ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone +62.21 534 5830 - +62.21 535 0660 Fax +62.21 530 0244
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah PT SM Anugrah Raya Tama telah benar memenuhi kewajiban perpajakan-nya dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang belaku saat ini. PT SM Anugrah Raya Tama adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan serta pendistribusian suku cadang alat-alat berat. Dan berdasarkan peraturan perpajakan, perusahaan mempunyai berbagai kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi, yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21, 23, 25 dan Pajak Pertambahan Nilai. Penelitian ini menggunakan data primer berupa lampiran SPT Masa, SPT Tahunan, Faktur Pajak, Surat Setoran Pajak dan laporan laba rugi yang diperoleh dari bagian perpajakan PT SM Anugrah Raya Tama. Selain itu penulis juga melakukan wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait guna mendapatkan informasi yang lengkap. Dari data yang diperoleh dilakukan review terhadap cara perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan perpajakan yang telah dilakukan oleh perusahaan, terutama pada bagian tahun yang terdapat perubahan peraturan dengan tahun sebelumnya. Yang dimaksud perubahan peraturan adalah perubahan terhadap peraturan Undang-Undang perpajakan yang berlaku, misalnya perubahan pada tarif yang digunakan serta perubahan batas tanggal setor dan lapor pajak yang terhutang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan kewajiban perpajakannya dengan cukup baik. Hal tersebut dilihat karena masih adanya kesalahan dalam perhitungan PPh Pasal 21, pemotongan PPh Pasal 23, serta keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan pajak terhutang. Hasil penelitian ini juga menyarankan apabila perusahaan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan, perusahaan dapat terhindar dari risiko sanksi yang lebih besar, yang nantinya dapat mengganggu likuiditas laporan perusahaan. Kata Kunci
: Analisis, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai.
1
PENDAHULUAN Dalam perkembangan jaman sekarang ini, pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Kemandirian suatu bangsa dapat diukur dari kemampuan bangsa tersebut untuk melaksanakan dan membiayai pembangunannya sendiri. Dan salah satu sumber pembiayaan pembangunan tersebut adalah berasal dari penerimaan pajak negara. Membayar dan melaporkan penghasilan yang dikenai pajak adalah bentuk perwujudan nasionalis masyarakat terhadap pembangunan. Di Indonesia, sistem perpajakannya menganut sistem self assessment, yaitu wajib pajak diberi tanggung jawab secara pribadi untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Kewajiban perpajakan tersebut harus dipenuhi oleh wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan. Bagi masyarakat yang memiliki usaha, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan merupakan pajak yang erat kaitannya dengan usaha mereka. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang terjadi atas penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak di daerah pabedan yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Sedangkan Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada objek pajak atas penghasilannya. Pajak Penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. PT SM Anugrah Raya Tama merupakan perusahaan yang memfokuskan diri bergerak di bidang penjualan dan distribusi suku cadang (sparepart) untuk alat atau kendaraan berat. Perusahaan ini masih tergolong baru dalam statusnya sebagai Perseroan Terbatas (PT) karena sebelum berbentuk perseroan, perusahaan ini masih berupa toko. Dengan masih barunya perusahaan ini berbentuk Perseroan Terbatas, maka akan timbul banyak masalah baik dalam perhitungan, pemotongan, penyetoran atau pun pelaporan pajaknya. Hal inilah yang menurut peneliti menarik untuk dijadikan objek penelitian. Berdasarkan peraturan perpajakan, perusahaan mempunyai berbagai kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi, yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21, 23, 25 dan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan menyadari pentingnya perusahaan dalam mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, maka perlu diadakan evaluasi terhadap proses perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan kewajiban perpajakan di PT SM Anugrah Raya Tama. Hal ini penting karena dengan mengadakan analisis, peneliti dapat melihat apakah perusahaan telah melakukan kewajiban perpajakannya sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Ketidaktahuan dan kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan akan memberikan dampak negatif bagi negara, yaitu berkurangnya pemasukan negara dan kerugian bagi pihak perusahaan yaitu kerugian karena harus membayar sanksi perpajakan. Berdasarkan penjabaran-penjabaran di atas, penulis tertarik untuk dapat menganalisa kepatuhan perusahaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan ingin menguraikannya ke dalam skripsi dengan judul : “ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA”. Apabila terjadi kesalahan atau ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka penulis dapat memberikan saran atau masukan perbaikan untuk perusahaan agar tidak terjadi kesalahan di masa yang akan datang.
METODE PENELITIAN Proses penelitian yang digunakan oleh penulis adalah dengan melakukan review terhadap cara perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan kewajiban pajak perusahaan untuk mengetahui apakah wajib pajak telah memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Berdasarkan jenis dan sumber data yang diteliti, maka sumber pengumpulan data yang penulis gunakan adalah : 1. Studi Literatur (library research) Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi literatur. Proses ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku literatur, modul, penelitian lain, dan sumber-sumber lainnya yang mempunyai hubungan erat dengan objek penelitian yang dianalis. Penelitian ini digunakan sebagai dasar kriteria dalam membahas masalah yang ditemukan pada saat penelitian lapangan. 2
2.
Studi Lapangan (Field Research) Studi lapangan merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung ke tempat objek penelitian, yang terdiri dari : a. Wawancara (Interview) Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab atau berkomunikasi langsung kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh data yang memadai. Dalam wawancara tidak lupa harus disiapkan pedoman apa yang akan ditanyakan. b. Pengamatan (Observation) Yaitu cara pengumpulan data dengan terjun dan melihat langsung ke lapangan untuk memperoleh informasi dan data yang akurat. Penulis melakukan pengamatan langsung atau melakukan observasi ke bagian akuntansi dan perpajakan PT SM Anugrah Raya Tama. c. Penghitungan kembali (reperformance) Yaitu teknik melakukan evaluasi dan penghitungan kembali atas data yang telah diperoleh dari perusahaan dan disesuaikan dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
HASIL DAN BAHASAN Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Untuk menganalisa perhitungan PPh Pasal 21 karyawan PT SM Anugrah Raya Tama, penulis melakukan pemeriksaaan pajak dengan menggunakan dua metode. Yang pertama metode langsung yaitu dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2009, 2010 dan 2011. Pemeriksaan langsung dilakukan dengan menelusuri SPT 1721 yang diperoleh dari bagian akuntansi yang kemudian dicocokkan dengan laporan laba rugi perusahaan dengan melihat buku besar dan slip gaji beberapa pegawai untuk melihat apakah gaji yang diterima pegawai sesuai dengan yang dilaporkan dalam SPT 1721. Yang kedua adalah dengan metode tidak langsung, yaitu teknik dan prosedur pemeriksaaan pajak terhadap ketaatan perpajakan untuk mengetahui kebenaran jumlah SPT dan kebenaran jumlah Penghasilan Kena Pajak (PTKP) di dalam SPT tersebut. Dalam penelitian ini, metode tidak langsung banyak digunakan untuk mencari status pegawai, yaitu status kedudukan atau jabatan pegawai, kawin atau tidak kawin dan jumlah tanggungan pegawai. Setelah dilakukan analisis terhadap perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhutang pegawai PT SM Anugrah Raya Tama, maka penulis menemukan bahwa perusahaan belum melakukan perhitungan dan pemotongan pajak secara benar dan akurat, sehingga muncul selisih antara perhitungan sebelum dan sesudah dilakukan analisis. Berikut lampirannya : Tabel IV.1.8 Selisih PPh Pasal 21 Tahun 2009, 2010, 2011 Sebelum dan Setelah Analisis Keterangan PPh Pasal 21 yang harus disetor sebelum analisis PPh Pasal 21 yang harus disetor setelah analisis Selisih PPh Pasal 21 yang masih harus disetor
2009 13.101.000 13.497.000 (396.000)
2010 17.485.900 18.073.700 (587.800)
2011 21.881.700 21.749.700 132.000
Dilihat dari selisih PPh 21 yang masih harus disetor diatas, terdapat kenaikan jumlah pajak yang kurang dibayar. PT SM Anugrah Raya Tama mempunyai kurang bayar atas PPh Pasal 21 pada tahun 2009 sebesar Rp 396.000,- dan pada tahun 2010 sebesar Rp 587.800,- sehingga atas kekurangan tersebut harus disetorkan ke Negara dengan melakukan pembetulan terhadap SPT 1721. Analisis Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dalam penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh PT SM Anugrah Raya Tama selama 3 (tiga) tahun terakhir, hanya terjadi keterlambatan 1 (satu) kali di tahun 2009 yaitu untuk masa pajak bulan Juli. Hal tersebut dikarenakan pada saat bagian keuangan perusahaan ingin melakukan pembayaran di hari terakhir batas penyetoran di bank, bank tersebut offline karena terdapat masalah pada sistem. Sehingga semua pembayaran pajak baru dapat dilakukan setelah keesokan harinya. Sedangkan untuk 3
pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak, PT SM Anugrah Raya Tama telah melaksanakannya dengan sangat baik. Terbukti dalam 3 (tiga) tahun tersebut, pelaporan PPh Pasal 21 tidak pernah ada yang terlambat. Atas keterlambatan penyetoran PPh Pasal 21 diatas, perusahaan akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang terhutang, yaitu sebesar 2% x Rp. 1.042.300,- = Rp. 20.846,Hasil Temuan Lain pada Pajak Penghasilan Pasal 21 Dari hasil pengamatan, penulis menemukan masih ada objek pajak yang belum dipotong PPh Pasal 21 oleh perusahaan dengan alasan perusahaan salah memotong. Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, perusahaan sudah mengelompokkan objek pajak tersebut ke dalam PPh Pasal 23, tetapi berdasarkan hasil analisis ternyata objek pajak tersebut harus dikelompokkan sebagai objek PPh Pasal 21. Objek pajak yang dimaksud tersebut adalah karyawan yang bekerja sebagai konsultan akuntansi di PT SM Anugrah Raya Tama. Asumsi perusahaan mengelompokkan jasa konsultan ini ke dalam kelompok pegawai tidak tetap dan mempunyai status (K/3), maka estimasi besarnya kewajiban perpajakan yang masih harus dibayar perusahaan atas akun ini adalah sebagai berikut : Keterangan Penghasilan Bruto PENGURANG Biaya Jabatan Jumlah Pengurang Penghitungan PPH PASAL 21 Penghasilan Neto -/- PTKP WP Sendiri Tambahan Kawin Tanggungan 3 anak Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun PPh Pasal 21 Terutang Sanksi bunga 2% per bulan (max 24 bulan) Jumlah Estimasi Kewajiban Perpajakan
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
21.359.250
35.737.450
38.682.104
1.067.962 1.067.962
1.786.872 1.786.872
1.934.105 1.934.105
20.291.288
33.950.578
36.747.999
15.840.000 1.320.000
15.840.000 1.320.000
15.840.000 1.320.000
3.960.000 21.120.000 -
3.960.000 21.120.000 12.830.578 320.764 153.966 474.730
3.960.000 21.120.000 15.627.999 390.670 187.521 578.191
Analisis Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Untuk menganalisa proses perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 pada perusahaan, penulis melakukan pengecekan terhadap semua jasa yang seharusnya menjadi objek PPh Pasal 23 apakah sudah benar dipotong semuanya oleh perusahaan. Selain itu, penulis juga melakukan pengecekan terhadap penentuan tarif untuk setiap jenis biaya yang dipotong atau dipungut PPh Pasal 23 apakah sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan hasil analisa, penulis menemukan adanya beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT SM Anugrah Raya Tama selama tahun 2009, 2010 dan 2011. Masalah tersebut yaitu : 1. Adanya PPh Pasal 23 yang kurang bayar pada tahun 2009 yang disetor dan dilaporkan pada tahun 2010. Setelah perusahaan melakukan pembetulan sendiri atas PPh Pasal 23 yang telah dibayar dan dilakukan pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, terjadi kurang bayar PPh Pasal 23 Masa Agustus 2009 sebesar Rp 84.853,- atas transaksi sewa peralatan kerja (mesin fotocopy) dengan Nomor Bukti Pemotongan 651/PPH23/IV/2009 yang dilaksanakan oleh PT Berdikari. Permasalahan tersebut mengakibatkan jumlah pajak yang harus disetor ke kas negara menjadi lebih kecil daripada jumlah pajak yang seharusnya terutang. Karena hal tersebut negara mengalami kerugian, sehingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Karena kesalahan tersebut maka perusahaan dikenakan sanksi administrasi berdasarkan Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 berupa bunga sebesar 2% per bulan (maksimum 24 bulan), yaitu sebesar 2% x Rp. 84.853,- x 7 bulan = Rp. 11.880,-. Dan karena perusahaan telat melapor setelah tanggal jatuh tempo yaitu tanggal 30 Maret 2010, perusahaan juga dikenakan denda sebesar Rp 100.000,-. 2.
Adanya kesalahan dalam pengelompokkan wajib pajak orang pribadi. 4
PT SM Anugrah Raya Tama telah mengelompokkan akun biaya jasa konsultan ke dalam kelompok jasa yang dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 2% (asumsi punya NPWP). Tetapi berdasarkan hasil dari analisis yang dilakukan, atas biaya jasa konsultan merupakan wajib pajak orang pribadi yang seharusnya dikelompokkan sebagai objek PPh Pasal 21 dengan tarif 2,5% (asumsi punya NPWP) untuk biaya jasa konsultan. Karena kesalahan tersebut, maka perusahaan mengalami kelebihan potong PPh Pasal 23 atas jasa sebesar Rp 1.915.576,-. Analisis Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Selama ini PT SM Anugrah Raya Tama telah berusaha untuk sedapat mungkin mematuhi seluruh kewajibannya sebagai wajib pajak dan pemotong dengan cara membayarkan ke KPP dimana PT SM Anugrah Raya Tama terdaftar dengan tepat waktu, yaitu pada tanggal 10 setiap bulannya. Selain itu perusahaan juga harrus menyampaikan SPT Masa paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir setiap bulannya. Dilihat dari data penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada tabel IV.2.5, IV.2.6 dan IV.2.7, PT SM Anugrah Raya Tama telah melakukannya dengan cukup baik. Hal tersebut dilihat karena dalam pelaporan tidak terjadi keterlambatan sama sekali dan untuk penyetoran hanya terjadi 1 (satu) kali keterlambatan yaitu pada masa pajak bulan Juli 2009. Keterlambatan tersebut dikarenakan pada saat bagian keuangan perusahaan ingin melakukan pembayaran di hari terakhir batas penyetoran di bank, bank tersebut offline karena terdapat masalah pada sistem. Sehingga semua pembayaran pajak baru dapat dilakukan keesokan harinya. Akibat keterlambatan dalam penyetoran tersebut, perusahaan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari jumlah pajak yang terhutang yaitu sebesar 2% x Rp. 113.580,- = Rp. 2.271,-
Analisis Perhitungan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 Selama tiga tahun terakhir (2009-2011), perusahaan telah melakukan perhitungan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan sangat baik. Terbukti tidak ditemukan kesalahan terhadap hasil perhitungan dan keterlambatan dalam penyetoran yang dilakukan oleh perusahaan.
Analisis Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang setiap bulannya harus disetor selambat-lambatnya pada tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, penyetoran Pajak Pertambahan Nilai paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa disampaikan. Dari setiap penjabaran penyetoran Pajak Pertambahan Nilai pada tabel IV.4.1, IV.4.2 dan IV.4.3, dapat dilihat bahwa selama ketiga tahun tersebut, PT SM Anugrah Raya Tama mengalami 2 (dua) kali keterlambatan dalam penyetoran yaitu pada masa pajak bulan Mei dan Agustus 2009. Karena keterlambatan tersebut, perusahaan harus membayar sanksi administrasi berupa bunga 2%, yaitu untuk bulan Juni 2009 sebesar Rp 541.195,- dan untuk bulan Agustus sebesar Rp 616.845,- yang diperoleh dari : Tabel IV.4.4 PPN Terlambar Setor pada Tahun 2009 Jumlah PPN yang terhutang 27.059.738 30.842.250
Masa Pajak
Batas Setor
Tanggal Setor
Sanksi
Mei 2009 Agustus 2009
15-Juni-09 15-Sep-09
23-Juni-09 23-Sep-09
2% x 27.059.738 = 541.195 2% x 30.842.250 = 616.845
Saat diwawancara, perusahaan memberikan alasan keterlambatan dalam penyetoran Pajak Pertambahan Nilai di bulan Mei 2009 dikarenakan staff perpajakan di perusahaan sedang izin dalam beberapa minggu pada waktu tersebut dengan alasan urusan keluarga. Hal tersebut mengakibatkan tidak ada yang dapat mengurus Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan untuk keterlambatan di bulan Agustus dikarenakan staff yang
5
bertugas untuk menyetor di hari tersebut lupa bahwa dia harus menyetor di tanggal dan hari yang sudah ditentukan. Analisis Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dilakukan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, penyetoran Pajak Pertambahan Nilai paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Dari setiap penjabaran pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada tabel IV.4.5, IV.4.6 dan IV.4.7, dapat dilihat bahwa selama ketiga tahun tersebut, PT SM Anugrah Raya Tama mengalami 1 (satu) kali keterlambatan dalam melakukan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu pada masa pajak Mei 2009. Ketika ditanya mengenai alasan keterlambatan ini, perusahaan memberikan alasan yang sama disaat mereka juga melakukan keterlambatan dalam penyetoran di bulan Mei, yaitu staff perpajakan mereka sedang izin dalam beberapa minggu dengan alasan urusan keluarga, sehingga pada bulan tersebut tidak ada yang dapat mengurus Pajak Pertambahan Nilai di perusahaan. Karena keterlambatan tersebut, perusahaan wajib melakukan pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,- dan semua sanksi administrasi perpajakan perusahaaan akan ditagih oleh pihak fiskus dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Ekualisasi Pajak Pertambahan Nilai Timbulnya ekualisasi Pajak Pertambahan Nilai dikarenakan adanya perbedaan waktu dalam pembuatan faktur pajak standar dengan pengakuan penghasilan dalam pembukuan. Hal tersebut menyebabkan saldo akhir bulan PPN yang terhutang menurut buku besar akan berbeda dengan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Perbedaan ini setiap bulannya harus dilakukan rekonsiliasi atau menurut fiskus lebih dikenal dengan istilah Ekualisasi Pajak Pertambahan Nilai. Berikut akan ditampilkan lampiran perbandingan antara omset laporan perusahaan dengan omset SPT Masa PPN tahun 2009 : Tabel IV.4.8 Omset Perusahaan Berbanding Faktur Pajak PPN Tahun 2009 Masa Pajak Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Omset Laporan Perusahaan 27.580.000 203.985.000 87.286.300 211.278.000 276.025.000 338.154.000 297.594.700 308.723.000 143.672.000 109.233.000 92.110.600 403.470.000 2.499.111.600
Omset SPT Masa PPN 27.580.000 203.985.000 83.254.700 215.309.600 276.025.000 327.352.000 302.956.700 314.163.000 143.672.000 108.726.500 90.149.500 405.937.600 2.499.111.600
Pajak Keluaran 2.758.000 20.398.500 8.325.470 21.530.960 27.602.500 32.735.200 30.295.670 31.416.300 14.367.200 10.872.650 9.014.950 40.593.760
Keterangan Cocok Cocok Tidak Cocok Tidak Cocok Cocok Tidak Cocok Tidak Cocok Tidak Cocok Cocok Tidak Cocok Tidak Cocok Tidak Cocok
Pada Ekualisasi Pajak Pertambahan Nilai yang terjadi pada tahun 2009 perusahaan telah melakukan rekonsiliasi setiap bulannya antara saldo menurut buku besar dengan saldo menurut SPT Masa PPN. Sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011, perusahaan telah menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan omset yang diterima perusahaan setiap bulannya. Tidak adanya lagi ekualisasi pada kedua tahun tersebut dipengaruhi karena adanya perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai mengenai faktur pajak. Sebelum era Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, dalam ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikenal 2 (dua) istilah faktur pajak yaitu faktur pajak standar dan faktur pajak sederhana. Tetapi dengan diterbitkannya peraturan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang baru, maka hanya dikenal istilah faktur pajak.
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan yang dilakukan terhadap PT SM Anugrah Raya Tama, penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 secara keseluruhan PT SM Anugrah Raya Tama telah melakukan perhitungan dengan cukup baik, sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Tetapi hasil dari analisa tahun 2009 sampai dengan 2011 masih terdapat beberapa masalah, yaitu: a. Perusahaan tidak melakukan pendataan ulang untuk memperoleh data terbaru dari para pegawai. Hal ini terbukti dengan ditemukannya data lama yang masih digunakan perusahaan untuk melakukan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang. b. Perusahaan kurang memperhatikan Undang-undang perpajakan yang terbaru mengenai pengenaan tarif yang dikenakan bagi wajib pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan perusahaan juga belum memahami secara penuh tentang penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas perhitungan gaji karyawan menurut Undang-undang yang berlaku. c. Perusahaan tidak melakukan perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas salah satu objek pajak yang seharusnya terhutang Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, dengan alasan perusahaan salah memotong objek pajak tersebut ke dalam PPh Pasal 23. Besarnya estimasi kewajiban perpajakan yang masih harus dipenuhi perusahaan terhadap kesalahan ini adalah Rp 474.730,- pada tahun 2010 dan Rp 578.191,- di tahun 2011. 2.
Dalam perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, PT SM Anugrah Raya Tama belum melakukannya dengan cukup baik. Hal tersebut dilihat dari kurang teliti-nya perusahaan dalam mengelompokkan wajib pajak orang pribadi ke dalam Pajak Penghasilan Pasal 23. Karena kesalahan tersebut, PT SM Anugrah Raya Tama mengalami kelebihan potong sebesar Rp 1.915.576,-. Selain itu, adanya PPh Pasal 23 yang kurang bayar pada tahun 2009 juga disebabkan karena perusahaan kurang teliti dalam mencocokan jumlah pajak yang harus dibayar dengan daftar bukti pemotongan. Akibatnya, perusahaan harus membayar sanksi administrasi sebesar Rp 96.733,- atas kesalahan ini.
3.
Untuk Pajak Pertambahan Nilai, perusahaan telah melakukan penerapan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai, baik dalam penerapan tarif maupun cara perhitungan dan pemungutannya.
4.
Perusahaan dalam melakukan penyetoran dan pelaporan Masa Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terjadi beberapa kali keterlambatan, sehingga perusahaan akan dikenakan sanksi administrasi perpajakan. Besarnya sanksi administrasi perpajakan atas keterlambatan lapor dan setor yang terjadi adalah sebesar Rp 1.681.157,-.
Saran Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan terhadap PT SM Anugrah Raya Tama, maka penulis akan memberikan saran-saran yang dapat menjadi pertimbangan dan masukan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan, yaitu : 1. Perusahaan sebaiknya dalam setiap tahun melakukan pendataan ulang terhadap data-data pegawai, sehingga tidak ada lagi kesalahan dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan perusahaan harus selalu memperbaharui pengetahuan tentang Undang-undang perpajakan, khusunya pada bagian akuntansi dan perpajakan perusahaan. 2.
Perusahaan dapat melakukan perbaikan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan akibat adanya beberapa kesalahan. Pembetulan ini disampaikan dengan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah berakhirnya tahun pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan perusahaan dari resiko sanksi yang sangat besar yang nantinya dapat mengganggu likuiditas laporan perusahaan.
7
3.
4.
Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan dan pendidikan perpajakan secara berkala kepada para staff akuntansi dan perpajakan. Hal ini dimaksudkan karena peraturan perpajakan akan selalu berubah, sehingga perusahaan harus selalu meng-update informasi-informasi perpajakan yang berlaku agar proses perpajakan di perusahaan dapat berjalan secara efektif. Perusahaan dapat melakukan perhitungan pajak sedini mungkin dan melakukan penyetoran setidaknya 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo untuk menghindari terjadinya keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan.
REFERENSI Juni (2004). Perencanaan pajak dan analisis pemenuhan kewajiban perpajakan dalam laporan keuangan menurut peraturan dan ketentuan UU perpajakan (studi kasus: PT APP). Tesis S2 Tidak Dipublikasikan, Universitas Bina Nusantara, Jakarta Manihuruk, W. (2010). Pajak Pertambahan Nilai Pokok Pokok Perubahan Sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Jakarta: Penerbit Kharisma. Mardiasmo. (2009). Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: ANDI. Ortax. (2010). Susunan Dalam Satu Naskah 9 (sembilan) Undang-Undang Perpajakan. PT. Intergral Data Prima Ortax. (n.d). Batas waktu penyetoran dan penyampaian http://www.ortax.org/ortaxmod=panduan&page=show&id=98&q=&hlm. Diakses tanggal 5 April 2012.
SPT.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Republik Indonesia Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009. Resmi, S. (2008). Perpajakan Indonesia (edisi 4). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Suandy, E. (2002). Perpajakan Dilengkapi Dengan Latihan Soal. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Surat Edaran Nomor SE-98/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Direktirat Jenderal Pajak Nomor Per44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia (edisi 10). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
RIWAYAT PENULIS Wilianto Taufik lahir di kota Jakarta pada 17 Februari 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada tahun 2012. Saat ini bekerja sebagai staff Front Office di Student Registration and Service Center - Binus. 8
9