ANALISIS PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2008
TESIS
Oleh MUHAMMAD SALMAN 077024027/SP
PROGRAM MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Muhammad Salman : Analisis Penyerapan Aspirasi Masyarakat Dalam Anggaran Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008, 2009
Pendapatan
Dan
Belanja
ANALISIS PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2008
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh MUHAMMAD SALMAN 077024027/SP
PROGRAM MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISIS PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2008 : Muhammad Salman : 077024027 : Studi Pembangunan
Menyetujui : Komisi Pembimbing
(Drs. Bengkel Ginting, M.Si) Ketua
(Drs. Henry Sitorus, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
Dekan
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)
Tanggal lulus : 15 Agustus 2009
Telah diuji pada Tanggal 15 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua Anggota
: Drs. Bengkel Ginting, M.Si : 1. Drs. Henry Sitorus, M.Si 2. Drs. R. Hamdani Harahap, M.Si 3. M. Arifin Nasution, S.Sos, MSP 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA PERNYATAAN
ANALISIS PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
Muhammad Salman
ABSTRAK Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah, sebab APBD menggambarkan prioritas dan arah kebijakan pemerintahan dalam satu tahun anggaran yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting mengingat masyarakatlah yang memiliki informasi mengenai kondisi dan kebutuhannya. Oleh sebab itu, masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Artinya mempunyai peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk merumuskan program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2008 dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat tersebut. Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Tamiang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Paradigma yang digunakan adalah paradigma interpretatif dengan pendekatan fenomenologi. Sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah sumber data. Penetapan subjek bersifat Purposive Sampling (sampel bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan tingkat keterlibatan dan penguasaannya dengan masalah dan tujuan penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan petunjuk wawancara (interview guide) dan pengkajian dokumen kemudian dianalisis dengan cara menyusun, menghubungkan dan mereduksi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 adalah sangat rendah. Hal ini didasari pada fakta bahwa dari 1.172 kegiatan yang terdapat pada Belanja Langsung 8 (delapan) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 hanya 174 kegiatan atau 15% yang merupakan kegiatan yang berdasarkan pada usulan masyarakat, sedangkan 549 kegiatan (47%) merupakan kegiatan usulan SKPD dan 449 kegiatan (38%) merupakan kegiatan lanjutan. Ditinjau dari tingkat penyerapan anggaran, dari jumlah anggaran sebesar Rp. 259.107.252.005,- yang merupakan aspirasi masyarakat adalah sebesar Rp. 43.385.421.805,- atau 16,74%. Sedangkan Rp. 153.692.246.067,- atau 59,32% merupakan usulan SKPD dan sebesar 23,94% atau sebesar Rp. 62.029.584.133,untuk kegiatan lanjutan. Faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi diatas adalah ; (1) ketersediaan anggaran yang terbatas, (2) kepentingan politik, (3) kualitas usulan, dan (4) tingkat kepentingan (urgensi). Kata kunci : Aspirasi, masyarakat, APBD.
i
ABSTRACT Revenue and Expenditure Budget District (APBD) is one of success indicator of a region, because APBD has priority and direct reflection of government policy in a budget year that aims to community welfare. Therefore, community participation becomes very important considering the community is who has information about the condition and needs. Therefore, the community has the opportunity to convey the aspirations and demands for the budget in APBD. This means haveing a vast opportunity for district government and parliament to listen, concentrate and fight for they aspirations and needs to formulate a program that vastly improves the services and community welfare. Based on this, the formulation of a problem in this research is how the absorption level of the community aspirations in Revenue and Expenditure Budget District (APBD) of Aceh Tamiang District year 2008 and factors that affect the absorption level of the community aspirations. Research conducted in the District of Aceh Tamiang. Type of research is qualitative research. The Paradigm used is interpretative paradigm with the phenomenology approach. The subject in this research is the source data. The determination of subject is Purposive Sampling, where the informants selected based on the level of involvement and knowledge with the problem and research purposes. Data collected through in-depth interviews using an interview guide and document study then analysis the data with arrange, connect and reduction the data. Results of research indicate that the absorption level of the aspirations of the community in Aceh Tamiang District Year 2008 is very low. This is based on the fact that from 1.172 projects of the Shop Direct from 8 (eight) The Unit of Work Area (SKPD) in Aceh Tamiang District Year 2008 only 174 projects or 15%, which is based on the community proposed, while the 549 projects (47%) are the projects by SKPD proposed and 449 projects (38%) is the continued projects. Reviewed the absorption level by the budget, from Rp. 259,107,252,005, - which is the community aspirations is Rp. 43,385,421,805, - or 16.74%. While Rp. 153,692,246,067, - or 59.32% is SKPD proposed and 23.94% or Rp. 62,029,584,133, - for continued projects. Factors that affect the absorption level of the community aspiration is; (1) the availability of a limited budget, (2) political, (3) the quality of the proposals, and (4) the level of interest (urgency). Keywords : Aspirations, community, budget revenue and expenditure district.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dengan segala keterbatasan penulis mampu menyelesaikan sebuah penelitian yang dirangkum dalam sebuah tesis dengan judul Analisis Penyerapan Aspirasi Masyarakat Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008. Selawat dan salam, kepada Rasullullah SAW beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian, yang telah banyak berkorban untuk memperbaiki akhlak ummat serta menyebarluaskan ilmu dan pengetahuan keseluruh penjuru dunia. Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada : 1.
Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), selaku Rektor USU.
2.
Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Ketua Program Studi Pembangunan USU serta Penguji.
3.
Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, Selaku Sekretaris Program Studi Pembangunan USU.
4.
Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku Ketua Pembimbing dan Ketua Penguji. Terima kasih atas ilmu, bimbingan dan waktunya.
5.
Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si, selaku Pembimbing dan Penguji. Terima kasih atas ilmu, bimbingan dan waktunya. iii
6.
Bapak Drs. R. Hamdani Harahap, M.Si, selaku Pembanding dan Penguji.
7.
Bapak M. Arifin Nasution, S.Sos, MSP selaku Pembanding dan Penguji.
8.
Bapak dan Ibu dosen/staf pengajar/administrasi di Program Studi Pembangunan USU.
9.
Bapak Drs. H. Abdul Latief, selaku Bupati Aceh Tamiang beserta seluruh jajaran dan staf. Terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan studi ini dengan baik.
10. Bapak Drs. H. Arman Muis, Anggota DPRD Aceh Tamiang. 11. Bapak Ir. T. Insyafuddin, Anggota DPRD Aceh Tamiang. 12. Bapak Drs. Zulkifli, MM, selaku Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang. 13. Bapak Kepala Tata Usaha dan Para Kabid Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang. 14. Bapak Ir. Adi Darma, M.Si (Abu), selaku Kepala Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Tamiang. Terima kasih buku APBD nya. 15. Bapak Lazwardi H, SE, MAP, selaku Kabid Anggaran Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Tamiang. Terima kasih untuk masukanmasukannya tentang penyusunan Anggaran. 16. Ibu Rosdiana Sari, SE (Kasubbag. Umum Bappeda) dan Neng. Terima kasih ya, karena walau kuliah tapi semua administrasi kepegawaianku tetap lancar. 17. Bang Budi, Kak Lia, Dek Balkis dan seluruh kawan-kawan di Bappeda (yang namanya tidak disebut jangan marah ya...), terima kasih atas bantuannya dalam kelengkapan data (Musrenbang, APBD, RPJM dll).
iv
18. Terhormat, Ayahanda Tercinta (Alm.) Sahbuddin. Semoga Allah selalu melapangkan kuburannya dan menempatkan Ayahanda ditempat terbaik disisiNya serta kelak mempersatukan kita kembali dalam SurgaNya...Amin. 19. Ibunda Tersayang Jumilah yang telah banyak berkorban untuk membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang dan do’a yang tulus. Ibu....engkau akan selalu menjadi yang terbaik dihatiku, jangan pernah berhenti untuk mendo’akan anakmu agar lebih berguna dan menjadi anak yang shaleh. 20. Kak Yong (Lindayani), Kak Ngah (Salwani) dan Kak Lang (Eliyani) dan seluruh keluarga besar. Terima kasih atas do’a dan dukungannya. 21. Mertuaku Drs. Nurdin Abdullah dan Ibu Farida Hanum. Terima kasih atas do’a dan dukungannya. 22. My lovely beutiful wife “Rita Puspita”. Terima kasih sayang, engkau telah menjadikanku pendamping hidupmu dan selalu setia mengiringi setiap langkahku dalam suka dan duka tanpa pernah mengeluh. Maaf kalau engkau sering kutinggalkan untuk kuliah dan terima kasih atas do’a dan dukungannya terutama dalam menyelesaikan tesis ini. 23. Anak-anakku tersayang Azra Hulwana Syifa dan Aisha Humaira. Anugerah terindah yang telah dititipkan Allah SWT. Maaf kalau Ayah belum bisa menjadi yang terbaik buat kalian, semoga kalian menjadi anak yang shaleha. 24. K’ Has, K’ Ani dan B’ Jufri (MSP juga ni yee). Terima kasih atas kebersamaan kita selama kuliah dan suka duka selama tinggal di Asrama.
v
25. P’Amru (semoga sukses Pak, dan jangan lupa Salman kalau dah jadi Bupati nanti), B’ Nopi (cepat nyusul ya bang), B’ Imanta (tetap semangat walau harus berjuang di NTT), Edwin (sekda Sergei...huaaaa), Bob (makasih dah sering antar waktu jumpa pembimbing dan pulang selama tinggal di Jl. Amal). 26. K’ Helen dan D’ Na (kawan seperjuangan dari Tamiang). Makasih atas semua bantuannya (terutama urusan administrasi dan uang kuliah...heeee). 27. Seluruh kawan seperjuangan di MSP Angkatan XII. Terima kasih telah menjadikanku teman-teman kalian. 28. Seluruh informan penelitian serta semua pihak yang telah berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak dalam penelitian ini, maaf kalau yang namanya tidak disebutkan secara khusus.
Akhirnya, saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa datang dengan harapan kiranya penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.....Amin.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
MUHAMMAD SALMAN
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Muhammad Salman
NIM
: 077024027
Tempat/Tgl. Lahir
: Seruway, 13 Maret 1979
Alamat
: Jl. Malikul Adil No. 3c Kel. Matang Seulimeng Kec. Langsa Kota, Kota Langsa
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil
Status Perkawinan
: Kawin
Nama Isteri
: Rita Puspita
Nama Anak
: 1. Azra Hulwana Syifa 2. Aisha Humaira
Nama Orang Tua
:
-
Ayah
-
I b u : Jumilah
Pendidikan
: 1. SD Negeri Seruway, Seruway (1986 – 1992)
:
(Alm.) Sahbuddin
2. SMP Negeri Seruway, Seruway (1992 – 1995) 3. SMK Negeri 1 Langsa, Langsa (1995 - 1998) 4. Universitas Samudera (Unsam), Langsa (2000 - 2004) 5. Mahasiswa Program S2 MSP USU, Medan (2007 - 2009)
vii
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK .............................................................................................................
i
ABSTRACT .............................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................
7
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
9
2.1. Konsep Pembangunan .................................................................
9
2.2. Konsep Partisipasi ....................................................................... 12 2.3. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan............................... 19 2.4. Aspirasi Masyarakat dalam APBD .............................................. 21 2.5. APBD........................................................................................... 32 2.5.1. Mekanisme Penyusunan APBD....................................... 32 2.5.2. Regulasi dari Pengesahan APBD..................................... 34 2.5.3. Kualitas Kinerja dalam Perencanaan dan Penyusunan APBD............................................................................... 35 2.5.4. Penyusunan APBD........................................................... 38 2.5.5. Proses Perencanaan dan Penganggaran Daerah............... 40 2.6. Kerangka Pemikiran .................................................................... 42 viii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 44 3.1. Lokasi Penelitian............................................................................ 44 3.2. Jenis/Desain Penelitian .................................................................. 44 3.3. Defenisi Konsep ............................................................................. 45 3.4. Informan......................................................................................... 46 3.5. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 47 3.6. Metode Analisa Data...................................................................... 48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 50 1.3. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................... 50 1.3.1. Sejarah Kabupaten Aceh Tamiang .................................... 50 1.3.2. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Tamiang .................... 55 1.4. Visi, Misi dan Prioritas Pembangunan Tahun 2007-2012 ............. 57 1.4.1. Visi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012 ............ 57 1.4.2. Misi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012 ............ 59 1.4.3. Prioritas Pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012........................................................................... 61 1.5. Identitas Informan .......................................................................... 64 1.5.1. Komposisi Informan .......................................................... 65 1.5.2. Komposisi Informan Berdasarkan Strata Pendidikan ....... 65 1.5.3. Komposisi Informan Berdasarkan Pengalaman pada Penyusunan APBD ............................................................. 66 1.6. Dasar Hukum Penyusunan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 .................................................................................... 67 1.6.1. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Daerah ............................................................. 69 1.6.2. Prinsip
dan
Kebijakan
Penyusunan
APBD
dan
Perubahan APBD .............................................................. 71 1.6.3. Teknis Penyusunan APBD ................................................. 76 1.7. APBD Kabupaten Aceh Tamiang .................................................. 77 ix
1.8. Musrenbang Kabupaten Aceh Tamiang......................................... 80 1.9. Analisis Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008.......................................... 100 1.9.1. Penyerapan
Aspirasi
Masyarakat
dalam
APBD
Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008.............................. 100 1.9.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 ........................................................................ 132 BAB V
P E N U T U P ..................................................................................... 142 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 142 5.2. Saran .............................................................................................. 145
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 150
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1.
Jalur Pengarusutamaan Partisipasi....................................................... 30
2.
Luas dan Nama Kecamatan Tahun 2007 Di Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang...................................................................................... 56
3.
Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007 Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................................. 57
4.
Unsur Informan.................................................................................... 64
5.
Komposisi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 65
6.
Komposisi Informan Berdasarkan Strata Pendidikan.......................... 65
7.
Komposisi Informan Berdasarkan Pengalaman pada Penyusunan APBD .................................................................................................. 66
8.
Perkembangan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2003 s/d 2008....................................................................................... 78
9.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Manyak Payed............... 86
10.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Bendahara...................... 87
11.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Banda Mulia .................. 88
12.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Seruway......................... 89
13.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Rantau ........................... 90
14.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Karang Baru .................. 91
15.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Sekrak............................ 92
16.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Kota Kuala Simpang ..... 93
17.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Kejuruan Muda.............. 94
18.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Tenggulun ..................... 95
19.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Tamiang Hulu................ 96
20.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Bandar Pusaka............... 97
21.
Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Tahun 2007.................... 98
22.
Rekapitulasi Usulan Masyarakat Dalam Musrenbang yang Tertampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 ....102
xi
23.
Rekapitulasi Usulan Masyarakat Dalam Musrenbang yang Tertampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 (Berdasarkan Jumlah Anggaran) .........................................................105
24.
Persentase Usulan Masyarakat Dalam Musrenbang yang Tertampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 (Berdasarkan Jumlah Anggaran) .........................................................105
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1.
Sendi Anggaran Pro Rakyat dan Prasaratnya ...................................... 27
2.
Skema Kerangka Pemikiran ................................................................ 42
3.
Grafik Perkembangan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2003 s/d 2008...................................................................... 80
4.
Grafik Porsi Masing-masing Bidang Usulan Masyarakat pada Musrenbang Kecamatan Tahun 2007 .................................................. 99
5.
Grafik Jumlah Aspirasi Masyarakat yang ditampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 ..............................104
6.
Grafik Perbandingan Tingkat Penyerapan anggaran pada APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 ..............................106
7.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 ............................106
8.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 .............................109
9.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 ..................112
10.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008...........................................................................116
11.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008...........................................................................119
12.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Kantor Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 ...........................123
13.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 ..........................................................................................126
14.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008........129
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Peta Administrasi Kabupaten Aceh Tamiang......................................155
2.
Rincian Belanja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 .....................................................................................................156
3.
Rincian Belanja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 .....................................................................................................166
4.
Rincian Belanja pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 ....................................................................................171
5.
Rincian Belanja pada Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 ..............................187
6.
Rincian Belanja pada Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 ..............................189
7.
Rincian Belanja pada Kantor Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 .....................................................................................................191
8.
Rincian Belanja pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 .........................................................................192
9.
Rincian Belanja pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008 .........................................................................193
10.
Petunjuk Wawancara (Interview Guide)..............................................194
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu konsep yang berputar di sekitar partisipasi. Tema ini mengimplementasikan proses fasilitasi masyarakat agar mereka mampu memahami realitas lingkungannya, memikirkan faktor-faktor yang membentuk lingkungan, dan bertindak untuk mendorong perubahan demi perbaikan keadaan, (Gajayanake : 1996 ; 27). Tema pokok yang terkait dengan pembangunan adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya, yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema yang ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilainilai moral dan etika umat. (Mariana : 2006 ; 6). Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah partisipasi masyarakat di dalam pembangunan.
1
2
Partisipasi masyarakat yang dimaksudkan adalah keterlibatan masyarakat secara utuh dalam semua proses pembangunan. Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting mengingat masyarakatlah yang memiliki informasi mengenai kondisi dan kebutuhannya.
Selain
itu,
masyarakat
akan
lebih
mempercayai
program
pembangunan jika merasa dilibatkan dan tumbuhnya rasa memiliki yang tinggi untuk ikut mengawasi jalannya suatu pembangunan, sehingga pembangunan yang dilakukan lebih efektif dan efesien. Dalam upaya untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, pemerintah melalui Mendagri mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1981 tentang Mekanisme Perencanaan dari Bawah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D). Implementasi dari kedua peraturan di atas adalah pelaksanaan Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan (Rakorbang) yang dilakukan dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional yang bertujuan untuk memadukan perencanaan dari bawah ke atas (Bottom Up Planning) dengan perencanaan dari atas ke bawah (Top Down Planning) Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undangundang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan adanya penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran nasional, baik pada aspek proses dan mekanisme maupun tahapan pelaksanaan musyawarah perencanaan di tingkat pusat dan daerah. Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan
3
tersebut diperlukan koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Payung hukum untuk pelaksanaan Musrenbang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang secara teknis pelaksanaannya sejauh ini masih diatur dengan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang yang diterbitkan setiap tahun. Musrenbang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan antar pelaku pembangunan tentang rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang menitikberatkan pada pembahasan untuk sinkronisasi rencana kegiatan antar kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah. Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 2005 tentang Kelurahan, menjabarkan lebih lanjut mengenai posisi Desa dalam konteks otonomi daerah dengan mengacu pada UU 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah. Dalam
kenyataannya,
keterlibatan
masyarakat
dalam
perencanaan
pembangunan hanya sebatas pada pengusulan program/kegiatan semata yang dilakukan melalui musyawarah di tingkat Desa dan kemudian disampaikan pada
4
forum di tingkat Kecamatan (Musrenbang Kecamatan). Pada tahapan berikutnya seringkali program kegiatan yang menjadi usulan masyarakat (bottom-up) hilang digantikan dengan program/kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau program/kegiatan legislatif yang bersifat teknokratis, politis dan top-down. Memang benar, Pemerintah Kabupaten telah melibatkan masyarakat desa melalui forum Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa) yang selanjutnya akan dirumuskan kembali melalui Musrenbang Kecamatan. Akan tetapi hal tersebut hanya sebatas “formalitas” atau sebagai alat legitimasi suatu perencanaan yang melibatkan rakyat. Karena pada umumnya, setelah masuk ke Pemerintah Kabupaten ( Dinas/Satker), aspirasi masyarakat seringkali dipangkas. Bahkan sering diganti dengan proyek hasil perselingkuhan antara anggota DPRD tertentu dengan dengan pihak eksekutif. Akibatnya isi APBD pun lebih banyak kepentingan penguasa daripada kepentingan rakyatnya. Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak ketemu dengan asas manfaat karena tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga sering kita jumpai masyarakat kurang peduli dalam mendukung program ini maupun memeliharanya. Berdasarkan pengalaman penulis, setelah mengikuti beberapa kali kegiatan Musrenbang Kecamatan maupun Musrenbang Kabupaten sejak tahun 2003 hingga 2007, masyarakat Desa selalu mengeluhkan tentang usulan mereka yang jarang sekali terealisasi dalam APBD, bahkan ada usulan yang setiap tahun mereka usulkan juga tidak kunjung terealisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Bappeda yang seringkali
5
menerima keluhan dari masyarakat tentang usulan mereka yang tidak pernah terealisasi dalam APBD. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyertaan masyarakat hanya sebatas difungsikan sebagai peredaman dan sama sekali belum nampak usulan dari masyarakat bawah secara substantif. Media peredaman ini nampak sekali saat pada berlangsungnya Musrenbangdes dimana minimnya kepentingan dan kebutuhan rakyat menjadi referensi pembuatan program kerja, karena forum tersebut hanya sebatas media sosialisasi rancangan program pembangunan yang akan dilakukan oleh SKPD, bukan forum musyawarah yang sesungguhnya. Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor 25 Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undangundang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 tentang perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Kemudian Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4 yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Dari penjelasan diatas, masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Artinya mempunyai peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar,
6
menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk merumuskan
program-program
yang
mampu
meningkatkan
pelayanan
dan
kesejahteraan masyarakat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya bersumber dari uang rakyat. Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam penganggarannya dan tentunya bukan untuk kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously process akan dapat berjalan dengan baik serta manfaat pembangunan betul-betul dapat dirasakan masyarakat, jika proses dan hasil-hasil Musrenbang dilakukan secara benar dan direalisasikan dengan benar pula dalam APBD. Ada beberapa alasan rakyat berhak terlibat dan mendapatkan porsi alokasi anggaran yang rasional dan proposional dari APBD yaitu : 1.
Rakyat merupakan penyumbang utama sumber penerimaan dalam APBD melalui pajak dan Retribusi, bahkan sumber penerimaan yang berasal dari hutang pun, kebutuhan rakyat jualah yang dipresentasikan pada pihak ketiga.
2.
Sesuai hakekat dan fungsi Anggaran, rakyat merupakan tujuan utama yang akan disejahterakan.
3.
Amanah Konstitusi pasal 23 UUD 1945, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Hal ini diperkuat dengan Undang-undang Keuangan Negara dan Permendagri.
7
Mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam dengan judul ” ANALISIS PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2008”.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008?
2.
Faktor apa saja yang mempengaruhi penyerapan aspirasi Masyarakat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah : 1.
Untuk mengetahui seberapa besar usulan masyarakat yang masuk dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008.
8
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan informasi tentang data empiris mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Studi Pembangunan khususnya dalam bidang pembangunan daerah, bagi para akademisi maupun sebagai bahan perbandingan bagi para peneliti yang hendak melaksanakan penelitian lanjutan dimasa datang.
2. Manfaat Praktis. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah dan Masyarakat terutama di Kabupaten Aceh Tamiang tentang arti pentingnya melibatkan masyarakat dalam Pembangunan. Tujuan pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dapat terwujud.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pembangunan Pembangunan diartikan sebagai suatu upaya perubahan yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai kondisi dan situasi yang lebih baik, dilaksanakan secara sistematis dan bertahap disemua bidang (Ali, 2007 : 7-8). Katz dalam Abidin (2008 ; 21-22) mengartikan pembangunan sebagai “….dinamic change of a whole society form one state of national being ti another, with the connotation that the state is preferable”. Dalam konsep ini, ada empat aspek yang perlu dicatat. Pertama, Pembangunan adalah perubahan yang bersifat dinamis (a dynamic change). Kedua, perubahan tidak hanya terjadi pada sekelompok orang atau sesuatu wilayah saja, tetapi berlangsung dalam seluruh masyarakat (a whole society). Ketiga, perubahan berlangsung secara bertahap, dari suatu keadaan ke keadaan yang baru. Keempat, keadaan yang baru lebih disukai daripada keadaan sebelumnya. Rostow (Sukirno, 2006 : 170) beranggapan bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang akan menciptakan perombakan dalam kehidupan ekonomi yang bersifat multidimensi. Sedangkan Coralie Bryant dan Louise White menyatakan Pembangunan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi utama defenisi tersebut, yaitu (Ndraha, 1990 ; 16) :
9
10
1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok (capacity) 2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhkan kebersamaan dan kemerataan nilai dan kesejahteraan (equity) 3. Pembangunan
berarti
menaruh
kepercayaan
kepada
masyarakat
untuk
membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memimilih, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment) 4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (sustainability) 5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan Negara yang satu dengan Negara yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati (interdependence). Schumacher (1979 : 160-161) menitikberatkan pada tiga faktor penting pembangunan, yakni pendidikan, organisasi dan disiplin. Ketiga faktor itu harus dikembangkan setapak demi setapak, dan tugas utama dari politik pembangunan haruslah mempercepat evolusi ketiganya. Ketiganya harus menjadi milik seluruh masyarakat, bukan hanya milik segolongan kecil elit saja. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang diantaranya adalah keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan.
11
Cahyono (2006 : 2), menyatakan prinsip-prinsip pembangunan partisipatif adalah : 1.
Perencanaan program harus berdasarkan fakta
2.
Program harus memperhitungkan kemampuan masyarakat dari segi teknik, ekonomi dan sosialnya
3.
Program harus memperhatikan unsur kepentingan kelompok dalam masyarakat
4.
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
5.
Pelibatan sejauh mungkin organisasi-organisasi yang ada
6.
Program hendaknya memuat program jangka pendek dan jangka panjang
7.
Memberi kemudahan untuk evaluasi
8.
Program harus memperhitungkan kondisi, uang, waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang tersedia. Menurut Cahyono (2006 : 1) pembangunan partisipatif adalah pembangunan
yang memposisikan masyarakat sebagai subyek atas program pembangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan mereka sendiri. Pelibatan masyarakat mulai dari tahap perencanaan-pelaksanaan-monitoring-evaluasi. Selain itu pengerahan massa (baca: mobilisasi) diperlukan jika program berupa padat karya. Pendekatan pembangunan Desa karenanya didesain untuk menciptakan peningkatan kondisi ekonomi dan sosial bagi masyarakat Desa. Pendekatan ini menitikberatkan pada pentingnya partisipasi penduduk, berorientasi kebutuhan, keswadayaan, peningkatan kesadaran, perencanaan bottom-up, dan pemberdayaan masyarakat. Aspek integratif dan keberlanjutan merupakan inti pendekatan ini.
12
Pendekatan pembangunan masyarakat mendasarkan diri pada asumsi bahwa pembangunan berhulu ditingkat akar rumput (grassroots level). Inisiatif, kreatifitas, dan tenaga mereka dapat didayagunakan untuk mengembangkan kehidupan mereka sendiri, dengan menggunakan proses demokratis dan kerja-kerja sukarela. Hal ini mengimplikasikan bahwa melalui peningkatan kesadaran, orang-orang di tingkat akar rumput dibangunkan kesadaran akan potensi yang ada dalam diri mereka. Pada tataran ideal, para anggota masyarakat mengorganisir diri mereka dalam suatu perilaku demokratis, untuk : (a) menentukan kebutuhan, permasalahan, isu-isu; (b) mengembangkan
rencana
dan
strategi
pemenuhan
kebutuhan,
dan
(c)
mengimplementasikan rencana yang ada dengan partisipasi sebesar mungkin dari masyarakat untuk meraup hasil-hasil pembangunan (Ali, 2007 : 83-84).
2.2. Konsep Partisipasi Di medio 1970-an, ketika ideologi developmentalism telah mulai menampakkan wajah bopengnya, E.F Schumacher menyerukan bahwa pembangunan tidak dimulai dengan barang, tetapi dimulai dengan orang. Menurutnya, manusia adalah sumber utama segala macam kekayaan. Kalau mereka tidak diikutsertakan, kalau mereka dipermainkan oleh orang-orang yang menyebut dirinya ahli dan oleh perencanaperencana yang pongah, maka pembangunan apapun tidak menghasilkan buah (Ali, 2007 : 83).
13
Partisipasi merupakan kata yang sering digunakan dalam pembangunan. Penafsiran tentang artinyapun beragam. FAO seperti yang dikutip Mikkelsen (2001 : 64), memberikan arti partisipasi, yaitu : 1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. 2. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. 3. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks local dan dampak sosial. 4. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri. 5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Mubyarto dalam Rahayu (2008 ; 6) mendefenisikan partisipasi sebagai kesediaan membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi dibangun atas dasar beberapa prinsip yaitu (Anonimous, 2008 ; 41) : 1.
Kebersamaan Setiap individu, kelompok atau organisasi dalam masyarakat membutuhkan suatu kebersamaan untuk berbuat, bertindak dan mengatasi permasalahan dan
14
hambatan yang terjadi. Pelembagaan partisipasi hanya dapat dilakukan melalui proses interaksi antara berbagai elemen baik struktural maupun horizontal. Partisipasi tumbuh melalui konsensus dan kesamaan visi, cita-cita, harapan, tujuan dan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Proses pengaturan yang
terjadi
dalam
masyarakat
akan
tumbuh
melalui
kebersamaan,
pengorganisasian dan pengendalian program pembangunan. 2.
Tumbuh dari bawah Partisipasi bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas ke bawah “top-down” atau dikendalikan oleh individu atau kelompok melalui mekanisme kekuasaan. Partisipasi tumbuh berdasarkan kesadaran dan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat. Prakarsa dan inisiatif muncul dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai suatu proses belajar sepanjang hayat. Partisipasi merupakan suatu proses pelembagaan yang bersifat bottom-up, dimana berbagai pengalaman yang terjadi dijadikan masukan dalam pengembangan program.
3.
Kepercayaan dan keterbukaan Kunci sukses partisipasi adalah menumbuhkan dan membangun hubungan atas dasar ‘saling percaya’ dan ‘keterbukaan’. Pengalaman menunjukkan bahwa suatu proses partisipasi berjalan dengan baik, maka berbagai upaya perbaikan akan terjadi dengan cepat. Sebagai contoh kasus penanganan hama terpadu (PHT), tidak dapat menunggu instruksi atau program yang direncanakan oleh Departemen Pertanian, tetapi harus segera ditangani dengan mengeliminasi sejauh mungkin kerugian yang lebih parah dengan pengambilan inisiatif dari
15
petani sendiri dengan cara yang dianggap sesuai. Partisipasi mendorong hubungan lebih terbuka antara berbagai pihak baik pejabat pemerintah, LSM, swasta dan masyarakat. Dalam membantu identifikasi tingkat partisipasi diperlukan alat ukur atau indikator sebagai kunci pernyataan tentang hasil dan harapan dari tujuan yang ditetapkan bersama. Indikator dibagi berdasarkan empat kategori yang menunjukkan tingkat partisipasi yaitu; (1) penerima hasil atau pemanfaat program, (2) pelaksanaan proyek, (3) pengaruh proyek atau kontrol partisipan, dan (4) akses terhadap pengambilan keputusan. Secara rinci keempat kategori ini diuraikan sebagai berikut; 1.
Penerima hasil atau pemanfaat program a. Masyarakat menerima semua manfaat program b. Masyarakat menerima hanya sebagian dari manfaat program yang diharapkan. c. Hanya kalangan atau kelompok masyarakat tertentu (misalnya kelompok yang melek huruf atau berpendidikan) yang menerima semua manfaat dari proyek yang diharapkan. d. Hanya beberapa orang atau kelompok saja (misalnya laki-laki) menerima hanya sebagian manfaat proyek yang diharapkan (misalnya, bibit tanpa pupuk). Tidak ada masyarakat yang menerima manfaat program yang diharapkan.
2.
Pelaksanaan program a. Masyarakat baik perempuan atau laki-laki memberikan sumbangan tenaga kerja saja yang dibutuhkan program.
16
b. Masyarakat baik perempuan atau laki-laki memberikan sumbangan seluruh biaya yang dibutuhkan program. c. Masyarakat baik perempuan atau laki-laki memberikan sumbangan berupa tenaga kerja dan material saja yang dibutuhkan program. Masyarakat menyumbang sebagian tenaga kerja, biaya, dan material yang dibutuhkan program. d. Hanya beberapa kalangan atau kelompok tertentu saja yang menyumbang tenaga kerja, biaya dan material. 3.
Pengaruh program atau kontrol masyarakat a. Masyarakat diberi informasi oleh para pengambil keputusan pada tahap identifikasi, desain, pelaksanaan, dan evaluasi program. b. Masyarakat yang terlibat dikonsultasikan oleh para pengambil kebijakan pada seluruh tahap proses pembangunan. c. Masyarakat meninjau kembali semua proses pengambilan keputusan tentang program pembangunan. d. Masyarakat melakukan modifikasi atau menolak keputusan pada semua tahap proses program. e. Hanya beberapa kelompok (misalnya, tokoh masyarakat) yang memiliki kesempatan mendapatkan informasi, diajak berkonsultasi, meninjau dan menolak keputusan. f. Masyarakat mengambil kesempatan yang ada untuk menguji, menilai dan mengkritik hasil program pembangunan.
17
g. Hanya beberapa kelompok atau elemen tertentu yang mengambil kesempatan yang ada untuk menguji, menilai dan mengkritik hasil program pembangunan. 4.
Akses terhadap mekanisme pengambilan keputusan a. Masyarakat terdiri dari anggota unit atau organ pengambilan keputusan yang bertanggungjawab terhadap proses identifikasi, desain, pelaksanaan dan evaluasi program. b. Masyarakat baik laki-laki atau perempuan menduduki posisi pelaksana unit pengambilan keputusan. c. Hanya beberapa kelompok atau kalangan tertentu saja yang menduduki posisi pelaksana unit pengambilan keputusan. d. Hanya beberapa posisi unit pengambilan keputusan tertentu saja yang diduduki oleh masyarakat. e. Seluruh elemen yang ada dalam masyarakat merupakan anggota suatu perkumpulan sukarela yang bertanggungjawab untuk berlanjutnya program pembangunan. f. Seluruh elemen yang ada dalam masyarakat merupakan anggota suatu perkumpulan yang didirikan untuk membangun dan memelihara keberlanjutan program. (Anonimous, 2008 ; 41) Keterlibatan masyarakat secara aktif, meski disadari merupakan elemen kunci
dalam pembangunan, dipengaruhi oleh kondisi kontekstual tempat program pembangunan dilaksanakan. Terlebih lagi, partisipasi juga beragam menurut kondisi dasar (nature) proyek pembangunan. Di sejumlah besar Negara, partisipasi
18
masyarakat dalam pembangunan terjabar pada sebuah rangkaian jajaran dari partisipasi tingkat tinggi sampai partisipasi nominal. Keragaman ini tergantung pada banyak
faktor,
termasuk
model
pembangunan,
gaya
manajemen,
tingkat
pemberdayaan, dan konteks sosio-kultural suatu masyarakat. Kemauan politik pihak pelaksana (implementator) program guna mendulang partisipasi dan potensi kelompok sasaran agar berpartisipasi juga merupakan faktor penentu. (Ali, 2007 : 86) Pemberdayaan merupakan suatu konsep yang berputar di sekitar partisipasi. Tema ini mengimplikasikan proses fasilitasi masyarakat agar mereka mampu memahami realitas lingkungannya, memikirkan faktor-faktor yang membentuk lingkungan, dan bertindak untuk mendorong perubahan demi perbaikan keadaan. (Gajayanake, 2007) Pemberdayaan merupakan suatu proses yang melingkupi warga masyarakat dalam memutuskan di mana mereka sekarang, kemana mereka ingin pergi, dan mengembankan sekaligus mengimplementasikan rencana-rencana guna mencapai tujuan, berdasarkan kepercayaan diri dan pembagian wewenang (Ali, 2007 : 86). Yang terpenting adalah dengan pemberdayaan dapat menolong orang-orang untuk membebaskan diri mereka sendiri dari ketergantungan mental maupun fisik. Pada intinya, kemampuan untuk berdikari, berfikir progresif, merencanakan dan mengimplementasikan perubahan secara sistematis, dan menerima hasil secara rasional.
19
2.3. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Satu elemen pokok dalam strategi pembangunan masyarakat adalah partisipasi masyarakat. Hal ini telah muncul sebagai salah satu elemen inti pembangunan dewasa ini mengacu pada sejumlah alasan. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan satu perangkat ampuh untuk memobilisasi sumber daya lokal, mengorganisir serta membuka tenaga, kearifan, dan kreatifitas masyarakat, demi lajunya aktifitas pembangunan. Kedua, partisipasi masyarakat juga membantu upaya identifikasi dini terhadap kebutuhan masyarakat, dan membantu mengatur aktifitas pembangunan agar mampu memenuhi kebutuhan yang ada. Di atas itu semua, partisipasi masyarakat merupakan cermin pengakuan (legitimacy) mereka atas proyek maupun aktifitas, menumbuhkan komitmen di pihak masyarakat dalam implementasi program, dan demi penguatan daya tahan program. Pengalaman beberapa tahun terakhir menyiratkan bahwa ada sesuatu keterkaitan signifikan antara tingkat intensitas partisipasi masyarakat dan peningkatan keberhasilan aktifitas pembangunan. (Ali, 2007 : 85).
Slamet
(2003:
8)
menyatakan
bahwa,
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Hal senada juga diungkapkan Adisasmita (2006 ; 34) bahwa partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Menurut Asngari (2001: 29), penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-
20
orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : 1. Terciptanya suasana yang bebas atau demokratis. 2. Terbinanya kebersamaan. Bryant dan White menyatakan bahwa partisipasi masyarakat didorong melalui : (1) proyek pembangunan bagi masyarakat desa yang dirancang sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat (2) organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat (3) peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan. Jadi masih dibutuhkan wadah untuk berpartisipasi di tingkat kelompok (Ndraha, 1990 ; 105). Melalui wadah partisipasi tersebut anggota kelompok akan saling belajar melalui pendekatan "learning by doing" menuju pada tujuan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. Yang terjadi adalah adanya perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun sikap yang merupakan potensi untuk pembangunan (Rahayu, 2008 ; 6). Dengan partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar kecilnya tingkat kepentingannya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efesien (Adisasmita, 2006 ; 35).
Menurut Adi (2008 ; 110) partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan ataupun keterlibatan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah, pengidentifikasian potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan alternatif solusi penanganan masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan juga
21
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Keikutsertaan
masyarakat dalam berbagai tahap perubahan ini akan membuat
masyarakat menjadi lebih berdaya dan dapat semakin memiliki ketahanan dalam menghadapi perubahan. Sebaliknya, bila masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam berbagai tahapan perubahan dan hanya bersikap pasif dalam setiap perubahan yang direncanakan oleh pelaku perubahan (misalnya, pihak lembaga Pemerintah, LSM maupun sektor swasta), masyarakat cenderung akan menjadi lebih dependent (tergantung) pada pelaku perubahan. Bila hal ini terjadi secara terus menerus, maka ketergantungan masyarakat pada pelaku perubahan akan menjadi semakin meningkat.
2.4. Aspirasi Masyarakat dalam APBD Masyarakat adalah sekelompok orang memiliki perasaan sama atau menyatu satu-sama lain karena mereka saling berbagi identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya satu tempat yang sama (Suharto, 2006 ; 47). Sementara Mayo dalam Suharto (2006 ; 39) mendefenisikan masyarakat dalam dua konsep, yaitu : 1.
Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan
2.
Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan
22
identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat fisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental. Miriam Budiarjo (2005) mengutip pendapat Harold J. Laski, bahwa masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama (a society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants). Berdasarkan fungsinya, maka masyarakat berfungsi sebagai penyedia dan pendistribusi barang-barang dan jasa, lokasi kegiatan bisnis dan pekerjaan, keamanan publik, sosialisasi, wadah dukungan bersama atau gotong royong, kontrol sosial, organisasi dan partisipasi politik (Suharto, 2006 ; 47). Masyarakat dalam konteks pembangunan merupakan unsur utama, oleh sebab itu aspirasi masyarakat menjadi hal paling dasar yang harus diserap agar pembangunan yang dilakukan menjadi lebih bermakna dan terarah. Tanpa adanya aspirasi masyarakat maka pembangunan akan bermakna ganda : Pertama, sebagai ajang tipu daya elit kepada masyarakat. Kedua, sebagai perwujudan demokrasi palsu, sebab pembangunan tidak lebih sebagai gagasan dan kepentingan elit belaka. Secara definitif, konsep aspirasi mengandung dua pengertian, aspirasi di tingkat ide dan aspirasi di tingkat peran struktural. Di tingkat ide, konsep aspirasi berarti sejumlah gagasan verbal dari lapisan masyarakat mana pun. Di tingkat peran dalam struktur, adalah keterlibatan langsung dalam suatu kegiatan (amirudin, 2003 ; 3).
23
Menurut Bank Dunia (2005 ; 3) aspirasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan mendukung dalam proses pembangunan. Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor 25 Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undangundang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 mengatur perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Selanjutnya pasal 17 Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, menyatakan bahwa dalam penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD harus diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4 yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD, serta adanya peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk menjadi program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Stuglitz dalam Hardojo (2008 ; 64) menyatakan partisipasi warga merupakan sine qua non untuk kebijakan yang pro rakyat. Partisipasi warga dalam perencanaan
24
dan penganggaran menjadi cara untuk memastikan pembangunan yang berkeadilan terhadap rakyatnya. Sebab, perencanaan dan penganggaran adalah proses yang menentukan ke arah mana anggaran publik (APBN/APBD) telah memenuhi aspirasi rakyat. Untuk
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat
yang
adil
dibutuhkan
pembangunan yang mantap dan berkesinambungan, yang dijamin pelaksanaannya oleh adanya arah dan kebijakan serta perencanaan program yang komprehensif, realistis dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Dengan berkembangnya pelaksanaan demokrasi, diharapkan rakyat dapat berupaya secara optimal untuk memperbaiki kesejahteraannya melalui berbagai program pembangunan sesuai dengan kepentingan dan potensinya, dan pemerintah bertindak sebagai katalisator. Untuk itu, DPRD dan Eksekutif harus lebih dekat dengan rakyat. Upaya memberdayakan masyarakat dan melawan kemiskinan harus terus dijadikan agenda penting dalam kegiatan pembangunan. Pembangunan dalam berbagai bidang harus dilaksanakan dengan spektrum kegiatan yang menyentuh pemenuhan kebutuhan masyarakat - khususnya pemenuhan kebutuhan fisiologis berupa : pangan, papan, kesehatan dan pendidikan sehingga segenap anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung atau mampu melepaskan dari belenggu struktural yang menyengsarakan, dan meningkat kesejahteraannya.
25
Untuk dapat menyerap aspirasi masyarakat secara sungguh-sungguh dalam perencanaan penganggaran diperlukan pergeseran cara pandang, yakni tidak lagi memandang masyarakat sebagai objek dari pembangunan. Menurut Archon Fung yang dikutip Purwoko (2008), Secara umum dikenal tiga metode untuk memahami aspirasi rakyat yaitu : 1. Luas lingkup partisipasi akan menentukan siapa saja yang berhak menyalurkan aspirasinya untuk mempengaruhi sebuah kebijakan. Terdapat lima model dasar yang membedakan luasnya ruang partisipasi bagi penyaluran aspirasi rakyat ; pertama, self selected, yaitu mekanisme yang sepenuhnya membebaskan masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya atau tidak. Kedua, rekrutmen terseleksi, yaitu hanya orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan saja yang memiliki hak untuk menyalurkan aspirasinya dalam proses pembuatan kebijakan. Ketiga, Random Selection yang juga sering dikenal dengan teknik polling, yaitu penyerapan aspirasi masyarakat dengan memilih secara acak beberapa individu yang dianggap mewakili masing-masing komunitas. Keempat, Lay Stakeholders, yaitu proses penyerapan aspirasi yang melibatkan beberapa warga negara yang secara sukarela mau bekerja tanpa dibayar. Sekelompok warga diberi kepercayaan untuk memikirkan atau menangani suatu kebijakan tertentu. Kita sudah mengenal prinsip penyaluran aspirasi semacam ini, misalnya melalui Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Kelima, Professional Stakeholders, yaitu pembuatan kebijakan publik yang melibatkan tenaga-tenaga profesional yang digaji atau diberi honorarium. Asumsinya, tenaga-tenaga
26
profesional ini memiliki kapasitas menemukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. 2. Melihat jenis komunikasi yang terjadi antara pemerintah dengan warganya, apakah satu arah atau timbal balik. Model komunikasi timbal balik memberikan ruang yang lebih luas bagi proses penyerapan aspirasi yang lebih berkualitas. 3. Melihat relevansi antara perkembangan aspirasi dengan substansi kebijakan. Semakin relevan produk kebijakan yang dihasilkan dengan persoalan riil yang berkembang di masyarakat, maka proses penyerapan aspirasi yang terjadi di masyarakat bisa dikatakan semakin berkualitas. Dalam kerangka pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, haruslah terjadi pergeseran fungsi birokrasi, yakni hanya sebatas sebagai fasilitator. Selayaknya birokrasi harus kembali ke hakikat fungsinya, yaitu sebagai public servant (pelayan masyarakat), bukan lagi sebagai pelaksana pembangunan. Artinya pemilihan program pembangunan harus betul-betul didasarkan pada kebutuhan masyarakat bukan atas dasar keinginan atau ketertarikan pejabat pengelolanya. Rakyat memegang hak dan wewenang yang tinggi untuk menentukan kebutuhan pembangunan, ikut terlibat secara aktif dalam pembangunan dan mengontrolnya serta memperoleh fasilitas dari pemerintah, melalui penggunaan hak dan kewajibannya secara proporsional. Masyarakat harus diberdayakan untuk mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, maka Pemerintah (Eksekutif maupun DPRD) akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dan guna
27
menjamin bahwa apa yang direncanakan oleh Pemda sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat, maka dalam penyusunan strategi dan prioritas program serta RAPBD harus melibatkan masyarakat, sejak dari proses analisis masalah dan identifikasi kebutuhan masyarakat ke perumusan program.
ANGGARAN PRO RAKYAT
Pengelolaan Transparan & Akuntabel
Proses Partisipatif
Alokasi bagi Kebutuhan Masyarakat
Prasyarat Komitmen politik, desain kelembagaan, kapasitas masyarakat sipil &
Gambar 1. Sendi Anggaran Pro Rakyat dan Prasyaratnya
Secara prinsipil, anggaran pro rakyat dibuhul oleh tiga sendi yang bertautan. Gambar 1. menunjukkan bagaimana proses penyusunan anggaran demokratis melibatkan partisipasi, mekanisme pengelolaan yang desentralistik, transparan dan akuntabel, serta alokasi sumber daya bagi kebijakan yang berpihak kepada kaum miskin, saling bertautan dalam implementasi anggaran pro rakyat. Kendala yang
28
dihadapi oleh satu buhul sendi akan berpengaruh terhadap sendi yang lain serta capaian optimal dari anggaran pro rakyat secara keseluruhan (Hardojo, 2008 ; 152153). Implementasi hak rakyat dalam APBD bisa dilakukan dalam berbagai bentuk. Pemerintah Daerah sebagai pemegang kuasa pengelolaan Keuangan Daerah harus mengimplementasikan hak rakyat tersebut melalui (Eka, 2008) : 1.
Adanya keterlibatan rakyat secara partisipatif dalam proses penganggaran. Teknis pelaksanaannya bisa menggunakan beberapa model atau melakukan kreasi dari berbagai model yang telah dikembangkan oleh banyak negara. Tentu saja, kreatifitas ini perlu didukung oleh iklim demokrasi yang substantif liberatif. Selama ini, partisipasi hanya menjadi jargon pemerintah, metode dan implementasi partisipasi hanya berjalan dalam lingkungan masyarakat yang “dekat“ dengan Pemerintah. Sementara, dengan kelompok masyarakat yang kritis dan “jauh“ dengan Pemerintah, dijadikan formalitas belaka dan masukan serta hasil kajian mereka selalu dikesampingkan. Memang, partisipasi tidak dapat dilakukan pada orang perorangan atau semua kelompok, karena keterbatasan pemerintah. Tetapi, semestinya pemerintah harus memiliki sebuah kriteria yang jelas dalam pelibatan publik. Kriteria ini harus didukung oleh metodelogi yang tepat sehingga tidak terjebak pada inefisiensi. Metodelogi menggalang partisipasi ini, yang tidak dimiliki oleh pemerintah. Mereka hanya mengikuti secara tekstual apa yang tertulis di UU, Kepmendagri. Sangatlah naif, mengharapkan hasil yang efektif jika partisipasi dibangun melalui RT, RW,
29
Dewan Kelurahan, dan Badan Perwakilan Desa. Karena hampir seluruh badan tersebut dipilih dengan intervensi pemerintah. Sehingga, badan-badan tersebut tidak bisa merumuskan kebutuhan warganya. Perlu kearifan menyusun metodelogi agar partisipasi masyarakat bisa efektif untuk kepentingan bersama. 2.
Adanya
transparansi
dan
akuntabilitas
dalam
pengelolaan
maupun
pertanggungjawaban APBD pada Rakyat. Selama ini, mekanisme pertanggungjawaban dilakukan melalui saluran formal Lembaga Legislatif (DPRD). Jika ingin membangun transparansi maka harus dimulai dari para pihak yang akan terlibat dari proses tersebut. Dengan tidak mengkerdilkan peran DPRD dalam proses transparansi dan Akuntabilitas APBD, tetapi Lembaga ini juga menjadi sorotan dalam transparansi dan Akuntabilitas. Bagaimana bisa berharap pada DPRD, yang dalam banyak kasus korupsi APBD mereka juga terlibat bahkan terkadang menjadi inisiator. Perlu kiranya Pemerintah merancang sebuah model transparansi dan akuntabilitas APBD selain melalui saluran formal (DPRD) bisa dilakukan melalui saluran informal langsung pada masyarakat. Tentu, model ini harus dikaji dan dipertimbangkan dengan matang sehingga bisa efektif dan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. 3.
Adanya Hak untuk alokasi anggaran yang pro Rakyat miskin. Keadilan dan kesejahteraan adalah tujuan utama dari sebuah negara kesejahteraan.
Indonesia
telah
memproklamirkan
diri
sebagai
negara
kesejahteraan. Artinya keberpihakan pada kaum lemah dan miskin menjadi
30
prioritas dalam pembangunan yang dilakukan. Namun sayangnya, doktrin tersebut belum berwujud, masih sebatas angan-angan. 4.
Adanya pengawasan APBD oleh rakyat baik secara perseorangan maupun secara Lembaga atau kelompok. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat ini semestinya mendapat apresiasi positif dari pemerintah. Caranya adalah memberikan akses seluasluasnya pada masyarakat untuk mendapatkan informasi, data dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan APBD. Tabel 1. Jalur Pengarusutamaan Partisipasi Didorong oleh Negara (Top-Down)
Partisipasi melalui parlemen
Didorong oleh Masyarakat Sipil (Bottom-Up)
Didorong melalui prosedur • demokrasi perwakilan menggunakan parlemen dan partai-partai politik di tingkat • nasional
Didorong melalui penciptaan Partisipasi prosedur penyusunan anggaran tanpa melalui yang melibatkan pemangku parlemen kepentingan luas diluar prosedur demokrasi perwakilan yang ada (extra-parliamentary), seperti ; referendum, plebesit, mekanisme NSEC di Irlandia, maupun Participatory Budgenting di Brazil.
Menggunakan partai politik lokal bagi proses di parlemen lokal Mengembangkan mekanisme alternatif penyusunan anggaran dengan melibatkan kelompok masyarakat sipil yang lebih luas untuk kemudian diajukan ke parlemen, contoh : people’s budget di Afrika Selatan dan Alternative budget di Kanada
Inisiatif warga lokal di Swiss dan beberapa kota di Amerika Serikat untuk mengajukan anggaran versi warga kepada pemerintah lokal
31
Sumber : Hardojo (2008 ; 161)
Sedangkan Willmore dalam Hardojo (2008 ; 160) mengidentifikasikan 4 tipologi proses bagi pengintegrasian partisipasi warga dalam penyusunan anggaran. Seperti yang bisa dilihat pada tabel 1, partisipasi tersebut bisa didorong oleh Negara (top-down) maupun masyarakat sipil (bottom-up) baik melalui parlemen maupun tanpa parlemen (participation that by-pass parliament). Dalam kerangka Wilmore tersebut, pengarusutamaan partisipasi dalam proses penganggaran yang terjadi di Indonesia lebih diwarnai oleh proses top-down yang dipimpin oleh negara melalui parlemen. Dalam jalur ini, proses yang terjadi ditentukan oleh prosedur formal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Prosedurprosedur tersebut akan diakomodasi dalam system demokrasi perwakilan, dimana lembaga Eksekutif dan lembaga Legislatif (representasi wakil-wakil politik di parlemen yang dipilih rakyat melalui Pemilihan Umum) akan menentukan hasil akhir dari proses penganggaran. Warga dan masyarakat sipil belum mempunyai cukup kapasitas untuk mendorong perluasan partisipasi warga dalam prosedur formal tersebut atau, jika hambatan partisipasi dalam prosedur formal tersebut terlalu kuat, untuk membangun mekanisme tanding bagi suatu proses penyusunan penganggaran yang lebih partisipatif (Hardojo, 2008 ; 161-162). Prinsip dalam melibatkan masyarakat secara langsung adalah bahwa apa yang disebut dengan “melibatkan kepentingan rakyat” hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian. Keterlibatan rakyat akan menjadi penjamin
32
bagi suatu proses yang baik dan benar. Melibatkan masyarakat secara langsung akan membawa tiga dampak penting (Abe, 2005 ; 91) yaitu : 1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan masyarakat akan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat. 2. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik. 3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat.
2.5. APBD Anggaran merupakan sebuah instrumen pemerintah dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Kebijakan suatu pemerintah membutuhkan sumber daya berupa alokasi anggaran yang tertuang dalam APBD. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang kemudian diganti dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
2.5.1. Mekanisme Penyusunan APBD Perubahan UU No 22 tahun 1999 menjadi UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 menjadi UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap pengelolaan keuangan daerah, khususnya di bidang penyusunan
33
anggaran daerah. Sebab ada pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada Pemda untuk menggali dan mengelola semua potensi penerimaan daerah secara maksimal. Sebagai konsekuensinya, sistem
pengelolaan keuangan publik/daerah
yang selama ini bersifat sentralisasi, sekarang berubah menjadi desentralisasi. Seiring dengan bergulirnya pelaksanaan desentralisasi pemerintahan tersebut, telah memberikan kewenangan bagi Pemda untuk menentukan dan menyusun sendiri APBD-nya. Kondisi demikian jelas mempunyai pengaruh yang cukup besar dan signifikan terhadap mekanisme dan proses penyusunan, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban keuangan daerah kepada semua stakeholders-nya. Namun dalam pelaksanaan otonomi daerah ternyata kewenangan yang diberikan tersebut secara umum masih ada yang disalahtafsirkan oleh Pemda baik eksekutif maupun legislatif (Mahrizal, 2008 ; 1). Menurut Nazaruddin (2005 ; 1) karena APBD merupakan operasionalisasi dari berbagai kebijakan yang ditetapkan, maka harus mencerminkan suatu kesatuan sistem perencanaan yang sistimatis dan dapat dianalisis keterkaitan/benang merahnya dengan dokumen-dokumen perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu sangat penting bagi pihak yang berkepentingan terhadap kebijakan publik dalam memahami sistimatika perencanaan yang bermuara pada anggaran. Dari sisi aturan, maka mekanisme penyusunan anggaran khususnya APBD diatur dengan Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi
34
dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
2.5.2. Regulasi dari Pengesahan APBD Emirzon (2005 ; 1) mengemukakan, semenjak otonomi daerah dicanangkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang kemudian diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004. Iklim regulasi di Indonesia mengalami perubahan besar. Kedua Undang-undang tersebut diatas memberikan kewenangan hukum dan administrasi kepada kabupaten dan kota sebagaimana Pasal 11 (2) menentukan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengadministrasikan perdagangan dan industri. Karena itu berhak mengenakan regulasi dan perizinan usaha. Akan tetapi pemda tidak siap untuk mengemban fungsi baru itu. Dalam tahun pertama desentralisasi, Pemda telah mengeluarkan ratusan peraturan daerah yang menerapkan pengenaan pajak, retribusi, dan pungutan lainnya. Sebenarnya dalam pelaksanaan otonomi daerah (Otda) Pemda tidak hanya menekankan regulasi saja. Seharusnya Pemda mendorong pemberdayaan masyarakat,
35
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kebijakan yang diterbitkan oleh pemda haruslah memberi manfaat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat bukan sebaliknya. Terkesan pemda dapat bertindak apa saja untuk menaikkan pendapatan asli daerah (PAD), demi terpenuhinya anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).
2.5.3. Kualitas Kinerja dalam Perencanaan dan Penyusunan APBD Sejak tahun 2003, sebagian besar Pemda sudah mencoba menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja (performance base budgeting). Tapi, dalam kenyataannya menunjukkan bahwa dalam proses penyusunan dan pengalokasian anggaran tersebut, tampaknya Pemda masih belum menghiraukan dan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan publik (masyarakat). Sayangnya, masih berorientasi pada kepentingan aparatur Pemda sendiri (eksekutif dan legislatif). Hal ini barangkali terjadi, karena selama ini partisipasi dan keterlibatan publik dalam penyusunan APBD tersebut kelihatannya masih relatif rendah sekali Kenyataan yang demikian mengakibatkan penyusunan dan pengalokasian anggaran dalam APBD tampaknya belum banyak berpihak kepada kebutuhan masyarakat (stakeholders). Hingga, anggaran yang dihabiskan sering menjadi tidak efektif dan kurang efisien. Maksudnya, alokasi anggaran memang makin meningkat dari tahun ketahun. Kenyataannya, belum memberikan kontribusi dan dampak signifikan terhadap peningkatan perekonomian
36
masyarakat, serta terhadap penanggulangan pengangguran dan kemiskinan (Masrizal, 2008 ; 1). Sebelum lahirnya Kepmendagri No 29 tahun 2002, sistem anggaran yang digunakan oleh Pemda di seluruh daerah menggunakan sistem anggaran tradisional (traditional budget). Akan tetapi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan reformasi pemerintahan, maka sistem penyusunan APBD juga mengalami perubahan yang sangat mendasar. Terjadinya perubahan sistem anggaran ini, karena sistem anggaran tradisional (line-item budgeting) dianggap memiliki beberapa kelemahan antara lain; bersifat sentral dan top-down, kenaikan jumlah anggaran setiap tahun secara increamental tanpa dasar yang jelas, prestasi diukur dari penyerapan anggaran oleh setiap unit kerja, dan lainnya. Akibat terdapat beberapa kelemahan sistem anggaran tradisional, maka sejak tahun 2003 sistem anggaran daerah mengalami reformasi. Di mana semua daerah di Indonesia mulai menerapkan sistem anggaran kinerja (performance budget). Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan kinerja ini memiliki beberapa karakteristik dan perbedaan yang sangat mendasar bila dibandingkan dengan sistem anggaran tradisional. Beberapa perbedaan yang sangat kentara tersebut antara lain: penyusunan anggaran tradisional lebih bersifat sentralistis, di mana perencanaan dibuat oleh pemerintah pusat tanpa memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat di daerah. Dampaknya, banyak program maupun proyek-proyek di daerah yang menghabiskan dana yang cukup besar, tetapi tidak bermanfaat dan membawa
37
pengaruh signifikan terhadap peningkatan pelayanan publik maupun perekonomian masyarakat di daerah. Sedangkan sistem anggaran berbasis kinerja lebih bersifat desentralistis. Di mana penyusunan perencanaan dan penganggaran tidak didominasi oleh pemerintah pusat, tetapi Pemda dalam menyusun perencanaan melakukan jaring asmara melalui partisipasi masyarakat terlebih dahulu. Di samping itu, sistem anggaran berbasis kinerja tidak hanya berorientasi dan fokus kepada input saja, tetapi juga fokus kepada output dan outcome. Sistem anggaran telah mengalami perubahan yang cukup mendasar, namun dalam kenyataannya sampai sekarang masih saja terlihat kepentingan rakyat masih saja ada yang terabaikan. Kondisi yang demikian barangkali disebabkan beberapa faktor antara lain; Pertama, perubahan sistem anggaran tersebut kelihatannya belum diikuti oleh keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan anggaran. Kalaupun ada proses pelibatan masyarakat melalui Rakorbang, Musrenbang misalnya, tetapi menurut Nunuy (2004) pelibatan masyarakat itu belum berdasarkan pada kompetensi yang dimiliki. Kedua, sistem anggaran kinerja yang dilakukan setiap Pemda di Indonesia sampai sekarang ini baru membawa perubahan terhadap administrasi pencatatannya saja dan belum pada perubahan substansinya yang berdasarkan pada konsep value for money (ekonomis, efisien dan efektivitas). Hal ini di samping disebabkan masih lemahnya pemahaman SDM Pemda terhadap sistem anggaran tersebut, juga karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh publik.
38
Ketiga, sistem anggaran kinerja yang seharusnya lebih fokus dan berorientasi kepada kebutuhan masyarakat (belanja publik), tetapi di dalam kenyataannya malahan lebih didominasi oleh belanja aparatur. Hampir setiap daerah di Indonesia menghabiskan APBD-nya antara (70-80%) hanya untuk belanja aparatur, dan sisanya (20–30%) untuk belanja publik. Itu pun masih terdapat juga belanja aparatur di dalamnya. Keempat, sangat terbatasnya waktu yang tersedia oleh eksekutif untuk memberikan pelayanan kepada publik. Sebab, waktu eksekutif hanya habis untuk menyusun
anggaran
dan
dan
mempersiapkan
5
(lima)
jenis
laporan
pertanggungjawaban APBD. Kelima, lemahnya partisipasi dan kontrol publik telah memberikan keleluasaan bagi Pemda baik eksekutif maupun legislatif dalam menyusun dan menentukan anggaran menurut kemauan dan kepentingan mereka tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku. Keenam, cukup lamanya pihak eksekutif maupun legislatif dalam menyusun anggaran. Kondisi ini di samping tidak ada waktu lagi untuk mensosialisasikan RAPBD kepada publik, pengesahan anggaran dan penetapan Perda tentang APBD serta penetapan peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD, juga menjadi sering terlambat.
2.5.4. Penyusunan APBD Dalam UU 17 Tahun 2003 yang mengatur keuangan negara sebagai dasar penyusunan APBD dan pengelolaan keuangan daerah tidak banyak memuat peran
39
serta masyarakat. Baik dalam pemanfaatan anggaran maupun evaluasinya. Penyusunan APBD seharusnya tidak bisa lepas dari kaidah penganggaran sektor publik. Setidaknya ada tiga kaidah yang harus dipenuhi dalam penyusunan APBD. Tiga kaidah tersebut adalah legitimasi hukum, legitimasi finansial, dan legitimasi politik. Legitimasi hukum menyangkut sejauh mana APBD disusun dengan mengacu pada peraturan perundangan yang ada. Penyusunan APBD terikat pedoman, prosedur, tahap, dan peruntukan sesuai dengan peraturan yang ada. Legitimasi finansial mensyaratkan penyusunan APBD harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kekuatan anggaran yang dimiliki daerah. Di dalamnya harus dipatuhi asas efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran. Penggelembungan dana (markup) dan anggaran ganda menjadi sesuatu yang haram dan melanggar asas efisiensi. Dari sisi efektivitas, anggaran harus sesuai prioritas kebutuhan dan tepat sasaran terhadap kepentingan publik. Istilah menghabiskan anggaran tidak lagi dikenal dalam penyusunan APBD saat ini. Yang diterapkan adalah prinsip money follow function, yaitu, uang disediakan untuk memenuhi fungsi kebutuhan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Tidak ada alokasi anggaran tiap instansi, yang ada adalah kebutuhan anggaran instansi. Sementara itu, legitimasi politik mensyaratkan bahwa APBD harus merupakan hasil aspirasi masyarakat. Legitimasi politik tidak sekadar berupa pengesahan oleh wakil rakyat. Tetapi, di dalamnya merupakan pemenuhan kebutuhan masyarakat hasil perencanaan bottom-up yang sesungguhnya. Praktik saling titip proyek atau agenda terselubung lainnya menjadi sesuatu yang menodai legitimasi politik ini. Ketiga hal
40
diatas cukup menggambarkan bagaimana sesungguhnya. Lalu pertanyaan yang akan muncul adalah, akankah perubahan itu berdampak kepada tingkat serapan anggaran yang mampu dinikmati masyarakat secara luas? Atau justru sebaliknya, prospek peningkatan kesejahteraan masyarakat akan semakin sulit dicapai.
2.5.5. Proses Perencanaan dan Penganggaran Daerah Penganggaran merupakan suatu proses menyusun rencana keuangan yaitu pendapatan dan pembiayaan, kemudian mengalokasikan dana ke masing-masing kegiatan sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai dan selanjutnya masing-masing kegiatan tersebut dikelompokkan ke dalam program berdasarkan tugas dan tanggung jawab dari satuan kerja tertentu dengan standar biaya yang berlaku. Penyusunan anggaran merupakan suatu rencana tahunan yang merupakan aktualisasi dari perencanaan jangka menengah maupun jangka panjang, dengan kewenangan yang dimiliki saat ini pemerintah daerah dapat menyusun struktur anggaran yang memungkinkan masyarakat dan manajemen pemerintah daerah mengawasi dan mengevaluasi kebijakan yang telah dan akan dilaksanakan Mardiasmo (2001) melakukan studi tentang masalah utama yang timbul dalam proses perencanaan dan persiapan anggaran pemerintah kabupaten/kota di Indonesia, yaitu ketergantungan keuangan terhadap pemerintah propinsi dan pusat, dan pembatasan keuangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Studi kasus pada enam kabupaten/kota dengan periode amatan 1991/1992 sampai dengan 1995/1996 yang meneliti budgetary slack dan pendekatan anggaran serta waktu pemberian
41
bantuan menyimpulkan dua hal, pertama, ketergantungan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap pemerintah propinsi dan pusat mendorong terjadinya kesenjangan anggaran, kedua, pendekatan bottom-up cenderung menjadi sebuah formalitas belaka karena pemerintah kabupaten/kota dianggap tidak memiliki perencanaan strategik dan prioritas yang jelas. Halim (2001:19) mengatakan proses anggaran yang telah disepakati antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan amanat rakyat. Ini adalah tantangan untuk menunjukkan bahwa sebagai pihak yang bertanggungjawab akan “kepentingan rakyat” pemerintah daerah dan DPRD harus memposisikan dirinya pada posisi yang tepat. Selain itu, hal tersebut adalah sebuah peluang untuk menunjukkan bahwa pemerintah daerah dan DPRD bukan sebagai salah satu “penikmat” dana rakyat, akan tetapi dapat berbagi rasa dengan rakyat dari dana yang tersedia bagi daerah. Berkaitan dengan adanya tuntutan terciptanya akuntabilitas publik maka DPRD memiliki peran dan kewenangan yang lebih besar dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Fungsi perencanaan anggaran daerah hendaknya sudah dilakukan oleh para anggota DPRD sejak proses penjaringan aspirasi masyarakat (needs assessment) hingga penetapan kebijakan umum APBD serta penentuan strategi dan prioritas APBD. Keberhasilan pengelolaan keuangan daerah sangat ditentukan oleh proses awal perencanaannya. Semakin baik perencanaannya akan memberikan dampak semakin baik pula implementasinya di lapangan. Keterlibatan berbagai lembaga/instansi dalam proses perencanaan diperlukan kesatuan visi, misi dan tujuan dari setiap lembaga
42
tersebut. Dalam menentukan alokasi dana anggaran untuk setiap kegiatan biasanya digunakan metode incrementalism yang didasarkan atas perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk.
2.6. Kerangka Pemikiran APBD merupakan parameter dalam menentukan maju atau tidaknya suatu daerah atau progress report yang dilakukan dengan pendekatan anggaran kinerja atau performance budgeting system yang mengutamakan upaya pencapaian hasil atau output daerah. APBD juga harus dapat merubah kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik, masyarakat harus benar-benar merasakan hasil (outcome) dari program pembangunan yang dilakukan. Dalam kerangka pemikiran demikian, Visi, Misi, maupun program pembangunan yang dicanangkan Pemerintah Daerah melalui Perda APBD harus berpijak pada realitas kebutuhan masyarakat. Untuk itu, penyerapan aspirasi masyarakat secara luas dalam membuat usulanusulan pembangunan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga pembangunan merupakan hasil aspirasi masyarakat bukan kehendak Legislatif dan Eksekutif yang mempunyai otoritas dalam penyusunan anggaran daerah. Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
43
Musrenbang, setiap tahunnya terus melakukan penjaringan aspirasi masyarakat melalui kegiatan Musrenbang Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Aspirasi masyarakat yang telah ditampung sebelumnya melalui forum Musrenbang tidak sepenuhnya menjadi acuan dalam proses penyusunan APBD mengingat jumlah usulan dengan anggaran yang tersedia yang tidak seimbang. Selain itu, banyak faktor yang lain mempengaruhi penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD, diantaranya adalah usulan eksekutif dan legislatif. Usulan eksekutif didasarkan pada kebijakan-kebijakan Kepala Daerah dan Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merupakan rencana kerja tahunan yang dituangan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008. Sedangkan usulan legislatif, didasarkan pada hasil reses dan pansus DPRD.
Aspirasi Masyarakat
Faktor yang Mempengaruhi Usulan Legislatif - Hasil Reses DPRD
Usulan Eksekutif - Kebijakan Kepala Daerah - Program Kerja SKPD
Alokasi Dana dalam APBD
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tamiang. Alasan pemilihan lokasi di Kabupaten Aceh Tamiang adalah dikarenakan kedekatan peneliti dengan objek penelitian, dimana Kabupaten Aceh Tamiang tempat peneliti bekerja, sehingga memudahkan dalam pengumpulan data.
3.2. Jenis/Desain Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah manusia, sehingga peneliti merasa lebih tepat jika menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Moeloeng, (2004: 5) memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif. Paradigma interpretif lebih menekankan pada makna atau interpretasi seseorang terhadap sebuah simbol. Tujuan penelitian dalam paradigma ini adalah memaknai (to interpret atau to understand, bukan to explain dan to predict) sebagaimana yang terdapat dalam paradigma positivisme. 44
45
Pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi. Pendekatan Fenomenologi bertujuan memahami respon atas keberadaan manusia/masyarakat, serta pengalaman yang dipahami dalam berinteraksi (Saladien, 2006 : 13). Para fenomenolog percaya bahwa pada makhluk hidup, tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain (Moeloeng, 2004: 18). Subjek penelitian ini adalah informasi yang dijadikan sumber data. Penetapan subjek penelitian di atas bersifat Purposive Sampling (sampel bertujuan), di mana informan dipilih berdasarkan tingkat keterlibatan dan pengusaannya dengan masalah, fokus dan tujuan penelitian. Apabila tidak ditemukan lagi variasi data dari sejumlah informan, maka pengumpulan data dihentikan, jadi jumlah informan bisa lebih banyak atau sedikit dari yang diuraikan di atas.
3.3. Defenisi Konsep Defenisi konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Aspirasi masyarakat adalah gagasan atau ide. Dalam penelitian ini aspirasi adalah gagasan atau ide masyarakat yang dituangkan dalam bentuk usulan kegiatan pembangunan. 2. Hasil Reses DPRD adalah hasil kunjungan DPRD ke konstituen pada masingmasing daerah pemilihan. Dalam penelitian ini hasil Reses DPRD adalah program/kegiatan yang diusulkan DPRD yang tertuang dalam APBD.
46
3. Kebijakan Kepala Daerah adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati. Dalam penelitian ini kebijakan Kepala Daerah adalah kebijakan yang dikeluarkan Bupati baik melalui Peraturan Daerah (legal formal) maupun intervensi politik. 4. Program SKPD adalah program kerja tahunan yang berisikan program dan kegiatan
pembangunan.
Dalam
penelitian
ini
Program
SKPD
adalah
program/kegiatan SKPD yang tertuang dalam APBD. 5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dalam penelitian ini APBD adalah APBD Kabupaten Aceh Tamiang yang ditetapkan dengan Qanun Kabupaten Aceh Tamiang.
3.4. Informan Obyek analisis pada penelitian ini adalah realitas organisasi pemerintahan daerah sebagai sebuah komunitas, yang di dalamnya terjadi interaksi antara individu dan struktur. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah para aparatur yang terlibat langsung dan mempunyai pengalaman dalam proses penyusunan APBD. Jumlah informan adalah sebanyak 21 (dua puluh satu) orang, dengan perincian : 1.
SKPD (Unit perencanaan), yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum (1 orang), Dinas Pendidikan (1 orang), Dinas Kesehatan (1 orang), Dinas Pertanian (1 orang), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (1 orang), Dinas Kelautan dan Perikanan (1 orang), dan Kantor Peternakan (1 orang).
47
2.
TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), yang terdiri dari Bappeda (5 orang) dan BPKD (5 orang).
3.
DPRD (unsur Panitia Anggaran) 2 orang.
3.5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan pengkajian dokumen. Hal ini di dasarkan atas pendapat Lincoln dan Guba (1985) yang menyatakan pengumpulan data kualitatif menggunakan wawancara, observasi, dan dokumen (catatan atau arsip). Secara rinci pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik sebagai berikut: 1.
Pengkajian Dokumen Dokumen yang digunakan untuk mendapatkan informasi dalam penelitian ini berupa : hasil Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kabupaten, dan buku APBD Kabupaten Aceh Tamiang. Seluruh data dikumpulkan dan ditafsir oleh peneliti, tetapi dalam penelitian ini peneliti didukung instrumen sekunder, yaitu catatancatatan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian. Pengkajian dokumen bertujuan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama yaitu untuk mengetahui seberapa besar usulan masyarakat yang masuk dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
2.
Wawancara Wawancara dengan informan sebagai nara sumber data dan informasi dilakukan dengan tujuan penggalian informasi tentang fokus penelitian dan digunakan
48
untuk menjawab tujuan penelitian kedua yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besar atau kecilnya penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008. Dengan kata lain, wawancara dilakukan
antara lain untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian,
kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan, merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain dengan baik, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan
data
(Moeleong,
2004).
Dalam
wawancara
ini
peneliti
mewawancarai informan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Musrenbang, APBD dan partisipasi masyarakat dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dengan terstruktur jika dilakukan secara formal, dan pertanyaan tidak terstruktur jika dilakukan secara tidak formal dan aktor.
3.6. Metode Analisa Data Setelah data dan informasi yang diperlukan terkumpul selanjutnya dianalisis dalam rangka menemukan makna temuan. Menurut Moeloeng (2004 ; 28) bahwa analisis data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Data dan informasi
49
yang diperoleh dari lokasi penelitian akan dianalisis secara kontinyu setelah dibuat catatan lapangan untuk menemukan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD di Kabupaten Aceh Tamiang. Analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif yaitu fakta/data dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi. melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data dikumpulkan dari lokasi penelitian melalui wawancara, dan dokumen maka dilakukan pengelompokan data. Kemudian dilakukan analisis penguraian dan penarikan kesimpulan tentang Faktor-faktor yang berpengaruh Terhadap Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD di Kabupaten Aceh Tamiang. Menurut Moeloeng (2004 ; 30), analisis data dilakukan juga dimaksudkan untuk menemukan unsur-unsur atau bagian-bagian yang berisikan kategori yang lebih kecil dari data penelitian. Kata yang baru dapat terdiri dari catatan lapangan yang diperoleh melalui wawancara, dan studi dokumen. Lalu data tersebut dianalisis agar diketahui maknanya dengan cara menyusun data, menghubungkan data, mereduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi selama dan sesudah pengumpulan data. Analisis ini berlangsung secara sirkuler dan dilakukan sepanjang penelitian. Karena itu sejak awal penelitian, peneliti sudah mulai mencari pola-pola tingkah laku aktor, penjelasan-penjelasan, konfirmasi yang mungkin terjadi, alur kausal, dan mencatat keteraturan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.7. Deskripsi Lokasi Penelitian 3.7.1. Sejarah Kabupaten Aceh Tamiang Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Setia yang memerintah selama tahun 1330 - 1366 M. Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi daerah-daerah : 1.
Sungai Raya / Selat Malaka di bagian Utara
2.
Besitang di bagian Selatan
3.
Selat Malaka di bagianTimur
4.
Gunung Segama (gunung Bendahara / Wilhelmina Gebergte) di bagian Barat. Pada masa kesultanan Aceh, kerajaan Tamiang telah mendapat Cap Sikureung
dan hak Tumpang Gantung ( Zainuddin, 1961, 136 - 137 dalam Bappeda) dari Sultan Aceh Darussalam, atas wilayah Negeri Karang dan negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sulthan Muda Seruway, negeri Sungai Iyu, negeri Kaloy dan negeri Telaga Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum mendapat cap Sikureung dan dijadikan sebagai wilayah protektor bagi wilayah yang telah mendapat cap Sikureung. Pada tahun 1908 terjadi perubahan Staatblad No.112 tahun 1878, yakni Wilayah Tamiang dimasukkan ke dalam Geuverment Aceh en Onderhoorigheden yang artinya wilayah tersebut berada dibawah status hukum Onderafdelling. 50
51
Dalam Afdeling Oostkust Van Atjeh (Aceh Timur) terdapat beberapa wilayah Landschaps dimana berdasarkan Korte Verklaring diakui sebagai Zelfbestuurder dengan status hukum Onderafdelling Tamiang termasuk wilayah-wilayah : 1. Landschap Karang 2. Landschap Seruway / Sultan Muda 3. Landschap Kejuruan Muda 4. Landschap Bendahara 5. Landschap Sungai Iyu, dan 6. Gouvermentagebied Vierkantepaal Kualasimpang. “TAMIANG” adalah sebuah nama yang berdasarkan legenda dan data sejarah berasal dari : “Te – Miyang” yang berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi ditemui dalam rumpun bambu Betong (istilah Tamiang “bulooh”) dan Raja ketika itu bernama Tamiang Pehok lalu mengambil bayi tersebut. Setelah dewasa dinobatkan menjadi Raja Tamiang dengan gelar “Pucook Sulooh Raja Te – Miyang”, yang artinya "seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal". Data - data Kerajaan Tamiang yang dikutip dalam CD Selayang Pandang Aceh Tamiang Tahun 2008 : 1. Prasasti Sriwijaya yang diterjemahkan oleh Prof. Nilkanta Sastri dalam "The Great Tamralingga ( capable of ) Strong Action in dangerous Battle" ( Moh. Said 1961:36).
52
2. Data kuno Tiongkok ( dalam buku “Wee Pei Shih” ) ditata kembali oleh I.V.Mills, 1937, halaman 24 tercatat negeri Kan Pei Chiang ( Tamiang ) yang berjarak 5 Km ( 35 Mil Laut) dari Diamond Point (Posri). 3. Kerajaan Islam Tamiang dalam The Rushinuddin's Geographical Notices (1310 M). 4. Tercatat sebagai " Tumihang " dalam syair 13 buku Nagar Kartagama (M.Yamin, 1946 : 51 ). 5. Benda-benda peninggalan budaya yang terdapat pada situs Tamiang ( Penemuan T.Yakob, Meer muhr dan Penulis Sartono dkk ). Berkaitan dengan data diatas serta hasil penelitian terhadap penemuan fosil sejarah, maka nama Tamiang dipakai menjadi usulan bagi pemekaran status wilayah Pembantu Bupati Aceh Timur Wilayah-III meliputi wilayah bekas Kewedanaan Tamiang. Tuntutan pemekaran daerah di Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebenarnya telah dicetuskan dan diperjuangkan sejak tahun 1957 awal masa Propinsi Aceh ke-II, termasuk eks Kewedanaan Tamiang diusulkan menjadi Kabupaten Daerah Otonom. Berikutnya usulan tersebut mendapat dorongan semangat yang lebih kuat lagi sehubungan dengan keluarnya ketetapan MPRS hasil sidang umum ke-IV tahun 1966 tentang pemberian otonomi yang seluas-luasnya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - Gotong Royong (DPRD-GR) Propinsi Daerah Istimewa Aceh dalam usul memorandumnya tentang Pelaksanaan Otonomi
53
Riel dan luas dengan Nomor B-7/DPRD-GR/66, terhadap Pemekaran Daerah yang dianggap sudah matang untuk dikembangkan secara lengkap adalah sebagai berikut : a.
Bekas Kewedanaan Alas dan Gayo Lues menjadi Kabupaten Aceh Tenggara dengan ibukotanya Kutacane;
b.
Bekas daerah Kewedanaan Bireun, menjadi Kabupaten Djeumpa dengan ibukota Bireun;
c.
Tujuh kecamatan dari bekas kewedanaan Blang Pidie menjadi Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibukota Blang Pidie;
d.
Bekas Daerah "Kewedanaan Tamiang" menjadi Kabupaten Aceh Tamiang dengan ibukotanya Kualasimpang;
e.
Bekas daerah Kewedanaan Singkil menjadi Kabupaten Singkil dengan ibukotanya Singkil;
f.
Bekas daearh Kewedanaan Simeulue menjadi Kabupaten Simeulue dengan ibukotanya Sinabang;
g.
Kotif Langsa menjadi Kotamadya Langsa. Usulan tersebut diatas sebahagian besar sudah menjadi kenyataan dari 7
wilayah usulan, saat ini yang sudah mendapat realisasi sebanyak 4 wilayah dan Tamiang termasuk yang belum mendapatkannya. Bertitik tolak dari hal-hal tersebut diatas dan sesuai dengan tuntutan dan kehendak masyarakat di Wilayah Tamiang, maka selaras dengan perkembangan zaman diera reformasi, demokrasi wajar kiranya bila masyarakat setempat mengajukan pemekaran dan peningkatan statusnya.
54
Sebagai tindak lanjut dari cita - cita masyarakat Tamiang tersebut yang cukup lama proses secara historis, maka pada era reformasi sesuai dengan undang - undang No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, pintu cita - cita tersebut terbuka kembali serta mendapat dukungan dan usul dari : 1. Bupati Aceh Timur, dengan surat No. 2557 / 138 / tanggal 23 Maret 2000, tentang usul peningkatan status Pembantu Bupati Wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang kepada DPRD Kabupaten Aceh Timur. 2. DPRD Kabupaten Aceh Timur dengan surat No. 1086 / 100 - A / 2000, tanggal 9 Mei 2000, tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 3. Surat Bupati Aceh Timur, No. 12032 / 138 tanggal 4 Mei 2003 kepada Gubernur Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 4. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 138 / 9801 tanggal 8 Juni 2000 kepada DPRD Propinsi Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 5. Surat DPRD Daerah Istimewa Aceh No. 1378 / 8333 tanggal 20 Juli 2000 tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 6. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 135 / 1764 tanggal 29 Januari 2001 kepada Menteri Dalam dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Cq. Dirjen PUMD tentang usul peningkatan status Pembantu Bupati dan Kota Administrasi menjadi Daerah Otonom. Kerja keras yang cukup panjang itupun akhirnya membuahkan hasil. Pada tanggal 2 Juli 2002, Tamiang resmi menjadi Kabupaten berdasarkan UU No. 4 Tahun
55
2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan nama Kabupaten Aceh Tamiang.
3.7.2. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Tamiang Kabupaten Aceh Tamiang yang sebelum pemekaran adalah bagian dari Kabupaten Aceh Timur yang secara geografis terbentang pada posisi 03° 53' - 04° 32' LU sampai 97° 44'- 98° 18' BT, dengan batas administratif adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara dengan Selat Malaka dan Kota Langsa b. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara c. Sebelah Timur dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara d. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Gayo Lues Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari 12 Kecamatan, 27 Kemukiman, 1 kelurahan, 212 Desa, dan 701 Dusun yang secara keseluruhan mempunyai luas 1.956,72 Km2 atau 195.672 Hektar. Dari keduabelas Kecamatan tersebut, Kecamatan Kota Kuala Simpang dan Kecamatan Rantau mempunyai luas wilayah yang relatif sempit, yaitu masing-masing 4,48 Km2 dan 51,71 Km2
Sedangkan Kecamatan
Tenggulun adalah wilayah yang paling luas, yaitu 295,55 Km2. Tabel berikut ini memperlihatkan luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang menurut Kecamatan Tahun 2007.
56
Tabel 2. Luas dan Nama Kecamatan Tahun 2007 Di Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Manyak Payed Bendahara Banda Mulia Seruway Rantau Karang Baru Sekrak Kota Kuala Simpang Kejuruan Muda Bandar Pusaka Tamiang Hulu Tenggulun Jumlah
Luas (Km2) (Ha) 267,11 132,72 47,78 188,49 51,71 139,45 257,95 4,48 124,48 252,37 194,63 295,55
Jumlah Mukim Desa Lurah Dusun
26.711 13.272 4.778 18.849 5.171 13.945 25.795 448 12.448 25.237 19.463 29.555
4 7 1 4 2 3 1 1 2 1 1 -
39 33 10 24 16 31 14 4 15 15 9 5
1 -
109 107 39 83 67 95 34 21 60 40 28 18
1.956,72 195.672
27
212
1
701
Sumber : BPS Aceh Tamiang, Aceh Tamiang dalam Angka 2008
Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tamiang pada Tahun 2007 adalah 258.135 jiwa yang terdiri dari 129.479 jiwa laki-laki dan 128.656 jiwa perempuan dengan rasio perbandingan penduduk laki dan perempuan adalah 101. Jumlah penduduk terbanyak ada di Kecamatan Karang Baru yaitu 35.590 jiwa kemudian diikuti oleh Kecamatan Rantau dan Kecamatan Kejuruan Muda, yaitu masing-masing 32.924 jiwa dan 32.819 jiwa. Sedangkan Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Sekrak. Secara rinci jumlah penduduk pada masing-masing Kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebagai berikut :
57
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kabupaten Berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Manyak Payed Banda Mulia Bendahara Seruway Rantau Karang Baru Sekrak Kota Kuala Simpang Kejuruan Muda Bandar Pusaka Tamiang Hulu Tenggulun Jumlah
Aceh
Tamiang
Tahun
2007
Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio 14.745 5.297 9.919 12.330 16.396 17.674 3.113 9.115 16.871 5.973 9.193 8.853 129.479
14.546 5.498 9.841 12.416 16.553 17.916 3.138 9.015 15.948 5.724 9.288 8.773
29.291 10.795 19.760 24.746 32.949 35.590 6.251 18.130 32.819 11.697 18.481 17.626
101 96 100 99 99 98 99 101 105 104 98 100
128.656 258.135
101
Sumber : BPS Aceh Tamiang, Aceh Tamiang dalam Angka 2008
Umumnya penduduk Kabupaten Aceh Tamiang bermata pencaharian sebagai petani. Tanaman pangan yang biasa ditanam penduduk adalah padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, cabai, kacang panjang, ketimun, terong dan tomat. Tanaman perkebunan yang dibudidayakan penduduk Kabupaten Aceh Tamiang adalah karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, rambutan, pinang, aren, kakao, kemiri, kunyit dan jeruk.
3.8. Visi, Misi dan Prioritas Pembangunan Tahun 2007-2012 3.8.1. Visi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012 Visi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012 yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kbupaten Aceh Tamiang adalah :
58
“Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang Lahir dan Batin Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan Menjalankan Syari’at Islam Secara Kaffah” Yang sejalan dengan semangat dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat yang merupakan warisan leluhur untuk menuju masyarakat madani. Makna yang terkandung dalam visi tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang yang sejahtera memiliki arti bahwa prinsip kesejahteraan harus menjadi landasan sekaligus tujuan utama dari pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang . Maknanya adalah setiap kegiatan dan produk yang dihasilkan dari pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Aceh Tamiang harus bisa menciptakan masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang yang sejahtera, yaitu suatu masyarakat yang secara materiil terpenuhi melalui pertumbuhan (ekonomi) yang terus meningkat yang diikuti peningkatan pendapatan, kesehatan, pendidikan, rasa aman masyarakat dan diimbangi dengan pemerataan pendapatan, kualitas kesehatan dan kualitas pendidikan yang lebih baik.
2.
Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 Kabupaten Aceh Tamiang memiliki prinsip bahwa dalam menjalankan roda pemerintahan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maksudnya adalah ketaatan dan kepatuhan pada Pancasila dan UUD 1945 merupakan kewajiban dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam menjalankan roda pemerintahan daerah dan pelaksanaan proses pembangunan. Pancasila sebagai dasar negara
59
dituangkan di dalam konstitusi dasar tertulis yaitu Undang-Undang Dasar 1945, sehingga keterkaitan antara dasar negara dan konstitusi ini mengandung unsur gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan negara yang tertuang dalam Mukadimah atau Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 3.
Syariat Islam Secara Kaffah Menyadari akan keinginan mendasar bahwa masyarakat Aceh sejak awal kemerdekaan memperjuangkan agar syariat islam secara formal dan resmi menjadi sumber nilai dan sumber penuntun berperilaku dalam kehidupan seharihari baik secara pribadi, bermasyarakat dan kegiatan pemerintahan. Bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang adalah bagian integral dari masyarakat Aceh di Provinsi NAD yang menghendaki dilaksanakannya ” Syariat Islam Secara Kaffah”. Hal ini memiliki maknanya adalah bahwa Pelaksanaan Syari`at Islam secara kaffah di Kabupaten Aceh Tamiang mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Al-Hadist).
3.8.2. Misi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012 Misi adalah garis besar dari langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai Visi yang telah ditetapkan. Berdasarkan Visi yang telah ditetapkan, maka Misi Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012 adalah sebagai berikut : 1.
Meningkatkan sumber Daya Manusia (SDM) dengan menyediakan fasilitas Pendidikan yang berkualitas dan terjangkau;
2.
Meningkatkan Infrastruktur dalam Kabupaten Aceh Tamiang;
60
3.
Meningkatkan Perekonomian Rakyat;
4.
Memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) berwawasan lingkungan ;
5.
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD);
6.
Meningkatkan Pemahaman dan Pengamalan Syariat Islam yang benar melalui dakwah-dakwah Islamiah dan lain-lain;
7.
Meningkatkan Potensi obyek-obyek Wisata serta pengembangannya melalui pembangunan prasarana pendukung;
8.
Meningkatkan fungsi dan Peranan Perempuan dalam proses dan pelaksanaan pembangunan;
9.
Meningkatkan Sektor Pertanian dan Perkebunan;
10. Meningkatkan Peranan Pemuda serta pembinaan dan pengembangan cabang olah raga; 11. Meningkatkan perikanan dan Kelautan; 12. Memberdayakan Sumber daya Hutan secara optimal melalui peningkatan produksi hasil hutan; 13. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat; 14. Menegakkan Supremasi Hukum melalui peningkatan kesadaran masyarakat tentang hukum dan pelaksanaan hukum bagi aparatur yang berwenang; 15. Mengupayakan kestabilan politik; 16. Meningkatkan kinerja Aparatur Pemerintah; 17. Meningkatkan pelayanan air bersih yang berkualitas dan kuantitas;
61
18. Meningkatkan pengawasan untuk mengatasi KKN baik bagi aparatur tingkat Kabupaten maupun tingkat Desa; 19. Mengusahakan lapangan kerja bagi masyarakat secara bertahap; 20. Melestarikan dan meningkatkan kesenian dan kebudayaan; 21. Mengusahakan investor untuk dapat menanamkan modalnya di Kabupaten Aceh Tamiang baik dari dalam negeri maupun luar negeri; 22. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dan unsur Muspida dalam Kabupaten Aceh Tamiang.
3.8.3. Prioritas Pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012 Prioritas pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2007-2012 adalah sebagai berikut : 1.
Penguatan ekonomi masyarakat Penguatan ekonomi masyarakat diharapkan akan mampu mendorong peningkatan kemampuan masyarakat sehingga memiliki kemampuan bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan. Dengan pendampingan dan penguatan institusi lokal, bantuan dana bergulir bagi masyarakat, dan bantuan pembangunan sarana prasarana, serta peningkatan partisipasi masyarakat diharapkan dapat memperkuat kondisi ekonomi masyarakat. Selain itu pengembangan pasar-pasar tradisional perlu mendapatkan perhatian.
62
2.
Peningkatan pelayanan publik Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan pelayanan yang mudah, cepat, tepat dan murah/terjangkau demi tercapainya pelayanan prima. Hal ini melalui pemberdayaan dan perwujudan aparatur pemerintah yang bersih (clean governance) dan ditunjang dengan sarana dan prasarana pelayanan secara memadai, salah satunya dengan mengembangkan Electronic Goverment (E-Gov).
3.
Peningkatan infrastruktur ibu kota kabupaten aceh tamiang Pembangunan
infrastruktur
ibu
kota
Kabupaten
ditekankan
pada
peningkatan kualitas, kapasitas prasarana ibu kota Kabupaten dan pengembangan wilayah pinggiran serta pedalaman, terutama yang mendukung kelancaran arus barang dan jasa, meningkatan daya tarik investasi dan mendukung aktivitas perekonomian lokal. 4.
Peningkatan sumber daya manusia Pembangunan ini ditekankan pada perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin serta pelayanan keagamaan bagi seluruh masyarakat.
5.
Penanganan lingkungan hidup Upaya penanganan lingkungan hidup dimaksudkan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan yang bermanfaat bagi masyarakat saat ini dan bagi generasi mendatang. Pembangunan ini ditekankan pada penanganan masalah kualitas udara, Ilegal logging, Banjir, Lahan Kritis, kerusakan kawasan pesisir dan pencemaran lingkungan yang dilakukan secara komprehensif dan
63
berkelanjutan. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan serta mengurangi ekonomi biaya tinggi dan dampak negatif lainnya akibat bencana alam. 6.
Pengembangan sosial, seni dan budaya Pengembangan
sosial
seni
dan
budaya
dimaksudkan
untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya dan agama yang mengakar dari warisan leluhur, dengan harapan dapat membentuk nilai-nilai kepribadian masyarakat yang martabat. Upaya untuk melestarikan seni dan budaya dilakukan melalui pengenalan kepada masyarakat sejak usia dini (pra sekolah), memasukan kurikulum muatan lokal pendidikan dasar, menggali dan menghidupkan kembali kesenian tradisional serta konservasi bangunan yang mempunyai nilai-nilai sejarah. 7.
Penguatan kualitas pemahaman syariat Islam Penguatan kualitas pemahaman Syariat Islam dimaksudkan untuk membentuk dan membudayakan perilaku islami dengan harapan membentuk kepribadian islami bagi masyarakat dalam berkehidupan sehari-hari tanpa menimbulkan kecemburuan sosial dan diskriminatif. Upaya ini dilakukan dengan cara pengajaran Alqur’an dan Al Hadist secara benar kepada masyarakat sejak usia dini, memasukkan kurikulum muatan lokal pendidikan dari tingkat PAUD sampai Perguruan Tinggi dan menerapkan sikap hidup baik dalam pemerintahan, organisasi sosial masyarakat, organisasi politik dan lain sebagainya.
64
3.9. Identitas Informan Informan merupakan sumber informasi dalam suatu penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini pemilihan informan dilakukan secara sengaja sesuai dengan tingkat pemahamannya terhadap penelitian ini. Karakteristik informan dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 4. Unsur Informan No. 1.
Unsur Eksekutif
Keterangan Merupakan unsur yang berfungsi sebagai penyusunan RAPBD
2.
Legislatif
Merupakan
unsur
yang
memiliki
kewenangan
dalam
menyetujui
atau
menolak dan menetapkan RAPBD menjadi APBD. Sumber : Data Primer, 2009
Dalam proses pembangunan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang (Eksekutif) merupakan pihak yang memiliki otoritas untuk mengajukan RAPBD untuk mendapat persetujuan dari DPRD (Legislatif), untuk itu dalam proses penyusunan RAPBD, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang harus benar-benar serius menumbuhkan rasa saling pengertian dan kepercayaan DPRD menghadapi kendalakendala yang juga sedang dan akan dihadapi dalam pembangunan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan unsur yang memiliki peran sangat penting dalam pembangunan. Sebab DPRD yang merupakan perpanjangan tangan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. DPRD memiliki
65
kewenangan untuk menyetujui atau menolak dan menetapkan sekaligus melakukan pengawasan terhadap APBD.
4.3.1. Komposisi Informan Tabel 5. Komposisi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin No. 1.
2.
Unsur
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah
Eksekutif - SKPD - TAPD
5 7
2 1
7 8
DPRD (Panitia Anggaran ) JUMLAH
2 14
3
2 17
Sumber : Data Primer, 2009
Dari tabel 5. dapat dapat dijelaskan bahwa mayoritas informan adalah laki yaitu sebanyak 14 orang. Hal ini menggambarkan bahwa di jabatan-jabatan strategis yang di Kabupaten Aceh Tamiang masih didominasi oleh laki-laki.
4.3.2. Komposisi Informan Berdasarkan Strata Pendidikan Tabel 6. Komposisi Informan Berdasarkan Strata Pendidikan No. 1.
2.
Unsur
Strata Pendidikan D3 S1 S2
Eksekutif - SKPD - TAPD
1
4 4
DPRD (Panitia Anggaran ) JUMLAH
1
2 10
Sumber : Data Primer, 2009
3 3 6
Jumlah 7 8 2 17
66
Dari Tabel 6 diatas, tergambar bahwa tingkat pendidikan aparatur di Kabupaten Aceh Tamiang sudah cukup baik, dimana dari 17 orang informan hanya satu yang tingkat pendidikannya D3, sedangkan manyoritas informan berpendidikan S1 dan 2 orang S3. Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwasanya secara akademis kualitas aparatur di Kabupaten Aceh Tamiang sudah baik, dimana rata-rata tingkat pendidikan adalah S1, demikian pula dengan Panitia Anggaran DPRD. Dengan tingkat pendidikan yang keseluruhannya pada level perguruan tinggi maka diharapkan informasi yang didapat merupakan informasi yang didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman keilmuan yang sangat baik.
4.3.3. Komposisi Informan Berdasarkan Pengalaman pada Penyusunan APBD Tabel 7. Komposisi Informan Berdasarkan Pengalaman pada Penyusunan APBD No. 1.
2.
Unsur
Pengalaman (Tahun) 0-2 4-6
Jumlah
Eksekutif - SKPD - TAPD
6 4
1 4
7 8
DPRD (Panitia Anggaran ) JUMLAH
10
2 7
2 17
Sumber : Data Primer, 2009
Dari Tabel 7 diatas, dapat dijelaskan bahwa informan dalam penelitian ini telah memiliki pengalaman yang cukup dalam hal penyusunan APBD di Kabupaten Aceh Tamiang.
67
Untuk SKPD, sebanyak 6 orang yang memiliki pengalaman dalam 0-2 tahun disebabkan adanya sistem penjenjangan karir dan mutasi pada PNS. Sedangkan TAPD dari 8 informan rata-rata telah memiliki pengalaman yang cukup, 4 orang diantaranya telah terlibat dalam proses penyusunan APBD sejak Kabupaten Aceh Tamiang terbentuk. Begitu juga dengan Panitia Anggaran DPRD yang merupakan hasil Pemilu Legislatif tahun 2004, sejak terpilih telah terlibat dalam penyusunan APBD.
3.10. Dasar Hukum Penyusunan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 Dasar hukum penyusunan APBD adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Kemudian pada tanggal 20 Juli 2007, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan surat perihal penyusunan APBD Tahun Anggaran 2008 yang isinya antara lain sebagai berikut :
68
1. Proses rencana kerja untuk TA 2008 diawali dengan ditetapkannya Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) oleh masing-masing Pemerintah Daerah paling lambat akhir bulan Mei 2007; 2. Tahap berikutnya adalah penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) oleh Pemda yang harus diserahkan kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni. Tahap ini adalah tahap awal proses penyusunan APBD TA. 2008; 3. Penyusunan KUA berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang untuk TA 2008 telah diterbitkan dalam bentuk Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 tanggal 20 Juni 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA. 2008. Berdasarkan surat tersebut diatas, maka penyusunan APBD Tahun 2008 berpedoman pada Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 tanggal 20 Juni 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA. 2008. Dalam pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 30 Tahun 2007, disebutkan bahwa pedoman penyusunan APBD Tahun 2008 meliputi : a.
Sinkronisasi kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Daerah;
b.
Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD dan perubahan APBD;
c.
Teknis penyusunan APBD;
d.
Teknis penyusunan perubahan APBD; dan
e.
Hal-hal khusus lainnya.
69
4.4.1. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Daerah Sinkronisasi dibutuhkan agar tidak terjadi perbedaan arah dan tujuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pada intinya, persoalan mendasar yang dihadapi Pemerintah Pusat hampir sama dengan Pemerintah Daerah, yakni rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan, pengangguran, kemiskinan, infrastruktur perdesaan, ketersediaan dan stabilitas harga bahan pangan, kelembagaan, kualitas dan kuantitas PNS, ketatalaksanaan dan pengawasan. Adapun yang menjadi prioritas pembangunan tahun 2008 berdasarkan Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 adalah : 1.
Masih tingginya pengangguran terbuka;
2.
Masih besarnya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan;
3.
Masih rentannya keberlanjutan investasi dan rendahnya daya saing ekspor;
4.
Pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri masih terkendala;
5.
Rendahnya produktivitas pertanian dalam arti luas dan belum terkelolanya sumberdaya alam dan potensi energi terbarukan secara optimal;
6.
Kualitas pendidikan dan kesehatan rakyat masih relatif rendah;
7.
Penegakan hukum dan reformasi birokrasi belum didukung secara optimal;
8.
Masih rendahnya rasa aman, kurang memadainya kekuatan pertahanan, dan masih adanya potensi konflik horisontal;
9.
Belum memadainya kemampuan dalam menangani bencana;
70
10. Masih perlunya upaya pengurangan kesenjangan antar wilayah khususnya di daerah perbatasan dan wilayah terisolir masih besar; dan 11. Dukungan infrastruktur masih belum memadai. Prioritas Pembangunan Nasional wajib didukung oleh Pemerintah Daerah. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran antara pemerintah dengan Pemerintah Daerah dapat dilakukan melalui integrasi program dan kegiatan pembangunan yang disesuaikan dengan dinamika kebutuhan dan karakteristik di masing-masing daerah, sehingga implementasi pembangunan nasional dan daerah dapat berjalan secara optimal, terpadu dan berkesinambungan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang terus mengefektifkan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan daerah dan lebih mengutamakan program-program terkait pemberdayaan masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah dan pembangunan infrastruktur dasar. Optimalisasi penetapan program, kegiatan dan pendanaan pembangunan melalui penyelarasan sasaran program dan kegiatan dekonsentrasi, tugas pembantuan dan desentralisasi sehingga diharapkan bobot alokasi APBD betul-betul dapat difokuskan untuk urusan yang menjadi kewenangannya dan membatasi penggunaan APBD untuk mendanai program dan kegiatan di luar kewenangannya. Semestinya alokasi anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan serta DAK betul-betul mencerminkan prioritas pembangunan nasional yang sangat dibutuhkan daerah. Selain itu, optimalisasi ini juga diharapkan dapat benar dimanfaatkan untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat secara lebih luas sesuai kebutuhan dan apa yang menjadi aspirasi dari masyarakat itu sendiri.
71
4.4.2. Prinsip dan Kebijakan Penyusunan APBD dan Perubahan APBD Prinsip penyusunan APBD dan Perubahan APBD Tahun 2008 berdasarkan Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 adalah : a.
Partisipasi Masyarakat Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
b.
Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
c.
Disiplin Anggaran Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain: 1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
72
2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; 3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah. d.
Keadilan Anggaran Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan
kepada
masyarakat
untuk
masyarakat membayar.
harus
mempertimbangkan
Masyarakat
yang
memiliki
kemampuan kemampuan
pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah daerah dapat melakukan perbedaan tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan. e.
Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan seoptimal
mungkin
untuk
meningkatkan
pelayanan
dan
kesejahteraan
73
masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran, dalam perencanaan anggaran perlu memperhatikan: 1) Tujuan, sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; 2) Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional. f.
Taat Azas APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, memperhatikan: 1) APBD tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, mengandung arti bahwa apabila pendapatan, belanja dan pembiayaan yang dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tersebut telah sesuai dengan ketentuan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, atau peraturan/keputusan/surat edaran menteri yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dimaksud mencakup kebijakan yang berkaitan dengan keuangan daerah. 2) APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, mengandung arti bahwa rancangan peraturan daerah tentang APBD lebih diarahkan agar mencerminkan keberpihakan kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan membebani masyarakat. Peraturan daerah tidak boleh
74
menimbulkan diskriminasi yang dapat mengakibatkan ketidakadilan, menghambat kelancaran arus barang dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pemborosan keuangan negara/daerah, memicu ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, dan mengganggu stabilitas keamanan serta ketertiban masyarakat yang secara keseluruhan mengganggu jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. 3) APBD tidak bertentangan dengan peraturan daerah lainnya, mengandung arti bahwa apabila kebijakan yang dituangkan dalam peraturan daerah tentang APBD tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan
ciri
khas
masing-masing
daerah.
Sebagai
konsekuensinya bahwa rancangan peraturan daerah tersebut harus sejalan dengan pengaturannya tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah dan menghindari adanya tumpang tindih dengan peraturan daerah lainnya, seperti; Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan sebagainya. Sedangkan Kebijakan penyusunan APBD dan Perubahan APBD Tahun 2008 berdasarkan Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 adalah : a.
Kebijakan Pendapatan Daerah. Misalnya, kebijakan untuk meningkatkan target PAD didasari alasan untuk apa dana tersebut akan digunakan. Semestinya PAD tidak boleh digunakan untuk membayar penghasilan dan tunjangan serta
75
perjalanan dinas dan belanja lain yang berhubungan dengan para anggota DPRD, karena kebutuhan tersebut sudah dialokasikan dari DAU. b.
Kebijakan Belanja Daerah. Belanja daerah dimaksudkan untuk melaksanakan Tupoksi masing-masing SKPD sesuai dengan target yang ditentukan. Belanja daerah nantinya akan dicairkan sesuai dengan anggaran kas SKPD, yang telah diakomodasi dalam anggaran kas pemerintah daerah. Dengan demikian, prioritas belanja tidak hanya pada besaran angka, tetapi juga pada jaminan bahwa pelaksanaan anggaran belanja tsb tepat pada waktunya.
c.
Kebijakan Pembiayaan Daerah. Pembiayaan merupakan komponen APBD yang secara tidak langsung adalah “turunan” dari Pendapatan dan Belanja karena (1) adanya surplus defisit, sehingga arus kas masuk dan keluar tidak sama; (2) adanya anggaran tahun lalu yang tidak terealisasi seluruhnya, sehingga harus dilanjutkan ke tahun berikutnya; (3) adanya kebijakan APBD tahun lalu yang harus direalisasikan pada tahun berikutnya, seperti adanya pinjaman/piutang yang akan ditagih pada tahun mendatang; dan (3) adanya kebijakan untuk membayarkan atau menerima dana dari sumber luar, seperti investasi dan pinjaman yang dimaksudkan untuk pendanaan atas program/kegiatan APBD yang memang lebih ekonomis dan efisien dengan menggunakan dana dari pihak eksternal.
76
4.4.3. Teknis Penyusunan APBD Berdasarkan Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menyusun APBD pada tahun anggaran 2008 yaitu: 1.
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA). Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Kepala Daerah menyampaikan rancangan KUA kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas oleh TAPD bersama Panitia Anggaran DPRD b. Substansi rancangan KUA meliputi program dan kegiatan menurut urusan pemerintahan, organisasi, sasaran dan target kinerja serta pagu anggaran indikatif. c. Program dan kegiatan yang tercantum dalam Nota Kesepakatan KUA antara Kepala Daerah dengan Pimpinan DPRD, dapat dicantumkan klausul yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi pergeseran asumsi yang melandasi penyusunan KUA akibat adanya kebijakan pemerintah, dapat dilakukan penambahan atau pengurangan program dan kegiatan serta pagu anggaran indikatif apabila belum ditampung dalam Nota Kesepakatan KUA.
2.
Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Penyampaian rancangan PPAS kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
77
b. Substansi rancangan PPAS dimaksud meliputi urutan prioritas program dan kegiatan serta sasaran dan target kinerja masing-masing program dan kegiatan yang didasarkan pada KUA dan pagu anggaran definitif. c. Prioritas program dan kegiatan serta pagu anggaran definitif yang tercantum dalam Nota Kesepakatan PPA dapat berubah apabila : 1) adanya kebijakan pemerintah bagi provinsi dan/atau kabupaten/kota dan kebijakan provinsi untuk kabupaten/kota; 2) adanya penambahan/pengurangan sumber pendapatan daerah d. Tidak diperkenankan untuk melakukan penambahan program dan kegiatan serta pagu anggaran definitif, apabila program dan kegiatan serta pagu anggaran definitif tersebut tidak dicantumkan
dalam
klausul
Nota
Kesepakatan PPA 3.
Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD.
4.
Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD.
5.
Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
6.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
3.11. APBD Kabupaten Aceh Tamiang APBD merupakan parameter dalam menentukan maju atau tidaknya suatu daerah atau progress report yang dilakukan dengan pendekatan anggaran kinerja atau
78
performance budgeting system yang mengutamakan upaya pencapain hasil atau output daerah. Dengan kata lain APBD merupakan dokumen penting bagi suatu daerah, karena dalam APBD tergambar pendapatan, sumber-sumber pendapatan dan belanja daerah baik berupa belanja pembangunan maupun belanja rutin. Berikut adalah perkembangan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2003 s/d 2008. Tabel 8. Perkembangan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2003 s/d 2008 Tahun
Pendapatan (Rp.)
Peningkatan Rp.
Belanja (Rp.)
% -
-
114.038.257.050
Peningkatan Rp.
%
2003
114.038.257.050
-
2004
156.438.860.070
42.400.603.020 37,18 183.950.941.685
69.912.684.635 61,31
2005
196.756.439.974
40.317.579.904 25,77 242.272.606.941
58.321.665.256 31,71
2006
332.948.492.980 136.192.053.006 69,22 424.637.330.863 182.364.723.922 75,27
2007
401.334.529.997
68.386.037.017 20,54 631.693.061.128 207.055.730.265 48,76
2008
473.193.535.642
71.859.005.645 17,91 654.109.034.727
22.415.973.599
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Dari tabel 8 diatas dapat dijelaskan bahwa pada awal pembentukannya APBD Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 114.038.257.050,- Sebagai Kabupaten yang baru terbentuk, Kabupaten Aceh Tamiang menganut sistem anggaran berimbang, artinya besaran belanja disesuaikan dengan target pendapatan. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan APBD dapat dilakukan dengan lebik efektif dan efesien. Kemudian pada tahun 2004 menjadi Rp. 183.950.941.685,- meningkat sebesar Rp. 69.912.684.635,- atau sebesar 61,31%. Sedangkan target pendapatan pada tahun
-
3,55
79
ini meningkat sebesar Rp. 42.400.603.020,- atau naik 37,18%. Pada tahun anggaran 2005 APBD Kabupaten Aceh Tamiang terus meningkat sebesar Rp. 74.364.124.580,atau 44,29% menjadi Rp. 242.272.606.941,-. APBD Kabupaten Aceh Tamiang terus meningkat dari tahun-tahun seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap pembangunan baik sarana maupun prasarana dibidang infrastruktur seperti jalan dan jembatan, sarana dan prasarana pendidikan dan juga sarana dan prasarana kesehatan juga pemberdayaan dibidang ekonomi, sosial budaya. Peningkatan tersebar terjadi pada tahun anggaran 2006 dimana target pendapatan dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang naik sebesar 69,22% atau sebesar 136.192.053.006,- dan belanja meningkat sebesar 75,27% atau menjadi Rp. 424.637.330.863,- dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun anggaran 2007 peningkatan APBD Kabupaten Aceh Tamiang kembali
menurun jika
dibandingkan peningkatan pada tahun 2006, yaitu meningkatan sebesar 48,76% menjadi Rp. 631.693.061.128,-. Keadaan ini disebabkan karena banjir bandang yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang pada 23 Desember 2006 yang telah menghancurkan sebahagian infrastruktur, baik perumahan masyarakat, perkantoran, juga sarana dan prasarana perekonomian masyarakat. Dampak kehancuran yang diakibatkan banjir bandang masih terus terasa hingga tahun 2008, dimana APBD Kabupaten Aceh Tamiang hanya meningkat sedikit yaitu sebesar 3,55% menjadi Rp. 654.109.034.727,-. Perkembangan APBD Kabupaten Aceh Tamiang dari Tahun 2003 hingga Tahun 2008 dapat dilihat pada grafik berikut :
80
Gambar 3. Grafik Perkembangan APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2003 s/d 2008 3.12. Musrenbang Kabupaten Aceh Tamiang Proses perencanaan pembangunan yang melibatkan masyarakat desa dimulai sejak tahun 1981 dengan dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1981 tentang Mekanisme Perencanaan dari Bawah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) yang bertujuan untuk memadukan
81
perencanaan dari bawah ke atas (Bottom Up Planning) dengan perencanaan dari atas ke bawah (Top Down Planning). Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undangundang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan adanya penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran nasional, baik pada aspek proses dan mekanisme maupun tahapan pelaksanaan musyawarah perencanaan di tingkat pusat dan daerah. Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan tersebut diperlukan koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Musrenbang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan antar pelaku pembangunan tentang rancangan rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang menitikberatkan pada pembahasan untuk sinkronisasi rencana kegiatan antar kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah. Payung hukum untuk pelaksanaan Musrenbang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang secara teknis pelaksanaannya sejauh ini masih diatur dengan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan
82
Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang yang diterbitkan setiap tahun. Kabupaten Aceh Tamiang menyelenggarakan Musrenbang tahun 2007 berdasarkan Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tanggal 12 Januari 2007 perihal Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007. Surat edaran bersama dua menteri tersebut mengatur hal-hal sebagai berikut : A. Musrenbang Tahun 2007 untuk Penyusunan RKP dan RKPD Tahun 2008 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyusun dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai landasan penyusunan RAPBN/RAPBD tahun 2008. 2. Penyusunan rancangan RKPD dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melalui penyelenggaraan Musrenbang di Daerah masing-masing. 3. Musrenbang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan antar pelaku pembangunan tentang rancangan RKP dan rancangan RKPD, yang menitikberatkan pada pembahasan untuk sinkronisasi rencana kerja antar kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah.
83
4. Pelaksanaan Musrenbang tahun 2007 dalam rangka penyusunan rancangan RKP dan RKPD tahun 2008 diselenggarakan sesuai jadwal sebagai berikut: a. Musrenbang Desa/Kelurahan dilaksanakan pada bulan Januari 2007; b. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan bulan Februari 2007 sebelum Musrenbang Kabupaten dan Kota; c. Musrenbang Kabupaten/Kota dilaksanakan pada bulan Maret 2007; d. Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) RKP Tahun 2008 dilaksanakan pada akhir bulan Februari 2007; e. Musrenbang Provinsi dilaksanakan pada bulan April 2007, setelah penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten/Kota dan penyelenggaraan Rakorpus RKP Tahun 2008; f. Musrenbang Nasional (Musrenbangnas) dilaksanakan pada akhir bulan April 2007, setelah penyelenggaraan Musrenbang Provinsi. B. Fasilitasi dan Pendanaan Forum Musrenbang Tahun 2007 1. Pemerintah Kabupaten dan Kota up. Bappeda Kabupaten/Kota a. Bersama
Badan/Kantor
PMD
Kabupaten/Kota
memfasilitasi
penyelenggaraan Musrenbang Desa/Kelurahan; b. Bersama
Badan/Kantor
PMD
Kabupaten/Kota
memfasilitasi
penyelenggaraan Musrenbang Kecamatan; c. Mengkoordinasikan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota, terutama dalam memfasilitasi penyelenggaraan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota (Forum SKPD
84
Kabupaten/Kota) yang membahas usulan program dan kegiatan yang diajukan dari tingkat kecamatan, desa dan kelurahan; d. Menyelenggarakan Musrenbang Kabupaten/Kota untuk membahas rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2008; e. Pembiayaan penyelenggaraan Musrenbang Desa/Kelurahan, Musrenbang Kecamatan,
Forum
SKPD
Kabupaten/Kota,
dan
Musrenbang
Kabupaten/Kota dibebankan pada APBD Kabupaten/ Kota. 2. Pemerintah Provinsi Up. Bappeda Provinsi: a. Memfasilitasi
seluruh
Bappeda
Kabupaten/Kota,
agar
dapat
melaksanakan Musrenbang Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan; b. Mengkoordinasikan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, terutama dalam memfasilitasi penyelenggaraan Forum Satuan Kerja Perangkat Provinsi (Forum SKPD Provinsi) yang membahas usulan program dan kegiatan yang diajukan Pemerintah Kabupaten/ dan Kota; c. Menyelenggarakan Musrenbang Provinsi untuk membahas rancangan Rencana Kerja Pemerintah Provinsi Tahun 2008; d. Pembiayaan Forum SKPD Provinsi dan Penyelenggaraan Musrenbang Provinsi dibebankan pada APBD Provinsi. 3. Pemerintah Pusat Up. Bappenas dan Departemen Dalam Negeri a.
Memfasilitasi seluruh Bappeda Provinsi, agar dapat melaksanakan Musrenbang Provinsi sesuai dengan kebutuhan setempat;
85
b.
Mengkoordinasikan
seluruh
Departemen/LPND,
terutama
dalam
memfasilitasi penyusunan rancangan RKP Departemen/LPND; c.
Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) dalam rangka penyusunan rancangan RKP Pemerintah Pusat;
d.
Menyelenggarakan
Musrenbangnas
dalam
rangka
penyusunan
rancangan Rencana Kerja Pemerintah Nasional; e.
Pembiayaan Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) dan Musrenbangnas dibebankan pada APBN.
Musrenbang Kabupaten Aceh Tamiang dilaksanakan tanggal 25 dan 26 April 2007 dengan tema “Rehabilitasi dan Pemulihan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang melalui Perencanaan Pembangunan Partisipatif” dengan peserta : a. Camat Dalam Kabupaten Aceh Tamiang b. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Aceh Tamiang. c. Kepala Badan, Kepala Dinas, Kepala Kantor dan Kepala Bagian Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Tamiang. d. Ketua Mahkamah Syari’ah, Ketua MPU, Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, Kakandeppag, Dandim dan Kapolres Aceh Tamiang. e. Kepala, Sekretaris, Kepala Bidang, Kasubbag dan Kasubbid. Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang. Musrenbang dilakukan melalui Sidang Pleno dalam 4 (empat) bidang yaitu : a. Bidang ekonomi dan pemerintahan; b. Bidang infrastruktur dan lingkungan;
86
c. Bidang pendidikan, kesehatan dan olah raga; serta d. Bidang sosial budaya dan agama. Musrenbang Kabupaten bertujuan untuk melakukan sinkronisasi antara usulan masyarakat dari hasil Musrenbang Kecamatan yang dilakukan pada tanggal 27 s/d 20 Maret 2007 di masing-masing kecamatan dengan Renja SKPD dan penentuan skala prioritas dari setiap kegiatan. Adapun rekapitulasi kegiatan yang dihasilkan pada Musrenbang Kecamatan adalah sebagai berikut : 1.
Kecamatan Manyak Payed Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Manyak Payed Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Pemuda dan Olah Raga Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 34 6 40 18 98 15 21 4 18 58 21 4 19 4 48 204
87
Musrenbang di Kecamatan Manyak Payed dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2007 dengan total usulan kegiatan yang dihasilkan sebanyak 204 usulan kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan total usulan yang diusulkan dari 36 Desa yang ada di Kecamatan Manyak Payed. Dari Tabel 9 diatas, dapat dijelaskan bahwa dari 204 usulan kegiatan yang diusulkan, 98 usulan merupakan usulan bidang fisik, 58 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 48 kegiatan bidang sosial budaya.
2.
Kecamatan Bendahara Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Bendahara Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Pemuda dan Olah Raga Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 38 69 36 26 159 18 11 1 22 52 12 11 21 22 9 75 286
88
Musrenbang di Kecamatan Bendahara dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2007. Dari 33 Desa yang ada di Kecamatan Bendahara, total usulan kegiatan yang dihasilkan adalah sebanyak 286 usulan kegiatan dengan perincian 159 usulan merupakan usulan bidang fisik, 52 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 75 kegiatan bidang sosial budaya (Tabel 10).
3.
Kecamatan Banda Mulia Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Banda Mulia Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Cipta Karya - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga - Budaya - Peningkatan SDM Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 10 5 11 1 2 6 35 4 4 6 5 3 22 1 5 6 4 2 3 2 2 25 82
89
Musrenbang di Kecamatan Banda Mulia dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2007. Dari 10 Desa yang ada di Kecamatan Banda Mulia, total usulan kegiatan yang dihasilkan adalah sebanyak 82 usulan kegiatan dengan perincian 35 usulan merupakan usulan bidang fisik, 22 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 25 kegiatan bidang sosial budaya (Tabel 11).
4.
Kecamatan Seruway Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Seruway Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Prasarana Lingkungan - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga - Budaya - Peningkatan SDM Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 45 33 91 32 6 52 259 61 35 27 44 49 216 29 45 15 21 33 5 11 159 634
90
Musrenbang di Kecamatan Seruway dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2007. Dari 24 Desa yang ada di Kecamatan Seruway, total usulan kegiatan yang dihasilkan adalah sebanyak 634 usulan kegiatan dengan perincian 259 usulan merupakan usulan bidang fisik, 216 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 159 kegiatan bidang sosial budaya (Tabel 12).
5.
Kecamatan Rantau Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Rantau Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Prasarana Lingkungan - Cipta Karya Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Perikanan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Jumlah Usulan 17 5 12 4 6 44 11 2 13 4 7 1 6 18 75
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Musrenbang di Kecamatan Rantau dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2007 dengan total usulan kegiatan yang dihasilkan sebanyak 75 usulan kegiatan. Kegiatan-
91
kegiatan tersebut merupakan total usulan yang diusulkan dari 16 Desa yang ada di Kecamatan Rantau. Dari Tabel 13 diatas, dapat dijelaskan bahwa dari 75 usulan kegiatan yang diusulkan, 44 usulan merupakan usulan bidang fisik, 13 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 18 kegiatan bidang sosial budaya.
6.
Kecamatan Karang Baru Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Karang Baru Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Cipta Karya - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga - Budaya - Peningkatan SDM Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 47 31 64 11 6 85 244 43 28 13 33 26 163 18 40 29 40 21 48 23 15 234 631
92
Musrenbang di Kecamatan Karang Baru dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2007. Dari 31 Desa yang ada di Kecamatan Karang Baru, total usulan kegiatan yang dihasilkan adalah sebanyak 631 usulan kegiatan dengan perincian 244 usulan merupakan usulan bidang fisik, 163 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 234 kegiatan bidang sosial budaya (Tabel 14).
7.
Kecamatan Sekrak Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Sekrak Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 13 6 13 4 1 37 11 2 3 2 22 40 2 2 1 7 1 9 22 99
93
Musrenbang di Kecamatan Sekrak dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2007 dengan total usulan kegiatan yang dihasilkan sebanyak 99 usulan kegiatan. Kegiatankegiatan tersebut merupakan total usulan yang diusulkan dari 14 Desa yang ada di Kecamatan Sekrak. Dari Tabel 15 diatas, dapat dijelaskan bahwa dari 99 usulan kegiatan yang diusulkan, 37 usulan merupakan usulan bidang fisik, 40 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 22 kegiatan bidang sosial budaya.
8.
Kecamatan Kota Kuala Simpang Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Kota Kuala Simpang Bidang
Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Pengairan - Cipta Karya - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Perikanan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga - Budaya - Peningkatan SDM - Sosial Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 34 12 41 2 15 104 1 11 1 13 3 12 1 18 16 6 2 2 7 67 184
94
Musrenbang di Kecamatan Kota Kuala Simpang dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2007. Dari 4 Desa dan 1 Kelurahan yang ada di Kecamatan Kota Kuala Simpang, total usulan kegiatan yang dihasilkan adalah sebanyak 184 usulan kegiatan dengan perincian 104 usulan merupakan usulan bidang fisik, 13 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 67 kegiatan bidang sosial budaya (Tabel 16).
9.
Kecamatan Kejuruan Muda Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Kejuruan Muda Bidang
Fisik
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Peningkatan SDM Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Jumlah Usulan 2 3 11 6 22 4 1 2 1 8 30
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Musrenbang di Kecamatan Kejuruan Muda dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2007. Dari 15 Desa yang ada di Kecamatan Tamiang Hulu, total usulan kegiatan yang dihasilkan adalah sebanyak 30 usulan kegiatan dengan perincian 22 usulan merupakan usulan bidang fisik, dan 8 kegiatan bidang sosial budaya (Tabel 17).
95
Berbeda dengan 11 Kecamatan lain yang di Kabupaten Aceh Tamiang, pada Kecamatan Kejuruan Muda usulan kegiatan hanya ada dua bidang yaitu fisik dan sosial budaya. Hal tersebut dikarenakan hampir seluruh desa yang ada dikecamatan kejuruan Muda adalah desa-desa yang berada dalam areal perkebunan baik pemerintah
maupun
swasta,
dan
sebagian
besar
masyarakatnya
adalah
buruh/karyawan pada perusahaan tersebut.
10. Kecamatan Tenggulun Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Tenggulun Bidang Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga - Budaya Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 24 42 24 11 20 121 9 10 7 15 41 2 18 14 15 6 6 5 66 228
96
Musrenbang di Kecamatan Tenggulun dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2007 dengan total usulan kegiatan yang dihasilkan sebanyak 228 usulan kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan total usulan yang diusulkan dari 5 Desa yang ada di Kecamatan Tenggulun. Dari Tabel 18 diatas, dapat dijelaskan bahwa dari 228 usulan kegiatan yang diusulkan, 121 usulan merupakan usulan bidang fisik, 41 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 66 kegiatan bidang sosial budaya.
11. Kecamatan Tamiang Hulu Tabel 19. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Tamiang Hulu Bidang Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga - Budaya Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 12 12 13 9 12 58 7 11 7 10 16 51 9 9 11 9 7 17 9 71 180
97
Musrenbang di Kecamatan Tamiang Hulu dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2007. Dari 9 Desa yang ada di Kecamatan Tamiang Hulu, total usulan kegiatan yang dihasilkan adalah sebanyak 180 usulan kegiatan dengan perincian 58 usulan merupakan usulan bidang fisik, 51 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 71 kegiatan bidang sosial budaya (Tabel 19).
12. Kecamatan Bandar Pusaka Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Bandar Pusaka Bidang Fisik
Ekonomi Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Cipta Karya - Perhubungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Jumlah Usulan 14 12 13 7 1 5 52 1 1 7 3 2 8 20 73
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Musrenbang di Kecamatan Bandar Pusaka dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2007 dengan total usulan kegiatan yang dihasilkan sebanyak 73 usulan kegiatan.
98
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan total usulan yang diusulkan dari 15 Desa yang ada di Kecamatan Tenggulun. Dari Tabel 20 diatas, dapat dijelaskan bahwa dari 73 usulan kegiatan yang diusulkan, 52 usulan merupakan usulan bidang fisik, 1 usulan kegiatan bidang ekonomi dan 20 kegiatan bidang sosial budaya. Tabel 21. Rekapitulasi Hasil Musrenbang Kecamatan Tahun 2007 Bidang Fisik
Ekonomi
Sosial Budaya
Sektor - Jalan - Jembatan - Pengairan - Cipta Karya - Perhubungan - Prasarana Lingkungan - Perkantoran Jumlah Bidang Fisik - Pertanian - Peternakan - Perikanan - Usaha Kecil - Perkebunan Jumlah Bidang Ekonomi - Pendidikan Umum - Pendidikan Agama - Kesehatan - Sarana Ibadah - Kesejahteraan - Pemuda dan Olah Raga - Budaya Jumlah Bidang Sosial Budaya Total Usulan
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang (data diolah), 2009
Jumlah Usulan 290 224 340 66 36 41 246 1.243 179 122 63 152 133 649 87 177 106 150 74 135 46 811 2.703
99
Berdasarkan uraian tabel 9 s/d tabel 20 diatas dapat disimpulkan bahwa, mayoritas usulan dari setiap Desa yang diusulkan pada Musrenbang Kecamatan adalah pada Bidang Fisik, dengan jumlah usulan sebanyak 1.243, kemudian bidang Sosial Budaya 811 Usulan dan Bidang Ekonomi 649 usulan (Tabel 21).
Gambar 4.
Grafik Porsi Masing-masing Bidang Usulan Masyarakat pada Musrenbang Kecamatan Tahun 2007
Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan Forum SKPD. Tujuan dari penyelenggaraan Forum SKPD adalah untuk menselaraskan usulan kegiatan pembangunan tahun 2008 hasil Musrenbang tingkat desa dan kecamatan dengan usulan kegiatan dari masing – masing SKPD. Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya Rencana Kerja SKPD tahun 2008 sebagai bahan untuk penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007 tingkat Kabupaten yang diselenggarakan pada tanggal 25 dan 26 April 2007.
100
Namun demikian, pada tahun 2007 Kabupaten Aceh Tamiang tidak melaksanakan forum SKPD. Hal ini dikarenakan ekses daripada banjir pada 23 Desember 2006, kantor-kantor pemerintahan belum berjalan dengan normal. Seperti yang diungkapkan informan Bappeda : “..........Kita tidak buat Forum SKPD pada tahun 2007, dikarenakan pada saat itu kondisi kita sangat berantakan akibat banjir bandang tahun 2006, kantor-kantor saja belum seluruhnya dapat difungsikan. Makanya Forum SKPD kita tidak buat. Untuk sinkronisasi usulan Renja SKPD dengan usulan Musrenbang kita lakukan pada Musrenbang Kabupaten saja.”
3.13. Analisis Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 4.7.1. Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 Penyusunan rancangan APBD Kabupaten Aceh Tamiang pada Tahun Anggaran 2008 mempedomani peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan teknis penyusunan APBD, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pegelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2008. Kedua peraturan tersebut mengisyaratkan adanya partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
101
Dengan partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar
kecilnya
tingkat
kepentingannya),
dengan
demikian
pelaksanaan
(implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efesien (Adisasmita, 2006 ; 35). Berikut akan diuraikan usulan-usulan masyarakat yang disampaikan melalui Musrenbang dan ditampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang. Namun demikian dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil APBD dari 8 (delapan) SKPD yaitu : 1. Dinas Pendidikan (Dikjar) 2. Dinas Kesehatan (Dinkes) 3. Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) 4. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (DisKoperindag) 5. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan) 6. Kantor Peternakan (Disnak) 7. Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) 8. Dinas Kelautan dan Perikanan (Dinas Perikanan). Pengambilan 8 (delapan) SKPD tersebut diatas didasari pada, bahwasanya usulan-usulan masyarakat yang disampaikan pada Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten hanya diperuntukkan pada 8 (delapan) SKPD tersebut. Sebab SKPD ini
102
adalah SKPD yang langsung berhubungan dengan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat secara langsung, baik bidang fisik, ekonomi maupun sosial budaya. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang dibahas disini adalah kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam Belanja Langsung. Hal ini sesuai dengan Pasal 36 Permendagri 59 Tahun 2007, dimana membagi kelompok belanja menjadi 2 (dua) kelompok yaitu ; 1. Belanja Tidak Langsung Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. 2. Belanja Langsung. Sedangkan Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Tabel 22.
Rekapitulasi Usulan Masyarakat Dalam Musrenbang yang Tertampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
Nama SKPD
Dikjar Dinkes Dinas PU Diskoperindag Distan Disnak Dishutbun Dinas Perikanan Lain-lain Total
Jumlah Usulan Pada Musrenbang
445 106 1.393 152 179 122 133 63 110 2.703
Jumlah Kegiatan dalam APBD
371 164 496 45 43 19 6 28 1.172
Berdasarkan Hasil Musrenbang Jlh. %
44 104 21 3 1 22 174
Kegiatan APBD Berdasarkan Usulan SKPD Jlh. %
27 21 49 16 17 79 15
123 106 208 45 21 14 5 6 549
33 65 42 100 49 74 83 21 47
Kegiatan Lanjutan Jlh.
%
248 14 184 1 2 449
67 9 37 2 11 0 38
Sumber : - Hasil Musrenbang (Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang/Data diolah), 2009 - APBD (Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Tamiang/Data Diolah), 2009
103
Berdasarkan tabel 22 diatas bahwa, jumlah usulan masyarakat secara keseluruhan pada Musrenbang Kecamatan adalah sebanyak 2.703 usulan. Namun demikian tidaklah harus keseluruhan usulan tersebut dapat ditampung dalam APBD mengingat keterbatasan anggaran yang tersedia. Dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang tahun anggaran 2008, jumlah kegiatan yang terserap pada 8 (delapan) SKPD dan dimasukkan kedalam kelompok Belanja Langsung adalah sebanyak 1.172 kegiatan, yang terdiri dari ; 174 kegiatan (15%) adalah berdasarkan usulan masyarakat melalui Musrenbang, 549 kegiatan (47%) berdasarkan usulan SKPD dan 449 (38%) kegiatan merupakan kegiatan lanjutan. Kegiatan lanjutan adalah kegiatan-kegiatan yang tidak selesai dikerjakan pada tahun 2006, kemudian dianggarkan kembali pada tahun 2007. Dari tabel 22 diatas juga dapat dilihat bahwa Dinas Keluatan dan Perikanan adalah yang paling banyak menyerap aspirasi masyarakat melalui musrenbang yaitu sebesar 79%, kemudian diikuti oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yaitu sebesar 49% dan Dinas Kesehatan sebesar 27%. Sedangkan tingkat penyerapan aspirasi masyarakat melalui Musrenbang yang terendah adalah Dinas Pendidikan
dan
Dinas
Koperasi,
Perindustrian
dan
Perdagangan
yaitu
masing-masing 0%. Untuk lebih rinci, mengenai tingkat penyerapan aspirasi masyarakat melalui Musrenbang dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 pada masingmasing SKPD akan dibahas pada pembahasan selanjutnya yaitu pada halaman 107 s/d 132.
104
Tingkat perbandingan usulan musrenbang dan kegiatan dalam APBD dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 5.
Grafik Jumlah Aspirasi Masyarakat yang ditampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008
105
Tabel 23. Rekapitulasi Usulan Masyarakat Dalam Musrenbang yang Tertampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 (Berdasarkan Jumlah Anggaran) Besaran Anggaran yang Tertampung dalam APBD Nama SKPD
Berdasarkan Hasil Musrenbang
Berdasarkan Usulan SKPD
Dikjar Dinkes Dinas PU Diskoperindag Distan Disnak Dishutbun Dinas Perikanan Total Persentase
5.002.933.900 34.198.971.370 1.451.240.000 78.990.000 21.600.000 2.631.686.535 43.385.421.805 16,74
Kegiatan Lanjutan
Jumlah
25.345.766.850 31.028729.991 13.089.366141 746.976.100 101.414.476.320 29.360.034.122 6.215.230.121 4.608.890.450 250.843.600 1.323.470.185 643.000.320 1.139.185.000 555.861.000 153.692.246.067 62.029.584.133 59,32 23,94
56.374.496.841 18.839.276.141 164.973.481.812 6.215.230.121 6.310.974.050 2.045.460.505 1.160.785.000 3.187.547.535 259.107.252.005
Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Tamiang (Data Diolah), 2009
Tabel 24. Persentase Usulan Masyarakat Dalam Musrenbang yang Tertampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 (Berdasarkan Jumlah Anggaran) Persentase Anggaran yang Tertampung dalam APBD Nama SKPD Dikjar Dinkes Dinas PU Diskoperindag Distan Disnak Dishutbun Dinas Perikanan
Berdasarkan Hasil Musrenbang
26,56 20,73 23,00 3,86 1,86 82,56
Berdasarkan Usulan SKPD
44,96 69,48 61,47 100,00 73,03 64,70 98,14 17,44
Kegiatan Lanjutan
55,04 3,96 17,80 3,97 31,44 -
Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Tamiang (Data Diolah), 2009
Jika dilihat berdasarkan besaran anggaran seperti yang tertuang dalam Tabel 23 dan Tabel 24, maka besar anggaran yang dialokasikan berdasarkan usulan masyarakat adalah sebesar Rp. 43.385.421.805,- atau 16,74% dari total Belanja Langsung
106
8 (delapan) SKPD yaitu sebesar Rp. 259.107.252.005,-. Sedangkan untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD adalah sebesar Rp. 153.692.246.067,- atau 59,32% dan 23,94% atau sebesar Rp. 62.029.584.133,- untuk kegiatan lanjutan. Perbandingan tingkat penyerapan anggaran dalam Belanja Langsung 8 (delapan) SKPD pada APBD Kabupaten Aceh Tamiang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 6.
Grafik Persentase Perbandingan Tingkat Penyerapan Anggaran pada APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008
107
Selanjutnya akan diuraikan tingkat penyerapan aspirasi masyarakat pada masing-masing SKPD yaitu sebagai berikut : 1.
Dinas Pendidikan Jumlah Belanja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tamiang adalah
sebesar Rp. 65.198.945.325,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 8.824.448.484,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 56.374.496.841,- (lihat Lampiran 2) Bila dilihat pada Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 371 kegiatan, yang terdiri dari 123 kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan 248 kegiatan merupakan kegiatan lanjutan. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Dinas Pendidikan dapat digambarkan pada grafik berikut :
108
Gambar 7.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 Bila ditinjau dari segi besarnya anggaran yang dialokasikan seperti yang
tertuang
dalam
Tabel
23,
maka
jumlah
Belanja
Langsung
adalah
Rp.
56.374.496.841,- dengan rincian sebesar Rp. 25.345.766.850,- atau 44,96% untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan Rp. 31.028.729.991,- atau 55,4% merupakan kegiatan lanjutan. Dari data diatas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun kegiatan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tamiang yang didasarkan pada hasil Musrenbang bahkan kegiatan yang ada didominasi oleh kegiatan lanjutan dari tahun 2007 yang belum selesai dilaksanakan. Dari hasil penelitian dan wawancara terhadap Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tamiang didapat informasi bahwasanya tidak adanya kegiatan pada tahun 2008 yang sesuai dengan Musrenbang disebabkan karena sebahagian besar usulan yang masuk dalam Musrenbang tahun 2007 tersebut sebenarnya sudah ada dalam kegiatan lanjutan. Kenapa masyarakat masih mengusulkan kegiatan tersebut, dikarenakan memang kegiatan tersebut dapat belum terlaksana. Salah satu penyebab belum tidak dapat terlaksananya kegiatan-kegiatan tersebut adalah banjir bandang pada 23 Desember 2006, sehingga kegiatan-kegiatan yang telah usulkan pada APBD pada tahun 2007 kemudian diajukan perubahannya pada APBD Perubahan tahun 2007 untuk menyesuaikan dengan sekolah-sekolah yang rusak akibat banjir. Informan menyatakan :
109
“..........pasca banjir bandang tahun 2006 banyak sekolah yang rusak, sehingga kita membuat penyesuaian kembali pada APBD perubahan. Perubahan pada kegiatan ini tentu akan memakan waktu, dari mulai pengesahan APBD Perubahan hingga proses tender untuk menentukan pelaksana pekerjaan. Masyarakat tentu tidak tahu akan hal tersebut, mereka mengganggap kegiatan yang diusulkan pada Musrenbang tidak serap, makanya mereka mengusulkan kembali kegiatan tersebut.”
Demikian pula dengan kegiatan yang berdasarkan usulan SKPD. Jika usulan pada Musrenbang sebahagian besar sudah terserap pada kegiatan Lanjutan, maka kegiatan berdasarkan usulan SKPD tersebut adalah kegiatan-kegiatan yang dibuat berdasarkan usulan langsung dari masyarakat, para Kepala Sekolah dan hasil pendataan ulang dilapangan pasca banjir. Informan menyatakan : “..........Kita telah melakukan pendataan terhadap sekolah-sekolah akibat banjir pada pertengahan hingga akhir tahun 2007. Atas dasar itulah kita membuat usulan kegiatan untuk RPABD tahun 2008, sehingga memang, apabila dilihat pada hasil Musrenbang tidak ada kegiatan kita yang sesuai. Pendataan tersebut dilakukan setelah Musrenbang dan juga berdasarkan laporan dan masyarakat dan para Kepala Sekolah.”
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepentingan atau urgensi suatu kegiatan dapat mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi. Namun tingkat urgensi tersebut tentu tidak dapat dilakukan pada kondisi daerah yang normal. Artinya tingkat kepentingan atau urgensi tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengabaikan aspirasi masyarakat sebab bagaimanapun juga masyarakat lebih tahu bagaimana kondisi Desanya dan apa yang dibutuhkan untuk itu. Pemerintah hanya boleh melakukan penyesuaian terhadap prioritas dengan melakukan pendataan atau survei lapangan mengingat keterbatasan anggaran yang tersedia.
110
2. Dinas Kesehatan Jumlah Belanja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 34.302.914.478,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 15.463.638.337,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 18.839.276.141,- (lihat Lampiran 3). Berdasarkan Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 164 kegiatan, yang terdiri dari 44 kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang, 106 kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan 14 kegiatan merupakan kegiatan lanjutan. Sedangkan usulan jumlah usulan keseluruhan pada Musrenbang adalah 106 kegiatan. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Dinas Kesehatan dapat digambarkan pada grafik berikut :
111
Gambar 8.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 Bila ditinjau dari segi besarnya anggaran yang dialokasikan seperti yang
tertuang
dalam
Tabel
23,
maka
jumlah
Belanja
Langsung
adalah
Rp. 18.839.276.141,- dengan rincian Rp. 5.002.933.900,- atau sebesar 26,56% untuk usulan berdasarkan Musrenbang, sebesar Rp. 13.089.366.141,- atau 69,48% untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan Rp. 746.976.100,- atau 3,96% merupakan kegiatan lanjutan. Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa, penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas Kesehatan sudah cukup baik, dimana 27% dari total kegiatan yang ada dalam APBD dan 41% bila dibandingkan dari total kegiatan yang diusulkan masyarakat pada Musrenbang sudah dapat ditampung dalam APBD yaitu sebanyak 44 dari 164 kegiatan dan 106 usulan musrenbang. Hal ini memang sesuai dengan komitmen mereka untuk selalu mengutamakan program/kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi riil di lapangan dan apa yang telah ditetapkan dalam berbagai aturan bidang kesehatan. Hal ini seperti yang diungkapkan informan dari Dinas Kesehatan bahwa : “..........untuk kegiatan fisik (pembangunan) sebahagian besar merujuk dari hasil Musrenbang. Sedangkan untuk program-program bidang kesehatan lain disesuaikan dengan kondisi permasalahan yang ada di lapangan serta merujuk pada program Nasional dan Provinsi sesuai standar pelayanan minimal bidang kesehatan.”
Untuk mencapai itu semua pihak Dinas Kesehatan juga selalu melakukan survei baik secara langsung ataupun melalui para petugas kesehatan seperti Bidan Desa (Bides), hal ini dilakukan untuk penentuan skala prioritas kegiatan yang dilakukan
112
karena keterbatasan anggaran dan terkadang usulan masyarakat tidak sesuai dengan standar. Standar yang dimaksud adalah seperti yang dicontohkan oleh informan yaitu : “..........usulan masyarakat tersebut terkadang tidak sesuai standar kebutuhan, misalnya di Desa yang sudah ada Puskesmas Pembantu (Pustu) diminta untuk membangun Polindes atau Poskesdes. Padahal Polindes dan Poskesdes hanya untuk Desa-desa yang tidak ada atau jauh dari Pustu.”
Dari uraian-uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang sudah berusaha untuk lebih mengutamakan aspirasi masyarakat dalam program/kegiatan yang dilakukannya, walau demikian tentu keterbatasan anggaran dan hal-hal ini akan sangat berpengaruh terhadap terakomodasinya aspirasi masyarakat. Selain itu, pemahaman masyarakat terhadap pembangunan tentang bagaimana proses dan apa yang akan diusulkan (standar) tentu juga akan berpengaruh terhadap diterima atau tidaknya aspirasi mereka. Untuk itu pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang tentunya harus lebih proaktif dalam upaya sosialisasi program dan kegiatannya kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui petugas-petugas kesehatan yang tersebar di seluruh Kecamatan dan Desa sehingga pada masa-masa datang akan lebih banyak lagi aspirasi masyarakat yang tertampung dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang.
3. Dinas Pekerjaan Umum Jumlah Belanja pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 167.093.066.760,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung sebesar
113
Rp. 2.119.584.948,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 164.973.481.812,- (lihat Lampiran 4). Berdasarkan Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 496 kegiatan, yang terdiri dari 104 kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang, 208 kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan 184 kegiatan merupakan kegiatan lanjutan. Sedangkan usulan jumlah usulan keseluruhan pada Musrenbang adalah 1.393 kegiatan. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Dinas Pekerjaan Umum dapat digambarkan pada grafik berikut :
Gambar 9.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
Bila ditinjau dari segi besarnya anggaran yang dialokasikan seperti yang tertuang
dalam
Tabel
23,
maka
jumlah
Belanja
Langsung
adalah
Rp. 164.973.481.812,- dengan rincian Rp. 34.198.971.370,- atau sebesar 20,73%
114
untuk usulan berdasarkan Musrenbang, sebesar Rp. 13.089.366.141,- atau 61,47% untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan Rp. 746.976.100,- atau 17,80% merupakan kegiatan lanjutan. Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa, penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas Pekerjaan Umum hanya 21% dari total kegiatan dalam APBD (Tabel 4.21) dan 7,47% dari total usulan masyarakat pada Musrenbang yang dapat ditampung dalam APBD yaitu sebanyak 104 kegiatan dari 1.393 usulan kegiatan. Bila dilihat dari jumlah usulan masyarakat pada Musrenbang, tentu tingkat penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas Pekerjaan Umum sangatlah rendah. Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melalui Dinas Pekerjaan Umum belum mampu menyerap aspirasi masyarakatnya dengan baik, padahal masyarakat adalah orang yang paling tahu semua permasalahan di Desanya serta apa yang benar-benar mereka butuhkan. Ditinjau dari segi jumlah kegiatan dalam APBD, kegiatan berdasarkan usulan SKPD masih mendominasi dengan 208 kegiatan. Namun demikian menurut Pihak Dinas Pekerjaan Umum, kegiatan berdasarkan usulan SKPD ini tidaklah seluruhnya kegiatan yang benar-benar diusulkan oleh mereka, tetapi sering kali masyarakat juga membuat usulan diluar musrenbang, menurut informan pada Dinas Pekerjaan Umum bahwa : “..........karena setelah Musrenbang selesai, masih ada lagi usulan-usulan masyarakat yang masuk secara langsung ke Dinas dan Bupati melalui perangkat Desanya, setelah dilakukan survei ternyata kegiatan tersebut benar-benar sangat dibutuhkan.”
115
Rendahnya penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD pada Dinas Pekerjaan Umum disebabkan beberapa hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa, Dinas Pekerjaan Umum adalah merupakan Perangkat Daerah yang memang sangat berhubungan erat dengan hajat hidup masyarakat menyangkut hal infrastruktur di Desa, sehingga usulan masyarakat lebih cenderung ke Dinas Pekerjaan Umum. Selain kedekatan dengan masyarakat, keterbatasan anggaran yang tersedia juga menyebabkan banyak usulan masyarakat tidak dapat ditampung, sedangkan hampir semua kegiatan yang ada di Dinas Pekerjaan Umum membutuhkan dana yang besar. Dana yang besar hampir disemua kegiatan juga membuat kegiatan pada Dinas Pekerjaan Umum rawan akan intervensi politik. Menurut Informan pada Dinas Pekerjaan Umum : “..........tidak semua kegiatan yang dikategorikan usulan SKPD adalah murni usulan dari Dinas PU, sebagian besar merupakan “titipan” dari pihak lain baik eksekutif maupun legislatif. Ada sifatnya resmi semisal janji Bupati pada saat melakukan kunjungan-kunjungan di Daerah, namun ada juga yang sifatnya intervensi.”
Tidak hanya itu, kegiatan yang sudah dituangkan dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang merupakan hasil kesepakatan antara pihak Eksekutif dan Legislatif saja sering kali hilang pada saat pembahasan RAPBD dilakukan. Pihak Legislatif melalui Panitia Anggaran terkadang ada menambah atau mengurangi kegiatan-kegiatan yang telah disepakati sebelumnya.
116
Menurut salah seorang Panitia Anggaran Legislatif, banyak usulan-usulan kegiatan dari Eksekutif yang belum menyentuh kebutuhan masyarakat secara langsung. “..........banyak kegiatan yang diusulkan oleh Eksekutif yang tidak menyentuh langsung kehidupan masyarakat lapis bawah. Banyak kegiatan yang jauh berbeda dengan realita dilapangan.”
Pernyataan tersebut diperkuat dengan alasan, bahwa pihak DPRD juga telah langsung melakukan peninjauan kelapangan melalui kegiatan reses. Bila ditinjau lebih dalam, hasil reses juga rawan dengan intervensi politik, bagaimana tidak, prioritas kegiatan reses adalah melakukan kunjungan ke konstituen yang berada pada Daerah Pemilihan masing-masing anggota DPRD. Sehingga, Desadesa atau Daerah-daerah yang memiliki perwakilan di DPRD akan memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan suatu kegiatan pembangunan dibandingkan daerahdaerah yang tidak mewakili wakil di DPRD. Seperti yang diungkapkan informan dari Dinas Pekerjaan Umum : “.........seringkali dikarenakan adanya kepentingan pihak Legislatif dalam memperjuangkan satu paket yang tujuannya guna kepentingan buat satu daerah pemilihannya, yang mana mungkin sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan masyarakat.”
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, tingkat penyerapan aspirasi masyarakat yang disampaikan berupa kegiatan pada Musrenbang untuk ditampung dalam APBD khususnya pada Dinas Pekerjaan Umum masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal ; (a) banyaknya kegiatan yang usulkan masyarakat pada
117
Musrenbang sedangkan anggaran yang tersedia terbatas, (b) usulan masyarakat yang secara langsung disampaikan ke Dinas dan usulan tersebut benar-benar urgen, dan (c) adanya intervensi politik .
4. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Jumlah Belanja pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 7.425.543.493,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 1.210.313.372,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 6.215.230.121,- (lihat Lampiran 5). Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan dapat digambarkan pada grafik berikut :
Gambar 10. Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
118
Berdasarkan Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 45 kegiatan, yang keseluruhannya merupakan kegiatan berdasarkan usulan SKPD dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 6.215.230.121,-. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa, seluruh kegiatan pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan adalah merupakan usulan SKPD, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada upaya dari Dinas Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan. Padahal Dinas Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan merupakan SKPD yang langsung melakukan pelayanan untuk peningkatan perekonomian masyarakat terutama usaha kecil dan menengah. Menurut informan pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan kegiatan-kegiatan yang ada dalam APBD sebenarnya sudah sesuai dengan Musrenbang, dan ada sebagian yang merupakan merupakan usulan masyarakat secara langsung Dinas Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan. Hanya saja, usulanusulan yang masuk dalam Musrenbang biasanya merupakan usulan bantuan untuk perorangan, sedangkan bantuan untuk usaha kecil dan menengah lebih diprioritaskan untuk kelompok usaha. Menurut informan pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan : “..........kegiatan yang kita lakukan ditujukan untuk kelompok usaha, sedangkan usulan masyarakat yang masuk baik di Musrenbang maupun yang ditujukan langsung ke Dinas sebagian besar adalah kegiatan untuk perorangan, bahkan sebagian besar belum mencerminkan kepentingan masyarakat pada umumnya, tetapi merupakan kepentingan kelompok-kelompok tertentu.”
119
Menurut informan tersebut, setiap kegiatan untuk pengembangan usaha kecil menengah atau kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh perekonomian masyarakat sudah berdasarkan hasil survei yang mereka lakukan sebelum diusulkan dalam RAPBD agar lebih tepat sasaran. Informan pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan menyatakan : “..........usulan yang masuk langsung untuk kegiatan usaha kecil dan menengah lebih banyak dari yang diusulkan di Musrenbang. Oleh sebab itu setiap usulan yang masuk kita lakukan survei, agar pada saat bantuan diberikan benar-benar diterima oleh orang atau kelompok yang tepat.”
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, tingkat penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan sangat buruk, kalaupun mereka menyatakan bahwa apa yang telah ditetapkan dalam APBD sudah sesuai kebutuhan masyarakat berdasarkan hasil survei yang mereka lakukan, namun hal itu tentu belum cukup. Sebab bagaimanapun juga, hasil Musrenbang adalah merupakan sebuah kesepakatan yang telah melalui jalan yang panjang dan tentu sudah dikoordinasikan agar sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dari Renstra Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan maupun RPJMD yang kemudian dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Aceh Tamiang. Kalaupun anggapan mereka kualitas usulan yang masih kurang baik dan belum mencerminkan apa kebutuhan masyarakat, seharusnya mereka lebih proaktif baik secara langsung maupun dengan penyebaran informasi yang lebih luas untuk membimbing masyarakat agar masyarakat memahami tujuan dari pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang dan tidak mudah diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu.
120
5. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jumlah Belanja pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 8.585.598.352,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 2.274.624.302,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 6.310.974.050,- (lihat Lampiran 6). Berdasarkan Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 43 kegiatan, yang terdiri dari 21 (49%) kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang, 21 (49%) kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan 1 (2%) kegiatan merupakan kegiatan lanjutan. Sedangkan usulan jumlah usulan keseluruhan pada Musrenbang adalah 179 kegiatan. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dapat digambarkan pada grafik berikut :
Gambar 11. Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
121
Bila ditinjau dari segi besarnya anggaran yang dialokasikan seperti yang tertuang dalam Tabel 23, maka jumlah Belanja Langsung adalah Rp. 6.310.974.050,dengan rincian Rp. 1.451.240.000,- atau sebesar 23% untuk usulan berdasarkan Musrenbang, sebesar Rp. 4.608.890.450,- atau 73,03% untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan Rp. 250.843.600,- atau 3,97% merupakan kegiatan lanjutan. Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa, penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura sudah sangat baik, dimana jumlah usulan masyarakat dalam Musrenbang yang masuk ke dalam APBD sudah berimbang dengan jumlah usulan SKPD yaitu masing-masing 21 kegiatan atau sebesar 49% total kegiatan yang ada pada APBD tahun anggaran 2008. Hal ini jelas sangat membanggakan, sebab Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang sudah benar-benar mampu merespon keinginan masyarakat sesuai dengan kebutuhan mereka. Kalau pun masyarakat beranggapan bahwa APBD seringkali tidak memihak masyarakat karena masih banyak aspirasi mereka yang belum tertampung, hal lebih dikarenakan faktor ketersediaan dana yang terbatas. Seperti yang diungkapkan informan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura : ”..........wajar masyarakat beranggapan demikian, karena jumlah usulan selalu lebih banyak dibandingkan dengan dana yang tersedia. Sudah pasti tidak semua bisa tertampung untuk satu tahun anggaran.” Namun bila ditinjau dari jumlah anggaran yang mampu diserap untuk kegiatan berdasarkan hasil musrenbang memang belum cukup baik, yaitu hanya sebesar 23% dari jumlah anggaran belanja langsung yaitu sebesar Rp. 1.451.240.000,-. Menurut
122
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang hal ini disebabkan karena kualitas dari usulan masyarakat yang masih yang belum cukup baik. Kegiatan yang diusulkan sangat monoton, biasanya hanya seputar bantuan benih. Informan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang mengungkapkan : “..........sebagian besar usulan kegiatan yang bersumber dari Musrenbang maupun usulan langsung bersifat bantuan benih dan monoton hanya masalah yang itu-itu saja setiap tahun diusulkan, belum pernah muncul kegiatan yang benar-benar bisa mencakup kepentingan jauh kedepan, makanya hal itu kami usulkan dari Renja dan Renstra.”
Dari penelitian yang penulis lakukan, benar apa yang diungkapkan oleh pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan dari 21 kegiatan berdasarkan usulan SKPD sebenarnya beberapa diantaranya adalah kegiatan yang bersifat pengembangan pertanian. Selain itu pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura juga melakukan survei terhadap usulan-usulan masyarakat baik yang ada dalam Musrenbang maupun yang disampaikan langsung ke Dinas. Hal ini dimaksudkan agar apa yang nantinya dimasukkan ke dalam APBD benar-benar merupakan prioritas mengingat banyaknya kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat. “.........kita selalu melakukan survei terhadap usulan masyarakat untuk menentukan prioritas, selain disebabkan oleh banyaknya usulan yang masuk sedangkan dana yang tersedia terbatas juga dikarenakan beragamnya kegiatan masyarakat dari setiap Desa, dan setiap Desa mengganggap apa yang mereka usulkan sudah sangat prioritas.” Memang, intervensi politik juga tidak lepas dari penentuan kegiatan yang ada di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, namun mereka berupaya sebisa
123
mungkin untuk mengurangi hal tersebut dengan cara melengkapi usulan-usulan masyarakat tersebut dengan data pendukung. Sehingga baik Eksekutif maupun Legislatif benar-benar yakin apa yang mereka usulkan dalam APBD adalah yang terbaik untuk masyarakat. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tamiang sudah sangat baik, hal ini hendaknya dapat menjadi motivasi bagi para stakeholder agar dalam pengambilan setiap keputusan harus benar-benar didasarkan atas kepentingan masyarakat.
6. Kantor Peternakan Jumlah Belanja pada Kantor Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 2.916.019.925,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 870.559.420,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 2.045.460.505,- (lihat Lampiran 7). Berdasarkan Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Kantor Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 19 kegiatan, yang terdiri dari 3 kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang, 14 kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan 2 kegiatan merupakan kegiatan lanjutan. Sedangkan usulan jumlah usulan keseluruhan pada Musrenbang adalah 122 kegiatan. Bila ditinjau dari segi besarnya anggaran yang dialokasikan seperti yang tertuang dalam Tabel 23, maka jumlah Belanja Langsung adalah Rp. 2.045.460.505,-
124
dengan rincian Rp. 78.990.000,- atau sebesar 3,86% untuk usulan berdasarkan Musrenbang, sebesar Rp. 1.323.470.185,- atau 64,70% untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD dan Rp. 643.000.320,- atau 31,44% merupakan kegiatan lanjutan. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Kantor Peternakan dapat digambarkan pada grafik berikut :
Gambar 12.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Kantor Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa, penyerapan aspirasi masyarakat pada Kantor Peternakan masih sangat rendah yaitu hanya 16% atau 3 kegiatan dari 19 kegiatan yang dalam APBD dan 2,46% bila dibandingkan dengan kegiatan yang diusulkan dalam musrenbang. Apalagi bila ditinjau dari anggaran yang diserap yaitu hanya Rp. 78.990.000,- atau 3,86 dari anggaran belanja langsung yang ada pada Kantor Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang. Menurut Kantor Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang, hal disebabkan karena keterbatasan anggaran yang tersedia dan jenis dari kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat. Hampir seluruh kegiatan yang diusulkan masyarakat baik secara
125
langsung maupun melalui Musrenbang adalah pengadaan ternak seperti Sapi, Kambing dan Ayam Itik. Untuk kegiatan tersebut sebenarnya sudah terakomodasi pada kegiatan lanjutan sebesar Rp. 643.000.320,- yang belum selesai dilaksanakan pada tahun 2007 diakibatkan sulitnya mencari bibit unggul dan kondisi masyarakat serta daerah yang belum stabil akibat banjir bandang yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang pada 23 Desember 2006. Informan pada Kantor Peternakan mengungkapkan bahwa : “..........setiap tahun masyarakat selalu mengusulkan pengadaan bibit ternak, seperti sapi, kambing dan unggas (ayam dan itik). Nah karena keterbatasan anggaran yang tersedia dan bantuan bibit ternak tahun sebelumnya belum sepenuhnya terlaksana, makanya untuk tahun ini tidak ada penambahan kegiatan pengadaan bibit ternak.”
Kebisaan buruk masyarakat juga menjadi penyebab tidak semua permintaan bantuan ternak mereka dapat dipenuhi. Seringkali bantuan ternak yang diberikan baik oleh Pemerintah Kabupaten maupun Provinsi tidak dijalankan dengan baik oleh masyarakat. Dengan alasan mati dan sebagainya, seringkali ternak yang diberikan hilang entah kemana. Semua bantuan yang berikan seharusnya bersifat bergulir, mengingat anggaran yang terbatas, maka tidak mungkin Pemerintah mampu memenuhi seluruh permintaan ternak masyarakat. Alasan tersebut diatas yang juga membuat DPRD melalui Panitia Anggaran tidak menyetujui untuk penambahan kegiatan pengadaan ternak. Panitia Anggaran menghendaki agar pihak Eksekutif melalui Kantor Peternakan mampu membuktikan
126
agar bantuan ternak yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003 benar-benar berjalan dengan baik, sehingga anggaran yang telah keluarkan tidak menjadi sia-sia. “..........maunya Kita pihak eksekutif membuat program yang jelas untuk kegiatan bantuan bibit ternak ini agar tidak sia-sia anggaran yang dikeluarkan. Soalnya hampir setiap tahun kita memberikan bantuan ternak tetapi belum kelihatan hasil yang memuaskan dari kegiatan tersebut.”
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, partisipasi masyarakat juga sangat menentukan sebesarnya besar aspirasi mereka dapat diserap. Partisipasi masyarakat seharusnya tidak hanya dalam membuat usulan kegiatan, tetapi bagaimana mereka juga turut mendukung program/kegiatan pemerintah dengan cara menjalankan program/kegiatan tersebut dengar benar. Selain itu partisipasi mereka juga dapat dilakukan dengan cara ikut mengawasi program/kegiatan yang dibuat oleh pemerintah, seperti kasus pada tidak Peternakan ini, masyarakat yang belum mendapat bantuan seharusnya ikut mengawasi masyarakat lain yang telah menerima bantuan agar tidak diselewengkan.
7. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Jumlah Belanja pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 3.143.311.719,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung
sebesar
Rp.
1.982.526.719,-
dan
Belanja
Langsung
sebesar
Rp. 1.160.785.000,- (lihat Lampiran 8). Berdasarkan Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 6 kegiatan,
127
yang terdiri dari 1 kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang dan 5 kegiatan berdasarkan usulan SKPD. Sedangkan usulan jumlah usulan keseluruhan pada Musrenbang adalah 133 kegiatan. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan dapat digambarkan pada grafik berikut :
Gambar 13.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
Bila ditinjau dari segi besarnya anggaran yang dialokasikan seperti yang tertuang dalam Tabel 23, maka jumlah Belanja Langsung adalah Rp. 1.160.785.000,dengan rincian Rp. 21.600.000,- atau sebesar 1,86% untuk usulan berdasarkan Musrenbang dan sebesar Rp. 1.139.185.000,- atau 98,14% untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa, alokasi anggaran belanja langsung untuk Dinas Kehutanan dan Perkebunan sangat minim yaitu sebesar Rp. 1.160.785.000,-.
128
Untuk Daerah yang memiliki total luas lahan perkebunan 52.830 Ha dan Hutan seluas 50.771 Ha (BPS Aceh Tamiang; 2008) tentu anggaran sebesar itu tidak akan memadai. Bila dilihat dari kegiatan dalam APBD tahun 2008 (lihat Lampiran 8) hanya kegiatan yang merupakan tupoksi Dinas dan kegiatan tersebut juga bersifat operasional saja (memang harus dianggarkan) yang dapat ditampung. Sedangkan 1 (satu) kegiatan yang berdasarkan musrenbang hanya bantuan bibit sebesar Rp. 21.600.00,Minimnya dana yang dianggarkan untuk Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang ini ternyata disebabkan oleh intervensi politik. Informan dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyatakan : “..........ada ketidak cocokan antaran Panitia Anggaran Legislatif dengan Kepala Dinas pada saat itu, sehingga mereka menolak semua kegiatan yang diusulkan oleh Dinas. Kecuali kegiatan yang bersifat rutin (memang harus dianggarkan untuk operasional dinas) saja yang mereka setujui.”
Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi masyarakat, lebih lagi banyaknya hutan dan perkebunan masyarakat yang rusak akibat banjir bandang pada 23 Desember 2006 yang harus segera direhabilitasi. Informan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan menyatakan : “..........Kita tidak bisa berbuat banyak, semua yang kita usulkan tidak disetujui. Hanya 1 kegiatan untuk masyarakat yang diberikan dengan dana yang sangat minim, padahal hampir seluruh usulan masyarakat meminta bantuan bibit, dikarenakan memang sebahagian kebun mereka telah rusak akibat banjir.”
Dari uraian diatas diatas dapat disimpulkan bahwa, politik juga sangat mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat, dalam hal ini dicontohkan
129
dengan ketidak cocokan antaran Panitia Anggaran Legislatif dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
8. Dinas Kelautan dan Perikanan Jumlah Belanja pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebesar Rp. 4.266.301.828,- yang terdiri dari ; Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 1.078.754.293,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 3.187.547.535,- (lihat Lampiran 9). Berdasarkan Tabel 22 maka jumlah kegiatan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tamiang di Tahun Anggaran 2008 adalah 28 kegiatan, yang terdiri dari 22 kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang dan 6 kegiatan berdasarkan usulan SKPD. Sedangkan usulan jumlah usulan keseluruhan pada Musrenbang adalah 63 kegiatan. Bila ditinjau dari segi besarnya anggaran yang dialokasikan seperti yang tertuang dalam Tabel 23, maka jumlah Belanja Langsung adalah Rp. 3.187.547.535,dengan rincian Rp. 2.631.686.535,- atau sebesar 82,56% untuk usulan berdasarkan Musrenbang dan sebesar Rp. 555.861.000,- atau 17,44% untuk kegiatan berdasarkan usulan SKPD. Penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD khususnya kegiatan pada Dinas Kelautan dan Perikanan dapat digambarkan pada grafik berikut :
130
Gambar 14.
Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa, penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas Kelautan dan Perikanan sudah sangat baik dan merupakan yang terbaik dari 7 (tujuh) SKPD yang lain. Penyerapan aspirasi pada Dinas Kelautan dan Perikanan bisa dikatakan sempurna dimana jumlah usulan masyarakat dalam Musrenbang yang masuk
ke dalam APBD pada tahun anggaran 2008 jauh lebih besar dari jumlah usulan SKPD yaitu 22 kegiatan atau sebesar 79% dari total 28 kegiatan yang ada pada APBD tahun anggaran 2008. Ditinjau dari penyerapan anggaran juga sangat baik yaitu sebesar Rp. 2.631.686.535,- atau 82,56% dari total anggaran belanja langsung sebesar Rp. 3.187.547.535,Hal ini jelas sangat membanggakan, sebab Kabupaten Aceh Tamiang selain merupakan daerah yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang luas juga
131
merupakan daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Dan Dinas Kelautan dan Perikanan mampu menyerap aspirasi masyarakat pesisir tersebut dengan baik.
Informan Dinas Kelautan dan Perikanan menyatakan : “.........karena melalui Musrenbang telah 80% usulan tersebut benar yang juga diketahui oleh Datok Penghulu dan Kecamatan.”
Selain sudah sesuai dengan hasil Musrenbang, kegiatan yang dituangkan dalam APBD juga telah melalui proses survei untuk menentukan prioritas dan apa yang diusulkan bukan merupakan kepentingan kelompok tertentu. Seperti yang diungkapkan informan Dinas Kelautan dan Perikanan : “.........usulan masyarakat itukan banyak dan beragam, dan semua menyatakan bahwa itu adalah prioritas. Untuk itu kita lakukan survei terhadap usulan-usulan tersebut untuk menentukan prioritas dan kebenarannya.”
Kalau pun masyarakat masih beranggapan bahwa APBD masih belum mencerminkan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya dan tidak sesuai Musrenbang hal tersebut lebih dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat. Informan Dinas Kelautan dan Perikanan berpendapat : “..........kurangnya masyarakat mendapat informasi tentang APBD. Padahal APBD sudah sesuai dengan Musrenbang yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten bersama masyarakat dan sesuai dengan skala prioritas.”
Apa yang diungkapkan informan Dinas Kelautan dan Perikanan tentu ada benarnya, ada bagian dari masyarakat atau Desa yang usulan kegiatan mereka belum dapat serap karena mungkin usulan dari masyarakat atau Desa lain lebih menjadi prioritas berdasarkan hasil survei yang dilakukan. Penentuan prioritas menjadi
132
penting dilakukan oleh pihak Dinas mengingat keterbatasan anggaran yang tersedia bila dibandingkan dengan jumlah kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat. Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, faktor ketersediaan anggaran menjadi sangat menentukan terhadap tingkat penyerapan aspirasi masyarakat. Semakin besar anggaran yang tersedia, maka semakin besar pula aspirasi masyarakat dapat diserap, demikian sebaliknya, terbatasnya anggaran maka terbatas pula aspirasi masyarakat yang dapat diserap.
4.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor 25 Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undangundang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 mengatur perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Selanjutnya pasal 17 Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, menyatakan bahwa dalam penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD harus diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4 yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif,
133
efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Dengan demikian, secara legalitas formal jelas bahwa bahwa masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD, serta adanya peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk menjadi program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Stuglitz dalam Hardojo (2008 ; 64) menyatakan partisipasi warga merupakan sine qua non untuk kebijakan yang pro rakyat. Partisipasi warga dalam perencanaan dan penganggaran menjadi cara untuk memastikan pembangunan yang berkeadilan terhadap rakyatnya. Sebab, perencanaan dan penganggaran adalah proses yang menentukan ke arah mana anggaran publik (APBN/APBD) telah memenuhi aspirasi rakyat. Namun, hingga saat ini partisipasi masyarakat masih menjadi masalah hampir diseluruh daerah. Di Kabupaten Aceh Tamiang permasalahan partisipasi masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah yang berkaitan dengan input, proses dan output. Pertama, masalah yang berkaitan dengan input terutama menyangkut keterlibatan masyarakat yang rendah sebagai dampak dari ketidaktahuan akan peran masyarakat dalam pembuatan keputusan, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
134
dan kurangnya informasi yang dimiliki serta masih kuatnya budaya yang didominasi oleh yang di”tua”kan. Kedua, masalah yang berkaitan dengan proses, yaitu masih lemahnya sistem informasi dan dokumentasi di tingkat Kabupaten mengakibatkan kerumitan dan tidak efisiennya pelaksanaan kegiatan. Keterbatasan kemampuan menyebabkan sulitnya menentukan permasalahan yang strategis dan berjangka menengah. Ketiga, masalah dalam output berkaitan dengan masih kuatnya paradigma lama yang berlomba untuk menyusun “shoping list” atau “daftar belanja” yang sebanyakbanyaknya tanpa memperhatikan kebutuhan. Masalah penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD di Kabupaten Aceh Tamiang sebenarnya dimulai dari pelaksanaan Musrenbang yang merupakan tahapan awal dari proses penyerapan aspirasi masyarakat. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan Musrenbang masih sangat rendah, sehingga seringkali usulan dalam Musrenbang bukanlah hasil dari aspirasi masyarakat namun merupakan kepentingan dari sekelompok elit di Desa yang memiliki akses informasi lebih besar. Rendahnya tingkat keterlibatan masyarakat ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : a. Masyarakat enggan karena usulannya belum tentu dapat mempengaruhi proses penganggaran. Usulan yang terdahulu pun belum direalisasikan. Jadi merasa percuma saja datang ke Musrenbang.
135
b. Waktu pelaksanaan Musrenbang sangat singkat, sehingga masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk mengkritisi maupun mengklarifikasi usulannya. c. Masyarakat kurang memahami proses Musrenbang d. Masyarakat kurang menguasai substansi dari program-program yang diusulkan oleh dinas-dinas. e. Pemahaman partisipasi dari pemerintah daerah yang muncul dalam Musrenbang adalah menempatkan masyarakat sebagai pihak yang harus mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten, dan Provinsi f. Keengganan Pemerintah untuk melibatkan masyarakat karena memerlukan waktu yang cukup panjang dan biaya yang relatif cukup besar.
Dari uraian diatas dan hasil analisis terhadap penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD pada 8 (delapan) SKPD maka dapat dijelaskan bahwa tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2008 dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1.
Ketersediaan Anggaran Tingkat ketersediaan dana dalam APBD menjadi faktor utama yang
mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat. Jumlah kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat selalu berbanding terbalik dengan anggaran yang tersedia.
136
Kondisi ini tentu akan terus terjadi hingga masa-masa datang, mengingat tingkat kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Oleh sebab itu, diperlukannya sinkronisasi antara rencana pembangunan pemerintah daerah yang tertuang dalam RPJMD dan Renja SKPD dengan kebutuhan masyarakat melalui forum perencanaan pembangunan seperti Musrenbang dan Forum SKPD. Masyarakat juga diharapkan lebih cerdas dalam membuat usulan kegiatan dengan benar-benar memperhatikan tingkat prioritas dan urgensi suatu kegiatan. Hal ini tentu dapat dilakukan dengan apabila adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan para stakeholer di tingkat Kabupaten (Eksekutif dan Legislatif) untuk membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Seluruh informan dalam penelitian ini sepakat menyatakan bahwa keterbatasan anggaran yang tersedia menjadi penyebab utama rendahnya tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2008. Sistem anggaran berbasis kinerja yang dicanangkan Pemerintah sejak diterbitkannya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 merupakan salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan anggaran yang dihadapi dalam APBD. Dengan penganggaran berbasis kinerja setiap kegiatan yang diusulkan dalam RPBD harus benar-benar memiliki dasar yang kuat, baik input, output maupun sasaran yang ingin dicapai dari suatu kegiatan. Dengan demikian tidak terjadi pemborosan terhadap salah satu kegiatan. Intinya adalah penghematan anggaran agar semakin besar aspirasi masyarakat yang dapat terserap.
137
Informan dari Panitia Anggaran Legislatif menyatakan : “.........konsep otonomi daerah belum dipahami oleh eksekutif dan legislatif, sehingga pagu anggaran yang tersedia terkesan hanya untuk dihabiskan pada tahun berjalan.”
2.
Kepentingan Politik APBD seringkali menjadi ajang pertarungan politik, baik elit ditingkat Desa
maupun ditingkat Kabupaten (eksekutif dan legislatif). Dari hasil wawancara dengan informan dari SKPD menyatakan bahwa banyak dari kegiatan-kegiatan yang diusulkan dalam APBD merupakan kegiatan “titipan” dari pihak-pihak tertentu yang sudah pasti bukan merupakan hasil dari penyerapan aspirasi masyarakat dalam Musrenbang. Informan menyatakan : “..........kita sudah berusaha untuk sedapat mungkin membuat usulan dalam RAPBD sesuai dengan hasil Musrenbang, tetapi apa boleh buat, titipan-titipan dari pihak-pihak tertentu yang sifatnya politis juga tidak bisa ditolak. Sehingga kita harus mengorbankan usulan Musrenbang.”
Intervensi politik memang sudah bukan lagi rahasia umum. Dengan dalih untuk kepentingan masyarakat, berbagai pihak seringkali dengan kekuasaan yang dimilikinya memaksakan suatu kegiatan untuk dimasukkan kedalam APBD.
138
Hilangnya usulan masyarakat berdasarkan Musrenbang tidak hanya terjadi pada proses pengusulan RAPBD, tetapi juga pada saat pembahasan dilakukan. Menurut informan dari TPAD : “..........sebagian dari program/kegiatan yang disusun TAPD dapat berubah ketika pembahasan RAPBD dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan oleh DPRD, padahal jika dikaji tidak semua kegiatan tersebut penting dan menggambarkan kebutuhan masyarakat.”
Sedangkan informan dari SKPD menyebutkan : “.........seringkali dikarenakan adanya kepentingan pihak Legislatif dalam memperjuangkan satu paket yang tujuannya guna kepentingan buat satu daerah pemilihannya, yang mana mungkin sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan masyarakat.”
Penambahan kegiatan dalam proses pembahasan RAPBD inilah yang seringkali membuat rendahnya kualitas dari APBD dan proses pengesahan APBD menjadi terlambat. Bagaimana tidak, kegiatan yang diusulkan pada proses pembahasan RAPBD pada umumnya adalah kegiatan yang bersifat fisik (jalan, jembatan, parit, bangunan gedung dsb). Setiap kegiatan fisik tentu memerlukan ukuran yang jelas kan dapat ditetapkan anggarannya sesuai dengan standarisasi yang telah ditetapkan. Namun kegiatan yang diusulkan tidak pernah menyertakan hal tersebut, bahkan terkadang ada kegiatan yang lokasinya saja belum pasti. Dampak dari intervensi politik sangat beragam apabila tidak dipenuhi, dari mulai pencopotan jabatan hingga keterlambatan pengesahan RAPBD menjadi APBD.
139
3.
Kualitas Usulan Keterlibatan masyarakat yang rendah dalam setiap proses pembangunan sebagai
dampak dari apatisme terhadap pemerintah, ketidaktahuan akan perannya dalam pembuatan keputusan, dan rendahnya tingkat pendidikan serta kurangnya informasi yang dimiliki menyebabkan kualitas program/kegiatan yang diusulkan sangat rendah. Akibatnya, masyarakat melalui perangkat Desanya berlomba-lomba untuk membuat usulan program/kegiatan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan tingkat kebutuhan program/kegiatan tersebut. Selain itu, kecenderungan masyarakat untuk mengusulkan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik (infrastruktur) dari pada kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi juga menyebabkan kurangnya aspirasi mereka dapat diserap dalam APBD. Informan dari TAPD menyatakan : “...........secara umum usulan dari masyarakat bersifat parsial, baik dari cakupan wilayah program maupun sektor yang direncanakan. Usulan program lebih mengarah kepada kebutuhan satu Desa/Wilayah dan sektor/bidang yang dibutuhkan oleh Desa/Wilayah tersebut. Disamping itu penetapan prioritas program belum menggambarkan kebutuhan sesungguhnya berdasarkan skala prioritas.”
Pada kondisi ini, adalah tugas dari SKPD untuk menyempurnakan apa yang telah diusulkan oleh masyarakat tersebut agar apa yang mereka kehendaki dapat disesuaikan dengan program/kegiatan Pemerintah Daerah sesuai RPJMD dan Renja
140
SKPD melalui forum Musrenbang di Tingkat Kabupaten dan Forum SKPD. Seperti yang diungkapkan informan dari TAPD : “...........memang pada dasarnya usulan dari masyarakat belum baik, tetapi sudah menjadi tugas dari SKPD terkait untuk mematangkan dan mengevaluasi usulan dari masyarakat tersebut apakah layak dimasukkan ke APBD ataupun tidak. SPKD harus jeli melihat kebutuhan masyarakat.”
Kemampuan SKPD maupun TPAD juga mempengaruhi kualitas usulan kegiatan untuk dapat diserap dalam APBD. Seringkali apa yang diusulkan oleh Masyarakat dan diteruskan ke RAPBD tidak dilengkapi dengan dokumen-dokumen maupun argumen-argumen pendukung, bahwa kegiatan yang diusulkan tersebut benar-benar sesuai dengan apa yang dikehendaki dan menjadi kebutuhan masyarakat.
Informan dari TAPD menyatakan : “...........TAPD maupun SKPD tidak memiliki argumen yang kuat dalam menyampaikan usulan program hal ini disebabkan oleh lemahnya penguasaan TAPD dan SKPD terhadap peraturan yang terkait mekanisme perencanaan/penganggaran serta lemahnya power dari power dari pimpinan daerah terhadap intervensi Panitia Anggaran DPRD.”
Argumen tersebut juga diperkuat oleh informan dari TAPD yang juga menyatakan bahwa : “...........kurangnya SMD pada tingkat perencanaan baik pada eksekutif maupun legislatif, penempatan personil dilevel perencanaan yang belum sesuai dengan latar belakangan pendidikan serta pengalamannya sangat mempengaruhi terhadap
141
kualitas dari APBD. Keterbatasan SDM dari DPRD juga menjadi kendala yang terjadi selama ini”
4.
Tingkat Kepentingan (Urgensi) Prioritas suatu kegiatan biasanya ditentukan oleh sebesar besar tingkat
kebutuhan dan kepentingannya (urgensi). Pada rentang waktu dari hasil penyusunan Musrenbang ke proses penyusunan RAPBD hingga penetapan APBD dan APBD Perubahan biasanya dapat mempengaruhi prioritas dari usulan yang telah ditetapkan dalam Musrenbang. Dalam rentang waktu tersebut banyak banyak hal bisa terjadi, seperti rusaknya infrastruktur akibat bencana alam maupun aturan-aturan, adanya aturan-aturan dari Pemerintah Provinsi dan Pusat yang mengharuskan pengalokasian dana pada pos-pos tertentu. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran bahkan dihapuskannya suatu kegiatan yang dianggap belum benar-benar urgen walaupun kegiatan-kegiatan tersebut sudah disepakati sebelumnya dalam Musrenbang. Seperti yang diungkapkan oleh informan dari TAPD : “...........usulan melalui Musrenbang memang merupakan prioritas namun tidak harus kaku (harus fleksibel) tergantung tingkat urgensinya. Dalam kurun waktu proses perencanaan Musrenbang hingga APBD waktunya cukup lama dan selama proses tersebut jika ada faktor yang mendesak seperti adanya bencana alam dan lain-lain, maka prioritas dapat dirubah.”
142
BAB V PENUTUP
3.14. Kesimpulan Kabupaten Aceh Tamiang menyelenggarakan Musrenbang tahun 2007 berdasarkan Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tanggal 12 Januari 2007 perihal Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007. Dari Hasil Musrenbang ditingkat Kecamatan dan Musrenbang di Tingkat Kabupaten di Kabupaten Aceh Tamiang diperoleh data bahwa, mayoritas usulan dari setiap Desa yang diusulkan pada Musrenbang Kecamatan adalah pada Bidang Fisik, dengan jumlah usulan sebanyak 1.243, kemudian bidang Sosial Budaya 811 Usulan dan Bidang Ekonomi 649 usulan. Dari 1.243 kegiatan tersebut, yang terserap kedalam APBD khususnya pada Belanja Langsung 8 (delapan) SKPD adalah sebanyak 174 kegiatan atau 15% dari total kegiatan yaitu 1.172 kegiatan dengan tingkat penyerapan anggaran sebesar Rp. 43.385.421.805,- atau 16,74% dari total anggaran sebesar Rp. 259.107.252.005,Menurut hemat penulis, tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 sebesar 15% adalah sangat rendah. Penilaian sangat rendah didasarkan pada amanat Undang-undang Dasar Tahun 1945 pasal 23, Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang 142
143
No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undangundang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan keterlibatan masyarakat secara utuh dalam semua proses pembangunan serta tujuan pembangunan adalah untuk mensejahterakan masyarakat. Lebih lanjut, Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa proses perencanaan pembangunan menganut 4 (empat) pendekatan yaitu ; (1) pendekatan politik, (2) pendekatan teknokratik, (3) pendekatan partisipatif, dan (4) pendekatan atas-bawah (top-down) dan pendekatan bawah-atas (bottom-up). Dari keempat pendekatan diatas, penulis mencoba memberikan persentase terhadap porsi masing-masing pendekatan agar program/kegiatan yang dituangkan dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat secara luas adalah sebagai berikut : 1.
Pendekatan politik, maksimal sebesar 10%
2.
Pendekatan teknokratik, maksimal sebesar 20%
3.
Pendekatan partisipatif, minimal sebesar 50%, dengan perincian : a. s/d 15% sangat rendah b. 16% s/d 25% rendah c. 26% s/d 50% baik d. 50% s/d 75% sangat baik e. Diatas 75% sempurna
144
4.
Pendekatan atas-bawah (top-down)
dan pendekatan bawah-atas (bottom-up),
maksimal sebesar 20%. Rendahnya tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 khususnya pada belanja langsung 8 (delapan) SKPD dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : 1.
Ketersediaan anggaran Keterbatasan anggaran yang tersedia sangat mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tahun 2008, hal ini terjadi pada seluruh SKPD.
2.
Kepentingan politik Pengaruh tingkat kepentingan/intervensi politik terhadap penyerapan aspirasi Masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tahun 2008 sebagaimana tergambar pada Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang.
3.
Kualitas usulan Pengaruh kualitas usulan masyarakat terhadap penyerapan aspirasi Masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tahun 2008 terlihat jelas pada Dinas Koperasi Perindustrian dan perdagangan, Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang.
4.
Tingkat kepentingan (urgensi) Pengaruh Tingkat kepentingan (urgensi) terhadap penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tahun 2008 sebagaimana tergambar
145
pada Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang. Tingkat urgensi yang dimaksud adalah penyesuaian kegiatan akibat banjir bandang yang terjadi pada 23 Desember 2006.
3.15. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti mencoba memberikan saran agar pada masa mendatang Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang lebih mengedepankan kegiatan dalam APBD berdasarkan usulan masyarakat terutama hasil yang diperoleh melalui Musrenbang, sebab masyarakat merupakan pihak yang lebih mengetahui dan memiliki informasi mengenai kondisi dan kebutuhannya. Sedangkan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat, dapat disarankan sebagai berikut : 1. Keterbatasan
anggaran
yang
tersedia
merupakan
faktor
utama
yang
mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat. Untuk itu diharapkan para stake holder pembangunan ditingkat Kabupaten baik eksekutif maupun legislatif benar-benar merencanakan kegiatan sesuai dengan prioritas kebutuhan dan mengedepankan prinsip-prinsip : a. Transparansi dan akuntabilitas anggaran ; dengan cara APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.
146
b. Taat azas ; dengan cara membuat rencana Pendapatan yang lebih terukur secara rasional terutama terhadap PAD serta penganggaran Belanja yang sesuai untuk meminimalkan defisit anggaran. c. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran; dengan cara memanfaatkan APBD seoptimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. 2. Penyebab kedua rendahnya tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang adalah kepentingan politik. Untuk itu dibutuhkan kemauan yang kuat serta itikad baik dari seluruh komponen terutama penguasa di tingkat Kabupaten dan para Anggota DPRD yang terhormat untuk menjadikan masyarakat sebagai orang yang harus dilayani bukan sebaliknya. Sebab tujuan utama dari pembangunan Kabupaten Aceh Tamiang adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Penyebab ketiga yang mempengaruhi penyerapan aspirasi masyarakat adalah kualitas usulan yang rendah. Rendahnya kualitas usulan kegiatan dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang tidak hanya usulan dari masyarakat tetapi juga kegiatan-kegiatan yang diusulkan eksekutif melalui TPAD dan kegiatan-kegiatan berdasarkan hasil reses DPRD. Untuk itu peneliti mencoba merekomendasikan sebagai berikut : a. Untuk peningkatan kualitas usulan masyarakat, melalui :
147
1) Membuka/memberi akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat, agar masyarakat paham apa yang menjadi program/kegiatan Pemerintah baik, Pusat Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang. 2) Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana membuat usulan kegiatan yang benar-benar sesuai kebutuhan, mengingat dana yang tersedia melalui kegiatan sosialisasi maupun pengarahan langsung oleh SKPD terkait. 3) Bappeda selaku koordinator pelaksanaan Musrenbang, hendaknya lebih proaktif terhadap masyarakat dengan cara membuat pendampingan pada saat Musrenbang Desa dilakukan bersama-sama dengan SKPD terkait, agar usulan Desa lebih efektif dan efesien. b. Untuk peningkatan kualitas usulan eksekutif, melalui : 1) Menempatkan aparatur perencana sesuai dengan kompetensinya 2) Peningkatan SDM aparatur perencana 3) Meningkatkan koordinasi antar SKPD 4) Meningkatkan pemahaman terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan proses perencanaan pembangunan maupun peraturan-peraturan terkait lainnya. 5) Tidak mengusulkan program/kegiatan dalam proses pembahasan RAPBD, sebab dapat menghambat proses penetapan APBD apapun alasannya. 6) Melengkapi kegiatan-kegiatan yang akan diusulkan dalam RAPBD dengan data yang akurat.
148
c. Untuk peningkatan kualitas usulan Legislatif, melalui : 1) Peningkatan pemahaman terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan proses perencanaan pembangunan maupun peraturan-peraturan terkait lainnya. 2) Mengusulkan
program/kegiatan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat luas bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun berdasarkan daerah pemilihan. 3) Tidak mengusulkan program/kegiatan dalam proses pembahasan RAPBD, sebab dapat menghambat proses penetapan APBD apapun alasannya. 4) Melengkapi usulan program/kegiatan dengan data yang akurat. 4. Faktor terakhir yang mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat adalah tingkat kepentingan (urgensi). Tingkat urgensi ini hendaknya tidaklah dijadikan suatu alasan untuk mengabaikan hasil Musrenbang kecuali disebabkan hal-hal seperti bencana alam dan bencana sosial. 5. Menjadikan Musrenbang sebagai satu-satunya wadah penyaluran aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan, agar hasil Musrenbang dapat lebih berkualitas dan lebih dihormati oleh semua stake holder pembangunan serta Musrenbang tidak lagi menjadi kegiatan seremonial semata sehingga dana yang dikeluarkan tidak sia-sia. 6. Kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang diharapkan dimasa mendatang agar mampu dan berani untuk melaksanakan pembangunan yang benar-benar berdasarkan aspirasi masyarakat, dengan cara menyerap usulan masyarakat
149
melalui musrenbang minimal 50% dari total kegiatan dalam APBD, sehingga pembangunan Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat benar-benar nyata di Bumi Mude Sedie. 7. Kepada
seluruh
stake
holder
pembangunan
diharapkan
untuk
dapat
menghilangkan ego sektoral, ego kepartaian serta ego pribadi dalam setiap pengambilan keputusan agar pembangunan di Kabupaten Aceh Tamiang di masa mendatang benar-benar mencerminkan pembangunan yang pro poor sehingga social welfare masyarakat dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku : Anonimous, 2008. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012, Karang Baru. Abidin, Zainal, Said, 2008. Strategi Kebijakan dalam Pembangunan dan Ekonomi Politik, Jakarta : Suara Bebas. Adi, Rukminto, Isbandi, 2008. Intervensi Komunitas : Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta : Rajawali Pers. Ali, Madekhan, 2007. Orang Desa : Anak Tiri Perubahan, Malang : Averroes Press. Abe, Alexander, 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif, Yogyakarta : Pustaka Jogja Mandiri. Adisasmita, Rahardjo 2006. Membangun Desa Partisipatif, Yogyakarta : Graha Ilmu. BPS, 2008. Aceh Tamiang Dalam Angka Bank Dunia, 2005. Pembangunan Berperspektif Gender, Jakarta : Dian Rakyat. Budiarjo, Miriam, 2005. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Gajayanake, Stanley, dan Jaya Gajayanake, 1996. Community Empowerment, Dekalb, Illionis : Nothern Illionis University. Hardojo, Pradjasto, Antonio. Dkk, (2008). Mendahulukan Si Miskin (Buku Sumber bagi Anggaran Pro Rakyat), Yogyakarta: LKiS. Halim. Abdul. (2001) Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Pertama, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kumar, S, 2002, Methods for Community Participation: A Complete Guide for Practitioners, London: ITDG. Kartasasmita, Ginanjar, 1996. Pemberdayaan Masyakarat : Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat, Jakarta : Bappenas.
150
151
Kartasasmita, Ginanjar, 1997. Pembangunan untuk Pertumbuhan dan Pemerataan, Jakarta : CIDES.
Rakyat
(Memadukan
Lincoln, Y.S dan Guba, 1985. Naturalistic Inquiry, Baverly Hill, CA : Sage Publication Inc. Moeloeng, J, Lexy. (2004). Metodology Penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Mardiasmo. (2002) Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Andi. Mikkelsen, Britha, 2001. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan (Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan), Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Nugroho, Iwan, dan Dahuri, Rokhmin, 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan, Jakarta : P3ES. Ndraha, Taliziduhu, 1990. Pembangunan Masyarakat : Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta : Rineka Cipta. Suharto, Edi, 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung : Refika Aditama. Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan dasar Kebijakan, Edisi Kedua, Jakarta : Kencana. Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor : IPB Press. Soerjono, Sukanto, 1984, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Grafindo Persada. Siagian, Sondang, P. 1980, Administrasi Pembangunan., Jakarta : Gunung Agung. Schumacher, EF, 1979, Kecil Itu Indah, Jakarta : LP3ES. Whyte, WF, 1991, Social Theory for Action: How Individuals and Organizations Learn to Change. London: Sage.
152
B. Perundang-undangan : Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa. Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ perihal Petunjuk Teknis Penvelenggaraan Musrenbang Tahun 2007 Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor ..... Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2012. Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2008.
153
C. Artikle/Majalah: Asngari, P.S. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bappeda. 2008. Selayang Pandang Aceh Tamiang Tahun 2008 (Compact Disk). Emirzon. Joni. (2005, 25 April). Perda Penghambat Investasi, Wacana, Suara Merdeka. Masrizal. (2008, 24 Juli). Partisipasi Publik dalam APBD dalam Padang Ekspres. Moeljarto, Vihyandika, 1994. Kemiskinan : Hakekat, Ciri Dimensi, dan Kebijakan dalam Centre for Strategies and International Studies, Majalah Analisis, Tahun XXXIII. No. 3 Nazaruddin. (2005, 31 Maret). Memahami APBD dengan Benar, Bagaimana Pelaksanaannya oleh Pemerintah Daerah, E-parlemen DIY.
D. Internet : Anonimous (2008). E-book : Perencanaan Desa http://sumpeno.wordpress.com, diakses 9 April 2008).
Terpadu,
(Online),
Amiruddin, 2003. Draf Tatib Pilgub yang Kompromistis, (Online), http://www.suaramerdeka.com/harian/0303/29/kha2.htm, diakses 9 Januari 2009). Brian Crawford, Miriam Balgos dan Cesario R. Pagdilao. 2000. Community-Based Marine Sanctuariesin the Philippines: A report on Focus Group Discussion. Coastal Resources Center, University of Rhode Island, June 2000. Philippine Council for Aquatic and Marine Research and Development, (Online), http://www.crc.uri.edu/download/CB_000E.PDF, diakses 29 Mei 2008). Cahyono, Budi Y. 2006. Metode Pendekatan Sosial dalam Pembangunan Partisipatif, (Online), http://lppm.petra.ac.id/ppm/COP/download/Metode%20Pendekatan%20Sosial
154
%20dalam%20PEMBANGUNAN%20PARTISIPATIF.ppt, diakses 10 April 2008). Ditjen PMD Depdagri, dkk, 2004. Laporan Studi Alokasi Dana Desa di Enam Kabupaten (Limapuluh Kota, Sumedang, Magelang, Tuban, Selayar, Jayapura), (Online), (http://forumdesa.org/add/Laporan_Antar_Daerah_ADD.pdf/, diakses 14 April 2008). Eka,
2008. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan, (Online), (http://eka1001.multiply.com/journal/item/7/, diakses 30 Oktober 2008).
Mariana, Dede, 2006, Memahami Kembali Makna Pembangunan, (Online), (http://bapeda-jabar.go.id/UserFiles/File/warta/makna-pembangunan.pdf, diakses tanggal 14 April 2008). Purwoko, 2008, Memahami Aspirasi Rakyat, (Online), (http://www.bpurwoko.staff.ugm.ac.id/2008/09/25/memahami-aspirasi-rakyat/, diakses tanggal 9 Januari 2009). Rahayu, Budi, Ana, MG. 2008, Pembangunan Perekonomian Nasional Melalui Pemberdayaan Masyarakat Desa, (Online), (http://www.binaswadaya.org/files/Pemberdayaan-masyarakat-desa.pdf, diakses tanggal 5 Maret 2009). Sahyuti, 2007, Penerapan Pendekatan Pembangunan Berbasis Komunitas: Studi Kasus Pada Rancangan Program Primatani, (Online), (www.geocities.com/syahyuti/pendekatan_komunitas_primatani.pdf, diakses 7 April 2008). Sahdan, Goris, dkk, 2006, ADD untuk Kesejahteraan Rakyat Desa, (Online), (http://forumdesa.org/download/buku_saku_add/Buku_Saku_ADD.pdf/, diakses 14 April 2008).
155
Lampiran 1 : Peta Administrasi Kabupaten Aceh Tamiang
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Tamiang, 2009
155
155
Lampiran 10 : Petunjuk Wawancara (Interview Guide)
DAFTAR PERTANYAAN INI DIISI OLEH PENELITI PADA SAAT WAWANCARA DENGAN INFORMAN
Petunjuk wawancara ini merupakan wahana untuk menggali informasi mengenai pendapat informan yang berkaitan dengan judul penelitian tesis “ANALISIS PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN ACEH TAMIANG”.
IDENTITAS INFORMAN 1.
Nama
:
2.
Umur
:
3.
Jenis Kelamin :
4.
Status Perkawinan
:
5.
Pendidikan Terakhir
:
6.
Pangkat (Gol./Ruang) :
7.
Jabatan :
8.
Instansi :
9.
Keterlibatan dalam Penyusunan APBD -
Sebagai :
-
Sejak (tahun)
:
:
194
195
A. Untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1. Seberapa besar anggaran untuk Instansi Bapak/Ibu pada APBD Tahun 2008? Jawab : Rp. (……………………………………………………)
2. Dari Jumlah tersebut diatas, seberapa besar yang digunakan untuk Pembangunan yang langsung menyentuh masyarakat? Jawab : a. Rp. (……………………………………………………..) b. ……%
3. Apakah program/kegiatan pada APBD yang diusulkan melalui Instansi Bapak/Ibu sesuai dengan usulan Masyarakat melalui Musrenbang? Jawab : a. Sesuai b. Tidak Sesuai c. Sesuai sebagaian Alasan (Jika Jawaban b atau c) : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
4. Apakah ada usulan masyarakat yang secara langsung masuk ke Instansi Bapak/Ibu tanpa melalui Musrenbang? Jawab : a. Ada b. Tidak
196
Alasan (Jika jawaban b) : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
5. Apakah Instansi Bapak/Ibu melakukan survey ulang terhadap usulan masyarakat tersebut? Jawab : a. Ya b. Tidak
Alasan : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
6. Jika dipersentasekan, berapa persenkah masing-masing Program/Kegaiatan Instansi Bapak/Ibu untuk APBD? Jawab :
usulan
a. Usulan Masyarakat Melalui Musrenbang .......% b. Usulan Masyarakat diluar Musrenbang .......% c. Usulan berdasarkan Renstra Instansi Suadara .......% d. Janji Bupati .......%
7. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kualitas usulan masyarakat, baik yang langsung disampaikan ke Instansi Bapak/Ibu maupun melalui Musrenbang Jawab : a. Baik b. Kurang Baik
197
Alasan (jika jawaban b) : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
8. Menurut Bapak/Ibu, mana yang menjadi prioritas masuk ke APBD Jawab : a. Usulan Masyarakat melalui Musrenbang b. Usulan Masyarakat yang langsung disampaikan ke Instansi c. Usulan berdasarkan Renstra Instansi Bapak/Ibu d. Janji Bupati e. Usulan DPRD
Alasan : ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
9. Di Instansi Bapak/Ibu, siapakah yang paling menentukan (program/kegiatan) mana yang akan masuk ke APBD? Jawab :
usulan
a. Kepala SKPD b. Masing-masing Kepala Bidang Alasan : ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
198
10. Sebagai seorang yang terlibat dalam penyusunan APBD apakah Bapak/Ibu telah menguasai dan menjalankan peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman dan petunjuk teknis yang berhubungan dengan prosedur dan mekanisme penyusunan APBD? Jawab : a. Menguasai b. Tidak Menguasai c. Menguasai Sedikit
11. Apa yang menjadi hambatan usulan masyarakat tidak tertampung dalam APBD? Jawab : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
12. Menurut Bapak/Ibu faktor apa saja yang mempengaruhi besar kecilnya usulan masyarakat melalui Musrenbang terserap dalam APBD? Jawab : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
13. Selama ini Masyarakat beranggapan bahwa APBD tidak memihak pada masyarakat, karena seringkali APBD tidak sesuai dengan usulan Masyarakat. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu? Jawab : ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
199
Catatan Tambahan : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
200
B. Untuk Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) 1. Bapak/Ibu salah seorang yang terlibat dalam penyusunan APBD apakah anda telah menguasai dan menjalankan peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman dan petunjuk teknis yang berhubungan dengan prosedur dan mekanisme penyusunan APBD? Jawab : a. Menguasai b. Tidak Menguasai c. …………………………………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
2. Berdasarkan
Undang-undang
No.
25
Tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, sistem perencanaan pembangunan Indonesia adalah Teknokratik, Politis, Top-Down dan Bottom-Up. Menurut Bapak/Ibu mana yang lebih baik?
Jawab : a. Teknokratik b. Politis c. Top-Down d. Bottom-Up e. …………………………………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
201
3. Apakah program/kegiatan yang diusulkan oleh SKPD sudah sesuai dengan usulan Masyarakat melalui Musrenbang? Jawab : a. Sesuai b. Tidak Sesuai 4. Menurut
Bapak/Ibu
bagaimana
kualitas
usulan
program/kegiatan
masyarakat? Jawab : a. Baik b. Kurang Baik c. ……………. Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
5. Menurut Bapak/Ibu, mana yang menjadi prioritas masuk ke APBD? Jawab : a. Usulan Masyarakat melalui Musrenbang b. Usulan SKPD c. Janji Bupati d. Hasil Reses DPRD e. ……………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
6. Jika dipersentasekan, berapa persenkah sebaiknya masing-masing usulan Program/Kegiatan ditampung dalam APBD?.
202
Jawab : a. Usulan Masyarakat Melalui Musrenbang .......% b. Usulan Masyarakat diluar Musrenbang .......% c. Usulan SKPD.......% d. Janji Bupati .......% e. Hasil Reses DPRD ……% Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
7. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu selama ini, siapakah yang paling menentukan usulan (program/kegiatan) mana yang akan masuk ke APBD? Jawab : a. Bupati b. Wakil Bupati c. Sekretaris Daerah d. Tim Anggaran Pemerintah Daerah e. Tim Anggaran Legeslatif f. …………………………………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
8. Menurut Bapak/Ibu faktor apa saja yang mempengaruhi besar kecilnya usulan masyarakat terserap dalam APBD? Jawab : ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
203
14. Selama ini Masyarakat beranggapan bahwa APBD tidak memihak pada masyarakat, karena seringkali APBD tidak sesuai dengan usulan Masyarakat. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu? Jawab : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
Catatan Tambahan : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
204
C. Untuk Panitia Anggaran Legeslatif 1. Bapak/Ibu salah seorang yang terlibat dalam penyusunan APBD apakah anda telah menguasai dan menjalankan peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman dan petunjuk teknis yang berhubungan dengan prosedur dan mekanisme penyusunan APBD? Jawab : a. Menguasai b. Tidak Menguasai c. …………………………………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
2. Berdasarkan
Undang-undang
No.
25
Tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, sistem perencanaan pembangunan Indonesia adalah Teknokratik, Politis, Top-Down dan Bottom-Up. Menurut Bapak/Ibu mana yang lebih baik? Jawab : a. Teknokratik b. Politis c. Top-Down d. Bottom-Up e. …………………………………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
205
3. Apakah program/kegiatan yang diusulkan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sudah sesuai dengan usulan Masyarakat melalui Musrenbang? Jawab : a. Sesuai b. Tidak Sesuai 4. Menurut Bapak/Ibu bagaimana kualitas usulan program/kegiatan yang diusulkan oleh TAPD? Jawab : a. Baik b. Kurang Baik c. ……………. Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
5. Apakah DPRD melakukan Survey Ulang terhadap usulan TAPD? Jawab : a. Ya b. Tidak c. ……………. Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
6. Usulan apa saja yang dilakukan Survey dan Mengapa? Jawab : ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
206
7. Menurut Bapak/Ibu, mana yang menjadi prioritas masuk ke APBD? Jawab : a. Usulan TAPD b. Janji Bupati c. Hasil Reses DPRD d. ……………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
8. Jika dipersentasekan, berapa persenkah sebaiknya masing-masing usulan Program/Kegiatan ditampung dalam APBD? Jawab : a. Usulan Masyarakat Melalui Musrenbang .......% b. Usulan SKPD.......% c. Janji Bupati .......% d. Hasil Reses DPRD ……% Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
9. Apakah masyarakat pernah dilibatkan secara langsung dalam penyusunan APBD? Jawab : a. Dilibatkan b. Tidak Dilibatkan c. ……………………
207
Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
10. Berdasarkan pengalaman Sudara selama ini, siapakah yang paling menentukan usulan (program/kegiatan) mana yang akan masuk ke APBD? Jawab : a. Bupati b. Wakil Bupati c. Sekretaris Daerah d. Tim Anggaran Pemerintah Daerah e. Tim Anggaran Legeslatif f. …………………………………… Alasan ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
11. Menurut Bapak/Ibu faktor apa saja yang mempengaruhi besar kecilnya usulan masyarakat terserap dalam APBD? Jawab : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
12. Selama ini Masyarakat beranggapan bahwa APBD tidak memihak pada masyarakat, karena seringkali APBD tidak sesuai dengan usulan Masyarakat. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu?
208
Jawab : ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
Catatan Tambahan : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………