ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA KARANGASEM
Oleh: BUDI SULISTYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRACT BUDI SULISTYO. Economic Household Behavior Analysis of Small Cracker Industry in Demak Regency: Case Study in Ngaluran and Karangasem Village. (SJAFRI MANGKUPRAWIRA as Chairman, RINA OKTAVIANI as Member of Advisory Committee). Household behavior in utilize their working hour that cause inefficiency on investment per labor is the problem and need an assessment on its household economic behavior. The objectives of this study are: (1) analyzing work time allocation, income contribution and its expenditure patterns, and (2) analyzing factors that influence their supply and demand of labor, production and consumption. Those objectives can be analyzed using descriptive and econometrics analysis (simultaneous equation household models). The results show that cracker small-industry are the main income for the households, showed by the highest of working hour allocation on industry and income contribution on household total income. The highest household expenditure was spent on food, that indicate a low rate of wealth. Labor demand and supply influence by outside income, production, amount of household labor participatory and experience. The low level of labor absorption are caused by: (1) household tend to decrease their labor when wage in labor market increasing, (2) increasing or decreasing of household wage do not cause household change their demand of labor, and (3) household’s labor tend to choose work outside their cracker business rather than inside. High positive correlations between working hour, production, income and household consumption were found in this study. It is suggested to the household to more concern their machineries and tools condition, and also policy government that supporting their production activities is important. Key Words: Household Economic, Cracker, Small Industry, Econometric
RINGKASAN
Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen kebijakan
pemerintah
untuk
menghilangkan
kesenjangan
pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah. Kabupaten Demak memiliki industri kecil kerupuk yang berpotensi untuk berkembang. Secara teoritis, upah yang rendah pada usaha kecil akan meningkatkan permintaan tenaga kerjanya. Akan tetapi pada industri kecil kerupuk upah yang rendah menyebabkan rumahtangga mengalokasikan tenaga kerjanya (waktu kerja) ke luar usaha kerupuk, akibatnya penyerapan atau permintaan tenaga kerja pada indutri kecil ini berkurang. Penyerapan tenaga kerja per unit usaha yang rendah tersebut menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan investasi per tenaga kerja. Akibatnya peran industri kecil kerupuk dalam penyerapan tenaga kerja (padat karya) belum tercapai. Rendahnya penyerapan tenaga kerja yang disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerjanya tersebut menyebabkan produksi, pendapatan dan konsumsi (kesejahteraan) mengalami penurunan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga serta perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga. Penelitian dilakukan di Desa Ngaluran dan Desa Karangasem, Kabupaten Demak. Penentuan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ngaluran dan Desa Karangasem merupakan salah satu industri kecil kerupuk terbesar di Kabupaten Demak. Jenis data yang digunakan
adalah data kerat lintang (cross section). Sampel diambil secara acak sebanyak 50 responden rumahtangga. Analisis dilakukan secara deskriptif dan ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Data diolah dengan menggunakan program komputer SAS versi 9.0 dengan metode Two-Stage Least Squares (2SLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu kerja dan kontribusi pendapatan rumahtangga terbesar berasal dari dalam usaha kerupuk. Hal ini berarti bahwa usaha kecil kerupuk merupakan mata pencaharian utama rumahtangga. Suami mencurahkan waktu kerjanya lebih besar di dalam usaha dibandingkan anggota rumahtangga lainnya (isteri dan anak). Curahan kerja luar usaha terbesar dilakukan oleh anak. Isteri mempunyai peran ganda dalam rumahtangga yaitu membantu suami bekerja dalam memproduksi kerupuk juga mengatur rumahtangga (ibu rumahtangga). Pengeluaran untuk pangan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pengeluaran lainnya menunjukkan bahwa kesejahteraan rumahtangga dalam industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak masih rendah. Kesimpulan ini didasarkan pada Hukum Engel (Engel’s Law) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan menurun jika pendapatan masyarakat bertambah, yang berarti bahwa pangan merupakan kebutuhan pokok yang konsumsinya naik kurang cepat jika dibandingkan dengan kenaikkan pendapatan. Rumahtangga cenderung meningkatkan proporsi pengeluaran untuk konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan pengeluaran penyusutan dengan semakin meningkatnya pendapatan. Produksi kerupuk dipengaruhi oleh total curahan kerja, jumlah bahan baku dan nilai aset. Permintaan tenaga kerja baik dari dalam rumahtangga maupun luar
rumahtangga tidak dipengaruhi oleh upah dalam usaha. Permintaan tenaga kerja dari dalam rumahtangga dipengaruhi oleh upah luar usaha, tingkat produksi, jumlah angkatan kerja rumahtangga dan pengalaman usaha. Permintaan tenaga kerja dari luar rumahtangga hanya dipengaruhi oleh tingkat produksi. Permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak responsif terhadap perubahan dari semua peubah penjelas yang mempengaruhinya. Penawaran tenaga kerja rumahtangga ke luar usaha dipengaruhi oleh upah luar usaha dan jumlah angkatan kerja rumahtangga. Rumahtangga cenderung untuk meningkatkan curahan keja ke luar usaha ketika upah luar usaha meningkat. Rumahtangga lebih responsif untuk mencurahkan angkatan kerja ke luar usaha ketika terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja. Rendahnya penyerapan tenaga kerja dalam usaha kerupuk disebabkan: (1) rumahtangga cenderung mengurangi tenaga kerja dari dalam rumahtangga ketika terjadi peningkatan upah di luar usaha, (2) peningkatan atau penurunan upah di dalam usaha tidak menyebabkan rumahtangga mengubah jumlah permintaan tenaga kerjanya, dan (3) rumahtangga cenderung untuk memilih bekerja di luar usaha daripada di dalam usaha. Disarankan: (1) rumahtangga pengusaha kerupuk sebaiknya lebih memperhatikan kondisi mesin dan peralatan produksi, seperti melakukan perbaikan dan pembelian mesin/alat produksi yang kurang produktif lagi, (2) kebijakan pemerintah yang mendukung aktifitas produksi seperti bantuan kredit lunak untuk pembelian bahan baku dan pemasaran produk perlu untuk dilakukan, dan (3) perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak pemberian kredit usaha terhadap perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA KARANGASEM
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Maret 2008
Budi Sulistyo Nrp. A151050181
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA KARANGASEM
Oleh: BUDI SULISTYO
Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Penelitian
: Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem
Nama Mahasiswa
: Budi Sulistyo
Nomor Pokok
: A151050181
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira Ketua
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Tanggal Ujian: 1 Februari 2008
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi Pembimbing: Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Demak pada tanggal 28 Juli 1982, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Karsono Hadi dan Ibu Sujinem. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Karangsari Demak tahun 1994, pada tahun 1997 menamatkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri I Karangtengah Demak. Pendidikan menengah atas penulis selesaikan pada tahun 2000 dari SMU Negeri I Semarang. Penulis selanjutnya melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) meneruskan pendidikan sarjana di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul “Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, bimbingan dan waktu yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada : 1. Kedua orangtua dan adik-adikku yang telah memberikan doa, perhatian dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 2. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. 3. Ketua Program Studi EPN Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA beserta staf yang telah membantu penulis selama studi dan proses penyelesaian tesis. 4. Kepala Desa Ngaluran dan Sekretaris Desa Karangasem serta rumahtangga usaha kecil kerupuk yang telah memberikan informasi dan data dalam penelitian ini.
5. Rekan-rekan EPN 2005 atas motivasi dan bantuannya selama penyusunan tesis ini, terutama untuk Mas Yousuf, Mbak Pini, Mbak Zednita, Mas Tono, Bu Ranthy dan Mbak Zurai yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan-masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini. 6. Mbak Eka, Mbak Sahara (Mas Deden), Pak Dwi dan Dik Rini yang secara langsung maupun tidak langsung telah berkontribusi besar dalam proses penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap dapat memperoleh kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini serta dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin.
Bogor, Maret 2008 Budi Sulistyo
DAFTAR ISI
Halaman
I.
II.
III.
DAFTAR TABEL .........................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................
vii
PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1. Latar Belakang ......................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ..............................................................
5
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..........................................
6
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ........................
7
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
8
2.1. Tinjauan Teoritis ...................................................................
8
2.1.1. Teori Alokasi Waktu ..................................................
8
2.1.2. Model Ekonomi Rumahtangga ..................................
12
2.2. Studi Model Ekonomi Rumahtangga ....................................
19
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................
23
2.4. Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk..........
26
2.4.1. Produksi Kerupuk .......................................................
26
2.4.2. Permintaan Bahan Baku..............................................
27
2.4.3. Curahan Kerja .............................................................
28
2.4.4. Pendapatan Rumahtangga ...........................................
28
2.4.5. Pengeluaran Rumahtangga..........................................
29
METODE PENELITIAN...............................................................
32
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................
32
3.2. Jenis dan Sumber Data ..........................................................
32
3.3. Metode Pengambilan Contoh................................................
33
3.4. Metode dan Prosedur Analisis ..............................................
33
3.4.1. Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pola Pengeluaran Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk ....
34
3.4.2. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk ...........................................................
35
3.5. Identifikasi Model .................................................................
49
3.6. Evaluasi Koefisien Estimasi Model ......................................
52
3.7. Konsep dan Definisi Operasional .........................................
53
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK ...................
56
4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak ................................................................
56
4.2. Karakteristik Industri Kecil Kerupuk ...................................
58
4.3. Karakteristik Rumahtangga Responden ...............................
59
ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA ....................
63
5.1. Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga ......................
63
5.2. Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga ...................
65
5.3. Pola Pengeluaran Rumahtangga ...........................................
67
VI. ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA USAHA KECIL KERUPUK ........................................................
69
6.1. Produksi ...............................................................................
70
6.2. Permintaan Bahan Baku .......................................................
72
6.3. Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha ........................
73
6.4. Curahan Kerja Pekerja Luar Rumahtangga Dalam Usaha....
75
6.5. Curahan Kerja Rumahtangga Luar Usaha.............................
76
6.6. Konsumsi Pangan Rumahtangga ..........................................
78
6.7. Konsumsi Non-Pangan Rumahtangga .................................
79
6.8. Investasi Pendidikan ............................................................
80
6.9. Penyusutan ...........................................................................
82
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
85
7.1. Kesimpulan ..........................................................................
85
7.2. Saran .....................................................................................
86
V.
VII.
ii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
88
LAMPIRAN ..................................................................................
91
iii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil, Sedang dan Besar Indonesia Tahun 2000-2005 ................................................
1
2.
Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005..
3
3.
Perkembangan Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2002-2005 .............................
4
Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Demak Tahun 2005......................
57
Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2003-2005 ...........................................................................
58
6.
Karakteristik Rata-rata Rumahtangga Responden .........................
60
7.
Sumber Modal, Asal Pinjaman dan Alasan Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk tidak Melakukan Pinjaman ke Bank......................
61
Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk ...............................................................................
64
9.
Rata-rata Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga..............
66
10.
Rata-rata Pengeluaran Rumahtanga Industri Kecil Kerupuk .........
68
11.
Persentase Pengeluaran Total Rumahtangga terhadap Berbagai Jenis Kebutuhan Menurut Tingkat Pendapatan ............................
68
12.
Hasil Pendugaan Parameter Produksi Kerupuk .............................
71
13.
Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Bahan Baku....................
72
14.
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha..............................................................................................
74
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Pekerja Luar Rumahtangga Dalam Usaha...........................................................
76
Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Luar Usaha..............................................................................................
77
Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Pangan Rumahtangga ......
78
4.
5.
8.
15.
16.
17.
iv
18.
Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Non-Pangan Rumahtangga ................................................................................
79
19.
Hasil Pendugaan Parameter Investasi Pendidikan .........................
81
20.
Hasil Pendugaan Parameter Penyusutan ........................................
83
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Maksimisasi Kepuasan : Pilihan Optimal antara Leisure dan Pendapatan .....................................................................................
9
2. Kurva Alokasi Waktu.....................................................................
11
3. Diagram Keterkaitan Peubah dalam Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk..............................................
50
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Industri Kecil Utama dan Potensi Usaha di Kabupaten Demak Tahun 2005 ....................................................................................
92
2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005..
93
3. Sentra Industri Kecil Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2005 ....
94
4. Program Komputer Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS ...................................................
95
5. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk..........................................................................................
97
6. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk ..............................................
106
vii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Industri kecil merupakan salah satu komponen dari sektor industri pengolahan yang mempunyai andil dan potensi yang besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia. Dengan jumlah perusahaan yang mencapai 266.1 ribu unit usaha pada tahun 2005, industri kecil telah menyerap 1.90 juta pekerja (40.00 persen) dari seluruh tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sektor industri pengolahan (tidak termasuk industri rumahtangga). Bahkan pada periode tahun 2000-2005, hanya industri kecil yang mengalami pertumbuhan rata-rata yang positif, baik dalam jumlah perusahaan (2.16 persen) maupun penyerapan tenaga kerja (1.19 persen), seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Kecil, Sedang dan Besar Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun
Jumlah Perusahaan (unit) Kecil Sedang Besar
Penyerapan Tenaga Kerja (Ribu orang) Kecil Sedang Besar
2000
240 088
9 086
4 590
1 800
355
2 679
2001
230 721
8 587
4 297
1 760
333
2 645
2002
238 582
8 378
4 383
1 769
324
2 662
2003
235 851
8 115
4 331
1 729
315
2 621
2004
247 642
8 455
4 374
1 869
326
2 654
2005
266 102
8 607
4 332
1 903
334
2 533
(2.16)
(-1.02)
(-1.11)
(1.19)
(-1.15)
(-1.09)
Pertumbuhan
Sumber : BPS, 2000-2006 diolah Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase Kebijakan pemerintah di dalam pengembangan pemerintah daerah atau otonomi daerah merupakan suatu peluang besar bagi industri kecil di daerah karena salah satu syarat utama untuk menjadi otonom adalah daerah yang
2
bersangkutan harus mempunyai pendapatan daerah yang cukup untuk membiayai roda perekonomian. Ini berarti perlu kegiatan-kegiatan atau lembaga-lembaga ekonomi lokal, termasuk industri kecil yang akan memberikan pendapatan daerah. Peranan industri kecil di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrumen kebijakan
pemerintah
untuk
menghilangkan
kesenjangan
pendapatan/pembangunan antar wilayah tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah (Tambunan, 2000). Kabupaten Demak memiliki berbagai macam industri kecil yang mempunyai peranan dalam menciptakan lapangan kerja, seperti industri anyaman bambu, garam, genting, mebel kayu dan kerupuk. Industri kecil tersebut merupakan industri kecil utama di Kabupaten Demak berdasarkan jumlah unit usaha dan penggunaan tenaga kerja terbesar yang dimilikinya. Berdasarkan kegiatan Baseline Economic Survey (BLS) Bank Indonesia melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil (PPUK) tahun 2004 menunjukkan bahwa hanya industri kecil kerupuk yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Demak, ditunjukkan pada Lampiran 1. Penilaian didasarkan pada enam faktor utama, yaitu keadaan dan prospek pemasaran, adanya minat untuk berusaha atau kemampuan
kewiraswastaan
dalam
sektor/subsektor
yang
bersangkutan,
tersedianya bahan atau sarana produksi, prasarana tersedia, potensi pertumbuhan dan persepsi terhadap implementasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan komoditi yang bersangkutan. Usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak merupakan usaha rumahtangga yang dikelola secara sederhana, baik dalam penggunaan teknologi maupun tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi. Dibandingkan dengan industri kerupuk
3
lainnya di Propinsi Jawa Tengah yang ditunjukkan pada Tabel 2, industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak relatif kurang efisien dalam penggunaan investasi per tenaga kerja. Kabupaten Batang dengan rasio investasi per tenaga kerja yang tidak terlalu berbeda dengan Kabupaten Demak (Rp 2.45 juta per tenaga kerja) menyerap tenaga kerja 7.30 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja di Kabupaten Demak. Kabupaten Purworejo memiliki jumlah tenaga kerja yang sama dengan Kabupaten Demak (695 orang) membutuhkan investasi yang lebih kecil (Rp 246.5 juta), berarti bahwa untuk menciptakan satu tenaga kerja tambahan hanya membutuhkan investasi yang lebih rendah (Rp 354.68 ribu per tenaga kerja). Kasus yang sama juga terjadi untuk Kabupaten Sukoharjo dan Grobogan. Tabel 2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 Kabupaten
Jumlah Unit Usaha
Jumlah Pekerja (orang)
Nilai Investasi (Rp ribu)
Rasio Investasi Per Pekerja (Rp ribu/orang)
Demak
219
695
1 126 600
1 621.00
Batang
2 231
5 075
12 462 000
2 455.56
Purworejo
430
695
246 500
354.68
Sukoharjo
712
1 574
802 500
509.85
Grobogan
285
854
177 500
207.84
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, 2006 Ketidakefisienan dalam rasio investasi per tenaga kerja dalam industri kecil kerupuk Kabupaten Demak diperparah dengan tingkat petumbuhan yang negatif dan stagnan dalam jumlah produksi dan tenaga kerja yang terserap dalam industri kecil ini. Pada tahun 2001 industri kecil ini berproduksi sebesar 1.78 ribu ton dengan menyerap tenaga kerja sebesar 808 orang. Kinerja yang cukup baik pada industri kecil ini terjadi pada tahun 2002 yang ditunjukkan dengan
4
pertumbuhan yang positif dalam jumlah unit usaha, tingkat produksi dan tenaga kerja. Pada tahun 2003 industri kecil ini mengalami penurunan produksi dan tenaga kerja masing-masing sebesar 56.05 persen dan 17.65 persen. Pada periode tahun 2003 sampai dengan 2005 industri kecil ini tidak mengalami perubahan dalam tingkat produksi dan tenaga kerja (BPS Kabupaten Demak, 2002-2005). Berdasarkan data pada Lampiran 2 yang menunjukkan bahwa kinerja makroekonomi dari kelima kabupaten produsen utama kerupuk di Jawa Tengah tersebut adalah relatif sama. Hal ini berarti bahwa permasalahan produksi dan rendahnya kemampuan penyerapan tenaga kerja dalam industri kerupuk di Kabupaten Demak tidak disebabkan oleh kondisi stabilitas perekonomian di daerah tetapi diduga disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerja yang tersedia. Tabel 3. Perkembangan Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2002-2005 Tahun 2001 2002 Unit Usaha 217.00 221.00 Produksi (ton) 1 784.00 1 895.55 Tenaga Kerja 808.00 844.00 (orang) Sumber : BPS Kabupaten Demak 2002-2005
2003 219.00 833.00
2004 219.00 833.00
2005 219.00 833.00
695.00
695.00
695.00
Alokasi waktu kerja dalam rumahtangga akan mempengaruhi tingkat produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga (kesejahteraan). Becker (1965)
menyatakan
bahwa
hubungan
secara
simultan
dalam
ekonomi
rumahtangga terjadi antara aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga. Oleh karena itu peneliti menganggap bahwa penelitian mengenai perilaku ekonomi rumahtangga industri
5
kecil kerupuk di Kabupaten Demak perlu untuk dilakukan terkait kebijakan pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran. 1.2. Perumusan Masalah Karakteristik utama dari usaha kecil di Indonesia adalah padat karya. Sifat padat karya yang didukung oleh tersedianya tenaga kerja yang banyak menyebabkan upah relatif lebih murah dibandingkan dengan negara lain yang memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit daripada di Indonesia. Dengan asumsi kualitas produk yang dibuat baik maka upah murah merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di Indonesia (Tambunan, 2000). Rumahtangga merupakan pelaku utama dalam usaha kecil. Secara teoritis, rendahnya upah di dalam usaha kecil menyebabkan rumahtangga meningkatkan permintaan tenaga kerjanya. Akan tetapi pada usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak menunjukkan hasil yang berbeda. Upah yang rendah di dalam usaha (ratarata Rp 18.82 ribu per hari kerja) menyebabkan rumahtangga mengalokasikan tenaga kerja rumahtangga ke luar usaha kerupuk (upah Rp 20 ribu – Rp 25 ribu per hari kerja). Dibandingkan dengan rata-rata anggota rumahtangga sebesar 3.80 di Kabupaten Demak pada tahun 2005 (Jawa Tengah Dalam Angka, 2006) maka dengan rata-rata jumlah tenaga kerja per unit usaha (rumahtangga) sebesar 3.17 tenaga kerja (BPS Kabupaten Demak, 2005) menunjukkan rendahnya penyerapan atau permintaan tenaga kerja pada industri kecil ini. Penyerapan tenaga kerja per unit usaha yang rendah tersebut menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan investasi per tenaga kerja. Akibatnya peran industri kecil kerupuk dalam penyerapan tenaga kerja (padat karya) belum tercapai.
6
Uraian di atas menunjukkan bahwa permasalahan utama rendahnya penyerapan tenaga kerja adalah perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerja anggota rumahtangga. Rumahtangga akan mengalokasikan waktu yang tersedia yang dimilikinya ke aktifitas kerja yang memberikan kesejahteraan (utilitas) maksimum (Singh et al., 1986). Total curahan kerja dalam usaha akan mempengaruhi tingkat produksi (Nugrahadi, 2001 dan Elinur, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan produksi kerupuk di Kabupaten Demak sejak tahun 2002 diduga disebabkan oleh perilaku rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerjanya. Kontribusi pendapatan terbesar pada rumahtangga industri kecil berasal dari dalam usaha (Herliana, 2001 dan Negoro, 2003). Akibatnya adalah ketika terjadi penurunan produksi maka pendapatan rumahtangga akan berkurang secara signifikan. Penurunan pendapatan akan mempengaruhi kesejahteraan (konsumsi) rumahtangga. Berdasarkan uraian di atas maka muncul beberapa pertanyaan, yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi, permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga? Karena keputusan produksi dan curahan kerja berada pada lingkup rumahtangga maka untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup tentang perilaku ekonomi rumahtangga, yaitu bagaimana alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
7
1. Menganalisis alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja rumahtangga serta perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.
Kegunaan penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perilaku rumahtangga usaha kecil kerupuk Kabupaten Demak. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai input atau masukan bagi rumahtangga pengusaha kerupuk untuk pengembangan usaha dan Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Demak terkait kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dengan mengembangkan atau menggali potensi ekonomi di daerah. 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya menganalisis ekonomi rumahtangga Desa Ngaluran dan Desa Karangasem. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa kedua desa tersebut merupakan sentra produksi kerupuk terbesar di Kabupaten Demak, ditunjukkan pada Lampiran 3. 2. Penelitian ini hanya membatasi aspek mikroekonomi, yaitu perilaku rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak, sedangkan dampak dari aktivitas ekonomi dalam industri ini terhadap makroekonomi Kabupaten Demak tidak dianalisis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Teori Alokasi Waktu Teori yang menunjukkan bahwa setiap individu memutuskan bagaimana mengalokasikan waktu yang dimilikinya diantara pilihan untuk bekerja (work) atau santai (leisure) mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki sejumlah waktu tersedia yang tetap. Bekerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan suatu aktivitas (job) yang dibayar. Sedangkan santai adalah semua jenis aktivitas yang tidak memperoleh bayaran, misalnya pekerjaan rumahtangga dan waktu untuk konsumsi, pendidikan, istirahat dan sebagainya (McConnell dan Brue, 1995). Setiap individu akan memaksimumkan atau mengoptimumkan kepuasan (utility) pada titik persinggungan antara kurva indiferen (indifference curve) dengan garis/kendala angggaran (budget constraint) tertinggi yang dapat dicapai. Kurva indiferen menunjukkan berbagai (variasi) kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang memberikan tingkat kepuasan yang sama dari individu. Garis anggaran menunjukkan berbagai kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang dapat dicapai seorang pekerja pada tingkat upah tertentu. Gambar 1 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi yang dapat dicapai adalah pada u1, yaitu persinggungan antara garis anggaran HW dengan kurva indiferen I2. Titik perpotongan selain u1 merupakan titik dimana kepuasan tertinggi individu belum tercapai (titik a dan b). Kurva indiferen I3 tidak memberikan kepuasan maksimum karena tidak berpotongan dengan garis
9
anggaran yang dimiliki individu. Individu akan memilih untuk bekerja selama 8
Income (per day)
jam dengan pendapatan $16 per hari pada tingkat upah $2, yaitu pada u1.
I3 W
I2 I1
● b u1 ●
$16
a ● 0
16 Hours of leisure (per day)
♦ 24
♦ 8 Hours of work (per day)
H 24 ♦ 0
Sumber: McConnell dan Brue, 1995 Gambar 1. Maksimisasi Kepuasan: Pilihan Optimal antara Leisure dan Pendapatan Teori alokasi waktu yang diuraikan tersebut menganggap individu sebagai konsumen. Jika individu dapat memperoleh kepuasan dari barang-barang yang dihasilkannya dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki maka individu tersebut bertindak sebagai produsen. Tenaga kerja yang digunakan dapat diperoleh dari rumahtangga maupun luar rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976 dalam Muhammad, 2002).
10
Teori neo klasik tentang household production mengatakan bahwa ada tiga kemungkinan alokasi waktu dari waktu yang tersedia, yaitu bekerja di rumah, bekerja di pasar dan leisure. Ketiga alokasi tersebut menghasilkan tiga macam komoditi, yaitu hasil kerja di rumah diantaranya memasak, mengurus anak, membersihkan rumah. Hasil kerja di luar rumah (pasar tenaga kerja) berupa upah yang digunakan untuk membeli keperluan hidupnya dan kepuasan yang diperoleh dari waktu istirahat (Sumarsono, 2003). Kurva alokasi waktu kerja merupakan hubungan antara barang dan jasa yang dibeli di pasar atau barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi rumahtangga (sumbu vertikal) dengan jumlah waktu kerja atau leisure yang dimiliki individu dalam rumahtangga. Fungsi produksi rumahtangga (household production function) atau kurva AB pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara waktu yang digunakan individu dalam aktivitas kerja rumahtangga dan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan rumahtangga. Kurva AB merupakan batas kemampuan yang menutup kombinasi barang/jasa dan jumlah waktu yang mungkin dialami oleh individu. Individu S merupakan anggota rumahtangga yang bekerja di pasar tenaga kerja dan memperoleh upah. Kondisi awal optimum dari individu S yang memaksimumkan kepuasan adalah di titik P. Pada kondisi ini, individu S menghabiskan waktu untuk bekerja di rumah sebesar THe , bekerja di pasar tenaga kerja selama HeLp dan menikmati waktu luang sebesar OLp. Jika terjadi kenaikan dalam tingkat upah maka garis anggaran akan bergeser ke atas dari ED ke EF. Pergeseran garis anggaran ini mengakibatkan kepuasan individu S meningkat dari
U S0 ke U1S dan keseimbangan optimum yang baru berada di titik G. Kenaikan
11
tingkat upah ini mengakibatkan waktu yang dialokasikan untuk bekerja di rumah berkurang menjadi TH’e, bekerja di pasar tenaga kerja dan waktu luang meningkat menjadi HqLr dan 0Lr. Sehingga terjadi subtitusi antara bekerja di rumah dengan bekerja di pasar tenaga kerja. s
Barang & Jasa
U2
D’
s
s
U 0 U1
T
R
F R
P’ D
G
U0
U1
E’
P
A’
E
A
C Q’ Q
V’
B’
V
B
0
Lp Lr L’p
He
H’e
Hq H’q
Waktu (T)
Sumber: Bryant, 1990 Gambar 2. Kurva Alokasi Waktu
Pada kondisi dimana individu memperoleh pendapatan selain bekerja (unearned income) maka baik individu S yang bekerja di pasar tenaga kerja dan individu R yang tidak bekerja di pasar tenaga kerja mengalami peningkatan (pergeseran) kurva produksi rumahtangga, dari AB ke A’B’. Efek ini mengakibatkan kedua individu tersebut mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi, dimana keseimbangan optimal yang baru terjadi di titik P’ untuk individu S dan Q’ untuk individu R. Peningkatan pendapatan selain bekerja (non-kerja) menyebabkan individu S mengurangi untuk bekerja di pasar tenaga kerja (menjadi
12
HeL’p) dan meningkatkan waktu luang (menjadi 0L’p) sedangkan waktu untuk bekerja di rumah tidak berubah (THe). Individu R yang tidak bekerja di pasar tenaga kerja akan meningkatkan waktu luangnya (menjadi 0H’q) dan mengurangi waktu untuk bekerja di rumah (menjadi TH’q). Kesimpulan dari efek pendapatan non kerja ini adalah individu baik yang bekerja di pasar tenaga kerja maupun tidak, sama-sama akan meningkatkan waktu luangnya. Perbedaan terjadi terhadap waktu yang disubtitusikan (dikorbankan) untuk mengganti peningkatan waktu luang tersebut, individu yang bekerja di pasar tenaga kerja akan mengurangi waktu kerja di pasar tenaga kerja sedangkan individu yang tidak bekerja di pasar akan mengurangi waktu untuk bekerja di rumah. 2.1.2. Model Ekonomi Rumahtangga
Becker (1965) mengembangkan teori tentang perilaku rumahtangga yang menjadi dasar dari New Household Economics. Teorinya memandang bahwa rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditi yang dihasilkan rumahtangga. Asumsi lainya yang digunakan yaitu : (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Sehingga fungsi kepuasan rumahtangga dapat dirumuskan sebagai berikut : U = U ( Z1 , Z 2 ,..., Z m ) .........................................................................
(2.1)
13
dimana: Zi = komoditi yang dihasilkan rumahtangga (i = 1, 2, 3,…, n) Sedangkan setiap komoditi dihasilkan berdasarkan fungsi produksi sebagai berikut : Z i = Z ( xi , ti ) .....................................................................................
(2.2)
dimana: xi = barang-barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar = jumlah waktu yang digunakan untuk memproduksi barang Z ke i (i = 1, 2, 3,…, n).
ti
Dalam memaksimumkan kepuasannya, rumahtangga dibatasi oleh kendala pendapatan dan waktu yang dirumuskan dalam persamaan berikut : m
∑px m
∑t i =1
= I = W ⋅ Tw + V ....................................................................
(2.3)
= Tc = T − Tw .............................................................................
(2.4)
i i
i =1
i
dimana: pi = harga barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar Tw = waktu yang digunakan untuk bekerja W = upah per unit Tw Tc = jumlah waktu konsumtif T = jumlah waktu yang tersedia V = pendapatan selain upah I
= pendapatan rumahtangga
Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih mahal. Sebaliknya sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak
14
barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal (Gronau, 1977). Aktivitas rumahtangga terdiri dari aktivitas produksi bahan baku dan proses pengolahan. Rumahtangga pengolah berperan sebagai pemasok input dan pengelola proses produksi. Aktivitas produksi akan menghasilkan output yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sehingga, aktivitas produksi dan konsumsi dalam suatu rumahtangga sangat erat kaitannya. Pengembangan teori adanya saling ketergantungan antara aktivitas produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangga pertanian melahirkan dua kelompok model, yaitu model rekursif dan model non-rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi saling ketergantungan sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Sedangkan model non-rekursif terjadi saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, demikian juga sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi (Strauss, 1986; Sadoulet et al., 1995). Oleh karena itu dalam menganalisis keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga pertanian harus dilakukan secara simultan (Skoufias, 1994), yang oleh Singh et al. (1986) dikembangkan sebuah model rumahtangga pertanian dalam bentuk persamaan simultan yang terkenal sebagai Agricultural Household Model.
Menurut Singh et al. (1986), kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl).
15
U = U ( X a , X m , X l ) ...........................................................................
Diasumsikan
rumahtangga
sebagai
konsumen
akan
(2.5)
memaksimumkan
kepuasannya dengan kendala produksi, waktu, dan pendapatan berturut-turut yaitu:
Q = Q( L, A) ......................................................................................
(2.6)
X l + F = T ........................................................................................
(2.7)
Pm ⋅ X m = Pa (Q − X a ) − w( L − F ) .....................................................
(2.8)
dimana: Xm
= konsumsi barang yang dibeli di pasar
Xa
= barang yang dihasilkan rumahtangga
Xl
= konsumsi waktu santai
Q
= jumlah produksi rumahtangga
Pm
= harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
Pa
= harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga
(Q-Xa)
= surplus produksi untuk di pasarkan
w
= upah di pasar tenaga kerja
L
= total input tenaga kerja
F
= penggunaan tenaga kerja rumahtangga
A
= faktor produksi tetap rumahtangga
w (L-F) = pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah dan terdapat penawaran tenaga kerja rumahtangga di luar pertanian untuk nilai yang negatif. Dengan mensubtitusikan kendala produksi dan kendala waktu ke dalam kendala pendapatan, maka diperoleh bentuk kendala tunggal sebagai berikut: Pm ⋅ X m + Pa ⋅ X a + w ⋅ X l = w ⋅ T + π ................................................
(2.9)
16
dengan π = Pa ⋅ Q ( L, A) − w ⋅ L ......................................................... (2.10) dimana: π = ukuran keuntungan Persamaan (2.9) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (Xm dan Xa) dan waktu (Xl) yang dikonsumsi. Sedangkan sisi kanannya adalah pengembangan dari konsep pengembangan penuh Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara secara eksplisit. Pengembangan lainnya yaitu dengan memasukkan pengukuran keuntungan (Pa · Q – W · L) dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xa), waktu (Xl) dan input tenaga kerja (L) yang digunakan dalam aktivitas produksi untuk memaksimumkan kepuasannya. First Order Condition (FOC) untuk mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja adalah: Pa (∂Q ∂L) = w ................................................................................. (2.11)
Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya dari persamaan (2.11) dapat diturunkan penggunaan input tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, W, dan A sebagai berikut: L = L ( w, Pa , A) ............................................................................... (2.12) Dari persamaan (2.12) dapat ditunjukkan sisi kiri persamaan terdiri dari konsumsi komoditi pasar (Pm·Xm), komoditi pertanian yang dihasilkan rumahtangga (Pa·Xa) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w·Xl). Sisi kanan yaitu pendapatan dari waktu kerja dalam bentuk upah (w·T) dan
17
keuntungan usaha tani (π) adalah total pendapatan rumahtangga sehingga diperoleh persamaan berikut : Pm ⋅ X m + Pa ⋅ X a + w ⋅ X l = Y ∗ .......................................................... (2.13) dimana Y* adalah pendapatan penuh (potensial) pada saat keuntungan maksimum. Maksimasi kepuasan untuk memenuhi persamaan (2.13) dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n) komoditi sebagai berikut: U = U ( x1, x2 ,......xn ) .......................................................................... (2.14) Dengan kendalan anggaran : m
∑px i =1
i i
= Y ........................................................................................ (2.15)
Maksimisasi tujuan (2.14) dengan memperhatikan kendala (2.15) menghasilkan kondisi prasarat sebagai berikut : ∂Φ ∂xi = ∂U ∂xi − λ ⋅ pi = 0 ............................................................. (2.16)
∂Φ ∂λ = − (∑ pi xi − Y ) = 0 .............................................................. (2.17) dimana:
Φ = U − λ (∑ pi xi − Y ) ..................................................................... (2.18) Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut : ∂U ∂xi = MU i = λ ⋅ pi ...................................................................... (2.19)
dengan i = 1, 2, .....,n dimana:
18
∂U ∂xi
= kepuasan marginal (MUi) dari barang dan jasa ke i
Pi
= harga barang dan jasa ke i
λ
= kepuasan marginal dari pendapatan
Berdasarkan prosedur pada persamaan (2.14) samapai dengan (2.19), untuk barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi rumahtangga (Xa) dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (Xl) masing-masing diperoleh turunan pertama yang ditunjukkan pada persamaan (2.20) – (2.22) yaitu kondisi umum yang dikenal sebagai teori permintaan konsumen (Singh, Squire dan Strauss, 1986). ∂U ∂X m = λ ⋅ pm ............................................................................... (2.20) ∂U ∂X a = λ ⋅ pa ................................................................................ (2.21) ∂U ∂X l = λ ⋅ w .................................................................................. (2.22)
Berdasarkan persamaan (2.20) – (2.22) dapat dinyatakan bahwa konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan pendapatan, yang ditunjukkan pada persamaan (2.23) – (2.25) sebagai berikut : X a = X a ( pm , pa , w, Y ∗ ) ..................................................................... (2.23) X m = X m ( pm , pa , w, Y ∗ ) .................................................................... (2.24) X l = X l ( pm , pa , w, Y ∗ ) ...................................................................... (2.25) Persamaan (2.23) – (2.25) menunjukkan bahwa permintaan barang, jasa, dan waktu santai tergantung pada harga-harga, upah dan pendapatan rumahtangga. Perubahan dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi akan merubah tingkat pendapatan penuh Y*, perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga.
19
Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat maka dampaknya terhadap keuntungan ditunjukkan pada persamaan berikut : dX a dpa = ∂X a ∂pa + ∂X a ∂Y * ⋅ ∂Y * ∂pa ........................................ (2.26) Bagian pertama sebelah kanan persamaan (2.26) dalam teori permintaan konsumen yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, jika harga meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan turun. Bagian kedua sebelah kanan persamaan (2.26) menunjukkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat maka keuntungan meningkat, demikian juga pendapatan rumahtangga akan meningkat. 2.2. Studi Model Ekonomi Rumahtangga
Penelitian-penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama untuk bidang pertanian, perikanan dan industri kecil. Model ini dikembangkan berdasarkan teori Becker (1965) yang memandang bahwa rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Dalam analisisnya Becker lebih menekankan pada alokasi waktu rumahtangga yang dibagi dalam waktu untuk bekerja dan waktu santai. Mangkuprawira (1985) dalam penelitiannya mengenai alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga di Sukabumi menunjukkan bahwa adanya kecenderungan perbedaan nilai relatif kontribusi kerja anggota keluarga menurut status dalam keluarga, jenis seks dan tipe desa. Tampak nyata bahwa alokasi waktu suami dan isteri dalam mencari nafkah dipengaruhi oleh faktor-faktor
20
demografi, ekonomi dan ekologi. Keadaan yang beragam ini sesuai dengan lapisan ekonomi rumahtangga. Sitorus (1994) dalam Idris (1999) yang meneliti rumahtangga nelayan di Jawa dan Luar Jawa menunjukkan bahwa wanita/isteri yang mempunyai peran dominan pada kegiatan reproduksi ternyata juga mempunyai peran penting dalam kegiatan produksi. Peran ganda ini menyebabkan beban kerja mereka relatif lebih besar dibandingkan pria. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rumahtangga yang mempunyai banyak anak pada umumnya mencari sumber pendapatan lain yang dapat menambah penghasilan rumahtangga mereka. Peranan wanita dan anak-anak sebagai tenaga kerja produktif tampak nyata. Rahman dan Erwidodo (1994) yang melakukan studi ekonomi rumahtangga dengan menggunakan pendekatan Almost Ideal Demand System (AIDS) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk yang diperlihatkan makin menurunnya pangsa pengeluaran pangan namun peningkatan kesejahteraan tersebut lebih banyak dinikmati penduduk perkotaan. Pangsa pengeluaran rumahtangga di perkotaan terhadap padi-padian, ikan, daging, telur, susu dan kacang-kacangan relatif lebih tinggi daripada rumahtangga di pedesaan. Untuk semua kelompok makanan (kecuali daging), jumlah permintaan rumahtangga makin kurang elastis dengan makin tingginya kelas pendapatan. Sawit (1994) membangun model permintaan ekonomi rumahtangga pedesaan dengan menggunakan metode Iterative Seemingly Unrelated Regression (ITSUR) dan data Survey Agroekonomi di DAS Cimanuk, Jawa Barat tahun 1983-1984. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penting untuk memasukkan
21
komponen keuntungan dari produksi pertanian khususnya pangan kalau ingin mempelajari atau mengestimasi permintaan. Penelitian yang menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam kasus industri kecil telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain Pakasi (1998) yang meneliti industri kecil alkohol nira aren di Kabupaten Minahasa menunjukkan bahwa ada keterkaitan satu arah antara keputusan produksi dengan pendapatan yang selanjutnya terkait dengan keputusan konsumsi. Studi tentang ekonomi rumahtangga industri yang dilakukan oleh Nugrahadi (2001) dan Elinur (2004) memiliki kesamaan, baik dalam komoditi yang diteliti yaitu rotan, juga dari teknik pemodelannya. Perbedaan dari kedua studi tersebut adalah penambahan peubah pengalaman kerja pengusaha, asal daerah pengusaha dan pekerja dan pengeluaran rekreasi rumahtangga oleh Elinur (2004). Nugrahadi (2001) mendefinisikan pengeluaran rumahtangga sebagai penjumlahan dari konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi usaha, investasi pendidikan dan tabungan, sedangkan Elinur (2004) menambahkan pengeluaran rekreasi rumahtangga dalam pengeluaran rumahtangga. Kedua peneliti tersebut juga memiliki kesamaan dalam menggolongkan persamaan tabungan dalam bentuk persamaan struktural. Hasil penelitian kedua peneliti tersebut menunjukkan bahwa produksi dipengaruhi oleh total tenaga kerja dalam usaha, penggunaan bahan baku dan investasi usaha. Konsumsi pangan dan non pangan rumahtangga dipengaruhi oleh total pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Yang menarik dari penelitian ini adalah pendapatan non-pangan rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh pendapatan pangan rumahtangga dan berhubungan negatif.
22
Pengeluaran rumahtangga dalam penelitian ini meliputi konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan, dan penyusutan (pembelian dan perawatan mesin serta alat produksi selama setahun). Penelitian ini tidak memasukkan peubah pengeluaran rekreasi dan tabungan karena pengeluaran untuk rekreasi yang dilakukan oleh rumahtangga industri kecil kerupuk sangat kecil dan hampir tidak ada dalam satu tahun, sehingga pengeluaran ini dimasukkan dalam peubah pengeluaran non-pangan. Kedua peneliti di atas mendefinisikan tabungan sebagai besarnya dana yang disimpan oleh rumahtangga pada lembaga keuangan dalam satu tahun dan disajikan dalam persamaan struktural sebagai peubah endogen. Sedangkan penelitian ini mengartikan tabungan sebagai selisih antara total pendapatan rumahtangga dengan total pengeluaran rumahtangga. Tabungan dapat bernilai positif atau negatif. Jika bernilai negatif maka rumahtangga akan melakukan pinjaman (transfer in) untuk menyeimbangkan antara pendapatan dengan pengeluaran rumahtangga tersebut. Oleh karena itu tabungan dimasukkan dalam persamaan identitas. Penelitian lainnya tentang ekonomi rumahtangga industri kecil adalah Herliana (2001) dan Negoro (2003) tentang industri kecil kecap dan gerabah. Kedua peneliti membagi rumahtangga menjadi dua, yaitu rumahtangga pengusaha dan rumahtangga pekerja. Keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha akan mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga pekerja. Hal ini terlihat bahwa curahan kerja rumahtangga pengusaha dalam usaha mempengaruhi curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga, produksi kerupuk yang menentukan besarnya pendapatan rumahtangga pengusaha juga dipengaruhi oleh curahan kerja pekerja. Akan tetapi, analisis antara model ekonomi rumahtangga pengusaha dan
23
model ekonomi rumahtangga pekerja dilakukan secara terpisah. Akibatnya, keputusan dalam ekonomi rumahtangga pengusaha tidak terlihat pengaruhnya terhadap keputusan ekonomi rumahtangga pekerja. Penelitian ini hanya menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga pengusaha. Perilaku ekonomi rumahtangga pekerja tidak dianalisis karena pekerja dianggap sebagai faktor produksi. Alasan lainnya adalah dalam industri kecil kerupuk pekerja hanya bekerja secara borongan, bukan pekerja tetap. Sewaktuwaktu pekerja yang dipekerjakan oleh pengusaha akan diganti sesuai dengan keinginan pengusaha. 2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis
Model ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk disusun berdasarkan pengembangan konsep model ekonomi rumahtangga pertanian dari Singh et al. (1986). Rumahtangga dalam penelitian ini adalah rumahtangga dalam industri kecil yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda dengan konsep rumahtangga pertanian. Beberapa variabel yang mencirikan karakteristik rumahtangga terkait dengan perilaku untuk memaksimumkan kepuasan seperti jumlah angkatan kerja rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, umur pengusaha, jumlah anak yang bersekolah dan tingkat pendidikan pengusaha dimasukkan dalam model. Aktivitas produksi kerupuk tergantung dari kepemilikan input produksi dari rumahtangga. Input produksi meliputi input variabel (tenaga kerja dan bahan baku) dan input tetap (aset). Selain kendala produksi, dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga juga menghadapi kendala waktu yang tersedia dan pendapatan rumahtangga.
24
Waktu yang tersedia dari rumahtangga terdiri waktu untuk bekerja di dalam usaha, luar usaha dan waktu yang dihabiskan untuk bersantai (leisure). Pendapatan rumahtangga dapat diperoleh dari dalam usaha, luar usaha dan pendapatan non-kerja. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh fungsi konsumsi rumahtangga dan fungsi permintaan input produksi dengan memaksimumkan kepuasan rumahtangga. Rumahtangga memiliki fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan sebagai berikut : U = U ( X k , X m , X l , ai ) ...................................................................... (2.27)
dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan yang ditunjukkan pada persamaan berikut :
Q = Q( P,V , K ) ................................................................................. (2.28) T = P + X l + J .................................................................................. (2.29) Pm ⋅ X m = Pk (Q − X k ) − w ⋅ P − Pv ⋅ V + S + E ..................................... (2.30)
dimana: Xk
= konsumsi kerupuk oleh rumahtangga
Xm
= konsumsi barang yang dibeli di pasar
Xl
= konsumsi waktu santai
ai
= karakteristik rumahtangga
Q
= produksi kerupuk
P
= total penggunaan tenaga kerja dalam usaha kerupuk
V
= input variabel selain tenaga kerja
K
= faktor produksi tetap (nilai aset)
T
= total tenaga kerja rumahtangga yang tersedia
J
= penggunaan tenaga kerja rumahtangga di luar usaha kerupuk
Pm
= harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
Pk
= harga kerupuk
25
w
= upah di pasar tenaga kerja
Pv
= harga input variabel selain tenaga kerja
S
= pendapatan bersih luar subsektor
E
= pendapatan non-kerja rumahtangga
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.28) dan (2.29) ke persamaan (2.30) diperoleh persamaan dalam bentuk fungsi langrange sebagai berikut : £ = U(Xk,Xm,Xl,ai)+λ[(Pk · Q(P,V,K) – Pk · Xk – w · P + w(T–Xl–J) – Pv · V + S + E – Pm · Xm] ............................................................ (2.31) Dimana syarat pertama (first order condition) yang harus dipenuhi adalah turunan pertama dari fungsi tersebut terhadap Xk, Xm, Xl, P, V yang bernilai nol, sehingga diperoleh turunan parsial sebagai berikut :
∂£ = U k − λPk = 0 .......................................................................... (2.32) ∂X k ∂£ = U m − λPm = 0 ......................................................................... (2.33) ∂X m ∂£ = U l − λW = 0 ........................................................................... (2.34) ∂X l
∂£ ∂Q = Pk ⋅ − w = 0 ......................................................................... (2.35) ∂P ∂P ∂£ ∂Q = Pk ⋅ − Pv = 0 ........................................................................ (2.36) ∂V ∂V ∂£ = Pk ⋅ Q( P,V , K ) − Pk ⋅ X k − w ⋅ P + w(T − P − X l ) − Pv ⋅ V + ........ (2.37) ∂λ S+E =0 Berdasarkan persamaan (2.32), (2.33), (2.34) dan (2.37) diperoleh fungsi konsumsi rumahtangga atau fungsi permintaan rumahtangga terhadap leisure dan barang/jasa yang diproduksi maupun dibeli di pasar sebagai berikut :
26
D b = D b ( Pk , Pm , Pv , w, Y , ai ) ; b = Xk , Xm , Xl ............................... (2.40) Sedangkan fungsi permintaan input rumahtangga untuk melakukan aktifitas produksi diperoleh dari persamaan (2.35) dan (2.36) sebagai berikut : P = P(w, Pk, Q) .................................................................................. (2.41) V = V(Pv, Pk, Q) ................................................................................ (2.42) Bentuk umum fungsi produksi yaitu subtitusi persamaan (2.41) dan (2.42) ke dalam persamaan (2.28) secara matematis menjadi : Q = Q ( Pk , w, Pv , K ) ............................................................................ (2.43)
2.4. Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk
Berdasarkan tinjauan teori, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran teoritis maka dapat disusun model ekonomi rumahtangga sebagai berikut: 2.4.1. Produksi Kerupuk
Produksi merupakan fungsi dari harga output, harga input dan nilai faktor produksi tetap (aset). Dalam penelitian ini tidak memasukkan variabel harga input dan output dalam fungsi produksi karena pengaruhnya terlambat (ada lag) terhadap keputusan produksi rumahtangga. Penelitian ini menggunakan data cross section dimana variasi dari variabel harga tersebut dari setiap rumahtangga (responden) relatif homogen, akibatnya analisis ekonometrika tidak bisa memasukkan peubah harga output. Pendekatan untuk melihat pengaruh harga input dan output terhadap produksi dilakukan dengan memasukkan variabel jumlah tenaga kerja (curahan kerja) dan jumlah bahan baku, seperti ditunjukkan pada persamaan (2.28) pada kerangka pemikiran teoritis. Oleh karena itu, fungsi produksi kerupuk dipengaruhi
27
oleh total curahan kerja dalam usaha kerupuk, jumlah bahan baku yang digunakan dan nilai aset. Hubungan antar peubah tersebut ditunjukkan pada persamaan struktural sebagai berikut : Q = f (TEP, TCKD, AST) ................................................................. (2.44) dimana: Q
= produksi kerupuk
TEP
= bahan baku tepung tapioka
TCKD
= total curahan kerja dalam usaha
AST
= nilai aset
2.4.2. Permintaan Bahan Baku
Mengacu pada persamaan (2.42) dimana permintaan input selain tenaga kerja dipengaruhi oleh harga input tersebut, harga output dan produksi. Sama seperti argumen sebelumnya bahwa variabel harga memiliki variasi yang relatif homogen dari setiap rumahtangga. Pengaruh harga tersebut diproksi dengan memasukkan variabel total pendapatan rumahtangga. Alasan memasukkan variabel ini adalah perubahan harga input dan output mempengaruhi pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga menentukan daya beli (permintaan) dari input yang digunakan dalam proses produksi. Memasukkan variabel pendapatan juga relevan dengan kerangka pemikiran yang ditunjukkan pada persamaan (2.40), yaitu permintaan bahan baku identik dengan konsumsi rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (Xm). Hubungan antar peubah dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut : TEP = f (TYRT, Q) ........................................................................... (2.45) dimana: TYRT = total pendapatan rumahtangga
28
2.4.3. Curahan Kerja
Curahan kerja dalam penelitian membagi aktifitas kerja anggota rumahtangga untuk bekerja di dalam usaha dan luar usaha. Kekurangan tenaga kerja di dalam usaha dipenuhi oleh rumahtangga dengan memperkerjakan pekerja dari luar rumahtangga. Model curahan kerja rumahtangga mengacu pada persamaan (2.41) dan penelitian terdahulu yang memasukkan variabel karakteristik rumahtangga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi curahan kerja rumahtangga. Persamaan curahan kerja yang meliputi curahan kerja rumahtangga dalam usaha, curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha dan curahan kerja rumahtangga ke luar usaha yang ditunjukkan sebagai berikut : CKRTD = f(UD, UL, Q, AKRT, PGLN).......................................... (2.46) CKLRTD = f(UD, CKRTD, Q) ........................................................ (2.47) CKRTL = f(UL, CKRTD, AKRT, UMP, PGLN) ............................ (2.48) dimana: CKRTD
= curahan kerja rumahtangga dalam usaha
CKLRTD
= curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha
CKRTL
= curahan kerja rumahtangga luar usaha
UD
= upah dalam usaha
UL
= upah luar usaha
AKRT
= angkatan kerja rumahtangga
PGLN
= pengalaman usaha
UMP
= umur pengusaha
2.4.4. Pendapatan Rumahtangga
Mengacu persamaan (2.30) pada kerangka teori maka penelitian ini mendefinisikan
pendapatan
total
sebagai
penjumlahan
dari
pendapatan
29
rumahtangga yang berasal dari dalam usaha, pendapatan luar usaha dan pendapatan non-kerja. Pendapatan dalam usaha yaitu selisih antara total penerimaan dalam usaha dengan total biaya produksi. Pendapatan luar usaha merupakan perkalian antara jumlah curahan kerja rumahtangga di luar usaha dengan tingkat upah luar usaha. Pendapatan non-kerja merupakan suatu variabel eksogen yang nilainya given (sudah pasti). Pendapatan dalam usaha dan luar usaha disajikan dalam bentuk persamaan identitas sebagai berikut : YRTD = (PQ · Q) – BPR .................................................................. (2.49) YRTL = CKRTL · UL....................................................................... (2.50) TYRT = YRTD + YRTL + YNON................................................... (2.51) dimana: YRTD
= pendapatan rumahtangga dari dalam usaha
YRTL
= pendapatan rumahtangga dari luar usaha
YNON = pendapatan rumahtangga non-kerja PQ
= harga kerupuk
(PQ · Q) = total penerimaan dari dalam usaha BPR
= biaya produksi
2.4.5. Pengeluaran Rumahtangga
Pengeluaran rumahtangga berdasarkan persamaan (2.40) terdiri dari konsumsi untuk komoditas yang dihasilkan rumahtangga (kerupuk), konsumsi barang/jasa yang dibeli di pasar dan konsumsi waktu santai (leisure). Pada penelitian ini tidak memasukkan jenis pengeluaran untuk konsumsi kerupuk dan konsumsi leisure karena jenis pengeluaran ini nilainya sangat kecil dan sulit untuk menghitungnya.
30
Kerupuk yang dihasilkan rumahtangga untuk dijual merupakan kerupuk yang masih mentah sehingga jika ingin mengkonsumsinya maka rumahtangga harus melakukan aktivitas kerja tambahan yaitu memasak dan menyajikannnya. Biasanya kerupuk disajikan untuk cemilan atau sebagai lauk pauk. Karena nilai yang dikonsumsi sangat kecil maka rumahtangga tidak memperhitungkan jenis pengeluaran ini. Konsumsi leisure tidak dimasukkan dalam model karena keterbatasan untuk menilainya. Aktifitas leisure dapat berupa ngobrol santai dengan keluarga/tetangga, menonton televisi, membaca koran dan lain-lain. Aktifitas yang menghabiskan waktu rumahtangga tersebut (meningkatkan utilitas) sulit untuk menghitung nilainya. Elinur (2004) memasukkan rekreasi sebagai salah satu jenis pengeluaran rumahtangga untuk leisure. Penelitian ini tidak memasukkan peubah tersebut karena selama setahun (waktu penelitian lapang) rumahtangga tidak melakukan aktifitas rekreasi. Jenis pengeluaran dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ditunjukkan pada persamaan (2.40). Sebagian besar rumahtangga melakukan pengeluaran untuk membeli barang/jasa yang di jual di pasar (Xm). Jenis pengeluaran rumahtangga meliputi konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan (pembelian dan perbaikan mesin atau alat-alat produksi). KPRT
= f(TYRT, TANG).............................................................. (2.52)
KNPRT = f(TYRT, IED, TANG) ..................................................... (2.53) IED
= f(TYRT, TEDK, EDRT, UMP)....................................... (2.54)
DEP
= f(TYRT, UMPROD, PGLN, TAB) ................................. (2.55)
31
dimana: KPRT
= konsumsi pangan rumahtangga
KNPRT
= konsumsi non-pangan rumahtangga
IED
= investasi pendidikan
DEP
= pengeluaran penyusutan
TANG
= total anggota rumahtangga
TEDK
= total anak yang bersekolah
UMPROD
= umur mesin atau alat-alat produksi
TAB
= nilai tabungan rumahtangga
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Juli – Oktober 2007 di Desa Ngaluran dan Desa Karangasem, Kabupaten Demak. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ngaluran dan Desa Karangasem merupakan salah satu industri kecil kerupuk terbesar di Kabupaten Demak (Lampiran 3). Diharapkan dari kedua desa tersebut dapat diperoleh informasi mengenai keragaan perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk Kabupaten Demak.
Informasi yang diperoleh tersebut dapat
dijadikan rekomendasi bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Demak untuk memperbaiki kinerja usaha kecil kerupuk terkait dengan kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross section). Data cross section digunakan untuk menggambarkan keadaan objek penelitian mengenai fakta-fakta yang terjadi pada selang waktu tertentu yang dikumpulkan dari berbagai sumber (responden). Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung terhadap responden yaitu rumahtangga usaha kecil kerupuk dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner), Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Pemerintah Daerah Kabupaten Demak dan Kepala Seksi Pengembangan Modal Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Demak. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat
33
Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Demak dan Propinsi Jawa Tengah, jurnal-jurnal ilmiah, tesis maupun desertasi serta dokumen atau publikasi dari instansi terkait lainnya. 3.3. Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan simple random sampling, dengan responden rumahtangga usaha kecil kerupuk Desa Ngaluran dan Desa Karangasem. Sampel dari kedua desa tersebut diambil secara acak sebanyak 50 responden rumahtangga. Pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan karena responden merupakan rumahtangga usaha kecil yang memiliki perilaku ekonomi yang relatif sama (homogen). Populasi yang relatif homogen tersebut akan terdistribusi mendekati normal, yang menurut teorema batas sentral (central limit theorem), untuk ukuran sampel yang cukup besar, (n ≥ 30), rata-rata sampel akan terdistribusi di sekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal (Cooper dan Emory, 1996). Disimpulkan, pengambilan sampel sebanyak 50 rumahtangga sudah memenuhi batas minimum sampel (30 sampel) yang dapat digunakan untuk menduga karakteristik (variasi) dari populasi. 3.4. Metode dan Prosedur Analisis Analisis untuk menjelaskan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan serta pola pengeluaran rumahtangga usaha kecil kerupuk dilakukan secara deskriptif dengan metode tabulasi. Alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan, dan pola pengeluaran rumahtangga digambarkan dengan persentase. Keputusan ekonomi rumahtangga yang meliputi keputusan rumahtangga dalam memproduksi kerupuk, mengalokasikan waktu kerja rumahtangga, pola
34
pendapatan dan pengeluaran dianalisis dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam bentuk model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah spesifikasi model dari suatu permasalahan sebagai suatu sistem persamaan, yaitu berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi diformulasikan dalam suatu sistem persamaan simultan (Sinaga, 1997). Sejumlah persamaan yang dibangun dalam model tersebut dikelompokkan menjadi empat blok, yaitu blok produksi, blok curahan kerja, blok pendapatan dan blok pengeluaran rumahtangga. 3.4.1. Alokasi Waktu Kerja, Kontribusi Pendapatan dan Pola Pengeluaran Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk Pola alokasi waktu kerja dan kontribusi pendapatan digambarkan berdasarkan lama waktu kerja dan sumber pendapatan anggota rumahtangga yang berasal dari dalam dan luar usaha kerupuk. Pola pengeluaran rumahtangga menggambarkan alokasi pendapatan yang dibelanjakan untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga, meliputi konsumsi pangan dan non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan (Nugrahadi, 2001 dan Elinur, 2004). Pengalokasian waktu kerja dari rumahtangga usaha kerupuk dibagi menjadi dua jenis kegiatan, yaitu alokasi waktu kerja dalam usaha kerupuk dan alokasi waktu kerja luar usaha kerupuk.
TAWi = DAWi + LAWi ..................................................................... dimana: TAW = total alokasi waktu kerja (jam/tahun) DAW = alokasi waktu kerja dalam usaha kerupuk (jam/tahun) LAW = alokasi waktu kerja luar usaha kerupuk (jam/tahun) i = 1, 2, 3 ;
1 = suami 2 = isteri 3 = anak dan anggota rumahtangga lainnya
(3.1)
35
Pendapatan rumahtangga usaha kerupuk diperoleh dari dua sumber, yaitu pendapatan dari dalam usaha kerupuk dan pendapatan dari luar usaha kerupuk.
TYi = DYi + LYi .................................................................................
(3.2)
dimana: TY
= total pendapatan rumahtangga (rupiah/tahun)
DY
= pendapatan dari dalam usaha (rupiah/tahun)
LY
= pendapatan dari luar usaha (rupiah/tahun)
i = 1, 2, 3 ;
1 = suami 2 = isteri 3 = anak dan anggota rumahtangga lainnya
Pengeluaran rumahtangga digunakan untuk membiayai konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan.
TEXP = KP + KNP + IED + DEP .....................................................
(3.3)
dimana: TEXP
= total pengeluaran rumahtangga (rupiah/tahun)
KP
= konsumsi pangan (rupiah/tahun)
KNP
= konsumsi non-pangan (rupiah/tahun)
IED
= investasi pendidikan (rupiah/tahun)
DEP
= pengeluaran penyusutan (rupiah/tahun)
3.4.2. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk Analisis
yang
digunakan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga adalah dengan menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Persamaan dalam model disajikan dalam bentuk persamaan struktural dan persamaan identitas yang saling terkait antara keputusan produksi, konsumsi, curahan kerja dan pendapatan. Spesifikasi model ekonomi rumahtangga diuraikan sebagai berikut:
36
1. Produksi Kerupuk Produksi kerupuk yang dihasilkan rumahtangga tergantung dari besar kecilnya input yang digunakan. Input dalam konsep ekonomi dapat berupa input variabel dan input tetap. Input variabel yang digunakan dalam produksi kerupuk berupa jumlah tenaga kerja dan bahan baku sedangkan input tetap adalah nilai dari mesin atau alat-alat produksi (aset). Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dapat berasal dari tenaga kerja rumahtangga maupun tenaga kerja luar rumahtangga. Jumlah tenaga kerja diukur berdasarkan lama waktu (curahan kerja) dalam memproduksi kerupuk. Semakin tinggi curahan kerja dalam usaha rumahtangga maka produksi kerupuk akan meningkat sehingga hubungan antara kedua variabel ini dalam persamaan diduga bernilai positif. Input variabel lainnya adalah bahan baku. Secara umum bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kerupuk adalah tepung tapioka, gandum, kedelai, pemanis, pewarna, penyedap rasa, bawang putih, garam dan ketumbar. Bahan baku selain tepung tapioka tidak dimasukkan ke dalam persamaan yang mempengaruhi produksi karena nilainya tidak signifikan terhadap biaya bahan baku yang digunakan. Dengan memisahkan tepung tapioka dengan biaya bahan baku lainnya dimaksudkan untuk mengetahui keputusan ekonomi rumahtangga kerupuk yang selama ini mengkawatirkan kenaikan harga tepung tapioka. Mesin atau alat-alat produksi yang digunakan dalam proses produksi kerupuk umumnya masih sederhana. Dengan memasukkan variabel aset dalam fungsi produksi dimaksudkan untuk membuktikan bahwa rumahtangga yang memiliki produksi yang tinggi biasanya didukung oleh kepemilikan nilai aset
37
yang lebih tinggi (kuantitas maupun kualitas). Kuantitas ditunjukkan dengan jumlah mesin atau alat-alat produksi yang dimiliki sedangkan kualitas ditunjukkan dengan nilai aset tersebut (terkait tingkat teknologi dan aktifitas perawatan aset atau aktifitas rumahtangga untuk mengurangi penurunan depresiasi). Hubungan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut :
Q = a0 + a1TEP + a2TCKD + a3 AST + ε 1 ..........................................
(3.4)
Parameter dugaan yang diharapkan: a1, a2 , a3 > 0 dimana: Q
= produksi kerupuk (kg/tahun)
TEP
= jumlah bahan baku tepung tapioka(kg/tahun)
TCKD
= total curahan kerja dalam usaha (rupiah/tahun)
AST
= nilai aset (rupiah)
2. Permintaan Bahan Baku Jumlah atau permintaan bahan baku yang digunakan dalam produksi kerupuk diduga dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga dan tingkat produksi. Rumahtangga akan mengalami peningkatan daya beli jika tingkat pendapatannya semakin tinggi. Kenaikan daya beli tersebut menyebabkan rumahtangga meningkatkan permintaan terhadap barang/jasa yang dijual di pasar, salah satunya adalah bahan baku untuk proses produksi. Jadi, total pendapatan rumahtangga berhubungan positif dengan permintaan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Rumahtangga yang memiliki tingkat produksi yang relatif tinggi tentunya membutuhkan bahan baku yang lebih banyak. Antara tingkat produksi dan bahan
38
baku memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Hubungan antar peubah bahab baku, pendapatan dan produksi ditunjukkan dalam persamaan struktural sebagai berikut:
TEP = b0 + b1TYRT + b2 Q + e2 ..........................................................
(3.5)
Parameter dugaan yang diharapkan : b1, b2 > 0 dimana: TYRT
= total pendapatan rumahtangga (rupiah/tahun)
3. Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha Curahan kerja anggota rumahtangga dalam usaha diduga dipengaruhi oleh rasio upah di dalam usaha dengan luar usaha, tingkat produksi, jumlah angkatan kerja rumahtangga dan pengalaman usaha. Hubungan antar peubah ditunjukkan dalam persamaan struktural sebagai berikut :
CKRTD = c0 + c1UD + c 2UL + c3Q + c 4 AKRT + c5 PGLN + ε 3 ........
(3.6)
Parameter dugaan yang diharapkan: c1 , c3 , c4 , c5 > 0 dan c2 < 0 dimana: CKRTD = curahan kerja rumahtangga dalam usaha (jam/tahun) UD
= upah dalam usaha (rupiah/hari kerja)
UL
= upah luar usaha (rupiah/hari kerja)
AKRT
= angkatan kerja rumahtangga (orang)
PGLN
= pengalaman usaha (tahun)
Rumahtangga akan mengalokasikan waktu yang tersedia untuk aktifitas kerja yang memberikan kompensasi yang lebih besar. Rumahtangga dihadapkan
39
pada suatu pilihan bagaimana mengalokasikan waktunya ke aktifitas kerja di dalam usaha atau luar usaha. Rumahtangga akan bekerja di dalam usaha lebih banyak jika upah yang diterima di dalam usaha meningkat dan sebaliknya. Jika upah luar usaha meningkat maka rumahtangga akan mengurangi curahan kerja dalam usaha dan mengalokasikannya ke luar usaha. Asumsi yang digunakan dalam perilaku rumahtangga yang fleksibel dalam penggunaan waktu kerja yaitu rumahtangga bekerja di sektor informal atau tidak ada ikatan (kontrak) kerja. Jenis pekerjaan yang dimaksud seperti buruh tani, buruh bangunan, kuli di pasar dan tukang ojek. Sama seperti hubungan antara produksi dengan bahan baku, curahan kerja rumahtangga dalam usaha juga berhubungan dua arah dengan tingkat produksi. Rumahtangga yang memiliki tingkat produksi yang relatif lebih tinggi membutuhkan curahan kerja rumahtangga yang lebih tinggi pula. Jumlah angkatan kerja yang dimiliki rumahtangga akan menentukan besarnya waktu rumahtangga yang tersedia. Jika waktu yang tersedia rumahtangga meningkat maka curahan kerja rumahtangga dalam usaha juga mengalami peningkatan. Sehingga setiap peningkatan jumlah angkatan kerja rumahtangga akan meningkatkan curahan kerja rumahtangga dari dalam usaha. Pengalaman usaha terkait kenyamanan pengusaha atau rumahtangga terhadap usaha kerupuk yang dikelolanya. Semakin tinggi pengalaman usaha yang dimiliki rumahtangga maka keahlian usaha atau investasi barang-barang modal (kepemilikan aset) juga semakin tinggi. Akibatnya terjadi peningkatan biaya peluang (opportunity cost) jika rumahtangga meninggalkan aktifitas kerja di
40
dalam usaha. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pengalaman usaha maka curahan kerja rumahtangga dalam usaha akan meningkat. 4. Curahan Kerja Pekerja Luar Rumahtangga Dalam Usaha Curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga merupakan permintaan tenaga kerja dari luar rumahtangga yang dinyatakan dalam satuan waktu kerja. Curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga diduga dipengaruhi oleh tingkat upah dalam usaha, curahan kerja rumahtangga dalam usaha dan tingkat produksi. Keterkaitan peubah yang mempengaruhi penggunaan tenaga kerja dari luar rumahtangga disajikan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut:
CKLRTD = d 0 + d1UD + d 2 CKRTD + d 3Q + ε 4 ...............................
(3.7)
Parameter dugaan yang diharapkan: d3 > 0 dan d1, d2 < 0 dimana: CKLRTD = curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha (jam/tahun) UD
= upah dalam usaha (rupiah/hari kerja)
Permintaan tenaga kerja luar rumahtangga tergantung pada besarnya biaya tenaga kerja yang dinyatakan dalam tingkat upah. Jika tingkat upah meningkat maka rumahtangga akan mengurangi penggunaan tenaga kerja luar rumahtangga. Pengurangan curahan kerja rumahtangga akan mengakibatkan tingkat produksi turun. Untuk mengantisipasinya rumahtangga akan meningkatan curahan kerja rumahtangga sebagai subtitusi dari curahan kerja luar rumahtangga yang berkurang. Dapat disimpulkan, curahan kerja rumahtangga dalam usaha berhubungan negatif dengan curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha.
41
Semakin tinggi tingkat produksi akan membutuhkan waktu kerja yang lebih tinggi. Kebutuhan akan waktu kerja dapat terpenuhi dengan mencurahkan waktu kerja luar rumahtangga lebih banyak. Peningkatan produksi akan meningkatkan curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha. 5. Total Penggunaan Waktu Kerja Dalam Usaha Total penggunaan tenaga kerja dalam usaha terdiri dari curahan kerja rumahtangga dalam usaha dan curahan kerja luar rumahtangga dalam usaha yang dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut:
TCKD = CKRTD + CKLRTD ...........................................................
(3.8)
dimana: TCKD
= total penggunaan tenaga kerja dalam usaha (jam/tahun)
6. Curahan Kerja Rumahtangga Luar Usaha Curahan kerja rumahtangga ke luar usaha merupakan penawaran tenaga kerja rumahtangga untuk bekerja di luar usaha yang dinyatakan dalam satuan waktu kerja. Curahan kerja rumahtangga luar usaha diduga dipengaruhi oleh tingkat upah di luar usaha, curahan kerja rumahtangga dalam usaha, jumlah angkatan kerja rumahtangga dan tingkat pengalaman usaha. Hubungan antar peubah yang mempengaruhi curahan kerja rumahtangga luar usaha dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut:
CKRTL = e0 + e1UL + e2 CKRTD + e3 AKRT + e4 PGLN + ε 5 ........... Parameter dugaan yang diharapkan: e1 , e3 , > 0 dan e2, e4 < 0 dimana:
(3.9)
42
CKRTL = curahan kerja rumahtangga luar usaha (jam/tahun) UL
= upah luar usaha (rupiah/hari kerja)
AKRT
= angkatan kerja rumahtangga (orang)
PGLN
= pengalaman usaha (tahun)
Keputusan rumahtangga dalam menawarkan waktu kerja rumahtangga yang tersedia untuk bekerja di luar usaha tergantung dari kompensasi yang akan diterima yaitu dinyatakan dalam tingkat upah. Jika tingkat upah luar usaha meningkat maka rumahtangga terdorong untuk lebih banyak mengalokasikan waktu kerja rumahtangga, sehingga curahan kerja rumahtangga luar usaha akan meningkat. Rumahtangga memiliki waktu kerja yang tersedia yang terbatas. Waktu kerja tersebut dialokasikan untuk bekerja di dalam usaha dan luar usaha. Jika curahan kerja rumahtangga dalam usaha meningkat maka curahan kerja rumahtangga yang bekerja di luar usaha akan turun. Asumsi yang digunakan adalah rumahtangga bekerja di sektor informal yang tidak terikat dengan kontrak (perjanjian) kerja. Jumlah angkatan kerja menentukan besar kecilnya waktu kerja yang tersedia yang dimiliki rumahtangga. Jika angkatan kerja rumahtangga meningkat maka curahan kerja tambahan ini mengakibatkan peningkatan pada curahan kerja rumahtangga yang bekerja di luar usaha. Pengalaman usaha terkait dengan kenyamanan (menghindari resiko) rumahtangga terhadap usaha yang dikelolanya. Adanya peningkatan opportunity cost yang ditanggung rumahtangga jika rumahtangga mencurahkan waktu kerjanya di usaha. Hal ini dikarenakan rumahtangga telah menanamkan
43
investasinya (aset produksi) di dalam usaha dan faktor keahlian yang telah dimiliki rumahtangga secara turun-temurun. Akibatnya, peningkatan pengalaman usaha diduga akan menurunkan curahan kerja rumahtangga di luar usaha. 7. Biaya Produksi Kerupuk Biaya produksi kerupuk meliputi biaya bahan baku, biaya upah, biaya bahan bakar, biaya pemotongan kerupuk, dan biaya lain-lain. Bahan baku produk kerupuk terdiri dari tepung tapioka, gandum, kedelai, pemanis, pewarna, penyedap rasa, bawang putih, garam dan ketumbar. Pemisahan peubah biaya bahan baku tepung tapioka dengan biaya bahan baku lainnya dilakukan dengan tujuan untuk melihat dampak dari perubahan harga tepung tapioka terhadap keputusan ekonomi rumahtangga. Selama ini pengusaha kerupuk sering mengeluhkan kenaikan harga tepung tapioka di pasar. Setiap kenaikan harga tepung tapioka akan menurunkan penerimaan rumahtangga. Keterkaitan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut:
BPR = (TEP × HTEP) + BUP + BBM + BLL .................................. (3.10) dimana: BPR
= biaya produksi (rupiah/tahun)
HTEP
= harga bahan baku tepung tapioka (rupiah/kg)
BUP
= biaya upah (rupiah/tahun)
BBM
= biaya bahan bakar (rupiah/tahun)
BLL
= biaya bahan baku selain tepung tapioka (gandum, kedelai, pemanis, pewarna, penyedap rasa, bawang putih, dan ketumbar) dan biaya tenaga kerja rumahtangga (makan) (rupiah/tahun)
44
8. Pendapatan Rumahtangga Dalam Usaha Pendapatan rumahtangga dari dalam usaha merupakan selisih antara penerimaan produksi dengan biaya produksi. Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut:
YRTD = ( HQ ∗ Q) − BPR .................................................................. (3.11) dimana: YRTD
= pendapatan dari dalam usaha (rupiah/tahun)
9. Pendapatan Rumahtangga Luar Usaha Pendapatan rumahtangga dari luar usaha merupakan perkalian antara curahan kerja rumahtangga di luar usaha dengan tingkat upah luar usaha. Hubungan antar peubah tersebut ditunjukkan dalam persamaan identitas sebagai berikut:
YRTL = CKRTL ∗ UL ........................................................................ (3.12) dimana: YRTL
= pendapatan rumahtangga dari luar usaha (rupiah/tahun)
EDRT
= pendidikan rata-rata rumahtangga (tahun)
10. Total Pendapatan Rumahtangga Pendapatan total rumahtangga merupakan penjumlahan dari pendapatan dari dalam usaha, pendapatan dari luar usaha dan pendapatan non upah (kerja). Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut:
TYRT = YRTD + YRTL + YNON ....................................................... (3.13) dimana: TYRT
= total pendapatan rumahtangga (rupiah/tahun)
45
YNON = pendapatan rumahtangga non upah (rupiah/tahun) 11. Konsumsi Pangan Rumahtangga Konsumsi pangan rumahtangga diduga dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga dan total anggota rumahtangga. Dengan mengasumsikan bahwa rumahtangga usaha kerupuk merupakan rumahtangga dengan penghasilan yang masih relatif rendah maka semakin tinggi total pendapatan rumahtangga menyebabkan konsumsi untuk pangan akan meningkat. Besar kecilnya konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga. Semakin besar anggota rumahtangga maka semakin besar pula kebutuhan akan pangan. Hubungan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut:
KPRT = f 0 + f1TYRT + f 2TANG + ε 6 .............................................. (3.14) Parameter dugaan yang diharapkan: f1, f2 > 0 dimana: KPRT
= konsumsi pangan rumahtangga (rupiah/tahun)
TANG = total anggota rumahtangga (orang) 12. Konsumsi Non-pangan Rumahtangga Konsumsi non-pangan rumahtangga diduga dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga, investasi pendidikan dan total anggota rumahtangga. Hubungan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut:
KNPRT = g 0 + g1TYRT + g 2 IED + g 3TANG + ε 7 ........................... (3.15) Parameter dugaan yang diharapkan:
46
g1, g3 > 0 dan g2 < 0 dimana: KNPRT = konsumsi non-pangan rumahtangga (rupiah/tahun) IED
= investasi pendidikan (rupiah/tahun)
Investasi pendidikan mempengaruhi konsumsi non-pangan rumahtangga karena rumahtangga menganggap pendidikan anak adalah penting. Ketika pengeluaran
untuk
pendidikan
(investasi
pendidikan)
meningkat
maka
rumahtangga cenderung untuk mengurangi konsumsi non-pangan, seperti pengeluaran untuk sandang dan alat-alat rumahtangga. 13. Investasi Pendidikan Investasi pendidikan rumahtangga diduga dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga, total anggota rumahtangga yang masih sekolah, pendidikan rata-rata rumahtangga dan umur pengusaha. Hubungan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut:
IED = h0 + h1TYRT + h2TEDK + h3 EDRT + h4UMP + ε 8 ................ (3.16) Parameter dugaan yang diharapkan: h1, h2, h3, h4 > 0 dimana: IED
= investasi pendidikan (rupiah/tahun)
TEDK
= total anggota rumahtangga yang masih sekolah (orang)
EDRT
= pendidikan rata-rata rumahtangga (tahun)
UMP
= umur pengusaha (tahun)
Semakin tinggi tingkat pendapatan rumahtangga maupun jumlah anak yang bersekolah akan meningkatkan investasi pendidikan. Rumahtangga menginginkan kualitas pendidikan anggota rumahtangga sehingga kebutuhan yang
47
mendukung pendidikan seperti kursus privat, buku pelajaran, baju seragam dan sebagainya akan mengalami peningkatan jika pendapatan rumahtangga meningkat. Tingkat
pendidikan
rata-rata
rumahtangga
menujukkan
kesadaran
rumahtangga akan pentingnya pendidikan. Umur pengusaha terkait dengan anak yang sudah mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang membutuhkan biaya yang lebih tinggi pula. Semakin tinggi pendidikan rata-rata rumahtangga maupun umur pengusaha akan meningkatkan investasi pendidikan rumahtangga. 14. Penyusutan Pengeluaran penyusutan rumahtangga terdiri dari pembelian dan perawatan mesin serta alat-alat produksi selama setahun dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas. Pengeluaran penyusutan diduga dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga, umur alat produksi, pengalaman usaha dan tabungan rumahtangga. Jika rumahtangga memiliki pendapatan dan pengalaman usaha yang besar maka ada keinginan untuk membeli atau melakukan perawatan mesin dan peralatan yang lebih baik dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas. Semakin tua mesin dan alat produksi yang digunakan maka nilai atau biaya penyusutannya semakin besar. Bertambahnya umur mesin dan alat produksi mengakibatkan rumahtangga cenderung mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk perawatan dan pembelian yang baru. Semakin tinggi jumlah pendapatan yang ditabung oleh rumahtangga maka semakin rendah pengeluaran penyusutan yang dilakukannnya. Hubungan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan struktural sebagai berikut:
DEP = i0 + i1TYRT + i2UMPROD + i3 PGLN + i4TAB + ε 9 ............... (3.17)
48
Parameter dugaan yang diharapkan: i1, i2, i3 > 0 dan i4 < 0 dimana: DEP
= pengeluaran penyusutan (rupiah/tahun)
UMPROD = umur produksi (tahun) PGLN
= pengalaman usaha (tahun)
TAB
= tabungan (rupiah/tahun)
15. Total Pengeluaran Pengeluaran total rumahtangga terdiri dari konsumsi pangan dan nonpangan, investasi pendidikan dan penyusutan. Hubungan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut:
TEXP = KPRT + KNPRT + IED + DEP ........................................... (3.18) dimana: TEXP
= total pengeluaran rumahtangga (rupiah/tahun)
16. Tabungan Pengeluaran yang dilakukan rumahtanga dibiayai oleh total pendapatan rumahtangga, baik dari dalam dan luar usaha kecil kerupuk maupun dari pendapatan non upah (sewa, warisan dan hadiah).
Kondisi ini menunjukkan
bahwa harus terjadi keseimbangan antara total pendapatan rumahtangga dengan pengeluaran rumahtangga. Selisih antara total pendapatan rumahtangga dengan pengeluaran rumahtangga disebut tabungan. Jika tabungan bernilai negatif maka rumahtangga akan melakukan pinjaman. Hubungan antar peubah tersebut dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut: TAB = TYRT − TEXP ........................................................................ (3.19)
49
dimana: TAB
= tabungan rumahtangga (rupiah/tahun)
Berdasarkan uraian atau analisis mengenai peubah-peubah yang mempengaruhi ekonomi rumahtangga kerupuk di atas, dapat disusun diagram keterkaitan peubah dalam model rumahtangga kerupuk yang ditunjukkan pada Gambar 3. 3.5. Identifikasi Model Model yang sudah dirumuskan pada pembahasan sebelumnya perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui metode estimasi yang akan dipakai. Menurut Koutsoyiannis (1977), identifikasi model dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu order condition dan rank condition. Persamaan perilaku dalam penelitian ini hanya diidentifikasi berdasarkan order condition. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
( K − M ) ≥ (G − 1) .............................................................................. (3.20) dimana: K = jumlah total peubah dalam model (endogen dan predetermined). M = jumlah peubah endogen dan eksogen dalam setiap persamaan yang diidentifikasi. G = total jumlah persamaan (total jumlah peubah endogen). Jika sebuah persamaan (atau sebuah model) adalah underidentified, maka tidak mungkin untuk mengestimasi semua parameternya dengan teknik ekonometrika. Jika sistem persamaan adalah exactly identified, maka metode yang digunakan adalah indirect least squares (ILS), sedangkan apabila sistem persamaannya adalah overidentified, maka dapat menggunakan metode two-stage least squares (2SLS) atau maximum likelihood.
50
TEDK UMP PGLN UD
TCKD
CKLRTD
AKRT
CKRTD UL
IED
YNON
TAB TYRT
TEXP
KPRT
YRTL
TANG
DEP HQ
YRTD KNPRT UMPROD
HTEP
Q
BPR BTK
AST
TEP
BBM
CKRTL BLL EDRT
: Peubah Endogen
: Peubah Eksogen
Gambar 3. Diagram Keterkaitan Peubah dalam Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk
51
Kriteria yang digunakan untuk identifikasi model sesuai dengan rumus order condition di atas adalah : 1. Jika (K – M) = (G – 1) maka persamaan dalam model dikatakan exactly identified. 2. Jika (K – M) > (G – 1) maka persamaan dalam model dikatakan overidentified. 3. Jika (K – M) < (G – 1) maka persamaan dalam model dikatakan underidentified. Model ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk dalam penelitian ini terdiri dari 16 persamaan, yang terdiri dari 9 persamaan struktural dan 7 persamaan identitas. Jumlah peubah endogen (G) adalah 16 buah dan peubah predetermined adalah 16 buah, sehingga total peubah dalam model (K) adalah 32 buah. Model tersebut tersusun dengan jumlah peubah endogen dan eksogen (M) untuk setiap persamaan berkisar antara 3 – 5 peubah. Berdasarkan kriteria order condition, setiap persamaan dalam model ekonomi rumahtangga usaha kerupuk ini dinyatakan overidentified. Identifikasi terhadap semua persamaan perilaku yang menunjukkan overidentified maka estimasi model dalam penelitian ini menggunakan metode two-stage least squares (2SLS), dengan pertimbangan ketersediaan data contoh yang tidak terlalu besar dan kemungkinan adanya spesifikasi model secara berulang untuk mencari parameter yang konsisten dengan teori dan fenomena agar diperoleh pilihan kebijakan yang mendekati kenyataan. Estimasi model dilakukan secara simultan dengan menggunakan program aplikasi komputer SAS (Statistical Analysis System) versi 9.0.
52
3.6. Evaluasi Koefisien Estimasi Model Model yang telah diestimasi atau didapat solusinya kemudian dievaluasi untuk menentukan apakah model tersebut secara teoritis bermakna dan secara kuantitatif memuaskan (Sinaga, 1997). Evaluasi hasil estimasi model persamaan umumnya dibagi dalam tiga bagian, yaitu: kriteria ekonomi, kriteria statistika dan kriteria ekonometrika. 1. Economic ‘A Priori’ Criteria, yaitu dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang sesuai dengan kriteria ekonomi, yang mengacu pada arah dan besaran (sign dan magnitude). 2. Statistical Criteria, yaitu evaluasi dilakukan berdasarkan teori statistik. Kriteria statistik yang paling sering digunakan adalah correlation coefficient dan standard deviation atau standard error. Kriteria statistik merupakan kriteria pertama setelah kriteria a priori ekonomi. Sedangkan dalam penelitian ilmiah mahasiswa sering digunakan koefisien determinasi (R2) dan nilai uji F untuk menguji secara statistik. 3. Econometric Criteria, yaitu ditentukan oleh ilmu ekonometrika yang membantu mengevaluasi apakah asumsi dari metode ekonometrika terpenuhi atau tidak pada kasus-kasus tertentu. Kriteria ekonometrika membantu dalam menetapkan
apakah
estimasi
yang
diinginkan
memiliki
persyaratan
unbiasedness, consistency dan efficiency. Di samping itu pula, dilakukan pengujian asumsi OLS antara lain multicollinearity, autocorrelation dan heteroscedastisity. Jika evaluasi model berdasarkan ketiga kriteria di atas dianggap sudah cukup baik maka dapat dilakukan analisis hasil pendugaan model berdasarkan :
53
1. Nilai statistik uji-t dengan taraf nyata α = 1 persen, α = 5 persen, α = 10 persen dan α = 25 persen, untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah penjelas terhadap peubah endogen. 2. Nilai elastisitas untuk mengetahui persentase perubahan peubah endogen jika terjadi perubahan dalam peubah eksogen sebesar satu persen. 3.7. Konsep dan Definisi Operasional 1. Rumahtangga adalah unit ekonomi yang mempunyai sejumlah tujuan sama yang ingin dipenuhi dengan memanfaatkan sejumlah sumberdaya yang tersedia. Rumahtangga secara umum berarti seseorang atau sekelompok orang yang mendiami seluruh atau sebagian bangunan fisik dan biasanya makan bersama dari satu dapur. 2. Industri Kecil Kerupuk adalah industri yang menggunakan tenaga kerja 1 – 9 orang termasuk pengusaha yang mengolah bahan baku berupa tepung tapioka (singkong) dan bahan baku pendukung lainnya menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi yang dinamakan kerupuk. 3. Pengusaha adalah kepala rumahtangga atau orang yang memiliki usaha kerupuk dan memperkerjakan tenaga kerja untuk menjalankan usahanya. Dalam usaha kecil kerupuk sebagian besar pengusaha terlibat dalam aktifitas produksi. 4. Pekerja adalah orang yang bekerja pada usaha kecil kerupuk dan mendapatkan upah (upah borongan). 5. Angkatan kerja rumahtangga adalah jumlah anggota rumahtangga yang termasuk dalam usia kerja di atas 15 tahun dalam satuan orang.
54
6. Curahan kerja adalah jumlah jam kerja riil yang dicurahkan untuk kegiatan mencari nafkah oleh anggota rumahtangga yang termasuk dalam angkatan kerja, baik yang bekerja dalam usaha maupun di luar usaha dalam satuan jam per tahun. 7. Penggunaan tenaga kerja luar rumahtangga di dalam usaha adalah jumlah tenaga kerja luar rumahtangga yang dicurahkan di dalam usaha usaha kecil kerupuk yang dihitung menurut curahan kerja riil yang dialokasikan dalam satuan jam per tahun. 8. Produksi adalah keseluruhan produksi kerupuk yang dihasilkan oleh rumahtangga selama setahun. 9. Biaya produksi adalah total biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk menghasilkan kerupuk, yang meliputi biaya bahan baku, biaya upah, biaya bahan bakar produksi dan biaya lain-lain dalam satuan rupiah per tahun. 10. Bahan baku meliputi penggunaan tepung tapioka, gandum, kedelai, ketumbar, garam, pemanis, pewarna, bawang putih dan penyedap rasa yang digunakan untuk memproduksi kerupuk dalam satuan rupiah per tahun. 11. Biaya upah adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja dalam satuan rupiah per tahun. Upah tenaga kerja berupa upah borongan, baik tenaga kerja produksi maupun tenaga kerja yang melakukan aktifitas pemotongan dan pengemasan kerupuk. 12. Biaya bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan dalam aktifitas pengukusan (pemasakan) kerupuk yang meliputi biaya kayu bakar, minyak tanah dan sekam.
55
13. Pendapatan rumahtangga di dalam usaha kerupuk adalah pendapatan kotor dalam usaha kerupuk dikurangi dengan total biaya produksi dalam satuan rupiah per tahun. 14. Pendapatan rumahtangga di luar usaha kerupuk adalah upah atau balas jasa yang diterima oleh anggota rumahtangga yang bekerja di luar usaha kerupuk dalam satuan rupiah per tahun. 15. Pendapatan
total
rumahtangga
merupakan
penjumlahan
pendapatan
rumahtangga di dalam usaha kerupuk dan pendapatan rumahtangga di luar usaha kerupuk dalam satuan rupiah per tahun. 16. Konsumsi pangan adalah nilai bahan pangan yang dikonsumsi rumahtangga meliputi, padi-padian (beras), umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayursayuran, tahu, tempe, buah-buahan, minyak goreng, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman siap saji dan rokok dalam satuan rupiah per tahun. 17. Konsumsi non pangan adalah nilai bahan yang dikonsumsi rumahtangga di luar kebutuhan pangan, investasi dan tabungan yang meliputi, kebutuhan pakaian (sandang), tempat tinggal (papan), kesehatan dan kecantikan dalam satuan rupiah per tahun. 18. Investasi pendidikan adalah pengeluaran rumahtangga untuk keperluan pendidikan rumahtangga yang meliputi biaya pendaftaran, SPP, buku pelajaran, seragam sekolah dan kursus/les private tambahan dalam satuan rupiah per tahun. 19. Penyusutan adalah pengeluaran untuk investasi usaha yang meliputi pembelian dan perawatan atas mesin dan peralatan yang digunakan dalam aktifitas produksi kerupuk dalam satuan rupiah per tahun.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak pada koordinat 6°43'26" – 7°09'43" lintang selatan dan 110°27'58" – 110°48'47" bujur timur. Wilayah ini sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah sepanjang 49 km dan dari utara ke selatan sepanjang 41 km. Luas wilayah Kabupaten Demak secara administratif adalah 89.74 ha, terdiri atas 14 kecamatan, 241 desa dan 6 kelurahan. Ketinggian permukaan tanah dari permukaan laut (elevasi) Kabupaten Demak terletak mulai dari 0 m sampai dengan 100 m dari permukaan laut, dengan tekstur tanahnya terdiri atas tekstur tanah halus (liat) seluas 49.07 ha dan tekstur tanah sedang (lempung) seluas 40.67 ha. Berdasarkan data BPS Kabupaten Demak (2005) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Demak tahun 2005 sebanyak 1.04 juta orang, terdiri dari 512.20 ribu lak-laki (49.42 persen) dan 524.32 ribu perempuan (50.58 persen). Sebagian besar penduduk Kabupaten Demak termasuk dalam usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 674.34 orang (65.06 persen), 317.51 orang
57
(30.63 persen) berusaha di bawah 15 tahun dan 44.66 orang (4.31 persen) berusaha 65 tahun ke atas. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini dibedakan sebagai angkatan kerja yang terdiri dari bekerja dan mencari pekerjaan, serta bukan angkatan kerja yang terbagi atas yang bersekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Tabel 4 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Demak usia 10 tahun ke atas yang bekerja pada tahun 2005 sebanyak 456.14 ribu orang yang terdiri atas 283.57 laki-laki dan 172.57 perempuan. Sebagian besar tenaga kerja tersebut bekerja di sektor pertanian (35.71 persen), disusul sektor perdagangan (23.17 persen) dan sektor industri (21.84 persen).
Relatif tingginya sektor pertanian
dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) seperti yang terlihat pada Tabel 5, menunjukkan bahwa Kabupaten Demak merupakan wilayah yang masih bersifat agraris. Tabel 4. Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Demak Tahun 2005 Lapangan Usaha
Jumlah Penduduk yang Bekerja (Orang) Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Pertanian
97 569
65 344
2. Industri Pengolahan
68 825
30 780
3. Perdagangan
50 822
54 873
4. Sektor Lainnya
65 954
21 967
283 170
172 964
Jumlah
Sumber : BPS Kabupaten Demak, 2005 diolah Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase
162 913 (35.71) 99 605 (21.84) 105 695 (23.17) 87 921 (19.27) 456 134 (100)
58
PDRB Kabupaten Demak pada periode 2003-2005 menunjukkan pertumbuhan positif yaitu dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3.63 persen. Laju pertumbuhan PDRB tertinggi adalah sektor industri pengolahan (5.89 persen) yang menunjukkan bahwa sektor ini memiliki peran yang penting di masa depan, baik dari penyerapan tenaga kerja (mengurangi pengangguran) maupun pengentasan kemiskinan. Tabel 5. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2003-2005 (Rp Juta) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Industri Pengolahan 3. Perdagangan 4. Sektor Lainnya Jumlah
2003 996 886.20 (43.33) 249 598.18 (10.85) 468 962.88 (20.38) 585 283.24 (25.44) 2 300 730.50
2004
Rata-rata Laju Pertumbuhan
2005
1 027 151.96 (43.18) 260 160.52 (10.94) 481 847.16 (20.26) 609 737.36 (25.63) 2 378 897.00
1 060 718.90 (42.93) 279 777.93 (11.32) 500 715.22 (20.27) 629 565.05 (25.48) 2 470 777.10
(3.15) (5.89) (3.33) (3.72) (3.63)
Sumber : BPS Kabupaten Demak, 2005 diolah Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase 4.2. Karakteristik Industri Kecil Kerupuk Sektor industri dibedakan menjadi industri besar dan sedang serta industri kecil dan rumahtangga. BPS mendefinisikan industri besar sebagai perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, industri sedang dengan tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang, industri kecil dengan lima sampai dengan 19 orang pekerja dan industri rumahtangga memiliki tenaga kerja satu sampai dengan
empat
orang
(BPS,
2005).
Departemen
Perindustrian
(1997)
mendefinisikan industri kecil adalah industri dengan investasi modal untuk mesin dan peralatan tidak lebih dari Rp 70 juta atau investasi per tenaga kerja tidak lebih dari Rp 625 ribu.
59
Berdasarkan kriteria yang digunakan BPS dan Departemen Perindustrian tersebut maka industri kerupuk di Kabupaten Demak digolongkan sebagai industri kecil
dan
rumahtangga.
Penggolongan
ini
dilakukan
berdasarkan
data
pengambilan sampel sebanyak 50 responden pengusaha kerupuk di Kabupaten Demak (Desa Ngaluran dan Desa Karangasem) menunjukkan bahwa tenaga kerja yang digunakan dalam produksi kerupuk antara 2-18 orang, baik tenaga kerja rumahtangga maupun tenaga kerja luar rumahtangga, dengan investasi yang ditanamkan pada industri kerupuk tersebut berkisar antara Rp 500 ribu sampai dengan Rp 9 juta. Tenaga kerja yang digunakan dalam industri kecil kerupuk berasal dari dalam dan luar rumahtangga baik laki-laki maupun perempuan. Tenaga kerja rumahtangga yang digunakan terdiri dari suami (pengusaha), isteri dan anak. Aktifitas produksi biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki, sedangkan tenaga kerja perempuan umumnya melakukan aktifitas pemotongan kerupuk dan penjemuran. Proses produksi kerupuk dilakukan secara tradisional, terdiri dari mencampur bahan baku dan mencetaknya sesuai dengan jenis kerupuk yang dihasilkan, memasak kerupuk mentah, memotong kerupuk, menjemur dan mengemas kerupuk. Umumnya jenis kerupuk yang dihasilkan di Kabupaten Demak yaitu kerupuk jengki, yau’u, kedelai dan pangsit. 4.3. Karakteristik Rumahtangga Responden Responden dalam penelitian ini berada di dua sentra industri kerupuk di Kabupaten Demak, yaitu Desa Ngaluran dan Desa Karangasem. Analisis umum mengenai karakteristik rumahtangga responden menggunakan kriteria umur,
60
pendidikan, besar anggota rumahtangga, jumlah angkatan kerja dan jumlah anak yang bersekolah disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Rata-rata Rumahtangga Responden No 1 2
Karakteristik Rumahtangga (RT) Umur pengusaha (tahun) Pendidikan pengusaha (tahun)
Jumlah 46.12 6.94
3
Pengalaman usaha (tahun)
17.84
4 5
Total anggota rumahtangga (orang) Jumlah angkatan kerja (orang)
6.38 2.62
6
Jumlah anak sekolah (orang)
3.44
Berdasarkan karakteristik rata-rata umur pengusaha (46.12 tahun) dan pengalaman usaha (17.84 tahun) tersebut dapat disimpulkan bahwa pengusaha industri kecil kerupuk termasuk dalam usia yang produktif dan memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan usaha jika dilihat dari lama pengalaman usaha yang dimilikinya. Pengalaman usaha menentukan kemampuan pengusaha dalam mengelola usaha yang dijalankannya. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pengetahuan seseorang. Rata-rata responden telah lulus Sekolah Dasar (SD) yang ditunjukkan oleh rata-rata pendidikan pengusaha yaitu 6.94 tahun. Total anggota rumahtangga dan jumlah anak yang bersekolah yang dimiliki rumahtangga akan menentukan pengeluaran rumahtangga, yaitu konsumsi pangan, non-pangan dan pendidikan. Rata-rata rumahtangga responden memiliki anggota rumahtangga dan jumlah anak yang sekolah yang relatif kecil, yaitu rata-rata anggota rumahtangga sebesar 6.38 orang dan jumlah anak yang bersekolah sebesar 3.44 orang. Jumlah angkatan kerja yang dimiliki rumahtangga secara langsung akan mempengaruhi curahan waktu kerja rumahtangga. Keberadaannya akan
61
menentukan jumlah pendapatan yang diperoleh rumahtangga, baik berasal dari dalam usaha maupun dari luar usaha kecil kerupuk. Rata-rata angkatan kerja rumahtangga sebesar 2.62 orang. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa tidak ada responden yang seluruh modal usahanya berasal dari pinjaman. Meskipun pengusaha melakukan pinjaman modal di awal usahanya namun dengan berjalannya usaha tersebut pengusaha akan menambah modalnya dari modal sendiri. Tabel 7 menunjukkan bahwa 86 persen responden memiliki modal usaha yang berasal dari modal sendiri dan 14 persen merupakan gabungan modal sendiri dan pinjaman. Tabel 7. Sumber Modal, Asal Pinjaman dan Alasan Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk Tidak Melakukan Pinjaman ke Bank Uraian 1. Sumber Modal - Modal sendiri - Modal sendiri dan pinjaman - Modal pinjaman seluruhnya Total 2. Asal Pinjaman - Bank - Keluarga - Perorangan - Koperasi - Lainnya Total 3. Alasan tidak meminjam ke bank - Tidak punya agunan - Tidak tahu prosedur peminjaman - Suku bunga tinggi - Prosedur sulit - Tidak berminat - Proposal ditolak Total
Jumlah
Persentase (%)
43 7 0 50
86.00 14.00 0.00 100.00
0 5 2 0 0 7
0.00 71.43 28.57 0.00 0.00 100.00
18 21 7 1 3 0 50
36.00 42.00 14.00 2.00 6.00 0.00 100.00
Responden yang melakukan pinjaman menunjukkan bahwa 71.43 persen asal pinjaman diperoleh dari keluarga dan sisanya berasal dari perorangan. Sumber pinjaman dari lembaga keuangan lainnya (perbankan) tidak dilakukan
62
oleh responden, yang menunjukkan bahwa rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak mengalami kesulitan dalam mengakses atau memperoleh modal dari lembaga perbankan. Sedangkan alasan utama rumahtangga usaha kecil kerupuk tidak melakukan pinjaman ke bank seperti yang ditunjukkan pada Tabel.6 adalah karena tidak tahu prosedur peminjaman (42 persen), tidak punya agunan (18 persen) dan suku bunga tinggi (14 persen). Kurangnya sosialisasi dari pihak perbankan di daerah maupun keengganan dari pengusaha untuk mencari informasi (keinginan untuk serba cepat dan mudah) menjadi penyebab dari ketidaktahuan dari prosedur peminjaman di perbankan. Tidak punya agunan dan tingginya suku bunga lebih disebabkan oleh kebijakan atau ketentuan dari internal lembaga keuangan terkait (bank). Fakta ini menunjukkan bahwa industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak mengalami kendala untuk memperoleh atau mengakses modal (kredit) dari perbankan. Walaupun mengalami permasalahan modal perbankan tersebut, rumahtangga usaha kecil kerupuk masih dapat bertahan dan mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga, yang ditunjukkan dengan jumlah rumahtangga responden yang masih mengandalkan modal sendiri dalam usahanya (86.00 persen). Peran pemerintah (khususnya pemerintah daerah) sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah permodalan dalam usaha ini. Kendala suku bunga yang tinggi dan agunan dapat diatasi dengan pemberian pinjaman lunak oleh Pemerintah Daerah. Program tersebut tentunya didukung oleh sosialisasi yang maksimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan (tepat sasaran).
V. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga Keputusan untuk memaksimumkan pendapatan oleh setiap rumahtangga dalam usaha kerupuk dilakukan dengan mengalokasikan waktu kerja riil yang dimiliki oleh anggota rumahtangga, yaitu pilihan untuk bekerja di dalam dan di luar usaha kerupuk. Analisis mengenai alokasi waktu kerja dalam penelitian ini meliputi curahan kerja suami, isteri dan anak (termasuk anggota rumahtangga lainnya). Tabel 8 menunjukkan bahwa curahan kerja rumahtangga (suami, isteri dan anak) dialokasikan lebih besar untuk bekerja di dalam usaha kerupuk (84.46 persen) dibandingkan bekerja di luar usaha kerupuk (15.54 persen). Hal ini berarti bahwa bekerja di usaha kerupuk dianggap sebagai mata pencaharian pokok atau utama bagi rumahtangga. Suami
sebagai
tulang
punggung
perekonomian
rumahtangga
mengalokasikan waktu kerjanya di dalam usaha kerupuk lebih besar (48.49 persen) dibandingkan dengan anggota rumahtangga lainnya (isteri dan anak). Sehingga sebagian besar waktu kerja suami dicurahkan di dalam usaha kerupuk (98.22 persen) dibandingkan bekerja di luar usaha kerupuk. Isteri mempunyai peran ganda dalam rumahtangga yaitu membantu suami bekerja dalam memproduksi kerupuk juga mengatur rumahtangga (ibu rumahtangga). Alokasi waktu isteri lebih besar dari anak dan anggota rumahtangga lainnya karena sebagian besar anak masih sekolah dimana alokasi waktu kerja di dalam usaha hanya dilakukan ketika mereka tidak bersekolah (pulang sekolah dan liburan).
64
Aktivitas kerja yang dilakukan anak-anak sebagian besar membantu dalam proses penjemuran kerupuk. Tabel 8. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Anggota Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk (jam/tahun) Anggota Rumahtangga Suami
Isteri Anak*
Jumlah
Curahan Kerja Dalam Usaha Luar Usaha 2 781.30 50.40 (98.22)** (1.78)** (48.49)*** (4.77) *** 1 941.80 108.00 (94.73)** (5.27)** *** (33.86) (10.23) *** 1 012.27 897.20 ** (53.01) (46.99)** (17.65) *** (84.99) *** 5 735.37 1 055.60 (84.46)** (15.54)** (100.00) (100.00)
Jumlah 2 831.70 (100.00) (41.70) 2 049.80 (100.00) (30.18) 1 909.47 (100.00) (28.12) 6 790.97 (100.00) (100.00)
Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase * Termasuk anggota rumahtangga lainnya (per orang) ** Persentase secara horizontal *** Persentase secara vertikal Anak-anak yang tidak sekolah (umur 15 tahun ke atas atau angkatan kerja) dan anggota rumahtangga lainnya lebih banyak bekerja di luar usaha kerupuk sehingga alokasi waktu kerja rumahtangga lebih besar dibandingkan suami atau isteri (84.99 persen). Hal ini dikarenakan bekerja di luar usaha seperti menjadi pedagang, kuli bangunan, bekerja di pabrik dan tukang ojek akan memberikan penghasilan tambahan bagi rumahtangga. Bekerja di luar usaha kerupuk dilakukan oleh angkatan kerja rumahtangga jika tenaga kerja rumahtangga yang dimiliki sudah cukup untuk melakukan aktivitas di dalam usaha kerupuk. Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian lainnya kaitannya mengenai perilaku rumahtangga industri kecil dalam mengalokasikan waktu kerjanya. Herliana (2001) dan Elinur (2004) yang meneliti tentang perilaku
65
rumahtangga industri kecil untuk komoditas rotan dan kecap menunjukkan bahwa alokasi waktu kerja rumahtangga dalam usaha lebih besar dibandingkan di luar usaha, yang berarti bekerja dalam usaha di industri kecil (rotan dan kecap) merupakan mata pencaharian pokok. Hasil yang sama juga menunjukkan bahwa suami berperan sebagai kepala rumahtangga bertanggungjawab dalam mencari nafkah rumahtangga, akibatnya alokasi waktu kerja suami lebih besar dibandingkan dengan anggota rumahtangga lainnya (isteri dan anak). 5.2. Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga Total pendapatan rumahtangga terdiri dari pendapatan dari dalam usaha kerupuk, pendapatan dari luar usaha kerupuk dan pendapatan dari aktivitas non kerja. Pendapatan dari aktifitas non kerja berupa pendapatan yang diperoleh dari rumahtangga dari sewa lahan yang dimilikinya. Pembahasan dalam bagian ini hanya akan menganalisis dua sumber pendapatan, yaitu pendapatan dari dalam usaha dan luar usaha kerupuk. Pendapatan non-kerja tidak dianalisis karena tidak terkait dengan kontribusi pendapatan dari setiap anggota rumahtangga (suami, isteri dan anak) dalam kaitannya dengan alokasi waktu yang dicurahkan anggota rumahtangga untuk memperoleh pendapatan. Rata-rata kontribusi pendapatan anggota rumahtangga seperti yang terlihat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa 66.37 persen pendapatan rumahtangga diperoleh dalam usaha kerupuk dan sisanya (33.63 persen) diperoleh dari luar usaha kerupuk. Suami menyumbang 100 persen sumber pendapatan yang berasal dari dalam usaha bukan berarti bahwa isteri dan anak tidak menghasilkan pendapatan dari dalam usaha kerupuk. Isteri dan anak membantu suami dalam memproduksi kerupuk dan secara riil aktivitas kerja mereka tidak memperoleh
66
upah. Pendapatan rumahtangga dari dalam usaha merupakan aktivitas kerja gabungan antara suami, isteri dan anak. Fakta ini menunjukkan bahwa usaha kerupuk merupakan mata pencaharian utama bagi rumahtangga. Tabel 9. Rata-rata Kontribusi Pendapatan Anggota Rumahtangga (Rp ribu/tahun) Anggota Rumahtangga Suami
Isteri Anak*
Jumlah
Kontribusi Pendapatan Dalam Usaha Luar Usaha 29029.63 4500.00 (13.42) ** (86.58) ** *** (100.00) (30.60) *** 4500.00 (100.00) ** (30.60) *** 5707.69 (100.00) ** (38.81) *** 29029.63 14707.69 ** (33.63) ** (66.37) (100.00) (100.00)
Jumlah 33529.63 (100.00) (76.66) 4500.00 (100.00) (10.29) 5707.69 (100.00) (13.05) 43737.32 (100.00) (100.00)
Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase * Termasuk anggota rumahtangga lainnya ** Persentase secara horizontal *** Persentase secara vertikal Kontribusi pendapatan rumahtangga dari luar usaha terbesar dimiliki oleh anak, yaitu 38.81 persen. Tingginya kontribusi anak dalam memperoleh pendapatan dari luar usaha dikarenakan curahan kerja yang dilakukan oleh anak (sebagai angkatan kerja) lebih besar dibandingkan suami dan isteri. Curahan kerja suami terbagi antara bekerja di dalam usaha dan luar usaha, sedangkan curahan kerja isteri berkurang karena harus berperan sebagai ibu rumahtangga. Suami biasanya memperoleh tambahan pendapatan dari luar usaha dengan bekerja sebagai tukang ojek, sedangkan isteri dengan membuka toko atau berdagang di pasar. Anak-anak yang bekerja di luar usaha kerupuk biasanya tidak melakukan aktivitas kerja di dalam usaha kerupuk, sehingga waktunya sebagian besar dicurahkan untuk bekerja di luar usaha kerupuk.
67
Kontribusi pendapatan anggota rumahtangga terkait dengan curahan kerja yang dialokasikan oleh anggota rumahtangga. Semakin tinggi curahan kerja maka pendapatan yang diperoleh dari bekerja tersebut juga semakin tinggi. Penelitian tentang ekonomi rumahtangga industri kecil yang dilakukan oleh Herliana (2001) dan Elinur (2004) menunjukkan bahwa rumahtangga memperoleh pendapatan terbesar dari bekerja di dalam usaha (industri kecil) dibandingkan di luar usaha. Fakta ini mendukung analisis dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa bekerja di dalam industri kecil merupakan mata pencaharian pokok bagi rumahtangga. 5.3. Pola Pengeluaran Rumahtangga Jenis pengeluaran rumahtangga terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan penyusutan (pembelian atau perbaikan mesin dan peralatan produksi). Rata-rata pengeluaran rumahtangga sebagian besar ditujukan untuk konsumsi pangan, yaitu sebesar 75.32 persen seperti yang terlihat pada Tabel 10. Pengeluaran rumahtangga terbesar selanjutnya ditujukan untuk konsumsi non-pangan (16.04 persen), investasi pendidikan (8.03 persen) dan penyusutan (0.61 persen). Pengeluaran untuk pangan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pengeluaran lainnya menunjukkan bahwa kesejahteraan rumahtangga dalam industri kecil kerupuk di Kabupaten Demak masih rendah. Kesimpulan ini didasarkan pada Hukum Engel (Engel’s Law) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan menurun jika pendapatan masyarakat bertambah, yang berarti bahwa pangan merupakan kebutuhan pokok yang konsumsinya naik kurang cepat jika dibandingkan dengan kenaikkan pendapatan. Penjelasan
68
rasional dari hasil ini diperlihatkan pada Tabel 11 yang menunjukkan persentase pengeluaran total rumahtangga terhadap berbagai jenis kebutuhan menurut tingkat pendapatan. Tabel 10. Rata-rata Pengeluaran Rumahtanga Industri Kecil Kerupuk (Rp ribu/tahun) Pengeluaran 1. Konsumsi Pangan 2. Konsumsi Non Pangan 3. Investasi Pendidikan 4. Penyusutan Jumlah
Nilai 24133.51 5342.39 2501.53 202.70 32180.12
Persentase (%) 75.32 16.04 8.03 0.61 100.00
Tabel 11 menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi kelas sosial rumahtangga, yaitu penggolongan rumahtangga berdasarkan total pendapatan yang dimilikinya maka proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan cenderung mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa rumahtangga dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi telah tercukupi kebutuhan konsumsi pangannya sehingga untuk meningkatkan kepuasan rumahtangga maka rumahtangga akan mengalokasikan (membelanjakan) pendapatannya untuk jenis pengeluaran selain konsumsi pangan. Kasus dalam penelitian ini, rumahtangga akan cenderung meningkatkan proporsi pengeluaran untuk konsumsi non-pangan, investasi pendidikan dan pengeluaran penyusutan dengan semakin meningkatnya pendapatan. Tabel 11. Persentase Pengeluaran Total Rumahtangga terhadap Berbagai Jenis Kebutuhan Menurut Tingkat Pendapatan Total Pendapatan (Rp juta/tahun)
Pangan
< Rp 15.99 Rp 16.00 – Rp 30.99 Rp 31.00 – Rp 45.99 Rp 46.00 < Rata-rata
77.78 76.07 72.66 74.78 75.32
Jenis Pengeluaran (persen) NonInvestasi Penyusutan Pangan Pendidikan 12.00 9.66 0.56 16.32 7.01 0.60 19.54 7.29 0.52 16.30 8.17 0.75 16.04 8.03 0.61
Total 100 100 100 100 100
VI. ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA USAHA KECIL KERUPUK Model yang dirumuskan dalam penelitian ini merupakan model ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak. Penggunaan data kerat lintang (cross section) pada sampel di Desa Ngaluran dan Desa Karangasem menunjukkan tingkat keragaman antar pengamatan yang relatif rendah, ditunjukkan pada Lampiran 6. Kondisi ini berpengaruh pada rendahnya koefisien determinasi (R2) sebagai indikator kebaikan suai (goodness of fit) suatu model. Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menjelaskan seberapa besar variasi peubah endogen (dependent) dapat dijelaskan oleh peubah penjelas (regressor), atau ukuran yang menunjukkan kemampuan peubah penjelas untuk menerangkan keragaman peubah endogen (dalam persentase). Hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk yang ditujukkan pada Lampiran 4 dengan menggunakan SAS/ETS versi 9.0 menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) yang bervariasi, berkisar antara 42.13 persen sampai dengan 91.65 persen, ditunjukkan pada Lampiran 5. Nilai R2 menunjukkan seberapa besar (dalam persentase) variasi variabel endogen dijelaskan oleh variasi dari eksogen atau penjelas. Nilai R2 terkecil terdapat pada persamaan konsumsi pangan rumahtangga dan terbesar pada persamaan permintaan bahan baku. Penelitian ini juga menggunakan uji F untuk menguji peranan peubah penjelas secara bersama-sama menjelaskan keragaman peubah endogen. Untuk menguji masing-masing peubah penjelas pada setiap persamaan apakah berpengaruh nyata secara statistik terhadap peubah endogen menggunakan uji
70
statistik t. Nilai elastisitas (jangka pendek) dalam setiap peubah penjelas menunjukkan respon peubah endogen terhadap setiap perubahan dari peubah penjelas. Setiap persamaan dalam model dengan menggunakan uji F menghasilkan kesimpulan bahwa model regresi yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Sedangkan untuk melihat pengaruh dari masingmasing peubah penjelas dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa terdapat 13 peubah penjelas yang secara statistik berpengaruh nyata terhadap peubah endogen pada taraf nyata 25 persen, yaitu jumlah bahan baku tepung tapioka yang digunakan (TEP), total curahan kerja rumahtangga yang bekerja di dalam usaha kecil kerupuk (TCKD), nilai aset (AST), total pedapatan rumahtangga (TYRT), produksi (Q), upah luar usaha (UL), angkatan kerja rumahtangga (AKRT), pengalaman usaha (PGLN), total anggota rumahtangga (TANG), total anak yang bersekolah (TEDK), pendidikan rata-rata rumahtangga (EDRT), umur pengusaha (UMP) dan jumlah tabungan (TAB). Respon peubah endogen terhadap perubahan dari peubah penjelas sebagian besar kurang responsif (inelastis). Respon peubah endogen yang elastis terdapat hanya pada peubah curahan kerja rumahtangga yang bekerja di luar usaha (CKRTL) terhadap peubah penjelas jumlah angkatan kerja rumahtangga (AKRT). 6.1. Produksi Produksi kerupuk adalah jumlah kerupuk yang dihasilkan oleh pengusaha dengan menggunakan bahan baku utama tepung tapioka. Tabel 12 menunjukkan bahwa semua parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan menurut kriteria ekonomi dan berpengaruh nyata. Produksi (Q) dipengaruhi secara signifikan oleh
71
bahan baku tepung tapioka (TEP), total curahan kerja dalam usaha (TCKD) dan nilai aset (AST). Variasi dari kedua peubah penjelas tersebut dapat menjelaskan variasi peubah produksi dengan sangat baik, yaitu ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 90.47 persen. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Kerupuk Peubah Penjelas Intersep Bahan Baku Tepung Tapioka (TEP) Total Curahan Kerja Dalam Usaha (TCKD) Aset (AST) = 0.90467 R2 F Value = 145.51
Parameter Dugaan -3018.63
t-hitung
Elastisitas
-0.58
0.673608
5.13a
0.595217
1.208281
2.13b
0.345974
0.003111 Adj. R2 = 0.89845 DW = 1.164571
2.29b
0.106558
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen b berbeda nyata pada taraf uji α = 5 persen Semua peubah penjelas memiliki hubungan yang positif dengan peubah produksi (endogen), yang berarti bahwa jika terjadi kenaikan pada jumlah bahan baku, total curahan kerja dan nilai aset maka produksi akan mengalami peningkatan. Penjelasan rasional (teori ekonomi) terhadap hasil ini adalah setiap peningkatan pada input produksi yaitu pada kasus penelitian ini adalah jumlah bahan baku tepung tapioka, total curahan kerja dan nilai aset akan meningkatkan output (produksi kerupuk) dengan asumsi bahwa produk marjinal bernilai positif. Fakta yang mendukung bahwa produk marjinal dalam usaha kerupuk masih positif adalah berdasarkan wawancara yang menunjukkan bahwa rumahtangga masih dapat meningkatkan produksinya dengan sumberdaya yang dimilikinya atau masih dibawah kapasitas optimal dalam produksi. Kendala utama rumahtangga dalam meningkatkan produksi tersebut adalah keterbatasan modal yang dimiliki untuk membeli bahan baku.
72
Analisis sensitifitas menunjukkan bahwa produksi kerupuk kurang responsif (inelastis) terhadap perubahan dari semua peubah penjelas, yang ditunjukkan oleh nilai elastisitas yang kurang dari satu. Hal ini diduga karena selain ketiga faktor penjelas tersebut, produksi juga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model seperti pola pesanan dan musim (terkait dengan aktifitas penjemuran kerupuk). 6.2. Permintaan Bahan Baku Permintaan bahan baku dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga dan jumlah produksi. Semua paramater dugaan dari peubah penjelas tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan menghasilkan nilai R2 sebesar 0.90652, ditunjukkan pada Tabel 13 . Hasil ini berarti bahwa variasi permintaan bahan baku dapat dijelaskan oleh variasi dari semua peubah penjelas sebesar 90.65 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Permintaan bahan baku rumahtangga kurang responsif terhadap perubahan dari total pendapatan rumahtangga dan tingkat produksi. Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Bahan Baku Peubah Penjelas Intersep Total Pendapatan Rumahtangga (TYRT) Produksi (Q) = 0.90652 R2 F Value = 227.89
Parameter Dugaan -6606.28 0.000274 0.833254 Adj. R2 =0.90254 DW = 0.81589
t-hitung
Elastisitas
-1.95 2.61a
0.175352
13.46a
0.942994
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen Setiap kenaikan pada total pendapatan rumahtangga dan jumlah produksi akan meningkatkan permintaan bahan baku. Pendapatan menunjukkan daya beli dari rumahtangga, ketika pendapatan rumahtangga meningkat maka kemampuan
73
rumahtangga untuk membeli bahan baku juga meningkat. Antara produksi dan permintaan bahan baku saling mempengaruhi atau berhubungan secara simultan. Jika rumahtangga mengalami peningkatan dalam tingkat produksinya maka kebutuhan akan bahan baku juga mengalami peningkatan. 6.3. Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha Curahan kerja rumahtangga dalam usaha (CKRTD) merupakan total waktu riil yang dicurahkan atau dialokasikan oleh anggota rumahtangga (suami, ibu dan anak) untuk bekerja dalam usaha kerupuk. Hasil pendugaan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa seluruh parameter dugaan secara ekonomi (arah dan besaran) sesuai dengan yang diharapkan kecuali peubah upah dalam usaha (UD). Curahan kerja rumahtangga dalam usaha secara signifikan dipengaruhi oleh upah luar usaha (UL), produksi (Q), angkatan kerja rumahtangga (AKRT) dan pengalaman usaha pengusaha (PGLN). Curahan kerja rumahtangga dalam usaha kurang responsif terhadap semua perubahan dari peubah penjelas tersebut. Semua peubah eksogen dapat menjelaskan variasi dari curahan kerja rumahtangga dalam usaha sebesar 63.37 persen dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang tidak dimasukkan dalam model. Upah dalam usaha (UD) tidak signifikan mempengaruhi curahan kerja rumahtangga dalam usaha. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam mencurahkan waktu kerja dalam usaha, rumahtangga tidak mempertimbangkan upah yang akan diterimanya. Sedangkan upah dari luar usaha berhubungan negatif dengan curahan kerja rumahtangga dalam usaha. Jika upah yang dari luar usaha meningkat maka rumahtangga akan mengurangi curahan kerja rumahtangga dalam usaha dan menambah curahan kerja di luar usaha. Asumsinya adalah rumahtangga fleksibel
74
terhadap penggunaan waktu kerjanya dan pekerjaan di luar usaha berada di sektor informal yang tidak mensyaratkan kontrak atau perjanjian kerja. Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha Peubah Penjelas Intersep Upah dalam usaha (UD) Upah luar usaha (UL) Produksi (Q) Angkatan Kerja Rumahtangga (AKRT) Pengalaman Usaha (PGLN) = 0.63372 R2 F Value = 15.23
Parameter Dugaan 2411.960
t-hitung
Elastisitas
3.68
-0.01111
-0.67
-0.02417
d
-
-1.04
-1.6E-06
0.014574
a
2.67
0.161623
356.2348
1.75b
0.163678
99.84341 Adj. R2 = 0.59210 DW = 1.93069
2.71a
0.312367
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen b berbeda nyata pada taraf uji α = 5 persen d berbeda nyata pada taraf uji α = 25 persen Hubungan dua arah terjadi antara produksi dan curahan kerja rumahtangga dalam usaha. Curahan kerja merupakan salah satu input untuk melakukan proses produksi dan peningkatan produksi akan meningkatkan permintaan akan input tenaga kerja tersebut. Jika rumahtangga meningkatkan tingkat produksinya maka curahan kerja rumahtangga dalam usaha akan meningkat. Jumlah angkatan kerja rumahtangga menentukan total waktu yang tersedia oleh rumahtangga. Rumahtangga yang memiliki angkatan kerja yang lebih banyak tentunya memiliki waktu kerja rumahtangga yang tersedia lebih banyak. Hasil dugaan parameter menunjukkan bahwa jika jumlah angkatan kerja rumahtangga meningkat maka curahan kerja rumahtangga dalam usaha akan meningkat, yang berarti bahwa ada tambahan tenaga kerja rumahtangga untuk bekerja di dalam usaha.
75
Faktor pengalaman usaha yang dimiliki rumahtangga (pengusaha) juga menentukan besar kecilnya curahan kerja rumahtangga dalam usaha. Jika pengalaman usaha bertambah maka curahan kerja rumahtangga dalam usaha akan meningkat. Penjelasan hasil ini adalah ketika rumahtangga telah lama menggantungkan nafkahnya dari usaha kerupuk berarti rumahtangga telah merasa nyaman untuk bekerja di dalam usaha. Alasan lainnya adalah rumahtangga telah menginvestasikan barang-barang modal (mesin dan alat-alat produksi) dalam usaha ini sehingga biaya peluang (opportunity cost) untuk bekerja di luar usaha semakin besar. 6.4. Curahan Kerja Pekerja Luar Rumahtangga Dalam Usaha Curahan kerja pekerja luar rumahtangga dalam usaha (CKLRTD) adalah total waktu riil yang digunakan oleh pekerja dari luar rumahtangga yang diupah untuk bekerja dalam memproduksi kerupuk. Hasil analisis perilaku menunjukkan bahwa curahan kerja pekerja luar rumahtangga dalam usaha hanya dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat produksi (Q). Nilai R2 sebesar 0.70057 pada Tabel 15 menunjukkan bahwa setiap perubahan dari curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga yang bekerja di dalam usaha dapat dijelaskan oleh variasi dari peubah penjelas sebesar 70.05 persen dan sisanya dijelaskan oleh peubah lainnya yang tidak dimasukkan dalam model. Curahan kerja pekerja luar rumahtangga dalam usaha kurang responsif terhadap perubahan dari tingkat produksi. Secara teoritis curahan kerja pekerja luar rumahtangga berhubungan secara negatif dengan upah dalam usaha. Ketika upah meningkat maka rumahtangga akan mengurangi permintaan tenaga kerja luar rumahtangga (curahan kerjanya berkurang) karena biaya tenaga kerja meningkat. Hasil dugaan parameter
76
menunjukkan bahwa upah dalam usaha bernilai positif walaupun tidak signifikan pengaruhnya terhadap permintaan tenaga kerja dari luar rumahtangga. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumahtangga kurang mempertimbangkan upah atau kenaikan biaya tenaga kerja dalam memperkerjakan tenaga kerja dari luar rumahtangga. Tabel 15. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Pekerja Luar Rumahtangga Dalam Usaha Peubah Penjelas Intersep Upah Dalam Usaha (UD) Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha (CKRTD) Produksi (Q) =0.70057 R2 F Value = 35.88
Parameter Dugaan -2002.94 0.041641
t-hitung
Elastisitas
-0.44 0.44
-
0.495363
0.51
-
0.171983 Adj. R2 = 0.68104 DW = 1.527372
5.25a
0.876735
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen Ada dua alternatif pilihan jika rumahtangga mengalami kenaikkan tingkat produksi, yaitu dengan menambah waktu kerja rumahtangga atau dengan menambah waktu kerja pekerja luar rumahtangga. Hasil dugaan parameter menunjukkan bahwa kenaikan produksi mengakibatkan rumahtangga untuk meningkatkan curahan kerja luar rumahtangga. Fakta ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat produksi, rumahtangga dapat meningkatkan curahan kerja anggota rumahtangga (berdasarkan hasil Tabel 14) maupun curahan kerja pekerja dari luar rumahtangga. 6.5. Curahan Kerja Rumahtangga Luar Usaha Curahan kerja rumahtangga luar usaha (CKRTL) adalah jumlah waktu riil yang digunakan angkatan kerja kerja rumahtangga untuk bekerja di luar usaha untuk mendapatkan upah atau pendapatan. Hasil analisis struktural seperti yang diperlihatkan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa curahan kerja rumahtangga yang
77
bekerja di luar usaha dipengaruhi secara signifikan oleh upah dari luar usaha (UL) dan jumlah angkatan kerja rumahtangga (AKRT). Variasi dari curahan kerja rumahtangga yang bekerja di luar usaha dapat dijelaskan oleh variasi dari peubah penjelas sebesar 85.38 persen seperti ditunjukkan oleh nilai R2 dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter Curahan Kerja Rumahtangga Luar Usaha Peubah Penjelas Intersep Upah dalam usaha (UD) Upah Luar Usaha (UL) Curahan Kerja Rumahtangga Dalam Usaha (CKRTD) Angkatan Kerja Rumahtangga (AKRT) Pengalaman Usaha (PGLN) R2 = 0.85381 F Value = 51.40
Parameter Dugaan -3276.62
t-hitung
Elastisitas
-3.79
-0.08083
-0.42
0.107929
a
-
3.56
0.442890467
0.063633
0.27
-
1448.275
5.25a
2.395505366
8.075176 Adj. R2 = 0.83720 DW = 2.009277
0.16
-
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen Hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa ketika upah luar usaha meningkat maka curahan kerja rumahtangga luar usaha akan meningkat. Upah merupakan insentif atau dorongan bagi rumahtangga untuk bekerja lebih lama, akibatnya curahan kerja rumahtangga luar usaha akan meningkat. Dilihat dari besaran elastisitasnya menunjukkan bahwa curahan kerja rumahtangga luar usaha kurang responsif terhadap perubahan tingkat upah. Angkatan kerja rumahtangga berpengaruh posititf terhadap curahan kerja rumahtangga luar usaha. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan semakin banyak angkatan kerja yang dimiliki rumahtangga maka curahan kerja rumahtangga yang bekerja di luar usaha akan meningkat. Curahan kerja rumahtangga luar usaha responsif terhadap perubahan angkatan kerja rumahtangga menunjukkan bahwa
78
rumahtangga cenderung untuk mengalokasikan angkatan kerja yang dimilikinya untuk bekerja lebih banyak atau lama di luar usaha. Hal ini diduga karena tenaga kerja rumahtangga yang bekerja di dalam usaha sudah cukup untuk melakukan aktifitas produksi, rumahtangga ingin mengurangi resiko usaha (diversifikasi pendapatan rumahtangga) dan angkatan kerja rumahtangga terutama anak lebih menyukai bekerja di luar usaha karena status sosial yang akan diperoleh atau karena memiliki keahlian untuk bekerja di luar usaha. 6.6. Konsumsi Pangan Rumahtangga Hasil pendugaan menunjukkan konsumsi pangan rumahtangga (KPRT) dipengaruhi secara signifikan oleh total pendapatan rumahtangga (TYRT) dan total anggota rumahtangga (TANG). Seluruh parameter dugaan secara ekonomi telah sesuai dengan yang diharapkan yang ditunjukkan pada Tabel 17. Kedua peubah penjelas tersebut dapat menjelaskan perubahan atau variasi dari konsumsi pangan rumahtangga sebesar 42.13 persen dan sisanya dipengaruhi oleh faktorfaktor lainnya yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Konsumsi pangan rumahtangga kurang responsif terhadap perubahan semua peubah penjelas. Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Pangan Rumahtangga Peubah Penjelas Intersep Total Pendapatan Rumahtangga (TYRT) Total Anggota Rumahtangga (TANG) = 0.42127 R2 F Value = 17.11
Parameter Dugaan 3874850
t-hitung
Elastisitas
1.05
0.129714
2.23b
0.192205
2903355
4.31a
0.647234
2
Adj. R =0.39664 DW = 1.923415
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen b berbeda nyata pada taraf uji α = 5 persen
79
Parameter dugaan dari kedua peubah penjelas bernilai positif, yang berarti bahwa jika terjadi kenaikan pada total pendapatan rumahtangga atau total anggota rumahtangga maka akan meningkatkan nilai konsumsi pangan rumahtangga. Hal ini wajar karena semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka kemampuan rumahtangga untuk meningkatkan konsumsi pangannya juga semakin tinggi. Setiap anggota rumahtangga butuh makan sehingga ketika terjadi peningkatan jumlah anggota rumahtangga maka konsumsi pangan rumahtangga akan meningkat. 6.7. Konsumsi Non-Pangan Rumahtangga Hasil pendugaan persamaan konsumsi non-pangan rumahtangga (KNPRT) menunjukkan bahwa semua parameter peubah penjelas telah sesuai dengan yang diharapkan. Konsumsi non-pangan rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh total pendapatan rumahtangga (TYRT) dan total anggota rumahtangga (TANG). Variasi konsumsi non-pangan rumahtangga dapat dijelaskan oleh variasi dari semua peubah penjelas sebesar 49.51 persen seperti terlihat pada Tabel 18. Konsumsi non-pangan rumahtangga kurang responsif terhadap perubahan dari total pendapatan rumahtangga dan total anggota rumahtangga. Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Non-Pangan Rumahtangga Peubah Penjelas Intersep Total Pendapatan Rumahtangga (TYRT) Investasi Pendidikan (IED) Total Anggota Rumahtangga (TANG) =0.49509 R2 F Value = 15.04
Parameter Dugaan 430718.4
t-hitung
Elastisitas
0.52
0.046323
3.45a
0.310071543
-0.06925
-0.22
-
637241.7
2.94a
0.641728912
Adj. R2 = 0.46216 DW =2.315194
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen
80
Jika terjadi kenaikan dari total pendapatan rumahtangga maka konsumsi non-pangan rumahtangga akan meningkat. Ini menunjukkan bahwa barang atau jasa yang tergabung dalam kelompok non-pangan pada penelitian ini termasuk barang normal. Rumahtangga yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk membelanjakannya dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki pendapatan yang lebih kecil. Rumahtangga yang rasional akan memaksimumkan kepuasan atau kesejahteraan dengan menambah pengeluaran yang salah satunya untuk konsumsi non-pangan dengan kendala pendapatan (anggaran) yang dimilikinya. Jika pendapatan yang dimilikinya meningkat maka terjadi pelonggaran kendala, yang berarti rumahtangga dapat mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi lagi atau ditunjukkan dengan peningkatan konsumsi non-pangan. Setiap pertambahan jumlah anggota rumahtangga akan meningkatkan konsumsi non-pangan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok barang/jasa nonpangan di dalamnya terkandung pengeluaran-pengeluaran yang besarnya terkait langsung dengan jumlah anggota keluarga, seperti pakaian, listrik, air dan bahan bakar. 6.8. Investasi Pendidikan Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia yang dilakukan oleh rumahtangga. Hasil dugaan menunjukkan bahwa seluruh parameter sesuai dengan yang diharapkan. Investasi pendidikan rumahtangga secara signifikan dipengaruhi oleh semua peubah penjelas, yaitu peubah total pendapatan rumahtangga (TYRT), total anak yang bersekolah (TEDK), pendidikan rata-rata anggota rumahtangga (EDRT) dan umur pengusaha (UMP). Nilai R2 sebesar
81
0.61303 yang ditunjukkan pada Tabel 19 berarti bahwa variasi dari investasi pendidikan rumahtangga dapat dijelaskan oleh variasi dari semua peubah penjelas sebesar 61.30 persen dan sisanya dipengaruhi oleh peubah atau faktor lainnya yang tidak dilibatkan dalam model. Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Investasi Pendidikan Parameter Dugaan -1392554
Peubah Penjelas Intersep Total Pendapatan Rumahtangga (TYRT) Total Anak yang Bersekolah (TEDK) Pendidikan Rata-rata Rumahtangga (EDRT) Umur Pengusaha (UMP) R2 = 0.61303 F Value = 17.82
t-hitung
Elastisitas
-1.81
0.021147
2.87a
0.302303234
383188.6
4.50a
0.526944602
136434.2
2.24b
0.378509389
18925.53 Adj. R2 = 0.57864 DW = 1.957364
0.98d
0.348924357
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen b berbeda nyata pada taraf uji α = 5 persen d berbeda nyata pada taraf uji α = 25 persen Setiap kenaikan dari total pendapatan rumahtangga, total anak yang bersekolah,
pendidikan
rata-rata
rumahtangga
umur
pengusaha
akan
meningkatkan nilai investasi pendidikan dari rumahtangga. Investasi pendidikan rumahtangga kurang responsif terhadap perubahan semua peubah penjelas dalam model, yang ditunjukkan oleh nilai elastisitas dari semua peubah penjelas. Penjelasan hasil dugaan parameter pada Tabel 19 adalah investasi pendidikan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kepuasan (utilitas) bagi rumahtangga. Untuk memenuhi kepuasan tersebut rumahtangga dihadapkan pada kendala anggaran yaitu jumlah pendapatan yang dimiliki. Jika terjadi peningkatan
pendapatan
(pelonggaran
kendala)
maka
peluang
untuk
meningkatkan kepuasan yaitu investasi pendidikan semakin tinggi. Investasi
82
pendidikan yang meningkat misalnya disebabkan oleh penambahan pembelian alat-alat sekolah, seragam maupun les privat. Semakin banyak anak yang bersekolah dalam rumahtangga akan meningkatkan pengeluaran untuk investasi pendidikan. Hal ini wajar karena penambahan anak yang bersekolah akan menambah biaya untuk sekolah anak yang dikeluarkan rumahtangga. Pendidikan rata-rata anggota rumahtangga terkait dengan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan rata-rata anggota rumahtangga maka kepala rumahtangga sebagai pengambil keputusan cenderung untuk menyekolahkan anaknya lebih tinggi. Akibatnya pengeluaran rumahtangga untuk membiayai sekolah atau investasi pendidikan akan semakin tinggi. Umur pengusaha terkait dari jumlah anak sekolah yang telah mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka pengeluaran untuk pendidikan semakin tinggi pula. Pengusaha yang berumur lebih tua maka relatif lebih besar dalam membiayai anak yang sekolah. Jadi, semakin tinggi umur pengusaha menyebabkan investasi pendidikan semakin besar. 6.9. Penyusutan Penyusutan atau pengeluaran rumahtangga untuk membeli/memperbaiki mesin dan alat produksi dipengaruhi secara signifikan oleh total pendapatan rumahtangga (TYRT), pengalaman usaha (PGLN) dan Jumlah Tabungan yang dimiliki rumahtangga (TAB). Semua parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan. Semua peubah eksogen dalam persamaan dapat menjelaskan variasi
83
dari depresiasi sebesar 60.09 persen dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Penyusutan Peubah Penjelas Intersep Total Pendapatan Rumahtangga (TYRT) Umur Alat Produksi (UMPROD) Pengalaman Usaha (PGLN) Tabungan (TAB) R2 = 0.60090 F Value = 16.94
Parameter Dugaan -23718.5
t-hitung
Elastisitas
-0.43
0.002599
3.07a
0.458514022
240.8682 7471.594 -0.00081 Adj. R2 = 0.56543 DW = 1.438614
0.08 2.81a -0.75d
0.657588737 -0.01430622
Keterangan : a berbeda nyata pada taraf uji α = 1 persen d berbeda nyata pada taraf uji α = 25 persen Setiap kenaikkan dari total pendapatan rumahtangga dan pengalaman usaha akan mendorong rumahtangga untuk membeli atau memperbaiki mesin dan peralatan produksi (nilai investasi usaha meningkat). Penjelasan untuk hasil dugaan tersebut adalah pendapatan rumahtangga dibelanjakan untuk aktivitas yang memberikan kepuasan bagi rumahtangga. Salah satu jenis pengeluaran rumahtangga adalah pengeluaran untuk barang-barang investasi. Dengan meningkatkan nilai investasi usaha diharapkan akan terjadi peningkatan produktifitas. Pengalaman usaha terkait dengan semakin mantap dan nyaman rumahtangga dalam menjalankan usahanya. Jika terjadi kerusakan atau kebutuhan untuk barang-barang investasi maka rumahtangga akan dengan segera mengalokasikan anggarannya untuk melaksanakan keinginan tersebut. Kondisi ini dilakukan rumahtangga karena mereka menganggap usaha yang dijalaninya telah memberikan kehidupan yang lebih baik. Rumahtangga dihadapkan pada suatu pilihan apakah pendapatan yang diperolehnya dialokasikan untuk pengeluaran penyusutan atau ditabung. Konsep
84
tabungan dalam penelitian ini bukan disimpan di lembaga keuangan tetapi disimpan di rumah untuk keperluan sewaktu-waktu (masa depan). Ketika rumahtangga memilih untuk meningkatkan jumlah tabungan maka pengeluaran penyusutan akan turun. Pengeluaran penyusutan kurang responsif terhadap setiap perubahan dari kedua peubah penjelas. Penjelasan hasil ini adalah rumahtangga akan mengalokasikan pendapatan yang dimiliki untuk pengeluaran penyusutan jika kebutuhan rumahtangga yang lain seperti konsumsi pangan, non-pangan dan pendidikan sudah terpenuhi. Akibatnya respon penyusutan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga tergantung pada faktor-faktor pengeluaran rumahtangga tersebut. Pengusaha yang berpengalaman juga belum tentu akan secara cepat meningkatkan nilai investasi usahanya karena seperti alasan sebelumnya penyusutan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti jumlah pendapatan maupun jumlah tabungan yang dimilikinya. Hasil dugaan pada Tabel 20 yang menunjukkan bahwa umur alat produksi tidak berpengaruh nyata terhadap penyusutan berarti bahwa selama ini rumahtangga kurang peduli terhadap kondisi alat produksi yang sudah tua walaupun masih dapat digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga akan melakukan perbaikan atau mengganti alat produksi jika pendapatan rumahtangga mengalami peningkatan.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka dapat disimpulkan hasil penelitian tentang perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk sebagai berikut : 1. Alokasi curahan kerja dan kontribusi pendapatan rumahtangga terbesar dari dalam usaha kerupuk, yang menunjukkan bahwa usaha ini merupakan mata pencaharian utama rumahtangga. Proporsi pengeluaran rumahtangga terbesar untuk konsumsi pangan menunjukkan kesejahteraan rumahtangga masih rendah. 2. Produksi kerupuk dipengaruhi oleh total curahan kerja, jumlah bahan baku dan nilai aset. Selama ini rumahtangga kurang mempedulikan kondisi aset produksi yang digunakan, hal ini ditunjukkan oleh tidak signifikannya pengaruh dari umur mesin/alat produksi terhadap pengeluaran penyusutan (perbaikan atau pembelian mesin/alat produksi). Pengeluaran penyusutan dilakukan rumahtangga jika ada peningkatan pendapatan. 3. Permintaan tenaga kerja baik dari dalam rumahtangga maupun luar rumahtangga tidak dipengaruhi oleh upah dalam usaha. Permintaan tenaga kerja dari dalam rumahtangga dipengaruhi oleh upah luar usaha, tingkat produksi, jumlah angkatan kerja rumahtangga dan pengalaman usaha. Permintaan tenaga kerja dari luar rumahtangga hanya dipengaruhi oleh tingkat produksi. Permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak responsif terhadap perubahan dari semua peubah penjelas yang mempengaruhinya. Rendahnya
86
penyerapan tenaga kerja dalam usaha kerupuk disebabkan: (1) rumahtangga cenderung mengurangi tenaga kerja dari dalam rumahtangga ketika terjadi peningkatan upah di luar usaha, dan (2) peningkatan atau penurunan upah di dalam usaha tidak menyebabkan rumahtangga mengubah jumlah permintaan tenaga kerjanya. 4. Penawaran tenaga kerja rumahtangga ke luar usaha dipengaruhi oleh upah luar usaha dan jumlah angkatan kerja rumahtangga. Rumahtangga cenderung untuk meningkatkan curahan keja ke luar usaha ketika upah luar usaha meningkat. Rumahtangga lebih responsif untuk mencurahkan angkatan kerja ke luar usaha ketika terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja. Rendahnya penyerapan tenaga kerja dalam usaha disebabkan bahwa angkatan kerja yang dimiliki rumahtangga cenderung untuk memilih bekerja di luar usaha daripada di dalam usaha. 5. Ada keterkaitan yang kuat antara curahan kerja dengan perilaku produksi, pendapatan dan konsumsi rumahtangga. 7.2. Saran 1. Ketidakefisienan penggunaan investasi per tenaga kerja selain disebabkan oleh rendahnya tenaga kerja yang terserap di usaha kerupuk juga disebabkan oleh besarnya mesin/alat produksi yang sudah tidak dapat digunakan lagi tetapi masih memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, rumahtangga pengusaha kerupuk sebaiknya lebih memperhatikan kondisi mesin dan peralatan produksi, seperti melakukan perbaikan dan pembelian mesin/alat produksi yang kurang produktif lagi.
87
2. Permintaan tenaga kerja baik tenaga kerja rumahtangga maupun tenaga kerja luar rumahtangga dipengaruhi oleh tingkat produksi. Kebijakan pemerintah yang mendukung aktifitas produksi seperti bantuan kredit lunak untuk pembelian bahan baku dan pemasaran produk perlu untuk dilakukan. 3. Keberadaan kredit usaha dalam pengembangan usaha kecil adalah penting sehingga perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak pemberian kredit usaha terhadap perilaku ekonomi rumahtangga usaha kecil kerupuk di Kabupaten Demak.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2003. Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga 2003. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 2006. Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2005/2006. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak. 2002-2005. Demak dalam Angka 20022005. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Demak, Demak. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. 2006. Jawa Tengah dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik, Propinsi Jawa Tengah, Semarang. Bagi, F.S and I.J. Singh. 1974. A Microeconomic Model of Farm Decisions in An LDC: A Simultaneous Equations Approach. Departement of Agriculture Economics and Rural Sociology, Ohio State University, Ohio. Bryant, W.K. 1990. The Economic Organization of The Household. Cambridge University Press, Cambridge. Becker, G. 1965. A Theory of the Allocation of Time. Economic Journal, 299(75): 493-517. Cooper, D.R. dan W. Emory. 1996. Metode Penelitian Bisnis. Terjemahan. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. 2006. Potensi Industri Kecil Menengah dan Sentra di Jawa Tengah: Kegiatan Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Jawa Tengah Tahun Anggaran 2006. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Propinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Demak. 2005. Up Dating Kegiatan Industri Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Demak Tahun 2005. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kabupaten Demak, Demak. Elinur. 2004. Analisis Sosial-Ekonomi Rumahtanga Industri Produk Jadi Rotan di Kota Pekanbaru. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Evenson, R.E. 1976. On the New Household Economics. Journal of Agricultural Economics and Development, 6 (1): 87-107. Gronau, R. 1977. Leisure, Home Production and Work: The Theory of the Allocation of Time Revisited. Journal of Political Economy, 85 (6): 48-57.
89
Herliana, S. 2001. Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pengusaha dan Pekerja Industri Kecil Kecap di Kabupaten Majalengka: Analisis Dampak Kebijakan Harga. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Idris, N. 1999. Alokasi Waktu dan Pendapatan dalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga Karyawan Agroindustri. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometrics Methods. McMillan Press Ltd., London. Kusnadi, N. 2005. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pasar Persaingan Tidak Sempurna di Beberapa Propinsi di Indonesia. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mangkuprawira, S. 1984. Alokasi waktu dan Kontribusi Anggota Rumahtangga dalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga : Studi Kasus di Dua Tipe Desa di Kabupaten Sukabumi-Jabar. Desertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. McConnell, C.R. and S.L. Brue. 1995. Contemporary Labor Economics. Fourth Edition. McGraw-Hill, Inc., London. Muhammad, S. 2002. Ekonomi Rumahtangga Nelayan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Jawa Timur: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Negoro, N.B. 2003. Ekonomi Rumahtangga Pengusaha dan Pekerja Industri Kecil Gerabah Di Sentra Industri Gerabah Kasongan Kabupaten Bantul. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nicholson, W. 1999. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar dan Pengembangannya. Terjemahan. Edisi Kelima. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Nugrahadi, E.W. 2001. Keputusan Ekonomi Rumahtangga Pengusaha dan Pekerja Industri Produk Jadi Rotan di Kota Medan. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pakasi, C.B.D dan B.M. Sinaga. 1999. Dampak Kebijakan Harga Input dan Output Terhadap Aktivitas Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Alkohol di Kabupaten Minahasa. Mimbar Sosek, Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 12 (1): 34-49. Rachmina, D. 1994. Analisis Permintaan Kredit pada Industri Kecil: Kasus Jawa Barat dan Jawa Timur. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
90
Rahman, H.P.S dan Erwidodo. 1994. Kajian Sistem Permintaan Pangan di Indonesia. Jurnal AgroEkonomi, 13 (2): 72-89. Reniati. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Keterkaitan Keputusan Kerja, Produksi dan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ronodiwirjo, F.S. 1969. Struktur Perkreditan Pertanian di Daerah Produksi Padi : Suatu Penelitian Pedesaan di Karawang. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sadoulet, E. and A. de Janvry. 1995. Quantitative Development Policy Analysis. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Sawit, M.H. 1994. Analisis Permintaan Pangan: Bukti Empiris Teori Rumahtangga Pertanian. Jurnal AgroEkonomi, 13 (2): 49-71. Sinaga, B.M. 1997. Pendekatan Kuantitatif dalam Agribisnis. Mimbar Sosek: Journal of Agricultural and Resource Socio-Economics, 10 (1): 48-64. Singh, I., L. Squire and J. Strauss. 1986. Agricultural Household Models: Extensions, Applications, and Policy. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Sitepu, R.K. dan B.M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalan Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sitorus, M.T.F. 1994. Peranan Ekonomi dalam Rumahtangga Nelayan Miskin di Pedesaan Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor, 21 (8): 11-17. Skoufias, E. 1994. Using Shadow Wages to Estimate Labor Supply of Agricultural Households. American Journal of Agricultural Economics, 76 (2): 215-227. Strauss, J. 1986. The Theory and Comparative Statics of Agricultural Household Models: A General Approach. In: I. Singh, L. Squire, J. Strauss (Eds). Agricultural Household Model, Extensions, Applications and Policy. John Hopkins University Press, Baltimore. Sumarsono, S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. Tambunan, T.T.H. 2000. Perekonomian Indonesia: Beberapa Isu Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta.
LAMPIRAN
92
Lampiran 1. Industri Kecil Utama dan Potensi Usaha di Kabupaten Demak Tahun 2005 No 1 2 3 4 5
Jenis Industri Garam Kerupuk Genting Anyaman Bambu Mebel Kayu
Jumlah Unit Usaha 638 219 338 1 038 143
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 1 376 695 709 2 082 628
Sumber : Demak dalam Angka, 2005 dan www.bi.go.id Keterangan : Tanda (-) berarti tidak ada data
Potensi Usaha Potensial Sangat Potensial Kurang Potensial Potensial
93
Lampiran 2. Produsen Utama Kerupuk di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 Kriteria PDRB * Angkatan Kerja (orang) - Bekerja - Mencari Pekerjaan UMR** Rata-rata Anggota RT
Demak
Batang
Purworejo
Sukoharjo
Grobogan
2 470 777.08
1 972 776.84
2 321 543.04
3 941 788.46
2 579 283.26
499 265
351 562
352 122
441 216
725 706
467 826
327 212
337 933
407 445
700 076
31 439
24 350
14 189
33 771
25 630
500 000
500 000
460 000
490 000
450 000
3.80
4.30
3.50
3.50
3.50
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2006 Keterangan : * PDRB Tahun 2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Rp juta) ** Upah Minimum Regional Tahun 2006
94
Lampiran 3. Sentra Industri Kecil Kerupuk Kabupaten Demak Tahun 2005 No
Sentra/Desa
1
Kalicilik
2
Merak
3
Ngaluran
4
Wedung
5
Karangasem
6
Bulusari
7
Candisari
8
Brambang Total
Unit Usaha 8 (3.65) 20 (9.13) 75 (34.25) 20 (9.13) 41 (18.72) 8 (3.65) 20 (9.13) 26 (11.87) 219 (100)
Jumlah Pekerja (orang) 21 (3.02) 40 (5.76) 375 (53.96) 42 (6.04) 87 (12.52) 27 (3.88) 40 (5.76) 52 (7.48) 695 (100)
Nilai Investasi (Rp ribu) 21 000 (1.86) 48 000 (4.26) 810 000 (71.90) 48 000 (4.26) 98 400 (8.73) 11 000 (0.98) 48 000 (4.26) 18 200 (1.62) 1 126 600 (100)
Produksi/tahun (ton) 12 (1.25) 60 (6.27) 562.5 (58.81) 60 (6.27) 123 (12.86) 20 (2.09) 60 (6.27) 39 (4.08) 956.5 (100)
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Demak, 2005 Keterangan : Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan persentase
95
Lampiran 4. Program Komputer Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 9.0 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS option nodate nonumber; data sidang; set budi; /* create variabel */ TCKD = CKRTD+CKLRTD; BPR = (HTEP*TEP)+BTK+BBM+BLL; YRTD = HQ*Q-BPR; TYRT = YRTD+YRTL+YNON; TEXP = KPRT+KNPRT+IED+DEP; TAB = TYRT-TEXP; /* membuat deskripsi variabel */ label CKRTD = 'cur krj RT dlm usaha' CKLRTD = 'cur krj luar RT dlm usaha' CKRTL = 'cur krj RT luar usaha' TCKD = 'tot cur kerja dlm usaha' Q = 'produksi kerupuk' HQ = 'harga kerupuk' TEP = 'bahan baku tepung tapioka' HTEP = 'harga tepung tapioka' BPR = 'biaya produksi' BTK = 'biaya TK' BBM = 'biaya bahan bakar' BLL = 'biaya lain-lain' UD = 'upah dalam usaha' UL = 'upah luar usaha' YRTD = 'pndptn RT dalam usaha' YRTL = 'pndptn RT luar usaha' YNON = 'pndptn RT non kerja' TYRT = 'tot pndptn RT' KPRT = 'kons pangan RT' KNPRT = 'kons non pangan RT' IED = 'investasi pendidikan' DEP = 'penyusutan' TEXP = 'total pengeluaran' TAB = 'tabungan' AKRT = 'angkatan kerja RT' UMP = 'umur pengusaha' PGLN = 'pengalaman usaha' EDRT = 'pendidikan rata2 RT' TANG = 'tot anggota RT' TEDK = 'tot anak sekolah' UMPROD = 'umur alat produksi' AST = 'nilai aset' ; run;
96
Lampiran 4. Lanjutan proc syslin 2sls data=sidang outest=hasil; endogenous CKRTD CKLRTD TCKD CKRTL BPR Q TEP YRTD YRTL TYRT KPRT KNPRT IED DEP TEXP TAB; instruments AKRT UMP PGLN EDRT BTK BBM BLL HQ YNON TANG TEDK UMPROD HTEP AST UD UL; /* Persamaan model Q model TEP model CKRTD model CKLRTD model CKRTL model KPRT model KNPRT model IED model DEP
Struktural */ = TEP TCKD AST /dw; = TYRT Q /dw; = UD UL Q AKRT PGLN /dw; = UD CKRTD Q /dw; = UD UL CKRTD AKRT PGLN/dw; = TYRT TANG /dw; = TYRT IED TANG /dw; = TYRT TEDK EDRT UMP/dw; = TYRT UMPROD PGLN TAB /dw;
/* Persamaan identitas */ identity TCKD = TCKD+0; identity BPR = BPR+0; identity YRTD = YRTD+0; identity YRTL = YRTL+0; identity TYRT = TYRT+0; identity TEXP = TEXP+0; identity TAB = TAB+0; run;
97
Lampiran 5. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
Q Q produksi kerupuk
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 46 49
5.68E10 5.9855E9 6.468E10
1.893E10 1.3012E8
11406.9897 63237.2000 18.03842
R-Square Adj R-Sq
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
F Value
Pr > F
145.51
<.0001
0.90467 0.89845
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Intercept TEP
1 1
-3018.63 0.673608
TCKD
1
AST
1
Standard Error
t Value
Pr>|t|
5208.574 0.131314
-0.58 5.13
0.5650 <.0001
1.208281
0.567380
2.13
0.003111
0.001357
2.29
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label
Intercept bahan baku tepung tapioka 0.0386 tot cur kerja dlm usaha 0.0265 nilai aset
1.164571 50 0.415449
98
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
TEP TEP bahan baku tepung tapioka
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 47 49
5.613E10 5.7877E9 6.447E10
2.806E10 1.2314E8
11096.9700 55878.0100 19.85928
R-Square Adj R-Sq
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
F Value
Pr > F
227.89
<.0001
0.90652 0.90254
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr>|t|
Intercept TYRT
1 1
-6606.28 0.000274
3389.580 0.000105
-1.95 2.61
0.0573 0.0120
Q
1
0.833254
0.061919
13.46
<.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
0.81589 50 0.562627
Variable Label Intercept tot pndptn RT produksi kerupuk
99
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CKRTD CKRTD cur krj RT dlm usaha
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 44 49
48121892 27813210 75113264
9624378 632118.4
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
795.05875 5702.28000 13.94282
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
15.23
<.0001
0.63372 0.59210
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Intercept UD
1 1
2411.960 -0.01111
UL
1
Q
Standard Error
t Value
Pr>|t|
654.5587 0.016636
3.68 -0.67
0.0006 0.5078
-0.02417
0.023214
-1.04
0.3034
1
0.014574
0.005465
2.67
0.0107
AKRT
1
356.2348
203.7905
1.75
0.0874
PGLN
1
99.84341
36.81214
2.71
0.0095
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.93069 50 0.024702
Variable Label Intercept upah dalam usaha upah luar usaha produksi kerupuk angkatan kerja RT pengalaman usaha
100
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CKLRTD CKLRTD cur krj luar RT dlm usaha
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 46 49
2.187E9 9.3475E8 3.0894E9
7.2901E8 20320659
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
4507.84414 12404.8000 36.33951
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
35.88
<.0001
0.70057 0.68104
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Intercept UD
1 1
-2002.94 0.041641
4588.832 0.094018
-0.44 0.44
CKRTD
1
0.495363
0.977769
0.51
Q
1
0.171983
0.032738
5.25
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Pr>|t|
Variable Label
0.6645 Intercept 0.6599 upah dalam usaha 0.6148 cur krj RT dlm usaha <.0001 produksi kerupuk
1.527372 50 0.231535
101
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CKRTL CKRTL cur krj RT luar usaha
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 44 49
2.6819E8 45918919 3.1411E8
53637789 1043612
1021.57319 1584.00000 64.49326
R-Square Adj R-Sq
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
F Value
Pr > F
51.40
<.0001
0.85381 0.83720
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
Intercept UD
1 1
-3276.62 -0.08083
864.7247 0.020168
-3.79 -0.42
UL
1
0.107929
0.030284
3.56
CKRTD
1
0.063633
0.237618
0.27
AKRT
1
1448.275
275.8050
5.25
PGLN
1
8.075176
51.38987
0.16
t Value
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Pr>|t| Label 0.0005 Intercept 0.6799 upah dalam usaha 0.0009 upah luar usaha 0.7901 cur krj RT dlm usaha <.0001 angkatan kerja RT 0.8759 pengalaman usaha
2.009277 50 -0.00491
102
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
KPRT KPRT kons pangan RT
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 47 49
2.212E15 3.04E15 5.321E15
1.106E15 6.467E13
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
8041791.85 24133512.0 33.32210
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
17.11
<.0001
0.42127 0.39664
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
Intercept TYRT
1 1
3874850 0.129714
3682641 0.058279
1.05 2.23
TANG
1
2903355
673498.1
4.31
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
t Value
Variable Pr>|t| Label 0.2981 Intercept 0.0309 tot pndptn RT <.0001 tot anggota RT
1.923415 50 0.033218
103
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
KNPRT KNPRT kons non pangan RT
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 46 49
1.387E14 1.415E14 2.775E14
4.625E13 3.076E12
1753839.82 5342381.00 32.82880
R-Square Adj R-Sq
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
F Value
Pr > F
15.04
<.0001
0.49509 0.46216
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
Intercept TYRT
1 1
430718.4 0.046323
829329.6 0.013422
0.52 3.45
IED
1
-0.06925
0.321677
-0.22
TANG
1
637241.7
216702.7
2.94
t Value
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Pr>|t| Label 0.6060 Intercept 0.0012 tot pndptn RT 0.8305 investasi pendidikan 0.0051 tot anggota RT
2.315194 50 -0.16175
104
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
IED IED investasi pendidikan
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 45 49
6.841E13 4.318E13 1.134E14
1.71E13 9.596E11
979590.450 2501532.00 39.15962
R-Square Adj R-Sq
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
F Value
Pr > F
17.82
<.0001
0.61303 0.57864
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Intercept TYRT
1 1
-1392554 0.021147
TEDK
1
EDRT UMP
Standard Error
t Value
Pr>|t|
769239.7 0.007373
-1.81 2.87
0.0769 0.0063
383188.6
85195.22
4.50
<.0001
1
136434.2
61027.50
2.24
0.0304
1
18925.53
19249.49
0.98
0.3308
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.957364 50 0.020879
Variable Label Intercept tot pndptn RT tot anak sekolah pendidikan rata2 RT umur pengusaha
105
Lampiran 5. Lanjutan
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
DEP DEP penyusutan
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 45 49
2.652E11 1.761E11 4.557E11
6.63E10 3.9139E9
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
62561.1143 202700.000 30.86389
F Value
Pr > F
16.94
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.60090 0.56543
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr>|t|
Intercept TYRT
1 1
-23718.5 0.002599
54994.55 0.000847
-0.43 3.07
0.6683 0.0037
UMPROD
1
240.8682
2939.288
0.08
0.9351
PGLN
1
7471.594
2654.860
2.81
0.0072
TAB
1
-0.00081
0.001075
-0.75
0.4557
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.438614 50 0.280124
Variable Label Intercept tot pndptn RT umur alat produksi pengalaman usaha tabungan
106
Lampiran 6. Data yang Digunakan Untuk Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Usaha Kecil Kerupuk n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Q 127 400 18 200 54 600 72 800 62 400 91 000 36 400 18 200 36 400 54 600 72 800 127 400 127 400 81 900 109 200 14 560 36 400 91 000 72 800 54 600 72 800 127 400 36 400 36 400 145 600 54 600 36 400 54 600 72 800 109 200 18 200 27 300 36 400 72 800 29 120 18 200 72 800 29 120 109 200 36 400 72 800 72 800 145 600 14 560 36 400 36 400 27 300 72 800 54 600 72 800
HQ 3 700 4 350 4 350 3 700 3 700 4 350 4 400 4 400 4 400 3 700 3 700 3 700 3 700 3 700 3 700 4 400 4 300 3 700 3 700 3 700 3 700 4 300 3 700 3 700 4 300 3 700 3 700 3 700 3 700 3 700 6 000 5 000 5 000 5 000 5 000 5 000 5 000 6 000 5 000 5 000 5 000 5 000 5 000 5 000 6 000 5 000 5 000 5 000 5 000 5 000
CKRTD 6 552 5 096 6 052 5 430 5 520 8 200 5 500 4 732 5 096 4 300 6 720 6 420 6 310 6 010 6 230 5 300 6 210 6 552 5 320 8 008 4 732 9 340 4 368 5 096 9 800 4 320 5 460 4 200 5 510 6 300 4 368 4 600 5 200 5 400 4 620 4 300 5 420 4 820 6 120 5 210 5 400 5 420 7 210 4 100 5 200 5 220 4 610 5 420 6 552 7 240
CKLRTD 22 568 4 368 13 104 17 826 17 680 18 200 10 920 4 368 10 850 13 192 15 640 20 928 20 380 19 464 21 656 0 10 000 18 832 19 100 8 096 18 376 19 120 10 192 10 192 36 400 10 192 9 464 10 192 18 560 19 656 5 096 4 368 5 368 14 096 0 4 368 5 824 0 7 644 3 640 0 12 184 31 648 2 912 9 824 11 368 4 368 18 912 11 824 17 280
TCKD 29 120 9 464 19 156 23 256 23 200 26 400 16 420 9 100 15 946 17 492 22 360 27 348 26 690 25 474 27 886 5 300 16 210 25 384 24 420 16 104 23 108 28 460 14 560 15 288 46 200 14 512 14 924 14 392 24 070 25 956 9 464 8 968 10 568 19 496 4 620 8 668 11 244 4 820 13 764 8 850 5 400 17 604 38 858 7 012 15 024 16 588 8 978 24 332 18 376 24 520
CKRTL 0 0 0 2 520 0 0 0 1 440 0 0 2 880 0 2 700 0 0 1 080 9 000 0 0 0 2 880 8 880 0 0 6 000 0 0 3 600 0 0 0 8 880 0 0 5 400 2 700 0 5 760 0 0 3 600 2 700 0 0 2 700 0 3 600 2 880 0 0
YRTL 0 0 0 3 600 000 0 0 0 5 400 000 0 0 7 200 000 0 6 000 000 0 0 3 600 000 22 500 000 0 0 0 5 400 000 20 400 000 0 0 15 000 000 0 0 3 600 000 0 0 0 20 400 000 0 0 12 000 000 6 000 000 0 3 600 000 0 0 3 600 000 6 000 000 0 0 6 000 000 0 3 600 000 7 200 000 0 0
YNON
KPRT 32 723 600 12 376 000 25 298 000 38 220 000 39 494 000 11 180 000 10 920 000 42 120 000 38 740 000 23 400 000 36 920 000 16 120 000 37 960 000 27 560 000 10 000 000 39 520 000 0 11 960 000 0 38 220 000 0 10 920 000 5 000 000 39 520 000 0 18 720 000 10 000 000 37 960 000 0 38 220 000 5 000 000 10 920 000 7 000 000 11 960 000 0 43 940 000 5 000 000 23 660 000 5 000 000 34 320 000 7 000 000 32 760 000 5 000 000 26 000 000 0 22 360 000 5 000 000 29 250 000 5 000 000 24 570 000 5 000 000 16 016 000 0 16 120 000 0 14 924 000 0 26 572 000 5 000 000 15 886 000 0 18 668 000 0 18 564 000 0 13 780 000 0 13 520 000 0 26 806 000 0 23 400 000 0 14 560 000 5 500 000 18 720 000 7 000 000 18 044 000 0 13 260 000 0 16 120 000 0 17 940 000 0 15 964 000 0 5 000 000 5 000 000 6 500 000 4 500 000 0 0 7 000 000 5 000 000 5 000 000 0 0 5 000 000 0
107
Lampiran 6. Lanjutan n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
KNPRT 6 456 250 4 939 800 8 566 000 5 400 000 5 358 000 4 500 000 5 500 000 7 100 000 5 100 000 5 100 000 7 120 000 5 250 000 7 650 000 8 300 000 6 150 000 3 200 000 8 520 000 5 500 000 5 150 000 5 300 000 7 650 000 4 520 000 5 500 000 3 600 000 13 100 000 4 750 000 4 150 000 5 650 000 10 300 000 6 250 000 960 000 10 467 000 3 650 000 5 120 000 1 830 000 2 860 000 4 650 000 1 674 000 5 650 000 3 150 000 4 130 000 5 340 000 6 743 000 1 240 000 6 780 000 3 240 000 1 530 000 4 760 000 3 205 000 4 510 000
IED 2 344 000 1 038 000 1 718 600 1 200 000 2 285 000 0 0 2 510 000 3 560 000 3 100 000 4 230 000 2 500 000 4 200 000 3 520 000 2 500 000 0 4 850 000 0 3 350 000 3 300 000 2 800 000 5 450 000 0 0 5 560 000 3 240 000 2 750 000 2 800 000 2 120 000 2 500 000 0 3 550 000 3 100 000 3 395 000 3 226 000 0 3 320 000 3 220 000 4 450 000 3 050 000 0 3 750 000 3 570 000 2 760 000 3 245 000 2 974 000 2 674 000 0 2 240 000 3 127 000
DEP 250 000 125 000 210 000 250 000 230 000 320 000 150 000 100 000 150 000 200 000 375 000 350 000 350 000 100 000 250 000 50 000 375 000 300 000 225 000 200 000 150 000 400 000 150 000 200 000 450 000 200 000 150 000 150 000 200 000 200 000 50 000 50 000 250 000 200 000 100 000 100 000 150 000 50 000 300 000 200 000 200 000 225 000 300 000 50 000 200 000 150 000 100 000 250 000 200 000 200 000
AKRT 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 5 2 2 2 2 5 2 2 5 2 2 3 2 3 2 5 2 2 5 4 2 4 2 2 3 4 2 2 3 2 3 4 2 2
UMP 47 40 50 37 38 54 25 45 40 42 45 56 47 47 50 30 60 52 40 54 45 57 25 27 53 43 40 45 50 55 40 55 47 39 49 46 56 45 56 45 43 48 60 40 38 49 48 50 45 68
PGLN 20 18 20 20 15 25 10 10 15 10 20 22 21 20 25 12 20 25 15 20 20 28 10 12 25 10 13 15 22 20 14 10 18 20 12 10 21 14 26 18 20 20 26 16 16 18 15 20 15 25
EDRT 6 3 6 0 6 6 6 6 9 6 6 6 12 6 6 3 12 6 6 6 9 9 6 6 9 12 6 6 6 6 9 12 6 9 9 3 9 6 12 9 6 12 3 6 5 6 6 6 6 9
TANG 6 4 8 4 5 3 3 7 7 7 7 4 7 8 6 3 8 2 5 4 7 7 3 3 9 7 5 6 8 4 2 9 6 6 6 7 4 6 5 4 3 7 4 5 6 5 4 4 5 4
UD 23 333.33 17 500.00 15 000.00 12 000.00 12 000.00 20 000.00 11 666.67 17 500.00 35 000.00 15 000.00 12 000.00 35 000.00 23 333.33 45 000.00 20 000.00 15 000.00 10 000.00 25 000.00 40 000.00 15 000.00 20 000.00 17 500.00 10 000.00 10 000.00 16 000.00 15 000.00 10 000.00 15 000.00 12 000.00 20 000.00 4 500.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 10 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00 15 000.00
UL 0 0 0 10 000 0 0 0 15 000 0 0 20 000 0 20 000 0 0 10 000 20 000 0 0 0 15 000 20 000 0 0 20 000 0 0 10 000 0 0 0 25 000 0 0 20 000 20 000 0 20 000 0 0 10 000 20 000 0 0 20 000 0 10 000 20 000 0 0
108
Lampiran 6. Lanjutan n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
TEDK 3 1 4 1 3 0 0 3 5 4 5 4 5 6 3 0 5 0 5 6 3 4 0 0 3 4 3 3 3 3 0 4 4 4 5 0 5 5 6 5 6 5 1 5 5 4 5 6 4 4
TEP HTEP 127 436 2 700 18 200 2 800 54 612 2 800 72 824 2 700 62 424 2 700 91 024 2 800 36 412 2 700 18 200 2 800 36 412 2 700 54 612 2 700 72 824 2 700 127 436 2 700 127 436 2 700 81 924 2 700 109 224 2 700 14 560 2 700 36 400 2 700 91 012 2 700 72 812 2 700 54 612 2 700 72 824 2 700 127 436 2 700 36 400 2 700 36 412 2 700 145 636 2 700 54 612 2 700 36 400 2 700 54 612 2 700 72 824 2 700 109 236 2 700 10 950 3 300 18 250 3 300 23 725 3 300 47 450 3 300 18 250 3 300 9 125 3 300 47 450 3 300 18 250 3 300 73 000 3 300 23 725 3 300 47 450 3 300 47 450 3 300 94 900 3 300 8 213 3 300 25 550 3 300 23 725 3 300 18 250 3 300 47 450 3 300 36 500 3 300 47 450 3 300
BTK 33 580 000 6 387 500 21 900 000 10 950 000 21 900 000 36 500 000 12 775 000 6 387 500 12 775 000 17 520 000 4 380 000 33 580 000 35 587 500 24 455 000 30 660 000 0 0 24 820 000 21 170 000 4 380 000 25 550 000 51 100 000 11 680 000 11 680 000 58 400 000 17 520 000 11 680 000 17 520 000 21 900 000 30 660 000 24 090 000 9 125 000 16 425 000 10 950 000 0 9 125 000 10 950 000 0 16 425 000 7 300 000 0 9 125 000 21 900 000 7 300 000 25 550 000 16 425 000 9 125 000 10 950 000 18 250 000 18 250 000
BBM 27 375 000 5 840 000 11 680 000 2 585 417 10 341 667 23 360 000 11 680 000 5 840 000 11 680 000 21 900 000 10 220 000 27 375 000 27 375 000 10 950 000 23 360 000 5 475 000 11 680 000 10 950 000 10 950 000 10 950 000 10 950 000 27 375 000 5 475 000 5 475 000 36 500 000 21 900 000 5 475 000 21 900 000 10 341 667 23 360 000 5 475 000 4 562 500 5 475 000 9 125 000 9 125 000 10 950 000 9 125 000 9 125 000 7 300 000 5 475 000 9 125 000 9 125 000 18 250 000 5 475 000 5 475 000 5 475 000 4 562 500 9 125 000 7 300 000 9 125 000
BLL UMPROD 19 612 667 10 3 328 887 10 6 875 036 12 4 489 500 8 8 979 000 15 11 378 875 10 6 664 900 10 3 328 887 10 6 664 900 15 7 300 000 10 8 979 000 20 19 612 667 14 19 612 667 12 9 307 500 10 15 482 083 10 3 285 435 12 6 664 900 10 13 419 833 15 12 020 667 15 6 875 036 10 18 712 333 10 28 616 000 14 5 599 274 10 5 599 274 12 34 857 500 14 7 300 000 10 5 599 274 13 7 300 000 15 8 979 000 15 15 482 083 20 33 032 500 14 52 012 500 10 67 525 000 10 164 250 000 10 62 962 500 12 26 280 000 10 165 345 000 10 62 962 500 14 223 745 000 15 67 525 000 12 164 250 000 20 165 345 000 10 323 755 000 14 21 352 500 16 73 730 000 16 69 350 000 18 57 487 500 15 168 995 000 10 119 537 500 15 165 345 000 20
AST 2 450 000 2 000 000 2 180 000 1 480 000 1 480 000 2 300 000 2 000 000 2 000 000 2 000 000 1 110 000 1 500 000 2 500 000 2 300 000 2 000 000 2 000 000 2 000 000 2 000 000 1 500 000 2 000 000 1 500 000 2 000 000 3 000 000 2 000 000 2 000 000 3 000 000 1 500 000 2 000 000 2 000 000 2 000 000 2 000 000 1 000 000 1 000 000 9 000 000 3 000 000 500 000 2 000 000 3 000 000 3 000 000 3 000 000 1 000 000 3 000 000 3 000 000 3 000 000 1 000 000 1 000 000 1 000 000 1 000 000 3 000 000 3 000 000 3 000 000
TAB 4 961 283 -825 187 13 348 764 19 740 283 -21 752 467 53 743 925 14 157 700 -25 866 387 -11 822 300 -18 952 400 7 711 200 22 515 133 5 567 633 -2 357 300 1 213 117 4 381 565 10 430 100 25 057 767 -14 618 067 4 842 564 -15 637 133 68 461 800 2 075 726 4 853 326 55 055 300 -19 002 400 -22 724 274 -22 912 400 -2 105 467 8 290 717 -14 792 500 -2 662 000 -3 733 500 -1 745 000 5 207 500 -8 999 500 2 989 000 22 395 500 28 666 000 3 227 500 19 790 000 -6 301 000 16 912 000 -7 038 750 11 885 000 -4 950 500 -8 864 000 4 415 000 -16 122 500 -9 106 000