ANALISIS PORT EFFICIENCY TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA DI KAWASAN ASEAN+6
RAHAYU AISAH PRAYITNO
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Port Efficiency Terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia di Kawasan ASEAN+6 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Rahayu Aisah Prayitno NIM H14100088
ABSTRAK RAHAYU AISAH PRAYITNO. Analisis Port Efficiency Terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia di Kawasan ASEAN+6. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Selama periode 2007-2012 arus perdagangan Indonesia dari dan ke negara-negara ASEAN+6 didominasi pengangkutan melalui moda transportasi laut sehingga port efficiency dapat meningkatkan volume perdagangan Indonesia dengan negara anggota ASEAN+6. Gravity Model data panel digunakan untuk mengestimasi hubungan variabel port efficiency terhadap total perdagangan bilateral Indonesia di ASEAN+6. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah GDP per kapita ASEAN+6, GDP per kapita Indonesia, jarak ekonomi, port efficiency yang diproksikan dengan QPI dan connectivity serta LPI. LPI terdiri dari keenam komponen penyusunnya yaitu, customs, logistik, international shipment, timeliness, infrastructure, and trackingtrace. Hasil estimasi dengan pendekatan gravity model menunjukkan bahwa variabel yang secara signifikan berpengaruh positif pada total perdagangan Indonesia adalah GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita ASEAN+6, QPI, Connectivity, Customs, Timeliness dan Infrastructure. Sedangkan variabel jarak ekonomi dan international shipment secara signifikan berpengaruh negatif. Kata kunci: ASEAN+6, Gravity Model, Perdagangan Bilateral, Port Efficiency
ABSTRACT RAHAYU AISAH PRAYITNO. Port Efficiency Against Indonesian Bilateral Trade in ASEAN+6. Supervised by TANTI NOVIANTI. During the period 2007-2012 Indonesian trade flows from and to the ASEAN +6 countries predominantly transported via sea transport modes so that ports efficiency can increase the volume of trade between Indonesia and ASEAN +6 countries. Gravity model are used to estimate the relationship of panel data port efficiency variable against Indonesian total bilateral trade. The variables used in this study are the per capita GDP of ASEAN +6, per capita GDP of Indonesia, economic distance, port efficiency is proxied by QPI and connectivity and LPI. LPI consists of six constituent components, namely, customs, infrastructure, priced shipment, timeliness, logistik, and trackingtrace. The estimation results of the gravity model of approach shows that the variables significantly positively influence the trade are Indonesia's per capita GDP, per capita GDP of ASEAN +6, QPI, Connectivity, Customs, Timeliness and Infrastructure. While the economic distance variables and priced shipment significantly negatively influence the trade. Keywords: ASEAN+6, port efficiency, the gravity model of bilateral trade.
ANALISIS PORT EFFICIENCY TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA DI KAWASAN ASEAN+6
RAHAYU AISAH PRAYITNO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah perdagangan sektor jasa khususnya port efficiency, dengan judul Analisi Port Efficiency Terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia di Kawasan ASEAN+6. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tanti Novianti, M. Si selaku pembimbing, Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si dan Laily Dwi Arsiyanti, SE, MSc selaku dosen penguji, serta seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah banyak memberi pengetahuan dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Sendi Rita Puspasari, Puspasari Aisah Prayitno, SE. Sekarsari Zania Prayitno, Muhammad Yurismail Prayitno dan Muhammad Fahmi Nugraha, SE. yang telah memberi semangat dan doa tiada henti, serta temanteman IPB, khusunya Nabilah Budiharsono, S.E Hardyani Sashikirana, Tari Anggraeni, S.KPm, Aldi Alfian, Nindya Ulfilianjani, S.E dan Yosep Andrew Tao yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses penulisan skripsi. Tidak lupa terima kasih disampaikan kepada seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya, Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain.
.
Bogor, Juli 2014 Rahayu Aisah Prayitno
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA Teori Perdagangan Internasional
8 8
Perdagangan Bilateral : Model Gravitasi
10
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perdagangan Bilateral
10
Economies Scale in Ports
11
Quality of Port Infrastructure (QPI)
12
Logistic Performance Index (LPI)
12
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis
17
METODE PENELITIAN
17
Jenis dan Sumber Data
17
Analisis Gravity Model
19
Alat Analisis
20
Uji Goodness of Fit
21
Uji Asumsi Klasik
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Perkembangan Perdagangan Bilateral Indonesia dengan ASEAN+6
23
Kondisi Umum Pelabuhan Indonesia di Pasar ASEAN+6
26
Sumber: Worldbank, 2014
26
Hasil Uji Klasik
29
Hasil Analisis Model Gravitasi Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN+6 29
Hasil Analisis Port Efficiency Terhadap Total Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN+6 31 SIMPULAN DAN SARAN
35
Simpulan
35
Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL Ekspor Indonesia ke ASEAN+6 Periode 2009-2012 (Miliar US$) Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia Tahun 2003-2012 (Ribu ton) Impor Indonesia Dari Negara ASEAN Periode 2004-2008 (Juta US$) Rangkuman Metode dan Variabel dalam Penelitian Terdahulu Total Perdagangan Indonesia-ASEAN+6 periode 2009-2013 Nilai Keenam Komponen Penyusun LPI ASEAN+6 Tahun 2014 Hasil Estimasi Model Gravitasi Perdagangan Bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 Hasil Estimasi QPI dan Connectivity Terhadap Total Perdagangan Bilateral Indonesia-ASEAN+6 Hasil Estimasi Keenam Komponen Penyusun LPI Terhadap Total Perdagangan Bilateral Indonesia-ASEAN+6
3 4 5 14 24 27 30 32 33
DAFTAR GAMBAR Forecast GDP ASEAN dinyatakan dalam US$ Share GDP Berdasarkan Region Harga Ekulibrium Relatif Komoditi Setelah Perdagangan pada Analisis Keseimbangan Parsial Hubungan Antara LPI dengan Peningkatan Aktifitas Perdagangan Kerangka Pemikiran Neraca Perdagangan Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2012 Logistik Performance Index (LPI) ASEAN+6 Tahun 2014 Quality of Port Infrastructure (QPI) ASEAN+6 Tahun 2013 Hubungan antara Kualitas Proses Perbatasan dengan GDP Per Kapita (US$), purchasing power parity
1 2 9 13 16 23 26 28 31
DAFTAR LAMPIRAN Hasil Uji Ekonometrika Hasil Estimasi Model Hasil Uji Klasik
39 41 44
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak terhitung tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok-Thailand telah disepakati sebuah perjanjian yang bernama ASEAN (Association of South East Asia Nations) yang merupakan sebuah kesepakatan yang salah satu tujuannya ialah mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di negara-negara Asia Tenggara. Hingga saat ini negara anggota tetap ASEAN sejumlah sepuluh negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand sebagai negara pendiri ASEANserta Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja yang kemudian bergabung kedalam ASEAN. Berdasarkan visi ASEAN 2020 untuk mencapai bangsa-bangsa Asia Tenggara hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran para pemimpin ASEAN di KTT ASEAN ke-12 menetapkan ASEAN Community yang harus segera terbentuk pada tahun 2015. ASEAN Community terdiri dari tiga pilar, yaitu ASEAN Security Community (ASC), ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) dan ASEAN Economic Community (AEC) (ISEAS 2004). ASEAN memulai visi ASEAN 2020 dengan GDP ASEAN sebesar US$ 694 milyar. Jika ASEAN tumbuh sesuai Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 5 persen, perekonomian ASEAN akan mencapai US$ 1 triliun pada tahun 2005 dan US$ 2 triliun pada tahun 2020. Pada tahun 2006 ASEAN mencapai US$ 1 triliun, satu tahun lebih lambat dari perkiraan, tetapi ASEAN melewati target US$ 2 triliun pada tahun 2011, sembilan tahun lebih awal dari yang diantisipasi. Pada tahun 2015, ASEAN akan mencapai US$ 3 triliun dan akan semakin mendekati US$ 4 triliun pada tahun 2020. (World Economic Outlook,2013).
Gambar 1 Forecast GDP ASEAN dinyatakan dalam US$ Gambar 1 Forecast GDP ASEAN dinyatakan dalam US$ Sumber: IMF World Economic Outlook database, April 2013.
2 Gambar 1. menjelaskan betapa besarnya potensi bagi ASEAN untuk berkembang lebih jauh lagi. Pada tahun 2005, proporsi ASEAN terhadap total GDP seluruh dunia sudah mencapai 26.1 persen, keberadaan negara-negara anggota ASEAN di perekonomian dunia telah berkembang pesat. Hal ini dapat dibuktikan dari share ekonomi ASEAN untuk total GDP dunia yang lebih besar dari Eropa Union pada tahun 2005.
Gambar 2 Share GDP Berdasarkan Region Sumber: World Bank, 2005
Besarnya kekuatan ASEAN mulai disadari oleh beberapa negara di dunia, hal ini ditandakan dengan bergabungnya negara-negara seperti Australia, Cina, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru serta India kedalam sebuah perjanjian integrasi ekonomi dengan ASEAN yang dikenal dengan CEPEA (Comprehensive Economic Partnership in East Asia). Keberadaan ASEAN+6 ini diharapkan akan memberikan keuntungan ekonomis bagi negara anggotanya dan menambah kesiapan negara-negara ASEAN guna menghadapi AEC pada tahun 2015 mendatang. ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint merupakan acuan bagi ASEAN dalam pengimplementasian perwujudan integrasi ekonomi kawasan ASEAN. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yang salah satunya berbunyi ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang bebas. Implementasi dari Cetak-biru AEC bagi Indonesia mulai terlihat dari nilai ekspor Indonesia ke ASEAN+6 pada periode 2009-2012 mengalami kenaikan secara bertahap, ditandai dengan positifnya nilai trend ekspor periode 2009-2013.Negara tujuan ekspor utama dan terbesar Indonesia di ASEAN adalah Jepang, Cina, Singapura dan Korea. Eskpor Indonesia ke negaranegara tersebut tiap tahunnya terus meningkat kecuali dengan Singapura pada tahun 2011 dari US$ 18.4 miliar menjadi US$ 16.7 miliar pada tahun 2013. Pada hubungan ekspor Indonesia dengan Jepang dari tahun 2009-2012 terus mengalami peningkatan yang pesat namun pada tahun 2013 terjadi penurunan sekitar US$ 3 miliar
3 Tabel 1 Ekspor Indonesia ke ASEAN+6 Periode 2009-2012 (Miliar US$) Negara Tujuan
Tahun
Trend 20092013 (persen)
Brunei D
2009 74.9
2010 61.0
2011 81.7
2012 81.8
2013 122.7
Kamboja
201.2
217.7
259.5
292.2
312.5
12,46
4.7
5.5
8.6
23.8
5.8
21,12
Filipina
2,405.9
3,180.7
3,699.0
3,707.6
3,816.9
11,36
Malaysia
6,811.8
9,362.3
10,995.8
11,278.3
10,666.6
11,44
Myanmar
174.8
284.2
359.5
401.6
556.4
30,50
Singapura
10,262.7
13,723.3
18,443.9
17,135.0
16,686.3
12,68
Thailand
3,233.8
4,566.6
5,896.7
6,635.1
6,061.9
17,71
Vietnam
1,454.2
1,946.2
2,354.2
2,273.7
2,400.9
12,28
Australia
3,264.2
4,244.4
5,582.5
4,905.4
4,370.5
7.56
Cina
11,499.3
15,692.6
22,941.0
21,659.5
22,601.5
18,22
Jepang
18,574.7
25,781.8
33,714.7
30,135.1
27,086.3
9,53
India
7,432.9
9,915.0
13,335.7
12,496.3
13,031.3
14,50
12,574.6
16,388.8
15,049.9
11,422.5
8,94
396.3
371.7
441.0
469.5
7,23
Laos
8,145.2 Korea 349.5 New Z Sumber : Kemendag RI, 2014
13,67
Pada Tabel 1. terlihat pada rentang waktu 2011 hingga 2013 kondisi perdagangan ekspor antara Indonesia dengan Singapura, Jepang, dan Korea mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan ekspor non migas Indonesia pada ketiga negara tersebut mengalami penurunan meskipun terdapat peningkatan migas. Peningkatan ekspor migas sebesar 0.35persen belum dapat mengimbangi penurunan ekspor non migas yang sebesar 7.78persen (BPS, 2013), hal ini dikarenakan berlakunya UU Minerba (Mineral Bahan Bakar) yang mengatur pelaksanaan kewajiban pemegang izin usaha pertambangan untuk melakukan kegiatan pengolahan dan permunian dalam negeri sebelum melakukan ekspor (Direktur Litigasi Kemenkumham, 2014). Undang-undang Minerba diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari perluasan lapangan kerja pada industri pertambangan. Namun, pengusaha mineral Indonesia mengartikan UU minerba tersebut sebagai sebuah larangan ekspor sehingga dalam proses penerapannya banyak perusahaan yang mengalami kerugian bahkan sampai kebangkrutan. Sehingga performa ekspor Indonesia yang didominasi oleh ekspor non migas mengalami kemunduran dari tahun sebelumnya. Asean Economic Community (AEC) tidak saja menghadirkan manfaat bagi Indonesia, melainkan turut serta memberikan tantangan sebagai konsekuensi dari diterapkannya ketentuan arus barang dan jasa bebas. Dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor dan mendorong integrasi ekonomi ASEAN menuju pasar tunggal untuk barang, jasa dan investasi, diperlukan mekanisme perdagangan yang efisien dan fasilitas perdagangan yang memenuhi standar internasional. Liberalisasi jasa ialah salah satu bentuk
4 antisipasi yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negaranegara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS). Sejak disepakatinya AFAS hingga tahun 2009, Indonesia telah membuka perdagangan jasanya sesuai persyaratan thresholds dan target 2009 sebanyak 83 sub-sektor jasa yang meliputi jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa kontruksi, dan jasa transportasi. Hal ini menandakan sektor jasa Indonesia sudah lebih terbuka, hambatan perdagangan telah berkurang sehingga performa dari sektor jasa khususnya sektor transportasi laut Indonesia kian membaik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan bongkar muat di pelabuhan Indonesia baik antar pulau maupun luar negeri.
Tabel 2 Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia Tahun 2003-2012 (Ribu ton) Tahun Antar Pulau
Muat Luar Negeri
Bongkar Antar Pulau
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
127.3 129.8 150.3 123.1 161.1 170.9 242.1 182.5 238.9 312.6
153.4 149.1 160.7 145.9 218.7 145.1 223.5 233.2 376.7 488.3
178.1 171.4 162.5 151.4 165.6 243.3 249.0 221.7 284.3 327.7
Luar Negeri 69.6 56.9 50.4 45.2 55.3 44.9 61.2 65.6 78.8 69.6
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012
Dilihat dari Tabel 2, terlihat aktivitas pelabuhan di Indonesia sangatlah aktif dalam rentang waktu 2003 sampai 2012. Kegiatan bongkar muat barang yang dilakukan di pelabuhan mengalami fluktuasi seperti pada kegiatan muat antar pulau pada dari tahun 2006 hingga 2009 yang mengalami peningkatan namun pada tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 59 juta ton. Hal ini dikarenakan Indonesia masih dalam tahap penyesuaian atas sistem baru di bidang perdagangan jasa, namun pada tahun 2011 kegiatan bongkar muat kembali mengalami peningkatan hingga tahun 2012. Ferdinan (2000) menjelaskan bahwa pelabuhan sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai titik atau terminal perpindahan barang dari moda darat ke laut atau sebaliknya (Interface), sebagai salah satu mata rantai dalam proses transportasi mula dari tempat asal barang sampai ke tujuan (Link), sebagai pintu gerbang suatu daerah/negara (Gateway) dan mempunyai sifat yang dinamis sehingga dapat menyediakan berbagai fasilitas termasuk zona industri di lingkungan pengembangan pelabuhan (Industrial Entity). Mengingat pentingnya peranan pelabuhan terhadap perdagangan Indonesia, kajian mengenai efisiensi kinerja pelabuhan menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Dalam rangka mengembangkan performa pelabuhan, diperlukan program yang terarah dan tepat untuk meningkatkan port efficiency Indonesia. Pelabuhan sangat menentukan baik dalam
5 pembentukan harga jual di dalam negeri maupun luar negeri. Analisis untuk melihat berapa besar pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dapat membantu untuk menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan total perdagangan bilateral Indonesia.
Perumusan Masalah Memasuki awal abad ke-21, kerjasama antar negara-negara di kawasan ASEAN telah mencapai tahap integrasi, khususnya dalam bidang ekonomi. Perdagangan yang lebih liberal menjadi tujuan hampir sebagian besar negara di dunia, dengan harapan liberalisasi dapat meningkatkan volume dan nilai perdagangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia sedang melakukan proses liberalisasi perdagangan yang lebih komprehensif melalui Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA). Kesepakatan CEPEA ini melibatkan negara-negara di kawasan ASEAN, Australia, India, Jepang, Korea, Selandia Baru, dan Cina. Kesepakatan CEPEA berdampak pada peningkatan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6.
Tabel 3 Impor Indonesia Dari Negara ASEAN Periode 2004-2008 (Juta US$) Negara Asal Brunei D Kamboja Laos Filipina Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Australia Cina Jepang India Korea New Zealand
2009 639.6
2010 666.2
Tahun 2011 1,018.4
2012 419.8
2013 645.4
Trend 20092013 (persen) -4,34
3.4
4.8
8.0
11.6
17.8
52,37
0.4 544.0 5,688.4 29.1
0.6 706.2 8,648.7 31.8
1.3 852.4 10,404.9 71.3
3.3 799.8 12,243.5 63.5
7.5 777.4 13,322.5 73.1
108,94 8,74 22,75 28,88
15.550.4
20,240.8
25,964.7
16,087.3
25,581.5
13,311
4,612.9 0.4 3,436.0 14,002.2 9,843.7 2,209.4 4,742.3
7,470.7 0.4 4,099.0 20,424.2 16,965.8 3,294.8 7,703.0
10,405.1 0.8 5,177.1 26,212.2 19,436.6 4,322.0 12,999.7
11,438.5 1.0 5,297.6 29,385.8 22,767.8 4,305.6 11,970.4
10,703.1 0.7 5,038.2 29,849.5 19,384.6 3,964.0 11,592.6
23,488 21,03 10,76 20,66 17,81 15,45 24,96
556.8
726.9
729.2
696.2
806.0
7,21
Sumber : Kemendag RI, 2014
6 Total peningkatan impor Indonesia dari ASEAN+6 meingkat lebih dari 130 persen, yakni dari US$ 90 juta pada tahun 2010 menjadi US$ 121 juta pada tahun 2013. Nilai impor yang mengalami peningkatan paling mencolok ialah impor Indonesia dari Singapura, Cina, Jepang dan Korea yang megalami peningkatan lebih dari 100 persen. Dapat dilihat dari Tabel 3. Impor Indonesia dari Singapura terus meningkat kecuali pada tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 7 miliar US$ namun, pada tahun selanjutnya mengalami kenaikan kembali sebesar 7 miliar US$. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia. Letak Indonesia yang berada dalam jalur pelayaran internasional menjadikan Indonesia dilalui oleh kapal-kapal yang melintas dari berbagai belahan dunia. Kondisi ini akan sangat menguntungkan bagi Indonesia jika saja pelabuhan-pelabuhan yang ada berkinerja dengan baik. Pelabuhan memegang peranan penting dalam arus perdagangan Indonesia dan dunia. Volume ekspor-impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi laut selama periode 2007-2011 mencapai 45.52 persen dari total ekpor-impor Indonesia. (BPS, 2012). Hal ini menandakan moda transportasi laut menjadi pilihan utama bagi para eksportir dan importir dalam menjalankan transaksi dagangnya. Dominasi jasa angkutan laut juga terjadi pada perdagangan tingkat internasional. Menurut survei UNCTAD (2012), kontribusi moda trasnportasi laut dalam perdagangan internasional sebesar 77 persen, transportasi darat sebesar 16 persen, perpipaan sebesar 6.7 persen dan transportasi udara sebesar 0.3 persen. Dari 148 negara, menurut Global Competitiveness Report 2013-2014, kualitas pelabuhan Indonesia berada pada urutan ke-89. Posisi Indonesia masih kalah jauh dari Singapura yang berada pada peringkat ke-2 dan Malaysia pada peringkat ke-24. Hal ini dikarenakan kualitas infrastruktur pelabuhan di Indonesia masih dibawah standar, produktivitas bongkar muat yang rendah, kondisi kongesti yang tidak layak dan pengurusan dokumen kepabeanan yang lama. Sehingga kualitas pelabuhan di Indonesia hanya bernilai 3.9 jauh dibawah Malaysia yang nilainya 5.4 dan Singapura 6.8. Dari segi jumlah pelabuhan dibandingkan dengan negara kepulauan di dunia seperti Jepang dan Filipina, jumlah pelabuhan di Indonesia masih relatif kecil. Rasio pelabuhan Indonesia terhadap luas wilayah Indonesia adalah 2.93 km²/pelabuhan, sedangkan Jepang 0.34 km²/pelabuhan dan Filipina 0.46 km²/pelabuhan. Selama ini, 80-90 persen kegiatan ekspor-impor Indonesia harus melalui pelabuhan di negara lain. Untuk keperluan eksporimpor, kapal-kapal asing memilih untuk berlabuh di Singapura dan Malaysia. Hingga kini, masih ada 4 juta Twenty Foot Equivalent Unit lebih kontainer dari dan ke Indonesia yang harus melalui pelabuhan Singapura (Kementerian Perhubungan RI, 2014). Berdasarkan penjabaran tersebut, perumusan masalah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi umum perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6? 2. Bagaimana pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6?
7 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan kondisi umum perdagangan bilateral Indonesia dengan negaranegara ASEAN+6. 2. Menganalisi pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral IndonesaASEAN+6 dalam rangka menuju AEC 2015.
Manfaat Penelitian 1.
2. 3. 4.
Manfaat dalam penelitian ini yaitu: Bagi pemerintah atau instansi diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait dengan kinerja pelabuhan. Bagi pengusaha atau eksportir yang menggunakan jasa transportasi laut diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam meningkatkan kinerjanya. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Ruang Lingkup Penelitian 1.
2.
3.
4.
5.
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini ialah : Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh dari port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6. Indikator port efficiency yang digunakan ialah keenam komponen LPI (Logistic Performance Index) dan QPI (Quality of Port Infrastructure) serta connectivity. Keenam komponen LPI ialah The Efficiency of Customs and border management clearance, The Quality of Trade and Transport Infrastructure, The Ease of Arranging Competitively International Shipments, Quality of Logistik Services, Ability to Tracking and Traceconsignments, The Frequency With Shipments reach Consignees With Scheduled or Expected Delivery Times. Periode 2007-2012 dipilih dalam penelitian ini dikarenakan selama rentang waktu tersebut performa transaksi perdagangan melalui moda transportasi laut jauh melampaui moda transportasi lainnya. Perdagangan bilateral antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6 yang diproksikan dengan keenam komponen LPI menggunakan data tahun 2007, 2010 dan 2012, karena data LPI diperbaharui setiap 2 tahun sekali. Sementara QPI dan connectivity menggunakan data tahunan dari 2007-2012. Tidak semua negara anggota ASEAN+6 diikutsertakan dalam penelitian ini, karena keterbatasan data yang ada. Namun kedua belas negara dirasa sudah cukup untuk mewakilkan ASEAN+6 secara keseluruhan, keduabelas negara yang dijadikan obejek penelitian ialah Malaysia, Singapura, Filipna, Kamboja, Vietnam, Thailand, India, Australia, Cina, Korea, Jepang, dan New Zealand.
8
TINJAUAN PUSTAKA Teori Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahan ekspor, perusahan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Setiap negara yang terlibat dalam hubungan dagang antarnegara akan terdorong untuk melakukan spesialisai produksi dan ekspor komoditi tertentu yang memiliki keunggulan sehingga masing-masing negara akan fokus pada keahlian atau keunggulannya. Hal ini mengakibatkan output dunia akan menjadi lebih besar dan setiap negara yang terlibat akan memperoleh keuntungan. Kegiatan perdagangan yang dilakukan membuat negara-negara tersebut mengkonsumsi komoditi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan ketika kondisi tanpa perdagangan. Teori perdagangan internasional teori keunggulan absolute (absolute advantage), menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolute dari masing-masing negara. Jika sebuah negara lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dibandingkan negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien (memiliki keunggulan absolute) daripada negara laIn dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan bila melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarnya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut (Salvatore, 1997). David Ricardo (1772-1823) dalam buku Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia, melakukan penyempurnaan teori keunggulan absolute dari Adam Smith melalui teori keunggulan komparatif. Menurut teori keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditi dibandingkan negara lain, negara tersebut masih tetap dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki keuntungan absolute dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut. Teori Hecksher-Ohlin (H-O) seringkali disebut sebagai teori kepemilikan faktor (factor endowment theory) atau teori proporsi faktor (factor propositions theory) yang menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997). Gambar 3. memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di harga Negara 1 dan Negara 2. Sumbu vertical pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komditi X. Sedangkan sumbu horizontalnya mengukur kuantitas komoditi X.
9
Gambar 3 Harga Ekulibrium Relatif Komoditi Setelah Perdagangan pada Analisis Keseimbangan Parsial Sumber : Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia, 2009
Gambar 3. diatas adalah ketiga panel yang menjelaskan tentang proses terbentuknya harga ekulibrium di pasar internasional setelah terjadinya perdagangan antar kedua negara. Secara spesifik, Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QDx) oleh konsumen di negara 1 sehingga negara ini tidak akan mengekspor komoditi X sama sekali. Hal tersebut memunculkan titik A* pada kurva S pada panel B yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1. Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran (QSx) apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X (QDx), dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas BE itu merupakan kuantitas komoditi X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* dalam panel B, dan disitulah terletak titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1. Sementara itu, panel C menggambarkan bahwa berdasarkan pada harga relatif P3, maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya, sehingga negara 2 tidak akan mengimpor komoditi X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditi X di negara 2 yang berada di panel C. Panel C juga menunjukkan bahwa terdapat kelebihan permintaan pada harga relatif P2, kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P2 dimana jumlah tersebut sama dengan B*E* pada panel B yang menjadi kedudukan titik E*. Berdasarkan harga relatif P2, kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 (B’E’ dalam panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh negara 1 (BE dalam panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangakan diantara kedua negara. Dengan demikian P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Karena P2 lebih tinggi dibandingkan P1 sehingga negara 1 memperoleh keuntungan dari selisih harga P2 dan P1. Sementara untuk negara 2, P2 merupakan harga yang lebih murah dibandingkan P3, sehingga negara 2 memperoleh keuntungan sebesar selisih P3 dan P2.
10 Perdagangan Bilateral : Model Gravitasi Model gravitasi (Gravity Model) merupakan suatu model untuk mengukur arus perdagangan antardaerah atau negara secara makro. Model gravitasi yang dikembangkan oleh Tinbergen (1962) dan Linnemann (1966) menunjukkan bahwa perdagangan mengikuti prinsip-prinsip fisik dari gravitasi. Prinsip ini menjelaskan pertentangan dua kekuatan dalam menentukan volume perdagangan bilateral antara dua negara melalui : (1) tingkat aktivitas dan pendapatan ekonomi, dan (2) tingkat hambatan perdagangan. Hambatan perdagangan dalam model gravitasi adalah : (1) jarak, (2) tarif, (3) hambatan non-tarif, dan (4) informasi. Dalam analisis ekonometrik, model gravitasi (Head, 2003) diturunkan dari persamaan sebagai berikut :
Dimana Mij adalah arus perdagangan bilateral antara dua negara, K adalah konstanta gravitasi, Y adalah GDP negara i dan j, dan Dij adalah jarak geografis antara negara i dan j. Jarak geografis adalah variabel yang umum digunakan dalam analisis perdagagangan dengan menggunakan model gravitasi. Head (2003) menjelaskan bahwa jarak geografis mempengaruhi perdagangan karena: a. Jarak geografis merupakan pendekatan untuk biaya transportasi. Secara umum, semakin besar jarak antara dua lokasi maka semakin besar biaya yang diperlukan untuk mengangkut komoditi perdagangan. b. Jarak mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk mendistribusikan barang. Untuk barang yang bersifat perishable, kemungkinan sampainya barang dalam keadaan utuh berbanding terbalik dengan waktu pegiriman. Perishability dapat berlaku pada barang: (1) organik yang mudah busuk, (2) rentan resiko kerusakan karena cuaca, (3) salah penanganan distribusi, atau (4) rentan resiko hilangnya pasar karena calon pembeli tiba-tiba tidak mau atau tidak mampu membeli barang yang bersangkutan. c. Jarak juga dikaitkan dengan opportunity cost untuk melakukan perjanjian dagang dan membina rasa saling percaya.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perdagangan Bilateral Model gravitasi menjelaskan mengenai perdagangan bilateral antara dua negara sebagai fungsi dari ukuran pasar kedua negara dan hambatan dalam perdagangan bilateral. Proksi yang biasa digunakan untuk ukuran pasar adalah GDP. Sedangkan hambatan perdagangan bilateral antara kedua negara dijabarkan melalui: (1) biaya transportasi, (2) biaya informasi yang diproksikan dengan bahasa, (3) hambatan tarif, (4) hambatan non-tarif yang dapat diukur dengan tingkat keterbukaan suatu negara dalam globalisasi. Biaya transportasi perpindahan produk dari satu negara ke negara lain terdiri dari tiga tahap yaitu biaya shipping (biaya selama perjalanan dalam kapal), biaya di pelabuhan (biaya angkut dari kapal menuju dermaga, pergudangan sementara, tenaga kerja bantu manusia, dan lain-lain), serta biaya dari pelabuhan menuju pasar. Beberapa studi telah melakukan penelitian mengenai pengaruh jarak terhadap perdagangan bilateral melalui model gravitasi. Penelitian Zaroso et al. (2004) menunjukkan bahwa jarak juga merupakan proksi yang baik untuk biaya transportasi. Semakin jauh jarak maka akan meningkatkan
11 biaya transportasi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan input seperti bahan bakar, tenaga kerja, dan lain-lain. Selain jarak, Limao et al. (2000) menunjukkan bahwa infrastruktur merupakan determinan yang penting untuk biaya transportasi. Kenaikan kualitas infrastruktur dapat menurunkan biaya transportasi. Penurunan biaya transportasi ini menyebabkan peningkatan volume perdagangan bilateral. Beberapa proksi yang digunakan untuk infrastruktur adalah ketersediaan jalan menuju pusat kota, ketersediaan listrik dan lain-lain. Selain biaya transportasi, hambatan perdagangan lainnya adalah tarif. Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Tarif digolongkan menjadi: a. Bea ekspor (export duties) yaitu bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut ke negara lain. Selain itu, bea ekspor merupakan pajak untuk barang-barang yang keluar dari custom area suatu negara. Custom area adalah daerah bebas bea pabean, batasnya biasanya sama dengan batas wilayah suatu negara. b. Bea transito (transit duties) adalah bea yang dikenakan terhadap barang yang melalui wilayah suatu negara yang bukan merupakan tujuan akhir. c. Bea impor (impor duties) adalah bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkur dari negara lain. Selain itu, bea impor merupakan pajak untuk barang-barang yang masuk ke custom area suatu negara. Tarif dapat menyebabkan ekspor-impor berkurang. Impor berkurang karena harga barang yang diimpor meningkat diatas harga keseimbangan. Peningkatan harga ini menurunkan permintaan konsumen. Sedangkan untuk ekspor, tarif menyebabkan harga barang yang diekspor mahal dan tidak kompetitif untuk dijual di pasar internasional. Hal ini menyebabkan produksi barang ekspor di negara asal menurun.
Economies Scale in Ports Banyaknya penggunaan jasa sebuah pelabuhan tidak hanya merefleksikan besaran biaya jasa pelabuhan, melainkan juga lebel dari jasa pelabuhan itu sendiri. Misalnya terdapat beberapa pelabuhan yang mudah diakses oleh kapal tetapi jauh dari pasar. Sebaliknya, terdapat pelabuhan yang dekat dengan pasar, namun akses untuk berlabuh sangat sulit. Oleh karena itu, pemilihan lokasi pelabuhan pun harus dilakukan secara optimal. Pemilihan lokasi pelabuhan yang optimal dapat dilakukan hanya pada tahap perencanaan. Namun, pelabuhan-pelabuhan yang ada sekarang ini merupakan pelabuhan yang dibangun pada masa lalu. Pelabuhan ini kemungkinan tidak melalui pemilihan lokasi yang optimal. Keadaan yang tidak optimal ini dapat menyebabkan kenaikan harga dari penyediaan jasa pelabuhan. Hal ini digambarkan melalui ilustrasi dibawah ini. Pelabuhan dengan posisi optimal akan mengalami permintaan jasa yang tinggi. Tingginya permintaan jasa ini akan mengurangi biaya per unit penyediaan jasa pelabuhan. Sedangkan, permintaan pelabuhan dengan posisi yang tidak optimal akan mengalami penurunan. Sedikitnya permintaan ini akan berdampak pada kenaikan biaya per unit penyediaan jasa pelabuhan. Port authority dapat melakukan dua hal, yaitu : (1) mengurangi jasa pelabuhan seperti mengurangi jumlah tenaga kerja pelabuhan, dan (2) menaikkan harga jasa pelayanan pelabuhan. Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa biaya per unit penyediaan jasa pelabuhan bergantung pada permintaan jasa pelabuhan. Kerugian dari lokasi yang tidak optimal dapat
12 diimbangi dengan economies of scale dari pelayanan jasa pelabuhan. Economies of scale ini dapat dilakukan melalui efisiensi penggunaan peralatan pelabuhan, jasa tenaga kerja dan fasilitas berlabuh bagi kapal besar.
Quality of Port Infrastructure (QPI) QPI mengukur presepsi pelaku bisnis terhadap fasilitas pelabuhan di suatu negara. Data survey berasal dari World Economic Forum’s Executive Opinion Survey yang melibatkan 13.000 responden, 150 institusi di 133 negara. Data dikoleksi secara online dan melalui wawancara secara personal. Sampel yang diambil mengikuti dual stratification sesuai dengan ukuran perusahaan dan sektor usaha perusahaan yang setiap kelasnya memiliki bobot berbeda-beda. Rentang nilai QPI adalah dari satu (kondisi infrastruktur pelabuhan extremely underdeveloped) dan tujuh (kondisi infrastruktur pelabuhan efisien sesuai dengan standar internasional). Bagi negara landlocked, responden akan diberi pertanyaan mengenai seberapa mudah fasilitas pelabuhan dicapai dengan rentang nilai satu (extremely inaccessible) dan tujuh (extremely accessible). Sumber data untuk Quality of Port Infrastructure diperoleh dari World Development Indikatortahun 2009 yang diterbitkan oleh World Bank.
Logistic Performance Index (LPI) LPI (Logistic Performance Index) merupakan indikator untuk membantu negaranegara dalam mengidentifikasikan tantangan dan peluang yang mereka hadapi di bidang logistik. LPI terbagi menjadi dua, yakni LPI domestic dan LPI internasional. LPI domestik ialah suatu indeks yang menjelaskan bagaimana kualitas performa logistik suatu negara secara domestik. Adapun informasi yang terkait mengenai LPI domestik ialah lingkungan logistik inti, lembaga, waktu kinerja dan biaya suatu negara. Sedangkan LPI Internasional adalah indeks logistik suatu negara yang dihasilkan dari evaluasi secara kualitatif terhadap negara-negara didunia dengan mitra dagangnya. Data LPI diperoleh berdasarkan survei terhadap 160 negara. Kualitas fasilitas perdagangan dan transportasi merupakan hal penting bagi suatu negara untuk dapat bersaing dalam pasar internasional. Kecepatan dalam memindahkan barang dari suatu negara ke negara lain dengan biaya yag rendah dibutuhkan oleh setiap eksportir-importir. LPI diterbitkan oleh World Bank yang hasilnya menunjukkan bahwa LPI mempunyai keterkaitan dengan peningkatan aktifitas perdagangan serta diversifikasi ekspor. Gambar 4. menunjukkan hubungan antara LPI dengan peningkatan aktifitas perdagangan. Dari Gambar 4. diketahui bahwa LPI mempunyai hubungan positif terhadap aktivitas perdagangan. Semakin tinggi peringkat LPI suatu negara maka akan semakin tinggi aktivitas perdagangan negara tersebut, dikarenakan semakin baiknya sebuah performa logistik terkait perdagangan dan transportasi suatu negara. Nilai LPI Internasional tersusun atas berbagai informasi yang mendetail terkait logistik, institusi, waktu dan biaya. Keenam komponen yang menyusun nilai LPI Internasional tersebut adalah: 1. The Efficiency of Customs and border management clearance (Customs) 2. The Quality of Trade and Transport Infrastructure(Infrastructure) 3. The Ease of Arranging Competitively International Shipments (international shipments)
13 4. Quality of Logistik Services 5. Ability to Tracking and Traceconsignments 6. The Frequency With Shipments reach Consignees With Scheduled or Expected Delivery Times (Timeliness)
Sumber: Logistik Performance Survey Data 2009 dan International Finance Corporation 2010
Gambar 4 Hubungan Antara LPI dengan Peningkatan Aktifitas Perdagangan
Pendekatan gravity model digunakan untuk menganalisis perdagangan bilateral suatu negara dengan negara lain. GDP per kapita negara pengekspor dan pengimpor umumnya berpengaruh positif bagi perdagangan suatu negara. Meningkatnya GDP per kapita negara pengekspor akan meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi suatu komoditi dan secara langsung akan meningkatkan jumlah penawaran ekspor negara tersebut. Sedangkan peningkatan GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan konsumsi negara tersebut, sehingga dengan demikian akan meningkatkan permintaan impor negara tersebut. (Fitzsimons, 1999) Jarak berpengaruh negatif pada biaya transportasi dalam perdagangan. Semakin besar jarak yang terbentang antara satu negara dengan negara lainnya akan meningkatkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan seperti penggunaan input bahan bakar minyak yang semakin besar. Jarak yang digunakan dalam penelitan ini adalah jarak ekonomi. Jarak ekonomi telah digunakan oleh beberapa penelitian terdahulu, seperti Alejandro et al. (2010). Penggunaan jarak ekonomi dalam model ialah untuk melihat pengaruh jarak terhadap aliran perdagangan, jika menggunakan jarak geografis saja akan terdapat pelanggaran asumsi klasik dikarenakan jarak geografis antar negara tidak berubah atau konstan. Kualitas pelabuhan merupakan salah satu faktor penting yag menentukan kelancaran pengangkutan barang dan jasa yang akan diperdagangkan. Menurut Wilson et al. (2003) perbaikan kualitas pelabuhan secara signifikan berpengaruh positif terhadap perdagangan, baik ekspor maupun impor. Clark et al. (2004) melakukan penelitian mengenai faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pelabuhan dan menganalisis pengaruh dari kinerja pelabuhan terhadap biaya transportasi di Amerika Serikat. Hasil penelitian Clark et al ialah dengan meningkatkan efisiensi kinerja pelabuhan dari 25 persen menjadi 75 persen dapat mengurangi biaya shipping sebesar 12 persen yang secara langsung dapat meningkatkan perdagangan bilateral sekitar 25 persen.
14 Port efficiency dapat diukur dengan menggunakan variabel lain yakni, QPI dan LPI, seperti penelitian yang dilakukan oleh Achmad, 2011. Hasil penelitiannya dengan menggunakan model gravitasi ialah port efficiency berpengaruh positif terhadap total perdagangan bilateral Indonesia dengan Uni Eropa. Kualitas infrastruktur pelabuhan, kualitas logistik pelabuhan, dan ketepatan waktu pengiriman barang merupakan komponen port efficiency yang berpengaruh signifikan positif.
Tabel 4 Rangkuman Metode dan Variabel dalam Penelitian Terdahulu Judul Penelitian,Penerbit, Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Shipping Cost, Manufactured Export and Economic Growth Oleh: Radelet S dan Sachs J (1998)
Metode Anaisis
Trade and Transport Facilitation Oleh: Raven J (200)
Gravity Model
- Port Efficiency (+) - Border Prosses (+) - Shipping Services (+) - Distance (-)
Maritime Transportation Cost and Port Efficiency Oleh: Ximena Clark, David Dollar dan Alejandro Micco (2001)
Data Panel
- Jarak (-) - Weight value (+) - Price Fixing - Agreement (+) - Port Efficiency (-)
Port Efficiency and International Trade Oleh: Ricardo J Sanchez, jan Hoffmann, Alejandro Micco (2003)
Gravity Model
- Impor AS (+) - Biaya Impor (-) - Produk - Biaya Impor (-)
Port Efficiency, Maritime Transport Cost, and Bilateral Trade Oleh: Xnema Clark, David Dollar, Alejandro Micco (2004)
Data Panel
- Jarak (-) - Shipping Cost (-) - Handling Cost (-) - Organized Crime(+) - Infrastructure (+)
Port Privatization, Efficiency And competitiveness: Some Empirical Evidence From Container Ports (terminal) Oleh: Jose Tongzon, Wu Heng (2005)
Data Panel
- Sektor Privat (+) - port competitiveness (+) - policy implications (+) - port authorities (+)
Gravity Model
Variabel yang Digunakan dan Hasil Estimasi - Shipping Cost (-) - Manufactured Export (+) - Handling Cost (-)
15 (Lanjutan Tabel 4) Judul Penelitian,Penerbit, Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Infrastructure and Trade Oleh: Nordas, Hi,degunn Kyvik, Piermartini, Roberta Diterbitkan oleh: WTO (2009) Pengaruh Port Efficiency Bilateral Indonesia-Uni Eropa Pendekatan Model Gravitasi Oleh: Fandi Achmad (2011)
Metode Anaisis Gravity Model
Gravity Model
Variabel yang Digunakan dan Hasil Estimasi - Tarif (-) - Kualitas Infrastruktur (+) - Efisiensi pelabuhan (+) - Timeliness (+) - Connectivity (+) - Burden (-) - GDP Uni Eropa (+) - Customs (+) - Infrastructure (+) - International Shipment (+) - Timeliness (+)
Penelitian ini menggunakan indikator QPI dan keenam komponen LPI sebagai proksi dari port efficiency sebagaimana penelitian Achmad, 2011 terdahulu untuk melihat bagaimana pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dan ASEAN+6. Namun dalam penelitian ini, proksi LPI tidak menggunakan komponen LPI domestik yang hanya menjelaskan bagaimana performa dari logistik suatu negara saja, melainkan menggunakan LPI Internasional yang penilaiannya dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif mencakup informasi rinci tentang lingkungan logistik inti, lembaga, waktu kinerja dan biaya dari suatu negara dengan negara mitra dagangnya. LPI Internasional terdiri dari enam komponen, yakni Customs, Infrastructure, International Shipments, Logistik Services, Trackingtrace, dan Timeliness. Dalam penelitian ini juga dijelaskan bagaimana perkembangan pelabuhan setiap negara anggota ASEAN+6 untuk melihat perbandingan kualitas pelabuhan antar negara.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian terdahulu, analisis pengaruh port efficiency terhadap total perdagangan bilateral Indonesia dan ASEAN+6 dilakukan dengan pendekatan model gravitasi, variabel bebas yang selalu digunakan dalam permodelan adalah GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita Negara ASEAN+6, dan jarak ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut merupakan faktor utama yang memengaruhi perdagangan bilateral Indonesia dengan ASEAN+6. Faktor lain yang memengaruhi perdagangan bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 adalah port efficiency yang diproksikan dengan variabel QPI, connectivity dan LPI beserta keenam komponennya, yakni The Efficiency of Customs and border management clearance (Customs), The Quality of Trade and
16 Transport Infrastructure(Infrastructure), The Ease of Arranging Competitively International Shipments (International Shipments), Quality of Logistic Services, Ability to Tracking and Traceconsignments, The Frequency With Shipments reach Consignees With Scheduled or Expected Delivery Times (Timeliness) Penelitian ini menggunakan estimasi model panel statis untuk melihat bagaimana pengaruh dari port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN+6. Hasil estimasi dari model panel statis dijadikan sebagai rujukan ilmiah untuk usulan alternatif kebijakan bagi pemerintah guna meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia. Penelitian-penelitian terdahulu dalam Tabel 4. menjadi rujukan untuk penyusunan kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran yang digunakan disajikan pada Gambar 5.
ASEAN ECONOMICS COMMUNITY 2015 ASEAN+6 Indonesia, Malaysia, Singapura, Kamboja, Thailand, Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina, Laos, Myanmar, India, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Jepang
Liberalisasi Perdagangan Barang dan Jasa PORT EFFICIENCY
QPI (Quality of Port Infrastructure) dan Connectivity
LPI (Logistik Performance Index) : Customs, Infrastructure, international Shipments, Logistik Services, Trackingtrace, dan Timeliness
Estimasi Model Panel Statis
Alternatif Kebijakan
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
17 Gambar 5. menunjukkan kerangka pemikiran yang mencakup variabel-variabel yang dianalisis serta alat analisis yang digunakan. Sejak tercetusnya AEC 2015 seluruh negara anggota ASEAN mempersiapkan diri dengan meningkatkan kerjasama antar negara anggota melalui berbagai liberalisasi dan kerjasama khususnya di bidang ekonomi. Pengaruh liberasasi mendorong pertumbuhan pada sektor jasa transportasi, terutama jasa pelabuhan. Efisiensi kinerja pelabuhan (Port Efficiency) merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan perdagangan bilateral Indonesia di kawasan ASEAN+6. Dalam penelitian ini, variabel yang dianalisi sebagai faktor-faktor yang memengaruhi Port Efficiency adalah QPI dan Connectivity serta LPI beserta keenam komponennya yakni Customs, International Shipment, Logistik, Infrastructure, Timeliness, dan Trackingtrace. Analisis tersebut dilakukan dengan estimasi data panel yang hasilnya diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat guna meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia.
Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis yang ditarik untuk faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan bilateral Indonesia di kawasan ASEAN+6 serta pengaruhnya adalah sebagai berikut: 1. GDP per kapita negara Indonesia berpengaruh positif terhadap total perdagangan bilateral. 2. GDP per kapita negara-negara ASEAN+6 berpengaruh positif terhadap total perdagangan bilateral. 3. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap total perdagangan bilateral. 4. QPI dan Connectivity berpengaruh positif terhadap total perdagangan bilateral. 5. LPI dan keenam komponennya berpengaruh positif terhadap total perdagangan bilateral.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder, yakni data panel yang berasal dari beberapa sumber. Data panel menggabungkan antara time series 2007-2012 serta cross section negara-negara ASEAN+6. Berikut ini merupakan deskripsi variabel-variabel yang digunakan dalam model penelitian dan sumbernya: 1. Quality of Port Infrastructure (QPI): Rentang nilai QPI adalah dari satu (kondisi infrastruktur pelabuhan extremely underdeveloped) dan tujuh (kondisi infrastrukutur pelabuhan efisien sesuai dengan standar internasional). Sumber data untuk QPI diperoleh dari World Bank. 2. Liner Shipping Connectivity Index (Connectivity): indeks ini menunjukkan seberapa baik sebuah negara terhubung dengan jaringan perkapalan internasional. Setiap negara memiliki bobot yang berbeda-beda dalam perhitungan indeks ini. indeks
18 dihitung oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) berdasarkan lima komponen berupa jumlah kapal, kapasitas container, ukuran maksimal dari kapal, jumlah pelayanan jasa dalam pelabuhan dan jumlah perusahaan yang memberikan jasa perkapalan di negara tersebut. Kelima data tersebut disediakan oleh Containerisation International Online, sumber data untuk connectivity diperoleh dari World Development Indikator tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 3. Logistik Performance Index (LPI) merupakan indeks yang mengukur performa logistik dari sebuah negara. LPI terdiri dari enam komponen yaitu customs,international shipment, infrastructure, logistik, tracking trace dan timeliness. Sumber data untuk LPI diperoleh dai laporan Logistik Perfrmance Survey tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 4. Customs ialah indeks yang mengukur efisiensi pengurusan izin perkapalan. Rentang nilai untuk customs adalah satu (very low) sampai dengan lima (very high). Sumber data untuk customs diperoleh dari laporan Logistik Performance Survey tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 5. Infrastructure ialah indeks yang mengukur kualitas infrastruktur terkait dengan perdagangan dan transportasi. Rentang nilai untuk infrastructure adalah satu (very low ) dsampai dengan lima (very high). Sumber data untuk infrastructure diperoleh dari laporan Logistik Performance Survey tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 6. Logistik ialah indeks yang mengukur kompetensi dan kualitas pelayanan logistik. Rentang nilai untuk logisic adalah satu (very low) sampai dengan lima (very high). Sumber data untuk logistik diperoleh dari laporan Logistik Performance Survey tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 7. International Shipment ialah indeks yang mengukur level pengenaan pajak dan biaya atas penggunaan jasa pelabuhan. Rentang nilai untuk international shipment adalah satu (very low) sampai dengan lima (very high). Sumber data untuk international shipment diperoleh dari laporan Logistik Performance Survey tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 8. Ability to Track and Trace Consignments (trackingtrace) ialah indeks yang mengukur kemampuan suatu negara melacak barang yang dikirim. Rentang nilai untuk trackingtrace adalah satu (very low) sampai dengan lima (very high). Sumber data untuk trackingtrace diperoleh dari laporan Logistik Performance Survey tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 9. Timeliness ialah indeks yang mengukur ketepatan waktu pengiriman barang sampai pada tujuan sesuai jadwal yang ditentukan. Rentang nilai untuk timeliness adalah satu (very low) sampai dengan lima (very high). Sumber data untuk timeliness diperoleh dari laporan Logistik Performance Survey tahun 2012 yang diterbitkan oleh World Bank. 10. Real Gross Domestic Product (GDP) merupakan nilai riil pendapatan bruto sebuah negara. Nilai GDP dalam penelitian ini dinyatakan dalam miliar US$. Sumber data untuk GDP adalah World Bank World Development Indikators. 11. Economic Distance (Distek) merupakan jarak ekonomi antara kedua negara yang diperoleh dari hasil pembagian GDP negara pengimpor dengan jarak negara pengekspor ke negara pengimpor. Nilai jarak ekonomi dalam penelitian ini dinyatakan dalam rasio. Sumber data untuk distance economy diperoleh dari CEPII.
19 12. Total Ekspor + Impor (XM) merupakan penjumlahan aktivitas ekspor dan impor yang dilakukan negara observasi. Nilai XM dinyatakan dalam ribu US$. Sumber data untuk ekspor dan impor berasal dari UNCOMTRADE.
Analisis Gravity Model Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Analisis regresi data panel dengan gravity model digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi total perdagangan bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan softwareMicrosoft Office Excel serta E-Views 6. Model standar gravity model menduga perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara. Sebagai langkah awal untuk menganalisis model gravitasi secara sederhana maka dilakukan analisis melalui model dibawah ini: ..........(1) Notasi i menunjukkan negara Indonesia sedangkan j menunjukkan negara partner dagang yaitu negara ASEAN+6. XMij menunjukkan total ekspor dan impor dari negara i ke negara j, GDPi menunjukkan nilai nominal GDP per kapita negara i, GDPj menunjukkan nilai nominal GDP per kapita negara j, DISTij menunjukkan jarak antara negara i ke negara j. Dalam penelitian ini digunakan gravity model yang dimodifikasi, dimana total perdagangan negara I (Indonesia) dan negara j (ASEAN+6) diterangkan oleh GDP per kapita baik negara pengimpor maupun negara pengeskpor, jarak ekonomi, serta efisiensi kinerja pelabuhan (port efficiency). Selanjutnya, untuk mengetahui dampak port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN+6 maka dilakukan analisis dengan memasukkan determinan dari port efficiency yakni QPI dan variabel yang turut menjelaskan kualitas pelabuhan suatu negara yaitu port connectivity. Sehingga model menghasilkan persamaan sebagai berikut:
....................................................................................................... (2) i=1,2,............ Selain dari QPI, port efficiency memiliki indikator lain sebagai determinannya yakni LPI (Logistik Performance Index). LPI merupakan sebuah index yang terdiri dari enam komponen, sehingga untuk melihat lebih detail bagaimana pengaruh dari LPI terhadap total perdagangan maka di bawah ini merupakan model dengan LPI menjadi komponenkomponen penyusunnya yang kemudian diestimasi terhadap total perdagangan bilateral Indonesia dengan ASEAN+6. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut:
...................................................................... (3) i=1,2,...................
20 Alat Analisis Penelitian ini akan menggunakan pendekatan pooled data yakni struktur data terdiri dari dimensi time series sekaligus dimensi cross section. Secara formal, menurut Gurajati dalam buku Basic Econometrics model pooled data dapat ditulis sebagai berikut:
Keuntungan dengan menggunakan analisis data panel antara lain: 1. Mampu mengonrol heterogenitas individu. 2. Memberi informasi yang lebih banyak, lebih beragam, lebih efisien dan meminimalkan masalah kolinieritas antarvariabel. 3. Data panel menghasilkan pengukuran yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan cross section data atau time series data. Terdapat tiga metode estimasi yang umum digunakan dalam analisis data panel, yaitu common effect, fixed effect dan random effect. (i)
Common Effect Model Common effect model merupakan teknik yang palin sederhana untuk mengestimasi data panel. Teknik ini hanya mengombinasikan data time series dengan cross section. Pendekatan ini tidak memperhatikan komponen individu maupun waktu. Dengan demikian, model persamaan regresi common effect adalah sebagai berikut:
(ii)
Fixed Effect Model Pada model fixed effect, perbedaan antarindividu data diakomodasi dalam intersep masing-masing individu data. Yi dan Xi merupakan T pengamatan untuk setiap unit ke-I dan εi yang disusun dalam vector Tx1. Vector ini merupakan vector gangguan. Teknik variabel dummy untuk mengestimasi model fixed effect yang intersepnya berbeda. Model estimasi ini seringkali disebut dengan teknik Least Square Dummy Variable (LSDV). Dengan demikian persamaannya menjadi:
Random Effect Model Pada model random effect, terdapat perbedaan intersep untuk setiap individu data.Intersep tersebut merupakan variabel random atau stokastik.Model ini memiliki dua komponen residual, yakni residual secara menyeluruh εitdan residual secara individu ui.persamaan regresi untuk model ini ditulis sebagai berikut: (iii)
Dimana Vit= εit + µit Untuk menentukan model pendekatan yang terbaik dalam panel data statis, perlu dilakukan uji ekonometrika tertentu yakni dengan menggunakan Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji LM (Breusch – Pagan). Dua dari tiga jenis uji yang digunakan dalam penelitian akan dijelaskan sebagai berikut.
21 a. Uji Chow Uji Chow atau Uji F-statistic merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model Pooled Least Square atau model Fixed Effect. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: H0: Pooled Least Square Model (PLS) H1: Fixed EffectModel (LSDV) Jika nilai F-stat hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pula sebaliknya. b. Uji Hausmann Uji Hausmann merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Pengujian ini akukan dengan hipotesis berikut: H0: Random Effect Model H1: Fixed Effect Model Dasar penolakan hipotesis nol adalah dengan menggunakan nilai statistik Hausmann dan membandingkannya dengan Chi-Square.Jika nilai statistik-H lebihar dari X² (k), maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pula sebaliknya.
Uji Goodness of Fit Dalam buku Basic Econometric, Gurajati mengungkapkan terdapat tiga jenis analisi regresi jenis kriteria ketepatan (Goodness of fit) yaitu uji statistic t, uji statistic F dan koefisien determinasi. Uji-t Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho : βi = 0 i = 1,2,3,.......n H1 : βi ≠ 0 Jika nilai probabilitas t-statistik yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka Ho ditolak yang berarti variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel independen. Uji-F Pengujian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai F-statistik (p-value) dengan probabilitas taraf nyata (α) yang digunakan. Ho : β1=β2=βk=0 H1 : Minimal ada satu β yang tidak sama dengan nilai nol
22 Jika nilai probabilitas F-statistik yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka Ho ditolak yang berarti ada salah satu dari variabel independen yang dapat mempengaruhi secara nyata terhadap variabel independennya. Koefisien Determinasi Uji R² dilakukan untuk mengukur kebaikan (goodness of fit) dari garis regresi.Pengujian ini digunakan untuk melihat sejauhmana variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen. Nilai R² berkisar antara 0 dan 1, semakin besar nilai R² (mendekati 1) maka dinyatakan ketepatan semakin baik.
Uji Asumsi Klasik Menurut Gurajati dalam buku Basic Econometric, model regresi linier berganda dapat dikatakan model yang baik bila memiliki estimator yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Estimator BLUE dapat terjadi bila memenuhi persyaratan sebagai berikut: Mean : E(ui) = 0 Variance: E[ui-E(ui)]² = E(ui)² = σ² Cov (ui,uj): E{[ui– E(ui)][uj – E(uj)]} = E(ui,uj) = o i≠j Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah model memenuhi asumsi klasik diatas maka perlu dilakukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi-asumsi klasik seperti uji multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Multikolinearitas Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah tidak ada hubungan linear antar peubah bebas dalam model. Jika ada hubungan antar peubah bebas maka disebut dengan multikolinearitas yang akan menyebabkan dugaan dugaan parameter koefisien regresi menjadi sulit untuk diinterprestasikan. Multikolinearitas dapat diketahui dengan menghitung nilai Varians Inflation Factor (VIF).Jika VIF>10, maka terjadi multikolinearitas.
Dimana : VIF :Varians Inflation Factor R²x : Korelasi antara variabel x dengan variabel x yang lain. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan salah satu pelanggaran asumsi klasik yang terjadi jika ragam sisaan tidak konstan Var (ei) = E (ei²) = σi² untuk pengamatan ke-i dari peubahpeubah bebas dalam model regresi. Dalam software eviews 6, heteroskedastisitas dapat diketahui dalam grafik sebaran data residual, jika sebaran data residual menyebar acak maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
23 Autokerelasi Autokeralasi terjadi saat ada korelasi antar sisaan (ei) atau E(ei,ej) ≠ 0 untuk i ≠ j, akibat dari adanya autokerelasi adalah dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS tetap tidak bias dan masih konsisten tetapi standar error bias ke bawah sehingga nilai statistic uji-t tinggi (overestimate). Dalam software eviews 6, autokeralasi dapat dideteksi dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam model. 0
dL
Autokorelasi Positif
dU
Tidak ada Keputusan
2
Tidak ada Autokorelasi
4-dU
4-dL
Tidak ada keputusan
4
Autokorelasi negatif
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Perdagangan Bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 ASIA saat ini semakin mendekati posisi pusat ekonomi dunia seiring melemahnya ekonomi Eropa dan Amerika serikat. Integrasi ekonomi ASEAN saat ini sudah jauh berkembang semenjak ASEAN Free Trade Agreement yang ditandatangani tahun 1992. Indonesia banyak mengambil manfaat dari integrasi ekonomi ASEAN. Perdagangan intraASEAN pada periode 2000-2008 tumbuh lebih kuat dibandingkan dengan perdagangan ekstra-ASEAN. Perdagangan Indonesia ke ASEAN+6 mencapai 66persen dari total ekspor, sehingga perdagangan Indonesia tidak begitu terpengaruh dengan melemahnya keuangan global akibat krisis yang terjadi di Eropa maupun Amerika Serikat (DJPEN, 2012).
Gambar 6 Neraca Perdagangan Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2012 Sumber: DJPEN, (2012)
24 Pada Gambar 6. terlihat bahwa perdagangan Indonesia ke ASEAN+6 mendominasi total perdagangan Indonesia. Perdagangan bilateral Indonesia dengan Cina dan Jepang merupakan perdagangan dengan presentase paling besar diatara perdagangan bilateral Indonesia dengan negara lainnnya, yakni sebesar 13.63 persen dan 11.26 persen dari total perdagangan Indonesia. India, Singapura, Malaysia dan Thailand merupakan keempat negara mitra dagang Indonesia yang mengambil andil cukup besar dari total perdagangan Indonesia, yakni sebesar 8.13 persen, 6.89 persen, 5.53 persen, dan 3.59 persen sedangkan sisanya merupakan kontribusi perdagangan dari mitra dagang Indonesia di luar kawasan ASEAN+6. Pada Tabel 5 dapat dilihat perkembangan neraca perdagangan Indonesia dengan ASEAN+6 periode 2009-2013 mengalami fluktuatif naik turun. Total perdagangan Indonesia dengan Cina pada tahun 2013 meningkat 3.83persen dari tahun sebelumnya. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor yang meningkat sebesar 9.14persen dan impor turun sebesar 1.90persen. Namun, peningkatan ekspor yang lebih besar dari impor tersebut tidak berarti surplus, neraca perdagangan Indonesia dengan Cina sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia selain Singapura dan Jepang tercatat defisit sebesar US$ 56 miliar, meningkat 152.01persen apabila dibandingkan defisit tahun 2012 yang tercatat sebesar US$ 22 miliar. Penurunan impor Cina dikarenakan penerapan kebijakan baru dalam bidang perdagangan yakni pengenaan tarif tambahan bagi batubara kelas lignite. Impor biji besi yang semula dikendalikan oleh pemerintah, sekarang telah dibebaskan dengan cara mendaftarkan lisensi impor biji besi dan alumina oksida secara online. Pemerintah Cina juga mengumumkan syarat baru untuk memiliki izin impor yaitu melalui aktivitas dagang pada bursa khusus perdagangan besi baja (Atdag Beijing, 2013).
Tabel 5 Total Perdagangan Indonesia-ASEAN+6 periode 2009-2013
Sumber : Kemendag RI, (2013)
Pada tahun 2013 neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang surplus bagi Indonesia sebesar US$ 11.86 miliar. Total perdagangan tahun 2013 tercatat sebesar US$ 46 miliar atau turun 12.57persen dibandingkan tahun 2012 sebesar US$ 53 miliar. Total perdagangan
25 tersebut terdiri dari ekspor Jepang ke Indonesia sebesar US$ 17 miliar, atau turun sebesar 15.97persen dibandingkan tahun 2012 yang tercatat sebesar US$ 23 miliar. Dan impor Jepang dari Indonesia sebesar US$ 29 miliar, atau turun sebesar 10.44persen pada tahun 2012 yang tercatat sebesar US$ 32 miliar. Penurunan performa neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang dikarenakan melemahnya nilai tukar yen yang menyebabkan defisitnya neraca perdagangan Jepang dengan dunia sebesar US$ 118 miliar meningkat 36.26persen dari tahun sebelumnya (ITPC Osaka, 2014). Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 bagi Singapura dengan pangsa 10.07persen juga merupakan negara asal impor terbesar ke-7 dengan pangsa 5.10persen. Total perdagangan Indonesia dengan Singapura pada tahun 2013 sebesar US$ 6.8 miliar, naik sebesar 2.05persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang tercatat sebesar US$ 6.67 miliar. Namun peningkatan total perdagangan tersebut tidak berarti surplus bagi neraca perdagangan Indonesia dan Singapura yang justru defisit bagi Indonesia sebesar US$ 20.73 miliar. Defisit neraca perdagangan, disebabkan impor Indonesia dari Singapura mencapai US$ 38.48 miliar, sedangkan ekspor Indonesia ke Singapura hanya sebesar US$ 17.75 miliar. Pada periode Januari-September 2013 (Atdag Singapura, 2013). Lain halnya dengan Singapura yang mengalami peningkatan, total perdagangan Malaysia dengan Indonesia tahun 2013 turun 1.86persen dari US$ 1.4 miliar menjadi US$ 1.12 miliar Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor Indonesia ke Malaysia sebesar US$ 520 juta, turun 16.64persen dibanding tahun 2012 sebesar US$ 600 juta. Dan Impor Indonesia dari Malaysia naik 15.80persen dibandingkan tahun 2012 yang tercatat sebesar US$ 520 juta. Secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia dengan Malaysia defisit bagi Indonesia sebesar US$ 843 juta yang pada tahun 2012 Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$ 1 miliar (Atdag Kuala Lumpur, 2013). Total perdagangan Indonesia dengan Korea pada tahun 2013 sebesar US$ 247 juta, atau turun 16.43persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat 296 juta. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor Indonesia ke Korea sebesar US$ 132 juta yang turun 15.87persen dari tahun sebelumnya, dan impor Indonesia dari Korea yang juga turun 17.06persen dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 116 juta. Secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan surplus bagi Indonesia sebesar US$ 16 juta atau turun 6.21persen dari tahun sebelumnya. Memburuknya performa perdagangan bilateral Indonesia dengan Korea dikarenakan penurunan permintaan barang tambang yang merupakan produk ekspor utama non-migas Indonesia ke Korea yang disebabkan oleh pengalihan impor barang tambang Korea ke negara-negara lain seperti Australia, Jepang dan Amerika Serikat (ITPC Busan, 2013). Total perdagangan Indonesia dengan Thailand pada tahun 2013 tercatat US$ 189 juta, turun 1.86persen dari tahun 2012. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor sebesar US$ 87 juta dan Impor sebesar US$ 102 juta yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 0.27persen dan 3.01persen. Neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand defisit sebesar US$ 27 juta atau turun sebesar 10.12persen. selama tahun 2013 Indonesia menjadi negara kesepuluh terbesar asal impor Thailand dengan pangsa sebesar 3.22persen, menunjukkan penurunan dari pangsa impor tahun 2012 sebesar 3.24persen. Memburuknya performa perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Thailand dikarenakan penurunan konsumsi dan investasi sektor swasta akibat berkurangnya tingkat kepercayaan setelah pembubaran parlemen. Selain itu, demonstrasi politik yang berkepanjangan dapat menyebabkan kedatangan wisatawan asing menurun sebesar tiga ratus ribu kepala. Demonstrasi juga menurunkan kepercayaan investor dan menyebabkan tingkat ekspansi PDB tahun 2014 berkurang menjadi 3.5persen.
26
Kondisi Umum Pelabuhan Indonesia di Pasar ASEAN+6 Untuk kawasan ASEAN, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura merupakan lima negara ASEAN yang kontribusi sektor jasanya terhadap GDP tertinggi (ASEAN Secretariat, 2012). Dengan Kerjasama Ekonomi Regional Komprehensif (Regional Comprehensif Economic Partnership) maka kesepuluh negara ASEAN dan Cina, Korea, Jepang, Australia, Selandia Baru dan India merupakan salah satu pakta perdagangan bebas terbesar di dunia. ASEAN+6 memiliki PDB sekitar 23 triliun dollar AS atau 1/3 PDB dunia dan 3.5 miliar jiwa penduduk yang terlibat dalam pakta perdagangan ini atau separuh dari populasi dunia. Hummels (2007) menunjukkan bahwa penggunaan moda transportasi laut terus tumbuh berdasarkan data tahun 1975-2004, pertumbuhan tersebut mencapai 4.4 persen pertahun dilihat dari volume barang yang diperdagangkan melalui moda transportasi laut. persentase tersebut dapat tercapai dikarenakan moda transportasi laut memiliki keunggulan dibandingkan dengan moda transportasi lainnya,yaitu biaya per satuan lebih murah, infrastruktur laut, selat dan samudera telah tersedia, serta volume angkutan yang sangat besar (Panggabean, 2013). Performa logistik Indonesia yang diukur oleh world bank melalui Logistik Performance Index tahun 2014 dari 155 negara berada pada peringkat ke-56 dengan nilai 3.08. Performa logistik tersebut dihitung berdasarkan empat faktor penentu utama kinerja logistik secara keseluruhan yakni, infrastruktur, servis, prosedur perbatasan dan waktu, serta keandalan rantai suplai. Hal ini sangat kontras dengan prestasi dari mitra dagang utama Indonesia di pasar ASEAN+6 yakni Singapura dan Jepang yang masuk ke dalam sepuluh besar negara yang memberikan performa logistik terbaik di dunia. Singapura dengan nilai 4.00 dan Jepang dengan nilai 3.91.
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
4
3,91 3,81 3,67 3,64 3,59 3,53 3,43
3,15 3,08 3,08
3
2,74
LPI Score
h Gambar 7 Logistik Performance Index (LPI) ASEAN+6 Tahun 2014 Sumber: Worldbank, 2014
27
Performa LPI dapat dilihat dari keenam komponen penyusunnya, yakni Customs, Infrastructure,International Shipment, Logistic Competence,Tracking and Trace, dan Timeliness. Performa Indonesia berdasarkan keenam komponen ini ialah nilai customs Indonesia hanyalah sebesar 2.87 atau berada pada peringkat ke-55, hal ini dikarenakan sistem customs di Indonesia masih paper based dimana biaya yang harus dikeluarkan per transaksinya jauh lebih mahal dibandingkan dengan paperless customs administration yang diaplikasikan oleh Australia, sehingga Australia dapat mengefisiensikan sistem clearance-nya yang terbukti Australia menduduki peringkat ke-9 dengan nilai customs sebesar 3.85. performa keenam komponen LPI ASEAN+6 dapat dilihat dari Tabel
Tabel 6 Nilai Keenam Komponen Penyusun LPI ASEAN+6 Tahun 2014 Negara
Customs
Infrastructure
Priced
Logistic
Tracking
Shipment
Competence
and Trace
Timeliness
Singapura
4.01
4.28
3.70
3.97
3.90
4.25
Jepang
3.78
4.16
3.52
3.93
3.95
4.24
Australia
3.85
4.00
3.52
3.75
3.81
4.00
Korea
3.47
3.79
3.44
3.66
3.69
4.00
New Zealand
3.92
3.67
3.67
3.56
3.33
3.72
Malaysia
3.37
3.56
3.64
3.47
3.58
3.92
Cina
3.21
3.67
3.50
3.46
3.50
3.87
Thailand
3.21
3.40
3.30
3.29
3.45
3.96
Vietnam
2.81
3.11
3.22
3.09
3.19
3.49
Indonesia
2.87
2.92
2.87
3.21
3.11
3.53
India
2.72
2.88
3.20
3.03
3.11
3.51
2.60
3.33
2.93
3.00
3.07
2.58
2.83
2.67
2.92
2.75
Filipina
3.00 Kamboja 2.67 Sumber: Worldbank, 2014
Nilai Infrastructure Indonesia tidak berbeda jauh yakni hanya sebesar 2.92 atau berada pada peringkat ke-56, sangat kalah saing dengan Singapura yang berada pada peringkat ke-2 dunia dengan nilai 4.28. Pemerintah Singapura menjadikan pelabuhan sebagai free trade zone (zona perdagangan bebas) yang dengan pembebasan biaya untuk kapal berlabuh secara langsung mengundang kapal-kapal besar dari Amerika, Eropa dan Asia untuk berlabuh di Singapura. Banyaknya kapal yang berlabuh tentunya berbanding lurus dengan banyaknya barang yang datang, barang-barang tersebut dimasukkan ke dalam gudang sehingga pada kenyataannya bisnis utama Singapura adalah pergudangan yang disewa oleh semua perusahaan asing yang kapalnya berlabuh di Singapura. Pengelola pelabuhan Singapura adalah PSA Internasional yang telah mencatat rekor jumlah kargo yang ditangani pada tahun 2008 sebesar 63.2 juta TEU, yang mayoritasnya berada di terminal Singapura sebayak 29 juta TEU. PSA Singapura memenangkan
28 penghargaan Best Global Container Terminal Operating Company selama empat tahun berturut-turut dan menerima penghargaan sebagai Best Container Terminal Asia untuk ke19 kalinya selama 22 tahun. (PSA Singapura, 2014). Prestasi infrasturktur pelabuhan Singapura sangat kontras dengan kondisi infrastruktur Indonesia yang pembangunannya terus menurun. Menurut Sumaryanto, pembangunan infrastruktur suatu negara harus sejalan dengan kondisi makro ekonomi negara yang bersangkutan. Menurunnya pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia, dapat dilihat dari pengeluaran pembangunan infrastruktur yang semula 5.3 persen terhadap GDP pada tahun 1993 sejak tahun 2005 hingga sekarang menjadi sekitar 2.3 persen. Dalam kondisi nornal, seharusnya pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur bagi negara berkembang adalah sekitar 5-6 persen dari GDP. Komponen penyusun LPI lainnya ialah logistic competence dimana Indonesia memperoleh nilai sebesar 3.21 atau peringkat dunia ke-41. Berdasarkan nilai indeks tersebut daya saing logistik Indonesia masih dinilai lemah ditambah lagi dengan mahalnya tarif pelabuhan, biaya logistik di Indonesia masih tergolong mahal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN+6 lainnya, seperti Malaysia. Jika dibandingkan dengan Malaysia, biaya logistik Indonesia hampir dua kali lipat lebih mahal. Biaya logistik untuk logistik sepanjang 55 Km, Indonesia membutuhkan biaya sebesar US$ 550, sedangkan di Malaysia hanya US$ 300. Tingginya biaya logistik tak hanya dipengaruhi oleh usia dari alat angkut, namun faktor seperti ukuran kapal dan kondisi pelabuhan pun menjadi faktor penyebab tingginya biaya logistik. Pengiriman untuk satu kontainer dari Jakarta ke Singapura hanya US$ 185, sementara dari Jakarta ke Padang sebesar US$ 600. (Kemenperin, 2014).
8 7 6 5
6,8 5,5
5,5
5,2
5
4,7
4,5
4,5
4,2
4
4
3,9
3,7
3,4
3 2 1 0
LPI Score
j Gambar 8 Quality of Port Infrastructure (QPI) ASEAN+6 Tahun 2013 Sumber: Worldbank, 2013
29
Sementara performa proksi port efficiency lainnya dari Indonesia yakni QPI tidak jauh lebih baik, dapat dilihat dari Gambar 8. dari 155 negara Indonesia hanya berada di peringkat ke-72. Kualitas pelabuhan Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN+6 lainnya seperti Singapura, Jepang dan Selandia Baru yang masuk ke dalam dua puluh negara yang memiliki kualitas pelabuhan terbaik di dunia. Seperti Singapura yang memiliki salah satu pelabuhan tersibuk di dunia menyediakan berbagai fasilitas pelabuhan laut yang lengkap sehingga menjadikannya sebagai tempat singgah sementara (transit) kapal-kapal dari berbagai maskapai yang hendak melanjutkan perjalanannya. Peran pelabuhan Singapura bagi dunia cukuplah besar, dilihat dari pelabuhan Singapura menghubungkan lebih dari 600 pelabuhan dari 123 negara yang tersebar di enam benua. Pada tahun 2013 dari 62 juta Twenty Foot Equivalent Unit kontainer yang terdistribusi di seluruh dunia, sekitar 32 juta Twenty Foot Equivalent Unit kontainer melewati pelabuhan Singapura dan 30 juta Twenty Foot Equivalent Unit melalui pelabuhan negara lainnya.
Hasil Uji Klasik Sebelum melakukan analisis regresi terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik terhadap seluruh model dalam penelitian ini.Uji klasik yang dilakukan dalam penelitian ini ialah uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi serta uji multikolinearitas. Hasil uji heteroskedastisitas ialah sebaran data residual menyebar acak untuk seluruh model. Sementara itu hasil uji autokerelasi yang dapat dilihat dari nilai Durbin Watson dalam seluruh model yang mendekati angka dua, hal ini mengindikasikan tidak ditemukannya autokorelasi sehingga nilai statistic uji-t tidak overestimate. Hasil uji normalitas ditemukan bahwa seluruh model tidak signifikan pada alpha 5 persen sehingga tidak menolak Ho. Hal ini berarti semua model yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal dan dapat digunakan untuk estimasi. Pada hasil estimasi juga tidak terlihat adanya indikasi masalah multikolinearitas, dimana nilai korelasi variabel bebas tidak ada yang melebihi nilai reisudal. Maka, hasil uji ekonometrika menunjukkan bahwa hasil estimasi seluruh model bersifat BLUE..
Hasil Analisis Model Gravitasi Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN+6 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh dari port efficiency terhadap total perdagangan bilateral Indonesia-ASEAN+6 menggunakan pendekatan Gravity Model. Port efficiency dapat dilihat melalui dua indikator, yakni QPI (Quality of Port Infrastructure) dan keenam komponen LPI (Logistik Performance Index) yakni customs, infrastructure, international shipment, logistic competence, tracking and trace dan timeliness. Penelitian ini menggunakan empat model gravitasi, total perdagangan bilateral Indonesia-ASEAN+6 menjadi variabel dependen dalam seluruh model. Model pertama untuk menganalisis bagaimana perdagangan yang terjalin antara Indonesia dengan ASEAN+6, dengan menggunakan GDP per kapita negara Indonesia, GDP per kapita negara tujuan ekspor di kawasan ASEAN+6, dan jarak ekonomi sebagai variabel independen.
30
Tabel 7 Hasil Estimasi Model Gravitasi Perdagangan Bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 Variabel lnGDPj lnGDPi Distek C
Koefisien
t-statistik
Probabilitas
0.695716 2.680628 0.0096* 0.918627 9.436183 0.0000* -0.34477 -2.09370 0.0407** 2.253957 1.230232 0.2237 Adjusted R-squared 0.996533 Prob (F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.710232 Sum squared resid weighted 2.783642 Sum squared resid unweighted 2.920665
*Signifikan
pada alpha 1persen **Signifikan pada alpha 5persen ***Signifikan pada alpha 10persen
Berdasarkan hasil perhitungan dari Fixed Effect Model untuk persamaan model gravitasi (1), dilakukan estimasi pengaruh GDP per kapita dan jarak ekonomi antara kedua negara yang berdagang terhadap total perdagangan bilateral Indonesia-ASEAN+6. Hasil estimasi menunjukkan seluruh variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai Adjusted R² menunjukkan bahwa variasi variabel independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 99 persen. Nilai sum squared resid weighted yang lebih kecil dari nilai sum squared resid unweighted mengindikasikan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Nilai Durbin Watson yang mendekati angka dua menandakan tidak terdapat masalah autokorelasi sehingga nilai stastistik uji-t tidak overestimate. GDP per kapita Indonesia dan GDP negara-negara yang berada di kawasan ASEAN+6 berpengaruh positif terhadap total perdagangan. Artinya, setiap kenaikan GDP per kapita Indonesia sebesar 1persen akan menyebabkan kenaikan total perdagangan Indonesia-ASEAN+6 sebesar 0.918 persen dan setiap kenaikan GDP per kapita negaranegara ASEAN+6 akan meningkatkan total perdagangan bilateral Indonesia sebesar 0.695 persen, ceteris paribus. Hal ini menandakan bahwa semakin baik kemampuan agregat negara Indonesia dan ASEAN+6 maka semakin baik pula kemampuannya untuk mengimpor dan mengekspor barang dan jasa. Sejalan dengan penelitian Wilson et al. (2003) yang menggambarkan tingkat dan kualitas fasilitas perdagangan dari negara-negara APEC dengan menggunakan informasi survei atas efisiensi pelabuhan, lingkungan bea cukai, lingkungan regulasi dan praktek ebusiness. Hasil dari penelitian Wilson et al. ialah perbedaan dalam kualitas fasilitas perdagangan cenderung berhubungan dengan tingkat pendapatan (GDP per kapita). Dapat dilihat dari Gambar 9. Negara-negara dengan GDP per kapita yang lebih tinggi umumnya memiliki skor lebih baik pada border process dibandingkan dengan negara yang memiliki GDP per kapita rendah. Hal ini dikarenakan semakin tinggi GDP perkapita suatu negara maka semakin besar anggaran yang dialokasikan negara tersebut untuk perbaikan fasilitas perdagangan.
31
Sumber : Quantitative Assesment of the Benefit of Trade Facilitation, 2014
Gambar 9 Hubungan antara Kualitas Proses Perbatasan dengan GDP Per Kapita (US$), purchasing power parity Sementara itu, jarak ekonomi (Distek) berpengaruh negatif terhadap total perdagangan. Artinya, setiap kenaikan jarak ekonomi sebesar 1 satuan akan menurunkan total perdagangan sebesar 0.344 persen, ceteris paribus. Hal ini berarti bahwa semakin jauh jarak ekonomi antar negara maka perdagangan yang terjalin antar negara tersebut membutuhkan biaya yang lebih besar. Jarak ekonomi berhubungan erat dengan biaya transportasi, semakin besar jarak maka semakin besar pula biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Biaya transportasi akan menyebabkan penurunan volume perdagangan, baik ekspor maupun impor. Peningkatan 100 persen jarak ekonomi antara negara pengekspor dengan Amerika Serikat meningkatkan biaya maritim sebesar 20 persen yang pada akhirnya berhubungan dengan turunnya perdagangan Amerika Serikat sekitar 5 persen (Clark et al. 2004). Dalam penelitian yang berbeda LV (2001) menemukan bahwa tambahan seribu kilometer jarak melalui laut dapat meningkatkan biaya transportasi sebesar US$ 190 (atau 4 persen untuk pengiriman median), sedangkan tambahan jarak yang sama melalui darat menimbulkan tambahan biaya US$ 380 (atau 30 persen untuk pengiriman median). Selain itu jika suatu negara terkurung daratan (landlocked), maka biaya transportasinya akan meningkat sebesar US$ 2.170 hampir 50 persen meningkat dari biaya rata-rata.
Hasil Analisis Port Efficiency Terhadap Total Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN+6 Pengaruh Port Efficiency terhadap total perdagangan bilateral Indonesia-ASEAN+6 dapat dilihat dari dua indikator, salah satunya dengan QPI (Quality of Port Infrastructure). Pengaruh QPI yang mewakilkan port efficiency terhadap total perdagangan dapat dilihat dari hasil estimasi model (2) yakni model dimana QPI dan connectivity dijadikan variabel independen. Connectivity diikutsertakan dalam model (2) dikarenakan variabel connectivity turut menjelaskan bagaimana kualitas suatu pelabuhan menurut world bank. GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita ASEAN+6 dan jarak ekonomi turut menjadi variabel independen.
32 Hasilnya menunjukkan seluruh variabel tetap signifikan pada alpha 1persen. Nilai Adjusted R-Squared menandakan variasi variabel independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 86 persen. Seluruh variabel independen berpegaruh positif kecuali jarak ekonomi yang setiap kenaikan 1 satuan akan menurunkan total perdagangan sebesar 4.162 persen, ceteris paribus. Sementara itu GDP per kapita Indonesia dan GDP per kapita ASEAN+6 masih menjadi variabel yang berpengaruh positif terhadap total perdagangan yang masing-masing kenaikan 1 persennya akan menaikan total perdagangan sebesar 0.97 dan 0.86 persen, ceteris paribus . Hasil estimasinya dapat dilihat dari Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Estimasi QPI dan Connectivity Terhadap Total Perdagangan Bilateral Indonesia-ASEAN+6 Variabel lnGDPj lnGDPi Distek QPI Connectivity C
Koefisien
t-statistik
0.979920 29.20052 0.862353 11.93698 -4.162871 -31.89490 0.620396 14.80852 0.005481 -3.56959 -1.018961 -1.105025 Adjusted R-squared Prob (F-statistic) Durbin-Watson stat Sum squared resid weighted Sum squared resid unweighted
Probabilitas 0.0000* 0.0000* 0.0000* 0.0000* 0.0007* 0.2732 0.866285 0.000000 0.270045 73.85771 121.3858
*Signifikan
pada alpha 1persen **Signifikan pada alpha 5persen ***Signifikan pada alpha 10persen
QPI dan connectivity sama-sama memberiikan kontribusi positif terhadap total perdagangan. Kenaikan QPI dan connectivity sebesar 1 satuan akan meningkatkan total perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6 berturut-turut sebesar 0.620 persen dan 0.005 persen, ceteris paribus. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin efisien kinerja pelabuhan akan meningkatkan total perdagangan bilateral Indonesia. Clark et al (2004) membuktikan bahwa koefisien yang berkaitan dengan efisiensi pelabuhan signifikan negatif pada alpha 1 persen dengan biaya transportasi. Hal ini menandakan bahwa semakin efisien suatu pelabuhan maka semakin murah biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Peningkatan efisiensi studi kasus Indonesia dari peringkat dunia ke-75 menjadi ke-25, menurut Clark akan mengurangi biaya transportasi sekitar 10persen. Sedangkan untuk variabel connectivity mengindikasikan bahwa semakin baik jaringan perkapalan internasional Indonesia dan negara mitra dagangnya maka akan semakin meningkatkan performa total perdagangan Indonesia dengan ASEAN+6. Hal ini berlaku pula pada total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa yakni, setiap kenaikan connectivity sebesar 1 satuan menyebabkan kenaikan total perdagangan Indonesia-Uni Eropa sebesar 0.017 persen. Analisa selanjutnya ialah menganalisis pengaruh dari keenam komponen penyusun LPI (Logistik Performance Index) yang merupakan proksi lainnya dari port efficiency selain QPI dan Connectivity terhadap total perdagangan bilateral Indonesia dengan
33 ASEAN+6. Setelah diuraikan ke dalam komponen penyusunnya dan diestimasikan pengaruhnya terhadap total perdagangan Indonesia didapati bahwa ada dimensi penyusun LPI yang tidak signifikan, yakni logistik dan trackingtrace. Keempat komponen lainnya yaitu customs, infrastructure, timeliness dan international shipments signifikan pada alpha 5persen. GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita ASEAN+6 dan jarak ekonomi masih tetap signifikan pada alpha 1persen. Jarak ekonomi berhubungan negatif dengan total perdagangan terlihat pada koefisiennya yang negatif. Hasil estimasinya dapat dilihat dari Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Estimasi Keenam Komponen Penyusun LPI Terhadap Total Perdagangan Bilateral Indonesia-ASEAN+6 Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas lnGDPj 0.760715 83.27214 lnGDPi 1.009569 83.27214 Distek -4.05805 -19.46247 Customs 0.618917 2.187851 0.220058 Infrastructure 0.433590 Logistic Services 0.662351 1.360950 International Shipment -0.22428 -0.63375 Timeliness 1.114980 1.45005 Trackingtrace 1.050639 -5.65355 C -2.80794 -3.59112 Adjusted R-squared Prob (F-statistic) Durbin-Watson stat Sum squared resid weighted Sum squared resid unweighted
0.0000* 0.0000* 0.0000* 0.0379** 0.0495** 0.9752 0.0318** 0.0488** 0.8789 0.0013* 0.967388 0.000000 1.620679 34.63165 67.37289
*Signifikan
pada alpha 1persen **Signifikan pada alpha 5persen ***Signifikan pada alpha 10persen
Setiap kenaikan 1 satuan dari customs, akan meningkatkan total perdagangan bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 sebesar 0.619 persen. Semakin efisien pengurusan izin perkapalan akan menambah minat para importir dan eksportir dalam melakukan transaksi perdagangan. Meningkatkan efisiensi prosedur perbatasan (custom clearance) dapat menghemat biaya transportasi dan mengurangi kesenjangan harga domestik dan harga internasional. Hasil studi Australian Departement of Foreign Affairs and Trade (DFAT, 2001) tentang potensial biaya yang dapat dihemat dari perubahan paper-based menjadi paperless customs administration ialah, biaya yang diperkirakan dapat ditekan dari berkisar 1.5 persen untuk pengiriman melalui laut dan 15 persen untuk pengiriman melalui udara. Biaya yang ditekan ini berasal dari penyelesaian dokumen secara manual (paperbased) diperkirakan membutuhkan biaya sebesar US$ 75-125 per transaksi, terlepas dari ukuran transaksi. Kualitas infrastruktur terkait transportasi dan perdagangan merupakan faktor penentu penting dari biaya transportasi. Dari hasil estimasi yang tertera di Tabel 9 dapat
34 dilihat setiap kenaikan 1 satuan infrastructure akan meningkatkan 0.433 persen total perdagangan bilateral Indonesia dengan ASEAN+6. LV (2001) menemukan bahwa kualitas infrastruktur menyumbang 40 persen dari biaya transportasi untuk negara pesisir dan 60persen untuk negara landlocked. Jika suatu negara dengan kualitas infrastruktur berada di peringkat internasional ke-75 mampu meningkatkan performa kualitas infrastrukturnya hingga peringkat ke-25, maka negara tersebut dapat mengurangi biaya transportasi sebesar 30persen sampai 50 persen. Berkurangnya biaya transportasi ini tentunya dapat meningkatkan total perdagangan. Setiap kenaikan timeliness 1 satuan, maka hal tersebut akan meningkatkan total perdagangan bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 sebesar 1.114 satuan. Hal ini dikarenakan ketepatan waktu pengiriman barang sampai pada tujuan sesuai jadwal yang ditentukan merupakan sebuah daya tarik dari perdagangan suatu negara akibat berkurangnya biaya transport yang harus dikeluarkan. Seperti yang tercatat dalam OECD (2002), lamanya waktu menunggu sampainya barang di negara tujuan dapat mengakibatkan hilangnya peluang bisnis dan membengkaknya biaya transport yang harus ditanggung pedagang. Hilangnya peluang bisnis dapat dilihat pada kasus komoditi makanan (fresh produce) yang terdapat batas waktu pembusukan, barang yang berisikan informasi terkini (items with immediate information content), seperti surat kabar, dan barang-barang yang permintaannya tidak dapat diramalkan secara baik dimuka (goods for which demand cannot be forecast well in advance), seperti mainan saat liburan dan high-mode pakaian. Jenis barang-barang tersebut jika tidak tiba tepat waktu maka akan merugikan pedagang, karena tidak akan laku di pasar. Sebuah publikasi dari World Bank melaporkan perbatasan waktu tunggu bagi pelepasan kargo impor berkisar satu sampai 24 hari, sementara untuk ekspor dua kali lipatnya, yakni dari dua samapi 48 hari. Hummels (2001) meneliti willingness to pay para eksportir untuk membayar lebih mahal agar dapat beralih dari penggunaan jasa moda transportasi laut pada penggunaan jasa moda transportasi udara. Hasilnya setiap hari para eksportir dapat menghemat 0.5 persen dari nilai barang yang diperdagangkan. Sehingga hasil dari penggabungan biaya estimasi Hummels dan perbatasan waktu tunggu dari Survei World Bank ketepatan waktu pengiriman sesuai dengan jadwal (timeliness) dapat menghemat biaya transport sebesar 1-15 persen (Walkenhorst et al. 2012). Sangat disayangkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia tidak mampu menampung sejumlah kapal besar dalam waktu bersamaan, oleh karenanya banyak kapal-kapal besar yang harus mengantri untuk mendapatkan giliran merapat ke dermaga, antrian panjang kapal-kapal tersebut bisa mencapai hingga 20-25 hari (Dephub, 2014). Lamanya waktu tunggu kapal merapat memperlambat proses bongkar muat di pelabuhan yang berdampak meningkatnya biaya transportasi. Namun, dari hasil estimasi didapati bahwa international shipments memberikan pengaruh negatif bagi total perdagangan bilateral Indonesia, setiap kenaikan 1 persen dari international shipments akan menurunkan total perdagangan bilateral Indonesia sebesar 0.224 persen. Hal ini dikarenakan semakin tinggi biaya dan pajak yang dikenakan untuk setiap transaksi perdagangan yang terjadi di sebuah pelabuhan maka semakin mahal pula biaya transportasi yang harus dikeluarkan dan ini dapat memicu penurunan total perdagangan. Menurut Clark et al. (2004) meningkatkan efisiensi kinerja pelabuhan sebesar 25 persen dapat mengurangi shipping cost sebesar 12persen. Kualitas pelabuhan yang buruk juga dapat meningkatkan handling cost, yang merupakan salah satu dari komponen shiping cost. LV (2001) menunjukkan bahwa naiknya shipping cost sebesar 10 persen dapat
35 mengurangi volume perdagangan lebih dari 20 persen, dalam analisi yang berbeda Radelet et al. (1998) menunjukkan bahwa shipping cost dapat mengurangi tingkat pertumbuhan ekspor manufaktur dan GDP per kapita. Dalam penelitiannya Radelet menyatakan bahwa menggandakan shipping cost (misalnya, dari 8 persen menjadi 16 persen) akan memperlambat laju pertumbuhan tahunan lebih dari 1.5 persen.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya, GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita ASEAN+6 dan jarak merupakan variabel yang konstan berpengaruh signifikan terhadap total perdagangan bilateral. GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita ASEAN+6 berpengaruh positif sementara jarak ekonomi berpengaruh negatif. Pengaruh dari port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6 ialah signifikan positif. Hal ini dapat terlihat dari hasil analisis QPI dan LPI yang merupakan indikator proksi dari port efficiency. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa QPI (Quality of Port Infrastructure) dan Connectivity merupakan variabel yang signifikan mempengaruhi port efficiency secara positif. LPI memberikan pengaruh yang signifikan positif pula, namun ketika LPI diestimasi dalam dimensi penyusunnya tidak semua komponen LPI signifikan. Logistik dan Tracking trace merupakan komponen LPI yang tidak signifikan, Infrastructure, Timeliness serta Customs merupakan variabel-variabel yang signifikan memberikan pengaruh positif terhadap port efficiency. Sedangkan International Shipment signifikan memberikan pengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral. Sehingga variabelvariabel port efficiency yang mempengaruhi perdagangan bilateral Indonesia-ASEAN+6 ialah QPI, Connectivity, Infrastructure, Customs, International Shipment dan Timeliness
Saran Berdasarkan hasil dari analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, adapun saran yang dapat disampaikan ialah: 1. Kualitas pelabuhan Indonesia yang masih kalah jauh dengan Singapura dan Malaysia menuntuk pembangunan pelabuhan berkapasitas besar dengan standar pelayanan internasional, terutama di daerah-daerah strategis seperti Medan, Surabaya dan Makassar. Untuk dapat merealisasikan pembangunan tersebut pemerintah diharapkan membuka diri untuk masuknya investasi asing dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Hal ini tidak saja mempercepat proses pembangunan, tapi juga mendorong terciptanya transfer of knowledge dan teknlogi. 2. Selama ini biaya untuk jasa penggunaan pelabuhan Indonesia masih relatif mahal jika dibandingkan dengan negara mitra dagang Indonesia lainnya, hal ini diakibatkan lamanya proses bongkar muat di pelabuhan Indonesia karena fasilitas pelabuhan yang buruk. Oleh karenanya pemerintah perlu menerapkan kebijakan untuk mendorong otoritas pelabuhan untuk mempercepat kegiatan bongkar muat.
36 3. Kondisi dermaga di pelabuhan Indonesia tidak memungkinkan banyak jumlah kapal untuk berlabuh secara bersamaan, akibatnya waktu tunggu untuk merapat di pelabuhan membengkakkan biaya transportasi yang harus ditanggung. Revitalisasi fasilitas pelabuhan berupa perluasan pergudangan, penambahan jumlah dramaga dan perbaikan kembali dermaga-dermaga yang kurang layak dapat memperpendek antrian kapal-kapal besar. 4. Pengurusan kepabeanan Indonesia masihlah berbasis manual, paper-based sehinnga membutuhkan biaya per transaksi yang lebih mahal. Mengikuti langkah Australia dalam penerapan modernisasi proses kepengurusan kepabeanan berupa paperless customs administration dirasa perlu bagi Indonesia. selain menghemat biaya per transaksi hal inipun dapat mengefisiensikan proses custom clearance di Indonesia. 5. Meningkatkan connectivity dengan negara-negara di kawasan ASEAN+6 adalah keharusan demi menjaga dan meningkatkan hubungan antar negara. Peningkatan connectivity dapat dicapai dengan memperkuat tiga pilar connectivity, yakni physical connectivity yang dapat meningkatkan kinerja rantai pasokan, menghubungkan dan mengintegrasikan logistik, transportasi, energi dan infrastruktur telekomunikasi. Pilar kedua yakni institutional connectivity yang dapat memajukan kerja sama dalam hal peraturan dan prosedural serta mempererat ekonomi. Pilar terakhir ialah people-to-people connectivity yang bisa meningkatkan interkasi mobilitas dan kerjasama individual. 6. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan series yang lebih panjang agar dapat diestimasi dampak port efficiency dan GDP terhadap perdagangan yang lebih baik. Dapat pula melakukan analisis serupa dengan melihat moda transportasi lainnya, misalnya udara.
37
DAFTAR PUSTAKA Achmad. 2011. Pengaruh Port Efficiency Dalam Perdagangan Bilateral Indonesia-Uni Eropa Pendekatan Model Gravitasi.[skripsi]. Yogyakarta (ID): UGM. Alejandro, L, Amjadi A dan A. Yeats. 2010. Are Estimation Techniques Neutral to Estimate Gravity Equation? An Application to The Impact of EMU on Thrid Countries Exports. Washington D.C.: U.S. International Trade Commission. [BPS], 2012. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): BPS [ASEAN]. 2010. ASEAN Statisical yearbook 2010. Jakarta: ASEAN Secretariat. [ASEAN]. 2012. ASEAN Statisical Leaftet 2012. Jakarta: ASEAN Secretariat. [ATDAG]. 2013. Data [Internet]. Diakses melalui http://www.kemendag.go.id [BPS], 2012. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor, Berbagai Edisi. Jakarta (ID): BPS. [BPS], 2012. Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia. tersedia dari: http://www.bps.go.id/ statistik_bongkar_ muat_antar_pulau _dan_luar _negeri pelabuhan Bennathan. 1979. Port Pricing Investment Policy for Developing Countries. New York. Oxford University Press. Bustami. 2008. Buku Menuju Asean Economic Community 2015. Buku di akses dalam www.ditjenkpi.kemendag.go.id. Clark, X, D Dollar and A Micco, 2001. Maritime Transport Cost and Port Efficiency. Journal of Development Economics 75, 417-450. Clark, X, D Dollar and A Micco. 2004. Port Efficiency, Maritime Transportation Cost, and Bilateral Trade.Journal of Development Economics [DJPEN]. 2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Diakses melalui http://www.djpen.kemndag.go.id Dollar, D. 2001. Trade, Growth and Poverty, World Bank Working Paper Series No. 2615, The World Bank, Washington, DC. Enders, W. 1948. Applied Econotric Time Series.Second Edition. John Willey & Sons, Inc. Ferdinand, 2000. Kontribusi Armada Transportasi Laur Nasional dalam Menunjang Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Warta Penelitian, Departemen Perhubungan, Jakarta. Fitzsimons, E, V Hogan, and P Neary. 1999. Expaining the Volume of North-South Trade in Ireland: A Gravity Model Approach. Economic and Social Review. 30(4): 381-401 Gujarati, N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. New York: McGraw Hill. Head, 2003. Gravity for Beginners. Mimeo: University of Columbia. Hummels, D. 2001, Time as a Trade Barrier, Working Paper, Purdue University, West Lafayette, Indiana. Hummels, D. 2007. Transportation Cost and International Trade in The Second Era of Globalization. Journal of Economics Perspective.21: 131-154. [International PSA]. 2013. News Release 2013. Diakses melalui http://www.internationalpsa.com /psanews/pdf/nr140108.pdf [ITPC OSAKA]. 2013.Data [Internet]. Diakses melalui http://www.itpc.or.jp/
38 [ITPC BUSAN]. 2013. Data [Internet]. Diakses melalui http://www.itpc.or.kr/ [Kemendag RI]. 2012. Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan ASEAN+6. Diakses melalui http://www.kemendag. go.id/statistik_ perkembangan_ekspor _impor_indonesia [Kemenperin RI]. Daya Saing Logistik Rendah [Internet]. Diakses melalui http://www.kemenperin.go.id/artikel/8799/Daya-Saing-Logistik-Rendah Krugman, R, dan Obstfeld. 2009. International Economics: Theory and Policy. New York: Addison-Wesley. Kuncoro, 2007. Indonesia, Pemain atau Penonton AEC? Harian Seputar Indonesia. Limao, N., Venables, A. J, 2001. Infrastructure, Geographical Disadvantage and Transport Cost. The World Bank Economic Review 15 (3), 451-479. Mankiw, N. 2000. Macroeconomics, Fourth Edition. New York: Work Publisher.Inc. Martinez-Zarzoso, dan Suarez-Burguet, C. 2004. How Important are Transport Costs for Internatonal Trade? An Empirical Study for Spanish Exporting Sectors. International Association of Maritime Economists – IAME Annual Conference 2004 Proceedings, Volume I, Dokuz Eylul Publications, 597-608. Nordas, 2009. Infrastructure and Trade.World Trade Organization. Octaviani R. Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia Bagian I. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi IPB. [OECD]. 2002. Business Benefits of Trade Facilitation, TD/TC/WP(2001) 21/Final, OECD, Paris. Panggabean, G. 2013. Ekonomi Biaya Tinggi pada Sektor Logistik di Pelabuhan Belawan Medan. Jakarta: KPPU. Sanchez, R.J. , J. Hoffmann, A. Micco, G.V. Pizzolitto, M. Sgut, dan G. Wilmsmeier. 2003. Port Efficiency and International rade: Port Efficiency as a determinant of Maritime Transport Cost. Journal of Maritime Economics and Logistics 5, 199-218. Tongzon, J. dan Trujillo, L. 2005. Port Privatization, Efficiency and Competitiveness: Some Empirical Evidence From Container Ports (terminal). Journal of Development Economics [UNCTAD]. 2012. Review of Maritime Transport 20.UNCTAD: Geneva. Wilson, J.S, Bagai and C. Fink (2003), Reducing Trading Cost in a New Era of Security, chapter 5 in Global Economic Prospects 2004- Realizing tha Development Promise od the Doha Agenda, The world Bank, Washington, DC. [World Bank]. 2012. World Development Indicators. Diakses melalui http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indikators [World Bank]. 2012. Data [internet]. Diakses melalui http://data.worldbank.org/indikator/ [WEF]. 2014. The Global Competitiveness Report 2013-2014. Klaus Schwab. [internet]. Diakses melalui http://www.weforum.org/reports/global-competitiveness-report-20132014 [WEO]. 2013. World Economic Outlook 2013. Diakses melalui http://world-economicoutlook.findthedata.org/
39
Lampiran 1 Hasil Uji Ekonometrika Hasil Uji Chow Model 1 Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
1137.59441
d.f.
Prob.
(11.57)
0.0000
Hasil Uji Hausmann Model 1 Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
3
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Hasil Uji Chow Model 2 Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
756.975140
d.f.
Prob.
(11.59)
0.0000
Hasil Uji Hausmann Model 2 Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.133893
1
0.7144
Var(Diff.)
Prob.
Cross-section random effects test comparisons: Variable
Fixed
Random
40 QPI
0.520116
0.543528
0.004094
0.7144
Hasil Uji Chow Model 3 Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Statistic
604.845747
d.f.
Prob.
(11.20)
0.0000
Hasil Uji Hausmann Model 3 Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
4
1.000 0
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero. ** WARNING: robust standard errors may not be consistent with assumptions of Hausman test variance calculation.
41
Lampiran 2 Hasil Estimasi Model Hasil Estimasi FEM Model 1 Dependent Variable: LNXM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/18/14 Time: 08:34 Sample: 2007 2012 Periods included: 6 Cross-sections included: 12 Total panel (balanced) observations: 72 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNGDPJ LNGDPI DISTEK C
0.695716 0.918627 -0.344769 2.253957
0.259535 0.097352 0.164670 1.832141
2.680628 9.436183 -2.093701 1.230232
0.0096 0.0000 0.0407 0.2237
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) (Lanjutan Lampiran 3.) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.997216 0.996533 0.220988 1458.561 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
24.68421 12.52172 2.783642 1.710232
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.987651 2.920665
Mean dependent var Durbin-Watson stat
12.07345 1.441544
42
Hasil Estimasi FEM Model 2 Dependent Variable: LNXM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/18/14 Time: 18:31 Sample: 2007 2012 Periods included: 6 Cross-sections included: 12 Total panel (balanced) observations: 72 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNGDPJ LNGDPI DISTEK QPI CONNECTIVITY C
0.979920 0.954882 -4.162871 0.620396 0.005481 -1.018961
0.033558 0.111312 0.130518 0.041894 0.001535 0.922116
29.20052 8.578437 -31.89490 14.80852 -3.569590 -1.105025
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0007 0.2732
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.866285 0.856155 1.057855 85.51759 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
24.21145 18.78272 73.85771 0.270045
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.486766 121.3858
Mean dependent var Durbin-Watson stat
12.07345 0.059148
43
Hasil Estimasi Model 3 Dependent Variable: LNXM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/18/14 Time: 10:48 Sample: 2007 2009 Periods included: 3 Cross-sections included: 12 Total panel (balanced) observations: 36 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNGDPJ
0.760715
0.009135
83.27214
0.0000
LNGDPI
1.009569
0.056667
17.81567
0.0000
DISTEK
-4.058057
0.387868
-10.46247
0.0000
CUSTOMS
0.618917
0.282888
2.187851
0.0379
INFRASTRUCTRE
0.433590
0.220058
1.970346
0.0495
LOGISTIK
0.662351
0.486683
1.360950
0.9752
PRICED SHIPMENTS
-0.224279
0.353890
-0.633752
0.0318
TIMELINESS
1.114980
0.768578
1.450705
0.0488
TRACKINGTRACE
1.050639
0.185837
-5.653552
0.8789
C
-2.807947
0.781914
-3.591118
0.0013
Weighted Statistics R-squared
0.967388
Mean dependent var
28.17401
Adjusted R-squared
0.956099
S.D. dependent var
23.00269
S.E. of regression
1.154117
Sum squared resid
34.63165
F-statistic
85.69449
Durbin-Watson stat
1.620679
Prob(F-statistic)
0.000000 Unweighted Statistics
R-squared
0.442135
Mean dependent var
12.12080
Sum squared resid
67.37289
Durbin-Watson stat
0.141508
44
Lampiran 3 Hasil Uji Klasik Hasil Uji Normalitas Model 1 10
Series: Standardized Residuals Sample 2007 2012 Observations 72
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.58e-17 -0.020817 0.448518 -0.391644 0.198006 0.023962 2.461571
Jarque-Bera Probability
0.876609 0.645129
0 -0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 1 3
2
1
0
-1
-2 10
20
30
40
50
60
70
Standardized Residuals
Hasil Uji Normalitas Model 2 12
Series: Standardized Residuals Sample 2007 2012 Observations 72
10
8
6
4
2
0 -2
-1
0
1
2
3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-0.054754 0.248609 2.928937 -2.347170 1.179295 -0.115550 2.142368
Jarque-Bera Probability
2.366819 0.306233
45
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 2 3
2
1
0
-1
-2 10
20
30
40
50
60
70
Standardiz ed Res iduals
Hasil Uji Normalitas Model 3 8
Series: Standardized Residuals Sample 2007 2009 Observations 36
7 6
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
5 4 3 2
Jarque-Bera Probability
1
-0.150561 -0.158059 1.927154 -2.231430 0.982934 -0.296466 2.341808 1.177176 0.555110
0 -2
-1
0
1
2
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 3 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 5
10
15
20
25
Standardiz ed Res iduals
30
35
46
RIWAYAT HIDUP Penulis, Rahayu Aisah Prayitno, lahir di Bogor pada tanggal 16 September 1992. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Sendi Rita Puspasari dan Ir. H. Bayu Ainal Prayitno, MBA, MM. Pada tahun 1997 penulis menjadi murid TK Bhayangkari 4 Bogor, penulis mengikuti pendidikan dasar di SDN Panaragan Kidul 2 Bogor pada tahun 1998, lalu melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 4 Bogor pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan menengah akhir di SMAN 5 Bogor dan lulus tahun 2010. Kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, melalui jalur PMDK. Selama di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus, di tingkat departemen penulis berperan sebagai kepala PDD (Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi) acara MPD 2012 dan kepala divisi acara Malam Keakraban angkatan 48. Pada tingkat fakultas penulis tergabung ke dalam kepanitiaan divisi acara dalam acara yang bertajuk budaya yakni BAFEST (Bogor Art Festival) I dan II. Pada tingkat institusi tahun 2011 penulis tergabung sebagai anggota dari komunitas sosial pemuda-pemudi AISEC (Assosiation international des ètudiants en sciences èconomiques et commerciales) yang bergerak di bidang pelatihan jiwa kepemimpinan para pemuda-pemudi untuk menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.