ISKANDAR PUTONG
LATAR BELAKANG MASALAH Bila mendengar kata resiko maka terbayang dalam benak setiap orang tentang sesuatu yang berbahaya dan berdampak negatif baik langsung maupun tak langsung. Padahal resiko secara harfiah dapat diartikan sebagai dampak/akibat dari dan atas tindakan, sehingga dalam pengertian ini resiko dapat berarti positif, negatif atau netral. Resiko seharusnya tidak diartikan sebagai kerugian semata, akan tetapi juga keuntungan dan impas. Segala tindakan, perbuatan dan pelaksanaan baik sengaja atau tidak yang
ANALISIS TANGGUNGAN BEBAN RESIKO EKONOMI dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang baik terorganisir ataupun tidak DALAM BISNIS NON TUNAI pastilah mengandung resiko baik resiko yang harus ditanggung oleh pelaksana
Paper
(subjek) ataupun resiko yang ditanggung oleh terlaksana(objek). Iskandar putong Sebagai misal, seorang polisi bertugas untuk menangkap pelaku kejahatan yang menggunakan senjata api. Dalam suatu sergapan dan berhadapan maka resiko yang mungkin terjadi adalah : -
polisi menembak dan melumpuhkan penjahat
-
polisi ditembak dan dilumpuhkan penjahat
-
polisi dan penjahat sama-sama lumpuh atau sama-sama selamat.
Dalam hal polisi berhasil menembak dan melumpuhkan penjahat, maka resiko negatifnya dirasakan oleh penjahat, sebaliknya resiko positifnya dirasakan polisi. Padahal kedua pihak sama-sama mengemban tugas yang berbeda. Polisi menjalankan
2011
tugas Negara, sementara penjahat menjalankan tugas kepenjahatannya. Terlepas dari sipenjahat yang tetap salah dan si polisi yang selalu dibenarkan, faktanya kedua pihak itu tetap saja menanggung resiko masing-masing. Dalam artian ini, resiko positif yang diterima satu pihak maka resiko negatif akan dirasakan pihak lain. Hubungan saling menetralkan (resiko untung dan rugi) inilah yang selalu terjadi
dalam setiap kejadian antara 2 pihak atau lebih bila memutuskan untuk berinteraksi. Bila 2 pihak masing masing menerima resiko untung, maka dapat dipastikan ada pihak lain yang mendapatkan resiko rugi. Resiko yang diterima tidak harus yang aktual, akan tetapi resiko bisa juga dalam bentuk potensi. Resiko yang ditanggung oleh konsumen biasanya adalah resiko rugi aktual, sedangkan resiko yang ditanggung oleh produsen biasanya adalah resiko potensial.
JAKARTA-INDONESIA
2 PENGANTAR Resiko untung aktual produsen adalah resiko rugi bagi konsumen. Misalkan konsumen membeli barang elektronik secara kas dengan jaminan servis gratis selama 1 tahun. Resiko rugi potensial bagi konsumen adalah bila barang yang dibeli rusak, sedangkan resiko aktual untung adalah bila barang yang dibeli selama 1 tahun tidak mengalami kerusakan, ataupun seandainya rusak dapat diservis gratis selama dalam masa garansi. Resiko untung aktual bagi produsen adalah bila barang yang dibeli tidak rusak, dan resiko rugi potensial bila selama 1 tahun(selama masa garansi) barang yang dibeli rusak.
Singkat kata, apapun dan siapapun, selama masih terlibat dalam interaksi baik individu maupun kelompok, baik sengaja maupun tidak, maka tidak akan terlepas dari resiko. Resiko selalu menyertai dalam setiap langkah kehidupan kita, dan bila takut dengan resiko sebaiknya mati saja…demikian kebanyakan orang-orang bijak berfalsafah.
Dalam hal interaksi bisnis, hubungan kausal yang terjadi dalam setiap jalinan bisnis pastilah memperhitungkan resiko yang akan diterima. Resiko yang pertama dipertimbangkan pastilah resiko untung, seberapa besar untung dan manfaat yang didapat, berapa lama dan siapa saja yang mendapatkannya. Lalu resiko rugi, seberapa besar dan siapa saja yang terkena dampaknya, bagaimana menanggungnya dan mentralisirnya. Tentu saja dalam hubungan bisnis, yang paling tahu tentang resiko untung adalah pihak yang menawarkan (sepanjang pihak yang menawarkan faham dengan informasi produk dan atau jasa yang ditawarkan). Pihak yang menerima tawaran tentu saja akan berusaha faham dengan resiko yang akan diterima baik dengan cara mencari informasi tambahan, informasi sampingan atau informasi pelangkap melalui jaringan intelijen sederhana hingga jaringan yang rumit.
Kebanyakan resiko yang difahami oleh pelaku ekonomi dalam dunia bisnis dewasa ini dan selama ini adalah resiko rugi, dan faktanya resiko selalu dikonotasikan dengan rugi, juga difahami bahwa resiko selalu saja ditanggung oleh produsen, sehingga produsen selalu memindahkannya/menggeserkan beban resiko pada konsumen bila terjadi deal transaksi. Padahal dengan menggeserkan beban resiko pada konsumen, harga jual menjadi naik, resiko rugi karena menurunnya atau tidak adanya permintaan
3 akan semakin mungkin terjadi, menyebabkan resiko rugi potensial akan semakin besar.
Pemahaman tentang seberapa besar resiko rugi yang diterima produsen dalam transaksi bisnis selama ini selalu didasari pada pengamatan sejarah transaksi. Seorang pedagang susu mengukur resiko penjualan susunya dengan melihat sejarah transaksi harian selama 1 bulan atau 1 tahun. Pada hari apa saja transaksi penuh dan di bulan apa. Misalkan pada musim hujan permintaan susu selama 1 bulan hanya penuh di hari-hari ganjil, maka hari genap dianggap beresiko, maka dikurangilah penjualan. Seorang penjual kendaraan motor secara kreditan menentukan resiko berdasarkan ketepatan membayar pelanggan selama 3 bulan pertama, 1 tahun pertama dan semacamnya lalu dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Demikian juga dengan penjual rumah kreditan dan semua penjual secara kredit, termasuk penjualan dana secara kredit baik yang bersifat rentenir maupun non rentenir yang dilakukan oleh bank keliling (tidak resmi) dan bank umum dan lembaga pembiayaan.
Dalam teori dan praktek yang dipelajari dan dijalankan dewasa ini, resiko diukur dengan menggunakan model dan pendekatan induktif (statistik) dan Deduktif (matematis) peluang dari suatu kejadian. Secara statistik resiko diukur dari standar deviasi selisih antara sebelum dan sesudah(ukuran peluang). Secara matematis resiko umumnya diukur dengan membandingkan kejadian terjadinya kegagalan dan keberhasilan dalam transaksi (ukuran trend) dan berdasarkan dampak yang akan terjadi (ukuran kuantitas). Sampai saat ini belum pernah ada yang mengukur besaran resiko berdasarkan % suku bunga yang ditetapkan. Yang paling sering adalah suku bunga ditetapkan berdasarkan nilai future uang plus peluang resiko berdasarkan 3 ukuran di atas, Sehingga sewaktu suku bunga ditetapkan atas barang dan atau jasa, maka itu adalah bagian dari resiko transaksi. Penentuan harga barang sering mengabaikan faktor nilai resiko, karena setiap penentuan harga selalu hanya menetapkan % keuntungan yang akan diterima atas unit barang yang terjual. Resiko tidak laku dan lama laku tidak selalu dipertimbangkan. Bila misalkan barang yang diperjual belikan dibayar secara Tunai, maka resiko dianggap nol atas transaksi. Bila misalkan dibayar secara kredit maka harga jualnya menjadi sebesar harga tunai di masa akhir pembayaran. Misalkan harga jual saat ini 100, masa pembayaran 12 bulan. Nilai 100 sekarang setara dengan 250 pada bulan ke 12, maka harga jual saat ini
4 adalah 250 dengan pembayaran perbulannya sebesar 250/12. akan tetapi karena mempertimbangkan resiko tidak dilunasi, maka harga ini kemudian dikenakan % resiko yang nilainya berdasarkan prosentase 3 ukuran resiko di atas. Misalkan berdasarkan tren kemungkinan tidak dilunasi setelah cicilan 3 berdasarkan pengalaman adalah 50%, maka harga jual ditambahkan sebesar (50%/3)/12 untuk setiap pembayaran per bulannya. Bila trennya setelah 6 bulan sebesar 90%, maka harga jual ditambahkan sebesar (90%/6)/12 untuk setiap pembayaran/bulannya, dan seterusnya. Metode perhitungan ini jelas membutuhkan kecermatan dan keakuratan pendataan di masa sebelumnya. Lalu bagaimana misalkan bila track rekor menunjukan bahwa selama masa pembayaran tidak pernah ada yang gagal membayar? Masih perlukah menambahkan resiko pada harga jual?.
Disengaja atau tidak penentuan nilai prosentase resiko selalu saja melekat dalam penjualan, utamanya penjualan kredit. Biasanya dalam penjualan kredit penjual selalu menetapkan suku bunga jualnya lebih tinggi dari suku bunga bank yang berlaku. Keuntungan dari penjualan adalah selisih antara suku bunga jual dengan suku bunga bank. Misalkan suku bunga bank 12%/tahun, suku bunga jual 16%/tahun, maka keuntungan sebesar 4%/tahun. Penjualan ini jelas belum mempertimbangkan resiko penjualannya. Dan masih banyak kasus-kasus seperti ini. Sehubungan dengan ini, maka paper tentang penentuan resiko dirasakan perlu, karena banyak pihak pelaku bisnis dalam perekonomian lalai menentukan seberapa besar sebenarnya nilai resiko ekonomi yang ada dalam bisnisnya. Itulah sebabnya paper ini mengambil tema tentang resiko ekonomi.
DEFINISI KONSEP DAN TINJAUAN PUSTAKA Yang dimaksud dengan model penentuan resiko ekonomi yang tidak bisa dimanfaatkan adalah model penentuan resiko ekonomi yang telah banyak diajarkan dalam buku-buku teks statistik probabilitas tentang resiko, manajemen resiko, manajemen keuangan dan perbankan dan semacamnya. Model penentuan resiko yang banyak menggunakan konsep statistik matematis yang rumit akan tetapi hampir tidak bisa diaplikasikan dalam kondisi riil.
Pengembangan model penentuan resiko ekonomi maksudnya adalah pengembangan model perhitungan dan penentuan resiko ekonomi dengan menggunakan model-model
5 yang sudah ada akan tetapi tidak pernah diketahui atau belum pernah ada yang menjelaskan manfaatnya. Model ini disebut sebagai model resiko ekonomi bukan bisnis, memang diarahkan bahwa model ini lebih bermanfaat dari sekedar aplikasi dalam bidang bisnis, akan tetapi lebih jauh dan luas yaitu bidang ekonomi yang mencakup seluruh aspek bisnis, keuangan dan perdagangan serta perilaku pelaku di dalamnya.
Pengertian Resiko Pada bagian latar belakang di paparkan sedikit penjelasan tentang resiko. Dalam pengertian standar, resiko adalah kerugian karena suatu kejadian yang tidak diharapkan terjadi/muncul.
Definisi ini jelas memandang bahwa resiko adalah
dampak negatif atas suatu kegiatan. Padahal resiko adalah dampak atas kegiatan. Bisa negatif, positif atau netral. Definisi yang memandang resiko adalah kerugian beranggapan bahwa resiko (risk) selalu berkonotasi negative, jadi setiap kejadian yang memiliki peluang rugi, maka peluang ini disebut sebagai resiko. Berdasarkan kejadian suatu peluang maka resiko juga sering didefinisikan sebagai suatu yang tidak pasti (uncertainty). Berdasarkan definisi ini dapat diartikan bahwa suatu yang tidak pasti itu bisa negatif (rugi), bisa positif (untung) atau impas (netral). Bila ketidak pastian atas rugi dapat diperhitungkan maka jelas bukan lagi ketidakpastian, oleh karena itu banyak para ahli keuangan dan perbankan menganggap bahwa resiko yang dimaksud adalah resiko yang dapat diperkirakan.
Resiko yang tidak bisa diperkirakan mungkin saja adalah resiko karena ketidakpastian alam (post majeure), ketidak pastian cara berpikir dan bertindak dan ketidakpastian ke egoan. Resiko yang berada diluar perhitungan yang bisa berdampak positif atas resiko yang dipastikan negatif bisa saja terjadi, sebagai misal resiko menjual telur ayam adalah telur ayamnya busuk apabila terlalu lama dipajang atau tidak laku. Akan tetapi apabila telur ayam busuk itu terjadi bertepatan dengan diperlukannya untuk bahan praktek, maka tentu saja harganya akan menjadi mahal, bahkan lebih mahal dari harga tidak busuknya karena berlakunya nilai guna bentuk dan waktu. Oleh karena resiko bukanlah ketidakpastiaan, akan tetapi tetap saja ada yang beranggapan bahwa resiko adalah ketidak pastian, maka tabel berikut ini akan dapat membedakannya :
6 Tabel 1 Perbedaan Resiko dan Ketidakpastian Resiko 1. Subjek
Ketidakpastian
memiliki
ukuran
kuantitas/ukuran empiris 2. Diketahui
tingkat
kuantitas peluang
kejadiannya
diketahui
2. Tidak
diketahui
peluang
kejadiaannya
3. Ada data pendukung 4. Tidak
1. Subjek tidak memiliki ukuran
3. Tidak ada data pendukung akan
tetapi
hasilnya tidak dapat dikuantifisir
4. Tidak diketahui dan hasilnya tidak dapat dikuantifisir
Sumber : Djohanputro (2008:h31 dan 33) Yang paling tidak bisa disetujui atas perbedaan berdasarkan tabel 1 di atas tentu saja adalah pada poin 3. Kejadian alam sebenarnya dapat dibaca dan diprediksi, apalagi teknologi dewasa ini sudah sangat luar biasa tingkat ketepatan dan ke akuratannya. Misalkan tentang tsunami, gempa bumi, badai, banjir dan kebakaran, semuanya dapat diperkirakan. Yang tidak bisa diperkirakan adalah apakah bencana alama itu sangat merugikan, biasa saja atau menguntungkan. Bukankah ahli ekonomi berteori bahwa pengangguran relative akan berkurang bila banyak tenaga kerja yang tewas karena penyakit dan perang? Bukankan pembangunan akan lebih marak dalam kondisi sehabis terkena bencana? Jadi dalam hal ini sebenarnya ketidakpastian dalam hal yang tidak pasti sebenarnya adalah sesuatu yang pasti.
Para ahli resiko mengklasifikasikan resiko berupa resiko murni yaitu resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan, tapi tidak ada kemungkinan menguntungkan, dan resiko spekulatif yaitu resiko yang mengakibatkan perusahaan untung atau rugi (Djohanputro, 2008).
Dalam buku Djohanputro, 2008, resiko ada yang dapat di diversifikasi, disebut sebagai resiko sistematik, dan ada juga resiko spesifik yaitu resiko yang tidak dapat di diversifikasi. Resiko sistematik tidak dapat dihilangkan atau dikurangi melalui penggabungan. Misalkan resiko atas bisnis keuangan syariah, tidak bisa dirubah menjadi bisnis keuangan konvensional, sedangkan resiko spesifik dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan cara penggabungan. Misalkan bisnis retail dan bisnis
7 keuangan/perbankan. Merger antar bank adalah satu alasan untuk mengurangi resiko dalam bisnis keuangan dan perbankan.
Berdasarkan semua definisi yang cukup di atas, dapat diketahui bahwa resiko dipandang dari berbagai sudut, dan klasifikasi adalah bergantung dari bagaimana cara memandangnya. Cara memandang ini bergantung pada:
1. Pengertahuan dan penguasaan informasi 2. Pengalaman 3. Budaya 4. Posisi dalam masyarakat dan pekerjaan 5. Posisi Keuangan 6. Kemampuan mempengaruhi hasil 7. Sifat asimetris, maksudnya adalah adanya perbedaan informasi atas cara pandang untuk satu objek yang sama. Dalam paper ini, teori yang digunakan untuk menganalisis model resiko adalah resiko spekulatif dan dinamis serta spesifik.
Identifikasi Resiko Identifikasi resiko adalah bagian terpenting dalam analisis resiko, karena berdasarkan identifikasi inilah suatu resiko dapat diukur. Terdapat 4 metode identifikasi resiko sebagai berikut (Djohanputro, 2008): 1. Metode analisis data historis. Metode ini menggunakan informasi masa lalu untuk menetapkan % resiko yang akan dikenakan pada objek resikonya. Informasi di dapat dari data baik primer maupun sekunder. Misalkan pada masa lalu besarnya resiko berdasarkan hasil perhitungan adalah 20% dari nilai transaksi maka harga jual saat ini tentu saja menambahkan 20% nilai resiko atas penjualannya. Contoh lain adalah menjual barang secara kredit pada PNS, catatan masa lalu menunjukan bahwa tidak sampai 5% PNS yang tidak melunasi hutangnya, berarti resiko tidak sampai 5% nilainya ditambahkan pada harga penjualannnya 2. Metode Pengamatan dan Survey. Metode ini menilai resiko berdasarkan “penampilan” objek yang akan dijadikan rekanan bisnis (pelangggan). Besar kecilnya resiko biasanya di dasarkan pada lokasi rumah tinggal, jumlah penghasilan, jumlah tanggungan, lama tinggal, pekerjaan pasangan hidup resmi,
8 jenis dan type pekerjaan, dan lama bekerja. Model penentuan resiko ini biasanya di lakukan oleh perusahaan pembiayaan. Yang paling penting dari kesemuanya biasanya adalah lokasi rumah, identitas diri dan pekerjaan dan data keluarga. 3. Metode Benchmarking. Metode ini menggunakan acuan untuk menentukan resiko. Resiko atas bisnis A sebesar 10% akan dikenakan pada bisnis B yang memiliki ciri yang sama. 4. Metode Pendapat Ahli atau referensi. Metode ini menetapkan resiko berdasarkan pendapatan dan pandangan serta teori dari ahli yang dipercaya dan dianggap mumpuni atas bidangnya dan faham dengan apa yang ditanyakan padanya. Misalkan penentuan nilai resiko atas bisnis jual beli kompor minyak tanah, maka tanyakan pada ahli kompor dan penjual kompor yang pernah bangkrut, jangan pada penjual yang sukses. Metode referensi biasanya menentukan resiko berdasarkan informasi dari orang terdekat dan yang mengenalnya. Misalkan seorang pemberi kredit mencari informasi tentang calon debiturnya pada tetangganya, musuhnya dan orang terdekatnya.
Metode identifikasi resiko di atas akan menjadi akurat apabila sumber informasi resikonya juga akurat. Adapun sumber informasi yang paling umum adalah dokumen dan fihak internal perusahaan.
Dokumen internal perusahaan biasanya di dapat dari fihak internal perusahaan yang tidak bisa diandalkan dan tidak amanah. Dokumen ini biasanya dokumen tentang rencana strategis tentang SDM, Keuangan dan SOP. Semakin banyak data internal tentang rekanan bisnis atau calon pelanggan yang dimiliki maka semakin bisa ditekan potensi resiko yang akan muncul. Sumber infomasi yang lain adalah dokumen dan fihak eksternal perusahaan. Informasi tentang calon rekanan bisnis dan pelanggan biasanya sudah dipublikasikan dan tidak ada larangan atau tidak memerlukan ijin untuk mendapatkannya. Misalkan informasi tentang lapaoran keuangan, skema dan suku bunga kredit, harga jual pesaing dan lain sebagainya.
Dipandang dari jenisnya, paling sedikit terdapat 5 jenis yaitu (Djohanputro, 2008): informasi PLESTER (politik, lingkungan, ekonomi, sosial, teknologi dan regulasi),
9 informasi keuangan, Informasi proses, informasi aliran dokumen dan informasi kontrak. Dalam paper ini metode yang digunakan adalah metode 1 dan ke 4, karena paper ini menggunakan data sekunder dan mengandalkan keahlian peneliti untuk mengkaji dan menentukan model resiko. Dokumen yang digunakan adalah dokumen dan dari fihak eksternal dengan jenis informasi keuangan.
Ukuran dan Pengukuran Resiko Secara teoritis ukuran resiko ada 3 yaitu: 1. Ukuran probabilitas, frekuensi atau kualitas resiko. Resiko yang sedikit lebih besar untuk terjadi disebut Rare, resiko yang agak sering disebut Possible, dan resiko dengan kemungkinan cukup tinggi disebut Likely 2. Ukuran dampak atau ukuran kuantitas. Resiko paling rendah adalah resiko yang dianggap tidak berarti, misalnya resiko kehilangan 5% keuntungan. Resiko di atasnya disebut minor, misalkan resiko telat dibayar, lebih besar dari minor disebut moderat, misalkan resiko lambat dibayar, lebih dari moderat disebut mayor misalnya resiko kurang membayar dan di atas mayor disebut katastropik misalnya resiko tidak dibayar atau wanprestasi. 3. Ukuran kecenderungan/Trend/rata-rata. Ukuran ini menggunakan tren resiko atas objek bisnis dan rekanan bisnis/pelanggan bisnis yang telah tercatat baik secara internal maupun eksternal.
Berdasarkan ukuran resiko, maka pengukuran resiko yang ada selama ini dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu: 1. Pengukuran Notional, yaitu menentukan batas atas besarnya nilai yang menghadapi resiko 2. Sensitivitas, yaitu mengukur penyimpanganvariabel target sebagai akibat pergerakan 1 unit variabel pasar. 3. Volatitilitas, yaitu mengukur variasi sekitar rata-rata atau ekspektasi variabel target, baik positif maupun negatif 4. Penyimpangan Bawah, yaitu mengukur penyimpangan negatif dari variabel target, pengukuran ini ditunjukan oleh kasus terburuk. (Djohanputro, 2008).
10 Dalam paper ini ukuran resiko yang digunakan adalah ukuran kuantitas dan pengukuran resiko di dasarkan pada pendekatan sensitivitas.
Klasifikasi Resiko Menurut Djohanputro (2008) dalam perusahaan terdapat 4 jenis klasifikasi resiko yaitu: 1. Resiko keuangan yang terdiri atas Resiko pasar, resiko likuiditas, resiko kredit dan resiko permodalan. 2. Resiko Operasional yang terdiri atas resiko SDM, resiko produktivitas, resiko teknologi,resiko inovasi, resiko sistem dan resiko proses 3. Resiko Strategis yang terdiri atas resiko bisnis resiko leverage operasi dan resiko transaksi strategis 4. Resiko Eksternalitas yang terdiri atas resiko lingkungan, resiko reputasi dan resiko hukum. Dalam paper ini yang difokuskan untuk dikaji adalah resiko kredit, mengingat resiko dalam bisnis ini adalah resiko yang paling trend saat ini, disamping paling banyak dijalankan oleh perusahaan menengah dan kecil, meskipun banyak juga perusahaan besar melakukannya.
Metode Dan Alat Analisis Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat Analisis data menggunakan pendekatan matematika keuangan. Penentuan nilai resiko atas transaksi yang terjadi didasarkan pada konsep bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara keuntungan (profit) dan suku bunga (interest). Bila perusahaan menjual produknya secara Tunai, maka profit = suku bunga, dalam kondisi ini maka resiko penjualan setara dengan nol. Apabila penjualan produk dilakukan dengan cara menunda pelunasan pembayaran atau kredit, maka dalam masa tenggang antara 1 pembayaran dengan pembayaran berikutnya hingga lunas sesuai kesepakatan, perusahaan menetapkan suku bunga kredit yang besarnya selalu lebih besar dari suku bunga kredit perbankan, dengan pertimbangan bahwa nilai uang yang sama di masa yang akan datang selalu lebih kecil dari pada sekarang. Misalkan uang Rp.10.000 sekarang mungkin hanya setara dengan Rp.1000
dua tahun kemudian. Untuk
penjualan kredit, karena relatif lamanya masa pelunasan, maka besar kemungkinan pembeli tidak mampu membayar atau melunasi sesuai kesepakatan. Biasanya 6 bulan
11 pertama masa pembayaran adalah masa-masa yang paling krusial. Kemungkinan tidak membayar dalam masa pembayaran berikutnya untuk masa membayar kurang dari 3 bulan hampir 90%. Di atas 3 bulan akan tetapi kurang dari 6 bulan 50%. Bila pembeli membayar cicilan rutin di atas 1 tahun, maka kemungkinan untuk tidak membayar kurang dari 20%. Pembayaran hingga separuh masa tenggang pembayaran umumnya memiliki kemungkinan kurang dari 10% untuk tidak dilunasi.
Prosentase kemungkinan untuk tidak melunasi inilah yang disebut dengan resiko penjualan. Nilai prosentase ini seharusnya dimasukan dalam struktur penetapan harga penjualan. Dengan demikian untuk pembayaran yang semakin mendekati masa pelunasan, resiko gagal dalam pelunasan semakin kecil,demikian pula sebaliknya.
Atas dasar pertimbangan inilah maka apabila perusahaan menetapkan suku bunga atas penjualan kreditnya maka sudah pasti di dalamnya termasuk % nilai keuntungan dan % resiko. Disadari atau tidak nilai ini harus ada. Bisa saja perusahaan menanggung resiko penjualan itu, untuk memperkecil harga jualnya tentu saja. Untuk mengetahui seberapa besar nilai % resiko yang ditanggung oleh produsen maka cukup dengan melihat selisih antara suku bunga dan profitnya, bila bernilai negatif maka % resiko ditanggung oleh produsen.
Besarnya hubungan antara % resiko dengan yang dibebankan kepada konsumen dengan rasio antara jumlah DP (uang muka) yang harus di bayarkan bisa ditentukan dengan menggunakan pendekatan statistik deskriptif, misalnya model korelasi Pearson. Adapun alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Model Resiko :
r =η + Ω →η = r −Ω Ω = r −η r = Interest/suku bunga/Penghasilan η = Profit/keuntungan Ω = Risk / Resiko/Biaya
12 Hasil analisis berdasarkan model ini dapat diartikan : Bila nilai resiko positif, berarti resiko ditanggung oleh konsumen, sebaliknya bila negatif, maka resiko ditanggung oleh produsen.
2. Model Profit/pertumbuhan
%η =
HJK − HJT *100% HJT
π
= Profit/pertumbuhan
HJK
= Harga Jual Kredit
HJT
= Harga Jual Tunai
3. Model Korelasi Pearson :
r=
nΣXY − (ΣX )(ΣY )
{( n(ΣX )(ΣX ) )(( n(ΣY )(ΣY ) )} 2
2
2
2
Nilai korelasi dalam pada penelitian ini adalah sebagaia berikut : a. Bila hasilnya menunjukan terdapat korelasi yang positif, akan tetapi nilainya lemah, di mana nilai r = + < 0,3 berarti besaran resiko yang ditanggung oleh konsumen nilainya hampir tidak mempengaruhi pada besaran nilai resiko yang ditanggung oleh produsen(bisa terjadi secara insidentil saja). b. Bila hasilnya menunjukan terdapat korelasi yang positif dan nilainya cukup kuat, di mana nilai r+0,3 – 0,6 berarti besaran resiko yang ditanggung oleh konsumen nilainya relatif mempengaruhi pada besaran nilai resiko yang ditanggung oleh produsen. c. Bila hasilnya menunjukan terdapat korelasi yang positif dan nilainya kuat, di mana nilai r+0,61 – 0,9, berarti besaran resiko yang ditanggung oleh konsumen nilainya sangat mempengaruhi pada besaran nilai resiko yang ditanggung oleh produsen. d. Bila hasilnya menunjukan terdapat korelasi yang positif dan sempurna, di mana nilai r+0,91 – 1,00, berarti besaran resiko yang ditanggung oleh konsumen nilainya sepenuhnya dipengaruhi oleh besaran nilai resiko yang ditanggung oleh produsen.
13 e. Bila hasilnya menunjukan terdapat korelasi yang negatif dan nilainya sebagaimana yang dikondisikan pada poin (a) sampai dengan (d), maka terdapat hubungan yang terbalik(tradeoff) antara besaran resiko yang ditanggung konsumen terhadap resiko yang ditanggung oleh produsen.
4. Model Penentuan nilai suku bunga majemuk
F V r = P V
1 n
− 1
r
= suku bunga majemuk (asumsi bunga pembayaran tahunan)
FV
= Nilai akan datang
PV
= Nilai Sekarang
Urutan penggunaan alat analisis di atas adalah sebagai berikut : Untuk skema kredit yang nilai suku bunganya tidak diketahui berdasarkan sumber ekternal perusahaan, maka penentuan suku bunga menggunakan model 4, dengan asumsi suku bunga majemuk dibayar pertahun. Setelah menentukan suku bunga, lalu menentukan % keuntungan dengan menggunakan model 2. lalu menggunakan model 1 untuk menentukan % resiko. Hasil dari nilai rasio antara DP terhadap total nilai jual dikorelasikan dengan menggunakan model 3.
KAJIAN MODEL PENENTUAN PENGUKURAN RESIKO EKONOMI
Model Penentuan Resiko yang sudah ada Model Notional Pengukuran resiko dengan menggunakan model ini menetapkan bahwa resiko didasarkan pada prinsip nilai hipotetis (patok duga), yaitu besarnya exposur yang rentan terhadap resiko. Dalam hal perusahaan yang menjalankan usaha kredit, maka model ini biasanya menentukan resiko berdasarkan pertimbangan probabilitas dari peluang terburuk, moderat dan terbaik. Resiko terburuk apabila prioritas tidak tercapai hingga 70%. Resiko moderat apabila prioritas target tercapat 50% dan terbaik tercapai hingga 90%. Misalkan saja perusahaan pembiayan sepeda motor merencanakan dana talangan
14 untuk tahun belanja berikutnya sebesar Rp.1milyar. pertimbangannya adalah tahun sebelumnya mereka menghabiskan dana hampir 1 milyar untuk membiaya kredit.
Dengan prediksi bahwa pertumbuhan permintaan tahun berikutnya meningkat sebesar 10% dari penjualan tahun sebelumnya, maka Rp. 1 milyar disiapkan. Akan tetapi mengingat varian motornya tidak ada yang baru, pasar mulai jenuh, kemungkinan menurunnya permintaan karena harga minyak naik dan lain sebagainya maka ditetapkan kemungkinan-kemungkinan gagal misalnya, 30% gagal kemungkinannya disebabkan pasar jenuh. 10%kemungkinan gagal karena tidak adanya varian baru dan menurunnya permintaan karena naiknya harga minyak kemungkinannya 50%. Kemungkinan inilah yang menjadi resiko kredit transaksi bisnis dalam perekonomian.
Kelebihan dari model ini adalah resiko ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan analisa hipotetik dengan dasar teori yang kuat. Kekurangannya adalah apapun resiko yang terjadi tetap saja perusahaan menjalankan bisnisnya, sehingga tidak ada kemungkinan bagi perusahaan untuk segera mengantisipasi model bisnisnya bila misalkan resiko yang diprediksi benar terjadi. Sementara dalam penelitian ini model resiko telah ditentukan pada saat menetapkan harga jual, lalu bisa menentukan siapa yang menanggung bebannya, sementara model hipotetis tidak demikian.
Model Sensitivitas Berdasarkan model ini, resiko adalah seberapa besar kadar sensitivitas suatu eksposur apabila faktor penentu mengalami perubahan. Dalam bahasa ekonomi tingkat resiko adalah seberapa besar tingkat kepekaan (elastisitas) faktor independen terhadap faktor dependen. Model ini bersifat perkiraan dan lokal. Makin sensitif perubahan suatu variabel sebagai akibat dari perubahan variabel lainnya, maka semakin beresiko variabel yang dimaksud. Misalkan dalam hal penjualan kredit, variabel yang berpengaruh adalah daya beli/pendapatan/kondisi keuangan pembeli, harga BBM, jumlah produksi dan lain sebagainya. Sedangkan faktor yang dipengaruhi misalnya adalah penjualan.
Secara teoritis hubungannya bersifat trade off. Bila misalkan diketahui tingkat elastisitas penjualan terhadap kenaikan harga BBM sebesar 1%, artinya apabila harga BBM naik sebesar 1%, maka penjualan akan menurun sebesar 1%, bila BBM naik
15 100%, maka penjualan akan menurun sebesar 100%. Sedangkan hubungan antara pendapatan terhadap penjualan bersifat trade on, dengan demikian bila elstisitasnya sebesar 5% maka, apabila tingkat pendapatan konsumen menurun sebesar 1% maka penjualan akan menurun sebesar 5%, dan seterusnya.
Model ini didasarkan pada prediksi dan informasi historis, sehingga sebelum menetapkan seberapa besar resiko bisnis yang mungkin timbul diperlukan data atau informasi sebelumnya. Kelemahannyan adalah kajian ini bersifat teoritis dan selalu membebankan resiko pada konsumen/pelanggan.
Model Volatilitas Model ini
menentukan tingkat resiko dengan cara mengukur tingkat fluktuasi
variabel yang akan memberikan resiko. Semakain tinggi tingkat fluktuasinya maka semakin tinggi tingkat resikonya. Suatu variabel dikatakan bebas resiko apabila tidak mengalami fluktuasi. Misalkan bunga tabungan atau suku bunga bank central atau obligasi pemerintah/negara adalah salah satu portofolio keuntungan bebas resiko. Dalam transaksi, penjualan Tunai adalah contoh bisnis bebas resiko keuangan.
Secara teoritis mengukur fluktuasi dapat dilakukan dengan cara : 1. Mengukur Jangkauan hasil. Yaitu selisih antara hasil terendah dengan tertinggi. Semakin besar jangkauannya maka semakin besar resikonya. Dalam hal penjualan, bila dilakukan dengan Tunai, maka jangkauannya nol, artinya resiko nol. Bila penjualan dilakukan secara kredit, maka semakin lama jangkauan waktu pelunasannya, maka semakin tinggi/besar harga yang harus dibayarkan. Misalkan untuk barang dengan harga Rp.1200, penjualan kredit untuk masa 3 bulan cicilan perbulan Rp.500, untuk masa 6 bulan Rp.300/bulan, dan untuk masa 12 bulan Rp.200/bulan, dan seterusnya. Model ini relatif lebih banyak digunakan dan relatif sangat mudah, tetapi nilai resikonya didasarkan pada nilai uang di masa yang akan datang. 2. Mengukur standar deviasi (simpangan baku), yaitu besarnya penyimpangan dari nilai ekspektasi/perkiraan. Dalam hal penjualan Tunai, antara penjualan aktual dengan ekspektasinya sama, sehingga standar deviasinya nol, dengan demikian resiko nol. Dalam penjualan kredit, perkiraan di dasarkan pada realisasi penjualan dengan realisasi pelunasan. Misalkan penjualan dalam 1 tahun sebanyak 100 unit,
16 yang dilunasi hanya sebanyak 80 unit, berarti terjadi penyimpangan sebesar 20. dengan menggunakan data tahunan, maka akan dapat ditentukan nilai deviasi standarnya. Model ini mengasumsikan bahwa pola perilaku konsumen pada dasarnya tidak berbeda untuk satu masa yang sama.
Pengukuran resiko dengan metode volatilitas, terutama dengan menggunakan ukuran standar deviasi terlalu teoritis (ideal). Sedangkan ukuran jangkauan menggunakan nilai uang dimasa yang akan datang (future value). Kedua model ini membebankan resiko pada konsumen/pelanggan
Penyimpangan Bawah Pengukuran resiko dengan model ini menggunakan 2 pendekatan. Yang pertama menggunakan ukuran seberapa besar tidak tercapainya ekspektasi. Misalkan perusahaan menetapkan pelunasan minimal 90% dari closing penjualan, sementara aktualnya hanya 80%, itu artinya resiko penjualan sebesar 10%. Pendekatan ini biasanya didasarkan pada target yang cenderung “keterlaluan” karena adanya berbagai tuntutan, misalkan tuntutan produksi, pemasaran, direksi dan tuntutan persaingan.
Pendekatan yang kedua adalah dengan mengukur kerugian maksimum yang mungkin terjadi (VAR = Value At Risk) selama periode tertentu dengan tingkat keyakinan tertentu (LOC = Level of Confidence). Metode ini lebih mengutamakan tingkat kepekaan dan pengalaman analis penjualan.
Besarnya resiko bergantung pada tingkat keyakinan, sehingga untuk data yang berbeda, akan menghasilkan perhitungan resiko yang berbeda pula. Misal, target penjualan tahun ini adalah sebanyak 1 juta unit. Standar deviasi dari penjualan adalah sebesar 2,4%, berapa besar tingkat kerugian yang maksimum, bila analis yakin bahwa kemungkinannya salahnya sebesar 5%? Dengan menggunakan pendekatan hitung statistik dan tabel normal, maka akan di dapat : Kerugian sebesar : 1,645 * 0,024 * 1Juta unit = 40 ribu unit. Catatan: 1,645 adalah nilai kesalahan (alpha) 5% yang dapat dilihat pada tabel normal. 0,024 setara dengan 2,4%. Model ini bergantung pada tingkat pengalaman para analisnya dan membutuhkan pengolahan data yang sangat hati-hati. Asumsi bahwa kondisi bisnis terdistribusi
17 normal adalah asumsi yang sangat berbahaya, mengingat kondisi bisnis sangat jarang bersifat homogen, padahal syarat homogen adalah syarat wajib untuk suatu kondisi bisa dikatakan normal.
Model Pengukuran Resiko Ekonomi Hasil Temuan Kajian dalam Paper ini menggunakan data sekunder, dan yang menjadi sumber data adalah perusahaan termasuk cabang atau rekanan/agen. Berdasarkan data yang bersumber dari 8, penelitian ini memfokuskan pada produk yang paling laku di pasaran dan tenor kredit diambil berdasarkan waktu tenggang yang paling banyak di setujui berdasarkan informasi masing-masing perusahaan pada saat disurvey dan hasil tabulasinya adalah sebagaimana yang tercantum pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2 Produk dan Nilai Angsuran No.
Produk
Kredit
Harga PP/Dev.
(Rp.Juta)
DP
Angsur.
Tenor (Bulan)
01
APV Arena–Mobil
3
113.000
17.450
9.484
12*
02
APV Arena-Mobil
3
113.000
17.750
3.620
48**
03
Vega R – S.Motor
4
11.500
3.500
523
23**
04
Vega R - S.Motor
4
11.500
700
481
35*
05
Suzuki Smash-SM
1
11.360
1.750
471
35**
06
Bajak 125-S.Motor
2
13.500
2.500
601
35**
07
Televisi Sanyo 21
5
1.400
0
126
15**
08
AC LG 1PK
5
2.850
0
256
15**
09
NoteBook ACER
6
5.950
0
603
12**
10
Type 22/60
7
55.000
5.500
787
120**
11
Type 36/72
7
88.500
26.550
942
120**
12
Type 27/72
8
140.000
42.000
1.400
120**
13
Type 45/90
8
240.000
72.000
2.410
120**
Sumber : Eksternal perusahaan – Leaflet dan Brosur dari 8 perusahaan di atas Keterangan :
18 PP/Dev.
= Perusahaan Pembiayaan/Developer
*
= Harga sebelum bulan Oktober 2008
**
= Harga mulai Oktober 2008
Harga jual yang di analisis adalah harga jual sebelum dan mulai Oktober 2008. sebagaimana diketahui bahwa krisis global menyebabkan banyak perusahaan yang terpaksa harus kembali mempertimbangkan rencana penjualannya, mengingat nilai kurs dollar terhadap rupiah mengalami perubahan yang cukup signifikan, meskipun gejolak kenaikan nilai tukar ini tidak menyebabkan masyarakat panik dan kenaikan Dollar bukan dikarenakan menguatnya perekonomian AS, akan tetapi tetap saja sangat dipertimbangkan oleh perusahaan-perusahaan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini. Alasan tetap digunakannya data sebelum krisis global hanya untuk perbandingan semata. Berdasarkan data pada tabel 2. di atas maka dapat diketahui harga jual Tunai dan harga jual kredit sebagai berikut : Tabel 3 Harga Jual Tunai dan Kredit Produk Harga Jual
Produk
01
APV Arena–Mobil
113.000.000
131.258.000 12*
02
APV Arena-Mobil
113.000.000
191.510.000 48**
03
Vega R – S.Motor
11.500.000
15.529.000 23**
04
Vega R - S.Motor
11.500.000
17.535.000 35*
05
Suzuki Smash-SM
11.360.000
18.235.000 35**
06
Bajaj 125-S.Motor
13.500.000
23.535.000 35**
07
Televisi Sanyo 21
1.400.000
1.890.000 15**
08
AC LG 1PK
2.850.000
3.840.000 15**
09
NoteBook ACER
5.950.000
7.236.000 12**
10
Type 22/60
55.000.000
99.940.000 120**
11
Type 36/72
88.500.000
139.590.000 120**
12
Type 27/72
140.000.000
210.000.000 120**
13
Type 45/90
240.000.000
361.200.000 120**
Sumber : Tabel 2. Diolah kembali
Tunai
Harga Jual Kredit
Tenor
No.
Kredit
19
Berdasarkan tabel 3 di atas maka dapat diperoleh nilai selisih antara nilai jual Tunai dan kredit berikut persentase proporsinya. Selisih antara nilai jual kredit dan Tunai adalah merupakan nilai suku bunga di mana di dalamnya termasuk keuntungan dan pembebanan resiko penjualan.
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian pendahuluan dan metodologi, bahwa keuntungan adalah penghasilan dikurangi biaya. Biaya adalah pengorbanan. Pengorbanan yang dimaksud disini adalah nilai waktu uang. Nilai waktu uang adalah merupakan resiko, karena asumsi dasar yang digunakan adalah suku bunga tetap dalam periode penjualan, oleh karena itu secara teoritis suku bunga adalah setara dengan keuntungan ditambah resiko, atau keuntungan = suku bunga – resiko. Suku bunga inilah yang setara dengan penghasilan. Dengan demikian sesuai dengan teori penghasilan dan biaya, sebagaimana juga dipertegas oleh prinsip-prinsip ekonomi, dapatlah ditulis kembali model resiko dalam penelitian ini sebagai berikut :
r = η + Ω →η = r − Ω r = Interest/suku bunga/Penerimaan η = Profit/keuntungan Ω = Risk / Resiko/Biaya Bandingkan dengan model : π
= TR - TC
π
= Keuntungan/Profit
TR
= Penerimaan
TC
= Biaya
20 Berdasarkan tabel 3 di atas maka dapat ditentukan nilai penerimaan dan proporsi antara nilai jual Tunai dan kredit sebagai berikut
Tabel 4 Nilai Penerimaan dan Proporsi (dalam Rp.) No.
Harga Tunai
Harga Kredit
Tenor Selisih (3) - (2)
% Total Keuntungan % Rata-rata (5)/(2) (5) : (4)
01
(2) 113.000.000
(3) (4) 131.258.000 12*
(5) 18.258.000
1,35
(7) 16,16
02
113.000.000
191.510.000 48**
78.510.000
1,50
69,50
03
11.500.000
15.529.000 23**
4.029.000
1,50
35,03
17.535.000 35*
6.035.000
1,50
52,50
04
11.500.000
(6)
05
11.360.000
18.235.000 35**
6.875.000
1,73
60,52
06
13.500.000
23.535.000 35**
10.035.000
2,12
74,33
07
1.400.000
1.890.000 15**
490.000
2,33
35,00
08
2.850.000
3.840.000 15**
990.000
2,32
34,74
09
5.950.000
7.236.000 12**
1.286.000
1,80
21,61
10
55.000.000
99.940.000 120**
44.940.000
0,68
81,71
11
88.500.000
139.590.000 120**
51.090.000
0,48
57,73
12
140.000.000
210.000.000 120**
70.000.000
0,42
50,00
13
240.000.000
361.200.000 120**
121.200.000
0,42
50,00
Sumber : Tabel 3 diolah kembali.
Berdasarkan data tabel 4 di atas diketahui bahwa % keuntungan paling tinggi diambil oleh produsen/penjual sepeda motor pabrikan India dengan Label Bajaj, produk elektronik televisi dan AC. Sedangkan terendah adalah produk perumahan non subsidi. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut maka perlu dilakukan perhitungan besarnya prosentase suku bunga riil, dengan menggunakan data tabel 2 sebagai tercantum pada tabel 4. berikut ini :
21 Tabel 5 Prosentase Suku Bunga Riil dan Proporsi DP atas Harga Tunai No.Produk Harga Tunai
DP
% DP/Tunai
Bunga Riil
01
113.000.000 17.450
15,44
1,26
02
113.000.000 17.750
15,71
1,10
30,43
1,32
6,10
1,21
03
11.500.000
3.500
04
11.500.000
700
05
11.360.000
1.750
15,48
1,36
06
13.500.000
2.500
18,52
1,80
07
1.400.000
0
0
2,02
08
2.850.000
0
0
2,01
09
5.950.000
0
0
1,64
10
55.000.000
5.500
10
0,49
11
88.500.000 26.550
30
0,38
12
140.000.000 42.000
30
0,34
13
240.000.000 72.000
30
0,34
Sumber : Tabel 2, Diolah kembali. Perhitungan Nilai bunga rill sebagaimana yang tercantum pada kolom 5 menggunakan Rumus sebagai berikut: 1 n
FV r= −1 PV FV = Harga/Nilai Jual Kredit, PV = Harga/Nilai Jual Tunai, n = Periode, 1 = Konstanta, r = Suku Bunga Riil (suku bunga majemuk). Berdasarkan rumus dan definisi parameter diataslah, nilai suku bunga riil dapat dilakukan sebagaimana ilustrasi berikut ini : Harga Tunai Harga Kredit Tenor 113.000.000
1
131.258.000 12*
131.258.000 12 r= − 1 = 1,26 113.000.000
191.510.000 48**
191.510.000 48 r= − 1 = 1,10 113.000.000
1
113.000.000
22 1
11.500.000
15.529.000 23**
15.529.000 23 r= − 1 = 1,32 11.500.000
17.535.000 35*
17.535.000 35 r= − 1 = 1,21 11.500.000
1
11.500.000
11.360.000
13.500.000
1.400.000
2.850.000
5.950.000
18.235.000 35**
23.535.000 35**
1.890.000 15**
3.840.000 15**
7.236.000 12**
18.235.000 r= 11.360.000
1 35
23.535.000 r= 13.500.000 1.890.000 r= 1.400.000
1 35
1 15
3.840.000 r= 2.850.000 7.236.000 r= 5.950.000
1 15
1 12
− 1 = 1,36
− 1 = 1,80
− 1 = 2,02
− 1 = 2,01
− 1 = 1,64 1
55.000.000
99.940.000 120**
99.940.000 120 r= − 1 = 0,49 55.000.000
139.590.000 120**
139.590.000 120 r= − 1 = 0,38 88.500.000
210.000.000 120**
210.000.000 120 r= − 1 = 0,34 140.000.000
361.200.000 120**
361.200.000 120 r= − 1 = 0,34 240.000.000
1
88.500.000
1
140.000.000
1
240.000.000
23 Berdasarkan nilai pada tabel 4 dan 5 di atas maka akan dapat diperoleh data mutakhir untuk analisis model resiko dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 6 Nilai Resiko Keuntungan
Suku Bunga riil
Nilai Resiko
Rata-rata
(%)
(%)
(2)
(3)
(3) – (2)
01
1,35
1,26
-0,09
Resiko Penjual
02
1,50
1,10
-0,40
Resiko Penjual
03
1,50
1,32
-0,18
Resiko Penjual
04
1,50
1,21
-0,29
Resiko Penjual
05
1,73
1,36
-0,37
Resiko Penjual
06
2,12
1,80
-0,32
Resiko Penjual
07
2,33
2,02
-0,31
Resiko Penjual
08
2,32
2,01
-0,31
Resiko Penjual
09
1,80
1,64
-0,16
Resiko Penjual
10
0,68
0,49
-0,19
Resiko Penjual
11
0,48
0,38
-0,10
Resiko Penjual
12
0,42
0,34
-0,08
Resiko Penjual
13
0,42
0,34
-0,08
Resiko Penjual
No.Produk
(%)
Keterangan
Sumber : Tabel 4 dan 5, diolah kembali. Perhatikanlah kolom 4 dan 5 pada tabel 6 di atas, bila misalkan penjual tidak mempertimbangkan %DP (%DP adalah nilai resiko yang ditanggung konsumen) atas penjualannya, maka dalam skema pembayaran kredit, berdasarkan analisis ini umumnya para penjual menanggung resiko atas penjualan non tunai setiap bulannya. Resiko penjualan paling kecil ditanggung oleh produsen perumahan non subsidi, dan terbesar ditanggung oleh penjual mobil setelah krisis global (di atas bulan juli 2008).
Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh produsen tentu saja didasarkan pada resiko selisih perubahan harga tanah yang cenderung naik setiap tahunnya, ditambah
24 dengan resiko kelambatan penjualan sementara perusahaan tetap harus membayar bunga pinjaman.
Nilai resiko yang ditanggung oleh konsumen umumnya ditetapkan pada pembayaran angsuran pertama atau DownPayment (DP). Besar kecilnya DP tergantung dari tingkat resiko bisnisnya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa resiko yang tidak ingin ditanggung oleh produsen terbesar dilakukan oleh bisnis perumahan dan penjualan sepeda motor merek Vega R setelah masuk dalam kondisi krisis global, akan tetapi sebelum krisis justru penjual Vega R ini yang menetapkan resiko paling rendah kecuali untuk produk elektronik yang menganggap bisnis penjualan kreditnya tidak beresiko.
Umumnya perusahaan menetapkan minimal 10% resiko penjualan dibayar dimuka. Semakin beresiko bisnis dan kondisi dalam perekonomian, maka semakin besar juga resiko yang ditanggung konsumen di pembayaran pertama. Resiko penjualan masa cicilan berikutnya ternyata baik atas sepengetahuan atau tidak bisa ditanggung oleh produsen atau konsumen. Seberapa besar nilai resiko yang mereka tanggung harus diakui selama ini belum ada yang pernah bisa menentukan berdasarkan nilai cicilan yang ditentukan dengan menggunakan hitung keuangan standar. Penelitian ini adalah yang pertama melakukannya berdasarkan definisi yang diformulasikan dari notasi matematis yang sudah ada.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara penentuan besaran resiko yang ditanggung oleh konsumen (%DP/Tunai) terhadap resiko yang ditanggung oleh produsen (konidis hubungan, tingkat kekuatannya dan kontribusinya), maka data pada tabel yang sudah di analisis di atas dapat analisa lebih lanjut dengan menggunakan model 3 (Korelasi Pearson).
Dengan mengetahui kondisi nilai korelasinya maka secara teoritis, penjualan non tunai seharusnyalah mempertimbangkan dari awal berdasarkan kondisi ekonomi dan bisnis apakah sebaiknya resiko secara keseluruhan ditanggung oleh konsumen atau produsen, atau di bagi bebannya. Dengan menggunakan data pada tabel 5 dan 6 data, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini :
25 Tabel 7 Nilai RBK dan RBP No.Produk
% DP/Tunai ( X ) RBK
% Nilai Resiko ( Y ) RBP
01
15,44
-0,09
02
15,71
-0,40
03
30,43
-0,18
04
6,10
-0,29
05
15,48
-0,37
06
18,52
-0,32
07
0
-0,31
08
0
-0,31
09
0
-0,16
10
10
-0,19
11
30
-0,10
12
30
-0,08
13
30
-0,08
Sumber : Tabel 5 dan 6
Berdasarkan data pada tabel 7. di atas dihitung nilai korelasinya dengan menggunakan model Korelasi Pearson dan hasilnya adalah sebesar +0,505 atau setara dengan 50,5%. Dengan demikian sesuai dengan aturan pada penggunaan model ini sebagaimana yang tertulis pada bab sebelumnya, yaitu bila hasilnya menunjukan terdapat korelasi yang positif dan nilainya cukup kuat, di mana nilai r+0,3 – 0,6 berarti besaran resiko yang ditanggung oleh konsumen nilainya relatif mempengaruhi pada besaran nilai resiko yang ditanggung oleh produsen.maka dapat dinyatakan bahwa besaran nilai resiko yang ditanggung oleh produsen relatif dipengaruhi oleh besaran yang ditanggung oleh konsumen. Dalam bahasa yang umum dinyatakan bahwa besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh produsen relatif dipengaruhi oleh besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh konsumen. Jadi penentuan besaran DP relatif mempengaruhi besaran nilai cicilan/skema cicilan sebagaimana yang dapat dijelaskan oleh model yang digunakan dalam penelitian ini.
26 Kontribusi resiko beban konsumen (RBK) terhadap resiko beban produsen (RBP) yang dapat dijelaskan oleh model dalam penelitian ini adalah sebesar 25,5%, artinya besaran nilai RBP pada penelitian ini 25,5% nilainya ditentukan oleh RBK, sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor lain.
Dari hasil analisis data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukan bahwa resiko selamanya tidak harus dibebankan pada konsumen semata, ternyata dengan atau tanpa sepengetahuan para ahli keuangan, penentuan skema pembayaran non tunai meskipun selalu mendasarkan perhitungannya pada nilai waktu uang tetap saja menanggung beban resiko penjualannya.
Bila hal ini di sadari maka dapat menjadi sumber informasi positif yang dapat disampaikan pada konsumen bahwa resiko mereka di tanggung oleh produsen. Bila misalkan produsen menginginkan beban resiko yang mereka tanggung sepenuhnya menjadi
beban konsumen,
maka
besaran resiko
setiap
periodenya
dapat
diperhitungkan pada penentuan besaran nilai RBK dalam bentuk pembayaran DP. Maka dengan mengucapkan semoga kekeliruan terdapat pada peneliti dan kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT semata, maka model penentuan beban resiko dengan ini adalah sebagai berikut: 1 HJK − HJT FV n Ω= − −1 HJT PV
Ω
= Nilai Beban Resiko, HJK
HJT
= Harga Jual Tunai
FV
= Nilai Future Value
PV
= Nilai Present Value
n
= Periode, 1 = Konstanta
= Harga Jual Kredit
27
DAFTAR PUSTAKA Aczel – Sounderpandian, 2005,Complete Business Statistics-Fifth Edition, Mc Graw Hill, Inc Brigham – Gapenski, 1996, Intermediate Financial Management-Fifth Edition, Harcourt Brace College Publishers, Ney York Djohanputro,Bramantyo, 2008, Manajemen Resiko Korporate, PPM, Jakarta Hull, John C, 2007, Risk Managemen and Financial Institution, Pearson Education, Inc. Kotler, 2005, Manajemen Pemasaran – Edisi Kesebelas Jilid 1 dan 2, Indeks, Jakarta Putong, Iskandar, 2008, Economics, Mitra Wacana Media, Jakarta Sjahrial,Dermawan, 2008, Pengantar Manajemen Keuangan, Mitra Wacana Media, Jakarta Sunaryo, T,2008, Manajemen Resiko Finansial, Salemba Empat, Jakarta Weston – Copeland, 1996, Managerial Finance-11th Edition, The Dryden Press