Analysis of The Factors That Influence The Demand for Money (Government Spending) In DKI Jakarta Period 2002-2012 SHERLY FRANSCISCA DEWI Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan FE Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Serang Email:
[email protected] Pembimbing Tony S Cendrawan, ST., SE., M.Si Dr. H. M. Kuswantoro, SE., M.Si
ABSTRACT Based on the research results, this study used secondary data and qualitative research using time series method, and used analysis multiple linear regression (Multiple Regression) with the method of Ordinary Least Square (OLS) by means of Eviews 7. This analysis aimed to determine the effect of independent variables on the dependent variable. Based on the model of summary, Money Demand (Y) is affected by the variables of 98,6% of Regional Income (X1) and Inflation (X2 ), while the rest (100% - 98,2% = 1,8%) is explained by other factors. So the correlation of regional income and inflation on demand for money is very strong. T test explained that regional income has significant effect on the demand for money and the inflation doesn’t have significant effect on the demand for money. F test results explained that the regional income and inflation affect significantly on the demand for money. This is explained by the level of significance of 0.000000 with a confidence level of 5%. Keyword: Money Demand, GDP, Inflation. I. PENDAHULUAN Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian deregulasi keuangan dan perbankan yang di mulai tahun 1983. Implikasi dari deregulasi tersebut adalah semakin meningkatnya integrasi dan interaksi antar berbagai unsur ekonomi yang menyebabkan stuktur ekonomi menjadi dinamis dan kompleks. Struktur ekonomi yang kompleks akan merubah perilaku pelaku ekonomi yang diindikasikan dengan munculnya berbagai fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. Permintaan uang memegang peranan penting dalam perilaku kebijakan moneter disetiap perekonomian. Banyak literatur yang menjelaskan baik secara teoritis maupun empiris dari permintaan uang bagi negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Tidak dipungkiri bahwa kebijakan moneter telah banyak mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Friedman berpendapat bahwa kebijakan moneter dapat memberikan kontribusi dalam mencapai stabilitas ekonomi dengan mengendalikan besaran-besaran moneter dalam perekonomian (Catur Sugiyanto, 1994). Mulai pulihnya Indonesia pasca krisis moneter di tahun 1998 tentu saja juga turut berpengaruh pada perekonomian di DKI Jakarta. Selama tiga
tahun terakhir jumlah permintaan uang pada belanja pemerintah terus mengalami kenaikan. Kemudian pendapatan regional DKI Jakarta juga mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Diikuti oleh inflasi yang mengalami laju pertumbuhan secara fluktuatif selama tiga tahun terakhir. Berdasarkan data statistik jumlah perkembangan permintaan uang, produk domestik regional bruto di DKI Jakarta mengalami pertumbuhan yang cukup bervariasi. Perkembangan jumlah permintaan uang, produk domestik regional bruto, dan inflasi di DKI Jakarta dalam kurun waktu 2010 hingga tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1), Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000, dan Tingkat Inflasi di DKI JakartaPeriode 2010-2012 Tahun Permintaan PDRB Inflas Uang (juta Rp) i (juta Rp) (%) 2010 26.230.179,40 395.622.437,36 6,21 2011 30.922.361,72 422.242.252,41 3,97 2012 38.366.680,10 449.805.416,57 4,52 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah kembali) Pada tahun 2011, perkembangan permintaan uang pada belanja pemerintah mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 57.768.054,78 juta. Diikuti oleh PDRB yang juga mengalami
kenaikan sebesar 422.242.252,41 juta. Namun terjadi deflasi pada tahun 2011 sebesar 3,97%. Pada tahun 2012 perkembangan permintaan uang pada belanja pemerintah kembali mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 72.016.692,06 juta yang masih diikuti oleh PDRB yang mengalami kenaikan sebesar 449.805.416,57 juta. Begitu juga dengan inflasi yang mengalami kenaikan sebesar 4,52% pada akhir tahun 2012. Studi oleh McCandless dan Weber (1995), yang menemukan korelasi yang tinggi antara inflasi dan pertumbuhan jumlah uang beredar baik dengan indikator M0, M1 maupun M2 selama 30 tahun pada 110 negara. Sebaliknya McCandless dan Weber menemukan bukti tidak adanya korelasi antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan pertumbuhan output riil pada periode yang sama. Dari fakta-fakta di atas,peneliti melihat adanya pengaruh variabel ekonomi. Dalam hal ini produk domestik bruto dan inflasi terhadap permintaan uang. Untuk itu peneliti tertarik untuk menganalisis dan meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang (Belanja Pemerintah) Di Provinsi DKI Jakarta Periode 2002-2012”. II. Tinjauan Pustaka 2.1 Landasan Teori Permintaan uang dapat di definisikan sebagai keseluruhan jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat dan perusahaan (Sadono Sukirno:2000). Dalam kajian mengenai teori permintaan uang ada beberapa golongan yang berpendapat, yaitu: 1) Teori J.M Keynes Teori permintaan uang dari Keynes merupakan bagian dari teori makro yang dituangkan dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (Boediono:1985, 27). Didalam teorinya Keynes membagi permintaan uang atas tiga motif yaitu pertama, permintaan uang untuk transaksi tergantung pada tingkat pendapatan. Semakin besar pendapatan seseorang atau masyarakat semakin besar permintaan uang untuk tujuan transaksi. Kedua, permintaan uang untuk berjaga-jaga tergantung pada pendapatan berkaitan dengan cadangan untuk sesuatu hal yang tak terduga. Semakin besar pendapatan seseorang atau masyarakat maka semakin besar pula cadangan uang tunai untuk hal-hal yang tak terduga. Ketiga, permintaan uang untuk tujuan spekulasi tergantung pada tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat. Alasanya adalah semakin tinggi tingkat bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya semakin rendah tingkat bunga maka semakin rendah ongkos memegang uang tunai dan
semakinbesar seseorang atau masyarakat menyimpan uang tunai. Berdasarkan pada penjelasan diatas, permintaan uang total menurut Keynes adalah sebagai berikut: (M/P)d = f(Y) + k(r), artinya permintaan uang riil tergantung pada tingkat pendapatan (Y) yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga dan tergantung pada tingkat bunga (r) untuk tujuan spekulasi. (2) Teori Kuantitas Modern dari Friedman Menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor-faktor berikut: tingkat harga, suku bunga obligasi, suku bunga ‘equities’, modal fisik dan kekayaan (Sadono Sukirno:2000, 418). Mengenai peranan harga dalam menentukan permintaan uang, Friedman berpendapat dikarenakan memegang uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain adalah menyimpan dalam bentuk harta keuangan (financial asset) seperti obligasi, deposito dan saham, menyimpan dalam harta tetap (tanah dan rumah) dan kekayaan manusiawi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seperti diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas modern yang dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:MD= f (P, r, rFC, Y). Dimana MD adalah permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r adalah suku bunga, rFC adalah tingkat pengembalian modal dari modal fisik dan Y adalah pendapatan dan kekayaan. Apabila dipertimbangkan pandangan Friedman mengenai permintaan uang riil, maka persamaan permintaan uang dinyatakan: MD/P = f(∆P, r, Y*). Dimana MD/P adalah permintaan uang riil, ∆P adalah tingkat kenaikan harga, r adalah tingkat bunga dan Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan riil. 2.1.1Definisi Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Pertumbuhan ekonomi regional adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan, 2005:46). Menurut Djojohadikusumo (dalam Setiawan, 2006:6), pengertian pertumbuhan ekonomi regional menyangkut perkembangan berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan. 2.1.2 Definisi Inflasi Inflasi sering diartikan sebagai kecendrungan naiknya harga secara umum dan terus menerus, dalam waktu dan tempat tertentu (Ackley, 1978; Nopirin, 1997; serta Boediono, 2001). Jika kenaikan harga yang terjadi adalah musiman
seperti menjelang hari besar keagamaan misalnya menjelang hari raya galungan dan kuningan, kenaikan harga ini tidak dapat dikategorikan sebagai inflasi. Kenaikan harga yang hanya pada satu jenis barang atau jasa saja juga tidak dapat dikatakan sebagai inflasi. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah IHK (Indeks Harga Konsumen) dan PDB/PDRB. 2.1.3 Konsep Hubungan PDRB Dengan Permintaan Uang Kaitan pendapatan dan permintaan uang sangat berhubungan erat. Yang artinya ketika pendapatan mengalami kenaikan, maka permintaan akan uang juga akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya permintaan untuk konsumsi di kalangan masyarakat. Permintaan uang total menurut Keynes adalah sebagai berikut: (M/P)d = f(Y) + k(r), artinya permintaan uang riil tergantung pada tingkat pendapatan (Y) yaitu untuk transaksi dan berjagajaga dan juga tergantung pada tingkat bunga (r) untuk tujuan spekulasi. 2.1.4 Konsep Hubungan Inflasi Dengan Permintaan Uang Kaitan antara inflasi dan permintaan uang mempunyai hubungan yang sangat erat. Ketika seseorang memprediksikan angka inflasi akan mengalami kenaikan maka permintaan uangnya pun juga akan ikut naik. Hal ini di sebabkan kerena akan meningkatnya jumlah harga kebutuhan seharihari di pasaran. Teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas modern yang dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: MD/P = f(∆P, r, Y*). Dimana MD/P adalah permintaan uang riil, ∆P adalah tingkat kenaikan harga, r adalahtingkat bunga dan Y*adalah nilai pendapatan dan kekayaan riil. 2.1.5 Fungsi dan Model Di dalam penelitian ini definisi uang yang dipakai adalah uang dalam arti sempit (M1). Sedangkan variabel-variabel penjelasnya adalah pendapatan riil daerah dan tingkat inflasi. Dalam penelitian ini fungsi permintaan uang di Provinsi DKI Jakarta yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut: MD = f(PDRB, INF) dimana: MD adalah permintaan uang (belanja pemerintah), PDRB adalah tingkat pendapatan regional, dan INF adalah tingkat inflasi. Sedangkan, model permintaan uang di Provinsi DKI Jakarta yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut: MD = β0 + β1PDRB + β2 INF + ε;5% dimana: MD adalah permintaan uang (belanja pemerintah), X1 adalah PDRB riil, X2 adalah inflasi, ε adalah error term, β0adalah konstanta, dan β1, β2 adalah parameter yang akan ditaksir untuk
memperoleh gambaran tentang hubungan setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. 2.2 Kerangka Pemikiran X1 : PDRB J.M Keynes
Wallace dan Carbrera
Y: Permintaan Uang
X2 : Inflasi M. Friedman
Elmer Sterken
2.3 Hipotesis Berdasarkan masalah pokok yang telah dikemukakan pada rumusan masalah sebelumnya, maka diperlukan hipotesa kerja sebagai pedoman. Hipotesis ini merupakan dugaan sementara yang nantinya akan diuji kebenarannya. 2.3.1 Hipotesis Penelitian 1. Variabel produk domestik regional bruto diduga berpengaruh positif terhadap permintaanuang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta periode 2002-2012. 2. Variabel inflasi diduga berpengaruh positif terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta periode 2002-2012. 2.3.2 Hipotesis Statistik H0 = β1 = β2 = 0 : tidak ada pengaruh PDRB dan inflasi terhadap permintaan uang (belanja pemerintah). H1 = β1 ≠β2 ≠ 0 : ada pengaruh PDRB dan inflasi terhadap permintaan uang (belanja pemerintah). III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan satu variabel dependent (terikat) dan dua variabel independent (tidak terikat). Variabel dependent yang digunakan yaitu Permintaan Uang (belanja pemerintah), sementara dua variabel independent yang digunakan adalah produk domestik regional bruto (PDRB) dan inflasi (INF). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu. Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk memperoleh data produk domestik regional bruto, inflasi dan permintaan uang dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode time series, serta menggunakan analisis regresi linear berganda
(Multiple Regression) dengan bantuan metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk mempermudah dan mempercepat pengelolaan data akan digunakan program Eviews 7.Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut; Y = f(PDRB, INF) Secara sistematis dari fungsi ini dapat diturunkan model persamaan sebagai berikut; Y = β0 + β1PDRB + β2INF + ε;5%
No 1.
2.
3.
Tabel Operasional Variabel Variabel Konsep/Teori PDRB PDRB adalah (Tarigan) jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. INF Inflasi sering (Boediono) diartikan sebagai kecendrungan naiknya harga secara umum dan terus menerus, dalam waktu dan tempat tertentu MD Permintaan uang (Sadono dapat di definisikan Sukirno) sebagai keseluruhan jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat dan perusahaan
Skala Rasio
Rasio
Rasio
3.3 Asumsi Klasik Pada prakteknya, beberapa masalah sering muncul pada saat analisis regresi digunakan untuk mengestimasi suatu model dengan sejumlah data. Masalah tersebut dalam penjelasan ekonometrika termasuk dalam pengujian asumsi klasik yaitu ada atau tidaknya masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut diatas akan menyebabkan uji statistik (uji t-stat dan f-stat) yang dilakukan menjadi tidak valid dan secara statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.
3.3.1 Uji Normalitas Pada program Eviews, pengujian normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera test. Jarque-Bera test mempunyai distribusi chi squared dengan derajat bebas dua. Jika hasil Jarque-Bera testlebih besar dari nilai chi square pada α = 5%, H0 ditolak artinya tidak berdistribusi normal. Jika hasil Jarque-Bera test lebih kecil dari nilai chi squared pada α = 5%, H0 diterima artinya error term berdistribusi normal. 3.3.2 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah tidak adanya hubungan hubungan linear antar variabel independen dalam suatu model regresi. Suatu model regresi dikatakan terkena multikolinearitas bila terjadi hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua varibel bebas dari suatu model regresi. Akibatnya akan kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel independent terhadap variabel dependentnya. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dengan membandingkan nilai koefisien determinasi parsial (R) dengan nilai koefisien determinasi majemuk (R2), jika R lebih kecil dari nilai R2 maka tidak terdapat multikolinearitas. Cara lain untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menggunakan korelasi antar variabel dimana apabila kurang dari 0,85 maka tidak terdapat multikolinearitas dansebaliknya apabila hubungan variabel di atas 0,85 maka terdapat multikolinearitas. 3.3.3Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson atau dengan uji LM Testyang dikembangkan oleh Bruesch-godfrey, dimana uji LM Test bisa dikatakan sebagai uji autokorelasi yang paling akurat, apalagi jika sampel yang digunakan dalam jumlah yang besar (misalnya diatas 100). Uji ini dilakukan dengan memasukkan lagnya, dari hasil uji autokorelasi Serial Correlation LM Test Lag. Dalam penelitian ini pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji hipotesis nol (Ho) yang mengatakan bahwa tidak ada autokorelasi, dengan pedoman: pertama, apabila X2 hitung (obs RSquared) > X2 tabel, maka menolak hipotesis nol (Ho) yang mengatakan adanya autokorelasi. Kedua, apabila X2 hitung (obs R-Squared) < X2 tabel, maka menerima hipotesis nol (Ho) yang mengatakan bahwa tidak ada autokorelasi. 3.3.4Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas biasanya dilakukan dengan menggunakan uji whiteheteroscedasticitas. Kelebihan alat uji ini adalah
tidak sensitif terhadap asumsi normalitas dan mudah di aplikasikan (Gujarati, 2003). Gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan cara apabila probabilitas Obs*R2 lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak terjadi heteroskedastisitas dan apabila Obs*R2 lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima tidak terjadi heteroskedastisitas. 3.4 Pengujian Hipotesis 3.4.1 Uji Signifikansi Parameter Parsial (Uji-t) Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independent terhadap variabel dependent (Imam Ghozali, 2006:128). Jika Thitung> Ttabel atau nilai signifikansi Thitung < α = 5%. Maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel independent secara parsial terhadap variabel dependent. 3.4.2 Uji Signifikasi Simultan (Uji-F) Uji pegaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independent secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependent (Imam Ghozali, 2006:127). Bila Fhitung> Ftabel, tingkat signifikansi lebih kecil dari 5%, maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel independent secara simultan terhadap variabel dependent.
Dengan memperhatikan model regresi dan hasil regresi linear berganda maka melalui tabel dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut: Permintaan Uang = -10,81029 + 2,124443 PDRB – 0,002435 INF + ε; 5% Dari hasil regresi yang telah dilakukan dengan menggunakan EViews 7 didapat pengaruh variabel PDRB dan inflasi terhadap jumlah permintaan uang di DKI Jakarta dengan perolehan nilai r sebesar 0.986290. Hal ini menunjukkan kemampuan variabel pendapatan regional (PDRB) dan inflasi menjelaskan hubungan korelasi terhadap variabel permintaan uang sebesar 98,6%. Dan nilai koefisien determinasi (R2) dengan angka 0,982863 berarti menunjukkan adanya hubungan determinasi sebesar 98,2% dari permintaan uang (belanja pemerintah) dipengaruhi oleh kedua variable bebas (PDRBdan inflasi) dan sisanya (100% - 98,2% = 1,8%)1,8% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. 4.5.1.1 Hasil Asumsi Klasik 1) Hasil Uji Normalitas Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan teknis analisis data regresi linear berganda dengan menggunakan alat bantu Eviews7. Teknik analisis data ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto dan inflasi terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di DKI Jakarta periode 2002-2012. Tabel berikut menunjukkan hasil rangkuman hasil pengolahan data melalui bantuan Eviews7. Tabel 4.1 Hasil Estimasi Permintaan Uang Dependent Variable: LOG_MD Method: Least Squares Date: 05/28/14 Time: 21:03 Sample: 2002 2012 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG_PDRB INFLASI
-10.81029 2.124443 -0.002435
0.849556 0.098941 0.002190
-12.72464 21.47178 -1.111528
0.0000 0.0000 0.2986
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.986290 0.982863 0.024177 0.004676 27.08915 287.7590 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Sumber: Data diolah Eviews 7
4.5.1 Hasil Analisis Pada penelitian ini digunakan model persamaan regresi linear sebagai berikut: = β0 + β1X1 + β2X2 + ε; 5%
7.277934 0.184683 -4.379846 -4.271329 -4.448250 1.256413
Sumber: Data diolah Eviews 7 Berdasarkan tabel 4.2, bahwa nilai jarque-bera test sebesar 1,487760 dan nilai chi square (X2) sebesar 18,307. Karena nilai jarque-bera test < chi square (X2) 1,487760 < 18,307 maka dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal. Selain itu dapat diketahui bahwa tingkat probabilitas sebesar 0,475266 (p > 5%) maka dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal. 1) Hasil Uji Multikolinearitas Dapat dilihat pada tabel 4.1 terdapat mutikolinearitas pada variabel inflasi karena nilai R2 tinggi dan nilai probabilitas yang tidak signifikan. 2) Hasil Uji Autokorelasi Dapat dilihat pada tabel 4.1 tidak terdapat Autokorelasi karena nilai Durbin-Watson stat 1.256413 yang berarti nilai DW semakin mendekati angka 2.
3) Hasil Uji Heteroskedastisitas Tabel 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
1.871357
Prob. F(5,5)
0.2541
Obs*R-squared Scaled explained SS
7.169059
Prob. Chi-Square(5)
0.2084
1.736701
Prob. Chi-Square(5)
0.8842
tidak signifikan. Ftabel = 4,46 dimana dkpembilang = k dan dkpenyebut = n-k-1 (α = 5%). n = 11, k = 2 dimana n = sampel dan k = banyaknya variabel independen. Berdasarkan tabel 4.5, ternyata Fhitung> Ftabel 287,7590 > 4,46 maka H0 ditolak, artinya signifikan. Terdapat pengaruh PDRB dan inflasi yang signifikan terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta. V. PENUTUP
Sumber: Data diolah Eviews 7 Berdasarkan tabel 4.3, bahwa nilai probabilitas sebesar 0,2084 dengan nilai Obs*R-squared 7,169059 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti tidak terdapat heteroskedastisitas atau H0 diterima. 4.5.1.2 Hasil Pengujian Hipotesis 1) Uji Signifikansi Parameter Individual/Parsial (Uji-t) Apabila Thitung > Ttabel maka H0 ditolak, artinya signifikan Thitung< Ttabel maka H0 diterima artinya tidak signifikan. Ttabel = 1,725 (α = 5%). Berdasarkan tabel 4.1 hasil hipotesis penelitian pengaruh PDRB dan inflasi terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta secara parsial sebagai berikut: a. Nilai probabilitas PDRB sebesar 0,0000 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 dan Thitung > Ttabel 2,124443> 1,725 dengan demikian H0 ditolak, maka terdapat pengaruh PDRB terhadap permintan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta periode 2002-2012. b. Nilai probabilitas inflasi sebesar 0,2986 lebih besar dari nilai probabilitas 0,05 dan Thitung< Ttabel -1,111528< 1,725 dengan demikian H0 diterima, maka tidak terdapat pengaruh inflasi terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta periode 2002-2012. Berdasarkan tabel 4.1 juga dapat dilihat nilai koefisien untuk PDRB yaitu menunjukkan angka 2,124443 yang artinya apabila PDRB di Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan sebesar 1% maka permintaan uang juga akan mengalami kenaikan sebesar 2,124443%. Berbeda dengan PDRB, inflasi mempunyai sifat yang berbanding terbalik dimana nilai koefisiennya berada pada angka -0,002435 yang mempunyai arti ketika inflasi mengalami kenaikan sebesar 1% maka permintaan uang akan menurun sebesar 0,002435%. 2) Uji Pengaruh Simultan (Uji-F) Apabila Fhitung> Ftabel maka H0 ditolak, artinya signifikan. Fhitung< Ftabel maka H0 diterima, artinya
5.1 Kesimpulan Dalam regresi pengaruh produk domestik bruto (PDRB) dan inflasi terhadap perimintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta Periode 2002-2012 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil regresi secara parsial didapat hasil bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta periode 2002-2012 yang artinya variabel PDRB mempunyai pengaruh terhadap permintaan uang di Provinsi DKI Jakarta. Untuk kenaikan 1% PDRB akan menyebabkan permintaan uang meningkat sebesar 2.124443%. 2. Dari hasil regresi secara parsial didapat hasil bahwa inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta periode 2002-2012 yang artinya ketika inflasi mengalami kenaikan sebesar 1% maka permintaan uang akan menurun sebesar 0,002435%. 3. Dari hasil regresi secara simultan produk domestik regional bruto dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang (belanja pemerintah) di Provinsi DKI Jakarta periode 2002-2012. 5.2 Implikasi 1. Disarankan dalam memenuhi permintaan uang terhadap masyarakat khususnya di DKI Jakarta benar-benar diperhatikan apakah telah merata sesuai yang diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. 2. Disarankan otoritas moneter harus lebih menjaga dan mengendalikan laju inflasi agar tetap stabil. 3. Disarankan untuk menambah data selama 30 tahun karena dalam penelitian ini hanya menggunakan data selama 11 tahun. DAFTAR PUSTAKA Ackley, Gardner. 1978. Macroeconomics Theory Policy. New York: NY.McMillan. Boediono. 1985. Demand for Money in Indonesia, 1975-1984. Bulletin of Indonesian
Economic Studies, Vol. XXI. No. 2. Jakarta: Salemba Empat. Boediono. 2001. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. BPS Provinsi DKI Jakarta. Buku DKI Jakarta Dalam Angka, berbagai edisi. BPS.go.id Catur, Sugiyanto. 1994. Penyesuaian Nominal dan Penyesuaian Riil Permintaan Uang di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia No. 1 Tahun VII 1993. Ghozali, Imam. 2006. Statistic Nonparametrik. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Gujarati, Damodar. 2003. Econometric. Jakarta: Erlangga. Komarullah. 2013. Analisis Permintaan Uang Di Indonesia 2000-2012. Skripsi. Makassar. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Mc Candless, G.T., Jr. And W.E. Weber (1995), “Some Monetary Facts,” “Federal Reserve Bank of Minneapolis Quarterly Review, 19 (3): 1-11. Muhtarom, Abid. 2013. Analisis Permintaan Uang Di Indonesia Periode Tahun 2000.I2009.IV. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Univeritas Negeri Malang. Nopirin. 1997. Ekonomi Moneter Buku I, Edisi IV, Cetakan ke 7. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta. Roffia, B. and A. Zaghini (2007), “Excess Money Growth and Inflation Dynamics,” ECB Working Paper Series, 749:1-40. Saatcioglu, C. and L. Korap (2009), “The Search for Co-Integration Between Money, Prices and Income: Low Frequency Eridence from The Turkish Economy,” “Panoeconomicus, 1:55-72. Setiadi, Inung Oni. 2013. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang Di Indonesia Tahun 1999:Q1 – 2010:Q4 Dengan Pendekatan Error Correction Models (ECM). Semarang Economics Development Analysis Journal. Sterken, Elmer (1999), “Demand for Money and Shortages in Ethiopia,” CDS Research Report. Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara. Wallace, F.H. and L.F. Carbrera-Catellanos (2006), “Long Run Money Neutrality in Guatemala,” “MPRA Paper 4025, University Library of Munich, Germany, revised 2006.