PROSIDING SKF 2015
Analisis Titik Luluh Material Menggunakan Metode Secant Fitriyanti Nakul1, Mega Silvia Lestari1, Linda Handayani1, Deni1 dan Sparisoma Viridi1,a) . 1
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, 40132 a)
[email protected] (corresponding author)
Abstrak Kekuatan mekanik material menjadi salah satu faktor penting yang menentukan kualitas bahan. Jika ditinjau secara mikroskopik, kekuatan mekanik mencerminkan kekuatan antar ikatan partikel dari material tersebut. Pada penelitian ini, ikatan antar partikel terdekat didekati dengan sistem partikel-pegas bergandeng. Kondisi gerak pada sistem diasumsikan sebagai gerak statis sehingga percepatan bernilai nol. Selain itu, parameter konstanta pegas dan jenis material yang digunakan juga divariasikan. Penyelesaian numerik dengan metode secant digunakan untuk menentukan titik regangan luluh saat bahan mulai berdeformasi. Perbandingan hasil perhitungan secara numerik dengan hasil analitik yang dirujuk sesuai data referensi menunjukkan nilai regangan luluh untuk alumunium dan tembaga, masing-masing bersesuaian saat konstanta pegas dari alumunium, k1 = 1,35 x 105 N/m dan k2 =1,55 x 105 N/m dan tembaga, dengan nilai k1 = 0,89 x 105 N/m dan k2 =0,79 x 105 N/m. Kata-kata kunci: Regangan luluh, Metode secant, Konstanta pegas PENDAHULUAN Bahan logam maupun non logam memiliki karakteristik mekanik yang menentukan kualitas bahan tersebut. Karakteristik ini berkaitan dengan kemampuan bahan untuk menahan beban luar yang mengenainya. Beban atau gaya luar yang diberikan akan cenderung menimbulkan perubahan bentuk dan ukuran (deformasi) ketika mencapai batasan nilai tertentu [1]. Untuk menghindari masalah yang akan ditimbulkan dari perubahan bentuk tersebut maka perlu dilakukan pengujian karakteristik material melalui pengontrolan dan desain yang tepat, termasuk pentingnya menentukan nilai batasan saat bahan mulai berdeformasi yang direpresentasikan oleh titik luluh material. Titik luluh merupakan parameter yang mendeskripsikan suatu kondisi saat material tidak lagi berada dalam kondisi elastis, dengan kata lain ketika pembebanan dihilangkan, benda tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula [2]. Titik maksimum ini menjadi batasan antara daerah A (linear/elastis) dan daerah B (plastis), saat mulai terjadi deformasi seperti tampak pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, secara kuantitatif untuk daerah linier (daerah A) berlaku persamaan yang mengikuti hukum Hooke [2] sedangkan pada daerah plastis (daerah B) berlaku persamaan Hollomon [3]. Persamaan Hollomon merepresentasikan kondisi saat bahan mengalami deformasi. Deformasi yang terjadi kerap menimbulkan masalah saat diberikan beban yang berlebihan, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk mendesain bentuk material sesuai yang diinginkan. Hal ini tentu bergantung pada titik luluh dari material yang digunakan sehingga dibutuhkan penentuan parameter fisis dari material yang berkaitan dengan kondisi tersebut, termasuk karakteristik regangan luluh. Dalam penelitian ini, penyelesaian numerik dengan metode secant digunakan untuk mendapatkan nilai konstanta dari persamaan Hollomon yang menghubungkan
ISBN : 978-602-19655-9-7
16-17 Desember 2015
246
PROSIDING SKF 2015
persamaan tersebut dengan persamaan Hooke. Penyelidikan juga dilakukan untuk beberapa variasi, yakni variasi material berupa alumunium dan tembaga, dan variasi nilai konstanta pegas sehingga dapat diperoleh relasi antara konstanta pegas terhadap deformasi pada bahan yang dideskripsikan dengan parameter regangan luluh. Selanjutnya, perbandingan antara hasil pendekatan secara numerik dan hasil analitik sesuai data referensi dianalisis terhadap nilai konstanta pegas yang dipilih.
Gambar 1. Hubungan regangan dan tegangan pada bahan.
PEMODELAN SISTEM DAN METODE NUMERIK Pemodelan Sistem Penentuan titik luluh dilakukan dengan menggunakan model sistem pegas bergandeng (1 partikel, 2 pegas) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar k2.1xModel sistemkpegas bergandeng 1 2 (x1-x2)
m
Dengan menerapkan persamaan Euler-Lagrange pada sistem tersebut, maka persamaan gerak sistem dinyatakan menjadi,
mx1 + (k1 + k2 ) x1 − k2 x2 = 0
(1)
Gerak pada sistem ditinjau sebagai gerak statis, maka x1 = 0 , sehingga:
x2 = (
k1 + k 2 ) x1 k2
(2)
Beberapa parameter penting yang berelasi dengan fokus kajian dari sistem yang ditinjau meliputi: Tegangan ( σ ) sebagai besaran pengukuran intensitas gaya (F) atau reaksi dalam yang timbul persatuan luas (A). Sedangkan regangan ( ε ) merupakan perubahan geometri panjang awal sebagai hasil dari gaya yang
ISBN : 978-602-19655-9-7
16-17 Desember 2015
247
PROSIDING SKF 2015
menarik atau menekan material. Kemudian, K dan n sebagai konstanta empirik yang diperoleh dari hubungan tegangan dan regangan sebelum terjadi necking, dan C merupakan konstanta berdimensi (N/m2). Pada kasus ini, fungsi persamaan untuk daerah A (linier) dan fungsi persamaan untuk daerah (plastis), ditentukan untuk mengetahui di titik mana bahan mulai berdeformasi. Persamaan untuk kedua daerah, masing-masing diwakili sebagai berikut, a)
Fungsi untuk daerah A (linier) fungsi regangan;
x1 + x2 l k + 2k 2 x1 ε = 1 k2 l
ε=
(3) (4)
σ = mε
(5)
σ = Kε n + C
(6)
fungsi tegangan;
2k1 + k 2 lk 2 A k1 + 2k 2
dengan, m =
(b) Fungsi untuk daerah B (plastis)
Fungsi Hollomon [3] pada persamaan (6) dipilih untuk mewakili daerah saat terjadi deformasi, dengan K dan n, masing-masing sebagai konstanta natural sebelum terjadi necking. Selain itu, jika dianalisis secara numerik, fungsi ini memberikan gambaran adanya parameter konstanta C yang menghubungkan dua persamaan yang diwakilkan oleh dua daerah berbeda (daerah linier dan daerah plastis) sehingga menyatu dalam satu titik tertentu. Titik yang dimaksudkan, kemudian dijadikan acuan dalam penentuan koordinat regangan luluh material. Penentuan Syarat Batas Penentuan titik potong yang menghubungkan persamaan Hooke dan Hollomon diperoleh dengan menerapkan syarat batas kontinuitas yang harus terpenuhi pada dua daerah yang ditinjau, kedua syarat batas, diberikan pada persamaan (7) dan (8), yaitu
σ 1 (ε ) = σ 2 (ε ) dσ 1 (ε ) dσ 2 (ε ) = dε dε
(7) (8)
Dari penerapan syarat batas diperoleh, 1
m n −1 ε = nK
(9)
Sedangkan parameter konstanta K diekspresikan melalui persamaan (10).
K=
ISBN : 978-602-19655-9-7
m
(10)
nε n −1
16-17 Desember 2015
248
Dengan mensubtitusikan parameter K dan sebagai berikut;
PROSIDING SKF 2015
ε ke persamaan (7) diperoleh nilai konstanta C secara analitik
1 m m n−1 C = m − n nK
(11)
Selain itu, syarat peralihan dari daerah A (linier) ke daerah B (plastis) harus terpenuhi dengan menerapkan kondisi sebagai berikut: (a) jika ε ≤ ε intersect → (daerah linier) (b) jika
ε ≥ ε intersect →
(daerah plastis)
Metode Numerik Penyelesaian secara numerik diimplementasikan melalui penggunaan metode secant, Adapun metode secant dimanfaatkan untuk menentukan nilai akar-akar dari sebuah fungsi [4]. Secara umum, bentuk metode secant diberikan pada persamaan (12).
X n+1 = X n −
( X n − X n−1 ) f ( X n ) f ( X n ) − f ( X n−1 )
(12)
Berdasarkan pendekatan yang digunakan pada kasus ini, maka nilai konstanta C secara numerik dihasilkan dari fungsi pada persamaan (13) yang diperoleh dari penerapan syarat batas yang telah ditentukan. 1
m m 1−n F (c ) = m − − C n nK
(13)
Dalam implementasinya persamaan (5), (9), (11) dan (13) dituangkan dalam algoritma berikut: L01. Input parameter k1, k2, A, l, K, n
2k1 + k 2 lk 2 A k1 + 2k 2 L03. Ambil kondisi syarat awal, x1 = 0, x2 = 0, ∆ x = 0; 000001, = 0 L02. Definisikan parameter m =
L04. x1 = …? , x2 =…?, dan xtot =…? L05. ε 1 = ... ?,σ 1 = ... ? L06.
ε int er sec t = ...?
L07. Konstanta Ca =…? #analitik L08. F(C) =…? #numerik L09. Gunakan metode secant, L10. Terapkan syarat batas,
(C n − C n −1 ) f (C n ) f (C n ) − f (C n −1 ) → (daerah linier), ε ≥ ε intersect → (daerah plastis)
C n+1 = C n −
ε ≤ ε intersect
L11. Output, plot grafik hubungan regangan dan tegangan bahan.
ISBN : 978-602-19655-9-7
16-17 Desember 2015
249
PROSIDING SKF 2015
HASIL NUMERIK DAN PERBANDINGAN DATA REFERENSI
Parameter yang digunakan dalam penyelesaian secara numerik, diberikan pada Tabel 1. Parameter luas penampang bahan (A) dan panjang pegas (L) dipilih sembarang. Sedangkan, data untuk parameter konstanta K dan n sesuai dengan rujukan referensi dari hasil penelitian yang terkait [5]. Tabel 1. Nilai-nilai parameter yang digunakan
Material
A (m2)
L (m)
n
K (N/m)
Alumunium Tembaga
1,5 x 10-6 1,6 x 10-6
2,5 0,95
0,2 0,54
1,8 x 108 3,15 x108
Secara spesifik, parameter yang dibahas pada penelitian ini ditujukan pada nilai regangan luluh Aluminium dan Tembaga dengan variasi konstanta pegas. Kurva deformasi dari kedua material, Alumunium dan Tembaga masing- masing dapat dilihat pada Gambar 3.
(a)
(b)
Gambar 3. Perbandingan hubungan tegangan dan regangan material dengan variasi konstanta pegas k1 dan k2, (a) Alumunium, (b) Tembaga.
Variasi parameter dilakukan dengan mengubah nilai konstanta pegas untuk melihat posisi regangan luluhnya. Konstanta pegas yang digunakan dan regangan luluh yang diperoleh secara berurutan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Perhitungan numerik regangan luluh dari variasi parameter konstanta pada material Alumunium dan Tembaga
Material Alumunium
Tembaga
Variasi KeI II III
k1 (N/m) 1,60 x 105 2,40 x 105 1,35 x 105
k2 (N/m) 2,55 x 105 1,25 x 105 1.55 x 105
I II III
2,89 x 105 1,89 x 105 0,89 x 105
2,79 x 105 1,79 x 105 0,79 x 105
Regangan luluh 17 x 10-5 26 x 10-5 28 x 10-5 5 x 10-5 12 x 10-5 68 x 10-5
Berdasarkan Tabel 1, tampak bahwa perubahan variasi parameter nilai konstanta pegas memberikan perubahan terhadap titik dimana bahan mulai berdeformasi. Secara keseluruhan, semakin besar konstanta pegas, menyebabkan gaya yang mengenai bahan juga besar. Hal inilah yang kemudian menyebabkan aluminium maupun tembaga dengan konstanta pegas yang lebih besar lebih cepat berdeformasi jika dibandingkan dengan nilai konstanta pegas yang lebih kecil. Untuk memperoleh nilai regangan luluh yang proporsional saat terjadi peralihan dari daerah linieritas ke deformasi, nilai konstanta pegas k1 dan k2 tidak dapat dipilih sembarang, melainkan terdapat kisaran nilai konstanta tertentu yang dapat memenuhi kondisi tersebut.
ISBN : 978-602-19655-9-7
16-17 Desember 2015
250
PROSIDING SKF 2015
Jika merujuk pada literatur yang telah ada, besar nilai regangan ( ε n ) yang dianalisis secara numerik, memiliki nilai yang sama dengan nilai pada data referensi [5]. Analisis nilai regangan pada data referensi ini diperoleh dari hasil perbandingan besaran modulus Young dan tegangan luluh. Data parameter modulus Young ( E ), tegangan luluh ( σ ), dan hasil analitik regangan luluh ( ε ) [5] serta hasil perhitungan regangan luluh dengan pendekatan numerik ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Tabel Perbandingan Perhitungan analitik dan numerik regangan luluh Material
Material
E (N/m2)
σ (N/m2)
Alumunium Tembaga
1011 11 x 1011
2,8 x 106 69 x 106
Regangan luluh Referensi Numerik 28 x 10-5 28 x 10-5 -5 67 x 10 68 x 10-5
Berdasarkan Tabel 3. Nilai regangan luluh yang diperoleh dengan pendekatan numerik bersesuaian dengan data referensi [4]. Pada alumunium, kondisi ini terpenuhi ketika k1 = 1,35 x 105 N/m dan k2 =1,55 x 105 N/m, sedangkan pada tembaga, kondisi ini terjadi saat k1 = 0,89 x 105 N/m dan k2 =0,79 x 105 N/m. Pada kajian ini, nilai konstanta pegas dipilih untuk mendapatkan regangan luluh. Selanjutnya, diharapkan dengan analisa dan pendekatan numerik yang tepat dapat ditentukan nilai konstanta pegas yang bersesuaian. KESIMPULAN Perubahan nilai konstanta pegas dan jenis bahan yang berbeda mempengaruhi besarnya nilai regangan luluh suatu material. Pada aluminium, dengan konstanta pegas k1 = 1,35 x 105 N/m dan k2 =1,55 x 105 N/m , besarnya regangan luluh adalah 28 x 10-5. Pada tembaga, dengan k1 = 0,89 x 105 N/m dan k2 =0,79 x 105 N/m besarnya regangan luluh adalah 68 x 10-5. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan satu tim yang telah memberikan bantuan dalam merampungkan Research Based Learning (RBL) ini. REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5.
Souisa, Metheus. Analisis Modulus Elastisitas dan Angka Poison Bahan dengan Uji Tarik. Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan. 2011, 9.14 M. Vable "Mechanics of Materials: Mechanical Properties of Materials", Chapter 3. 2014. http://www.me.mtu.edu/ mavable/Book/Chapter3.pdf. J.H. Hollomon, Tensile Deformation, Trans. AIME, 162, 268 (1945). A, Setiawan. Pengantar Metode Numerik. (2006). Penerbit Andi, Yogyakarta. Hal. 37 Daryus, Asyari. "Diktat Material Teknik", Teknik Mesin Universitas Darma Persada, Jakarta. Hal. 16
ISBN : 978-602-19655-9-7
16-17 Desember 2015
251