ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERINGKAT OBLIGASI
Skripsi
Oleh : SUSANA APRILIA NIM: 107081003275
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI PERINGKAT OBLIGASI
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Susana
Aprilia
NIM: 10708rc8275
Di Bawah Bimbingan
Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP: 196902A3 200112
1 003
NIDN: 4422125902
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNTVI,RSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATIiLLAH
JAKARTA 1432Hl2011 M
LEMBAR PENGESAHAI{ UJIAN KOMPREHEI{SIF
Hari ini Senin, 25 April
20Il
1. Nama'
:
Susana
2. NIM
:
107081003275
3. Jurusan
: Manajemen
4.
Judul
Skripsi :
telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa:
Aprilia
Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutan ke tahap
Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Flidayatullah Jakarta. Jakarta, 25
1.
Aprll20Il
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP: 19690203 200112
2.
Suhendra, S. Ag.,
| 003
Ketua
h4?sL
MM
NIP: 19711206 2003121 001
3.
Titi Dewi Waminda
SE,
M.Si
NIP: 19731221 200501 2 002
Sekretaris
(
Penguji Ahli
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari iniJumat, 17 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
l. 2. 3. 4.
Aprilia
Nama
Susana
NIM
107081 003275
Jurusan
Manajemen
Judul Skripsi
Analisis Rasio Keungan Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta,
l.
l7 Juni 201 I Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB
NIP. I 9741127 200112 1 002
2.
Suhendra, S.Ag,
MM
NIP. 19711206 200312 1001
3.
M. Arief Mufraini, Lc, M.si NrP. r9770122200312
4.
Sekretaris
1 001
Pengu.iiAhli
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP. 19690203200112 r 003
5.
HerniAli, HT, SE, MM NIDN. 042212s092
Pembimbing 2
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini
:
Nama
: Susana Aprilia
No. Induk Mahasiswa
: 107081003275
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Manajemen
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan. 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin dari pemilik karya. 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini. Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung – jawabkan, ternyata memang ditemukan bahwa saya telah melanggar pernyatan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 13 Juni 2011 Yang menyatakan,
Susana Aprilia NIM: 107081003275
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI Nama
: Susana Aprilia
Tempat / Tanggal Lahir
: Cirebon, 5 April 1988
Tinggi/Berat
: 170 cm / 44 Kg
Agama
: Islam
Alamat Asal
: Desa Sidamulya, Rt.01/03 Kec. Astanajapura Kab. Cirebon
Alamat
: Jl. Rajawali Raya Rt.03/05 Pisangan Tangerang
Telp / Hp
: 021 95988809
E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2007-2011
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2003-2006
: SMKN 1 Lemahabang Cirebon
2000-2003
: SMPN 1 Lemahabang Cirebon
1994-2000
: SDN Sidamulya
PENDIDIKAN NON FORMAL 1.
Peserta Seminar “Demokrasi Versus Kesejahteraan Rakyat” dalam Rangka Evaluasi 10 Tahun Reformasi
2.
Peserta Simposium “Trend Bisnis 2008”
3.
Peserta Pelatihan Manajemen Organisasi PMII (Tahun 2008).
i
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini ialah untuk memprediksi peringkat obligasi perusahaan melalui rasio-rasio keuangan. Dengan menggunakan Purposive Sampling, didapat sebanyak 107 obligasi yang dijadikan sampel. Data yang digunakan meliputi laporan keuangan tahun 2007-2010 yang telah diaudit dan peringkat obligasi yang dikeluarkan pada tahun 2008-2011. Uji statistik yang digunakan ialah Mann-Whitney, Analisis Faktor dan Regresi Logistik Binari. Hasil Mann-Whitney diketahui bahwa rasio keuangan CACL, CAICL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA secara signifikan dapat membedakan kinerja keuangan berupa rasio keuangan pada perusahaan yang obligasinya masuk investment grade dan non-investment grade. Dengan menggunakan analisis faktor, 8 variabel rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini terbentuk menjadi 2 faktor yang kemudian akan diolah dengan menggunakan regresi logistik. Hasil analisis regresi logitik menyimpulkan bahwa kedua faktor tersebut secara signifikan mampu memprediksi peringkat obligasi. Tingkat ketepatan prediksi klasifikasi untuk obligasi yang masuk non-investment grade sebesar 56,7% sedangkan untuk obligasi yang masuk investment grade sebesar 94,8%. Secara keseluruhan, tingkat ketepatan prediksi ialah sebesar 84,1%. Kata Kunci: Rasio Keuangan, Peringkat Obligasi, Analisis Faktor.
ii
ABSTRACT
The purpose of this study is to predict bond rating firms through financial ratios. Using purposive sampling, obtained were 107 bond sampled. Data used include the financial year 2007-2010 which were audited and issued the bonds in years 2008-2011. The test statistic used is the Mann-Whitney, Factor Analysis and Logistic Regression Binary. The result of Mann-Whitney is know that the financial ratios of CACL, CAICL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA and NITA can significantly differentiate a company that bonds into investment grade and non-investment grade. By using factor analysis, 8 variables of financial ratios used in this study formed into 2 factors that later will be processed by using logistic regression. Results Logistic regression analysis concluded that two factors are significantly able to predict the bond ratings. Level of prediction accuracy for bonds that enter non-investment grade 56,7% while for incoming investment grade bonds amounted to 94,8%. Overall, the level of prediction accuracy is at 84,1%. Keywords: Financial ratios, Bond Rating, Factor Analysis.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada dapat menyelesaikan ini dengan judul “Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Banyak kendala dan hambatan yang dihadapi penulis dalam penyusunan skripsi ini, hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya penulis ingin mengucapkan terimakasih yang yang sebesar-besarnya kepada kepada: 1.
Ayah dan Ibu atas segala kasih sayang, doa, kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar dalam setiap langkah hidup penulis.
2.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni. Selaku Pudek Bidang Akademik dan selaku dosen pembimbing I, terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing serta memotivasi. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bapak Herni Ali, HT. Selaku pembimbing II, terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing serta memotivasi. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak Suhendra, S.Ag., MM. Selaku Kepala Jurusan Prodi Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
6.
Seganap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu atas ilmu yang diberikan. Serta seluruh staf akademik, jurusan, kasubag keuangan dan perpustakaan.
iv
7.
Adik-adikku. Maulana Wahyudi, Kiki Rizky dan Diana Sari. Tanpa katapun kalian sudah mampu menyemangati. Syahrul (Alul) Bassam Yusuf, Si Bocah insomnia, yang suka ngerecokin dan menghibur. Dengan celoteh-celotehnya selalu terhibur, tertawa dan tersemangati. Dan kakakku Sayiful Arifin, walupun nun jauh di negeri orang, tetap terus menyemangati.
8.
Para liliput (asyiah, olish, aya & ajul), celoteh dan wajah kalian membuat semua serasa tanpa beban. Para emak liliput, nenek, kakek dan uwa’. Terima kasih atas perhatian dan nasehat-nasehatnya.
9.
Semua teman-teman Manajemen D angkatan 2007. Hmm, 5 semester. Bukan waktu yang sebentar ya. Terima kasih sudah mau menjadi temanku. Sangat berarti melawati waktu-waktu bersama kalian. Begitu jauh dari kata menyesal telah mengenal kalian. Semoga silaturahmi pertemanan kita tetap terus berjalan.
10. Semua teman-teman Manajemen Keuangan B angkatan 2007. Terima kasih atas sudah mau menjadi temaku. Walaupun hanya 2 semester, terasa lama dan penuh kesan. Semoga silaturahmi pertemanan kita tetap terus berjalan. 11. Sahabat-sahabatku. Istianah yang penyang, Rima Indriasari yang penyabar, Liawati yang lemah lembut, Sartika Sari yang religius dan ekspresif dan Safitri Setyo Utami yang humble. Selalu merasa nyaman bersama kalian. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih. Menyadari keterbatasan penulis, maka skripsi ini juga tidak luput dari kesalahan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Meskipun demikian, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 13 Juni 2011 Penulis
Susana Aprilia
v
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR RIWAYAT HIDUP
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
10
C. Tujuan Penelitian
11
D. Manfaat Penelitian
11
BAB II. TNJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal
13
B. Obligasi
15
1. Pengertian Obligasi
15
2. Karakteristik Obligasi
17
3. Klasifikasi Obligasi
19
4. Risiko Investasi Obligasi
25
C. Rating Obligasi
29
1. Fungsi Rating Obligasi
33
2. Tujuan dan Manfaat Rating Obligasi
35
D. Laporan Keuangan
37
1. Pengertian Laporan Keuangan
37
2. Tujuan Laporan Keuangan
38
3. Jenis Laporan Keuangan
40
vi
E. Analisis Laporan keuangan
43
1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
43
2. Tujuan dan Manfaat
43
3. Bentuk-bentuk dan Teknik
45
F. Analisis Rasio Keuangan
47
1. Pengertian Rasio Keuangan
47
2. Macam-macam Rasio Keuangan
49
G. Penelitian Terdahulu
58
H. Keterkaitan Antar Variabel
64
I. Kerangka Pemikiran
66
J. Hipotesis
70
BAB III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian
71
B. Metode Penentuan Sampel
71
C. Metode Pengumpulan Data
73
D. Metode Analisis Data
74
E. Operasional Variabel Penelitian
86
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sejarah dan Perkembangan Pasar Modal
89
B. Sejarah PT PEFINDO
92
C. Deskripsi Variabel Penelitian
93
D. Analisis Data
95
E. Hasil Pengujian Hipotesis
99
F. Interpretasi
116
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan
122
B. Implikasi
123
DAFTAR PUSTAKA
125
LAMPIRAN
129
vii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1
Arti Peringkat Obligasi Menurut PT PEFINDO
32
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
62
Tabel 3.1
Proses Pemilihan Sampel
72
Tabel 3.2
Sampel Penelitian
73
Tabel 3.3
Model Fungsi Regresi Logistik.
85
Tabel 3.4
Kategori Peringkat Obligasi
86
Tabel 4.1
Deskripsi Sampel Penelitian
94
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Independen
96
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
100
Tabel 4.4
Hasil Uji Mann-Whitney
101
Tabel 4.5
KMO and Bartlett’s Test Pengujian (1)
102
Tabel 4.6
Anti Image Matrices pengujian (1)
103
Tabel 4.7
KMO and Bartlett’s Test Pengujian (2)
104
Tabel 4.8
Anti Image Matrices pengujian (2)
105
Tabel 4.9
Component Matrix
106
Tabel 4.10
Rotated Component Matrix
109
Tabel 4.11
Pengelompokan Faktor
111
Tabel 4.12
Component Transformation Matrix
111
Tabel 4.13
Model Fit
113
Tabel 4.14
Tabel Klasifikasi
114
Tabel 4.15
Koefisien Regresi
115
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1
Keterkaitan Variabel
64
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar Sampel Obligasi Beserta Peringkatnya
130
Lampiran 2
Data Rasio Keuangan Perusahaan yang Dijadikan Sampel
131
Lampiran 3
Output SPSS
133
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pasar modal sebagai pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan yang dapat menunjang perkembangan ekonomi dan keuangan dalam suatu negara. Oleh karena itu, pasar modal juga merupakan indikator kemajuan perekonomian negara tersebut. Dalam melaksanakan fungsinya, pasar modal menjadi penghubung bagi pihak yang mempunyai kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (emiten) dalam tranksaksi pemindahan dana. Bagi investor, pasar modal dapat memberikan alternatif investasi yang lebih variatif sehingga memberikan peluang untuk meraih keuntungan yang lebih besar. Bagi emiten, pasar modal dapat memberikan sumber pendanaan lain untuk melakukan kegiatan operasional termasuk ekspansi usaha selain kredit perbankan. Modal yang diperjualbelikan dalam pasar modal terbagi menjadi dua, yaitu Debt Capital (modal hutang) dan Equity Capital (modal ekuitas) (Linandarini, 2010). Salah satu jenis modal hutang yang diperjual-belikan di pasar modal ialah obligasi. Bursa Efek Indonesia (BEI) mendefinisikan obligasi sebagai
surat
utang
jangka
menengah-panjang
yang
dapat
dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk
1
membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Jadi surat obligasi merupakan selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada perusahaan yang menerbitkan surat obligasi. Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan/pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka. Secara umum dapat juga diartikan obligasi adalah surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga, dengan nilai nominal (nilai pari/par value) dan waktu jatuh tempo tertentu. Penerbit obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN atau pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah (Huda & Nasustion, 2008:83). Obligasi menarik bagi investor karena obligasi memiliki beberapa kelebihan yang berkaitan dengan keamanan dibandingkan saham, yaitu (1) volatilitas saham lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi sehingga daya tarik saham berkurang, dan (2) obligasi menawarkan tingkat return yang positif dan memberikan income yang tetap. Pada investasi saham, tidak ada jaminan adanya pembagian deviden bagi para shareholder (Faeber, 2001 dalam Kesumawati, 2003). Obligasi akan memberikan income yang tetap kepada investor berupa pembayaran bunga pada waktu yang sudah terjadwal dan investor akan mendapatkan pokok utang pada saat jatuh tempo sesuai dengan umur obligasi. Dalam kepemilikan saham, tidak ada
2
jaminan shareholder akan menerima deviden setiap tahun karena pembagian deviden tergantung pada besarnya laba yang diperoleh perusahaan dan hasil RUPS (Purwaningsih, 2008). Terdapat beberapa pilihan utama obligasi, diantaranya Obligasi pemerintah federal (Treasure Bonds) obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah guna membiayai pembangunan ekonomi, Obligasi perusahaan (Corporate Bonds) obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dalam rangka memenuhi struktur permodalan perusahaan, Obligasi pemerintah daerah (Municipal Bonds) obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dan Obligasi luar negeri. Masing-masing obligasi memiliki kelebihan dan kekurangannya. Seperti halnya investasi pada saham maupun efek lainnya, obligasi juga memiliki peluang
risiko, slah satunya ialah
default risk, yaitu
peluang dimana emiten akan mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya (gagal bayar) atau dengan kata lain risiko tidak terbayarnya bunga dan pokok utang . Menurut Manurung dkk. (2008), obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, biasanya mendapatkan peringkat obligasi investment grade (level A), dikarenakan pemerintah dianggap akan mampu untuk melunasi kupon dan pokok hutang saat obligasi jatuh tempo. Namun obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan (corporate bonds), terdapat default risk, yang bergantung pada kesehatan keuangan perusahaan emiten. Untuk menghindari risiko tersebut, investor
3
harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah peringkat obligasi perusahaan emiten. Obligasi harus diperingkatkan terlebih dahulu oleh suatu lembaga atau agen pemeringkat obligasi (Rating Agency) sebelum ditawarkan. Agen pemeringkat obligasi tersebut adalah lembaga independen yang memberikan informasi pemeringkatan skala risiko, dimana salah satunya adalah sekuritas obligasi sebagai petunjuk sejauh mana keamanan suatu obligasi bagi investor. Keamanan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan suatu perusahaan dalam membayar kewajiban atau pinjamannya. Peringkat obligasi merupakan sumber legal insurance bagi investor dalam mengurangi kemungkinan terjadinya default risk dengan cara melakukan investasi hanya pada obligasi yang memiliki peringkat tinggi, seperti peringkat BBB ke atas (Foster, 1986: 501) dalam Anna Purwaningsih (2008). Rating merupakan salah satu variabel yang diperhatikan oleh investor ketika memutuskan untuk melakukan investasi pada suatu perusahaan. Informasi yang terkandung dalam rating akan menunjukkan sejauh mana kemampuan suatu perusahaan untuk membayar kewajibannya atas dana yang diinvestasikan oleh investor. Perusahaan yang memiliki rating yang tinggi, biasanya lebih disukai oleh investor dibandingkan dengan perusahaan yang perusahaan yang memiliki rating yang sangat rendah. Oleh sebab itu, agar obligasi suatu perusahaan yang memiliki rating yang cukup rendah dapat dijual di pasar, maka biasaya investor akan
4
menentut suatu premi yang lebih tinggi, sebagai suatu kompensasi atas resiko yang ditanggung oleh investor (Manurung dkk, 2008). Peringkat obligasi diberikan oleh agen pemeringkat yang independen, obyektif, dan dapat dipercaya. Investor dapat menilai tingkat keamanan suatu obligasi dan kredibilitas obligasi berdasar informasi yang diperoleh dari agen pemeringkat. Agen pemeringkat yang terbesar dan terkenal di dunia adalah Moody‟s dan Standard & Poor‟s. Sedangkan di Indonesia terdapat agen pemeringkat sekuritas hutang yaitu PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan rating tersebut dilakukan untuk memperkirakan kemampuan dari penerbit obligasi untuk membayar bunga dan pokok utang berdasarkan analisis keuangan dan kemampuan membayar kredit. Semakin tinggi tingkat rating, maka hal tersebut menunjukkan tingginya kemampuan penerbit obligasi untuk membayar utangnya (Manurung dkk, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi agen pemeringkat dalam melakukan pemeringkatan obligasi, salah satunya adalah dengan rasio keuangan. Namun, beberapa literatur menyatakan pemeringkatan obligasi yang dilakukan oleh agen pemeringkatan obligasi yang dilakukan oleh agen pemeringkat tidak selalu akurat. Menurut Chan dan Jegadeesh (1999 dalam Sari 2004: 3 dalam Amrullah 2008), salah satu alasan mengapa pemeringkat obligasi yang dikeluarkan oleh agen pemeringkat tersebut bias karena agen Moody‟s dan S&P‟s tidak melakukan monitor terhadap kinerja perusahaan dari hari ke hari. Sedangkan menurut Kerwer (1999
5
dalam Sari 2003: 3 dalam Amrullah), setelah proses penetapan peringkat yang dilakukan oleh agen dan ternyata hasilnya tersebut tidak disetujui oleh pihak eksekutif perusahaan, maka pihak eksekutif perusahaan tersebut menyediakan informasi tambahan untuk dapat meminta agen agar merevisi kembali keputusan pemeringkatan semula. Beberapa pernyataan tersebut di atas memunculkan pertanyaan apakah pemeringkatan obligasi yang dilakukan oleh agen pemeringkatan obligasi di Indonesia sudah tepat dan akurat. Menurut Bringham dan Davies (2002 dalam Purnomo 2003: 2 dalam Amrullah, 2007) agen pemeringkat dalam menentukan pemeringkat suatu obligasi dipengaruhi oleh beberapa kriteria diantaranya berbagai rasio keuangan, mortgage provision, sinkin fund, maturity. Agen pemeringkatan tidak menyebutkan lebih lanjut bagaimana laporan keuangan dapat digunakan dalam menentukan peringkat obligasi. Hal ini yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pemeringkatan obligasi dan sukuk dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang didasarkan pada laporan keuangan perusahaan, dengan anggapan bahwa laporan keuangan perusahaan lebih menggambarkan kondisi perusahaan. Analisis laporan keuangan yang berupa analisa rasio keuangan dan perhitungan statistik dapat dipergunakan untuk mendeteksi under or overvalued suatu sekuritas (Kaplan dan Urwitz, 1979 dalam Purnomo 2003: 3 dalam Amrullah, 2007).
6
Terdapat
beberapa
penelitian
mengenai
kemampuan
rasio
keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2004), Aryanindita (2005), hasilnya
menunjukkan signifikan menggunakan MDA dengan tingkat ketepatan sebesar 80%. Amrullah (2007), hasil penelitian dengan menggunakan uji Independent Sample t Test menunjukan dari kelima rasio keuangan, kelima rasio keuangan tersebut berbeda secara signifikan antara perusahaan yang peringkatnya masuk invesment grade dan non-invesment grade. MDA (Multiple Diskriminan Analysis) secara statistik menunjukan bukti bahwa rasio keuangan yang diajukan yaitu: leverage dengan proxy Long Term Liabilities/ Total Asset, likuiditas (Current Asset/ Current Liabilities), solvabilitas (Cash Flow from Operating/ Total Liabilities), profitailitas (Operating Income/ Sales), dan produktivitas (Sales/ Total Asset). Dari kelima rasio keuangan tersebut 4 diantaranya, yaitu leverage, solvabilitas, profitailitas, dan produktivitas mempunyai kemampuan dalam membentuk model prediksi peringkat obligasi. Model prediksi yang terbentuk mempunyai tingkat ketepatan mencapai 96,2 % dalam memprediksi peringkat obligasi. Purwaningsih (2008) menganalisis sebanyak 9 rasio keuangan dalam memprediksi peringakat obligasi dengan menggunakan analisis faktor dan regresi backward. Analisis faktor digunakan untuk mencari rasio terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi. Sedangkan regresi backward untuk mengetahui rasio keuangan apa saja yang dapat
7
digunakan untuk memprediksi peringakat obligasi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa rasio CACL merupakan rasio keuangan terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi. Sedangkan rasio yang dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi ialah rasio LTLTA, NWTA, CFOTL dan SFA. Rodoni et al. (2009) menguji sebanyak 18 rasio keuangan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya obligasi default. Penelitiannya menyimpulkan bahwa berdasarkan hasiluji beda Independent Sample Ttest dan Mann-Whitney, hanya 7 rasio saja yang dapat membedakan secara signifikan antara obligasi yang default dan yang non-default. Daya ketepatan prediksi klasifikasi secara keseluruhan sebesar 88,5%. Dari uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang sama, yaitu mengenai kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi. Beberapa rasio yang umum digunakan dalam penelitian ialah rasio leverage, likuiditas, aktivitas dan profitabilitas. Likuiditas menunjukkan sejauh mana kemempuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Burton et al (2000) dalam Magreta & Nurmayanti (2009) menyatakan bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan sehingga secara keuangan akan mempengaruhi prediksi peringkat obligasi. Penelitian Raharja dan Sari (2008) menyatakan bahwa rasio CACL dan CAICL secara signifikan dapat membedakan antara perusahaan yang obligasinya masuk invetment grade dengan yang non-investment grade.
8
Rasio leverage menunjukkan proporsi penggunaan hutang untuk membiayai investasi terhadap modal sendiri (baik itu ekuitas maupun aktiva). Semakin rendah leverage perusahaan semakin baik peringkat perusahaan tersebut (Burton, Adam & Hardwick, 1998) dalam Raharja & Sari (2008). Kasmir dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan (2009) leverage dapat diukur dengan rasio LTDTE, TLTA, TLTE. Rasio aktivitas merupakan rasio yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. (Harahap, 2007:308). Rasio aktivitas dalam penelitian ini diproxykan dengan rasio STA dan SFA. Penelitian Raharja & Sari (2008) dan Rodoni et al (2009) kedua rasio tersebut dapat membedakan secara signifikan antara perusahaan yang termasuk dalam investment grade dan non-investment grade. Selain itu, hasil kedua penelitian tersebut juga menyatakan bahwa rasio STA secara signifikan mampu untuk memprediksi peringkat obligasi. Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba. Apabila laba perusahaan tinggi, maka akan memberikan peringkat yang naik pula Magreta dan Nurmayati (2009). Menurut penalitian Meythi (2005) dalam Purwaningsih (2008), rasio ROA atau NIAT merupakan rasio terbaik untuk untuk menjelaskan pertumbuhan laba. Penelitian ini hendak mereplikasi penelitian Purwaningsih (2008), namun terdapat beberapa perbedaan dari penelitian tersebut. Pertama,
9
sampel dalam penelitian Purwaningsih hanya pada obligasi perusahaan manufaktur, sedangkan penelitian ini menggunakan sample obligasi perusahaan yang listed di BEI kecuali perusahaan sektor keuangan (bank, finance atau asuransi). Kedua, penelitian Purwaningsih menggunakan analisis faktor dan regresi backward, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis faktor dan regresi logistik binary. Selain itu, penelitian ini juga mencoba mengembangkan penelitian Purwaningsih dengan menambahkan uji beda untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rasio keuangan antara perusahaan yang obligasinya masuk investment grade dengan yang masuk non-investment grade. Dengan demikian judul dalam penelitian ini adalah “Analisis Faktor Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi”
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang dipaparkan diatas, dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan berupa rasio keuangan (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA) antara perusahaan yang obligasinya masuk investment grade (AAA, AA, A, dan BBB) dengan perusahaan yang obligasi masuk non-investmen grade (BB, B, CCC, dan D).
10
2.
Apakah variabel rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA mampu membentuk faktor
yang dapat
memprediksi peringkat obligasi.
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskin di atas, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah: 1.
Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA perusahaan yang obligasinya masuk investmen grade dan yang masuk noninvestment grade.
2.
Untuk menganalisis apakah rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA mampu membentuk faktor yang dapat memprediksi peringkat obligasi.
D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini diantaranya: a. Bagi Peneliti / Akademisi Diharapkan penelitian dapat menjadi referansi dan memberikan landasan pijak untuk penelitian selanjutnya. b. Bagi Perusahaan Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai faktor-faktor
keuangan
(khususnya
rasio
keuangan)
yang
11
berpotensi mempengaruhi peringkat obligasi yang dijualnya di pasar modal. c. Bagi Investor dan calon investor Hasil analisis ini dapat menjadi masukan untuk pengambil keputusan dalam melakukan investasi di obligasi sehubungan dengan peringkat dari obligasi itu sendiri dalam rangka menghindari default risk.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal Pasar modal adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang. Dana jangka panjang adalah dana yang jatuh temponya lebih dari satu tahun.dalam arti sempit pasar modal adalah sutu tempat yang terorganisir di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut bursa efek. Bursa efek atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisisr yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan secara langsung maupun dengan melalui wakil-wakilnya. (Astuti, 2004:48) Pasar modal dalam arti luas adalah keseluruhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan serta surat-surat berjangka panjang dan pendek (Sjahria..l, 2006:15). Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. (Darmadji & Hendi, 2001:1). Pasar modal (capital market) adalah lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai kegiatan berupa penawaran dan perdagangan efek. Selain itu, pasar modal juga memberikan lembaga profesi yang berkaitan dengan transaksi jual beli efek dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek. Dengan demikian, pasar modal dikenal sebagai tempat
13
13
bertemunya penjual dan pembeli modal/dana (Arthesa & Handiman, 2006:215). Pasar modal berbeda dengan pasar uang, di mana perbedaannya terletak pada jangka waktu atau jatuh tempo produknya. Pasar uang dikenal sebagai pasar yang menyediakan sarana peminjaman dana dalam jangka pendek (jatuh tempo kurang atau sama dengan satu tahun), sedangkan pasar modal mempunyai jangka waktu panjang atau lebih dari satu tahun (Arthesa & Handiman, 2006:215). Pasar
modal
adalah
pasar
dalam
artian
abstrak
yang
mempertemukan pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang. Dengan demikian di satu pihak merupakan salah satu alternatif sumber pembelanjaan bagi perusahaan yang membutuhkan dana jangka panjang atau jangka menengah, di pihak lain pasar modal sebagai alternatif investasi smasyarakat (individu maupun lembaga) yang mempunyai kelebihan dana. Melalui mekanisme kegiatan pasar modal dapat diharapkan dana yang ada di masyarakat dapat disalurkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif yang dilaksanakan oleh dunia usaha. (Siamat, 2001:249).
Lembaga Penunjang Pasar Modal Lembaga penunjang pasar modal dapat dipisahkan antara lembaga yang menyediakan jasanya pada pasar perdana / Primary
14
Market dan lembaga penunjang yang memberikan jasanya kepada pasar sekunder / Secondary Market. (Astuti, 2004:48). Pasar perdana atau pasar primer adalah penawaran langsung sekuritas dari emiten atau peminta dana kepada pemodal atau penyedia dana tanpa melalui bursa efek. Harga efek yang ditawarkan ke pasar perdana disebut harga perdana. Masa penawaran efek pada pasar perdana ini ada jangka waktunya. Setelah selesai masa waktu penawaran, maka efek tersebut dicatatkan di bursa efek. Begitu efek tersebut sudah dicatatkan di bursa efek maka efek tersebut secara terus menerus diperdagangkan di bursa efek. Transaksi jual beli efek di bursa efek ini disebut pasar sekunder atau secondari market dan harga jualnya ditentukan oleh kekuatan demand and supply masing-masing efek yang ada di pasar sekunder. Dengan demikian, pasar modal ialah suatu tempat atau sistem di mana orang dapat membeli maupun menjual efek (sekuritas) baik itu dalam bentuk utang maupun modal saham. Dan juga tempat dimana kebutuhan perusahaan akan dana dapat terpenuhi.
B. Obligasi 1. Pengertian Obligasi Bursa Efek Indonesia (2010) mengartikan obligasi sebagai surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar
15
imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Jadi surat obligasi merupakan selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada perusahaan yang menerbitkan surat obligasi. Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman (investor) dengan yang di beri pinjaman (issuer) atau pihak yang disebut emiten. Jadi surat obligasi merupakan selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada perusahaan yang menerbitkan surat oblogasi (Karim Amrullah, 2007). Bond atau obligasi adalah suatu kontrak jangka panjang, dimana peminjam dana setuju untuk membayar bunga dan pokok pinjaman, pada tanggal tertentu, kepada pemegang obligasi (Rodoni & Ali, 2010). Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten 9dapat
berupa
badan
hukum/perusahaan/pemerintah)
yang
memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka.secara umum dapat juga diartikan obligasi adalah surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga, dengan nilai nominal (nilai pari/par value) dan waktu jatuh tempo tertentu. Penerbit obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN atau pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu jenis obligasi yang
16
diperdagangkan di pasar modal kita saat ini adalah obligasi kupan (coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi (Huda & Nasution, 2008:83). Empat ketentuan yang menjadi daya tarik obligasi, (PT BEJ, 1996 dalam Nurkhasanah 2003: 9): a. Emiten membayar bunga dalam jumlah tertentu yang dibayar secara reguler b. Emiten akan membayar kembali pinjaman tersebut dengan tepat waktu. c. Obligasi mempunyai jatuh tempo yang telah ditentukan ketika obligasi habis
masanya dan pinjaman harus dibayar penuh
pada nilai normal. d. Tingkat
bunga
kompetitif,
dapat
dibandingkan
dengan
keuntungan yang didapat investor dari tempat lain. 2. Karakteristik Obligasi Rahardjo (2004:8) Adapun karakteristik umum yang tercantum pada sebuah obligasi hampir mirip dengan karakteristik pinjaman utang pada umumnya yaitu meliputi: a. Nilai Penerbitan Obligasi (jumalh pinjaman dana) Dalam penerbitan obligasi pihak emiten akan dengan jelas menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan “jumlah emisi obligasi”. Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp 400
17
Milyar maka dengan jumlah yang sama akan diterbitkan obligasi senilai dana tersebut. Penentuan besar kecilnya jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya. b. Jangka Waktu Obligasi Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo (maturity). Masa jatuh tempo obligasi kebanyakan berjangka waktu 5 tahun. Untuk obligasi pemerintah bisa berjangka waktu lebih dari 5 tahun sampai 10 tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi maka akan semakin diminati oleh investor karena dianggap risikonya semakin kecil. Pada saat jatuh tempo pihak penerbit obligasi berkewajiban melunasi pembayaran pokok obligasi tersebut. c. Tingkat Suku Bunga Untuk menarik investor membeli obligasi tersebut maka diberikan intensif berbentuk tingkat suku bunga yang menarik misalnya 17%, 18% per tahunnya. Penentuan tingkat suku bunga biasanya ditentukan dengan membandingkan tingkat suku bunga perbankan pada umumnya. Istilah tingkat suku bunga obligasi biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi. Jenis kupon bisa berbentuk fixed rate dan variable rate untuk alternatif pilihan bagi investor. Ukuran terhadap tingkat suku bunga sangat dipengaruhi oleh tingkat risikonya. Obligasi dengan tingkat risiko yang lebih
18
tinggi, tentunya akan menawarkan tentunya akan menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi yang memiliki risiko yang lebih rendah. Hal ini biasanya dapat dianalisis berdasarkan peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan independen yang di Indonesia dikenal dengan nama PEFINDO (Huda & Nasution, 2008:39). d. Jadwal Pembayaran Suku Bunga Kegiatan pembayaran kuponn(tingkat suku bunga obligasi) dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan sebellumnya, bisa dilakukan
triwulanan,
atau
semesteran.
Ketepatan
waktu
pembayaran kupon merupakan aspek penting dalam menjaga reputasi penerbit obligasi. e. Jaminan Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan akan lebih mempunyai daya tarik bagi calon pembeli obligasi tersebut.
Di dalam
penerbitan obligasi
sendiri
kewajiban
penyediaan tidak harus mutlak. Apabila memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan dapat menjadi alternatif yang menarik investor. 3. Klasifikasi Obligasi Berdasarkan penerbitnya, obligasi diklasifikasi menjadi empat jenis utama. Menurut (Rodoni & Ali, 2010):
19
a.
Obligasi pemerintah federal (Treasure Bonds) Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah federal. Dimana obligasi ini tidak memiliki risiko gagal bayar. Tetapi, harga obligasi pemerintah mengalami penurunan jika tingkat suku bunga menungkat, sehingga dapat dikatakan obligasi ini tidak benar-benar bebasa dari segala risiko.
b.
Obligasi perusahaan (Corporate Bonds) Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, tidak seperti obligasi pemerintah, obligasi perusahaan memiliki risiko gagal bayar. Risiko gagal bayar disebut sebagai risiko kredit. Semakin tinggi risiko gagal bayar atau kredit suatu obligasi semakin tinggi pula tingkat bunga yang harus dibayar oleh perusahaan yang menerbitkannya.
c.
Obligasi pemerintah daerah (Municipal Bonds) Obligasi yang diterbitkan olehpemerintah negara bagian atau pemerintah lokal. Obligasi ini memiliki risiko gagal bayar. Tetapi obligasi ini menawarkan satu keunggulan utama dibandingkan dengan jenis-jenis obligasi lainnya, yaitu bahwa bunga yang diperoleh atas kebanyaka obligasi pemerintah daerah bersifat bebas pajak.
d.
Obligasi luar negeri (Foreign Bonds) Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah luar negeri atau perusahaan asing dan memiliki risiko gagal bayar. Risiko
20
tambahan muncul jika obligasi tersebut adalah dalam mata uang selain mata uang dari negara investor. Obligasi Berdasarkan Masa Jatuh Temponya, terbagi menjadi: a. Obligasi Berjangka (Term Bond) Obligasi berjangka yaitu obligasi yang memiliki satu tanggal jatuh tempo yang cukup panjang. b. Obligasi Serial (Serial Bond) Obligasi serial yaitu obligasi yang memiliki serangkaian tanggal jatuh tempo. Obligasi Berdasarkan Kupon Pembayaran, terbagi menjadi: a. Obligasi Diskon (Discount Bond) Obligasi diskon yaitu obligasi yang diperdagangkan dengan harga pasar lebih rendah dari nilai par dan memberi kupon yang lebih rendah dari obligasi keluaran baru. b. Obligasi Premium (Premium Bond) Obligasi premium yaitu obligasi dengan harga pasar lebih tinggi dari nilai par dan memberi kupon yang lebih tinggi dari obligasi keluaran baru. Obligasi Berdasarkan Call Feature, terbagi menjadi: a. Freely Callable Freely callable artinya penerbit obligasi dapat menariknya tiap waktu sebelum jatuh tempo. Jenis obligasi ini memberikan
21
keuntungan kepada issuer bila dikaitkan dengan suku bunga. Jika suku bunga obligasi jauh lebih tinggi dari suku bunga pinjaman, maka issuer akan membeli kembali obligasi dana pinjaman. Dan pemegang obligasi tidak dapat menolak pembelian kembali tersebut. b. Non Callable Non callable artinya penerbit tidak dapat menariknya sebelum jatuh tempo, kecuali issuer melalui mekanisme pasar. c. Deferred Call Deferred call artinya penerbit obligasi dapat menariknya hanya setelah jangka waktu tertentu (umumnya 5 samapai 10 tahun). Deferred Call merupakan kombinasi antara Freely callable bond dan Noncallable bond. Obligasi Berdasarkan Jenis Jaminan (collateral) yang Mendukung a. Secured Bond Secured bond yaitu obligasi yang sepenuhnya terjamin karena didukung oleh tuntutan atau hak legal atas kekayaan tertentu milik penerbit obligasi, seperti: (i) Obligasi hipotik (mortgage bond), obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dengan menggunakan jaminan suatu aktiva riil, misalnya yang dijamin oleh real estate; (ii) Sertifikat trust peralatan (equipment trust certificate), jaminan peralatan, misal: perusahaan kereta api.
22
b. Unsecured Bond Unsecured bond yakni obligasi yang hanya dijamin dengan janji penerbit untuk membayar bunga dan prinsipal berdasarkan:
Tanda Hutang (debenture), yaitu tuntutan atau hak atas penghasilan penerbit setelah hak dari obligasi lain;
Obligasi Penghasilan (income bond), yaitu hutang yang bunganya dibayar hanya setelah penghasilan penerbit mencapai jumlah tertentu.
Obligasi Berdasarkan Pemegangnya, terbagi menjadi: a. Obligasi Atas Nama (Register Bond) Obligasi ini merupakan obligasi yang dikeluarkan kepada pemilik tertentu, dan nama dari pemegang obligasi secara formal terdaftar pada penerbit dan bunga dibayar otomatis kepada pemilik. b. Obligasi Atas Unjuk (Bearer Bond) Obligasi yang ini merupakan obligasi yang pemeganganya dianggap sebagai pemilik obligasi tersebut, dan penerbit tidak mendaftar nama pemilik dan bunga dibayar berdasarkan kupon. Obligasi Berdasarkan Sistem Pembayaran Bunga, terbagi menjadi: a. Coupon Bond Coupon Bond yaitu obligasi yang bunganya dibayarkan secara periodik, ada yang setiap triwulan, semesteran, atau
23
tahunan. Pada surat berharga obligasi yang diterima oleh investor terdapat bagian yang dapat dirobek untuk mengambil bunga dari obligasi tersebut yang disebut kupon obligasi. b. Zero Coupon Bond Zero Coupon Bond merupakan obligasi yang tidak mempunyai kupon, sehingga investor tidak menerima bunga secara periodik. Namun bunga langsung dibayarkan sekaligus pada saat pembelian. Obligasi Berdasarkan Tingkat Bunga, terbagi menjadi: a. Obligasi dengan Bunga Tetap (Fixed Rate Bond) Obligasi dimana bunga pada obligasi tersebut ditetapkan pada awal penjualan obligasi dan tidak berubah sampai masa jatuh tempo. b. Obligasi dengan Bunga Mengambang (Floating Rate Bond) Obligasi dimana bunga pada obligasi ini ditetapkan pada waktu pertama kali untuk kupon pertama, sedangkan pada waktu jatuh tempo kupon pertama maka ditentukan tingkat bunga untuk kupon berikutnya, demikian pula seterusnya. c. Obligasi dengan Bunga Campuran (Mixed Rate Bond) Obligasi dengan bunga campuran yaitu obligasi yang merupakan gabungan dari obligasi dengan bunga tetap dan dengan bunga mangambang. Bunga tetap ini ditetapkan untuk
24
periode tertentu biasanya pada periode awal dan selanjutnya bunganya mengambang. Obligasi berdasarkan Hak penukaran/Opsi, terbagi menjadi (Arthesa & Handiman, 2006:227): a. Convertible Bonds Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik penerbitnya. b. Exchangable Bond Obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya. c. Callable Bonds Obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut. d. Putable Bonds Obligasi yang memberikan hak kepada investor yang mengharuskan emiten membeli kembali obligasipada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut. 4. Risiko Investasi Obligasi Dalam setiap investasi untuk mendapatkan keuntungan selalu muncul potensi adanya risiko kerugian yang akan timbul apabila target
25
keuntungan investasi tersebut tidak sesuai dengan yang direncanakan dan diinginkan. Seorang investor di pasar saham atau di pasar obligasi menyadari sepenuhnya potensi risiko yang muncul dari tujuan investasi yang dilakukannya (Rahardjo, 2004:47). Berikut ini beberapa risiko yang dihadapi oleh investor dalam investasi obligasi (Fabozzi,2000: 135) dalam Amrullah (2007), yaitu: a. Risiko suku bunga atau Risiko tingkat bunga Pada umumnya harga obligasi bergerak berlawanan arah terhadap perubahan suku bunga. Apabila suku bunga naik, harga obligasi akan turun, dan sebaliknya. Bagi investor yang merencanakan untuk menyimpan obligasi sampai jatuh tempo, perubahan harga obligasi sebelum maturity tidak menarik perhatiannya akan tetapi bagi investor yang ingin menjual obligasi sebelum tanggal jatuh tempo, suatu kenaikan suku bunga setelah membeli obligasi berarti adanya capital loss yang direalisasikan. Risiko tersebut disebut interest rate risk atau disebut juga price risk. Kenaikan tingkat bunga pasar menyebabkan menurunnya harga obligasi karena sebesar apapun tingkat bunga pasar mengalami peningkatan, pemegang obligasi tetap hanya akan menerima tingkat bunga yang sudah ditetapkan.
26
b. Reinvestment risk (Risiko reinvestasi) Pendapatan obligasi berasal dari: (a) pembayaran suku bunga dari coupon; (b) setiap capital gain atau capital loss bila obligasi itu dicairkan, dijual atau jatuh tempo; (c) bunga yang diperoleh dari reinvestasi interim cash flow. Agar seorang investor merealisasikan suatu yield sama dengan yield pada saat obligasi dibeli, interim cash flow tersebut harus diinvestasikan pada suku bunga sama dengan yield yang ditentukan pada saat obligasi dibeli. Risiko bahwa interim cash flow akan diinvestasikan dengan suku bunga yang lebih rendah dan investor akan menerima yield yang lebih rendah daripada yield pada saat obligasi dibeli disebut reinvestment risk. c. Default risk (Risiko bangkrut atau Risiko kredit) Risiko kredit, yaitu risiko bahwa emiten akan tidak mampu memenuhi pembayaran bunga dan pokok hutang, sesuai dengan kontrak. Obligasi perusahaan mempunyai default risk yang lebih besar daripada obligasi pemerintah. Tidak bagi masyarakat umum untuk melihat besar kecilnya risiko ini. Cara terbaik untuk melihat risiko ini adalah dengan terus memonitor peringkat yang diberikan oleh perusahaan efek. Di Indonesia badan tersebut dikenal dengan Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO). Obligasi yang paling aman diberi peringkat AAA
27
dan yang paling tidak aman atau paling banyak risikonya diberi peringkat D. d. Call Risk (Risiko waktu) Risiko ini melekat pada callable bonds, yakni obligasi yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh emitennya dengan harga yang telah ditetapkan. Risiko waktu terjadi jika: (a) pola aliran kas emiten tidak pasti; (b) penarikan dilakukan pada saat suku bunga rendah dan (c) potensi kenaikan harga obligasi lebih tinggi dari harga call-nya. e. Risiko Inflasi Risiko inflasi disebut pula risiko terhadap daya beli. Risiko
inflasi
merupakan
risiko
bahwa
return
yang
direalisasikan dalam investasi obligasi tidak akan cukup untuk menutupi kerugian menurunnya daya beli yang disebabkan inflasi. Bila inflasi meningkat dan tingkat bunga obligasi tetap, maka terjadi penurunan daya beli yang harus ditanggung investor. f. Risiko Kurs Valuta Asing Orang Indonesia yang membeli obligasi perusahaan di negara lain dapat mengalami kerugian perbedaan kurs valuta asing (foreignexcange risk).
28
g. Marketability risk (Risiko likuiditas) Yakni risiko yang mengacu pada seberapa mudah investor dapat menjual obligasinya, sedekat mungkin dengan nilai dari obligasi tersebut. Cara untuk mengukur likuiditas adalah dengan melihat besarnya spead (selisih) antara harga permintaan dan harga penawaranya yang dipasang oleh perantara pedagang efek. Semakin besar spead tersebut, makin besar risiko likuiditas yang dihadapi. h. Event risk Seringkali kemampuan emiten untuk membayar bunga dan pokok hutang tanpa terduga berubah karena, bencana alam dan pengambilalihan.
C. Rating Obligasi Seorang pemodal yang tertarik untuk membeli obligasi tentunya harus memperhatikan rating obligasi (credit ratings). Credit ratings merupakan skala resiko dari semua obligasi yang diperdagangkan. Skala ini menunjukkan seberapa aman suatu obligasi bagi pemodal. Keamanan ini ditunjukkan dari kemampuannya dalam membayar bunga dan pelunasan
pokok
pinjaman.
Penentuan
tingkat
skala
tersebut
memperhitungkan beberapa variabel yang mempengaruhi rating obligasi. Pemodal bisa menggunakan jasa credit rating agency yang memberikan
29
jasa penilaian terhadap obligasi yang beredar untuk mendapatkan informasi mengenai rating obligasi. Peringkat obligasi perusahaan diharapkan dapat memberikan informasi dan petunjuk bagi investor mengenai kualitas investasi terhadap obligasi yang mereka minati, sehingga dapat memberikan sinyal bagi investor untuk menentukan pilihannya dalam berinvestasi di obligasi itu sendiri agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan seperti default risk. Seperti halnya Standard & Poor’s Rating Service (S&P‟s) dan Moody’s di Amerika, di Indonesia juga ada lembaga pemeringkat obligasi. Pemeringkatan obligasi di Indonesia dilakukan oleh dua lembaga, yaitu PT PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) dan PT Kasnic Credit Rating. Namun, PT Kasnic Credit Rating Indonesia sudah tidak lagi melakukan pemeringkatan terhadap obligasi maupun sukuk. PEFINDO mempublikasi peringkat obligasi setiap bulan, sedangkan Kasnic tidak. Selain itu,jumlah perusahaan yang menggunakan jasa pemeringkatan obligasi PEFINDO jauh lebih banyak dibandingkan yang menggunakan jasa pemeringkatan Kasnic. PT Kasnic Credit Rating Indonesia telah berganti nama menjadi Moody‟s Indonesia pada tahun 2007. Moody's beroperasi di Indonesia sejak Januari 2007 PEFINDO menyediakan dua jenis dasar pemberian peringkat, yaitu peringkat
perusahaan
dan
peringkat
instrument
utang.
Peringkat
perusahaan, juga disebut Nilai General Obligation (GO) atau Emiten Rating, adalah suatu penilaian kelayakan kredit secara keseluruhan dari
30
sebuah perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban keuangan. Peringkat perusahaan tidak dapat secara otomatis diterapkan pada sekuritas utang tertentu, karena mereka tidak memperhitungkan sifat dan ketentuan keamanan utang, yang berada dalam proses kepailitan atau likuidasi, preferensi
perundang-undangan,
atau
legalitas
dan
enforceability
keamanan utang itu sendiri. Selain itu, peringkat perusahaan atau emiten tinjauan tidak memperhitungkan kelayakan kredit dari penjamin, asuransi, atau bentuk lain dari peningkatan kredit yang mendukung kualitas kredit perusahaan. Jenis penilaian ini dapat digunakan oleh perusahaan atau emiten untuk memberikan penilaian terlihat ukuran kelayakan kredit relatif terhadap orang lain. Selanjutnya, peringkat perusahaan atau emiten tinjauan dapat digunakan sebagai alat pemasaran untuk mempromosikan perusahaan. Peringkat instrumen utang adalah pendapat mengenai kelayakan kredit seorang obligor terhadap kewajiban keuangan tertentu, tingkat tertentu kewajiban keuangan, atau program keuangan tertentu. Ini didasarkan pada pertimbangan dari penjamin kredit, asuransi, atau bentuk lain dari peningkatan kredit pada kewajiban. Pendapat ini mengevaluasi kemampuan dan kemauan obligor untuk memenuhi komitmen keuangan saat mereka datang jatuh tempo. Jenis penilaian ini dapat membantu penerbit dalam menentukan struktur utang penerbitan (tingkat bunga, jangka waktu, peningkatan kredit). Di sisi lain, peringkat instrumen utang berguna bagi investor untuk membandingkan berbagai penerbit dan
31
masalah utang ketika membuat keputusan investasi dan mengelola portofolio mereka. Simbol peringkat yang digunakan PEFINDO sama dengan yang digunakan oleh S&P‟s, yaitu peringkat tertinggi disimbolkan dengan AAA, yang menggambarkan risiko obligasi yang terendah. Kesamaan tersebut ada karena PEFINDO memang berafiliasi dengan S&P‟s, sehingga
S&P‟s
mendorong
PEFINDO
dalam
hal
metodologi
pemeringkatan, kriteria, maupun proses pemeringkatan. Simbol dan makna peringkat obligasi yang digunakan PT PEFINDO dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Arti Peringkat Obligasi menurut PT.PEFINDO Peringkat AAA
AA
A
Arti Efek hutang dengan peringkat AAA merupakan Efek Utang dengan peringkat tertinggi dari Pefindo yang didukung oleh kemampuan Obligor yang superior relatif dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjang sesuai dengan yang diperjanjikan Efek utang dengan peringkat AA memiliki kualitas kredit sedikit di bawah peringkat tertinggi, didukung oleh kemampuan Obligor yang sangat kuat untuk memenuhi kewajibn finasial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan relatif dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya Efek utang dengan peringkat A memiliki dukungan kemampuan Obligor yang kuat dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, namun cukup peka terhadap perubahan yang merugikan
32
Lanjutan Tabel 2.1 Peringkat
Arti
BBB
Efek utang dengan BBB didukung oleh kemampanan obligor yang memadai relatif dibandingkan dengan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial, namun kemampuan tersebut dapat diperlemah oleh perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan Efek utang dengan peringkat BB menunjukan dukungan kemampuan Obligor yang agak lemah relatif dibandingkan dengan entitas lainnya untukmemenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, serta peka terhadap keadaan bisnis dan perekonomian yang keadaan bisnis dan perekonomian yang tidak menentu Efek utang dengan peringkat B menunjukan parameter perlindungan yang sangat lemah. Walapun Obligor masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya, namun adanya perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan akan memperburuk kemampuan obligor utuk memenuhi kewajiban finansialnya. Efek utang dengan peringkat CCC menunjukan Efek hutang yang tidak mampu lagi memenuhi kewajiban finansialnya, serta hanya tergantung kepada perbaikan keadaan eksternal. Efek utang dengan peringkat D menandakan Efek hutang yang macet. Perusahaan penerbit sudah berhenti berusaha.
BB
B
CCC
D
Sumber: PEFINDO 1.
Fungsi Rating Obligasi Foster (1986:501-502) dalam penelitian Purwaningsih (2008) mengemukakan ada beberapa fungsi peringkat obligasi, yaitu sebagai: (1)
Sumber informasi atas kemampuan perusahaan, pemerintah daerah atau pemerintah dalam menaati ketepatan waktu pembayaran kembali pokok utang dan tingkat bunga yang 33
dipinjam. Superioritas ini muncul dari kemampuan untuk menganalisis informasi umum atau mengakses informasi rahasia. (2) Sumber informasi dengan biaya rendah bagi keluasan informasi kredit yang terkait dengan cross section antar perusahaan, pemerintah daerah, dan pemerintah. Biaya yang dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi sejumlah perusahaan swasta, perusahaan pemerintah daerah, dan perusahaan pemerintah, sangat mahal. Bagi investor, akan sangat efektif jika ada agen yang mengumpulkan, memproses, dan meringkas informasi tersebut dalam suatu format yang dapat diinterpretasikan dengan mudah (misalnya dalam bentuk skala peringkat). (3)
Sumber legal insurance untuk pengawas investasi. Membatasi investasi pada sekuritas utang yang memiliki peringkat tinggi (misalnya peringkat BBB ke atas).
(4)
Sumber
informasi
tambahan
terhadap
keuangan
dan
representasi manajemen lainnya. Ketika peringkat utang perusahaan ditetapkan, hal itu merupakan reputasi perusahaan yang berupa risiko. Peringkat merupakan insentif bagi perusahaan yang bersangkutan, mengenai kelengkapan dan ketepatan waktu laporan keuangan dan data lain yang mendasari penentuan peringkat.
34
(5) Sarana pengawasan terhadap aktivitas manajemen. (6)
Sarana untuk memfasilitasi kebijakan umum yang melarang investasi spekulatif oleh institusi seperti bank, perusahaan asuransi, dan dana pensiun.
2.
Tujuan dan Manfaat Rating Obligasi Tujuan utama proses rating adalah memberikan informasi akurat mengenai kinerja keuangan, posisi bisnis industri perseroan yang menerbitkan surat utang (obligasi) dalam bentuk peringkat kepada calon investor. (Rahardjo, 2004:100). Selain itu, manfaat umum dari proses pemeringkatan adalah: 1) Sistem informasi keterbukaan pasar yang transparan yang menyangkut berbagai produk obligasi akan menciptakan pasar obligasi yang sehat dan transparan juga. 2) Efisiensi biaya. Hasil rating yang bagus biasanya memberi keuntungan, yaitu menghindari kewajiban persyaratan keuangan yang biasanya memberatkan perusahaan seperti penyediaan singking fund, ataupun jaminan aset. 3) Menentukan besarnya coupon, semakin bagus rating cenderung semakin rendah nilai kupon begitu pula sebaliknya. 4)
Memberikan informasi yang obyektif dan
independen
menyangkut kemampuan pembayaran utang, tingkat risiko investasi yang mungkin timbul, serta jenis dan tingkatan utang tersebut.
35
5) Mampu menggambarkan kondisi pasar obligasi dan kondisi ekonomi pada umumnya. Manfaat Rating bagi Investor, beberapa manfaat rating bagi investor adalah sebagai berikut: a.
Informasi risiko investasi. Tujuan utama investasi adalah untuk meminimalkan risiko serta mendapatkanckeuntungan yang maksimal. Oleh karena itu, dengan adanya „peringkat obligasi” diharapkan informasi risiko dapat diketahui lebih jelas posisinya.
b.
Rekomendasi investasi. Investor akan dengan mudah mengambil keputusan investasi berdasarkan hasil peringkat kinerja emiten obligasi tersebut. Dengan demikian investor dapat melakukan stategi
investasi
akan
membeli
atau
menjual
sesuai
perencanaannya. c.
Perbandingan. Hasil rating akan dijadikan patokan dalam membandingkan obligasi yang satu dengan yang lain, serta membandingkan struktur yang lain seperti suku bunga dan metode penjaminannya. Manfaat Rating bagi Perusahaan, beberapa manfaat yang didapat dari emiten diantaranya adalah:
a.
Informasi posisi bisnis. Dengan melakukan rating, pihak perseroan akan dapat mengetahiu posisi bisnis dan kinerja usahanya dibandingakn dengan perusahaan sejenis lainnya.
36
b.
Menentukan struktur obligasi. Setelah diketahui keunggulan dan kelemahan, bisa ditentukan beberapa syarat atau struktur obligasi yang meliputi tingkat suku bunga, jenis obligasi, jangka waktu jatuh tempo,
jumlah emisi obligasi serta berbagai
struktur pendukung lainnya. c.
Mendukung kinerja. Apabila manajemen mendapatkan rating yang cukup bagus maka kewajiban menyediakan singking fund atau jaminan kredit bisa dijadikan pilihan pilihan alternatif.
d.
Alat pemasaran. Dengan mendapatkan rating yang bagus, daya tarik perusahaan di mata investor semakin meningkat. Dengan demikian, adanya rating bisa membantu sistem pemasaran obligasi tersebut supaya lebih menarik.
e.
Manjaga kepercayaan investor. Hasil rating yang independen akan membuat investor merasa aman, sehingga kepercayaan investor bisa terjaga.
D. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Dalam pengertian sederhana, laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2009:7). Yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah suatu proses dari suatu transaksi yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan
37
yang terakhir adalah interpretasi dari keadaan dan perkembangan keuangan perusahaan dari waktu ke waktu yang pada dasarnya laporan keuangan terseut berisi neraca dan laporan laba rugi yang dilakukan pada akhir periode atau tahun buku yang bersangkutan. (Savitri, 2010). Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input (informasi) yang bisa dipakai untuk mengambil keputusan. Banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan, mulai dari investor dan calon investor sampai dengan manajemen perusahaan itu sendiri. Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang kesemuanya akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan. (Hanafi & Halim, 2009:69). 2. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. (SAK, 2007:3) dalam Savitri (2010). (Kasmir, 2009:10) berikut ini beberapa tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuanga, yaitu: a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini;
38
b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini; c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu; d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu; e. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva dan modal perusahaan; f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode; g. Memberikan
informasitentang
catatan-catatan
atas
laporan
keuangan; h. Informasi keuangan lainnya. Statement of Financial Accounting Concept No. 1 Objective of Financial
Reporting
by
Business
Enterprises
(FASB,
1978)
menjelaskan bahwa tujuan pertama laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditur dan pemakai lainnya, baik yang sekarang maupun pemakai potensial dalam pembuatan keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis lainnya secara rasional. Tujuan kedua adalah menyediakan informasi untuk membantu investor, kreditur dan pemakai lainnya, baik pemakai saat ini maupun pemakai potensial dalam menilai jumlah, waktu, ketidakpastian penerimaan kas dari dividen dan bunga di masa yang
39
akan datang. Tujuan kedua ini mengandung makna bahwa investor menginginkan informasi tentang return dan risiko atas investasi yang dilakukan. (Meythi, 2007:1) dalam Savitri (2010). Laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh perusahaan pada organisasinya yang berkepentingan pada hakekatnya merupakan alat komunikasi. Artinya laporan keuangan digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan itu dan bagi mereka yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan (Savitri, 2010). 3. Jenis Laporan Keuangan Kasmir (2009:28) Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan terdiri dari beberapa jenis, tergantung dari maksud dan tujuan pembuatan laporan keuangan tersebut. Dalam prsktiknya, secara umum ada lima macam jenis laporan keuangan yang biasa disusun, yaitu: a)
Neraca Neraca
(balance
sheet)
merupakan
laporan
yang
menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva (harta) dan pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan. Neraca adalah dokumen dasar dari akun-akun. Secara tradisional, neraca selalu memiliki bentuk yang terdiri dari dua
40
kolom yang masing-masing berjudul “kewajiban (liabilities)” dan “Aktiva (asset).” Kata ekuitas (fund) seringkali digunakan secara bersamaan dengan atau pada tempat “kewajiban”. (Walsh, 2004:12). b) Laporan Laba rugi Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah
pendapatan
dan
sumber-sumber
pendapatan
yang
diperoleh. Laporan laba/rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban perusahaan selama periode akuntansi tertentu, yang umumnya setiap kuartal atau setiap tahun. Jadi, laporan laba rugi melaporkan operasi perusahaan selama periode tertentu, dan untuk tujuan perencanaan dan pengendalian. (Astuti, 2004:17). c)
Laporan Perubahan Modal Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian, laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab terjadinya perubahan modal diperusahaan. Laporan perubahan modal jarang dibuat bila tidak terjadi perubahan modal. artinya laporan ini baru dibuat bila memang ada perubahan modal.
41
d) Laporan Arus Kas Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kas. Laporan arus kas harus disusun berdasarkan konsep kas selama periode laporan. Laporan kas terdiri arus kas masuk (cash in) dan arus kkas keluar (cash out) selama periode tertentu. Kas masuk terdiri atas uang yang masuk ke perusahaan seperti hasil penjualan atau penerimaan lainnya, sedangkan kas keluar merupakan
sejumlah
pengeluarannya,
jumlah
seperti
pengeluaran
pembayaran
dan
biaya
jenis-jenis operasional
perusahaan. e)
Laporan Catatan atas Laporan Keuangan Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang memberikan informasi apabila ada laporan keuangan memerlukan
penjelasan
tertentu.
Artinya
terkadang
ada
komponen atau nilai dalam laporan keuangan yang perlu diberi penjelasan terlebih dulu sehingga jelas. Hal ini perlu dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam menafsirkannya.
42
E. Analisis Laporan Keuangan 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan terdiri dari dua kata yaitu analisis dan laporan keuangan. Untuk menjelaskan pengertian kata ini, kita dapat menjelaskannya dari arti masing-masing kata. Kata analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu untuk menjadi berbagai unit terkecil. Sedangkan laporan keuangan adalah Neraca, Laba/Rugi, dan Arus Kas (Dana) jika dua pengertian tersebut digabungkan, maka akan menjadi: “menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat” (Harahap, 2007:190). 2. Tujuan dan Manfaat (Kasmir, 2009:68) ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan adalah: a. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode; b. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan;
43
c. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki; d. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikanapa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini; e. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal; f. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenistentang hasil yang mereka capai. Fahmi (2011:109) manfaat yang bisa diambil dengan dipergunakannya rasio keuangan, yaitu: a. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja dan prestasi perusahaan. b. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat perencanaan. c. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari prospektif keuangan. d. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan untuk memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman. e. Analsis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.
44
3. Bentuk-bentuk dan Teknik Untuk melakukan analisis laporan keuangan diperlukan metode dan teknik analisis yang tepat. Tujuan penentuan metode dan teknik analisis yang tepat adalah agar laporan keuangan tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal. Selain itu, para pengguna hasil analisis tersebut dapat dengan mudah untuk menginterpretasikannya (Kasmir, 2009:68). Kasmir (2009:69) dalam praktiknya, terdapat dua macam metode analisis laporan keuangan yang bisa dipakai, yaitu sebagai berikut. a)
Analisis Vertikal (Statis) Analisis vertikal merupakan analisis yang dilakukan terhadap hanya satu periode laporan keuangan saja. Analisis dilakukan antara pos-pos yang ada, dalam satu periode. Informasi yang diperoleh hanya untuk satu periode saja dan tidak diketahui perkembangan dari periode ke periode.
b) Analisis Horizontal (Dinamis) Analisis horizontal merupakan analisis yang dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode. Dari hasil analisis ini dapat terlihat perkembangan perusahaan dari periodeyang satu ke periode yang lain. Kemudian, di samping metode yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan, terdapat beberapa jenis-jenis teknik
45
analisis laporan keuangan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a)
Analisis perbandingan antara laporan keuangan Analisis yang dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan lebih dari satu periode, minimal dua periode atau lebih. Dari analisis ini akan diketahui perubahan-perubahan yang terjadi.
b) Analisis trend Analisis laporan keuangan yang biasanya dinyatakan dalam persentase tertentu. Analisis ini dilakukan dari periode ke periode sehingga akan terlihat apakah perusahaan mengalami perubahan yaitu naik, turun, atau tetap, serta seberapa besar perubahan tersebut yang dihitung dalam persentase. c)
Analisis persentase per komponen Analisis yang dilakukan untuk membandingkan antara komponen yang ada dalam suatu laporan keuangan, baik yang ada di neraca maupun laporan laba rugi.
d) Analisis sumber dan penggunaan dana Analisis yang dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber dana perusahaan dan penggunaan dana dalam satu periode. e)
Analisis sumber dan penggunaan kas Analisis yang digunakan untuk mengetahui sumber-sumber kas perusahaan dan penggunaan uang kas dalam satu periode.
46
f)
Analisis rasio Analisis yang digunakan untuk mengetahhui hubungan pospos yang ada dalam satu laporan keuangan atau pos-pos antara laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi.
g) Analisis kredit Analisis yang digunakan untuk menilai layak tidaknya suatu kredit dikucurkan oleh lembaga keuangan sperti bank. h) Analisis laba kotor Analisis yang digunakan untuk mengetahui jumlah laba kotor dari periode ke satu periode. i)
Analisis titik pulang pokok atau titik impas (break event point) Tujuan analisis ini untuk mengetahui pada kondisi berapa penjualan produk dilakukan dan perusahaan tidak mengalami kerugian. Kegunaan analisis ini adalah untuk menentukan jumlah keuntungan pada berbagai tingkat penjualan.
F. Analisis Rasio Keuangan 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio dalam analisa laporan keuangan adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Pengertian rasio keuangan menurut James C Van Horne merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan
47
diperoleh denngan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk menngevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan. Rasio keuangan merupakan kegiatan membagikan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antarkomponen yang ada di antara laporan keuangan. Kemudian anngka yang dibandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode (Kasmir, 2009:104). Analisis rasio sangat bermanfaat untuk perencanaan dan pengevaluasian prestasi atau kinerja (performance) bagi perusahannya bila dibandingkan dengan rata-rata industri, sedangkan bagi para kreditor analisis rasio dapat digunakan untuk memperkirakan potensi resiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan
pembayaran
bunga
dan
pengembalian
pokok
pinjamannya. Analisis rasio juga bermanfaat bagi para investor dalam mengevaluasi nilai saham dan adanya jaminan atas keamanan dana yang akan ditanamkan pada suatu perusahaan. Dengan demikian analisis laporan keuangan dapat diterapkan dalam setiap model analisis, baik yang dipergunakan oleh manajemen untuk pengambilan keputusan jangka pendek maupun jangka panjang, peningkatan
48
efisiensi dan efektivitas operasi, serta untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja. Selain itu juga dapat diterapkan bagi model analisis yang digunakan oleh para bankir dalam membuat keputusan memberi atau menolak kredit, maupun model yang dipergunakan oleh para investor dalam rangka pengambilan keputusan investasi pada sekuritas (Amrullah, 2007). (Brigham & Houston, 2009: 119) Analisis rasio digunakan oleh tiga kelompok utama: 1. Manajer, yang menerapkan rasio untuk membantu menganalisis, mengendalikan dan kemudian mengendalikan operasi perusahaan 2. Analis kredit, termasuk petugas pinjaman bank dan analis peringkat obligasi yang menganalisis rasio-rasio untuk membantu memutuskan kemampuan perusahaan untuk membayar utangutangnya. 3. Analis saham, yang tertarik pada efisiensi, risiko dan prospek pertumbuhan perusahaan. 2. Macam-Macam Rasio Keuangan a. Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya terhadap utang jangka pendek. Makin tinggi tingkat rasio perusahaan tersebut, maka makin tinggi tingkat likuiditas perusahaan tersebut.
49
Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. (Fahmi, 2011:121). Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara kas dan aktiva lancar lainnya dari sebuah dengan kewajiban lancarnya. (Brigham & Houston, 2009:95). Fred Weston dalam (Kasmir, 2009:129) menyebutkan bahwa rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban (uatang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo. Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi menunjukkan atau
mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam perusahaan (likuiditas perusahaan). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan
perusahaan
dalam
membiayai
dan
memenuhi
kewajiban (utang) pada saat ditagih (Kasmir, 2009:130). Likuiditas ditekankan pada kemampuan membayar, bukan kekuatan membayar. Perusahaan yang likuid adalah perusahaan yang mempunyai kekuatan besar untuk membayar, sehingga
50
mampu memenuhi kewajiban finansialnya yang segera jatuh tempo. Meskipun perusahaanmempunyai kekuatan membayar yang besar, namun jika pada saat harus memenuhi kewajibanyang segera jatuh tempo ternyata tidak mampu memenuhinya, maka perusahaan tersebut
dikatakan
tidak
likuid
(illikuid).
Likuiditas
bisa
dihubungkan dengan kemampuan membayar kepada pihak luar (kreditor) atau disebut likuiditas badan usaha. Sedangkan jika kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban finansial untuk menyelenggarakan proses produksi, disebut likuiditas perusahaan (Moeljadi, 2006:68). Hanafi & Halim (2009:77) rasio likuiditas dapat diukur dengan rasio lancar dan rasio quick. a) Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
membayar
kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saaat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. (Kasmir, 2009: 134). Rumus untuk mencari rasio lancar atau current ratio adalah sebagai berikut (Kasmir, 2009: 135). 𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
51
b) Rasio Cepat (Quick Ratio ) Rasio cepat (quick ratio) atau rasio sangat lancar atau atau acid test ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi tau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Artinya nilai sediaan diabaikan, dengan cara dikurangi dari nilai total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya dibanding aktiva lancar lainnya. (kasmir, 2009: 136). Alasan untuk mengeluarkan angka persediaan adalah karena tingkat likuiditasnya dapat menimbulkan masalah. Anda akan ingat kembali bahwa istilah “likuiditas” digunakan untuk
mengekspresikan
seberapa
cepat,
dan
seberapa
persentase dari nilai bukunya, suatu aktiva dapat dikonversi menjadi kas saat dibutuhkan (Walsh, 2004:106). Menurut Kamir (2009:137) Quick ratio dapat diukur dengan: 𝑸𝒖𝒊𝒄𝒌 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑰𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
c) Rasio Kas (Cash Ratio) Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa pas uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan
52
dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank. (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. (Kasmir, 2009:139) Kasmir (2009:139) rumus untuk mencari rasio kas atau cash ratio: 𝑪𝒂𝒔𝒉𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑪𝑳) =
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑝𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜
b. Rasio Solvabilitas (Leverage) Rasio solvabilitas atau leverage ratio
merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya. Berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingakan dengan aktivanya (Kasmir‟ 2009:151) Rasio-rasio leverage mengukur sebatas mana total aktiva dibiayai oleh pemilik dibandingakan dengan pembiayaan yang disediakan oleh para kreditur. (Weston & Copeland, 1995:252) Dalam hal ini, rasio leverage (rasio solvabilitas) merupaka rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya besarnya jumlah utang yang digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya jika dibandingakan dengan menggunakan modala sendiri. (Kasmir, 2009:112).
53
Rasio-rasio leverage memiliki sejumlah implikasi (weston & Copeland, 1995:252): 1. Para kreditur memandang ekuitas, atau dana yang dipasok pemilik, sebagai suatu pelindung atau basis penggunaan hutang. Jika pemilik hanya menyediakan sebagian kecil dari pembiayaan total, risiko perusahaan sebagian besar ditanggung oleh kreditur. 2. Dengan
mengumpulkan
dana
melalui
hutang,
pemilik
memperoleh manfaat dari memegang kendali atas perusahaan dengan komitmen yang terbatas. 3. Penggunaan hutang dengan tingkat bunga yang tetap memperbesar baik keuntungan maupun kerugian bagi pemilik. 4. Penggunaan hutang dengan biaya bunga yang tetap dan dengan saat jatuh tempo yang tertentu memperbesar risiko bahwa perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajibankewajibannya. Kasmir (2009) Rasio leverage dapat diukur dengan: a) Debt to Asset Ratio (Debt Ratio) Rasio ini merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. (Kasmir, 2009:156).
54
Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utangutangnya dengan aktiva yang dimilikinya. (Kasmir, 2009:156). Rumusan untuk mencarai debt ratio adalah: 𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑨 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠) Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 )
b) Debt to Equity Ratio Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. (Kasmir, 2009:157). Bagi kreditor, semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung
atas
kegagalan
yang
mungkin
terjadi
di
perusahaan. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan (Kasmir, 2009:158). Rumus yang dapat digunakan untuk mencari debt to equity ratio adalah:
55
𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑬 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠) Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
c) Long Term Debt to Equity Ratio (LTDE) LTDtER merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah
modal yang dijadikan
jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingakan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan (Kasmir, 2009:159). Kasmir (2009:159)
untuk mengukur rasio ini, dapat
menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑳𝑻𝑫𝒕𝑬𝑹 𝑻𝑳𝑫𝑬 =
𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
c. Rasio Aktivitas (Turnover) Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya. (Harahap, 2007:308) Rasio aktivitas (activity ratio) merupakan rasio yang digunakan
untuk
mengukur
efektifitas
perusahaan
dalam
menggunakan aktiva yang dimilikinya. Penggunaan rasio aktivitas adalah dengan cara membandingkan antara tingkat penjualan dengan investasi dalam aktiva untuk satu periode. Kemampuan manajemen untuk menggunakan dan mengoptimalkan aktiva yang dimiliki merupakan tujuan utama rasio ini. (Kasmir, 2009:173)
56
Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah fixed assets turn over. a) Fixed Assets Turn Over Fixed assets turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. (Kasmir, 2009:184). Rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Artinya kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan tinggi. (Harahap, 2007:309). Kasmir (2009:184) Untuk menghitung Fixed assets turn over, rumus yang dapat digunakan adalah: 𝑭𝒊𝒙𝒆𝒅 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 𝑻𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒗𝒆𝒓 𝑺𝑭𝑨 =
Penjualan (𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠) Total Aktiva Tetap (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
d. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan
keuantungan
atau
laba.
Profitabilitas
diekspektasikan secara signifikan barkaitan dengan rating obligasi. Profitabilitas memberikan indikasi kemampuan perusahaan untuk going
concern.
Profitabilitas
menggambarkan
kemampuan
manajemen untuk mengontrol efektifitas pengelauaran.
57
Meythi (2005) dalam Purwaningsih (2008) rasio ROA merupakan rasio terbaik untuk menjelaskan pertumbuhan laba (unsur utama rasio profitabilitas). Rasio
ROA
atau
NIAT
merupakan
rasio
yang
menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. ROA dapat dihitung dengan rumus: 𝑹𝒆𝒕𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒏 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑵𝑰𝑻𝑨 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
G. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi ditemukan, diantaranya: Pinches dan Mingo (1973) dalam Linandarini (2010) menggunakan 48 sampel dari 132 obligasi yang diestimasi pada tahun 1967-1968. Kategori yang dipilih adalah peringkat AA hingga B dari sampel peingkat obligasi Moody‟s. Ada tujuh faktor yang diidentifikasi, yaitu size, leverage, long-term and short-term capital intensity, return on investment, earning stability, dan debt coverage. Dengan menggunakan MDA untuk menguji hipotesis, peneliti menemukan bahwa ada dua faktor yang tidak penting dalam memprediksi peringkat obligasi, yaitu, long-term capital intensity dan short-term capital intensity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% prediksi mendekati peringkat Moody‟s. Pada tahun 1975, Pinches dan Mingo melakukan penelitian yang sama dengan menambah satu tahun observasi, yaitu tahun 1969. Mereka mengembangkan model
58
baru dengan memisahkan subordinated dan non-subordinated. Dalam penelitian ini, ketepatan prediksi dapat meningkat 60-75% mendekati peringkat Moody‟s. Aryanindita (2005) dalam Linandarini (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan data sampel sebanyak 270 emisi dari 26 emiten. Rasio keuangan yang digunakan adalah sebanyak 41 rasio keuangan, kemudian dengan menggunakan analisis faktor untuk memperoleh kejelasan mengenai proses yang tepat dan rasio yang memberikan kontribusi, didapat 21 rasio keuangan. Hasil yang menunjukkan signifikan menggunakan MDA adalah sebanyak 112 sampel dari PEFINDO diperoleh CACL, COIN, CATA, SLTA, NWTA, NWTL; dan 95 sampel dari Kasnic diperoleh CACL, COIN, SLAR, CLIN, SLCL, NITL. Tingkat ketepatan klasifikasi adalah sebesar 80% untuk agen PEFINDO dan 95% untuk agen Kasnic. Manurung, Silitonga & Tobing (2008) dengan judul “Hubungan Rasio-rasio Keuangan dengan Rating Obligasi”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio keuangan apa saja yang mempengaruhi rating obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat obligasi. Variabel independen yang digunakan tentunya ialah rasio keuangan yang meliputi Current Ratio (CR), Total Aset Turn Over (TAT), Return On Asset (ROA), Net Profit Margin (NPM), Debt to Equity Ratio (DER) dan Risiko Sistematis (Beta). Sedangkan variabel dependennya ialah rating obligasi. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 perusahaan dan
59
menyimpulkan bahwa rasio-rasio yang secara signifikan berpengaruh terhadap rating obligasi ialah Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TAT) dan Return On Asset (ROA). Purwaningsih (2008) dengan judul “Pemilihan Rasio Keuangan Terbaik Untuk Memprediksi Peringkat Obligasi: Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ”. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 95 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, dan menggunakan sebanyak 9 rasio keuangan. Penelitian ini menggunakan 2 teknik analisis, analisis pertama yaitu regresi backward digunakan untuk megetahui rasio-rasio apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi, sedangkan analisis faktor digunakan untuk mengetahui rasio keuangan terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa rasio yang dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi adalah rasio LTLTA, NWTA, CFOTL dan SFA. Sedangkan rasio terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi yaitu rasio CACL. Raharja & Sari (2008) dengan judul “Perbandingan Alat Analisis (Diskriminan & Regresi Logistik) Terhadap Peringkat Obligasi” melakukan penelitian mengenai kemampuan rasio keuangan (leverage, likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas) untuk memprediksi peringkat obligasi dengan menggunakan 160 observasi yang dihasilkan dari 38 sampel penerbitan obligasi perusahaan manufaktur periode 19992004. Penelitian ini menghasilkan bukti empiris bahwa dari 22 rasio
60
keuangan yang digunakan, terdapat 20 rasio keungan yang berbeda secara signifikan antara perusahaan yang peringkat obligasinya masuk investment grade dan non-investment grade. Sedangkan 2 lainnya tidak. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan analisis diskriminan dan regresi logistik untuk mengetahui ketepatan prediksinya. Dengan menggunakan analisis diskriminan diperoleh tingkat kebenaran sebesar 96,9%, sedangkan dengan menggunakan regresi logistik tingkat kebenarannya sebesar 91,3%. Rodoni, Warninda & Sumiati (2009) malakukan penelitian dengan judul “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kemungkinan Terjadinya Obligasi Default”. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 26 sampel, 13 diantaranya adalah obligasi yang mengalami default, 13 lainnya yang tidak mengalami default. Menggunakan analisis uji beda dan regresi logistik. Penelitian ini menyimpulkan, dari 18 rasio keuangan, hanya 7 rasio saja yang dapat membedakan secara signifikan rata-rata rasio keuangan perusahaan penerbit obligasi yang dinyatakan default dan yang tidak default. Daya ketepatan prediksi secara keseluruhan sebesar 88,5%.
61
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti
1.
Metode Analisis Pinces and Mingo Multiple (1973) Discriminant Analysis (MDA)
2.
Aryanindita (2005)
3.
Manurung, Silitonga & Tobing (2008)
MDA
Regression
Kesimpulan Penelitian ini menggunakan sampel peringkat obligasi Moody‟s. Ada 7 faktor yang diidentifikasi, yaitu size, leverage, long-term and short-term capital intensity, return on investment, earning stability dan debt coverage. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa 2 dari 7 faktor tersebut yang tidak dalam memprediksi peringkat obligasi, yaitu long-term capital intensity dan short-term capital intensity. 70% prediksi mendekati peringkat Moody‟s. Penelitian ini menggunkana sebanyak 41 rasio keuangan. Hasil yang menunjukkan signifikan menggunakan MDA adalah sebanyak 112 sampel dari PEFINDO diperoleh CACL, COIN, CATA, SLTA, NWTA, NWTL; dan 95 sampel dari Kasnic diperoleh CACL, COIN, SLAR, CLIN, SLCL, NITL. Tingkat ketepatan klasifikasi adalah sebesar 80% untuk agen PEFINDO dan 95% untuk agen Kasnic. Variabel independen yang digunakan tentunya ialah rasio keuangan yang meliputi Current Ratio (CR), Total Aset Turn Over (TAT), Return On Asset (ROA), Net Profit Margin (NPM), Debt to Equity Ratio (DER) dan Risiko Sistematis (Beta). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 perusahaan dan menyimpulkan bahwa rasio-rasio yang secara signifikan berpengaruh terhadap rating obligasi ialah Current Ratio (CR), Total Asset Turn Over (TAT) dan Return On Asset (ROA).
62
Lanjutan Tabel 2.2 Peneliti 4. Purwaningsih (2008)
Metode Analisis Analisis Faktor dan Regresi Backward
5.
Raharja & Sari (2008)
MDA dan Logistic Regression
6.
Rodoni, Warninda & Sumiati
Logistic Regression
Kesimpulan Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 95 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, dan menggunakan sebanyak 9 rasio keuangan. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa rasio yang dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi adalah rasio LTLTA, NWTA, CFOTL dan SFA. Sedangkan rasio terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi yaitu rasio CACL. Penelitian ini menghasilkan bukti empiris bahwa dari 22 rasio keuangan yang digunakan, terdapat 20 rasio keungan yang berbeda secara signifikan antara perusahaan yang peringkat obligasinya masuk investment grade dan non-investment grade. Dengan menggunakan analisis diskriminan diperoleh tingkat kebenaran sebesar 96,9%, sedangkan dengan menggunakan regresi logistik tingkat kebenarannya sebesar 91,3%. Menggunakan analisis uji beda dan regresi logistik. Penelitian ini menyimpulkan, dari 18 rasio keuangan, hanya 7 rasio saja yang dapat membedakan secara signifikan rata-rata rasio keuangan perusahaan penerbit obligasi yang dinyatakan default dan yang tidak default. Daya ketepatan prediksi secara keseluruhan sebesar 88,5%.
63
H. Keterkaitan Antar Variabel Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Variabel Likuiditas CACL CAICL CCL Leverage LTDTE TLTA TLTE
Peringkat Obligasi
Aktivitas SFA Profitabilitas NITA Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang jangka pendeknya. Tingkat likuiditas dapat menjadi faktor penting dalam peringkat obligasi. Penelitian Carson dan Scott (1997); Bouzoita & Young (1998); Burton, Adam & Hardwick (1998) dalam Raharja & Sari (2008) menemukan hubungan antara likuiditas dengan kredit rating. Sehingga semakin tinggi likuiditas perusahaan semakin baik kemungkinan peringkat perusahaan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa apabila perusahaan memiliki rasio likuiditas yang tinggi, maka kemungkinan peringkat obligasinya akan
64
masuk dalam investment grade. Rasio likuiditas dalam penelitian ini menggunakan proxy CACL, CAICL dan CCL. Leverage merupakan rasio yang menunjukkan proporsi utang dalam mendanai aktiva perusahaan. Tingginya rasio ini mengandung arti bahwa sebaian besar aset didanai dengan hutang, dan ini menyebabkan perusahaan dihadapkan pada default risk atau peringkat rating yang kurang baik. Semakin besar rasio leverage perusahaan, semakin besar risiko kegagalan perusahaan. Sehingga semakin rendah leverage perusahaan, semakin besar peringkat yang diberikan terhadap perusahaan (Burton, Adam & Hardwick, 1998) dalam Nurhasanah dalam Savany (2008). Maka, semakin tinggi rasio ini, peringkat obligasinya akan semakin turun atau masuk dalam non-investment grade. Rasio leverage dalam penelitian ini menggunakan proxy rasio LTDTE, TLTA dan TLTE. Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Penggunaan rasio aktivitas adalah dengan cara membandingkan antara tingkat penjualan dengan investasi dalam aktiva untuk satu periode. Proxy yang digunakan adalah rasio SFA. Dalam penelitian Purwaningsih (2008), SFA mampu membentuk signifikan dapat
memprediksi peringkat
obligasi. Rasio profitabilitas, rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Brotman (1989) dalam Nurhasanah (2003) dalam semakin tinggi tingkat profitabilitas, semakin rendah risiko
65
ketidakmampuan membayar atau default, dan semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan tersebut Savandy (2008). Proxy yang digunakan dalam penilitian ini adalah rasio ROA atau NITA. karena menurut Meythi (2005) dalam Purwaningsih (2008) rasio ini merupakan rasio terbaik untuk menjelaskan pertumbuhan laba.
I. Kerangka Pemikiran Obligasi merupakan salah satu jenis modal hutang yang diperjualbelikan di pasar modal. Seorang investor yang hendak membeli obligasi hendaknya tetap memperhatikan risiko yang mungkin terjadi, salah satunya ialah default risk, yaitu peluang dimana emiten akan mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya (gagal bayar) atau dengan kata lain risiko tidak terbayarnya bunga dan pokok utang . Sebelum di tawarkan, obligasi harus diperingkatkan oleh suatu lembaga atau agen pemeringkat obligasi (Rating Agency). Agen pemeringkat obligasi adalah lembaga independen yang memberikan informasi pemeringkatan skala risiko , dimana salah satunya
adalah
sekuritas obligasi sebagai petunjuk sejauh mana keamanan suatu obligasi bagi investor. Keamanan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan suatu perusahaan dalam membayar bunga dan melunasi pokok pinjaman. Sehingga pemodal bisa menggunakan jasa agen pemeringkat obligasi tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai peringkat obligasi. Proses
66
peringkatan ini dilakukan untuk menilai kinerja perusahaan, sehingga rating agency dapat menyatakan layak atau tidaknya obligasi tersebut diinvestasikan. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi terhadap peringkat obligasi ialah rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan. Penelitian ini hendak menganalisis apakah rasio-rasio yang digunakan (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, STA, SFA dan NITA) dapat membedakan kinerja keuangan perusahaan yang masuk investmen grade dan non-investment grade, dan apakah rasio-rasio tersebut mampu untuk membentuk faktor yang secara signifikan dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi atau tidak. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda yang sebelumnya dilakukan pengujian normalitas dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov, uji ini dilakukan untuk untuk kemudian dilakukan uji beda statistik para metrik atau non parametrik. Apabila data berdistribusi normal, maka dilakukan uji beda parametrik dengan menggunakan Independent Sample Test. Sebaliknya, apabila data tidak terdistribusi dengan normal, maka dilakukan uji non parametrik dengan menggunakan Mann-Whitney Test. Selain melakukan uji beda, penelitian ini juga menggunakan analisis faktor dan regresi logistik. Analisis faktor digunakan untuk mendapatkan faktor yang kemudian akan dianalisis lebih lanjut.
67
Sedangkan regresi logistik digunakan untuk mengetahui apakah faktorfaktor yang terbentuk melalui analisis faktor tadi mampu untuk membentuk model dan dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi.
68
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
BEI
Laporan Keuangan
Rasio Keuangan
Likuiditas
Leverage
Aktivitas
Profitabilitas
CACL CAICL
LTDTE TLTE TLTA
STA SFA
NITA
Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
Mann-Whitney Test
Analisis Faktor
Independent Sample Test
Interpretasi
Analisis Regresi Logistik
Interpretasi
Kesimpulan
69
J. Hipotesis Dari kerangka di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Hipotesis Pertama: H0 =
Tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan berupa rasio keuangan (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan SFA) antara perusahaan yang obligasinya masuk investment grade dan noninvestment grade.
Ha =
Terdapat perbedaan yang signifikan rasio keuangan (CACL, CAICL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA) antara perusahaan yang obligasinya masuk investment grade dan non-investmen grade.
Hipotesis Kedua: H0 =
Seperangkat rasio keuangan (CACL, CAICL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA) tidak mampu membentuk faktor yang dapat memprediksi peringkat obligasi.
Ha =
Seperangkat rasio keuangan (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA) mampu membentuk faktor yang dapat memprediksi peringkat obligasi.
70
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis rasio-rasio keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kurun waktu tahun 2007-2009 dengan menggunakan uji beda, analisis faktor, dan regresi logistik. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 8 rasio, yaitu CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA. Sampel obligasinya sebanyak 107. Periode penelitian ini yaitu selama 4 tahun, tahun 2007 hingga 2010. B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan nonkeuangan yang obligasinya terdaftar pada agen pemeringkat PT PEFINDO dan perusahaan tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2009. Data yang digunakan berupa rasio keuangan dari neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas. Sedangkan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode penyampelan berdasarkan (purposive sampling) sehingga diperoleh sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
71 71
Adapun kriteria yang digunakan ádalah sebagai berikut: 1. Obligasi yang diterbitkan dan beredar selama periode pengamatan (2007-2010) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang tidak termasuk dalam industri perbankan, keuangan dan asuransi. 3. Obligasi yang perusahaannya terdaftar di PT PEFINDO selama kurun waktu periode pengamatan 4. Memiliki laporan keuangan pada periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2010 dan semua data yang diperlukan. Tabel 3.1 Proses Pemilihan Sampel Keterangan Obligasi yang diterbitkan dan beredar selama periode pengamatan (2007-2010) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang termasuk dalam industri perbankan, keuangan dan asuransi. 3. Obligasi yang perusahaannya tidak terdaftar di PT PEFINDO selama kurun waktu periode pengamatan 4. Tidak memiliki laporan keuangan pada periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2010 dan semua data yang diperlukan. Sampel Final Sumber: data diolah
Jumlah Sampel
1.
479
138 6
138 107
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 479 obligasi yang terdaftar di Indonesia Bond Market Directory yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2007-2010, namun hanya terdapat 107 yang
memenuhi karakteristik penyampelan yang telah ditentukan. Daftar nama
72
perusahaan beserta banyaknya sampel obligasi dapat dilihat pada tabel 3.2. berikut ini: Tabel 3.2 Sampel Penelitian No.
Nama Perusahaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Arpeni Pratama Ocean Line Tbk Ciliandra Perkasa Excelcomindo Pratama Tbk Mobile-8 Telecom Tbk Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Indosat Indofood Sukses Makmur Tbk Japfa Comfeed Indonesia Tbk Lautan Luas Tbk Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry Malindo Feedmill Tbk Matahari Putra Prima Tbk Mayora Indah Tbk Pembangunan Jaya Ancol Tbk PAM Lyonnaise Jaya Pindo Deli Pulp & Paper Mills Bentoel Internasional Investama Tbk Surya Citra Televisi Jumlah Sampel Sumber: data diolah
Kode APOL CLPK EXCL FREN INKP ISAT INDF JPFA LTLS LPPI MAIN MPPA MYOR PJAA PLJA PIDL RMBA SCTV
Jumlah Obligasi yang terbit dan beredar 2007-2010 6 4 4 4 8 26 6 4 3 8 3 4 3 4 4 8 4 4 107
C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam variabel ini merupakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah diolah sebelumnya. Dalam proses pengumpulannya, data yang digunakan didapat dari berbagai sumber, seperti:
73
Pengumunan peringkat obligasi yang diterbitkan oleh PT. PEFINDO
Indonesia Bond Market Directory (IBMD)
Financial Data Ratio yang diterbitkan oleh BEI
www.idx.co.id
Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA)
Google Finance
Dan lain sebagainya.
D. Metode Analisis Data 1) Deskriptif Statistik dengan analisis deskriptif, sebenarnya hampir sama dengan dengan statistik menggunakan prosedur frekuensi, yaitu menghasilkan
analisis
dispersi
(standard
deviasi,
minimum,
maksimum) (Wahyono, 2009:17). Prosedur Deskriptives
juga memiliki
kegunaan pokok untuk
melakukan pengecekan terhadap input data, mengingat bahwa analisis ini akan menghasilkan resume data secara umum. Seperti berapa jumlah responden laki-laki, berapa jumlah responden perempuan dan sebagainya. Disamping itu, analisis ini juga memiliki kegunaan untuk menyediakan informasi deskripsi data dan demografic sample yang diambil. (Wahyono, 2009:18).
Standard Deviasi, menunjukkan dispersi rata-rata dari sampel.
74
Maximum, menunjukkan nilai tertinggi dari suatu deretan data.
Minimum, menunjukkan nilai terendah dari suatu deretan data.
Mean, menunjukkan nilai rata-rata dari dari sampel.
2) Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data model variabel bebas (independen) mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov Smirnov Test. Data yang berdistribusi normal ditandai dengan Asymp. Sig. (2 –tailed) > 0,05. Hasil dari uji normalitas dengan menggunakan one-sample Kolmogorov Smirnov dapat dijadikan pedoman untuk melakukan pengujian hipotesis pertama.. Ghazali & Kastelan (2002) dalam Rodoni et al (2009).
Data
yang
berdistribusi
normal
akan
diuji
dengan
menggunakan uji Independent sample t Test (uji beda parametrik), dan
menggunakan uji Mann Whitney Test
(uji beda non
parametrik) apabila datanya memiliki distribusi tidak normal. 3) Analisis Faktor Salah satu metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis faktor. Analisis faktor adalah suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan (interdependence) dari beberapa
variabel
secara
simultan
dengan
tujuan
untuk
menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang
75
diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti, yang berarti dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian. Jadi, pada prinsipnya analisis faktor digunakan untuk mengelompokkan beberapa variabel yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor, sehingga dimungkinkan dari beberapa atribut yang mempengaruhi suatu komponen variabel dapat diringkas menjadi beberapa faktor utama yang jumlahnya lebih sedikit (Suliyanto, 2005:114). Proses
analisis
faktor
mencoba
menemukan
hubungan
(interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Sebagai contoh, jika ada 10 variabel yang independen satu dengan yang lain, dengan analisis faktor mungkin bisa diringkas hanya menjadi 3 kumpulan variabel baru (new set of variables). Kumpulan variabel tersebut disebut faktor, di mana faktor tersebut tetap mencerminkan variabel-variabel aslinya. (Santoso, 2010:57). Perbedaan analisis faktor dengan analisis regresi berganda dan analisis diskriminan adalah dalam analisis regresi berganda dan analisis diskriminan, salah satu variabel menjadi menjadi variabel tergantung dan lainnya menjadi variabel bebas. Sedangkan dalam analisis faktor tidak ada pembagian variabel menjadi variabel bebas
76
dan variabel tergantung. Dengan demikian, analisis faktor termasuk dalam analisis interdependence technique (Suliyanto, 2005:114) . Tujuan analisis faktor, Singgih Santoso (2010:58) pada dasarnya tujuan analisis faktor adalah: a. Data summarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan menggunakan uji korelasi. Jika korelasi dilakukan antar variabel (dalam pengertian SPSS adalah „kolom‟), analisis tersebut dinamakan R Factor Analysis. Namun, jika korelasi dilakukan antar responden atau sampel (dalam pengertian SPSS adalah „baris‟), analisis disebut Q Factor Analysis, yang juga populer disebut CLUSTER ANALYSIS. b. Data reduction, yakni setelah melakukan korelasi, dilakukan proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu. Dalam analisis faktor juga dihasilkan factor score. Factor score tersebut dapat digunakan untuk kegunaan analisis lanjutan. Santoso (2010:58) SPSS membuat satu atau beberapa factor score sebagai hasil analisis faktor, di mana variabel factor score tersebut bisa digunakan untuk analisis lanjutan, seperti t test, ANOVA dan sebagainya. Prosedur analisis faktor, widarjono (2010:240) prosedur analisis faktor meliputi langkah-langkah menghitung korelasi antara indikator yang diobservasi, ekstraksi faktor dan rotasi faktor.
77
a. Menghitung Korelasi Indikator Metode yang pertama adalah memeriksa korelasi matriks. Tingginya korelasi antara indikator mengindikasikan bahwa indikator-indikator tersebut dapat dikelompokkan ke dalam sebuah indikator yang homogen sehingga setiap indikator mampu mampu membentuk faktor umum atau faktor konstruk. Metode kedua memeriksa korelsi parsial yaitu mencari korelasi satu indikator dengan indikator lain (Widarjono, 2010:241). Korelasi parsial ini disebut dengan negative anti-image correlation. Dalam tahap ini juga ditentukan indikator mana saja yang layak untuk dianalisis lebih lanjut. Untuk menguji apakah suatu suatu variabel layak untuk dianalisis lebih lanjut dapat menggunakan metode Kaiser-Meyer Olkin (KMO). Singgih Santoso (2010:66) Alat uji KMO and Barlett’s test of sphericity dan Anti-Image digunakan untuk uji awal apakah data yang ada dapat di‟urai‟ menjadi sejumlah faktor. Hipotesis untuk signifikansi adalah: Ho = sampel (variabel) belum memadai untuk dianalisis lebih lanjut. Hi = sampel (variabel) sudah memadai untuk dianalisis lebih lanjut.
78
Kriteria dengan melihat probabililitas (signifikan): -
Angka Sig. > 0,05 maka Ho diterima
-
Angka Sig. > 0,05 maka Hi ditolak
Angka MSA (Measure of Smpling Adequacy) berkisar 0 sampai 1, dengan kriteria: -
MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain.
-
MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
-
MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.
b. Ekstraksi Faktor Langkah kedua di dalam analisis faktor adalah ektraksi faktor (extraction). Ekstraksi faktor adalah suatu metode yang digunakan untuk mereduksi data dari beberapa indikator untuk menghasilkan faktor lebih sedikit yang mampu menjelaskan korelasi antara indikator yang diobservasi. Menurut Darmawan Wibisono (2008:245) dalam penelitian Savitri (2010) Untuk mengekstraksi faktor dikenal dua metode rotasi, yaitu: a) Orthogonal factors: ekstraksi faktor dengan cara merotasikan sumbu faktor yang kedudukannya saling tegak lurus satu sama lainnya. Dengan melakukan rotasi ini maka setiap
79
faktor bersifat independen terhadap faktor lain karena sumbunya saling tegak lurus. Orthogonal factors solution digunakan bila analisis bertujuan untuk mereduksi jumlah variabel tanpa mempertimbangkan seberapa berartinya faktor yang diekstraksi. b) Oblique
factors:
ekstraksi
faktor
dilakukan
dengan
merotasikan sumbu faktor yang kedudukannya saling membentuk sudut dengan besar sudut tertentu. Dengan rotasi ini maka korelasi antar setiap faktor masih diperhitungkan karena sumbu faktor tidak saling tegak lurus satu dengan lainnya.
Oblique
factor
solution
digunakan
untuk
memperoleh jumlah faktor yang ssecara teoritis cukup berarti. Ekstraksi faktor digunakan untuk menentukan jenis-jenis faktor yang akan dipakai. Estimasi faktor dapat menggunakan metode Principal Component Analysis (selain itu terdapat metode common factor analysis) (Savitri, 2010). Analisis komponen utama (principal components Analysis) merupakan metode paling sederhana di dalam melakukan rotasi faktor. Metode ini membentuk kombinasi linier dari indikator yang diobservasi. Komponen utama yang pertama adalah kombinasi yang menjelaskan varian paling besar dari sampel. Selanjutnya, komponnen utama yang kedua adalah menjelaskan jumlah varian
80
yang paling besar kedua dan tidak berhubungan dengan komponen utama yang pertama. Komponen utama berikutnya menjelaskan porsi yang lebih kesil dari varian sampel total dan tidak berhubungan dengan yang lainnya (Widarjono, 2010:243). c. Rotasi Faktor Rotasi faktor ini diperlukan jika metode ekstraksi faktor belum menghasilkan komponen faktor utama yang jelas. Tujuan dari rotasi faktor ini agar dapat memperoleh struktur faktor yang lebih sederhana agar mudah diinterpretasikan. Ada beberapa metode rotasi faktor yang bisa digunakan, yaitu: Varimax
Method,
metode
rotasi
orthogonal
untuk
meminimalisisi jumlah indikator yang mempunyai factor loading tinggi pada tiap faktor. Quartimax Method, metode rotasi untuk meminimalisasi jumlah faktor yang digunakan untuk menjelaskan indikator. Equamax Method, metode gabungan antara varimax method yang meminimalkan indikator dan quartimax method yang meminimalkan faktor. Selain ketiga langkah tersebut, masih terdapat langkah lain yang dapat dilakukan, yaitu membuat factor score. d. (Membuat Factor Scores) Factor Scores pada dasarnya adalah upaya untuk membuat satu atau beberapa variabel yang lebih sedikit dan berfungsi
81
menggantikan variabel asli yang sudah ada. Pembuatan akan berguna jika akan dilakukan analisis lanjutan, seperti analisis regresi atau analisis diskriminan (Santoso, 2010:105). 4) Regresi Logistik Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen X1, X1,...Xk terhadap variabel dependen y yang berupa variabel kategorikn(binominal, multinominal atau ordinal) atau juga untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen y (yang berupa variabel kategorik) berdasarkan nilai variabel-variabel independen X1, X2,....Xk. Stanislaus (2006:225) SPSS menyediakan tiga prosedur regresi logistik yaitu: a) Regresi Logistik Biner (binary logistic regression), adalah regresi logistik dimana variabel dependennya berupa variabel dikotomi atau variabel biner. Contoh variabel dikotomi atau variabel biner adalah: sukses-gagal, ya-tidak, benar-salah, hudup-mati, hadir-bolos, pria-perempuan dan seterusnya. b) Regresi
Logistik
regression),
adalah
Multinominal regresi
(miltinominal
logistik
dimana
logistic variabel
dependennya berupa variabel kategorik yang terdiri lebih dari dua nilai seperti: merah, biru, kuning, hitam atau Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan seterusnya.
82
c) Regresi Logistik Ordinal (ordinal logistic regression), adalah regresi logistik di mana variabel dependennya berupa variabel dengan skala ordinal seperti: sangat setuju, setuju, netral, tak setuju, sangat tidak setuju atau halus, sedang, kasar. Penelitian ini menggunakan menggunakan regresi logistik biner karena variabel dependennya yaitu peringkat obligasi berupa variabel dikotomi yang terbagi menjadi kategori investment grade dan noninvestmnet grade. Ghazali
(2009)
menyatakan
bahwa
analisis
ini
tidak
memerlukan asumsi normalitas pada variabel bebasnya. Tahapan dalam melakukan analisis regresi logistik: a. Menilai Model Fit
-2 Log likehood Menilai angka -2 log likelihood pada awal (blok
number = 0) dan angka -2 log likelihood pada blok number = 1, jika terjadi penurunan angka -2 log likelihood maka menunjukkan model regresi yang baik. Log likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “sum of squared error” pada model regresi, sehingga penurunan log likelihood menunjukkan model regresi yang baik.
Nagel Karke (R²) Nagel Karke R Square pada tabel Model Summary
merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell’s R Square
83
agar nilai maksimumnya bisa mencapai satu dan mempunyai kisaran nilai antara 0 sampai 1, sama seperti koefisien determinasi R2 pad regresi linear berganda. Nilai Nagel Karke R Square umumnya lebih besar dari nilai Cox dan Snell’s R Square tapi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai determinasi R2 pada regresi linear berganda. Hosmer dan Lemeshow Model fit dapat juga diuji dengan Hosmer and Lemeshow‟s Goodness of Fit dengan hipotesis: Ho : Model yang dihipotesiskan fit dengan data Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: Nilai goodness of fit test yang diukur dengan nilai chisquare pada bagian bawah uji Hosmer dan Lemeshow. - Jika probabilitas >0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak - Jika Probabilitas <0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima b. Menilai Ketepatan Prediksi Salah satu cara untuk menilai ketepatan prediksi adalah dengan melihat tabel tabel Calssification 2 x 2 yang menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect). Classification table, menunjukkan tabel 2x2 dengan kolom berupa predict values dari variabel dependen dan baris berupa nilai data aktual yang diamati (Stanislaus, 2006:234).
84
c. Menguji Koefisien Regresi Uji Wald pad tabel Variables In The Equation digunakan untuk menguji apakah masing-masing koefisien regresi logistik signifikan (Stanislaus, 2006:235). Singgih Santoso (2010:213), hipotesis dan pengambilan keputusan: Hipotesis Ho = Koefisien regresi tidak signifikan Ha = Koefisien regresi signifikan Pengambilan Keputusan Berdasarkan probabilitas. o
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima
o
Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak
Raharja & Sari (2008) adapun model prediksi yang dibentuk dari regresi logistik disajikan pada tabel 3.3 berikut ini. Tabel 3.3 Model Fungsi Regresi Logistik Model Persamaan Regresi Logistik: Y= α0 +β1X1+β2X2+β3X3+…+βnXn+ε Notasi: Y α0 ε βn X1,X2,X3,...Xn
= 0 jika non investmen grade; 1 jika investment grade = Konstanta = Error Term = Koefisien regresi 1,2,3,n = Rasio-rasio keuangan
85
E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini ialah peringkat obligasi dan rasio-rasio keuangan. Skala peringkat mulai dari AAA sampai dengan D yang secara umum terbagi menjadi dua kategori, yaitu investment grade (AAA, AA, A, BB) dan noninvestment grade (BB, B, CCC, D). Pengukuran variabel dilakukan dengan memberi nilai pada masing-masing peringkat sesuai dengan peringkat yang dikeluarkan oleh PEFINDO. Pemberian nilai peringkat obligasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.4 Kategori Peringkat Obligasi Nilai Peringkat 0 0 0 0 1 1 1 1
Peringkat D CCC B BB BBB A AA AAA
Kategori Non- Investment Grade Non- Investment Grade Non- Investment Grade Non- Investment Grade Investment Grade Investment Grade Investment Grade Investment Grade
2. Variabel Independen Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini ialah rasiorasio keuangan, meliputi rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, STA, SFA dan NITA. CACL : Rasio lancar (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
86
jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saaat ditagih secara keseluruhan. 𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
CAICL : Rasio cepat (quick ratio) atau rasio sangat lancar atau atau acid test ratio merupakan rasio
yang menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi tau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory). 𝑸𝒖𝒊𝒄𝒌 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑨𝑰𝑪𝑳) =
Aktiva Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 − 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 Utang Lancar 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
CCL : Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa pas uang kas yang tersedia untuk membayar utang. 𝑪𝒂𝒔𝒉𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 (𝑪𝑪𝑳) =
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑜𝑟 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑝𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜
LTDTE : LTDtER merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingakan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan 𝑳𝑻𝑫𝒕𝑬𝑹 𝑻𝑳𝑫𝑬 =
𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
TLTA : Rasio ini merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan dengan total
87
aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. 𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑨 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠) Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 )
TLTE : Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. 𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 𝑻𝑳𝑻𝑬 =
Total Utang (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠) Total Ekuitas (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 )
SFA : Fixed assets turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. 𝑭𝒊𝒙𝒆𝒅 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 𝑻𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒗𝒆𝒓 𝑺𝑭𝑨 =
Penjualan (𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠) Total Aktiva Tetap (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
NITA : Rasio ROA atau NIAT
merupakan rasio yang
menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. ROA dapat dihitung dengan rumus: 𝑹𝒆𝒕𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒏 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑵𝑰𝑻𝑨 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
88
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Pasar Modal Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. (BEI,2011). Dalam perjalanannya, pasar modal Indonesia mengalami pasang surut. Bahkan pemerintah indonesia sempat membekukan kegiatan pasar modal, karena perang dunia I dan II, kebijakan nasionalisasi Pemerintah Indonesia pada tahun 1956.pasar modal baru dibuka kembali pada tahun 1977 setelah pencanangan orde pembangunan. Seiring dengan kian gencarnya pemerintah melakukan pembangunan, keberadaan pasar modal kian dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Pertumbuhan yang diperkirakan akan terus meningkat dianggap sebagai momentum yang tepat untuk mengaktifkan kembali pasar modal. dengan mengaktifkan kembali pasar modal diharapkan mampu menggerakkan potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan sekaligus menciptakan pemerataan pendapatan
dan
demokratisasi
ekonomi.
Pasar
modal
mencapai
perkembangan puncaknya pada tahun awal 1990-an, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka peluang bagi perusahaan untuk 89 89
mendapatkan dana selain melalui kredit perbankan (Nasarudin et al, 2008:2). Bursa
Efek
Indonesia
(BEI)
terus
berkembang
seiring
bertambahnya usia, dan keadaan pun semakin menunjukkan bahwa efek/ saham semakin banyak peminatnya, dilihat dari kapitalisasinya yang terus bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi di pasar modal diharapkan bisa menjadi alternatif penghimpunan dana selain sistem perbankan. Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan sekuritas yang berupa surat tanda hutang (obligasi) ataupun surat tanda kepemilikan (saham). Dengan menjual saham kepada publik, perusahaan dapat memperoleh dana dari pasar modal, adapun tujuan penggunaan dananya yaitu untuk: ekspansi, memperbaiki struktur permodalan, pengalihan pemegang saham (divestasi) dan lain-lainnya. Investasi di pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Seandainya tidak ada pasar modal, maka para pemodal mungkin hanya bisa menginvestasikan dana mereka dalam sistem perbankan (selain alternatif investasi pada real assets seperti properti dan emas). Di samping itu, investasi pada sekuritas/saham mempunyai daya tarik lain yaitu pada likuiditasnya. Sehubungan dengan itu maka pasar modal memungkinkan terjadinya alokasi dana yang efisien. Hanya kesempatan-kesempatan investasi yang menjanjikan keuntungan yang tertinggi (sesuai dengan risikonya) yang mungkin memperoleh dana.(wordpress.com).
90
Dalam rangka pengembangan pasar, Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pendekatan langsung kepada calon pelaku pasar melalui beberapa jalur. Salah satunya adalah dengan pendirian Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) di daerah-daerah yang potensial. Pada awalnya pendirian PIPM dimaksudkan sebagai perintis / pembuka jalan bagi Anggota Bursa untuk beroperasi di suatu daerah yang potensial. PIPM dapat pula didirikan pada kota-kota yang telah terdapat perusahaan sekuritas, namun dipandang masih memiliki potensi besar untuk lebih dikembangkan lagi. Kegiatan-kegiatan di PIPM meliputi berbagai usaha untuk meningkatkan jumlah pemodal lokal dan perusahaan tercatat dari daerah dimana PIPM berada dan sekitarnya. Jangkauan kegiatan sosialisasi dan edukasi PIPM tidak hanya di kota tempat PIPM berada, namun juga di daerah-daerah sekitarnya. Pendirian PIPM di suatu daerah sifatnya tidak permanen karena jika perkembangan pasar modal di daerah tersebut sudah baik maka Bursa Efek Indonesia akan merelokasi PIPM tersebut ke daerah potensial yang baru. PIPM yang pernah direlokasi adalah PIPM Denpasar, PIPM Medan, PIPM Semarang dan PIPM Palembang. Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 13 PIPM yaitu di Balikpapan, Makassar, Manado, Pekalongan, Pekanbaru, Padang, Jember, Pontianak, Yogyakarta, Cirebon, Lampung, Surabaya, dan Banjarmasin. (Blog Komunitas Pasar Modal Gunadarma).
91
B. Sejarah dan Perkembangan PT PEFINDO PT PEFINDO didirikan pada 1993 melalui usulan dari BAPEPAM, Bank Indonesia dan pada 1994 mendapatkan lisensi No.39/PM/-PI/1994 dari BAPEPAM sebagai institusiresmi di bidang pemeringkatan efek Indonesia. Pemegang sahamnya terdiri dari 104 lembaga keuangan, sekuritas, asuransi dan dana pensiun. Pefindo mempunyai afiliasi dengan lembaga pemeringkat internasional, yaitu S&P (Standard & Poor) serta aktif dalam kegiatan ASEAN Forum of Credit Rating Agencies (AFCRA) untuk meningkatkan jaringan dan kualitas produk pemeringkatan. (Rahardjo, 2004:104) PT PEFINDO menawarkan pelayanan pemeringkatan pada seluruh efek utang baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang yang dikeluarkan suatu perusahaan bank dan perusahaan non bank., perusahaan asuransi dan proyek pembayaran. Fungsi utama PT PEFINDO adalah memberikan rating yang obyektif, independen dan dapat dipercaya terhadap risiko kredit (credit risk) sekuritas utang (debt securities) secara publik. Badan ini juga menghasilkan dan mempublikasikan informasi kredit berkaitan dengan pasar modal pinjaman. Publikasi ini meliputi opini kredit terhadap emiten obligasi dan sektor-sektor yang berkaitan. Menurut Nurfauziah & Adistin Fatma Setyarini (2004) dalam Trisnawati (2010) menyatakan bahwa PT PEFINDO memiliki persyaratan umum dalam pemeringkatan obligasi. Beberapa persyaratan umum peringkat obligasi PT PEFINDO diantaranya:
92
1.
Secara umum, perusahaan beroperasi lebih dari 5 tahun, meskipun PT PEFINDO juga memberikan peringkat kinerja terhadap peusahaan yang beroperasi kurang dari 5 tahun.
2.
Laporan keuangan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di BAPEPAM dengan pendapat wajar tanpa syarat atau unqualified opinion.
3.
Laporan keuangan yang telah diaudit terakhir tidak melampaui 180 hari dari tanggal penutupan pelaporan keuangan. Jika melebihi batas, maka harus disertai dengan pernyataan direktur, komisaris dan akuntan publik bahwa laporan terseut benar-benar merefleksikan kondisi keuangan perusahaan.
4.
Memberi informasi dasar dan data pendukung lainnya yang dibutuhkan oleh PT PEFINDO untuk melengkapi penetapan rating.
5.
Membayar atas biaya rating
C. Deskripsi Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling yang mensyaratkan kriteria-kriterian tertentu, berapa diantaranya ialah obligasi yang terbit dan masih beredar dari tahun 2007 hingga 2010, memiliki laporan keuangan per 1 Januari 2007 hingga 31 Desember 2010 dan menyediakan data-data lain yang diperlukan dalam penelitian ini.
93
Dari beberapa kriteria tersebut, didapat sebanyak 107 sample obligasi yang dapat digunakan. Daftar obligasi tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Deskripsi Sampel Penelitian
Emiten Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL) Ciliandra Perkasa (CLPK) Excelcomindo Pratama Tbk (EXCL) Mobile-8 Telecom Tbk (FREN) Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) Indosat (ISAT)
Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) Lautan Luas Tbk (LTLS) Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry (LPPI) Malindo Feedmill Tbk (MAIN)
Obligasi II Tahun 2008 Seri A
Banyaknya Sampel 3
Tgl. Terbit 19-Mar-08
Tgl. Jatuh Tempo 18-Mar-13
II Tahun 2008 Seri B II Tahun 2007
3 4
19-Mar-08 28-Nov-07
18-Mar-15 27-Nov-12
II Tahun 2007
4
27-Apr-07
26-Apr-12
I Tahun 2007
4
16-Mar-07
15-Jun-17
IV Tahun 2007 V Tahun 2009
4 2
16-May-07 19-Jun-09
15-May-12 18-Jun-14
I Tahun 1999 Seri A I Tahun 1999 Seri B II Tahun 2002 Seri B IV Tahun 2005 V Tahun 2007 Seri A V Tahun 2007 Seri B VI Tahun 2008 Seri A VI Tahun 2008 Seri B VII Tahun 2009 Seri A VII Tahun 2009 Seri B
4 4 4 4 4 4 3 3 2 2
01-Oct-04 01-Oct-04 08-Nov-02 22-Jun-05 30-May-07 30-May-07 10-Apr-08 10-Apr-08 09-Dec-09 09-Dec-09
01-Oct-14 01-Oct-17 06-Nov-32 21-Jun-11 29-May-14 29-May-17 09-Apr-13 09-Apr-15 08-Dec-14 08-Dec-16
I Tahun 2007 III Tahun 2008
4 3
12-Jul-07 27-Mar-08
11-Jul-12 26-Mar-13
I Tahun 2000 Seri A I Tahun 2000 Seri B
4 4
01-Oct-04 01-Oct-04
01-Oct-14 01-Oct-17
I Tahun 2008
3
10-Mar-08
06-Mar-13
94
Lanjutan Tabel 4.1 Emiten Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) Mayora Indah Tbk (MYOR) Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) Pindo Deli Pulp & Paper Mills (PIDL) PAM Lyonnaise Jaya (PLJA) Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) Surya Citra Televisi (SCTV)
Obligasi
Banyaknya Sampel
III Tahun 2009 Seri A III Tahun 2009 Seri B
2 2
15-Apr-09 15-Apr-09
14-Apr-12 14-Apr-14
III Tahun 2008
3
06-Jun-08
05-Jun-13
I Tahun 2007 Seri B
4
28-Jun-07
27-Jun-12
I Tahun 1997 Seri A I Tahun 1997 Seri B
4 4
25-Oct-04 25-Oct-04
01-Oct-14 01-Oct-17
I Tahun 2005 Seri D
4
12-Jul-05
12-Jul-12
I Tahun 2007
4
28-Nov-07
27-Nov-12
II Tahun 2007
4
11-Jul-07
10-Jul-12
Tgl. Terbit
Tgl. Jatuh Tempo
Sumber: data diolah
D. Analisis Data 1. Statistik Deskriptif Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui gambaran dari masing-masing variabel dalam penelitian. Dari analisis tersebut, dapat diketahui nilai minimum, maksimum, mean dan standar deviasi atau tingkat penyimpangan dari masing-masing variabel. Dalam
melakukan
pengolahan
data,
penelitian
ini
menggunakan fasilitas elektronik yaitu dengan program Ms.Excel dan SPSS 17.0 untuk mempermudah perolehan data sehingga dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Sebelumnya, penelitian ini melakukan penentuan sampel dengan metode purposive sampling atau penentuan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Dengan menggunakan
95
metode tersebut, didapat sebanyak 107 sampel yang memenuhi kriteria yang ditentukan. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Independen
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CACL
107
.0802
4.2684
1.258822
.9399117
CAICL
107
-3.0832
4.2192
.772760
1.1309441
CCL
107
.0028
2.4680
.400886
.4834823
LTDTE
107
.1628
7.6641
1.515264
1.1571374
TLTA
107
.3358
1.1528
.657305
.1429880
TLTE
107
.4743
7.6566
2.494440
1.6509655
SFA
107
.1053
7.9249
2.075097
2.1411474
NITA
107
-.2228
.5079
.055265
.1005009
Valid N (listwise)
107
Sumber: Output SPSS, 2011 Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0, output SPSS ini menunjukkan bahwa CACL dari 107 observasi atas sampel memiliki nilai terendah dari sebesar 0,0802 dan nilai tertingginya sebesar 4.2684. Mean atau ratarata variabel CACL menunjukkan nilai 1,25882. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel CACL menunjukkan nilai sebesar
0,9399117.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
terdapat
penyimpangan dari variabel CACL sebesar 0,9399117 di atas rata-rata hitungnya.
96
Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio CAICL menunjukkan nilai terendah sebesar -3,0832 dan nilai tertingginya sebesar 4,2192. Mean atau rata-rata variabel CAICL menunjukkan nilai 0,772760. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel CAICL menunjukkan nilai sebesar 1,1309441. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel CAICL sebesar 1,1309441 di atas rata-rata hitungnya. Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio CCL menunjukkan nilai terendah sebesar 0,0028 dan nilai tertingginya sebesar 2,4680. Mean atau rata-rata variabel CCL menunjukkan nilai 0,400886. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel CCL menunjukkan nilai sebesar 0,4834823. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel CCL sebesar 0,4834823 di atas rata-rata hitungnya. Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio LTDTE menunjukkan nilai terendah sebesar 0,1628 dan nilai tertingginya sebesar 7,6641. Mean atau rata-rata variabel LTDTE menunjukkan nilai 1,515264. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel LTDTE menunjukkan nilai sebesar 1,1571374. Hal ini
97
menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel LTDTE sebesar 1,1571374 di atas rata-rata hitungnya. Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio TLTA menunjukkan nilai terendah sebesar 0,3358 dan nilai tertingginya sebesar 1,1528. Mean atau rata-rata variabel TLTA menunjukkan nilai 0,657305. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel TLTA menunjukkan nilai sebesar 0,1429880. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel TLTA sebesar 0,1429880 di atas rata-rata hitungnya. Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio TLTE menunjukkan nilai terendah sebesar 0,4743 dan nilai tertingginya sebesar 7,6566. Mean atau rata-rata variabel TLTE menunjukkan nilai 2,494440. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel TLTE menunjukkan nilai sebesar 1,6509655. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel TLTE sebesar 1,6509655 di atas rata-rata hitungnya. Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio SFA menunjukkan nilai terendah sebesar 0,1053 dan nilai tertingginya sebesar 7,9249. Mean atau rata-rata variabel SFA menunjukkan nilai 2,075097. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel SFA
98
menunjukkan nilai sebesar 2,1411474. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel SFA sebesar 2,1411474 di atas rata-rata hitungnya. Hasil analisis dengan statistik deskriptif terhadap rasio NITA menunjukkan nilai terendah sebesar -0,2228 dan nilai tertingginya sebesar 0,5079. Mean atau rata-rata variabel NITA menunjukkan nilai 0,055265. Standar Deviation atau standar deviasi yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan suatu data, pada variabel NITA menunjukkan nilai sebesar 0,1005009. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dari variabel NITA sebesar 0,1005009 di atas rata-rata hitungnya.
E. Hasil Pengujian Hipotesis 1.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data model variabel bebas (independen) mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov Smirnov Test.
99
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel CACL CAICL CCL LTDTE TLTA TLTE SFA NITA
Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,002 0,000 0,000 0,000 0,007 0,000 0,000 0,000
Sumber: Output SPSS, 2011 Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua variabel baik itu CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA tidak terdistribusi dengan normal. Hal tersebut didasarkan pada nilai Aasymp. Sig. (2-tailed), jika nilainya >0,05 maka data variabel tersebut dapat dinyatakan berdistribusi normal. Sebaliknya apabila nilainya <0,05 maka dikatakan tidak berdistribusi normal. Pengujian berikutnya adalah untuk menguji hipotesis pertama. Karena semua data tidak terdistribusi dengan normal, maka akan hipotesis pertama dilakukan dengan uji beda non parametrik Mann-Whitney Test. 2.
Uji Perbedaan a) Uji Mann-Whitney Setelah dilakukan uji normalitas dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, diketahui bahwa semua variabel tidak berdistribusi normal. Sehingga kesemua variabel
100
akan diuji beda dengan menggunakan uji beda non-parametrik, yaitu dengan uji Mann-Whitney. Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Uji Mann-Whitney Rasio
Proksi
Asymp. Sig Keterangan Kesimpulan (2-tailed)
Likuiditas
(H0)
CACL
0,000
Berbeda
Ditolak
CAICL
0,000
Berbeda
Ditolak
CCL
0,000
Berbeda
Ditolak
LTDTE
0,004
Berbeda
Ditolak
TLTA
0,000
Berbeda
Ditolak
TLTE
0,000
Berbeda
Ditolak
Aktivitas
SFA
0,000
Berbeda
Ditolak
Profitabilitas
NITA
0,000
Berbeda
Ditolak
Leverage S
Sumber: Data diolah Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA antara perusahaan yang obligasinya masuk dalam investmen grade dengan perusahaan yang obligasinya masuk dalam non-investment grade. Pengambilan keputusan didasarkan dengan melihat nilai asymp. Sig (2- tailed). Jika nilai asymp. Sig (2-tailed) < 0,05 berarti terdapat perbedaan. Dari hasil uji perbedaan yang dilakukan, dengan menggunakan 8 rasio, semua rasio tersebut secara signifikan berbeda antara perusahaan yang obligasinya masuk investment
101
grade dan non-investment grade. Dengan melihat hasil pengujian secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Pertama (H0) ditolak. 3.
Analisis Faktor a) Menghitung Korelasi Indikator Analisis korelasi matrik antar indikator yang ada untuk mengetahui apakah indikator –indikator tersebut layak dianalisis dengan analisis faktor. Syarat kecukupan yang pertama adalah dari KMO MSA (Kaiser-Meyer-Olkin Measure Of
Sampling
adequacy) dan Barlett‟s Test. jika KMO MSA lebih besar dari 0,5 maka memenuhi syarat kecukupan untuk analisisi faktor. Pengujian (1) Tabel 4.5 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.747 544.933 28 .000
Sumber: Output SPSS, 2011 Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai KMO and Barlett’s adalah 0,747 dengan signifikansi 0,000. Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0,5 dan memiliki nilai signifikansi jauh di bawah 0,05 (0,000 < 0,05), maka variabel dan sampel sudah bisa dianalisis lebih lanjut.
102
Tabel 4.6 Anti-image Matrices CACL Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
SFA
NITA
CACL
.317
-.143
-.141
-.029
.010
.026
-.210
.021
CAICL
-.143
.426
-.116
.034
.013
-.024
.013
-.001
CCL
-.141
-.116
.361
-.010
.091
-.012
.163
-.136
LTDTE
-.029
.034
-.010
.159
-.038
-.118
.027
.063
TLTA
.010
.013
.091
-.038
.274
-.068
.086
-.057
TLTE
.026
-.024
-.012
-.118
-.068
.148
-.066
-.022
SFA
-.210
.013
.163
.027
.086
-.066
.585
-.191
NITA
.021
-.001
-.136
.063
-.057
-.022
-.191
.749
a
-.391
-.416
-.129
.035
.122
-.489
.044
a
-.297
.130
.038
-.094
.025
-.002
a
-.040
.289
-.053
.355
-.261
a
-.182
-.766
.089
.183
a
-.338
.216
-.126
a
-.225
-.065
a
-.288
CACL
.740
CAICL
-.391
.853
CCL
-.416
-.297
.749
LTDTE
-.129
.130
-.040
.725
TLTA
.035
.038
.289
-.182
.874
TLTE
.122
-.094
-.053
-.766
-.338
.696
SFA
-.489
.025
.355
.089
.216
-.225
.475
NITA
.044
-.002
-.261
.183
-.126
-.065
-.288
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Sumber: Output SPSS, 2011 Angka MSA yang terdapat dalam tabel Anti-Image Matrice pada Anti-Image Correlation, pada angka korelasi yang bertanda “a” (dari arah kiri atas ke kanan bawah). Nilai MSA yang didapat dari masing-masing variabel ialah: 1)
MSA rasio CACL sebesar 0,740 > 0,5
2)
MSA rasio CAICL sebesar 0,853 > 0,5
3)
MSA rasio CCL sebesar 0,749 > 0,5
103
.736
a
4)
MSA rasio LTDTE sebesar 0,725 > 0,5
5)
MSA rasio TLTA sebesar 0,874 > 0,5
6)
MSA rasio TLTE sebesar 0,696 > 0,5
7)
MSA rasio SFA sebesar 0, 475< 0,5
8)
MSA rasio NITA sebesar 0,735 > 0,5 Dari 8 variabel, 7 variabel memiliki MSA di atas 0,5. Namun
masih terdapat variabel yang memiliki nilai MSA di bawah 0,5 yaitu SFA, sehingga variabel tersebut harus dihilangkan karena tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Pengujian (2) Tabel 4.7 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square Df Sig.
.797 491.603 21 .000
Sumber: Output SPSS, 2011 Seperti halnya pada pengujian pertama, tabel di atas menunjukkan bahwa nilai KMO and Barlett’s adalah 0,797 dengan signifikansi 0,000. Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0,5 dan memiliki nilai signifikansi jauh di bawah 0,05 (0,000 < 0,05), maka variabel dan sampel sudah bisa dianalisis lebih lanjut.
104
Tabel 4.8 Anti-image Matrices CACL Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
NITA
CACL
.416
-.183
-.124
-.025
.057
.004
-.068
CAICL
-.183
.426
-.137
.033
.012
-.023
.003
CCL
-.124
-.137
.413
-.020
.080
.008
-.103
LTDTE
-.025
.033
-.020
.160
-.044
-.122
.079
TLTA
.057
.012
.080
-.044
.288
-.065
-.033
TLTE
.004
-.023
.008
-.122
-.065
.156
-.050
NITA
-.068
.003
-.103
.079
-.033
-.050
.817
CACL
.817
a
-.434
-.298
-.098
.165
.014
-.116
CAICL
-.434
.822
a
-.327
.128
.034
-.091
.005
CCL
-.298
-.327
.848
a
-.077
.233
.030
-.178
LTDTE
-.098
.128
-.077
a
-.207
-.769
.219
a
-.305
-.069
a
-.139
.719
TLTA
.165
.034
.233
-.207
.900
TLTE
.014
-.091
.030
-.769
-.305
.715
NITA
-.116
.005
-.178
.219
-.069
-.139
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Sumber: Output SPSS, 2011 Angka MSA yang terdapat dalam tabel Anti-Image Matrice pada Anti-Image Correlation, pada angka korelasi yang bertanda “a” (dari arah kiri atas ke kanan bawah). Nilai MSA yang didapat dari masing-masing variabel ialah: 1) MSA rasio CACL sebesar 0,817 > 0,5 2) MSA rasio CAICL sebesar 0,822 > 0,5 3) MSA rasio CCL sebesar 0,848 > 0,5 4) MSA rasio LTDTE sebesar 0,719 > 0,5 5) MSA rasio TLTA sebesar 0,900 > 0,5
105
.799
a
6) MSA rasio TLTE sebesar 0,715 > 0,5 7) MSA rasio NITA sebesar 0,799 > 0,5 Karena sudah tidak terdapat variabel yang memiliki nilai MSA dibawah 0,5, maka semua variabel sudah bisa dianalisis lebih lanjut. b) Ekstraksi Faktor Tabel 4.9 Component Matrix
a
Component 1
2
CACL
.728
.493
CAICL
.740
.444
CCL
.774
.400
LTDTE
-.790
.539
TLTA
-.859
.304
TLTE
-.777
.573
NITA
.444
.306
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
Sumber: Output SPSS, 2011 Pada tampilan component matrix
menyediakan informasi
indikator mana yang masuk pada faktor pertama atau faktor kedua dan seterusnya. Dari component matrix di atas, dapat diketahui bahwa dari 7 variabel, terbentuk sebanyak 2 faktor. Tabel tersebut dapat menunjukkan distribusi kedelapan variabel tersebut pada tiga faktor yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor
106
yang mana akan dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris. 1.
Variabel CACL Korelasi antara variabel CACL dengan faktor 1 adalah +0,728 (kuat karena di atas 0,5) Korelasi antara variabel CACL dengan faktor 2 adalah +0,493 (lemah karena di bawah 0,5) Karena angka factor loading terbesar ada pada component nomor 1, maka variabel CACL bisa dimasukkan sebagai komponen faktor 1.
2.
Variabel CAICL Korelasi antara variabel CAICL dengan faktor 1 adalah +0,740 (kuat karena di atas 0,5) Korelasi antara variabel CAICL dengan faktor 2 adalah +0,444 (lemah karena di bawah 0,5)
3.
Variabel CCL Korelasi antara variabel CCL dengan faktor 1 adalah -0,774 (kuat karena di atas dari 0,5) Korelasi antara variabel CCL dengan faktor 2 adalah +0,400 (lemah karena di atas 0,5)
4.
Variabel LTDTE Korelasi antara variabel LTDTE dengan faktor 1 adalah -0,790 (kuat karena di atas 0,5)
107
Korelasi antara variabel LTDTE dengan faktor 2 adalah +0,539 (kuat karena di atas 0,5) 5.
Variabel TLTA Korelasi antara variabel TLTA dengan faktor 1 adalah -0,859 (kuat karena di atas 0,5). Korelasi antara variabel TLTA dengan faktor 2 adalah +0,304 (lemah karena di bawah 0,5). Karena angka factor loading terbesar ada pada component nomor 1, maka variabel TLTA bisa dimasukkan sebagai komponen faktor 1.
6.
Variabel TLTE Korelasi antara variabel TLTE dengan faktor 1 adalah 0,777(kuat karena di atas 0,5) Korelasi antara variabel TLTE dengan faktor 2 adalah +0,573 (kuat karena diatas 0,5)
7.
Variabel NITA Korelasi antara variabel NITA dengan faktor 1 adalah +0,444 (lemah karena di bawah 0,5) Korelasi antara variabel NITA dengan faktor 2 adalah +0,309 (lemah karena di bawah 0,5) Pada variabel LTDTE, korelasi antara variabel tersebut dengan
faktor 1 adalah 0,790 (cukup kuat), sedangkan korelasinya dengan faktor 2 juga cukup kuat (0,539). Begitu juga dengan variabel TLTE,
108
dan NITA. Karena tidak ada korelasi yang berbeda dengan jelas, seperti pada variabel LTDTE, TLTE, dan NITA, maka sulit untuk memutuskan akan dimasukkan ke faktor mana variabel-variabel terebut. Oleh karena itu, diperlukan proses rotasi, agar variabel dapat terdistribusi lebih jelas. c) Rotasi Faktor
Tabel 4.10 Rotated Component Matrix
a
Component 1
2
CACL
-.169
.863
CAICL
-.212
.837
CCL
-.266
.829
LTDTE
.941
-.175
TLTA
.823
-.390
TLTE
.955
-.142
NITA
-.099
.530
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.
Sumber: Output SPSS, 2011 Component Matrix hasil proses rotasi (Rotated Component Matrix) memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata.
109
Terlihat bahwa sekarang factor loading yang dulunya kecil semakin diperkecil, dan faktor yang besar semakin diperbesar. 1.
Variabel CACL : variabel ini masuk faktor 2, karena factor loading dengan faktor 2 paling besar (0,863)
2.
Variabel CAICL : variabel ini masuk faktor 2, karena factor loading dengan faktor 2 terbesar (0,837)
3.
Variabel CCL : variabel ini masuk faktor 2, karena factor loading dengan faktor 2 terbesar (0,7829)
4.
Variabel LTDTE : variabel ini masuk faktor 1, karena factor loading dengan faktor 1 terbesar (0,941)
5.
Variabel TLTA : variabel ini masuk faktor 1, karena factor loading dengan faktor 1 terbesar (0,823)
6.
Variabel TLTE : variabel ini masuk faktor 1, karena factor loading dengan faktor 1 terbesar (0,955)
7.
Variabel NITA : variabel ini masuk faktor 2, karena factor loading dengan faktor 2 terbesar (0,530) Dengan demikian, ketujuh variabel telah direduksi menjadi
hanya terdiri atas dua faktor. Dari tabel 4.10 juga dapat diketahui bahwa rasio TLTE memiliki factor loading tertinggi
110
Tabel 4.11 Pengelompokan Faktor Faktor 1
LTDTE TLTA TLTE CACL CAICL CCL NITA
Faktor 2
Sumber: Data diolah Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa: 1) Faktor 1 (F1) atau Kelompok 1, terdiri dari rasio LTDTE, TLTA dan TLTE. Kelompok ini merupakan cerminan dari rasio utang atau leverage 2) Faktor 2 (F2) kelompok 2, terdiri dari rasio CACL, CAICL, CCL dan NITA. kelompok ini mencerminkan rasio likuiditas dan profitabilitas.
Tabel 4.12 Component Transformation Matrix Componen t
1
2
1
-.709
.705
2
.705
.709
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
Pada tabel Component Transformation Matrix di atas, angka-angka yang ada pada diagonal antara Component 1 dengan
111
1, Component 2 dengan 2. Terlihat bahwa angka keduanya berada di atas 0,5. Tanda “-“ hanya menunjukkan arah korelasi. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa kedua faktor yang terbentuk cukup tepat, karena memiliki korelasi yang cukup tinggi. 4.
Analisis Regresi Logistik Analisis regresi logistik dilakukan karena setelah dilakukan pengujian normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test, diketahui bahwa semua data tidak terdistribusi dengan normal sehingga penulis lebih memilih untuk menggunakan regresi logistik daripada diskriminan. Proses analisis regresi logistik dalam penelitian ini ialah dengan melanjutkan proses analisis faktor yang telah dilakukan. Variabel independen yang digunakan ialah variabel yang telah dihasilkan pada analisis sebelumnya, yaitu F1 (Kelompok Rasio Leverage) dan F2 (Kelompok Rasio Likuiditas dan Profitabilitas). Dengan metode regresi logistik, akan diuji apakah kedua faktor tersebut mampu membentuk model dan dapat digunakan untuk memprediksi obligasi atau tidak. a) Menilai Model Fit Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan nilai kecocokan model (model fit):
112
-2 LL Block Number Pseudo R-Square Hosmer and Lemeshow Test
Tabel 4.13 Model Fit -2 LogL block 0 -2 LogL block 1 Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square Chi-Square Sig.
126.967 66.240 .432 .622 5.311 0.622
Sumber: Output SPSS, 2011 Untuk menilai model fit atau ketepatan prediksi dapat dilihat dari nilai -2 LogL, nialainya yang semula sebesar 126,967 mengalami penurunan menjadi 66,420. dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk memprediksi peringkat obligasi. Nilai Cox & Snell R Square sebesar 0,432 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,622 mengartikan bahwa variabilitas yang terjadi pada variabel terikat, yaitu peringkat obligasi baik itu yang masuk dalam investment grade maupun non-investmen grade dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya yaitu Kelompok 1 dan Kelompok 2 sebesar 62,2%. Sisanya, yaitu sebesar 37,8% dijelaskan oleh variasi variabel lain. Model fit dapat juga diuji dengan Hosmer and Lemeshow Test. Nilai Ch-squre sebesar 5,311 dan signifikansi pada 0,622. Oleh karena nilai ini di atas 0,05 maka model dikatakan fit dan dapat diterima atau hal ini berarti model regresi binary layak dipakai untuk analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan
113
yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klsifikasi yang diamati. b) Menilai Ketepatan Prediksi
a b e l
Tabel 4.14 Classification Tablea Predicted Peringkat
4 . 1 Observed 3 Step 1
Peringkat
Non-Investment Grade Investment Grade
Non-Investment
Investment
Percentage
Grade
Grade
Correct
17
13
56.7
4
73
94.8
Overall Percentage
84.1
a. The cut value is ,500
Sumber: Output SPSS, 2011
Tabel klasifikasi diatas digunakan untuk menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan yang salah (incorrect). Menurut prediksi, obligasi yang peringkat masuk dalam kategori noninvestment grade adalah sebanyak 30. Namun dalam
hasil
observasi hanya terdapat 17 obligasi saja, sehingga ketepatan klasifikasinya ialah sebesar 56,7% (17/30). Sedangkan prediksi obligasi yang peringkat masuk dalam investment grade adalah sebanyak 77 obligasi. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa hanya terdapat 73 obligasi saja, jadi ketepatan klasifikasinya
114
sebesar 94,8% (73/77). Secara keseluruhan, ketepatan klasifikasi ialah sebesar 84,1%.
c)
Menguji Koefisien Regresi
Tabel 4.15 Hasil Uji Koefisien Regresi Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B) .241
Lower
Upper
FAC1_1
-1.422
.404 12.362
1
.000
.109
.533
FAC2_1
4.559
1.085 17.652
1
.000 95.499 11.385 801.07 4
Constant
3.076
.693 19.699
1
.000 21.670
a. Variable(s) entered on step 1: FAC1_1, FAC2_1.
Sumber: Output SPSS, 2011
Dari tabel diatas, dapat diketahui koefisien yang signifikan untuk memprediksi peringkat obligasi. Diketahui bahwa baik itu F1 maupun F2 mampu memprediksi peringkat obligasi karena memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 (5%). Dengan demikian, model regresi layak digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi. Model Persamaan Regresi Logistik yang didapat ialah: Rating = 3,076 – 1,422 Faktor 1 + 4,559 Faktor 2
115
Dengan melihat tabel klasifikasi, uji koefisien dan model regresi logistik yang didapat, dapat dinyatakan bahwa kedua faktor tersebut dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisi faktor dan regresi logistik, yang menunjukkan bahwa rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, dan NITA yang mempu membentuk sebanyak 2 faktor, dan keduanya dapat memprediksi peringkat obligasi,
maka dapat dinyatakan bahwa Hipotesis
Kedua (H0) ditolak.
F. Interpretasi Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang dilakukan
dalam
penelitian
ini,
melalui
uji
normalitas
dengan
menggunakan One-Sampel Kolmogorov-Smirnov Test diketahui bahwa kesemua variabel independen yaitu rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA tidak berdistribusi normal sehingga uji beda yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji beda non parametrik melalui uji Mann-Whitney Test. Berdasarkan uji tersebut, dihasilkan bahwa rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dan NITA kesemuanya secara signifikan berbeda antara perusahaan yang peringkat obligasinya masuk kategori investment grade dan non-investment grade.
116
Rasio CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTE, SFA dan NITA menunjukkan terdapat perbedaan antara perusahaan yang peringakat obligasinya masuk kategori invetment grade dan non-investment grade. Hasil ini konsisten dengan penelitian Raharja & Sari (2008) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan rasio CACL, CAICL, TLTE, SFA dan NITA pada perusahaan yang obligasinya masuk kategori invetment grade dengan yang non-investment grade. Rasio CCL dan LTDTE juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan, hasil ini sesuai dengan penelitian Rodoni et al. (2009). CACL, CAICL dan CCL merupakan jenis-jenis rasio likuiditas. Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Burton et al (2000 dalam Magreta & Nurmayati 2009) menyatakan bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan sehingga seccara keuangan akan mempengaruhi prediksi peringkat obligasi. Penelitian Carson & Scott (1997) dan Bouzoita & Young (1998) dalam Burton, Adam & Hardwick (1998) dalam Raharja dan Sari (2006) menemukan hubungan antara likuiditas dengan peringkat utang. Semakin tinggi likuiditas perusahaan semakin baik kemungkinan peringkat perusahaan tersebut. Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila suatu perusahaan memiliki rasio likuiditas yang tinggi, kemungkinan peringkat obligasi perusahaan tersebut akan masuk investment grade. Begitupula
117
sebaliknya, apabila rasio likuiditasnya tinggi, maka peringkatnya akan masuk non investment grade. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil uji koefisien dalam analisis regresi logistik. Faktor 2 (kelompok rasio likuiditas dan profitabilitas) yang merupakan cerminan dari rasio likuiditas dan profitabilitas menunjukkan nilai koefisien yang
positif
(4,559) dan
signifikan (0,000) antara rasio ini dengan peringkat obligasi. LTDTE, TLTA dan TLTE merupakan jenis-jenis rasio leverag. Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang (Kamir, 2009:151). Dalam praktiknya, apabila dari hasil perhitungan, perusahaan ternyata memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya risiko kerugian yang besar. Sebaliknya, apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas lebih rendah tentu mempunyai risiko yang lebih kecil pula (Kamir, 2009:151). Untuk obligasi perusahaan, peringkat yang lebih baik biasanya terkait dengan financial leverage (rasio total utang terhadap aset) yang lebih rendah. Contohnya, memiliki lebih rendah debt-to-total-assets (atau debt-to-equity) ratio dan lebih tinggi current (quick) ratio (Sharpe et al., 2005:360). Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila suatu perusahaan memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, maka peringkat obligasinya akan rendah atau masuk dalam kategori non-investment grade. Begitupula
118
sebaliknya, apabila rasio ini rendah, maka peringkatnya akan masuk investment grade. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil uji koefisien regresi dalam analisis regresi logistik. Faktor 1 (kelompok rasio leverage) yang merupakan cerminan dari rasio leverage menunjukkan nilai koefisien yang negatif (-1,442) dan signifikan (0,000) antara rasio ini dengan peringkat obligasi. SFA, merupakan jenis rasio aktivitas. Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Menurut Horrigen (1966 dalam Purnomo 2005:29 dalam Magerta & Nurmayati 2009) rasio aktivitas secara signifikan berpengaruh positif terhadap credit rating. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik peringkat obligasi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila suatu perusahaan memiliki rasio aktivitas yang tinggi, maka obligasinya akan masuk dalam kategori investment grade, begitupula sebaliknya. NITA, rasio likuiditas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan. Menurut Brotman (1989) dalam Raharja semakin
tinggi
tingkat
profitabilitas,
semakin
Sari
(2008)
rendah
risiko
ketidakmampuan membayar atau default, dan semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan tersebut.
119
Hal tersebut berarti bahwa apabila suatu perusahaan memiliki rasio profitabilitas yang tinggi, maka peringkat obligasinya akan masuk investment grade, begitupula sebaliknya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil uji koefisien dalam analisis regresi logistik. Faktor 2 yang merupakan cerminan dari rasio likuiditas dan profitabilitas menunjukkan nilai koefisien yang
positif
(4,559) dan signifikan (0,000) antara rasio ini dengan peringkat obligasi. Melalui analisis faktor diperoleh bahwa , dari 8 rasio yang digunakan dalam penelitian ini, hanya 7 rasio saja yang mampu membentuk faktor. Rasio SFA memiliki nilai MSA dibawah 0,5 (0,475) sehingga variabel tersebut tidak dapat dianalisis lebih lanjut dan harus hilangkan atau direduksi. Hasil ini berbeda dengan Purwaningsih (2008) yang menyatakan bahwa rasio ini mampu membentuk faktor dan dapat memprediksi peringkat obligasi. Hal ini mungkin karena perbedaan sektor dan periode penelitian. Periode penelitian purwaningsih pada tahun 19992005 dan hanya pada perusahaan sektor manufaktur saja. Sedangkan periode penelitian ini tahun 2007-2010 dan tidak hanya pada perusahaan manufaktur saja. Dari 7 variabel rasio, terbentuk sebanyak 2 faktor. Faktor 1, mencerminkan rasio leverage yang terdiri dari LTDTE, TLTA dan TLTE. Faktor 2 (Kelompok Rasio Likuiditas dan Profitabilitas), mencerminkan likuiditas dan profitabilitas yang terdiri dari CACL, CAICL,CCL dan NITA. Kedua faktor tersebut kemudian akan dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan regresi logistik.
120
Melalui regresi logistik, kedua faktor tersebut secara signifikan mampu membentuk model yang dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi. Tingkat ketepatan prediksi klasifikasi untuk peringkat obligasi yang masuk non-investment grade sebesar 56,7% sedangkan untuk peringkat obligasi yang masuk investment grade sebesar 94,8%. Secara keseluruhan, tingkat ketepatan prediksi ialah sebesar 84,1%. Berdasarkan tabel 4.10 (Rotated Component Matrix), rasio TLTE (leverage) memiliki factor loading tertinggi (0,955). Sehingga dapat dinyatakan bahwa rasio tersebut merupakan rasio keuangan terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi. Hasil ini berbeda dengan penelitian Purwaningsih yang menyatakan bahwa rasio terbaik untuk memprediksi peringkat obligasi ialah CACL (likuiditas). Sesuai dengan penelitian Beaver dalam (Sutanti, 2008) yang menyebutkan bahwa rasio leverage dianggap rasio yang dengan baik memprediksi kegagalan, yang berarti dapat pula memprediksi peringkat obligasi.
121
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKAS A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2010 dengan menggunakan uji beda, analisis faktor dan regresi logistik, maka dapat disimpulkan: 1.
Hasil pengujian beda independen dengan menggunakan uji MannWhitney menunjukkan bahwa secara statistik terbukti terdapat perbedaan anatara rasio keuangan perusahaan yang peringkat obligasi termasuk ke dalam investment grade dan non-investment grade selama empat tahun pengamatan (2007-2010). Kesemua rasio yang digunakan dalam penelitian ini (CACL, CAICL, CCL, LTDTE, TLTE, TLTA, SFA dan NITA) secara signifikan dapat membedakan antara perusahaan yang peringkat obligasinya masuk ke dlam investment grade dan non-investment grade.
2.
Dari 8 rasio yang digunakan dalam penelitian ini, hanya 7 rasio yang mampu membentuk faktor. Terbentuk sebanyak 2 faktor. Faktor 1 mencerminkan rasio leverage yang terbentuk dari rasio LTDTE, TLTA dan TLTE. Faktor 2 mencerminkan rasio likuiditas dan profitabilitas yang terdiri dari rasio CACL,CAICL, CCL dan NITA. Kedua faktor tersebut mampu untuk membentuk model regresi yang dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi. 122 122
B. Implikasi Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis rasio keuangan dalam memprediksi peringkat obligasi. Sampel obligasi dalam penelitian ini sebanyak 107 obligasi, diantaranya ada yang termasuk dalam investment grade dan non-investment grade. Data yang digunakan ialah laporan keuangan 2007-2010 dan peringkat obligasi tahun 2008-2011. Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapat bahwa rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini (CACL, CAICL,CCL, LTDTE, TLTA, TLTE, SFA dann NITA) secara signifikan mampu membedakan perusahaan yang termasuk dalam investment grade dan non investment grade. Selain itu, rasio-rasio tersebut mampu membentuk faktor yang dapat memprediksi peringkat obligasi. Tingkat ketepatan prediksi klasifikasi secara keseluruhan sebesar 84,1%
dengan ketepatan prediksi untuk kelompok perusahaan yang
peringkat obligasinya masuk investment grade sebesar 94,8% sedangkan untuk kelompok yang non-investment grade sebesar 56,7%. Bagi pihak manajemen perusahaan, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa rasio keuangan merupakan faktor penting dalam menentukan peringkat obligasi. oleh karena itu, pihak manajemen harus senantiasa mampu mengontrol kinerja keuangan perusahaannya dengan baik, terutama dalam menentukan proporsi utang. Karena utang erat kaitannya dengan risiko kegagalan yang berarti juga sangat berkaitan peringkat obligasi.
123
Bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan atau mengkaji ulang penelitian ini dapat malakukan beberapa perbedaan seperti dengan memilih objek penelitian yang lebih luas dan menambahkan indikator, baik itu faktor keuangan maupun non keuangan seperti maturity, reputasi auditor jaminan dan lainnya dengan menggunakan nalisis yang berbeda pula seperti Multiple Discriminant Analysis (MDA) atau model Probit.
124
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Vieka, Devi. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta”. Jurnal: STIE Perbanas Surabaya. 2007. Amrullah, Karim. “Kemampuan Rasio Keuangan Sebagai Alat Untuk Memprediksi Peringkat Obligasi Perusahaan Manufaktur. Skripsi: Universitas Negeri Semarang (UNNES). 2007. Arthesa, Ade & Handiman, Edia. Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank. PT INDEKS Kelompok Gramedia.2006. Astuti, Dewi. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2004 Brigham, Eugene F & Houston, Joel F. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. 2009. Chaveesuk. R, Chat Srivaree-ratana and Smith Alice E. “Alternative Neural Network Approaches to Corporate Bond Rating”. University of Pittsburgh.1997. Darmadji , Tjiptono & Fakhruddin, Hendy M. Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab. 2001. Jakarta; Salemba Empat. Fahmi, Irham. Analisis Lporan Keuangan. Bandung; Alfabeta.2011. Fred, J Weston & Eugene F Brigham. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga. 1993. Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2009. Halim, Abdul. Analisis Investasi. Salemba Empat. Jakarta. 2005 Harahap, Sofyan Syafri. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2007
125
Huda, Nurul & Nasution, Mustafa Edwin. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana. 2008. Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Unit Penerbit & Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. 2002 Linandarini, Ermi. “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi Perusahaan di Indonesia”. Skripsi: Universitas Diponegoro. Semarang. 2010 Magreta & Nurmayanti. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi Ditinjau Dari Faktor Akuntansi dan Non Akuntansi. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.11 No.3 Desember 2009 Hal.143-154. Manurung, Silitonga & Tobing. “Hubungan Rasio-rasio Keuangan Dengan Rating Obligasi”. Jurnal. 2008 Moeljadi. Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Jilid 1. Bayumedia Publishing. Malang. 2006 Nasarudin, Irsan. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana. 2008 Palumbo G, Shick R, Zaporowski M. “Factors Affecting A Municipality‟s Bond Rating: An Empirical Study”. Canisius College. Journal of Business & Economics Research – November 2006 Volume 4, Number 11 Purwaningsih, Anna. “Pemilihan Rasio keuangan Terbaik Untuk Memprediksi Peringkat Obligasi: Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ”. Jurnal: KINERJA, Volume 12, No.1, Th. 2008: Hal. 85-99 Raharja & Sari. “Perbandingan Alat Analisis (Diskriminan & Regresi Logistik) Terhadap Peringkat Obligasi (PT PEFINDO). Jurnal MAKSI hal 87103. 2008 Rodoni, Ahmad & Herni Ali. Manajemen Keuangan. Jakarta: Mitra Wacana Media.2010
126
Rodoni, Warninda & Sumiati. “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Peringkat Kemungkinan Terjadinya Obligasi Default”. Jurnal ETIKONOMI hal 237-251. 2009. Santoso, Singgih. Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2010. Savandy, Rachmat. “Analisis Peranan Kinerja Keuangan Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi Korporasi”. Skripsi UIN Syarifhidayatullah Jakarta.2008. Savitri, Dhania. “Analisis Faktor Dalam Memprediksi Peringkat Obligasi”. Skripsi: UIN Syarifhidayatullah Jakarta.2010. Sharpe, William et al. Investasi. Jakarta: Indeks, 2005 Suharli, Michell. Pengaruh Rasio Keuangan dan Konservatisme Akuntansi Terhadap Pemeringkatan Obligasi. Vol. 13 No.2, November 2008. Suliyanto. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Purwokerto: Ghalia Indonesia. 2005. Suharli, Michell. “Pengaruh Rasio Keuangan dan Konservatisme Akuntansi Terhadap Pemeringkatan Obligasi”. Jurnal Vol.13 No.2, November 2008. Sutanti, Wanda. Pengaruh Faktor Akuntansi dan Faktor Non Akuntansi Terhadap Prediksi Peringkat Obligasi. Skripsi. Universitas Indonesia. 2008 Uyanto, Stanislaus . Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta: Garaha Ilmu.2006 Wahyono, Teguh. 25 Model Analisis Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009. Walsh, Ciaran. Key Management Ratios. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. 2004 Widarjono, Agus.. Analisis Statistik Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2010
127
Weston, J Fred & Copeland, Thomas E. Manajamen Keuangan. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995
128
LAMPIRAN
129
Lampiran 1 Daftar Sampel Obligasi Beserta Peringkatnya
No.
Emiten
Kode
Rating
Obligasi 2008
1.
Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
APOL
2009
2010
2011
II Tahun 2008 Seri A
-
A
CCC
CCC
II Tahun 2008 Seri B
-
A
CCC
CCC
2.
Ciliandra Perkasa
CLPK
II Tahun 2007
A-
A-
A
A+
3.
Excelcomindo Pratama Tbk
EXCL
II Tahun 2007
AA-
AA-
A-
AA+
4.
Mobile-8 Telecom Tbk
FREN
I Tahun 2007
BBB+
BBB+
D
D
5.
Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF
IV Tahun 2007
AA+
AA
AA
AA-
V Tahun 2009
-
-
AA
AA-
6.
7.
Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
Indosat Tbk
INKP
ISAT
I Tahun 1999 Seri A
D
D
D
D
I Tahun 1999 Seri B
D
D
D
D
II Tahun 2002 Seri B
AA+
AA+
AA+
AA+
IV Tahun 2005
AA+
AA+
AA+
AA+
V Tahun 2007 Seri A
AA+
AA+
AA+
AA+
V Tahun 2007 Seri B
AA+
AA+
AA+
AA+
VI Tahun 2008 Seri A
-
AA+
AA+
AA+
VI Tahun 2008 Seri B
-
AA+
AA+
AA+
VII Tahun 2009 Seri A
-
-
AA+
AA+
VII Tahun 2009 Seri B
-
-
AA+
AA+
BBB+
BBB+
BBB+
BB+
A-
A-
A-
8.
Japfa Comfeed Indonesia Tbk
JPFA
I Tahun 2007
9.
Lautan Luas Tbk
TLTS
III Tahun 2008
10.
Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry
LPPI
11.
Malindo Feedmill Tbk
MAIN
12.
Matahari Putra Prima Tbk
MPPA
13.
Mayora Indah Tbk
MYOR
14.
Pembangunan Jaya Ancol Tbk
PJAA
15.
Pindo Deli Pulp & Paper Mills
PIDL
-
I Tahun 2000 Seri A
D
D
D
D
I Tahun 2000 Seri B
D
D
D
D
A+
A+
AA+
-
A+
A+
-
I Tahun 2008
-
III Tahun 2009 Seri A
-
III Tahun 2009 Seri B
-
A+
A+
III Tahun 2008
-
A+
A+
AA-
I Tahun 2007 Seri B
A+
A+
A+
A+
I Tahun 1997 Seri A
D
D
D
D
I Tahun 1997 Seri B
D
D
D
D
I Tahun 2005 Seri D
A-
A-
A-
A
16.
PAM Lyonnaise Jaya
PLJA
17.
Bentoel Internasional Investama Tbk
RMBA
I Tahun 2007
A-
A-
AAA
AA
18.
Surya Citra Televisi
SCTV
II Tahun 2007
A
A
A
A+
130
Lampiran 2 Data Rasio Keuangan Perusahaan yang Dijadikan Sampel
No.
Emiten APOL
1.
CLPK 2.
EXCL 3.
FREN 4.
ISAT 5.
INDF 6.
JPFA 7.
LTLS 8.
MAIN 9.
Tahun
CACL
CAICL
CCL
LTDTE
TLT
TLTE
SFA
NITA
2007
1,73
1,67
0,48
1,68
0,69
2,28
0,63
0,05
2008
1,28
1,26
0,28
2,20
0,78
3,52
0,78
0,00
2009
0,62
0,61
0,05
4,54
0,88
7,70
0,45
-0,10
2010
0,20
0,19
0,03
3,27
1,15
7,20
0,31
0,30
2007
2,73
2,37
1,79
2,32
0,66
2,76
1,42
0,09
2008
1,90
1,47
1,23
0,17
0,61
2,39
1,50
0,10
2009
1,97
1,55
1,38
1,13
0,50
1,37
1,10
0,13
2010
2,30
1,97
1,65
0,78
0,44
1,02
1,39
0,13
2007
0,23
0,22
0,11
1,56
0,76
3,22
0,51
0,01
2008
0,60
0,58
0,19
4,27
0,85
5,71
0,52
0,00
2009
4,22
4,22
0,12
1,43
0,68
2,11
0,58
0,06
2010
0,08
0,07
0,08
0,94
0,57
1,33
0,76
0,11
2007
4,27
3,77
2,47
1,33
0,60
1,53
0,33
0,01
2008
0,66
0,59
0,02
4,05
0,85
5,60
0,20
-0,22
2009
0,42
0,40
0,02
3,40
0,83
5,00
0,11
-0,15
2010
0,22
0,11
0,01
3,40
1,03
5,99
0,11
0,31
2007
0,93
0,91
0,69
1,02
0,63
1,72
0,54
0,05
2008
0,91
0,88
0,54
1,34
0,66
1,95
0,49
0,04
2009
0,55
0,54
0,22
1,32
0,67
2,05
0,41
0,03
2010
0,52
0,51
0,17
1,94
0,65
1,94
3,05
0,01
2007
0,92
0,59
0,36
0,83
0,63
2,62
3,45
0,03
2008
0,90
0,52
0,26
1,20
0,67
3,11
4,05
0,03
2009
1,16
0,70
0,40
1,35
0,62
2,45
3,44
0,05
2010
2,04
1,46
1,06
0,27
0,47
0,47
3,27
0,06
2007
2,45
1,08
0,25
2,61
0,76
3,90
5,64
0,04
2008
1,73
0,73
0,19
2,10
0,77
4,00
7,23
0,05
2009
2,21
1,03
0,29
0,90
0,61
1,76
7,92
0,13
2010
2,63
1,33
0,45
0,59
0,50
1,14
6,27
0,14
2007
0,83
0,54
0,08
0,14
0,68
2,42
4,04
0,03
2008
1,12
0,57
0,09
0,83
0,73
3,18
4,81
0,04
2009
1,12
0,78
0,23
1,06
0,69
2,78
3,95
0,03
2010
1,10
0,73
0,14
1,11
0,72
3,14
3,81
0,02
2007
0,98
0,65
0,03
0,12
0,63
1,69
5,56
0,06
2008
1,17
0,83
0,04
7,66
0,95
7,66
6,53
0,00
2009
1,32
1,03
0,17
2,91
0,87
6,35
6,40
0,09
2010
1,42
1,10
0,33
2,75
0,74
2,75
4,85
0,19
131
Lanjutan Lampiran 2 No.
Emiten
Tahun
CACL
CAICL
MPPA
2007
2,25
1,79
1,40
0,96
0,61
1,57
5,76
0,06
2008
1,12
0,90
0,38
0,66
0,68
2,12
6,29
0,00
2009
1,61
1,24
0,72
1,11
0,66
2,02
6,33
0,03
2010
1,76
1,44
0,84
0,16
0,37
0,60
5,68
0,51
2007
0,29
0,22
0,03
0,40
0,42
0,73
3,65
0,07
2008
2,19
1,49
0,41
0,70
0,56
1,32
3,79
0,07
2009
2,29
1,69
0,46
0,54
0,50
1,03
3,72
0,11
2010
2,58
2,10
0,45
0,66
0,54
1,18
4,85
0,11
2007
2,65
2,60
1,32
0,31
0,36
0,57
2,06
0,11
2008
3,17
3,12
1,62
0,29
0,34
0,51
2,13
0,10
2009
1,97
1,94
1,27
0,23
0,37
0,58
2,14
0,09
2010
2,46
2,37
1,58
0,19
0,41
0,71
1,22
0,08
2007
3,72
1,22
0,70
0,96
0,60
1,50
7,43
0,06
2008
2,48
0,33
0,06
0,86
0,61
1,58
5,74
0,05
2009
2,66
0,37
0,08
0,85
0,59
1,45
5,01
0,01
2010
2,50
0,47
0,07
0,73
0,57
1,30
5,20
0,04
2007
1,92
1,64
0,93
1,22
0,73
2,71
0,41
0,09
2008
2,96
2,48
0,81
0,90
0,60
1,48
4,40
0,16
2009
3,28
2,72
1,14
0,82
0,57
1,32
4,40
0,20
2010
3,34
2,87
1,44
0,74
0,56
1,25
5,93
0,31
2007
0,90
0,88
0,26
0,58
0,54
1,19
1,12
0,09
2008
1,38
1,32
0,29
0,64
0,48
0,93
1,13
0,10
2009
0,90
0,86
0,36
0,30
0,44
0,77
1,17
0,14
2010
2,46
2,37
1,21
0,50
0,41
0,71
1,22
0,13
2007
1,32
0,60
0,04
1,52
0,65
1,82
0,47
0,02
2008
1,20
0,59
0,05
1,42
0,64
1,78
0,51
0,03
2009
0,88
0,46
0,04
1,42
0,56
1,92
0,42
-0,02
2010
1,01
0,48
0,04
1,41
0,57
1,95
0,60
0,00
2007
0,63
-2,86
0,02
3,30
0,81
4,84
0,29
0,02
2008
0,60
-3,08
0,02
2,85
0,80
4,49
0,30
0,02
2009
0,71
-1,60
0,03
2,35
0,79
3,86
0,62
0,01
2010
0,80
0,55
0,05
2,07
0,79
3,77
0,78
0,03
2007
0,24
0,11
0,01
0,52
0,64
1,75
0,53
0,00
2008
0,26
0,12
0,00
0,41
0,65
1,85
0,49
0,02
2009
0,19
0,06
0,00
0,53
0,69
2,28
0,46
-0,08
2010
0,26
0,12
0,05
0,59
0,73
2,70
0,65
-0,01
10.
MYOR 11.
PJAA 12.
RMBA 13.
SCTV 14.
PLJA 15.
INKP 16.
PIDL 17.
LPPI 18.
CCL
LTDTE
TLT
TLTE
SFA
NITA
132
Lampiran 3 Output SPSS
Descriptives Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CACL
107
.0802
4.2684
1.258822
.9399117
CAICL
107
-3.0832
4.2192
.772760
1.1309441
CCL
107
.0028
2.4680
.400886
.4834823
LTDTE
107
.1628
7.6641
1.515264
1.1571374
TLTA
107
.3358
1.1528
.657305
.1429880
TLTE
107
.4743
7.6566
2.494440
1.6509655
SFA
107
.1053
7.9249
2.075097
2.1411474
NITA
107
-.2228
.5079
.055265
.1005009
Valid N (listwise)
107
133
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test CACL N Normal Parameters
a,,b
Most Extreme Differences
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
NITA
107
107
107
107
107
107
107
107
Mean
1.258822
.772760
.400886
1.515264
.657305
2.588016
2.075097
.055265
Std. Deviation
.9399117
1.1309441
.4834823
1.1571374
.1429880
2.1530133
2.1411474
.1005009
Absolute
.180
.209
.216
.203
.163
.235
.260
.199
Positive
.180
.143
.216
.203
.163
.235
.260
.199
Negative
-.119
-.209
-.205
-.121
-.092
-.163
-.179
-.196
1.867
2.162
2.234
2.100
1.681
2.429
2.691
2.053
.002
.000
.000
.000
.007
.000
.000
.000
TLTA
TLTE
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Mann-Whitney Test a
Test Statistics CACL
CAICL
CCL
LTDTE
SFA
NITA
Mann-Whitney U
485.000
227.000
26.000
742.000
646.000
648.000
400.000
482.000
Wilcoxon W
950.000
692.000
491.000
3745.000
3649.000
3651.000
865.000
947.000
-4.649
-6.440
-7.835
-2.866
-3.532
-3.518
-5.239
-4.670
.000
.000
.000
.004
.000
.000
.000
.000
Z
SFA
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Peringkat
134
Factor Analysis Pengujian (1)
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
.747
Approx. Chi-Square
544.933
df
28
Sig.
.000
Anti-image Matrices CACL Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
SFA
NITA
CACL
.317
-.143
-.141
-.029
.010
.026
-.210
.021
CAICL
-.143
.426
-.116
.034
.013
-.024
.013
-.001
CCL
-.141
-.116
.361
-.010
.091
-.012
.163
-.136
LTDTE
-.029
.034
-.010
.159
-.038
-.118
.027
.063
TLTA
.010
.013
.091
-.038
.274
-.068
.086
-.057
TLTE
.026
-.024
-.012
-.118
-.068
.148
-.066
-.022
SFA
-.210
.013
.163
.027
.086
-.066
.585
-.191
NITA
.021
-.001
-.136
.063
-.057
-.022
-.191
.749
a
-.391
-.416
-.129
.035
.122
-.489
.044
a
-.297
.130
.038
-.094
.025
-.002
a
-.040
.289
-.053
.355
-.261
a
-.182
-.766
.089
.183
a
-.338
.216
-.126
a
-.225
-.065
a
-.288
CACL
.740
CAICL
-.391
.853
CCL
-.416
-.297
.749
LTDTE
-.129
.130
-.040
.725
TLTA
.035
.038
.289
-.182
.874
TLTE
.122
-.094
-.053
-.766
-.338
.696
SFA
-.489
.025
.355
.089
.216
-.225
.475
NITA
.044
-.002
-.261
.183
-.126
-.065
-.288
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
135
.736
a
Pengujian (2) KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
.797
Approx. Chi-Square
491.603
df
21
Sig.
.000
Anti-image Matrices CACL Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
CAICL
CCL
LTDTE
TLTA
TLTE
NITA
CACL
.416
-.183
-.124
-.025
.057
.004
-.068
CAICL
-.183
.426
-.137
.033
.012
-.023
.003
CCL
-.124
-.137
.413
-.020
.080
.008
-.103
LTDTE
-.025
.033
-.020
.160
-.044
-.122
.079
TLTA
.057
.012
.080
-.044
.288
-.065
-.033
TLTE
.004
-.023
.008
-.122
-.065
.156
-.050
NITA
-.068
.003
-.103
.079
-.033
-.050
.817
CACL
.817
a
-.434
-.298
-.098
.165
.014
-.116
CAICL
-.434
.822
a
-.327
.128
.034
-.091
.005
CCL
-.298
-.327
.848
a
-.077
.233
.030
-.178
LTDTE
-.098
.128
-.077
.719
a
-.207
-.769
.219
TLTA
.165
.034
.233
-.207
.900
a
-.305
-.069
TLTE
.014
-.091
.030
-.769
-.305
.715
a
-.139
NITA
-.116
.005
-.178
.219
-.069
-.139
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
136
.799
a
Total Variance Explained Extraction Sums of Squared
Rotation Sums of Squared
Loadings
Loadings
Initial Eigenvalues
Component Total
% of
Cumulative
Variance
%
Total
% of
Cumulati
Variance
ve %
% of Total Variance
Cumulative %
1
3.840
54.852
54.852
3.840
54.852
54.852 2.629
37.553
37.553
2
1.405
20.068
74.920
1.405
20.068
74.920 2.616
37.367
74.920
3
.815
11.641
86.560
4
.338
4.824
91.384
5
.304
4.350
95.734
6
.210
3.005
98.739
7
.088
1.261
100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrix
a
Component 1
2
CACL
.728
.493
CAICL
.740
.444
CCL
.774
.400
LTDTE
-.790
.539
TLTA
-.859
.304
TLTE
-.777
.573
NITA
.444
.306
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
137
Rotated Component Matrix
a
Component 1
2
CACL
-.169
.863
CAICL
-.212
.837
CCL
-.266
.829
LTDTE
.941
-.175
TLTA
.823
-.390
TLTE
.955
-.142
NITA
-.099
.530
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.
Component Transformation Matrix Compo nent
1
2
1
-.709
.705
2
.705
.709
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
138
Logistic Regression
Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 107
100.0
0
.0
107
100.0
0
.0
107
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Block 0: Beginning Block a,b,c
Iteration History
Coefficients Iteration Step 0
-2 Log likelihood
Constant
1
127.057
.879
2
126.968
.942
3
126.967
.943
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 126,967 c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than ,001.
139
Block 1: Method = Enter a,b,c,d
Iteration History
Coefficients Iteration Step 1
-2 Log likelihood
Constant
FAC1_1
FAC2_1
1
93.232
.879
-.387
.918
2
76.713
1.467
-.630
1.925
3
68.728
2.200
-.973
3.130
4
66.610
2.802
-1.279
4.111
5
66.422
3.047
-1.407
4.512
6
66.420
3.076
-1.422
4.559
7
66.420
3.076
-1.422
4.559
a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 126,967 d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
60.547
2
.000
Block
60.547
2
.000
Model
60.547
2
.000
140
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
66.420
a
.432
.622
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
5.311
Sig. 7
.622
Classification Table
a
Predicted Peringkat Non-Investment
Investment
Percentage
Grade
Grade
Correct
Observed Step 1
Peringkat
Non-Investment Grade Investment Grade
17
13
56.7
4
73
94.8
Overall Percentage
84.1
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
FAC1_1
-1.422
.404
12.362
1
.000
.241
.109
.533
FAC2_1
4.559
1.085
17.652
1
.000 95.499
11.385
801.074
Constant
3.076
.693
19.699
1
.000 21.670
a. Variable(s) entered on step 1: FAC1_1, FAC2_1.
141