ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP PENYALURAN KREDIT PERTANIAN (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia)
MAYDA TYASTIKA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRAK MAYDA TYASTIKA. Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia). Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Bank Pembangunan Daerah (BPD) didirikan salah satunya untuk menopang pembangunan pertanian melalui penyaluran kreditnya. Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian BPD serta perkembangannya untuk periode 2005 sampai 2011. Pengaruh variabel-variabel tersebut dianalisis secara diskriptif dan kuantitatif, dengan metode VAR/VECM. Proporsi penyaluran kredit pertanian BPD terhadap total kreditnya untuk periode 2005 sampai 2011 sangat kecil dengan rata-rata sebesar 3,33 persen. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan negatif pada jangka pendek dipengaruhi oleh variabel LDR, CAR dan DPK. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan positif pada jangka panjang dipengaruhi oleh variabel suku bunga kredit investasi dan ROA, serta negatif oleh variabel LDR, DPK suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga SBI. Guncangan DPK, LDR, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja akan meningkatkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. Guncangan CAR, NPL, ROA, inflasi dan suku bunga SBI akan menurunkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. CAR, LDR, DPK dan ROA akan memberikan pengaruh perubahan bagi penyaluran kredit pertanian BPD di masa depan. Kata kunci: kredit pertanian, BPD, kinerja mikroekonomi, makroekonomi, VECM
ABSTRACT MAYDA TYASTIKA. Influence Analysis of Microeconomic and Macroeconomic Performance Variables on Agricultural Credit Distribution (Case Study of Regional Development Banks in Indonesia). Supervised by TANTI NOVIANTI. Regional Development Bank (BPD) was established in part to sustain agricultural development through credit. This study analyzes the effect of variables BPD microeconomics performance and Indonesia macroeconomics to BPD agricultural credit and its development for the period 2005 to 2011. Influence of these variables were analyzed with descriptive and quantitative, methods VAR / VECM. The proportion of agricultural credit to total credit BPD for the period 2005 to 2011 is very small with an average of 3.33 percent. Agricultural credit disbursement of BPD significantly negatively in short-term affected by variables LDR, CAR and DPK. Agricultural credit disbursement of BPD significantly positively in long-term affected by variable interest rate of investment and ROA, significantly negatively by the variable LDR, DPK, interest rate of working capital, and interest rates of SBI. Shocks DPK, LDR, interest rate of investment and working capital will increase agricultural credit BPD in the long run. Shocks CAR, NPL, ROA, inflation and interest rates of SBI will lower agricultural credit BPD in the long run. CAR, LDR, DPK and ROA will give effect to the change in the distribution of agricultural credit BPD in the future. Keywords: agricultural, credit, BPD, microeconomics, macroeconomics, VECM
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 Mayda Tyastika NIM H14090082
ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP PENYALURAN KREDIT PERTANIAN (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia)
MAYDA TYASTIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia). Nama : Mayda Tyastika NIM : H14090082
Disetujui oleh
Tanti Novianti, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur kepada Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi Terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia). Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si selaku pembimbing,, Dr. Sri Mulatsih dan Dr. Wiwiek Rindayati selaku penguji skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Ibunda tercinta Siti Kusumawati, Papa Primantya E.A, Keluarga Besar Budi Kuncahyo, Keluarga Besar Setiabudi dan Keluarga Besar Sulawesi, Keluarga Besar Ilmu Ekonomi (Dosen beserta staff), Sahabat seperjuangan (Alfi, Syifa, Desy, Aryanti, Anindita), Teman-teman Ilmu Ekonomi 46, Kakak Kelas Ilmu Ekonomi, Tommy Indaryanto, Boogie Hendra Gunawan, terakhir Indra Marosa. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2013 Mayda Tyastika
RINGKASAN Bank Pembangunan Daerah (BPD) didirikan salah satunya untuk menopang pembangunan pertanian melalui penyaluran kreditnya. Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian BPD serta perkembangannya untuk periode 2005 sampai 2011. Pengaruh variabel-variabel tersebut dianalisis secara diskriptif dan kuantitatif, dengan metode VAR/VECM. Proporsi penyaluran kredit pertanian BPD terhadap total kreditnya untuk periode 2005 sampai 2011 sangat kecil dengan rata-rata sebesar 3,33 persen. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan negatif pada jangka pendek dipengaruhi oleh variabel LDR, CAR dan DPK. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan positif pada jangka panjang dipengaruhi oleh variabel suku bunga kredit investasi dan ROA, serta negatif oleh variabel LDR, DPK suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga SBI. Guncangan DPK, LDR, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja akan meningkatkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. Guncangan CAR, NPL, ROA, inflasi dan suku bunga SBI akan menurunkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. CAR, LDR, DPK dan ROA akan memberikan pengaruh perubahan bagi penyaluran kredit pertanian BPD di masa depan.
ABSTRACT MAYDA TYASTIKA. Influence Analysis of Microeconomic and Macroeconomic Performance Variables on Agricultural Credit Distribution (Case Study of Regional Development Banks in Indonesia). Supervised by TANTI NOVIANTI.
Regional Development Bank (BPD) was established in part to sustain agricultural development through credit. This study analyzes the effect of variables BPD microeconomics performance and Indonesia macroeconomics to BPD agricultural credit and its development for the period 2005 to 2011. Influence of these variables were analyzed with descriptive and quantitative, methods VAR / VECM. The proportion of agricultural credit to total credit BPD for the period 2005 to 2011 is very small with an average of 3.33 percent. Agricultural credit disbursement of BPD significantly negatively in short-term affected by variables LDR, CAR and DPK. Agricultural credit disbursement of BPD significantly positively in long-term affected by variable interest rate of investment and ROA, significantly negatively by the variable LDR, DPK, interest rate of working capital, and interest rates of SBI. Shocks DPK, LDR, interest rate of investment and working capital will increase agricultural credit BPD in the long run. Shocks CAR, NPL, ROA, inflation and interest rates of SBI will lower agricultural credit BPD in the long run. CAR, LDR, DPK and ROA will give effect to the change in the distribution of agricultural credit BPD in the future. Keywords: agricultural, credit, BPD, microeconomics, macroeconomics, VECM
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Bank Umum Mishkin Bank menurut UU no.10 Tahun 1998 Bank Pembangunan Daerah menurut UU no.13 Tahun 1962 Kredit Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaannya Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Pandangan Keynessian Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis METODE Jenis dan Cara Pengumpulan Data Definisi Operasional Metode Analisis Vector Autoregression (VAR) Granger Causality Vector Error Correction Model (VECM) Uji Stasioneritas Data Pemilihan Lag Optimum Uji Stabilitas VAR Uji Kointegrasi Impulse Respons Function (IRF) Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Model Penelitian
i iii iii iii 1 1 5 5 6 6 6 6 7 7 7 9 9 12 12 15 17 18 19 19 19 19 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23
ii
GAMBARAN UMUM Peran Pertanian di Indonesia Pembangunan Pertanian di Indonesia Permasalahan Pertanian di Indonesia Perkembangan Kredit Pertanian BPD Penyalur KUR, KKP-E, KKPEN-RP dan KUPS HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Unit Root Test Hasil Uji Lag Optimum Hasil Uji Stabilitas VAR Hasil Uji Kointegrasi Hasil Uji Granger Causality Hubungan Variabel Kinerja Mikroekonomi BPD dan Makroekonomi Indonesia terhadap Penyaluran Kredit Pertanian oleh BPD Hasil Impuls Respons Function Hasil Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Penjelasan Keseluruhan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
24 24 25 25 26 27 30 30 31 31 31 32 32 35 38 39 42 42 43 44 46 64
iii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Penelitian Terdahulu Skim Kredit Program KUR, KKP-E, KPEN-RP dan KUPS oleh BPD Hasil Uji Stasioneritas Hasil Uji Lag Optimum Hasil Uji Kointegrasi Hasil Uji Granger Causality Hasil Estimasi VECM
15 28 30 31 31 32 33
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank Penyalur KUR di Indonesia Penyaluran Kredit BPD menurut Sektor Ekonomi Permintaan Uang Kerangka Pemikiran Penyaluran Kredit Pertanian BPD Tahun 2005 sampai 2011 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan Suku Bunga Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Modal Kerja Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan DPK dan Suku NPL Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan LDR dan inflasi Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan CAR dan ROA Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan Suku Bunga SBI Variance Decomposition Kredit Pertanian Komposisi Giro, Deposito dan Tabungan pada BPD Tren SBI BPD, Total Kredit, Kredit Pertanian dan DPK
2 3 4 12 18 29 36 36 37 37 38 39 40 41
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Uji Stasioneritas Uji Granger Causality Uji Kointegrasi Uji Lag Optimum Uji Stabilitas VAR Estimasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek Impuls Respon FEVD
46 53 54 54 55 56 60 63
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi utama perbankan di Indonesia sebagai lembaga intermediasi adalah menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dana yang dihimpun dari masyarakat dapat berupa tabungan, deposito dan giro, yang selanjutnya akan disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran dana dalam bentuk kredit ditekankan untuk menggerakkan sektor riil. Kegiatan perbankan tersebut bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, sehingga kesejahteraan umum tercapai (Bank Indonesia, 2012). Pembangunan ekonomi di Indonesia sangat bergantung kepada perkembangan dan kontribusi sektor perbankan. Sektor perbankan yang memiliki modal lebih besar dibanding lembaga keuangan lain, kinerja dan perputaran uangnya cepat, relatif dipilih masyarakat untuk mengatasi kesulitan modal. Sektor perbankan yang mengalami keterpurukan akan diikuti pula oleh terpuruknya perekonomian nasional. Ketika perbankan berada dalam kondisi tersebut, itulah indikasi dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Pratama, 2010). Bank termasuk lembaga yang menyediakan modal bagi petani. Bank sebagai lembaga intermediasi, diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian di Indonesia. Peran bank untuk mendorong peningkatan produktivitas sektor pertanian adalah melalui penyaluran kreditnya. Kredit pertanian akan meningkatkan produktivitas pertanian didukung dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitan oleh Khandker dan Faruqee (2003) menyatakan bahwa kredit pertanian memberikan dampak signifikan tidak hanya terhadap produksi pertanian, tetapi juga terhadap konsumsi dan kesejahteraan petani. Penelitian oleh Nuryartono, Zeller dan Schwarze dalam Ritonga et al (2008) menyatakan bahwa tambahan pinjaman bagi petani yang digunakan untuk aktivitas pertanian dapat meningkatkan produksi hasil padi di Sulawesi Tengah. Bank memiliki keunggulan dalam menyalurkan kredit dibandingkan dengan lembaga keuangan lain. Lembaga keuangan bukan bank seperti koperasi, pada umumnya tidak memiliki modal sebesar bank, sehingga volume kredit yang disalurkan tidak lebih besar daripada bank. Hal lain yang menjadi keunggulan perbankan adalah kemampuannya mengantisipasi risiko gagal bayar oleh nasabah melalui data riwayat peminjam dan pembinaan penggunaan kredit (Wicaksono, 2007). Pemerintah sebagai regulator telah menetapkan adanya subsidi bunga dalam kredit pertanian dari program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). Tingkat bunga bank pelaksana KKP-E ditetapkan 13,25 persen, subsidi bunga 8,25 persen, maka tingkat bunga yang ditanggung peserta KKP-E sebesar 5 persen (diberlakukan mulai tanggal 1 Oktober 2011 sampai 31 Maret 2012). Hal tersebut dapat dipandang sebagai peluang bagi petani untuk menyelesaikan masalah permodalan yang selama ini menghambat usahanya untuk berkembang (Kementrian Pertanian, 2012).
2
Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962, bertujuan untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usahausaha pembangunan daerah. Usaha-usaha tersebut meliputi pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan, rehabilitasi dan modal kerja yang dapat menunjang laju ekonomi daerah baik oleh pemerintah maupun swasta. Menurut Sunarsip (2008), BPD diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian dan kegiatan ekonomi lain dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kinerja BPD mengalami pertumbuhan dalam tujuh tahun terakhir. Pertumbuhan kinerja tersebut ditunjukkan pada Gambar 1, dimana dana pihak ketiga (DPK), total aktiva produktif dan penyaluran kredit bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun. Menurut Sunarsip (2008), indikasi kinerja BPD yang semakin baik adalah dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk menempatkan dananya di BPD. Adapun komposisi DPK BPD terdiri dari giro, simpanan masyarakat dan sebagian besar lainnya adalah dana milik pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda).
300,000 250,000
Miliar Rupiah
200,000 150,000 100,000 50,000 0 DPK
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
85,283
129,141 134,287 143,262 152,251 183,624 235,625
Total Aktiva Produktif
85,078
131,845 140,981 166,823 181,225 209,002 253,121
Jumlah Kredit
44,931
55,955
71,881
96,385
120,754 143,797 175,702
Gambar 1 Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit. Sumber: Bank Indonesia, 2011. Gambar 1 selain menjelaskan tentang peningkatan kinerja BPD dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, sebenarnya menunjukkan kendala. Total aktiva produktif yang lebih besar daripada penyaluran kredit, menunjukkan adanya dana mengendap yang belum disalurkan BPD dalam menjalankan kegiatan usahanya. BPD mempunyai karakteristik yang berbeda dari bank umum lain, yaitu DPK BPD didominasi oleh dana Pemda. Hal tersebut juga masih dipertanyakan dampaknya, apakah dengan link yang tercipta dengan Pemda akan memengaruhi kebijakan BPD. Kebijakan BPD yang dimaksud adalah BPD akan lebih banyak menyalurkan kreditnya untuk keperluan pembangunan daerah, sehingga perekonomian daerah mengalami pertumbuhan.
3
Menurut Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian (2012), BPD merupakan salah satu bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang termasuk di dalamnya adalah KKP-E. BPD bersama ketujuh bank lain yaitu BRI (KUR dan Ritel), BNI, BNI Syariah, BTN, Mandiri, Syariah Mandiri dan Bukopin tercatat sebagai bank-bank yang fokus terhadap pertumbuhan sektor riil melalui penyaluran KUR. Perkembangan penyaluran KUR sampai pertengahan tahun 2012 menunjukkan BPD yang telah menyalurkan KUR sebanyak 26 bank. Bankbank tersebut adalah Bank Nagari, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulut, Maluku, Papua, Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel Babel, Bengkulu, Lampung, Bali, NTT, Kaltim, Sulteng, Sultra dan Sulselbar. Gambar 2 menunjukkan bahwa penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi salah satunya disalurkan ke sektor pertanian. Penulis memfokuskan topik penelitian terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian karena sektor tersebut memiliki peran penting dalam perekonomian. Menurut Departemen Tenaga Kerja (2008), peran penting sektor ini adalah mampu menyerap tenaga kerja sebesar 44 persen. Peran lain dari sektor pertanian adalah dalam menjaga ketersediaan pangan di Indonesia (Kementrian Pertanian, 2012).
dalam juta rupiah Pertanian Pertambangan Perdagangan, Restoran&Hotel Pengangkutan,Pergudangan&Komunikasi Listrik,Gas&Air Industri Pengolahan Konstruksi Jasa dunia usaha Jasa Kemasyarakatan Lainnya
13,822,862 57,371 1,360,614 35,124 2,074,928
47,588,093
1,514,979 661,632 189,987 11,080,769
Gambar 2 Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank Penyalur KUR di Indonesia. Sumber: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2012. Sektor pertanian menempati posisi kedua dalam penyaluran KUR setelah sektor perdagangan, restoran dan hotel. KUR yang diberikan pada sektor pertanian tidak lebih dari sepertiga dari KUR yang diberikan kepada sektor yang menempati posisi pertama. Peran sektor pertanian yang begitu penting tidak didukung dengan pemberian pembiayaan yang memadai. Menurut Supriatna (2009), rendahnya minat penyaluran kredit ke sektor pertanian merupakan salah satu indikasi tidak menariknya sektor ini dari profil risiko-imbal hasil.
4
Kondisi tidak memadainya penyaluran kredit untuk sektor pertanian karena risiko ketidakpastian, menuntut campur tangan pemerintah. Peningkatan peran sektor pertanian tidak bisa terlepas dari kebutuhan dana yang cukup besar. Dana yang diberikan dapat berupa pembiayaan atau kredit yang salah satu sumbernya dari perbankan (Wicaksono, 2007). Keterbatasan pemerintah dalam anggaran setidaknya dapat ditransformasi dalam bentuk regulasi yang berpihak pada sektor pertanian. BPD yang fokus dalam usaha pembangunan daerah, berdasar UU nomor 13 tahun 1962, memiliki karakteristik paling sesuai sebagai tonggak pembiayaan sektor pertanian. Menurut Hutagaol et al (2009), sebuah perusahaan akan dapat meningkatkan outputnya melalui investasi dari dana kredit. Artinya, sumber pembiayaan dunia usaha termasuk pertanian tergantung pada kredit perbankan. Kebutuhan pembiayaan pertanian khususnya pangan terdapat pada tahap pra panen (pembibitan dan penanaman), masa panen dan pasca panen. Peningkatan produksi pangan menjadi suatu kebijakan yang harus ditempuh agar ketersediaan produk pertanian tercukupi. Petani yang pada dasarnya tidak mempunyai likuiditas dan dianggap tidak bankable, selayaknya terus digiring untuk berupaya dalam peningkatan produksi pangan melalui pemberian dukungan kredit (Ritonga et al, 2008). Pemberian dukungan kredit dipandang sebagai suatu insentif agar petani lebih produktif dalam menjalankan kegiatan pertanian. Peran BPD dalam mengembangkan sektor pertanian melalui penyaluran kreditnya dapat dilihat dari Gambar 3. Kredit pertanian yang disalurkan BPD mencakup aspek pertanian itu sendiri, perburuan dan sarana pertanian. Cakupan aspek tersebut sebenarnya sudah meliputi kebutuhan pembiayaan pada pertanian. Proporsi kredit pertanian diketahui jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan proporsi kredit lain-lain, perdagangan, restoran dan hotel serta konstruksi.
3% 1%
Pertanian, perburuan,sarana pertanian
2%
1%
Pertambangan Perindustrian
6%
Listrik,gas,air
12%
68%
Konstruksi
2% 2% 3%
Perdagangan,restoran,hotel Pengangkutan,pergudangan,komunikasi Jasa dunia usaha Jasa sosial/masyarakat Lain-lain
Gambar 3 Penyaluran Kredit BPD menurut Sektor Ekonomi Sumber: Bank Indonesia, 2011.
5
BPD yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan berperan dalam memajukan perekonomian daerah, memiliki peluang untuk mengembangkan sektor pertanian. Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar daratannya adalah lahan pertanian dapat dipandang sebagai suatu potensi. Asumsinya bahwa BPD yang hadir di daerah mengenal betul kondisi setempat, sehingga perhitungan risiko-imbal hasil cukup akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian. Menurut Kasmir (2008) variabel kinerja mikroekonomi BPD ditinjau dari rasio likuiditas (LDR), solvabilitas (CAR), profitabilitas (ROA), NPL pertanian dan DPK. Variabel makroekonomi Indonesia ditinjau dari variabel inflasi, tingkat suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja (Budiarti, 2012). Pendekatan dari sisi kinerja digunakan dalam penelitan ini karena kinerja merupakan cerminan kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dananya. Kinerja yang semakin baik seharusnya memengaruhi penyaluran kredit yang semakin besar pula.
Perumusan Masalah Penyaluran kredit untuk pengembangan sektor pertanian menjadi penting karena peran strategisnya dalam menyerap tenaga kerja dan menyediakan pangan. Data Bank Indonesia menunjukkan penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD sangat kecil. Proporsi kredit untuk sektor pertanian yang hanya 3 persen, belum menunjukkan arah BPD sebagai agen pembangun pertanian, walaupun sebenarnya BPD diarahkan salah satunya untuk mengembangkan sektor tersebut. Rumusan masalah dari pemaparan di atas adalah: 1. Bagaimana perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode 2005 sampai 2011? 2. Bagaimana pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD (DPK, CAR, LDR, ROA dan NPL) terhadap penyaluran kredit pertanian BPD? 3. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi Indonesia (suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja dan inflasi) terhadap penyaluran kredit pertanian BPD?
Tujuan Penelitian
1. 2. 3.
Tujuan penelitian ini adalah: Menganalisis perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode 2005 sampai 2011. Menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD. Menganalisis pengaruh variabel makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.
6
Manfaat Penelitian Penelitan ini diharapkan bermanfaat untuk pihak-pihak terkait diantaranya BPD, Pemda, akademisi maupun Bank Indonesia. Manfaat tersebut antara lain: 1. Bagi BPD merupakan suatu informasi mengenai pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian BPD itu sendiri, sekaligus bahan pertimbangan dalam hal yang berkaitan dengan kebijakan penyaluran kredit pertanian. 2. Bagi Pemda sebagai pemegang saham dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penyaluran kredit oleh BPD. 3. Bagi Bank Indonesia dan pemerintah untuk menjadi bahan pertimbangan pengambilan kebijakan terkait keberadaan dan peran BPD di Indonesia yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari bank pada umumnya. 4. Bagi akademisi dapat dijadikan bahan penelitian berikutnya khususnya dalam permasalahan penyaluran kredit untuk sektor pertanian.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui situs resmi Bank Indonesia. Penelitian ini menganalisis perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode 2005 sampai 2011. Penelitan ini juga menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit pertanian oleh BPD. Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya adalah data BPD yang digunakan merupakan data BPD akumulatif dari BPD di seluruh Indonesia. Hal tersebut belum menunjukkan karakteristik BPD secara individual, sehingga hasil dan kesimpulan yang didapat merupakan generalisasi BPD secara umum.
TINJAUAN PUSTAKA Bank Umum Mishkin Bank (banks) adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman. Termasuk di dalam terminologi, bank adalah perusahaan seperti bank komersial, asosiasi tabungan dan pinjaman, bank tabungan bersama, dan koperasi perkreditan. Bank adalah lembaga perantara keuangan di mana ratarata orang sering berinteraksi. Seseorang yang membutuhkan pinjaman biasanya memperoleh pinjaman tersebut dari bank setempat. Oleh karena bank adalah lembaga perantara keuangan terbesar dalam perekonomian, maka perlu dipelajari secara cermat (Mishkin, 2010).
7
Bank menurut UU no.10 Tahun 1998 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 menjelaskan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan UU Nomor 13 Tahun 1962 BAB II tentang Maksud dan Usaha BPD BPD adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemda). BPD didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Pasal 4: “Bank didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana.” Penjelasan lebih lanjut dari pasal tersebut adalah BPD akan memberikan pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan dan pembaruan proyek-proyek pembangunan di daerah yang bersangkutan. Keperluan tersebut mencakup pada program yang diselenggarakan oleh Pemda dan perusahaan-perusahaan campuran antara Pemda dan swasta. BPD memiliki relasi yang tidak dapat dipisahkan dengan perekonomian daerah dimana BPD tersebut berdiri. Selain menjalankan kegiatan umum, BPD juga berfungsi sebagai kasir Pemda seperti dana realisasi APBD. BPD memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok bank lainnya (BUMN, swasta, asing dan campuran) yakni sebagian DPK merupakan dana milik pemerintah khususnya Pemda. Pendirian BPD adalah untuk mendorong pembangunan di daerah. BPD diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian, dan kegiatan ekonomi lain dalam rangka pembangunan daerah (Sunarsip 2008). BPD yang merupakan bagian dari sistem keuangan dituntut untuk menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal dan beroperasi secara efisien untuk mendukung penguatan stabilitas sistem keuangan. Sebagai bank yang dimiliki oleh Pemda, BPD bisa berperan lebih besar dalam menggerakkan pembangunan ekonomi daerah melalui penyaluran kreditnya (Endri, 2009).
Kredit Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dijelaskan bahwa kredit dapat berbentuk uang atau tagihan lainnya. Adapun nilai dari pemberian kredit dapat diukur dengan uang. Terdapat sebuah perjanjian kredit antara peminjam dan pemberi pinjaman mengenai bunga, jangka waktu kredit dan sanksi jika terjadi pelanggaran perjanjian.
8
Kredit disebut ”credere” yang artinya percaya. Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan diantara pemberi dan penerima kredit. “Kredit adalah pemberian prestasi (uang dan barang) dengan balas prestasi yang akan terjadi pada waktu mendatang.” Kredit bersifat kooperatif. Kreditor dan debitor samasama mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko dari adanya kredit tersebut (Simorangkir, 2004). Perilaku dalam pemberian kredit berdasarkan sosial ekonomi adalah kriteria penilaian kredit dipusatkan kepada faktor-faktor yang tidak hanya penerima kredit sebagai pihak yang menikmati hasil kredit namun juga masyarakat sekitarnya. Bank dalam memberikan kredit melihat pula dari aspek kebutuhan masyarakat, sehingga kemakmuran masyarakat meningkat. Bank tidak hanya berorientasi mencari keuntungan saja dalam menyalurkan kreditnya (Simorangkir, 2004). Tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan melainkan disesuaikan dengan tujuan negara. Tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila adalah dasar tujuannya. Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank khususnya bank pemerintah lebih mengacu kepada tugasnya sebagai agent of development. Tugas-tugas tersebut diantaranya: 1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. 2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat. 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. Sinungan (2000) menjelaskan bahwa pemberian kredit adalah minimal akan memberikan manfaat pada: 1. Bagi bank, kredit diharapkan dapat menjadi sumber utama pendapatan bank yang berguna bagi kelangsungan hidup bank tersebut. 2. Bagi debitur, pemberian kredit oleh bank dapat digunakan untuk memperlancar usaha dan selanjutnya meningkatkan gairah usaha sehingga terjadi kontinuitas perusahaan. 3. Bagi Masyarakat (Negara), pemberian kredit oleh bank akan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dan mensejahterakan masyarakat. Peran kredit dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Kebutuhan tambahan modal dapat terpenuhi bagi masyarakat dengan adanya kredit. Terdapat tiga komponen penting dalam pembangunan ekonomi yaitu pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi, dan pengurangan jumlah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan produksi (output). Adapun peningkatan produksi (output) tersebut hanya dapat dicapai dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan teknologi baru. Modal dibutuhkan untuk penerapan teknologi baru. Modal dapat bersumber dari modal sendiri atau dari pinjaman (kredit). Kebutuhan akan kredit yang tepat waktu akan sangat diperlukan melihat modal sendiri pada umumnya kurang mencukupi (Hutagaol, 2009). Menurut Kasmir (2008), unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
9
1.
2.
3.
4.
5.
Kepercayaan. Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara internal maupun eksternal. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit. Kesepakatan. Yaitu adanya kesepakatan antara pemberi kredit dan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masingmasing pihak menandatangani hak dan kewajibannya. Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, menengah atau panjang. Risiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagih atau macetnya pemberian kredit. Kredit yang berjangka waktu lama risikonya semakin besar, demikian pula sebaliknya. Risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun yang tidak disengaja menjadi tanggungan bank. Balas Jasa. Yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa, yang dikenal dengan istilah bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.
Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaannya Sektor pertanian dan pedesaan memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional yaitu sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk, penyumbang PDRB, berkontribusi terhadap ekspor (devisa) dan penyedia pangan serta gizi. Pembangunan pertanian mengalami permasalahan kompleks salah satunya ketersediaan sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat. Kredit merupakan bagian dari usaha tani. Lembaga kredit produksi merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian. Artinya, untuk meningkatkan produksi, petani perlu memiliki modal lebih banyak untuk membeli bibit unggul, obat-obatan, pupuk, dan alat pertanian (Supriatna, 2009).
Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Retnadi (2006), menjelakan bahwa kemampuan bank menyalurkan kredit dapat ditinjau dari sisi internal (penghimpunan dana masyarakat dan tingkat suku bunga SBI) dan dari sisi eksternal (kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan lain-lain). Menurut Kasmir (2008) perbankan menggunakan prinsip 5C dalam menyalurkan kreditnya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah: 1. Character (Karakter). Pemberian kredit harus memiliki sifat saling percaya diantara kreditor dan debitor. Pemberi pinjaman harus melihat karater peminjam, sehingga tujuan kredit yang diharapkan dapat tercapai. Kejujuran, integritas dan tekad baik dari peminjam akan dinilai sebelum kredit diberikan;
10
2.
Capital (Modal). Penilaian terhadap capital yang dimaksudkan adalah penilaian terhadap jumlah dana atau modal yang dimiliki calon peminjam sehingga akan dapat diketahui bagaimana kondisi keuangannya; 3. Capacity (Kapasitas). Penilaian yang diberikan kepada calon peminjam mengenai kemampuan dalam melunasi kewajibannya, dapat dilihat dari kegiatan usaha yang akan diberikan tambahan kredit dari bank. Pihak bank akan dapat mengukur sampai sejauh mana calon peminjam mampu mengembangkan usahanya dari tambahan modal yang akan diberikan pihak bank nantinya dan juga untuk mengetahui kemampuan penerima pinjaman dalam membayar kembali kewajibannya sebagai peminjam; 4. Collateral (Jaminan). Collateral merupakan jaminan yang diserahkan oleh peminjam sebagai jaminan atas kreditnya. Jaminan penerima kredit juga dinilai agar pihak pemberi kredit merasa aman, dimana apabila sewaktuwaktu kredit yang dipinjam tidak dikembalikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka pihak pemberi kredit dapat menggunakan jaminan peminjam untuk digadaikan; 5. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi). Condition berarti kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi usaha tersebut baik yang akan mendukung usaha atau juga kondisi-kondisi tersebut dapat berupa kondisi ekonomi, politik, bahkan kondisi internal rumah tangga yang akan mempengaruhi prospek usaha tersebut ke depannya. Menurut Sinungan (2000), pada umumnya dalam penentuan kebijakan perkreditan beberapa faktor penting harus diperhatikan, yaitu : 1. Keadaan keuangan bank saat ini. Manajemen melihatnya dari kekuatan keuangan bank, antara lain jumlah deposito, tabungan, giro, dan jumlah kredit; 2. Pengalaman bank dalam beberapa tahun, terutama yang berhubungan dengan dana dan perkreditan. Diperhatikan bagaimana fluktuasinya, terutama mengenai jumlah dan lama pengendapan, kelancaran kredit yang diberikan dan sebagainya; 3. Keadaan perekonomian, harus dipelajari dengan seksama dan dihubungkan dengan pengalaman serta kestabilan bank-bank dimasa-masa yang lalu serta perkiraan keadaan yang akan datang; 4. Kemampuan dan pengalaman organisasi perkreditan bank. Apakah dalam pengelolaan kredit bank tetap survive dan bahkan meningkat terus atau tidak. Apakah organisasi kredit efektif dan dalam pelaksanaannya terdapat efisiensi dan melihat pula SDM kredit qualified dan mempunyai skill yang baik atau tidak; 5. Bagaimana hubungan yang dijalin dengan bank-bank lain yang sejenis. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue (1973) dalam Insukindro (1995) dalam Meydianawathi (2006) merumuskan model penawaran kredit oleh sistem perbankan sebagai berikut: SK = g (S, ic, ib, BD)
11
Keterangan: SK = jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank S = kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau ketentuan mengenai nisbah cadangan wajib ic = tingkat suku bunga kredit bank ib = biaya oportunitas meminjamkan uang BD = biaya deposito bank Warjiyo (2004) memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2) digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan. Selain dana yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dengan demikian, dapat dinyatakan dalam suatu bentuk hubungan fungsi sebagai berikut: KS = f (DPK, prospek usaha debitor, kondisi perbankan itu sendiri) = f (DPK, prospek usaha debitor, CAR, NPL, LDR) Selain faktor-faktor tersebut, faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam Return on Assets (ROA) juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada debitor (Meydianawathi, 2006). Menurut Wicaksono (2007), fungsi penawaran kredit dirumuskan dengan model sebagai berikut: L = f (GDP, NPL, SBI) Keterangan: L = Loan atau penawaran kredit GDP = Gross Domestic Product SBI = Suku bunga SBI Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap bank. Kinerja merupakan cerminan kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dananya. Dalam menilai kinerja bank, rasio yang digunakan adalah rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas rentabilitas (Kasmir, 2008). Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas perusahaan perbankan salah satunya dapat dihitung dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio solvabilitas bank merupakan ukuran kemampuan bank dalam mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Rasio ini juga merupakan alat ukur untuk mengukur kekayaan bank untuk melihat efisiensi bagi pihak manajemen bank tersebut. Rasio ini salah satunya dapat dikur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukan gabungan dari efek-efek likuiditas, manajemen aktiva dan utang pada hasil-hasil operasi. Profitabilitas perbankan salah satunya diketahui dengan menggunakan Return on Asset (ROA).
12
Pandangan Keynessian Kelompok Keynesian berpendapat bahwa uang memegaruhi kegiatan ekonomi riil di samping pengaruhnya terhadap inflasi. Implikasinya bahwa kebijakan moneter dapat digunakan sebagai salah satu instrumen yang memengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil. Kebijakan moneter dilonggarkan apabila kegiatan ekonomi riil dirasakan lesu, begitu sebaliknya (Warjiyo, 2004). Keynessian memandang bahwa uang dapat lebih bermanfaat jika digunakan untuk kegiatan spekulasi. Hal tersebut didorong karena anggapan bahwa orang lebih senang memegang dana likuid karena dapat digunakan segera untuk kegiatan rutin maupun mendadak. Kegiatan spekulatif bertujuan untuk memproduktifkan uang yang dimiliki. Dorongan spekulasi timbul karena uang dapat ditukar dengan surat berharga yang akan memberikan penghasilan lebih besar di masa yang akan datang. Spekulan berani membayar harga penggunaan dana likuid sepanjang harga tersebut lebih kecil daripada expected income di masa yang akan datang. Harga yang dimaksud adalah tingkat bunga yang ditawarkan, sehingga tingkat bunga akan menentukan permintaan dana likuid di masyarakat (Judisseno, 2002). Suku bunga
Jumlah uang Gambar 4 Permintaan Uang Sumber: Judisseno (2002)
Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit Berdasarkan tinjauan pandangan Keynessian dan perilaku penawaran kredit, maka penelitian ini menggunakan beberapa variabel bebas seperti DPK, CAR, LDR, NPL pertanian dan ROA sebagai indikator kinerja mikroekonomi BPD. Sedangkan untuk indikator kondisi makroekonomi Indonesia menggunakan variabel suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja, suku bunga SBI dan inflasi. Variabel-variabel tersebut diuraikan dalam penjelasan berikut. Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah seluruh dana yang berhasil dihimpun sebuah bank yang bersumber dari masyarakat luas (Kasmir, 2008). DPK merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80 persen sampai 90 persen dari seluruh dana yang dikelola oleh bank)
13
(Dendawijaya, 2005). Dalam UU Perbankan No. 10, Tahun1998 dana yang dihimpun bank umum dari masyarakat tersebut biasanya berbentuk simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit) dan simpanan deposito (time deposit). Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal juga dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit (Kasmir, 2008). Pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan (Dendawijaya, 2005). DPK diharapkan berkorelasi positif dengan penawaran kredit. Permodalan merupakan hal pokok bagi sebuah bank. Selain sebagai penyangga kegiatan operasional, modal juga sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Modal terkait juga dengan aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas dana yang diterima nasabah. Dengan terjaganya modal, bank mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Hal tersebut penting karena bank dapat menghimpun dana untuk keperluan operasional selanjutnya (Sinungan, 2000). Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank. Semakin tinggi likuiditas bank, maka tingkat penyaluran kreditnya akan semakin tinggi pula. CAR dirumuskan sebagai berikut (Dendawijaya, 2005): CAR =
Modal Bank Aktiva Tertimbang menurut Risiko
x100%
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. NPL mempunyai hubungan negatif dengan penyaluran kredit (Meydianawathi, 2006). Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit (Latumerissa, 2010). Non Performing Loan (NPL) yang dianggap bermasalah dapat mengganggu kegiatan operasional. NPL merupakan rasio kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang disalurkan). Rasio NPL dirumuskan sebagai berikut : NPL =
Kredit yang Bermasalah Kredit yang disalurkan
x100%
14
Return on asset (ROA) adalah tingkat laba yang diperoleh oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba keseluruhan. Semakin besar nilai ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Alasan dari pencapaian laba perbankan tersebut dapat berupa kecukupan dalam pemenuhan dalam memenuhi kewajiban terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja pimpinan dan meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan modalnya. Laba yang tinggi membuat bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang memungkinkan bank untuk menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan meminjamkan dengan lebih luas (Simorangkir, 2004). ROA dirumuskan sebagai berikut: ROA =
Laba sebelum Pajak Total Aset
x 100%
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek solvabilitas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman nasabahnya. Semakin besar penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan deposit atau simpanan masyarakat maka risiko yang ditanggung bank semakin besar atau relatif tidak likuid (Latumerissa, 2010). Sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Tujuan perhitungan LDR untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan usahanya. LDR adalah indikator kerawanan suatu bank. LDR dirumuskan sebagai berikut: LDR =
Kredit Tersalur Jumlah DPK
x 100%
Kebijaksanaan pengenaan suku bunga yang nilai riilnya tercermin dalam tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), diberikan oleh Bank Indonesia sebagai pedoman untuk Bank-bank Umum Pemerintah dan landasan bagi Bank-bank Swasta (termasuk Bank Swasta Nasional Devisa). Penetapan tingkat suku bunga ini disebut sebagai tingkat suku bunga dasar atau tingkat suku bunga acuan (Sinungan, 2000). Menurut PBI No. 4/10/PBI/2002 SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek. SBI diterbitkan BI sebagai salah satu piranti Operasi Pasar Terbuka, kegiatan transaksi pasar uang oleh BI dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. Tingkat suku bunga ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. SBI merupakan instrumen yang menawarkan return yang cukup kompetitif serta bebas risiko gagal bayar. Banyak institusi keuangan sudah menganggap SBI sebagai salah satu instrumen investasi yang menarik. Suku bunga SBI yang terlalu tinggi membuat perbankan betah menempatkan dananya di SBI daripada menyalurkan kredit (Habibi, 2004).
15
Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu periode. Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas, artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produk tersebut. Kondisi seperti ini juga disebut sebagai kondisi ekonomi over heated. Kondisi seperti ini akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya (Budiarti, 2012). Tingkat laju inflasi sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian, khususnya kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi yang tinggi menyebabkan pemerintah (BI) mengeluarkan regulasi untuk menaikkan suku bunga simpanan bank-bank di Indonesia. Hal tersebut dilakukan agar inflasi dapat terkendali. Akibatnya, bank-bank terpaksa menaikkan suku bunga kredit supaya tidak mengalami negative spread. Negative spread adalah kondisi dimana suku bunga simpanan lebih tinggi daripada suku bunga kredit. Bank-bank akan kesulitan menjalankan aktivitasnya apabila hal ini terjadi. Suku bunga kredit investasi adalah tingkat pengembalian dari kredit berjangka menengah atau panjang (lebih dari satu tahun) yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan, ataupun pendirian proyek baru. Misalnya pembelian mesin, bangunan, tanah, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang modal yang dibiayai. Suku bunga kredit modal kerja adalah tingkat pengembalian dari kredit yang diberikan untuk membiayai kegiatan usahanya atau perputaran modal misalnya pembelian barang dagangan. Kredit modal kerja diberikan dalam bentuk rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun.
Penelitian Terdahulu Tabel 1 Penelitian Terdahulu Judul/Penulis
Latar Belakang
Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM di Indonesia/ Meydianawathi (2006)
UMKM salah satu penggerak ekonomi di Indonesia. Penelitian mengkaji pengaruh beberapa variabel terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum untuk UMKM
Metode ordinary least square
Hasil DPK, CAR dan ROA secara parsial berpengaruh positif dan signifikan dan secara serempak oleh DPK,CAR, ROA dan NPLs berpengaruh terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia
16
Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank BRI di Indonesia/ Wicaksono (2007)
BRI adalah bank Regresi yang fokus terhadap linear sektor pertanian. berganda. Penelitan mengkaji keragaan volume kredit pertanian di BRI 2002-2006 dan pengaruh GDP pertanian, suku bunga SBI dan NPL terhadap penyaluran kredit pertanian BRI.
Penyaluran kredit pertanian oleh BRI antara tahun 2002-2006 secara marjinal selalu mengalami peningkatan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah GDP sektor pertanian dan NPL. NPL adalah faktor yang paling berpengaruh
Peranan Bank Mendukung Kredit Pangan dan Energi di Sumatra Utara/ Ritonga, Pratomo, Lubis, Hidayat (2008)
Kebutuhan pembiayaan pangan terdapat pada tahap pra, masa dan pasca panen. Kredit pertanian sebagai insentif dalam peningkatan produksi pertanian.
Analisis diskriptif.
Campur tangan pemerintah diperlukan dalam pembuatan sertifikasi tanah agar petani tidak kesulitan mendapatkan kredit perbankan.
Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis (BRI CigombongBogor)/oleh Hutagaol (2009) Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Bank Umum di Indonesia Periode 20052009)/ Pratama (2010.)
Kendala modal merupakan salah satu penghambat utama pengusaha mengembangkan usahanya. Salah satu lembaga yang dapat membantu pengusaha agribisnis adalah bank. BRI fokus terhadap penyaluran KUR. Belum optimalnya penyaluran kredit perbankan karena LDR masih di bawah harapan Bank Indonesia. Dilakukan pengujian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penyaluran kredit perbankan.
Metode purposive sampling dengan analisis regresi linear berganda
Lama usaha berjalan, pendapatan bersih rumah tangga per tahun, tingkat pendidikan nasabah, nilai agunan, jarak usaha dengan BRI tidak berpengaruh nyata terhadap pencairan kredit
Regresi linear berganda.
DPK berpengaruh positif dan signifikan. CAR dan NPL berpengaruh negatif signifikan. Suku bunga SBI berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan.
17
Pengaruh CAR, NPL dan ROA terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja/ Triasdini (2010).
Data menunjukkan kredit modal kerja tersalur paling besar dibanding konsumsi dan investasi. Menganalisis faktor internal yang memengaruhi bank menyalurkan kredit modal kerja.
Regresi berganda dengan tingkat signifikan 5%.
CAR, NPL dan ROA berpengaruh signifikan secara simultan. Secara parsial CAR dan ROA berpengaruh positif signifikan. Sedangkan NPL berpengaruh negatif signifikan.
Analisis FaktorFaktor yang memengaruhi Pembiayaan untuk Sektor Pertanian oleh Perbankan Syariah di Indonesia/ Aprianti (2011)
Meningkatnya aset bank syariah dan bagaimana kontribusinya kepada sektor pertanian yang memiliki peran strategis.
VAR/
Equivalent Rate Pembiayaan, inflasi, suku bunga kredit dan NPF signifikan negatif. suku bunga SBI, equivalent rate DPK dan Jumlah DPK signifikan positif terhadap pembiayaan pertanian oleh perbankan syariah di Indonesia
VECM
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah BPD dijadikan objek penelitian dan secara spesifik ditujukan untuk kredit pertanian. Metode yang digunakan adalah VAR/VECM, sehingga dapat melihat besar pengaruh suatu variabel dalam memengaruhi variabel lain.
Kerangka Pemikiran Penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD dipengaruhi oleh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia. Pengaruh dari variabel tersebut dianalisis dengan metode VAR/VECM. Variabel yang memiliki dampak terhadap penyaluran kredit pertanian dapat dijadikan acuan untuk mengambil kebijakan khususnya dalam kasus BPD. Variabel yang menjadi indikator kinerja mikroekonomi BPD adalah DPK, LDR sebagai rasio likuiditas, CAR sebagai rasio solvabilitas, ROA sebagai rasio profitabilitas dan NPL pertanian. Variabel yang menjadi indikator makroekonomi Indonesia adalah suku bunga SBI, inflasi, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja. Kinerja yang baik mengindikasikan kemampuan suatu bank dalam mengelola dan mengalokasikan dananya juga baik, sehingga penyaluran kredit akan semakin besar.
18
Pengaruh guncangan dari variabel-variabel makroekonomi Indonesia dan kinerja mikroekonomi BPD dilakukan untuk melihat respon dari penyaluran kredit pertanian. Besaran kontribusi dari variabel-variabel dalam memengaruhi penyaluran kredit pertanian, diketahui melalui uji variance decomposition. Pengetahuan mengenai hal-hal tersebut digunakan untuk merumuskan langkah yang bisa dilakukan untuk mendorong penyaluran kredit pertanian di masa depan.
1. 2. 3. 4. 5.
Kinerja Mikroekonomi BPD
Jumlah DPK CAR LDR NPL sektor pertanian ROA
1. Suku Bunga SBI 2. Inflasi 3. Suku Bunga Kredit Investasi 4. Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Penyaluran Kredit Pertanian oleh BPD
Makroekonomi Indonesia
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Berdasarkan hubungan antara tujuan penelitian serta kerangka pemikiran teoritis terhadap rumusan masalah penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. DPK berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD. 2. CAR berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD. 3. LDR berpengaruh positif terhadap penyaluran untuk sektor pertanian oleh BPD. 4. NPL pertanian berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD. 5. ROA petani berpengaruh positif terhadap penyaluran untuk sektor pertanian oleh BPD 6. Suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD. 7. Inflasi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD. 8. Suku bunga kredit investasi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD. 9. Suku bunga kredit modal kerja berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.
19
METODE PENELITIAN Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Datadata tersebut meliputi data jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ration (LDR), Non Performing Loan (NPL) pertanian, Return on Asset (ROA), inflasi, suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif. Data time series yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia, merupakan data bulanan Statistik Perbankan Indonesia dan data bulanan Statistik Ekonomi Moneter Indonesia periode 2005 sampai 2011.
Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kredit Pertanian merupakan jumlah kredit BPD tersalur untuk pertanian. 2. DPK merupakan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BPD. 3. CAR merupakan kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik. 4. NPL merupakan jumlah pembiayaan yang mengalami masalah dari BPD. NPL di dalam penelitian ini dikhususkan pada NPL pertanian. 5. LDR merupakan kemampuan bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. 6. ROA merupakan tingkat laba yang diperoleh bank. 7. Suku bunga SBI merupakan tingkat pengembalian dari Sertifikat Bank Indonesia. 8. Inflasi merupakan tingkat laju inflasi selama kurun waktu tertentu. 9. Suku bunga kredit investasi merupakan tingkat pengembalian dari kegiatan investasi. 10. Suku bunga kredit modal kerja merupakan tingkat pengembalian dari kegiatan operasional. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif yaitu mendeskripsikan suatu permasalahan dan menganalisis data serta hal-hal yang berhubungan dengan angka atau rumus perhitungan. Metode kuantitatif untuk mengolah data time series dalam penelitian ini menggunakan alat analisis data dengan metode Vector Autoregression (VAR), Granger Causality dan Vector Error Correction Model (VECM).
20
Vector Autoregression (VAR) Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif ekonometrika model VAR. VAR biasanya digunakan untuk memproyeksikan sistem variabel-variabel runtut waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. Model VAR dibangun dengan pendekatan yang meminimalkan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena dengan baik. Model VAR merupakan model nonstruktural. Analisis VAR mempertimbangkan beberapa variabel secara bersamaan dalam suatu model. Perbedaannya dengan model simultan biasa adalah dalam analisis VAR masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau juga dipengeruhi oleh nilai masa lampau semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati (Juanda, 2012). Keunggulan model VAR yaitu metodenya sederhana, tidak perlu khawatir untuk membedakan variabel endogen dan eksogennya. Hasil perkiraan yang diperoleh dengan metode VAR dalam banyak kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan model persamaan simultan yang kompleks karena dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel dalam persamaan. Analisis VAR juga berguna untuk memahami hubungan timbal balik antar variabel ekonomi di dalam pembentukan ekonomi berstruktur. Metode VAR juga terbebas dari gejala spurious variable karena bekerja dalam data di model ekonometrika konvensional (Gujarati, 2006). Spesifikasi model VAR kriteria Sim dalam Firdaus (2011) meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan sesuai pemilihan variabel yang relevan dan sesuai dengan pemilihan lag yang digunakan dalam model. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai, penelitian ini memanfaatkan informasi Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC). Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan model simultan yaitu: 1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan yang hilang (Omitted interrelation). 2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Enders memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama sebagai berikut: yt = b10 – b12zt + γ11zt-1 + γ 12zt-1 + εyt (1)
zt = b20 – b212yt + γ 21yt-1 + γ 22yt-1 + εzt
(2) Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya, – b21 merupakan efek serentak dari perubahan zt terhadap yt .
21
Metode Granger Causality Kausalitas granger ditujukan untuk mengkur kekuatan hubungan antar variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat X Y ( X menyebabkan Y), Y X (Y menyebabkan X), atau X Y (X menyebabkan Y dan Y menyebabkan X. Uji kausalitas granger dipercaya jauh lebih bermakna dari uji biasa. Dengan uji kausalitas granger dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut: 1. Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X atau hubungan X dan Y timbal balik. 2. Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain Y, apabila Y saat ini diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X. 3. Asumsi dalam uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data runtut waktu yang memiliki kovarians linear yang stastioner. Secara matematis, persamaan kausalitas Granger ini dapat dituliskan sebagai berikut: β1Xt-1 +...+ β1Xt-1 (3) Yt = a0 + a1Yt-1 +...+ a1Yt-1 + Xt = a0 + a1Xt-1 +...+ a1Xt-1 +
β1Yt-1 +...+ β1Yt-1
(4)
Analisis Vector Error Correlation Model (VECM) Menurut Enders (2004), kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linier antara variabel yang non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama. Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada first difference atau I (1). Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka, maka digunakan VECM apabila ternyata data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas I(1). Caranya adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan baru sebagai berikut: (5) ∆yt = b10 + b11∆yt-1 + b12∆zt-1 – λ (yt-1 – a10 – a11yt-2 –a12zt-1) + εyt ∆zt = b20 + b21∆yt-1 + b22∆zt-1 – λ (zt-1 – a20 – a21yt-1–a22zt-2) + εzt (6) a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien regresi jangka pendek, λ merupakan parameter koreksi error dan persamaan dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi antara variabel y dan z.
Uji Stasioneriatas Data Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM terlebih dahulu harus dilakukan beberapa pengujian pra estimasi. Beberapa pengujian yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data, uji pemilihan lag optimum, uji stabilitas VAR dan kointegrasi. Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan metode ADF. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series non stastioner akan berimplikasi pada dua pilihan, yaitu VAR dalam bentuk first difference atau VECM. Keberadaan variabel non stastioner meningkatkan
22
kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data stasioner, mengingat terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan pengujian unit root terkait dengan the power of test.
Pemilihan Lag Optimum Dalam VAR penetuan lag optimum sangat penting karena penentuan lag optimum berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Penentuan lag optimum juga berguna untuk menunjukkan jangka waktu reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya. Penetapan lag yang optimal dapat diperoleh melalui kriteria dari Akaike Information Criterion (AIC), Schwartz Information Criteria, Hannan-Quin Criteria, Likelihood Ratio, maupun Final Prediction Error. Lag optimum yang dipilih adalah lag optimum dengan nilai absolut terkecil, jika kriteria yang digunakan lebih dari satu, maka periksa adjusted R-square. R-square dengan nilai paling besar menunjukkan lag optimum yang harus dipilih. Uji stabilitas VAR Stabilitas VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai modulus di tabel AR rootsnya. Jika seluruh modulusnya kurang dari satu, maka sistem tersebut diambil.
Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antar variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linear antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Bangun 2012). Salah satu syarat tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi di sekitar nol (error term harus menjadi sebuah data time series yang stastioner). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi yaitu Eagle-Granger Cointegration Test, Johansen Cointegration dan Cointegration Regression Durbin Watson Test. Keberadaan persamaan kointegrasi ini akan menentukan metode yang akan digunakan pada model VECM. Jika terdapat hubungan minimal satu persamaan kointegrasi maka metode VECM akan digunakan untuk mengistimasi model. Sedangkan jika tidak terdapat persamaan kointegrasi maka metode VAR first difference yang akan digunakan.
23
Impuls Response Function (IRF) IRF merupakan metode yang digunakan untuk menentukan respon variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tetentu di masa yang akan datang. IRF juga dilakukan untuk mengisolasi suatu shock agar lebih spesifik. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan secara umum (Firdaus, 2011). Forecast Error Variace Decomposition (FEVD) FEVD merupakan metode yang digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu dapat diketahui pasti melalui FEVD (Firdaus, 2011).
Model Penelitian Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (7) Xt = µt +∑ i + Xt-1 + εt Xt merupakan vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x l), µ t merupakan vektor variabel eksogen, termasuk konstanta (intersep) dan trend, At adalah koefisien matriks dengan dimensi (n x n), dan εt adalah vektor dari residual. ∆Xt = µt + πXt-1 +∑ (8) i ∆Xt-i + εt π dan merupakan fungsi dari A (lihat persamaan 7). Matriks π dapat dipecah menjadi dua matriks gama dan beta dengan dimensi (n x r). π = λβΓ. Dimana λ merupakan matriks penyesuaian, β merupakan vektor kointegrasi dan Γ merupakan rank kointegrasi. Persamaan untuk penelitian kali ini adalah: ∆LNKPt = α1 + αLNKPеt-1 + ∑ 11 (i) ∆LKPt-1
+ ∑ 12 (i) ∆SBSBIt-1+ ∑ 13 (i) ∆INFt-1
(i) ∆NPLt-1 + ∑ 15 (i) ∆CARt-1
(i) ∆LDRt-1 + ∑ 17 (i) ∆ROAt-1
(i)lnDPKt-1 +∑ 19(i) ∆SBKKt-1
+ ∑ 14 + ∑ 16 + ∑ 18
+ ∑ 20 (i)
∆SBKIt-1 + ∑ 21(i) ∆SBKMKt-1 + εkp
(9)
24
Keterangan: KP = Kredit Pertanian SBSBI = Suku bunga SBI INF = Inflasi NPL = Non Performing Loan CAR = Capital Adequacy Ratio LDR = Loan to Deposit Ratio ROA = Return on Asset DPK = dana pihak ketiga SBKMK = suku bunga kredit modal kerja SBKI = suku bunga kredit investasi ε = error
GAMBARAN UMUM Peran Pertanian di Indonesia Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi tingkat pengangguran, yaitu melalui penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 44 persen pada tahun 2008, masih menunjukkan dominasinya sebagai salah satu sektor ekonomi yang fundamental bagi Indonesia. Peran strategis lain dari sektor pertanian adalah menyangkut ketersediaan pangan di Indonesia. Persoalan pangan menjadi sesuatu yang penting karena menyangkut kebutuhan pokok manusia. Kemudahan akses terhadap pangan dilengkapi dengan kecukupan nilai gizi, akan membantu dalam pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketersediaan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam menopang ketahanan ekonomi dan nasional yang berkelanjutan. Peran strategis sektor pertanian ternyata tidak hanya terbatas pada penyerapan tenaga kerja yang banyak dan penyediaan pangan. Peran strategis sektor pertanian diantaranya adalah sebagai bahan baku untuk industri lain, bahan pakan, bahan bio energi, penyumbang bagi PDRB dan berkontribusi dalam kegiatan ekspor (devisa). Sektor pertanian yang memiliki peran strategis sudah selayaknya mendapatkan dukungan dari pemerintah melalui regulasi secara menyeluruh. Hal tersebut diperlukan agar dapat mendayagunakan secara maksimal sektor pertanian untuk pemerataan pendapatan dan dapat meningkatkan daya saing dari produkproduk yang dihasilkan. Indonesia pada dasarnya merupakan negara agraris dengan daratan yang luas, subur dan beriklim tropis, sehingga cocok untuk dijadikan lahan pertanian yang produktif dengan lebih menggali segala potensi yang ada.
25
Pembangunan Pertanian di Indonesia Bukti bahwa pemerintah fokus dalam usaha peningkatan pembangunan pertanian tercermin dari target dan strategi yang diusung oleh Kementrian Pertanian (Kementan) tahun 2010-2014. Target utama Kementan tersebut meliputi: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Kondisi penduduk Indonesia yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian, mendorong Kementan untuk mencapai target melalui pelaksanaan strategi. Hal tersebut dilakukan agar dapat memperbaiki pendapatan penduduk secara merata dan berkelanjutan. Strategi Kementan dalam mencapai targetnya adalah melakukan revitalisasi pembangunan pertanian melalui tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema Revitalisasi. Tujuh Gema Revitalisasi terdiri atas: (1) lahan; (2) perbenihan dan perbibitan; (3) infrastruktur dan sarana; (4) sumber daya manusia, (5) pembiayaan petani; (6) kelembagaan petani dan (7) teknologi dan industri hilir. Strategi untuk merevitalisasi pembangunan pertanian membutuhkan dukungan pembiayaan. Berdasarkan sumber pembiayaan, ada dua jenis pasar kredit mikro di pedesaan yaitu pasar kredit formal dan informal. Pasar kredit formal terbagi atas kredit nonprogram atau komersial (seperti bank-bank penyalur kredit untuk sektor pertanian, koperasi dan pegadaian) dan kredit program (seperti KUT dan KKP). Pasar kredit informal seperti pelepas uang, pedagang input/output produksi dan penggilingan padi (Supriatna, 2009).
Permasalahan Pertanian di Indonesia Pembiayaan menjadi permasalahan yang dihadapi pembangunan pertanian Indonesia. Permasalahan pembiayaan terlihat dari kurangnya penyediaan modal bagi petani mengembangkan usahanya. Penyediaan modal yang dimaksud adalah ketersediaan sumber pinjaman yang murah, mudah dan dapat diakses petani di pedesaan dengan tepat waktu. Artinya, bunga yang diberikan rendah, prosedurnya mudah dan pencairan modal tepat sebelum musim tanam tiba (Supriatna, 2009). Penyediaan modal ditujukan agar petani dapat menjalankan kegiatan pertanian dengan baik karena modal untuk membeli pupuk, bibit, pakan ataupun peralatan lain sudah tersedia (Supriatna, 2009). Ketersediaan input pertanian dalam proses produksi juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kaitannya dengan keperluan menghasilkan output pertanian. Rendahnya aksesbilitas terhadap bibit dan pupuk akhir-akhir ini telah mempengaruhi proses produksi di luar faktor eksternal seperti perubahan iklim dan jumlah curah hujan yang diinginkan. Penyediaan faktor produksi bibit dan pupuk juga membutuhkan biaya karena kelangkaan penawaran dan harganya yang melonjak dan hampir tidak dapat dikendalikan. Kebijakan pemerintah yang menyediakan bibit dan pupuk bersubsidi menurut mekanisme penyaluran tertentu diduga belum mengenai sasaran karena berbagai alasan, diantaranya rawan penyelewengan dan manipulasi (Pasaribu et al, 2007).
26
Anggaran pembangunan pertanian tidak sepenuhnya dikelola oleh Kementan. Sebagian besar anggaran pembangunan pertanian dikelola oleh kementrian lain seperti Kementrian Perhubungan, Pekerjaan Umum, Dalam Negeri, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Adanya kementerian lain di luar Kementan yang juga mengurus sektor pertanian menunjukkan adanya tumpang tindih pembangunan pertanian. Hal tersebut tercermin dari anggaran infrastruktur pertanian mendapatkan porsi terbesar, bukan anggaran pembiayaan pertanian yang dianggap paling penting bagi petani (Pasaribu et al, 2007). Petani umumnya juga tidak dapat mengakses lembaga komersial seperti bank yang menyediakan bunga rendah. Alasannya, petani tidak memiliki agunan sertifikat tanah, prosedur pengajuan kredit yang rumit dan pola pengembalian kredit yang bersifat bulanan tidak sesuai dengan pola penerimaan petani yang bersifat musiman. Keadaan tersebut akhirnya mendorong para petani Indonesia untuk mencari pinjaman dari lembaga informal, yang sebenarnya menetapkan bunga jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan lembaga komersil. Kondisi pertanian di Indonesia, pada intinya masih sangat potensial untuk diolah, diambil manfaatnya dan bahkan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani. Fenomena yang terjadi adalah terbatasnya ketersediaan modal menjadikan kendala bagi sektor pertanian sulit untuk berkembang. Pilihan petani untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga informal dirasa tidak tepat dilihat dari tanggungan beban dari tingkat bunga yang tinggi (60 persen setahun). Kehadiran lembaga komersil yang memberikan tingkat bunga yang rendah perlu dikaji kembali agar perannya optimal sebagai penggerak sektor riil, khususnya pertanian. Lembaga komersil atau bank yang hadir di daerah dengan asumsi mengerti betul tentang kondisi daerah setempat, sudah selayaknya memiliki peran yang lebih besar. Tidak hanya sebatas penyalur kredit, namun pembinaan diperlukan untuk mengiringi suksesnya pembangunan pertanian Indonesia.
Perkembangan Kredit Pertanian Program kredit untuk petani dimulai dengan kredit Padi Sentra tahun 1959. Padi Sentra berubah menjadi Bimas/Inmas di tahun 1970-an karena terbatasnya penyebaran, sehingga tidak terjangkau petani. Program tersebut berubah menjadi kredit usaha tani (KUT) pada tahun 1985. Kedua program baik Bimas/Inmas dan KUT tidak berjalan seperti yang diharapkan karena pengembalian dana mengalami kemacetan. Pemerintah mengeluarkan kredit pengganti KUT dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) pada tahun 2000. KKP berganti lagi dengan program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) pada tahun 2007. Pemerintah menyediakan pagu kredit pangan pada tahun 2008, agar lebih meningkatkan peran sektor pertanian dan energi alternatif (Ritonga et al, 2009). Pemerintah pada tahun 2006 mengeluarkan program Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). KPEN-RP adalah Kredit yang diberikan dalam rangka mendukung program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan Program Revitalisasi Pertanian. Usaha yang dibiayai adalah perluasan, rehabilitasi dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet dan kakao.
27
Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) merupakan fasilitas kredit yang diberikan bank kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi(baik merupakan perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak) yang melakukan Usaha Pembibitan Sapi dengan memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah. pemerintah memprogramkan bantuan pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun. Program bantuan pengadaan satu juta ekor bibit sapi tersebut dilakukan melalui mekanisme kredit usaha pembibitan sapi terpadu. Pemerintah selain mengeluarkan kredit program KKP-E, KKPEN-RP dan KUPS juga mengeluarkan kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan kredit yang diberikan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah, pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur dikecualikan untuk jenis KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya.
BPD sebagai Penyalur KUR, Pelaksana KKP-E, KKPEN-RP dan KUPS BPD sebagai bank yang tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia berkesempatan menjadi bank yang fokus untuk pembangunan daerah. Total aset BPD yang mencapai Rp 363,35 triliun pada September 2012, dengan kecenderungannya yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat dijadikan sumber pembiayaan bagi daerah. Aset BPD mengalami pertumbuhan sebesar 27.20 persen. BPD menempati posisi terbesar keempat setelah Bank Mandiri, BRI dan BCA dari segi aset (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah, 2012).Kekuatan aset BPD menunjukkan potensinya dalam persaingan industri perbankan dan berperan dalam memberikan kontribusi lebih optimal bagi perekonomian khususnya di daerah. Keadaan ini sejalan dengan meningkatnya penyaluran kredit untuk sektor riil setiap tahunnya termasuk pertanian. Kredit yang tersalur untuk sektor riil dimaksudkan agar percepatan pembangunan dan perekonomian daerah terlaksana. BPD merupakan bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Kredit-kredit tersebut merupakan kredit program dari pemerintah yang wajib dijalankan oleh bank-bank pelaksana yang telah ditunjuk, termasuk BPD. Tabel 2 menunjukkan skim kredit program dari KUR, KKP-E, KPEN-RP dan KUPS oleh BPD untuk periode 2005 sampai 2011. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa BPD sebagai pelaksana kredit program akan membiayai sektor pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah. Misalnya di daerah Jawa Timur yang unggul dengan peternakan sapinya, maka BPD Jatim menjadi penyalur KUPS. Berbeda halnya dengan di Riau yang tidak memiliki pengembangan ternak melainkan lahan perkebunan sawit, maka BPD Riau menyalurkan KPEN-RP.
28
Tabel 2 Skim Kredit Program KUR, KKP-E, KPEN-RP dan KUPS oleh BPD untuk Periode 2005-2011. Kredit KUR Program BPD Bank Nagari, Pelaksana DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulut, Maluku, Papua, Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel Babel, Bengkulu, Lampung, Bali, NTT, Kaltim, Sulteng, Sultra dan Sulselbar.
KKP-E
KPEN-RP
KUPS
BPD Sumut, Sumbar, Sumsel, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, Sulsel, Kalsel, Papua, Riau.
BPD Sumut, Sumbar, Sumsel, Aceh, Kaltim, Papua, Riau.
BPD Jatim, Jateng, DIY, Nagari, Bali, NTT.
Hortikultura, perikanan, peternakan, tanaman pangan, alat pertanian. Maksimal 5 tahun.
Perluasan, rehabilitasi, peremajaan tanaman kelapa sawit, karet dan kakao. 1) kelapa sawit dan kakao: 13 tahun. 2) karet: 15 tahun.
usaha pembibitan sapi untuk produksi, bibit sapi potong dan bibit sapi perah. 6 tahun dapat diperpanjang sampai 24 bulan.
Kelapa sawit dan kakao: 7% Karet 6% BPD Sumbar Rp 11,57 miliar, BPD Sumut 589,14 miliar, dan BPD Sumsel Rp 21,66 miliar (2010).
5%
Usaha dibiayai
Usaha produktif.
Jangka Kredit Kembali
1) KMK maksimal 3 tahun dapat diperpanjang sampai 6 tahun. 2) KI maksimal 5 tahun dapat diperpanjang sampai 10 tahun.
Suku Bunga
KUR Mikro: 22% KUR Retail: 14%
Tebu: 7% Non: 6%
Kredit BPD tersalur
Juli 2012 ini telah mencapai Rp 7,8 triliun untuk UMKMK sebanyak 101.106. Ratarata kredit yang diterima debitur sebesar Rp 77,8 juta.
tahun 2010 telah menyalurkan Rp 170,43 miliar.
Target Rp 60 miliar tiap BPD penyalur.
29
Masalah
1) Sosialisasi kurang ; 2) Suku bunga KUR masih dirasakan cukup tinggi; 3) Kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria.
1) Bank kesulitan memilih debitur yang layak; 2) Debitur tidak dapat menyediakan agunan; 3) KKP-E hanya disalurkan melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.
1) Pemboikotan lahan karena kebun kelapa sawit merusak lingkungan; 2) Petani Peserta dan Koperasi belum memiliki kesepakatan dalam: pembagian luas lahan dan pembangunan kebun; 3) Lambatnya proses penetapan daftar nominatif petani; 4)Kurangnya koordinasi dinas terkait dengan BPD pelaksana; 5)Masih kurangnya tenaga pendamping.
1) Persyaratan administrasi sangat rumit; 2) Pembayaran subsidi 6 bulan sekali memberatkan BPD pelaksana, sehingga ada usulan untuk pembayaran subsidi dilaksanakan 3 bulan sekali.
Tabel 2 menjelaskan bahwa dengan adanya kredit program tersebut akan mendorong BPD dalam menyalurkan kreditnya untuk sektor pertanian. Kredit program yang semakin bervariasi menyebabkan kredit pertanian BPD yang tersalur akan semakin besar jumlahnya. Hal tersebut dibuktikan pula dengan data yang menunjukkan bahwa untuk periode 2005 sampai 2011 penyaluran kredit pertanian BPD selalu mengalami peningkatan. Gambar 6 menunjukkan penyaluran kredit pertanian BPD untuk periode 2005 sampai 2011 meningkat setiap tahunnya. 7,000
Miliar Rupiah
6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Kredit pertanian 1,640
2,030
2,275
3,182
3,721
4,498
6,121
Tahun
Gambar 6 Penyaluran Kredit Pertanian BPD Tahun 2005-2011 Sumber: Bank Indonesia, 2012.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Unit Root Test Uji stasioneritas digunakan untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung dalam variabel-variabel dari data time series. Hal tersebut penting dilakukan agar tidak terjadi regresi palsu (spurious regression). Variabel yang mengandung unit root akan menghasilkan regresi palsu. Regresi palsu adalah hasil estimasi menunjukkan bahwa antar variabel memiliki hubungan, tetapi kenyataannya tidak valid. Metode Augmented Dickey Fuller test merupakan metode untuk menguji stasioneritas atau melihat ada tidaknya regresi palsu. Nilai statistik ADF dari masing-masing variabel akan menunjukkan hasil dari uji ADF. Nilai statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon, maka menunjukkan data tersebut tidak memiliki unit root (stasioner). Uji stasioner dilakukan pada level terlebih dahulu untuk menentukan metode yang akan digunakan selanjutnya. Metode VAR akan digunakan jika data sudah stasioner di level. Tabel 3 menunjukkan bahwa hanya variabel NPL yang stasioner pada level, sehingga data perlu diuji lagi kestasioneritasannya di first difference. Semua variabel stasioner pada first difference setelah uji tersebut dilakukan. Hal ini mengindikasikan bahwa metode VECM akan digunakan. Tabel 3 Hasil Uji Stasioneritas
KP DPK CAR LDR NPL ROA
Level Nilai ADF Keterangan 0.9634 Tidak stasioner 0.1910 Tidak stasioner 0.7681 Tidak stasioner 0.2394 Tidak stasioner 0.0000 Stasioner 0.0510 Tidak stasioner
First Difference Nilai ADF Keterangan 0.0000 Stasioner 0.0000 Stasioner 0.0000 Stasioner 0.0000 Stasioner 0.0000 Stasioner 0.0001 Stasioner
SBKMK SBKI SBSBI INF
0.6516 0.6502 0.2590 0.5105
0.0000 0.0000 0.0340 0.0000
Variabel
Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner
Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Catatan: bercetak tebal menunjukkan stasioner pada taraf nyata 5 persen.
Hasil Uji Lag Optimum Uji lag optimum dilakukan untuk menghindari autokorelasi pada model. Panjang selang dicari dengan kriteria Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SC). Penghitungan AIC dan SC menunjukkan bahwa kriteria optimal berada di lag dua, artinya kejadian saat ini dipengaruhi oleh kejadian dua tahun sebelumnya. Lag dua dipilih karena pada dasarnya lag dua menghasilkan estimasi yang paling baik.
31
Tabel 4 Hasil Uji Lag Optimum Lag 0 1 2 3
AIC 23.60050 8.721217 8.777670 8.445939*
SC 23.89611 11.97294* 14.98550 17.60988
Catatan: tanda (*) menunjukkan lag yang optimum berdasar kriteria AIC dan SC
Hasil Uji Stabilitas VAR Uji stabilitas VAR dilakukan setelah panjang lag diketahui dari uji lag optimum. Uji stabilitas VAR perlu dilakukan untuk memastikan model yang digunakan, menghasilkan Impuls Respons Function (IRF) dan Forecasting Error Variance Decompositon (FEVD) yang valid dan konsisten. Model VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Semua model hasi uji stabilitas VAR dalam penelitian ini sudah stabil karena nilai modulusnya lebih kecil dari satu. Hasil uji stabilas VAR dapat dilihat pada lampiran 5.
Hasil Uji Kointegrasi Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan selang optimal sesuai dengan pengujian sebelumnya. Variabel yang tidak stasioner di level melainkan di first difference, meningkatkan potensi adanya hubungan kointegrasi antar variabel, sehingga uji kointegrasi perlu dilakukan. Tabel 5 menunjukkan jumlah persamaan yang terkointegrasi di dalam model. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai estimasi trace statistic dibandingkan dengan critical value, yang dalam penelitian ini digunakan sebesar 5 persen. Persamaan terkointegrasi jika nilai trace statistic lebih besar dari critical value. Terdapat lima persamaan terkointegrasi dalam penelitian ini. Adanya persamaan kointegrasi ini menunjukkan bahwa model estimasi VECM dapat dilakukan. Tabel 5 Hasil Uji Kointegrasi Hypothesized No.of CE(s) None* At most 1 At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 At most 7 At most 8 At most 9
Eigenvalue
Trace Statistic
0.584620 0.480193 0.388372 0.350804 0.296488 0.204462 0.191890 0.174277 0.059017 0.007982
287.8458 215.8038 162.1514 121.8375 86.41190 57.57498 38.81857 21.34786 5.645177 0.657143
0.05 Critical valuea 219.4016 179.5098 143.6691 111.7805 83.93712 60.06141 40.17493 24.27596 12.32090 4.129906
Catatan: tanda (*) menunjukkan persamaan yang terkointegrasi
Prob 0.0000* 0.0002* 0.0029* 0.0098* 0.0327* 0.0796 0.0681 0.1120 0.4806 0.4777
32
Hasil Uji Granger Causality Uji Granger Causality dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas dalam model. Jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari critical value, artinya terdapat hubungan kausalitas antar variabel. Hasil uji Granger Causality dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil yang didapatkan adalah tidak ada variabel yang saling menyebabkan satu sama lain, yaitu antara variabel kredit pertanian dengan variabel lainnya. Hasil uji Granger Causality menunjukkan bahwa kredit pertanian menyebabkan NPL, kredit pertanian menyebabkan LDR, kredit pertanian menyebabkan CAR dan kredit pertanian menyebabkan suku bunga SBI. Tabel 6 Hasil Uji Granger Causality Null Hypothesis SBKI does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause SBKI SBMK does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause SBMK NPL does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause NPL LDR does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause LDR CAR does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause CAR SBSBI does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause SBSBI DPK does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause DPK INF does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause INF SBKK does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause SBKK ROA does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause ROA
Probability 0.2590 0.2441 0.3042 0.2709 0.8404 9.E-05 * 0.9237 0.0336 * 0.1648 0.0108 * 0.8165 0.0075 * 0.3964 0.1234 0.8041 0.1231 0.2428 0.7978 0.5495 0.5941
Catatan: tanda (*) menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil dari critical value atau signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Hubungan Variabel Kinerja Mikroekonomi BPD dan Makroekonomi Indonesia terhadap Penyaluran Kredit Pertanian oleh BPD Hasil estimasi VECM dari variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi dapat dilihat pada Tabel 7. Suatu variabel dikatakan berpengaruh (signifikan) terhadap penyaluran kredit pertanian, apabila t-statistik lebih dari 1.96 (nilai t-statistik dimultakkan) pada taraf nyata 5 persen.
33
Tabel 7 Hasil Estimasi VECM Variabel
Koefisien Jangka pendek -0.066838 0.043787 -0.092055 0.000110 -0.013899 -0.008035 0.002631 -0.861521 -0.000773 -0.034165 0.010859 0.023475 -0.275049
t-statistik
Koefisien Jangka panjang
t-statistik
SBKI(-1)
0.344247
7.27441
SBKMK(-1) NPL(-1)
-0.189010 -6.31E-05
-6.29304 1.83931
LDR(-1) CAR(-1)
-0.006956 0.003021
-2.75558 0.90494
SBSBI(-1)
-0.016348
-2.04245
DPK(-1) INF(-1)
-0646508 -0.005094
-7.66766 -0.168447
SBKK(-1)
0.056598
1.34619
ROA(-1) C
0.101987 -2.061671
7.37574 -
D(KP(-1)) D(SBKI(-1)) D(SBKMK(-1)) D(NPL(-1)) D(LDR(-2)) D(CAR(-2)) D(SBSBI(-1)) D(DPK(-2)) D(INF(-1)) D(SBKK(-1)) D(ROA(-1)) C CointEq1 Variabel
-0.47428 1.09547 -1.95654 0.51661 -2.40374 -2.02953 0.10885 -2.51940 -0.24544 -1.12238 0.77895 2.68498 -2.73810
Catatan: cetak tebal menunjukkan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi dari Tabel 7 menunjukkan pengaruh dari variabel-variabel yang memengaruhi penyaluran kredit pertanian BPD secara siginifikan pada jangka pendek dan jangka panjang. Penyaluran kredit pertanian secara signifikan pada jangka pendek dipengaruhi oleh variabel LDR, CAR dan DPK. Penyaluran kredit pertanian BPD secara siginifikan pada jangka panjang dipengaruhi oleh variabel suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja, LDR, suku bunga SBI, DPK dan ROA. DPK signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka pendek secara negatif. Hal tersebut bisa saja terjadi karena ketika DPK BPD mengalami peningkatan baik itu dari tabungan, deposito maupun giro, tidak seketika itu juga disalurkan dalam bentuk kredit pertanian, begitu
34
sebaliknya. Adapun karakteristik DPK BPD yang didominasi oleh giro dan bersifat jangka pendek cenderung tidak likuid, dapat menjelaskan fenomena ini. CAR signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka pendek secara negatif. Hal tersebut bisa saja terjadi ketika kemampuan BPD dalam membayar kembali simpanan masyarakat mengalami peningkatan tidak seketika itu juga diaplikasikan dalam penyaluran kredit pertanian, begitu sebaliknya. LDR signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka pendek secara negatif. Hal tersebut bisa saja terjadi ketika kemampuan BPD dalam menyalurkan dananya mengalami peningkatan tidak seketika itu juga diaplikasikan dalam penyaluran kredit pertanian, begitu sebaliknya. Analisis ketiga variabel yaitu DPK, CAR dan LDR tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Perbedaan tersebut terjadi karena pada dasarnya pengaruh suatu variabel membutuhkan waktu dalam memengaruhi variabel lain. Alasan lain dari sisi BPD adalah BPD menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola dananya. Risiko sektor pertanian yang cenderung tinggi karena bergantung pada kondisi cuaca, membuat kebijakan BPD dalam menyalurkan kredit pertaniannya tidak seketika meningkat saat terjadi peningkatan kinerja. LDR signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang secara negatif. Terdapat dua hal yang dapat menjeleskan fenomena ini. Pertama, ketika LDR meningkat, proporsi kredit pertanian mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan BPD dalam menyalurkan dananya tidak disalurkan ke sektor pertanian, namun ke sektor lain yang memberikan imbal hasil lebih pasti. Kedua, ketika kemampuan BDP dalam menyalurkan dananya (LDR) menurun, proporsi kredit untuk pertanian meningkat. Hal ini terjadi karena sektor pertanian mendapatkan porsi kredit yang tidak dikurangi untuk sektor lain. Komponen penyusunan LDR terdiri dari kredit dan DPK. LDR akan meningkat jika proporsi peningkatan kredit lebih besar daripada proporsi peningkatan DPK, begitu sebaliknya DPK signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang secara negatif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan DPK dari tahun ke tahun sebagai sumber utama pemasukan bank yang berhasil dihimpun BPD, akan menurunkan proporsi kredit pertanian. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa BPD belum menunjukkan perannya sebagai bank yang didirikan untuk menopang pembiayaan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan proporsi kredit pertaniannya yang hanya 3 persen dari kredit total BPD (Bank Indonesia, 2011). Suku bunga kredit investasi signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang secara positif. Hal ini terjadi karena ketika suku bunga kredit investasi naik, maka bank harus meningkatkan penerimaannya untuk memenuhi kewajiban terhadap nasabah. Peningkatan penerimaan dilakukan dengan cara meningkatkan suku bunga kredit investasi yang secara langsung meningkatkan kredit pertanian BPD. Tingkat bunga dari kredit investasi yang lebih rendah dibandingkan modal kerja, jangka waktu pengembalian yang lama dan adanya sokongan subsidi pemerintah bisa jadi memengaruhi kebijakan BPD. Di samping kondisi petani Indonesia yang masih
35
memerlukan dana pengadaan teknologi baru, sehingga kredit investasi tertentu dengan suku bunga berapapun akan diserap oleh petani. Suku bunga kredit modal kerja signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang secara negatif. Suku bunga kredit modal kerja cenderung mengalami penurunan selama selang waktu tujuh tahun. Penurunan tersebut diikuti oleh peningkatan penyaluran kredit pertanian BPD. Kredit ini meliputi aktivitas operasional dengan jangka waktu maksimal satu tahun diantaranya pembelian pupuk atau benih. Artinya, petani Indonesia masih membutuhkan dana operasional dalam meningkatkan outputnya. Hal tersebut terbukti dengan adanya penurunan tingkat suku bunga kredit modal kerja, akan direspon petani dalam menyerap kredit tersalur oleh BPD. Dari sisi BPD, respon dari suku bunga yang menurun ini, merupakan rangsangan bagi petani agar dapat mengembangkan usahanya. Suku bunga SBI signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang secara negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa penyaluran kredit pertanian BPD responsif terhadap suku bunga SBI. BPD cenderung menempatkan dananya di BI daripada disalurkan ke sektor riil ketika suku bunga SBI meningkat. Dana yang tersimpan di BI menjanjikan tingkat pengembalian yang tinggi dengan risiko yang relatif rendah. Hal tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan sektor riil yang pada dasarnya mempunyai risiko yang lebih tinggi. Sebaliknya, ketika suku bunga SBI menurun, maka penyaluran kredit ke sektor pertanian akan meningkat. ROA signifikan berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang secara positif. ROA yang mencerminkan tingkat keuntungan yang dicapai BPD, jika mengalami peningkatan akan mendorong penyaluran kredit pertanian dalam jangka panjang, begitu sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa laba mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan penyaluran kredit pertanian BPD. Laba yang diperoleh BPD selain berpengaruh pada penyaluran kredit pertanian, juga digunakan untuk memenuhi hak stakeholoders. Ketika terjadi penurunan laba, hak stakeholders akan menjadi pertimbangan BPD sebelum menyalurkannya ke sektor riil.
Hasil Impuls Respons Function (IRF) Analisis IRF menjelaskan perbandingan respon kredit pertanian jika terjadi guncangan pada variabel lainnya. Guncangan yang terjadi pada suatu variabel biasanya tidak hanya ditransmisikan pada variabel itu sendiri tapi juga terhadap variabel lain. IRF pada panelitian ini dapat digunakan untuk mengukur pengaruh suatu guncangan pada suatu waktu kepada kredit pertanian pada saat tersebut dan di masa yang akan datang. Gambar 7a menunjukkan saat terjadi guncangan suku bunga kredit investasi, kredit pertanian meningkat dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai kestabilan pada periode ke-44, yaitu sebesar -5.79E-05 persen dari nilai awal sebelum terjadi guncangan.
36
Gambar 7b menunjukkan saat terjadi guncangan suku bunga kredit modal kerja, kredit pertanian meningkat dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai kestabilan pada periode ke-25, yaitu sebesar 0.0006 persen dari nilai awal sebelum terjadi guncangan.
a b Gambar 7 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan Suku Bunga Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Modal Kerja. Gambar 8a menunjukkan saat terjadi guncangan DPK, kredit pertanian meningkat dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai kestabilan pada periode ke-33, yaitu sebesar 0.00511 persen dari nilai awal sebelum terjadi guncangan. Gambar 8b menunjukkan saat terjadi guncangan NPL pertanian, kredit pertanian menurun dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai kestabilan pada periode ke-35, yaitu sebesar -0.00069 persen dari nilai awal sebelum terjadi guncangan.
a b Gambar 8 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan DPK dan Suku NPL. Gambar 9a menunjukkan saat terjadi guncangan LDR, kredit pertanian meningkat dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai kestabilan pada periode ke-27 sebesar 0.00681 persen dari nilai awal sebelum terjadi guncangan.
37
Gambar 9b menunjukkan saat terjadi guncangan inflasi, kredit pertanian menurun dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai kestabilan pada periode ke-30 sebesar -0.00168 persen dari nilai awal sebelum terjadi guncangan.
a b Gambar 9 Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan LDR dan inflasi. Gambar 10a menunjukkan saat terjadi guncangan CAR, menurun dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai periode ke-31, yaitu sebesar -01059 persen dari nilai awal guncangan. Gambar 10b menunjukkan saat terjadi guncangan ROA, menurun dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai periode ke-31, yaitu sebesar -0.00379 persen dari nilai awal guncangan.
kredit pertanian kestabilan pada sebelum terjadi kredit pertanian kestabilan pada sebelum terjadi
a b Gambar 10 Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan CAR dan ROA.
38
Gambar 11 menunjukkan saat terjadi guncangan suku bunga SBI, kredit pertanian menurun dalam jangka panjang. Responnya akan mencapai kestabilan pada periode ke-30, yaitu sebesar -0.00023 persen dari nilai awal sebelum terjadi guncangan.
Gambar 11 Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan Suku Bunga SBI. Hasil IRF menunjukkan bahwa guncangan terhadap variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia dapat menyebabkan kredit pertanian menurun ataupun meningkat. Guncangan suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja, DPK dan LDR akan menyebabkan peningkatan kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. Guncangan CAR, NPL, ROA, inflasi dan suku bunga SBI akan menyebabkan penurunan kredit pertanian dalam jangka panjang. Guncangan semua variabel terhadap kredit pertanian BPD memberikan pengaruh yang permanen karena waktu yang dibutuhkan untuk stabil lebih dari 12 bulan.
Hasil Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Gambar 12 menjelaskan Variance Decomposition yang memberikan proporsi pada fluktuasi pembiayaan pertanian. Periode pertama keragaman fluktuasi kredit pertanian didominasi oleh kredit pertanian itu sendiri sebesar 100 persen. Hal tersebut terus berlanjut sampai akhir periode namun dengan proporsi yang terus menurun. Keragaman mulai terlihat pada periode kedua. Variabel CAR memberikan keragaman paling besar terhadap kredit pertanian. Hal tersebut diikuti oleh variabel LDR, DPK dan ROA. Keempat variabel tersebut juga berkontribusi terhadap keragaman kredit pertanian dan mengalami peningkatan sampai akhir periode. Hal tersebut mengindikasikan bahwa CAR, LDR, DPK dan ROA merupakan variabel yang menyebabkan perubahan penyaluran kredit pertanian di masa yang akan datang.
39
Variabel seperti suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja dan NPL pertanian memiliki kontribusi yang menurun terhadap keragaman kredit pertanian sampai akhir periode. Variabel inflasi memiliki kontribusi yang cenderung stabil terhadap keragaman kredit pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja, NPL pertanian dan inflasi bukan faktor utama penyebab perubahan penyaluran kredit pertanian di masa yang akan datang.
Gambar 12 Variance Decomposition Kredit Pertanian. Catatan: KP (Kredit Pertanian), SBKMK (suku bunga kredit modal kerja), DPK (dana pihak ketiga), NPL (Non Performing Loan), LDR (Loan to Deposit Ratio), CAR (Capita Adequacy Ratio), ROA (Return on Asset), SBSBI (suku bunga SBI).
Penjelasan secara Keseluruhan Indonesia merupakan negara agraris yang rakyatnya bekerja sebagian besar sebagai petani. Kondisi sumberdaya yang potensial seharusnya bisa dimanfaatkan BPD untuk menentukan spesialisasinya sebagai bank yang fokus terhadap sektor pertanian. BPD yang dari segi filosofis didirikan salah satunya menjadi penopang pembiayaan pertanian, dapat berperan melalui penyaluran kredit untuk sektor tersebut dengan proporsi yang lebih besar daripada bank umum lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh dari keadaan kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia tidak seluruhnya berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian BPD. Pengaruh dari seluruh variabel yang signifikan memengaruhi penyaluran kredit pertanian BPD, mengarah kepada faktor dorongan untuk meningkatkan laba. Variabel kecukupan modal dan kondisi kesehatan BPD disalurkan untuk kegiatan usaha lain di luar pertanian, yang memberikan imbal hasil lebih pasti.
40
Jumlah kredit pertanian BPD setiap tahun meningkat untuk periode 2005 sampai 2011. Peningkatan kredit pertanian BPD tersebut ternyata jika dilihat proporsinya dari total kredit, masih terbilang sangat kecil. Proposi kredit pertanian dari total kredit tersalur pada tahun 2005 sebesar 3,65 persen. Tahun 2006 sebesar 3,62 persen. Tahun 2007 sebesar 3,16 persen. Tahun 2008 sebesar 3,30 persen. Tahun 2009 sebesar 3,08 persen. Tahun 2010 sebesar 3,12 persen dan tahun 2011 sebesar 3,40 persen. Rata-rata proporsi kredit pertanian terhadap total kredit tersalur untuk periode 2005 sampai 2011 sebesar 3,33 persen. Perkembangan BPD dalam menyalurkan kredit pertanian berdasar proporsinya terhadap total kredit belum menunjukkan peran BPD sebagai penopang pembiayaan pertanian. Karakteristik BPD yang hadir di daerah dan memiliki potensi untuk mengembangkan wilayah serta mengerti betul tentang kondisi daerah tersebut, tidak terlihat dalam penelitan ini. Tujuan berdirinya BPD yang tertera dalam UU nomor 13 Tahun 1963, yaitu untuk membiayai proyek investasi dan modal kerja termasuk di dalamnya sektor pertanian, belum sepenuhnya tercapai. Link yang tercipta antara BPD dengan Pemda adalah berupa dana Pemda yang disimpan sementara di BPD untuk realisasi APBD. Dana tersebut merupakan dana yang sifatnya jangka pendek. Dana yang disimpan sementara untuk realisasi APBD cenderung diendapkan, padahal sebenarnya bisa disalurkan dalam bentuk kredit investasi maupun modal kerja (Rokhim, 2012). Dampak dari hal tersebut adalah terhambatnya penyaluran kredit untuk sektor pertanian. Sektor pertanian relatif tidak dipilih menjadi sektor yang dibiayai karena tingkat pengembalian menunggu musim panen tiba. Gambar 13 menunjukkan proporsi DPK BPD yang terdiri dari giro, deposito dan tabungan. DPK BPD jika dikaji lebih lanjut didominasi oleh giro. Giro merupakan dana yang paling tidak stabil/volatile diantara tabungan dan deposito, walaupun tingkat pengembaliannya juga paling kecil. Proporsi tabungan dan deposito di BPD yang relatif kecil, membuat BPD sulit untuk menyalurkan kredit jangka panjang. Menurut Kasmir (2008), kredit jangka panjang adalah kredit yang jangka waktu pengembaliannya lebih dari tiga tahun. Itulah sebabnya ketika suku bunga investasi meningkat BPD akan terus melakukan ekspansi kredit supaya penerimaannya tidak menurun.
Miliar Rupiah
200,000 150,000 100,000 50,000 0 Tahun tabungan
2005
2006
2007
2008
2009
2010
17,107
25,008
33,205
37,497
43,724
53,595
deposito
17,475
29,365
31,750
34,877
44,148
67,365
giro
50,631
74,692
69,123
70,653
63,553
61,725
Gambar 13 Komposisi Giro, Deposito dan Tabungan pada BPD. Sumber: Bank Indonesia, 2011.
41
Adapun implikasi lain dari DPK BPD yang didominasi giro adalah kecilnya jumlah kredit yang disalurkan oleh BPD. Giro merupakan instrumen jangka pendek, sehingga sewaktu-waktu harus dapat dicairkan. Hal tersebut yang menjadi penyebab terhambatnya penyaluran kredit pertanian BPD karena BPD harus selalu mencadangkan dana apabila giro sewaktu-waktu dicairkan. Total penyaluran kredit termasuk untuk sektor pertanian BPD memang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun alokasi dana BPD dalam bentuk SBI juga sangat tinggi. Tahun 2005 dana BPD dalam bentuk SBI mencapai 42,95 persen dari total DPK yang dihimpun. Bahkan pada tahun 2006 mencapai lebih dari setengah DPK disimpan dalam bentuk SBI, yaitu sebesar 53,89 persen. Tahun 2007 sampai 2011 persentasi DPK yang disimpan dalam bentuk SBI berturut-turut sebesar 46,78 persen, 32,09 persen, 21,41 persen 25,79 persen dan 28,36 persen. Dana yang tersimpan di BI pada dasarnya menjanjikan tingkat pengembalian yang tinggi dengan risiko yang relatif rendah. Penempatan dana BPD di BI juga bukan merupakan hal yang melanggar aturan, namun fungsi intermediasi BPD kepada daerah adalah hal yang lebih utama. Penyaluran kredit ke sektor riil terutama pertanian memang memiliki risiko tinggi, namun itulah sebenarnya fungsi kehadiran BPD sebagai solusi kesulitan modal yang selama ini terjadi. 250,000
Miliar Rupiah
200,000 150,000 100,000 50,000 0 Tahun SBI BPD
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 36,628 69,589 62,827 45,986 32,609 47,372 66,726
Kredit Tersalur
44,931 55,955 71,881 96,385 120,754 143,707 175,702
Kredit pertanian 1,640 2,030 2,275 3,182 3,721 4,498 6,121 DPK 85,283 129,141 134,287 143,262 152,251 183,624 235,265
Gambar 14 Tren SBI BPD, Total Kredit, Kredit Pertanian dan DPK. Sumber: Bank Indonesia, 2011. BPD memiliki kewajiban kepada nasabahnya termasuk Pemda sebagai pemegang saham terbesarnya. Pendapatan BPD dari laba menjadi suatu hal yang penting bagi BPD. Peningkatan laba bagi BPD selain digunakan untuk memenuhi kewajibannya kepada pemegang saham, juga akan meningkatkan proporsi kredit yang akan disalurkannya. Alasan BPD menempatkan dana sebagian besar berupa SBI bisa jadi karena BPD harus mendongkrak perolehan labanya.
42
Sektor pertanian bukan merupakan sektor yang dipilih BPD untuk dibiayai karena sektor tersebut memiliki risiko ketidakpastian yang tinggi. Sektor pertanian memiliki ketergantungan kepada cuaca dan iklim yang sulit untuk diramalkan kondisinya. BPD dalam menyalurkan kreditnya lebih cenderung menempatkannya pada sektor yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih pasti yaitu sektor perdagangan, hotel dan restauran. Peran BPD yang tergoyahkan salah satunya karena faktor eksternal, yaitu berupa regulasi dari pemerintah. BPD dalam kondisi saat ini, bersaing dengan bank komersil lainnya. Regulasi pemerintah sebaiknya ditekankan pada kejelasan lingkup BPD dalam menjalankan kegiatan usahanya lengkap dengan lembaga penjaminan. Giro, deposito dan tabungan merupakan kriteria DPK yang berjangka pendek, sehingga sulit disalurkan untuk kredit jangka panjang. Kredit untuk sektor pertanian memiliki jangka waktu yang relatif panjang karena imbal hasil menunggu masa panen, padahal dana dibutuhkan sebelum pra panen. Langkah yang bisa ditempuh BPD, yaitu dengan menerbitkan obligasi agar dapat mendukung pembiayaan pertanian jangka panjang. Hal lain yang perlu dilakukan BPD adalah melakukan pembinaan kepada petani yang mendapatkan kredit pertanian, untuk mengurangi risiko gagal bayar. Peran serta pemerintah dalam rangka mendorong pembangunan pertanian yang berkelanjutan diperlukan sebagai regulator. Pemerintah perlu menyediakan lembaga penjaminan yang memadai bagi BPD sebagai dukungan dari kredit pertanian yang disalurkannya. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan keberadaan para petani yang tidak memiliki sertifikat tanah yang bisa digunakan untuk agunan kredit di BPD. Adanya kepemilikan sertifikat tanah akan mempermudah realisasi kredit bagi petani.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perkembangan BPD dalam menyalurkan kredit pertanian cenderung mengalami peningkatan dari periode 2005 sampai 2011. Peningkatan kredit pertanian BPD tersebut ternyata jika dilihat proporsinya dari total kredit, masih terbilang sangat kecil. Proporsi kredit pertanian dari total kredit yang disalurkan BPD, rata-rata sebesar 3,33 persen untuk periode 2005 sampai 2011. Perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD dari proporsinya terhadap total kredit, menjelaskan bahwa BPD belum menunjukkan perannya sebagai penopang sektor pertanian. Variabel kinerja mikroekonomi BPD yaitu DPK, CAR dan LDR berpengaruh signifikan secara negatif pada jangka pendek, dalam penyaluran kredit pertaniannya. Variabel kinerja mikroekonomi BPD yaitu ROA berpengaruh signifikan secara positif, sedangkan DPK dan LDR berpengaruh signifikan secara negatif, pada jangka panjang, dalam penyaluran kredit pertaniannya. Guncangan ROA, CAR dan NPL pertanian mengakibatkan penurunan kredit pertanian dalam
43
jangka panjang. Guncangan DPK dan LDR mengakibatkan peningkatan kredit pertanian jangka panjang. Variabel makroekonomi Indonesia yaitu suku bunga SBI dan suku bunga kredit modal kerja berpengaruh signifikan secara negatif, sedangkan suku bunga kredit investasi berpengaruh signifikan secara positif, pada jangka panjang, dalam penyaluran kredit pertanian BPD. Guncangan suku bunga SBI dan inflasi mengakibatkan penurunan jangka panjang. Guncangan suku bunga kredit investasi dan modal kerja mengakibatkan peningkatan kredit pertanian jangka panjang. Variabel CAR, LDR, DPK dan ROA adalah variabel yang yang memberikan kontribusi terhadap keragaman kredit pertanian dan mengalami peningkatan sampai akhir periode. Artinya, variabel tersebut merupakan faktor utama yang menyebabkan perubahan penyaluran kredit pertanian di masa yang akan datang. Variabel selain CAR, LDR, DPK dan ROA bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan perubahan penyaluran kredit pertanian di masa yang akan datang.
Saran 1. Merevitalisasi BPD dalam rangka menentukan kejelasan lingkup BPD dalam menjalankan kegiatan usahanya. Hal tersebut dilandasi oleh UU nomor 13 Tahun 1962 tentang filosofi BPD dan sesuai dengan ruang yang diberikan Asosiasi Perbankan Indonesia (API) sebagai bank yang fokus pada segmen pasar tertentu sebagai spesialisasi kegiatan operasionalnya. 2. Perlu adanya jaminan dari pemerintah atas penerbitan saham oleh BPD agar penyaluran kredit jangka panjangnya tepat sasaran. BPD apabila dinyatakan sebagai bank pembangunan tidak bisa mengandalkan sumber dana jangka pendek (giro, tabungan dan deposito). 3. Bank Indonesia dapat berkontribusi untuk membangun sektor pertanian melalui penetapan suku bunga SBI. Suku bunga SBI yang rendah akan diikuti oleh rendahnya suku bunga kredit investasi dan modal kerja. Penetapan suku bunga investasi dan modal kerja yang rendah akan direspon petani dalam menjalankan usahanya. 4. Pemerintah seharusnya mempermudah proses pengadaan sertifikat tanah agar petani tidak kesulitan dalam pengajuan agunan sehingga dapat mengakses kredit di perbankan. Pemerintah juga perlu menciptakan kredit program yang lain agar bank pelaksana semakin terdorong menyalurkan kreditnya. 5. Bank-bank yang fokus dalam pembangunan pertanian sebaiknya memberikan bantuan berupa pola pembayaran yang sesuai dengan karakteristik sektor pertanian yang hasilnya bersifat musiman. Selama ini petani mengalami kesulitan karena pola pembayaran kredit pertanian di perbankan dengan sistem bulanan. 6. Meningkatkan kinerja dan manajemen aset yang ditekankan pada aspek modal agar pondasi keuangan BPD kuat. 7. Komitmen pemegang saham (Pemda), diarahkan untuk lebih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan penduduk. Komitmen tersebut diwujudkan dalam kebijakan yang aplikatif dimana dana realisasi ABPD disalurkan dalam bentuk kredit investasi dan modal kerja.
44
DAFTAR PUSTAKA Aprianti W. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Pertanian oleh Bank Syariah di Indonesia. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Arisandi D. 2007. Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Buletin Studi Ekonomi, 12:134-147. Asosiasi Bank Pembangunan Daerah. 2012. “Perkembangan Aset BPD”. [Asbanda Online].http://www.asbanda.com/index.php?option=com _phocagallery&view=category&id=2&Itemid=155. [20 November 2012]. Bank Indonesia. 2005-2011. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. http://www.bi.go.id. [20 November 2012]. Bank Indonesia. 2005-2011. Statistik Perbankan Indonesia. http://www.bi.go.id [20 November 2012]. Bangun DS 2012. Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya terhadap Makroekonomi Indonesia. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Budiarti A. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sustainibility Perbankan di Indonesia. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Dendawijaya. 2005. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia: Bogor. Enders, W. 2004. Applied Econometrics Time Series. 2th ed. Amerika: University of Alabama. Endri. 2009. Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan Melalui Peningkatan Fungsi Intermediasi dan Efisiensi Bank Pembangunan Daerah (BPD). Jurnal Keuangan dan Perbankan. 13: 120-134. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. IPB Press: Bogor . Gujarati D. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Erlangga: Jakarta. Habibi K. 2004. Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit Rupiah di Indonesia Periode 1994-2003. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Hutagaol, EI. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis (Kasus pada BRI Unit Cigombong-Bogor. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Ichsan M. “UU no 13 tahun 1962 Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1962 NOMOR 59. Irianto SG. 2012. Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi-Skim Bersubsidi untuk Petani. Kementrian Pertanian, 10-18. Juanda B. Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi. IPB Press: Bogor. Judisseno R. 2002. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan. Raja Graffindo Persada: Jakarta.
45
Khandker S, Faruqee R. 2003. The Impact of Farm Credit in Pakistan. Working Paper, 2653. Komite Kredit Usaha Rakyat. 2012. “Sebaran Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode November 2007-Juli 2012”. [Komite-KUR online]. http://komitekur.com/article-58-sebaran-penyaluran-kredit-usaha-rakyat-periodenovember-2007-juli-2012.asp. [15 Desember 2012]. Latumerissa JR. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Salemba Empat: Jakarta. Meydianawati LG. 2007. Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM di Indonesia. Buletin Studi Ekonomi, 12: 2. Mishkin, F. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Graffindo: Jakarta. Pasha R. 2009. Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit serta Identifikasi Peluang Ekspansi Pembiayaan Kredit Sektoral di Wilayah Kerja KBI Malang. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 13: 148-164. Pasaribu S, Sayaka B, Sejati WK, Setiyanto A, Hestina J, Situmorang J. 2007. Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian. Seminar Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Pratama BA. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2005-2009). [Thesis]. Universitas Diponegoro. Retnadi, D. 2006. Kenali Kinerja Bank dan Pelayanannya. Gramedia: Jakarta. Ritonga JT, Pratomo WA, Lubis I, Hidayat P. 2008. Peranan Bank dalam Mendukung Kredit Pangan dan Energi di Sumatra Utara. Jurnal Kredit Pertanian. Rokhim R. 2012. Mengikis Ketergantungan Utang Optimalisasi Dana Daerah. [UNI SOSIAL DEMOKRAT ONLINE]. http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=74. [20 Desember 2012]. Simorangkir, O. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank. Ghalia Indonesia. Bogor. Sinungan. 2000. Manajemen Bisnis. Bumi Aksara: Jakarta. Sunarsip. 2008. Relasi Bank Pembangunan Daerah dan Perekonomian Daerah. [Republika Online]. http://www.iei.or.id. Supriatna, A. 2009. Pola Pelayanan Pembiayaan Sistem Kredit Mikro Usaha Tani di Tingkat Pedesaan. Jurnal Litbang Pertanian, 28: 111-118. Trisdiani H. 2010. Pengaruh CAR, NPL dan ROA terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja. [Skripsi]. Universitas Diponegoro. Warjiyo P. 2004. Kebanksentralan. Bank Indonesia: Jakarta. Wicaksono AR. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank BRI di Indonesia. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
46
LAMPIRAN
Uji Stasioneritas CAR 26
24
22
20
18
16
14 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Level Null Hypothesis: CAR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 11 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.637626 -4.090602 -3.473447 -3.163967
0.7681
t-Statistic
Prob.*
-9.300924 -3.524233 -2.902358 -2.588587
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. First Difference Null Hypothesis: D(CAR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. DPK 12.6 12.4 12.2 12.0 11.8 11.6 11.4 11.2 11.0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
47
Null Hypothesis: DPK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.830198 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.1910
t-Statistic
Prob.*
-8.840751 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(DPK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
INF 20
16
12
8
4
0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-1.536063 -3.511262 -2.896779 -2.585626
0.5105
48
Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.511074 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
KP 8.8
8.4
8.0
7.6
7.2
6.8 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Null Hypothesis: KP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
0.092696 -3.511262 -2.896779 -2.585626
0.9634
t-Statistic
Prob.*
-10.00107 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(KP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
49
LDR 80 75 70 65 60 55 50 45 40 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Null Hypothesis: LDR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.700214 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.2394
t-Statistic
Prob.*
-9.881127 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LDR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
NPL 350
300
250
200
150
100
50 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
50
Null Hypothesis: NPL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.711179 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-8.114600 -3.513344 -2.897678 -2.586103
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NPL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
ROA 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Null Hypothesis: ROA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on Modified HQ, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-2.888474 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0510
51
Null Hypothesis: D(ROA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on Modified HQ, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-13.03065 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
SBKI 17
16
15
14
13
12
11 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Null Hypothesis: SBKI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on Modified HQ, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.890809 -4.075340 -3.466248 -3.159780
0.6502
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBKI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on Modified HQ, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-9.022908 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0000
52
SBKMK 18
17
16
15
14
13
12 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Null Hypothesis: SBKMK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.888381 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.6516
t-Statistic
Prob.*
-9.464689 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBKMK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
SBSBI 13 12 11 10 9 8 7 6 5 2005
2006
2007
2008
2009
Null Hypothesis: SBSBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
2010
2011
53
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.065649 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.2590
t-Statistic
Prob.*
-3.056298 -3.512290 -2.897223 -2.585861
0.0340
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBSBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 03/01/13 Time: 15:03 Sample: 2005M01 2011M12 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
SBKI does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause SBKI
82
1.37498 1.43643
0.2590 0.2441
SBKMK does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause SBKMK
82
1.20864 1.32856
0.3042 0.2709
DPK does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause DPK
82
0.93653 2.15054
0.3964 0.1234
NPL does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause NPL
82
0.17432 10.5935
0.8404 9.E-05
LDR does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause LDR
82
0.07948 3.54794
0.9237 0.0336
INF does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause INF
82
0.21864 2.15289
0.8041 0.1231
CAR does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause CAR
82
1.84581 4.80975
0.1648 0.0108
ROA does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause ROA
82
0.60339 0.52429
0.5495 0.5941
SBSBI does not Granger Cause KP KP does not Granger Cause SBSBI
82
0.20332 5.21707
0.8165 0.0075
54
Uji Kointegrasi Date: 03/01/13 Time: 15:05 Sample (adjusted): 2005M03 2011M12 Included observations: 82 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend Series: KP SBKI SBKMK DPK NPL LDR INF CAR ROA SBSBI Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 * At most 4 * At most 5 At most 6 At most 7 At most 8 At most 9
0.584620 0.480193 0.388372 0.350804 0.296488 0.204462 0.191890 0.174277 0.059017 0.007982
287.8458 215.8038 162.1514 121.8375 86.41190 57.57498 38.81857 21.34786 5.645177 0.657143
219.4016 179.5098 143.6691 111.7805 83.93712 60.06141 40.17493 24.27596 12.32090 4.129906
0.0000 0.0002 0.0029 0.0098 0.0327 0.0796 0.0681 0.1120 0.4806 0.4777
Trace test indicates 5 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-value Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 At most 7 At most 8 At most 9
0.584620 0.480193 0.388372 0.350804 0.296488 0.204462 0.191890 0.174277 0.059017 0.007982
72.04201 53.65245 40.31380 35.42564 28.83692 18.75641 17.47071 15.70269 4.988034 0.657143
61.03407 54.96577 48.87720 42.77219 36.63019 30.43961 24.15921 17.79730 11.22480 4.129906
0.0031 0.0675 0.2973 0.2563 0.3033 0.6378 0.3086 0.1005 0.4790 0.4777
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Uji Optimum Lag VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: KP SBKI SBKMK DPK NPL LDR INF CAR ROA SBSBI Exogenous variables: C Date: 03/01/13 Time: 15:05 Sample: 2005M01 2011M12 Included observations: 8
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
0 1 2 3
-945.8202 -243.2093 -145.4956 -32.06052
NA 1214.389 144.7609 140.0434*
0.008411 2.95e-09* 3.47e-09 3.32e-09
23.60050 8.721217 8.777670 8.445939*
23.89611 11.97294* 14.98550 17.60988
* indicates lag order selected by the criterion
55
Uji Stabilitas VAR
Root 0.997280 0.914953 - 0.173350i 0.914953 + 0.173350i 0.891162 - 0.098343i 0.891162 + 0.098343i 0.752454 - 0.475648i 0.752454 + 0.475648i 0.825434 - 0.175849i 0.825434 + 0.175849i 0.454461 - 0.638820i 0.454461 + 0.638820i -0.656566 - 0.324241i -0.656566 + 0.324241i 0.223672 - 0.681629i 0.223672 + 0.681629i -0.051126 + 0.706443i -0.051126 - 0.706443i -0.190329 + 0.641708i -0.190329 - 0.641708i -0.444421 - 0.418824i -0.444421 + 0.418824i 0.060145 - 0.586643i 0.060145 + 0.586643i 0.462893 + 0.321726i 0.462893 - 0.321726i 0.526898 -0.523492 -0.478871 0.060419 - 0.473686i 0.060419 + 0.473686i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.997280 0.931230 0.931230 0.896572 0.896572 0.890184 0.890184 0.843957 0.843957 0.783980 0.783980 0.732264 0.732264 0.717390 0.717390 0.708291 0.708291 0.669339 0.669339 0.610675 0.610675 0.589718 0.589718 0.563717 0.563717 0.526898 0.523492 0.478871 0.477523 0.477523
56 VECM Lag 2 Cointegrating Eq:
CointEq1
KP(-1)
1.000000
SBKI(-1)
0.344247 (0.04732) [ 7.27441]
SBKMK(-1)
-0.189010 (0.03003) [-6.29304]
DPK(-1)
-0.646508 (0.08432) [-7.66766]
NPL(-1)
-6.31E-05 (0.00021) [-0.29995]
LDR(-1)
-0.006956 (0.00252) [-2.75558]
INF(-1)
-0.005094 (0.00302) [-1.68447]
CAR(-1)
0.003021 (0.00334) [ 0.90494]
ROA(-1)
0.101987 (0.01383) [ 7.37574]
SBSBI(-1)
-0.016348 (0.00800)
57
[-2.04245] C Error Correction:
-2.061671 D(KP)
D(SBKI)
D(SBKMK)
D(DPK)
D(NPL)
D(LDR)
D(INF)
D(CAR)
D(ROA)
D(SBSBI)
CointEq1
-0.275049 (0.10045) [-2.73810]
-0.989638 (0.34940) [-2.83239]
-0.598939 (0.29424) [-2.03558]
0.367630 (0.12911) [ 2.84745]
-37.06231 (62.8749) [-0.58946]
-16.29210 (7.01710) [-2.32177]
4.398374 (3.67644) [ 1.19637]
-9.596800 (3.09492) [-3.10082]
-0.822452 (0.99902) [-0.82326]
2.034679 (0.48567) [ 4.18942]
D(KP(-1))
-0.066838 (0.14092) [-0.47428]
0.284618 (0.49017) [ 0.58065]
0.160210 (0.41278) [ 0.38812]
-0.274704 (0.18113) [-1.51665]
51.34130 (88.2073) [ 0.58205]
16.66117 (9.84430) [ 1.69247]
-5.529376 (5.15769) [-1.07206]
14.50133 (4.34187) [ 3.33988]
0.227658 (1.40152) [ 0.16244]
-0.843841 (0.68135) [-1.23849]
D(KP(-2))
0.119895 (0.13405) [ 0.89442]
0.248920 (0.46626) [ 0.53387]
0.316109 (0.39264) [ 0.80508]
0.017598 (0.17229) [ 0.10214]
23.05983 (83.9033) [ 0.27484]
0.019328 (9.36396) [ 0.00206]
-0.301046 (4.90602) [-0.06136]
7.713250 (4.13002) [ 1.86761]
-0.095740 (1.33314) [-0.07182]
-0.645120 (0.64810) [-0.99540]
D(SBKI(-1))
0.043787 (0.03997) [ 1.09547]
0.103909 (0.13903) [ 0.74739]
0.301044 (0.11708) [ 2.57127]
0.069176 (0.05137) [ 1.34653]
12.17644 (25.0187) [ 0.48669]
-5.054198 (2.79219) [-1.81012]
-3.006764 (1.46290) [-2.05534]
1.138350 (1.23151) [ 0.92435]
0.001881 (0.39752) [ 0.00473]
-0.551987 (0.19325) [-2.85628]
D(SBKI(-2))
0.075671 (0.04098) [ 1.84647]
-0.235174 (0.14254) [-1.64984]
0.265281 (0.12004) [ 2.20997]
-0.129980 (0.05267) [-2.46773]
24.42227 (25.6509) [ 0.95210]
6.502006 (2.86274) [ 2.27125]
-2.248020 (1.49987) [-1.49881]
2.200582 (1.26263) [ 1.74286]
-0.956943 (0.40757) [-2.34795]
-0.312807 (0.19814) [-1.57874]
D(SBKMK(-1))
-0.092055 (0.04705) [-1.95654]
-0.095225 (0.16365) [-0.58188]
-0.254135 (0.13781) [-1.84405]
0.058857 (0.06047) [ 0.97331]
-23.60342 (29.4492) [-0.80150]
-2.920866 (3.28665) [-0.88871]
2.283417 (1.72196) [ 1.32605]
-0.994750 (1.44959) [-0.68623]
-0.102499 (0.46792) [-0.21905]
0.376290 (0.22748) [ 1.65419]
D(SBKMK(-2))
-0.075334 (0.04310) [-1.74795]
0.038279 (0.14991) [ 0.25535]
-0.347467 (0.12624) [-2.75244]
0.009100 (0.05539) [ 0.16429]
-51.13258 (26.9760) [-1.89548]
0.608302 (3.01064) [ 0.20205]
0.167908 (1.57735) [ 0.10645]
-2.117356 (1.32785) [-1.59457]
0.565454 (0.42862) [ 1.31924]
0.320019 (0.20837) [ 1.53579]
D(DPK(-1))
0.310081 (0.33727) [ 0.91938]
-0.949754 (1.17312) [-0.80959]
-0.521829 (0.98790) [-0.52822]
0.678854 (0.43349) [ 1.56604]
10.25829 (211.105) [ 0.04859]
-23.21305 (23.5601) [-0.98527]
4.866741 (12.3438) [ 0.39427]
-41.92512 (10.3913) [-4.03463]
-7.392215 (3.35424) [-2.20384]
-0.592976 (1.63065) [-0.36364]
58
D(DPK(-2))
-0.861521 (0.34196) [-2.51940]
-1.103385 (1.18941) [-0.92767]
0.328997 (1.00162) [ 0.32846]
-0.673724 (0.43950) [-1.53292]
-224.2791 (214.036) [-1.04786]
33.86155 (23.8873) [ 1.41756]
-3.476147 (12.5152) [-0.27775]
-4.783403 (10.5356) [-0.45402]
-0.775153 (3.40081) [-0.22793]
5.102963 (1.65330) [ 3.08654]
D(NPL(-1))
0.000110 (0.00021) [ 0.51661]
0.000561 (0.00074) [ 0.75576]
-0.000905 (0.00063) [-1.44761]
-0.000171 (0.00027) [-0.62348]
0.149366 (0.13362) [ 1.11783]
0.016120 (0.01491) [ 1.08093]
-0.000461 (0.00781) [-0.05903]
-0.013715 (0.00658) [-2.08527]
-0.002821 (0.00212) [-1.32873]
-0.000490 (0.00103) [-0.47458]
D(NPL(-2))
-0.000414 (0.00022) [-1.88206]
-0.000266 (0.00076) [-0.34737]
0.000571 (0.00064) [ 0.88706]
-0.000425 (0.00028) [-1.50556]
-0.278919 (0.13762) [-2.02675]
0.023529 (0.01536) [ 1.53194]
-0.001337 (0.00805) [-0.16612]
-0.007163 (0.00677) [-1.05746]
0.001983 (0.00219) [ 0.90691]
0.000104 (0.00106) [ 0.09773]
D(LDR(-1))
0.005128 (0.00611) [ 0.83928]
-0.019521 (0.02125) [-0.91849]
-0.012413 (0.01790) [-0.69353]
0.011746 (0.00785) [ 1.49559]
-1.428451 (3.82463) [-0.37349]
-0.476604 (0.42684) [-1.11658]
0.077173 (0.22363) [ 0.34508]
-0.618203 (0.18826) [-3.28374]
-0.096462 (0.06077) [-1.58734]
-0.011710 (0.02954) [-0.39636]
D(LDR(-2))
-0.013899 (0.00578) [-2.40374]
-0.019594 (0.02011) [-0.97423]
0.004499 (0.01694) [ 0.26567]
-0.009478 (0.00743) [-1.27533]
-4.965164 (3.61917) [-1.37191]
0.429970 (0.40391) [ 1.06451]
-0.064694 (0.21162) [-0.30571]
-0.130053 (0.17815) [-0.73002]
0.012364 (0.05750) [ 0.21500]
0.094277 (0.02796) [ 3.37236]
D(INF(-1))
-0.000773 (0.00315) [-0.24544]
-0.006391 (0.01095) [-0.58366]
-0.010053 (0.00922) [-1.09025]
0.000881 (0.00405) [ 0.21779]
2.676144 (1.97046) [ 1.35813]
-0.075417 (0.21991) [-0.34294]
-0.042543 (0.11522) [-0.36925]
-0.012780 (0.09699) [-0.13176]
-0.053633 (0.03131) [-1.71303]
0.046421 (0.01522) [ 3.04986]
D(INF(-2))
-0.002748 (0.00342) [-0.80303]
0.000926 (0.01190) [ 0.07779]
-0.006557 (0.01002) [-0.65411]
0.004718 (0.00440) [ 1.07254]
1.064178 (2.14213) [ 0.49678]
-0.174467 (0.23907) [-0.72977]
-0.380798 (0.12526) [-3.04018]
-0.068018 (0.10544) [-0.64507]
-0.002361 (0.03404) [-0.06938]
0.001495 (0.01655) [ 0.09037]
D(CAR(-1))
-0.005632 (0.00404) [-1.39359]
0.001862 (0.01406) [ 0.13245]
0.022159 (0.01184) [ 1.87201]
0.000195 (0.00519) [ 0.03747]
1.126373 (2.52942) [ 0.44531]
-0.201569 (0.28229) [-0.71404]
0.077320 (0.14790) [ 0.52278]
-0.186153 (0.12451) [-1.49512]
-0.012603 (0.04019) [-0.31357]
-0.005528 (0.01954) [-0.28295]
D(CAR(-2))
-0.008035 (0.00396) [-2.02953]
0.006841 (0.01377) [ 0.49677]
-0.004504 (0.01160) [-0.38840]
-0.006848 (0.00509) [-1.34579]
-7.144362 (2.47795) [-2.88317]
0.232587 (0.27655) [ 0.84103]
-0.007772 (0.14489) [-0.05364]
-0.038942 (0.12197) [-0.31926]
-0.005983 (0.03937) [-0.15195]
0.009339 (0.01914) [ 0.48790]
59
D(ROA(-1))
0.010859 (0.01394) [ 0.77895]
0.051894 (0.04849) [ 1.07021]
0.011988 (0.04083) [ 0.29357]
-0.039351 (0.01792) [-2.19626]
1.494440 (8.72569) [ 0.17127]
2.699933 (0.97382) [ 2.77251]
0.008785 (0.51021) [ 0.01722]
0.346266 (0.42951) [ 0.80619]
-0.495674 (0.13864) [-3.57520]
-0.122189 (0.06740) [-1.81288]
D(ROA(-2))
0.006448 (0.01272) [ 0.50682]
0.031177 (0.04425) [ 0.70455]
0.002912 (0.03726) [ 0.07814]
-0.003677 (0.01635) [-0.22486]
16.19438 (7.96310) [ 2.03368]
0.086945 (0.88871) [ 0.09783]
-0.313686 (0.46562) [-0.67369]
1.166630 (0.39197) [ 2.97631]
0.027017 (0.12653) [ 0.21353]
-0.036222 (0.06151) [-0.58887]
D(SBSBI(-1))
0.002631 (0.02417) [ 0.10885]
-0.036026 (0.08407) [-0.42853]
0.081363 (0.07080) [ 1.14926]
-0.021913 (0.03106) [-0.70540]
-15.41099 (15.1284) [-1.01868]
1.213739 (1.68839) [ 0.71887]
4.247688 (0.88459) [ 4.80186]
-1.379027 (0.74467) [-1.85186]
-0.416970 (0.24037) [-1.73467]
0.687237 (0.11686) [ 5.88098]
D(SBSBI(-2))
-0.001503 (0.02430) [-0.06186]
0.011748 (0.08451) [ 0.13902]
0.004440 (0.07117) [ 0.06239]
0.024925 (0.03123) [ 0.79815]
2.349960 (15.2080) [ 0.15452]
-1.734715 (1.69728) [-1.02206]
-1.260707 (0.88925) [-1.41772]
1.151859 (0.74859) [ 1.53870]
0.682081 (0.24164) [ 2.82272]
0.103477 (0.11747) [ 0.88086]
C
0.023475 (0.00874) [ 2.68498]
-0.033259 (0.03041) [-1.09365]
-0.062702 (0.02561) [-2.44837]
0.019577 (0.01124) [ 1.74211]
2.846811 (5.47250) [ 0.52020]
-0.326643 (0.61075) [-0.53482]
-0.061402 (0.31999) [-0.19189]
0.397765 (0.26938) [ 1.47662]
0.104652 (0.08695) [ 1.20355]
-0.067704 (0.04227) [-1.60164]
0.320958 0.079265 0.077730 0.036297 1.327960 166.4988 -3.567872 -2.917527 0.018108 0.037827
0.298385 0.048657 0.940409 0.126250 1.194841 65.52952 -1.074803 -0.424459 -0.053338 0.129439
0.324514 0.084086 0.666899 0.106317 1.349738 79.44841 -1.418479 -0.768135 -0.057802 0.111090
0.362758 0.135943 0.128404 0.046651 1.599358 146.1704 -3.065937 -2.415593 0.013914 0.050187
0.359164 0.131070 30452.67 22.71887 1.574630 -355.0780 9.310567 9.960911 2.185185 24.37217
0.400452 0.187054 379.3025 2.535519 1.876548 -177.4614 4.924972 5.575316 0.291605 2.812134
0.442252 0.243731 104.1181 1.328425 2.227739 -125.1026 3.632164 4.282508 -0.061975 1.527563
0.542830 0.380109 73.78543 1.118303 3.335945 -111.1559 3.287799 3.938143 -0.107654 1.420370
0.529917 0.362599 7.688074 0.360980 3.167127 -19.56548 1.026308 1.676652 -0.007531 0.452144
0.783227 0.706070 1.816994 0.175489 10.15113 38.85525 -0.416179 0.234165 -0.017778 0.323690
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
3.74E-10 1.57E-11 -141.8549 9.181603 15.98066
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
60
Impuls Respon Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of KP to SBKI
Response of KP to SBKMK
Response of KP to DPK
.010
.010
.010
.005
.005
.005
.000
.000
.000
-. 005
-. 005
-. 005
-. 010
-. 010
-. 010
-. 015
-. 015 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-. 015 5
Response of KP to NPL
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of KP to LDR .010
.010
.005
.005
.005
.000
.000
.000
-. 005
-. 005
-. 005
-. 010
-. 010
-. 010
-. 015
-. 015 10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of KP to CAR
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Response of KP to ROA .010
.005
.005
.005
.000
.000
.000
-. 005
-. 005
-. 005
-. 010
-. 010
-. 010
-. 015 10
15
20
25
30
35
40
45
50
25
30
35
40
45
50
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of KP to SBSBI
.010
5
20
-. 015 5
.010
-. 015
15
Response of KP to INF
.010
5
10
-. 015 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
61
Period
SBKI
SBKMK
DPK
NPL
LDR
INF
CAR
ROA
SBSBI
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
-0.00543
-0.00032
0.006446
0.001375
0.007784
-0.00097
-0.00757
-0.00566
0.001099
3
0.00137
-0.00182
0.004102
-0.00244
0.004099
-0.00232
-0.01284
-0.00293
0.003402
4
-0.00086
0.003441
0.005166
-0.00231
0.008761
-9.21E-05
-0.01242
-0.00751
0.002464
5
-0.00142
0.003805
0.003539
-1.87E-05
0.008426
0.000892
-0.00685
-0.00389
0.004208
6
0.002186
-0.00066
0.00416
-0.00065
0.006702
-0.00061
-0.009
-0.00234
0.001581
7
0.003656
-0.00212
0.004946
0.000368
0.007855
-0.0026
-0.01115
-0.00099
0.001079
8
0.00082
-0.00101
0.004154
0.000172
0.006273
-0.00289
-0.01176
-0.00201
-2.16E-05
9
-0.00096
0.000436
0.003217
-0.00046
0.006006
-0.00157
-0.01104
-0.00305
1.92E-05
10
0.000175
-0.00018
0.003441
-0.0006
0.005928
-0.00153
-0.01001
-0.00332
0.00055
11
0.000561
-0.00019
0.004384
-0.00027
0.006377
-0.00201
-0.01027
-0.00362
0.000125
12
-7.84E-05
0.000362
0.005034
-0.00028
0.006738
-0.00175
-0.01037
-0.00348
-0.00011
13
-0.00014
0.000568
0.004997
-0.00078
0.006649
-0.0016
-0.01066
-0.00373
-0.00017
14
-0.00012
0.000691
0.00495
-0.00081
0.006782
-0.00161
-0.01066
-0.00388
3.97E-05
15
-0.0001
0.000693
0.004983
-0.00067
0.006829
-0.0016
-0.01042
-0.00388
4.29E-05
16
1.28E-05
0.000603
0.00504
-0.00062
0.006873
-0.00157
-0.01044
-0.00373
-6.85E-05
17
0.000141
0.00046
0.005104
-0.00064
0.006843
-0.00167
-0.01057
-0.00361
-0.00013
18
5.21E-05
0.000497
0.005065
-0.00066
0.006804
-0.00175
-0.01068
-0.00368
-0.00019
19
-9.53E-05
0.000582
0.005
-0.00066
0.006778
-0.00169
-0.01062
-0.00373
-0.00018
20
-5.64E-05
0.000561
0.004993
-0.00068
0.006758
-0.00166
-0.01056
-0.00375
-0.00018
21
-5.58E-06
0.00054
0.005049
-0.00066
0.006784
-0.00169
-0.01057
-0.00375
-0.00019
22
-3.39E-05
0.000562
0.005093
-0.00066
0.006796
-0.0017
-0.01058
-0.00376
-0.00022
23
-6.73E-05
0.005095
-0.00068
0.0068
-0.00168
-0.0106
-0.00378
-0.00023
24
-6.57E-05
0.000595 0.000603
0.005091
-0.00069
0.006802
-0.00167
-0.01059
-0.00379
-0.00021
25
-5.62E-05
0.000603
0.005097
-0.00069
-0.00167
-0.01058
-0.00379
-0.00021
26
-5.36E-05
0.000601
0.005106
-0.00068
0.006808 0.006814
-0.00167
-0.01058
-0.00379
-0.00022
27
-4.82E-05
0.000595
0.00511
-0.00068
0.006813
-0.00167
-0.01059
-0.00378
-0.00022
62
28
-5.06E-05
0.000596
0.005108
-0.00069
0.006812
29
-5.78E-05
0.0006
0.005105
-0.00068
0.00681
-0.00168 -0.00168
-0.0106
-0.00378
30
-5.80E-05
0.0006
0.005104
-0.00068
0.006809
-0.00168
-0.01059 -0.01059
-0.00379 -0.00379
31
-5.45E-05
0.000598
-0.00068
32
-5.50E-05
0.000598
0.005107 0.00511
0.00681
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
-0.00068
0.00681
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
33
-5.80E-05
0.000601
0.00511
34
-5.86E-05
0.000602
-0.00069 -0.00069
0.00681
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
0.00511
0.00681
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
35
-5.77E-05
0.000602
0.00511
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
36
-5.74E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
37
-5.74E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
38
-5.75E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
39
-5.78E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
40
-5.79E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
41
-5.77E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
42
-5.76E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
43
-5.78E-05
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
44
0.000602
0.005111
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
45
-5.79E-05 -5.79E-05
0.000602
0.005112
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
46
-5.78E-05
0.000602
0.005112
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
47
-5.79E-05
0.000602
0.005112
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
48
-5.79E-05
0.000602
0.005112
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
49
-5.79E-05
0.000602
0.005112
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
50
-5.79E-05
0.000602
0.005112
-0.00069
0.006811
-0.00168
-0.01059
-0.00379
-0.00023
Cholesky Ordering: KP SBKI SBKMK DPK NPL LDR INF CAR ROA SBSBI
-0.00023 -0.00023 -0.00023
63
Variance Decomposition of KP: Period
KP
SBKI
1
100
SBKMK 0
DPK
NPL
0
LDR
0
0
INF 0
CAR 0
ROA
SBSBI
0
0
0
5
84.70145
0.533472
0.464603
1.525332
0.206326
3.519006
0.111321
6.616704
1.750346
0.571436
10
84.7708
0.426443
0.284014
1.414506
0.11354
3.499179
0.216985
7.824367
1.12956
0.320609
15
84.25254
0.294361
0.202576
1.614507
0.087954
3.608134
0.229
8.340512
1.150281
0.220136
20
83.90194
0.223727
0.159944
1.749652
0.075526
3.696293
0.23127
8.637853
1.156091
0.167704
25
83.65421
0.180559
0.134666
1.841469
0.068509
3.750399
0.233507
8.831051
1.169574
0.136055
30
83.47946
0.151359
0.117844
1.906477
0.063916
3.789275
0.234786
8.962624
1.17954
0.114716
35
83.3518
0.130307
0.10574
1.953762
0.060635
3.817274
0.235758
9.058254
1.187114
0.099358
40
83.25483
0.114405
0.096618
1.989691
0.058166
3.838567
0.236483
9.130553
1.192929
0.087761
45
83.17889
0.10197
0.089485
2.017815
0.056238
3.855222
0.237052
9.187139
1.197494
0.078693
50
83.11785
0.091978
0.083755
2.040425
0.054689
3.868612
0.237508
9.232609
1.201169
0.071408
120
Variance Decomposition of KP
100 80 60 40 20 0 1
2
3 KP
4 SBKI
SBKMK
5 DPK
6 NPL
7 LDR
INF
8 CAR
9 ROA
SBSBI
10
11
64
RIWAYAT HIDUP Mayda Tyastika lahir pada tanggal 21 Mei 1991 di Madiun, Jawa Timur. Anak tunggal dari pasangan Primantya EA (Papa) dan Siti Kusumawati (Ibu). Mengenyam pendidikan di TK Sultan Fattah Salatiga pada tahun 1997, SD Negeri Salatiga 02 pada tahun 1998, SMP Negeri 1 Salatiga pada tahun 2003 dan SMA Negeri 1 Salatiga pada tahun 2006 yang lulus pada tahun 2009. Melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ilmu Ekonomi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). IPB menjadi pilihan dengan harapan dapat menjadi tempat menggali ilmu dan pengetahuan untuk pengembangan sumber daya menjadi individu yang lebih baik. Bermanfaat pada kehidupan selanjutnya dan membawa berkah untuk diri sendiri, orang tua, orangorang terdekat, lingkungan, agama dan negara. Selama menjalani masa studi, penulis pernah mengikuti organisasi dan beberapa kepanitiaan acara Fakuktas Ekonomi dan Manajemen. Organisasi yang pernah diikuti antara lain Syaria Economic Student Club (SES-C) sebagai staff divisi eksternal pada tahun 2010-2011. Anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) 2009-2013. Kepanitaan yang pernah diikuti diantaranya adalah Sportakuler, Olimpiade Mahasiswa IPB, Politik Ceria, Ketua Studi Banding SESC ke Universitas Padjajaran Bandung, Hipotesa 2010. Lomba yang pernah diikuti adalah lomba ekonomi Syariah di Perbanas Jakarta 2011. Lomba di luar akademik diantaranya adalah Olimpiade Mahasiswa IPB cabang Bulutangkis dan Voli putri 2011 dan 2012. Sportakuler Cabang Basket putri, Bulutangkis dan Voli putri 2010-2012.