1
KARYA ILMIAH
ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN
O L E H
HALOMOAN SIHOMBING, S.E., M.SI.
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2014
1
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Penulis telah berupaya besar untuk menyeesaikan karya ilmiah ini, namun demikian penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati dan menyambut baik adanya kritik dari saran dari pembaca untuk membangun dan menyempurnakan karya ilmiah ini. Mulai dari rencana penulisan sampai dengan hasil akhir penulisan karya ilmiah ini, penulis memperoleh dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada: 1. Rektor dan Wakil Rektor Universitas HKBP Nommensen. 2. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen. 3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen. 4. Rekan-rekan dosen di lingkungan Universitas HKBP Nommensen. 5. Kepala
Perpustakaan
dan
pegawai
perpustakaan
Universitas
HKBP
Nommensen. 6. Mahasiswa Program Studi Akuntansi yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas masukan dari mereka ketika penulis membahas topik profitabilitas dan kebijakan dividen dalam materi perkuliahan.
2
3
Akhir kata, kiranya tulisan sederhana ini memberi manfaat yang sangat berharga untuk menambah kepustakaan yang membahas topik profitabilitas dan kebijakan dividen sebagai bahan pelajaran untuk menambah ilmu pengetahuan yang dapat bernilai ilmiah.
Medan, Januari 2014 Penulis,
Halomoan Sihombing, S.E., M.Si.
3
4
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………..
i
DAFTAR ISI .........................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................
5
1.3. Luas dan Tujuan Penulisan .....................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
7
2.1. Dividen ......................................................................................
7
2.1.1. Pengertian Dividen ........................................................
7
2.1.2. Jenis Dividen .................................................................
7
2.2. Kebijakan Dividen .....................................................................
11
2.3.1. Pengertian Kebijakan Dividen .......................................
11
2.3.2. Teori tentang Kebijakan Dividen ...................................
15
2.3.3. Jenis Kebijakan Dividen ................................................
26
2.3.4. Rasio Kebijakan Dividen ...............................................
27
2.3. Profitabilitas ...............................................................................
29
2.3.1. Pengertian Profitabilitas .................................................
29
2.3.2. Rasio Profitabilitas .........................................................
30
2.3.3. Teori tentang Profitabilitas .............................................
33
4
5
BAB III ANALISA DAN EVALUASI ................................................
37
BAB IV KESIMPULAN ......................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA
5
6
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan yang menyangkut pembelanjaan internal perusahaan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap nilai perusahaan atau harga saham perusahaan di pasar modal. Manajer perusahaan harus memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan khususnya mengenai kegiatan operasional dan prospek perusahaan dibandingkan dengan investor. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kekayaan perusahaan dan nilai perusahaan, manajer akan mengambil keputusan (corporate action) dengan membagikan dividen atau menahan laba. Fenomena yang terjadi dalam kebijakan dividen dapat dilihat dari keputusan yang dilakukan oleh manajer perusahaan dalam hal penggunaan laba yang diperoleh perusahaan yaitu berapa besarnya bagian laba yang dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen dan berapa besarnya bagian laba yang dijadikan sebagai laba ditahan untuk pembelanjaan investasi. Dalam kondisi informasi yang tidak seimbang (asymmetric information), manajer perusahaan dapat menggunakan strategi dalam kebijakan dividen. Kebijakan dividen yang akan diputuskan oleh manajer perusahaan ini menyangkut keputusan mengenai berapa besarnya jumlah dividen dan dalam bentuk apa dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Kebijakan dividen ini
6
7
juga menentukan tentang keputusan, apakah laba seluruhnya dibagikan kepada para pemegang saham atau ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk pembelanjaan investasi di masa yang akan datang (reinvestasi). Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu sumber dana yang paling penting bagi perusahaan dan dividen merupakan keuntungan yang diharapkan para pemegang saham. Oleh karena itu, manajer perusahaan harus dapat menetapkan dengan seksama kebijakan dividen yang akan diterapkan oleh perusahaan agar dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Kebijakan dividen itu sangat penting bagi perusahaan karena kebijakan dividen tersebut dapat menentukan berapa banyak keuntungan yang akan diperoleh para pemegang saham dan berapa banyak pula keuntungan yang akan diperoleh perusahaan sebagai laba ditahan. Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam menentukan penggunaan laba yang diperoleh perusahaan yaitu apakah laba akan dibagikan kepada para memegang saham atau dijadikan sebagai laba ditahan untuk diinvestasikan kembali pada masa mendatang. Kebijakan dividen harus mengakomodasikan kepentingan pendanaan perusahaan berupa laba ditahan dan kepentingan investor berupa dividen yang merupakan bagian dari laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham atas dasar persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) baik dalam bentuk dividen tunai (cash dividend) maupun dalam bentuk dividen saham (stock dividend) (Darmaji dan Fachruddin, 2001:130).
7
8
Masalah yang terdapat dalam kebijakan dividen mempunyai dampak yang sangat penting bagi para pemegang saham maupun bagi perusahaan yang akan membayarkan dividen kepada investor. Pada umumnya investor mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraannya yaitu dengan mengharapkan return dalam bentuk dividen maupun capital gain. Di pihak lain perusahaan juga mengharapkan adanya pertumbuhan secara terus menerus untuk mempertahankan kelangsungan operasional perusahaan sekaligus harus memberikan kesejahteraan yang lebih besar kepada para pemegang sahamnya. Tetapi kedua hal tersebut saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Jika bagian laba perusahaan yang akan dibagikan sebagai dividen lebih tinggi daripada bagian laba yang ditahan, maka ketergantungan perusahaan terhadap sumber dana eksternal akan semakin besar. Jika perusahaan ingin menahan sebahagian besar dari pendapatannya sebagai laba ditahan, maka bagian pendapatan yang tersedia untuk dibagikan sebagai dividen semakin kecil sehingga hal ini akan mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan akibatnya akan mengurangi atau menurunkan harga saham perusahaan tersebut di pasar modal dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Pertimbangan dalam melakukan kebijakan dividen untuk menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan kepada para investor diduga sangat berkaitan dengan kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan yang baik diharapkan mampu untuk menetapkan besarnya pembayaran dividen sesuai dengan harapan pemegang saham yaitu mendapatkan dividen dalam jumlah
8
9
yang besar. Semakin besar dividen yang dibagikan kepada investor, maka perusahaan dinilai memiliki kinerja yang baik karena perusahaan dapat memberikan keuntungan kepada investor sehingga penilaian investor terhadap perusahaan tersebut akan semakin baik. Pada umumnya perusahaan yang dapat melakukan pembayaran dividen kepada para investornya merupakan perusahaan yang memiliki laba dan struktur keuangan yang baik. Apabila perusahaan dapat meningkatkan pembayaran dividen, maka hal ini merupakan bukti semakin membaiknya kinerja perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan dapat dibaca melalui laporan keuangan dengan menganalisis rasio keuangan dari laporan keuangan tersebut. (Wild, et.al., 2005:36). Dari hasil analisis rasio keuangan berdasarkan laporan keuangan ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen, antara lain: profitabilitas, likuiditas, pendanaan, pembayaran pinjaman, tingkat pengembalian investasi, tingkat pengembalian aset, dan stabilitas keuntungan. Profitabilitas menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam total aktiva untuk menghasilkan laba perusahaan. Semakin tinggi tingkat profitabilitas
maka kemungkinan pembagian dividen juga semakin besar
(Sartono, 2001:123). Profitabilitas yang merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atau profit berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Jika perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi, maka perusahaan akan mendapatkan laba yang tinggi dan pada akhirnya laba yang tersedia untuk dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham akan semakin besar pula.
9
10
Semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, maka pembayaran dividen kepada pemegang saham atau alokasi untuk laba ditahan akan semakin besar pula. Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa investor melihat kenaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen. Selain itu, investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi (dividen yang stabil). Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan
dimana
mereka
yakin
dapat
mempertahankan
dividen
masa
mendatang. Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun, perusahaan masih dapat mempertahankan pembayaran dividennya. Mengingat begitu pentingnya penentuan kebijakan dividen yang harus diputuskan perusahaan melalui pemberian dividen kepada para pemegang saham karena pembagian dividen tersebut akan menambah minat para investor terhadap pembelian saham perusahaan, maka penulis tertarik untuk membuat tulisan ilmiah dengan judul ”Analisis Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah dalam tulisan ilmiah ini dapat dirumuskan apakah profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
10
11
1.3. Luas dan Tujuan Penulisan Suatu masalah sangat erat hubungannya dengan masalah lain dan masalah tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh penulis, maka luasnya penelitian hanya dibatasi pada analisis pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen.
11
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dividen 2.1.1. Pengertian Dividen Seorang investor yang menanamkan modalnya pada suatu perusahaan tentu saja mengharapkan return atau keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang telah dilakukannya. Keuntungan yang dapat diterima oleh investor atau pemegang saham dari penanaman modal melalui pembelian saham suatu perusahaan terdiri dari dua macam, yaitu: dividen dan capital gain yang merupakan keuntungan yang diperoleh dari penjualan aktiva tetap atau selisih antara harga jual dengan harga beli surat berharga. Dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for common stockholders) yang dibagikan kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai (Warsono, 2003: 271). Hanafi (2004:361) menyatakan bahwa “Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan atau laba dari perusahaan. Dividen ditentukan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan”.
2.1.2. Jenis Dividen Biasanya dividen dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tetapi kadangkadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan biasanya.
12
13
Dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Dividen Tunai (Cash Dividend) Dividen tunai merupakan dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Dividen Tunai paling umum dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Besar kecilnya pembagian dividen tergantung pada pembatasanpembatasan, undang-undang, kontrak-kontrak, dan jumlah uang yang dimiliki atau tersedia dalam perusahaan. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) disepakati adanya sejumlah tertentu bagian dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividend (Munandar, 1983 : 312). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang saham yang tercatat dalam daftar pemegang saham. Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak lain seperti bank. Cara yang kedua biasa yang dipilih perusahaan karena bank mempunyai banyak cabang sehingga memudahkan pemegang saham yang mungkin sekali tersebar luas di seluruh Indonesia (Suaidi, 1994 : 230). Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman ada dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut. 2. Sertifikat Dividen (Script Dividend)
13
14
Dividen dalam bentuk skrip maksudnya perusahaan tidak membayar pada saat itu tetapi memilih membayar pada masa yang akan datang karena saldo kas yang ada di tangan tidak mencukupi. Dividen ini dibagikan dengan tujuan agar perusahaan tetap dapat mempertahankan citra dan nama baik perusahaan. Sertifikat dividen merupakan suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkan uang tersebut kepada yang berhak. Script dividend seperti ini biasa dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang kas yang cukup untuk membayar dividend cash (Suaidi, 1994 : 231). 3. Dividen Harta (Property Dividend) Dividen harta merupakan dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk barang-barang (bukan berupa uang tunai ataupun modal saham perusahaan). Contoh Dividen Harta adalah dividen berupa persediaan atau saham yang merupakan investasi perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen berupa harta lebih sulit dibanding pembagian dividen tunai. Perusahaan melakukan dividen harta ini karena uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau persediaan dan penjualan investasi atau persediaan terutama bila jumlah
14
15
cukup banyak akan menyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri (Suaidi, 1994 : 233). 4. Dividen Likuiditas (Liquidating Dividend) Dividen Likuiditas merupakan dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham di mana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran dividen tunai sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (Munandar, 1983 : 314). Dividen Likuiditas ini dicatat dengan mendebet rekening pengembalian modal dan dalam neraca dilaporkan sebagai pengurangan modal saham. 5. Dividen Saham (Stock Dividend) Dividen saham merupakan dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (Munandar, 1983 : 314). Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Dividen Saham (Stock Dividend). Dividen saham dapat berupa saham yang sama jenisnya maupun yang berbeda jenisnya. Pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada para pemegang saham tanpa diminta pembayaran dan dalam jumlah saham yang sebanding dengan saham yang dimiliki.
15
16
2.2. Kebijakan Dividen 2.2.1. Pengertian Kebijakan Dividen Kebijakan dividen adalah keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi pada masa yang akan datang (Sartono, 2001 : 281). Dalam kebijakan dividen, terdapat pilihan yang tidak mudah dalam membagikan laba sebagai dividen atau menahan untuk diinvestasikan kembali. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang dan akan berdampak negatif terhadap harga saham. Di sisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen maka pasar akan melihat sebagai sinyal negatif atas prospek perusahaan. Peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada harapan manajer dan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis prospek perusahaan di masa yang akan datang. Kebijakan
dividen
adalah
kebijakan
yang
berhubungan
dengan
pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan. Jika manajemen meningkatkan porsi laba per lembar saham yang dibayarkan sebagai dividen, maka mereka dapat meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham, hal ini menyarankan bahwa keputusan dividen yaitu jumlah dividen yang dibayarkan merupakan suatu hal yang sangat penting (Sharpe, et.al., 1993:512).
16
17
Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam kegiatan operasional perusahaan yang berarti laba tersebut harus ditahan di dalam perusahaan (Riyanto, 2001:265). Kebijakan dividen menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan akan tetapi dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen pada saat ini. Jadi aspek utama dalam kebijakan dividen perusahaan adalah menetukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2005 : 270). Gitman (2003:570), mengatakan bahwa “kebijakan dividen menunjukkan kebijakan yang menentukan besarnya persentase setiap dolar yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemilik dalam bentuk kas, dihitung dengan membagi dividen kas perusahaan per share dengan penghasilan per saham. Keown (2005:607), mengatakan bahwa “kebijakan dividen adalah kebijakan yang menentukan jumlah dividen relatif terhadap laba bersih perusahaan atau penghasilan per saham. Dari pengertian kebijakan dividen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan rencana pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen, apakah dividen akan dibayarkan atau ditahan dalam perusahaan sebagai laba ditahan.
17
18
Menurut
Sundjaja
dan
Barlian
(2002:387),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kebijakan dividen antara lain: 1. Faktur hukum yang menyangkut peraturan mengenai penggunaan laba bersih untuk membayar deviden tahun-tahun yang lalu dan laba tahun berjalan. Faktor hukum juga akan melindungi para kreditur yang melarang pembayaran dividen yang berasal dari modal dan bukan dari laba usahanya. Faktor hukum juga memperbolehkan perusahaan untuk tidak membayar dividen jika jumlah utang perusahaan lebih besar dari jumlah hartanya. 2. Posisi Likuiditas. Semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham. 3. Pembayaran pinjaman jangka panjang yang mengharuskan perusahaan untuk menahan laba sehingga perusahaan tidak akan membagikan dividen kepada para pemegang saham. 4. Kontrak pinjaman yang seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Hal ini terjadi karena dividen pada masa mendatang hanya dapat dibayarkan dari laba yang diperoleh sesudah perjanjian hutang sehingga dividen tidak dapat dibayar dari laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya karena dividen tidak dapat dibayarkan apabila modal kerja (aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar) berada di bawah jumlah yang ditetapkan.
18
19
5. Pengembangan aktiva perusahaan yang membutuhkan dana yang cukup besar sehingga mengakibatkan semakin banyak laba yang harus ditahan dan menunda pembayaran dividen. 6. Tingkat pengembalian asset yang menentukan pembagian laba dalam bentuk deviden yang dapat digunakan oleh pemegang saham baik ditanamkan kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain. 7. Stabilitas keuntungan yang baik mengakibatkan perusahaan akan membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen dengan persentase yang lebih besar sebab perusahaan memiliki tingkat kepastian perolehan laba yang tinggi pada masa mendatang. 8. Pasar modal dapat membantu perusahaan besar yang memiliki profitabilitas yang tinggi dan keuntungan teratur untuk dapat masuk ke pasar modal dan memperoleh macam-macam dana dari luar untuk pembiayaannya sehingga perusahaan dapat memenuhi pembayaran dividen kepada investor. 9. Pengendalian terhadap perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tidak menjual saham baru dan tidak membagikan laba mengakibatkan pembagian dividen dalam bentuk kas menjadi rendah. 10. Keputusan kebijakan dividen dengan mempertahankan dividen per lembar saham pada tingkat yang konstan yang tidak diimbangi dengan naiknya keuntungan sehingga mempengaruhi pembagian dividen karena dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan itu benar-benar mantap dan cukup permanen.
19
20
Menurut Riyanto (2001:281), faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam kebijakan dividen suatu perusahaan antara lain: 1. Posisi likuiditas yang baik akan memungkinkan pembayaran dividen yang baik. Semakin kuat posisi kas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana pada masa mendatang mengakibatkan semakin tingginya jumlah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham. 2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang yang dibayarkan melalui bagian dari pendapatan yang ditahan mengakibatkan semakin rendahnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. 3. Tingkat perluasan perusahaan yang mengakibatkan semakin besar dana yang dibutuhkan karena semakin besar bagian dari pendapatan perusahaan yang ditahan sehingga jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham akan semakin rendah. 4. Pengawasan
terhadap
perusahaan
yang
mempercayakan
pada
pembelanjaan internal dalam rangka usaha mempertahankan pengendalian terhadap perusahaan mengakibatkan pembayaran dividen semakin rendah karena semakin banyak dana yang dibutuhkan yang bersumber dari laba ditahan. 2.2.2. Teori tentang Kebijakan Dividen Teori kebijakan dividen merupakan teori yang mengkaji tentang penentuan besarnya alokasi laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa pada dividen dan laba ditahan terhadap nilai pasar saham yang berlaku yang menjadi penentu nilai dari suatu perusahaan. Berbagai teori dan temuan empiris berkaitan dengan
20
21
kebijakan dividen banyak ditemukan dalam literatur keuangan, tetapi keputusan investasi dan keputusan pendanaan yang baik tidak dapat digantikan oleh kebijakan dividen. Teori tentang kebijakan dividen terus berkembang dan mengalami kemajuan dan sampai saat ini ada beberapa teori kebijakan dividen yang telah dikemukakan. 1. Dividend Irrelevance Theory Teori ini diperkenalkan oleh Miller dan Modigliani (1961:411) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kebijakan dividen yang diputuskan atau dilaksanakan perusahaan terhadap nilai perusahaan (aset) yang dimiliki perusahaan. Investor yang memiliki saham pada perusahaan tidak akan terpengaruh terhadap nilai aset / investasi bila perusahaan melakukan atau memutuskan untuk membagi dividen. Tidak ada pengaruhnya kebijakan dividen terhadap investasi atau aset investor karena investor dapat membuat dividen sendiri (home made). Nilai perusahaan tidak tergantung kepada kebijakan perusahaan atau dividen yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham melainkan sangat tergantung kepada pilihan investasi optimal yang dilakukan oleh perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan menghasilkan laba dan risiko investasi serta memisahkan antara dividen dan dana internal yang ditahan (laba ditahan) yang tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai perusahaan tergantung kepada kebijakan investasi dan bukan pada berapa jumlah laba yang dibagi untuk dividen dan berapa jumlah laba yang tidak dibagi yang dijadikan sebagai laba ditahan (retained earning). Pendapat ini
21
22
bertolak dari dua pemikiran. Pertama: diasumsikan bahwa keputusan investasi dan penggunaan utang sudah dibuat dan tidak mempengaruhi besar kecilnya dividen yang dibayarkan. Kedua: pasar modal yang sempurna diasumsikan ada. Hal ini berarti (1) investor dapat menjual dan membeli saham tanpa membayar biaya transaksi karena informasi dalam pasar modal yang sempurna tersebar luas sehingga investor dapat melakukan sendiri segala sesuatu yang diinginkannya; (2) setiap perusahaan dapat menerbitkan saham tanpa adanya biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi; (3) tidak ada pajak pendapatan perseorangan maupun pajak penghasilan perusahaan; (4) informasi yang lengkap mengenai setiap perusahaan selalu tersedia sehingga investor tidak perlu melihat pengumuman khusus mengenai pembayaran dividen sebagai indikator penting dari kondisi perusahaan; serta (5) tidak terdapat konflik atau tidak ada masalah keagenan antara pihak manajemen dengan para pemilik saham. Pembayaran dividen merupakan selisih (residual) antara pendapatan dan investasi sehingga dividen yang dibayar selalu disesuaikan dengan tingkat pendapatan dan jumlah sahamnya. Pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan sumber dana yang lain melalui pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain yaitu dengan mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen yang telah dilakukan perusahaan kepada para pemegang sahamnya. Dengan demikian, kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat dari penjualan saham baru sehingga laba yang diperoleh dan dibagikan sebagai dividen atau akan ditahan
22
23
dalam bentuk laba ditahan tidak akan mempengaruhi kemakmuran pemegang saham. 2. Bird in The Hand Theory Gordon dan Lintner (1963:264) dengan Bird in The Hand Theory berpendapat bahwa dividen lebih baik daripada capital gain karena dividen yang dibagi kurang berisiko. Investor lebih merasa aman memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu capital gain yang belum tentu akan diperoleh pada masa mendatang atau kedua-duanya tidak diperoleh padahal perusahaan membagikan dividen tergantung kepada prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Bila perusahaan melihat adanya prospek yang lebih bagus di masa mendatang dengan melakukan investasi, maka perusahaan kemungkinan besar tidak akan membagikan dividen. Sebaliknya, perusahaan akan membagikan dividen bila tidak ada pilihan investasi yang dapat meningkatkan nilai perusahaan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan pandangan investor tersebut dalam rangka membagikan dividen. Harapan pembagian dividen sangat dibutuhkan agar harga saham mengalami kenaikan dan akhirnya memperoleh capital gain. Perusahaan seharusnya membentuk risiko pembayaran dividen dengan menawarkan dividen yield yang tinggi agar dapat memaksimalkan harga sahamnya. Keyakinan bahwa kebijakan dividen perusahaan itu tidak penting secara implisit mengasumsikan bahwa seorang investor menggunakan required rate of return yang sama, baik pendapatan itu berupa dividen maupun capital
23
24
gain. Pendapatan dividen memiliki sifat yang lebih pasti (predictable) daripada capital gain. Pihak manajemen perusahaan dapat mengendalikan dividen, tetapi tidak dapat mengendalikan harga sahamnya di pasar modal. Ini berarti kadar risiko caiptal gain lebih besar. Oleh karena itu, rate of return yang digunakan ketika mengurangi jumlah capital gain harus lebih tinggi dari yang digunakan terhadap pendapatan dividen. 3. Tax Preference Theory Tax Preference Theory yang dikemukakan Farrar dan Slewyn (1967:444) dan Brennan (1970:417) menjelaskan bahwa investor lebih menyukai laba ditahan (retained earning) daripada dividen. Teori ini menyarankan agar perusahaan membayarkan dividen yang rendah jika ingin memaksimalkan harga sahamnya. Teori perbedaan pajak ini menerangkan bahwa kebijakan yang terbaik adalah tidak membayar pajak sama sekali. Teori Miller Modigliani menyatakan bahwa pada pasar persaingan sempurna tidak diperlukan pajak sehingga tidak ada perlakuan pajak yang berbeda antara dividen dengan capital gain. Tetapi kenyataannya, pajak itu selalu ada seperti yang dialami investor dimana setiap dividen yang dibayarkan akan dikenakan pajak. Padahal seharusnya dividen yang diterima investor tidak seharusnya dikenakan pajak dikarenakan perusahaan telah membayar pajak atas bagian keuntungan yang dibagikan (dividen) tersebut. Bila investor membayar kembali pajak atas dividen yang diterimanya, maka telah terjadi pajak berganda karena perpindahan keuntungan (dividen) terjadi bukan dikarenakan adanya nilai
24
25
tambah yang dilakukan sehingga dividen tersebut bertambah ketika sampai di tangan investor. Adanya perlakuan pajak yang berbeda ini membuat investor selalu berpikir agar dividen yang diterimanya sudah bersih tanpa ada lagi pembayaran pajak sehingga jelas perhitungan pendapatannya yang siap dikonsumsikan. Pemikiran investor ini diperhatikan oleh agen perusahaan agar agen tersebut mengurangi dividen dalam rangka memaksimumkan nilai perusahaan sebab pajak mempengaruhi pembayaran dividen perusahaan. Pembayaran dividen yang kecil akan membuat biaya modal kecil dan harga saham mengalami kenaikan dan bila diperhatikan dengan seksama bahwa pajak dividen selalu lebih tinggi daripada capital gain. Pemegang saham lebih baik menjual saham mereka beberapa lembar pada suatu saat dan membayar pajak keuntungan modal yang lebih rendah. Pendapat ini terutama didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak terhadap pendapatan dividen dan capital gain. Suatu kenyataan bahwa semua investor harus membayar pajak pendapatan. Dengan demikian, bagi investor tujuan yang harus dicapai adalah maksimalisasi tingkat hasil investasi setelah dipotong pajak tanpa harus menanggung risiko yang terlalu besar. Tujuan ini direalisir melalui upaya meminimalkan tingkat pajak efektif atas pendapatan mereka dan sedapat mungkin menunda pembayaran pajak tersebut. Meskipun keuntungan pajak yang terkandung dalam capital gain kini tidak ada lagi, investor masih memiliki keuntungan tambahan dibandingkan dengan pendapatan dividennya. Pajak untuk pendapatan dividen harus langsung
25
26
dibayarkan pada saat dividen itu diterima, tetapi pajak atas apresiasi harga saham (capital gain) tertunda sampai saham tersebut benar-benar terjual. 4. Clientele Effect Theory Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961:414) dalam mempertahankan pandangan teorinya yaitu Dividend Irrelevance Theory. Pemegang saham perusahaan bervariasi dari segi pendapatan dan karakteristik lainnya sehingga investor tersebut mempunyai preferensi tersendiri atas investasi pada saham. Kelompok berpendapatan rendah menginginkan dividen yang tinggi untuk menambah pendapatan sementara kelompok yang berpendapatan yang tinggi menginginkan dividen yang rendah dan capital gain yang tinggi sehingga terjadi kelompok peminat pada pemilik perusahaan yang disebut clientele. Perusahaan harus memperhatikan clientele ini dalam mengambil keputusan dalam membayar dividen. Pada sisi lain, pemerintah memberlakukan pajak yang berbeda terhadap kelompok-kelompok atau berdasarkan kelembagaan tersebut sehingga lembaga tersebut mempunyai keinginan tersendiri untuk dividen. Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang ingin memperoleh pendapatan saat ini lebih menyukai dividend payout ratio yang tinggi daripada menahan laba dan kelompok yang tidak membutuhkan pendapatan saat ini lebih menyukai perusahaan menahan laba bersih perusahaan daripada membagikan dividen.
26
27
Jika terdapat perbedaan pajak bagi individu, maka kelompok pemegang saham dikenakan pajak tinggi lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang bila perusahaan membagikan dividen yang kecil sedangkan kelompok pemegang saham yang dikenakan pajak yang rendah akan cenderung menyukai dividen yang besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari clientele ini ada namun hal tersebut tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih baik daripada dividen kecil dan sebaliknya dividen kecil tidak lebih baik daripada dividen besar. Efek clientele ini hanya menyatakan bahwa bagi kelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan kelompok tersebut. 5. Signaling Hypothesis Theory Teori ini juga dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961:418) untuk mempertahankan pandangan teorinya (Dividend Irrelevance Theory). Pembayaran dividen oleh perusahaan mengandung informasi yang dapat dilihat dari sisi investor dan sisi manajer perusahaan. Manajer perusahaan lebih mengetahui keadaan perusahaan dan kelanjutannya (going concern) sementara investor kurang mengetahui keadaan perusahaan. Laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan tidak banyak memberikan informasi mengenai perusahaan. Salah satu tindakan perusahaan yang banyak memberikan informasi mengenai investor adalah pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan. Perusahaan tidak mungkin akan membayar dividen bila kinerja dan kondisi keuangan perusahaan berada pada posisi yang tidak baik. Pembayaran dividen merupakan sumber informasi bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sangat baik bahkan
27
28
investor memandang pemberian dividen merupakan kinerja perusahaan yang baik dan adanya kelebihan dana. Pada sisi lain, manajer perusahaan membuat keputusan bahwa pemberian dividen dikarenakan tidak ditemukannya investasi yang optimal sesuai dengan Teori Miller dan Modigliani, dimana nilai perusahaan meningkat karena pilihan investasi yang optimal, artinya perusahaan memberikan dividen kepada investor agar dana tersebut dikelola untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih baik bila tetap hanya di perusahaan. Teori ini mengemukakan bahwa kenyataannya dividen memiliki pengaruh terhadap harga saham karena dividen digunakan investor sebagai prediktor kinerja perusahaan pada masa mendatang. Kenaikan dividen pada umumnya diikuti dengan kenaikan harga saham sedangkan penurunan dividen diikuti dengan penurunan harga saham. Hal ini membuktikan bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gain. Ketika perusahaan memiliki risiko pembayaran dividen yang stabil sepanjang waktu dan perusahaan meningkatkan rasio tersebut, keadaan ini menberi sinyal kepada para investor bahwa pihak manajemen mengumumkan perubahan positif dalam profitabilitas pada masa mendatang. Selanjutnya harga saham akan bereaksi positif terhadap kenaikan dividen ini. Penurunan dividen dan kenaikan dividen yang berada di bawah kenaikan yang biasanya merupakan sinyal bagi investor bahwa perusahaan menghadapi masa sulit pada masa yang akan datang.
28
29
Para manajer perusahaan yang mengetahui lebih banyak tentang keadaan perusahaan yang sebenarnya diharapkan dapat menggunakan dividen sebagai alat untuk menyampaikan informasi yang baik dan yang belum dikenal di pasar. Para investor dapat menggunakan informasi tentang perubahan dividen ini sebagai sinyal atas kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya terutama tingkat kemampuannya menghasilkan keuntungan. Kenaikan dividen yang lebih besar diharapkan mengisyaratkan kepada investor bahwa perusahaan akan mampu meningkatkan keuntungannya sedangkan penurunan dividen yang lebih besar dari yang diperkirakan menandakan bahwa keuntungan perusahaan akan mengalami penurunan. 6. Teori Dividen Residual Teori dividen residual menyatakan bahwa ketika perusahaan akan memutuskan berapa banyak uang kas yang harus dibagikan kepada pemegang saham, ada dua hal yang harus tetap diingat, yaitu: (1) tujuan utamanya adalah untuk memaksimumkan nilai pemegang saham, dan (2) arus kas yang dihasilkan perusahaan merupakan milik pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001:110). Manajemen harus menahan diri dengan upaya menahan laba kecuali jika laba itu dapat diinvestasikan kembali guna menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi yang juga ikut dirasakan oleh pemegang saham daripada yang diperoleh pemegang saham jika mereka menginvestasikan uang itu dalam investasi yang berisiko sama. Dengan demikian, ekuitas internal, laba ditahan, lebih rendah biaya modalnya daripada ekuitas eksternal, saham biasa baru.
29
30
Kondisi ini mendorong perusahaan untuk menahan laba karena menambah dasar ekuitas internal dan dengan demikian mengurangi kemungkinan bahwa perusahaan harus menambah ekuitas eksternal di masa mendatang untuk mendanai investasinya. Adanya biaya penerbitan saham baru menonjolkan perbedaan antara modal internal dan eksternal. Tanpa biaya penerbitan, perusahaan tidak akan bersusah payah menentukan berapa besarnya dividen dan berapa besarnya laba ditahan, demikian pula berapa besarnya pendanaan eksternal. Dengan adanya biaya penerbitan itu, perusahaan jelas akan mengutamakan pendanaan internal. Konsekuensinya, perusahaan akan melakukan pembayaran dividen setelah dana-dana kebutuhan investasi terpenuhi; dengan kata lain, hanya jika ada “pendapatan tersisa” atau pendapatan residual, maka dividen akan dibayarkan. Inilah inti dari teori dividen residual atau residual dividend theory (Elton dan Gruber, 1970:68). Lebih ditegaskan lagi, bahwa apabila fakta biaya-biaya penerbitan sekuritas
diperhitungkan,
maka
kebijakan
dividen
perusahaan
memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) mempertahankan rasio hutang optimum dalam pendanaan investasi mendatang; (2) menerima suatu investasi hanya jika NPV (Net Present Value)nya positif; (3) mendahulukan pendanaan internal, kalau ternyata tidak mencukupi, barulah perusahaan akan menerbitkan saham tambahan; dan (4) apabila setelah kebutuhan dana investasi terpenuhi masih ada sisa, maka perusahaan akan membayar dividen. Sedangkan apabila tidak ada dana yang tersisa, maka dividen tidak dibayarkan (Elton dan Gruber, 1970:70).
30
31
Dengan demikian, konsekuensi dari apa yang telah diuraikan di atas adalah bahwa, rasio pembayaran dividen yang optimal merupakan fungsi dari empat faktor, yaitu: (1) pilihan investor atas dividen lawan keuntungan modal, (2) peluang investasi perusahaan, (3) struktur modal yang ditargetkan, dan (4) ketersediaan dan biaya dari modal eksternal. Ketiga elemen terakhir digabungkan ke dalam model dividen residual (residual dividend model). Menurut teori ini, kebijakan dividen memiliki pengaruh yang pasif, jadi tidak bisa mempengaruhi secara langsung harga saham umum di bursa (Brigham dan Houston, 2001:115). 2.2.3. Jenis Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menurut Riyanto (2001:289) dapat dibagi ke dalam 4 (empat) bagian berikut:
1. Kebijakan dividen yang stabil Kebijakan dividen yang stabil merupakan jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. 2. Kebijakan pembayaran dividen dengan penetapan jumlah minimal plus jumlah ekstra tertentu. Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen perlembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut.
31
32
3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan. Kebijakan ini menjelaskan bahwa perusahaan yang menjalankan kebijakan dividend payout ratio yang konstan dan juga dividen per lembar saham yang akan dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan bersih yang diperoleh setiap tahunnya. 4. Kebijakan dividen yang fleksibel Perusahaan menetapkan rasio pembayaran dividen yang besarnya tiap tahunnya disesuaikan dengan posisi keuangan dan kebijakan pendanaan dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila keuntungan tinggi maka besarnya dividen yang dibagikan relatif tinggi. Sebaliknya, jika tingkat keuntungan rendah maka besarnya dividen yang dibayarkan juga rendah atau dapat dikatakan besarnya selalu proporsional dengan tingkat keuntungan. 2.1.2.4. Rasio Kebijakan Dividen Kebijakan dividen dikonfirmasikan melalui Dividend Payout Ratio dan Dividen Yield. Menurut Kallapur dan Trombley (1992:505). Dividend Payout Ratio (DPR) adalah kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran dividen kepada setiap
pemegang saham yang dapat diukur dengan
membandingkan dividen kas per lembar saham dengan laba yang diperoleh per lembar saham (Sundjaja dan Barlian, 2002 : 391). Menurut Darmadji (2001) dividen merupakan pembagian sisi laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham, atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividend itu bisa berbentuk uang tunai (cash dividend) atau dividen
32
33
saham (stock dividend). Jika dividen dibayar dalam bentuk tunai, maka besarnya rasio pembayaran dividennya dapat dihitung dengan rumus: Dividen kas per lembar saham DPR = Laba per lembar saham Menurut (Sundjaja dan Barlian, 2002 : 437) dividen kas per lembar saham atau dividend per share (DPS) merupakan jumlah dividen tunai yang dibagikan kepada setiap pemegang saham dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap lembar saham. Dividen Kas per Lembar Saham / Dividend per Share (DPS) dapat dihitung dengan rumus: Jumlah dividen tunai DPS = Jumlah saham beredar Menurut Baridwan (2003:448), laba bersih setelah pajak atau earning per share (EPS) merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu periode (biasanya satu tahun) untuk tiap saham yang beredar. Laba per Lembar Saham / Earning per Share (EPS) dapat dihitung dengan rumus: Laba bersih EPS = Jumlah saham beredar Jika dividen dibayar dalam bentuk saham, maka pembayaran dividennya dapat dihitung dengan menggunakan Dividend Yield Ratio (DYR) adalah suatu rasio yang menghubungkan dividen yang dibayar dengan harga saham biasa
33
34
(Warsono, 2003:275). Dividend Yield Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Dividen per lembar saham tahunan DYR = Harga per lembar saham
2.3. Profitabilitas 2.3.1. Pengertian Profitabilitas Menurut Gitman (2003:145), profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan aset perusahaan baik lancar maupun tetap dalam aktivitas operasi. Brigham dan Houston (2001:197) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Sartono (2001:122) berpendapat bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini. Tingkat pengembalian terhadap aset-aset (ROA) menentukan pengembalian laba dalam bentuk dividen yang dapat digunakan oleh pemegang saham, baik ditanamkan kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain. Semakin tinggi tingkat profitabilitas mengakibatkan semakin meningkatnya pembagian dividen kepada para pemegang saham. Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu,
34
35
dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dan akan dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi, 2002:79). Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, akan berusaha untuk menghasilkan laba atau profit. Dalam hubungannya dengan kebijakan dividen, besarnya profitabilitas akan mempengaruhi besar kecilnya pembayaran dividen. Peningkatan pembayaran dividen hanya terjadi ketika perusahaan memiliki profitabilitas yang tinggi, dengan asumsi bahwa profitabilitas tersebut cukup tinggi untuk meningkatkan laba, baik laba ditahan maupun pembayaran dividen secara serentak. Jika perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi, maka perusahaan akan mendapatkan laba yang tinggi pula dan pada akhirnya laba yang tersedia untuk dibagikan kepada para pemegang saham akan semakin besar pula. Semakin besar laba yang tersedia bagi pemegang saham maka pembayaran dividen kepada pemegang saham atau alokasi untuk laba ditahan akan semakin besar pula. Dengan demikian, investor sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas, misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. 2.3.2. Rasio Profitabilitas Gitman (2003:147) mengatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil
35
36
pengembalian
dari
penjualan
investasi
serta
kemampuan
perusahaan
menghasilkan laba yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan. Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan, di mana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Menurut Foster (1986:60) terdapat 7 (tujuh) cara-cara pengukuran rasio profitabilitas, yaitu:
1. Gross Profit Margin Ratio (GPM) Rasio ini merupakan persentase dari laba kotor dengan penjualan. Gross Profit Margin Ratio dapat dihitung dengan rumus:
Gross Profit Gross Profit Margin =
x 100 % Sales
2. Operating Profit Margin Rasio ini menggambarkan apa yang disebut “pure profit” yang diterima atas penjualan yang dilakukan di mana jumlah tersebut merupakan jumlah
yang
benar-benar
diperoleh
dari
hasil
perusahaan
dengan
mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial lainnya atau laba bersih sebelum bunga serta pajak dibandingkan dengan penjualan. Gross Profit Margin Ratio dapat dihitung dengan rumus: Rumus Operating Profit Margin Ratio:
36
37
EBIT Operating Profit Margin =
x 100 % Sales
3. Operating Ratio Rasio ini menggambarkan biaya operasi dari setiap rupiah hasil penjualan atau rasio yang membandingkan biaya operasi perusahaan dengan penjualan. Operating Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Harga Pokok Penjualan + Biaya Operasional Operating Ratio =
x100% Penjualan
4. Sales Margin (Net Profit Margin) Merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan yang sudah dikurangi seluruh biaya termasuk pajak dibandingkan dengan penjualannya. Sales Margin dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
EAT Sales Margin =
x 100 % Sales
5. Assets Turnover Ratio Rasio ini merupakan ukuran tentang sampai seberapa jauh aktiva ini telah dipergunakan dalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali operating asset berputar dalam suatu periode teretntu, biasanya satu tahun. Assets Turnover Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Sales Assets Turnover Ratio =
x 100 % Total Assets
6. Return on Equity (ROE)
37
38
Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak. Return on Equity (ROE) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
EAT Return on Equity =
x 100 % Modal sendiri
7. Return on Assets (ROA) Rasio Return on Assets (ROA) ini umum digunakan dalam analisis profitabilitas. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Return on Assets (ROA) menunjukkan laba yang dihasilkan oleh modal setelah diinvestasikan dalam total aktiva. Semakin tinggi ROA semakin besar kemungkinan
pembagian
dividen.
Rasio
ini
mengukur
tingkat
pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak. Hasil pengembalian total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba (Sartono, 2001 : 122). Return on Assets (ROA) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Laba Bersih (EAT) Return on Assets =
x 100 % Total Assets
2.3.3. Teori tentang Profitabilitas Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih atau laba bersih yang diperoleh perusahaan saat menjalankan kegiatan usahanya selama periode tertentu. Keuntungan yang diraih perusahaan ini merupakan hasil dari investasi yang ditanamkan oleh perusahaan dan merupakan pertimbangan utama bagi
38
39
sebuah perusahaan dalam rangka pengembangan bisnisnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak. Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayarkan devidennya dan hal ini berdampak pada kenaikan nilai perusahaan. Semakin
besar
tingkat
keuntungan
yang
diperoleh
perusahaan
menunjukkan semakin baik kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Penilaian prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan itu untuk menghasilkan
laba.
Laba
perusahaan
selain
merupakan
indikator
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Profitabilitas digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat pengembalian yang akan diberikan kepada pemegang saham. Jika tingkat pengembalian investasi yang dimiliki sebuah perusahaan tinggi akan memberikan sinyal positif bagi investor dalam melakukan penilaian. Semakin tinggi profitabilitas semakin tinggi pemaksimalan kesejahteraan pemegang saham sehingga berdampak pada nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan yang meningkat. Femonema tersebut menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas merupakan insentif bagi peningkatan nilai perusahaan.
39
40
Tingginya tingkat profitabilitas menjadi penentu nilai perusahaan. Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001:210). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh besarnya tingkat profitabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.
Kekayaan pemegang saham dan perusahaan
dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset. Teori tentang nilai perusahaan dikaitkan dengan Teori Stuktur Keuangan (Financial Structure Theory) yang dikembangkan pertama kali oleh David Duran pada tahun 1952 (Eugene dan Gapenski, 1987:151) Dalam mengembangkan pendekatan ini diasumsikan pajak perusahaan nol. Nilai perusahaan dapat dinilai dengan tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan laba bersih (net income approach) Pendekatan
laba
bersih
mangasumsikan
bahwa
investor
mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil
40
41
sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat. 2. Pendekatan laba operasi (net operating income approach) Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting. 3. Pendekatan tradisional (traditional approach) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal ratarata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat.
41
42
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS
Kebijakan dividen adalah keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi pada masa yang akan datang (Sartono, 1990 : 281). Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu sumber dana yang paling penting bagi perusahaan dan dividen merupakan keuntungan yang diharapkan oleh pemegang saham. Oleh karena itu manajer keuangan harus dapat menetapkan secara seksama kebijakan dividen yang akan diterapkan oleh perusahaan agar dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang dan akan berdampak negatif terhadap harga saham. Di sisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen maka pasar akan melihat sebagai sinyal negatif atas prospek perusahaan. Peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada harapan manajer sedangkan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis terhadap prospek perusahaan di masa yang akan datang. Penentuan besarnya alokasi laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa pada dividen dan laba ditahan terhadap nilai pasar saham berlaku akan menjadi penentu nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh besarnya tingkat profitabilitas yang dimiliki oleh perusahaan.
42
43
Profitabilitas menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam total aktiva untuk menghasilkan laba perusahaan. Tingkat profitabilitas yang tinggi mengakibatkan meningkatnya kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham karena semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada saat menjalankan kegiatan usahanya yang berasal dari modal yang diinvestasikannya yang dapat memaksimalkan kesejahteraan
pemegang
saham
sehingga
memicu
investor
untuk
ikut
meningkatkan permintaan saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan meningkat. Hasil tulisan ilmiah ini menunjukkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, maka pembayaran dividen kepada pemegang saham atau alokasi untuk laba ditahan akan semakin besar pula. Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu, dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dan akan dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi 2002:79). Teori
kebijakan
dividen
yang
menyatakan
bahwa
profitabilitas
berpengaruh terhadap kebijakan dividen adalah Bird in the Hand Theory menjelaskan bahwa investor lebih menyukai pembagian dividen yang tinggi
43
44
dibandingkan dengan dividen yang tidak dibagikan. Hal ini timbul dari pandangan investor yang paling pertama selalu menyatakan bahwa nilai perusahaan (harga saham) akan meningkat seiring dengan peningkatan dividen yang diberikan karena pembagian dividen yang dapat meningkatkan nilai perusahaan akan mengakibatkan peningkatan profit (capital gain) perusahaan sehingga perusahaan memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba pada saat menjalankan kegiatan usahanya. Dividend Irrelevance Theory menjelaskan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Dividend Irrelevance Theory menyatakan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba tidak tergantung kepada jumlah laba yang dibagi untuk dividen dan berapa jumlah laba yang dijadikan sebagai laba ditahan (retained earning). Tingkat profitabilitas perusahaan tergantung kepada kebijakan investasi yaitu: investor dapat menjual dan membeli saham tanpa membayar biaya transaksi karena informasi dalam pasar modal yang sempurna tersebar luas sehingga investor dapat melakukan sendiri segala sesuatu yang diinginkannya; setiap perusahaan dapat menerbitkan saham tanpa adanya biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi; tidak ada pajak pendapatan perseorangan maupun pajak penghasilan perusahaan; informasi yang lengkap mengenai setiap perusahaan selalu tersedia sehingga investor tidak perlu melihat pengumuman khusus mengenai pembayaran dividen sebagai indikator penting dari kondisi perusahaan; serta tidak terdapat konflik atau tidak ada masalah keagenan antara pihak manajemen dengan para pemilik saham.
44
45
BAB IV KESIMPULAN
1. Profitabilitas dapat mempengaruhi kebijakan dividen. Semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham karena semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada saat menjalankan kegiatan usahanya yang berasal dari modal yang diinvestasikannya. 2. Bird in the Hand Theory menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen dimana investor lebih menyukai pembagian dividen yang tinggi dibandingkan dengan dividen yang tidak dibagikan. 3. Dividend Irrelevance Theory menjelaskan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Dividend Irrelevance Theory menyatakan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba tidak tergantung kepada jumlah laba yang dibagi untuk dividen dan berapa jumlah laba yang dijadikan sebagai laba ditahan (retained earning).
45
46
DAFTAR PUSTAKA
Brigham, Eugene F. dan Michael Joel F. Houston, 2001. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Penerjemah: Ali Akbar Yulianto, Buku Satu, Edisi Kesepuluh: Salemba Empat, Jakarta. Darmadji, Tjiptono dan Henny M. Fakhruddin, 2001. Pasar Modal di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta. Elton, Edwin J., dan Gruber, Martin J., 1970. ”Marginal Stockholder Tax Rates dan the Clientele Effect”. Review of Economics dan Statistics, Volume 52 No. 2, p. 68 – 74. Eugene, F. Fama dan Louis C. Gapenski, 1987. Intermediate Financial Management, Second Edition, The Dryden Press, New York. Farrar, D. dan L. Slewyn, 1967. ”Taxes, Corporate Financial Policy dan Return to Investors”, National Tax Journal, Volume 8 No. 2, p. 444 – 454. Gitman, Lowrence J., 2003. Principles of Managerial Finance, Eight Edition Addison, Wesley. Gordon, William F. dan Lintner, 1963, “Optimal Investment and Financing Policy”, Journal of Finance, Volume 45 No 3, p 264 – 272. Hanafi, M. Mamduh, 2004. Manajemen Keuangan, BPFE, Yogyakarta. Horne, James Van, 2005 dan John M. Wachowicz, 2005. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, Penerjemah: Fitriasari Dewi, Edisi Keduabelas, Salemba Empat, Jakarta. Kallapur, Sanjay dan Mark A. Trombley, 1992. “The Association between Investment Opportunity Set Proxies and Realized Broth”, Journal of Business and Accounting, Volume 27 No 3, p 505-519. Keown, J. Arthur, 2005. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku Kedua, Edisi Pertama, Alih Bahasa: Chaerul Djakman dan Sulistryatini, Salemba Empat, Jakarta. Miller, M. dan F. Modigliani, 1961. “Dividend Policy, Growth and The Valuation of Shares”, Journal of Business, Vol. 34 No 5, p. 411 – 433.
46
47
Munandar, M., 2001. Budgeting, Perencanaan Kerja Pengkoodinasian Kerja Pengawasan Kerja. Edisi Pertama. BPFE Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Riyanto, Bambang, 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, BPFE UGM, Yogyakarta. Sartono, Agus R., 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, BPFE, Yogyakarta. Sharpe, William F., Gordon J. Alexander, Jeffrey V. Bailey, 1999. Investasi, Alih Bahasa: Henry Njoolingtik, Edisi Kedua,Prenhalindo, Jakarta. Suaidi, Arief, 1994. Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi Kelima, Sekolah Tinggi Ilmu YKPN, Yogyakarta. Sudarsi, Sri, 2002. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi DividenPayout Ratio pada Industri Perbankan yang Listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 9, No.1 Maret, hal. 76 – 88, Jakarta. Sundjaja, Ridwan S. dan Inge Barlian, 2002. Manajemen Keuangan Satu, Edisi Keempat, Prenhallindo, Jakarta.
Warsono, 2003. Manajemen Keuangan, Edisi Ketiga, Volume Satu, Bayumedia Publisihing, Malang. Wild, John J., K. R. Subramanyam, dan Robert F. Halsey, 2005. Analisis Laporan Keuangan, Buku Satu, Edisi Kedelapan, Alih Bahasa oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyuni Harahap, Salemba Empat, Jakarta.
47
48
48