ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR – CASTING PLANT)
Oleh INDRA HARRY PERDANA H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR – CASTING PLANT)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh INDRA HARRY PERDANA H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR – CASTING PLANT) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh INDRA HARRY PERDANA H24104110 Menyetujui,
Agustus 2008
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Dosen Pembimbing I
Ratih Maria Dhewi, SP, MM Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Ujian : 1 Agustus 2008
Tanggal Lulus :
ABSTRAK Indra Harry Perdana. H24104110 Analisis Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant). Di bawah bimbingan Jono M. Munandar dan Ratih Maria Dhewi Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi. Karyawan yang menghadapi konflik pribadi akan mudah sekali terkena stress. Hal ini dapat menghambat kinerja karena pekerjaan yang dilakukan sering terganggu dan tidak fokus. Oleh karena itu, keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi. Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis konflik karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant, (2) Menganalisis kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. (3) Menganalisis pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant (4) Merekomendasikan implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, dan literatur. Analisis data mengunakan analisis deskriptif dan Structural Equational Model (SEM) dengan software pengolah data Microsoft Excel 2007, SPSS versi 13.0 dan Lisrel 8.30. Berdasarkan persepsi karyawan terhadap konflik, maka didapatkan bahwa konflik pada PT. Astra Daihatsu Motor (Casting – Plant) tergolong tinggi. Kemudian karyawan menganggap bahwa kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor (Casting – Plant) tergolong tinggi. Berdasarkan hasil dari pengolahan data menggunakan metode Structural Equational Model didapatkan bahwa konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan pada kondisi optimal. Indikator konflik yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan adalah masalah kompensasi, diikuti dengan lemahnya sistem dan fasilitas, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, dan masalah status. Implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa berdampak positif terhadap kinerja yaitu dengan mempertahankan konflik pada kondisi optimal dengan memperhatikan kelima indikator dari konflik karyawan yaitu masalah kompensasi, lemahnya sistem dan fasilitas, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, dan masalah status.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1985 di DKI Jakarta. Penulis yang bernama lengkap Indra Harry Perdana adalah anak bungsu pasangan Bapak Ir. Hendriawan Effendie dan Ibu Wieke Hinarti. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Menteng Dalam 05 Pagi, Jakarta Selatan tahun 1991 dan lulus tahun 1997. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Depok, tamat pada tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok, pada tahun 2004, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di sekolah kedinasan Politeknik Gajah Tunggal jurusan D3 Teknik Elektro. Kemudian pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB. Selama studi penulis aktif di beberapa organisasi, antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) sebagai Ketua Departemen Pengembangan Ekonomi & Kewirausahaan pada periode 2005-2006 dan Ketua Departemen Olahraga & Budaya pada periode 2006-2007, Forum Silaturahmi Mahasiswa dan Studi (FORMASI) sebagai Ketua Divisi Ekonomi & Kewirausahaan periode 2005-2006, Unit Kegiatan Khusus (UKK) dan POLTEK GT sebagai Komandan Peleton. Penulis aktif pada kepanitiaankepanitaan di kampus, antara lain: Ketua Pelaksana 1st Banking Goes To Campus, Ketua Perusahaan Dies Natalis FEM 2007, Ketua Malam Keakraban Manajemen 2006, Koor. Acara Employee Versus Entrepreneur (EVE) 2006 dan lain-lain. Penulis pernah menjadi Runner Up Olimpiade Mahasiswa IPB, Cabang Futsal, Best 5th Bina Nusantara Stock Exchange Simulation, dan Quarter Final Turnament Futsal FE UI Cup. Penulis sempat berprofesi sebagai guru mata pelajaran kimia pada Bimbingan Belajar PRIMAGENESHA di Tangerang pada tahun 2003 dan pada PT. Puteri Cahaya Kharisma (Performax) sebagai freelance Event Organizer di acara Sampoerna Agro Agrinex 2008.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan pertolongan dan anugerah-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus: PT. Astra Daihatsu Motor-Casting Plant). Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai akhirnya skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan pembelajaran hidup yang sangat berarti kepada penulis selama penelitian. 2. Ibu Ratih Maria Dhewi, SP, MM selaku dosen pembimbing kedua yang dengan sabar memberikan bimbingan, kritik, saran, dan pengarahan serta mendengarkan keluh kesah penulis. 3. Kedua orang tua, Ir. Hendriawan Effendie dan Wieke Hinarti. Terima kasih atas didikan yang penuh kasih sayang selama ini. Semoga anakmu bisa bermanfaat bagi bangsa dan agama. 4. Kakak tercinta Iwan Hendra Susilo dan Mbak Ruri. Terima kasih atas kritik dan sarannya. Semoga kita bisa membuat bangga orangtua, bangsa dan negara. 5. Bapak Ahadiyat S.Sos selaku pembimbing di PT. Astra Daihatsu MotorCasting Plant yang telah memberikan kesempatan, pengarahan, saran, dan kritik selama penulis melakukan penelitian. 6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen, khususnya Departemen Manajemen yang telah membimbing dan membantu penulis selama menyelesaikan studi di FEM IPB. 7. Generasi Byru (Roy, Yuda, Annas, Yanda, Aufiya, Reza, Engkong, Ibnu, Habib, Ijal, Agus, Dior, Bawon, Wiliam
iii
dan Opik) yang senantiasa
menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan penelitian. Sampai selamanya kita sahabat.... 8. Feri, Najmi, Tara, Islam, Putros, Hafiz, Wily, Ipang, Irvan, Dika, Ristia, Empek, Meri, Efi, Miranti, dan teman-teman seperjuangan lainnyan di Kabinet Generasi Emas BEM FEM IPB. You are the best event organizer and agent of change!!! 9. Dio, Cici, Hepi, Fehmi, Aorora, Adit, dan Lesty. Semoga anak-anak OB menjadi Orang ”Besar” !!! 10. Rio Eldianson, Tika Andansari, Imelda Karyawira, Linda F, Wisnu, Rijky Saefuloh. dan teman-teman pengurus BEM FEM periode 2005-2006, terimakasih atas dukungannya. 11. Lulu, Tatu, Bayu, Amel dan Ade Yus di PEK. Semoga jadi pengusaha sukses 12. Yuli dan Yunita Manajemen 41. Terima kasih sudah mengajarkan LISREL 8.30. 13. Panitia 1st Banking Goes To Campus. We Are The Best Event Organizer !!! 14. Adit, Pur, Ferdi, Irwan, Ivan, Eno, Rona dan teman-teman lain di Politeknik Gajah Tunggal dan Universitas Lampung. Terima kasih atas kenangan indahnya selama di Tangerang dan Bandar Lampung. 15. Teman-teman Manajemen 41, terimakasih atas dukungannya. 16. Teman-teman di SMA 1 Depok lulusan 2003 terutama Rohis 1 Depok 17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu perusahaan sebagai sumbang saran yang positif untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan melalui pelaksanaan promosi jabatan selanjutnya. Selain itu, memberikan manfaat bagi masyarakat umum sebagai sumber data dan informasi yang layak sebagai langkah awal penelitian lainnya.
Bogor, 25 Juli 2008
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP..................................................................................
ii
KATA PENGANTAR..............................................................................
iii
DAFTAR ISI.............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
ix
I.
1 1 4 5 6
PENDAHULUAN................................................................................ 1.1. Latar Belakang................................................................................. 1.2. Perumusan Masalah......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian...........................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7 2.1. Manajemen ..................................................................................... 7 2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia .............................................. . 8 2.3. Konflik..................................................................... ..................... . 8 2.4. Produktivitas ................................................................................. 20 2.5. Kinerja........................................................................................... 20 2.6. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ................................................... 22 III. METODE PENELITIAN.................................................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional................................................. 3.3. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... 3.4. Jenis dan Sumber Data ........................................ ........................ 3.5. Metode Pengumpulan Data ........................................ ................. 3.6. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data.................................
32 32 34 37 37 37 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ...................................................... 4.1.1. Sejarah PT. Astra Daihatsu Motor, Tbk............................... 4.1.2. Struktur Organisasi PT Astra Daihatsu Motor, Tbk.. ......... 4.1.3. Kondisi dan Lingkungan Kerja PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant........... ......................................................... 4.1.4. Struktur Organisasi dan Job Description........................ .... 4.1.5. Jumlah Tenaga Kerja. ........................................................ 4.1.6. Sistem Sumber Daya Manusia. .......................................... 4.1.7. Pengaturan jam kerja.......................................................... 4.1.8. Faktor-faktor konflik pada PT. Astra Daihatsu Motor
45 45 45 46
v
47 49 54 54 55
– Casting Plant.. ................................................................ 4.2. Karakteristik dan Sebaran Responden .......................................... 4.2.1. Karakteristik Responden...................................................... 4.2.2. Sebaran Responden ............................................... ............. 4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 4.4. Analisis Persepsi Karyawan Terhadap Konflik dan Kinerja Karyawan................................................................... 4.4.1. Persepsi Responden Terhadap Konflik Karyawan.............. 4.4.2. Persepsi Responden Terhadap Kineja Karyawan ............... 4.5. Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Karyawan.............................. 4.5.1. Variabel Laten Bebas Konflik Karyawan............................ 4.5.2. Variabel Laten Terikat Kinerja Karyawan.......................... 4.6. Implikasi Manajerial ..................................................................... 4.6.1. Masalah Kompensasi.................... ...................................... 4.6.2. Kesalahan Instruksi Atasan (vertikal). ................................ 4.6.3. Kesalahan Koordinasi Antar Karyawan (horizontal)........... 4.6.4. Masalah Status .................................................................... 4.6.5. Lemahnya Sistem dan Fasilitas...........................................
56 58 58 61 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 6.1. Kesimpulan ................................................................................. 6.2. Saran............................................................................................
94 94 95
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
96
LAMPIRAN..............................................................................................
99
vi
63 64 69 73 75 79 83 84 86 87 89 91
DAFTAR TABEL
No. 1. 2. 3.
Pandangan Tradisional dan Modern tentang Konflik................. Sebaran Kuesioner...................................................................... Posisi tanggapan / keputusan responden.....................................
Halaman 9 61 63
4.
Persepsi responden terhadap masalah kompensasi.....................
64
5.
Persepsi responden terhadap kesalahan instruksi atasan.......................................................................................... Persepsi responden terhadap kesalahan koordinasi antar karyawan………………………………..................................... Persepsi responden terhadap lemahnya sistem dan fasilitas………………………………........................................ Persepsi responden terhadap masalah status............................... Persepsi responden terhadap konflik karyawan..........................
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Persepsi responden terhadap tingkat kehadiran.......................... Persepsi responden terhadap kemampuan karyawan.................. Persepsi responden terhadap produktivitas karyawan...…......... Persepsi responden terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan…….………………………........................................ Persepsi responden terhadap tingkat hubungan antar karyawan…….………………………........................................ Persepsi responden terhadap kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant...………………………........................................ Variabel-variabel penelitian...........................................…......... Kontribusi variabel indikator terhadap pembentukan efektifitas terjadinya konflik.……………………....................................... Peningkatan kinerja yang diharapkan dengan terjadinya konflik karyawan secara berturut-turut.………..........................
vii
65 66 67 68 69 69 70 71 71 72 73 73 76 80
DAFTAR GAMBAR
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jumlah pemogokan karyawan tahun 1990 – 2007................ Kerangka pemikiran konseptual penelitian............................... Kerangka pemikiran operasional penelitian.............................. Diagram lintas kerangka hubungan konflik terhadap kinerja karyawan.................................................................................... Karakteristik usia responden...................................................... Karakteristik tingkat pendidikan responden…….…………….. Karakteristik masa kerja responden........................................... Karakteristik pendapatan responden......................................... Nilai uji nyata (Uji-t) model struktural...................................... Diagram lintas model pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan.................................................................................... Pengaruh konflik terhadap kinerja .........................................
viii
Halaman 2 33 36 43 59 59 60 60 62 74 83
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Hasil perhitungan construct reliability model struktural……... Syntax model konflik terhadap peningkatan kinerja karyawan.................................................................................... Qplot of standardized residuals................................................ Goodness of fit statistics…....................................................... Organization structure of casting plant division ....................
ix
Halaman 100 101 102 103 104
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemberlakuan kebijakan perdagangan bebas pada beberapa kawasan di dunia membuat persaingan global semakin kompetitif. Perdagangan bebas membuat proteksi-proteksi yang dilakukan setiap negara menjadi berkurang. Deregulasi dan debirokrasi yang diterapkan sejumlah negara membuat kegiatan ekonomi di dunia menjadi cross borderless. Kondisi ini dapat dimanfaatkan para pelaku pasar untuk melakukan perdagangan internasional guna meningkatkan market share. Bagi negara maju, perdagangan bebas dapat berguna bagi pelaku usahanya untuk melakukan relokasi industri dan mendapatkan sumber daya dari negara lain yang memiliki cost lebih murah. Sedangkan bagi negara berkembang, proses relokasi industi dari negara maju akan membantu di dalam proses transfer IPTEK dan turut membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Dengan demikian, setiap negara berkesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pemerintah Indonesia mencoba untuk membuat undang-undang yang memudahkan semua pihak untuk berinvestasi di Indonesia. Melalui UndangUndang Penanaman Modal (UU PM) yang dikeluarkan pada Maret 2007, pemerintah berusaha untuk memperbaiki birokrasi dan regulasi yang mempersulit investor dalam menanamkan modal. Kebijakan deregulasi dan debirokrasi yang termuat di dalam UU PM, diharapkan dapat meningkatkan jumlah perusahaan-perusahaan baru dan menambah investasi pada sektor riil. Sehingga, dalam jangka panjang kondisi ini akan berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Nasional Bruto. Dampak dari persaingan global membuat direksi perusahaan dituntut untuk dapat melakukan efisiensi biaya pada setiap lini. Pengaruhnya pada lini sumber daya manusia yaitu adanya perampingan jumlah karyawan guna meminimalisir cost tenaga kerja. Oleh sebab itu, perampingan karyawan membuat ketersediaan sumber daya manusia menjadi terbatas. Sehingga karyawan yang ada di perusahaan seringkali diberi beban kerja yang berlebihan oleh perusahaan. Hal ini yang membuat karyawan sering
2
mengalami konflik. Menurut Haryadi (1995), akibat adanya ketidakadilan dan eksploitasi, buruh menuntut hak-haknya melalui kenaikan upah, tunjangan hari raya, perbaikan syarat kerja, pendirian dan pengembangan serikat kerja jamsostek, kesepakatan kerja bersama, perbaikan kerja kebijakan lembur, melalui berbagai bentuk protes, demonstrasi, mogok, hingga aksi kerusuhan. Pemogokan sebenarnya merupakan perwujudan dari adanya konflik kepentingan yang tidak terakomodasi dalam manajemen organisasi yaitu golongan yang mempunyai wewenang dalam hal ini pemilik atau kaum kapitalis dan golongan buruh yang tidak mempunyai wewenang sama sekali Haryadi (1995). Aksi perlawanan buruh seperti pemogokan, unjuk rasa, demonstrasi mengalami fluktuasi dari tahun 1990 sampai tahun 2007, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Jumlah Pemogokan Kerja 1990 - 2007 400 350 300 250 200 150 100 50 0 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07
Jml pemogokan
Gambar 1. Jumlah pemogokan karyawan tahun 1990 – 2007. (Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas ) PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) merupakan perusahaan otomotif yang sampai dengan periode Maret 2008 telah mempekerjakan 9.200 tenaga kerja. Di tahun 2007, PT. ADM ditargetkan memproduksi 150.000 unit mobil sehingga memerlukan tambahan tenaga kerja sejumlah 3.000 personil (Sumber : Suara Pantura Suara Merdeka, Hal.D, 30 Maret 2007). Menurut Schmidt dan Kochan (1972), konflik erat kaitannya dengan kontak sosial, sehingga dengan jumlah karyawan yang besar, akan membuat perusahaan semakin rentan terhadap konflik akibat dari kontak sosial di perusahaan. Ikatan Karyawan Daihatsu (Ikada) pernah melakukan unjuk rasa ketika terjadi proses akuisisi dari manajemen PT. Gaya Motor ke manajemen PT. Astra Daihatsu Motor. Unjuk rasa dilakukan karena sebagian karyawan
3
berbeda persepsi mengenai kompensasi dan statusnya yang tidak jelas ketika terjadi pengakuisisian. Selain itu, Ikatan Karyawan Daihatsu (IKADA) pernah melakukan solidaritas dengan bergabung bersama Aliansi Buruh Menggugat untuk menggelar aksi demonstrasi menentang revisi UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 yang di dalamnya menyangkut masalah pesangon dan gaji nasional yang lebih kecil bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam. Menurut Ashfinati dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyatakan bahwa seharusnya UMR Indonesia lebih besar dari Vietnam mengingat Produk Domestik Bruto Indonesia masih lebih besar dari Vietnam. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi. Oleh karena itu, keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi. Menurut Haryadi (1995), Karyawan yang menghadapi konflik pribadi akan mudah sekali terkena stress. Hal ini dapat menghambat kinerja karena pekerjaan yang dilakukan sering terganggu dan tidak fokus. Puncak dari konflik yang tidak terakomodir akan mengakibatkan para karyawan melakukan pemogokan. Jika hal ini terjadi, tentunya perusahaan akan mengalami kerugian yang cukup besar karena aktivitas produksi perusahaan terhenti oleh adanya pemogokan tersebut. Akan tetapi, konflik tidak selalu harus dihindari karena dampaknya tidak selalu negatif. Tanpa adanya konflik, perusahaan akan resisten terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terus berubah. Perubahan lingkungan yang wajar justru akan mengakibatkan ketidaknyamanan karena individu menolak perubahan. Konflik tetap diperlukan asal terkendali, sehingga konflik tetap menjadi salah satu sumber motivasi penting untuk meningkatkan kinerja karyawan. Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Tingkat konflik yang tidak memadai (terlalu rendah) atau terlalu berlebihan (konflik tinggi) dapat
4
merintangi keefektifan organisasi untuk mencapai kualitas pelayanan publik yang tinggi. Kedua situasi ektrim ini dapat memunculkan sikap-sikap aparat yang apatis, absenteisme tinggi, bekerja seadanya, tidak empatik terhadap pengguna jasa, dan sebagainya; yang pada akhirnya akan memperendah kinerja karyawan. Seorang pimpinan harus memahami teknik manajemen konflik untuk mengeola konflik menjadi optimal. Pemahaman teknik tersebut akan memudahkan tugas pimpinan dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah yang positif. Dengan manajemen konflik yang baik maka perusahaan dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konflik, untuk selanjutnya diformulasikan oleh manajer agar feedback untuk konflik tersebut bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan. 1.2. Perumusan Masalah Dewasa ini, perusahaan justru menggunakan konflik bukan lagi sebagai suatu hal yang harus dihindari. Sebaliknya, konflik sering digunakan sebagai alat untuk dan meningkatkan kinerja karyawan. Dengan jumlah karyawan sebesar 9.200 tentunya bukan hal yang mudah bagi PT. Astra Daihatsu Motor di dalam mengelola konflik-konflik yang timbul di dalam perusahaan. PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant adalah pabrik dari PT. ADM yang memiliki jumlah karyawan 450 orang dan pabrik ini dinilai renan terjadinya konflik. Di sisi lain, PT. Astra Daihatsu Motor adalah perusahaan yang ingin menjadikan konflik sebagai input untuk meningkatkan kualitas kerja karyawan. Dengan konflik, karyawan dapat memperoleh pengalaman dan proses pembelajaran yang tidak didapatkan melalui pelatihan atau pendidikan formal lainnya. Pihak manajemen PT. ADM sengaja menciptakan kondisi tidak ideal agar tercipta konflik. Dengan kondisi tersebut, karyawan diajak untuk berpikir kritis mengatasi masalah yang ada di perusahaan. Biasanya, konflik di PT. ADM diatasi dengan perundingan antara pihak manajemen dan serikat karyawan. Output yang diharapkan oleh PT. ADM adalah terbentuknya karyawan yang berkualitas yang nantinya akan berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan.
5
Oleh karena itu, sangat menarik untuk dipelajari lebih jauh mengenai proses manajerial untuk mengelola konflik menjadi suatu input yang bermanfaat bagi kinerja karyawan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konflik karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? 2. Bagaimana kinerja karyawan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? 3. Bagaimana pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? 4. Bagaimana implikasi manajerial agar konflik berdampak positif bagi kinerja karyawan di PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu menjawab permasalahan mengenai pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan khususnya pada PT. Astra Daihatsu Motor. Kemudian, penelitian ini diharapkan bisa merubah paradigma para stahekolder yang menganggap bahwa konflik sebagai hal yang harus dihindarkan. Melalui pendekatan manajemen konflik yang baik, konflik bisa berjalan optimal dan menjadi input yang bisa meningkatkan kinerja perusahaan dengan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis konflik karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. 2. Menganalisis kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. 3. Menganalisis pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. 4. Merekomendasikan implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan.
6
1.4. Manfaat Penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, diantaranya: 1. Perusahaan Hasil penelitian yang dibahas oleh penulis dituangkan dalam kesimpulan rekomendasi diharapkan dapat menjadi sumbang saran yang positif bagi perusahaan
khususnya
dalam
melakukan
manajemen
konflik
di
perusahaan. 2. Penulis Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pengalaman praktis dalam
menerapkan teori yang selama ini diperoleh di perkuliahan terkait dengan masalah konflik perusahaan. 3. Pembaca Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah karya ilmiah yang mampu memperkaya khasanah ilmiah. Selain itu, skripsi ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan masukan untuk menambah wawasan mengenai manajemen konflik perusahaan. 4. Bagi karyawan, penelitian ini dapat menjadi masukan mengenai pentingnya eksistensi karyawan dalam berserikat dan menjalankan kinerja perusahaan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Stoner (1996) mendefinisikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian pekerjaan anggota organisasi serta menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Jadi, manajemen adalah proses perpaduan berbagai sumber daya yang tidak berkaitan ke dalam suatu total sistem untuk tercapainya tujuan. Menurut Kast dan Rosenzweig (1995) mengatakan bahwa manajemen adalah pekerjaan mental (intuisi, pikiran, dan perasaan) yang dilaksanakan oleh orang-orang dalam konteks organisasi, manajemen mencakup hal-hal berikut : 1. Mengkoordinir sumber daya manusia, material dan keuangan ke arah tercapainya sasaran organisasi secara efektif dan efisien. 2. Menghubungkan organisasi dengan lingkungan luar dan menanggapi kebutuhan masyarakat. 3. Mengembangkan iklim organisasi dimana orang dapat mengejar sasaran perseorangan (individu) dan sasaran bersama (kolektif). 4. Melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang dapat ditetapkan seperti menentukan
sasaran,
merencanakan,
merakit
sumber
daya,
mengorganisir, melaksanakan, dan mengawasi. 5. Melaksanakan berbagai peranan antar pribadi, informasional, dan memutuskan. Selanjutnya Stoner (1992) mendefinisikan manajer adalah siapa saja yang bertanggung jawab atas bawaahannya dan sumber daya lain dari organisasi. Menurut Robins (1996) bahwa manajer adalah individu yang mencapai tujuan lewat orang lain. Sedangkan Radjab mengatakan bahwa manajer adalah individu yang membeli tenaga kerja. Sedangkan Schneider (1993) mengemukakan salah satu ciri kelompok manajer adalah para anggotanya yang dianggap meniti suatu karir.
8
2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia (SDM) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat (Hasibuan, 2005). Arep dan Tanjung (2003) menjelaskan bahwa manajemen SDM adalah ilmu dan seni yang mengatur unsur manusia (cipta, rasa dan karsa) sebagai aset suatu organisasi demi terwujudnya organisasi dengan cara memperoleh, mengembangkan dan memelihara tenaga kerja secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Mangkunegara (2002), manajemen SDM dapat
didefinisikan
sebagai
suatu
pengelolaan
dan
pendayagunaan
sumberdaya yang ada pada individu (pegawai). Dimana pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai. 2.3. Konflik Menurut Schmidt dan Kochan (1972), konflik adalah suatu perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Menurut Gardiner, P.D. dan Simmons, J.E.L (1992) konflik adalah suatu pertikaian kepentingan-kepentingan, objektif atau keutamaan diantara individu-individu, kelompok, atau organisasi, atau ketidakcocokan kepada kehendak-kehendak sesuatu tugas, aktivitas atau proses. Sedang menurut Robbins (1996) konflik didefinisikan sebagai proses dimana sebuah upaya yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya.
9
Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view). Perbedaan kedua pandangan tersebut disajikan dalam Tabel 1. yang menjelaskan konflik dari sudut pandang tradisional dan modern. Tabel 1. Pandangan Tradisional dan Modern tentang Konflik Pandangan Tradisional Konflik dapat dihindari Konflik disebabkan oleh kesalahan manajemen dalam merancang dan memimpin organisasi Konflik mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal Manajemen bertugas mengeliminir konflik Untuk mencapai kinerja yang optimal maka konflik harus dihilangkan
Pandangan Modern Konflik tidak dapat dihindari Konflik disebabkan oleh banyak faktor: struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilainilai, dsb. Konflik mengurangi kinerja organisasi dalam pelbagai tingkatan Manajemen bertugas mengelola dan mengatasi konflik, sehingga tercapai kinerja yang optimal Untuk mencapai kinerja yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat
Pandangan tradisional (The Traditional View) menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View) berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan
10
kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an. Jenis konflik dibagi bermacam-macam tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya. Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: 1. Konflik fungsional (Functional Conflict),yaitu konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. 2. Konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict), yaitu konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional. Selain itu, Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Selanjutnya Robbins menjelaskan bahwa konflik itu baik bagi organisasi jika: 1. Konflik merupakan suatu alat untuk menimbulkan perubahan; 2. Konflik mempermudah terjadinya keterpaduan (cohesiveness) kelompok; 3. Konflik dapat memperbaiki keefektifan kelompok dan organisasi;
11
4. Konflik menimbulkan tingkat ketegangan yang sedikit lebih tinggi dan lebih konstruktif. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu: 1. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang atau karena tuntutan tugas yang melebihi
saling
bertentangan,
batas kemampuannya.
2. Konflik antar individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences)
antara individu yang
satu dengan individu yang lain. 3. Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma norma kelompok tempat ia bekerja. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict
among
groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda
dan
masing-masing
berupaya untuk mencapainya. 5. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama. 6. Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict
among
individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi
yang
berdampak
negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis. Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
12
1. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan. 2. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat. 3. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi. 4. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain,
klasifikasi
misalnya yang dikemukakan
oleh Schermerhorn, et al. (1982),
yang
membagi
konflik
atas:
substantive conflict, emotional
conflict, constructive conflict, dan
destructive conflict. Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lain sebagai berikut : 1. Latent Conflict Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat mengawali proses konflik. 2. Antecedent Conditions Dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah
13
dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi. 3. Perceived Conflict Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut. 4. Felt Conflict Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut. 5. Manifest Conflcit Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif. 6. Conflict Resolution or Suppression Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua beJah pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja
14
Menurut Robbins yang dikutip Kenneth dan Garry (1992), konflik muncul
karena
ada
kondisi
yang
melatarbelakanginya
(antecedent
conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: 1. Rintangan dalam komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa semantik,
kesulitan
pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan
dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi
kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
2. Persaingan terhadap sumber daya Sumber daya dalam organisasi seperti anggaran, ruang kerja, personalia dan pelayanan yang semakin dibutuhkan oleh masing-masing individu atau kelompok akan menjadi sumber konflik. Hal ini mudah dimengerti karena kepemilikan akan sumber-sumber tersebut berkorelasi positif terhadap ketenangan mereka bekerja secara logis kalaudiperebutkan. 3. Ketergantungan tugas Satu kelompok kerja yang terdiri dari beberap individu, keberhasilan kerjanya tergantung pada tujuan ataupun prioritas individu tersebut. Jika berbeda, misalnya satu pihak menghendaki kualitas
kerja
yang
diutamakan sedangkan yang lain mengutamakan kuantitas kerja, maka konflik akan terjadi. 4. Masalah status Jika individu ataukelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan caracara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah.dengan contoh sederhana ini jelas bahwa masalah status menjadi salah satu penyebab konflik.
15
5. Struktur (kekaburan batas-batas bidang kerja) Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan juridiksi (wilayah kerja), kecocokan antara
tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. 6. Variabel Pribadi (sifat individu) Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian
yang
menyebabkan
individu
memiliki
keunikan
(idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict).
Selanjutnya,
konflik
yang
telah
disadari
dan
dirasakan
keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihakpihak
yang
terlibat
mewujudkannya
dalam
bentuk
perilaku.
Misalnya,serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya. Stoner (1992) mengatakan bahwa sumber utama konflik organisasi adalah :
16
1. Pembagian sumberdaya Keterbatasan sumberdaya vital menyebabkan munculnya konflik dimana semua sumberdaya harus dialokasikan sehingga tidak terelakkan beberapa kelompok akan memperoleh kurang dari yang diinginkan atau dibutuhkannya. 2. Perbedaan tujuan Sub unit organisasi cenderung menjadi khusus karena mengembangkan tujuan, tugas dan personalia berbeda sehingga sering menyebabkan konflik kepentingan atau prioritas. 3. Interdependensi aktivitas kerja Interdependensi kerja terjadi apabila dua atau lebih sub unit tergantung satu sama lain untuk mnyelesaikan tugasnya masing-masing. 4. Perbedaan nilai atau pandangan konflik dapat disebabkan karena perbedaan nilai atau pandangan, perbedaan tujuan di antara berbagai unit dalam organisasi dan perbedaan sikap. 5. Gaya individu dan kekaburan dalam organisasi Pada umumnya kemungkinan terjadi konflik antar kelompok sangat tinggi apabila para anggota kelompok sangat berbeda dalam karakteristik seperti sikap kerja, usia dan pendidikan. Menurut Walton (1969) sebagaimana dikutip Mastenbroek (1986) membedakan sumber konflik menjadi dua, yaitu : 1. Substantive issues, yaitu perselisihan tentang tujuan dan sarana, persaingan untuk barang-barang langka. 2. Emotional issues, yaitu perasaan-perasaan negatif di antara anggota organisasi. Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu (intergrated) menyeluruh untuk menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik, menetapkan cara-cara mencegahnya dan programprogram pelaksanaannya (Informasi Hukum Vol. 5 Tahun VI, 2004). Lebih lanjut manajemen konflik dirumuskan ke dalam empat hal.
17
1. Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait erat dengan ketiga hal tersebut. 2. Manajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan. Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusisolusi untuk setiap konflik yang muncul, maka usaha itu adalah usaha penanganan konflik, bukan manajemen konflik. 3. Ketiga, sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingat semua jajaran dalam organisasi. 4. Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen konflik juga akan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan. Dengan demikian maka semua program akan mencakup edukasi, pelatihan dan program sosialisasi lainnya. Stoner (1992) mengemukakan tiga jenis pengelolaan konflik, yaitu : 1. Stimulasi konflik a. Minta bantuan orang luar. Metode yang sering digunakan untuk mengguncangkan sebuah organiasi sebuah organisasi yang mengalami kemandekan. b. Menyimpang dari peraturan. Membebaskan individu atau kelompok dari komunikasi yang biasa mereka terima, atau menambah kelompok baru pada jaringan informasi yang ada. c. Menata kembali organisasi. Membubarkan
tim
kerja
dan
bagian
lama
kemudian
mengorganisasikan kembali sehingga mempunyai anggota atau tanggung jawab baru yang akan menciptakan suatu ketidakpastian dan penyesuaian kembali. d. Mendorong persaingan Pemberian bonus, uang perdagangan, dan piagam penghargaan untuk prestasi yang luar biasa akan memacu persaingan
18
e. Memilih manajer yang tepat. Pemilihan manajer yang tepat untuk kelompok tertentu dapat mendorong konflik yang berguna, yang sebelumnya belum pernah ada. 2. Mengendalikan konflik. a. Memberikan kepada setiap kelompok informasi yang menyenangkan tentang kelompok lain. b. Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan antar kelompok dengan mengundang makan bersama dan menonton film bersama. c. Meminta
pemimpin
kedua
kelompok
untuk
berunding
dan
memberikan informasi yang menyenangkan mengenai masingmasing kelompok. 3. Mengatasi konflik a. Kekuasaan dan pembenaman. Metode kekuasaan dan pembenaman biasanya mempunyai dua ciri umum, yaitu : 1) Keduanya menekan dan bukan menyelesaikannya; 2) Menciptakan situasi menang kalah. Kekuasaan dan pembenaman dapat tejadi dengan cara berikut : 1) Paksaan. Pembenaman otokratik dapat menjurus pada timbulnya konflik tidak langsung namun bersifat destruktif seperti kepatuhan dengan rasa dendam. 2) Pelunakan Pelunakan merupakan salah satu cara untuk membuat konflik menjadi lebih diplomatis. 3) Penghindaran Bersikap seolah-olah konflik tidak ada sering merupakan suatu penghindaram.
Bentuk
lainnya
adalah
penolakan
untuk
menyelesaikan konflik dengan mengulur-ulur waktu atau berulang kali menunda pengambilan tindakanan sampai tersedi lebih banyak informasi.
19
4) Penentuan melalui suara mayoritas Upaya untuk memecahkan konflik antar kelompok melalui suara mayoritas dapat efektif jika para anggota menganggap prosedur tersebut memang adil. b. Kompromi Kompromi merupakan metode penyelesaian konflik yang paling lemah karena biasanya tidak menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk dapat membantu organiasi mencapai tujuannya. Bentuk kompromi meliputi : 1) Pemisahan, dimana pihak-pihak yang bertikai dipisahkan sampai mereka menyepakati suatu penyelesaian. 2) Arbitrasi, pihak yang terlibat di dalam perselisihan mengajukan kepada pihak ketiga untuk mendapatkan pertimbangan. 3) Penyelesaian dengan undian. Penyelesaian dilakukan secara acak ditentukan melalui undian seperti tos dengan uang logam. 4) Penggunaan peraturan, pihak yang menemui jalan buntu berpaling pada peraturan organisasi untuk menyelesaikan konflik yang mereka alami 5) Penyuapan, salah satu pihak menerima suatu kompensasi sebagai imbalan untuk mengakhiri konflik. c.. Pemecahan masalah terpadu Dengan metode ini konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik pemecahan masalah. Ada tiga macam metode pemecahan konflik terpadu, yaitu : 1) Konsensus Pihak yang terlibat dalam konflik mengadakan pertemuan bersama untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk masalah mereka dan tidak berusaha mencapai kemenangan untuk salah satu pihak.
20
2) Konfrontasi Pihakpihak
yang
bertentangan
menyatakan
pandangannya
asing-masing secara langsung kepada pihak lain. 3) Penetapan tujuan lebih tinggi Pengalihan pad tujuan yang lebih tinggi dapat menjadi metode Pengurangan konflik yang efektif dengan mengalihkan perhatian pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dari tujuan mereka yang berbeda dan bersaing. 2.4. Produktivitas Menurut Dewan Produktivitas Nasional dalam Umar (2005) produktivitas memiliki pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Namun, produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Dengan kata lain bahwa produktivitas memiliki dua dimensi. Dimensi pertama yaitu efektivitas yang mengacu kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Dimensi kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. 2.5. Kinerja Menurut Robbins (1996) kinerja diartikan sebagai ukuran hasil kerja. Hasil yang menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha mencapai tujuan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja seseorang adalah kemampuan (ability) dan faktor motivation. Kemudian John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) kinerja adalah pelaksanaan fungsifungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilannya. Pengertian Kinerja Masing-masing
21
anggota organisasi memiliki dorongan yang berbeda-beda agar kayawan mau bekerja dengan baik. Yang dimaksud mau bekerja dengan baik disini adalah bahwa dorongan merupakan kesediaannya untuk mengeluarkan tingkat upaya yang lebih tinggi kearah tercapainya sasaran bahkan tujuan organisasi. Apabila suatu anggota organisasi termotivasi, maka akan berusaha dengan segala kemampuan yang ada. Kinerja menurut Stoner (dalam Swassto, 1997: 10), menyatakan bahwa kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kelompok atau organisasi. Hal ini berarti bahwa kinerja terdiri dari tiga komponen yaitu kualitas, kuantitas dan efektifitas. Dimana antara ketiga komponen ini tidak dapat dipisah antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk itulah maka kinerja karyawan dapat dilihat dari kualitas, kuantitas dan efektifitas. Menurut Vroomian (1991: 8), menyatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah tingkat sejauhmana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya yang disebut level of performance. Biasanya orang yang level performancenya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan sebaliknya orang yang level performancenya rendah atau tidak mencapai standart maka dapat dikatan sebagai tidak produktif. Suprihanto (1988: 7) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (target, standart, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan dan disepakati terlebih dahulu). Menururt mode Vroomian (2000: 59), performance kerja seseorang merupakan fungsi dari interaksi perkalian antara motivasi dan Ability. Alasan dari hubungan perkalian ini adalah jika seseorang rendah pada salah satu komponennya, maka prestasi kerjanya pasti akan rendah pula. Dengan kata lain seseorang yang performance kerjanya rendah, maka hal ini dapat merupakan hasil dari motivasi yang rendah atau kemampuannya tidak baik atau hasil dari kedua komponen motivasi dan kemampuan yang rendah.
22
Steers et al dalam Nourizar (2002) mengatakan bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Motivasi karyawan 2. Kemampuan dan keterampilan 3. Kejelasan dan penerimaan tugas 4. Kesempatan untuk berkinerja Faktor kinerja menurut Mangkunegara (2000) antara lain, yaitu: 1. Kemampuan 2. Motivasi Penilaian Kinerja Menurut Simamora (1999: 415-416), penilaian kinerja
(performance
appraisal)
adalah
proses
dengan
organisasi
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Lebih lanjut Mark C. Weig dalam Prawirosentono (1999: 214-216), mengatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada karyawan secara individual tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan perusahaan. Menurut Handoko (1999: 138), penilaian kinerja hendaknya memberikan suatu gambaran yang akurat mengenai kinerja karyawan. Untuk dapat mencapai tujuan ini sistem-sistem penilaian harus hubungan dengan pekerjaan, praktis, mempunyai standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat diandalkan. 2.6. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nenik Rahmawati (2003) yang berjudul Konflik Industrial dan Proses Penyelesaiannya (Studi Kasus T.X., Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat). Penelitian Nenik Rahmawati mengangkat masalah mengenai konflik industrial perusahaan tekstil di Purwakarta. Pemicu konflik pada PT. X terletak pada sistem upah yang dianggap terlalu rendah oleh serikat kerja PT. X. Di satu sisi, pihak manajemen PT. X menganggap bahwa upah sebesar Rp. 700.000/ bluan yang diterima karyawan sudah termasuk besar mengingat UMR/UMK Kabupaten Purwakarta sebesar Rp. 485.000.
23
Tujuan dari penelitian yang dilakukan Rahmawati (2003) adalah : 1. Mengetahui faktor-faktor penyebab konflik industrial PT. X 2. Mengetahui pihak-pihak yang terlibat konflik industrial PT. X 3. Mengetahui proses penyelesaian dan hasil akhir dari konflik industrial PT. X Penelitian Rahmawati (2003) diolah dengan metode kualitatif dengan studi kasus yang bersifat eksploratif deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap 8 orang informan dan 5 subjek penelitian. Pengumpulan data melalui kepustakaan, laporan dan sebagai pembanding digunakan tampilan kasus pada artikel PT. Great River Indonesia. Hasil penelitian Nenik Rahmawati menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik industrial adalah kondisi ekonomi buruh dan manajemen dalam perusahaan.. Pada PT. X, upah karyawan yang rendah tidak sebanding dengan pendapatan perusahaan yang mengalami peningkatan. Kemudian manajemen perusahaan melakukan pengelolaan konflik dengan dua tahapan, yaitu : 1. Tahap pertama yaitu melakukan perundingan yang dilakukan antara pihak buruh yang diwakilkan oleh Pengurus Unit Kerja (PUK), pihak pengusaha dan pihak pemerintah (Bupati, Depnaker, dan aparat polisi). 2. Tahap kedua yang dilakukan dengan membagikan angket mengenai tanggapan mengenai kenaikan gaji sebesar Rp. 90.000/bulan. Persamaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan Nenik Rahmawati adalah sama-sama meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi konflik perusahaan dan pengelolaan dari konflik. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian Rahmawati (2003) tidak membahas hubungan konflik dengan kinerja. Kemudian pada penelitian Rahmawati (2003), digunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan analisis Structural Equational Model (SEM). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunika Raimona (2003) yang berjudul Peran Komunikasi Organisasi dalam Pengelolaan Konflik (Kasus Hubungan antara Manajer dan Buruh pada Organisasi Perusahaan di Kabel di Cimanggis, Bogor). Penelitian Raimona (2003) mengangkat
24
masalah efektivitas komunikasi dalam organisasi yang menjadi faktor utama pemicu konflik. Sifat manajer pada penelitian ini lebih kepada pandangan interaksionis, yaitu konflik dianggap sebagai kejadian yang tidak dapat dielakkan, bahkan diperlukan untuk membantu meningkatkan kinerja karyawan.
Pada
penelitian
Raimona
(2003)
diperlukan
efektivitas
komunikasi untuk mengelola konflik perusahaan. Perusahaan kabel yang menjadi studi kasus penelitian Raimona (2003) menekankan pada metode kompromi untuk mengelola konflik. Penelitian Raimona (2003) bertujuan untuk mengidentifikasi : 1. Peran faktor-faktor komunikasi organisasi sebagai media untuk mengatasi permasalahan konflik antara manajer dan buruh 2. Pola komunikasi mana yang efektif untuk suatu organisasi indusri. Skripsi Raimona (2003) menggunakan alat analisis uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara karakteristik manajer dan buruh dengan efektivitas jaringan komunikasi, hubungan antara efektivitas jaringan formal dan informal dengan intensitas konflik, serta hubungan antara intensitas konflik dengan pengelolaan konflik. Hasil dari penelitian didapatkan bahwa intensitas konflik berhubungan negatif dengan pengelolaan konflik. Jadi, semakin besar intensitas konflik maka semakin kecil pengelolaan konflik. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil intensitas konflik maka semakin besar pengelolaan konflik yang telah dilakukan manajer perusahaan. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Raimona (2003) yaitu terletak pada metodologi penelitian yang menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan perbedaanya terletak pada alat analisis penelitian ini yang menggunakan Structural Equational Model (SEM), sedangkan penelitian Raimona (2003) menggunakan Rank Spearman. Pada tesis Asep Syaiful Bahri (2005) yang berjudul Proses Komunikasi Antarpribadi dalam Konflik Organisasi (Kasus Divisi Agribisnis Bank X Jakarta), tesis ini mengangkat masalah yang hampir sama dengan skripsi Yunika Raimona (2003) yang berjudul Peran Komunikasi Organisasi dalam Pengelolaan Konflik. Akan tetapi tesis Bahri (2005) lebih mengangkat
25
kepada konflik antar pribadi di perusahaan. Dalam hal ini yang menjadi obyek adalah karyawan Divisi Agribisnis Bank X Jakarta. Sedangkan skripsi Yunika Raimona (2003) lebih kepada serikat buruh dan manajer perusahaan yang menjadi pelaku utama. Lebih jauh lagi, skripsi ini mengangkat tentang bagaimana konflik juga bisa berpengaruh terhadap komunikasi antarpribadi di perusahaan. Tujuan dari penelitian tesis Bahri (2005) antara lain : 1. Menganalisis hubungan proses komunikasi antarpribadi di Divisi Agribisnis Bank X dengan karakteristik pribadi, pengelolaan konflik serta lingkungan organisasi. 2. Menganalisis konflik organisasi di Divisi Agribisnis, Bank X berhubungan dengan proses komunikasi antar pribadi dan lingkungan organisasi 3. Mengidentifikasi potensi konflik organisasi yang terjadi pada Divisi Agribisnis Bank X. Tesis Bahri (2005) menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif didapat melalui literatur-literatur mengenai organisasi terutama yang berkaitan dengan komunikasi organisasi. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan melakukan uji validitas, reliabitlitas dan uji korelasi Rank Spearman. Menurut Bahri (2005) faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya konflik dalam organisasi adalah: 1. Fasilitas Bahri (2005) menemukan hubungan yang negatif antara fasilitas gedung dengan konflik organisasi. Jadi, semakin bagus fasilitas gedung yang ada, maka akan mengurangi konflik antarpribadi. Kenyataan ini menggambarkan bahwa karyawan dapat memaksimalkan fasilitas gedung, sehigga dalam pemanfaatannya tidak menimbulkan konflik organisasi (keraguan, kecurigaan, dan perilaku memusuhi serta pemisahan komplek atau keterasingan)
26
2. Kejelasan peran Dari uji yang telah dilakukan diperoleh gambaran bahwa kejelasan konflik ternyata berhubungan negatif dengan kejelasan peran. Pada kasus ini ditandakan dengan menurunnya konflik perusahaan dengan kejelasan peran karyawan. Kenyataan ini menggambarkan bahwa karyawan telah profesional di dalam menjalankan tugasnya. Tesis ini memberikan saran agar memperbaiki proses komunikasi dengan mengedepankan aspek keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan dalam berkomunikasi antar pribadi. Persamaan antara penelitian ini dengan tesis Bahri (2005) terletak pada metodologi penelitian yang
menggunakan
metode
kualitatif
dan
kuantitatif.
Sedangkan
perbedaanya terletak pada alat analisis penelitian ini yang menggunakan Structural Equational Model (SEM), sedangkan penelitian tesis Bahri (2005) menggunakan Rank Spearman. Penelitin ini mengambil studi literatur dari jurnal nasional yang berjudul Konflik dalam Organisasi dan Kaitannya dengan Kualitas Pelayanan Publik oleh Abdul Hakim (2007). Jurnal ini membahas masalah mengenai konflik yang dibutuhkan di dalam peningkatan kualias pelayanan. Kemudian, jurnal ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan publik dipengaruhi oleh tingkat konflik yang ada dalam organisasi. Pada jurnal ini menggunakan metode kualitatif dan membahas lebih lanjut bagaimana model mendiagnosis konflik pandangan kontinum menurut Greenhalgh (1999:391)., yaitu: 1. Masalah-masalah yang dipertanyakan. Jika masalah yang menjadi sumber konflik adalah masalah prinsip, maka konflik sulit dipecahkan, karena mengrobankan prinsip dipandang sebagai mengorbankan integritas pribadi. Begitu masalah-masalah prinsip dikaitkan, pihak-pihak yang terlibat mencoba berargumentasi bahwa sudut pandang pihak lain salah. Jika hal sepeti ini terjadi, maka bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah meminta semua pihak untuk mengakui bahwa mereka memahami pandangan satu sama lain, walaupun masih percaya dengan pandangannya sendiri. Cara seperti ini
27
lebih memungkinkan semua pihak untuk maju dalam proses negosiasi, daripada tetap pada posisi masing-masing. 2. Ukuran taruhan. Semakin besar nilai yang dipertaruhkan dalam perdebatan, semakin sulit konflik dipecahkan. Misalnya, kebijakan akuisisi yang oleh manajer dianggap membahayakan kedudukannya. Manajer yang berpikir subyektif akan memandang ini adalah pertaruhan yang cukup tinggi, karena itu mereka akan berusaha untuk menentang proses akuisisi tersebut. Dalam kasus ini pendekatan persuasif dengan cara menunda penyelesaian hingga semua pihak menjadi kurang emosional sangat baik untuk dilakukan. Selama masa penundaan masing-masing pihak dapat mengevaluasi kembali masalah yang dipertaruhkan dan berusaha untuk mencoba bersikap obyektif dalam penilaian mereka. 3. Saling ketergantungan pihak-pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu konflik dapat memandang diri mereka sendiri dalam suatu rangkaian saling ketergantungan berjumlah nol atau berjumlah positif. Saling ketergantungan berjumlah nol adalah persepsi bahwa jika suatu pihak memperoleh sesuatu dari proses interaksi, maka hal tersebut berarti pengorbanan bagi pihak lain. Saling ketergantungan bernilai positif, jika kedua belah pihak sama-sama merasakan memperoleh keuntungan dari proses interaksi. Suatu hubungan berjumlah nol membuat konflik sulit dipecahkan karena hubungan ini memusatkan perhatian secara sempit pada perolehan pribadi, dan bukan pada perolehan kedua belah pihak melalui kerjasama dan pemecahan masalah. Jika hal yang demikian ini terjadi, maka kedua belah pihak harus dibujuk untuk mempertimbangkan bagaimana mereka dapat saling memperoleh manfaat dari suatu situasi. 4. Kontinuitas interaksi. Dimensi kontinuitas interaksi berhubungan dengan horizon waktu dimana semua pihak melihat diri mereka sendiri berhubungan satu sama lain. Jika mereka memvisualisasikan interaksi yang terjadi sebagai interaksi jangka panjang atau suatu hubungan yang terus menerus, maka
28
konflik yang terjadi akan lebih mudah diselesaikan. Sebaliknya jika transaksi dipandang sebagai hubungan jangka pendek, maka konflik tersebut akan sulit dipecahkan. Karena itu, pihak-pihak yang terlibat harus dibujuk agar mau menyadari bahwa hubungan mereka tidak berhenti di sini saja, atau pada saat konflik terjadi, tetapi akan ada hubungan lain yang terus menerus di masa yang akan datang. 5. Struktur pihak-pihak yang terlibat. Konflik lebih mudah dipecahkan jika suatu pihak mempunyai seorang pemimpin yang kuat yang dapat menyatukan pengikutnya untuk menerima dan melaksanakan kesepakatan. Jika kepemimpinannya lemah, maka sub-sub kelompok serikat pekerja yang paling merasa berkewajiban untuk mematuhi semua kesepakatan akan melakukan protes tanpa memperhatikan apa yang telah disepakati oleh pemimpin mereka, dan karena itu konflik sulit dipecahkan. Serikat pekerja yang dipimpin oleh pemimpin yang kuat mungkin menyulitkan dalam perundingan, tetapi begitu kesepakatan dicapai maka hasil perundingan tersebut dihormati oleh anggota serikat pekerja. Jika serikat pekerja yang dipimpin oleh pemimpin yang lemah terlibat dalam konflik, maka hasil yang telah disepakati mungkin akan dirusak oleh orang-orang dari dalam serikat pekerja tersebut, yang mungkin tidak menyukai sebagian isi kesepakatan. Hasilnya mungkin dapat berupa pertentangan yang kronis terhadap perubahan atau bahkan melakukan pemogokan. 6. Keterlibatan pihak ketiga. Orang-orang cenderung akan terlibat secara emosional dalam konflik. Keterlibatan yang demikian dapat menimbulkan beberapa pengaruh, antara lain: persepsi bias menjadi rusak, proses pemikiran dan argumentasi yang tidak rasional muncul, menghasilkan pendirian yang tidak beralasan, kemunikasi rusak, dan serangan-serangan terhadap pribadi muncul. Pengaruh-pengaruh seperti ini menyebabkan konflik menjadi sulit dipecahkan. Menghadapi situasi seperti ini peranan pihak ketiga yang netral sangat diperlukan. Pihak ketiga yang netral akan lebih bisa diterima oleh pihak-pihak yang terlibat, karena mereka lebih
29
menyukai evaluasi pihak lain daripada dievaluasi pihak lawan. Semakin berwibawa, berkuasa, dipercaya, dan netral pihak ketiga, semakin besar kemungkinan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menahan emosi. Diagnosis tersebut memberikan masukan kepada perusahaan untuk menganalisis lebih jauh potensi-potensi yang akan menjadi konflik perusahaan. Sehingga perusahaan lebih sigap di dalam mengelola konflik yang ada. Hasilnya konflik bisa berjalan optimal dan kualitas layanan menjadi meningkat. Persamaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan Hakim (2007) adalah sama-sama meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi konflik perusahaan. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian Hakim (2007) tidak membahas hubungan konflik dengan kinerja. Kemudian pada penelitian Hakim (2007) digunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan analisis Structural Equational Model (SEM). Penelitian ini juga mengacu kepada jurnal internasional dari Amy Ohlendorf (2001) yang berjudul Conflict Resolution in Project Management. Pada jurnal ini membahas masalah mengenai penyelesaian konflik pada manajemen proyek. Manajemen proyek adalah sebuah pendekatan metodologi untuk meraih hasil yang disepakati dengan menggunakan tenggat waktu dan sumber daya yang telah ditentukan. Jadi di dalam menjalankan proyek tentunya banyak sekali konflik-konflik yang mengganggu sehingga perusahaan tidak bisa meraih hasil yang disepakati dengan tenggat waktu yang ada. Faktor-faktor konflik yang menyebabkan gangguan pada perusahaan antara lain, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, perbedaan pandangan, perbedaan mendefinisikan masalah, komunikasi, dan dinamika internal. Pada jurnal ini menggunakan metode kualitatif Hasil dari jurnal ini didapat kesimpulan bahwa konflik-konflik antar karyawan bisa membesar menjadi konflik antar kelompok dan berakhir pada kinerja perusahaan yang buruk. Ohlendorf (2001)
membagi 5 tipe
pengelolaan konflik yaitu: konfrontasi, kompromi, mengalah, melawan, dan menghindar.
30
Konfrontasi juga digambarkan sebagai pemecahan masalah, integrasi, kolaboorasi atau gaya menang-menang (win-win style). Konfrontasi dibuat dengan mempertemukan kedua kubu dan berkolaborasi untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Metode ini mempergunakan komunikasi langsung dan terbuka. Konfrontasi digunakan saat perusahaan mengalami waktu yang singkat, ingin mereduksi biaya, ingin membangun kekuatan yang disegani, membangun kepercayaan dan belajar untuk berorientasi hasil. Kompromi sering digambarkan sebagai metode memberi dan menerima (take and give style). Jadi kedua kubu sama-sama ingin menang akan tetapi sudah menyerah di dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini kedua kubu sama-sama mengorbankan beberapa keinginan agar tercipta solusi yang bisa disepakati bersama. Metode ini digunakan saat waktu singkat, bersifat moderat dan memiliki keinginan untuk menjaga hubungan baik. Mengalah adalah metode akomodasi dimana salah satu pihak bersedia untuk mengalah demi terciptanya kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak. Metode mengalah digunakan saat sumberdaya terbatas, tujuan yang akan dicapai di luar batas kedua belah pihak, dengan mengalah atau tidak salah satu kubu tetap kehilangan sumberdaya dan solusi lain tidak bisa diterapkan. Melawan biasa dikenal dengan gaya bersaing, mendominasi dan mengontrol. Metode ini menghasilkan posisi menang-kalah. Biasanya digunakan saat salah satu kubu memiliki kekuatan yang lebih dan all out untuk menang. Pada posisi ini kubu yang mendominasi mengacuhkan kepentingan musuh. Digunakan saaat hubungan kedua pihak dianggap penting, salah satu pihak lebih kuat dan keputusan cepat harus segera dibuat. Menghindar adalah metode untuk mengacuhkan masalah yang ada dan dibiarkan berjalan. Hal ini dilakukan saat salah satu kubu tidak sanggup menangani masalah tersebut, ingin mengulur waktu, dalam kondisi lemah dan walau kondisi kuat namun belum siap menghadapi masalah yang ada.
31
Manajemen proyek tentunya dipacu oleh waktu dan dituntut untuk menghasilkan output berdasarkan tenggat waktu yang ditentukan. Oleh karena itu, problem solving yang telah dibangun bisa diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku di lingkungan sekitar terjadinya konflik. Persamaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan Ohlendorf (2001)
adalah sama-sama meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya konflik. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian Ohlendorf (2001)
tidak membahas hubungan konflik dengan kinerja.
Kemudian pada penelitian Ohlendorf (2001) digunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan analisis Structural Equational Model (SEM).
32
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Persaingan bisnis global menuntut perusahaan untuk melakukan kinerja secara maksimal. Melalui Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM) yang dikeluarkan pada Maret 2007, pemerintah berusaha untuk memperbaiki birokrasi dan regulasi yang mempersulit investor dalam menanamkan modal. Dengan bertambahnya jumlah perusahaan, maka membuat persaingan antar perusahaan semakin kompetitif. PT. Astra Daihatsu Motor sebagai perusahaan otomotif dengan jumlah produksi terbesar
menyadari
pentingnya
untuk
memelihara,
mengelola,
dan
mengembangkan karyawan. Oleh karena itu, strategi-strategi di bidang Sumber Daya Manusia selalu direncanakan dengan efektif dan efisien dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan. Menurut Mangkuprawira (2004) strategi adalah cara mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi adalah sebuah rencana permanen untuk sebuah kegiatan. Di dalamnya mencakup formulasi tujuan dan kumpulan rencana kegiatan. Siagian (2004) menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan strategi, yaitu strategi tingkat korporasi, strategi tingkat bidang satuan bisnis, dan strategi tingkat fungsional. Dengan cakupan strategi fungsional antara lain aspek produksi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi. PT. Astra Daihatsu Motor menggunakan sistem multitasking di dalam meneerapkan kebijakan SDM. Dengan target produksi sebesar 150.000 unit mobil, PT. Astra Daihatsu Motor hanya memiliki 9.200 karyawan. Oleh karena itu, perampingan karyawan sangat berisiko untuk terjadi konflik. Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merangsang
kreativitas,
memungkinkan
lepasnya
ketegangan,
dan
memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Sehingga output yang diharapkan adalah konflik akan berjalan secara optimal dan membuat kinerja karyawan meningkat.
33
Persaingan global
Deregulasi dan debirokrasi undang-undang investasi Peningkatan jumlah perusahaan di Indonesia Persaingan meningkat
Visi & Misi PT. Astra Daihatsu Motor Strategi fungsional PT. Astra Daihatsu Motor
Strategi Pemasaran
Strategi Keuangan
Strategi SDM
Strategi Produksi
Perampingan jumlah karyawan Peningkatan beban karyawan Konflik karyawan
Manajemen konflik
Kinerja karyawan meningkat Gambar 2. Kerangka pemikiran konseptual penelitian
Strategi Teknologi
34
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional PT. Astra Daihatsu Motor, Karawang berusaha untuk menghadapi persaingan di bisnis global dengan melakukan kegiatan usaha yang mengacu pada visi dan misi perusahaan. Perusahaan menyadari bahwa keunggulan dapat dicapai dengan salah satunya memiliki SDM yang berkualitas. Dengan sistem kerja karyawan yang multitasking sangat berisiko untuk terjadi beban kerja karyawan yang berlebihan. Hal ini sangat dapat menimbulkan konflik pada karyawan PT. ADM. PT. ADM adalah perusahaan yang ingin menjadikan konflik sebagai input yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant yang melaksanakan kegiatan pembuatan casting mobil dan beberapa komponen yang dipergunakan pada mobil Daihatsu dan Toyota. Jumlah karyawan yang terdapat pada PT. ADM – Casting Plant berjumlah 450 orang dengan perbandingan 30 % karyawan tetap dan 70 % karyawan kontrak (data internal PT. ADM, 2008). Menurut Schmidt dan Kochan (1972), konflik erat kaitannya dengan kontak sosial, sehingga dengan jumlah karyawan yang besar membuat PT. ADM – Casting Plant rentan terhadap terjadinya konflik. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini diawali dengan melakukan uji faktor-faktor penyebab terjadinya konflik. Informasi yang didapatkan untuk melakukan uji faktor didapatkan dari wawancara dan kuesioner. Dari wawancara dengan pihak HRD PT. Astra Daihatsu didapat beberapa sumber utama konflik antara lain: 1. Kompensasi 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) 4. Lemahnya sistem dan fasilitas 5. Masalah status sosial Dengan faktor-faktor kinerja antara lain : 1. Tingkat kehadiran (absensi) 2. Kemampuan karyawan 3. Produktivitas karyawan
35
4. Hubungan dengan atasan (vertikal) 5. Hubungan antar karyawan (horizontal) Metode penelitian ini bersifat deskriptif karena menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu, Travers dalam Umar (2005). Dalam hal ini menggambarkan hubungan faktor-faktor konflik yang menyebabkan kinerja perusahaan baik bersifat positif atau negatif. Menurut Consuelo dalam Umar (2005), riset ini termasuk ke dalam riset studi kasus. Jenis penelitian studi kasus merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya. Selanjutnya penelitian ini akan menemukan hubungan antara faktor-faktor satu dengan yang lainnya. Studi kasus melibatkan peneliti dengan unit terkecil seperti perusahaan atau kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Di dalam mencari hubungan konflik terhadap kinerja, penelitian ini menggunakan alat analisis Structural Equation Model (SEM) dengan variabel bebas yaitu konflik dan variabel tidak bebas yaitu kineja. Untuk mencari model yang sesuai di dalam menggunakan metode SEM, diperlukan perhitungan lain yaitu Khi-Kuadrat (χ2), P-value, Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Setelah dilakukan perhitungan SEM, maka didapat nilai hubungan antara konflik terhadap kinerja karyawan. Dari pengaruh konflik terhadap kinerja akan mengarahkan manajemen dalam melakukan implikasi manajerial untuk melakukan manajemen konflik. Dengan adanya manajemen konflik maka diharapkan konflik-konflik yang akan terjadi di perusahaan bisa berjalan optimal. Sehingga konflik tersebut bisa menjadi input positif yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Selanjutnya kerangka pemikiran akan dijelaskan pada Gambar 2.
36
PT. ADM – Casting Plant
Konflik
Analisis persepsi
Peubah laten bebas : Faktor konflik : 1. Masalah kompensasi 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) 4. Lemahnya sistem dan fasilitas 5. Masalah status sosial
Kinerja
Peubah laten tidak bebas : Faktor-faktor kinerja : 1. Tingkat kehadiran (absensi) 2. Kemampuan karyawan 3. Produktivitas karyawan 4. Hubungan dengan atasan (vertikal) 5. Hubungan antar karyawan (horizontal)
Structural Equation Model (SEM)
Pengaruh konflik terhadap kinerja
Implikasi manajerial
Kinerja karyawan meningkat Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional penelitian
37
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant yang beralamat di Jl. Tol Jakarta-Cikampek Km.47. KIIC Lot A5 Karawang Jawa Barat. Pemilihan perusahaan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
perusahaan yang bersangkutan
merupakan salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia, dimana di dalam kegiatan operasionalnya berorientasi pada sumberdaya manusia yang dimiliki serta adanya kesediaan pihak perusahaan untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan sesuai dengan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2008 sampai Juni 2008. 3.4. Jenis dan Sumber Data Menurut jenisnya, data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang memiliki nilainilai berbeda mewakili kuantitas-kuantitas berbeda pula. Setiap nilai selalu lebih besar atau lebih kecil dari nilai lainnya. Data ini memiliki skala pengukuran interval, ordinal dan rasio. Sedangkan data kualitatif adalah data yang diukur dengan skala nominal (Juanda, 2003) Sumber data penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari wawancara dengan pihak perusahaan sedangkan data sekunder berasal dari studi literatur dari laporan, skripsi, jurnal, tesis, artikel dan majalah. Menurut Umar dalam Listyani (2006) data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan, baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. 3.5. Metode Pengumpulan Data Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara dengan pihak HRD PT. Astra Daihatsu Motor mengenai konflik karyawan perusahaan dan upaya-upaya penanganan konflik oleh manajemen perusahaan. Data berupa kuesioner tersebut diuji dan direvisi dengan menggunakan skala Likert (Umar, 2003), dimana:
38
Bobot nilai 1 = sangat rendah Bobot nilai 2 = rendah Bobot nilai 3 = tinggi Bobot nilai 4 = sangat tinggi Setiap jawaban dari responden dari pertanyaan dalam kuesioner diberikan skor. Cara menghitung skor rataan adalah sebagai berikut: X = Σ (xi.ni)........................................................................... (1) n Dimana: X : skor rataan ni : jumlah jawaban responden untuk skor xi : skor nilai jawaban responden n : jumlah responden. Rentang skala penilaian digunakan untuk menentukan posisi tanggapan responden dengan menggunakan nilai skor. Setiap skor alternatif jawaban yang terbentuk dari teknik skala peringkatan terdiri dari kisaran antara 1 hingga 4 yang menggambarkan posisi yang sangat negatif ke posisi yang sangat positif, kemudian dihitung rentang skala dengan menggunakan rumus sebagai berikut: X = R (skor) ............................................................. (2) M Dimana: R (skor)
: skor terbesar – skor terkecil
M
: banyaknya kategori skor
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator mampu mengukur variabel laten. Setelah dilakukan uji validitas, kemudian dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui konsistensi variabel indikator dalam mengukur variabel laten. Pengujian validitas dan reliabilitas dapat langsung dilakukan melalui SEM dengan bantuan sotware LISREL 8.30. Kevalidan variabel indikator dalam mengukur variabel laten dinilai dengan menguji apakah semua loading-nya nyata, yaitu memiliki nilai t lebih dari thitung (1,96 pada tingkat signifikansi lima persen) (Bollen, 1989 dalam
39
Sitinjak dan Sugiarto, 2006). Konsistensi variabel indikator dalam mengukur variabel laten dapat dilihat dari nilai construct reliability. Konsistensi variabel indikator ditunjukan oleh nilai construct reliability lebih besar dari 0,6 (Bagozzi dan Yi, 1988 dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Rumus construct reliability adalah sebagai berikut : Construct reliability =
( ∑ Standardized Loading)2 ...... (3) 2 ( ∑ Standardized Loading) +( ∑ Measurement Error)
Penyebaran kuesioner dilakukan dengan metode penarikan sampel kuota sampling. Dimana sampel dipilih berdasarkan dengan perhitungan jumlah kuota tiap divisi. Adapun jumlah
karyawan yang dijadikan
responden adalah sebanyak 100 orang yang sesuai dengan pendapat Ding et al. dalam Ghozali dan Fuad (2005), bahwa ukuran sampel 100 sampai 150 merupakan ukuran sampel. Kuota sebaran responden pada setiap divisi adalah sebagai berikut : ∑ Responden tiap bagian =
∑ karyawan tiap bagian x 100 ∑ karyawan total Divisi
..................(4)
Uji hipotesis adalah satu metode statistika yang digunakan untuk menyatakan jika pernyataan H1 benar, maka pernyataan H0 salah, yaitu mengetahui hubungan antara dua variabel. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis berikut ” ada pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. ADM – Casting Plant”. Uji hipotesis dalam SEM dapat langsung dilihat dari fit index model. Hipotesis yang diuji adalah : H0 : ∑ = ∑ (θ) lawan H1 : ∑ ≠ ∑ (θ) ∑ adalah matriks input, sedangkan ∑ (θ) adalah matriks hasil dugaan. Hipotesis H0 menyatakan bahwa matriks dugaan dari model SEM mampu merepresentasikan data dengan baik, sedangkan H1 sebaliknya. 3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data Structural Equation Modeling digunakan untuk menganalisis hubungan faktor-faktor konflik sebagai variabel independen terhadap variabel dependen dalam hal ini kinerja karyawan. Perangkat lunak LISREL 8.5 digunakan untuk menganalisis dan mengolah data
40
Menurut Bollen (1989) Structural Equation Modeling (SEM) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama : 1. Model struktural: hubungan antara konstruk independen dan dependen 2. Model pengukuran: hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten) Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut memungkinkan peneliti untuk: 1. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Structural Equation Modeling (SEM). 2. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis. Salah satu keunggulan metode SEM yakni mengukur suatu hubungan yang tidak bisa diukur secara langsung Ghozali (2001). Dalam hal ini hubungan konflik terhadap kinerja karyawan tidak bisa diukur secara langsung. Konflik dan kinerja dianggap sebagai faktor yang yang tidak bisa diukur secara langsung yang biasa disebut sebagai variabel laten. Langkah-langkah SEM dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan model berbasis konsep dan teori Pada tahap ini dilakukan telaah teori yang mendalam tentang pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan. Pada tahap ini juga ditentukan variabel laten dan variabel indikator berdasarkan teori. 2. Mengkonstruksi diagram path Pada tahap ini variabel laten dan variabel indikator dibentuk dalam diagram path agar lebih memahami bentuk hubungan antar variabel. 3. Konversi diagram path ke model struktural Pada tahap ini model struktural dan model pengukuran digambarkan lebih jelas.
41
4. Memilih matriks input Pada tahap ini matriks input dipilih dan dimasukkan ke dalam perhitungan. 5. Solusi standard model dan evaluasi goodness of fit index Pada tahap ini matriks input diolah dan melihat nilai goodness of fit index dari model solusi standard. Menurut Hair et al. (1998), dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model, sehingga digunakan beberapa fit index untuk mengukur kebenaran-kebenaran model. Ukuran-ukuran yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mendapatkan model yang sesuai dalam SEM antara lain : a. Chi-Kuadrat (χ2) Menurut Solimun (2005), untuk jumlah responden sebanyak 100 200, model dikatakan baik apabila memiliki chi square dengan nilai yang tidak terpaut jauh dengan degree of freedom (df). b. P-value Menurut Hair et al., (1998), nilai p-value diharapkan lebih besar dari 0,05 atau 0,1, yaitu uji nyata. Bila hasil pengujian menunjukkan tidak nyata, berarti matrik input dan matrik dugaan tidak berbeda atau sama, maka model yang diajukan dianggap cocok. P-value berkisar antara 01 dan model persamaan struktural akan semakin baik, jika p-value mendekati 1. c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Menurut Hair et al., (1998), ukuran kesesuaian lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian model adalah RMSEA. Ukuran ini mengukur kedekatan suatu model terhadap populasi. RMSEA menunjukkan kecocokan model yang dikatakan baik, apabila nilainya kurang dari 0,1 dan buruk apabila lebih dari 0,1. d. Goodness-of-Fit Index (GFI) Ukuran ini menunjukkan seberapa besar model mampu menerangkan keragaman data. Semakin besar nilai yang diperoleh berarti model
42
semakin baik. Batas minimal 0,9 sering dijadikan acuan suatu model dikatakan layak. e. Adjusted Goodness-of-Fit Index (AGFI) AGFI merupakan modifikasi dari GFI dengan mengakomodasikan derajat bebas model dengan model lain yang dibandingkan. Nilai 0,8 sering dijadikan acuan suatu model dikatakan layak. 6. Intepretasi model Langkah terakhir adalah mengintepretasikan model solusi standard, yaitu melihat besarnya pengaruh atau kontribusi variabel indikator terhadap variabel laten dan besarnya pengaruh antar variabel laten. Variabel konflik dengan indikator manifest sebagai berikut: X1 = Masalah kompensasi X2 = Kesalahan instruksi atasan X3 = Kesalahan koordinasi X4 = Lemahnya sistem dan fasilitas X5 = Masalah status sosial Dikorelasikan dengan variabel kinerja karyawan dengan indikator manifest : Y1 = Tingkat kehadiran (absensi) Y2 = Kemampuan karyawan Y3 = Produktivitas karyawan Y4 = Hubungan dengan atasan (vertikal) Y5 = Hubungan antar karyawan (horizontal) Indikator manifest dari faktor-faktor yang menyebabkan konflik dan kinerja masing-masing diubah dalam proses dengan menggunakan software LISREL 8.30 (Linear Structural Relationship). Model persamaan struktural adalah suatu teknik variabel ganda yang digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linear secara simultan variabel-variabel pengamatan, yang sekaligus melibatkan variabel laten yang tidak dapat diukur. Model pada penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
43
Kompensasi
Tingkat kehadiran (absensi)
Kesalahan instruksi atasan
Kemampuan karyawan
Kesalahan koordinasi antar karyawan
Konflik
Produktivitas karyawan
Kinerja
Hubungan dengan atasan (vertikal)
Lemahnya sistem dan fasilitas
Hubungan antar karyawan (horizontal)
Masalah status sosial Gambar 4. Diagram lintas kerangka hubungan konflik terhadap kinerja karyawan Berdasarkan diagram tersebut diatas disusun pertanyaan: a.
Persamaan Struktural η=γξ+ζ Keterangan : η : variabel laten tak bebas, kinerja karyawan γ : muatan vaktor ξ dalam membentuk η ξ : variabel laten bebas konflik ζ : tingkat kesalahan pada perhitungan variabel η
b.
Persamaan Pengukuran Variabel Eksogen X1 = λ1ξ + δ1 X2 = λ2ξ + δ2 X3 = λ3ξ + δ3 X4 = λ4ξ + δ4 X5 = λ5ξ + δ5
44
Keterangan: Xi : variabel indikator X pembentuk variabel laten bebas ξ δ : tingkat kesalahan pengukuran indikator terhadap variabel laten bebas c.
Persamaan Pengukuran Variabel Endogen Y1 = λ1η + ε1 Y2 = λ2η + ε2 Y3 = λ3η + ε3 Y4 = λ4η + ε4 Keterangan: Y : variabel indikator Y pembentuk variabel laten tak bebas η ε : tingkat kesalahan pengukuran indikator terhadap variabel laten tidak bebas
45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah PT. Astra Daihatsu Motor, Tbk. PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) didirikan pada 1 Januari 1992, dengan mergernya beberapa perusahaan, yaitu Daihatsu Indonesia (established on 1978), Daihatsu Engine Manufacturing Ind (established on 1978), National Astra Motor (established on 1987). PT. ADM merupakan anak perusahaan dari PT. Astra International, Tbk. PT. ADM memiliki kantor pusat yang berlokasi di Jl. Gaya Motor III/5, Sunter II, Jakarta 14330, Indonesia. PT. ADM memiliki 4 buah pabrik, yaitu Stamping Plant dan Assembling Plant yang berlokasi di Sunter, Jakarta. Serta Engine Plant dan Casting Plant yang berlokasi di kawasan Industri KIIC, Karawang. PT ADM merupakan perusahaaan yang bergerak pada bidang industri otomotif dan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) Daihatsu & Manufaktur. Jumlah tenaga kerja dari PT. ADM 9.200 tenaga kerja. Dengan rata-rata 90.000 unit / tahun, PT. ADM merupakan perusahaan otomotif dengan kapasitas produksi terbesar di Indonesia. Sedangkan untuk penjualan, PT. ADM berada di urutan kedua setelah PT. Astra Toyota (Sumber : Suara Pantura Suara Merdeka, Hal.D, 30 Maret 2007). Terdapat tiga perusahaan besar yang merupakan pemegang saham dari PT. ADM, yaitu : 1. PT. Astra International, Tbk (31,87%) 2. Daihatsu Motor Co. Ltd. (61,75%) 3. Toyota Tsusho Corporation (6,38%) PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant didirikan pada Januari 1997 dan berlokasi di Kawasan Industri KIIC, Lot A-5 Jalan Tol Jakarta – Cikampek, Km. 47, Karawang 41361. PT. ADM – Casting Plant memiliki 3 bagian proses produksi. Bagian-bagian produksi
46
yang dimaksud adalah High Pressure Casting, Low Pressure Casting, Gravity Casting. Pada tahun pertama PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant hanya melakukan proses High Pressure Casting. Pada tahun 1998, PT. ADM – Casting Plant melakukan proses Gravity Casting sertifikasi QS 9000 dan ISO 9001. Baru pada tahun 2004, PT. ADM – Casting Plant proses produksi dengan Low Pressure Casting dengan produk yang dihasilkan Cylinder Head – TR . Pada tahun ini, PT. ADM – Casting Plant mendapatkan sertifikasi ISO 140001 dan OHSAS 18001. Sedangkan pada tahun 2005, PT. ADM – Casting Plant membeli mesin Kiriko yang dapat mendaur ulang scrap dari proses manufaktur menjadi bahan baku kembali. Pada 2006, PT. ADM – Casting Plant membeli mesin 3SZ untuk membuat produk Cylibnder Head – 3SZ dengan menggunakan mesin Low Pressure Casting 3SZ tersebut. PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant merupakan pabrik yang dimiliki oleh PT. ADM yang memproduksi beberapa komponen yang dipergunakan pada mobil Daihatsu dan Toyota, seperti CYH3SZ, CYH-TR, DCCH, DHC, DOP, TOP dan Cylinder Block yang dibutuhkan untuk membuat mesin mobil. Produk PT. ADM – Casting Plant langsung dikirim ke PT. ADM – Engine Plant untuk dilakukan proses perakitan dan penggabungan produk PT. ADM - Casting Plant dengan produk PT. ADM – Engine Plant. Kemudian, hasil dari proses perakitan dan penggabungan oleh PT. ADM – Engine Plant dikirim ke PT. ADM Assembly Plant untuk dirakit menjadi sebuah mobil yang siap dijual ke pasaran. 4.1.2. Visi & Misi PT Astra Daihatsu Motor, Tbk. PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) memiliki target jangka panjang perusahaan yang disebut dengan Visi 2007, yang berisi antara lain :
47
1. Menempati peringkat keempat dalam pasar otomotif dan menjadi pemimpin untuk kendaraan kelas Mobil Kompak di Indonesia dengan mendapatkan kepercayaan penuh pada merek Daihatsu melalui aktivitas dan kualitas kelas nomor satu. 2. Menjadi bagian dari perusahaan otomotif kelas dunia Sedangkan Misi 2007 dari PT. ADM adalah : 1. Mencapai kemakmuran dan kebahagiaan bagi seluruh keluarga ADM melalui kontribusi perusahaan dalam masyarakat otomotif nasional 2. Untuk mengolah sistem operasi melalui kultur ADM asli yang berdasarkan pada rasa hormat dan kejujuran sesama karyawan ADM 3. Memberi pelayanan bagi kehidupan yang baik dengan mencurahkan perhatian pada lingkungan yang aman melalui aktivitas dan produk ADM 4.1.3. Kondisi dan Lingkungan Kerja PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. Secara keseluruhan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant memiliki kondisi lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja. Hal ini diperoleh dari kebijakan perusahaan untuk menciptakan Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK-3) baik itu di lantai produksi maupun di ruang kerja (kantor) sendiri. Salah satu kebijakan LK-3 pada PT. ADM – Casting Plant adalah melakukan senam pagi bagi seluruh karyawan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesegaran dan meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan yang akan melakukan pekerjaan di PT. ADM – Casting Plant. Sasaran utama dari kebijakan LK-3 adalah untuk menciptakan zero accident (tidak terjadi kecelakaan). Untuk ruang kantor, PT. ADM Casting Plant dapat dikatakan baik. Fasilitas yang tersedia pada ruang kantor meliputi pendingin ruangan (AC), smoking room, mesin fotokopi, WC, ruang khusus rapat, ruang kerja untuk masing-masing divisi yang dilengkapi juga
48
dengan meja kerja beserta komputer, ruang lobi tamu dan toilet yang bersih dan nyaman. Ruang makan yang tersedia dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama diperuntukkan bagi karyawan, sedangkan pada ruang terpisah terdapat ruang makan khusus yang diperuntukkan bagi direksi. Untuk masalah kebersihan, PT. ADM – Casting Plant sangat bersih dengan adanya cleaning service dan tong sampah di tiap sudut ruangan. Karyawan. Pada lantai produksi, LK-3
diterapkan dengan adanya
kewajiban bagi setiap orang yang memasuki lantai produksi untuk menggunakan pelindung kepala (helm), kacamata dan sepatu pelindung. Fasilitas yang tersedia pada lantai produksi antara lain ruang istirahat, APAR dan Hidrant dan juga ruang kerja bagi supervisor (produksi, Quality Control, Maintenance dan Logistik) yang bertujuan agar dapat melihat langsung selama jalannya proses produksi. Tingkat kebisingan di lantai produksi cukup tinggi, untuk itu, karyawan, khususnya operator wajib menggunakan ear plug. Temperatur pada lantai produksi cukup tinggi akibat adanya proses produksi pengecoran. Namun, dengan adanya kipas angin besar (exhaust fan), temperatur ruangan menjadi lebih baik sirkulasi udaranya. Pencahayaan di tiap ruangan PT. ADM – Casting Plant sangat baik, hal ini dikarenakan tata lampu yang baik dan cukup banyak jendela untuk masuknya cahaya matahari. Pada lantai produksi tersedia tampat peristirahatan dan smoking room. Peralatan kerja berupa mesin-mesin produksi dari PT. ADM – Casting Plant termasuk baik. PT. ADM –Casting Plant selalu memperbaiki kondisi mesin kerja dan petunjuk penggunaan alat kerja agar proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Apabila terjadi kecelakaan di kantor atau lantai produksi, petunjuk safe area
tersedia pada lokasi-lokasi tertentu. Hal ini
berfungsi agar karyawan tidak panik dan evakuasi berjalan tertib. PT. ADM – Casting Plant, setiap tahunnya dilakukan simulasi evakuasi.
49
Sehingga, para karyawan mengerti tindakan apa yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan (safety first). Selain itu, PT. ADM – Casting Plant menyediakan fasilitas olahraga dan masjid untuk para karyawannya. Untuk fasilitas kesehatan, PT. ADM – Casting Plant tersedia klinik kesehatan bagi karyawan yang mengalami gangguan kesehatan dan kecelakaan kecil. Namun, dokter yang tersedia hanya pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Sedangkan pada hari lainnya, hanya tersedia petugas klinik (mantri kesehatan) saja.. 4.1.4. Struktur Organisasi dan Job Description Struktur organisasi yang baik diperlukan untuk menjaga kelancaran dan kontinuitas pabrik. Organisasi perusahaan disusun sebagaimana layaknya suatu badan usaha yang membagi-bagi unit dalam organisasi secara fungsional dan menyusun anggaran dasar yang mengatur tata kerja dalam perseroan. PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant merupakan bagian dari PT. Astra Daihatsu Motor pusat yang berada di Jl. Gaya Mototor III/5, Sunter II, Jakarta. Jadi di dalam struktur organisasi ada keterkaitan langsung antara PT. ADM – Casting Plant dengan PT. ADM pusat. Pada PT. ADM – Casting Plant, Director Manufacturing berada pada posisi tertinggi dengan membawahi : 1. Casting Plant Division 2. Administration 3. Management Representative 4. Committee Kemudian, PT. ADM – Casting Plant terbagi menjadi beberapa departemen. Antara lain : PPC Logistic Tugas dan tanggung jawab dari departemen PPC & Logistic sebagai berikut : 1. Production Plan Capacity 2. Product Control
50
3. Operation Cost Control 4. Material Cost Control 5. Incoming & Outgoing Mats Local & Import 6. Bertanggung jawab terhadap warehouse 7. Stock Control Mats 8. Logistic For Operation 9. Delivery Production Departemen Production dibagi menjadi dua section, yaitu High Pressure Casting dan Low Pressure Casting, namun mempunyai tugas dan tanggung jawab yang samadi masing-masing section. Berikut adalah tugas dan tanggung jawab departemen production : 1. Smooth Production & Good Quality 2. Production Daily Control 3. Management Graphs 4. Production Report : Daily – Monthly Maintenance Pada departemen maintenane dibagi menjadi dua section, yaitu Machine Maintenance dan Tool Maintenance. Tugas dan tanggung jawab Machine Maintenance adalah sebagai berikut : 1. Keep readiness machines & Equipment 2. Utility & Energy 3. Spare part stock control 4. Maintenance energy cost control 5. Inspection tools room Tool Maintenance Section mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagi berikut : 1. Die – mould maintenance & repair 2. Tooling status control 3. Tools spare part control & readliness 4. Die maintenance & cost control
51
Production Engineering Departemen production engineering mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Production support 2. Support production trial 3. Special inspection tools Selain departemen-departemen di atas, terdapat pula beberapa sectionsection yang berhubungan langsung dengan divisi-divisi yang berada di kantor pusat. Section-section tersebut memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing pada PT. ADM – Casting Plant. Environment Health and Safety (EHS) Section EHS mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Safety device 2. Periodical training 3. Mengadakan latihan penanggulangan bencana kebakaran 4. Melakukan pengecekan terhadap limbah yang dikeluarkan setiap harinya 5. Memberi peringatan kepada operator jika tidak memakai alat pelindung selama berada di lantai produksi 6. Memberi perkenalan atau orientasi awal kepada karyawan baru. GSM Section GSM memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Building & environment maintenance 2. External relation 3. Internal security Quality Inspection Quality Inspection Section mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
52
1. Quality check 2. Quality control at process 3. Chenical, physical proportion & dimention Quality Engineering Quality engineering Section bertugas dan bertanggung jawab sebagai berikut : 1. Quality control standart 2. Quality improvement 3. Claim report, quality assurance 4. Quality management system 5. Making : Check PIS & approval 6. Vendor management Human Resources Division (HRD) and Personnel Services Human Resources Division (HRD) and Personnel Services bertugas dan bertanggung jawab sebagai berikut : 1. Personal administration 2. Recruitment 3. People development & training Finance and Accounting Finance and accounting memiliki tugas dan bertanggung jawab sebagai berikut : 1. Record actual expances 2. Asset audit 3. Monthly finance report Purchasing Mamiliki job desc antara lain : 1. Purchase order 2. Purchase record Tujuan dari system produksi yang digunakan oleh PT. ADM – Casting Plant yaitu menekankan pada :
53
1. Fokus pada pelanggan 2. Meningkatkan produktifitas dan minimalisasi biaya 3. Pengelolaan partisipasi karyawan berjalan dengan maksimal 4. Pengelolaan keselamatan kerja dan lingkungan terhadap seluruh karyawan Proses bisnis pada PT. ADM – Casting Plant dimulai dengan pengujian kelayakan persyaratan pelanggan dan lalu membuat perencanaan dan pengendalian produksi yang akan dilakukan. Selain itu dibuat pula perencanaan mutu dan juga control plan. Dilanjutkan dengan pengadaan raw material dan juga pengadaan tools yang akan digunakan pada proses produksi. Setelah bahan baku datang, diadakan pemeriksaan bahan baku yang datang dan juga penanganan produk dan delivery. Dilanjutkan dengan pengendalian proses produksi yang dilakukan pada lantai produksi PT. ADM – Casting Plant. Selanjutnya dilakukan pada lantai produksi PT. ADM Casting Plant. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap produk yang telah selesai diproduksi, apakah memenuhi standar atau tidak. Setelah lolos dari pemeriksaan, produk akan disimpan pada gudang barang jadi untuk kemudian dilakukan penanganan produk yang telah selesai dan delivery. Dan selanjutnya penanganan produk untuk pengiriman kepada pelanggan. Dari proses bisnis yang dilakukan oleh PT. ADM – sangat diharapkan kepuasan dan harapan pelanggan terhadap perusahaan. Secara garis besar, proses manajemen yang dilakukan PT. ADM – Casting Plant terdapat 5 buah fungsi dasar yang dilakukan perusahaan, antara lain: perencanaan, pengendalian, peninjauan, perbaikan, pencegahan, dan peningkatan berkelanjutan. Perencanaan merupakan proses untuk membuat bisnis plan serta kebijkanan mutu dan sasaran mutu yang ingin dicapai oleh perusahaan. Pengendalian adalah proses pengendalian dokumen dan data yang dibutuhkan serta pengendalian mutu catatan mutu perusahaan. Peninjauan adalah mengaudit mutu secara internal dan juga membuat management review. Dilakukan juga perbaikan dan pencegahan agar pelanggan mendapatkan kepuasan
54
terhadap produk yang diproduksi oleh perusahaan. Sedangkan peningkatan berkelanjutan adalah usahan untuk peningkatan di segala bidang oleh perusahaan secara terus-menerus. 4.1.5. Jumlah Tenaga Kerja Secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja yang bekerja pada PT. ADM – Casting Plant sebanyak 452 tenaga kerja. Sebanyak 352 tenaga kerja berstatus karyawan kontrak dan 100 tenaga kerja berstatus karyawan tetap. 4.1.6. Sistem Sumber Daya Manusia Sistem sumber daya manusia yang digunakan oleh PT. ADM – Casting Plant berupa AHRM, Astra Human Resources Management, yaitu suatu systen yang dibangun oleh perusahaan agar para karyawan yang bekerja pada perusahaan dapat bekerja dengan baik yang nantinya mempengaruhi kinerja para pekerja dalam bekerja Hanya ada satu bagian yang menangani pengelolaan sumber daya manusia pada PT. ADM – Casting Plant, yaitu bagian Human Resources Development (HRD). Fungsi-fungsi yang dijalankan oleh HRD adalah sebagai berikut : 1. Fungsi rekrutmen HRD menjalankan fungsi tersebut atas dasar permintaan dari perusahaan yang dianggap perlu menambah ataupun mengganti tenaga kerja. 2. Fungsi people development Fungsi ini dijalankan oleh HRD untuk menunjang karir para pekerja yang bekerja pada perusahaan. 3. Fungsi industrial relation HRD mempunyai hubungan dengan serikat pekerja perusahaan. Pada fungsi ini, HRD memberhentikan pekerja (PHK) yang dinilai memiliki disiplin rendah 4. Fungsi remunerasi Fungsi dimana HRD mengatur pemberian gaji bagi seluruh pekerja.
55
5. Fungsi personel service Fungsi dimana HRD melayani karyawan yang memiliki masalah atau keluhan dalam bekerja. 6. Fungsi training HRD memberikan training terhadap bekerja yang bertujuan untuk menambah skill dalam bekerja 7. Fungsi organitational development Fungsi dimana HRD mengembangkan organisasi perusahaan. Setiap 3 bulan, para pekerja akan mendapatkan penilaian mengenai kinerjanya
masing-masing.
Setiap
pekerja
yang
dianggap
mempunyai kinerja yang baik akan diberikan reward dari perusahaan. Sedangkan karyawan yang memiliki disiplin rendah akan diberikan punishment. 4.1.7. Pengaturan Jam Kerja Pada PT. Astra Daihatsu – Casting Plant, pemberlakuan jam kerja dibedakan antara pekerja yang bekerja di kantor (office) dengan pekerja yang bekerja di lantai produksi. Akan tetapi, seluruh karyawan diwajibkan untuk mengikuti senam pagi yang diadakan oleh perusahaa setiap pukul 07.00 WIB. Beriktu adalah waktu kerja karyawan PT. ADM – Casting Plant : Staf Kantor Hari Kerja
: Senin – Jumat
Waktu kerja
: 07.30 – 16.30
Waktu Istirahat
: 12.00 – 13.00
Staf Pabrik (shift 1) Hari Kerja
: Senin – Jumat
Waktu kerja
: 07.50 – 13.00
Waktu Istirahat
: 11.50 – 12.25
Staf Pabrik (shift 2) Hari Kerja
: Senin – Jumat
Waktu kerja
: 19.15 – 04.30
Waktu Istirahat
: 23.50 – 00.35
56
PT, ADM – Casting Plant memberlakukan waktu bekerja dalam satu bulan sebanyak 80 jam kerja, sehingga setiap bulannya, para pekerja bekerja pada hari sabtu sebanyak 2 kali. Dan juga, standar lembur yang diberlakukan oleh PT. ADM – Casting Plant yaitu sebanyak 180 menit untuk shift satu dan 150 menit untuk shift kedua. 4.1.8. Faktor-faktor konflik pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. Beberapa faktor yang menjadi konflik pada PT. ADM – Casting Plant adalah : 1. Masalah kompensasi Di dalam menerapkan gaji pokok PT. ADM – Casting Plant termasuk cukup baik. Untuk karyawan kontrak pada level terendah yaitu operator, seorang lulusan SMA/SMK mendapatkan gaji pokok sebesar Rp. 1080.000,00. Gaji pokok yang diberikan masih lebih tinggi dibanding dengan UMK Kab. Karawang sebesar Rp.1000.000,00. Namun, perusahaan memiliki turnover yang cukup tinggi pada level operator. Seorang karyawan kontrak pada posisi terendah harus menjalani seleksi ketat dengan karyawan lain untuk mendapatkan posisi karyawan tetap. Pada tahun 2007 PT. ADM – Casting Plant menargetkan komposisi 60:40, 60% karyawan kontrak dan 40% karyawan tetap. Namun komposisi tersebut gagal terwujud. Komposisi yang terjadi di lapangan adalah 70:30, dengan perbandingan 70% karyawan kontrak dan 30% karyawan tetap. Hal inilah yang seringkali membuat karyawan baru merasa bimbang dengan karirnya. Selain itu, untuk mendapatkan penghasilan melalui lembur, karyawan harus melewati prosedur peraturan lembur yang sulit. Pada posisi operator, karyawan yang ingin mendapatkan izin lembur, maka harus mendapatkan izin dari team leader, foreman dan supervisor. Oleh karena itu, kesempatan untuk mendapatkan kompensasi tambahan melalui uang lembur cukup sulit. Hal-hal inilah yang seringkali menjadi konflik di PT. ADM – Casting Plant.
57
2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Karyawan PT. ADM – Casting Plant mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA. Oleh karena itu, seringkali karyawan mengalami perbedaan persepsi atas instruksi yang diberikan oleh atasan yang memiliki pengalaman dan pendidikan yang lebih tinggi. Lokasi PT. ADM – Casting Plant yang jauh dari PT. ADM pusat yang berada di Jakarta terkadang menjadi hambatan bagi karyawan PT. ADM – Casting Plant untuk mendapatkan informasi terbaru dari pusat. Dengan demikian, kesalahan koordinasi antara atasan dengan bawahan seringkali menjadi konflik karyawan 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM – Casting Plant adalah sebuah metode kerja yang memberikan keleluasaan bagi karyawan untuk membuat Standard Operating Procedur (SOP) sesuai keinginan masing-masing karyawan dan tim kerja. SOP dibuat oleh tiap karyawan berdasarkan jobdesc, kemudian disetujui oleh tim kerja dan atasan yang bersangkutan. Dampak dari adanya Suggestion System yaitu terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan dan tim kerja. Di dalam pembuatan SOP karyawan atau tim kerja, seringkali tidak terjadi koordinasi yang baik dengan karyawan dan tim kerja lain. Karyawan dan tim kerja yang mengalami tumpang tindih pekerjaan seringkali menjadi saling mengandalkan di dalam menyelesaikan pekerjaan yang sama dengan karyawan dan tim kerja lain. Oleh karena itu, kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) seringkali mengakibatkan konflik karyawan. 4. Lemahnya sistem dan fasilitas Meskipun PT. ADM Casting Plant menggunakan peralatan canggih di dalam kegiatan operasonalnya. Akan tetapi banyak sekali peralatan yang tetap harus digunakan secara manual. Karyawan yang bekerja dengan mesin manual dan membutuhkan enerji yang berat sangat riskan untuk terjadinya konflik. Lingkungan pada
58
lantai produksi yang bising dan panas seringkali menimbulkan stress pada karyawan. Sistem K3 yang diterapkan untuk karyawan sebenarnya cukup banyak dan bersifat edukatif. Akan tetapi, rambu-rambu petunjuk K3 cukup rumit dan tidak mudah dipahami. Hal inilah yang mengakibatkan karyawan menjadi kesulitan menjalankan instruksi K3 yang ada. PT. ADM memiliki klinik yang cukup besar dan nyaman. Namun, dokter yang stand by hanya pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Oleh sebab itu, lemahnya sistem dan fasilitas dapat menjadi konflik bagi karyawan PT. ADM – Casting Plant. 5. Masalah status PT. Astra Daihatsu Motor adalah perusahaan yang mengadopsi budaya Jepang. Oleh karena itu, budaya feodal terkadang masih melekat pada PT. ADM. Karyawan yang memiliki jabatan dan kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Kondisi ini seringkali menjadi hambatan di dalam komunikasi antara atasan dan bawahan. Selain itu, sebagian karyawan terkadang merasa iri dan tidak terima diperintah oleh atasan yang berusia muda ataupun kurang pengalaman. Hal ini dapat mengakibatkan komunikasi yang terjalin menjadi kurang baik dan mengakibatkan konflik. 4.2. Karakteristik dan Sebaran Responden 4.2.1. Karakteristik Responden Analisis karakteristik responden penting dilakukan karena karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan responden dalam memahami sistem promosi jabatan yang ada di perusahaan. Karakteristik
responden
ditinjau
dari
segi
usia,
tingkat
pendidikan,tingkat pendapatan dan pengalaman kerja. a. Usia Responden Usia responden dapat menunjukkan kemampuan responden dalam menyerap pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya. Selain itu dapat juga menunjukkan
59
produktivitas responden dalam bekerja. Sebaran usia dari kelompok responden dapat dilihat pada Gambar 5.
22-25 tahun 30%
>25tahun <18 1% 8% <18 18 - 21 tahun 22-25 tahun >25tahun 18 - 21 tahun 61%
Gambar 5. Karakteristik usia responden Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia pada range 19 – 25 tahun, yaitu sebesar 99 persen, sedangkan pada usia 26-32 tahun pada range 1 %. Hal tersebut dikarenakan kondisi karyawan pada PT. ADM – Casting Plant 70% didominasi oleh karyawan kontrak yang berusia 19-25 tahun. b. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden PT. ADM Casting – Plant dapat dilihat pada Gambar 6.
S1 1%
SMA S1
SMA 99%
Gambar 6. Karakteristik tingkat pendidikan responden Gambar 6 menerangkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK, yaitu sebesar 99 persen. Hal ini terjadi karena responden merupakan karyawan PT. ADM Casting – Plant yang memiliki masa kerja lama yang memulai
60
karirnya dari ”bawah”, sehingga posisi saat ini lebih dipengaruhi oleh jasa dan prestasi karyawan terhadap perusahaan. Selain itu, karena perusahaan menetapkan syarat minimum pendidikan SMA/SMK pada rekrutmen awal berdirinya perusahaan. c. Masa Kerja Responden Masa kerja responden PT. ADM Casting – Plant dapat dilihat pada Gambar 7. 5-6tahun 1%
<1 27% <1 2-4 tahun 5-6tahun
2-4 tahun 72%
Gambar 7. Karakteristik masa kerja responden Gambar 7 menerangkan bahwa 99 persen responden memiliki pengalaman kerja kurang dari 2 tahun dan 1% 2 s/d 6 tahun. Hal ini dikarenakan 70% karyawan TP. ADM – Casting Plant berstatus kontrak yang memiliki masa kerja kurang dari 2 tahun. d. Pendapatan Responden Masa kerja responden PT. ADM Casting – Plant dapat dilihat pada Gambar 8. 4.500.000 6.000.000 1%
1.500.000-3.000.000 4.500.000 - 6.000.000
1.500.0003.000.000 99%
Gambar 8. Karakteristik pendapatan responden
61
4.2.2. Sebaran Responden Kuesioner disebarkan secara kuota sampling terhadap karyawan pada PT. ADM Casting – Plant. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 100 kuesioner yang terdiri dari 41 pertanyaan. Sebaran kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sebaran kuesioner Division
Populasi
Sampel
Production
222
49
Production Enginering
110
25
Maintenance
90
20
General Affair
2
1
PPC & Logistic
14
4
Accounting anf Control
6
1
Quality control
6
1
Human Resources Division
4
1
454
100
Total 4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan aturan dalam SEM dengan bantuan software LISREL karena kecocokan model dalam metode SEM dapat langsung menjelaskan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator mampu mengukur variabel laten. Menurut Bollen, 1989 dalam Sitinjak dan Sugiarto, 2006 validitas pertanyaan yang merupakan variabel indikator dalam mengukur variabel laten tertentu dinilai dengan melihat apakah loading factornya nyata, yaitu apakah memiliki nilai t lebih dari tkritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen). Berdasarkan perhitungan, seluruh variabel indikator dalam penelitian ini memiliki loading factor yang nyata, yaitu memiliki nilai t lebih besar dari t-kritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen), yang berarti bahwa semua indikator valid. Hasil dari pengujian validitas dapat dilihat pada Gambar 9.
62
4.87
kmpnsasi
5.32
vertikal
6.04
5.51
kemmpuan
5.11
prdktvts
6.07
4.35
5.61
4.60
konflik
3.29
5.06 5.76
absensi
kinerja 3.81
hrzontal 3.60
3.33
3.63
3.78
6.48
sistem
vertikal
6.37
6.47
status
hrzntal
6.09
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045 Gambar 9. Nilai uji nyata (Uji-t) model struktural Pada gambar uji t-value pada LISREL didapat nilai validitas dari γ (gamma) yang menggambarkan hubungan langsung antara variabel laten konflik dan variabel laten kinerja yaitu sebesar 3,29. Kemudian, nilai loading λ (lambda) menggambarkan hubungan antara variabel laten konflik ataupun vairabel laten kinerja terhadap masing-masing indikatornya. Dari masingmasing loading λ (lambda) variabel laten terhadap indikatornya memiliki nilai di atas nilai 1,96. Nilai δ (delta) menunjukkan kesalahan pengukuran dari indikator variabel konflik. Nilai δ (delta) yang berada pada sisi paling kiri dari gambar menunjukkan nilai δ (delta) sudah valid dengan berada pada nilai di atas 1,96. Kemudian nilai ε (epsilon) berada pada sisi paling kanan dari gamabr menunjukkan bahwa nilai ε (epsilon) sudah valid karena di atas 1,96. Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap model struktural dalam penelitian ini untuk melihat kekonsistenan variabel indikator dalam mengukur variabel laten. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
63
indikator mempunyai kekonsistenan yang tinggi dalam mengukur variabel laten. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan jenis pengukuran construct reliability. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa nilai construct reliability variabel konflik dan variabel kinerja memiliki nilai yang baik yaitu 0,67 dan 0,64, berada di atas 0,6 (Bagozzi dan Yi, 1988 dalam Ghozali dan Fuad, 2005) 4.4. Analisis Persepsi Karyawan Terhadap Konflik dan Kinerja Karyawan Konflik merupakan input yang positif bila bisa dimaksimalkan oleh oleh perusahaan. Oleh karena itu, analisis persepsi karyawan terhadap konflik dan kinerja karyawan perlu dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana karyawan menilai konflik dan kinerja yang ada di perusahaan. Skala yang digunakan untuk melihat persepsi responden terhadap sistem promosi jabatan dan kinerja adalah skala Likert. Nilai rentang skala (Rs) yang didapat adalah 0,75. Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara skor nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi tanggapan / keputusan responden : Tabel 3. Posisi tanggapan/keputusan responden Skor Nilai
Tanggapan/Keputusan Responden
1,0 – 1,75
Sangat Rendah
1,75 – 2,5
Rendah
2,5 – 3,25
Tinggi
3,25 – 4
Sangat Tinggi
Posisi tersebut jika diinterpretasikan adalah sebagai berikut: 1. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 1 sampai 1,75, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang sangat rendah. 2. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 1,75 sampai 2,5, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang rendah.
64
3. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 2,5 sampai 3,25, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang tinggi. 4. Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada di dalam rentang 3,25 sampai 4, maka konflik dan kinerja karyawan berada pada kondisi yang sangat tinggi. 4.4.1. Persepsi Responden Terhadap Konflik Karyawan Analisis
persepsi
responden
terhadap
konflik
dilakukan
berdasarkan faktor-faktor konflik yaitu: kompensasi, kesalahan instruksi atasan (vertikal), kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal), lemahnya sistem dan fasilitas, masalah status. Masingmasing variabel terdiri dari tiga sampai enam pertanyaan yang menggambarkan konflik karyawan. Tabel 4. Persepsi responden terhadap masalah kompensasi No
Indikator Konflik Karyawan
1.
Ketidaksesuaian gaji dengan beban kerja Ketidaksesuaian uang lembur dengan tambahan pekerjaan Ketidaksesuaian bonus dengan prestasi kerja. Ketidakjelasan karir Total
2. 3. 4.
Skor Rataan 2,43
Keterangan
2,44
Rendah
2,44
Rendah
2,29 2,4
Rendah Rendah
Rendah
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kompensasi yang ditetapkan perusahaan. Dengan skor 2,4 dapat dideskripsikan bahwa tingkat masalah yang timbul akibat kompensasi tergolong rendah. Karyawan mendapat gaji yang sesuai dengan beban kerja yang diberikan perusahaan. Karyawan juga mendapatkan uang lembur yang sesuai dengan tambahan pekerjaan.. Selain itu, karyawan juga merasa bonus yang diberikan perusahaan telah sesuai dengan prestasi kerja. Kejelasan karir juga membuat karyawan memiliki persepsi yang baik tentang kompensasi yang diberikan perusahaan. Karyawan berpersepsi baik terhadap gaji dikarenakan standar gaji gaji pada PT. ADM – Casting Pant tergolong tinggi. Untuk
65
karyawan kontrak lulusan SMA pada posisi operator, karyawan mendapatkan gaji pokok sebesar Rp. 1080.000,00. Gaji yang ditetapkan lebih besar dari UMK Kab. Karawang sebesar Rp. 1.000.000,00. Karyawan PT. ADM – Casting Plant setiap bulannya menerima pendapatan Kemudian, karyawan berpersepsi baik terhadap uang lembur yang diberikan PT. ADM – Casting Plant dikarenakan standar kompensasi uang lembur yang diberikan tergolong cukup tinggi. PT. ADM – Casting Plant memberikan uang lemburnya dengan rumus 1/173 x {Gaji pokok + (uang transport x 22) + (makan x 22) + (ASTEK)}. Uang lembur yang diberikan oleh PT. ADM – Casting Plant jauh lebih tinggi ketimbang standar lembur yang ditetapkan Disnaker yaitu sebesar (1/ 173 x Gaji Pokok). Karyawan berpersepsi baik terhadap bonus yang diberikan atas prestasi kerja karyawan. Bagi karyawan-karyawan dengan kinerja terbaik pada tingkat plant akan diberikan fee sebesar Rp. 2000.000,00. untuk tingkat PT. Astra Daihatsu Motor, karyawan mendapat kinerja terbaik akan mendapatkan motor. Pada tingkat Astra International, karyawan-karyawan terbaik akan dikirim untuk wisata ke Jepang. Selain itu, karyawan PT. ADM – Casting Plant berpersepsi baik terhadap kejelasan karir yang ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan transparan dan adil di dalam menetapkan jenjang karir setiap karyawan. Tabel 5. Persepsi responden terhadap kesalahan instruksi atasan No
Indikator Konflik Karyawan
1.
Ketidakjelasan instruksi atasan
2.
Kurang komunikasi atasan dan bawahan Pemberian pekerjaan di luar tanggung jawab karyawan. Total
3.
Skor Rataan 2,58
Keterangan
2,38
Rendah
2,42
Rendah
2,46
Rendah
Tinggi
Tabel 5 menunjukkan bahwa karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap insruksi atasan (vertikal). Hal ini terlihat dari nilai 2,46
66
yang menunjukkan bahwa tingkat kesalahan instruksi atasan tergolong rendah. Karyawan berpersepsi baik terhadap instruksi dan komunikasi atasan dikarenakan di dalam menjalankan tugas, atasan selalu berada pada tempat kerja. Sehingga memudahkan komunikasi antara karyawan dengan atasan. Selain itu, atasan selalu memberikan pekerjaan seseuai dengan tanggung jawab dan wewenang dikarenakan job desc tiap karyawan jelas. Tabel 6. Persepsi responden terhadap kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) No 1. 2. 3. 4.
Indikator Konflik Karyawan
Skor Keterangan Rataan Tumpang tindih pekerjaan antar 2,7 Tinggi karyawan Kurang komunikasi antar 2,81 Tinggi departemen Saling mengandalkan antar 2,79 Tinggi karyawan Tumpang tindih pekerjaan antar tim 2,7 Tinggi kerja Total 2,8 Tinggi Tabel 6 menerangkan bahwa karyawan memiliki persepsi yang
kurang baik terhadap koordinasi antar karyawan (horizontal). Dengan skor 2,8 menggambarkan bahwa tingkat kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM – Casting Plant. Suggestion System memberikan kebebasan kepada karyawan untuk membuat job desc sesuai dengan posisinya masingmasing. Dampak dari Suggestion System (SS) membuat karyawankaryawan sering mengalami tumpang tindih pekerjaan akibat ada kesamaan job desc dengan tim / karyawan lain. Efek dari adanya tumpang tindih pekerjaan, maka karyawan berpersepsi bahwa tingkat saling mengandalkan di dalam bekerja cukup tinggi. Karyawan sering menganggap job desc yang dilakukan sama dengan job desc karyawan lain. Sehingga karyawan terkadang tidak mengerjakan pekerjaan yang
67
diberikan, dan berharap karyawan atau tim kerja lain yang melakukan pekerjaan tersebut. Tabel 7. Persepsi responden terhadap lemahnya sistem dan fasilitas No Indikator Konflik Karyawan Skor Keterangan Rataan 1. Peralatan kerja yang kurang baik 2,61 Tinggi 2. Fasilitas K3 (Keamanan, Kesehatan 2,63 Tinggi dan Keselamatan Kerja) yang tidak memadai 3. Fasilitas klinik yang kurang 2,67 Tinggi lengkap 4. Kurangnya fasilitas uang transpor 2,65 Tinggi 5. Tidak jelasnya petunjuk pemakaian 2,65 Tinggi peralatan kerja. 6. Fasilitas rawat inap yang kurang 2,71 Tinggi baik Total 2,65 Tinggi Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki persepsi yang kurang baik terhadap sistem dan fasilitas yang dimiliki perusahaan. Dengan skor 2,65 karyawan setuju dengan lemahnya sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant. Karyawan setuju dengan kurang baiknya peralatan kerja yang dimiliki oleh PT. ADM – Casting Plant. Hal ini dikarenakan kebijakan perusahaan pada PT. ADM – Casting Plant yang lebih mengutamakan tenaga manusia untuk mengurangi defect. Oleh karena itu, mesin yang digunakan pada PT. ADM Casting – Plant masih banyak yang manual. Sistem dan fasilitasK3 yang ada pada PT. ADM – Casting Plant masih kurang baik. Fasilitas K3 pada perusahaan terlalu standar dan kurang mengedukasi para karyawan. Pada lantai produksi banyak sekali karyawan yang lalu lalang dan tidak berjalan sesuai dengan jalur hijau yang ditetapkan. Fasilitas klinik menurut persepsi karyawan tergolong cukup baik karena tergolong lengkap. Namun, fasilitas tunjangan kesehatan dianggap kurang baik. Terutama masalah rawat inap karyawan. Hal ini karena adanya perubahan sistem tunjangan fasilitas rawat inap rumah sakit yang dilakukan PT. ADM – Casting Plant. Sistem lama
68
memberikan fasilitas rawat inap berupa dana bantuan langsung. Namun, sistem baru memberikan fasilitas rawat inap bukan dengan dana. Namun berdasarkan golongan karyawan. Karyawan dengan level operator mendapatkan fasilitas rawat inap kelas II. Sedangkan level di atasnya yaitu foreman atau supervisor mendapatkan fasilitas rawat inap kelas I. Karyawan berpersepsi kurang baik terhadap fasilitas uang transpor. Hal ini dikarenakan belum adanya sistem fasilitas uang transpor untuk karyawan. Selama ini perusahaan kurang memberikan fasilitas fasilitas transportasi, misalnya kredit kendaraan bermotor kepada karyawan. Oleh sebab itu, kurang baiknya sistem fasilitas transportasi PT. ADM – Casting Plant bisa mengakibatkan terjadinya konflik. Tabel 8. Persepsi responden terhadap masalah status No 1. 2. 3. 4.
Indikator Konflik Karyawan
Skor Keterangan Rataan Rekan kerja yang tidak hormat pada 2,29 Rendah karyawan yang lebih tua umurnya Rekan kerja yang tidak hormat pada 2,33 Rendah karyawan yang lebih berpengalaman Rekan kerja yang tidak hormat pada 2,41 Rendah karyawan memiliki kemampuan lebih baik Rekan kerja yang tidak hormat pada 2,37 Rendah karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi Total 2,35 Rendah Tabel 8 menunjukkan bahwa masalah status yang ada di
perusahaan relatif rendah. Budaya perusahaan yang disiplin, saling menghormati dan bersifat kekeluargaan, membuat hubungan antar karyawan terjalin dengan baik. Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap karyawan harus menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi, lebih tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan lebih baik. Hal ini merupakan cara PT. ADM untuk mendidik para karyawan untuk menghormati karyawan lain yang berprestasi dan loyal bagi PT. ADM – Casting Plant. Dengan metode
69
ini, diharapkan timbul budaya saling menghormati, disiplin dan kekeluargaan di dalam PT. ADM – Casting Plant. Tabel 9. Persepsi responden terhadap Konflik Karyawan No 1. 2. 3. 4. 5.
Indikator Konflik Karyawan
Skor Rataan Masalah Kompensasi 2,40 Kesalahan instruksi atasan (vertikal) 2,46 Kesalahan koordinasi antar karyawan 2,80 (horizontal) Lemahnya sistem dan Fasilitas 2,65 Masalah status 2,35 Total 2,52
Keterangan Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat konflik karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant dapat dikategorikan tinggi. Hal ini dapat terlihat dari rekapitulasi skor rataan dan skor total konflik karyawan perusahaan. 4.4.2. Persepsi Responden Terhadap Kinerja Karyawan Analisis
persepsi
responden
terhadap
kinerja
karyawan
dilakukan dengan merinci faktor-faktor kinerja karyawan yang diperoleh dari lembaran penilaian kinerja (perfomance apraisal) karyawan PT ADM – Casting Plant. Diperoleh lima faktor yang membentuk kinerja karyawan, kemudian faktor-faktor tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan kuesioner. Hasil perhitungan skor rataan persepsi responden terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persepsi responden terhadap tingkat kehadiran No
Indikator Kinerja Karyawan
1. 2. 3.
Datang kerja tepat waktu Cuti sesuai peraturan perusahaan Hubungan baik dengan rekan kerja Kondisi ruangan yang nyaman Total
4.
Skor Rataan 2,8 2,85 2,75
Keterangan
2,63 2,76
Tinggi Tinggi
Tinggi Tinggi Tinggi
Berdasarkan Tabel 10, karyawan memiliki baik terhadap tingkat absensi. Dengan budaya disiplin yang tinggi dan kondisi ruangan yang
70
nyaman, membuat karyawan semangat di dalam bekerja. Tindakan bersifat koersif cenderung ditinggalkan pada manajemen. Apabila karyawan bermasalah di dalam absensi, atasan biasanya melakukan tindakan persuasif untuk meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Atasan selalu berusaha menumbuhkan rasa saling membutuhkan kepada setiap karyawan. Dengan demikian, setiap karyawan akan berusaha untuk selalu hadir teapat waktu dan berkinerja baik karena merasa posisinya sangat penting bagi PT. ADM – Casting Plant. Tabel 11. Persepsi responden terhadap tingkat kemampuan karyawan No Indikator Kinerja Karyawan Skor Keterangan Rataan 1. Kompetensi kerja 2,69 Tinggi 2. Pelatihan 2,84 Tinggi 3. Kemampuan bekerja tepat waktu 2,82 Tinggi Total 2,78 Tinggi Berdasarkan Tabel 11, karyawan berpersepsi baik terhadap tingkat kemampuan karyawan. Hal ini dikarenakan PT. ADM sangat ketat di dalam melakukan rekrutmen karyawannya. Untuk menjadi karyawan PT. ADM, calon karyawan wajib mengikuti seleksi dengan tahapan: psikotes, wawancara psikolog, wawancara HRD, wawancara user dan medical tes. Hanya kayawan yang berkompeten yang bisa masuk PT. ADM. PT. ADM adalah perusahaan yang memiliki komitmen di dalam mengembangan kompetensi karyawannya. PT. ADM adalah perusahaan yang berani merekrut fresh graduate dalam jumlah besar untuk menjadi karyawan, ketimbang merekrut tenaga kerja berpengalaman. Hal ini dikarenakan PT. ADM memiliki sistem pelatihan yang sangat baik di dalam meningkatkan kemampuan karyawannya sesuai dengan kebutuhan perusahaan . Setiap tahunnya karyawan mendapatkan minimal 3 kali pelatihan umum setiap tahun di PT. ADM. Pelatihan pada tingkat seksi setiap bulannya. Kemudian pelatihan pada tingkat tim kerja secara insidental. Dengan adanya pelatihan yang terus menerus, karyawan mampu bekerja tepat waktu. Hal ini terlihat dari nilai sebesar 2,82 yang menggambarkan bahwa
71
karyawan berpersepsi positif dengan kemampuannya di dalam mengerjakan pekerjaan tepat waktu. Tabel 12. Persepsi responden terhadap tingkat produktivitas karyawan No Indikator Kinerja Karyawan Skor Keterangan Rataan 1. Sesuai target yang ditetapkan atasan 3,03 Tinggi 2. Tidak boros sumber daya 3,14 Tinggi 3. Minimalisir kesalahan bekerja 2,99 Tinggi Total 3,05 Tinggi Berdasarkan Tabel 12, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap produktivitas karyawan. Pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa karyawan sudah dapat memenuhi target yang ditetapkan perusahaan. Dengan bantuan mesin yang baik dan metode six sigma, karyawan dan tim kerja dapat menyelesaikan pekerjaan dengan defect defect yang rendah dan hemat sumber daya. Tabel 13. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal) No Indikator Kinerja Karyawan Skor Keterangan Rataan 1. Komunikasi 3,2 Tinggi 2. Pengawan atasan secara periodik 3,21 Tinggi 3. Pujian atasan 3,2 Tinggi 4. Saran dan perbaikan dari atasan 3,19 Tinggi 5. Perhatian atasan 3,19 Tinggi 6. Ide yang didengarkan atasan 3,25 Sangat Tinggi Total 3,21 Tinggi Berdasarkan Tabel 13, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal). Karyawan menganggap bahwa di dalam bekerja, atasan selalu baik di dalam menjalin hubungan dengan bawahan. Secara periodik atasan mengawasi pekerjaan karyawan. Atasan selalu melakukan monitoring & evaluating untuk memperbaiki kinerja karyawannya. Untuk karyawan yang memiliki kinerja rendah, atasan wajib memberikan saran dan perbaikan. Kemudian untuk karyawan yang baik kinerjanya, atasan wajib memberikan pujian baik secara formal, maupun informal
72
kepada karyawannya. Karyawan PT. ADM – Casting Plant adalah karyawan yang memiliki kompetensi yang baik. Sehingga di dalam melakukan pekerjaanya, atasan memberikan keleluasaan bagi tiap karyawan untuk membuat Suggestion System dan memberikan bonus bagi karyawan yang memberikan kritik dan saran terbaik kepada perusahaan. Dengan metode ini karyawan menjadi memiliki sarana untuk memberikan ide yang membangun bagi kemajuan perusahaan. Tabel 14. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal) No 1. 2. 3. 4.
Indikator Kinerja Karyawan Kesamaan persepsi Komunikasi Kerjasama Persaingan Total
Skor Keterangan Rataan 2,85 Tinggi 2,91 Tinggi 2,99 Tinggi 2,9 Tinggi 2,91 Tinggi
Berdasarkan Tabel 14, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal). Karyawan akan merasa nyaman dan senang serta dapat bekerja dengan baik dalam lingkungan kerja yang harmonis dimana setiap karyawan memiliki hubungan yang baik. Karyawan dapat bekerja baik dengan anggota kelompok apabila memiliki pandangan yang sama. Pada PT. ADM – Casing Plant, mayoritas pekerjaan dilakukan secara tim. Dengan demikian, tingkat kerjasama antar karayan cukup tinggi. Namun, dengan adanya sistem reward & punishment yang diberlakukan PT. ADM – Casting Plant, membuat kondisi persaingan di PT. ADM – Casting Plant cukup tinggi. Setiap karyawan dan tim kerja bersaing untuk menjadi yang terbaik dan mendapatkan penghargaan dari perusahaan.
73
Tabel 15. Persepsi responden terhadap kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant. No Indikator Kinerja Karyawan Skor Keterangan Rataan 1. Tingkat kehadiran (absensi) 2,76 Tinggi 2. Kemampuan karyawan 2,78 Tinggi 3. Produktivitas 3,05 Tinggi 4. Hubungan atasan dan bawahan 3,21 Tinggi 5. Hubungan antar karyawan 2,91 Tinggi Total 2,94 Tinggi Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dikategorikan tinggi. Hal ini dapat terlihat dari rekapitulasi skor rataan dan skor total kinerja karyawan perusahaan. 4.5. Pengaruh konflik terhadap Kinerja Karyawan Dalam penelitian ini besarnya pengaruh konflik terhadap peningkatan kinerja karyawan dapat diketahui dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) yang terdiri dari dua variabel, yaitu variabel laten bebas dan variabel laten tidak bebas. Konflik karyawan (ξ) merupakan variabel laten bebas dan kinerja karyawan (η) merupakan variabel laten tidak bebas. Variabel penelitian dan indikator-indikator yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 16 Tabel 16. Variabel-variabel penelitian Variabel Indikator yang diukur Penelitian Konflik 1. Masalah Kompensasi (X1) karyawan 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) (X2) (ξ) 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) (X3) 4. Lemahnya sistem dan Fasilitas (X4) 5. Masalah status (X5) Kinerja 1. Tingkat kehadiran (absensi) (Y1) karyawan 2. Kemampuan karyawan (Y2) (η) 3. Produktivitas (Y3) 4. Hubungan atasan dan bawahan (vertikal) (Y4) 5. Hubungan antar karyawan (horizontal) (Y5)
Nomor Pertanyaan 1.a.. – 1.d. 2.a. – 2.c. 3.a. – 3.d. 4.a. – 4.f. 5.a. – 5.d. 1.a.. – 1.d. 2.a. – 2.c. 3.a. – 3.c. 4.a. – 4.f. 5.a. – 5.d.
Nilai dari masing-masing pertanyaan tiap komponen diambil nilai rataratanya. Pengambilan nilai rata-rata ini bertujuan untuk mendapatkan satu
74
angka yang dapat mewakili setiap variabel indikator yang ada. Kemudian nilai tersebut diolah dengan menggunakan software LISREL 8.30 yang membentuk diagram lintas model pengaruh konflik karyawan terhadap kinerja karyawan yang dapat dilihat pada Gambar 10.
0.56
kmpnsasi
0.62
vertikal
0.66
0.68
kemmpuan
0.62
prdktvts
0.77
0.57
0.62
0.61
konflik
0.62
0.56 0.69
absensi
kinerja 0.48
hrzontal 0.41
0.42
0.41
0.48
0.83
sistem
vertikal
0.83
0.83
status
hrzntal
0.77
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045 Gambar 10. Diagram lintas model pengaruh sistem promosi jabatan terhadap kinerja karyawan Secara keseluruhan uji kecocokan model ini dapat diterima. Kecocokan model ini dapat dilihat dari nilai p-value sebesar 0,19898 dengan tingkat kesalahan 0,23045. Nilai p-value sudah memenuhi harapan yaitu di atas 0,05 (Hair, et al., 1998). Hal ini berarti model tersebut tidak signifikan, yaitu matriks input dan matriks estimasi tidak berbeda, maka model yang diajukan layak. Nilai RMSEA sebesar 0,045 lebih kecil dari 0,05, berarti model tersebut cocok dengan data yang ada. Nilai chi-square sebesar 40,71 tidak berbeda jauh dengan df yaitu sebesar 34. Sesuai dengan aturan yang ada pada LISREL, bahwa untuk mendapatkan model yang fit atau cocok, maka nilai chi-square harus tidak berbeda jauh dengan nilai derajat bebasnya. Hal ini telah terpenuhi oleh model. Selain itu, nilai GFI dan AGFI telah memenuhi
75
syarat yaitu sebesar 0,92 dan 0,88. Nilai tersebut dapat diketahui pada Lampiran 5. Gambar 11 menunjukkan bahwa konflik memberikan pengaruh nyata terhadap kinerja karyawan sebesar 0,62 dengan nilai t (Gambar 9) sebesar 3,29 pada taraf nyata lima persen (>1,96). Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan optimal, setiap terjadinya konflik akan meningkatkan kinerja karyawan sampai sebesar 0,62. Besarnya pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan ini dikarenakan karyawan menilai bahwa konflik merupakan input yang bermanfaat untuk meningkatkan kinerja karyawan. Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merangsang
kreativitas,
memungkinkan
lepasnya
ketegangan,
dan
memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Karyawan yang memiliki konflik dapat terangsang untuk berpikir kreatif dan berusaha untuk keluar dari masalah dengan keputusan yang terbaik. Dengan demikian, karyawan yang terbiasa dengan konflik, dapat bekerja pada tingkat pressure yang tinggi. Sehingga, kompetensi dan kinerja karyawan menjadi meningkat. Apabila karyawan tidak terbiasa dengan konflik, atau selalu menghindari adanya konflik. Maka karyawan akan mengalami stagnasi, dimana kompetensi dan kinerja karyawan cenderung tidak peka terhadap perubahan. Hal tersebut telah sesuai dengan pendapat Robbins (1996) yang menyatakan bahwa titik ekstrim dari tidak adanya konflik adalah munculnya sikap-sikap aparat yang apatis, absenteisme tinggi, bekerja seadanya, tidak empatik terhadap pengguna jasa, dan sebagainya; yang pada akhirnya akan memperendah kinerja karyawan. 4.5.1. Variabel Laten Bebas Konflik Karyawan Varibel laten bebas konflik karyawan dibentuk oleh beberapa variabel indikator, yaitu Masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan (vertikal), kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal), lemahnya sistem & fasilitas dan Masalah status. Berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10, besarnya pengaruh indikator yang paling besar secara berturut-turut dapat dijelaskan pada Tabel sebagai berikut:
76
Tabel 17. Kontribusi variabel indikator terhadap pembentukan efektifitas terjadinya konflik. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Variabel indikator konflik Kontribusi Masalah kompensasi 0,66 Kesalahan instruksi atasan (vertikal) 0,62 Kesalahan koordinasi antar karyawan 0,56 (horizontal) Masalah status 0,41 Lemahnya sistem dan fasilitas 0,41
1. Masalah kompensasi Masalah kompensasi (X1) memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya konlik karyawan yaitu sebesar 0,66 yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 6,04 (>1,96). Hal ini
berarti
peningkatan
efektivitas
masalah
kompensasi
menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Kontribusi yang besar ini dikarenakan kompensasi adalah variabel yang sangat penting di dalam mempertahankan sumberdaya manusia. Hal ini didukung oleh pendapat
Handoko
(1996)
yang
mengatakan
bahwa
bila
pengupahan dan penggajian tidak diadministrasikan dengan tepat, maka perusahaan akan dengan mudah kehilangan karyawannya yang baik. Bahkan bila karyawan tidak keluar, mereka mungkin menjadi tidak puas terhadap perusahaan dan menurunkan produktivitas mereka. Sejauh ini perusahaan tergolong cukup baik di dalam menerapkan strategi remunrasi kepada karyawannya. Perusahaan memberikan gaji pokok di atas UMK Kabupaten Karawang. Karyawan mendapatkan transpransi jenjang karir yang jelas. Kemudian, karyawan juga mendapatkan uang sistem perhitungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem perhitungan Disnaker. Selain itu, karyawan mendapatkan bonus bagi karyawan dan tim kerja dengan kinerja terbaik. Namun beberapa karyawan menilai bahwa sistem jenjang karir hanya transparan dan bisa diukur hanya untuk karyawan tetap. Seleksi yang ketat di dalam
77
pengangkatan karyawan dan turn over yang tinggi pada tingkat karyawan kontrak menjadi masalah yang dapat menimbulkan konflik bagi karyawan. Lembur adalah suatu cara bagi karyawan PT. ADM untuk menambah penghasilan. Namun, prosedur untuk melakukan lembur dianggap terlalu menyusahkan karyawan. Hal inilah yang seringkali menjadi konflik bagi karyawan. 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Variabel kesalahan instruksi atasan (X2) memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk efektivitas sistem promosi jabatan, yaitu sebesar 0,62 yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,61 (>1,96). Hal ini dikarenakan kesalahan instruksi atasan sangat rentan terhadap terjadinya konflik. Kesalahan instruksi atasan pada PT. ADM – Casting Plant lebih disebabkan karena perbedaan persepsi. Hal inilah yang seringkali menimbulkan konflik. Menurut Stoner (1992), konflik dapat disebabkan karena perbedaan nilai atau pandangan, perbedaan tujuan di antara berbagai unit dalam organisasi dan perbedaan sikap. Sejauh ini, karyawan berpersepsi baik dengan instruksi atasan. Namun, sebagian karyawan berpendapat bahwa terkadang atasannya tidak jelas di dalam memberikan instruksi. Karyawan PT. ADM – Casting Plant mayoritas adalah lulusan SMA/STM. Oleh karena itu, seorang atasan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi terkadang memberikan perintah yang tidak dapat ditafsirkan atau dijalankan oleh bawahannya yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Hal inilah yang seringkali mengakibatkan konflik karyawan. 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) Variabel
kesalahan
koordinasi
antar
karyawan
(X3)
memberikan kontribusi yang berarti bagi efektivitas sistem promosi jabatan, yaitu sebesar 0,56 yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,06 (>1,96). Kesalahan koordinasi antar
78
karyawan disebabkan karena kesamaan SOP dan job desc akibat adanya Suggestion System (SS). Menurut Winardi (1992), konflik seperti ini dinamakan sebagai konflik horizontal. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar
departemenyang setingkat.
Menurut persepsi karyawan, PT. ADM. – Casting Plant kurang baik di dalam koordinasi antar karyawan atau antar tim kerja. Seringnya tumpang tindih dan saling mengandalkan di dalam melakukan pekerjaan merupakan gambaran rendahnya koordinasi antar karyawan & tim kerja. 4. Masalah status Variabel Masalah status (X5) memberikan kontribusi yang sebesar 0,41 terhadap terjadinya konflik. Nilai ini positif dan berpegaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,63(>1,96). Hal ini berarti peningkatan masalah status menyebabkan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan konflik karyawan. Kontribusi ini didasarkan oleh adanya budaya feodal yang terkadang masih melekat pada PT. ADM Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap karyawan harus menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi, lebih tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan lebih baik. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki jabatan dan kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Hal inilah yang sering menimbulkan konflik karyawan. Fakta ini didukung berdasarkan pada pendapat Kenneth dan Garry (1992), yang mengatakan bahwa konflik dapat disebabkan oleh masalah status. Jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang
79
memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah.Dengan contoh sederhana ini jelas bahwa masalah status menjadi salah satu penyebab konflik. 5. Lemahnya sistem dan fasilitas Variabel lemahnya sistem dan fasilitas (X4) memberikan kontribusi sebesar 0,41 terhadap terjadinya konflik karyawan dan berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,60 (>1,96). Nilai ini menggambarkan bahwa lemahnya sistem dan fasilitas sangat berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Kondisi lingkungan kerja pada lantai produksi yang panas dan bising mudah sekali membuat stress karyawan. Karyawan berpersepsi bahwa sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant kurang baik. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi masih banyak yang manual kemudian, fasilitas K3 masih belum bisa diterapkan secara baik oleh seluruh karyawan PT. ADM – Casting Plant. Klinik yang hanya memiliki dokter pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Fasilitas transportasi dan fasilitas rawat inap bagi karyawan masih dianggaap kurang memadai. Oleh sebab itu, lemahnya sistem dan fasilitas sangat rentan untuk mengakibatkan konflik karyawan. 4.5.2. Variabel Laten Terikat Kinerja Karyawan Varibel laten terikat kinerja karyawan dibentuk oleh beberapa variabel indikator, yaitu Tingkat kehadiran (absensi),kemampuan karyawan, produktivitas, hubungan atasan dan bawahan
(vertikal,
hubungan antar karyawan (horizontal). Berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10, besarnya peningkatan kinerja karyawan yang paling besar akibat peningkatan konflik karyawan secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut:
80
Tabel 18. Peningkatan kinerja yang diharapkan dengan terjadinya konflik karyawan secara berturut-turut No. Variabel indikator konflik Kontribusi 1. Kemampuan karyawan 0,61 2. Tingkat kehadiran (absensi) 0,57 3. Produktivitas 0,48 4. Hubungan antar karyawan (horizontal) 0,48 5. Hubungan dengan atasan 0,42 1. Kemampuan karyawan Kemampuan karyawan merupakan kompetensi, pengetahuan dan pemahaman karyawan tehadap prinsip dan metode yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Seluruh karyawan harus memiliki pengetahuan pekerjaan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan benar sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal. Menurut Steers et al dalam Nourizar (2002), kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya
adalah
kemampuan
dan
keterampilan
karyawan.
Berdasarkan Gambar 10. variabel kemampuan karyawan (Y2) memberikan kontribusi terbesar dalam membentuk kinerja karyawan, yaitu sebesar 0,61 yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan kemampuan karyawan akan lebih meningkatkan kinerja karyawan. Besarnya kontribusi ini karena karyawan sudah mampu melaksanakan job desc sesuai dengan metode dan prinsip serta standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan. Selain itu, perusahaan secara rutin memberikan pelatihan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab sehingga meningkatkan kemampuan karyawan. Tidak hanya itu, kemampuan karyawan juga diperoleh dari rekan kerja maupun dari membaca buku-buku yang berkaitan dengan pekerjaan. Karyawan selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan pekerjaan sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
81
2. Tingkat kehadiran (absensi) Tingkat kehadiran (absensi) merupakan variabel yang penting guna melaksanakan pekerjaan. Setiap karyawan yang memiliki masalah dengan absensi akan terganggu kinerjanya. Hal ini dikarenakan, waktu yang diperlukan utuk menyelesaikan pekerjaan menjadi berkurang apabila tingkat kehadiran yang buruk. Hal ini diperkuat dengan gambaran yang ditunjukkan Gambar 10. Variabel tingkat kehadiran (absensi) (Y1) memberikan kontribusi sebesar 0,57 yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan tingkat kehadiran karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan. Besarnya kontribusi ini karena tingkat kehadiran karyawan akan membantu karyawan di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan metode dan prinsip serta standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan. Dengan tingkat kehadiran yang tinggi, maka karyawan akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pendapat ini didukung oleh Steers et al dalam Nourizar (2002) yang mengatakan bahwa mengatakan bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kesempatan untuk berkinerja. 3. Produktivitas Menurut Dewan Produktivitas Nasional dalam Umar (2005) produktivitas memiliki pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Namun, produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan
sumberdaya
yang
digunakan
(input).
Jadi
produktivitas adalah menyangkut tingkat efektivitas dan efisiensi yang berhasil dicapai oleh karyawan. Produktivitas (Y3) memberikan kontribusi sebesar 0,48 dalam membentuk kinerja karyawan yang berpengaruh nyata
82
dengan nilai t sebesar 3,81 (>1,96). Besarnya kontribusi yang produktivitas karyawan terhadap kinerja karyawan tersebut dikarenakan
adanya
usaha
karyawan
untuk
menghasilkan
pekerjaan yang baik, yang sesuai bahkan melebihi standar mutu yang ditetapkan perusahaan. Selain itu, besarnya kontribusi produktivitas terhadap kinerja karyawan dikarenakan karyawan telah mengikuti banyak pelatihan yang ditetapkan perusahaan pada bidang
pekerjaan
masing-masing
karyawan.
Sehingga,
meningkatnya produktivitas seorang karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut. 4. Hubungan antar karyawan (horizontal) Hubungan antar karyawan (Y5) memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk kinerja karyawan, yaitu sebesar 0,48 yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,78 (>1,96). Besarnya kontribusi yang Hubungan antar karyawan terhadap kinerja karyawan tersebut dikarenakan di dalam mengerjakan pekerjaanya, karyawan dituntut untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan karyawan lain di dalam tim. Selain itu, kontribusi yang besar pada
hubungan antar karyawan dikarenakan setiap
karyawan juga dituntut untuk bersaing dengan karyawan lain. Terutama pada level karyawan kontrak, untuk menjadi karyawan tetap PT. ADM – Casting Plant hanya memilih karyawan dengan kinerja terbaik. Banyaknya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan seringkali membuat kinerja karyawan terganggu. Oleh sebab itu, perlu ada pembagian yang jelas di dalam pembagian tugas. Menurut Steers et al dalam Nourizar (2002) mengatakan bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh kejelasan dan penerimaan tugas. Oleh sebab itu, hubungan karyawan memiliki pengaruh yang terhadap kinerja karyawan. 5. Hubungan dengan atasan (vertikal) Hubungan dengan atasan (Y4) memberikan kontibusi dalam membentuk kinerja karyawan sebesar 0,42 yang berpengaruh
83
nyata dengan nilai t sebesar 3,33 (>1,96). Kontribusi yang cukup besar ini dikarenakan karyawan di dalam melakukan pekerjaannya perlu untuk melakukan koordinasi yang baik dengan atasan. Meskipun karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki profesionalisme yang tinggi. Namun perlu bagi atasan untk memberikan kritik, saran dan pujian kepada karyawannya. Hal ini selain dapat memperbaiki kinerja, juga dapat meningkatkan komunikasi antara atasan dan bawahan. Karyawan yang selalu diberikan motivasi oleh atasannya akan memiliki kinerja yang baik. Hal ini didukung oleh Mangkunegara (2000) yang mengatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh motivasi. 4.6. Implikasi Manajerial Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan,
merangsang
ketegangan,
dan
kreativitas,
memprakarsai
memungkinkan
benih-benih
untuk
lepasnya perubahan.
Selanjutnya Robbins menjelaskan bahwa konflik sebagai berikut:
Gambar 11. Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja (Robbins, 1996) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka implikasi manajerial yang dapat diberikan untuk melakukan manajemen konflik pada PT ADM – Casting Plant, yaitu :
84
4.6.1. Masalah Kompensasi Karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kompensasi yang diberikan oleh PT. ADM – Casting Plant. Kompensasi adalah variabel laten yang memiliki pengaruh paling besar untuk menyebabkan konflik bila dibandingkan dengan variabel lain. Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kompensasi bisa optimal. Implikasi manajerial
untuk
kompensasi
yang
dapat
mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Perlu ada sistem remunerasi yang lebih baik, agar perusahaan bisa lebih menyesuaikan gaji pokok karyawan dengan kondisi ekonomi wilayahnya. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi yang cenderung dinamis, sehingga mempengaruhi tingkat kebutuhan karyawan. Sejauh ini, PT. Astra Daihatsu Motor memberikan standar gaji yang sama untuk karyawan di setiap daerah. Seorang karyawan dengan jabatan operator di PT. ADM – Casting Plant yang berlokasi di Karawang memiliki gaji pokok yang sama dengan seorang operator pada PT. ADM – Stamping Plant yang ada di Jakarta. Melihat fakta di atas, semestinya perusahaan perlu melakukan evaluasi untuk mengkaji lebih jauh mengenai kebutuhan karyawan agar perhitungan gaji pokok bisa disesuaikan dengan kondisi ekonomi setiap daerah. 2. Fungsi remunerasi pada PT. Astra Daihatsu Motor dijalankan oleh Departemen HRD. Oleh karena itu,perlu ada tim khusus yang melibatkan manajer HRD pada setiap wilayah operasi PT. ADM dan konsultan keuangan yang dapat menganalisis lebih jauh mengenai kesesuaian gaji karyawan dengan kebutuhan hidup. Tim khusus ini
85
bertugas dalam menciptakan sistem yang efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan karyawan. 3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah kompensasi memberikan pengaruh sebesar 0,66 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menstimulus konflik agar kinerja menjadi maksimal dengan menggunakan masalah kompensasi sebagai manifest conflict. Manajemen konflik dengan menggunakan kompensasi sebagai manifest conflict perlu dilaksanakan oleh Departemen HRD sebagai departemen
yang
memiliki
kewenangan
di
dalam
menetapkan remunrasi dan bertanggung jawab di dalam pengembangan sumber daya manusia PT. ADM – Casting Plant. Mekanisasi manajemen konflik dengan merangsang ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi harus selalu memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi. Risiko konflik pada karyawan jangan sampai terjadi pada tingkatan yang destruktif. Contoh merangsang konflik karyawan dengan kompensasi misalnya dilakukan dengan membiarkan gaji karyawan tidak mengalami kenaikan meskipun harga-harga barang secara agregate sedang naik. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada karyawan PT. ADM – Casting Plant. Kemudian, ketika konflik yang terjadi akan mengakibatkan kondisi kinerja karyawan mulai menurun. Departemen HRD perlu mengatasi konflik tersebut dengan melakukan negosiasi kepada Serikat Karyawan Astra Daihatsu Motor (SKADM) mengenai masalah kompensasi. Negosiasi diharapkan berakhir dengan adanya agreement yang menguntungkan kedua pihak (win-win solution). Hasil akhir dari agreement antara HRD dan SKADM yaitu, perusahaan akan menaikan gaji
86
karyawan, namun karyawan harus mampu meningkatkan kinerja sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan. 4.6.2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Kesalahan instruksi atasan (vertikal) pada PT. ADM – Casting Plant cenderung rendah. Karyawan menilai bahwa sejauh ini, atasan sudah cukup baik di dalam melakukan koordinasi dengan bawahan. Namun, sebagian karyawan menganggap bahwa perintah atasan terkadang sulit untuk ditafsirkan dan bersifat ambigu. Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan instruksi atasan menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Pada PT. ADM – Casting Plant, mayoritas karyawan memiliki tingkat pendidikan akhir SMA/STM. Oleh sebab itu, karyawan seringkali berbeda persepsi di dalam menjalankan tugas yang diberikan. Mengacu pada masalah yang ada, maka PT. ADM – Casting Plant perlu mengadakan pelatihan komunikasi verbal bagi para atasan dan bawahan. Hal ini diperlukan agar para leader memiliki kemampuan komunikasi yang baik di dalam memberikan instruksi kepada bawahan. Selain itu, dengan pelatihan komunikasi karyawan dapat memahami dengan jelas setiap instruksi yang diberikan dan memiliki persepsi yang sama dengan pemikiran atasan. 2. Selain itu, pada PT. ADM – Casting Plant masih ada posisi yang diisi oleh para ekspatriat. Sehingga, komunikasi yang terjalin antara karyawan lokal dengan ekspatriat menjadi kurang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, PT. ADM perlu melakukan pelatihan bahasa asing untuk karyawan lokal dan pelatihan Bahasa Indonesia untuk para ekspatriat.
87
3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan instruksi atasan (vertikal) memberikan pengaruh sebesar 0,62 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menstimulus konflik untuk meningkatkan kinerja dengan menggunakan kesalahan instruksi atasan sebagai manifest conflict.
Manajemen
konflik
dengan
menggunakan
kesalahan instruksi atasan sebagai manifest conflict perlu dilaksanakan oleh team leader, foreman dan supervisor selaku atasan-atasan PT. ADM– Casting Plant. Kesalahan instruksi atasan PT. ADM Casting – Plant disebabkan karena adanya perbedaan tingkat pendidikan antara atasan dan bawahan. Atasan dapat merangsang konflik untuk bawahannya dengan memberikan instruksi yang sulit dipahami karyawan dan memberikan pekerjaan di luar kapasitas bawahannya. Dengan ini, konflik yang terjadi akan membuat ketidaknyamanan karyawan. Konflik yang terjadi akibat instruksi atasan akan membuat karyawan belajar untuk menghadapi kondisi tersebut. Output yang diharapkan dari konflik ini adalah karyawan menjadi lebih bisa bekerja under pressure, kreatif dan meningkat kompetensinya karena ada proses pembelajaran guna memenuhi tuntutan atasan. Dengan demikian kinerja karyawan akan mengalami peningkatan. 4.6.3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) Kesalahan koordinasi antar karyawan pada PT. ADM – Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan pada PT. ADM – Casting Plant menerapkan Suggestion System (SS) yang memperbolehkan karyawan membuat SOP kerja masing-masing. Oleh karena itu, karyawan dan tim kerja sering melakukan pekerjaan yang serupa dengan pekerjaan yang dilakukan karyawan
88
atau tim kerja lain. Dengan demikian, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan instruksi atasan menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Perlu ada tinjau ulang mengenai Suggestion System (SS) yang diberlakukan perusahaan. Dengan Suggestion System (SS), perusahaan memang berusaha untuk memberikan keleluasaan untuk membuat SOP dan peraturannya masingmasing. Namun, hal ini dapat membuat terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan. Dalam kasus ini, Departemen HRD perlu melakukan konsolidasi dengan tim kerja dan karyawan. Selain untuk menjaga koordinasi, konsolidasi ini berguna untuk menjaga agar antar karyawan dan tim kerja tidak melakukan pekerjaan yang serupa pada waktu yang sama. 2. Perlu ada sosialisasi yang jelas mengenai tugas dan wewenang tanggung jawab setiap karyawan dan tim kerja. Dalam pelaksanaannya, sebelum karyawan menjalankan pekerjaanya, seorang atasan perlu memberikan mekanisme teknis suatu pekerjaan kepada karyawan dan melakukan pengawasan secara periodik agar karyawan bekerja sesuai dengan job desc masing-masing dan tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan dengan karyawan lain. 3. Untuk meningkatkan komunikasi antar karyawan beda departemen, maka PT. ADM Casting – Plant perlu membuat banyak acara yang melibatkan banyak karyawan. Misalnya family gathering, kompetisi olahraga internal, dan acara-acara lain yang membantu perusahaan di dalam meningkatkan intensitas karyawan untk berinteraksi. 4. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan koordinasi antar karyawan memberikan pengaruh sebesar
89
0,56 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menstimulus konflik untuk meningkatkan kinerja dengan menggunakan
kesalahan
koordinasi
antar
karyawan
sebagai manifest conflict. kesalahan koordinasi antar karyawan PT. ADM Casting – Plant disebabkan karena adanya Suggestion System (SS) yang mengakibatkan konflik di antara karyawan dan tim kerja. Oleh karena itu, konflik dapat diciptakan perusahaan melalui Suggestion System (SS) untuk menciptakan persaingan antar karyawan atau tim kerja. Dengan adanya persaingan, maka karyawan akan berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam berkinerja dan menjaduhi sifat apatis di ADM – Casting Plant. 4.6.4. Masalah status Berdasarkan persepsi karyawan, konflik yang disebabkan oleh masalah status PT. ADM – Casting Plant cenderung rendah. Namun, berdasarkan hasil analisis, masalah status memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Oleh sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas menjadi optimal.
Implikasi
manajerial
yang
dapat
mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Budaya feodal Jepang seringkali membuat karyawan yang memiliki jabatan yang rendah merasa tidak percaya diri dan terlalu segan kepada karyawan lain yang memiliki posisi lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan perubahan untuk merubah pandangan karyawan bahwa setiap karyawan memiliki posisi yang penting bagi perusahaan. Di dalam teknis pelaksanaannya, perusahaan
90
perlu melatih kepemimpinan bagi pimpinan perusahaan agar memiliki hubungan yang baik dengan karyawannya dan memotivasi setiap karyawan bahwa peran mereka sangat penting bagi perusahaan. 2. Di dalam proses pengambilan keputusan, pimpinan perusahaan perlu untuk mempertimbangkan kritik dan saran dari karyawan. Dengan demikian, masalah status bisa teratasi karena karyawan merasa dihargai keberadaanya oleh PT. ADM – Casting Plant. 3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah status memberikan pengaruh sebesar 0,41 terhadap kinerja karyawan. Kenneth dan Garry (1992), mengatakan bahwa jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya memiliki
status
yang lebih
tinggi
memiliki
sikap
merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah. Oleh sebab itu menstimulus konflik untuk meningkatkan kinerja dengan menggunakan masalah status dilakukan dengan cara persaingan melalui sistem promosi dan demosi yang transparan dan adil bagi seluruh karyawan. Sistem ini dapat memungkinkan karyawan yang di bawah untuk melakukan overlap kepada karyawan yang berada di atasnya. Dengan demikian, karyawan dapat lebih bersemangat untuk terus meningkatkan kinerjanya karena terpacu untuk merubah statusnya.
91
4.6.5. Lemahnya sistem dan fasilitas Konflik yang disebabkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan kurang memadainya sistem dan fasilitas yang dimiliki PT. ADM – Casting Plant. Berdasarkan hasil analisis, lemahnya sistem dan fasilitas memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Oleh sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. PT. ADM – Casting Plant memiliki peralatan yang masih manual di dalam pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan defect yang didapatkan lebih baik ketimbang dilakukan secara otomatis. Hal ini memberikan pengaruh buruk kepada karyawan yang menjalankan mesin manual. Karyawan
seringkali
mengalami
konflik
di
dalam
mengoperasikan mesin manual yang memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh sebab itu, di dalam teknis pengoperasiannya
perusahaan
perlu
melakukan
penjadwalan yang baik agar karyawan yang menjalankan mesin manual tidak mudah terkena stress. 2. Kondisi karyawan yang apatis terhadap sistem K3 yang diterapkan perusahaan dikarenakan sistem K3 kurang bersifat memaksa dan kurang edukatif. Sistem yang buruk ini membuat karyawan tidak memiliki komitmen di dalam menjalankan sistem K3. Melihat kondisi ini, Departemen GSM selaku departemen yang berwenang di dalam environment & security control perlu untuk mengkaji sistem K3. Departemen GSM perlu membuat peraturan K3 agar mudah dipahami sesuai dengan karakteristik dan tingkat pendidikan karyawan. Selain itu Departemen GSM
92
perlu untuk melakukan pengawasan untuk menjamin komitmen karyawan di dalam menjalankan K3. Dengan demikian, karyawan, bisa memahami dan berkomitmen untuk menjalankan sistem K3. 3. Berdasarkan persepsi karyawan, perusahaan dianggap kurang di dalam memberikan fasilitas transportasi. Untuk mengatasi hal tersebut, PT. ADM perlu menjalin kemitraan dengan lembaga pembiayaan untuk mengadakan program kredit kendaraan kepada karyawannya. 4. Karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki persepsi yang negatif terhadap fasilitas kesehatan karyawan dalam hal rawat. Hal ini, dikarenakan adanya perubahan sistem fasilitas rawat inap. Sebelumnya karyawan PT. ADM – Casting Plant diberikan dana bantuan apabila dirawat di rumah
sakit.
Namun,
sekarang
perusahaan
hanya
memberikan bantuan dengan membayar biaya kamar perawatan selama di rumah sakit. Melihat kondisi tersebut, perusahaan sudah tepat mengganti sistem penggantian biaya rawat inap. Hal ini dikarenakan karyawan seringkali berlebihan di dalam menerima penggantian biaya rawat inap dari perusahaan. Akan tetapi, di dalam memberikan bantuan berupa pembayaran kamar perawatan bagi karyawan yang dirawat inap, perusahaan perlu untuk, membiayai biaya obat-obatan karyawan tersebut. Hal ini dikarenakan, biaya obat-obatan cukup tinggi dan mayoritas karyawan yang sakit disebabkan oleh pekerjaannya. 5. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, lemahnya sistem dan fasilitas memberikan pengaruh sebesar 0,41 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menstimulus konflik untuk meningkatkan kinerja dengan
93
menggunakan lemahnya sistem dan fasilitas sebagai manifest conflict melalui Departemen GSM selaku departemen yang berwenang di dalam environment & security control dan Departemen HRD selaku departemen yang berwenang dalam peningkatan kinerja karyawan. Menciptakan konflik melalui sistem dan fasilitas misalnya dengan penggunaan peralatan kerja yang kurang baik. Dengan ini, karyawan akan mengalami ketidaknyamanan. Kondisi ini kemudian merangsang karyawan untuk berpikir kreatif untuk melakukan perubahan. Pemikiran-pemikiran karyawan dalam menghadapi konflik akibat lack of system sangat memungkinkan karyawan untuk menemukan ide yang berguna bagi perusahaan. Contoh penemuan ide baru akibat konflik dari lack of system yaitu, karyawan berhasil membuat mesin aduk otomatis untuk karena sebelumnya sering merasa tidak puas apabila menggunakan mesin aduk manual. Dengan demikian, melalui konflik-konflik yang terjadi diharapkan karyawan bisa menciptakan ide yang bermanfaat bagi kinerja karyawan.
94
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis sistem promosi jabatan dan pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja karyawan dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis konflik pada PT. ADM – Casting Plant, tingkat konflik di PT. ADM – Casting Plant tergolong tinggi. Beberapa karyawan berpersepsi bahwa masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan dan masalah status memiliki tingkat konflik yang tergolong rendah. Beberapa indikator yang memiliki tingkat konflik tinggi adalah kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) dan lemahnya sistem & fasilitas. Kurang sempurnanya Suggestion System seringkali membuat karyawan mengalami tumpang tindih pekerjaan dengan karyawan lain. Selain itu, Lemahnya sistem dan fasilitas lebih disebabkan mesin-mesin kerja masih banyak yang manual,
fasilitas transportasi yang kurang
memadai dan fasilitas rawat inap kurang baik. 2. Kinerja karyawan PT. ADM Casting Plant tergolong tinggi. Karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kelima variabel kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant, meliputi tingkat kehadiran, kemampuan karyawan, produktivitas, hubungan dengan atasan (vertikal) dan hubungan antar karyawan (horizontal). 3. Konflik karyawan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan, secara berturut-turut dari yang paling besar adalah masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, masalah status, lemahnya sistem dan fasilitas. Peningkatan kinerja karyawan yang dapat diharapkan dengan adanya konflik karyawan secara berturut-turut yaitu meningkatnya kemampuan karyawan, tingkat absensi, produktivitas karyawan, hubungan antar karyawan (horizontal) dan hubungan dengan atasan (vertikal).
95
4. Berdasarkan analisis SEM didapat bahwa konflik yang terjadi dapat meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,62. Oleh karena itu, pada kondisi tertentu untuk mencegah terjadinya penurunan kinerja karyawan. Perusahaan perlu merangsang stimulus konflik untuk meningkatkan kinerja karyawan. Namun, penciptaan konflik harus memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi dan mencegah terjadinya tindakan karyawan yang destruktif. 5.2. Saran Perusahaan perlu merangsang stimulus konflik untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan memperhatikan prioritas dari tiap variabel indikator dari konflik. Indikator konflik yang perlu menjadi prioritas secara berturutturut dari yang paling besar adalah masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, masalah status dan lemahnya sistem dan fasilitas Saran yang berkaitan dengan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang dapat memaksimalkan kinerja karyawan dan perusahaan sehingga tujuan-tujuan perusahaan tercapai dengan maksimal adalah beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, komunikasi antar karyawan, kepemimpinan, kompensasi dan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA Arep, I. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Universitas Trisakti. Jakarta. Arief, S. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Bahri, Asep Syaiful. 2003. Proses Komunikasi Antarpribadi dalam Pengelolaan Konflik Organisasi (Kasus Divisi Agribisnis Bank X Jakarta). Tesis pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dessler, Gary. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesepuluh. Jilid 1. PT INDEKS. Jakarta. Dessler, Gary. 1989. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 2, PT. Prehelinso. Jakarta Fatah, R. Aep Saepulloh.1994.”Unjuk Rasa, Gerakan Masa dan Demokratisasi: Potret Pergeseran Politik Orde Baru”, dalam Prisma, April Ghozali. 2005. Structural Equation Modeling. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gibson, James L., et al., 1977. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara. Hair, J.F. Anderson, R.E., Tatham, R. L., dan Black, W.C. 1998. Multivariate data analysis (5th). Willey. New York. Hakim, Abdul. 2007. Konflik dalam Organisasi dan Kaitannya dengan Kualitas Pelayanan Publik. jurnal-sdm.blogspot.com, 11 Handoko, T. Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta. Harun, Razana Bt. & Abdul Rahman. 2002. Konflik dalam Organisasi. www.damandiri.or.id/file/winathinkhaminahbab2.pdf [7 Februari 2008] Haryadi, D. 1995. “Politik Perburuhan : Mencari Format Baru” Dalam Jurnal Analisis Sosial Akatiga Edisi 1 Oktober 1995. Hendardi. 1994. Nasib Buruh yang Kian Terpuruk: Catatan Keadaan Hak Asasi Manusia di Indonesia. YLBHI. Jakarta. Hendricks, William, 2004. Bagaimana Mengelola Konflik. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
97
Hersey, Paul and Kenneth Blanchard. 2005. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Penerbit Erlangga, Jakarta. Husnan, Suad. 2002. Manajamen Personalia, Yogyakarta : BPFE. Yogyakarta Jeffrey, dkk. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Amara Books. Yogyakarta John Soeprihanto. 1987. Manajemen Personalia. BPFE. Yogyakarta Joreskog, K. G. and D. Sorbom. 1996. LISREL 8 : User’s Referente Guide. Scientific Software Internacional, Inc. Chicago. Juanita. 2008. Memanajemeni Konflik dalam Organisasi. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita3.pdf. [28 Januari 2008] Kast, Fremont E, dan James E. Rosenzweig. 1995. Organisasi dan Manajemen. Edisi Keempat. Bumi Aksara. Jakarta Mangkuprawira, S. 2004. Manajemen Sumberdaya Manusia Strategik. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta. Mangkuprawira, S. dan A. Vitayala Hubeis. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia. Bogor. Manullang. 1987. Management Personalia. Aksara Baru. Jakarta Mastenbroek, W.F.G., 1986. Penanganan Konflik dan Pertumbuhan Organisasi. Penerbit UI-Press, Jakarta. Nitisemito, Alex S,. 1996. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta Ohlendorf, Amy. 2001. Conflict Resolution in Project Management. Project Management Journal, 32:2, pp 4-16 Rahmawati, Nenik. 2003. Konflik Industrial dan Proses Penyelesaiannya (Studi Kasus PT. X., Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Raimona, Yunica. 2003. Peran Komuinikasi Organisasi dalam Pengelolaan Konflik (Kasus Hubungan antara Manajer dan Buruh pada Organisasi Perusahaan Kabel di Cimanggis, Bogor). Skripsi pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik. Murai Kencana, Jakarta.
98
Robins, Stephen P. 1974. Managing Organizational Conflict. Engelewood Cliffs., N.J. : Prentice Hall. Robins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. PT. Prehallindo. Jakarta. Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn. 1985 , Managing Organizational Behavior. John Wiley & Sons,lnc., New York. Schneider, E.V. 1993. Sosiologi Industri. Terjemahann Drs. J.L. Ginting. Edisi kedua. Aksara Persada Indonesia. Jakarta. Sitinjak, T. JR dan Sugiarto. 2006. LISREL. Graha Ilmu. Jakarta. Stoner, James A.F. dan Charles Wankel. 1986. Manajemen. Edisi Ketiga. Jilid 2. CV. Intermedia. Jakarta. Stoner, James A.F. dan R. Edward Freeman. 1992. Manajemen. Edisi Keempat. Jilid 1.Cetakan Pertama. CV. Intermedia. Jakarta. Stoner, James A.F, R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert. 1996. Manajemen. PT Prehallindo. Jakarta. Syamsuddin, Mohd. Syaufii. 2004. Pengembangan Hubungan Industrial dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan Pekerja. www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/info_hukum/vol5_vi_2004/Pengemb angan_hubungan_industral.php - 59k - [28 Januari 2008] Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Penebit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Widoyoko, S. Eko Putro. 2008. Manajemen Konflik dalam Organisasi. http://www.um-pwr.ac.id/publikasi/10/manajemen-konflik-dalam-organisasi [15 Januari 2008]
99
LAMPIRAN
100
Lampiran 1. Hasil perhitungan construct reliability model struktural
Variabel Latent
Construct Reliability
Konflik karyawan
0.67
Kinerja Karyawan
0.64
Perhitungan construct reliabiliy pada model struktural dilakukan dengan perhitungan dibawah ini. Construct reliabiliy konflik : ( ∑ Standardized Loading)2
= (0.66 + 0.62 + 0,56 + 0.41 + 0.41)2 = 7,07
( ∑ Measurement Error )
= 0,56 + 0,62 + 0,69 + 0,83 + 0,83 = 3,53 ( ∑ Standardized Loading)2
Construct reliability =
( ∑ Standardized Loading)2 + ( ∑ Measurement Error ) =
7,07 7,07 + 3,53
= 0.67
Construct reliabiliy kinerja karyawan : ( ∑ Standardized Loading)2
= (0.57 + 0.61+ 0.48 + 0.42+ 0.48)2 = 6,55
( ∑ Measurement Error )
= 0,68 + 0,62 + 0,77 + 0,83 + 0,77 = 3,67 ( ∑ Standardized Loading)2
Construct reliability =
( ∑ Standardized Loading)2 + ( ∑ Measurement Error ) =
6,55 6,55+ 3,67
= 0,64
101
Lampiran 2. Syntax model konflik terhadap peningkatan kinerja karyawan DATE: 4/ 6/2008 TIME: 15:28 L I S R E L 8.30 BY Karl G. J÷reskog & Dag S÷rbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file E:\SKRIPS~1\SEM\INDRA.LPJ: pengaruh konflik terhadap kinerja TI analisis SEM DA NI=10 NO=100 NG=1 MA=KM LA kmpnsasi vertikal hrzontal sistem status absensi kemmpuan prdktvts vertikal hrzntal KM FI=E:\SKRIPS~1\SEM\INDRA.COR SY SE 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 / MO NX=5 NY=5 NK=1 NE=1 LY=FU,FI LX=FU,FI GA=FU,FR PH=SY,FR PS=DI,FR TE=DI,FR TD=DI,FR LE kinerja LK konflik FR LY(1,1) LY(2,1) LY(3,1) LY(4,1) LY(5,1) LX(1,1) LX(2,1) LX(3,1) LX(4,1) FR LX(5,1) PD OU ME=ML PC RS EF SC MR IT=250 pengaruh konflik terhadap kinerja Number of Input Variables 10 Number of Y - Variables 5 Number of X - Variables 5 Number of ETA - Variables 1 Number of KSI - Variables 1 Number of Observations 100
102
Lampiran 3. Qplot of Standardized Residuals 3.5.......................................................................... . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x . . . . . . x . . . x . . x . N . .* . o . .x . r . x . m . xx . a . xx . l . xxx . . xx.x . Q . x* . u . *. . a . xxx . n . x*. . t . *. . i . * . l . *.x . e . x . s . xx . . x . . x . . . x . . . . . . x . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . -3.5.......................................................................... -3.5 3.5 Standardized Residuals
103
Lampiran 4. Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 34 Minimum Fit Function Chi-Square = 42.29 (P = 0.16) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 40.71 (P = 0.20) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 6.71 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 26.93) Minimum Fit Function Value = 0.43 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.068 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.27) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.045 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.089) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.54 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.84 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.77 ; 1.04) ECVI for Saturated Model = 1.11 ECVI for Independence Model = 1.96 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 174.04 Independence AIC = 194.04 Model AIC = 82.71 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 230.09 Model CAIC = 158.42 Saturated CAIC = 308.28 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.14 Standardized RMR = 0.071 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.92 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.88 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.57 Normed Fit Index (NFI) = 0.76 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.91 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.57 Comparative Fit Index (CFI) = 0.94 Incremental Fit Index (IFI) = 0.94 Relative Fit Index (RFI) = 0.68 Critical N (CN) = 132.24
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR – CASTING PLANT)
Jurnal Oleh INDRA HARRY PERDANA H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR – CASTING PLANT)
JURNAL Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh INDRA HARRY PERDANA H24104110
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR – CASTING PLANT) JURNAL Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh INDRA HARRY PERDANA H24104110
Menyetujui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Dosen Pembimbing I
25 Juli 2008
Ratih Maria Dhewi, SP, MM Dosen Pembimbing II
1 ANALISIS PENGARUH KONFLIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus: PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant) Indra Harry Perdana Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen ABSTRACT Global challenge make an impact for corporation to reduce their resources. Every company have to minimize their cost to make an efficiency in many sector. In a human resources sector, corporation reduce their cost by minimize their labor costing. Because of that, their labor will be work over their capacity. This condition, can make a conflict in every person of their company. Conflict not only make a destruction condition, but, also make an improvement and creativity for their labor performance in a stagnation. So, company can fulfill their conflict by using a good management conflict. The purpose of this research is to: (1) Analyze factors that make a conflict in PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant, (2) Analyze performance of labor in PT. Astra Daihatsu MotorCasting Plant (3) Analyze the effect of conflict to labor performance in PT. Astra Daihatsu Motor _ Casting Plant, (4) Make a managerial implication for optimize conflict to be a good input for labor performance The data which used in this research is in form of primary data and secondary data. Primary data is come from the result of questionnaire’s spreading, whereas the secondary data is come from the internet and literature study. Data analyze used descriptive analysis and Structural Equtional Model (SEM). The instrument of data processor is Microsoft Excel 2007, SPSS 13.0 and Lisrel 8.30. From this research, we know that conflict that happened in PT. ADM – Casting Plant is quietly high. Employees has a good perception in compensation, vertical instruction error and status problem. Employees has a bad perception in employees coordination (horizontal) and lack of system& facilities. Beside that, the employees has a good perception for their performance. From the result employees has a good performance in absent, ability, productivity, vertical relationship and horizontal relationship. The result of SEM analytic describe that conflict has a positive effect to a employees performance. So, to fulfill an employees performance, PT. ADM – Casting Plant must to implemented good management conflict to optimize conflict to be a good input for labor performance Key words: conflict, performance and management conflict mempekerjakan 9.200 tenaga kerja. Di tahun I. PENDAHULUAN 2007, PT. ADM ditargetkan memproduksi 150.000 unit mobil sehingga memerlukan Dampak dari persaingan global tambahan tenaga kerja sejumlah 3.000 personil membuat direksi perusahaan dituntut untuk (Sumber : Suara Pantura Suara Merdeka, dapat melakukan efisiensi biaya pada setiap Hal.D, 30 Maret 2007). Menurut Schmidt dan lini. Pengaruhnya pada lini sumber daya Kochan (1972), konflik erat kaitannya dengan manusia yaitu adanya perampingan jumlah kontak sosial, sehingga dengan jumlah karyawan guna meminimalisir cost tenaga karyawan yang besar, akan membuat kerja. Oleh sebab itu, perampingan karyawan perusahaan semakin rentan terhadap konflik membuat ketersediaan sumber daya manusia akibat dari kontak sosial di dalam perusahaan menjadi terbatas. Sehingga karyawan yang ada di perusahaan seringkali diberi beban kerja Untuk mengelola konflik menjadi yang berlebihan oleh perusahaan. Hal ini optimal, seorang pimpinan harus memahami yang membuat karyawan sering mengalami teknik manajemen konflik. Pemahaman teknik konflik. tersebut akan memudahkan tugas pimpinan dalam menyelesaikan konflik-konflik yang PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) terjadi dan menyalurkannya ke arah yang merupakan perusahaan otomotif yang sampai positif. Dengan manajemen konflik yang baik dengan periode Maret 2008 telah
2 maka perusahaan dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konflik, untuk selanjutnya diformulasikan oleh manajer agar feedback untuk konflik tersebut bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Bagamana konflik karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? 2.Bagaimana kondisi kinerja karyawan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? 3.Bagaimana pengaruh konflik bagi kinerja karyawan PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? 4.Bagaimana prioritas tindakan manajerial agar konflik berdampak positif bagi kinerja karyawan di PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant? Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis konflik karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. 2. Menganalisis kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. 3. Menganalisis pengaruh konflik terhadap kinerja karyawan pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. 4. Merekomendasikan implikasi manajerial yang dilakukan agar konflik bisa berdampak positif bagi kinerja karyawan. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Kerangka Pemikiran Persaingan bisnis global menuntut perusahaan untuk melakukan kinerja secara maksimal. Melalui UndangUndang Penanaman Modal (UU PM) yang dikeluarkan pada Maret 2007, pemerintah berusaha untuk memperbaiki birokrasi dan regulasi yang mempersulit investor dalam menanamkan modal. PT. Astra Daihatsu Motor sebagai perusahaan otomotif dengan jumlah produksi terbesar menyadari pentingnya untuk memelihara, mengelola, dan mengembangkan karyawan. Oleh karena itu, strategistrategi di bidang Sumber Daya Manusia selalu direncanakan dengan efektif dan
efisien dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan. Menurut Mangkuprawira (2004) strategi adalah cara mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi adalah sebuah rencana permanen untuk sebuah kegiatan. Di dalamnya mencakup formulasi tujuan dan kumpulan rencana kegiatan. Siagian (2004) menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan strategi, yaitu strategi tingkat korporasi, strategi tingkat bidang satuan bisnis, dan strategi tingkat fungsional. Dengan cakupan strategi fungsional antara lain aspek produksi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi. PT. Astra Daihatsu Motor menggunakan sistem multitasking di dalam meneerapkan kebijakan SDM. Dengan target produksi sebesar 150.000 unit mobil, PT. Astra Daihatsu Motor hanya memiliki 9.200 karyawan. Oleh karena itu, perampingan karyawan sangat berisiko untuk terjadi konflik. Menurut Robbins (1996) manajer harus mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benihbenih untuk perubahan. Sehingga output yang diharapkan adalah konflik akan berjalan secara optimal dan membuat kinerja karyawan meningkat. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji faktor-faktor penyebab terjadinya konflik. Informasi yang didapatkan untuk melakukan uji faktor didapatkan dari wawancara dan kuesioner. Dari wawancara dengan pihak HRD PT. Astra Daihatsu didapat beberapa sumber utama konflik antara lain: 1. Kompensasi 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) 4. Lemahnya sistem dan fasilitas 5. Masalah status sosial Dengan faktor-faktor kinerja antara lain : 1. Tingkat kehadiran (absensi) 2. Kemampuan karyawan 3. Produktivitas karyawan
3 4. Hubungan dengan atasan (vertikal) 5. Hubungan antar karyawan (horizontal) 2.2. Metode Pengumpulan dan Sumber Data Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Metode pengambilan sampel adalah convenience sampling dengan prosedur quota sampling dengan jumlah sampel 100 responden. 2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data 1. Uji Validitas dan Realibilitas Structural Equation Modeling digunakan untuk menganalisis hubungan faktor-faktor konflik sebagai variabel independen terhadap variabel dependen dalam hal ini kinerja karyawan. Perangkat lunak LISREL 8.5 digunakan untuk menganalisis dan mengolah data. Ukuran-ukuran yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mendapatkan model yang sesuai dalam SEM antara lain : a. Chi-Kuadrat (χ2) b P-value c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) d Goodness-of-Fit Index (GFI) e. Adjusted Goodness-of-Fit Index (AGFI) 2. Analisis Deskriptif Analisis ini bersifat uraian atau penjelasan dengan membuat tabel-tabel, mengelompokkan, dan menganalisis data berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner yang diperoleh dari tanggapan responden dengan menggunakan tabulasi data. Statistika deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan karakteristik data, seperti rata-rata, median, maupun variasi data. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum Perusahaan 3.1.1. Sejarah PT. Astra Daihatsu Motor, Tbk. PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) didirikan pada 1 Januari 1992, dengan mergernya beberapa perusahaan, yaitu
Daihatsu Indonesia (established on 1978), Daihatsu Engine Manufacturing Ind (established on 1978), National Astra Motor (established on 1987). PT. ADM merupakan anak perusahaan dari PT. Astra International, Tbk. PT. ADM memiliki kantor pusat yang berlokasi di Jl. Gaya Motor III/5, Sunter II, Jakarta 14330, Indonesia. PT. ADM memiliki 4 buah pabrik, yaitu Stamping Plant dan Assembling Plant yang berlokasi di Sunter, Jakarta. Serta Engine Plant dan Casting Plant yang berlokasi di kawasan Industri KIIC, Karawang. PT ADM merupakan perusahaaan yang bergerak pada bidang industri otomotif dan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) Daihatsu & Manufaktur. Jumlah tenaga kerja dari PT. ADM 9.200 tenaga kerja. Dengan rata-rata 90.000 unit / tahun, PT. ADM merupakan perusahaan otomotif dengan kapasitas produksi terbesar di Indonesia. Sedangkan untuk penjualan, PT. ADM berada di urutan kedua setelah PT. Astra Toyota (Sumber : Suara Pantura Suara Merdeka, Hal.D, 30 Maret 2007). Terdapat tiga perusahaan besar yang merupakan pemegang saham dari PT. ADM, yaitu : 1. PT. Astra International, Tbk (31,87%) 2. Daihatsu Motor Co. Ltd. (61,75%) 3. Toyota Tsusho Corporation (6,38%) PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant didirikan pada Januari 1997 dan berlokasi di Kawasan Industri KIIC, Lot A-5 Jalan Tol Jakarta – Cikampek, Km. 47, Karawang 41361. PT. ADM – Casting Plant memiliki 3 bagian proses produksi. Bagian-bagian produksi yang dimaksud adalah High Pressure Casting, Low Pressure Casting, Gravity Casting 3.1.2. Visi & Misi PT Astra Daihatsu Motor, Tbk. PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) memiliki target jangka panjang perusahaan yang disebut dengan Visi 2007, yang berisi antara lain : 1. Menempati peringkat keempat dalam pasar otomotif dan menjadi pemimpin untuk kendaraan kelas Mobil Kompak di Indonesia dengan mendapatkan kepercayaan penuh pada merek Daihatsu melalui aktivitas dan kualitas kelas nomor satu.
4 2. Menjadi bagian otomotif kelas dunia
dari
perusahaan
Sedangkan Misi 2007 dari PT. ADM adalah : 1. Mencapai kemakmuran dan kebahagiaan bagi seluruh keluarga ADM melalui kontribusi perusahaan dalam masyarakat otomotif nasional 2. Untuk mengolah sistem operasi melalui kultur ADM asli yang berdasarkan pada rasa hormat dan kejujuran sesama karyawan ADM 3. Memberi pelayanan bagi kehidupan yang baik dengan mencurahkan perhatian pada lingkungan yang aman melalui aktivitas dan produk ADM 3.2. Faktor-faktor konflik pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant. Beberapa faktor yang menjadi konflik pada PT. ADM – Casting Plant adalah : 1. Masalah kompensasi Di dalam menerapkan gaji pokok PT. ADM – Casting Plant termasuk cukup baik. Untuk karyawan kontrak pada level terendah yaitu operator, seorang lulusan SMA/SMK mendapatkan gaji pokok sebesar Rp. 1080.000,00. Gaji pokok yang diberikan masih lebih tinggi dibanding dengan UMK Kab. Karawang sebesar Rp.1000.000,00. Namun, perusahaan memiliki turnover yang cukup tinggi pada level operator. Seorang karyawan kontrak pada posisi terendah harus menjalani seleksi ketat dengan karyawan lain untuk mendapatkan posisi karyawan tetap. Pada tahun 2007 PT. ADM – Casting Plant menargetkan komposisi 60:40, 60% karyawan kontrak dan 40% karyawan tetap. Namun komposisi tersebut gagal terwujud. Komposisi yang terjadi di lapangan adalah 70:30, dengan perbandingan 70% karyawan kontrak dan 30% karyawan tetap. Hal inilah yang seringkali membuat karyawan baru merasa bimbang dengan karirnya. Selain itu, untuk mendapatkan penghasilan melalui lembur, karyawan harus melewati prosedur peraturan lembur yang sulit. Pada posisi operator, karyawan yang ingin mendapatkan izin lembur, maka harus mendapatkan izin dari team leader, foreman dan supervisor. Oleh karena itu,
kesempatan untuk mendapatkan kompensasi tambahan melalui uang lembur cukup sulit. Hal-hal inilah yang seringkali menjadi konflik di PT. ADM – Casting Plant. 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Karyawan PT. ADM – Casting Plant mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA. Oleh karena itu, seringkali karyawan mengalami perbedaan persepsi atas instruksi yang diberikan oleh atasan yang memiliki pengalaman dan pendidikan yang lebih tinggi. Lokasi PT. ADM – Casting Plant yang jauh dari PT. ADM pusat yang berada di Jakarta terkadang menjadi hambatan bagi karyawan PT. ADM – Casting Plant untuk mendapatkan informasi terbaru dari pusat. Dengan demikian, kesalahan koordinasi antara atasan dengan bawahan seringkali menjadi konflik karyawan 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM – Casting Plant adalah sebuah metode kerja yang memberikan keleluasaan bagi karyawan untuk membuat Standard Operating Procedur (SOP) sesuai keinginan masingmasing karyawan dan tim kerja. SOP dibuat oleh tiap karyawan berdasarkan jobdesc, kemudian disetujui oleh tim kerja dan atasan yang bersangkutan. Dampak dari adanya Suggestion System yaitu terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan dan tim kerja. Di dalam pembuatan SOP karyawan atau tim kerja, seringkali tidak terjadi koordinasi yang baik dengan karyawan dan tim kerja lain. Karyawan dan tim kerja yang mengalami tumpang tindih pekerjaan seringkali menjadi saling mengandalkan di dalam menyelesaikan pekerjaan yang sama dengan karyawan dan tim kerja lain. Oleh karena itu, kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) seringkali mengakibatkan konflik karyawan. 4. Lemahnya sistem & fasilitas Meskipun PT. ADM Casting Plant menggunakan peralatan canggih di dalam kegiatan operasonalnya. Akan tetapi banyak sekali peralatan yang tetap harus digunakan secara manual. Karyawan yang bekerja dengan mesin manual dan membutuhkan enerji yang berat sangat
5 riskan untuk terjadinya konflik. Lingkungan pada lantai produksi yang bising dan panas seringkali menimbulkan stress pada karyawan. Sistem K3 yang diterapkan untuk karyawan sebenarnya cukup banyak dan bersifat edukatif. Akan tetapi, rambu-rambu petunjuk K3 cukup rumit dan tidak mudah dipahami. Hal inilah yang mengakibatkan karyawan menjadi kesulitan menjalankan instruksi K3 yang ada. PT. ADM memiliki klinik yang cukup besar dan nyaman. Namun, dokter yang stand by hanya pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Oleh sebab itu, lemahnya sistem dan fasilitas dapat menjadi konflik bagi karyawan PT. ADM – Casting Plant. 5. Masalah status PT. Astra Daihatsu Motor adalah perusahaan yang mengadopsi budaya Jepang. Oleh karena itu, budaya feodal terkadang masih melekat pada PT. ADM. Karyawan yang memiliki jabatan dan kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Kondisi ini seringkali menjadi hambatan di dalam komunikasi antara atasan dan bawahan. Selain itu, sebagian karyawan terkadang merasa iri dan tidak terima diperintah oleh atasan yang berusia muda ataupun kurang pengalaman. Hal ini dapat mengakibatkan komunikasi yang terjalin menjadi kurang baik dan mengakibatkan konflik. 3.3. Data Karakteristik Responden Responden sebagai pihak yang memiliki peranan penting dalam memberikan kesimpulan. Data tersebut diperoleh melalui kuesioner. Data ini terkonsentrasi berdasarkan beberapa aspek pertanyaan berikut, yaitu: Tabel 2. Data Karakteristik Responden Karakteristik Sampel Usia Responden 19 – 25 th 26 – 32 th
99 1`
Masa kerja < 2 tahun 2 – 6 tahun
99 1
Tingkat Pendapatan per Bulan Rp 1.500.001 – Rp 3.000.000 Rp 4.500.001 – Rp 6.000.000
99 1
Tingkat Pendidikan terakhir SMA/ SMK/ MA Sarjana
%
99 1
3.4. Identifikasi Pengambilan Keputusan Pengunjung Proses pengambilan keputusan pengunjung terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan kunjungan dan evaluasi pasca kunjungan. 3.5. Validitas & Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan aturan dalam SEM dengan bantuan software LISREL karena kecocokan model dalam metode SEM dapat langsung menjelaskan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator mampu mengukur variabel laten. Menurut Bollen, 1989 dalam Sitinjak dan Sugiarto, 2006 validitas pertanyaan yang merupakan variabel indikator dalam mengukur variabel laten tertentu dinilai dengan melihat apakah loading factornya nyata, yaitu apakah memiliki nilai t lebih dari tkritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen). Berdasarkan perhitungan, seluruh variabel indikator dalam penelitian ini memiliki loading factor yang nyata, yaitu memiliki nilai t lebih besar dari t-kritis (1,96 pada tingkat signifikansi 5 persen), yang berarti bahwa semua indikator valid. Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap model struktural dalam penelitian ini untuk melihat kekonsistenan variabel indikator dalam mengukur variabel laten. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator mempunyai kekonsistenan yang tinggi dalam mengukur variabel laten. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan jenis pengukuran construct reliability. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa nilai construct reliability variabel konflik dan variabel kinerja memiliki nilai yang baik yaitu 0,67 dan 0,64, berada di atas 0,6 (Bagozzi dan Yi, 1988 dalam Ghozali dan Fuad, 2005) 3.6.
Analisis Persepsi Karyawan Terhadap Konflik Karyawan
6
Tabel 4. Persepsi responden terhadap masalah kompensasi N o 1.
2.
3.
4.
Indikator Konflik Karyawan Ketidaksesuaian gaji dengan beban kerja Ketidaksesuaian uang lembur dengan tambahan pekerjaan Ketidaksesuaian bonus dengan prestasi kerja. Ketidakjelasan karir Total
Skor Rata an 2,43
Keterangan
Tidak Setuju
2,44
Tidak Setuju
1. 2. 3.
Indikator Konflik Karyawan Ketidakjelasan instruksi atasan Kurang komunikasi atasan dan bawahan Pemberian pekerjaan di luar tanggung jawab karyawan. Total
No 1.
2,44
Tidak Setuju
2,29
Tidak Setuju
2,4
Tidak Setuju
2. 3.
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kompensasi yang ditetapkan perusahaan. Dengan skor 2,4 dapat dideskripsikan bahwa tingkat masalah yang timbul akibat kompensasi cukup rendah. Karyawan mendapat gaji yang sesuai dengan beban kerja yang diberikan perusahaan. Karyawan juga mendapatkan uang lembur yang sesuai dengan tambahan pekerjaan.. Selain itu, karyawan juga merasa bonus yang diberikan perusahaan telah sesuai dengan prestasi kerja. Kejelasan karir juga membuat karyawan memiliki persepsi yang baik tentang kompensasi yang diberikan perusahaan. Tabel 5. Persepsi responden terhadap kesalahan instruksi atasan No
atasan selalu memberikan pekerjaan seseuai dengan tanggung jawab dan wewenang dikarenakan job desc tiap karyawan jelas. Tabel 6. Persepsi responden terhadap kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
Skor
Keterangan
2,58
Tidak Setuju
2,38
Tidak Setuju
2,42
Tidak setuju
2,46
Tidak Setuju
Tabel 5. menunjukkan bahwa karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap insruksi atasan (vertikal). Hal ini terlihat dari nilai 2,46 yang menunjukkan bahwa tingkat kesalahan instruksi atasan cukup rendah. Karyawan berpersepsi baik terhadap instruksi dan komunikasi atasan dikarenakan di dalam menjalankan tugas, atasan selalu berada pada tempat kerja. Sehingga memudahkan komunikasi antara karyawan dengan atasan. Selain itu,
4.
Indikator Konflik Karyawan Tumpang tindih pekerjaan antar karyawan Kurang komunikasi antar departemen Saling mengandalkan antar karyawan Tumpang tindih pekerjaan antar tim kerja Total
Skor Rataan 2,7
Keterangan
2,81
Setuju
2,79
Setuju
2,7
Setuju
2,8
Setuju
Setuju
Tabel 6. menerangkan bahwa karyawan memiliki persepsi yang kurang baik terhadap koordinasi antar karyawan (horizontal). Dengan skor 2,8 menggambarkan bahwa tingkat kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya Suggestion System (SS) yang diterapkan oleh PT. ADM – Casting Plant. Suggestion System memberikan kebebasan kepada karyawan untuk membuat job desc sesuai dengan posisinya masing-masing. Dampak dari Suggestion System (SS) membuat karyawan-karyawan sering mengalami tumpang tindih pekerjaan akibat ada kesamaan job desc dengan tim / karyawan lain. Efek dari adanya tumpang tindih pekerjaan, maka karyawan berpersepsi bahwa tingkat saling mengandalkan di dalam bekerja cukup tinggi. Karyawan sering menganggap job desc yang dilakukan sama dengan job desc karyawan lain. Sehingga karyawan terkadang tidak mengerjakan pekerjaan yang diberikan, dan berharap karyawan atau tim kerja lain yang melakukan pekerjaan tersebut.
7 golongan karyawan. Karyawan dengan level operator mendapatkan fasilitas rawat inap kelas II. Sedangkan level di atasnya yaitu foreman atau supervisor mendapatkan fasilitas rawat inap kelas I. Karyawan berpersepsi kurang baik terhadap fasilitas uang transpor. Hal ini dikarenakan belum adanya sistem fasilitas uang transpor untuk karyawan. Selama ini perusahaan kurang memberikan fasilitas fasilitas transportasi, misalnya kredit kendaraan bermotor kepada karyawan. Oleh sebab itu, kurang baiknya sistem fasilitas transportasi PT. ADM – Casting Plant bisa mengakibatkan terjadinya konflik. Tabel 8. Persepsi responden terhadap masalah status
Tabel 7. Persepsi responden terhadap lemahnya sistem dan fasilitas N o
Indikator Konflik Karyawan
Skor
Keterangan
1 . 2 .
Peralatan kerja yang kurang baik Fasilitas K3 (Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang tidak memadai Fasilitas klinik yang kurang lengkap Kurangnya fasilitas uang transpor Tidak jelasnya petunjuk pemakaian peralatan kerja. Fasilitas rawat inap yang kurang baik Total
2,61
Setuju
2,63
Setuju
2,67
Tidak Setuju Setuju
3 . 4 . 5 . 6 .
2,65 2,65
Tidak Setuju
2,71
Setuju
2,65
Setuju
Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki persepsi yang kurang baik terhadap sistem dan fasilitas yang dimiliki perusahaan. Dengan skor 2,65 karyawan setuju dengan lemahnya sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant. Karyawan setuju dengan kurang baiknya peralatan kerja yang dimiliki oleh PT. ADM – Casting Plant. Hal ini dikarenakan kebijakan perusahaan pada PT. ADM – Casting Plant yang lebih mengutamakan tenaga manusia untuk mengurangi defect. Oleh karena itu, mesin yang digunakan pada PT. ADM Casting – Plant masih banyak yang manual. Sistem dan fasilitas K3 yang ada pada PT. ADM – Casting Plant masih kurang baik. Fasilitas K3 pada perusahaan terlalu standar dan kurang mengedukasi para karyawan. Pada lantai produksi banyak sekali karyawan yang lalu lalang dan tidak berjalan sesuai dengan jalur hijau yang ditetapkan. Fasilitas klinik menurut persepsi karyawan tergolong cukup baik karena tergolong lengkap. Namun, fasilitas tunjangan kesehatan dianggap kurang baik. Terutama masalah rawat inap karyawan. Hal ini karena adanya perubahan sistem tunjangan fasilitas rawat inap rumah sakit yang dilakukan PT. ADM – Casting Plant. Sistem lama memberikan fasilitas rawat inap berupa dana bantuan langsung. Namun, sistem baru memberikan fasilitas rawat inap bukan dengan dana. Namun berdasarkan
No
Indikator Konflik Karyawan
1.
Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang lebih tua umurnya Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang lebih berpengalaman Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan memiliki kemampuan lebih baik Rekan kerja yang tidak hormat pada karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi Total
2.
3.
4.
Skor Rataan 2,29
Keterangan
2,33
Tidak Setuju
2,41
Tidak Setuju
2,37
Tidak Setuju
2,35
Tidak Setuju
Tidak Setuju
Tabel 8. menunjukkan bahwa masalah status yang ada di perusahaan relatif rendah. Budaya perusahaan yang disiplin, saling menghormati dan bersifat kekeluargaan, membuat hubungan antar karyawan terjalin dengan baik. Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap karyawan harus menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi, lebih tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan lebih baik. Hal ini merupakan cara PT. ADM untuk mendidik para karyawan untuk menghormati karyawan lain yang berprestasi dan loyal bagi PT. ADM – Casting Plant. Dengan metode ini, diharapkan timbul budaya saling No 1. 2. 3.
Indikator Kinerja Karyawan Kompetensi kerja Pelatihan Kemampuan bekerja tepat waktu Total
Skor Rataan 2,69 2,84 2,82
Keterangan
2,78
Setuju
Setuju Setuju Setuju
8 Berdasarkan Tabel 11, karyawan berpersepsi baik terhadap tingkat kemampuan karyawan. Hal ini dikarenakan PT. ADM sangat ketat di dalam melakukan rekrutmen karyawannya. Untuk menjadi karyawan PT. ADM, calon karyawan wajib mengikuti seleksi dengan tahapan: psikotes, wawancara psikolog, wawancara HRD, wawancara user dan medical tes. Hanya kayawan yang berkompeten yang bisa masuk PT. ADM. PT. ADM adalah perusahaan yang memiliki komitmen di dalam mengembangan kompetensi karyawannya. PT. ADM adalah perusahaan yang berani merekrut fresh graduate dalam jumlah besar untuk menjadi karyawan, ketimbang merekrut tenaga kerja berpengalaman. Hal ini dikarenakan PT. ADM memiliki sistem pelatihan yang sangat baik di dalam meningkatkan kemampuan karyawannya sesuai dengan kebutuhan perusahaan . Setiap tahunnya karyawan mendapatkan minimal 3 kali pelatihan umum setiap tahun di PT. ADM. Pelatihan pada tingkat seksi setiap bulannya. Kemudian pelatihan pada tingkat tim kerja secara insidental. Dengan adanya pelatihan yang terus menerus, karyawan mampu bekerja tepat waktu. Hal ini terlihat dari nilai sebesar 2,82 yang menggambarkan bahwa karyawan berpersepsi positif dengan kemampuannya di dalam mengerjakan pekerjaan tepat waktu.
menghormati, disiplin dan kekeluargaan di dalam PT. ADM – Casting Plant. N o 1. 2. 3. 4. 5.
Indikator Konflik Karyawan
Skor
Masalah Kompensasi
2,40
Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Kesalahan koordinasi antar karyawan Lemahnya sistem dan Fasilitas Masalah status
2,46
Total
2,52
2,80 2,65 2,35
Keterang an Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Setuju Tidak Setuju Setuju
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat konflik karyawan yang terjadi pada PT. Astra Daihatsu Motor – Casting Plant dapat dikategorikan cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dari rekapitulasi skor rataan dan skor total konflik karyawan perusahaan. 3.7. Persepsi Responden Terhadap Kinerja Karyawan Tabel 10. Persepsi responden terhadap tingkat kehadiran Berdasarkan Tabel 10, karyawan memiliki baik terhadap tingkat absensi. Dengan budaya disiplin yang tinggi dan kondisi ruangan yang nyaman, membuat karyawan semangat di dalam bekerja. Tindakan bersifat koersif cenderung ditinggalkan pada manajemen. Apabila karyawan bermasalah di dalam absensi, atasan biasanya melakukan tindakan persuasif untuk meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Atasan selalu berusaha menumbuhkan rasa saling membutuhkan N o
Indikator Kinerja Karyawan
1.
Datang kerja tepat waktu
2,8
Setuju
2.
Cuti sesuai peraturan perusahaan Hubungan baik dengan rekan kerja
2,85
Setuju
2,75
Setuju
Kondisi nyaman
2,63
Setuju
2,76
Setuju
3. 4.
ruangan Total
Skor Rataan
yang
Keterangan
kepada setiap karyawan. Dengan demikian, setiap karyawan akan berusaha untuk selalu hadir teapat waktu dan berkinerja baik karena merasa posisinya sangat penting bagi PT. ADM – Casting Plant. Tabel 11. Persepsi responden terhadap tingkat kemampuan karyawan
Tabel 12. Persepsi responden terhadap tingkat produktivitas karyawan No
Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataan
Keterangan
1.
Sesuai target yang ditetapkan atasan Tidak boros sumber daya Minimalisir kesalahan bekerja Total
3,03
Setuju
3,14
Setuju
2,99
Setuju
3,05
Setuju
2. 3.
Berdasarkan Tabel 12, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap No 1. 2. 3. 4.
Indikator Kinerja Karyawan Kesamaan persepsi Komunikasi Kerjasama Persaingan Total
Skor Rataan 2,85 2,91 2,99 2,9 2,91
Keterangan Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju
9 produktivitas karyawan. Pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa karyawan sudah dapat memenuhi target yang ditetapkan perusahaan. Dengan bantuan mesin yang baik dan metode six sigma, karyawan dan tim kerja dapat menyelesaikan pekerjaan dengan defect defect yang rendah dan hemat sumber daya. Tabel 13. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal) No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Indikator Kinerja Karyawan Komunikasi Pengawan atasan secara periodik Pujian atasan Saran dan perbaikan dari atasan Perhatian atasan Ide yang didengarkan atasan Total
Skor Rataan 3,2 3,21
Keterangan
3,2 3,19
Setuju Setuju
3,19 3,25
Setuju Setuju
3,21
Setuju
Tabel 14. Persepsi responden terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal) Berdasarkan Tabel 14, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap tingkat hubungan antar karyawan (horizontal). Karyawan akan merasa nyaman dan senang serta dapat bekerja dengan baik dalam lingkungan kerja yang harmonis dimana setiap karyawan memiliki hubungan yang baik. Karyawan dapat bekerja baik dengan anggota kelompok apabila memiliki pandangan yang sama. Pada PT. ADM – Casing Plant, mayoritas pekerjaan dilakukan secara tim. Dengan demikian, tingkat kerjasama antar karayan cukup tinggi. Namun, dengan adanya sistem reward & punishment yang diberlakukan PT. ADM – Casting Plant, membuat kondisi persaingan di PT. ADM – Casting Plant cukup tinggi. Setiap karyawan dan tim kerja bersaing untuk menjadi yang terbaik dan mendapatkan penghargaan dari perusahaan. Tabel 15. Persepsi responden terhadap kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dikategorikan baik. Hal ini dapat terlihat dari rekapitulasi skor rataan dan skor total kinerja karyawan perusahaan.
Setuju Setuju
Berdasarkan Tabel 13, karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap tingkat hubungan atasan dan bawahan (vertikal). Karyawan menganggap bahwa di dalam bekerja, atasan selalu baik di dalam menjalin hubungan dengan bawahan. Secara periodik atasan mengawasi pekerjaan karyawan. Atasan selalu melakukan monitoring & evaluating untuk memperbaiki kinerja karyawannya. Untuk karyawan yang memiliki kinerja rendah, atasan wajib memberikan saran dan perbaikan. Kemudian untuk karyawan yang baik kinerjanya, atasan wajib memberikan pujian baik secara formal, maupun informal kepada karyawannya. Karyawan PT. ADM – Casting Plant adalah karyawan yang memiliki kompetensi yang baik. Sehingga di dalam melakukan pekerjaanya, atasan memberikan keleluasaan bagi tiap karyawan untuk membuat Suggestion System dan memberikan bonus bagi karyawan yang memberikan kritik dan saran terbaik kepada perusahaan. Dengan metode ini karyawan menjadi memiliki sarana untuk memberikan ide & kritik yang membangun bagi kemajuan perusahaan.
N o
Indikator Kinerja Karyawan
1. 2. 3. 4.
Tingkat kehadiran (absensi) Kemampuan karyawan Produktivitas Hubungan atasan dan bawahan (vertikal) Hubungan antar karyawan (horizontal) Total
5.
3.8.
Skor Rataa n 2,76 2,78 3,05 3,21
Keterangan
2,91
Setuju
2,94
Setuju
Setuju Setuju Setuju Setuju
Pengaruh konflik terhadap Kinerja Karyawan 3.8.1 Variabel laten konflik
10 Tabel 17. Kontribusi variabel indikator terhadap pembentukan efektifitas terjadinya konflik. No.
Variabel indikator
%
konflik 1.
Masalah kompensasi
93
2.
Kesalahan
instruksi
87
koordinasi
79
atasan (vertikal) 3.
Kesalahan antar
karyawan
(horizontal) 4.
Masalah status
58
5.
Lemahnya sistem dan
58
fasilitas
Masalah kompensasi Masalah kompensasi (X1) memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya konlik karyawan yaitu sebesar 0,93 (93 persen) yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 6,04 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan efektivitas masalah kompensasi menyebabkan perubahan yang sangat besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Kontribusi yang besar ini dikarenakan kompensasi adalah variabel yang sangat penting di dalam mempertahankan sumberdaya manusia. Hal ini didukung oleh pendapat Handoko (1996) yang mengatakan bahwa bila pengupahan dan penggajian tidak diadministrasikan dengan tepat, maka perusahaan akan dengan mudah kehilangan karyawannya yang baik. Bahkan bila karyawan tidak keluar, mereka mungkin menjadi tidak puas terhadap perusahaan dan menurunkan produktivitas mereka. Sejauh ini perusahaan tergolong cukup baik di dalam menerapkan strategi remunrasi kepada karyawannya. Perusahaan memberikan gaji pokok di atas UMK Kabupaten Karawang. Karyawan mendapatkan transpransi jenjang karir yang jelas. Kemudian, karyawan juga mendapatkan uang sistem perhitungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem perhitungan Disnaker. Selain itu, karyawan mendapatkan bonus bagi karyawan dan tim kerja dengan kinerja terbaik. Namun beberapa karyawan menilai bahwa sistem jenjang karir hanya transparan dan bisa
diukur hanya untuk karyawan tetap. Seleksi yang ketat di dalam pengangkatan karyawan dan turn over yang tinggi pada tingkat karyawan kontrak menjadi masalah yang dapat menimbulkan konflik bagi karyawan. Lembur adalah suatu cara bagi karyawan PT. ADM untuk menambah penghasilan. Namun, prosedur untuk melakukan lembur dianggap terlalu menyusahkan karyawan. Hal inilah yang seringkali menjadi konflik bagi karyawan. 2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Variabel kesalahan instruksi atasan (X2) memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk efektivitas sistem promosi jabatan, yaitu sebesar 0,87 (87 persen) yang memiliki pengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,61 (>1,96). Hal ini dikarenakan kesalahan instruksi atasan sangat rentan terhadap terjadinya konflik. Kesalahan instruksi atasan pada PT. ADM – Casting Plant lebih disebabkan karena perbedaan persepsi. Hal inilah yang seringkali menimbulkan konflik. Menurut Stoner (1992), konflik dapat disebabkan karena perbedaan nilai atau pandangan, perbedaan tujuan di antara berbagai unit dalam organisasi dan perbedaan sikap. Sejauh ini, karyawan berpersepsi baik dengan instruksi atasan. Namun, sebagian karyawan berpendapat bahwa terkadang atasannya tidak jelas di dalam memberikan instruksi. Karyawan PT. ADM – Casting Plant mayoritas adalah lulusan SMA/STM. Oleh karena itu, seorang atasan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi terkadang memberikan perintah yang tidak dapat ditafsirkan atau dijalankan oleh bawahannya yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Hal inilah yang seringkali mengakibatkan konflik karyawan. 3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) Variabel kesalahan koordinasi antar karyawan (X3) memberikan kontribusi yang berarti bagi efektivitas sistem promosi jabatan, yaitu sebesar 0,79 (79 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 5,06 (>1,96). Kesalahan koordinasi antar karyawan disebabkan karena kesamaan SOP dan job desc akibat adanya Suggestion System (SS). Menurut
11 Winardi (1992), konflik seperti ini dinamakan sebagai konflik horizontal. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemenyang setingkat. Menurut persepsi karyawan, PT. ADM. – Casting Plant kurang baik di dalam koordinasi antar karyawan atau antar tim kerja. Seringnya tumpang tindih dan saling mengandalkan di dalam melakukan pekerjaan merupakan gambaran rendahnya koordinasi antar karyawan & tim kerja. 4. Masalah status Variabel Masalah status (X5) memberikan kontribusi yang sebesar 0,58 (58 persen) terhadap terjadinya konflik. Nilai ini positif dan berpegaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,63(>1,96). Hal ini berarti peningkatan masalah status menyebabkan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan konflik karyawan. Kontribusi ini didasarkan oleh adanya budaya feodal yang terkadang masih melekat pada PT. ADM Pada PT. ADM – Casting Plant, setiap karyawan harus menghormati karyawan yang memiliki jabatan lebih tinggi, lebih tua umurnya, lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan lebih baik. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki jabatan dan kemampuan lebih rendah seringkali segan terhadap atasan. Hal inilah yang sering menimbulkan konflik karyawan. Fakta ini didukung berdasarkan pada pendapat Kenneth dan Garry (1992), yang mengatakan bahwa konflik dapat disebabkan oleh masalah status. Jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu gerakangerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah.Dengan contoh sederhana ini jelas bahwa masalah status menjadi salah satu penyebab konflik.
5. Lemahnya sistem dan fasilitas Variabel lemahnya sistem dan fasilitas (X4) memberikan kontribusi sebesar 0,58 (58 persen) terhadap terjadinya konflik karyawan dan berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,60 (>1,96). Nilai sebesar 0,87 menggambarkan bahwa lemahnya sistem sangat berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Kondisi lingkungan kerja pada lantai produksi yang panas dan bising mudah sekali membuat stress karyawan. Karyawan berpersepsi bahwa sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant kurang baik. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi masih banyak yang manual kemudian, fasilitas K3 masih belum bisa diterapkan secara baik oleh seluruh karyawan PT. ADM – Casting Plant. Klinik yang hanya memiliki dokter pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Fasilitas transportasi dan fasilitas rawat inap bagi karyawan masih dianggaap kurang memadai. Oleh sebab itu, lemahnya sistem dan fasilitas sangat rentan untuk mengakibatkan konflik karyawan. 3.8.2 Variabel laten kinerja Tabel 18. Peningkatan kinerja yang diharapkan dengan terjadinya konflik karyawan No.
Variabel indikator
%
konflik 1.
Kemampuan karyawan
87
2.
Tingkat
80
kehadiran
(absensi) 3.
Produktivitas
68
4.
Hubungan antar karyawan
68
(horizontal) 5.
Hubungan dengan atasan
59
1. Kemampuan karyawan Kemampuan karyawan merupakan kompetensi, pengetahuan dan pemahaman karyawan tehadap prinsip dan metode yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Seluruh karyawan harus memiliki pengetahuan pekerjaan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan benar sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal.
12 Menurut Steers et al dalam Nourizar (2002), kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kemampuan dan keterampilan karyawan. Berdasarkan Gambar 10. variabel kemampuan karyawan (Y2) memberikan kontribusi terbesar dalam membentuk kinerja karyawan, yaitu sebesar 0,87 (87 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan kemampuan karyawan akan lebih meningkatkan kinerja karyawan. Besarnya kontribusi ini karena karyawan sudah mampu melaksanakan job desc sesuai dengan metode dan prinsip serta standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan. Selain itu, perusahaan secara rutin memberikan pelatihan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab sehingga meningkatkan kemampuan karyawan. Tidak hanya itu, kemampuan karyawan juga diperoleh dari rekan kerja maupun dari membaca bukubuku yang berkaitan dengan pekerjaan. Karyawan selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan pekerjaan sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerjanya. 2. Tingkat kehadiran (absensi) Tingkat kehadiran (absensi) merupakan variabel yang penting guna melaksanakan pekerjaan. Setiap karyawan yang memiliki masalah dengan absensi akan terganggu kinerjanya. Hal ini dikarenakan, waktu yang diperlukan utuk menyelesaikan pekerjaan menjadi berkurang apabila tingkat kehadiran yang buruk. Hal ini diperkuat dengan gambaran yang ditunjukkan Gambar 10. Variabel tingkat kehadiran (absensi) (Y1) memberikan kontribusi sebesar 0,80 (80 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 4,35 (>1,96). Hal ini berarti peningkatan tingkat kehadiran karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan. Besarnya kontribusi ini karena tingkat kehadiran karyawan akan membantu karyawan di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan metode dan prinsip serta standard operating procedure yang ditetapkan perusahaan. Dengan tingkat kehadiran yang tinggi, maka karyawan akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaannya.
3.
Pendapat ini didukung oleh Steers et al dalam Nourizar (2002) yang mengatakan bahwa mengatakan bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kesempatan untuk berkinerja. Produktivitas Menurut Dewan Produktivitas Nasional dalam Umar (2005) produktivitas memiliki pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Namun, produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Jadi produktivitas adalah menyangkut tingkat efektivitas dan efisiensi yang berhasil dicapai oleh karyawan. Produktivitas (Y3) memberikan kontribusi sebesar 0,68 (68 persen) dalam membentuk kinerja karyawan yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,81 (>1,96). Besarnya kontribusi yang produktivitas karyawan terhadap kinerja karyawan tersebut dikarenakan adanya usaha karyawan untuk menghasilkan pekerjaan yang baik, yang sesuai bahkan melebihi standar mutu yang ditetapkan
perusahaan. Selain itu, besarnya kontribusi produktivitas terhadap kinerja karyawan dikarenakan karyawan telah mengikuti banyak pelatihan yang ditetapkan perusahaan pada bidang pekerjaan masing-masing karyawan. Sehingga, meningkatnya produktivitas seorang karyawan akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut. 4. Hubungan antar karyawan (horizontal) Hubungan antar karyawan (Y5) memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk kinerja karyawan, yaitu sebesar 0,68 (68 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,78 (>1,96). Besarnya kontribusi yang Hubungan antar karyawan terhadap kinerja karyawan tersebut dikarenakan di dalam mengerjakan pekerjaanya, karyawan dituntut untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan karyawan lain di dalam tim. Selain itu, kontribusi yang besar pada hubungan
13 antar karyawan dikarenakan setiap karyawan juga dituntut untuk bersaing dengan karyawan lain. Terutama pada level karyawan kontrak, untuk menjadi karyawan tetap PT. ADM – Casting Plant hanya memilih karyawan dengan kinerja terbaik. Banyaknya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan seringkali membuat kinerja karyawan terganggu. Oleh sebab itu, perlu ada pembagian yang jelas di dalam pembagian tugas. Menurut Steers et al dalam Nourizar (2002) mengatakan bahwa kinerja karyawan disebabkan oleh kejelasan dan penerimaan tugas. Oleh sebab itu, hubungan karyawan memiliki pengaruh yang terhadap kinerja karyawan. 5. Hubungan dengan atasan (vertikal) Hubungan dengan atasan (Y4) memberikan kontibusi dalam membentuk kinerja karyawan sebesar 0,59 (59 persen) yang berpengaruh nyata dengan nilai t sebesar 3,33 (>1,96). Kontribusi yang cukup besar ini dikarenakan karyawan di dalam melakukan pekerjaannya perlu untuk melakukan koordinasi yang baik dengan atasan. Meskipun karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki profesionalisme yang tinggi. Namun perlu bagi atasan untk memberikan kritik, saran dan pujian kepada karyawannya. Hal ini selain dapat memperbaiki kinerja, juga dapat meningkatkan komunikasi antara atasan dan bawahan. Karyawan yang selalu diberikan motivasi oleh atasannya akan memiliki kinerja yang baik. Hal ini didukung oleh Mangkunegara (2000) yang mengatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh motivasi. 3.9. Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka implikasi manajerial yang dapat diberikan untuk melakukan manajemen konflik pada PT ADM – Casting Plant, yaitu : 3.9.1. Masalah Kompensasi Karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kompensasi yang diberikan oleh PT. ADM – Casting Plant. Kompensasi adalah variabel laten yang memiliki pengaruh paling besar untuk menyebabkan konflik bila dibandingkan dengan variabel lain. Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh
kompensasi bisa optimal. Implikasi manajerial untuk kompensasi yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Perlu ada sistem remunrasi yang lebih baik, agar perusahaan bisa lebih menyesuaikan gaji pokok karyawan dengan kondisi ekonomi wilayahnya. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi yang cenderung dinamis, sehingga mempengaruhi tingkat kebutuhan karyawan. Sejauh ini, PT. Astra Daihatsu Motor memberikan standar gaji yang sama untuk karyawan di setiap daerah. Seorang karyawan dengan jabatan operator di PT. ADM – Casting Plant yang berlokasi di Karawang memiliki gaji pokok yang sama dengan seorang operator pada PT. ADM – Stamping Plant yang ada di Jakarta. Melihat fakta di atas, semestinya perusahaan perlu melakukan evaluasi untuk mengkaji lebih jauh mengenai kebutuhan karyawan agar perhitungan gaji pokok bisa disesuaikan dengan kondisi ekonomi setiap daerah. 2. Fungsi remunrasi pada PT. Astra Daihatsu Motor dijalankan oleh Departemen HRD. Oleh karena itu,perlu ada tim khusus yang melibatkan manajer HRD pada setiap wilayah operasi PT. ADM dan konsultan keuangan yang dapat menganalisis lebih jauh mengenai kesesuaian gaji karyawan dengan kebutuhan hidup. Tim khusus ini bertugas dalam menciptakan sistem yang efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan karyawan. 3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah kompensasi memberikan pengaruh sebesar 0,93 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan masalah kompensasi sebagai manifest conflict. Manajemen konflik dengan menggunakan kompensasi sebagai manifest conflict perlu dilaksanakan oleh Departemen HRD sebagai departemen yang memiliki kewenangan di dalam menetapkan remunrasi dan bertanggung jawab di dalam pengembangan sumber daya manusia PT. ADM – Casting Plant. Mekanisasi manajemen konflik dengan
14 merangsang ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi harus selalu memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi. Risiko konflik pada karyawan jangan sampai terjadi pada tingkatan yang destruktif. Contoh merangsang konflik karyawan dengan kompensasi misalnya dilakukan dengan membiarkan gaji karyawan tidak mengalami kenaikan meskipun harga-harga barang secara agregate sedang naik. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada karyawan PT. ADM – Casting Plant. Kemudian, ketika konflik yang terjadi akan mengakibatkan kondisi kinerja karyawan mulai menurun. Departemen HRD perlu mengatasi konflik tersebut dengan melakukan negosiasi kepada Serikat Karyawan Astra Daihatsu Motor (SKADM) mengenai masalah kompensasi. Negosiasi diharapkan berakhir dengan adanya agreement yang menguntungkan kedua pihak (win-win solution). Hasil akhir dari agreement antara HRD dan SKADM yaitu, perusahaan akan menaikan gaji karyawan, namun karyawan harus mampu meningkatkan kinerja sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan. 3.9.2. Kesalahan instruksi atasan (vertikal) Kesalahan instruksi atasan (vertikal) pada PT. ADM – Casting Plant cenderung rendah. Karyawan menilai bahwa sejauh ini, atasan sudah cukup baik di dalam melakukan koordinasi dengan bawahan. Namun, sebagian karyawan menganggap bahwa perintah atasan terkadang sulit untuk ditafsirkan dan bersifat ambigu. Oleh karena itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan instruksi atasan menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Pada PT. ADM – Casting Plant, mayoritas karyawan memiliki tingkat pendidikan akhir SMA/STM. Oleh sebab itu, karyawan seringkali berbeda persepsi di dalam menjalankan tugas yang diberikan. Mengacu pada masalah yang ada, maka PT. ADM – Casting Plant perlu mengadakan pelatihan komunikasi. Hal
ini diperlukan agar para leader memiliki public speaking yang baik di dalam memberikan instruksi kepada bawahan. Selain itu, dengan pelatihan komunikasi karyawan dapat memahami dengan jelas setiap instruksi yang diberikan dan memiliki persepsi yang sama dengan pemikiran atasan. 2. Selain itu, pada PT. ADM – Casting Plant masih ada posisi yang diisi oleh para ekspatriat. Sehingga, komunikasi yang terjalin antara karyawan lokal dengan ekspatriat menjadi kurang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, PT. ADM perlu melakukan pelatihan bahasa asing untuk karyawan lokal dan pelatihan Bahasa Indonesia untuk para ekspatriat. 3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan instruksi atasan (vertikal) memberikan pengaruh sebesar 0,87 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan kesalahan instruksi atasan sebagai manifest conflict. Manajemen konflik dengan menggunakan kesalahan instruksi atasan sebagai manifest conflict perlu dilaksanakan oleh team leader, foreman dan supervisor selaku atasanatasan PT. ADM– Casting Plant. Kesalahan instruksi atasan PT. ADM Casting – Plant disebabkan karena adanya perbedaan tingkat pendidikan antara atasan dan bawahan. Atasan dapat merangsang konflik untuk bawahannya dengan memberikan instruksi yang sulit dipahami karyawan dan memberikan pekerjaan di luar kapasitas bawahannya. Dengan ini, konflik yang terjadi akan membuat ketidaknyamanan karyawan. Konflik yang terjadi akibat instruksi atasan akan membuat karyawan belajar untuk menghadapi kondisi tersebut. Output yang diharapkan dari konflik ini adalah karyawan menjadi lebih bisa bekerja under pressure, kreatif dan meningkat kompetensinya karena ada proses pembelajaran guna memenuhi tuntutan atasan. Dengan demikian kinerja karyawan akan mengalami peningkatan. 3.9.3. Kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal)
15 Kesalahan koordinasi antar karyawan pada PT. ADM – Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan pada PT. ADM – Casting Plant menerapkan Suggestion System (SS) yang memperbolehkan karyawan membuat SOP kerja masing-masing. Oleh karena itu, karyawan dan tim kerja sering melakukan pekerjaan yang serupa dengan pekerjaan yang dilakukan karyawan atau tim kerja lain. Dengan demikian, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh kesalahan instruksi atasan menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Perlu ada tinjau ulang mengenai Suggestion System (SS) yang diberlakukan perusahaan. Dengan Suggestion System (SS), perusahaan memang berusaha untuk memberikan keleluasaan untuk membuat SOP dan peraturannya masing-masing. Namun, hal ini dapat membuat terjadinya tumpang tindih pekerjaan antar karyawan. Dalam kasus ini, Departemen HRD perlu melakukan konsolidasi dengan tim kerja dan karyawan. Selain untuk menjaga koordinasi, konsolidasi ini berguna untuk menjaga agar antar karyawan dan tim kerja tidak melakukan pekerjaan yang serupa pada waktu yang sama. 2. Perlu ada sosialisasi yang jelas mengenai tugas dan wewenang tanggung jawab setiap karyawan dan tim kerja. Dalam pelaksanaannya, sebelum karyawan menjalankan pekerjaanya, seorang atasan perlu memberikan mekanisme teknis suatu pekerjaan kepada karyawan dan melakukan pengawasan secara periodik agar karyawan bekerja sesuai dengan job desc masing-masing dan tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan dengan karyawan lain. 3. Untuk meningkatkan komunikasi antar karyawan beda departemen, maka PT. ADM Casting – Plant perlu membuat banyak acara yang melibatkan banyak karyawan. Misalnya family gathering, kompetisi olahraga internal, dan acaraacara lain yang membantu perusahaan di dalam meningkatkan intensitas karyawan untk berinteraksi.
4. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, kesalahan koordinasi antar karyawan memberikan pengaruh sebesar 0,79 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan kesalahan koordinasi antar karyawan sebagai manifest conflict. kesalahan koordinasi antar karyawan PT. ADM Casting – Plant disebabkan karena adanya Suggestion System (SS) yang mengakibatkan konflik di antara karyawan dan tim kerja. Oleh karena itu, konflik dapat diciptakan perusahaan melalui Suggestion System (SS) untuk menciptakan persaingan antar karyawan atau tim kerja. Dengan adanya persaingan, maka karyawan akan berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam berkinerja dan menjaduhi sifat apatis di ADM – Casting Plant. 3.9.4. Masalah status Berdasarkan persepsi karyawan, konflik yang disebabkan oleh masalah status PT. ADM – Casting Plant cenderung rendah. Namun, berdasarkan hasil analisis, masalah status memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Oleh sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Budaya feodal Jepang seringkali membuat karyawan yang memiliki jabatan yang rendah merasa tidak percaya diri dan terlalu segan kepada karyawan lain yang memiliki posisi lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan perubahan untuk merubah pandangan karyawan bahwa setiap karyawan memiliki posisi yang penting bagi perusahaan. Di dalam teknis pelaksanaannya, perusahaan perlu melatih kepemimpinan bagi pimpinan perusahaan agar memiliki hubungan yang baik dengan karyawannya dan memotivasi setiap karyawan bahwa peran mereka sangat penting bagi perusahaan.
16 2. Di dalam proses pengambilan keputusan, pimpinan perusahaan perlu untuk mempertimbangkan kritik dan saran dari karyawan. Dengan demikian, masalah status bisa teratasi karena karyawan merasa dihargai keberadaanya oleh PT. ADM – Casting Plant. 3. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, masalah status memberikan pengaruh sebesar 0,58 terhadap kinerja karyawan. Kenneth dan Garry (1992), mengatakan bahwa jika individu atau kelompok tertentu menganggap bahwa dirinya memiliki status yang rendah dari kelompok lainnya maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap merendahkan kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah. Oleh sebab itu konflik dengan menggunakan masalah status dilakukan dengan cara persaingan melalui sistem promosi dan demosi yang transparan dan adil bagi seluruh karyawan. Sistem ini dapat memungkinkan karyawan yang di bawah untuk melakukan overlap kepada karyawan yang berada di atasnya. Dengan demikian, karyawan dapat lebih bersemangat untuk terus meningkatkan kinerjanya karena terpacu untuk merubah statusnya.. 3.9.5. Lemahnya sistem dan fasilitas Konflik yang disebabkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas PT. ADM – Casting Plant cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan kurang memadainya sistem dan fasilitas yang dimiliki PT. ADM – Casting Plant. Berdasarkan hasil analisis, lemahnya sistem dan fasilitas memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya konflik karyawan. Oleh sebab itu, perlu tindakan yang tepat untuk menjaga agar konflik yang ditimbulkan oleh lemahnya sistem dan fasilitas menjadi optimal. Implikasi manajerial yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PT. ADM – Casting Plant dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
1. PT. ADM – Casting Plant memiliki peralatan yang masih manual di dalam pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan defect yang didapatkan lebih baik ketimbang dilakukan secara otomatis. Hal ini memberikan pengaruh buruk kepada karyawan yang menjalankan mesin manual. Karyawan seringkali mengalami konflik di dalam mengoperasikan mesin manual yang memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh sebab itu, di dalam teknis pengoperasiannya perusahaan perlu melakukan penjadwalan yang baik agar karyawan yang menjalankan mesin manual tidak mudah terkena stress. 2. Kondisi karyawan yang apatis terhadap sistem K3 yang diterapkan perusahaan dikarenakan sistem K3 kurang bersifat memaksa dan kurang edukatif. Sistem yang buruk ini membuat karyawan tidak memiliki komitmen di dalam menjalankan sistem K3. Melihat kondisi ini, Departemen GSM selaku departemen yang berwenang di dalam environment & security control perlu untuk mengkaji sistem K3. Departemen GSM perlu membuat peraturan K3 agar mudah dipahami sesuai dengan karakteristik dan tingkat pendidikan karyawan. Selain itu Departemen GSM perlu untuk melakukan pengawasan untuk menjamin komitmen karyawan di dalam menjalankan K3. Dengan demikian, karyawan, bisa memahami dan berkomitmen untuk menjalankan sistem K3. 3. Berdasarkan persepsi karyawan, perusahaan dianggap kurang di dalam memberikan fasilitas transportasi. Untuk mengatasi hal tersebut, PT. ADM perlu menjalin kemitraan dengan lembaga pembiayaan untuk mengadakan program kredit kendaraan kepada karyawannya. 4. Karyawan PT. ADM – Casting Plant memiliki persepsi yang negatif terhadap fasilitas kesehatan karyawan dalam hal rawat. Hal ini, dikarenakan adanya perubahan sistem fasilitas rawat inap. Sebelumnya karyawan PT. ADM – Casting Plant diberikan dana bantuan apabila dirawat di rumah sakit. Namun, sekarang perusahaan hanya memberikan bantuan dengan membayar biaya kamar perawatan selama di rumah sakit. Melihat kondisi tersebut, perusahaan sudah tepat mengganti sistem penggantian biaya
17 rawat inap. Hal ini dikarenakan karyawan seringkali berlebihan di dalam menerima penggantian biaya rawat inap dari perusahaan. Akan tetapi, di dalam memberikan bantuan berupa pembayaran kamar perawatan bagi karyawan yang dirawat inap, perusahaan perlu untuk, membiayai biaya obat-obatan karyawan tersebut. Hal ini dikarenakan, biaya obatobatan cukup tinggi dan mayoritas karyawan yang sakit disebabkan oleh pekerjaannya. 5. Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, lemahnya sistem dan fasilitas memberikan pengaruh sebesar 0,58 terhadap kinerja karyawan. Oleh sebab itu, apabila karyawan sedang mengalami kondisi stagnasi pada kinerjanya. Maka PT. ADM – Casting Plant perlu menciptakan konflik dengan menggunakan lemahnya sistem dan fasilitas sebagai manifest conflict melalui Departemen GSM selaku departemen yang berwenang di dalam environment & security control dan Departemen HRD selaku departemen yang berwenang dalam peningkatan kinerja karyawan. Menciptakan konflik melalui sistem dan fasilitas misalnya dengan penggunaan peralatan kerja yang kurang baik. Dengan ini, karyawan akan mengalami ketidaknyamanan. Kondisi ini kemudian merangsang karyawan untuk berpikir kreatif untuk melakukan perubahan. Pemikiran-pemikiran karyawan dalam menghadapi konflik akibat lack of system sangat memungkinkan karyawan untuk menemukan ide yang berguna bagi perusahaan. Contoh penemuan ide baru akibat konflik dari lack of system yaitu, karyawan berhasil membuat mesin aduk otomatis untuk karena sebelumnya sering merasa tidak puas apabila menggunakan mesin aduk manual. Dengan demikian, melalui konflik-konflik yang terjadi diharapkan karyawan bisa menciptakan ide yang bermanfaat bagi kinerja karyawan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis sistem promosi jabatan dan pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja karyawan dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dapat disimpulkan
beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Tingkat konflik di PT. ADM – Casting Plant cukup tinggi. Beberapa karyawan berpersepsi baik pada beberapa variabel manifest yaitu masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan dan masalah status. Beberapa hal yang dipersepsikan kurang baik adalah kesalahan koordinasi antar karyawan (horizontal) dan lemahnya sistem & fasilitas. Kurang sempurnanya Suggestion System seringkali membuat karyawan mengalami tumpang tindih pekerjaan dengan karyawan lain. Selain itu, Lemahnya sistem dan fasilitas lebih disebabkan mesin-mesin kerja masih banyak yang manual, fasilitas transportasi yang kurang memadai dan fasilitas rawat inap kurang baik. 2. Kinerja karyawan PT. ADM Casting Plant sudah cukup baik. Karyawan memiliki persepsi yang baik terhadap kelima variabel kinerja karaywan PT. ADM – Casting Plant, meliputi tingkat kehadiran (absensi), kemampuan karyawan, produktivitas, hubungan dengan atasan (vertikal) dan hubungan antar karyawan (horizontal). 3. Konflik karyawan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan, secara berturut-turut dari yang paling besar adalah masalah kompensasi, kesalahan instruksi atasan, kesalahan koordinasi antar karyawan, masalah status dan lemahnya sistem & fasilitas. Peningkatan kinerja karyawan yang dapat diharapkan dengan adanya konflik karyawan secara berturut-turut yaitu meningkatnya kemampuan karyawan, tingkat absensi, produktivitas karyawan, hubungan antar karyawan (horizontal) dan hubungan dengan atasan (vertikal). Berdasarkan analisis SEM didapat bahwa konflik yang terjadi dapat meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,62. Oleh karena itu, pada kondisi tertentu untuk mencegah terjadinya stagnasi kinerja karyawan. Perusahaan perlu menciptakan konflik untuk meningkatkan kinerja karyawan. Namun, penciptaan konflik harus memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi dan mencegah terjadinya tindakan karyawan yang destruktif. 5.2. Saran
18 Saran yang berkaitan dengan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang dapat memaksimalkan kinerja karyawan dan perusahaan sehingga tujuan-tujuan perusahaan tercapai dengan maksimal adalah motivasi kerja, beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, komunikasi antar karyawan, kepemimpinan, kompensasi dan pelatihan. DAFTAR PUSTAKA Arief, S. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Bahri, Asep Syaiful. 2003. Proses Komunikasi Antarpribadi dalam Pengelolaan Konflik Organisasi (Kasus Divisi Agribisnis Bank X Jakarta). Tesis pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dessler, Gary. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesepuluh. Jilid 1. PT INDEKS. Jakarta.
Handoko, T. Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta. Harun, Razana Bt. & Abdul Rahman. 2002. Konflik dalam Organisasi. www.damandiri.or.id/file/winathinkhaminahba b2.pdf [7 Februari 2008] Haryadi, D. 1995. “Politik Perburuhan : Mencari Format Baru” Dalam Jurnal Analisis Sosial Akatiga Edisi 1 Oktober 1995. Hendardi. 1994. Nasib Buruh yang Kian Terpuruk: Catatan Keadaan Hak Asasi Manusia di Indonesia. YLBHI. Jakarta. Hendricks, William, 2004. Bagaimana Mengelola Konflik. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Hair, J.F. Anderson, R.E., Tatham, R. L., dan Black, W.C. 1998. Multivariate data analysis (5th). Willey. New York.
Hersey, Paul and Kenneth Blanchard. 2005. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Penerbit Erlangga, Jakarta. Husnan, Suad. 2002. Manajamen Personalia, Yogyakarta : BPFE. Yogyakarta Jeffrey, dkk. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Amara Books. Yogyakarta John Soeprihanto. 1987. Manajemen Personalia. BPFE. Yogyakarta Juanita. 2008. Memanajemeni Konflik dalam Organisasi. http://library.usu.ac.id/download/fkm/f km-juanita3.pdf. [28 Januari 2008] Kast, Fremont E, dan James E. Rosenzweig. 1995. Organisasi dan Manajemen. Edisi Keempat. Bumi Aksara. Jakarta Manullang. 1987. Management Personalia. Aksara Baru. Jakarta Mastenbroek, W.F.G., 1986. Penanganan Konflik dan Pertumbuhan Organisasi. Penerbit UI-Press, Jakarta. Nitisemito, Alex S,. 1996. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta Ohlendorf, Amy. 2001. Conflict Resolution in Project Management. Project Management Journal, 32:2, pp 4-16
Hakim, Abdul. 2007. Konflik dalam Organisasi dan Kaitannya dengan Kualitas Pelayanan Publik. jurnal-sdm.blogspot.com, 11
Rahmawati, Nenik. 2003. Konflik Industrial dan Proses Penyelesaiannya (Studi Kasus PT. X., Kabupaten Purwakarta, Provinsi
Dessler, Gary. 1989. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 2, PT. Prehelinso. Jakarta Fatah, R. Aep Saepulloh.1994.”Unjuk Rasa, Gerakan Masa dan Demokratisasi: Potret Pergeseran Politik Orde Baru”, dalam Prisma, April [FEM IPB] Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2008. Pedoman Penulisan Tugas Akhir. Bogor: FEM IPB Gibson, James L., et al., 1977. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara. Greenhalgh, Leonard, 1999. Menangani Konflik. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.), Memimpin Manusia. Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia.
19 Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Penebit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Raimona, Yunica. 2003. Peran Komuinikasi Organisasi dalam Pengelolaan Konflik (Kasus Hubungan antara Manajer dan Buruh pada Organisasi Perusahaan Kabel di Cimanggis, Bogor). Skripsi pada Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widoyoko, S. Eko Putro. 2008. Manajemen Konflik dalam Organisasi. http://www.umpwr.ac.id/publikasi/10/manajemen-konflikdalam-organisasi [15 Januari 2008]
Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik. Murai Kencana, Jakarta. Robins, Stephen P. 1974. Managing Organizational Conflict. Engelewood Cliffs., N.J. : Prentice Hall. Robins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi.. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. PT. Prehallindo. Jakarta. Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn. 1985 , Managing Organizational Behavior. John Wiley & Sons,lnc., New York. Schneider, E.V. 1993. Sosiologi Industri. Terjemahann Drs. J.L. Ginting. Edisi kedua. Aksara Persada Indonesia. Jakarta. Stoner, James A.F. dan Charles Wankel. 1986. Manajemen. Edisi Ketiga. Jilid 2. CV. Intermedia. Jakarta. Stoner, James A.F. dan R. Edward Freeman. 1992. Manajemen. Edisi Keempat. Jilid 1.Cetakan Pertama. CV. Intermedia. Jakarta. Stoner, James A.F, R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert. 1996. Manajemen. PT Prehallindo. Jakarta. Syamsuddin, Mohd. Syaufii. 2004. Pengembangan Hubungan Industrial dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan Pekerja. www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/info_hu kum/vol5_vi_2004/Pengembangan_hubungan_ industral.php - 59k - [28 Januari 2008]
20 4.87
kmpnsasi
5.32
vertikal
6.04
5.51
kemmpuan
5.11
prdktvts
6.07
4.35
5.61
4.60
konflik
3.29
kinerja
5.06
3.81
hrzontal
5.76
absensi
3.60
3.33
3.63
3.78
6.48
sistem
vertikal
6.37
6.47
status
hrzntal
6.09
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045
1.13
kmpnsasi
1.24
vertikal
0.93
1.35
kemmpuan
1.25
prdktvts
1.53
0.80
0.87
0.87
konflik
0.62
0.79 1.37
absensi
kinerja 0.68
hrzontal 0.58
0.59
0.58
0.68
1.66
sistem
vertikal
1.65
1.66
status
hrzntal
1.54
Chi-Square=40.71, df=34, P-value=0.19898, RMSEA=0.045