ANALISIS PENGARUH JUMLAH TABUNGAN, GIRO DAN DEPOSITO TERHADAP JUMLAH KREDIT DAN JUMLAH SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) (Studi Kasus Pada 10 Bank Umum Devisa Nasional)
Skripsi
Oleh: IRMA APRIANTI NIM: 105081002575
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2009 M
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dana pihak ketiga seperti: tabungan, giro dan deposito terhadap jumlah kredit dan jumlah sertifikat bank indonesia (SBI), dengan menggunakan metode Regresi Berganda yang terlebih dahulu sebelum data diolah ke regresi berganda data-data tersebut ditransformasikan terlebih dahulu kedalam bentuk logaritma (log) yang lebih dikenal dengan log linier. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 10 bank devisa nasional dengan menggunakan metode purposif sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara variabel deposito terhadap kredit dan variabel giro terhadap jumlah sertifikat bank Indonesia (SBI). Penelitian juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara variabel tabungan dan giro terhadap variabel kredit, serta tidak terdapat hubungan antara variabel tabungan dan deposito terhadap jumlah sertifikat bank Indonesia (SBI).
Kata Kunci : Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Kredit, Deposito, Giro, dan Tabungan.
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Industri Perbankan memegang peranan sangat penting bagi pembangunan ekonomi, sebagai Financial Intermediary yang menghubungkan unit ekonomi surplus dengan unit ekonomi defisit, industri perbankan menjadi sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam membiayai aktifitas yang berhubungan dengan uang. Pada perkembangan selanjutnya sektor perbankan semakin memainkan peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, industri perbankan merupakan industri yang paling mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana masyarakat maupun pemberian kredit. Hal ini sebagai akibat dari deregulasi dalam dunia perbankan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia pada tahun 1983 yang sungguh sangat mempengaruhi pola dan strategi manajemen bank baik di sisi passiva maupun di sisi aktiva bank.
Diawali dengan diluncurkannya Paket
Kebijakan 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan perbankan. Kebijakan di bidang perbankan antara lain meliputi pemberian kemudahan-kemudahan dalam membuka kantor bank, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, memperkenankan pendirian bank-bank swasta baru antara lain
1
dengan penetapan syarat modal disetor minimal Rp10 milyar, juga memberikan kesempatan untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan modal minimum Rp50 juta, dan memperingan persyaratan bagi bank menjadi bank devisa. Setelah diluncurkannya deregulasi tersebut, dalam kurun waktu 1988-1996 bisnis perbankan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada akhir tahun 2002 perbankan menguasai sekitar 90,46% pangsa pasar sektor keuangan di Indonesia. Berdasarkan data Biro Riset InfoBank, industri perbankan menguasai 90,46 persen pangsa pasar keuangan di Indonesia, diikuti oleh industri asuransi 3,38 persen, dana pensiun 3,01 persen, industri pembiayaan 2,32 persen, sekuritas 0,65 persen, dan pegadaian 0,20 persen, (Supriyanto, 2003). Situasi ini mendorong industri perbankan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, industri perbankan dapat mengatasi hambatan yang sebelumnya menimbulkan represi sector keuangan dan system keuangan negara, sehingga menyebabkan bisnis perbankan berkembang pesat dengan persaingan yang semakin ketat dan semarak. Dengan bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin meningkat. Semua bank berlomba untuk dapat menarik dana dari masyarakat sebanyak-banyaknya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan
baik untuk tujuan produktif atau konsumtif.
Karena bagi sebuah bank, dana merupakan instrumen yang sangat penting dan persoalan paling utama, sehingga tanpa dana, bank tidak dapat berfungsi sama
2
sekali. Berdasarkan pengalaman di lapangan dan bukti-bukti empiris, dana bank yang berasal dari modal sendiri dan modal cadangan hanya sebesar 7% sampai dengan 8% dari total aktiva Bank. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling memberikan pemasukan terbesar yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana yang dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito. Selain dari tiga macam bentuk simpanan pihak ketiga tersebut yaitu tabungan, giro dan deposito, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga lainnya yang diperoleh bank, akan tetapi, dana-dana ini sebagian besar berbentuk dana sementara yang sukar disusun perencanaannya karena bersifat sementara. Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya kembali kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit. Karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank, dimana pemberian kredit merupakan tulang punggung kegiatan perbankan. Bila kita amati neraca bank, akan terlihat bahwa sisi aktiva bank akan didominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan, sedangkan bila kita perhatikan laporan Laba Rugi bank, akan terlihat bahwa sisi pendapatan bank akan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Ini dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan.
3
Karena hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank sebagai fasilitas kreditnya, sebagaimana fungsi bank sebagai intermediary antara unit surplus dan unit defisit, dimana melalui pemberian kredit bank dapat menjalankan fungsinya sebagai penghubung unit ekonomi surplus dengan unit ekonomi defisit, dan dengan pemberian kredit pula akan banyak usaha pembayaran nasabah melalui rekening bank sehingga tujuan dari pemberian kredit tersebut, juga untuk keamanan bank yaitu keamanan untuk nasabah penyimpan sehingga dengan melalui kredit, bank akan menambah dana dengan sendirinya. Karena kredit yang aman dapat memberikan dampak yang positif bagi bank yaitu kepercayaan masyarakat pada bank akan bertambah. Namun
saat
ini, dimana industri
perbankan menghadapi
situasi
perekonomian yang seolah tidak menentu dan penuh dengan ketidakpastian, ditambah dengan kasus kredit macet (Non Performing Loan) yang semakin marak akhir-akhir ini, pemberian kredit macet oleh bank kepada masyarakat semakin berkurang dan tersendat, dan kalangan perbankan menjadi lebih berhati-hati dalam mengatur alokasi dananya pada kredit. Oleh karena itu, kalangan industri perbankan saat ini cenderung lebih menyukai untuk mengalokasikan dananya dalam bentuk cadangan sekunder yang dalam hal ini dialokasikan pada surat-surat berharga terutama pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang diterbitkan oleh bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai
4
rupiah. Dengan menjual SBI, bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Karena Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak dibatasi oleh permintaan atau kelebihan likuiditas sementara perbankan, sedangkan tingkat suku bunga lebih menjanjikan dengan tingkat resiko yang rendah daripada alokasi pada pemberian kredit untuk masyarakat. Selain itu Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dianggap tidak terbatas, pasarnya luas dan tingkat diskontonya tidak dapat dipengaruhi oleh salah satu bank manapun yang ikut lelang. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan system lelang. Sejak awal juli 2005, Bank Indonesia (BI) menggunakan mekanisme ‘BI rate’ (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Penempatan dana dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tersebut dapat memberikan pendapatan kepada bank yang setiap saat dapat dijadikan uang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank sehingga dalam hal ini bank mendapatkan dua manfaat sekaligus yaitu untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan profitabilitas bank. Sehubungan dengan hal-hal yang melatarbelakangi masalah tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai seberapa besar pengaruh tabungan, giro dan deposito terhadap jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank dan jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diedarkan, yang dituangkan dalam skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Tabungan,
5
B. PERUMUSAN MASALAH
Tidak ada yang menyangsikan bahwa pemberian kredit bagi masyarakat disamping merupakan fungsi utama bank, juga merupakan sumber utama pendapatan pada umumnya, bahkan tidak jarang pemberian kredit tersebut juga membawa dampak berupa meningkatnya dana simpanan masyarakat dalam berbagai bentuk tabungan, giro dan deposito. Tetapi ketika Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), maka sebagian besar industri perbankan mengalokasikan dananya pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) daripada menyalurkannnya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Berdasarkaan uraian tersebut diatas, maka permasalahan dalam penulisan tugas akhir ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara simultan ? 2. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara parsial ? 3. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara simultan ? 4. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara parsial?
7
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini, penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian ini, adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara simultan 2. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara parsial 3. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara simultan 4. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara parsial
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kredit Kredit dilihat dari sudut bahasa adalah berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, dalam arti apabila seseorang atau sesuatu badan usaha mendapatkan fasilitas kredit dari bank, maka orang atau badan usaha tersebut telah mendapatkan kepercayaan dari bank pemberi kredit (Kasmir, 2002:101). Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu terteneu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Pasal 1 angka 11). Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2002:102). Sedangkan yang dimaksud dengan Jumlah Kredit yang Diberikan adalah total keseluruhan Kredit yang disalurkan atau diberikan kepada masyarakat oleh bank dalam periode tertentu.
9
Pemberian kredit pada nasabah adalah merupakan sumber keuntungan dan merupakan sumber pendanaan bank terlebih lagi bagi bank-bank yang belum berstatus bank devisa, oleh karenanya pemberian kredit tersebut pasti secara terus menerus dilakukan oleh bank dalam kesinambungan operasionalnya. Pada akhirnya pemberian kredit sudah menjadi fungsi utama bank, fungsi utama perbankan Indonesia adalah penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Namun pada sisi lain, penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada nasabah terdapat risiko tidak kembalinya dana atau kredit yang disalurkan tersebut, dan dengan pertimbangan risiko inilah bank-bank harus selalu melakukan analisa yang mendalam terhadap setiap permohonan kredit yang diterimanya. Menurut Hasanudin Rahman, bahwa ada 4 (empat) unsur kredit jika mengacu kepada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang 10 Tahun 1998, sebagai berikut: a. Kepercayaan, yang berarti bahwa setiap pelepasan kredit, dilandaskan dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. b. Waktu, yang berarti bahwa antara kredit oleh bank dengan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu. c. Risiko, yang berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko didalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka
10
waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran kembali, hal ini berarti semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi risiko kredit tersebut. d. Prestasi, yang berarti bahwa setiap kesepakatan terjadi antara bank dengan debiturnya mengenai suatu perjanjian kredit maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi.
1.
Jenis-jenis Kredit (Kasmir, 2002:109) Dalam praktek saat ini, ada 2 (dua) jenis kredit yang diberikan oleh bank
kepada nasabahnya, yaitu kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dan kredit yang ditinjau dari jangka waktunya. a. Kredit ditinjau dari segi kegunaannya dapat berupa: 1) Kredit Investasi, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Pendek kata masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relative lebih lama. 2) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan
produksi
dalam operasionalnya.
Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
11
b. Kredit ditinjau dari segi tujuan kredit: 1) Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usahausaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari pada usahanya, kredit ini terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu: kredit modal kerja dan kredit Investasi, kredit modal kerja yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan. Kredit Investasi yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang, modal atau jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang dan ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan. 2) Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya. 3) Kredit Perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya
diharapkan
dari hasil penjualan
barang
dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor impor. c. Kredit ditinjau dari jangka waktu, dapat berupa: 1) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun.
12
2) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) tahun. 3) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun. d. Kredit dilihat dari segi jaminan, yaitu: 1) Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur. 2) Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini.
2.
Unsur-Unsur Kredit (Kasmir, 2002:10) Adapun unsur-unsur dalam pemberian kredit yang terkandung dalam
pemberian kredit adalah sebagai berikut: a. Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan(baik berupa uang,barang atau jasa) benar-
13
benar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. b. Kesepakatan Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjajian dimana masingmasing pihak Kesepakatan
menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. ini
kemudian
dituangkan
dalam
akad
kredit
dan
ditandatangani kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan. c. Jangka Waktu Setiap kredit yang diberiakan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. d. Resiko Akibat adanya jangka waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya suatu kredit atau kredit macet dalam suatu pemberian suatu kredit. e. Balas Jasa Balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank konvensional balas jasa dikenal dengan nama bunga, bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasa ditentukan dengan bagi hasil.
14
3.
Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) terdapat pada pasal 2 Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menegaskan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Lebih lanjut penjelasan umum Undang-Undang tersebut menguraikan bahwa prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana termasuk didalamnya peningkatan peranan analisis mengenai dampak lingkungan bagi perusahaan berskala besar dan atau berisiko tinggi (Arie, 2001:6) Pengertian prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang benar. Kriteria penilaian yang dilakukan oleh bank dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P (Kasmir, 2002 :117), yaitu sebagai berikut: 1.
Character Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini dapat tercermin dari latar belakang si nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya hidup yang dijalaninya,
15
keadaan keluarga, hoby dan sosial standingnya. Ini semua merupakan ukuran “kemauan” membayar. 2.
Capacity Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang akan dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
3.
Capital Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
4.
Colleteral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik ataupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5.
Condition Dalam menilai suatu kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan dating sesuai sektor masing-masing,
16
serta prospek usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai berikut: 1.
Personality Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlaku sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
2.
Party Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
3.
Perpose Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.
4.
Prospect Yaitu
untuk
menilai
usaha
nasabah
di masa
yang
akan
datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
17
5.
Payment Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambilnya atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.
6.
Profitability Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba, Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
7.
Protection Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.
4.
Aspek-Aspek Dalam Pemberian Kredit Disamping menggunakan 5 C dan 7 P, maka penilaian suatu kredit layak
atau tidak untuk diberikan dapat dilakukan dengan menilai seluruh aspek yang ada. Penilaian dengan seluruh aspek yang ada dikenal dengan nama studi kelayakan usaha. Aspek-aspek yang dinilai antara lain: 1.
Aspek yuridis/hukum Yang dinilai dalam aspek ini adalah nasabah legalitas badan usaha serta izinizin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit. Penilaian dimulai
18
dengan akte pendirian perusahaan, sehingga dapat diketahui siapa-siapa pemilik dan besarnya modal masing-masing pemilik. 2.
Aspek Pemasaran Dalam aspek ini yang kita nilai adalah permintaan terhadap produk yang dihasilkan sekarang ini dan dimasa yang akan datang.
3.
Aspek Keuangan Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai
usahanya
dan
bagaimana
penggunaan
dana
tersebut.
Disamping itu hendaknya dibuatkan cash flow daripada keuangan perusahaan. 4.
Aspek Teknis/Operasi Aspek ini membahas masalah yang berkaitan dengan produksi seperti kapasitas mesin yang digunakan, masalah lokasi, lay out ruangan dan mesin-mesin termasuk jenis mesin yang digunakan.
5.
Aspek Manajemen Untuk menilai struktur organisasi perusahaan, sumberdaya manusia yang dimiliki serta latar belakang pengalaman sumberdaya manusianya. Pengalaman perusahaan dalam mengelola berbagai proyek yang ada dan pertimbangan lainnya.
6.
Aspek Sosial Ekonomi Menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat umum seperti
maningkatkan
ekspor
impor,
mengurangi
pengangguran,
19
meningkatkan pendapatan masyarakat, tersedianya sarana dan prasarana dan lain sebagainya. 7.
Aspek Amdal Menyangkut analisis terhadap lingkungan baik darat, air atau udara jika proyek atau usaha tersebut dijalankan. Analisa ini dilakukan secara mendalam apakah apabila kredit tersebut disalurkan maka proyek yang akan dibiayai akan mengalami pencemaran lingkungan di sekitarnya.
5.
Pembatasan Pemberian Kredit Dalam pemberian kredit oleh bank Indonesia (BI) kepada debitur pada
hakikatnya mengandung resiko, artinya risiko terhadap kemungkinan kemacetan atas pelunasan pinjaman. Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan membatasi jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank (legal lending timing) yang harus dipatuhi oleh setiap bank. Berdasarkan
surat
keputusan
Direksi
Bank
Indonesia
nomor
31/177/Kep/Dir tanggal 31 Desember 1998 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum (BMPK) pada dasarnya adalah suatu ketentuan yang membatasi bank untuk menyediakan sejumlah dana kepada pihak tertentu, baik terkait maupun tidak terkait, baik secara kelompok maupun individual (perorangan ataupun perusahaan), yang secara total tidak melebihi rasio tertentu terhadap modal bank. Dalam hal ini penyediaan dana untuk pihak terkait dengan dibatasi sebesar maksimum 10% dari modal bank, sedangkan untuk pihak tidak terkait dibatasi
20
maksimum sebesar 30% dari modal bank. Dengan demikian semua penyediaan dana yang melebihi rasio tersebut dianggap sebagai pelanggaran atau pelampauan BMPK. Pembatasan penyediaan dana ini dimaksudkan agar bank dapat berfungsi sebagai lembaga intermediasi secara efektif dan optimal melalui penyaluran kredit kepada seluruh lapisan masyarakat dan tidak terfokus pada kelompok atau individual tertentu apalagi terkait dengan bank. Dengan melakukan penyebaran penyaluran kredit atau pemberian pembayaran berdasarkan prinsip syariah serta penyebaran berbagai bentuk penyediaan dana
perbankan lainnya, maka lebih dimungkinkan terjadinya
pemerataan penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada pengusaha kecil dan menengah, dan tidak terpusat pada nasabah debitur besar atau kelompok nasabah debitur tertentu khususnya yang berkaitan dengan pihak terkait dengan bank. Pemberian kredit yang hanya terkonsentralisasi hanya kepada beberapa orang saja mengandung risiko tinggi karena bank akan tergantung kepada beberapa orang tersebut. Risiko ini akan lebih besar apabila diberikan kepada perusahaan-perusahaan orang dalam, karena pada umumnya kredit demikian ini diberiakn secara kurang wajar, artinya penilaian kreditnya dilakukan secara kurang objektif, persyaratan biasanya lebih longgar dibandingkan dengan kredit lainnya, dan pada saat perusahaan grup orang dalam tersebut mengalami kesulitan, bank tidak mampu bertindak secara lugas dan tegas (Usman, 2001: 252).
21
Pelanggaran terhadap ketentuan
BMPK dapat dikarenakan
sanksi
kewajiban membayar, sanksi administratif dan sanksi pidana. Disamping sanksi administratif terhadap dewan komisaris, direksi, pegawai bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 49 ayat (2) huruf b, pasal 50 dan 50 A Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 karena melakukan pelanggaran tidak melaksanakan action plan yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, setelah diperingatkan untuk melaksanakannya oleh Bank Indonesia sebanyak 2 kali (Arie, 2001: 12). Pengawasan oleh bank Indonesia terhadap pelanggaran dan atau pelampauan BMPK merupakan salah satu prioritas yang dimasukkan dalam penilaian rencana bisnis bank. Masalah BMPK sering mengemuka dalam masyarakat karena penyaluran dana masyarakat dalam bentuk kredit dianggap sangat sensitif yang menyangkut rasa keadilan dalam upaya meningkatkan pemerataan yang terkait dengan penggerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu bank Indonesia harus memberlakukan ketentuan BMPK secara konsisten antara lain dengan memaksa bank untuk melakukan tindakan nyata guna menyelesaikan masalah BMPK (Arie, 2001: 13). Demikian pentingnya ketentuan BMPK dalam operasional perbankan, sehingga bank-bank yang melanggar BMPK dapat dipastikan memiliki non performing loan (kredit bermasalah) cukup besar yang menimbulkan kesulitan yang akan membahayakan kelangsungan usahanya. Untuk mengatasi hal tersebut Bank Indonesia dapat melakukan beberapa tindakan antara lain pemegang saham
22
menambah modal, mengganti pengurus dan lain-lain. Selanjutnya dalam hal tindakan-tindakan yang dilakukan Bank Indonesia tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, maka Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan melikuidasi bank baik melalui penyelenggaraan RUPS maupun melalui penetapan pengadilan. Dari pengamatan, sejumlah bank yang dilikuidasi pada tanggal 1 November 1997 dan di “beku operasi”kan pada bulan Maret dan April 1999, sebagian besar terpaksa dilakukan tindakan tersebut karena pelanggaran ketentuan BMPK (Arie, 2001: 13).
6.
Prosedur Dalam Pemberian Kredit (Kasmir, 2002: 123) Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara pinjaman
perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk komsumtif atau produktif. Secara umum akan dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum sebagai berikut: 1.
Pengajuan berkas-berkas Pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian dilampirkan dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan.
2.
Penyelidikan berkas pinjaman Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar.
23
3.
Wawancara I Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam, untuk meyakinkan apakah berkasberkas tersebut sesuai dan lengkap seperti dengan yang bank inginkan.
4.
On the Spot Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasil on the spot dicocokan dengan hasil wawancara I.
5.
Wawancara II Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangankekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot setelah di lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara I dicocokan dengan pada saat on the spot apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran.
6.
Keputusan kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, keputusan kredit biasanya merupakan keputusan team.
7.
Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum
kredit
dicairkan
maka
terlebih
dahulu
calon
nasabah
menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotik dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu.
24
8.
Realisasi kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.
9.
Penyaluran/penarikan dana Adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu secara sekaligus atau secara bertahap.
B.
Sertifikat Bank Indonesia Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah
yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistim diskonto. Bank Indonesia melakukan penjualan SBI melalui lelang dengan sistim Stop-out Rate (SOR), yaitu tingkat diskonto yang dihasilkkan dari lelang dalam rangka mencapai target jumlah SBI yang akan dijual oleh Bank Indonesia. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang didasarkan atas target kuantitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengendalian moneter. Pelaksanaan lelang SBI yang dilaksanakan oleh bank Indonesia disebut juga sebagai perdagangan di pasar perdana, sedangkan kegiatan perdagangan yang dilakukan di luar pasar perdana disebut pasar sekunder. Cirri-ciri operasional dari transaksi lelang SBI adalah sebagai berikut:
25
-
Transaksi SBI merupakan operasi dalam rangka kontraksi moneter (penyerapan likuiditas).
-
SBI diterbitkan dengan pecahan (denominasi) Rp 50 juta, Rp 100 juta, Rp 200 juta, Rp 500 juta, Rp 1 miliar, Rp 2 miliar, Rp 5 miliar, Rp 10 miliar, Rp 20 miliar, Rp 50 miliar, dan Rp 100 miliar.
-
Transaksi SBI dilaksanakan secara mingguan (setiap hari rabu atau hari kerja berikutnya apabila hari rabu adalah hari libur). Dilaksanakan mulai pkl. 08.00 wib sampai dengan pkl. 14.00 wib.
-
Jangka waktu (tenor) SBI adalah 1, 3,6 dan 12 bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan jatuh tempo.
-
Penyelesaian (settlement) dari transaksi ini pada hari kerja berikutnya (one day settlement).
-
Peserta lelang SBI adalah bank dan pialang (pasar uang dan modal) yang ditunjuk oleh bank Indonesia.
-
Sistem yang digunakan dalam lelang ini adalah system Stop-out Rate (SOR), yaitu tingkat diskonto yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target jumlah SBI yang akan dijual oleh Bank Indonesia.
-
Rencana target kuantitas lelang berupa target indikatif dan rinciannya menurut jangka waktu (tenor) yang diumumkan 1 hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang.
26
1.
Sertifikat Bank Indonesia Repo Sertifikat Bank Indonesia Repo adalah transaksi jual beli SBI atas dasar
sisa jangka waktu SBI yang bersangkutan dan penjual wajib membeli kembali SBI yang bersangkutan sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan. Maksud dari SBI repo adalah untuk membantu bank pemilik SBI yang mengalami kekurangan likuiditas dimana bank tidak berhasil mendapatkan dana dari pasar uang antar bank (PUAB).
Ciri-ciri operasional transaksi SBI Repo adalah sebagai berikut: -
Jangka waktu SBI Repo adalah 1 hari kerja.
-
Transaksi SBI Repo dilaksanakan dari pkl. 15.00 wib sampai dengan pkl. 16.00 wib.
-
Peserta transaksi SBI Repo hanyalah bank umum (bukan BPR).
-
Penyelesaian (settlement) SBI Repo adalah pada hari kerja yang sama (same day settlement).
-
Penetapan tingkat diskonto SBI Repo didasarkan pada rata-rata tertimbang tingkat suku bunga rata-rata PUAB pagi selam 5 (lima) hari kerja terakhir ditambah policy rate.
C.
Tabungan Pengertian tabungan menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10
Tahun 1998 adalah Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
27
syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Pengertian penarikan hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati maksudnya adalah untuk menarik uang yang disimpan di rekening tabungan antar satu bank dengan bank lainnya berbeda, tergantung dari bank yang mengeluarkannya. Hal ini sesuai pula dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan nasabah, apabila nasabah menyimpan uang di Bank maka nasabah tersebut secara otomatis menyetujui perjanjian tersebut. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya tidak terikat pada jangka waktu tertentu. (Ritonga, Ekonomi jilid 2, hal 100) Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas) tabungan adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek.
1.
Sarana Penarikan
Untuk menarik dana yang ada di rekening tabungan dapat digunakan berbagai sarana atau alat penarikan, antara lain:
a. Buku Tabungan
Merupakan buku yang dipegang oleh nasabah. Buku tabungan berisi catatan saldo tabungan,, transaksi penarikan, transaksi penyetoran, dan pembebanan-pembebanan yang mungkin terjadi pada tanggal tetentu.
28
b. Slip Penarikan
Merupakan formulir untuk menarik sejumlah uang dari rekening tabungannya. Didalam formulir penarikan nasabah cukup menulis nama, nomor rekening, jumlah uang serta tanda tangan nasabah. Formulir panarikan ini disebut juga slip penarikan dan biasanya digunakan bersamaan dengan buku tabungan.
c. Kwitansi
Kuitansi juga merupakan formulir penarikan dan juga merupakan bukti penarikan yang dikeluarkan oleh bank yang fungsinya sama dengan slip penarikan. Alat ini juga dapat digunakan secara bersamaan dengan buku tabungan.
d. Kartu Plastik
Yaitu sejenis kartu kredit yang terbuat dari plastik yang dapat digunakan untuk menarik sejumlah uang dari tabungan, baik di bank maupun di mesin Automated Teller Machine (ATM). Mesin ATM ini bisanya tersebar di tempat-tempat yang strategis.
D.
Giro Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
29
Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Pengertian dapat ditarik setiap saat maksudnya bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan dana yang tersedia masih mencukupi. Kemudian juga harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Sedangkan pengertian penarikan adalah diambilnya uang tersebut dari rekening giro sehingga menyebabkan giro tersebut berkurang yang ditarik secara tunai atau non tunai (pemindahbukuan). Penarikan secara tunai adalah dengan menggunakan cek dan penarikan non tunai adalah menggunakan bilyet giro (BG). Jenis-jenis penarikan untuk menarik dana yang tertanam di rekening giro adalah sebagai berikut: 1.
Cek (Cheque) Cek adalah surat perintah untuk mengadakan pembayaran sejumlah uang tanpa syarat kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut. Artinya bank harus membayar kepada siapa saja yang membawa cek ke bank yang memelihara rekening nasabah tersebut untuk diuangkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan baik secara tunai atau pemindahbukuan.
30
2.
Bilyet Giro (BG) Giro Bilyet adalah surat perintah nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Pemindahbukuan pada rekening bank yang bersangkutan artinya dipindahkan dari rekening nasabah pemberi bilyet giro kepada nasabah penerima bilyet giro. Sebaliknya jika dipindahbukukan ke rekening di bank yang lain, maka harus melalui proses kliring ke bank.
3.
Alat Pembayaran Lain Adalah surat perintah kepada bank yang dibuat secara tertulis pada kertas yang ditandatangani oleh pemegang rekening atau kuasanya untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak lain pada bank yang sama atau bank lain. Surat Perintah Pembayaran adalah perintah tertulis dari pihak nasabah kepada bank untuk melakukan pembayaran dengan cara memindahkan dana dari rekening yang bersangkutan. Surat perintah ini dapat bersifat tunai atau pemindahbukuan. Apabila surat perintah pembayaran ditunjukkan melalui proses kliring. Apabila ditunjukkan pada bank yang sama maupun di lain kota, lewat fasilitas transfer. Surat perintah pembayaran lainnya juga dapat berbentuk surat kuasa dimana nasabah yang mempunyai rekening memberi kuasa kepada
32
seseorang untuk melakukan penarikan atas rekeningnya. Surat kuasa ini haruslah memenuhi beberapa persyaratan, seperti tanda tangan kedua belah pihak, penerima dan pemberi kuasa, bukti diri dan materai. Pemberian kuasa ini disebabkan pemberi kuasa berhalangan karena suatu hal.
a.
Perbedaan Cek dan Bilyet Giro Diantara cek dan bilyet giro yang sama-sama merupakan sarana untuk
menarik uang yang ada di rekeningnya terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan ini hanyalah terletak pada fungsi kedua alat pembayaran tersebut. Perbedaan yang dimaksud antara lain: Tabel 2.1 Perbedaan Cek dan Bilyet Giro No 1
Keterangan Indentitas
Cek - atas nama
Bilyet Giro Atas nama
- atas unjuk 2
Sifat
- tunai dan non tunai
Non tunai
3
Tanggal
Hanya ada satu tanggal
Ada dua tanggal
Sumber: Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Kasmir, (2001:71).
Penarikan simpanan (saldo) rekening giro dapat dilakukan pada setiap saat dengan menggunakan cek dan bilyet giro. Cek dan bilyet giro disebut uang Giral, dapat digunakan sebagai alat penukar sepanjang pihak
ketiga
bersedia
menerimanya. 33
Transaksi Giro (demand deposit) selalu dicatatat dalam sebuah kartu (buku) yang disebut rekening giro (rekening Koran). Kartu Prima Nota Giro adalah kartu catatan pertama atas mutasi-mutasi giro setelah dokumen diterima.
E.
Deposito Simpanan deposito merupakan simpanan jenis ketiga yang dikeluarkan
oleh bank. Berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya dimana simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan tidak dapat ditarik setiap saat atau setiap hari. Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Penarikan hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu maksudnya adalah jika nasabah deposan meyimpan uangnya untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir dan sering disebut tanggal jatuh tempo. Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat tergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda pula. Sebagai contoh untuk deposito berjangka menggunakan bilyet deposito, sedangkan untuk sertifikat deposito menggunakan sertifikat deposito.
34
3
Bunga dibayar pada saat jatuh waktu
Bunga dibayar pada saat pembukaan
4
Nilai nominal ditentukan oleh deposan
Nilai nominal ditentukan oleh bank
5
Penyimpanan dapat berbentuk rupiah
Penyimpanan hanya dalam bentuk rupiah
atau uang asing
Sumber: Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Kasmir, (2001:71).
d.
Deposit On Call Deposit On Call merupakan deposito yang berjangka waktu minimal 7 (tujuh) hari dan paling lama kurang dari satu bulan. Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar misalnya 50(lima puluh)
juta
rupiah (tergantung bank yang bersangkutan). Pencairan bunga dilakukan pada saat pencairan deposit on call dan sebelum deposit on call dicairkan terlebih dahulu 3 (tiga) hari sebelumnya nasabah sudah memberitahukan bank penerbit. Besarnya bunga biasanya dihitung perbulan dan biasanya melakukan negosiasi antara nasabah dengan pihak bank.
F.
Penelitian Sebelumnya Nurwulan Satiani (2008) dalam penelitiannya Analisis Pengaruh Tingkat
Suku Bunga Dana Pihak Ketiga pada PT. Bank Negera Indonesia (persero) Tbk, yang telah menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan hasil analisis tingkat suku bunga dan pihak ketiga terhadap dana pihak ketiga deposito terdapat dua variabel tingkat suku bunga yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan atau penurunan deposito yaitu tingkat suku bunga giro rupiah sebesar
37
Rp.1.855.502,585 dan tingkat suku bunga deposito valuta asing sebesar Rp. 5.908.402,551. Variabel tingkat suku bunga dana pihak ketiga yang berpengaruh terhadap giro adalah variabel tingkat suku bunga deposito rupiah dengan besar pengaruh setiap peningkatan atau penurunan tingkat suku bunga sebesar satu persen adalah sebesar Rp.1.391.844,270. Adapun variabel tingkat suku bunga dana pihak ketiga yang dianggap berpengaruh terhadap tabungan adalah variabel tingkat suku bunga deposito valuta asing yaitu setiap ada peningkatan atau penurunan tingkat suku bunga deposito valuta asing akan menurunkan atau meningkatkan jumlah tabungan sebesar Rp.2.628.614,152, sedangkan variabel tingkat suku bunga dana pihak ketiga yang berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan adalah tingkat suku bunga deposito rupiah dengan besar pengaruh setiap ada peningkatan atau penuruan tingkat suku bunga deposito rupiah adalah sebesar Rp.2.460.465,977. Rushadi (2007) dalam penelitiannya Analisis Strategi Penghimpunan Dana Masyarakat (Giro, Tabungan, Deposito) pada Bank BNI telah menghasilan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan yang menyebutkan bahwa Strategi Fungsional yang dilakukan Bank BNI dalam menghimpun dana masyarakat yaitu: Meningkatkan daya saing dengan Marketing Mix, Memperbaiki sarana penunjang yang meliputi, Sumber Daya Manusia, Penyempurnaan Struktur Organisasi, Informasi Teknologi, Perubahan yang berorientasi pada produk menjadi orientasi kepada pasar.
38
Landasan konsep penelitian ini adalah konsep manajemen Strategik yang telah diaplikasikan dalam industri perbankan. Menurut teori bank akan dapat menarik dana masyarakat dengan baik apabila menerapkan strategi tersebut di atas dan strategi pelayanan. Karena pada saat sekarang kunci keberhasilan suatu bank sangat tergantung pada pelayanan. Strategi fungsional tidak akan berhasil kalau tidak ditunjang oleh strategi pelayanan. Teknik Analisis data menggunakan konsep manajemen strategi yang dirumuskan oleh Thomas J. Kihcelen dan David Hunger dengan maksud untuk menjelaskan bagaimana proses perumusan strategi yang dilakukan oleh Bank BNI. Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata dalam mengimplementasikan konsep strategi tersebut di atas terdapat penyimpangan-penyimpangan. Dari hasil temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi bank-bank khususnya Bank BNI dalam menentukan strategi penghimpunan dana masyarakat untuk waktu yang akan datang. M. Y. Dedi Haryanto dan Riyatno (2007) telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Nilai Kurs Terhadap Risiko Sistematik Saham Perusahaan di BEJ, penelitian tersebut menyebutkan bahwa Risiko sistematis (risiko pasar) merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Jadi perubahan pasar akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi (kondisi makro). Tingkat suku bunga SBI dan kurs terbukti mempengaruhi risiko sistematis saham namun hasilnya tidak konsisten pada dua karakteristik industri yang berbeda. Pada perusahaan manufaktur hanya kurs yang mempengaruhi risiko saham sedangkan
39
pada perusahaan non manufaktur suku bunga SBI yang mempengaruhi risiko sistematis saham. Selain itu hasil menunjukkan bahwa hubungan antara suku bunga SBI dan risiko sistematis saham adalah negatif. Hasil ini berbeda dengan penjelasan yang semestinya yaitu jika suku bunga naik maka return investasi yang terkait dengan suku bunga (misal deposito) juga akan naik. Akibatnya minat investor akan berpindah darisaham ke deposito. Kemungkinan fenomena ini menunjukkan bahwa investor di Indonesia tidak suka risiko atau risk averse. Emilianshah Banowo dan Budi Hermana (2005) dengan judul penelitian Hubungan Equivalent Rate simpanan mudhorobah dengan Sertifikat Wadiah dan Sertifikat Bank Indonesia, telah menghasilan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan yang menyebutkan bahwa pergerakan Equivalent Rate simpanan mudhorobah untuk jangka panjang relatif stabil, tetapi dalam jangka pendek perubahannya relatif fluktuatif, selama kurun waktu 34 bulan pergerakan Equivalent Rate simpanan mudhorobah cenderumg menurun. Perkembangan Equivalent Rate secara umu sama polanya dengan pergerakan SWBI, tetapi relatif berbeda dengan pergerakan SBI yang relatif lancar dengan kisaran yang lebih luas. Hasil analisis ketujuh model regresi diatas secara umum menunjukan bahwa nisbah simpanan mudhorobah berhubungan dengan instrumen moneter bank Indonesia, baik SBI maupun SWBI. Tetapi simpanan mudhorobah untuk semua jangka waktu tidak menunjukan hubungan yang signifikan dengan inflasi pada periode yang sama.
40
Anita Febryani
dan Rahadian Zulfadin dengan judul penelitian Analisis
Kinerja Bank Devisa Dan Bank Non Devisa Di Indonesia (2003), penelitian tersebut membahas tentang analisis mengenai perbandingan tingkat efisiensi pada industri perbankan yang dilakukan dengan melakukan pengujian empiris terhadap tingkat efisiensi antara bank pemerintah, bank swasta nasional dan swasta asing serta bank publik menunjukkan bahwa bank publik mempunyai tingkat efisiensi di atas rata-rata seluruh bank, sedangkan tingkat efisiensi bank pemerintah dan bank swasta nasional secara keseluruhan berada di bawah rata-rata seluruh bank.
G.
Hipotesis Hipotesis statistik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Tabungan, giro, dan deposito berpengaruh terhadap jumlah kredit. Maka perumusan hipotesis sebagai berikut: a. Ho: Tabungan, giro, dan deposito = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah kredit yang disalurkan. (Tolak) b. Ho: Tabungan = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah kredit yang disalurkan. (Tolak) c. Ho: Giro = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah kredit yang disalurkan. (Tolak) d. Ho: Deposito= 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah kredit yang disalurkan. (Tolak)
2.
Tabungan, giro, dan deposito berpengaruh terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Maka perumusan hipotesis sebagai berikut:
41
a. Ho: Tabungan, giro, dan deposito = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (Tolak) b. Ho: Tabungan = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (Tolak) c. Ho: Giro = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (Tolak) d. Ho: Deposito= 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (Tolak)
H.
Kerangka Pemikiran Dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar
yang paling diandalkan oleh bank yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Sebagian besar dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat disimpan dalam bentuk tabungan, giro dan deposito. Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya kembali kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit,
dimana
pemberian
kredit
merupakan
transaksi
perbankan
yang
memberikan pendapatan yang cukup besar bagi bank itu sendiri. Namun saat ini dimana industri perbankan menghadapi situasi perekonomian yang seolah tidak menentu dan penuh dengan ketidakpastian, pemberian kredit oleh bank kepada masyarakat sedikit tersendat.
42
Pengalaman kredit macet akhir-akhir ini telah memacu kalangan perbankan untuk lebih mengalokasikan dananya dalam bentuk cadangan sekunder yang dalam hal ini dialokasikan pada surat-surat berharga terutama pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. SBI tidak dibatasi oleh permintaan atau kelebihan likuiditas sementara perbankan, sedangkan tingkat suku bunga lebih menjanjikan dengan tingkat resiko yang rendah daripada alokasi pada pemberian kredit untuk masyarakat. Tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah penentuan populasi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bank devisa nasional yang terdaftar di Bank Indonesia, sedangkan sampel (10 bank devisa nasional) di pilih berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan berdasarkan metode Purposive Sampling. Setelah sampel terpilih selanjutnya mengumpulkan data-data yaitu data mengenai jumlah tabungan, giro, deposito, jumlah kredit dan SBI 10 bank devisa nasional berdasarkan sampel dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Data jumlah tabungan, giro, deposito, dan jumlah kredit diperoleh dari laporan neraca 10 sampel bank devisa nasional yang diperoleh dari direktori perbankan yang terdapat di perpustakaan Bank Indonesia dan dari situs internet Bank Indonesia (www.bi.co.id), dan data SBI diperoleh dari situs internet Bank Indonesia (www.bi.co.id). Setelah data terkumpul dan dimasukkan (input) dengan menggunakan Microsoft exel maka selanjutnya di lakukan metode regresi dengan terlebih dahulu mentranformasi data ke dalam bentuk logaritma (log) kemudian dilakukan analisis regresi berganda dengan asumsi klasik multikoliniearitas,
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh dana pihak ketiga (tabungan, giro, deposito) terhadap jumlah kredit yang disalurkan dan jumlah sertifikat Bank Indonesia, Dana pihak ke-tiga (tabungan, giro, deposito) adalah dana yang paling besar memberikan profit kepada suatu bank, dan dengan demikian pengaruh atas ke-tiga variabel tersebut sangat menarik untuk dianalisa. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda dengan terlebih dahulu mentransformasikan data kedalam bentuk logaritma (log) yang dikenal dengan sebutan log linear, metode penelitian selama 5 tahun sejak tahun 2004 sampai 2008. Periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahunan (yearly), baik tabungan, giro ataupun deposito, jumlah kredit dan jumlah SBI.
B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank devisa yang tercatat di Bank Indonesia (BI) dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Bank devisa adalah bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat
46
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. Bank devisa dapat menawarkan jasa-jasa bank yang berkaitan dengan mata uang asing tersebut seperti transfer ke luar negeri, jual beli valuta asing, transaksi export impor, dan jasa-jasa valuta asing lainnya.
2. Sampel Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 10 Bank Devisa nasional dengan periode penelitian dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Purposive Sampling, dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Seluruh bank devisa nasional yang tercatat di Bank Indonesia, peneliti akan melakukan penyaringan sampel dengan kriteria sebagai berikut: a. Bank yang diteliti terdaftar di Bank Indonesia sebagai bank devisa nasional sejak periode 2004 sampai periode 2008. b. Bank yang diteliti adalah bank devisa yang memperoleh peringkat 10 teratas bank berdasarkan jumlah aset (Bank Rating Based on Asset) sejak periode 2004 sampai periode 2008. c. Bank yang diteliti adalah bank devisa yang memperoleh peringkat 10 teratas bank berdasarkan jumlah dana pihak ketiga (Bank Rating Based on Third Party Funds) sejak periode 2004 sampai periode 2008.
47
d. Bank yang diteliti adalah bank devisa yang memperoleh peringkat 10 teratas bank berdasarkan kredit (Bank Rating on Credit) sejak periode 2004 sampai periode 2008.
Tabel 3.1 Tabel Hasil Penyaringan Sampel Daftar Nama-Nama Bank Devisa Nasional Hasil Penyaringan Sampel
Kriteria Terdaftar di Bank Indonesia
Jumlah Bank
Keterangan
34 Bank
Terlampir pada lampiran
sebagai bank devisa nasional sejak periode 2004 sampai periode 2008. Peringkat 10 devisa
teratas
berdasarkan
bank
10 Bank
Indonesia, PT.Bank Internasional
jumlah
Indonesia, PT.Bank Permata, PT.Bank
aset (Bank Rating Based on Asset)
PT.Bank Central Asia, PT.Bank Danamon
Niaga, PT.Lippo Bank, PT.Pan Indonesia
sejak periode 2004
Bank, PT.Bank Mega, PT.Bank Bukopin,
sampai periode 2008.
PT.Bank NISP. 10 Bank Peringkat 10 devisa dana
teratas
berdasarkan pihak
ketiga
bank jumlah (Bank
Rating Based on Third Party Funds) sejak periode 2004 sampai periode 2008.
PT.Bank Central Asia, PT.Bank Danamon Indonesia, PT.Bank Internasional Indonesia, PT.Bank Permata, PT.Bank Niaga, PT.Lippo Bank, PT.Pan Indonesia Bank, PT.Bank Mega, PT.Bank Bukopin, PT.Bank NISP.
48
Peringkat 10 teratas bank devisa
berdasarkan
kredit
10 Bank
PT.Bank Central Asia, PT.Bank Danamon Indonesia, PT.Bank Internasional
(Bank Rating on Credit) sejak
Indonesia, PT.Bank Permata, PT.Bank
periode 2004 sampai periode
Niaga, PT.Lippo Bank, PT.Pan Indonesia
2008.
Bank, PT.Bank Mega, PT.Bank Bukopin, PT.Bank NISP.
Maka setelah dilakukan pemilihan sampel berdasarkan metode Purposive Sampling, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 10 Bank Devisa nasional, yaitu PT.Bank Central Asia, PT.Bank Danamon Indonesia, PT.Bank Internasional Indonesia, PT.Bank Permata, PT.Bank Niaga, PT.Lippo Bank, PT.Pan Indonesia Bank, PT.Bank Mega, PT.Bank Bukopin, dan PT.Bank NISP.
49
C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua kegiatan pengumpulan data, yaitu: 1. Data Sekunder Peneliti menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series) dengan skala tahunan (yearly) yang diambil dari sumber data tahunan historis jumlah kredit dan jumlah Sertifikat Bank Indonesia yang listed dan dipublikasikan Bank Indonesia pada web site www.bi.go.id dan data tahunan yang diperoleh di perpustakaan Bank Indonesia dengan rentan waktu dari periode tahun 2004 sampai periode tahun 2008.
2. Library Research Adapun untuk landasan teori dan konsep serta survey dan penelitian sebelumnya peneliti mengumpulkan dan mengambil melalui buku-buku, jurnal, artikel, dan media massa seperti majalah dan surat kabar harian.
50
D. Metode Analisis Data 1. Analisis Regresi Berganda Karena variabel bebas yang diteliti lebih dari satu maka penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda untuk membentuk hubungan antar variabel terikat dan variebel bebas. Regresi linear berganda ini menggunakan tingkat keyakinan (signifikansi) sebesar α = 5%. Berdasarkan permasalahan dan perumusan hipotesis yang telah disajikan dimana data yang digunakan terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma (log), maka teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Untuk Pengaruh terhadap Jumlah Kredit Ln Y = a +ln b1 x1 +ln b2 x2 + ln b3 x3 + e Dimana: a
= konstanta
b1…… b3
= koefisien regresi x1…..x 3
x1
= tabungan
x2
= giro
x3
= deposito
Y
= Kredit
Ln
= Transformasi bentuk logaritma
b. Untuk Pengaruh terhadap Jumlah SBI Ln Y = a + ln b1 x1 + ln b2 x 2 + ln b3 x3 + e
51
Dimana: a
= konstanta
b1…… b3
= koefisien regresi x1…..x 3
x1
= tabungan
x2
= giro
x3
= deposito
Y
= Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Ln
= Transformasi bentuk logaritma.
Dari hasil pengolahan data akan dilakukan analisis secara deskriptis dan pembuktian hipotesis. 1)
Informasi Dari Hasil Analisis Berganda a) R-squared yaitu menunjukkan kemampuan model. Seberapa besar pengaruh dari variabel independent (bebas) terhadap variabel dependent (terikat). b) Adjusted R-squared nilai R2 yang sudah disesuaikan. Semakin banyak variabel independent yang dimasukkan ke dalam persamaan, akan semakin memperkecil Adjusted R-squared. c) Durbin-watson star nilai uji durbin Watson, digunakan untuk mengetahui apakah ada autokorelasi (hubungan antar residual). d) F-statistic adalah uji serempak berpengaruh semua variabel independen. e) Prob (F-statistic) adalah probabilitas nilai uji sratistik F.
52
2. Uji Asumsi Klasik Menurut pendapat Algifari (2003:83) mengatakan: “model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary least square) merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear yang bias yang terbaik (Best linear Unbias Estimator/BLUE)”. Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi uji asumsi klasik. Diantaranya: a.
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang kuat antar variabel bebas yang satu dengan yang lain dalam model regresi. Model
regresi
yang
baik
adalah
tidak
memiliki
korelasi
linear/hubungan yang kuat antara variabel bebasnya. Jika dalam model regresi terdapat gejala Multikolinearitas, maka model regresi tersebut tidak dapat menaksir secara tepat sehingga diperoleh kesimpulan yang salah tentang variabel yang diteliti. Pengujian
gejala
Multikolinearitas
dengan
cara
mengkorelasikan variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain dengan menggunakan program SPSS for Windows. Imam Ghazali (2005) megukur Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Varian Inflation Factor (FIV). Model regresi dikatakan
tidak
terdapat
masalah
Multikolinearitas
apabila
mempunyai angka tolerance diatas 0,10 dan mempunyai VIF dibawah angka 10.
53
b.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, independen atau keduanya terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Menurut Singgih Santoso (2004-142) ada beberapa cara mendeteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah: i.
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
ii.
Jika data menyebar dari garis diagonal dan atau mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
c.
Uji Autokorelasi Istilah autokorelasi (autocorrelation) menurut Maurice G. Kendall dan William R. Buckland, A Dictionary of Statistical term :”Correlation between members’s of series of observation oedered in time (as in time series data) or space (as cross-section data)”. Jadi autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (seperti data time series) atau menurut urutan tempat (seperti data cross section) atau korelasi pada dirinya sendiri.
54
Autokorelasi dapat didefinisikan pula sebagai terjadinya korelasi diantara data pengamatan sebelumnya, dengan kata lain bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi atau tidak dapat dilihat melalui nilai Durbin Watson (DW). Bila nilai DW terletak diantara dU < d < 4-dU maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif atau jika nilai d mencapai sekitar 2, dimana dU adalah batas atas dan dL adalah batas bawah (J. supranto, 1983). Menurut Durbin Watson Statistics terdapat 5 (lima) kondisi autokorelasi: 1) 0 < d < dL
= ada autokorelasi positif
2) dL < d < dU
= inconclusive (ragu-ragu ada autokorelasi
positif) 3) dU < d <4-dU
= tidak terjadi autokorelasi positif maupun
negatif. 4) 4-dU < d < 4-dL
= inconclusive (ragu-ragu ada autokorelasi
negatif) 5) 4-dL < d < 4
= ada autokorelasi negatif.
Selain itu menurut Singgih Santosa (2000:218) secara umum angka D-W yang dapat dijadikan dalam pengambilan keputusan adalah: 1) Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
55
2) Angka D-W diantara -2 sampai dengan 2 berarti tidak ada autokorelasi 3) Angka D-W diatas 2 berarti terdapat autokorelasi negatif. Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan (dilihat angka F dan signifikannya), menjadi tidak layak untuk dipakai Uji F (uji secara simultan).
d.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan studentized delete residual nilai tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki nilai variance constant setiap pengamatan suatu periode pengamatan dengan periode pengamatan lain. Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Pada heteroskedastisitas kesalahan yang terjadi tidak secara acak tetapi hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel. Jika Probibalitas > α = 0,05 berarti tidak terdapat Heteroskedastisitas, Jika Probibalitas < α = 0,05 berarti terdapat Heteroskedastisitas.
56
e.
Uji Signifikansi Uji
signifikansi
ditunjukkan oleh
keseluruhan
variabel
secara
serentak
bilangan F (F-test), sedangkan uji signifikansi
terhadap kontribusi masing-masing variabel terikat ditunjukkan oleh besarnya bilangan t (t-test). a. Uji Serempak (Uji F) Uji F yaitu untuk menguji keberartian regresi secara keseluruhan. Dipergunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : b1, b2, b3 = 0 variabel bebas (independent) secara simultan tidak berpengaruh terhadap jumlah kredit dan SBI. Ho : b1, b2, b3 ≠ 0 variabel bebas (independent) secara simultan berpengaruh terhadap jumlah kredit dan SBI. Pengujian
dengan
uji F
variansnya
adalah dengan
membandingkan F hitung dengan F table (Ft) pada α = 0,05 apabila hasil perhitungannya: a)
Fh ≥ Ft, maka Ho ditolak dan Ha diterima Artinya variasi dari model regresi berhasil menerangkan variasi variabel bebas secara keseluruhan, sejauh mana pengaruhnya terhadap variabel terikat.
b)
Fh < Ft, maka Ho diterima dan Ha ditolak
57
Artimya
variasi
dari
model
regresi
tidak
berhasil
menerangkan variasi variabel bebas secara keseluruhan, sejauh mana pengaruhnya terhadap variabel terikat. b. Uji Parsial (Uji t) Pengujian secara parsial melalui uji t, adapun rumus hipotesis dengan menggunakan uji t adalah sebagai berikut: Ho : bi = 0, artinya semua variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh terhadap jumlah kredit dan SBI. Ho : bi ≠ 0, tidak benar, artinya tidak semua variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap jumlah kredit dan SBI. c. Koefisian Determinasi (Adjusted R Square) Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependen, karena variabel independennya lebih dari dua.
58
E. Operasional Variabel Penelitian a. Endogen Variabel Variabel endogen (variable dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel eksogen (variabel independen) dalam penelitian ini ada dua variabel endogen yakni
jumlah pemberian kredit (Y 1) dan
jumlah sertifikat bank Indonesia (Y2).
1. Jumlah Pemberian Kredit (Y1) Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) dalam pemberian kredit tentang Perbankan sebagaimana telah dijelaskan dalam UndangUndang No. 10 Tahun 1998 menegaskan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundangundangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.
2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (Y2) Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistim diskonto. Sistem yang digunakan dalam lelang SBI adalah system Stop-out Rate (SOR), yaitu tingkat diskonto yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target jumlah SBI yang akan dijual oleh Bank Indonesia.
59
Sertifikat Bank Indonesia Repo adalah transaksi jual beli SBI atas dasar sisa jangka waktu SBI yang bersangkutan dan penjual wajib membeli kembali SBI yang bersangkutan sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan. Maksud dari SBI repo adalah untuk membantu bank pemilik SBI yang mengalami kekurangan likuiditas dimana bank tidak berhasil mendapatkan dana dari pasar uang antar bank (PUAB).
b. Eksogen Variabel Variabel eksogen (variabel independen) adalah variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel endogen, adapun variabel eksogen dalam penelitian ini adalah:
1. Tabungan (X 1) Tabungan adalah Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
2. Giro (X2 ) Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
60
3. Deposito (X3) Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakuka pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Deposito berjangka adalah simpanan masyarakat (pihak ketiga) yang penarikannya dapat dilakukan setelah simpanan berjangka ini (misalnya 1 bulan, 3 bulan, atau 12 bulan) jatuh tempo menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan. Sertifikat Deposito Adalah surat berharga yang sifatnya atas unjuk dan merupakan surat pengakuan hutang dari bank, dan surat berharga ini dapat diperjualbelikan dalam pasar uang. Pengertian surat berharga atas unjuk adalah bahwa pada saat sertifikat deposito tersebut jatuh tempo untuk diserahkan/diunjukkan pada bank, maka bank wajib untuk membayar sebesar nilai yang tercantum pada sertifikat deposito tersebut.
61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Pengertian Bank Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah sebagai berikut: Bank adalah badan
usaha yang menghimpun
dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengertian di atas memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999: 31.1) adalah: Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan
62
menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dengan kata lain bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit serta jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
2. Bank Devisa
Bank Devisa adalah bank yang dapat mengadakan transaksi internasional seperti ekspor dan impor, jual beli valuta asing, dll. Sedangkan Bank Non Devisa, adalah bank yang tidak dapat melakukan transaksi internasional atau dengan kata lain hanya dapat melakukan transaksi dalam negeri saja. (Irmayanto, 2002). Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travellers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit (L/C) dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan tahunan keuangan 10 bank devisa nasional yang diperoleh dari Bank Indonesia selama periode 2004 sampai periode 2008. Laporan keuangan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah laporan neraca dari masing-masing bank. Dalam penelitian ini terdapat 10 bank devisa nasional yang terpilih berdasarkan kriteria penyaringan sampel, yaitu berdasarkan 10 besar
63
peringkat bank devisa nasional berdasarkan jumlah asset, 10 besar peringkat bank devisa nasional berdasarkan jumlah dana pihak ketiga dan 10 besar peringkat bank devisa nasional berdasarkan jumlah kredit. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum suatu bank non devisa dapat diberikan izin untuk menjadi bank devisa, antara lain: a. CAR minimum dalam bulan terakhir 8%; b. tingkat kesehatan selama 24 bulan terakhir berturut-turut tergolong sehat; c. modal disetor minimal Rp.150 miliar; d. bank telah melakukan persiapan untuk melaksanakan kegiatan sebagai Bank Umum Devisa meliputi: organisasi, sumber daya manusia, pedoman operasional kegiatan devisa.
64
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah data tersebut terdapat korelasi antar variabel bebas (Independent Variabel). Asumsi multikolinearitas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolinearitas. Suatu model dikatakan tidak terdapat multikolinearitas apabila mempunyai nilai FIV (Variance Inflation Factor) dibawah angka 10 dan mempunyai angka tolerance diatas 0,10 (Imam Ghazali, 2005). Adapun hasil uji multikolinearitas pada penelitian ini terlihat pada tabel berikut:
a. Hasil Uji Multikolinearitas untuk Y1 = Kredit. Tabel 4.1 Hasil Uji Multikoliearitas Sebelum Linear-Log
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel independen (tabungan dan giro) terhadap variabel dependen kredit memiliki nilai tolerance sebesar 0,040 dan 0,043 hal ini menyebutkan bahwa data tersebut tidak
65
memenuhi asumsi multikolinieritas, dimana suatu variabel harus memenuhi asumsi dengan nilai tolerance diatas 0,10. Hanya variabel deposito yang mempunyai nilai tolerance diatas 0,10 yaitu 0,55. Variabel giro dan deposito pun mempunyai nilai VIF diatas 10, hanya variabel deposito yang mempunyai nilai FIV dibawah 10 yaitu 1,83. Dengan demikian dapat dipastikan terjadi gejala multikolanieritas. Oleh karena itu maka dilakukan transformasi kedalam bentuk logaritma guna memperkecil skala antar variabel bebas. Dengan semakin sempitnya range nilai observasi diharapkan variasi error juga tidak akan berbeda besar antar kelompok observasi. Dan program SPSS telah menyediakan program untuk mentransformasikan data kedalam bentuk log/ logaritma, dimana semua variabel (dependen dan independen) ditransformasikan kedalam bentuk logaritma. Adapun hasil Uji Multikolinearitas setelah dilakukan transformasi kedalam bentuk log (logaritma) adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Uji Multikoliearitas Sesudah Linear-Log
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
66
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa masing-masing variabel memiliki angka tolerance diatas 0,10 dan nilai FIV dibawah 10. Hal ini mengindentifikasikan bahwa antar variabel bebas pada model ini tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel regresi ini.
b. Hasil Uji Multikolinearitas untuk Y 2= SBI Tabel 4.3 Hasil Uji Multikoliearitas Sebelum Linear-Log
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa variabel independen (tabungan dan giro) terhadap variabel dependen SBI memiliki nilai tolerance sebesar 0,036 dan 0,039 hal ini menyebutkan bahwa data tersebut tidak memenuhi asumsi multikolinieritas, dimana suatu variabel harus memenuhi asumsi dengan nilai tolerance diatas 0,10. Hanya variabel deposito yang mempunyai nilai tolerance diatas 0,10 yaitu 0,54. Variabel giro dan deposito pun mempunyai nilai VIF diatas 10, yaitu 27,97 dan 25,89, hanya variabel deposito yang mempunyai nilai FIV
67
dibawah 10 yaitu 1,83. Dengan demikian
dapat dikatakan
terjadi
kesalahan multikolanieritas. Adapun hasil Uji Multikolinearitas setelah dilakukan transformasi kedalam bentuk log (logaritma) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikoliearitas Sesudah Linear-Log
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa masing-masing variabel memiliki angka tolerance diatas 0,10 dan nilai FIV dibawah 10. Hal ini mengindentifikasikan bahwa antar variabel bebas pada model ini tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel regresi ini.
b. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui normal atau tidaknya yaitu dengan melihat penyebaran titik-titik pada garis
68
diagonal maka dikatakan data tersebut memenuhi asumsi normalitas, dan sebaliknya jika data tersebut tidak mengikuti arah garis diagonal, maka data tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
a. Hasil Uji Normalitas untuk Y 1= Kredit. Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Sebelum Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada gambar tersebut terlihat titik-titik observasi menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Oleh karena itu, maka dapat diindikasikan bahwa data ini memenuhi asumsi normalitas. Tetapi karena data telah ditransformasikan guna memenuhi asumsi-asumsi regresi berganda, berikut adalah data yang
telah
transformasi kedalam bentuk log.
69
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Sesudah Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Terlihat bahwa sebaran data pada chart di atas bias dikatakan tersebar di sekaliling garis lurus tersebut (tidak terpencar jauh dari garis lurus). Maka dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas bisa dipenuhi dan dapat diindikasikan bahwa data ini memenuhi asumsi normalitas.
70
b. Hasil Uji Normalitas untuk Y2= SBI
Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Sebelum Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada gambar tersebut terlihat titik-titik observasi sedikit menjauh dari garis diagonal, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa data yang dimiliki kurang memenuhi asumsi normalitas. Oleh karena itu maka data ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma, dan hasil dari uji normalitas adalah sebagai berikut:
71
Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Sesudah Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Terlihat bahwa sebaran data pada chart di atas bias dikatakan tersebar di sekaliling garis lurus tersebut (tidak terpencar jauh dari garis lurus). Maka dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas bisa dipenuhi.
c. Uji Heterokedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini, alat yang digunakan dalam pengujian heteroskedastisitas dengan menggunakan Scaterplot, dengan dasar
72
pengambilan keputusan jika titik-titik menyebar maka tidak terjadi heteroskedastisitas, jika titik-titik tidak menyebar maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Adapun hasil dari uji heteroskedastisitas terlihat pada gambar berikut:
a. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Y 1= Kredit.
Gambar 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sebelum Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada gambar diatas terlihat bahwa pada model ini terdeteksi gejala heteroskedastisitas karena masih ada titik-titik yang berdekatan, dalam artian bahwa masih terjadi kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Oleh karena itu, maka dilakukan transformasi data ke dalam bentuk logaritma. Adapun hasil dari uji
73
heteroskedastisitas setelah trasformasi ke dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut: Gambar 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sesudah Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada gambar diatas terlihat bahwa data sudah menyebar dan tidak membentuk pola tertentu dengan jelas, serta sudah tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, berbeda sebelum transformasi logaritma dilakukan. Hal ini mengindentifikasi bahwa pada model ini sudah terbebas dari gejala heteroskedastisitas, sehingga model ini layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen berdasarkan masukan variabel independennya.
74
b. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Y 2= SBI
Gambar 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sebelum Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada gambar diatas terlihat bahwa pada model ini terdeteksi gejala heteroskedastisitas karena sangat banyak titik-titik yang berdekatan, dalam artian bahwa masih terjadi kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Oleh karena itu, maka dilakukan transformasi data ke dalam bentuk logaritma. Adapun hasil dari uji heteroskedastisitas setelah trasformasi ke dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut:
75
Gambar 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sesudah Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Terlihat bahwa sebaran data pada chart di atas data sudah menyebar dan tidak membentuk pola tertentu dengan jelas, serta sudah tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, berbeda sebelum transformasi logaritma dilakukan. Hal ini mengindentifikasi bahwa pada model ini sudah terbebas dari gejala heteroskedastisitas, sehingga model ini layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen berdasarkan masukan variabel independennya.
d . Uji Autokorelasi Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam model regresi dimana variabel independen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud berkorelasi dengan dirinya sendiri adalah bahwa nilai dari variabel independen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri. 76
Dalam penelitian ini pengujian autokorelasi dilakukan dengan Durbin Watson (DW). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi atau tidak dapat dilihat melalui nilai Durbin Watson (DW). Bila nilai DW terletak diantara dU < d < 4-dU maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif atau jika nilai d mencapai sekitar 2, dimana dU adalah batas atas dan dL adalah batas bawah (J. Supranto, 1983). Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada table berikut ini:
a. Hasil Uji Autokorelasi untuk Y 1= Kredit. Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi Sebelum Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada tabel diatas, terlihat bahwa angka DW bernilai + 1.161, hal ini mengindikasikan bahwa model ini memiliki gejala autokorelasi, karena angka DW tidak terletak antara dU < d < 4-dU, dengan angka dU tabel sebesar 1.674. Dengan demikian pada model ini dapat disimpulkan telah terjadi gejala autikorelasi karena 1.674 > 1.161 < 4-1.674. Oleh karena itu, dilakukan trasformasi ke dalam bentuk logaritma. Adapun
77
bentuk uji autokorelasi setelah dilakukan trasformasi ke dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Sesudah Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa DW bernilai + 1.708, hal ini berarti angka DW terletak antara dU < d < 4-dU, dengan angka dU tabel sebesar 1.674. Dengan demikian pada model ini tidak terjadi gejala autokorelasi, dengan perhitungan 1.674 < 1.708 < 4-1.674.
b. Hasil Uji Autokorelasi untuk Y 2= SBI Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi Sebelum Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
78
Pada tabel diatas, terlihat bahwa angka DW bernilai + 2.222, hal ini mengindikasikan bahwa model ini tidak memiliki gejala autokorelasi. Oleh karena itu, maka dilakukan trasformasi ke dalam bentuk logaritma dalam model yang akan dibentuk. Semakin sedikit penyimpangan dalam suatu model, maka hasil regresi yang dihasilkan akan semakin baik. Dengan demikian dilakukan trasformasi ke dalam bentuk logaritma. Adapun bentuk uji autokorelasi setelah dilakukan trasformasi ke dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi Sesudah Log-Linier
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa DW bernilai + 1.800, hal ini berarti angka DW terletak antara dU < d < 4-dU, dengan angka dU tabel sebesar 1.674. Dengan demikian pada model ini tidak terjadi gejala autokorelasi, dengan perhitungan 1.674 < 1.800 < 4-1.674.
79
2. Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan apakah masing-masing variabel independen (tabungan, giro, deposito) mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak signifikan terhadap variabel dependen (kredit dan SBI), maka dilakukan pengujian Uji-F untuk pengujian independen (simultan) dan
variabel
Uji-T untuk masing-masing variabel independen
(parsial).
a. Uji F Pengaruh tabungan, giro dan deposito terhadap kredit dan SBI secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut:
a. Hasil Uji F untuk Y 1= Kredit. Tabel 4.9 Hasil Uji F
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa secara simultan atau bersamasama variabel independen memiliki tingkat signifikan sebesar 0.000, angka signifikan ini lebih kecil dari alpha 5%, atau F hitung sebesar
80
93.747 dimana diperoleh Ftabel dengan alpha 5% dan df1 = 3, df2 = 46 sebesar ± 2.84, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif diterima artinya secara signifikan semua variabel independen (tabungan, giro dan deposito) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Kredit). b.Hasil Uji F untuk Y2= SBI Tabel 4.10 Hasil Uji F
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa secara simultan atau bersamasama variabel independen memiliki tingkat signifikan sebesar 0.000, angka signifikan ini lebih kecil dari alpha 5%, atau Fhitung sebesar 7.289 dimana diperoleh Ftabel dengan alpha 5% dan df1 = 3, df2 = 43 sebesar ± 2.84, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, dengan demikian hipotesis alternative diterima artinya secara signifikan semua variabel independen (tabungan, giro dan deposito)
berpengaruh
secara
signifikan terhadap variabel dependen (SBI).
81
c. Uji t Berikut ini adalah tabel hasil regresi berganda dari masing-masing variabel independen.
a. Hasil Uji t untuk Y1= Kredit. Tabel 4.11 Hasil Regresi Model
Coefficient
T-test
Sig
Konstanta
-0.465
-0.392
0.697
Tabungan
0.128
1.793
0.079
Giro
0.085
0.916
0.364
Deposito
0.839
10.774
0.000
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
1) Tabungan Pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa secara parsial variabel tabungan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.079, atau Thitung sebesar 1.793 dimana diperoleh Ttabel dengan alpha 5% dan df = 49, sebesar 2.0096, angka signifikan ini berada diatas alpha 5% maka H0 diterima artinya bahwa variabel tabungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kredit. Sedangkan tabungan menempati angka signifikan dengan alpha 10% dengan tingkat signifikansi sebesar 0.079.
82
Hal ini sejalan dengan konsep The Assets Allocation Approach
(Banking
Assets
and
Liability
Management,
2003:27), yang menyebutkan bahwa: a. Liabilities diklasifikasikan atas dasar jangka waktu dan perbedaan potensi penarikan b. Struktur asset didasarkan pada struktur sumber dana. Dalam metode ini pendekatannya menggunakan sumber
dana
yang
diperoleh
bank,
kebanyakan
bank
menggunakan sumber dana yang bersumber dari tabungan untuk penanaman Antarbank atau Interbank Money Market yang merupakan pasar untuk mengatur posisi likuiditas dan trading untuk mencapai likuiditas. (Banking Assets and Liability Management, 2003:27). Jadi dapat disimpulkan secara empiris bahwa tabungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y 1 (Kredit). 2) Giro Pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa secara parsial variabel giro memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.364 atau 36.4%, atau Thitung sebesar 0.916 dimana diperoleh Ttabel dengan alpha 5% dan df = 49, sebesar 2.0096, angka signifikan ini berada diatas alpha 5% maka H0 diterima artinya bahwa variabel giro tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kredit.
83
Dalam konsep The Assets Allocation Approach, sumber dana
yang
berasal
dari
giro nasabah
penggunaannya
diprioritaskan untuk Primary Reserve (dana
yang
harus
disisihkan oleh bank untuk cadangan yang wajib dipelihara sesuai ketentuan
BI dalam bentuk saldo giro pada Bank
Indonesia) dan Secondary Reserve (cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dan tetap current). Jadi dapat disimpulkan secara empiris giro tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y 1 (Kredit). 3) Deposito Pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa secara parsial variabel deposito memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.000, atau Thitung sebesar 10.774 dimana diperoleh T tabel dengan alpha 5% dan df = 49, sebesar 2.0096, dimana diperoleh bahwa Thitung
>
Ttabel , angka signifikan ini (0.000) berada dibawah alpha 5% maka H0 ditolak artinya bahwa variabel deposito berpengaruh secara signifikan terhadap kredit. Dalam konsep The Assets Allocation Approach, sumber dana yang berasal dari deposito penggunaannya diprioritaskan untuk membiayai kredit, hal ini sejalan dengan sifat deposito yang dananya hanya dapat diambil pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh nasabah
84
penyimpan dan pihak bank (1,2,3,6,12 dan 24 bulan) sehingga dana tersebut lebih lama mengendap di bank. Sehingga bank dapat memutar dana deposito tersebut untuk membiayai kredit kepada nasabah dan akan dilunasi pada jangka waktu tertentu pula sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Jadi dapat disimpulkan secara empiris deposito berpengaruh secara signifikan terhadap Y 1 (Kredit).
b. Hasil Uji t untuk Y2= SBI. Tabel 4.12 Hasil Regresi Model
Coefficient
T-test
Sig
Konstanta
-0.352
-0.065
0.949
Tabungan
0.093
0.287
0.776
Giro
0.978
2.343
0.024
-0.113
-0.320
0.751
Deposito Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
1) Tabungan Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa secara parsial variabel tabungan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.776, atau Thitung sebesar 0.287 dimana diperoleh Ttabel dengan alpha 5% dan df = 46, sebesar 2.0129 , angka signifikan ini berada diatas
85
alpha 5% maka H 0 diterima artinya bahwa variabel tabungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap SBI. Dalam konsep The Assets Allocation Approach, sumber dana yang berasal dari tabungan biasanya dialokasikan untuk penanaman Antarbank atau Interbank Money Market yang merupakan pasar untuk mengatur posisi likuiditas dan trading untuk mencapai likuiditas. (Banking Assets and Liability Management,2003:27). Jadi dapat disimpulkan secara empiris bahwa tabungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y 2 (SBI). 2) Giro Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa secara parsial variabel giro memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.024 atau Thitung sebesar 2.343 dimana diperoleh Ttabel dengan alpha 5% dan df = 46, sebesar 2.0129, dimana diperoleh Thitung
>
Ttabel , angka
signifikan ini (0.024) berada dibawah alpha 5% maka H0 ditolak artinya bahwa variabel giro berpengaruh secara signifikan terhadap SBI. Dalam konsep The Assets Allocation Approach, sumber dana
yang
berasal
dari
giro nasabah
penggunaannya
diprioritaskan untuk Primary Reserve (dana
yang
harus
disisihkan oleh bank untuk cadangan yang wajib dipelihara sesuai ketentuan
BI dalam bentuk saldo giro pada Bank
86
Indonesia) dan Secondary Reserve (cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dan tetap current). Dalam kondisi normal apalagi kondisi krisis atau pasar sedang ketat, kebutuhan likuiditas sulit untuk diantisipasi dan dipenuhi segera terutama jika terjadi rush, sehubungan denga hal tersebut kalangan industri perbankan saat ini cenderung lebih menyukai untuk mengalokasikan dananya dalam bentuk cadangan sekunder yang dalam hal ini dialokasikan pada suratsurat berharga (marketable securities) terutama pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penempatan dana dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tersebut dapat memberikan pendapatan kepada bank yang setiap saat dapat dijadikan uang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank sehingga dalam hal ini bank mendapatkan dua manfaat sekaligus yaitu untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan profitabilitas bank. Jadi dapat disimpulkan secara empiris bahwa giro berpengaruh secara signifikan terhadap Y 2 (SBI). 3) Deposito Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa secara parsial variabel deposito memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.751, atau Thitung sebesar -0.320 dimana diperoleh Ttabel dengan alpha 5%
87
dan df = 46, sebesar 2.0129, dimana diperoleh bahwa Thitung
<
Ttabel , angka signifikan ini (0.751) berada diatas alpha 5% maka H0 diterima artinya bahwa variabel deposito tidak berpengaruh secara signifikan terhadap SBI. Dalam konsep The Assets Allocation Approach, sumber dana yang berasal dari deposito penggunaannya diprioritaskan untuk membiayai kredit, hal ini sejalan dengan sifat deposito yang dananya hanya dapat diambil pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh nasabah penyimpan dan pihak bank (1,2,3,6,12 dan 24 bulan) sehingga dana tersebut lebih lama mengendap di bank. Sehingga bank dapat memutar dana deposito tersebut untuk membiayai kredit dan mendapatkan profit dari pemberian kredit tersebut. Jadi dapat disimpulkan secara empiris deposito tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y 2 (SBI).
c.
Koefisian Determinasi (Adjusted R Square) Uji koefisian determinasi
dilakukan
untuk menggambarkan
seberapa besar perubahan atau variasi dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari variabel independen. Dengan mengetahui nilai koefisien determinasi kita bisa menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel independen. Koefisien determinasi atau Adjusted R 2 dapat dilihat dari tabel
88
2
a. Hasil Uji koefisian determinasi (Adjusted R ) untuk Y 1= Kredit. Tabel 4.13 Koefisian Determinasi (Adjusted R2)
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada table 4.12 terlihat angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.850 atau 85%. Hal ini menunjukkkan bahwa variabel independen berupa
tabungan, giro
dan
kredit dapat
menjelaskan variabel dependen (kredit) sebesar 85% dan sisanya 15% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian.
b. Hasil Uji koefisian determinasi (Adjusted R 2) untuk Y 2= SBI. Tabel 4.14 Koefisian Determinasi (Adjusted R2)
Sumber : Data diolah (output SPSS.16)
Pada table 4.13 terlihat angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.291 atau 29.1%. Hal ini menunjukkkan bahwa
89
variabel independen berupa
tabungan, giro
dan
kredit dapat
menjelaskan variabel dependen (SBI) sebesar 29.1% dan sisanya 70.9% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian.
d.
Analisis Regresi Berganda Berdasarkan analisis hasil penelitian didapatkan satu variabel independen yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kredit, dan satu variabel independen yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap SBI, yaitu deposito yang berpengaruh signifikan terhadap kredit, dan giro yang berpengaruh signifikan terhadap SBI. Hasil persamaan regresi sebagai berikut: a. Hasil persamaan regresi untuk Y 1= Kredit.
Ri = -0.465 + 0.839 deposito
Berdasarkan persamaan regresi diatas, nilai konstanta menyatakan bahwa, jika variabel independen bernilai nol maka Ri (kredit) adalah bernilai -0.465 atau apabila tidak ada pengaruh atau perubahan variabel yang terdiri dari tabungan, atau jika X1 = 0, maka nilai variabel dependen yaitu kredit (Y) adalah sebesar -0.465. Koefisien deposito bertanda positif sebesar 0.000, artinya jika deposito naik sebesar 1 rupiah maka akan menimbulkan kenaikan kredit sebesar 0.000% dengan asumsi variabel lain diabaikan dan
90
konstan. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa deposito berpengaruh positif terhadap kredit, artinya semakin tinggi kenaikan nilai deposito maka semakin besar nilai kredit yang akan disalurkan oleh bank kepada nasabah. b. Hasil persamaan regresi untuk Y 2= SBI.
Ri = -0.352+ 0.978 giro
Berdasarkan persamaan regresi diatas, nilai konstanta menyatakan bahwa, jika variabel independen bernilai nol maka Ri (SBI) adalah bernilai -0.352 atau apabila tidak ada pengaruh atau perubahan variabel yang terdiri dari giro, atau jika X1 = 0, maka nilai variabel dependen yaitu SBI (Y) adalah sebesar -0.352. Koefisien giro bertanda positif sebesar 0.024, artinya jika giro naik sebesar 1 rupiah maka akan menimbulkan kenaikan kredit sebesar 0.024% dengan asumsi variabel lain diabaikan dan konstan. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa giro berpengaruh positif terhadap SBI, artinya semakin tinggi kenaikan nilai giro maka semakin besar nilai SBI yang akan disalurkan oleh bank.
91
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A.
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis pengaruh variabel independen (tabungan, giro dan deposito) terhadap variabel dependen (Kredit dan SBI) adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil uji-F secara simultan dapat diketahui bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel independen (tabungan, giro dan deposito) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Kredit).
2. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa secara parsial variabel tabungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kredit. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa secara parsial variabel giro tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kredit. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa secara parsial variabel deposito deposito berpengaruh secara signifikan terhadap kredit. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel tabungan dan giro tidak berpengaruh terhadap Y 1=Kredit dan variabel deposito berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah Y 1=Kredit.
92
3. Dari hasil uji-F secara simultan atau bersama-sama dapat diketahui bahwa variabel independen
(tabungan,
giro
dan deposito)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (SBI).
4. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa secara parsial variabel tabungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap SBI. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa secara parsial variabel giro berpengaruh secara signifikan terhadap SBI. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa secara parsial variabel deposito tidak berpengaruh secara signifikan terhadap SBI. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel tabungan dan giro tidak berpengaruh terhadap Y 2=SBI dan variabel deposito berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah Y2=SBI.
B.
Implikasi Berdasarkan analisa dan hasil penelitian ini, peneliti yakin hasil ini masih jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT, maka saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya agar hasil penelitian menjadi lebih baik adalah sebagai berikut:
93
1.
Penelitian ini menggunakan variabel
tabungan, giro dan deposito
untuk menjelaskan pengaruh terhadap jumlah Kredit dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk mengganti atau melengkapi variabel yang akan diuji, sehingga dapat diperoleh variabel yang mempunyai pengaruh signifikan lagi terhadap jumlah Kredit dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan diperoleh model yang tepat tentang pengaruh dana pihak ketiga terhadap Kredit dan SBI.
2.
Perbanyak jumlah sampel dan perpanjangan tahun penelitian yang akan anda lakukan, karena semakin banyak sampel akan memberikan hasil yang lebih baik dan akurat.
94