ANALISIS PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM MENGHADAPI PENSIUN PEGAWAI DI KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA (STUDI DI TAHUN 2014) Nurika Purnamasari; Muh. Azis Muslim Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik E-mail:
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Banyaknya pegawai negeri sipil yang akan memasuki batas usia pensiun membuat Kementerian Dalam Negeri harus menyiapkan strategi untuk tetap dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi. Skripsi ini membahas mengenai perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dalam menghadapi pensiun pegawai. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini secara garis besar menggambarkan bahwa strategi yang diambil Kementerian Dalam Negeri dalam menghadapi pensiun pegawai yaitu optimalisasi pegawai, pelaksanaan redistribusi pegawai, penggunaan tenaga tambahan, dan perencanaan karier dalam menyiapkan talent pool.
Kata Kunci: Batas Usia Pensiun, Pensiun, Perencanaan pegawai negeri sipil
ABSTRACT The number of civil servants who will enter the retirement age limit makes the Ministry of Home Affairs should prepare a strategy to continue to carry out the duties and functions of the organization. This research discussed about the planning carried out by the Ministry of Home Affairs in the face of employee pensions. This descriptive research uses qualitative method. Based on the result, it is concluded that strategy taken by the Ministry of Home Affairs in the face ofemployee pension is optimizing employees, employees redistribution implementation, use of additional personnel, and career planning in preparing the talent pool.
Keyword: Civil servants planning, pension, retirement age limit.
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
PENDAHULUAN Pasca reformasi politik yang terjadi pada tahun 1998 telah menuntut adanya pembenahan atau perbaikan dari sisi birokrasi. Perbaikan atau reformasi birokrasi ini merupakan cara untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan diwujudkannya tata kelola pemerintahan yang baik tersebut diharapkan sistem penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien. Namun, tata kelola pemerintahan yang baik atau sering pula disebut “good governance” bukan hanya akan dapat terjadi bila para politisi benar-benar jujur dan bertanggung jawab, tetapi bila pegawai negeri atau sering disingkat sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) bekerja secara efisien dan produktif (Prijono, 2011). Sebagaimana pada kenyataannya, kondisi SDM PNS sebagai pelayan publik saat ini masih jauh dari kata profesional. Hal ini terlihat dari rendahnya kinerja pegawai yang ada, kurang baiknya pelayanan yang diberikan, rendahnya gaji yang diterima, maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di kalangan PNS, tidak efektifnya pelaksanaan diklat pegawai, tidak jelasnya jenjang karier PNS dan masih banyak gambaran lainnya yang menunjukkan masih kurang baiknya potret PNS di Indonesia (Sulistyo, 2007). Selain itu, pengelolaan pegawai saat ini masih belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan serta tugas dan fungsi pada suatu posisi atau jabatan. Hal ini kemudian dinilai hanya dapat membebani anggaran negara, dimana pertumbuhan PNS dari tahun ke tahun yang cukup signifikan meningkat. Kenaikan anggaran belanja pegawai setiap tahunnya tersebut akan tetapi belum diiringi dengan peningkatan kinerja pegawai yang baik. Kondisi tersebut kemudian menghasilkan suatu rancangan bahwa diperlukannya suatu sistem pengelolaan pegawai yang dapat bekerja secara profesional guna menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Maka dari itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan kebijakan moratorium (penundaan sementara) penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil sebagai wujud dari pelaksanaan reformasi birokrasi dan pengoptimalan kinerja aparatur dan efisiensi anggaran melalui penataan organisasi, penataan sumber daya aparatur serta penataan sistem prosedur kerja. Moratorium penerimaan pegawai negeri sipil tersebut diberlakukan pada tanggal 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012 untuk seluruh kementerian dan lembaga. Pelaksanaan kebijakan moratorium penerimaan pegawai negeri sipil tersebut memberikan pengaruh kepada setiap kementerian dan lembaga untuk memperhatikan formasi dalam
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
pengadaan PNS. Penetapan formasi dalam pengadaan PNS tersebut bertujuan agar kementerian dan lembaga dapat mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pada masing-masing organisasi. Setelah kebijakan masa moratorium penerimaan pegawai selesai, maka hal tersebut tidak menjadikan semua kementerian dan lembaga dapat langsung melakukan proses penerimaan calon pegawai negeri sipil. Dalam pelaksanaan penerimaan pegawai negeri sipil setiap kementerian dan lembaga harus membuat perhitungan kebutuhan pegawai dan menetapkan formasi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan PNS di lingkungan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah maka diperlukan perencanaan kepegawaian untuk menentukan jumlah dan kualitas pegawai guna memenuhi kebutuhan baik dalam arti jumlah maupun dalam arti kualitas untuk masa kini maupun masa yang akan datang (Musanef, 1996:4). Untuk menentukan jumlah pegawai saat ini, dilakukan dengan menghitung jumlah riil pegawai yang ada pada setiap unit organisasi yang dimiliki. Kemudian untuk menentukan jumlah pegawai untuk masa yang akan datang, dilihat proyeksinya minimal lima tahun kedepan. Hal ini agar dapat melihat block grand atau rencana strategis suatu kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Dalam proyeksi lima tahun kedepan, estimasi jumlah pegawai yang akan keluar melalui proses alami yaitu dilihat dari jumlah pegawai yang akan mencapai batas usia pensiun di database pegawai setiap tahunnya ikut menjadi perhitungan. Pasalnya hal tersebut akan menjadi penambah usulan kebutuhan calon pegawai. Dengan adanya perencanaan pegawai tersebut maka akan terjadinya kesesuaian antara jumlah dan komposisi pegawai dengan kebutuhan masing-masing unit kerja yang telah ditata berdasarkan visi, misi, sehingga pegawai memiliki kejelasan tugas dan tanggung jawab. Kementerian Dalam Negeri sebagai kementerian yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara maka harus didukung dengan sumber daya manusia yang profesional dan berkualitas tinggi. Untuk mendukung pencapaian visi pemerintahan dalam negeri secara keseluruhan, Kementerian Dalam Negeri didukung oleh PNS yang berjumlah 4.661 orang. Berikut jumlah distribusi PNS menurut kelompok umur yang ada pada Kementerian Dalam Negeri:
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
Tabel 1. Distribusi PNS Berdasarkan Kelompok Usia dan Unit Organisasi Kementerian Dalam Negeri No.
Unit Organisasi
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SETJEN ITJEN DITJEN KESBANGPOL DITJEN PUM DITJEN OTDA DITJEN BINA BANGDA DITJEN PMD DITJEN DUKCAPIL DITJEN KEUDA BPP BADAN DIKLAT IPDN SEKRETARIAT KORPRI Total
678 221 222 249 272 304 440 361 204 151 490 1056 13 4661
17-25 26-30 31-35 36-40 41-45 47 81 106 81 118 5 38 31 18 24 5 37 41 32 21 5 42 43 39 30 4 30 55 41 33 4 23 41 34 47 6 58 63 37 56 4 17 16 33 27 7 36 43 29 30 3 17 13 11 31 7 48 55 34 72 94 33 62 136 274 0 0 1 3 1 191 460 570 528 764
Usia (Tahun) 46-50 51-55 56 57-59 60 61-64 65 66-69 ≥70 132 100 2 10 1 0 0 0 0 28 66 4 7 0 0 0 0 0 36 48 1 0 0 1 0 0 0 46 43 0 1 0 0 0 0 0 43 63 0 3 0 0 0 0 0 68 74 9 4 0 0 0 0 0 115 99 2 4 0 0 0 0 0 109 152 0 3 0 0 0 0 0 26 30 3 0 0 0 0 0 0 31 35 0 9 0 1 0 0 0 123 136 6 6 0 2 1 0 0 208 136 16 34 22 39 1 1 0 2 6 0 0 0 0 0 0 0 967 988 43 81 23 43 2 1 0
Sumber: Biro Kepegawaian Kementerian Dalam Negeri, 2013 Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa komposisi jumlah PNS di Kementerian Dalam Negeri berdasarkan kelompok umur dan unit organisasi mencapai jumlah terbanyak untuk range usia 51- 55 tahun yaitu sebesar 988 orang atau 21.20%. Selain itu, sebanyak 193 orang sudah berada di atas usia 55 tahun. Saat ini, pemerintah melalui Undang-undang Aparatur Sipil Negara No. 5 Tahun 2014 sudah menaikkan batas usia pensiun, yaitu 58 tahun bagi pejabat administrasi dan 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi. Meskipun saat ini sudah ditetapkannya perpanjangan batas usia pensiun tersebut, Kementerian Dalam Negeri perlu melakukkan perencanaan pegawai dalam menghadapi angka pensiun tersebut sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pegawai untuk memenuhi jabatan-jabatan yang kosong akibat pegawai yang pensiun. Hal ini mengingat bahwa cukup banyaknya pegawai Kementerian Dalam Negeri yang akan dan sudah memasuki batas usia pensiun. Apabila sampai pegawai tersebut pensiun dan belum ada yang mengisi kekosongan jabatan, hal ini dapat memberikan dampak buruk bagi Kementerian Dalam Negeri. Oleh karena itu, penelitian mengenai perencanaan pegawai perlu dilakukan agar tetap terciptanya sistem manajemen kepegawaian yang baik karena didasarkan pada perhitungan yang jelas sehingga tidak terjadinya kekosongan jabatan yang dapat mengakibatkan tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (overlap) antar pegawai. Begitupun dengan perencanaan sumber daya manusia dalam menghadapi pensiun pegawai, Kementerian Dalam Negeri harus sudah memiliki analisis proyeksi kebutuhan PNS selama lima tahun dan penyusunan formasi agar tetap bisa
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai dengan beban kerja, standar kemampuan, tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing pegawai. Penelitian ini dibatasi oleh dengan perumusan masalah, yaitu Bagaimana perencanaan sumber daya manusia dalam menghadapi pensiun pegawai di Kementerian Dalam Negeri. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perencanaan yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri dalam menghadapi kondisi banyaknya pegawai yang memasuki batas usia pensiun. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan pada dua aspek, yaitu pertama aspek akademis yang dapat memberikan dan memperluas khasanah pengetahuan mengenai perencanaan instansi pemerintah dalam menghadapi angka pensiun serta dapat dijadikan sebagai referensi dan perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dalam tema sejenis, dan aspek praktis dapat memberikan saran-saran yang mendukung kepada kementerian-kementerian, khususnya pada Kementerian Dalam Negeri terkait dengan perencanaan dan penetapan formasi pegawai negeri sipil sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pegawai akibat adanya pegawai yang pensiun.
TINJAUAN TEORITIS Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Sektor Publik Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberi pelayanan kepada masyarakat harus didukung oleh sumber daya manusia aparatur yang profesional dan kompeten (Irianto, 2011). Sebagaimana diketahui tersebut, kedudukan dan peranan sumber daya manusia aparatur yaitu pegawai negeri sipil (PNS) adalah sangat penting, dan berhasil atau tidaknya mission pemerintah tergantung dari aparatur negara, karena PNS merupakan aparatur negara untuk untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan nasional (Musanef, 1996:3). Manajemen sumber daya manusia pegawai negeri sipil (PNS) menyangkut berbagai hal mengenai mereka yang merupakan orang-orang sipil yang bertugas pada beraneka ragam organisasi pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah wilayah, pemerintah daerah, pemerintah desa, pegawai negeri sipil yang bertugas di lingkungan TNI/Polri, dan pegawai negeri sipil yang bertugas di luar negeri. Termasuk ke dalam lingkup manajemen sumber daya manusia PNS ini mereka yang ditugaskan dalam arti dipekerjakan atau diperbantukan di luar satuan
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
pangkalnya, terutama yang diperbantukan di badan-badan pemerintah, lembaga-lembaga semi pemerintah dan swasta nasional maupun internasional (Zainun, 2004:96). Perencanaan Pegawai Negeri Sipil Perencanaan kebutuhan pegawai merupakan salah satu fungsi utama manajemen kepegawaian yang intinya merupakan proses peramalan sistematis tentang permintaan dan penawaran pegawai untuk masa yang akan datang dalam suatu organisasi. Perencanaan kebutuhan pegawai dilaksanakan dengan berdasarkan beberapa hal berikut (Sedarmayanti, 2013:374): a. Memberdayakan secara optimal pegawai yang sudah ada dalam organisasi; b. Memperhatikan beban kerja yang ada saat ini dan memperkirakan beban kerja pada masa yang akan datang; c. Memperhatikan kualifikasi pendidikan dan pelatihan yang diperlukan institusi atau unit organisasi; d. Memperhatikan kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan pegawai, misalnya kebijakan minus growth atau zero growth dengan mempertahankan pegawai yang tersedia. Perencanaan pegawai dalam Pegawai Negeri Sipil disebut juga formasi Pegawai Negeri Sipil. Formasi adalah penetapan jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan berdasarkan atas keadaan yang riil (nyata), serta perkiraan perluasan organisasi, volume pekerjaan, yang harus dilaksanakan dengan tujuan agar organisasi itu mampu melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien serta berkelanggengan. Adapun dalam menentukan formasi pegawai negeri sipil, terdapat dua sistem yang digunakan, yaitu Sistem TOP (Tata Organisasi Personel) dan Sistem DSP (Daftar Susunan Personel) (Musanef, 1996:5). Disamping sistem yang digunakan dalam menentukan formasi pegawai negeri sipil, terdapat pula prinsip-prinsip yang harus digunakan dalam penyusunan formasi, yaitu jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, Perkiraan beban kerja (volume pekerjaan), Perkiraan kapasitas pegawai, Kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan, Jenjang, Jumlah Pangkat dan Jabatan, Alat yang tersedia, dan Organisasi. Kemudian, Setelah prinsip-prinsip dalam penyusunan formasi tersebut dipenuhi maka ada pula faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian formasi pegawai yaitu Pegawai yang akan pensiun, pegawai yang berhenti dengan hormat, pegawai yang berhenti tidak dengan hormat, pegawai yang meninggal, sisa lowongan formasi yang tidak dapat diisi sampai batas waktu yang telah ditetapkan (apabila ada), perluasan atau penyempitan
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
organisasi pada tahun yang akan dating, Modernisasi dan penambahan peralatan baru, serta Jabatan kosong yang belum terisi. (Musanef, 1996:6-11)
METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekenan dalam penelitian kualitatif oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih fokus pada proses daripada hasil akhir, yakni mengenai perencanaan sumber daya manusia dalam menghadapi pensiun pegawai di Kementerian Dalam Negeri. Tujuan dari penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif, karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan mengenai perencanaan sumber daya manusia dalam menghadapi pensiun pegawai di Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan manfaat dari penelitian ini termasuk jenis penelitian murni, karena penelitian ini dilakukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dimana peneliti memiliki kebebasan untuk menentukan permasalahan yang akan diteliti. berdasarkan dimensi waktu maka penelitian ini masuk kedalam klasifikasi penelitian cross sectional karena penelitian ini hanya digunakan dalam waktu yang tertentu, dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. Kemudian, berdasarkan teknik pengumpulan data penelitian ini termasuk kedalam penelitian lapangan karena penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dengan para informan yang telah dipilih yang memahami masalah yang akan diteliti
dan menguasai data dan informasi terkait dengan
penelitian yang dilakukan, terdiri dari: 1. Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Dalam Negeri, yaitu Bapak Drs. Muhamad Nur, ME 2. Kepala Bagian Perencanaan Kepegawaian Kementerian Dalam Negeri, yaitu Bapak Dian Andy Permana, M.Si 3. Kasubbag Formasi dan Perencanaan Kepegawaian Kementerian Dalam Negeri, yaitu Ibu Amaliani Trimurti, M.Si, 4. Kassubag Pemindahan, Pemberhentian dan Pensiun Biro Kepegawaian Kementerian Dalam Negeri, yaitu Bapak Agus Salim 5. Kepala Subbagian Jabatan Fungsional, yaitu Bapak Sedyo Budi Utomo
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
6. Kepala Bidang Perencanaan SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yaitu Drs. Syamsul Rizal
Teknik analisis data yang digunakan adalah yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis antar variabel yang sedang diteliti. Tujuan dari dilaksanakannya analisis data ini adalah agar peneliti mendapatkan makna hubungan variabel-variabel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Proses analisis data pada penelitian ini diawali dengan pengumpulan data mentah yang didapat melalui wawancara kepada key informan yang dianggap compatible terhadap penelitian dan juga melalui studi pustaka untuk kemudian dilakukan transkrip data dimana hasil wawancara diubah menjadi data berbentuk teks untuk memilih informasi yang dianggap sesuai dengan permasalahan penelitian serta mempermudah menemukan data kunci di dalam proses pembuatan koding. Data kunci yang ditemukan kemudian dikategorisasikan dan dianalisis untuk kemudian mendapatkan penyimpulan sementara. Setelah itu dilakukan proses cross check terhadap sumber-sumber data yang berbeda (triangulasi) untuk meningkatkan akurasi penelitian dan sampai pada kesimpulan akhir dari penelitian tersebut. HASIL PENELITIAN Kekosongan jabatan yang diakibatkan pegawai yang pensiun dapat memberikan dampak bagi kegiatan keseluruhan Kementerian Dalam Negeri sehingga diperlukan rencana dalam menghadapi angka pensiun tersebut. Adapun perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri yaitu pertama, optimalisasi pegawai yang ada sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi pegawai. Kedua, redistribusi dan perputaran pegawai yang dilakukan baik antar unit kerja maupun antar instansi. Ketiga, penggunaan tenaga tambahan sebagai pemenuhan target organisasi yang tetap berjalan. Keempat, perencanaan karier sebagai bentuk persiapan pegawai untuk menduduki suatu jabatan. PEMBAHASAN Pelaksanaan perencanaan pegawai negeri sipil di Kementerian Dalam Negeri dijalankan sesuai dengan instrumen atau format yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Namun, dalam pelaksanaan suatu kewajiban diketahui pula bahwa pemenuhannya ditentukan dengan berbagai
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
peraturan pemerintahan yang berlaku, salah satunya yaitu adanya kebijakan moratorium penerimaan pegawai negeri sipil dalam bidang kepegawaian di setiap kementerian/lembaga serta pemerintah daerah di Indonesia. Kementerian Dalam Negeri sebagai bagian dari suatu sistem kepegawaian secara nasional yang ikut dalam melaksanakan kebijakan moratorium tersebut pasalnya juga mengalami penundaan penerimaan pegawai. Hal ini kemudian mengakibatkan berkurangnya pertumbuhan PNS di Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, didominasinya usia PNS di Kementerian Dalam Negeri pada usia 51-55 tahun menggambarkan bahwa minimal dalam lima tahun ke depan akan terjadinya kondisi dimana pegawai-pegawai tersebut telah memasuki batas usia pensiun. Untuk menghadapi kondisi tersebut Kementerian Dalam Negeri melakukan perencanaan sumber daya manusia dalam menghadapi pensiun pegawai dalam empat langkah, yaitu:
Pelaksanaan Optimaliasasi Pegawai Terdapatnya kekosongan jabatan akibat pegawai yang pensiun maupun belum terpenuhinya kebutuhan pegawai dari formasi yang diajukan dapat mengakibatkan tertundanya suatu pekerjaan, dimana target organisasi harus tetap dijalankan. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kementerian Dalam Negeri melakukan optimalisasi pegawai terlebih dahulu untuk mengatasi keadaan tersebut. Pekerjaan yang sebelumnya direncanakan dibebankan kepada pegawai baru dapat diatasi dengan pembagian kerjaan yang dilakukan secara bersama-sama maupun dilimpahkan kepada beberapa pegawai lainnya. Namun, dalam pembagian kerjaan tersebut juga harus memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan yang akan dilimpahkan pekerjaan tersebut. Dalam hal kompetensi maka akan berhubungan dengan kapasitas dan keahlian seorang pegawai. Hal ini menjadi ikut diperhatikan dalam pembagian atau pelimpahan kerjaan agar tidak terjadinya kesenjangan kompetensi antara yang dimiliki pegawai dengan spesifikasi suatu jabatan. Selain itu, proses pendistribusian beban kerja akibat adanya pegawai yang pensiun tersebut juga dapat dilakukan secara vertikal (kepada atasannya). Penarikan beban kerja ke atas dapat juga dilakukan untuk memenuhi suatu pekerjaan. Penarikan ke atas tersebut dilakukan karena atasan memahami setiap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya, sehingga pekerjaan tetap terlaksana sesuai dengan tengat waktu yang ditetapkan. Selain itu, tidak dimungkinkannya
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
dalam satu garis vertikal adanya pegawai dengan jabatan struktural dalam kondisi tidak ada yang menjabat (kosong). Pelaksanaan Redistribusi Pegawai Setiap instansi dalam menghadapi kekosongan jabatan akibat adanya pegawai yang pensiun dapat melakukan perhitungan terlebih dahulu atas kekuatan pegawai yang dimilikinya untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi. Pemerataan pegawai di masing-masing komponen menjadi salah satu rekomendasi untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, sehingga akan menghasilkan kebijakan redistribusi pegawai. Redistribusi pegawai ini dilakukan untuk mencapai penataan pegawai (rightsizing). Redistribusi dilakukan dengan melihat komponen mana yang berlebih dan komponen mana yang masih mengalami kekurangan pegawai, atau instansi mana yang berlebih dan masih mengalami kekurangan. Redistribusi tersebut kemudian mengakibatkan adanya mutasi pegawai baik secara internal maupun eksternal untuk mengisi suatu jabatan, hal ini dikarenakan adanya jabatan yang harus segera diisi. Untuk jabatan yang dapat ditunggu, dalam hal ini beban kerjanya dapat dikerjakan secara bersama-sama atau dengan pelimpahan ke beberapa pegawai lainnya dapat dilakukan melalui proses penerimaan pengadaan CPNS setiap tahunnya, namun untuk jabatan yang harus segera diisi dapat dilakukan dengan proses mutasi dengan melihat kompetensi pegawai yang sesuai dengan syarat jabatannya. Kemudian dalam proses mutasi, diperlukannya perizinan dari kedua belah pihak komponen maupun instansi untuk melangsungkan proses mutasi seorang pegawai. Meskipun telah adanya perizinan dari kedua belah pihak, namun terdapat perbedaan dalam mekanisme mutasi untuk jabatan fungsional umum, fungsional tertentu maupun jabatan struktural. Jabatan Fungsional Umum merupakan jabatan yang pada umumnya melaksanakan kegiatan ketatausahaan atau tenaga administrasi. Seluruh pegawai yang tidak memiliki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu, diarahkan mempunyai jabatan fungsional umum dimana untuk kenaikan pangkatnya secara reguler tidak berdasarkan angka kredit. Sehingga mutasi untuk jabatan fungsional umum dimungkinkan untuk mutasi ke antar komponen sebagai penambahan kompetensi yang dimilikinya Hal tersebut berbeda dengan Jabatan Fungsional Tertentu yang ada, dimana dalam melaksanakan tugasnya pegawai tersebut didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu yang dimiliki oleh setiap pegawai yang ada. Sehingga dalam proses mutasi untuk jabatan
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
fungsional tertentu harus tetap sesuai dengan keahlian dan/atau keterampilan tertentu yang dimilikinya. Tidak boleh berubahnya jabatan tersebut dikarenakan setiap jabatan fungsional tertentu sudah ditentukan angka kreditnya yang merupakan satuan nilai dari kegiatan yang harus dicapai dan juga digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat. Selain jabatan fungsional, mutasi juga dapat terjadi untuk jabatan struktural, jabatan yang secara tegas disebutkan di dalam stuktur organisasi. Untuk jabatan struktural, mutasi dapat dilaksanakan juga melalui penilaian secara objektivitas yang dilakukan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT). Terkait dengan mutasi jabatan struktural tersebut, BAPERJAKAT dapat membantu untuk mewujudkan objektivitas penilaian dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian untuk pegawai negeri sipil. Namun, dalam proses mutasi dimungkinkan pula terjadi perpindahan dari jabatan struktural dan atau fungsional umum ke jabatan fungsional tertentu. Dimana perpindahan ke jabatan fungsional tertentu tersebut dapat mengakibatkan adanya perpanjangan batas usia pensiun karena mengikuti ketentuan yang berlaku untuk satu nama jabatan tertentu. Kemudian selain mutasi yang dilakukan secara internal yaitu antar bagian atau komponen, mutasi juga dapat dilakukan secara eksternal yaitu antar instansi maupun dari daerah sebagai wujud dari pemerataan pegawai negeri sipil yang ada di Indonesia. Dalam perpindahan antar instansi maupun dari daerah tersebut diperlukan test kompetensi, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki pegawai tersebut agar dapat ditempatkan pada jabatan yang sesuai
Penggunaan Tenaga Tambahan Besarnya suatu organisasi seringkali mempengaruhi tingkat kebutuhan tenaga kerja yang cukup tinggi pula dikarenakan jumlah kerjaan yang harus dikerjakan tidak sedikit. Tenaga kerja yang memadai dibutuhkan oleh suatu organisasi dikarenakan tenaga kerja sangat menentukan jalan dan berkembangnya suatu organisasi. Di instansi pemerintah ataupun daerah, disamping pegawai yang merupakan pegawai negeri sipil itu sendiri, terdapat tenaga kerja lain untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, yaitu tenaga honorer dan tenaga outsourcing. Tenaga honorer adalah seorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Penggunaan tenaga honorer ini diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2005 sebagaimana diubah terakhir kali menjadi Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2012. Kementerian Dalam Negeri merupakan salah satu kementerian yang tidak menggunakan tenaga honorer. Munculnya suatu kondisi dimana tenaga honorer menuntut agar diangkat menjadi seorang pegawai negeri sipil menjadi salah satu alasan kementerian tersebut tidak menggunakan tenaga honorer tersebut. Selain itu, penggunaan tenaga honorer tidak berdasarkan kualitas yang dimilikinya hal ini dikarenakan tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai kualitas dan kriteria yang harus dimiliki oleh tenaga honorer. Selain penggunaan tenaga honorer, penggunaan tenaga outsourcing juga kerap digunakan pada instansi pemerintah. Berbeda dengan tenaga honorer yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian, penggunaan tenaga outsourcing ini lebih ditekankan pada supporting dalam suatu proyek yang sedang dilakukan oleh komponen dalam instansi. Di Kementerian Dalam Negeri sendiri, dimana untuk penggunaan tenaga outsourcing ini sebelumnya sudah dilakukan perencanaan anggarannya untuk supporting suatu proyek. Penggunaan tenaga outsourcing dilakukan apabila sudah direncanakan dalam perencanaan anggaran terkait untuk supporting suatu proyek. Penggunaan tenaga outsourcing tersebut juga untuk membantu tenaga ahli atau konsultan dalam melakukan suatu proyek dikarenakan terjadinya kekurangan pegawai yang ada untuk menjalankan proyek tersebut. Kedudukan dan status tenaga outsourcing ini pun kemudian hanya berdasarkan proyek yang sudah dianggarkan sebelumnya berdasarkan kontrak kerja pengerjaan proyek tersebut, tidak untuk mengisi suatu jabatan pada komponen di instansi tersebut. Terkait dengan keseluruhan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, maka sesuai dengan Undang-undang No. 5 tahun 2014 mengenai Aparatur Sipil Negara mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas pemerintahan setiap instansi dapat menggunakan tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Keberadaan PPPK ini dapat menjadi solusi dalam mengisi suatu jabatan dalam suatu instansi dimana untuk PPPK ini sendiri di khususkan untuk tenaga ahli atau professional. Namun, pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi belum menyelesaikan turunan dari Undamg-Undang Aparatur Sipil Negara No. 5 tahun 2014 mengenai jabatan yang termasuk ke dalam PPPK. Pelaksanaan
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
pembuatan regulasi turunan dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara No.5 tahun 2014 diharapkan cepat diselesaikan agar dapat cepat terselenggaranya pemenuhan kebutuhan pegawai melalui tenaga PPPK. Hal ini dikarenakan penggunaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diperuntukan untuk tenaga-tenaga ahli, pelaksanaannya dilakukan dengan mengisi kebutuhan formasi dan melalui mekanisme pengadaan serta tes. Dengan adanya penyusunan kebutuhan melalui formasi dan adanya proses perekrutan melalui tes ini menjadikan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja menjadi berbeda dengan tenaga honorer dan outsourcing. Dengan penyusunan melalui formasi maka untuk anggaran belanja pegawai dapat diukur dan dimonitoring untuk pemberian kesejahterannya. Selain itu, dengan adanya perekrutan dengan sistem tes maka calon pegawai yang akan dihasilkan akan lebih sesuai dengan kompetensinya.
Perencanaan Karir (Career Planning) dalam Menyiapkan Talent Pool Dalam suatu organisasi, setiap pegawai akan dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut secara baik, pegawai harus mengetahui terlebih dahulu arah dan tujuan organisasi serta perannya untuk mencapai tujuan tersebut. Pengetahuan akan hal tersebut dapat menghasilkan penyusunan perencanaan karier bagi seorang pegawai untuk menentukan sasaran karier dan jalur yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut. Kementerian Dalam Negeri, pengetahuan dan pembekalan mengenai pola karier sudah dilakukan pada saat calon pegawai negeri sipil masuk. Melalui proses diklat dan pemagangan, seorang CPNS diharapkan dapat mengetahui hak dan kewajibannya serta sudah mengetahui pola karier atas jabatan yang akan didudukinya nanti. Dengan adanya proses orientasi kerja tersebut dapat membantu calon pegawai negeri sipil akan mengetahui mekanisme kerja di setiap komponen serta mengetahui pula untuk menduduki suatu jabatan tertentu prasyarat apa yang harus dipenuhi serta kompetensi apa yang harus dimilikinya yang kemudian diukur dengan standar kompetensi jabatan yang sudah ditetapkan. Untuk mengetahui standar kompetensi yang dimiliki oleh setiap pegawai, Biro Kepegawaian Kementerian Dalam Negeri sedang membuat assessment center dengan tujuan untuk memperoleh informasi profil setiap pegawai berbasis kompetensi. Pembuatan assessment center tersebut dapat menganalisis kompetensi yang dimiliki setiap pegawai dan dapat digunakan untuk perencanaan karier, mutasi jabatan dan pengembangan
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
karier pegawai. Assessment center tersebut dibangun bukan untuk menganalisis baik atau tidaknya kompetensi seorang pegawai namum menekankan pada rekomendasi yang harus dilakukan pihak manajemen terkait hasil kompetensi pegawai di Kementerian Dalam Negeri. Melalui adanya pembuatan assessment center ini maka dapat membantu instansi mengambil langkah terhadap perencanaan pegawai yang dimilikinya. Apabila kompetensi pegawai sudah memenuhi standar kompetensi jabatan yang sudah ditetapkan maka hal tersebut menjadi data talent pool yang dimiliki instansi. Sehingga jika ada suatu kebutuhan maka instansi sudah memiliki daftar pegawai yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang baik. Selain itu, untuk pegawai yang belum memenuhi dari standar kompetensi jabatan yang sudah ditetapkan maka dalam rangka mengisi kesenjangan kompetensi antara kompetensi yang dimiliki dengan standar kompetensi jabatan, dapat disusun rencana pembelajaran atau sertifikasi melalui diklat. Maka dari itu, melihat pentingnya suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pegawai, dalam tes penerimaan calon pegawai negeri sipil terdapat Tes Kompetensi Dasar (TKD). Hasil dari tes tersebut akan menjadi kompetensi dasar yang dimiliki oleh pegawai. Hal tersebut dibangun agar kedepannya semakin terciptanya aparatur sipil negara yang lebih baik.Kemudian, terkait dengan mutasi jabatan, sistem ini dapat mempelihatkan jabatan-jabatan yang kosong beserta syarat jabatan yang harus dimiliki oleh seorang pegawai yang akan menduduki jabatan tersebut, sehingga hanya orang-orang yang sesuai kompetensinya saja yang dapat duduk pada jabatan tersebut. Dengan adanya sistem tersebut, maka dalam proses mutasi seluruh komponen yang ada di Kemendagri dapat di detect oleh biro kepegawaian. Sehingga tidak hanya dari sisi administrasi syarat jabatan saja seperti pangkat dan jabatan yang harus memenuhi, tapi juga dari sisi kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.
SIMPULAN Kementerian Dalam Negeri sebagai bagian dari suatu sistem kepegawaian secara nasional ikut dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan, salah satunya adalah kebijakan moratorium penerimaan calon pegawai negeri sipil. Keadaan tersebut kemudian mengakibatkan berkurangnya pertumbuhan PNS di Kementerian Dalam Negeri, padahal target organisasi harus tetap dijalankan. Selain itu, didominasinya usia PNS di Kementerian Dalam Negeri pada usia 5155 tahun menggambarkan bahwa minimal dalam lima tahun ke depan akan terjadinya kondisi
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
dimana pegawai-pegawai tersebut telah memasuki batas usia pensiun yang dapat mengakibatkan kekosongan jabatan. Kekosongan jabatan yang diakibatkan pegawai yang pensiun dapat memberikan dampak bagi kegiatan keseluruhan Kementerian Dalam Negeri sehingga diperlukan rencana dalam menghadapi angka pensiun tersebut. Adapun perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri yaitu pertama, optimalisasi pegawai yang ada sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi pegawai. Kedua, redistribusi dan perputaran pegawai yang dilakukan baik antar unit kerja maupun antar instansi. Ketiga, penggunaan tenaga tambahan sebagai pemenuhan target organisasi yang tetap berjalan. Keempat, perencanaan karier sebagai bentuk persiapan pegawai untuk menduduki suatu jabatan.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti memiliki saran terkait perencanaan pegawai negeri sipil dalam menghadapi angka pensiun. Pertama, perlu adanya early warning system pada sistem kepegawaian (simpeg) di Kementerian Dalam Negeri terhadap pegawai yang akan memasuki batas usia pensiun. Dengan adanya early warning system pada sistem kepegawaian (simpeg) di Kementerian Dalam Negeri ini diharapkan pihak biro kepegawaian dapat melakukan regenerasi terhadap jabatan yang akan kosong tersebut dengan kompetensi yang minimal sama dengan pegawai sebelumnya. Kedua, perlu dilakukannya pengukuran beban kerja secara periodik agar organisasi dapat mengetahui dan menyesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi suatu pekerjaan yang dapat berpengaruh pada jumlah dan mutu pegawai negeri sipil yang diperlukan baik untuk perekrutan maupun optimalisasi pegawai yang ada. KEPUSTAKAAN
Irijanto, Yusuf. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik di Indonesia: Pengantar Pengembangan Model MSDM Sektor Publik dalam Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Volume 24 Nomor 4 Tahun 2011 Kementerian Dalan Negeri. (2013). Buku Statistik Kepegawaian Keadaan Desember 2013. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri Musanef. (1996). Manajemen Kepegawaian di Indonesia. Jakarta: Toko Gunung Agung
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014
Sedarmayanti. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT Refika Aditama Sulistyo, Agustinus. (2007). Sistem Pendayagunaan SDM Aparatur. Jakarta: Pusat Kajian Hukum dan Sistem Administrasi Negara Tjiptoherijanto, Prijono. (2011). Reformasi Perencanaan Kepegawaian, dalam Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Vol 5 No.2 November 2011 Zainun, Buchari. (2004). Administrasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia
Analisis perencanaan..., Nurika Purnamasari, FISIP, 2014