Analisis Pengaruh Kedalaman Laut Terhadap Distribusi Tegangan dan Regangan Pipa Saat Instalasi Menggunakan Metode S-lay IGN Wiratmaja Puja, Tessal Maharizky Febrian Engeneering Design Center, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung, Indonesia Email:
[email protected],
[email protected] Fax: 62-22-2516361
Abstrak instalasi pipeline di lepas pantai memiliki peranan penting dalam perkembangan industri minyak dan gas bumi saat ini, sebab sebelum beroperasi di lepas pantai, setiap pipeline yang akan dipakai harus melalui tahap instalasi. Selama tahap tersebut pipa akan mengalami tegangan yang perlu dianalisis, sehingga tegangan yang terjadi tidak mengganggu keamanan saat proses instalasi dan transmisi nantinya. Perangkat lunak Offpipe digunakan untuk perhitungan dan simulasi dari proses instalasi dengan metode S-lay dan besar tegangan total yang dihasilkan tersebut akan dievaluasi Proses berdasarkan kriteria yang terdapat pada DNV OS F101 dan petunjuk praktis API RP 1111. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan kedalaman laut sebesar 30 meter, tegangan total yang terjadi di titik kritis pada daerah overbend akan meningkat sekitar 3.5% SMYS (Specified Minimum Yield Strength) dan sekitar 3% SMYS di titik kritis pada daerah sagbend. Sedangkan dari hasil analisis instalasi yang dilakukan pada studi kasus yang dibahas menunjukan bahwa proses instalasi dengan menggunakan metode S-lay dapat dilakukan sampai kedalaman 1000 meter berdasarkan kriteria yang terdapat pada petunjuk praktis API RP 1111 sedangkan berdasarkan kriteria yang terdapat pada DNV OS F101 kedalaman proses instalasi yang masih diijinkan adalah sampai 700 meter. Kata kunci: instalasi, offpipe, S-lay, tegangan, regangan
1.
Pendahuluan
Ketergantungan manusia terhadap produk-produk migas yang tidak dapat dihentikan menyebabkan semakin intensifnya usaha pencarian dan eksplorasi di daerah lepas pantai dan laut dalam. Untuk mengakomodasi penyaluran minyak dan gas bumi dari sumursumur minyak di lepas pantai dan laut dalam dalam dibutuhkan jaringan pipa bawah laut sebagai alternatif yang paling mudah, aman, dan efisien. Seiring dengan peranan tersebut pembangunan pipeline di lepas pantai dari waktu ke waktu semakin meningkat. Sudah menjadi hal yang biasa bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan pipa lebih besar dibandingkan biaya produksi. Oleh karena itu pemilihan proses instalasi pipa bawah laut sangat menentukan besar biaya yang diperlukan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan intalasi pipa
bawah laut (marine pipeline installation). Beberapa metode instalasi yang sering dipakai adalah metode S-lay dan J-lay dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.1. Metode instalasi pipa[1]
Bergantung pada metode instalasinya, pipa bawah laut menerima beban-beban yang berbeda dari lay vessel selama proses instalasi. Beban-beban tersebut berupa tekanan hidrostatik, gaya aksial dan momen bending. Analisis instalasi pipa dilakukan untuk 1
memperkirakan tegangan maksimum yang terjadi selama proses peletakan (laying process) untuk besar kurva radius tertentu. Dari hasil analisis tersebut dapat dipastikan bahwa pipeline tidak akan mengalami kegagalan bila tegangan yang terjadi masih berada dalam batas kekuatan desain. Batas kekuatan desain tersebut diatur dalam code dan standard yang berlaku. Dalam code dan standard ditetapkan persyaratanpersyaratan yang dianggap perlu agar selama proses instalasi pipeline tidak akan mengalami berbagai modus kegagalan. Sehingga setiap tahap instalasi, misalnya pemilihan metode instalasi, penentuan dimensi dan koordinat acuan, perhitungan beban dan tegangan yang diizinkan, dan lain-lain harus selalu mengacu pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh code dan standard tersebut. Code yang biasa digunakan dalam analisis instalasi pipa adalah API RP 1111 dan DNV OS F101. Metode elemen hingga juga dilakukan untuk membantu analisis instalasi pipa. Program elemen hingga yang dapat digunakan dalam melakukan analisis instalasi pipa adalah Offpipe. Namun program elemen hingga ini hanya dapat memberikan hasil analisis tegangan secara global. Untuk mengetahui hasil yang lebih detil dapat dilakukan dengan menggunakan program FEM yang lain seperti ANSYS dan Nastran.
2.
Tegangan Pipa Saat Instalasi
Pengetahuan tentang sifat mekanik material adalah penting untuk menganalisis sebuah sistem perpipaan. Melalui pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan. Kode-kode memberikan batasan pembebanan agar pipa tidak mengalami tegangan yang berlebih sehingga terhidar dari kegagalan dalam operasinya. 2.1
proses instalasi, pipa yang sudah tersambung akan melewati tensioner, dan setelah itu tensioner akan mendorong pipeline tersebut menuju ke arah stinger yang nantinya menuju ke laut sampai dasar dari laut. Tegangan yang diberikan diatur sedemikian sehingga tegangan yang terjadi pada tiap bagian pipa menjadi seminimal mungkin. 2.2
Tegangan Hoop dan Radial
Ketika berada didalam air pipa mengalami/mendapat tekanan hidrostatik dari air. Tekanan ini akan semakin besar dengan semakin besarnya kedalaman air.
p o = ρgh
(1)
Tidak ada tekanan internal pada saat pipa diinstalasi, sebab tidak ada fluida kerja yang mengalir dalam pipa. Tegangan yang terjadi akibat tekanan eksternal hidrostatik adalah tegangan hoop dan tegangan radial.
σh =
σr = 2.3
( po − pi )r t
(2)
( po − pi ) ri2 − ri ro2 − ri 2
(
)
2
2 o
r
r2 (3)
Tegangan Pada Overbend[2]
Overbend terjadi terutama pada stinger dan pada sebagian laybarge. Tata letak penumpu roller didesain sehingga membentuk radius kurva tertentu, dan diatur, agar dapat mengontrol besar tegangan overbend. Besar momen yang terjadi disepanjang stinger terdistribusi seperti pada Gambar 2.1 Besar tegangan momen lentur yang terjadi di stinger dapat dihitung dengan persamaan berikut :
σa =
ED 2 Rcv
(4)
Tegangan Tensioner
Tensioner merupakan mesin penarik, yang menarik pipa menuju stinger. Selain itu, tensioner berfungsi untuk pengontrol besar kurva yang terbentuk di sagbend dan mengatur besar momen pada stinger. Dengan mengatur beban-beban tersebut maka bentuk-bentuk kegagalan seperti deformasi plastis, buckling dan collapse dapat dihindari. Tensioner biasanya terdiri dari track atas dan track bawah yang terhubung secara loop. Saat
Gambar 2.1. Distribusi Momen Lentur Pada Stinger[2]
Radius kurva mínimum pada ditentukan dengan persamaan :
stinger
2
Rcv =
2.4
ED 2σ y f D
Hubungan antara bentuk kurva sagbend dan regangan pada pipa adalah : (5)
Tegangan Pada Sagbend[2]
Ketika pipeline mencapai dasar laut pada saat instalasi, maka pipeline akan membentuk kurva tertentu secara alami akibat terjadinya defleksi yang besar. Bentuk kurva tersebut disebut dengan sagbend. Kurva sagbend sangat dipengaruhi oleh besar gaya aksial yang diberikan oleh tensioner. Model catenary merupakan model yang dapat digunakan dalam perhitungan hubungan antara gaya tarik tensioner dan bentuk kurva. Bentuk model catenary dapat dilihat pada Gambar 2.2. Komponen horizontal dari gaya tarik nilainya konstan dari titik sentuh/jatuh di dasar laut hingga ke ujung stinger. Sementara itu, komponen vertikal dari gaya tarik nilainya semakin besar dari titik sentuh/jatuh di dasar laut hingga ke ujung stinger, karena jumlah berat pipa yang terendam air semakin banyak.
ε=
r R
(9)
Komponen vertikal gaya tarik adalah sama dengan berat total dari pipa yang terendam didalam air dan dapat dinyatakan dengan :
Tv = ws s
(10)
Dimana s adalah panjang busur kurva sagbend dan nilainya :
s = z 1+ 2
Th zws
(11)
Sudut θ ditentukan dengan :
tan θ =
3.
Tv Th
(12)
Pemodelan dan Pemasukan Data
Metode yang digunakan pada proses simulasi ini adalah metode instalasi dengan Slay, selain itu proses instalasi dilakukan dengan model 2 dimensi dan analisis yang dilakukan hanya analisis statik sehingga parameter yang berhubungan dengan analisis dinamik tidak dibahas. [11]
3.1 Pemasukan Data Pipa Data pipa yang dimasukkan ke dalam program Offpipe mengacu pada data yang ada pada Tabel 3.1 yang meliputi data ukuran dan material serta ketebalan coating yang digunakan.
Gambar 2.2. Model Catenary[2]
Dari Gambar 2.2 didapat hubungan sebagai berikut :
z=
Th ws
xw cosh s − 1 Th
(6)
Betuk kurva dapat dinyatakan dengan :
w xw dθ d 2 z = 2 cos θ = s cosh s cos θ ds dx Th Th
(7)
Pada titik sentuh/jatuh (touchdown point) di dasar laut, radius kurva merupakan yang terbesar dan nilainya dapat dihitung berdasarkan persamaan diatas dengan kondisi batas (x = 0; θ = 0)
1 ws = R Th
(8)
Tabel 3.1 Properti pipa dan coating[11] Properti Pipe Joint Length Outside Diameter Wall thickness Steel Grade SMYS Corrosion Coating thickness Corrosion Coating Density Concrete Coating Thickness Concrete Coating Density Field Joint Cutback Field Joint Density Weight in Air – Single Pipe Submerged Weight – Single Pipe Weight in Air – Dual Line Submerged Weight – Dual Line
Satuan (m) (mm) (mm) API-5L (MPa) (mm)
Nilai 12.2 323.9 12.7 X-52 359 0.4
(kg/m3) (mm)
1400 0
(kg/m3) (mm) (kg/m3) (N/m) (N/m)
N/A 300 1400 962 129
(N/m) (N/m)
1924 258
3
3.2 Pemasukan Data Laybarge Pipa ditumpu pada laybarge oleh 5 tumpuan konvensional dan 3 buah tensioner. Penumpu yang digunakan merupakan yang umum dipakai pada program Offpipe. Kordinat dari tumpuan dan tensioner yang digunakan secara eksplisit dimasukan ke dalam input Offpipe oleh pengguna dimana jarak antara masing-masing tumpuan dan tensioner berjarak konstan sebesar 40 kaki. Jarak vertikal dari tumpuan terakhir pada kapal dihitung dari radius kelengkungan yang konstan. Besar radius kelengkungan dari pipeline adalah 720 kaki dan sudut kemiringan dari laybarge sebesar 0.6 derajat serta posisi dari geladak kapal (permukaan paling atas) berjarak 16 kaki dari permukaan air laut. 3.3 Pemasukan Data Stinger Pada studi kasus ini, stinger yang digunakan adalah model fixed geometry stinger, dimana posisi dan bentuk stinger ditentukan dari tangent point dan radius kelengkungan pipa yang terjadi. Posisi dari tumpuan yang ada pada stinger ditentukan dengan jarak dari masing-masing tumpuan. Tumpuan pertama berjarak 15 kaki dari stinger hitch , tumpuan selanjutnya berjarak masing-masing 30 kaki satu sama lain dan ujung dari stinger berjarak 15 kaki dari tumpuan terakhir. Jumlah tumpuan yang digunakan sebanyak 8 buah dan tidak ada tumpuan pada bagian dari ujung stinger. Panjang total dari stinger tersebut adalah 240 kaki yang merupakan penjumlahan dari masing-masing jarak antar elemen yang telah dijelaskan sebelumnya. Posisi dari stinger hitch berada pada 15 kaki dari buritan kapal (stern) dan 20 kaki di bawah dek kapal. 3.4 Pemasukan Data Dasar Laut Data dasar laut yang dibutuhkan Offpipe untuk analisis instalasi pipa bawah laut dengan menggunakan metode S-lay hanya kedalaman laut. Dalam studi kasus ini besar kedalaman yang dimasukan bervariasi mulai dari kedalaman 100 kaki sampai dengan kedalaman 3200 kaki dengan interval sebesar 100 kaki.
4.
Hasil Analisis
Analisis dilakukan pada export pipeline yang akan dipasang dari TLP-A yang berada di tengah laut dengan kedalaman 3200 kaki menuju Santan Terminal yang berada di darat.
Skema dari posisi pipeline dapat dilihat pada Error! Reference source not found.
Gambar 4.1 Skema dari West Seno Field[10]
Hasil analisis instalasi dilakukan mulai pada kedalaman 100 kaki sampai dengan 3200 kaki dengan interval 100 kaki. Dalam Offpipe, pipa akan dianalisis pada tiap node dimana node adalah titik dari model elemen hingga yang dimana merupakan titik tempat terjadinya perubahan baik itu berupa perpindahan posisi (displacement), gaya-gaya yang bekerja, dan tegangan ataupun regangan yang terjadi pada pipa. Berdasarkan hasil analisis maka profil dari pipa saat instalasi dengan menggunakan metode S-lay beserta tegangan total yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
Gambar 4.2 Profil Laying instalasi S-Lay
Pada grafik tegangan total terlihat bahwa posisi tensioner berada pada node 3, 5, dan 7 dan tegangan terbesar terletak pada node 9 4
yang merupakan daerah overbend dengan nilai tegangan 66.34 % dari kekuatan luluh material (SMYS material adalah 52000 ksi).
memperlihatkan data dari besar tegangan yang terjadi pada 2 titik tersebut untuk tiap kedalaman. Kolom yang diberi warna merah jambu merupakan besar tegangan pada titik kritis di overbend dan untuk yang kolom berwarna hijau merupakan besar tegangan pada titik kritis di daerah sagbend. Tabel 4.1 Tegangan total pada titik kritis Total Stress (ksi) Kedala man (kaki)
Tensio ner (kips)
Overb end
Sagb end
100
70
34.82
200
70
34.47
Tensio ner (kips)
7.41
1700
7.29
1800
300
70
34.49
7.11
400
70
34.5
500
70
600
Overb end
Sagb end
150
41.9
35.94
160
42.83
37.47
1900
170
43.75
39.03
6.73
2000
180
44.67
40.05
34.49
5.9
2100
190
45.59
41.08
70
34.49
4.05
2200
200
46.51
42.13
700
70
34.49
6.74
2300
210
47.43
43.16
800
70
34.49
14.77
2400
220
48.35
44.21
900
70
34.5
31.42
2500
230
49.27
45.24
1000
80
35.42
31.42
2600
240
50.19
46.27
1100
90
36.35
31.48
2700
250
51.11
47.28
1200
100
37.28
31.78
2800
260
52.03
48.29
1300
110
38.2
32.27
2900
270
52.94
49.3
1400
120
39.13
33.4
3000
280
53.86
50.28
1500
130
40.05
34.17
3100
290
54.78
51.27
1600
140
40.98
35.02
3200
300
55.69
52.23
Gambar 4.3 Tegangan total yang terjadi saat instalasi
Perubahan tegangan yang naik mulai dari node 5 hingga 9, disebabkan karena terjadi kenaikan momen bending akibat reaksi di tumpuan, dimana setelah tensioner pipa ditumpu pada penumpu diatas laybarge. Penurunan tegangan yang terjadi dari node 24 hingga 32 disebabkan oleh hal yang sama yaitu terjadinya penurunan momen bending akibat geometri stinger yang sedemikian rupa. Untuk node selanjutnya (node 35 hingga 53) profil tegangan yang terjadi cenderung untuk mengikuti profil tegangan yang terjadi pada sagbend. Ini memberikan pertanda bahwa pipa sudah tak tertumpu pada penumpu stinger. Daerah overbend adalah bagian pipa mulai dari atas laybarge sampai dengan stinger (kecuali tumpuan terakhir pada stinger) yang dalam tabel diperlihatkan mulai dari node 1 sampai dengan node 30, sedangkan daerah sagbend merupakan bagian pipa mulai dari tumpuan terakhir pada stinger sampai dengan titik jatuh di daerah seabed yang diperlihatkan mulai dari node 32 sampai dengan node 55. 4.1 Pengaruh Kedalaman Terhadap Distribusi Tegangan Total Pada Pipa Besar dari tegangan total yang terjadi pada pipa saat instalasi dipengaruhi oleh kedalaman laut tempat pipa diinstalasi, oleh karena itu akan dilakukan analisis dari hasil simulasi yang dilakukan Offpipe pada setiap kedalaman. Pertama akan diipilih 2 titik kritis yang terdapat masing-masing 1 titik pada daerah overbend dimana titik tersebut berada pada node 9 jika melihat Tabel 4.1 dan 1 titik pada daerah sagbend yang berada pada tumpuan terakhir pada stinger (node 32) lalu setelah itu diambil data tegangan total untuk masingmasing titik tersebut pada tiap kedalaman dari hasil simulasi menggunakan Offpipe. Tabel 4.1
Total Stress (ksi) Kedala man (kaki)
Berdasarkan pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin besar kedalaman perairan tegangan yang diberikan tensioner juga semakin besar, hal ini dikarenakan agar pipa tidak mengalami overstress pada salah satu tumpuan sehingga tegangan tensioner diatur disesuaikan dengan kedalaman. Hubungan antara besar tegangan tensioner terhadap kedalaman laut dapat dilihat pada Gambar 4.4 Grafik hubungan tegangan tensioner terhadap kedalaman.
Gambar 4.4 Grafik hubungan tegangan tensioner terhadap kedalaman
Berdasarkan data yang didapat dari Tabel 4.1 dapat dilihat pengaruh dari kedalaman terhadap besar tegangan total yang terjadi pada masing-masing titik kritis pada Gambar 4.5.
5
Gambar 4.5 Kurva besar tegangan pada titik kritis terhadap kedalaman laut
Gambar 4.6 Kurva reaksi tumpuan pada titik kritis di sagbend terhadap kedalaman laut
Peningkatan besar dari tegangan total terjadi pada masing-masing titik kritis untuk daerah overbend dan daerah sagbend, hal ini menandakan bahwa semakin dalam kedalaman instalasi yang dilakukan akan meningkatkan besar tegangan total dari masing-masing titik kritis pada kedua daerah tersebut. Peningkatan besar tegangan total juga dipengaruhi oleh peningkatan besar tegangan yang diberikan oleh tensioner, hal tersebut dapat dilihat dari bentuk kurva yang dibentuk oleh titik kritis pada daerah overbend dibandingkan dengan kurva pada Gambar 4.4 memiliki bentuk yang hampir sama. Untuk titik kritis pada daerah sagbend yang merupakan tumpuan terakhir pada stinger terlihat mengalami lonjakan yang cukup signifikan pada kedalaman 1000 kaki, hal ini diakibatkan karena perubahan besar gaya bending akibat reaksi yang terjadi pada tumpuan yang diakibatkan geometri dari stinger yang sedemikian rupa. Selain itu pada kedalaman dari 100 kaki hingga 700 kaki pipa belum bersentuhan dengan tumpuan pada titik kritis tersebut sehingga besar tegangan total masih relatif kecil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.6 dimana terjadi peningkatan reaksi tumpuan yang signifikan pada kedalaman 1000 kaki. Peningkatan dari reaksi tumpuan yang terjadi akan menyebabkan peningkatan secara signifikan dari tegangan total yang terjadi pada titik kritis tersebut. Oleh karena itu perlu adanya perhatian lebih terhadap titik kritis tersebut karena untuk studi kasus yang dibahas proses instalasi pada kedalaman 100 kaki sampai 700 kaki, titik tersebut seolaholah tidak terlihat seperti titik yang kritis dan terlihat menjadi sebuah titik kritis ketika proses instalasi dilakukan mulai dari kedalaman 1000 kaki.
4.2 Pengaruh Kedalaman Terhadap Distribusi Regangan Total Pada Pipa Besar regangan yang terjadi pada pipa saat instalasi berbanding lurus terhadap besar perubahan tegangan total yang terjadi pada pipa tersebut, hal ini dapat dilihat dari bentuk kurva yang terjadi pada kedalaman vs regangan total yang identik dengan grafik pada kedalaman vs tegangan total yang telah diperlihatkan sebelumnya. Tabel 4.2 Regangan total pada titik kritis Kedal aman (kaki) 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600
Tensi oner (kips) 70 70 70 70 70 70 70 70 70 80 90 100 110 120 130 140
Total strain Overbend
Sagbend
0.001161 0.001149 0.001150 0.001150 0.001150 0.001150 0.001150 0.001150 0.001150 0.001181 0.001212 0.001243 0.001273 0.001304 0.001335 0.001366
0.000247 0.000243 0.000237 0.000224 0.000197 0.000135 0.000225 0.000492 0.001047 0.001047 0.001049 0.001059 0.001076 0.001113 0.001139 0.001167
Kedala man (kaki) 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100 3200
Tensi oner (kips) 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
Total strain Overbend
Sagbend
0.001397 0.001428 0.001458 0.001489 0.001520 0.001550 0.001581 0.001612 0.001642 0.001673 0.001704 0.001734 0.001765 0.001795 0.001826 0.001856
0.001198 0.001214 0.001301 0.001335 0.001369 0.001404 0.001439 0.001474 0.001508 0.001542 0.001576 0.001610 0.001643 0.001676 0.001709 0.001741
Berdasarkan data yang didapat dari Tabel 4.2 dapat dilihat pengaruh dari kedalaman terhadap besar Gambar 4.7 regangan total yang terjadi pada masing-masing titik kritis pada .
Gambar 4.7 Kurva besar reegangan pada titik kritis terhadap kedalaman laut
6
4.3 Analisis Perbandingan Kriteria
[7,8]
3.
pada Code yang Digunakan Proses analisis dilakukan dengan pengecekan distribusi tegangan pada pipa untuk tiap node (seksi) mulai pada kedalaman 100 kaki sampai dengan 3200 kaki dengan interval 100 kaki. Proses pengecekan dilakukan sampai kondisi proses instalasi mengalami kegagalan berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan pada masing-masing code dan standard yang digunakan dalam proses analisis. Berdasarkan analisis kasus menggunakan API RP 1111, metode instalasi yang digunakan pada proses simulasi dapat dilakukan sampai kedalaman maksimum dari studi kasus yang dibahas, yaitu sampai dengan kedalaman 3200 kaki. Sedangkan untuk analisis kasus menggunakan DNV OS F101, proses instalasi mulai mengalami kegagalan pada kedalaman 2400 kaki. Dalam tabel 4.16 diperlihatkan bagian dari pipa yang mengalamai kegagalan akibat ketidaksesuaian terhadap kriteria yang diberikan saat pipa diinstalasi pada kedalaman 2400 kaki, kegagalan terjadi karena regangan yang terjadi pada pipa melebihi dari batas kriteria yang telah diberikan oleh DNV OS F101.
4.
5.
Daftar Pustaka [1].
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari Analisis Pengaruh Kedalaman Laut Terhadap Distribusi Tegangan Pipa Saat Instalasi Menggunakan Metode S-lay dengan studi kasus: Export Pipeline west seno ini adalah sebagai berikut :
5.
1.
2.
Untuk daerah overbend, tegangan total pada titik kritis mengalami peningkatan konstan sekitar 3.5% SMYS (Specified Minimum Yield Strength) untuk setiap kenaikan kedalaman 100 kaki dengan peningkatan tegangan tensioner sebesar 10 kips dan tegangan total tertinggi terjadi pada kedalaman 3200 kaki sebesar 55.69 ksi (107.1% SMYS). Untuk daerah sagbend, tegangan total pada titik kritis mengalami peningkatan konstan sekitar 3% SMYS untuk setiap kenaikan kedalaman 100 kaki dengan peningkatan tegangan tensioner sebesar 10 kips dan tegangan total tertinggi terjadi pada kedalaman 3200 kaki sebesar 52.53 ksi (100.43% SMYS).
Berdasarkan kriteria yang ada pada API RP 1111, distribusi tegangan yang terjadi pada setiap bagian (node) pipa saat proses instalasi masih masuk dalam kriteria sampai kedalaman maksimum dari studi kasus yang dibahas, yaitu sampai kedalaman 3200 kaki. Penggunaan buckle arrestor dilakukan pada pipa mulai pada kedalaman . Berdasarkan kriteria yang ada pada DNV OS F101, distribusi tegangan yang terjadi pada setiap bagian (node) pipa saat proses instalasi masih masuk dalam kriteria yang diijinkan sampai kedalaman 2300 kaki. Pada kedalaman 2400 kaki,regangan yang terjadi node 9 (pada bagian laybarge) melebihi batas dari kriteria yang diijinkan. Penggunaan buckle arrestor dilakukan pada pipa mulai kedalaman 1400 kaki. Dari hasil kedua analisis berdasarkan code dan standard tersebut, proses instalasi Export Pipeline lebih baik untuk dilakukan sampai kedalaman 2300 kaki.
[2].
[3].
[4].
[5]. [6].
[7].
[8].
[9].
Offshore Course. Saipem. Bandung : Teknik Mesin-ITB, 2006. Bai, Yong and Bai, Qiang. Subsea Pipeline And Riser. s.l. : Elsevier Limited, 2005. Braestrup, Mikael W., et al. Design and Installation of Marine Pipelines. Oxford : Blackwell Science Limited, 2005. Gerwick Jr., Ben C. Construction Of Marine And Offshore Structure. Berkeley : CRC Press, 2000. Guo, Boyun, et al. Offshore Pipelines. Lousiana : Elsevier Limited, 2004. Lee, Jaeyoung. Design and Installation of Deepwater Petroleum Pipelines. Offshore Magazine. API RP 1111. Design, Construction, Operation, and Maintenance of Offshore Hydrocarbon Pipelines. Washington DC : American Petroleum Institute, 1999. DNV OS F101. Submarine Pipeline Systems. Høvik : Det Norske Veritas, 2000. www.offshore-technology.com/.../ west_seno3.html
7