ANALISIS PENGEMBANGAN ORGANISASI DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN, SUMBERDAYA MANUSIA, DAN ORGANISASI PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTASARI BINJAI 1)
Yeni Absah1), R.Hamdani Harahap2), Arifin Lubis3)
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Email:
[email protected] 2) Program Studi Antropologi, Fakultas ISIP Universitas Sumatera Utara Email:
[email protected] 3) Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Email:
[email protected]
Abstrak - PDAM Tirtasari Binjai dibentuk untuk menyediakan air minum yang berkualitas kepada masyarakat Binjai dan sekitarnya, namun termasuk kategori perusahaan yang kurang sehat. Dalam mengantisipasi tuntutan masyarakat akan produktivitas pelayanan publik yang baik, maka perlu dilakukan pengembangan organisasi secara maksimal. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja perusahaan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard. Desain penelitian adalah deskriptif kualitatif, dimana data primer dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara, sedangkan data sekunder melalui buku, laporan, dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Responden yang dipilih adalah 37 orang kepala unit PDAM Tirtasari Binjai, sedangkan untuk mengukur kepuasan pelanggan diambil sampel 96 pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari aspek keuangan PDAM Tirtasari Binjai masih merugi walaupun sudah dapat mengurangi tingkat kerugiannya. Dari aspek pelanggan, respon perusahaan terhadap keluhan pelanggan dan penyelesaiannya telah dilakukan cukup baik namun cakupan layanan masih relatif rendah dibandingkan target, dan kepuasan pelanggan yang masuk kategori kurang puas. Dari aspek proses internal diketahui bahwa tingkat kebocoran air masih tinggi. Dari aspek pertumbuhan dan pembelajaran, diperoleh hasil bahwa koordinasi antar pegawai yang sudah baik, namun rasio pegawai dan rasio pendidikan dan pelatihan pegawai hasilnya masih dibawah standar. Kata Kunci: pengembangan organisasi, kinerja, balanced scorecard
Proceedings SNEB 2014: Hal. 1
I. PENDAHULUAN Air bersih merupakan kebutuhan penting bagi kehidupan manusia. Kondisi lingkungan saat ini menyebabkan ketersediaan air bersih semakin sulit. Akses masyarakat terhadap air bersih semakin terbatas. Perusahaan daerah yang memegang tugas menyediakan kebutuhan dasar masyarakat tersebut harus berupaya agar beban tugasnya terlaksana dengan baik. Sekarang ini perilaku masyarakat sebagai konsumen mengalami perubahan. Tidak hanya semakin tingginya tuntutan untuk mendapatkan air bersih namun konsumen juga semakin membutuhkan pelayanan yang lebih baik. Mengantisipasi perubahan tersebut, maka tuntutan peningkatan produktivitas kerja karyawan akan semakin tinggi mengingat kontak langsung antara konsumen dengan karyawan penyedia jasa sangatlah tinggi. Idealnya setiap organisasi memerlukan alat ukur tertentu untuk mengetahui seberapa baik kinerja perusahaan. Salah satu pendekatan pengukuran kinerja yang bisa dilakukan dengan dengan menggunakan Balanced scorecard. Balanced scorecard diperkenalkan pada awal tahun 1990 oleh David Norton dan Robert Kaplan. Konsep Balanced scorecard memperkenalkan pengukuran kinerja perusahaan tidak hanya dari perspektif keuangan namun juga dari perspekif non keuangan. Perusahaan Daerah Air Minum Tirtasari Binjai adalah Badan Usaha Pemerintah Kota Binjai yang dibentuk untuk memberikan pelayanan berupa air minum kepada masyarakat Binjai dan sekitarnya secara terjangkau seperti yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, di samping mampu memperoleh keuntungan bagi perusahaan dan daerah. Namun saat ini keberadaan PDAM Tirtasari Binjai masih membebani keuangan daerah karena masih merugi. Padahal di sisi lain permintaan masyarakat akan air bersih cukup tinggi. Cakupan layanan hanya sekitar 23,17% masih jauh di bawah target MDG’s dimana 80% masyarakat dapat memiliki akses kepada air bersih. Untuk mencapai target MDG’s, PDAM Tirtasari harus mampu menambah pelanggan, menjadi 40.040 sambungan pada tahun 2015 dan pada tahun 2019 dapat menyalurkan air minum kepada 100% masyarakat. Selain itu jumlah karyawan melebihi kebutuhan perusahaan saat ini. Produktivitas karyawan juga masih rendah. Karyawan bekerja belum diatur secara tertulis dalam SOP dan deskripsi pekerjaan yang jelas dan tegas. Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan layanan yang berkualitas dan air minum yang juga berkualitas menyebabkan status PDAM Tirtasari Binjai sebagai perusahaan daerah yang masih
“kurang sehat” harus segera diubah menjadi perusahaan yang “sehat”. Berdasarkan hasil audit yang dilakukan Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013, terdapat 170 PDAM yang kondisinya sehat, 104 PDAM dalam keadaan kurang sehat, dan 70 PDAM dalam kondisi sakit (Kompas, 19 April 2014). Untuk mewujudkan tujuannya, pengelolaan PDAM Tirtasari masih dihadapkan pada inefisiensi, sehingga sering mengalami kerugian yang dampaknya membebani keuangan daerah. Mengingat keberadaan PDAM dibiayai oleh pemerintah daerah yang bersumber dari uang masyarakat (public fund) maka dalam pengelolaanya harus memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas, baik dalam aspek pengelolaan keuangan, aspek operasional dan aspek personalianya. Jumlah karyawan hingga 2013 mencapai 199 orang, sementara idealnya karyawan PDAM hanya 5:1000 pelanggan. Dengan demikian jumlah karyawan yang dibutuhkan PDAM Tirtasari hanya 70 orang, sehingga terdapat kelebihan jumlah karyawan sebanyak 129 orang. Ironisnya, pruduktifitas karyawan justru sangat rendah, karena kemampuan baca meter hanya 50 pelanggan/orang/hari, jauh lebih rendah dibandingkan dengan di PDAM Tirtanadi Medan dimana kemampuan karyawan baca meter yaitu 150 pelanggan/orang/hari. Tantangan seperti inilah yang harus dihadapi oleh PDAM Tirtasari sehingga memerlukan beberapa kajian dalam mengambil kebijakan maupun keputusan terhadap langkah apa yang akan dilakukannya. Untuk mengetahui kondisi organisasi PDAM Tirtasari serta mengatasi inefisiensi yang terjadi di tubuh PDAM Tirtasari Binjai maka perlu dianalisis kinerja perusahaan secara menyeluruh melalui empat perspektif dalam Balanced Scorecard yang bersifat rinci (detail) dan komprehensif. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kinerja PDAM Tirtasari Binjai ditinjau dari Perspektif Keuangan? 2. Bagaimana kinerja PDAM Tirtasari Binjai ditinjau dari Perspektif Pelanggan? 3. Bagaimana kinerja PDAM Tirtasari Binjai ditinjau dari Perspektif Proses Bisnis Internal? 4. Bagaimana kinerja PDAM Tirtasari Binjai ditinjau dari Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan? II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengembangan Organisasi
Proceedings SNEB 2014: Hal. 2
Cumming and Worley (2005) mendefinisikan pengembangan organisasi (organizational development) sebagai “effort to improve both the organization’s relationship to its environment and the fit between its technical, political, and cultural systems”. Sedangkan menurut Nowshin and Zaman (2013) “Organization Development is one of those strategies that help the organization and people to cope, adapt and survive in this type of turbulent environment”. Definisi lain Pengembangan Organisasi adalah strategi untuk merubah nilainilai dari manusia dan juga struktur organisasi sehingga organisasi itu adaptif dengan lingkungannya. Alasan mengapa pengembangan organisasi perlu dilakukan adalah bahwa dalam kenyataannya dalam organisasi seringkali terjadi stagnasi yang disebabkan keengganan manusia untuk mengikuti perubahan. Cumming and Worley (2005) menyatakan bahwa dikarenakan lingkungan eksternal organisasi mengalami perubahan yang sangat cepat (turbulance) maka pengembangan organisasi harus didorong melalui peningkatan skala, strategi, atau praktek bisnis. 2.2. Optimalisasi Karyawan Optimalisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1995:628) berasal dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi, sedangkan optimalisasi berati suatu proses meninggikan atau meningkatkan. Apabila dikaitkan dengan strategi maka strategi optimalisasi karyawan berarti segala upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan penerimaan yang diperoleh perusahaan yang sah dan dipungut berdasarkan peraturan sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku. 2.3 Analisis Pekerjaan Analisis pekerjaan merupakan kegiatan pengumpulan data tentang pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan dan kemudian dianalisis untuk berbagai keperluan (Mangkuprawira, 2003). Dalam melakukan analisis pekerjaan dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan serta pengalaman dari seorang analis. Analisis pekerjaaan tidak terlepas dari dua hal yang saling berkaitan yaitu deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. 2.3.1. Deskripsi Pekerjaan Deskripsi pekerjaan (job description) diketahui serta disusun berdasarkan informasi yang telah dihasilkan oleh analisis pekerjaan. Deskripsi pekerjaan harus ditetapkan secara jelas untuk setiap jabatan, supaya pejabat tersebut mengetahui tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan. Menurut Arep dan Tanjung (2003) deskripsi pekerjaan adalah informasi tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung jawab, kondisi pekerjaan, hubungan pekerjaan dan aspek-aspek
pekerjaan pada suatu jabatan tertentu dalam organisasi. Deskripsi pekerjaan harus diuraikan secara jelas agar persepsinya mudah dipahami. 2.3.2. Spesifikasi Pekerjaan Spesifikasi pekerjaan (job specification) disusun berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah dibuat perusahaan yang menunjukkan persyaratan orang yang akan direkrut dan menjadi dasar untuk melaksanakan seleksi sehingga dapat mencegah penempatan karyawan yang tidak sesuai dengan kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang nantinya dapat menyebabkan rendahnya produktivitas kerja. Spesifikasi pekerjaan menyebutkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan individu yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan memuaskan (Mathis dan Jackson, 2001). 2.4 Balanced Scorcard Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu yang mencakup kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja yang dipengaruhi faktor internal dan eksternal (Simanjuntak, 2005). Mahmudi (2010) menyatakan pengukuran kinerja mempunyai makna ganda yaitu pengukuran kinerja itu sendiri dan evaluasi kinerja. Balaced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan dan David Norton. Kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya mampu diatasi dengan pendekatan BSC. Kaplan dan Norton merangkum model pengukuran kinerja yang tetap mempertahankan pengukuran keuangan namun juga melengkapi dengan kinerja non keuangan. Model BSC memformulasikan pendekatan pengukuran kinerja organisasi dari empat perspektif yaitu: learing and growth perspective, business process perspective,customer perspective, dan financial perspecive. Prabu (2005) menjelaskan bahwa perspektif keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perspektif ini memberikan target keuangan yang perlu dicapai oleh organisasi. Sementara perspektif pelanggan menunjukkan pentingnya pengakuan atas customer focus dan customer satisfaction. Jika pelanggan tidak puas, pelanggan akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhannya. Kinerja yang buruk dari perspekif ini akan menurunkan jumlah pelanggan dimasa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif proses bisnis internal memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis dijalankan dan apakah produk atau jasa sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sedangkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, bersumber dari faktor sumberdaya
Proceedings SNEB 2014: Hal. 3
manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Perdana (2008) menemukan bahwa variabel kepuasan dalam bekerja, pelatihan, turnover, dan produktivitas karyawan berpengaruh terhadap kinerja sumberdaya manusia. III. PEMBAHASAN 3.1 Aspek Keuangan 1.Return on equity (ROE) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham yang dimiliki PDAM Tirtasari. ROE PDAM Tirtasari adalah tidak baik yang ditunjukkan oleh hasil (16,23%). PDAM tidak dapat memberikan keuntungan, karena mengalami kerugian secara terus menerus, sehingga dalam operasionalnya nihil anggaran untuk perbaikan, perawatan dan terutangnya PDAM Tirtasari ke Depkeu untuk menutupi biaya operasional yang sangat tinggi 2. Ratio Operasi Menggambarkan tingkat biaya operasi yang dibiayai dari pendapatan operasi. Semakin kecil rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi, menunjukkan bahwa perusahaan akan semakin berpotensi untuk mendapatkan keuntungan.Rasio Operasi PDAM tirtasari menunjukkan bahwa setiap pendapatan sebesar Rp.100,- terdapat biaya operasional sebesar Rp182,-. Dengan besarnya biaya operasional yang lebih tinggi dari pendapatan operasionalnya maka pada tahun 2011 PDAM Tirtasari masih terus mengalami kerugian. Biaya operasional meningkat dari Rp. 15,221,306,615,- tahun 2009 menjadi Rp. 20,817,737,860,- pada tahun 2010, dan turun menjadi Rp. 18,358,422,216,- pada tahun 2011, yang diakibatkan karena adanya penjadwalan hutang Depkeu atas biaya bunga pinjaman dan dendanya yang mencapai Rp. 4,75 milyar (2009), Rp. 7,02 milyar (2010) dan Rp. 5,65 milyar (tahun 2011). 3. Cash Ratio Menggambarkan kemampuan kas dalam rangka menjamin kewajiban jangka pendek. Dalam tiga tahun terakhir PDAM Tirtasari berusaha untuk membayar hutang-hutangnya dengan kemampuan pendapatan yang ada. Sehinga saldo kas PDAM selama 2010-2011 mengalami penurunan sebesar 72,35% dari sebesar Rp. 94.175 juta pada tahun 2010 menjadi Rp. 26.041 juta pada tahun 2011. Turunnya jumlah kas pada tahun 2011 dikarenakan tingginya biaya operasional rutin PDAM. 4. Efektivitas Penagihan Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam hal penarikan piutang perusahaan. Berdasarkan hasil penilaian, bahwa efektivitas penagihan piutang PDAM Tirtasari baru mencapai 64,17%, hal ini masih jauh dari harapan. Selain itu masih banyak piutang PDAM yang tidak tertagih. Lemahnya penagihan disebabkan oleh kebijakan pengumpulan dan penagihan piutang. Dalam hal
pengumpulan piutang PDAM Tirtasari masih melakukan secara pasif, hal ini terlihat dari lamanya piutang dapat ditagih, sehingga berimplikasi kepada biaya-biaya lain akibat adanya penagihan piutang tersebut. Selain itu jangka waktu penagihan piutang menjadi lebih lama yaitu dari 61 hari pada tahun 20112 menjadi 72 hari pada tahun 2013. Dilihat dari aspek keuangan, PDAM Tirtasari Kota Binjai dinilai kurang sehat. Hal ini dibuktikan dari segi laba/rugi, perusahaan masih mengalami kerugian selama 2009-2011 walaupun kerugian dapat terus dikurangi. Untuk itu diperlukan beberapa solusi untuk penyehatan PDAM Tirtasari Kota Binjai Sebagai langkah untuk mengurangi utang tersebut, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/PMK.05/2008, tentang penyelesaian utang piutang. Dalam PMK itu disebutkan, setiap utang PDAM, dapat dikurangi, tapi dengan catatan, dapat mengikuti syarat yang sudah ditetapkan. Syarat-syarat itu sebanyak sembilan item, diantaranya dapat menyusun perencanaan bisnis, membuat program jangka pendek, menengah dan panjang, menekan kehilangan air, Dirut PDAM harus melalui fit and proper test, dan sanggup menaikkan tarif air minum. Adapun tarif dasar air minum saat ini adalah Rp. 1.680/m3 dan rendah 106% dibanding dengan biaya produksi. Untuk mengatasinya dapat diilakukan dengan menurunkan biaya yaitu melalui: a) Efektivitas supplier: jadikan sebagai mitra; b) Efisiensi bahan kimia dan material lainnya; c) Audit Energi: gunakan peralatan hemat energi, selalu budayakan hemat energi, lakukan audit energi minimal satu tahun sekali terhadap semua peralatan; d) Evaluasi Kinerja unit produksi dengan melakukan pengukuran kinerja unit produksi minimal satu tahun sekali; dan e) Meningkatkan kualitas dan kuantitas air serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa air PDAM lebih sehat dibandingkan sumur galian. 3.2 Aspek Pelanggan Apabila dibandingkan jumlah pelanggan PDAM dengan jumlah aduan pelanggan memang masih relatif kecil, namun cenderung mengalami peningkatan. Ditambah lagi adanya kemungkinan pelanggan yang pernah dikecewakan namun tidak melakukan komplain atau pengaduan. Sepanjang Januari hingga Desember 2012 jumlah total aduan sebesar 310 bentuk keluhan dan pengaduan yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan. Banyaknya aduan berkenaan dengan sistem pendistribusian yang masih belum merata serta pelayanan terhadap tingkat kekeruhan air, tekanan air yang rendah, rekening air tidak sesuai dengan pemakaian, pembacaan meter yang tidak akurat, dan lain-lain yang menjadi keluhan dari
Proceedings SNEB 2014: Hal. 4
pelanggan. Namun demikian, penyelesaian yang telah dilakukan PDAM Tirtasari cukup baik dengan indikator penilaian bernilai 4 dari BPPSPAM, sehingga hal ini perlu ditingkatkan lagi. Berkaitan denganupaya mengatasi ketidakpuasan pelanggan, beberapa strategi yang dapat diakukan PDAM Tirtasari adalah meningkatkan K3 (kualitas, kuantitas, dan kontinuitas) dalam pelayanan, meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang peran PDAM dalam mendukung program pemerintah untuk meningkatkan kesehatan kesejahteraan dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas air dengan standar ISO 2001, penyelesaian keluhan pelanggan secepatnya, lebih kurang 1-2 hari (tergantung permasalahannya), survei calon pelanggan dalam wilayah pelayanan, survei daerah potensial untuk pengembangan, melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota Binjai, serta pemulihan pelanggan non aktif. 3.3 Aspek Operasi Kapasitas terpasang adalah 200 l/detik, sedangkan jumlah kapasitas yang dioperasikan adalah sebesar 170 l/detik. Besarnya selisih antara kapasitas terpasang dengan kapasitas yang dioperasikan (idle capacity), penyababnya adalah sistem distribusi yang ada secara teknis belum optimal sehingga belum dapat menyalurkan air secara merata ke seluruh daerah pelayanan terutama daerah yang cukup jauh dari WTP Marcapada seperti wilayah Binjai Utara. Untuk tingkat kehilangan air yang mencapai 28% yang dinilai cukup mempengaruhi pendapatan karena tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena: 1) kondisi meter pelanggan yang bermasalah (seperti bureng, mati, rusak, tertanam, dsb) atau tidak ditemukan sama sekali, 2) akurasi pembacaan meter pelanggan oleh petugas yang kurang baik sehingga sering terjadi kesalahan antara yang dilapangan dengan biaya/tarif yang dibabankan kepada masyarakat, 3) kondisi jaringan sebagian sudah tua, sehingga menyebabkan sering terjadi kebocoran air, 4) sistem jaringan belum tertata baik pada beberapa wilayah dan belum terintegrasi dengan jaringan lain, sehingga mengganggu pendistribusian air, 5) sambungan liar/pencurian air yaitu adanya kehilangan air non fisik yang disebabkan oleh adanya konsumsi air tak resmi dan sering ditemui sambungan-sambungan liar, 6) SOP dan billing system belum berjalan dengan baik. PDAM Tirtasari sebaiknya melakukan beberapa upaya antara lain 1) Penggantian meter dengan skala prioritasnya kondisi meter dan umur teknis/meter (seperti bureng, mati, rusak, ketanem, dsb), 2) bekerjasama dengan pihak ketiga untuk pembacaan meter air (outsourching) untuk memperoleh hasil pencatatan yang lebih akurat, 3) rehabilitasi pipa dengan tujuan menunjang
kelancaran distribusi di wilayah tersebut, 4) Penataan ulang sistem jaringan distribusi secara terintegrasi serta pembentukan zoning dengan pemasangan DMA (Distric Meter Area), 5) Respon terhadap jenis kebocoran sekecil apapun dengan cepat, dan lakukan penanganan kebocoran secara aktif. 3.4 Aspek Proses Bisnis Internal Rasio pegawai dipakai untuk mengukur efisiensi penggunaan tenaga kerja dalam melayani setiap 1000 pelanggan. Rasio karyawan PDAM Tirtasari Kota Binjai untuk 1000 pelanggan selama 2 tahun terakhir belum mengalami perubahan hanya berkurang 3 orang yaitu dari tahun 2011 sebanyak 19 orang menjadi 16 orang pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan pertambahan jumlah pelanggan PDAM Tirtasari masih terlalu sedikit. Rasio Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, mengukur kepedulian perusahaan untuk meningkatkan kompetensi pegawai. Berdasarkan jumlah pegawai yang ikut diklat dibandingkan dengan jumlah pegawai secara keseluruhan diperoleh rasio sebesar 3,5% lebih baik dari tahun 2011 yang berkisar 0% dan bahkan tidak ada program diklat yang dilaksanakan. Sementara untuk tahun 2012 sudah meningkat menjadi 29,1% dari total pegawai yang ikut diklat, baik ditingkat lokal PDAM Tirtasari maupun pengiriman keluar Tirtasari. Indikator penilaian tentang rasio pendidikan dan pelatihan ini masih dinilai kurang baik. Oleh karena itu, PDAM Tirtasari masih perlu untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi pegawainya. Upaya untuk meningkatkan kinerja aspek sumberdaya manusia adalah: 1. Dilakukan sosialisasi visi, misi, diciptakan motto dan janji pelayanan, struktur organisasi dan tata kelola atau tata kerja, deskripsi dan spesifikasi kerja (peraturan perusahaan) 2. Melakukan evaluasi kinerja pegawai dan PDAM, serta peningkatan kompentensi pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. 3. Melakukan pengembangan Usaha Koperasi Pegawai sebagai mitra kerja PDAM Tirtasari Binjai kedepannya IV. KESIMPULAN 1.
2.
Dari Aspek Keuangan, PDAM Tirtasari Binjai masih merugi walaupun sudah dapat mengurangi tingkat kerugiannya. Dari aspek pelanggan, respon PDAM Tirtasar Binjai terhadap keluhan pelanggan dan penyelesaiannya telah dilakukan cukup baik namun cakupan layanan masih relatif rendah dibandingkan target, selain itu kepuasan pelanggan yang masuk kategori kurang puas.
Proceedings SNEB 2014: Hal. 5
3.
4.
Dari aspek proses internal/operasi diketahui bahwa tingkat kebocoran air masih tinggi dan kapasitas produksi belum optimal. Dari aspek pertumbuhan dan pembelajaran, koordinasi antar pegawai yang sudah baik, namun rasio pegawai serta rasio pendidikan dan pelatihan pegawai masih dibawah standar.
REFERENSI Arep, Iskak dan Tanjung Hendri (2003), Manajemen Motivasi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Badan Pusat Statistik Kota Binjai (2013). Binjai Dalam Angka tahun 2013. Cummings, Thomas G. and Christopher G. Worley (2005), Organization Development and Change, 8th Edtion, Thomson/South-Western. French, W.L. and Bell, C. H., Jr. (2002), Organization Development. Published by Pearson Education, (Singapore) Pte. Ltd Indrawijaya (1989). Perubahan dan Pengembangan Organisasi, Sinar Baru, Bandung. Kaplan, Robert dan David P. Norton (2000). Balanced Scorecard, Salemba Empat, Jakarta. Mangkunegara, A.A.A.P. (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Remaja Rosdakarya, Bandung Mangkuprawira, Tb. Syafri (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Jakarta. Mathis, R. L., dan J.H. Jackson (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta. Moekijat, (2008). Manajemen Pesonalia dan Sumberdaya Manusia, BPFE, Yogyakarta. Nowshin and Zaman, (2013). An Analysis of Organization Development Process in Telecom Industry in Bangladesh, Asian Journal of Research in Social Sciences and Humanities, Vol.3, No.12, December 2013, pp.43-58. Panggabean, Mutiara S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/PMK.05/2008 Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge (2008). Perilaku Organisasi, Edisi 12, Salemba Empat, Jakarta Simamora, Henry (1995). Manajemen Sumberdaya Manusia, Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu EkonomiYKPN, Yogyakarta. Thoha, Mifta (2003). Pengembangan Organisasi, Salemba Empat, Jakarta. Biodata Penulis Dr.Yeni Absah, SE, M.Si., memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 1997. Memperoleh gelar Magister Science (MSi) pada Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajemen Universitas Airlangga Surabaya, lulus tahun 2000. Memperoleh gelar Doktor pada Program Pasca Sarjana S3 Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, lulus tahun 2007. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Dr. R.Hamdani Harahap, M.Si., memperoleh gelar Sarjana Sosial, Jurusan Antropologi Universitas Sumatera Utara lulus tahun 1988. Memperoleh gelar Magister Science (MSi) Program Pasca Sarjana Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB, lulus tahun 1994. Memperoleh gelar Doktor pada Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 2009. Saat ini menjadi Dosen di FISIP Universitas Sumatera Utara. Drs.Arifin Lubis, M.M., memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 1981. Memperoleh gelar Magister Manajemen (MM) pada Program Pasca Sarjana Magister Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 1998. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Proceedings SNEB 2014: Hal. 6