ANALISIS PERMINTAAN EKSPOR IKAN TUNA SEGAR INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
WINANTI APSARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Indonesia di Pasar Internasional adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Winanti Apsari NRP. H151090344
ABSTRACT WINANTI APSARI. Export Demand Analysis of Indonesian Tunas in International Market. Under the Supervision of DEDI BUDIMAN HAKIM and MUHAMMAD FINDI ALEXANDI. The purpose of this paper is to empirically analyze the effect of the export demand to total export of Indonesian Tunas in international market and to knowing the characteristic from the three main Importir Countries: United States of America, Europian Union, amd Japan. Indonesia as a maritime nation has a big chance for being a big exportir of tunas to maintain economic stabilitation not only depended by oil and gas sector that tend to be depleted The methods which used in this paper is simultan equation model with three step least square. Result of this study is knowing the characteristics of Indonesian tuna export demand in the international market, which can become very important material for government and business actors in Indonesian tuna to take the best policy in order to increase the export of Indonesian tuna sustainably.
Keywords: Indonesian export tuna, simultan equation model,time series data, policy.
RINGKASAN WINANTI APSARI. Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan MUHAMMAD FINDI ALEXANDI. Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan dan kelautannya. Laut Indonesia memiliki luas kurang lebih 3,1 juta km 2 (perairan laut teritorial 0,3 juta km 2 dan perairan nusantara 2,8 juta km2) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas lebih kurang 2,7 juta km2 menyimpan banyak jenis ikan dan hasil perairan laut lainnya yang memiliki nilai ekonomis yang sangat penting. Ikan tuna sebagai komoditas ekspor perikanan kedua telah menyumbangkan devisa pada tahun 2006 sebesar US$ 250.567 juta atau naik sebesar 17,95 persen dari ekspor ikan tuna pada tahun 2002 yang mencapai US$ 212.426 juta. Ekspor ikan tuna Indonesia selama 25 tahun terakhir ini memiliki pertumbuhan rata-rata yang positif dengan laju pertumbuhan rata rata volume sebesar 6.03persen dan 11.79 persen untuk laju pertumbuhan nilainya. Pasar ikan tuna terbesar di dunia saat ini adalah Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ekspor ikan tuna ke Jepang sebesar 27 persen, dan ke Amerika Serikat 17 persen sedangkan ke Uni Eropa juga cukup besar volume dan nilainya yaitu sebesar 12 persen (FAO,2006). Di kawasan ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara produsen ikan tuna setelah Thailand. Hal ini disebabkan perbedaan tingkat eksploitasi baik dari segi jumlah maupun teknologi penggunaan alat tangkap. Mengingat bahwa perairan Indonesia masih luas maka peluang untuk meningkatkan produksi masih besar dan itu berarti juga peluang untuk meningkatkan ekspor sebagai penambah devisa negara juga besar. Penelitian ini menggunakan data sekunder, data time series dari tahun 19902009 bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), situs FAO, situs COMTRADE, IFS, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan Kementrian Perdagangan. Selain itu data juga dilengkapi dengan laporan hasil penelitian, jurnal yang berkaitan dengan topik kajian. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif mengenai perkembangan volume produksi dan ekspor ikan tuna di Indonesia ke negara tujuan ekspor utama yaitu Jepang, Amerika dan Uni Eropa, untuk mendapatkan gambaran tentang perkembangan ekspor ikan tuna Indonesia. Metode yang kedua adalah analisis permintaan ekspor ikan tuna di Indonesia di pasar internasional, metode yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan Three Least Square untuk menghilangkan autokorelasi dan heterokedastisitas. Program yang digunakan adalah program Eviews dan microsoft excel 2007 untuk mengolah data dengan simultan equation model. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan tuna Indonesia secara signifikan adalah Interest Rate (Suku Bunga Riil), Produksi Ikan tuna tahun yang
lalu, Trend sebagai proxy perkembangan tekhnologi, dan Kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan produksi ikan tuna Indonesia seperti pengurusan izin usaha yang dipermudah, perbaikan pelabuhan dan pembangunan cold storage yang memadai, proteksi keamanan dengan penyelesaian masalah illegal fishing yang banyak terjadi di perairan Indonesia. Sedangkan variabel Jumlah Kapal dan Jumlah tenaga kerja yang terlibat pada proses usaha produksi mempengaruhi secara positif namun tidak signifikan terhadap produksi ikan tuna Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional dianalisis dengan melihat karakteristik permintaan ekspor tiga negara pengimpor terbesar yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh adalah harga ikan tuna Indonesia di negara tersebut, harga salmon sebagai ikan substitusi ikan tuna, harga ikan tuna thailand sebagai eksportir selain Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor, GDP negara pengimpor, jumlah penduduk, tarif yang diberlakukan terhadap impor ikan tuna asal Indonesia, dan konsumsi ikan tuna perkapita. Produksi dan ekspor ikan tuna Indonesia ternyata dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Indonesia dan kebijakan yang diterapkan negara pengimpor. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mendorong produksi ikan tuna dan meningkatkan ekspor perlu terus dilakukan, disamping proyek meningkatkan mutu pangan masyarakat Indonesia dengan membudayakan makan ikan yang akan meningkatkan konsumsi domestik ikan tuna Indonesia. Kebijakan meningkatkan konsumsi domestik akan menurunkan permintaan ekspor karena harga yang meningkat bila tidak dibarengi dengan meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia. Kebijakan penghapusan tarif di negara Jepang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna dari negara Jepang, yang akan mensubstitusi dan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Amerika dan Uni Eropa bila produksi tidak dapat ditingkatkan. Penurunan harga di Amerika Serikat juga akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat, dan mensubstitusi permintaan ikan tuna di negara-negara yang lain juga bila produksi ikan tuna tidak ditingkatkan. Kata Kunci: Ekspor ikan tuna Indonesia, Persamaan simultan, Data time series, Kebijakan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
ANALISIS PERMINTAAN EKSPOR IKAN TUNA SEGAR INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
WINANTI APSARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis Nama NRP Program Studi
: Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Indonesia di Pasar Internasional. : Winanti Apsari : H151090344 : Ilmu Ekonomi
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua
Dr. Muhammad Findi A, M.E. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 29 Juli 2011
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Sarpono
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Indonesia di Pasar Internasional. dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dedi Budiman Hakim, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Sarpono atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi serta kepada ketua dan sekretaris Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarja IPB Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si dan Dr. Lukytawati Anggraeni. Demikian juga terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah, telah banyak membantu penulis dalam perkuliahan dengan baik. Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Kepala BPS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Demikian pula kepada Kepala Pusdiklat beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis mengikuti program Tugas Belajar. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada temanteman BPS dan mahasiswa pascasarjana khususnya PS Ilmu Ekonomi yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah hingga penyelesaian tesis ini. Akhir kata penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada keluarga, bapak, adik-adik, suami, my little baby ‘L’, ocha sekeluarga, teman-teman di Riau 10a, serta pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini maka hanya penulis yang bertanggung jawab. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang baik kepada berbagai pihak.
Bogor, Juli 2011
Winanti Apsari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1980 dari pasangan Bapak Ngadinu dan Ibu Agustina ni Ketut Sumarti (Alm). Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDK ST. Kristoforus kemudian melanjutkan ke SMPK Bunda Hati Kudus pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1995. Setelah itu penulis melanjutkan ke SMAK Bunda Hati Kudus pada tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2002 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (SST). Selanjutnya penulis bekerja pada Badan Pusat Statistik Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2009, penulis diterima menjadi mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi bea siswa tugas belajar kerja sama BPS dan IPB.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vii
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ......
11
2.1. Tinjauan Teori ...........................................................................
11
2.1.1. Teori Perdagangan Internasional ...................................
11
2.1.2. Teori Permintaan ..........................................................
13
2.1.3. Teori Ekspor ..................................................................
15
2.1.4. Teori Nilai Tukar ...........................................................
16
2.1.5. Suku Bunga ...................................................................
17
2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................
17
2.3. Kerangka Pemikiran .................................................................
25
2.4. Hipotesa ....................................................................................
27
METODE PENELITIAN ..............................................................
29
3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................
29
3.2. Alat Analisis Data ...................................................................
30
3.2.1. Spesifikasi Model ..........................................................
30
3.2.2. Identifikasi Model .........................................................
37
3.2.3. Validasi Model .............................................................
40
3.2.4. Simulasi Model ............................................................
41
I.
II.
III.
iii
IV.
GAMBARAN UMUM ....................................................................
45
4.1 Perikanan Indonesia ................................................................
45
4.2. Sistem Perdagangan Luar Negeri Negara Pengimpor Terbesar
V.
Ikan Tuna Indonesia ................................................................
46
4.2.1.
Sistem Perdagangan Jepang .........................................
46
4.2.2.
Sistem Perdagangan Uni Eropa ....................................
46
4.2.3.
Sistem Perdagangan Amerika Serikat ..........................
48
4.3. Kebijakan Pemerintah Indonesia ..............................................
49
4.4. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna ..........................................
56
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
57
5.1. Hasil Pendugaan Model ..........................................................
57
5.2. Pembahasan Hasil Pendugaan Model .....................................
57
5.2.1. Produksi Ikan Tuna .......................................................
58
5.2.2. Permintaan Domestik ....................................................
60
5.2.3. Harga Ikan Tuna Domestik ...........................................
61
5.2.4. Permintaan Ekspor dari Amerika Serikat ......................
63
5.2.5. Permintaan Ekspor dari Uni Eropa ................................
65
5.2.6. Permintaan Ekspor dari Jepang .....................................
68
5.3. Validasi Model ........................................................................
70
5.4. Hasil dan Pembahasan Simulasi Model ..................................
71
5.4.1. Dampak Kenaikan Jumlah Kapal Sebesar 25 Persen ....
72
5.4.2. Dampak Kebijakan Penurunan Suku Bunga oleh Bank Indonesia ......................................................................
73
5.4.3. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Ikan Tuna Indonesia oleh Pemerintah Jepang ......................
75
5.4.4. Dampak Penurunan Harga Ekspor Ikan Tuna Indonesia di Negara Amerika Serikat ..........................................
77
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
79
6.1. Kesimpulan ..............................................................................
79
6.2. Saran ........................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
83
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Produksi Perikanan Tangkap Dunia Menurut Negara Asal, 2003 – 2007 ..............................................................................................
3
2 Nilai Ekspor Komoditas Perikanan Internasional Menurut Negara Asal, 2003 – 2007..............................................................................
4
3 Rekapitulasi penelitian terdahulu......................................................
20
4 Jenis dan Sumber data Penelitian......................................................
29
5 Hasil Pendugaan Parameter Produksi Ikan Tuna .............................
58
6 Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ikan tuna Domestik...........
60
7 Hasil Pendugaan Parameter Harga Ikan tuna Domestik ..................
62
8 Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari AS .............................................................................
64
9 Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari UE..............................................................................
66
10 Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang........................................................................
69
11 Hasil Validasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia di Pasar Internasional...............................................................................
71
12 Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Kenaikan Jumlah Kapal, Tahun 1990-2009..............................................................................
73
13 Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Penurunan Tingkat Suku Bunga, Tahun 1990-2009 .................................................................
74
14 Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak Penghapusan Tarif Impor Ikan Tuna Indonesia oleh Pemerintah Jepang........................
76
15 Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak penurunan harga ekspor ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat sebesar 10 persen. ...............................................................................................
77
v
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Volume Produksi, Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Komoditas Ikan Tuna Indonesia, 2002 – 2009 ..............................................
6
2 Persentase Volume Ekspor Ikan Tuna Indonesia tahun 2009
7
Menurut Negara Tujuan Ekspor Terbesar ........................................ 3 Kerangka Pemikiran .........................................................................
26
vii
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Daftar Negara-Negara yang Tergabung Dalam UniEropa ..............
89
2 Scripts Input dan Hasil Output Eviews Estimasi system persamaan struktural dengan Metode 3 SLS ......................................................
90
3 Scripts Input dan Hasil Output Eviews proses mencari nilai dasar dan hasil skenario simulasi................................................................
93
4 Hasil simulasi skenario baseline (nilai dasar), dan skenario 1-4 .....
94
ix
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan dan kelautannya.
Laut Indonesia memiliki luas
kurang lebih 3,1 juta km 2 (perairan laut teritorial 0,3 juta km2 dan perairan nusantara 2,8 juta km 2) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas lebih kurang 2,7 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km.
Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang
menyimpan potensi perikanan yang sangat besar, dengan kekayaan banyak jenis ikan dan hasil perairan laut lainnya yang beragam. Letak Indonesia yang sangat strategis dan berada di jalur pertemuan dua samudra besar sehingga memiliki keanekaragaman biota laut merupakan salah satu keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh negara lain. Salah satu komoditas ekspor Indonesia yang diharapkan dapat menyumbangkan devisa negara dari sektor non migas yang diarahkan pada pasar ekspor memiliki produk andalannya udang dan ikan tuna.
Sumberdaya
perikanan
dan
kelautan yang sangat besar dan permintaan yang tinggi baik di dalam maupun di luar negeri,
merupakan kesempatan
untuk memperbaiki
perekonomian negara melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada dengan tidak hanya mengandalkan kekayaan migas kita yang telah makin menipis cadangannya. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi salah satu produsen dan eksportir utama produk perikanan di dunia internasional. Ikan tuna sebagai komoditas ekspor perikanan kedua setelah udang telah menyumbangkan devisa pada tahun 2006 sebesar US$ 250.567 juta atau naik sebesar 17,95
persen dari ekspor ikan tuna pada tahun 2002 yang
mencapai US$ 212.426 juta. Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi
2
lestari (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2005).
Hasil produksi
tangkapan tiap tahunnya masih jauh di bawah potensi lestari dan masih jauh dibawah jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB). Ekspor ikan tuna Indonesia selama 25 tahun terakhir ini memiliki pertumbuhan rata-rata yang positif dengan laju pertumbuhan rata rata volume sebesar 6,03 persen dan 11,79 persen untuk laju pertumbuhan nilainya. Pasar ikan tuna terbesar di dunia saat ini adalah Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Ekspor ikan tuna ke Jepang sebesar 27 persen, dan ke Amerika Serikat 17 persen sedangkan ke Uni Eropa juga cukup besar volume dan nilainya yaitu sebesar 12 persen (FAO,2006). Ekspor produk ikan segar dan produk turunannya tahun 2008 mencapai 2,47 miliar dolar AS dan menempati rangking 10 dalam sumbangannya terhadap PDB. Tahun 2009 nilai ekspor ikan segar dan produk turunannya mengalami penurunan menjadi 2,25 miliar dolar AS dan menempati ranking 11. Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara produsen ikan tuna setelah Thailand di kawasan ASEAN, hal ini disebabkan adanya perbedaan tingkat eksploitasi baik dari segi jumlah maupun teknologi penggunaan alat tangkap. Mengingat bahwa perairan Indonesia masih luas dan potensi lestari yang masih berada sangat jauh di atas hasil produksi tangkapan tuna saat ini, maka peluang untuk meningkatkan produksi masih besar dan itu berarti juga peluang untuk meningkatkan ekspor sebagai penambah devisa negara juga besar. Dalam rangka mendayagunakan potensi sumber daya perikanan diperlukan upaya percepatan dan terobosan melalui suatu program nasional revitalisasi perikanan. Pelaksanaan program ini merupakan wujud dukungan politik, ekonomi dan sosial untuk menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu penggerak utama pembangunan ekonomi nasional serta merupakan upaya untuk memacu pemanfaatan potensi sumber daya perikanan yang berwawasan lingkungan guna peningkatan kesejahteraan rakyat serta memacu meningkatnya sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah melalui kementerian terkait yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menggalakkan pembangunan di
3
sektor perikanan secara khusus ikan tuna dengan: (1) Meminta penurunan tarif pada pemerintah Jepang, AS dan UE yang sangat tinggi yaitu sebesar 10-21 persen sehingga Indonesia mendapat pengurangan tarif bea masuk 3,5 persen melalui kuota ekspor yang direview setiap 5 tahun. (2) Pemerintah mengeluarkan
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Republik
Indonesia Nomor PER.07/MEN/2005 tentang Organisasi dan Tatakerja Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Nomor PER.08/MEN/2007 tentang pembentukan Komisi Tuna Indonesia dalam rangka penyatupaduan seluruh unsur yang terkait di bidang usaha tuna Indonesia, pemerintah maupun swasta. (3) Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia juga melakukan kerjasama maritim Asia Tenggara dalam rangka penanggulangan ilegal fishing yang marak terjadi di wilayah kita yang mengancam potensi lestari perairan kita. (4) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia juga mengatur tentang penetapan harga patokan ikan untuk perhitungan pungutan hasil perikanan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/m-dag/per/3/2010. Tabel 1. Produksi Perikanan Tangkap Dunia Menurut Negara Asal, 2003 – 2007 No
Tahun
Negara 2003 Jumlah
1
China
2004
2005
2006
2007
88.243.068
92.279.764
92.182.739
89.863.279
90.063.851
14.347.274
14.464.803
14.588.940
14.631.018
14.659.036
2
Peru
6.086.060
9.604.527
9.388.488
7.017.491
7.210.544
3 4 5
Indonesia USA Japan
4.644.715 4.938.956 4.670.393
4.653.888 4.959.826 4.315.734
4.709.074 4.892.967 4.389.206
4.823.587 4.852.283 4.344.513
4.936.629 4.767.596 4.211.201
6 7 8 9 10
India Chile Russian Philippines Thailand
3.712.149 3.612.644 3.281.448 2.165.812 2.849.724
3.391.009 4.926.741 2.941.533 2.211.245 2.839.612
3.691.362 4.328.732 3.197.564 2.269.668 2.814.295
3.844.837 4.160.848 3.284.285 2.318.981 2.698.803
3.953.476 3.806.085 3.454.214 2.499.634 2.468.784
11
Lainnya
37.933.893
37.970.846
37.912.443
37.886.633
38.096.652
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009
4
Peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk dunia dewasa ini mendorong tingkat kebutuhan akan makan dan bahan makanan yang tinggi pula. Begitupun kebutuhan akan ikan dan produk ikan dunia dalam dekade terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Peningkatan kebutuhan ikan dan produk ikan dunia dipicu pula oleh kesadaran untuk mendapatkan sumber protein hewani namun memiliki kadar lemak serta kolesterol aman yang aman bagi kesehatan. Konsumsi ikan tuna dunia terus meningkat, sementara itu sumber daya laut Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Tabel 2. Nilai Ekspor Komoditas Perikanan Internasional Menurut Negara Asal, 2003 – 2007 Dalam (000 US$) Tahun No
Negara 2003 Jumlah
1 2
China Norway
2004
2005
2006
2007
63.925.994
71.856.899
78.630.105
86.098.718
93.520.503
5.362.366 3.669.067
6.779.9 4.170.9
7.519.357 4.885.226
8.968.051 5.503.429
9.250.710 6.228.123
3
Thailand
3.919.824
4.053.9
4.494.183
5.266.742
5.708.849
4
USA
3.457.908
3.693.0
4.232.041
4.143.146
4.436.746
5
Denmark
3.227.679
3.576.9
3.685.243
3.986.519
4.128.359
6
Viet Nam
2.203.499
2.450.1
2.756.139
3.372.242
3.783.834
7
Canada
3.317.675
3.506.6
3.595.693
3.659.857
3.711.890
8
Chile
2.194.610
2.547.2
2.966.917
3.556.594
3.677.002
9
Netherlands
2.196.412
2.468.3
2.820.138
2.811.705
3.280.643
10
Spain
2.241.793
2.581.8
2.579.057
2.848.676
3.230.749
11
Russian
1.485.646
1.528.172
1.953.280
2.120.737
2.363.830
Federation 12
Germany
1.292.083
1.430.5
1.501.355
1.821.893
2.275.251
13
United
1.683.704
1.833.866
1.871.900
1.940.004
2.162.101
14
Kingdom Indonesia
1.579.783
1.736.184
1.797.948
1.957.068
2.100.872
15
Iceland
1.521.163
1.782.7
1.783.382
1.811.742
2.028.480
16
Lainnya
24.572.78
27.716.13
30.188.24
32.330.31
35.153.06
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Sampai dengan tahun 2007, produksi ikan dunia telah mencapai 90 juta ton. Angka pertumbuhan rata-rata tiap tahunnya adalah 0,22 persen. Dari total
5
produksi dunia, 60 persennya merupakan produksi ikan dari negara-negara di Asia termasuk Indonesia (Kelautan dan Perikanan dalam Angka, 2009). Indonesia sendiri berada di urutan ke 3 dari penghasil produksi perikanan tangkap di dunia, seperti yang dapat di lihat dalam Tabel 1. Volume hasil tangkapan Indonesia menunjukkan kenaikan 2,34 persen dari tahun 2006-2007, lebih tinggi dari laju pertumbuhan hasil tangkap ikan dunia.
Dengan demikian, dilihat dari sisi
produksi, prospek ikan tuna Indonesia adalah sangat cerah. Dari sisi perkembangan ekspor dunia untuk komoditas perikanan internasional, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-14 dalam nilai ekspornya. China menguasai ekspor komoditas perikanan dunia yaitu dengan nilai ekspor untuk perikanan sebesar US$ 9,2 Milyar pada tahun 2007. Indonesia dengan total nilai US$ 2,1 Milyar, hanya menguasai 2,25 persen pasar komoditas perikanan di dunia.
Total ekspor dunia tahun 2009 untuk komoditas ikan dan produk
perikanan tanpa komoditas jenis udang dan komoditas tiram adalah sebesar US$ 56,26 Milyar, telah terjadi penurunan sekitar 16,66 persen. Ini di sebabkan kondisi cuaca yang tidak menentu sehingga menghambat kinerja ekspor dunia. Namun secara trend nilai ekspor dunia untuk komoditi ikan dan produk perikanan terus naik sampai 2008. 1.2 Perumusan Masalah Ikan tuna di Indonesia merupakan hasil produksi perikanan tangkap terbesar di Indonesia setelah udang. Data Kelautan dan Perikanan dalam Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009 menunjukkan volume produksi tangkap ikan tuna di tahun 2008 mencapai 194.173 ton. Dari seluruh hasil perikanan tangkap di laut, sekitar 6,31 persen adalah ikan tuna. Melihat nilai impor dunia yang mencapai 1,198 Milyar US$, dapat di katakan bahwa permintaan ikan tuna dunia cukup tinggi. Saat ini yang menjadi negara tujuan ekspor tuna Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Netherlands¸ Perancis, Singapura, Philipina, Malaysia, China dan Thailand. Indonesia termasuk salah satu pengekspor utama dunia, terutama untuk pasar Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Perkembangan impor ikan tuna dunia yang meningkat menunjukkan permintaan dunia meningkat. Namun negara pengimpor tuna segar Indonesia
6
cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke negaranya, sehubungan dengan isyu food safety, khususnya pasar Uni Eropa yang telah beberapa kali menutup keran impor ikan tuna Indonesia karena ikan tuna Indonesia tidak memenuhi persyaratan ambang batas mutu yang ditetapkan di Uni Eropa. Dengan demikian Indonesia dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas perikanannya. Tingginya kebutuhan negara-negara lain akan ikan tuna membuat Indonesia yang mempunyai produksi ikan tuna yang tinggi mempunyai peluang untuk meraih pangsa pasar luar negeri. Namun, ekspor ikan tuna Indonesia belum mengoptimalkan potensi yang dimilikinya jika melihat data yang ada.
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Gambar 1. Volume Produksi, Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Komoditas Ikan Tuna Indonesia, 2002 – 2009 Dengan Jepang, Indonesia masih menguasai pangsa pasar ikan tuna di Jepang, 29 persen pasar ikan tuna di Jepang dimiliki oleh Indonesia. Hal ini bisa berdampak positif dan juga negatif. Sisi positifnya, ikan tuna Indonesia sudah mempunyai nilai jual di Jepang. Namun, sisi negatifnya ketergantungan akan pasar Jepang dapat menjadi masalah bagi Indonesia saat terjadi kelebihan stok di Indonesia. Indonesia bisa menjual ke Jepang namun harganya bisa jatuh. Sehingga diperlukan ekspansi pasar lebih luas untuk produk perikanan (Investor Daily, 2010)
7
Produksi ikan tuna Indonesia sampai saat ini masih tetap diorientasikan ke pasar internasional dengan negara-negara tujuan ekspor Jepang, USA, Uni Eropa (Gambar 2). Namun akhir-akhir ini volume ekspor ikan tuna Indonesia mengalami penurunan. Turunnya ekspor ikan tuna Indonesia tersebut dapat diakibatkan oleh turunnya penawaran ikan tuna domestik dan juga turunnya ekspor ikan tuna Indonesia ke negara – negara tujuan ekspor utama. Turunnya volume ekspor ikan tuna domestik ini dimungkinkan akibat pengaruh eksternal seperti turunnya harga ikan tuna dunia, krisis di negara tujuan ekspor ataupun pengaruh internal di Indonesia akibat dari kebijakan makro ekonomi Indonesia yang kurang mendukung, seperti tingkat bunga yang selalu meningkat. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan umum penelitian ini adalah bagaimana kinerja permintaan ekspor ikan tuna Indonesia.
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Gambar 2. Persentase Volume Ekspor Ikan Tuna Indonesia tahun 2009 Menurut Negara Tujuan Ekspor Terbesar
Berdasarkan gambaran di atas, dimana ada peluang ekspor yang besar, namun ekspor yang masih berfluktuatif maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi produksi ikan tuna di Indonesia.
8
2.
Bagaimana karakteristik permintaan ekspor ikan tuna Indonesia ke negaranegara tujuan utama yaitu Jepang, AS dan UE.
3.
Bagaimana pengaruh kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia serta Kementerian Perdagangan Republik Indonesia terkait dengan ekspor ikan tuna, dan pengaruh kebijakan yang diterapkan oleh negara importir terhadap impor ikan tuna dari Indonesia.
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengaji kinerja permintaan
ekspor tuna Indonesia, dengan tujuan spesifik sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia.
2.
Mengidentifikasi karakteristik permintaan ekspor ikan tuna Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor utama yaitu Jepang, AS dan UE.
3.
Mendiskusikan
alternatif
kebijakan
yang
bisa
ditempuh
untuk
meningkatkan ekspor ikan tuna Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian
yang
dilakukan
diharapkan
dapat
melanjutkan
dan
menyempurnakan penelitian sebelumnya yang membahas tentang ikan tuna segar Indonesia dan memberikan referensi kepada masyarakat
yang membutuhkan
literatur tentang produksi ikan tuna di Indonesia serta tentang ekspor ikan tuna Indonesia sebagai data dasar (benchmark data) yang merupakan validasi bagi penelitian yang berkaitan dengan ekspor komoditas, khususnya ekspor komoditas ikan tuna segar; dan diharapkan penelitian ini juga dapat memperkaya khasanah penelitian tentang ikan tuna segar, dalam menentukan strategi kebijakan pengembangan ekspor ikan tuna segar Indonesia di masa yang akan datang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi ekspor ikan tuna segar di Indonesia, dengan periode waktu 1990-2009. Faktor internal yang memengaruhi ekspor ikan tuna segar Indonesia seperti harga domestik ikan tuna segar Indonesia, harga barang
9
substitusi yaitu ikan salmon dan udang, harga permintaan ekspor ikan tuna ke Jepang, AS, dan UE, dan volume ekspor ikan tuna segar, Interest rate, Jumlah kapal, Jumlah nelayan, kebijakan pemerintah Indonesia, dan variabel trend sebagai proxy pengembangan tekhnologi, sedangkan faktor eksternal yang dikaji adalah nilai tukar rupiah, harga ikan tuna Thailand sebagai kompetitor, harga ikan salmon sebagai barang substitusi, GNP negara pengimpor, populasi atau jumlah penduduk negara pengimpor, konsumsi ikan perkapita di negara-negara pengimpor serta faktor tarif dan variabel dummy kebijakan negara Amerika, Jepang dan UniEropa sebagai pengimpor utama ikan tuna Indonesia. Selain itu disertakan pula variabel trend sebagai alat untuk mengetahui perubahan preference masyarakat domestik dan negara pengimpor Amerika, UniEropa dan Jepang dari tahun ke tahun.
10
Halaman ini sengaja dikosongkan.
11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Gonarsyah (1987) ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu (1) Keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, (2) Memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, (3) Adanya perbedaan penawaran permintaan antar negara, (4) Tidak semua negara menyediakan kebutuhan masyarakatnya serta (5) Akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Menurut Amir M.S, bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan. Perdagangan internasional mendorong manusia untuk menghasilkan produk-produk
terbaik
dan
sekaligus
memungkinkan
manusia
untuk
mengkonsumsi lebih banyak ragam barang dan jasa yang berasal dari seluruh dunia yang tidak dihasilkan di dalam negeri.
Selain itu, perdagangan
internasional dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara melalui spesialisasi dalam produksi barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ball dan McCulloch (2001), perdagangan internasional timbul karena adanya perbedaan harga relatif di antara negara. Perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang disebabkan oleh: 1. Perbedaan-perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi
12
2. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intesitas faktor yang digunakan. 3. Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor produksi. 4. Kurs valuta asing. Pada
dasarnya
faktor
yang
mendorong
timbulnya
perdagangan
internasional dari suatu negara ke negara lain bersumber dari keinginan memperluas pemasaran komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa dalam penyediaan dana pembangunan dari negara yang bersangkutan. perdagangan
internasional
mengaji
dasar-dasar
terjadinya
Teori
perdagangan
internasional serta keuntungan yang diperoleh dengan adanya perdagangan tersebut.
Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan dan
pengaruh
adanya
hambatan-hambatan
perdagangan,
serta
hal-hal
yang
menyangkut proteksionisme baru (Salvatore, 1997). Heckser-Ohlin
mengemukakan
bahwa
suatu
negara
melakukan
perdagangan internasional karena adanya perbedaan endowment. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan tersebut menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya (Salvatore, 1997). Kegiatan perdagangan internasional atau disebut sebagai kegiatan ekspor dan impor antar negara mengatakan bahwa suatu negara akan cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Oleh karena itu bagi suatu negara, selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor.
Sementara itu
13
permintaan impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negara pengimpor (excess demand). Gambarannya yaitu, suatu negara (misalnya negara A) akan cenderung mengekspor suatu komoditas ke negara lain (negara B) apabila harga domestik komoditas tersebut di negara A sebelum terjadi perdagangan internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan komoditas yang sama di negara B. Terjadinya harga yang relatif murah di negara A disebabkan karena adanya kelebihan penawaran, yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sehingga memungkinkan negara A untuk menjual produksinya ke negara lain (negara B) Di sisi lain, di negara B terjadi kelebihan permintaan, yaitu konsumsi domestik melebihi produksi domestik. Akibatnya harga komoditas tersebut di negara B relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara A. Akibat kelebihan permintaan tersebut, menyebabkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas bersangkutan yang harganya relatif lebih murah (negara A). Jadi, adanya perbedaan kebutuhan antar negara A dan B menyebabkan timbulnya perdagangan internasional antar kedua negara, dalam hal ini akan mengekspor ke negara B. Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan memengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia akan memengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan memengaruhi harga dunia. 2.1.2 Teori Permintaan Teori permintaan adalah teori yang menerangkan tentang ciri hubungan antar jumlah permintaan dan harga. Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, di antara faktorfaktor tersebut yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan dibawah ini : a. Harga barang itu sendiri. b. Harga barang lain yang berkaitan dengan barang tersebut. c. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat. d. Corak distribusi pandapatan dalam masyarakat. e. Cita rasa (preference) masyarakat.
14
f. Jumlah penduduk (populasi) dalam suatu negara. g. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang. Dalam menganalis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Oleh sebab itu dalam teori permintaan yang terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga barang tersebut. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendahnya harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap suatu barang tersebut.
Sebaliknya
semakin tinggi harga barang tersebut maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. (Sadono Sukirno, mikroekonomi, 2002:76). Jumlah permintaan dan tingkat harga memiliki hubungan karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti (substitution) yang mengalami kenaikan harga. Sebaliknya apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya. Kemudian kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Menurut Kotler (1991) permintaan pasar atas suatu produk adalah jumlah yang akan dibeli oleh suatu kelompok konsumen tertentu dalam suatu wilayah geografis tertentu, dalam suatu waktu tertentu yang berada di lingkungan pemasaran tertentu dengan program pemasaran tertentu. Fungsi permintaan pasar dalam Colman dan Trevor Young (1989) adalah sebagai berikut: Qs = f(P, M,POP,ID) Qs = Permintaan P = harga komoditi M = Pendapatan Perkapita POP= Populasi yang merupakan pasar produk tersebut ID = Index Disribution Income Tingkat pendapatan yang merupakan sumber daya atau kemampuan membeli (purchasing power) dari konsumen adalah determinasi permintaan terpenting. Bertambahnya pendapatan konsumen akan memengaruhi peningkatan jumlah yang diminta (Hanafiah,1986).
15
Tomek W.G (1987) mengatakan empat faktor terbesar yang memengaruhi tingkat permintaan adalah ukuran populasi dan distribusinya menurut umur, daerah geografis dan sebagainya, pendapatan konsumen dan distribusinya, harga dan penggunaan komoditi dan jasa lain, selera serta preference konsumen. Faktor-faktor tersebut merupakan determinan dari permintaan. Pada sebagian besar produk pertanian, pendapatan dan permintaan mempunyai hubungan yang positif, hal ini berarti peningkatan pendapatan akan menggeser permintaan ke kanan. Perubahan selera dan preference secara nyata mendorong perubahan permintaan untuk komoditi pertanian, walaupun efeknya sulit untuk dipisahkan karena muncul bersamaan dengan perubahan pendapatan atau variabel lain (Tomek, W.G, 1987) 2.1.3 Teori Ekspor Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing ke negara kita, yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor barang dan jasa dari luar negeri. Dalam teori, pengertian ekspor adalah kegiatan yang menyangkut produksi barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara tetapi untuk dikonsumsikan di luar batas negara tersebut (Boediono, 1990). Pengertian
ekspor
menurut
UU
Kepabeanan
adalah
kegiatan
mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana barang yang dimaksud terdiri dari barang dari dalam negeri (daerah pabean), barang dari luar negeri (luar daerah pabean), barang bekas atau baru. Secara umum produk ekspor dan impor dibedakan menjadi dua yaitu barang migas dan barang non migas. Barang migas atau minyak bumi dan gas adalah barang tambang yang berupa minyak bumi dan gas. Barang non migas adalah barang-barang yangukan berupa minyak bumi dan gas,seperti hasil perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan dan hasil pertambangan yang bukan berupa minyak bumi dan gas. Produk ekspor Indonesia meliputi hasil produk pertanian, hasil hutan, hasil perikanan dengan ekspor terbesar adalah udang dan
16
yang kedua adalah ikan tuna, hasil pertambangan, hasil industri dan begitupun juga jasa.
2.1.4 Teori Nilai Tukar Kegiatan ekspor suatu komoditi yang terjadi di pasar internasional tidak terlepas dari masalah nilai tukar yang terjadi. Nilai tukar adalah mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey, 1995). Nilai tukar mata uang ini memengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor.
Peningkatan atau
penurunan nilai mata uang asing dapat memengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan. Bertambah mahal atau murahnya suatu komoditas ekspor di pasar internasional sangat ditentukan oleh nilai tukar mata uang suatu negara. Kebijakan mengenai permintaan ekspor seringakali dilakukan dengan pengaturan nilai tukar, karena ada dua alasan utama untuk bekerja dengan exchange rate real, pertama adalah keinginan untuk bekerja dalam batas waktu real untuk diambil analisa perdagangan dan pergerakan current account pada dasar yang sama seperti analisa real supply, real demand, dan harga riil dari komoditi.
Kedua adalah keinginan untuk memperkenalkan analisis current
account dalam dunia dengan sistem exchange rate yang berbeda (Helmers, 1988). Penguatan nilai rupiah terhadap mata uang negara pengimpor utama yaitu dolar Amerika, yen Jepang dan Euro atau disebut apresiasi menyebabkan permintaan turun, sehingga akan menyebabkan: (1) Harga domestik negara pengimpor turun, (2) Meningkatkan harga di negara pengimpor, (3) Menurunkan ekspor negara pengekspor, (4) Menurunkan impor negara pengimpor (Tweeten, 1992). Secara implisit, revaluasi mata uang negara pengekspor berperan sebagai pajak ekspor yang akan menurunkan jumlah produk ekspor yang diminta pada tingkat harga tertentu. Nilai tukar terhadap mata uang negara tujuan ekspor dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian baik dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam
penelitian ini, perhitungan nilai tukar yang digunakan untuk setiap negara tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat, Jepang dan UniEropa menggunakan nilai
17
tukar riil untuk memperhitungkan Purchasing Power Parity, dan menggunakan rumusan
2.1.5 Suku Bunga Suku bunga merupakan indikator dari keadaan bisnis, karena biaya pinjaman merupakan pertimbangan paling penting dalam keputusan investasi. Biaya pinjaman yang tinggi menghambat investasi dan konsumsi, sementara biaya pinjaman yang rendah mendorong investasi dan konsumsi (Gorman, 2009) Dalam proses ekspor ikan tuna, dibutuhkan gudang pendingin, pengepakan barang, dan penyimpanan stok ikan di kapal penangkap sebelum kapal didaratkan di pelabuhan. Dibutuhkan investasi yang cukup besar, iklim investasi dapat dijaga dengan stabil dengan menjaga suku bunga Bank Indonesia stabil. Suku bunga yang relatif tinggi akan membuat para pengusaha penangkapan tuna memilih untuk menginvestasikan uangnya di bank daripada menanggung resiko menanamkan modalnya pada penangkapan tuna, demikian pula para pengusaha yang memerlukan pinjaman dari bank akan merasa keberatan dengan bunga pinjaman yang tinggi.
Apabila hal ini terjadi terus-menerus, investasi untuk
membangun fasilitas pengolahan yang mendukung ekspor ikan tuna akan terus menurun, secara tidak langsung dampaknya akan terkena kepada ekspor secara secara keseluruhan. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berhubungan dengan ekspor ikan tuna sudah banyak dilakukan sebelumnya. Munir (1997) dan Olivia (2007) meneliti tentang ekspor ikan tuna dan ikan tuna Indonesia serta analisis ekspornya ke pasar jepang. Dengan metode 2 SLS, dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor skipjack beku dan segar Indonesia ke pasar Jepang. Munir telah memasukkan peubah ekspor negara pesaing utama seperti Thailand, namun tidak ada peubah kebijakan pemerintah dalam ekspor dan produksi sehingga tidak dapat dilihat peranan pemerintah dalam mendorong peningkatan produksi dan ekspor skipjack. Variabel harga diambil dari harga Free On Board masing-masing produk. Faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor ikan tuna beku Indonesia
18
ke Jepang adalah harga FOB ekspor ikan tuna dan skipjack beku, nilai tukar rupiah terhadap US dollar, pendapatan nasional Jepang dan volume ekspor ikan tuna serta skipjack beku Indonesia ke Jepang pada tahun sebelumnya Olivia (2007), dengan menggunakan model yang sama yaitu 2 SLS menunjukkan secara ekonometrika
bahwa volume ekspor skipjack beku
Indonesia ke Jepang sensitif terhadap perubahan faktor-faktor internal seperti depresiasi rupiah, peningkatan armada dan penurunan tingkat suku bunga riil. Sedangkan ekspor yellowfin segar Indonesia ke Jepang sensitif terhadap perubahan faktor eksternal seperti depresiasi yen dan kebijakan standar mutu tuna segar serta penyeragaman alat tangkap tuna ASEAN. Yellowfin segar relatif lebih sensitif dalam hal daya tahan dibanding skipjack beku. Jurnal yang diterbitkan oleh universitas Groningen yang ditulis oleh Csilla Horvath dan Jaap Wieringa membahas tentang sistem pemasaran tuna yang mengakomodasikan produk berdasarkan kualitasnya.
Dengan menggunakan
VAR, penulis mengedepankan issue heterogenity data antar cross sections. Penelitian dilakukan pada pasar tuna chicago. Observasi dilakukan selama 104 minggu terhadap 28 supermarket yang menjual ikan tuna di kota tersebut, dengan variabel yang diamati adalah jumlah pembelian, harga, dan penataan display. Penelitian ini menggunakan data panel. Sathiendrakumar (1997) meneliti tentang fungsi produksi tuna yang dibedakan pada dua tahapan bahasan, yang pertama membahas hubungan antara tangkapan dengan usaha yang dikeluarkan dalam proses penangkapan tuna, dan tahapan yang kedua adalah menemukan kombinasi input yang paling efisien untuk mendapatkan tiap tingkatan tangkapan yang diinginkan. Jurnal ini mendiskusikan model yang tepat untuk menjelaskan hubungan antara penangkapan tuna dan usaha yang optimal. Pada penelitian ini juga dipertimbangkan kebijakan dari departemen perdagangan dalam melindungi perdagangan tuna. Bambang Edi Priyono membahas hal serupa dengan menggunakan fungsi coubb douglass untuk mendapatkan skala ekonomis yang lebih menguntungkan. Pada penelitian ini juga membandingkan penelitian-penelitian sebelumnya yang menulis tentang perkembangan produksi dan perdagangan ikan tuna dan peranannya bagi perekonomian negara-negara yang bersangkutan, seperti pada
19
penelitian B. Wijayaratne dan Rekha Maldeniya yang membahas pentingnya perikanan bagi srilanka, Hannah Parris and R. Quentin Grafton meneliti tentang betapa pentingnya peranan perikanan tuna bagi perkembangan kawasan pasific, dan Liborio S. Cabanilla meneliti tentang hubungan perdagangan antara Filifina dan Amerika Serikat, yang salah satu komoditinya adalah ikan tuna. Bedanya penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada fokus penelitiannya dimana dalam penelitian ini membahas komoditi spesifik yaitu ikan tuna.
Karena penelitian yang sudah ada lebih banyak membahas ikan tuna
sebagai ekspor unggulan Indonesia, namun belum banyak yang membahas dari sisi permintaan ekspor dari negara-negara pengekspor ikan tuna Indonesia, dan menyempurnakan penelitian sebelumnya karena pada penelitian ini digunakan pemodelan secara simultan yang menganalisis hubungan saling memengaruhi antarfaktor-faktor di negara pengimpor tuna Indonesia yang tentunya berbeda satu sama lain dan bersinergi untuk memengaruhi permintaan ekspor di masingmasing negara terhadap ikan tuna Indonesia, dan pada akhirnya menganalisis pengaruhnya terhadap ekspor ikan tuna Indonesia .
20
Tabel 3.
Rekapitulasi penelitian terdahulu.
NO
JUDUL
PENELITI
PENERBIT
METODE
VARIABEL
DATA
RINGKASAN
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
University of
VAR
Combining Time
1
Series and Cross
Csilla Horváth
Groningen
models,
Harga, Jumlah Penjualan
Sectional Data for
and Jaap E.
Groningen,
Time Series
berdasarkan merk, dan
the Analysis of
Wieringa
The
and Cross
metode display sebagai
Netherlands
Sectional
variabel dummy
Dynamic Marketing Systems
penyesuaian parsial
Model
nerlove dalam
Made oka
Universitas
Penyesuaian
proyeksi
adnyana 2001
udayana
parsial
Produksi dan
nerlove
konsumsi beras University of
Optimal Economic
3
Fishery Effort in the
Sathiendra
Newcastle
Maidivian Tuna
kumar
New South
Fishery: An
1997
Wales,
Appropriate Model.
Hasil pooling terhadap 1000 responden
data
Penerapan model
2
Penelitian tentang pasar tuna Chicago.
Australia.
Observasi dilakukan selama 104 minggu terhadap 28 supermarket di kota tersebut, mengamati pembelian, harga, penataan display. Menggunakan analisis data panel.
Luas areal panen, produktivitas, harga, harga
Data tahunan
pesaing, konversi lahan,
periode 1969-
harga input, sarana irigasi,
1999
Proyeksi areal panen, produktivitas dan produksi tanaman pangan.
curah hujan Mengestimasi teknik dan
fungsi
Jumlah kapal, jumlah
Coubb
perjalanan, jumlah
Douglas
tangkapan, rata-rata tangkapan per perjalanan.
Data time series tahun 1970-1984
menghubungkan penangkapan tuna dengan usaha untuk mendapatkan skala ekonomi yang optimal, tentang penentuan harga dan kebijakan yang memengaruhi perdagangan tuna
21
Socioeconomic and
BOT, PDRB
Bioeconomic analysis of Coastal 4
Resources in Central and Northern Java,
Bambang Edi
WorldFish
Priyono
Center
2003
Conference
fungsi Coubb Douglas
dan nilai Volume ekspor, exchange
tambah tahun
rate, pendapatan nelayan,
1985-1997,
volume produksi.
Gini ratio dan faktor-faktor
Indonesia
5
Hasan Djima
Ekspor ke Cina kasus ikan tuna
mendapatkan skala ekonomis yang lebih menguntungkan, dengan berdasarkan prinsip-prinsip produksi.
produksi. Meneliti ada di kuadran mana kekuatan
Analisis Kajian Peluang
Membahas teknis2 produksi untuk
2000
deskriptif
Sumber Daya Alam,
Statistik
Universitas
tentang
tenaga kerja, suku bunga,
ekspor impor
Indonesia
politik
stabilitas keamana dan
dan hasil
ekonomi
politik
wawancara.
daya saing komoditi ikan tuna Indonesia di pasar RRC, dan menganalisis kelemahan-kelemahan ekspor ikan tuna Indonesia yang menjadi tantangan dalam peningkatan ekspor komoditi ikan tuna Indonesia ke pasar Cina.
The Role of Fisheries Sector in 6
the Coastal Fishing Communities of Sri Lanka
Analisis
Data sekunder
Membahas peran sektor perikanan bagi
B.
Ministry of
Deskriptif
Volume Produksi, Cost,
dari NARA
perekonomian, dari sisi pengaruhnya
Wijayaratne
fisheries and
peranan
Investasi, regulasi dan
tahun 1986-
bagi lingkungan, peningkatan konsumsi
Rekha
aquatic
sektor
persentase Share sektor
2000, Ministry
dan nutrisi masyarakat, pengaruhnya
Maldeniya
resources
perikanan di
perikanan terhadap total
of Fisheries
dalam meningkatkan income dan
Srilanka
Srilanka
GDP.
and Aquatic
mengurangi pengangguran di negara
Resource
tersebut, sampai pada isyu pemerataan
dengan
22
menghitung
Development
pendapatan dan besarnya profit yang
Cost dan
(MFARD) and
dihasilkan dari sektor perikanan.
total profit.
the other institutes.
7
Tuna-Led
Hannah Parris
Sustainable
and R.
Australian
Development in the
Quentin
National
Pacific
Grafton
University
2005
Analisis
Bargaining power,
deskriptif
Bundling of aid and
faktor-faktor
fisheries Access, fostering
produksi
a domestic and
tuna di
commercially competitive
pasifik.
fishing industry, HDI
Data time series tahun 1950-2003
Membahas tentang peranan dan pentingnya produksi dan perdagangan tuna di pasifik
Neoliberalism in Japan’s Tuna Fisheries, 8
Government intervention and reform in the Longline Industry
Data history Kate Barclay, Sun-Hui Koh 2005
THE AUSTRALIA NATIONAL UNIVERSITY
Analisis
Produksi perikanan,
Political
regulasi, Jumlah kapal,
Economy
strategi perusahaan.
dari tahun 1936-1965 dan data kini tahun 19802000
Membahas tentang Neoliberalism sebagai politik ekonomi dalam perdagangan tuna. Kebijakan yang berorientasi pasar dengan dasar2 teori neoliberalism.
23
Global integration of European tuna 9
markets
Membahas tentang hubungan antara
Ramòn
Laboratoire
JIMENEZ-
d’Economie et
TORIBIO et
de
VAR,
all
Management
VECM
faktor2 endogen dan eksogen yang Produksi, harga, income,
Data tahunan
memengaruhi produksi tuna beku, tuna
musim, exchange rate,
dari tahun
kaleng di Amerika dan pengaruhnya
interest rate
1995-2005
terhadap perikanan tuna. Menggunakan
Nantes2009
hubungan kointegrasi, granger causality,
Atlantique
VAR dan VECM Agricultural
Agricultural Trade
Agriculture
Between the
10
Philippines and the
Liborio S.
US:
Cabanilla
Status, Issues and
2009
Prospects
Trade,
Philippine Institute for Development Studies
US
support
programs, Domestic Analisis
Support Programs, Non-
Perdagangan
Tariff
internasional
liberalization, controls, market Access
Data tahunan
Barriers,
dari tahun
border
1994-2003
Membahas pengaruh kerjasama dengan US terhadap pertanian Filifina, termasuk pada perikanan tuna
24
linear WHY DOES THE AVERAGE PRICE 11
OF TUNA FALL DURING LENT?
data 400
correlation
Aviv Nevo 2005
weeks starting
http://www.nb
coefficient;
er.org/papers/
competitiven
Material, financial and
ess; trade
human
w11572
balance; economic opening.
September 1989, in 29 different product categories.
Membahas pola-pola kemungkinan konsumsi yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh faktor2 endogen dan eksogennya.
25
2.3 Kerangka pemikiran Ikan merupakan sumber bahan pangan yang bermutu tinggi. Ikan tuna sebagai salah satu sumber protein hewani yang kaya akan omega 3. Ikan tuna juga sebagai salah satu potensi sumber daya perikanan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam peningkatan ekspor dan menghasilkan devisa. Permodelan yang dibangun disesuaikan dengan fenomena yang ada dengan batasan penelitian sebagai berikut : 1. Penawaran ikan tuna segar di Indonesia diasumsikan tidak ada stok, sehingga produksi yang dihasilkan sama dengan total penawarannya (market clearing). 2. Produksi ikan tuna segar di Indonesia lebih diorentasikan pada permintaan domestik, dimana pemerintah melalui kementerian kelautan dan perikanan senantiasa meningkatkan target konsumsi domestik setiap tahunnya sehubungan dengan adanya kesadaran protein baik dari ikan yang dapat meningkatkan kualitas bangsa. Sehingga dengan demikian permintaan ikan tuna segar di pasar ekspor (internasional), adalah sisa dari produksi dikurangi ekspor konsumsi domestik. 3. Penawaran ekspor ikan tuna Indonesia mempunyai negara tujuan ekspor utama yakni Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. 4. Harga Internasional dan ekspor ikan tuna Indonesia ke Rest of The World yang merupakan sisa ekspor total Indonesia selain ketiga negara importir utama yang diteliti adalah given dan dianggap merupakan eksogen dalam penelitian ini sehingga tidak dimodelkan lagi. Permintaan ekspor ke setiap negara tujuan saling bersubstitusi tergantung pada harga ekspor ikan tuna pada setiap negara tujuannya. Keterkaitan antar peubah model permintaaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional dapat ditunjukkan pada kerangka pemikiran Gambar 3
26
Keterangan :
Eksogen
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Endogen
27
2.4 Hipotesa Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu maka penelitian ini diajukan beberapa hipotesis yaitu : 1. Harga ikan tuna internasional Harga ikan ikan tuna internasional berhubungan positif dengan harga ikan tuna domestik, jika harga ikan tuna internasional mengalami kenaikan maka harga ikan tuna domestik mengalami kenaikan yang searah dengan harga ikan tuna internasional, dengan asumsi ceteris paribus atau faktor-faktor yang lain tidak mengalami perubahan. 2. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, yen Jepang dan euro Nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika dan mata uang negara importir lainnya berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia di pasar internasional. Jika nilai tukar rupiah terjadi depresiasi maka permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia diduga akan meningkat, dengan asumsi ceteris paribus atau faktor-faktor yang lain tidak mengalami perubahan. 3. Jumlah penduduk (Populasi). Jumlah penduduk berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna segar dari negara yang bersangkutan dengan asumsi ceteris paribus.
Semakin besar
populasi negara pengimpor, maka kebutuhan konsumsi ikan tuna akan semakin banyak. 4. Preference yang ditunjukkan dengan trend. Preference yang ditunjukkan dengan trend diduga berhubungan positif dengan permintaan ekspor dengan asumsi ceteris paribus.
Meningkatnya trend akan
meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia di pasar internasional. 5. Harga ikan salmon sebagai substitusi ikan tuna. Harga ikan salmon diduga berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia di pasar internasional.
Meningkatnya harga ikan salmon akan
meningkatkan permintaan ikan tuna Indonesia, dan demikian pula sebaliknya, penurunan harga barang subtitusi akan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia, dengan asumsi ceteris paribus atau faktor-faktor yang lain tidak mengalami perubahan.
28
6. Harga ikan tuna Thailand. Harga dari negara Thailand sebagai kompetitor Indonesia diduga berhubungan positif dengan permintaan ekspor. Kenaikan harga dari negara kompetitor akan menaikkan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia dengan asumsi ceteris paribus atau harga ikan tuna Indonesia dan faktor-faktor lainnya tidak mengalami perubahan pula.
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari berbagai sumber. Data deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari tahun 1995 sampai 2009 yang berasal antara lain dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI), situs FAO, United Nations Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) dengan kode HS yang terdiri dari 030232, 030239, 030231, 030233, 030341, 030342, 030349, 030380, 160414, IFS, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI), Perikanan dan Kelautan dalam angka, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu data juga dilengkapi dengan datadata pendukung lainnya seperti buku, artikel dan jurnal diperoleh dari Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dan Jenis data dapat dilihat dari Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Sumber data Penelitian Jenis Data
Sumber Data
1.
Nilai (US$) dan Volume Ekspor Ikan Tuna
UN COMTRADE
2.
Harga Internasional Ikan Tuna (US$/MT)
Buletin INFOFISH
3.
Harga Ikan tuna Indonesia di Pasar Jepang, UN COMTRADE Amerika Serikat dan Uni Eropa
4.
Harga Udang dan ikan salmon
UN COMTRADE
5.
Jumlah Kapal Ikan tuna
KKP RI
6.
Jumlah Tenagakerja sektor perikanan di
BPS RI
7.
Indonesia Nilai Tukar (Rp/US$, Yen/US$,Euro/US$)
Bank Indonesia
8.
Produksi Ikan Tuna Indonesia
BPS RI
9.
GNP
IFS
10.
Jumlah Penduduk Indonesia dan masing-masing IFS negara pengimpor
30
3.2 Alat Analisis Data Metode yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan ThreeStep Least Square untuk menghilangkan autokorelasi dan heterokedastisitas. Program yang digunakan adalah program Eviews dan Microsoft Excel 2007 untuk mengolah data dengan simultan equation model. 3.2.1 Spesifikasi Model
Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem sehingga fenomena aktual dapat direpresentasikan oleh model untuk menjelaskan,
memprediksi
dan
mengontrolnya.
Sementara
itu
model
ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yaitu suatu model stochastic yang mencakup satu atau lebih peubah acak (Inriligator,1978). Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) terhadap peubah endogen (dependen variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign) dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2), nyata secara statistik (statistically significant), serta kriteria ekonometrika yang menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat seperti yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency, sufficiency dan efficiency (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan simultan, persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat dinyatakan sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas, sehingga hubungan sebab akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk suatu sistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai peubah dalam persamaan tersebut. Model ekonometrika yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah suatu model ekonometrika terdiri dari beberapa persamaan yang perilaku variabel-variabelnya saling berkaitan dan ditentukan secara bersamaan. Persamaan simultan biasa
31
digunakan untuk pemodelan ekonomi dan bisnis, karena proses dan perilaku ekonomi dan bisnis tersebut dapat direpresentasikan dengan baik melalui beberapa persamaan simultan yang saling memiliki ketergantungan. Dalam model persamaan simultan, masing-masing persamaan menjelaskan satu variabel yang ditentukan dalam model tersebut. Persamaan simultan terdiri atas dua jenis persamaan yaitu 1) persamaan struktural, merupakan persamaan yang berupa suatu fungsi, terdiri dari variabel-variabel yang diambil berdasarkan teori ekonomi yang ada, dan 2) persamaan identitas, yaitu persamaan yang bukan merupakan fungsi, namun hanya persamaan yang terdiri dari penjumlahan beberapa variabel. Variabel-variabel dalam persamaan identitas dapat berasal dari variabel dependen pada persamaan struktural, maupun variabel yang berasal dari luar persamaan struktural. Variabel yang digunakan dalam persamaan simultan dibedakan menjadi beberapa jenis. Variabel-variabel tersebut adalah 1) variabel endogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan dalam persamaan struktural dan 2) variabel predetermined yaitu variabel yang nilainya ditentukan terlebih dahulu. Variabel predetermined sendiri terbagi menjadi dua, yaitu a)
variabel eksogen, yaitu
variabel yang nilainya sepenuhnya ditentukan dari luar model persamaan dan b) variabel lagged endogen yaitu variabel yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan struktural, namun berdasarkan nilai yang telah lalu (Juanda, 2009). Pada penelitian ini akan dirumuskan model ekonometrika kinerja perdagangan ikan tuna yang merupakan persamaan simultan yang terdiri dari beberapa persamaan struktural dan persamaan identitas. Persamaan struktural merupakan representasi dari peubah-peubah endogen dan peubah eksogen yang secara operasional menghasilkan tanda dan besaran nilai-nilai penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengambil model yang terbaik dari beberapa model permintaan ekspor yang dicoba. Dalam konteks perdagangan internasional, maka faktor nilai tukar (exchange rate) sangat berpengaruh, dengan variabel-variabel pendukung lain. Model yang digunakan mengacu pada model yang digunakan pada penelitian Candra F. Ananda dan fungsi permintaan Colman dan trevor Young (1989) dengan penyesuaian model
32
dengan melihat variabel-variabel yang ada karena terdapat adanya keterbatasan data yang menjadi keterbatasan penelitian. 3.2.1.1 Fungsi Produksi Ikan tuna Indonesia Produksi ikan tuna di Indonesia berasal dari produksi hasil tangkapan di laut. Produksi ikan tuna Indonesia diduga dipengaruhi oleh suku bunga riil karena diasumsikan untuk melakukan penangkapan ikan tuna diperlukan investasi yang cukup besar dalam rangka penyediaan gudang pendingin demi menjaga mutu dan kesegaran ikan tuna sebelum dikirim ke pasar, pengepakan barang, dan penyimpanan stok ikan tuna di kapal penangkap sebelum kapal didaratkan di pelabuhan sehingga diperlukan penanaman modal yang sangat berkaitan erat dengan tingkat suku bunga riil karena suku bunga riil yang tinggi akan membuat para investor enggan untuk menanamkan modalnya pada penangkapan ikan tuna dan cenderung menanamkan modalnya pada jalur yang lebih menjanjikan seperti tabungan atau deposito. Selain itu, produksi ikan tuna Indonesia yang merupakan persamaan struktural diduga juga dipengaruhi oleh jumlah kapal penangkap ikan tuna karena semakin banyak kapal yang beroperasi diasumsikan akan menaikkan hasil tangkapan ikan tuna Indonesia, demikian sebaliknya jumlah kapal yang sedikit akan mengurangi hasil produksi ikan tuna Indonesia. Karena keterbatasan data yang ada, kapasitas kapal belum diperhitungkan dalam penelitian ini, dan sebagai pendekatan jumlah kapal dipakai seluruh kapal yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan mengabaikan kapal-kapal ilegal yang tidak terdaftar namun melakukan kegitaan penangkapan di wilayah perairan Indonesia. Produksi ikan tuna Indonesia juga diduga dipengaruhi oleh Tenagakerja yang terlibat pada proses penangkapan ikan tuna Indonesia, dan produksi ikan tuna tahun lalu yang diduga memengaruhi keputusan pihak yang melakukan penangkapan apakah akan melakukan penangkapan atau tidak.
Semakin
berkembangnya teknologi penangkapan juga akan meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia¸ variabel trend yang digunakan srbagai proxy perkembangan teknologi dianggap dapat mewakili peran tekhnologi pada proses produksi yang dalam hal ini penangkapan ikan tuna, dan kebijakan pemerintah diduga juga memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia, sehingga kebijakan pemerintah
33
dijadikan dummy variable dengan nilai 0 bila tidak ada kebijakan, dan nilai 1 bila ada kebijakan. Oleh karena itu persamaan produksi ikan tuna dapat dirumuskan sebagai berikut. QTt
= a0+a1IRt+a2JKt+a3TKt + a4QTt-1 + a5T1t + a6KBJK...............................(1)
dimana: QTt
= produksi ikan tuna Indonesia (ton)
a0
= intersept
a 1 - a6
= koefisien parameter
IRt
= real interest rate
JKt
= jumlah kapal
TKt
= tenagakerja yang terlibat
QTt-1
= produksi ikan tuna tahun lalu
T1t
= tren waktu sebagai proxy pengembangan teknologi
KBJK
= kebijakan pemerintah; variabel dummy,0= tidak ada kebijakan 1= ada kebijakan
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah a1<0; dan a2,a3, a4, a5 >0; 0< a6 <1 3.2.1.2. Permintaan domestik Permintaan domestik merupakan persamaan struktural yang diduga dipengaruhi oleh: (1) harga ikan tuna domestik diduga berpengaruh negatif terhadap permintaan domestik ikan tuna, naiknya harga ikan tuna akan menyebabkan turunnya permintaan domestik dan sebaliknya turunnya harga ikan tuna akan meningkatkan permintaan domestik; (2) harga barang substitusi dalam hal ini didekati dengan harga udang, diduga naiknya harga barang substitusi akan menyebabkan beralihnya konsumsi protein ikan tuna menggantikan konsumsi protein dari udang, dan akan meningkatkan permintaan domestik ikan tuna; (3) GNP riil diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ikan tuna domestik, kenaikan GNP diasumsikan akan meningkatkan daya beli masyarakat yang akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik; (4) Populasi diduga meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik; (5) Trend sebagai
34
proxy untuk mengcover selera atau preference masyarakat dalam mengkonsumsi ikan tuna. Persamaan permintaan ikan tuna domestik dirumuskan sebagai berikut: QDTt= b0+b1PTDt+b2PUDGt+b3GNPriilt+b4POPt+b5T2t...................................(2) dimana: QDTt
= Permintaan ikan tuna domestik (ton)
b0
= Intersept
b1- b5
= Koefisien parameter
PTDt
= Harga ikan tuna domestik (rp/kg)
PUDGt
= Harga udang (rp/kg)
GNPriilt
= Pendapatan Nasional Riil (trilyun)
POPt
= Jumlah penduduk indonesia
T2t
= Variabel trend, untuk mengcover preference atau selera.
Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah: b1<0 b2, b3, b4, b5>0 3.2.1.3 Fungsi Ekspor Setelah menjadi komitmen bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia untuk menjadikan ikan tuna Indonesia agar lebih diorentasikan untuk dipasarkan
di domestik dalam rangka perbaikan gizi
masyarakat Indonesia melalui konsumsi ikan, maka untuk fungsi permintaan ikan tuna Indonesia dalam penelitian ini merupakan residu antara produksi dengan permintaan domestik; secara matematis persamaan ekspor ikan tuna Indonesia dapat diturunkan sebagai persamaan identitas sebagai berikut: XTt = QTt – QDTt................................................................................................(3) dimana: XTt
= Ekspor Ikan tuna Indonesia pada tahun t
QTt
= Produksi Ikan tuna pada tahun t
QDTt
= permintaan Ikan tuna Domestik pada Tahun t
Ekspor ikan tuna Indonesia merupakan total ekspor ikan tuna Indonesia ke tiga negara tujuan ekspor dengan permintaan ekspor terbesar yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa serta sisanya yang dirangkum menjadi permintaan ekspor negara-negara lain (Rest of The World). Persamaan permintaan ekspor total merupakan persamaan identitas yang dirumuskan sebagai berikut:
35
XTt
= XTASt+XTJt+XTUEt+XROWt..............................................................(4)
dimana: XTt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Total
XTASt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Amerika Serikat
XTJt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Jepang
XTUEt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Uni Eropa
XROWt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna di Rest Of the World
Permintaan ekspor masing-masing negara Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa akan saling bersubstitusi satu sama lain, sehingga dirumuskan dalam tiga persamaan struktural yang saling memengaruhi, yaitu permintaan ekspor dari Amerika Serikat, permintaan ekspor dari Jepang, dan permintaan ekspor ikan tuna dari Uni Eropa. Permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dipengaruhi oleh variabel harga ikan tuna di negara tersebut, harga barang substitusi ikan tuna yang dalam penelitian ini diwakili oleh harga ikan salmon sebagai ikan yang seperti ikan tuna juga dapat dikonsumsi sebagai sashimi dan steak. Harga dari negara eksportir kompetitor yang diwakili oleh Thailand, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara importir, GNP negara importir, Populasi, tarif impor yang diberlakukan negara importir tersebut, konsumsi ikan domestik negara importir, ada tidaknya kebijakan pemerintah negara importir dalam rangka pembatasan ekspor ikan tuna dari Indonesia, dan tren yang digunakan untuk melihat bagaimana kecenderungan impor dari negara importir tersebut. Persamaan permintaan ekspor merupakan persamaan struktural yang dirumuskan sebagai berikut:
XTASt
=e0+e1PTASt+e2Psalmont+e3Pthait+e4Erriilt+e5GNPt+e6POPt+e7TRFt+ e8KONSt+e9KBJKt+e10TASt................................................................(5)
XTUEt
= f0+f1PTUEt+f2 Psalmont +f3Pthait+f4Erriilt+f5GNPt+f6POPt+f7TRFt+ f8KONSt+f9KBJKt+f10TUEt.............................................................(6)
XTJt
= g0+g1PTJt+g2 Psalmont +g3Pthait+g4Erriilt+g5GNPt+g6POPt+g7TRFt +g8KONSt+g9KBJKt+g10TJt.............................................................(7)
dimana,
36
e0, f0, g0
= Intersept
e1-e10, f1-f10, g1-g10 = Koefisien Parameter XTASt
= permintaan ekspor dari Amerika Serikat
XTUEt
= permintaan ekspor dari Uni Eropa
XTJt
= permintaan ekspor dari Jepang
PTASt
= harga Ikan tuna di Amerika Serikat
PTUEt
= harga Ikan tuna di Uni Eropa
PTJt
= harga Ikan tuna di Jepang
Psalmont = harga ikan salmon sebagai substitusi ikan tuna Pthait
= harga eksportir kompetitor yaitu harga Thailand
Erriilt
= nilai tukar riil
GNPt
= gross national product negara importir
POPt
= populasi negara importir
TRFt
= tarif yang berlaku di negara importir
KONSt
= konsumsi ikan per kapita di negara importir
TASt,TUEt, TJt,= trend untuk mengcover preference KBJK
= kebijakan pemerintah; variabel dummy,0= tidak ada kebijakan 1= ada kebijakan
Tanda dan besaran yang diharapkan adalah: e1, f1, g1, e4, f4, g4, e7, f7, g7<0; e2, f2, g2, e3, f3, g3, e5, f5, g5, e6, f6, g6, e8, f8, g8, e10, f10, g10 >0 ; 0< e9, f9, g9 <1 3.2.1.4. Harga Ikan tuna Domestik Menurut Henderson and Quandt (1980), harga komoditas di pasar ditentukan oleh total penawaran dan permintaanya. Dengan demikian harga ikan tuna Indonesia dipengaruhi oleh penawaran ikan tuna domestik dan permintaan ikan tuna domestik dari sisi dalam negeri. Variabel lain yang memengaruhi harga domestik adalah produksi ikan tuna, harga ikan tuna dunia karena Indonesia adalah small country yang tidak dapat memengaruhi harga dunia, dummy krisis moneter yang memengaruhi kenaikan harga-harga komoditas termasuk harga ikan tuna dan harga ikan tuna tahun lalu. Persamaan harga domestik dapat dirumuskan sebagai berikut:
37
PTD
= h0+h1QTt+h2PX(weightd)t+h3QDTt............................................................................................(8)
dimana: h0
= intersept
h1, h2, h3
= koefisien parameter
PTDt
= harga ikan tuna domestik
QTt
= produksi ikan tuna indonesia (ton)
PX(weightd)t = harga ikan tuna dunia (merupakan harga ekspor weighted by volume impor) QDTt
= permintaan ikan tuna domestik
Tanda dugaan parameter yang diharapkan : h1>0 h2, h3 <0, 0
3.2.2 Identifikasi Model Sistem persamaan simultan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode OLS (ordinary least square) yang biasa digunakan dalam persamaan tunggal, akan tetapi harus menggunakan metode ILS, 2SLS, maupun 3SLS berdasarkan hasil identifikasi persamaan. Hal tersebut berarti bahwa sebelum dilakukan pendugaan parameter model, maka harus dilakukan identifikasi terlebih dahulu pada persamaan struktural dalam model. Dengan demikian dapat diketahui apakah persamaan tersebut dapat teridentifikasi (identified) atau tidak. Jika teridentifikasi, apakah bersifat exactly identified atau over identified. Suatu model dikatakan teridentifikasi, jika dapat dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter yang unik pula. Menurut
Koutsoyianis
(1977),
suatu persamaan dapat dikatakan
teridentifikasi apabila memenuhi order condition. Kondisi order didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara yang dilakukan menguji persamaan-persamaan struktural ini adalah dengan mengelompokkan terlebih dahulu persamaanpersamaan tersebut ke dalam jumlah total persamaan struktural (total variabel endogen), jumlah variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined), dan jumlah variabel dalam persamaan yang diidentifikasi. Menurut Koutsoyiannis
38
(1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G-1) dimana: K= total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined M= total peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model G= total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi: (K-M) > (G-1) maka persamaan dinyatakan over identified (K-M) = (G-1) maka persamaan dinyatakan exactly identified (K-M) < (G-1) maka persamaan dinyatakan unidentified Hasil identifikasiuntuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan ini tidak teridentifikasi.
Karena itu dalam proses identikfikasi
diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan bahwa dalam suatu persamaan disebut teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut, atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Dengan mengikuti prosedur identifikasi yang telah diuraikan di atas maka dari model perdagangan ikan tuna di Indonesia ini dapat diketahui bahwa jumlah predetermined variables adalah 42, sedangkan jumlah persamaan (G) adalah 8 yang terdiri dari 6 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas sehingga K=42, M=10 dan G=8, maka K-M=42-10=32 dan G-1=8-1=7, maka (K-M)>(G-1). Oleh karena itu berdasarkan kriteria order condition maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) sehingga dapat diduga parameterparameternya.
Pendugaan terhadap model yang overidentified tersebut dapat
39
dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS atau 3SLS. Model dalam penelitian ini menggunakan program Eviews metode 3SLS karena lebih efisien. Hal tersebut disebabkan metode 3SLS menggunakan seluruh informasi yang ada dalam model dan mengasumsikan adanya keterkaitan antar error dalam persamaan. Elastisitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar respon variabel endogen terhadap perubahan variabel eksogen dalam suatu jangka waktu, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mengetahui seberapa respon variabel endogen akibat perubahan variabel eksogen pada jangka pendek, maka digunakan elastisitas jangka pendek. Elastisitas jangka pendek dirumuskan sebagai berikut: Xj
∧
Ej = β j
Y
..................................................................................................... (25)
keterangan: E j = elastisitas jangka pendek variabel-j ∧
β j = koefisien parameter variabel-j X j = rata-rata variabel eksogen-j Y
= rata-rata variabel endogen
Elastisitas jangka pendek menggambarkan berapa persen perubahan variabel endogen akibat dari perubahan variabel eksogen sebesar 1 persen. Sementara itu, untuk mengetahui seberapa besar respon perubahan variabel endogen akibat perubahan variabel eksogen dalam jangak panjang diigunakan elastistas jangka panjang. Elastisitas jangka panjang tersebut dirumuskan sebagai berikut: Ep =
Ej ∧
1− βk
..................................................................................................... (26)
dimana: E p = elastisitas jangka panjang variabel-j
40
E j = elastisitas jangka pendek variabel-j ∧
β j = koefisien parameter variabel-j
Elastisitas jangka panjang menggambarkan berapa persen perubahan variabel endogen akibat perubahan variabel eksogen sebesar 1 persen yang terjadi melalui multiplier effect (Pindyck dan Rubinfield, 1991). 3.2.3 Validasi Model Simulasi alternatif kebijakan dapat dilakukan jika model valid dan memenuhi kriteria secara statistik, sehingga perlu dilakukan validasi model sebelum dilakukan simulasi. Validasi model bertujuan untuk menganalisis sejauh mana model tersebut representatif terhadap kenyataannya. Dalam penelitian ini, kriteria statistik untuk validasi pendugaan yang digunakan adalah: (1) Koefisien determinasi, (2) U-Theil’s Inequality Coefficient (Pindyck and Rubinfield,1991), dan (3) Root Mean Squares Percent Error (RMSPE). Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan sebagai berikut: RMSPE
= √ ∑
Statistik RMSE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur-alur nilai aktualnya, atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Model dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan statistik Koefisien Determinasi (R2) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1 (Pindyck dan Rubienfield, 1991). Statistik U-Theil’s dirumuskan sebagai berikut:
U
dimana:
=
∑
∑ ∑
41
= nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi
= nilai aktual variabel observasi
n
= jumlah periode observasi
Nilai U-Theil’s berkisar antara 0 dan 1 dengan kriteria bahwa semakin kecil nilai U-Theil’s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut. Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U=0 maka pendugaan model sempurna, jika U=1 maka pendugaan model naif. Untuk melihat keeratan arah (slope) antara nilai aktual dengan yang disimulasi dilihat dari koefisien determinasinya (R2). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSE dan U-Theil’s dan makin besar nilai R2 maka pendugaan model makin baik. Kriteria untuk menentukan model terbaik adalah: 1. Tingkat signifikansi baik koefisien persamaan maupun persamaan secara keseluruhan; 2. Adanya autokorelasi Pengujian adanya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji DurbinWatson (Uji D) terhadap model. Adanya autokorelasi membuat model tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen dengan menggunakan variabel independen. Menurut Tweeten (1992) masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik tibul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1,25 dan diatas 2,75. 3. Konsistensi dari tanda koefisien regresi dengan koefisien harapan teoritis dan logika. 3.2.4 Simulasi Model Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi.
Model yang
didapatkan digunakan untuk mensimulasikan nilai-nilai dan keadaan di masa yang akan datang dari variabel tak bebas (dependent variable) atas dasar nilai-nilai variabel yang menjelaskan (independent variables) yang telah diketahui atau diharapkan di masa yang akan datang. Menurut Sinaga (1997), simulasi adalah suatu pendekatan untuk mengetahui arah (sign) dan besar (size) perubahan dari suatu atau beberapa variabel endogen
42
(decision variabel) dengan melakukan perubahan satu atau beberapa variabel endogen. Oleh karena itu, simulasi model adalah suatu perubahan yang dilakukan di dalam model tanpa merubah sistem atau dunia nyata.
Simulasi memiliki
beberapa tujuan yaitu: (1) melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, (2) mengevaluasi kebijakan pada masa lampau, (3) membuat peramalan pada masa datang. Analisis simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan faktorfaktor eksternal dan kebijakan terhadap variabel-variabel endogen. Sesuai dengan tujuan penelitian, simulasi yang akan digunakan adalah simulasi historis (ex-post simulation) Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di Asia pada tahun 2015. Langkah utama yang digulirkan adalah membangun minapolitan di 11 WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan). Di dalamnya ada program penambahan 1.000 kapal penangkap ikan berbobot 30 ton ke atas pada 2011. Kapal ini akan dimiliki oleh koperasi atau kelompok nelayan.
Dampak kebijakan pemerintah tersebut dapat dilihat dengan
mensimulasikan kenaikan kapal penangkap sebesar 25 persen yaitu 1000 kapal. Kenaikan kapal penangkap sangat relevan untuk disimulasikan pengaruhnya bagi perubahan produksi ikan tuna Indonesia, serta pengaruhnya bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional. 2. Suku bunga investasi sebagai salah satu faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dilakukan
atau
dikendalikan
oleh
pemerintah
Indonesia.
Rata-rata
pertumbuhan suku bunga investasi selama kurun waktu penelitian 1990-2009 adalah sebesar 2,5 persen dengan pertumbuhan yang positif. Besarnya suku bunga sangat menentukan iklim investasi, tidak terkecuali dalam investasi di bidang usaha penangkapan dan ekspor ikan tuna Indonesia.
Maka sangat
relevan bila disimulasikan pengaruh penurunan suku bunga investasi sebesar 2,5 persen untuk melihat dampaknya bagi produksi ikan tuna Indonesia, serta
43
pengaruhnya bagi kinerja permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional. 3. Jepang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia baik dalam ekspor maupun dalam impor. Hubungan bilateral dalam bidang ekonomi antar kedua negara diperkuat dengan adanya Indonesia Jepang Economic Partnership Agreement yang mulai dirintis sejak tahun 2004. Dampak kerjasama dengan Jepang yang akan menghapus tarif impor ikan tuna segar Indonesia menjadi 0 persen akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia dari negara tersebut.
Maka disimulasikan dampak penghapusan tarif impor ikan tuna
Indonesia oleh pemerintah Jepang. Hasil pembicaraan bilateral pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menghasilkan kesepakatan akan adanya penurunan tarif impor ikan tuna Indonesia, dan wacana penghapusan tarif impor ikan tuna dari Indonesia. Meskipun kebijakan ini masih merupakan wacana positif, namun cukup relevan untuk menjadi bahan pertimbangan apakah pelaku usaha ikan tuna Indonesia siap menghadapi harga yang akan semakin murah di Jepang karena pembebasan tarif, dan akibat yang akan muncul karena penghapusan tarif tersebut. 4. Dampak penurunan harga ikan tuna Indonesia dari negara Amerika Serikat sebesar 10 persen. Akibat terjadinya krisis yang berkepanjangan di Amerika Serikat, maka akan menurunkan pengeluaran konsumsi masyarakatnya yang secara langsung juga akan memengaruhi penurunan permintaan terhadap ekspor ikan tuna Indonesia, yang akan menurunkan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat. Maka sangat relevan bila disimulasikan penurunan harga impor ikan tuna sebesar 10 persen di negara Amerika Serikat untuk melihat dampaknya pada ekspor ikan tuna Indonesia, untuk menjadi pertimbangan agar pelaku usaha ikan tuna Indonesia siap menghadapi harga yang akan semakin murah di Amerika Serikat, dan akibat yang muncul karena penurunan harga tersebut.
44
Halaman ini sengaja dikosongkan.
45
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1. Perikanan Indonesia Ikan tuna adalah jenis ikan yang membentuk gerombolan dan hidup di perairan tropis sampai subtropis. Jenis ikan tuna yang terpenting dalam perdagangan adalah Yellowfin, Bigeye, Southern Bluefin Tuna, Northern Blufin, Albacore dan Skipjak. Produksi ikan tuna dunia pada tahun 1995 sebesar 3.186.000 ton, meningkat 251.000 ton (8,55%) dari tahun 1990 sebesar 2.935.000 ton atau naik rata-rata sebesar 1,71% per tahun (Infofish 1997:30). Alasan yang membuat pentingnya pengembangan sektor perikanan di Indonesia: 1.
Sektor perikanan sebagai pendukung ketahanan pangan di Indonesia untuk menjaga ketahanan pangan tetap stabil. Tersedianya bahan pangan termasuk ikan yang cukup menyebabkan harga relatif stabil. Sedangkan supply bahan pangan yang menurun dan terganggu menyebabkan harga meningkat yang mengakibatkan kesejahteraan masyarakat menurun.
2.
Ikan dibutuhkan untuk kesehatan dan diharapkan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup. Gizi yang dikandung ikan sangat dibutuhkan oleh tubuh. Indonesia memiliki potensi yang baik sebagai negara produsen ikan tuna.
Posisi Indonesia yang terletak di daerah katulistiwa menguntungkan untuk produksi ikan tuna Indonesia, dikarenakan sebagai berikut (KKP RI 2009): 1.
Adanya massa air barat dan timur yang melintas di Samudera Hindia dengan membawa partikel dan kaya akan makanan biota laut
2.
Adanya arus Kuroshio yaitu North Equatorial Current di Samudera Pasifik merupakan wilayah yang kaya dengan bahan makanan serta mempunyai suhu, salinitas, dan beberapa faktor oseanografis yang disukai oleh ikan tuna.
3.
Wilayah perairan nusantara merupakan tempat kawin berbagai jenis ikan termasuk ikan tuna, terutama di perairan Selat Makassar dan Laut Banda.
46
4.2 Sistem Perdagangan Luar Negeri Negara Pengimpor Terbesar Ikan Tuna Indonesia. 4.2.1 Sistem Perdagangan Jepang Pada prinsipnya sebenarnya barang yang diimpor Jepang untuk memenuhi kebutuhannya tidak membutuhkan izin Impor, namun ada aturan impor khusus yang diberlakukan bagi komoditi perikanan diterapkan sistem kuota impor dan dibatasi oleh Undang-undang dan peraturan Undang-undang Karantina (The Quarantine Law) dan Undang-undang Kebersihan makanan (The Food Sanitation Law). Berdasarkan Undang-undang karantina, eksportir/suplier luar negeri yang beroperasi di wilayah yang terkontaminasi, harus dilengkapi dengan keterangan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara eksportir yang menerangkan bahwa ikan yang diekspor tersebut diproduksi di luar wilayah yang terjangkit dan penanganannya telah memenuhi persyaratan kesehatan. Ikan yang diimpor dengan sertifikat tersebut tetap masih harus melewati tahapan berikutnya yaitu menjalankan pemeriksaan oleh pemerintah Jepang, baru setelah lolos dari pemeriksaan dokumen diteruskan ke prosedur bea cukai, sementara barang diperiksa secara nyata oleh petugas kesehatan makanan di pelabuhan utama Jepang, dengan memperhatikan pula pembatasan yang berhubungan dengan zat aditive. (Indonesia and The Changing Market.
Profil ikan beku di Jepang.
Departemen Perdagangan. PPPI-Osaka. 1999. Hal 10-12) 4.2.2 Sistem Perdagangan UniEropa. UniEropa merupakan kelompok negara-negara independen dan berdiri pada akhir masa Perang Dunia Kedua.
Pembentukan kelompok ini dilatarbelakangi
dengan keputusan para anggota pendirinya tentang cara terbaik penanganan konflik adalah mengelola bersama batu bara dan baja, dua bahan utama yang diperlukan untuk berperang. Pemrakarsa UniEropa yaitu negara Belgia, Jerman, Perancis, Italia, Luksemburg dan Belanda. Negara anggota UniEropa terus bertambah mulai tahun 1973 dan sejak tanggal 1 Mei 2004 Jumlah negara UniEropa menjadi 25 negara anggota (lampiran 1).
47
UniEropa (UE) merupakan pasar terbesar di dunia. Pada tahun 2005, share ekspor barang UniEropa dalam pasar dunia sebesar 18,3% dan untuk impor sebesar 19,1%. UniEropa merupakan salah satu mitra dagang yang penting bagi Indonesia, khususnya di bidang perikanan. Perdagangan bilateral dalam sektor perikanan antara RI dan UE mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bagi Indonesia, UniEropa merupakan pasar terbesar ketiga untuk produk-produk perikanan setelah pasar Jepang dan Amerika Serikat.
Namun, sejak tanggal 21 Maret 2006 produk perikanan
Indonesia, tidak terkecuali ikan tuna terkena peraturan di UniEropa yaitu systemic border control, melalui peraturan CD 06/236/EC (Kementrian Kelautan dan Perikanan). Melalui peraturan tersebut, seluruh impor hasil perikanan Indonesia dilakukan sampling dan analisis logam berat dan juga analisis histamin khususnya pada produk ikan tuna asal Indonesia diduga mengandung kadar histamin dan logam berat yang terlalu tinggi pada hasil perikanan tangkap Indonesia. Adanya temuan histamin dan logam berat pada hasil perikanan Indonesia di pasar UniEropa telah menurunkan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global, sementara di sisi lain permintaan ikan tuna mengalami peningkatan yang pesat, yang secara langsung akan berkontribusi positif terhadap nilai ekspor nasional yang berdampak pada pertumbuhan industri-industri pengolahan ikan tuna segar/beku. Peraturan pangan di UniEropa didasari oleh adanya jaminan perlindungan yang tinggi terhadap kesehatan manusia dan keinginan konsumen terhadap pangan, tuntutan yang semakin tinggi terhadap faktor keamanan dan pakan berbasis peraturan umum dan tanggung jawab berasas nilai kemanusiaan.
Ketentuan umum dari
peraturan pangan di UniEropa adalah pangan tidak dapat dipasarkan bila dalam keadaan tidak aman.
Pangan dikategorikan dalam keadaan tidak aman bila: (1)
membahayakan kesehatan manusia, (2) tidak layak untuk konsumsi manusia. Dokumen kunci pada Peraturan Pangan UniEropa adalah: 1.
Peraturan Pangan UniEropa No. 178 Tahun 2002 tentang Aturan Umum dan Ketentuan Peraturan Pangan Tentang Keamanan Pangan,
48
2.
Peraturan Pangan UniEropa No.882 tahun 2004 tentang Sistem Pengendalian Mutu,
3.
Peraturan Pangan UniEropa No.853 tahun 2004 tentang Kebersihan Pangan,
4.
Peraturan Pangan UniEropa No.85 tahun 2004 tentang Aturan Kebersihan yang Spesifik untuk Produk Pangan Manusia yang Berasal dari Produk Hewani,
5.
Peraturan Pangan UniEropa No.854 tahun 2004 tentang Aturan Khusus untuk Lembaga Pengendalian Mutu.
6.
Peraturan Pangan UniEropa No.236 tahun 2006 tentang Systemic Border Control.
4.2.3. Sistem Perdagangan Amerika Serikat Pengawasan untuk bahan makanan termasuk produk perikanan di Amerika Serikat ditangani oleh Food and Drugs (FDA) yang berada di bawah naungan Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat. FDA bertugas untuk membuat peraturan yang melindungi konsumen dan menjaga keamanan pangan. Peraturan utama dalam pengawasan bahan pangan di Amerika Serikat tercantum dalam Federal Food, Drugs, and Cosmetic Act yang di dalamnya berisi peraturan mengenai batasan bahan yang rusak,
label yang tidak sesuai dengan bahan yang
terkandung, batas bahan makanan tambahan, batas maksimal residu kimia, sistem ekspor-impor, dan cara pendaftaran unit pengolahan. Regulasi lain yang terkait dengan perdagangan ikan tuna terdapat pada Code of Federal Regulation (CFR) 123 tentang ikan dan produk berbahan dasar ikan. Regulasi ini menjelaskan lebih rinci tentang produk perikanan, penerapan analisis bahaya di dalam proses pengolahan, dan penerapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) yang harus dilakukan oleh pengolah.
Amerika Serikat
kemudian mengeluarkan regulasi baru terkait dengan adanya peristiwa 11 September 2001, yang berguna untuk mencegah bahaya bioterorisme yaitu The Bioterorism ACT (TBA). Regulasi ini juga berpengaruh terhadap perdagangan ikan tuna karena Amerika Serikat menetapkan peraturan baru tentang registrasi pengolahan pangan, pemberitahuan sebelum impor, dan pembuatan rekaman proses pengolahan.
49
4.3. Kebijakan Pemerintah Indonesia Kebijakan yang diterapkan oleh negara pengimpor Ikan tuna Indonesia makin hari memang semakin ketat dan meningkat permintaan mutunya, berkaitan dengan aspek-aspek keamanan pangan, jaminan mutu, dan ketelusuran agar mendapatkan kepuasan konsumen domestik negara pengimpor secara optimal.
Pemerintah
Indonesia tentunya tidak dapat tinggal diam dalam menghadapi tuntutan dari negaranegara pengimpor, karena sebagai negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, peranan pemerintah masih sangat besar porsinya bagi kemajuan perekonomian bangsa. Pemerintah Indonesia diantaranya menanggapi hal tersebut di atas melalui Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai Competent Authority (CA) melakukan tindakan nyata yaitu reformasi sistem manajemen pada jaminan mutu dan keamanan produk perikanan untuk mencapai harmonisasi dengan standar mutu di negara-negara tujuan ekspor ikan tuna Indonesia, dan produk perikanan lainnya. Mulai tahun 2007, telah dilakukan perbaikan sarana dan prasarana sistem rantai dingin untuk menjamin mutu kesegaran ikan, perbaikan kondisi kebersihan pada kapal-kapal penangkap ikan dan pelabuhan perikanan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi. CA berkolaborasi dengan Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI secara periodik melakukan inspeksi resmi terhadap kebersihan kapal dan mendokumentasikan hasilnya. Penerapan Good Aquaculture Practices saat ini diwajibkan untuk dilaksanakan, terutama untuk produk perikanan yang akan diekspor ke UniEropa, Amerika Serikat dan Jepang. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan produksi dan perdagangan ikan tuna adalah sebagai berikut: 1.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 63/MEN/2008 tentang Komisi Tuna Indonesia. Tugas Komisi Tuna yang dibentuk pemerintah dalam rangka mendorong peningkatan produksi sampai perdagangan luar negeri ikan tuna Indonesia adalah memberikan rekomendasi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dalam
50
menetapkan kebijakan praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran ikan tuna Indonesia. Dalam rangka meningkatkan produktivitas industri ikan tuna Indonesia serta mengatasi beragam masalah, tuntutan terhadap suatu badan maupun organisasi yang menangani masalah tuna sangatlah diperlukan. Karenanya, pemerintah membentuk Komisi Tuna Indonesia (KTN) yang salah satunya bertugas untuk mengatasi berbagai hambatan ekspor tuna ke manca negara. Komisi Tuna Nasional merupakan suatu lembaga koordinasi yang menangani permasalahan industri tuna secara komprehensif dan sistematik serta mampu berkoordinasi dengan seluruh stakeholders tuna nasional. Lembaga ini bersifat non struktural dan bertanggung jawab kepada Menteri Kelautan dan Perikanan serta beranggotakan seluruh pemegang kebijakan yang memahami kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan tuna secara global. Lembaga ini mempunyai visi sebagai institusi yang efisisen dan efektif dalam mendorong pengembangan industri ikan tuna Indonesia yang berbasis pada konsep kemitraan antara seluruh pelaku usaha ikan tuna sehingga dapat bersaing dalam industri ikan tuna secara global. Sedangkan misinya adalah mengembangkan sistim industri perikanan tuna melalui perumusan kebijakan produksi dan kebijakan riset serta pengembangan yang terkait dengan industri tuna, meningkatkan daya saing industri tuna nasional dalam kontek tidak hanya sebagai pemiliki saja, tetapi juga mampu menjadi pemanfaat dan pengolah yang memiliki daya saing secara global. Disamping itu, para stakeholders juga berharap agar KTN dapat melobi untuk mengantisipasi terjadinya masalah, terutama hambatan dalam perdagangan internasional serta membantu kelancaran untuk ekspor tuna dari Indonesia 2.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) Pada UU ini, secara garis besar berisi dan mengatur tentang : - Ketentuan Umum
51
- Asas dan Tujuan - Ruang Lingkup - Wilayah Pengelolaan Perikanan 3. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pembangunan daerah yang berkaitan dengan sektor primer terutama di bidang perikanan dan kelautan, Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom memiliki kewenangan sebagai berikut : a. Penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut Provinsi. b. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut kewenangan Provinsi. c. Konservasi dan pengelolaan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka perikanan di wilayah laut kewenangan Provinsi. d. Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan laut di wilayah laut kewenangan Provinsi. e. Pengawasan pemanfaatan sumber-daya ikan di wilayah laut kewenangan Provinsi. 4. Keppres No. 117 tahun 1999 tentang Prosedur Permohonan PMDN dan PMA 5. Keputusan Menteri Negara Investasi /Ketua BKPM No. 38/1999 6. Keppres No. 117/ 1999, wewenang untuk menerbitkan persetujuan dan perijinan investasi didelegasikan kepada Gubernur Provinsi - provinsi di wilayah RI, dalam hal ini akan ditangani oleh Badan Pengembangan Ekonomi dan Koperasi (BPEK). 7. Keputusan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomor 45 tahun 2000 tentang Perizinan Usaha Perikanan yang didalamnya dijelaskan mengenai : -Jenis perizinan usaha perikanan, yang meliputi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Persetujuan Penggunaan Kapal Asing (PPKA), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Ijin Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPPII), Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan Asing (SIKPIA), Surat Persetujuan Kapal Pengangkut Ikan Asing (SPKPIA).
52
-Tata cara pemberian dan masa berlaku dari tiap-tiap jenis perizinan usaha perikanan (SIUP, PPKA, SIPI, SIKPPII, SIKPI, SIKPIA, SPKPIA). - Persetujuan penggunaan kapal asing. - Syarat-syarat pengajuan SIUP. - Syarat-syarat pengajuan SIKPPII. 8. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan mengenai kewenangan daerah yang memiliki wilayah laut dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan. Kewenangan untuk mengelola sumber daya wilayah laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk Kabupaten/Kota. 9. UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa dalam Pembangunan Nasional secara keseluruhan, termasuk sektor perikanan, harus berwawasan lingkungan. 10. Keputusan Presiden No. 165 tahun 2000 tentang Tugas, Fungsi dan Wewenang Departemen Perikanan dan Kelautan dijelaskan bahwa Departemen Perikanan dan Kelautan berwenang dalam memberikan izin di bidang kelautan dan perikanan, di wilayah laut di luar 12 (dua belas) mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya, serta Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen. 11. PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, Departemen Perikanan dan Kelautan didukung juga oleh Pemerintah Daerah sebagai daerah otonom dalam menentukan kebijakan-kebijakan berkaitan dengan eksplorasi sumber daya laut. 12. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 607 Tahun 1975 jo No. 392 Tahun 1999 Tentang Jalur-Jalur Penangkapan ikan telah berupaya agar konflik antar nelayan terutama konflik vertikal dapat dihindari. Dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa daerah penangkapan ikan di laut dibagi atas 3 (tiga) Jalur Penangkapan, yaitu : Jalur Penangkapan ikan I (meliputi perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut terendah pada setiap pulau sampai dengan 6 (enam) mil laut ke arah laut), Jalur Penangkapan ikan II (meliputi
53
perairan di luar Jalur Penangkapan I sampai dengan 12 mil laut ke arah laut) dan Jalur Penangkapan ikan III (meliputi perairan di luar Jalur Penangkapan ikan II sampai dengan batas terluar ZEEI). Jalur Penangkapan I dialokasikan untuk kapal tanpa motor atau bermotor dengan ukuran maksimal 5 GT, Jalur Penangkapan II untuk kapal bermotor dengan ukuran maksimal 60 GT dan Jalur III diperuntukkan bagi kapal bermotor dengan ukuran lebih besar dari 60 GT. 13. UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 14. Permen No 5 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap Dalam rangka percepatan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia melalui pengembangan usaha penangkapan ikan secara terpadu, Menteri Kelautan dan Perikanan merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan
Nomor:
PER.17/MEN/2006
menjadi
Permen
Nomor:PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dalam revisi peraturan
tersebut,
pembangunan
perikanan
tangkap
didorong
untuk
meningkatkan status Indonesia dari negara produsen bahan baku menjadi negara industri perikanan yang dapat menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Permen hasil revisi juga cenderung lebih bernuansa desentralisasi dengan diserahkannya kewenangan perpanjangan izin penangkapan ikan diatas 30 GT kepada Gubernur. Sebelumnya, kehadiran Permen Nomor: PER.17/MEN/2006 telah berhasil mendorong peningkatan investasi usaha perikanan. Adanya revisi Permen diyakini dapat mempercepat upaya peningkatan investasi usaha perikanan sebagaiman salah satu tujuan lahirnya Permen ini. Upaya Pemerintah dapat dilakukan melalui meningkatkan ketersediaan prasarana pendukung, sedangkan investasi dari pihak swasta terutama untuk pengembangan industri perikanan tangkap, baik pada kegiatan hulu, proses produksi maupun kegiatan hilir. Berbagai kegiatan pembangunan perikanan tangkap dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha perikanan yang diarahkan
54
untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri di dalam negeri. Permen No:PER.05/MEN/2008 memiliki beberapa materi muatan baru yang dilatarbelakangi semangat untuk penyempurnaan. Setidaknya ada sembilan materi tersebut yang mengalami penyempurnaan. (1) Mendorong peningkatan status Indonesia dari negara produsen bahan baku menjadi negara industri perikanan. Upaya ini dilakukan melalui beberapa upaya, antara lain: kewajiban kapal penangkap ikan dan/atau pengangkut ikan untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan untuk diolah di Unit Pengolahan Ikan (UPI) dalam negeri; pelaku usaha yang diperbolehkan menggunakan atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan berbendera asing dengan cara sewa adalah mereka yang mempunyai UPI di dalam negeri; dan pengadaan kapal dari luar negeri hanya diperbolehkan bagi pelaku usaha yang mengolah ikan hasil tangkapan pada UPI di dalam negeri atau melakukan kemitraan dengan UPI di dalam negeri. (2) Mendorong pengembangan industri kapal dalam negeri yang dilakukan melalui pembatasan jumlah kapal pengadaan dari luar ne geri, pembatasan usia kapal bukan baru, pengadaan dari luar negeri, dan pengaturan jumlah kapal pengangkut ikan pengadaan dari luar negeri maksimum sebanding dengan kapasitas kapal penangkap ikan. (3) Memiliki keberpihakan terhadap pelaku usaha perikanan dalam negeri melalui dilarangnya operasi kapal penangkap ikan berbendera asing, terhadap nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran 10 GT ke bawah dapat melakukan bongkar muat di sentra kegiatan nelayan, dan bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia diperbolehkan melakukan penitipan ikan, meskipun dengan beberapa persyaratan. (4) Mengurangi
atau
meminimalisasi
praktik
Illegal,
Unregulated,
and
Unreported Fishing (IUU Fishing). Oleh karena itu dalam Permen hasil revisi ini diatur mengenai: kewajiban untuk melaporkan ikan hasil tangkapan yang tidak harus didaratkan kepada pengawas perikanan, pengurangan
55
jumlah pelabuhan pangkalan yang tercantum dalam SIPI atau SIKPI, kewajiban pemasangan transmitter atau sistem pemantauan kapal perikanan (VMS) untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan sebagai persyaratan penerbitan izin, dan kewajiban menerima petugas pemantau perikanan di atas kapal perikanan (observer on board). (5) Percepatan proses perizinan usaha perikanan tangkap, jangka waktu pelayanan perizinan yang sebelumnya 11 hari kerja menjadi 10 hari kerja. Meskipun secara kuantitatif hanya berkurang satu hari, namun hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mempercepat pelayanan perizinan. (6) Memberikan kesempatan berusaha kepada pelaku usaha perikanan tangkap secara lebih adil, dilakukan pembatasan jangka waktu berlakunya SIUP yang sebelumnya berlaku selama perusahaan menjalankan usahanya, menjadi selama 30 tahun dan dapat diperpanjang. Hal ini berarti bahwa SIUP yang selama ini identik dengan ”pembagian alokasi”, tidak ”dikuasai” oleh pelaku usaha tertentu, akan tetapi dapat diberikan kepada pelaku usaha yang lain. Selain itu, jangka waktu realisasi SIUP juga dibatasi. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi SIUP atau alokasi yang idle. (7) Memberdayakan asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap, dilakukan dengan memasukkan rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap sebagai salah satu syarat untuk memperoleh izin. Hal tersebut berarti bahwa keberadaan asosiasi atau organisasi tersebut sangat diperlukan sebagai mitra KKP dalam pembangunan perikanan. (8) Sebagai apresiasi pemerintah kepada pelaku usaha yang taat, khususnya dalam penyampaian laporan kegiatannya secara tertib, teratur, dan benar, maka terhadap pelaku usaha tersebut dapat dipertimbangkan untuk diberikan kemudahan atau insentif dalam mengembangkan usahanya. (9) Penegakan hukum yang lebih tegas dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran yang antara lain: menggunakan dokumen palsu, menyampaikan
data
yang
berbeda
dengan
fakta
di
lapangan,
56
memindahtangankan atau memperjualbelikan izin, dan tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha atau sengaja memberikan laporan yang tidak benar. 15. Permen No 12 Tahun 2009 tentang Minapolitan 16. Perpres No 9 tahun 2006 tentang Bahan Bakar Minyak 4.4. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna Ikan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang cepat membusuk, karena kadar air yang tinggi dalam komposisi tubuhnya. Kualitas mutu dan kesegaran ikan harus dijaga sejak ikan mulai ditangkap dan dipasarkan. Penanganan ikan dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sehingga masih memenuhi standar untuk bisa dikonsumsi dan diekspor dengan cara menghambat terjadinya pembusukan ikan dengan tekhnologi dan cara penangkapan yang tepat. Proses penangkapan ikan tuna mulai dari penangkapan sampai di dermaga meliputi 3 tahapan yaitu penanganan ikan tuna di atas kapal, pembongkaran palka pendingin, dan pembongkaran ikan di pelabuhan. Tekhnologi sangat berperan dalam setiap prosesnya, baik dalam penangkapan, penyimpanan stok sebelum ikan didaratkan di pelabuhan, pengemasan, sampai proses pengiriman, dalam rangka meningkatkan mutu ikan tuna Indonesia agar dapat bersaing dengan ikan tuna tangkapan dari negara pengekspor lainnya baik di Asia maupun di dunia yang menjadi kompetitor ikan tuna Indonesia.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan struktural dan dua persamaan identitas. Model dianalisis dengan menggunakan data time series dari tahun 1990 sampai tahun 2009 yang merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Pendugaan model perdagangan ikan tuna Indonesia memberikan hasil dugaan yang cukup baik secara ekonomi, statistika dan ekonometrika. Hampir semua variabel eksogen yang dimasukkan dalam persamaan struktural mempunyai parameter dugaan yang tandanya sesuai dengan teori pendukung meskipun pengaruhnya ada yang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan antara 90 persen sampai 99 persen. Beberapa peubah penjelas yang parameter dugaannya tidak sesuai dengan harapan dapat dijelaskan secara logis dan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
Nilai koefisien determinasi (R2) hasil pendugaan model
menunjukkan bahwa nilainya berkisar antara 0,80 sampai 0.99, sehingga secara umum variabel-variabel eksogennya mampu menjelaskan variabel endogen dengan baik. Oleh karena itu hasil pendugaan model cukup representatif untuk menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Hasil pengolahan data faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional secara lengkap disajikan pada sub bab berikut. 5.2. Pembahasan Hasil Pendugaan Model Model pada penelitian faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan struktural dan dua persamaan identitas yang terdiri dari persamaan produksi ikan tuna, persamaan permintaan domestik, persamaan ekspor ikan tuna yang merupakan selisih dari produksi ikan tuna dengan konsumsi domestik, persamaan harga domestik.
Selain itu, persamaan permintaan ekspor dari Amerika Serikat,
persamaan permintaan ekspor dari Jepang dan persamaan permintaan ekspor dari Uni Eropa dijumlahkan menjadi persamaan permintaan ekspor setelah ditambah
58
dengan impor dari negara-negara lain yang dimasukkan sebagai Rest of the World (ROW). 5.2.1. Produksi Ikan Tuna Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia disajikan pada Tabel 5.
Hasil pendugaan parameter pada
persamaan produksi ikan tuna dijelaskan oleh variabel Interest Rate, Jumlah Kapal, Tenagakerja, Produksi ikan tuna tahun lalu, dan Kebijakan yang merupakan dummy variabel dengan nilai KBJK=0 untuk tahun dimana tidak ada kebijakan pemerintah Indonesia dalam ekspor ikan tuna, dan KBJK=1 untuk tahun dimana ada kebijakan pemerintah Indonesia dalam rangka ekspor ikan tuna sebesar 99,72 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan, namun kurang respon terhadap perubahan peubah-peubah penjelasnya. Tabel 5. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Ikan Tuna Persamaan/Peubah Produksi Ikan tuna
Notasi
Koefisien
Prob
QTt
Elastisitas Jangka Pendek
Elastisitas Jangka Panjang
-
-
-
1922343
0
Interest Rate/ Suku Bunga Riil
IRt
-4313,96
0,0539*
-0,017
-0,84
Jumlah Kapal
JKt
54,71907
0,056*
0,056
2,696
Tenagakerja
TKt
3,053559
0,5312
QT_1t
0,005713
0,097*
T1t
198722,8
Intersept
Produksi Ikan tuna tahun yang lalu Trend sebagai proxy perkembangan tekhnologi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam rangka mendorong perkembangan produksi ikan tuna Indonesia Adjusted R-squared
KBJKt
199976,7
3,25 0,005
0,005
<0,001***
-
-
0,00013***
-
-
0,997197
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
59
Variabel trend sebagai proxy perkembangan tingkat tekhnologi (T1t) dan variabel kebijakan pemerintah (KBJKt) signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, variabel Interest Rate(IRt) dan produksi tahun yang lalu (QT_1t) , jumlah kapal (JKt) signifikan pada tingkat kepercayaan 10 persen, sementara koefisien variabel yang lain yaitu tenagakerja (TKt) tidak signifikan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa suku bunga riil berpengaruh secara negatif untuk investor untuk menanamkan investasinya pada proses penangkapan ikan tuna, Jika suku bunga naik, maka investor akan lebih memilih untuk tetap membiarkan uangnya diinvestasikan pada perbankan daripada mengambil resiko untuk menginvestasikannya pada penangkapan ikan tuna. Demikian juga suku bunga pinjaman yang tinggi akan membuat para investor yang menggunakan jasa perbankan untuk pembiayaan usaha penangkapan ikan tuna akan berpikir dua kali untuk meminjam modal dan menginvestasikannya pada penangkapan ikan tuna. Sebaliknya, jumlah kapal dan tenagakerja yang terlibat pada usaha penangkapan ikan tuna, dan produksi ikan tuna tahun lalu akan meningkatkan hasil tangkapan ikan tuna yang secara langsung akan meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia. Meningkatnya tangkapan tahun lalu akan menjadi harapan positif bagi para investor dan pekerja penangkapan ikan tuna, sehingga mendorong mereka untuk melakukan proses penangkapan sehingga akan meningkatkan hasil tangkapan ikan tuna yang artinya akan meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia, sedangkan sebaliknya bila produksi ikan tuna tahun lalu tidak menjanjikan, akan memengaruhi para investor dan pekerja pada penangkapan ikan tuna mencari peluang usaha lainnya daripada berharap pada penangkapan ikan tuna yang hasilnya tahun lalu tidak menjanjikan. Kebijakan pemerintah Indonesia yang memperjuangkan nasib ekspor ikan tuna Indonesia juga membawa pengaruh positif pada ekspor ikan tuna Indonesia ke pasar internasional. Pemerintah Indonesia telah mulai memperhatikan sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, dan melakukan penjajakan menjalin hubungan dengan negara pengimpor baik secara bilateral maupun secara kelompok.
Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap
mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus.
60
5.2.2. Permintaan Domestik Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan domestik disajikan pada Tabel 6. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel Harga ikan tuna domestik, Harga Substitusi, Pendapatan Nasional (GNP riil Indonesia), Jumlah penduduk, Trend yang menunjukkan selera masyarakat dalam mengkonsumsi ikan tuna, dapat menjelaskan permintaan ikan tuna domestik sebesar 97,16 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Tabel 6. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ikan tuna Domestik Persamaan/Peubah Permintaan Domestik
Notasi QDTt
Intersept
-
Harga Ikan Domestik
tuna
Harga Udang
PTt Pudangt
Pendapatan Nasional
GNPt
Populasi
POPt
Trend yang menunjukkan preference masyarakat domestik Indonesia Adjusted R-squared
T2t
Koefisien
Prob
Elastisitas
898478.7
0.1202
-
-101842
0.2986
-
28.45544
0.1902
-
0.142498
0.0022***
0.130
0.00218
0.045**
0.220
160418.5
0
-
0.971614
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Hasil pendugaan menunjukkan bahwa harga ikan tuna domestik berpengaruh secara negatif pada permintaan ikan tuna domestik. Bila harga ikan tuna domestik naik, maka akan menurunkan permintaan domestik, sebaliknya jika harga ikan tuna turun maka akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik. Sebaliknya, harga udang justru mempunyai pengaruh positif pada permintaan ikan tuna domestik.
Dengan mempertahankan asumsi ceteris paribus, saat harga
udang naik, maka akan menurunkan harga relatif ikan tuna, dan hal ini akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik, dan saat harga udang turun, maka masyarakat akan lebih memilih untuk mengkonsumsi udang sebagai sumber
61
protein pengganti ikan tuna, dan akan menaikkan harga relatif ikan tuna terhadap barang substitusinya yaitu udang, dan menurunkan permintaan tuna domestik. Terlihat jelas bahwa pola konsumsi masyarakat Indonesia masih tergantung pada harga komoditas pangan. Pendapatan Nasional (GNP riil) dan populasi merupakan parameter yang memberikan pengaruh positif bagi permintaan ikan tuna domestik. Kenaikan pendapatan riil terbukti akan menaikkan permintaan ikan tuna domestik, dan kenaikan jumlah penduduk juga akan meningkatkan konsumsi dan meningkatkan permintaan terhadap ikan tuna domestik. Permintaan ikan tuna domestik adalah merupakan parameter yang didahulukan pada penelitian ini, sehingga ekspor ikan tuna Indonesia merupakan sisa dari produksi ikan tuna dikurangi permintaan ikan tuna domestik. Meskipun meningkatkan ekspor ikan tuna menjadi proyek penting bagi pemerintah melalui KKP RI dan Kementerian Perdagangan RI dewasa ini, namun konsumsi ikan tuna domestik tetap menjadi prioritas utama saat ini karena kebaikan protein yang terkandung pada produk ikan segar akan meningkatkan kualitas generasi bangsa kita agar dapat bersaing dengan dunia internasional menyambut pasar bebas. Budaya makan ikan di negara kita saat ini masih berada sangat jauh di bawah konsumsi negara-negara maju dan negara berkembang lainnya meskipun telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sangat ironis bila melihat kenyataan bahwa negara penghasil ikan yang sangat besar seperti negara kita namun konsumsi ikan masyarakatnya masih tergolong rendah.
Semua hasil pendugaan
parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus. 5.2.3. Harga Ikan tuna Domestik Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi harga ikan tuna domestik disajikan pada Tabel 7.
Hasil pendugaan parameter pada
persamaan harga ikan tuna domestik dijelaskan oleh variabel Produksi Ikan tuna domestik, Harga Ikan tuna Internasional, dan Permintaan Ikan tuna Domestik, yang dapat menjelaskan permintaan ikan tuna domestik sebesar 84,18 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan.
62
Tabel 7. Hasil Pendugaan Parameter Harga Ikan tuna Domestik Persamaan/Peubah Harga Ikan Domestik
tuna
Intersept
Notasi
Koefisien
Prob
PTt
Elastisitas -
-0.45371
0.2416
QTt
-6.78E-07
0.0002***
-1.137
PXt
0.633278
0.0007***
0.524
QDTt
5.62E-07
0.0547*
0.465
C
Produksi Ikan tuna Harga Ikan Internasional
tuna
Permintaan Ikan tuna Domestik Adjusted R-squared
0.841884
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Hasil pendugaan menunjukkan bahwa produksi ikan tuna berpengaruh secara negatif pada harga ikan tuna domestik.
Apabila produksi ikan tuna
domestik naik, maka akan menurunkan harga ikan tuna domestik, sebaliknya jika produksi ikan tuna turun maka akan meningkatkan harga ikan tuna domestik. Sebaliknya, harga ikan tuna internasional memberikan pengaruh positif pada harga ikan tuna domestik. Harga ikan tuna domestik akan naik bila harga ikan tuna internasional mengalami kenaikan, dan harga ikan tuna domestik akan mengalami penyesuaian menurun bila harga ikan tuna internasional mengalami penurunan. Permintaan ikan tuna domestik memberikan pengaruh yang positif pada parameter harga ikan tuna domestik. Saat permintaan domestik meningkat, maka akan meningkatkan harga ikan tuna domestik sesuai hukum permintaan yang menyebutkan harga akan meningkat saat permintaan meningkat. Demikian sebaliknya penurunan permintaan domestik akan menurunkan harga ikan tuna domestik.
Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap
mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus.
63
5.2.4. Permintaan Ekspor dari Amerika Serikat Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat disajikan pada Tabel 8. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga ikan tuna Indonesia di pasar Amerika Serikat, Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna, Harga ikan tuna Thailand di pasar Amerika Serikat, GNP Amerika Serikat, Populasi Amerika Serikat, Tarif yang dikenakan terhadap ikan tuna Indonesia di pasar Amerika Serikat, Konsumsi Ikan tuna perkapita di Amerika Serikat, Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap ikan tuna Indonesia, serta variabel Trend yang menggambarkan selera konsumsi ikan tuna masyarakat Amerika Serikat, dapat menjelaskan permintaan ekspor Amerika Serikat sebesar 85,82 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa Harga Ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor ikan tuna dari Amerika Serikat. Kenaikan harga ikan tuna akan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Amerika Serikat. Harga salmon sebagai substitusi ikan tuna di Amerika Serikat berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kenaikan harga salmon akan menaikkan permintaan ikan tuna Indonesia, karena masyarakat Amerika Serikat akan memilih mengkonsumsi ikan tuna sebagai pengganti salmon. Harga ikan tuna Thailand sebagai negara eksportir kompetitor membawa pengaruh positif bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Amerika Serikat. Ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan tuna dari pemasok yang memberikan harga yang lebih bersaing. Nilai tukar riil Rupiah terhadap dolar mempunyai hubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia dari Amerika Serikat. Penguatan rupiah terhadap dolar atau apresiasi akan menurunkan permintaan ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat dan depresiasi Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat justru akan meningkatkan permintaan ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat.
64
Tabel 8. Hasil Pendugaan Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari AS. Persamaan/Peubah
Notasi
Koefisien
Prob
Elastisitas
Total Permintaan Ekspor dari Amerika Serikat
XTASt
-
-
-
Intersept
305469
0
-2057,92
0,000269***
-0,110
13536,16
0,000226***
0,491
PTHAIASt
11361,1
0,0076**
0,614
ERRIILASt
3,116472
0,0445**
0,131
GNPASt
-25,6482
0,0071**
-1,605
0,000417
0,1352
0,159
-4673,52
0,0004***
-0,282
3992,162
0,0987*
0,585
-2388,86
0,6609
10792,24
0,0264**
C
Harga Ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat
PTASt
Harga ikan Salmon
PSUBSTASt
Harga Ikan tuna Thailand di pasar Amerika Serikat Nilai Tukar Riil Amerika Serikat Gross National Product Amerika Serikat Jumlah penduduk Amerika Serikat Tarif Amerika Serikat yang dikenakan pada ikan tuna Indonesia Konsumsi Ikan tuna per kapita di Amerika Serikat Kebijakan pemerintah Amerika Serikat terhadap ekspor ikan tuna dari Indonesia
POPt
TRFASt
KONSASt
KBJKASt
Trend
TASt
Adjusted R-squared
0,858193
0,735
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Pendapatan Domestik Amerika Serikat justru memberikan pengaruh negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Amerika Serikat terhadap ikan tuna Indonesia, berkebalikan dengan teori, kenaikan GNP Amerika Serikat menurunkan permintaan ekspor ikan tuna asal Indonesia, dan sebaliknya penurunan GNP Amerika Serikat akan menaikkan permintaan konsumsi ikan
65
tuna, yang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat. Elastisitas yang bernilai mutlak >1 menunjukkan bahwa permintaan ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat adalah inelastis terhadap GNP Amerika Serikat. Ikan salmon sebagai substitusi ikan tuna dan negara Thailand sebagai pengekspor ikan tuna kompetitor ikan tuna Indonesia ditenggarai menjadi penyebab ikan tuna Indonesia sebagai barang inferior relatif terhadap ikan salmon dan terhadap ikan tuna impor asal Thailand. Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat, tak terkecuali pada ekspor ikan tuna asal Indonesia memberikan hubungan yang negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kebijakan yang diterapkan menyangkut tarif dan quota untuk melindungi ikan tuna produksi dalam negeri Amerika Serikat dan negara-negara yang mempunyai hubungan dagang khusus dengan Amerika Serikat, serta kebijakan menyangkut pembatasan dari sisi persyaratan kualitas dan higinitas membutuhkan usaha yang lebih giat lagi dari pemerintah dan pelaku penangkapan serta pengekspor ikan tuna untuk lebih meningkatkan kualitas ikan tuna Indonesia agar dapat lebih bersaing di pasar ekspor Amerika Serikat. Variabel Trend yang menggambargan selera konsumen di Amerika Serikat juga menunjukkan adanya peningkatan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari tahun ke tahun. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus. 5.2.5. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor dari Uni Eropa Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa disajikan pada Tabel 9.
Hasil
pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga ikan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa, Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna, Harga ikan tuna Thailand di pasar Uni Eropa, GNP Uni Eropa, Populasi Uni Eropa, Tarif yang dikenakan terhadap ikan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa, Konsumsi Ikan tuna perkapita di Uni Eropa, Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Uni Eropa terhadap ikan tuna Indonesia, serta Trend yang menggambarkan selera konsumsi ikan tuna masyarakat Uni Eropa, dapat
66
menjelaskan permintaan ekspor Uni Eropa sebesar 83,18 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari UE. Persamaan/Peubah
Notasi
Koefisien
Prob
Elastisitas
Total Permintaan Ekspor dari Uni Eropa
XTUEt
-
-
-
Intersept Harga Ikan tuna Indonesia di Uni Eropa Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna Harga Ikan tuna Thailand di pasar Uni Eropa Gross National Product Uni Eropa Jumlah penduduk Uni Eropa Tarif Uni Eropa yang dikenakan pada ikan tuna Indonesia Konsumsi Ikan tuna per kapita di Uni Eropa Kebijakan pemerintah Uni Eropa terhadap ekspor ikan tuna dari Indonesia
-0,0003
0
PTUEt
-11879,7
0,000197***
-0,412
PSUBSTUEt
7529,841
0,00641***
0,221
PTHAIUEt
80645,93
0,0015***
2,043
0,083474
0,0018***
5,859
0,000219
<0,001**
0,296
-12937,7
0,0273**
-2,778
9042,561
0,0395**
1,816
-37320,9
0,0154**
50540,31
0
C
GNPUEt POPUEt
TRFUEt
KONSUEt
KBJKUEt
Trend
TUEt
Adjusted R-squared
0,831815
5,401
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Variabel harga ikan tuna Indonesia di Uni Eropa (PTUEt), Harga ikan tuna Thailand di Uni Eropa (PTHAIUEt), Pendapatan Regional Uni Eropa (GNPUEt), jumlah penduduk Uni Eropa (POPUEt), dan tren yang menggambarkan selera
67
konsumsi ikan tuna Indonesia (preference) di Uni Eropa (TUEt) signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen.
Variabel tarif yang diterapkan di Uni Eropa
terhadap ikan tuna Indonesia (TRFUEt), Konsumsi Ikan tuna Masyarakat Uni Eropa perkapita pertahun (KONSUEt) dan kebijakan pemerintah Uni Eropa terhadap impor ikan tuna Indonesia(KBJKUEt) Hasil pendugaan menunjukkan bahwa Harga Ikan tuna Indonesia di Uni Eropa berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor ikan tuna dari Uni Eropa. Kenaikan harga ikan tuna akan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Uni Eropa. Harga salmon sebagai substitusi ikan tuna di Uni Eropa berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kenaikan harga salmon akan menaikkan permintaan ikan tuna Indonesia, karena masyarakat Uni Eropa akan memilih mengkonsumsi ikan tuna sebagai pengganti salmon. Harga ikan tuna Thailand sebagai negara eksportir kompetitor membawa pengaruh positif bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa. Ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan tuna dari pemasok yang memberikan harga yang lebih bersaing. Pendapatan Domestik Uni Eropa justru memberikan pengaruh positif pada permintaan ekspor ikan tuna Uni Eropa terhadap ikan tuna Indonesia, kenaikan GNP Uni Eropa justru meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna asal Indonesia. Jumlah penduduk Uni Eropa yang meningkat akan menaikkan permintaan konsumsi ikan ikan tuna, yang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di Uni Eropa. Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Uni Eropa, tak terkecuali pada ekspor ikan tuna asal Indonesia memberikan hubungan yang negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kebijakan yang diterapkan menyangkut tarif dan quota untuk melindungi ikan tuna produksi dalam negeri Uni Eropa dan negara-negara yang mempunyai hubungan dagang khusus dengan Uni Eropa, serta kebijakan menyangkut pembatasan dari sisi persyaratan kualitas dan higinitas membutuhkan usaha yang lebih giat lagi dari pemerintah dan pelaku penangkapan serta pengekspor ikan tuna untuk lebih meningkatkan kualitas ikan tuna Indonesia agar dapat lebih bersaing di pasar ekspor Uni Eropa. Variabel Trend yang menggambargan selera konsumen di Uni Eropa juga menunjukkan adanya peningkatan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari tahun ke tahun.
68
Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus. 5.2.6. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor dari Jepang. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Jepang disajikan pada Tabel 10. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga ikan tuna Indonesia di pasar Jepang, Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna, Harga ikan tuna Thailand di pasar Jepang, GNP Jepang, Populasi Jepang, Tarif yang dikenakan terhadap ikan tuna Indonesia di pasar Jepang, Konsumsi Ikan tuna perkapita di Jepang, Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Jepang terhadap ikan tuna Indonesia, serta Trend yang menggambarkan selera konsumsi ikan tuna masyarakat Jepang, dapat menjelaskan permintaan ekspor Jepang sebesar 83,18 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa Harga Ikan tuna Indonesia di Jepang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor ikan tuna dari Jepang. Kenaikan harga ikan tuna akan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Jepang. Harga salmon yang dipilih sebagai ikan yang dapat mensubstitusi ikan tuna karena sama-sama dapat dikonsumsi sebagai sashimi makanan favorit di Jepang, berhubungan positif dengan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kenaikan harga salmon akan menaikkan permintaan ikan tuna Indonesia, karena masyarakat Jepang akan memilih mengkonsumsi ikan tuna sebagai pengganti salmon. Harga ikan tuna Thailand sebagai negara eksportir kompetitor membawa pengaruh positif bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Jepang. Ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan tuna dari pemasok yang memberikan harga yang lebih bersaing. Pendapatan Domestik Jepang justru memberikan pengaruh positif pada permintaan ekspor ikan tuna Jepang terhadap ikan tuna Indonesia, kenaikan GNP Jepang meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna asal Indonesia. Jumlah penduduk Jepang yang meningkat akan menaikkan permintaan konsumsi ikan tuna, yang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di Jepang.
69
Tabel 10. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang. Persamaan/Peubah
Notasi
Koefisien
Prob
Elastisitas
Total Permintaan Ekspor dari Jepang
XTJt
-
-
-
Intersept Harga Ikan tuna Indonesia di Jepang Harga Salmon sebagai substitusi Ikan tuna Harga Ikan tuna Thailand di pasar Jepang Nilai Tukar Riil Jepang Gross National Product Jepang Jumlah penduduk Jepang Tarif Jepang yang dikenakan pada ikan tuna Indonesia Konsumsi Ikan tuna per kapita di Jepang Kebijakan pemerintah Jepang terhadap ekspor ikan tuna dari Indonesia Trend
C PTJt PSUBSTJt
PTHAIJt ERRIILJt GNPJt POPJt TRFJt KONSJt
0.161
-1612012
0.08763*
-8.710
128091.2
0.09005*
0.679
169978
0.08695*
1.008
92.23755
0.0002***
0.410
5.207955
0.186
1.940
0.066346
0.0653*
2.193
-1073.83
0.04351**
-0.004
35062.25
0.4196
1.883
-186987
0.0315
121433.2
0.0827*
KBJKJt
TJt
Adjusted R-squared
30372987
0.956
0,831868
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Jepang, tidak terkecuali pada ekspor ikan tuna asal Indonesia memberikan hubungan yang negatif pada permintaan ekspor ikan tuna Indonesia. Kebijakan yang diterapkan menyangkut tarif dan quota untuk melindungi ikan tuna produksi dalam negeri Jepang dan negara-negara yang mempunyai hubungan dagang khusus dengan Jepang, serta kebijakan menyangkut pembatasan dari sisi persyaratan kualitas dan higinitas membutuhkan usaha yang lebih giat lagi dari pemerintah dan pelaku
70
penangkapan serta pengekspor ikan tuna untuk lebih meningkatkan kualitas ikan tuna Indonesia agar dapat lebih bersaing di pasar ekspor Jepang. Variabel Trend yang menggambarkan selera konsumen di Jepang juga menunjukkan adanya peningkatan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari tahun ke tahun. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi ceteris paribus. 5.3. Validasi Model Validasi model merupakan tahapan yang digunakan untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk selanjutnya dilakukan simulasi alternatif kebijakan. Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana model hasil penelitian dapat mewakili dunia nyata. Kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika menggunakan beberarapa indikator, dalam penelitian ini yang digunakan adalah Root Means Squares Percent Error (RMSPE) untuk mengukur seberapa dekat nilai masing-masing peubah endogen hasil pendugaan mengikuti nilai data aktualnya pada periode pengamatan. Selain RMSPE digunakan Theils Inequality Coefficient (U) yang idealnya mendekati nol karena jika nilainya satu maka model dapat dikatakan naif. Validasi model faktorfaktor yang memengaruhi perdagangan ikan tuna Indonesia di pasar internasional dilakukan dengan simulasi dasar (baseline) untuk periode sampel pengamatan penelitian tahun 1990-2009 terhadap nilai aktualnya. Hasil validasi model faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional, seperti yang disajikan pada Tabel 11 memperlihatkan dari seluruh persamaan, terdapat enam persamaan ( 85,71 persen) yang memiliki nilai RMSPE di bawah 30 persen. Artinya nilai prediksi masih dapat mengikuti kecenderungan data historisnya dengan baik. Dan secara umum semua persamaan (100 persen) memiliki nilai U Theil di bawah 0,3 sehingga dapat diartikan simulasi model yang digunakan pada analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional mengikuti data aktualnya dengan baik sehingga dapat dilakukan simulasi pada tahap selanjutnya.
71
Hasil validasi model faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional pasar internasional secara lengkap disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Validasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia di Pasar Internasional. No. 1 2 3 4
5
6
7
Peubah Produksi Ikan tuna Indonesia Permintaan Ikan tuna Domestik Total Ekspor Ikan tuna Indonesia Harga Ikan tuna Domestik Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang
Notasi
Durbin Watson Statistik
RMSPE
U
QTt
2,42
1,2991
0,011997
QDTt
2,32
6,9348
0,053589
XTt
2,29
5,7111
0,062492
PTt
2,48
3,4367
0,030237
XTASt
2,68
4,7144
0,042607
XTUEt
1,71
9,1132
0,149749
XTJt
2,32
45,3243
0,042607
Tingkat autokorelasi dapat dilihat dari hasil statistik Durbin-Watson yang pada penelitian ini bernilai 1,71-2,68. Hal ini menunjukkan bahwa model faktorfaktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional tidak memiliki masalah autokorelasi. Masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1,21 dan diatas 2,79. Pada interval 2,35-2,79 tidak dapat disimpulkan ada atau tidaknya autokorelasi (Makridakis et al., 1995). 5.4. Hasil dan Pembahasan Simulasi Model Untuk melihat dampak perubahan kebijakan maupun fenomena yang ada saat ini terhadap peubah-peubah endogen dalam sistem persamaan dilakukan beberapa simulasi perubahan variabel eksogen karena perubahan tersebut dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif atau bahkan mungkin tidak
72
membawa dampak sama sekali terhadap masing-masing peubah endogen. Evaluasi perubahan dilakukan untuk membandingkan dampak yang ditimbulkan dalam ekspor ikan tuna Indonesia. Simulasi kebijakan yang dilakukan pada model faktor-faktor yang mempengarui permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional adalah: (1) Dampak penambahan jumlah kapal penangkap sebesar 25 persen, (2) Dampak penurunan suku bunga sebesar 2,5 persen, (3) Dampak penghapusan tarif impor oleh pemerintah Jepang, (4) Dampak penurunan harga Ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat sebesar sepuluh persen. 5.4.1. Dampak kenaikan jumlah kapal penangkap sebesar 25 persen. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di asia pada tahun 2015. Langkah utama yang digulirkan adalah membangun minapolitan di 11 WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan). Di dalamnya ada program penambahan 1.000 kapal penangkap ikan berbobot 30 ton ke atas pada 2011 atau kenaikan sebesar 25 persen dari rata-rata jumlah kapal pada periode penelitiam 1990-2009. Kapal ini akan dimiliki oleh koperasi atau kelompok nelayan. Kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan hasil penangkapan ikan tuna Indonesia disimulasikan dengan kenaikan jumlah kapal pengangkap yang disediakan pemerintah dan disalurkan melalui koperasi nelayan sebesar sepuluh persen. Simulasi tersebut dipandang cukup relevan untuk mencerminkan usaha kuat pemerintah dalam rangka mendorong kemajuan usaha penangkapan ikan tuna sehingga dapat diketahui bagaimana dampaknya terhadap permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Internasional. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 12. Kenaikan jumlah kapal penangkap ikan tuna sebesar 1000 kapal atau 25 persen dari rata-rata jumlah kapal periode penelitian menyebabkan produksi ikan tuna Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,50 persen. Naiknya produksi ikan tuna Indonesia menyebabkan terjadinya penurunan harga tuna domestik sebesar 0,28 persen, dan penurunan harga tuna domestik tersebut akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik sebesar 8,03 persen, hal ini sejalan
73
dengan target pemerintah dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain, bahkan di Asia. Peningkatan produksi ikan tuna Indonesia juga meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia ke AS sebesar 4,19 persen, ke Jepang sebesar 3,69 persen, dan ke UE sebesar 0,19 persen. Tabel 12. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Kenaikan Jumlah Kapal, Tahun 1990-2009 Peubah PTt (Harga Ikan tuna Domestik)
Nilai Dasar
Nilai Simulasi Kebijakan
Perubahan Unit
persen
3,501
3,491
-0,00980
-0,28
QDTt (Permintaan Ikan tuna Domestik)
1919528
2073686,76
154158,69
8,03
QTt (Produksi Ikan tuna Indonesia)
3892975
4146018,2
253042,75
6,50
XTt (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia)
1973447
2072331,4
98884,00
5,01
154278
160744,7
6466,68
4,19
1333921
1383078,6
49157,50
3,69
98262,78
98445,28
182,50
0,19
XTASt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat) XTJt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang) XTUEt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa)
5.4.2. Dampak Kebijakan Penurunan Tingkat Suku Bunga oleh Bank Indonesia Suku bunga investasi yang menjadi salah satu faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dilakukan atau dikendalikan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mendorong investasi di bidang produksi dan ekspor ikan tuna segar Indonesia. Kebijakan pemerintah di bidang moneter yang disimulasikan dengan menurunkan suku bunga sebesar 2,5 persen dipandang cukup relevan untuk melihat bagaimana dampak penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia terhadap
74
permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Internasional. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak Penurunan Tingkat Suku Bunga oleh Bank Indonesia.
Peubah
Nilai Dasar
Nilai Simulasi Kebijakan
Perubahan Unit
persen
3,501
3,496
-0,005
-0,14
QDTt (Permintaan Ikan tuna Domestik)
1919528
1953433,69
33905,615
1,77
QTt (Produksi Ikan tuna Indonesia)
3892975
3997637,8
104662,350
2,69
XTt (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia)
1973447
2044204,11
70756,710
3,59
XTASt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat)
154278
158381,55
4103,518
2,66
XTJt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang)
1333921
1347477,79
13556,639
1,02
XTUEt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa)
98262,78
99340,2
1077,420
1,10
PTt (Harga Ikan tuna Domestik)
Penurunan suku bunga investasi sebesar 2,5 persen akan berpengaruh meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia sebesar 2,69 persen. Produksi ikan tuna yang memerlukan investasi sangat besar untuk biaya tangkap, pendaratan, cold storage, pengepakan, dan penyimpanan stok di kapal penangkap sebelum ikan tuna diturunkan di pelabuhan sangat bergantung pada suku bunga dalam rangka pemodalan dan keputusan investasi, sehingga terlihat bahwa penurunan suku bunga investasi memberikan dampak langsung terhadap kenaikan produksi ikan tuna Indonesia. Kenaikan produksi ikan tuna Indonesia ternyata meningkatkan pula total ekspor ikan tuna segar Indonesia sebesar 3,59 persen. Total ekspor ikan tuna Indonesia yang merupakan agregat permintaan ekspor ikan tuna segar ke Jepang, AS, UE dan ROW meningkat 3,59 persen karena peningkatan permintaan AS
75
yang meningkat 2,66 persen, permintaan Jepang yang meningkat 1,02 persen, dan permintaan UE yang meningkat sebesar 1,10 persen. 5.4.3. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Ikan Tuna Indonesia oleh Pemerintah Jepang. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam membina hubungan baik dengan pihak Jepang sebagai negara pengimpor ikan tuna Indonesia terbesar saat ini membuahkan hasil yang menggembirakan dalam hal penurunan tarif impor ikan tuna yang dibebankan pemerintah Jepang terhadap ikan tuna Indonesia. Negosiasi yang dilakukan oleh kementerian terkait yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan terus dilanjutkan dalam rangka mempererat kerjasama perdagangan dengan Jepang dan mendapat pembebasan tarif sehingga mendapatkan tarif 0 persen.
Simulasi tersebut
dipandang cukup relevan untuk mencerminkan usaha pemerintah dalam rangka mendukung ekspor ikan tuna Indonesia. Sehingga dapat diketahui bagaimana dampaknya terhadap permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar Internasional. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 14. Kerjasama yang terjalin antara Jepang dan Indonesia merupakan kerjasama yang saling menguntungkan mengingat terus meningkatnya konsumsi ikan tuna masyarakat Jepang dan pihak Jepang memerlukan pasokan ikan tuna segar berkualitas, sementara di sisi lain hasil produksi ikan tuna Indonesia yang tidak terkonsumsi di dalam negeri Indonesia memerlukan pasar internasional yang sampai saat ini masih didominasi oleh tiga negara pengimpor utama yang Jepang masih menjadi pemimpin dalam hal nilai dan volume impornya. Pembebasan tarif yang disimulasikan diterapkan oleh negara Jepang, akan menaikkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di negara Jepang sebesar 8,97 persen, merupakan jumlah yang sangat positif bagi perkembangan ekspor ikan tuna Indonesia. Dengan bertambahnya permintaan ekspor dari negara Jepang, karena total ekspor merupakan penjumlahan ekspor ke negara Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa, maka terlihat terjadi penurunan sebesar 1,87 persen di Uni Eropa, dan sebesar 2,21 persen di Amerika Serikat, meskipun secara agregat total ekspor ikan tuna Indonesia mengalami kenaikan sebesar 14,17 persen. Kenaikan ekspor memberikan harapan positif bagi para pelaku usaha penangkapan ikan
76
tuna, sehingga mampu menaikkan produksi ikan tuna sebesar 2,44 persen. Namun kenaikan permintaan ekspor menyebabkan kenaikan harga ikan tuna domestik cukup tinggi yaitu sebesar 15,05 persen, sehingga menurunkan permintaan ikan tuna domestik sebesar 9,62 persen. Tabel 14. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak Penghapusan Tarif Impor Ikan Tuna Indonesia oleh Pemerintah Jepang.
Peubah PTt (Harga Ikan tuna Domestik)
Nilai Dasar
Nilai Simulasi Kebijakan
Perubahan Unit
persen
3,501
4,028
0,527
15,05
QDTt (Permintaan Ikan tuna Domestik)
1919528
1734791,55
-184736,525
-9,62
QTt (Produksi Ikan tuna Indonesia)
3892975
3987792,55
94817,100
2,44
XTt (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia)
1973447
2253001
279553,600
14,17
XTASt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat)
154278
150864,7
-3413,330
-2,21
XTJt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang)
1333921
1453584,15
119663
8,97
XTUEt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa)
98262,78
96425,78
-1837
-1,87
Dalam rangka mempertahankan agar stabilitas pangan bermutu bagi konsumsi domestik tetap terjaga, maka perlu adanya kebijakan pembatasan oleh pemerintah Indonesia agar para eksportir ikan tuna tetap memprioritaskan untuk mencukupi kebutuhan domestik sebelum memenuhi permintaan ekspor ikan tuna dari pasar internasional, sehingga untuk tetap mampu memenuhi permintaan ekspor yang meningkat, perlu dipikirkan tekhnologi dan kebijakan lanjutan untuk meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia secara maksimal dengan tetap menjaga kelestarian laut Indonesia, sehingga tetap dapat mencukupi kebutuhan domestik dan permintaan ekspor ikan tuna di tahun-tahun mendatang.
77
5.4.4. Dampak Penurunan Harga Ekspor Ikan Tuna Indonesia di Negara Amerika Serikat Sebesar 10 persen. Krisis berkepanjangan di negara Amerika Serikat akhir-akhir ini ternyata telah berhasil memicu terjadinya perubahan terhadap permintaan komoditas dari negara tersebut sehingga menurunkan harga komoditi di Amerika Serikat dan diprediksi akan terus turun untuk tahun depan karena krisis global belum akan membaik. Untuk itu simulasi penurunan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat perlu dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh penurunan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat tersebut terhadap permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Hasil simulasinya ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15. Perubahan Nilai Rata-rata Simulasi Dampak penurunan harga ekspor ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat sebesar 10 persen.
Peubah PTt (Harga Ikan tuna Domestik)
Nilai Dasar
Nilai Simulasi Kebijakan
Perubahan
Unit
persen
3,501
3,498
-0,0031
-0,09
QDTt (Permintaan Ikan tuna Domestik)
1919528
1945792,55
26264,47
1,37
QTt (Produksi Ikan tuna Indonesia)
3892975
3887792,55
-5182,9
-0,13
XTt (Total Ekspor Ikan tuna Indonesia)
1973447
1942000
-31447,4
-1,59
XTASt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat)
154278
179042
24763,97
16,05
XTJt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Jepang)
1333921
1232921,15
-101000
-7,57
XTUEt (Total Permintaan Ekspor Ikan tuna Indonesia dari Uni Eropa)
98262,78
98147,215
-115,57
-0,12
. Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa penurunan harga ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat sebesar 10 persen berpengaruh juga terhadap
78
penurunan harga domestik yang selalu mengikuti perkembangan harga ikan tuna dunia sebesar 0,09 persen.
Turunnya harga ikan tuna domestik akan
menyebabkan penurunan produksi ikan tuna sebesar 1,37 persen karena ekspektasi negatif dari para pelaku usaha penangkapan ikan tuna akibat penurunan harga. Penurunan harga domestik menaikkan permintaan ikan tuna domestik sebesar 1,37 persen, hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakan bahwa permintaan akan meningkat saat harga komoditas turun, searah dengan meningkatnya permintaan ikan tuna Indonesia di negara Amerika Serikat. Setelah melihat hasil simulasi penurunan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat sebesar 10 persen, diharapkan para pelaku usaha tuna dalam negeri dapat lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi dampak penurunan harga ikan tuna di Amerika Serikat tersebut, sehingga dapat dijaga jangan sampai terjadi penurunan produksi hasil tangkapan yang akan menurunkan total ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional.
VI.KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari pembahasan bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia secara signifikan adalah Interest Rate (Suku Bunga Riil), Jumlah kapal, Produksi Ikan tuna tahun yang lalu, Trend sebagai proxy perkembangan tekhnologi, dan Kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan produksi ikan tuna Indonesia seperti pengurusan izin usaha yang dipermudah, perbaikan pelabuhan dan pembangunan cold storage yang memadai, proteksi keamanan dengan penyelesaian masalah illegal fishing yang banyak terjadi di perairan Indonesia. Sedangkan variabel jumlah tenagakerja yang terlibat pada proses usaha produksi memengaruhi secara positif namun tidak signifikan terhadap produksi ikan tuna Indonesia. 2. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna domestik secara signifikan adalah pendapatan nasional dan populasi, sedangkan harga ikan tuna domestik memengaruhi permintaan ikan tuna domestik secara negatif namun tidak signifikan, seperti harga udang yang memengaruhi permintaan ikan tuna domestik secara positif namun tidak signifikan. 3. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional dianalisis dengan melihat karakteristik permintaan ekspor tiga negara pengimpor terbesar yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh adalah harga ikan tuna Indonesia di negara tersebut, harga ikan salmon sebagai ikan substitusi ikan tuna, harga ikan tuna thailand sebagai eksportir selain Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor, GNP negara pengimpor, jumlah penduduk, tarif yang diberlakukan terhadap impor ikan tuna asal Indonesia, dan konsumsi ikan tuna perkapita. 4. Produksi dan ekspor ikan tuna Indonesia ternyata dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Indonesia dan kebijakan yang diterapkan negara pengimpor. Kebijakan yang dilakukan oleh KKP RI dalam mendorong produksi ikan tuna
80
dan Kementerian Perdagangan RI dalam meningkatkan ekspor perlu terus dilakukan, sebagai langkah konkretnya pelaksanaan minapolitan dengan pengadaan kapal penangkap, penurunan tingkat suku bunga investasi oleh Bank Indonesia dalam rangka mendorong kegiatan usaha penangkapan dan ekspor ikan tuna Indonesia. Kebijakan penghapusan tarif di negara Jepang akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna dari negara Jepang, yang akan mensubstitusi dan menurunkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Amerika dan Uni Eropa bila produksi tidak dapat ditingkatkan. Penurunan harga di Amerika Serikat juga akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dari Amerika Serikat, dan mensubstirusi permintaan ikan tuna di negara-negara yang lain juga bila produksi ikan tuna tidak ditingkatkan. 6.2 Saran 1. Produksi ikan tuna Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh Interest Rate karena untuk melakukan usaha penangkapan ikan tuna diperlukan modal yang tidak sedikit, sehingga Interest Rate akan sangat memengaruhi keputusan para pelaku usaha produksi ikan tuna. Untuk mempertahankan produksi agar tetap stabil bahkan meningkat, maka diharapkan Bank Indonesia kebijakan untuk menurunkan Interest Rate.
melakukan
Suku bunga yang rendah
menjamin produksi dan ekspor stabil. Oleh karena itu kebijakan di bidang moneter diharapkan dapat memberikan iklim yang positif bagi pengembangan ekspor di bidang perikanan. 2. Alternatif lain yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia yang saat ini masih jauh di bawah potensi lestari adalah dengan menambah jumlah kapal penangkap. Kebijakan yang dilakukan oleh KKP RI dengan program minapolitannya yang memfasilitasi kelompok nelayan dan koperasi
dengan
penambahan
kapal
penangkap
diharapkan
dapat
memaksimalkan tangkapan ikan tuna di perairan Indonesia yang saat ini masih banyak dicuri oleh kapal penangkap dari negara lain yang lolos dari pantauan patroli keamanan perairan Indonesia. 3. Ekspor ikan tuna Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh harga ikan tuna Internasional dan harga ekspor ke masing-masing negara tujuan, Saat harga ikan tuna segar jatuh, sebaiknya ada alternatif selain mengekspor ikan tuna
81
dalam bentuk segar. Pengembangan industri pengolahan ikan tuna di dalam negeri untuk menjadi produk konsumsi perikanan yang mempunyai nilai tambah tinggi dapat menjadi salah satu solusi, seperti mengolah ikan tuna menjadi ikan tuna kaleng atau mengolah menjadi ikan olahan lainnya. Nilai jual akan menjadi lebih tinggi di bandingkan ekspor ikan tuna dalam bentuk segar. 4. Ekspor ikan tuna Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar dan rupiah terhadap yen. Diharapkan Bank Indonesia melakukan kebijakan di bidang moneter dalam menjaga nilai tukar tetap stabil, namun tetap mendorong pihak eksportir agar kegiatan ekspor tetap berjalan stabil dan tidak jatuh. Kebijakan Bank Indonesia saat ini yang menerapkan sistem setengah floating setengah fixed merupakan kebijakan yang tepat untuk menjaga nilai tukar tetap stabil. 5.
Ekspor ikan tuna Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh tarif yang diberlakukan oleh negara pengimpor ikan tuna Indonesia.
Diharapkan
pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia berkordinasi dengan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dapat menjalin hubungan kerjasama yang lebih erat dengan negara importir agar dapat melakukan negosiasi tarif sehingga tidak memberatkan dan membatasi ekspor ikan tuna Indonesia ke pasar internasional. 6. Diharapkan dapat diadakan penelitian lanjutan dengan membahas lebih detil tentang peran tekhnologi dalam penangkapan ikan tuna yang membuat kualitas ikan tuna Indonesia masih berada di bawah negara pengekspor kompetitornya. 7. KKP RI bekerjasama dengan Departemen Kesehatan perlu mengadakan kampanye makan ikan yang lebih giat lagi misalnya dengan gerakan pembagian makan ikan gratis di sekolah dasar- sekolah dasar untuk meningkatkan konsumsi domestik yang masih sangat rendah. 8. Kebijakan pemerintah dalam mendukung perdagangan internasional ikan tuna segar Indonesia perlu diimbangi dengan kebijakan dalam meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia, agar peningkatan permintaan ekspor dari negaranegara di pasar internasional dapat dipenuhi tanpa meningkatkan harga ikan tuna domestik yang akan mengurangi konsumsi ikan tuna domestik karena
82
langkanya ikan tuna di pasar domestik.
Perlu diingat pula peningkatan
produksi yang perlu dilakukan bukan hanya cukup sekedar dari sisi meningkatkan jumlah tangkapan ikan tuna, namun sebaiknya
lebih
dititikberatkan pada peningkatan kualitas tangkapan pula, agar ikan tuna Indonesia dapat lebih bersaing dengan ikan tuna asal tangkapan negara lain di pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA
ADB/Infofish 1990-1996, Trade and News Indofish, Kuala Lumpur. Adnyana, M.O, 2001, Penerapan model penyesuaian nerlove dalam proyeksi produksi dan konsumsi beras, Universitas Udayana, Denpasar. Afrianto E. Dan E Liviawaty, 1989, Pengawetan dan Pengolahan Ikan, Kanisius, Yogyakarta. Ananda,Candra. 2002, The Supply Analysis of Indonesian Shrimp on The International Market, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang. Angra Irena Bondar, 2007, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tuna Segar Indonesia, Skripsi Anwar, 1988, Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1988/1989, UI-Press, Jakarta. Ashiqin, Z. 2009. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang memengaruhi ekspor CPO ke Cina, Malaysia dan Singapura dalam Skema Asean China Free Trade Aggreement [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Boediono.1990. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE, Yogyakarta BPEN. 1998. Identifikasi Peluang Pasar Ikan Tuna Indonesia. Departemen Perdagangan. Jakarta. Cabanila, L.S. Agricultural Trade Between the Philippines and the US: Status, Issues and Prospects. Philippine Institute for Development Studies, Manila. Cahya, Indry. Analisis Daya Saing Ikan Tuna Indonesia di Pasar Internasional. [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Colman D., Trevor Young. 1989. Principles of Agriculural Economics: Market and Prices in Less Developed Countries. Cambridge University Press,New York. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 1999. Indonesia and The Changing Market. Profil ikan beku di Jepang. Hal 10-12 PPPI,Osaka. Donald A Ball dan Wendell H McCulloch. 2000. Bisnis Internasional, Buku Satu, Salemba Empat- McGraw-Hill Co,Jakarta.
84
Djima, H. 2000. Kajian Peluang Ekspor ke Cina Kasus Ikan Tuna, Universitas Indonesia, Jakarta. Goenarsyah,I.1990, Studi Tentang Permintaan dan Penawaran Komoditi Ekspor Pertanian (Udang),Biro Perencanaan Departemen Pertanian bekerja sama dengan IPB Bogor, Institut Pertanian Bogor. Gonarsah, Isang. 1987. Landasan Peragangan Internasional. Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gorman, T. 2009. Economics The Complete Ideal’s Guides, Edisi 1. Prenada, Jakarta. Gujarati, DN. 1995, Basic econometrics, Third Edition, McGraw -Hill Book, I.E. Hadiwiyoto 1993, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Jilid 1, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Hassan, Z.A., dan R. Johnson. 1977. Urban Food Consumption Patterns in Canada. Information Division Agriculture Canada, Canada. Hanafiah, A.M., dan A.M. Saefudin. 1983. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Tata Niaga Hasil Perikanan.
Helmers, FLCH and Dornbusch. R. 1988, The Open Economy:tools for policymakers in developing countries, Oxford University Press, New York. Horvarth, C and Wieringa, J.E. 1999, Combining Time Series and Cross Sectional Data for the Analysis of Dynamic Marketing Systems, University of Groningen, Netherlands. Infofish Trade News, Juli 1997. [buletin] hal 30. Irwan, M. 1997. Perdagangan Udang Indonesia Di Pasar Domestik dan Internasional, Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. ITPC. 1991. Indonesia and the Changing Market. Profile Produk Ikan Beku di Jepang. Pusat Promosi Perdagangan Indonesia, Departemen Perdagangan, Tokyo. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009, Jakarta Kindelberger, C.P. 1973. International Economics. Homewood, Illinois, USA.
Richard D. Irwin, Inc.
85
Koestranti, R. 1993. Kajian Impor Pasar Jepang Terhadp Tuna (Thunnus sp) Indonesia. Skripsi. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kotler, P. 1991. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta. Koutsoyiannis,A. 1977, Theory of Econometrics. An Introductory Exposition of Econometrics Method.2nd, The MacMilan Press Ltd, USA. Kumar, S. 1997, Optimal Economic Fishery Effort in the Maidivian Tuna Fishery: An Appropriate Model, University of Newcastle New South Wales, Australia. Kusumastanto. 1994, An Investment Strategy for theDevelopment of Brackishwater Shrimp Aquaculture Industry in Indonesia” PhD Dissertation, Auburn University at Alabama. Levi, MD. ,1996. International Finance, Third Edition, McGraw -Hill Book, Co. Lipsey, Ricard. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid satu. Edisi kesepuluh Binarupa Aksara. Jakarta. Lubis, Syafrida. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Nenas Segar Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Maldeniya, W.R. 2000. The Role of Fisheries Sector in the Coastal Fishing Communities of Sri Lanka. Ministry of fisheries and aquatic resources Srilanka. Maddala. G.S dan Trost. R. P, 2000, Some Extensions of the Nerlove-Press Model. Center For Naval Analyses, Virginia Monbiot, George. 2010. Motoh K.S, 1990, Biology And Ecology Of Penaeus Monodon, Central Laboratory. Marine Ecology Research Institute, Japan. Munir, S. 1997. Keragaman usaha perikanan tuna dan cakalang Indonesia serta analisis ekspornya ke pasar Jepang [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nachrowi, N.D dan Usman, H.2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta
86
Nero, A. 2005. Why Does The Average Price Of Tuna Fall During Lent?. http://www.nber.org/papers/w11572 Nofaldi, Nofi. 1998. Model Permintaan Udang Indonesia di Pasar Asia Tenggara (Singapura dan Malaysia), SOSEK, Fak Perikanan IPB, Bogor, (skripsi). Ollivia. 2002. Keragaman Ekspor Cakalang (Skipjack) Beku dan Madidihang (Yellowfin) Segar Indonesia ke Pasar Jepang [Thesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Paris, H and Grafton, Q. 2005. Tuna-Led Sustainable Development in the Pacific. Australian National University Priyono, B. E, 2003. Socioeconomic and Bioeconomic analysis of Coastal Resources in Central and Northern Java, Indonesia, WorldFish Centre Conference, Working Paper. Retnowati, Nur. 1990. Analisis Ekonomi Udang Indonesia di Pasar Jepang, Tesis Magister Sains, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rifianto, 1989, Bio-Ekonomic Analisis of Tambak in Northern West Java, Indonesia, PhD Disertation, University of The Philippines. Risman, A. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia [skripsi]. Program ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional Jilid 1. Terjemahan Haris Munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Santoso, 2001, Gema Protekan 2003 dan Peluang Ekspor Hasil Perikanan Indonesia, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Laporan seminar). Storer T.I ,1957, Element Of Zoology 2 New York.
nd
, Mc Grow Hill Book Company, Inc,
Subade, RF, 1993, Are Fishers Profit Maximizer?, The Case of Gilnetters in Negros Occidental and Iloilo, Philipina, Asian Fisheries Science 6. Solis N.B, 1998, Biology And Ecology In Biology and Culture Of Penaeus Monodon, Brackswater Aquaculture Information System, Aquaculture Departement, Southst Asian Fisheries, Development Center, Philippines. Supanto. 1999, Model Ekonometrika Perikanan Indonesia : Analisis Simulasi Kebijakan pada Era Liberalisasi Perdagangan, Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
87
Tomek, W. G., and Kenneth, L.R. 1987. Agricultural Product Prices. Cornell University Press, New York. Toribo, R.J. 2009. Global integration of European tuna markets. Laboratoire d’Economie et de Management Nantes-Atlantique Tweeten, L. 1992, Agricultural Trade: Principles and Policies. Westview Press, Inc, Colorado. Wetterman, TH, 1960, General Crustaceae Biology In The Physiology Of Crustaceae, Volume 1, Metabolism and Growth, Waterman, TH. (Eds), Academic Press, London. www.dkp.go.id www.bi.go.id Yee, Y. 1996, Market Demand and Supply Potential of Chinese Fish Products, Asian Fisheries Science.
88
Halaman ini sengaja dikosongkan.
LAMPIRAN
89
Lampiran 1. Daftar Negara-Negara yang Tergabung Dalam Uni Eropa
Belanda*
Inggris
*
Yunani
Jerman
*
Belgia
Portugal
Luxemburg
*
*
Spanyol
Perancis
Austria
Italy
Swedia
Denmark
Finlandia
Irlandia
Siprus
Slovakia
Slovenia
Rep.Cechnya
Lithuania
Bulgaria
Malta
Hungaria
Polandia
Estonia
Rumania
Latvia
Sumber : WTO (2007) diacu dalam Indri Nilam Cahya (2010) Keterangan : (*) Pendiri Uni Eropa
Lampiran 2 Scripts Input dan Hasil Output Eviews Estimasi system persamaan struktural dengan Metode 3 SLS INST IR JK TK T2 KBJK PSUBST GDP POP T1 XTAS XTJ XTUE XROW PTAS PSUBSTAS PTHAIAS ERAS GDPAS POPAS TRFAS KONSAS KBJKAS TAS PTUE PSUBSTUE PTHAIUE GDPUE POPUE TRFUE KONSUE KBJKUE TUE PTJ PSUBSTJ PTHAIJ ERJ GDPJ POPJ TRFJ KONSJ KBJKJ TJ
XTAS=C(1)+C(2)*PTAS+C(3)*PSUBSTAS+C(4)*PTHAIAS+C(5)*ERAS+C(6)*GDPAS+C(7)*POP+ C(8)*TRFAS+C(9)*KONSAS+C(10)*KBJKAS+C(11)*TAS XTUE=C(12)+C(13)*PTUE+C(14)*PSUBSTUE+C(15)*PTHAIUE+C(16)*GDPUE+C(17)*POPUE+C (18)*TRFUE+C(19)*KONSUE+C(20)*KBJKUE+C(21)*TUE XTJ=C(22)+C(23)*PTJ+C(24)*PSUBSTJ+C(25)*PTHAIJ+C(26)*ERJ+C(27)*GDPJ+C(28)*POPJ+C (29)*TRFJ+C(30)*KONSJ+C(31)*KBJKJ+C(32)*TJ QT=c(33) +c(34)*IR +c(35)*JK+c(36)*TK+ c(37)*QT(-1)+ c(38)*T1+ c(39)*KBJK QDT=c(40)+c(41)*PT+c(42)*PSUBST+ c(43)*GDP+c(44)*POP+c(45)*T2 PT=C(46)+C(47)*QT+C(48)*PX+C(49)*QDT XT= C(50)+C(51)*XTAS+C(52)*XTJ+C(53)*XTUE+C(54)*XROW
System: TUNAS Estimation Method: Three-Stage Least Squares Date: 07/13/11 Time: 18:22 Sample: 1990 2009 Included observations: 20 Total system (unbalanced) observations 119 Linear estimation after one-step weighting matrix
C(1) C(2) C(3) C(4) C(5) C(6) C(7) C(8) C(9) C(10) C(11) C(12) C(13) C(14) C(15) C(16) C(17) C(18) C(19) C(20) C(21) C(22)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
305469.0 -2057.915 13536.16 11361.10 3.116472 -25.64819 0.000417 -4673.521 3992.162 -2388.857 10792.24 -2.964 11879.65 7529.841 80645.93 0.083474 0.000219 -12937.70 9042.561 -37320.91 50540.31 30372987
54201.76 1845.641 5806.587 4134.494 1.659390 9.252723 0.000276 1250.783 2385.652 5421.879 4759.140 4514012. 4976.798 10227.60 32345.61 0.025704 0.033359 5737.993 4308.603 15024.21 8195.068 21436398
5.635777 -1.115014 2.331174 2.747882 1.878083 -2.771961 1.511281 -3.736476 1.673405 -0.440596 2.267687 -6.566603 2.387007 0.736227 2.493257 3.247519 6.573361 -2.254743 2.098722 2.484051 6.167163 1.416889
0.0000 0.0002 0.0002 0.0076 0.0045 0.0071 0.1352 0.0004 0.0987 0.6609 0.0264 0.0000 0.0001 0.2210 0.0015 0.0018 0.0000 0.0273 0.0395 0.0154 0.0000 0.1610
91
C(23) C(24) C(25) C(26) C(27) C(28) C(29) C(30) C(31) C(32) C(33) C(34) C(35) C(36) C(37) C(38) C(39) C(40) C(41) C(42) C(43) C(44) C(45) C(46) C(47) C(48) C(49)
-1612012. 128091.2 1699787. 92.23755 5.207955 0.663459 -1073.834 35062.25 -186986.8 121433.2 1922343. -4313.957 54.71907 3.053559 0.005713 198722.8 199976.7 898478.7 -101841.8 28.45544 0.142498 0.002180 160418.5 -0.453711 -6.78E-07 0.633278 5.62E-07
Determinant residual covariance
10321486 1020430. 10308174 23.74033 3.899392 0.439146 13143.44 43188.51 85216.37 68979.12 427858.0 2200.137 94.36425 4.852874 0.220153 45202.30 79254.33 571119.4 97258.27 21.50922 0.044788 0.002899 12080.69 0.384193 1.72E-07 0.177884 2.88E-07
-0.156180 0.125527 0.164897 3.885268 1.335581 1.510793 -0.081701 0.811842 -2.194259 1.760435 4.492946 -1.960768 0.579871 0.629227 0.025948 4.396299 2.523227 1.573189 -1.047127 1.322942 3.181614 0.752023 13.27891 -1.180947 -3.935930 3.560070 1.954212
0.0876 0.0900 0.8695 0.0002 0.1860 0.0653 0.0435 0.4196 0.0315 0.0827 0.0000 0.0539 0.0563 0.5312 0.0979 0.0000 0.0001 0.1202 0.2986 0.1902 0.0022 0.0454 0.0000 0.2416 0.0002 0.0007 0.0547
1.61E+43
Equation: XTAS=C(1)+C(2)*PTAS+C(3)*PSUBSTAS+C(4)*PTHAIAS+C(5) *ERAS+C(6)*GDPAS+C(7)*POP+C(8)*TRFAS+C(9)*KONSAS+C(10) *KBJKAS+C(11)*TAS Instruments: IR JK TK T2 KBJK PSUBST GDP POP XTAS XTJ XTUE XROW PTAS PSUBSTAS PTHAIAS ERAS GDPAS POPAS TRFAS KONSAS Observations: 20 R-squared 0.859995 Mean dependent var 154278.0 0.858193 S.D. dependent var 18069.17 Adjusted R-squared S.E. of regression 9823.500 Sum squared resid 8.69E+08 Durbin-Watson stat 2.681419 Equation: XTUE=C(12)+C(13)*PTUE+C(14)*PSUBSTUE+C(15)*PTHAIUE +C(16)*GDPUE+C(17)*POPUE+C(18)*TRFUE+C(19)*KONSUE+C(20) *KBJKUE+C(21)*TUE Instruments: IR JK TK T2 KBJK PSUBST GDP POP XTAS XTJ XTUE XROW PTAS PSUBSTAS PTHAIAS ERAS GDPAS POPAS TRFAS KONSAS Observations: 20 R-squared 0.840720 Mean dependent var 98262.79 0.831815 S.D. dependent var 36463.94 Adjusted R-squared S.E. of regression 22437.40 Sum squared resid 5.03E+09 Durbin-Watson stat 1.718717 Equation: XTJ=C(22)+C(23)*PTJ+C(24)*PSUBSTJ+C(25)*PTHAIJ+C(26) *ERJ+C(27)*GDPJ+C(28)*POPJ+C(29)*TRFJ+C(30)*KONSJ+C(31) *KBJKJ+C(32)*TJ Instruments: IR JK TK T2 KBJK PSUBST GDP POP XTAS XTJ XTUE XROW
PTAS PSUBSTAS PTHAIAS ERAS GDPAS POPAS TRFAS KONSAS Observations: 20 1333921. R-squared 0.868246 Mean dependent var 0.831868 S.D. dependent var 291418.0 Adjusted R-squared S.E. of regression 203838.3 Sum squared resid 3.74E+11 Durbin-Watson stat 2.327521 Equation: QT=C(33) +C(34)*IR +C(35)*JK+C(36)*TK+ C(37)*QT(-1)+ C(38) *T1+ C(39)*KBJK Instruments: IR JK TK T2 KBJK PSUBST GDP POP XTAS XTJ XTUE XROW PTAS PSUBSTAS PTHAIAS ERAS GDPAS POPAS TRFAS Observations: 20 R-squared 0.997803 Mean dependent var 3991429. 0.997197 S.D. dependent var 1066510. Adjusted R-squared S.E. of regression 61225.33 Sum squared resid 4.50E+10 Durbin-Watson stat 2.421818 Equation: QDT=C(40)+C(41)*PT+C(42)*PSUBST+ C(43)*GDP+C(44)*POP +C(45)*T2 Instruments: IR JK TK T2 KBJK PSUBST GDP POP XTAS XTJ XTUE XROW PTAS PSUBSTAS PTHAIAS ERAS GDPAS POPAS TRFAS KONSAS Observations: 20 R-squared 0.971614 Mean dependent var 1919528. 0.961477 S.D. dependent var 675085.1 Adjusted R-squared S.E. of regression 132501.6 Sum squared resid 2.46E+11 Durbin-Watson stat 2.325919
Equation: PT=C(46)+C(47)*QT+C(48)*PX+C(49)*QDT Instruments: IR JK TK T2 KBJK PSUBST GDP POP XTAS XTJ XTUE XROW PTAS PSUBSTAS PTHAIAS ERAS GDPAS POPAS TRFAS KONSAS Observations: 20 2.321500 R-squared 0.882640 Mean dependent var 0.841884 S.D. dependent var 0.491842 Adjusted R-squared S.E. of regression 0.249881 Sum squared resid 0.999044 Durbin-Watson stat 2.483803
93
Lampiran 3 Scripts Input dan Hasil Output Eviews proses mencari nilai dasar dan hasil skenario simulasi XTAS = C(1) + C(2) * PTAS + C(3) * PSUBSTAS + C(4) * PTHAIAS + C(5) * ERAS + C(6) * GDPAS + C(7) * POP + C(8) * TRFAS + C(9) * KONSAS + C(10) * KBJKAS + C(11) * TAS XTUE = C(12) + C(13) * PTUE + C(14) * PSUBSTUE + C(15) * PTHAIUE + C(16) * GDPUE + C(17) * POPUE + C(18) * TRFUE + C(19) * KONSUE + C(20) * KBJKUE + C(21) * TUE XTJ = C(22) + C(23) * PTJ + C(24) * PSUBSTJ + C(25) * PTHAIJ + C(26) * ERJ + C(27) * GDPJ + C(28) * POPJ + C(29) * TRFJ + C(30) * KONSJ + C(31) * KBJKJ + C(32) * TJ QT = c(33) + c(34) * IR + c(35) * JK + c(36) * TK + c(37) * QT(-1) + c(38) * T1 + c(39) * KBJK QDT = c(40) + c(41) * PT + c(42) * PSUBST + c(43) * GDP + c(44) * POP + c(45) * T2 PT = C(46) + C(47) * QT + C(48) * PX + C(49) * QDT XT = XTAS + XTJ + XTUE + XROW XT = QT - QDT
Scenario baseline solve Model: Tuna Date: 07/13/11 Time: 21:58 Sample: 1990 2009 Solve Options: Dynamic-Deterministic Simulation Solver: Broyden Max iterations = 5000, Convergence = 1e-08 Parsing Analytic Jacobian: 4 derivatives kept, 0 derivatives discarded Scenario: Baseline Solve begin 12:58:25 Solve complete 12:58:25
Lampiran 4
Hasil simulasi skenario baseline (nilai dasar), dan skenario 1-4. 0 3,501
1 3,49708
2 3,496
3 4,028
4 3,498
QDT
1919528
1981191,550
1953433,690
1734791,550
1945792,550
QT
3892975
3994192,550
3997637,800
3987792,550
3887792,550
XT
1973447
2013001,000
2044204,110
2253001,000
1942000,000
154278
156864,700
158381,548
150864,700
179042,000
XTJ
1333921
1353584,150
1347477,789
1453584,150
1232921,150
XTUE
98262,78
98335,783
99340,203
96425,783
98147,215
PT
XTAS
PERUBAHAN NILAI % -0,00392 -0,11 61663,47 3,21 101217,10 2,60 39553,60 2,00 2586,67 1,68 19663,00 1,47 73,00 0,07
PERUBAHAN NILAI % -0,005 -0,14 33905,615 1,77 104662,350 2,69 70756,710 3,59 4103,518 2,66 13556,639 1,02 1077,420 1,10
PERUBAHAN NILAI % 0,527 15,05 -184736,525 -9,62 94817,100 2,44 279553,600 14,17 -3413,330 -2,21 119663,000 8,97 -1837,000 -1,87
PERUBAHAN NILAI % -0,0031 -0,09 26264,47 1,37 -5182,90 -0,13 -31447,40 -1,59 24763,97 16,05 -101000 -7,57 -115,57 -0,12