ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DENGAN VALUE STREAM MAPPING
AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Ayu Dayinta Septia Hapsari NIM F34100069
ABSTRAK AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI. Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan M. ARIF DARMAWAN. Tahapan proses pengolahan biji kakao berpengaruh terhadap pemborosan yang terjadi. Pemborosan pada proses produksi dapat mempengaruhi kinerja yang dapat dinilai dengan penerapan proses pada lini produksi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis pemborosan (waste), mengidentifikasi penggunaan konsep value stream mapping dalam menganalisa penyebab pemborosan, dan memberikan rekomendasi perbaikan dari pemborosan pengolahan biji kakao kering. Value stream mapping tools yang dipilih untuk identifikasi pemborosan yaitu kuesioner Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). Hasil identifikasi pemborosan pada pengolahan biji kakao adalah over production, unnecessary inventory, motion, waiting, dan transportation. Value Stream Mapping tools yang digunakan untuk menganalisa penyebab pemborosan yaitu Process Activity Mapping (PAM) dan Supply Chain Respon Matrix (SCRM). Berdasarkan identifikasi pemborosan menggunakan PAM diperoleh waktu VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason), NVA sebesar 3,65% (RD) dan 4,31% (mason), serta NNVA sebesar 18,36% (RD) dan 16,01% (mason). Pemetaan SCRM menunjukkan waktu pemenuhan permintaan biji kakao dari area produksi hingga ke konsumen membutuhkan waktu 107 hari. Rekomendasi perbaikan pemborosan adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator. Kata kunci: pemborosan, process activity mapping, supply chain relationship matrix, value stream mapping.
ABSTRACT AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI. Analysis of the Production System in the processing of dried cocoa beans with Value Stream Mapping. Supervised by DWI SETYANINGSIH and M. ARIF DARMAWAN. The stage of processing cocoa beans could affect waste generation in production process. Furthermore, waste in production process affect the performance, which can be assesed with the application process on the production line. The purpose of this research is to identify the waste, apply the Value Stream Mapping to analyze waste cause and recommend improvement of dried cocoa production process. Value stream mapping tools were selected for identify the waste are Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). The results of identification are over production, unnecessary inventory, motion, waiting, and transportation. The Value Stream Mapping tools to analyze the cause of the waste are Process Activity Mapping (PAM) and Supply Chain Respon Matrix (SCRM). The result of waste identification use PAM obtained that VA time are 77,99% (RD) and 79,86% (mason), NVA time are 3,65% (RD) and 4,31% (mason) and NNVA time are 18,36% (RD) and 16,01% (mason). SCRM mapping indicates that the time for fulfillment of the cocoa bean production to consumers is 107 days. The recommendation for improve the dried cocoa production process is to repair material handling, to repair the heater machine for drying, to unificate the of floor production, and to supervise the work of operators for each stage of the process. Keywords: process activity mapping, supply chain relationship matrix, value stream mapping, waste.
ANALISIS SISTEM PRODUKSI PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DENGAN VALUE STREAM MAPPING
AYU DAYINTA SEPTIA HAPSARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Sistem Produksi Pengolahan Biji Kakao Kering dengan Value Stream Mapping Nama : Ayu Dayinta Septia Hapsari NIM : F34100069
Disetujui oleh
Dr Dwi Setyaningsih, STP, MSi Pembimbing I
M Arif Darmawan, STP, MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Alm. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA. Dev, Ibu Dr. Dwi Setyaningsih, STP, MSi, dan Bapak M. Arif Darmawan, STP, MT selaku pembimbing, dan Ibu Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA sebagai penguji, serta pihak perusahaan sebagai tempat penelitian, dan ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, seluruh keluarga, TIN 47, keluarga Chatralaya, keluarga IMJB dan keluarga UKM Century atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Ayu Dayinta Septia Hapsari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kerangka Pemikiran
4
METODE
4
Bahan
4
Alat
5
Prosedur Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
7 19
Simpulan
19
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Konversi rentang skor keterkaitan waste Seven value stream mapping tools Waste Relationship Matrix pengolahan biji kakao Waste Matrix Value pengolahan biji kakao Kelompok jenis pertanyaan kuesioner Hasil perhitungan waste assessment Hasil pembobotan seven value stream mapping tools Total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA pengolahan biji kakao kering 9 Identifikasi jenis pemborosan pada pengolahan biji kakao 10 Rekomendasi perbaikan pemborosan
5 7 10 10 11 11 12 13 17 19
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Kerangka pemikiran penelitian Proses dan identifikasi pemborosan pengolahan biji kakao good bean Supply Chain Respon Matrix pengolahan biji kakao kering Fishbone diagram pemborosan over production Fishbone diagram pemborosan waiting Fishbone diagram pemborosan unnecessary inventory Fishbone diagram pemborosan motion Fishbone diagram pemborosan transportation
4 9 15 17 18 18 18 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Penjelasan hubungan antar pemborosan (waste) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pertanyaan kuesioner keterkaitan antar pemborosan Jawaban kuesioner keterkaitan pemborosan dan konversi Pembobotan awal pertanyaan WAQ berdasarkan WRM Bobot pertanyaan dibagi Ni dan Jumlah Skor (Sj) & Frekuensi (Fj) Kuesioner Waste Assessment Questionnaire Hasil penilaian kuesioner waste assessment Perhitungan total skor (sj) dan frekuensi (fj) PAM pengolahan biji kakao (pengeringan rotary drying) PAM pengolahan biji kakao (pengeringan mason) Perhitungan Supply Chain Respon Matrix
22 24 25 26 28 30 34 36 38 40 42
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai komoditas yang dikembangkan oleh pemerintah. Salah satu komoditas yang mampu bersaing di perdagangan dunia adalah kakao. Indonesia mampu memproduksi 10,77% biji kakao pada tahun 2011/2012 dan diperkirakan pada tahun 2013/2014 hanya memproduksi 9,99% dari seluruh biji kakao yang dihasilkan di dunia (ICCO 2014). Pada tahun 2012/2013 biji kakao yang dihasilkan di dunia adalah 4.077 ribu ton dengan kekurangan 174 ribu ton, sedangkan pada 2013/2014 diperkirakan biji kakao dihasilkan sekitar 4.178 ribu ton dengan kekurangan 115 ribu ton (ICCO 2014). Kurangnya pemenuhan kebutuhan biji kakao di dunia menjadi salah satu pendorong bagi pelaku pengolah kakao di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas biji kakao yang dihasilkan. Penurunan persediaan biji kakao dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya proses produksi yang diterapkan oleh pelaku pengolah kakao. Komoditas kakao Indonesia dikembangkan oleh Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PTPN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan Besar Swasta telah banyak menerapkan proses pengolahan biji kakao dengan menggunakan mesin dan peralatan modern. Salah satu perkebunan kakao swasta di Indonesia adalah PT X yang mengolah biji kakao basah dari kebun kemudian diproses menjadi biji kakao kering. Proses pengolahan biji kakao yang diterapkan oleh pabrik akan mempengaruhi mutu dari biji keringnya, selain itu aktivitas setiap tahapan proses pada pengolahan biji kakao berpengaruh terhadap pemborosan yang terjadi. Pemborosan yang terjadi pada proses produksi dapat mempengaruhi kinerja yang dapat diukur dengan efektivitas dan efisiensi penerapan proses pada lini produksi. Pemborosan yang dapat muncul pada proses produksi terdiri dari tujuh jenis yaitu over production, inventory, defect, unnecessary motion, transportation, inappropriate process, dan waiting (Hines and Taylor 2000). Menurut Hines dan Taylor (2000), pemborosan (waste) merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi pabrik pengolah. Pencarian akar masalah pemborosan (waste) pada suatu proses produksi dapat menggunakan Value Stream Mapping (VSM) (Hines and Rich 1997). VSM merupakan alat yang dikembangkan untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream dan mengidentifikasi pemborosan untuk membuat perbaikan sistem dengan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkannya (Wahid et al. 2013). Value stream mapping memiliki tujuh macam tools yang kembangkan oleh Hines dan Rich (1997). Penentuan pemilihan tools yang digunakan untuk identifikasi pemborosan menggunakan kuesioner Waste Assessment Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). Menurut Rawabdeh (2005), penggunaan model ini dapat mencakup berbagai hal dan mampu memberikan hasil identifikasi akar penyebab dari pemborosan. Identifikasi pemborosan yang dilakukan dapat meningkatkan kinerja sistem dan proses produksi biji kakao kering pada PT X.
2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana jenis pemborosan (waste) yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering? 2. Bagaimana penggunaan metode value stream mapping untuk analisis pemborosan pada proses pengolahan biji kakao kering? 3. Bagaimana perbaikan pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengidentifikasi jenis pemborosan (waste) yang terjadi ada proses pengolahan biji kakao kering. 2. Mengaplikasikan metode value stream mapping dalam menganalisis penyebab pemborosan pada proses pengolahan biji kakao kering. 3. Memberikan rekomendasi perbaikan dari pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao kering.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan identifikasi jenis pemborosan yang terjadi pada proses pengolahan biji kakao yang termasuk dalam tujuh jenis pemborosan (seven waste) dan mengidentifikasi penyebab pemborosan dengan menggunakan value stream mapping. Selain itu dapat memberikan rekomendasi perbaikan untuk pemborosan yang terjadi.
TINJAUAN PUSTAKA Lean manufacturing merupakan metode untuk mengoptimalkan performansi dari sistem dan proses produksi karena mampu untuk mengidentifikasi, mengukur, menganalisis, dan mencari solusi perbaikan atau peningkatan performansi secara komperhensif (Daonil 2012). Menurut Hines and Taylor (2000), konsep lean dapat digunakan sebagai alat untuk mengeliminasi pemborosan (waste) pada suatu sistem produksi. Lean manufacturing banyak diterapkan pada industri manufaktur. Pada penelitian sebelumnya oleh Triagus et al. (2013) dilakukan pengurangan pemborosan pada produksi kemasan kantong dengan pendekatan lean manufacturing. Penelitian serupa dilakukan pula oleh Laksono dan Rhicard (2007) untuk meningkatkan produktivitas divisi produksi peralatan industri. Selain itu, penelitian oleh Adhi dan Moses (2012) mengenai perbaikan proses produksi blender menggunakan pendekatan lean manufacturing. Aplikasi lean manufacturing telah merambah pada sektor agroindustri. Pada penelitian Seth et al. (2008) telah menerapkan value stream untuk meminimalkan pemborosan pada proses produksi minyak biji kapas di India. Pada penelitian tersebut dilakukan identifikasi pemborosan dengan menghilangkan waktu non value added (NVA)
3 atau kegiatan yang tidak bernilai tambah. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi jenis dan pengurangan pemborosan produksi pengolahan biji kakao dengan metode Value Stream Mapping. Value stream mapping yang dikembangkan oleh Hines and Rich (1997), memiliki tujuh macam tools yaitu Process Activity Mapping, Supply Chain Respon Matrix, Production Variety Funnel, Quality Filter Mapping, Demand Amplification Mapping, Decision Point Analysis, dan Physical Structure. Proses pemilihan tools dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden di perusahaan. Penelitian terdahulu oleh Daonil (2012) berdasarkan Rawabdeh (2005) dalam mengidentifikasi dan mengukur pemborosan menggunakan Waste Assessment Model dengan menyebarkan kuesioner berupa seven waste relationship untuk menyusun Waste Relationship Matrix (WRM) dan Waste Assessment Questionaire (WAQ). Kedua kuesioner digunakan untuk menghitung bobot pemborosan pada pemilihan mapping tools. Penjelasan hubungan keterkaitan antar pemborosan menurut Rawabdeh (2005) pada Daonil (2012) disajikan pada Lampiran 1. Keterkaitan pemborosan dihitung berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden. Nilai kuesioner digunakan untuk menyusun WRM. Menurut Rawabdeh (2005), pengembangan WRM berguna untuk menyederhanakan pencarian masalah pemborosan pada suatu proses produksi. Selain itu untuk mengidentifikasi pemborosan sehingga dapat mengeliminasi pemborosan yang terjadi (Rawabdeh 2005). Menurut Rawabdeh (2005), kuesioner untuk WAQ terdiri dari 68 pertanyaan. Kuesioner ini mewakili dua jenis pertanyaan yang didahului dengan “from” yaitu menjelaskan jenis pemborosan yang dapat menyebabkan munculnya pemborosan yang lain dan “to” yaitu menjelaskan jenis pemborosan yang muncul disebabkan oleh pemborosan lain. Jawaban kuesioner terdiri dari dua kategori jawaban, yaitu A bila terdapat pemborosan dan B bila tidak terdapat pemborosan. Kedua kategori jawaban tersebut memiliki tiga jenis pilihan jawaban yaitu “ya”, “sedang”, dan “tidak” yang memiliki bobot 1, 0.5, dan 0. Pemilihan tools berdasarkan Value Stream Mapping selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi jenis pemborosan. Pemborosan pada proses produksi menurut Hines and Taylor (2000) terdiri dari tujuh macam, yaitu over production, defect, unnecessary inventory, inappropriate processing, excessive transportation, waiting, dan unnecessary motion. Menurut Hines and Taylor (2000), over production adalah terjadinya proses produksi yang terlalu banyak dan cepat sehingga terjadi kelebihan persediaan di gudang penyimpanan. Selain itu berhubungan dengan kelancaran arus barang, sehingga menghambat kualitas dan produktivitas (Hines and Rich 1997). Defect merupakan munculnya masalah kualitas produk pada proses produksi. Unnecessary inventory adalah pemborosan terjadi karena adanya penyimpanan yang berlebihan, lambatnya aliran informasi dan produk sehingga menyebabkan biaya yang berlebihan. Inappropriate processing merupakan kesalahan proses kerja atau produksi pada penggunaan alat, prosedur atau sistem. Excessive transportation merupakan gerakan yang berlebihan dari orang, informasi atau bahan sehingga menyebabkan peningkatan waktu, tenaga dan biaya. Waiting adalah waktu tidak efektif yang digunakan untuk orang, informasi, atau barang, sehingga aliran proses dan waktu menjadi lama. Unnecessary motion adalah pemborosan yang terjadi karena organisasi ruang produksi yang buruk, sehingga menyebabkan rendahnya ergonomi.
4 Kerangka Pemikiran Analisis pendahuluan Kuesioner 1
Waste Relationship Matrix (keterkaitan setiap pemborosan)
Kuesioner 2
Waste Assessment Questionnaire (tingkat tujuh pemborosan pada produksi)
Value Stream Mapping (Hines and Rich 1997) (PAM dan SCRM)
Waste Matrix Bobot awal Value pertanyaan
Final waste factor (%)
Rawabdeh (2005)
Identifikasi pemborosan
Rekomendasi perbaikan pemborosan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
METODE
1. 2.
3. 4.
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Pengamatan produksi untuk penggambaran keseluruhan proses pada pengolahan biji kakao kering. Penyebaran kuesioner kepada pihak perusahaan untuk mengidentifikasi keterkaitan antar pemborosan (waste) dengan Waste Relationship Matrix (WRM), kemudian penyebaran kuesioner Waste Assessment Questionnaire (WAQ). Identifikasi Value Stream Mapping dari hasil penilaian kuesioner dengan pemilihan mapping tools untuk mengidentifikasi penyebab pemborosan. Rekomendasi perbaikan proses pengolahan biji kakao kering dari hasil identifikasi pemborosan.
Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kakao sebagai obyek untuk pengamatan proses produksi.
5 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah stopwatch untuk perhitungan value added time dan non value added time pada proses produksi. Selain itu digunakan alat untuk perhitungan jarak antar stasiun kerja yaitu meteran.
Prosedur Analisis Data Analisis pada penelitian dibagi menjadi tiga kelompok obyek yang diamati, yaitu : 1. Penggambaran proses pengolahan biji kakao kering Hasil pengamatan dan perhitungan waktu proses untuk menggambarkan pengolahan kakao yang berlangsung. 2. Penyebaran kuesioner Kuesioner yang diberikan kepada pihak perusahaan terdiri dari dua jenis, yaitu keterkaitan antar pemborosan untuk menyusun Waste Relationship Matrix dan Waste Assessment Questionnaire untuk menentukan peringkat pemborosan pada proses produksi (Rawabdeh 2005). Waste Relationship Matrix (WRM) Penilaian kuesioner dari pihak perusahaan untuk keterkaitan antar waste kemudian akan dikonversi sesuai dengan ketentuan pada Tabel 1. Tabel 1 Konversi rentang skor keterkaitan waste Simbol Keterkaitan A Absolutely necessary E Especially important I Important O Ordinary Closeness U Unimportant Sumber: Rawabdeh (2005)
Kisaran Nilai 17-20 13-16 9-12 5-8 1-4
Lalu hasil nilai kuesioner disusun menjadi Waste Relationship Matrix. Contohnya bila nilai kuesioner 10, maka termasuk nilai important. Selanjutnya hasil matriks WRM dikonversi menjadi angka dengan ketentuan simbol A=10, E=8, I=6, O=4, U=2, dan X=0 (Rawabdeh 2005). Lalu dihitung jumlah skor dan persentase dari setiap pemborosan untuk membuat Waste Matrix Value. Waste Assessment Questionnaire (WAQ) Langkah-langkah untuk menganalisis WAQ menurut Rawabdeh (2005) yaitu sebagai berikut : a. Menghitung jumlah pertanyaan from dan to dari setiap pemborosan (waste). b. Memasukkan bobot awal pertanyaan kuesioner WAQ berdasarkan WRM. c. Membagi setiap bobot pemborosan dengan jumlah pertanyaan (Ni) untuk menghilangkan efek variasi jumlah pertanyaan. Kemudian menghitung skor dari setiap pemborosan dengan rumus berikut:
6 j.k i
Sj ∑
Sj adalah skor dari waste, j merupakan tipe waste dari setiap pertanyaan di nomor k. W adalah bobot dari hubungan waste. Selain itu menghitung Fj yang merupakan frekuensi dari jawaban berisi bobot tidak nol untuk setiap waste (j). d. Mengalikan penilaian hasil kuesioner (1, 0.5, dan 0) dengan bobot pemborosan. Rata-rata nilai hasil kuesioner dari lima responden dihitung dengan rumus geomean: om an
√
Menurut Anonim (2001), cara menghitung geomean dengan adanya nilai 0 pada data yaitu semua data ditambah 1, kemudian dilakukan perhitungan geomean. Hasil dari geomean tersebut dikurangi 1, lalu hasil pengurangan tersebut menjadi rata-rata jawaban responden pada kuesioner WAQ. e. Menghitung jumlah skor (sj) untuk setiap pemborosan dan frekuensi (fj) dengan mengabaikan nilai 0. Rumus yang digunakan untuk menghitung sj sebagai berikut: j,k sj ∑ k i sj adalah total nilai bobot pemborosan, sedangkan Xk adalah nilai dari jawaban kuesioner (1, 0.5 dan 0) f. Menghitung indikator awal untuk setiap pemborosan (Yj) dengan rumus berikut: sj fj j Sj Fj g. Mengalikan nilai persentase “from” dengan “to” untuk setiap pemborosan untuk memperoleh probabilitas masing-masing waste (Pj). h. Menghitung nilai final waste factor (Yj final) untuk setiap pemborosan dengan rumus berikut: j final j Pj 3. Identifikasi Value Stream Hasil dari WRM berupa final waste factor dikonversi menjadi bentuk persentase, selanjutnya digunakan untuk perhitungan pada matriks seven stream mapping tools. Persentase tersebut dijadikan bobot untuk setiap waste kemudian dikalikan dengan nilai matriks menurut Hines and Rich (1997). Total nilai tertinggi pada tujuh mapping tools digunakan sebagai alat untuk identifikasi pemborosan yang terjadi. Pada Tabel 2 disajikan seven value stream mapping tools. Nilai matriks sebagai faktor pengali bernilai H=9, M=3, dan L=1 (Daonil 2012).
7 Tabel 2 Seven value stream mapping tools
Waste
Over production Unnecessary inventory Product defect Unnecessary motion Transportation Inappropriate processing Time waiting
Process Activity Mapping L M
Mapping Tools Supply Production Quality Demand Decision Chain Physical Variety Filter Amplification Point Respon Structure Funnel Mapping Mapping Analysis Matrix M L M M H
M
L H
H
M
H L
H
L
H H
L
M H
L
L
L M
M
Sumber: Hines and Rich (1997)
HASIL DAN PEMBAHASAN PT X adalah pabrik pengolah biji kakao kering yang rata-rata mengolah sekitar 40 ton biji setiap harinya. Biji kakao basah hasil panen berasal dari tujuh divisi kebun. Biji kakao basah (hasil pengupasan di kebun) menjadi bahan baku utama proses produksi di pabrik. Truk sebagai alat transportasi untuk mengangkut biji kakao dari kebun menuju pabrik pengolahan. Biji kakao yang dihasilkan kebun dibagi menjadi tiga, yaitu good bean, poor bean, dan bad bean. Proses pemisahan ketiga jenis biji kakao dilakukan di kebun. Biji kakao good bean diproses menggunakan peralatan dan mesin pengolah biji kakao, sedangkan poor bean dan bad bean hanya dilakukan penjemuran hingga kering kemudian dikemas. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap pengolahan biji kakao good bean. Proses pengolahan biji kakao basah dimulai dengan penimbangan biji yang berasal dari kebun, kemudian dilanjutkan dengan proses receiving. Pada proses receiving dilakukan pembongkaran biji kakao dari karung dan dipindahkan menuju bucket (wadah penampung biji). Pengepresan berguna untuk mengurangi banyaknya pulp yang berasal dari biji basah. Proses fermentasi dilakukan selama lima hari dengan pembalikan setiap hari menggunakan crane. Proses selanjutnya adalah pengeringan dengan circular drying (CD) untuk mengeringkan biji kakao menjadi setengah kering. Banyaknya CD yang tersedia pada lantai produksi yaitu empat buah. Pengeringan dilanjutkan dengan rotary drying (RD) untuk mengeringkan biji kakao hingga berkadar air sekitar 7-8%. Pihak pabrik melakukan kebijakan untuk memanfaatkan mesin pengering lain pada masa crops yaitu mason. Masa crops merupakan kondisi kebun mengalami panen tinggi dan menentukan banyaknya biji kakao basah yang akan diolah. Hasil pengeringan biji kakao dari kedua mesin pengering selanjutnya disimpan pada silo 1, kemudian dialirkan pada silo 2 untuk dilakukan proses pemisahan biji dengan mesin sortasi. Proses grading (pemisahan jenis/grade biji) dilanjutkan dengan pengemasan biji kakao good bean menggunakan karung. Biji kakao dikemas dengan bobot 62,5 kg
8 per karung. Biji kakao yang telah dikemas selanjutnya disimpan pada gudang penyimpanan dengan maksimum tumpukan sebanyak 8 karung. Pada Gambar 2 disajikan proses dan jenis pemborosan pengolahan biji kakao good bean untuk satu kali proses produksi. Pemetaan dengan Microsoft Visio digambarkan dengan memisahkan waktu value added dan non value added proses produksi dengan pengamatan dan pengukuran waktu. Pemetaan pada penimbangan, receiving, dan pressing tidak dijelaskan secara rinci karena termasuk dalam proses non value added. Proses penimbangan menuju receiving membutuhkan waktu 7.436 detik, sedangkan proses receiving berlangsung 8.507 detik. Aktivitas menuju proses pressing berlangsung 5.897 detik, sedangkan proses pressing sekitar 5.483 detik. Waktu yang digunakan menuju proses fermentasi dengan memindahkan bucket adalah 4.402 detik. Banyaknya panen biji kakao basah dari kebun pada proses menuju receiving menyebabkan kelebihan produksi yang dikategorikan pada over production, sehingga menyebabkan aliran produksi yang tidak lancar. Pada proses receiving terjadi penggunaan waktu tidak efektif oleh biji kakao basah dan pekerja, sehingga menyebabkan waktu produksi semakin lama yang termasuk pada pemborosan waiting. Pekerja yang melakukan bongkar muat biji kakao dari truk harus menunggu bucket untuk menyimpan biji kakao. Selain itu aktivitas menunggu pengepresan biji kakao karena lambatnya operator. Pemborosan berupa waiting terdapat pula pada proses fermentasi menuju pengeringan circuler drier, karena proses menunggu biji kakao yang akan dipindahkan. Pada pengeringan circuler drier terjadi pemborosan motion, yaitu pergerakan berulang sehingga menyebabkan rendahnya ergonomi. Pemborosan ini disebabkan oleh biji kakao setengah kering yang dihasilkan harus dipindah menggunakan alat penampung biji secara berulang kali. Selain itu hasil pengeringan biji kakao setengah kering harus menunggu proses pengeringan biji kakao dengan pengering rotary drier. Aktivitas menunggu tersebut menyebabkan pemborosan waiting yang mengakibatkan waktu produksi semakin lama. Pada masa panen yang melimpah pihak perusahaan menggunakan pengering biji kakao berupa pengering mason. Pengering mason terletak pada bangunan yang berbeda dengan peralatan pengolah biji kakao yang lain, sehingga menyebabkan pemborosan berupa transportation. Selain itu waktu menunggu terjadi pada proses menuju pengering biji kakao mason akibat pemindahan biji kakao dari pengering circuler drier yang lambat oleh pekerja. Hal tersebut menyebabkan pemborosan berupa waiting. Pada silo 1 terjadi penumpukan biji kakao setengah kering sehingga menyebabkan pemborosan berupa unnecessary inventory yaitu penyimpanan biji kakao yang berlebihan pada masa panen melimpah. Proses produksi biji kakao yang dilakukan tidak bersifat order oleh konsumen tetapi sesuai dengan hasil panen biji kakao basah dari kebun sehingga menyebabkan kelebihan persediaan biji kakao dan penumpukan di silo 1.
b
a
31725
31725
g Waitin
Receiving
Over n uctio Prod
Waitin
g
Pressing
331186,5
331186,5
Fermentasi
g
12979
12979
Waitin
Waitin
12686
12686
T r an
g
27255,68
63000
147600
Pengeringan Mason
g
Pengeringan Rotary Drier
Waitin
66273
tion sporta
Pengeringan Circuler Drier
n Motio
Proses Pengolahan Biji Kakao Kering
Silo 1
tory
18464,62
15694
Inven
Silo 2
Gambar 2 Proses dan identifikasi pemborosan pengolahan biji kakao good bean
Keterangan: a. Pengeringan dengan rotary drier ; b. Pengeringan dengan mason. Angka (dalam detik).
Penimbangan
7 Divisi Kebun
17152
17152
Packing
1716
1716
NVA : 92140,3
VA : 424024,5
NVA : 128387
VA : 508624,5
Gudang
Customer
9
10 Waste Relationship Matrix (WRM) Penilaian hubungan antar pemborosan (waste) yang terjadi pada proses pengolahan kakao diperoleh dari nilai kuesioner yang diberikan kepada perusahaan. Pada Lampiran 2 disajikan pertanyaan kuesioner yang diberikan kepada lima responden karyawan perusahaan, yaitu Mill Assistant, Head Clerk, Dayroll Clerk, Laboratorium Analys, dan Godown Master. Berdasarkan penilaian pembobotan pemborosan oleh pihak perusahaan diperoleh nilai dan hasil konversi keterkaitan antar pemborosan pada Lampiran 3. Hasil skor penilaian kuesioner kemudian dikelompokkan sesuai tingkat keterkaitan antar pemborosan berdasarkan rentang skor menurut Rawabdeh (2005). Selanjutnya hasil penilaian kuesioner dibuat menjadi Waste Relationship Matrix (WRM) pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dan 4 ditunjukkan hubungan setiap jenis pemborosan, simbol O=over production, I=inventory, D=defect, M=motion, T=transportation, P=process, dan W=waiting. Tabel 3 Waste Relationship Matrix pengolahan biji kakao From/To O I D M T P W
O A I O X E E I
I E A I U E I E
D I I A I O I E
M I I I A E A X
T A I I X A X X
P X X X I O A X
W E X I E E E A
Tabel 4 Waste Matrix Value pengolahan biji kakao From/To O I D M T 10 8 6 6 10 O 6 10 6 6 6 I 4 6 10 6 6 D 0 2 6 10 0 M 8 8 4 8 10 T 8 6 6 10 0 P 6 8 8 0 0 W 42 48 46 46 32 Skor 15,11 17,27 16,55 16,55 11,51 %
P
W
0 8 0 0 0 6 6 8 0 8 10 8 0 10 16 48 5,76 17,27
Skor 48 34 38 32 46 48 32 478 100
% 17,27 12,23 13,67 11,51 16,55 17,27 11,51 100 X
Hasil Waste Matrix Value berdasarkan pengisian kuesioner keterkaitan pemborosan dapat diketahui bahwa pemborosan over production mempengaruhi pemborosan lain. Persentase pemborosan over production yang bernilai 17,27% yang diperlihatkan pada hasil kolom pemborosan “from”, yaitu pemborosan yang mempengaruhi pemborosan lain. Pemborosan over production dan inappropriate processing mempengaruhi pemborosan lain yang diperlihatkan pada kolom pemborosan “to” dengan tingginya nilai pemborosan inventory dan waiting sebesar 17,27%. Hubungan pemborosan “to” merupakan pemborosan yang muncul karena disebabkan oleh pemborosan lain. Pemborosan inventory dan
11 waiting dipengaruhi oleh adanya over production saat biji kakao hasil panen melimpah. Waste Assessment Questionnaire (WAQ) Penilaian pemborosan (waste) yang diperoleh dari WRM, selanjutnya digunakan untuk penilaian awal Waste Assessment Questionnaire (WAQ) berdasarkan jenis pertanyaan. Pada Tabel 5 disajikan pengelompokan jenis pertanyaan yang digunakan pada waste assessment questionnaire. Tabel 5 Kelompok jenis pertanyaan kuesioner No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis pertanyaan (i) From overproduction From inventory From defects From motion From transportation From process From waiting To defects To motion To transportation To waiting Total Sumber: Rawabdeh (2005)
Total (Ni) 3 6 8 11 4 7 8 4 9 3 5 68
Pembobotan awal 68 pertanyaan pada kuesioner WAQ berdasarkan hasil WRM disajikan pada Lampiran 4. Selanjutnya perhitungan jumlah skor (Sj) dan frekuensi (Fj) disajikan pada Lampiran 5, dengan cara hasil pembobotan pertanyaan dibagi dengan jumlah pertanyaan (Ni). Pada Lampiran 6 dan 7 disajikan kuesioner dan hasil penilaian responden terhadap waste assessment questionnaire. Rata-rata nilai (0, 0.5, dan 1) yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung total skor (sj) dan frekuensi (fj) setiap kolom pemborosan. Perhitungan total skor dan frekuensi selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Perhitungan indikator awal setiap pemborosan (Yj) dan nilai akhir faktor pemborosan (Yjfinal) diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus. Berikut disajikan hasil akhir penilaian waste assessment pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil perhitungan waste assessment Skor (Yj) Pj faktor Hasil akhir (Yj final) Hasil akhir (%)
O 0.62 260.86
I D M 0.62 0.61 0.64 211.17 226.18 190.47
T 0.62 190.47
P W 0.65 0.58 99.37 198.75
161.73 19.02
130.93 137.97 121.90 15.39 16.22 14.33
118.09 13.89
64.59 115.28 7.59 13.55
12 Hasil akhir (%) selanjutnya digunakan sebagai pembobotan dalam pemilihan value stream mapping tools digunakan dengan mengalikan hasil pembobotan pemborosan dengan faktor pengali yang telah ditentukan. Pada Tabel 7 disajikan hasil perkalian bobot pemborosan dengan matriks seven stream mapping tools. Tabel 7 Hasil pembobotan seven value stream mapping tools Mapping Tools PAM SCRM PVF QFM DAM
Waste
Bobot
Over production Unnecessary inventory Product defect Unnecessary motion Transportation Inappropriate processing Time waiting Total
19.02
19.22
57.66
15.59
46.59
139.77
16.22
16.38
14.33
125.1
13.89
127.08
7.89
62.55
13.55
125.01 526.25
19.22 46.59
DPA
57.66
57.66
139.77
46.59
PS 15.53
147.42 13.9 14.12
125.01 333.65
20.85
6.95
13.89 83.09
172.59
6.95 41.67 238.02
41.67 152.07
29.48
Kedua jenis value stream mapping tools yaitu PAM dan SCRM dipilih untuk menganalisis dan mengidentifikasi akar pemborosan yang terjadi pada produksi biji kakao kering. Process Activity Mapping (PAM) PAM merupakan tools untuk memetakan suatu proses secara jelas dengan merepresentasikan aktivitas berupa operasi, menunggu, transportasi, inspeksi, dan penyimpanan. Process Activity Mapping pada penelitian ini untuk menunjukkan sejumlah aktivitas dengan tingkat waktu yang digunakan dalam mengolah biji kakao basah menjadi kering. Hasil perhitungan dan pengamatan PAM pengolahan biji kakao kering dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Hasil pemetaan dengan PAM dapat menunjukkan aktivitas yang bernilai tambah bagi konsumen (VA), tidak bernilai tambah (NVA), dan tidak bernilai tambah tetapi masih dibutuhkan (NNVA) seperti inspeksi maupun material handling. Menurut Hines dan Taylor (2000), aktivitas dalam organisasi dibagi menjadi tiga yaitu value added (VA), non value added (NVA), dan necessary but non value added (NNVA). Menurut Gaspersz (2007), kelompok NVA lebih diprioritaskan untuk dihilangkan dibandingkan dengan NNVA, namun penting pula untuk dikurangi atau dihilangkan. Berikut pada Tabel 8 total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA.
13 Tabel 8 Total persentase aktivitas VA, NVA, dan NNVA pengolahan biji kakao kering Pengeringan rotary drying Waktu Aktivitas Jumlah (detik) Operation 21 544.181 Transport 11 29.527,5 Inspection 1 182 Storage 2 2.765 Delay 5 60.356 VA 5 496.812 NVA 4 23.276 NNVA 31 116.923,5 Total waktu 637.011,5 %VA 77,99 %NVA 3,65 %NNVA 18,36
Pengeringan mason Aktivitas Jumlah Waktu (detik) Operation 22 469.512,38 Transport 10 22.372,42 Inspection 1 182 Storage 1 1.325 Delay 5 22.773 VA 5 412.212 NVA 4 21.333 NNVA 30 82.619,8 Total waktu 516.164,8 %VA 79,86 %NVA 4,13 %NNVA 16,01
Pada Tabel 8 yaitu identifikasi Process Activity Mapping dilakukan pemisahan perhitungan waktu aktivitas VA, NVA, dan NNVA dengan kedua jenis pengering biji kakao yaitu rotary drying dan mason. Proses pengolahan biji kakao dari penimbangan, receiving, pressing, fermentasi, hingga pengeringan biji kakao setengah kering dengan circular drier memiliki waktu yang sama. Perbedaan waktu VA, NVA, dan NNVA berlangsung setelah proses pengeringan biji kakao dengan circular drier hingga menuju proses pengemasan (packing). Selanjutnya untuk proses packing hingga penggudangan untuk kedua jenis pengering memiliki waktu yang sama. Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan, tingginya nilai persentase VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason) dipengaruhi oleh lamanya waktu proses fermentasi, pengeringan dan pengemasan (packing). Proses tersebut termasuk aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi biji kakao kering yang akan dijual kepada konsumen. Fermentasi berperan penting untuk membentuk mutu dan citarasa biji kakao kering. Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air biji kakao agar menjaga citarasa maupun mutu biji kakao yang telah terbentuk selama masa fermentasi. Selain itu berguna untuk menghindari cemaran dari jamur maupun mikroba yang dapat merusak biji kakao kering selama disimpan di gudang. Pengeringan yang terdiri dari dua tahap yaitu pengeringan biji kakao setengah kering dan kering mempengaruhi waktu yang digunakan untuk proses. Pada pengeringan biji kakao kering terdiri dari dua jenis mesin yaitu rotary drier dan mason. Waktu yang digunakan untuk proses pengeringan oleh kedua mesin tersebut berbeda, sehingga persentase nilai VA kedua mesin berbeda pula. Pada pengemasan terjadi proses sortasi (grading) untuk memisahkan kotoran atau benda asing yang terikut biji kakao selama proses pengolahan. Persentase non value addes activity (NVA) sebesar 3,65% (RD) dan 4,31% (mason) disebabkan oleh lamanya waktu menunggu biji kakao untuk diproses. Aktivitas menunggu terjadi pada proses receiving yaitu menunggu bucket sebagai wadah untuk menampung biji dari truk dan menunggu proses pengepresan. Bucket yang tersedia memiliki jumlah yang cukup banyak namun belum dimanfaatkan semua untuk proses receiving. Selain itu terbatasnya jumlah operator dan
14 kecepatan operator dalam menangani proses receiving mempengaruhi waktu tunggu. Proses pengepresan mengalami kendala karena jumlah alat pressing yang tersedia hanya dua dan kecepatan operator yang menangani tidak sesuai, sehingga terjadi aktivitas menunggu. Selain itu proses menunggu terjadi pada pemindahan hasil fermentasi menuju CD, karena operator dan crane masih digunakan untuk memindahakan hasil fementasi sebelumnya. Pada pengeringan biji kakao setengah kering terjadi proses menunggu karena pemindahan biji masih menggunakan tenaga pekerja. Waktu tunggu terjadi karena pekerja masih melakukan pembongkaran biji kakao setengah kering pada pengering CD yang lain, sehingga diperlukan waktu untuk membongkar muat biji kakao tersebut. Aktivitas NNVA memiliki jumlah aktivitas yang paling tinggi, namun jumlah waktunya lebih rendah dibandingkan aktivitas VA. Aktivitas ini hanya memiliki persentase penggunaan waktu sebesar 18,36% (RD) dan 16,01% (mason) dalam proses pengolahan biji kakao. Persiapan untuk memulai proses dan pemindahan bahan memiliki pengaruh yang cukup besar pada aktivitas NNVA. Jumlah aktivitas tersebut dieliminasi dengan mengurangi aktivitas pemindahan bahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Letak proses pengeringan mason yang tidak berdekatan dengan proses lainnya (berbeda bangunan) menyebabkan proses pemindahan menjadi lebih banyak dan waktu yang digunakan semakin bertambah. Proses pemindahan biji setengah kering yang terlalu banyak terlihat pada pemindahan biji pada karung, pengangkutan karung menuju truk untuk dipindahkan pada pengering mason, dan bongkar muat dari truk menuju mason yang dilakukan secara manual oleh pekerja dengan dipanggul. Selain itu pemindahan biji kakao setengah kering dari box 1 ke box 2 merupakan aktivitas yang perlu dihilangkan, karena pemindahan ini hanya perlu dilakukan sekali dengan menyesuaikan box penampung dengan mesin pengering CD. Pemindahan dari box 1 ke box 2 dilakukan karena dimensi box 2 terlalu tinggi dibandingkan mesin pengering CD, sehingga dibutuhkan box 1 untuk menampung biji setengah kering. Terdapat pula pemindahan biji kakao kering dari silo 1 (pada lantai produksi) ke silo 2 (pada gudang pengemasan). Pemindahan yang terjadi karena letak kedua bangunan yang terpisah, sehingga perlu menggunakan conveyor untuk mengalirkan biji kakao. Aktivitas NNVA terdapat pula pada proses penyimpanan biji kakao kering pada silo 1. Hal tersebut disebabkan penggunaan satu mesin grading pada pengemasan biji kakao kering sehingga menghambat aliran biji kakao kering dari silo 1 ke silo 2. Terbatasnya tenaga kerja pada packing mempengaruhi proses pengemasan yang berlangsung. Proses pemindahan maupun aktivitas yang terlalu banyak diterapkan akan menambah waktu proses produksi dan menambah jam kerja pekerja. Total waktu untuk mengolah biji kakao dengan menggunakan dua jenis pengering yaitu mason dan rotary drying adalah 637.011,5 dan 516.164,8 detik. Bila waktu tersebut dikonversikan menjadi satuan hari, waktu pengolahan biji kakao dengan pengering RD hingga biji disimpan di gudang yaitu selama 7,37 hari. Pada pengeringan biji kakao dengan pengering mason waktu yang diperlukan untuk keseluruhan proses adalah 5,97 hari. Supply Chain Respon Matrix (SCRM) SCRM berfungsi untuk melihat tingkat persediaan dan waktu distribusi yang terjadi pada setiap area tahapan proses. Supply Chain Respon Matrix (SCRM)
15 yang dikembangkan oleh Hines dan Rich (1997) biasa diterapkan oleh perusahaan manufacturing dengan keputusan produksi berdasarkan permintaan konsumen (make to order), sedangkan pada penelitian ini dikembangkan pemetaan supply chain pada produksi kakao dengan sistem produksi berdasarkan hasil panen dari kebun (make to stock). Pemetaan SCRM pada agroindustri telah dikembangkan oleh Seth et al. (2008). Penggambaran SCRM pada penelitian ini untuk menunjukkan keterkaitan proses pengolahan biji kakao (work in process) dengan tahap penggudangan maupun konsumen. Pembuatan SCRM menggunakan data selama enam bulan yaitu data penerimaan bahan baku, work in process, penggudangan, dan pengiriman. Pemetaan dilakukan pada tiga jenis tahapan yaitu area produksi (work in process), gudang biji kakao kering, dan customer. Work in process berlangsung secara terus menerus sesuai bahan baku (biji kakao basah) yang dihasilkan dari kebun (make to stock). Pada gudang terjadi pemenuhan stok sesuai dengan biji kakao kering hasil yang dihasilkan, sedangkan pada bagian konsumen dilakukan penjualan biji kakao oleh pihak sales dengan cara tander. Pada Gambar 3 diperlihatkan hasil pemetaan SCRM dari pabrik pengolahan biji kakao kering dan perhitungan lengkap disajikan pada Lampiran 11.
Gambar 3 Supply Chain Respon Matrix pengolahan biji kakao kering Bahan baku yang diterima oleh pabrik setiap hari langsung diproses pada area produksi. Data yang digunakan untuk pemetaan SCRM selama enam bulan yaitu dari bulan Januari hingga Juni 2014. Pemilihan bulan tersebut didasarkan pada perbedaan hasil panen yang dialami perkebunan. Hasil pemetaan SCRM merupakan rata-rata penggunaan waktu pemenuhan biji kakao kepada konsumen dengan kondisi kebun pada panen rendah dan tinggi. Lead time pada area produksi merupakan waktu yang digunakan untuk mengolah biji kakao kering setiap satu kali proses dengan penggunaan dua mesin pengering berbeda RD dan mason yaitu sekitar 5,97 hingga 7,37 hari. Inventory area produksi dihitung dari day physical stock (dps), yaitu rata-rata waktu biji kakao kering hasil pengolahan memenuhi stok output production pada gudang. Perhitungan yang dilakukan yaitu membagi rata-rata input produksi dengan output produksi per hari. Rata-rata penerimaan biji kakao basah (input produksi) dari bulan Januari hingga Juni sebesar 36457,137
16 kg/hari dengan output produksi biji kakao kering sebesar 4837,963 kg/hari, sehingga diperoleh dps sebesar 7,54 hari. Lead time yang dimiliki oleh bagian penggudangan sebesar 71 hari dihitung dari lama biji kakao disimpan di gudang hingga dijual kepada konsumen dengan cara tender. Inventory pada gudang dihitung dari dps, yaitu waktu untuk pemenuhan kebutuhan jumlah stok di gudang hingga dilakukan penjualan kepada konsumen. Perhitungan yang dilakukan dengan membagi rata-rata penerimaan (output produksi) per hari dengan rata-rata pengeluaran (delivery) per hari. Penerimaan biji kakao pada gudang selama bulan Januari hingga Juni adalah 4837,963 kg/hari dengan pengeluaran sebesar 28055,556 kg/hari, sehingga diperoleh dps sebesar 0,17 hari. Konsumen memiliki inventory selama 14 hari yaitu jangka waktu pengambilan biji kakao kering di gudang. Lead time yang dimiliki oleh konsumen selama 7 hari yaitu jangka waktu biji kakao open tender hingga penentuan hasil tender yang ditentukan oleh pihak sales. Berdasarkan pemetaan SCRM dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk memproduksi biji kakao kering dari area produksi hingga diterima oleh konsumen memerlukan waktu 107 hari. Total hari tersebut dijumlah dari nilai comulative inventory dan lead time dari masing-masing bagian proses produksi (work in process), gudang dan konsumen. Analisis grafik SCRM untuk menyelidiki alasan penundaan/delay (waiting) dan menghilangkan pemborosan inventory (Hines and Taylor 2000). Pada area produksi (work in process) pemborosan waiting dan inventory sering terjadi saat masa panen melimpah. Identifikasi pemborosan Identifikasi pemborosan yang dilakukan berdasarkan pengamatan, pemetaan dengan Value Stream Mapping tools dan hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak perusahan. Berdasarkan hasil penilaian kuesioner keterkaitan pemborosan yang dilakukan oleh responden yang menunjukkan bahwa pemborosan over production mempengaruhi munculnya pemborosan lain dan pemborosan inventory dan waiting muncul dipengaruhi oleh sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yang ditunjukkan pada penggambaran keseluruhan proses dengan Microsoft Visio. Keberadaan over production pada receiving yaitu banyaknya biji kakao yang diolah meningkatkan pemborosan waiting, motion, transportasi, dan inventory. Pemborosan inventory dan waiting dipengaruhi oleh banyaknya biji kakao yang diolah oleh pabrik saat masa panen yang melimpah. Unnecesary inventory terjadi penumpukan biji kakao kering saat proses pengemasan, sedangkan waiting terjadi saat proses pengolahan biji kakao basah. Pengamatan proses produksi biji kakao kering dilakukan dengan mengidentifikasi pemborosan yang terjadi pada keseluruhan aktivitas produksi. Pengamatan yang dilakukan dengan mengindentifikasi jenis pemborosan yang terjadi pada lini produksi. Hasil pengamatan jenis pemborosan yang terjadi disajikan pada Tabel 9.
17 Tabel 9 Identifikasi jenis pemborosan pada pengolahan biji kakao Jenis pemborosan Over production Innapropriate processing
Identifikasi aktivitas proses Banyaknya biji kakao basah yang diolah saat masa panen. (aliran material tidak lancar). Tidak terlihat pada proses produksi biji kakao kering. Pada proses receiving, antara proses receiving dengan pressing, proses fermentasi menuju pengeringan circuler drier, dan proses pengeringan CD menuju RD. Penumpukan biji kakao kering di silo 1. Pemindahan biji kakao setengah kering dari box 1 menuju box 2 (pemindahan berulang) Perpindahan biji kakao dari circular drying menuju mason. Tidak terlihat pada proses produksi biji kakao kering.
Waiting Inventory Motion Transportation Defect
Rekomendasi perbaikan pemborosan Hasil pemetaan aktivitas dengan value stream mapping diperoleh akar pemborosan setiap aktivitas yang dilakukan dengan melihat penggunaan waktu NVA dan NNVA, sedangkan hasil pemetaan SCRM menunjukkan penggunaan waktu untuk memenuhi kebutuhan biji kakao kering kepada konsumen. SCRM digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan waiting dan inventory. Selain penggunaan value stream mapping digunakan pula fishbone diagram untuk mengidentifikasi akar masalah dan memberikan rekomendasi perbaikan pemborosan yang terjadi. Fishbone diagram untuk mengelompokkan dan menghasilkan kemungkinan penyebab masalah dalam suatu proses dengan mendaftarkan seluruh penyebab dan efek yang ditimbulkan (Wahid et al. 2013). Fishbone diagram disajikan pada Gambar 4 hingga 8. Pembuatan diagram fishbone menggunakan empat macam sumber terkait berupa man, material, method, dan machine.
Material
Masa panen melimpah Banyaknya kedatangan biji di receiving Over production
Kapasitas kotak fermentasi tidak sesuai Machine
Gambar 4 Fishbone diagram pemborosan over production
18
Mesin pengering RD lama
Material Masa panen melimpah Man
Jumlah operator di receiving kurang
Banyaknya kedatangan biji di receiving
Biji menumpuk di box 2 Kurang pengawasan pekerja (receiving dan pressing)
Rendahnya kecepatan operator menuju pressing Waiting
Bucket tidak maksimal digunakan (receiving)
Bongkar muat biji masih dengan tenaga pekerja (pada CD)
Alat crane multifungsi (menuju CD)
Mesin pengering lama bekerja Sumber panas tidak maksimal
Machine
Method
Gambar 5 Fishbone diagram pemborosan waiting Menunggu grading
Material
Biji disimpan di silo 1 Inventory Mesin grading tidak maksimal bekerja
Silo 1 tidak menampung semua biji kakao kering
Machine
Gambar 6 Fishbone diagram pemborosan unnecessary inventory Pekerja memindahkan biji dengan sekop
Man
Rendahnya material handling Motion Masih menggunakan tenaga pekerja
Penggunaan box 1 untuk penampung biji dari CD
Rendahnya material handling Method
Box 2 tidak sesuai dengan pengering CD Machine
Gambar 7 Fishbone diagram pemborosan motion Mesin pengering CD dan mason terpisah
Machine
Berbeda bangunan Transportation Pemindahan biji kakao dengan truk Perbedaan lantai produksi
Method
Gambar 8 Fishbone diagram pemborosan transportation
19 Penggambaran diagram fishbone merupakan hasil dari identifikasi pemborosan dari penggambaran keseluruhan proses dengan Value Stream Mapping. Penggambaran diagram fishbone digunakan untuk mengetahui akar masalah pemborosan dan dapat memberikan rekomendasi dari setiap jenis pemborosan yang terjadi. Berdasarkan pemetaan dengan value stream mapping dan fishbone diagram pada Tabel 10 disajikan rekomendasi perbaikan pemborosan pada pengolahan biji kakao kering. Tabel 10 Rekomendasi perbaikan pemborosan Jenis pemborosan Over production Waiting
Inventory
Motion
Transportation
Rekomendasi perbaikan Penyesuaian kotak fermentasi untuk menanggulangi masa panen yang melimpah pada receiving. Pemanfaaatan bucket secara maksimal pada receiving, pengawasan pekerja/operator dalam bekerja, penambahan mesin pengepresan, perbaikan material handling untuk pemindahan CD menuju RD dan mason. Perbaikan sumber penghasil panas untuk CD dan RD, penambahan tenaga kerja untuk packing (masa crops) untuk memanfaatkan penggunaan mesin grading, penambahan silo 1 untuk menampung biji kakao kering. Perbaikan dimensi box penampung biji kakao setengah kering, perbaikan material handling untuk membawa biji dari CD menuju RD. Penyatuan lantai produksi (terpisahnya pengering mason pada bangunan lain).
Berdasarkan rekomendasi perbaikan yang telah disajikan pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa rekomendasi utama yang diperlukan untuk memperbaiki pemborosan yang terjadi pada proses produksi pengolahan biji kakao kering adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator. Pengurangan dan penghilangan waktu non value added dan necessary but non value added dari aktivitas berupa menunggu dan perpindahan yang tidak diperlukan berguna untuk mempersingkat waktu produksi biji kakao kering.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa : 1. Jenis pemborosan yang diidentifikasi dari pengolahan biji kakao kering adalah over production, waiting, inventory, motion, dan transportation. 2. Identifikasi Value Stream Mapping yang digunakan adalah PAM dan SCRM. Hasil PAM diidentifikasi VA sebesar 77,99 (RD) dan 79,86% (mason), NVA
20 3,65% (RD) dan 4,31% (mason), NNVA 18,36% (RD) dan 16,01% (mason). Hasil SCRM menunjukkan waktu pemenuhan kebutuhan biji kakao kering oleh pabrik kepada konsumen selama 107 hari. 3. Rekomendasi perbaikan pemborosan adalah perbaikan material handling, perbaikan mesin penghasil sumber panas pengeringan, dan penyatuan lantai produksi, serta pengawasan kerja operator. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melakukan rekomendasi pemborosan berupa penyesuaian kapasitas dengan memperhitungkan biji kakao yang diproduksi dengan mesin dan peralatan yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA Adhi, Rian Saputra dan Moses L. Singgih. 2012. Perbaikan Proses Produksi Blender Menggunakan Pendekatan Lean Manufacturing di PT. PMT. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV. Program Studi MMT-ITS. ISBN 978-602-97491-4-4. Anonim. 2001. Handling zeros in geometric mean calculation. http://www.wwdmag.com/channel/casestudies/handlingzerosgeometricmeancal culation. Daonil. 2012. Implementasi lean manufacturing untuk eliminasi waste pada lini produksi machining cast wheel dengan menggunakan metode WAM dan VALSAT. [tesis]. Jurusan Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma For Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Di dalam: Mughni Ahmad. 2013. Penaksiran waste pada proses produksi sepatu dengan waste relationship matrix. [jurnal]. Jurusan Teknik Industri. Universitas Trunojoyo Madura. Hines, Peter and Rich, N. 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal of Operation and Production Management. Vol 17 No1 pp. 46-64. MCB University Press. Hines, Peter and Taylor, D. 2000. Going Lean. UK: Lean Enterprise Research Centre Cardiff Bussiness School. International Cocoa Organization. 2014. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics Vol XL No.1 Cocoa year 2013/14. Laksono, Moses Singgih dan Rhicard Kristian. 2007. Peningkatan Produktivitas Divisi Produksi Peralatan Industri Proses Pada PT. Barata Indonesia dengan Value Stream Mapping. Rawabdeh, Ibrahim A. 2005. A Model for The Assessment of Waste in Companies. International Journal of Operations and Production Management. Vol 25. Issue 8 2005 Research Paper. Seth, Dinesh, Nitin Seth, and Deepak Goel. 2008. Application of value stream mapping (VSM) for minimization of wastes in the processing side of supply chain of cottonseed oil industry in Indian context. Journal of Manufacturing
21 Technology Management Vol. 19 No. 4 2008 pp. 529-550. Emerald Group Publishing Limited. Triagus, Danang Setiyawan, Sudjito Soeparman, dan Rudy Soenoko. 2013. Minimasi Waste untuk Perbaikan Proses Produksi Kantong Kemasan dengan Pendekatan Lean Manufacturing. PSTI UB Publishing. Jemis Vol 1 No. 1 Tahun 2013. ISSN 2338-3925. Wahid, Abdul Naruddin, Surachman, Nasir Widha Setyanto, dan Rudy Soenoko. 2013. Implementasi konsep lean manufacturing untuk meminimalkan waktu keterlambatan penyelesaian produk A sebagai value pelanggan. Jurnal Rekayasa Mesin Vol.4, No.2 Tahun 2013: 147-156. ISSN 0216-468X.
22 Lampiran 1 Penjelasan hubungan antar pemborosan (waste) O_I
: Over production comsumes and needs large amounts of raw material causing stocking of raw material and producing more work-in process that consume floor space, and are considered as a temporary form of inventory that no customer (process) that may order it O_D : When operators are producing more, their concern about the quality of the parts produced will decrease, because of the senses that there exists enough material to substitute the defect O_M : Over production leads to non ergonomic behavior, which leads to non standardized working method with a considerable amount of motion losses. O_T : Over production leads to higher transportation effort to follow the overflow of materials O_W : When producing more, the resources will be reserved for longer times, thus other customer will be waiting and larger queues to form. I_O I_D I_M I_T
: The higher level of raw materials in store can push workers to work more, so as to increase the profitability of th company. : Increasing inventory (RM, WIP, and FG) will increase the probability of become defected due to lack of concern and unsuitable storing conditions. : Increasing inventory will increase the time for searching, selecting, grasping, reaching, moving, and handling. : Increasing inventory sometimes block the available aisles, making a production activity more transportation time consuming.
D_O D_I
: Over production behavior appears in order to overcome the lack of parts due to defects. : Producing defective parts the need to be reworked means that increased levels of WIP exist in the form of inventory. D_M : Producing defects increases the time of searching, selection, and inspection of parts, not to mention that reworks station will increase transportation intensity (back streams) i.e. wasteful transportation activites. D_W : Reworks will reserve workstations so that new parts will be waiting to be processed. M_I M_D M_P
: Non standardized work method lead to high amounts of work in process, : Lack of training and standardization means the percentage of defects will increase. : When jobs are non standardized, process waste will increase due to the lack of understanding the available technology capacity. M_W : When standards are not set, time will be consumed in searching, grasping, moving, assembling, which result in an increase in part waiting parts. T_O T_I T_D T_M T_W P_O
: Items are produced more than needed based in the capacity of the handling system so as to minimize transportating cost per unit. : Insufficient number of material handling equipment (MHE) leads to more inventory that can affect other processes. : MHE plays a considerable role in transportation waste. Non suitable MHE can sometimes damage items that and being defect. : When items are transported anywhere this means a higher probability of motion waste presented by double handing and searching. : If MHE is insufficient, this means that items will remain idle, waiting to be transported.
: In order to reduce the cost of an operation oer machine time, machines are pushed to operate full time shift, which finally result in overproduction P_I : Combining operations in one cell will result directly to decrease WIP amounts because of eliminating buffers. P_D : If the machines are not properly maintained defects will be produced. P_M : New technologies of processes that lack training create the human motion waste. P_W : When the technology use is unsuitable, setup times and repetitive downtimes will lead to higher waiting times. W_O : When a machine is waiting because its supplier is serving another customer, this machine may sometimes be forced to produce more, just keep it running.
23 W_I
: Waiting means more items than needed at a certaing point, whether they are RM, WIP, or FG W_D : Waiting items may cause defects due to unsuitable conditions.
24 Lampiran 2 Pertanyaan kuesioner keterkaitan antar pemborosan Kolom jawaban: Memilih jawaban a, b, atau c pada no.1-4 dan 6 Memilih jawaban a, b, c, d, e, f, atau g pada no.5 No 1
2
3
4
5
6
Pertanyaan Apakah i mengakibatkan j ? a. Selalu b. Kadang-kadang c. Jarang Apakah tipe keterkaitan antara i dan j? a. Jika a naik, maka b naik b. Jika a naik, b pada level konstan c. Acak, tidak tergantung Dampak j dikarenakan oleh i ? a. Terlihat langsung dan jelas b. Butuh waktu agar terlihat c. Tidak terlihat Bagaimana cara mengeliminasi akibat i terhadap j ? a. Melalui metode teknik b. Melalui metode sederhana dan langsung c. Melalui metode solusi instruksi Dampak j dikarenakan oleh i, berpengaruh pada : a. Kualitas produk b. Produktivitas c. Waktu tunggu d. Kualitas dan produktivitas e. Produktivitas dan waktu tunggu f. Kualitas dan waktu tunggu g. Kualitas, produktivitas, dan waktu tunggu Pada tingkat apa i berdampak pada j dalam meningkatkan waktu tunggu? a. Tingkat tinggi b. Tingkat menengah c. Tingkat rendah
Keterangan : i merupakan pemborosan 1 j merupakan pemborosan 2 contoh : Over production_Inventory i = Over production j = Inventory
Bobot 4 2 1 2 1 0 4 2 0 2 1 0 1 1 1 2 2 2 4
4 2 0
25 Lampiran 3 Jawaban kuesioner keterkaitan pemborosan dan konversi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jawaban dari pertanyaan Jumlah Konversi 1 2 3 4 5 6 Over production_Inventory 2 2 4 0 4 2 14 E Over production_Defect 1 0 2 0 4 2 9 I Over production_Motion 4 0 2 0 1 2 9 I Over production_Transportation 4 2 4 0 4 4 18 A Over production_Waiting 4 0 4 0 4 4 16 E Inventory_ Over production 1 2 0 0 4 4 11 I Inventory_Defect 2 0 2 1 2 2 9 I Inventory_Motion 1 0 2 1 4 2 10 I Inventory_Transportation 1 2 4 0 1 2 10 I Defect_Over production 1 0 0 0 4 0 5 O Defect_Inventory 1 0 2 2 2 4 11 I Defect_Motion 2 0 2 1 2 4 10 I Defect_Transportation 1 0 4 0 2 4 11 I Defect_Waiting 2 0 4 0 4 0 10 I Motion_Inventory 2 0 0 0 1 0 3 E Motion_Defect 1 0 4 0 4 0 9 I Motion_Waiting 1 0 4 2 4 4 15 E Motion_Process 2 2 2 0 2 4 12 I Transportation_Over production 2 0 2 1 4 4 13 E Transportation_Inventory 2 0 4 0 4 4 14 E Transportation_Defect 2 0 0 0 1 2 5 O Transportation_Motion 4 0 4 2 2 2 14 E Transportation_Waiting 1 2 4 0 4 4 15 E Process_Over production 1 2 2 0 4 4 13 E Process_Inventory 1 0 2 0 4 2 9 I Process_Defect 1 0 2 2 2 4 11 I Process_Motion 4 2 4 2 4 2 18 A Process_Waiting 2 0 1 2 4 4 13 E Waiting_Over production 2 0 2 1 2 2 9 I Waiting_Inventory 1 2 4 2 4 2 15 E Waiting_Defect 1 0 2 2 4 4 13 E Hubungan antar pemborosan
26 Lampiran 4 Pembobotan awal pertanyaan WAQ berdasarkan WRM No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aspek pertanyaan Man
Material
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Machine
Jenis pertanyaan To motion From motion From defect From motion From motion From defect From process To waiting From waiting From transportation From inventory From inventory From defects From inventory From waiting To defects From defects From transportation To motion From waiting From motion From transportation From defects From motion From inventory From inventory To waiting From defects From waiting From overproduction To motion From process To waiting From process From transportation To motion From overproduction From waiting From waiting To defects From waiting To motion From process
Bobot awal untuk setiap jenis waste O I D M T P W 6 6 6 10 8 10 0 0 2 6 10 0 6 8 4 6 10 6 6 0 6 0 2 6 10 0 6 8 0 2 6 10 0 6 8 4 6 10 6 6 0 6 8 6 6 10 0 10 8 8 0 6 8 8 8 10 6 8 8 0 0 0 10 8
8
4
8
10
0
8
6 6 4 6 6 6 4
10 10 6 10 8 6 6
6 6 10 6 8 10 10
6 6 6 6 0 6 6
6 6 6 6 0 4 6
0 0 0 0 0 6 0
0 0 6 0 10 8 6
8
8
4
8
10
0
8
6 6 0
6 8 2
6 8 6
10 0 10
8 0 0
10 0 6
0 10 8
8
8
4
8
10
0
8
4 0 6 6 8 4 6
6 2 10 10 0 6 8
10 6 6 6 6 10 8
6 10 6 6 8 6 0
6 0 6 6 8 6 0
0 6 0 0 8 0 0
6 8 0 0 10 6 10
10
8
6
6
10
0
8
6 8 8 8
6 6 0 6
6 6 6 6
10 10 8 10
8 0 8 0
10 10 8 10
0 8 10 8
8
8
4
8
10
0
8
6
6
6
10
8
10
0
10
8
6
6
10
0
8
6 6 6 6 6 8
8 8 6 8 6 6
8 8 10 8 6 6
0 0 6 0 10 10
0 0 4 0 8 0
0 0 6 0 10 10
10 10 8 10 0 8
27 Lampiran 4 (Lanjutan) Pembobotan awal pertanyaan WAQ berdasarkan WRM No 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Aspek pertanyaan Method
66 67 68 Total Skor
Jenis pertanyaan To transportation From motion From waiting To motion To waiting To defects From motion From defects From motion To waiting From process From process To defects From inventory To transportation To motion To transportation To motion To motion From motion From motion From motion From overproduction From process From defects
Bobot awal untuk setiap jenis waste O I D M T P W 10 6 6 0 10 0 0 0 2 6 10 0 6 8 6 8 8 0 0 0 10 6 6 6 10 8 10 0 8 0 6 8 8 8 10 6 6 10 6 4 6 8 0 2 6 10 0 6 8 4 6 10 6 6 0 6 0 2 6 10 0 6 8 8 0 6 8 8 8 10 8 6 6 10 0 10 8 8 6 6 10 0 10 8 6 6 10 6 4 6 8 6 10 6 6 6 0 0 10 6 6 0 10 0 0 6 6 6 10 8 10 0 10 6 6 0 10 0 0 6 6 6 10 8 10 0 6 6 6 10 8 10 0 0 2 6 10 0 6 8 0 2 6 10 0 6 8 0 2 6 10 0 6 8 10
8
6
6
10
0
8
8 4 382
6 6 388
6 10 464
10 6 468
0 6 312
10 0 290
8 6 410
28 Lampiran 5 Bobot pertanyaan dibagi Ni dan Jumlah Skor (Sj) & Frekuensi (Fj) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aspek Pertanyaan Man
Material
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Machine
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Method
Jenis pertanyaan To motion From motion From defect From motion From motion From defect From process To waiting From waiting From transportation From inventory From inventory From defects From inventory From waiting To defects From defects From transportation To motion From waiting From motion From transportation From defects From motion From inventory From inventory To waiting From defects From waiting From overproduction To motion From process To waiting From process From transportation To motion From overproduction From waiting From waiting To defects From waiting To motion From process To transportation From motion From waiting To motion To waiting
Ni 9 11 8 11 11 8 7 5 8
Bobot Awal untuk Setiap Jenis Waste (Wj, k) Wo, k Wi, k Wd, k Wm, k Wt, k Wp, k Ww, k 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75 1.14 0.86 0.86 1.43 0.00 1.43 1.14 1.60 0.00 1.20 1.60 1.60 1.60 2.00 0.75 1.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.25
4
2.00
2.00
1.00
2.00
2.50
0.00
2.00
6 6 8 6 8 4 8
1.00 1.00 0.50 1.00 0.75 1.50 0.50
1.67 1.67 0.75 1.67 1.00 1.50 0.75
1.00 1.00 1.25 1.00 1.00 2.50 1.25
1.00 1.00 0.75 1.00 0.00 1.50 0.75
1.00 1.00 0.75 1.00 0.00 1.00 0.75
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.50 0.00
0.00 0.00 0.75 0.00 1.25 2.00 0.75
4
2.00
2.00
1.00
2.00
2.50
0.00
2.00
9 8 11
0.67 0.75 0.00
0.67 1.00 0.18
0.67 1.00 0.55
1.11 0.00 0.91
0.89 0.00 0.00
1.11 0.00 0.55
0.00 1.25 0.73
4
2.00
2.00
1.00
2.00
2.50
0.00
2.00
8 11 6 6 5 8 8
0.50 0.00 1.00 1.00 1.60 0.50 0.75
0.75 0.18 1.67 1.67 0.00 0.75 1.00
1.25 0.55 1.00 1.00 1.20 1.25 1.00
0.75 0.91 1.00 1.00 1.60 0.75 0.00
0.75 0.00 1.00 1.00 1.60 0.75 0.00
0.00 0.55 0.00 0.00 1.60 0.00 0.00
0.75 0.73 0.00 0.00 2.00 0.75 1.25
3
3.33
2.67
2.00
2.00
3.33
0.00
2.67
9 7 5 7
0.67 1.14 1.60 1.14
0.67 0.86 0.00 0.86
0.67 0.86 1.20 0.86
1.11 1.43 1.60 1.43
0.89 0.00 1.60 0.00
1.11 1.43 1.60 1.43
0.00 1.14 2.00 1.14
4
2.00
2.00
1.00
2.00
2.50
0.00
2.00
9
0.67
0.67
0.67
1.11
0.89
1.11
0.00
3
3.33
2.67
2.00
2.00
3.33
0.00
2.67
8 8 4 8 9 7 3 11 8 9 5
0.75 0.75 1.50 0.75 0.67 1.14 3.33 0.00 0.75 0.67 1.60
1.00 1.00 1.50 1.00 0.67 0.86 2.00 0.18 1.00 0.67 0.00
1.00 1.00 2.50 1.00 0.67 0.86 2.00 0.55 1.00 0.67 1.20
0.00 0.00 1.50 0.00 1.11 1.43 0.00 0.91 0.00 1.11 1.60
0.00 0.00 1.00 0.00 0.89 0.00 3.33 0.00 0.00 0.89 1.60
0.00 0.00 1.50 0.00 1.11 1.43 0.00 0.55 0.00 1.11 1.60
1.25 1.25 2.00 1.25 0.00 1.14 0.00 0.73 1.25 0.00 2.00
29 Lampiran 5 (Lanjutan) Bobot pertanyaan dibagi Ni dan Jumlah Skor (Sj) & Frekuensi (Fj) No 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Aspek Pertanyaan
Jenis pertanyaan
To defects From motion From defects From motion To waiting From process From process To defects From inventory To transportation To motion To transportation To motion To motion From motion From motion From motion From overproduction From process From defects Skor (Sj) Frekuensi (Fj)
Ni 4 11 8 11 5 7 7 4 6 3 9 3 9 9 11 11 11
Bobot Awal untuk Setiap Jenis Waste (Wj, k) Wo, k Wi, k Wd, k Wm, k Wt, k Wp, k Ww, k 1.50 1.50 2.50 1.50 1.00 1.50 2.00 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 1.60 0.00 1.20 1.60 1.60 1.60 2.00 1.14 0.86 0.86 1.43 0.00 1.43 1.14 1.14 0.86 0.86 1.43 0.00 1.43 1.14 1.50 1.50 2.50 1.50 1.00 1.50 2.00 1.00 1.67 1.00 1.00 1.00 0.00 0.00 3.33 2.00 2.00 0.00 3.33 0.00 0.00 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00 3.33 2.00 2.00 0.00 3.33 0.00 0.00 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00 0.67 0.67 0.67 1.11 0.89 1.11 0.00 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73
3
3.33
2.67
2.00
2.00
3.33
0.00
2.67
7 8
1.14 0.50 72.00 57
0.86 0.75 66.00 63
0.86 1.25 74.00 68
1.43 0.75 70.00 57
0.00 0.75 62.00 42
1.43 0.00 40.00 36
1.14 0.75 66.00 50
KUESIONER 2
1
2
3 4 5 6 7 8
9
10
11
12
13 14
From Motion
From Defect From Motion From Motion From Defect From Process To Waiting
From Waiting
From Transportation
From Inventory
From Inventory
From Defect From Inventory
No.
To Motion
Jenis Pertanyaan
Material Material
Material
Material
Material
Material
Man Man Man Man Man Material
Man
Man
Kategori Pertanyaan
A A
B
B
B
B
B B B B B B
B
B
Hubungan Pemborosan Pertanyaan
Apakah perencanaan produksi memberikan informasi yang cukup kepada tenaga kerja Part Control (PC) mengenai aktivitas penyimpanan barang? Apakah tenaga kerja Part Control (PC) diingatkan sebelum dilakukan perubahan penyimpanan (inventory) yang direncanakan? Apakah terdapat akumulasi material berlebihan yang menunggu dikerjakan ulang? Apakah terdapat material yang tidak penting disekitar tumpukan material bahan baku?
Apakah pihak manajemen sering melakukan pemindahan operator untuk semua pekerjaan (mesin) sehingga suatu jenis pekerjaan bisa dilakukan oleh semua operator? Apakah dilakukan penetapan standar untuk jumlah waktu dan kualitas produk yang ditargetkan dalam produksi? Apakah pengawasan untuk pekerja dalam proses produksi sudah cukup? Apakah ada langkah positif untuk meningkatkan semangat kerja dalam proses produksi? Apakah ada pelatihan baru untuk pegawai baru? Apakah pekerja memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya? Apakah perlindungan keselamatan kerja sudah dimanfaatkan di area kerja? Apakah lead time dari proses casting tersedia untuk mengatur jadwal produksi? Apakah telah dilakukan pengecekan jadwal untuk ketersediaan bahan baku sebelum melakukan proses produksi? Apakah part diterima dalam satu muatan?
Pengisian kolom penilaian dengan mencentang () pada kolom jawaban yang sesuai. Jawaban : 1 = Ya 0,5 = Sedang 0 = Tidak
Lampiran 6 Kuesioner Waste Assessment Questionnaire
30
1
Penilaian 0,5 0
30
Material
Material
18
19
20
21
From Waiting
From Motion
Material Material
Material Material Material
Material
Material
23 24
25
26
27 28 29
30
31
32
33
34
From Inventory
From Inventory
To Waiting From Defect From Waiting From Over Production To Motion
From Process
To Waiting
From Process
Machine
Machine
Machine
Material
Material
Material
22
From Transportation From Defect From Motion
Material
Material
Material Material
16 17
To Defect From Defect From Transportation To Motion
Material
Kategori Pertanyaan
15
No.
From Waiting
Jenis Pertanyaan
B
B
B
B
A
B A B
A
A
B B
B
B
B
A
A
A A
A
Hubungan Pemborosan Pertanyaan
Apakah bahan/material disimpan dengan baik? Apakah pengujian terhadap efisiensi mesin dan pengujian standar spesifikasi produk sudah dilakukan secara periodik? Apakah beban kerja untuk tiap mesin dapat diprediksi dengan jelas? Apakah dilakukan pemeriksaan terhadap mesin yang telah dipasang dengan melihat kesesuaian kinerja dengan spesifikasinya?
Apakah tenaga kerja produksi berdiri disekitar area produksi menunggu kedatangan bahan baku/material? Apakah bahan/material dipandahkan lebih sering daripada yang dibutuhkan? Apakah bahan baku sering rusak saat aktivitas transportasi? Apakah Work In Process (WIP) area dikacaukan dengan part dan material yang digunakan atau dipindahkan untuk proses berikutnya? Apakah material yang dibongkar muat secara mekanik harus ditangani secara manual? Apakah terdapat wadah yang digunakan sebelum pengemasan untuk mempermudah perhitungan jumlah dan penanganan bahan (material handling)? Apakah bahan baku/material yang identik disimpan pada satu lokasi untuk meminimasi waktu pencarian dalam penanganan persediaan? Apakah tersedia wadah besar yang mudah dibawa untuk menghindari perulangan penanganan (handling) dengan wadah kecil? Apakah bahan baku diuji untuk mengetahui kesesuaian terhadap spesifikasi ketika diterima? Apakah bahan baku/ material dengan tepat diidentifikasi melalui nomor part? Apakah dilakukan penyimpanan barang yang masih dalam proses Work In Process (WIP) untuk diproses kemudian? Apakah dilakukan pemesanan dan penyimpanan rawmaterial untuk persediaan, meskipun tidak dibutuhkan dengan segera? Apakah dilakukan kelonggaran rute aliran Work In Process (WIP)? Apakah dilakukan pengerjaan ulang untuk produk yang tidak sesuai? Apakah bahan baku tiba tepat waktu disaat dibutuhkan? Apakah terdapat tumpukan barang di gudang yang tidak memiliki customer yang dijadwalkan?
Lampiran 6 (Lanjutan) Kuesioner Waste Assessment Questionnaire 1
Penilaian 0,5 0
31
31
Machine
Machine
Machine
Machine Machine
35
36
37
38 39
40
41
42
43
44
45
46
47
48 49 50 51 52
To Defect
From Waiting
To Motion
From Process
To Transportation
From Motion
From Waiting
To Motion
From Defect To Defect From Motion From Defect From Motion
Method Method Method Method Method
Method
Method
Method
Method
Machine
Machine
Machine
Machine
Kategori Pertanyaan
No.
Jenis Pertanyaan From Transportation To Motion From Over Production From Waiting From Waiting
B B B B B
B
B
B
B
B
A
A
A
A B
A
B
B
Hubungan Pemborosan Pertanyaan
Apakah ada sistem penomoran pada pengambilan material yang memudahkan dalam pencarian dan penyimpanan? Apakah ruang penyimpanan digunakan secara efektif untuk penyimpanan dengan bantuan forklift dan rak? Apakah gudang dibagi menjadi dua area, area aktif untuk order yang paling sering dan stok cadangan untuk orderan lainnya? Apakah ada penerapan quality control di dalam proses produksi yang selalu diterapkan? Apakah jadwal produksi dikomunikasikan antar departemen, sehingga jadwal dipahami secara luas? Apakah telah dilakukan standar produksi untuk memudahkan loading mesin? Apakah ada penerapan quality control di dalam proses produksi yang selalu diterapkan? Apakah pekerjaan dan operasi memiliki waktu standar yang dihitung sesuai ilmu keteknikan?
Apakah kapasitas peralatan penanganan bahan (material handling) cukup untuk menampung beban yang paling berat? Jika peralatan material handling digunakan, apakah jumlah bahan yang dibawa sudah cukup? Apakah terdapat kebijakan produksi untuk memproduksi produk yang berlebih dalam rangka mencapai pemanfaatan mesin? Apakah mesin sering berhenti karena kerusakan mesin? Apakah peralatan yang dibutuhkan sudah tersedia dan cukup untuk setiap proses? Apakah peralatan penanganan bahan (material handling) membahayakan terhadap part yang dibawa? Apakah pada proses produksi berlangsung waktu setup lama dan menyebabkan penundaan terhadap aliran proses? Apakah terdapat perkakas yang tidak terpakai/rusak namun masih tersedia ditempat kerja? Apakah dilakukan pertimbangan untuk meminimasi frekuensi dari set up dengan penyesuaian penjadwalan dan desain? Apakah area stok tersedia untuk menghindari kemacetan lalu lintas produksi?
Lampiran 6 (Lanjutan) Kuesioner Waste Assessment Questionnaire
32
1
Penilaian 0,5 0
32
64
65
From Motion
From Motion From Over Production
68
From Defect
Method
B
B
Method
Keterangan : Hubungan pemborosan A = berdampak terhadap pemborosan B = tidak berdampak terhadap pemborosan
67
From Process
66
B B
B
A B B
B B
B
B B
B
B
B
Hubungan Pemborosan
Method Method
Method
Method Method Method
60
Method
61 62 63
57
From Inventory
Method Method
Method Method
56
To Defect
Method
Method
59
55
From Process
58
54
From Process
Method
Kategori Pertanyaan
To Transportation To Motion To Transportation To Motion To Motion From Motion
53
No.
To Waiting
Jenis Pertanyaan Pertanyaan
Apakah prosedur kerja yang sudah ada mampu menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu atau berlebihan? Apakah hasil quality control, uji produk, dan evaluasi dilakukan dengan ilmu keteknikan?
Apakah area gudang digunakan untuk menyimpan material yang seharusnya tidak disimpan? Apakah ada jadwal tetap untuk membersihkan pabrik? Apakah aliran produksi dilakukan dengan satu arah? Apakah ada suatu kelompok yang berhubungan dengan desain, konstruksi komponen, drafting, dan bentuk lain dari standarisasi? Apakah standar kerja mempunyai tujuan yang jelas dan spesifik? Apakah ketidakseimbangan kerja dapat diprediksi?
Apakah area penyimpanan diberi tanda pada bagian-bagian tertentu? Apakah luas lorong produksi cukup untuk pergerakan bebas peralatan?
Jika suatu penundaan (delay) ditentukan, apakah penundaan tersebut dikomunikasikan ke semua departemen produksi? Apakah kebutuhan untuk part yang umum dijadwalakan sehingga tidak ada pengulangan setup yang tidak semestinya untuk produksi item yang sama? Apakah ada suatu kemungkinan mengkombinasikan langkah tertentu untuk membentuk suatu langkah tunggal? Apakah ada prosedur untuk inspeksi produk yang dihasilkan? Apakah arsip inventory digunakan untuk perhitungan pembelian material dan menjadwalkan produksi? Apakah lorong-lorong ruang produksi selalu dibersihkan dan dirapikan dengan baik?
Lampiran 6 (Lanjutan) Kuesioner Waste Assessment Questionnaire 1
Penilaian 0.5 0
33
33
34 Lampiran 7 Hasil penilaian kuesioner waste assessment No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Responden 1
Responden 2
Nilai Responden 3
Responden 4
Responden 5
0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0.5 1 1 1 0.5 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 0.5 1 0.5 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0.5 1 1 1 1 1 1 1 0 0.5 0.5 0 0 1 0.5 1 1 0 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0.5 0 0 0.5 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0.5 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0.5 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1
1 1 0.5 0.5 1 1 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0.5 1 0.5 1 1 1 1 0.5 1 0.5 0.5 0.5 1 0.5 0 1 0.5 1 1 1 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 1 0.5 1 0 0
1 1 1 1 0.5 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0.5 0.5 1 1 0 0 1 0 0.5 1 0 1 0.5 1 1 1 0.5 1 0.5 0 0.5 0 1 0 0.5 0 0.5 0.5 0 0 0 0
35 Lampiran 7 (Lanjutan) Hasil penilaian kuesioner waste assessment No 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Responden 1
Responden 2
Nilai Responden 3
Responden 4
Responden 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
0.5 1 1 1 1 1 0.5 1 1 1 1 1 0 0.5 0.5 0.5 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
0.5 0.5 1 0 1 0 0.5 1 1 0.5 1 0.5 0.5 0 1 0 0.5 1 0.5 0.5
1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0.5 0 0 1 0 1 0 1 1
36 Lampiran 8 Perhitungan total skor (sj) dan frekuensi (fj) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aspek Jenis pertanyaan pertanyaan Man
Material
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Machine
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Method
To motion From motion From defect From motion From motion From defect From process To waiting From waiting From transportation From inventory From inventory From defects From inventory From waiting To defects From defects From transportation To motion From waiting From motion From transportation From defects From motion From inventory From inventory To waiting From defects From waiting From overproduction To motion From process To waiting From process From transportation To motion From overproduction From waiting From waiting To defects From waiting To motion From process To transportation From motion From waiting To motion
RataBobot awal untuk setiap jenis waste (Wj, k) rata Wo, k Wi, k Wd, k Wm, k Wt, k Wp, k Ww, k jawaban 0.52 0.34 0.34 0.34 0.57 0.46 0.57 0.00 1.00 0.00 0.18 0.55 0.91 0.00 0.55 0.73 1.00 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75 0.89 0.00 0.16 0.48 0.81 0.00 0.48 0.65 0.64 0.00 0.12 0.35 0.59 0.00 0.35 0.47 1.00 0.50 0.75 1.25 0.75 0.75 0.00 0.75 0.89 1.02 0.76 0.76 1.27 0.00 1.27 1.02 0.55 0.88 0.00 0.66 0.88 0.88 0.88 1.10 0.89 0.67 0.89 0.89 0.00 0.00 0.00 1.11 0.43 0.89 0.89 0.18 0.08 0.25 0.08 0.18 0.18 0.52 0.89 0.52 0.74 1.00 0.52 0.35 0.74 0.35 0.89 0.47 0.74 0.89 0.64 0.64 0.89 0.89 0.64 0.43 0.28 0.43 0.08 0.35 0.43 0.68 0.89 0.64 0.15 0.15
0.86
0.86
0.43
0.86
1.08
0.00
0.86
0.89 0.89 0.09 0.08 0.18 0.13 0.09
1.48 1.48 0.13 0.14 0.25 0.13 0.13
0.89 0.89 0.22 0.08 0.25 0.21 0.22
0.89 0.89 0.13 0.08 0.00 0.13 0.13
0.89 0.89 0.13 0.08 0.00 0.08 0.13
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.13 0.00
0.00 0.00 0.13 0.00 0.31 0.17 0.13
0.35
0.35
0.18
0.35
0.44
0.00
0.35
0.34 0.67 0.00
0.34 0.89 0.09
0.34 0.89 0.28
0.57 0.00 0.47
0.46 0.00 0.00
0.57 0.00 0.28
0.00 1.11 0.38
1.48
1.48
0.74
1.48
1.85
0.00
1.48
0.50 0.00 0.35 0.74 0.56 0.44 0.35
0.75 0.09 0.58 1.24 0.00 0.67 0.47
1.25 0.28 0.35 0.74 0.42 1.11 0.47
0.75 0.47 0.35 0.74 0.56 0.67 0.00
0.75 0.00 0.35 0.74 0.56 0.67 0.00
0.00 0.28 0.00 0.00 0.56 0.00 0.00
0.75 0.38 0.00 0.00 0.70 0.67 0.58
2.47
1.98
1.48
1.48
2.47
0.00
1.98
0.59 0.74 1.03 1.02
0.59 0.55 0.00 0.76
0.59 0.55 0.77 0.76
0.99 0.92 1.03 1.27
0.79 0.00 1.03 0.00
0.99 0.92 1.03 1.27
0.00 0.74 1.29 1.02
1.78
1.78
0.89
1.78
2.22
0.00
1.78
0.43
0.43
0.43
0.72
0.57
0.72
0.00
1.44
1.15
0.86
0.86
1.44
0.00
1.15
0.21 0.32 0.13 0.26 0.29 0.78 2.96 0.00 0.11 0.10
0.28 0.43 0.13 0.35 0.29 0.59 1.78 0.12 0.15 0.10
0.28 0.43 0.21 0.35 0.29 0.59 1.78 0.35 0.15 0.10
0.00 0.00 0.13 0.00 0.48 0.98 0.00 0.59 0.00 0.17
0.00 0.00 0.08 0.00 0.38 0.00 2.96 0.00 0.00 0.13
0.00 0.00 0.13 0.00 0.48 0.98 0.00 0.35 0.00 0.17
0.34 0.54 0.17 0.44 0.00 0.78 0.00 0.47 0.19 0.00
37 Lampiran 8 (Lanjutan) Perhitungan total skor (sj) dan frekuensi (fj) No 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Aspek Jenis pertanyaan pertanyaan To waiting To defects From motion From defects From motion To waiting From process From process To defects From inventory To transportation To motion To transportation To motion To motion From motion From motion From motion From overproduction From process From defects Skor (sj) Frekuensi (fj)
Ratarata jawaban 0.15 0.78 0.89 1.00 0.52 0.74 0.74 0.55 0.74 1.00 0.89 1.00 0.78 0.08 0.43 0.89 0.25 0.89 0.74 0.89 0.89
Bobot awal untuk setiap jenis waste (Wj, k) Wo, k
Wo, k
Wo, k
Wo, k
Wo, k
Wo, k
Wo, k
0.24 1.17 0.00 0.50 0.00 1.19 0.85 0.63 1.11 1.00 2.96 0.67 2.61 0.06 0.29 0.00 0.00 0.00
0.00 1.17 0.16 0.75 0.09 0.00 0.64 0.47 1.11 1.67 1.78 0.67 1.57 0.06 0.29 0.16 0.04 0.16
0.18 1.96 0.48 1.25 0.28 0.89 0.64 0.47 1.85 1.00 1.78 0.67 1.57 0.06 0.29 0.48 0.13 0.48
0.24 1.17 0.81 0.75 0.47 1.19 1.06 0.79 1.11 1.00 0.00 1.11 0.00 0.09 0.48 0.81 0.22 0.81
0.24 0.78 0.00 0.75 0.00 1.19 0.00 0.00 0.74 1.00 2.96 0.89 2.61 0.08 0.38 0.00 0.00 0.00
0.24 1.17 0.48 0.00 0.28 1.19 1.06 0.79 1.11 0.00 0.00 1.11 0.00 0.09 0.48 0.48 0.13 0.48
0.30 1.57 0.65 0.75 0.38 1.48 0.85 0.63 1.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.65 0.18 0.65
2.47
1.98
1.48
1.48
2.47
0.00
1.98
1.02 0.44 44.75 57
0.76 0.67 41.13 63
0.76 1.11 45.44 68
1.27 0.67 42.95 57
0.00 0.67 38.78 42
1.27 0.00 23.33 35
1.02 0.67 38.64 50
38 Lampiran 9 PAM pengolahan biji kakao (pengeringan rotary drying) Aktivitas/ Proses Penimbangan Perpindahan truk Menunggu bucket (Receiving) Bongkar muat Pengambilan sampel biji Menunggu pressing Pengepresan Pemindahan bucket Fermentasi
Mesin/ Jarak Peralatan (m) Timbangan angkut
Aktivitas Waktu Jumlah (detik) Operator O T I S D 344
124
1
NNVA
1137
NNVA
5955 8507 182
2
1
Crane
8
Kotak fermentasi
Persiapan Pengangkutan Crane biji Pemindahan ke kotak Crane fermentasi 2 Fermentasi Kotak lanjut fermentasi Menunggu pemindahan Persiapan Pemindahan Crane biji ke CD Pengeringan Circuler (setengah drying kering) Menunggu dibongkar Persiapan Bongkar muat Sekop ke box 1 Persiapan Pemindahan ke Crane box 2 Bongkar muat Crane ke box 2
3
4402
NNVA
149400
VA
3621,5
NNVA
2025,5
2
NNVA
3339,5
2
VA
4432 4221 12686
NNVA
4326
2
NVA NNVA
NNVA
1
VA
7280
2
NVA NNVA
1
172800
20
NNVA
5483
NVA NNVA
5715 Pressing
VA/ NVA/ NNVA
NVA
4007
2
NNVA
4932
2
NNVA
1195
1
NNVA
898 3529
1 1
NNVA NNVA
39 Lampiran 9 (Lanjutan) PAM pengolahan biji kakao (pengeringan rotary drying) Aktivitas/ Proses Penyimpanan di box 2 Persiapan Perpindahan ke bagian atas Persiapan Pemindahan dari box 2 ke RD Pengeringan (kering) Perpindahan ke box Pemindahan ke silo Penyimpanan di silo 1 (menunggu) Pemindahan ke silo 2 Penyimpanan ke silo 2 Persiapan Grading dan pengisian karung Pemindahan ke timbang Penimbangan Penjahitan Pemindahan ke gudang
Mesin/ Jarak Peralatan (m) Box
Aktivitas VA/ Waktu Jumlah NVA/ (detik) Operator O T I S D NNVA
831 Crane
NNVA
37080
5
1642 977
2 Rotary drying
3902 147600
Crane
1
NNVA
1
NNVA
2
NNVA
2
NNVA
1
VA
4197
2
2947
1
NNVA NNVA NNVA
1440 Conveyor
20
2820
1
NNVA
1325
Mesin grading Gerobak sorong Timbangan Alat jahit Gerobak sorong Jumlah
NNVA
2965
2
NNVA
2
14326
2
VA
1
1253
1
1 1
1053 520
1 1
1
1716
1
NNVA NNVA NNVA
21 11
NNVA 1
2
5
40 Lampiran 10 PAM pengolahan biji kakao (pengeringan mason) Aktivitas/ Proses Penimbangan Perpindahan truk Menunggu bucket (Receiving) Bongkar muat Pengambilan sampel biji Menunggu pressing Pengepresan Pemindahan bucket Fermentasi
Mesin/ Jarak Peralatan (m) Timbangan angkut
Aktivitas Waktu Jumlah (detik) Operator O T I S D 344
124
1
NNVA
1137
NNVA
5955 8507 182
2
1
Crane
8
Kotak fermentasi
Persiapan Pengangkutan Crane biji Pemindahan ke kotak Crane fermentasi 2 Fermentasi Kotak lanjut fermentasi Menunggu pemindahan Persiapan Pemindahan Crane biji ke CD Pengeringan Circuler (setengah drying kering) Menunggu dibongkar Persiapan Bongkar muat dari CD ke karung Pemindahan karung Pengangkutan
3
4402
NVA NNVA
1
NNVA
149400
VA
3621,5
NNVA
2025,5
2
NNVA
3339,5
2
VA
4326
4432 4221 12686
NNVA
172800
20
NNVA
5483
NVA NNVA
5715 Pressing
VA/ NVA/ NNVA
2
NVA NNVA
NNVA
1
VA
5337
NVA
2419,79
1
NNVA
7478,38
4
NNVA
2771,42 2517,42
4
NNVA NNVA
41 Lampiran 10 (Lanjutan) PAM pengolahan biji kakao (pengeringan mason) Aktivitas/ Proses Perpindahan ke mason Bongkar muat ke mason Pengeringan (kering) Persiapan Pembungkusan Perpindahan ke silo Bongkar muat dari truk
Mesin/ Jarak Peralatan (m) Truk
82
Mason
82
Bongkar karung
Penyimpanan di silo 1 (menunggu) Pemindahan ke silo 2 Penyimpanan ke silo 2 Persiapan Grading dan pengisian karung Pemindahan ke timbang Penimbangan Penjahitan Pemindahan ke gudang Jumlah
Aktivitas VA/ Waktu Jumlah NVA/ (detik) Operator O T I S D NNVA
333,5
4
NNVA
6398,17
NNVA
63000
VA
1620,17 3272,04
2
NNVA NNVA
379
NNVA
1002,08
4
NNVA
3641,33
3
NNVA
NNVA
1440 Conveyor
20
2820
1
NNVA
1325
Mesin grading Gerobak sorong Timbangan Alat jahit Gerobak sorong
NNVA
2965
2
NNVA
2
14326
2
VA
1
1253
1
1 1
1053 520
1 1
1
1716
1
NNVA NNVA NNVA
22 10
NNVA 1
1
5
42 Lampiran 11 Perhitungan Supply Chain Respon Matrix Area produksi (Work In Process) Januari
Februari
Uraian Stok awal Penerimaan (input produksi) Pengeluaran (output produksi) Stok akhir
Maret
April
Mei
Juni
Jumlah hari kerja
Total (kg)
(kg)
Ratarata/hari
0
0
0
0
0
0
58596,5
10808,5
11250,5
106483
546074
4173125
4921713,5
135
36457,137
9125
875
500
8875
55875
316625
391875
81
4837,963
0
0
0
0
0
0
Januari
Februari
Gudang Uraian Stok awal Penerimaan (output produksi) Pengeluaran (delivery) Stok akhir
Maret
April
Mei
Juni
Total (kg)
(kg)
Jumlah hari kerja
Ratarata/hari
15687,5
24812,5
687,5
1187,5
10062,5
65937,5
102687,5
9125
875
500
8875
55875
316625
382750
81
4837,963
0
25000
0
0
0
227500
252500
9
28055,556
24812,5
687,5
1187,5
10062,5
65937,5
155062,5
232937,5
Day Physical Stock WIP Penerimaan (input produksi) = 36457,137 = 7,54 hari Pengeluaran (output produksi) 4837,963 Day Physical Stock gudang Penerimaan (output produksi) = 4725,309 = 0,17 hari Pengeluaran (delivery) 28055,556
Perhitungan lead time pada penggudangan Pengeluaran 1 2 3 4
Januari Februari -
-
Maret April (hari) 35 28 35 28
Rata-rata (hari)
Mei 28 28 28 28
Juni 4 4 16 22
Jumlah (hari) 95 95 44 50 71
43
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Banyuwangi pada tanggal 9 September 1991. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Sumartono dan Ibi Ramini. Pendidikan formal ditempuh penulis di SMA Negeri 3 Jember pada tahun 2007-2010. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai angkatan 47 dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Saat menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan non akademik yaitu UKM Century IPB. Pada UKM Century IPB, penulis menjabat sebagai Sekretaris 2 UKM Century periode 2010-2011 dan menjadi Sekretaris Umum UKM Century periode 2011-2012. Setelah itu penulis menjabat sebagai Dewan Komisaris UKM Century periode 2012-2013. Selain itu penulis menjadi Wakil Sekretaris masa kaderisasi HIMALOGIN (HAGATRI) tahun 2012. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember pada tahun 2013 dengan judul Analisis Sistem Manajemen Mutu Produksi Kakao Di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.