ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG
DIAN PUSPA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan Pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Dian Puspa NIM F44100067
ABSTRAK DIAN PUSPA. Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung. Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO dan HOTLAND SIHOTANG. Agar dapat menyalurkan pembebanan dari struktur atas, struktur bawah harus dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan kondisi bentang alam, daya dukung tanah, jenis dan dimensi komponen struktur bawah, pemilihan bahan dan metode konstruksi, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur tersebut dibangun. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ketinggian muka air banjir Sungai Cikeas serta merencanakan struktur pondasi dan pilar jembatan pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung. Struktur pilar yang ditinjau ini adalah pilar P40 dengan tinggi 17,8 m dan berada pada aliran Sungai Cikeas. Tinggi muka air banjir periode ulang 50 tahun Sub-DAS Cikeas adalah sebesar 2,4 m. Berdasarkan analisis daya dukung tanah, dipilih daya dukung tanah menggunakan data uji NSPT yakni 5210,541 kN dengan jenis pondasi tiang bor kedalaman 22 m dan diameter pondasi 1,2 m. Pondasi direncanakan berjumlah 30 buah (5 x 6 buah) dengan efisiensi grup sebesar 0,668. Rencana pondasi ini telah memenuhi kriteria aman terhadap kategori beban aksial, beban lateral, serta resiko terjadinya penurunan struktur. Pilar direncanakan berbentuk “Y” dengan ukuran 4 x 4 m. Pilar dirancang dengan tulangan lentur dan geser namun tidak membutuhkan tulangan torsi. Kata kunci: tinggi muka air banjir, pondasi jembatan, daya dukung tanah
ABSTRACT DIAN PUSPA. Structure Analysis of Pier and Foundation Bridge on CimanggisCibitung Toll Ways Project. Supervised by M. YANUAR JARWADI PURWANTO and HOTLAND SIHOTANG. In order to distribute the superstructure’s load, substructure should be designed in such a way as to observe the condition of the landscape, soil bearing capacity, type and dimensions of substructural components, selection of materials and construction methods, as well as considering the environmental conditions in which the structure is built . This study aims to determine the flood water level of Cikeas River and plan the structure of the bridge foundation and pier on CimanggisCibitung’s Tollway Projects. Pier’s structure which to be reviewed is P40 pier which has 17.8 m height and is located on the Cikeas River flow. Flood water level return 50 years period of Cikeas River is 2.4 m. Based on the analysis of soil carrying capacity, the selected soil bearing capacity using data of NSPT is 5210.541 kN with a kind of bored pile foundation, depth of 22 m, and a diameter of 1.2 m. The foundation is planned amount to 30 pieces (5 x 6 pieces) with an efficiency is 0.668. The foundation plan has met the safety criteria of the category axial load, lateral load, and the risk of structure settlement. Pier is designed “Y” shaped which has size 4x4 m. Pier is design with bending and shear steel but do not require torque steel. Keywords: flood water level, bridge foundations, soil bearing capacity
ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG
DIAN PUSPA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung Nama : Dian Puspa NIM : F44100067
Disetujui oleh
Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM Pembimbing I
Dr.Ir. Hotland Sihotang, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-Juni 2014 dengan judul Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM dan Dr. Ir. Hotland Sihotang,MSi selaku dosen pembimbing, serta Muhamad Fauzan S.T, M.T selaku dosen bidang Struktur dan Infrastruktur Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Kepada rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan IPB angkatan 47/2010 juga diucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu sangat diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2014 Dian Puspa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Tinggi Muka Air Banjir Sungai
3
Jalan Tol
6
Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah
8
Pondasi Jembatan
17
Pilar Jembatan
21
Beton Bertulang
22
METODE
26
Waktu dan Tempat
26
Alat dan Bahan
27
Prosedur Penelitian
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas
30
Analisis Rancangan Pondasi Jembatan
34
Analisis Rancangan Penulangan Pilar
50
SIMPULAN DAN SARAN
55
Simpulan
55
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
56
LAMPIRAN
57
RIWAYAT HIDUP
81
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Persyaratan parameter statistik suatu distribusi Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan O’Neill (1988) Curah hujan area Sub-DAS Cikeas Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran Rekap daya dukung izin tanah data uji Laboratorium titik uji DB27 Berat sendiri struktur Beban Lajur "D" Beban tambahan Beban akibat gaya rem Beban angin Beban gempa Kombinasi beban kerja keadaan batas layan Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit Kontrol daya dukung dan beban aksial tiang Gaya dalam pada pilar bagian 1 Gaya dalam pada pilar bagian 2 dan 3
3 7 9 14 31 32 32 33 39 40 40 41 41 41 42 42 43 45 51 53
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984) Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual Vol 2 1992) Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual Vol 1) Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004) Lokasi Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung Penampang memanjang jembatan layang Diagram alir perhitungan daya dukung tanah Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar Rencana awal pilar P40 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006 Lokasi titik Uji Bor, Laboratorium, dan Sondir Nilai NSPT data uji bor DB25, DB26, dan DB27 Daya dukung tanah Uji Bor (NSPT) Perbandingan daya dukung izin tanah dengan 3 referensi faktor Adhesi Perbandingan daya dukung ujung data Laboratorium DB27 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium Rencana pondasi grup Tulangan lentur dan tulangan geser pondasi tiang bor Daerah kritis geser 1 arah pile cap Daerah geser 2 arah pile cap
8 14 21 22 25 26 26 27 28 29 30 31 35 36 36 37 38 38 43 48 48 49
23 Bagian-bagian pilar 24 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 1 25 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 2 dan 3
50 52 54
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Hasil perhitungan Parameter Statistik dan Smirnov-Kolmogorof Hasil perhitungan metode Meyerhoff, Terzaghi, Thomlinson ,Alpha Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB27 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB26 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB25 Distribusi beban setiap tiang pondasi dalam pondasi grup Grafik Rk, Rb, dan Rv (sumber BMS 1992 Mannual Vol 2) Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas layan Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas ultimit Langkah-langkah perhitungan penelitian Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 25 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 26 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 27
57 59 60 61 62 63 64 65 67 69 78 79 80
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan ekonomi dewasa ini menuntut tersedianya prasarana transportasi yang memadai. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka prasarana transportasi terutama transportasi darat harus tersedia dengan baik. Besarnya jumlah penggunaan transportasi darat setiap harinya seringkali menimbulkan persoalan-persoalan lalu lintas. Persoalan ini diperparah dengan kondisi prasarana jalan yang dewasa ini tidak mampu menampung kuantitas pengguna jalan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan ini, pemerintah mengambil salah satu solusi dengan menambah jumlah jalan yang penggunaannya dapat lebih efisien. Jalan yang saat ini banyak dibangun adalah jalan tol. Komponen jalan tol terdiri dari jalan (highway) serta jembatan. Jalan dan jembatan ini saling terhubung membentuk kesatuan jalan tol yang bebas hambatan. Jembatan dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung jalan yang terputus akibat kondisi topografi alami (sungai, lembah, dan sebagainya) maupun topografi buatan (misal: jalur perlintasan kereta api). Pondasi, pilar, serta abutment merupakan bagian dari stuktur bawah jembatan. Struktur bawah jembatan memiliki fungsi yang penting yakni menyalurkan dan menahan pembebanan dari struktur atas baik berupa beban aksial, lateral maupun momen ke lapisan tanah di bawahnya. Agar dapat menyalurkan pembebanan tersebut, struktur bawah harus dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan kondisi bentang alam, daya dukung tanah, pemilihan jenis dan dimensi komponen struktur bawah, pemilihan bahan dan metode konstruksi, faktor keamanan terhadap resiko kegagalan, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur tersebut dibangun. Dalam merencanakan komponen struktur bawah jembatan yang berada pada daerah aliran sungai perlu dipertimbangkan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan keadaan sungai tersebut. Kondisi lingkungan ini terutama ditinjau pada saat terjadinya banjir periode ulang tertentu sesuai dengan umur rencana jembatan. Selain itu perlu diperhatikan juga daya dukung tanah lokasi tersebut. Daya dukung tanah merupakan salah satu faktor penentu dalam menjamin keawetan dan kekuatan struktur jembatan. Daya dukung tanah yang memadai dapat diperoleh dengan menempatkan pondasi pada kedalaman dan lapisan tanah yang tepat serta ketepatan dalam menentukan jenis, jumlah, dan dimensi pondasi. Kegagalan struktur jembatan banyak disebabkan oleh kegagalan struktur bawah. Kegagalan ini dapat terjadi akibat gagalnya struktur bawah jembatan dalam menahan sekaligus menyalurkan beban aksial, lateral, dan momen serta gagalnya lapisan tanah dalam menahan beban sehingga terjadi geseran dan penurunan yang melampaui persyaratan yang diperbolehkan. Kegagalan struktur jembatan tidak hanya berakibat pada kerugian materi namun juga dapat berakibat membahayakan keselamatan pengguna jembatan. Untuk itu, struktur bawah jembatan harus direncanakan dapat menjamin kekuatan unsur struktural dan stabilitas keseluruhan serta tetap dalam keadaan layan pada beban keadaan batas kelayanan. Dengan mempertimbangkan persyaratan dan mengingat pentingnya fungsi komponen struktur bawah jembatan terhadap keseluruhan struktur jembatan, untuk itu
2 komponen struktur bawah jembatan harus dianalisis perencanaannya sebaik mungkin dengan memperhatikan segala kondisi dan resiko yang ada.
1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ketinggian muka air banjir Sungai Cikeas periode ulang 50 tahun pada daerah sekitar pilar P40 2. Bagaimana rancangan pondasi yang sesuai untuk diterapkan pada pilar P40 3. Bagaimana rancangan pilar yang sesuai untuk pilar P40
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan stuktur pilar dan pondasi jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung yang terdiri dari : 1. Menentukan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas 2. Merancang struktur pondasi yang dibutuhkan 3. Merancang struktur pilar yang dibutuhkan
1.4 Manfaat Penelitian Hasil perencanaan pilar dan pondasi ini dapat berguna sebagai referensi pembangunan jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung serta pembangunan jembatan lainnya yang sejenis dengan jembatan tersebut.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung (25.785 km) yakni struktur bawah jembatan yang melewati Sungai Cikeas. Struktur bawah jembatan yang dianalisis ini difokuskan pada pilar P40 serta pondasi dari pilar tersebut. 2. Penelitian ini hanya membahas desain serta kekuatan pilar dan pondasi jembatan dengan mempertimbangkan pembebanan, daya dukung tanah, serta stabilitas struktur tersebut. Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah: - Tidak membahas perhitungan superstructure (struktur atas) jembatan - Tidak membahas metode pelaksanaan dan anggaran biaya pelaksanaan - Tidak merencanakan drainase jalan - Tidak membahas perhitungan geometri jalan dan perkerasan baik pada jembatan maupun pada daerah setelah jembatan - Tidak membahas gerusan akibat aliran air sungai pada lokasi struktur bawah jembatan.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinggi Muka Air Banjir Sungai Untuk menentukan ketinggian muka air banjir sungai perlu diketahui debit sungai rencana untuk periode ulang tertentu. Dalam pengaruhnya terhadap struktur jembatan biasanya digunakan periode ulang 50 tahun. Penentuan debit rencana dapat dihitung menggunakan data curah hujan suatu daerah aliran sungai (DAS) maupun menggunakan fluktuasi debit tahunan dari suatu sungai. Baik fluktuasi data debit maupun data curah hujan, perlu dianalisis frekuensinya. Menurut Kamiana (2010), analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu kejadian ekstrem (maksimum atau minimum) dan frekuensinya berdasarkan distribusi probabilitas. Dalam analisis frekuensi suatu kejadian (hujan atau debit) diperlukan seri data (hujan atau debit) selama beberapa tahun. Pengambilan seri data untuk tujuan analisis frekuensi dapat dilakukan menggunakan 2 metode (Kamiana 2011): 1. Seri parsial (partial duration series) Metode ini digunakan apabila data yang tersedia kurang dari 10 tahun runtut waktu. Dalam metode ini, ditetapkan dulu batas bawah suatu seri data. Kemudian semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil menjadi bagian seri data. Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem peringkat. Caranya adalah dengan mengambil semua besaran data yang cukup besar kemudian diurut dari besar ke kecil. 2. Data maksimum tahunan (annual maximum series) Metode ini digunakan apabila data yang tersedia lebih dari 10 tahun berturut waktu. Dalam metode ini, hanya data maksimum yang diambil untuk setiap tahunnya, atau hanya ada 1 data setiap tahun. Dalam analisis frekuensi data hujan maupun data debit dapat digunakan beberapa metode distribusi probabilitas yakni distribusi probabilitas Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson Type III. Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan jenis distribusi seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi Distribusi Gumbel Normal Log Normal Log Pearson III
Persyaratan Cs = 1.14 Ck = 5.4 Cs ≈ 0 Ck ≈ 3 Cs = 𝐶𝑣 3 + 3𝐶𝑣 Ck = 𝐶𝑣 6 + 6𝐶𝑣 6 + 15𝐶𝑣 4 + 16𝐶𝑣 2 + 3 Selain dari nilai diatas
Sumber: Bambang 2008 dalam Kamiana 2011 Koefisien Skewness untuk Gumbel dan Normal: (Cs) =
𝑛 ∑𝑖𝑖=1(𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)3 (𝑛−1)(𝑛−2)(𝑆 3 )
Koefisien Skewness untuk Log Normal dan Log Pearson:
(1)
4 𝑛 ∑𝑖𝑖=1(𝑙𝑜𝑔𝑋𝑖−𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)3
(Cs) =
(2)
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑆 3 )
Koefisien kurtosis untuk Gumbel dan Normal: 𝑛2 ∑𝑖
(𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)4
𝑖=1 (Ck) = (𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆 4)
(3)
Koefisien kurtosis untuk Log Normal dan Log Pearson: (Ck) =
𝑛2 ∑𝑖𝑖=1(𝑙𝑜𝑔𝑋𝑖−𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)4
(4)
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆 4 )
Koefisien variasi untuk Log Normal dan Log Pearson 𝑆
(Cv) = 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡
(5)
Xrt= nilai rata-rata dari X =
∑𝑛 𝑖=1 𝑋𝑖
(6)
𝑛 2 ∑𝑛 𝑖=1(𝑋𝑖−𝑋)
Standar deviasi untuk Gumbel dan Normal (S) = √
𝑛−1
(7)
Standar deviasi untuk Log Normal dan Log Pearson 2 ∑𝑛 𝑖−1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)
(S) = √
𝑛−1
(8)
Xi: data hujan atau debit ke-i n : jumlah data a. Distribusi probabilitas Gumbel XT = 𝑋𝑟𝑡 + 𝑆 × 𝐾 K=
(9)
𝑌𝑡−𝑌𝑛
(10)
𝑆𝑛
Yt = −𝐿𝑛 − (𝐿𝑛
𝑇−1 𝑇
)
Dimana: XT : hujan rencana atau debit rencana dengan periode ulang T Xrt : nilai rata-rata dari data hujan atau debit S : standar deviasi K : faktor frekuensi Gumbel Yt : reduced variate Sn : reduced standard deviasi Yn : reduced mean b. Distribusi Probabilitas Normal XT = 𝑋𝑟𝑡 + 𝑆 × 𝐾𝑇
(11)
(12)
Dimana: XT, Xrt, dan S sama dengan diatas KT : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang c. Distribusi probabilitas Log Normal Log XT = log 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 + 𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋 Dimana:
(13)
5 Log XT Log Xrt S log X KT
: nilai logaritmis hujan/debit rencana dengan periode ulang T : nilai rata-rata dari log X : standar deviasi dari log X : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang
d. Distribusi probabilitas Log Pearson Type III Log XT = log 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 + 𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋
(14)
Dimana: Log XT, Log Xrt, S Log X sama dengan diatas KT : variabel standar yang besarnya bergantung Koefisien Skewness Jika data yang dipergunakan adalah data debit suatu sungai, maka dengan menggunakan analisis frekuensi menggunakan keempat metode tersebut dapat ditentukan debit rencana untuk periode ulang tertentu. Sedangkan jika data yang digunakan adalah data curah hujan, maka untuk mendapatkan debit rencana periode ulang tertentu dapat menggunakan beberapa persamaan, yakni salah satunya adalah metode rasional. Metode rasional merupakan metode tertua yang digunakan untuk menentukan debit puncak suatu sungai atau saluran dengan daerah aliran terbatas. Dalam Departemen PU, SK NI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa metode Rasional dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran <5000 Ha. Untuk daerah dengan luas pengairan >5000 Ha, koefisien pengaliran (C) dapat dipecah-pecah sesuai dengan tata guna lahannya. Suripin (2004) dalam Kamiana (2011) menjelaskan penggunaan metode Rasional pada daerah pengaliran dengan beberapa sub daerah pengaliran dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang. Selain itu, Kamiana menyebutkan besarnya nilai waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: 0,87×𝐿2
0.385
𝑡𝑐 = ( 1000×𝑆 )
(15)
Keterangan: tc : waktu konsentrasi (jam) L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (Km) S : kemiringan rata-rata daerah lintasan air Rumus umum dari metode rasional adalah sebagai berikut: 𝑄 = 0.278 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴
(16)
Keterangan: Q : debit puncak limpasan permukaan (m3/dtk) C : angka pengaliran A : luas daerah pengaliran (Km2) I : intensitas curah hujan (mm/jam) Intensitas curah hujan yang dimaksud di dalam persamaan ini merupakan intensitas hujan rencana yakni besaran yang menyatakan kederasan hujan per satuan waktu. Besaran intensitas hujan ini dapat diturunkan dari kurva IDF. Kurva IDF menggambarkan hubungan antara intensitas hujan, durasi atau lama hujan, dan frekuensi hujan. Menurut Kamiana (2011), data yang diperlukan untuk menurunkan kurva IDF terukur adalah data hujan jangka pendek, seperti hujan 5 menit, 10 menit,
6 30 menit, 60 menit, dan data hujan jam-jaman. Kemudian persamaan regresinya dapat didekati dengan beberapa rumus seperti rumus Talbot, Ishiguro, dan Sherman. Jika data hujan jangka pendek tidak tersedia dan yang tersedia adalah data hujan harian maka persamaan regresi kurva IDF dapat diturunkan dengan Metode Mononobe. Bentuk umum dari persamaan Mononobe adalah sebagai berikut: 2
𝐼=
𝑋24 24
×
24 3 (𝑡)
(17)
Keterangan: I : intensitas hujan rencana (mm) X24 : tinggi hujan harian maksimum atau hujan rencana (mm) t : durasi hujan atau waktu konsentrasi (jam) Dengan menganggap sungai sebagai saluran terbuka, maka pada aliran sungai tersebut berlaku persamaan Manning. Persamaan Manning ini selanjutnya dapat diturunkan untuk mendapatkan ketinggian muka air pada kondisi debit rencana menggunakan data profil penampang sungai. Persamaan Manning adalah sebagai berikut: 1
2
1
𝑄 = 𝐴 × 𝑛 × 𝑅3 × 𝑆 2
(18)
Dimana: Q : Debit air sungai (m3/dtk) A : luas penampang basah sungai (m2) R : jari-jari hidrolis (m) S : kemiringan sungai Untuk jembatan yang berada pada sungai yang mengalir, perlu diperhitungkan pengaruh aksi aliran air pada pilar jembatan. Aksi tersebut menimbulkan gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar. Berdasarkan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, gaya seret ini dapat dihitung berdasarkan kecepatan aliran menggunakan persamaan berikut: Tef = 0.5 × 𝐶𝐷 × 𝑉𝑠 2 × 𝐴𝑑
(19)
Dimana: Vs : kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang dikaitkan dengan periode ulang banjir CD : koefisien seret Ad : Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran
2.2 Jalan Tol Berdasarkan Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009 Departemen Pekerjaan Umum tentang Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol , jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. Jalan bebas hambatan untuk jalan tol secara fungsi harus berupa jalan arteri primer atau kolektor primer. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
7 dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna, sedangkan jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Dengan mempertimbangkan kondisi topografi dan lahan, jalan tol dapat berbentuk jalan dengan jalur utama pada permukaan tanah, jalan layang dengan jalur utama diatas tanah, jalan dengan jalur utama pada lintas bawah, jalan terowongan dengan jalur utama di dalam tanah/air, jembatan, maupun kombinasi hal-hal tersebut diatas. Kelas jalan bebas hambatan untuk jalan tol didesain dengan jalan kelas 1, tetapi untuk kasus khusus dimana jalan tol tersebut melayani kawasan berikat ke jalan menuju dermaga atau ke stasiun kereta api, dimana kendaraan yang dilayani lebih besar dari standar yang ada, maka harus didesain menggunakan jalan kelas khusus. Standar kelas jalan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST Kelas Jalan 1 Khusus
Fungsi Jalan Arteri dan Kolektor Arteri
Dimensi Kendaraan Maksimum yang Diizinkan Lebar Panjang Tinggi (mm) (mm) (mm)
Muatan Sumbu Terberat yang Diizinkan (ton)
2.500
18.000
4.200
10
>2.500
>18.000
4.200
>10
Bagian-bagian jalan secara umum meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang-ruang tersebut dipersiapkan untuk menjamin kelancaran dan keselamatan serta kenyamanan pengguna jalan disamping keutuhan konstruksi jalan. - Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, lereng, ambang pengaman, timbunan, galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan. - Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan lajur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan tol dan fasilitas jalan tol. - Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. Batas ruang pengawasan jalan bebas hambatan untuk jalan tol adalah 40 meter untuk daerah perkotaan dan 75 meter untuk daerah antarkota, diukur dari as jalan tol. Dalam hal jalan tol berdempetan dengan jalan umum ketentuan tersebut diatas tidak berlaku. Komposisi penampang melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol terdiri dari jalur lalu lintas, median dan jalur tepian, bahu, rel pengaman, saluran samping, dan lereng/talud. Standar tipikal penampang melintang untuk jalan tol tipe layang (elevated) ditampilkan pada Gambar 1.
8
Gambar 1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang (elevated) (sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009) 2.3 Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah Tahapan paling awal dalam merencanakan sebuah jembatan adalah peninjauan terhadap kondisi bentang alam dimana jembatan tersebut akan dibangun. Peninjauan bentang alam ini dimaksudkan untuk evaluasi terhadap rencana awal posisi penempatan jembatan serta untuk menentukan posisi terbaik dimana pondasi jembatan akan ditanam. Peninjauan bentang alam dilakukan secara visual dengan mendatangi lokasi rencana jembatan ataupun melalui data sekunder terkait keadaan alam lokasi tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan secara visual adalah kondisi topografi lokasi, misalnya kondisi lereng, kondisi sungai, kondisi pembangunan yang berkaitan dengan sosial dan budaya, dan sebagainya. Peninjauan bentuk topografi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi perencanaan awal dari segi keamanan struktur jembatan dimasa mendatang serta biaya yang dibutuhkan berdasarkan pemilihan letak strategis struktur tersebut. Selain bentuk topografi, pengamatan visual juga dilakukan untuk menentukan prediksi awal ragam jenis tanah dilokasi tersebut. Tanah lumpur dan batuan keras cenderung dihindari sebagai tanah dasar pondasi. Tanah lumpur sebagai tanah dasar pondasi dihindari karena dapat menyebabkan penurunan yang relatif besar sehingga membahayakan struktur tersebut. Tanah lumpur juga cenderung memiliki kapasitas daya dukung yang rendah. Batuan keras yang dihindari dimaksudkan sebagai bongkahan batuan yang tidak dapat ditembus oleh pondasi sehingga pondasi tidak dapat masuk ke dalam lapisan tanah. Selain itu, lokasi yang terdapat patahan geologi juga tidak dapat digunakan sebagai lokasi penempatan jembatan. Berdasarkan pengamatan visual terhadap jenis tanah dan bentuk topografi ini, kemudian ditentukan rencana titik dimana pondasi jembatan tersebut akan ditanam. Selanjutnya pada titik rencana ini, dilakukan pengamatan lebih mendetail untuk
9 mendapatkan informasi mengenai keadaan tanah di titik rencana tersebut. Pengamatan secara mendetail ini dilakukan dengan beberapa metode penyelidikan tanah. Tanah terdiri dari lapisan-lapisan berurutan dalam arah vertikal, kecuali untuk tanah sangat muda, lereng yang sangat tidak stabil, atau bahan yang secara kimia tidak bereaksi dengan bahan lain, misal pasir kuarsa (Pedoman Konstruksi dan Bangunan PU 2006). Dalam Luthfi (1973), disebutkan klasifikasi tanah dalam sudut pemandangan teknik, yakni: - Batu kerikil (gravel) - Pasir (sand) - Lanau (silt) - Lempung (clay) : organik atau inorganik Golongan batu kerikil dan pasir sering kali dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedangkan golongan lanau dan lempung dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahanbahan yang cohesive. Dalam Unified Soil Clasification System (USCS), suatu tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50% tinggal dalam saringan nomer 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50% lewat saringan nomer 200 (Hardiyatmo 1992). Sifat tanah berbutir kasar terutama bergantung pada ukuran butirannya sedangkan pada tanah berbutir halus lebih tergantung pada komposisi mineralnya. Pada tanah berbutir halus, batas plastisitasnya lebih menunjukkan sifat tanah tersebut dari pada ukuran butirannya. Lebih lanjut, Hardiyatmo (1992) menjelaskan, suatu hal yang terpenting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Tergantung pada kadar airnya, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis, dan batas susut. Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu presentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3.2 mm mulai retak-retak ketika digulung. Batas susut (SL) didefiniskan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu presentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanahnya. Batas mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesinya diberikan oleh Atterberg terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg PI 0 <7 7-17 >17
Sifat Nonplastis Plastisitas rendah Plastisitas sedang Plastisitas tinggi
Sumber : Hardiyatmo 1992
Macam Tanah Pasir Lanau Lempung berlanau Lempung
Kohesi Nonkohesif Kohesif sebagian Kohesif Kohesif
10 Hardiyatmo 1992 menjelaskan, bila tanah mengalami tekanan akibat pembebanan seperti beban pondasi, maka angka pori tanah akan berkurang. Selain itu, tekanan akibat beban pondasi juga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan sifat mekanis tanah seperti menambah tahanan geser tanah. Jika tanah berada di dalam air, tanah dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas sebagai akibat tekanan air hidrostatis. Berat tanah yang terendam ini, disebut berat tanah efektif, sedang tegangan yang terjadi akibat berat tekan efektif di dalam tanahnya disebut tegangan efektif. Tegangan efektif ini merupakan tegangan yang mempengaruhi kuat geser dan perubahan volume atau penurunan tanahnya. Terzaghi (1923) memberikan prinsip tegangan efektif yang bekerja pada segumpal tanah. Prinsip ini hanya berlaku pada tanah yang jenuh sempurna, yaitu: 1. Tegangan normal total (σ) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat tanah total termasuk air dalam ruang pori, per satuan luas, yang arahnya tegak lurus. 2. Tekanan air pori (u), disebut juga dengan tekanan netral yang bekerja ke segala arah sama besar, yaitu tekanan air yang mengisi rongga di antara butiran padat. 3. Tegangan normal efektif (σ’) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat butiran tanah per satuan luas bidangnya. Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis daya dukung tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan tanah. Mohr (1910) memberikan teori mengenai kondisi keruntuhan suatu bahan. Teorinya adalah bahwa keruntuhan suatu bahan dapat terjadi oleh akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Selanjutnya, hubungan fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya, dinyatakan menurut persamaan berikut (Hardiyatmo 1992): 𝜏 = 𝑓(𝜎)
(20)
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh: 1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekeja pada bidang gesernya. 2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang geserannya. Coulomb (1776) mendefinisikan fungsi 𝑓(𝜎) sebagai: 𝜏 = 𝑐 + 𝜎 𝑡𝑎𝑛 ∅ (21) Dengan: τ : kuat geser tanah c : kohesi tanah ∅: sudut gesek dalam tanah σ : tegangan normal pada bidang runtuh Karena tanah pasir bersifat kasar, jika tahanan geser tanah pasir bertambah, akan menambah pula sudut gesek dalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir antara lain: 1. Ukuran butiran 2. Air yang terdapat di antara butirnya
11 3. 4. 5. 6. 7.
Kekasaran permukaan butirannya Angka pori atau kerapatan relatifnya (relatif density) Distribusi ukuran partikel Bentuk butiran Sejarah tegangan yang pernah dialami (overconsolidation) Dari faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir di atas, yang paling besar pengaruhnya adalah nilai angka pori karena angka pori akan berpengaruh pada kerapatannya. Pada pengujian geser langsung maupun triaksial, bila angka pori rendah atau kerapatan relatif tinggi, nilai kuat geser (sudut gesek dalam) akan tinggi pula. Jika dua macam tanah pasir mempunyai kerapatan relatif yang sama, tetapi gradasinya berlainan, pasir yang bergradasi lebih baik akan mempunyai sudut gesek dalam yang lebih besar (Hardiyatmo 1992) Penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui daya dukung tanah, karakteristik tanah, susunan lapisan tanah ataupun sifat tanah, serta untuk mengetahui kedalaman tanah keras. Kemampuan tanah dalam menahan beban dinamakan dengan daya dukung tanah. Daya dukung tanah dapat diprediksi dari hasil penyelidikan tanah yakni menggunakan uji sondir, uji bor, serta uji laboratorium. Pemilihan jenis penyelidikan ini didasarkan pada peruntukan hasil penyelidikan dan jenis lapisan tanah yang diuji. Menurut Wiraga (2011), untuk perencanaan bangunan gedung pada tanah dari jenis lempung dan lanau biasanya dipakai peralatan sondir. Pada bangunan jembatan dan tanah bergravel biasanya dilakukan pengeboran serta uji Standard Penetration Test (SPT). Mengingat ketidakpastian jenis lapisan tanah yang akan diuji, maka sebagai pembanding kedua jenis pengujian diatas (sondir dan SPT) dapat dilakukan bersama pada satu lokasi. Pengujian laboratorium diperlukan sebagai pelengkap bagi pengujian lapangan atau bila parameter tanah yang ingin diketahui tidak dapat dilakukan melalui penyelidikan lapangan. 2.3.1 Uji Sondir Alat uji sondir terdiri dari tiang yang ujungnya berbentuk kerucut (konis) yang dihubungkan pada suatu rangkaian stang dalam dan casing luar atau pipa sondir. Alat ini ditekan ke dalam tanah menggunakan dongkrak yang dijangkarkan pada permukaan tanah. Menurut Luthfi (1973), ada dua macam ujung penetrometer yang biasa digunakan yaitu standar type dan adhesion jacket type (friction sleeve). Pada tipe standar, yang diukur hanya perlawanan ujung (nilai konis) yakni dengan menekan hanya pada stang dalam yang segera akan menekan konis tersebut ke bawah, sedangkan pada tipe friction sleeve, nilai konis dan hambatan pelekat keduaduanya diukur. Pada permulaan hanya konis yang ditekan ke bawah dan dengan demikian hanya nilai konis yang diukur, bila konis telah digerakkan ke bawah sejauh 4 cm maka dengan sendirinya ia akan mengait friction sleeve. Konis beserta friction sleeve kemudian ditekan ke bawah bersama-sama sedalam 4 cm sehingga nilai konis dan hambatan pelekat diukur bersama-sama. Nilai hambatan pelekat didapatkan dengan mengurangkan besarnya nilai konis dari jumlah keseluruhan. Kemudian dengan menekan hanya casing luarnya saja, konis, friction sleeve dan stang-stang secara keseluruhan akan tertekan ke bawah sampai suatu kedalaman dimana dilakukan pembacaan berikutnya. Pembacaan biasanya dilakukan setiap 20 cm. Dengan menggunakan alat sondir, dapat dicapai pengukuran hingga kedalaman 30 meter atau lebih bila tanah yang diselidiki benar-benar lunak.
12 Uji sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman tanah keras serta memprediksi profil tanah terhadap kedalaman. Kedalaman tanah keras dan profil tanah ini didapatkan melalui parameter-parameter perlawanan penetrasi tanah. Parameter tersebut berupa perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka banding geser (Rf), dan geser total tanah (Tf). Perlawanan konus merupakan perlawanan ujung yang diambil sebagai gaya penetrasi per satuan luas ujung sondir. Besarnya gaya ini dapat mengindentifikasikan kekuatan tanah serta jenis tanah tersebut, misalnya pada tanah berbutir kasar gaya tahanan ujung lebih besar daripada tanah berbutir halus. Prinsip dasar dari uji penetrasi statik di lapangan adalah dengan anggapan berlaku hukum aksi reaksi. Hasil perhitungan ini selanjutnya disajikan dalam grafik hubungan antara variasi perlawanan konus (qc) dengan kedalaman (meter). Angka banding geser (Rf) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai geser lokal (fs) dengan perlawanan konus (qc), dihitung dengan persamaan berikut: 𝑓𝑠
Rf = (𝑞𝑠) × 100
(22)
Geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal (fs) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dihitung dengan persamaan berikut: Tf = (𝑓𝑠 × 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛)
(23)
Keterangan rumus : : perlawanan konus (kPa); qc fs : perlawanan geser lokal (kPa); Rf : angka banding geser (%); Tf : geseran total (kPa); Selanjutnya dengan menggunakan hasil perhitungan perlawanan ujung konus (qc) dan perlawanan geser lokal (fs), kapasitas daya dukung tiang pancang dari data sondir dapat ditentukan dengan persamaan Meyerhorf berikut (Sumber: Effendi dan Reidesy 2008): 𝑄𝑢𝑙𝑡 = (𝑞𝑐 × 𝐴𝑝) + (𝑓𝑠 × 𝑃)
(24)
Kapasitas daya dukung izin pondasi dinyatakan dengan rumus: 𝑄𝑎𝑙𝑙 =
𝑞𝑐×𝐴𝑝 3
+
𝑓𝑠×𝑃 5
(25)
Dengan qc = tahanan ujung tiang sondir (kg/cm2), Ap = luas penampang tiang, fs = perlawanan geser lokal, serta P = keliling tiang 2.3.2 Uji Bor Uji bor dengan SPT dilakukan untuk memperoleh parameter perlawanan penetrasi tanah di lapangan yang ditunjukkan melalui banyaknya jumlah pukulan terhadap penetrasi konus. Uji SPT dilaksanakan bersamaan dengan pemboran untuk memperoleh parameter perlawanan tanah terhadap penetrasi di lapangan sekaligus untuk mendapatkan contoh tanah tidak terganggu untuk digunakan pada uji laboratorium. Parameter perlawanan tanah terhadap penetrasi konus ini digambarkan melalui banyaknya jumlah pukulan palu setinggi 0,76 m pada setiap penetrasi 0,15 m.
13 Berdasarkan SNI 4153:2008 tentang Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT, Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 0,15 m untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam satuan pukulan/0,3 m). Jumlah pukulan dan kedalaman ini kemudian di sajikan dalam bentuk diagram SPT. Dengan data lapangan dari hasil uji bor ini, kapasitas daya dukung untuk pondasi jenis tiang pancang dapat dihitung menggunakan metode Meyerhorf sebagai berikut (sumber: Napitupulu dan Iskandar 2012): Untuk tanah non-kohesif Daya dukung ujung pondasi tiang 𝑄𝑝 = 40 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 ×
𝐿𝑏 𝑑
× 𝐴𝑝
(26)
Tahanan geser selimut tiang 𝑄𝑠 = 2 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 × 𝑃 × 𝐿𝑖
(27)
Dimana Nspt = nilai N-SPT, Lb= panjang lapisan tanah (m), d= diameter tiang (m), Ap= luas tiang (m2), Li = tebal lapisan tanah (m) dan P = keliling tiang (m). Untuk tanah kohesif Daya dukung ujung pondasi 𝑄𝑝 = 9 × 𝐶𝑢 × 𝐴𝑝
(28)
Tahanan geser selimut tiang 𝑄𝑠 = 𝛼 × 𝐶𝑢 × 𝑃 × 𝐿𝑖 2
𝐶𝑢 = 𝑁𝑠𝑝𝑡 × 3 × 10
(29) (30)
Dimana α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang, Cu = kohesi undrained (kN/m2), Ap= luas penampang tiang (m2), P= keliling tiang (m), Li=tebal lapisan tanah (m). Selanjutnya, kapasitas daya dukung tiang pancang total dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: 𝑄𝑎𝑙𝑙 =
𝑄𝑝 3
+
𝑄𝑠 5
(31)
Untuk menentukan koefisien adhesi (α) pada tanah kohesif dapat digunakan beberapa metode berikut (Sumber: Ambarita, 2008 ): 1. Kulhawy (1984) Dalam metode ini, besar nilai faktor adhesi tergantung dari harga kuat geser tanah undrained (Cu). Variasi harga berdasarkan Cu ini dapat dilihat dalam Gambar 2.
14
Gambar 2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984) 2. Reese & Wright (1977) Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang dilakukan oleh Reese & Wright (1977), besar nilai faktor adhesi (α) untuk tiang bor adalah 0,55. 3. Reese dan O’Neill (1988) Menurut Reese dan O’Neill nilai faktor adhesi (α) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan O’Neill (1988) Undrained Shear Strength (Su) < 2 tsf 2-3 tsf 3-4 tsf 4-5 tsf 5-6 tsf 6-7 tsf 7-8 tsf 8-9 tsf > 9 tsf
Value of α 0,55 0,49 0,42 0,38 0,35 0,33 0,32 0,31 Treat as rock
1 tsf = 95,76052 kN/m3 2.3.3 Uji Laboratorium Uji laboratorium dilakukan menggunakan contoh uji tanah yang didapat dari uji bor untuk mendapatkan parameter sifat-sifat tanah. Parameter-parameter yang didapat dari uji laboratorium ini adalah sebagai berikut: 1. Berat butiran padat (ws), berat air (Ww) 2. Kadar air (w) 3. Porositas (n), angka pori (e) 4. Spesific gravity (Gs), Berat isi tanah (γ), 5. Koefisien keseragaman (Cu), koefisien gradasi (Cc) 6. Kohesi tanah (c), 7. Spesific gravity, 8. Sudut geser dalam (∅)
15 9. Batas-batas Atterberg yakni batas cair (LL), batas plastis (PL), batas susut (SL), Indeks Plastisitas (PI), Indeks Cair (LI) 10. Tegangan normal total (σ), tekanan air pori (u) 11. Kuat geser tanah (τ) Sifat-sifat tanah, terutama yang berhubungan dengan karakteristik struktur tanah, adalah berat isi tanah (γ), kohesi tanah (c), spesific gravity, dan sudut geser dalam (∅). Parameter-parameter ini menentukan besarnya kapasitas daya dukung yang dapat diberikan oleh tanah tersebut. Parameter ini dapat ditentukan menggunakan beberapa uji, yakni uji direct shear, uji konsolidasi, unconfine compression test (UCT) atau triaksial test. Menggunakan parameter sifat-sifat tanah dari uji-uji laboratorium yang diperlukan, dapat ditentukan daya dukung tanah menggunakan dua prinsip utama yakni daya dukung tanah ujung dan daya dukung tanah friksi. Dalam Pradoto (1989) dijabarkan metode perhitungan kapasitas daya dukung ujung dan kapasitas daya dukung friksi. Kapasitas daya dukung ujung dapat dihitung menurut beberapa peneliti antara lain Meyerhorf, Terzaghi serta Tomlinson yang merinci metode perhitungan ini berdasarkan jenis tanah yakni tanah berbutir halus, tanah berbutir kasar serta tanah pada umumnya a. Kapasitas daya dukung untuk tanah berbutir halus ( c-soils) (sumber: Pradoto 1989) - Meyerhorf Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir halus adalah: Qe = 𝐴𝑝 × 𝑐 × 𝑁𝑐′
-
Dimana: Qe : tahanan ujung (Qp) Nc’ : faktor daya dukung, untuk tanah berbutir halus Nc’=9 Ap : luas penampang tiang pancang c : kohesi dari tanah yang terdapat pada ujung tiang pancang (sebaiknya didapat dari U.U test) Terzaghi Kapasitas daya dukung ujung ditentukan sebagai berikut: Qe = 𝐴𝑝 (1.3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞)
-
(33)
Dimana: Qe, Ap dan c sama dengan di atas Nc : faktor daya dukung untuk tanah di bawah tiang Nq : faktor daya dukung, untuk ∅ = 0, maka Nq = 1 q͞ : effective overburden pressures = Σ(γ×hi) i : banyak lapis tanah Tomlinson Qe = 𝑁𝑐 × 𝑐 × 𝐴𝑝 Qe, Ap, Nc, dan c sama dengan di atas
b. Untuk tanah berbutir kasar -
(32)
Meyerhorf
(34)
16 Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar dibedakan dalam dua hal: 𝐿
Untuk 𝐵 <
𝐿𝑐 𝐵
, Kapasitas daya dukung ujung adalah:
Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞′ 𝐿
Untuk 𝐵 >
𝐿𝑐 𝐵
(35)
, Kapasitas daya dukung ujung adalah:
Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞′ dengan harga Qe harus lebih kecil daripada:
(36),
Qe = 𝐴𝑝 × (50 × 𝑁𝑞 ′ ) × 𝑡𝑔(∅)
(37)
Dimana: Qe, Ap, Nq’, 𝑞 sama dengan sebelumnya L : panjang tiang B : dimensi penampang tiang 𝐿𝑐 : the critical depth ratio (perbandingan kedalaman kritis) didapat dari 𝐵 grafik bearing capacity factor ∅ : sudut geser dalam -
Terzaghi Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai berikut: Qe = 𝐴𝑝 × (𝑞 × 𝑁𝑞 × 𝑎𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁 𝛾 × 𝑎𝛾)
(38)
Dimana: Qe, Ap, 𝑞 , Nq, Nγ, B sama dengan sebelumnya γ : berat isi tanah dibawah ujung tiang aq dan aγ : faktor penampang, dengan: Penampang persegi dan bulat, aq = 1.0 Penampang persegi, aγ = 0.4 Penampang bulat, aγ = 0.3 - Tomlinson Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai berikut: Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞
(39)
Dengan Qe, Ap, Nq’, 𝑞 sama dengan sebelumnya c. Untuk tanah pada umumnya (c-∅soil) -
Meyerhorf Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah pada umumnya adalah sebagai berikut: Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐 ′ + ɳ × 𝑞 × 𝑁𝑞 ′ )
(40)
Dengan memperhitungkan berat pondasi tiangnya, kapasitas daya dukung ujung menjadi sebagai berikut: Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐 ′ + ɳ × 𝑞 × (𝑁𝑞 ′ − 1)) Dimana:
(41)
17 Qe, Ap, c, q͞ adalah sama dengan sebelumnya Nc’ dan Nq’ adalah faktor daya dukung yang telah disesuaikan ɳ : faktor, menurut Meyerhorf adalah 1 -
Terzaghi Kapasitas daya dukung ujung pada tanah umumnya adalah: Qe = 𝐴𝑝 × (1.3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁 𝛾 × 𝑎𝛾)
(42)
Dengan keterangan rumus sama seperti sebelumnya. -
Tomlinson Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞)
(43)
Rumus-rumus tiang pancang yang diusulkan oleh Terzaghi dan Meyerhorf sebenarnya sudah mencakup daya dukung ujung dan gesekan jika kedalaman tiang mencapai 25 meter sampai 50 meter. Rumus-rumus Terzaghi baik digunakan untuk kedalaman sampai sekitar 25 meter dan rumus Meyerhorf untuk kedalaman lebih besar dari 25 meter. Jika kedalaman tiang sudah melebihi 50 meter, maka daya dukung tiang lebih mengandalkan pada gesekan tiang. Untuk kondisi ini maka rumus-rumus Tomlinson lebih cocok untuk digunakan (Hadihardaja 1997). Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung berdasarkan data laboratorium. Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung menggunakan metode Alpha (α) sebagai berikut (sumber: Pradoto 1989): Cara α dari Tomlinson Cara ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus, tanah berbutir kasar, maupun tanah pada umumnya. Untuk tanah berbutir halus: -
Qf= 𝛼 × 𝑐 × 𝐴𝑐 + 𝐾 × 𝑞 × tan(𝛿) × 𝐴𝑠
(44)
Dimana: α : faktor adhesi yang merupakan fungsi dari kohesi atau hasil undrained shearing strength c : kohesi atau hasil undrained shearing strength K : coefficient of lateral preassure, harganya terletak antara Ko sampai 1.75, Dimana: Ko = (1 − 𝑠𝑖𝑛∅)√𝑂𝐶𝑅 OCR qc qo ∅ δ As
(45)
: Over consolidation ratio (qc/qo) : preconsolidated pressure : overburden pressure : sudut geser dalam (biasanya diambil tegangan efektifnya) : sudut geser efektif antara tanah dan material tiang : luas selimut tiang pancang yang menerima geser
2.4 Pondasi Jembatan Pondasi jembatan berfungsi untuk menyalurkan seluruh beban vertikal maupun horizontal dari stuktur di atasnya ke tanah tanpa menyebabkan keruntuhan
18 geser dan penurunan yang berlebihan pada tanah maupun pondasi. Pemilihan jenis pondasi ini didasarkan pada kedalaman tanah keras, keadaan lokasi setempat, tipe bangunan, keadaan propertis lapisan tanah, kemampuan pondasi tersebut untuk menyalurkan beban, serta ditinjau juga terhadap efisiensi proses dan biaya dari penerapan pondasi tersebut. Secara umum jenis pondasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: a. Pondasi dangkal. Pada umumnya pondasi dangkal digunakan untuk kondisi lapisan tanah keras terletak di dekat permukaan tanah. Pondasi dangkal ini terdiri dari jenis pondasi telapak, pondasi menerus, serta pondasi rakit. b. Pondasi dalam Pondasi dalam terdiri dari pondasi bored pile (dengan casing atau tanpa casing), pondasi caisson, serta pondasi tiang. Pondasi dalam biasanya digunakan untuk jenis struktur dengan beban yang relatif besar namun tanah keras berada jauh di bawah permukaan tanah. Pondasi tiang merupakan salah satu teknologi pondasi yang sering digunakan untuk struktur bangunan dengan beban yang besar. Daya dukung untuk pondasi tiang ini terdiri dari dua jenis yakni daya dukung tahanan ujung dan daya dukung gesekan (friksi). Daya dukung tahanan ujung lebih ditekankan apabila pondasi tiang ditanamkan hingga masuk sampai lapisan tanah keras. Tiang tipe ini disebut end bearing pile atau point bearing piles. Sedangkan daya dukung yang berasal dari daya lekatan tiang dan tanah lebih ditekankan pada kondisi ketika tiang tidak dapat mencapai lapisan tanah keras. Tiang seperti ini disebut friction pile. Selain itu, daya dukung pada pondasi tiang ini juga dapat berupa friction dan end bearing capacity. Tiang pancang dapat dibedakan dari material utama pembuatnya, yakni tiang pancang kayu, tiang pancang beton serta tiang pancang baja. CP 2004 dalam Pradoto 1989 juga mengklasifikasikan tiang untuk pondasi tiang menjadi 3 bagian sebagai berikut: 1. Tiang perpindahan besar (Large displacement piles) Tiang ini adalah tiang masif ataupun tiang berlubang dengan ujung tertutup. Pelaksanaan di lapangan dapat dengan dipancang atau ditekan sampai elevasi yang dituju sehingga terjadi perpindahan/terdesaknya lapis tanah. 2. Tiang Perpindahan kecil (Small displacement piles) Tiang ini memiliki penampang yang lebih kecil dari pada tiang tipe Large displacement. Contohnya adalah tiang baja penampang H atau I, tiang pipa, atau tiang box dengan ujung terbuka yang memungkinkan tanah masuk ke penampang yang berlubang. 3. Tiang tanpa perpindahan (Non displacement piles) Tiang tipe ini dibuat dengan memindahkan tanah terlebih dahulu untuk kemudian dapat dilaksanakan pengisian lobang tersebut dengan tiang. Penentuan kedalaman tiang pada pondasi tiang harus mempertimbangkan beberapa hal berikut (BMS section 4 1992): a. Daya dukung dan sifat kompresibilitas dari tanah atau batuan b. Penurunan yang diizinkan dari struktur c. Perkiraan kedalaman gerusan d. Kemungkinan pergerakan tanah e. Penggalian atau pengerukan dikemudian hari yang berdekatan dengan pondasi f. Letak dan kedalaman pondasi struktur yang berdekatan
19 g. Muka air tanah Biasanya, dalam perancangan pondasi jembatan dengan tipe tiang pancang, tiang yang digunakan bukan berupa tiang tunggal melainkan tiang dalam grup. Berdasarkan RSNI-T-12-2004, jarak dari tiang-tiang harus dipertimbangkan terhadap kondisi dari tanah dan harus dipilih dengan memperhatikan pemadatan dan metode pemasangan/pelaksanaannya. Jarak tiang harus diukur dari as ke as. Untuk tiang-tiang yang paralel, jarak minimum tiang adalah 5 kali diameter atau jarak terkecil dari tiang. Bila kepala tiang tergabung dalam suatu kumpulan kepala tiang (pile-cap) beton, jarak dari satu sisi tiang ke tepi terdekat dari kumpulan kepala tiang, tidak boleh kurang dari 250 mm. Kepala tiang harus tertanam ke dalam beton tidak kurang dari 300 mm sesudah semua material yang rusak akibat pemancangan dibuang. Untuk tiang-tiang beton dan pipa baja yang diisi beton harus dibuat kait angkur atau pembesian yang diperpanjang kedalam pilecap beton, maka masuknya kepala tiang dapat dikurangi sampai 100 mm. Lebih lanjut lagi, Pradoto 1989 menjelaskan spasi setiap tiang dalam suatu grup tiang pondasi umumnya bervariasi antara 2 kali diameter tiang (2D) hingga 6 kali diameter tiang (6D). Selain itu, spasi ini juga bervariasi berdasarkan fungsi pile serta klasifikasi tanah yakni sebagai berikut: Berdasarkan fungsi pile - sebagai friction pile minimum S = 3D - sebagai end bearing pile minimum S = 2.5 D Berdasarkan klasifikasi tanah - terletak pada lapisan tanah liat keras minimum S = 3.5D - terletak di daerah lapis padat minimum S = 2D Spasi dalam grup tiang akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan daya dukung dari grup tiang tersebut. Pengaruh dari spasi ini akan menentukan besarnya efisiensi daya dukung grup tiang. Spasi antar tiang dalam grup tiang yang berdekatan menyebabkan adanya pemakaian bersama area lapisan tanah dalam menyalurkan beban. Hal ini menyebabkan daya dukung maksimum grup tiang tidak dapat dihitung dengan mengalikan kapasitas daya dukung satu tiang dengan jumlah banyaknya tiang. Untuk itu diperlukan adanya efisiensi grup tiang. Daya dukung maksimum grup tiang dapat dihitung berdasarkan anggapan keruntuhan tiang tunggal (individual pile failure). Keruntuhan tiang tunggal ini dapat diterapkan untuk tanah tipe c-soils, ∅-soils, serta c-∅ soils yang memenuhi syarat minimum spasi. Sedangkan untuk kondisi yang dijabarkan di bawah ini, kapasitas daya dukung tiang maksimum grup harus dihitung berdasarkan anggapan keruntuhan blok (block failure). Kondisi tersebut adalah (Pradoto 1989): - Biasanya untuk tanah c-soils yang lunak atau tanah pasir lepas - Untuk tanah liat keras dan tanah pasir padat yang mempunyai spasi S < 3D Di dalam grup tiang gaya-gaya luar yang bekerja pada kepala tiang (kolom) didistribusikan pada grup tiang berdasarkan rumus elastisitas sebagai berikut: 𝑉
Qum = 𝑛 ±
𝑀𝑦 × 𝑋 ∑ 𝑋2
±
𝑀𝑥 × 𝑌 ∑ 𝑌2
Dimana: Qum : beban aksial untuk sembarang anggota member tiang (Qi) V : beban vertikal total yang bekerja pada titik pusat grup tiang n : banyak tiang dalam grup
(46)
20 Mx, My : momen pada arah sebagai x dan sebagai Y X, Y : jarak dari tiang terhadap sumbu X dan Y Dalam perancangan tiang-tiang pondasi, diperlukan kriteria perancangan yang didasarkan pada hal berikut: - Hult yakni gaya horizontal yang merupakan fungsi dari sifat-sifat tanah harus lebih besar dari gaya horizontal yang dikenakan pada tiang tunggal biasa yakni H working load (Hwl). Hwl dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut: ∑𝐻
Hwl = ∑ 𝑛 -
(47)
Kestabilan perancangan defleksi yang terjadi < defleksi yang diizinkan. Perancangan defeksi tiang yang terjadi dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut: Untuk tipe kepala tiang bebas 𝑌=
𝐻(𝑒 × 𝑧𝑓)3 3 𝐸𝑝 × 𝐼𝑝
(48)
Untuk kepala tiang terjepit 𝑌=
2𝐻(𝑒+𝑧𝑓)3 3 𝐸𝑝 × 𝐼𝑝
(49)
Dimana: zf : jarak dari surface ke titik jepit dasar Ep : modulus elastisitas tiang Ip : Momen Inersia tiang Selain itu perlu diperhitungkan besarnya penurunan yang terjadi. Pada lapisan tanah berbutir halus, settlement yang dominan terjadi adalah consolidation settlement. Sebaliknya pada lapis tanah berbutir kasar, settlement yang dominan terjadi adalah immediate settlement. Jika tanah tersebut murni hanya terdiri dari tanah berbutir kasar, maka consolidation settlement tidak terjadi. Besarnya settlement yang dizinkan adalah sebesar 25 mm. Berdasarkan BMS Vol 2 1992, penurunan tiang tunggal dapat diperkirakan dengan cara elastis sebagai berikut: - Tiang terapung atau tahan lekat 𝑃
𝑠 = 𝑑 𝐸𝑠 × 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅ℎ × 𝑅𝑣 -
(50)
Tiang tahan ujung 𝑃
𝑠 = 𝑑 𝐸𝑠 × 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅ℎ × 𝑅𝑣
(51)
Dimana: P : beban rencana yang bekerja d : diameter tiang Es
: modulus young tanah rencana
Io
: faktor pengaruh tiang kaku dalam lapis merata yang dalam (Gambar 3)
21 Rk, Rh, Rb, Rv : faktor kohesi untuk pengaruh tiang terhadap kompresibilitas kedalaman tanah, kekakuan lapis pendukung dan perbandingan Poisson Vs. Grafik untuk menentukan Rk, Rh, Rb, dan Rv ditampilkan pada Lampiran 7.
Gambar 3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual Vol 2 1992) Penurunan dalam kelompok tiang dapat dihubungkan dengan penurunan tiang tunggal dengan beban rata-rata yang sama seperti tiang dalam kelompok, oleh: 𝑠𝑔 = 𝑅𝑠 × 𝑆
(52)
Dengan: Sg : penurunan rencana kelompok tiang S : penurunan rencana tiang tunggal Rs : nilai perbandingan penurunan Untuk kelompok yang mempunyai lebih dari 25 tiang, Rs dapat diekstrapolasi dari nilai-nilai untuk kelompok 16 tiang dan 25 tiang dengan penggunaan rumus berikut: 𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) (√𝑛 − 5) + 𝑅25
(53)
2.5 Pilar Jembatan Pilar berfungsi untuk menyalurkan beban dari struktur atas ke pondasi. Perhitungan pilar meliputi penentuan bentuk, penentuan pembebanan yang terjadi, dimensi dan mutu bahan pilar, serta peninjauan kestabilan pilar terhadap geser dan guling. Pilar jembatan dan pilar yang berupa kepala kumpulan tiang harus direncanakan untuk dapat menahan beban mati, beban pelaksanaan, beban hidup akibat lalu lintas, beban angin pada struktur atas, gaya-gaya akibat aliran air, pengaruh suhu dan susut, tekanan lateral tanah, dan tekanan air, gerusan, tumbukan
22 serta beban gempa bumi. Pilar jembatan harus direncanakan untuk mempunyai kapasitas struktural yang memadai, dengan pergerakan yang dapat diterima sebagai akibat dari kombinasi beban-beban, serta kapasitas dukungan pondasi yang aman dan penurunan yang dapat diterima (RSNI-T-12-2004). Tiang direncanakan dengan hubungan kaku ke dalam balok cap. Tebal balok cap dari diameter pilar dapat diperkirakan tetapi umumnya tidak kurang dari 1000 mm. Bentuk umum dari pilar ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual Vol 1)
2.6 Beton Bertulangan Beton sederhana terbuat dari perkerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar, serta bahan tambahan lainnya (jika diperlukan). Kekuatan nominal beton terdiri dari kuat tekan, kuat tarik, serta kuat tarik lentur. Kuat tekan beton ditentukan berdasarkan tes uji silinder beton saat beton berusia 28 hari. Kuat tekan beton ini dipengaruhi faktor air semen (FAS), tipe semen, agregat, bahan tambahan, kecepatan pembebanan, umur beton, serta kelembaban dan temperatur ketika beton mengeras. RSNI-T-12-2004 mensyaratkan, beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak dituntut persyaratan kekuatan. Beton mempunyai kekuatan tekan tinggi namun memiliki kekuatan tarik yang rendah. Untuk itu, pada beton perlu dilakukan penguatan pada daerah tarik dari
23 penampang untuk mengatasi kelemahan terhadap tarik tersebut. Penguatan terhadap tarikan ini dapat dilakukan dengan menambahkan tulangan baja ke dalam struktur beton. Teknologi ini dinamakan sebagai beton bertulang. Beton bertulang merupakan beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material tersebut bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja (RSNI-T-12-2004). Perencanaan struktur beton bertulang di bawah ini di dasarkan pada RSNI T12-2004 1. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Lentur Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan: - Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur - Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik. - Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan beton. - Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003. Hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekuivalen, yang diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan ekuivalen yang dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu garis yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β/c dari tepi tertekan terluar tersebut. Faktor β harus diambil sebesar: β = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
(54)
β = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 Mpa
(55)
Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai yang terkecil antara 0,1fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh melampaui 0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk penampang. Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75. 2. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Geser Perencanaan penampang akibat geser harus didasarkan pada : Vu < φ Vn
(56)
Di mana Vu adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau, dan Vn adalah kuat geser nominal yang dihitung dari Vn = Vc + Vs
(57)
Vc adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, dan Vs adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Untuk komponen struktur yang dibebani geser dan lentur saja, berlaku: 𝑉𝑐 = (
√𝑓𝑐 ′ 6
) 𝑏𝑤 × 𝑑
(58)
24 Untuk komponen struktur yang dibebani tekan aksial berlaku: 𝑁𝑢
𝑉𝑐 = (1 + 14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐 ′ 6
) 𝑏𝑤 × 𝑑
(59)
Untuk komponen yang dibebani gaya tarik aksial yang besar, kuat geser dapat dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci dari, 𝑉𝑐 = (1 +
0,3 𝑁𝑢 𝐴𝑔
)(
√𝑓𝑐 ′ 6
) 𝑏𝑤 × 𝑑
(60)
Apabila 0,5∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 ≤ ∅𝑉𝑐 harus dipasang tulangan minimum sesuai dengan, 1 𝑏𝑤×𝑠 𝐴𝑣(min) = 3 ( 𝑓𝑦 ) (61) Apabila 𝑉𝑢 > ∅𝑉𝑐 maka batas spasi maksimum dan luas tulangan geser dapat dihitung berdasarkan aturan: 𝑉𝑠 =
𝐴𝑣×𝑓𝑦×𝑑
(62)
𝑠
3. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Puntir Kekuatan puntir balok harus direncanakan berdasarkan hubungan: 𝑇𝑢 ≤ ∅𝑇𝑛
(63)
Di mana puntir nominal Tn bisa dihitung sebagai penjumlahan dari puntir nominal yang disumbangkan oleh beton Tc dan puntir nominal yang disumbangkan oleh tulangan Ts. Berdasarkan McCormac 2004 pengaruh torsi dapat diabaikan untuk tulangan non pratekan jika: 𝑇𝑢 <
∅√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑐𝑝2 12
( 𝑃𝑐𝑝 )
(64)
Dimana : Acp: luas seluruh penampang (termasuk luas lubang dalam batang berlubang) Pcp: keliling dari seluruh penampang 4. Perencanaan Kolom Langsing Untuk menentukan jenis kolom langsing, kolom harus dikelompokkan sebagai tidak bergoyang atau bergoyang. Pengaruh kelangsingan dapat diabaikan untuk komponen struktur tekan tak bergoyang apabila dipenuhi: 𝐾𝐿𝑢 𝑟
𝑀1
≤ 34 − 12 (𝑀2)
(65)
Untuk komponen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat diabaikan apabila: 𝐾𝐿𝑢 𝑟
≤ 22
Faktor panjang efektif (K) didefinisikan pada Gambar 5:
(66)
25
Gambar 5 Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004) Komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban aksial terfaktor Pu dan momen terfaktor yang diperbesar, Mc, yang didefinisikan sebagai : 𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2
(67)
Faktor pembesaran momen untuk kolom yang tidak bergoyang adalah 𝛿𝑛𝑠 =
𝐶𝑚 1−(
𝑃𝑢 ) 0,75×𝑃𝑐
> 1,0
(68)
Untuk komponen struktur yang tidak bergoyang dan tanpa beban transversal diantara tumpuan, maka Cm dapat diambil: 𝐶𝑚 = 0,6 + 0,4 (
𝑀1
) > 0,4
𝑀2
(69)
Beban tekuk (Pc) dapat diambil dari: 𝜋 2 ×𝐸𝐼
𝑃𝑐 = (𝐾𝐿𝑢)2
(70)
Bila tidak melalui perhitungan yang lebih akurat, EI dapat diambil lebih konservatif sebesar: 𝐸𝐼 =
0,4×𝐸𝑐×𝐼𝑔
(71)
1+𝛽𝑑
5. Persyaratan tulangan untuk kolom Luas dari tulangan memanjang kolom harus : - Tidak kurang dari 0,01 Ag; - Tidak melebihi 0,08 Ag, kecuali jika jumlah dan penempatan tulangan mempersulit penempatan dan pemadatan beton pada sambungan dan persilangan dari bagian- bagian komponen maka batas maksimal rasio tulangan perlu dikurangi. Rasio tulangan spiral (ρs) tidak boleh kurang dari: 𝐴𝑔
𝑓𝑐 ′
𝜌𝑠 = 0,45 ( 𝐴𝑐 − 1) ( 𝑓𝑦 )
(72)
26
3 METODE Struktur yang ditinjau ini berada pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung (25,785 km) yakni berupa struktur bawah dari jembatan layang yang merupakan bagian dari jalan tol tersebut. Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung memiliki panjang 25,785 km (STA 0+0 hingga STA 25+785). Proyek diawali di daerah Cimanggis Depok hingga Cibitung Bekasi. Investor proyek Jalan Tol CimanggisCibitung adalah Cimanggis-Cibitung Tollways A Bakrie Company dengan konsultan perencana adalah PT Perentjana Djaja. Lokasi proyek ditampilkan pada Gambar 6 dan penampang memanjang jembatan layang ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 6 Lokasi proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung
Gambar 7 Penampang memanjang jembatan layang Jalan Tol Cimanggis-Cibitung terdiri dari jalan serta jembatan. Jembatan layang yang ditinjau ini terdiri dari dua jalur lalu lintas dengan total lebar struktur atas jembatan adalah 34,1 m serta bentang jembatan sepanjang 35 m. Kedua jalur lalu lintas ini dipisahkan (tidak menyatu) strukturnya sejauh 1,5 m dengan lebar setiap jalur adalah 16,3 m (temasuk bahu jalan selebar masing-masing 0,5 m pada sisi kiri dan kanan). Super struktur jembatan terdiri dari 5 buah girder dengan tipe PCU untuk masing-masing jalur lalu lintas. Struktur yang khusus ditinjau dalam penelitian ini adalah bagian struktur bawah yang terdiri dari pilar P40 serta pondasinya. Pilar P40 ini rencananya ditempatkan di jalur sungai Cikeas yakni
27 STA.4+388. Pilar P40 dirancang dengan ketinggian mencapai 17,8 m dengan membentuk huruf “Y” untuk menopang kedua jalur lalu lintas di atasnya. Gambar rencana awal pilar P40 ditampilkan pada Gambar 11 . Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Juni 2014. Struktur yang ditinjau adalah Pilar P40 (STA.4+388). Analisis data dilakukan di kantor PT. Perentjana Djaja, Jakarta Selatan serta di kampus Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Bahan penelitian merupakan data sekunder dari PT Perentjana Djaja untuk Proyek Perencanaan Teknis CimanggisCibitung (25.785 Km) Toll Way dan dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BAPEDAS) Citarum-Ciliwung, Bogor yang terdiri dari: 1. Gambar Rencana Pilar P40 (Gambar 11) 2. Data tanah hasil pengujian Bor (DB 25-DB27), Sondir (S7), dan laboratorium (DB25-DB27). 3. Data curah hujan harian maksimum tahun 2001-2010 stasiun cuaca Bogor, Depok, dan Cibitung 4. Data Plan and Profil Jalan Tol Cimanggis-Cibitung 5. Peta DAS Cikeas. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: software ArcGIS 10, SAP 2000 versi 14, AutoCAD 2010, Microsoft Excel 2013, Laptop, Peraturan Teknis Perencanaan Jembatan. Diagram alir tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 8, 9 dan 10 sedangkan tahapan perhitungan ditampilkan pada Lampiran 10. Mulai
Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan
Perhitungan daya dukung tanah
Uji Bor
Qs
Qp
𝑄𝑎𝑙𝑙 =
Uji Laboratorium
Uji Sondir
𝑄𝑠 𝑄𝑝 + 5 3
Qs
𝑄𝑎𝑙𝑙 =
Qp
𝑄𝑠 𝑄𝑝 + 5 3
Qs
Qp
𝑄𝑎𝑙𝑙 =
Daya dukung izin 1 tiang (Qall)
A
Gambar 8 Diagram alir perhitungan daya dukung tanah
𝑄𝑠 𝑄𝑝 + 5 3
28 Mulai
Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan
Perhitungan curah hujan maksimum harian area DAS Cikeas 𝑑0+𝑑1
Metode Isohyet : 𝑅 =
2
𝐴1+
𝑑1+𝑑2 2
𝐴2+ … +
𝑑𝑛−1+𝑑𝑛 2
𝐴2
𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛
Penentuan jenis distribusi probabilitas (persyaratan parameter statistik dan Metode Smirnov-Kolmogorof)
Gumbel
Normal
Log Normal
Log Pearson III
Perhitungan curah hujan rencana
Perhitungan intensitas hujan rencana 2
Metode Mononobe : 𝐼 =
𝑋24 24
24 3 𝑡
×( )
Perhitungan debit rencana periode ulang 50 tahunan Metode Rasional : Q50 = 0,278 I50 ∑ (A x C)
Perhitungan kecepatan aliran sungai 𝐻 0,6
Metode rasional Mononobe : 𝑉 = 72 × ( ) 𝐿
Perhitungan ketinggian rencana muka air banjir periode ulang 50 tahunan
B
Gambar 9 Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas
29
B
A
Perhitungan beban-beban yang bekerja
Kombinasi beban
Merancang pondasi grup Perhitungan gaya dalam pada pilar
Efisiensi Grup (Eg) = 1 − 𝑄
(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛 90×𝑚×𝑛
Distribusi beban 1 Tiang (Qi) Desain tulangan pilar
Tidak
Qi =
𝑉 𝑛
±
𝑀𝑦 × 𝑋
∑ 𝑋2
±
𝑀𝑥 × 𝑌
∑ 𝑌2
Qall >Qi Mu ≤ ∅ Mn Vu ≤ ∅ Vn Tu ≤ ∅ Tn
Ya
Tidak
Ya Cek terhadap kapasitas lateral tiang (Hu) 2 × 𝑀𝑢 𝐻𝑢 = 𝐻𝑢 𝑒 + 0,54√ 𝛾𝐵𝐾𝑝
Cek terhadap penurunan tiang (S) 𝑃𝑢×𝐼 𝑆= 𝐸𝑠×𝑑
Desain tulangan pondasi
Desain tulangan pile cap
Penyusunan laporan
Selesai
Gambar 10 Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar
30
Gambar 11 Rencana awal pilar P40
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas Pilar P40 direncanakan ditempatkan di sekitar tepi sungai Cikeas sehingga perlu dianalisis ketinggian muka air banjir sungai Cikeas tersebut. Untuk menganalisis ketinggian muka air banjir rencana pada sungai Cikeas digunakan data curah hujan harian maksimum selama 10 tahun (2001-2010) dari beberapa stasiun cuaca yakni Stasiun Cuaca Bogor yang terletak di 106° 47' 36.66" BT; 6° 36' 06.53" LS , Stasiun Cuaca Depok yang terletak di 106° 49' 12.30" BT; 6° 23' 45.00" LS dan Stasiun Cuaca Bekasi yang terletak di 107° 02' 25.03" BT; 6° 20' 16.01" LS. Data curah hujan harian maksimum ketiga stasiun cuaca ini digunakan untuk memprediksi curah hujan area menggunakan metode Isohyet. 4.1.1 Analisis Curah Hujan Area Menggunakan Metode Isohyet Curah hujan area merupakan besaran curah hujan yang berada pada DAS Cikeas pada satuan waktu tertentu. Untuk menganalisis curah hujan area tersebut digunakan metode Isohyet (persamaan 73) yakni dengan menghubungkan lokasi yang memiliki curah hujan seragam sehingga membentuk suatu kontur curah hujan.
31 Kontur curah hujan seragam ini akan membentuk suatu luasan polygon yang dibatasi oleh batas DAS. Analisis kontur curah hujan serta luasan polygon ini dilakukan dengan menggunakan software ARC-GIS. Contoh hasil analisis kontur curah hujan menggunakan software ARC-GIS ditampilkan pada Gambar 12. Hasil analisis curah hujan area sub-DAS Cikeas serta curah hujan harian maksimum 10 tahunan ke tiga stasiun cuaca tersebut ditampilkan pada Tabel 5. 𝑅=
𝑑0+𝑑1 𝑑1+𝑑2 𝑑𝑛−1+𝑑𝑛 𝐴1+ 𝐴2+ … + 𝐴2 2 2 2
(73)
𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛
Tabel 5 Curah hujan area sub-DAS Cikeas Curah Hujan Setiap Stasiun Cuaca (mm) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Bogor
Cibitung
Depok
108 127 123 142 127 136 156 105 115 145
98 138 83 127 123 82 78 120 80 105
118 148 223 249 106 244 132 118 134 110
Hasil Perhitungan Isohyet (mm) 110 135 149 173 120 163 139 111 116 129
Gambar 12 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006 4.1.2
Penentuan Metode Distribusi Probabilitas Untuk memperoleh nilai hujan rencana, data curah hujan sub-DAS Cikeas tersebut perlu dianalisis menggunakan distribusi probabilitas kontinu. Analisis
32 frekuensi menggunakan distribusi probablitas kontinu dapat dilakukan menggunakan beberapa metode, yakni Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson III. Keempat metode ini perlu diuji kesesuaian penggunaannya terhadap data yang dimiliki dengan menghitung parameter statistik atau dengan menggunakan metode Smirnov Kolmogorov. 1. Metode Parameter Statistik Metode parameter statistik didasarkan pada kecocokan nilai koefisien kurtosis, kepencengan, serta koefisien variasi hasil perhitungan terhadap nilai standar yang diterapkan. Hasil perhitungan metode statistik dijabarkan pada Lampiran 1 sedangkan hasil perhitungan terhadap standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis Keterangan
Gumbel dan Normal
Log Normal dan Log Pearson III
Standar Deviasi
21,76
0,07
Koefisien Skewness (Cs)
0,62
0,42
Koefisien Kurtosis (Ck)
3,30
3,03
Perhitungan untuk persyaratan metode Log Normal dijabarkan sebagai berikut: Koefisien variasi (Cv) =
𝑆𝑑 𝑋
= 0,03 Cs =
Cv3 +3
Cv
Cs = 0,096 Ck = Cv8 + 6 Cv6 + 15 Cv4 + 16 Cv2 + 3 Ck = 3,016 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik metode Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson III ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan Statistik Metode Gumbel Normal Log Normal Log pearson III
Syarat Cs= 1,14 Ck= 5.4 Cs ≈ 0 Ck ≈ 3 Cs = 0,096 Ck = 3,016 Cs = selain nilai diatas Ck = selain nilai diatas
Hasil 0,622 3,301 0,622 3,301 0,417 3,028 0,417 3,028
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut, metode terbaik yang dapat digunakan adalah metode Normal dan Log Normal. Untuk lebih meyakinkan lagi
33 ketepatan pemilihan metode ini, data curah hujan ini perlu dianalisis menggunakan metode Smirnov-Kolmogorof. 2. Metode Smirnov-Kolmogorof Metode Smirnov-Kolgomorof yang digunakan ini adalah secara analitis untuk menganalisis kesesuaian metode Normal dan Log Normal. Penggunaan metode Smirnov-Kolmogorof didahului dengan menentukan peluang empiris masing-masing data yang diurutkan dari nilai terbesar ke nilai terkecil menggunakan metode Weibull. Selisih antara peluang empiris dan peluang teoritis ini akan menghasilkan suatu simpangan maksimum yang harus memenuhi persyaratan terhadap simpangan kritis. Hasil perhitungan metode SmirnovKolmogorov untuk Metode Normal dan Log Normal ditampilkan pada Lampiran 1. Dari hasil perhitungan, nilai ∆P maksimum untuk metode Normal adalah 0,112. Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41 (sumber Kamiana 2011). Hasil perhitungan ∆P maksimum memiliki nilai yang lebih kecil dari pada ∆P kritis sehingga metode Normal dapat diterima. Untuk metode Log Normal, nilai ∆P maksimum untuk metode Log Normal adalah 0,106. Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41 (sumber: Kamiana 2011). Hasil perhitungan ∆P memiliki nilai yang lebih kecil dari pada ∆P kritis sehingga Metode Log Normal dapat diterima. Dari kedua metode tersebut, metode Log Normal memiliki simpangan nilai ∆P maksimum terhadap ∆P kritis yang lebih besar dari pada metode Normal. Hal ini berarti bahwa metode Log Normal memiliki kesesuaian yang lebih baik untuk digunakan. Perhitungan Curah Hujan dan Intensitas Hujan Rencana Nilai hujan rencana ini dianalisis untuk periode ulang 50 tahunan menggunakan metode Log Normal. Hasil perhitungan deviasi standar dari Log X pada metode Log Normal adalah 0,068, sedangkan faktor frekuensi untuk periode ulang 50 tahun adalah 2,05 (Kamiana 2011) sehingga curah hujan rencana 50 tahunan adalah sebesar 184 mm. 4.1.3
𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 2,123 + 2,05 × 0,0685 𝑋𝑇
= 184 𝑚𝑚
Untuk data hujan harian, intensitas hujan rencana dapat dihitung menggunakan persamaan Mononobe sedangkan untuk menentukan waktu konsentrasi (tc) dapat digunakan Rumus Kirpich. Dari hasil perhitungan, waktu konsentrasi yang terhitung adalah 6,19 jam sehingga intensitas curah hujan rencana untuk periode ulang 50 tahun adalah 18,89 mm. 0,87×44,7852
𝑡𝑐 = (
1000×0,015
𝑡𝑐 = 6,19 𝑗𝑎𝑚 𝐼=
184 24
24
× (6,19)
2 3
𝐼 = 18,89 𝑚𝑚
0,385
)
34 4.1.4 Perhitungan Debit Rencana 50 Tahunan Perhitungan debit rencana 50 tahunan ini menggunakan persamaan Rasional. DAS Cikeas yang diperhitungkan memiliki luasan sebesar 99,9 km2 yang terdiri dari berbagai jenis tutupan lahan. Untuk menentukan debit rencana ini, tata guna lahan tersebut harus diklasifikasikan sesuai dengan nilai koefisien pengalirannya. Jenis tutupan lahan serta luasan area tutupan lahan tersebut ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran (C) Nama Tutupan Lahan Air Tawar Belukar/Semak Gedung Hutan Kebun/Perkebunan Pemukiman Rumput/Tanah kosong Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tegalan/Ladang Jumlah
Luas (km2)
Nilai C
AxC
1,38 2,29 0,21 0,10 20,86 21,62 10,32 1,92 0,07 41,14 99,91
1,00 0,65 0,90 0,30 0,60 0,80 0,70 0,40 0,50 0,60
1,38 1,49 0,19 0,03 12,52 17,29 7,23 0,77 0,03 24,68 65,61
Sehingga debit rencana 50 tahunan adalah sebagai berikut: Q50
= 0,278 I50 ∑ (A x C) = 344,643 m3/dtk
4.1.5 Perhitungan Ketinggian Air Sungai Rencana Kecepatan Aliran sungai dihitung berdasarkan metode Rational Mononobe sebagai berikut: 𝐻 0,6
𝑉 = 72 × ( 𝐿 ) 𝑚
𝑉 = 5,86 𝑑𝑡𝑘 Profil sungai diasumsikan berbentuk trapesium dengan lebar dasar sungai adalah 22,64 m dan lebar muka sungai adalah 26,41 m. Menggunakan informasi ini didapat tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m. Ketinggian struktur atas pilar pada lokasi ini adalah 17,8 m sehingga ketinggian ruang bebas vertikal jembatan sudah terlampaui terhadap ketinggian muka air banjir. Selain itu, ketinggian muka air banjir ini akan digunakan dalam menentukan beban aliran air dan benda hanyutan serta tekanan aliran air akibat gempa.
4.2 Analisis Rancangan Pondasi Jembatan 4.2.1 Analisis Daya Dukung Tanah Kondisi topografi disekitar lokasi pilar cenderung menurun. Lokasi ini berada di sekitar pemukiman serta jalan raya. Selain itu disekitar lokasi ini terdapat sistem
35 proteksi gas bawah tanah. Kondisi-kondisi ini menyebabkan pemilihan jenis pondasi yang akan digunakan harus mempertimbangkan pengaruh lingkungan terhadap keadaan sekitar misalnya pengaruh getaran apabila dipilih jenis pondasi tiang pancang. Daya dukung tanah ditentukan melalui uji lapangan maupun uji laboratorium. Uji lapangan yang digunakan dalam hal ini adalah Uji Sondir serta Uji Bor. Titiktitik lokasi pelaksanaan uji lapangan serta pengambilan contoh uji untuk Uji Laboratorium ditampilkan pada Gambar 13.
Gambar 13 Lokasi titik Uji Bor, Laboratorium, dan Sondir Titik yang ditinjau dalam hal ini adalah data bor serta laboratorium yakni DB25 (X= 713775248, Y=9294095922), DB 26 (X=713851369, Y=9294071209), dan DB 27 (X=713843302, Y=294073402). Untuk DB 28 dan S7A tidak dapat dijadikan acuan karena titik pengujian ini berada di seberang Sungai Cikeas. Untuk pilar P40 sendiri direncanakan berada di antara DB27 dan tepi sungai. Dari hasil pengujian Bor dan Laboratorium terlihat bahwa tanah pada lokasi tersebut cenderung memiliki kesamaan pada setiap titik yang ditinjau. Tanah pada daerah ini dapat diperkirakan terdiri dari tanah lempung lunak pada lapisan atas, pasir keras pada pertengahan kedalaman 30 meter, serta dilanjutkan dengan lempung keras pada kedalaman selanjutnya. Tanah keras dapat dijumpai pada kedalaman sekitar 11 meter dari permukaan tanah. Keberadaan tanah keras ini dapat diamati dari hasil pengujian Bor. Hasil pengujian bor tersebut ditampilkan pada Gambar 14 serta pada Lampiran 11-13. Dari nilai NSPT pada pengujian Bor terlihat bahwa pada lokasi ini tidak terdapat jenis tanah lensa. Tanah lensa adalah sebuah kondisi dimana daya dukung tanah cukup tinggi (NSPT diatas 60) namun lapisan ini tidak cukup tebal, sementara itu dibawah lapisan ini terdapat tanah lunak dengan daya dukung yang rendah. Tanah lensa ini jika digunakan sebagai lapisan penumpu pondasi dapat menyebabkan terjadinya penurunan struktur yang cukup besar.
36
Gambar 14 Nilai NSPT data uji bor DB25, DB26, dan DB27 1. Perhitungan Daya Dukung Tanah Menggunakan Data Uji Bor (NSPT) Data yang dihasilkan dari Uji Bor ini adalah berupa nilai NSPT disetiap kedalaman dari kedalaman 1 m sampai dengan 30 m. Setiap lapisan memiliki kapasitas daya dukung yang berbeda sehingga perlu diperhitungkan daya dukung setiap lapisan tanah. Daya dukung ini dianalisis disetiap 1 m ketebalan lapisan tanah dengan memperhitungkan daya dukung ujung tiang (Qp) dan daya dukung friksi (Qs). Dalam hal ini, direncanakan pondasi tiang bor berbahan beton bertulang dengan diameter 1,2 m. Hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan Uji Bor untuk setiap titik uji ditampilkan pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 5. Perbandingan daya dukung tanah ketiga titik uji ini ditampilkan pada Gambar 15. DB 27
DAYA DUKUNG (KN)
6000
DB 26
DB 25
5000 4000 3000 2000 1000 0 0
5
10
15 KEDALAMAN (M)
20
25
Gambar 15 Daya dukung tanah Uji Bor (NSPT)
30
37 Dari gambar tersebut terlihat bahwa daya dukung tanah disekitar permukaan tanah (0-7 meter) memiliki daya dukung yang rendah dimana jenis tanah pada kedalaman ini adalah tanah kohesif. Daya dukung tanah mulai meningkat pada kedalaman sekitar 9 meter dibawah permukaan tanah dimana pada sekitar kedalaman 9 meter ini jenis tanah merupakan tanah nonkohesif. Dalam hal ini terlihat bahwa tanah nonkohesif memiliki daya dukung yang lebih mengandalkan tahanan ujung dari pada tahanan geser. Daya dukung ini selanjutnya menurun mulai dari kedalaman sekitar 22 meter dari permukaan tanah. Tanah pada kedalaman ini merupakan tanah kohesif yakni jenis Silt Cemented Hard. Meskipun tergolong tanah kohesif, tanah ini dinilai cukup keras sehingga diprediksi bahwa tidak terjadi penurunan atau amblesan pada struktur di kemudian hari. Namun meskipun begitu, besarnya penurunan yang mungkin terjadi harus tetap diperhitungkan. Pilar P40 yang ditinjau berada disekitar titik uji DB27 sehingga daya dukung yang lebih menggambarkan titik rencana pondasi pilar P40 adalah daya dukung pada titik DB27. Daya dukung ini diperhitungkan menggunakan tiga nilai referensi koefisien adhesi (α) dari Reese & Wright, Kulhawy, serta Reese &Oneil. Perbandingan daya dukung ketiga referensi tersebut ditampilkan pada Gambar 16. Reese & Wright
DAYA DUKUNG IZIN TANAH (KN)
6000
Kulhawy
Reese & O'Neil
5000 4000 3000 2000 1000 0 0
5
10
15
20
25
30
KEDALAMAN (M)
Gambar 16 Perbandingan daya dukung izin tanah 3 referensi faktor Adhesi Dari perbandingan tersebut dipilih daya dukung yang paling kritis yakni daya dukung menggunakan referensi koefisien adhesi dari Kulhawy. Daya dukung tertinggi tersebut terdapat pada kedalaman 22 m dengan daya dukung izin sebesar 5210,541 kN. 2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Menggunakan Data Uji Laboratorium Daya dukung tanah berdasarkan data uji laboratorium ini ditentukan berdasarkan persamaan Meyerhoff, Terzaghi, serta Thomlinson untuk jenis daya dukung ujung tiang, sedangkan untuk jenis daya dukung friksi ditentukan berdasarkan Metode Alpha dari Thomlinson yang telah dimodifikasi oleh Borms. Data hasil uji laboratorium yang tersedia pada proyek ini terbatas pada kedalaman 23,5 meter. Perhitungan ini didasarkan pada jenis tanah pada umumnya (c-∅ Soils). Tabel hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan metode tersebut di atas dijabarkan pada Lampiran 2, sedangkan daya dukung ujung tiang ketiga metode dari Terzaghi, Meyerhof dan Thomlinson ditampilkan pada Gambar17 .
38 Meyerhof
1800,00
Terzaghi
Thomlinson
Qp (kN)
1500,00 1200,00 900,00 600,00 300,00 0,00 0
5
10
15
20
25
Kedalaman (m)
Gambar 17 Perbandingan daya dukung ujung DB27 Rekap daya dukung izin tanah menggunakan data hasil uji laboratorium ditampilkan pada Tabel 9. Tahanan ujung (Qp) yang digunakan dalam hal ini adalah tahanan ujung dari Metode Meyerhof. Hal yang mendasari pemilihan ini adalah tahanan ujung Metode Meyerhof lebih besar dari pada metode lainnya sehingga memiliki besaran yang lebih mendekati perhitungan daya dukung ujung tiang menggunakan data Bor. Tabel 9 Rekap daya dukung izin tanah data Uji Laboratorium titik uji DB27 Kedalaman (m) 1-1,5 5-5,5 9-9,5 13-13,5 23-23,5
Deskripsi tanah Lempung silt, merah coklat, medium lempung silt, kuning, medium Pasir hitam, very dense Silt cemented, hitam, hard Silt cemented, abu-abu, hijau, hard
Qp (kN)
Qs (kN)
Qult (kN)
Qall (kN)
327,00
56,41
272,25
83,23
658,25
329,51
738,47
202,22
716,85 690,81
624,32 860,50
1068,49 1289,02
272,92 314,94
1556,79
2224,51
3158,30
756,17
DAYA DUKUNG 1 TIANGM (KN)
Hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan Uji Laboratorium ini menghasilkan kapasitas daya dukung yang jauh lebih rendah dari pada hasil perhitungan daya dukung izin menggunakan data Uji Bor. Perbandingan daya dukung izin tersebut ditampilkan pada Gambar 18. 6000
Uji Bor
Uji Lab
5000 4000 3000 2000 1000 0 0
5
10
15 KEDALAMAN (M)
20
25
30
Gambar 18 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium
39 Perbedaan ini disebabkan oleh kurang lengkapnya data hasil pengujian laboratorium yang dimiliki dalam proyek ini. Data laboratorium yang tersedia lengkap hanya mencakup tanah pada kedalaman sekitar 7 meter di bawah permukaan tanah yang merupakan jenis tanah kohesif sedangkan pada kedalaman dibawah 11 meter dari permukaan tanah sampai dengan kedalaman 22 meter, lapisan tanah adalah tergolong nonkohesif. Pada kedalaman 22 meter sampai dengan kedalaman 30 meter jenis tanah kembali merupakan tanah kohesif. Perhitungan di atas menggunakan asumsi bahwa parameter hasil pengujian laboratorium adalah seragam untuk semua jenis lapisan tanah sehingga menghasilkan daya dukung tanah yang tidak menggambarkan keadaan tanah sesungguhnya. Dari grafik terlihat bahwa untuk jenis tanah kohesif (kedalaman 07 meter dan kedalaman 22-30 meter) daya dukung tanah yang terhitung menggunakan data laboratorium cenderung mendekati hasil perhitungan menggunakan data uji Bor, sedangkan pada kedalaman 7-22 meter terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara kedua metode ini. Berdasarkan hal tersebut, maka hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan uji laboratorium tidak dapat digunakan dalam perencanaan ini, sehingga dalam hal ini digunakan kapasitas daya dukung 1 tiang dengan diameter 1,2 m menggunakan data uji bor yakni sebesar 5210,541 kN dengan kedalaman pondasi 22 m. 4.2.2
Analisis Pembebanan pada Pondasi Pembebanan yang direncanakan bekerja pada pondasi ini mengacu pada RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan. Beban yang diperhitungkan dalam hal ini adalah berat sendiri struktur, beban mati tambahan, beban lalu lintas berupa beban lajur “D”, gaya rem, gaya aliran air, beban akibat benda hanyutan, beban angin, beban gempa, serta tekanan air akibat gempa. - Berat Sendiri Struktur Berat sendiri struktur yang diperhitungkan adalah berupa berat sendiri struktur atas, kepala pilar (pier head), pilar, serta pile cap. Hasil perhitungan berat sendiri struktur ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10 Berat sendiri struktur Jumlah 2 2
Struktur Atas
Struktur Bawah
Volume (m3) 268,65 81,76
Slab Deck Slab Balok 10 Prategang Diafragma 48 Pilar 1 408,07 Kepala Pilar 1 284,87 Pile cap 1 1199,52 Total Berat Sendiri
Berat Jenis 25 kN/m3 25 kN/m3
Berat (kN) 6716,33 2044,10
32,48 kN/m
11637,58
3,88 kN/m 25 kN/m3 25 kN/m3 25 kN/m3
186,24 10201,68 7121,81 29988 67895,75
- Beban Lajur Beban lajur yang diperhitungkan untuk jembatan bentang panjang adalah jenis beban lajur “D”. Beban lajur ini terdiri dari beban tersebar merata (UDL) serta
40 beban garis (KEL). Untuk bentang jembatan lebih dari 30 m, intensitas beban UDL (q) dihitung menggunakan persamaan berikut: 𝑞 = 9 (0,5 +
15 𝐿
)
(74)
𝑞 = 8,26 𝑘𝑁/𝑚2 Dengan mengalikan intensitas beban UDL terhadap luas pengaruh beban tersebut didapat beban UDL sebesar 4302,81 kN untuk satu jalur kendaraan. Beban KEL diambil sebesar 49 kN/m dengan faktor beban dinamis sebesar 40% sehingga beban KEL yang terhitung adalah 996,42 kN untuk satu jalur kendaraan. Hasil perhitungan beban lajur “D” untuk 2 jalur kendaraan ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Beban Lajur “D” Arah Beban Vertikal (P) Horizontal (Vy) Momen (My)
-
Besar Beban 10598,46 423,94 10450,08
Satuan kN kN kN.m
Beban Tambahan Hasil perhitungan beban tambahan ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Beban tambahan Beban Mati Tambahan Lap aspal dan overlay Railing, lights Instalasi ME Air Hujan
-
Tebal (m)
Lebar (m)
Panjang (m)
Jumlah
Berat Jenis
Berat (kN)
0,1
15,3
35,83
2
22 (kN/m3)
2412,08
0,05
16,3
35,83 35,83 35,83 Total
2 2 1
0,5 (kN/m) 0,1(kN/m) 9,8 (kN/m3)
35,83 7,16 286,17 2741,25
Gaya Rem Besar beban akibat gaya rem diambil sebesar 5% dari beban lajur “D”. Beban lajur “D” yang diperhitungkan dalam hal ini merupakan beban lajur UDL dengan intensitas maksimum yakni 9 kN/m2 serta beban KEL tanpa faktor beban dinamis. Untuk kondisi dua jalur didapat gaya rem seperti Tabel 13. Tabel 13 Beban akibat gaya rem Arah Beban Vertikal (P) Horizontal (Vy) Momen (My)
-
Besar Beban 21,53 539,02 13286,86
Satuan kN kN kN.m
Gaya Aliran Air dan Beban Benda Hanyutan Gaya aliran air yang dipertimbangkan dalam hal ini merupakan gaya seret nominal. Arah aliran yang dipertimbangkan diasumsikan tegak lurus terhadap pilar sehingga koefisien seret (Cd) adalah sebesar 0,7. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan informasi berupa kecepatan aliran sungai sebesar 5,83 m/dtk serta
41 tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m didapatkan beban yang bekerja adalah beban horizontal (Vx) sebesar 113,73 kN dengan momen (Mx) sebesar 533,95 kN.m. Gaya akibat benda hanyutan dihitung menggunakan koefisien seret (Cd) sebesar 1,04. Kedalaman minimum benda hanyutan diasumsikan sebesar 1,2 m dibawah muka air banjir dengan panjang hamparan sebesar 17,9 m (setengah bentang jembatan) sehingga beban yang terhitung adalah 376,48 kN untuk beban horizontal (Vx) serta 1541,68 kN.m untuk momen (Mx). -
Beban Angin Beban angin dihitung menggunakan persamaan berikut: 𝑇𝑒𝑤 = 0,0006 𝐶𝑤 (𝑉𝑤)2 𝐴𝑏
(75)
Koefisien seret (Cw) yang digunakan adalah 1,25. Beban angin yang terhitung untuk kondisi layan maupun ultimit ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 14 Beban angin Vertikal Horizontal Momen
P Vx Vy Mx My
Layan (di bawah pile cap) 38,39 174,87 62,59 2981,41 1003,96
Ultimit (di atas pile cap) 55,28 251,81 90,13 5174,56 1445,70
- Beban Gempa Beban gempa dihitung berdasarkan beban gempa statis ekuivalen menggunakan Persamaan 76 berikut serta dijabarkan pada Tabel 15 : 𝑇𝐸𝑄 = 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑡
(76) Tabel 15 Beban gempa
Keterangan Kekakuan Struktur (Kp) Faktor tipe bangunan (S) Faktor Kepentingan (I) Waktu getar (T) Koefisien geser dasar (C)
Besar 1149876 1,225 1,2 0,35 0,18
Satuan kN/m
dtk
Beban gempa yang terhitung adalah sebesar 18690,55 kN arah horizontal (Vx dan Vy) serta momen sebesar 18690,55 kN.m (Mx dan My) yang bekerja di bawah pile cap. -
Tekanan Air Lateral Akibat Gempa Dengan perbandingan b/h<2 digunakan Persamaan 77 berikut: 𝑏
𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑜 × 𝑏 2 × ℎ × (1 − 4×ℎ)
(77) 4
𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 0,22 × 1,2 × 9,8 × 42 × 2,39 × (1 − 4×2,39) 𝑉𝐸𝑄 = 43,25 𝑘𝑁
42 Dengan dimensi tiang yang sama maka beban horizontal yang bekerja pada arah X dan Y adalah sama. Momen yang terhitung akibat beban ini adalah 203,07 kN.m. -
Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Layan Kombinasi beban yang digunakan didasarkan pada prinsip keadaan batas daya layan (Kombinasi 1-6) serta tegangan kerja dengan persentase kelebihan tegangan sebesar 50% (Kombinasi 7). Kombinasi 7 ini merupakan penjumlahan aksi-aksi beban mati serta beban gempa dimana beban gempa ini tidak diperhitungkan dalam kombinasi keadaan batas layan (Kombinasi 1-6). Kombinasi tersebut ditampilkan pada Tabel 16 sedangkan penjabaran terhadap kombinasikombinasi tersebut ditampilkan pada Lampiran 7 . Tabel 16 Kombinasi beban kerja keadaan batas layan Kombinasi 1 Kombinasi 2 Kombinasi 3 Kombinasi 4 Kombinasi 5 Kombinasi 6 Kombinasi 7
P (kN)
Vy (kN)
Vx (kN)
My (kN.m)
Mx (kN.m)
81256,98 81256,98 81283,85 81283,85 81295,37 70675,38 70637,00
962,96 962,96 1006,77 1006,77 1025,55 62,59 18733,80
377,26 0,00 122,41 612,61 419,97 419,97 18733,80
23736,94 23736,94 24439,71 24439,71 24740,90 1003,96 164869,38
1613,12 0,00 2515,41 4591,04 4631,26 4631,26 164869,38
- Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Ultimit Beban pada keadaan batas ultimit ini diperhitungkan pada dasar pile cap. Kombinasi pembebanan yang direncanakan ditampilkan pada Tabel 17 sedangkan penjabaran terhadap kombinasi-kombinasi tersebut ditampilkan pada Lampiran 8.: Tabel 17 Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit Kombinasi 1 Kombinasi 2 Kombinasi 3 Kombinasi 4 Kombinasi 5 Kombinasi 6
P (kN)
Vx (kN)
Vy (kN)
Mx(kN.m)
My (kN.m)
112909 112862,9 112862,9 112909 112824,2 93746,97
302,1731 0 735,3084 302,1731 18733,8 735,3084
1841,483 1733,326 1733,326 1841,483 19496,89 0
6209,475 0 3113,442 6209,475 164869,4 3113,442
44461,33 42726,49 42726,49 44461,33 183679,5 0
4.2.3 Desain Pondasi Grup Pondasi sebagai tiang tunggal dalam perencanaan ini memiliki daya dukung izin sebesar 5210, 541 kN. Daya dukung izin satu tiang ini diperoleh dari dimensi tiang bor tunggal dengan diameter 1,2 m dan panjang 22 m. Untuk dapat menahan pembebanan yang bekerja, pondasi ini harus direncanakan berupa pondasi grup. Pemilihan dimensi pondasi grup yang tepat didasarkan pada metode Trial and Error dengan menggunakan prinsip distribusi beban yang bekerja kurang dari daya dukung 1 izin tiang. Untuk tiang dalam grup perlu dipertimbangkan efisiensi grup sebagai akibat adanya pemakaian bersama elemen tanah dalam menahan beban struktur atas. Dari
43 hasil Trial and Error, Grup tiang direncanakan berjumlah 30 (5 x 6 buah tiang) dengan spasi tiang 3D yakni 3,6 m. Rencana pondasi grup ditampilkan pada Gambar 19.
Gambar 19 Rencana pondasi grup Efisiensi ini dihitung menggunakan persamaan Converse-Labarre sebagai berikut: Eg = 1 − 𝑄
(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛
Eg = 1 − 18,26
90×𝑚×𝑛
(78)
(6−1)×5+(5−1)×6 90×5×6
Eg = 0,668 Sehingga Daya dukung izin 1 tiang dan daya dukung izin tiang grup adalah sebagai berikut: Qatek(1-6) = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔
(79)
Qatek(1-6) = 3483,561 kN Daya dukung izin 1 tiang (Qatek) tersebut merupakan daya dukung tiang untuk menahan beban aksial berupa tekan. Daya dukung tersebut digunakan dalam kondisi keadaan batas layan (kombinasi 1-6), sedangkan untuk kondisi tegangan kerja (kombinasi 7) digunakan persen kelebihan beban sebesar 50% sehingga daya dukung izin yang bekerja adalah sebagai berikut: Qatek(7) = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔 × 1,5
(80)
Qatek(7) = 5225,342 kN Daya dukung izin 1 tiang dalam kondisi tarik juga perlu diperhitungkan dalam hal ini. Daya dukung izin dalam kondisi tarik diperhitungkan sebagai berikut: Untuk kombinasi 1-6:
44 Qatarik(1-6)=[(0,7 × Qatarik(1-6) = (0,7 ×
𝑄𝑠
1
) + ( × 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸
5 4 3444,75
(81)
1
) + (4 × 3,14 × 1,22 × 25 × 22) × 0,668
5
Qatarik(1-6) = 738,075 kN Untuk kombinasi 7: Qatarik(7) = [(0,7 × Qatarik(7) = (0,7 ×
𝑄𝑠 5
1
) + (4 × 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸𝑔 × 1,5
3444,75
(82)
1
) + (4 × 3,14 × 1,22 × 25 × 22) × 0,668 × 1,5
5
Qatarik(7) = 1107,114 kN Daya dukung tiang grup (Qag) untuk tekan aksial keadaan batas layan adalah sebagai berikut: Qag = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝑁 × 𝐸𝑔
(83)
Qag = 104506,8 kN Distribusi beban yang diterima setiap tiang dalam pondasi grup tidak sama pada setiap posisinya sehingga perlu dilakukan pengecekan terhadap distribusi beban yang bekerja tersebut. Hasil perhitungan distribusi beban setiap pondasi ditampilkan pada Lampiran 5. Tiang yang menerima distribusi beban paling maksimum adalah tiang yang berada pada sudut kanan atas grup tiang yakni tiang nomor 6. Untuk kombinasi 1-7, distribusi beban maksimum berturut-turut adalah sebesar 2911,89 kN, 2896,95 kN, 2926,72 kN, 2945,94 kN, 2949,08 kN, 2406,70 kN, 5189,62 kN. Pada rencana pondasi tiang grup ini terjadi beban tarik aksial pada kombinasi ke-7 yakni sebesar 480,49 kN. Beban tarik ini terjadi pada tiang nomor 25 yang berada di kiri ujung kelompok pondasi. Distribusi beban yang paling maksimum ini selanjutnya perlu dibandingkan terhadap daya dukung izin satu tiang. Jika distribusi beban paling maksimum lebih kecil daripada daya dukung izin satu tiang maka rancangan pondasi tiang grup tersebut dikategorikan aman dari segi beban aksial. Hasil perbandingan tersebut ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18 Kontrol daya dukung dan beban aksial tiang
Kombinasi 1 Kombinasi 2 Kombinasi 3 Kombinasi 4 Kombinasi 5 Kombinasi 6 Kombinasi 7
Beban Tekan
Daya Dukung Tekan
Beban Tarik
Daya Dukung Tarik
Keterangan
2911,89 2896,95 2926,72 2945,94 2949,08 2406,70 5189,62
3483,56 3483,56 3483,56 3483,56 3483,56 3483,56 5225,34
0 0 0 0 0 0 480,49
738,08 738,08 738,08 738,08 738,08 738,076 1107,11
Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman
4.2.4 Daya Dukung Lateral Tiang Tanah pada lokasi pondasi pilar terdiri dari jenis tanah kohesif dan nonkohesif. Dalam menentukan daya dukung lateral ini perlu dipilih jenis tanah yang
45 menggambarkan keadaan tanah secara keseluruhan. Dalam hal ini dipilih jenis tanah nonkohesif. Untuk menghitung daya dukung lateral, sebelumnya perlu ditentukan jenis tiang (panjang atau pendek, kepala tertahan atau kepala bebas) menggunakan flexibility factor (β). Tiang pondasi direncanakan sebagai beton bertulang dengan mutu beton K300 sehingga modulus elastisitas (E) tiang adalah 23452,95 MPa serta Inersia tiang (I) adalah 0,101 m4. Flexibility factor dihitung sebagai berikut: 𝐾ℎ×𝐵
4
𝛽=√ 4×(𝐸×𝐼)𝑝𝑖𝑙𝑒
(84)
𝛽 = 0,241 𝛽 × 𝐿 = 0,241 × 22 = 5,31 Hasil perkalian antara β dengan panjang tiang adalah 5,31 sehingga tiang tergolong dalam jenis tiang panjang dengan kepala terjepit. Pada jenis tiang panjang, keruntuhan struktur yang terjadi adalah berupa keruntuhan bahan tiang sehingga daya dukung lateral diperhitungkan berdasarkan kekuatan bahan tiang tersebut. Daya dukung lateral tiang (Hu) diperhitungkan menggunakan metode Borms sebagai berikut: 2×𝑀𝑢
𝐻𝑢 =
𝐻𝑢 𝛾𝐵𝐾𝑝
(85)
𝑒+0,54√
2×11926,19
𝐻𝑢 =
𝐻𝑢 18,2×1,2×1,7
0+0,54√
Dengan metode Trial And Error didapat daya dukung lateral (Hu) sebesar 4395,76 kN. Beban lateral 1 buah tiang adalah sebagai berikut: 𝐻𝑤𝑙 = 𝐻𝑤𝑙 =
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 19496,89 30
= 649,89 𝑘𝑁
𝐻𝑤𝑙 < 𝐻𝑢 Ok! Defleksi tiang pondasi akibat memikul beban lateral dihitung menggunakan Metode Borms sebagai berikut: 𝑌𝑜 =
0,93×𝐻 3
2
(86)
𝜂ℎ5 ×(𝐸𝐼)5
𝑌𝑜 =
0,93×649,89 3 2 55 ×(23452,95×0,101)5
𝑌𝑜 = 0,544 𝑚𝑚 Mc Nulty (1956) menyarankan perpindahan lateral izin pada bangunan gedung adalah 6 mm. Sedangkan untuk bangunan-bangunan lain sejenis menara transmisi 12 mm atau sedikit lebih besar (Pamungkas dan Harianty 2013). Jika dibandingkan terhadap defleksi tiang pondasi yang terhitung terhadap defleksi atau perpindahan lateral izin, defleksi tiang pondasi ini termasuk dalam kategori aman.
46 4.2.5 Penurunan Pondasi Penurunan yang terjadi perlu dipertimbangkan untuk pondasi tiang tunggal maupun pondasi tiang grup. Berdasarkan BMS 1992 Manual Volume 2, besarnya penurunan tiang tunggal untuk tipe tiang dukung ujung dihitung sebagai berikut: 𝐼 = 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅𝑏 × 𝑅𝑚 𝐼 = 0,094 × 1,03 × 0,86 × 0,93 𝐼 = 0,077 𝑃𝑢×𝐼
𝑆 = 𝐸𝑠×𝑑 (
𝑆=
114551,8 )×0,077 30
22000×1,2
𝑆 = 11,01 𝑚𝑚 < 25 𝑚𝑚 … 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑂𝑘‼ Untuk penurunan kelompok tiang adalah sebagai berikut: 𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) × (√𝑛 − 5) + 𝑅25 𝑅𝑠 = (1,28 − 1,23) × (√30 − 5) + 1,28 𝑅𝑠 = 1,3 𝑆𝑔 = 𝑅 × 𝑆 𝑆𝑔 = 1,3 × 11,01 𝑆𝑔 = 14,35 𝑚𝑚 < 25 𝑚𝑚 … 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑂𝑘‼ 4.2.6 Penulangan Tiang Bor 1. Tulangan lentur Tiang bor yang dirancang ini diasumsikan sebagai tipe kolom tidak bergoyang atau berpengaku. Untuk merencanakan penulangan pada tiang bor, perlu diketahui tipe dari tiang tersebut yakni tipe pendek atau tipe langsing. Kelangsingan tiang dapat diabaikan apabila terpenuhi kondisi sebagai berikut: 𝐾𝐿𝑢 𝑟
𝑀1
≤ 34 − 12 (𝑀2)
0,85×22 0,3
0
≤ 34 − 12 (1949,69)
62,33 > 34 (Tiang termasuk tipe langsing) Kondisi di atas tidak memenuhi persyaratan untuk mengabaikan kelangsingan kolom sehingga tiang pondasi harus dirancang menggunakan pembesaran momen. Pembesaran momen dihitung sebagai berikut: 𝛿𝑛𝑠 = 𝛿𝑛𝑠 =
𝐶𝑚 1−(
𝑃𝑢 ) 0,75×𝑃𝑐
0,6 6097,81 1−( ) 0,75×15103,1
𝛿𝑛𝑠 = 1,48
47 Sehingga momen yang terjadi akibat pembesaran adalah: 𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2 𝑀𝑐 = 2891,83 𝑘𝑁. 𝑚 𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 =
𝑀𝑐 𝑃𝑢
𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 0,43 𝑚 𝑒 ℎ
=
0,41 1,2
= 0,35
Dengan ketebalan selimut beton sebesar 0,08 m, dari diagram interaksi didapat tulangan maksimum (ρ) sebesar 1,4%. Dengan menggunakan tulangan berdiameter 32 mm mutu baja (fy) 400 MPa, didapat tulangan pakai sebanyak 20 buah (D32@20). 2. Tulangan Geser Kekuatan geser batang pondasi bor yang menerima aksial tekan adalah sebagai berikut: 𝑁𝑢
𝑉𝑐 = (1 + 14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐 ′ 6
) 𝑏𝑤 × 𝑑
3763633,55
24,9
𝑉𝑐 = (1 + 14×1130400) (√ 6 ) 960 × 80 𝑉𝑐 = 79,06 𝑘𝑁 ∅𝑉𝑐 = 0,85 × 79,06 = 55,34 𝑘𝑁 ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 55,34 < 661,04 (𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟) Jenis sengkang yang digunakan dalam perencanaan ini adalah sengkang spiral. Untuk mendesain sengkang dari tiang bor perlu diperhitungkan rasio penulangan spiral minimum. Rasio penulangan spiral minimum adalah: 𝐴𝑔
𝑓𝑐 ′
𝜌𝑠 = 0,45 ( 𝐴𝑐 − 1) ( 𝑓𝑦 ) 1,13
24,9
𝜌𝑠 = 0,45 (0,84 − 1) ( 400 ) 𝜌𝑠 = 0,93% Sengkang direncanakan menggunakan tulangan berdiameter 19 mm. Spasi maksimum sengkang ditentukan sebagai berikut: 𝑆𝑚𝑎𝑥 = 𝑆𝑚𝑎𝑥 =
4×𝑎𝑠(𝐷𝑐−𝑑𝑏) 𝐷𝑐 2 ×𝜌𝑠 4×200,96 (1040−16) 10402 ×0,0093
𝑆𝑚𝑎𝑥 = 115,27 𝑚𝑚 Digunakan sengkang spiral D19-100. Penulangan pondasi tiang bor (lentur dan geser) ditampilkan pada Gambar 20.
48
Gambar 20 Tulangan lentur dan tulangan geser pondasi tiang bor 4.2.7 Penulangan Pile cap 1. Tulangan Geser Penulangan geser pile cap ditinjau dari geser 1 arah dan geser 2 arah (ponds). Tiang pondasi yang termasuk daerah kritis geser 1 arah berjumlah 6 tiang, sehingga geser aktual (Vu) adalah sebesar 31724,25 kN. Daerah kritis geser 1 arah ditampilkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Daerah kritis geser 1 arah pile cap Tegangan geser maksimum sumbangan beton adalah: 1
𝑉𝑐 = 6 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑤 × 𝑑 𝑉𝑐 = 57684,28 𝑘𝑁 𝜙𝑉𝑐 = 40379 𝑘𝑁 1 2 1
𝜙𝑉𝑐 = 20189,50 𝑘𝑁
∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 1 𝑎𝑟𝑎ℎ) , dipasang tulangan minimum menggunakan persamaan berikut: 2
sehingga
harus
49 1
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 = 3 ×
𝑏𝑤×𝑠 𝑓𝑦
Jika sengkang direncanakan berdiameter 19 mm mutu baja 240 MPa, jarak spasi 150 mm dan jumlah kaki sengkang15 buah, digunakan sengkang D19-150. Tiang pondasi yang termasuk daerah kritis geser 2 arah berjumlah 28 tiang, sehingga geser aktual (Vu) adalah sebesar 105302,58 kN. Daerah kritis geser 2 arah ditampilkan pada Gambar 22.
Gambar 22 Daerah geser 2 arah pile cap Tegangan geser maksimum sumbangan beton adalah: 1
𝑉𝑐1 = 12 × ( 1
𝑉𝑐1 = 12 × (
(𝛼𝑠×𝑑) 𝑏𝑜
+ 2) × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑
(20×3,4) 29,6
(88)
+ 2) × √24,9 × 29,6 × 3,4
𝑉𝑐1 = 179839,24 𝑘𝑁 𝑉𝑐2 = 0,33 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑
(89)
𝑉𝑐2 = 0,33 × √24,9 × 29,6 × 3,4 𝑉𝑐2 = 165723,55 𝑘𝑁 Dipilih tegangan geser maksimum kritis yakni 165723,55 kN. 1 2 1 2
∅𝑉𝑐 = 58003,49 𝑘𝑁 ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 2 𝑎𝑟𝑎ℎ)
Jika sengkang direncanakan berdiameter 19 mm mutu baja 240 Mpa dengan jarak 150 mm, maka digunakan kaki sengkang berjumlah 15 buah. Digunakan sengkang D19-150. 2. Tulangan Lentur Pile cap menahan gaya lentur yang diberikan oleh tiang-tiang pondasi. Perhitungan penulangan ini dilakukan tiap 1 meter lebar pile cap. Beban per meter lebar pile cap adalah: 𝑃=
31724,25 16,8
50 𝑃 = 1888,35 𝑘𝑁 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 Momen ultimit yang bekerja pada pile cap dihitung dengan mencari selisih antara momen akibat pengaruh beban per meter lebar pile cap dengan berat sendiri per meter lebar pile cap. Momen ultimit yang terhitung adalah 953940,99 kg.m. Dengan rencana rasio tulangan tekan dan tarik sebesar 0,5 serta diameter tulangan sebesar 36 mm, di dapat jumlah tulangan tarik yang diperlukan sebanyak 12 buah dan jumlah tulangan tekan sebanyak 6 buah untuk satu meter lebar pile cap. Jarak maksimum tulangan tarik terhitung adalah 83,33 mm sehingga digunakan tulangan tarik D36@12. Jarak maksimum tulangan tekan adalah 166,66 mm sehingga digunakan tulangan tekan D36@6. 3. Tulangan Torsi Untuk batang non-pratekan, pengaruh torsi dapat diabaikan jika terpenuhi persyaratan berikut: 𝑇𝑢 < 𝑇𝑢 <
∅√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑐𝑝2 12
( 𝑃𝑐𝑝 )
0,7√24,9 11304002 ( 3768 ) 12
= 98711,98 𝑘𝑁. 𝑚
Beban torsi pada pile cap adalah 18329,92 kN.m sehingga tidak diperlukan tulangan torsi.
4.3 Analisis Rancangan Penulangan Pilar Perancangan tulangan pilar dibagi menjadi 3 bagian, yakni bagian 1 merupakan kaki pilar sedangkan bagian 2 dan 3 merupakan percabangan pilar (cabang Y). Bagian-bagian pilar ini ditampilkan pada Gambar 23.
Gambar 23 Bagian-bagian pilar Perencanaan setiap bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut:
51 1. Bagian 1 Gaya-gaya dalam yang bekerja pada elemen struktur hasil analisis menggunakan software SAP pilar bagian 1 ditampilkan pada Tabel 19. Tabel 19 Gaya dalam pada pilar bagian 1 Jenis gaya P Vx Vy Mx (1) Mx (2) My (1) My (2) T
Besar 65974 -10799 11562,05 1127,697 113437,7 -11415,3 -127306 -0,124
Satuan kN kN kN kN.m kN.m kN.m kN.m kN.m
a. Tulangan Lentur Untuk menghitung tulangan lentur pilar perlu dicek pengaruh kelangsingan terhadap pilar sebagai berikut: - Untuk penulangan lentur arah Y: 𝐾𝐿𝑢 𝑟
𝑀1
≤ 34 − 12 (𝑀2)
0,85×11,8 1,156
11415,32
≤ 34 − 12 (138134,4)
8,67 < 32,92 (Tidak termasuk tipe langsing) 𝑃
𝑒 = 𝑀2 𝑒 = 1,80 𝑚 𝑒 ℎ
=
1,80 5
= 0,45
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah 0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400 MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 103 buah (D36@103). - Untuk penulangan lentur arah X: 𝑃
𝑒 = 𝑀2 𝑒 = 1,60 𝑚 𝑒 ℎ
=
1,60 5
= 0,40
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah 0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400 MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 103 buah (D36@103). b. Tulangan Geser - Arah Y
52 Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan ditentukan sebagai berikut: 𝑁𝑢
√𝑓𝑐 ′
𝑉𝑐 = (1 + (14 𝐴𝑔)) × (
6
) × 𝑏𝑤 × 𝑑
𝑉𝑐 = 1750,19 𝑉𝑠 =
𝑉𝑢 ∅
− 𝑉𝑐
𝑉𝑠 = 14767,02 𝑘𝑁 Sengkang direncanakan menggunakan baja mutu 400 MPa dengan diameter 19 mm dengan jumlah kaki 25 buah, sehingga jarak sengkang yang diperlukan adalah: 𝑠=
𝐴𝑣×𝑑×𝑓𝑦 𝑉𝑠
𝑠 = 76,76 𝑚𝑚 Digunakan sengkang D19-75 -
Arah X
Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan adalah 1750,19 kN sehingga kuat geser baja yang diperlukan adalah 13676,9 kN. Sengkang direncanakan berdiameter 19 mm dengan jumlah kaki sebanyak 23 buah sehingga digunakan sengkang D19-75 c. Tulangan Torsi Tulangan torsi tidak diperlukan apabila terpenuhi syarat berikut: 𝑇𝑢 <
∅√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑐𝑝2 12
0,124 <
( 𝑃𝑐𝑝 )
0,7√29,05 250000002 ( 20000 ) 12
= 4657,32 𝑘𝑁. 𝑚 (tidak perlu tulangan torsi)
Penulangan pada bagian pilar 1 (lentur dan geser) ditampilkan pada Gambar 24.
Gambar 24 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 1
53 2. Bagian 2 dan 3 Gaya-gaya dalam yang berkerja pada elemen struktur hasil analisis menggunakan software SAP 2000 ditampilkan pada Tabel 20. Tabel 20 Gaya dalam pada pilar bagian 2 dan 3 Jenis gaya P Vx Vy Mx (1) Mx (2) My (1) My (2) T
Besar 54901,36 5915,31 920,74 13946,04 -22294,54 -8727,04 0 37,17
Satuan kN kN kN kN.m kN.m kN.m kN.m kN.m
a. Tulangan Lentur Untuk menghitung tulangan lentur pilar perlu dicek pengaruh kelangsingan terhadap pilar sebagai berikut: - Untuk penulangan lentur arah Y: 𝐾𝐿𝑢 𝑟
𝑀1
≤ 34 − 12 (𝑀2)
0,85×9,2 1,01
0
≤ 34 − 12 (8726,88)
10,82 < 34 (Tidak termasuk tipe langsing) 𝑃
𝑒 = 𝑀2 𝑒 = 0,158 𝑚 𝑒 ℎ
=
0,164 5
= 0,039
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah 0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400 MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 64 buah (D36@64). - Untuk penulangan lentur arah X: 𝑃
𝑒 = 𝑀2 𝑒 = 0,40 𝑚 𝑒
= 3,5
0,42 5
= 0,16
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah 0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400 MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 64 buah (D36@64). b. Tulangan Geser - Arah X
54 Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan ditentukan sebagai berikut: 𝑁𝑢
√𝑓𝑐 ′
𝑉𝑐 = (1 + (14 𝐴𝑔)) × (
6
) × 𝑏𝑤 × 𝑑
𝑉𝑐 = 1852,487 𝑘𝑁 𝑉𝑠 =
𝑉𝑢 ∅
− 𝑉𝑐
𝑉𝑠 = 6597,95 𝑘𝑁 Sengkang direncanakan menggunakan baja mutu 400 MPa dengan diameter 19 mm dengan jumlah kaki 15 buah, sehingga jarak sengkang yang diperlukan adalah: 𝑠=
𝐴𝑣×𝑑×𝑓𝑦 𝑉𝑠
𝑠 = 103,081 𝑚𝑚
Digunakan sengkang D19-100.
Untuk geser arah Y digunakan sengkang D19-550 dengan jumlah 2 kaki. c. Tulangan Torsi Tulangan torsi tidak diperlukan apabila terpenuhi syarat berikut: 𝑇𝑢 <
∅√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑐𝑝2 12
37,17 <
( 𝑃𝑐𝑝 )
0,7√29,05 100000002 ( 13000 ) 12
37,17 < 2239098,07𝑘𝑁. 𝑚 (tidak perlu tulangan torsi) Penulangan pada bagian pilar 2 dan 3 (lentur dan geser) ditampilkan pada Gambar 25.
Gambar 25 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 2 dan 3
55
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Debit Sungai Cikeas untuk banjir periode ulang 50 tahunan adalah 344,64 m3/dtk. Pada lokasi pilar P40, tinggi muka air banjir sungai Cikeas adalah 2,4 m. Tinggi muka air banjir ini menghasilkan beban aliran air, beban benda hanyutan, serta beban gempa yang diperhitungkan dalam perencanaan pondasi jembatan pilar P40. Berdasarkan analisis daya dukung tanah, dipilih daya dukung tanah menggunakan data uji NSPT yakni 5210,541 kN dengan jenis pondasi tiang bor kedalaman 22 m dan diameter pondasi 1,2 m. Formasi pondasi grup direncanakan berjumlah 30 buah dengan ukuran 5 x 6 buah sehingga ukuran pile cap yang digunakan adalah 20,4 x 16,8 meter. Rancangan pondasi ini telah aman dari segi beban aksial, lateral, defleksi tiang, maupun penurunan struktur pondasi. Tiang pondasi direncanakan dengan bahan beton bertulang. Untuk tulangan lentur digunakan tulangan diameter 32 mm dengan jumlah 20 buah untuk satu tiang serta tulangan geser digunakan sengkang D19-100. Sedangkan untuk pile cap, tulangan lentur pile cap untuk tarik adalah D36@12 sedangkan untuk tekan adalah D36@6. Tulangan geser digunakan sengkang D19-150 baik untuk geser satu arah maupun geser dua arah, sedangkan untuk tulangan torsi tidak diperlukan perencanaan tulangan. Pilar direncanakan berukuran tinggi 17,8 m, lebar 4 m, serta tebal 4 m. Tulangan lentur untuk bagian lurus (kaki Y) adalah berdiameter 36 mm yang berjumlah 103 buah baik pada arah X maupun arah Y. Untuk tulangan geser digunakan sengkang D19-75, sedangkan untuk tulangan torsi tidak diperlukan tulangan. Tulangan lentur bagian miring (cabang Y) adalah D36 dengan jumlah 64 untuk arah Y maupun arah X. Untuk tulangan geser digunakan sengkang D19-100. Tulangan torsi juga tidak diperlukan pada elemen struktur ini.
5.2 Saran -
Data tanah hasil uji laboratorium perlu dilengkapkan sehingga dapat dijadikan acuan dalam menghitung daya dukung tanah yang lebih representatif Perencanaan perlu dilanjutkan untuk menghitung tulangan kepala pilar serta detail tulangan.
56
6 DAFTAR PUSTAKA Ambarita, Adi Pardomuan.2008.Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Bor Jembatan Mahkota II Samarinda dengan Menggunakan Metode T-Z dan P-Y serta Metode Elemen Hingga 3 Dimensi. Skripsi. Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung. BMS. 1992. Bridge Design Manual Section 2 Introduction to the Design Manual. Directorate General of Highways, Ministry of Public Works Republic of Indonesia BSN RSNI T-02-2005. 2005. Standar Pembebanan untuk Jembatan. Standar Nasional Indonesia BSN RSNI T-12-2004. 2004. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Standar Nasional Indonesia BSN SNI 2827:2008. 2008. Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan Alat Sondir. Standar Nasional Indonesia BSN SNI 4153:2008. 2008. Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT. Standar Nasional Indonesia BSN SNI 03-4813-1998 Rev 2004. 2004. Cara Uji Triaksial untuk Tanah Kohesif dalam Keadaan Tidak Terkonsolidasi dan Tidak Terdrainase (UU). Standar Nasional Indonesia Effendi, Edward dan Reidesy W, Andrey. 2008. Hubungan Rasio Kedalaman dan Lebar Pondasi Dangkal Serta Daya Dukung Ijin Pondasi Menggunakan Data CPT (Cone Penetrometer Test). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata. Hadihardaja, Jeotata. 1997. Rekayasa Pondasi II Pondasi Dangkal dan Pondasi Dalam. Jakarta: Gunadarma Press Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kamiana, I Made. 2010. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta: Graha Ilmu Luthfi, A.M. 1973. Mekanika Tanah. Bandung: Badan Penerbit Pustaka Umum McCormac, Jack C.2004. Desain Beton Bertulang Jilid 2. Jakarta:Erlangga McCormac, Jack C.2004. Desain Beton Bertulang Jilid 1. Jakarta:Erlangga Napitupulu, Evi Dogma Sari dan Iskandar, Rudi. 2012. Analisis Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang dengan Menggunakan Metode Analitis dan Elemen Hingga. Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara Pamungkas, Anugrah dan Harianti, Erny. 2013. Desain Pondasi Tahan Gempa. Yogyakarta: Andi Yogyakarta Pedoman Konstruksi dan Bangunan. 2006. Pekerjaan Tanah Dasar Buku 3 Pendoman Penyelidikan dan Pengujian Tanah Dasar untuk Pekerjaan Jalan. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Pradoto, Suhardjito. 1989. Teknik Pondasi. Laboratorium Geoteknik Pusat Antar Universitas Ilmu Rekayasa Institur Teknologi Bandung. Wiraga, I Wayan. 2011. Investigasi dan Uji Daya Dukung Tanah di Areal PLN Pesanggaran dalam Rangka Pemilihan Pondasi yang Tepat untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PLN. Jurnal Matrix Vol 1, No.3, November 2011
57 Lampiran 1 Hasil perhitungan Parameter Statistik dan Smirnov-Kolmogorof Perhitungan statistik untuk distribusi Normal dan Gumbel Tahun Xi 2001 110 2002 135 2003 149 2004 173 2005 120 2006 163 2007 139 2008 111 2009 116 2010 129 Jumlah
(Xi-Xrt)2 600,25 0,25 210,25 1482,25 210,25 812,25 20,25 552,25 342,25 30,25 4260,50
Xi-Xrt -24,50 0,50 14,50 38,50 14,50 28,50 4,50 -23,50 -18,50 -5,50 0,00
(Xi-Xrt)3 14706,13 0,13 3048,63 57066,63 3048,63 23149,13 91,13 -12977,88 -6331,63 -166,38 46125,00
(Xi-Xrt)4 360300,06 0,06 44205,06 2197065,06 44205,06 659750,06 410,06 304980,06 117135,06 915,06 3728965,63
Perhitungan statistik untuk distribusi Log Normal dan Log Pearson III Tahun
X Log Xi
i 2001 110 2,041 2002 135 2,130 2003 149 2,173 2004 173 2,238 2005 120 2,079 2006 163 2,212 2007 139 2,143 2008 111 2,045 2009 116 2,064 2010 129 2,110 Jumlah Log Xrt 2,12377
Log XiLog Xrt -0,082 0,006 0,049 0,114 -0,044 0,088 0,019 0,078 0,059 0,013 0,00000
(Log XiLog Xrt)2 0,0068 0,00004 0,00244 0,01306 0,00199 0,00782 0,00037 0,00615 0,00352 0,00017 0,04235
(Log Xi-Log Xrt)3 0,00056 0,00000 0,00012 0,00149 0,00009 0,00069 0,00001 0,00048 0,00021 0,00000 0,00097
(Log Xi-Log Xrt)4 0,00005 0,00000 0,00001 0,00017 0,00000 0,00006 0,00000 0,00004 0,00001 0,00000 0,000338
Hasil perhitungan Smirnov-Kolmogorof Metode Normal Nomor Urut Data (i) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Curah Hujan (Xi) mm 173 163 149 139 135 129 120 116 111 110 134,500
p(xi)
f(t)
Luas wilayah
p'(xi)
0,091 0,182 0,273 0,364 0,455 0,545 0,636 0,727 0,818 0,909
1,77 1,31 0,67 0,21 0,02 -0,25 -0,67 -0,85 -1,08 -1,13
0,962 0,905 0,749 0,583 0,508 0,401 0,251 0,198 0,140 0,129
0,038 0,095 0,251 0,417 0,492 0,599 0,749 0,802 0,860 0,871
∆P absolut 0,053 0,087 0,021 0,053 0,037 0,053 0,112 0,075 0,042 0,038
58 Hasil perhitungan Smirnov-Kolmogorof Metode Log Normal Nomor Urut Curah Hujan Data (i) (Xi) mm 1 173 2 163 3 149 4 139 5 135 6 129 7 120 8 116 9 111 10 110 Log xrt
Log Xi
p(xi)
f(t)
2,238 2,212 2,173 2,143 2,130 2,111 2,079 2,064 2,045 2,041 2,124
0,091 0,182 0,273 0,364 0,455 0,545 0,636 0,727 0,818 0,909
1,67 1,29 0,72 0,28 0,10 -0,19 -0,65 -0,86 -1,14 -1,20
Luas wilayah 0,9525 0,9015 0,7642 0,6103 0,5398 0,4247 0,2578 0,1949 0,1271 0,1151
p'(xi) 0,048 0,099 0,236 0,390 0,460 0,575 0,742 0,805 0,873 0,885
∆P absolut 0,043 0,083 0,037 0,026 0,006 0,030 0,106 0,078 0,055 0,024
59 Lampiran 2 Hasil perhitungan metode Meyerhoff, Terzaghi, Thomlinson serta Alpha Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Meyerhoff titik uji DB27 H 1-1,5 5-5,5 9-9,5 13-13,5 23-23,5
C (kN/m2) 5 5 5 5 5
Nc' 22 22 22 22 22
γ (kN/m3) 16,6 16,4 18,2 17,4 17,6
Tebal (m) 1,5 4 4 4 10
q' (kN/m2) 24,9 65,6 72,8 69,6 176
Φ 15,2 15,2 15,2 15,2 15,2
Nq * 7,2 7,2 7,2 7,2 7,2
Qp (kN) 327,00 658,25 716,85 690,81 1556,79
Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Terzaghi titik uji DB27 H
γc
Tebal
Nc
Nq
q'
αγ
Nγ
Φ
Qp
1-1,5 5-5,5 9-9,5 13-13,5 23-23,5
16,6 5 16,4 5 18,2 5 17,4 5 17,6 5
1,5 4 4 4 10
12 12 12 12 12
4,2 4,2 4,2 4,2 4,2
24,9 65,6 72,8 69,6 176
0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
1,4 1,4 1,4 1,4 1,4
15,2 15,2 15,2 15,2 15,2
215,8 409 444,2 428,5 933,8
Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Thomlinson titik uji DB27 Kedalaman (m) 1-1,5 5-5,5 9-9,5 13-13,5 23-23,5
C (kN/m2) 5 5 5 5 5
γ (kN/m3) 16,6 16,4 18,2 17,4 17,6
Nc 12 12 12 12 12
Tebal (m) 1,5 4 4 4 10
q' (kN/m2)
Φ
Nq
24,9 65,6 72,8 69,6 176
15,2 15,2 15,2 15,2 15,2
4,2 4,2 4,2 4,2 4,2
Qp (kN) 186 379 413 398 903
Daya dukung geser Metode Alpha H
γ
q'
c
α
δ
Ks
1-1,5 5-5,5 9-9,5 13-13,5
16,6 16,4 18,2 17,4
24,9 65,6 72,8 69,6
5 5 5 5
1 1 1 0,35
11,4 11,4 11,4 11,4
2 2 2 2
Qs c-soil 28,26 75,36 75,36 26,376
Qs φ-soil 28,147 197,74 219,45 209,8
Qs 56,41 329,51 624,32 860,50
60 Lampiran 3 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB27 L (m)
NS PT
Qp (kN)
1
3
2
Resee & Wright
Kulhawy
O'neil & Reese
Qs (kN)
Qall (kN)
Qs (kN)
Qall (kN)
Qs (kN)
Qall (kN)
101,74
20,72
38,06
41,45
42,20
20,72
38,06
5
169,56
55,26
67,57
107,39
78,00
55,26
67,57
3
4
135,65
82,90
61,80
160,64
77,34
82,90
61,80
4
4
135,65
110,53
67,32
213,90
88,00
110,53
67,32
5
5
169,56
145,07
85,53
279,84
112,49
145,07
85,53
6
6
203,47
186,52
105,13
357,46
139,32
186,52
105,13
7
30
565,20
299,56
248,31
470,50
282,50
299,56
248,31
8
50
1884,00
487,96
725,59
658,90
759,78
487,96
725,59
9
40
2260,80
638,68
881,34
809,62
915,52
638,68
881,34
10
33
2486,88
763,02
981,56
933,96
1015,75
763,02
981,56
11
34
3202,80
891,13
1245,83
1062,7
1280,01
891,13
1245,83
12
35
3956,40
1023,01
1523,40
1193,95
1557,59
1023,01
1523,40
13
45
5934,60
1333,87
2244,97
1408,73
2259,95
1333,87
2244,97
14
55
8289,60
1713,81
3105,96
1643,60
3091,92
1713,81
3105,96
15
58
9834,48
1932,36
3664,63
1862,15
3650,59
1932,36
3664,63
16
60
11304,00
2158,44
4199,69
2088,23
4185,65
2158,44
4199,69
17
60
12434,40
2384,52
4621,70
2314,31
4607,66
2384,52
4621,70
18
60
13564,80
2610,60
5043,72
2540,39
5029,68
2610,60
5043,72
19
60
13564,80
2836,68
5088,94
2766,47
5074,89
2836,68
5088,94
20
60
13564,80
3062,76
5134,15
2992,55
5120,11
3062,76
5134,15
21
60
13564,80
3288,84
5179,37
3218,63
5165,33
3288,84
5179,37
22 23
60 57
13564,80
3514,92
5224,58
5210,54
3908,67
1426,06
1376,22
3514,92 3815,60
5224,58
1932,984
3444,71 3659,48
24
55
1479,44
3866,72
1395,06
4105,74
1442,86
25
58
1966,89
4689,27
1593,48
4085,27
1472,68
4411,70
1537,97
26
58
1966,89
5089,94
1673,62
4303,81
1516,39
4717,66
1599,16
27
59
2000,80
5497,51
1766,43
4526,12
1572,16
4999,26
1666,78
28
60
1860,63
4752,20
1628,68
5285,62
1735,36
29
60
2034,72
6326,47
1943,53
4978,28
1673,89
5571,99
1792,63
30
60
2034,72
6740,95
2026,43
5204,36
1719,11
5858,36
1849,91
1865,16
2034,72
4288,61
5911,99
1407,44
61 Lampiran 4 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB26 Resee & Wright
Kulhawy
O'neil & Reese
L (m)
NSPT
Qp (kN)
Qs (kN)
Qall (kN)
Qs (kN)
Qall (kN)
Qs (kN)
Qall (kN)
1
2
67,82
13,82
25,37
29,64
28,54
13,82
25,37
2
3
101,74
34,54
40,82
72,60
48,43
34,54
40,82
3
4
135,65
62,17
57,65
128,87
70,99
62,17
57,65
4
5
169,56
96,71
75,86
197,32
95,98
96,71
75,86
5
6
203,47
138,16
95,46
276,45
123,11
138,16
95,46
6
8
271,30
193,42
129,12
376,93
165,82
193,42
129,12
7
9
305,21
255,60
152,86
484,31
198,60
255,60
152,86
8
10
339,12
324,68
177,98
597,35
232,51
324,68
177,98
9
17
320,28
388,73
184,51
661,41
239,04
388,73
184,51
10
23
866,64
475,40
383,96
748,07
438,49
475,40
383,96
11
40
2260,80
626,12
878,82
898,79
933,36
626,12
878,82
12
55
4144,80
833,36
1548,27
1106,03
1602,81
833,36
1548,27
13
50
4710,00
1021,76
1774,35
1294,43
1828,89
1021,76
1774,35
14
47
5312,88
1198,85
2010,73
1471,53
2065,27
1198,85
2010,73
15
53
6989,64
1398,56
2609,59
1671,23
2664,13
1398,56
2609,59
16
60
9043,20
1624,64
3339,33
1897,31
3393,86
1624,64
3339,33
17
60
10173,60
1850,72
3761,34
2123,39
3815,88
1850,72
3761,34
18
60
11304,00
2076,80
4183,36
2349,47
4237,89
2076,80
4183,36
19
53
10983,72
2276,50
4116,54
2549,18
4171,08
2276,50
4116,54
20
45
10173,60
2446,06
3880,41
2718,74
3934,95
2446,06
3880,41
21
47
10625,76
2623,16
4066,55
2895,83
4121,09
2623,16
4066,55
22
50
11304,00
2811,56
4330,31
3084,23
4384,85
2811,56
4330,31
23
51
1729,512
3163,86
1209,277
3308,43
1238,19
3163,86
1209,277
24
52
1763,424
3523,08
1292,424
3530,49
1293,906
3523,08
1292,424
25
57
1932,984
3916,84
1427,695
3766,74
1397,677
3916,84
1427,695
26
60
2034,72
4331,32
1544,503
4007,90
1479,819
4286,10
1535,46
27
60
2034,72
4745,80
1627,399
4249,05
1528,05
4655,36
1609,313
28
60
2034,72
5160,28
1710,295
4490,20
1576,28
5024,63
1683,166
29
57
1932,984
5554,03
1755,134
4726,45
1589,619
5418,38
1728,005
30
55
1865,16
5933,97
1808,514
4957,87
1613,294
5798,32
1781,385
62 Lampiran 5 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB25 L (m)
NSPT
1
1
2
3
3
3
4
Qp (kN)
Resee & Wright
Kulhawy
Qs (kN)
Qall (kN)
Qs (kN)
Qall (kN)
33,91
6,91
12,69
14,95
101,74
27,63
39,44
57,90
101,74
48,36
43,58
4
135,65
75,99
5
6
203,47
6
7
237,38
7
30
8
O'neil & Reese Qs (kN)
Qall (kN)
14,29
6,91
12,69
45,49
27,63
39,44
100,86
54,08
48,36
43,58
60,41
157,13
76,64
75,99
60,41
117,44
91,31
236,25
115,07
117,44
91,31
165,79
112,29
326,81
144,49
165,79
112,29
565,20
278,83
244,17
439,85
276,37
278,83
244,17
60
2260,80
504,91
854,58
665,93
886,79
504,91
854,58
9
60
3391,20
730,99
1276,60
892,01
1308,80
730,99
1276,60
10
60
4521,60
957,07
1698,61
1118,09
1730,82
957,07
1698,61
11
60
5652,00
1183,15
2120,63
1344,17
2152,83
1183,15
2120,63
12
60
6782,40
1409,23
2542,65
1570,25
2574,85
1409,23
2542,65
13
60
7912,80
1635,31
2964,66
1796,33
2996,87
1635,31
2964,66
14
60
9043,20
1861,39
3386,68
2022,41
3418,88
1861,39
3386,68
15
60
10173,60
2087,47
3808,69
2248,49
3840,90
2087,47
3808,69
16
60
11304,00
2313,55
4230,71
2474,57
4262,91
2313,55
4230,71
17
60
12434,40
2539,63
4652,73
2700,65
4684,93
2539,63
4652,73
18
60
13564,80
2765,71
5074,74
2926,73
5106,95
2765,71
5074,74
19
60
13564,80
2991,79
5119,96
3152,81
5152,16
2991,79
5119,96
20
60
13564,80
3217,87
5165,17
3378,89
5197,38
3217,87
5165,17
21
60
13564,80
3443,95
5210,39
3604,97
5242,59
3443,95
5210,39
22
60
13564,80
3670,03
5255,61
3831,05
5287,81
3670,03
5255,61
23
60
13564,80
3896,11
5300,82
4057,13
5333,03
3896,11
5300,82
24
60
13564,80
4122,19
5346,04
4283,21
5378,24
4122,19
5346,04
25
60
13564,80
4348,27
5391,25
4509,29
5423,46
4348,27
5391,25
26
60
13564,80
4574,35
5436,47
4735,37
5468,67
4574,35
5436,47
27
59
2000,808
4981,92
1663,321
4976,21
1662,178
4937,46
1654,428
28
58
1966,896
5382,59
1732,15
5215,15
1698,662
5294,42
1714,515
29
56
1899,072
5769,44
1786,911
5447,26
1722,476
5681,26
1769,277
30
54
1831,248
6142,47
1838,91
5677,86
1745,988
6054,30
1821,275
63 Lampiran 6 Distribusi beban setiap tiang pondasi dalam pondasi grup Xi
Yi
Qi (1)
Qi (2)
Qi (3)
Qi (4)
Qi (5)
Qi (6)
Qi (7)
1
9
7,2
2535,11
2520,18
2538,79
2558,01
2556,37
2390,76
2572,65
2
-5,4
7,2
2610,47
2595,53
2616,37
2635,59
2634,91
2393,95
3096,04
3
-1,8
7,2
2685,82
2670,89
2693,96
2713,18
2713,46
2397,13
3619,44
4
1,8
7,2
2761,18
2746,24
2771,55
2790,76
2792,00
2400,32
4142,83
5
5,4
7,2
2836,54
2821,60
2849,13
2868,35
2870,54
2403,51
4666,23
6 7
9 -9
7,2 3,6
2911,89 2527,65
2896,95 2520,18
2926,72 2527,14
2945,94 2536,75
2949,08 2534,93
2406,70 2369,32
5189,62 1809,36
8
-5,4
3,6
2603,00
2595,53
2604,73
2614,34
2613,47
2372,51
2332,76
9
-1,8
3,6
2678,36
2670,89
2682,31
2691,92
2692,02
2375,69
2856,15
10
1,8
3,6
2753,71
2746,24
2759,90
2769,51
2770,56
2378,88
3379,55
11
5,4
3,6
2829,07
2821,60
2837,49
2847,10
2849,10
2382,07
3902,94
12
9
3,6
2904,42
2896,95
2915,07
2924,68
2927,64
2385,26
4426,34
13
-9
0
2520,18
2520,18
2515,50
2515,50
2513,49
2347,88
1046,08
14
-5,4
0
2595,53
2595,53
2593,08
2593,08
2592,03
2351,07
1569,47
15
-1,8
0
2670,89
2670,89
2670,67
2670,67
2670,57
2354,25
2092,87
16
1,8
0
2746,24
2746,24
2748,25
2748,25
2749,12
2357,44
2616,26
17
5,4
0
2821,60
2821,60
2825,84
2825,84
2827,66
2360,63
3139,66
18
9
0
2896,95
2896,95
2903,43
2903,43
2906,20
2363,81
3663,05
19
-9
-4
2512,71
2520,18
2503,85
2494,24
2492,05
2326,44
282,80
20
-5,4
-4
2588,06
2595,53
2581,44
2571,83
2570,59
2329,62
806,19
21
-1,8
-4
2663,42
2670,89
2659,02
2649,41
2649,13
2332,81
1329,58
22
1,8
-4
2738,78
2746,24
2736,61
2727,00
2727,68
2336,00
1852,98
23
5,4
-4
2814,13
2821,60
2814,20
2804,59
2806,22
2339,19
2376,37
24 25 26
9 -9 -5,4
-4 -7 -7
2889,49 2505,24 2580,60
2896,95 2520,18 2595,53
2891,78 2492,20 2569,79
2882,17 2472,99 2550,57
2884,76 2470,61 2549,15
2342,37 2305,00 2308,18
2899,77 -480,49 42,91
27
-1,8
-7
2655,95
2670,89
2647,38
2628,16
2627,69
2311,37
566,30
28
1,8
-7
2731,31
2746,24
2724,96
2705,75
2706,23
2314,56
1089,70
29
5,4
-7
2806,66
2821,60
2802,55
2783,33
2784,78
2317,74
1613,09
30
9
-7
2882,02
2896,95
2880,14
2860,92
2863,32
2320,93
2136,49
Beban Maksimum
2911,89
2896,95
2926,72
2945,94
2949,08
2406,70
5189,62
Beban Minimum
2505,24
2520,18
2492,20
2472,99
2470,61
2305,00
-480,49
64 Lampiran 7 Grafik Rk, Rb, dan Rv (sumber BMS 1992 Mannual Vol 2)
Grafik faktor koreksi kompresibilitas untuk penurunan, Rk
Grafik faktor koreksi perbandingan poisson untuk penurunan, Rv
Faktor koreksi modulus penurunan dasar, Rb
65 Lampiran 8 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas layan Kombinasi 1 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Aliran Air Benda hanyutan Primer Sekunder Tersier kombinasi 1 maksimum
Kombinasi 2 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Primer Sekunder Tersier Kombinasi 2 maksimum
Kombinasi 3 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Beban angin Aliran Air Hanyutan Primer Sekunder Tersier kombinasi 3 maksimum
Kombinasi 4 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Beban angin Aliran Air Hanyutan Primer Sekunder Tersier Kombinasi 4 maksimum
P (kN) 67895,75 2741,25 10598,46 21,53 0,00 0,00 81256,98 81256,98 81256,98 81256,98
X X X X O o
x x o
x x o o o o o
x x o o o x x
Vy (kN) 0,00 0,00 423,94 539,02 0,00 0,00 962,96 962,96 962,96 962,96
Vx (kN) 0,00 0,00 0,00 0,00 113,73 376,48 113,73 377,26 301,97 377,26
My(kN.m) 0,00 0,00 10450,08 13286,86 0,00 0,00 23736,94 23736,94 23736,94 23736,94
Mx (kN.m) 0,00 0,00 0,00 0,00 533,95 1541,68 533,95 1613,12 1304,79 1613,12
P (kN) 67895,75 2741,25 10598,46 81256,98 81256,98 81256,98 81256,98
Vy (kN) 0,00 0,00 423,94 962,96 962,96 962,96 962,96
Vx (kN) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
My(kN.m) 0,00 0,00 10450,08 23736,94 23736,94 23736,94 23736,94
Mx (kN.m) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
P (kN) 67895,75 2741,25 10598,46 21,53 38,39 0,00 0,00 81256,98 81283,85 81276,18 81283,85
Vy (kN) 0,00 0,00 423,94 539,02 62,59 0,00 0,00 962,96 1006,77 994,25 1006,77
Vx (kN) 0,00 0,00 0,00 0,00 174,87 113,73 376,48 0,00 122,41 144,30 122,41
My(kN.m) 0,00 0,00 10450,08 13286,86 1003,96 0,00 0,00 23736,94 24439,71 24238,92 24439,71
Mx (kN.m) 0,00 0,00 0,00 0,00 3593,45 533,95 1541,68 0,00 2515,41 2063,70 2515,41
P (kN) 67895,75 2741,25 10598,46 21,53 38,39 0,00 0,00 81256,98 81283,85 81276,18 81283,85
Vy (kN) 0,00 0,00 423,94 539,02 62,59 0,00 0,00 962,96 1006,77 994,25 1006,77
Vx (kN) 0,00 0,00 0,00 0,00 174,87 113,73 376,48 490,21 612,61 577,64 612,61
My(kN.m) 0,00 0,00 10450,08 13286,86 1003,96 0,00 0,00 23736,94 24439,71 24238,92 24439,71
Mx (kN.m) 0,00 0,00 0,00 0,00 3593,45 533,95 1541,68 2075,63 4591,04 3872,35 4591,04
66 Kombinasi 5 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Beban angin Aliran Air Hanyutan Primer Sekunder Tersier Kombinasi 5 maksimum
Kombinasi 6 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban angin Aliran Air Hanyutan Primer Sekunder Tersier Kombinasi 6 maksimum
Kombinasi 7 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Gempa Tekanan air akibat gempa Kombinasi 7
x x o o x o o
x x o o o
P (kN) 67895,75 2741,25 10598,46 21,53 38,39 0,00 0,00 81295,37 81295,37 81295,37 81295,37
Vy (kN) 0,00 0,00 423,94 539,02 62,59 0,00 0,00 1025,55 1025,55 1025,55 1025,55
Vx (kN) 0,00 0,00 0,00 0,00 174,87 113,73 376,48 174,87 254,48 419,97 419,97
My(kN.m) 0,00 0,00 10450,08 13286,86 1003,96 0,00 0,00 24740,90 24740,90 24740,90 24740,90
Mx (kN.m) 0,00 0,00 0,00 0,00 3593,45 533,95 1541,68 3593,45 3967,21 4631,26 4631,26
P (kN) 67895,75 2741,25 38,39 0,00 0,00 70675,38 70675,38 70675,38 70675,38
Vy (kN) 0,00 0,00 62,59 0,00 0,00 62,59 62,59 62,59 62,59
Vx (kN) 0,00 0,00 174,87 113,73 376,48 174,87 254,48 419,97 419,97
My(kN.m) 0,00 0,00 1003,96 0,00 0,00 1003,96 1003,96 1003,96 1003,96
Mx (kN.m) 0,00 0,00 3593,45 533,95 1541,68 3593,45 3967,21 4631,26 4631,26
P (kN) 67895,75 2741,25 0,00 0,00 70637,00
Vy (kN) 0,00 0,00 18690,55 43,25 18733,80
Vx (kN) 0,00 0,00 18690,55 43,25 18733,80
My(kN.m) 0,00 0,00 164666,31 203,07 164869,38
Mx (kN.m) 0,00 0,00 164666,31 203,07 164869,38
67 Lampiran 9 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas ultimit Kombinasi 1 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Aliran Air Benda hanyutan Beban angin Kombinasi
x x x x o o o
P (kN)
Vx (kN)
Vy (kN)
Mx (kN.m)
My (kN.m)
88264,47
0,00
0,00
0,00
0,00
5482,49
0,00
0,00
0,00
0,00
19077,22
763,09
0,00
18810,14
0,00
38,75
970,24
0,00
23916,34
0,00
0,00
0,00
170,59
0,00
800,92
0,00
0,00
564,72
0,00
2312,52
46,07
108,16
302,17
1734,84
6209,47
112909,01
1841,48
302,17
44461,33
6209,47
Kombinasi 2 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Kombinasi
x x o o
Kombinasi 3 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Aliran Air Benda hanyutan Beban angin Kombinasi
x x o o x x o
Kombinasi 4 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gaya Rem Aliran Air Benda hanyutan Beban angin Kombinasi
P(kN) 88264,47
0,00
0,00
0,00
0,00
5482,49
0,00
0,00
0,00
0,00
19077,22
763,09
0,00
18810,14
0,00
38,75
970,24
0,00
23916,34
0,00
112862,94
1733,33
0,00
42726,49
0,00
P(kN)
Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
88264,47
0,00
0,00
0,00
0,00
5482,49
0,00
0,00
0,00
0,00
19077,22
763,09
0,00
18810,14
0,00
38,75
970,24
0,00
23916,34
0,00
0,00
0,00
170,59
0,00
800,92
0,00
0,00
564,72
0,00
2312,52
46,07
108,16
302,17
1734,84
6209,47
112862,94
1733,33
735,31
42726,49
3113,44
P (kN) x x o o o o x
Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
88264,47
Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m) 0,00
0,00
0,00
0,00
5482,49
0,00
19077,2
763,09
0,00
0,00
0,00
0,00
18810,14
0,00
38,75
970,24
0,00
23916,34
0,00
0,00
0,00
170,59
0,00
800,92
0,00
0,00
564,72
0,00
2312,52
46,07
108,16
302,17
1734,84
6209,47
112909,01
1841,48
302,17
44461,33
6209,47
68 Kombinasi 5 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Beban Lajur D Gempa Tekanan air gempa Kombinasi
Kombinasi 6 Berat Sendiri Beban Mati tambahan Aliran Air Benda hanyutan Beban angin Kombinasi
x x o x x
P (kN)
Vx (kN)
Vy (kN)
88264,47
0,00
0,00
0,00
0,00
5482,49
0,00
0,00
0,00
0,00
19077,22
763,09
0,00
18810,14
0,00
0,00
18690,55
18690,55
164666,31
164666,31
0,00
43,25
43,25
203,07
203,07
112824,19
19496,89
18733,80
183679,52
164869,38
P (kN) x x o o o
Mx (kN.m) My (kN.m)
Vx (kN) Vy (kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
88264,47
0,00
0,00
0,00
5482,49 0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
170,59
0,00
800,92
0,00
0,00
564,72
0,00
2312,52
46,07
108,16
302,17
1734,84
6209,47
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
69 Lampiran 10 Langkah-langkah perhitungan penelitian Menghitungan tinggi muka air banjir 1. Curah hujan area dianalisis menggunakan metode Isohyet. Data curah hujan harian maksimum yang digunakan adalah dari stasiun cuaca Bogor, Cibitung, dan Depok. Persamaan Isohyet yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝑅=
𝑑0+𝑑1 𝑑1+𝑑2 𝑑𝑛−1+𝑑𝑛 𝐴1+ 𝐴2+ … + 𝐴2 2 2 2
𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛
2. Metode distribusi probabilitas kontinu ditentukan menggunakan metode parameter statistik. Persyaratan parameter statistik ditentukan menggunakan persamaan berikut: Untuk Metode Gumbel dan Normal 2 ∑𝑛 𝑖=1(𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)
Standar Deviasi (𝑆) = √
𝑛−1 𝑛 ∑𝑖
(𝑋𝑖−𝑋 )3
= (𝑛−1)𝑖=1(𝑛−2)(𝑆)3
Koefisien Kepencengan (Cs)
𝑛2 ∑𝑖
(𝑋𝑖−𝑋 )4
𝑖=1 Koefisien Kurtosis (Ck) = (𝑛−1) (𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆) 4
Untuk metode Log Normal dan Log Pearson III 2 ∑𝑛 𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)
Standar Deviasi (𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋) = √ Koefisien Kepencengan (Cs) = Koefisien Kurtosis (Ck) =
𝑛
𝑛−1 ∑𝑖𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)3 (𝑛−1) (𝑛−2)(𝑆)3
𝑛2 ∑𝑖𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)4 (𝑛−1) (𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆)4
𝑆𝑑
Koefisien variasi (Cv) = 𝑋 Selanjutnya koefisien yang terhitung ini dibandingkan dengan persyaratan sebagai berikut: Distribusi Persyaratan Gumbel Cs = 1.14 Ck = 5.4 Normal Cs ≈ 0 Ck ≈ 3 Log Normal Cs = 𝐶𝑣 3 + 3𝐶𝑣 Ck = 𝐶𝑣 6 + 6𝐶𝑣 6 + 15𝐶𝑣 4 + 16𝐶𝑣 2 + 3 Log Pearson III Selain dari nilai diatas 3. Metode distribusi probabilitas yang terpilih (dalam hal ini adalah Normal dan Log Normal) dianalisis menggunakan metode Smirnov-Kolmogorof sebagai berikut: 𝑖
Peluang empiris (P(Xi)) =𝑛+1
70 ∆𝑃𝑖 = 𝑃(𝑋𝑖) − 𝑃′(𝑋𝑖) Jika ∆Pi < ∆Pkritis maka metode dapat diterima Dalam hal ini metode yang paling sesuai adalah Log Normal. 4. Curah hujan rencana periode ulang 50 tahunan dihitung menggunakan metode Log Normal sebagai berikut: 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋 5. Waktu konsentrasi (tc) dihitung menggunakan persamaan Kirpich berikut: 0,87×𝐿2
0,385
𝑡𝑐 = (1000×𝑆 ) Intensitas hujan rencana dihitung menggunakan persamaan Mononobe berikut: 2
𝐼=
𝑋24 24
×
24 3 (𝑡)
6. Debit rencana 50 tahunan dihitung menggunakan metode rasional berikut: Q50
= 0,278 I50 ∑ (A x C)
7. Kecepatan Aliran sungai dihitung berdasarkan metode Rational Mononobe berikut: 𝐻 0,6
𝑉 = 72 × ( 𝐿 )
8. Tinggi muka air banjir dihitung sebagai berikut: 2×𝑄
ℎ = (𝑏+𝐵)×𝑉 Menghitung daya dukung tanah a. Menggunakan Uji Bor 1. NSPT koreksi, Cu, dihitung sebagai berikut: 1
𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 = 𝑁𝑆𝑃𝑇 × 2 2
𝐶𝑢 = 𝑁𝑆𝑃𝑇 × 3 × 10 2. Tahanan ujung dihitung sebagai berikut: 1
𝑄𝑝 = 9 × 𝐶𝑢 × (4 × 𝜋 × 𝐷2 ) untuk tanah kohesif 𝑄𝑝 = 40 × 𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 ×
𝐿𝑏 𝐷
1
× (4 × 𝜋 × 𝐷2 ) untuk tanah nonkohesif
3. Tahanan geser dihitung sebagai berikut: 𝑄𝑠 = {𝛼 × 𝐶𝑢 × 𝑃 × (𝜋 × 𝐷)} + 𝑄𝑠 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 kohesif
untuk tanah
𝑄𝑠 = 2 × 𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 × 𝑃 × (𝜋 × 𝐷) + 𝑄𝑠 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 untuk tanah nonkohesif
71 4. Daya dukung izin: 𝑄𝑎𝑙𝑙 =
𝑄𝑝 3
+
𝑄𝑠 5
b. Menggunakan Uji Laboratorium 1. Effective overburden pressures (q’) 𝑞 ′ = (𝛾 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ) 2. Tahanan ujung metode Meyerhoff 1
𝑄𝑝 = (4 × 𝜋 × 𝐷2 ) × [𝑐 × 𝑁𝑐 ′ + 𝜂 × 𝑞′ × 𝑁𝑞 ′ ] 3. Tahanan ujung metode Terzaghi 1
𝑄𝑝 = (4 × 𝜋 × 𝐷2 ) × [1,3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁𝛾 × 𝑎𝛾] 4. Tahanan ujung metode Thomlinson 1
𝑄𝑝 = (4 × 𝜋 × 𝐷2 ) × [𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞] 5. Tahanan geser metode Alpha 1
𝑄𝑠 = {(𝛼 × 𝑐 × 𝜋 × 𝐷 × ℎ) + (2 Ks × q × tan(δ) × 𝜋 × 𝐷 × ℎ)} + 𝑄𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 6. Daya dukung izin 𝑄𝑎𝑙𝑙 =
𝑄𝑝
+
3
𝑄𝑠 5
Menghitung Pembebanan Jembatan a. Berat sendiri struktur dan beban tambahan 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 × 𝛾 b. Beban Lajur “D” (PTD) 1. Beban UDL 𝑞 = 9 (0,5 +
15
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 =
𝐿
)
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 100%+𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2
×𝐿
𝑈𝐷𝐿 = 𝑞 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 2. Beban KEL 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 =
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 100%+𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2
𝐾𝐸𝐿 = 𝑝 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑗𝑢𝑡 3. Beban Lajur “D”
72 𝑃𝑇𝐷 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝐾𝐸𝐿 + 𝑈𝐷𝐿 𝑃𝑇𝐷 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝑃𝑇𝐷 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 × 4% 𝑃𝑇𝐷 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑃𝑇𝐷 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 c. Gaya Rem 1. Pengaruh UDL dan KEL 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝑈𝐷𝐿 = 9 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝐾𝐸𝐿 = 𝑝 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 2. Gaya rem 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 = 5% (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝑈𝐷𝐿 + 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝐾𝐸𝐿) 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 × 𝑠𝑖𝑛 𝜃 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 × 𝑐𝑜𝑠 𝜃 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 d. Beban aliran air Gaya seret dan benda hanyutan 𝑇𝐸𝐹 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 0,5 × 𝐶𝐷 × 𝑉𝑠 2 × 𝐴𝑑 𝑇𝐸𝐹 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝐹 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 e. Beban Gempa 1. Inersia (I) dan Modulus Elastisitas (Ec) Tiang 1
𝐼 = 12 × 𝑏 × ℎ3 𝐸𝑐 = 4700√𝑓𝑐′ 2. Kekakuan struktur (Kp) 𝐾𝑝 =
12×𝐸𝑐×𝐼 𝐿3
3. Waktu getar alami struktur (T) 𝑊𝑡
𝑇 = 2 × 𝜋√𝐾𝑝×𝑔 4. Koefisien beban gempa horizontal (Kh) Faktor tipe bangunan 𝑆 = 1 × 𝐹 𝐾ℎ = 𝐶 × 𝑆 5. Beban gempa 𝑇𝐸𝑄 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑡 𝑇𝐸𝑄 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝑄 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 f. Tekanan air lateral akibat gempa 𝑏
𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑜 × 𝑏 2 × ℎ × (1 − 4×ℎ)
73 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑉𝐸𝑄 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 g. Beban angin 𝑇𝑒𝑤 = 0,0006 𝐶𝑤 (𝑉𝑤)2 𝐴𝑏 𝑇𝐸𝑊 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝑊 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 h. Beban-beban terhitung di kombinasikan dengan kombinasi beban keadaan batas layan dan ultimit Menghitung Pondasi Grup 1. Efisiensi grup Eg = 1 − 𝑄
(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛 90×𝑚×𝑛
2. Distribusi beban 𝑉
Qi = 𝑛 ±
𝑀𝑦 × 𝑋 ∑ 𝑋2
±
𝑀𝑥 × 𝑌 ∑ 𝑌2
3. Daya dukung izin aksial tekan 1 tiang Qa = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔 4. Daya dukung izin aksial tarik 1 tiang Qa=[(0,7 ×
𝑄𝑠 5
1
) + (4 × 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸
5. Daya dukung izin kelompok tiang Qag = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝑁 × 𝐸𝑔 6. Daya dukung aksial 1 tiang dibandingkan dengan distribusi beban maksimum
Menghitung daya dukung lateral tiang 1. Menentukan jenis tiang dengan Flexibility factor 4
𝐾ℎ×𝐵
𝛽 = √4×(𝐸×𝐼)𝑝𝑖𝑙𝑒 𝛽 × 𝐿 > 2,5 tiang termasuk tiang panjang kepala terjepit 2. Daya dukung lateral 1 tiang 2×𝑀𝑢 𝐻𝑢 = 𝐻𝑢 𝑒+0,54√
𝛾𝐵𝐾𝑝
3. Beban horizontal 1 tiang 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐻𝑤𝑙 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 4. Jika 𝐻𝑤𝑙 < 𝐻𝑢 maka aman 5. Defleksi tiang
74 0,93×𝐻
𝑌𝑜 =
3
2
jika Yo < 12 mm maka aman
𝜂ℎ5 ×(𝐸𝐼)5
Menghitung penurunan pondasi 1. Faktor pengaruh tiang kaku (I) 𝐼 = 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅𝑏 × 𝑅𝑚 2. Penurunan 1 tiang 𝑃𝑢×𝐼
𝑆 = 𝐸𝑠×𝑑
jika S < 25 mm maka aman
3. Penurunan kelompok tiang 𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) × (√𝑛 − 5) + 𝑅25 𝑆𝑔 = 𝑅 × 𝑆 jika Sg < 25 mm maka aman Menghitung Penulangan bor a. Tulangan lentur 1. Menentukan tipe tiang 𝐾𝐿𝑢 𝑟
𝑀1
≤ 34 − 12 (𝑀2) jika tidak terpenuhi maka tiang termasuk tipe langsing
2. Pembesaran momen 0,4 𝑀1
𝐶𝑚 = 0,6 + 𝑃𝑐 =
𝑀2
𝜋 2 ×𝐸𝐼 (𝐾×𝐿𝑢)2
𝛿𝑛𝑠 =
𝐶𝑚 1−(
𝑃𝑢 ) 0,75×𝑃𝑐
𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2 3. Eksentrisitas aktual 𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 =
𝑀𝑐 𝑃𝑢
4. Menentukan persentase tulangan menggunakan diagram interaksi 5. Luas tulangan 𝐴𝑠 = 𝐴𝑔 × 𝜌 6. Jumlah tulangan 𝐴𝑠
𝑛 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 b. Tulangan geser 1. Kuat geser sumbangan beton yang menerima beban aksial tekan
75 𝑁𝑢
𝑉𝑐 = (1 + 14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐 ′ 6
) 𝑏𝑤 × 𝑑
Jika ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 diperlukan tulangan geser 2. Rasio minimum tulangan spiral 𝑓𝑐 ′
𝐴𝑔
𝜌𝑠 = 0,45 ( 𝐴𝑐 − 1) ( 𝑓𝑦 ) 3. Spasi maksimum sengkang 𝑆𝑚𝑎𝑥 =
4×𝑎𝑠(𝐷𝑐−𝑑𝑏) 𝐷𝑐 2 ×𝜌𝑠
Menghitung penulangan pile cap a. Tulangan geser 1 arah 1. Beban geser pile cap (Vu) 2. Tegangan geser sumbangan beton (Vc) 1
𝑉𝑐 = 6 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑤 × 𝑑 1
3. Apabila 2 ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser 1 arah dengan luas tulangan minimum: 1
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 = 3 ×
𝑏𝑤×𝑠 𝑓𝑦
4. Asumsikan spasi tulangan geser rencana kemudian ditentukan jumlah kaki sengkang yang dibutuhkan 1
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 = × 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖 4
b. Tulangan geser 2 arah 1. Hitung beban geser 2 arah pile cap 2. Tegangan geser sumbangan beton 1
𝑉𝑐1 = 12 × (
(𝛼𝑠×𝑑) 𝑏𝑜
+ 2) × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑
𝑉𝑐2 = 0,33 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑 Dipilih tegangan geser (Vc) yang lebih kecil 1
3. Jika 2 ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 dibutuhkan tulangan geser 2 arah 4. Jumlah dan spasi sengkang ditentukan dengan cara yang sama dengan perencanaan tulangan geser 1 arah c. Tulangan lentur 1. Beban per meter lebar pile cap
76 𝑉𝑢
𝑃 = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑖𝑙𝑒 𝑐𝑎𝑝 2. Berat sendiri pile cap 𝑊 = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 × 𝛾 3. Beban momen ultimit 𝑀𝑢1 = (𝑃 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛) − (𝑊 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛) 4. Tentukan rasio tulangan tekan dan tarik (misal ’ = 0,5) 5. Daya dukung momen 𝑎=
(𝜌−𝜌′ )×𝑑×𝑓𝑦 0,85×𝑓𝑐′ 𝑎
𝑀𝑢2 = 0,5 × 𝜌 × 𝑑 × 𝑏 × 𝑓𝑦 × ((𝑑 − 𝑑 ′ ) + (𝑑 − )) 2
Dilakukan trial & error pada Mu1 dan Mu1 dengan mengasumsikan persentase tulangan tarik. 6. Syarat persentase tulangan minimum 𝜌 𝑚𝑖𝑛 =
1,4×𝑏𝑤×𝑑 𝑓𝑦
Bandingkan ρ min dengan ρ tarik dan ρ tekan hasil perhitungan. Pilih nilai yang paling maksimum. 7. Jumlah tulangan 𝜌×𝐴𝑔
𝑛 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 d. Tulangan torsi Jika 𝑇𝑢 <
∅√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑐𝑝2 12
( 𝑃𝑐𝑝 ) maka tidak diperlukan tulangan torsi Menghitung penulangan pilar
a. Tulangan lentur 1. Menetukan tipe tiang 𝐾𝐿𝑢 𝑟
𝑀1
≤ 34 − 12 (𝑀2) jika terpenuhi maka tiang tidak termasuk tipe langsing
2. Eksentrisitas aktual 𝑃
𝑒 = 𝑀2 7. Menentukan persentase tulangan menggunakan diagram interaksi 8. Luas tulangan 𝐴𝑠 = 𝐴𝑔 × 𝜌 9. Jumlah tulangan
77 𝐴𝑠
𝑛 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 b. Tulangan geser 1. Kuat geser sumbangan beton yang menerima beban aksial tekan 𝑁𝑢
𝑉𝑐 = (1 + 14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐 ′ 6
1
2. Jika 2 ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 minimum 1
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 = 3 ×
) 𝑏𝑤 × 𝑑 diperlukan tulangan geser dengan luas tulangan
𝑏𝑤×𝑠 𝑓𝑦
3. Asumsikan spasi tulangan geser rencana kemudian ditentukan jumlah kaki sengkang yang dibutuhkan 1
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 = 4 × 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖 4. Jika 𝑉𝑢 > ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser dengan tegangan geser baja (Vs) minimum sebagai berikut 𝑉𝑠 =
𝑉𝑢 ∅
− 𝑉𝑐
5. Luas tulangan minimum yang dibutuhkan dengan mengasumsikan spasi sengkang 𝑉𝑠×𝑆
𝐴𝑣 = 𝑑×𝑓𝑦 6. jumlah kaki sengkang yang dibutuhkan 1
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 = 4 × 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖 c. Tulangan torsi Jika 𝑇𝑢 <
∅√𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑐𝑝2 12
( 𝑃𝑐𝑝 ) maka tidak diperlukan tulangan torsi
78
Lampiran 11 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 25
79
Lampiran 12 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 26
80
Lampiran 13 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 27
81
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Koba, pada tanggal 13 Januari 1992 dari pasangan Bapak Saidan Khotib dan Ibu Sri Murti. Penulis adalah putri keenam dari tujuh bersaudara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMP 1 Koba dan diterima di SMA 1 Pemali. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur Wilayah pada semester genap tahun ajaran 2012/2013, praktikum Bangunan Konservasi Tanah dan Air Tanah pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014, Praktikum Bahan Konstruksi pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 serta aktif sebagai anggota sekaligus tim pengajar mata kuliah Kalkulus di organisasi Klinik Tutorial Sebaya Asrama TPB IPB tahun 2010/2011. Selain itu penulis juga pernah aktif sebagai Sekretaris II UKM Karate IPB (2010/2011), Wakil Sekretaris Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) (2011/2012), Sekretaris Departemen Riset dan Teknologi HIMATESIL (2012/2013), Ketua Divisi Kesekretariatan pada acara nasional Indonesian Civil and Environmental Festival 2012 (ICEF 2012) serta dibeberapa kepanitian dan kegiatan lainnya. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2013 dengan topik “Proses Konstruksi pada Pembangunan Apartement Green bay Pluit, Jakarta Utara, di PT. Total Bangun Persada, Tbk”. Gelar Sarjana Teknik dapat diperoleh penulis dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung” di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM dan Dr. Ir.Hotland Sihotang, MSi.