ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
Oleh : Dizy Soebtrianasari A 14105533
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DIZY SOEBTRIANASARI. Analisis Penawaran Lada Putih Indonesia di Pasar Internasional. Dibawah Bimbingan NUNUNG NURYARTONO. Lada merupakan salah satu komoditi ekspor di sub sektor perkebunan yang memberikan kontribusi bagi devisa Indonesia. Disamping itu tanaman lada juga dapat menyediakan lapangan kerja, bahan baku industri dalam negeri dan konsumsi langsung sehingga tanaman lada sangat berperan dalam perekonomian Indonesia. Indonesia termasuk salah satu negara produsen lada terbesar di dunia. Ekspor lada Indonesia di pasar dunia adalah dalam bentuk lada hitam dan lada putih. Namun demikian, lada putih memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan lada hitam. Perkembangan lada putih Indonesia di pasar internasional seringkali dihadapkan pada permasalahan volume ekspor dan harga yang terus berfluktuasi. Negara pengimpor lada dari Indonesia cenderung menerapkan persyaratan mutu produk yang sangat ketat. Lada putih Indonesia di pasar internasional juga dihadapkan pada masalah persaingan diantara negara produsen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor lada putih di pasar internasional serta menganalisis pengaruh perdagangan lada putih di pasar internasional terhadap harga yang terbentuk. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret waktu (time series) selama dua puluh lima tahun. Model analisis yang digunakan adalah model persamaan simultan yang di duga dengan metode Two Stages Least Square (2SLS) dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh produksi lada putih Indonesia, jumlah ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya dan harga riil ekspor lada putih Indonesia. Sedangkan untuk faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Belanda, hanya peubah harga riil ekspor saja yang berpengaruh nyata. Pada jangka panjang, ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat lebih responsif terhadap perubahan produksi lada putih, sedangkan ekspor lada putih ke Belanda hanya responsif terhadap perubahan harga riil ekspor. Permintaan impor lada putih Amerika Serikat dipengaruhi oleh pendapatan riil perkapita Amerika Serikat dan peubah jumlah impor lada putih tahun sebelumnya, tetapi permintaan impor tersebut hanya responsif terhadap perubahan pendapatan perkapita. Permintaan impor lada putih Belanda hanya dipengaruhi oleh perubahan jumlah impor lada putih Belanda pada tahun sebelumnya. Harga riil lada putih dunia sama-sama dipengaruhi oleh total ekspor lada putih dunia dan harga riil lada putih dunia pada tahun sebelumnya. Volume impor hanya mempengaruhi harga lada putih di pusat perdagangan London. Impor lada putih dunia tersebut bersifat responsif baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Volume ekspor dunia di kedua pusat perdagangan juga bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Harga riil ekspor lada putih Indonesia dipengaruhi oleh total ekspor lada putih Indonesia, harga lada putih di kedua pusat perdagangan dan harga riil ekspor tahun sebelumnya. Dari ke empat peubah tersebut, hanya peubah harga di kedua pusat perdagangan yang bersifat elastis. Namun kedua harga tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap harga ekspor lada putih Indonesia. Kenaikan harga lada putih di pusat perdagangan New York cenderung menurunkan harga ekspor Indonesia dan kenaikan harga ekspor di pusat perdagangan London cenderung akan menaikkan harga ekspor lada putih Indonesia. Harga riil domestik lada putih Indonesia di pengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan peubah harga riil domestik lada putih Indonesia tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, peubah-peubah tersebut tidak ada yang responsif terhadap harga domestik Indonesia. Usaha yang perlu dilakukan dalam peningkatan ekspor lada putih Indonesia yaitu: 1) Perlunya dilakukan peningkatan produksi dan peningkatan mutu, melalui peningkatan pelatihan bagi para petani, karena teknologi yang sudah tersedia belum dapat terserap oleh petani atau pengusaha 2) Diperlukannya pengendalian jumlah penawaran ekspor untuk dapat menjaga stabilitas harga ekspor lada putih Indonesia. serta 3) Peningkatan sarana dan prasarana yang dapat mendukung informasi perdagangan lada putih dunia.
ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
Oleh : Dizy Soebtrianasari A 14105533
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Analisis Penawaran dan Permintaan Lada Putih Indonesia di Pasar Internasional
Nama
: Dizy Soebtrianasari
NRP
: A 14105533
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Nunung Nuryartono, Ph.D NIP. 132 104 952
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian : 29 Mei 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL“ BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Dizy Soebtrianasari A 14105533
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Pebruari 1984 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Asep Soebandi Nitipradja dan Neneng Djuariah Djassir. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri POLISI V Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 2 Bogor dan pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2002 pula penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan kegiatan perkuliahan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen agribisnis, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kasih dan sayang, melimpahkan berkah dan rahmat-Nya Yang Maha Luas dan tiada terbatas. Atas izin Allah SWT pula penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam waktu yang telah ditentukan. Skripsi yang ditulis mengambil topik tentang “ Analisis Penawaran dan Permintaan Lada Putih Indonesia di Pasar Internasional”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia, permintaan lada putih negara pengimpor serta harga yang terbentuk akibat adanya perdagangan di pasar internasional. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan serta dapat memperkaya khasanah pembaca. Penelitian ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis.
Bogor, Mei 2008
(Dizy Soebtrianasari) A 14105533
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil’alamin, dengan mengucapkan syukur atas Kehadirat Allah SWT, serta atas berkat rahmat dan Inayah-Nya juga, maka skripsi ini dapat penulis selesaikan sebagaimana adanya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami beberapa kali kesulitan yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman dalam hal pembuatan skripsi. Akan tetapi penulis telah berusaha membuat dan menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin sehingga penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1.
Nunung Nuryartono, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan pengorbanan waktu, tenaga serta pikirannya bagi penulis sehingga penulis diberikan kemudahan dalam melakukan dan menyelesaikan penelitian ini.
2.
Febriantina Dewi, SE, MEc selaku dosen penguji utama atas kritik serta masukan yang berharga bagi kesempurnaan skripsi ini.
3.
Tintin Sarianti, SP selaku dosen Komisi Pendidikan atas masukan yang berharga bagi kesempurnaan skripsi ini.
4.
Ir. Tanti Novianti MS selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan dan arahan dalam proposal penelitian.
5.
Bapak Dede dan Bapak Nur dari International Pepper Community (IPC) yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam mendapatkan datadata penelitian.
6.
Ibu, bapak (Alm.), serta kakak-kakak yang telah memberikan dukungan, semangat yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan doa, kasih sayang, pengorbanan dan kerja keras yang tiada henti.
7.
Ariyanto yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi serta kesabaran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8.
Maya Andini atas kesediaannya sebagai pembahas pada seminar penulis.
9.
Teman-teman seperjuangan di ekstensi, Siska, Jam’an, Wawan, Nova, Nde dan Yoga atas bantuan serta kebersamaannya.
10.
Pipin, Rizky dan Fajar atas bantuannya kepada penulis.
11.
Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya serta membalas amal
ibadah yang telah mereka sumbangkan. Amien.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix BAB I . PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 8 1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian...............................................................10 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................11 2.1 Sejarah Perkembangan Lada ..........................................................11 2.2 Jenis Pengolahan Lada .................................................................12 2.3 Penelitian Terdahulu ....................................................................13 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................17 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................17 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional ........................................17 3.1.2 Teori Nilai Tukar ................................................................19 3.1.3 Teori Penawaran Ekspor ....................................................20 3.1.4 Teori Permintaan Impor .......................................................21 3.1.5 Konsep Pembentukkan Harga Lada ....................................23 3.1.6 Konsep Persamaan Simultan ...............................................24 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................28 BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................31 4.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................31 4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................31 4.3 Spesifikasi Model ..........................................................................31 4.4 Model dan Definisi Operasional Peubah ......................................34 4.4.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ............................34 4.4.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Pesaing ..................35 4.4.3 Permintaan Impor Lada Putih ..............................................38 4.4.4 Harga Lada Putih di Pasar Internasional .............................40 4.4.5 Harga Riil Ekspor dan Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia ................................................................................41 4.5 Identifikasi Model ........................................................................42 4.6 Pengujian Model dan Hipotesis ....................................................43 4.7 Uji Autokorelasi ...........................................................................44 4.8 Pendugaan Nilai Elastisitas ...........................................................44 4.9 Definisi Operasional Peubah .........................................................46 BAB V. GAMBARAN UMUM .......................................................................49 5.1 Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia ................49
5.2 Permintaan Impor Lada Putih Dunia ..............................................52 5.3 Kebijakan Standar Mutu Lada Putih Indonesia .............................53 5.4 Sentra Produksi Lada Putih Indonesia ...........................................56 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................58 6.1 Hasil Dugaan Model .....................................................................58 6.2 Penawaran Ekspor Lada Putih .....................................................59 6.2.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat ....................................................................59 6.2.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Belanda ..........62 6.2.3 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Pesaing ...................64 6.2.3.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Amerika Serikat ......................................................................64 6.2.3.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda ......................................................................65 6.2.3.3 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Amerika Serikat ......................................................................66 6.2.3.4 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Belanda ....68 6.2.4 Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Produsen .................70 6.3 Permintaan Impor Lada Putih .......................................................70 6.3.1 Permintaan Impor Lada Putih Amerika Serikat .....................70 6.3.2 Permintaan Impor Lada Putih Belanda .................................72 6.3.3 Permintaan Impor Lada Putih Dunia ...................................74 6.4 Harga Lada Putih ............................................................................74 6.4.1 Harga Riil Lada Putih Dunia ..................................................75 6.4.1.1 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan New York ...................................................................75 6.4.1.2 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan London ........................................................................76 6.4.2 Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia ...............................78 6.4.3 Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia ..........................80 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................84 7.1 Kesimpulan ..................................................................................84 7.2 Saran .............................................................................................85 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................87 LAMPIRAN ........................................................................................................89
DAFTAR TABEL Nomor
1.
Halaman
Luas Areal dan Produksi Lada Seluruh Indonesia menurut Bentuk Pengusahaan Tahun 1999-2006* ............................................................
2
Produksi Lada Dunia Negara Produsen Utama Tahun 1999-2006 (Ton) .......................................................................................................
3
Perkembangan Ekspor Lada Negara Produsen Tahun 2001-2006* (Ton) ........................................................................................................
4
4.
Volume dan Nilai Ekspor Menurut Jenis Lada Tahun 2005 ..................
5
5.
Ekspor Lada Putih Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2001-2005 ....................................................................................
7
2. 3.
6.
Perkembangan Produksi Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006 (Ton) ....................................................................................................... 49
7.
Perkembangan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006 (Ton) ......................................................................................................... 50
8.
Spesifikasi Syarat Kualitas Lada Putih Menurut SNI 01-0004-1995 ..... 54
9.
Spesifikasi Persyaratan Mutu Lada Putih Campuran ............................. 54
10.
Spesifikasi Standar Mutu Lada Putih IPC ............................................. 55
11.
Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada di Bangka, Tahun 2002-2006 .................................................................................... 57
12.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat ....................................................... 60
13.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Belanda .................................................................... 62
14.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Amerika Serikat ....................................................... 65
15.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda ..................................................................... 66
16.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Amerika Serikat ............................................................. 67
17.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada
Putih Brazil ke Belanda .......................................................................... 68 18.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan Lada Putih Amerika Serikat ...................................................................................... 71
19.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan Lada Putih Belanda ................................................................................................... 73
20.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan New York ............................................................ 75
21.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan London ................................................................. 77
22.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia ....................................................................................... 78
23.
Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia ....................................................................................... 81
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional ................................. 19
2.
Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................ 30
3.
Diagram Keterkaitan Antar Peubah dalam Perdagangan Lada Putih di Pasar Internasional ................................................................................... 33
4.
Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 2002-2006 ................................................................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Data Yang digunakan dalam Penelitian.................................................... 89
2.
Hasil Pengolahan Data Melalui SAS ....................................................... 94
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar
dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya potensi ekspor subsektor perkebunan tersebut di dukung oleh iklim yang cocok untuk tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, coklat, tembakau dan lada serta tersedianya tenaga kerja yang cukup banyak. Lada ( Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditi ekspor di sub sektor perkebunan yang dapat memberikan kontribusi bagi devisa Indonesia selain kelapa sawit, karet, kopi dan teh. Komoditi lada pada tahun 2003 menyumbang devisa negara sebesar US$ 93 juta dan merupakan penyumbang terbesar ke tujuh setelah minyak sawit US$ 2,721 juta, karet US$ 1,485 juta, kakao US$ 624 juta, kopi US$ 259 juta, kelapa US$ 193 juta, dan teh US$ 96 juta (Kemala, 2007). Disamping itu tanaman lada juga dapat menyerap tenaga kerja, bahan baku industri dalam negeri dan konsumsi langsung sehingga tanaman lada sangat berperan dalam perekonomian Indonesia. Bentuk pengusahaan lada di Indonesia adalah berupa Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) dengan daerah penghasil lada terbesar terdapat didaerah Lampung untuk lada hitam dan Kepulauan Bangka Belitung untuk lada putih. Total produksi dari dua daerah tersebut sekitar 70-80 persen dari total produksi lada Indonesia, sedangkan sisanya di hasilkan dari daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Luas areal dan produksi perkebunan lada Indonesia menurut pengusahaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Lada Seluruh Indonesia menurut Bentuk Pengusahaan Tahun 1999-2006* Luas Areal ( Ha ) Tahun PR PBS Jumlah 1999 136,522 320 136,842 2000 150,213 318 150,531 2001 185,704 318 186,022 2002 203,772 296 204,068 2003 204,128 236 204,364 2004 201,248 236 201,484 2005 191,801 191 191,992 2006* 191,177 192 191,369 Rata-rata 183,071 263 183,334 Keterangan : *) sementara Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata luasan lahan untuk komoditi lada dari tahun 1999 hingga 2006 yang tertinggi adalah luasan lahan PR, yaitu seluas 183,071 hektar sedangkan PBS seluas 263 hektar, sehingga luas areal perkebunan lada didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 99,8 persen. Jika dilihat dari perkembangannya luas areal PBS dari tahun 1999 hingga 2005 semakin lama jumlahnya semakin menurun. Selain adanya penurunan luas areal perkebunan lada, permasalahan lain yang dihadapi dalam pengusahaan lada menurut Kemala (2007) adalah tidak berkembangnya sistem agribisnis lada di Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya sistem agribisnis lada di Indonesia tersebut antara lain disebabkan karena sebagian besar teknologi belum dapat digunakan oleh petani, tidak tersedianya peralatan yang mudah didapat dan murah, kurangnya diversifikasi produk lada, serta adanya pesaing Indonesia sebagai produsen lada dunia seperti Brazil, India, Malaysia, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Walaupun adanya penurunan luas areal perkebunan lada yang diiringi dengan berfluktuasinya produksi lada, namun pada saat ini Indonesia termasuk
sebagai salah satu negara produsen lada terbesar di dunia. Selain Indonesia, terdapat negara-negara produsen lada lainnya yang tergabung dalam IPC (International Pepper Community) seperti India, Vietnam, Brazil, Malaysia dan Sri Lanka plus satu anggota tidak penuh yakni Papua New Guinea. Negara anggota IPC menguasai 90 persen produksi dan 95 persen total ekspor lada dunia1. Mengenai data produksi lada dari negara-negara yang termasuk dalam produsen utama dunia, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Lada Dunia Negara Produsen Utama Tahun 1999-2006 (Ton) Negara
2002
2003
2004
2005
2006
Jumlah
India
80,000
65,000
100,000
95,000
105,000
460,000
Vietnam
75,000
85,000
62,000
70,000
50,000
327,000
Indonesia
66,000
65,000
55,000
55,000
46,000
302,000
Brazil
45,000
50,000
45,000
44,500
48,000
232,500
Malaysia
24,000
21,000
20,000
19,000
19,000
103,000
Sri Lanka
12,600
12,660
12,820
14,000
13,000
65,080
Sumber
: IPC, 2006
Berdasarkan data jumlah produksi lada dunia antara tahun 2002 hingga tahun 2006 yang disajikan pada Tabel 2, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara produsen lada setelah Vietnam dan India. Namun Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara pengekspor lada. Perkembangan ekspor lada negara-negara produsen dapat di lihat pada Tabel 3. Jika dilihat dari tingkat pertumbuhannya, ekspor lada pada tahun 2005 mengalami tingkat pertumbuhan yang negatif. Penurunan ini tidak hanya di alami oleh Indonesia saja, tetapi juga oleh negara lain seperti Vietnam, Brazil dan Malaysia. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya siklus sepuluh tahunan, yang artinya ada suatu waktu dalam sepuluh tahun suatu tanaman mengalami penurunan dan kemudian sepuluh tahun ke depan tanaman tersebut mengalami peningkatan. Penurunan yang terjadi
pada lada ini dapat terjadi karena faktor lada yang mudah sekali terkena penyakit dan juga harga yang rendah pada saat over supply sebagai akibatnya tanaman lada banyak di tinggalkan oleh para petani2. Berdasarkan Tabel 3 dapat di lihat pula bahwa India yang selama ini dikenal sebagai negara produsen lada nomor satu dunia, namun untuk jumlah ekspor India menempati urutan ke empat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar digunakan untuk konsumsi domestik. Tabel 3 menyajikan perkembangan ekspor lada negara-negara produsen lada tahun 2001 hingga 2006. Tabel 3. Perkembangan Ekspor Lada Negara Produsen Tahun 2001-2006* (Ton) Tahun
Vietnam
2001 2002 2003 2004 2005 2006* Jumlah Rata-rata
56,506 78,155 74,600 98,494 96,179 116,670 520,604 86,767.3
2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005 2005-2006
38.31 - 4.55 32.03 -2.35 21.31
Rata-rata kenaikan pertahun
14.13
Indonesia Brazil India Jumlah Ekspor ( Ton ) 53,291 36,585 22,618 53,210 37,531 24,225 60,596 37,940 19,423 45,760 40,529 14,049 37,568 33,977 15,752 35,531 39,992 26,376 285,956 226,554 122,443 47,659 37,759 20,407.2 Tingkat Pertumbuhan ( % ) -0.15 2.59 7.10 13.88 1.09 -19.82 -24.48 6.82 -27.67 -17.90 - 16.17 12.12 -5.42 17.70 67.45 -5.68
2.01
6.53
Malaysia 24,929 22,661 18,672 18,206 16,795 15,057 116,320 19,386.7 -9.1 -17.60 -2.5 -7.75 -10.35 -7.88
Keterangan : *) Estimasi Sumber : http://www.mpb.gov.my/statistik/wpe1.html
Produksi yang selalu berfluktuasi serta adanya persaingan antar negara produsen, mengakibatkan perkembangan lada Indonesia mengalami hambatan dan tantangan
yang lebih berat dalam sistem perdagangan internasional di era
globalisasi. Ancaman yang cukup serius bagi pengembangan komoditas lada Indonesia adalah adanya pesaing luar negeri seperti Malaysia yang berambisi
menjadi produsen utama pada tahun 2010 sedangkan Vietnam dengan segala fasilitasnya berupaya menjadi negara penghasil utama lada hitam. Demikian juga dengan Thailand, Cina dan negara berkembang lainnya. Ancaman tersebut menuntut produk Indonesia untuk lebih dapat bersaing baik dalam hal harga maupun mutu ( Balitro, 2002 ). Di pasar dunia, komoditas lada sebagian besar diperdagangkan dalam bentuk lada putih butiran, lada hitam butiran, dan dalam jumlah yang relatif kecil berbentuk lada bubuk, lada hijau serta minyak lada. Tabel 4 menunjukkan bahwa ekspor lada Indonesia terbesar adalah dalam bentuk lada hitam dengan jumlah 16,594 ton. Walaupun demikian, ternyata lada putih memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan lada hitam. Nilai ekspor lada putih pada tahun 2005 yaitu sebesar US$ 34,651,000 sedangkan lada hitam hanya memberikan nilai US$ 21,997,000. Hal tersebut dikarenakan harga lada putih lebih mahal dibandingkan dengan lada hitam. Menurut Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI), Mustakim, untuk jenis lada hitam pada saat ini di pasar internasional dipatok harga sekitar US$ 4000 per ton, sedangkan untuk jenis lada putih dihargai sebesar US$ 5,500 per ton3. Tabel 4.Volume dan Nilai Ekspor Menurut Jenis Lada Tahun 2005 No Wujud Produksi Volume (ton) Nilai (000 US$) 1 Lada putih 16,227 34,651 2
Lada hitam
16,594
21,997
3
Lada putih bubuk
141
187
4
Lada hitam bubuk
205
312
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006
Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara produsen dan pengekspor lada putih terbesar di pasar dunia. Hal ini menunjukkan bahwa lada
putih berpotensi untuk memberikan kontribusi yang lebih besar pada devisa Indonesia dibandingkan dengan lada hitam. 1.2
Perumusan Masalah Lada putih hingga sekarang masih berperan sebagai komoditi ekspor
Indonesia di pasar dunia. Namun dalam perkembangannya, lada putih seringkali dihadapkan pada permasalahan volume ekspor dan harga yang terus berfluktuasi. Hal ini berarti akan sangat mempengaruhi penerimaan devisa yang akan di terima Indonesia. Lada putih Indonesia sebagian besar terutama di ekspor untuk pasar Singapura, Amerika Serikat dan Belanda. Selain negara-negara tersebut, ekspor lada putih Indonesia juga ditujukan ke beberapa negara lain yang dapat dilihat pada Tabel 5. Negara pengimpor lada dari Indonesia cenderung menerapkan persyaratan mutu produk yang sangat ketat. Persyaratan tersebut misalnya persyaratan mutu, kebijakan sanitary dan Phytosanitary (SPS), penerapan sistem ekolabelling dan lain-lain. Konsekuensi dari hal tersebut adalah terhambatnya akses ke pasar internasional khususnya ke pasar Eropa dan Amerika yang menuntut beberapa persyaratan yang cukup ketat. Penerapan kebijakan SPS yang dilakukan Amerika Serikat yaitu dengan menerapkan pinalty dalam bentuk pengurangan harga secara otomatis kepada produk lada dengan alasan terkontaminasi serangga. Bahkan beberapa anggota WTO saat ini telah menerapkan persyaratan SPS secara ketat. Dengan diberlakukan SPS ini sanksi lain yang dikenakan adalah sering dilakukannya penahanan pada lada Indonesia (Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, 2002).
Tabel 5. Ekspor Lada Putih Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2001-2005 Negara Tujuan
2001
2002
2003
2004
2005
Berat Bersih (000 kg) Hongkong
213,9
147,8
31,0
64,0
51,4
Singapura
18 062,0
31 245,2
15 646,5
6 651,2
9 420,3
3 728
3 216
2 153,8
1 364
1 045
97,4
500,7
352,8
330,0
216,0
Belanda
3 262,5
1 661,3
2 178,0
941,5
1 593,3
Perancis
420,0
2 552,2
0,1
0,0
32,0
Jerman
736,8
923,7
1 343,4
1 681,5
1 376,0
Belgia
75,0
0,0
0,0
195,0
278
3 041,1
3 393,4
2 901,2
2 533,1
2 214,9
29 636,7
41 343,3
24 606,8
13 760,3
16 226,9
Amerika Serikat Inggris
Lainnya Total
Nilai FOB (000 US $ ) Hongkong
353,6
244,9
74,5
140,5
111,8
Singapura
36 788,6
39 836,3
36 973,7
14 360,9
20 979,2
Amerika Serikat
7 493
6 374
4 522,98
43 049
2 098
Inggris
194,1
1 097,3
837,4
738,7
472,4
Belanda
6 514,6
3 368,7
3 526,9
2 199,4
3 459,8
Perancis
1 005,3
491,4
0,9
0,0
83,6
Jerman
1 513,9
2 100,2
3 262,0
3 628,0
2 759,4
Belgia
163,4
0,0
0,0
421,7
578,0
6 051,1
5 455,42
5 512,42
5 112,5
4 108,6
60 077,6
58 968,5
54 710,8
29 650,7
34 650,7
Lainnya Total Sumber
: BPS, 2006
Oleh karena itu ekspor lada Indonesia lebih banyak ditujukan ke negara Singapura dengan alasan bahwa Singapura tidak banyak mempersoalkan tentang mutunya. Namun Singapura sendiri tetap dapat menarik keuntungan dengan mereekspor lada putihnya ke pasaran luar negeri dan Singapura memiliki sarana processing yang dapat meningkatkan mutu lada putih yang di impornya dari Indonesia. Disamping itu Singapura memiliki sarana komunikasi, perkapalan dan
senantiasa mendapatkan informasi tentang situasi pasar di luar negeri sehingga Singapura dapat mengatur laju ekspornya (Rismunandar, 1990). Kondisi tersebut mengakibatkan ketergantungan pasar ekspor lada putih Indonesia dan akan mengganggu industri lada putih nasional dikarenakan Singapura menjadi lebih dapat menentukan harga ekspor yang terus dapat berakibat
pada
harga
domestik
Indonesia.
Dalam
rangka
melakukan
pengembangan terhadap ekspor lada putih Indonesia, maka perlunya melirik pasar lain seperti Amerika Serikat dan Belanda. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Amerika Serikat dan Belanda menempati urutan sebagai negara pengimpor lada putih terbesar setelah Singapura, sehingga hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen lada putih Indonesia untuk lebih meningkatkan ekspor lada putih ke negara-negara tersebut. Kedudukan Indonesia dalam perdagangan lada putih di pasar internasional tidak hanya dipengaruhi oleh penawaran ekspor lada putih Indonesia saja, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh penawaran ekspor lada putih negara pesaing lainnya seperti Malaysia dan Brazil. Kedua negara tersebut merupakan negara produsen dan pengekspor lada putih terbesar setelah Indonesia. Untuk memperoleh langkah kebijakan yang tepat dalam komoditi lada putih Indonesia, maka selain mengetahui bagaimana perilaku penawaran lada putih negara produsen, juga harus mengetahui bagaimana perilaku permintaan lada putih negara konsumen utama lada putih dunia. Dari uraian diatas, maka permasalahan yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah :
1.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan impor lada putih di Amerika Serikat dan Belanda?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia.
2.
Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor lada putih di amerika Serikat dan Belanda.
3.
Menganalisis pengaruh perdagangan lada putih di pasar Internasional terhadap harga lada putih di pasar internasional serta keterkaitannya dengan harga ekspor dan harga domestik lada putih Indonesia.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian
ini
di
harapkan
dapat
memberikan
informasi
bagi
pengembangan perdagangan lada putih dan dapat berguna bagi : 1.
Pemerintah dan para pengambil keputusan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka pengembangan lada putih Indonesia.
2.
Pihak penulis sendiri diharapkan dapat menjadi penambah wawasan terutama mengenai kondisi perdagangan lada putih di pasar internasional.
3.
Pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat, masukan, dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1.
Dalam penelitian ini dibatasi untuk komoditi lada putih, karena Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar di dunia.
2.
Penawaran ekspor lada putih Indonesia dalam penelitian ini dibatasi yaitu hanya ditujukan ke Amerika Serikat dan Belanda.
3.
Penelitian ini juga memasukkan penawaran ekspor lada putih negara pesaing utama Indonesia, yaitu Malaysia dan Brazilia di karenakan jumlah penawaran lada putih dunia juga dipengaruhi oleh ekspor lada putih negara pesaing sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia.
4.
Permintaan impor dalam penelitian ini di batasi hanya Amerika Serikat dan Belanda saja
5.
Harga yang dikaji dalam penelitian ini hanya harga lada putih di pasar Internasional, harga ekspor lada putih Indonesia dan harga lada putih domestik Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Perkembangan Lada Tanaman lada (Piper nigrum L) berasal dari daerah barat Ghat, India lalu
menyebar ke berbagai negara di Asia termasuk Indonesia. Lada merupakan tanaman yang tumbuh merambat pada sebuah tajar yang mati atau hidup. Tanaman ini sangat baik ditanam didaerah beriklim tropis dengan lahan yang agak miring, subur, dan gembur serta mendapat sinar matahari yang cukup. Lada merupakan salah satu dari bahan rempah-rempah yang memiliki harga sangat tinggi. Nilai tinggi inilah menyebabkan bangsa Portugis pada tahun 1948 datang ke Asia dan mulai menguasai perdagangan rempah di India (Widyastuti, 2005). Penyebaran lada di Indonesia pertama kali dilakukan oleh para koloni Hindu yang sedang melakukan perjalanan dalam misi penyebaran agamanya. Sebelum perang dunia kedua Indonesia merupakan negara produsen utama di dunia dengan produksi sekitar 69 persen produksi lada dunia, disusul India dan Malaysia. Namun banyak kebun lada rusak dan terlantar atau diganti untuk penanaman bahan makanan selama perang dan selama pendudukan Jepang. Kemerosotan produksi lada Indonesia telah mendorong negara-negara lain untuk meningkatkan produksi ladanya untuk memenuhi kebutuhan pasaran dunia seperti India, Malaysia, Srilanka dan Brazil berhasil memperbesar produksi dan ekspornya (Siswoputranto, 1976). Rismunandar (1990) mengatakan bahwa perkembangan lada sejak awal abad 19 hingga lahirnya Orde Baru di Indonesia mengalami pasang surut, sebagai akibat dari gejolak perang maupun harga lada di dunia. Sejak tahun 1929 produksi
lada berpusat di Lampung dan Bangka dengan ekspornya dalam tahun 1931 sebanyak 25,000 ton dan 27,000 ton untuk tahun 1937 dan dinyatakan bahwa harga lada yang tinggi terjadi dalam periode 1925-1930 sehingga pada tahun tersebut merupakan pendorong utama bagi perluasan lada di kedua daerah tersebut. Selain yang dihasilkan di daerah Lampung dan Bangka, sebagian produksi lada di Indonesia diperoleh dari daerah-daerah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat dan Jawa Barat yang umumnya merupakan usaha petani rakyat, kecuali kebun-kebun yang terdapat di daerah Bangka.
2.2
Jenis dan Pengolahan Lada Lada termasuk jenis rempah-rempah yang banyak diperdagangkan dunia
dan sangat diperlukan baik di negara-negara produsen sendiri maupun di negaranegara pengimpor. Lada diperlukan untuk industri makanan, industri obat-obatan dan sebagainya. Menurut Rismunandar (1990), lada diperoleh dari buah tanaman lada (Piper nigrum) yang dapat dibedakan menjadi lada hitam dan lada putih. Kualitas lada hitam dan putih ditentukan oleh beberapa faktor, seperti jenis lada, cara pemetikan buah, cara pengolahannya hingga penyimpanan hasil akhir. Lada putih berasal dari buah lada yang dipetik pada saat matang penuh, kemudian dilepaskan kulitnya dengan cara merendam dalam air yang mengalir lalu dikeringkan dipanas matahari. Berbeda dengan lada hitam yang dipetik pada saat matang petik (kulit masih hijau) dan langsung dijemur tanpa direndam terlebih dahulu (Siswoputranto, 1976). Sampai saat ini Indonesia terkenal dengan Lampong Black Pepper dan Muntok White Pepper. Lada putih dihasilkan terutama daerah Bangka sedangkan
lada hitam terutama dihasilkan didaerah Lampung. pada saat ini hasil tanaman lada diseluruh dunia diperjualbelikan dalam bentuk lada putih, lada hitam, buah lada hijau yang dikeringkan, buah lada hijau yang di canning, lada bubuk, minyak atsiri dan oleoresin ( Rismunandar, 1990 ). 2.3
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu
penelitian mengenai lada serta penelitian yang menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang diduga dengan metode Two Stage Least Square (2SLS). Penelitian mengenai lada yang dilakukan oleh Malau (1998) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor lada Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa perkembangan ekspor lada Indonesia selama 25 tahun dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lada Indonesia di pasar Internasional. Penelitian tersebut diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa dan dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan volume ekspor rata-rata dan nilai rata-rata pertahun terbesar adalah pasar Asia-Afrika-Pasifik yaitu 35,03 dan 35,07 persen. Sedangkan pangsa volume ekspor dan nilai ekspor lada Indonesia terhadap volume dan nilai total lada Indonesia terbesar adalah pasar Amerika yaitu sebesar 39,93 dan 38,12 persen. Pada pasar Amerika peubah yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada Indonesia adalah harga domestik lada Indonesia dan peubah volume ekspor lada negara non Indonesia. Pada pasar Eropa, produksi domestik lada Indonesia berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada Indonesia.
Nugroho (2004) bertujuan untuk melihat struktur pasar lada dunia dan faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap ekspor lada Indonesia. Berdasarkan hasil analisis yang menggunakan Indeks Herfindahl dan Indeks Pangsa Pasar Absolut (AII), maka struktur pasar yang dihadapi oleh ekspor lada Indonesia baik lada putih maupun lada hitam adalah pasar oligopoli. Sementara untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya harga ekspor lada Indonesia digunakan analisis Regresi Berganda dan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh cukup signifikan terhadap harga ekspor lada putih Indonesia adalah volume impor lada dunia, nilai tukar dollar Amerika Serikat terhadap rupiah, harga ekspor lada satu periode sebelumnya dan harga lada putih dunia di pusat perdagangan Eropa. Sedangkan untuk faktor-faktor yang berpengaruh cukup signifikan terhadap harga ekspor lada hitam Indonesia adalah volume ekspor lada hitam Indonesia, volume ekspor lada dunia dari negara-negara produsen utama selain Indonesia, volume impor lada dunia dan harga lada hitam dunia di pusat perdagangan New York. Widyastuti ( 2005) menganalisis perdagangan lada hitam Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian tersebut menggunakan metode Two Stages Least Square (2SLS) yang dibentuk menjadi enam persamaan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Penawaran ekspor lada hitam Indonesia secara keseluruhan dipengaruhi oleh total produksi lada hitam Indonesia, ekspor lada hitam Indonesia ke Amerika Serikat, rasio harga ekspor riil lada hitam Indonesia pada tahun sebelumnya serta peubah dummy untuk nilai tukar, b) Ekspor lada hitam Indonesia ke Amerika Serikat dipengaruhi oleh rasio total ekspor lada hitam Indonesia, rasio harga riil lada hitam domestik Indonesia, rasio harga riil lada
hitam dunia, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pada tahun sebelumnya, dummy untuk nilai tukar dan ekspor lada hitam Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun sebelumnya, c) Permintaan impor lada hitam Amerika Serikat dipengaruhi secara nyata oleh rasio harga impor riil lada hitam Amerika Serikat, nilai tukar riil dollar Amerika Serikat terhadap rupiah pada tahun sebelumnya dan dummy untuk nilai tukar, d) Harga riil lada hitam domestik Indonesia dipengaruhi oleh harga riil lada putih domestik Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap Amerika Serikat pada tahun sebelumnya, dummy untuk nilai tukar dan lag dari peubah endogen, e) Harga riil ekspor lada hitam Indonesia dipengaruhi oleh rasio harga riil lada hitam dunia, dummy untuk nilai tukar serta harga riil ekspor lada hitam Indonesia pada tahun sebelumnya, f) harga riil lada hitam dunia dipengaruhi oleh ekspor lada hitam dunia, impor lada hitam dunia dan harga riil lada hitam dunia pada tahun sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Pitaningrum (2005) berjudul analisis penawaran dan permintaan udang di pasar internasional. Berdasarkan analisis yang menggunakan tiga belas persamaan struktural dan diduga dengan metode Two Stages Least Square (2SLS). Penelitian ini menggunakan negara Jepang dan Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor, Thailand dan China sebagai negara pesaing. Hasil penelitian didapatkan kesimpulan: a) Penawaran ekspor Indonesia ke Jepang, peubah bedakala satu tahun dan peubah harga riil ekspor yang berpengaruh nyata, sedangkan untuk pasar Amerika Serikat hanya peubah bedakala satu tahun saja yang berpengaruh nyata, b) Penawaran ekspor Thailand ke Jepang dan Amerika Serikat yang berpengaruh nyata adalah peubah riil ekspor, nilai tukar riil bath ke dollar Amerika Serikat , produksi udang Thailand dan
peubah bedakala setahun, c) Penawaran ekspor China ke pasar Jepang dan Amerika Serikat mempunyai peubah penjelas yang sama diantaranya adalah peubah produksi udang China, harga riil ekspor udang China, nilai tukar yuan terhadap dollar Amerika dan peubah bedakala satu tahun, d) Permintaan impor udang Jepang dan Amerika Serikat di pengaruhi oleh peubah penjelas yang sama yaitu pendapatan perkapita dan harga riil udang dunia, e) Harga riil ekspor udang Indonesia dipengaruhi oleh semua peubah penjelas, f) Harga riil ekspor Thailand dan China sama-sama dipengaruhi oleh peubah nilai tukar mata uang negaranya terhadap dollar Amerika Serikat dan yang terakhir untuk harga riil domestik udang Indonesia dipengaruhi oleh harga riil ekspor udang Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, penawaran domestik udang Indonesia dan peubah bedakala satu tahun. Penelitian yang membahas lada putih secara khusus terutama mengenai penawaran dan permintaannya belum pernah dilakukan. Berdasarkan gambaran di atas dapat diketahui bahwa hasil-hasil penelitian terdahulu lebih membahas pada lada secara keseluruhan dan lada hitam saja. Dalam penelitian ini terdapat beberapa bahan skripsi yang menggunakan persamaan serupa namun arah penelitian yang dilakukan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Pitaningrum (2005) bertujuan untuk melihat kondisi perdagangan udang di pasar internasional. Berbeda dengan penelitian ini yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh dari adanya penawaran ekspor lada putih Indonesia di pasar internasional serta melihat permintaan dari negara pengimpor lada putih terbesar dunia yang di arahkan bagi pengembangan lada putih Indonesia. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori
Perdagangan
Internasional
menganalisa
tentang
dasar-dasar
terjadinya perdagangan antar negara, arus barang dan jasa, kebijakan yang diarahkan pada pengaturan arus perdagangan serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan negara-negara yang terlibat. Teori perdagangan internasional juga menunjukkan keuntungan yang dapat diperoleh masing-masing negara dengan adanya perdagangan internasional (Salvatore, 1997). Menurut Gonarsyah dalam Bondar (2007), ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, tidak semua negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakat, serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Teorema Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997). Proses perdagangan internasional yang timbul sebagai akibat perbedaan tersebut, juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan antara permintaan dan penawaran di setiap negara. Kelebihan permintaan domestik (excess demand)
terhadap penawaran domestik akan mendorong suatu negara untuk melakukan permintaan impor, sedangkan kelebihan penawaran (excess supply) terhadap permintaan domestik akan mendorong suatu negara untuk melakukan penawaran ekspor. Salvatore (1997), menggambarkan penawaran dan permintaan antar dua negara berikut harga yang terbentuk dengan adanya perdagangan tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagai contoh, untuk kasus dua negara dengan komoditi lada, dimana kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C masingmasing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi lada dinegara 1 dan negara 2. Tanpa adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi lada sebesar P1, sedangkan negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi dititik A’ berdasarkan harga relatif P3. Dengan asumsi bahwa sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga domestik untuk komoditi lada dinegara 1 relatif lebih murah dibandingkan dengan harga domestik dinegara 2. Jika produsen di negara 1 berproduksi lebih banyak daripada tingkat permintaan domestiknya, maka akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply) sebesar BE, sedangkan jika negara 2 mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada produksi domestiknya sebesar B’E’ menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan (excess demand). Apabila kemudian terbuka hubungan antara negara 1 dan negara 2, maka akan timbul perdagangan antar kedua negara tersebut. Dalam hubungan perdagangan ini diasumsikan biaya transportasi dan pajak adalah nol. Kelebihan produksi negara 1 selanjutnya akan diekspor kenegara 2 dan negara 2 akan
mengimpor kekurangan kebutuhannya dari negara 1, selanjutnya panel B menunjukkan kuantitas impor yang diminta oleh negara 2 sama dengan kuantitas ekspor lada yang ditawarkan oleh negara 1. Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah lada diperdagangkan diantara kedua negara. Dengan demikian, keseimbangan di pasar internasional terjadi pada titik E*, sehingga P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi lada setelah perdagangan internasional berlangsung.
Panel A
Panel B
PX/PY
Panel C
PX/PY
PX/PY
SX
SX
P3
S
P2- - - --
B
P1- - - - - -
-------E-----------------A
E*
A’ B’
- - - - - - - - - - - - -D
------------
E’
DX
DX
0
X
0
X
0
X
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional (Salvatore, 1997) Teori Nilai Tukar Menurut Mankiw (2003), kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara bisa memperdagangkan barang-barangnya untuk barang-barang dari negara lain.
Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah, harga barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan harga barang-barang domestik relatif lebih murah, dan dapat diartikan apabila kurs riil tinggi maka barang-barang domestik akan relatif lebih mahal terhadap barang-barang luar negeri, sebagai akibatnya penduduk domestik lebih berkeinginan untuk mengkonsumsi barang-barang impor dan orang asing akan sedikit membeli barang kita (Mankiw, 2003). Dengan demikian, terdepresiasi atau terapresiasinya mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan serta bertambah mahal atau murahnya suatu komoditas ekspor dipasar internasional.
3.1.3 Teori Penawaran Ekspor Penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditi yang bersedia ditawarkan oleh produsen pada suatu pasar dan tingkat harga serta waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa antara harga dan jumlah komoditi yang akan ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama, yaitu jika harga naik maka jumlah yang ditawarkan akan meningkat dan sebaliknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi secara umum adalah harga komoditi yang bersangkutan, harga masukannya, harga faktor produksi, penggunaan teknologi dan tujuan perusahaan (Lipsey, 1995). Penawaran ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang atau jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen dari negara yang bersangkutan atau tidak disimpan dalam bentuk stok. Dengan pengertian ini maka ekspor lada dapat didefinisikan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct + St
Dimana : Xt
: jumlah ekspor lada putih pada tahun ke-t
Qt
: jumlah produksi lada putih pada tahun ke-t
Ct
: jumlah konsumsi lada putih pada tahun ke-t
St
: jumlah stok awal tahun lada putih pada tahun ke-t
Ekspor yang dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, sehingga faktor tingkat harga dan nilai tukar mata uang suatu negara akan sangat mempengaruhi tingkat ekspornya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan adanya perubahan nilai tukar akan menyebabkan perubahan kurva penawaran harga negara pengekspor. Selain itu berbagai kebijakan pemerintah maupun internasional dan juga seperti hambatan tarif dan non tarif dalam penelitian ini diasumsikan sama dengan nol. Dengan demikian, maka fungsi penawaran ekspor lada suatu negara dapat ditulis sebagai berikut : Xt = f (Pt, Qt, ERt, Xt-1) Dimana : Pt
: Harga ekspor lada putih pada tahun ke-t
Qt
: jumlah produksi lada putih pada tahun ke-t
ERt
: Nilai tukar mata uang asing pada tahun ke-t
Xt-1
: Jumlah ekspor lada putih satu tahun sebelumnya
3.1.4 Teori Permintaan Impor Permintaan impor terjadi apabila terdapat kelebihan permintaan domestik terhadap penawaran domestik sehingga permintaan impor suatu negara merupakan selisih antara konsumsi domestik dengan produksi domestik dan sisa stok pada tahun lalu. Dengan demikian permintaan impor lada suatu negara dapat dirumuskan sebagai berikut : Mt = Ct – Qt – St-1
Dimana : Mt
: Jumlah impor lada putih pada tahun ke-t
Ct
: Jumlah konsumsi lada putih pada tahun ke-t
Qt
: Jumlah Produksi lada putih pada tahun ke-t
St-1
: Jumlah stok lada putih satu tahun sebelumnya
Menurut Lindert (1995), sisi permintaan dari setiap pasar ditentukan oleh selera dan pendapatan konsumen, kendala selera dan pendapatan ini menentukan bagaimana kuantitas barang yang diminta akan bereaksi terhadap perubahan harga. Besarnya konsumsi suatu komoditi menggambarkan berapa utilitas yang didapat oleh konsumen, dengan demikian pola permintaan impor dapat diturunkan dari fungsi konsumsi, sementara fungsi konsumsi pada dasarnya dapat diturunkan dari fungsi utilitas. Dari syarat maksimisasi utilitas dengan kendala pendapatan dan tingkat harga tertentu, fungsi konsumsi dapat dirumuskan sebagai berikut : Ct = f (Yt, PMt) Dimana : Ct
: Konsumsi negara pengimpor pada tahun ke-t
Yt
: Pendapatan negara pengimpor pada tahun ke-t
PMt
: Harga impor lada putih pada tahun ke-t
Permintaan impor juga dapat dipengaruhi oleh harga komoditi substitusi impor, jumlah impor lada putih setahun sebelumnya dan sebagainya. Dengan demikian fungsi permintaan impor dapat dirumuskan sebagai berikut : Mt = f (PMt, Yt, PSt, Mt-1) Dimana : PSt
: Harga Lada hitam komoditi substitusi lada putih pada tahun ke-t
Mt-1
: Jumlah impor lada putih setahun sebelumnya
3.1.5 Konsep Pembentukkan Harga Lada Salvatore, 1997 mengatakan bahwa harga terbentuk karena adanya perpotongan antara kurva tawar menawar antara kedua negara yang terlibat dalam perdagangan, sehingga harga relatif menggambarkan kuantitas impor yang diinginkan sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan. Dengan demikian, harga lada dunia sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perubahan permintaan impor, perubahan penawaran ekspor atau karena pengaruh kedua-duanya secara bersama-sama. Selain kedua faktor tersebut, yang dapat mempengaruhi harga lada dunia adalah harga lada pada tahun sebelumnya secara fungsional persamaannya dapat ditulis sebagai berikut : PWt = f (XWt, MWt, PWt-1) Dimana : PWt
: Harga lada putih dunia dipasar dunia pada tahun ket
XWt
: Jumlah ekspor negara produsen lada putih pada tahun ke-t
MWt
: Jumlah impor negara konsumen lada putih pada tahun ke-t
PWt-1
: Harga lada putih dunia pada tahun sebelumnya
Menurut
Pitaningrum
(2005),
kekuatan
mekanisme
harga
dipasar
internasional dapat mempengaruhi mekanisme pasar domestik dan sebaliknya. Dengan demikian jika harga suatu komoditi dipasaran internasional mengalami kenaikan maka akan berdampak terhadap kenaikan harga komoditi tersebut dipasaran domestik. Dengan kata lain suatu pasar dapat terintegrasi dengan pasar lainnya jika informasi mudah diperoleh pada masing-masing negara. Dengan demikian fluktuasi harga pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain. Hal ini dapat dijadikan sebagai signal dalam mengambil keputusan bagi pelakupelaku ekonomi yang terlibat didalamnya. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruhnya terhadap harga ekspor dan harga domestik Indonesia dapat dirumuskan persamaan sebagai berikut : PXIRt = f (PWt, ERt, XIt, PXIRt-1) PINDOt = f (PXIRt, ERt, SDt, PINDOt-1) Dimana : PXIRt
: Harga ekspor lada putih di NNegara produsen pada tahun ke ke-t
PWt
: Harga lada putih dunia pada tahun ke-t
ERt
: Nilai tukar mata uang asing pada tahun ke-t
XIt
: Jumlah ekspor lada putih pada tahun ke-t
PINDOt : Harga domestik lada putih Indonesia pada tahun ke-t SDt
: Penawaran lada putih domestik Indonesia pada tahun ke-t
3.1.6 Konsep Persamaan Simultan Model
persamaan melalui pendekatan ekonometrika dibedakan atas
persamaan tunggal dan persamaan simultan. Menurut Gujarati (1978), persamaan tunggal merupakan persamaan dimana variabel tak bebas (dependent variable) dinyatakan sebagai fungsi linier dari satu atau lebih variabel bebas (independent variable), sehingga hubungan sebab akibat antara variabel tak bebas dan variabel bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan dalam persamaan simultan variabel tak bebas dari satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dalam suatu sistem persamaan sehingga menggambarkan ketergantungan antara berbagai variabel dalam persamaan tersebut. Sesuai dengan ruang lingkup penelitian ini yang meliputi banyak variabel yang saling berpengaruh satu sama lain, maka persamaan ekonometrika yang digunakan adalah persamaan simultan.
Metode analisis yang digunakan dalam penyelesaian masalah penelitian dengan menggunakan persamaan simultan, secara teoritis dapat dilakukan melalui berbagai tahapan. Tahap pertama dalam setiap persamaan yang dibangun, variabel-variabelnya dispesifikasikan secara linier agar menghasilkan perhitungan yang sederhana. Variabel-variabel pada model ini dibagi atas dua jenis, yaitu : 1.
Variabel endogenous, merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabelvariabel lain yang ada dalam sistem persamaan.
2.
Variabel pre-determined, merupakan variabel yang terdiri dari variabel exogenous dan lagged variabel endogenous dan ditentukan diluar sistem persamaan. Tahap selanjutnya dari spesifikasi model adalah melakukan identifikasi
terhadap hasil spesifikasi model, maka akan diketahui apakah suatu persamaan simultan
tersebut
dapat
diidentifikasikan
(identified)
atau
tidak
dapat
diidentifikasikan (unidentified). Suatu persamaan dapat berada dalam salah satu kondisi identifikasi berikut : 1.
Underidentified. Suatu sistem persamaan dikatakan under identified apabila terlalu sedikit informasi yang digunakan sehingga tidak dapat disimpulkan dan teknik ekonometrika tidak dapat diterapkan untuk menduga semua parameternya.
2.
Exactly identified Suatu persamaan dapat tepat teridentifikasikan apabila adanya variabel atau informasi tambahan yang dapat membedakan persamaan-persamaan tersebut. Jika persamaan exactly identified metode yang sesuai untuk estimasi adalah Indirect Least Square (ILS).
3.
Over identified Adanya penambahan variabel/informasi yang terlalu
berlebih sehingga
persamaan tersebut menjadi terlalu diidentifikasikan. Jika persamaan over identified maka metode yang dapat digunakan salah satunya adalah Two Stages Least Square (2SLS). Menurut Gujarati (1978), suatu kondisi yang perlu dari identifikasi, dikenal sebagai kondisi ordo (order condition), yang bisa dinyatakan dalam dua cara berbeda tetapi ekuivalen. Dalam suatu model dari M persamaan simultan, agar suatu persamaan diidentifikasikan, persamaan tersebut harus tidak memasukkan sekurang-kurangnya M-1 variabel (endogen maupun yang ditetapkan terlebih dahulu) yang muncul dalam model. Jika persamaan tadi tidak memasukkan tepat M-1 variabel, persamaan tadi disebut tepat diidentifikasikan (exactly identified), tetapi jika persamaan tadi tidak memasukkan lebih dari M-1 variabel persamaan tadi terlalu diidentifikasikan (over identified). Dalam suatu model dari M persamaan simultan, agar suatu persamaan diidentifikasikan, banyaknya variabel yang ditetapkan terlebih dahulu yang dikeluarkan dari persamaan harus tidak kurang dari banyaknya variabel endogen yang dimasukkan dalam persamaan kurang satu, yaitu : K-k > m-1 Jika
K-k > m-1, persamaan tersebut over identified K-k = m-1, persamaan tersebut exactly identified K-k > m-1, persamaan tersebut under identified K-k < m-1, persamaan tersebut unidentified
Dimana: M = banyaknya variabel endogen dalam model
m = banyaknya variabel endogen dalam suatu persamaan tertentu K = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam model k = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam suatu persamaan tertentu. Model yang dirumuskan terdiri dari 12 persamaan struktural dan lima persamaan identitas, dari model struktural diketahui bahwa terdapat 17 peubah endogen, 14 peubah eksogen dan 12 peubah bedakala. Dengan demikian spesifikasi model yang akan diduga dalam kondisi over identified, maka pendugaan dilakukan dengan metode 2SLS. Dikarenakan apabila menggunakan metode ILS akan memberikan hasil pendugaan yang majemuk sedangkan metode OLS tidak dapat diterapkan pada sistem persamaan simultan karena akan memberikan hasil pendugaan yang bias dan tidak konsisten. Beberapa keuntungan penggunaan metode 2SLS menurut Koutsoyiannis dalam Mamlukat (2005) antara lain sebagai berikut : 1.
Metode ini merupakan metode yang cocok untuk mengestimasi persamaan simultan yang over identified.
2.
Metode ini lebih efisien digunakan dibandingkan 3SLS dalam kondisi dimana semua persamaan dalam sistem akan diestimasi parameternya.
3.
Cocok digunakan dalam jumlah sampel yang sedikit (n=20)
4.
Metode ini menghindari estimasi yang bias dan tidak konsisten dibandingkan penggunaan OLS. Pada saat yang sama juga menghindari sensitivitas terhadap spesifikasi dan pengukuran yang dapat ditemukan dalam penggunaan 3SLS.
Alasan lain dipilihnya metode 2SLS ini karena pendugaan setiap parameternya unik dan penerapannya relatif mudah meskipun dirancang untuk menangani persamaan yang over identified. Sedangkan kelemahan dari metode 2SLS adalah estimatornya kurang efisien dibandingkan estimator 3SLS. Metode ini bekerja dengan kurang baik jika koefisien determinasi (R2)
pada tahap
pertama estimasi terlalu kecil atau mendekati nol (Pitaningrum, 2005).
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor lada putih terbesar
di dunia, sehingga lada putih dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Namun dalam pengembangannya, lada putih dihadapkan pada produksi yang berfluktuasi yang berdampak pada berfluktuasinya jumlah ekspor lada putih Indonesia. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu diberlakukannya kebijakan dalam persyaratan mutu lada yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor. Oleh karena itu komoditi lada putih Indonesia selama ini sebanyak 60 persen ditujukan ke pasar Singapura yang mereekspor produk lada putihnya. Ekspor
lada
putih
Indonesia
ke
pasar
Singapura
ini
mengakibatkan
ketergantungan pasar ekspor lada putih dan akan mengganggu industri lada putih nasional dikarenakan Singapura menjadi lebih dapat menentukan harga ekspor yang terus dapat berakibat pada harga domestik Indonesia. Untuk menghindari ketergantungan ekspor lada putih Indonesia tersebut, maka perlu adanya pengembangan pasar ke negara lain seperti Amerika Serikat dan Belanda. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Amerika Serikat dan Belanda menempati urutan sebagai negara pengimpor lada putih terbesar setelah Singapura, sehingga hal ini dapat menjadi peluang bagi produsen lada putih Indonesia untuk lebih
meningkatkan ekspor lada putih ke negara-negara tersebut. Selain itu juga Indonesia pada saat ini menghadapi persaingan dengan negara produsen lada putih lainnya, sehingga dapat mengancam menurunkan ekspor lada putih Indonesia. Untuk melihat penawaran ekspor lada putih maka yang dipilih menjadi negara pesaing Indonesia adalah Brazil dan Malaysia. Untuk menganalisa hal tersebut maka dibentuk 12 persamaan struktural dan lima persamaan identitas, sehingga model analisis yang digunakan adalah analisis persamaan simultan. Metode ini digunakan karena peubah endogen dalam suatu persamaan dapat menjadi peubah eksogen dalam persamaan yang lain, sehingga metode tersebut sangat cocok untuk menyelesaikan persamaan diatas. Model analisis tersebut diduga dengan menggunakan metode 2SLS. Kemudian hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam upaya pengembangan ekspor komoditas lada putih Indonesia. Secara skematis kerangka pemikiran operasional tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Lada Putih Indonesia
Penawaran ekspor lada putih Indonesia: Meningkatnya tingkat persaingan ekspor lada putih dengan negara produsen lainnya Berfluktuasinya produksi lada putih Indonesia
Permintaan impor lada putih: Diberlakukannya standarisasi mutu lada putih Indonesia Ketergantungan pasar lada putih Indonesia ke Singapura yang berakibat pada harga ekspor dan harga domestik Indonesia
Persamaan simultan melalui metode Two Stages Least Square (2 SLS)
Pengembangan ekspor komoditas lada putih Indonesia Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa deret waktu (time series). Data tersebut meliputi data tahunan selama dua puluh lima tahun (1982-2006). Data yang dikumpulkan adalah data ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat dan Belanda, data ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat dan Belanda, data ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat dan Belanda, data impor lada putih Amerika Serikat dan Belanda, harga ekspor masing-masing negara produsen, harga lada putih di pusat perdagangan New York dan London, harga domestik Indonesia, dan nilai tukar yang dapat di lihat pada Lampiran 1. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun), International Pepper Community (IPC), Bank Indonesia serta instansi lain yang terkait dengan topik penelitian. Untuk melengkapi data-data yang diperlukan maka digunakan berbagai literatur yang telah di publikasikan baik cetak maupun elektronik. 4.2
Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode
deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan perdagangan lada putih Indonesia dan negara-negara pesaing. Metode kuantitatif yang digunakan adalah persamaan simultan dengan metode Two Stages Least Squares (2SLS) dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12.
4.3
Spesifikasi Model Model ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu model
persamaan simultan atau model persamaan banyak adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu persamaan dimana ada hubungan dua arah atau simultan, yang
menggambarkan
ketergantungan
diantara
berbagai
peubah
dalam
persamaan-persamaan tersebut (Gujarati, 1978). Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan tujuan penelitian. Gambar 3. menunjukkan keterkaitan hubungan peubah dalam model.
X Indonesia Kenegara lainnya
Penawaran lada putih dom Ind
Total x lada putih Indonesia
X Malaysia
Lag x Ind ke Belanda
Prod. Lada putih Ind.
Tot x Malaysia
X Ind ke Belanda
Lag Pdom Lada Putih Ind
Harga lada pth dunia
Keterangan :
Nilai Tukar ringgit
Impor AS
GDP AS
= peubah endogen
Lag X Brazil Ke AS
Total x lada pth Dunia
Total Impor dunia
X brazil ke AS
Harga x lada pth Brazil
X Brazil ke Belanda
Prod lada pth Brazil
Total x Brazil
Lag impor Belanda
Impor Belanda
Harga lada hitam Belanda
GDP Belanda
= pe = peubah eksogen
Harga x lada pth Malaysia
X Malaysia ke AS
lag x Ind ke AS lag Px Ind
Harga lada hitam As
Lag x Malaysia ke AS
X Ind ke As
Px lada putih Ind
Lag impor AS
X Malaysia ke Belanda
Nilai tukar Rp
Pdom lada putih Ind
Impor lada pth negara lain
Prod lada pth Malaysia
Lag X Malaysia ke Belanda
ke neg lain
X Brazil ke neg. lain
Lag X Brazil ke Belanda
Nilai tukar Reais
4.4
Model dan Definisi Operasional Peubah
4.4.1
Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia Penawaran ekspor lada putih Indonesia diestimasi menurut negara tujuan
ekspor yaitu Amerika Serikat dan Belanda. Hal ini mengingat bahwa Amerika Serikat dan Belanda merupakan negara terbesar pengimpor lada putih terbesar dari Indonesia serta berpotensi terhadap peningkatan ekspor lada putih Indonesia. Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap penawaran ekspor lada putih Indonesia ke negara-negara tujuan adalah harga riil ekspor lada putih, produksi lada putih Indonesia, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, penawaran ekspor lada putih negara pesaing ke masing-masing negara tujuan ekspor serta volume ekspor lada putih Indonesia pada tahun sebelumnya. Model persamaan ekspor lada putih Indonesia ke kedua negara tujuan ekspor utama dapat ditulis sebagai berikut: XIAt = a0 +a1 PXIRt +a2 QIt +a3 ERIAt +a4 XMAt +a5 XBAt +a6 XIAt-1 +U1 . . . (1) XINt = b0 +b1 PXIRt +b2 QIt+b3 ERIAt +b4 XMNt +b5 XBNt +b6XINt-1 +U2 . . . (2) Dimana: XIAt
= Volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
XINt
= Volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
PXIRt = Harga riil ekspor lada putih Indonesia tahun ke-t(US$/kg) QIt
= Produksi lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg)
ERIAt = Nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (Rp/US$)
XMAt
= Volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
XBAt
= Volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
XMNt
= Volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
XBNt
= Volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
XIAt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Amerika Serikat
XINt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Belanda
Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah a1,a2,a3,a4,a5,b1,b2,b3,b4,b5 >0 dan 0< a6,b6<1 Total penawaran ekspor lada putih Indonesia merupakan penjumlahan dari jumlah penawaran ekspor ke negara Amerika Serikat, Belanda dan ekspor ke negara-negara lainnya, yang akan ditulis menjadi persamaan berikut : XIt
= XIAt + XINt +XILt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)
Dimana : XIt XILt
= Total ekspor lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg) = Ekspor lada putih Indonesia kenegara lainnya pada tahun ke-t (000 kg)
4.4.2
Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Pesaing Dalam melakukan ekspor lada putih ke negara tujuan, Indonesia
menghadapi beberapa pesaing diantaranya adalah Malaysia dan Brazil. Kedua negara tersebut dipilih karena merupakan negara pengekspor lada putih terbesar di
dunia dan diduga akan berpengaruh terhadap volume ekspor lada putih Indonesia ke masing-masing negara tujuan ekspor. Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap volume ekspor kedua negara pesaing itu sendiri yaitu harga ekspor lada putih, produksi, nilai tukar serta peubah penawaran ekspor satu tahun sebelumnya. Dengan demikian persamaan penawaran ekspor lada putih dari negara Malaysia dan Brazil adalah sebagai berikut : Penawaran ekspor lada putih negara Malaysia adalah: XMAt
= c0 +c1 PXMRt + c 2 QM t + c 3 ERMA t + c4 XMA t-1 + U3 . . . . . . . . . (4)
XMNt
= d0 +d1 PXMRt + d 2 QMt + d 3 ERMA t + d4 XMN t-1 + U4 . . . . . . . . . (5)
Dimana: XMAt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg) XMNt = Volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg) PXMRt = Harga riil ekspor lada putih Malaysia tahun ke-t(US$/kg) QMt
= Produksi lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg)
ERMAt = Nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (rm/US$) XMAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Amerika Serikat XMNt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Belanda Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah c1,c2,c3,d1,d2,d3 >0 dan 0< c4,d4<1 Penawaran ekspor lada putih negara Brazil adalah
XBAt
= e0 +e1 PXBRt + e 2 QB t + e 3 ERBA t + e4 XBA t-1 + U5. . . . . . . . . . . .(6)
XBNt
= f0 +f1 PXBRt + f2 QB t + f 3 ERBA t + f4 XBN t-1 + U6.. . . . . . . . . . . . .(7)
Dimana: = Volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat pada tahun
XBAt
ke-t (000 kg) XBNt
= Volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
PXBRt = Harga riil ekspor lada putih Brazil tahun ke-t(US$/kg) QBt
= Produksi lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
ERBAt = Nilai tukar riil reais terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (Reais/US$) XBAt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Brazil ke Amerika Serikat XBNt-1 = Peubah bedakala dari volume ekspor Brazil ke Belanda Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah e1,e2,e3,f1,f2,f3 >0 dan 0< e4,f4>1 Total penawaran ekspor negara pesaing adalah penjumlahan dari jumlah penawaran ekspor negara-negara pesaing ke Amerika Serikat dan Belanda serta sisa ekspor ke negara-negara lainnya. Persamaan total ekspor lada putih dari negara-negara pesaing dapat didefinisikan sebagai berikut : XMt
= XMAt + XMNt +XMLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (8)
XBt
= XBAt + XBNt + XBLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(9)
Dimana : XMt XBt
= Total ekspor lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg) = Total ekspor lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
XMLt
= Ekspor lada putih Malaysia ke negara lainnya tahun ke-t (000 kg)
XBLt
= Ekspor lada putih Brazil ke negara lainnya tahun ke-t (000 kg )
Dengan demikian ekspor lada putih dunia diwakili oleh perilaku penawaran negara-negara pengekspor lada putih dunia seperti Indonesia, Malaysia dan Brazil. Peubah-peubah yang diduga berpengaruh nyata terhadap penawaran ekspor lada putih dunia adalah jumlah ekspor lada putih dari Indonesia, jumlah ekspor lada putih Malaysia, jumlah ekspor lada putih Brazil serta jumlah ekspor lada putih negara lainnya. Sehingga persamaannya menjadi : XWt = XIt + XMt + XBt + XWLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(10) Dimana : XWt
= Total ekspor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
XWLt = Volume ekspor lada putih negara lainnya pada tahun ke-t (000 kg) 4.4.3
Permintaan Impor Lada Putih Permintaan lada putih dalam penelitian ini hanya meliputi negara Amerika
Serikat dan Belanda yang merupakan negara pengimpor lada putih terbesar dunia, sedangkan negara lainnya dianggap sebagai sisa dunia dan bersifat eksogenous. Peubah- peubah yang diduga dapat mempengaruhi permintaan impor lada putih ialah harga riil lada putih dunia yang berlaku di pusat perdagangan NewYork untuk Amerika, harga riil lada putih dunia yang berlaku di pusat perdagangan London untuk Belanda, harga riil lada hitam di kedua pusat perdagangan sebagai komoditi substitusi, GDP riil per kapita dan volume impor lada putih negara
pengimpor satu tahun sebelumnya. Persamaan permintaan impor untuk kedua negara tersebut dapat dilihat sebagai berikut : MAt = go + g1 PLPAt + g2 PLHAt + g3 YAt + g4 MAt-1 + U7 . . . . . . . . . . . . . . .(11) MNt = ho + h1 PLPBt + h2 PLHBt + h3 YNt + h4 MNt-1 + U8 . . . . . . . . . . . . . . . (12) Dimana : MAt
= Volume impor lada putih Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
MNt
= Volume impor lada putih Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
PLPAt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan NewYork pada tahun ke-t (US $/ kg) PLPBt = Harga riil lada putih di pusat perdagangan London pada tahun ke-t (US $/ kg) PLHAt = Harga riil lada hitam di pusat perdagangan New York pada tahun ke-t (US $ / kg) PLHBt = Harga riil lada hitam di pusat perdagangan London pada tahun ke-t (US $ / kg) YAt
= Pendapatan perkapita Amerika Serikat pada tahun ke-t (juta US$)
YNt
= Pendapatan perkapita Belanda pada tahun ke-t (juta gulden)
MAt-1 = Peubah bedakala dari volume impor lada putih Amerika Serikat MNt-1 = Peubah bedakala dari volume impor lada putih Belanda Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah g1,h1 < 0 ; g2,g3,h2,h3>0 dan 0
MWt = MAt + MNt + MWLt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (13) Dimana : MWt = Total impor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg) MLt = Volume impor negara lainnya pada tahun ke-t (000 kg) 4.4.4
Harga Lada Putih di Pasar Internasional Harga lada putih dunia akan sangat dipengaruhi oleh penawaran ekspor
dan permintaan impor dikarenakan apabila penawaran lada putih di pasar internasional tinggi maka harga lada putih dunia akan menjadi murah, begitu pula sebaliknya apabila permintaan lada putih tinggi maka harga lada putih dunia akan menjadi lebih mahal. Selain kedua faktor tersebut, yang dapat mempengaruhi harga lada putih dunia adalah harga lada putih dunia pada tahun sebelumnya. Harga lada putih dunia yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga lada putih di pusat perdagangan New York dan London. Secara fungsional persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : PLPAt = i0+i1 XW t + i2 MWt + i3 PLPAt-1 + U9 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (14) PLPBt = j0+j1 XW t + j2 MWt + j3 PLPBt-1 + U10 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(15) Dimana : PLPAt
= Harga riil lada putih di pusat perdagangan NewYork pada tahun ke-t (US $/ kg)
PLPBt
= Harga riil lada putih di pusat perdagangan London pada tahun ke-t (US $/ kg)
XWt
= Ekspor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
MWt
= Impor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
PLPAt-1 = Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan New York PLPBt-1 = Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan London
Tanda parameter yang diharapkan i1,,j1<0; i2,j2>0; 0
Harga Riil Ekspor dan Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia Kekuatan harga di pasar internasional akan dapat mempengaruhi harga
ekspor suatu negara yang juga akan berpengaruh pada harga domestik, sehingga variabel-variabel yang dapat mempengaruhi harga lada putih di pasar internasional juga dapat mempengaruhi harga ekspor lada putih suatu negara. Selain itu perkembangan nilai tukar juga sangat menentukan terhadap pembentukan harga ekspor. Secara teoritis, jika nilai tukar uang suatu negara terhadap dollar Amerika Serikat melemah maka harga barang domestik suatu negara akan lebih murah dibandingkan dengan harga barang luar negeri, maka efek yang terjadi adalah peningkatan ekspor pada komoditi lada putih. Dari hubungan tersebut maka persamaan harga ekspor lada putih Indonesia adalah sebagai berikut : PXIRt = k0 + k1 XI t + k2 ERIAt + k3 PLPAt +k4PLPBt + k5 PXIRt-1 + U11 . . . . . (16) Dimana : PXIRt = Harga ekspor riil lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 US$/kg) PXIRt-1 = Peubah bedakala harga ekspor riil lada putih Indonesia Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah k1< 0 ; k2,k3,k4>0 dan 0
= Harga lada putih riil di pasar domestik pada tahun ke-t ( Rp/ kg)
SDt
= Penawaran lada putih domestik pada tahun ke-t (000 kg)
PINDOt-1
= Peubah bedakala harga lada putih riil di pasar domestik
Tanda parameter yang diharapkan adalah l1, l2 > 0 ; l3 < 0 dan 0 < l4 < 1 4.5
Identifikasi Model Untuk menentukan model yang akan digunakan dalam bentuk persamaan
simultan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah dengan identifikasi model. Suatu persamaan dapat teridentifikasi bila memenuhi syarat kondisi order dan kondisi rank. Dua kondisi ini dapat dianggap sebagai syarat perlu dan syarat cukup untuk identifikasi. Rumus identifikasi model struktural menurut order condition adalah : K-k > m-1 Jika
K-k > m-1, persamaan tersebut over identified K-k = m-1, persamaan tersebut exactly identified K-k > m-1, persamaan tersebut under identified K-k < m-1, persamaan tersebut unidentified
Dimana : m = banyaknya variabel endogen dalam suatu persamaan tertentu K = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam model k = banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam suatu persamaan tertentu. Model yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 12 persamaan struktural dan lima persamaan identitas yang terdiri dari 17 peubah endogen, 14 peubah eksogen dan 12 peubah endogen beda kala. Berdasarkan kondisi ordo atau kondisi tingkat identifikasi, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 2SLS karena termasuk dalam kategori suatu persamaan yang terlalu diidentifikasi.
4.6
Pengujian Model dan Hipotesis Pengujian dalam suatu model apakah variabel penjelas secara bersama-
sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel responnya, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah : H0: ai=0; dimana i = 1,2, ..... k H1: paling sedikit ada satu nilai ai yang tidak sama dengan nol Uji statistiknya adalah : Fhit = jumlah kuadrat tengah regresi/k jumlah kuadrat sisa/(n-k-1) jika Fhit > F(α /2;n-k-1), artinya tolak H0 jika Fhit < F(α /2;n-k-1), artinya terima H0 dimana
: n = jumlah tahun pengamatan k = jumlah peubah penjelas jika H0 ditolak, maka model dugaan dapat digunakan untuk meramalkan
hubungan antara peubah penjelas dengan peubah responnya pada tingkat kepercayaan tertentu (α /2 persen), tetapi jika terjadi sebaliknya maka model dugaan tidak dapat meramalkan hubungan antara peubah penjelas dengan peubah responnya. Pengujian terhadap masing-masing peubah penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah responnya, maka digunakan uji statistik t. Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : H0 : ai = 0 H1: ai < 0 atau ai > 0 Uji statistiknya adalah
thit = ai - 0 Sai Dimana : Sai = simpangan baku dari parameter dugaan ai Jika :
thit > t( α ;n-k-1), artinya tolak H0 thit < t(α;n-k-1), artinya terima H0
jika thitung lebih besar dari ttabel, maka H0 ditolak dan parameter dugaan secara statistik berbeda nyata dari nol pada tingkat kepercayaan α persen, begitu juga sebaliknya jika thitung lebih kecil dari ttabel maka terima H0. 4.7
Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terdapat hubungan
linear antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series). Cara yang paling umum digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. d=
(et-et-1)2 e t2
kriteria pengambilan keputusan dengan uji d Durbin-Watson, maka jika : d
: tolak H0 (ada autokorelasi positif)
d<4-dl
: tolak H0 (ada autokorelasi negatif)
du
: terima H0 (tidakada autokorelasi)
dl
4.8
: tidak dapat disimpulkan
Pendugaan Nilai Elastisitas Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu peubah endogen pada
suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas. Koefisien-koefisien yang telah diperoleh, selanjutnya dijadikan sebagai bahan perhitungan untuk menentukan nilai dugaan elastisitas. Misalkan suatu persamaan :
Yt = a0 + a1 X1t + a2 X2t + a3 X3t + an Xt-1 Maka nilai elastisitas jangka pendeknya adalah : ESR = ai (Xij) (Yt) Dimana : ESR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka pendek ai
= parameter dugaan peubah penjelas Xij
Xij = rata-rata peubah penjelas Xij Yt
= rata-rata peubah respon Yt
Sedangkan nilai elastisitas jangka panjang diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : ELR = ESR 1-an Dimana : ELR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka panjang ESR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka pendek 1-an = nilai parameter dugaan peubah bedakala Dari nilai elastisitas, jika lebih besar dari satu berarti peubah endogen responsif terhadap perubahan dari peubah penjelas maka dikatakan elastis. Jika nilai elastis kurang dari satu berarti peubah endogen tidak responsif terhadap perubahan dari peubah penjelas.
4.9
Definisi Operasional Peubah Definisi
operasional
mencakup
pengertian-pengertian
yang
akan
digunakan untuk mendapatkan dan menganalisa data yang terdapat dalam penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian tersebut ialah : 1.
Volume ekspor lada putih negara produsen merupakan volume ekspor lada putih ke masing-masing negara tujuan tiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan ribu kilogram.
2.
Produksi lada putih negara produsen merupakan jumlah total produksi lada putih masing-masing negara produsen dan dinyatakan dalam satuan ribu kilogram.
3.
Harga ekspor riil lada putih Indonesia adalah harga FOB dari lada putih Indonesia yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor lada putih dengan volume ekspor lada putih, yang telah di deflasikan dengan Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia (IHPBI) dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram.
4.
Harga ekspor riil lada putih negara produsen adalah harga FOB dari lada putih masing-masing negara produsen tersebut yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor lada putih dengan volume ekspor lada putih, yang telah di deflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara produsen dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram.
5.
Harga domestik riil lada putih Indonesia adalah harga lada putih dalam negeri setiap tahunnya yang telah di deflasikan dengan IHK Indonesia
dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram 6.
Harga riil lada putih dunia merupakan harga lada putih yang berlaku di pusat perdagangan New York dan London, masing-masing telah di deflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara Amerika Serikat dan Inggris dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram. Kedua harga pelelangan tersebut diambil karena dalam penelitian ini memfokuskan pada pasar impor negara Amerika Serikat dan Belanda.
7.
Harga riil lada hitam dunia merupakan harga lada putih yang berlaku di pusat perdagangan New York dan London, masing-masing telah di deflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara Amerika Serikat dan Inggris dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram. Kedua harga pelelangan tersebut diambil karena dalam penelitian ini memfokuskan pada pasar impor negara Amerika Serikat dan Belanda.
8.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat merupakan rata-rata nilai tukar Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat per tahun dan di deflasikan dengan IHK Indonesia dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per dollar Amerika Serikat.
9.
Nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat merupakan rata-rata nilai tukar Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat per tahun dan di deflasikan dengan IHK Malaysia dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan ringgit per dollar Amerika Serikat.
10.
Nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat merupakan rata-rata nilai tukar Brazil terhadap dollar Amerika Serikat per tahun dan di deflasikan dengan IHK Brazil dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan reais per dollar Amerika Serikat.
11.
Volume impor lada putih negara pengimpor merupakan total volume impor lada putih setiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan ribu kilogram.
12.
Pendapatan perkapita Amerika Serikat merupakan jumlah produk domestik bruto penduduk Amerika Serikat setiap tahun yang telah di deflasikan dengan IHK Amerika Serikat dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan juta dollar Amerika Serikat.
13.
Pendapatan perkapita Belanda merupakan jumlah produk domestik bruto penduduk Belanda setiap tahun yang telah di deflasikan dengan IHK Belanda dengan tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan juta gulden .
14.
Penawaran lada putih di pasar domestik diperoleh dari total produksi lada putih domestik dikurangi total volume ekspor lada putih Indonesia dan dinyatakan dalam satuan ribu kilogram.
BAB V GAMBARAN UMUM 5.1
Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia Lada
termasuk
salah
satu
komoditas
pertanian
yang
banyak
diperdagangkan dunia dan sangat diperlukan baik di negara-negara produsen sendiri maupun di negara-negara pengimpor. Sebanyak 70-80 persen permintaan impor lada putih langsung dipergunakan untuk kebutuhan industri terutama untuk industri pengolahan makanan dan farmasi. Perkembangan produksi lada putih dunia dapat di lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Produksi Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006 (Ton) Tahun Brazil 1997 1,000 1998 1,000 1999 1,300 2000 1,385 2001 2,000 2002 2,000 2003 3,000 2004 6,000 2005 5,000 2006 3,000 Rata-rata 2,568.5 Persentase 4.1 Sumber
Indonesia 27,791 28,298 30,500 43,500 35,000 41,000 35,000 25,000 16,227 15,568 29,788.4 47.2
Negara Malaysia 4,000 4,400 6,000 2,500 2,700 2,400 3,200 3,500 2,860 4,000 3,556 5.6
Total Vietnam 10,000 10,000 10,000 10,000 15.9
China 12,000 12,000 12,000 10,000 15,000 20,000 21,000 35,000 14,500 20,000 17,150 27.2
44,791 45,698 49,800 57,385 53,700 65,400 62,200 79,500 48,587 52,568 55,962.9 100
: IPC, 2007
Total produksi lada putih dunia antara tahun 1997 hingga tahun 2006 mencapai 559,629 ton. Produksi lada putih dunia cenderung berfluktuatif, dengan produksi terendah pada tahun 1997 yaitu sebesar 44,791 ton hingga mencapai produksi tertinggi yang terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 79,500 ton. Kenaikan produksi tersebut sebagian besar berasal dari China yang pada saat itu mengalami peningkatan produksi dari 21,000 ton menjadi 35,000 ton atau mengalami peningkatan sebesar 40 persen. Dengan turunnya produksi di hampir
seluruh negara produsen lada putih pada tahun 2005, maka produksi lada putih dunia pada tahun tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar 48,587 ton. Negara produsen lada putih seperti Brazil, Indonesia, Malaysia dan China masing-masing menyumbang sebesar 4.1 persen, 47.2 persen, 5.6 persen, dan 27.2 persen dari total produksi lada putih dunia selama sepuluh tahun terakhir, sedangkan 15.9 persen sisanya berasal dari Vietnam yang tercatat menjadi produsen lada putih sejak tahun 2004. Indonesia merupakan negara penghasil lada putih terbesar dunia dengan rata-rata produksi 29,788.4 ton per tahunnya. Perkembangan ekspor lada putih dunia dapat di lihat pada Tabel 8. Tabel 7. Perkembangan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 1997-2006 (Ton) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Ratarata
Brazil 1,000 1,180 1,880 1,000 1,800 2,000 3,000 5,269 2,000 2,000 2,116.6
India 303 170 152 69 147 239 312 189 228 396 220.5
Negara Indonesia Malaysia 21,623 5,754 17,150 4,656 23,570 5,477 34,256 1,752 29,637 1,812 32,190 2,189 24,596 3,963 13,760 2,511 16,227 2,769 15,045 4,878 22,805.4 3,576.1
Total China 3,989 988 3,461 976 606 4,770 3,760 3,425 3,000 2,500 2747.5
Vietnam 4,500 7,800 10,500 9,000
32,669 24,144 34,540 38,053 34,002 41,388 39,131 33,074 34,696 33,723 34,542
Sumber : IPC, 2007
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa rata-rata ekspor selama sepuluh tahun terakhir (1997-2006), Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara pengekspor lada putih dunia, dengan rata-rata total ekspor per tahunnya yaitu sebesar 22,805.4 ton atau menyumbang sebesar 65.8 persen dari total ekspor lada putih dunia. China merupakan negara
produsen lada putih kedua setelah
Indonesia, namun demikian China bukanlah salah satu eksportir besar karena produksi komoditas mereka sebagian besar untuk konsumsi di dalam negerinya
sendiri. Hal ini terlihat dari rata-rata produksi China selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 17,150 ton sedangkan rata-rata ekspor lada putih China selama sepuluh tahun terakhir hanya sebesar 2,747.5 ton. Hal ini berarti sebanyak 14,403 ton lada putih China digunakan untuk konsumsi di dalam negerinya sendiri. Berdasarkan Tabel 8, selama kurun waktu tersebut rata-rata jumlah ekspor lada putih Brazil, India, Malaysia dan Vietnam masing-masing adalah 2,116.6 ton, 220.5 ton, 3,576.1 ton dan 3,180 ton. Secara lebih jelas pertumbuhan produksi dan ekspor lada putih dunia selama lima tahun terakhir di tunjukkan pada Gambar 4.
Produksi
Ekspor
50000
40000
40000 30000
30000
20000
20000
10000
10000
0
2002 2003 2004 2005 2006
0
Brazil Indonesia Malaysia Vietnam China 2002 2003 2004 2005 2006
Gambar 4. Perkembangan Produksi dan Ekspor Lada Putih Dunia Tahun 2002-2006
Berdasarkan Gambar 4, dapat terlihat bahwa pertumbuhan produksi dan ekspor lada putih dunia selama lima tahun terakhir. Dalam gambar di atas dapat terlihat bahwa pertumbuhan ekspor lada putih Indonesia jauh di atas negara produsen lainnya. Berbeda dengan pertumbuhan produksinya, pada tahun 2004 dan 2006 produksi lada putih Indonesia sempat dikalahkan oleh China. Besarnya jumlah ekspor lada putih Indonesia ke pasar internasional merupakan peluang yang baik, mengingat jumlah ekspor lada putih negara produsen lainnya tidak sebesar Indonesia.
5.2
Permintaan Impor Lada Putih Dunia Sebagian besar impor lada putih dunia berasal dari Indonesia, Brazil dan
Malaysia dimana sebesar 89 persen lada putih di impor dari Indonesia (Triana, 2000). Lada putih Brazil memiliki warna yang lebih terang dan sedikit lebih pedas dibandingkan dengan lada putih Muntok. Selain itu, lada putih Muntok memiliki aroma yang khas yang tidak di miliki oleh lada putih dari negara manapun. Salah satu penyebabnya yaitu faktor geografis yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu, lada putih muntok sangat disukai oleh para negara importir. Negara importir utama lada putih dunia adalah Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Jepang dan Singapura. Namun biasanya para negara importir tersebut tidak hanya mengimpor untuk memenuhi konsumsi di negaranya sendiri, melainkan mereka juga mengekspornya kembali ke beberapa negara lainnya. Menurut Triana (2000), negara Perancis, Jerman dan Inggris melakukan ekspor kembali masing-masing sebesar 24 persen, 12 persen dan 9 persen dari total impornya yang ditujukan ke negara-negara di Afrika dan Eropa lainnya. Sedangkan Amerika Serikat dan Mesir melakukan ekspor kembali ke Kanada dan negara-negara di Afrika masing-masing sebesar 4 persen dan 14 persen. Bahkan Singapura hampir 100 persen dari total impornya di ekspor kembali. Apabila di lihat dari negara importir lada di pasar dunia, bagi negara Amerika Serikat lada merupakan komoditas rempah-rempah yang paling banyak di impor. Impor komoditas lada tersebut sekitar 40 persen dari total impor golongan rempah-rempah. Menurut IPC (2007), permintaan impor lada putih Amerika Serikat pada tahun 2006 yaitu sebesar 7805 ton. Permintaan impor lada
putih Amerika Serikat tersebut sebanyak 80 persen digunakan langsung untuk kebutuhan industri pengolahan makanan (daging, soups dan roti) dan juga dipergunakan untuk kebutuhan industri farmasi. Permintaan impor lada putih Belanda mencapai 70 persen dari total impor lada per tahun. Konsumsi lada putih Belanda banyak digunakan langsung oleh sektor rumah tangga dan dalam jumlah yang sedikit digunakan untuk sektor industri4. 5.3
Kebijakan Standar Mutu Lada Putih Indonesia Komoditas lada hingga saat ini masih sering menghadapi ancaman dan
aksi penolakan dari berbagai pasar tujuan ekspor baik terkait aspek mutu, keamanan produk untuk di konsumsi maupun trik perdagangan global. Penolakan yang umumnya di sebabkan tercampurnya kotoran tersebut mengakibatkan importir harus melakukan penyortiran ulang. Proses ulang ini akan sangat merugikan pihak eksportir karena pada akhirnya biaya penyortiran ulang akan di bebankan kepada eksportir melalui diskon harga. Permasalahan lainnya yaitu masih cukup tingginya kadar air, mengingat petani melakukan penjemuran secara tradisional dan belum dilakukan secara mekanis. Penolakan-penolakan importir tersebut juga disebabkan karena adanya perbedaan kualitas yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu spesifikasi yang dapat di ikuti oleh petani dimana mereka akan mendapatkan harga yang sesuai dengan kualitas yang mereka hasilkan. Lada yang diperoleh di tingkat petani pada umumnya masih berupa lada asalan, sehingga produk lada tersebut harus di olah kembali di tingkat eksportir untuk mencapai kualitas yang telah ditetapkan. Pemerintah melalui Dewan Standarisasi Mutu Nasional telah menetapkan konsep mutu lada SNI
(Standar Nasional Indonesia) yang menggolongkan atau mengklasifikasikan lada hitam dan lada putih. Untuk lada putih, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) Mutu I dan Mutu II yang dapat di lihat pada Tabel 8 dan (2) Lada Mutu Campuran yang dapat di lihat pada Tabel 9. Tabel 8. Spesifikasi Syarat Kualitas Lada Putih Menurut SNI 01-0004-1995 No
Karakteristik
Satuan
Persyaratan Mutu I
1
Kebersihan
-
Mutu II
Bebas
dari Bebas
dari
serangga hidup serangga maupun
mati hidup maupun
dan dari bagian mati dan dari serangga
bagian
lainnya
serangga lainnya
2
Warna
-
Putih kekuning- Putih kuningan
kekuningkuningan, putih keabuan atau
putih
kecoklatan 3
Benda asing
% (b/b)
Maks.1
Maks.1
4
Biji enteng
% (b/b)
Maks.2
Maks.3
5
Biji berjamur
% (b/b)
Maks.1
Maks.1
6
Jumlah
% (b/b)
Maks.1
Maks.2
% (b/b)
Maks.13
Maks.14
biji
kehitam-
hitaman dalam lada putih 7 Sumber
Kadar air : www.ipcnet.org
Tabel 9. Spesifikasi Persyaratan Mutu Lada Putih Campuran No Karakteristik Satuan
Persyaratan
1
Kadar air
% (b/b)
Maks.12
2
Kadar biji enteng
% (b/b)
Maks.50
3
Kadar abu
% (b/b)
Maks.8
Sumber : www.ipcnet.org
Uni-Eropa dan beberapa negara seperti USA dan Jepang membuat persyaratan tersendiri untuk impor lada hitam dan lada putih, namun persyaratan tersebut kurang seragam. Oleh karena itu IPC dengan para negara anggota mencoba membuat konsep standar mutu lada. Dengan adanya Standar mutu ladaIPC tersebut, diharapkan dapat dijadikan sebagai wadah sehingga kualitas lada dari negara-negara IPC lebih dapat diterima khususnya oleh negara-negara importir. Persyaratan lada putih yang ditetapkan IPC dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Spesifikasi Standar Mutu Lada Putih IPC No
Parameter
Persyaratan IPC WP-1
IPC WP-2
Makro 1
Bulk density (g/l min)
600
600
2
Kadar air (% V/b maks)
13
15
3
Biji enteng (% b/b maks)
1
2
4
Benda asing (% b/b maks)
1
2
5
Biji kehitam-hitaman (% b/b maks)
1
2
6
Biji berkapang (% b/b maks)
1
3
7
Biji berserangga (% b/b maks)
1
2
8
Serangga ( hidup atau mati)
Tidak lebih dari dua dalam setiap subsampel dan tidak lebih dari 5 dari total keseluruhan sub-sampel
9
Mamalia beserta kotorannya
Harus bebas dari mamalia atau kotoran lainnya
Microbiological 1
Salmonella (detection/25 g)
negatif
negatif
Sumber : IPC, 2005
Spesifikasi yang telah ditetapkan oleh IPC tersebut hanya meliputi sifat fisik dari lada, seperti kontaminasi serangga dan mikrobiologi, benda asing, mamalia beserta kotoran lainnya. Selain itu terdapat spesifikasi lainnya yang diajukan oleh negara pengimpor untuk menjamin bahwa konsumen mereka di
lindungi dari bahaya kesehatan lainnya yang terdapat dalam produk lada, temasuk pelarangan adanya aflatoksin, kandungan residu logam berat dan pestisida, adanya jamur, Aspergillus flavus dan Aspergillus paraciticus yang akan menghasilkan aflatoksin. Persyaratan dari Uni-Eropa, yaitu untuk aflatoksin tipe B1 harus tidak melebihi 5 ppb dan untuk semua tipe aflatoksin (B1, B2, G1 dan G2) harus tidak melebihi 10 ppb. Sedangkan untuk USA dan Jepang, untuk seluruh tipe aflatoksin tidak lebih dari 20 ppb untuk USA dan 15 ppb untuk Jepang. Tingkat residu pestisida di harapkan tidak melebihi 2 hingga 5 ppb tergantung pada toksisitasnya. Adanya logam berat seperti besi, nikel, Chromium, Cadmium, timah, tembaga, Molibdenum, Arsenic dan Mercury akan selalu tidak dapat diterima karena melebihi tingkat yang sudah ditentukan ( IPC, 2005). 5.4
Sentra Produksi Lada Putih Indonesia Daerah sentra produksi lada putih utama di Indonesia terdapat di propinsi
Bangka-Belitung, dimana daerah Bangka menghasilkan produksi sekitar 70-80 persen dari total produksi lada putih Indonesia. Pada tahun 2002, luas perkebunan lada di Bangka tercatat sebesar 63,956 Ha dengan produksi sebesar 32,163 ton. Luas areal perkebunan lada pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi sebesar 38,693 Ha atau mengalami penurunan sebesar 39.5 persen, tetapi berbeda dengan produktivitas pada tahun tersebut yang mengalami kenaikan yaitu menjadi sebesar 2.32 ton per hektarnya. Penurunan yang terjadi pada areal perkebunan lada disebabkan banyaknya petani yang beralih ke lahan perkebunan kelapa sawit dan
penambangan
timah
yang
dapat
membuat
lahan
menjadi
rusak.
Perkembangan luas Areal, produksi dan produktivitas tanaman lada dapat di lihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada di Bangka, Tahun 2002-2006.
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rata-rata Sumber : AELI, 2007
Luas Areal (Ha) 63,956 60,747 46,797 38,934 38,693 249,127 49,825
Produksi (ton) 32,163 31,566 22,1410 16,398 16,676 118,943 23,788.6
Prodoktivitas (ton/Ha) 1.99 1.92 2.11 2.37 2.32 10.71 2.14
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Hasil Dugaan Model Komoditas lada putih termasuk komoditi yang diperdagangkan di pasar
internasional, yang juga berorientasi ekspor. Oleh karena itu perkembangannya tidak terlepas dari tatanan penawaran dan permintaan lada putih di pasar internasional. Dengan alasan tersebut maka model yang dibentuk terkait dengan tatanan pasar lada putih di negara-negara produsen maupun di negara-negara konsumen. Model penawaran dan permintaan lada putih Indonesia di pasar internasional adalah model persamaan simultan yang terdiri dari 17 persamaan, diantaranya terdapat 12 persamaan struktural dan 5 persamaan identitas. Persamaan struktural tersebut adalah persamaan penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat, penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Belanda, penawaran ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat, penawaran ekspor lada putih Malaysia ke Belanda, penawaran ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat, penawaran ekspor lada putih Brazil ke Belanda, permintaan impor lada putih Amerika Serikat, permintaan impor lada putih Belanda, persamaan harga lada putih di pusat perdagangan New York, persamaan lada putih di pusat perdagangan London, persamaan harga ekspor lada putih Indonesia, dan persamaan harga riil domestik lada putih Indonesia. Dengan demikian, model ini di duga dengan metode Two Stages Least Square (2SLS). Hasil pendugaan model ekonometrika yang dibangun dan di estimasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) berkisar
antara 0.24314 hingga 0.91764. Persamaan yang mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) besar menunjukkan bahwa persamaan tersebut cukup baik, keragaman peubah dependent yang dapat dijelaskan oleh peubah independent tersebut besar. Persamaan yang memiliki koefisien determinasi (R2) kecil terjadi karena adanya keterbatasan data untuk menambah peubah penjelasnya. Hasil uji statistik t yang diperoleh memperlihatkan bahwa terdapat beberapa peubah eksogen yang secara individu berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya pada taraf nyata antara 0.01 hingga 0.10. Simbol taraf nyata (α) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10 Parameter dugaan yang tidak di beri tanda berarti tidak memberikan pengaruh nyata. Untuk mengetahui respon peubah-peubah eksogennya dapat di lihat dari nilai elastisitas peubah-peubah yang membangunnya. Berdasarkan pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dari persamaan simultan maka digunakan uji Durbin Watson. Nilai DW yang dihasilkan berkisar antara 1.393033 sampai 2.664555. Nilai tersebut tidak berada pada daerah penolakan H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model persamaan tersebut tidak terdapat korelasi pada taraf nyata 1 persen. 6.2
Penawaran Ekspor Lada Putih
6.2.1
Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat Model persamaan penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Amerika
Serikat memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.74960, artinya 74.96
persen keragaman ekspor lada putih Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman peubah produksi lada putih Indonesia, harga riil ekspor lada putih Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat, volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat dan ekspor lada putih Indonesia satu tahun sebelumnya. Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabelvariabel penjelas dalam model berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih Indonesia pada taraf nyata 1 persen. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Amerika Serikat. Variabel Parameter Estimasi Probabilitas Elastisitas SR LR Intercept -1849.71 QI 0.081881 0.0351 (b) 0.65 1.02 PXIR 105.7460 0.0032 (a) 0.30 0.48 ERIA -0.06365 0.5845 -0.12 -0.19 XMA 1.215968 0.4062 0.05 0.08 XBA 0.723083 0.6074 0.06 0.10 LXIA 0.632841 0.0033 (a) R2 = 0.74960 DW-stat. = 2.458721 F-hit = 8.98 Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05
Produksi lada putih Indonesia berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat pada taraf nyata 5 persen serta memiliki hubungan yang positif. Hal ini berarti kenaikan produksi akan meningkatkan jumlah ekspor. Produksi lada putih Indonesia memiliki elastisitas yang lebih responsif dibanding variabel lain. Elastisitas jangka panjang lebih elastis dibandingkan dalam jangka pendek, yang berarti dalam jangka panjang peningkatan produksi lada putih Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan penawaran ekspor lada putih Indonesia sebesar 1.02 persen. Dengan demikian
produksi lada putih Indonesia memiliki responsitifitas yang tinggi dalam mempengaruhi ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat. Harga riil ekspor lada putih Indonesia berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat pada taraf nyata 1 persen dan memiliki tanda yang positif. Keadaan ini sesuai dengan kondisi ekonomi, apabila harga ekspor suatu produk meningkat, maka para eksportir Indonesia akan meningkatkan volume ekspornya dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dimana semakin tinggi harga ekspor maka akan semakin tinggi juga pendapatan dari sektor tersebut. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat memiliki hubungan yang negatif dan tidak berpengaruh nyata hingga batas nyata 10 persen. Artinya, jika rupiah terapresiasi tidak akan menyebabkan penurunan volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat. Hal tersebut dapat disebabkan karena lada merupakan komoditi ekspor dengan kebutuhan domestik yang relatif tetap dan kecil dan juga lada membutuhkan biaya penyimpanan yang cukup besar sementara fasilitas penyimpanan belum tersedia dengan baik. Oleh karena itu, eksportir akan cenderung mengekspor meskipun terjadi perubahan nilai tukar. Hasil perhitungan ekspor lada putih Malaysia dan ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat. Hal tersebut dikarenakan masih relatif rendahnya jumlah ekspor lada putih negara-negara tersebut, sedangkan kontribusi ekspor lada putih Bangka masih mendominasi di pasar dunia. Volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat setahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih Indonesia ke Amerika
Serikat pada taraf nyata 1 persen dan memiliki hubungan yang positif. Informasi pasar mengenai volume ekspor tahun sebelumnya merupakan faktor penting dalam menetapkan volume ekspor tahun berikutnya. Dengan demikian setiap peningkatan volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat akan mendorong eksportir lada putih Indonesia untuk melakukan peningkatan volume ekspor lada putihnya ke Amerika Serikat. 6.2.2
Penawaran Ekspor Lada putih Indonesia ke Belanda Pada pendugaan model ekspor lada putih Indonesia ke Belanda terlihat
bahwa koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0.54898. Hal ini berarti sebesar 54.9 persen keragaman ekspor lada putih Indonesia ke Belanda dapat dijelaskan oleh keragaman dari peubah independentnya. Dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Indonesia ke Belanda Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Estimasi SR LR Intercept 1178.224 QI 0.027541 0.5939 0.23 0.99 PXIR 111.2981 0.0653 (c) 0.34 1.46 ERIA 0.004187 0.9842 0.01 0.04 XMN -3.63584 0.2559 -0.20 -0.87 XBN -0.28464 0.9203 -0.01 -0.06 LXIN 0.234108 0.3927 R2 = 0.54898 DW-Stat. = 2.274942 F-Stat. = 3.65 Keterangan : c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Berdasarkan hasil uji statistik t, didapatkan bahwa hanya peubah harga riil ekspor lada putih Indonesia yang berpengaruh terhadap volume ekspor, sedangkan peubah lain tidak ada yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda hingga taraf nyata 10 persen. Namun demikian, berdasarkan
hasil uji statistik F variabel-variabel penjelas tersebut secara bersama-sama sangat berpengaruh nyata terhadap ekspor lada putih Indonesia ke Belanda pada taraf nyata 5 persen. Produksi lada putih Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan ekspor lada putih Indonesia ke Belanda dan memiliki hubungan yang positif. Tanda positif ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi akan meningkatkan volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda. Walaupun demikian, peningkatan produksi yang terjadi tidak akan meningkatkan volume ekspor secara nyata. Demikian juga dengan nilai tukar rupiah ke dollar Amerika Serikat yang memiliki hubungan positif tetapi tidak berpengaruh nyata. Harga riil ekspor lada putih merupakan peubah yang sangat berpengaruh nyata dan memiliki hubungan yang positif. Apabila terjadi kenaikan harga riil ekspor maka akan berdampak pada peningkatan volume ekspor ke Belanda. Kondisi ini mungkin saja terjadi ketika tanaman lada mengalami siklus sepuluh tahunan. Ketika harga ekspor lada semakin menurun maka para eksportir akan menurunkan produksi lada, sebagai akibatnya berkurangnya pasokan lada putih di pasar dunia. Kekurangan pasokan ini mengakibatkan harga ekspor melambung tinggi di pasar dunia. Tingginya harga ekspor membuat para petani lada berlomba-lomba menanam lada dalam jumlah yang banyak yang tentu saja memerlukan waktu yang lama untuk dapat memanen tanaman lada tersebut. Dugaan nilai elastitas menunjukkan bahwa harga riil ekspor lada putih Indonesia bersifat elastis dalam jangka panjang. Hal ini menggambarkan bahwa peningkatan harga riil ekspor akan mempengaruhi jumlah ekspor dalam jangka panjang.
Ekspor lada putih Malaysia dan Brazil ke Belanda memiliki hubungan yang negatif. Dengan demikian setiap peningkatan volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda akan menurunkan volume ekspor lada putih negara-negara tersebut. Hal ini dikarenakan konsumen di negara Belanda lebih menyukai lada putih muntok yang memiliki rasa kurang pedas namun memiliki aroma yang lebih menarik dibandingkan dengan lada putih dari negara lain. Volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda tidak berpengaruh nyata dan memiliki hubungan yang positif. Dengan demikian volume ekspor lada putih tahun sebelumnya tidak akan mempengaruhi jumlah ekspor pada tahun berikutnya. 6.2.3
Penawaran ekspor Lada Putih Negara Pesaing
6.2.3.1 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Amerika Serikat Pada model ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.24314 yang berarti sebesar 24.31 persen keragaman volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat dapat dijelaskan oleh keragaman peubah produksi lada putih Malaysia, harga riil ekspor lada putih Malaysia, nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat dan volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya. Dan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabelvariabel dalam model tersebut tidak dapat menjelaskan keragaman dari volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika hingga taraf 10 persen. Berdasarkan hasil uji statistik t, peubah-peubah yang diduga berpengaruh nyata terhadap jumlah ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat yaitu hanya
volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya, sedangkan peubah lainnya tidak berpengaruh nyata hingga batas taraf nyata 10 persen. Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Amerika Serikat. Elastisitas Variabel Parameter Probabilitas Estimasi SR LR Intercept 252.2460 QM 0.036608 0.1807 1.12 1.52 PXMR -2.48906 0.6723 -0.22 -0.29 ERMA -90.2645 0.1929 -2.38 -3.23 LXMA 0.736820 0.0707 (c) R2 = 0.24314 DW-Stat.= 1.393033 F- Stat.= 1.61 Keterangan : c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Peubah lag ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat menunjukkan hubungan yang positif, sehingga kenaikan jumlah ekspor pada tahun sebelumnya akan diikuti oleh peningkatan ekspor tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa informasi pasar mengenai volume ekspor sangat penting dalam menetapkan volume ekspor lada putih tahun selanjutnya. 6.2.3.2 Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda Pada pendugaan model ekspor lada putih Malaysia ke Belanda memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0.25631, artinya sebesar 25.63 persen keragaman ekspor lada putih Malaysia ke Belanda dapat dijelaskan oleh keragaman peubah produksi lada putih Malaysia, harga riil ekspor lada putih Malaysia, nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat dan peubah bedakala volume ekspor lada putih Malalaysia ke Belanda. Dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Hasil pendugaan uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel penjelas dalam model tidak berpengaruh nyata terhadap
penawaran ekspor lada putih Malaysia ke Belanda hingga batas taraf nyata 10 persen. Berdasarkan uji statistik t, keseluruhan variabel-variabel tersebut tidak ada yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda hingga batas taraf nyata 10 persen. Tabel 15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Malaysia ke Belanda. Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Estimasi SR LR Intercept 301.2831 QM 0.020190 0.4401 0.48 1.62 PXMR 4.167047 0.4945 0.28 0.95 ERMA -89.0660 0.2366 -1.84 -6.16 LXMN 0.299124 0.2028 R2 = 0.25631 DW-Stat.= 2.192068 F-Stat.=1.72 Peubah produksi, harga ekspor, dan nilai tukar tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Malaysia ke kedua negara tujuan Amerika Serikat dan Belanda. Kondisi penawaran Malaysia ini disebabkan karena standar mutu lada putih Malaysia yang rendah sehingga sebagian besar ekspor lada putih Malaysia ditujukan ke Singapura. 6.2.3.3 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Amerika Serikat Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari pendugaan model ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat yaitu sebesar 0.48971, artinya sebesar 48.97 persen keragaman volume ekspor lada putih Brazil dapat dijelaskan oleh keragaman peubah produksi lada putih Brazil, harga riil ekspor Brazil, nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat dan peubah ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat tahun sebelumnya. Dan sisanya dapat dijelaskan oleh faktorfaktor lain di luar model.
Berdasarkan uji statistik F, variabel-variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat pada taraf nyata 1 persen. dari uji t statistik, peubah yang berpengaruh secara nyata yaitu peubah produksi lada putih Brazil dan peubah bedakala volume ekspor Brazil ke Amerika Serikat masing-masing pada taraf nyata 5 persen. Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Amerika Serikat. Variabel Parameter Estimasi Probabilitas Elastisitas SR LR Intercept 8.796316 QB 0.063374 0.0364 (b) 0.55 1.21 PXBR 0.000563 0.9845 0.00 0.01 ERBA -0.00188 0.8015 -0.05 -0.10 LXBA 0.457018 0.0157 (b) R2 = 0.48971 DW-Stat.= 2.354138 F-Stat.= 4.80 Keterangan : b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05
Produksi lada putih Brazil merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat. Produksi lada putih yang meningkat akan menyebabkan kelebihan pasokan yang kemudian akan mendorong peningkatan volume ekspor. Nilai koefisien dalam jangka pendek bersifat inelastis, sedangkan dalam jangka panjang bersifat elastis. Kondisi ini menunjukkan adanya keterlambatan dalam merespon produksi lada putih. Terlebih lagi Brazil selama ini lebih terkonsentrasi dalam memproduksi lada hitam dibanding memproduksi lada putih, sehingga harus merubah kebiasaan petani untuk mempoduksi lada putih. Dengan kata lain penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam proses produksi baru dapat dilakukan pada kurun waktu yang cukup lama. Harga riil ekspor lada putih Brazil tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat. Oleh karena itu
meskipun terjadi kenaikan pada harga ekspornya tidak akan mempengaruhi penawaran ekspor Brazil ke Amerika Serikat. Depresiasi nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat juga tidak berpengaruh nyata, tanda negatif tersebut tidak akan berpengaruh terhadap perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat, sehingga setiap terjadi depresiasi reais terhadap dollar Amerika Serikat tidak akan menaikkan volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat. Peubah lag berpengaruh nyata dengan tanda yang positif. Dengan demikian apabila terjadi peningkatan volume ekspor pada tahun sebelumnya akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor pada tahun berikutnya. 6.2.3.4 Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Belanda Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari pendugaan model ekspor lada putih Brazil ke Belanda yaitu sebesar 0.48195, artinya sebesar 48.2 persen keragaman volume ekspor lada putih Brazil dapat dijelaskan oleh keragaman peubah produksi lada putih Brazil, harga riil ekspor Brazil, nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat dan peubah ekspor lada putih Brazil ke Belanda tahun sebelumnya. Sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran Ekspor Lada Putih Brazil ke Belanda. Variabel Parameter Estimasi Probabilitas Elastisitas SR LR Intercept 153.7090 QB -0.00632 0.7851 -0.11 -1.59 PXBR 0.002087 0.9281 0.02 0.36 ERBA -0.00203 0.7337 -0.10 -1.41 LXBN 0.067715 0.0678 (c) R2 = 0.48195 DW-Stat.= 2.06169 F-Stat.= 4.65 Keterangan : c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Berdasarkan uji statistik F, variabel-variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada taraf nyata 1 persen. dari hasil uji statistik t, peubah yang berpengaruh secara nyata yaitu hanya peubah bedakala volume ekspor Brazil ke Belanda masingmasing pada taraf nyata 10 persen. Produksi lada putih Brazil merupakan faktor yang berhubungan negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda. Dengan demikian terjadinya penurunan atau peningkatan produksi lada putih Brazil tidak akan mengakibatkan perubahan terhadap volume ekspor ke Belanda. Harga riil ekspor lada putih Brazil tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda. Oleh karena itu walaupun terjadi kenaikan pada harga ekspornya tidak akan mempengaruhi penawaran ekspor Brazil ke Belanda. Depresiasi nilai tukar reais terhadap dollar Amerika Serikat juga tidak berpengaruh nyata, tanda negatif tersebut tidak akan berpengaruh terhadap perubahan volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda, sehingga setiap terjadi depresiasi reais terhadap dollar Amerika Serikat tidak akan menurunkan volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda. Peubah lag berpengaruh nyata dengan tanda yang positif. Dengan demikian apabila terjadi peningkatan volume ekspor pada tahun sebelumnya akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor pada tahun berikutnya.
Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, secara keseluruhan variabel-variabel diatas bersifat inelastis. Hal ini menggambarkan kecilnya pengaruh dari variabelvariabel tersebut terhadap perubahan jumlah ekspor lada putih Brazil ke Belanda.
6.2.4
Penawaran Ekspor Lada Putih Negara Produsen Penawaran ekspor lada putih masing-masing negara produsen ( Indonesia,
Malaysia dan Brazil ) merupakan penjumlahan dari penawaran ekspor lada putih masing-masing negara produsen ke Amerika Serikat, Belanda serta ke negara lainnya. Model persamaan ini merupakan persamaan penyeimbang untuk model persamaan ekspor lada putih masing-masing negara pengekspor tersebut ke pasar Amerika Serikat dan Belanda terhadap masing-masing total ekspor lada putih Indonesia, Malaysia dan Brazil. Total penawaran ekspor lada putih dunia merupakan hasil penjumlahan dari total ekspor lada putih Indonesia, total ekspor lada putih Malaysia, total ekspor lada putih Brazil serta total ekspor lada putih sisa dunia. Model persamaan penawaran ekspor lada putih dunia juga merupakan model persamaan penyeimbang. 6.3
Permintaan Impor Lada Putih
6.3.1
Permintaan Impor Lada Putih Amerika Serikat Amerika Serikat merupakan salah satu negara pengimpor lada putih
terbesar di dunia. Untuk mengetahui keragaan impor lada putih Amerika Serikat, maka dilakukan estimasi terhadap volume impor lada putih Amerika Serikat. Dari hasil estimasi terhadap persamaan impor lada putih Amerika Serikat diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.75187, yang artinya sebesar 75,19 persen
keragaman volume impor lada putih Amerika Serikat dapat dijelaskan oleh keragaman peubah harga riil lada putih di pusat perdagangan New York, Harga riil lada hitam di pusat perdagangan
New York, pendapatan riil perkapita
Amerika Serikat dan peubah volume impor lada putih Amerika Serikat satu tahun sebelumnya. Dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang terdapat di luar model. Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan impor Lada Putih Amerika Serikat. Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Estimasi SR LR Intercept 581.6563 PLPA -95.1316 0.4061 -0.07 -0.20 PLHA 22.24254 0.6353 0.02 0.04 YA 0.444112 0.0098 (a) 0.61 1.75 LMA 0.350616 0.0721 (c) R2 = 0.75187 DW-Stat.= 2.048097 F-Stat.=15.15 Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabelvariabel penjelas dalam model sangat berpengaruh nyata terhadap volume impor lada putih Amerika Serikat pada taraf nyata 1 persen. Berdasarkan hasil uji t statistik, peubah yang berpengaruh nyata yaitu peubah pendapatan riil perkapita dan volume impor lada putih Amerika Serikat satu tahun sebelumnya. Harga riil lada putih di pusat perdagangan New York memiliki hubungan yang negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap persamaan impor lada putih Amerika Serikat. Peningkatan jumlah impor Amerika Serikat tidak akan mengakibatkan penurunan terhadap harga riil lada putih di pusat perdagangan New York. Harga riil lada hitam di pusat perdagangan New York tidak berpengaruh nyata dan berhubungan positif terhadap jumlah impor Amerika Serikat. Hal ini
dikarenakan di Amerika Serikat lada hitam dan lada putih memiliki pasar yang berbeda, sehingga keduanya bukan sebagai produk yang saling bersubstitusi. Jumlah impor lada putih yang sama besarnya dengan jumlah impor lada hitam, memperlihatkan bahwa kedua jenis lada tersebut memiliki pasar tersendiri di Amerika Serikat. Pendapatan riil perkapita Amerika Serikat berhubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap persamaan impor lada putih Amerika Serikat. Hal ini menandakan bahwa setiap kenaikan pendapatan perkapita Amerika Serikat akan meningkatkan volume impor Amerika Serikat. Dalam jangka pendek, peubah pendapatan perkapita bersifat inelastis dan dalam jangka panjang bersifat elastis. Dengan demikian, apabila terjadi peningkatan pendapatan dalam waktu yang panjang sebesar satu persen, maka akan mendorong peningkatan permintaan impor lada putihnya sebesar 1.75 persen. Peubah bedakala satu tahun berpengaruh nyata dengan tanda yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan impor lada putih Amerika Serikat tahun sebelumnya akan meningkatkan impor lada putih Amerika Serikat tahun selanjutnya. 6.3.2
Permintaan Impor Lada Putih Belanda Persamaan permintaan impor lada putih Belanda memiliki koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.85849, berarti sebesar 85.85 persen keragaman volume impor lada putih Belanda dapat dijelaskan oleh keragaman peubah harga riil lada putih di pusat perdagangan London, harga riil lada hitam di pusat perdagangan London, pendapatan riil perkapita Belanda dan peubah impor lada putih Belanda
satu tahun sebelumnya. Dan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabelvariabel penjelas dalam model sangat berpengaruh nyata terhadap volume impor lada putih Belanda pada taraf nyata 1 persen. Berdasarkan hasil uji statistik t hanya peubah bedakala volume impor lada putih Belanda saja yang berpengaruh nyata, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata hingga batas taraf nyata 10 persen. Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Permintaan Impor Lada Putih Belanda. Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Estimasi SR LR Intercept 399.6866 PLPB 50.52893 0.9470 0.03 0.03 PLHB 91.45447 0.9293 0.03 0.04 YN 0.724251 0.8497 0.04 0.04 LMN 0.882292 0.0001 (a) R2 = 0.85849 DW-Stat. = 2.664555 F-Stat. = 30.33 Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01
Harga lada putih di pusat perdagangan London tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan volume impor lada putih Belanda. Tanda positif pada peubah ini menunjukkan bahwa peningkatan harga di pusat perdagangan London akan meningkatkan volume impor Belanda. Namun demikian karena peubah tersebut tidak berpengaruh nyata, maka adanya peningkatan ataupun penurunan pada harga lada putih di pusat perdagangan London tidak akan mempengaruhi volume impornya. Komoditas lada hitam merupakan komoditas substitusi di negara Belanda. Lada hitam memiliki hubungan yang positif namun tidak berpengaruh nyata, sehingga apabila terjadi peningkatan atau penurunan harga lada hitam tidak akan
mempengaruhi jumlah impor lada putih Belanda. Kondisi ini disebabkan jumlah impor lada putih Belanda yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah impor lada hitam, yaitu sebesar 70 persen dari total impor lada. Hal ini disebabkan karena konsumen Belanda kurang menyukai lada hitam. Pendapatan riil perkapita Belanda bertanda positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap volume impor lada putih Belanda. Kondisi ini menunjukkan bahwa penurunan atau peningkatan pendapatan tidak akan mempengaruhi jumlah impor lada putih Belanda. Peubah bedakala satu tahun dari impor lada putih Belanda memiliki nilai yang positif serta berpengaruh nyata. Hal ini berarti kenaikan impor lada putih Belanda pada tahun sebelumnya akan meningkatkan volume impor pada tahun selanjutnya. Berdasarkan nilai elastisitas keseluruhan variabel bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini menggambarkan bahwa presentase perubahan jumlah impor Belanda akibat pengaruh dari peubahpeubah tersebut semakin kecil. 6.3.3
Permintaan Impor Lada Putih Dunia Total Permintaan impor lada putih dunia merupakan penjumlahan dari
volume impor lada putih Amerika Serikat, volume impor lada putih Belanda serta volume impor lada putih dari negara-negara lainnya atau sisa dunia. Model persamaan ini digunakan sebagai persamaan identitas atau persamaan penyeimbang. Dari persamaan ini dapat dilihat seberapa besar masing-masing impor lada putih Amerika Serikat dan Belanda terhadap total impor lada putih dunia.
6.4
Harga Lada Putih
6.4.1
Harga Lada Putih Dunia Harga merupakan salah satu komponen penting sebagai akibat adanya
penawaran dan permintaan. Harga lada putih di pasar internasional terbentuk berdasarkan hasil pelelangan di pasar Singapura, New York dan Eropa (London). Penelitian ini hanya menganalisa harga di pusat perdagangan New York dan London. Hal ini dilakukan karena perdagangan lada putih dipusatkan untuk negara tujuan Amerika Serikat dan Belanda. Harga-harga tersebut selanjutnya diduga akan berperan terhadap pembentukan harga ekspor lada putih Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap harga di dalam negeri. 6.4.1.1 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan New York Berdasarkan hasil estimasi di peroleh bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.6667, yang berarti sebesar 66.67 persen keragaman harga riil lada putih di pusat perdagangan New York dapat di jelaskan oleh keragaman peubah volume ekspor lada putih dunia, volume impor lada putih dunia dan peubah harga riil lada putih di pusat perdagangan New York tahun sebelumnya. Dan sisanya dijelaskan oleh variabel- variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan New York. Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Estimasi SR LR Intercept 1.858320 XW -0.00016 0.0413 (b) -1.20 -1.62 MW 0.000122 0.2246 1.00 1.35 LPLPA 0.739157 0.0001 (a) 2 R = 0.66670 DW-Stat. = 1.717551 F-Stat.= 14.00 Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 b = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.05
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabelvariabel penjelas berpengaruh nyata terhadap harga riil lada putih New York pada taraf nyata 1 persen. Untuk parameter dugaan pada peubah ekspor lada putih dunia, variabel tersebut memiliki hubungan yang negatif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen. Kondisi ini di dukung oleh nilai elastisitasnya yang bersifat elastis. Apabila terjadi penurunan terhadap volume ekspor lada putih dunia sebesar 1 persen sementara permintaan tetap, maka akan mendorong harga lada putih di pusat perdagangan New York untuk naik sebesar 1.20 persen dalam jangka pendek dan sebesar 1.62 persen dalam jangka panjang. Peubah impor lada putih dunia tidak berpengaruh nyata hingga batas taraf nyata 10 persen. Hal ini berarti apabila permintaan impor meningkat tidak akan menaikan atau menurunkan harga riil lada putih di pusat perdagangan New York. Peubah bedakala satu tahun berpengaruh nyata dan positif terhadap perubahan harga riil lada putih di pusat perdagangan New York. Kondisi ini menunjukkan bahwa kenaikan harga setahun sebelumnya akan meningkatkan harga riil lada putih pada tahun selanjutnya. 6.4.1.2 Harga Riil Lada Putih di Pusat Perdagangan London Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh terhadap persamaan harga riil lada putih di pusat perdagangan London, terlihat bahwa koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0.77619. Hal ini berarti sebesar 77.62 persen harga riil lada putih di pusat perdagangan London dapat dijelaskan oleh keragaman peubah volume ekspor lada putih dunia, volume impor lada putih dunia dan peubah harga riil lada putih di pusat perdagangan London tahun sebelumnya. Dan
sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Sama halnya dengan harga lada putih di pusat perdagangan New York, hasil uji statistik F yang diperoleh variabel-variabel penjelasnya secara bersama-sama sangat berpengaruh nyata pada taraf 1 persen. Volume ekspor lada putih dunia memiliki hubungan yang negatif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 persen. Hal ini berarti apabila terjadi kenaikan jumlah ekspor ke negara-negara Eropa meningkat sebesar 1 persen, sementara permintaan tetap (over supply) maka akan mendorong harga menjadi turun sebesar 1.58 persen dalam jangka pendek dan sebesar 2.13 persen untuk jangka panjang. Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Lada Putih Dunia di Pusat Perdagangan London. Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Estimasi SR LR Intercept 2.448441 XW -0.00021 0.0039 (a) -1.58 -2.13 MW 0.000150 0.0944 (c) 1.23 1.67 LPLPB 0.739877 0.0001 (a) R2 = 0.77619 DW-Stat.= 1.676978 F-Stat.= 24.28 Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Peubah impor lada putih dunia memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan dari negara-negara di Eropa, akan mendorong harga lada putih di pusat perdagangan London menjadi naik. Berdasarkan nilai elastisitasnya, nilai elastisitas peubah ini menunjukkan nilai sebesar 1.23 untuk jangka pendek dan sebesar 1.67 untuk jangka panjang. Artinya, peningkatan 1 persen impor lada putih dunia akan meningkatkan harga lada di pusat perdagangan London sebesar 1.23 persen untuk jangka pendek dan sebesar 1.67 persen dalam jangka panjang. Dengan demikian, perubahan harga lada putih di pusat perdagangan London
responsif terhadap perubahan impor lada putih dunia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Peubah bedakala satu tahun berpengaruh nyata dan positif terhadap peubah harga. Kondisi ini menunjukkan bahwa kenaikan harga riil tahun sebelumnya akan meningkatkan harga riil pada tahun berikutnya. 6.4.2
Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia Koefisen determinasi (R2) yang diperoleh dari persamaan harga riil lada
putih dunia adalah sebesar 0.91764 yang berarti sebesar 91.76 persen keragaman harga riil ekspor lada putih Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman peubah ekspor lada putih dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, harga riil lada putih di pusat perdagangan New York, harga riil lada putih di pusat perdagangan London serta peubah harga riil ekspor lada putih Indonesia satu tahun sebelumnya. Dan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Ekspor Lada Putih Indonesia. Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas Estimasi SR LR Intercept 5.922950 XI -0.00015 0.0530 (c) -0.35 -0.49 ERIA -0.00033 0.3332 -0.22 -0.31 PLPA -3.63470 0.0008 (a) -1.58 -2.25 PLPB 4.061170 0.0002 (a) 1.76 2.50 LPXIR 0.703589 0.0001 (a) R2 = 0.91764 DW-Stat.= 2.190095 F-Stat.= 42.43 Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabelvariabel penjelas dalam persamaan harga riil ekspor lada putih Indonesia berpengaruh nyata pada taraf 1 persen.
Ekspor lada putih Indonesia berpengaruh nyata dan bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan ekspor lada putih Indonesia akan menyebabkan terjadinya penurunan harga riil ekspor lada putih Indonesia. Keadaan ini sesuai dengan teori ekonomi dan keadaan lada putih Indonesia, dimana apabila terjadi kelebihan atau peningkatan penawaran ekspor akan menurunkan harga ekspor riil. Walaupun demikian, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang ekspor lada putih Indonesia bersifat inelastis. Hal tersebut menggambarkan adanya keterlambatan dalam merespon perubahan ekspor lada putih Indonesia. Nilai tukar memiliki hubungan yang negatif namun tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan harga ekspor. Pada saat rupiah mengalami depresiasi, maka harga barang di dalam negeri relatif lebih murah di pasar dunia, sehingga menyebabkan harga ekspor Indonesia menjadi turun. Walaupun demikian peubah nilai tukar tidak berpengaruh nyata, sehingga terdepresiasinya rupiah tidak akan menurunkan harga ekspor Indonesia. Kondisi tersebut terbukti pada tahun 1998 ketika rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat, harga ekspor lada putih Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan nilai elastisitas, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat bersifat inelastis terhadap harga riil ekspor lada putih Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam hal ini harga ekspor lada putih Indonesia tidak peka terhadap perubahan nilai tukar. Harga riil lada putih dunia di pusat perdagangan New York dan London sama-sama berpengaruh nyata pada taraf 1 persen. Harga di pusat perdagangan New York memiliki hubungan yang negatif, sehingga apabila terjadi penurunan harga di pusat perdagangan New York tidak akan menurunkan harga ekspor lada
putih Indonesia. Berbeda dengan harga lada putih di pusat perdagangan London, yang memiliki tanda positif. Kenaikan harga di pusat perdagangan London akan mengakibatkan kenaikan harga ekspor lada putih Indonesia pula. Harga riil lada putih di pusat perdagangan New York dan London bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Setiap terjadi peningkatan harga riil di pusat perdagangan London sebesar 1 persen, akan mengakibatkan peningkatan terhadap harga riil ekspor Indonesia sebesar 1.76 persen dalam jangka pendek dan terjadi peningkatan sebesar 2.50 persen dalam jangka panjang. Berbeda dengan harga lada putih di pusat perdagangan New York, apabila terjadi penurunan harga riil di pusat perdagangan New York sebesar 1 persen, maka akan menaikkan harga riil ekspor Indonesia sebesar 1.58 persen dalam jangka pendek dan 2.25 persen dalam jangka panjang. Harga riil ekspor lada putih Indonesia setahun sebelumnya memiliki pengaruh yang nyata dan positif. Informasi harga mengenai harga riil ekspor lada putih Indonesia setahun sebelumnya merupakan faktor penting dalam penetapan harga ekspor sebelumnya. 6.4.3
Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia Hasil estimasi pada persamaan harga riil lada putih domestik Indonesia
menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.35452. Hal ini berarti sebesar 35.45 persen keragaman peubah harga riil domestik Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman harga riil ekspor lada putih Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, penawaran domestik Indonesia dan peubah harga riil domestik lada putih Indonesia tahun sebelumnya. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak di jelaskan oleh model.
Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa secara bersana-sama variabelvariabel penjelas dalam persamaan harga riil domestik lada putih Indonesia berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Harga Riil Domestik Lada Putih Indonesia. Elastisitas Variabel Parameter Probabilitas Estimasi SR LR Intercept 39604.90 PXIR 395.6753 0.55470 0.14 0.14 ERIA -8.38546 0.0783 (c) -1.97 -1.99 SD 0.548848 0.4757 0.38 0.38 LPINDO 0.989500 0.0061 (a) R2 = 0.35452 DW-Stat.= 1.941807 F-Stat.= 2.75 Keterangan : a = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.01 c = parameter dugaan nyata pada taraf nyata (α) = 0.10
Harga riil ekspor lada putih Indonesia memiliki hubungan yang positif dan tidak berpengaruh nyata. Setiap peningkatan harga riil ekspor lada putih Indonesia tidak akan meningkatkan harga riil domestik Indonesia, sehingga ketika harga ekspor menurun, harga domestik cenderung menunjukkan adanya peningkatan. Penawaran lada putih di pasar domestik tidak berpengaruh nyata terhadap harga riil domestik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat produksi atau tingkat pasokan lada putih untuk kebutuhan dalam negeri tidak akan menaikkan harga lada putih di pasar domestik. Hal tersebut dapat disebabkan karena konsumsi lada putih domestik yang relatif tetap dan kecil. Kondisi ini di dukung oleh nilai elastisitas yang diperoleh, yaitu dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang harga riil lada putih domestik yang tidak responsif terhadap perubahan penawaran lada putih domestik. Kondisi harga ekspor dan penawaran domestik Indonesia yang tidak berpengaruh nyata dapat disebabkan karena konsumsi lada putih domestik yang
relatif tetap dan kecil. Oleh karena itu, keberadaannya tidak berkompetisi dengan volume lada putih yang akan di ekspor. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh nyata pada taraf 10 persen terhadap perubahan harga riil domestik lada putih Indonesia. Kondisi ini sesuai dengan kondisi ekonomi, dimana apabila terjadi depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat maka akan mengakibatkan harga faktor-faktor produksi di dalam negeri menjadi meningkat. Demikian juga dengan harga lada putih di pasar domestik meningkat. Hal ini didukung dari nilai elastisitasnya yang menunjukkan bahwa peubah harga lada putih domestik responsif terhadap perubahan nilai tukar. Peubah harga riil lada putih domestik tahun sebelumnya memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh nyata. Dengan demikian harga yang terbentuk pada tahun selanjutnya akan mengikuti pola pembentukan harga lada putih domestik yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan melihat hasil pendugaan parameter dan elastisitas, maka dapat disimpulkan bahwa penawaran lada putih dari negara-negara pesaing Malaysia dan Brazil tidak memberi pengaruh terhadap penawaran lada putih Indonesia terutama ke pasar Amerika Serikat dan Belanda. Hal tersebut dikarenakan jumlah ekspor lada putih dari negara-negara pesaing tersebut belum dapat melebihi jumlah ekspor lada putih dari Indonesia. Melihat keadaan tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan oleh eksportir lada putih Indonesia untuk dapat menjadi price maker untuk harga dunia, hal ini disebabkan negara produsen lain belum bisa memasok lada putih sebesar Indonesia. Namun, lemahnya posisi Indonesia terutama dalam hal mutu lada putih
membuat Indonesia hanya menjadi price taker dalam perdagangan lada putih. Oleh karena itu, pengusaha lada putih Indonesia harus dapat mengatur laju ekspornya agar fluktuasi harga di pasar dunia tidak terlalu tinggi, karena pada akhirnya harga lada putih dunia akan mempengaruhi harga riil ekspor lada putih Indonesia.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini, adalah:
1.
Penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh produksi lada putih Indonesia, jumlah ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya dan harga riil ekspor lada putih Indonesia. Sedangkan untuk faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Belanda, hanya peubah harga riil ekspor saja yang berpengaruh nyata. Pada jangka panjang, ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat lebih responsif terhadap perubahan produksi lada putih, sedangkan ekspor lada putih ke Belanda hanya responsif terhadap perubahan harga riil ekspor. Oleh karena itu, maka pengaturan terhadap produksi dan harga riil ekspor dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan ekspor lada putih Indonesia ke kedua negara tersebut.
2.
Permintaan impor lada putih Amerika Serikat dipengaruhi oleh pendapatan riil perkapita Amerika Serikat dan peubah jumlah impor lada putih tahun sebelumnya, tetapi permintaan impor tersebut hanya responsif terhadap perubahan pendapatan perkapita. Permintaan impor lada putih Belanda hanya dipengaruhi oleh perubahan jumlah impor lada putih Belanda pada tahun sebelumnya. Informasi pasar sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi permintaan impor tahun-tahun sebelumnya, mengingat peubah tersebut sangat mempengaruhi perilaku permintaan impor kedua negara.
3.
Harga riil lada putih dunia sama-sama dipengaruhi oleh total ekspor lada putih dunia dan harga riil lada putih dunia pada tahun sebelumnya. Volume impor hanya mempengaruhi harga lada putih di pusat perdagangan London. Impor lada putih dunia tersebut bersifat responsif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Volume ekspor dunia di kedua pusat perdagangan juga bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
4.
Harga riil ekspor lada putih Indonesia dipengaruhi oleh total ekspor lada putih Indonesia, harga lada putih di kedua pusat perdagangan dan harga riil ekspor tahun sebelumnya. Dari ke empat peubah tersebut, hanya peubah harga di kedua pusat perdagangan yang bersifat elastis. Namun kedua harga tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap harga ekspor lada putih Indonesia. Kenaikan harga lada putih di pusat perdagangan New York cenderung menurunkan harga ekspor Indonesia dan kenaikan harga ekspor di pusat perdagangan London cenderung akan menaikkan harga ekspor lada putih Indonesia.
5.
Harga riil domestik lada putih Indonesia di pengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan peubah harga riil domestik lada putih Indonesia tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, peubah-peubah tersebut tidak ada yang responsif terhadap harga domestik Indonesia.
7.2 1.
Saran Produksi lada putih Indonesia responsif terhadap penawaran ekspor Indonesia, sehingga perlu dilakukan peningkatan produksi dan peningkatan
mutu, yaitu melalui peningkatan pelatihan bagi para petani, karena teknologi yang sudah tersedia belum dapat terserap oleh petani atau pengusaha. 2.
Penawaran ekspor lada putih Indonesia ke kedua negara tujuan dipengaruhi oleh harga riil ekspor Indonesia, diharapkan pemerintah dan para eksportir dapat bekerjasama untuk mengendalikan jumlah penawaran ekspor sehingga dapat menjaga stabilitas harga ekspor lada putih Indonesia.
3.
Mengingat permintaan lada putih negara importir sangat dipengaruhi oleh impor lada putih tahun sebelumnya maka perlunya campur tangan pemerintah, agar dapat membangun sarana dan prasarana yang dapat mendukung informasi perdagangan lada putih dunia.
4.
Bagi penelitian selanjutnya agar menambah jumlah variabel lainnya seperti biaya produksi dan juga memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lada putih sehingga dapat menghasilkan model yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA AELI. 2007. Laporan Tahunan AELI 2007. Jakarta. Badan Pusat Statistika. 2006. Statistika Indonesia 2005-2006. Jakarta. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2002. Prospek Pengembangan Agribisnis Rempah dan Obat. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yogyakarta. Bondar, Anggra Irena. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tuna Segar Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. 2002. Tuntutan Pasar dan Mutu Serta Prospek Perkebunan Di Pasar Internasional. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yogyakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2004-2006: Lada. Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. International Pepper Community. 1995. Pepper Statistcal Yearbook 1994. Jakarta . 1999. Pepper Statistcal Yearbook 1998. Jakarta International Pepper Community. 2005. Pepper Production Guide for Asia and the Pacific.Joint Effort of the International Pepper Community and Food and Agriculture Organization of the United Nations. Jakarta. International Pepper Community. 2007. Pepper Statistcal Yearbook 2006. Jakarta Kemala, Syafril. 2007. Perspektif Review Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Volume 6 Nomor 1 Juni 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Lindert, P. H. Dan C. P. Kindleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta. Lipsey, Richard G., Paul N. Courant, Douglas D. Purvis, Peter O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Mamlukat, Indra. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Malau,
Marudut Parulian. 1998. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Ekspor Lada Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta. Nugroho, Sabdo. 2004. Analisis Struktur Pasar Lada Dunia dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Ekspor Lada Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pitaningrum, Dyah. 2005. Analisis Penawaran dan Permintaan Udang di Pasar Internasional. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rismunandar. 1990. Lada: Budidaya dan Tataniaganya. Penebar Swadaya. Jakarta. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta. Siswoputranto, P. S. 1976. Komoditi ekspor Indonesia. Gramedia. Jakarta. Triana, Faridah. 2000. Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Penawaran dan Permintaan Lada Putih di Pasar Domestik dan Dunia. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widyastuti, Riana. D. 2005. Analisis Perdagangan Lada Hitam Indonesia dan Amerika Serikat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Data yang dipergunakan dalam Penelitian Tahun
XI (000 kg)
XIA (000 kg)
XIN (000 kg)
XIL (000 kg)
QI (000 kg)
SD (000 kg)
PINDO (Rp/kg)
PXIR (US$/kg)
ERIA (Rp/US$)
XM (000 kg)
XMA (000 kg)
XMN (000 kg)
1982
16104.1
2530.00
5665.00
7909
17616.00
1511.9
8978.94
13.54
4362.85
5872
14
75
1983
15076.70
2945.00
6920.00
5212
17875.00
2798.3
8944.05
9.83
5620.55
6263
45
60
1984
8635.00
2555.00
3444.00
2636
15025.00
6390
17699.15
17.25
6089.51
5294
76
40
1985
12120.30
3701.00
5380.00
3039
15370.00
3249
23850.41
21.42
6517.37
5118
132
15
1986
16265.30
3706.00
4283.00
8276
16000.00
265.3
21403.75
29.79
5975.39
3531
52
40
1987
19599.60
5191.00
6490.00
7919
21000.00
1400.4
17545.53
26.36
6342
2397
10
45
1988
21893.30
5935.00
5249.20
10709
25000.00
3106.7
28585.08
18.33
5675.53
3635
12
70
1989
24832.70
6798.00
3312.90
14722
28000.00
3167.3
17686.79
11.69
5781.71
3057
63
95
1990
34660.40
5236.00
6471.50
22953
38000.00
3339.6
10735.18
6.56
5695.11
2104
24
35
1991
30640.90
4806.00
4524.10
21311
36000.00
5359.1
7825.61
4.86
5480.06
1809
15
73
1992
30110.90
3615.00
637.00
25859
30000.00
110.9
7127.99
3.47
5185.19
1688
29
30
1993
14107.20
1821.00
1033.70
11253
16000.00
1892.8
11394.37
5.47
4947.24
3853
63
425
1994
18396.60
2310.00
2261.20
13825
21000.00
2603.4
15886.32
6.39
4734.43
4905
285
265
1995
20035.20
1556.00
1515.40
16964
23000.00
2964.8
18693.42
8.98
4353.18
4162
179
270
1996
17051.90
2485.00
715.00
13852
21000.00
3948.1
37314.77
7.92
4293.12
5055
183
270
1997
21122.40
2559.00
953.30
17610
27791.00
6668.6
128960.9
12.6
5257.88
5653
153
495
1998
16569.80
2565.00
1268.50
12736
28298.00
11728.2
61692.84
7.33
12237.32
4333
188
409
1999
23872.30
2154.00
1934.60
19784
30500.00
6627.7
33629.64
6.23
7891.05
5254
380
454
2000
34256.20
4690.00
2886.70
26680
43500.00
9243.8
38664
3.43
8421.8
5477
68
15
2001
29636.70
3728.00
3262.50
22646
35000.00
5363.3
19288.64
1.73
9722.55
1752
130
90
2002
41343.30
3216.00
1661.30
36466
41000.00
343.3
21821.11
1.15
7870.09
1893
76
30
2003
24606.80
2332.00
2178.00
20097
35000.00
10393.2
17899.2
1.76
6365.26
3995
114
330
2004
13760.30
1364.00
941.50
11455
25000.00
11239.7
21121.18
1.62
5955.47
2551
106
135
2005
16226.90
1045.00
1593.30
13589
16277.00
50.1
27731.34
2,59
5769,45
2769
165
360
2006
15045.00
2046.00
979.00
12020
15568.00
523
34954.34
2
4537,97
4878
753
101
Lampiran 1. Data yang dipergunakan dalam Penelitian (Lanjutan) Tahun
XML (000 kg)
QM (000 kg)
PXMR (rm$/kg)
ERMA (rm$/US $)
XB (000 kg)
XBA (000 kg)
XBN (000 kg)
XBL (000 kg)
QB (000 kg)
PXBR (US $/kg)
ERBA (reais/US$)
1982
5783
6965.71
5.66
4,01
5101
616
208
4277
1369.00
121.11
1983
6158
6407.28
7.06
4,01
3886
427
158
3301
3382.00
12. 22
904.88 340.01
1984
5178
6116.22
10.28
4,14
3940
466
171
3303
3361.00
22.5
118.58
1985
4971
5031.23
13.76
4,52
2108
616
185
1307
3386.00
146.78
528.39
1986
3439
4696.20
20.3
3,92
1701
130
35
1536
1822.00
58.94
129.79
1987
2342
4275.30
21.25
3,46
1001
95
7
899
1593.00
95
155.02
1988
3553
3785.21
17.45
3,3
1859
25
415
1419
2013.00
124.5
405.68
1989
2899
4000.00
11.07
3,43
1134
20
110
1004
2000.00
122.22
330.67
1990
2045
3500.00
6.65
3,46
904
16
42
846
2000.00
23600
78516.88
1991
1721
1700.00
5.05
3,06
1972
36
26
1910
2500.00
14600
74672.88
1992
1629
2600.00
4,148
2,88
599
61
10
528
1000.00
1551
6963.03
1993
3365
4300.00
6.91
2,93
1715
36
135
1544
2500.00
110
0.14
1994
4355
4000.00
8.99
2,66
1730
380
120
1230
2000.00
7.31
1.34
1995
3713
3500.00
10.44
2,51
1858
282
237
1339
2000.00
5.29
1.13
1996
4602
4670.00
9.85
2,76
2708
400
559
1749
2000.00
4.35
1.09
1997
5005
4000.00
17.11
3,93
1000
148
152
700
1000.00
4.19
1.14
1998
3736
4800.00
25.89
3,88
1180
267
87
826
1000.00
4.6
1.27
1999
4420
6000.00
24.85
3,74
1880
407
157
1316
1880.00
6.17
1.88
2000
5394
2500.00
17.81
3,8
1000
216
84
700
1300.00
4.96
1.83
2001
1532
2700.00
7.86
3,96
1800
389
151
1260
2000.00
2.11
2.33
2002
1787
2400.00
8.67
3,88
2000
18
83
1899
2000.00
1.8
2.66
2003
3551
3200.00
6.76
3,6
3000
198
100
2702
3000.00
1.63
2.23
2004
2310
3500.00
8.46
3,38
5269
472
42
4755
6000.00
1.55
1.95
2005
2244
2860.00
5.11
3,23
2000
460
125
1415
5000.00
0.91
1.49
2006
4024
4000.00
6.25
3
2000
615
63
1322
3000.00
1.3
1.27
Lampiran 1. Data yang dipergunakan dalam Penelitian (Lanjutan) Tahun
XW (000 kg)
XWL (000 kg)
MA (000 kg)
MN (000 kg)
MW (000 kg)
MWL (000 kg)
YA (juta US $)
YN (juta gulden)
PLPA (US$/kg)
PLPB (US$/kg)
PLHA (US$/kg)
PLHB (US$/kg)
1982
27077
320
2721
1732
27397.48
22944
5315.29
251.8
1.91
1.32
1.44
0,96
1983
25225.70
4486
3129
3077
29711.56
23506
5805.28
236.98
2.77
1.76
1.54
1.33
1984
17869
10059
3643
2077
27928.12
22208
6605.83
209.69
3.01
3.23
1.91
1.94
1985
19346
8202
4760
2689
27548.04
20099
7110.91
205.43
3.54
4.9
3.25
4.01
1986
21766
269
3475
3925
28578.52
21179
6177.19
301.98
6.28
7.88
5
5.63
1987
22998
188
4534
3948
24886.06
16404
5795.99
312.9
6.5
7.6
5.63
6.04
1988
27426
39
4327
3680
28297.12
20290
5691.75
315.35
6.63
5.71
4.47
3.72
1989
30514
1490
5549
4528
32294.44
22217
6084.29
295.21
3.71
3.54
3.41
2.81
1990
38184
516
5362
5281
36682.76
26040
6317.23
375.56
2.26
2
2.43
1.82
1991
34585
163
5174
3840
35078.44
26064
6264.6
374.18
1.71
1.8
1.69
1.42
1992
32579
181
5543
5727
35794.08
24524
6318
412.27
1.74
1.71
1.4
1.17
1993
25391
5716
5480
5499
28402.8
17424
6714.15
398.82
2.73
3.09
1.54
1.67
1994
33193
8161
6102
8199
32279.12
17978
6884.6
438.3
3.66
3.98
2.39
2.51
1995
27265
1210
5265
7808
31604.4
18531
6848.07
527.12
4.69
5.09
3.02
3.5
1996
26906
2091
5765
8198
33916.6
19954
7256.06
501.94
4.52
4.87
2.93
3.27
1997
32669
4894
5751
11761
38660.08
21148
7959.68
420.39
7.32
6.9
24.99
4.7
1998
24144
2061
5393
8840
33882.08
19649
8906.69
433.14
8.04
7.59
5.41
5.3
1999
34540
3534
5232
11563
34540
17745
9179.22
437.33
7.6
7.16
5.35
5.21
2000
38053
0
8879
12262
40733
19592
9824
371.73
5.01
4.42
5.04
2.2
2001
34002
813
7581
13595
34002
12826
10449.45
377
2.74
2.61
2.39
2.05
2002
41388
0
7207
13502
45236
24527
10601.36
409.09
2.52
2.44
1.94
1.85
2003
39131
7529
6758
12179
39131
20194
10414.08
518.27
3.11
2.9
1.92
1.82
2004
33074
11494
7290
9960
33074
15824
10396.61
581.62
2.83
2.56
1.76
1.5
2005
34696
12700
7248
9352
34696
18096
9258.9
617.51
2.71
2.5
1.8
1.53
2006
33723
11800
7805
9800
33723
16118
10839.09
643.91
3.62
3.07
2.46
2.02
Lampiran 1. Data Yang dipergunakan dalam Penelitian (Lanjutan) Keterangan : XIAt
= Volume ekspor lada putih Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
XMAt
= Volume ekspor lada putih Malaysia ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
XBAt
= Volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
XINt
= Volume ekspor lada putih Indonesia ke Belanda pada tahun ke-t(000 kg)
XMNt
= Volume ekspor lada putih Malaysia ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
XBNt
= Volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
XIt
= Total ekspor lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg)
XMt
= Total ekspor lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg)
XBt
= Total ekspor lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
XWt
= Total ekspor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
XWLt
= Volume ekspor lada putih negara lainnya pada tahun ke-t (000 kg)
XILt
= Ekspor lada putih Indonesia kenegara lainnya pada tahun ke-t (000 kg)
XMLt
= Ekspor lada putih Malaysia ke negara lainnya tahun ke-t (000 kg)
XBLt
= Ekspor lada putih Brazil ke negara lainnya tahun ke-t (000 kg)
QIt
= Produksi lada putih Indonesia pada tahun ke-t (000 kg)
QMt
= Produksi lada putih Malaysia pada tahun ke-t (000 kg)
QBt
= Produksi lada putih Brazil pada tahun ke-t (000 kg)
MAt
= Volume impor lada putih Amerika Serikat pada tahun ke-t (000 kg)
MNt
= Volume impor lada putih Belanda pada tahun ke-t (000 kg)
MWt
= Total impor lada putih dunia pada tahun ke-t (000 kg)
MLt
= Volume impor negara lainnya pada tahun ke-t (000 kg)
PXIRt
= Harga riil ekspor lada putih Indonesia tahun ke-t(US$/kg)
PXMRt
= Harga riil ekspor lada putih Malaysia tahun ke-t(US$/kg)
PXBRt
= Harga riil ekspor lada putih Brazil tahun ke-t(US$/kg)
PLPAt
= Harga riil lada putih di pusat perdagangan NewYork pada tahun ke-t (US $/ kg)
PLPBt
= Harga riil lada putih di pusat perdagangan London pada tahun ke-t (US $/ kg)
PLHAt
= Harga riil lada hitam di pusat perdagangan New York pada tahun ke-t ( US $ / kg)
PLHBt
= Harga riil lada hitam di pusat perdagangan London pada tahun ke-t (US$/ kg)
PINDOt
= Harga lada putih riil di pasar domestik pada tahun ke-t ( Rp/kg)
SDt
= Penawaran lada putih domestik pada tahun ke-t (000 kg)
ERIAt
= Nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (Rp/US$)
ERMAt
= Nilai tukar ringgit terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (rm/US$)
ERBAt
=Nilai tukar riil reais terhadap dollar Amerika Serikat tahun ke-t (Reais/US$)
YAt
= Pendapatan perkapita Amerika Serikat pada tahun ke-t( juta US $)
YNt
= Pendapatan perkapita Belanda pada tahun ke-t (juta gulden)
XIAt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Amerika Serikat
XMAt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Amerika Serikat
XBAt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor lada putih Brazil ke Amerika Serikat
XINt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor Indonesia ke Belanda
XMNt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor Malaysia ke Belanda
XBNt-1
= Peubah bedakala dari volume ekspor lada putih Brazil ke Belanda
MAt-1
= Peubah bedakala dari volume impor lada putih Amerika Serikat
MNt-1
= Peubah bedakala dari volume impor lada putih Belanda
PLPAt-1
= Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan New York
PLPBt-1
= Peubah bedakala harga riil lada putih di pusat perdagangan London
PXIRt-1
= Peubah bedakala harga ekspor riil lada putih Indonesia
PINDOt-1
= Peubah bedakala harga lada putih riil di pasar domestik
Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data Melalui SAS The SAS System
10:42 Friday, April 25, 2008
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
XIA XIA
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 18 24
39809104 13298062 53107166
6634851 738781.2
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
859.52383 3235.56000 26.56492
F Value
Pr > F
8.98
0.0001
R-Square Adj R-Sq
0.74960 0.66613
Parameter Estimates Variable Intercept QI PXIR ERIA XMA XBA LXIA
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1 1 1
-1849.71 0.081881 105.7460 -0.06365 1.215968 0.723083 0.632841
1360.166 0.035930 31.09477 0.114305 1.429513 1.382856 0.186691
-1.36 2.28 3.40 -0.56 0.85 0.52 3.39
0.1906 0.0351 0.0032 0.5845 0.4062 0.6074 0.0033
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.458721 25 -0.24661
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
XIN XIN
Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total
DF 6 18 24
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Mean Squares Square F Value 55045447 9174241 3.65 45222884 2512382 1.0027E8 1585.04966 3022.42800 52.44293
R-Square Adj R-Sq
Pr > F 0.0151
0.54898 0.39864
Parameter Estimates Variable Intercept QI PXIR ERIA XMN XBN LXIN
DF 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 1178.224 0.027541 111.2981 0.004187 -3.63584 -0.28464 0.234108
Standard Error 2015.837 0.050729 56.69685 0.208881 3.098467 2.804962 0.267340
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
t Value 0.58 0.54 1.96 0.02 -1.17 -0.10 0.88 2.274942 25 -0.18581
Pr > |t| 0.5661 0.5939 0.0653 0.9842 0.2559 0.9203 0.3927
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
XMA XMA
Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total
Sum of Mean Squares Square F Value 144439.6 36109.90 1.61 449614.4 22480.72 594054.0
DF 4 20 24
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
149.93572 132.60000 113.07369
R-Square Adj R-Sq
Pr > F 0.2116
0.24314 0.09177
Parameter Estimate Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
252.2460 0.036608 -2.48906 -90.2645 0.736820
219.2066 0.026390 5.798647 66.98199 0.385883
1.15 1.39 -0.43 -1.35 1.91
0.2634 0.1807 0.6723 0.1929 0.0707
Intercept QM PXMR ERMA LXMA
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.393033 25 -0.01553
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
XMN XMN
Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total
DF 4 20 24
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 157011.9 455564.0 612575.8 150.92448 169.08000 89.26217
Mean Square 39252.97 22778.20
F Value 1.72
R-Square Adj R-Sq
Pr > F 0.1844
0.25631 0.10758
Parameter Estimates Variable Intercept QM PXMR ERMA LXMN
DF 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 301.2831 0.020190 4.167047 -89.0660 0.299124
Standard Error 234.1005 0.025633 5.987770 72.99704 0.227163
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
t Value 1.29 0.79 0.70 -1.22 1.32 2.192068 25 -0.12127
Pr > |t| 0.2128 0.4401 0.4945 0.2366 0.2028
The SYSLIN Procedur Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
XBA XBA
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 20 24
508013.0 529358.4 1037371
127003.2 26467.92
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
162.68964 271.84000 59.84757
F Value
Pr > F
4.80
0.0071
R-Square Adj R-Sq
0.48971 0.38765
Parameter Estimates Variable Intercept QB PXBR ERBA LXBA
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
8.796316 0.063374 0.000563 -0.00188 0.457018
85.94885 0.028251 0.028632 0.007379 0.173179
0.10 2.24 0.02 -0.25 2.64
0.9195 0.0364 0.9845 0.8015 0.0157
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.354138 25 -0.26828
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
XBN XBN
Analysis of Variance Source
Sum of Squares
DF Model
Mean Square
F Value
4
311838.1
77959.53
20 24
335194.1 365116.2
16759.71
Pr > F 4.65
0.0073 Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var
129.45928 138.48000 93.48590
R-Square Adj R-Sq
0.48195 0.10166
Parameter Estimates Variable Intercept QB PXBR ERBA LXBN
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
153.7099 -0.00632 0.002087 -0.00203 0.067715
75.30044 0.022889 0.022851 0.005884 0.226216
2.04 -0.28 0.09 -0.34 0.30
0.0546 0.7851 0.9281 0.7337 0.0678
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.06169 25 -0.04501
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
MA MA
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 20 24
42169865 13917089 56086954
10542466 695854.5
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
834.17891 5598.92000 14.89893
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
15.15
<.0001
0.75187 0.70224
Parameter Estimates Variable Intercept PLPA PLHA YA LMA
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
581.6563 -95.1316 22.24254 0.444112 0.350616
814.3106 112.0885 46.18904 0.155623 0.184667
0.71 -0.85 0.48 2.85 1.90
0.4833 0.4061 0.6353 0.0098 0.0721
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.048097 25 -0.05731
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
MN MN
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 20 24
2.9954E8 49375461 3.4892E8
74886006 2468773
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1571.23297 7320.88000 21.46235
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
30.33
<.0001
0.85849 0.83019
Parameter Estimates Variable Intercept PLPB PLHB YN LMN
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1
399.6866 50.52893 91.45447 0.724251 0.882292
1361.874 751.0440 1018.391 3.771904 0.115496
0.29 0.07 0.09 0.19 7.64
0.7722 0.9470 0.9293 0.8497 <.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.664555 25 -0.33598
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
PLPA PLPA
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 21 24
60.26603 30.12814 90.39418
20.08868 1.434673
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.19778 4.04640 29.60109
F Value
Pr > F
14.00
0.0001
R-Square Adj R-Sq
0.66670 0.61909
Parameter Estimates Variable Intercept XW MW LPLPA
DF 1 1 1 1
Parameter Estimate 1.858320 -0.00016 0.000122 0.739157
Standard Error 1.839419 0.000073 0.000098 0.124972
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
t Value 1.01 -2.17 1.25 5.91
Pr > |t| 0.3239 0.0413 0.2246 0.0001
1.717551 25 0.111772
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
PLPB PLPB
Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total
DF 3 21 24
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 80.58379 23.23524 103.8190 1.05187 4.02520 26.13223
Mean Square 26.86126 1.106440 R-Square Adj R-Sq
F Value 24.28
Pr > F <.0001
0.77619 0.74422
Parameter Estimates Variable Intercept XW MW LPLPB
DF 1 1 1 1
Parameter Estimate 2.448441 -0.00021 0.000150 0.739877
Standard Error 1.629139 0.000064 0.000086 0.100151
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
t Value 1.50 -3.24 1.75 7.39 1.676978 25 0.144718
Pr > |t| 0.1478 0.0039 0.0944 <.0001
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
PXIR PXIR
Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Variable Intercept XI ERIA PLPA PLPB LPXIR
Sum of Squares 1385.067 124.3055 1509.373
DF 5 19 24
2.55781 9.29200 27.52702
Mean Square 277.0134 6.542395
F Value 42.34
R-Square Adj R-Sq
DF
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error
1 1 1 1 1 1
5.922950 -0.00015 -0.00033 -3.63470 4.061170 0.703589
2.310278 0.000071 0.000335 0.912514 0.866687 0.078213
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Pr > F <.0001
0.91764 0.89597
t Value
Pr > |t|
2.56 -2.06 -0.99 -3.98 4.69 9.00
0.0190 0.0530 0.3332 0.0008 0.0002 <.0001
2.190095 25 -0.11255
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable
PINDO PINDO
Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var
DF 4 20 24
Sum of Squares 5.1633E9 9.4008E9 1.456E10
21680.3602 26377.3804 82.19300
Mean Square 1.2908E9 4.7004E8
F Value 2.75
R-Square Adj R-Sq
Pr > F 0.0571
0.35452 0.22543
Parameter Estimates Variable Intercept PXIR ERIA SD LPINDO
DF 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 39604.90 395.6753 -8.38546 0.548848 0.989500
Standard Error 23053.15 658.4811 4.518375 0.755018 0.323130
t Value 1.72 0.60 -1.86 0.73 3.06
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Pr > |t| 0.1012 0.5547 0.0783 0.4757 0.0061
1.941807 25 0.013543