SKRIPSI
ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN DI BENGKEL ALSINTAN (ALAT DAN MESIN PERTANIAN) SEDERHANA DAN BENGKEL ALSINTAN BESAR
AZZAH KHOIRUN NISA F14061039
2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN DI BENGKEL ALSINTAN (ALAT DAN MESIN PERTANIAN) SEDERHANA DAN BENGKEL ALSINTAN BESAR
AZZAH KHOIRUN NISA
ABSTRACK
Noise in some places especially in the work place must be suit to the noise level value. Because the continuous noise makes the fatal effect for the human ear in the curtain time. The allowable value of noise is 85 dB(A) for 8 hours. So if the noise out of the noise level value, it must be reduced. The measurement of noise use a digital tool, it’s Sound Level Meter. Lighting is one of important factors when doing some kinds of objetcs. The workshops need lighting when making many size of the objetcs. For example when determining the points of the measurement drilling, cutting the metal sheet, setting the small components, etc. The lighting which is needed for doing the workshop activities is 300 lux. The lighting was measured by a digital tool, it was lux meter. The results of the noise and the lighting measurement were entered to the Golden Surfer Software to get the maps of the noise and lighting performance. In the big workshop (PT Agrindo) the noise reached the level 103 dB(A) and the lighting reached 5000 lux. The simple workshop (CV Daud Teknik Maju) the noise reached 102 dB(A) and the lighting reached 3000 lux.
Keyword: noise, lighting
i
Azzah Khoirun Nisa. F14061039. Analisis Tingkat Kebisingan dan Pencahayaan pada Bengkel Alsintan (Alat dan Mesin Pertanian) Sederhana dan Bengkel Alsintan Besar. Dosen Pembimbing: Ir. Mad Yamin, MT.
RINGKASAN Bengkel merupakan salah satu tempat terjadinya aktivitas manusia dalam pembuatan peralatan dan mesin. Dengan demikian bengkel harus diatur sedemikian rupa sehingga menjadi lingkungan kerja yang nyaman dan memenuhi syarat ergonimis bagi para pekerja. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui tingkat kebisingan dan pencahayaan di bengkel alsintan CV. Daud Teknik Maju dan PT. Agrindo sekaligus menganalisis pola sebaran kebisingan dan pencahayaan di kedua bengkel tersebut. Kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan selama 7 bulan, dimulai bulan Februari dan selesai bulan Agustus 2010. Kegiatannya diawali dengan pembuatan proposal, dilanjutkan dengan pengambilan data di lapangan dengan cara pengukuran intensitas kebisingan dan pencahayaan di kedua bengkel alsintan, pengolahan data yang telah diperoleh, studi pustaka dan menganalisis hasil perhitungan. Lokasi penelitian bertempat di bengkel alsintan CV. Daud Teknik Maju di Cibeureum Bogor dan bengkel alsintan PT. Agrindo Surabaya (unit AEU). Dengan menggunakan alat sound level meter sebagai alat ukur intensitas kebisingan dan Lux Meter sebagai alat ukur intensitas cahaya. Hasil pengukuran dalam satuan deciBel (dB) dan lux. Alat lain yang digunakan yaitu meteran, alat tulis, kamera dan komputer. Pengambilan data pada awalnya dengan melakukan survei lapangan dalam mengukur intensitas kebisingan dan pencahayaan di tempat kerja selama hari kerja sehingga dapat menunjukkan intensitas bising dan membantu mengenali setiap tempat dengan kebisingan yang berbahaya. Metode pengolahan datanya dilakukan dengan cara pembuatan kontur kebisingan dan sebaran pencahayaan menggunakan perangkat lunak Golden Surfer pada masing-masing bengkel selanjutnya menganalisa data hasil pengukuran dan pola kontur keduanya, kemudian dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan. Tingkat kebisingan di bengkel CV. Daud Teknik Maju mencapai 102,2 dB(A) yang dihasilkan oleh mesin gerinda sehingga kebisinganya termasuk ke dalam jenis kebisingan terputus-putus juga termasuk kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dan fluktuatif (fluctuating noise). Sedangkan sebaran intensitas pencahayaan yang terjadi yaitu antara 15-3000 lux. Daerah dengan tingkat pencahayaan 15 lux adalah daerah yang terjauh dari pantulan cahaya matahari. Sedangkan daerah dengan intensitas pencahayaan sebesar 3000 lux adalah daerah yang ada di bawah pantulan cahaya matahari langsung. Di antara beragam mesin di PT. Agrindo, terdapat mesin yang menghasilkan angka kebisingan sangat tinggi yaitu mesin gerinda jalan mencapai kebisingan 103,56 dB(A), mesin cutting wheel (gerinda duduk) mencapai kebisingan 102,83 dB(A), mesin potong pelat mencapai kebisingan 101,83 dB(A), suara blower i
painting mencapai kebisingan 102,28 dB(A) dan mesin las listrik mencapai kebisingan 103,04 dB(A). Sehingga kebisinganya termasuk ke dalam jenis kebisingan terputus-putus juga termasuk kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dan fluktuatif (fluctuating noise). Sedangkan sebaran intensitas pencahayaan yang terjadi yaitu antara 100-5000 lux. Daerah dengan tingkat pencahayaan 100 lux adalah daerah dalam ruang cat yang menggunakan cahaya lampu. Sedangkan daerah dengan intensitas pencahayaan sebesar 5000 lux adalah daerah yang ada di bawah pantulan cahaya matahari langsung. Bila menurut standar OSHA, waktu yang diijinkan untuk berada di daerah bising di bengkel CV. Daud Teknik Maju adalah 93,6 menit/hari. Menurut standar ISO, lama waktu yang diijinkan berada di daerah itu adalah 9,36 menit/hari. Sedangkan menurut Menaker waktu yang diijinkan untuk berada di daerah tersebut adalah 46,8 jam/hari. Sedangkan untuk PT. Agrindo unit AEU untuk daerah sekitar mesingerinda jalan (intensitas bising tertinggi),t batas maksimum berada di daerah itu menurut standar OSHA, selama 77,28 menit/hari, menurut standar ISO, selama 7,47 menit/hari dan menurut standar atau peraturan Menaker, selama 38,64 menit/hari. Adapun kegiatan-kegiatan di kedua bengkel termasuk ke dalam pekerjaan yang memerlukan ketelitian. Sehingga seperti dituliskan pada tabel 4, cahaya yang dibutuhkan minimal adalah 450 lux. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa intensitas kebisingan di kedua bengkel berada di atas NAB dan belum sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan intensitas pencahayaan yang ada di kedua bengkel sudah baik akan tetapi perlu lebih dioptimalkan lagi penyebarannya.
ii
ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN DAN PENCAHAYAAN DI BENGKEL ALSINTAN (ALAT DAN MESIN PERTANIAN) SEDERHANA DAN BENGKEL ALSINTAN BESAR
AZZAH KHOIRUN NISA F14061039
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
Judul Skripsi
:
Analisis Tingkat Kebisingan dan Pencahayaan pada Bengkel Alsintan (Alat dan Mesin Pertanian) Sederhana dan Bengkel Alsintan Besar.
Nama
:
Azzah Khoirun Nisa
NIM
:
F1401039
Bogor, Oktober 2010 Menyetujui Dosen Pembimbing Akademik
Ir. Mad Yamin, MT NIP. 19531230 198603 1 002
Mengetahui Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal lulus:
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang Jawa Timur pada tanggal 25 Oktober 1987 dari ayah M. Aminan dan ibu Munasiroh. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 19921994 di RA Muslimat Cermenan Ngoro, tahun 1994-2000 di MI Miftahul Ulum Cermenan Ngoro, tahun 2000-2003 di MTs Perguruan Muallimat Cukir Jombang, tahun 2003-2006 di MA Perguruan Muallimat Cukir Jombang, dan tahun 2006-2010 di Institut Pertanian Bogor malalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih mayor Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Selama ini penulis aktif di beberapa organisasi seperti organisasi mahasiswa daerah Jombang (JAC), IMATETANI (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia), HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian), dan LDF Al-Fath FATETA IPB. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan tahun 2009 di PTPN VIII Goalpara Sukabumi dengan judul Mempelajari Aspek Ergonomika pada Alat dan Mesin Produksi Teh di PTPN VIII Goalpara Sukabumi. Penulis menyelesaikan tugas akhir pada tahun 2010 dengan judul Analisis Tingkat Kebisingan dan Pencahayaan pada Bengkel Alsintan (Alat dan Mesin Pertanian) Sederhana dan Bengkel Alsintan Besar.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji hanya untuk Allah ‘Azza wajalla, Rabb sekalian alam, atas kemudahan dan limpahan kasih sayangNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Shollallahu ‘ala Muhammad. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Penyelesain tugas akhir ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan motivasi kepada penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak di bawah ini. 1. Ir. Mad Yamin, MT selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Prof. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, MSi selaku dosen penguji tugas akhir ini. 3. Keluarga tercinta khususnya ayah ibu tersayang (M. Aminan dan Munasiroh) dan kakak adik terkasih (Muhammad Nurul Muzakki, Mariana, Abdul Mufid Anshori, Nasiyatul Insiyah, Robiatul Adawiyah dan Ahmad Nashrullah) yang telah memberikan dukungan materi dan spiritual. 4. CV Daud Teknik Maju Cibeureum Bogor dan PT. Agrindo Surabaya khususnya unit AEU (Agrindo Engineering Unit) yang telah memberi kesempatan penulis untuk melakukan penelitian di sana. 5. Indun, Nana, Yeni dan Fina serta rekan-rekan seperjuangan lainnya yang tergabung dalam Teknik Pertanian angkatan 2006 dan semua pihak yang terlibat yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun. Semoga karya ini akan bisa bermanfaat. Amin.
Bogor, Oktober 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL .....................................................................................................
i
ABSTRAK ...................................................................................................
ii
RINGKASAN .............................................................................................
iii
PENGESAHAN ..........................................................................................
vi
RIWAYAT HIDUP.....................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ................................................................................
viii
DAFTAR ISI .......... ....................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .. ....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiii
I.
II.
PENDAHULUAN ......................................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Tujuan ....................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
3
A. Ergonomika ...........................................................................
3
B. Kebisingan .............................................................................
4
1.
Pengertian Kebisingan .................................................
4
2.
Pengaruh Kebisingan ...................................................
5
3.
Tipe Kebisingan ...........................................................
6
4.
Nilai Ambang Batas .....................................................
7
C. Pencahayaan ..........................................................................
9
1.
Luminasi ......................................................................
11
2.
Penerangan Ruangan ...................................................
11
3.
Optimasi Pencahayaan .................................................
12
4.
Perhitungan Iluminasi Pencahayaan ............................
12
D. Bengkel Alsintan ...................................................................
13
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
15
A. Tempat dan Waktu ................................................................
15
B. Peralatan dan Perlengkapan ..................................................
15
C. Metode Penelitian ..................................................................
15 ix
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... A. Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel ...................
19 19
B. Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Pencahayaan di
V.
Kedua Bengkel ......................................................................
27
C. Pengeruh Kebisingan dan Pencahayaan terhadap Pekerja ....
29
D. Upaya Pengendalian Kebisingan dan Optimasi Pencahayaan
31
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
41
A. Kesimpulan..............................................................................
41
B. Saran .......................................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
43
LAMPIRAN ...... .....................................................................................
45
x
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1
Kriteria gangguan percakapan di dalam ruangan ..........................
6
2
Skala tingkat kebisingan ................................................................
8
3
Standar kebisingan dan lama waktu yang diijinkan ......................
8
4
Tingkat penerangan berdasarkan jenis kegiatan ............................
10
5
Waktu yang aman menurut standar ISO, OSHA, MENAKER ......
28
6
Beberapa contoh bahan peredam bunyi .........................................
32
7
Peredaman tingkat kebisingan berbagai jenis pelindung telinga ...
35
8
Klasifikasi kuat penerangan ...........................................................
39
9
Kriteria Iluminasi CV. Daud Teknik Maju dan PT. Agrindo ........
40
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1
Bagan alur pengukuran tingkat kebisingan ...............................
17
2
Bagan alur pengukuran tingkat pencahayaan.............................
17
3
Kontur kebisingan di CV. Daud Teknik Maju ..........................
20
4
Kontur pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju .......................
21
5
Kontur kebisingan di kebisingan PT. Agrindo ..........................
24
6
Kontur pencahayaan di kebisingan PT. Agrindo .......................
25
7
Jenis keluhan yang dialami pekerja ……………………………
29
8
Jenis gangguan yang dialami pekerja …………………….……
29
9
Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel sederhana ...................................................................
10
Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel besar (daerah mesin gerinda jalan) ..........
11
34
35
Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel besar (daerah mesin gerinda duduk) ........ 37
12
Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel besar (daerah mesin potong pelat) ...........
13
Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel besar (daerah mesin blower painting) .....
14
37
38
Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel besar (daerah mesin las listrik) ................
38
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1
Data kebisingan di CV. Daud Teknik Maju ..................................
46
2
Data pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju................................ 50
3
Data kebisingan di PT. Agrindo ..................................................... 51
4
Data pencahayaan di PT. Agrindo..................................................
59
5
Contoh-contoh alat pelindung telinga beserta reduksinya .............
61
6
Skema titik-titik pengukuran .......................................................... 64
7
Foto-foto kondisi bengkel ..............................................................
67
xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ergonomi adalah bidang ilmu yang membahas analisa fenomena peralatan dan fasilitas lingkungan kerja yang berdasarkan kondisi fisiologis dan biometrik pekerja (Gerth, 2004). Pertanian yang sudah berkembang tidak bisa lepas dari mekanisasi pertanian yang identik dengan perkembangan jaman. Hal ini dapat membawa keterkaitan antara bidang pertanian dengan alat-alat pertanian atau mekanisasi pertanian. Sehingga keterlibatan bengkel-bengkel alat dan mesin pertanian pun akan sangat berperan di dalamnya. Dari bengkel-bengkel inilah alat-alat dan mesin pertanian dari peralatan sederhana hingga mesin modern dihasilkan. Tentunya di dalam bengkel jugalah peralatan dan mesin pertanian mendapatkan perawatan dan perbaikan. Bengkel merupakan salah satu tempat terjadinya aktivitas manusia dalam pembuatan peralatan dan mesin. Dengan demikian bengkel harus diatur sedemikian rupa sehingga menjadi lingkungan kerja yang nyaman dan memenuhi syarat ergonimis bagi para pekerja. Tuntutan ini memerlukan
perhatian
khusus
untuk
mewujudkannya.
Untuk
meningkatkan produktivitas yang terdiri dari kualitas dan kontinuitas dari suatu kegiatan berbagai penelitian telah banyak dilakukan. Manfaat dari penerapan ilmu ergonomi dapat diukur dari efisiensi, keselamatan, dan kenyamanan bekerja. Kondisi lingkungan yang baik yaitu kondisi yang memungkinkan manusia melaksanakan kegiatannya dengan optimal, sehat, aman dan selamat. Akan tetapi sudah pasti ada beban kerja yang ditimbulkan apabila terjadi suatu aktivitas atau kerja. Lima faktor yang menyebabkan beban tambahan (Suma’mur, 1984) : 1. Faktor fisik : penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat cahaya, kebisingan, vibrasi mekanik, radiasi dan tekanan udara. 2. Faktor kimia : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda padat. 3. Faktor biologis : faktor dari tumbuhan dan hewan.
1
4. Faktor fisiologi : konstruksi mesin. 5. Faktor mental psikologi : suasana kerja, hubungan antara pekerja dengan pengusaha, pemilihan kerja, dll. Faktor-faktor tersebut dalam jumlah tertentu dapat mengganggu daya kerja seorang pekerja. Seperti halnya penerangan yang tidak cukup intensitasnya di dalam suatu ruang kerja adalah sebab kelelahan mata, kegaduhan (kebisingan) dapat mengganggu daya ingat dan konsentrasi pikiran yang berakibat kelelahan psikologis, dan sikap badan yang salah dapat mengganggu hasil kerja yang menyebabkan timbulnya kelelahan dan kurangnya fungsi maksimal alat-alat tertentu. Sebaliknya, apabila faktorfaktor tersebut dicari manfaatnya akan dapat diciptakan suasana yang serasi. Misalnya, penggunaan musik di tempat kerja, perencanaan manusia-mesin sebaik-baiknya, penerangan yang diatur intensitasnya sesuai dengan kebutuhan, dll. Penerangan di dalam suatu ruang kerja tertentu meliputi : intensitas penerangan, pemberian warna ruang kerja, dan penyebaran cahaya penerangan. Intensitas penerangan (iluminasi) dan warna ruang, sangat mempengaruhi kebutuhan lampu penerangan.
B. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat kebisingan di bengkel alsintan CV. Daud Teknik Maju di Cibeureum Bogor (bengkel alsintan sederhana) dan bengkel alsintan PT. Agrindo Surabaya (bengkel alsintan besar). 2. Mengetahui tingkat pencahayaan di bengkel alsintan CV. Daud Teknik Maju di Cibeureum Bogor (bengkel alsintan sederhana) dan bengkel alsintan PT. Agrindo Surabaya (bengkel alsintan besar). 3. Menganalisis pola sebaran kebisingan di bengkel alsintan CV. Daud Teknik Maju di Cibeureum Bogor (bengkel alsintan sederhana) dan bengkel alsintan PT. Agrindo Surabaya (bengkel alsintan besar). 4. Menganalisis pola sebaran pencahayaan di bengkel alsintan CV. Daud Teknik Maju di Cibeureum Bogor (bengkel alsintan sederhana) dan bengkel alsintan PT. Agrindo Surabaya (bengkel alsintan besar).
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ergonomika Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan Nomos berarti aturan dan hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomika berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan di tempat rekreasi. (Nurmianto, 2004). Perkembangan ergonomi terjadi sekitar pertengahan abad ke-20 mulai berkembang disiplin ilmu tentang perancangan peralatan dan fasilitas kerja yang berdasarkan kondisi fisiologi, yang dikenal dengan Ergonomi, di Eropa Barat dikenal dengan istilah Human Factor Engineering atau Human Engineering. Definisi ergonomi yang disebut sebagai human factor yaitu (Wignjosoebroto, 1995) penekanan pada keberadaan manusia dan interaksinya dengan produk, perlengkapan, fasilitas, prosedur dan lingkungan kerjanya sehari-hari. Tujuan human factor yaitu : a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, termasuk di dalamnya usaha memaksimalkan keselamatan kerja dan meningkatkan produktivitas kerja. b. Untuk
meningkatkan
nilai-nilai
kemanusiaan
termasuk
pengembangan keselamatan kerja, pengurangan kelelahan dan ketegangan kerja, peningkatan kenyamanan dan kepuasan kerja, serta pengembangan kualitas hidup.
3
B. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH,1996 No.48). Tingkat kebisingan merupakan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dengan skala deciBel (dB). Skala ini merupakan skala logaritmik dan alasan pemakaiannya karena besarnya rentang tekanan dan intensitas suara di lingkungan kita. Intensitas audible (dapat ditangkap indera manusia) adalah 10-12 hingga 10 W/m2. Pemakaian skala logaritmik akan berakibat rentang intentsitas suara terkompresi. Alasan lain adalah bahwa respon telinga manusia terhadap dua bunyian didasarkan atas nisbah intensitasnya yang merupakan bentuk perilaku logaritmik. Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur, 1996). Frekuensi dinyatakan dalam
jumlah getaran per
detik/Hertz (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia, dinyatakan dengan rumus:
…………………………………….. (1) Dengan :
SPL (sound pressure level) = aras tekanan suara (dB) p = tegangan suara yang bersangkutan (Pa) po = tegangan suara standar (0,0002 dyne/cm2 = 2x10-5 Pa)
(Sasongko et al. 2000)
4
Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi di antara 16-20.000 Hz. Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau di mana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan (Suma’mur, 1996). Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter (Tambunan, 2005). Sound level meter adalah alat pengukur level kebisingan, yang mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 Hz (Suma’mur,1996). Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dengan sumber bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan: •
Jika sumber bising diam SL1 – SL2 = 20 log (r2/r1)
•
……………………………... (2)
Jika sumber bising bergerak SL1 – SL2 = 10 log (r2/r1)
……………………………... (3)
Keterangan: SL1 = intensitas suara sumber 1 pada jarak r1 (dB) SL2 = intensitas suara sumber 2 pada jarak r2 (dB) r1 = jarak ke sumber bising yang pertama (satuan panjang) r2 = jarak ke sumber bising yang kedua (satuan panjang) (Wilson 1989 dalam Budi Santoso 2008)
2. Pengaruh Kebisingan Pengaruh
kebisingan
terhadap
manusia
tergantung
pada
karakteristik fisis, waktu berlangsung dan waktu terjadinya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan bisa berupa gangguan pendengaran, gangguan percakapan, gangguan tidur, gangguan psikologis, gangguan produktivitas kerja, dan gangguan
5
kesehatan. Gangguan yang paling banyak dirasakan adanya bising yaitu gangguan percakapan. Kriteria gangguan percakapan yang terjadi di ruangan disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Kriteria gangguan percakapan di dalam ruangan No Jenis ruangan untuk keperluan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pertunjukan musik, opera Auditorium besar, pertunjukan drama (kondisi mendengar yang baik) Studio rekaman, TV, broadcast Auditorium kecil, konverensi Rumah sakit, kamar tidur, pemukiman, apartemen, hotel Kantor, rapat, kuliah, perpustakaan Ruang tamu dan sejenisnya untuk percakapan atau mendengarkan TV/radio Toko, kafetaria, restoran Lobi, laboratorium, ruang gambar teknik Ruang reparasi, dapur, penatu Bengkel, ruang kontrol pembangkit
Tingkat kebisingan (dBA) 21-30
34-47 38-47 38-47 42-52 47-56 52-61 56-66
Sumber : Dwi P.Sasongko, 2000
3. Tipe Kebisingan Kebisingan menurut Suma’mur (1996) dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : a) Kebisingan kontinyu dengan frekuensi yang luas seperti kebisingan akibat mesin-mesin dan kipas angin. b) Kebisingan kontinyu dengan frekuensi yang sempit seperti kebisingan yang ditimbulkan oleh gergaji sirkular, katup gas dll. c) Kebisingan terputus-putus seperti kebisingan lalu lintas, suara pesawat terbang di lapangan udara, dll. d) Kebisingan impulsif seperti bunyi tembakan senapan atau meriam, ledakan. e) Kebisingan impulsif berulang, seperti kebisingan mesin tempa di perusahaan.
6
Sedangkan menurut Tambunan (2005) di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu: a) Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu: (1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam, (2) Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni). b) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu: (1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu, (2) Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubahubah, contoh kebisingan lalu lintas, (3) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api.
4. Nilai Ambang Batas (NAB) Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (Budiono et al. 2003). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut (Priatna & Utomo, 2002). Tabel 2 merupakan pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja.
7
Tabel 2. Skala tingkat kebisingan kriteria pendengaran Menulikan Sangat buruk
Kuat
tingkat bising (dBA) 120 110 100 90
ilustrasi halilintar, meriam jalan hiruk pikuk, perusahaan sangat gaduh, peluit polisi.
80 70 60 50
kantor gaduh, jalan, radio, pemukiman rumah gaduh, kantor umumnya, percakapan kuat, radio, pertokoan
Tenang
40 30
rumah tenang, kantor perorangan, auditorium, percakapan
Sangat tenang
20 10 0
suara daun, berbisik
Sedang
batas dengar terendah
Sumber : Kepmenaker No.51 tahun 1999
Adapun standar maksimum waktu yang diperbolehkan untuk bertahan dalam pekerjaan disesuaikan antara lama waktu dan standar yang digunakan dipaparkan pada tabel 3. Tabel 3. Standar kebisingan dan lama waktu yang diijinkan Waktu kerja (jam) 8 6 4 3 2 1 0,5 0,25
ISO 85 ,,, 88 ,,, 91 94 97 100
Intensitas (dB) OSHA 90 92 95 97 100 105 110 115
Indonesia 85 87,5 90 92,5 95 100 105 110
Sumber: Sudirman, 1992 dalam Heryadi, 2008
8
C. Pencahayaan Suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu objek secara visual. Organ tubuh yang mempengaruhi penglihatan, yaitu mata, saraf, dan pusat saraf penglihatan di otak. Pada banyak industri, penerangan mempunyai pengaruh terhadap kualitas produk. Kuat penerangan baik yang tinggi, rendah, maupun yang menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan saraf. Untuk memperoleh kualitas penerangan yang optimal
IES (Illumination
Engineering Society) menetapkan standar kuat penerangan untuk ruangan. Besaran penerangan yang sering dikacaukan pemahamannya adalah Kuat penerangan, dan Luminasi. Walaupun satuannya sama yang membedakan keduanya bahwa kuat penerangan sebagai besaran penerangan yang dihasilkan sumber penerangan, sedangkan luminasi merupakan kuat penerangan yang sudah dipengaruhi faktor lain yaitu refleksi warna. Definisi Cahaya menurut IES adalah pancaran energi yang dapat dievaluasi secara visual. Secara sederhana, cahaya adalah bentuk energi yang memungkinkan makhluk hidup dapat mengenali sekelilingnya dengan mata. CIE (Commision International de I’Eclairage) dan IES (Illumination Engineering Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan. Nilai-nilai yang direkomendasikan tersebut telah dipakai sebagai standar nasional dan internasional bagi perancangan pencahayaan. Tabel 4 adalah nilai-nilai yang direkomendasikan oleh CIE dan IES tentang penerangan berdasarkan jenis kegiatan.
9
Tabel 4. Tingkat penerangan berdasarkan jenis kegiatan Jenis pencahayaan Pencahayaan umum untuk ruangan dan area yang jarang digunakan atau tugastugas visual sederhana
Tingkat penerangan (lux) 20
50 70 100 150
Pencahayaan umum untuk interior
200 300
450
1500
Pencahayaan tambahan setempat untuk tugas visual yang tepat
3000
Contoh-contoh area kegiatan Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi luar ruangan, pertokoan di daerah terbuka, halaman tempat penyimpanan Tempat pejalan kaki & panggung Ruang boiler Halaman trafo, ruangan tungku, dll. Area sirkulasi di industri, pertokoan dan ruang penyimpan Layanan penerangan yang minimum dalam tugas Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip Gantungan baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar, perakitan mesi dan bagian yang halus, pekerjaan warna, tugas menggambar kritis. Pekerjaan mesin dan di atas meja yang sangat halus, perakitan mesi presisi kecil dan instrumen; komponen elektronik, pengukuran dan pemeriksaan bagian kecil yang rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan setempat) Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali, misal instrumen yang sangat kecil, pembuatan jam tangan, pengukiran
Sumber : www.energyefficiencyasia.org.pdf
10
1. Luminasi Luminasi (L) merupakan besaran penerangan yang kaitannya erat dengan kuat penerangan (E). Luminasi adalah pernyataan kuantitatif jumlah cahaya yang dipantulkan oleh permukaan pada suatu arah. Luminasi suatu permukaan ditentukan kemampuan
memantulkan
cahaya
oleh kuat penerangan dan
oleh
permukaan.
Kemampuan
memantulkan cahaya oleh permukaan disebut faktor refleksi atau reflektasi (•).
2. Penerangan Ruangan Pada saat merencanakan penerangan dalam ruangan yang harus diperhatikan pertama kali adalah kuat penerangan, warna cahaya yang diperlukan dan arah pencahayaan sumber penerangan. Kuat penerangan akan menghasilkan luminasi karena pengaruh faktor pantulan dinding maupun lantai ruangan. Faktor refleksi merupakan perbandingan luminasi dengan kuat penerangan. Kuat penerangan ruangan dikategorikan menjadi 6 yaitu: 1. Penerangan Ekstra Rendah, di bawah 50 lux 2. Penerangan Rendah, di bawah 150 lux 3. Penerangan Sedang, 150 hingga 175 lux 4. Penerangan Tinggi: a. Penerangan Tinggi I, 200 lux b. Penerangan Tinggi II, 300 lux c. Penerangan Tinggi III, 450 lux 5. Penerangan Sangat Tinggi, 700 lux 6. Penerangan Ekstra Tinggi di atas 700 lux Penerangan dalam ruangan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1.
Penerangan untuk keperluan umum, adalah penerangan
yang
digunakan untuk keperluan publik, misalnya: penerangan untuk kantor, penerangan bengkel, perkantoran, ruang tunggu di stasiun. 2.
Penerangan dikhususkan pada titik tertentu. Penerangan ini umumnya menggunakan sumber cahaya dengan sudut pancaran berkas cahaya
11
yang sempit, misalnya: penerangan pada etalase, bagian tertentu perkantoran. 3.
Penerangan dekoratif. Penerangan dekoratif harus mempertimbangkan estetika dan distribusi cahaya, misalnya penerangan pada: ruang keluarga, restoran, tempat hiburan.
3. Optimasi Pencahayaan Tujuan optimasi pencahayaan suatu ruangan adalah agar para pekerja dapat melakukan aktivitas dengan baik di dalam ruangan, efisiensi dalam konsumsi energi listrik serta kenyamanan penglihatan. Penggunaan energi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan. Ada langkah-langkah dalam mencapai efisiensi
yaitu pemasangan alat
kontrol pada lampu, pengelompokan titik-titik lampu terhadap sakelar, penggunaan
luminer
yang
sesuai,
pemanfaatan
cahaya
alam,
pengoperasian dan perawatan sistem pencahayaan. Disain instalasi pencahayaan untuk dengan
kebutuhan
suatu ruangan disesuaikan
penggunaan ruangan. Setiap ruangan mempunyai
kebutuhan intensitas pencahayaan yang berbeda-beda (Harten & Setiawan, 1985).
4. Perhitungan Iluminasi (lux) Pencahayaan Iluminasi menyatakan daerah densitas cahaya mencapai suatu objek atau permukaan. Satuan yang biasa digunakan untuk mengukur iluminasi yaitu foot-candle (ft-c) atau lux untuk satuan SI. 1 lux adalah densitas cahaya bergerak mencapai suatu permukaan yang berbentuk bola dengan radius 1 meter jika sumber cahaya mempunyai sumber cahaya 1 candle (c). Iluminasi berkurang dengan semakin jauhnya dari titik pusat sumber cahaya (Grether & Baker, 1972). Iluminasi dinyatakan dalam rumus : ……………………...(4) (Grether & Baker, 1972)
12
Tujuan dari perhitungan iluminasi pencahayaan adalah untuk mendapatkan
hasil
perbandingan dengan diperoleh
yang
akurat
dan
hasil pengukuran
dapat
dipakai
sebaga i
secara langsung sehingga
instalasi pencahayaan yang paling optimal. Intensitas
pencahayaan pada suatu bidang adalah flux yang jatuh pada luasan 1 m2 dari bidang tersebut. Intensitas pencaha yaan ditentukan di tempat mana kegiatan dilakukan. Efisiensi pencahayaan juga dipengaruhi oleh penempatan sumber cahaya pada ruangan dan umur lampu. Jika intensitas pencahayaan lampu menurun hingga 20% di bawahnya maka perlu diganti atau dibersihkan.
D. Bengkel Alsintan Bengkel (workshop) adalah wadah yang mencakup tempat, sarana, dan juga organisasi dan pengelola untuk melakukan setiap aktivitas atau kerja perbengkelan. Adapun teknik perbengkelan yaitu pengetahuan dan keterampilan tentang peralatan dan metode untuk membuat, membentuk, merubah bentuk, merakit ataupun memperbaiki suatu benda (dalam hal ini adalah berbahan dasar logam) menjadi bentuk baru atau kondisi yang lebih baik, baik bermanfaat ekonomis ataupun estetika. Dalam kaitannya dengan dunia mesin termasuk mesin-mesin pertanian, bengkel dapat digolongkan dalam beberapa jenis sesuai dengan fungsi dan aktivitas di dalamnya, yaitu: •
Bengkel untuk perawatan atau pemeliharaan mesin (maintanance workshop)
•
Bengkel untuk perbaikan mesin (repair workshop)
•
Bengkel perawatan dan perbaikan (maitanance/service & repair workshop)
•
Bengkel konstruksi/pembuatan alsin (construction workshop) Penggunaan suatu alat atau mesin pada prinsipnya adalah bertujuan
untuk mempermudah atau memperingan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Yang dimaksud dengan alat atau biasa juga disebut perkakas (dalam bahasa Inggris tool) adalah : suatu benda yang berbentuk khusus
13
dan digunakan untuk membantu kerja yang relatif sulit dilakukan langsung oleh tangan atau anggota tubuh manusia lainnya. Sumber tenaga pengendaliannya adalah sepenuhnya dan langsung oleh operator atau pengguna (secara prinsip tidak ada proses reduksi ataupun transmisi tenaga). Misalnya: pisau atau gergaji (alat pemotong), obeng atau kunci (alat pembuka atau pengencang), tang atau pinset (alat pemegang), bor atau puncher (alat pelubang manual), dll. Sedangkan yang disebut mesin (dalam bahasa inggris machine) adalah: suatu bentuk rancang bangun yang dibuat secara khusus untuk membantu usaha manusia dalam melakukan suatu jenis atau proses kerja dengan cara mengurangi atau menggantikan energi manusia. Sumber tenaga dan pengendaliannya sebagian atau sepenuhnya dilakukan atau diambil alih oleh mesin dan secara prinsip terdapat proses reduksi atau transmisi tenaga. Tergantung tingkat kecanggihan mesin termasuk ke dalam semi mekanis, mekanis ataukah otomatis, operator yakni manusia dapat berperan sebagai penggerak, pengendali ataupun sebagai pengatur. Adapun beberapa fungsi dari bengkel pertanian (farm workshop) adalah: ü
Tempat perawatan dan pemeliharaan berbagai macam alsintan
ü
Tempat perbaikan alsintan
ü
Tempat bongkar pasang dan penyetelan berbagai macam alsintan
ü
Tempat penyimpanan berbagai macam peralatan dan perkakas
ü
Tempat penyimpanan suku cadang alsintan
14
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari sampai Agustus 2010. Adapun kegiatannya meliputi pengukuran tingkat kebisingan dan penerangan di ruangan bengkel alsintan, penghitungan data yang telah diperoleh, studi pustaka dan analisis hasil perhitungan. Adapun lokasi penelitian ini yaitu di bengkel Daud Tenik Maju Cibeureum Bogor (sebuah bengkel alsintan sederhana), dan bengkel alsintan PT. Agrindo Surabaya tepatnya unit AEU (Agrindo Engineering Unit) sebuah perusahaan alsintan (bengkel alsintan besar). B. Peralatan dan Perlengkapan Adapun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari : 1. Meteran pita ( 50 m ) 2. Lux meter 3. Sound level meter 4. Stop watch. 5. Alat tulis, komputer, dan beberapa perlengkapan yang mendukung untuk pencatatan data dan pengolahan data.
C. Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu pengambilan data di lapangan dan pengolahan data. Pengambilan data di lapangan bertujuan untuk mendapatkan data primer, sedangkan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur. 1.
Pengambilan Data di Lapangan Pengukuran kebisingan dan pencahayaan ini dilakukan di beberapa ruangan yang ada di kedua bengkel alsinan dengan metode observasi. Observasi adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain
15
meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). a. Pengukuran Tingkat Kebisingan. Dalam KepMen.LH, 1996 No.48, pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan menggunakan sebuah sound level meter . Penelitian ini tidak dilakukan selama 24 jam karena mempertimbangkan objek penelitian yang digunakan hanya pada siang hari. Sehingga penelitian ini hanya dilakukan pada waktu siang hari (9 jam) dari jam 07.00 sampai jam 16.00. Pengambilan data kebisingan dilakukan dengan mengukur tingkat kebisingan di beberapa ruangan yang digunakan dan dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan. Pengukuran dilakukan dengan cara memetakan tingkat kebisingan yang jarak setiap titiknya 1 sampai 2 meter. Metode ini juga sering disebut metode “grid”. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 2 x 2 m. Pada masing-masing titik diukur tingkat kebisingannya dengan mengambil beberapa titik pengukuran yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan tinggi alat pada saat pengukuran ± 100 cm dari lantai kemudian diolah dengan menjumlahkan kebisingan yang ada agar bisa digambarkan pada kontur kebisingan di setiap lokasi yang diukur. Data hasil pengukuran tingkat kebisingan tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan nilai ambang batas (NAB) kebisingan yang telah ditetapkan pemerintah. b. Pengukuran Tingkat Pencahayaan. Pengukuran tingkat pencahayaan dilakukan pengukuran
secara
langsung menggunakan alat
dengan
cara
lux meter pada
ruangan atau lokasi yang telah ditentukan. Tahapan yang dilakukan dalam pengambilan data pengukuran meliputi: pengukuran ruangan, pengukuran intensitas pencahayaan pada bidang kerja di bawah luminer, pengukuran jarak bidang kerja terhadap lampu.
16
2.
Pengolahan Data Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka
analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Sebelum analisis data dilakukan terlebih dahulu data harus diolah. Data kebisingan yang diperoleh dari lapangan diolah dengan menggunakan rumus:
Leq =
li/10
Keterangan: Leq : tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama rentang waktu tertentu yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan steady pada selang waktu yang sama (dB(A)) N : jumlah kali pengukuran dalam rentang waktu tertentu Li : tingkat kebisingan pada pengukuran ke-i Data yang telah diolah kemudian di gunakan sebagai input dalam pembuatan peta kontur kebisingan dan pencahayaan. Untuk ploting nilai kebisingan
dan
pencahayaan
pada
peta
kontur
dilakukan
dengan
menggunakan perangkat lunak software golden surfer. Dari peta kontur yang dihasilkan, analisis sebaran kebisingan dan pencahayaan bisa dilakukan.
17
Mulai Pengukuran tingkat kebisingan di lokasi yang ditentukan Pengolahan Data pengukuran
Memenuhi standar NAB kebisingan Ya
Kontur kebisingan di masing-masing lokasi
Tidak Usul perbaikan
Selesai Gambar 1. Bagan alur pengukuran tingkat kebisingan
Mulai Pengukuran tingkat pencahayaan di lokasi yang ditentukan Data pengukuran Memenuhi standar tingkat pencahayaan Ya
Tidak Usul perbaikan Selesai
Gambar 2. Bagan alur pengukuran tingkat pencahayaan
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel Kebisingan dan pencahayaan merupakan aspek-aspek penting yang mempengaruhi tingkat kenyamanan dalam bekerja. Sehingga ketika aspek kebisingan dan pencahayaan ini diperhatikan dengan baik dalam suatu industri maka diharapkan akan diperoleh kondisi yang nyaman dan memenuhi standar K3 untuk hasil kerja yang optimal. Kebisingan dan pencahayaan merupakan aspek yang sudah melekat pada lingkungan kerja. Begitu juga dalam bengkel-bengkel yang di dalamnya terdapat sejumlah mesin yang beroperasi menghasilkan komponen-komponen pembentuk mesin dengan berbagai proses dan hasil akhir yang beragam juga tidak lepas dari dua aspek ini. Kebisingan yang ada dalam suatu industri dapat dideteksi dengan berbagai cara sehingga akan diketahui tingkat kebisingan yang ada. Kebisingan yang melebihi ambang batas sering kali disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut bisa merupakan faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yaitu segala sesuatu yang berasal dari lingkup dekat lingkungan kerja, seperti besarnya daya mesin, tingginya putaran poros mesin, jenis transmisi yang digunakan atau hal-hal yang berhubungan dengan peralatan di dalam ruang kerja. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar lingkungan kerja yang dekat biasanya dari luar ruang kerja, seperti kebisingan yang disebabkan kendaraan bermotor yang hilir mudik di jalan, atau bunyibunyian yang berasal dari luar lingkungan kerja lainnya. Umumnya suatu pabrik atau industri beroperasi menggunakan beberapa shift atau waktu gilir dari kelompok pekerja satu waktu dengan kelompok kerja waktu berikutnya. Akan tetapi berbeda pada industri konstruksi mesin. Kedua bengkel tidak ada sistem gilir waktu kerja (shift). Pada bengkel alsintan besar, pekerjaan dalam hari itu hanya dilakukan dalam sekali waktu selama 8 jam dari jam 07.0016.00 dengan istirahat 1 jam, 12.00-13.00. Sedangkan pada CV. Daud Teknik Maju (bengkel alsintan sederhana), pekerjaan dimulai dari jam 08.00-16.00 dengan waktu istirahat 1 jam, 12.00-13.00.
19
1.
Kebisingan dan Pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju (bengkel alsintan sederhana) Pada bengkel ini terdapat sejumlah mesin yang digunakan antara lain mesin las listrik, mesin gerinda, mesin potong plat, dan mesin bubut. Sedangkan aktivitas yang dilakukan di dalamnya juga tidak terlalu banyak. Aktivitas pekerjaan yang ada berupa membubut poros, menghaluskan hasil pekerjaan setengah jadi, memotong plat dan mengelas dengan las listrik. Luas bangunan bengkel ini ± 500 m² yang terdiri dari ruang kerja, ruang utama produksi, gudang dan kamar mandi. Letak bengkel berada di sebuah area dengan pengaruh kebisingan eksternal yang relatif kecil. Kebisingan yang ada merupakan kebisingan internal yaitu kebisingan yang berasal dari aktivitas dalam lingkungan dekat kerja yang seperti bunyi mesin-mesin yang sedang digunakan. Angka kebisingan yang terjadi di tempat ini mencapai 102 dB(A). Kebisingan ini dihasilkan oleh mesin gerinda. Sedangkan mesin las listrik juga menghasilkan kebisingan yang cukup tinggi tetapi masih di bawah nilai ambang batas yang diijinkan. Sedangkan mesin bubut tidak menghasilkan kebisingan karena bunyi yang dihasilkannya relatif tenang. Sehingga kebisingan pada bengkel ini termasuk ke dalam jenis kebisingan terputusputus. Sedangkan aspek pencahayaan pada bengkel ini sangat bergantung pada pantulan cahaya matahari. Konstruksi bangunan bengkel belum modern. Hal ini terlihat selain pada konstruksi atap, tembok dan lantainya yang tidak terawat, juga pada tata letak ruangannya yang masih belum tertata rapih. Barang-barang setengah jadi yang dihasilkan belum tersimpan pada ruang penyimpanan yang layak. Gudang yang disediakan pun tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pencahayaan yang ada tidak merata di setiap sudut ruangan dan hanya terfokus pada daerah-daerah tertentu. Pencahayaan optimal ada pada daerah-daerah di sekitar daerah yang mendapatkan cahaya matahari secara langsung. Di sanalah kegiatan di bengkel ini dilakukan. Sedangkan di daerah lain yang jauh dari daerah yang terkena matahari langsung tidak ada aktivitas produksi di sana, karena cahaya 20
yang ada kurang. Pada daerah yang jauh dari daerah cahaya matahari langsung digunakan sebagai tempat barang-barang setengah jadi yang sedang dalam proses pengeringan atau sedang menunggu untuk dikerjakan lebih lanjut. Sehingga penyimpanan barang tidak ditempatkan pada ruangan khusus penyimpanan. Sebaran tingkat pencahayaan yang terjadi yaitu antara 15-3000 lux. Daerah dengan tingkat pencahayaan 15 lux adalah daerah yang terjauh dari pantulan cahaya matahari. Sedangkan daerah dengan intensitas pencahayaan sebesar 3000 lux adalah daerah yang ada di bawah pantulan cahaya matahari langsung.
Ket: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 3. Kontur kebisingan di CV. Daud Teknik Maju 21
Ket: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 4. Kontur pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju
2.
Kebisingan dan Pencahayaan di PT. Agrindo Surabaya (bengkel alsintan besar) Di bengkel alsintan besar terdapat pembagian unit untuk menghasilkan jenis alsintan tertentu. Terdapat 10 unit dengan jenis mesin yang diproduksi berbeda-beda. Adapun kondisi dan aktivitas di masing-masing unit tidak berbeda jauh karena mesin-mesin yang beroperasi adalah mesin dengan jenis yang sama hanya saja jumlahnya bisa berbeda. Bengkel alsintan besar ini memproduksi mesin sosoh dan mesin pemutih beras.
22
Jenis mesin yang ada sangat beragam, begitu pula dengan jumlahnya. Di antara mesin yang ada yaitu mesin gergaji, mesin bubut, mesin milling, mesin penitik, mesin potong plat, mesin gerinda, mesin vibra, mesin bor, mesin tekuk, mesin potong siku, mesin las listrik dan mesin-mesin listrik yang lain dengan jumlah keseluruhan mesin 80 buah. Adapun aktivitas yang dilakukan berupa segala sesuatu yang berkaitan dengan pembuatan mesin mesin untuk menyosoh beras dan memutihkan beras, yang dimulai dari pengukuran bahan atau plat besi, pemotongan dan pembentukan komponen-komponen mesin, mengelas komponen, hingga pengecatan dan perakitan. Kebisingan yang ada di unit ini merupakan kebisingan internal yakni berasal dari mesin-mesin yang sedang beroperasi di dalam bengkel. Kebisingan eksternal tidak ada, karena unit ini tidak berdekatan dengan jalan umum. Di antara beragam mesin, terdapat mesin yang menghasilkan angka kebisingan sangat tinggi yaitu mesin gerinda jalan mencapai kebisingan 103,56 dB(A), mesin cutting wheel (gerinda duduk) mencapai kebisingan 102,83 dB(A), mesin potong pelat mencapai kebisingan 101,83 dB(A), suara blower painting mencapai kebisingan 102,28 dB(A) dan mesin las listrik mencapai kebisingan 103,04 dB(A). Sehingga kebisingan yang dihasilkan mesin-mesin ini menutupi kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin lain di sekitarnya yang pada saat yang bersamaan sedang beroperasi. Kebisingan pada unit ini hanya dirasakan berlebihan pada titik-titik tertentu yaitu pada mesin yang menghasilkan kebisingan kuat. Titik-titik tersebut berada pada daerah yang berdekatan dengan ruang gerinda jalan, mesin gerinda duduk(cutting wheel), mesin potong pelat, mesin las listrik dan ruang cat. Sedangkan daerah yang relatif jauh dari mesin-mesin tersebut tidak begitu bising meskipun mesin yang ada sedang beroperasi. Karena mesinmesin selain selain itu relatif tenang dengan kebisingan di bawah NAB. Mesin gerinda dan cutting wheel ini bisa menghasilkan kebisingan yang berubah ubah selama rentan waktu tertentu. Begitu juga dengan mesin las listrik menghasilkan angka kebisingan yang selalu berubah selama rentan waktu tertentu. Hal ini disebabkan pengaruh dari beberapa hal seperti kekerasan benda kerja maupun kualitas mesin. Sehingga kebisingannya
23
tergolong pada kebisingan terputus-putus juga termasuk kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dan fluktuatif (fluctuating noise). Pada daerah mesin potong plat yang menghasilkan kebisingan hingga 101,83 dB(A) termasuk ke dalam jenis kebisingan impulsif berulang. Adapun pencahayaan di unit ini telah terpenuhi secara konstruksinya di tambah juga penambahan cahaya pada kondisi dan titik-titik tertentu. Unit AEU bengkel alsintan besar dengan luas 1.700 m² dan tinggi ± 5 m secara konstruksi telah memiliki desain pencahayaan yang baik. Selain itu untuk mengoptimalkan penglihatan
dalam bekerja dan menentukan ketelitian
angka-angka atau ukuran yang diinginkan tehadap benda kerja, pada mesin mesin tertentu disertai lampu sebagai cahaya tambahan. Di dalam bangunan itu juga dipasang lampu-lampu penerang sebagai penambah cahaya saat cuaca sedang mendung. Bangunan AEU memiliki atap yang terbuat dari asbes dan sebagai pencahayaan ruangan menggunakan fiber. Sehingga pencahayaan yang dihasilkan pun sangat sangat baik dan teratur. Sebaran angka intensitas cahaya hasil pengukuran mulai dari 100 lux hingga 5000 lux. Angka ini termasuk ke dalam angka yang optimal sesuai dengan kebutuhan pada aktivitas yang dilakukan pekerja.
24
Ket: sumbu x dan y merupakan jarak (m)
Gambar 5. Kontur kebisingan PT. Agrindo (bengkel alsintan besar)
25
Ket: sumbu x dan y merupakan jarak (m)
Gambar 6. Kontur pencahayaan PT. Agrindo (bengkel alsintan besar)
26
B. Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel Nilai Ambang Batas (NAB) merupakan titik maksimum yang diperbolehkan pekerja untuk berada di tempay kerja. NAB untuk kebisingan ada tiga standar yaitu standar OSHA (Occupational Safety and Healthy Association), ISO (International Standard Organization), dan standar yang digunakan di Indonesia yaitu standar yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker). Standar ketiganya seperti yang tertulis pada tabel 3 yang disesuaikan dengan lama waktu kerja yang digunakan oleh suatu industri. 1.
Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju (bengkel alsintan sederhana) Pada bengkel alsintan sederhana ini diterapkan waktu kerja selama 7 jam dari jam 08.00-16.00 dengan waktu istirahat 1jam, 12.00-13.00. Sedangkan angka kebisingan maksimal yang terjadi adalah 102,2 dB(A). Bila disesuaikan dengan nilai ambang batas yang diijinkan, angka kebisingan ini memiliki beberapa perbedaan batasan lama waktu kerja. Bila menurut standar OSHA, waktu yang diijinkan untuk berada di daerah itu adalah
93,6
menit/hari. Menurut standar ISO, lama waktu yang diijinkan berada di daerah itu adalah 9,36 menit/hari. Sedangkan menurut Menaker waktu yang diijinkan untuk berada di daerah tersebut adalah 46,8 jam/hari. Dengan demikian lama waktu yang diterapkan melebihi batas. Pencahayaan minimum di bengkel ini tercatat 15 lux. Sedangkan pencahayaan maksimum tercatat 3000 lux. Pada bengkel sederhana ini memang tidak merata dalam hal pencahayaannya. Sumber cahayanya pun sepenuhnya mengelas
mengandalkan dan
membubut
cahaya
matahari.
merupakan
Kegiatan
kegiatan
yang
menggerinda, membutuhkan
penerangan cukup besar. Seperti tertulis di tabel 4 kegiatan-kegiatan dengan mesin ini akan bisa optimal jika cahaya yang digunakan juga sesuai. Dalam hal ini kegiatan-kegiatan tersebut minimalnya memerlukan cahaya sebesar 300 lux.
27
2.
Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Pencahayaan di bengkel alsintan besar Bengkel ini menerapkan sistem lama waktu bekerja perharinya yaitu 8 jam dari jam 07.00 sampai jam 16.00 dengan waktu istirahat 1 jam, jam 12.00-13.00. Angka kebisingan yang terukur tinggi ini memiliki dampak pembatasan terhadap waktu untuk berada di daerah itu menurut standar yang ada.Berikut ini pemaparan waktu yang diijinkan berada di daerah bising yang ada. Tabel 5. Waktu yang aman menurut standar ISO, OSHA dan Menaker
Mesin
Nilai bising (dB(A))
Waktu yang diijinkan menurut standar ISO
OSHA
MENAKER
(menit/hari)
(menit/hari)
(menit/hari)
Gerinda jalan
103,56
7,47
77,28
38,64
Geinda duduk
102,82
7,92
86,04
43,02
Potong pelat
101,83
10,44
98,04
49,02
Blower
102,28
9,3
92,64
46,32
Las listrik
103,04
7,45
83,52
41,76
Pencahayaan minimum di bengkel ini yaitu 100 lux yang ada di ruang cat. Ruangan ini tidak memiliki sumber cahaya untuk matahari, dan hanya menggunakan lampu neon 40 watt sebanyak 4 buah dengan ukuran ruangannya 6x6 m2. Sedangkan pencahayaan maksimum mencapai 5000 lux yang tersebar di ruang selain ruang cat. Kegiatan-kegiatan di dalamnya seperti menggerinda, mengelas, menitik, membubut, memiling, merakit dan mengecat dan menggaris dan memotong plat termasuk ke dalam kegiatan yang membutuhkan ketepatan tinggi karena berhubungan dengan presisi angka benda-benda yang akan dikerjakan. Sehingga kegiatan-kegiatan ini memerlukan penerangan yang cukup besar. Seperti dituliskan pada tabel 4, cahaya yang dibutuhkan minimal adalah 450 lux. Jadi untuk ruangan pada umumnya di bengkel ini sebagian besar pencahayaannya sudah sesuai dengan standar.
28
C. Pengaruh Kebisingan dan Pencahayaan terhadap Pekerja
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan sehingga pada kondisi tertentu bisa menjadi suatu gangguan. Kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin di suatu pabrik memiliki dampak yang serius yang akan dirasakan oleh para pekerja. Dampak tersebut bisa dirasakan dalam jangka waktu yang relatif panjang (tahunan) atau bisa juga dirasakan dalam jangka waktu yang relatif pendek (bulanan). Disadari atau tidak, kebisingan memiliki pengaruh bagi kesehatan. Apabila dilihat dari hasil kuesioner yang telah diberikan kepada para pekerja diperoleh beberapa informasi tentang kondisi mereka selama mereka berada di tempat kerja. Sebanyak 56,6 % atau lebih dari separuh dari jumlah pekerja mengaku mereka bekerja di tempat yang bising, meskipun demikian kondisi ini mereka anggap masih dalam batas kenyamanan sehingga sebagian besar (96,6 %) para pekerja merasa nyaman bekerja di tempat kerjanya. Kenyamanan yang mereka rasakan ini apabila diteliti lebih jauh lagi tidak terlepas dari kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin yang mereka operasikan dan dari kemampuan penyesuaian diri mereka. Di daerah mesin bubut, mesin bor dan perakitan, kebisingan yang dirasakan oleh pekerja masih di bawah nilai ambang batas sehingga para pekerja tidak merasakan adanya kebisingan yang mengganggu, baik itu mengganggu kesehatan maupun kenyamanan. Selain itu, meskipun para pekerja menganggap kebisingan di sekitar mereka itu berbahaya, mereka mengaku sudah terbiasa dengan kondisi ini karena mereka juga merasa tidak bisa mengendalikan kondisi ini. Adapun pengaruh pencahayaan yang dirasakan kurang bisa berupa kelelahan pada mata saat bekerja pada mesin-mesin yang memerlukan tingkat presisi yang tinggi. Pekerja yang mengoperasikan mesin- mesin bubut, mesinmesin bor, mesin miling, mesin potong, dan perakitan memerlukan pencahayaan yang cukup besar yakni di atas 200 lux. Jika pencahayaan yang ada kurang dari itu maka pekerja mesin-mesin ini akan cepat mengalami kelelahan mata. Sedangkan pada ruang cat cahaya yang diberikan belum
29
mencapai 200 lux. Padahal untuk pekerjaan ini akan lebih optimal jika menggunakan cahaya yang lebih besar, sehingga hasil yang diperoleh dari pengecatan juga semakin baik. Hasil kuesioner menunjukkan sebagian pekerja mengaku bahwa tempat mereka bekerja memiliki sistem pencahayaan yang baik dan sebagian merasakan cukup. Lampu sebagai cahaya tambahan dirasa perlu hanya pada saat-saat tertentu seperti ketika mendung. Dan hasil kuesioner juga dapat diketahui bahwa 73,3 (%) dari pekerja tidak mengalami keluhan serius dengan pencahayaan yang ada. Pada gambar 8 juga dapat dilihat bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah kelelahan. Hal ini juga bisa dikarenakan kelelahan akibat kerja mata yang terlalu berat yang berhubungan dengan angka-angka pada mesin yang dioperasikan yang tetntunya membutuhkan pencahayaan atau penerangan yang tinggi. Sedangkan pengaruh kebisingan dan pencahayaan terhadap kualitas pekerjaan dan kenyamanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 7. Jenis keluhan yang dialami pekerja
30
Gambar 8. Jenis gangguan yang dialami pekerja D. Upaya Pengendalian Kebisingan dan Optimasi Pencahayaan Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, kebisingan memiliki pengaruh terhadap pekerja baik dalam hal kesehatan maupun kenyamanan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas produksi suatu perusahaan. Oleh karena itu pengendalian kebisingan harus ditangani dengan serius agar kondisi yang ada tidak mengakibatkan kefatalan baik untuk pekerja maupun produktifitas perusahaannya. Ketika kebisingan sudah melebihi nilai ambang batas maka upaya pengendalian kebisingan itu merupakan suatu keharusan. Upaya pengendalian ini dimulai dari pengurangan dan pengendalian tingkat kebisingan sumber, pelemahan intensitas dengan memperhatikan faktor alamiah seperti jarak, sifat media, mekanisme rambatan dan vegetasi serta upaya reduksi atau isolasi getaran sumber, pemasangan penghalang, desain struktur dan pemilihan bahan peredam. Pada kedua bengkel baik bengkel alsintan sederhana maupun bengkel alsintan besar, kebisingan tertinggi dihasilkan oleh mesin gerinda. Pada CV. Daud Teknik Maju operasi mesin gerinda menghasilkan kebisingan hingga 102 dB, sehingga untuk sampai pada batas kebisingan yang diijinkan membutuhkan reduksi sebesar 17 dB. Sedangkan pada bengkel alsintan besar, mesin gerinda menghasilkan kebisingan sebesar 103 dB, sehingga untuk sampai pada nilai ambang batas yang diijinkan harus direduksi sebesar 18 dB.
31
Kebisingan yang ada di daerah mesin gerinda memang berasal dari mesin gerinda sendiri yakni dipengaruhi oleh kekerasan dari benda kerjanya. Pada bengkel alsintan besar kebisingan juga dihasilkan oleh mesin potong plat, gerinda cutting wheel, mesin las listrik dan blower pada ruang cat. Kebisingan dari mesin plat sebenarnya bersumber dari bunyi plat yang dipotong kemudian jatuh, sehingga bukan berasal dari mesin potongnya. Upaya pengendalian kebisingan ini yaitu dengan cara memasang selubung akustik dari bahan peredam getaran. Bahan yang digunakan sebagai peredam
memiliki
sifat
menyerap
intensitas
kebisingan
sehingga
intensitasnya akan berkurang. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyediakan ruang tersendiri untuk kegiatan menggerinda kemudian memberikan peredam kebisingan pada dinding ruangan. Hal ini bisa mengurangi kebisingan yang dipancarkan oleh ruang gerinda sehingga daerah di sekitarnya tidak bising. Begitu pula dengan mesin las listrik dan ruang cat, hendaknya disediakan ruang yang disertai dengan peredam kebisingan. Adapun beberapa contoh bahan yang dapat meredam bunyi ada di tabel 5. Tabel 6. Beberapa contoh bahan peredam bunyi Bahan Fiber glass Wol mineral Lapis jerami Lapis wol kayu
Tebal (mm) 50 50 50 50
Koefisien peredaman rata-rata Pada frekuensi 125-4000 Hz 0.7 0.8 0.4 0.6
Sumber: SPLN 46-1 : 1981
Setelah upaya kebisingan itu dilakukan dari sumber bisingnya, maka pengendalian kebisingan pada pekerja juga dilakukan untuk mereduksi tingkat kebisingan yang diterima harian. Karena daerah utama kerusakan akibat kebisingan pada manusia adalah pendengaran maka metode pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa mereduksi kebisingan yang masuk ke telinga yaitu alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga adalah alat untuk menyumbat telinga atau penutup telinga yang digunakan atau dipakai dengan tujuan melindungi, mengurangi paparan kebisingan masuk kedalam telinga. Fungsinya adalah menurunkan intensitas
32
kebisingan yang mencapai alat pendengaran. Alat pelindung umumnya dapat dibedakan menjadi: 1.
Sumbat Telinga (Ear Plug) Ukuran, bentuk, dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu berbeda-beda dan bahkan antar kedua telinga dari individu yang sama berlainan. Oleh karena itu sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk, posisi saluran telinga pemakainya. Diameter saluran telinga berkisar antara 3-14 mm, tetapi paling banyak 5-11 mm. Umumnya bentuk saluran telinga manusia tidak lurus, walaupun sebagian kecil ada yang lurus. Sumbat telinga dapat mengurangi bising sampai dengan 30 dB(A). Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas (wax), plastik karet alami dan sintetik, menurut cara penggunannya, di bedakan menjadi ‘disposible ear plug”, yaitu sumbat telinga yang digunkan untuk sekali pakai saja kemudian dibuang, misalnya sumbat telinga dari kapas, kemudian cara pengguanan yang lain yaitu, “non dispossible ear plug” yang digunakan waktu yang lama terbuat dari karet atau relatif cetak. Dalam pemakaiannya sumbat telinga mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan dari pemakaian sumbat telinga yaitu : a.
Mudah dibawa karena ukurannya yang kecil
b.
Relatif lebih nyaman dipakai di tempat kerja yang panas
c.
Tidak membatasi gerak kepala
d.
Harga relatif lebih murah dari pada tutup telinga
e.
Dapat dipakai dengan efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kepala, anting-anting dan rambut
Sedangkan kerugiannya antara lain: a.
Memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telinga untuk pemasangan yang tepat
b.
Tingkat proteksinya lebih kecil dari tutup telinga
c.
Sulit untuk memonitor tenaga kerja apakah memakai APT karena sukar dilihat oleh pengawas
d.
Hanya dapat dipakai oleh saluran telingan yang sehat 33
e.
Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka saluran telinga akan mudah terkena infeksi karena iritasi
2.
Tutup Telinga (Ear Muff) Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung untuk tutup telinga, dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian yang lama, sering ditemukan efektivitas telinga menurun yang disebabkan oleh bantalan mengeras dan mengerut akibat reaksi bahan bantalan dengan minyak kulit dan keringat. Tutup telinga digunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB(A) dengan frekuensi 100-8000 Hz. Keuntungan dari tutup telinga (earmuff) adalah : a.
Satu ukuran tutup telinga dapat digunakan oleh beberapa orang dengan ukuran telinga yang berbeda
b.
Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas
c.
Dapat dipakai pada telinga yang terkena infeksi (ringan)
d.
Tidak mudah hilang
Kerugian dari tutup telinga adalah : a.
Tidak nyaman dipakai di tempat kerja yang panas
b.
Efektifitas dan kenyamanan pemakaiannya dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kepala, anting-anting, rambut yang menutupi telinga
c.
Tidak mudah dibawa atau disimpan
d.
Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit
e. 3.
Harganya relatif lebih mahal dari sumbat telinga
Helmet (Enclosure) Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi intensitas bising maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dBA pada frekuensi tinggi. Beberapa contoh helmet yang direkomendasikan dapat dilihat di lampiran.
34
Selain itu, terdapat beberapa jenis pelindung telinga yang dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan yang dirasakan oleh telinga dengan beberapa tingkat reduksinya. Sehingga untuk bengkel sederhana dengan tingkat kebisingan yang mencapai 102,2 dB(A) dapat mengalami reduksi kebisingan jika menggunakan beberapa jenis pelindung telinga. Begitu pula dengan bengkel besar dengan kebisingan yang dihasilkan juga bisa direduksi dengan menggunakan jenis pelindung di bawah ini. Peredaman yang dihasilkan oleh jenis pelindung telinga dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Peredaman tingkat kebisingan berbagai jenis pelindung telinga Peredaman Tingkat Bising *) [dB(A)] Jenis Pelindung Sumbat telinga Sumbat kapas berlilin Sumbat wol gelas Sumbat tercetak sesuai telinga ybs Penutup berperapat busa Penutup berperapat cairan Helm penerbang
125 Hz 2 (2) 6 (7) 7 (4) 15 (7) 8 (6) 13 (6) 14 (4)
250 Hz 3 (2) 10 (9) 11 (5) 15 (8) 14 (5) 20 (6) 17 (5)
500 Hz 4 (3) 12 (9) 13 (4) 16 (5) 24 (6) 33 (6) 29 (4)
1000 Hz 8 (3) 16 (8) 17 (7) 17 (5) 34 (8) 35 (6) 32 (5)
2000 Hz 12 (6) 27 (11) 29 (6) 30 (5) 36 (7) 38 (7) 48 (7)
4000 Hz 12 (4) 32 (9) 35 (7) 41 (5) 43 (8) 47 (8) 59 (9)
8000 Hz 9 (5) 26 (9) 31 (8) 28 (7) 31 (8) 41 (8) 54 (9)
*) angka dalam kurung menyatakan (deviasi) standar Sumber : SPLN 46-1 1981
35
Gambar 9. Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel alsintan sederhana
Gambar 10. Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel alsintan besar (lokasi mesin gerinda jalan)
36
Gambar 11. Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel alsintan besar mesin gerinda duduk
Gambar 12. Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel alsintan besar mesin potong pelat
37
Gambar 13. Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel alsintan besar mesin blower painting
Gambar 14. Pengaruh beberapa jenis pelindung telinga terhadap kebisingan di bengkel alsintan besar mesin las listrik
38
Tabel 8. Klasifikasi kuat penerangan
Jenis Aktivitas Ruangan publik Temporary visit Ruangan kerja Untuk kerja visual Untuk kerja visual
Kategori Iluminasi, KI A B C D
Nilai Iluminasi (lux) 20-50 50-100 100-200 200-500
E
500-1000
F
1000-2000
Untuk kerja visual periode lama Sumber : Kroemer, 2001
Ruang Kerja
Pencahayaan umum Komputer Tugas dengan ketelitian Tugas dengan ketelitian tinggi
Berdasarkan tabel 7, data pencahayaan di kedua bengkel dapat diolah untuk didapatkan informasi tentang kondisi sistem pencahayaannya. Adapun persentase kriteria iluminasi dari kedua bengkel dapat dilihat pada tabel 8. Dari persentase kriteria iluminasi tersebut menunjukkan bahwa sistem pencahayaan di bengkel alsintan sederhana sudah cukup baik meskipun masih ada daerah-daerah tertentu yang pencahayaannya kurang (19%) dan kurang cukup (12.5%). Pencahayaan bengkel ini dapat dioptimalkan dengan cara pemberian jendela sebagai jalannya cahaya matahari pada daerah-daerah yang dirasa kurang terang. Dapat juga dengan menggunakan cat ruangan yang memiliki daya pantul cahaya yang baik dan pemberian lampu-lampu. Sedangkan pada bengkel alsintan besar, kriteria iluminasi menunjukkan bahwa bengkel memiliki sistem pencahayaan yang cukup baik. Bahkan di dareh-daerah tertentu telah memiliki pencahayaan yang baik (43.2%) dan sangat baik (3.45%). Sehingga optimasi pada bengkel ini hanya diperlukan pada (1.72%) daerah yang pencahayaannya cukup yakni pada daerah atau ruang cat, gosok dan ruang oven. Kegiatan mengecat, mengeringkan dan menggosok memang berada pada satu ruangan yang menggunakan cahaya lampu, bukan pantulan cahaya matahari. Sehingga perlu adanya lampu yang bisa menerangi ruangan dengan intensitas lebih dari 200 lux.
39
Tabel 9. Kriteria Iluminasi CV. Daud Teknik Maju dan bengkel alsintan besar Kriteria Iluminasi A B C D E F
CV. Daud Teknik Maju (%) 19 12.5 16.67 27.78 9.72 13.89
PT. Agrindo (%) 0 0 1.72 51.72 43.1 3.45
Keterangan Kriteria Iluminasi A : Kurang B : Kurang cukup C : Cukup D : Cukup baik E : Baik F : Sangat baik
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tingkat kebisingan di CV. Daud Teknik Maju (bengkel alsintan sederhana) mencapai 102,2 dB(A) sedangkan pada PT. Agrindo (bengkel alsintan besar) mencapai 103,56 dB(A). Keduanya melebihi nilai ambang batas kebisingan. 2. Tingkat pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju (bengkel alsintan sederhana) tersebar dari 15 lux hingga 3000 lux. Sedangkan di PT. Agrindo (bengkel alsintan besar), intensitas pencahayaan tersebar antara 100 lux hingga 5000 lux. 3. Kebisingan di kedua bengkel bersumber dari mesin gerinda dan lokasi aktivitasnya yang berada di daerah yang tidak menggunakan peredam kebisingan sehingga kebisingan yang dihasilkan menyebar ke seluruh ruangan. 4. Pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju (bengkel alsintan sederhana) mencapai kriteria iluminasi D yang menunjukkan tingkat pencahayaan yang cukup baik. Begitu pun pada PT. Agrindo (bengkel alsintan besar) kriteria iluminasinya mencapai D yang artinya tingkat pencahayaan yang cukup baik. Kedua bengkel mengandalkan cahaya pantulan cahaya matahari langsung. B. Saran 1. Pengendalian kebisingan di kedua bengkel dapat dilakukan dengan cara menggunaan alat pelindung telinga bisa berupa kapas sederhana, earmuff, earplug atau helmet yang disesuaikan dengan reduksi yang diinginkan. 2. Jenis-jenis
kegiatan
yang
sangat
dianjurkan
bagi
operatornya
menggunakan alat pelindung telinga menurut kebisingan yang dihasilkan oleh mesin yang dioperasikan yaitu: •
Kegiatan menggerinda
•
Kegiatan memotong plat
41
•
Kegiatan mengelas
3. Pencahayaan yang ada di kedua bengkel yang menggunakan pantulan cahaya matahari pada dasarnya sudah cukup akan tetapi agar cahaya dapat tersebar di semua titik ruangan sehingga kegiatan bisa dilakukan tidak hanya pada satu titik tertentu, hendaknya perlu menambahkan cahaya buatan seperti lampu tambahan. Jenis lampu bisa menggunakan jenis lampu metal halida atau SON.
42
DAFTAR PUSTAKA
Budiono AM et al. 2003,
Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja,
Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gerth A. 2004, Office ergonomics A Preventative Approach, Purdue University. Grether W, Baker. 1972. Visual presentation of information. Human Engineering Guide to Equipment Desain. US Government printing office, Washington. Hanifa TY. 2005. Pengaruh Kebisingan terhadap Kelelahan pada Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perhutani Semarang [skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. [http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01dd/218e6bce.dir/d oc.pdf.]
Harten PV, Setiawan E. 1985. Instalasi Listrik Arus Kuat, Jilid 2. Bandung: Percetakan Bina Cipta. Heryadi Heru. 2008. Analisis kebisingan pada proses pengolahan tebu di PG Jatitujuh Majalengka Jawa barat. [SKRIPSI]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Petanian Bogor. Bogor. http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-sertapengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/ 21102009.16:59 wib http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/05/8-kebisingan-noise.pdf http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/pengukuran-nilai-ambang-dan-zonakebisingan/ http://www.depdag.go.id/files/publikasi/buku_brosur/RI-PIKM_BukuI.pdf.
International Journal, 2004 Industrial Ergonomics, ELSEVIER. Irianto, Chairul G. 2006. Studi Optimasi Sistem Pencahayaan Ruang Kuliah dengan memanfaatkan Cahaya Alam [http://blog.trisakti.ac.id/jetri/files/2010/01/10.1-chairul.pdf] Juliarson M. 1987. Mempelajari Metode Luminasi terhadap Kebutuhan Lampu Penerangan di dalam suatu Ruang Kerja [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51.MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, 1999, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 43
Kholik HM. 2007. Analisa Nilai Pencahayaan Proses Belajar Mengajar Sekolah Dasar di Malang. [http://publikasi.umm.ac.id/files/disk1/6/jiptummdppm-gdlherimkholi-296-1-analisa_-n.pdf]
Kroemer K et al, 2001. Ergonomic How to Design For ease And Efficiency, Prentice Hall International, 2nd edition. Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996. Keputusan
Menteri
Negara
Baku Tingkat Kebisingan, Surat
Lingkungan
Hidup
Nomor:
Kep-
48/MENLH/1996/25 November 1996, Jakarta. Nurmianto E. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Penerbit Guna Widya. Surabaya. Priatna BL, Utomo A dalam Edhie Sarwono et al. 2002, Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra International Tbk. Santoso Budi. 2008. Analisis Kebisingan pada Proses Produksi Gula pada Stasiun Masakan, Putaran, dan Power House di PG Bunga Mayang Lampung [SKRIPSI]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Sasongko DP.2000. Kebisingan Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.[Terhubung berkala, 6 Agustus 2010] SPLN 46-1 : 1981. Standar Perusahaan Umum Milik Negara.pdf Suma’mur PK. 1989.
Ergonomi untuk Produktivitas, Jakarta: CV. Haji Mas
Agung. Syuaib, Faiz. 2006. Modul Penuntun Kuliah dan Praktikum Perbengkelan. Institut Pertanian Bogor. Tambunan ST. 2005.
Kebisingan Di Tempat Kerja (Occupational Noise),
Yogyakarta: Andi. Wignjosoebroto S. 1995, 2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Surabaya: Guna Widya. www.grainger.com.HearingProtection .pdf [6Agustus2010]
Yahya I. 2002. Metode pengukuran akustik#2.
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Data kebisingan di CV. Daud Teknik Maju Sumbu x (m) 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Sumbu y (m) 22,5 23 23,5 24 24,5 25 20 19,5 19 18,5 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 13,5 13 12,5 12 11,5 11 10,5 10 9,5 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5
Intensitas bising dBA 86,02 83,52 81,58 80 78,66 75,5 101,54 98,02 95,52 93,58 92 77,95 76,79 75,76 74,85 74,02 73,26 72,57 71,91 71,33 70,77 70,24 69,74 69,27 68,83 68,4 68 64,69 64,31 63,94 63,58 63,24 62,91 62,6 62 61,77
46
Lampiran 1. Data kebisingan di CV. Daud Teknik Maju (lanjutan) Sumbu x (m) 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 7,5
Sumbu y (m) 5 4,5 4 3,5 3 2 1,5 1 0,5 0 18 17,5 17 16,5 16 15 14,5 14 13,5 13 12,5 12 11,5 11 21,5 22 22,5 23 21 21 21 21 21 21 21 21 21
Intensitas bising dBA 61,5 61,23 60,97 60,71 60,47 60 59,77 59,55 59,34 59,13 101,54 98,02 95,52 93,58 92 91,86 90,83 89,92 89,09 88,34 87,64 87 86,4 85,84 90,02 84 80,48 77,98 101,02 98,52 96,58 95 93,66 92,5 91,48 90,56 102,02
47
Lampiran 1. Data kebisingan di CV. Daud Teknik Maju (lanjutan) Sumbu x (m) 8 13 12,5 12 11,5 11 10,5 10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Sumbu y (m) 21 21 21 21 21 21 21 21 20 19,5 19 18,5 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 13,5 13 12,5 12 11,5 11 10,5 10 9,5 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5
Intensitas bising dBA 97 99,04 95,52 93,02 91,08 89,5 88,16 87 100,52 97,02 94,52 92,58 91 86,02 84,86 83,84 82,92 82,09 81,34 80,64 80 75,58 75,02 74,5 74 69,97 69,52 69,1 68,69 68,31 67,94 67,58 67,24 66,92 66,6 66,29 66 64,77
48
Lampiran 1. Data kebisingan di CV. Daud Teknik Maju (lanjutan) Sumbu x (m) 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5,5 6,5 7 7,5 8,5 9 9,5 10 10,5 11 11,5 12 1,5 1 0,5 14,5 15 15,5 16
Sumbu y (m) 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 20,5 19,5 19 18,5 17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 31 31,5 32 21 21 21 21
Intensitas bising dBA 64,49 64,23 63,97 63,71 63,47 63,23 63 62,77 62,55 62,34 62,13 95,54 92,02 89,52 87,58 84,66 83,5 82,47 81,56 80,73 79,97 79,28 78,64 68,04 67,53 67,04 98,04 92,02 88,5 86
49
Lampiran 2. Data pencahayaan di CV. Daud Teknik Maju No. Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Intensitas (lux)
KI
35 400 1170 230 160 900 750 165 50 155 300 180 35 75 55 40 25 20 90 1000 1800 120 450 1400 500 65 70 15 20 45 115 500 155 450 60
A D F D C E E C B C D C A B B A A A B F F C D F E B B A A A C E C D B
No. Titik 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Intensitas (lux)
KI
265 300 3000 1100 490 110 40 30 100 300 2700 2300 500 240 200 450 2800 230 800 200 20 20 100 300 65 1750 445 220 300 350 290 100 30 40 60 180 800
D D F F D C A A C D F F E D D D F D E D A A C D B F D D D D D C A A B C E
50
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo Sumbu x (m) 68,5 69 69,5 70 70,5 68 69 70 71 72 73 74 75 66 65 64 63 62 61 60 59 58 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 55,5 56
Sumbu y (m) 29 30 31 32 33 38 39 40 41 42 43 44 45 38 39 40 41 42 43 44 45 46 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2,5 3
Intensitas Bising dBA 103,04 97,02 93,49 91 89,06 103,56 97,56 94,02 91,52 89,58 88 86,66 85,5 96,56 90,56 87,02 84,52 82,58 81 79,66 78,5 77,47 102,28 96,26 92,74 90,24 88,3 86,72 85,38 84,22 83,19 82,28 81,45 80,7 80 79,36 101,9 95,88
51
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo (lanjutan) Sumbu x (m) 56,5 57 57,5 58 58,5 59 59,5 60 60,5 61 61,5 54,7 54,3 53,5 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Sumbu y (m) 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 3 3 8 30 29,5 29 28,5 28 27,5 27 26,5 26 25,5 25 24,5 24 23,5 23 22,5 22 21,5 21 20,5 20 19,5 19 18,5
Intensitas Bising dBA 92,36 89,86 87,92 86,34 85 83,84 82,82 81,9 81,07 80,31 79,62 96,16 94,89 81,87 101,83 98,31 95,81 93,87 92,29 90,95 89,79 88,76 87,85 87,02 86,26 85,57 84,93 84,33 83,77 83,24 82,74 82,27 81,83 81,4 81 80,61 80,24 79,89
52
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo (lanjutan) Sumbu x (m) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 23 22,5
Sumbu y (m) 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 13,5 13 12,5 12 11,5 11 10,5 10 9,5 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 31 31
Intensitas Bising dBA 79,55 79,22 78,9 78,6 78,3 78,02 77,75 77,48 77,22 76,97 76,72 76,48 76,25 76,03 75,81 75,59 75,38 75,18 74,98 74,78 74,59 74,41 74,22 74,04 73,87 73,7 73,53 73,36 73,2 73,04 72,88 72,73 72,58 72,43 72,29 72,14 71 101,79 99,85
53
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo (lanjutan) Sumbu x (m) 22 21,5 21 20,5 20 19,5 19 18,5 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 13,5 13 12,5 12 11,5 11 10,5 10 9,5 9 8,5 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3
Sumbu y (m) 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31
Intensitas Bising dBA 98,26 96,93 95,77 94,74 93,88 93 92,24 91,55 90,91 90,31 89,75 89,22 88,72 88,25 87,81 87,39 86,98 86,59 86,22 85,87 85,53 85,2 84,88 84,58 84,29 84 83,72 83,46 83,2 82,95 82,7 82,46 82,23 82 81,79 81,57 81,36 81,16 80,96
54
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo (lanjutan) Sumbu x (m) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 24 23 24,5 23,5 22,5 22 21,5 21 20,5 20 19,5 19 18,5 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 13,5 13 12,5 12 11,5 11 10,5 10 25,5 26 26,5
Sumbu y (m) 31 31 31 31 31 31 32 33 31,5 32,5 33,5 34 34,5 35 35,5 36 36,5 37 37,5 38 38,5 39 39,5 40 40,5 41 41,5 42 42,5 43 43,5 44 44,5 45 45,5 46 31,5 32 32,5
Intensitas Bising dBA 80,76 80,57 80,39 80,2 80 79,8 91,58 85,56 97,6 88,06 83,62 82,04 80,7 79,54 78,52 77,6 76,78 76,02 75,33 74,68 74,08 73,52 73 72,5 72,02 71,58 71,16 70,76 70,37 70 69,65 69,3 68,98 68,66 68,36 68,06 98 91,97 88,46
55
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo (lanjutan) Sumbu x (m) 27 27,5 28 28,5 29 29,5 30 30,5 31 31,5 32 32,5 33 33,5 34 34,5 35 35,5 36 36,5 37 37,5 38 38,5 39 39,5 40 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56
Sumbu y (m) 33 33,5 34 34,5 35 35,5 36 36,5 37 37,5 38 38,5 39 39,5 40 40,5 41 41,5 42 42,5 43 43,5 44 44,5 45 45,5 46 33 33,5 34 34,5 35 35,5 36 36,5 37 37,5 38
Intensitas Bising dBA 85,96 84,02 82,44 81,1 79,94 78,91 78 77,17 76,42 75,72 75,08 74,48 73,92 73,39 72,9 72,42 71,98 71,55 71,15 70,76 70,39 70,04 69,7 69,37 69,06 68,75 68,46 102,83 99,31 96,81 90,87 93,29 91,95 90,79 89,76 88,85 88,02 87,26
56
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo (lanjutan) Sumbu x (m) 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 54,5 54 53,5 53 52,5 52 51,5 51 50,5 50 49,5 49 48,5 48 47,5 47 46,5 46 45,5 45 44,5 44 43,5
Sumbu y (m) 38,5 39 39,5 40 40,5 41 41,5 42 42,5 43 43,5 44 44,5 45 45,5 46 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6
Intensitas Bising dBA 86,57 85,93 85,33 84,77 84,24 83,74 83,27 82,83 82,4 82 81,61 81,24 80,89 80,55 80,22 79,91 99,06 95,54 93,04 91,1 89,52 88,18 87,02 86 85,08 84,26 83,5 82,8 82,16 81,56 81 80,47 79,98 79,51 79,06 78,64 78,23 77,85 77,48
57
Lampiran 3. Data kebisingan di unit AEU PT. Agrindo (lanjutan) Sumbu x (m) 43,5 43 42,5 42 41,5 41 40,5
Sumbu y (m) 6 5 4 3 2 1 0
Intensitas Bising dBA 77,48 77,12 76,78 76,46 76,14 75,83 75,54
58
Lampiran 4. Data pencahayaan di PT. Agrindo No. Titik 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Intensitas (lux)
KI
420 380 360 350 380 490 300 370 500 500 270 500 500 400 600 500 400 340 1000 290
D D D D D D D D E E D E E D E E D D F D
5000
F
600 500 600 600 400 400 500 400 400 400 400 500 400 400 500
E E E E D D E D D D D E D D E
Keterangan
Daerah Mesin Bubut
Daerah Mesin Milling
Mesin Stik Mesin Potong Plat Mesin Gergaji Pita Mesin Potong Plat
Daerah Mesin Vibra
Daerah Mesin Bor
59
Lampiran 4. Data pencahayaan di PT. Agrindo (lanjutan) No. Titik 42 43 44 45 46 49 50 51 52 53 54 55 57 60 71 72 75 78 80 82 83 84
Intensitas (lux)
KI
500 270 500 500 500 500 300 450 600 500 400 350 500 900 400 500 450
E D E E E E D D E E D D E E D E D
100
C
390 500 400 700
D E D E
Keterangan Brakepress Mesin Punch Kompresor
Mesin Rol Plat Cutting Wheel Daerah Mesin Las
Daerah Motor Running Test Ruang Cat Ruang Gosok Ruang Gerinda
60
Lampiran 5. Contoh-contoh alat pelindung telinga beserta reduksinya Jenis pelindung
Reduksi bising dan kisaran harga 29 dB
DECIDAMP2™ EARPLUGS
Gambar APT
$30 27 dB
COM-FIT® EARPLUGS
$1.16 30 dB
Max Lite® $33.30 31 dB Classic® Soft™ $74.65 (200 buah) 23 dB Traffic Cones®
Swerve™ Replacement Pods
$37.75 (200 pasang/pak) 29 dB $17.41 28 dB
E-A-Rflex™ 28Ear Plug Kit
$5.95
Sumber : grainger.com
61
Lampiran 5. Contoh-contoh alat pelindung telinga beserta reduksinya (lanjutan) Jenis pelindung Quiet Band® QB2HYG Ear Plug Kit
Reduksi bising dan kisaran harga 25 dB
Gambar APT
$58.5 (10 buah)
Noise Cancelling EarMuff
85 dB
$14.35(Exc.GST) / RRP $29.95(Inc.GST) EarMuff with Electronic Noise Control
85 dB
$11.00(Exc.GST) / RRP $29.95(Inc.GST)
Leightning® L3
30 dB
$25.75
SuperSonic™
29 dB
$27.40
Condor™
26 dB $11.28
Sumber : grainger.com
62
Lampiran 5. Contoh-contoh alat pelindung telinga beserta reduksinya (lanjutan) Jenis pelindung
Reduksi bising dan kisaran harga 20 dB
Clarity® C1
Gambar APT
$12.17
24-25 dB VIKING™ V1
$8.80
25-27 dB VIKING™ V2
$16.50
27-29 dB VIKING™ V3
$20.45
27 -26 dB Elvex® Sound Blocker™ 26
$34.95 $32.90 24-23 dB
Leightning® L2H Optime™ 101
$20.00 $12.24
Sumber : grainger.com
63
Lampiran 6. Skema titik-titik pengukuran
Kebisingan CV. Daud Teknik Maju
64
Lampiran 6. Skema titik-titik pengukuran (lanjutan)
Pencahayaan CV. Daud Teknik Maju
65
Lampiran 6. Skema titik-titik pengukuran (lanjutan)
Kebisingan Unit AEU PT. Agrindo Surabaya.
Pencahayaan Unit AEU PT. Agrindo Surabaya.
66
Lampiran 7. Foto-foto kondisi bengkel
Kondisi pencahayaan CV. Daud Teknik Maju
Kondisi pencahayaan unit AEU PT. Agrindo
67
Lampiran 7. Foto-foto kondisi bengkel (lanjutan)
Atap unit AEU PT. Agrindo
68