JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
ANALISIS TINDAK TUTUR TIDAK LANGSUNG LITERAL DALAM FILM DEATHNOTE MOVIE: THE FIRST NAME KARYA SHUSUKE KANEKO Novita Candra Dewi Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Dharmawangsa Dalam Selatan 60286 E-mail :
[email protected]
Abstrak Jepang dikenal sebagai negara yang mempunyai banyak budaya. Salah satu diantaranya adalah cara berbicara masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang cenderung menghindari berbicara secara gamblang dan jelas. Mereka lebih memilih untuk menyamarkan maksud perkataannya. Hal ini sering membingungkan orang asing yang tidak terlalu mengenal budaya Jepang. Maka dari itu di penelitian ini tindak tutur masyarakat Jepang akan dianalisis dengan data penelitian yang diambil dari dialog film Deathnote Movie: The First Name karya Shusuke Kaneko. Teori yang akan digunakan adalah teori tindak tutur oleh Parker yang difokuskan pada tindak tutur tidak langsung literal. Teori ini digunakan untuk menganalisis makna tuturan yang diucapkan masyarakat Jepang dan implikatur yang terkandung di dalamnya. Jenis tindak tutur tidak langsung literal yang terdapat dalam Deathnote Movie: The First Nameantara lain deklaratif digunakan sebagai imperatif dan interogatif, dan interogatif digunakan sebagai deklaratif dan imperatif. Kata Kunci : Tuturan, implikatur, tindak tutut literal, tindak tutur tidak langsung Abstract Japan is known for having a lot of culture. One of this culture is the way Japanese people speak. Japanese people tend to avoid the straightforward way of speaking. They tend to make it vogue. This kind of culture often makes a foreigner that doesn’t familiar with this culture confuse. And so, in this research, which sample data taken from Shusuke Kaneko’s Deathnote Movie : The First Name, the way of Japanese people speak will be analyzed with Parker’s speech act theory, that will be concerned in literal and indirect speech act, and sociopragmatics theory. Those theory will be used to decribe what the real meaning of those utterances that japanese people say and what the implicature of those utterances. As the result, there’s some declarative sentences used as interogative and imperative, and some interogative sentences used as declarative and imperative. Key Words : Utterance, implicature, literal speech act, indirect speech act.
1. Pendahuluan
ide,pikiran, seseorang.
hasrat
dan
keinginan
Komunikasi merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Dalam prakteknya komunikasi menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengirimkan informasi dari satu pihak ke pihak lain. Seperti yang dituliskan Sutedi (2008:2) dalam bukunyabahwa bahasa berfungsi sebagai media untuk menyampaikan
Tujuan dari komunikasi ini bisa tercapai apabila masing-masing pihak dapat menangkap makna yang ingin disampaikan. Djajasudarma (2009:7) menuliskan dalam bukunya bahwa makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling
133
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
mengerti. Kita dituntut untuk dapat menyusun sebuah kalimat sesuai dengan kaidah tata bahasa yang dianut oleh sebuah bahasa, supaya mampu mengirim dan menerima informasi dengan baik. Makna dalam kaidah bahasa ini dibahas dalam ilmu semantik, namun terkadang pemahaman secara gramatikal dan leksikal saja belum cukup untuk menangkap makna dalam komunikasi karena komunikasi mempunyai unsur ekstrinsik, yaitu unsur diluar kebahasaan yang juga berpengaruh pada pemaknaan sebuah bahasa. Unsur ekstrinsik ini adalah konteks, motif dan tujuan seseorangmenggunakan suatu gaya bahasa. Hal-hal yang tidak tercantum dalam aturan gramatikal, sepert isiapa lawanbicara, dimana ia berbicara, kapan ia berbicara, sangat mempengaruhi penggunaan gaya bahasa seseorang. Halhal yang tidak bisa dicakup oleh aturanaturan gramatikal ini kemudian dikaji oleh cabang ilmu linguistik yang lain yaitu pragmatik. Seperti yang disebutkan Parker dalam Wijana dan Rohmadi (2010:4) bahwa pragmatik berbeda dari tata bahasa yang mempelajari bahasa dari struktur internalnya. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Sutedi (2008:6) menyebutkan, pragmatik adalah ilmu yang mengkaji makna bahasa dihubungkan dengan situasi dan kondisi pada saat bahasa tersebut digunakan. Dalam berbahasa kita mengenal kalimat berita, kalimat perintah dan kalimat tanya. Ada kalanya kalimat-kalimat ini digunakan sesuai fungsinya, tetapi ada kalanya penggunaannya menyimpang dikarenakan ada motif-motif tertentu yang dimiliki oleh pengguna bahasa. Fenomena ini dikaji dalam ranah pragmatik tindak tutur. Wijana dan
Rohmadi (2010:35) mengklasifikasikan tindak tutur ini menjadi delapan jenis yaitu, tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tidak tutur tidak langsung tidak literal. Penelitian ini akan menyorot tentang tindak tutur tidak langsung literal, yaitu tindak tutur yang penggunaan kalimatnya tidak sesuai fungsinya tetapi mempunyai makna yang sebenarnya. Misalnya saat seorang suami yang sedang mandi bertanya pada istrinya “dimana handuknya?” dan istri menjawab “sebentar saya ambilkan” (Wijana dan Rohmadi, 2010:33). Pertanyaan dan jawaban itu sepertinya tidak berhubungan, tetapi sebenarnya sang suami menggunakan tindak tutur tidak langsung literal dimana dia memerintah istrinya dengan menggunakan kalimat tanya Setelah mempelajari tentang teori ini, penulis berminat untuk mencoba mengaplikasikannya dalam sebuah penelitian yang menjadikan orang Jepang sebagai objeknya. Masyarakat Jepang dikenal cenderung tidak mengutarakan pikirannya secara jelas dan gamblang. Mereka memilih menggunakan bahasa yang berputar-putar untuk mengungkapkan maksud mereka. Maka diasumsikan bahwa masyarakat Jepang mempunyai motif tersendiri dalam penggunaan pola bahasa ini. Untuk menemukan pola tindak tutur orang Jepang diperlukan sebuah miniatur budaya yang merefleksikan pola berbahasa orang Jepang. Film bisa dikatakan sebagai salah satu miniatur kebudayaan. Film yang bagus umumnya akan merefleksikan sebaik mungkin gambaran suatu keadaan. Kebudayaan
134
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
masyarakat yang digambarkan akan tercermin dengan jelas, termasuk pola penggunaan bahasa mereka. Deathnote (デスノート) adalah sebuah film trilogi karya Shusuke Kaneko yang diangkat dari komik berseri dengan judul yang sama karya Tsugumi Ohba dan diilustrasikan oleh Takeshi Obata. Baik film ataupun versi animenya popular di kalangan internasional. Bukti bahwa Deathnote diapresiasi secarainternasional adalah film ini memenangkan beberapa penghargaan Internasional seperti Brussels International Festival of Fantasy Film sebagai film terbaik, Hongkong Film Awardsebagai film Asia terbaik, Mainichi Film Concourss ebagaifilm paling popular dan lain-lain. Film ini bercerita tentang seorang pemuda yang secara tidak sengaja menemukan Deathnote, yaitu buku dari Shinigami (dewa kematian). Buku itu mempunyai keistimewaan, yaitu bisa membunuh orang yang namanya ditulis disitu, bahkan pemilik Deathnote bisa mengatur sebab dan waktu kematian orang yang ditulis namanya. Setting film ini menampilkan kehidupan sehari-hari para tokohnya, sehingga pola berbahasa masyarakat Jepang akan semakin tergambar dengan jelas. Film Deathnote ini sangat terkenal dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, namun belum tentu implikaturimplikatur yang terkandung dalam dialog asli film ini dapat tersampaikan pada penonton. Untuk itu dialog film ini akan dianalisis dengan harapan penelitian ini akan memberi tambahan pengetahuan tentang tindak tutur orang Jepang.
2. Metode Penelitian Penelitian tentang tindak tutur tidak langsung literal dalam film Deathnote ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka serta teknik simak dan catat. Teori-teori yang relevan dengan penelitian ini dikumpulkan dan dikaji. Hal ini bertujuan agar penelitian ini mempunyai landasan teori yang kuat dan bisa diterima dengan logis oleh pembaca nantinya. Teknik lain yang dipakai adalah teknik simak dan catat, yaitu dialogdialog dalam デ ス ノ ー ト 前 編 (Deathnote Movie: The First Name) disimak dengan seksama dan kemudian ditranskripsikan, lalu diterjemahkan.Setelah itu dialog dianalisis dengan teori pragmatic tindak tutur Parker yang dibantu dengan teori partikel dalam bahasa Jepang dan teori implikatur kemudian diklasifikasikan. Penelitian ini menggunakan teori tindak tutur sebagai teori inti untuk menganalisis dialog-dialog dalam film デ ス ノ ー ト 前 編 (Deathnote The Movie: The First Name). Teori implikatur dan teori tentang partikel dalam bahasa Jepang digunakan sebagai teori pendukung dalam pengklasifikasian tindak tutur. Secara umum dikenal tiga jenis kalimat dasar yaitu kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (interogatif). Kalimat deklaratif digunakan untuk menyatakan sesuatu atau untuk menyampaikan sebuah informasi. Kalimat interogatif digunakan menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat imperatif digunakan untuk menyatakan perintah atau permohonan. 135
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
Kalimat-kalimat tersebut seharusnya digunakan sesuai dengan fungsi aslinya, namun ada kalanya penggunaan kalimatkalimat tersebut tidak sesuai fungsinya. Penggunaan kalimat yang tidak sesuai fungsinya ini disebabkan oleh motif tertentu, misalnya untuk menyopankan sebuah perintah maka digunakanlah kalimat tanya. Penggunaan kalimat yang tidak sesuai fungsinya ini oleh Parker disebut tindak tutur tidak langsung, dan sebaliknya penggunaan kalimat yang sesuai fungsinya disebut tindak tutur langsung. Rahardi (2009:18)berpendapat tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan sesuai dengan modus kalimatnya. Jadi, tindak tutur langsung ini merefleksikan fungsi konvensional dari sebuah kalimat. Parker (2009:17) menyebutkan “an illocutionary act is issued indirectly when the syntatic form of the utterance does not match the illocutionary force of the utterance”. Dalam pernyataan tersebut Parker menyebutkan bahwa suatu tindak tutur dikatakan tidak langung saat tekanan ilokusi suatu tuturan tidak sesuai dengan bentuk sintatiknya. Rahardi (2009:19) menambahkan tindak tutur tidak langung itu harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang terimplikasi di dalamnya. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama persis dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang makudnya tidak sama atau bahkan berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya (Rahardi, 2009:20). Parker (2009:22) menyatakan “a locutionary act can be either literal or nonliteral, depending upon whether the speaker actually means
what is said or not.”, yaitu bahwa tuturan itu dapat berupa literal atau tidak literal tergantung pada apakah maksud penutur sama dengan makna tuturan yang disampaikan atau tidak. Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya (WijanadanRohmadi, 2010:32). Maksudnya adalah kalimat deklaratif, interogatif dan kalimat imperatif digunakan sesuai fungsinya masingmasing dan maksud pengutaraannya sesuai dengan makna yang dikandung kata-kata yang menyusunnya. Wijana dan Rohmadi (2010:34) menyebutkan tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Dalam tindak tutur jenis ini penutur menggunakan kalimat deklaratif, interogatif dan kalimat imperatif sesuai dengan fungsi masing-masing, hanya saja maksud pengutaraannya tidak sesuai dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur (Wijanadan Rohmadi,2010:32). Dalam tindak tutur jenis ini, penutur tidak menggunakan kalimat deklaratif, interogatif dan imperatif sesuai dengan fungsinya, tetapi makna kata-kata yang menyusun tuturan yang diucapkan sesuai dengan maksud penuturannya
136
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan (Wijana dan Rohmadi, 2010:35). Dalam jenis tindak tutur ini, penutur tidak menggunakan kalimat deklaratif, interogatif dan imperatif sesuai fungsi aslinya, terlebih lagi maksud pengutaraannya dan makna kata-kata yang menyusunnya tidak sesuai. Implikatur berasal dari bahasa Latin implicare yang mempunyai arti “melipat”. Maka implikatur dapat diartikan sebagai sesuatu yang terlipat (Nadar, 2009:60). Yule (2006:61) menambahkan saat penutur mengirimkan sebuah informasi kepada lawan tutur, maka informasi itu tentunya memiliki makna lebih banyak dari makna kata-kata yang disampaikan. Makna tambahan yang disampaikan penutur ini disebut implikatur. Dari dua definisi di atas, dapat disimpulkan secara lebih sederhana bahwa implikatur adalah makna tersembunyi yang ingin disampaikan oleh penutur namun makna itu tidak tercantum dalam tuturan yang diucapkannya. Wijana dan Rohmadi (2010:38) menyebutkan bahwa tidak ada keterikatan antara tuturan yang diucapkan oleh penutur dengan implikatur yang mengikutinya. Maka dari itu diperkirakan sebuah tuturan dapat menumbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya. Penggunaan kata “mungkin” dalam penafsiran implikatur sebuah tuturan tidak dapat dihindari karena banyaknya kemungkinan implikasi yang bisa ditimbulkan (Wijana dan Rohmadi, 2010:38-39). Dalam proses analisis data, ditemukan beberapa partikel yang digunakan dalam
dialog Deathnote Movie: The First Name yang berperan penting dalam proses analisis. Setsuzoku Joushi adalah partikel yang berfungsi untuk menghubungkan antara frase dengan frase dan kalimat dengan kalimat. Partikel yang termasuk partikel penghubung antara lain ば、と、 ても(でも)、けれども(けれど)、 けども(けど)、が、のに、ので、 から、し、て(で)、ながら、たり (だり)、かたがた、がてら、もの の、ところ、ところが、ところで、 と か 、 や . Diantara berbagai macam partikel ini, partikel yang muncul dalam data tindak tutur tidak langsung literal di film Deathnote Movie: The First Name adalah partikel が. Shuujoushi adalah partikel yang terletak di akhir kalimat. Shuujoushi umumnya digunakan untuk kalimat ajakan, menunjukkan perasaan, hasrat, keinginan, gagasan dan perhatian penutur, serta untuk menyapa lawan bicara. Pertikel yang tergolong dalam Shuujoushi ini adalah か、な、なあ、ぞ、ぜ、とも、 わ、ね(ねえ)、よ、さ、の、かし ら 、 こ と 、 け . Namun partikel yang muncul dalam data penelitian ini hanya か、な、わ、ね(ねえ)、よ dan の. 3. Hasil dan Pembahasan Penulis akan menampilkan analisis tindak tutur dalam dialog dari film Deathnote Movie: The First Nameyang membahas tentang perubahan fungsi kalimat yang terdapat dalam tindak tutur tersebut dan implikatur yang ada di dalamnya. Dialog 1 日比沢:女 ぶっ殺すぞ 警察官:逃げられんぞ
137
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
( デ ス ノ ー ト /Deathnote Movie: The First Name, menit 00:02:23 - 00:02:24) Hibisawa : Wanita ini akan kubunuh Polisi : Kau sudah tidak bisa kabur Situasi: Dialog di atas terjadi dalam situasi dimana sang penjahat, Hibisawa, kesal karena polisi terus mengejarnya dan dia hamper tertangkap. Akhirnya Hibisawa menyandera seorang wanita yang sedang lewat dan mengancam para polisi bahwa dia akan membunuh wanita itu. Polisi yang melihat Hibisawa menyandera seorang wanita memerintahkan dia untuk melepaskan sanderannya. Lalu tiba-tiba Hibisawa tampak kesakitan lalu terjatuh dan meninggal. Analisis : Dalam dialog tersebut, baik polisi maupun Hibisawa sama-sama menggunakan tindak tutur tidak langsung literal. Saat Hibisawa mengatakan 「 女 ぶ っ 殺 す ぞ 」 terdapat implikatur Hibisawa memerintahkan para polisi untuk berhenti mengejarnya. Dilihat dari bentuk kalimat yang digunakan, Hibisawa menggunakan akhiran ぞ yang mempunyai fungsi untuk menunjukkan hasrat atau keinginan (Tanaka, 1990:65) dalam kalimat tersebut tidak muncul penanda kalimat tanya ataupun perintah, berarti kalimat tersebut tergolong dalam kalimat pernyataan. Namun bila dilihat dari situasi dimana Hibisawa sudah terdesak oleh kejaran para polisi, maka pernyataan Hibisawa tersebut bukan hanya berfungsi untuk menginformasikan keinginannya bahwa wanita yang disanderanya akan dia bunuh, melainkan juga mengandung maksud
agar para polisi berhenti mengejarnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam dialog ini kalimat deklaratif digunakan untuk untuk menyatakan perintah. Saat polisi bertutur 「逃げられんぞ」 terkandung implikatur memerintahkan Hibisawa untuk melepaskan wanita yang disanderanya. Dilihat dari struktur kalimatnya polisi juga menggunakan akhiran ぞ yang bisa digunakan untuk menyatakan gagasan (Tanaka, 1990:65). Gagasan seperti pada umumnya dinyatakan dengan menggunakan kalimat pernyataan. Dalam tuturan yang diucapkan polisi itu tidak terdapat penanda kalimat tanya ataupun kalimat perintah. Namun bila dilihat dari situasinya, polisi mengeluarkan tuturan tersebut saat Hibisawa menyandera seorang wanita dan mengancam akan membunuh wanita tersebut. Para polisi yang harus berhatihati karena tidak mau membahayakan nyawa wanita yang disandera oleh Hibisawa akhirnya menuturkan kalimat pernyataan di atas yang bukan hanya berfungsi untuk menginformasikan Hibisawa bahwa dia sudah terkepung dan tidak bisa kabur lagi, melainkan mengandung makna lain yaitu memerintahkan Hibisawa untuk melepaskan wanita yang telah disanderanya. Karena meskipun Hibisawa melukai wanita tersebut, para polisi tidak akan sulit untuk menangkap Hibisawa karena posisinya sekarang sudah terkepung. Jadidalam dialog ini kalimat deklaratif digunakan untuk menyatakan perintah. Dialog 2 宇生田
:分かった。部長、確認 が取れましたテレビに映
138
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
同僚
総一郎
っていた偽のLは本当に 死んだそうです :こんなあっさりキラの 手がかり見つけるなんて、 さすがLですね :捜査のためなら死刑囚 の命を犠牲にしてもいい のか。それじゃ、キラの なん
やってることと何 ら変わ りない (デスノート/Deathnote Movie: The First Name, menit 00:34:58 - 00:35:17) Ukita: Saya mengerti. Pak kepala bagian, sudah dipastikan bahwa L palsu yang muncul di televise benar-benar meninggal. Mogi:Secepat ini menemukan petunjuk. Tidak heran, dia adalah L. Souichirou : Apakah mengorbankan nyawa terdakwa mati demi penyelidikan adalah hal yang bagus? meskipun begitu tidak merubah apa yang sudah dilakukan Kira. Situasi : Dialog diatas terjadi dalam situasi dimana Souichirou yang mendapatkan tugas untuk memimpin penyelidikan Kira mendapat laporan bahwa terdakwa hukuman mati yang digunakan L untuk menjebak Kira benar-benar telah meninggal. Hal ini mendukung kuat dugaan bahwa Kira bisa membunuh orang tanpa harus menyentuh orang itu. Bawahan Souichirou, Mogi yang merasa kagum pada kehebatan L memujinya karena bisa mendapatkan petunjuk secepat itu. Souichirou sendiri merasa kurang senang dengan cara yang digunakan L. Karena dia dengan
mudahnya menggunakan nyawa orang lain hanya untuk kepentingan penyelidikan. Mogi yang mendapat teguran dari atasannya lalu terdiam dan terlihat merasa bersalah. Analisis : Dalam dialog di atas, Souichirou mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap cara yang digunakan Kira dengan mengatakan「捜査のためなら 死刑囚の命を犠牲にしてもいいの か 」 . Tuturan tersebut diakhiri dengan bentuk してもいいのか dimana partikel の dan か berfungsi sebagai penanda kalimat tanya (Toshiko Tanaka, Nihongo no Bunpou, 1990:65-66). Tepat setelah Mogi memuji L, Souichirou langsung mempertanyakan apakah tindakan L itu pantas dipuji. Dalam pertanyaannya Souichirou mengungkapkan pendapatnya yang melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu penggunaan nyawa manusia untuk kepentingan penyelidikan. Melihat dari sisi kemanusiaan, Souichirou tidak bisa membenarkan perbuatan L. Di sini dapat dilihat pendapat yang seharusnya diwujudkan dalam kalimat deklaratif, diwujudkan dalam bentuk kalimat interogatif oleh Souichirou. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa dalam dialog ini kalimat interogatif dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu. Dialog 3 夜神粧裕:ねえ、お父さん聞いて聞 いて、お兄ちゃんね詩織さんと 夜神月:何言ってんだよ (デスノート/Deathnote Movie: The First Name, menit 00:40:07 - 00:40:09) YagamiSayu :Ayah dengar, dengar, kakak dan Shiori.. YagamiRaito :Kamu bicara apa?
139
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
Situasi : Dialog di atas terjadi dalam situasi dimana keluarga Yagami sedang makan malam dan lalu tiba-tiba Yagami Souichirou, sang ayah datang setelah berhari-hari tidak pulang ke rumah karena tugas dari kepolisian. Sayu dan Raito yang melihat ayahnya pulang langsung berlari untuk menyambut ayahnya. Kemudian Sayu secara tiba-tiba bermaksud menceritakan pada ayahnya tentang perkembangan hubungan kakaknya, Yagami Raito dengan kekasihnya, Akino Shiori. Raito yang mendengar perkataan Sayu dengan panik memotong pembicaraan Sayu dan mencegahnya untuk bercerita tentang hal itu kepada ayahnya. Analisis : Saat Sayu mulai berbicara Raito langsung memotongnya dengan kalimat 「何言っ て んだ よ」 yang di dalamnya terdapat kata tanya 何 yang mempunyai arti “apa”. Bila diihat dari situasinya, dimana Raito sudah jelas tau bahwa topik yang akan dibicarakan Sayu adalah tentang dia dan kekasihnya, maka pertanyaan Raito itu sudah pasti mempunyai implikatur lain. Raito yang selama ini mencerminkan sikap anak yang patuh dan kehidupannya dipenuhi dengan belajar, tidak ingin kehidupan percintaannya diceritakan kepada ayahnya yang menaruh harapan besar padanya. Karena itu saat bertanya “kamu bicara apa?” Raito mempunyai motif untuk memerintahkan Sayu berhenti berbicara. Disini terlihat kalimat interogatif digunakan untuk memberi perintah yang merupakan fungsi kalimat imperatif. 4. Simpulan 1. Dalam dialog film デ ス ノ ー ト (Deathnote The Movie: The First
Name) ini terdapat tindak tutur tidak langsung literal berupa kalimat deklaratif yang digunakan untuk memerintah. Kalimat deklaratif pada dasarnya digunakan untuk menyampaikan sebuah informasi atau menyatakan sesuatu dari penutur ke lawan tutur, namun dalam kasus ini kalimat deklaratif digunakan penutur untuk membuat lawan tutur melakukan sesuatu. Meskipun makna kata yang menyusun kalimatnya sama dengan maksud penuturannya, namun fungsi dasar kalimat tidak digunakan sebagaimana mestinya. Dalam film ini jenis penggunaan seperti ini banyak dipakai saat penutur ingin mempengaruhi lawan tuturnya. Jenis penggunaan ini ditemukan sebanyak tujuh dialog. 2. Jenis perubahan fungsi kedua adalah penggunaan kalimat deklaratif untuk menanyakan sesuatu. Kalimat deklaratif yang seharusnyadigunakan untuk menyampaikan sebuah informasi digunakan untuk menanyakan sesuatu. Pola ini digunakan untuk mendesak lawan tutur. Kalimat deklaratif yang berfungsi sama seperti kalimat interogatif ini ditemukan sebanyak satu dialog. 3. Jenis perubahan ketiga adalah penggunaan kalimat interogatif untuk meyatakan sesuatu. Kalimat interogatif yang fungsi dasarnya adalah untuk menanyakan sesuatu kepada lawan tutur, dalam kasus ini digunakan untuk menginformasikan sesuatu kepada lawan tutur. Pola ini banyak digunakan untuk menyatakan pendapat. Tuturan jenis ini ditemukan sebanyak 18 dialog. 4. Jenis penggunaan lain yang muncul adalah penggunaan kalimat interogatif untuk memerintah. Kalimat interogatif
140
JAPANOLOGY, VOL. 1, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2013 :133 - 141
yang seharusnya digunakan untuk menanyakan sesuatu pada lawan tuturnya, di sini digunakan untuk membuat lawan tuturnya melakukan sesuatu. Pola ini digunakan untuk menyopankan perintah. Dialog dengan jenis penggunaan seperti ini ditemukan sebanyak tiga dialog. 5. Dari keempat jenis perubahan fungsi yang muncul, perubahan yang paling sering digunakan adalah perubahan fungsi kalimat interogatif menjadi fungsi kalimat deklaratif. Jenis perubahan ini paling banyak digunakan saat tokoh menyampaikan pendapatnya kepada lawan tutur.
DaftarPustaka Buku Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana, PemahamandanHubunganAntaru nsur. Bandung: RefikaAditama Leech, Geoffrey (1993).PrinsipPrinsipPragmatik.EdisiPertama. Universitas Indonesia Press Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogjakarta : Penerbit Graha Ilmu Parker, Frank. 2009. Lingustics for Nonlinguistics. New York : Academic Press. Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: PenerbitErlangga. Sutedi, Dedi. 2008. DasarDasarLinguistikBahasaJepang. Bandung: Humaniora. Tanaka, Toshiko. 1990. Nihongo no Bunpou. Tokyo : Kindaibunsha. Tomomatsu, Etsuko dkk. 1996. Donna Toki Dou Tsukau. Japan : Aruku. Wijana, I DewaPutudan Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis Wacana Pragmatik, kajian Teori dan
Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. Yule, George. 2006. Pragmatik, Yogyakarta: PustakaPelajar Skripsi Yanagisawa, Michiru (2009), Daigakusei no Kansetsu Hatsuwa Koui Bamen no Rikai to Social Skill ga Gakkou Tekioukan ni Oyobasu Eikyou dari Universitas Mejiro Sendilatta, EkkyCintyaresi (2011), AnalisisTindakTuturdalam Film Garuda di DadakuKaryaIfaIfansyahdariUniv ersitasMuhammadiyah Malang. Kamus Matsuura, Kenji (2005) “KamusJepangIndonesia”, GramediaPustakaUtama Website Fujibayashi Masako, Hatsuwa Koui no Goyouronteki Kenkyuu, www.ci.nii.ac.jp, diakses pada 20 Januari 2013 Yanagisawa, Michiru, Daigakusei no Kansetsu Hatsuwa Koui Bamen no Rikai to Social Skill ga Gakkou Tekioukan ni Oyobasu Eikyou dari Universitas Mejiro, www.mejiro.ac.jp, diakses pada 20 Januari 2013
141