i
ANALISIS USAHATANI MELON APOLLO BERDASARKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DAN NON SOP DI KOTA CILEGON
NISYA MAY ULFIA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1 Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani Melon Apollo Berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Non SOP di Kota Cilegon adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015
Nisya May Ulfia NIM H34124062
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
iv
v
ABSTRAK NISYA MAY ULFIA. Analisis Usahatani Melon Apollo Berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Non SOP di Kota Cilegon. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN. Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya melon apollo merupakan suatu bentuk aturan dalam kegiatan budidaya yang tujuannya adalah meningkatkan produktivitas, keseragaman buah berdasarkan karakteristik, dan meningkatkan pendapatan petani dan daerah khususnya Kota Cilegon. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan penerapan SOP yang ditetapkan, menganalisis input-input yang mempengaruhi struktur biaya usahatani SOP dan Non SOP, dan menganalisis pendapatan petani melon apollo. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas dan pendapatan usahatani memiliki perbedaan antara petani SOP dan non SOP hal ini di perkuat dengan uji beda yang dilakukan memiliki nilai siginifikasi yang lebih kecil dari α 10 persen, tetapi nilai R/C ratio antara petani SOP dan non SOP tidak berbeda. Sehingga dapat dikatakan bahwa SOP memberikan manfaat terhadap produktivitas dan pendapatan petani sehingga usahatani SOP layak untuk dilanjutkan. Kata Kunci : melon apollo, SOP, pendapatan,
ABSTRACT NISYA MAY ULFIA. The Analysis of The Melon Apollo Varieties Farming Business Based on Standard Operating Procedures (SOP) and Non SOP in Cilegon. Supervised by AMZUL RIFIN. Standard operating procedures (SOP) of cultivation melon apollo varieties constituting a form of rules in the activities of cultivation that the goal is to increase the productivity, based on uniformity fruit characteristics, and increase the income of farmers and the regions particularly in Cilegon. The objective of the study is to compare SOP application, to analyze input that affects the cost structure of farming which apply SOP and non SOP, and to analyze the income of melon farmer. The result showed productivity, income of both SOP and non SOP were siginificantly different at α 10 percent, but the value of R/C ratio between the SOP and non SOP having value not different. So that SOP of benefits against the productivity and income of farmers, so the SOP of the farming business to continue. Key Words : income, melon varieties of apollo, SOP
vi
vii
ANALISIS USAHATANI MELON APOLLO BERDASARKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DAN NON SOP DI KOTA CILEGON
NISYA MAY ULFIA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
viii
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini adalah Analisis Usahatani Melon Apollo Berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Non SOP di Kota Cilegon. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku pembimbing, Ir. Juniar Atmakusuma, M.S selaku dosen evaluator kolokium, Prof. Dr. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama, Dra. Yusalina, M.Si Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Herman selaku petani sekaligus pihak Dinas Pertanian Kota Cilegon UPTD Grogol. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Mansyur, Ibu Yulia, Weni Yunita, Reina Putu Harsya, Agung Fikrian Nugraha, Dinar Monitha serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada seluruh sahabat, alumni Diploma Ankim 46 dan rekan-rekan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 3. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015 Nisya May Ulfia
xii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Golden Melon atau Melon Apollo Penggunaan Input Produksi Melon Pengaruh Standar Operasional Prosedur terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penentuan Sampel Metode Analisis Data Analisis Usahatani Penerimaan Usahatani Pengeluaran Usahatani Pendapatan Usahatani Analisis Biaya Penyusutan Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Analisis Imbalan kepada Tenaga Kerja KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Magang Melon Apollo Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik Responden Berdasarkan Status Usahatani Melon Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Melon Apollo HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Penerapan SOP Usahatani Melon Menurut Anjuran SOP dengan Petani Responden Pengaruh penerapan SOP terhadap Rerata Produktivitas dan Struktur Biaya Usahatani Melon Apollo Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Melon Apollo di Kota Cilegon
xiii xiv xiv 1 1 4 6 6 6 6 7 7 8 8 8 9 10 12 12 12 12 12 13 13 13 13 14 14 14 15 19 21 22 23 24 24 29 32
xiii Analisis Pendapatan Total Petani SOP dan Petani non SOP Hasil Analisis Pendapatan tunai Petani Melon Apollo SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran RIWAYAT HIDUP
38 40 46 46 47 65
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5.
Ekspor buah-buahan di Indonesia tahun 2008-2011 Konsumsi kelompok buah per kapita di Indonesia Produksi buah-buahan di Indonesia, 2009-2013 (ton) Perkembangan produksi buah melon Indonesia tahun 2010-2013 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi melon apollo di Kota Cilegon tahun 2008-2012 6. Jumlah produksi melon apollo, di Kota Cilegon 2013 7. Perhitungan analisis pendapatan usahatani 8. Usaha pertanian Kota Cilegon tahun 2013 9. Populasi penduduk Kota Cilegon menurut umur tahun 2013 10. Sebaran mata pencaharian masyarakat di Kota Cilegon tahun 2013 11. Daftar nama-nama kelompok tani dan ketua kelompok tani melon apollo di Kota Cilegon pada tahun 2013 12. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman magang melon apollo yang diadakan Dinas Pertanian 13. Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia, di Kota Cilegon tahun 2014 14. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, di Kota Cilegon tahun 2014 15. Karakteristik responden berdasarkan status usahatani melon, di Kota Cilegon tahun 2014 16. Karakteristik responden berdasarkan luas lahan, di Kota Cilegon tahun 2014 17. Persentase jumlah petani responden berdasarkan jumlah keluarga petani 18. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman berusahatani melon apollo di Kota Cilegon 2014. 19. Penerimaan kotor usahatani melon per ha per satu musim tanam, di Kota Cilegon 2014 20. Rata-rata biaya usahatani melon apollo di Kota Cilegon dalam satu kali musim tanam per ha tahun 2014 21. Produksi melon apollo tiap petani responden di Kota Cilegon 2014 22. Pendapatan atas biaya total usahatani melon apollo di Kota Cilegon 2014 23. Pendapatan atas biaya tunai usahatani melon apollo di Kota Cilegon 2014. 24. Analisis pendapatan usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 2014 25. Hasil uji beda pada alpa 10 persen
1 2 2 3 3 5 13 17 17 18 19 20 21 21 22 23 23 24 31 33 37 39 41 43 46
xiv
DAFTAR GAMBAR Melon apollo2 Kerangka Pemikiran Operasional Persentase hasil produksi melon petani responden, Kota Cilegon 2014 Persentase pendapatan tunai usahatani melon apollo Kota Cilegon 2014 Persentase R/C ratio atas biaya tunai usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 6. Persentase R/C ratio atas biaya total usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon
1. 2. 3. 4. 5.
7 11 30 40 43 44
DAFTAR LAMPIRAN Daftar nama kelompok tani melon apollo, di Kota Cilegon 2013 Komponen Penerapan SOP melon varietas apolllo Struktur biaya Petani Mashadi tahun 2014 komponen pendapatan usahatani melon di Kota Cilegon 2014 Luasan, Produksi, dan produktivitas melon petani responden di KotaCilegon 2014. 6. Persentase R/C ratio atas biaya tunai usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 2014 7. Persentase R/C ratio atas biaya total usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 2014 8. Uji Statistik
1. 2. 3. 4. 5.
53 54 55 62 63 64 65 66
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis sehingga berpotensi dalam pengembangan pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang penting kedudukannya di Indonesia. Oleh karena itu, pertanian Indonesia dengan segala sumberdaya yang dimiliki merupakan potensi yang sudah selayaknya dikembangkan. Pengembangan sektor pertanian lebih diarahkan kepada pembangunan pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan, taraf hidup petani, penyedia lapangan kerja baik sebagai petani maupun memperluas pasar dan pelaku pasar. Sektor pertanian yang dapat dikembangkan salah satunya adalah hortikultura, upaya peningkatan kontribusi hortikultura tersebut salah satunya adalah usaha peningkatan produksi dan peningkatan teknologi pascapanen tanaman hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang sangat potensial untuk memasuki perdagangan baik perdagangan dipasar domestik maupun internasional. Indonesia memiliki potensi pasar yang luas sehingga kegiatan ekspor buah dapat dilakukan terus menerus tetapi dengan volume ekspor yang fluktuatif. Buah-buahan tropis Indonesia sangat banyak ragamnya seperti alpukat, pisang, jambu biji, mangga, manggis, jeruk, pepaya, markisa, nenas, melon dan belimbing. Indonesia memiliki keunggulan sumberdaya alam seperti tanah yang subur dengan wilayah daratan yang luas. Tabel 1 Ekspor buah-buahan di Indonesia tahun 2008-2011 Volume Ekspor (ton) Komoditas 2008 2009 2010 Nanas 269 664 179 310 159 009 Manggis 9 466 11 319 11 388 Pisang 1 970 701 14 Mangga 1 908 1 616 999 Jeruk 1 402 1 108 1 339 Anggur 103 97 148 Rambutan 725 666 533 Melon 39 148 229 Semangka 1 144 483 42 Apel 171 143 86 Strawberi 211 403 374 Nangka 2 16 28
Sumber : PKBT, 2014
2011 189 223 12 603 1 735 1 485 1 005 555 496 256 169 112 82 4
Nilai ekspor buah-buahan yang berfluktuatif disebabkan oleh kualitas produk buah-buahan Indonesia yang belum sesuai dengan standar mutu negara importir, baik secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Hal ini disebabkan oleh teknik budidaya masih dilakukan secara tradisional dan musiman. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peranan besar dalam pemenuhan gizi dan kesehatan tubuh karena mengandung vitamin dan mineral.
2 Kebutuhan akan produk pertanian menjadi semakin meningkat sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk di Indonesia. Konsumsi buah-buahan penduduk Indonesia menunjukkan data yang berfluktuatif dari tahun 2009-2013. Konsumsi pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun 2012 beberapa jenis buah seperti melon, pepaya dan nenas memiliki peningkatan konsumsi. Tabel 2 Konsumsi kelompok buah per kapita di Indonesia tahun 2009-2013 Konsumsi (kg) Buah-buahan 2009 2010 2011 2012 2013 Melon 0.21 0.16 0.42 0.21 0.42 Jeruk 4.64 4.17 3.49 2.76 2.24 Mangga 0,16 0.21 0.63 0.16 0.16 Pepaya 1.88 1.77 2.76 1.62 1.83 Nenas 0.21 0.16 0.37 0.16 0.21 Sumber : BPS, 2014
Data konsumsi yang ditunjukkan pada Tabel 2 khususnya buah melon dari tahun ketahunnya berfluktuasi, hal disebabkan oleh rendahnya tingkat produksi yang dapat dilihat pada Tabel 3. Peningkatan produksi melon terus diupayakan pemerintah agar dapat memenuhi permintaan, dan mengurangi fluktuasi produksi. Produksi melon berasal dari beberapa wilayah di Indonesia mulai dari pulau Sumatra hingga pulau Papua. Tabel 3 Produksi buah-buahan di Indonesia, 2009-2013 (ton) Produksi (ton) Tahun 2009 2010 2011 2012 Nenas 1 558 196 1 406 445 1 540 626 1 781 894 Jeruk Besar 105 928 91 131 97 069 113 375 Mangga 2 243 440 1 287 287 2 131 139 2 376 333 Melon 85 861 85 161 103 840 125 447 Pepaya 772 844 675 801 958 251 906 305
Sumber : BPS, 2014
2013 1 133 100 102 907 2 058 607 112 439 871 275
Budidaya melon tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Data statistik menunjukkan bahwa pulau Jawa merupakan sentra produksi buah melon dengan pusat terbesar terdapat di Jawa Timur dengan total produksi pada tahun 2013 sebesar 48 100 ton. Selain Jawa Timur, diperoleh informasi bahwa Banten merupakan daerah yang produksinya mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Jenis melon yang dibudidayakan di Banten sebagian besar adalah melon apollo atau biasa disebut dengan golden melon atau melon kuning. Pemilihan pada melon apollo karena jika dibandingkan dengan melon varietas yang lain yaitu tanaman melon berbuah hijau maka melon apollo memiliki harga jual yang tinggi baik yang diterima oleh petani maupun yang diterima oleh pasar, selain itu melon apollo memiliki tekstur daging yang renyah dengan cita rasa yang sangat manis.
3 Tabel 4 Perkembangan produksi buah melon Indonesia tahun 2010-2013 Provinsi Sumatera utara Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Papua
Sumber : BPS, 2014
2010 1 890 330 22 012 12 202 42 678 750 678 1 107 424 404 557
Produksi tanaman (Ton) 2011 2012 2 060 1 890 657 144 27 839 29 315 23 368 27 823 41 319 55 673 802 944 547 687 2 718 1 387 118 132 611 827 1 041 1 276
2013 1 548 136 35 742 30 776 48 100 1 146 737 1 002 160 995 1 274
Berdasarkan informasi pada Tabel 4 yang diperoleh dari BPS bahwa provinsi Banten memiliki produksi melon yang meningkat yang sebagian besar produksinya berasal dari Kota Cilegon. Peningkatan produksi di Banten terus diupayakan dalam rangka memenuhi permintaan. Peningkatan produksi diiringi pula dengan produktivitas pada tahun 2012 yang meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tetapi secara umum perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas di Kota Cilegon berfluktuatif. Tabel 5 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi melon apollo di Kota Cilegon tahun 2008-2012 Luas Panen Produksi Produktivitas Tahun (Ha) (Ton) (Ku/Ha) 2008 11.00 94 85 454 2009 55.00 457 83 090 2010 63.00 750 119 047 2011 50.86 435 85 528 2012 23.35 437 187 152 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, 2014
Pada Tabel 5 terlihat bahwa produktivitas melon di Kota Cilegon pada tahun 2008-2010 mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2011 produktivitas mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh penurunan produksi dari tahun 2010 ke tahun 2011. Nilai produtivitas di Kota Cilegon cenderung mengalami kenaikan hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani melon di Kota Cilegon memiliki prospek yang cukup baik. Wilayah Cilegon memiliki kondisi alam yang sesuai bagi pertumbuhan melon apollo. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi usahatani melon apollo. Kehadiran usahatani melon apollo diharapkan mampu meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan sumberdaya yang sebelumnya yang kurang produktif baik dari segi bahan baku maupun tenaga kerja. Dari segi tenaga kerja, usaha budidaya melon apollo ini mampu menyerap tenaga kerja setempat yang berkemampuan rendah karena teknologi yang digunakan relatif sederhana dan mudah untuk diadopsi, sehingga untuk jangka
4 panjang pengembangan usahatani melon apollo diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan informasi bahwa masih terdapat peluang permintaan pasar yang besar akibat fluktuasi konsumsi terkait ketersediaan produksi. Fluktuasi produksi melon apollo mendorong Pemerintah Kota Cilegon untuk mengembangkan usahatani melon apollo yang telah ada. Pengembangan ini selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melon, juga untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cilegon. Pada saat ini, pengembangan melon apollo di Kota Cilegon tidak lagi bersifat ekstensifikasi tetapi lebih difokuskan pada pola intensifikasi. Hal ini dikarenakan makin berkurangnya lahan-lahan pertanian sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk dan pemukiman. Pola intensifikasi ini lebih menekankan pada perbaikan teknis produksi berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Good Agriculture Practices (GAP). Rumusan Masalah Salah satu komoditas potensial yang terdapat di Kota Cilegon adalah melon apollo (Tabel 6), karena memiliki produksi terbesar ketiga setelah mangga dan dan pisang. Potensi melon apollo cukup bagus untuk dikembangkan, terlebih lagi kecocokan agroklimat Kota Cilegon sangat mendukung untuk melakukan budidaya melon apollo. Selain itu, peluang pasar yang masih terbuka membuat Pemerintah Kota Cilegon berusaha untuk mengembangkan komoditas ini dan menjadikan melon apollo sebagai komoditas unggulan1. Pemilihan komoditas melon apollo tentunya dilandasi oleh adanya keinginan memperoleh keuntungan yang tinggi pada saat panen. Dibanding dengan tanaman hortikultura lain, tanaman melon memerlukan perawatan yang intensif dikarenakan sifat tanaman yang sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Selain itu, semakin mahalnya harga sarana produksi maupun upah tenaga kerja juga akan mempengaruhi keuntungan yang akan diterima. Dengan berbagai kondisi tersebut, petani harus dapat mengalokasi faktor produksi yang digunakan agar dapat mengelola usahatani melon secara efisien. Perilaku harga input yang berfluktuasi dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani menyebabkan petani dalam memaksimalkan keuntungan maupun pendapatannya lebih banyak memilih dengan menekan biaya serendah mungkin. Jumlah produksi total melon apollo di Kota Cilegon pada tahun 2013 sebesar 1 129.48 kwintal yang berasal dari 6 kecamatan, antara lain Citangkil, Pulomerak, Purwakarta, Grogol, Jombang, dan Cibeber. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 yang memuat data jumlah produksi melon apollo dari beberapa kecamatan di Kota Cilegon. Diperoleh informasi bahwa melon merupakan salah satu komoditas dengan produksi terbesar jika dibandingkan dengan mangga dan pisang. Melon apollo yang merupakan jenis tanaman musiman yang jika dibudidayakan dengan benar akan menghasilkan produksi tinggi dan kualitas baik sehingga akan berpengaruh pada harga yang tinggi.
1
http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=10&aid=1519, 2014
5 Tabel 6 Jumlah produksi melon apollo di Kota Cilegon 2013 Jumlah produksi (kwintal) Kecamatan
Mangga
Jambu Biji
Ciwandan 50.00 11.00 Citangkil 3.20 Pulomerak 9.00 Purwakarta 10 336.80 25.51 Grogol 480.00 Cilegon 16.00 23.00 Jombang 341.00 39.00 Cibeber 525.00 14.00 Jumlah 11 752.00 122.61 Sumber : BPS Kota Cilegon 2014
Pepaya 30.00 15.00 50.85 16.00 16.00 34.00 225.00 386.85
Pisang (rumpun)
Nangka
45.00 1.11 42.00 849.80 25.00 150.00 24.00 34.00 1 170.91
70.00 7.30 35.00 25.60 30.00 2.00 170.90
Sawo
Melon
25.00 32.40 3.00 6.00 98.00 164,40
92.00 228.00 226.48 228.00 161.00 194.00 1 129.48
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian, jumlah kelompok tani SOP melon kuning sebanyak 22 kelompok tani pada tahun 2013 (Lampiran 1). Sedangkan pada tahun 2014 jumlah petani yang mengusahatanikan melon sebanyak 14 orang, hanya sebanyak 6 orang SOP dan sebanyak 8 orang petani non SOP. Penurunan jumlah petani yang mengusahatanikan melon diduga berimplikasi pada produksi melon apollo yang menurun. Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa penurunan jumlah petani merupakan akibat dari petani yang mengalami kegagalan dalam panen. Kegagalan panen tersebut berasal dari petani yang tidak mengikuti anjuran untuk menerapkan SOP. Tujuan dari penerapan SOP oleh Dinas Pertanian Kota Cilegon agar aktivitas usahatani diarahkan pada peningkatan kualitas dan produktivitas buah melon apollo. Melalui rangkaian aktivitas usahatani dari proses pembenihan, pemupukan hingga pemanenan, maka akan terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas pada hasil buah. Peningkatan pada kualitas (mutu buah) dan hasil produksi akan berimplikasi pada harga yang diterima petani. Perbedaan yang paling terlihat antara kegiatan budidaya SOP dan dengan cara non SOP yaitu dalam hal kegiatan pemupukan, pengairan dan penggunaan pestisida. Anjuran yang terdapat dalam SOP sudah diumumkan oleh pihak penyuluh pertanian kepada para petani melon, tetapi tidak semua petani melalukan hal tersebut. Sehingga harus dilakukan pengkajian penerapan SOP kepada petani melon mengenai SOP, produksi dan pendapatan pada tiap petani dan rata-rata dari keseluruhan petani (Lampiran 1). Berdasarkan data Dinas Pertanian Kota Cilegon (2014) menunjukkan bahwa produksi melon apollo di Kota Cilegon pada tahun 2011 sebesar 435 ton sedangkan pada tahun 2012 jumlah produksi sebesar 437 ton. Peningkatan produksi diharapkan selalu bertambah setiap tahunnya, sehingga analisis perbandingan penerapan SOP dan non Sop dapat dilakukan untuk membuat keputusan usahatani dalam hal budidaya, sehingga petani dapat merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan usaha yang sedang berjalan. Melihat besarnya fungsi tentang informasi tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk menganalisis beberapa permasalahan yang terkait dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu : 1. Bagaimana keragaan usahatani melon apollo SOP dan non SOP di Kota Cilegon ?
6 2. Apakah terdapat perbedaan pendapatan dan R/C rasio pada petani melon apollo SOP dan non SOP di Kota Cilegon ?
Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis keragaan usahatani melon apollo di Kota Cilegon SOP dan non SOP. 2. Menganalisis pendapatan dan R/C ratio baik setiap petani maupun secara rata-rata petani melon apollo. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti sebagai penerapan dari teori dan ilmu yang diperoleh selama ini. 2. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam pengambilan kebijakan guna terwujudnya peningkatan produktivitas melon apollo 3. Bagi masyarakat akademik dapat digunakan sebagai sumber inspirasi dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada tujuh Kecamatan di Kota Cilegon, antara lain : Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon. Aktivitas yang diamati adalah aktivitas yang dilakukan petani dalam usahatani melon apollo. Penelitian ini fokus pada aktivitas usahatani melon apollo yang dilakukan secara langsung oleh petani. Analisis yang akan dilakukan yaitu mengenai pendapatan petani, keuntungan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya usahatani melon apollo.
TINJAUAN PUSTAKA Golden Melon atau Melon Apollo Menurut Setiadi (1985) nama golden diambil dari kulit buahnya yang berwarna kuning keemasan memiliki daging buah yang berwarna putih dan digolongkan ke dalam melon tipe kulit halus. Ada dua jenis golden melon yang dibudidayakan, yaitu golden light melon dengan bentuk bulat dan golden langkawi melon dengan bentuk lonjong. Jenis golden light lebih digemari karena ukurannya yang lebih kecil dibandingkan bentuk yang lonjong. Selain itu, teksturnya lebih renyah dan rasanya lebih manis.
7
Gambar 1 Melon apollo2 Penggunaan Input Produksi Melon Faktor keberhasilan dalam usahatani melon dipengeruhi oleh input-input produksi. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tenaga kerja, benih, pupuk, obat-obatan dan luasan lahan berpengaruh signifikan terhadap produksi melon (Arumningtyas 2006; Asmara dan Sulistyaningrum 2008; Kusumasari 2013; Verryca 2011; Simatupang 2005; Yekti 2005) Penelitian-penelitian yang dilakukan memiliki hasil yang berbeda-beda mengenai penggunaan input dalam produksi melon, namun beberapa peneliti membuktikan bahwa tenaga kerja, pupuk, luas lahan dan obat-obatan memiliki pengaruh yang signifikan pada produksi melon. Sehingga diperoleh informasi bahwa input produksi yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu tersebut penting untuk diperhatikan dalam budidaya melon. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, penulis akan melakukan analisis untuk mengkaji pengaruh SOP yang mencakup penggunaan input produksi sebagai pengaruh keberhasilan produksi melon apollo di Kota Cilegon. Pengaruh Standar Operasional Prosedur terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani Aktivitas usahatani yang melibatkan manusia dengan alam memerlukan standar operasional prosedur (SOP) yang tepat karena diharapkan memberikan banyak manfaat bagi petani. Beberapa penelitian terdahulu mengatakan bahwa pendapatan tunai petani SOP lebih besar dibanding pendapatan tunai petani non SOP (Dalimunthe 2008; Widyaningsih 2008; Zamani 2008 ; Hartanti 2010, Lisanti 2014). Sebagian besar penerimaan yang besar tersebut dikarenakan tingkat gagal panen yang dialami petani sangat kecil sehinggi produksi dan kualitas buah sangat baik maka harga jual semakin tinggi, hal ini yang menjadi penyebab pendapatan tunai petani SOP lebih tinggi. Menurut peneliti terdahulu pengaruh SOP terhadap pendapatan dapat dilakukan dengan uji beda, yaitu uji-t. Perhitungan pendapatan juga dilakukan dengan uji statistic uji-t (Asmara dan Sulistyaningrum 2008, Hartanti 2010)
2
Sumber : http://bukausaha.com/peluang-usaha-buah-89, 2014
8 Hasil analisis mengenai strutur biaya yang meliputi biaya total dan biaya tunai pada petani SOP dan non SOP menyatakan bahwa biaya tunai dan biaya total yang keluarkan oleh petani SOP lebih besar dari pada biaya total dan biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non SOP (Dalimunthe 2008; Widyaningsih 2008; Zamani 2008 ; Hartanti 2010, Lisanti 2014). Biaya tunai terbesar adalah biaya tenaga kerja (Hartanti 2010, Widyaningsih 2008), biaya terbesar yang dikeluarkan petani berasal dari biaya pupuk dan biaya benih (Zamani 2008). Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh setiap input bermacam-macam hal ini dikarenakan setiap tanaman memiliki penangan yang berbeda-beda. Dalam analisis efisiensi yang menggunakan analisis R/C yaitu perbandingan antara nilai penerimaan dengan nilai biaya. Nilai R/C yang dihitung antara lain R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan jika hasil analisis perbandingan penerimaan dan biaya (R/C) usahatani untuk petani SOP dan petani non SOP, menunjukkan bahwa nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu maka usahatani memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani, hasil studi tersebut dilakukan oleh (Zamani 2008; Dalimunthe 2008; Hartanti 2010; Lisanti 2014). Nilai R/C yang diperoleh peneliti pada petani SOP memiliki nilai R/C lebih besar dari nilai R/C petani non SOP, walaupun keduanya memiliki nilai R/C di atas satu. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani yang menerpakan SOP lebih menguntungkan dibandingkan usahatani non SOP Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa pengaruh SOP terhadap strukur biaya dan pendapatan menunjukkan hasil yang positif. Penelitian tentang analisis perbandingan usahatani melon apollo di Kota Cilegon belum pernah dilakukan. Berdasarkan referensi penelitian sebelumnya, penulis mencoba untuk menganalisis pendapatan usahatani melon apollo di Kota Cilegon untuk mengetahui pendapatan, keuntungan, dan efisiensi usahataninya.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Pendapatan Usahatani Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan usahatani. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak terjual yang dinilai berdasarkan harga pasar. Menurut Soekartawi et al (1986), pendapatan bersih usahatani digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan factor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan dalam usahatani. Pendapatan petani ini terdiri dari sebagian pendapatan kotor yang karena tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usaha dan sebagian bunga dari
9 kekayaan yang dipergunakan dalam usahatani. Pendapatan petani dapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat-alat dan dengan bunga modal diluar (Hadisapoetro, 1973). Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendapatan usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (R/C). Rasio ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penelitian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1) artinya untuk setiap Rp. 1.00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1.00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa setiap Rp. 1.00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan kurang dari Rp. 1.00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C semakin menguntungkan usahatani tersebut. Imbalan Kepada Pemilik Modal Jika keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara integral maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial perlu dilihat imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi lahan (return to land), imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan bagi modal (return to capital). Untuk keperluan analisis bagi faktor-faktor produksi ini maka biaya manajemen petani harus terlebih dahulu ditetapkan. Biaya manajemen ini diperhitungkan sebagai gaji bagi petani dan keluarganya dalam mengelola usahataninya. Pendapatan usahatani sesungguhnya sama dengan jumlah semua imbalan yang diterima petani sebagai pemilik faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam usahatani. Imbalan bagi faktor-faktor produksi tersebut diperhitungkan berdasarkan prinsip biaya imbangan (Opportunity Cost) (Rifiana 2012). Imbalan Kepada Tenaga Kerja Keluarga Pendapatan tenaga kerja keluarga adalah pendapatan petani dikurangi bunga modal dibagi dengan jumlah hari kerja dalam satu tahun (HKSP) atau
10 merupakan pendapatan tenaga keluarga yang biasanya dinyatakan dalam jumlah untuk satu hari kerja (Hadisapoetra, 1973). Kerangka Pemikiran Operasional Cilegon merupakan salah satu daerah penghasil melon apollo di Banten. Lokasi usahatani melon apollo di Cilegon terdapat pada tujuh kecamatan antara lain : Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon. Walaupun usahatani melon terbagi menjadi beberapa kecamatan tersebut belum banyak petani yang mengusahakan melon secara terus menerus sehingga atas pertimbangan tersebut maka analisis usahatani melon sangat diperlukan. Cilegon memiliki banyak potensi dan peluang untuk kegiatan usahatani melon yaitu kondisi sumber daya alam yang cocok, permintaan pasar domestik, berperan dalam meningkatkan pendapatan daerah (harga jual tinggi), meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air. Adanya permintaan yang fluktuatif dari tahun ke tahun yang memunculkan gap antara permintaan dan produksi membuat usahatani melon menjadi sangat potensial bila dikelola secara terus menerus dan benar. Adanya flutuasi permintaan melon apollo dianggap sebagai faktor untuk meningkatkan produksi melon. Petani melon apollo di Kota Cilegon belum sepenuhnya menerapkan SOP, walaupun pemerintah sudah menjelaskan mengenai pentingnya menerapkan SOP dalam program penyuluhan untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan dari kegiatan usahatani melon apollo. Dalam budidaya melon apollo umumnya sama seperti budidaya pertanian lain yang banyak menghadapi resiko, terutama resiko cuaca dan gangguan hama, hal ini dapat mempengaruhi besar kecilnya hasil produksi melon yang diusahakan, sehingga seringkali petani belum mampu memenuhi permintaan konsumen terhadap melon apollo. Teknik budidaya melon apollo berdasarkan SOP, memungkinkan adanya ketentuan penggunaan faktor-faktor produksi pada kegiatan budidaya melon apollo. Faktor-faktor produksi dalam usahatani melon apollo yang menjadi ketentuan SOP adalah dosis pemupukan, penyemprotan pestisida dan teknis budidaya lainnya. Pengaturan dan ketentuan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, menyebabkan terjadinya perbedaan biaya input usahatani antara petani SOP dan petani non SOP. Terlebih lagi dengan semakin mahalnya biaya input produksi pupuk dan insektisida, menyebabkan biaya input semakin tinggi. Pada budidaya melon apollo SOP yang mengharuskan menggunakan input lebih banyak serta semakin tingginya biaya input yang harus dikeluarkan, diduga dapat menyebabkan semakin menurunnya pendapatan yang akan diterima petani. Selama ini petani belum melakukan perhitungan ekonomi secara rinci terkait dengan pembukuan usahatani melon apollo, sehingga petani belum dapat menilai keuntungan dari kegiatan usahatani tersebut. Dalam menentukan keputusan untuk mendukung peningkatan produksi, maka diperlukan adanya penilaian analisis usahatani yaitu terdiri dari biaya tunai, biaya diperhitungkan dan biaya total. Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, pupuk, dan pestisida. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan. Biaya total merupakan hasil penjumlahan dari total biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Identifikasi
11 biaya dan penerimaan diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani dari kedua jenis petani tersebut. Identifikasi biaya dilakukan agar biaya produksi yang dikeluarkan dalam usahatani dapat diketahui. Harga jual juga diperlukan karena merupakan komponen penerimaan dari kegiatan usahatani. Keuntungan diperoleh dari total penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan. Penerimaan yang diterima untuk setiap satuan unit biaya yang dikeluarkan dapat dihitung dengan pendekatan rasio R/C. Hasil dari analisis diatas, bertujuan untuk mengetahui keadaan usahatani melon petani SOP maupun petani non SOP. Selain itu, hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Cilegon khususnya Dinas Pertanian dalam menentukan kebijakan yang akan diambil untuk pengembangan usahatani. Kerangka pemikiran terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dirumusan sebelumnya digambarkan dalam suatu bagan alur kerangka pemikiran pada Gambar 1. Peluang dan potensi : Kondisi sumber daya alam yang cocok untuk Kkkk budidaya melon apollo di Kota Cilegon. Permintaan pasar domestik. Berperan dalam meningkatkan pendapatan daerah (harga jual tinggi), meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air.
Tantangan : Persaingan kualitas dan kuantitas. Fluktuasi produksi
Program Peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksi sesuai standar mutu.
Petani non SOP
Petani SOP
Pendapatan Usahatani
Return to Family Labor Return to Capital
Efisiensi Usahatani
Uji beda
Analisis R/C Rasio
Kesimpulan
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional
12
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Cilegon pada tujuh kecamatan yaitu Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon. pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan metode purposive sampling dengan pertimbangan bahwa Cilegon merupakan daerah yang berpotensi memproduksi melon apollo. Pengumpulan data dilakukan bulan September 2014 hingga Oktober 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara, pengisian kuesioner serta pengamatan langsung di lapangan. Wawancara akan dilakukan kepada petani melon apollo. Data sekunder akan dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten dan BPS Pusat dalam informasi data mengenai luas lahan, produktivitas, jumlah pohon, kondisi ekspor dan impor,dan lainnya. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan kepada petani melon apollo yang terdapat di Kota Cilegon. Jumlah sampel petani responden adalah 14 orang yang terdiri dari 6 orang petani SOP dan 8 orang petani non SOP. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan survey karena jumlah nama yang didapat dari Dinas Pertanian saat ini hanya 5 orang yang masih mengusahatanikan melon apollo dan 9 responden lainnya didapat dengan metode snowball. Pengambilan sampel dilakukan dengan survey kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dan rekomendasi pihak terkait. Kriteria sampel petani responden untuk petani SOP dan tidak menerapkan SOP adalah petani yang mengusahakan melon apollo dengan periode agustus 2013 - oktober 2014 dengan masa panen terakhir dalam satu kali musim tanam. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum serta menjelaskan biaya dan penerimaan petani melon apollo di lokasi penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui biaya-biaya dan pendapatan petani, analisis rasio penerimaan dan biaya, dan analisis titik impas pada usahatani melon apollo.
13 Analisis Usahatani Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai, penerimaan yang diperhitungkan, dan penerimaan total. Secara matematis persamaan dari penerimaan dapat ditulis (Soekartawi 1986) : 𝑇𝑅 = 𝑌 × 𝑃(𝑦) Keterangan : TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga komoditas Y yang dihasilkan Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani adalah seluruh pengorbanan yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang dibutuhkan. Perhitungan pengeluaran usahatani dapat dirumuskan (Soekartawi 1986) : 𝑇𝐶 = 𝑃(𝑥) × 𝑋 Keterangan : TC = Total biaya Px = Harga Input X = Jumlah Input Pendapatan Usahatani Dalam Soekartawi et al. (1986), Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Perhitungan analisis pendapatan usahatani dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perhitungan analisis pendapatan usahatani No. Keterangan 1 Penerimaan Tunai 2 Penerimaan yang diperhitungkan 3 Total Penerimaan 4
Biaya Tunai
5
Biaya yang diperhitungkan
6 7 8 9 10 11 12
Total Biaya Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total Pendapatan bersih Return to total capital Return to Labour R/C
Sumber : Soekartawi et al. 1986
Perhitungan Harga x Hasil Panen dijual (kg) Harga x Hasil Panen dikonsumsi (kg) Jumlah seluruh penerimaan tunai dan yang diperhitungkan a. Biaya sarana produksi b. Biaya tenaga kerja luar keluarga a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga b. Penyusutan peralat (4) + (5) (1) – (4) (3) – (6) (8) – Bungan pinjaman (9) - (5) (9) - Bungan Modal R/C atas biaya tunai dan R/C biaya total
14 Analisis Biaya Penyusutan Penilaian alat-alat dan bangunan yang mempunyai daya tahan lama, biasanya dilakukan dengan menghitung penyusutannya. Menurut Hernanto (1989) ada beberapa metode dalam menghitung penyusutan yang dapat dipakai, yaitu metode garis lurus (straight line method), double declining balance method, dan sum of year digit method. Dalam analisis ini digunakan metode garis lurus dengan perhitungan : 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 =
𝑁𝐵 − 𝑁𝑆 𝑈𝐸
Keterangan : NB : Nilai Beli Alat dan Bangunan NS : Tafsiran Nilai Sisa Alat dan Bangunan UE : Umur Ekonomis
Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya dilakukan untuk mengetahui efisiensi dan kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilakukan (Soekartawi et al. 1986). Secara teoritis manfaat ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : R/C Ratio Total = R/C Ratio Tunai =
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑢𝑛𝑎𝑖
=
𝑌.𝑃𝑦 𝐵𝑇 𝑌.𝑃𝑦
= 𝐵𝑇+𝐵𝐷
Keterangan : Y = Total Produksi Py = Harga Produk BT = Biaya Tunai BD = Biaya Diperhitungkan Analisis Imbalan kepada Tenaga Kerja Imbalan bagi tenaga kerja (Return to Labor) diperoleh dari hasil mengurangkan nilai produksi dengan semua biaya produksi kecuali biaya faktor produksi tenaga kerja yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut : 𝑛
𝑅𝑡𝑏 = 𝑌. 𝑃𝑦 − ∑ 𝑋𝑖. 𝑃𝑥𝑖𝑏¢i;i=1,2,3…n 𝑖=1
Keterangan : Rtb = Return to Labor (Rp) b = Faktor Produksi tenaga kerja b¢i = Faktor produksi tenaga kerja tidak tercakup dalam i
15 Analisis Imbalan kepada Pemilik Modal Imbalan bagi modal (Return to Capital) diperoleh dari hasil mengurangkan nilai produksi dengan semua biaya produksi kecuali biaya produksi modal, yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut : 𝑛
𝑅𝑡𝐶 = 𝑌. 𝑃𝑦 − ∑ 𝑋𝑖. 𝑃𝑥𝑖𝑐¢i;i=1,2,3…n 𝑖=1
dimana: RtC = Return to Capital (Rp) C = Faktor produksi modal Uji Beda Analisis perbandingan rata-rata digunakan untuk melihat adakah perbedaan rata-rata. Dalam hal ini, yang akan dilihat adalah perbedaan rata-rata pendapatan yang diterima oleh petani SOP dan petani Non SOP, dengan rumus sebagai berikut : 𝑥1 − 𝑥2 𝑡 = 𝑠12 𝑠22 𝑠1 𝑠2 + − 2𝑟 ( ) ( ) 𝑛𝑖 𝑛2 √𝑛1 √𝑛2 Keterangan : x1 = rata-rata sampel 1 s1 = Simpangan baku sampel 1 x2 = rata-rata sampel 2 s2 = Simpangan baku sampel 2 s1 2 = varians sampel 1 s2 2 = Varian sampel 2 r = Korelasi Hipotesis : H0 : tidak terdapat perbedaan rata-rata variabel (pendapatan) antara kelompok SOP dan Non SOP H1 : terdapat perbedaan rata-rata variabel antara kelompok SOP dan Non SOP. Hasil analisis uji-t dapat digunakan untuk mengetahui hipotesis nol (H0) diterima atau ditolak, maka dibandingkan t hitung dengan t tabel. Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima atau pendapatan usahatani melon apollo SOP sama dengan pendapatan usahatani melon non SOP, jika sebaliknya maka H0 ditolak atau pendapatan usahatani melon apollo SOP lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani melon non SOP. Begitu juga dengan nilai signifikansi apabila lebih kecil dari 0,1 maka Tolak H0. Artinya terdapat perbedaan rata-rata pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP, pada taraf nyata 90 persen, jika sebaliknya maka H0 diterima.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum wilayah penelitian Berdasarkan letak geografisnya, Kota Cilegon berada dibagian ujung sebelah barat dari Pulau Jawa yang terletak pada posisi 5º 52’ 24” – 6º 04’ 07” Lintang
16 Selatan (LS) dan 105º 54’ 05” – 106º 05’ 11” Bujur Timur (BT). Batasan ruang lingkup wilayah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 luas wilayah administrasi 17 550 Ha dengan 4 kecamatan yang telah dimekarkan menjadi 8 kecamatan (Kecamatan Ciwandan, Citangkil, Pulomerak, Grogol, Purwakarta, Cilegon, Jombang, dan Cibeber) yang terdiri atas 43 kelurahan. Kota Cilegon mempunyai batas-batas sebagai berikut : 1. Utara : Kecamatan Pulo Ampel dan Bojonegara (Kabupaten Serang) 2. Barat : Selat Sunda 3. Selatan : Kecamatan Anyer dan Mancak (Kabupaten Serang) 4. Timur :Kecamatan Kramatwatu dan Waringin Kurung (Kabupaten Serang) Sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan daerah kota terhadap laut adalah 1/3 dari wilayah laut Provinsi (yaitu 12 mil laut), atau 4 mil laut (1 mil laut = 1.852 m, sehingga 4 mil laut = 7.408 m). Panjang pantai Kota Cilegon yang menghadap ke Selat Sunda adalah sekitar 25 km. Sehingga secara tentatif luas laut yang menjadi kewenangan Kota Cilegon sekitar 185 km2, atau sedikit lebih luas dari wilayah daratan. Pada wilayah laut terletak pulau-pulau, yaitu Pulau Merak Besar, Pulau Merak Kecil, Pulau Rida, dan Pulau Ular. Morfologi Kota Cilegon berada pada ketinggian antara 0-553 meter di atas permukaan laut (dpl). Wilayah tertinggi berada di bagian utara Kecamatan Pulomerak (Gunung Gede), sedangkan terendah berada di bagian barat yang merupakan hamparan pantai. Berdasarkan karakteristik morfologi daratan dan kemiringan lahan, secara garis besar Karakteristik fisik Kota Cilegon dapat dibedakan ke dalam tiga bagian, yaitu : Bentuk dataran, mempunyai kemiringan lahan berkisar antara 0-2% hingga 2–7%, tersebar di sepanjang pesisir pantai barat dan bagian tengah Kota Cilegon. Bentuk perbukitan-sedang, mempunyai kemiringan lahan berkisar antara 7-15%, terdapat di wilayah tengah kota, tersebar di bagian utara dan selatan kecamatan Cilegon dan Cibeber, serta bagian selatan Kecamatan Ciwandan dan Citangkil. Bentuk perbukitan-terjal, mempunyai kemiringan lahan berkisar antara 15–40% hingga lebih dari 40%, tersebar di bagian utara Kota Cilegon (Kecamatan Pulomerak dan Grogol) dan sebagian kecil wilayah barat Kecamatan Ciwandan Dengan luas 175.5 km2, Kota Cilegon dibagi menjadi ke dalam delapan kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Cilegon memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar antara 21.9oC-33.5oC dan curah hujan rata-rata 100 mm perbulan. Luasan wilayah sebanyak 0.15% dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan, sebanyak 4.28% dimanfaatkan sebagai hutan Negara, sebanyak 7.63% dimanfaatkan sebagai lahan kering, sebanyak 11.20% sebagai lahan sawah, sebanyak 31.96% sebagai pekarangan, sebanyak 25.27% sebagai tegal//kebun, dan sebanyak 11.39% sebagai ladang. Berdasarkan hasil pencatatan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kota Cilegon sebanyak 7 788 dikelola oleh rumah tangga dan sebanyak 4 unit dikelola oleh selain rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum. Kegiatan usahatani di Kota Cilegon memanfaatkan lahan pesawahan untuk menanam beberapa komoditi seperti jagung, padi sawah, padi ladang,
17 kacang merah, ubi kayu, cabe, tomat, buncis, kacang-kacangan, timun, oyong, melon, pepaya, dan sayur-sayur lainnya. Kecamatan Cibeber, Pulomerak, dan Ciwan dan merupakan tiga kecamatan dengan urutan teratas yang mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak, yaitu masing-masing 1 237 rumah tangga, 1 164 rumah tangga, dan 1 129 rumah tangga. Sedangkan Kecamatan Jombang merupakan wilayah yang paling sedikit jumlah rumah tangga usaha pertaniannya, yaitu sebanyak 555 rumah tangga. Tabel 8 Usaha pertanian Kota Cilegon tahun 2013 Kecamatan Ciwandan Citangkil Pulomerak Purwakarta Grogol Cilegon Jombang Cibeber Total
(*)
RTP 1 129 1 006 1 164 1 013 1 124 560 555 1 237 7 788
Usaha pertanian Perusahaan 1 1 2 4
Sumber : (Sensus Pertanian) Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cilegon, 2014 (*) Rumah Tangga Petanian
Kota Cilegon tidak memiliki perusahaan pertanian berbadan hukum yang ada adalah usaha pertanian selain perusahaan dan rumah tangga. Usaha pertanian non rumah tangga ada sebanyak 4 unit yang semua dikelola oleh yayasan islam/pondok pesantren. Jumlah usaha pertanian tersebut terdapat di tiga Kecamatan yaitu Kecamaan Cibeber sebanyak 2 unit dan Kecamatan Citangkil dan Kecamatan Cilegon masing-masing 1 unit. Berdasarkan data baik dari BPS dan Sensus Pertanian, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah di Kota Cilegon dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dengan jumlah RTP lebih banyak dari pada jumlah jumlah perusahaan yang unit usahanya dibidang pertanian. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Cilegon adalah 2 269 jiwa/km2. Jumlah penduduk Kota Cilegon pada tahun 2013 sebesar 398 304 jiwa yang terdiri dari 203 502 jiwa laki-laki dan 194 802 jiwa perempuan. Populasi penduduk di Kota Cilegon terdapat pada Tabel 9. Tabel 9 Populasi penduduk Kota Cilegon menurut umur tahun 2013 Umur (tahun) Jumlah Jiwa 0 -14 114 401 15- 34 147 682 34- 44 64 179 44 -59 62 185 > 60 9 857 398 304 Sumber : BPS, 2014
18 Data dari Tabel 9, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Cilegon didominasi oleh mereka yang berusia produktif (15–44 tahun) sebanyak 147 682 jiwa untuk usia 15-34 tahun dan sebanyak 64 178 jiwa untuk usia 34-44 tahun. selanjutnya disusul oleh anak–anak dan remaja (0–15tahun) sebanyak 114 401 jiwa, kemudian orang tua (46 – >60 tahun). Berkaitan dengan upaya pengembangan usaha hortikultura di Kota Cilegon maka komposisi penduduk pada Tabel 9 cukup mendukung. Tabel 10 Sebaran mata pencaharian masyarakat di Kota Cilegon tahun 2013 Jumlah penduduk No Mata Pencaharian (%) 1 Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 3.25 2 Pertambangan dan penggalian 0.82 3 Industri pengolahan 14.02 4 Listrik, gas, dan air bersih 0.83 5 Konstruksi 9.47 6 Perdagangan, perhotelan dan restoran 25.21 7 Transportasi dan komunikasi 12.96 8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 12.79 9 Jasa-jasa 20.66 Total 100.00 Sumber : BPS, 2014
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kota Cilegon didominasi oleh penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai Pengusaha yang bergerak dibidang non pertanian (perdagangan, perhotelan, dan restoran) sebanyak 25.21 persen, penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 3.25 persen. Sedangkan jumlah penduduk untuk mata pencaharian yang paling rendah adalah penduduk yang bermata pencaharian dibidang pertambangan dan penggalian sebesar 0.82 persen. Berdasarkan data lapangan yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian menunjukkan bahwa penduduk kurang tertarik untuk bekerja di bidang pertanian, karena menurut mereka kegiatan usahatani tidak memberikan jaminan hidup yang lebih baik dibanding bekerja sebagai pengusaha yang bergerak dibidang non-pertanian yang dianggap memiliki prospek masa depan yang baik. Beberapa petani di Kota Cilegon melakukan usahatani melon apollo di sawah yang mereka kelola. Lahan sawah di Kota Cilegon yang digunakan untuk usahatani melon tergolong pada jenis sawah irigasi sederhana. Saluran tataniaga melon apollo di Kota Cilegon secara umum adalah petani menjual hasil panen di sawah kepada Pengumpul/tengkulak menjual melon apollo ke supermarket atau pedangan besar. Super market/pedangan besar langsung menjual kepada konsumen. Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani SOP dan petani non SOP. Petani SOP di Kota Cilegon berjumlah 6 orang dan petani non SOP berjumlah 8 orang. Petani yang SOP umumnya memperoleh pengetahuan mengenai SOP dari
19 pelatihan yang diadakan Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cilegon. Namun, tidak seluruh petani SOP paham dan mengerti secara tepat pengertian akan Standar Operasional Prosedur (SOP). Tabel 11 Daftar nama-nama kelompok tani dan ketua kelompok tani melon apollo di Kota Cilegon pada tahun 2013 No
Kelompok
Nama
Alamat Kecamatan
Varietas
Petani non SOP 1
Jaya Muda Tani
Suyatna
Cibeber
Apollo
2
Mandiri
Sarwita
Pulomerak
Apollo
3
Harapan Tani
Marji'i
Purwakarta
Apollo
4
Citra Arum Sari
Faiza
Purwakarta
Apollo
5
Melon Mas Gemilang
Mashadi Masdik
Jombang
Apollo
6
Jaya Muda Tani
A. Arifin (ipin)
Cibeber
Apollo
7
Taruna Karya
AhmadMahmud
Jombang
Apollo
8
Harapan Tani I
Nandang
Masigit
Apollo
Petani SOP 9
Citra Arum Sari
Suryadi
Grogol
Apollo
10
Blok Bayur
Syarifudin
Citangkil
Apollo
11
Mandiri
Herman
Grogol
Apollo
12
Suka Tani
Rohmani
Jombang
Apollo
13
Citra Arum Sari
Asliyah
Citangkil
Apollo
14 Busur Andang Sutisna Kejambulan Sumber : Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cilegon, 2014
Apollo
Karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini baik dari petani SOP maupun petani non SOP adalah karakteristik berdasarkan pengalaman mengikuti praktek lapang, status usahatani melon apollo, usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan, luas lahan garapan, status penguasaan lahan dan waktu panen melon terakhir. Keragaman karakteristik tersebut dapat mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani melon apollo. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Magang Melon Apollo Sebagian besar petani SOP adalah petani yang telah mengikuti magang yang diadakan Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cilegon. Magang melon apollo diadakan di kecamatan Purwakarta, Jombang dan Cilegon setahun sekali mulai tahun 2012 hingga 2014. Hasil yang diharapkan oleh Dinas Pertanian kepada petani yang mengikuti pelatihan magang baik satu kali atau lebih maka petani akan menerapkan SOP karena dianggap petani petani telah mengetahui, memahami dan merasakan manfaatnya.
20 Tabel 12 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman magang melon apollo yang diadakan Dinas Pertanian No
Pengalaman magang melon (kali)
1 2 3 Jumlah
0 1 >1
Sumber : Data Primer, 2014
Petani SOP Jumlah (Orang) 0 4 2 6
Petani non SOP
Persentase (%) 0.00 66.67 33.33 100
Jumlah (Orang)
Persentase (%) 3 5 0 8
37.5 62.5 0.00 100
Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa petani non SOP sebanyak 37.5 persen atau 3 orang belum pernah mengikuti pelatihan magang melon apollo dan sebanyak 62.5 persen atau 5 orang non SOP tetapi pernah mengikuti magang melon satu kali. Petani SOP dengan nilai 66.67 persen atau 4 orang telah mengikuti kegiatan sekolah lapang selama satu kali dan sebanyak 33.33 persen atau 2 orang telah mengikuti lebih dari satu kali kegiatan magang melon apollo. Sehingga berdasarkan pengalaman magang dapat diketahui bahwa rerata petani SOP tidak pernah tidak mengikuti kegiatan magang melon apollo, tetapi terdapat 5 orang petani yang sudah mengikuti magang melon apollo namun tidak menerapkan SOP. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur Petani yang menjadi responden berusia antara 35-62 tahun. Tingkat usia berpengaruh terhadap produktivitas petani. Petani yang berusia 35-45 tergolong kedalam usia produktif yang seharusnya dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia petani yang tidak lagi produktif. Hubungan antara usia dengan produktivitas petani berkaitan dengan proses pengolahan lahan pertanian yang membutuhkan tenaga. Dalam proses pengambilan keputusan untuk menerapkan inovasi/cara baru kaitannya dengan SOP dalam usahatani melon apollo faktor usia menjadi salah satu pengaruh sehingga dapat menghasilkan output yang lebih optimal. Berdasarkan Tabel 13, responden sebanyak delapan orang berasal dari kelompok umur di bawah 50 tahun, baik dari petani SOP sebanyak dua orang atau 33.33 persen maupun non SOP sebanyak lima orang atau 75 persen pada usahatani melon apollo. Petani non SOP dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan petani usia di atas 50 tahun, hal ini dikarenakan keterbatasan biaya dan pengalaman yang dimiliki masih sedikit. Sebanyak 2 orang responden non SOP berusia di atas 50 tahun, alasan petani tersebut tidak menggunakan SOP yang sesuai karena sudah yakin dengan pengalaman yang telah dilakukan.
21 Tabel 13 Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia, di Kota Cilegon tahun 2014 Petani non SOP Petani SOP Kelompok Usia No Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (%) (Orang) (%) 1 31-35 2 25 1 16.67 2 36-40 1 12.5 0 0 3 41-45 2 25 1 16.67 4 46-50 1 12.5 1 16.67 5 >50 2 25 3 50 Sumber : Data Primer, 2014
Berdasarkan Tabel 13, dapat disimpulkan bahwa petani melon apollo di Kota Cilegon baik yang menerapkan SOP maupun tidak menerapkan SOP sebagian besar berusia produktif yaitu 30-45 tahun. Sehingga diketahui petani yang cenderung tertarik untuk menerapkan SOP adalah petani yang berumur lebih dari 45 tahun. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dari hasil wawancara dengan petani responden, tingkat pendidikan yang dimiliki para petani rata-rata hanya mencapai tingkat SMA. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan terhadap penerapan inovasi dalam suatu usahatani. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan dapat menentukan pola pikir dari setiap individu, sehingga menimbulkan berbagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berbeda. Tingkat pendidikan petani dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, di Kota Cilegon tahun 2014 Petani non SOP Petani SOP Tingkat No Jumlah Persentase Jumlah Persentase Pendidikan (Orang) (%) (Orang) (%) 1 SD 0 0.00 0 0.00 2 SMP 1 12.50 0 0.00 3 SMA 4 50.00 3 50.00 4 STM 2 25.00 1 16.67 5 D3 0 0.00 1 16.67 6 S1 1 12.50 1 16.67 Jumlah 8 100.00 6 100.00 Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa tingkat pendidikan baik petani SOP dan non SOP sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA dengan jumlah responden empat orang atau 50% untuk petani non SOP dan sebanyak 3 orang atau 50% untuk petani non SOP. Tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai petani responden adalah pendidikan sarjana. Menurut presepsi petani non SOP yang memiliki tingkat pendidikan sarjana para petani tersebut merasa pola
22 kegiatan budidaya melon yang sedang dilakukan sudah benar sehingga mengabaikan pola budidaya yang dianjurkan dalam SOP. Hal ini menyebabkan produktivitas melon yang yang dipanen lebih sedikit dibanding dengan SOP. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Usahatani Melon Dari hasil wawancara dengan petani responden, diketahui bahwa sebagian besar petani menjadikan usahatani melon sebagai pekerjaan utama, tetapi beberapa petani tidak hanya menggantungkan hidupnya dari bertani melon, tetapi petani juga mempunyai pekerjaan sampingan diluar pertanian seperti karyawan, pns, berdagang dan lainnya. Tabel 15 Karakteristik responden berdasarkan status usahatani melon, di Kota Cilegon tahun 2014 Petani non SOP Petani SOP Status Usahatani No Jumlah Persentase Jumlah Persentase Melon (Orang) (%) (Orang) (%) 1 Pekerjaan Utama 4 50 4 66.67 Pekerjaan 2 4 50 2 33.33 Sampingan Jumlah 8 100 6 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa sebagian besar dari responden menjadikan bertani melon sebagai pekerjaan utama. Persentase petani SOP, yang menjadikan usahatani melon sebagai pekerjaan utama sebesar 66.67 persen atau sebanyak 4 orang. Sedangkan persentase petani melon apollo non SOP, yang menjadikan usahatani melon sebagai pekerjaan utama sebesar 50 persen atau sebanyak 4 orang. Tingginya persentase yang menjadikan usahatani Melon sebagai pekerjaan utama dikarenakan beberapa petani menjadikan sebagai kegiatan setelah pensiun, dan beberapa petani lain tertarik akan keuntungan yang didapat. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Dalam melakukan usahatani melon apollo luas lahan yang digunakan para petani antara 1 500 - 5 000 m dengan status kepemilikan lahan sewa. Berdasarkan informasi diketahui bahwa petani sengaja tidak berupaya untuk memiliki lahan karena pola tanam yang digunakan untuk menanam melon apollo hanya dapat digunakan maksimal dua kali, apabila lahan yang sudah selesai digunakan dan digunakan kembali maka hasil yang didapan tidak optimal cenderung gagal panen. Hal ini yang menyebabkan petani tidak memiliki lahan pribadi untuk ditanami melon apollo. Status penguasaan lahan dan luasan lahan dapat dilihat pada Tabel 16.
23 Tabel 16 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan, di Kota Cilegon tahun 2014 No
Luas Lahan (Ha)
1 < 2000 2 2000 – 4000 3 4000 < n ≤ 5000 Jumlah
Sumber : Data Primer, 2014
Petani non SOP Jumlah (Orang) 2 5 1 8
Persentase (%) 25 62.5 12.5 100
Petani SOP Jumlah (Orang) 1 4 1 6
Persentase (%) 16.67 66.67 16.67 100
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga Jumlah anggota keluarga tiap petani responden berbeda-beda. Anggota keluarga yang dimiliki oleh petani, terutama yang berusia produktif dapat ikut membantu dalam usahatani. Persentase anggota keluarga petani responden baik petani SOP dan tidak menerapkan SOP dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Persentase jumlah petani responden berdasarkan jumlah keluarga petani Jumlah Keluarga Petani non SOP Petani SOP (Orang) (%) (%) <1 25.00 0.00 1-2 12.50 16.67 <3 62.50 83.33
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden baik petani SOP maupun non SOP memilki anggota keluarga lebih dari 3 orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga petani yang menjadi tanggungan petani jumlah sama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, diketahui bahwa jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi keadaan perekonomian rumah tangga petani. Rumah tangga petani yang memiliki jumlah anggota keluarga yang relatif banyak, sehingga dituntut agar dapat memiliki pendapatan yang lebih besar. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Melon Apollo Dari hasil wawancara dengan petani responden diketahui bahwa pengalaman usahatani melon apollo berkisar dari tahun 2006 hingga saat ini. Diduga pengalaman berusahatani yang lebih lama mampu mendorong petani untuk mengambil keputusan yang tepat untuk usahatani setiap individu. Selain itu, petani yang memiliki pengalaman usahatani lebih lama maka dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki secara optimal dan efektif. Pengalaman usahatani dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, dapat diketahui bahwa petani non SOP didominasi oleh petani yang memiliki pengalaman lebih lama sedangkan petani SOP adalah
24 petani yang memiliki pengalaman tiga sampai lima tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden yang memiliki pengalaman usahatani lebih sedikit cenderung menerapkan SOP. Petani non SOP sebagian besar petani yang sudah memiliki pengalaman lebih lama sehingga petani tersebut akan lebih memilih tetap menggunakan cara yang telah mereka gunakan sebelumnya dan tidak ingin untuk beralih ke SOP yang ditetapkan oleh BPPT. Tabel 18 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman berusahatani melon apollo di Kota Cilegon 2014. Petani non SOP Petani SOP Pengalaman No Beruasahatani melon Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (%) (Orang) (%) 1 <3 1 12.50 1 16.67 2 3–5 1 12.50 3 50.00 3 5–8 6 75.00 2 33.33 Jumlah 8 100.00 6 100.00
Sumber : Data Primer, 2014
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas hasil-hasil penelitian meliputi keragaan usahatani melon di Kota Cilegon dan pengaruh SOP terhadap produksi dan pendapatan usahatani melon. Pandangan petani terhadap SOP akan mendeskripsikan mengenai perbedaan penerapan antara anjuran SOP dan petani responden terkait pada usahatani melon. Perbandingan Penerapan SOP Usahatani Melon Menurut Anjuran SOP dengan Petani Responden Kota Cilegon merupakan salah satu kota yang berpotensi memproduksi melon. Salah satu upaya untuk melakukan kegiatan budidaya berkelanjutan maka pihak BPTP menetapkan SOP sebagai metode budidaya yang tepat. Pelaksanan SOP di Kota Cilegon berdasarkan arahan antara penyuluh dan petani melon. Pada penerapan dalam kegiatan nyata, pelaksanaan SOP terjadi penyesuaian dengan permasalahan lahan dan kebiasaan yang telah dilakukan petani melon di Kota Cilegon. Secara ringkas SOP yang diterapkan di Kota Cilegon pada tahun 2014 sebagai berikut : a. Menentukan lokasi / lahan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. b. Penyediaan benih bermutu dari varietas unggul (bersertifikat), benih melon hibrida F1 varietas apollo, sebanyak 18000 – 20000 biji/ha. c. Penyemaian benih hingga benih menjadi bibit. d. Penggunaan pupuk organik baik dari pupuk kandang ataupun dari pupuk organik komersial dengan dosis 800 kg/ha. e. Pengolahan tanah dengan pemberian kapur yang disesuaikan dengan pH tanah, penggunanaan pupuk kandang yang matang / siap pakai 10 – 12 ton/ha. Pupuk Anorganik NPK (tunggal / majemuk) sebanyak 1 ton/ha. Pasak penjepit mulsa dari bambu ukuran 20 – 30 cm secukupnya.
25 f. Jarak tanam dengan tinggi bedengan 30 cm, lebar bedengan 100-110 cm, lebar parit 50-60 cm. Panjang bedengan maksimal disesuaikan dengan bentuk tanah. g. Pengairan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman pada daerah perakaran tanaman dengan air yang memenuhi standar pada waktu, cara dan jumlah yang tepat. h. Pengikatan dilakukan pada daun dengan jumlah 5, dan pemangkasan atau perompesan dilakukan diatas ruas ke-10. Tunas pada ruas ke 11 dibiarkan tumbuh calon buah yang akan dibesarkan. i. Menjaga kebersihan kebun dengan cara membersihkan areal pertanaman dari gulma, daun-daun, ranting bekas pangkasan dan buah-buah yang busuk/rontok maupun sampah. j. Pemberian pupuk tanaman yang dilakukan pada waktu tanaman berusia satu minggu dengan jarak setiap 4 hari untuk diberikan pupuk (susulan) yang berisi Pupuk anorganik NPK, KCL, KNO3 dan Pospat, Pupuk daun dengan dosis yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman. k. Pengendalian OPT yang dilakukan secara rutin bersamaan dengan pemberian pupuk dan jenis obat (fungisida, insektisida). l. Panen tepat waktu. Penerapan SOP tersebut hanya dilaksanakan pada 6 orang petani melon sementara 8 orang petani lainnya melaksanakan kegiatan sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Perbandingan lebih banyak jumlah petani non SOP dikarenakan kurangnya ketegasan dari pihak penyuluh lapang sehingga petani yang datang hanya mendengarkan tanpa mau menerapkan SOP yang sesuai. Bagian yang paling penting terhadap pelaksanaan penerapkan SOP adalah pada bagian pengolahan lahan, penggunaan pupuk dasar, penggunaan pupuk tanaman, dan pengendalian hama dan penyakit. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas mengenai OPT seringkali melakukan pengobatan setelah tanaman sedang timbul penyakit, sedangkan menurut anjuran dalam pengendalian OPT yaitu pemberian obat dilakukan sebelum tanaman terkena penyakit. Sebagian besar petani yang memiliki keyakinan akan pengalamannya seringkali menggunakan pupuk dengan tidak sesuai dosis sehingga menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan buah yang tidak maksimal. Secara umum, perbedaan penerapan SOP pada usahatani melon pada petani SOP, tidak menerapkan SOP dirumuskan pada anjuran budidaya yang sudah ditetapkan BPTP dapat dijelaskan pada paragraf-paragraf di bawah ini. Benih
Berdasarkan panduan SOP untuk komponen benih ada tiga hal yang diajurkan yaitu dosis penggunaan benih, anjuran penggunaan benih bersertifikat dan anjuran penggunaan benih unggul. Pengunaan benih yang dianjurkan SOP adalah benih unggul varietas hibrida F1. Poin ini telah diterapkan 100 persen baik untuk petani SOP maupun petani non SOP. Varietas yang digunakan oleh responden didapat dari Dinas dan toko tani. Menurut responden untuk pengadaan varietas tersebut didapat dari mengimport dan telah terbukti memiliki daya tumbuh yang baik sehingga dengan metode penyemaian benih yang tepat maka benih dapat tumbuh dengan maksimal di sawah mereka, sehingga memiliki hasil produksi yang tinggi.
26 Kebutuhan benih untuk 1 hektar sawah sesuai anjuran SOP adalah 18 00020 000 biji dengan isi dalam 1 bungkus benih sebanyak 500-550 biji. Baik petani yang menerapkan SOP mengaplikasikan benih untuk satu hektar sawah 2 kali lebih besar dari ukuran lahan mereka. Petani yang menerapkan SOP dan tidak menerapkan SOP memiliki kebutuhan jumlah benih yan sama hal ini dikarenakan masing-masing petani mengantisipasi adanya serangan hama, adanya kemungkinan rendahnya perkecambahan, adanya kemungkinan rendahnya daya tumbuh, sehingga petani harus melakukan sulaman satu kali. Kegiatan sulaman tidak bisa dilakukan hingga lebih dari satu kali karena menurut petani responden kebutuhan gizi dan makanannya akan tertinggal dari tanaman yang lain. Tata cara pengolahan tanah dan pemberian pupuk dasar Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan pengolahan lahan adalah menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal. Pada tahap ini, hanya melibatkan tenaga kerja manusia baik untuk membuat bedengan maupun untuk pengolahan lahannya. Urutan pelaksanaannya yaitu pembersihan lahan, penggemburan tanah, pembuatan bedengan tinggi 30 cm, lebar bedengan 100-110 cm, lebar parit 50-60 cm, pengkapuran, pemberian pupuk dasar berupa pupuk organik 10-15 ton/ha, pupuk NPK sebanyak 1 ton/ha dan pemasangan mulsa. Sebagian besar petani melon di Kota Cilegon telah memahami mengenai cara pengolahan tanah yang baik dan benar, namun dalam pemberian pupuk dasar sebagian besar petani belum menerapkan sesuai anjuran perlakuan pupuk dasar dalam pengolahan tanah sehingga hal ini yang membedakan petani yang merapkan SOP dan Petani yang belum menerapkan SOP. Penanaman di lapangan bedengan Tujuan penanaman bibit di lapangan bedengan adalah menumbuhkembangkan tanaman sampai berproduksi. Sebelum penanaman bibit di lahan, bedengan disiram agar cukup lembab. Pelubangan pada lahan dilakukan sedalam 5 cm. Setelah selesai penanaman, bibit disiram untuk mengurangi tingkat kelayuan. Penaman dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu saja, sebagian besar petani melakukan penaman pada pukul 15.30 wib hal ini dilakukan agar tanaman terhindar dari panas matahari siang. Dalam jarak waktu kurang dari tujuh hari pengkontrolan tanaman harus sangat rutin dilaksanakan karena jika terdapat tanaman yang tidak tumbuh makan penyulaman dapat segera dilakukan. Pada tahapan ini seluruh petani menerapkan penamanan di lapangan bedengan dengan baik. Pengairan Pengairan yang seharusnya dilakukan oleh setiap petani yaitu ketika tanaman sampai umur 2 minggu dan penyiraman dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali pada waktu pagi atau sore hari, dengan cara parit antar bedengan digenangi sampai mencapai 2/3 tinggi bedengan sambil air disiramkan ke masing-masing tanaman. Apabila air tidak cukup menggenangi bedengan, lubang tanam disiram dengan air. Penyiraman tersebut sangat efektif dan efisien sesuai prosedur yang ditetapkan dalam SOP. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menjamin kebutuhan air bagi tanaman sehingga pertumbuhan dan proses produksinya berjalan optimal.
27 Secara tahapan umur tanaman penyiraman yang dilakukan memiliki cara pengairan yang berbeda-beda adalah sebagai berikut : Pada awal pembentukan bunga, pengairan dilakukan 3 hari 1 kali, dengan cara parit antar bedengan digenangi sampai mencapai 2/3 tinggi bedengan. Apabila air tidak cukup menggenangi bedengan, lubang tanam disiram dengan air. Pada saat pembentukan dan mulai pembesaran buah, pengairan dilakukan 1 - 2 hari sekali, dengan cara parit antar bedengan digenangi sampai mencapai 2/3 tinggi bedengan. Apabila air tidak cukup menggenangi bedengan, lubang tanam disiram dengan air. Pada awal pembentukan buah, penyiraman dilakukan 2 - 4 hari sekali dengan menyiram setiap tanaman menggunakan gayung / ember. Pada daerah yang telah terkontaminasi / terinvestasi penyakit layu fusarium, penyiraman langsung ke setiap tanaman menggunakan gayung / ember dengan air yang diyakini tidak terkontaminasi penyakit layu Setelah buah terbentuk, penyiraman dilakukan 1 - 3 hari sekali, dengan cara parit antar bedengan digenangi sampai mencapai 2/3 tinggi bedengan. Apabila air tidak cukup menggenangi bedengan, lubang tanam disiram dengan air. Pada saat pematangan buah yaitu setelah tanaman berumur 55 hari, pengairan dihentikan sampai saat panen. Secara umum penerapan cara pengairan didasarkan oleh jenis lokasi, apabila lokasi penanam dilakukan di sawah yang bercampur dengan tanaman lainnya maka bedengan biasanya digenangi air sedangkan cara pengairan lain adalah dengan sistem irigasi sehingga cara penyiraman yang telah dipaparkan diatas harus dilaksanakan oleh petani melon. Pada umumnya baik petani SOP maupun petani yang tidak menerapkan SOP telah memahami bagaimana pengairan untuk sawah mereka. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani biasanya waktu untuk mengairi sawahnya dilakukan hanya pada waktu pagi hari saja atau pada sore hari saja. Pengairan yang dilakukan petani pun berdasarkan tingkat lembab atau keringnya lahan. Pengikatan dan Pemangkasan Pada usahatani melon pengikatan batang tanaman pada ajir dan tangkai buah pada palang adalah bagian yang penting karena tanaman melon merupakan tanaman yang bersulur. Kegiatan memangkas dan membuang cabang-cabang merupakan aktivitas rutin yang harus di kontrol oleh setiap petani, karena dalam satu batang pohon melon maka akan menghasilkan satu buah melon sehingga cabang-cabang yang tidak produktif harus di pangkas. Tujun dari pengikatan dan pemangkasan adalah agar tanaman tumbuh mengikuti ajir yang telah dipasang, buah tergantung dengan kuat pada palang dan tidak bersentuhan dengan tanah, menjamin pertumbuhan tanaman sehingga proses produksi berlangsung maksimal dan mengurangi kelembaban dalam tajuk tanaman sehingga mengurangi resiko terjadinya serangan hama dan penyakit. Kegiatan pengikatan dan pemangkasan yang ditetapkan berdasarkan SOP secara umum telah diterapkan baik petani SOP maupun petani non SOP, tetapi yang membedakan penerapan pada kedua tipe petani tersebut adalah pada saat usia pemangkasan sehingga produksi yang dihasilkan tidak optimal. Perbedaan usia penerapan ini berhubungan dengan
28 tenaga kerja yang digunakan semakin sedikit jumlah tenaga kerja maka akan membutuhkan waktu yang lama sehingga terjadi keterlambatan pemangkasan. Pemupukan susulan pada tanaman Berdasarkan anjuran yang terdapat pada aturan SOP yang digunakan dalam kegiatan usahatani melon adalah jenis pupuk anorganik. Penggunaan dosis dan jenis pupuk harus sangat diperhatikan karena pada bagian pemupukan susulan ada faktor utama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi. Tujuan dari pemupukan susulan adalah memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman untuk menjamin pertumbuhan tanaman secara optimal dan menghasilkan produksi dengan mutu yang baik. Jenis pupuk anorganik yang digunakan antara lain NPK, KCL, KNO3, Pospat, Pupuk daun,dan lainnya. Prosedur pemupukan berdasarkan anjuran SOP dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini membutuhkan ketekunan dari petani dan juga membutuhkan biaya. Sebagian besar petani yang sudah merasa yakin akan pengalamannya biasanya enggan untuk mengikuti anjuran yang sesuai dengan SOP. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada usahatani melon sama pentingnya dengan bagian pemupukan, karena hama dan penyakit tanaman akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas hasil produksi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani yaitu jenis penyakit yang muncul akan menyebabkan tanaman enggan hidup sehingga ketika daun sudah layu dan pengobatan tidak berhasil maka tanaman tersebut dimusnahkan hingga ke akarnya apabila dibiarkan maka hal yang di takutkan petani adalah penyakit tersebut adann menular kepada tanaman melon yang berada disebelahnya. Tujuan dari pengendalian OPT adalah mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) untuk menghindari kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil (kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk. Prosedur pengendalian yang di tetapkan dalam SOP dapat dilihat pada Lampiran 2. Petani yang melaksanakan anjuran pengendalian OPT baik pada kedua tipe petani tersebut sama-sama menggunakan jenis obat yang sama, tetapi yang membedakannya adalah pada petani non SOP, pemberian obat dilakukan ketika tanaman sudah terkena penyakit dan pemberian obat dilakukan tidak berdasarkan jadwal. Sedangkan petani SOP melakukan anjuran sesuai dengan aturan yaitu sebelum tanaman terkena penyakit, terlebih dahulu tanaman sudah diberi obat dan pengendalian dilakukan sesuai dengan prosedurnya. Secara ringkas, prosedur pengendalian OPT adalah sebagai berikut : Pengamatan tanaman dilakukan secara rutin dan mengutamakan pengendalian secara mekanis (tanaman yang terserang dimusnahkan dengan cara dibakar/dikubur Apabila tanaman terserang hama atau penyakit dan pengendalian dengan cara lain sudah tidak memungkinkan maka dilakukan prosedur pengendalian dengan cara penyemprotan pestisida secara selektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Penyemprotan harus dihentikan minimal 10 hari sebelum panen. Pencampuran pestisida dengan air dilakukan secara hati-hati dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.
29
Penyemprotan pestisida harus memperhatikan arah angin dan waktu pelaksanaannya pagi hari setelah embun hilang atau sore hari. Pestisida yang tidak habis dan botol atau kaleng bekas wadah harus dimusnahkan di tempat pembuangan limbah. Peralatan setelah dipergunakan segera dicuci dan limbah pencucian dibuang ke dalam bak peresapan dan tidak boleh mencemari sumber air. Pekerja yang melakukan penyemprotan sebaiknya sudah pernah mendapatkan pelatihan mengenai tata cara penggunaan alat semprot atau sudah berpengalaman. Pekerja yang melakukan penyemprotan dilengkapi dengan peralatan khusus sebagai pelindung tubuh seperti sarung tangan, masker, kacamata, topi, sepatu boot, baju dan celana panjang. Pekerja yang sedang melakukan penyemprotan pestisida, dilarang makan, minum dan merokok. Selesai melakukan penyemprotan, petugas harus segera membersihkan seluruh badan dengan sabun dan air bersih.
Panen
Kegiatan akhir dari budidaya melon ada panen, melon dapat dipanen pada usia 52-55 hari dengan warna kuning keemasan dan rasa yang sangat manis. Apabila masih terdapat melon yang warna dan rasanya belum sesuai dengan aturan panen maka petani harus tetap melakukan panen karena nutrisi pada pohon sudah sangat maksimal jika tidak segera di panen maka akan mempengaruhi kualitas dari melon tersebut. Baik petani SOP maupun non SOP telah mengetahui betul waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan sesuai anjuran SOP. Cara pemanenan yang dilakukan petani dalam menerapkan SOP maupun non SOP tidak berbeda yaitu menggunakan gunting, sedangkan untuk membersihkan permukaan melon yang memilik bulu halus menggunakan lap lembab. Waktu pemanenan berlangsung dalam waktu satu hari dengan jumlah tenaga kerga yang bias 3 kali lipat dari jumlah tenaga kerja sehari-hari. Pengaruh penerapan SOP terhadap Rerata Produktivitas dan Struktur Biaya Usahatani Melon Apollo Produksi Melon Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa usahatani melon SOP 100 persen memiliki produktivitas melon di atas 14 ton/ha, sehingga disimpulkan bahwa tidak ada petani SOP yang hasil produktivitas melon apollo dibawah 14 ton/ha. Usahatani melon apollo yang tidak menerapkan SOP 50 persen memiliki produktivitas melon di atas 14 ton. Usahatani melon apollo non SOP memiliki produktivitas melon di atas 10 ton sebesar 37.5 persen dan sebanyak 12.5 persen memiliki produktivitas lebih dari 6 ton.
30
120 100
Persentase (%)
100 80
SOP
60
20
50
37.5
40 0
Non SOP
12.5
0 >6-10
0 >10-14
>14
Ton
Gambar 3 Persentase hasil produksi melon petani responden, Kota Cilegon 2014
Sumber : Data Primer, 2014
Dari Gambar 3 menjelaskan bahwa tidak terdapat petani SOP memiliki produktivitas dibawah 14 ton, hal ini karena petani menjalankan kegiatan budidaya menggunakan input yang sesuai dengan anjuran dalam SOP. Input yang digunakan seperti benih, kebutuhan pupuk dasar, pupuk daun, obat-obatan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Contohnya petani yang memiliki luasan lahan 5 000 m2 menggunakan benih sebanyak 18 kantung. Isi dari tiap kantung sebanyak 500560 biji benih. Pada luasan lahan 5 000 m2 kebutuhan benih menjadi dua kali lipatnya, dan lagi apabila beberapa benih yang sudah disemaikan jika ditanam di lahan tidak dapat tumbuh seperti benih lainnya maka penyulaman harus dilakukan maka kebutuahn benih sangat disesuaikan dengan luas lahan petani. Tanaman melon merupakan jenis tanaman yang perlakuan dalam pemberian pupuk dan obat-obatannya harus sangat sesuai dengan dosis karena menurut petani melon yang memiliki bobot besar dan rasa yang manis memerlukan pupuk yang sesuai tetapi harus diperhatikan pula hama yang akan menyerang. Kebutuhan pupuk pada budidaya melon apollo dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan pupuk dasar pada lahan dan kebutuhan pupuk daun. Pupuk dasar pada lahan berfungsi sebagai penggembur tanah dan sekaligus penyedia makanan bagi akar tanaman. Pupuk dasar berupa pupuk organik cair (POC), SP-36, Kapur, NPK ponska dan humustar. Dosis dan jenis-jenis pupuk yang digunakanlah yang membedakan petani SOP dengan petani non SOP. Sama halnya dengan pupuk tanaman yang diberikan yaitu berupa KNO3 merah, KNO3 putih, NPK mutiara, KCl, SP-36, Za, dan DI grow. Jenis jenis pupuk tersebut harus digunakan dalam budidaya melon (Lampiran 2). Selain jenis jenis pupuk adapun penggunaan obat-obatan yang dianjurkan dalam SOP mengharuskan petani memberikan obat-obatan secara rutin. Penggunaan obat-obatan tidak berdasarkan kondisi tanaman. Menurut petani SOP apabila penggunaan obat-obatan diberikan ketika tanaman sedang terkena hama atau penyakit tumbuhan, maka tingkat penyembuhannya sangat kecil dan cenderung tanaman akan tetap layu bahkan mati, kehawatiran lainnya adalah penyakit tersebut akan tertular pada tanaman melon di sekitarnya. Lain halnya jika
31 tanaman sebelum terkena penyakit atau hama sudah dicegah maka kemungkinan tanaman akan tetap bertahan hidup tinggi sehingga dapat menghasilkan buah. Obat-obatan yang digunakan untuk budidaya melon adalah Vondosep, Antrakol, Delsen, Cronus, Curacron, Prevaton, Besvid, Agrimex/Abamectin, Resasol, Topsin, Daconil, Tridamek, dan Kocide. Penggunaan jenis pupuk dan obat-obatan oleh petani SOP, tidak dilakukan oleh petani non SOP sehingga hasil produksi yang diperoleh hanya empat orang petani yang memiliki produksi di atas 14 ton dari total delapan orang petani. Jenis pupuk baik pada pupuk dasar maupun pupuk tanaman digunakan tidak mengikuti anjuran dari SOP. Dosis pupuk yang digunakan berdasarkan pengalaman petani. Sebagai contoh, pada penggunaan pupuk dasar petani hanya menggunakan SP-36, kapur, dan NPK Ponska dengan dosis 100 kg SP-36 untuk lahan 3 300 m2, sedangkan menurut anjuran SOP dosis SP-36 yang digunakan 100 kg hanya cukup untuk lahan 2 000 m2. Hal yang serupa juga terjadi pada penggunaan pupuk tanaman dan obat-obatan. Hal inilah yang menjadi penyebab produksi yang dihasilkan oleh petani tidak optimum karena kebutuhan gizi atau makanan pada tanaman tidak terpenuhi sehingga ketika terserang hama atau penyakit maka tanaman akan mati dan tidak menghasilkan buah. Menurut data turun lapang, diperoleh informasi bahwa rata-rata produksi melon total perhektar untuk petani SOP lebih tinggi dari rata-rata hasil produksi total perhektar usahatani melon non SOP. Rata-rata produktivitas pada usahatani melon SOP adalah 24 145.87 kg/ha sedangkan usahatani melon non SOP memiliki rata-rata produktivitas melon 14 283.02 kg/ha. Selisih nilai hasil produktivitas antara usahatani melon SOP dan usahatani melon non SOP adalah 8879.45 kg/ha. Penerimaan Usahatani Melon Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual produk tersebut. Dalam penelitian ini rata–rata produksi melon tiap satu hektar pada usahatani melon apollo untuk petani SOP lebih besar dari pada produksi melon apollo non SOP sehingga berpengaruh kepada penerimaan yang didapat oleh petani perhektarnya. Dalam penelitian ini penerimaan yang dihitung adalah pada masa produksi terakhir,hal dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Penerimaan kotor usahatani melon per ha per satu musim tanam, di Kota Cilegon 2014 No 1
Uraian Produksi Grade A Grade B 2 Harga Grade A Grade B 3 Penerimaan total Sumber : Data Primer
Satuan Kg Kg Rp/kg Rp/kg Rp
Usahatani SOP
Usahatani non SOP
22 973.37 1 172.50
12 934.91 1 348.11
241 220 389. 00 8 793 796.29 250 014 185.20
135 816 633.00 10 110 825.69 145 927 458.70
Berdasarkan Tabel 19 dapat diperoleh informasi bawah penerimaan petani dalam produksi terakhir melon, diperoleh dari hasil perkalian antara produksi
32 melon apollo (kg) dengan harga (Rp/kg) dengan harga jual ditingkat petani di Kota Cilegon sebesar Rp 10 500/kg untuk grade A dan Rp 7 500/kg untuk grade B. Dengan rata-rata penerimaan untuk petani SOP sebesar Rp 250 014 185.2/Ha. Rata-rata penerimaan untuk petani non SOP sebesar Rp 145 927 458.7/Ha. Selisih harga antara usahatani SOP dan usahatani non SOP adalah sebesar Rp 104 086 726.5/Ha. Perbedaan penerimaan terjadi karena usahatani SOP dapat memproduksi melon lebih banyak dibanding dengan usahatani non SOP. Penetapan harga Rp 10 500/kg untuk grade A dan Rp 7 500/kg untuk grade B berdasarkan harga kesepakatan antara pengumpul dengan petani, sehingga apabila sebagian besar hasil produksi berada di grade B maka petani akan mengalami kerugian. Hasil analisis ini di perjelas dengan hasil uji beda sampel bebas bahwa penerapan SOP memberikan pengaruh nyata pada penerimaan usahatani Melon dengan nilai signifikansi 0.073< α 0.1 (Lampiran 8). Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Melon Apollo di Kota Cilegon Analisis usahatani melon apollo pada struktur biayanya sangat dipengaruhi oleh input-input produksi, karena semakin besar input produksi yang digunakan makan biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Kegiatan usahatani SOP tidak terlepas dari penggunaan input produksi, sehingga besarnya proporsi tiap input produksi akan sangat mempengaruhi biaya usahataninya. Pentingnya input produksi menjadikannya sebagai salah satu keberhasilan dalam berusahatani karena setiap input yang dibutuhkan tidak bisa dihilangkan. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam usahatani melon terhadap produksi dan keuntungan adalah benih, pupuk, obat-obatan, saprodi, dan tenaga kerja. Input produksi yang terdapat dalam anjuran SOP tidak dapat dihilangkan sehingga akan mempengaruhi struktur biaya. Pada penelitian yang dilakukan didapat delapan orang petani non anjuran SOP sehingga input produksi menjadi berkurang. Penggunaan input yang berkurang tentunya mempengaruhi struktur biaya sehingga perlu dibandingkan petani SOP dan tidak menerapkan SOP. Biaya merupakan nilai dari semua masukan yang diperlukan, yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung (Sundari 2011). Biaya usahatani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Dalam penelitian ini jenis biaya dikelompokan menjadi empat yaitu biaya sarana produksi tunai, biaya tenaga kerja tunai dan biaya tenaga kerja tidak tunai. Biaya sarana produksi tunai yang terdiri dari biaya benih, biaya pupuk anorganik, biaya pupuk organik, biaya obat-obatan, biaya irigasi, biaya sewa dan biaya pajak. Biaya tenaga kerja tunai yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya tenaga kerja tidak tunai untuk tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang dikeluarkan pada usahatani melon selama satu musim tanam dapat dilihat pada Tabel 18. Biaya usahatani yang dikeluarkan dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang diusahakan dan dibedakan oleh usahatani SOP dan tidak menerapkan SOP.
33 Tabel 20 Rata-rata biaya usahatani melon apollo di Kota Cilegon dalam satu kali musim tanam per ha tahun 2014 Usahatani SOP No
Uraian
Nilai (Rp/Ha)
Usahatani tidak SOP
Persentase (%)
Nilai (Rp/Ha)
Persentase (%)
Biaya Tunai 1
Benih
21 086 419.75
15.2
15 926 605.5
14.45
555 555.56 1 561 728.40 1 574 074.07 444 444.44 5 925 925.93
0.4 1.13 1.13 0.32 4.27
1 477 064.22 880 733.94 688.07 6 165 137.61
1.34 0.80 0.00 5.59
10 061 728.40
7.25
8 523 623.85
7.73
637 037.04
0.46
310 550.46
0.28
12 970 751.85
9.35
4 963 385.32
4.50
3 763 761.47
2.71
2 215 596.33
2.01
6 790 123.46 9 370 370.37 305 555.56 305 555.56 46 560 185.19 212 970.37 111 851 488.6
4.89 6.75 0.22 0.22 33.56 0.15 80.61
4 630 541.87 9 284 403.67 337 155.96 330 275.22 28 751 146.79 630 733.94 75 273 284.99
4.20 8.42 0.31 0.30 26.08 0.57 68.28
1111.11 2 239 814.81
0.01 1.61
13 271.6 3 272 222.22
0.01 2.97
24 650 198.86
17.77
31 683 707.08
28.74
26 801 124.78 138 752 613.4
19.39 100.00
34 969 200.91 110 242 485.9
31.72 100.00
Total 2
Pupuk Dasar
B
POC SP-36 Kapur Humustar NPK Ponska Total Biaya Pupuk Dasar total biaya semai total biaya pupuk tanaman Total biaya Hama dan Penyakit Sewa Lahan Mulsa tali raffia tali blabar TKLK irigasi/bensin total Biaya Tunai Biaya Non Tunai
1 2
total biaya sekam TKDK
3
Total biaya penyusutan
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Total biaya non tunai Biaya Total Sumber : Data Primer, 2014
Dari hasil analisis struktur biaya usahatani melon apollo biaya tenaga kerja luar keluarga merupakan proporsi biaya tertinggi, hal ini sekaligus membuktikan bahwa tenaga kerja luar keluarga merupakan komponen biaya tertinggi pada usahatani melon apollo. Kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada banyaknya aktivitas budidaya dan luasan lahan. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada usahatani melon merupakan salah satu biaya tidak tetap tunai selain sarana produksi. Jumlah tenaga kerja menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja). Jumlah jam kerja di lokasi penelitian berkisar kurang lebih delapan jam per hari, yaitu dimulai dari pukul 07.00-12.00 kemudian dilanjutkan dari pukul 13.0016.00 wib yang dihitung sebagai satu HOK. Satu HOK di lokasi penelitian bernilai Rp 77 000 – 78 000 atau Rp 9 500 per jam kerja. Biaya usahatani untuk tenaga kerja luar keluarga SOP yaitu sebesar Rp 46 560 185.19 atau 33.56 persen
34 dari biaya total. Biaya tersebut berasal dari upah yang dikeluarkan oleh petani terhadap tenaga kerjanya. Pada petani yang memiliki luasan lahan kurang dari sama dengan 2 000 m2 sebanyak 4 petani responden menggunakan jumlah tenaga kerja sebanyak 3 orang dengan 2 orang tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga kerja dalam keluarga, pada luasan lahan 3 000 m2 petani responden menggunakan tenaga kerja sebanyak 3 orang tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga kerja dalam keluarga. Pada luasan lahan 5 000 m2 petani responden menggunakan 5 orang tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga kerja dalam keluarga. Hal yang sama juga terdapat pada usahatani non SOP, biaya terbesar yang dikeluarkan petani yaitu terdapat pada biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp 28 751 146,79 atau 26.08 persen. Upah harian yang dibayarkan pada tenaga kerja usahatani non SOP sama besarnya dengan upah usahatani SOP, tetapi yang membedakan yaitu pada jumlah tenaga kerjanya. Pada petani yang memiliki lahan yang kurang dari 3 000 m2 yaitu sebanyak tiga orang petani responden menggunakan jumlah tenaga kerja sebanyak 2 orang tenaga kerja luar keluarga dalam aktivitas harian dan 7-8 orang pekerja pada saat panen. Pada petani yang lahannya 3 000 m2 - 4 000m2 yaitu sebanyak empat orang petani menggunakan tenaga kerja sebanyak 2 orang tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga kerja dalam keluarga dan 7-8 orang pada saat panen. Terdapat satu petani yang memiliki lahan 5 000 m2 menggunakan tenaga kerja sebanyak 3-4 orang dan pada saat panen 8-9 orang. Jumlah pekerja yang digunakan oleh petani non SOP menunjukkan jumlah yang sedikit hal ini yang menyebabkan biaya upah menjadi lebih kecil dari petani SOP. Aturan yang ditetapkan dalam SOP adalah luas lahan berbanding lurus dengan tenaga kerja, jika lahan yang digunakan untuk budidaya semakin luas maka akan semakin banyak juga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada SOP menyebutkan setiap lahan berukuran 1000 m2 minimal membutuhkan satu orang pekerja. Hal tersebut tidak dilakukan oleh petani non SOP. Selain tenaga kerja sebagai biaya terbesar yang dikeluarkan dalam struktur biaya, biaya benih merupakan biaya terbesar kedua setelah tenaga kerja. Benih merupakan input paling penting dalam usahatani melon apollo, karena jika tidak ada benih maka produksi buah melon tidak akan ada. Benih yang digunakan oleh petani melon merupakan benih dengan kualitas baik yang pengadaannya berasal dari pemesanan ke negara lain. Harga benih yang ditetapkan tidak berfluktuatif sehingga setiap petani mendapatkan harga yang sama yaitu Rp 560 000 untuk satu bungkus benih yang berisi 500-550 biji. Dalam tiap luasan lahan benih yang dibutuhkan disesuaikan dengan ukuran lahan. Anjuran menurut SOP, dalam tiap hektar lahan membutuhkan 20 000 - 25 000 benih melon apollo, hal ini menandakan bahwa jumlah benih yang dibutuhkan adalah dua kali lipatnya ukuran lahan. Sebanyak Rp 21 086 419.75 atau 15.2 persen biaya benih yang dikeluarkan oleh petani SOP. Biaya tersebut dikarenakan setiap petani SOP mengikuti aturan yang ditetapkan. Lain halnya dengan petani non SOP biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan benih sebesar Rp 15 926 605.5 atau 14.45 persen, jumlah benih yang digunakan hanya dilebih kan sedikit dari ukuran lahan, contohnya petani yang memiliki luasan lahan 3 300m2 menggunakan benih sebanyak 10 kantung yaitu sekitar 5 000-5 600 biji benih. Petani tidak mengikuti aturan SOP dikarenakan keterbatasan modal selain itu kehawatiran petani akan
35 resiko gagal panen juga menjadi alasan petani hanya menggunakan benih tidak dua kali dari ukuran luasan lahannya. Biaya pupuk dan obat-obatan yang terdapat dalam struktur biaya tidak terlalu besar, tetapi kebutuhan pupuk dan obat-obatan termasuk faktor yang sangat penting dalam budidaya melon apollo karena pupuk merupakan makanan yang diperlukan tanaman sehingga dapat menghasilkan buah yang berkualitas baik dan obat-obatan berfungsi mencegah terjadinya gagal panen akibat serangan hama atau cuaca. Tetapi apabila cuaca sangat ekstrim, kemungkinan gagal panen tidak dapat dihindari oleh petani sehingga obat-obatan hanya berpengaruh kecil. Biaya yang dikeluarkan oleh petani SOP untuk kebutuhan pupuk dasar sebanyak Rp 10 061 728.4 atau 7.25 persen, biaya pupuk daun sebesar Rp 12 970 751.85 atau 9,35 persen, biaya obat-obatan sebesar 3 763 761.47 atau 2.71 persen. Besarnya biaya yang dikeluarkan berdasarkan kebutuhan tanaman. Pemberian pupuk dan tanaman dilakukan pada selang waktu yang sama dimulai dari hari ke-7 setelah benih semai ditanam dilahan. Lain halnya biaya yang dikeluarkan oleh petani non SOP, biaya pupuk dasar sebesar Rp 8 523 623.85 atau 7,73 persen, biaya pupuk daun sebesar Rp 4 963 385.32 atau 4,5 persen, dan biaya obat-obatan sebesar Rp 2 215 596,33 atau 2,01 persen. Perbedaan biaya terjadi karena perbedaan penangan oleh petani non SOP, petani tersebut menggunakan dosis dan jenis pupuk juga obatobatan berdasarkan pengalaman mereka. Petani tersebut sebenarnya sudah mengetahui dosis yang dianjurkan dalam SOP, tetapi mereka tidak mau mengikuti karena alasannya sudah terbiasa walaupun hasil produksinya sedikit. Mereka menganggap SOP yang ditetapkan tersebut justru akan membuat produksi menurun. Nilai pada biaya sewa lahan antara petani SOP dan petani non SOP menunjukkan perbedaan, hal ini disebabkan karena biaya sewa lahan berdasarkan kesepakatan tawar-menawar harga antara petani dengan pemilik lahan. Biaya sewa lahan petani SOP lebih besar dibanding dengan petani non SOP, karena petani SOP selalu menggunakan lahan yang berpindah dalam setiap musim tanam sehingga diperlukan tawar-menawar harga dengan pemilik yang baru. Lain halnya dengan petani non SOP, lahan yang digunakan cenderung digunakan lebih dari satu kali sehingga ataupun jika pindah hanya bergeser tidak jauh dari lahan yang sebelumnya. Pemilik lahan karena ada unsur kepercayaan dan kekeluargaan maka biaya sewanya menjadi tidak begitu besar. Anjuran menurut SOP mengenai lahan yang digunakan adalah satu kali tanam dan jika ingin melakukan penanaman maka harus berpindah ke lahan lain karena setiap tanah memiliki unsur hara dan tingkat kesuburan yang apabila lahan tersebut digunakan terus menerus maka, lahan akan kehilangan unsur haranya sehingga tanaman cenderung kurang gizi yang nantinya akan mempengaruhi hasil produktivitas. Selanjutnya biaya saprodi yang meliputi biaya tali raffia, biaya tali blabar, biaya mulsa, dan biaya bensin untuk keperluan irigasi. Berdasarkan presentasi terhadap biaya total, baik usahatani SOP dan tidak menerapkan SOP menggunakan kebutuhan yang sama sesuai dengan luasan lahan. Sebagai cotoh : petani SOP yang memiliki luasan lahan 5 000 m2 akan menggunakan mulsa sebanyak 10 roll begitu pula dengan petani non SOP yang memiliki luasan lahan 5 000 m2 akan menggunakan mulsa sebanyak 10 roll. Pada biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan, baik petani SOP maupun petani non SOP keduanya memiliki biaya tidak tunai seperti biaya sekam,
36 biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan. Biaya sekam termasuk biaya yang diperhitungkan karena sekam yang digunakan sebagai media penyemaian adalah sekam busuk hasil dari petani padi sehingga didapat secara gratis atau hibah. Selain sekam, biaya tenaga kerja dalam keluarga termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan karena biaya tersebut tidak dikeluarkan secara tunai. Petani non SOP lebih banyak melibatkan tenaga kerja dalam keluarga untuk setiap aktivitas budidaya. Lain halnya dengan petani SOP, tenaga kerja dalam keluarga yang dilibatkan hanya sebagai mandor atau hanya membantu sesekali kegiatan budidaya dan tidak selalu ada di lahan. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan biaya tenaga kerja dalam keluarga, yaitu sebanyak Rp 2 239 814.81 atau 1.61 persen pada usahatani SOP dan sebesar Rp 3 272 222.22 atau 2.97 persen. Biaya selanjutnya adalah biaya penyusutan, biaya tersebut diperoleh dari alat-alat yang digunakan petani sebagai penunjang dalam kegiatan budidaya. Alat –alat yang digunakan antara lain seperti sprayer, cangkul, golok, gunting, ajir, palang, timbangan, keranjang, refractometer, selang, ember, drum dan mesin pompa. Penyusutan tersebut berdasarkan umur ekonomis setiap alat. Jumlah alat yang digunakan tidak terlalu diperhatikan dalam SOP karena hanya sebagai penunjang saja. Berdasarkan hasil analisis uji statistic uji-t diketahui bahwa terdapat perbedaan biaya total antara usahatani SOP dan usahatani non SOP pada taraf nyata 10 persen dengan nilai signifikasin 2 tailed sebesar 0.019 (Lampiran 8) begitu pula dengan biaya tunai diketahui bahwa terdapat perbedaan antara usahatani SOP dan usahatani non SOP pada taraf nyata 10 persen dengan nilai signifikasin 2 tailed sebesar 0.015 lebih kecil dari α 0.1 atau tolak Ho. (Lampiran 8). Pengaruh Standar Operasional Prosedur terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Penelitian ini mengelompokan petani responden menjadi dua yaitu petani SOP dan tidak menerapkan SOP. Perbedaan pada petani SOP adalah dari segi budidaya antara lain pemupukan, penanganan hama dan penyakit, ukuran bedengan, pengairan yang tingkat penerapannya lebih besar dari petani yang tidak menerapkan SOP. Hal tersebut akan memberikan pengaruh terhadap biaya, penerimaan, pendapatan dan efisiensi usahatani. Analisis yang digunakan adalah pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, analisis tersebut digunakan untuk membuktikan perbedaan biaya yang dikeluarkan oleh kedua tipe petani dan untuk mengetahui perbedaan keuntungan dari kegiatan usahatani melon SOP dan petani non SOP. Produksi Hasil penelitian ini, sebelumnya telah menjelaskan rerata produksi baik yang diperoleh dari petani SOP dan petani non SOP. Bahasan sebelumnya menunjukkan bahwa rerata produksi petani SOP lebih besar dari pada produksi petani non SOP. Masing-masing petani yang memiliki luasan lahan yang berbedabeda akan mempengaruhi jumlah produksi yang didapat dari budidaya melon.
37 Tabel 21 Produksi melon apollo tiap petani responden di Kota Cilegon 2014 Nama Petani
luasan lahan (m2)
Produksi (kg)
Produktivitas (kg/m2)
2 000 3 000 3 000 5 000 1 500 1 500 3 000 2 500
3 664.73 2 260.73 4 474.94 6 277.33 3 684.28 1 643.18 3 596.53 5 535.28
1.83 0.75 1.49 1.26 2.46 1.10 1.20 2.21
2 000 2 500 2 000 1 700 3 000 5 000
4 620.96 4 565.46 5 650.56 3 486.93 8 031.43 12 760.98
2.31 1.83 2.83 2.05 2.68 2.55
Petani non SOP Faiza Mashadi Sarwita Marjii Arifin Suyatna Ahmad Mahmud Nandang Petani SOP Syarifudin Asliyah Suryadi Rohmani Herman Andang sutisna Sumber : Data Primer, 2014
Hasil analisis perbandingan produksi dari petani melon SOP dan tidak menerapkan SOP diperoleh informasi bahwa produktivitas terbesar berasal dari petani SOP dibandingkan dengan petani non SOP. Petani non SOP menunjukkan produktivitas yang berbeda-beda setiap ukuran lahannya. Pada petani yang ukuran lahannya 1 500-5 000 m2 memiliki nilai produktivitas terendah sebesar 0,75 kg/m2 dan tertingggi sebesar 2.46 kg/m2. Produktivitas terendah berasal dari luasan lahan 3000 m2 dan sebesar 2.46 kg/m2 berasal dari luasan lahan 1500m2. Terdapat Perbedaan nilai produktivitas pada luasan lahan yang sama yaitu pada lahan 1500 m2 hal ini diakibatkan oleh lahan yang digunakan dan hama yang menyerang. Petani Arifin pada saat musim taman saat itu menggunakan lahan yang baru sedangkan petani Suyatna sudah pernah menggunakan lahan tersebut sebelumnya untuk usahatani melon varietas adinda. Petani Arifin dalam penanganan budidaya menyebutkan bahwa kebutuhan pupuk dan pemberian obat-obatan berdasarkan pengalaman dan lokasi penanaman bukan berada dilahan sawah yang tergabung dengan tanaman lainnya sehingga tanaman yang dibudidayakan tidak terpengaruhi hama dan penyakit dari tanaman lain. Lain halnya dengan nilai produktivitas yang berasal dari petani Mashadi sebesar 0.75 kg/m2 hal ini disebakan oleh lahan dan penangan budidaya. Lahan yang digunakan adalah lahan yang sudah dua kali digunakan sehingga kebutuhan gizi tanaman tidak dapat dipenuhi oleh tanah, dan pupuk yang diberikan pada lahan sebagai pupuk dasar pun tidak sesuai dengan anjuran SOP, kebutuhan pupuk tanaman dan obat-obatan yang digunakan berdasarkan pengamalan berusahatani yang diyakini. Seperti petani Arifin, biasanya jika lahan yang digunakan belum pernah digunakan untuk budidaya melon maka produksinya akan baik. Begitupula yang terjadi pada petani Mashadi saat menggunakan lahan pertama kali memiliki nilai produktivitas yang tinggi menurutnya, tetapi karena lahan yang digunakan tidak berpindah maka produksi menjadi menurun sedang penggunaaan pupuk dan obatobatan pun tidak mengikuti anjuran. Sama halnya dengan petani yang ditelah dijelaskan, petani Ahmad Mahmud, Sarwita, Maji’I, Nandang dan Faiz, mereka
38 menggunakan lahan lebih dari satu kali dan penggunaan pupuk dan obat-obatan didasarkan dari pengalaman. Pengalaman berusahatani melon sebelumnya dikatakan petani menunjukkan hasil produksi yang lebih tinggi dibanding produksi saat ini yang mengalami penurunan. Hasil analisis pada sebagian petani SOP diperoleh nilai produktivitas diatas 2 kg/m2, tetapi terdapat satu petani yang nilai produktivitasnya dibawah 2 yaitu petani dengan luasan lahan 2500 m2 sebesar 1.83 kg/m2, artinya setiap luasan seribu meter persegi lahan akan menghasilkan produksi melon sebesar 1830 kg, nilai produktivitas yang didapat oleh petani tersebut merupakan nilai produktivitas terendah dibanding petani SOP yang lainnya. Hal ini dikarenakan hama dan penyakit yang terserang pada tanaman sehingga tanaman menjadi layu, hama yang mengganggu berada pada akar tanaman, menurut petani jika hama menyerang tanaman maka tanaman harus dicabut hingga ke akar-akarnya. Produktivitas tertinggi pada petani SOP memiliki nilai sebesar 2.83 kg/m2 dengan luasan lahan 2 000 m2 artinya setiap luasan lahan seribu meter persegi memiliki produksi melon apollo sebesar 2 830 kg. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa apabila menerapkan SOP sesuai dengan anjuran maka akan diperoleh produktivitas yang baik dengan produktivitas terendah sebesar 1.83 kg/m2 dan produktivitas tertinggi sebesar 2.83 kg/m2 dengan selisih 1 kg/m2. Berbeda dengan produktivitas jika tidak menerapkan SOP seperti yang telah dijelaskan, selisih produktivitasnya sebesar 1.71 kg/m2. Analisis Pendapatan Total Petani SOP dan Petani non SOP Besarnya pendapatan setiap petani berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh struktur biaya dan produksi yang dihasilkan. Pada bahasan sebelumnya telah diketahui bahwa rata-rata struktur biaya petani SOP lebih besar jika dibandingkan dengan struktur biaya non SOP. Struktur biaya setiap petani terdapat dalam Lampiran 3. Berdasarkan hasil analisis pendapatan petani melon non SOP memiliki pendapatan terendah sebesar Rp – 4 590 319.99 dengan luasan lahan sebesar 1500 m2 dan pendapatan tertinggi sebesar Rp 29 297 866.68 dalam luasan lahan 2500 m2. Pendapatan yang diperoleh oleh petani Mashadi bernilai negatif karena penerimaan lebih kecil dibandingkan dengan biaya total yang dikeluarkan dalam budidaya. Terdapat dua orang petani yang memiliki pendapatan bernilai negatif yaitu sebesar Rp -6 590 541.66. Dengan luasan lahan 3300 m2. Petani yang memiliki pendapatan negatif adalah petani yang sangat tidak mengikuti anjuran SOP baik dalam penggunaan input, jumlah tenaga kerja dan lahan. Seperti yang telah dijelaskan bahwa input merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan usahatani. Berdasarkan hasil analisis efisiensi perbandingan nilai R/C diketahui bahwa nilai yang diperoleh petani yang memiliki pendapatan negatif adalah 0.77 dan 0.78. Nilai R/C yang kurang dari satu menunjukkan bahwa usahatani tidak layak untuk dilakukan. Karena jika petani mengeluarkan biaya sebesar Rp 1 000 000 maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 770 000 dan Rp 780 000. Setiap petani yang tidak mengikuti anjuran SOP, memiliki pengalaman dan cara budidaya masing-masing. Pada struktur biaya terdapat input yang digunakan seperti kebutuhan benih, kebutuhan pupuk dan kebutuhan tenaga kerja.
39 Tetapi terdapat beberapa petani non SOP memiliki pendapatan baik, hal ini dikarenakan beberapa petani tersebut menggunakan input yang tidak sesuai dengan SOP pada bagian bagian tertentu seperti penggunaan dosis baik pupuk maupun obat-obatan, penggunaan jenis pupuk dan obat dan kondisi lingkungan yang baik menyebabkan pendapatan bernilai besar, berdasarkan nilai R/C tertinggi pada petani non SOP memiliki RC sebesar 2,05 artinya setiap biaya Rp 1 000 000 yang dikeluarkan petani akan memberikan penerimaan sebesar Rp 2 050 000 hal ini menjelaskan bahwa usahatani layak untuk dijalankan. Tabel 22 Pendapatan atas biaya total usahatani melon apollo di Kota Cilegon 2014 Biaya total (Rp)
R/C atas biaya total
37 299 015
23 646 822.21
1.58
-6 590 541.66
22 549 215
29 139 756.66
0.77
21 235 693.34
46 275 210
25 039 516.66
1.85
29 149 608.35
64 135 365
34 985 756.65
1.83
Arifin
1 500
18 847 470.01
37 362 420
18 514 949.99
2.02
Suyatna
1 500
-4 590 319.99
16 661 130
21 251 449.99
0.78
Ahmad Mahmud
3 000
5 988 105.01
36 622 455
30 634 349.99
1.20
Nandang Petani SOP
2 500
29 297 866.68
57 217 050
27 919 183.32
2.05
Syarifudin
2 000
18 722 927.12
47 763 780
29 040 852.88
1.64
Asliyah
2 500
7 893 656.68
47 206 200
39 312 543.32
1.20
Suryadi
2 000
27 486 489.34
58 507 620
31 021 130.66
1.89
Rohmani
1 700
7 015 041.68
35 889 255
28 874 213.32
1.24
Herman
3 000
40 390 121.68
82 834 305
42 444 183.32
1.95
5 000 Andang Sumber : Data primer, 2014
79 497 791.35
132 821 820
53 324 028.65
2.49
luasan lahan (m2)
Pendapatan atas biaya total (Rp)
Faiza
2 000
13 652 192.79
Mashadi
3 000
Sarwita
3 000
Marjii
5 000
Nama Petani
Penerimaan (Rp/kg)
Petani non SOP
Jika dibandingkan dengan petani SOP, diketahui tidak terdapat petani yang pendapatannya bernilai negatif dengan pendapatan terendah sebesar Rp 7 015 041.68 dengan luasan lahan 1 700 m2 dan pendapatan tertinggi sebesar Rp 79 497 791.35 dengan luasan lahan 5 000 m2. Berdasarkan nilai R/C tertinggi yang diperoleh sebesar 2.49 artinya setiap biaya yang dikeluarkan Rp 1000 000 akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 2 490 000. Sedangkan nilai R/C terendah pada usahatani non SOP sebesar 1.20 artinya setiap biaya yang dikeluarkan Rp 1 000 000 maka akan mendapat penerimaan sebesar Rp 1 200 000. Hal ini menjelaskan bahwa usahatani SOP layak dijalan kan karena memiliki R/C > 1. Nilai pendapatan yang paling rendah pada usahatani SOP dikarenakan petani sudah melaksanakan kegiatan budidaya sesuai anjuran dalam SOP tetapi menurut petani faktor yang tidak dapat dihindari adalah cuaca, menurutnya pada saat musim tanam ketika melon berusia 45 hari saat buah tersebut dihentikan penyiraman dan pemberian pupuk juga obat-obatan dan hanya membutuhkan panas matahari yang terik tetapi cuaca saat itu sedang hujan dan mendung
40 sehingga banyak tanaman yang mati akibatnya buah tidak dapat dipanen. Tanaman melon pada dasarnya tidak dapat ditanam secara terus menerus setelah panen karena melon apollo merupakan jenis buah buahan musiman. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa apabila petani mengikuti anjuran SOP dengan benar maka tidak akan diperoleh pendapatan yang negatif. Dan jika dibandingkan pada luasan lahan yang sama yaitu 5 000 m2 pada petani SOP diperoleh pendapatan sebesar Rp 79 497 791.35 dan pada petani non SOP diperoleh pendapatan sebesar Rp 29 149 608.35. Hal ini membuktikan bahwa pendapatan petani SOP lebih besar dari pada pendapatan petani non SOP. Tetapi jika diuji secara statistik uji-t sampel bebas rata-rata pendapatan total antara usahatani melon apollo SOP dengan usahatani melon non SOP tidak berbeda nyata pada alpha 10 persen dengan nilai signifikansi 2 tailed sebesar 0.157 artinya tidak terdapat perbedaan pendapatan total antara petani SOP dengan petani non SOP (Lampiran 8), berbeda dengan pendapatan tunai hasil uji beda menunjukkan bahwa nilai signifikansi 2 tailed < 10 persen, yaitu 0.088 artinya terdapat perbedaan pendapatan atas biaya tunai antara usahatani SOP dan non SOP (tolak Ho). Hasil Analisis Pendapatan tunai Petani Melon Apollo Dalam penelitian ini analisis pendapatan yang dilakukan meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan analisis pendapatan atas biaya tunai. Pada komponen biaya,biaya yang di keluarkan oleh petani untuk usahatani melon terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang meliputi biaya benih, biaya pupuk dasar, biaya semai, biaya pupuk tanaman, biaya hama dan penyakit (insektisida, herbisida, fungsida), tenaga kerja luar keluarga, serta mulsa, tali raffia, tali blabar, irigasi dan biaya sewa lahan. Sedangkan yang termasuk dengan biaya tidak tunai adalah biaya sekam, biaya penyusutan alat, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.
50
50 37.5
40 Persentase (%)
50
30
37.5 25
SOP
20 10
Non SOP 0
0 < 1 juta
>7-19 juta
>19 juta
Gambar 4 Persentase pendapatan tunai usahatani melon apollo Kota Cilegon 2014 Sumber : Data primer, 2014
Secara umum usahatani melon SOP sebanyak 50 persen memiliki pendapatan tunai di atas Rp 7 000 000, sementara usahatani melon non SOP
41 hanya 25 persen (Gambar 4). Pada kegiatan usahatani SOP tidak ada petani yang memiliki pendapatan tunai kurang dari Rp 1 000 000, sedangkan pada usahatani non SOP sebanyak 37.5 persen. Usahatani SOP mampu memiliki pendapatan usahatani melon di atas Rp 19 000 000.00 sebesar 50 persen sedangkan usahatani melon non SOP sebanyak 37.5 persen (Gambar 4). Artinya usahatani SOP tidak memerlukan biaya tunai lebih besar dari pada penerimaannya sehingga pendapatan atas biaya tunai pada usahatani SOP lebih tinggi walaupun biaya tunai yang dikeluarkan petani SOP lebih besar dibanding dengan petani non SOP. Sehingga didapat informasi bahwa pendapatan yang diterima petani SOP memiliki pendapatan tinggi, hal diperkuat dengan uji-t sampel bebas rata-rata pendapatan tunai antara usahatani melon SOP dengan usahatani melon non SOP berbeda nyata pada alpha 10 persen karena nilai signifikansi 2 tailed sebesar 0.088 lebih kecil dari α 0.1 (Lampiran 8). Besarnya pendapatan atas biaya tunai setiap petani berbeda-beda baik pada usahatani SOP dan usahatani non SOP. Perbedaan pendapatan atas biaya tunai disebabkan oleh biaya tunai yang dikeluarkan setiap petani. Tabel 23 Pendapatan atas biaya tunai usahatani melon apollo di Kota Cilegon 2014. Nama petani
Luasan lahan (m2)
Penerimaan (Rp)
Total biaya tunai (Rp)
Pendapatan tunai (Rp)
R/C
Petani non SOP Faiza
2 000
18 324 000
18 975 015
2.04
3 300
37 299 015 22 549 215
Mashadi
23 676 240
-1 127 025
0.95
Sarwita
3 000
46 275 210
17 728 740
28 546 470
2.61
Marjii
5 000
64 135 365
28 236 240
35 899 125
2.27
Arifin
1 500
37 362 420
12 064 100
25 298 320
3.10
Suyatna Ahmad Mahmud
1 500
16 661 130
14 264 100
2 397 030
1.17
36 622 455
21 812 000
14 810 455
Nandang Petani SOP
2 500
57 217 050
18 158 500
39 058 550
3.15
Syarifudin
2 000
47 763 780
23 687 114
24 076 666
2.02
Asliyah
2 500
47 206 200
30 220 860
16 985 340
1.56
Suryadi
2 000
58 507 620
23 867 114
34 640 506
2.45
Rohmani
1 700
35 889 255
22 948 530
12 940 725
1.56
Herman
3 000
82 834 305
33 268 500
49 565 805
2.49
5 000 Andang Sumber : Data Primer, 2014
132 821 820
46 445 012
86 376 808
2.86
3 000
1.68
Berdasarkan analisis diketahui bahwa terdapat petani non SOP memiliki pendapatan tunai negatif yaitu sebesar Rp -1 127 025 pada luasan lahan 3300 m2. Pada analisis sebelumnya petani tersebut juga memiliki nilai pendapatan total yang negatif. Nilai pendapatan tunai yang negatif menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani mashadi memerlukan biaya yang besar tetapi penerimaannya kecil. Untuk mengetahui efisiensi dari pendapatan tunai maka digunakan perbandingan R/C. Nilai R/C tunai yang diperoleh sebesar 0.95
42 artinya setiap Rp 1 000 000 biaya tunai yang dikeluarkan, maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 950 000. Nilai R/C < 1 menjelaskan bahwa usahatani tersebut tidak layak untuk dilanjutkan. Berbeda dengan petani lain non SOP memiliki pendapatan tunai paling tinggi sebesar Rp 39 058 550 pada luasan lahan 2500 m2. Nilai R/C tunai sebesar 3.15. Menurut hasil analisis, nilai R/C tersebut merupakan nilai R/C tertinggi baik padan usahatani non SOP maupun pada usahatani SOP. Artinya usahatani petani Nandang layak untuk dilanjutkan karena jika petani mengeluarkan biaya tunai sebesar Rp 1 000 000 maka penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 3 150 000. Pendapatan tunai yang diperoleh menunjukkan bahwa usahatani tidak memerlukan biaya usahatani yang besar. Tetapi berdasarkan data memiliki keragaman yang tinggi, sehingga usahatani non SOP tidak dapat dikatakan layak karena terdapat petani yang mengalami pendapatan negatif selain itu, pendapatan terdapat pula nilai pendapatan sebesar Rp 2.397.030 pada luasan lahan 1500 m2. Artinya pada usahatani non SOP masih terdapat kemungkinan memiliki pendapatan yang rendah.
Jika dibandingkan dengan usahatani SOP, diketahui bahwa tidak terdapat petani yang memiliki pendapatan tunai negatif, pendapatan tunai paling rendah sebesar Rp 12.940.725 pada luasan lahan 1700 m2 dan nilai tertinggi pendapatan tunai sebesar Rp 86.376.808 dengan luasan lahan 5000 m2. Nilai R/C tertinggi sebesar 2,86 dan paling rendah sebesar 1,56. Secara umum berdasarkan data baik nilai pendapatan tunai maupun nilai R/C menunjukkan hasil yang baik karena pada usahatani melon yang menerapakan SOP tidak terdapat kerugian, maka kegiatan usahatani tersebut layak dilanjutkan. Analisis Rata-rata Pendapatan Petani Melon Apollo Hasil analisis tiap petani yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total pada budidaya melon yaitu usahatani SOP memiliki pendapatan yang lebih besar dari pada usahatani melon non SOP. Hal ini dikarenakan penerapan SOP menggunakan sarana produksi yang lebih besar dan memiliki penerimaan yang lebih besar pula, sehingga mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dari usahatani yang tidak menerapakan SOP. Berdasarkan hasil analisis usahatani di Kota Cilegon dan hasil uji-t sampel bebas maka didapat informasi semakin tinggi penerapan SOP memberikan penggaruh pada penerimaan petani akan meningkatkan pendapatan tunai dan total. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai pada usahatani melon SOP sebanyak Rp 138.162.696,56 sedangkan rata-rata pendapatan tunai pada usahatani melon non SOP adalah Rp 70.654.173,72. Usahatani melon SOP mempunyai rata-rata pendapatan atas biaya total Rp 111.261.571,77 sementara rata-rata pendapatan atas biaya total usahatani Melon non SOP Rp 35.684.972,82 (Tabel 24). Berdasarkan informasi maka didapat kesimpulan bahwa pendapatan usahatani melon baik tunai maupun total pada usahatani SOP lebih tinggi dari usahatani melon non SOP.
43 Tabel 24 Analisis pendapatan usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 2014 No 1. 2. 3. 4. 5 6
Uraian
Ushatani non SOP
Usahatani SOP
Pendapatan Total (Rp/Ha) Pendapatan Tunai (Rp/Ha) R/C Total R/C Tunai Return to total capital (%) Retutn to labor(Rp/Ha)
Sumber : Data primer, 2014
111 261 571.77 138 162 696.56 1.80 2.23 78.57 104 504 319.5
35 684 972.82 70 654 173.72 1.32 1.93 29.40 30 316 163.75
Analisis rasio R/C (revenue and cost ratio) menunjukkan perbandingan antara penerimaan dan biaya usahatani. Nilai dari R/C menunjukkan pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima pengelola usahatani atas setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. R/C ratio yang digunakan pada penelitian ini meliputi R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total. R/C ratio atas biaya tunai pada usahatani melon SOP adalah 2.23 dan R/C ratio atas biaya tunai pada usahatani Melon non SOP adalah 1.93. Nilai tersebut mempunyai makna bahwa setiap satu juta rupiah biaya yang dibayarkan pada usahatani SOP, usahatani tersebut mendapatkan penerimaan usahatani Melon sebesar Rp 2 330 000 dan usahatani melon non SOP akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1 930 000. Hal ini disebabkan keragaman dari nilai R/C ratio atas biaya tunai sangat tinggi.
Persentase (%)
80 66.67 60
50
40
33.33
SOP 37.5
Non SOP
12.5
20 0 0
0-1
1,1-2
2,01- < 3
Gambar 5 Persentase R/C ratio atas biaya tunai usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon Sumber : Data Primer, 2014
Pada kegiatan usahatani SOP tidak ada petani yang memiliki R/C kurang dari 1, sedangkan pada usahatani non SOP sebanyak 12.5 persen. Usahatani melon SOP sebanyak 33.33 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya tunai di atas 2 sedangkan usahatani melon non SOP sebanyak 50 persen. Usahatani melon SOP sebanyak 66.67 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya tunai diatas 2 sedangkan usahatani melon non SOP sebanyak 37.5 persen. Hal ini menjelaskan
44 bahwa petani SOP memiliki nilai R/C ratio atas biaya tunai lebih besar. Hal ini diperkuat dengan hasil uji-t saling bebas yaitu terdapat perbedaan R/C ratio atas biaya tunai antara usahatani SOP dengan non SOP pada taraf nyata 10 persen dengan nilai p value sebesar 0.043 (Lampiran 8).
Persentase (%)
100
83.33
80 60 40 20
SOP
37.5
37.5
Non SOP 16.67
0
25
0 0-1
1.1-2
2.01- < 3
nilai R/C
Gambar 6 Persentase R/C ratio atas biaya total usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon Pada Usahatani melon SOP tidak ada petani yang memiliki R/C dibawah 1 sedangkan pada petani non SOP sebanyak 37.5 persen. Usahatani melon SOP sebanyak 83.33 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya total di atas 1.1 sedangkan usahatani melon non SOP hanya 37.5 persen. Usahatani melon SOP sebanyak 16.67 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya total di atas 2 sedangkan usahatani melon non SOP sebanyak 25 persen. (Tabel 24). Hal ini membuktikan bahwa tingkat penerapan SOP memberikan pengaruh pada efisiensi usahatani yang dilihat dari analisis biaya total. Berdasarkan hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diinformasikan bahwa usahatani melon SOP merupakan usahatani yang menguntungkan karena mempunyai nilai R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total yang lebih dari satu. Sehingga nilai R/C ratio atas biaya total yang lebih dari satu menjelaskan bahwa penerimaan usahatani mencukupi untuk memberikan imbalan atas semua input usahatani (biaya tunai dan biaya diperhitungkan) dan usahatani masih mendapatkan sisa penerimaan tersebut yang disebut dengan pendapatan (Musyarofah 2013). Imbalan bagi modal petani (Return to Total Capital) pada penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu imbalan kepada seluruh modal dan imbalan kepada modal petani. Tetapi karena modal yang digunakan oleh petani melon merupakan modal sendiri sehingga tidak memiliki pinjaman. Suku bunga yang digunakan untuk menghitung persen bunga dari modal sendiri menggunakan suku bunga deposito. Suku bunga selama kegiatan usahatani berlangsung sebesar 4.87 persen baik bagi petani SOP maupun non SOP. Rata-rata imbalan bagi total modal petani SOP adalah Rp 109 017 928.3 petani memperoleh imbalan bagi modal karena rasio imbalan bagi modal terhadap modal yang dimiliki petani adalah sebesar 0.785. Artinya rata-rata petani memperoleh imbalan 78.5 persen yang artinya setiap Rp.1,- modal yang dimiliki akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 78.5 Hasil perhitungan menunjukkan imbalan bagi modal yang diterima
45 petani lebih tinggi dari pada biaya modal yang dikeluarkan dalam mengelola usahatani melon. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani melon SOP secara ekonomis menguntungkan karena imbalan yang diterima petani atas kepemilikan lahannya mampu memberikan imbalan yang besar bagi faktor produksi modal yang telah dipergunakan dalam kegiatan usahataninya. Pada petani non SOP, rata-rata imbalan bagi total modal petani non SOP adalah Rp 32 411 290.85 petani tidak memperoleh imbalan bagi modal karena rasio imbalan bagi modal terhadap modal yang dimiliki petani adalah sebesar 0.294. Hal ini menjelaskan bahwa rata-rata petani memperoleh imbalan 29.40 persen yang artinya setiap Rp.1,- modal yang dimiliki akan mendapatkan kerugian sebesar Rp. 70.60. Hasil perhitungan menunjukkan imbalan bagi modal yang diterima petani lebih rendah dari pada biaya modal yang dikeluarkan dalam mengelola usahatani melon. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani melon SOP secara ekonomis tidak menguntungkan karena imbalan yang diterima petani atas kepemilikan lahannya tidak mampu memberikan imbalan bagi faktor produksi modal dalam usahatani melon. Dalam penelitian ini imbalan bagi tenaga kerja (Return to Labour) merupakan pengukuran pendapatan yang diterima petani sebagai tenaga kerja dalam kegiatan usahataninya. Petani dalam pelaksanaan kegiatan usahataninya cenderung untuk menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga tetapi petani tidak menyerahkan segala kegiatan lapangan kepada tenaga kerja luar keluarga, sebagian kegiatan juga dilakukan oleh petani tersebut yang melibatkan anak atau istrinya. Rangkaian kegiatan yang padat menyebabkan petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga lebih banyak sehingga biaya yang harus dikeluarkan sebagai upah semakin besar besar. Pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa rata-rata imbalan bagi tenaga kerja per petani SOP maupun tidak menerapkan SOP masing-masing adalah Rp 104 504 319 dan Rp 30 316 163 75. Rata-rata upah tenaga kerja yaitu Rp 77 000 per HOK untuk petani SOP. Hasil perhitungan ini, menunjukkan imbalan bagi tenaga kerja lebih tinggi dari pada rata-rata upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian Rp 50 000 – 60 000. Ini berarti bahwa usahatani melon secara ekonomis menguntungkan. Pendapatan tenaga kerja lebih besar dari pada upah biaya kegiatan sarana produksi karena pendapatan tersebut diperoleh dari hasil usaha dalam mengolah modal dengan biaya yang dikeluarkan sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesarbesarnya. Hasil Uji Beda Usahatani Melon Apollo SOP dengan Non SOP Uji beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur perbedaan secara statistik nilai pendapatan, biaya, penerimaan dan produksi antara usahatani SOP dan non SOP. Jika nilai sig pada uji beda lebih dari nilai alpha yaitu sebesar 10 persen (0,10) maka terima H0 atau variabel pada usahatani melon apollo SOP sama dengan variable melon apollo non SOP. Apabila nilai sig. kurang dari nilai alpha 10 persen (0,10) maka tolak H0 atau variabel pada usahatani melon apollo SOP berbeda dengan variable melon apollo non SOP. Hasil uji beda usahatani melon apollo SOP dan non SOP dapat dilihat pada tabel 25.
46 Tabel 25 Hasil uji beda pada alpa 10 persen Uraian Produktivitas Penerimaan Biaya total Biaya tunai Pendapatan atas biaya total Pendapatan atas biaya tunai R/C atas total biaya R/C atas biaya tunai
Sumber : Data primer, 2014
T-Hitung -3.01 -1.968 -1.512 -1.856 -2.721 -2.835 -0.816 1.716
df 12 12 12 12 12 12 12 12
Sig 2 tailed 0.011 0.073 0.019 0.015 0.157 0.088 0.431 0.112
Berdasarkan hasil uji beda pada usahatani melon apollo SOP dan non SOP diketahui bahwa variable produktivitas, penerimaan, biaya total, biaya tunai, pendapatan atas biaya tunai pada usahatani SOP berbeda dengan usahatani non SOP. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai sig dari masing-masing variabel bernilai lebih kecil dari nilai alpha 10 persen. Perbedaan tersebut terjadi karena secara rata-rata penggunaan input seperti benih, pupuk, dan tenaga kerja serta biaya pada struktur biaya yang dikeluarkan oleh petani SOP lebih besar dari pada petani non SOP. Perbedaan penerapan SOP dan non SOP terletak pada penggunaan input yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Selain dari nilai sig, nilai t hitung menunjukan angka yang lebih kecil dari t tabel, artinya tolak H0 pada taraf 10 persen. Secara rata-rata hasil pengujian pendapatan atas biaya total, R/C atas biaya total, dan R/C atas biaya tunai menunjukan bahwa nilai sig lebih besar dari nilai alpa 10 persen hal tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan atas biaya total dan R/C antara usahatani SOP dengan usahtani non SOP. Hal ini terjadi karena penerimaan yang diterima masing-masing petani baik yang menerapkan SOP maupun non SOP memiliki penerimaan yang besar hanya dua orang petani saja yang memiliki nilai penerimaan rendah sehingga menyebabkan pendapatan bernilai negatif dan bagi petani SOP juga terdapat dua orang petani yang memiliki penerimaan rendah tetapi pendapatannya tidak ada yang negatif (Tabel 22). Sama halnya dengan nilai R/C yang tidak terdapat perbedaan antara usahatani SOP dan non SOP di karenakan sebaran nilai R/C petani yang tidak menerapkan SOP ada yang memiliki nilai diatas 3 sedangkan usahatani SOP nilai R/C tertinggi petani melon apollo hanya 2,49 dan jika berdasarkan dari keragaman R/C non SOP memiliki keragaman yang tinggi dibandingkan dengan keragaman R/C SOP yang memiliki keragaman rendah (Lampiran 6 dan 7).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari penelitian dapat dilihat terdapat beberapa perbedaan pada keragaan usahatani melon apollo di Kota Cilegon antara petani SOP dan petani non SOP. Aktivitas pemupukan, petani SOP menggunakan pupuk, baik organik maupun an-organik dalam jumlah yang sesuai dengan anjuran
47 dalam SOP dibandingkan petani non SOP. Aktivitas penanganan hama dan penyakit, petani SOP seluruhnya menggunakan fungisida, insektisida sesuai dengan dosis dan jadwal yang dianjurkan dalam SOP atau lebih intensif dan petani non SOP menggunakan fungsida dan herbisida tidak sesuai dosis dan jadwal . Aktivitas pengairan antara petani SOP dan Petani non SOP sama, yaitu menyesuaikan dengan lokasi dan keadaan tanaman. Lahan yang digunakan oleh petani SOP adalah lahan yang baru digunakan pertamakali untuk usahatani melon sedangkan beberapa petani non SOP menggunakan lahan yang sudah lebih dari satu kali untuk usahatani melon. 2. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan tunai maupun pendapatan total usahatani melon apollo dengan SOP lebih besar dibandingkan dengan usahatani melon apollo non SOP. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh dalam usahatani melon apolllo dengan SOP lebih besar dibandingkan dengan usahatani non SOP. Hal ini disebabkan hasil produksi melon apollo dengan SOP lebih besar sedangkan petani yang tidak menerapkan SOP memiliki produksi yang lebih kecil karena panen yang dialami kurang baik. Biaya yang dikeluarkan usahatani melon apollo dengan SOP juga lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani non SOP karena input yang digunakan usahatani SOP lebih banyak dibandingkan dengan usahatani non SOP. Berdasarkan hasil pengujian secara statistik, diketahui terdapat perbedaan usahatani yang tidak menerapkan SOP dan non SOP pada produksi, biaya tunai, biaya non tunai, penerimaan dan pendapatan atas biaya tunai. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini maka saran yang diberikan adalah: 1. Perlu dilakukan pemberian informasi yang lengkap mengenai penerapan dan manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada seluruh petani melon apollo karena banyak petani yang belum menyadari manfaat penerapan SOP. 2. Penyuluhan dari dinas terkait terhadap penerapan SOP dilakukan secara konsisten agar petani dapat lebih terarah dalam menjalankan usahataninya.
DAFTAR PUSTAKA Arumnigtyas M. 2006. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran Melon (Kasus : desa Mateseh Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Asmara R dan Sulistya A. 2008.Efisiensi Usahatani Melon (Cucumis melo L). Studi Kasus di Desa Kori Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. [Jurnal]. Vol III. No.1
48 [BPS]. Badan Pusat Statistik. Produksi Sayuran dan Buah-Buahan Semusim di Indonesia. 2008-2012 2013.Jakarta. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2014. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia. Jakarta Chaerningrum R. 2010. Analisis Usahatani Pepaya California (Kasus Desa Cikopo Mayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. [Deptan]. Departemen Pertanian. 2012. Panduan Budidaya Buah yang Benar (Good Agriculture Practices) Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Hortikultura. Jakarta. Dillon JL, Hardaker JB , Soekartawi, Soehardjo A. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Dalimunthe SF. 2008. Analisis Usahatani Nenas Dengan Standar ProsedurOperasional (SPO) (Kasus : Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk KabupatenBogor). [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. [Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2004. Direktorat Tanaman Buah. Departemen Pertanian. Melon. [Direktorat Pasca Panen]. 2012. Standar Prosedur Operasional Melon Bogor. Bogor. Hadisapoetro S. 1973. Biaya dan Pendapatan di dalam Usahatani. Departemen Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. [dalam Handayani M, dkk. 2005. Pendapatan Tenaga Kerja Keluarga pada Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Jurnal. Vol 1. No 2]. Hartanti DS. 2010. Implikasi Penerapan Standar Operasional Prosedur (Sop) terhadap Pendapatan Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penerbit Swadaya. Jakarta Kusumasari WT. 2013. Analisis Efisiensi Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Melon (Cucumis melo L) di Kabupaten Sragen. [Skripsi]. Fakultas Pertanian UNS Lisanti Y.2014. Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat. [Skripsi]. IPB Maya D. 2006. Analisis Efesiensi Harga Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok (kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang). [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Departemen Sosial-Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Musyarofah A. 2014. FAktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) oleh Petani Padi di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. [PKBT]. Pusat Kajian Buah Tropika. Ekspor buah-buahan Indonesia. Bogor Setiadi. 1985. Bertanam Melon Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta
49 Simatupang JT. 2005. Analisis Ekonomi Usahatani dan Tingkat Efisiensi Pencurahan Tenaga Kerja pada Usahatani Melon. [Jurnal]. Ilmu Pertanian Vol 3 No 2 (9-13). Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi - Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Sundari MT. 2011. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Wortel di Kabupaten Karang Anyar. [Jurnal]. SEPA : Vol. 7 No.2 Rifiana. 2012. Analisis Imbalan Faktor Produksi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Banjar. [Jurnal] Vol 2 No.1. Widianingsih, A. 2008. Analisis Usahatani dan Pemasaran Pepaya California Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Verryca S. 2011. Analisis Break even point (BEP) benih melon dalam Usaha Pembenihan di CV. Multi Global Agrondo (MGA) Kabupaten Karanganyar. [Skripsi]. UNS Yekti A. 2005. Efisiensi Ekonomi Usahatani Melon di Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. Jurnal Ilmu Pertanian Vol 1 No1 Zamani A. 2008. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi (Averrhoa Carambola L). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
50
51
LAMPIRAN
52
53 Lampiran 1 Daftar nama kelompok tani melon apollo, di Kota Cilegon 2013 No
Nama Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ipik Majawangi Temiang Sejati Sondol Jaya Makmur Jaya Sangkan Makmur Combrang Kepindis Harapan Tani Suka Tani Melon Mas Gemilang
11 12
Taruna Karya
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Harapan Tani I Terate I Blok Bayur Mutiara Kali Tegal Kaltim Jaya Muda Tani Jaya Makmur Perintis Alam Ma'mur
Holani Ahmad Juhri Satiri Hasbunah Haerudin Jahisan Ali Musa Sahlani Marji'i Rohmani
Alamat Kecamatan Grogol Grogol Citangkil Citangkil Cibeber Cibeber Cibeber Pulomerak Purwakarta Jombang
Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda
Mashadi Masdik
Jombang
Golden Apollo / Adinda
Jombang
Golden Apollo / Adinda
Cilegon Grogol Citangkil Purwakarta Citangkil Cibeber Cibeber Jombang Pulomerak Pulomerak
Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda Golden Apollo / Adinda
Ketua Kelompok
H. Ahmad Mahmud Edi Sutarwan Arba'in Syarifudin Hartono Badri Abd. Hak H. Sunhaji A. Arifin Rahmat Nasrudin Iwan Irwansyah
Varietas
54 Lampiran 2 Komponen Penerapan SOP melon varietas apolllo No.
Komponen Penerapan SOP
Anjuran
1 2 3 4
Mutu Benih Pemakaian Benih/Ha Perlakuan Benih Pra Semai Pembajakan Lahan
5
Pembuatan Bedengan
6 7 8 9 10 11
Umur Tanam Benih Jumlah Bibit Per Lubang Jarak antar tanaman Jarak Tanam pada bedengan Pengairan Saat Tanam Pengairan Sebelum Panen
12
Penyiangan dan perompesan
13 14
Dosis Pupuk Kompos Dosis Pupuk Anorganik
16
Dosis Pupuk Daun
Import, hibrida F1 18.000 - 20.000 biji/ha. Perendaman air hangat ±40oC 1 kali bajak dan 1 kali garu Tinggi 30 cm, Lebar bedengan 100-110 cm, Lebar Parit 50-60 cm 5-7 hari 1 bibit 60 x 70 cm dalam baris 50 x 60 cm antar baris 1 – 2 hari sekali, pagi atau sore Pengairan dihentikan saat usia tanaman 45-50 hari Rompes tunas : ruas 1-10 di rompes, ruas 11-13 dibiarkan, ruas 13 sudah tumbuh buah dipilih satu. 10-12 Ton/Ha 1 ton/Ha NPK, Pospat dan Kalium dilarutkan pada air dengan sistem kocor sebanyak 250 ml larutan pupuk per tanaman. 4 HST 2 gram/pohon 9 HST 4 gram/pohon 14 HST 6 gram/pohon 19 HST 8 gram/pohon 24 HST 9 gram/pohon 29 HST 10 gram NPK, 3 gram Pospat perpohon 33 HST 15 gram NPK, 3 gram Pospat dan 2 gram Kalium perpohon 37 HST 15 gram NPK, 1.5 gram Pospat dan 6 gram Kalium perpohon 41 HST 15 gram NPK dan 7 gram Kalium perpohon 45 HST 10 gram NPK dan 7 gram Kalium perpohon 49 HST 6 gram NPK dan 7 gram Kalium perpohon jadwal pengendalian hama dan penyakit mengikuti jadwal pemberian pupuk (dilampirkan) Dilakukaan saat usia tanaman 52-55 hari
Susulan ke-1 Susulan ke-2 Susulan ke-3 Susulan ke-4 Susulan ke-5 Susulan ke-6 Susulan ke-7 Susulan ke-8 Susulan ke-9 Susulan ke-10 17 18
Susulan ke-11 Pengendalian Hama dan Penyakit Panen
Sumber : BPTP Banten 2014
55 Lampiran 3 Struktur biaya Petani Mashadi tahun 2014 No
Uraian
Jumlah
Usahatani non SOP Harga Satuan
Nilai
Biaya Tunai 1.00 Benih 2.00 Pupuk Dasar
10.00
560000.00
5600000 0.00
SP-36
2.00
115000.00
230000.00
5.00 4.00
30000.00 480000.00
5.00 6.00
10000.00 26000.00
150000.00 1920000.00 2300000.00 0.00 50000.00 156000.00
130000.00 115000.00 350000.00 1600.00
206000.00 0.00 858000.00 345000.00 350000.00 42240.00
85000.00 115000.00 45000.00 120000.00 135000.00 20000.00 85000.00 85000.00
1595240.00 0.00 85000.00 115000.00 45000.00 120000.00 135000.00 20000.00 85000.00 85000.00
Kapur NPK Ponska TotaL Biaya Pupuk Dasar 3.00 Semai Pupuk Kompos Obat (antrakol / Furadan) total biaya semai 4.00 Pupuk Tanaman NPK mutiara SP-36 Kcl Za total biaya pupuk tanaman 5.00 Hama dan Penyakit Vondosep (F) Antracol (F) Cronus Curacron (I) Prevaton (I) Besvid agrimex / abamectin Equation Pro (F)
6.60 3.00 1.00 26.40
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Total biaya Hama dan Penyakit 6 7 8.00 9.00
Sewa Lahan Mulsa tali raffia tali blabar biaya irigasi/bensin total Biaya Tunai B Biaya Non Tunai 1 Sekam total biaya sekam 2 Biaya Penyusutan
690000.00 3300.00 7.00 7 7
500.00 460000.00 15000 15000
1650000.00 3220000.00 105000.00 105000.00 800000.00 13971240.00
1.00
1500.00
1500.00
56 Refractometer Keranjang Selang Piring Semai Cangkul Arit Golok Ajir Palang Ember Drum Sprayer Elektrik Manual Gunting Mesin Pompa Timbangan Total biaya penyusutan Total biaya non tunai Biaya Total
30.00 1.00 1.00 1.00 5000.00 3000.00 2.00 1.00
17000 50000 45000 40000 600 1000 17000 200000
2.00 2.00 1.00 1.00 1.00
700000 400000 15000 4000000 300000
500000.00 24000.00 113333.33 102000.00 10000 9000 8000 1000000.00 1000000.00 13600 33333.33 140000 26666.67 3750 1333333.33 140000 4457016.66 4458516.66 18429756.66
Lampiran 3.1 Biaya Usahatani Petani Sarwita No
Usahatani non SOP
Uraian Jumlah
Harga Satuan
Nilai
Biaya Tunai 1.00 Benih 2.00 Pupuk Dasar
9.00
560000.00
5040000.00 0.00
SP-36
4.00
115000.00
460000.00
Kapur
10.00
30000.00
300000.00
5.00
480000.00
2400000.00
NPK Ponska TotaL Biaya Pupuk Dasar 3.00 Semai Pupuk Kompos Obat (antrakol / Furadan) total biaya semai 4.00 Pupuk tanaman KNO3 merah
3160000.00 1.50 2.00
10000.00 26000.00
1.00
40000.00
0.00 15000.00 52000.00 67000.00 0.00 40000.00
NPK mutiara
2.40
130000.00
312000.00
SP-36
1.20
115000.00
138000.00
Kcl
1.50
350000.00
525000.00
total biaya pupuk tanaman
1015000.00
57 5.00 Hama dan Penyakit
0.00
Vondosep (F)
1.00
85000.00
85000.00
Antracol (F)
1.00
115000.00
115000.00
Delsen (F)
0.00
Cronus
1.00
45000.00
45000.00
Curacron (I)
1.00
120000.00
120000.00
Prevaton (I)
1.00
135000.00
135000.00
Besvid
1.00
20000.00
20000.00
agrimex / abamectin
1.00
85000.00
85000.00
Equation Pro (F)
1.00
85000.00
85000.00
Total biaya Hama dan Penyakit 7.00 8.00 8.00 9.00
B
Mulsa biaya sewa lahan tali raffia tali blabar iuran irigasi/bensin total Biaya Tunai Biaya Non Tunai
1 Sekam total biaya sekam 2 Biaya Penyusutan Refractometer Keranjang Selang Piring Semai Cangkul Arit Golok Ajir Palang Ember Drum Sprayer Elektrik Manual Gunting Mesin Pompa Timbangan Total biaya penyusutan Total biaya non tunai Biaya Total
690000.00 6.00 3000.00 6 6
460000.00 500.00 15000 15000
2760000.00 1500000.00 90000.00 90000.00 75000.00 11327000.00
1.00
1000.00
1000.00
17000 50000 45000 40000 600 1000 17000 200000
500000.00 24000.00 113333.33 102000.00 10000 6000 8000 1980000 1650000 13600 33333.33
400000 15000 4000000 300000
140000 26666.67 3750 1333333.33 140000
30.00 1.00 1.00 1.00 6000.00 3000.00 2.00 1.00
2.00 1.00 1.00 1.00
6084016.66 6085016.66 17412016.66
58 Lampiran 3.2 Biaya Usahatani Petani Andang Sutisna No
Uraian
Usahatani non SOP Harga Satuan
Jumlah 1.00 2.00
3.00
4.00
Biaya Tunai Benih Pupuk Dasar POC SP-36 Kapur Humustar NPK Ponska TotaL Biaya Pupuk Dasar Semai Pupuk Kompos Obat (antrakol / Furadan) total biaya semai Pupuk Tanaman KNO3 merah
10
560000.00 10080000.00 0.00 50000 300000.00 115000 575000.00 30000 750000.00 30000 150000.00 480000.00 1440000.00 3215000.00 0.00 10000.00 20000.00 26000.00 260000.00 280000.00 0.00 40000.00 400000.00
KNO3 putih
10
480000.00
4800000.00
NPK mutiara SP-36 Kcl Za DI Grow
14 1 1 50 2
130000.00 115000.00 350000.00 1600.00 140000.00
1820000.00 115000.00 350000.00 80000.00 280000.00
85000.00 115000.00 70000.00 45000.00 120000.00 135000.00 20000.00 85000.00 50000 2500 85000 90000 110000 80000 60000 60000
7845000.00 0.00 85000.00 115000.00 70000.00 45000.00 120000.00 135000.00 20000.00 85000.00 50000.00 2500.00 85000.00 90000.00 110000.00 80000.00 60000.00 60000.00
total biaya pupuk tanaman 5.00 Hama dan Penyakit Vondosep (F) Antracol (F) Delsen (F) Cronus Curacron (I) Prevaton (I) Besvid agrimex / abamectin Resasol (PPC) Topsin bubuk Topsin cair Daconil (F) Tridamek (I) Kocide (F) Movento (I) Nuphos (F) + (B)
18.00
Nilai
6 5 25 5 3.00
2 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
59 Starmyl (F) Equation Pro (F)
6 7.00 8.00 9.00
B 1 2
Total biaya Hama dan Penyakit Sewa Lahan Mulsa tali raffia tali blabar iuran irigasi/bensin total Biaya Tunai Biaya Non Tunai Sekam total biaya sekam Biaya Penyusutan Refractometer Keranjang Selang Piring Semai Cangkul Arit Golok Ajir Palang Ember Drum Sprayer Elektrik Manual Gunting Mesin Pompa Timbangan Total biaya penyusutan Total biaya non tunai Biaya Total
1 1
70000 85000
70000.00 85000.00 1367500.00
5000.00 10.00 10 10
400.00 460000.00 15000 15000
2000000.00 4600000.00 150000.00 150000.00 12.00 26472512.00
1.00
3000.00
3000.00
70.00 2.00 2.00 2.00 10000.00 5000.00 2.00 1.00
17000 50000 45000 40000 600 1000 17000 200000
500000.00 24000.00 113333.33 396666.66 20000 12000 16000 1980000 1650000 13600 33333.33
2.00 2.00 1.00 1.00 1.00
700000 400000 15000 4000000 300000
140000 80000 3750 1333333.33 140000 6456016.65 6459016.65 32931528.65
Lampiran 3.2 Biaya Usahatani petani Herman No
Uraian
Usahatani non SOP Harga Satuan
Jumlah
Nilai
Biaya Tunai 1.00 Benih 2.00 Pupuk Dasar POC
11.00
3
560000.00
6160000.00
50000
0.00 150000.00
60 SP-36 Kapur Humustar NPK Ponska TotaL Biaya Pupuk Dasar 3.00 Semai Pupuk Kompos Obat (antrakol / Furadan) total biaya semai 4.00 Pupuk Tanaman KNO3 merah KNO3 putih NPK mutiara SP-36 Kcl Za DI Grow total biaya pupuk tanaman 5.00 Hama dan Penyakit Vondosep (F) Antracol (F) Delsen (F) Cronus Curacron (I) Prevaton (I) Besvid agrimex / abamectin Resasol (PPC) Topsin bubuk Topsin cair Daconil (F) Tridamek (I) Kocide (F) Movento (I) Nuphos (F) + (B) Starmyl (F) Equation Pro (F)
4 15
115000 30000
460000.00 450000.00
5
30000
150000.00
4.00
480000.00
1 6
10000.00 26000.00
10 10 14 1 1 50 2
40000.00 48000.00 130000.00 115000.00 350000.00 1600.00 140000.00
1920000.00 3130000.00 0.00 10000.00 156000.00 166000.00 0.00 400000.00 480000.00 1820000.00 115000.00 350000.00 80000.00 280000.00
85000.00 115000.00 70000.00 45000.00 120000.00 135000.00 20000.00 85000.00 50000 2500 85000 90000 110000 80000 60000 60000 70000 85000
3525000.00 0.00 85000.00 115000.00 70000.00 45000.00 120000.00 135000.00 20000.00 85000.00 50000.00 2500.00 85000.00 90000.00 110000.00 80000.00 60000.00 60000.00 70000.00 85000.00
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Total biaya Hama dan Penyakit 6 Sewa Lahan 7.00 Mulsa
1367500.00 3000.00 6.00
333.33 460000.00
1000000.00 2760000.00
61 8.00 tali raffia 9.00 tali blabar iuran irigasi/bensin total Biaya Tunai B Biaya Non Tunai 1.00 Sekam total biaya sekam 2 Biaya Penyusutan Refractometer Keranjang Selang Piring Semai Cangkul Arit Golok Ajir Palang Ember Drum Sprayer Elektrik Manual Gunting Mesin Pompa Timbangan Total biaya penyusutan Total biaya non tunai Biaya Total
6 6
15000 15000
90000.00 90000.00 70000.00 18358500.00
1.00
3000.00
3000.00
50.00 2.00 2.00 2.00 6000.00 3000.00 2.00 1.00
17000 50000 45000 40000 600 1000 17000 200000
500000.00 24000.00 113333.33 2833333.33 20000 12000 16000 1980000 1650000 13600 33333.33
2.00 1.00 1.00 1.00
400000 15000 4000000 300000
80000 3750 1333333.33 140000 8752683.32 8755683.32 27114183.32
62 Lampiran 4 komponen pendapatan usahatani melon di Kota Cilegon 2014 SOP
Non- SOP
Nilai (Rp/Ha)
Nilai (Rp/Ha)
Total Penerimaan kotor (gross return) Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Pengeluaran usahatani /total farm expenses Pendapatan bersih usahatani /net farm income(1-4)
250014185.2 111851488.6 26901124.78
145927458.7 75273284.99 34969200.91
138752613.4
110242485.9
111261571.8
35684972.82
0
0 4.87%
10
Bunga modal pinjaman Bunga modal sendiri Penghasilan bersih usahatani /net farm earning(5-6) Return to Total Capital (5-3)
11
Return to Family Labour (8-7)
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen
4.87% 111261571.8
35684972.82
78.5727593
29.40132412
104504319.5
30316163.75
63 Lampiran 5 Luasan, Produksi, dan produktivitas melon petani responden di KotaCilegon 2014. Produktivitas Luasan Nama Produksi (kg) (kg/ha) Lahan (m2) Usahatani non SOP 1 Mashadi 3300 2260.73 6850.69 2 Marji’i 5000 6277.33 12554.66 3 Anna 3000 3596.53 11988.43 4 Sarwita 3000 4474.94 14916.46 5 Nandang 2500 5535.28 22141.12 6 Suyatna 1500 1643.18 10954.53 7 Faizah 2000 3664.73 18323.65 8 Ipin 1500 3684.28 24561.86 15286.42 Total 21800 31137 Usahatani SOP 9 Andang Sutisna 5000 12760.98 25521.96 10 Rohmani 1700 3486.93 20511.3 11 Syarifudin 2000 4620.96 23104.8 12 Suryadi 2000 5650.56 28252.8 13 Asliyah 2500 4565.46 18261.84 14 Herman 3000 8031.43 26771.43 24145.87 Total 16200 39116.32
64 Lampiran 6 Persentase R/C ratio atas biaya tunai usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 2014 No 1. 2. 3.
R/C Atas Biaya Tunai 0-1 1,1-2 2,01- < 3 Jumlah
Usahatani yang Menerapkan SOP Jumlah Persentase Petani (%) 0 0 2 33,33 4 66,67 6 100
Usahatani yang tidak Menerapkan SOP Jumlah Persentase petani (%) 1 12,5 4 50 3 37,5 8 100
65 Lampiran 7 Persentase R/C ratio atas biaya total usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 2014 No 1. 2. 3.
R/C Atas Biaya Total 0-1 1,1-2 2,01- < 3 Jumlah
Usahatani yang Menerapkan SOP Jumlah Persentase Petani (%) 0 0 5 83,33 1 16,67 6 100
Usahatani yang tidak Menerapkan SOP Jumlah Persentase petani (%) 3 37,5 3 37,5 2 25 8 100
Lampiran 8 Uji Statistik Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F
Sig.
Equal variances assumed Pendapatan atas Equal variances not biaya total assumed
1.771
Equal variances assumed Pendapatan atas Equal variances not biaya Tunai assumed
3.264
Equal variances assumed
2.919
Biaya Total
Penerimaan perhektar
Equal variances assumed
.273
3.372
.091
.286
.602
Equal variances not assumed 5.145
.043
Equal variances not assumed Equal variances assumed
produktivitas
1.322
Equal variances not assumed
Equal variances assumed R/C Tunai
.113
Equal variances not assumed
Equal variances assumed R/C Total
.096
Equal variances not assumed Equal variances assumed
Biaya Tunai
.208
Equal variances not assumed
1.409
.258
t-test for Equality of Means T
Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
90% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-1.512
12
.157
-1.67939E7
1.11101E7
-3.65953E7
3.00748E6
-1.380
6.980
.210
-1.67939E7
1.21687E7
-3.98584E7
6.27061E6
-1.856
12
.088
-1.99830E7
1.07657E7
-4.34395E7
3.47353E6
-1.670
6.469
.142
-1.99830E7
1.19641E7
-4.87514E7
8.78537E6
-2.721
12
.019
-1.09447E7
4.02179E6
-1.81127E7
-3.77670E6
-2.505
7.284
.039
-1.09447E7
4.36967E6
-1.91750E7
-2.71432E6
-2.835
12
.015
-1.07899E7
3.80633E6
-1.75738E7
-4.00588E6
-2.620
7.444
.033
-1.07899E7
4.11870E6
-1.85236E7
-3.05613E6
-1.968
12
.073
-2.77386E7
1.40972E7
-5.28638E7
-2.61341E6
-1.773
6.512
.123
-2.77386E7
1.56460E7
-5.77186E7
2.24139E6
-.816
12
.431
-.22500
.27590
-.71673
.26673
-.826
11.394
.426
-.22500
.27239
-.71263
.26263
1.716
12
.112
.26479
.15435
-.07151
.60109
1.883
10.734
.087
.26479
.14062
-.04565
.57523
-3.010
12
.011
-8450.93601
2807.18054
-14567.25699
-2334.61503
-3.211
11.809
.008
-8450.93601
2632.13519
-14196.17342
-2705.69860
66
67
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 12 September 1991. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mansyur dan Ibu Yulia. Tahun 2003, penulis lulus dari sekolah Dasar Negeri 2 Cilegon dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 KS Cilegon, lulus pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis diterima di Program Diploma IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Program Keahlian Analisis Kimia Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2012. Tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan S1 pada Program Alih Jenis Agribisnis IPB, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan pada Program Alih Jenis Agribisnis, penulis aktif pada Organisasi Forum of Agribussiness Transfer Program Student (FASTER) IPB, selama satu periode kepenggurusan. Periode kepengurusan 2013/2014 penulis menjadi anggota Badan Pengawas FASTER IPB.