Analisis Profil Usaha Kecil Dan Menengah di Kabupaten Bantul Oleh Dyna Herlina Suwarto Abstract Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memperoleh data yang relatif baru dan lengkap mengenai profil usaha kecil dan menengah di Kabupaten Bantul; (2) membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam menentukan strategi pengembangan dan pembinaan usaha kecil dan menengah. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dan analisis SWOT. Populasi penelitian berjumlah 787 usaha kecil, akan dipilih 100 usaha kecil sebagai sampel. Pengumpulan data menggunakan angket, observasi dan wawancara. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
1
Analisis Profil Usaha Kecil Dan Menengah di Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada 2007-2008 lalu mengakibatkan sektor riil terutama perusahaan besar dihadapkan pada persoalan pelik. Mereka sulit mengembalikan eksistensinya untuk normal. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi hal itu adalah mengurangi biaya produksi agar kerugian dapat ditekan. Salah satu komponen yang biaya produksi yang sering menjadi sasaran kebijakan mereka adalah upah buruh dan gaji karyawan. Hal ini berkaitan dengan struktur ekonomi Indonesia yang kelebihan tenaga kerja, sehingga posisi tawar pekerja lemah. Akibatnya, muncul banyak kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika terjadi krisis ekonomi, jumlah pengangguran dipastikan meningkat. Kesulitan
perusahaan
besar
memulihkan
kembali
kondisinya
disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, krisis ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih. Kedua, sebagaimana disebutkan oleh Ruth McVey (1998) fenomena yang terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, para pengusaha tidak memiliki jiwa wirausaha yang tangguh. Keberhasilan perusahaan besar kebanyakan ditopang jasa baik pemimpin politiknya. Karena itu, ketika patronnya hancur, ikut berguguranlah mereka. Istilah yang sering dilontarkan untuk fenoman itu adalah ‘kapitalisme semu. Ketiga, ada kecenderungan dalam ekonomi global, sebagaimana dijelaskan oleh John Naisbitt, bahwa dalam era globalisasi persaingan semakin ketat sehingga keberadaan perusahaan sulit dipertahankan. Lebih lanjut Naisbitt dalam bukunya Global Paradox meramalkan bahwa semakin besar dan terbuka ekonomi dunia, maka semakin banyak
2
perusahaan kecil dan menengah akan mendominasi. Perusahaan kecil di masa datang akan memainkan peran utama dalam percaturan ekonomi dunia karena mereka memiliki efisiensi yang tinggi disertai dengan akses yang lebih luas untuk menjankau peluang ekonomi dunia. Menurut Naisbitt, kontribusi perusahaan besar di Amerika Serikat hanya 10%, sisanya didominasi oleh perusahaan kecil dan menengah. Jumlah UKM di Amerika Serikat terus meningkat.Menurut data tahun 2008, ada 3.705.275 usaha yang memiliki pekerja 1-4 orang (industri rumahan), 1.060.250 perusahaan memiliki pekerja 5-9 orang (usaha kecil), 644.842 perusahaan mempekerjakan 10-19 pekerja (usaha menengah) dan 532.391 perusahaan memiliki karyawan 20-99 orang (www.census.gov/econ/smallbus.html). Kecenderungan perubahan struktur ekonomi dunia dari konglomerasi menuju ekonomi kecil dan menengah juga dirasakan di Indonesia. Ketika perusahaan besar ambruk terhantam krisis, banyak perusahaan kecil dengan tingkat ketergantungan terhadap bank dan pasar saham relatif kecil tetap dapat bertahan. Kalau mau jujur, usaha kecil dan menengah yang telah menghambat kehancuran ekonomi Indonesia secara total. Kondisi seperti ini sebenarnya membuktikan bahwa ideologi dasar negara mengenai ekonomi kerakyatan sebenarnya sangat relevan dengan kondisi saat ini. Meski saat ini kebijakan yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan tidak dijalankan secara maksimal oleh pemerintah yang berkuasa. Oleh karena itu perlu kembali ditingkatkan program-program peningkatan kinerja usaha kecil dan menengah. Bagaimanapun pengembangan dan pembinaan usaha kecil dan menengah memiliki implikasi bagi pembangunan ekonomi nasional karena beberapa alasan. Pertama, UKM adalah sumber kehidupan rakyat banyak. Kedua, jenis industri ini tersebar di pelosok daerah sehingga memiliki peran yang strategis dalam rangka pengembangan wilayah dan pemerataan regional. Ketiga,
pengelolaannya
umumnya
bersifat
padat
karya.
Keempat,
kehadirannya merupakan sumber penghidupan sebagian besar rakyat marjinal seperti perempuan.
3
Meski jumlahnya banyak UKM menghadapi masalah utama yaitu nilai tambah produknya yang relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh modal yang kecil sehingga kesempatan berekspansi menjadi terbatas. Kedua, sumber daya manusia yang relatif rendah sehingga tingkat kreatifitas dan inovasi produksi juga rendah. Ketiga, jaringan pemasran yang dimiliki terbatas. Keempat, sistem manajemen organisasi belum berjalan dengan baik. Dengan demikian proses pengembangan dan pembinaan industri kecil dan menengah menjadi keharusan untuk dilakukan oleh pemerintah daerah di era otonomi daerah ini jika tidak ingin tertinggal dan tersingkir dari perkembangan ekonomi di era pasar bebas mendatang. B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka sudah semakin mendesak dilakukan suatu kajian atau analisis profil industri kecil dan menengah. Berdasarkan kajian ini diharapkan dapat diperoleh data untuk memahami persoalan yang dihadapi UKM di Bantul. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan usaha atau industri apa yang perlu dikembangkan dan materi apa yang diberikan kepada mereka. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Memperoleh data yang relatif baru dan lengkap mengenai profil UKM di Kabupaten Bantul berikut dengan permasalahan yang dihadapi.
2.
Penyusunan perencanaan program pengembangan UKM di Kabupaten Bantul.
3.
Membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam menentukan strategi pengembangan dan pembinaan UKM Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat.
4
1.
Melalui kajian deskriptif kuantitatif diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai profil dan sebaran geografi UKM di Kabupaten Bantul.
2.
Dengan kajian penelitian eksploratif diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perencana dan pengambil kebijakan di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.
3.
Dari hasil analisis exploratory inquiry diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan program jangka pendek dan menengah, misalnya program pelatihan.
D. Roadmap Penelitian Peneliti adalah anggota Pusat Studi Wanita UNY yang telah memiliki pengalaman melakukan penelitian berkaitan dengan gender dan wanita. Penelitian yang pernah dilakukan adalah: 1. Assesment Model of High School Principal’s Transformational Leadership 2. Evaluation of Women Empowerment in Kiringan Canden, Jetis Bantul, DIY 3. Analysis of Female Fisherman and Farmer in Pekalongan 4. Action Research of Women Empowerment in Gunung Kidul Yogyakarta 5. Study of Women Empowerment Program in Yogyakarta 6. Analisis profil kesehatan berbasis gender di Gunung Kidul 7. Analisis profil industri kecil dan menengah di Kabupaten Bantul
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Wirausaha Upaya menyerasikan atau membuat kebutuhan dan ketersediaan akan barang menjadi pas, hampir-hampir mustahil untuk dilakukan, tetapi kesenjangan keduanya justru memberikan nilai tambah tersendiri bagi lahirnya sebuah kreativitas. Banyak orang belajar dari serba kekurangan bukan dari serba kecukupan. Serba keterbatasan dan kekurangan dalam berbagai hal justru seringkali memunculkan kreativitas dan jiwa wirausaha seseorang. Para wirausahawan dunia modern muncul petama kali di Inggris pada masa revolusi industri pada akhir abad ke XVIII. Para wirausahawan awal ini mempunyai karakteristik kesabaran dan tenaga yang tidak terbatas. Beberapa adalah orang-orang yang mempunyai uang, tetapi bukan berasal dari golongan bangsawan. Mereka muncul dari kelas menengah ke bawah, yang didorong oleh keinginan untuk mewujudkan impian dan gagasan inovatif menjadi kenyataan. Tujuan utama mereka adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi-organisasi mereka. Mereka percaya pada nilai kerja yang mereka lakukan, mereka tidak mementingkan keuntungan dan kekayaan sebagai tujuan pertama. Keberhasilan memberi arti dan kebanggaan pada usaha yang mereka lakukan. Kewirausahaan
dalam
bahasa
Inggris
diistilahkan
dengan
entrepreneur. Diduga, kata itu diadopsi dari bahasa Perancis yang berarti between-taker atau go-between (perantara). Istilah kewirausahaan yang masuk dalam kamus bisnis tahun 1980-an memiliki definisi yang berbedabeda. Ada dua pendekatan yang dilakukan di dalam mendefinisikan kewirausahaan, yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan kewirausahaan sisi penawaran.
6
Pendekatan fungsional menekankan peranan kewirausahaan dalam perekonomian seperti mengemban suatu resiko karena melakukan pembelian pada suatu tingkat harga tertentu dan menjualnya pada tingkat harga yang tidak menentu, melakukan kegiatan-kegiatan produksi dan inovasi, serta menyebabkan atau memberikan reaksi terhadap gejolak-gejolak ekonomi. Pendekatan kewirausahaan sisi penawaran menekankan kepada sifatsifat individual yang dimiliki para pengusaha. Pendekatan ini mengatakan bahwa sifat-sifat tertentu seperti keinginan untuk berprestasi dan kemampuan untuk mengontrol serta menanggung resiko dari tindakan yang mereka lakukan sebagai sifat-sifat dari wirausaha. Entrepreneur dan fungsinya yang unik sebagai penanggung resiko, pertama kali dikemukakan oleh Richard Cantillon, seorang Irlandia yang berdiam di Perancis. Entrepreneur disini dimaksudkan sebagai upaya membeli barang dan jasa-jasa dengan harga ”tertentu”, untuk dijual dengan harga ”yang tidak pasti” di masa yang akan datang. Karena itu, pada awalnya, kewirausahaan diartikan sebagai ”pengambil resiko” (risk taker). Di awal abad ke-18, Richard Cantillon mengobservasi bahwa seorang wirausaha adalah orang yang menanggung resiko pembelian dan penjualan. Beberapa ahli teori manajemen mengatakan bahwa kewirahusahaan adalah kehebatan dalam pembentukan perusahaan baru yang di dalamnya mengandung pemanfaatan
peluang
dan
pengambilan
resiko.
Peter
F.
Drucker
mendefinisikan kewirausahaan dengan lebih optimis, yakni sebagai seorang yang berfokus kepada peluang, bukan resiko. Bapak manajemen yang terkenal ini juga menyebutkan bahwa kewirausahaan ini bukanlah pengambil resiko melainkan penentu resiko. Adam Simth dan Jean Baptisay (1803) mengatakan bahwa seorang wirausaha adalah seorang yang menyatukan faktor-faktor
produksi.
Joseph
Schumpeter
(1934)
memberi
makna
kewirausahaan dengan kata inovator. Dalam bukunya, The Management Challenge, James M.Higgins (1994) menguraikan bahwa secara historis, kewirausahaan dianggap sebagai salah satu fungsi ekonomi. Higgins mengatakan pula bahwa yang
7
membedakan para wirausaha dengan para manajer terletak pada pendekatan mereka terhadap pemecahan masalah. Para wirausaha bukan hanya memecahkan masalah atau bereaksi terhadap masalah, melainkan juga mencari peluang. Dua pendekatan mengenai definisi dari kewirausahaan di atas dibantah oleh Howard
Stevenson. Menurutnya, tak satupun dari kedua
pendekatan tersebut yang cukup menjelaskan teori kewirausahaan. Menurut Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah laku manajerial yang terpadu. Kewirausahaan adalah upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumberdaya yang dimilikinya. Pola tingkah laku manajerial yang terpadu tersebut bisa dilihat dalam enam dimensi praktek bisnis, yakni: 1) orientasi strategis; 2) komitmen terhadap peluang yang ada; 3) komitmen terhadap sumberdaya; 4) pengawasan sumberdaya; 5) konsep manajemen; dan 6) kebijakan balas jasa. Dari keenam ciri di atas, dihasilkan dua bentuk pelaku bisnis dengan corak yang berbeda, yakni: Promotor dan Trustee. Promotor, yaitu orang yang percaya akan kemampuan yang dimilikinya. Trustee, yaitu orang yang lebih menekankan penggunaan sumberdaya yang telah dimilikinya secara efisien. Kemudian, Stevenson mengatakan bahwa dalam bentuk strategi suatu perusahaan, orientasi kewirausahaan lebih menekankan pada penggunaaan peluang terhadap sumberdaya yang tersedia. Perbedaan seorang berjiwa wirausaha dengan yang tidak adalah dalam kemampuannya memahami bisnis dengan sangat baik sehingga mereka bukan hanya mampu membuat komitmen lebih dahulu dibandingkan orang lain, mereka juga mengetahui kapan harus keluar dari suatu bisnis. Kemudian bahwa para wirausaha berusaha untuk mendapatkan hasil optimal dengan sumberdaya tertentu. Selain itu, bahwa pola tingkah laku kewirausahaan mencakup kemampuan untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki orang lain, seperti keahliannya, ide-idenya atau bakat-bakatnya, serta memutuskan sumberdaya apa saja yang dibutuhkan perusahaan. Terakhir, bahwa kebijakan balas jasa,
8
sebagai faktor yang mendorong tingkah laku kewirausahaan, merupakan harapan-harapan individu serta persaingan kemampuan yang akhirnya menciptakan sistem balas jasa yang adil dalam perusahaan. Dalam bukunya Entrepreneurship, Robert Hisrich dan Michael Peters (1995),
seperti
dikutip
Buchari
Alma
(2000),
mengatakan
bahwa
kewirausahaan adalah the process of creating something different with value by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying financial, psychological, and social risks and receiving the resulting rewards of monetary and personal satisfaction (merupakan proses menciptakan sesuatu yang berbeda, dengan mengabdikan seluruh waktu dan tenaga, menanggung resiko keuangan, kejiwaan, dan sosial, tetapi menerima balas jasa dalam bentuk uang dan kepuasan pribadi). Dengan berpegang pada paparan Alma (2008), Sutrisno (2003), dan Soemanto (2002) baik dilihat dari asas etimologis, sinonim maupun terminologi, ada banyak makna tentang kewirausahaan. Makna ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni kewirausahaan sebagai etika (akhlak, moralitas) ekonomi modern (etika kewirausahaan), dan kewirausahaan sebagai etika (akhlak, moralitas) sosial modern (etika kewirausahaan sosial). Kewiausahaan sebagai Etika Ekonomi Modern, kewirausahaan sebagai etika (akhlak, moralitas) ekonomi/isnis (etika kewirausahaan) berkaitan dengan makna kewirausahaan sebagai resep bertindak guna menumbuhkembangkan
sistem
perekonomian
(bisnis)
yang
modern.
Pemaknaan seperti ini tidak saja berlaku secara tekstual, tetapi dikenal pula secara umum dalam masyarakat. Pandangan tekstual bahwa kewirausahaan terkait dengan etika ekonomi (bisnis) dapat dicermati pada pendapat Salim Siagian (dalam Sutisno 2003:4-5) yang menyatakan sebagai berikut: “Kewirausahaan adalah semangat, pelaku dan kemapuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan/masyarakat, dengan selalu berusahan mencari dan melayani lebih banyakndan lebih baik, serta menciptakan dan mnyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan
9
cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil risiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.” Sedangkan menurut Alma (2008:5) menyatakan sebagai berikut. Wirausahawan adalah seorang inovator, sebgai individu yang mempunyai naluri untuk melihat-lihat peluang, mempunyai semangat, kemampuan dan pikira untuk menaklukkan cara berpikiran malas dan lamban. Seorang wirausahawan mempunyai peran untuk mencari kombinasi-kombinasi baru, yang merupakan gabungan dari lima hal, yakni: 1) pengenalan barang; 2) metode produksi baru; 3) sumber bahan mentah baru; 4) pasar-pasar baru; 5) organisasi industri baru. Bertolak dari gagasan tersebut dapat disimpulkan bahwa wirausaha sangat penting, mengingat bahwa modernisasi dalam bidang ekonomi, sangat bergantung pada kuantitas dan kualitas kewirausahaannya. Karena itu tidak mengherankan jika PBB menyatakan, bahwa suatu negara akan mampu membangun, apabila memiliki wirausahawan sekitar 2% dari jumlah penduduknya. Jumlah penduduk Indonesia saat ini 200.000.000 jiwa, sehingga paling tidak harus memiliki wirausahawan sebanyak 4.000.000 orang (Alma, 2008:4). Namun kenyataannya, Indonesia hanya memiliki wirausahawan sekitar 0,18% dari jumlah penduduk (Suruji, 2008). Kewirausahaan sebagai Etika Sosial Modern, berkaitan dengan adanya kenyataan, bahwa konsep-konsep, gagasan-gagasan, ide-ide atau dalil-dalil yang tercantum di dalam kewirausahaan bisa diberlakukan sebagai resep bertindak yang bersifat universal, yakni tidak saja dalam bidang bisnis, tetapi juga dalam bidang kemasyarakatan guna mewujudkan kehidupan suatu masyarakat modern (kewirausahaan sosial). Hal ini tercermin pada pendapat McClelland (1987:86) yang menyatakan sebagai berikut: 1) Perilaku Kewiraswastaan:
10
a. memikul risiko-risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan; b. kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta; c. tanggung jawab pribadi; d. pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan, uang sebagai ukuran atas hasil. 2) Minat terhadap peerjaan kewiraswastaan sebagai suatu akibat dari martabat dan “sikap berisiko: mereka. Kewirausahaan bukanlan sekadar ketrampilan manajerial dan bisnis belaka, karena kewirausahaan juga meliputi aspek sikap mental dan perilaku yang mencerminkan karakteristik seorang wirausaha. Jadi pembahasan masalah kewirausahaan berarti juga menyoroti mengenai profil seorang manusia yang memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat khas. Kewirausahaan selalu tak terpisahkan dari kreativitas dan inovasi. Inovasi tercipta karena adanya daya kreativitas yang tinggi. Kreativitas adalah kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dalam kehidupan. Kreativitas merupakan sumber yang penting dari kekuatan persaingan, karena lingkungan cepat sekali berubah. Untuk dapat memberikan respons terhadap perubahan, manusia harus kreatif. Manusia kreatif mempunyai ciri-ciri, antara lain: keterbukaan pada pengalaman; melihat sesuatu dengan cara yang tidak biasa; rasa keingintahuan yang tinggi; menerima dan menyesuaikan yang kelihatannya berlawanan; dapat menerima perbedaan; independen dalam pertimbangan, pemikiran, dan tindakan; percaya pada diri sendiri; mau mengambil resiko yang telah diperhitungkan. Sebaliknya hal-hal yang dapat merintangi munculnya sebuah kreativitas adalah sebagai berikut: Lebih menekankan pada perilaku dan struktur birokrasi; mengagungkan tradisi dan budaya yang dibuat;
menekankan
pentingnya
prosedur
yang
baku;
memperkecil
ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan; komunikasi yang lemah; sistem pengendalian yang kuat; menekankan denda atau hukum atas sebuah
11
kegagalan; dan menekankan pada nilai yang menghalangi pengambilan resiko. Kreativitas berbeda dengan inovasi. Kreativitas merujuk kepada pembentukan ide-ide baru, sementara inovasi adalah upaya untuk menghasilkan uang dengan menggunakan ide-ide baru tersebut. Dengan demikian, kreativitas merupakan titik permulaan dari setiap inovasi. Inovasi adalah kerja keras yang mengikuti pembentukan ide dan biasanya melibatkan usaha banyak orang dengan keahlian yang bervariasi tetapi saling melengkapi. Menurut Meredith (1996) wirausahawan adalah orang yang mempunyai
kemampuan
melihat
dan
menilai
kesempatan
bisnis;
mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan kesuksesan. Dengan kata lain, para wirausaha adalah individu yang berorentasi pada tindakan dan bermotivasi tinggi mengambil resiko dalam mengejar tujuannya. 2. SWOT Analisis SWOT adalah usaha analisa yang digunakan untuk mendeskripsikan Strenght (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Kesempatan) dan Threat (Ancaman) yang dihadapi oleh sebuah perusahaan. Kekuatan dan kelemahan berkaitan dengan faktor internal perusahaan sedangkan kesempatan dan ancaman berhubungan dengan keadaan di luar perusahaan. Melalui analisis SWOT diharapkan akan diperoleh data dan identifikasi masalah dari setiap perusahaan yang diteliti. Perusahaan kecil dengan manajemen sederhana umumnya sulit melakukan identifikasi dirinya yang berkaitan dengan proses pengembangan perusahaan. Mereka tidak tahu apa yag harus dilakukan, apa yang seharusnya menjadi prioritas pengembangan usaha, persoalan utama yang dialami perusahaan.
12
Gambar 2.1 Matriks Analisis SWOT EKSTERNAL
PELUANG
ANCAMAN
INTERNAL KEKUATAN
1
2
KEUNGGULAN
MOBILISASI
KOMPARATIF KELEMAHAN
3
4
INVESTASI/DIVESTASI
RASIONALISASI/BUBAR
Keterangan: Strategi 1 : Dimana ada kekuatan (internal) dan ada peluang (eksternal) merupakan posisi dimana sebuah perusahaan mempunyai keunggulan komparatif. Dalam strategi ini perusahaan harus all-out memanfaatkan kekuatan dalam meraih peluang Strategi 2 : Dimana
ada
kekuatan
(internal),
tetapi
ada
ancaman
(eksternal). Strategi yang dilakukan dalam posisi ini adalah mobilisasi agar ancaman dari luar dapat diminimalisir, bahkan kalau bisa diubah menjadi peluang. Strategi 3 : Dimana ada peluang (eksternal) tetapi perusahaan dalam kondisi lemah. Finansial seringkali menjadi faktor utama kelemahan perusahaan. Sehingga dalam posisi ini, strategi yang banyak dilakukan adalah investasi dan disvestasi Strategi 4 : Dimana
perusahaan
(internal)
lemah
sementara
faktor
eksternal penuh ancaman. Dalam posisi seperti ini perusahaan sebaiknya melakukan strategi rasionalisasi.Bila rasionalisasi dipandang tetap merugikan, maka keputusan terakhir adalah pembubaran perusahaan. 3. Profil UKM DIY Menurut Badan Pusat Stastistik (BPS) kriteria usaha kecil dapat dilihat dari jumlah tenaga kerjanya yaitu 5-19 orang. Kemudian usaha
13
menengah mempunya tenaga kerja 20-99. Jika tenaga kerja di atas 100 orang maka ia dianggap perusahaan besar sementara industri rumah tangga memiliki tenaga kerja kurang dari 4 orang. Belum ada data yang memadai mengenai jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di propinsi DIY, kecuali hasil survei mengenai UKM diluar sektor pertanian yang tidak berbadan hukum, tahun 1998, tercatat sebanyak 304.583 usaha. Jenis usaha mereka sebagian besar adalah perdagangan besar, eceran, rumah makan dan jasa akomodasi, yang kesemuanya berjumlah 161.508 atau sebesar 53,03 persen. Usaha lainnya bergerak
dibidang
usaha
industri
pengolahan
sebanyak
74.790
(24,55%).Kemudian menyusul terbanyak ketiga, yakni usaha real estat, persewaan dan jasa sebanyak 42.033 usaha (13,80%). Bidang dengan usaha terkecil adalah jenis usaha keuangan (lembaga keuangan) yakni ada 266 usaha (0,09%). Jumlah usaha UKM itu telah menyerap tenaga kerja sebanyak 556.731 terdiri dari pekerja keluarga (pekerja tak dibayar) sebanyak 442.474 orang dan pekerja dibayar (terima upah) sebanyak 114.257 orang. Artinya hanya sekitar 20 persen tenaga kerja riil yang benar-benar terserap. Dilihat dari jenis kelamin pekerja secara keseluruhan, maka jumlah pekerja perempuan relatif lebih besar dari laki-laki, yakni masing-masing 267.457 pekerja laki-laki dan 289.274 pekerja perempuan. Dilihat dari usia, sebagian besar diatas 14 tahun. Ada juga pekerja di bawah umur. Di bawah usia 10 tahun ada sebanyak 770 pekerja laki-laki (0,29%) dan sebanyak 3.106 pekerja perempuan (1,07%). Tingkat pendidikan mereka umumnya tamatan SD.Pekerja laki-laki yang berpendidikan SD ada 99.082 (37,05%) dari seluruh pekerja lakilaki.Kemudian pekerja perempuan yang tamat SD sebanyak 83.696 (28,93%).Dari mereka banyak juga yang tidak tamat SD, yaitu pekerja lakilaki ada 43.960 orang (16,44%) dan pekerja perempuannya ada 98.183 (33,94%).Sementara yang lulusan sarjana relatif sedikit, pekerja laki-laki
14
berjumlah 4.361 orang (1,63%) dan perempuannya berjumlah 2.830 orang atau 0,98 persen. Tabel2.1 Jumlah Pekerja Pada UKM di DIY Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 1998 Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Tidak Tamat SD
43.960
(16,44%)
98.183
(33,94%)
Tamat SD
99.082
(37,05%)
83.696
(28,93%)
Tamat SMA/DI/DIII
62.475
(23,36%)
51.103
(17,67%)
Sarjana/DIV
4.361
(1,63%)
2.830
(0,98%)
Menurut data statistik terakhir “DIY Dalam Angka Tahun 2001” menyebutkan bahwa jumlah industri kecil “Berlisensi” di DIY tahun 2000 tercatat sebanyak 17.307 dengan dominasi bergerak dibidang usaha industri kerajinan dan umum sebesar 42,26%. Hanya saja DIY Dalam Angka Tahun 2001 tidak mencantumkan, data dari kabupaten Kulonprogo karena belum tersedia, sehingga data diatas tidak termasuk Kulonprogo. Dari tiga kabupaten dan satu kota terlihat bahwa jumlah usaha kecil yang terbanyak terdapat pada kabupaten Sleman, ada sebesar 16.525 unit usaha kecil. Terbanuak kedua adalah kota Yogyakarta ada sebesar 544 unit, kemudian Gunungkidul dengan 165 unit dan Bantul dengan 73 unit usaha kecil. Data lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
15
Tabel 2.2 Jumlah Industri Kecil Berlisensi di DIY Menurut Daerah dan Jenis Usaha Tahun 2001 Jenis Usaha
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Yogyakarta
DIY
Pengolahan Pangan
6
53
10.086
112
10.257
Sandang dan Kulit
18
4
-
147
169
Kimia dan B.
17
67
4.375
24
4.483
Kerajinan dan Umum
27
30
2.064
183
2.304
Logan dan Jasa
5
11
-
78
94
Jumlah
73
165
16.525
544
17.307
Bangunan
4. Profil UKM Kabupaten Bantul Tabel 2.3 Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Bantul
Ragam industri di Kabupaten Bantul cukup banyak mulai dari industri kerajinan berbasis kayu, kertas, logam, tanah, limbah, kulit sampai garmen. Industri yang beragam itu pada umumnya terkumpul dalam sentra-sentra industri.Tahun 2009 tercatat 73 sentra industri yang terbentuk. Diantara industri yang beraneka ragam itu, pemerintah Kabupaten Bantul menetapkan beberapa macam industri sebagai komoditas terpilih yang diklasifikasikan
16
dalam komoditas unggulan, komoditas andalan dan komoditas yang diunggulkan.
Penentuan
komoditas
industri
terpilih
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut. 1)
Komoditas unggulan: pemakaian bahan baku lokal > 70%, menyerap tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor > US$ 1 juta, tujuan ekspor > 3 negara, pertumbuhan ekspor > 10% selama lima tahun terakhir. Yang termasuk dalam kelompok industri unggulan antara lain industri mebel kayu, keramik, dan tatah sungging;
2)
Komoditas andalan: pemakaian bahan baku lokal 60-69%, menyerap tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor > US$0.5-1 juta, tujuan ekspor = dua negara, pertumbuhan ekspor 5-10% selama lima tahun terakhir. Yang termasuk dalam kelompok industri andalan adalah kerajinan kayu.
3)
Komoditas yang diunggulkan: pemakaian bahan baku lokal 50-59%, menyerap tenaga kerja (padat karya), nilai ekspor < US$0.5 juta, tujuan ekspor < 1 negara, pertumbuhan ekspor < 5 selama lima tahun terakhir. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah industri bambu dan emping mlinjo. Diantara berbagai ragam industri yang ada, mebel kayu merupakan
industri yang menunjukkan kinerja paling stabil dibandingkan dengan industri lainnya. Dari tahun 2005-2009 terus-menerus ada ekspor walaupun mengalami penurunan share. Namun demikian pangsa mebel kayu dalam pembentukan devisa semakin tahun semakin menurun digantikan oleh kerajinan dari kertas dan kerajinan kayu lain, seperti batik kayu atau patung kayu. Pergeseran ini erat berhubungan dengan permintaan konsumen yang selain mulai mempertimbangankan aspek lingkungan juga pertimbangan mode
dan
desain
yang
kurang
dapat
diikuti
oleh
pengrajin
mebel.Permasalahan desain, inovasi produk, dan teknologi packaging memang menjadi kendala yang dihadapi pengrajin untuk dapat bersaing di pasar global.
17
B. Kerangka Konseptual Keterbatasan yang dialami oleh usaha kecil mengakibatkan mereka tidak memiliki kemampuan mengikuti tuntutan pasar, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga merendahnya daya saing, pada akhirnya mengoyahkan kehidupan industri kecil tersebut. Bila dikaji lebih dalam, sebenarnya langkah pembinaan yang paling pertama adalah pembinaan sumber daya manusia meliputi sikap mental dan arah pandangan atau pemikiran. Hal ini penting karena manusia adalah motor penggerak varibel modal usaha yang lain. Jika kualitas manusia penggerakan UKM meningkat maka arah gerak usaha ini dapat terus berkembang. Berdasarkan analisis profil UKM ini akan ditemukan beberapa hal sebagai berikut. 1. Skor komponen profil 2. Prosentase kategori usaha yang dianggap cukup, baik dan baik sekali 3. Keluhan wirausaha mengenai permasalahan modal, persaingan, pemasran,
produk,
karyawan,
pengetahuan,
peralatan,
ide,
administrasi, kerjasama, konsultasi, ketidakpastian 4. Keunggulan, kelemahan, kekurangan, kesempatan, peluang, ancaman dan tantang 5. Pendekatan sistem yang digunakan akan dapat mengetahui faktor keberhasilan dan kegagalan usaha.
18
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian adalah riset eksploratif B. Populasi peneltiian adalah industri kecil yang ada di Kabupaten Bantul DIY. C. Penentuan sampel menggunakan stratified random sampling. Kerangka sampel yang digunakan adalah daftar UKM yang tercatat di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul. Data tersebut dipilah berdasarkan jenis industri kemudian dipilih 100 UKM secara acak menggunakan software SPSS. D. Variabel dalam penelitian ini adalah: identitas pemilik, jenis usaha, keluhan para wirausaha. E. Metode pengambilan data: 1. kuesioner untuk menjaring data profil, jenis usaha, keluhan wirausaha 2. observasi lokasi, kondisi fisik dan manajemen usaha 3. wawancara dengan pemilik usaha dan pekerja F. Metode pengolahan data: teknik analisis kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan teknik pendekatan sistem dan analisis SWOT G. Instrumen penelitian: kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai identitas, alamat dan jenis usaha, data profil dan keluhan pengusaha. Panduan observasi dan wawancara sebagai cross check data yang didapatkan melalui kuesioner H. Keterbatasan penelitian: 1. Penelitian ini tidak menganalisis umur pengusaha dan lama usaha 2. Penelitian ini tidak menganalisis latar belakang suku 3. Penelitian ini tidak menganalisis tujuan jangka panjang dan jangka pendek 4. Tidak memberi data analisis profil dan SWOT per jenis industri 5. Penelitian ini tidak menghitung korelasi antar komponen profil.
19
IV. Jadwal Penelitian NO
KEGIATAN
1
Persiapan & Instrumen
2
Pengumpulan data
3
Analisis data
4
Penyusunan laporan
5
Seminar
6
Revisi Laporan
BULAN 1
2
3
4
5
6
Rp.
2.150.000,-
V. Personalia Penelitian 1. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Dyna Herlina Suwarto b. Jenis Kelamin
: Perempuan
c. NIP
: 198104210120052001
d. Disiplin Ilmu
: Manajemen
e. Pangkat/ Golongan: Penata Muda Tk I / IIIb f. Jabatan fungsional/Pencacah:Asisten Ahli g. Fakultas/Jurusan: Ilmu Sosial dan Ekonomi / Manajemen h. Waktu Penelitian
: 6 bulan
VI. Rencana Biaya i. Persiapan 1. Penyusunan Proposal 2. Perijinan
Rp. 1.500.000,Rp. 650.000,-
ii. Pengumpulan Data dan Analisis Data 1. Transpt. lokal 5 org x Rp. 200.000 x 7 hr Rp. 7.000.000,2. Pengolahan data Rp. 2.000.000,3. Analisis data Rp. 2.000.000,4. Seminar Draft Laporan Rp. 1.000.000,-
20
5. Penggandaan laporan
Rp. 1.000.000,Rp.
iii. Biaya Bahan (Habis pakai) 1. Disket 3 boks @ Rp. 50.000 150.000,2. Kertas HVS 5 rim @ Rp. 30.000 150.000,3. Tinta printer BW 2 buah @Rp. 150.000 300.000,4. Tinta color 1 buah @ 250.000 250.000,-
13.000.000,-
Rp. Rp. Rp. Rp.
Total
Rp.
850.000,-
Rp.
15.000.000,-
(Lima belas Juta Rupiah)
Daftar Pustaka Anonim, Kewirausahaan Indonesia, Jakarta: PT Putra Timur, Puslatkop dan PK Departemen Koperasi dan Pembinaan Industri Kecil, 1995 Cahyono, T.B dan Adi S., Manajemen Industri Kecil, Yogyakarta: Liberty Pres, 1983 Douglas. A.G., Anda Siap Jadi Wirausaha, Jakarta: Arcan Pres., 1996 Gupta dan Murty, Desain Method, New Dehli tata Mc.Graw Hill, tanpa tahun Ruth, McVey, Kaum Kapitalis Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998. Simatopang, T.M. Teori Sistem.Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 1995. Suyatno, Kualitas Ergonomis, Jakarta: Pusaka Binaman Presindo, 1987. Laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa 2011 Laporan Desperindagkop Kabupaten Bantul 2011
21