ANALISIS PEMANFAATAN ZAKAT SECARA PRODUKTIF DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN : SUATU PENDEKATAN SYSTEM
DYNAMIC (Studi Kasus pada Program Rumah Makmur BAZNAS dan Program Senyum Mandiri RZ) Lia Dahliantini Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.10, Kota Bandung, Jawa Barat 40132, Indonesia Abstrak Kemiskinan merupakan satu persoalan krusial yang tengah dihadapi seluruh bangsa di dunia tidak terkecuali Indonesia. Dalam mengatasi masalah tersebut, sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diyakini dapat menjadi solusi tepat karena dapat menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik tradisional maupun modern. Pemerintah senantiasa memberikan dukungan terhadap pertumbuhan UMKM melalui pemberian bantuan modal usaha dalam bentuk pinjaman lunak agar produktivitas UMKM semakin berkembang. Namun mengingat terbatasnya anggaran, maka dibutuhkan sumber lain yang lebih stabil dan berkelanjutan dalam mendukung upaya ini. Zakat sesungguhnya memiliki potensi yang besar dan memungkinkan apabila dijadikan sebagai soulusi, sumber keuangan zakat tidak akan pernah habis ataupun berhenti, karena zakat merupakan panggilan agama sehingga setiap muslim akan senantiasa menunaikan kewajiban membayar zakat setiap tahun atau pada setiap periode yang ditetapkan. Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai institusi resmi pengelola zakat menyalurkan dana zakat kepada para penerima zakat (mustahik) khususnya fakir miskin melalui penyaluran zakat secara konsumtif untuk memenuhi keperluan konsumsi sehari-harinya maupun secara produktif untuk menambah modal usaha. Konsepsi program pemanfaatan zakat secara produktif mengasumsikan bahwa dengan dana zakat yang penerimanya tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana ditambah bunganya serta adanya pendampingan, usaha mikro para mustahik yang menjadi targeted program bisa berjalan dan kesejahteraannya meningkat. Akan tetapi realitanya, di antara targetted tersebut setidaknya terdapat 3 (tiga) kategori mustahik pelaku usaha setelah menerima bantuan : (1) usahanya tidak berjalan lama dan mengalami kebangkrutan; (2) usahanya berkelanjutan, tapi tidak terjadi peningkatan kesejahteraan; dan (3) usahanya mengalami keberlanjutan dan terjadi peningkatan kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji serta menemukenali proses pemanfaatan zakat secara produktif yang disalurkan oleh BAZ/LAZ kepada para mustahik dalam menjalankan usahanya. Selanjutnya, diharapkan dari pemahaman yang terbangun dapat merekomendasikan suatu pendekatan 46
kebijakan dalam proses yang terjadi dalam mewujudkan keberlanjutan usaha serta meningkatkan kesejahteraan para mustahik dapat berubah menjadi pembayar zakat (muzakki). Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan System Dynamics. Penggunaan metodologi ini dianggap tepat karena dapat menggambarkan keterkaitan unsur-unsur secara eksplisit baik dari sisi penyalur maupun penerima zakat dan juga dapat merepresentasikan umpan balik yang terjadi dengan lebih jelas. Struktur model yang dikontruksi pertama kali dalam tesis ini adalah struktur model usaha mikro mustahik sebelum mendapatkan intervensi dari BAZ/LAZ. Struktur ini terbangun atas 4 (empat) submodel yaitu kas, kualitas manajemen, motivasi berwirausaha, dan pelanggan. Selanjutnya struktur tersebut diintervensi sehingga terbangun struktur baru dengan intervensi berupa pemberian bantuan modal dan pelaksanaan pendampingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan adanya intervensi dari BAZ/LAZ maka omset serta pendapatan mustahik diprediksi mengalami peningkatan dan mampu mencapai pendapatan tingkat muzakki. Titik pengungkit yang paling penting dalam intervensi adalah bagaimana pendampingan dilakukan secara efektif dan kontinyu, tanpa pendampingan maka dimungkinkan usaha mikro tidak akan mengalami pertumbuhan. Terkait dengan pendampingan ini, hal yang harus menjadi perhatian agar mempercepat menghantarkan mustahik menjadi muzakki, adalah waktu pendampingan, kualitas manajemen pendamping, rasio jumlah binaan serta jumlah pendampingan. Kunci : Kualitas Manajemen, Mustahik, Muzakki, Pendapatan, Pendampingan, Usaha Mikro, Zakat. Kata
Abstract Poverty is one of the crucial issues facing the entire nation as well as Indonesia. In order to overcoming that issue, supporting the Micro, Small and Medium Enterprises (UMKM) is thought as an appropriate solution ially for low education employee either traditional or modern small enterprises. The government has been constantly supporting UMKM growth thourgh the soft loans to boost UMKM productivity. However due to budget limitation owned by government, it requires alternative financial resources that more stable and has good sustainability to support the program: zakat. Zakat basically has great potential to become financial solution for UMKM, with the nature of zakat that never exhausted or even stop. because zakat as the religious obligation taht must be fulfilled by a Muslim every year or in the others predetermined time. Badan Amil Zakat (BAZ) and Lembaga Amil Zakat (LAZ) as the formal management zakat institutions in Indonesia, distribute zakat fund to the zakat recipient (mustahik), especially for the indigent and poor people through consumptive zakat to but their daily basic needs, and also can be a productively zakat to gain their business asset. The conception of productive zakat assume that the recipient has no obligation to return the 47
fund and interest with additional business assistance, micro enterprises owned by targeted program can be running and increase the mustahik prosperity. In fact, amongst the targeted program can be grouped by three categories after they get the fund : (1) Unsustainable & fail to continue the business, (2) Sustain but low impact to their prosperity; and (3) Sustain and has good impact to their prosperity. The aims of this research are to review and identify regarding the process of productive zakat utilization, distributed by BAZ/LAZ to mustahik in order to running the business. Furthermore, from the proper education build by mustahik it expected to be able to recommend a set of policy approach in order to realize business sustainability and also to increase the mustajik prosperity, at the end they can be shifting from mustahik to zakat prayers (muzakki). A system Dynamics used as research methodology for this research, since it quite proper to depict explicitly the linkages of elements both for the provider and zakat recipient as well as represented the feedback with clear visibility. The first model structure constructed in this thesis is the mustahik micro enterprises model structure before getting the intervention from BAZ/LAZ. The strusture builds of four sub-model: cash, management quality, entrepreneurship motivation and the customer. On the next process, the structure is intervene so that it able to build the new structure with distribution of business capital and implementation of assistance intervention. The research outcome shows that with the intervene from BAZ/LAZ, turnover and mustahik income predicted to be increased and able to reach income level of muzakki. The most important for this intervention factor is how assistance can be performed effectively and continuously, without assistance program, the possibility is micro business sector will not growth as expected. In terms of the assistance program, the things need to pay attention to speed up shifting process from mustahik to muzakki are time to start assistance, the quality of assistant management, the ratio numbers of target and numbers of assistance involved. Key words : Assistance, Income, Micro Enterprises, Mustahik, Muzakki, Quality Management, Zakat. I.
PENDAHULUAN Kemiskinan merupakan satu persoalan krusial yang tengah dihadapi seluruh bangsa di dunia tidak terkecuali Indonesia. Persoalan kemiskinan senantiasa diupayakan pengentasannya dengan harapan terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta agar kesenjangan distribusi pendapatan dapat dikurangi. Pemahaman akan kemiskinan sering diartikulasikan dalam beberapa pengertian dan ukuran yang beranekaragam. Badan Pusat Statistik (BPS) memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Sedangkan menurut Bappenas (2004) kemiskinan didefinisikan sebagai 48
kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, serta pendekatan objektif dan subjektif. Dengan demikian ketika berbicara tentang kemiskinan, meskipun terdapat banyak pendekatan untuk mendefinisikannya, namun pada dasarnya selalu dikaitkan dengan ketidakmampuan akan pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode 20052013 persentase penduduk miskin cenderung mengalami fluktuasi meskipun trendnya terlihat menurun. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2005 sebanyak 35,10 juta jiwa atau sebesar 15,97% dari jumlah penduduk, pada tahun 2006 naik menjadi 39,30 juta jiwa atau sebanyak 17,75% dari jumlah penduduk. Dari tahun 2006 hingga Maret 2013 presentase penduduk miskin terus mengalami penurunan. Namun, pada bulan September 2013 angka tersebut kembali mengalami peningkatan menjadi 28,55 juta jiwa atau mengalami peningkatan sebanyak 480.000 jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang mencapai 28,07 juta jiwa. Gambar 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2000-2013
49
Data di atas menunjukkan bahwa persentase kemiskinan di Indonesia cenderung masih tinggi dan masih berada di atas target pemerintah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 20102014 yang dipatok pada kisaran 8%-10%. Untuk menekan angka kemiskinan tersebut, Pemerintah Indonesia telah berupaya keras berbagai kebijakan jangka pendek diantaranya melalui program Jamkesmas, Raskin, BLSM serta kebijakan jangka panjang diantaranya melalui program Bantuan Siswa Miskin (BSM), PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Alokasi anggaran yang digelontorkan untuk program-program pengentasan kemiskinan tersebut juga sangat besar, dalam kurun waktu 2006-2012, pemerintah telah mengucurkan dana sebesar Rp 402,4 trilyun untuk penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan erat kaitannya dengan kesenjangan distribusi pendapatan, tidak meratanya distribusi pendapatan akan memicu terjadinya kesenjangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan (Yahya dkk, 2010). Bank Dunia membagi penduduk menjadi tiga kelompok : penduduk berpendapatan tinggi, berpendapatan menengah, dan berpendapatan rendah. Tabel 1.1 di bawah menunjukkan bahwa data Gini Ratio Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2013 cenderung mengalami peningkatan, dari angka 0,363 di tahun 2005 menjadi 0,413 di tahun 2013. Hal tersebut dapat diartikan bahwa tingkat kesenjangan distribusi pendapatan semakin besar. Tabel 1.1 Tingkat Kesenjangan Distribusi Pendapatan Tingkat Ketimpangan Pembagian Pendapatan 20 % 40% Penduduk 40% Penduduk Tahun Penduduk Gini Berpendapatan Berpendapatan Berpendapatan Ratio Menengah Rendah Tinggi 2005 44,78 36,40 18,81 0,363 2006 42,15 38,10 19,75 0,357 2007 44,79 36,11 19,10 0,364 2008 44,79 35,67 19,56 0,350 2009 44,91 36,13 18,96 0,370 2010 45,47 36,48 18,05 0,380 September 46,45 35,89 17,67 0,410 2011 September 48,94 34,18 16,88 0,410 2012 Maret 2013 49,04 34,09 16,87 0,413 Sumber : BPS, 2014. Tabel 1.1 juga menunjukkan bahwa 40% penduduk yang berpendapatan rendah hanya menyumbang kurang dari 20% terhadap 50
pendapatan nasional, sementara 20% penduduk yang berpendapatan tinggi menguasai lebih dari 40% pendapatan nasional. Hal ini dapat diartikan bahwa betapa besar tingkat kesenjangan yang terjadi antara si kaya dan si miskin jika terus dibiarkan akan memberikan implikasi luas bagi berkembangnya persoalan-persoalan lainnya baik secara ekonomi, sosial, politik, keamanan, dan lain-lain. Dalam mengatasi masalah kesenjangan distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, sektor UMKM diyakini dapat menjadi solusi tepat dikarenakan UMKM dapat menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik tradisional maupun modern (Tambunan, 2012). Selain itu UMKM mampu menjadi katup pengaman sosial ekonomi masyarakat untuk membantu mewujudkan perekonomian yang seimbang dan berkeadilan. Tercatat bahwa jumlah UMKM di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan semakin menunjukkan posisi strategisnya terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai gambaran, perkembangan jumlah UMKM periode 2011-2012 mengalami peningkatan sebesar 2,42 persen yaitu dari 55.206.444 unit pada tahun 2011 menjadi 56.534.592 unit pada tahun 2012. Dengan 56.534.592 unit di tahun 2012 atau 99,99% dari total pelaku usaha, sektor UMKM mampu memberi kontribusi sekitar 59,08% (Rp 4.869.568,1 T) terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) dan memiliki andil sekitar 97,16% (107,6 juta) terhadap penyerapan tenaga kerja. Gambar 1.2 Peta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Tahun 2012
Sumber : Data UMKM, 2012 Data di atas juga menunjukkan bahwa sektor usaha mikro menempati posisi paling besar dalam jumlah unit usaha sebanyak 55,85 juta unit usaha 51
atau sekitar 98,79%. Sektor ini paling banyak mengingat tidak membutuhkan banyak modal untuk memulai sebuah usaha, seperti pedagang keliling, tukang sayur, baso, dan lain-lain. Melihat peran UMKM khususnya sektor usaha mikro dalam penciptaan lapangan kerja bahkan peningkatan pendapatan nasional, maka Pemerintah senantiasa berupaya untuk memberikan dukungan terhadap pertumbuhan UMKM melalui pemberian bantuan untuk modal usaha dalam bentuk pinjaman lunak agar produktivitas UMKM semakin berkembang. Selain itu, pemberian kredit dari Bank serta bantuan dana CSR BUMN adalah diantara bentuk sumber pendanaan lain untuk pengembangan UMKM. Namun mengingat terbatasnya anggaran untuk bantuan modal usaha dibanding dengan jumlah masyarakat yang membutuhkan menyebabkan tidak mungkin semuanya dapat terlayani. Untuk itu, diperlukan sumber pendanaan lainnya yang lebih stabil dan berkelanjutan dalam mendukung upaya tersebut. Zakat sesungguhnya memiliki potensi yang besar apabila dijadikan sebagai solusi dalam mengatasi masalah pendanaan dalam pengembangan UMKM, setidaknya karena 3 (tiga) alasan : 1. Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Potensi pengumpulan zakat di Indonesia jika dilihat dari berbagai sumber seperti pendapatan rumah tangga, pendapatan perusahaan, hingga tabungan atau deposito bisa mencapai 217 trilyun rupiah/tahun, atau setara dengan 3,4% PDB Indonesia tahun 2010 (Beik dkk, 2012). 2. Sumber keuangan zakat tidak akan pernah habis ataupun berhenti, karena zakat merupakan panggilan agama sehingga setiap muslim akan senantiasa menunaikan kewajiban membayar zakat setiap tahun atau pada setiap periode yang ditetapkan (Ridwan, 2005). 3. Meningkatnya kesadaran masyarakat muslim Indonesia dalam membayar zakat. Berdasarkan data Forum Zakat, jumlah penerimaan zakat dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dalam membayar zakat semakin meningkat. Zakat merupakan salah satu instrumen dalam Islam yang dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan (Qordhowi, 1982). Zakat dikeluarkan oleh para muzakki (pembayar zakat) harus disalurkan kepada mustahik (penerima zakat) yang memenuhi delapan kategori (ashnaf). Kemiskinan identik dengan dua di antara delapan golongan ashnaf yang berhak mendapat manfaat dari zakat yaitu fakir dan miskin, yang merupakan golongan yang harus diutamakan di dalam menerimakan pembagian zakat (Qordhowi, 1982). Melalui zakat maka akan tercipta redistribusi pendapatan antara golongan yang kaya dengan golongan yang miskin (Hafidhuddin, 2007), sebagaimana perintah Rasulullah kepada Muadz bin Jabal agar memungut zakat dari para aghniya (orang-orang 52
kaya) yang kemudian harus dibagikan kepada para dhuafa (golongan fakir miskin). Pengelolaan dana zakat mulai dari penghimpunan hingga penyaluran zakat kepada para mustahik secara formal di Indonesia dilakukan oleh dua institusi/lembaga yang diberi nama Badan Amil Zakat (BAZ) dan lembaga Amil Zakat (LAZ). Pengelolaan zakat oleg badan/lembaga ini ditujukan untuk meningkatkan manfaat zakat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Keberadaan BAZ/LAZ di Indonesia telah banyak membantu pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai program pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain-lain. Lembaga pengelola zakat BAZ/LAZ menyalurkan dana zakat kepada para mustahik khususnya fakis miskin melalui penyaluran zakat secara konsumtif maupun secara produktif. Sebagaimana yang diungkapkan Hafidhuddin (2002), bahwa zakat yang disalurkan pada kelompok ini (fakir dan miskin) dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi keperluan konsumsi sehari-harinya, dan dapat pula bersifat produktif, yaitu untuk menambah modal usaha. Adapun penyaluran zakat secara produktif sebagaimana pernah terjadi di zaman Rasulullah yang dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. telah memberikan kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi (Hafidhuddin, 2002). Hadits ini memberi kita dua pelajaran. Pertama, dalam pengelolaan zakat, harus ada proporsi dana yang digunakan untuk mengembangkan usaha produktif untuk mustahik. Kedua, orientasi utama dari pemberdayaan zakat adalah mengubah status dari musthik menjadi muzakki. Penyaluran zakat secara produktif juga telah diatur dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 27 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
hidup, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Pemanfaatan dana zakat secara produktif untuk modal usaha dalam skala mikro, diyakini dapat memberikan banyak keringanan bagi pelaku usaha. Sumber dana untuk usaha mikro yang berasal dari zakat berbeda dengan sumber keuangan lainnya baik yang berasal dari pemerintah atau 53
lembaga keuangan konvensional lainnya seperti bank. Pada sumber keuangan konvensional, selain debitur harus memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman ditambah dengan bunganya, maka zakat tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikannya serta tidak memiliki motivasi imbalan apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah semata. Namun, bukan berarti mekanisme pemanfaatan dana zakat tersebut tidak memerlukan pengelolaan dan sistem kontrol yang baik. Kerja keras dan kerja cerdas BAZ/LAZ sebagai institusi amil serta kerja keras dan kerja cerdas dari para mustahik pelaku usaha sangat diperlukan. Pemilihan program pemberdayaan yang tepat, disertai dengan proses pendampingan pengembangan usaha bagi mustahik yang kontinyu, tepat sasaran dan terkelola dengan baik, menjadi kata kunci kesuksesan pendayagunaan zakat. Dalam pengembangan usaha mikro, pendampingan merupakan satu hal penting yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang diungkapkan Hafidhuddin (2002), bahwa BAZ/LAZ jika memberikan zakat yang bersifat produktif harus pula melakukan pembinaan/pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik, dan agar para mustahik semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamannya. Masih lemahnya kualitas SDM serta inovasi pengusaha mikro (Tambunan, 2012) mengharuskan pihak penyalur zakat agar benar-benar memperhatikan kualitas pendamping sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas SDM serta pengembangan inovasi pengusaha mikro tersebut. BAZ/LAZ dapat melakukan pendampingan pengembangan usaha bagi pengusaha mikro dengan melakukan kemitraan bersama lembaga swasta, pemerintah melalui KUKM, institusi pendidikan maupun individu untuk memberikan solusi usaha sesuai dengan kekurangan masing-masing usaha mikro yang dibina sehingga mampu memperluas akses pasar dan meningkatkan daya saing usaha mikro. Adapun sumber pendanaan untuk pelaksanaan pendampingan dapat menggunakan dana amil zakat atau dana pemerintah yang dialokasikan untuk para pendamping UMKM. Dengan adanya penyaluran zakat serta pelaksanaan pendampingan, diharapkan para mustahik bisa memiliki usaha yang dapat memberikannya pendapatan yang kontinyu, dengan pendapatan ini diharapkan terjadi peningkatan daya beli terhadap suatu produk barang ataupun jasa. Dengan peningkatan daya beli ini pada akhirnya diharapkan minimal mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang artinya terjadi pengurangan kemiskinan.
54
Gambar 1.3 Skema Penyaluran Zakat secara Produktif
Sumber : dikonstruksi oleh penulis Pemikiran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya pengentasan kemiskinan melalui program pemanfaatan zakat sebagai modal usaha mikro mustahik dengan melakukan analisis yang komprehensif baik dari sisi penyalur (BAZ/LAZ) ataupun penerima manfaat (mustahik) serta keterkaitan antara keduanya. Analisis yang komprehensif ini berguna untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang paling berpengaruh dalam mewujudkan keberlanjutan usaha dan peningkatan kesejahteraan para mustahik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi para pengelola zakat untuk mengevaluasi sistem yang digunakan agar dapat lebih efektif. Dengan pemahaman yang komprehensif tersebut, diharapkan menjadi acuan juga bagi pengelola dalam menyusun intervensi kebijakan bagaimana agar dengan penyaluran zakat secara produktif ini dapat segera mentransformasikan mereka yang semula berstatus mustahik segera berubah menjadi muzakki. II. A.
METODE PENELITIAN System Dynamics sebagai suatu Metodologi Metodologi System Dynamics telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan pertama kali oleh Forrester pada dekade lima puluh tahun lalu dan berpusat di MIT Amerika Serikat. Dasar pendekatan Systems Dynamics adalah analisis sistem. Suatu sistem diartikan sebagai seperangkat elemen yang saling berinteraksi satu sama lain. Pemahaman 55
metodologi System Dynamics lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman kita tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur kebijakan dalam sistem. Pemahaman ini sangat penting dalam menentukan kebijakan yang efektif. Dalam penelitian ini digunakan Metodologi System Dynamics. Pemilihan metodologi System Dynamics ini didasarkan pada kemampuannya dalam mengenali unsur-unsur dalam sistem dan pola keterkaitan antar unsur di sistem tersebut serta mampu menunjukkan keterkaitan hubungan yang berpengaruh pada perilaku sistem secara keseluruhan dalam suatu model. Penggunaan metodologi ini dianggap tepat karena dapat menggambarkan keterkaitan unsur-unsur secara eksplisit baik dari sisi penyalur maupun penerima zakat dan juga dapat merepresentasikan umpan balik yang terjadi dengan lebih jelas. Tujuan utama pemodelan dengan System Dynamics ialah meningkatkan pemahaman kita tentang suatu masalah dan mengidentifikasi kebijakan yang sedang berjalan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan hasil atau output sistem sesuai dengan yang kita inginkan. Oleh sebab itu System Dynamics tidak saja merupakan pandangan holistik atas suatu masalah, tetapi juga merupakan sebuah metodologi. Sebuah sistem (termasuk System Dynamics) memuat sejumlah komponen dan relasi di antara komponen-komponennya. Jenis komponen dan interrelasi-nya membentuk identitas sistem dan cara sistem-sistem mencapai tujuannya. Sebuah sistem tersebut dapat terdiri atas beberapa sub-sistem, dimana definisi sistem juga berlaku di dalamnya. Interaksi yang terjadi di dalamya sepanjang waktu akan mempengaruhi keadaan komponen-komponen sistem. Struktur sistem ditentukan oleh hubungan antara elemen-elemennya. Batas sistem (system boundary) akan memisahkan sistem dari lingkungan sistemnya (system environment). Batas sistem dan lingkungan akan muncul setelah suatu sistem didefinisikan. Dengan menggambarkan relasinya (Gambar III.1) kita dapat melihat struktur suatu sistem termasuk boundary-nya. Gambar 2.1 Sebuah Sistem
System Dynamics difokuskan pada pemahaman antara penyebab dan 56
efek (the causes and effects) yang diekspresikan dengan hubungan stok (level) dan flow (rate). Dalam System Dynamics dinamika model merupakan fungsi dari kondisi awal dan struktur dari modelnya. Fokus dari System Dynamics ialah process oriented (Myrtveit, 2005) sebagaimana digambarkan dalam Tabel 2.1. Pemahaman process oriented dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan kita melalui simulasi dari model yang telah dibuat serta diharapkan mampu menjawab pertanyaanpertanyaan kita dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi. Dengan kata lain pemodelan System Dynamics merupakan proses pembelajaran (earning process) bukan sekedar model belaka. Tabel 2.1 Karakteristik System Dynamics Maksud Meningkatkan pemahaman tentang penyebab dan efekefek yang menghasilkan masalah. Identifikasi solusi dan membangun sejumlah kebijakan untuk mencapai solusi. Lingkup Perspektif holistic, mencakup semua faktor penting yang menyebabkan masalah. Perspektif sistem secara agregasi dengan menggabungkan event-event dalam proses simulasi yang berjalan kontinu. Asumsi Perilaku sistem merupakan fungsi keadaan awal dan struktur sistem. Pemahaman kualitatif sistem dibangun dari sejumlah umpan balik. Hasil Akhir Berfokus pada pemahaman (process oriented). Pada akhirnya pemodelan System Dynamics diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang perilaku sistem ke depan ( long term prediction) dan tidak sekedar memahami perilaku historis atau fisik dari sebuah sistem. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap sebagai berikut : a. Menelaah unsur-unsur yang terkait dengan fenomena penyaluran dan pemanfaatan zakat secara produktif, berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan; b. Analisis keterkaitan antar unsur menggunakan metoda berfikir sistem (Systems Thinking); c. Membuat model dengan dinamika sistem yang menggambarkan struktur terkait penyaluran dan pemanfatan zakat secara produktif (berdasarkan pola yang dilakukan oleh BAZNAS dan RZ); d. Melihat perilaku sistem sehingga diketahui apa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem yang diterapkan; e. Melihat perilaku sistem untuk menganalisa faktor apa saja yang menjadi kendala bagi mustahik pelaku usaha sehingga usahanya sulit untuk berkelanjutan serta sulit untuk meningkat kesejahteraanya yang 57
f.
ditandai dengan tidak terjadinya peningkatan pendapatan; Menyusun intervensi kebijakan untuk masing-masing sistem dalam mempercepat transformasi mustahik menjadi muzakki.
Langkah-langkah Pemodelan Menggunakan System Dynamics Menurut Saeed (1994) bahwa pembuatan suatu model dengan menggunakan metodologi System Dynamics harus melalui tahap-tahap berikut : 1. Identifikasi dan definisi masalah 2. Konseptualisasi Sistem 3. Perumusan model 4. Analisis perilaku model 5. Pengujian dan pengembangan model 6. Analisis kebijakan dan implementasi model B.
Gambar 2.2 Langkah-Langkah Pemodelan System Dynamics
Saeed (1994) menggambarkan prosedur pemodelan System Dynamics seperti pada gambar berikut ini :
58
Gambar 2.3 Prosedur Pemodelan System Dynamics
(Sumber: Khalid Saeed (1994)
III. A.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Program Penyaluran Zakat secara Produktif di BAZNAS Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam Undang-undang tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas. BAZNAS menjalankan empat fungsi, yaitu: 1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan 59
zakat; dan 4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manager dan pengelola program di BAZNAS, diperoleh informasi bahwa BAZNAS membagi kerangka umum pemberdayaan mustahik kedalam 5I (lima I) sebagai berikut : 1. Indonesia Cerdas 2. Indonesia Makmur 3. Indonesia Taqwa 4. Indonesia Sehat 5. Indonesa Peduli BAZNAS kemudian menurunkan lima kerangka di atas menjadi 7 (tujuh) program yaitu : 1. Zakat Community Development (ZCD) 2. Rumah Sehat BAZNAS 3. Rumah Cerdas Anak Bangsa 4. Rumah Makmur BAZNAS (RMB) 5. Rumah Dakwah BAZNAS 6. Konter Layanan Mustahik 7. Tanggap Darurat Bencana Selanjutnya BAZNAS mengklasifikasikannya ketujuh program di atas menjadi program yang bersifat pemberdayaan dan program yang bersifat charity. Dua program BAZNAS yang bersifat pemberdayaan ekonomi adalah ZCD dan RMB . ZCD merupakan induk dari pemberdayaan di BAZNAS, dengan mengembangkan 3 (tiga) dimensi pemberdayaan: ekonomi, sosial, pendidikan dan agama (Tridaya), sedangkan RMB merupakan program pemberdayaan ekonomi murni dengan tetap memberikan perhatian pada sisi agama. Adapun program pemberdayaan ekonomi yang merupakan salah satu bentuk penyaluran zakat secara produktif dan akan menjadi fokus perhatian penulis di BAZNAS adalah program RMB. RMB merupakan salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi yang semula bernama Baitul Qiradh BAZNAS (BQB). Program ini dicetuskan pertama kali oleh PT. Win dan BMT One yang mempresentasikan program ini ke BAZNAS yang kemudian disetujui oleh BAZNAS sekitar akhir Agustus 2010. BQB merupakan program pemberdayaan mustahik di sisi ekonomi dengan memberikan bantuan modal usaha kepada mustahik dengan menggunakan sistem Qordhul Hasan, artinya memberikan pinjaman modal kepada mustahik dengan pengembalian tanpa bagi hasil. Dalam perjalanannya PT. WIN atau BMT One lebih berorientasi kepada profit karena lebih bersifat Koperasi atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang di dalamnya terdapat sisi keuntungan. Dalam praktik program 60
BQB ini, disamping Qardhul Hasan, ada Mudharabah yang dibebankan kepada mustahik. BAZNAS kemudian mempertimbangkan konsep yang dijalankan ini agak bertabrakan dengan konsep zakat dimana dana zakat sepenuhnya menjadi hak mustahik, dan mustahik tidak ada kewajiban untuk mengembalikan dana tersebut. Maka di akhir tahun 2011, pimpinan BAZNAS memutusan untuk memisahkan diri dari kerjasama tersebut. Pada awal tahun 2012, BQB kemudian berubah menjadi RMB, yang semula berorintasi profit dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) menjadi murni program pemberdayaan ekonomi mustahik. Jadi RMB sendiri usianya masih relatif muda, perjalannya baru dari awal tahun 2012 hingga saat ini, sehingga baru berumur sekitar 2,5 tahun. Pihak pengelola program RMB berpendapat bahwa melalui RMB ini, BAZNAS memfokuskannya sebagai program pemberdayaan murni, dengan tidak ada orientasi profit di dalamnya. Program yang masih dijalankan adalah yang bersifat Qordhul Hasan, yaitu pinjam meminjam tanpa ada margin. Dalam konsep zakat, ketika dana sudah disalurkan, maka tidak ada kewajiban dari mustahik untuk mengembalikan, akan tetapi BAZNAS tetap ingin menyisipkan sisi edukasi kepada mustahik mengingat dari pengalaman dalam menjalankan program pemberdayaan sebelumnya, ketika uang sudah diberikan kepada warga miskin dengan tidak ada kewajiban apapun untuk mengembalikanya, maka uang itu akan cepat habis dan tidak memberikan efek apa-apa terhadap kesejahteraan mereka. Mealui program RMB ini, BAZNAS kemudian memutuskan untuk mewajibkan mustahik untuk menabung selama 10 bulan, dengan besarnya tabungan satu bulannya sekitar 10% dari bantuan dana usaha yang diberikan. Diharapkan dalam 10 bulan tabungannya terkumpul 100%, dan kemudian akan diproses lebih lanjut, yaitu dana itu akan diberikan kembali kepada mustahik yang bersangkutan dengan memberikan tambahan dana, begitu seterusnya sampai terlihat mustahik sudah siap untuk dilepas. Untuk mengukur keberhasilan program RMB, BAZNAS telah menetapkan 5 (lima) indikator sebagai berikut : 1. Mempunyai penghasilan yang tetap; 2. Dari usaha tersebut, bisa menghidupi keluarga; 3. Bisa menabung; 4. Bisa berkelanjutan usaha dan tabungannya; 5. Bisa bankable. BAZNAS akan memfasilitasi pendanaan usahanya ke perbankan syariah atau minimal BMT agar mustahik bisa memperoleh pendanaan yang lebih besar. Harapannya usaha mereka maju, dan mereka menjadi munfiq atau muzakki. Pihak Pengelola Program RMB juga menjelaskan bahwa terdapat sedikitnya dua perbedaan antara pemberdayaan ekonomi RMB di BAZNAS dengan program lain yang bersifat konvensional atau menggunakan dana 61
dari pemerintah atau perbankan : 1. Penerima manfaat program ini adalah yang termasuk 8 (delapan) ashnaf, golongan yang berhak menjadi mustahik atau penerima zakat, tapi dengan tetap mengedepankan penerima golongan fakir dan miskin. Seleksi yang dilakukan oleh BAZNAS untuk memastikan bahwa calon penerima benar-benar fakir miskin: 1) Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan sebagai prosedur administrasi pemerintah yang diakui, 2) Survei lapangan dengan sebelumnya melakukan wawancara saat calon penerima mengajukan proposal. Tujuannya adalah untuk benar-benar memastikan bahwa mereka benar-benar berhak menerima dana zakat. Selama kriteria tidak dipenuhi, maka proses tidak dilanjutkan 2. Dalam hal dana bergulir, pemberdayaan dengan dana zakat tidak menggunakan sistem dana bergulir, ketika dana sudah disalurkan ke satu orang penerima maka dana tersebut mutlak menjadi milik satu orang tersebut. Dalam konsep zakat, dana dari zakat tidak boleh mengalami pengembangan setelah diberikan dan juga tidak diperbolehkan apabila keuntungannya dibagikan kepada orang lain. Sedangkan dalam sistem konvensional berlaku sebaliknya, dana akan mengalami pengembangan dan kemudian dana yang dikembalikan beserta margin atau keuntungannya diberikan lagi kepada yang lain untuk digulirkan dan seterusnya. Dalam program RMB ini, meskipun ada kewajiban menabung bagi penerimanya, akan tetapi dana yang ditabung tersebut akan kembali kepada dirinya sebagai tambahan modal. Penyaluran Zakat secara Produktif di BAZNAS Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak Pengelola program RMB, prosedur penyaluran zakat secara produktif di Baznas melalui program RMB adalah sebagai berikut : 1. Calon Penerima Manfaat mengajukan Proposal ke BAZNAS dengan melengkapi berkas keadmnistrasian; 2. Verifikatur, wawancara calon, cek kelengkapan berkas, jenis usaha, dan budgeting, penyerahan berkas ke pendamping; 3. Pendamping, melakukan studi kelayakan ke lapangan, analisis jenis usaha, analisis budgeting dari pendamping, rekomendasi pendamping; 4. Persetujuan oleh Manajer, Kadiv, dan Penerbitan SPPD (Surat Perintah Pencairan Dana); 5. Pengambilan Dana oleh Mustahik di Bank yang ditunjuk. Besar penyaluran zakat adalah sekitar 2- 4 juta rupiah/ mustahik, dan dilakukan satu tahap.
62
Gambar 3.1 Alur Pengguliran Zakat secara Produktif melalui program RMB di BAZNAS
Sumber : dikontruksi oleh penulis
Dalam penyaluran tersebut, apabila di survey awal pendamping melihat calon penerima sudah memiliki karakter berusaha yang baik maka akan menjadi catatan kuat bagi pendamping untuk memberikan rekomendasi agar bantuan dapat diberikan. Pada tahap wawancara, calon penerima sudah diberikan informasi bahwa jika mendapatkan bantuan tersebut, mereka memiliki kewajiban untuk menabung setiap bulan sekitar 10% (jangka waktu 10 bulan s.d. 2 tahun) dari besarnya modal yang diberikan. Namun, tabungan tersebut akan diberikan kembali kepada penerima sebagai tambahan modal. Hal ini BAZNAS terapkan sebagai upaya untuk memberikan edukasi serta menjaga komitmen si penerima. Pendampingan di BAZNAS Untuk mencapai sasaran dari program RMB, BAZNAS melakukan pendampingan kepada para penerima bantuan zakat. Dalam program RMB ini, satu pendamping akan mendampingi sekitar empat sampai lima kecamatan dengan jumlah mustahik sebanyak 300-400 orang. Pendampingan dilakukan selama maksimal 5 tahun, dimana pendampingan di tahun ke 2-3 melakukan pendampingan sehingga usaha mustahik/penerima bantuan berkelanjutan dan pendampingan di tahun ke 4-5 melakukan pendampingan sehingga bankable. Berdasarkan wawancara kepada pendamping, diperoleh informasi bahwa setelah calon penerima mendapatkan bantuan zakat secara produktif dari BAZNAS, maka mereka akan mendapatkan pendampingan rutin dari pendamping sebanyak satu kali dalam sebulan atau satu kali dalam dua bulan. Para penerima yang tercakup dalam binaan pendamping akan dikelompokkan ke dalam 5 s.d. 6 kelompok pendampingan dengan 63
satu kelompok berisi sekitar 60-100 orang penerima. Dalam pendampingan rutin yang biasanya berbentuk pengajian atau lim, selain siraman ruhani pendamping juga akan memberikan materimateri tambahan seperti bagaimana membangun karakter usaha yang baik, manajemen keuangan, dll. Saat pendampingan, pendamping juga akan melakukan pengecekan tabungan mustahik, pengecekan kelangsungan usaha mustahik serta menerima konsultasi mustahik. Menurut informasi dari pendamping, dalam melakukan pendampingan tersebut, pendamping belum diberikan manual book pendampingan, sehingga baik materi maupun caranya diserahkan sepenuhnya kepada pendamping. Pendamping mengakui bahwa dengan banyaknya mustahik yang harus dibina dan terbatasnya jumlah pendamping, membuat mereka sulit untuk bertemu dengan para penerima secara rutin, terlebih jika para penerima tidak datang ke forum pengajian yang sudah dijadwalkan. Pendampingan tambahan akan dilakukan oleh pendamping jika melihat dalam beberapa bulan para penerima mengalami kemacetan dalam penyetoran tabungan, sehingga pendamping akan datang menemui penerima untuk melihat kendala apa yang dihadapi serta memberikan pengarahan kepada mereka. Dalam pertemuan rutin atau tambahan tersebut pendamping akan memberikan saran atau masukan kepada penerima atas usaha yang dilakukannya, bagaimana agar lebih berkembang atau apabila penerima menemukan adanya kesulitan, akan tetapi saran atau masukan tersebut sifatnya tidaklah mengikat. Dalam upaya pendampingan tersebut, penulis melihat meskipun terdapat 5 (lima) indikator keberhasilan yang dituju melalui program RMB ini, namun pendamping menyatakan bahwa mereka belum melakukan pencatatan perkembangan usaha maupun pendapatan para penerima secara formal, sehingga sulit untuk benar-benar memastikan apakah para penerima pendapatannya sudah mencapai muzakki ataukah belum. Capaian tersebut hanya berdasarkan pengamatan pendamping jika dilihat dari perkembangan usaha serta wawancara informal dengan para penerima. Beberapa Gambaran Penerima Bantuan di BAZNAS Penulis melakukan wawancara kepada 3 orang penerima bantuan zakat dari program RMB, penjual bakso, penjual sembako, dan penjual sayur di daerah Kampung Melayu Jakarta Timur. Penjual bakso dan penjual sembako adalah dua diantara para penerima bantuan BAZNAS yang dapat penulis katakan sudah sukses dalam usahanya. Penjual Bakso telah mendapatkan bantuan dari BAZNAS sebanyak 2 kali: Rp 1 juta di tahun 2012 dan Rp 1,5 juta di tahun 2013. Dari bantuan tersebut dia mengembangkan usahanya yang semula memang sudah berjalan, dari yang semula hanya satu gerobak maka kini dia sudah 64
memiliki 2 buah gerobak yang ia kelola dengan istrinya dengan omset Rp1 juta/hari. Rata-rata keuntungan yang ia peroleh sekitar Rp 200-300 ribu/hari. Terkait dengan pendampingan yang dilakukan, ia mengaku bahwa dia kadang datang dan terkadang tidak, tergantung apakah dia punya waktu luang ataukah tidak, karena seringkali pendampingan tersebut bentrok waktunya dengan waktu berjualan. Dari usaha yang dia lakukan, keuntungan yang ia peroleh telah mampu ia investasikan dengan membeli sawah dan hewan ternak di kampung halamannya. Penjual sembako mengaku telah tiga kali mendapat bantuan zakat dari program RMB, diawali tahun 2011 sebesar Rp 1 juta, 2012 sebesar Rp 2 juta dan Rp 3 juta di tahun 2013. Bantuan tersebut ia gunakan untuk menambahkan barang dagangan sembako di tokonya. Saat wawancara dilaksanakan, dia mengaku bahwa omsetnya sudah mencapai sekitar Rp 22.5 juta/hari dengan keuntungan Rp 200-300 ribu. Terkait dengan pendampingan, sama halnya dengan penjual bakso, dia mengaku bahwa ia juga tidak selalu mengikuti pendampingan karena kesibukan usahanya, namun dia mengklaim bahwa untuk pengajian dia sudah mengikuti acara pengajian rutin di wilayahnya. Dengan usaha yang ia lakukan tersebut telah mampu menghantarkan dia serta istrinya pergi umrah. Berbeda dengan kisah penjual Bakso dan sembako, salah seorang penjual sayur mayur yang pernah mendapat dana bantuan zakat dari BAZNAS mengaku saat ini dia hanya menjual sayur punya orang lain, hal itu karena usahanya bangkrut setelah terjadi musibah banjir yang melanda Jakarta yang membawa semua asset dagangannya. Hingga kini dia mengaku belum bisa berjualan lagi karena ketiadaan dana untuk membeli barang dagangan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa dalam pengamatan pendamping penerima bantuan dapat sukses apabila memiliki semangat, memahami kebutuhan di lingkungan tempat berjualannya serta lokasi berjualan yang strategis. Sedangkan kerugian yang dialami para pelaku usaha mikro penerima bantuan zakat secara produktif dalam pengamatan pendamping bisa disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Secara eksternal bisa disebabkan oleh adanya bencana atau musibah, sedangkan dari sisi internal bisa karena gaya hidup atau memiliki karakter yang kurang baik. Penulis juga mencoba menggali dari beberapa penerima manfaat yang sudah sukses, terkait kuncinya apa saja, dan mereka mengatakan bahwa kerja keras, doa, saling percaya dengan pelanggan, dll adalah diantara kunci sukses dari usaha yang mereka jalani. B. Profil Program Penyaluran Zakat secara Produktif di RZ RZ merupakan salah satu Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang cikal bakalnya bernama Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ) didirikan pada tahun 2 Juli 1998 di Bandung. Semula DSUQ merupakan lembaga sosial 65
yang concern pada bantuan kemanusiaan. Di tahun 2003 DSUQ kemudian berubah nama menjadi Rumah Zakat Indonesia (RZI) seiring dengan turunnya SK Menteri Agama RI No. 157 pada tanggal 18 Maret 2003 yang mensertifikasi organisasi ini sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional. RZI kemudian berubah menjadi RZ pada 5 April 2010 sebagai upaya adaptasi dan perubahan menuju organisasi berskala global. Sebagai LAZ, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, RZ memiliki fungsi untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, kiprah RZ dalam melakukan penghimpunan hingga penyaluran dana zakat sudah tidak diragukan. Untuk program rehabilitasi tsunami Aceh di tahun 2006 contohnya, RZ berhasil menghimpun donasi sebesar Rp 45,26 Milyar. Bahkan di tahun 2009 RZ berhasil menghipun dana zakat sebesar Rp 107,3 Milyar dan menempatkannya sebagai organisasi pengelola zakat dengan pengumpulan terbesar se-Indonesia. Terkait dengan penyaluran dana zakat, RZ cukup konsen dengan program-program yang bersifat pemberdayaan. Dukungan dan kepercayaan masyarakat menguatkan lembaga ini untuk semakin fokus kepada sebuah rekayasa peradaban besar yang sejak awal telah diimpikan, yakni , yang di tahun 2008 wujud nyata usahanya adalah dengan meluaskan jaringan pengembangan usaha kecil dan mikro di 18 kota. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pihak Perancang Program di RZ, saat ini program pemberdayaan di RZ terangkum dalam program Integrated Community Development (ICD). Program ini dijalankan dengan mengintegrasikan 4 (empat) program sebagai berikut: 1. Senyum Sehat 2. Senyum Mandiri 3. Senyum Juara 4. Senyum Lestari Informan yang merupakan Perancang Program di RZ mengatakan bahwa dari sisi Pemberdayaan secara Ekonomi, pemberian bantuan zakat secara produktif melalui program Senyum Man diri merupakan salah satu upaya dalam mengatasi kemiskinan. Dalam pemberian bantuan tersebut, RZ lebih memprioritaskan memberikan bantuan kepada orang miskin yang termasuk dalam kelompok near poor yang merupakan orang miskin yang masih memiliki kegiatan produktif tetapi termasuk kelompok yang susah dalam mengakses modal dan ketika terjadi gejolak ekonomi, kelompok ini adalah yang paling rentan terkena dampaknya. Kelompok miskin golongan near poor lebih diproritaskan dalam pemberian bantuan agar dapat mengembangkan usahanya. 66
Mengembangkan kelompok usaha ini secara riil strategis, setidaknya dilihat beberapa alasan yaitu: 1) mereka telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas bukan penumbuhan, sehingga lebih mudah dan pasti; 2) apabila kelompok ini diberdayakan secara tepat, mereka akan secara mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; 3) secara efektif mengurangi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri, maupun membantu penanganan rakyat miskin kategori fakir miskin, serta usia lanjut dan muda. RZ lebih menargetkan jenis usaha mustahik penerima bantuan zakat secara produktif pada usaha kuliner (makanan). Alasan yang mendorong RZ mematok kriteria seperti ini adalah mengingat geliat bisnis kuliner tidak akan pernah mati seiring tingkat konsumsi masyarakat Indonesia khususnya di Bandung sebagai pusat kuliner akan terus berkembang. Selain itu, bisnis kuliner merupakan bisnis yang paling menjanjikan untuk mempercepat peningkatan pendapatan para mustahik, sehingga harapan agar menghantarkan mustahik menuju muzakki dapat segera terwujud. Penyaluran Zakat secara Produktif di RZ Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak Perencana dan Pengelola di RZ, prosedur resmi penyaluran zakat secara produktif di RZ melalui program Senyum Mandiri adalah sebagai berikut : 1. Calon Penerima Manfaat mengajukan permohonan secara tertulis ke RZ melalui pendamping kecamatan, dengan melampirkan persyaratan keadministrasian seperti form Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), Pas Foto, dll; 2. Pendamping melakukan survey kelayakan, untuk melihat kondisi calon penerima apakah masuk kategori mustahik ataukah tidak; 3. Jika masuk kategori layak, masih terdapat ketersediaan dana yang dapat disalurkan, calon Penerima Manfaat memiliki potensi untuk berkembang serta siap diintervensi oleh pendamping atas usaha yang dilakukannya maka terjadi akad antara RZ yang diwakili pendamping dengan Penerima Manfaat; 4. Laporan pendamping ke Kantor Cabang RZ. Berdasarkan wawancara dengan pendamping, sangat mungkin apabila Calon Penerima Manfaat tidak mengajukan langsung permohonan bantuan melalui pendamping, tapi melalui pengajuan dengan rekomendasi RT/RW setempat, rekomendasi dari member lama, rekomendasi dari anggota pengajian, dll yang berada di wilayah binaan pendamping. Hal ini dilakukan untuk mengatasi ketidaktahuan para calon penerima manfaat terkait informasi program Senyum Mandiri RZ, namun pihak sekitarnya melihat bahwa dia berhak dan memiliki potensi untuk berkembang. Prosedur penyaluran bantuan zakat secara produktif di RZ dapat digambarkan 67
sebagai berikut : Gambar 3.2 Alur Pengguliran Zakat secara Produktif melalui program Senyum Mandiri di RZ
Sumber : dikontruksi oleh penulis
Dalam penyaluran tersebut, setelah terjadinya akad bantuan ada yang disalurkan secara langsung kepada penerima Manfaat, akan tetapi RZ menghindari memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai, bantuan biasanya diberikan dalam bentuk Aset tetap atau bahan baku untuk berjualan. Penyaluran dilakukan secara bertahap sesuai dengan analisa kebutuhan lapangan dan kesepakatan antara pendamping dan penerima manfaat dengan kisaran yang bervariasi dan maksimal Rp 5 juta. Penyaluran bantuan di RZ umumnya diberikan kepada mustahik yang memang sudah memiliki usaha namun belum berkembang. Alasan RZ memilik kelompok ini adalah agar lebih mudah dalam mengarahkannya. Mereka berpendapat bahwa , maksudnya akan lebih mudah mendorong orang untuk maju bagi mereka yang telah memiliki usaha dan berpotensi daripada yang belum mulai sama sekali. Namun, di lapangan penulis temui beberapa penerima manfaat yang memulai usaha dari nol, akan tetapi pihak RZ berdalih walaupun dari nol, mereka telah memiliki potensi atau pengalaman sebelumnya di bidang tersebut, namun sebelumnya hanya sebagai pekerja dan bukan pemilik usaha. Pendampingan di RZ Untuk mencapai sasaran dari program Senyum mandiri, RZ melakukan pendampingan kepada para penerima bantuan zakat. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada informan pendamping, dalam program Senyum Mandiri RZ, satu pendamping hanya mendampingi satu wilayah 68
kecamatan dengan jumlah mustahik sebanyak 18 orang. Pendampingan dilakukan selama maksimal 3 tahun, dengan target menghantarkan mustahik menjadi muzakki. Standar muzakki yang ditetapkan oleh RZ adalah apabila penerima manfaat telah mampu berpenghasilan sebesar Rp 4 juta/ bulan dan telah dalam kondisi stabil (pantauan selama 1 tahun). Jika masih rentan poor, maka pendampingan tetap dilakukan dan dicarikan solusi untuk mengatasi kerentanan tersebut. Pendampingan di RZ dibagi ke dalam dua kategori: 1. Pra pemberian bantuan modal usaha Setelah terjadinya akad antara pendamping dan penerima manfaat, bisa jadi bantuan tidak diberikan langsung terutama apabila pendamping melihat karakter berusaha penerima manfaat belum kuat, padahal usahanya memiliki potensi untuk berkembang. Untuk kasus ini, pendamping akan melakukan pendampingan pembentukan karakter dalam kurun waktu 1-3 bulan. Apabila pendamping melihat karakternya sudah kuat, maka bantuan pun akan diberikan secara bertahap. 2. Pasca pemberian bantuan modal usaha Setelah bantuan diberikan kepada para penerima manfaat, maka untuk menjaga komitmen dan semangat berusaha, pendamping akan melakukan pertemuan rutin dengan seluruh penerima manfaat di wilayah binaannya sebanyak 1x/bulan dan kunjungan langsung kepada mereka secara personal sebanyak 1-2x/minggu. Dalam kunjungan tersebut, pendamping akan mengecek perkembangan usaha penerima manfaat serta mencatat pendapatan usahanya secara rutin (1x/bulan). Jenis-jenis pendampingan yang dilakukan oleh RZ terdiri dari 5 kategori: 1. Pendampingan Motivasi 2. Pemberian Pelatihan : Manajemen keuangan, pemasaran, dll. 3. Bantuan Pengembangan dan Pemasaran Produk, seperti pengemasan yang baik, bantuan sertifikasi halal, bantuan pemasaran melalui agen pemasaran RZ, dll 4. Pemberian sarana usaha 5. Pemberian Modal Usaha Berdasarkan wawancara yang dilakukan, pendamping mengakui bahwa tidak semua binaannya bisa sukses dalam usahanya yang ditandai dengan adanya kenaikan pendapatan, terutama jika dia memiliki karakter miskin yang sulit untuk berubah walaupun sudah dimotivasi. Ada juga kasus dimana sulit bagi penerima manfaat untuk menerima masukan/intervensi dari pendamping, dia bersikukuh dengan pendapatnya yang akhirnya membuatnya kesulitan untuk maju. Pendamping juga mengatakan bahwa apabila setelah diberikan bantuan modal tapi usahanya masih stagnan, maka yang dibangun adalah 69
motivasi dan berbagai intervensi dalam usahanya seperti pengembangan produk dan pemasarannya. Tambahan modal akan diberikan sampai usahanya mulai berkembang dan motivasinya mulai kuat. Saat penulis bertanya mengenai perkembangan 18 orang binaan pendamping, para pendamping mengklaim bahwa memang pendapatannya ada yang naik turun, namun kecenderungannya semua meningkat. Rata-rata dalam satu tahun pendapatan mereka sudah mencapai UMR, dan sekitar satu tahun 2 orang penerima manfaat sudah bisa diwisuda (telah menjadi muzakki). Beberapa Gambaran Penerima Bantuan di RZ Penulis melakukan wawancara kepada 4 orang penerima bantuan zakat dari program Senyum Mandiri RZ, penjual sate padang dan penjual es buah di wilayah kecamatan Lengkong, serta penjual roti bakar dan penjual susu kedelai di wilayah kecamatan Padasuka. Penjual sate padang mengaku telah satu tahun menggeluti usaha berjualan sate padang setelah mendapat bantuan dari RZ di tahun 2013. Sebelumnya dia hanyalah sebagai karyawan sate padang dengan gaji Rp700 ribu/bulan. Penghasilan tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan keluarganya dengan tanggungan istri dan 4 orang anak. Akhirnya dengan rekomendasi RT/RW setempat RZ memutuskan memberikan bantuan kepadanya setelah melihat dia memiliki pangalaman yang baik dalam membuat sate padang berdaya jual tinggi, namun sisi motivasi usaha yang masih harus dibangun, karena dia terbiasa sebagai karyawan yang gajian setiap bulan. Setelah mendapat bantuan dari RZ berupa berbagai asset untuk berjualan sate padang seperti gerobak, tabung gas, kompor, dandang hingga piring serta modal untuk bahan baku, saat ini dia mengaku bahwa omsetnya sehari telah mencapai Rp 400-500 ribu dengan keuntungan sekitar Rp 75 ribu/hari. Untuk mengembangkan pemasarannya, dengan saran pendamping pola berdagang yang semula keliling akhirnya menetap di lokasi yang strategis (belakang hotel), sehingga omset berkembang dari yang semula hanya Rp 100-250 rb/hari ketika berjualan keliling. Untuk lokasi tersebut dia mengaku memang sekitar 10% dari pendapatannya sehari harus dibayarkan untuk sewa tempat, namun atas saran pendamping kebutuhan tersebut dapat ia tutupi dengan menaikan harga jual produknya yang kemudian dia pun mendapat tambahan keuntungan dari kenaikan harga tersebut. Pendamping pun membantu penjual sate padang untuk bisa bermitra dengan yang lain, dengan membuatkannya kartu nama, sehingga saat ini dia bermitra dengan pengelola catering dan mendapat tambahan penghasilan dari event catering sekitar 1x/bulan serta terkadang mengikuti event bazaar di Pusdai. Penjual sop buah adalah gambaran lain yang usahanya mulai bangkit setelah mendapat bantuan dari RZ berupa roda dan peralatan membuat es dan jus serta untuk bahan baku. Sudah 1,5 tahun dia menjalani bisnis 70
tersebut, meskipun dia memulai usahanya dari nol. Dia mengatakan pendamping sangat berperan sekali dalam usahanya, karena diberikan arahan dan jalan untuk mendapatkan produk jus yang punya daya tarik dan daya jual yang tinggi serta diintervensi masalah pengemasan produk dan kebersihan dalam berjualan. Saat wawancara dilakukan, penjual jus mengaku bahwa kini omsetnya telah mencapai Rp 700-800 ribu/hari dengan keuntungan sebesar Rp 200 rb/hari. Dengan harga Rp 5000 per unit membuat barangnya laku keras karena dengan produk berkualitas sama pasarannya telah mencapa Rp 7000 per unit. Kisah lain penerima bantuan zakat secara produktif dari RZ, adalah penjual roti bakar yang mendapat bantuan awal dari RZ hanya berupa roda gerobak. Dengan roda tesebut, penjual roti yang semula berjualan hanya di depan rumah yang berlokasi di gang dan hanya mampu menjual 10 roti/hari telah mampu menjual hingga 50 roti/hari. Sehingga omsetnya berkembang menjadi Rp 4,5 juta/bulan dengan keuntungan sekitar Rp 50 ribu/hari. Dengan perkembangan yang signifikan tersebut, akhirnya RZ memutuskan memberikan tambahan bantuan berupa satu set roda lengkap dengan peralatannya serta bahan baku untuk berjualan roti sehingga kini ia bisa berjualan dengan dua gerobak, satu di rumah dikelola oleh istrinya, dan satu berjualan pinggir jalan yang strategis. Akan tetapi penulis belum melihat efek dari tambahan roda tersebut terhadap omsetnya, karena saat wawancara dilakukan roda yang baru belum difungsikan karena baru seminggu diberikan oleh pihak RZ. Terakhir pedagang susu kedelai yang mendapat bantuan modal dari RZ untuk pembelian peralatan produksi dan pemasaran susu kedelai. Atas saran pendamping, lokasi berjualan yang semula hanya di pasar cikutra, kini dia juga berjualan keliling, menitipkan barang dagangan di warung, menerima pesanan serta menjual di tempat fitness. Pelanggannya pun semakin meningkat dari yang semula hanya puluhan orang kini telah mencapai ratusan orang sehingga omsetnya telah berkembang menjadi Rp 150-180 rb/hari dengan keuntungan Rp 100-130 ribu/hari. Dari beberapa gambaran penerima bantuan zakat secara produktif dari RZ, penulis melihat bahwa pendamping memiliki peran yang signifikan dalam membantu para penerima manfaat untuk berkembang dalam usahanya. Diberikan solusi sesuai dengan kebutuhannya di lapangan, selain bantuan modal/keuangan, ada yang benar-benar dibangun motivasi usahanya, pengembangan produk, pemasaran, managemen usaha, hingga bantuan kemitraan, dll. C. Simulasi dan Analisis Berdasarkan model usaha mikro mustahik dengan Intervensi BAZNAS dan RZ yang telah dibangun pada Bab V, akan dilakukan simulasi pada skenario dasar yang diberikan. Selanjutnya akan dilihat bagaimana perilaku 71
model pada skenario dasar tersebut. Untuk melihat variabel apa yang cukup sensitif dalam mencapai tujuan penelitian, maka akan dilakukan analisis sensitivitas pada model tersebut. Sterman (2000) mengemukakan ada tiga macam sensitivitas model : 1. Sensitivitas Numerik Model dikatakan sensitif secara numerik apabila perubahan parameter akan menyebabkan perubahan dalam nilai numerik dari keluarannya. 2. Sensitivitas perilaku Model dikatakan memiliki perilaku yang sensitif apabila sutu perubahan parameter menyebabkan perubahan dinamika perilaku. 3. Sensitivitas kebijakan Model dikatakan sensitif terhadap kebijakan bila perubahan asumsi-asumsi menyebabkan perubahan karakteristik respon sistem bila diintervensi kebijakan. Pengujian sensitivitas pada model akan dilakukan dengan memasukkan beberapa nilai yang berbeda kemudian akan dilihat perilakunya seperti apa. Dari hasil analisis sensitivitas tersebut, akan diberikan analisis dari perilaku yang diperoleh selanjutnya variabel yang memberikan perilaku terbaik akan direkomendasikan sebagai variabel yang harus mendapatkan perhatian penuh dalam mencapai tujuan penelitian. Perilaku Skenario Dasar dengan Intervensi BAZNAS dan RZ Pada skenario dasar ini, akan dilihat perilaku model dengan menerapkan skenario yang sama untuk intervensi yang berbeda. Dalam hal ini akan dilihat bagaimana perbedaan perilaku model, ketika model usaha mikro mustahik diberikan intervensi BAZNAS dan diberikan intervensi RZ. Dengan terlihatnya perilaku tersebut, maka akan memperlihatkan permasalahan atau keadaan yang mungkin terjadi yang tidak sesuai dengan harapan. Pemahaman ini dapat dijadikan dasar penentuan apa yang harus diperbaiki dan bagaimana memperbaikinya, sehingga dapat dicapai keadaan sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan penelitian bukan untuk menentukan intervensi mana yang paling baik, akan tetapi lebih ditujukan untuk melihat bagaimana perilaku model setelah diberikan intervensi. Hasil dari perilaku tersebut diharapkan dapat dijadikan catatan dan perhatian untuk masing-masing instansi/lembaga guna menilai bagaimana efek dari intervensi yang dilakukan terhadap perkembangan usaha mikro mustahik, terutama dari sisi pendapatan usaha (omset) dan keuntungan. Dengan ini pada akhirnya diharapkan akan berimbas pada pengambilan kebijakan yang paling tepat dalam upaya menghantarkan mustahik mitranya agar segera menjadi muzakki.
72
Kas Usaha Mikro Gambar 3.3 Perilaku Kas pada Skenario Dasar dengan Intervensi BAZNAS dan RZ
Gambar 3.3 di atas memperlihatkan bahwa pada simulasi dasar dengan intervensi BAZNAS maupun intervensi RZ menunjukkan adanya kecenderungan mengalami peningkatan pada kas. Dengan intervensi BAZNAS, kas usaha mikro pada hari ke-2000 diprediksi mencapai nilai Rp 86,4 juta, sedangkan dengan intervensi RZ pada hari ke-2000 kas usaha mikro diprediksi mencapa Rp 138,3 juta. Pendapatan dari Penjualan (Omset) Gambar 3.4 Perilaku Pendapatan dari Penjualan (Omset) pada Skenario Dasar dengan Intervensi BAZNAS dan RZ
73
Gambar 3.4 di atas memperlihatkan bahwa pada simulasi dasar dengan intervensi BAZNAS maupun intervensi RZ menunjukkan adanya kecenderungan mengalami peningkatan pada omset hingga akhirnya cenderung konstan. Dengan intervensi BAZNAS, omset usaha mikro akan cenderung mengalami peningkatan dan mulai stabil di hari ke-1685 dengan omset sekitar Rp 544 ribu/hari. Sedangkan dengan intervensi RZ, omset usaha mikro akan cenderung mengalami peningkatan dan mulai stabil di hari ke-1267 dengan omset sekitar Rp 598 ribu/hari. Keuntungan Gambar 3.4 Perilaku keuntungan pada Skenario Dasar dengan Intervensi BAZNAS dan RZ
Garis lurus berwarna hitam pada Gambar 3.4 di atas menunjukkan pendapatan tingkat muzakki sebesar Rp 4 juta/bulan atau sekitar Rp 133 ribu/hari. Dari gambar di atas terlihat bahwa pada simulasi dasar dengan intervensi BAZNAS maupun intervensi RZ menunjukkan adanya kecenderungan mengalami peningkatan pada keuntungan hingga akhirnya cenderung konstan. Dengan intervensi BAZNAS, keuntungan usaha mikro mulai mencapai tingkat muzakki pada hari ke 1228 atau sekitar 878 hari setelah intervensi mulai dilakukan di hari ke 350. Artinya dengan intervensi BAZNAS butuh waktu sekitar 2,4 tahun untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai penghasilan tingkat muzakki. Dengan intervensi RZ, keuntungan usaha mikro mulai mencapai tingkat muzakki pada hari ke 719 atau sekitar 369 hari setelah intervensi mulai dilakukan di hari ke 350. Artinya dengan intervensi RZ butuh waktu sekitar 1,01 tahun untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai penghasilan tingkat muzakki.
74
Kualitas Manajemen Gambar 3.5 Perilaku Kualitas Manajemen pada Skenario Dasar dengan Intervensi BAZNAS dan RZ
Gambar 3.5 di atas menunjukkan ketika intervensi belum dilakukan maka kualitas manajemen cenderung mengalami penurunan. Sedangkan dengan menerapkan intervensi BAZNAS dan RZ kepada mustahik pelaku usaha mikro, maka kualitas manajemen mustahik pelaku usaha mikro cenderung mengalami peningkatan dan pada akhirnya cenderung konstan. Dengan intervensi BAZNAS, kualitas manajemen mustahik pelaku usaha mikro mulai mencapai 0,8 unit kualitas di hari ke-962 atau sekitar 612 hari setelah intervensi mulai dilakukan di hari ke 350. Artinya dengan intervensi BAZNAS butuh waktu sekitar 1,67 tahun untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar kualitas manajemennya mencapai 0,8 unit kualitas. Nilai ini cenderung konstan hingga hari ke-2000. Dengan intervensi RZ, kualitas manajemen mustahik pelaku usaha mikro mulai mencapai 0,84 unit kualitas di hari ke-592 atau sekitar 242 hari setelah intervensi mulai dilakukan di hari ke 350. Artinya dengan intervensi BAZNAS butuh waktu sekitar 0,66 tahun untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar kualitas manajemennya mencapai 0,84 unit kualitas. Nilai ini cenderung konstan hingga hari ke-2000.
75
Motivasi Berwirausaha Gambar 3.6 Perilaku Motivasi Berwirausaha pada Skenario Dasar dengan Intervensi BAZNAS dan RZ
Gambar 3.6 di atas menunjukkan ketika intervensi belum dilakukan maka motivasi berwirausaha cenderung mengalami penurunan. Sedangkan dengan menerapkan intervensi BAZNAS dan RZ kepada mustahik pelaku usaha mikro, maka motivasi berwirausaha mustahik pelaku usaha mikro cenderung mengalami peningkatan dan pada akhirnya cenderung konstan. Dengan intervensi BAZNAS, motivasi berwirausaha mustahik pelaku usaha mikro mulai mencapai 0,9 unit motivasi di hari ke-596 dan mencapai 0.987 unit motivasi di hari ke-2000. Dengan intervensi RZ, motivasi berwirausaha mustahik pelaku usaha mikro mulai mencapai 0,9 unit motivasi di hari ke854 dan mencapai 0.995 unit motivasi di hari ke-2000. Analisis Sensitivitas Gambar 3.7 Perilaku Kualitas Manajemen dan Keuntungan pada Intervensi BAZNAS dengan waktu pendampingan hari ke-1, hari ke15, dan hari ke-60
76
Berdasarkan Gambar 3.7 di atas, pada intervensi BAZNAS terlihat bahwa waktu pendampingan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika waktu pendampingan dilakukan sedini mungkin maka untuk mencapai kualitas manajemen yang diinginkan akan semain cepat, hal ini kemudian akan memberikan pengaruh yang lebih cepat juga pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dari simulasi di atas, apabila waktu pendampingan dimulai pada hari pertama yaitu ketika bantuan diberikan, maka untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki dibutuhkan waktu sekitar 878 hari atau sekitar 2,4 tahun dari pemberian bantuan. Apabila waktu pendampingan dilakukan 15 hari setelah pemberian bantuan, maka dibutuhkan waktu sekitar 911 hari atau sekitar 2,49 tahun untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga Apabila waktu pendampingan dilakukan 60 hari setelah pemberian bantuan, maka untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki dibutuhkan waktu sekitar 1061 hari atau sekitar 2,9 tahun dari pemberian bantuan. Dengan demikian waktu pendampingan merupakan parameter yang cukup sensitif dalam mempengaruhi perilaku model. Dari gambar di atas, terlihat hal yang cukup ekstrim dimana dengan menerapkan intervensi BAZNAS dan pendampingan dimulai pada hari ke-60 terlihat bahwa keuntungan yang diperoleh sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan di hari ke 680 namun kemudian meningkat kembali. Untuk menjelaskan mengapa perilaku ini muncul, mari kita lihat kondisi kas sebagaimana gambar berikut ini : Gambar 3.8 Perilaku Kas pada Intervensi BAZNAS dengan waktu pendampingan hari ke-1, hari ke-15, dan hari ke-60
Dari gambar di atas, terlihat bahwa untuk simulasi ketiga dengan 77
waktu pendampingan dimulai pada hari ke-60 kas sempat mengalami penurunan sehingga pada pada hari ke 680 posisi kas sangatlah kecil, hal ini terjadi karena mustahik memiliki kewajiban untuk memenuhi kewajiban tabungannya, sehingga setelah pemberian bantuan 1 di hari ke 350, posisi penjualan masih sedikit karena pelanggannya masih sedikit pula, hal ini berakibat pada pendapatan dari penjualannya lebih kecil dari kebutuhannya, baik kebutuhan untuk aset, biaya pokok produksi, kebutuhan rumah tangga, pengembangan produk dan penjualan dan adanya kewajiban untuk menabung. Diasumsikan bahwa mustahik akan memenuhi kewajiban tabungannya ketika melihat masih ada uang di kas untuk membayar tabungan, sehingga bila waktu menabung normal sekitar 300 hari, maka dimungkinkan pada hari ke 650 kas akan terus mengalami pengurangan. Ketika ketersediaan kas sedikit maka produksi yang dihasilkan pun sedikit meskipun jumlah permintaan mungkin cukup banyak. Hal inilah yang kemudian menyebabkan omsetnya sedikit yang berakibat pada menurunnya keuntungan yang diperoleh. Gambar 3.9 Perilaku Kualitas Manajemen dan Keuntungan pada Intervensi RZ dengan waktu pendampingan hari ke-1, hari ke-15, dan hari ke-60
Berdasarkan Gambar VI.8 di atas, menunjukkan perilaku dengan intervensi RZ menyerupai perilaku dengan intervensi BAZNAS. Dari gambar di atas terlihat bahwa waktu pendampingan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika waktu pendampingan dilakukan sedini mungkin maka untuk mencapai kualitas manajemen yang diinginkan akan semain cepat, hal ini kemudian akan memberikan pengaruh yang lebih cepat juga pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dari simulasi di atas, apabila waktu pendampingan dimulai pada hari pertama yaitu ketika bantuan diberikan, maka untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki dibutuhkan waktu sekitar 369 hari atau sekitar 1,01 tahun dari pemberian bantuan. Apabila waktu pendampingan dilakukan 15 hari setelah 78
pemberian bantuan, maka dibutuhkan waktu sekitar 386 hari atau sekitar 1,05 tahun untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga Apabila waktu pendampingan dilakukan 60 hari setelah pemberian bantuan, maka untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki dibutuhkan waktu sekitar 439 hari atau sekitar 1,2 tahun dari pemberian bantuan. Kualitas Manajemen Pelaku Usaha Mikro Mula-mula ( Initial Kualitas Manajemen) Gambar 3.10 Perilaku Kualitas Manajemen dan Keuntungan pada Intervensi BAZNAS dengan initial Kualitas Manajemen a=0,4; b=0,5; c=0,6
Berdasarkan Gambar 3.10 di atas, pada intervensi BAZNAS terlihat bahwa Kualitas Manajemen Pengusaha mula-mula memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika kualitas manajemen mula-mulanya lebih besar maka untuk mencapai kualitas manajemen yang diinginkan akan semain cepat, hal ini kemudian akan memberikan pengaruh yang lebih cepat juga pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dari simulasi di atas, apabila kualitas manajemen mula-mula sebesar 0,4 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 962 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,8 unit kualitas, dan butuh waktu sekitar sekitar 878 hari atau sekitar 2,4 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Apabila apabila kualitas manajemen mula-mula sebesar 0,5 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 765 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,8 unit kualitas, dan butuh waktu sekitar sekitar 688 hari atau sekitar 1,88 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga apabila kualitas manajemen mula-mula sebesar 0,6 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 695 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,8 unit kualitas, dan butuh waktu sekitar sekitar 617 hari atau sekitar 1,69 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki.
79
Gambar 3.11 Perilaku Kualitas Manajemen dan Keuntungan pada Intervensi RZ dengan initial Kualitas Manajemen a=0,4; b=0,5; c=0,6
Berdasarkan Gambar 3.11 di atas, pada intervensi RZ menunjukkan perilaku yang hampir sama dengan perilaku pada intervensi BAZNAS terlihat bahwa Kualitas Manajemen Pengusaha mula-mula memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika kualitas manajemen mula-mulanya lebih besar maka untuk mencapai kualitas manajemen yang diinginkan akan semain cepat, hal ini kemudian akan memberikan pengaruh yang lebih cepat juga pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dari simulasi di atas, apabila kualitas manajemen mula-mula sebesar 0,4 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 591 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,84 unit kualitas, dan butuh waktu sekitar sekitar 369 hari atau sekitar 1,01 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Apabila apabila kualitas manajemen mula-mula sebesar 0,5 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 546 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,84 unit kualitas, dan butuh waktu sekitar sekitar 324 hari atau sekitar 0,88 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga apabila kualitas manajemen mula-mula sebesar 0,6 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 518 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,84 unit kualitas, dan butuh waktu sekitar sekitar 278 hari atau sekitar 0,76 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki.
80
Kualitas Manajemen Pendamping Gambar 3.12 Perilaku Kualitas Manajemen, Kas, Pendapatan dan Keuntungan pada Intervensi BAZNAS dengan KM Pendamping a=0,85; b=0,9; c=0,95
Berdasarkan Gambar 3.12 di atas, pada intervensi BAZNAS terlihat bahwa Kualitas Manajemen Pendamping akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terutama pada waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika kualitas manajemen pendampingnya semakin besar maka untuk mencapai kualitas manajemen pengusaha mikro yang diinginkan akan semain cepat, hal ini kemudian akan memberikan pengaruh yang lebih cepat juga pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dari simulasi di atas, apabila kualitas manajemen pendamping sebesar 0,85 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 962 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,8 unit kualitas, kas di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 86,4 juta, omset di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 544 ribu/hari, dan butuh waktu sekitar sekitar 848 hari atau sekitar 2,4 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. apabila kualitas manajemen pendamping sebesar 0,9 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 773 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,8 unit kualitas, kas di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 116 juta, omset di hari ke 2000 diprediksi 81
sekitar Rp 605 ribu/hari, dan butuh waktu sekitar sekitar 582 hari atau sekitar 1,59 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga, apabila kualitas manajemen pendamping sebesar 0,95 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 692 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,8 unit kualitas, kas di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 135,6 juta, omset di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 633 ribu/hari, dan butuh waktu sekitar sekitar 474 hari atau sekitar 1,29 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Gambar 3.13 Perilaku Kualitas Manajemen, Kas, Pendapatan dan Keuntungan pada Intervensi RZ dengan KM Pendamping a=0,85; b=0,9; c=0,95
Berdasarkan Gambar 3.13 di atas, pada intervensi RZ menunjukkan perilaku yang menyerupai perilaku dengan intervensi BAZNAS. Dari Gambar di atas terlihat bahwa Kualitas Manajemen Pendamping akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terutama pada waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika kualitas manajemen pendampingnya semakin besar maka untuk mencapai kualitas manajemen pengusaha mikro yang diinginkan akan semain cepat, hal ini kemudian akan memberikan pengaruh yang lebih cepat juga pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. 82
Dari simulasi di atas, apabila kualitas manajemen pendamping sebesar 0,85 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 591 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,84 unit kualitas, kas di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 138,39 juta, omset di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 598 ribu/hari, dan butuh waktu sekitar sekitar 369 hari atau sekitar 1,01 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. apabila kualitas manajemen pendamping sebesar 0,9 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 502 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,84 unit kualitas, kas di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 158,05 juta, omset di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 628 ribu/hari, dan butuh waktu sekitar sekitar 278 hari atau sekitar 0,76 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga, apabila kualitas manajemen pendamping sebesar 0,95 unit kualitas, maka butuh waktu sekitar 471 hari untuk mencapai kualitas manajemen 0,84 unit kualitas, kas di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 171,39 juta, omset di hari ke 2000 diprediksi sekitar Rp 648 ribu/hari, dan butuh waktu sekitar sekitar 239 hari atau sekitar 0,65 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Jumlah Binaan pada Intervensi BAZNAS Pada uji sensitivitas ini, ingin dilihat seberapa sensitifnya parameter jumlah binaan khususnya dalam memperngaruhi perilaku pendapatan dari penjualan dan perilaku dari keuntungan. Gambar 3.14 Perilaku Pendapatan dan Keuntungan pada Intervensi BAZNAS dengan Jumlah Binaan 300 orang; 200 orang; dan 100 orang
Berdasarkan Gambar 3.14 di atas, dengan intervensi BAZNAS terlihat bahwa jumlah binaan akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap omset serta waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika jumlah binaannya semakin sedikit maka untuk untuk mencapai omset yang lebih besar semakin cepat dan berakibat pada lebih cepatnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dari simulasi di atas, apabila jumlah binaan 300 orang, maka omset di hari ke83
2000 diprediksi sebesar Rp 544 ribu/hari dan dan butuh waktu sekitar sekitar 878 hari atau sekitar 2,4 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Apabila jumlah binaan 200 orang, maka omset di hari ke-2000 diprediksi sebesar Rp 577 ribu/hari dan dan butuh waktu sekitar sekitar 628 hari atau sekitar 2,4 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga, apabila jumlah binaan 100 orang, maka omset di hari ke-2000 diprediksi sebesar Rp 591 ribu/hari dan dan butuh waktu sekitar sekitar 488 hari atau sekitar 1,33 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Jumlah Pendampingan pada Intervensi BAZNAS Gambar 3.15 Perilaku Pendapatan dan Keuntungan pada Intervensi BAZNAS dengan Jumlah Pendampingan 1x/bulan; 2x/bulan; 3x/bulan
Berdasarkan Gambar 3.15 di atas, pada intervensi BAZNAS terlihat bahwa jumlah pendampingan akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap omset serta waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Ketika jumlah pendampingannya semakin banyak maka untuk untuk mencapai omset yang lebih besar semakin cepat dan berakibat pada lebih cepatnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dari simulasi di atas, apabila jumlah pendampingan 1x/bulan, maka omset di hari ke-2000 diprediksi sebesar Rp 544 ribu/hari dan dan butuh waktu sekitar sekitar 878 hari atau sekitar 2,4 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Apabila jumlah pendampingan 2x/bulan, maka omset di hari ke-2000 diprediksi sebesar Rp 574 ribu/hari dan dan butuh waktu sekitar sekitar 522 hari atau sekitar 1,43 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dan pada simulasi ketiga, apabila jumlah pendampingan 3x/bulan, maka omset di hari ke-2000 diprediksi sebesar Rp 591 ribu/hari dan dan butuh waktu sekitar sekitar 465 hari atau sekitar 1,27 tahun dari pemberian bantuan untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki. 84
D.
Pembahasan Berdasarkan perilaku yang ditampilkan oleh model dengan Intervensi BAZNAS dan RZ sebagaimana telah diuraikan pada sub Bab VI.2 dan VI.2, akan kita kaji secara lebih mendalam terkait perilaku yang ditampilkan oleh model. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kajian ini bukan untuk menentukan intervensi mana yang paling baik, BAZNAS ataukah RZ, akan tetapi lebih ditujukan untuk melihat bagaimana perilaku model setelah diberikan intervensi. Hasil dari perilaku tersebut diharapkan dapat dijadikan catatan dan perhatian untuk masing-masing instansi/lembaga guna menilai bagaimana efek dari intervensi yang dilakukan terhadap perkembangan usaha mikro mustahik, terutama dari sisi pendapatan usaha (omset) dan keuntungan. Dengan ini pada akhirnya diharapkan akan berimbas pada pengambilan kebijakan yang paling tepat dalam upaya menghantarkan mustahik mitranya agar segera menjadi muzakki. Pengaruh Intervensi BAZNAS dan RZ terhadap Omset dan Keuntungan Dari Gambar 3.3 sampai dengan Gambar 3.7, terlihat bahwa setelah diterapkannya intervensi pada model Usaha Mikro Mustahik baik dengan Intervensi BAZNAS ataupun RZ, maka terjadi peningkatan yang signifikan pada kualitas manajemen dan motivasi berwirausaha yang kemudian memberikan pengaruh yang cukup besar pada peningkatan kas, pendapatan dari penjualan (omset), keuntungan (pendapatan harian). Hal ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan intervensi pada usaha mikro mustahik berupa penyaluran zakat secara produktif dan melakukan pendampingan, dapat meningkatkan omset dan keuntungan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Winoto (2011), yang juga melakukan penelitian di BAZ Kota Semarang terkait bagaimana pengaruh dana zakat produktif terhadap keuntungan usaha mustahik penerima zakat menggunakan metode analisis uji beda dan menghasilkan kesimpulan bahwa pemnyaluran tersebut memberikan pengaruh yang signifikan pada omset dan keuntungan usaha mustahik. Terjadi peningkatan total pengeluaran rumah tangga, penerimaan usaha, pengeluaran usaha dan keuntungan usaha mustahik setelah mendapat bantuan modal usaha yang diberikan BAZ Kota Semarang. Perilaku pada model juga menunjukkan bahwa intervensi berupa pendampingan memberikan pengaruh luar biasa pada berbagai peningkatan tersebut. Mengapa pendampingan? Sebagaimana yang telah diilustrasikan pada Gambar V.9 dan V.11, setelah dilakukannya intervensi, maka submodel yang akan memberikan pengaruh langsung terhadap Kualitas Manajemen dan Motivasi Berwirausaha adalah sub model Pendampingan, sehingga aktivitas pendampinganlah yang memegang peranan cukup signifikan terhadap peningkatan kualitas manajemen dan 85
motivasi berwirausaha. Berdasarkan data primer yang diperoleh saat wawancara, beberapa mustahik pelaku usaha mikro baik di BAZNAS maupun di RZ mengaku bahwa dengan intervensi tersebut, baik berupa bantuan dan pendampingan memberikan pengaruh yang besar khususnya pada omset dan keuntungan yang diperoleh. Pedagang Bakso binaan BAZNAS, mengaku bahwa setelah mendapat bantuan dan pendampingan dari BAZNAS omsetnya menjadi Rp 1 juta/hari dengan keuntungan Rp 200-300 ribu/hari. Saat wawancara dilakukan intervensi BAZNAS telah dilakukan selama lebih dari 2 tahun terhadap usahanya. Dengan penghasilan tersebut, dapat dikatakan bahwa pendapatannya sekitar Rp 4-6 juta/bulan telah melebihi pendapatan tingkat muzakki yang dipatok di kisaran Rp 4 juta/bulan. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan intervensi BAZNAS memberikan perilaku yang menyerupai perilaku di lapangan. Penjual sop buah binaan RZ mengaku bahwa setelah mendapat bantuan dan pendampingan dari RZ omsetnya menjadi Rp 700-800 ribu/hari dengan keuntungan sekitar Rp 200 ribu/hari. Dengan penghasilan tersebut, dapat dikatakan bahwa pendapatannya sekitar Rp 6 juta/bulan telah melebihi pendapatan tingkat muzakki yang dipatok di kisaran Rp 4 juta/bulan. Saat wawancara dilakukan intervensi RZ telah dilakukan selama 1,5 tahun terhadap usahanya. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan intervensi RZ juga memberikan perilaku yang menyerupai perilaku di lapangan. Selain itu dalam wawancara, Pendamping RZ juga pernah menyatakan bahwa dalam satu tahun bisa mewidusa minimal 2 Penerima Manfaat menjadi Muzakki. Jika untuk mencapai UMR (Upah Minimum Regional) rata-rata sudah tercapai. Dengan perilaku yang ditampilkan oleh model, maka pernyataan pendamping RZ tersebut bisa dibenarkan adanya. Arti penting sebuah pendampingan dalam menghantarkan pera pelaku usaha mikro agar meningkat kesejahteraannya mutlak diperlukan, karena dengan hanya memberikan bantuan usaha tanpa pendampingan, maka dengan pengetahuan, skill, dan kemampuan yang dimiliki yang rata-rata sangat minim tidak mungkin dapat membawa pelaku usaha mikro meningkat kesejahteraannya. Menguatkan pernyataan tersebut, dalam berita di situs Kompas.com, tanggal 19 Agustus 2014 menyebutkan bahwa pelaku usaha UMKM gagal karena minim pendampingan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2010) terkait Kajian Aktivitas Pendampingan pada Kredit Program Barokah, Kota Bandung, menunjukkan bahwa dengan meningkatnya aktivitas pendampingan para pendamping, maka memberikan pengaruh pada peningkatan aset UMKM, peningkatan modal Barokah, dan penurunan kredit macet. Hasil penelitian Juniarti (2011) terkait dengan Pengembangan dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah melalui kemitraan juga memberikan hasil yang sejalan bahwa 86
pendampingan akan mempercepat proses pembelajaran, pendampingan diberikan secara berkesinambungan untuk mempercepat proses penyetaraan posisi UMKM baru dan UMKM yang telah mapan yang merupakan faktor dominan yang mendukung keberhasilan kemitraan. Pengaruh Waktu Pendampingan Berdasarkan Gambar 3.8 dan 3.10 terkait dengan hasil analisis sensitivitas terhadap parameter waktu pendampingan, baik pada intervensi BAZNAS maupun RZ menunjukkan bahwa dengan melakukan pendampingan sedini mungkin maka waktu untuk menghantarkan kualitas manajemen mustahik pelaku usaha mencapai kualitas yang diinginkan akan lebih cepat sehingga akan berakibat pada lebih cepatnya waktu untuk menghantarkan pendapatan mustahik pelaku usaha mikro mencapai pendapatan tingkat muzakki. Sejalan dengan hasil tersebut, berdasarkan hasil kajian dari Juniarti (2011), menyatakan bahwa pendampingan juga harus dilakukan sedini mungkin untuk menjamin agar mitra yang pengetahuan dan pengalamannya masih minim tidak terburu menarik diri dari kemitraan. Hal ini harus menjadi perhatian bagi lembaga penyalur zakat agar tidak menunda-nunda aktivitas pendampingan, atau bahkan mengabaikannya karena akan berpengaruh terhadap lambatnya peningkatan kesejahteraan mustahik. Pemberian bantuan saja tidaklah cukup untuk dapat meningkatkan kesejahteraan mereka secara permanen tanpa melakukan pendampingan. Pengaruh Kualitas Manajemen Mula-mula Berdasarkan Gambar 3.11 dan 3.12 terkait dengan hasil analisis sensitivitas terhadap parameter Kualitas Manajemen Mustahik Pelaku Usaha mula-mula, baik pada intervensi BAZNAS maupun RZ menunjukkan bahwa dengan semakin tingginya kualitas manajemen mustahik pelaku usaha mula-mula, maka maka waktu untuk menghantarkan kualitas manajemen mustahik pelaku usaha mencapai kualitas yang diinginkan akan lebih cepat sehingga akan berakibat pada semakin cepatnya waktu untuk menghantarkan pendapatan mustahik pelaku usaha mikro mencapai pendapatan tingkat muzakki. Dalam wawancara, ditemukan beberapa fakta bahwa beberapa mustahik pelaku usaha mikro jarang mengikuti pendampingan yang dilaksanakan oleh pendamping dikarenakan kesibukan usahanya. Namun penulis melihat beberapa pelaku usaha tersebut usahanya tetap berjalan, bahkan omset dan pendapatannya meningkat. Dengan hasil dari perilaku model yang diperoleh, penulis berpendapat bahwa apabila kualitas manajemen mustahik pelaku usaha sudah memadai, atau berada pada kisaran di atas rata-rata, maka tanpa dia mengikuti pendampingan, atau hanya dengan diberikan bantuan, dia mampu survive dalam usaha yang ia lakukan. 87
Namun demikian, dalam kenyataannya kualitas manajemen pelaku usaha mikro sangatlah minim, karena dipengaruhi juga oleh latar belakang pendidikannya. Sebagaimana uraian di sub Bab II.3, bahwa hanya sekitar 2,2 % pelaku usaha mikro dan kecil khususnya berlatar belakang pendidikan diploma atau sarjana, bahkan lebih dari 60% pelaku usaha mikro berpendidikan SMP ke bawah. Selain itu, berdasarkan data BPS, dalam program-program pelatihan dan penyuluhan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang dilaksanakan oleh pemerintah atau stakeholder lainnya seperti BUMN, Swasta serta LSM, sektor Usaha Mikro dan Kecil, merupakan sektor yang paling sedikit terlibat dalam program ini, hanya 6,1 % saja yang menyatakan pernah mengikuti bimbingan atau pelatihan. Dari 3 (tiga) jenis bimbingan atau pelatihan yang diselenggarakan meliputi manajemen, teknis produksi dan pemasaran, bidang yang paling banyak diminati sektor Usaha Mikro dan Kecil pelatihan berupa teknis produksi yaitu sekitar 88% (Tambunan, 2009: 68). Hal ini pula yang menjadi penyebab kualitas manajemen UMKM khususnya sektor Usaha Mikro dan kecil masih sangat rendah. Dengan kondisi ini, maka upaya pendampingan menjadi penting terutama dalam meningkatkan kualitas SDM mustahik pelaku usaha, guna meningkatkan pengetahuan, skill, dan kemampuannya. Bentuk pendampingan yang tepat adalah dengan mengkombinasikan pendampingan secara kelompok dengan pendampingan secara individu. Pendampingan secara kelompok dapat dilakukan dengan mengelompokkan binaan menjadi kelompok yang terdiri maksimal 20 orang, dalam pendampingan ini diisi dengan materi-materi pembangunan pengetahuan, skill serta motivasi usaha bagi para binaan yang dapat diisi oleh pendamping ataupun dari trainer khusus. Dengan adanya pendampingan kelompok ini diharapkan terbangun motivasi yang seimbang antar binaan serta diharapkan setiap binaan dapat memotivasi satu sama lain. Pendampingan secara individu dilakukan guna melengkapi pendampingan kelompok, terutama bagi binaan yang jarang datang pada pendampingan kelompok. Dalam pendampingan individu ini, diharapkan dapat menjadi wadah bagi binaan untuk melakukan konsultasi dengan pendamping atas berbagai permasalahan dalam usahanya, serta dapat dijadikan wadah bagi pendamping untuk mengidentifikasi, menganalisis serta menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapi binaan dalam usahanya. Satu hal yang harus menjadi pegangan bagi instansi/lembaga zakat khususnya para pendamping, berdasarkan uraian pada Bab II.1 bahwa salah satu tujuan dari penyaluran dana zakat adalah selain agar mereka berfungsi untuk menolong, membantu, dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera. Akan 88
tetapi, Hafidhuddin (2002:134) menjelaskan agar jika memberikan zakat khususnya yang bersifat produktif harus pula melakukan pembinaan/pendampingan dari sisi keislaman kepada para mustahik agar para mustahik semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamannya. Pengaruh Kualitas Manajemen Pendamping Selanjutnya, berdasarkan Gambar 3.13 dan 3.14 terkait dengan hasil analisis sensitivitas terhadap parameter Kualitas Manajemen Pendamping, baik pada intervensi BAZNAS maupun RZ menunjukkan bahwa dengan semakin tingginya kualitas manajemen pendamping, maka maka waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan kualitas manajemen mustahik pelaku usaha mencapai kualitas yang diinginkan akan lebih cepat sehingga akan berakibat pada semakin cepatnya waktu untuk menghantarkan pendapatan mustahik pelaku usaha mikro mencapai pendapatan tingkat muzakki. Kondisi ini hendaknya menjadi perhatian bagi instansi/ lembaga zakat untuk menerapkan kebijakan penerapan standar kualitas pendamping. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendamping merupakan fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis lainnya. Sehingga seorang pendamping harus memiliki beberapa kompetensi minimal yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha mikro kecil dan menengah diantaranya berikut : 1. Memiliki kompetensi dan kapasitas kognitif yang luas di bidang UMKM, seperti manajemen keuangan, pemasaran, pengemasan, dll.; 2. Seorang pendamping harus memiliki wawasan dan jaringan yang luas; 3. Memiliki komitmen dan professional; 4. Diutamakan memiliki pengalaman di bidang usaha; 5. Meniliki kemampuan mengidentifikasi dan menganalisis masalah, dll. Untuk mendapatkan pendamping dengan kualifikasi tersebut, instansi/lembaga zakat dapat melakukannya melalui rekrutmen pendamping yang memenuhi kualifikasi atau dengan memberikan program capacity building bagi para pendamping yang terencana dan berkelanjutan sehingga setiap pendamping diharapkan memiliki kapasitas yang seimbang. Selain itu, instansi/lembaga zakat juga dapat melakukan kemitraan dengan lembaga swasta, pemerintah melalui KUKM, institusi perguruan tinggi atau individu yang memang menyediakan tenaga pendamping terampil yang telah memiliki kompetensi dan pengalaman yang mempuni di bidang pendampingan. Selanjutnya dalam setiap pendampingan, instansi/lembaga zakat perlu memfasilitasi pendamping dengan TOR atau panduan pelaksanaan pendampingan. Dalam wawancara masih ditemukan fakta bahwa pendamping melakukan pendampingan tanpa panduan dan hanya mengandalkan pengalaman, pengetahuan, serta skill yang ia miliki. Hal ini 89
dikhawatirkan akan berimbas pada tidak meratanya percepatan kualitas para binaan dan akhirnya akan membuat lembatnya pencapaian target untuk menghantarkan mustahik menjadi muzakki. Pengaruh Jumlah Binaan dan Jumlah Pendampingan Berdasarkan Gambar 3.15 dan 3.16 terkait dengan hasil analisis sensitivitas dari parameter jumlah binaan dan jumlah pendampingan pada Intervensi BAZNAS, terlihat bahwa dengan mengurangi jumlah binaan serta menambah intensitas pendampingan memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada percepatan waktu untuk menghantarkan mustahik pelaku usaha agar mencapai pendapatan tingkat muzakki. Penulis sangat mengapresiasi BAZNAS dengan banyaknya mustahik yang menjadi binaan BAZNAS melalui program Rumah Makmur BAZNAS, hal ini menegaskan bahwa kemanfaatan BAZNAS dengan dana zakat yang dihimpunnya tersebar luas ke banyak mustahik yang berhak. Namun demikian, perlu sekali menjadi perhatian bagi BAZNAS untuk memperhatikan efektivitas pendampingan agar tidak hanya membantu mustahik pelaku usaha mikro dari sisi finansial, namun juga bagaimana menghantarkan mustahik agar pada akhirnya dia mampu mandiri secara ekonomi. Kebijakan penambahan jumlah pendamping perlu sekali menjadi perhatian bagi BAZNAS, sehingga memberikan kemudahan bagi pendamping yang saat ini penulis anggap bebannya cukup tinggi dengan kewajiban pendampingan bagi 300-400 orang mustahik. Sehingga dapat dimaklumi apabila dalam wawancara pendamping mengeluhkan bahwa salah satu kesulitan dalam pendampingan adalah sulit bertemunya pendamping dengan binaan terlebih apabila binaan tidak datang pada saat dilakukannya pendampingan ( jumlah pendamping ini selain akan memudahkan pendampingan menjadi lebih efektif, juga akan memberikan pengaruh pada jumlah pendampingan yang dilakukan. Dengan menambah jumlah pendamping, kewajiban pendampingan yang semula hanya satu kali per bulan dapat ditingkatkan menjadi dua hingga empat kali per bulan sehingga diharapkan dapat menghantarkan para mustahik pelaku usaha mikro BAZNAS untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki dalam waktu satu tahun. Terhadap intervensi yang telah dilakukan RZ bagi usaha mikro mustahik berupa penyaluran bantuan zakat secara produktif dan melakukan aktifitas pendampingan, penulis memberikan apresiasi atas upaya yang dilakukan RZ sehingga telah mampu menghantarkan mustahik pelaku usaha mikro untuk mencapai pendapatan tingkat muzakki dalam waktu yang cukup cepat, yaitu sekitar satu tahun. Hal ini tentu tidak terlepas dari peran pendamping yang memberikan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan bagi para mustahik tersebut. Namun, berdasarkan perilaku model yang diperoleh dari hasil penelitian, masih 90
memungkinkan bagi RZ untuk menambah jumlah binaan untuk satu pendamping mengingat jumlah binaan yang saat berada di bawah satu pendamping masih di bawah kondisi ideal minimal sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah. Penambahan jumlah binaan ini diharapkan akan semakin menambah kemanfaatan RZ serta dana yang dihimpunnya dalam meningkatkan kesejahteraan para mustahik. IV. KESIMPULAN Berdasarkan kepada hasil simulasi dan analisis di bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini. 1. Struktur pemanfaatan zakat secara produktif secara garis besar dibangun oleh unsur: kas usaha mikro, kualitas manajemen, motivasi berwirausaha, pelanggan, motivasi pendampingan, pendampingan, serta tabungan (untuk intervensi yang menerapkan sistem tabungan). 2. Faktor yang memberikan pengaruh yang besar terhadap tidak terjadinya peningkatan kesejahteraan pelaku usaha mikro setelah mendapat bantuan modal dari zakat adalah terkait dengan pendampingan. Rendahnya kualitas pendamping serta tidak efektifnya pelaksanaan pendampingan (bahkan tidak dilaksanakannya pendampingan) menyebabkan tidak meningkatnya kualitas manajemen yang pada akhirnya usaha mikro tidak mampu menghasilkan produk dengan daya saing tinggi dan berakibat pada rendahnya penjualan. 3. Intervensi yang dilakukan BAZ/LAZ terhadap usaha mikro mustahik berupa penyaluran bantuan zakat secara produktif dan pendampingan akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan para mustahik yang ditandai oleh adanya peningkatan omset serta peningkatan pendapatan mustahik pelaku usaha mikro hingga dapat mencapai pendapatan tingkat muzakki yaitu sekitar 1 s.d. 3 tahun (berdasarkan simulasi), apabila : a. Pendampingan dilakukan sedini mungkin, karena apabila pendampingan dilakukan terlambat atau bahkan diabaikan maka akan berpengaruh terhadap semakin lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menghantarkan mustahik mencapai pendapatan tingkat muzakki. b. Pendamping memiliki kualitas manajemen yang baik dan di atas rata-rata mustahik pelaku usaha mikro. Pendamping adalah ujung tombak berhasil tidaknya program penyaluran zakat secara produktif, rendahnya kualitas manajemen seorang pendamping akan berpengaruh pada sulitnya menghantarkan mustahik agar kesejahteraannya meningkat. c. Instansi/lembaga zakat memperhatikan efektivitas 91
pendampingan. Dalam melakukan pendampingan, jumlah binaan serta jumlah pendampingan harus menjadi hal yang menjadi perhatian agar pendampingan dapat berjalan dengan efektif serta agar target untuk menghantarkan mustahik menjadi muzakki dapat diwujudkan. V. DAFTAR PUSTAKA Aflah, Noor (2009). Arsitektur Zakat Indonesia. UI-Press, Jakarta. Ardiana, dkk (2010). Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di Surabaya. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.12, No. 1, Maret 2010: 42-55 Barnes, J. (2003). Secrets of Customer Relationship Management: Rahasia Manajemen Hubungan Pelanggan, Terjemahan. Andi, Yogyakarta. Beik, Irfan, dkk (2012). Economic Estimation and Determinations of Zakat Potential in Indonesia. Islamic Reseach and Training Institute. IRTI Working Paper Series, WP#1433-07. Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. Sage Publications Inc, Thousand Oaks London New Delhi. Halim, Siena (2009). Kajian Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Kredit oleh Pemerintah Daerah dengan Pendekatan System Dynamics. Tesis, Magister Studi Pembangunan ITB, Bandung. Hadi, Muhammad (2010). Problematika Zakat Profesi dan Solusinya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hafidhuddin, Didin (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Gema Insani, Jakarta. Hafidhuddin, Didin (2007). Agar Harta Berkah & Bertambah : Gerakan Membudayakan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf. Gema Insani, Jakarta. Hasan, Syarif (2013). Sambutan Menteri Negara Koperasi dan UKM dalam Acara Temu Nasional Pendamping Koperasi dan UMKM Tahun 2013. Hidayat, Muhammad T. (2010). Kajian Pengembangan Kebijakan Aktivitas
Pendampingan Kredit Mikro dengan Pendekatan Syatem Dynamics. Tesis, Magister Studi Pembangunan ITB, Bandung. Juniarti, Ina (2011). Inovasi Pemanfaatan Zakat Untuk Pengentasan
Kemiskinan Melalui Pengembangan dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Kahf, Monzer (1982). Ekonomi Islam: Suatu Kajian mengenai Perjalanan Sistem Ekonomi Islam (Terj). PERKIM, Malaysia. Kim, Hyujung, dkk (2012). Building Confidence In Causal Maps Generated From Purposive Test Data: Mapping Transcript of The Federal Reserve. 92
System Dynamics Review Vol 28, No. 4 (October-Desember): 311-328. Kotler, Philip; Armstrong, Garry, (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Tejemahan. Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Mufraini, Arief. Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Qordhowi, Yusuf (1982). Problema Kemiskinan Apa Konsep Islam. PT. Bina Ilmu, Jakarta. Qordhowi, Yusuf (2011). Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan (Terj.). Litera Antar Nusa, Jakarta. Ridwan, Muhammad. (2005). Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil(BMT). cet 2. UII Press, Yogyakarta. Rivai, Veithzal, dkk. (2010). Islamic Financial Management : Teori, Konsep,
dan Aplikasi Panduan Praktis bagi Lembaga Keuangan dan Bisnis, Praktisi, serta Mahasiswa. Ghalia Indonesia, Bogor. Sasmojo, Saswinadi (2004). Sains, Teknologi, Masyarakat & Pembangunan. Program Pascasarjana Studi Pembangunan ITB, Bandung. Sterman, John D. (2000). Business Dynamics, System Thinking and Modelling for a Complex World. The McGraw-Hill Companies Inc., Boston. Sudaryanto (~). Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas Asean. Diakses dari www.kemenkeu.go.id/sites/.../Strategi%20Pemberdayaan% 20UMKM. pdf. Sudirman (1994). Upaya Pengembangan Sumber Daya Manusia. Angkasa, Bandung. Tambunan, Tulus (2009). UMKM di Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Tambunan, Tulus (2012). Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia. LP3ES, Jakarta. Tasrif, M. (2001). Kumpulan Bahan Kuliah Pemodelan. Program Studi Pembangunan ITB, Bandung. Thawil, Nabil. S. (1985). Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim. Penerbit Mizan, Bandung. Tjiptono, Fandy (2003). Prisip-prinsip Total Quality Service. Andi, Yogyakarta. Triyadi, Ramdhan. (2014). Pelaku Usaha UMKM Gagal karena Minim Pendampingan. www.kompas.com. Diakses Februari 2015. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
93
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Winardi, J. Dr. Prof. (2011). Motivasi & Pemotivasian dalam Manajemen. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Winoto, Garry, dkk (2011). Pengaruh Dana Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahik Penerima Zakat (Studi Kasus Baz Kota Semarang). Widodo, Doddy (2014). Dinamika Resistensi Dalam Implementasi
Perencanaan (Studi Kasus: Pembangunan Ruas Jalan Manado Bypass Tahap 2). Tesis, Magister Studi Pembangunan ITB, Bandung. Yahya, dkk. (2010). Masalah Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia. Program Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Yudha, Sandi P. (2014). Analisis Dampak Sosial Dan Lingkungan Pada
Kegiatan Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu: Suatu Pendekatan System Dynamics. Tesis, Magister Studi Pembangunan ITB, Bandung. Zuhdi, Masjfuk (1997). Masail Fiqiyyah. PT. Gunung Agung, Jakarta.
94