Wiknjosastro, 2008). Pada masa nifas ini terjadi perubahan-perubahan fisiologis maupun psikologis, yakni : perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran lokhia, laktasi atau pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh lainnya serta perubahan psikis (Maryunani, 2009). Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju maupun negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru risiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. Keadaan
ini
terutama
disebabkan
konsekuensi
ekonomi,
di
samping
ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pascapersalinan (Wiknjosastro, 2008). Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi Universitas Sumatera Utara
3
dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan keluarga berencana pasca persalinan dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu yaitu : Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan, kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28 setelah persalinan, dan kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 setelah persalinan (Kemenkes, 2010). Keberhasilan upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas (cakupan kf-3). Indikator ini menilai kemampuan negara dalam menyediakan pelayanan ibu nifas yang berkualitas sesuai standar (Kemenkes, 2012) Di Indonesia cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas pada tahun 2011 adalah sebesar 76,96 %. Sedangkan di Sumatera Utara cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas tahun 2011 yaitu 22,96 % (Kemenkes, 2011). Selain itu berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas (kf-3) pada tahun 2012 adalah sebesar 75,31 %. Sementara target untuk cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas sampai tahun 2015 adalah 90 %. Salah satu strategi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu adalah peningkatan kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, termasuk bidan (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2013). Bidan berperan penting dalam pemberian pelayanan pada masa nifas untuk mendeteksi dini masalah yang mungkin terjadi sehingga dapat mencegah komplikasi yang mungkin terjadi, seperti perdarahan dan infeksi (Sulistyawati, 2009).
Universitas Sumatera Utara
4
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sustini, Andajani dan Marsudiningsih di Kabupaten Sidoarjo dan Lamongan Jawa Timur, mengenai Pengaruh pendidikan kesehatan, monitoring dan perawatan ibu pascapersalinan terhadap kejadian morbiditas nifas menunjukkan bahwa pelaksanaan monitoring pada ibu nifas terbukti berhubungan dengan kejadian morbiditas nifas. Pelaksanaan monitoring yang baik dapat memonitor keluhan atau kejadian morbiditas ibu bermanfaat untuk deteksi dini kesakitan sehingga dapat segera dirawat, diobati, lama sakit diperpendek, serta mencegah kematian ibu. Kurangnya monitoring ibu selama masa nifas berdampak pada kemungkinan tidak tercatatnya morbiditas ibu. Selain itu, Perawatan ibu pascapersalinan terbukti berhubungan dengan risiko terjadinya morbiditas nifas. Pelaksanaan perawatan yang kurang baik dapat meningkatkan risiko terjadinya morbiditas nifas. Pengumpulan data dan kajian
yang dilakukan oleh kementerian kesehatan
tentang kualitas pelayanan kesehatan ibu pada tingkat pelayanan kesehatan dasar dan rujukan di Indonesia tahun 2012 salah satunya mengenai tingkat kepatuhan bidan praktik mandiri terhadap prosedur pelayanan kesehatan ibu nifas menunjukkan hasil yang masih rendah yaitu dengan nilai median 69 % dan nilai maksimal 88 %. Maka masih perlunya perbaikan dan peningkatan prosedur pelayanan kesehatan ibu nifas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, 2013). Survey awal yang dilakukan dengan mewawancarai ibu nifas di Klinik Haryantari kepada 3 (tiga) orang ibu nifas didapatkan bahwa ibu telah mendapatkan pelayanan nifas namun masih ada yang kurang seperti pemeriksaan payudara dan vitamin A . Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
Universitas Sumatera Utara
5
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pelayanan nifas oleh bidan di di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah “bagaimana pelaksanaan pelayanan nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan nifas oleh bidan di di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakeristik responden b. Untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan tanda vital pada ibu nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014. c. Untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan tinggi fundus uteri pada ibu nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014. d. Untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan lokhia pada ibu nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014. e. Untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan payudara pada ibu nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014. f. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pada ibu nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
6
g. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014. h. Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan keluarga berencana pada ibu nifas oleh bidan di Klinik Haryantari Kota Medan tahun 2014
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan mengenai pelaksanaan pelayanan nifas oleh bidan. Dengan demikian Dinkes Kota Medan dapat memberikan intervensi yang diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme bidan dalam pelayanan nifas. 2. Bagi Bidan Sebagai bahan intropeksi diri oleh bidan dalam memberikan pelayanan nifas yang benar sehingga di kemudian dapat melaksanakan pelayanan nifas sesuai dengan standar. 3. Bagi pelayanan kebidanan Sebagai dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dasar bagi penelitian selanjutnya
Universitas Sumatera Utara