POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
September 2011
ANALISIS PENERAPAN SELF ASSESMENT SYSTEM DALAM PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA Legowo Dwi Resihono Akuntansi, Politeknik Pratama Mulia , Surakarta 57149, Indonesia
ABSTRACT Tax is one of the largest contributions in State revenue, for the government to make efforts to optimize revenue through the tax state. Performance of government began to issue tax collections, the interesting one here which includes income countries is the tax of Land and Buildings Owner (BPHTB) where the collection based on the self assessment tax system that is required to perform the calculation, payment, and reporting the tax debt itself. Purpose of this study is to investigate and analyze the implementation of self assessment in voting sytem BPHTB in the Tax Office (KPP) Pratama Surakarta. The research data used are primary data and secondary data collection methods: observation, interviews, and bibliography. While the analysis using qualitative data analysis and quantitative data analysis. Based on the analysis conducted is known writer in the implementation of self assessment system at KPP Pratama that BPHTB collection in Surakarta not fully operate as laws and regulations. The distribution of the requirement on the duty for paying BPHTB, ussing SSB to the state treasury through the designated place of payment, before the signing of acquisition have been fullfilled. In collecting BPHTB in Surakarta there are problem is the lack of knowledge about tax BPHTB it self, the short of forewarning letter of tax liability (SPPT), the will of escaping from paying the tax, or the citizens don’t submit the third sheet of SSB at KPP Pratama Surakarta. It is recommended to the related institusi, whice are involved in the Self Assessment System of BPHTB collection to aware and remind the socities of paying the taxes, as their practicipation in the national development. Keyword : Self Assesment Sytem, BPHTB
Analisis Penerapan Self…
23
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
PENDAHULUAN Negara untuk tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi ekonomi yang ada, maka dalam pemerintahannya harus mengupayakan semua potensi pendapatan yang ada. Kontribusi terbesar dalam pendapatan negara adalah pajak, untuk itu pemerintah melakukan upaya– upaya mengoptimalkan pendapatan negara melalui pajak tersebut. Penerimaan dari sektor pajak terbesar merupakan pajak penghasilan, dilihat dari segi penerimaan. Pajak Penghasilan dapat membantu negara dalam membiayai pengeluaran, namun tidak semua orang dapat dikenakan PPh. Pajak Penghasilan hanya dapat dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang telah berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pelaksanaan pemungutan PPh oleh pemerintah dirasa belum optimal karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kewajiban membayar pajak. Kinerja pemerintah mulai diefisienkan untuk permasalahan pemungutan pajak, salah satu yang menarik di sini yakni termasuk pendapatan negara adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Subjek BPHTB adalah orang Analisis Penerapan Self…
September 2011
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan berkewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan ini meliputi jual beli, tukar–menukar, warisan, hadiah dan sebagainya yang telah diatur dalam perundang– undangan perpajakan. Hak atas tanah maupun bangunan merupakan hak milik orang pribadi atau badan usaha. Perhitungan BPHTB tersebut terdapat Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sebagai pengurang Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sedangkan tarif BPHTB 5 % dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Sistem yang baik harus diterapkan dalam pemungutan pajak supaya diperoleh hasil yang optimal. Pemungutan pajak di Indonesia menganut tiga sistem : 1. Official Assesment System 2. Self Assesment System 3. Withholding System. ( Waluyo : 2006 ; 17 ) Self Assesment System ini diterapkan pada sistem pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), serta 24
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) & Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pelaksanaan sistem yang baik akan dapat meningkatkan pendapatan karena semuanya dilakukan sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Penggunaan sistem self assesment menuntut wajib pajak untuk aktif dalam melaksanakan kewajiban maupun hak perpajakannya. Pembahasan masalah di atas menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapanya sistem self assesment tersebut pada para subjek BPHTB dalam melaksanakan kewajiban membayar BPHTB di kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Sejalan dengan hal tersebut diatas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerapan sistem self assesment dalam pemungutan BPHTB di KPP Pratama Surakarta? 2. Apa hambatan – hambatan yang dihadapi dalam penerapan sistem self assesment untuk BPHTB di KPP Pratama Surakarta? 3. Apa saja upaya yang dilakukan untuk mengatasi Analisis Penerapan Self…
September 2011
hambatan – hambatan dalam penerapan self assesment system untuk BPHTB di KPP Pratama Surakarta? TUJUAN PENELITIAN Mengetahui dan melakukan analisis terhadap metode self assesment yang diterapkan pada pemungutan BPHTB di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Mengetahui penerapan metode self assesment telah sesuai dalam pemungutan BPHTB pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Sebagai tambahan informasi dan masukan untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para pembaca yang ingin melakukan penelitian mengenai perpajakan secara umum dan juga mengenai penerapan sistem self assesment terhadap BPHTB. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), bahwa yang dimaksud dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak
25
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang harus dibayar sebagai akibat dari diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. Perolehan Hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan beserta bangunan diatasnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan ketentuan perundangundangan lainnya. Sebagai obyek BPHTB yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi: 1. Peralihan Hak Pemindahan hak disebabkan oleh peristiwa hukum jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan Analisis Penerapan Self…
September 2011
pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah. 2. Pemberian Hak Baru, meliputi: a. Kelanjutan dari pelepasan hak. b. Di luar pelepasan hak. Menurut ketentuan pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 menyebutkan adanya: 1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP). 2) Nilai Perolehan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam hal : ♦ Jual-beli adalah harga transaksi; ♦ Tukar-menukar adalah nilai pasar; ♦ Hibah adalah nilai pasar; ♦ Hibah wasiat adalah nilai pasar; ♦ Waris adalah nilai pasar; ♦ Pemasukan dalam perseroan atau badan huikum lainnya adalah nilai pasar;
26
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
♦ Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar; ♦ Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar; ♦ Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar; ♦ Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar; ♦ Penggabungan usaha adalah nilai pasar; ♦ Peleburan usaha adalah nilai pasar; ♦ Pemekaran usaha adalah nilai pasar; ♦ Hadiah adalah nilai pasar; ♦ Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. Apabila Nilai Perolehan Obyek pajak sebagaimana dimaksud tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak, yang digunakan adalah Nilai Jual Obyek Pajak PBB pada tahun terjadinya perolehan. Menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Analisis Penerapan Self…
September 2011
Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah bahwa setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Demikian juga ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 21Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, bahwa wajib Pajak diwajibkan untuk membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Kedua Pasal tersebut di atas sebagai dasar hukum pelaksanaan Self Assessment System dalam pemungutan BPHTB. Hal ini didukung dengan apa yang termuat dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2000 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 1977 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang berbunyi: “Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak 27
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
atas Tanah dan Bangunan (SSB) dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya surat ketetapan pajak”. (BPHTB Pasal 10 ayat 1 ) Prinsip yang dianut dalam Undang-Undang BPHTB adalah: a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem self asssessment yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya. b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). c. Agar pelaksanaan UndangUndang BPHTB dapat berleku secara efektif, maka baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabatpejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan kepada BPHTB
September 2011
pemerintah daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah. e. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan diluar ketentuan ini tidak diperkenankan. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB adalah NPOP. Dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, disebutkan bahwa apabila Nilai Perolehan Obyek Pajak lebih rendah dari Nilai Jual Obyek Pajak, maka yang digunakan dalam pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan. Dan apabila Nilai Jual Obyek Pajak belum diketahui, besarnya Nilai Jual Obyek Pajak ditetapkan oleh Menteri. Cara menghitung BPHTB adalah sebagai berikut:
= Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak x Tarif = (NPOP – NPOP TKP) x 5%
Analisis Penerapan Self…
28
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
Sedangkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 mengatur mengenai besarnya Nilai Pertolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60.000.000,00,(Enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena warisan atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Dan dalam ayat (2) memuat bahwa ketentuan Nilai Perolehan Obyak Pajak Tidak Kena Pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. GAMBARAN TEMPAT PENELITIAN Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta sampai saat ini dengan wilayah kerja meliputi 5 (lima) kecamatan yaitu : Laweyan, Jebres, Serengan, Pasar Kliwon dan Banjarsari. Lokasi KPP Pratama Surakarta terletak di jalan Kyai Haji Agus Salim Nomor 1 Surakarta 57147, telepon (0271) 717522/718400/720821, faximile Analisis Penerapan Self…
September 2011
(0271) 728436, Homepage DJP : www.pajak.go.id. Kantor Pelayanan Pajak Surakarta dilengkapi dengan: a. Poliklinik yang dibuka setiap hari Senin dan Kamis, dilayani oleh 1 (satu) orang dokter dan 1 (satu) orang tenaga paramedis. b. Lapangan tenis out-door di halaman belakang kantor sebagai sarana olahraga karywan/wati. c. Koperasi Pegawai Negeri guna membantu kesejahteraan dan kebutuhan para pegawai dengan nama KPN Direktorat Jendral Pajak Surakarta ”Berseri T.P” yang menyelenggarakan kegiatan simpan pinjam dengan anggota karyawan/wati KPP Pratama Surakarta dan Kanwil DJP Jawa Tengah II. d. Mushola yang teletak di belakang kantor sebagai sarana tempat ibadah bagi para pegawai. e. Kantin yang ada di belakang kantor dan tempat fotocopy yang dikelola oleh pihak luar dengan menyewa tempat di kantor. Jabatan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta: - Kepala Kantor - Kelompok Jabatan Fungsional - Sub bag Umum 29
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
- Sie Waskon III - Sie Ekstensifikasi - Sie Waskon IV - Sie PDI - Sie Pemeriksaan - Sie Pelayanan - Sie Penagihan - Sie Waskon I - Sie Waskon II ANALISIS DATA Pembahasan permasalahan yang dilakukan oleh penulis adalah tentang penerapan sistem self assesment dalam pemungutan BPHTB di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, serta mengetahui penerapan sistem self assesment untuk BPHTB di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta telah sesuai dengan peraturan perpajakan. Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pada pelaksanaan self assessment system sebagai salah satu sistem pemungutan pajak yang memiliki ciri tersendiri yaitu wewenang menentukan besar pajak ada pada wajib pajak sendiri. Sehingga wajib pajak dituntut berperan serta dalam penghitungan, pembayaran serta pelaporan. Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas peralihan hak yang dipilih sebagai obyek penelitian adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dengan obyek Analisis Penerapan Self…
September 2011
pemindahan hak yang disebabkan oleh perbuatan hukum jual-beli. Pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Surakarta, dalam memenuhi kewajibannya yaitu membayar kepada kas negara dengan melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi, bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan sistem pelayanan on line. Sedangkan pembayarannya dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang harus dibayar sebagai akibat dari diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. Perolehan Hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan yang nilai perolehannya di atas Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). 30
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOP TKP) Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB, ditetapkan bahwa NPOPTKP Kota Surakarta adalah sebesar Rp. 20.000.000 (dua puluh juta
September 2011
rupiah), sedangkan untuk peristiwa hukum pewarisan NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 175.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) Sehingga rumus penghitungannya adalah sebagai berikut :
BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x 5% = (NPOP – Rp.20.000.000) x 5% ( Sumber : KPP Pratama Surakarta)\
Contoh : 1. Pada tanggal 1 Februari 2009, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak di Kota Surakarta dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp. 50.000.000,Apabila NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 20.000.000,maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah : 5% x (50.000.00020.000.000) = Rp. 1.500.000,2. Pada tanggal 1 Maret 2010 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Surakarta dengan harga perolehan sebesar Rp. 500.000.000,Berdasarkan data SPPT Analisis Penerapan Self…
PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp. 20.000.000,maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali tersebut adalah: 5% x (600.000.000 20.000.000) = Rp. 29.000.000,-
-
Dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dengan sistem self assessment di Kota Surakarta belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Ketentuan mengenai dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak, sebagaimana disebutkan didalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, di Kota 31
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
Surakarta untuk menggunakan Nilai Perolehan Obyek Pajak yang sebenarnya sebagai dasar penghitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan belum bisa diterapkan. Kecenderungan adanya upaya menghindari pajak adalah merupakan faktor pendorong wajib pajak untuk memberikan keterangan mengenai Nilai Perolehan Obyek Pajak yang tidak sesuai dengan nilai perolehan sebenarnya. Sehingga dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dipakai oleh PPAT/Notaris adalah keterangan dari para pihak, dengan mengacu pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Pembayaran dilakukan dengan menggunakan formulir Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan . (SSB) yang terdiri dari 5 (lima) rangkap yang disediakan oleh Kantor Pelayanan Pajak
Analisis Penerapan Self…
September 2011
Pratama Surakarta. Sebagai bukti telah disetornya pajak terutang, wajib pajak akan menerima bukti setoran berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) lembar pertama, ketiga dan lembar kelima. Dari ketiga lembar bukti setoran tersebut, lembar pertama untuk wajib pajak sendiri, sedangkan lembar ketiga digunakan untuk melaporkan terjadinya peralihan hak ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dan masih harus dilengkapi dengan fotokopi Sertipikat, identitas diri dan keterangan dari kelurahan mengenai obyek pajak. Sedangkan lembar kelima untuk pengajuan permohonan pendaftaran peralihan hak di Kantor Pertanahan. Adapun lembar kedua dan keempat untuk bank, dimana lembar kedua tersebut selanjutnya disampaikan ke KPP Pratama melalui bank dan lembar keempat untuk bank sebagai tempat pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
32
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
September 2011
Tabel 1. Penerimaan BPHTB Kota Surakarta Tahun 2006 S/d 2010 NO
Tahun
Anggaran/Target
1 2 3 4 5
2006 2007 2008 2009 2010
Rp. 26.738.357.000 Rp. 27.293.000.000 Rp. 25.655.376.000 Rp. 35.464.470.000 Rp. 42.753.393.214
Realisasi sampai dengan Desember
Persen (%)
Rp. 13.656.104.000 Rp. 21.802.606.000 Rp. 30.366.526.176 Rp. 39.568.136.752 Rp. 43.688.716.095 Rata - rata
51,07% 79,88% 118,36% 111,57% 102,19% 92,62 %
(Sumber : KPP Pratama Surakarta)
Berdasarkan data diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Surakarta pada 5 ( lima ) tahun terakhir yaitu pada tahun 2006 dan 2007 realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak mencapai anggaran atau anggaran lebih besar ditetapkan daripada realisasiny. Pada tahun 2008, 2009 dan 2010 penerimaan lebih besar dari anggaran yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), namun penerimaan yang signifikan tejadi pada tahun 2008 selisih terbesar antara anggaran dan realisasi sebesar Rp. 4.711.150.176 (empat miliar tujuh ratus sebelas juta seratus lima puluh ribu seratus tujuh puluh enam rupiah).
Analisis Penerapan Self…
Ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi dalam penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kota Surakarta antara lain adalah: 1. Jumlah peralihan hak atas tanah dan bangunan yang diikuti dengan pengajuan permohonan pendaftaran peralihan hak ke Kantor Pertanahan; 2. Nilai Jual Obyek Pajak yang tercantum di dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB); 3. Kesepakatan para pihak mengenai harga yang dipakai sebagai dasarpenghitungan Bea. Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dari penelitian yang penulis lakukan diperoleh data mengenai
33
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
hambatan yang dihadapi di lapangan, adalah : 1. Ketidaktahuan wajib pajak tentang Bea Perolehan Hah atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Mereka baru mengetahuinya setelah akan melakukan peralihan hak dan mendapatkan penjelasan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris. 2. Upaya menghindari pajak juga merupakan kendala yang sangat umum terjadi, yaitu apabila harga pasar atau nilai transaksi lebih tinggi dari Nilai Jual Obyek Pajak, mereka akan menyampaikan bahwa harga transaksi sesuai dengan NJOP. Demikian juga apabila Nilai Perolehan Obyek Pajak lebih rendah dari Nilai Jual Obyek Pajak, masyarakat akan berusaha menghindarinya. Sehingga dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak lagi Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP), melainkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). 3. Adanya wajib pajak yang tidak melaporkan perbuatan hukum yang mengakibatkan peralihan hak, ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, dengan menyampaikan Surat Setoran Bea Perolehan Hak dan Analisis Penerapan Self…
September 2011
Bangunan (SSB) lembar ketiga. Berdasarkan hambatanhambatan yang timbul sebagaimana tersebut di atas, dapat digambarkan bahwa dalam pelaksanaan self assessment system dalam pemungutan BPHTB di Kota Surakarta telah dilakukan beberapa upaya dalam menghadapi hambatan dimaksud antara lain: a. Dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta mengadakan sosialisasi ke Kecamatan yang dihadiri oleh Kepala Desa yang ada di wilayah kecamatan tersebut, dengan harapan untuk disampaikan kepada warga masyarakat di desanya. b. Menindak lanjuti dengan mengirimkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) kepada wajib pajak, apabila ada jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. PENUTUP 1. Kesimpulan 1. Pelaksanaan self assessment system dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan belum sepenuhnya berjalan 34
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Masyarakat masih kurang memahami tentang sistem self assessment meskipun hal ini dapat diatasi dengan penjelesan dan bimbingan PPAT/Notaris pada saat terjadinya transaksi jual beli dihadapannPPAT/Notaris. 3. Adanya kecenderungan menghindari pajak mengakibatkan wajib pajak menyampaikan Nilai Perolehan Obyek Pajak tidak yang sebenarnya. Sehingga dasar pengenaan pajak beralih ke Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). 2. Saran Upaya-upaya yang diharapkan dapat dilaksanakan dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan sistem self assessment dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya syarat atau keharusan untuk cek Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta sebelum transaksi jual beli dilakukan, seperti halnya adanya syarat cek sertifikat ke Kantor Analisis Penerapan Self…
September 2011
Pertanahan sebelum penandatanganan akta jual beli. Hal ini dimaksudkan untuk mencocokkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dengan obyek pajak bahwa data yang tercantum dalam SPPT tersebut adalah data atas obyek pajak yang dimaksud, hal ini dimaksudkan untuk menghindari penggunaan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas obyek pajak yang lain dan sekaligus berfungsi sebagai laporan dari wajib pajak, sehingga secara bertahap tertib administrasi dapat terwujud dan memperkecil kemungkinan wajib pajak tidak memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). 2. Perlu koordinasi pihakpihak terkait pada Pelaksanaan Self Assessment System dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang dalam hal ini adalah PPAT/Notaris, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dan Kantor Pertanahan, untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya pembayaran pajak dan peran sertanya 35
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 2
menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pembangunan daerah melalui pembayaran pajak sehingga dengan demikian penerimaan daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan semakin meningkat. DAFTAR PUSTAKA Fidel, Konsultan Pajak dan Wajib Pajak, Jakarta : AMPARO’S Publishing, 2007. Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Yogyakarta : Penerbit Andi, 2009. Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputuran Direktur Jendral Pajak di Bidang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena warisan dan hibah wasiat; Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena Pemberian Hak Pengelolaan; Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak;
Analisis Penerapan Self…
September 2011
Resmi Siti, Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 2, Jakarta : Salemba Empat, 2006. Siahaan Marihot P, Utang Pajak Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004. Standart Operation Prosedur Direktorat Jendral Pajak Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Waluyo, Perpajakan Indonesia, Edisi 6, Jakarta : Salemba Empat, 2006.
36