ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA REKSADANA SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE SHARPE DAN METODE TREYNOR
Oleh : Tri Kusuma Dewi NIM: 204081002241
KONSENTRASI MANAJEMEN KEUANGAN DAN PASAR MODAL PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI STARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430/2009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Tri Kusuma Dewi
TTL
: Indramayu, 18 Juli 1985
Alamat
: Pondok kacang timur, Gg Musollah No. 118 Rt.03/ 04, Ciledug - Tangerang
Telepon
: (021)73441952/ 98190830
Warga negara : Indonesia Status
: Belum Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan Agama
: Islam
Pendidikan: 1. Lulusan SDN Palmerah 15 Pagi, Tahun 1998 2. Lulusan SLTPN 75 Jakarta, Tahun 2001 3. Lulusan SMAN 112 Jakarta,Tahun 2004 4. Mahasiswi UIN Syarfhidayatullah (UIN) Jakarta
Organisasi yang pernah diikuti: 1. Anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), tahun 2004 2. Peserta PROPESA Ekstensi FEIS, tahun 2004 3. Peserta Seminar dan Simulasi Pasar Modal serta kunjungan ke BEJ, tahun 2006
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pasar modal adalah salah satu pilar ekonomi Indonesia yang dapat menjadi penggerak ekonomi nasional, melalui peranannya sebagai wahana sumber pembiayaan bagi perusahaan dan alternatif investasi bagi para pemodal. Pasar Modal (Capital Market) juga merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang biasa diperjual belikan baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri. Perkembangan pasar modal Indonesia yang semakin meningkat mempunyai peran penting dalam upaya penggalangan dana dan untuk menunjang perekonomian nasional. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemajuan pasar modal suatu negara terletak pada tingkat instrumen yang tersedia. Semakin maju pasar modal, maka semakin bervariasi instrumen pasar yang diperdagangkan di bursa. Ragam instrumen ini pada gilirannya akan menentukan tingkat likuiditas pasar yang pada tahap selanjutnya akan sangat menentukan apakah pasar modal tersebut akan diminati oleh investor atau tidak. Semakin banyak instrumen yang ditawarkan akan membuat banyak pilihan lagi bagi para pelaku pasar dan kemungkinan pasar akan semakin diminati oleh investor, baik lokal maupun asing. Salah satu instrumen pasar modal adalah investasi. Ada beberapa jenis investasi yaitu : Investasi Nyata (Real Investment) yang melibatkan
asset berwujud seperti tanah, mesin - mesin atau pabrik. Investasi finansial (Financial Investment) yang dibagi atas dua yaitu : Pasar Uang, seperti Deposito Berjangka, Negotiable Certificate Deposito (NCD), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) dan Pasar Modal seperti Saham, Obligasi.. Reksadana muncul karena umumnya investor mengalami kesulitan untuk melakukan investasi sendiri pada surat-surat berharga diatas. Kesulitan - kesulitan yang dihadapi investor antara lain adalah perlunya melakukan berbagai analisa dan memonitor kondisi pasar secara terus menerus yang sangat menyita waktu. Kesulitan lain adalah dibutuhkan dana yang lebih besar untuk dapat melakukan investasi pada surat - surat berharga diatas. Dilain pihak catatan historis menunjukkan dalam jangka waktu panjang, investasi pada surat - surat berharga dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada tabungan dan deposito. Selain itu Reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peranan pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Bapepam sesuai dengan peraturan yang telah dikeluarkan mengelompokkan jenis-jenis Reksadana kedalam empat kategori berdasarkan alokasi/komposisi investasi pada berbagai instrument. BAB I Undang-Undang No.8 tahun 1985 tentang pasar modal, reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal yang selanjutnya diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Dengan kata lain reksadana adalah wadah berinvestasi di pasar modal secara kolektif. Dana yang telah
dihimpun oleh manajer investasi tersebut disimpan dan diadminitrasikan oleh bank kostodian atau bank penyimpan. Menurut Peraturan No. IV.C.3 dalam Panduan Reksa Dana (1997) tentang Pedoman Pengumuman Harian NAB Reksa Dana Terbuka Reksa Dana dibedakan jenisnya berdasarkan konsentrasi portofolionya yaitu Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Pendapatan Tetap, Reksa Dana Saham Dan Reksa Dana Campuran. (M. Ramzi, 2005). Dalam perkembangannya reksadana, telah hadir juga reksadana Syariah yang dimaksudkan untuk memberikan alternatif investasi yang lebih luas terutama para pemodal muslim. Reksadana Syariah pada dasarnya adalah Islamisasi reksadana konvensional. Reksadana Syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal sebagai pemilik dana (shabul mal) untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi sebagai wakil shahibul mal menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam. Sebenarnya panduan bagi masyarkat muslim untuk berinvestasi pada produk ini sudah diberikan melalui fatwa DSN-MUI No.20 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Sayangnya produk investasi syariah yang lebih menguntungkan dari produk tabungan atau deposito perbankan syariah ini kurang tersosialisasi.( Aziz Budi Setiawan, 2008) Dapat dijadikan catatan bahwa kemunculan reksadana Syariah di Indonesia yang domotori oleh Dana Reksa syariah terbitan dari PT Danareksa Investment Management tanggal 25 Juni 1997 merupakan cikal
bakal kemunculan pasar modal syariah. Reksadana syariah mengandung pengertian sebagai reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada Syariat Islam. Instrumen investasi yang dipilih dalam portofolionya haruslah yang dikategorikan halal. Dikatakan halal, jika pihak yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti tidak melakukan riba, mayisir dan gharar. Jadi saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang dikeluarkan perusahaan yang berhubungan dengan produksi atau penjualan minuman keras, rokok, produk mengandung babi, bisnis hiburan berbau maksiat, bisnis senjata, perjudian, pornografi, dan sebagainya tidak dimasukkan ke dalam portofolio reksadana Syariah. Perbedaan yang paling nampak dari operasional reksadana Syariah dengan
reksadana
Konvensional
adalah
proses
screening
dalam
mengkonstruksi portofolio. Filterasi menurut prinsip Syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram. Proses cleansing atau filterasi terkadang juga menjadi ciri tersendiri, yaitu membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram, dengan membersihkannya sebagai charity. Di Indonesia sekarang ini, proses screening terhadap produk saham yang berprinsip syariah sudah tidak terlalu sulit lagi, karena sudah ada indeks saham berbasis syariah yaitu Jakarta Islamic Indeks (JII), yang dapat mempermudah pemilihan saham dan pengukuran kinerja investasi berbasis syariah.
Selain itu Instrumen pasar modal syariah lainnya yang sudah mulai marak adalah obligasi syariah, sedangkan pasar uang syariah sudah lebih dahulu berkembang dipelopori dengan pendirian Bank berbasis syariah dengan nama Bank Muamalat yang mulai beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1992.
Kegiatan investasi yang bernafaskan Islam khususnya reksadana
syariah akan menarik, terutama karena memberi keyakinan bahwa kegiatan investasi juga merupakan sebentuk kegiatan muamalah (keperdataan) dalam Islam. Reksadana syariah ini dapat dijadikan salah satu alternatif masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk ikut serta dalam kegiatan pasar modal dengan cara yang halal, sesuai syariat agama. Reksadana syariah hanya dapat berinvestasi pada instrumeninstrumen keuangan yang sesuai dengan syariah. Bila di investasikan pada saham adalah melalui penawaran umum dan pembagian deviden yang didasarkan pada tingkat laba usaha. Sedangkan bila ditempatkan pada deposito maka hanya ditempatkan pada deposito bank-bank syariah dan surat utang yang sesuai dengan syariah. Mengingat hal tersebut, Indonesia jelas merupakan pasar potensial untuk tumbuhnya investasi yang bersifat islami. Segencar apapun fatwa disebar luaskan melalui keuntungan dan resiko yang akan diterima, tetap menjadi pertimbangan pertama bagi investor untuk menanamkan modalnya. Tidak terkecuali para investor muslim dalam memutuskan untuk berinvestasi pada produk syariah. Dengan
semakin
maraknya
reksadana
syariah,
pengelolaan
portofolio semakin dikenal luas. Pengelolaan dan pembentukan portofolio
merupakan suatu pekerjaan yang rumit, karena karakteristik instrumen investasi yang dipilih dan tujuan harus tercapai sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. Pilihan instrumen investasi untuk dimasukan dalam portofolio merupakan pekerjaan yang rumit, karena mengandung resiko ketidakpastian dalam memperkirakan pendapatan perusahaan dan kondisi ekonomi pada waktu mendatang. Selain itu, hasil portofolio masih harus ditentukan oleh menggunakan sejumlah tolak ukur untuk memperhitungkan kinerja portofolio. Kinerja portofolio yang terjadi selama ini sebagian besar hanya didasarkan pada tingkat hasil yang diperoleh portofolio (portofolio rate of Performance) sedangkan return yang diperoleh juga seharusnya memasukan risiko sebagai salah satu faktor utama, sehingga dalam mengukur return yang diperoleh hasil rate of return yang terjadi setelah disesuaikan dengan risiko yang akan diterima. Metode penting yang menjadi dasar pengukuran dengan menggunakan risk adjusted Performance. Metode
penting
yang
menjadi
dasar
pengukuran
dengan
menggunakan risk adjusted Performance yaitu dengan menggunakan mekanisme per unit risk. Mekanisme dari perhitungan return disini berhubungan dengan tingkat hasil yang absolut pada tingkat risiko tertentu. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukan risiko adalah metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Pada penelitian ini peneliti akan lebih memfokuskan pada metode sharpe dan treynor.
Pengukuran sharpe lebih menekankan pada rasio variabilitas dari portofolio, pengukuran sharpe ini digunakan untuk melakukan pengukuran, terhadap risk premium dari portofolio yang relatif terhadap total resiko dari portofolio, dimana risk premium adalah excesses return yang dibutuhkan oleh investordalam menilai resiko. Sharpe ini digambarkan sebahai slope yang dibutuhkan oleh rata-rata (garis vertikal) dengan resiko (garis hoizontal) pada tingkat bebas resiko sebesar Rf. Semakin slope yang terjadi semakin besar maka akan semakin baik kinerja portofolionya. Sedangkan,
pengukuran
dengan
metode
Treynor
ini
lebih
menekankan kepada tingkat volatilitas portofolio. Secara umum dapat dinyatakan bahwa metode treynor merupakan hasil dari realisasi return portofolio dikurangi dengan tingkat bebas risiko yang dimilikinya kemudian hasil dari pengurangan tersebut dibagi dengan volatilitas return yang dinotasikan dalam beta (β) dari portofolio. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan utama kegiatan yang dilakukan oleh manajer investasi dalam mengelola reksadana syariah yang mempunyai karakteristik tingkat resiko kecil dengan tingkat pendapatan yang diberikan relatif kompetitif. Mengingat keberadan reksadana khususnya reksadana syariah di Indonesia tergolong masih relatif muda, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul: ”ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA REKSADANA SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE SHARPE DAN METODE TREYNOR”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah: 1. Apakah kinerja reksadana syariah dengan metode sharpe dan treynor, risk dan returnnya lebih baik atau lebih burukkah bila dibandingkan dengan tolak ukur (benchmark) pembandingnya? 2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja reksadana syariah yang menggunakan metode sharpe dengan kinerja reksadana syariah yang menggunakan metode treynor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah: a. Menganalisis apakah kinerja reksadana syariah berdasarkan metode sharpe dan metode treynor lebih bail atau lebih buruk daripada benchmark (JII dan SWBI). b. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan kinerja reksadana syariah menurut metode sharpe dan metode treynor.
2. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan ini adalah senagai berikut: a. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat melambah referensi, informasi dan wawasan teoritis khususnya masalah kinerja reksadana syariah
sehingga peneliti dapat menerapkan ilmu ekonomi dalam bidang Manajemen Keuangan dan pasar modal yang telah diperoleh selama masa perkuliahan. b. Bagi Akademik Sebagai penambah ilmu kepustakaan di bidang keuangan dan pasar modal. c. Bagi Investor Sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk memperoleh tambahan informasi untnuk nilai potensi perusahaan sehingga depat digunakan sebagai dasar dalam melakukan investasi. d. Bagi Perusahaan Sebagai bahan perimbangan dalam mengambil keputusan khususya dalam mengambil kebijakan dan berinvestasi di reksadana syariah. e. Bagi pihak lain Sebagai bahan masukan dan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
BAB II TI NJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal 1. Pengertian Pasar Modal Pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan dan wahana investasi bagi dunia usaha menengah dan kecil untuk mengembangkan usahanya. Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat dalam pengertian fisik yan terorganisasi dengan efek-efek yang diperdagangkan yang disebut bursa efek. Bursa efek (stock exchange) adalah suatu sistem terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek adalah setiap surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan, misalnya: surat pengakuan hutang, surat berharga komersial (Commercial paper), saham, obligasi, tanda bukti utang, bukti right (right issue), dan Waran (warrant). (Yoga Saltian, 2006:1) Definisi pasar modal menurut kamus pasar uang dan modal adalah pasar konkrit atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan memerlukan dana jangka panjang. Definisi lain tentang pasar modal (capital market) adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang (dana yang jatuh temponya lebih dari satu tahun) dan merupakan pasar yang konkrit. Pasar modal berbeda dengan pasar uang (money market). Pasar uang berkaitan dengan instrumen keuangan jangka pendek (jatuh
tempo lebih kecil dari satu tahun) dan merupakan pasar yang abstrak. Instrumen pasar uang biasanya terdiri dari berbagai jenis surat berharga jangka pendek seperti sertifikat deposito, commercial paper, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat Barharga Pasar Uang (SBPU).
2. Peran Pasar Modal Indonesia pasar modal mempunyai peranan yang sangat penting sebagai wahana penyaluran dana dari pemodal (pihak yang kelebihan dana) kepada perusahaan (pihak yang kekurangan dana) secara efisien. Tanpa ada pasar modal maka akses ke sumber dana yang tersedia secara efisien akan berkurang. Akibatnya, perusahaan akan menanggung biaya modal yang lebih tinggi, atau bahkan akan berdampak pada pengurangan kegiatan usahanya. Pada akhirnya, akan dapat berdampak pula pada terganggunya kegiatan perekonomian nasional. Selain itu, melalui mekanismenya pasar modal mampu mengalokasikan dana yang tersedia kepada pihak yang paling produktif mampu menggunakan dana tersebut. Pasar modal juga berfungsi untuk mengalokasikan dana secara optimal. Keberhasilan bursa dalam mengelola pasar modal dengan baik akan mempengaruhi efisiensi dan jumlah dana yang dapat diintermediasikan melalui lembaga keuangan yang berada di bawah bursa, perusahaan efek merupakan pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek perantara pedagang efek atau manajer investasi. Penjamin emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan
penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual, perantara pedagang efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain.
3. Lembaga yang Terlibat Dalam pasar Modal Lembaga keuangan reksa dana adalah sarana yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. 1. Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) Tugas badan pengawas pasar modal menurut Keppres No.53 tahun 1990 tentang Pasar Modal adalah: 1) Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal masyarakat umum. 2) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhasap lembagalembaga berikut: (a) Bursa Efek (b) Lembaga Kriling, penyelesaian dan penyimpanan (c) Reksadana (d) Perusahaan efek dan perseorangan lembaga penunjang Pasar Modal yaitu tempat penitipan harta, Biro Adminitrasi Efek, Wali amanat atau penanggung.
(e) Profesi penunjang pasar modal. 3) Memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal. BAPEPAM sebagai lembaga pengawas pasar modal wajib menetapkan ketentuan bagi terjaminya pelaksanaan efek secara tertib dan wajar dalam rangka melindungi pemodal dan masyarakat seperti berikut ini: a). Keterbukaan informasi tentang transaksi efek di Bursa Efek oleh semua perusahaan efek dan semua pihak. Ketentuan ini wajib
memuat
persyaratan
keterbukaan
kepada
ketua
BAPEPAM dan masyarakat tentang semua transaksi efek oleh semua pemegang saham utama dan orang-orang dalam serta pihak yang berhubungan dengannya. b). Penyimpangan catatan dan laporan yang diberikan oleh piihak yang telah memperoleh izin usaha, izin perorangan, persetujuan atau pendaftaran profesi. c). Penjatahan efek, dalam hal terdapat kelebihan jumlah permintaan pada suatu penawaran umum. Ketentuan ini tidak mengharuskan diadakannya penertiban sertifikat dalam jumlah yang kurang dari jumlah yang kurang dari jumlah standar yang berlaku pada perdagangan efek suatu bursa. 2. Lembaga Penunjang Pasar Perdana 1) Penjamin Emisi Efek Tugas penjaminan efek antara lain sebagai berikut:
a). Membarikan nasehat mengenani jenis efek yang sebaiknya dikeluarkan, harga yang wajar dan jangka waktu efek (obligasi dan sekuritas kredit). b). Dalam mengajukan pertanyaan pendafftaran emisi efek, membantu menyelesaikan tugas adminitrasi yang berhubungan dengan pengisian dokumen pernyataan pendaftaran emisi efek, penyusunan prospektus, merancang efek, dan mendampingi emiten selama proses evaluasi. c). Mengorganisasikan penyelenggaraan emisi (pendistribusian efek dan menyiapkan sarana-sarana penunjang). 2) Akuntan Publik Tugas akuntan publik adalah: a). Melakukan
pemeriksaan
atas
laporan
perusahaan
dan
memberikan pendapatnya. b). Memeriksa pembukuan apakah sudah sesuai dengan prinsipprinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan-ketentuan Bapepam. c). Memberikan petunjuk pelaksanaan cara-cara pembukuan yang baik apabila diperlukan. 3) Konsultan Publik Tugas konsulatan hukum adalah meneliti aspek-aspek hukum emiten dan memberikan pendapat dari sisi hukum tentang keadaan dan keabsahan usaha emiten, yang meliputi anggaran dasadr, izin
usaha, bukti kepemilikan atas kekayaan emiten, perjanjian yang dilakukan oleh emiten dengan pihak ketiga, dan gugatan dalam perkara perdata atau pidana. 4) Notaris Notaris bertugas membuat berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), membuat konsep akta perubahan anggaran dasar, dan menyiapkan naskah perjanjian dalam rangka emisi efek. 5) Agen Penjual Agen penjual ini umumnya terdiri dari perusahaan broker/dealer yang bertugas melayani investor yang akan membeli efek, melaksanakan pengembalian uang pemesanan, dan menyerahkan sertifikat efek kepada pembeli. 6) Perusahaan Penilaian Perusahaan penilai diperlukan apabila perusahaan emiten akan melakuakan penilaian kembali aktivanya. Penilaian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui beberapa besarnya nilai wajar aktiva perusahaan sebagai dasar dalam melakukan emisi melalui pasar modal.
B. Investasi 1. Pengertian Investasi Definisi investasi yang berkembang saat ini sangatlah beragam, namun pada hakikatnya semua definisi tersebut memiliki esensi yang
sama, yang dimaksud dengan investasi adalah “Method of puchasing assets in order to gain profit in the the form of reasonably predictable income (dividen, interest on rentals) and or appreciation over the long term. (Malkiel, Burton G. 1991). Pengertian tersebut selanjutnya dipertegas oleh Frank Reilly (1992;6) dengan memasukan unsur risiko sebagai sebuah kompensasi. “Current commitment of dollar for period of time in order to derive future payment that will compensate the investor for (1) the time the fund are committed (2) the expected rate of inflation and (3) the uncertainty of future of payments. Investasi pada umumnya dapat dibagi menjadi 2, yaitu investasi dilakukan terhadap aset-aset yang real (nyata) seperti tanah, mesin, bangunan (real investment) dan investasi yang dilakukan terhadap asetaset financial (financial investment). Financial itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 yaitu: direct investing dan indirect investirng. Direct investing yaitu investasi yang dapat dilakukan melalui 3 instrumen pasar uang, instrumen pasar modal (fixed income dan ekuitas) dan instrumen derivatif. Indirect investing merupakan bahasa penelitian ini dimana investor melakukan investasi (investment companies) khususnya reksadana terbuka. Manajer investasi perusahaan reksadana menanamkan dana investor pada sejumlah asset dengan cara menjual kepemilikiannya kepada investor. Manajer investasi melakukan diversifikasi atau menyusun portofolio dalam investasinya, adapun keuntungan yang diperoleh oleh investor yaitu diversifikasi yang lebih luas, biaya transaksi lebih rendah
dan ahli dalam memberikan pilihan investasi dengan biaya lebih rendah dibandingkan bila investasi langsung.
2. Penggolongan Investasi Umumnya investasi dikategorikan dua jenis, yaitu : a. Investasi nyata (real investment) Secara umum, investasi nyata melibatkan aset berwujud seperti tanah, mesin-mesin atau pabrik. b. Investasi keuangan (financial investment) Investasi keuangan melibatkan aset keuangan berupa kontrak-kontrak tertulis, dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktiva riil yang melibatkan sekuritas tersebut.
3. Lingkungan Investasi Keuangan 1. Sekuritas Sekuritas merujuk pada bukti legal dari hal untuk menerima keuntungan pada masa depan kondisi tertentu. Sekuritas dapat dengan mudah dan efisien ditransfer dari satu pihak ke pihak lain, adapun jenis sekuritas terbagi dalam: 1) Surat hutang departemen keuangan (tresury bills). Pemberian
pinjaman
uang
jangka
pendek
kepada
departemen keuangan (Pemerintah) pinjaman seperti itu memiliki (jika ada) resiko yang sangat kecil.
2) Obligasi jangka panjang. Pemberian pinjaman uang (hutang) jangka panjang, menunjukkan komitmen pembayaran dalam jangka waktu relatif lama dari pihak penerbit obligasi (peminjam) kepada pihak investor(pemberi
pinjaman).
Obligasi
meliputi
obligasi
pemerintah(government bond) dan obligasi perusahaan. 3) Saham biasa. Sekuritas tanda kepemilikan perusahaan. Saham biasa mewakili komitmen pihak perusahaan untuk secara periodik membayar deviden tunai yang dipandang layak oleh dewan direktur. Meskipun jumlahnya tidak tetap namun relatif bisa diramalkan. b. Pasar sekuritas Pasar sekuritas muncul dalam rangka mempertemukan pembeli dan penjual sekuritas, artinya pasar sekuritas adalah mekanisme yang diciptakan untuk memberi fasilitas perdagangan aset finansial. Jenis pasar sekuritas menurut penerbitannya : 1) Pasar perdana (primary market). Pembelian surat berharga sebelum surat berharga tersebut dicatatkan dibursa utama. 2) Pasar sekunder (secondary market). Apabila suatu efek mulai diperdagangkan dibursa maka pasar tersebut pasar sekunder.
Jenis pasar sekuritas menurut jangka waktu asset finansial : 1) Pasar uang (money market). Pasar yang menjual asset finansial jangka pendek, yang memiliki jangka waktu satu tahun atau kurang seperti Comercial Paper, Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang. 2) Pasar Modal (capital market). Pasar yang menjual asset finansial jangka panjang, memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun seperti instrumen pasar modal yang terdiri dari saham dan obligasi (pemerintah dan perusahaan). c. Perantara keuangan Perantara keuangan yang juga dikenal sebagai lembaga keuangan adalah organisasi yang menerbitkan klaim finansial terhadap diri mereka sendiri (artinya mereka menjual asset finansial yang mewakili klaim finansial terhadap diri mereka sendiri untuk imbalan uang tunai) dan menggunakan dana dari penerbitan tersebut terutama untuk membeli aset keuangan pihak lain. Perantara keuangan menyediakan dua metode investasi secara langsung dan tidak langsung bagi perusahaan untuk memperoleh dana.
C. Reksadana 1. Pengertian Reksa Dana Reksadana berasal dari kata ’’reksa’’ yang berarti kelola atau pelihara dan ’’dana’’ yang berarti uang. Jadi, reksadana dapat diartikan
pengelolaan uang atau
kumpulan uang
yang dikelola bersama.
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dinyatakan bahwa reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana
dari
masyarakat
pemodal,
dan
selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi’’. Pengertian tersebut, memiliki tiga unsur penting yaitu, pertama, adanya dana dari investor; kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek; dan ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi. Reksadana bertujuan untuk membantu dan memobilisasi pemodal kecil dan pemodal badan usaha untuk melakukan investasi di pasar modal. Dengan membeli reksadana, maka para pemodal telah melakukan investasi langsung pada surat berharga. Secara prinsip, investasi pada reksadana dilakukan dengan menyebar sejumlah investasi pada beberapa efek yang diperdagangkan di pasar modal (seperti saham, obligasi, dan efek lainnya) dan pasar uang. Hal ini untuk memperkecil risiko yang dihadapi oleh investor sesuai dengan istilah yang sangat dikenal dalam pasar modal ’’don’t put all your eggs on the one of basket’’. Reksadana merupakan sebuah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan sejumlah uang kepada pengelola reksadana, untuk dipergunakan sebagai modal dalam berinvestasi di pasar uang atau pasar modal. Dibanding dengan instrumen investasi lain, reksadana dapat memberikan fasilitas berupa penciptaan skala ekonomi dalam berinvestasi melalui penggabungan dana antara para pemodal untuk menciptakan
investasi dalam skala besar, dapat meminimumkan risiko karena dilakukannya diversifikasi portofolio dan penyediaan tenaga manajemen profesional dengan biaya operasional yang rendah serta terlindungi dari berbagai praktek kecurangan.
2. Jenis Reksadana Tabel 2.1 Hubungan Jenis Reksadana Dengan Resiko dan Return
Sumber: -Bapepam (Nomor: Kep-08/ PM/ 1997)
Berdasarkan Peraturan Nomor IV.C.3, lampiran SK Ketua Bapepam Nomor: Kep-08/ PM/ 1997 tentang Pedoman Pengumuman Harian Nilai Aktiva Bersih Reksa dana Terbuka, terdapat bebarapa jenis reksadana berdasarkan konsentrasi portofolionya, yaitu: a. Reksadana Pasar Uang (money market funds). Reksadana ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan masa jatuh tempo kurang dari satu tahun, instrument tersebut dapat berbentuk deposito, SBI, surat promes atau commercial paper. Potensi hasil investasinya hanya berasal dari bunga dan
diskonto, sedangkan risiko umunya terbatas pada risiko kredit dan lekuiditas. b. Reksadana Pendapatan Tetap (fixed income funds). Reksadana ini, melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 % dari aktivitas aktifnya dalam bentuk efek bersifat hutang. atau dengan kata lain reksadana yang mengambil strategi dengan tujuan untuk mempertahankan nilai awal modal dan memeperoleh pendapatan tetap. Menurut ketentuan Bapepam, sekurang-kurangnya 80% dari nilai aktiva harus diinvestasikan dalam efek sifat utang.berarti sisanya dapat diinvestasikan dalam efek saham dan atau efek pasar uang. c. Reksa dana Saham atau reksadana jenis equitas (equity funds). Reksa dana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivitas aktifnya dalam bentuk efek bersifat saham atau equitas. Reksadana saham mempunyai varian sesuai dengan tema dan gaya yang ditetapkan oleh manajer investasi dalam pedoman investasi reksadana itu. d. Reksa Dana Campuran (discretionary funds). Reksa dana ini mempunyai kebebasan dalam menentukan alokasi aset, sehingga dengan mayoritas saham dan lain waktu berubah menjadi minoritas obligasi. Dengan kebebasan alokasi asset tersebut, maka manajer investasi dapat mengalihkan (pembelian dan penjualan) portofolio investasi pada saat yang tepat dengan menggunakan Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit sebagai pedoman.
3. Sifat Reksadana a
Reksa Dana Tertutup (Closed ended mutual fund). Reksadana tertutup adalah reksa dana yang tidak dapat membeli kembali saham-saham yang telah dijual kepada pemodal (penjelasan pasal 18 UU Pasar Modal). Dengan kata lain, pemegang saham tidak dapat menjual kembali sahamnya kepada manajer investasi. Berarti reksadana melakukan operasi dengan jumlah saham yang tetap dan tidak mengatur secara regular penerbitan saham baru. Nilai saham ditentukan oleh pasar (demmand and supply sekuritas) di lantai bursa jika saham terjual dengan harga di atas NAV berarti saham tersebut terjual dengan dicount (sold at the discount).
b Reksa Dana Terbuka (Open-ened mutual fund) Reksadana terbuka adalah reksa dana yang menawarkan kembali saham-sahamnya dari pemodalnya sampai sejumlah modal yang telah dikeluarkan (penjelasan pasal 18 UU Pasar Modal). Pemegang saham/ unit reksadana yang bersifat terbuka ini dapat menjual kembali saham/ unit penjualannya setiap saat apabila diinginkan. Manajer investasi reksadana, melalui bank kostodian. Wajib membelinya sesuai dengan NAB per saham/ unit pada saat tersebut. Menurut peraturannya, pembayaran atas penjualan kembali (redemption) harus dilakukan segera mungkin dan tidak boleh lebih lama dari tujuh hari bursa sejak diminta penjualan kembali oleh investor pemegang saham/ unit.
c
Unit Investment trust Pihak
yang menseponsori reksadana
menyimpan suatu
portofolio kepada trust (biasanya bank) dengan suatu jumlah tetap, dan jumlah tetap, dan kemudian menjual kepada pemodal individu. Ciri khas investment trust ini adalah adanya batas jatuh tempo dari surat berharga tersebut. Karena umumnya adalah obligasi (bonds) yield yang diperoleh selalu konstan dan dapat diperkirakan.
4. Bentuk Reksa Dana Dalam pasal 18 UU Pasar Modal No 8 tahun 1995, telah diciptakan dua bentuk reksa dana, yaitu: a. Perseroan Reksadana bentuk perseroan merupakan badan hokum tersendiri. Hal ini berarti bahwa reksa dana beroprasi sebagai PT (Perseroan Terbatas) yang mempunyai kegiatan reksadana. b. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksadana KIK beroprasi berdasarkan kontrak yang dibuat oleh manajer dan bank kostodian. Pemodal secara kolektif mempercayakan dananya untuk dikelola oleh manajer inverstasi. Dana itu disimpan dan diadminitrasikan oleh bank kostodian. Kelayakan yang manajer investasikan dalam portofolio itu adalah milik pemodal secara bersama-sama dan proposional.
5. Konsep Tingkat Pengembalian (return) dan Risiko Hanya menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup, resiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan resiko merupakan dua hal yang tidak terpisah karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua factor ini. Return dan resiko mempunyai hubungan positif, semakin besar resiko yang harus ditanggung semakin besar return yang harus dikompensasikan. a. Return Lestari dan christianti (2005:23), return saham dalam konteks manajemen investasi merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi yang merupakan imbalan atas keberanian investor menenggung risiko atas investasi yang dilakukan. Return saham merupakan suatu pendapatan saham atau tingkat keuntung yang diperoleh dari selisish antara harga saham pada periode tertentu dan harga saham pada periode sebelumnya di bagi dengan harga saham pada periode sebelumnya. Pelaku pasar atau investor dapat melihat return saham. Return saham memberikan gambaran kinerja suatu perusahaan. Jika returnnya baik maka kinerja perusahaa tersebut bisa dikatakan baik pula. Sebab, apabila return sahamnya baik maka tingkat pengembalian saham atau investasinya lancar, apalagi jika sekuritasnya berasal dari perusahaan yang mempunyai prospek yang baik, hal ini menjanjikan pula untuk meningkatkan capital gainnya. Return saham adalah tingkat pengembalian/ hasil yang diperoleh dari suatu investasi, dalam hal ini
investasi saham. Menurut Jogianto (Jogianto, 2000 : 109) dalam bukunya yang berjudul “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang. 1) Return Realisasi (Realized Return) Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data histories. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return histories ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan resiko dimasa mendatang. Return realisasi dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Ri =
N A B t − N A B t −1 N A B t −1
Keterangan: Ri
= Tingkat pengembalian investasi
NAB
= NAB bulan sekarang
NAB
= NAB bulan lalu
t
t-1
2) Return Ekspektasi (Expected Return) Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi sedangkan return ekspektasi
bersifat belum terjadi. Return ekspektasi ini dapat diukur dengan menggunakan rumus (Abdul Halim, 2003: 34): n
∑ E ( R i) =
(R i)
i =1
n
Keterangan: E(Ri)
= Rata-rata pengembalian investasi yang diharapkan
Ri
= Tingkat pengembalian investasi
n
= Jumlah periode selama transaksi
b. Resiko Resiko sering dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Van Home dan
Wachowich, Jr (1992) mendefinisikan resiko sebagai varibilitas return terhadap return yang diharapkan (Jogianto, 2000: 124). Variance merupakan kuadrat dari standar deviasi, untuk menghitungnya dapat digunakan rumus sebagai berikut: (Abdul Halim, 2003 : 42) 2
n
∑ [ Ri − E ( Ri ) ] σ i2 =
i =1
n
Dimana : 2
σi
= Varian dari pengembalian investasi
E(Ri)
= Rata-rata pengembalian investasi
Ri
= Tingkat pengembalian investasi bulanan
n
= Jumlah bulan yang digunakan
Sedangkan standar deviasi dari return pasar adalah akar dari varian (Jogianto, 2000 : 131)
σ = Var ( Ri ) Dimana : σ
= Standar Deviasi
Var (Ri)
= Varian dari pengembalian investasi
Dalam konteks investasi portofolio dibedakan menjadi dua (Abdul Halim, 2003: 39-40) yaitu : a. Resiko sistematik (systematic risk) Resiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena fluktuasi resiko ini dipengaruhi oleh faktorfaktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan, seperti adanya perubahan tingkat bunga, kurs valas, kebijakan pemerintah dan sebagainya. b. Resiko tidak sistematik (unsystematic risk) Resiko
yang
dapat
dihilangkan
dengan
melakukan
diversifikasi karena resiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktuasi tiap saham akan berbeda-beda sehingga masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas berbeda terhadap setiap perubahan pasar, seperti faktor struktur modal, struktur asset, tingkat likuiditas dan sebagainya.
Berdasarkan dari jenis-jenis resiko tersebut diatas maka terbentuklah resiko total, dimana suatu resiko dan aset tunggal yang terdiri dari resiko tidak sistematis dan resiko sistematis. Resiko total dapat digambarkan sebagai berikut :
Hubungan Resiko Portofolio dengan Jumlah sekuritas dalam Portofolio
Grafik 2.1 Dalam gambar tersebut tampak bahwa semakin banyak jumlah saham dalam portofolio maka semakin kecil unsystematic risk. Oleh karena itu unsystematic risk dapat dihilangkan dengan diversifikasi maka resiko ini menjadi tidak relevan dalam portofolio, sehingga yang relevan bagi investor adalah resiko pasar atau systematic risk yang diukur dengan beta (β).
6. Pengukuran Kinerja Reksadana Pada umumnya investor akan melihat laba sebagai ukuran utama kinerja suatu portofolio. Faktor risiko terkadang tidak menjadi suatu pertimbangan, padahal return berkaitan sangat erat dengan adanya resiko. Semakin besar ekspektasi laba, maka semakin besar pula resiko yang harus dihadapi investor. Hubungan tersebut dikenal dengan risk-return trade-off. Salah satu resiko reksadana adalah fluktuasi Nilai Aktiva Bersih (NAB) terutama pada reksadana yang mempunyai portofolio investasi efek berupa saham. Ada dua bagian penting yang menjadi parameter pengukuran resiko yang berkaitan dengan reksadana, yaitu: a
Beta (β) Beta adalah tingkat kepekaan yang dimiliki setiap sekuritas yang terdapat dalam portofolio atau suatu portofolio terhadap perubahan yang terjadi di pasar (systematic risk) akibat perubahannya faktorfaktor ekonomis. Beta merupakan resiko sistematis, yaitu resiko yang relevan karena tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Untuk menghitung beta digunakan rumus sebagai berikut (Elton Gruber, 1994):
β p = ∑ X i .βi
Dimana: βp = Beta Portofolio βi
= Beta Reksadana ke-i
Xi = Proporsi Reksadana ke-i
Semakin peka suatu portofolio terhadap perubahan yang terjadi di pasar maka antara dua variable yaitu kelebihan tingkat keuntunan portofolio pasar (Excess Return To Market Portofolio), dan kelebihan keuntungan suatu saham. Untuk memperkirakan beta dapat digunakan teknik yang didasarkan pada beta histories (historical beta), penyesuaian beta histories ke beta pasar (adjusted beta) dan dengan beta fundamental
(Fundamental Beta). 1) Historical Beta Memperkirakan beta dengan dasar beta histories yaitu dengan meperhatikan fluktuasi tingkat keuntungan histories sekuritas individual dan pasar. 2) Adjusted Beta Memperkirakan beta dapat dilakukan dengan menggunakan adjusted beta yaitu dengan menyesuaikan beta histories ke beta rata-rata (β=1) 3) Fundamental Beta Beta merupakan ukuran resiko yang berasal dari hubungan antara tingkat risiko keuntungan suatu saham dengan pasar. Resiko ini berasal dari beberapa factor fundamental perusahaan dan factor karakteristik pasar. Menurut Adler Haymas Manurung (1992), besarnya systematic
risk dari suatu saham tertentu mempunyai arti sebagai berikut:
1) Saham-saham
memiliki β>1
yang
disebut saham
agresif
(aggressive stock), karena mengalami kenaikan lebih cepat daripada pasar secara keseluruhan, saat pasar bullish dan saham tersebut mengalami penurunan yang lebih cepat dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan saat pasar dalam situasi bearish. 2) Saham yang memiliki β<1 disebut saham lemah (defensive stock), yaitu saham yang fluktuasi returnnya lebih kecil daripada return pasar secara keseluruhan. 3) Saham yang memiliki β=1 disebut saham netral (neutral stock), yaitu saham yang memiliki fluktuasi return secara rata-rata sama dengan return pasar. Apabila beta yang terjadi semakin kuat maka karakteristik line akan semakin curam. Dengan kata lain dijelaskan dengan persamaan:
rp = α p + β p E (rm ) + e
Sehingga menurut Bodie, Kane dan Marcus (Bodie, Kane dan Marcus,1993: 288)
untuk menghitung
persamaan:
β
p
=
C o v ( r p , rm )
α 2m
Keterangan: βp
= Beta saham.
beta
dapat digunakan
Cov (ri,rm)
= Covariance antara return saham dengan return pasar.
σ2m
= Variance saham.
Apabila kita memasukan variable investasi bebas risiko, maka yang terjadi pada portofolio =0 dan tingkat keuntungan = rf. Beta portofolio pasar =1. hal ini disebabkan karena covariance portofolio pasar = σ2m jadi βm = σ2m/ σ2m =1. Menurut Suad Husnan (Teori Portofolio dan Analisis Investasi, 1994) beta terjadi pada portofolio umumnya lebih akurat dari beta sekuritas individual karena dua hal: 1) Beta mungkin berubah dari waktu ke waktu. Ada sekuritas yang berubah
menjadi
lebih
Pembentukan portofolio
besar,
ada
pula
memungkinkan
yang
perubahan
mengecil. tersebut
menjadi saling meniadakan atau paling tidak mengecil. 2) Penaksiran beta selalu mengandung unsure kesalahan acak, kesalahan tersebut diperkecil. Karena itu, semakin banyak besar nilai koefesien determinasinya. Dengan demikian maka beta masa depan lebih baik dibandingkan dengan beta sekuritas individual. Beta yang terjadi di portofolio menunjukan kemiringan (slope) garis regresi tersebut, semakin besar beta semakin curam kemiringan garis tersebut, dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik pengamatan disekitar garis regresi tersebut menunjukan resiko (σ)
sekuritas yang diamati semakin menyebar titik-titik tersebut semakin besar resikonya. b. Standar Deviasi Resiko yang dihadapi investor pada saat ini dianggap sama dengan tingkat variabilitas dari return yang diharapkan. Semakin berfluktuasi tingkat harapan return yang akan didapat maka tingkat resiko juga tinggi. Salah satu parameter untuk mengukur tingkat variabilitas dari return yang diharapkan yaitu dengan menggunakan standar deviasi. Fuller dan Farrel (1987) mengemukakan bahwa standar deviasi dapat diklasifikasikan dengan mencari variance terlebih dahulu. Sedangkan variance dapat dicari dengan formula:
σ2p =
1 n (rp − E (rp))2 ∑ n − 1 n=1
Sedangkan standar deviasi portofolio dapat sikalkulasikan dengan persamaan:
2
σ p=
n 2 ∑ ( rp − E ( rp)) n −1n = 1 1
Keterangan: σp
= standar deviasi portofolio
σ2p
= variance portofolio
Rp
= Return portofolio
E(rp)
= Ekspetasi return portofolio
Dalam mengalkulasikan standar deviasi maka ada dua variable yang memerlukan penyesuian yaitu variable rp diganti dengan rm dan variable E(rp) diganti dengan E(rm) sehingga persamaan variancnya menjadi:
σ2 =
1 n ∑ (rm − E (rm )) 2 n − 1 n=1
Dan persamaan standar deviasinya menjadi:
σ2 =
1 n ∑ (rm − E (rm ))2 n − 1 n =1
Katerangan: σm2
= Variance portofolio
rm
= return pasar
σm
= standar deviasi pasar
E(rm)
= expected return
7. Tingkat Bunga Bebas Resiko (Risk Free Rate)
Risk free rate adalah suatu tingkat suku bunga pendapatan atau return yang akan didapatkan dengan tingkat kepastian yang tinggi dan menginvestasikan didalamnya deposito bank, surat berharga pemerintah, dan lain-lain. Di Indonesia yang banyak terkenal dengan investor yang memiliki risk free rate adalah deposito pada bak pemerintah, obligasi pemerintah atau BUMN, dan surat berharga lainya.
Dalam pengukuran resiko portofolio selain yang didefinisikan diatas, masih terdapat salah satu jenis resiko yang berkaitan erat dalam investasi si reksadana yaitu yang dinamakan dengan risk free yaitu tingkat resiko atas investasi yang dilakukan pada sekuritas yang memiliki resiko minimal seperti obligasi atau surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah. (Eka Listiani, 2006).
8. Rate Of Return
Mengenal penelitian mengenai reksadana ini, pembahasan return hanya akan dilakukan terhadap return portofolio itu sendiri, serta factor yang paling berpengaruh dalam perhitungannya yaitu Nilai Aktiva Bersih (NAV). a. Rata-rata Return Portofolio Return portofolio adalah tingkat hasil yang terjadi selama periode tertentu, termasuk didalamnya adalah perubahan atas nilai dari portofolio tersebut. Tingkat hasil ini dipengaruhi juga oleh perubahan arus kas, baik arus kas masuk atau arus kas keluar.Apabila terjadi arus kas masuk maka hal tersebut dapat meningkatkan nilai portofolio, begitu juga sebaliknya. Hal yang sama juga terjadi terhadap kalkulasi tingkat hasil yang tengah dilakukan. Evaluasi dari portofolio dapat dihitung secara langsung dengan menggunakan NAB pada awal periode dengan akhir
periode
perhitungan,
serta
dengan
menyertakan
pengeluaran
perusahaan sebagai deviden dan capital gain. Dari pernyataan diatas dapat digambarkan pada persamaan sebagai berikut ini:
rp =
( NABt − NABt −1) + Dt + Ct NABt −1
Keterangan: rp
= rata-rata tingkat hasil portofolio
NABt-1
= NAB pada 1 periode sebelum t
NAB t
= NAB pada periode t
Dt
= Pengeluaran
kas
(deviden).
Dalam
laporan
perubahan aktiva bersih reksadana maka pendapatan deviden dimasukan kedalam pos “distribusi” kepada pemegang saham/ unit penyertaan. Ct
= pengeluaran yang berasal dari capital gain yaitu imbal jasa pengelolaan Pada pembahasan mengenai rata-rata return portofolio didapat
istilah yang disebut dengan Net Asset Value atau Nilai Aktiva Bersih (NAB). b. Nilai Aktiva Bersih Nilai
ini menggambarkan
seluruh
kekayaan
portofolio
reksadana yang terdiri dari uang kas, deposito, saham-saham, obligasi,
instrument-instrumen pasar uang dan pasar modal lainnya. UndangUndang Pasar Modal Pasal 28 ayat 1 mengenai saham reksadana terbuka yang berbentuk perseroan diterbitkan tanpa nilai tersebut dan dijual dengan harga yang sesuai dengan NAB-nya, dimana NAB yang pertama kali ditentukkan sebesar Rp.1000,- per unit. Nab per unit selalu diumumkan secara terbuka setiap hari. Cara penghitungan NAB: NABt=NAB(t-1)+perubahan bersih NAB Dimana: NABt
= NAB pada periode t
NAB(t-1)
= NAB pada 1 periode sebelum t
Perubahan bersih NAB dapat dihitung dengan rumus: Perubahan bersih NAB=PBI-PD+NCG-CGD Dimana: PBI = Penghasilan bersih investasi PD = Penghasilan deviden NCG
= Net Capital Gain
CGD
= Capital Gain Distribution
9. Risk Adjust Performance
Investor umumnya akan melihat return sebagai ukuran utama kinerja suatu portofolio. Risiko terkadang tidak menjadi pertimbangan. Seperti yang telah diketahui, salah satu risiko reksadana adalah fluktuasi nilai unit penyertaan (NAB/UP). Khususnya pada reksadana yang
mempunyai portofolio investasi pada efek ekuitas. Hal ini juga perlu disadari adalah beriringnya laba dan risiko. Makin besar return yang dicapai, makin besar pula risiko yang diambil. Perhitungan tingkat hasil dan risiko masing-masing jenis reksadana memberikan informasi mengenai perspektif kinerja reksadana, tetapi tidak memberikan
pengukuran
tunggal
(singel
measurement)
yang
mengkobinasikan tingkat hasil dengan risiko. Perbedaan tingkat hasil (differential return) yang terjadi sebenarnya didapat karena adanya perbedaan dalam menanggung risiko (differential risk), karena itu dalam mengevaluasi
dan
merengkingkan
kinerja
reksadana
diperlukan
pengukuran yang dapat mengkombinasikan tingkat hasil dengan risiko, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan risk adjusted performance. Berdasarkan risk adjusted Performance, ada 3 langkah utama yang dilakukan, yaitu: 1. Menghitung return per unit risk berdasarkan Sharpe Ratio dan Treynor Ratio. 2. Menghitung differential return berdasarkan Jensen Measure. 3. Melakukan evaluasi dan merangking penilaian kinerja reksadana. Menghitung return per unit risk berdasarkan Sharpe Ratio dan Treynor Ratio.
a. Metode Sharpe (Excess Return To Varibiality Measure) Pengukuran yang dilakukan oleh William F. Sharpe ini lebih menekankan pada rasio varibilitas dari portofolio, metode ini lebih dikenal sebagai rasio Sharpe. Hal ini diilustrasikan melalui persamaan:
S =
E ( rp ) − rf
σp
Keterangan: S
= Sharpe ratio terhadap portofolio tertentu.
E(rp) = Rata-rata expected return yang terjadi pada portofolio Rf
= tingkat bebas risiko yang dimiliki oleh portofolio
σP
= Standar deviasi dari return portofolio
Risiko ini melakukan pengukuran terhadap risk premium dari portofolio relatif terhadap total risiko dari portofolio, dimana risk premium adalah excess return yang dibutuhkan oleh investor dalam menilai risiko. b. Metode Treynor (Excess Return To Beta) Perhitungan dengan metode ini lebih menekankan kepada tingkat volatilitas portofolio. Secara umum dapat dinyatakan bahwa metode treynor merupakan hasil dari realisasi return portofolio dikurangi dengan tingkat bebas risiko yang dimilikinya kemudian hasil dari pengurangan tersebut dibagi dengan volatilitas return yang
dinotasikan dalam beta (β) dari portofolio. Pernyataan tersebut dapat dijadikan persamaan matematis, dengan formula:
T=
E(rp ) − r f
βp
Keterangan: T
= Treynor Rasio
E(rp)
= Rata-rata expected return yan terjadi pada portofolio
Rf
= Tingkat bebas risiko yang dimiliki oleh portofolio.
β
= Beta portofolio Perhitungan yang dilakukan dengan metode treynor adalah
untuk mengukur risiko premium dari portofolio, dimana risiko premium tersebut adalah selisih antara return portofolio dengan tingkat bebas risiko yang dimiliki oleh portofolio. Risiko premium ini berhubungan dengan systematic risk yang diasumsikan terdapat dalam portofolio. c. Metode Jensen (Differential Return Measure) Sama halnya dengan metode traynor, jensen menggunakan faktor beta dalam mengukur kinerja investasi suatu portofolio yang didasarkan atas pengembangan Capital Asset Pricing Model (CAPM) yang di kenalkan oleh jensen pada tahun 1968. Secara matematis differential return measure dinyatakan sebagai berikut: α = (Rp – Rf)-β(Rm-Rf)
Keterangan: α
= Nilai Jensen atau perpotongan persamaan regresi portofolio dengan sumbu y
Rp
= Rata-rata return portofolio selama jangka waktu pengukuran
Rf
= Rata-rata risk free rate asset selama jangka waktu pengukuran
β
= Slope regresi garis lurus portofolio
Rm
= Rata-rata return pasar selam jangka waktu pengukuran Jensen menggunakan rumus ini untuk menilai kinerja investasi
yang didasarkan atas seberapa besar manajer investasi mampu memberikan laba diatas laba pasar.
D. Penelitian Terdahulu
Peneltian yang dilakukan oleh Ahmad Mujahid, mengenai analisis Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah Terhadap Reksadana Konvensional (Studi Kasus Pada Reksadana Campuran), hasil penelitian tersebut bahwa perbandingan reksadana syariah dengan konvensional menunjukan bahwa kinerja yang dihasilkan oleh reksadana syariah belum menghasilkan return yang tinggi dan risiko yang rendah dbandingkan dengan reksadana konvensional dan inventasi pembandingnya (IHSG, SBI, JII, SWBI). Peneltian yang dilakukan oleh Mustakim, mengenai Analisis Kinerja Reksadana Syariah Dengan Menggunakan Metode Sharpe dan Metode
Treynor,
Penelitiannya
tersebut
menyatakan
bahwa
analisis
sharpe
menghasilkan risk adjusted return yang lebih baik dibandingkan dengan analisis kinerja treynor untuk reksadana syariah jenis campuran, tetapi kinerja Sharpe dan Treynor mencerminkan nilai yang negatif. Penelitian yang dilakuakan oleh I Gusti Bagus Wiksuana dan Ni Ketut Purnawati, mengenai Konsistensi Risk-Adjusted Performance Sebagai Pengukur Kinerja Portofolio Saham Di Pasar Modal Indonesia, penelitian tersebut menunjukan bahwa indeks-indeks Sharpe dan Treynor mempunyai hubungan signifikan dan positif sebagai pengukur kinerja loser portfolio selama periode tiga bulan untuk kelompok saham 20 dan 15. Indeks-indeks Treynor dan Jensen mempunyai korelasi signifikan dan positif bagi kelompok portofolio saham 20,25 dan 8, sedangkan indeks-indeks Sharpe dan Jensen menunjukkan korelasi yang tidak signifikan tetapi positif untuk semua kelompok portofolio saham. Yunivan Kristanto (MBIPB, 2008), mengenai Analisis Kinerja Indeks Saham Sektoral Di Bursa Efek Jakarta Periode Tahun 2004-2006,
Studi
Kasus: Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan, Sektor Properti, Dan Real Estat, Sektor Infrastruktur, Utilitas Dan Transportasi Dan Sektor Keuangan/ -2007 Treynor lebih dianjurkan untuk tipe investor yang lebih memperhatikan resiko sistematik, seperti resiko pasar, resiko nilai tukar, atau resiko suku bunga. Hal ini terbukti dari hasil penelitiannya
H. Kerangka Pemikiran
Reksadan Syariah
Proses Pengolahan Data
Data NAB Reksadan Syariah Menghitung Ri
JII Bulanan
SWBI Bulanan
Menghitung Return JII
Menghitung Return SWBI
Variance reksadana dan JII
Covariance Reksadana, JII
Stdr deviasi reksadana, JII, SWBI
Koefesien korelasi Reksadana, JII
Metode Sharpe
Analisis Deskriptif
Beta
Metode Treynor
Uji Beda Rata-rata Sampel Berpasangan
Interprestasi
E. Hipotesis
Dalam melakukan analisis data, terlebih dahulu harus ditentukan hipotesis yang diharapkan. Hipotesis yaitu dengan mengenai hal/ masalah. Hipotesis untuk peneitian ini, yaitu: 1. H0 : µ1 > µ2 : Kinerja Reksdana Syariah menggunakan return dan risk mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan tolak ukurnya (Banchmark) H1 : µ1 < µ2 : Kinerja Reksdana Syariah menggunakan return dan risk mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tolak ukurnya (Banchmark) 2. H0 :
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja reksadana syariah (metode sharpe) dengan kinerja reksadana syariah (metode treynor)
Ha
:Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja reksadana syariah (metode sharpe) dengan kinerja reksadana syariah (metode treynor)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membandingkan antara kinerja reksadana Syariah dengan menggunakan metode sharpe dan treynor . Di dalam penelitian ini mengambil lokasi kinerja reksadana syariah khususnya pada periode Januari 2005- Desember 2007, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa publikasi yang diterbitkan Bursa Efek Indonesia, laporan tahunan dari Bapepam, Bank Indonesia, dan sumber lainnya. Untuk mengestimasi kinerja masing-masing reksa dana digunakan metode sharpe dan treynor (Elton dkk, 2003: 295).
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian merupakan keseluruhan subjek penelitian yang mempunyai kesamaan karakteristik tertentu. Dalam penelitian ini teknik penentuan sample yang digunakan dalam memilih reksadana adalan nonprobality sampling yaitu teknik pengambilan sample dengan pemilihan sample secara cermat sehingga relevan dengan desain penelitian. Dalam penelitian ini reksadana yang dijadikan sample adalah reksadana syariah.
Tabel 3.1 Sampel Penelitian Reksadana Syariah No
Reksadana Syariah
Tanggal Efektif
1
Batasa Syariah
21 Juli 2003
2
BNI Dana Plus Syariah
21 April 2004
3
PNM Syariah
15 Mei 2000
4
BNI Dana Syariah
21 April 2004
5
PNM amanah Syariah
26 Agustus 2004
Sumber: Bapepem
2. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder, Secara terperinci, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Nilai Aktiva Bersih (NAB) bulanan reksadana syariah selama periode penelitian. Data ini diperoleh dari hasil Riset pada Biro PIR BAPEPAM, Departemen Keuangan Republik Indonesia lantai 6 yang berlokasi di Gedung Baru Departemen Keuangan RI, Jalan Dr. Wahidin Raya Jakarta 10710. 2. Data Jakarta Islamic Index (JII) bulanan periode Januari 2005 sampai dengan Desember 2007. Data ini diperoleh dari situs www.jsx.co.id yang digunakan untuk mewakili tolak ukur (Benchmark). 3. Data Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) bulanan reksadana syariah selama periode penelitian. Data ini diperoleh dari hasil Riset pada Bank
Indonesia (BI) gedung B, lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 1011 Data ini digunakan untuk mewakili tolak ukur (Benchmark).
D. Metode Analisis 1. Metode Sharpe (Excess Return To Varibility Measure)
Pengukuran yang dilakukan oleh William F. Sharpe ini lebih menekankan pada rasio varibilitas dari portofolio, metode ini lebih dikenal sebagai rasio sharpe. Hal ini diilustrasikan melalui persamaan: S=
E (rp ) − rf
σp
Dimana: S
= Sharpe ratio terhadap portofolio tertentu.
E(rp) = Rata-rata expected return yang terjadi pada portofolio Rf
= Tingkat bebas risiko yang dimiliki oleh portofolio
σP
= Standar deviasi dari return portofolio
Risiko ini melakukan pengukuran terhadap risk premium dari portofolio relatif terhadap total risiko dari portofolio, dimana risk premium adalah excess return yang dibutuhkan oleh investor dalam menilai risiko.
2. Metode Treynor (Excess Return To Beta)
Perhitungan denan metode ini lebih menekankan kepada tingkat volatilitas portofolio. Secara umum dapat dinyatakan bahwa metode treynor merupakan hasil dari realisasi return portofolio dikurangi dengan
tingkat bebas risiko yang dimilikinya kemudian hasil dari pengurangan tersebut dibagi dengan volatilitas return yang dinotasikan dalam beta (β) dari portofolio. Pernyataan tersebut dapat dijadikan persamaan matematis, dengan formula:
T=
E(rp ) − rf
βp
Keterangan: T
= Traynor Rasio
E(rp)
= Rata-rata expected return yan terjadi pada portofolio
Rf
= Tingkat bebas risiko yang dimiliki oleh portofolio.
β
= Beta portofolio
Perhitungan yang dilakukan dengan metode treynor adalah untuk mengukur risiko premium dari portofolio, dimana risiko premium tersebut adalah selisih antara return portofolio dengan tingkat bebas risiko yang dimiliki oleh portofolio. Risiko premium ini berhubungan dengan systematic risk yang diasumsikan terdapat dalam portofolio.
E. Operasional Variabel 1. Return Portofolio
Pengukuran dalam hal ini hanya akan mengukur capital gain tanpa memasukan unsur deviden. Formulasi return yakni: NAB/unit −NAB /unit t t −1 Rp = NAB/unit t −1
Dimana: Rp
= Tingkat Return Portofolio
NAB/ unit t
= Nilai Aktiva Bersih pada waktu t
NAB/ unit-1
= Nilai Aktiva Bersih pada waktu t
Kemudian menghitung average monthly return portofolio: Average Return Portofolio TRp =
∑ E ( Rp ) n
Dimana: TRp
= Average Return Portofolio
∑E(Rp)
= Total Return Portofolio pada periode n
n
= Jumlah Periode n
2. Mengukur Return Market
Dalam hal ini perubahan Jakarta Islamic Index (JII) untuk reksadana syariah index pasar ini merupakan indikator kinerja agregat untuk suatu jenis portofolio tertentu. Rumus:
Rmt =
JIIt −1 − JII t −1 JII t −1
Dimana: Rmt
= Tingkat Keuntungan Pasar
JIIt
= JII pada waktu t
JIIt-1
= JII pada waktu t-1
Kemudian dihitung average monthly return:
TRm =
∑ E ( Rm ) n
Dimana: TR
= Average Return market
∑E(Rp) = Total Return market pada periode n
n
= Jumlah Periode n
3. Menghitung tingkat bebas risiko (Risk Free Rate)
Investasi dalam instrumen keuangan yang memiliki resiko nol atau paling kecil. Dalam hal ini Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), Rumus: R f t − R ft −1 R f t −1
R ft =
Dimana: Rft
= Tingkat bunga bebas risiko
Rft
= Rf pada waktu t
Rft-1
= Rf pada waktu t-1
Kemudian dihitung average monthly return: TR f =
∑ E ( Rf ) n
Dimana: TR
= Average tingkat bunga bebas resiko
∑E(Rf)
= Total Tingkat bunga bebas resiko pada periode n
n
= Jumlah Periode n
4. Mengukur Unsystematic Risk
Menggunakan variance dan standar deviasi sebagai parameter baku.Perhitungan variance, Rumus:
σ
2
=
∑ ( Rpt − Rpt −1 )
2
n −1
Dimana: σ2 = Variance σ2 = Standar deviasi Rpt = Expected Return portofolio pada waktu t Rpt-1= Expected Return Portofolio pada waktu t-1 5. Beta
Menentukan tingkat resiko fluktuasi portofolio Reksa Dana relative terhadap resiko pasar (Beta) yang merupakan systematic risk/market risk, yaitu βi =
COV (Ri− Rm ) σ 2m
Dimana : ß
= Beta investasi Reksa Dana
i
COV(Ri, Rm) = Covarience pasar dengan investasi Reksa Dana 2
σm
= Variance pasar
6. Mengukur Unsystematic Risk
Menggunakan beta portofolio maupun beta market terlebih dahulu beta market terlebih dahulu dihitung koefesien korelasi (ρim) dan covariance (Covim), rumus:
∑ XY − ∑ X − ∑ Y
ρ =
(∑ X 2 − (∑ X ) 2 )(∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 )
im
F. Pengujian Statistik
1. Statistik Deskriptif Analisis yang menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti mean, maximum, minimum, standar deviasi. Dalam program SPSS digunakan juga ukuran skewness dan kurtosis untuk menggambarkan data apakah non normalitas atau tidak. 2. Pengujian Uji t Paried Two Sampel For Means Uji statistik yang dipakai ialah uji t sampel berpasangan (Uji t Paried Two Sampel For Means). Menurut Purbayu dan Ashari (2005:60). Tahap-tahap yang harus dilakukan untuk menguji hipotesis diawali dengan pemilihan level signifikan, pemilihan alat uji statistik yang digunakan, penentu titik kritis pengambilan keputusan, perhitungan nilai statistik, dan penentuan keputusan statistik dan interprestasi. Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut: (Sugiyono, 2007)
t =
2
2
S1 S + 2 n1 n2
X1 − X 2 S1 S2 −2r + n1 n2
Kriteria Pengujian: Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Berdasarkan probabilitas: Ho diterima jika P value > 0,05 Ho ditolak jika P value < 0,05
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Reksadana Syariah 1. Sejarah Singkat Reksadana
a. Zaman Penjajahan Sekitar abad ke-19 pemerintahan kolonial belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Salah satu sumber dana adalah dari para pembangun yang telah dikerahkan. Para pembangun tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya jauh lebih tinggi dari penghasian penduduk pribumi. Atas dasar tersebut itulah maka pemerintah kolonial belanda waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka ahirnya berdiri secara resmi pasar modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912dan bernama Vereniging Voor de Effectenhandel dan langsung memulai perdagangan. (Jogianto, Teori Portofolio dan Analisis Investasi (Yogyakarta: BPFE, 2003), Edisi ketiga, hal 37). Perkembangan pasar modal waktu itu cukup mengembirakan, yang terlihat dari nilai efek yang tercatat, mencapai NIF 1,4 Milar (jika di indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah ±Rp. 7 Triliun) yang berasal dari 250 macam efek.
b. Perang Dunia II Pada permulaan tahun 1939 keadaan suatu suhu politik di Eropa menghangat dengan puncaknya kekuasaan Adolf Hitler. Melihat keadaan ini, pemerintah hindia belanda mengambil kebijak sanaan untuk memusatkan perdagangan efek-nya diBatavia serta menutup bursa efek di Surabaya dan di Semarang. Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek harus ditutup. Dengan dikeluarkan peraturan- peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harua disimpan dalam bank yang ditunjukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Penutupan keetiga bursa efek tersebut sangsat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang, serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu, juga mengakibatkan banyak perusahaan da perseorangan enggan menanam modal di Indonesia. Dengan demikian, dapat pula dikatakan bahwa pecahnya Perang Dunia II menandai beakhirnya aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda. c. Masa Orde Baru Langkah demi langkah yang diambil pemerintah orde baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhdap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito. Pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal. Dengan surat keputusan Direksi BI No.4/ 16
Kep-Dir Tanggal 26 Juli 1968, BI membentuk tim persiapan, antara lain: Pasar Uang (PU), Pasar Modal (PM). Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari Pasar Modal di Indonesia sebenarnya sudah ditanam sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakatnya masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 sampai 1976 mengalami kemunduran. Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep- Menkeu No.25/ MK/ IV/ 1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuklah BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) dan PT. Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali Pasar Uang dan Pasar Modal. Selain sebagai pembantu Menteri Keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda, yaitu: sebagai pengawas dan pengelola bursa efek. Pada tanggal 10 Agustus 1977 dengan membentuk Badan Pelaksanaan Pasar Modal (BPPM), yaitu sebuah badan pemerintahan dibawah Depkeu-RI. Berdasarkan Kepres RI No.52 tahun 19976. Pasar modal diaktifkan kembali dan go public-nya di beberapa perusahaan. Pada zaman ordebaru inilah perkembangan pasar modal dapat dibagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 sampai dengan 1987 dan 1987 sampai dengan sekarang.
2. Reksadana Syariah
Reksadana Syariah pada dasarnya adalah Islamisasi reksadana konvensional. Reksadana Syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal sebagai pemilik dana (shabul mal) untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi sebagai wakil shahibul mal menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam. Sebenarnya panduan bagi masyarkat muslim untuk berinvestasi pada produk ini sudah diberikan melalui fatwa DSN-MUI No.20 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah. Sayangnya produk investasi syariah yang lebih menguntungkan dari produk tabungan atau deposito perbankan syariah ini kurang tersosialisasi. Pemilik dana (investor) yang menginginkan investasi halal akan mengamanahkan dananya dengan akad wakalah kepada Manajer Investasi. Reksadana Syariah akan bertindak dalam aqad mudharabah sebagai Mudharib yang mengelola dana milik bersama dari para investor. Sebagai bukti penyertaan investor akan mendapat Unit Penyertaan dari Reksadana Syariah. Dana kumpulan Reksadana Syariah akan ditempatkan kembali ke dalam kegiatan Emiten (perusahaan lain) melalui pembelian Efek Syariah. Dalam hal ini, Reksadana Syariah berperan sebagai Mudharib dan Emiten berperan sebagai Mudharib. Oleh karena itu hubungan seperti ini bisa disebut sebagai ikatan Mudharabah Bertingkat. Pembeda reksadana syariah dan reksadana konvensional adalah reksadana syariah memiliki
kebijaksanaan investasi yang berbasis instrumen investasi pada portfolio yang dikategorikan halal. Dikatakan halal, jika perusahaan yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Tidak melakukan riba atau membungakan uang. Saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang dikeluarkan bukan perusahaan yang usahanya berhubungan dengan produksi atau penjualan minuman keras, produk mengandung babi, bisnis hiburan berbau maksiat, perjudian, pornografi, dan sebagainya. Disamping itu, dalam pengelolaan dana reksadana ini tidak mengizinkan penggunaan strategi investasi yang menjurus ke arah spekulasi. Selanjutnya, hasil keuntungan investasi tersebut dibagihasilkan diantara para investor dan manajer investasi sesuai dengan proporsi modal yang dimiliki. Produk investasi ini bisa menjadi alternatif yang baik untuk menggantikan produk perbankan yang pada saat ini dirasakan memberikan hasil yang relatif kecil.
3.
Landasan Hukum Reksadana Syariah
Pada dasarnya
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk
melakukan aktivitas ekonomi (muamalat) dengan cara yang benar dan baik, serta melarang penimbunan barang, sehingga ekonomi yang dilakukan dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian umat. Reksadana syariah merupakan salah satu lembaga keuangan yang syarian non perbankan, yang dapat dijadikan alternatif investasi bagi masyarakat yang menginginkan dan
memperoleh return investasi dari sumber dan cara yang bersih dan dapat pula dipertanggung jawabkan secara syariah. (Sofiniyah Ghufron, Briefcase Book Edukasi Profesional Sistem Keuangan Investasi Syariah (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 12). Adapun syarat yang berlaku dalam suatu akad transaksi merupakan syarat-syarat yang ditentukan sendiri oleh kaum muslimin selama tidak melanggar ajaran agama islam, bahkan secara tegas memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memenuhi akad yang mereka lakukan. Adapun landasan hukum Reksadana Syariah adalah:
Qs Al- Maidah (5): 1
,-.# '()*+ & !"#$% 9:$! 45 678 /☺23 @=A⌧C =,-"><) ? &;<)7 =,76 I"JK# DEFG H ,-" .P NO$! - CMA* RST IEA Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu [388]. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
Qs An-Nisa (4): 29
) V.G U: ( XYZ % ,-.#W" ^-.G O ]:$! T[\ X"#$% & =,-cd ab A.G ` _Y A / & =,-ef g6 )7"!.G U: =,-
%$O⌧h NO$! RjkT i☺*; Artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu [287]; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
B. Deskriptif Statistik 1. Deskriptif Statistik Tahun 2005 Tabel 4.1 Descriptive Statistics Tahun 2005 Reksadana Syariah
Mean
S. Deviasi
Max
Min
N
0.00366
0.02
-0.28
12
0.0020
0.02346
0.02
-0.15
12
0.0106
0.01464
0.03
-0.03
12
0.0020
0.06515
0.14
-0.07
12
0.0103
0.08305
0.02
0.01
12
Batasa Syariah
-0.0128
BNI Dana Plus Syariah PNM Syariah BNI Dana Syariah PNM Amanah Syariah
Sumber : Bapepam, BEI (Diolah)
Penelitian ini menganalisis reksadana syariah, pada tabel 4.1 di penelitian ini penulis mencoba untuk meneliti dan mengukur masingmasing kinerja reksadana syariah jika dibandingkan dengan kinerja pasar pada tahun 2005. Sebagaimana ditunjukan pada tabel 4.1, mean terbesar dari masing-masing reksadana syariah adalah PNM Syariah sebesar 0.0106, dan standar deviasi terbesar dari masing-masing
reksadana syariah adalah PNM Amanah Syariah 0.08305, dengan max terbesar adalah BNI Dana Syariah sebesar 0.14, min terbesar adalah PNM Amanah Syariah sebesar 0.01.
2. Deskriptif Statistik Tahun 2006 Tabel 4.2 Descriptive Statistics Tahun 2006 Reksadana Syariah
Mean
S. Deviasi
Max
Min
N
0.0488
0.05190
0.91
-0.12
12
0.0209
0.09272
0.21
-0.11
12
0.0311
0.15755
0.45
-0.28
12
0.0016
0.06825
0.10
-0.14
12
0.0110
0.30243
0.11
-0.46
12
Batasa Syariah BNI Dana Plus Syariah PNM Syariah BNI Dana Syariah PNM Amanah Syariah
Sumber : Bapepam, BEI (Diolah)
Penelitian ini menganalisis reksadana syariah, pada tabel 4.2. di penelitian ini penulis mencoba untuk meneliti dan mengukur masingmasing kinerja reksadana syariah jika dibandingkan dengan kinerja pasar pada tahun 2006. Sebagaimana ditunjukan pada tabel 4.2, mean terbesar dari masing-masing reksadana syariah adalah Batasa Syariah sebesar 0.0488, dan standar deviasi terbesar dari masing-masing reksadana syariah adalah PNM Amanah Syariah 0.30243, dengan max
terbesar adalah Batasa Syariah sebesar 0.91, min terbesar adalah Batasa Syariah sebesar -0.11
3. Deskriptif Statistik Tahun 2007 Tabel 4.3 Descriptive Statistics Tahun 2007 Reksadana Syariah
Mean
S. Deviasi
Max
Min
N
0.0107
0.00190
0.01
0.01
12
0.0205
0.04519
0.08
-0.07
12
0.0320
0.04069
0.13
-0.02
12
0.0267
0.05608
0.20
0.00
12
0.0098
0.00771
0.03
0.00
12
Batasa Syariah BNI Dana Plus Syariah PNM Syariah BNI Dana Syariah PNM Amanah Syariah
Sumber : Bapepam, BEI (Diolah)
Penelitian ini menganalisis reksadana syariah, pada tabel 4.3. di penelitian ini penulis mencoba untuk meneliti dan mengukur masingmasing kinerja reksadana syariah jika dibandingkan dengan kinerja pasar pada tahun 2007. Sebagaimana ditunjukan pada tabel 4.3., mean terbesar dari masing-masing reksadana syariah adalah PNM Amanah Syariah sebesar 0.0320, dan standar deviasi terbesar dari masingmasing reksadana syariah adalah BNI Amanah Syariah sebesar
0.05608, dengan max terbesar adalah BNI Dana Syariah sebesar 0.20, min terbesar adalah BNI Dana Syariah dan PNM Amanah Syariah sebesar 0.00.
C. Analisis
Perbandingan
Kinerja
reksadana
Syariah
Dengan
Pendekatan Risk Adjusted Performance. 1. Perbandingan
Kinerja
Reksadana
Syariah
Tahun
2005
Menggunakan SWBI Dan JII (Sebagai alat Pembanding).
Pada tahun 2005 kinerja reksadana syariah berdasarkan Risk Adjusted Return, Indeks Sharpe yang paling baik adalah pada reksadana PNM Syariah sebesar -0.93571 dan Indeks Treynor sebesar -0.00538, sehingga: Tabel 4.4 Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah Tahun 2005 Menggunakan SWBI Dan JII (Sebagai alat Pembanding). Tahun
Reksadana
Sharpe
Treynor
Batasa Syariah
-0.96505
-0.02240
BNI Dana Plus Syariah
-1.83212
-0.04444
PNM Syariah
-0.93571
-0.00538
BNI Dana Syariah
-1.82877
-0.00644
PNM Amanah Syariah
-3.35257
0.03619
JII SWBI
0.21149 0.23622
2005
Sumber: Bapepam, BEI (Diolah)
1) Kinerja Reksadana Syariah pada indeks Sharpe dan Treynor PNM Syariah lebih baik dari pada reksadana lainya (Batasa Syariah, BNI Dana Plus Syariah, BNI Dana Syariah, PNM Amanah Syariah). 2) Apabila dibandingkan PNM Syariah dengan Kinerja Pasarnya (JII) angka Indeks Sharpe lebih buruk, tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih baik. 3) Jika dibandingkan dengan PNM Syariah dengan Kinerja Pasarnya (SWBI) angka Indeks Sharpe dan indeks Treynor lebih buruk.
2. Perbandingan
Kinerja
Reksadana
Syariah
Tahun
2006
Menggunakan SWBI Dan JII (Sebagai alat Pembanding).
Pada tahun 2006 kinerja reksadana syariah berdasarkan Risk Adjusted Return, Indeks Sharpe yang paling baik adalah pada reksadana PNM Amanah Syariah sebesar -2.73771 dan Indeks Treynor sebesar 0.12607, sehingga:
Tabel 4.5 Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah Tahun 2006 Menggunakan SWBI Dan JII (Sebagai alat Pembanding).
Tahun
Reksadana
Sharpe
Treynor
Batasa Syariah
-6.33658
-0.03053
BNI Dana Plus Syariah
-5.39576
-0.02659
PNM Syariah
-4.42871
-0.00227
BNI Dana Syariah
-7.23089
-0.02885
PNM Amanah Syariah
-2.73771
0.12607
JII SWBI
0.46808 0.93108
2006
Sumber: Bapepam, BEI (Diolah)
1) Kinerja Reksadana Syariah pada PNM Amanah Syariah dengan menggunakan metode Treynor lebih baik daripada metode Sharpe 2) Kinerja Reksadana Syariah pada indeks Sharpe dan Treynor PNM Amanah Syariah lebih baik dari pada reksadana lainya (Batasa Syariah, BNI Dana Plus Syariah, BNI Dana Syariah, PNM Syariah).
3) Apabila dibandingkan PNM Amanah Syariah dengan Kinerja Pasarnya (JII) angka Indeks Sharpe lebih buruk, tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih baik. 4) Jika dibandingkan dengan PNM Amanah Syariah dengan Kinerja Pasarnya (SWBI) angka Indeks Sharpe dan indeks Treynor lebih buruk. 3. Perbandingan
Kinerja
Reksadana
Syariah
Tahun
2007
Menggunakan SWBI Dan JII (Sebagai alat Pembanding).
Pada tahun 2007 kinerja reksadana syariah berdasarkan Risk Adjusted Return, Indeks Sharpe yang paling baik adalah pada reksadana PNM Syariah sebesar 2.10399 dan Indeks Treynor pada BNI Dana Syariah sebesar 0.01673, sehingga: Tabel 4.6 Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah Tahun 2007 Menggunakan SWBI Dan JII (Sebagai alat Pembanding).
Tahun 2007
Reksadana
Sharpe
Treynor
Batasa Syariah
0.62529
-0.09806
BNI Dana Plus Syariah
1.55927
-0.00757
PNM Syariah
2.57461
-0.00233
BNI Dana Syariah
2.10399
0.01673
PNM Amanah Syariah
0.70377
-0.09823
JII
0.48736
SWBI
0.03260
Sumber: -Bapepam, BEI (Diolah)
1) Kinerja
Reksadana
Syariah
pada
PNM
Syariah
dengan
menggunakan metode Treynor lebih baik daripada metode Sharpe 2) Kinerja Reksadana Syariah pada indeks Sharpe dan Indeks Treynor BNI Dana Syariah lebih baik dari pada reksadana lainya (Batasa Syariah, BNI Dana Plus Syariah, PNM Syariah, PNM Amanah Syariah). 3) Apabila dibandingkan PNM Syariah dengan Kinerja Pasarnya (JII) angka Indeks Sharpe lebih baik, tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih buruk. 4) Jika dibandingkan PNM Syariah dengan Kinerja Pasarnya (SWBI) angka Indeks Sharpe lebih baik tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih buruk
C. Uji Paired Sample Test 1. Hasil Uji t Tahun 2005
Hasil uji t dari reksadana syariah yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.7 Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper Pair 1 Sharpe - Treynor -1.77435 1.00161 .44793 -3.01801 -.53069
t -3.961
df 4
Sig. (2-tailed) .017
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata perbedaan reksadana syariah yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor adalah -1.77435, dengan standar deviasi sebesar 1.00161. Hasil perhitungan t statistic menghasilkan nilai sebesar -3.961 dan signifikansi sebesar 0.017. Dengan hasil perhitungan nilai t hitung (3.961) lebih kecil dari (2.776) dapat diambil keputusan untuk menolak H0. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kinerja reksadana yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor.
2. Hasil Uji t Tahun 2006
Hasil uji t dari reksadana syariah yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.8 Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Std. DeviationStd. Error Mean Lower Upper Pair 1 Sharpe - Treynor-5.23350 1.68158 .75203 -7.32145 -3.14554
t -6.959
df 4
Sig. (2-tailed) .002
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata perbedaan reksadana syariah yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor adalah -5.23350, dengan standar deviasi sebesar 1.68158. Hasil perhitungan t statistic menghasilkan nilai sebesar -6.959 dan signifikansi sebesar 0.002. Dengan hasil perhitungan nilai t hitung (-6.959) lebih kecil dari (2.776) dapat diambil keputusan untuk menolak H0. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kinerja reksadana yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor.
3.
Hasil Uji t Tahun 2007
Deskripsi dari variable yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 4.9 Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1 Sharpe - Treynor
95% Confidence Interval of the Difference Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper 1.55128 .80411 .35961 .55284 2.54971
t 4.314
df 4
Sig. (2-tailed) .013
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata perbedaan reksadana syariah yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor adalah 1.55128 dengan standar deviasi sebesar 0.80411. Hasil perhitungan t statistic menghasilkan nilai sebesar 4.314 dan signifikansi sebesar 0.013.
Dengan hasil perhitungan nilai t hitung (4.314) lebih besar dari (2.776) dapat diambil keputusan untuk menerima Ha. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tidak ada perbedaan antara kinerja reksadana yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor.
D. Interpretasi
Pengukuran
kinerja
reksadana
mutlak
diperlukan
dalam
hal
membandingkan reksadana yang satu dengan reksadana yang lainnya, yakni dengan mengikut sertakan faktor risk baik yang menggunakan variance (resiko sistematik dan unsistematik), Dari haril deskriptif statistik telah diketahui bahwa analisis perbandingan langsung terhadap reksadana syariah dengan menggunakan metode sharpe dan treynor dan juga menggunakan tolak ukur (Banchmark) bahwa kinerja reksadana syariah dengan menggunakan metode Treynor lebih baik daripada menggunakan metode sharpe, hal ini terbukti pada tahun 2005 PNM Syariah dengan menggunakan metode Sharpe lebih baik daripada menggunakan metode sharpe, begitu pula dengan tahun 2006 pada PNM Amanah Syariah dengan menggunakan metode Sharpe lebih baik daripada menggunakan metode sharpe, tetapi pada tahun 2007 metode sharpe yang lebih baik daripada metode treynor, tetapi kinerja reksadana syariah pun maasih buruk bila dibandingkan dengan banchmarknya (JII dan SWBI)
Menurut Eko Priyo Pratomo dan Ubaidillah Nugraha (jurnal, kinerja reksadana.pdf 2005, hal 159) peneliti menggunakan metode Sharpe memiliki keunggulan tersendiri yaitu menggunakan resiko total dalam perhitungannya sehingga semua resiko yang terkandung dalam suatu reksa dana sudah termasuk dalam perhitungan. Sedangkan metode lainnya hanya menggunakan resiko pasar. Sedangkan menurut Yunivan Kristanto (MBIPB, 2008), Treynor lebih dianjurkan untuk tipe investor yang lebih memperhatikan resiko sistematik, seperti resiko pasar, resiko nilai tukar, atau resiko suku bunga. Hal ini terbukti dari hasil penelitiannya mengenai Analisis Kinerja Indeks Saham Sektoral Di Bursa Efek Jakarta Periode Tahun 2004-2006,
Studi Kasus:
Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan, Sektor Properti, Dan Real Estat, Sektor Infrastruktur, Utilitas Dan Transportasi Dan Sektor Keuangan/ -- 2007. Peneltian yang dilakukan oleh Mustakim, mengenai Analisis Kinerja Reksadana Syariah Dengan Menggunakan Metode Sharpe dan Metode Treynor (2008), Penelitiannya tersebut menyatakan bahwa analisis sharpe menghasilkan risk adjusted return yang lebih baik dibandingkan dengan analisis kinerja treynor untuk reksadana syariah jenis campuran, tetapi kinerja Sharpe dan Treynor mencerminkan nilai yang negatif. Sama halnya dengan peneltian yang dilakukan oleh Ahmad Mujahid, mengenai analisis Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah Terhadap Reksadana Konvensional (Studi Kasus Pada Reksadana Campuran (2007), hasil penelitian tersebut bahwa reksadana syariah menunjukan bahwa kinerja yang dihasilkan oleh reksadana syariah belum menghasilkan return yang tinggi dan risiko yang
rendah
dbandingkan
dengan
reksadana
konvensional
dan
inventasi
pembandingnya (IHSG, SBI, JII, SWBI). Pada dasarnya kinerja reksadana Syariah dengan menggunakan metode sharpe dan treynor mempunyai perbedaan yang signifikan hal ini dapat dilihat dari pembahasan sebelumnya bahwa pada tahun 2005-2006. Penelitian yang dilakuakan oleh Ahmad Jalalu Suyuti, bahwa hasil metode sharpe dan jensen mampu mendeteksi adanya perbedaan yang signifikan, tetapi untuk metode treynor tidak dapat.
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLEMENTASI
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya adalah hasil mengenai analisis perbandingan langsung terhadap reksadana syariah dengan menggunakan metode sharpe dan treynor dan juga menggunakan tolak ukur (Banchmark) yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa: 1. Kinerja
reksadana
Syariah
yang
menggunakan
Metode
Sharpe
menunjukan hasil retun yang lebih buruk dibandingkan dengan Reksadana Syariah dengan menggunakan Metode Treynor, JII, dan SWBI dari segi Risk Adjusted performance, dapat diambil kesimpulan: a. Pada tahun 2005 Kinerja Reksadana Syariah pada PNM Syariah dengan menggunakan metode Treynor lebih baik daripada metode Sharpe. Apabila PNM Syariah dibandingkan dengan Kinerja Pasarnya (JII) angka Indeks Sharpe lebih buruk, tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih baik. Jika, PNM Syariah dibandingkan dengan Kinerja Pasarnya (SWBI) angka Indeks Sharpe dan indeks Treynor lebih buruk. b. Pada tahun 2006
Kinerja Reksadana Syariah pada PNM Amanah Syariah dengan menggunakan metode Treynor lebih baik daripada metode Sharpe Kinerja Reksadana Syariah pada indeks Sharpe dan Treynor PNM Amanah Syariah lebih baik. Apabila PNM Amanah Syariah dibandingkan dengan
Kinerja Pasarnya (JII) angka Indeks Sharpe
lebih buruk, tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih baik. Jika, PNM Amanah Syariah dibandingkan dengan Kinerja Pasarnya (SWBI) angka Indeks Sharpe dan indeks Treynor lebih buruk. c. Pada tahun 2007 Kinerja Reksadana Syariah pada PNM Syariah dengan menggunakan metode Treynor lebih buruk daripada metode Sharpe Kinerja Reksadana Syariah pada indeks Sharpe dan Indeks Treynor BNI Dana Syariah lebih baik. Apabila BNI Dana Syariah dibandingkan dengan Kinerja Pasarnya (JII) angka Indeks Sharpe lebih baik, tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih buruk. Jika, dibandingkan BNI Dana Syariah dengan Kinerja Pasarnya (SWBI) angka Indeks Sharpe lebih baik tetapi bila dibandingkan dengan indeks Treynor tersebut lebih buruk 2. Hasil uji t (Uji Paired Sample t Test) menunjukan bahwa Kinerja Reksadana Syariah dengan menggunakan Metode Sharpe dan Treynor, dapat diambil kesimpulan:
a. Pada tahun 2005 dapat diambil keputusan untuk menolak H0. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kinerja reksadana yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor. b. Pada tahun 2006 dapat diambil keputusan untuk menolak H0. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kinerja reksadana yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor c. Pada Tahun 2007 dapat diambil keputusan untuk menerima Ha. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tidak ada perbedaan antara kinerja reksadana yang menggunakan metode Sharpe dan Treynor. 3. Kinerja Reksadana Syariah di Indonesia belum baik (belum mengalami kemajuan yang optimal), diharapkan oleh pihak untuk memajukan reksadana syariah.
B. Implikasi
Dari hasil penelitian ini dapat mendorong dan memicu penelitian berikutnya
mengenai
analisis
perbedaan
reksadana
syariah
dengan
menggunakan metode Sharpe dan Treynor, semoga hasil penelitian ini berimplikasi kepada pihak-pihak, antara lain: a. Bagi Peneliti, diharapkan dapat melambah referensi, informasi dan wawasan teoritis khususnya masalah kinerja reksadana syariah sehingga
peneliti dapat menerapkan ilmu ekonomi dalam bidang Manajemen Keuangan dan pasar modal. b. Bagi Investor, sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk memperoleh tambahan informasi untuk nilai potensi perusahaan sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan investasi khususnya pada reksadana syariah dengan melihat tolak ukurnya (benchmark), agar dapat memperoleh return yang besar dan resiko yang rendah. c. Bagi Perusahaan, sebagai bahan perimbangan dalam mengambil keputusan khususya dalam mengambil kebijakan dan berinvestasi di reksadana syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid. ”Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Perss, Jakarta,2004
Anita, ”Mengenai Analisis Sensitivitas dan kinerja reksa dana (Studi Empiris Reksa dana Pendapatan Tetap dan Reksa dana di Indonesia)” (Skripsi FEIS UIN Syarifhidayatullah), Jakarta, 2006
Bodie, Kane, Marcus, “Investment”, Salemba Empat, Jakarta, Terjemahan 2006
Bagus Wiksuana, I Gusti, ” Konsistensi Risk Adjusted Performance sebagai pengukur kinerja portofolio saham di pasar modal Indonesia”, Buletin studi Ekonomi Volume 13 No. 2 tahun 2008
CWM, Desi Armadiani, ”Perhitungan Kinerja Investasi Reksadana”. director, PT. Maesa Consulting Indonesia,g Sekjen, CWMA
Eko Priyo Pratomo dan Ubaidillah Nugraha, Penilaian Kinerja Reksa Dana Terbuka
Tahun
2005
Dengan
Metode
Sharpe
2005,
hal 159
http://jurnalskripsi.com/penilaian-kinerja-reksa-dana-terbuka-tahun-2005dengan-metode-sharpe-pdf.htm
Faiza Ulfa, Laili, “Analisis Pengaruh Kompensasi Manajemen, Ukuran Reksa dana Dan Tingkat Risiko Terhadap Kinerja Reksa Dana Saham”, http://mahasiswajogja.files.wordpress.com/2008/03/ringkasan-tesis-lailifaiza-ulfa-s3199061.doc
Husnan, Suad. “Dasar-Dasar Teori portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2001
I Gusti Bagus Wiksuana dan Ni Ketut Purnawati, “Konsistensi Risk-Adjusted Performance Sebagai Pengukur Kinerja Portofolio Saham Di Pasar Modal Indonesia”, BULETIN STUDI EKONOMI Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008
Keown, Artur J, “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta, 2001
Kurniawan, Redi, ”Reksadana Syariah”, http://www.detik.com/bisnisindonesia, Posted on Mei 22nd, 2009
Maulidia, Stella, “Analisis Kinerja Reksa Dana Saham Dengan Metode Sharpe dan Jensen”, (Skripsi FE Mercu Buana), Jakarta, 2006
Mustakim, ”Analisis Kinerja Reksadana Syariah Dengan Menggnakan Metode Sharpe dan Treynor”. (Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah), Jakarta, 2008
Mujahid, Ahmad, ”Mengenai Analisis Perbandingan Kinerja Reksadana Syariah Terhadap Reksadana Konvensional (Studi Kasus Pada Reksadana Campuran)” (Skripsi FEIS UIN Syarifhidayatullah), Jakarta, 2007
Priyatno, Dwi, “Mandiri Belajar SPSS”, Mediakom, Yogyakarta, 2008
Rodoni, Ahmad, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, CV. Grafika Karya Utama, Jakarta, 2006
Saltian, Yoga, “Analisis Perbandingan Resiko Dan Tingkat Pengembalian Reksa Dana Syariah Dan Reksa Dana Konvensional”, (Skripsi Universitas Islam Indonesia), Yogayakarta, 2006
Siahaan, Hinsa, ”Penilaian Kinerja Investasi Dengan Menggunakan Sharpe Performance Index dan Treynor Performance Index”, Universitas Taruma Negara, Jakarta, 2006
Sudjana, “Metoda Statistika”, Tarsito, Bandung, 2001
Tim Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, “Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia”. Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Royek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal Tahun Anggaran 2004
Umaidi, Ahmad, “Analisis Kinerja Reksadana Saham Di Indonesia: Komposisi dari Kemampuan dan Gaya Manajer Investasi”, Skripsi FEIS UIN Syarif Hidayatullah), Jakarta, 2007