ANALISIS RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN JEPANG YANG DIHUBUNGKAN DENGAN KONSEP KAIZEN DAN JAPANESE MANAGEMENT, STUDI KASUS PADA PT. JAPAN AIRLINES (JAL) ALBERTUS ADITIA Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27
[email protected] Dosen Pembimbing : Elisa Carolina Marion, S.S, M.Si
Abstract
The research explains the connection between kyocera philosophy concept with kaizen and Japanese management concept. The research method used is qualitative. Analysis are done by taking data from article related with restructurization of Japan Airlines linked with concept of kaizen by Masaaki Imai. Data will be then linked with Japanese management concept and corporate philosophy by Morimasa Ogawa, Ryuei Shimizu, Susumu Takamiya and Min Chen. It is concluded that there are five functions of kaizen that have found in restructuring Japan Airlines company. Keywords: Kaizen, Corporate philosophy, Japanese management, Japan Airlines, Restructurization Abstrak
Penelitian menjelaskan hubungan antara konsep kyocera philosophy dengan konsep kaizen dan Japanese menagement. Metode penelitian yang dipakai adalah metode kualitatif. Analisis dilakukan dengan mengambil data artikel yang berkaitan dengan restrukturisasi perusahaan Japan Airlines yang dihubungkan dengan konsep kaizen oleh Masaaki Imai. Selanjutnya data akan dihubungkan oleh konsep manajemen Jepang dan filosofi korporat oleh Morimasa Ogawa, Ryuei Shimizu, Susumu Takamiya dan Min Chen. Disimpulkan bahwa terdapat lima konsep kaizen yang dipakai dalam merestrukturisasi perusahaan Japan airlines. Kata kunci: Kaizen, Corporate philosophy, Japanese management, Japan Airlines, Restructurization
PENDAHULUAN Jepang pada jaman dahulu dikenal sebagai negara yang pernah menjajah Indonesia dan sangat ditakuti, namun di era globalisasi ini budaya-budaya dari luar termasuk budaya Jepang mulai masuk ke Indonesia. Saat ini orang lebih mengenal Jepang dari segi budaya dan kulinernya seperti sushi, anime serta manga. Selain itu, di sisi ekonomi perusahaan-perusahaan Jepang juga mulai bertumbuh dan berkembang di Indonesia, disamping itu Jepang juga dikenal sebagai negara adidaya / superpower yang sangat berkembang dalam bidang teknologi dan juga ekonominya. Pengaruh Jepang memang sangat terasa di berbagai negara, terutama dari produk-produk serta barang elektroniknya yang dengan mudah dijumpai dimana-mana. Teknologi Jepang juga banyak dipakai di negara-negara berkembang bahkan negara maju lainnya seperti dalam hal barang elektronik atau industri otomotif, selain itu ekonomi Jepang masuk kedalam peringkat kedua terbesar di dunia sehingga menjadi Jepang negara superpower setelah Amerika dan China. Kesuksesan Jepang hingga menjadi seperti sekarang tidak hanya sekedar kebetulan, manajemen serta struktur industri / perusahaan yang kuat turut berperan besar dalam membawa nama Jepang hingga besar seperti sekarang. Menurut (Ricky W. Griffin, 2006) ia mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Salah satu perusahaan yang berhasil menerapkan hal tersebut adalah maskapai penerbangan Japan Airlines atau JAL. JAL adalah maskapai penerbangan nasional Jepang dan merupakan salah satu maskapai penerbangan terbesar Jepang setelah All Nippon Airways atau ANA. Maskapai ini didirikan pada tanggal 1 Maret 1951, dengan penerbangan domestik perdana pada tanggal 25 Oktober 1951 dengan pesawat Martin 2-0-2 yang disewa dari Northwest Airlines. Sementara, penerbangan internasional perdana dengan rute Tokyo-San Francisco dimulai pada tanggal 2 Februari 1954 dengan pesawat Douglas DC-6. Japan Airlines memasuki era jet pada tahun 1966 dengan pesawat Douglas DC-8. Lalu, JAL memutuskan memodernisasi armadanya dengan pesawat jet. JAL juga menambah tujuan internasional seperti Hong Kong, New York, Paris, London, dan Busan. Pada tahun 1970an, maskapai ini juga membeli Boeing 747, Boeing 727, serta McDonnell-Douglas DC-10. Ketika deregulasi penerbangan dicanangkan pemerintah Jepang pada akhir 1970an, Pada tahun 1987, JAL pun diprivatisasi dan dua saingan JAL, All Nippon Airways dan Japan Air System, diperbolehkan berkompetisi dengan JAL secara bebas. Pada tahun 1990an, maskapai ini memesan Boeing 777 sebagai bagian dari pembaruan armadanya. Tahun 2001, JAL dan Japan Air System (JAS) yang merupakan maskapai terbesar ketiga di Jepang, setuju untuk merger. Proses merger selesai tahun 2004, mempertahankan merek Japan Airlines menjadikannya maskapai terbesar keenam di dunia berdasarkan penumpang yang diangkutnya. Namun sebaik-baiknya perusahaan tentu ada kelemahannya juga. Penurunan jumlah penumpang, manajemen yang buruk (mismanagement), kegagalan investasi di bidang resor asing dan hotel, biaya pensiun karyawan yang terus meningkat, biaya maintenance untuk perawatan pesawat dan rute-rute penerbangan yang terlalu banyak menyebabkan perusahaan ini mengalami kerugian dan akhirnya bangkrut di tahun 2010. Bangkrut dalam definisi ini maksudnya adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bangkrut, dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya, pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar (Ahmad Yani & Gunawan Widjaja , 2004: 11 ). Maskapai JAL dalam hal ini memang memiliki hutang yang sedemikian besar untuk menutupi kerugiannya sehingga tidak sanggup lagi untuk membayar pada krediturnya sehingga JAL meminta perlindungan dari kebangkrutan pada pemerintah Jepang dan dinyatakan bangkrut pada tahun 2010. Selama dinyatakan bangkrut oleh pemerintah, JAL melakukan restrukturisasi, maksud dari restrukturisasi ini adalah menata perusahaan dengan menata ulang doktrin, praktek dan aktivitas yang ada kemudian secara inovatif menyebarkan kembali modal dan sumber daya manusia (Bennis and Mische 1999: 13). JAL melakukan restrukturisasi pada perusahaannya seperti memangkas jumlah karyawannya sebanyak 16.000 sampai 32.600 orang, kemudian menghapus rute penerbangan domestik dan internasional yang dianggap tidak profitable sebanyak 49 rute, dan juga menghentikan pengoperasian pesawat jumbo jet-nya karena umurnya yang sudah tua serta biaya pengoperasian dan bahan bakar yang mahal serta tidak efisien. Langkah tersebut mendapatkan titik cerah pada perusahaan tersebut karena kurang dari tiga tahun perusahaan tersebut kembali berjalan dan masuk
kembali ke dalam Tokyo Stock Exchange (TSE) setelah sebelumnya ditarik keluar karena masalah finansial di perusahaan tersebut. Bangkitnya JAL banyak mengundang perhatian karena hanya dalam waktu yang cukup singkat, yaitu kurang dari tiga tahun perusahaan tersebut bisa bangkit dan beroperasi kembali bahkan menyaingi maskapai penerbangan ANA yang juga merupakan salah satu maskapai penerbangan besar di Jepang. Setelah diteliti, orang yang memegang peranan penting dalam menyelamatkan perusahaan tersebut adalah Kazuo Inamori yang pernah menjabat sebagai chairman perusahaan tersebut menggantikan Haruka Nishimatsu, pemimpin perusahaan sebelumnya. Kazuo Inamori ternyata menganut filosofi managemen Kyocera philosophy yang kemudian diterapkan pada manajemen perusahaan JAL untuk memperbaiki kondisi perusahaan tersebut. Penulis menemukan adanya kemiripan antara tindakan Inamori dalam merestrukturisasi perusahaan JAL yang menggunakan konsep kyocera philosophy sebagai basisnya dengan konsep kaizen dan Japanese management, sehingga penulis ingin meneliti lebih dalam konsep-konsep kaizen dan Japanese management apa saja yang berhubungan dengan tindakan Inamori merestrukturisasi perusahaan JAL yang menggunakan konsep kyocera philosophy. Masalah yang dibahas oleh penulis adalah menganalisa hubungan konsep kyocera philosophy sebagai konsep kaizen dan Japanese management dari korpus penelitian berupa data perusahaan Jepang sebelum dan sesudah restrukturisasi. Tujuan penelitian ini adalah memahami hubungan antara konsep kyocera philosophy dengan konsep kaizen dan Japanese management. Manfaat penelitian ini adalah penulis mengerti dan memahami apa itu Kyocera philosophy serta pentingnya manajemen bagi sebuah perusahaan serta apa saja yang harus dilakukan untuk menciptakan sebuah manajemen perusahaan yang baik, bagi pembaca penulis mengharapkan skripsi ini menambah pengetahuan pembaca mengenai manajemen perusahaan di Jepang juga bagaimana peranan Kyocera philosophy dalam menanggulangi kebangkrutan sebuah perusahaan sehingga dapat diterapkan juga pada perusahaan-perusahaan lain. Penulis mengambil tinjauan pustaka untuk kemudian bisa dikembangkan menjadi skripsi berdasarkan artikel jurnal atau penelitian terdahulu dari internet. Salah satunya adalah artikel jurnal online berjudul Business Asia: JAL's Flight of Philosophy yang ditulis oleh Joseph Sternberg, berisikan tentang filosofi JAL yang berjasa dalam membangkitkan perusahaan JAL dari kebangkrutan. Dalam buku saku yang dipegang setiap karyawan JAL terdapat kata-kata “The result of life and work = Attitude x Effort x Ability” yang jika diartikan, sikap, usaha dan kemampuan merupakan hasil dari kehidupan dan pekerjaan. Selain itu ada juga kata-kata mutiara seperti "Grasp Matters Simply" (Kuasai masalah secara simpel); "Strive for Perfection" (Berusaha menuju kesempurnaan); dan "Work Earnestly" (Sungguh-sungguh dalam bekerja). Selain itu dikatakan juga bahwa perubahan sikap pada karyawan JAL, yang disebut sebagai reformasi kesadaran (awareness reform) merupakan faktor utama yang membalikkan keadaan JAL yang tadinya terpuruk menjadi sukses. Lalu, melalui filosofi JAL Inamori selaku pemimpin perusahaan selalu memperingatkan karyawan bahwa “bangkrutnya perusahaan disebabkan oleh perusahaan itu sendiri” dan berhati-hati agar tidak membuat kesalahan yang sama. Inamori juga mendiktat para karyawan agar mereka “berusaha menempatkan diri dalam posisi konsumen” karena pengalaman buruknya mengenai pelayanan JAL yang buruk sehingga membuat ia tidak mau terbang memakai maskapai itu lagi. Penulis juga mengambil artikel wawancara editor JBPress Hiroyuki Tsuruoka dengan jurnalis Jepang Eijiro Hara yang melakukan observasi di perusahaan JAL selama setahun penuh untuk mendalami bagaimana perusahaan tersebut bisa bangkit. Isi artikel tersebut menceritakan bagaimana sikap para karyawan / staff perusahaan JAL yang benar-benar berubah setelah sebelumnya dia skeptis bahwa perusahaan tersebut sulit untuk diubah sikapnya. Dia mengatakan bahwa yang dibutuhkan perusahaan tersebut adalah mengubah filosofinya untuk mengubah cara berpikir, sikap, nilai, cara bekerja dan budaya para karyawan yang ada di perusahaan tersebut. Selain itu dia juga mengatakan bahwa yang melatarbelakangi para karyawan perusahaan tersebut untuk mengubah sikap mereka adalah karena kebangkrutan perusahaan itu sendiri, mereka akhirnya bisa sadar dan berpikir apa saja kesalahan yang telah mereka perbuat dan mengubah cara pikir mereka untuk menanggulangi itu. Hal penting yang juga tidak bisa dipisahkan adalah bahwa kata-kata itu sangatlah penting, itulah yang Hara rasakan saat dia mewawancarai Inamori, dia sangat hati-hati dalam memilih katakata yang digunakan agar pendengar dapat mengerti apa yang ingin disampaikan, dia juga berpendapat bahwa untuk menjadi seorang manajer yang baik seseorang harus pintar dalam memilih kata-kata, penting bagi seorang manajer yang mempunyai visi bagaimana perusahaan yang dia pimpin kedepannya untuk kemudian menyampaikan pikiran itu pada para karyawan dengan kata-kata, mendapat persetujuan mereka dan mengambil tindakan.
METODE PENELITIAN Penulis memulai penelitian dimulai dari permasalahan yang sudah diidentifikasi dan dirumuskan oleh penulis. Permasalahannya adalah menganalisis kyocera philosophy dalam merestrukturisasi JAL ditinjau dari segi teori kaizen. Berdasarkan permasalahan ini, tujuan penulisan adalah untuk mengetahui dan memahami hubungan antara kyocera philosophy dalam merestrukturisasi perusahaan JAL jika ditinjau dari segi teori kaizen. Dari permasalahan dan tujuan itu, penulis memilih dan menetapkan metode penelitian dan metode pengumpulan data. Dalam pendekatannya penulis memilih memakai pendekatan kualitatif dan metode pengumpulan datanya adalah metode kepustakaan. Sesudah itu penulis akan menetapkan metode landasan teori dan analisis data. Metode analisis datanya adalah metode deskriptif analisis untuk memahami dan mengkaji data. Teori-teori yang akan digunakan adalah teori manajemen Jepang dan teori corporate philosophy, dengan sub teori kyocera philosophy. Penulis menggunakan metode kepustakaan untuk mengumpulkan data. Setelah itu penulis akan menerapkan pendekatan kualitatif untuk menetapkan sumber data, yaitu kumpulan artikel-artikel serta jurnal ilmiah baik dalam bahasa Inggris maupun Jepang. Lalu dari sumber data itu penulis mencari dan mengumpulkan korpus data, yang berupa artikel yang isinya menyangkut keadaan perusahaan sebelum dan sesudah restrukturisasi. Kemudian setelah korpus data dicari dan sudah terkumpul 5 data yang siap dianalisis yaitu: 1.Analisis prinsip manajemen dari kyocera philosophy “menyatakan tujuan dan misi dari bisnis secara jelas” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management 2.Analisis prinsip manajemen kyocera philosophy “membuat tujuan yang spesifik” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management 3.Analisis prinsip manajemen kyocera philosophy “maksimalkan pendapatan dan kurangi pengeluaran” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management 4.Analisis prinsip manajemen kyocera philosophy “bersikap baik dan jujur” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management 5.Analisis prinsip manajemen kyocera philosopy “memiliki semangat juang” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management Dalam menganalisis data dalam skripsi, penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Dari data yang telah dikumpulkan dan ditetapkan untuk dianalisis pada tahap dua, ada lima data yang bisa dianalisis, kemudian data-data tersebut akan diklasifikasi lalu data-data yang telah diklasifikasi tersebut akan dikaji. Penulis kemudian akan mencocokkan data-data yang diklasifikasi tersebut dengan teori, yaitu: 1.Usaha yang dilakukan Inamori yaitu membawa kyocera philosophy yang menjadi basis filosofi perusahaan JAL dan membangun sistem manajemen di JAL sesuai dengan konsep kaizen yakni penjabaran kebijakan perusahaan. 2.Keberhasilan usaha Inamori dalam mengkomunikasi filosofi yang dianutnya pada karyawan melalui strategi nommunication dan merubah strategi distribusi memberikan buku saku pada karyawan secara per individu sesuai dengan konsep sistem utama kaizen yaitu sistem saran. 3.Usaha Inamori menerapkan amoeba management untuk meningkatkan pendapatan dan menekan pengeluaran, serta menghapus rute-rute yang tidak menguntungkan dan mengurangi jumlah armada pesawat, jumlah destinasi, memotong gaji para karyawan, mempensiunkan dini sebagian karyawan mereka dan merevisi sistem pensiun perusahaan sesuai dengan konsep kaizen yaitu konsep penghematan di genba, meningkatkan produktivitas dan mengurangi tingkat persediaan. 4.Usaha Inamori dalam mengubah mentalitas para karyawan yaitu dengan mengajarkan perasaan rendah diri serta menggagaskan bahwa perubahan harus dimulai dari atas dengan membuat membuat program pendidikan eksekutif yang ditujukan bagi para karyawan eksekutif dan eksekutif tingkat manajer memiliki dua kesesuaian yaitu sesuai dengan konsep sistem utama kaizen yaitu TQC/TQM dan sesuai dengan konsep utama kaizen yaitu proses berikut adalah konsumen. 5. Usaha Inamori dalam meningkatkan SDM karyawannya melalui inspirasi dari tindakannya yang menerima jabatan tanpa digaji, serta membuat program pelatihan kepemimpinan bagi karyawan senior sesuai dengan konsep kaizen yaitu process-oriented management.
HASIL DAN BAHASAN 4.1 Analisis prinsip manajemen dari kyocera philosophy “menyatakan tujuan dan misi dari bisnis secara jelas” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management Data 1 Kutipan artikel 1: JAL’s history of having been originally founded as a goverment-owned airline resulted in the absence of the practice of discipline in the financial management. While the reality of the situation was that we had no management principles or corporate philosophy, we misunderstood that to mean that we had a company that allowed free thinking. But the problem was that an organization cannot converge under such circumstances. Because there was no clear management objective, everyone did whatever they wanted based on their own ideas. That is what I think in hindsight. We were also lacking a management system. There was no system for how the company was going to be managed. We had no management indexes, and we were also unable to grasp the overall picture of the company. Because we had no clear management objectives, it never occurred to us to use some kind of indexes in order to achieve the objective. The reality of our situation was that there was no sense of unity or shared goals. And without any awareness of the need to turn profits, we had no sense of impending crisis. What were we going to aim for? What was our thinking going to be rooted in? What kind of group were we? To establish these kinds of philosophies, and, at the same time, create a new JAL through Amoeba management—a divisional accounting system that systematically backs up these philosophies—these were JAL’s inner structural reform. Sumber : My Resolution upon Becoming President—JAL Will "Break Away from the Past" (http://www.kcmc.co.jp/en/management/case/case_2013_1205_01.html, 2013)
Terjemahan: Sejarah JAL yang pada awalnya merupakan maskapai penerbangan milik pemerintah menyebabkan absennya praktek kedisplinan dalam manajemen keuangan. Keadaan situasi yang sebenarnya adalah kami tidak mempunyai prinsip manajemen atau filosofi perusahaan, kami salah mengerti kalau dengan itu kami mempunyai perusahaan yang memperbolehkan untuk berpikir secara bebas. Tetapi masalahnya sebuah organisasi tidak bisa bersatu dibawah keadaan seperti itu. Karena tidak ada tujuan manajemen yang jelas, semua karyawan melakukan apa yang mereka mau sesuai dengan ide mereka masing-masing. Itu yang saya rasakan. Kami juga berkekurangan dalam sistem manajemen. Tidak ada sistem untuk bagaimana perusahaan tersebut akan diatur. Kami tidak mempunyai indeks manajemen, dan kami juga tidak mampu menangkap garis besar dari perusahaan kami.Karena kami tidak mempunyai tujuan manajemen yang jelas, tak pernah terpikir bagi kami untuk menggunakan semacam indeks untuk mencapai sebuah tujuan. Kenyataan dari situasi kami adalah tidak adanya rasa persatuan atau mencapai mimpi yang sama. Dan tidak adanya kesadaran untuk mengubah keuntungan, kami tidak mempunyai firasat akan ada krisis kedepannya. Apa yang ingin kami raih? Bagaimana pemikiran kami akan berakar? Grup seperti apakah kami? Untuk membuat filosofi semacam itu, dan pada waktu yang sama membuat JAL yang baru melalui Amoeba management—sistem akunting perdivisi yang secara sistematis menyokong filosofi itu—inilah rupa perbaikan struktur pusat JAL. Kutipan artikel 2: Since Inamori Kazuo, the chairman emeritus of the Kyocera Corporation, became the head of Japan Airlines, his extraordinary “management philosophy”, called “JAL Frontier”, has been promoted in the company.
Sumber : ‘Profit before safety’ management promoted by JAL chair Inamori (Part 1) (http://www.japan-press.co.jp/modules/news/index.php?id=2490, 2011)
Terjemahan: Semenjak Inamori Kazuo, chairman emeritus dari Perusahaan Kyocera, menjadi pemimpin di Japan Airlines, filosofi manajemennya yang luar biasa, yang dinamakan “JAL Frontier” telah digalakkan di perusahaan itu.
Analisis: Dari data diatas dapat dilihat sesuai dengan prinsip manajemen dari konsep kyocera philosophy point pertama yang menyatakan tujuan dan misi dari bisnis secara jelas. Dapat dilihat pada awalnya, sebelum restrukturisasi perusahaan JAL sendiri dari tidak memiliki filosofi perusahaan dan sebagai akibatnya para karyawan melakukan apa saja semau mereka dan tujuan manajemennya menjadi tidak jelas. Hal tersebut sesuai dengan konsep corporate philosophy oleh Morimasa (1991: 19) yang menyatakan bahwa sebuah perusahaan harus memiliki filosofi dan tanpanya keberadaan perusahaan itu tidak jelas. Konsep filosofi manajemen kyocera, “menyatakan tujuan dan misi bisnis” sesuai dengan goal-oriented principles yang merupakan salah satu prinsip filosofi korporat oleh Morimasa (1991: 19) sehingga semakin memperkuat analisa karena sebuah filosofi korporat harus memiliki tujuan yang jelas karena jika tidak tujuan dan arah kedepannya sebuah perusahaan tidak jelas. Konsep itu sangat jelas terlihat dari usaha Inamori membuat filosofi perusahaan JAL yang bisa menjadi pedoman dan mengarahkan tujuan perusahaan itu kedepannya. Selain itu Ryuei Shimizu (1994: 27) juga menjelaskan bahwa tanpa adanya rasa krisis (sense of crisis ) maka seseorang memiliki semangat rendah akan tantangan hal yang baru. Perusahaan milik negara di seluruh dunia diketahui tidak efisien karena orang yang bekerja didalamnya bebas dari rasa takut akan bankrut sehingga sense of crisis mereka tidak ada. Hal ini terbukti dari perusahaan JAL yang pada awalnya merupakan perusahaan penerbangan milik pemerintah sebelum akhirnya mereka melakukan privatisasi. Mindset sebagai perusahaan pemerintah masih terbawa oleh karyawan perusahaan JAL sehingga mereka merasa aman jika bekerja di perusahaan pemerintah maka masa depan mereka dan perusahaan itu terjamin dan tidak usah takut akan bangkrut. Sesudah restrukturisasi, Kazuo Inamori masuk dan menjadi pemimpin perusahaan JAL. Dia membawa filosofi manajemen yang dipakai di perusahaan yang sebelumnya ia pimpin yaitu kyocera philosophy dan kemudian diterapkan juga kedalam perusahaan JAL yang dinamakan “JAL Frontier” dan menerapkan amoeba management sehingga perusahaan tersebut bisa bangkit kembali. Hal tersebut juga sesuai dengan konsep manajemen sehat menurut Morimasa Ogawa (1991: 85) tentang menjaga komitmen pada perusahaan, seorang manajer harus mempunyai mimpi, cita-cita dan tujuan tapi lebih dari itu dia harus mempunyai tekad menjaga agar perusahaannya tetap berdiri. Kazuo Inamori telah membawa perusahaan JAL menjadi perusahaan yang lebih baik dengan membawa kyocera philosophy yang dicetuskannya untuk kemudian diterapkan di dalam perusahaan JAL. Proses perusahaan JAL yang tadinya tidak memiliki filosofi dan sistem manajemen kemudian menjadi ada masuk ke dalam konsep sistem utama kaizen yaitu penjabaran kebijakan perusahaan menurut Masaaki Imai (1998: 8) yang menjelaskan bahwa manajemen harus menetapkan sasaran yang jelas guna memandu semua orang dan memastikan bahwa semua kepemimpinan dan kegiatan kaizen diarahkan guna mencapai tujuan tersebut. Sasaran yang jelas tersebut dalam hal ini adalah filosofi perusahaan JAL, Inamori membuat filosofi JAL frontier untuk mengarahkan perusahaan tersebut mencapai tujuannya yaitu bangkit dari kebangkrutan dan bisa meraih kesuksesan. Kemudian kegiatan kaizen yang dimaksud adalah usaha Inamori dalam merestrukturisasi perusahaan JAL yakni aspek-aspek manajemen dalam perusahaan tersebut harus diperbaiki guna untuk membangkitkan kembali perusahaan tersebut. Untuk lebih jelasnya penulis akan menjabarkan kedalam bagan di halaman berikut:
Tabel 4.1 Tabel pembuktian usaha restrukturisasi JAL oleh Inamori menurut prinsip manajemen kyocera philosophy“menyatakan tujuan dan misi dari bisnis secara jelas” sesuai dengan konsep kaizen dan Japanese management Sebelum restrukturisasi Tidak mempunyai filosofi perusahaan dan prinsip manajemen. Akibatnya perusahaan kacau dan para karyawan berbuat seenaknya sendiri.
Sesuai dengan konsep sistem kaizen yakni penjabaran kebijakan perusahaan (Imai, 1998: 8)
Sesudah restrukturisasi
Usaha yang dilakukan Inamori Membawa kyocera philosophy yang menjadi basis filosofi perusahaan JAL dan membangun sistem manajemen di JAL.
Sesuai dengan konsep corporate philosophy dan manajemen goaloriented menurut Ogawa (1991: 19), konsep manajemen sehat yaitu menjaga komitmen pada perusahaan menurut Ogawa (1991: 85), serta konsep sense of crisis menurut Ryuei Shimizu (1994: 27)
Terbentuk “JAL Frontier”, filosofi perusahaan JAL yang berbasis dari kyocera philosophy yang dibuat oleh Kazuo Inamori dan membentuk amoeba management untuk mengatur perusahaan JAL.
4.2 Analisis prinsip manajemen kyocera philosophy “membuat tujuan yang spesifik” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management Data 2 Kutipan artikel 1: I communicated my philosophy to everyone at the company to share the basic thinking. This has been successful and the company has reemerged. My style is to have the whole company share a single philosophy, from the top-ranking executives to low-ranking employees, and then manage the company based on that philosophy. While carrying out executive education, we concurrently developed the JAL philosophy and promoted initiatives to spread it within the organization. With these efforts, too, we heard complaints at first from those on site who said, “It looks like the company is trying to do something new again. Give us a break already!” Our efforts would have been meaningless unless we could dispel such attitudes and develop something persuasive to those on site. There was also opposition to the fact that we had decided to take a pocketbook format, asking how we could spend money on something like that when we had gone bankrupt. We bulldozed our way through regardless. The executive officers on site also devised various ways to make the pocketbook work. Rather than just distribute them, they charged significance into the pocketbooks by handing them out one by one to each individual in a ceremony and saying to them, “I want to share this with you.” Exchanging such words made a huge difference in communicating just how serious the company was about the pocketbook, and I believe that played a huge part in things.
Sumber : My Resolution upon Becoming President—JAL Will "Break Away from the Past" (http://www.kcmc.co.jp/en/management/case/case_2013_1205_01.html, 2013)
Terjemahan : Saya mengkomunikasikan filosofi saya pada semua karyawan di perusahaan untuk menyebarkan pemikiran dasarnya. Hal ini terbukti sukses dan perusahaan bisa bangkit kembali. Gaya saya adalah menginginkan seluruh perusahaan menganut satu filosofi, dari eksekutif tingkat atas sampai karyawan tingkat rendah, dan kemudian mengatur perusahaan berdasarkan filosofi tersebut. Sembari menjalankan edukasi bagi para eksekutif kami juga membuat filosofi JAL dan berinisiatif untuk menyebarkannya di dalam organisasi.Seiring dengan usaha kami ada juga karyawan mengeluhkan ditempat, “Kelihatannya perusahaan ini mau melakukan sesuatu yang baru lagi, tolong beri kami istirahat!” Semua usaha kami akan sia-sia jika kami tidak melakukan sesuatu untuk mengatasi sikap yang seperti itu dan membangun hal yang persuasif untuk mereka. Ada juga penolakan setelah mengetahui kami akan membuat format buku saku, banyak yang bertanya bagaimana bisa kami membuang-buang uang untuk hal seperti itu sementara perusahaan sedang bangkrut. Namun kami bisa melewati semua itu. Pejabat eksekutif di tempat juga melakukan berbagai cara untuk membuat buku saku tersebut bisa berhasil. Mereka membagikan buku tersebut satu per satu pada karyawan secara individu pada acara dan berkata, ”aku ingin memberikan ini padamu.” dibandingkan hanya dengan mendistribusikannya. Dengan bertutur kata seperti itu membuat perubahan besar dalam mengkomunikasikan pengertian kepada mereka bahwa perusahaan sangat serius tentang buku tersebut, dan saya percaya hal tersebut memegang peranan yang besar.
Kutipan artikel 2 : "My simple philosophy is to make all the staff happy," he says. "It has been my golden rule since I founded Kyocera when I was 27. "Not to make shareholders happy but simply to create the company that every employee is proud to work for," he adds. "Many people were sceptical if such a simple philosophy would work but in the end, it did." Soon after his appointment, JAL issued a small booklet of Mr Inamori's philosophies - he was ordained as a Buddhist priest - and held compulsory sessions for staff to attend. However, not everyone welcomed the moves initially. That is when he unleashed another secret weapon. "I brought six cans of beer after these sessions or to people who were working late," he says. "After a beer or two, people opened up and told me their honest opinions." Sumber : Beer with boss Kazuo Inamori (http://www.bbc.com/news/business-20293487, 2012)
helps
Japan
Airlines
revival
Terjemahan: “Filosofi saya adalah membuat semuanya bahagia”, katanya.“Itu sudah menjadi peraturan emas saya sejak mendirikan Kyocera saat saya berumur 27 tahun. “Bukan untuk membuat pemegang saham bahagia tapi membuat perusahaan yang setiap karyawan bangga bekerja di dalamnya”, tambahnya. Banyak orang yang skeptis apakah filosofi yang sederhana seperti itu akan berpengaruh tapi pada akhirnya memang terbukti. Segera setelah penugasannya, JAL mengeluarkan buku kecil yang berisi filosofi Inamoridiaditahbiskan menjadi pendeta Buddha-dan membuat pertemuan yang wajib dihadiri karyawannya. Namun pada awalnya tak semuanya mau menerima gerakan tersebut. Saat itulah dia mengeluarkan senjata rahasianya. “Saya membeli enam kaleng bir setelah pertemuan tersebut atau untuk mereka yang bekerja lembur.”
“Setelah minum beberapa kaleng, mereka mulai membuka diri dan memberitahu pendapat mereka secara jujur.”
Analisa: Prinsip manajemen kyocera philosophy berikutnya adalah membuat tujuan yang spesifik dengan cara memberitahukan tujuan / target yang ingin dicapai pada para karyawan. Pada artikel diatas, prinsip tersebut dapat diperkuat dengan Inamori yang menjabarkan bahwa filosofinya adalah membuat semua orang bisa bahagia dan membuat perusahaan yang para karyawannya bisa merasa bangga bekerja di dalamnya dan usahanya menyebarkan filosofinya kepada para karyawan perusahaan JAL dengan mengkomunikasikan filosofinya kepada seluruh karyawan agar mereka semua bisa memegang satu filosofi dengan cara membagikan buku kecil berisikan ajaranajaran filosofinya dan membuat pertemuan wajib bagi para karyawan. Sayangnya hal tersebut tak berjalan mulus karena mendapat pertentangan dari para karyawannya sendiri, mereka tidak mau menerima ajaran yang diberikan Inamori serta mengkritik bahwa buku saku yang disebarkan oleh perusahaan hanya membuang-buang uang saja. Inamori tidak tinggal diam saja, dia melakukan suatu strategi, yang dinamakan nommunication yaitu komunikasi personal yang dilakukan di luar jam kantor dengan mengajak minum-minum para karyawan. Nommunication sendiri merupakan salah satu ciri konsep manajemen Jepang dalam hal decision-making yaitu nemawashi, menurut Min Chen (2004), nemawashi merupakan praktek sounding kepada karyawan perusahaan secara informal yakni para karyawan bebas mengemukakan pendapat dan ide karena aktifitas tersebut dilakukan diluar kegiatan perusahaan. Selain itu menurut Ryuei Shimizu (1994: 115), Nemawashi merupakan salah satu upaya mendapatkan persetujuan informal sebelum diadakan meeting untuk mengambil keputusan secara formal. Proses nemawashi harus dimulai dari orang bersangkutan yang sudah dipastikan akan menolak atau tidak senang dengan menyakinkan orang tersebut bahwa dia merasa dihargai dan dipercaya. Konsep nemawashi tersebut diperkuat setelah usaha Inamori mengajak karyawan-karyawan yang menentang usahanya dalam menyebarkan ajaran filosofinya dengan mengajar mereka minumminum dan terbukti usahanya berhasil dengan mereka menjadi lebih terbuka dan mau mengutarakan pendapat mereka sendiri secara jujur padanya, sehingga ajaran filosofinya bisa tersebar. Proses Inamori dalam mengkomunikasikan filosofinya pada karyawan JAL melalui nemawashi sesuai dengan konsep sistem utama kaizen menurut Imai (1998: 9) yaitu sistem saran karena para karyawan Jepang umumnya didorong untuk mendiskusikan saran mereka dengan atasannya dan langsung menerapkannya. Dalam hal ini para karyawan JAL tidak setuju dengan konsep filosofi Inamori namun tidak berani karena dia adalah atasan mereka sehingga mereka tidak berani mengemukakan saran mereka, Inamori menyadari hal ini sehingga mengajak mereka minum bir untuk membuat mereka terbuka dengannya dan mau mengemukakan saran mereka sehingga mau bekerja sama dan menerima ajaran filosofi Inamori, hal ini sesuai dengan fungsi sistem saran yaitu menekankan peningkatan moral serta memperbesar manfaat positif dari partisipasi karyawan yakni para karyawan JAL menerima ajaran Inamori. Untuk lebih jelasnya penulis akan menjabarkan analisis data ke dalam bagan di halaman berikut:
Tabel 4.2 Tabel pembuktian usaha restrukturisasi JAL oleh Inamori menurut prinsip manajemen kyocera philosophy “membuat tujuan yang spesifik” sesuai dengan konsep kaizen dan Japanese management Sebelum restrukturisasi Para karyawan menentang ajaran yang diberikan Inamori dan menganggap buku saku yang dikeluarkan perusahaan hanya membuang uang saja.
Usaha yang dilakukan Inamori Melakukan strategi nommunication dan merubah strategi distribusi memberikan buku saku pada karyawan secara per individu.
Sesuai dengan konsep sistem utama kaizen yaitu sistem saran (Imai, 1998: 9)
Sesudah restrukturisasi
Sesuai dengan konsep decisionmaking yaitu nemawashi dalam manajemen jepang menurut Min Chen (2004) dan Ryuei Shimizu (1994: 115)
Para karyawan yang tadinya menolak akhirnya membuka diri dan mau menerima ajaran Inamori, serta buku saku yang tadinya dianggap hanya pemborosan ternyata penting.
4.3 Analisis prinsip manajemen kyocera philosophy “maksimalkan pendapatan dan kurangi pengeluaran” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management Data 3 Kutipan artikel : We had stuck too much with the idea that we should pursue the mission of ‘public transport’. However, the problem at the time was that we used our mission to serve as a public transport organization to justify everything. This attitude of doing things “because we are a public transport organization” was so strong that we forgot what we needed to prioritize most as a private enterprise. The outcome was that we saddled ourselves with many unprofitable routes. The first thing we embarked on was to create a structure that could turn a profit with the occurrence of change as a given. It required downsizing and withdrawal from the unprofitable routes. We cut 40% of our international routes and 30% of the domestic routes. We reduced our total business scale to twothirds of our former size. We shifted to smaller aircraft, and at the same time we chose the reduction of the number of aircraft models we had in service as the most cost-efficient method for decreasing the size of our fleet. We also withdrew from dedicated freighter services. Unit prices fluctuate wildly in that business, making it one where it is not easy to generate profits steadily. It does contain business opportunities, but it is only viable if the company is financially sound and can afford it. We also withdrew from a number of service destinations. Fixed costs and expenses would continue to arise if we simply reduced the number of flights and kept the destinations.
Then, there were personnel layoffs. The target contained in the reorganization plan was to reduce the number from the 48,700 employees at the end of FY2009 to 32,600 employees at the end of FY2010. We also undertook salary cuts. ...all job types, from the ground workers to the pilots and the cabin attendants, and the unions accepted the proposal for a maximum pay cut of 30%. We also revised our pension system. It was a 30% cut for the retirees, and a 50% reduction for the current employees. We would first call them, and then visit their home to explain the situation. But they would not answer our phone calls. Even if we visited their home, only a small minority agreed to meet us. We repeatedly asked for their agreement. Ultimately, we were able to obtain the agreement of more than 90% of retirees and the revision of the pension plan was achieved. Sumber : My Resolution upon Becoming President—JAL Will "Break Away from the Past" (http://www.kcmc.co.jp/en/management/case/case_2013_1205_01.html, 2013)
Terjemahan : Kami terlalu terpaku pada ide bahwa kami harus mengejar misi sebagai “transportasi publik”.Tetapi masalahnya pada waktu itu adalah kami memakai misi kami melayani sebagai organisasi transportasi publik untuk membenarkan segalanya. Sikap melakukan segalanya “karena kami adalah organisasi transportasi publik” sangat kuat sampai kami lupa apa yang harus menjadi prioritas sebagai perusahaan swasta. Hasilnya adalah kami terbebani dengan banyak rute penerbangan yang tidak menguntungkan. Hal pertama yang kami mulai adalah membuat sebuah struktur yang bisa membawa keuntungan dengan perubahan yang terjadi yang bisa diberikan. Diperlukan perampingan dan penarikan untuk rute-rute yang tidak menguntungkan.Kami memotong 40% dari rute internasional dan 30% dari rute domestik kami.Kami mengurangi skala usaha kami menjadi dua per tiga dari yang semula. Kami berganti ke pesawat terbang yang ukurannya lebih kecil, dan dalam waktu yang sama kami memilih untuk mengurangi jumlah pesawat terbang yang masih aktif sebagai metode yang paling menghemat biaya untuk mengurangi ukuran armada kami. Kami juga memberhentikan pelayanan kargo khusus. Dalam bisnis tersebut harga unit sangat fluktuatif, membuatnya tidak cocok menjadi lahan untuk mencari keuntungan. Memang ada peluang bisnis disana, tapi hanya jika perusahaan kuat secara finansial dan mampu. Kami juga memberhentikan beberapa pelayanan destinasi kami. Biaya dan pengeluaran yang tetap akan terus meningkat jika kami hanya mengurangi jumlah penerbangan tapi tetap mempertahankan destinasi. Lalu ada juga PHK bagi karyawan. Target rencana reorganisasi kami adalah mengurangi jumlah karyawan dari 48.700 pada akhir tahun fiskal 2009 menjadi 32.600 karyawan pada akhir tahun fiskal 2010. Kami juga melakukan pemotongan gaji....mulai dari petugas lapangan sampai ke pilot dan cabin attendant, dan serikat pekerja juga menyetujui proposal untuk melakukan pemotongan gaji maksimal sebesar 30%. Kami juga merevisi sistem pensiun kami. Pemotongan 30% dari pensiunan kami dan pemotongan 50% untuk karyawan yang masih aktif. Pertama-tama kami menelepon, kemudian mengunjungi rumah mereka untuk menjelaskan situasinya. Namun mereka tidak pernah menjawab panggilan kami. Bahkan ketika mengunjungi rumah mereka, hanya sebagian kecil dari mereka yang mau bertemu kami. Kami terus menerus meminta persetujuan mereka. Akhirnya, kami bisa mendapat persetujuan lebih dari 90% pensiunan dan rencana perevisian uang pensiun kami tercapai.
Kutipan artikel 2 : The final change was the introduction of the Amoeba management System, which required every division to give details of their expenditures and earnings. Inamori had also implemented the system at Kyocera.
Previously, he said, financial reports had been outdated and inaccurate. Now, everyone in JAL knows just how much they are contributing to the firm’s bottom line and takes responsibility for their section. As a result of Inamori’s efforts, JAL generated an operating profit of ¥188.4bn in the first year of its reconstruction, followed by 204.9 billion yen for the year ended in March 2012. Sumber : Kyocera founder explains his strategy to revive JAL (http://www.japantoday.com/category/business/view/kyocera-founder-explains-his-strategy-to-revivejal, 2013) Terjemahan : Perubahan terakhir adalah dengan memperkenalkan sistem amoeba management, yaitu setiap divisi diwajibkan memberitahu pengeluaran dan pendapatan mereka. Inamori juga mengimplementasikan sistem tersebut di Kyocera. Dia mengatakan, sebelumnya laporan keuangan yang ada sudah lama dan tidak akurat.Sekarang, semua karyawan JAL tahu seberapa banyak mereka berkontribusi pada perusahaan dan bertanggung jawab pada bagian mereka. Sebagai hasil dari usaha yang dilakukan Inamori, JAL menghasilkan keuntungan 188.4 milyar yen ditahun pertama rekonstruksi, kemudian 204.9 milyar yen di akhir bulan maret 2012.
Sumber : Financial Highlights (https://www.jal.com/en/investor/highlight/) Gambar 4.1 Tabel peningkatan income JAL setelah restrukturisasi
Analisis : Berdasarkan data artikel diatas, langkah yang dilakukan Inamori untuk mengurangi pengeluaran sangat sesuai dengan prinsip manajemen dari konsep kyocera philosophy yaitu maksimalkan pendapatan dan kurangi pengeluaran. Salah satu faktor yang menyebabkan kebangkrutan JAL adalah cara pikir para karyawan yang jauh dari yang dikatakan sebagai perusahaan swasta, mereka menyalahgunakan misi mereka sebagai transportasi publik untuk membenarkan segalanya. Akibatnya mereka terlalu banyak membuat rute penerbangan yang padahal sebetulnya tidak terlalu diperlukan sehingga akibatnya mereka terbebani dengan rute-rute yang tidak menguntungkan perusahaan dan malah merugikan. Inamori melihat hal ini adalah masalah yang sangat serius dan harus ditangani segera, dan untuk melakukan hal itu dibutuhkan tindakan yang sangat ekstrim. Menghapus rute yang tidak menguntungkan adalah salah satunya, kemudian mengurangi jumlah armada pesawat mereka dan mengganti ukuran pesawat menjadi lebih kecil yang secara otomatis mengurangi biaya pengeluaran bahan bakar pesawat. Langkah berani yang dilakukan Inamori adalah memotong gaji para karyawan serta mempensiunkan dini atau mem PHK sebagian karyawan mereka. Selain itu juga memotong uang
pensiun, baik yang sudah pensiun maupun yang masih aktif bekerja dan nantinya akan pensiun, mesti tahu akan mendapat respon yang negatif dari para karyawan dan pensiunan Inamori tetap melakukannya karena tahu bahwa langkah tersebut sangat penting jika ingin menyelamatkan JAL dan melakukan perubahan. Inamori mencanangkan revisi perencanaan pensiun dan berusaha mendapatkan persetujuan dari para karyawan dan pensiunan dengan memberi pengertian pada karyawan serta menghubungi dan mendatangi rumah mereka secara langsung meski sayangnya mereka mendapat penolakan, namun demi menyelamatkan perusahaan ia terus gigih meminta persetujuan mereka dan pada akhirnya mampu mendapatkan persetujuan dari para pensiunan. Konsep manajemen yang sehat oleh Morimasa Ogawa yaitu menekan kerugian seminim mungkin (Morimasa Ogawa, 1991: 98) sangat sesuai dengan usaha yang dilakukan Inamori dalam mengurangi kerugian yang dialami JAL. Usaha Inamori mengurangi rute penerbangan yang tidak menguntungkan, menghapus beberapa destinasi tujuan serta memberhentikan layanan kargo khusus mereka semakin memperkuat konsep tersebut karena menurut Morimasa ada 2 jenis pengeluaran yaitu pengeluaran operasional dan pengeluaran yang tidak perlu, semakin sedikit pengeluaran yang tidak perlu itu semakin baik manajemennya.Dalam hal ini rute-rute penerbangan yang berlebihan dan tidak menguntungkan, layanan kargo khusus yang beresiko dan fluktuatif serta tujuan destinasi dengan biaya dan pengeluaran tetap termasuk ke dalam pengeluaran yang tidak diperlukan sehingga perlu untuk diatasi dengan cepat. Usaha Inamori dalam meningkatkan pendapatan perusahaan dengan menerapkan sistem amoeba management, yaitu tiap divisi diwajibkan untuk melaporkan pemasukan dan pengeluaran mereka sehingga semua karyawan bisa tahu seberapa banyak mereka berkontribusi pada perusahaan, juga memperkuat konsep prinsip manajemen kyocera philosophy dalam memaksimalkan pendapatan (Inamori, 1998).Disebutkan di dalam prinsip manajemen kyocera philosophy, bahwa perusahaan harus mengukur pemasukan dan mengontrol pengeluaran serta jangan mengejar profit melainkan biarkan keuntungan yang mengikuti usaha.Dalam konteks ini karyawan yang melaporkan pendapatan termasuk pada pengukuran pemasukan dan melaporkan pengeluaran termasuk pada mengontrol pengeluaran karena dengan sistem seperti itu karyawan bisa tahu berapa besar pengeluaran yang mereka keluarkan sehingga mereka bisa mengkalkulasi dan mengurangi pengeluaran mereka. Usaha Inamori terbukti membawa hasil positif dalam meningkatkan pendapatan perusahaan, terlihat dari tahun pertama restrukturisasi perusahaan mencapai 188.4 milyar yen dan diikuti peningkatan pada tahun berikutnya yaitu 204.9 milyar yen dan juga terlihat dari tabel di gambar 4.1 yang menunjukkan adanya peningkatan incomeperusahaan dari tahun ke tahun mulai dari tahun 2011 sampai 2013. Proses usaha Inamori meningkatkan pendapatan dan menekan pengeluaran perusahaan sesuai dengan konsep kaizen yaitu mengenai penghematan biaya genba oleh Imai yakni meningkatkan produktivitas dan mengurangi tingkat persediaan (1998: 42). Dalam meningkatkan produktivitas dikatakan bahwa produktivitas meningkat bila masukan (input) lebih sedikit dapat menghasilkan keluaran (output) yang sama atau output meningkat dengan input yang sama, dalam konteks ini input dan output tersebut adalah pemasukan dan pengeluraran perusahaan. Tujuan dari amoeba management adalah agar para karyawan bisa mengetahui seberapa besar pengeluaran yang mereka keluarkan dan berapa banyak pemasukan yang mereka peroleh sehingga bisa menjadi patokan untuk memaksimalkan produktivitas perusahaan.Kemudian yang termasuk dalam mengurangi tingkat persediaan adalah menghapus rute-rute yang tidak menguntungkan, mengurangi jumlah armada pesawat, jumlah destinasi, memotong gaji para karyawan, mempensiunkan dini sebagian karyawan mereka dan merevisi sistem pensiun perusahaan. Untuk lebih jelasnya penulis akan menjabarkannya ke dalam tabel di halaman berikut:
Tabel 4.3 Tabel pembuktian usaha restrukturisasi JAL oleh Inamori menurut prinsip manajemen kyocera philosophy “maksimalkan pendapatan dan kurangi pengeluaran” sesuai dengan konsep kaizen dan Japanese management Sebelum restrukturisasi Perusahaan JAL terbebani dengan banyaknya rute penerbangan yang tidak menguntungkan dan pengeluaran yang tidak perlu.
Usaha yang dilakukan Inamori Menerapkan amoeba management untuk meningkatkan pendapatan dan menekan pengeluaran.Menghapus rute-rute yang tidak menguntungkan tersebut serta mengurangi jumlah armada pesawat, jumlah destinasi, memotong gaji para karyawan, mempensiunkan dini sebagian karyawan mereka dan merevisi sistem pensiun perusahaan.
Sesuai dengan konsep kaizen mengenai penghematan di genba yaitu meningkatkan produktivitas dan mengurangi tingkat persediaan. (Imai, 1998: 42) Sesudah restrukturisasi Keuntungan perusahaan meningkat dan mampu meraih keuntungan sebesar 188.4 milyar yen di tahun pertama restrukturisasi dan tahun kedua sebesar 204.9 milyar yen.
Sesuai dengan konsep manajemen sehat yaitu menekan kerugian seminim mungkin menurut Ogawa (1991: 98).
4.4 Analisis prinsip manajemen kyocera philosophy “bersikap baik dan jujur” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management Data 4 Kutipan artikel 1 : Before Kazuo Inamori, founder of electronics firm Kyocera Corp, was brought in as chairman of bankrupt Japan Airlines in 2010 he avoided flying on the carrier because he thought the service was bad. "I really hated JAL," the 80-year old Inamori, who is now chairman emeritus, told Japanese television in June. "JAL was arrogant and didn't care about its customers." Sumber : After bankruptcy and makeover, Japan Airlines returns (http://www.reuters.com/article/2012/09/18/us-japanairlines-ipo-idUSBRE88H1AP20120918, 2012) Terjemahan : Sebelum Kazuo Inamori, pendiri perusahaan elektronik Kyocera Corp, diangkat sebagai pemimpin perusahaan Japan Airlines yang bangkrut pada tahun 2010, dia menghindari terbang dengan maskapai tersebut karena pelayanannya dianggap buruk. “Saya benar-benar membenci JAL,” kata Inamori yang saat itu berumur 80 tahun dan menjabat sebagai chairman emeritus, di televisi Jepang pada bulan Juni. “JAL sangat arogan dan tidak memperdulikan pelanggannya.”
Kutipan artikel 2 : When you went to the counter, met JAL employees, cabin attendants, everything was just done by the book and there was no heart in the services, no feeling of providing the best hospitality. In some ways, they seemed very arrogant…On the first day I came into the company and talked with managers, I told them that I disliked JAL and hadn’t flown JAL for a while. Sumber : ‘Mikoshi’ Management: How Kazuo Inamori Lifted Japan Airlines (http://blogs.wsj.com/japanrealtime/2012/07/30/mikoshi-management-how-kazuo-inamori-liftedjapan-airlines/, 2012)
Terjemahan : Saat kau menuju meja loket, bertemu karyawan JAL, cabin attendant, semuanya hanya dilakukan seperti yang ada di buku dan tidak melayani dengan hati, tidak ada perasaan untuk melayani dengan keramahan. Dalam beberapa hal, mereka terlihat sangat arogan...Saat hari pertama saya datang ke perusahaan dan berbicara dengan manajernya, saya mengatakan pada mereka bahwa saya benci JAL dan tidak pernah terbang memakai JAL selama beberapa waktu.
Kutipan artikel 3 : The third element of Inamori’s plan was emphasising the objective of the rebuilt company, the “material and intellectual growth of all our employees”. Putting people over profit will improve their performance and benefit the firm in the long run, he said. He instilled in them lessons such as humility and the pursuit of what is right. Such concepts were eventually embraced and trickled down throughout the firm. Sumber : Kyocera founder explains his strategy to revive JAL (http://www.japantoday.com/category/business/view/kyocera-founder-explains-his-strategy-to-revivejal, 2013)
Terjemahan : Elemen ketiga dari rencana Inamori adalah menekankan tujuan dari pembangunan kembali perusahaan, pertumbuhan materi dan intelektual seluruh karyawan. Mengedepankan pelanggan daripada keuntungan akan meningkatkan performa mereka dan bermanfaat bagi perusahaan dalam waktu lama. Dia menanamkan pada mereka pelajaran seperti kerendahan hati dan mengejar apa yang benar. Konsep seperti itu perlahan-lahan dipeluk dan meresap ke seluruh perusahaan.
Kutipan artikel 4 : The change in our mentality was supported by the implementation of executive education programs and the JAL philosophy. If the mentality was going to be changed, it had to start from the top. Executive education therefore became an extremely important point. We launched our executive education programs within five months after becoming insolvent. There was a horrific amount of things that needed to be accomplished, including the formulation of a reorganization plan. However, we knew that implementing only a surgical approach would never work. We believed that we also had to change internally, and that our fate depended on how soon we could commence the executive education. As a result, the program was launched at a speed that surprised even me. We received a great deal of support from Kyocera. We had no know-how related to educational programs, and we had particularly never carried out education towards officers. However, we were able to create a 17-day curriculum for a total of 52 officers and some of the leading department manager-level executives.
At first, we worried whether all officers would really participate in the educational program. However, as it turned out, everyone engaged in it very seriously. I believe that the Japan Airlines of today would not have been possible if the 17-day executive education curriculum had not taken off. There were many department managers who subsequently asked to be allowed to undergo the executive education program. The success of the executive education made me believe that achieving change at Japan Airlines was possible. The mentality of each individual employee changed demonstrably as a result of the aforementioned efforts. Even the flight deck crews, whose awareness was the farthest removed from costconsciousness, changed. From the moment that they came to know the fuel costs of the aircraft that they operated, they began making efforts to reduce the wasteful use of fuel. The difference could be seen in the in-flight announcements as well. What were once extremely routine announcements became messages that each individual had given thought to. I feel success in how much our mentality has changed. Sumber : My Resolution upon Becoming President—JAL Will "Break Away from the Past" (http://www.kcmc.co.jp/en/management/case/case_2013_1205_01.html, 2013)
Terjemahan : Perubahan mentalitas kami ditopang oleh pelaksanaan program pendidikan eksekutif dan filosofi JAL. Kalau mentalitas ingin dirubah, harus dimulai dari atas.Pendidikan eksekutif kemudian menjadi poin penting. Kami meluncurkan programpendidikan eksekutif ini lima bulan setelah bangkrut. Ada banyak sekali hal yang harus diselesaikan, termasuk formulasi rencana reorganisasi. Namun kami tahu dengan melakukan pendekatan secara pembedahan saja tidak akan cukup. Kami percaya bahwa kami juga harus berubah secara internal juga, dan nasib kami tergantung dari seberapa cepat memulai program pendidikan eksekutif. Sebagai hasilnya program tersebut muncul dengan kecepatan yang mengejutkan. Kami menerima banyak bantuan dari Kyocera. Kami tidak tahu program pendidikan seperti apa yang berkaitan, dan tidak pernah melakukan edukasi pada pegawai. Namun kami berhasil membuat kurikulum 17 hari untuk 52 oang pegawai dan beberapa eksekutif tingkat manajer dari departemen utama. Awalnya kami khawatir apakah para pegawai benar-benar mengikuti progam edukasi tersebut.Namun ternyata mereka semua mengikutinya dengan serius. Saya percaya Japan Airlines tidak akan seperti sekarang apabila kurikulum pendidikan eksekutif selama 17 hari tidak dijalankan. Ada banyak manajer departemen setelah itu yang meminta ijin itu bisa mengikuti program pendidikan tersebut.Kesuksesan pendidikan eksekutif membuat saya percaya untuk bisa membawa perubahan pada Japan Airlines. Mentalitas tiap individu karyawan berubah secara nyata sebagai hasil dari usaha yang telah disebutkan tadi. Bahkan kru dek penerbangan, yang kesadarannya sangat jauh dari pengeluaran, berubah.Setelah mereka tahu besarnya biaya yang dikeluarkan dari pesawat yang mereka operasikan, mereka mulai berusaha mengurangi penggunaan bahan bakar yang sia-sia. Perbedaan juga terlihat dari pengumuman selama penerbangan.Dari yang selama ini cuma pengumuman yang dilakukan secara rutin menjadi pesan yang telah dipikirkan baik-baik oleh setiap individu.Saya merasa telah sukses dilihat dari seberapa banyak mentalitas kami telah berubah.
Analisis : Prinsip manajemen kyocera philosophy oleh Inamori (1995) memaparkan yaitu salah satunya berbuat baik dan bersikap jujur, hal itulah yang terlihat pada keadaan para karyawan setelah restrukturisasi JAL. Dalam hal ini sifat karyawan cenderung lebih baik setelah sebelumnya mereka bersikap arogan. Pada artikel diatas dapat dilihat keadaan JAL sebelum restrukturisasi para karyawannya tidak bersikap ramah dan cenderung sangat arogan, mereka melakukan segalanya “hanya mengikuti dari buku”. Bahkan Inamori sendiri mengalami sendiri diperlakukan seperti itu oleh karyawan JAL dan
sejak itu dia tidak pernah lagi memakai jasa JAL untuk terbang. Terlihat sekali bahwa tidak ada usaha untuk mengubah sikap / mentalitas dari karyawan sebelum Inamori sendiri yang bebicara langsung pada para manajer perusahaan JAL saat pertama kali ia datang ke sana bahwa ia “membenci JAL dan tidak pernah terbang memakai JAL selama beberapa waktu.” Inamori kemudian berusaha mengubah mentalitas karyawan JAL dengan menekankan restrukturisi perusahaan pada pertumbuhan intelektual mereka, sehingga bisa dikatakan SDM karyawan JAL sangat rendah pada saat itu dibuktikan dari mental para karyawan yang melakukan segala hanya dari apa yang tertulis di buku dan tidak punya kesadaran untuk melayani pelanggan dari hati. Karenanya ia mengajarkan mereka tentang kerendahan hati dan mengejar apa yang benar untuk menghilangkan sifat arogansi dari para karyawan dan hasilnya, ajaran itu menyebar dan meresap kedalam diri setiap karyawan di JAL. Dia juga membuat suatu program pendidikan bagi eksekutif karena dia menyadari untuk melakukan perubahan mentalitas karyawan harus dimulai dari jabatan paling atas, dalam hal ini adalah para eksekutif.Diluar dugaan usaha Inamori itu diikuti oleh seluruh eksekutif perusahaan bahkan para manajer departemen juga meminta ijin untuk bisa mengikuti program itu. Usaha Inamori dalam memperbaiki mentalitas para karyawan sesuai dengan konsep Ogawa mengenai manajemen sehat yaitu mengetahui kekuatan dan kelemahan diri (Ogawa, 1991: 97). Perusahaan tidak harus selalu fokus pada titik terlemahnya setiap waktu namun setidaknya kelemahan tersebut harus dicari tahu seperti apa dan bekerja sama untuk memperkuat kelemahan itu, dalam hal ini kelemahan tersebut adalah mentalitas para karyawan JAL yang rendah. Usaha Inamori memperbaiki mentalitas para karyawan tersebut adalah untuk memperkuat kelemahan itu. Terbukti setelah melakukan program edukasi itu mentalitas tiap karyawan berubah yang dapat dilihat dari kru dek penerbangan yang semula tidak tahu-menahu tentang biaya pengeluaran bahan bakar, menjadi berusaha untuk menghemat bahan bakar agar tidak terbuang sia-sia serta pengumuman yang dilakukan selama penerbangan yang sebelumnya hanya aktifitas rutin berubah menjadi pesan yang disampaikan yang berasal hati dan pikiran. Selain itu Ogawa juga mengatakan untuk menciptakan manajemen yang sehat salah satu adalah mempraktikkan manajemen yang seimbang, ada 12 faktor dalam perusahaan yang harus diseimbangkan agar perusahaan bisa fleksibel dalam beradaptasi pada lingkungan yang berubah-ubah (Ogawa, 1991: 94). SDM karyawan dengan mentalitas yang rendah merupakan ketimpangan manajemen dalam faktor tenaga kerja dan harus segera diimbangi dengan meningkatkan kualitasnya, usaha Inamori mengadakan pendidikan eksekutif merupakan upaya meningkatkan kualitas faktor tenaga kerja dalam perusahaan JAL. Proses dari usaha Inamori memperbaiki kualitas mentalitas karyawan sesuai dengan konsep sistem utama kaizen, yaitu total quality control (TQC) / total quality management (TQM) yang menyebutkan bahwa huruf T pada TQC/TQM ini menekankan total, berarti melibatkan semua orang dalam organisasi, dari manajemen puncak, manajemen madya, supervisor dan pekerja langsung. Huruf T juga mengacu pada kepemimpinan dan kinerja manajemen puncak (top management), suatu faktor yang sangat esensial untuk penerapan TQC/TQM yang berhasil (Imai, 1998: 7). Inamori mengadakan program pendidikan yang ditujukan untuk karyawan eksekutif karena menyadari bahwa untuk melakukan perubahan mentalitas harus dimulai dari manajemen paling atas / eksekutif sehingga sesuai dengan konsep TQC/TQM oleh Imai. Kemudian khususnya untuk proses perubahan mentalitas karyawan dari yang sebelumnya berikap arogan pada penumpang dan hanya mengikuti yang ada dibuku saja kemudian bisa berubah menjadi lebih peduli yang dapat dilihat pada in-flight announcement yang sebelum hanya merupakan rutinitas menjadi sebuah pesan yang disampaikan dalam-dalam dari hati dan pikiran sesuai dengan konsep utama kaizen yaitu proses berikutnya adalah pelanggan karena dikatakan bahwa semua pekerjaan dapat terselenggara karena ada serangkaian proses dan tiap proses ada pemasok dan juga konsumen, dalam hal ini tiap proses berikutnya harus diperlakukan sebagai konsumen agar tidak meneruskan produk cacat ataupun kesalahan pada konsumen / proses berikutnya, dalam hal ini merajuk pada dua macam konsumen yaitu konsumen internal (masih dalam perusahaan yang sama) dan eksternal (yang berada di pasar) sehingga bila semua orang dalam perusahaan menjalankan aksioma ini maka konsumen yang sesungguhnya dipasar / konsumen eksternal dapat dipastikan menerima produk atau jasa yang berkualitas tinggi (Imai, 1998: 6). Dalam hal ini perbaikan mentalitas karyawan yang tadi bersifat arogan menjadi lebih ramah dalam in-flight announcement merupakan konsep proses yang berikutnya adalah konsumen karena mereka melakukan perubahan tersebut tidak lain adalah untuk konsumen yang dalam hal ini adalah penumpang JAL (konsumen eksternal) sehingga mereka bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi mereka. Untuk lebih mudahnya, analisis akan dijabarkan ke dalam bagan di halaman berikut:
Tabel 4.4 Tabel pembuktian usaha restrukturisasi JAL oleh Inamori menurut prinsip manajemen kyocera philosophy “bersikap baik dan jujur” sesuai dengan konsep kaizen dan Japanese management Sebelum restrukturisasi Mentalitas karyawan JAL buruk, bersikap arogan pada konsumen, hanya mengikuti apa yang tertulis di buku, tidak melayani dengan hati.
1.Sesuai dengan konsep sistem utama kaizen yaitu TQC/TQM (Imai, 1998: 7) 2.Sesuai dengan konsep utama kaizen yaitu proses berikut adalah konsumen (Imai, 1998: 6)
Sesudah restrukturisasi 1.Mentalitas para karyawan berubah dilihat dari kru dek penerbangan yang semula tidak tahu-menahu biaya bahan bakar menjadi berhemat dengan tidak menggunakannya secara sia-sia. 2.Pengumuman yang dilakukan penerbangan yang semula hanya aktifitas rutin menjadi sebuah pesan yang disampaikan dari hati dan pikiran.
Usaha yang dilakukan Inamori Mengubah mentalitas para karyawan. Mengajarkan perasaan rendah diri serta menggagaskan bahwa perubahan harus dimulai dari atas dengan membuat membuat program pendidikan eksekutif yang ditujukan bagi para karyawan eksekutif dan eksekutif tingkat manajer.
Sesuai dengan konsep manajemen sehat yaitu mengetahui kekuatan dan kelemahan diri dan mempraktikkan manajemen yang seimbang (Ogawa 1991: 94)
4.5 Analisis prinsip manajemen kyocera philosopy “memiliki semangat juang” yang dihubungkan dengan konsep kaizen dan Japanese management Data 5 Kutipan artikel 1 : “It all depends upon employees’ mentality, whether they have pride in the company, a strong desire to develop it, and a willingness to exert sincere efforts to achieve success”, Inamori told the symposium, which was sponsored by Rolls-Royce Japan Co Ltd. Morale, he said, was at rock bottom. “I think the fact that I assumed the chairmanship without pay affected JAL employees in tangible and intangible ways”, he said, highlighting the first reason for his success. Three reasons that motivated staff to work harder. These were the effect on the national economy should JAL go under, the need to safeguard remaining employees’ jobs, and provision of stable air travel for the public. In tandem with this and despite their reservations, he required senior staff to undergo leadership training. All employees started to have a sense of mission that, ‘This is our company. We must rebuild it by ourselves,’ he said. “At the same time, a sense of unity was created as all employees saw they were in the same boat”.
Sumber : Kyocera founder explains his strategy to revive JAL (http://www.japantoday.com/category/business/view/kyocera-founder-explains-his-strategy-to-revivejal, 2013)
Terjemahan : “Semuanya tergantung pada mentalitas karyawan, apakah mereka punya kebanggaan dalam perusahaan, keinginan yang kuat untuk mengembangkannya, dan kemauan melakukan usaha yang jujur untuk meraih sukses”, kata Inamori di simposium yang disponsori Rolls-Royce Japan Co Ltd. Secara moral, ada di titik paling rendah katanya. “Saya pikir kenyataan bahwa saya menerima jabatan pemimpin perusahaan tanpa dibayar mempengaruhi karyawan secara nyata dan tidak nyata”, katanya yang menandai alasan pertama meraih kesuksesan. Tiga alasan yang memotivasi karyawan bekerja lebih keras.Yaitu ekonomi nasional yang harus JAL lewati, kebutuhan untuk melindungi pekerjaan karyawan yang masih tersisa, dan menyediakan perjalanan udara yang stabil untuk umum. Bersamaan dengan itu, meski dengan penolakan dia mewajibkan karyawan senior untuk menjalani pelatihan kepemimpinan. Semua karyawan jadi mempunyai sebuah misi, ‘Ini adalah perusahaan kami. Kami harus membangunnya kembali dengan kemampuan kami.’ katanya. Dalam waktu yang sama rasa persatuan tercipta, yakni seluruh karyawan berada di dalam posisi yang sama.
Kutipan artikel 2 : Inamori made only one stipulation when he eventually gave in to requests that he rebuild JAL: that he not be paid. "The fact that I worked for no salary influenced the staff," he said. "They could see that I was desperate to rebuild the company, even though I had no links to JAL previously." In return, he said, the staff were naturally compelled to do their best and the final result was a visible recovery. Inamori has introduced a new leadership training programme, done away with much of the bureaucracy and told employees frankly that the company was going to endure some tough times for a couple of years. Sumber : Kyocera founder Kazuo Inamori builds success on Buddhist beliefs (http://www.scmp.com/business/companies/article/1068290/kyocera-founder-kazuo-inamori-buildssuccess-buddhist-beliefs, 2012)
Terjemahan : Inamori membuat satu keputusan saat dia akhirnya mau menerima permintaan untuk membangun kembali JAL: tidak mau dibayar. “Kenyataan bahwa saya bekerja bukan untuk digaji mempengaruhi para karyawan. “Mereka bisa melihat kalau saya mati-matian untuk membangun ulang perusahaan, meski saya tidak punya hubungan dengan JAL sebelumnya.” Sebagai gantinya, para karyawan akhirnya terdorong untuk melakukan yang terbaik dan hasil akhirnya adalah pemulihan yang nyata. Inamori memperkenalkan program pelatihan kepemimpinan yang baru, jauh dari birokrasi dan mengatakan pada karyawan bahwa perusahaan bisa bertahan dari masa sulit selama beberapa tahun.
Kutipan artikel 3 : “I declined the offer numerous times because I had no clue about airlines,” he tells the BBC. With little experience in the sector, he was not the only person who was sceptical. Friends and family also advised him against accepting it. But despite those objections, he took the job - without pay - because "if we couldn't revive JAL, it would have been a huge blow to Japan's economy which was already struggling", he says.
He says his biggest challenge was to change JAL's "rigid and bureaucratic" corporate culture. Until its privatisation in 1987, Japan Airlines was owned by the government for more than three decades. "I felt very uncomfortable because the company didn't feel like a private firm at all," Mr Inamori recalls. I was surprised that there was no true leader who could unite all the staff during the crisis," he adds. Mr Inamori says the downfall has been partly caused by the lack of strong business leaders. "Today, we are lacking strong business leaders who can make difficult decisions and be inspirational, people who work hard for the good of the company, not for their personal gains." Sumber : Beer with boss Kazuo Inamori (http://www.bbc.com/news/business-20293487, 2012)
helps
Japan
Airlines
revival
Terjemahan : ”Saya menolak tawaran itu berulang kali karena tidak punya pengalaman di perusahaan penerbangan.”, katanya pada BBC. Dengan pengalamannya yang kurang di bidang tersebut, tidak hanya dia yang ragu-ragu. Teman dan keluarganya juga menyarankan untuk menolak tawaran tersebut. Meski ditentang seperti itu, dia mengambil tawaran itu sebab “jika kami tidak dapat membangkitkan JAL, itu akan berimbas pada ekonomi Jepang yang saat itu sedang sulit.”, katanya. Dia mengatakan bahwa tantangan terbesarnya adalah merubah budaya korporat JAL yang kaku dan birokratis.Sebelum diprivatisasi pada tahun 1987, Japan Airlines dipegang oleh pemerintah selama lebih dari tiga dekade. “Saya merasa tidak nyaman karena perusahaan ini tidak terasa seperti perusahaan swasta,” kenang Inamori. Saya terkejut bahwa ternyata tidak ada pemimpin yang bisa menyatukan para karyawan saat krisis,” tambahnya. Inamori berkata penurunan terjadi sebagian disebabkan karena kurangnya pemimpin bisnis yang kuat. “Sekarang ini, kita kekurangan pemimpin bisnis yang kuat yang berani membuat keputusan yang sulit dan inspirasional, pemimpin yang mau bekerja untuk kebaikan perusahaan, bukan untuk keuntungan pribadi mereka.”
Analisis : Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pada awalnya tidak ada semangat juang dalam diri para karyawan JAL ditandai dengan moral mereka sangat rendah, tidak ada sosok pemimpin yang bisa menyatukan para karyawan di saat krisis, tidak adanya rasa persatuan di antara karyawan.Inamori menyadari hal ini dan berusaha memperbaikinya. Untuk membentuk sosok pemimpin yang bisa dijadi panutan, Inamori membuat suatu program yang melatih kepemimpinan bagi karyawan senior sehingga bisa menjadi pemimpin bagi karyawan yang berada dibawahnya jika perusahaan menghadapi krisis. Lalu dalam hal moral, tindakan mulia Inamori yaitu meski ia tidak memiliki pengalaman dalam perusahaan penerbangan akhirnya ia menerima jabatan sebagai pemimpin perusahaan tanpa digaji membuat para karyawan tergerak dan menginspirasi mereka untuk berusaha memperbaiki moral mereka dan membangun ulang perusahaan itu menjadi lebih baik. Selain itu juga ada tiga faktor yaitu efek ekonomi nasional yang harus JAL lewati, kebutuhan untuk melindungi pekerjaan karyawan yang masih tersisa, dan menyediakan perjalanan udara yang stabil untuk umum yang mempengaruhi para karyawan untuk bekerja lebih baik. Meski dalam keadaan bangkrut, perusahaan JAL dalam hal ini para karyawannya, masih memiliki kewajiban yaitu melindungi pekerjaan karyawannya yang masih tersisa karena jumlah karyawan JAL yang tinggal sedikit setelah dilakukan PHK bagi sebagian besar karyawan serta memberikan pelayanan yang stabil dalam hal ini memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pelanggannya. Bukti dari hasil usaha Inamori dapat terlihat dari adanya rasa fighting spirit yaitu “inilah perusahaan saya dan saya harus berusaha sendiri memperbaikinya”, dari karyawan JAL untuk bertahan memperjuangkan perusahaannya sehingga menciptakan rasa persatuan diantara karyawan.
Usaha Inamori dalam memperbaiki moral para karyawan JAL sesuai dengan konsep manajemen yang sehat oleh Morimasa yaitu menjaga moral tetap tinggi (Morimasa, 1991: 101). Dikatakan bahwa sebuah budaya manajemen harus dibuat agar para karyawan bisa termotivasi untuk menjamin perusahaannya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam hal ini tujuan tersebut adalah merestrukturisasi perusahaan JAL dan usaha Inamori meningkatkan moral karyawan agar bisa termotivasi memperbaiki perusahaan sangat sesuai dengan konsep Morimasa tersebut. Hasil dari usaha Inamori yaitu memperbaiki moral karyawan JAL, memunculkan fighting spirit bagi karyawan serta menciptakan pemimpin yang bisa menyatukan para karyawan sesuai dengan prinsip manajemen kyocera philosophy yaitu memiliki semangat juang (Inamori, 1998), sebuah manajemen dalam perusahaan harus mempunyai karyawan yang memiliki semangat juang tinggi agar perusahaan tersebut dapat berjalan. Proses restrukturisasi yang dilakukan Inamori pada para karyawan yaitu menginspirasi mereka untuk berusaha melakukan yang terbaik dan membuat program latihan kepemimpinan sehingga akhirnya mereka bisa berubah, setelah sebelumnya mereka memiliki moral yang rendah, tidak memiliki semangat juang untuk perusahaannya kemudian merubah cara berpikirnya untuk melakukan yang terbaik untuk perusahaan, menciptakan rasa untuk memperjuangkan perusahaan menjadi lebih baik dari dalam diri mereka sehingga tercipta rasa persatuan, sesuai dengan konsep kaizen yaitu process-oriented management menurut Imai (1986: 16) yang menjelaskan bahwa dalam orientasi manajemen tersebut seorang manajer harus mampu mensupport dan menstimulasi usaha untuk meningkatkan / memperbaiki cara karyawan melakukan pekerjaan mereka. Gaya manajemen seperti ini membutuhkan pandangan jangka panjang dan perubahan perilaku, adapun kriteria agar manajemen ini bisa berjalan yaitu: disiplin, manajemen waktu, pengembangan skill, partisipasi dan keterlibatan, serta moral dan komunikasi. Perubahan perilaku karyawan JAL termasuk pada usaha dalam process-oriented management.Program pelatihan kepimimpinan, tindakan yang dilakukan Inamori yang menginpirasi dan memotivasi karyawan serta sikap karyawan JAL yang dituntut untuk melakukan yang terbaik bagi perusahaan dan bersama-sama terlibat di dalamnya sehingga tercipta rasa persatuan termasuk dalam kriteria dalam menjalankan manajemen ini. Untuk penjelasan lebih mudahnya penulis akan menjabarkan analisis data ke dalam bagan di bawah ini: Tabel 4.5 Tabel pembuktian usaha restrukturisasi perusahaan JAL oleh Inamori menurut prinsip manajemen kyocera philosophy yaitu “memiliki semangat juang” sesuai dengan konsep kaizen dan Japanese management Sebelum restrukturisasi
Moral karyawan rendah, tidak ada semangat juang. Tidak ada rasa persatuan diantara karyawan untuk memperjuangkan perusahaan dan tidak ada sosok pemimpin yang bisa menyatukan karyawan saat krisis
Sesuai dengan konsep kaizen yaitu process-oriented management (Imai, Sesudah 1986: 20) restrukturisasi
Para karyawan terinspirasi oleh tindakan Inamori dan mereka melakukan yang terbaik untuk perusahaan, terciptanya rasa untuk memperjuangkan perusahaan menjadi lebih baik dari dalam diri karyawan sehingga tercipta rasa persatuan.
Usaha yang dilakukan Inamori Menginspirasi karyawan dari tindakannya yang menerima jabatan tanpa digaji, membuat program pelatihan kepemimpinan bagi karyawan senior.
Sesuai dengan konsep manajemen sehat yaitu menjaga moral tetap tinggi (Morimasa 1991: 101)
Dari bagan-bagan analisis data yang telah dijabarkan diatas, penulis membuat kesimpulan dalam bentuk tabel berdasarkan bagan-bagan tersebut yang sudah disatukan. Tabel 4.6 Kesimpulan analisis data tindakan restrukturisasi JAL oleh Inamori menurut prinsip manajemen kyocera philosophy sesuai dengan konsep kaizen dan Japanese management
No
Prinsip Manajemen Kyocera philosophy
Keadaan perusahaan sebelum restrukturisasi
Keadaan perusahaan sesudah restrukturisasi
1.
Menyatakan tujuan misi dan bisnis secara jelas
Tidak mempunyai filosofi perusahaan dan prinsip manajemen
2.
3.
4.
5.
Konsep kaizen yang sesuai
Konsep Japanese management yang sesuai
Terbentuk filosofi JAL Frontier dan membentuk amoeba management
Penjabaran kebijakan perusahaan
Konsep corporate philosophy dan manajemen goaloriented
Membuat tujuan yang spesifik
Para karyawan menentang ajaran yang diberikan Inamori dan menganggap buku saku yang dikeluarkan perusahaan hanya membuang uang saja.
Para karyawan yang tadinya menolak akhirnya membuka diri dan mau menerima ajaran Inamori, serta buku saku yang tadinya dianggap hanya pemborosan ternyata penting.
Sistem saran
Konsep decisionmaking yaitu nemawashi
Maksimalkan pendapatan dan kurangi pengeluaran
Perusahaan JAL terbebani dengan banyaknya rute penerbangan yang tidak menguntungkan dan pengeluaran yang tidak perlu.
Perusahaan mampu meraih keuntungan sebesar 188.4 milyar yen di tahun pertama restrukturisasi dan tahun kedua sebesar 204.9 milyar yen.
Konsep penghematan di genba yaitu meningkatkan produktivitas dan mengurangi tingkat persediaan.
Konsep manajemen sehat yaitu menekan kerugian seminim mungkin
Mentalitas karyawan JAL buruk, bersikap arogan pada konsumen, hanya mengikuti apa yang tertulis di buku, tidak melayani dengan hati.
1. Mentalitas para karyawan berubah 2.Pengumuman yang dilakukan penerbangan yang semula hanya aktifitas rutin menjadi sebuah pesan yang disampaikan dari hati dan pikiran.
1.Konsep sistem utama kaizen yaitu TQC/TQM 2. Konsep utama kaizen yaitu proses berikut adalah konsumen
Konsep manajemen sehat yaitu mengetahui kekuatan dan kelemahan diri dan mempraktikkan manajemen yang seimbang
Konsep kaizen yaitu processoriented management
Konsep manajemen sehat yaitu menjaga moral tetap tinggi
Bersikap baik dan jujur
Memiliki semangat juang
Moral karyawan rendah, tidak ada semangat juang. Tidak ada rasa persatuan diantara karyawan untuk memperjuangkan perusahaan dan tidak ada sosok pemimpin yang bisa menyatukan karyawan saat krisis
Para karyawan terinspirasi oleh tindakan Inamori dan mereka melakukan yang terbaik untuk perusahaan, terciptanya rasa untuk memperjuangkan perusahaan menjadi lebih baik dari dalam diri karyawan sehingga tercipta rasa persatuan.
SIMPULAN DAN SARAN Setelah menganalisis data yang telah dianalisis penulis menggunakan konsep prinsip manajemen kyocera philosophy untuk menjabarkan data-data yang terdapat dalam artikel yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam manajemen kyocera philosophy. Terdapat lima buah prinsip dari 12 prinsip yang ada, yang sesuai dalam prinsip manajemen kyocera philosophy diantaranya adalah: (1) menyatakan tujuan misi dan bisnis secara jelas, (2) membuat tujuan yang spesifik, (3) maksimalkan pendapatan dan kurangi pengeluaran, (4) bersikap baik dan jujur, (5) memiliki semangat juang. Dari korpus data mengenai keadaan perusahaan JAL sebelum dan sesudah restrukturisasi JAL serta tindakan yang dilakukan Inamori dalam merestrukturisasi berdasarkan konsep kaizen dan manajemen Jepang, penulis menemukan lima konsep kaizen yang dipakai dalam restrukturisasi perusahaan JAL yaitu: (1) sistem kaizen tentang penjabaran kebijakan perusahaan & konsep corporate philosophy, (2) konsep utama kaizen tentang sistem saran & konsep decision making yaitu nemawashi, (3) konsep penghematan biaya di genba & konsep manajemen sehat yaitu menekan kerugian seminim mungkin, (4) konsep kaizen TQC/TQM dan konsep kaizen yaitu proses berikut adalah konsumen & konsep manajemen sehat yaitu mengetahui kekuatan dan kelemahan diri dan mempraktikkan manajemen yang seimbang, (5) konsep kaizen yaitu process-oriented management & konsep manajemen sehat yaitu menjaga moral tetap tinggi. Konsep manajemen Jepang yang sesuai adalah: (1) konsep corporate philosophy dan manajemen goal oriented, (2) konsep decision-making yaitu nemawashi, (3) konsep manajemen sehat yaitu menekan kerugian seminim mungkin, (4) konsep manajemen sehat yaitu mengetahui kekuatan dan kelemahan diri dan mempraktikkan manajemen yang seimbang, (5) konsep manajemen sehat yaitu menjaga moral tetap tinggi. Berdasarkan kesimpulan analisis data yang ada diatas, penulis mencapai kesimpulan bahwa ada keterkaitan antara tindakan Inamori dalam merestrukturisasi perusahaan JAL yang memakai prinsip manajemen kyocera philosophy dengan teori kaizen dan manajemen Jepang, bahwa untuk melakukan perbaikan baik besar maupun kecil di dalam perusahaan harus memiliki prinsip yang bisa dijadikan pedoman. Hal itulah yang tercermin dalam prinsip manajemen kyocera philosophy. Meskipun kyocera philosophy sendiri dicetuskan oleh Inamori, ternyata prinsip-prinsip manajemennya mengandung nilai-nilai kaizen serta manajemen Jepang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kaizen dan manajemen memiliki peranan penting dalam membangun perusahaan sehingga organisasi di dalamnya tetap berjalan dengan semestinya. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang analisis hubungan restrukturisasi perusahaan JAL melalui kyocera philosophy dengan konsep kaizen. Saran penulis, jika ada mahasiswa yang tertarik ingin melanjutkan penelitian ini mungkin bisa meneliti hubungan kyocera philosophy dengan filosofi JAL Frontier yang terdapat di perusahaan JAL karena hal tersebut juga menarik untuk diteliti.
REFERENSI Imai, Masaaki. (1986). Kaizen: The Key To Japan's Competitive Success. United States : Random House, Inc. Imai, Masaaki. (1998). Gemba Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada Manajemen. Jakarta : Yayasan Toyota-Astra dan Divisi Penerbitan Lembaga PPM Inamori, Kazuo. (1998). Respect The Divine and Love People. San Diego: San Diego Univ. Ogawa, Morimasa. (1991). Pana Management : What I Learned From Konosuke Matsushita. Tokyo : PHP Institute, Inc. Shimizu, Ryuuei. (1994). Japanese management features : based on lectures delivered to the science PO., Institute d' études politiques de Paris. Tokyo : Keio Tsushin Co., Ltd., Chen, Min. (2005). Asian management systems : Chinese, Japanese and Korean styles of business. London : Thomson Learning P. Chapagain, Dinesh. (2009). Japanese Style Management. Diunduh 11 Juni http://www.dineshchapagain.com.np/admin/files/Japanese%20Style%20Management.pdf
2014.
Miller, Lymann. (2006). China an Emerging Superpower?. Stanford Journal of International Relations, Volume 6, No. 3, diakses 18 mei 2014 dari http://web.stanford.edu/group/sjir/6.1.03_miller.html Griffin, R. (2006). Business. US: Prentice Hall Yani, Ahmad., Widjaja, Gunawan. (2000). Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas. Jakarta: Raja Grafindo Persada Bennis, Warren G., Mische, Michael. (1997). The 21st century organization : reinventing through reengineering. US: Jossey-Bass Sterberg, Joseph. (2012). Business Asia: JAL's Flight of Philosophy. The Wall Street Journal Asia, diakses 16 Juli 2014 dari http://eresources.pnri.go.id:2056/docview/1036697277/abstract?accountid=25704 Takamiya, Susumu. "Development of Japanese management. Management Japan, Vol.16, no.1 (spring 1983): 10-18 KCCS Management Consulting. 2013. My Resolution upon Becoming President—JAL Will "Break Away from the Past". Diperoleh 2 Juni 2014 dari http://www.kcmc.co.jp/en/management/case/case_2013_1205_01.html Japan Press Weekly. 2011. ‘Profit before safety’ management promoted by JAL chair Inamori (Part 1). Diperoleh 2 Juni 2014 dari http://www.japan-press.co.jp/modules/news/index.php?id=2490, 2011 Oi, Mariko. 2012. Beer with boss Kazuo Inamori helps Japan Airlines revival. Diperoleh 3 Juni 2014 dari http://www.bbc.com/news/business-20293487 Ryall, Julian. 2013. Kyocera founder explains his strategy to revive JAL. Diperoleh 4 Juni 2014 dari http://www.japantoday.com/category/business/view/kyocera-founder-explains-his-strategy-to-revivejal Layne, Nathan. 2012. After bankruptcy and makeover, Japan Airlines returns. Diperoleh 4 Juni 2014 dari http://www.reuters.com/article/2012/09/18/us-japanairlines-ipo-idUSBRE88H1AP20120918
Maxwell, Kenneth. 2012. ‘Mikoshi’ Management: How Kazuo Inamori Lifted Japan Airlines. Diperoleh 4 Juni 2014 dari http://blogs.wsj.com/japanrealtime/2012/07/30/mikoshi-management-howkazuo-inamori-lifted-japan-airlines/ Ryall, Julian. 2012. Kyocera founder Kazuo Inamori builds success on Buddhist beliefs. Diperoleh 4 Juni 2014 dari http://www.scmp.com/business/companies/article/1068290/kyocera-founder-kazuoinamori-builds-success-buddhist-beliefs BBC News. 2010. Japan Airlines files for bankruptcy protection. Diperoleh 5 Oktober 2014 dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/8466997.stm Japan Airlines. 2013. Financial Highlights. https://www.jal.com/en/investor/highlight/
Diperoleh
3
Oktober
2014
dari
RIWAYAT PENULIS Albertus Aditia lahir di kota Jakarta pada 16 November 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Kesusastraan Jepang pada 2014. Aktif di UKM Kinryuuzakura Taiko sebagai anggota.