KERAGAAN EKOSISTEM KEBUN HUTAN (FOREST GARDEN) DI SEKITAR KAWASAN HUTAN KONSERVASI: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah
WARDAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi ini yang berjudul:
Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di Sekitar Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah
Adalah karya saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Bogor, Februari 2008
Wardah
ABSTRACT WARDAH, Performance of Forest Garden at the Margin of Forest Conservation: Case study at Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. Under Supervision of CECEP KUSMANA, SUDARSONO, ENDANG SUHENDANG and IIN P. HANDAYANI. Forest garden is a traditional agroforestry system which has a closely similar stand structure with natural forest. It plays an important role for livelihood of rural people. This research generally aimed to study the possibility of disturbed forest recovery toward natural forest conditions through secondary succession. The research particularly aimed to find out the stand structure and species composition of plants, biomass estimation (above, below and on the ground), and the physical, chemical and biological soil quality indicators of forest garden compared with the adjacent primary natural forest. The study was carried out in the vicinity of Rompo village where is located at the eastern part of Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. The study area is located at altitude between 1000-1100 m above sea level. There were five land uses, i.e. natural forest (pondulu), cultivated field (hinoe), forest garden (holu), younger secondary forest (lopo’lehe) and older secondary forest (lopo’tua). The plots (50 m x 50 m) divided into 25 sub plots for vegetation analysis (trees, poles, sapling, seedlings and herbs) Tree biomass (dbh ≥ 5 cm) were estimated by using local allometric biomass equation, whiles the tree biomass of sapling (dbh < 5 cm), seedlings and herbs were estimated with destructive method. Litter biomass (coarse) was estimated by collecting litter on forest floor of 50 cm x 50 cm and fine litters in 0-5 cm depth of soil. Root biomass (coarse and fine) was estimated by collecting roots and soil samples in two soil depths, namely 0-10 cm (top soil) and 20-30 cm (sub soil) for physical, chemical and biological soil quality indicators analysis. The results generally showed that natural forest conversion into forest garden directly decreased density of trees (74%), basal area (76%-80%) and tree species diversity (30%-50%), changed the species and distribution patterns of dominant trees, decreased tree biomass (80%-90%) and root biomass (80%), but did not drastically decrease the physical, chemical and biological soil quality. In addition, the secondary succession up to 30 years might increase the tree density and basal area (67%), tree species diversity (75%) and tree biomass (50%) compared to the adjacent natural forest. Finally, the performance of disturbed natural forest consists of two characteristics, firstly, stand structure, tree composition and plant biomass of the older secondary forests had a closely similar condition with the adjacent natural forests; secondly, if there were further allowed undisturbed, forest garden might have capacity to recover into the older secondary forests, which were closely similar with former natural forest condition. Keywords: biomass, forest garden, litter, soil quality, species composition, stands structure,
RINGKASAN WARDAH. Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di Sekitar Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA, SUDARSONO, ENDANG SUHENDANG dan IIN P. HANDAYANI. Kebun hutan merupakan sistem agroforestri tradisional yang memiliki struktur tegakan mirip dengan hutan alam. Kebun hutan di Indonesia memiliki peran penting bagi masyarakat pedesaan. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan keterpulihan ekosistem hutan alam yang terganggu kepada keadaan yang mendekati kondisi hutan alam semula melalui proses suksesi alami. Untuk mendapatkan tujuan umum tersebut, diperlukan tiga tujuan khusus penelitian, yaitu: pertama, mendapatkan gambaran mengenai struktur tegakan dan komposisi jenis tumbuhan di hutan alam dan di berbagai tingkat perkembangan kebun hutan; Kedua, mendapatkan gambaran mengenai dugaan biomassa tumbuhan yang ada di atas, di bawah, dan di permukaan tanah di hutan alam dan kebun hutan; Ketiga, mendapatkan gambaran mengenai indikator kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi) di kebun hutan dan di hutan alam sekitarnya. Penelitian dilakukan di sekitar kawasan hutan konservasi yaitu di bagian timur Taman Nasional Lore Lindu, Desa Rompo, Sulawesi Tengah, yang berada pada ketinggian antara 1000-1100 m dpl. Petak contoh dibuat di 2 lokasi, pada masing-masing lokasi dibuat 5 petak contoh yang masing-masing diletakkan di hutan alam primer (pondulu), ladang (hinoe), kebun hutan (holu), hutan sekunder muda (lopo’lehe) dan hutan sekunder tua (lopo’tua). Petak contoh berukuran 50 m x 50 m dibagi dalam 25 anak petak untuk analisis vegetasi pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai dan tumbuhan bawah. Biomassa pohon (dbh ≥ 5 cm) diduga dengan menggunakan rumus alometrik, sementra biomassa pohon (dbh < 5 cm), semai dan tumbuhan bawah dilakukan secara destruktif. Biomassa serasah (kasar) diduga dengan mengumpulkan serasah di permukaan tanah dan serasah halus pada kedalaman 0-5 cm pada 10 anak petak (50 cm x 50 cm). Biomassa akar kasar dan halus diduga dengan mengumpulkan akar bersamaan dengan pengambilan contoh tanah pada dua kedalaman yaitu 0-10 cm (tanah lapisan atas) dan 20-30 cm (tanah lapisan bawah) untuk dianalisis indikator kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan alam memiliki kerapatan pohon, tiang, pancang dan semai berturut-turut 232, 200 dan 20.284 individu/ha (lokasi 1) dan 212, 300 dan 24.100 individu/ha (lokasi 2) dan luas bidang dasar (LBD) pohon hingga pancang 36.6 m2/ha (lokasi 1) dan 41.2 m2/ha (lokasi 2) dengan keanekaragaman jenis pohon hingga semai termasuk tinggi (H’ ≥ 3), sedangkan di ladang hanya ada 4 individu/ha (pohon) dengan LBD pohon 0.2 m2/ha (lokasi 1) dan 4 individu/ha (tiang) dengan LBD 0.03 m2/ha (lokasi 2) dengan keanekaragaman jenis pohon sangat rendah (H’ = 0). Sementara, kebun hutan di lokasi 1 dan lokasi 2 berturut-turut memiliki kerapatan dan LBD pohon, tiang, pancang dan semai (64, 364, 15.716 individu/ha dan 8.9 m2/ha) dengan keanekaragaman jenis agak rendah (H’ ≤ 2.5) dan (60, 84, 102.358 individu/ha dan 8.6 m2/ha) dengan keanekaragaman jenis pohon agak rendah (H’ < 2). Selanjutnya, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua di lokasi 1 memiliki
kerapatan dan LBD pohon, tiang, pancang dan semai beruturut-turut 8, 176, 24.100 individu/ha dan 10.2 m2/ha dengan keanekaragaman jenis pohon/tiang agak rendah tapi pancang dan semai agak tinggi (H’ = 3.1) dan 108, 456, 9.056 individu/ha dan 15.5 m2/ha dengan keanekaragaman jenis pohon/tiang termasuk sedang (H’ = 2.3-2.6). Sementara di lokasi 2, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua beruturut-turut memiliki kerapatan dan LBD pohon, tiang, pancang dan semai 76, 332, 3.260 individu/ha dan 18.1 m2/ha dengan keanekaragaman jenis pohon agak rendah (H’ = 1.8-2.3) dan 228, 316, 9.148 individu/ha dan 28.4 m2/ha dengan keanekaragaman jenis pohon agak tinggi (H’ = 2.9-03.2). Hutan alam di lokasi 1 dan lokasi 2 juga memiliki biomassa total di atas, di bawah dan dipermukaan tanah (pohon dbh ≥ 5 cm, pancang dbh < 5 cm, semai dan tumbuhan bawah, serasah kasar dan halus, dan akar) paling tinggi (665.4 dan 550.6 ton/ha) yang 90% terakumulasi pada pohon dan paling rendah di ladang (23.7 dan 10.7 ton/ha) yang sekitar 50 % dan 35% terakumulasi di serasah, sekitar 32 % dan 55% di semai dan tumbuhan bawah, dan sisanya di akar. Sementara biomassa total di kebun hutan adalah 56.7 ton/ha (76.5% di pohon) dan 99.8 ton/ha (80% di pohon), hutan sekunder muda adalah 32.4 ton/ha (57% di pohon) dan 187.0 ton/ha (85% di pohon), dan hutan sekunder tua adalah 206.9 ton/ha (85% di pohon) dan 306 ton/ha (90% di pohon). Selanjutnya, indikator kualitas tanah pada kedalaman 0-10 cm di hutan alam ada kecenderungan memiliki bobot isi berkisar agak tinggi, agregat tanah tidak stabil, tapi mengandung C-organik dan N-total tinggi (nisbah C/N < 10), biomassa mikroba agak rendah di lapisan atas, tapi tinggi di lapisan bawah. Sementara di ladang cenderung memiliki bobot isi tanah agar rendah diduga karena ada pengolahan tanah dan lahan baru dibuka sehingga kandungan Corganik dan N-total juga masih agak tinggi sehingga mikroba tanah sangat aktif di tanah lapisan atas, tapi tidak demikian di lapisan bawah. Tanah di hutan sekunder cenderung memiliki biomassa mikroba dan ketersediaan substrak segar hingga tanah lapisan bawah sangat tinggi terutama di hutan sekunder tua. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi hutan alam menjadi kebun hutan secara langsung menurunkan kerapatan tumbuhan (pohon 74% dan permudaan 25%), luas bidang dasar pohon (76%-80%) dan keanekaragaman jenis pohon (30%-50%), mengubah jenis dan pola penyebaran pohon dominan, dan menurunkan jumlah biomassa pohon (80%-90%) dan biomassa akar (80%), tapi tidak secara drastis menurunkan kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi). Selanjutnya, suksesi sekunder hingga 30-an tahun dapat meningkatkan kerapatan pohon dengan luas bidang dasar (67%), keanekaragaman jenis pohon (75%) dan biomassa pohon (50%) mendekati hutan alam. Selanjutnya, keragaan ekosistem yang terbentuk setelah hutan alam mendapat gangguan memiliki dua karakteristik, yaitu: pertama, bentuk struktur tegakan, komposisi jenis pohon dan biomassa tumbuhan di hutan sekunder tua memiliki keadaan yang mendekati keadaan hutan alam di sekitarnya. Kedua, jika tidak mengalami gangguan, maka kebun hutan memiliki kemampuan untuk pulih ke hutan sekunder tua yang keadaannya mendekati keadaan hutan alam semula. Kata kunci: biomassa, kebun hutan, komposisi jenis, kualitas tanah, serasah, struktur tegakan
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KERAGAAN EKOSISTEM KEBUN HUTAN (FOREST GARDEN) DI SEKITAR KAWASAN HUTAN KONSERVASI: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah
WARDAH
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S. Penguji Luar pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S 2. Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.Si.
Judul Disertasi : Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di Sekitar Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah Nama
: Wardah
NRP
: P.14600004
Disetujui: Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Ketua
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Anggota
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, M.S. Anggota
Dr. Ir. Iin P. Handayani, M.Sc. Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan,
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 28 Februari 2008
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Disertasi yang berjudul ”Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di Sekitar Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah” dapat diselesaikan. Berbagai pengalaman yang sangat berharga selama penulis melalui proses persiapan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan disertasi. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Tim Komisi Pembimbing yang terdiri dari: Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S., Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, M.S. dan Ibu Dr. Ir. Iin P. Handayani, M.Sc., yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan, koreksian, dan saran yang sangat berarti mulai dari penulisan rencana penelitian hingga penulisan disertasi. 2. Bapak Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S., yang telah berkenan menjadi penguji luar pada ujian tertutup dan Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S. serta Bapak Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.Si., yang telah meluangkan waktu dan berkenan menjadi penguji luar pada ujian terbuka dan memberikan masukan yang amat berharga sehingga memberi bobot tersendiri dalam disertasi ini. 3. Kepala Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk masuk dan tinggal di wilayahnya untuk melakukan penelitian. 4. Bapak W. Tolie dan keluarga, yang telah membantu dalam pengumpulan data di lapangan dan memberikan fasilitas tempat tinggal dengan suasana yang aman dan kekeluargaan, sehingga penulis dapat dengan tenang melakukan pengumpulan data di lokasi penelitian. 5. Saudara Niswan Dg. Parani, S,Hut., Fahrudin Lasadam, S.Hut, Hermanto, S.Hut., Hardiyanto, S.Hut., Sunaryanto, S.Hut., Yuli Rahmawati, S.Hut., Sony, Made, Ufiani, dan mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, UNTAD, yang telah terlibat langsung membantu dalam pengumpulan sampel tanaman untuk diidentifikasi dan sampel tanah untuk dianalisis di Laboratorium. 6. Bapak Ir. Salapu, M.S. dan staf Laboratorium Ilmu Tanah, UNTAD, Bapak Ir. Isrun, M.P. dan staf Laboratorium Biosfer dan Lingkungan di Palu, Bapak Ir. Sulaeman, M.S. dan staf Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor, Bapak Dr. Ir. Gunawan Djayakirana, MSc. dan staf Laboratorium Biologi Tanah IPB Bogor, Dr. Ramadhanil P, MS. dan Bapak Ismail yang telah banyak membantu dalam analisis sampel tanah dan tanaman serta identifikasi contoh tanaman. 7. Bapak Prof. Dr. Ir. Edi Guharja, M.Sc. selaku Koordinator STORMA-IPB, Bapak H. Arifudin Bidin, SE., Bapak Dr. Ir. Adam Malik, M.Sc. (STORMAUNTAD), dan Bapak L. Wolfram (STORMA-German) yang telah membantu dan memberi fasilitas kepada penulis selama melakukan penelitian hingga tahap penyelesaian pendidikan di IPB.