ANALISIS PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH Ice Anugrahsari1, Mustofa Agung Sardjono2 dan Fadjar Pambudhi3 1
2
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, Palu. Center of Social Forestry (CSF), Unmul, 3 Samarinda. Laboratorium Biometrika Hutan Fahutan Unmul, Samarinda
ABSTRACT. The Analysis of Subdistrict Government Role in Management of Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. In general, the problem faced in management of conservation area these days was the division of Central Government and Local Government Roles. According to the National Law Nr. 32 in the year 2004 (about Local Government) and the Forestry Law Nr. 41 in the year 1999, the conservation role was on the Central Government. The Government Regulation Nr. 38 in the year 2007 (about Governmental Role and Province Role as otonomous area) also mentioned that the conservation role was on Central Government. This research was conducted in the Lore Lindu National Park (TNLL) from August 2009 up to June 2010. The research purposes were to analyze the local government role (Government of Donggala and Poso SubProvince) related to Lore Lindu National Park management, and to analyze the role implementation of local through the study on respon and initiative policy of central government on the Lore Lindu National Park management and the priority compilation of National Park management to support the local government role on Lore Lindu National Park management. The research resulted that Central Sulawesi Province Government and also Donggala and Poso Sub-Province were very limited, even assessed did not play a part on TNLL management when evaluated from the regulation of Forestry Law and environmental conservation which go into effect. It’s mentioned because there was no good understanding about Local Government role besides the law regulation arranging about technical things of area management which it’s implementation conducted by The State of Lore Lindu National Park as Technical Unit Execution of Forestry Department. According to the research result it can be suggested that Central Government in this case Department of Forestry needs to push The State of Lore Lindu National Park to be more active to coordinate and consultancy with Local Government especially Donggala and Poso Sub-Province. Theoretically and empirically, it is not possible to handle TNLL area by itself, even the authority is on the Central Government. Each breakthrough opportunity which possible to utilized to give bigger role to Local Government must be done (flexibility), without having to impinge the rule going into effect. Kata kunci: Donggala, Poso, Lore Lindu, Sulawesi Tengah.
Pemerintah Indonesia telah sejak lama melakukan berbagai upaya konservasi termasuk pengendalian dan penanggulangan kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan penyusutan keanekaragaman hayati. Demikian pula kebijakan pemanfaatan hutan juga mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan serta pembagian keuntungan yang adil. 140
141
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Secara umum persoalan kritis yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi dewasa ini adalah berkaitan dengan pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 (tentang Pemerintah Daerah) dan Undang-undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999, kewenangan konservasi ada di Pemerintah Pusat. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 (tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom) juga menyebutkan bahwa kewenangan konservasi ada di Pemerintah Pusat (dalam hal ini cq Departemen Kehutanan). Tetapi kenyataan menunjukkan, bahwa konflik kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah seringkali terjadi karena adanya ketidaksepahaman menyangkut kewenangan pengelolaan hutan di tingkat yang lebih rendah dan lebih spesifik lagi konflik ini tidak terkecuali dihadapi kawasan konservasi (Darusman dan Nurrochmat, 2005). Sebagai contoh, berdasarkan peraturan perundangan yang ada, kewenangan menetapkan kawasan dalam pengelolaan kawasan konservasi memang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Demikian halnya dengan penandatanganan kontrak dan pengelolaan uang hasil sewa pengelolaan kawasan. Namun bagi daerah di mana ada kawasan konservasi, mereka akan menuntut pembagian karena kehilangan kesempatan untuk memperoleh hasil penerimaan daerah, karena kawasan tersebut tidak bisa dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi. Perbedaan pendangan dari aspek kewenangan tersebut bila tidak diatur secara baik, maka akan yang mempengaruhi eksistensi kawasan konservasi, karena pengelolaannya menjadi tidak optimal yang mendorong perusakan dan tumbuhnya berbagai gangguan. Hal tersebut menjadi realita yang harus dilalui oleh sejumlah kawasan-kawasan konservasi antara lain Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). TNLL merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas 217.991,18 ha. Kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi sesuai keputusan Menteri Kehutanan No. 593/Kpts-II/1993, dengan luas kurang lebih 229.000 ha. Penunjukkan tersebut dijadikan dasar untuk melakukan tata batas definitif hingga temu gelang dan telah dikukuhkan Menteri Kehutanan dan Perkebunan melalui keputusan No. 464/Kpts-II/1999 tanggal 23 Juni 1999 dengan luas 217.991.18 ha atau (sekitar 1,2% wilayah Sulawesi yang luasnya 189.000 km² atau 2,4% dari sisa hutan Sulawesi yakni 90.000 km²). TNLL secara admnistrasi berada di wilayah Kabupaten Donggala seluas 127.185 ha (54,3%) dan Kabupaten Poso 107.321 ha (45,7%) meliputi kurang lebih 62 desa di sekitar dan di dalam kawasan. Kawasan ini merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki panorama alam yang indah dan kekayaan alam yang sangat melimpah serta telah ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia. TNLL memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi termasuk di antaranya spesies endemik Sulawesi, koleksi peninggalan seni purbakala yang melimpah, kultur budaya yang pluralistis, serta bentang alam yang sangat elok sehingga dapat menarik minat para wisatawan, ilmuwan dan ahli antropologi yang ingin menikmati dan meneliti kawasan ini. Keanekaragaman hayati yang tinggi serta objek wisata alam yang unik dan menarik, yang dilengkapi dengan keragaman budaya masyarakat sekitar menjadi pendukung aktivitas dan pengembangan pariwisata alam yang potensial dan berbagai sumberdaya lainnya (Anonim, 2010).
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
142
Pengelolaan kawasan TNLL dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang prinsipnya dimulai sejak penetapannya sebagai kawasan konservasi, di antaranya adalah keterbatasan petugas, minimnya koordinasi antar instansi yang berdampak terhadap perambahan kawasan dan pencurian sumberdaya alam yang prinsipnya merupakan hak bagi masyarakat untuk mengakses ke dalam kawasan namun sebaliknya merupakan suatu pelanggaran bagi pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL). Oleh karenya dituntut adanya pemahaman dan kerja sama yang baik antara semua pemangku kepentingan dalam kawasan ini termasuk pemerintah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso sebagai regulator di tingkat Daerah (Anonim, 2010). Kolaborasi secara teoritis dipertimbangkan sebagai bentuk kerja sama yang paling efektif. Kolaborasi di samping ada pertukaran informasi, perubahan aktivitas dan pengkontribusian sumberdaya juga memungkinkan peningkatan kapasitas pihak lainnya guna keuntungan bersama serta dalam rangka mencapai tujuan bersama. Apakah kerja sama yang bersifat kolaboratif khususnya antara pemerintah dengan pemerintah daerah juga terjadi di TNLL, adalah pertanyaan yang perlu diperoleh jawabannya. Sejarah pengelolaan TNLL memperlihatkan bahwa kebijakan Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Kabupaten Donggala dan Poso sebenarnya telah dilaksanakan dalam upaya mendukung pengelolaan TNLL. Beberapa kebijakan atau kegiatan tersebut mencakup: 1. Pengembangan program transmigrasi yang cukup berhasil antara lain memindahkan masyarakat dari dalam kawasan TNLL walaupun sebagian masyarakat kembali pada pemukiman sebelumnya. 2. Pengusulan pelaksanaan enclave kawasan TNLL meliputi wilayah Lindu dan Besoa yang sebenarnya diakui oleh pihak BBTNLL dan masih dalam taraf proses diskusi hingga saat ini. Selain itu pemerintah setempat juga telah mengupayakan beberapa program lainnya seperti penanganan irigasi dan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA Lindu) yang belum direalisasikan karena ditentang oleh masyarakat dan pihak lainnya (Anonim, 2010). Implementasi otonomi daerah termasuk di dalamnya desentralisasi kehutanan telah berjalan sekitar satu dasawarsa. Pembagian kewenangan (dan tanggung jawab) atau Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota terus disempurnakan. Tetapi pengelolaan kawasan konservasi seperti TNLL sering membutuhkan keleluasaan administrasi politik dan finansial dikarenakan kompleksitas dan kepentingan persoalan yang dihadapi. Berdasarkan keseluruhan persoalan yang terjadi di TNLL sebagaimana diutarakan di atas, pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana peran Pemerintah Daerah (dalam hal ini Kabupaten Donggala dan Poso) berkaitan dengan pengelolaan TNLL ditinjau dari peraturan perundangan yang ada? 2. Sejauh mana implementasi peran Pemerintah Daerah (dalam hal ini Kabupaten Donggala dan Poso) dalam pengelolaan TNLL?
143
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
3. Adakah kemungkinan menyusun prioritas pengelolaan yang memberi peluang peran Pemerintah Daerah yang lebih besar dalam rangka pengelolaan TNLL di masa depan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peran Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten Donggala dan Poso) berkaitan dengan pengelolaan TNLL, mengidentifikasi dan menganalisis implementasi peran Pemerintah Daerah melalui kajian terhadap respon dan inisiatif kebijakan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan TNLL, menyusun program strategis Pengelolaan Taman Nasional guna mendukung peran Pemerintah Daerah dalam pengelolaan TNLL. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan teridentifikasinya porsi dan peran Pemerintah Daerah Kabupaten dalam Pengelolaan TNLL serta tersedianya usulan Program Pengelolaan yang dapat dilakukan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan para pihak lainnya dalam rangka efektivitas pengelolaan TNLL dimasa mendatang. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di TNLL yang secara administratif termasuk dalam dua wilayah yaitu Kabupaten Donggala dan Poso. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas pertimbangan penting yakni: i) TNLL merupakan salah satu kawasan konservasi yang sistem pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat melalui badan pengelolaan TNLL. ii) Kabupaten Donggala dan Poso merupakan dua kabupaten yang secara administrasi sebagian wilayahnya merupakan kawasan TNLL. iii) Isu-isu yang berkembang sudah membahayakan keberlangsungan fungsi dan manfaat TNLL sebagai kawasan konservasi yang pada akhirnya memiliki implikasi lebih luas termasuk bagi masyarakat setempat. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan yakni dari bulan Agustus 2009 sampai Juni 2010, meliputi persiapan penelitian, pengambilan data primer dan sekunder. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis sebagai berikut: 1. Data peran Pemerintah Kabupaten Donggala dan Poso dalam pengelolaan TNLL dideskripsi secara khusus melalui kajian peraturan dan pelaksanaan pengelolaan TNLL. 2. Data implementasi kebijakan yang berlaku di Pemerintah Kabupaten Donggala dan Poso dianalisis berdasarkan kenyataan pengelolaan TNLL di lapangan dari aspek SDM, SDH, kelembagaan, sosial ekonomi dengan menggunakan metode analisis gap. 3. Tahap penyusunan program strategis pengelolaan kawasan TNLL. Untuk menentukan program strategis/prioritas pengelolaan TNLL, maka dilakukan penentuan prioritas berdasarkan tingkat signifikansi program sesuai hasil analisis SWOT dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi hasil analisis Gap.
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
144
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peran Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu A.1. Tinjauan peran pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundangan kehutanan dan non kehutanan terkait. Substansi beberapa peraturan perundangan kehutanan dan non kehutanan terkait dengan pengelolaan TNLL ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Substansi Beberapa Peraturan Perundangan Kehutanan dan Non Kehutanan Terkait dengan Pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan TNLL A. Undang-undang (UU) 1. UU No. 41/1999 Hutan memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, lindung dan (tentang Kehutanan) produksi (Pasal 6). sebagai pengganti dari Tujuan pemanfaatan hutan sesuai fungsinya adalah untuk memperoleh UU No.5/1967 (tentang manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara Pokok-pokok berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (Pasal 23). Kehutanan) Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan kecuali Cagar Alam serta Zona Inti dan Zona Rimba Taman Nasional (Pasal 24). Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 68). 2. UU No. 5/1990 (tentang Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan Konservasi Sumberdaya mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta Alam Hayati dan keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya Ekosistemnya) peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Pasal 3). Kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya meliputi tiga kegiatan pokok yaitu (Pasal 5): (a) Perlindungan sistem penyangga kehidupan. (b) Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. (c) Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam. Kawasan Pelestarian Alam yang dimaksud pada Pasal 1 angka 13 terdiri dari: (a) Taman Nasional (b) Taman Hutan Raya dan (c) Taman Wisata Alam (Pasal 29). Kegiatan kepariwisataan dan rekreasi dapat diberikan ijin pengusahaan atas zona pemanfaatan Kawasan Pelestarian Alam, yaitu di Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Pasal 30). Di dalam kawasan konservasi (Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam) dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam (Pasal 31). Kawasan Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan (Pasal 32). Pengelolaan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dilaksanakan oleh Pemerintah (Pasal 34 Ayat 1). Di dalam zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan (Pasal 34 Ayat 2).
145
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Tabel 1 (lanjutan) No. Peraturan perundangan
Substansi berkaitan dengan TNLL Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dengan mengikutsertakan rakyat (Pasal 34 Ayat 3). 3. UU No. 23/2009 Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan (tentang Perlindungan secara terpadu oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan dan Pengelolaan Pemerintah Kabupaten/Kota (Pasal 5) melalui inventarisasi lingkungan Lingkungan Hidup) hidup, penetapan wilayah ekoregion (Pasal 6). Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) meliputi Tingkat Nasional, Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten/Kota (Pasal 9). B. Peraturan Pemerintah (PP) 1. Peraturan Pemerintah Tujuan Perlindungan Hutan adalah menjaga kelestarian hutan agar dapat No. 28 tahun 1985 memenuhi fungsinya (Pasal 2). (tentang Perlindungan Selain dari petugas-petugas kehutanan atau orang-orang yang karena Hutan) tugasnya atau kepentingannya dibenarkan berada di dalam kawasan hutan, siapapun dilarang membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong, menebang dan membelah pohon di dalam kawasan hutan (Pasal 3 Ayat 1). 2. PP No. 18/1994 Pengusahaan Pariwisata Alam dilakukan sesuai azas konservasi (tentang Pengusahaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 2 Ayat 1). Pariwisata Alam Di Pengusahaan Pariwisata Alam bertujuan untuk meningkatkan Zona Pemanfaatan pemanfaatan gejala keunikan dan keindahan alam yang terdapat dalam Taman Nasional, Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Taman Hutan Raya dan Wisata Alam (Pasal 2 Ayat 2). Taman Wisata Alam) Penyelenggaraan Pengusahaan pariwisata alam dilakukan pada (a) Zona Pemanfaatan Taman Nasional. (b) Taman Hutan Raya. (c) Taman Wisata Alam (Pasal 3 Ayat 1). Pengusahaan Pariwisata Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa usaha sarana Pariwisata Alam (Pasal 3 Ayat 2). Jenis-jenis usaha sarana Pariwisata Alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi usaha: (a) Akomodasi seperti pondok wisata, bumi.perkemahan, karavan, penginapan remaja. (b) Makanan dan minuman. (c) Sarana wisata. (d) Angkutan wisata. (e) Cinderamata. (f) Sarana wisata budaya (Pasal 3 Ayat 3). Usaha sarana pariwisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut: (a) Luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam maksimum 10% dari luas Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Blok Pemantaatan Taman Hutan Raya dan Blok Pemanfaatan Taman Wisata alam yang bersangkutan. (b) Bentuk bangunan bergaya arsitektur budaya setempat. (c) Tidak mengubah bentang alam yang ada (Pasal 4). 3. Peraturan Pemerintah Pola pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya No. 47 tahun 1997 kerusakan fungsi lingkungan hidup dan melestarikan fungsi lindung (tentang Rencana Tata kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, Ruang Wilayah kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, kawasan Nasional) pelestarian alam, kawasan cagar budaya dan kawasan lindung lainnya serta menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di kawasan rawan bencana (Pasal 40 Ayat 1). Langkah-langkah pengelolaan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e berupa perlindungan keanekaragaman biota dan tipe ekosistem.
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
146
Tabel 1 (lanjutan) No. Peraturan perundangan 4. PP No. 68/1998 (tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam)
Substansi berkaitan dengan TNLL Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari: (a) Kawasan Taman Nasional. (b) Kawasan Taman Hutan Raya. (c) Kawasan Taman Wisata Alam (Pasal 30 Ayat 1). Sistem zonasi pengelolaannya Kawasan Taman Nasional dapat dibagi: (a) Zona inti. (b) Zona pemanfaatan. (c) Zona rimba dan atau zona lain yang ditetapkan menteri sesuai kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 30 Ayat 2). Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional, bila telah memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami. (b) Memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. (c) Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh. (d) Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam. (e) merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan dan dalam upaya mendukung pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai suatu zona tersendiri (Pasal 31 ayat 1). Ditetapkan sebagai zona inti, bila memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. (b) Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya. (c) Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau belum diganggu manusia. (d) Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami. (e) Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi. (f) Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah (Pasal 31 Ayat 2). Ditetapkan sebagai zona pemanfaatan, bila memenuhi kriteria sebagai berikut (a) Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik. (b) Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk pariwisata dan rekreasi alam. (c) Kondisi lingkungan sekitar mendukung pengembangan pariwisata alam (Pasal 31 Ayat 3). Ditetapkan sebagai zona rimba, bila memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi. (b) Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan (c) Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu (Pasal 31 Ayat 4). Pengelolaan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dilakukan oleh Pemerintah (Pasal 35). Upaya pengawetan kawasan Taman Nasional dilaksanakan dengan sistem zonasi (Pasal 38).
147
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Tabel 1 (lanjutan) No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan TNLL C. Keputusan Presiden 1. Keppres No. 32/1990 Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, (tentang Pengelolaan kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung (Pasal 37 Ayat 1). Kawasan Lindung) Di dalam kawasan Suaka Alam dan kawasan Cagar Budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada (Pasal 37 Ayat 2). D. Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri Peruntukan masing-masing zona (Pasal 6). Kehutanan No. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti (Pasal 7 Ayat 1). P.56/Menhut-II/2006 Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rimba (Pasal 7 Ayat (tentang Pedoman 2). Zonasi Taman Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan (Pasal Nasional) 7 Ayat 3). Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional (Pasal 7 Ayat 4). Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona religi, budaya dan sejarah (Pasal 7 Ayat 5). Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona khusus (Pasal 7 Ayat 6). 2. Peraturan Menteri Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Kehutanan No. Alam adalah pelaksanaan suatu kegiatan/penanganan suatu masalah P.19/Menhut-II/2004 dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan (tentang Kolaborasi kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam secara bersama Pengelolaan Kawasan dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan Suaka Alam dan bersama sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 1 Kawasan Pelestarian Ayat 3). Alam) Kolaborasi dalam rangka pengelolaan kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam adalah proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan kemanfaatan (Pasal 4 Ayat 1). Para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain: (a) Pemerintah Pusat termasuk Kepala UPT KSDA/TN. (b) Pemerintah Daerah. (c) Kelompok masyarakat setempat. (d) Perorangan baik dari dalam maupun luar negeri. (e) Lembaga Swadaya Masyarakat setempat, nasional dan internasional yang bekerja di bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati. (f) BUMN, BUMD, BUMS atau (g) perguruan tinggi/lembaga ilmiah/lembaga pendidikan (Pasal 4 Ayat 3).
A.2. Tinjauan peran pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundangan daerah a. Undang-undang No. 32 tahun 2004 (tentang Pemerintahan Daerah) b. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 (tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom) c. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004 (tentang Perancanaan Hutan). d. Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004 (tentang Perlindungan Hutan). e. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 (tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota)
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
148
A.3. Kesenjangan kebijakan Kenyataan menunjukkan bahwa sering terjadi penggunaan peraturan secara luas untuk penetapan kebijakan di daerah yang jelas bertentangan dengan kondisi daerah. Hal tersebut misalnya diterbitkannya UU 41 tahun 1999 (tentang Kehutanan) berserta sejumlah PP (termasuk PP 25 tahun 2000) tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan PP No. 34 tahun 2002 (tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan). B. Implementasi Peraturan Perundangan dalam Pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu B.1. Inisiatif kebijakan pemerintah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso dalam pengelolaan TNLL. Analisis peran pemerintah Kabupaten Donggala dan Poso dalam pengelolaan TNLL sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Peran Pemerintah Kabupaten Donggala dan Poso dalam Pengelolaan TNLL Aktivitas pengelolaan hutan Inventarisasi hutan
Pemerintahan daerah provinsi
Penyelenggaraan inventarisasi Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Taman Hutan Raya dan Skala DAS lintas kabupaten/kota. Penunjukan kawasan Pemberian pertimbangan teknis hutan, Hutan penunjukan kawasan Hutan Produksi, Produksi, Hutan Hutan Lindung, Kawasan Pelestarian Lindung, kawasan Alam, Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, Taman Buru. kawasan Suaka Alam dan Taman Buru Kawasan Hutan Pengusulan dan pertimbangan teknis dengan Tujuan pengelolaan kawasan hutan dengan Khusus tujuan khusus untuk masyarakat hukum adat, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan kehutanan, lembaga sosial dan keagamaan untuk skala provinsi. Penatagunaan Pertimbangan teknis perubahan status Kawasan Hutan dan fungsi hutan, perubahan status dari lahan milik menjadi kawasan hutan, dan penggunaan serta tukar menukar kawasan hutan. Pembentukan Pelaksanaan penyusunan rancang Wilayah bangun, pembentukan dan pengusulan Pengelolaan Hutan penetapan wilayah pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi serta pertimbangan teknis institusi wilayah pengelolaan hutan.
Pemerintahan daerah kabupaten / kota Penyelenggaraan inventarisasi Hutan Produksi dan hutan Lindung dan skala DAS dalam wilayah kabupaten/kota. Pengusulan penunjukan kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung, kawasan Pelestarian Alam, kawasan Suaka Alam dan Taman Buru
Pengusulan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk masyarakat, hukum adat, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan kehutanan, lembaga sosial dan keagamaan untuk skala kabupaten/kota dengan pertimbangan gubernur. Pengusulan perubahan status dan fungsi hutan dan perubahan status dari lahan milik menjadi kawasan hutan dan penggunaan serta tukar menukar kawasan hutan. Pertimbangan penyusunan rancang bangun dan pengusulan pembentukan wilayah pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi, serta institusi wilayah pengelolaan hutan.
149
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Tabel 2 (lanjutan) Aktivitas pengelolaan hutan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (Lima Tahunan) Unit KPHP Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHP Rencana Kerja Usaha Dua Puluh Tahunan Unit Usaha pemanfaatan Hutan Produksi Rencana Pengelolaan Lima Tahunan Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi Penataan Batas Luar Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi
Pemerintahan daerah provinsi
Pemerintahan daerah kabupaten / kota
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang unit kesatuan pengelolaan hutan produksi KPHP.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang unit KPHP.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka menengah unit KPHP.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka menengah unit KPHP.
Pengesahan rencana pengelolaan jangka Pertimbangan teknis pengesahan pendek unit KPHP. Rencana Pengelolaan Jangka Pendek unit KPHP. Pertimbangan teknis pengesahan Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja usaha dua puluh tahunan rencana kerja usaha dua puluh tahunan unit usaha pemanfaatan hutan produksi. unit usaha pemanfaatan hutan produksi.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja lima tahunan unit pemanfaatan hutan produksi.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja lima tahunan unit pemanfaatan hutan produksi.
Penilaian dan pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit usaha pemanfaatan hutan produksi
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit usaha pemanfaatan hutan produksi.
1. Pertimbangan teknis untuk pengesahan, koordinasi dan pengawasan pelaksanaan penataan batas luar areal kerja unit pemanfaatan hutan produksi lintas kabupaten/kota. 2. Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan batas luar areal kerja unit pemanfaatan hutan produksi dalam kabupaten/kota. Rencana Pengelolaan Pertimbangan teknis pengesahan Dua Puluh Tahunan rencana pengelolaaan dua puluh (Jangka Panjang) tahunan (jangka panjang) unit KPHL. Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung. Rencana Pengelolaan Pertimbangan teknis pengesahan Lima Tahunan rencana pengelolaan lima tahunan (Jangka Menengah) (jangka menengah) unit KPHL. Unit KPHL Rencana pengelolaan Pengesahan rencana pengelolaan Tahunan (Jangka tahunan (jangka pendek) unit KPHL. Pendek) Unit KPHL
Pertimbangan teknis untuk pengesahan, dan pengawasan pelaksanaan penataan batas luar areal kerja unit pemanfaatan hutan produksi dalam kabupaten/kota.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaaan dua puluh tahunan (jangka panjang) unit KPHL.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit KPHL. Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit KPHL.
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
150
Tabel 2 (lanjutan) Aktivitas pengelolaan hutan Rencana Kerja Usaha (Dua Puluh Tahunan) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung Rencana Pengelolaan Tahunan (Jangka Pendek) Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung Penataan Areal Kerja Unit Usaha Pemanfaatan Hutan Lindung Rencana Pengelolaan Dua Puluh Tahunan (Jangka Panjang) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Rencana Pengelolaan Lima Tahunan (Jangka Menengah) Unit KPHK Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (Tahunan) Unit KPHK Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (Dua Puluh Tahunan) Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru
Pemerintahan daerah provinsi
Pemerintahan daerah kabupaten/kota
Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja usaha (dua puluh tahunan) unit usaha pemanfaatan hutan lindung.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja usaha (dua puluh tahunan) unit usaha pemanfaatan hutan lindung.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit usaha pemanfaatan hutan lindung.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit usaha pemanfaatan hutan lindung.
Penilaian dan pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit usaha pemanfaatan hutan lindung.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit usaha pemanfaatan hutan lindung.
Pertimbangan teknis pengesahan penataan areal kerja unit usaha pemanfaatan hutan lindung kepada pemerintah. Pertimbangan teknis rencana pengelolaan dua puluh tahunan (jangka panjang) unit KPHK.
Pertimbangan teknis pengesahan penataan areal kerja unit usaha pemanfaatan hutan lindung kepada provinsi. Pertimbangan teknis rencana pengelolaan dua puluh tahunan (jangka panjang) unit KPHK.
Pertimbangan teknis rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit KPHK.
Pertimbangan teknis rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit KPHK.
Pertimbangan teknis rencana pengelolaan jangka pendek (tahunan) unit KPHK.
Pertimbangan teknis rencana pengelolaan jangka pendek (tahunan) unit KPHK.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang (dua puluh tahunan) untuk Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru skala provinsi.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang (dua puluh tahunan) untuk Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru skala kabupaten/kota.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka menengah untuk Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru skala provinsi.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka menengah untuk Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru skala kabupaten/kota.
151
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Tabel 2 (lanjutan) Aktivitas pengelolaan hutan Rencana Pengelolaan Jangka Pendek Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru Pengelolaan Taman Hutan Raya
Rencana Kehutanan
Pemerintahan daerah provinsi
Pemerintahan daerah kabupaten/kota
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka pendek untuk Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru skala provinsi.
Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka pendek untuk Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru skala kabupaten/kota
Pengelolaan taman hutan raya, penyusunan rencana pengelolaan (jangka menengah dan jangka panjang) dan pengesahan rencana pengelolaan jangka pendek serta penataan blok (zonasi) dan pemberian perizinan usaha pemanfaatan serta rehabilitasi di Taman Hutan Raya skala provinsi.
Pengelolaan Taman Hutan Raya, penyusunan rencana pengelolaan dan penataan blok (zonasi) serta pemberian perizinan usaha pariwisata alam dan jasa lingkungan serta rehabilitasi di Taman Hutan Raya skala kabupaten/kota.
Penyusunan rencana-rencana kehutanan tingkat provinsi. Sistem Informasi Penyusunan sistem informasi Kehutanan (Numerik kehutanan (numerik dan spasial) tingkat dan Spasial) provinsi. Pemanfaatan Hasil Pertimbangan teknis kepada menteri Hutan pada Hutan untuk pemberian dan perpanjangan izin Produksi usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja Perum Perhutani.
Penyusunan rencana-rencana kehutanan tingkat kabupaten/kota. Penyusunan sistem informasi kehutanan (numerik dan spasial) tingkat kabupaten/. Pertimbangan teknis kepada gubernur untuk pemberian dan perpanjangan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu serta pemberian perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja Perum Perhutani. Pemungutan Hasil Pemberian perizinan pemungutan hasil Pemberian perizinan pemungutan hasil Hutan pada Hutan hutan kayu dan pemungutan hasil hutan hutan kayu dan pemungutan hasil hutan Produksi bukan kayu pada hutan produksi skala Bukan kayu pada hutan produksi skala provinsi kecuali pada kawasan hutan kabupaten/kota kecuali pada kawasan negara pada wilayah kerja Perum hutan negara pada wilayah kerja Perum Perhutani. Perhutani. Pemanfaatan Pemberian izin usaha pemanfaatan Pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan Hutan dan kawasan hutan dan jasa lingkungan kawasan hutan dan jasa lingkungan Jasa Lingkungan skala provinsi kecuali pada kawasan skala kabupaten/kota kecuali pada pada Hutan Produksi hutan negara pada wilayah kerja Perum kawasan hutan negara pada wilayah Perhutani. kerja Perum Perhutani. Industri Pengolahan Pemberian izin industri primer hasil Pertimbangan teknis pemberian izin Hasil Hutan hutan kayu dengan kapasitas produksi ≤ industri primer hasil hutan kayu. 3 6.000 m serta pertimbangan teknis izin industri primer dengan kapasitas > 3 6.000 m . Penatausahaan Hasil Pengawasan dan pengendalian Pengawasan dan pengendalian Hutan penatausahaan hasil hutan skala penatausahaan hasil hutan skala provinsi. kabupaten/kota.
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
152
Tabel 2 (lanjutan) Aktivitas Pemerintahan daerah provinsi pengelolaan hutan Pemanfaatan Pemberian perizinan pemanfaatan Kawasan Hutan pada kawasan hutan dan pemungutan hasil Hutan Lindung hutan bukan kayu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk ke dalam lampiran (Appendix) CITES dan pemanfaatan jasa lingkungan skala provinsi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja Perum Perhutani. Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Kehutanan Perencanaan 1. Penetapan lahan kritis skala provinsi. Rehabilitasi Hutan 2. Pertimbangan teknis rencana dan Lahan Termasuk rehabilitasi hutan dan lahan Hutan Mangrove DAS/Sub DAS. 3. Penetapan rencana pengelolaan rehabilitasi hutan, rencana tahunan dan rancangan rehabilitasi hutan pada Taman Hutan Raya skala provinsi. 4. Penetapan rencana pengelolaan, rencana tahunan dan rancangan rehabilitasi hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani izin pemanfaatan/pengelolaan hutan dan lahan di luar kawasan hutan skala provinsi. Pengelolaan Daerah Pertimbangan teknis penyusunan Aliran Sungai rencana pengelolaan, penyelenggaraan pengelolaan DAS skala provinsi. Pelaksanaan 1. Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan Rehabilitasi Hutan pemeliharaan hasil rehabilitasi hutan dan Lahan Termasuk pada Taman Hutan Raya skala Hutan Mangrove provinsi. 2. Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan pemeliharaan hasil rehabilitasi hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani izin pemanfaatan/ pengelolaan hutan, dan lahan di luar kawasan hutan skala provinsi. Reklamasi Hutan Pengesahan rencana reklamasi hutan pada Areal yang Dibebani Izin Penggunaan Kawasan Hutan Reklamasi Hutan Penyusunan rencana dan pelaksanaan Areal Bencana Alam reklamasi hutan pada areal bencana alam skala provinsi Pemberdayaan Pemantauan, evaluasi dan fasilitas Masyarakat Setempat pemberdayaan masyarakat setempat di di Dalam dan di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Sekitar Hutan
Pemerintahan daerah kabupaten/kota Pemberian perizinan pemanfaatan kawasan hutan, pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk ke dalam lampiran (Appendix) CITES, dan pemanfaatan jasa lingkungan skala kabupaten/kota kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja Perum Perhutani. Pelaksanaan pemungutan penerimaan negara bukan pajak skala kabupaten/ kota. 1. Penetapan lahan kritis skala kabupaten/kota. 2. Pertimbangan teknis rencana rehabilitasi hutan dan lahan DAS/Sub DAS. 3. Penetapan rencana pengelolaan, rencana tahunan dan rancangan rehabilitasi hutan pada hutan taman hutan raya skala kabupaten/kota. 4. Penetapan rencana pengelolaan, rencana tahunan dan rancangan rehabilitasi hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani izin pemanfaatan/ pengelolaan hutan dan lahan di luar kawasan hutan skala kabupaten/kota. Pertimbangan teknis penyusunan rencana pengelolaan, penyelenggaraan pengelolaan DAS skala kabupatan/kota. 1. Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan pemeliharaan hasil rehabilitasi hutan pada Taman Hutan Raya skala kabupaten/kota. 2. Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan pemeliharaan hasil rehabilitasi hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani izin pemanfaatan /pengelolaan hutan, dan lahan di luar kawasan hutan skala kabupaten/kota. Pertimbangan teknis rencana reklamasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi hutan Penyusunan rencana dan pelaksanaan reklamasi hutan pada areal bencana alam skala kabupaten/kota. Bimbingan masyarakat, pengembangan kelembagaan dan usaha serta kemitraan masyarakat setempat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
153
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Tabel 2 (lanjutan) Aktivitas pengelolaan hutan Pengembangan Hutan Hak dan Aneka Usaha Kehutanan Hutan Kota
Pemerintahan daerah povinsi
Pemerintahan daerah kabupaten/kota
Pemantauan, evaluasi dan fasilitasi hutan, hak dan aneka usaha kehutanan.
Penyusunan rencana, pembinaan pengelolaan hutan hak dan aneka usaha kehutanan.
Pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan, perlindungan dan pengamanan hutan kota (khusus DKI), fasilitasi, pemantauan dan evaluasi hutan kota. Perbenihan Tanaman Pertimbangan teknis calon areal sumber Hutan daya genetik, pelaksanaan sertifikasi sumber benih dan mutu benih/bibit tanaman hutan.
Pengusahaan Pariwisata Alam pada Kawasan Pelestarian Alam, dan Pengusahaan Taman Buru, Areal Buru dan Kebun Buru Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Pertimbangan teknis pengusahaan pariwisata alam dan taman buru serta pemberian perizinan pengusahaan kebun buru skala provinsi.
Pengawasan pemberian izin pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan tidak termasuk dalam lampiran (Appendix) CITES. Lembaga Konservasi Pertimbangan teknis izin kegiatan lembaga konservasi (antara lain kebun binatang, taman safari) skala provinsi. Perlindungan Hutan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan, perlindungan dan pengamanan hutan kota. Inventarisasi dan identifikasi serta pengusulan calon areal sumberdaya genetik, pembinaan penggunaan benih/bibit, pelaksanaan sertifikasi sumber benih dan mutu benih/bibit tanaman hutan. Pertimbangan teknis pengusahaan pariwisata alam dan taman buru serta pemberian perizinan pengusahaan kebun buru skala kabupaten/kota.
Pemberian perizinan pemanfaatan tumbuhan dansatwa liar yang tidak dilindungi dan tidak termasuk dalam lampiran (Appendix) CITES.
Pertimbangan teknis izin kegiatan lembaga konservasi (antara lain Kebun Binatang, Taman Safari) skala kabupaten/kota. 1. Pelaksanaan perlindungan hutan pada 1. Pelaksanaan perlindungan hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani hak dan hutan adat tidak dibebani hak dan hutan adat serta taman hutan raya skala serta taman hutan raya skala provinsi. Kabupaten/kota. 2. Pemberian fasilitas, bimbingan dan 2. Pemberian fasilitas, bimbingan dan pengawasan dalam kegiatan pengawasan dalam kegiatan perlindungan hutan pada hutan yang perlindungan hutan pada hutan yang dibebani hak dan hutan adat skala dibebani hak dan hutan adat skala provinsi. kabupaten/kota. Koordinasi dan penyelenggaraan Penyelenggaraan penelitian dan penelitian dan pengembangan pengembangan kehutanan di tingkat kehutanan di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota dan pemberian perizinan yang memiliki dampak antar penelitian pada hutan produksi serta kabupaten/kota dan pemberian hutan lindung yang tidak ditetapkan perizinan penelitian pada hutan sebagai kawasan hutan dengan tujuan produksi dan hutan lindung yang tidak khusus skala kabupaten/kota. ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus skala provinsi.
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
154
Tabel 2 (lanjutan) Aktivitas pengelolaan hutan Penyuluhan Kehutanan
Pemerintahan daerah provinsi
Penguatan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan skala provinsi. Pembinaan dan Koordinasi, bimbingan, supervisi, Pengendalian Bidang konsultasi, pemantauan dan evaluasi Kehutanan bidang kehutanan skala provinsi. Pengawasan Bidang Pengawasan terhadap efektivitas Kehutanan pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan oleh kabupaten /kota dan kinerja penyelenggara provinsi serta penyelenggaraan oleh kabupaten/kota di bidang kehutanan.
Pemerintahan daerah kabupaten/kota Penguatan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan skala kabupaten/kota. Bimbingan, supervisi, konsultasi, pemantauan dan evaluasi bidang kehutanan skala kabupaten/kota. Pengawasan terhadap efektivitas pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan oleh desa/masyarakat, kinerja penyelenggara kabupaten/kota dan penyelenggaraan oleh desa/ masyarakat di bidang kehutanan.
B.2. Inisiatif yang timbul B.2.1. Kebijakan pembangunan kehutanan di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso. B.2.2. Kebijakan/kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Donggala dan Poso di kawasan TNLL antara lain: surat Bupati Kabupaten Donggala tentang penyelesaian masalah Dongi-dongi, penyusunan draft Perda enclave TNLL dan pembentukan wilayah administrasi di kawasan TNLL. B.3. Isu yang dihadapi B.3.1. Permasalahan dalam TNLL. Faktor penyebab berkembangnya permasalahan dalam pengelolaan TNLL adalah: penetapan batas TNLL tanpa melibatkan masyarakat, prasarana jalan dan program kegiatan/kebijakan pemerintah. B.3.2. Pengakuan hak ulayat masyarakat. Era reformasi bukan hanya mengenai penyesuaian kekuatan dalam administrasi pemerintah formal, tetapi juga menyangkut non formal. Seperti diketahui, bahwa desa seperti Katu, Moa dan Toro dengan tanah adat di dalam taman nasional mendapat pengakuan sebagai bagian dari manajemen taman nasional. Namun perlu diperhatikan kembali kekuatan lapisan masyarakat perlu dikontrol oleh hukum yang kuat. Hal ini dapat digambarkan di TNLL yang menderita inovasi lahan oleh pendudukan masyarakat di Dongi-dongi yang telah menginvasi kawasan TNLL. B.3.2. Keterbatasan badan pengelola. Keterbatasan tersebut menyangkut keterbatasan tenaga pengamanan kawasan TNLL. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah petugas (Polhut) pengaman di BBTNLL sebanyak 55 orang dengan luas kawasan yang harus dikelola 229.000 ha. Hal ini merupakan suatu bentuk pengelolaan kawasan konservasi yang tidak ideal karena keterbatasan jumlah petugas. Hal-hal yang diangkat sebagai permasalahan adalah temuan-temuan utama dalam studi yang dianggap sebagai kendala-kendala yang akan menghambat pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan TNLL. Temuan-temuan dimaksud
155
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
adalah sebagai berikut: klaim wilayah Dongi-dongi oleh masyarakat, pencurian sumberdaya alam, perambahan kawasan, perubahan fungsi kawasan dan okupasi lahan oleh beberapa perusahaan. Kondisi dan Prospek Pengelolaan Kawasan TNLL Secara Berkelanjutan dan Berkeadilan, antara lain: kondisi penutupan lahan, rospek pengelolaan kawasan TNLL, tujuan dan arah kebijakan program dan kegiatan yang perlu dilaksanakan. Upaya memaksimalkan potensi kawasan terus dilakukan oleh pihak BBTNLL dari waktu ke waktu. Upaya tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan berbagai sumberdaya yang dimiliki. Optimalisasi juga dilakukan dengan mengupayakan berbagai program kegiatan yang mengarah pada berbagai aspek, adalah: 1. Aspek sumberdaya hutan. Secara umum tujuan pengelolaan kawasan konservasi adalah mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Upaya yang dapat dilakukan agar tujuan konservasi dapat tercapai dan ditempuh melalui beberapa kegiatan adalah: perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 2. Aspek kelembagaan dan sumberdaya manusia. Beberapa instansi atau organisasi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pengelolaan TNLL adalah: 2.1. Balai Besar TNLL (BBTNLL). Pengelolaan TNLL tidak terlepas dari perangkat manajemen pengelola yang mencakup beberapa komponen yaitu: 2.1.1. Kelembagaan. BBTNLL memiliki 6 seksi konservasi wilayah sebagai unit pengelolaan di lapangan. Organisasi yang ada merupakan hasil kolaborasi dari Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 dan kebutuhan BBTNLL, yang mana di bawah Sub Bagian Tata Usaha dibentuk struktur yang menangani Umum dan Keuangan, Kepegawaian dan Perlengkapan dan Perencanaan dan Teknis Konservasi, sedangkan di Seksi Konservasi Wilayah, terdapat Urusan Tata Usaha dan Teknis Konservasi. 2.1.2. Kepegawaian. BBTNLL dipimpin oleh Kepala Balai Besar yang membawahi 5 bidang eselon III dan 9 eselon IV. 2.2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Terdapat LSM, baik di tingkat lokal maupun internasional dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di lingkungan TNLL yang berperan aktif membantu pengelolaan, seperti Yayasan JAMBATA, KARSA, AG (Awam Green), Organisasi Perempuan Adat Ngata Toro (OPANT), organisasi LOHENA, STORMA-UNTAD, TNC (The Nature Conservancy), dan UNESCO. 3. Pemerintah Kabupaten. Secara administratif pemerintahan, kawasan TNLL berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No: 593/ Kpts-ll/1993, mempunyai luas 229.000 ha. Secara administratif terletak dalam 2 wilayah kabupaten yaitu sebagian besar di Kabupaten Donggala dan sebagian lagi di
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
156
Kabupaten Poso, maka sangat membutuhkan kerja sama dari pemerintah utamanya dalam hal pengelolaan masyarakatnya karena di dalam kawasan TNLL sendiri terdapat dua desa binaan yaitu Desa Toro dan Desa Katu. 4. Aspek sosial dan ekonomi. Kondisi umum kawasan TNLL berkaitan dengan keberadaan masyarakat adalah dideskripsikan sebagai berikut: 4.1. Mata pencarian. Lahan di sekitar TNLL pada umumnya adalah daerah pegunungan terjal yang membatasi desa-desa terhadap empat sistem utama lembah yang mengelilingi TNLL. Kondisi lahan ini kemudian menentukan mata pencarian desa-desa tersebut. 4.2. Pola penggunaan lahan. Persepsi responden mengenai pengetahuan tentang pengelolaan kawasan TNLL. Data tersebut disajikan pada tabel berikut: Tabel 3. Persepsi Masyarakat terhadap Kawasan TNLL
No.
Uraian
1. Mengetahui tentang TNLL sebagai kawasan konservasi a. Tahu b. Tidak tahu Jumlah 2. Peran pemerintah/aparat daerah a. Tidak tahu c. aktif Jumlah 3. Pembinaan/penyuluhan a. Tidak tahu c. Sudah cukup Jumlah
Nama desa Toro Katu Frekuensi Persen Frekuensi Persen
13 2 15
86,6 13,4 100
12 3 15
80 20 100
3 12 15
20 80 100
2 13 15
13,4 86,6 100
3 12 15
20 80 100
6 9 15
40 60 100
Untuk mengetahui kondisi kawasan berdasarkan realita yang ada dan kondisi ideal yang diinginkan, maka dilakukan analisis Gap. Tabel 4 menggambarkan hasil analisis gap atau kesenjangan antara kondisi ideal yang diinginkan dan realita dalam pengelolaan TNLL. Tabel 4. Analisis Implementasi Pengelolaan Kawasan TNLL Kebijakan peraturan
Kondisi ideal yang diinginkan
Realisasi
Analisis implementasi
A. Kebijakan Konservasi yang Berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan TNLL Pengelolaan lingkungan Semua stakeholder Pengelolaan Adanya pemahaman yang hidup (TNLL) dilakukan terlibat langsung kawasan hanya berbeda terhadap peraturan secara terpadu oleh instansi dalam pengelolaan dilakukan oleh perundangan yang berlaku terkait (pemerintah, kawasan hutan. instansi teknis serta kepentingan yang berbeda masyarakat LSM, perguruan yaitu BBTNLL. terhadap kawasan. tinggi dan intansi lainnya).
157
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Tabel 4 (lanjutan) Kebijakan peraturan Masyarakat di dalam dan sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses akan hutan dan disesuaikan kondisi mereka. Pengelolaan kawasan konservasi dapat dilakukan melalui sistem kolaborasi yang sesuai.
Kondisi ideal yang diinginkan Masyarakat memperoleh manfaat yang maksimal dari hutan dan kawasan hutan. Masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan sesuai kondisi. Kelestarian kawasan serta flora dan fauna tetap terjaga dari kerusakan.
Realisasi
Analisis implementasi
Masyarakat sekitar belum menerima manfaat hutan secara maksimal.
Belum ada valuasi jasa lingkungan, sehingga masyarakat sekitar belum menerima kompensasi dalam bentuk materi.
Pelibatan Kurang pertimbangan aspek masyarakat tidak sosial budaya dan program sesuai dengan kurang berdampak positif kondisi yang bagi masyarakat, sehingga ada. masyarakat tidak proaktif. Kawasan Suaka Dalam kawasan Kurangnya pengetahuan Margasatwa, terdapat terhadap peraturan Hutan Wisata dilarang pemukiman, perundangan yang berlaku di melakukan kegiatan lahan pertanian, dalam kawasan hutan dan apapun, kecuali kegiatan perekebunan kebijakan pengelolaan yang berkaitan dengan masyarakat dan kawasan yang diberikan oleh fungsinya. perusahaan. pemerintah. Penentuan tapal batas Setiap kawasan Sebagian Adanya rencana enclave kawasan dan zona di dalam dilengkapi tapal kawasan tidak Lindu dan Besoa serta kawasan Taman Nasional. batas dan zona ada tapal batas pengakuan ulayat disesuaikan tipe dan perambahan masyarakat. tutupan lahan dan zona inti oleh penggunaan lahan. masyarakat. B. Peraturan/Perundangan Pendukung Konservasi Tujuan perlindungan hutan Kawasan hutan Sebagian Perambahan kawasan dan adalah untuk menjaga tetap terjaga dari kawasan telah sumberdaya alam oleh kelestarian hutan agar dapat segala bentuk terjadi degradasi. masyarakat dan pengusaha memenuhi fungsinya. kerusakan. sehingga degradasi kawasan. C. Respon dan Inisiatif Pemkab Donggala dan Poso Terhadap Pengelolaan TNLL Rehabilitasi dan kelestarian Mempertahankan Kawasan ulayat, Rencana enclave pada sumberdaya alam kelestarian rehabilitasi dan kawasan yang terdapat lingkungan hidup. kawasan TNLL rencana enclave. pemukiman masyarakat. dari kerusakan.
C. Strategi Pengelolaan TNLL Sesuai hasil identifikasi yang dilakukan, maka dibuat matriks analisis SWOT tentang strategi pengelolaan TNLL sebagai berikut.
Anugrahsari dkk. (2010). Analisis Peran Pemerintah Daerah
158
Tabel 5. Matriks Analisis SWOT Strategi Pengelolaan Kawasan TNLL
Faktor internal
Faktor eksternal
Peluang (Opportunities) 1. Kawasan Konservasi adalah isu global. 2. Adanya inisiatif politik pemerintah dengan berbagai kebijakan dan peraturan tentang konservasi. 3. Kebutuhan jasa wisata alam. 4. Adanya pengembangan penelitian keanekaragaman hayati. Ancaman (Threats) 1. Aksesibilitas jalan yang mudah dijangkau. 2. Adanya pemukiman dan sarana prasarna sosial dan ekonomi masyarakat di dalam kawasan. 3. Letak kawasan yang berbatasan langsung dengan ibukota Kabupaten Poso dan Donggala.
Kekuatan (Strengths) 1. TNLL memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan langka. 2. Aturan hukum yang jelas tentang sanksi yang melanggar aturan di dalam kawasan. 3. Dasar hukum yang jelas berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 464/Kpts-II/1999. 4. Adanya mitra yang terlibat dalam kegiatan penelitian kawasan. 5. Rencana zona pemanfatan yang menyediakan fasilitas ekowisata.
Isu/strategis (S – O) 1. Optimalisasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya TNLL. 2. Pengembangan dan penguatan kerja sama dengan lembaga luar.
Isu/strategis (S – T) 1. Pengembangan peran masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 2. Optimalisasi komitmen pemerintah dalam bentuk kebijakan tata ruang yang terencana dan transparan serta memperhatikan aspek pelestarian lingkungan. 3. Penataan ulang zonasi dengan memasukkan zona khusus.
Kelemahan (Weakness) 1. Kurangnya dukungan dan koordinasi antara BTNLL dengan Pemkab Donggala dan Poso. 2. Pemahaman yang berbeda antara BBTNLL dengan Pemkab Donggala dan Poso menyangkut pengelolaan Kawasan TNLL. 3. Rasio antara staf/petugas BTNLL dengan luas kawasan masih rendah. 4. Sarana dan prasarana serta kualitas sumberdaya manusia BTNLL masih kurang. 5. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dengan luas TNLL. Isu/strategis (W – O) 1. Optimalisasi kerja sama dan koordinasi antara Balai Besar TNLL, Pemkab Donggala, Poso dan masyarakat. 2. Penguatan kelembagaan BBTNLL dan kemitraan dengan instansi terkait. Isu/strategis (W – T) 1. Peningkatan dan perlindungan kawasan dari berbagai bentuk kerusakan. 2. Konsistensi dan penerapan yang tegas dari kebijakan /aturan yang terkait dengan pengelolaan TNLL.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bila ditinjau dari peraturan perundangan kehutanan dan konservasi lingkungan yang ada, maka peran Pemerintah Daerah, baik Provinsi Sulawesi Tengah maupun Kabupaten Donggala dan Poso, dalam pengelolaan TNLL sebagai bagian dari hutan/kawasan konservasi relatif terbatas atau bahkan kurang jelas.
159
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
Inisiatif kebijakan dan program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah khususnya Kabupaten Donggala dan Poso yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung terhadap keberadaan, fungsi dan manfaat TNLL. Identifikasi ulang baik terhadap aspek internal (kekuatan dan kelemahan) maupun eksternal (peluang dan ancaman) pengelolaan TNLL menunjukkan, bahwa masih terdapat kemungkinan berbagai strategi (baik yang bersifat konservatif, desensive, deservikatif maupun agresif) yang dapat dilakukan dan sekaligus mensinerjikan kewenangan Pemerintah Pusat dan peran Pemerintah Daerah (khususnya Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso). Pelaksanaan dari programprogram kegiatan tersebut harus bersifat kolaboratif (kerja sama antara parapihak dengan semangat mengurangi konflik kepentingan). Begitu pula, dikarenakan isu utama pengelolaan TNLL adalah pada aspek sosial, maka upaya-upaya pendekatan harus bersifat komprehensif, baik bersifat vertikal (yang ada hubungannya langsung dengan tahapan pengelolaan TNLL), horisontal (saling melengkapi atau komplementer), fasilitasi (pendampingan masyarakat) dan sosial-kultur (dengan meninjau aspek-aspek sosiologi masyarakat). Saran Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di atas, maka dapat disarankan beberapa tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka mengelola TNLL lebih baik ke depan adalah sebagai berikut: Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan perlu terus mendorong BBTNLL agar lebih aktif melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Pemerintah Daerah terutama Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso. Secara teoritis dan empiris tidaklah mungkin menangani kawasan TNLL sendiri, meski kewenangan ada di tangan Pemerintah Pusat. Setiap peluang terobosan yang mungkin dilakukan guna memberi peran lebih besar kepada Pemerintah Daerah harus dilakukan (fleksibilitasi), tanpa harus melanggar ketentuan yang berlaku. Bagi Pemerintah Daerah (Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso) diharapkan untuk meningkatkan kepedulian aparat maupun masyarakat terkait dengan keberadaan, peran dan manfaat TNLL. Parapihak lainnya yang berkepentingan terhadap keberadaan, fungsi dan manfaat TNLL (antara lain dari kalangan lembaga non-pemerintah dan akademisi) sudah saatnya meningkatkan kerja sama dalam rangka pengelolaan TNLL, tidak terkecuali dalam kegiatan penelitian dan pendampingan masyarakat yang selama ini sudah sangat banyak dilakukan, tetapi masih bersifat parsial. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu 2004-2029. Kerja sama BBTNLL, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan the Nature Conservancy. Darusman, D. dan D.R. Nurrochmat. 2005. Analisis Aspek Kebijakan dan Hukum. Tropenbos Indonesia, Balikpapan.