perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id i
ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011
Oleh :
Ratih Puspita Dewi NIM K 5407039
Skripsi
Disusun Oleh: RATIH PUSPITA DEWI K5407039
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011
Disusun Oleh: RATIH PUSPITA DEWI K5407039
Skripsi Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program
Studi
Pendidikan
Geografi
Jurusan
Pendidikan
Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Wakino, M.S
Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd.
NIP. 19521103 197603 1 003
NIP. 19820908 200604 1 002
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ratih Puspita Dewi, ANALISIS SPASIAL PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, September 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 (2) Mengetahui ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 (3) Mengetahui daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi berupa data alamat SMP, data jumlah SMP, jumlah guru, jumlah murid, jumlah kelas dan jumlah ruang kelas dan observasi berupa data lokasi absolut SMP, data aksesibilitas berupa jenis jalan dan angkutan umum, dan ketersediaan prasarana berdasarkan standar baku. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis peta dan analisis tetangga terdekat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1 (a) distribusi SMP paling banyak terdapat di Kecamatan Boyolali dengan jumlah SMP sebanyak 10 SMP (11.1 %) dan jumlah SMP paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo dengan jumlah 2 SMP (2.2%). (b) Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali pada topografi bergunung adalah acak dengan nilai T = 1.04, sedangkan pada topografi dataran rendah pola persebarannya juga acak dengan nilai T = 0.8. (c) Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari unsur aksesibilitas. Aksesibilitas sendiri dibagi menjadi tiga kategori yaitu SMP Mudah terjangkau, SMP cukup terjangkau, dan SMP sulit terjangkau. Terdapat 10 SMP mudah terjangkau, 73 SMP cukup terjangkau, dan 7 SMP sulit terjangkau. 2 Ketersediaan SMP dilihat dari tingkat kecukupan SMP untuk tiap kecamatan. Kecukupan SMP tertinggi terdapat di Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, dan Kecamatan Wonosegoro yaitu semua penduduk terlayani, sedangkan kecukupan terendah terdapat di Kecamatan Cepogo dengan 17.101 penduduk tidak terlayani. Ketersediaan prasarana SMP berdasarkan standar baku untuk SMP negeri sudah lengkap baik untuk SMP negeri dengan akreditasi A, B, maupun belum terakreditasi, sedangkan untuk SMP Swasta belum lengkap baik untuk SMP Swasta dengan akreditasi B, C, maupun belum terakreditasi. 3 Berdasarkan penghitungan variabel daya layan beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali jumlah sekolahnya belum memenuhi kebutuhan meliputi: Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Ratih Puspita Dewi, SPATIAL ANALYSIS OF AVAILABILTY EDUCATIONAL FACILITIES AT JUNIOR HIGH SCHOOL IN BOYOLALI DISTRICT AT 2011. Script, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, September 2011. The Purpose of the research are: (1) to find out spatial distribution, distribution pattern and educational facilities reach at junior high school in Boyolali District at 20011(2) to find out the availability of junior high school in Boyolali District at 2011 (3) to find out the function of availability of educational facilities at junior high school in Boyolali District at 2011. This research used descriptive research method. The population of the research are all junior high schools in Boyolali District. The sampling technique is stratified random sampling. The technique of collecting data are documentation like data of address, number of junior high schools, number of teachers, number of students, number of classes, and number of classrooms, and observation like data of absolute location of junior high school, data of accessibility that is road and the public transportation. The technique of data analysis are map analysis and nearest neighbour analysis. The result of the research are: 1(a) junior high school spasial distribution mostly located in Subdistrict Boyolali with 10 junior high school (11.1%) and the least in Subdistrict Selo with 2 junior high schools (2.2%). (b) The distribution pattern of Junor High School in Boyolali District at mountainous topography is random with T = 1.04, whereas the distribution pattern at lowland topography also random with T = 0.8. (c) The reach of junior high school in Boyolali District seen at accessibility side, accessibility divided in three categories that is easy to reach, quite easy to reach, and difficult to reach. There are 10 junior high schools (11.1%) are easy to reach, 73 junior high schools are quite easy to reach, and 7 junior high schools are difficult to reach. 2 junior high school availability shown in junior high school adequacy level for each subdistrict. The highest junior high school adequate is in Ampel Subdistrict, Boyolali Subdistrict, Sawit Subdistrict, Banyudono Subdistrict, Sambi Subdistrict, Simo Subdistrict, Karanggede Subdistrict, Klego Subdistrict, Klego Subdistrict, Andong Subdistrict, and Wonosegoro Subdistrict where all of the populations can be serviced, whereas the least junior high school adequate is in Cepogo Subdistrict with 17.101 people can not be serviced. The Junior High School infrastructure based on standart rules for government junior high schools are already complete include for government junior high schools which accreditation A, B, even not accreditation yet, whereas for private junior high schools are not complete yet include for private junior high schools which accreditation B, C, or not accreditation yet. 3 based on calculation of the function of service variable some of Subdistrict in Boyolali District number of schools are not enough, the Subdistrict are Selo Subdistrict, Cepogo Subdistrict, Musuk Subdistrict, Ngemplak Subdistrict, Nogosari Subdistrict, Kemusu Subdistrict, and Juwangi Subdistrict.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)dengan sabar dan (mengerjakan shalat), sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Baqoroh: 153)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya Ibu maryam semoga selalu diberi kesehatan Keempat kakakku widy, hendra, ervy, dan bambang Adikku Callula Bayu Saputro Almamater
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Dalam penulisan ditemukan hambatan namun demikian dengan bantuan dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat diatasi, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis megucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penelitian untuk menyusun skripsi ini. 2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 4. Bapak Drs. Wakino, MS. selaku Pembimbing I yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Bapak Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberikan banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 6. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama ini. 7. Bapak / Ibu dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga mampu menyelesaikan perkuliahan dan penyususnan skripsi ini. 8. Sahabat- sahabat Geografi angkatan 2007 yang selalu memberikan semangat dan persahabatan yang tak terlupakan. 9. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surakarta, September 2011 Penulis,
Ratih Puspita Dewi K5407039
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iii HALAMAN ABSTRAK INDONESIA ................................................................................ iv HALAMAN ABSTRAK INGGRIS ...................................................................................... v HALAMAN MOTTO............................................................................................................ vi HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................................vii HALAMAN KATA PENGANTAR .....................................................................................viii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xiii DAFTAR PETA .................................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B.
Identifikasi Masalah......................................................................................... 4
C.
Pembatasan Masalah ........................................................................................ 5
D. Rumusan Masalah............................................................................................ 5 E.
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
F.
Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7 A. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 7 1. Analisis Spasial ......................................................................................... 7 2. Peta ............................................................................................................ 10 3. Skala Peta .................................................................................................. 13 4. Fasilitas Pendidikan................................................................................... 14 5. Daya Layan................................................................................................ 21 6. Aksesibilitas .............................................................................................. 22 B.
Penelitian Yang Relevan.................................................................................. 25
C.
Kerangka Berfikir ............................................................................................ 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................. 31
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................... 31 1. Tempat Penelitian ...................................................................................... 31 2. Waktu Penelitian ....................................................................................... 31 B.
Metode Penelitian ............................................................................................ 32
C.
Sumber Data .................................................................................................... 32 1. Sumber Data Primer .................................................................................. 32 2. Sumber Data Skunder ................................................................................ 32
D. Populasi dan Sampel ........................................................................................ 33 1. Populasi...................................................................................................... 33 2. Sampel ....................................................................................................... 34 E.
Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 35 1. Teknik Dokumentasi ................................................................................. 35 2. Teknik Observasi....................................................................................... 36
F.
Teknik Analisis Data ....................................................................................... 36 1. Persebaran, Pola, dan Jangkauan Fasilitas Pendidikan.............................. 36 a. Persebaran Pendidikan........................................................................... 36 b. Pola Persebaran Fasilitas Pendidikan .................................................... 36 c. Jangkauan Fasilitas Pendidikan ............................................................. 37 2. Penyediaan Fasilitas Pendidikan ............................................................... 40 3. Daya Layan Fasilitas Pendidikan .............................................................. 40
G. Prosedur Penelitian .......................................................................................... 41 1. Tahap Persiapan .................................................................................. 41 2. Tahap Penyusunan Proposal ................................................................ 41 3. Tahap Penyusunan Instrumen Penelitian ............................................. 41 4. Tahap Pengumpulan Data .................................................................... 41 5. Tahap Analisis Data ............................................................................. 41 6. Tahap Penyusunan Laporan ................................................................. 41 BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................................ 42 A. Deskripsi Wilayah ........................................................................................... 42 1. Letak..................................................................................................... 42
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Letak Astronomis ............................................................................ 42 b. Letak Administratif.......................................................................... 42 2. Luas ...................................................................................................... 42 3. Penduduk .............................................................................................. 45 a. Jumlah Penduduk ........................................................................... 45 b. Kepadatan Penduduk ...................................................................... 47 4. Komposisi penduduk............................................................................ 48 a. Menurut Jenis Kelamin .................................................................. 48 b. Menurut Umur................................................................................ 50 c. Menurut Pendidikan ....................................................................... 51 d. Menurut Mata Pencaharian ............................................................ 53 5. Sarana Pendidikan ................................................................................ 54 B.
Hasil Penelitian ................................................................................................ 56 1. Persebaran, Pola, dan Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali................. 57 a. Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali................................................ 57 b. Pola Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali ....................................... 59 c. Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali ................................................ 66 2. Penyediaan Fasilitas SMP ......................................................................... 71 3. Daya Layan SMP....................................................................................... 77
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................................. 85 A. Kesimpulan ................................................................................................ 85 B.
Implikasi ..................................................................................................... 86
C. Saran........................................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 88 LAMPIRAN
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1.
24
Tabel 2.
28
Tabel 3.
31
Tabel 4.
Pedoman Skor Aksesibilitas
40
Tabel 5.
44
Tabel 6.
46
Tabel 7.
Luas, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk tiap Kecamatan di Kabupaten
Tabel 8.
47
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan di 49
Tabel 9.
50
Tabel 10. Penduduk Kabupaten Boyolali Usia Lima Tahun Keatas Menurut Tingkat 52 Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kecamatan di 53 Tabel 12.
55
Tabel 14. Jarak Tetangga Terdekat antar SMP pada Topografi Pegunungan di 60 Tabel 15. Jarak Tetangga Terdekat Antar SMP pada Topografi Dataran Rendah di 64 Tabel 16.
66
Tabel 17.
67
Tabel 19. Persebaran SMP di Kabupaten
72
Tabel 20.
73
Tabel 21. Jumlah Murid Menurut Jenis Kelamin dan Umur di Kabupaten Boyolali
74
Tabel 26. Jumlah Sekolah, Ruang Kelas, Guru, Ruang Kelas, dan Murid di 79
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 27. Daya Layan Fasilitas Pendidikan Jenjang SMP di Kabupaten Boyolali 81
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PETA Hal Peta 1.
43
Peta 2.
58
Peta 3.
65
Peta 4.
Jangkauan SMP di
70
Peta 5.
74
Peta 6.
76
Peta 7.
84
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1.
Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat
Gambar 2. Gambar 3.
30 Diagram alir pengambilan sampel
Gambar 4. Gambar 5.
9
35 39
Grafik Prosentase Luas Kecamatan Boyolali Tahun 44
Gambar 6.
Grafik Jumlah Penduduk Kecamatan Boyolali Tahun 46
Gambar 7.
Grafik Komposisi Penduduk menurut Umur Kecamatan Boyolali Tahun 51
Gambar 8.
Grafik Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Boyolali Tahun 54
Gambar 9.
Grafik Distribusi
56
Gambar 10.
67
Gambar 11.
69
Gambar 12.
69
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Tabel 11. Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 2.
Tabel 16. Data Tingkat Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 3.
Tabel 22. Data Akreditasi SMP Negeri Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 4.
Tabel 23 Akreditasi SMP Swasta di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 5.
Tabel 24. Ketersediaan Prasarana Berdasarkan Standar Baku Pada SMP Negeri di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 6.
Tabel 25. Ketersediaan Prasarana Berdasarkan Standar Baku Pada SMP Swasta di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 7.
Perhitungan Daya Layan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011
Lampiran 8.
Foto-foto Penelitian
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sistem pendidikan nasional harus ma1mpu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Hak mendapat pelayanan pendidikan tanpa diskriminasi setiap Warga Negara Indonesia telah dijamin dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, artinya setiap Warga Negara Indonesia, dimana saja, harus memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan. Untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan tersebut, maka pemerintah diantaranya harus mampu menyediakan fasilitas pendidikan yang dapat melayani kebutuhan seluruh penduduk dan tentunya bisa diakses dengan mudah oleh penduduk untuk memanfaatkannya. Pada kenyataannya, kebutuhan akan sarana dan prasarana pendidikan tidak selalu terpenuhi dengan baik dikarenakan jumlah, luasan atau lokasi dari sarana dan prasarana pendidikan. Pada suatu daerah dapat dijumpai prasarana dan sarana
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
pendidikan yang lengkap dengan tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan pada daerah lain ketersediaannya tidak memenuhi ketentuan, sehingga tingkat pelayanannya menjadi rendah. Kecenderungan tingkat perbedaan tingkat pelayananan pada umumnya terjadi antar daerah perkotaan dan pedesaan. Kota merupakan pusat dari segala pelayanan prasarana dan sarana pendidikan, sedangkan desa pada umunnya terabaikan, meskipun sebenarnya kebutuhan masyarakatnya sama hanya dengan jumlah yang berbeda. Adanya kecenderungan pembangunan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memperhatikan kebutuhan juga merupakan salah satu sebab mengapa tingkat pelayanan menjadi tidak efektif. Penempatan fasilitas-fasilitas pendukung dalam memperbaiki kualitas hidup manusia khususnya di dalam penelitian ini adalah fasilitas pendidikan, dalam penyebarannya harus sesuai dengan jangkauan penduduk sebagai pengguna. Hal ini tentunya berlaku untuk seluruh wilayah yang ada di negara ini salah satunya adalah Kabupaten Boyolali. Sebagai salah satu kabupaten di wilayah administrasi pemerintahan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali memiliki kewajiban untuk meningkatkan kualitas masyarakat melalui pendidikan, maka penyediaan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan merata dipandang sebagai suatu kewajiban mutlak yang harus dipenuhi pemerintah kabupaten ini. Pelayanan pendidikan yang baik tentunya harus didukung oleh penyediaan fasilitas pendidikan yang bisa menjangkau dan melayani seluruh penduduk dengan merata. Masalah persebaran lokasi fasilitas pendidikan menjadi sangatlah penting untuk diperhatikan di Kabupaten Boyolali. Untuk itu maka diperlukan kajian mengenai persebaran lokasi fasilitas pendidikan yang diharapkan bisa menjadi salah satu acuan dalam peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Penyebaran lokasi sekolah erat hubungannya dengan perluasan kesempatan kepada masyarakat. Hambatan dalam memperolah kesempatan belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi hasrat mendapatkan pendidikan, disamping masalah sosial dan ekonomi. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, beban tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan prasarana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
pendidikan menjadi semakin besar. Pada tiap permukiman baik di perkotaan maupun
pedesaan,
pemerintah
membangun
prasarana pendidikan
untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan tingkatnnya. Penyediaan fasilitas pendidikan diantaranya dengan membangun sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga perguruan tinggi. Pendidikan dasar meliputi SD (Sekolah Dasar) dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) atau bentuk lain yang sederajat serta SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan MTs (Madrasah Tsanawiyah)
atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan menengah meliputi SMA (Sekolah Menengah Pertama), MA (Madrasah Aliyah), SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan) , atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Mengingat pendidikan sangat luas cakupannya maka dalam penelitian ini akan dibatasi pada pendidikan dasar khususnya SMP. Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali (2009: 79) menyebutkan bahwa Kabupaten Boyolali memiliki 19 kecamatan dengan jumlah sekolah sekolah menengah pertama sebanyak kurang lebih 90 SMP. Jumlah sekolah yang berstatus RSBI 2 Sekolah, 19 sekolah berstatus SSN, dan kurang lebih 10 sekolah yang berstatus calon rintisan SSN. Sejalan dengan hal tersebut menurut Bappeda Kabupaten Boyolali (2003-2013: 17) dilihat dari segi persentase tingkat pendidikannya, persentase penduduk dengan tingkat pendidikan dasar tertinggi atau setingkat SMP (Pendididan Dasar 9 tahun) ada di Kecamatan Selo dengan jumlah 97,47 persen, disusul Kecamatan Kemusu dengan 96,62 persen, Kecamatan Wonosegoro dengan 95,05 persen, Kecamatan Cepogo dengan 93,48 persen, dan Kecamatan Klego dengan 93,04 persen. Rata-rata pada tingkat Kabupaten adalah 86,82 persen. Salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali yaitu Kecamatan Boyolali memiliki 10 SMP dengan jumlah penduduk sekitar 51.330 jiwa, sedangkan di Kecamatan Kemusu memiliki 3 SMP dengan jumlah penduduk sekitar 46.310 jiwa. Perbedaan penyediaan fasilitas disebabkan karena Kecamatan Boyolali terletak di Ibukota Kabupaten Boyolali, sehingga Kecamatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Boyolali merupakan pusat dari segala macam kegiatan pelayanan pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan. Jumlah fasilitas pendidikan yang ada di Kecamatan Boyolali ketersediaannya melebihi jumlah kebutuhan yang seharusnya ada, sedangkan di Kecamatan Kemusu yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar fasilitas pendidikan yang tersedia hanya 3 SMP saja belum mencukupi dari kebutuhan minimal yang seharusnya ada, sehingga terdapat perbedaan penyediaan fasilitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Untuk mengetahui keadaan penyediaan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali penggunaan media peta sangat tepat digunakan. Peta memberikan gambaran yang lebih mudah dipahami daripada penyajian gambar dengan tulisan, dalam hal ini ilmu geografi memberikan kemudahan bagi dalam penyajian data dengan menggunakan peta. Dalam penelitian ini akan mencoba memecahkan masalah sebaran lokasi fasilitas pendidikan dengan mengevaluasi sebaran lokasi fasilitas pendidikan serta tingkat pelayanan dari fasilitas pendidikan yang terdapat di Kabupaten Boyolali. Penelitian ini memfokuskan pada fasilitas pelayanan pendidikan dasar khususnya SMP, maka peneliti tertarik untuk melakukan Penyediaan Fasilitas Pendidikan
penelitian dengan judul : pada Sekolah Menengah Pertama d
.
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah disampaikan maka identifikasi masalahnya sebagai berikut: 1. Data mengenai sekolah di Kabupaten Boyolali saat ini belum disajikan dalam bentuk peta untuk mengetahui distribusi spasialnya, umumnya data sekolah hanya ditampilkan dalam bentuk tabel maupun angka-angka, maka untuk mempermudah mengetahui lokasi sekolah maupun keterangan lain mengenai sekolah data sekolah dapat disajikan dalam bentuk peta. 2. Berdasarkan UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas pendidikan yang dapat menjangkau seluruh penduduk di Indonesia, oleh karena itu maka perlu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
diketahui mengenai jangkauan fasilitas pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. 3. Tingkat pelayanan fasilitas pendidikan memiliki perbedaan antara satu tempat dengan tempat lain, maka perlu diketahui tingkat pelayanan fasilitas pendidikannya, sehingga dapat dibandingkan perbedaan tingkat pelayanan yang terdapat dalam suatu wilayah.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar masalah dapat dikaji dengan mendalam peneliti memandang perlu untuk membatasi masalah yaitu : 1. Pemetaan persebaran dan pola fasilitas pendidikan hanya meliputi prasarana pendidikan yaitu gedung sekolah. 2. Variabel yang digunakan dalam penentuan daya layan adalah rasio antara ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan minimal fasilitas pendidikan. 3. Jenjang pendidikan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Pertama baik negeri maupun swasta.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011? 2. Bagaimana ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011? 3. Bagaimana daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011?
E. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui tujuan dari penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
2. Mengetahui ketersediaan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011. 3. Mengetahui daya layan fasilitas pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali tahun 2011.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam bidang geografi khususnya pemetaan dan mengkaji secara spasial keberadaan fasilitas pendidikan. b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti dalam ilmu geografi yang lain di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Boyolali dalam penentuan pendirian sekolah menengah pertama. b. Bagi Masyarakat 1) Dapat memberikan informasi mengenai jarak, lokasi, dan daya layan sekolah menengah pertama bagi masyarakat di Kabupaten Boyolali. 2) Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih sekolah menengah pertama bagi masyarakat di Kabupaten Boyolali. c. Bagi pendidikan Skripsi ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran di SMA pada kompetensi dasar pendekatan geografi materi pokok metode pendekatan geografi (khususnya pendekatan keruangan). d. Bagi penulis Untuk menerapkan pengetahuan antara teori yang didapat dengan kenyataan di lapangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Analisis Spasial Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 74) pada hakekatnya analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitikberatkan kepada tiga unsur topografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement). Dalam analisis keruangan dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari titik (point data) dan data bidang (area data). Data titik dapat berupa data ketinggian tempat, data sampel batuan dan sebagainya. Data bidang dapat berupa data luas hutan, data luas daerah pertanian, data luas permukiman dan sebagainya. Di sisi lain ketidakpuasan orang membicarakan pola permukiman (settlement) secara deskriptif menimbulkan gagasan untuk membincangkannya secara kuantitatif. Pola permukiman yang dikatakan seragam (uniform), random, mengelompok (cluster) dan lain sebagainya dapat diberi ukuran yang bersifat kuantitatif. Dengan cara sedemikian ini, perbandingan antara pola permukiman dapat dilakukan dengan lebih baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dari segi ruang (space). Pendekatan sedemikian ini disebut analisis tetangga-terdekat (nearest-neighbour analysis). Analisis seperti ini memerlukan data tentang jarak antara satu permukiman dengan permukiman yang paling dekat yaitu permukiman tetangganya yang terdekat. Sehubungan dengan hal ini tiap permukiman dianggap sebagai sebuah titik dalam ruang. Meskipun demikian analisis tetangga terdekat ini dapat pula digunakan untuk menilai pola penyebaran tanah longsor, pola penyebaran puskesmas, pola penyebaran sumber-sumber air dan lain sebagainya. Pada hakekatnya analisis tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk daerah dimana antara satu permukiman dengan permukiman lain tidak ada hambatanhambatan alamiah yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara permukiman yang relatif dekat tetapi dipisahkan oleh suatu jurang. Oleh karena itu untuk daerah-daerah yang merupakan suatu dataran dimana hubungan antara satu permukiman dengan permukiman yang lain tidak ada hambatan ilmiah yang
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
berarti, maka analisis tetangga terdekat ini akan tampak nilai praktisnya misalnya untuk perancangan letak dari pusat-pusat pelayanan sosial seperti rumah sakit, sekolah, kantor pos, pasar, pusat rekreasi dan lain sebagainya. Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75) dalam menggunakan analisis tetangga-terdekat harus diperhatikan beberapa langkah berikut : a.
Tentukan batas wilayah yang akan diselidiki.
b.
Ubahlah pola penyebaran permukiman seperti terdapat dalam peta peta topografi menjadi pola penyebaran titik.
c.
Berikan
nomor
urut
bagi
tiap
titik
untuk
mempermudah
cara
menganalisisnya. d.
Ukurlah jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan titik yang lain yang merupakan tetangga terdekatnya dan catatlah ukuran jarak ini.
e.
Hitunglah besar parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic) T dengan menggunakan formula : T = Ju/Jh
(Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, 1979: 75)
Keterangan ; T Ju
= indeks penyebaran tetangga-terdekat = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat
Jh
= jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random
p
= Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah (A).
Parameter tetangga terdekat adalah suatu rumus yang penerapannya mendasarkan pada analisis jarak dengan bantuan peta. Pada rumus tersebut yang dimaksudkan jarak adalah jarak di peta, sehingga data jarak (Ju dan Jh) didapatkan dari pengukuran antara titik satu dengan titik lain di peta. Setelah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
diketahui angka indek tetangga terdekat, maka angka indek tersebut dimasukkan pada klasifikasi pola persebaran. Adapun jenis pola persebaran yang ditentukan adalah T = 0 maka pola persebaran mengelompok, T = 1 maka pola persebaran acak, dan T = 2.15 maka pola persebaran seragam. T=0
T=1
T = 2,15
Mengelompok
Random
Seragam
Sumber: Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 76) Gambar 1. Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat Analisis spasial dapat diketahui dengan menggunakan peta. Dalam perkembangan teknologi pemetaan, pembuatan peta dipermudah dengan adanya SIG. Menurut Dahdouh (2004: 12) Remote sensing offers multitemporal repetitive data for identification and quantification of land surface changes, and therefore, greatly enhances capability of a GIS in updating map information on a regular basis. SIG telah mengganti penginderaan jauh untuk mengidentifikasi perubahan permukaan bumi dan dapat memperbarui informasi peta secara teratur. Di sisi lain Menurut Suroso (2004: 40) salah satu kelebihan sistem informasi geografis adalah kemampuannya dalam melakukan permodelan terhadap suatu kasus berdasarkan data spasial. SIG dirancang untuk menganalisis dan mengolah data dalam jumlah besar sehingga memudahkan dalam penuangan data tersebut ke base map yang manghasilkan peta tematik. Menurut Dahdouh (2002: 97) GIS are widely used as tools to digitise remotely sensed or cartographic data complemented with various ground-truth data, which are geocoded using a global positioning system (GPS). SIG banyak digunakan untuk mendigitasi berbagai kenampakan di permukaan bumi dilengkapai dengan data lokasi yang tepat menggunakan Global Positioning System (GPS).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2. Peta Batasan peta menurut ICA (International Cartographic Assosiation) tahun 1973 dalam Sinaga (1995: 5) adalah suatu representasi/gambaran unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan dalam suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Peta menggunakan simbol dua dimensi untuk mencerminkan fenomena geografikal atau dengan suatu cara yang sistematis, dan hal ini memerlukan kecakapan untuk membuatnya dan membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong dalam cara grafis, dan untuk efisiensinya kita harus mempelajari dengan baik atribut-atribut/elemen-elemen dasarnya, seperti juga pada cara komunikasi yang lain. Kita harus mempelajari bagaimana fungsi peta itu. Menurut Sinaga (1995: 7) fungsi peta dalam perencanaan suatu kegiatan adalah sebagai berikut: a.
Fungsi peta untuk perencanaan regional, sebagai berikut : 1) memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari suatu daerah. 2) Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang dilakukan. 3) Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan. 4) Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.
b.
Fungsi peta dalam kegiatan penelitian, sebagai berikut : 1) Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran tentang daerah yang akan diteliti. 2) Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan data yang ditemukan dilapangan. 3) Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian. Menurut Subagio (2003: 2) peta topografi merupakan gambaran sebagian
kecil permukaan bumi di atas bidang datar (atau bidang yang dapat didatarkan) yang dibuat pada skala tertentu, serta dilakukan dengan menggunakan metode tertentu pula. Banyaknya data topografi yang dapat disajikan diatas suatu peta,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
maka perlu dilakukan pemilihan data-data yang akan disajikan sehingga kerumitan isi peta dapat dihindari. Dalam pemilihan data tersebut, perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti: skala peta yang akan dibuat, sumber data pemetaan, serta jenis data yang akan disajikan (tujuan pemetaan). Berdasarkan ketiga pertimbangan diatas, suatu peta dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis peta. Menurut
Subagio
(2003:
2)
berdasarkan
sumber
datanya,
peta
dikelompokkan ke dalam dua golongan peta yaitu : a.
Peta Induk (base map) Peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan dan dilakukan secara sistematis. Untuk melakukan pemetaan secara sistematis, diperlukan adanya pembakuan dalam metode penelitian, sistem datum, sistem proyeksi peta, ukuran lembar peta, tata letak informasi tepi, derajat ketelitian serta kelengkapan isi, serta pembakuan dalam kerangka geometris peta (grid dan graticule). Berhubungan peta induk ini dapat digunakan sebagai peta dasar pemetaan, topografi, maka peta ini dapat digolongkan pula sebagai peta dasar (base map). Peta dasar adalah peta yang dijadikan acuan dalam pembuatan peta lainnya, khususnya acuan untuk kerangka geometrisnya.
b.
Peta Turunan (derived map). Peta turunan adalah peta yang dibuat (diturunkan) berdasarkan acuan peta yang sudah ada, sehingga survey langsung ke lapangan tidak diperlukan disini. Peta turunan ini tidak dapat digunakan sebagai peta dasar untuk pemetaan topografi. Menurut Subagio (2003: 3) jenis peta berdasarkan jenis data yang
disajikan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu: a.
Peta Topografi (Topographic Map) Peta topografi adalah peta yang menggambarkan semua unsur topografi yang nampak di permukaan bumi, baik unsur alam (seperti sungai, garis pantai,danau, kehutanan, dan gunung, dll.) maupun unsur buatan manusia (seperti jalan, permukiman, pelabuhan, pasar, tempat rekreasi, dll.), serta menggambarkan pula keadaan relief permukaan bumi. Dengan demikian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
disamping data planimetris berupa unsur-unsur topografi diatas, ditampilkan pula data-data ketinggian seperti data titik tinggi dan data kontur topografi. Contoh peta topografi: peta rupa bumi terbitan Bakosurtanal, peta teknik untuk perencanaan teknik sipil, dan lain-lain. b.
Peta Tematik (Tematic Map) Peta tematik adalah peta yang hanya menyajikan data-data atau informasi dari suatu konsep/tema yang tertentu saja, baik itu berupa data kualitatif, dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut. Yang dimaksud data kualitatif adalah data yang menyajikan unsur-unsur topografi yang berupa gambar atau keterangan, seperti jalan, sungai, perumahan, nama daerah, dan lain sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang menyajikan unsurunsur topografi yang menyatakan bersaran tertentu, seperti ketinggian titik, nilai kontur, jumlah penduduk, presentase pemeluk agama tertentu, dan lain sebagainya. Contoh peta tematik, yaitu peta geologi, peta anomali gaya berat, peta anomali magnet, peta tata guna lahan, peta pendaftaran tanah, dan lain-lain. Menurut Subagio (2003: 4) berdasarkan skalanya, peta dikelompokkan
menjadi tiga jenis peta, yaitu: a.
Peta skala kecil Skala kecil merupakan skala peta yang hanya dapat menyajikan data dalam ukuran kecil pula, sehingga tingkat penyederhanaan penyajian data sudah semakin besar. Pada skala ini, luas daerah/kota sudah tidak dapat digambarkan secara rinci, sehingga hanya dapat diwakili dengan simbol titik saja. Begitu pula dengan data-data topografi lainnya, hanya dapat disajikan data-data yang besar saja, misalnya jalan protokol, sungai besar, kehutanan dan sebagainya. Contoh skala kecil adalah 1 : 500.000, 1 : 1.000.000, atau skala yang lebih kecil lagi. Skala ini umumnya digunakan untuk atlas.
b.
Peta skala sedang Skala sedang merupakan skala peta yang dapat menyajikan gambar dalam ukuan semi rinci, sehingga disini sudah mulai adanya pengelompokan data-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
data rinci sejenis ke dalam satu kelompok data. Misalnya beberapa data pekarangan (persil) rumah digabung menjadi satu kelompok data permukiman.
Begitu
pula
dengan
lebar
jalan
sudah
mengalami
penyederhanaan, misalnya jalan digambarkan ssatu garis. Termasuk kedalam kelompok ini adalah skala 1 : 250.000, 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 : 25.000. Skala sedang ini pada umumnya digunakan untuk pemetaan dasar topografi nasional, seperti yang dilakukan Bakosurtanal. c.
Peta skala besar Skala besar merupakan skala peta yang dapat menyajikan gambar dalam ukuran besar sehingga data-data topografi dapat digambarkan secara rinci, misalnya dalam peta skala 1 : 1000, semua batas pekarangan rumah dapat digambarkan dengan jelas. Begitu pula dengan lebar jalan raya dapat digambarkan sesuai ukurannya. Termasuk kedalam kelompok ini adalah skala peta 1 : 10.000, 1 : 5000, 1 : 1000, 1 : 500, dan skala yang lebih besar lagi. Skala besar ini pada umumnya digunakan untuk keperluan teknis, yaitu untuk
keperluan
perencanaan
teknis
sipil,
perencanaan
jaringan
telepon/listrik, keperluan tata guna lahan, keperluan pendaftaran tanah, keperluan pajak bumi dan bangunan, dan sebagainya.
3. Skala Peta Luas peta jauh lebih kecil dibandingkan luas daerah yang dipetakan. Agar terdapat hubungan yang jelas antara peta dengan daerah yang dipetakan, maka perbedaan ukuran peta dengan daerah pemetaan tersebut harus mempunyai bilangan pembanding tertentu. Bilangan pembanding tersebut dikenal dengan istilah skala. Skala peta adalah angka perbandingan antara panjang suatu objek atau jarak antara dua titik di peta, dengan panjang atau jarak antara dua titik tersebut di lapangan. Menurut Sinaga (1995: 9) ada beberapa cara untuk menyatakan skala peta antara lain : a. Skala angka atau skala pecahan Skala yang dinyatakan dalam angka dan pecahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Contoh : Skala angka (numeric scale) = 1 : 50.000 Skala pecahan (representative fraction) = RF 1/50.000 Hal ini menunjukkan bahwa satu satuan jarak pada peta mewakili 50.000 satuan jarak horizontal di permukaan bumi. Jadi 1 cm di peta mewakili 50.000 cm di medan (500 m) atau ½ km. b. Skala verbal Skala yang dinyatakan dengan kalimat. Pada peta-peta yang tidak menggunakan satuan ukuran metrik (misalnya peta-peta di Inggris dan bekas jajahan Inggris), skala dinyatakan dengan kalimat. Contoh : 1 inchi to one mile = 1 : 63.660 (numeric scale) 1 inchi to two miles = 1 : 126.720 (numeric scale) c. Skala grafis Dari skala 1 : 50.000, menjadi skala grafis, sebagai berikut :
0.5
0
0.5
1
1.5
2 Km
4. Fasilitas Pendidikan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 275), fasilitas merupakan sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi. Menurut Jayadinata (1986: 27), pengertian fasilitas lebih luas daripada pengertian prasarana, karena meliputi sarana, yaitu alat-alat yang digunakan pada atau dalam prasarana tersebut. Misalnya dalam fasilitas kesehatan bangunan rumah sakit adalah prasarana, dan ranjang, pemotretan sinar tembus dan sebagainya adalah sarananya. Dalam fasilitas pengangkutan jalan raya adalah prasarana dan mobil sebagai sarananya, dalam fasilitas pendidikan bangunan sekolah adalah prasarana dan guru sebagai sarana. Fasilitas meliputi juga organisasinya, kepegawaian (personalia), dan sebagainya. Fasilitas pendidikan adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukung kelancaran berlangsungnya kegiatan pendidikan. Fasilitas disini terdiri dari sarana dan prasarana pendidikan. prasarana meliputi sekolah dan kelas, sarana meliputi ruang kelas dan guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Sejalan dengan hal tersebut menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 tentang Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, untuk mewujudkan hal tersebut dalam pasal 11 ayat (1) berbunyi bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi (2) pemerintah dan pemerintah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah Menengah Pertama yang disingkat dengan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun (SD, SMP). Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat). Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota. Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007, tentang Standar Sarana dan Prasarana, Sebuah SMP/MTs sekurangkurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: 1. Ruang kelas, 2. Ruang perpustakaan, 3. Ruang laboratorium IPA, 4. Ruang pimpinan, 5. Ruang guru, 6. Ruang tata usaha, 7. Tempat beribadah, 8. Ruang konseling, 9. Ruang uks, 10. Ruang organisasi kesiswaan, 11. Jamban, 12. Gudang, 13. Ruang sirkulasi, 14. Tempat bermain/berolahraga. Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut diatur dalam standar ruang sebagai berikut: 1. Ruang Kelas a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang mudah dihadirkan. b. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar. c. Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
d. Rasio minimum luas ruang kelas 2 m 2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang kelas 30 m2 . e. Lebar minimum ruang kelas 5 m. f. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan. g. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. 2. Ruang Perpustakaan a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca, mengamati, mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan. b. Luas minimum ruang perpustakaan sama dengan satu setengah kali luas ruang kelas. c. Lebar minimum ruang perpustakaan 5 m. d. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku. e. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah/madrasah yang mudah dicapai. 3. Ruang Laboratorium IPA a. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara praktek yang memerlukan peralatan khusus. b. Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum satu rombongan belajar. c. Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4 m 2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m 2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
d. Lebar minimum ruang laboratorium IPA 5 m. e. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan. f. Tersedia air bersih. 4. Ruang Pimpinan a. Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah/majelis madrasah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya. b. Luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar minimum 3 m. c. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah/madrasah, dapat dikunci dengan baik. 5. Ruang Guru a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya. b. Rasio minimum luas ruang guru 4 m2/pendidik dan luas minimum 40 m2. c. Ruang guru mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun dari luar lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan. 6. Ruang Tata Usaha a. Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan administrasi sekolah/madrasah. b. Rasio minimum luas ruang tata usaha 4 m 2/petugas dan luas minimum 16 m2. c. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun dari luar lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan. 7. Tempat Beribadah a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah/madrasah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
b. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SMP/MTs, dengan luas minimum 12 m2. 8. Ruang Konseling a. Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir. b. Luas minimum ruang konseling 9 m2. c. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik. 9. Ruang UKS a. Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan di sekolah/madrasah. b. Luas minimum ruang UKS 12 m2. 10. Ruang Organisasi Kesiswaan a. Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan. b. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan 9 m 2. 11. Jamban a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil. b. Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru. c. Jumlah minimum jamban setiap sekolah/madrasah 3 unit. d. Luas minimum 1 unit jamban 2 m 2. e. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan. f. Tersedia air bersih di setiap unit jamban. 12. Gudang a. Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan arsip sekolah/madrasah yang telah berusia lebih dari 5 tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
b. Luas minimum gudang 21 m 2. c. Gudang dapat dikunci. 13. Ruang Sirkulasi a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang
dalam
bangunan
sekolah/madrasah
dan
sebagai
tempat
berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman sekolah/madrasah. b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruangruang di dalam bangunan sekolah/madrasah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m, dan tinggi minimum 2,5 m. c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup. d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm. e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga. f. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m. g. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm. h. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga. i. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup. 14. Tempat Bermain/Berolahraga a. Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
b. Tempat bermain/berolahraga memiliki rasio luas minimum 3 m 2/peserta didik. c. Apabila jumlah peserta didik kurang dari 334 orang, luas minimum tempat bermain/berolahraga adalah 1000 m 2. d. Di dalam luas tersebut terdapat tempat berolahraga berukuran minimum 30 m x 20 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan olahraga. e. Tempat bermain sebagian ditanami pohon penghijauan. f. Tempat bermain/berolahraga diletakkan di tempat yang paling sedikit mengganggu proses pembelajaran di kelas. g. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.
5. Daya Layan
ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan minimal yang seharusnya ada. ketersediaan fasilitas pendidikan dibandingkan dengan variabel daya layan yang meliputi jumlah sekolah, jumlah ruang kelas, jumlah kelas, dan jumlah murid. Menurut Robinson (2009: 74) unit pelayanan kota adalah berbagai unit kegiatan yang melayani kepentingan umum, baik berupa kantor pemerintahan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial kemasyarakatan lainnya, atau pemadam kebakaran. ketersediaan fasilitas pelayanan antara lain : a. Ketersediaan pelayanan (service of Availability): menilai ada tidaknya fasilitas pelayanan, jika tersedia diberi nilai, jika tidak tersedia diberi nilai 0. b. Tingkat ketersediaan (size of Availability): penilaian memperhatikan jumlah pelayanan yang tersedia. c. Fungsi pelayanan (daya layan)= Function of Availability: perbandingan antara ketersediaan fasilitas dengan variabel pembanding, seperti pengguna aktual, pengguna potensial, penduduk keseluruhan dan pembanding standar, dimana analisis tersebut dipengaruhi pula oleh ketersediaan data yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Untuk menghitung daya layan (tingkat pelayanan) fasilitas pelayanan pendidikan variabel yang digunakan adalah rasio jumlah sekolah/sekolah minimal, rasio ruang kelas dan ruang kelas minimal, rasio guru/murid, dan rasio murid dan
pendidikan di lingkungan permukiman sebagai berikut: 1) Taman kanak-kanak Minimum jumlah penduduk 700 jiwa, luas lahan 1200 m 2 dengan kriteria lokasi sebaiknya ditengah kelompok keluarga. Standar murid/kelas adalah 3545. 2) Sekolah Dasar Minimum jumlah penduduk 6.400 jiwa, luas lahan 1.500 m2 dengan kriteria lokasi sebaiknya ditengah kelompok keluarga. Standar murid/kelas adalah 40 dan pencapaian maksimal 1000 m. 3) Sekolah Menengah Pertama Minimum jumlah penduduk 12.000 jiwa, luas lahan 10.000 m2 dengan kriteria lokasi digabungkan dengan lapangan. Standar murid/kelas adalah 30. 4) Sekolah Menengah Atas Minimum jumlah penduduk 28.000 jiwa, luas lahan 20.000 m2 dengan kriteria lokasi digabungkan dengan lapangan. Standar murid/kelas adalah 30.
6. Aksesibilitas Menurut Robinson (2010: 140) aksesibilitas adalah kemudahan mencapai kota dari wilayah lain yang berdekatan, atau juga bisa dilihat dari sudut kemudahan mencapai wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal di kota tersebut. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas, misalnya kondisi jalan, jenis angkutan yang tersedia, frekuensi keberangkatan, dan jarak. Untuk menyederhanakan persoalan maka unsur aksesibilitas yang digunakan adalah jarak, jalan, dan angkutan umum. a. Jarak Keterkaitan antara kota sebagai pusat penyedia jasa pelayanan terhadap wilayah sekitarnya atau wilayah pelayanannya dapat diukur dari seberapa jauh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
jaraknya terhadap wilayah sekitar pusat pelayanan tersebut. Yang dimaksud dengan jarak adalah jarak suatu desa menuju SMP terdekat. b. Jalan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 1 ayat 4, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 8, jalan umum menurut fungsi peranannya, dibedakan menjadi: (1) Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien (2) Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi, (3) Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi, (4) Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. c. Angkutan Umum Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan, angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan, sedangkan kendaraan umum adalah adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Untuk membuat pedoman skor parameter aksesiblitas dilakukan dengan modifikasi dari pedoman skor oleh Sugiyanto (2004: 43). Pedoman skor oleh Sugiyanto sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Tabel 1. Parameter Aksesibilitas Menurut Sugiyanto No Faktor/Parameter Jalan menuju
1.
obyek
2.
Skor=3
Skor=2
Skor=1
Beraspal
Berbatu
Tanah
Setapak
Kendaraan
Umum,roda Pribadi,roda Roda
Jalan
menuju obyek
empat
empat
dua/kuda
kaki
< 1km
1-2km
2-3km
>4km
Ada 3-4
Ada 1-2
Tidak
unit
unit
ada
Ada 3-4
Ada 1-2
Tidak
unit
unit
ada
Jarak dari jalan
3.
Skor=4
raya
4.
MCK
>ada 5 unit
5.
Warung makan
>ada 5 unit
Sumber: Sugiyanto (2004: 43)
B. 1. Judul
Penelitian yang Relevan
: Analisis Spasial Warung Internet (Warnet) Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun 2008
Penulis : MS.Khabiburahman (2009) Tujuan penelitian, mengetahui persebaran, pola, jangkauan dan mengetahui karakteristik pengunjung warnet di Kecamatan Jebres Kota Surakarta tahun 2008. Teknik analisis yaitu analisis data sekunder dan analisis peta. Hasil penelitian, pola persebaran Warnet di Kecamatan Jebres mengelompok. Jangkauan warnet sejauh 1000m. Karakteristik pengunjung warnet mayoritas adalah tamatan SLTA 80,8%, tamat SLTP 3,8 %, dan sisanya lulusan PT 15,4 %. Umur pengunjung warnet mayoritas adalah 16-20 tahun yaitu 65,4%, 21-25 tahun 30,8 %, 26-30 tahun 3,8%. Jenis kelamin pengunjung warnet relatif berimbang antara laki-laki dan perempuan. 2. Judul
: Evaluasi Distribusi Fasilitas Pelayanan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menegah di Kabupaten Gunung Kidul
Penulis : Anjar Widyarto (2000)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Tujuan penelitian (1) mengetahui distribusi (2) menentukan hirarki pusat pelayanan (3) mengetahui pengaruh aksesibilitas wilayah terhadap tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan pendidikan, (4) mengetahui tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan pendidikan di Kabupaten Gunung Kidul. Metode penelitian adalah survey instansional dan analisis deskriptif. Hasil penelitian (1) distribusi fasilitas pelayanan pendidikan terdapat perbedaan dengan metode skoring dan tidak ada perbedaan dengan uji statistik (2) Hirarki I kecamatan Wonosari dan Playen, kecamatan Semin, Ponjong, Karangmojo, dan Rongkop termasuk hirarki II dan kecamatan Patuk, Panggang, Saptosari, Paliyan, Nglipar, Gedangsari, Semanu, Ngawen dan Tepus termasuk hirarki III, (3) jumlah fasilitas pendidikan dipengaruhi oleh penduduk usia sekolah, (4) tingkat pemanfaatan fasilitas pendidikan dipengaruhi oleh aksesibilitas dan kondisi topografi. (5) ketersediaan fasilitas pendidikan jenjang sekolah dasar mengalami kelebihan pada semua fasilitas dan jenjang sekolah lanjutan dan menengah mengalami kekurangan pada fasilitas sekolah, kelas, ruang kelas tetapi mengalami kelebihan pada fasilitas guru. 3. Judul Penulis
: Analisis Penyediaan Fasilitas Sekolah Dasar di Kecamatan Jebres : Agus Suwarno (2009) Tujuan penelitian (1) mengetahui persebaran murid dan fasilitas SD,
(2) mengetahui layanan fasilitas gedung SD, (3) mengetahui cara optimalisasi layanan pendidikan dasar Kecamatan Jebres tahun 2007. Metode penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif keruangan. Teknik pengumpulan data adalah metode observasi dan dokumentasi. Teknik analisis menggunakan analisis kuantitatif dan analisis Buffer dan analisis tetangga terdekat. Hasil penelitian (1) sebaran SD di Kecamatan Jebres bergerombol, persebaran SD pada topografi datar SD merata dan pada topografi miring SD bergerombol. (2) satu SD yang tidak saling overlap yaitu SDN 1 Ngemplak. (3) hampir semua kelurahan memerlukan penambahan fasilitas SD (4) pemerataan pendidikan secara umum kurang merata. (5) optimalisasi pelayanan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
pendidikan dasar dapat dilakukan dengan penggabungan (merger) dan penambahan sarana dan parasarana pendidikan 4. Judul
: Pemetaan Perubahan Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 1998-2007
Penulis : Eka Styorini (2009) Tujuan penelitian (1) Mengetahui distribusi spasial (2) Mengetahui pola (3) Mengetahui perkembangan jumlah murid, guru, sarana dan prasarana (4) Daya tampung SD di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif geografis. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Teknis analisis data menggunakan analisis tetangga terdekat, analisis peta, analisis data sekunder. Hasil penelitian (1) Pola persebaran adalah acak (random). (2) perubahan jumlah siswa, jumlah guru, ruang kelas, serta sarana dan prasarana sekolah dasar di kecamatan Colomadu tahun 1998-2007, sebagai berikut: (a) jumlah murid sebagian besar mengalami penurunan. (b) jumlah guru mengalami peningkatan, pada tahun 2007. (c) pada tahun 2007 SD Muh. Mlangjiwan dan MIM Bolon perlu regrouping. (d) sarana dan prasarana yang ada belum memenuhi standar sarana dan prasarana minimal Sekolah Dasar/MI. (3) daya tampung sekolah belum maksimal. Berdasarkan keempat penelitian yang relevan tersebut, persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini adalah Persamaan: penggunaan analisis peta untuk mengetahui distribusi spasial objek penelitian, penggunaan analisis tetangga terdekat (nearest neighbour analysis) untuk mengetahui pola sebaran objek penelitian, objek penelitian adalah fasilitas pendidikan namun jenjang yang diteliti berbeda. Perbedaan: perbedaan dalam tujuan penelitian, untuk mengetahui
jangkauan
objek
tidak
menggunakan
buffer
melainkan
menggunakan parameter aksesibilitas yang diskoring, penggunaan sampel untuk mengetahui ketersediaan prasarana pendidikan berdasarkan standar baku, dan dilakukan skoring untuk daya layan fasilitas pendidikan yang kemudian dituangkan kedalam peta daya layan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
C. Kerangka Berfikir Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan yang tiap penduduknya memiliki kebutuhan akan pendidikan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa setiap Warga Negara Indonesia dimana saja, harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan, maka pemerintah diantaranya harus mampu menyediakan fasilitas pendidikan yang dapat melayani kebutuhan seluruh penduduk dan tentunya bisa diakses dengan mudah oleh penduduk untuk memanfaatkannya. Ada berbagai macam fasilitas pendidikan dalam penelitian ini dibatasi pada sekolah, ruang kelas, kelas, murid, dan guru. Fasilitas pendidikan jenjang Sekolah Menengah Pertama telah ada dan tersebar di Kabupaten Boyolali, namun Kabupaten Boyolali masih mengalami permasalahan pada pemerataan fasilitas pendidikan. Salah satu upaya untuk mengetahui kondisi tersebut adalah dengan mengetahui gambaran secara spasial mengenai fasilitas pendidikan yang ada sekarang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari data sekunder yang disajikan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Boyolali diketahui jumlah dan alamat fasilitas pendidikan, namun lokasi dimana fasilitas pendidikan tersebut berada belum diketahui, oleh karena itu perlu dibuat distribusi spasial. Survey pemetaan fasilitas pendidikan perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai distribusi spasial fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali. Kondisi jalan, jarak, dan transportasi yang berbeda di setiap kecamatan menyebabkan adanya tingkat jangkauan yang berbeda, adanya hambatan dalam memperoleh fasilitas pendidikan dapat menyebabkan berkurangnya hasrat masyarakat dalam mendapat pendidikan, sehingga jangkauan fasilitas pendidikan perlu diketahui. Penyediaan fasilitas pendidikan disetiap kecamatan disesuaikan dengan jumlah penduduk sebagai pengguna fasilitas pendidikan, maka penyediaan fasilitas pendidikan harus memperhatikan jumlah penduduk dan jumlah kebutuhan minimal fasilitas pendidikan yang harus ada. secara sederhana kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Boyolali. Objek penelitian adalah sekolah menengah pertama di Kabupaten Boyolali. Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan meliputi : Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi. Kabupaten Boyolali dipilih sebagai lokasi penelitian karena Kabupaten Boyolali memiliki tingkat kelulusan pendidikan dasar setara SMP yang tinggi, sejalan dengan hal tersebut maka ketersediaan fasilitas pendidikan pada SMP perlu dilakukan pengkajian apakah di lapangan ketersediaan fasilitas pendidikan pada SMP di Kabupaten Boyolali sudah memenuhi sejalan dengan tingkat kelulusan pendidikan dasarnya yang tinggi.
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dimulai pada bulan Januari - Agustus 2011. Tahap pelaksanaannya sebagai berikut : Tabel 3. Waktu Penelitian N o
Waktu Kegiatan
1
Tahap Persiapan
2
Penulisan Proposal Penelitian
3
Penyusunan Instrumen
4
Pengumpulan Data
5
Analisis Data
6
Penulisan Laporan Penelitian
Januari
Februari ,
Mei
juni
Juli
Agustus
2011
April 2011
2011
2011
2011
2011
commit31to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
B. Metode Penelitian Menurut Nawawi (1996 : 71) metode merupakan prosedur atau rangkaian cara yang sistematik dalam menggali kebenaran ilmiah. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dan metode survey. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang melukiskan atau menafsirkan keadaan yang ada atau yang sedang terjadi pada saat penelitian berlangsung. Metode penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan mengenai persebaran, pola, jangkauan, ketersediaan dan daya layan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali. Metode survey merupakan pengukuran atau pengamatan di lapangan, metode survey menghasilkan data yang digunakan sebagai bahan penelitian dalam analisis spasial penyediaan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali.
C. Sumber Data 1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan langsung baik di lapangan maupun analisis. Data primer dalam penelitian ini meliputi: a. Lokasi absolut SMP (koordinat) di Kabupaten Boyolali sebanyak 90 SMP, yang dapat diperoleh dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). b. Data yang berkaitan dengan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali, meliputi: jalan dan angkutan umum yang diperoleh melalui pengamatan di lapangan. c. Data ketersediaan prasarana SMP di Kabupaten Boyolali berdasarkan standar baku yang diperoleh melalui pengamatan di lapangan.
2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau bukan dari pengamatan langsung di lapangan tetapi berdasarkan penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
sebelumnya, dokumen, catatan atau literatur yang menunjang penelitian atau data dari instansi-instansi terkait. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi: a. Seluruh Peta Rupa Bumi Indonesia untuk menentukan administrasi, jarak, dan jalan di Kabupaten Boyolali diperoleh dari BAKOSURTANAL. Peta Rupa Bumi Indonesia yang digunakan meliputi: 1) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Kaliurang (1408-244) 2) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Ampel (1408-611) 3) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Boyolali (1408-333) 4) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Kartasura (1408-334) 5) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Ngablak (1408-522) 6) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Simo (1408-612) 7) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Karanggede (1408-624) 8) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Surakarta (1408-343) 9) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Kedungjati (1408-632) 10) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Klaten (1408-311) 11) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Pabelan (1408-610) 12) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Gemolong (1408-621) 13) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Ngandul (1408-623) 14) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Juwangi (1408-641) b. Data alamat, jumlah gedung sekolah, jumlah murid, jumlah guru, jumlah kelas, dan jumlah ruang kelas SMP di Kabupaten Boyolali yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga di Kabupaten Boyolali. c. Data penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Mardalis (1989: 53) populasi merupakan sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian Populasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
dapat berwujud sejumlah manusia, benda-benda, gejala-gejala, nilai tes, dan peristiwa-peristiwa lain sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Boyolali. Jenjang pendidikan penelitian adalah jenjang pendidikan dasar khususnya Sekolah Menengah Pertama meliputi SMP Negeri dan SMP Swasta. Terdapat 90 SMP di Kabupaten Boyolali, terdiri dari 56 SMP Negeri dan 34 SMP Swasta.
2.
Sampel
Pengambilan sampel digunakan untuk mengetahui ketersediaan prasarana pendidikan berdasarkan standar baku dari 90 SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Menurut Mardalis (2002: 55) Sampel adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian. Tujuan penentuan sampel adalah untuk mengemukakan dengan tepat sifat-sifat umum dari populasi dan untuk menarik generelisasi dari hasil penyelidikan. Dalam menentukan sampel hendaknya memenuhi syarat-syarat utama dalam penelitian, maksudnya ialah sampel yang digunakan harus dapat mewakili populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengambilan sampel acak distratifikasi (stratified random sampling). Untuk dapat menggambarkan secara tepat mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi dala lapisan-lapisan (strata) yang seragam, dan setiap lapisan dapat diambil secara acak. Maksud acak disini adalah kesempatan yang sama untuk dipilih bagi setiap individu atau unit dalam setiap populasi. SMP yang memiliki sifat populasi yang heterogen dibagi kedalam lapisan (strata), SMP dibagi menjadi dua yaitu SMP Negeri dan SMP Swasta kemudian dibagi lagi berdasarkan akreditasinya. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan SMP yang memiliki sifat yang homogen. Sampel yang diambil sebanyak 28 SMP, terdiri dari SMP Negeri sebanyak 15 SMP dan SMP Swasta sebanyak 13 SMP. Dalam hal tersebut, penetuan sampel berdasarkan ruang lingkup wilayah studi yaitu pengambilan sampel sekolah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
menengah pertama untuk mengetahui ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan berdasarkan standar baku. Data yang diambil adalah data ketersediaan prasarana pendidikan berdasarkan standar baku meliputi: ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, ruang beribadah konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, dan ruang sirkulasi. Untuk lebih jelas mengenai pengambilan sampel SMP dapat dilihat pada gambar 3: Populasi 90 SMP SMP Swasta
SMP Negeri Akreditasi: -A -B - Belum Akreditasi
Akreditasi: -B -C - Belum Akreditasi
: 29 SMP : 5 SMP : 22 SMP
Sampel yang diambil: -A : 8 SMP -B : 2 SMP - Belum Akreditasi : 5 SMP
:14 SMP : 6 SMP : 14 SMP
Sampel yang diambil: -B : 6 SMP -C : 2 SMP - Belum Akreditasi : 5 SMP
Total Sampel: 28 SMP Gambar 3 : Diagram alir pengambilan sampel SMP
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data dalam waktu yang singkat, serta tidak memakan waktu yang banyak. Data yang diperoleh dari dokumentasi diantaranya: Peta RBI Kabupaten Boyolali, data alamat, jumlah gedung sekolah, jumlah murid, jumlah guru, jumlah kelas, dan jumlah ruang kelas Sekolah Menengah Pertama, dan data penduduk di Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
2.
Teknik Observasi
Metode observasi digunakan untuk memperoleh data yang belum diperoleh dari metode dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung. Data yang dikumpulkan yaitu data lokasi (titik koordinat) SMP dengan menggunakan GPS (Global Positioning System), data jalan dan angkutan umum, dan ketersediaan prasarana SMP berdasarkan standar baku di Kabupaten Boyolali.
F. Teknik Analisis Data 1. Persebaran, Pola, dan jangkauan Fasilitas Pendidikan a.
Persebaran fasilitas pendidikan
Analisis yang digunakan untuk mengetahui persebaran sarana pendidikan adalah dengan menggunakan analisis peta. Peta digunakan media penyaji dalam menampilkan lokasi SMP. Lokasi SMP disimbolkan dengan titik (point) yang menggambarkan lokasi absolut SMP dipermukaan bumi. b. Pola Persebaran Fasilitas Pendidikan Untuk mengetahui pola fasilitas pendidikan dengan menggunakan parameter tetangga terdekat. Adapun rumus parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic) T menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75) sebagai berikut :
Keterangan ; T Ju
= indeks penyebaran tetangga-terdekat = jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat
Jh
p
= jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random
= Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi luas luas wilayah (A).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
c.
Jangkauan Fasilitas Pendidikan
Untuk mengetahui jangkauan SMP menggunakan unsur aksesibilitas. Menurut Tarigan (2010: 140) aksesibilitas adalah kemudahan mencapai kota tersebut dari wilayah lain yang berdekatan, atau juga bisa dilihat dari sudut kemudahan mencapai wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal di kota tersebut. Kaitannya dengan jangkauan SMP aksesibilitas dalam penelitian ini mencakup juga kemudahan untuk mencapai SMP. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas, misalnya kondisi jalan, jenis angkutan yang tersedia, frekuensi keberangkatan, dan jarak. Untuk menyederhanakan persoalan maka dilakukan modifikasi, unsur aksesibilitas yang digunakan adalah jarak, jalan, dan angkutan umum. Untuk mengukur tingkat aksesibilitas dilakukan dengan skoring dari masingmasing unsur aksesibilitas. Untuk jarak semakin dekat jarak maka skornya semakin tinggi begitu pula sebaliknya apabila semakin jauh maka skornya kecil, untuk jalan diskor sesuai dengan jenis jalannya, dan angkutan meliputi roda dua, angkudes, dan minibus. d. Jarak Yang dimaksud dengan jarak adalah jarak suatu desa menuju SMP terdekat. Pengukuran jarak berdasarkan akses jalan yang dilewati angkutan umum. Apabila jaraknya dekat maka skornya tinggi sebaliknya apabila jaraknya jauh maka skornya rendah. e. Jalan Berdasarkan Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 1 ayat 4, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa faktor. Pada Penelitian ini akan digunakan kelas jalan umum berdasarkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
fungsinya. Berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 8, jalan umum menurut fungsi peranannya,dibedakan menjadi: 1) Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien 2) Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi 3) Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi 4) Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. f. Angkutan Umum Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan, angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan, sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan yang digunakan meliputi kendaraan roda dua, angkutan desa, dan minibus. Untuk membuat pedoman skor parameter aksesiblitas dilakukan dengan modifikasi dari pedoman skor oleh Sugiyanto (2004: 43). Modifikasi dilakukan untuk membuat skor parameter aksesibilitas yang disesuaikan dengan kondisi lapangan, modifikasinya antara lain Parameter aksesibilitas yang digunakan adalah parameter aksesibilitas oleh Tarigan (2010: 104) yang dimodifikasi, meliputi jarak, jalan, dan angkutan umum. Skor dari masingmasing parameter diperoleh dengan melakukan modifikasi dari skoring. Lebih jelas modifikasi skor aksesibilitas dapat dilihat pada gambar 4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 2.
Ketersediaan Fasilitas Pendidikan service of availability)
adalah
menilai ada tidaknya fasilitas pelayanan. Ketersediaan fasilitas pendidikan
dianalisis menggunakan analisis data sekunder berupa jumlah sekolah menengah pertama yang ada di Kabupaten Boyolali kemudian data tersebut dibandingkan dengan kebutuhan minimal sekolah untuk tiap penduduk tertentu, apakah ketersediaan fasilitas pendidikan tersebut cukup atau tidak cukup.
3.
Daya Layan Fasilitas Pendidikan ariabel daya layan adalah sekolah, kelas, ruang
kelas dan guru. Daya layan fasilitas pendidikan dapat diketahui melalui rasio antara ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan minimal fasilitas pendidikan. Kemudian dilakukan skoring untuk mengetahui klasifikasi daya layan fasilitas pendidikan. Rumus pengukuran variabel pelayanan
tara
lain: a.
Rasio jumlah sekolah/sekolah minimal :
Sekolah minimal (SMP) : jumlah penduduk : 12.000 jiwa b.
Rasio Ruang Kelas/Ruang Kelas Minimal :
Ruang kelas minimal (SMP) : jumlah sekolah x 6 c.
Rasio Murid/Guru :
d.
Rasio Murid/Kelas : Untuk mempermudah penyajiannya dalam peta, daya layan fasilitas pendidikan
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Daya layan diwujudkan dalam simbol bidang dan untuk membedakan tingkat daya layan setiap bidang diberi warna yang berbeda sesuai dengan kategori daya layannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
G.
Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi kegiatan awal yang dilakukan sebelum menulis membuat rancangan penelitian diantaranya melakukan orientasi medan, pengumpulan peta wilayah untuk menentukkan administrasi daerah penelitian, dan studi pustaka. 2. Tahap Penyusunan Proposal Proposal merupakan rancangan penelitian yang kemudian digunakan untuk mengurus perijinan birokrasi penelitian. Tahap penyusunan proposal dilakukan sesuai kaidah penulisan karya ilmiah yang meliputi tiga bab yang terdiri dari pendahuluan, landasan teori, dan metode penelitian. 3. Tahap Penyusunan Instrumen Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah membuat cheklist sebagai instrument untuk medokumentasikan persebaran SMP, parameter aksesibilitas yang meliputi jalan dan angkutan umum, dan ketersediaan sarana pendidikan berdasarkan standar baku. 4.
Tahap Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan kegiatan langsung ke lapangan mencari dokumen serta arsip yang terdapat pada instansi terkait dengan masalah penelitian ini. 5. Tahap Analisis Data Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengelompokkan data untuk kepentingan analisis data untuk mengetahui kecenderungan diantara dua variabel atau lebih, dan setelah diketahui kecenderungannya maka hasil penelitian dijabarkan secara deskriptif spasial. 6. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah tahap penulisan hasil penelitian tentang persebaran, pola, jangkauan, ketersediaan, dan daya layan fasilitas pendidikan. Laporan yang ditulis selanjutnya dilengkapi atau disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, dan gambar disertai peta daerah penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak a.
Letak astronomis Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten / Kota di Provinsi
Jawa Tengah. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar 1408-244, 1408-311, 1408333, 1408-334, 1408-343, 1408-522, 1408-610, 1408-611, 1408-612, 1408-624, 1408621, 1408-623, 1408-632, dan 1408-641 Kabupaten Boyolali terletak antara 110° 22' 110° 50' Bujur Timur dan 7° 7' - 7° 36' Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 1500 meter di atas permukaan laut. Jarak bentang di Kabupaten Boyolali meliputi : 1)
Barat Timur
: 51 Km
2)
Utara Selatan
: 54 Km
b.
Letak Administratif Kabupaten Boyolali secara administratif berbatasan dengan:
1)
Sebelah Utara
: Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang.
2)
Sebelah Timur
:
Kabupaten
Karanganyar,
Kabupaten
Sragen
dan
Kabupaten Sukoharjo. 3)
Sebelah Selatan
: Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Jogjakarta.
4)
Sebelah Barat
: Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.
Untuk lebih jelasnya mengenai daerah administrasi Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Peta 1. 2.
Luas
Luas Kabupaten Boyolali adalah 1015,10 Km2 yang terdiri atas 19 kecamatan, yaitu Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi. Pembagian kecamatan berdasarkan wilayah administratif dan luas kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dapat dilihat dalam Tabel 5.
42 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 Tabel 5. Luas Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No Kecamatan Luas Ha km2 1. Selo 5.607,8000 56,07 2. Ampel 9.039,1168 90,39 3. Cepogo 5.299,8000 52,99 4. Musuk 6.504,1391 65,04 5. Mojosongo 2.625,1000 26,25 6. Boyolali 4.341,1644 43,41 7. Teras 2.993,6276 29,93 8. Sawit 1.723,1818 17,23 9. Banyudono 2.537,9400 25,37 10. Sambi 4.649,4935 46,49 11. Ngemplak 3.852,7002 38,52 12. Nogosari 5.508,4300 55,08 13. Simo 4.804,0275 48,04 14. Karanggede 4.175,6060 41,75 15. Klego 5.187,7300 51,87 16. Andong 5.452,7790 54,52 17. Kemusu 9.908,4151 99,08 18. Wonosegoro 9.299,7945 92,99 19. Juwangi 7.999,3500 79,99 Jumlah 101.510,1955 1015,10 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 6)
% 5,5 8.9 5.2 6.4 2.6 4.3 2.9 1.7 2.5 4.6 3.8 5.4 4.7 4.1 5.1 5.4 9.8 9.2 7.9 100
Luas Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 120 100 80 60 40 20 0
Kecamatan
Gambar 5. Grafik Prosentase Luas Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 Luas Kabupaten Boyolali yaitu 101.510, 1955 Ha atau 1015,10 km2 . Kecamatan Kemusu merupakan kecamatan yang paling besar dengan luas 99,08 km2 atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 9.8% dari luas Kabupaten Boyolali, di Kecamatan Kemusu terdapat satu waduk besar yaitu Waduk Kedungombo dengan Luas 3536 Ha yang merupakan waduk yang paling besar di Kabupaten Boyolali. Kecamatan yang paling kecil adalah Kecamatan Mojosongo dengan luas 26,25 km2 atau 2.6 % dari luas Kabupaten Boyolali, menyusul kemudian Kecamatan Ngemplak dengan luas 38,52 km2 atau sekitar 3.8 % dari Luas Kabupaten Boyolali. Di Kecamatan Ngemplak terdapat Waduk Cengklik yang merupakan waduk terluas nomor dua setelah Waduk Kedungombo, Waduk Cengklik memiliki luas 240 Ha. Selain kedua waduk tersebut terdapat Waduk Bade yang terletak di Kecamatan Klego yang memiliki luas 80 Ha.
3.
Penduduk
Fasilitas pendidikan dibangun untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan pelayanan pendidikan, sehingga penduduk merupakan unsur penting dalam penelitian ini. Kondisi penduduk dapat digunakan sebagai gambaran umum tentang daerah penelitian, terutama dalam memperkirakan kebutuhan masyarakat sehingga dapat diketahui tingkat kecukupan fasilitas pendidikan. Keadaan penduduk meliputi: jumlah penduduk, kepadatan penduduk, komposisi penduduk, dan ketersediaan sarana pendidikan. a.
Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk diperoleh dari Kabupaten Boyolali Dalam Angka Tahun
2009 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. Menurut data dari Kabupaten Boyolali Dalam Angka jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali sampai Bulan Desember 2009 adalah sebesar 951.717 jiwa, yang terdiri dari 466.481 jiwa penduduk laki-laki dan 485.236 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk pada tiap kecamatan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan di Kabupaten Boyolali lebih banyak daripada penduduk laki berjumlah 485.236 jiwa dan laki
laki, dengan penduduk perempuan
laki 466.481 jiwa. Jumlah penduduk paling banyak di
Kecamatan Ngemplak yaitu 70.861 jiwa atau 7.45%, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Selo yaitu 26.845 jiwa atau 2.82%. dan bila dilihat dari daerah persebarannya jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tidak berbanding lurus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 dengan luas wilayah dimana semakin luas wilayah jumlah penduduknya tidak semakin besar. Tabel 6. Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Selo Ampel Cepogo Musuk Mojosongo Boyolali Teras Sawit Banyudono Sambi Ngemplak Nogosari Simo Karanggede Klego Andong Kemusu Wonosegoro Juwangi Jumlah
Luas (km2) 56,0780 90,3910 52,9980 65,0410 26,2510 43,4110 29,9360 17,2330 25,3790 46,4950 38,5270 55,0840 48,0400 41,7560 51,8770 54,5280 99,0840 92,9980 79,9940 1.015,1010
Laki-laki 13.059 33.663 26.125 29.233 29.234 25.172 22.685 16.330 21.779 24.117 34.895 29.491 21.072 19.567 22.545 30.360 22.825 26.972 17.357 466.481
Jumlah Penduduk % Perempuan 2.8 13.786 7.1 35.118 5.6 26.976 6.3 31.095 6.3 30.177 5.4 26.158 4.9 22.943 3.5 16.666 4.7 23.415 5.2 24.466 7.5 35.966 6.3 31.033 4.5 22.561 4.2 21.003 4.8 23.362 6.5 31.564 4.9 23.485 5.8 27.762 3.7 17.700 100 485.236
% 2.8 7.2 5.5 6.4 6.2 5.4 4.7 3.4 4.8 5.0 7.4 6.4 4.6 4.3 4.8 6.5 4.8 5.7 3.6 100
Jumlah Jiwa 26.845 68.781 53.101 60.328 59.411 51.330 45.628 32.996 45.194 48.583 70.861 60.524 43.633 40.570 45.907 61.924 46.310 54.734 35.057 951.717
% 2.82 7.23 5.58 6.34 6.24 5.40 4.79 3.47 4.75 5.10 7.45 6.36 4.58 4.26 4.82 6.51 4.87 5.75 3.68 100
Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 32) Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009 40,000 35,000 30,000 25,000
laki-laki
20,000
perempuan
15,000 10,000 5,000 0
Kecamatan
Gambar 6: Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 b.
Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk suatu daerah merupakan perbandingan antara jumlah
penduduk di suatu daerah dengan luas daerah secara keseluruhan yang bersangkutan, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : Kepadatan Penduduk = Berdasarkan Tabel 6 dapat dihitung kepadatan penduduk di Kabupaten Boyolali sebagai berikut : Kepadatan Penduduk =
951.717 Jiwa 1015,10 Km 2
= 938 Jiwa/Km2 Untuk kepadatan penduduk tiap kecamatan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Luas, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk tiap Kecamatan di Kabupaten Boyolali Luas (km2)
Kepadatan Jumlah penduduk (jiwa) ( jiwa/ Km2) 1. Selo 56,07 26.845 479 2. Ampel 90,39 68.781 761 3. Cepogo 52,99 53.101 1.002 4. Musuk 65,04 60.328 928 5. Boyolali 26,25 59.411 2.263 6. Mojosongo 43,41 51.330 1.182 7. Teras 29,93 45.628 1.524 8. Sawit 17,23 32.996 1.915 9. Banyudono 25,37 45.194 1.781 10. Sambi 46,49 48.583 1.045 11. Ngemplak 38,52 70.861 1.839 12. Nogosari 55,08 60.524 1.099 13. Simo 48,04 43.633 908 14. Karanggede 41,75 40.570 972 15. Klego 51,87 45.907 885 16. Andong 54,52 61.924 1.136 17. Kemusu 99,08 46.310 467 18. Wonosegoro 92,99 54.734 589 19. Juwangi 79,99 35.057 438 Jumlah 1015,10 951.717 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 32) No
Kecamatan
Berdasarkan Tabel 7 diketahui kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Boyolali yaitu 2.263 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 terdapat di Kecamatan Juwangi yaitu 438 jiwa/km2. Kecamatan Boyolali memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi hal tersebut disebabkan Kecamatan Boyolali terletak pada pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali sehingga terletak pada pusat kegiatan ekonomi (perdagangan), dan pemerintahan sehingga penyediaan jumlah fasilitas pendidikan lebih banyak, di Kecamatan Boyolali sendiri terdapat 10 SMP dengan jumlah penduduk 51.330 jiwa, sedangkan jumlah penyediaan fasilitas pendidikan minimal hanya 4 SMP jadi dapat disimpulkan penyediaannya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah minimal yang seharusnya ada.
c.
Komposisi Penduduk Komposisi penduduk adalah gambaran susunan penduduk yang dibuat
berdasarkan pengelompokkan penduduk menurut karakteristik yang sama. 1)
Menurut jenis kelamin Jenis kelamin merupakan unsur penting karena berpengaruh terhadap tingkah laku
demografis maupun sosial ekonomi. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin per kecamatan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 8. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk menghitung besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan. Besarnya sex ratio dapat dihitung melalui rumus: Sex Ratio (SR) = x 100 Keterangan : SR
= rasio jenis kelamin
a
= jumlah penduduk laki-laki
b
= jumlah penduduk perempuan
Berdasarkan Tabel 8 diketahui jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Boyolali sebanyak 466.481 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 485.236 jiwa. Sex ratio =
x 100
= 96 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh angka sex ratio di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 adalah 96. Artinya bahwa disetiap 100 penduduk perempuan, terdapat 96 penduduk laki-laki. Berdasarkan Tabel 8 diketahui angka sex ratio paling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 kecil di Kabupaten Boyolali terdapat di Kecamatan Banyudono, Kecamatan Simo, dan Kecamatan Karanggede dengan angka sex ratio sebesar 93 artinya disetiap 100 penduduk perempuan terdapat 93 penduduk laki-laki. Angka sex ratio paling besar terdapat di Kecamatan Teras dengan angka sex ratio sebesar 99 artinya disetiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 Jenis Kelamin Sex Ratio Laki-laki % Perempuan % 1. Selo 13.059 2.8 13.786 2.8 95 2. Ampel 33.663 7.1 35.118 7.2 96 3. Cepogo 26.125 5.6 26.976 5.5 97 4. Musuk 29.233 6.3 31.095 6.4 94 5. Mojosongo 29.234 6.3 30.177 6.2 97 6. Boyolali 25.172 5.4 26.158 5.4 96 7. Teras 22.685 4.9 22.943 4.7 99 8. Sawit 16.330 3.5 16.666 3.4 98 9. Banyudono 21.779 4.7 23.415 4.8 93 10. Sambi 24.117 5.2 24.466 5.0 98 11. Ngemplak 34.895 7.5 35.966 7.4 97 12. Nogosari 29.491 6.3 31.033 6.4 95 13. Simo 21.072 4.5 22.561 4.6 93 14. Karanggede 19.567 4.2 21.003 4.3 93 15. Klego 22.545 4.8 23.362 4.8 96 16. Andong 30.360 6.5 31.564 6.5 96 17. Kemusu 22.825 4.9 23.485 4.8 97 18. Wonosegoro 26.972 5.8 27.762 5.7 97 19. Juwangi 17.357 3.7 17.700 3.6 98 Jumlah 466.481 100 485.236 100 96 Sumber: Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 34) No
2)
Kecamatan
Menurut Umur Komposisi penduduk menurut umur dapat memberikan gambaran mengenai
jumlah anak usia sekolah, juga dalam hal usia produktif dan non produktif. Infomasi mengenai penduduk menurut umur disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali yang terbesar menurut umur adalah kelompok umur 10-14 (9.2%) dan yang terendah adalah kelompok umur 55-59 (4.4%). Usia produktif di Kabupaten Boyolali yaitu kelompok umur 15-64 tahun sebesar 62.7% atau lebih dari setengah jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali, sedangkan usia non
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 produktif yaitu kelompok umur <15 dan > 64 tahun sebanyak 37.3%. Dari kelompok umur tersebut dapat diketahui jumlah penduduk usia sekolah di Kabupaten boyolali yaitu pada kelompok umur 5-19 tahun sebesar 239.274 jiwa atau 25.2%. Jika dilihat dari jenis kelamin perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama, meskipun jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No Kelompok Jenis kelamin Jumlah Umur Laki% Perempuan % Jiwa % (tahun) Laki 1. 0-4 38.110 8.2 33.044 6.8 71.154 7.5 2. 5-9 39.792 8.5 38.190 7.9 77.982 8.2 3. 10-14 46.324 9.9 41.826 8.6 88.150 9.3 4. 15-19 38.205 8.2 34.937 7.2 73.142 7.7 5. 20-24 39.368 8.4 37.218 7.6 76.586 8.1 6. 25-29 39.697 8.5 38.719 7.9 78.416 8.2 7. 30-34 36.852 7.9 42.409 8.7 79.261 8.3 8. 35-39 30.181 6.5 34.257 7.1 64.438 6.8 9. 40-44 31.302 6.7 39.399 8.1 70.701 7.4 10. 45-49 31.255 6.7 32.461 6.7 63.716 6.7 11. 50-54 24.302 4.0 24.600 5.1 48.902 5.1 12. 55-59 18.890 4.0 23.341 4.8 42.231 4.4 13. 60-64 21.225 4.5 22.127 4.6 43.352 4.5 14. > 64 30.978 6.6 42.708 8.8 73.686 7.7 Jumlah 466.481 100 485.236 100 951.717 100 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 35-39)
Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
Usia
Gambar 7. Grafik Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 3)
Menurut Pendidikan Komposisi penduduk menurut pendidikan adalah pengelompokkan penduduk
berdasarkan tingkat pendidikannya baik mereka yang belum sekolah maupun yang sudah menamatkan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan mencerminkan status sosial masyarakat, Pendidikan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pola pikir manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir dalam kehidupan bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga berhubungan dengan pemilihan jenis aktivitas di luar sektor pertanian, dengan mengetahui komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan suatu daerah dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengetahui potensi sumberdaya manusianya, yang merupakan modal pembangunan. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Penduduk Kabupaten Boyolali Usia Lima Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2009 Tidak / Belum SLTP SLTA SD (%) No Kecamatan Tamat SD (%) (%) (%) 1. Selo 3.9 3.4 1.6 0.8 2. Ampel 11.5 7.4 3.9 2.6 3. Cepogo 5.5 6.5 4.8 4.8 4. Musuk 9.2 6.4 3.6 3.5 5. Mojosongo 5.8 4.62 6.2 9.5 6. Boyolali 5.8 5.2 4.6 5.7 7. Teras 3.3 3.6 6.0 9.0 8. Sawit 3.1 2.8 3.6 5.2 9. Banyudono 4.9 3.9 5.2 5.8 10. Sambi 5.9 4.2 4.7 6.3 11. Ngemplak 5.3 7.4 10.3 8.8 12. Nogosari 6.0 6.6 7.4 5.6 13. Simo 2.0 4.0 6.7 6.8 14. Karanggede 2.2 4.8 5.6 6.0 15. Klego 4.9 5.8 4.3 3.0 16. Andong 8.2 5.4 6.8 5.4 17. Kemusu 1.8 8.0 5.7 3.3 18. Wonosegoro 3.6 7.1 6.8 6.3 19. Juwangi 6.3 2.8 2.0 1.4 Jumlah 100 100 100 100 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 45)
commit to user
PT (%) 0.6 2.3 4.4 4.9 7.2 13.3 7.2 3.3 0.4 4.3 6.6 4.6 15.4 3.6 3.9 4.2 2.3 3.2 1.5 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui penduduk Kabupaten Boyolali yang belum/tidak tamat SD paling tinggi terdapat di Kecamatan Ampel yaitu sebesar 31.244 jiwa (11.5%) sedangkan paling rendah terdapat di Kecamatan Kemusu yaitu sebesar 4.775 jiwa (1.8%). Untuk wajib belajar 9 tahun dan SLTA paling tinggi terdapat di Kecamatan Mojosongo sebanyak 35.415 jiwa (20.3%), disusul Kecamatan Wonosegoro sebanyak 39.981 jiwa (20.2%) sedangkan paling rendah terdapat di Kecamatan Selo yaitu sebanyak13.931 jiwa (5.8%). Tingkat lulusan SD sampai SLTA yang besar dapat diidentifikasikan bahwa kecamatan tersebut tingkat sadar akan pendidikan tinggi. Untuk penduduk yang tamat pendidikan tinggi paling besar terdapat di Kecamatan Simo sebesar 3.882 jiwa (15.4%), sedangkan yang paling rendah terdapat di Kecamatan Selo sebesar 154 jiwa (0.6%). Kecamatan Selo tingkat pendidikan penduduk yang tamat SD hingga diploma/perguruan tinggi presentasenya paling sedikit hal tersebut dapat pula disebabkan jumlah penduduknya yang paling sedikit di Kabupaten Boyolali. 4)
Komposisi penduduk Menurut Mata Pencaharian Komposisi penduduk menurut mata pencaharian adalah pengelompokkan
penduduk berdasarkan mata pencaharian. Komposisi ini dapat digunakan untuk melihat potensi dan sumberdaya penduduk yang ada pada suatu daerah. Klasifikasi mata pencaharian di Kabupaten Boyolali meliputi pertanian dan tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, pertanian lainnya, industri pengolahan, perdagangan, angkutan, jasa dan lainnya. Lainnya disini berarti mata pencaharian yang belum tercakup dalam jenis mata pencaharian yang telah disebutkan. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, pertanian tanaman pangan menjadi salah satu mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk di Kabupaten Boyolali yaitu sebanyak 244.493 jiwa atau 30.46% penduduk bekerja pada sektor ini, sedangkan paling sedikit terdapat pada sektor perikanan yaitu hanya 1.258 jiwa atau 0.15% penduduk yang bekerja pada sektor perikanan. Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tiap Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No 1.
Mata Pencaharian Pertanian tanaman pangan
Jumlah Jiwa 244.493
commit to user
% 30.46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Perkebunan 17.112 2.12 Perikanan 1.258 0.15 Peternakan 50.398 6.26 Pertanian lainnya 25.410 3.16 Industri pengolahan 42.591 5,31 Perdagangan 51.542 6.42 Angkutan 53.059 6.61 Jasa 7.177 0.82 Lainnya 315.459 39.3 Jumlah 802.581 100 Sumber: Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS, 2009: 47-48) Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009 350 300 250 200 150 100 50 0
Mata Pencaharian
Gambar 8. Grafik Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2009 Mata pencaharian lainnya disini meliputi Pegawai Negeri Sipil antara lain Guru, Pegawai Negeri Sipil untuk instansi pemerintah seperti Dinas Kesehatan, Bappeda, Dinas Koperasi dan UKM, Disperindar, Disnakertransos, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Satpol PP, Polri, TNI, dan lain-lain, pengusaha sedang/kecil, pertambangan/penggalian, perajin, pariwisata, dan buruh pabrik tekstil.
d.
Sarana Pendidikan Sarana pendidikan meliputi jumlah ketersediaan sarana pendidikan dari jenjang
SD, SMP, dan SMA baik negeri maupun swasta yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. Banyaknya jumlah sarana pendidikan didasarkan atas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 besarnya jumlah penduduk tertentu. Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12, Kabupaten Boyolali pada tahun 2009 memiliki 545 SD negeri, 19 SD Swasta, 53 SMP negeri, 37 SMP Swasta, 26 SMA negeri, dan 43 SMP Swasta. Dilihat dari jumlah sarana pendidikan jumlah gedung sekolah dasar terbanyak terdapat di Kecamatan Ampel dan Kecamatan Musuk dengan jumlah SD sebanyak 43 buah, sedangkan jumlah SD paling sedikit terdapat di Kecamatan Juwangi dengan 17 SD. Jumlah SMP paling banyak terdapat di Kecamatan Boyolali dengan 10 SMP, sedangkan jumlah SMP paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo dengan jumlah 2 SMP hal tersebut sebanding dengan jumlah penduduk di Kecamatan Selo yang paling sedikit di Kabupaten Boyolali. Jumlah SMA terbanyak terdapat di Kecamatan Mojosongo dengan 11 SMA, sedangkan paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Sawit. Jumlah sarana pendidikan tiap kecamatan disesuaikan dengan banyaknya jumlah penduduk. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar kebutuhan sarana pendidikan, sebaliknya semakin sedikit jumlah penduduk maka jumlah kebutuhan sarana pendidikan semakin sedikit. Jumlah penduduk juga berpengaruh terhadap lokasi sarana pendidikan. Tabel 12. Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 SD SMP SMA No Kecamatan Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 1. Selo 22 2 1 2. Ampel 41 2 4 5 1 4 3. Cepogo 34 1 3 1 1 4. Musuk 43 3 1 1 5. Mojosongo 27 4 4 4 7 6. Boyolali 36 1 6 4 1 2 7. Teras 24 3 1 3 8. Sawit 22 3 1 9. Banyudono 30 2 2 2 2 10. Sambi 32 2 2 3 1 2 11. Ngemplak 31 2 3 1 12. Nogosari 29 3 2 2 1 2 13. Simo 31 3 3 1 1 7 14. Karanggede 24 2 2 1 4 15. Klego 21 1 2 3 2 1 16. Andong 31 2 5 1 5 17. Kemusu 25 2 1 2 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 18. Wonosegoro 25 3 4 2 19. Juwangi 17 3 1 1 Jumlah 545 19 53 37 26 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 (BPS 2009: 73-81)
2 1 43
Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 50 45 40
SD Negeri dan Swasta
35 30 25 20 15
SMP Negeri dan Swasta SMA Negeri dan Swasta
10 5 0
Kecamatan Gambar 9. Grafik Distribusi Sarana Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
B. Hasil Penelitian 1.
Persebaran, Pola, dan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali a. Persebaran SMP
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui persebaran SMP yang ada di Kabupaten Boyolali adalah analisis spasial dengan menggunakan peta, sedangkan untuk pengambilan data lokasi SMP dengan menggunakan metode survey. Dalam penelitian ini peta digunakan sebagai media penyaji dalam menampilkan lokasi persebaran SMP, dalam penggambarannya di peta, SMP disimbolkan menggunakan titik (point) yang berarti satu titik pada peta menunjukkan satu SMP di permukaan bumi. Lokasi titik tersebut menggambarkan kedudukannya secara absolut di permukaan bumi. Lokasi absolut SMP di Kabupaten Boyolali diambil dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Untuk lebih jelasnya mengenai nama dan letak SMP yang ada di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 13 dalam Lampiran 1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 Untuk membantu penyajian data persebaran SMP di Kabupaten Boyolali digunakan suatu sistem yang disebut Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mengolah data atribut berupa titik lokasi SMP yang kemudian dimasukkan ke dalam peta dasar. Hasil akhir dari pengolahan data yang dilakukan menggunakan SIG berupa peta persebaran SMP di Kabupaten Boyolali. Penentuan jumlah titik berdasarkan jumlah populasi SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Jumlah SMP yang ada di kabupaten boyolali adalah 90 buah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persebaran SMP paling banyak di Kecamatan Boyolali dengan jumlah 10 SMP atau 11.1% dari jumlah seluruh SMP dengan jumlah penduduk 51.330 jiwa jumlah 10 SMP ketersediaannya melebihi dari kebutuhan minimal fasilitas pendidikan yang seharusnya ada, hal tersebut karena Kecamatan Boyolali terdapat di Ibukota Kabupaten Boyolali, sehingga Kecamatan Boyolali merupakan pusat dari segala kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan, sehingga daya tarik Kecamatan Boyolali dengan Kecamatan lain berbeda selain itu kepadatan penduduknya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain yang letaknya jauh dari pusat Kabupaten Boyolali kepadatan penduduknya menjadi lebih rendah. Kenampakan persebaran SMP dipeta lebih rapat pada kecamatan yang dekat dengan pusat Kabupaten Boyolali sedangkan SMP yang letaknya jauh dari pusat Kabupaten Boyolali persebarannya lebih menyebar. Seperti persebaran SMP di Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Cepogo persebarannya SMPnya pada peta lebih menyebar. Dilihat dari jumlah SMPnya, pada Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Cepogo mengalami kekurangan. untuk Kecamatan Ampel walaupun letaknya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali namun persebaran SMPnya pada peta lebih rapat dan jumlahnya melebihi dari kebutuhan minimal yang dibutuhkan penduduk di Kecamatan Ampel dengan jumlah penduduk 68.781 jiwa ketersediaan SMPnya sebanyak 9 SMP atau 10 % dari seluruh jumlah SMP di Kabupaten Boyolali, hal tersebut karena Kecamatan Ampel terletak pada wilayah perbatasan dengan Kabupaten Semarang sehingga Kecamatan Ampel merupakan wilayah yang dilalui jalur antarkota kabupaten yang ramai, kegiatan perekonomian Kecamatan Ampel menjadi lebih tinggi daripada kecamatan lain. Untuk lebih jelasnya persebaran SMP di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Peta 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
a.
Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali
Untuk mengetahui pola persebaran SMP digunakan analisis tetangga terdekat (nearest neighbor analysis). Metode ini digunakan untuk mengetahui pola persebaran suatu obyek yang diasumsikan sebagai titik (point). Objek kajian dari penelitan ini adalah SMP di Kabupaten Boyolali yang diasumsikan sebagai titik (point). Sebagai dasar dalam penghitungan indeks parameter tetangga terdekat dalam penelitian ini adalah peta pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali, peta ini merupakan hasil analisis antara persebaran SMP di Kabupaten Boyolali dan perhitungan parameter tetangga terdekat. Untuk menghitung pola persebaran SMP, Kabupaten Boyolali dibagi menjadi dua yaitu Kecamatan yang terdapat pada topografi bergunung dan dataran rendah. Pembagian wilayah
kecamatan
bertujuan
untuk
menyeragamkan
topografi
masing-masing
kecamatan. Kecamatan yang berada pada topografi bergunung meliputi: Kecamatan Ampel, Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, dan Kecamatan Musuk, keempat kecamatan tersebut terletak di lereng Gunung Merapi. Kecamatan yang berada pada topografi dataran rendah meliputi: Kecamatan Boyolali, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sawit, Kecamatan Sambi, Kecamatan
Ngemplak,
Kecamatan
Simo,
Kecamatan
Nogosari,
Kecamatan
Karangggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi. Adapun
rumus parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic) T
menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75) sebagai berikut :
Keterangan ; T
= indeks penyebaran tetangga-terdekat
Ju
= jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat
Jh
= jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 p
= Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N)
dibagi luas wilayah (A). Adapun perhitungan tetangga terdekat pada topografi bergunung sebagai berikut: Tabel 14. Jarak Tetangga Terdekat Antar SMP pada Topografi Bergunung di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
S
Titik (N) 1-2 2-1 3-4 4-3 5-4 6-7 7-8 8-9 9-10 10-9 11-10 12-13 13-14 14-13 15-16 16-17 17-16 18-17 Jumlah
Jarak (Km) 6,3 6,3 1,1 1,1 3,0 3,0 0,8 0,1 0,1 0,1 0,1 3,6 2,1 2,1 3,4 2,5 2,5 4,5 42.7
Lokasi (Kecamatan) Selo Selo Ampel Ampel Ampel Ampel Ampel Ampel Ampel Ampel Ampel Cepogo Cepogo Cepogo Musuk Musuk Musuk Musuk
Sumber: Hasil Perhitungan Tahun 2011
a. Perhitungan jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat pada topografi bergunung di Kabupaten Boyolali sebagai berikut: Ju
= 42.7/18 = 2.4 km Jadi jarak rata-rata yang diukur antara satu titik SMP dengan titik SMP
tetangganya yang terdekat pada topografi bergunung di Kabupaten Boyolali adalah 2.4 km b. Setelah menghitung Ju langkah selanjutnya adalah menghitung Jh. Untuk menghitung Jh maka perlu diketahui nilai p terlebih dahulu. Nilai p merupakan perbandingan antara jumlah titik SMP dan luas wilayah, dalam hal ini adalah jumlah titik SMP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 dengan laus wilayah kecamatan yang terletak pada topografi bergunung di Kabupaten Boyolali meliputi Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Selo, dan Kecamatan Musuk. Luas wilayah (A) sebesar 351,17 km 2 sedang jumlah titik SMP (N) sebanyak 18 titik. Perhitungannya sebagai berikut: p = N/A= 18/351.17= 0.05 Setelah diketahui nilai p kemudian dicari nilai Jh perhitungannya sebagai berikut: Jh = = = = = 2.3 Jadi nilai Jh adalah 2.3 c. Setelah diketahui nilai Ju dan Jh maka dapat dicari nilai T, perhitungannya sebagai berikut:
= 1.04 Jadi nilai T sebesar 1.04 Dengan demikian pola sebaran SMP pada topografi bergunung yang meliputi Kecamatan Ampel, Kecamatan Selo, Kecamatan, Cepogo, dan Kecamatan Musuk adalah pola persebaran acak (random). Masing-masing kecamatan pada topografi bergunung memiliki SMP masing-masing yang jumlah dan letaknya disesuaikan dengan banyaknya jumlah penduduk karena masing-masing kecamatan memiliki jumlah dan persebaran penduduk yang berbeda maka letak SMP tidak berdekatan antara kecamatan yang satu dengan yang lain. Tiap kecamatan memiliki satu atau beberapa SMP yang terletak di pusat pemerintahan dan beberapa terletak jauh dari pusat pemerintahan hal tersebut dalam rangka memeratakan fasilitas pendidikan. Setelah diketahui pola persebaran pada topografi bergunung kemudian dilakukan penghitungan indek tetangga terdekat untuk topografi dataran rendah. Cara yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 digunakan untuk menghitung indek tetangga terdekat pada topografi dataran rendah sama dengan penghitungan indek tetangga terdekat pada topografi bergunung. Untuk lebih jelas mengenai jarak tetangga terdekat titik SMP dengan titik SMP lain yang terdapat pada topografi dataran rendah dapat dilihat pada Tabel 15. a. Perhitungan jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat pada topografi dataran rendah di Kabupaten Boyolali sebagai berikut: Ju = 113.1/72 = 1.6 km Jadi jarak rata-rata yang diukur antara satu titik SMP dengan titik SMP tetangganya yang terdekat pada topografi dataran rendah di Kabupaten Boyolali adalah 1,6 km b. Setelah menghitung Ju langkah selanjutnya adalah menghitung Jh. Untuk menghitung Jh maka perlu diketahui nilai p terlebih dahulu. Nilai p merupakan perbandingan antara jumlah titik SMP dan luas wilayah, dalam hal ini adalah jumlah titik SMP dengan luas wilayah kecamatan yang terletak pada topografi dataran rendah di Kabupaten Boyolali meliputi Kecamatan Boyolali, Kecamatan Teras, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Banyudono,
Kecamatan
Sawit, Kecamatan Sambi,
Kecamatan Simo, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi. Luas wilayah (A) sebesar 812,19 km2 sedang jumlah titik SMP (N) sebanyak 72 titik. Perhitungannya sebagai berikut: p = N/A = 72/812,19 = 0.08 Setelah diketahui nilai p kemudian dicari nilai Jh perhitungannya sebagai berikut: Jh = = = = = 1.8 Jadi nilai Jh adalah 1.8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 c. Setelah diketahui nilai Ju dan Jh maka dapat dicari nilai T, perhitungannya sebagai berikut:
= 0.8 Jadi nilai T sebesar 0.8
Dengan demikian pola sebaran SMP di topografi dataran rendah yang meliputi Kecamatan Boyolali, Kecamatan Teras, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sawit, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi adalah pola persebaran mendekati acak (random) sebab dengan nilai 0,8 berarti angka tersebut mendekati angka 1, sedangkan T=1 menunjukkan bahwa pola persebaran objek adalah acak. Pola persebaran SMP pada topografi bergunung dan topografi dataran rendah sama yaitu acak, hal tersebut dikarenakan letak SMP pada suatu daerah bergantung pada besar dan persebaran jumlah penduduk tertentu sehingga letaknya mengikuti persebaran dan jumlah penduduknya. Pada pusat pemerintahan kabupaten jumlah SMP lebih banyak karena dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Hal tersebut karena pada pusat pemerintahan kepadatan penduduknya lebih besar dibandingkan pada daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali disajikan dalam Peta 3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Tabel 15. Jarak Tetangga Terdekat Antar SMP pada Topografi Dataran Rendah di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
Titik (N) 19-20 20-21 21-20 22-21 23-24 24-25 25-24 26-27 27-26 28-27 29-30 30-31 31-30 32-31 33-34 34-33 35-34 36-37 37-36 38-37 39-41 40-41 41-40 42-40 43-42 44-45 45-44 46-47 47-48 48-47 49-50 50-49 51-53 52-51 53-54 54-53
Jarak (Km) 3,1 0,6 0,6 0,6 0,6 0,2 0,2 0,5 0,5 1,0 2,2 1,3 1,3 2,8 0,2 0,2 1,7 1,2 1,2 1,9 2,4 1,4 1,4 1,4 1,5 1,1 1,1 2,4 0,3 0,3 0,9 0,9 3,6 4,7 0,8 0,8
Lokasi(Kecamatan ) Boyolali Boyolali Boyolali Boyolali Boyolali Boyolali Boyolali Boyolali Boyolali Boyolali Mojosongo Mojosongo Mojosongo Mojosongo Teras Teras Teras Sawit Sawit Sawit Banyudono Banyudono Banyudono Banyudono Sambi-Banyudono Ngemplak Ngemplak Ngemplak Ngemplak Ngemplak Sambi Sambi Nogosari Nogosari Nogosari Nogosari
No 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72.
Titik (N) 55-56 56-57 57-56 58-59 59-60 60-59 61-62 62-63 63-62 64-63 65-66 66-67 67-66 68-67 69-70 70-71 71-72 72-73 73-72 74-73 75-76 76-74 77-78 78-77 79-78 80-81 81-82 82-81 83-84 84-83 85-86 86-85 87-85 88-89 89-90 90-89 Jumlah
Sumber: Hasil Perhitungan Tahun 2011
commit to user
Jarak (Km) 3,2 1,8 1,8 1,2 1,0 1,0 3,6 0,4 0,4 1,4 1,5 0,8 0,8 3,7 1,8 0,8 0,4 0,3 0,3 1,4 5,9 2,8 1,1 1,1 4,8 1,9 0 0 1,3 1,3 5,1 5,1 5,3 1,3 0,8 0,8 113,1
Lokasi(Kecamatan) Sambi Sambi-Simo Simo-Sambi Simo Simo Simo Karanggede Karanggede Karanggede Karanggede Klego Klego Klego Klego Andong Andong Andong Andong Andong Andong Andong-Klego Klego-Andong Kemusu Kemusu Kemusu Wonosegoro Wonosegoro Wonosegoro Wonosegoro Wonosegoro Wonosegoro Wonosegoro Juwangi-Wonosegoro Juwangi Juwangi Juwangi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
b.
Jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali
Untuk mengetahui jangkauan SMP menggunakan analisis dari parameter aksesibilitas, jadi jangkauan SMP dilihat dari tingkat aksesibilitas menuju SMP. Parameter aksesibilitas yang digunakan adalah jarak, jalan, dan angkutan. jaringan jalan erat hubungannya dengan transportasi antar satu tempat dengan tempat lain yang dapat dicapai melalui jalan kendaraan bermotor. Salah satu cara untuk membandingkan jaringan jalan dari dua wilayah adalah menggunakan angka sinklomatik. Angka siklomatik adalah jumlah mata rantai dikurangi jumlah titik ditambah dengan jumlah subgrap. Jumlah mata rantai di Kabupaten Boyolali adalah 27 sedangkan jumlah titiknya adalah 19 (kecamatan) dan jumlah subgrapnya adalah 1, setelah dilakukan penghitungan diketahui bahwa angka siklomatik di Kabupaten Boyolali sebesar 7, jadi dapat disimpulkan bahwa jaringan jalannya rapat, sehingga transportasi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali lebih mudah. Untuk jangkauan SMP dihitung dengan melakukan skoring dari unsur aksesibilitas Berdasarkan unsur tersebut aksesibilitas dikelompokkan menjadi tiga yaitu mudah terjangkau, cukup terjangkau, dan sulit terjangkau. Kelas interval diperoleh dengan cara mengurangi skor tertinggi dengan skor terendah dan dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan, sedangkan total skor diperoleh dengan menjumlahkan ketiga unsur aksesibilitas. Dalam penelitian ini, satuan analisisnya adalah SMP, dengan mengetahui aksesibilitas SMP maka dapat diketahui jangkauan dari tiap SMP. Untuk lebih jelas mengenai skoring unsur aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Pedoman skor aksesibilitas menuju SMP Unsur Aksesibilitas Jarak
Kriteria 0,001 km 1,62 km 1,63 km 3,25 km 3,26 km 4,88 km Jalan Arteri Kolektor Lokal Lain Angkutan menuju SMP Minibus Angkudes Roda dua Sumber : Tarigan (2010: 104) dan Sugiyanto (2004: 43) dimodifikasi
commit to user
Skor 3 2 1 4 3 2 1 3 2 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 Berdasarkan tiga parameter di atas ditentukan kelas aksesibilitasnya dengan cara menjumlahkan skor hasil pengamatan lapangan dari masing-masing parameter. Untuk memudahkan klasifikasi, aksesibilitas dibagi menjadi 3 kelas dengan cara interval. Rumus yang dipakai adalah I= R/K, di mana I= Interval Kelas, R= Jumlah Skor tertinggiskor terendah. K= jumlah kelas. I = (10-3)/3= 7/3 = 2,33 Tabel 17. Jumlah Skor dan Kelas Aksesibilitas Menuju SMP No
Jumlah Skor Unsur Aksesibilitas
1 3-5 2 6 8 3 9 11 Sumber : Hasil Penghitungan Tahun 2011
Kelas Aksesibilitas Mudah Terjangkau Cukup Terjangkau Sulit Terjangkau
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui tingkat jangkauan masing-masing SMP, untuk penghitungan jangkauan SMP lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 18 dalam Lampiran 2. klasifikasi jangkauan sebagai berikut: a.
SMP Mudah Terjangkau SMP mudah terjangkau memiliki skor 9-10, faktor yang memudahkan jangkauan
antara lain jaraknya dekat, transportasi mudah berada di jalan arteri dan dilewati oleh minibus. Penduduk disekitar SMP tidak mengalami hambatan yang berarti dalam mendatangi SMP khususnya dalam hal aksesibilitas. SMP yang termasuk dalam kategori mudah terjangkau terdapat 10 SMP Meliputi: SMP N 1 Andong, SMP N 2 Boyolali, SMP N 1 Cepogo, SMP N 1 Karanggede, SMP N 1 Klego, SMP N 3 Sawit, SMP N 1 Selo, SMP N 2 Teras, SMP Bhinneka Karya Andong, dan SMP Muhammadiyah Klego.
a. SMP N 2 Boyolali b. SMP N 1 Selo Gambar 10: SMP Mudah Terjangkau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
b.
SMP Cukup Terjangkau SMP cukup terjangkau memiliki skor 6-8, dengan jarak SMP agak jauh dari jalan
lokal namun masih dilewati oleh angkutan umum berupa minibus dan angkudes sehingga tidak ada hambatan yang berarti dalam mendatangi SMP.
SMP cukup terjangkau
meliputi : SMP N 1 Ampel, SMP N 2 Ampel, SMP N 3 Ampel, SMP N 2 Andong, SMP N 2 Banyudono, SMP N 1 Banyudono, SMP N 1 Boyolali, SMP N 3 Boyolali, SMP N 4 Boyolali, SMP N 5 Boyolali, SMP N 6 Boyolali, SMP N 2 Cepogo, SMP N 1 Juwangi, SMP N 2 Juwangi, SMP N 2 Karanggede, SMP N 1 Kemusu, SMP N 2 Kemusu, SMP N 2 Mojosongo, SMP N 4 Mojosongo, SMP N 3 Mojosongo, SMP N 1 Mojosongo, SMP N 1 Musuk, SMP N 2 Musuk, SMP N 1 Ngemplak, SMP N 2 Ngemplak, SMP N 1 Nogosari, SMP N 2 Nogosari, SMP N 2 Sambi, SMP N 1 Sambi, SMP N 2 Sawit, SMP N 1 Sawit, SMP N 2 Selo, SMP N 2 Simo, SMP N 3 Simo, SMP N 1 Simo, SMP N 3 Teras, SMP N 1 Teras, SMP N Terbuka Wonosegoro, SMP Muhammdiyah 3 Ampel, SMP Islam Sudirman Ampel, SMP PGRI Ampel, SMP Darul Fikr Andong, SMP Bhakti Karya Andong, SMP Muhammduyah 10 Andong, SMP Bhinneka Karya Banyudono, SMP Muhammadiyah 7 Banyudono, SMP Bhinneka Karya Boyolali, SMP Katholik Slamet Riyadi Boyolali, SMPLB(ABC) YKAB boyolali, SMP Muhammadiyah 1 Progranm Khusus, SMP Islam Sudirman Juwangi, SMP Gagatan Karanggede, SMP Bhinneka Karya Kemusu, SMP Bhinneka Karya Klego, SMP Bhinneka Karya Musuk, SMP Islam Ngemplak, SMP Nurul Islam Ngemplak, SMP Muhammadiyah 9 Ngemplak, SMP Bhinneka Karya Nogosari, SMP Muhammdiyah 14 Sambi, SMP Karya Dharma Veteran Sambi, SMP Muhammadiyah 2 Simo, SMP Muhammadiyah Wonosegoro, SMP NU 1Wonosegoro, dan SMP Muhammadiyah 5 Wonosegoro.
a. SMP N 3 Boyolali b. SMP N 4 Mojosongo Gambar 11: SMP Cukup Terjangkau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
c.
SMP Sulit Terjangkau SMP sulit dijangkau memiliki skor 3-5, faktor yang mempengaruhi adalah jarak
yang jauh dari jalan lokal, kesulitan transportasi karena tidak dilewati oleh angkutan umum, dan hanya ada kendaraan roda dua. SMP sulit dijangkau meliputi : SMP N 4 Ampel Satu Atap, SMP N 3 Cepogo Satu Atap, SMP N 3 Juwangi Satu Atap, SMP N 3 Musuk Satu Atap, SMP N 2 Wonosegoro, SMP Samaratungga Ampel, dan SMP NU 2 Wonosegoro. Semua SMP Satu Atap sulit dijangkau sesuai dengan konsep SMP Satu Atap yaitu SMP bantu yang berada di tempat terpencil agar masyarakat di daerah terpencil dapat menempuh pendidikan tanpa terkendala transportasi, karena itu SMP Satu Atap dekat/berada di daerah terpencil.
a. SMP Samaratungga Ampel
b. SMP N 3 Cepogo (Satu Atap)
Gambar 12: SMP Sulit Terjangkau
2. Penyediaan Fasilitas Sekolah Menengah Pertama Penyediaan Fasilitas pendidikan didasarkan atas besarnya jumlah penduduk. Lokasi fasilitas pendidikan dapat berdekatan satu sama lain karena didasarkan atas kebutuhan minimal pada jumlah penduduk tertentu bukan pada jarak tiap fasilitas pendidikan. Kategori sekolah di Kabupaten Boyolali dibagi menjadi 4 yaitu: SMP Negeri, SMP Swasta, SMP Satu Atap, dan SMPLB. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 Tabel 19. Persebaran SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No
Kecamatan
SMP Negeri 1. Selo 2 2. Ampel 4 3. Cepogo 2 4. Musuk 2 5. Mojosongo 4 6. Boyolali 6 7. Teras 3 8. Sawit 3 9. Banyudono 2 10. Sambi 2 11. Ngemplak 2 12. Nogosari 2 13. Simo 3 14. Karanggede 2 15. Klego 2 16. Andong 2 17. Kemusu 2 18. Wonosegoro 3 19. Juwangi 2 Jumlah 51 Sumber : Data Primer Tahun 2011
Jumlah Gedung SMP SMP Swasta SMP Satu Atap 5 1 1 1 3 2 3 3 2 1 2 3 5 1 3 1 1 1 34 4
SMPLB 1 1
Ketersediaan fasilitas pendidikan di suatu wilayah tidak terlepas dari jumlah penduduk yang dilayani pada suatu daerah tertentu, jumlah penduduk yang padat membutuhkan sekolah menengah pertama yang banyak begitu pula sebaliknya jumlah penduduk yang sedikit membutuhkan Sekolah Menengah Pertama yang sedikit pula. Sebelumnya telah diketahui jumlah murid terbanyak di Kabupaten Boyolali terdapat di Kecamatan Mojosongo dengan jumlah Sekolah Menengah Pertama sebanyak 8 buah dan jumlah penduduk 59.411 jiwa, sebaliknya jumlah murid paling sedikit di Kabupaten Boyolali terdapat di Kecamatan selo dengan jumlah penduduk 958 jiwa dan jumlah sekolah menengah pertama sebanyak 2 buah. Untuk lebih lengkap mengenai kecukupan jumlah Sekolah Menengah Pertama perlu diketahui kriteria penentuan kecukupan fasilitas
untuk 1 SMP melayani 12.000 jiwa, apabila kriteria tersebut terpenuhi maka ketersediaan SMP dinyatakan cukup, sebaliknya apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi maka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 ketersediaan SMP dinyatakan tidak cukup. Untuk lebih jelas mengenai tingkat kecukupan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Tingkat Kecukupan Fasilitas SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Jumlah Jumlah Minimal Jumlah Fasilitas Penduduk Jumlah Tingkat No Kecamatan Penduduk Pendidikan yang Kecukupan Fasilitas (jiwa) yang Tidak Pendidikan Tersedia Terlayani 1. Selo 26.845 3 2 2.845 Tidak Cukup 2. Ampel 68.781 6 9 0 Cukup 3. Cepogo 53.101 5 3 17.101 Tidak Cukup 4. Musuk 60.328 5 4 12.328 Tidak Cukup 5. Mojosongo 59.411 5 4 11.411 Tidak Cukup 6. Boyolali 51.330 4 10 0 Cukup 7. Teras 45.628 4 3 9.628 Tidak Cukup 8. Sawit 32.996 3 3 0 Cukup 9. Banyudono 45.194 4 4 0 Cukup 10. Sambi 48.583 4 5 0 Cukup 11. Ngemplak 70.861 6 5 10.861 Tidak Cukup 12. Nogosari 60.524 5 4 12.524 Tidak Cukup 13. Simo 43.633 4 4 0 Cukup 14. Karanggede 40.570 4 4 0 Cukup 15. Klego 45.907 4 5 0 Cukup 16. Andong 61.924 5 7 0 Cukup 17. Kemusu 46.310 4 3 10.310 Tidak Cukup 18. Wonosegoro 54.734 5 7 0 Cukup 19. Juwangi 35.057 3 4 0 Cukup Jumlah 951.717 83 90 87.008 Sumber : Kabupaten Boyolali dalam Angka Tahun 2009 Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui kecamatan yang memiliki ketersediaan SMP sudah cukup adalah Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, dan Kecamatan Wonosegoro. Kecamatan yang memiliki ketersediaan SMP belum cukup yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi. Untuk lebih jelas mengenai kecukupan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Peta 5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 Sejalan tingkat kecukupan SMP di Kabupaten Boyolali maka perlu diketahui pula persebaran jumlah murid SMP. Siswa SMP umumnya berusia 13-15 tahun. Data mengenai jumlah anak usia SMP dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Jumlah Murid menurut Jenis Kelamin dan Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
No
Kecamatan
Murid Menurut Jenis Kelamin
Murid Menurut Usia
Jumlah >13 13-15 <15 Tahun Tahun Tahun 1. Selo 486 472 87 841 30 958 2. Ampel 1,371 1,402 459 2,198 116 2,773 3. Cepogo 581 593 278 877 19 1,174 4. Musuk 693 747 365 1,041 34 1,440 5. Mojosongo 1,972 1,969 745 2,855 341 3,941 6. Boyolali 1,340 1,274 405 2,096 113 2,614 7. Teras 923 965 277 1,494 117 1,888 8. Sawit 1,101 950 365 1,617 69 2,051 9. Banyudono 804 834 315 1,220 103 1,638 10. Sambi 818 741 458 1,095 6 1,559 11. Ngemplak 1,082 1,169 277 1,832 142 2,251 12. Nogosari 659 557 311 875 30 1,216 13. Simo 973 998 425 1,353 193 1,971 14. Karanggede 691 629 310 970 40 1,320 15. Klego 881 771 465 1,145 42 1,652 16. Andong 1,038 1,004 468 1,481 93 2,042 17. Kemusu 586 553 40 1,031 68 1,139 18. Wonosegoro 1,009 1,045 403 1,546 105 2,054 19. Juwangi 1,057 902 553 1,264 142 1,959 Jumlah 18,065 17,575 7.006 26.831 1.803 35.640 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Laki-laki
Perempuan
Berdasarkan Tabel 21, diketahui jumlah siswa paling banyak terdapat di Kecamatan Mojosongo yaitu 3,941 murid dengan jumlah fasilitas gedung SMP di kecamatan Mojosongo sebanyak 8 buah dengan rincian 2 SMP Negeri dan 6 SMP swasta. Jumlah murid paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo yaitu 958 murid dengan jumlah fasilitas gedung SMP sebanyak 2 buah dengan rincian 2 SMP Negeri dan tidak memiliki SMP swasta. Jumlah murid di Kabupaten Boyolali disajikan pula pada Peta 6.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 Dalam lampiran Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007, tentang Standar Sarana dan Prasarana, Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: 1. Ruang kelas, 2. Ruang perpustakaan, 3. Ruang laboratorium IPA, 4. Ruang pimpinan, 5. Ruang guru, 6. Ruang tata usaha, 7. Tempat beribadah, 8. Ruang konseling, 9. Ruang uks, 10. Ruang organisasi kesiswaan, 11. Jamban, 12. Gudang, 13. Ruang sirkulasi, 14. Tempat bermain/berolahraga. Untuk mengetahui ketersediaan prasarana berdasarkan standar baku maka dilakukan pengecekan ke lapangan (survey), dikarenakan jumlah populasi yang banyak maka pengecekan ketersediaan prasarana ke lapangan menggunakan sampel. Data SMP yang heterogen akan dibagi menjadi beberapa strata kemudian dari masing-masing strata tersebut kemudian diambil beberapa sampel. SMP diklasifikasikan menjadi 2 kelas yaitu SMP Negeri dan SMP Swasta. Masing-masing kelas dikelompokkan lagi berdasarkan akreditasinya. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai klasifikasi SMP dapat dilihat pada Tabel 22 dan Tabel 23 pada Lampiran 3 dan 4 . Berdasarkan Tabel 24 pada Lampiran 5, dari sampel SMP negeri dengan akreditasi A yang diambil diketahui bahwa prasarananya sudah lengkap. SMP negeri dengan akreditasi B prasarananya pun lengkap, sedangkan akreditasi C untuk tahun 2009 tidak ada, sedangkan untuk SMP negeri yang belum terakreditasi prasarananya sudah lengkap. Lengkap disini memiliki pengertian bahwa semua standar prasarana yang disebutkan dalam Lampiran Peraturan Menteri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 Pendidikan Nasional Nomer 24 Tahun 2007 telah ada di SMP tersebut dan telah memenuhi kriteria. Berdasarkan Tabel 25 pada Lampiran 6, dari sampel SMP swasta dengan akreditasi B diketahui bahwa prasarananya belum lengkap. SMP swasta dengan akreditasi C belum lengkap, dan SMP swasta belum terakreditasi prasarananya juga belum lengkap. Belum lengkap disini memiliki pengertian bahwa SMP tersebut belum memiliki prasarana sesuai dengan standar yang disebutkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 24 Tahun 2007, atau prasarananya sudah ada namun tidak memenuhi kriteria. Berdasarkan hasil sampel baik dari SMP negeri maupun SMP swasta diketahui bahwa terjadi perbedaan antara SMP negeri dan SMP swasta dalam penyediaan prasarana pendidikan meskipun akreditasinya sama. Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi masyarakat dalam memilih sekolah.
2.
Daya Layan Fasilitas Pendidikan
Dalam mengukur daya layan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali dilakukan penilaian dengan menggunakan metode pelayanan (Function Of Availability) atau metode daya layan yang akan digunakan untuk mengetahui tingkat daya layan fasilitas sekolah menengah pertama. Dalam perhitungan daya layan SMP ini penulis beranggapan bahwa semua anak usia sekolah SMP bersekolah di sekolah yang ada di Kecamatan mereka masing-masing dan tidak menghiraukan faktor lain yang menjadikan anak usia SMP untuk bersekolah di SMP yang ada di Kecamatan tetangganya. Untuk mengukur daya layan fasilitas pendidikan variabel yang digunakan adalah jumlah sekolah, ruang kelas, guru, kelas dan murid. Pengukuran variabel antara lain rasio jumlah sekolah/sekolah minimal, rasio ruang kelas/ruang minimal, rasio guru/ murid, dan rasio murid/ kelas. Hasil rasio tersebut kemudian diskoring untuk mengetahui daya layan tersebut apakah tinggi, cukup, atau rendah. Berikut data mengenai jumlah sekolah,ruang kelas, guru, dan kelas di Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 Tabel 26. Jumlah Sekolah, Ruang Kelas, Guru, Ruang Kelas, dan Murid di Kabupaten Boyolali Tahun 2009 Ruang Kelas Guru Murid Kelas 1. Selo 2 30 22 958 60 2. Ampel 9 89 81 2,773 203 3. Cepogo 3 33 32 68 1,174 4. Musuk 4 37 39 101 1,440 5. Mojosongo 4 133 114 284 3,941 6. Boyolali 10 55 71 2,614 160 7. Teras 3 51 52 1,888 124 8. Sawit 3 56 54 2,051 137 9. Banyudono 4 53 47 120 1,638 10. Sambi 5 51 47 124 1,559 11. Ngemplak 5 78 64 165 2,251 12. Nogosari 4 42 39 127 1,216 13. Simo 4 57 55 1,971 158 14. Karanggede 4 49 39 1,320 97 15. Klego 5 50 48 139 1,652 16. Andong 7 63 61 190 2,042 17. Kemusu 3 28 28 72 1,139 18. Wonosegoro 7 60 51 141 2,054 19. Juwangi 4 51 52 1,959 104 Jumlah 90 1.066 996 2574 35.640 Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Boyolali Tahun 2009 No
Kecamatan
Sekolah
menggunakan rumus sebagai berikut:
a.
Rasio jumlah sekolah/sekolah minimal : Sekolah minimal (SMP) : jumlah penduduk : 12.000 Contoh : Rasio jumlah / sekolah minimal di Kecamatan Selo = = 2/ 2.23 = 0.89 = 0.9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 b.
Rasio Ruang Kelas/Ruang Kelas Minimal : Ruang kelas minimal (SMP) : jumlah sekolah x 6 Contoh : Rasio ruang kelas/ ruang kelas minimal di Kecamatan Selo =
= 30/12 = 2.5 c.
Rasio Murid/Guru : Contoh :
= 15.96 = 16 d.
Rasio Murid/Kelas :
= 43.54 = 44 Setelah diketahui besar daya layan tiap variabel langkah selanjutnya dilakukan skoring untuk tiap nilai daya layan dari masing-masing variabel. Untuk lebih jelas mengenai nilai daya layan tiap variabel dan skoringnya dapat dilihat pada Tabel 27. Pengukuran variabel daya layan (pelayanan) tiap kecamatan di Kabupaten Boyolali lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 7. Asumsi yang digunakan dalam penentuan skor adalah semakin besar nilai daya layan maka semakin besar skornya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 Tabel 27. Tabel Daya Layan Fasilitas Pendidikan Jenjang SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Selo Ampel Cepogo Musuk Mojosongo Boyolali Teras Sawit Banyudono Sambi Ngemplak Nogosari Simo Karanggede Klego Andong Kemusu Wonosegoro Juwangi Jumlah
Sek 0.9 1.56 0.67 0.79 0.8 2.34 0.78 1.09 1.06 1.23 0.84 0.79 1.1 1.18 1.30 1.35 0.77 1.53 1.33 22.97
Daya Layan R. Kelas Murid 2.5 15.96 1.64 13.66 1.83 17.26 1.12 14.25 5.54 13.87 0.91 16.33 2.12 15.22 2.33 14.79 2.20 13.65 1.7 12.57 2.6 13.64 1.75 9.57 2.37 12.47 2.04 13.60 1.66 11.88 1.5 10.74 1.55 16.56 1.42 14.56 2.12 18.83 38.9 269.41
Kelas 43.54 34.23 36.68 36.92 34.57 36.81 36.30 37.98 34.85 33.17 35.17 31.17 35.83 33.84 34.41 33.47 40.67 40.27 37.67 687.55
Sek 1 2 1 1 1 3 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 2 29
Skor R. Kelas Murid 2 3 1 3 1 3 1 2 3 2 1 3 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 2 1 3 23 39
kelas 3 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 1 3 3 2 34
Total skor 9 7 7 6 7 9 6 6 5 5 7 4 5 6 5 5 8 8 8 125
Kategori Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
Sumber : hasil perhitungan Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan kategori daya layan sebagai berikut: 1.
Daya layan sekolah Nilai tertinggi-nilai terendah 3 =
2.34 - 0.67 3
= 0.55 1.22
=1
kategori rendah
1.23 1.78
=2
kategori sedang
2.34
=3
kategori tinggi
Kelas : 0.67
1.79 2.
Daya layan ruang kelas Nilai tertinggi-nilai terendah 3 = 5.54 - 0.91 3 = 1.54
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 Kelas : 0.91
3.
2.45
=1
kategori rendah
2.46 4.00
=2
kategori sedang
4.01 5.55
=3
kategori tinggi
Murid Nilai tertinggi-nilai terendah 3 = 18.83 - 9.57 3 = 3.08 =1
kategori rendah
12.66 15.74 = 2
kategori sedang
15.75 18.83 = 3
kategori tinggi
Kelas : 9.57
4.
12.65
Kelas Nilai tertinggi-nilai terendah 3 = 43.54 - 31.17 3 = 4.12 Kelas : 31.17 35.29 = 1
kategori rendah
35.30 39.42 = 2
kategori sedang
39.43 43.55 = 3
kategori tinggi
Reklas Nilai tertinggi-nilai terendah 3 =
9-4 3
= 1.67 Kelas : 4 5.67
=1
kategori rendah
5.68 7.35
=2
kategori sedang
7.36 9.03
=3
kategori tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 Berdasarkan Tabel 27 diketahui daya layan fasilitas pendidikan di Kabupaten Boyolali, daya layan sekolah di beberapa kecamatan masih kurang hal tersebut ditunjukkan dengan nilai daya layan yang kurang dari satu, meliputi Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Dan Kecamatan Kemusu sedangkan Kecamatan Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Simo, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi nilai daya layan lebih dari satu yang berarti daya layan sekolahnya sudah cukup. Namun daya layan ruang kelas di Kabupaten Boyolali hampir semua cukup kecuali di Kecamatan Boyolali sehingga di Kabupaten Boyolali perlu adanya penambahan ruang kelas, sedangkan untuk daya layan kelas jika dirata-rata tiap kecamatan adalah 15 murid per guru, dan daya layan kelas menampung rata-rata 35 murid. Daya layan fasilitas pendidikan jenjang SMP dari hasil perhitungan menunjukkan adanya perbedaan nilai daya layan dari satu kecamatan dengan kecamatan lain. Distribusi daya layan fasilitas pendidikan jenjang SMP di Kabupaten Boyolali sebagai berikut: a)
Kategori rendah Faktor yang mempengaruhi adalah daya layan sekolah yang belum memenuhi dilihat dari skornya yang kurang dari 1, daya layan ruang kelas yang rendah, dan rasio murid per kelas yang kecil. Kecamatan yang termasuk kedalam kategori rendah meliputi: Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Simo, Kecamatan Klego, dan Kecamatan Andong.
b)
Kategori sedang Faktor yang mempengaruhi meliputi daya layan ruang kelas dan rasio murid per kelas yang rendah. Kecamatan yang termasuk kedalam kategori sedang meliputi: Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Sawit, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, dan Kecamatan Karanggede.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 c)
Kategori tinggi Faktor yang mempengaruhi meliputi daya layan sekolah yang sudah memenuhi, daya layan ruang kelas yang tinggi, rasio murid per kelas yang tinggi dan rasio murid per guru yang tinggi. Kecamatan yang termasuk kedalam kategori tinggi meliputi: Kecamatan Selo, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Juwangi. Perbedaan daya layan fasilitas pendidikan disebabkan antara lain karena
penyediaan fasilitas pendidikan pemanfaatannya berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan lain. Pemanfaatan fasilitas pendidikan yang optimal akan menyebabkan daya layan fasilitas pendidikan menjadi tinggi sedangkan fasilitas pendidikan yang pemanfaatanya kurang optimal maka daya layannya menjadi rendah. Misalnya di Kecamatan juwangi dengan jumlah sekolah sebanyak 3 SMP, jumlah sekolah sudah memenuhi kebutuhan minimal jumlah penduduk dengan penyediaan ruang kelas yang sudah memenuhi jumlah kebutuhan minimal ruang kelas, jumlah murid per kelas yang besar dan jumlah murid per guru yang besar pula sekitar antra 15-30 murid per guru, sehingga daya layannya termasuk kedalam kategori tinggi. Pemanfaatan fasilitas pendidikan yang kurang optimal misalnya di Kecamatan Ngemplak dengan jumlah fasilitas pendidikan sebanyak 5 SMP, penyediaan fasilitas pendidikannya belum mencukupi namun penyediaan ruang kelasnya sudah mencukupi kebutuhan minimal, jumlah murid per guru yang tidak terlalu besar berkisar antara 12-15 murid per kelas dengan rasio jumlah murid per kelas antara 35-39 murid per kelas, sehingga daya layannya termasuk kedalam kategori sedang. Daya layan yang rendah disebabkan penyediaan fasilitas pendidikan yang belum memenuhi kebutuhan dengan rasio jumlah ruang kelas dengan kebutuhan minimal ruang kelas yang rendah, jumlah murid per guru yang sedikit antara 9-12 murid per guru dan jumlah murid per kelas yang sedikit pula antara 31-35 murid per kelas, sehingga daya layannya termasuk kedalam kategori rendah. Untuk lebih lengkap mengenai distribusi daya layan fasilitas pendidikan jenjang SMP dapt dilihat pada Peta 7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan pada BAB IV dapat disimpulkan bahwa: 1.
Persebaran, pola, dan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali Tahun 2011 sebagai berikut: a. Distribusi SMP paling banyak terdapat di Kecamatan Boyolali dengan jumlah SMP sebanyak 10 SMP atau 11.1 % dari seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali, kemudian disusul oleh Kecamatan Ampel yang memiliki 9 SMP atau 10% dari seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali, jumlah SMP paling sedikit terdapat di Kecamatan Selo dengan jumlah SMP 2 SMP atau 2.2% dari seluruh SMP yang ada di Kabupaten Boyolali. Kecamatan Selo hanya memiliki 2 SMP, hal tersebut sejalan dengan jumlah penduduk Kecamatan Selo yang paling rendah di Kabupaten Boyolali yaitu sebanyak 26.845 jiwa atau 2.82% dari seluruh penduduk di Kabupaten Boyolali, begitu pula dengan
Kecamatan Boyolali dan Kecamatan Ampel yang memiliki
jumlah SMP yang banyak seiring dengan jumlah penduduk yang besar, masing-masing Kecamatan Boyolali 59.411 jiwa sedangkan Ampel 68.781 jiwa. b. Pola persebaran SMP di Kabupaten Boyolali pada topografi bergunung adalah acak (random) dengan nilai T sebesar 1.04, sedangkan pola persebaran SMP pada topografi dataran rendahjuga acak (random) dengan nilai T sebesar 0,8. c. Jangkauan SMP di
Kabupaten Boyolali dilihat dari unsure aksesibilitas.
Aksesibilitas sendiri dibagi menjadi
tiga
kategori yaitu SMP Mudah
terjangkau, SMP cukup terjangkau, dan SMP sulit terjangkau .Terdapat 10 SMP (11.1%) mudah terjangkau, 73 SMP (81.1%) cukup terjangkau, dan 7 SMP sulit terjangkau (7.7%). 2.
Ketersediaan SMP dilihat dari tingkat kecukupan SMP untuk tiap kecamatan. Kecukupan SMP tertinggi terdapat di Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, 77 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan
Karanggede,
Kecamatan
Klego,
Kecamatan
Andong,
dan
KecamatanWonosegoro yaitu semua penduduk terlayani, sedangkan kecukupan terendah terdapat di Kecamatan Cepogo dengan 17.101 penduduk tidak terlayani. Ketersediaan prasarana SMP berdasarkan standar baku untuk SMP negeri sudah lengkap baik untuk SMP negeri dengan akreditasi A, B, maupun belum terakreditasi, sedangkan untuk SMP Swasta belum lengkap baik untuk SMP Swasta dengan akreditasi B,C, maupun belum terakreditasi. 3.
Berdasarkan penghitungan variabel dayalayan beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali jumlah sekolahnya belum memenuhi kebutuhan meliputi: Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi, sedangkan kecamatan lainnya sudah memenuhi kebutuhan minimal. Daya layan ruang kelas di Kabupaten Boyolali hampir semua cukup kecuali di Kecamatan Boyolali sehingga di Kabupaten Boyolali perlu adanya penambahan ruang kelas, sedangkan untuk daya layan kelas jika dirata-rata tiap kecamatan adalah 15 murid per guru, dan daya layan kelas menampung rata-rata 35 murid.
B. 1.
Implikasi
Dengan mengetahui persebaran, pola, dan jangkauan SMP di Kabupaten Boyolali dapat dijadikan acuan untuk pemilihan lokasi dalam mendirikan fasilitas pendidikan khususnya SMP dan dijadikan sebagai bahan acuan kebijakan dalam hal pendirian SMP.
2.
Dengan mengetahui persebaran, pola, jangkauan, ketersediaan, dan daya layan SMP di Kabupaten Boyolali dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih SMP.
3.
Penyajian informasi SMP dalam bentuk peta akan lebih mempermudah dalam pengambilan keputusan dalam peningkatan layanan pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 C. 1.
Saran
Perlu penambahan ruang kelas di beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali, kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Teras, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi, sedangkan untuk Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong,
dan Kecamatan Wonosegoro tidak
memerlukan penambahan ruang kelas karena SMP yang ada saat ini sudah memenuhi kebutuhan. 2.
Perlu penambahan prasarana pendidikan di SMP Swasta di Kabupaten Boyolali baik untuk SMP Swasta dengan akreditasi B, C, maupun belum terakreditasi.
3.
Beberapa SMP Swasta di Kabupaten Boyolali memiliki jumlah murid dan jumlah prasarana yang memprihatinkan sehingga perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
commit to user