PENGELOLAAN ZAKAT SECARA PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN (Studi Kasus Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS di Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang)
SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh: ARIF MASLAH 21106026
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
DEKLARASI
Bismillahirrahmanirrahim
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Arif Maslah
NIM
: 21106026
Jurusan
: Syari’ah
Program
: Ahwal Al Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah
Salatiga, 11 Agustus 2012 Penulis
Arif Maslah
MOTTO
ﺧﯿﺮاﻟﻨﺎس اﻧﻔﻌﮭﻢ ﻟﻠﻨﺎس “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”
اﻟﻤﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﺪﯾﻢ اﻟﺼﺎﻟﺢ واﻻﺧﺬ ﺑﺎﻟﺠﺪﯾﺪ اﻻﺻﻠﺢ “Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”
PERSEMBAHAN ان ﺻﻼﺗﻰ وﻧﺴﻜﻰ وﻣﺤﯿﻲ وﻣﻤﺘﻰ ﷲ رب اﻟﻌﻠﻤﯿﻦ “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam”.
Skripsi ini aku persembahkan untuk: Pae & Mbo’e (Muhtasis dan Khotidjah) Farida Noor, Pae & Mae Mas & Mbakyu (Sihab, Huda, Ummatul, Rifah, As’ad, Opex, Zakiya) Adik-adik (Lawi, Ulfe, Anna) & semua keponakan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah s.w.t yang sampai saat ini senantiasa memberikan semuanya. Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina muhammad, shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad s.a.w, dengan harapan semoga syafaatnya dipercikkan kepada kita. Selanjutnya, dalam menyelesaikan Skripsi ini penulis sangat terbantu dengan adanya do’a, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, terimah kasih penulis sampaikan kepada mereka yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Bapak. Dr. Imam Sutomo, M. Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Mubasirun, M. Ag. selaku Ketua Jurusan Syariah 3. Bapak Ilyya Muhsin, SHI, MSi. selaku Ketua Program Studi Ahwal AlSyakhsiyah Jurusan Syariah 4. Bapak
Adang
Kuswaya
yang
telah
meluangkan
waktunya
untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini 5. Bapak dan Ibu Dosen, khususnya dosen Jurusan Syari’ah dan seluruh civitas akademik STAIN Salatiga 6. Bapak Kepala Dusun, Ketua BAZIS, Mas Tandun serta keluarga dan seluruh masyarakat Dusun Tarukan 7. Mbah Kyai Sa’dulloh Utsman Sampangan, Kaliangkrik, Magelang 8. Para sesepuh PMII, pak Baehaqi, pak Wardi, pak Miftahuddin, pak Agus Waluyo, bu Zumrotun, pak Yusuf KH, kang Jambi, kang Asrofi, dll. 9. Para Alumni PMII, kang Amex, kang Huda, kang Lutfi, kang Domer & Atenk, Badawi Sholeh dan semuanya 10. Sahabat-sahabati & seluruh Keluarga Besar PMII kota Salatiga tercinta
11. Bapak/Ibu Sri, sohibul Markas dan keluarga 12. Teman-teman AHS angkatan 2006 13. Konco-konco el Ekhlas (Ambon, Jarwo, Azis, Catur, Abid).
Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Wallahu a’lam bis shawab
Penulis
Arif Maslah
ABSTRAK Maslah, Arif. 2012. Pengelolaan Zakat Secara Produktif Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS di Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang). Skripsi. Jurusan Syariah, Program Studi Ahwal al Syaksiyyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Dr. Adang Kuswaya, M Ag. Kemiskinan, sampai hari ini masih menjadi fakta sosial dan permasalahan yang tiada ujungnya. Zakat merupakan salah satu pendekatan Islam dalam pengentasan kemiskinan dan pencapaian pemerataan kesejahteraan. Saat ini berkembang konsep zakat produktif dalam upaya mewujudkan pemerataan ekonomi melalui zakat. Salah satu jenis zakat yang dikembangkan adalah zakat yang dikelola untuk kebutuhan produktif dan professional. Pengelolaan distribusi zakat ini menarik dikaji untuk mengetahui peran zakat dalam upaya mengentaskan umat dari kemiskinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalkan perilaku dan tindakan secara holistik. Pendekatan sosiologis yang dimaksud adalah melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya suatu unit sosial, individu, kelompok atau lembaga-lembaga sosial, sebagai jalan untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Dusun Tarukan, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Awalnya, harta hasil zakat oleh BAZIS di Dusun Tarukan didistribusikan kepada para mustahiq berupa uang dan makanan pokok. Sistem pengelolaan tersebut dirasa tidak berdampak baik terhadap perekonomian mustahiq, hingga kemudian pada tahun 2008 muncul gagasan zakat produktif. Pendistribusian hasil zakat ini diwujudkan berupa seekor kambing untuk diberikan kepada para mustahiq. Saat ini distribusi zakat diwujudkan berupa seekor untuk alternatif solusi pengentasan kemiskinan. Keberhasilan tersebut dikarenakan sebagian besar para mustahiq mampu mengelola kambing yang mereka terima untuk dikembangbiakkan. Keywords: zakat, produktif, kemiskinan, BAZIS
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................. iii HALAMAN DEKLARASI ............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii HALAMAN ABSRTAK ................................................................................. ix DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Penegasan Istilah .................................................................... 4 C. Permasalahan Penelitian ......................................................... 5 D. Tujuan Penelitian ................................................................... 5 E. Kegunaan penelitian ............................................................... 6 F. Metode Penelitian .................................................................. 7 G. Sisitematika Penulisan............................................................ 11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsepsi Zakat....................................................................... 14 B. Tujuan dan Hikmah Zakat ...................................................... 16 C. Harta yang Wajib Dizakati, Kadar dan Syaratnya ................... 20 D. Distribusi Zakat ...................................................................... 29 E. Islam dan Problematika Kemiskinan ...................................... 35 F. Produktifitas Pengelolaan Zakat ............................................. 38
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran umum Dusun Tarukan ........................................... 44 1. Letak Geografis dan Batas Wilayah ................................... 44 2. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................... 45 3. Kondisi Keagamaan ........................................................... 47 4. Kondisi Pendidikan............................................................ 49 B. Profil BAZIS Dusun Tarukan ................................................. 50 1. Sejarah BAZIS .................................................................. 50 2. Program BAZIS ................................................................. 52 C. Pengumpulan Harta Zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan .......... 53 D. Mustahiq Zakat di Dusun Tarukan.......................................... 56 1. Penentuan Mustahiq .......................................................... 56 2. Prosentase Pembagian........................................................ 58 E. Pengelolaan Pendistribusian Zakat BAZIS Dusun Tarukan .... 60 1. Pendistribusian Zakat Fitrah .............................................. 60 2. Pendistribusian Zakat Mal ................................................. 61 F. Dampak Pengelolaan Pendistribusian Zakat Diwujudkan Kambing ............................................................................... 63
BAB IV
PEMBAHASAN A. Analisis Pendistribusian Zakat Berupa Kambing ............... .... 67 B. Analisis Dampak Zakat Terhadap Pengentasan Kemiskinan ... 68 C. Analisis Pengembangan Pengelolaan Zakat ....................... ... 69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 77 B. Saran ...................................................................................... 78
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing Lampiran 2. Surat Rekomendasi Penelitian Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian Lampiran 4. Lembar Konsultasi Lampiran 5. Daftar Nilai SKK Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan dapat mempengaruhi akidah umat. Salah satu sebab orang yang keluar dari agama adalah karena kemiskinan dan kefakiran. Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia dengan dua tujuan, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia serta kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat. Secara sederhana, hablun minaaloh dapat diartikan bahwa seorang muslim harus secara tulus dan ikhlas bahwa seluruh aktivitasnya hanya untuk mengabdi kepada Allah. Sedangkan hablun minannas dapat diartikan bahwa seorang muslim harus mempunyai kepedulian dengan orang lain. Pedulian dengan orang adalah keharusan agar seorang muslim merasa punya tanggungjawab untuk memberikan solusi atas permasalahan umat termasuk kemiskinan. Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti sholat, haji, dan puasa. Di samping itu, zakat
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan
kemanusiaan yang strategis dan sangat berpengaruh pada pembangunan ekonomi umat. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan (Qadir, 2001:83-84).
Tujuan zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sulit terwujud apabila tidak ada peran aktif dari para muzakki dan pengelola zakat. Para muzakki harus sadar betul bahwa tujuan mereka berzakat tidak hanya semata-mata menggugurkan kewajibannya akan tetapi lebih luas yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Pengelola zakat (amil) juga dituntut harus profesional dan inovatif dalam pengelolaan dana zakat. Salah satu model pengelolaan zakat yang inovatif adalah pengelolaan zakat secara produktif, di mana dengan motode ini diharapkan akan mempercepat upaya mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan, mereka pada awalnya adalah golongan mustahik kemudian menjadi seorang muzakki. Pengelolaan distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia terdapat dua macam kategori, yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, yaitu untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahik (Qadir, 2001:46). Saat ini, meski masih banyak yang mendayagunakan harta hasil zakat secara konsumtif, akan tetapi sudah mulai muncul pendayagunan hasil zakat secara produktif di daerah-daerah, bahkan di Dusun-Dusun
semisal Dusun Tarukan. Kinerja lembaga tersebut telah mengalami kemajuan dan menerapkan metode pemberdayaan mustahiq zakat untuk usaha ternak. Dengan metode tersebut diharapankan agar para mustahik mampu memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup,
serta
kedepan
diharapkan
menjadi
muzakki
dari
hasil
pengembangan hewan ternak tersebut. Perkembangan metode pendayagunaan zakat di Dusun Tarukan sudah mulai dirintis mulai tahun 2006 dan berjalan sampai sekarang. Pada awalnya gagasan ini muncul karena panitia mempunyai interpretasi baru tentang zakat yang selama ini dipahami oleh masyarakat pada umumnya yang masih mengelola zakat secara konservativ. Panitia mempunyai interpretasi baru bahwa zakat itu disamping sebagai ibadah individu, dalam zakat juga terkandung misi pengembangan ekonomi umat. Pada awalnya gagasan konsep baru yang dirumuskan oleh panitia zakat di Dusun Tarukan tersebut mendapatkan banyak kendala. Hal tersebut karena pemuka agama dan masyarakat di Dusun Tarukan masih berpijak pada teks dan logika-logika klasik dalam mengelola dana hasil zakat yang berorientasi konsumtif. Banyak masyarakat yang masih memahami bahwa zakat hanya sebagai sebuah pemindahan harta tanpa konsep yang berbasis pada produktifitas. Akan tetapi berkat kerja keras dari panitia zakat dalam memberikan pemahaman dan penyadaran akan pentingnya reorientasi pendayagunaan zakat dari orientasi konsumtif menjadi produktif, akhirnya
gagasan pengelolaan zakat secara produktif mendapatkan dukungan dari semua lapisan masyarakat. Sistem pengelolaan pendistribusian zakat di BAZIS Dusun Tarukan berbeda dengan sistem yang biasa dipraktekkan oleh panitia zakat lainnya. Pada umumnya pola pendistribusian yang terjadi di berbagai daerah masih bersifat konsumtif, di mana dana zakat didistribusikan masih berwujud harta atau benda yang diserahkan muzakki semisal uang atau hasil tanaman. Di Dusun Tarukan, dana hasil zakat oleh BAZIS diserahkan kepada
para
dikembangbiakkan
mustahiq menjadi
diwujudkan peternakan.
berupa
kambing
Sistem
agar
pengelolaan
pendistribusian zakat yang sudah berjalan delapan tahun tersebut merupakan suatu terobosan baru dalam menyelenggarakan zakat sebagai alternatif solusi persoalan kemiskinan. Sistem pengelolaan pendistribusian zakat tersebut menurut hemat penulis menarik untuk diteliti dan dikaji. Sebagai ikhtiar untuk mengetahui lebih mendalam terhadap praktik pengelolaan pendistribusian zakat di Dusun Tarukan, penulis memilih judul skripsi “PENGELOLAAN SECARA ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN” (Studi Kasus Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS di Dusun Tarukan, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang) B. Penegasan Istilah 1. Zakat: derma yang wajib diberikan oleh umat Islam kepada fakir miskin. Harta yang jumlahnya sudah ditentukan untuk dikeluarkan
umat Islam kepada yang berhak menerima (merupakan rukun Islam ke-5) (Senja: 864) 2. Produktif: mampu menghasilkan dalam jumlah besar; mampu menciptakan hasil karya secara baik dan banyak (Senja: 671). Zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, yaitu untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahik C. Permasalahan Penelitian 1. Bagaimanakah sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS di Dusun Tarukan sebelum munculnya sistem pengelolaan pendistribusian yang diwujudkan kambing? 2. Seperti apakah sistem pengelolaan distribusi zakat dalam wujud kambing di BAZIS Dusun Tarukan? 3. Bagaimanakah dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat berupa kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan? D. Tujuan Penelitian Dalam setiap aktifitas manusia termasuk penelitian, selalu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan pendistribusian zakat di BAZIS Dusun Tarukan sebelum munculnya sistem pengelolaan pendistribusian yang diwujudkan kambing.
2. sistem pengelolaan distribusi zakat dalam wujud kambing di BAZIS Dusun Tarukan 3. Untuk mengetahui dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat berupa kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan. E. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis pribadi tetapi juga dapat berguna bagi orang lain. Kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan dalam dua hal, yaitu : 1. Kegunaan Akademis Dengan penelitian ini penulis mengharapkan dapat menerapkan teori yang telah penulis dapat dalam perkuliahan serta membandingkan dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pula bagi seluruh civitas akademika khususnya dalam program studi Ahwalus Syakhsiyyah Jurusan Syariah STAIN Salatiga sebagai bahan informasi dan bahan penelitian terhadap permasalahan zakat. 2. Kegunaan Praktis Dari hasil penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi: a. Panitia zakat agar menjadi terobosan baru tentang pengelolaan zakat yang bervisi mengentaskan kemiskinan b. Muzakki agar bersedia mengeluarkan zakatnya dan melalui panitia zakat yang ada, mengingat selama ini masih banyak masyarakat
yang belum begitu paham mengenai kewajiban menunaikan zakat dan inti dari tujuan berzakat. c. Mustahiq agar mengelola harta dengan baik harta yang telah mereka terima, sehingga kelak bisa menjadi muzakki. F. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang didgunakan oleh penulis, sebagai berikut : 1. Pendekatan dan jenis penelitian a. Metode dan pendekatan Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan secara holistik (Moleong, 2011: 6). Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam melakukan
penelitian
adalah
pendekatan
sosiologis
yaitu
pendekatan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya suatu unit sosial, individu, kelompok atau lembagalembaga sosial. sebagai jalan untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat. (Soekanto, 1999:45) b. Lokasi dan Waktu Penelitian Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data yang mana penulis langsung datang dan mewawancarai masyarakat Dusun Tarukan. Penelitian dilakukan oleh peneliti secara dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti selama tiga hari, yaitu pada hari
Sabtu-Senin, 28-30 April 2012. Tahap kedua adalah penelitian lanjutan yang dilakukan oleh peneliti selama sepuluh hari yaitu pada hari Sabtu-Senin, 5-14 Juni 2012. Dan jika dipandang perlu, peneliti akan melakukan penelitian tahap ketiga sesuai kebutuhan. Penelitian ini berlokasi di Dusun Tarukan, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. c. Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu: 1) Data Primer Merupakan sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh dari: a) Informan Informan adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota
tim
dengan
kebaikannya
dan
dengan
kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat
(Moleong, 2002:90). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah panitia pengelola zakat, aparat Desa, tokoh masyarakat dan masyarakat umum di Dusun Tarukan. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari para informan dideskripsikan dan diolah menjadi data primer. 2) Data Sekunder Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, bukubuku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya (Soekanto, 1986:12). Sumber data skunder berasal dari setiap bahan tertulis berupa buku-buku dan tulisan yang berkaitan dengan zakat. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara (interview) Wawancara atua interview merupakan tanya jawab secara lisan diman dua orang atau lebih berhadapan secara langsung dalam proses interview ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai informasi atau informan atau responden (Romy H, 1990:71). Wawancara dilakukan penulis dengan beberapa sumber 1) Ahmad Mukito selaku ketua BAZIS untuk mengetahui pengelolaan pendistribusian zakat
2) Kepala Dusun untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat Dusun Tarukan 3) Suhirzin selaku tokoh agama untuk mengetahui kondisi keagamaan masyarakat Dusun Tarukan 4) Eriyanto selaku mustahiq untuk mengetahui perkembangan kambing yang dipelihara. b. Observasi (pengamatan) Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan menagadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang berkaitan masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap mengenai kehidupan sisial dan salah satu aspek (Soekanto, 1988:239). Dalam mengumpulkan data, penulis melakukan observasi di rumah mustahiq untuk mengetahui perkembangan kambing yang mereka kelola.
3. Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data- data yang diperoleh kemudian direduksi, dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moleong,
2011:288). Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian. 4. Pengecekan Keabsahan Data Untuk mengecek keabsahan data, penulis menggunakan metode trigulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu sebagai pembanding (Moloeng, 2011:330).
Pengecekan keabsahan data
dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh penulis, dengan cara menulis kembali hasil wawancara setelah selesai melakukan wawancara secara langsung, ataupun mewawancarai ulang dari salah satu subjek penelitian untuk menambah data yang kurang bila diperlukan. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran
peneliti,
lokasi
penelitian,
sumber
data,
prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahaptahap penelitian, dan sistematika penulisan.
2.
Bab II adalah kajian pustaka yang berisi pembahasan tentang makna zakat, kemiskinan dan produktifitas zakat yang meliputi makna zakat, hikmah dan tujuan zakat, harta yang wajib dizakati kadar dan syaratsyaratnya, distribusi zakat, Islam dan kemiskina, dan produktifitas pengelolaan zakat.
3.
Bab III adalah paparan data dan temuan penelitian yang berisi gambaran umum kondisi sosial keagamaan masyarakat Dusun Tarukan, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang yang meliputi: letak geografis Dusun Tarukan, penduduk Dusun Tarukan dalam angka, potret kehidupan beragama serta kondisi umum BAZIS Dusun Tarukan yang meliputi sejarah berdiri dan programprogram dalam mengelola pendistribusian zakat. 4. Bab IV adalah pembahasan yang berisi analisis pemahaman masyarakat tentang praktik pengelolaan pendistribusian zakat, analisis dampak pengelolaan pendistribusian zakat sebagai upaya pengentasan kemiskinan oleh BAZIS di Dusun Tarukan, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
5.
Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran, dan penutup.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsepsi Zakat Kata zakat berasal dari kata zaka yang mempunyai pengertian berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan menurut lisan Arab, arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari segi bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji yang semuanya digunakan dalam Al Qur`an dan Hadist. Zakat dalam istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak (Qardawi, 1999:34). Dinamakan zakat karena dapat mengembangkan, menyuburkan pahala dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya (Ash Shiddiqie, 1984:24). Undang-undang nomor 23 tahun 2011 pasal ayat 3 Tentang Zakat, menjelaskan bahwa Zakat adalah “harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam”.
Berdasarkan macamnya zakat ada dua, yaitu zakat mal atau zakat harta dan zakat fitrah. Yang dimaksud dengan zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta seseorang yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu dan jumlah minimal tertentu. Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran wajib yang dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan keluarga yang wajar pada malam dan siang hari raya (Ali, 1988:39). Zakat
merupakan sarana mensucikan jiwa seseorang dari berbagai kotoran hati yang salah satunya adalah cinta dunia. Zakat juga berfungsi untuk mensucikan harta, karena syubhat yang sering melekat pada waktu mendapatkannya atau mengembangkannya. Penyucian harta tersebut adalah dengan mengeluarkan zakat seperti yang telah ditegaskan dalam al Qur’an:
$pkÍ5NÍkŽÏj.t“è?ur öN èd ãÎdgsÜ è? Zps%y‰ |¹ öN ÏlÎ;ºuqøBr&ô` ÏB õ‹ è{ Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” ( Q.S. at Taubah: 103) Perintah tentang pelaksanaan zakat, tentu saja mempunyai berbagai alasan atau motif, selain beraspek transenden-teologis, juga ada maksud sosial yaitu pemerataan kekayaan. Karena sesungguhnya dalam harta orang-orang kaya ada sebagian yang menjadi hak milik fakir-miskin dan hak tersebut harus diberikan kepada yang punya. Seperti firman Allah:
È@ ‹Î6¡ 9$#tûøó$#ur tûüÅ3 ó¡ ÏJ ø9$#ur çm¤)ym 4’n1öà)ø9$##sŒ ÏN $t«sù Artinya: “Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.” (Q.S ar Rum: 38) Jadi,
dalam
memaknai
zakat
tidak
hanya
semata-mata
mengeluarkan harta untuk ritual kosong tanpa makna, akan tetapi ada tujuan besar yaitu untuk melaksanakan kewajiban atau perintah dari Allah dan memberikan harta yang menjadi hak orang lain atau mustahiq demi terciptanya kehidupan yang sejahtera.
B. Tujuan dan Hikmah Zakat Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal tahun ke dua Hijrah Nabi SAW, kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa Ramadhan. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah mulai terbentuk dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina masyarakat muslim yakni sebagai bukti solidaritas sosial. Adapun ketika umat Islam masih berada di Makkah, Allah SWT sudah menegaskan dalam al Qur’an tentang pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi berupa infaq bagi mereka yang mempunyai kelebihan harta agar membantu bagi yang kekurangan (Mas’ud, 2005:39). Pada masa khalifah Abu Bakar, mereka yang terkena kewajiban membayar zakat tetapi enggan melakukannya diperangi dan ditumpas karena dianggap memberontak pada hukum agama. Hal ini menunjukkan betapa zakat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar (Depag RI, 1996:176). Di jaman Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah masa pemerintahan Bani Umayyah berhasil memanfaatkan potensi zakat. Sedekah dan zakat didistribusikan dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi dizamannya, tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat mempunyai tujuan dan hikmah sebagai berikut: 1. Tujuan Zakat
Setiap segala ajaran agama Islam pasti mempunyai sebuah tujuan, di antara tujuan-tujuan zakat adalah sebagai berikut: a. Membantu, mengurangi dan mengangkat kaum fakir miskin dari kesulitan hidup dan penderitaan mereka b. Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahiq zakat c. Membinan dan merentangkan tali solidaritas sesama umat manusia d. Mengimbangi ideologi kapitalisme dan komunisme e. Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan dan penguasaaan modal f. Menghindarkan
penumpukan
kekayaan
perseorangan
yang
dikumpulkan di atas penderitaan orang lain g. Mencegah jurang pemisah kaya miskin yang dapat menimbulkan kejahatan sosial h. Mengembangkan tanggungjawab perseorangan terhadap kepentingan masyarakat dan kepentingan umum i. Mendidik untuk melaksanakan disiplin dan loyalitas seorang untuk menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain (Depag RI, 1996: 183). 2. Hikmah Zakat Dalam melaksanakan zakat sebenaryna banyak sekali hikmah dan makna yang terkandung di dalamnya. Menurut Al-Ghazali
(1994:66) ada tiga makna yang dapat dipetik dalam melaksanakan zakat, yaitu: a. Pengucapan dua kalimat syahadat Pengucapan dua kalimat syahadat merupakan langkah yang mengikatkan diri seseorang dengan tauhid disamping penyaksian diri tentang keesaan Allah. Tauhid yang hanya dalam bentuk ucapan lisan, nilainya kecil sekali. Maka untuk menguji tingkat tauhid seseorang ialah dengan memerintahkan meninggalkan sesuatu yang juga dia cintai. Untuk itulah mereka diminta untuk mengorbankan harta yang menjadi kecintaan mereka. Sebagaimana dalam firman Allah dalam surat At Taubah ayat 111 yaitu:
c
r'Î/ Nçlm;ºuqøBr&ur óO ßg|¡ àÿRr& šú
üÏZÏB÷sßJ ø9$# šÆ
ÏB 3“ uŽtIô© $# ©! $# ¨b Î) sp¨Yyf ø9$#ÞO ßgs9
Artinya: ``Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mu`min diri-diri dan harta-harta mereka, dengan imbalan surga bagi mereka.`` b. Mensucikan diri dari sifat kebakhilan Zakat merupakan perbuatan yang mensucikan pelakunya dari kejahatan sifat bakhil yang membinasakan. Penyucian yang timbul darinya adalah sekedar banyak atau sedikitnya uang yang telah dinafkahkan dan sekedar besar atau kecilnya kegembiraannya ketika mengeluarkannya dijalan Allah. c. Mensyukuri nikmat Tanpa manusia sadari sebenarnya telah banyak sekali nikmat diberikan Allah kepada manusia, salah satunya adalah nikmat harta. Dengan zakat inilah merupakan salah satu cara manusia untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allh SWT. Karena tidak semua orang mendapatkan nikmat harta. Disamping mereka yang hidup dalam limpahan harta yang berlebihan ada juga mereka yang hidup dalam kekurangan. Dari ketiga makna yang terkandung dalam kewajiban zakat tersebut
dapat
diketahui
betapa
pentingnya
kedudukan
zakat.
Sebagaimana diketahui, bahwa manusia mempunyai sifat yang sangat mencintai kehidupan dunia. Dengan adanya kewajiban zakat tersebut,
manusia diuji tingkat keimanannya kepada Allah SWT, dengan menyisihkan sebagian dari harta kekayaan mereka menurut ketentuan tertentu. Tingkat keikhlasan manusia dalam melaksanakan kewajiban zakat dapat menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Selain itu, dengan kewajiban zakat manusia dilatih untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Di samping hikmah di atas, ada beberapa hikmah lain dalam melaksanakan zakat, di antaraanya adalah: a.
Mensyukuri nikmat Allah, meningkatsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari kotoran, kikir dan dosa
b.
Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan kemelaratan dengan segala akibatnya
c.
Menerangi dan mengatasi kefakiran yang menjadi sumber kejahilan
d.
Membina
dan
mengembangkan
stabilitas
sosial,
ekonomi,
pendidikan dan lainnya e.
Mewujudkan rasa solidaritas dan belah kasih
f. Merupakan menifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong. C. Harta Yang Wajib Dizakati, Kadar dan Syarat-Syaratnya 1. Harta Yang Wajib Zakat dan Kadarnya Pada hakikatnya, semua yang dihasilkan dari usaha seorang muslim, apapun sumbernya, pasti ada hak dari sebagian harta tersebut yang harus diberikan kepada kaum yang membutuhkan, dalam arti harta itu harus dikeluarkan zakatnya , tetapi disisi lain juga ada harta yang
tidak terkena atau wajib zaka. Pada umumnya harta yang harus dikelurkan zakatnya ada lima jenis, yaitu emas dan perak, barang tambang dan barang temuan, harta perdagangan, tanaman dan buahbuahan, dan binatang ternak yaitu unta, sapi dan kambing (Zuhayly, 1995:126). a. Zakat Emas dan Perak Para fuqoha sepakat bahwa emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya, baik yang berupa potongan, yang dicetak ataupun yang berbentuk bejana. Bahkan dalam mazhab Hanafi, mengharuskan zakat kepada perhiasan yang terbuat dari bahan tersebut (Zuhayly, 1995:126). Berbeda dengan Hanafi, Jika perak dan emas digunakan sebagai perhiasan yang diperbolehkan, keduanya tidak wajib dizakati menurut Imam Syafi’i (al Mawardi, 2007:213). Adapun nisab zakat emas adalah 200 dinar, atau menurut jumhur ukuran emas tersebut sama dengan 91 gram. Sedangkan nisab perak adalah 200 dirham yang kira-kira, menurut mazhab Hanafi, sama dengan 700 gram perak, dan menurut jumhur ulama adalah 643 gram. Sedangkan zakat uang disesuaikan dengan nisab emas dan disesuaikan dengan nilai tukar yang ada. Kadar zakat yang harus dikeluarkan dari emas dan perak adalah 2,5 %. Dengan demikian, jika seseorang memiliki nisab itu dalam waktu setahun, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya (Zuhayly, 1995:127). Untuk
penetapan nisab emas terdapat berbagai pandangan. Ada yang berpendapat 85 gram, 91 gram, 93,6 gram, 94 gram dan 96 gram. Hal ini karena disebabkan ketidaksamaan dalam mengkonversi alat ukur yang dipergunakan dari masa lalu dan sekarang (Mas’ud, 2005:46) b. Zakat Barang Tambang Ada beberapa hal yang diperselisihkan oleh para fuqaha, yaitu makna barang tambang atau ma’din, barang temuan atau rikaz, atau harta simpanan atau kanz. Zakat yang mesti dikeluarkan dari harta tambang menurut mazhab Hanafi dan maliki adalah seperlima atau khumus, sedangkan menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali sebanyak seperempat puluh (2,5 %). Barang tambang menurut mazhab Maliki dan Syafi’i adalah emas dan perak sedangkan menurut mazhab Hanafi, barang tambang adalah setiap yang dicetak dengan menggunakan api. Adapun mazhab Hanbali berpendapat bahwa yang dimaksud dengan barang tambang adalah semua jenis tambang, baik yang berbentuk padat maupun cair. c. Zakat Harta Terpendam Harta terpendam adalah harta yang ditemukan terpendam sejak zaman jahiliyah di lahan kosong atau jalanan. Harta tersebut menjadi milik penemunya dan besar zakatnya adalah 20%. Apa saja yang ditemukan di tanah milik seseorang, maka barang temuan tersebut menjadi milik pemilik tanah dan penemunya tidak punya
hak di dalamnya. Ada pun barang yang ditemukan sesudah zaman Islam, baik terpendam atau tidak maka namanya adalah luqatah (barang temuan). Luqatah tersebut harus diumumkan selama setahun. Jika pemiliknya datang penemunya harus menyerahkan barabg tersebut kepada pemiliknya. Jika tidak ada seorangpun yang datang kepadanya pemiliknya berhak memilikinya dengan jaminan ia menggantinya jika suatu saat pemiliknya datang kepadanya (al Mawardi, 2007:214) d. Zakat Harta Perdagangan Harta perdagangan adalah semua aset dari benda-benda yang diperjual-belikan, termasuk rumah yang diperjual oleh pemiliknya. Besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari jumlah keseluruhan harta dagangan yang dimiliki. Dalil mengenai kewajiban zakat harta perdagangan tercantum dalam al qur’an, yaitu:
óO çFö;|¡ Ÿ2
$tB ÏM »t6ÍhŠsÛ ` ÏB (#qà)ÏÿRr&(#þqãZtB#uä tûïÏ%©!$#$yg•ƒr'¯»tƒ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik” (Q.S. al Baqarah: 267) Sebelum mengeluarkan harta perdangan harus memenuhi beberapa syarat, yang menurut jumhur ulama, ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 1) Nisab harta perdagangan harus telah mencapai nisab senilai 94 gram emas. Harga tersebut disesuaikan dengan harga yang berlaku di setiap daerah.
2) Harta dagang harus telah mencapai haul, yaitu satu tahun sejak dimilikinya
harta
tersebut.
Jadi,
zakat
barang
dagang
dikeluarkan setiap tutup buku setelah perdagangan berjalan satu tahun. 3) Niat melakukan perdagangan saat membeli barang-barang dagangan. Pemilik barang harus berniat berdagang ketika membelinya. Adapun jika niat dilakukan setelah harta dimiliki, niatnya harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan dimulai. e. Zakat Profesi Zakat profesi itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali, atau berapa bulan sekali. Yang jelas, bila ditotal setahun besar zakat yang dikeluarkan harus sama. Namun zakat tersebut wajib dikeluarkan jika penghasilannya, ditotal selama setahun setelah dikurangi kebutuhan-kebutuhannya selama setahun melebihi nisab. dengan ketentuan nisab setara dengan 84 gram emas 24 karat, dan kadar zakatnya sebesar 2,5%. Jika tidak mencapai nishab, tidak wajib untuk dizakati. (Hafidhuddin, 2002 :94) Semua penghasilan melalui kegiatan profesional tersebut, apabila telah mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash yang bersifat umum, misalnya firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 267 yang sudah disebutkan di atas. f. Zakat Tanaman dan Buah-buahan
Pada dasarnya, zakat ini diwajibkan berdasarkan dalil dari alqur’an, sunnah, ijma’ dan akal. Dalil yang diambil dari alqur’an diantara, yaitu :
4(#þqèùÎŽô£ è@Ÿw ur (¾ÍnÏŠ$|Á ym uQ öqtƒ ¼çm¤)ym (#qè?#uäur tyJ øOr&!#sŒÎ) ÿ¾ÍnÌyJ rO ` ÏB (#qè=à2 ÇÊÍÊÈ šú
üÏùÎŽô£ ßJ ø9$#= Ïtä† Ÿw ¼çm¯RÎ)
Artinya: “ Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (Q.S. Al An’am; 141) Juga dijelaskan lagi dalam surat al Baqarah ayat 267 yang berbunyi:
$oYô_ t÷z r& !$£J ÏBur óO çFö;|¡ Ÿ2
$tB ÏM »t6ÍhŠsÛ ` ÏB (#qà)ÏÿRr& (#þqãZtB#uä tûïÏ%©!$# $yg•ƒr'¯»tƒ ÇÚ ö‘F{ $#z` ÏiB Nä3 s9
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian yang kami keluarkan dari hasil bumi untukmu” (Q.S al Baqarah: 267) Mengenai zakat tanaman yang tumbuh dari tanah, para fuqaha
mempunyai
dua
pendapat.
Pendapat
yang
pertama
menyatakan bahwa tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya mencakup semua jenis tanaman. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa tanaman yang wajib dizakati adalah khusus tanaman yang berupa makanan yang mengenyangkan dan bisa disimpan. Nisab zakat tanaman adalah 1350 kg gabah atau 750 kg beras. Kadar zakatnya adalah 5% jika pengairannya atas usaha
penanam dan 10% jika pengairanya berasal dari hujan tanpa usaha penanam. g. Zakat Hewan atau Binatang Ternak Zakat dikenakan atas binatang-binatang ternak seperti unta, sapi dan domba (kambing). Abu Hanifah berbeda pendapat dengan Syafi’i dan Maliki dengan menambahkan kewajiban zakat pada kuda. Sedangkan Syafi’i dan Maliki tidak mewajibkan kecuali jika kuda itu diperdagangkan. Secara umum pembagian zakat binatang ternak penulis gambarkan dalam tabel berikut: 1) Unta, ketentuan nishob dan besarnya zakat yang harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.1:
Tabel 2.1 Ketentuan Zakat Unta
Nisab (ekor) Zakatnya Umur (tahun) 5–9 1 kambing 10 – 14 2 kambing 2 15 – 19 3 kambing 2 20 – 24 4 kambing 2 25 – 35 1 unta 1 36 – 45 1 unta 2 46 – 60 1 unta 3 61-75 1 unta 4 76 – 90 2 unta 91 – 120 2 unta 121 3 unta Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:233-234)
2) Sapi atau kerbau, ketentuan nishob dan besarnya zakat yang harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.2: Tabel 2.2 Ketentuan Zakat Sapi atau Kerbau
Nisab (ekor) 30 – 39 40 – 59 60 – 69 70 -79 80-89 90-99 100
Zakatnya 1 sapi 1 sapi 2 sapi 2 sapi 2 sapi 3 sapi 3 sapi
Umur (tahun) 1 2 1 1 dan 2 2 1 Dua ekor 1 dan satu 2 Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:240-241) 3) Kambing atau domba, ketentuan nishob dan besarnya zakat yang harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.3:
Tabel 2.3 Ketentuan Zakat Kambing
Nisab (ekor) Zakatnya Umur (tahun) 40 – 120 1 Kambing 2 121 – 200 2 Kambing 2 201 – 399 3 Kambing 2 400 4 Kambing 2 Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:243) Setelah lebih dari 400 ekor zakatnya dihitung tiap 100 ekor adalah 1 kambing berumur 2 tahun. 2. Syarat-syarat Harta Yang Wajab Dizakati Terhadap harta yang wajib dizakati, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum diambil zakatnya. Syarat-syarat tersebut yaitu meliputi:
a. Milik penuh Harta tersebut harus berada dalam kontrol dan kekuasaannya secara penuh dan dapat diambil maanfaatnya secara penuh, serta didapatkan melalui proses pemilikan yang halal, seperti: usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain serta cara-cara lain yang sah. Sedang untuk harta yang diperoleh dengan proses haram, maka harta tersebut tidak wajib untuk dizakati, sebab harta tersebut harus dikembalikan kepada yang berhak. b. Berkembang Harta tersebut merupakan harta yang dapat berkembang atau bertambah apabila diusahakan. c. Mencapai Nisab Artinya adalah harta tersebut telah mencapai batas minimal dari harta yang wajib dizakati. Sedangkan untuk harta yang belum mencapai nishab terbebas dari zakat. d. Lebih dari Kebutuhan Pokok Artinya adalah apabila harta tersebut lebih dari kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal si pemilik harta untuk kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan primer, misalnya, pangan, sandang, dan papan. e. Bebas Dari Hutang
Orang yang mempunyai hutang yang besarnya sama atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada saat yang bersamaan, maka harta tersebut tidak wajib zakat. f. Mancapai Haul Artinya adalah bahwa harta tersebut telah mencapai batas waktu bagi harta yang wajib dizakati, yaitu telah mencapai masa satu tahun. Haul hanya berlaku bagi harta berupa binatang ternak, harta perniagaan serta harta simpanan. Sedangkan untuk hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada haulnya (Ahmad Husnan, 1996:38)
D. Distribusi Zakat Dalam
al
Qur’an
telah
dijelaskan,
bahwa
zakat
harus
didistribusikan hanya untuk delapan golongan orang, seperti firman Allah yang berbunyi :
öN åkæ5qè=è% Ïpxÿ©9xsßJ ø9$#ur $pköŽn=tæ tû,Î#ÏJ »yèø9$#ur ÈûüÅ3 »|¡ yJ ø9$#ur Ïä!#ts)àÿù=Ï9 àM »s%y‰ ¢Á 9$# $yJ ¯RÎ) šÆ
ÏiB ZpŸÒ ƒÌsù (È@ ‹Î6¡ 9$# Èûøó$#ur «! $# È@ ‹Î6y™ † Îûur tûüÏBÌ»tóø9$#ur É> $s%Ìh9$# † Îûur . ÒO ‹Å6 ym íO ŠÎ=tæ ª! $#ur 3«! $#
Artinya: ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. at Taubah: 60)
Secara umum, pesan pokok dalam ayat tersebut, adalah mereka yang secara ekonomi kekurangan. Kecuali amil dan muallaf yang sangat mungkin secara ekonomi berada dalam keadaan kecukupan. Karena itu, di dalam pendistribusiannya, hendaknya mengedepankan upaya merubah mereka yang memang membutuhkan, sehingga setelah menerima zakat, dalam periode tertentu berubah menjadi pembayar zakat. Umar bin Khattab berpendapat, bisa saja zakat dibagikan kepada salah seorang mustahik saja, ataupun dibagi secara rata. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa tujuan zakat adalah menjadikan mereka tidak lagi sebagai penerima zakat, tetapi berubah menjadi muzakki. Dengan demikian, distribusi zakat dapat didasarkan kepada skala prioritas dan kebutuhan sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar. Distribusi zakat, menurut mazhab Syafi’i tidak membolehkan pembayaran zakat hanya dalam satu kelompok saja karena berpegang teguh pada ayat al Qur’an surat at Taubah ayat 60. Sedangkan menurut Hanafi, Maliki, dan Hanbali seperti halnya Umar bin Khattab, membolehkan pembagian zakat hanya kepada satu kelompok saja, bahkan mazhab Maliki menyatakan bahwa memberikan zakat kepada orang yang sangat membutuhkan dibandingkan kelompok yang lainnya adalah sunat (Zuhayly, 1995:279). Berikut akan sedikit dijelaskan mengenai siapa saja delapan kelompok yang dimaksud mendapatkan zakat. 1. Orang fakir (fuqara’)
Pengertian orang fakir adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya seharihari. Mungkin saja apa yang dihasilkan darinya untuk makan saja kurang. Secara sederhana di Indonesia khususnya Jawa tengah, yang termasuk orang-orang fakir menurut penulis adalah orang-orang yang berpenghasilan kurang dari Rp. 10.000,-. 2. Orang miskin (masakin) Pengertian yang biasa dipahami dari orang miskin adalah orang yang mempunyai pekerjaan halal tetapi hasilnya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri dan orang yang ditanggungnya (Mahfud, : 2003,145). Menurut penulis orang miskin saat ini adalah orang-orang yang berpenghasilan di atas Rp. 10.000,- dan dibawah Rp. 20.000,-. 3. Panitia zakat (amil) Panitia zakat adalah orang yang bertugas untuk memungut harta zakat dan membagikannya kepada mustahik zakat. 4. Mu’allaf yang perlu ditundukkan hatinya Yang dapat dikatakan kelompok ini adalah orang-orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam. Mereka diberi bagian dari zakat dengan maksud keyakinan untuk memeluk Islam dapat menjadi lebih kuat. 5. Para budak Budak yang dimaksud para ulama adalah para budak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan
tidak memiliki uang untuk membayar tebusan atas mereka. Tetapi di zaman sekarang para budak sudah tidak ada. 6. Orang yang memiliki hutang Yang dimaksud dari kelompok ini adalah orang yang memiliki hutang bukan untuk dirinya sendiri melainkan orang yang memiliki hutang untuk kepentingan orang banyak.
7. Sabilillah Jumhur ulama’ berpendapat, maksud sabilillah adalah orangorang yang kelompok ini adalah orang yang berangkat perang di jalan Allah dan tidak mendapat gaji dari pemerintah atau komando militernya.
Makna
sabilillah
mempunyai
cakupan
yang
luas,
pemaknaan tersebut tergantung pada sosio kondisi dan kebutuhan waktu. Dapat dimasukkan ke dalam golongan ini seperti orang sholeh, pengajar keagamaan, dana pendidikan, dana pengobatan, dan lain-lain. 8. Ibnu sabil Yang dimaksud adalah orang yang melakukan perjalanan untuk melaksanakan sesuatu dengan maksud baik dan diperkirakan tidak akan mencapai tujuannya jika tidak dibantu. Dalam konteks sekarang makna ibnu sabil bisa sangat artinya, termasuk di dalamnya adalah anak-anak yang putus sekolah dan anak-anak yang tidak punya biaya untuk mengenyam pendidikan yang layak.
Di samping penjelasan delapan asnaf tersebut di atas, ada beberapa ketentuan khusus sebagai berikut: 1. Pengaturan bagi fakir miskin Bila hasil pengumpulan zakat cukup banyak, seharusnya pembagian untuk para fakir miskin (yang biasa berdagang) diberi modal berdagang yang besarnya diperkirakan keuntungannya cukup guna biaya hidup, agar sekali diberi untuk selamanya. 2. Zakat kepada sanak kerabat Memberikan zakat kepada sanak kerabat demikian baiknya, karena selain
memberi,
akan
berarti
juga
merapatkan
persaudaraan
(silaturahim). Adapun yang dimaksud sanak kerabat itu misalnya saudara laki-laki atau perempuan, paman, bibi, dan lain-lain, asal mereka termasuk mustahiq. 3. Zakat kepada pencari ilmu Pemberian zakat kepada para pelajar dan mahasiswa itu boleh, terutama jika yang dipelajari itu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh agama, dan mereka karena belajar itu tidak berkesempatan mencari nafkah. 4. Zakat kepada suami yang fakir Seorang istri yang memiliki kekayaan berupa barang yang wajib dizakati dan barang itu telah cukub senisab, maka ia boleh memberikan zakatnya kepada suaminya asal suami itu termasuk golongan mustahiq dan zakat yang diterimanya tidak akan dijadikan nafkah kepada isterinya.
5. Zakat kepada orang soleh Diutamakan zakat diberikan kepada ahli ilmu dan orang yang baik adab kesopanannya. Orang yang bila diberi zakat akan dipergunakan untuk maksiat, maka orang semacam itu jangan diberi zakat (Depag RI, 1996:126-129). Selain orang-orang yang berhak menerima zakat, ada pula beberapa orang atau kelompok yang tidak boleh mendapat pembagian zakat, yaitu : 1. Keturunan Nabi 2. Keluarga muzakki yang meliputi anak dan istri. 3. Orang Kafir. Dalam pendistribusian dana hasil zakat untuk usaha ada dua pendapat ulama’, kedua pendapat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Zakat, atau sebagian zakat tidak boleh ditasarufkan atau didistribusikan untuk kepentingan kemaslahatan umum lain. Namun ada pendapat yang dikutip dari tafsir al Khazin oleh Imam Qaffal yang menyatakan boleh (LTN NU Jatim, 2007:382). 2. Pengelola zakat tidak diperbolehkan untuk mengelola (dijadikan modal usaha) harta zakat
yang telah diperoleh sehingga menyampaikan
kepada fakir miskin yang berhak. Hal ini karena fakir miskin sebagai pihak yang cakap tidak memberikan kewenangan kepada panitia, sehingga mereka tidak diperbolehkan mengelola harta tanpa izin para fakir miskin tersebut (LTN NU Jatim, 2007:383). Dari pendapat ini
sebenarnya zakat dikelola untuk modal usaha sebenarnya diperbolehkan dengan catatan diizinkan oleh para mustahiq. Pada praktek pendistribusian dana zakat telah dilakukan berbagai terobosan dalam berbagai bidang. Di Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang kabupaten Semarang, dana hasil zakat didistribusikan dalam berbagai bidang yaitu untuk beasiswa pendidikan dan kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat (Sigit Purnomo, 2006:56). Selain itu di Kota Salatiga dana zakat dikelola oleh BAZIS kota Salatiga didistribusikan untuk bidang pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) dan peternakan lembu (Catur Dyah Handayani, 2006:62). E. Islam dan Problematika Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan penghidupan di mana orang tidak amapu memenuhi kebutuhan dasar. Zakiyah Darajat mendefinisikan kemiskinan bahwa orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam kekurangan. Bambang Sudibyo mengukur ketetapan miskin dengan memakai standar nisab zakat (Mas’ud, 2005:70). Akan tetapi yang terjadi di dalam masyarakat tidak jarang adanya perdebatan dalam kategorisasi seseorang dikatakan miskin, hal tersebut karena masyarakat memandang bahwa kurang atau tidaknya pemenuhan sehari-hari itu bersifat relatif. Sebagai salah satu ukuran kemiskinan adalah apa bila seseorang memiliki harta di bawah ukuran nisab zakat maka seseorang tersebut digolongkan miskin. Penentuan seseorang atau keluarga dikategorikan miskin berdasarkan sampai berapa jauh terpenuhinya kebutuhan pokok
atau konsumsi nyata yang meliputi pangan sandang, pemukiman, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok ini dinyatakan secara kuantutatif (bentuk uang) berdasarkan harga tiap tahunnya (Mas’ud, 2005:71). Ukuran tersebut di atas menurut hemat penulis cukup untuk dijadikan landasan penentuan kategorisasi miskin karena sudah mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Jika ditinjau dari pendapatan, kemiskinan ada dua macam yaitu kemiskinan relatif dan absolut. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat antara satu tingkatan pendapatan dengan tingkat pendapatan lainnya, sebagai contohnya seseorang dalam kelompok masyarakat tertentu dapat digolongkan kaya akan tetapi dalam kelompok lain dapat digolongkan miskin. Sedangkan kemiskinan absolut adalah suatu keadaan kemiskinan yang ditentukan terlebih dahulu menetapkan garis tingkat pendapatan di atas tingkat pendapatan minimum tersebut dikategorikan bukan orang miskin (Mas’ud, 2005:70). Kemiskinan jika ditinjau dari penyebabnya ada dua macam yaitu sebab mental (kultural) dan struktural. Kemiskinan yang disebabkan oleh kultural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh budaya seperti malas, boros, dan lainnya. Sedangkan Kemiskinan yang disebabkan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh sistem pembangunan yang tidak adil dan diakibatkan oleh faktor-faktor ulah rekayasa manusia. Di Indonesia dari total penduduk yang berjumlah 240.000.000 jiwa, penduduk yang tergolong miskin sebanyak 30.018.930 jiwa. Dari jumlah
penduduk miskin tersebut sebanyak 11.046.750 jiwa berdomisili di Kota dan yang berdomisili di Desa sebanyak 18.972.180 jiwa (BPSNAS, 2011), artinya penduduk miskin di Desa lebih banyak dibandingkan di Kota dengan perbandingan 63,2% di pedesaandan dan 36,8% di Kota. Secara umum ada beberapa faktor penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan, di antaranya adalah: 1. Kurangnya pengembangan SDM 2. Adanya struktur yang menghambat pengembangan ekonomi rakyat pedesaan 3. Ketidakberuntungan kelompok masyarakat miskin pedesaan 4. Ketimpangan distribusi pembangunan antara Kota dan Desa. Kemiskinan, dalam Islam menjadi perhatian serius. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya ayat-ayat al qur’an yang memerintahkan untuk memberikan makanan kepada orang-orang yang kelaparan dan saling mengingatkan untuk menolong fakir miskin. Begitu pentingnya menolong orang orang miskin, sehingga Allah menyatakan sebagai pendusta agama orang yang tidak mau memberi makan orang miskin, dengan Fifman-Nya:
ÇËÈ zO ŠÏKuŠø9$# ‘í ߉ tƒ ”
Ï%©!$# šÏ9ºx‹ sù ÇÊÈ Éú
ïÏe$!$Î/ Ü> Éj‹ s3 ム“ Ï%©!$# |M ÷ƒuäu‘r&
ÇÌÈ ÈûüÅ3 ó¡ ÏJ ø9$#ÏQ $yèsÛ 4’n?tã Ù çts† Ÿw ur Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin” (Q.S. al Ma’un: 1-3).
Nabi Muhammad selalu mengajarkan kepada umatnya agar memberikan bantuan sosial kepada yang membutuhkan. Sebagai contohnya adalah ketika bani Nadir berpindah dan harta bendanya dimiliki oleh umat Islam Rasululloh membagikan harta tersebut dengan bagian yang sama kepada kaum Muhajirin. Orang-orang Ansar yang miskin dan tidak punya sumberkehidupan juga diberi harta tersebut. Rasululloh selanjutnya berusaha menyediakan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi setiap anggota masyarakat miskin dan cacat serta bagi yang tidak mampu menyediakan kebutuhan pokok bagi dirinya atau keluarganya (Mas’ud, 2005:82). Islam memerintahkan kepada umatnya agar melawan kemiskinan. Di samping umat Islam diperintah untuk berjuang merubah diri mereka sendiri dengan bekerja keras, juga diajarkan agar tanggap terhadap kondisi lingkungan sekitar untuk memeratakan pendapatan dan kekayaan terutama bagi masyarakat pedesaan. Sebagai salah satu cara untuk mempersempit ketimpangan ekonomi dalam masyarakat, maka umat Islam dianjurkan untuk bersodaqoh, berinfaq dan diwajibkan untuk berzakat. F. Produktifitas Pengelolaan Zakat Zakat sebagai manifesto ajaran Islam yang bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan umatnya, menemukan momentumnya sebagai salah satu alternatif solusi. Dengan tujuan untuk merubah penerima zakat menjadi pemberi zakat, Islam sudah menawarkan nilai-nilai kebersamaan
dalam bermasyarakat, sekaligus menjadi ciri sebagai agama pembebasan, membebaskan umat dari kemiskinan. Selama ini, peranan zakat dalam mengentaskan kemiskinan memang belum optimal, hal tersebut disebabkan karena cara pandang semua pihak baik muzakki, pengelola dan mustahiq, dalam mengelola harta zakat masih berorientasi konsumtif. Akibatnya, harta hasil zakat tersebut habis untuk dikonsumsi tanpa berpengaruh terhadap permasalahan kemiskinan. Demi mewujudkan zakat sebagai salah satu solusi pengentasan kemiskinan maka perlu adanya perubahan cara pandang dalam pengelolaan harta zakat dari konsumtif menjadi berorientasi produktif. Orientasi pengelolaan zakat secara produktif harus dipahami bersama-sama secara menyeluruh oleh semua masyarakat (muzakki, amil dan mustahiq). Masyarakat harus memahami tujuan dari pengelolaan zakat produktif yaitu untuk kesejahteraan masyarakat, seperti yang disebutkan dalam pasal 3 UU nomor 23 tahun 2011 bahwa pengelolaan zakat bertujuan: 1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat 2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat yang produktif, dewasa ini muncul konsepsi kontemporer tentang permasalahan zakat yang telah jauh melampui pendapat-pendapat hukum klasik, terutama menyangkut tiga hal pokok, yaitu:
1. Pegembangan Obyek Zakat Obyek zakat tidak selalu harus sesuai dengan ketentuanketentuan yang telah diterapkan dalam al Qur’an dan Hadits, maupun yang dipersipkan oleh para ulama klasik seperti, emas dan perak, tanaman dan tumbuh-tumbuhan,
hewan ternak
tertentu,
harta
perniagaan, harta yang ditemukan dalam perut bumi (Mas’ud, 2005:90). Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa perlu adanya terobosan-terobosan baru dalam menentukan obyek zakat. Perluasan obyek zakat jika mencermati kontekstual lingkungan dan kedinamisan kehidupan maka akan mengsilkan objek zakat yang sangat luas, misalnya harta rikaz yang secara klasik dipahami hanya emas dan perak dapat dikembangkan pada batu mulia, permata, berlian dan sebagainya. Sebagai contoh lainnya dalam dunia profesi misalnya, saat ini banyak sekali profesi yang menghasilkan uang dalam jumlah besar, misalnya para pejabat tinggi negara, pengusaha, dokter, pengacara dan sebagainya. Melihat potensi perluasan objek zakat yang ada, maka dana zakat akan bisa terkumpul optimal dan bisa melakukan tindakan atau aksi dalam mengentaskan kemiskinan. 2. Kelembagaan Zakat Dalam rangka mengoptimalkan pendapatan dana zakat perlu pengelolaan yang berkualitas, untuk itu perlu adanya badan atau panitia yang mengelola zakat (amil). Untuk membentuk sebuah lembaga atau
panitia amil zakat yang berkualitas paling tidak ada tiga hal yang harus dipenuhi. a. Amanah Lembaga atau panitia pengelola (amil) zakat harus amanah (dapat dipercaya). Perlu adanya sistem akuntansi keuangan, untuk mengetahui akan ke mana uang zakat tersebut mengalir. Sehingga nantinya diharapkan tumbuhnya kesadaran dan kepercayaan masyarakat (muzakki) untuk menunaikan zakat melalui lembaga amil zakat. b. Fatonah Di samping sebuah lembaga pengelola zakat dapat dipercaya, juga harus fatonah (profesional). Lembaga tersebut harus dikelola oleh orang-orang yang punya dedikasi tinggi dan profesional dalam bidangnya, sehingga lembaga tersebut berjalan secara terus menerus dan mampu menelorkan dan mengawal program-program yang ada dengan baik. c. Transparan Sebagaiman diketahui dana zakat adalah dana yang dikumpulkan dari masyarakat (publik) untuk disalurkan kepada kepada masyarakat, atau dana yang dikumpulkan dari muzakki oleh suatu instansi yang akan diserahkan kepada para mustahiq. Karena dana tersebut berasal dari dana publik, maka dengan demikian publik harus tahu kemana dana tersebut disalurkan dan dimanfaatkan.
Zaman semakin maju dan keterbukaan tidak bisa dielakkan lagi apalagi hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik termasuk zakat. Dengan dituntut adanya keterbukaan maka lembagalembaga pengelola zakat harus bersifat terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Sifat keterbukaan ini penting agar para muzakki mengetahui kemana distribusi dan pemanfaatan harta zakat mereka. Sebagai wujud keterbukaan atas dana zakat yang dikelola, lembaga-lembaga pengelola zakat dapat memberikan laporan secara langsung
kepada
masyarakat
atau
memanfaatka
teknologi.
Pemanfaatan tekhnologi sangat penting karena transparansi dapat diakses oleh publik secara luas (Mas’ud, 2005:97) 3. Pendayagunaan Zakat Secara umum terdapat dua pendapat masalah pendayagunaan dana zakat. Pertama, bahwa zakat lebih bersifat konsumtif dan disalurkan secara langsung kepada para mustahiq untuk kepentingan konsumtif. Kedua, bahwa pendayagunaan dana zakat mengedepankan aspek sosial ekonomi yang luas tidak sekedar konsumtif. Untuk mencermati hal ini, perlu dibedakan antara zakat fitrah dan zakat mal. Meski keduanya memiliki nilai ibadah (hablun minAllah) namun ada perbedaan antara keduanya. Zakat fitrah yang dimaknai sebagai kewajiban bagi setiap muslim tanpa terkecuali untuk mensucikan diri, dan sifat dari zakat fitrah untuk kebutuhan konsumtif. Sedangkan zakat
mal yang bertujuan untuk mensucikan harta maka sifat dari zakat ini untuk kepentingan produktif, untuk menyokong pengembangan harta para mustahiq terutama fakir miskin. Untuk dapat melakukan pendayagunaan dana zakat mal maka penyalurannya
diprioritaskan
untuk
kepentingan
yang
bersifat
produktif. Sebagai upaya mewujudkan produktifitas dalam pengelolaan dana zakat, dana hasil zakat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin masyarakat. Dana tersebut dapat digunakan untuk pembiayaan bidang dan sarana ibadah, bidang pendidikan Islam, kesehatan, layanan sosial, dan pengembangan ekonomi (Depag RI, 1996:195-196). Dari berbagai bidang atau program pengelolaan zakat secara produktif di atas untuk
menentukan aplikasinya harus
memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Di samping melihat potensi daerah tertentu perlu juga diperhatikan potensi sumber daya masyarakatnya (mustahiq), agar program-program yang digulirkan mampu berjalan dengan baik, sehingga pemberdayaan harta zakat memang benar-benar berpengaruh terhadap pemerataan kesejahteraan bisa terwujud.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Dusun Tarukan 1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Dusun Tarukan adalah sebuah perkampungan kecil yang berada di sekitar lereng Gunung Ungaran. Terletak 2 km sebelah selatan Kecamatan Bandungan, dan 4 km sebelah timur dari objek wisata Candi Gedong Songo. Dusun Tarukan merupakan wilayah Dusun yang berada di bawah pemerintahan Desa Candi Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Secara geografis Dusun Tarukan memiliki luas wilayah sekitar 40 Ha, dengan batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan Dusun Ngablak, Desa Candi, sebelah timur berbatasan dengan Dusun Ampel Gading, Desa Kenteng, sebelah utara berbatasan dengan Dusun Talun, Desa Candi, sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Banaran, Desa Banyukuning. Secara umum Dusun Tarukan sebagian besar wilayahnya terdiri dari lahan pertanian dan ladang persawahan. Dusun Tarukan terdiri dari 8 RT dan terdiri dari 328 kepala keluarga dan berpenduduk 1170 dengan rincian 580 laki-laki dan 590 perempuan.
2. Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Dusun Tarukan masih kental dengan ikatan silaturahminya, kepedulian sosialnya masih tinggi. Kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat masih berjalan dengan baik sampai sekarang. “Seperti di Dusun-dusun sekitar, di Dusun Tarukan kegiatan gotong-royong dan saling bantu-membantu sesama warga berjalan dengan baik, seperti kerja bakti, sambatan (bantuan secara cuma-cuma) kepada orang-orang yang sedang mempunyai hajatan seperti pembangunan rumah, walimatul urs, membantu sohibul musibah dan kegiatan-kegiatan hajatan lainnya. Hal tersebut dilandasi karena seseorang tidak mampu hidup sendiri dan suatu saat pasti membutuhkan dengan bantuan orang lain”. Dari keterangan bapak Kepala Dusun Tarukan (wawancara pada 4/6/2012) dapat disimpulkan bahwa kegiatan sosial di Dusun Tarukan sampai saat ini dapat berjalan dengan baik karena adanya pemahaman warga bahwa seseorang tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup sendirian dan pasti butuh bantuan orang lain. Dalam
bidang
ekonomi,
masyarakat
Dusun
Tarukan
memiliki berbagai macam mata pencaharian, ada yang berprofesi sebagai pejabat pemerintah pusat dan pemerintah daerah, wirausaha, guru, petani, dan sebagainya. Dengan didukung wilayah yang masih luas lahan pertaniannya, bidang pertanian menjadi mata pencaharian mayoritas masyarakat. Angka penduduk Tarukan berdasrkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 data Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No
Profesi
Jumlah
Prosentase %
1
PNS
23
4,62
2
Pegawai swasta
49
9,85
3
Pensiunan
8
1,66
4
Buruh bangunan
79
15,89
5
Buruh Pabrik
14
2,81
6
Buruh Tani
39
7,84
7
Petani
205
41,24
8
Peternak
27
5,43
9
Lain-lain
53
10,66
Jumlah
497
Sumber: Monografi Kantor Kepala Dusun
Di Dusun Tarukan angka kemiskinan bisa dibilang cukup kecil. Karena hanya berjumlah sekitar 12% dari jumlah penduduk Dusun
secara
keseluruhan.
Bapak
Kepala
Dusun
Tarukan
mengatakan bahwa: “Penduduk di Dusun Tarukan tergolong rata-rata orang mampu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengalaman orang yang mendapatkan BLT pada tahun 2008 ada 38 KK. Dan penentuan penerima BLT tersebut berdasarkan tim survey langsung dari Pemerintah Kabupaten Semarang” Dari kerterangan bapak Kepala Dusun Tarukan (wawancara pada 4/6/2012) dapat disimpulkan bahwa jika diasumsikan 38 KK beranggotakan 4 jiwa maka berjumlah 152 jiwa. Dari total penduduk Dusun Tarukan yang berjumlah 1170 maka dapat diprosentasekan bahwa penduduk miskin di Dusun tersebut berjumlah 12%.
3. Kondisi Keagamaan Penduduk Dusun Tarukan mayoritas memeluk agama Islam, meskipun ada itu hanya sedikit yang beragama katolik yang angkanya tidak mencapai 10% dari keseluruhan jumlah penduduk. Tidak ada agama lain yang dianut masyarakat setempat kecuali kedua agama tersebut. Meskipun dua ajaran agama dianut dalam satu wilayah masyarakat hubungan kerukunan umat beragama sudah terjalin dengan baik. Masyarakat mampu memisahkan wilayah keagamaan dan kehidupan
bermasyarakat.
Harmonisasi
dalam
kehidupan
bermasyarakat sangat tampak, masih menjunjung tinggi semangat gotong-royong yang masih berlangsung dengan baik. Bapak Sukhirzin mengatakan bahwa: “Di sini terdapat tiga macam agama, ada yang beragama Islam, katolik dan Protestan. Meski berbeda dalam beragama, tapi masyarakat tetap menjaga kerukunan antar agama. Setiap ada kegiatan-kegiatan sosial semua saling membantu tanpa memandang agama. Yang terpenting adalah menghormati agama orang lain jika kita ingin dihormati agama kita. Dari keterangan bapak Sukhirzin (wawancara pada 3/6/2012) dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragama di Dusun Tarukan masih mampu berjalan dengan baik karena didasari rasa saling menghormati antar umat beragama. Berikut penulis gambarkan jumlah penduduk berdasarkan agama dalam tabel 3.2
Tabel 3.2 Data Penduduk Berdasarkan Agama No
Agama
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Prosentase %
1
Islam
558
553
1111
94,96
2
Katolik
30
25
55
4,70
3
Protestan
2
2
4
0,34
590
580
Jumlah
1170
Sumber: Kantor Kepala Dusun
Masyarakat Dusun Tarukan termasuk masyarakat yang religius, mereka sangat memperhatikan dan menjunjung tinggi kegiatan keagamaan. Suasana religius dapat dilihat dari banyaknya kegiatankegiatan keagamaan seperti khataman al Qur’an, pengajian al Qur’an, yasinan dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan keagamaan oleh penulis gambarkan pada tabel 3.3 Tabel 3.3 Kegiatan Keagamaan Dusun Tarukan No
Kegiatan
Waktu
1
Malam Senin
Yasinan bapak-bapak di tiap-tiap RT
2
Malam Selasa
Mujahadah musholla
3
Malam Rabu
Khatmil Qur’an bapak-bapak digilir tiap rumah
4
Malam Kamis
Yasinan ibu-ibu seDusun digilir tiap rumah
5
Kamis Wage
Semaan Qur’an umum digilir tiap musholla
6
Malam Jum’at
Yasinan
bapak-bapak
umum
laki-laki
digilir
dibagi
tiap
dua
kelompok dewasa dan remaja digilir tiap rumah 7
Jumat Pahing
Pengajian darul arqom yang diisi bapakbapak dan dan ibu-ibu digilir tiap rumah
8
Malam Minggu
Dzibaan lelaki musholla
dan
perempuantiap-tiap
Sumber: data diolah dari wawancara dengan Sukhirzin (3/6/2012)
Islam, oleh masyarat Dusun Tarukan dimaknai sebagai suatu agama yang harus dijalankan sesuai dengan syariatnya dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Syariat Islam harus dinamis dan jangan dimaknai secara kaku. Bapak Sukhirzin mengatakan bahwa: ”Dalam menjalankan syariat Islam di daerah manapun, dan khususnya di Dusun Tarukan harus memperhatikan konteks keadaan dan kebutuhan zaman. Setiap orang bisa memaknai ajaraan Islam sesuai dengan pemahaman masing masing, akan tetapi paling penting adalah menghargai setiap perbedaan pandangan agar tetap bisa hidup rukun. Ajaran-ajaran Islam harus dikembangkan sesuai kebutuhan zaman, karena telah nyata bahwa aturan-aturan syariat zaman dahulu, seperti zakat, qurban, dan kegiatan keagamaan yang dahulu dilakukan oleh orang tua zaman dahulu sekarang sudah tidak dilestarikan lagi karena sudah tidak sesuai dengan keadaan zaman. Begitu juga apa yang sudah tertata sekaraang ini, pasti kelak 20-30 tahun kedepan jika generasi dan perkembangan zaman sudah berganti maka yang ada hari ini juga harus dirubah sesuai kebutuhan zaman”. Dari keterangan bapak Sukhirzin (wawancara pada 3/6/2012) ini dapat disimpulkan bahwa Dalam menjalankan syariat Islam, harus menghargai perbedaan yang ada. Syariat Islam juga harus dijalankan sesuai dengan konteks keadaan dan zaman. 4. Kondisi Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Dusun Tarukan dapat dilihat dalam tabel 3.4
Tabel 3.4 Data Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No
Keterangan
Jumlah
Prosentase %
173
16,77
8
0,78
20
1,94
1
Tidak sekolah
2
Tidak Lulus SD
3
TK
4
Belum tamat SD
101
9,79
5
Lulusan SD
308
29,85
6
Lulusan SLTP
173
16,76
7
Lulusan SMA
179
17,34
8
Diploma
18
1,74
9
Lulusan S1 ke atas
52
5,03
Jumlah
1032
Sumber: Kantor Kepala Dusun
Dari data diatas menunjukkan tamatan SMP keatas berjumlah 40,8%, tamatan SD dan tidak sekolah berjumlah 47,4%, sedang sekolah TK dan SD sebanyak 11,7%. Dari prosentase tersebut dapat diketahui bahwa jumlah dari rata-rata tamatan pendidikan masyarakat Dusun
Tarukan masih cukup banyak masyarakatnya kurang memperhatikan pendidikan sekolah. B. Profil BAZIS Dusun Tarukan 1. Sejarah BAZ Tarukan Badan amil zakat, infaq dan shodaqoh (BAZIS) Dusun Tarukan berdiri pada tahun bulan Ramadhan tahun 1996. Berdirinya BAZIS tersebut diinisiasi oleh Pengurus Takmir Masjid Baiturrahman pada masa itu. Pendirian BAZIS tersebut dilatarbelakangi karena sebelumnya zakat dikelola oleh tiap-tiap musholla, sehingga distribusi zakat hanya berputar pada wilayah musholla tersebut. Distribusi tersebut dirasa tidak merata, karena ada RT yang terdapat banyak fakir miskinnya mendapatkan bagian sedikit dan yang sedikit warga fakir miskinnya mendapatkan jatah harta banyak. Dengan tujuan agar harta zakat dapat dibagi merata kepada seluruh mustahiq di Dusun tersebut, maka didirikanlah Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (BAZIS). Berikut adalah nama-nama ketua BAZIS dari awal berdiri sampai sekarang: a. Ketua BAZIS periode 2010/2012 Bapak Ahmad Mukito b. Ketua BAZIS periode 2008-2010 Bapak Kholid c. Ketua BAZIS periode 1998-2008 Bapak Khirzin (terpilih selama 9 periode) d. Ketua BAZIS periode 1996-1998 Bapak Kiran (terpilih selama 2 periode) Sebelum tahun 2006 masa jabatan pengurus BAZIS adalah satu tahun, kemudian setelah tahun 2006 masa jabatan dirubah selama dua
tahun, hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut muncul rintisan pengelolaan pendistribusian zakat mal berorientasi produktif, dengan masa jabatan dua tahun dimaksudkan agar BAZIS dapat memantau perkembangan mustahiq yang diberi dana zakat. Adapun komposisi pengurus BAZIS adalah tokoh agama, tokoh masyarakat dan ketua RT. Tokoh agama dan tokoh masyarakat tersebut selanjutnya akan dipilih menjadi Badan Pengurus Harian (BPH) dan ketua RT menjadi anggota, melalui Forum Evaluasi yang diadakan setiap dua tahun sekali pada bulan Sya’ban. Secara teknis tokoh agama, tokoh masyarakat dan ketua RT berkumpul untuk menentukan ketua beserta pengurusnya. Setelah pengurus itu terbentuk kemudian dikonsultasikan dengan
Ketua takmir
Masjid dan
selanjutnya
dimintakan SK kepada Ketua takmir tersebut. Berikut ini adalah Struktur Pengurus BAZIS tahun 2010/2012: Susunan Pengurus BAZIS Dusun Tarukan tahun 2010/2012 Penasehat
: Ketua Takmir Masjid Baiturrahman
Ketua
: Ahmad Mukito
Wakil ketua
: Ngatono
Sekretaris
: Supriyanto
Wakil sekretaris
: Adi Triyanto
Bendahara
: Nasoka
Wakil Bendahara : Mawardi Anggota
: 1. Ketua RT 1
5. Ketua RT 5
2. Ketua RT 2
6. Ketua RT 6
3. Ketua RT 3
7. Ketua RT 7
4. Ketua RT 4
8. Ketua RT 8
2. Program-program BAZIS a. Evaluasi kepengurusan setiap dua tahun sekali pada bulan Sya’ban b. Persiapan pengumpulan dan pendistribusian zakat mal, infaq dan shodaqoh. 1) Akhir bulan Sya’ban dibentuk petugas penerima zakat di tiap-tiap musholla dan di masjid. 2) Minggu pertama Ramadhan melakukan sosialisasi kepada masyarakat 3) Minggu kedua pendataan calon mustahiq di wilayah RT 4) Minggu ketiga pengusulan calon mustahiq dari RT kepada BPH BAZIS 5) Minggu keempat penetapan mustahiq dan pendistribusian zakat fitrah 6) Bulan Dzul Hijjah pendistribusian zakat mal. c. Pada bulan Dzul Qo’dah Persiapan qurban yang dilaksanakan bulan Dzul Hijjah. C. Pengumpulan Harta Zakat Oleh BAZIS Dusun Tarukan Zakat mal zakat fitrah, infaq dan shodaqoh dibayarkan secara bersamaaan oleh masyarakat pada bulan Ramadhan. Untuk zakat fitrah oleh muzakki ada dua macam wujudnya, ada yang dibayarkan berbentuk beras dan berbentuk uang. Selanjutnya harta-hasil Pengumpulan tersebut dikelompokkan sendiri-sendiri. Dalam pembayaran zakat fitrah dan zakat
mal, secara teknis para penduduk membayar kepada panitia tersebut di mushola-mushola terdekat. Untuk masyarakat wilayah RT 1 di mushola as Syaifullah, wilayah RT 2 dan 3 di masjid Baiturrahman, wilayah RT 4 mausola Nurul Iman, wilayah RT 5 dan 6 mushola al Ihsan, wilayah RT 7 di musholla as Syafaat, wilayah RT 8 Darul Iman selanjutnya dikumpulkan di kantor BAZIS Dusun yang bertempat di rumah bapak kepala Dusun. Setelah semua harta dikumpulkan menjadi satu kemudian harta didistribusikan oleh para pengurus BAZIS dari unsur RT dan dibantu oleh petugas RT untuk 10 mustahiq didistribusikan oleh 1 orang. Pendataan pemasukan zakat fitrah tahun 2011 penulis gambarkan dalam tabel 3.5 dan tabel 3.6 untuk pemasukan zakat fitrah dari tahun 2008-2011. Tabel 3.5 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Fitrah Dusun Tarukan Tahun 2011 Muzak ki 1 Mushalla As syaifullah 110 2 Masjid Baiturrahman 227 3 Mushalla Nurul Iman 88 4 Mushalla al Ikhsan 255 5 Mushalla as Syafaat 129 6 Mushalla Darul Iman 96 Jumlah 903 Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
No
Mushalla/Masjid
Beras Jiwa Kg 19 47,5 95 237,5 39 97,5 128 320 49 122,5 41 102,5 371 927,5
Uang Jiwa Rupiah 91 1.834.000 132 2.640.000 47 940.000 127 2.540.000 80 1.600.000 55 1.100.000 532 10.654.000
Tabel 3.6 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Fitrah Dari Tahun 2008-2011 No 1 2
Tahun 2011 2010
Muzakki 903 891
Beras 927,5 975
Uang 10.654.000 9.769.500
3 2009 840 847,5 4 2008 813 780 Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
9.669.300 9.519.000
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan penerimaan zakat fitrah mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal tersebut dipengaruhi dengan bertambahnya muzakki zakat fitrah dalam setipa tahunnya. Sedangkan untuk perolehan zakat mal setiap tahunnya tidak menentu, jumlahnya tergantung pada kesadaran masyarakat dalam mengeluarkan zakat mal. Sebagai contoh pendataan zakat mal, penulis gambarkan pada tabel 3.5 untuk tahun 2011 dan tabel 3.6 untuk kurun waktu 4 tahun terakhir. Tabel 3.7 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Mal Dusun Tarukan Tahun 2011 No 1
Mushalla/masjid Muzakki Mushalla As syaifullah 2 Masjid Baiturrahman 1 3 Mushalla Nurul Iman 4 Mushalla al Ikhsan 5 Mushalla as Syafaat 1 6 Mushalla Darul Iman 1 Jumlah 3 Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
Uang 200.000 1.000.000 900.000 2.100.000
Tabel 3.8 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Mal Dusun Tarukan Tahun 2008-2011 No 1 2 3
Tahun 2011 2010 2009
Jumlah Muzakki 3 6 5
Jumlah Uang 2.100.000 7.900.000 8.050.000
4 2008 4 Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
1.700.000
Kesadaran masyarakat menunaikan zakat mal masih rendah, selama ini yang memberikan zakat mal hanya masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang. Sedangkan untuk zakat mal di luar zakat dagang belum ada yang mengeluarkan zakatnya. Dalam perolehan 2008 dan 2009 cukup banyak karena pada waktu itu ada salah satu warga Dusun Tarukan yang telah sukses berdagang di jakarta kemudian selama dua tahun tersebut mengeluarkan zakat kepada BAZIS Dusun Tarukan. D. Mustahiq Zakat di Dusun Tarukan 1. Penentuan Mustahiq Sesungguhnya mustahiq yang disebutkan di dalam al qur’an ada delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Di Dusun Tarukan ada enam kelompok yang diberi harta zakat yaitu: a. Faqir adalah karena di Dusun Tarukan tidak ada orang yang taidak mempunyai penghasilan, maka fakir dimaknai sebagai orang yang paling miskin diantara orang-orang miskin. b. Miskin adalah orang yang punya penghasilan tetap akan dan hanya cukup untuk kebutuhan sandang dan pangan tetapi tidak cukup untuk membiayai sekolah c. Mualaf adalah Orang-orang yang baru masuk Islam. d. Amil adalah Orang-orang yang menjadi pengurus BAZIS dan para petugas dari RT yang membantu menggurusi zakat.
e. Sabillah adalah orang-orang yang berjuang mendakwahkan ilmu agama semisal guru ngaji, guru TPA. f. Ghorim adalah orang-orang yang mempunyai hutang untuk mencukupi kebutuhan sandang dan pangan. Untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi mustahiq di atas, Badan Pengurus Harian BAZIS dibantu oleh panitia zakat unsur RT. Secara teknis setiap Ketua RT berkoordinasi dengan ketua takmir takmir musholla atau masjid diwilayah tersebut untuk menetukan siapa saja yang diusulkan kepada Badan Pengurus Harian BAZIS untuk menjadi mustahiq zakat. Setelah itu nama-nama calon mustahiq tersebut digodog oleh BPH BAZIS yang kemudian menjadi data final mustahiq zakat. Dalam menentukan mustahiq zakat mal ada kriteria khusus di luar kriteria orang-orang yang tergolong fakir miskin dalam zakat fitrah. Ahmad Mukito mengatakan bahwa: “Dalam menentukan mustahiq zakat mal berbeda dari mustahiq fitrah, di samping dilihat kondisi ekonomi pada waktu bulan Ramadahan juga dilihat tingkat keaktifan dalam beribadah dan kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat”. Dari keterangan bapak Ahmad Mukito (wawancara pada 4/6/2012) dapat disimpulkan bahwa ada tiga kriteria dalam menentukan mustahiq zakat mal, yaitu: a. Orang orang yang tergolong fakir atau miskin b. Taat dalam menjalankan ibadah c. Aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan sosial keagamaan.
2. Prosentase Pembagian Untuk Mustahiq a. Zakat Fitrah Zakat fitrah dibagikan kepada enam asnaf yaitu fakir, miskin, mualaf, amil gharim dan sabilillah. Prosentase pembagiannya adalah sebagai berikut: 1) Fakir, miskin, mualaf adalah 70% dari total zakat. Dari 70% tersebut kemudian dibagi untuk fakir adalah 50%, dan 50% sisanya untuk miskin dan mualaf. 2) Amil, gharim dan sabilillah adalah 30% dari total zakat. Dari 30% itu kemudian dibagi Untuk amil adalah 40%, untuk gharim 30% dan sabilillah 30%. 3) Ada ketentuan tambahan jika jatah perorang amil melebihi jatah perorangan faakir, maka jatah amil tersebut dikurangi untuk dialokasikan jatah fakir. Bagi amil jatahnya selama mengurusi zakat hanya dihitung uang kerja sehari yang gajinya maksimal 50.000. 4) Contoh prosentase pembagian harta zakat fitrah tahun 2011. a) Perolehan hasil zakat Ø Jumlah beras: 927,5 kg Ø Jumlah uang: Rp. 10.654.000 b) Pembagian untuk fakir, miskin dan mualaf: Ø Beras 70% x 927,5
= 649,25 kg
Ø Uang 70% x 10.654.000
= 7.457.800
Ø Fakir ü
Beras 50% x 649,25
= 324, 625 kg
ü
Uang 50% x 7.457.800
= 3.728.900
Ø Miskin dan mualaf ü
Beras 50% x 649,25
= 324, 625 kg
ü
Uang 50% x 7.457.800
= 3.728.900
c) Amil Ghorim dan Sabillah Ø Beras 30% x 927,5
= 278, 25 kg
Ø Uang 30% x 10.654.000
= 3.196.200
Ø Amil ü
Beras 40% x 278, 25
= 112,25 kg
ü
Uang 40% x 3.196.200
= 1.278.500
Ø Ghorim dan Sabillah ü
Beras 60% x 278, 25
= 166 kg
ü
Uang 60% x 3.196.200
= 1.917.700
b. Zakat Mal Zakat mal hanya diberikan kepada tiga asnaf yaitu kepada fakir, miskin sebagai pengentasan kemiskinan dan kepada amil. Prosentase pembagian zakat mal dari total harta zakat adalah 85% diberikan kepada fakir miskin untuk pengentasan kemiskinan dan 15% untuk amil. Contoh pembagian zakat mal tahun 2011: 1) Perolehan zakat mal 2.100.000 2) Jatah fakir Miskin 85% x 2.100.000
= 1.750.000
3) Jatah amil 15% x 2.100.000
= 300.000
Transport
= 85.000
Uang Rp 1.750.000 digunakan untuk biaya pembelian kambing dengan harga Rp 350.000 tiap ekornya, dan mendapat lima ekor. Dalam proses pembelian, BAZIS mempercayakan kepada warga
Dusun Tarukan yang bekerja sebagai makelar kambing yang biasa jual beli kambing di pasar supaya mendapatkan kambing yang berkualitas bagus dengan harga yang murah. Selanjutnya kelima ekor kambing tersebut diberikan kepada lima orang yang menjadi mustahiq. E. Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan Dalam mendistribusikan hasil zakat di BAZIS Dusun Tarukan ada dua jenis zakat dan dua model pendistribusian yang diorientasikan secara berbeda. Pertama, zakat fitrah, pendistribusian zakat ini diorientasikan untuk dikonsumsi pada hari raya. Kedua, zakat mal, pendistribusian zakat ini diorienrasikan untuk pengentasan kemiskinan. a. Pendistribusian Zakat Fitrah Zakat fitrah oleh BAZIS Dusun Tarukan didistribusikan berorientasi
konsumtif.
Distribusi
zakat
fitrah
dipahami
oleh
masyarakat Dusun Tarukan sebagai pemberian bantuan kepada para mustahiq untuk perayaan hari raya. Dalam penyaluran zakatfitrah, oleh pengurus BAZIS diwujudkan berupa uang dan beras yang terkumpul. Penyaluran dengan dua bentuk tersebut dimaksudkan agar kebutuhan konsumsi dan belanja para mustahiq terpenuhi. Di samping itu, karena kebutuhan hari raya bukan semata-mata hanya beras, akan tetapi juga butuh uang untuk keperluan dapur mereka. b. Pendistribusian Zakat Mal 1) Sitem Konservatif
Sebelum tahun 2006 semua hasil pengumpulan zakat fitrah mal infaq dan shadaqah setelah dikumpulkan menjadi satu, semuanya diserahkan kepada mustahiq dalam bentuk beras dan uang. Semua hasil zakat didistribusikan pada akhir bulan Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri. Dengan model ini kemudian semua harta yang diberikan kepada mustahiq habis untuk dikonsumsi. 2) Pendistribusian Zakat Mal Diwujudkan Kambing Berawal dari kegelisahan para pengurus BAZIS atas kondisi para mustahiq yang dalam tiap tahunnya tidak ada perkembangan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, selanjutnya para pengurus BAZIS berembuk untuk memecahkan persoalan tersebut. Kemudian pada bulan Ramadhan tahun 2006 tercetuslah gagasan untuk mengelola pendistribusian dana zakat yang bisa dikembangkan oleh para mustahiq sesuai dengan ketrampilan dan kecenderungan masyarakat. Pada awalnya gagasan ini mendapat protes dari berbagai kalangan terutama tokoh masyarakat yang masih memahami fiqh secara kaku. Ada seorang tokoh yang berpendapat bahwa konsep baru tersebut bertentangan dengan pola pengelolaan zakat yang telah berjalan selama ini. Akan tetapi atas kerja keras BAZIS tahun 2006 yang menjelaskan akan pentingnya pengentasan kemiskina dan perlunya memperhatikan konteks keadaan dan zaman dalam
merumuskan suatu hukum termasuk di dalamnya pengelolaan zakat, pada akhirnya gagasan ini dapat diterima oleh semua pihak. Dari gagasan pengelolaan pendistribusian zakat dengan tujuan pengentasan kemiskina tersebut memunculkan dua program yaitu: a) Modal Untuk Wirausaha Melihat potensi Dusun Tarukan yang strategis untuk mengembangkan perdagangan karena berdekatan dengan pasar Bandungan yang menjadi pusat jual beli bunga di wilayah Kab. Semarang, kemudian pada tahun 2006 panitia berinisiatif untuk memberikan modal kepada mustahiq untuk berjualan bunga. Akan tetapi setelah dua tahun berjalan, pada tahun 2008 program ini dinilai tidak berjalan dengan efektif, hal ini disebabkan karena sebagian pedagang kalah bersaing dengan para penjual bunga yang mempunyai modal lebih tinggi dan sebagian yang lain karena modal yang diberikan tersebut habis dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Dan
pada
tahhun-tahun
berikutnya
pengelolaan distribusi zakat dengan sitem tidak dijalankan lagi oleh BAZIS. b) Kambing Untuk Modal Berternak Di samping potensial untuk wirausaha, kawasan Dusun Tarukan juga strategis untuk mengembangkan peternakan, karena wilayah Dusun Tarukan sangat subur dan masih banyak ladang
untuk pertanian, dan kecenderungan mayoritas masyarakat adalah bertani. Melihat potensi ini, pada tahun 2008 BAZIS kemudian menggulirkan
pengelolaan
pendistribusian
zakat
mal
yang
diwujudkan seekor kambing. F. Dampak Pengelolaan Distribusi Zakat Diwujudkan Kambing Dari tahun 2008 sampai sekarang setidaknya sudah ada 41 orang yang mendapatkan seekor kambing dari BAZIS. Ada pun rincian setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel 3.7 Tabel 3.9 mustahiq zakat mal dari tahun 2008-2011
No
Tahun
Jumlah kambing dan Mustahiq
1
2011
5
2
2010
16
3
2009
16
4
2008
4
Sumber: BAZIS Dusun Tarukan
Dari semua orang yang telah menerima kambing tersebut memunculkan beragam tanggapan, yaitu: 1. Ada sebagian orang di antara mereka yang menitipkan kepada orang lain untuk mengurus kambing tersebut. Ahmad Mukito mengatakan bahwa: “Dari penerima kambing tersebut ada beberapa yang dititipkan kepada orang lain, kalau dalam istilah orang di sini “digadohke”. Hal tersebut dilakukan karena yang bersangkutan tidak biasa
mencari rumput. Akan tetapi belum sampai kambing tersebut berkembangbiak sudah mati semua”. Dari keterangan bapak Ahmad Lukito (wawancara pada 4/6/2012) ini dapat disimpulkan bahwa ada respon dari mustahiq penerima kambing yang menitipkan kepada orang lain untuk merawatnya. Akan sistem perawatan seperti ini tidak berjalan dengan baik karena kambing-kambing tersebut mati sebelum berkembangbiak. Sistem gadoh yang dimaksud oleh masyarakat Dusun Tarukan adalah Sistem pengelolaan hewan yang dikelola oleh orang lain baik atas inisiatif pemilik hewan atau orang yang akan mengelolanya, dengan bagi hasil setengah dari keuntungan menjadi milik pengelola. Misalkan dalam setahun hewan tersebut mempunyai dua anak maka dibagi secara rata, satu ekor untuk pemilik kambing dan satu ekor milik pengelola. 2. Ada pula sebagian orang diantara mereka yang setelah mendapatkan kambing
tersebut,
langsung
dijual
untuk
membeli
alat-alat
perbengkelan. Kepala Dusun Tarukan mengatakan bahwa: “Ada salah satu penerima kambing pada tahun 2008 karena setiap harinya orang tersebut bekerja sebagai tukang bengkel, maka kambing tersebut setelah diterima seketika langsung dijual untuk membeli alat-alat bengkel. Hal tersebut dilakukan karena orang tersebut tidak bisa mencarikan rumput dan memanfaatkan pemberian tersebut untuk mendukung usaha berpengkelannya”.
Dari keterangan bapak Kepala Dusun Tarukan (wawancara pada 3/6/2012) ini dapat sisimpulkan ada yang langsung dijual untuk membeli alat-alat perbengkelan karena disamping yang bersangkutan
tidak biasa mencari rumput juga karena ingin mengembangkan ekonomi melalui usaha perbengkelan. 3. Ada pula setelah kambing tersebut diterima, pada saat itu juga langsung dijual. Bapak Supriyanto mengatakan bahwa: “Di tahun 2010 ada yang setelah menerima kambing tersebut kemudian langsung dijual seketika kepada saya dengan harga 300.000. Hal tersebut dilakukan karena sangat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”. Dari keterangan bapak Supriyanto (wawancara pada 2/6/2012) ini dapat disimpulkan bahwa kambing langsung dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 4. Dirawat sendiri sampai berkembang menjadi beberapa ekor. Kepala Dusun mengatakan bahwa: “Evaluasi terakhir, pada bulan ramadhan tahun kemarin (2011) rata-rata kambing tersebut sampai sekarang masih dirawat oleh pemiliknya atau yang dulu jadi mustahiq, jumlah perkembangannya juga bervariasi ada yang 4, 5, 6 ekor. Kemudian ada yang dijual 2 sampai 3 ekor untuk kebutuhan biaya hidup”. Dari keterangan bapak Kepala Dusun Tarukan (wawancara pada 3/6/2012) rata-rata mustahiq yang mendapatkan kambing, mereka rawat sendiri sampai berkembang biak kemudian dijual seperlunya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan masih menyisakan untuk peternakan. 5. Dirawat sendiri sampai berkembang menjadi 12 ekor. Ahmad Mukito mengatakan bahwa: “Dari tahun 2008 sampai saat ini ada dua orang yang kambingnya berkembang secara baik, yaitu milik Eriyanto yang mencapai 12 ekor dan milik Sudariyanto yang menjadi 10 ekor.
Mereka adalah generasi pertama yang menjadi mustahiq zakat mal yang kita wujudkan kambing”. Dari keterangan bapak Ahmad Lukito (wawancara pada 4/6/2012) ini dapat disimpulkan bahwa ada dari sebagian mustahiq penerima kambing yang telah berkembang menjadi 12 ekor kambing. Eriyanto mengatakan bahwa: “Dulu saya menerima kambing tersebut tahun 2008, ketika itu kambing yang saya terima sudah hamil. Kira-kira satu sampai dua bulan saya rawat kemudian beranak dua ekor. Kemudian untuk menambah percepatan perkembangbiakan pada tahun 2009, saya belikan kambing pejantan. Pada akhir tahun 2009 ketiga kambing saya menjadi 6 ekor. Pada tahun 2010 menjadi 9 ekor dan tahun 2011 menjadi 12 ekor. Dalam merawatnya kirakira sehari membutuhkan tiga karung rumput. Dalam mencarikan rumput kami bertiga saya, ibu dan bapak bergantian. Setelah kambing tersebut berkembang pada akhir tahun 2011 hanya kami sisakan 2, kami jual 10 ekor karena kandangnya tidak muat lagi”. Dari keterangan Eriyanto (wawancara pada 5/6/2012) ini dapat disimpulkan bahwa kambing dari zakat tersebut telah berkembang menjadi dua belas ekor, karena keterbatasan kandang kemudian kambing tersebut dijual dan hanya disisakan dua ekor.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Pendistribusian Zakat Berupa Kambing Telah
diuraikan
sebelumnya
bahwa
munculnya
gagasan
pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan yang diwujudkan berupa seekor kambing mulai dilaksanakan pada tahun 2008. Munculnya gagasan tersebut dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu: Pertama, pemahaman baru terhadap makna zakat. Zakat, oleh masyarakat Dusun Tarukan tidak hanya dimaknai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mustahiq, akan tetapi ada tujuan lain yaitu untuk memeratakan kekayaan atau mengentaskan para mustahiq dari kemiskinan. Kedua, munculnya gagasan tersebut karena kegelisahan para pengurus BAZIS atas kondisi para mustahiq yang dalam tiap tahunnya tidak ada perkembangan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, selanjutnya para pengurus BAZIS berembuk untuk memecahkan persoalan tersebut dan hasilnya menggagas distribusi zakat yang diwujudkan seekor kambing. Atas pembaharuan dalam memaknai zakat yang dipahami oleh masyarakat Dusun Tarukan menurut penulis masyarakat Dusun tarukan tidak kaku dalam memahami syari’at Islam. Masyarakat dusun Tarukan dalam memaknai syari’at juga mempertimbangkan konteks situasi dan kebutuhan perkembangan zaman.
Pengelolaan dengan diwujudkan kambing tersebut menurut hemat penulis sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena memperhatikan wilayah Dusun Tarukan yang memiliki ladang pertanian dan pegunungan. Kondisi alam tersebut cocok untuk mengembangkan peternakan, karena untuk memberi makan ternak tidak membutuhkan pembiayaan karena bisa dicarikan rumput di ladang. B. Analisis Dampak Zakat Terhadap pengentasan Kemiskinan Telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa terdapat dua hal yang menyebabkan kemiskinan. 1. Karena adanya struktur yang menghendaki seseorang tersebut miskin, di Dusun Tarukan faktor struktur juga menjadi persoalan serius yang menjadikan seseorang tetap miskin, di antaranya adalah sebagai berikut: a. Bagi para petani, banyak diantara penduduk berada di bawah garis kemiskinan disebabkan mereka tidak punya lahan untuk pertanian. b. Bagi para pedagang, mereka tidak mampu bersaing dengan para pedagang yang punya modal lebih besar. c. Sebagian orang yang lain, mereka tidak mempunyai cukup ketrampilan yang disebabkan tidak mampu mengenyam pendidikan yang layak karena mahalnya biaya pendidikan. 2. Karena mental seseorang, ada sebagian orang yang belum mempunyai semangat untuk bekerja. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian orang sebenarnya sudah bisa memulai berusaha berternak, yaitu orang yang diberi seekor kambing dari hasil zakat, akan tetapi seketika itu mereka
jual untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, ini artinya bahwa masih ada masyarakat yang tidak mempunyai optimisme dan semangat untuk mengembangkan usaha yang dimilikinya. Dalam persoalan kemiskinan yang pertama, konsep zakat yang telah digulirkan oleh BAZIS Dusun Tarukan menurut penulis sudah menjadi alternatif solusi pengentasan kemiskinan. Meski hasil dari penjualan pengembangan kambing tersebut hanya berkisar Rp 1.000.000,sampai Rp 2.000.000,- tiap tahunnya, akan tetapi dari hasil kambing tersebut sudah mampu membantu mencukupi kebutuhan tiap enam bulan atau satu tahun. Dalam
persoalan
kemiskinan
yang
disebabkan
mentalitas
masyarakat, menurut penulis pemberian modal saja belum cukup, karena modal tersebut tidak dikembangkan secara optimal dan malahan akan habis tanpa bekas. Pemberian modal tersebut harus dibarengi dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar mempunyai semangat dalam bekerja lebih giat dan memanfaatkan peluang yang dimilikinya. C. Analisis Pengembangan Pengelolaan Zakat Dari keseluruhan pelaksanaan sitem pengelolaan zakat mulai dari Pengumpulan sampai pendistribusian yang dilakukan oleh BAZIS Dusun Tarukan menurut penulis sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi ada beberapa hal yang sebetulnya masih bisa dikembangkan agar konsep pengentasan kemiskinan melalui zakat mampu berjalan dengan maksimal. Adapun hal-hal yang masih bisa dikembangkan adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan a. Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berzakat Kesadaran masyarakat dalam menunaikan zakat mal masih relatif rendah, hal tersebut dapat dilihat dalam setiap tahunnya yang mengeluarkan zakat mal di Dusun Tarukan hanya berjumlah empat sampai delapan orang. Menurut penulis perlu kerja keras dari semua elemen masyarakat terutama pengurus BAZIS, tokoh agama dan tokoh
masyarakat
masyarakat
akan
untuk
memberikan
pentingnya
berzakat
kesaradaran
terhadap
dan
terhadap
peduli
kemiskinan yang diderita orang lain. b. Yang dikelola secara produktif tidak hanya zakat mal Selama ini yang didistribusikan oleh BAZIS kepada mustahiq berwujud kambing hanya berasal dari zakat mal yang jumlahnya cenderung sedikit. Menurut penulis hal tersebut bisa dikembangkan bukan hanya berasal dari zakat mal akan tetapi hasil Pengumpulan infaq dan sadaqah dapat dikelola sedemikian rupa seperti halnya zakat mal. c. Perluasan jenis zakat mal Di Dusun Tarukan sampai saat ini yang mengeluarkan zakat mal hanya berasal dari zakat perdagangan. Menurut penulis jenis zakat yang dikeluarkan perlu diperluas karena bukan hanya harta dagang yang wajib di keluarkan, akan tetapi hasil tanaman, hasil gaji PNS dan hasil pekerjaan lainnya juga wajib dikeluarkan zakatnya.
d. Kerja BAZIS tidak hanya pada bulan Ramadhan Sejak berdirinya BAZIS Dusun Tarukan sampai saat ini hanya bekerja menjelang bulan Ramadhan sampai hari raya Idul Fitri. Menurut penulis, agar penerimaan zakat mal infaq dan sadaqah mampu maksimal kinerja BAZIS harus penuh selama satu tahun, karena setiap jenis harta yang wajib dizakati mempunyai haul (masa kepemilikan satu tahun) atau dalam zakat tumbuh-tumbuhan dikeluarkan setiap panen. Dengan kontinuitas kinerja BAZIS maka setiap muzakki yang ingin mengeluarkan zakatnya melalui BAZIS dapat melaksanakannya tidak harus menunggu datangnya bulan Ramadhan. 2. Pengelolaan Pendistribusian Lebih Luas Penduduk Dusun Tarukan mempunyai berbagai bidang kecenderungan dalam mata pencaharian. Agar distribusi zakat tepat sasaran dan bisa dikelola oleh mustahiq seyogyanya BAZIS juga memperhatikan kecenderungan dan mempertimbangkan kebutuhan mustahiq. Menurut penulis di Dusun Tarukan distribusi zakat bisa dikelola dalam beberapa bidang, di antaranya adalah sebagai berikut: a. Bidang Perbengkelan Dusun Tarukan yang terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan
Kecamatan
Bandungan
dengan
Kecamatan
Sumowono setiap harinya dipadati kendaraan roda dua maupun roda empat yang melintas baik dari masyarakat Kabupaten Semarang atau
wisatawan yang berlibur ke obyek wisata candi Gedong Songo menjadi tempat strategis untuk usaha perbengkelan. Menurut penulis peluang ini bisa dijadikan salah satu program pemberdayaan mustahiq zakat yang mempunyai ketrampilan dalam perbengkelan. b. Bidang Pendidikan Pendidikan, baik pendidikan agama ataupun pendidikan umum pada zaman sekarang ini menjadi kebutuhan setiap orang, sudah selayaknya setiap orang mendapatkan pendidikan yang layak agar perbaikan kesejahteraan hidup dapat terwujud. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit anak yang putus belajar di pesantren atau di sekolah termasuk anak-anak di Dusun Tarukan karena tidak mampu untuk membiayainya. Menurut penulis pengelolaan dalam pendistribusian zakat juga dapat diwujudkan berupa beasiswa pendidikan. Beasiswa tersebut untuk membantu meringankan beban biaya pendidikan bagi anak yang kurang mampu. c. Bidang Perdagangan Bidang wirausaha dengan cara pemberian modal kepada para mustahiq untuk berdagang bunga pernah dicoba oleh BAZIS Dusun Tarukan pada tahun 2006. Akan tetapi mengalami kegalan yang disebabkan karena kalah dalam bersaing dengan pedagang yang mempunyai modal lebih dan karena modal tersebut habis dikonsumsi.
Meski
demikian,
menurut
penulis
pengelolaan
pendistribusian zakat dalam bidang ini masih punya peluang untuk
dikembangkan lagi. Karena letak Dusun Tarukan berdekatan dengan obyek wisata candi Gedung Songo, usaha perdagangan tidak hanya terbatas pada bunga, akan tetapi bisa saja dikembangkan berdagang pernak-pernik, berjualan makanan, oleh-oleh khas wisata Gedung Songo dan sebagainya. d. Bidang Perikanan Melihat Dusun Tarukan yang terletak di wilayah pegunungan, air mengalir dengan baik dan berlimpah karena sangat banyak sumber mata air di sekitar Dusun Tarukan. Dengan melimpahnya air yang ada, pengembangan budidaya ikan mempunyai peluang besar. Menurut penulis, perikanan juga bisa dijadikan alternatif program pengelolaan distribusi zakat. e. Bidang Pertanian Karena luas wilayah yang didomonasi lahan pertanian maka masyarakat di Dusun Tarukan rata-rata mata pencahariannya adalah sebagai petani dan buruh tani. Sebetulnya banyak buruh tani yang bisa mengembangkan pertanian, akan tetapi mereka mempunyai keterbatasan kepemilikan tanah dan modal untuk menggarap sawah orang lain. Menurut penulis, pemberian modal berupa benih, pupuk dan obat-obatan kepada buruh tani untuk menggarap lahan milik orang lain dengan cara bagi hasil bisa menjadi terobosan baru dalam mengelola pendistribusian zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan. 3. Pemberdayaan Pengelolaan kambing
Kambing yang dikelola oleh para mustahiq zakat di Dusun Tarukan selama ini pengelolaannya hanya terbatas pada peternakan. Menurut hemat penulis, sebenarnya masih ada potensi lain yang masih bisa dikembangkan, di antaranya adalah: a. Pengelolaan susu kambing Orientasi pengelolaan kambing untuk pengembangbiakan yang selama ini dilakukan menurut penulis keuntungan yang didapat belum maksimal karena hasilnya baru bisa dilihat tiap enam bulan atau satu tahun. Salah satu hal yang bisa dikembangkan adalah pemberdayaan susu kambing. Susu kambing bisa diperah setiap hari, sehingga keuntungan merawat kambing bisa dirasakan setiap hari, atau setiap minggu. b. Pengelolaan kotoran kambing Kotoran kambing selama ini belum dikelola secara maksimal, kotoran tersebut masih bercampur dengan pakan atau rumput yang berjatuhan di kandang. Sebetulnya kotoran tersebut bisa dikelola dijadikan sentra produksi pupuk, dengan cara kotoran tersebut dikeringkan dan dibungkus setap satu atau lima kilogramnya. Dan nantinya dipasarkan untuk penanam bunga di daerah Bandungan. 4. Pendampingan terhadap mustahiq a. Memberikan pendidikan kepada mustahiq Agar setiap program pengelolaan pendistribusian yang digulirkan oleh BAZIS tepat sasaran dan berjalan sesuai harapan, para calon
mustahiq sebelum diberi distribusi zakat lebih dahulu diberikan arahan atau pelatihan yang berkaitan dengan program yang akan mereka kelola. Dengan adanya pelatihan tersebut para mustahiq akan memiliki pengetahuan cukup sehingga program tersebut besar kemungkinannya akan berjalan dengan maksimal. b. Dibuat nota kesepakatan agar kambing tersebut tidak dijual Meski setiap harta zakat yang sudah diserahkan kepada mustahiq menjadi milik penuh para mustahiq, akan tetapi kadang ada sebagian mustahiq yang tidak mengelola kambing tersebut dan malahan menjualnya untuk kebutuhan konsumsi. Akibatnya, program yang sudah direncanakan oleh BAZIS tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk menghindari hal tersebut menurut penulis perlu dibuat kesepakatan antara BAZIS dan para mustahiq baik tertulis ataupun tidak tertulis, atas kambing yang telah diterima para mustahiq untuk tidak dijual sebelum dikembangkan. c. Arahan mulai perawatan sampai penjualan Dalam proses pengelolaan kambing yang diterima para mustahiq tentu banyak kendala terkait dengan sarana dan prasarana. Meski kambing tersebut telah menjadi hak bagi mustahiq dan menjadi tanggungan mustahiq akan tetapi peran BAZIS dalam mengawal dan memberikan arahan dalam perawatan kambing tersebut masih diperlukan agar berbagai persoalan dalam perawatan kambing dapat
dicarikan solusinya, sehingga program yang telah digulirkan bisa berjalan maksimal. 5. Evaluasi Kinerja dan Program BAZIS a. Evaluasi kinerja bazis Setiap badan atau organisasi yang menjalankan suatu program, melakukan evaluasi secara rutin sangat diperlukan demi kesuksesan program yang dijalankan. Selama ini evaluasi terhadap kinerja BAZIS hanya dilakukan sekali dalam setiap tahunnya, karena kinerja BAZIS hanya selama bulan Ramadhan. Jika nantinya kinerja BAZIS ini dilakukan selama satu tahun penuh maka paling tidak satu atau dua bulan sekali dilakukan evaluasi atas kinerja yang telah dilakukan. b. Evaluasi terhadap program yang telah digulirkan Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa evaluasi kinerja dan program yang dijalankan hanya dilakukan sekali dalam satu tahun. Menurut penulis, evaluasi program yang dijalankan perlu dievaluasi paling lama setengah tahun atau bahkan tiga bulan sekali. Dalam proses evaluasi juga melibatkan para mustahiq yang telah menerima kambing untuk mengetahui perkembangan dan mengurai jika ada persoalan dalam mengelola kambing tersebut. BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penelitian dan uraian yang telah dijelaskan di atas, penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Pendistribusian zakat yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Dusun Tarukan sebelum diwujudkan berupa seekor kambing, oleh BAZIS hasil pengumpulan zakat didistribusikan kepada mustahiq berwujud uang tunai dan beras. 2. Pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan yang diwujudkan berupa seekor kambing mulai dilaksanakan pada tahun 2008. Munculnya gagasan tersebut di atas dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, karena pemahaman makna zakat sebagai pemerataan kekayaan atau mengentaskan para mustahiq dari kemiskinan. Kedua, karena kegelisahan para pengurus BAZIS atas kondisi para mustahiq yang dalam tiap tahunnya tidak ada perkembangan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. 3. Pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan yang diwujudkan berupa seekor kambing sudah menjadi salah satu alternatif solusi pengentasan kemiskinan yang disebabkan struktur. Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan yang disebabkan struktur sosial, di mana seseorang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja akan tetapi tidak mempunyai akses modal yang cukup untuk mengembangkan ekonominya. Adapun untuk kemiskinan yang disebabkan karena mental seseorang, pengelolaan pendistribusian yang
diwujudkan
berupa
seekor
kambing
belum
berdampak
baik.
Pengelolaan pendistribusian tersebut belum berdampak baik karena tidak dibarengi dengan pembinaan dan pendampingan yang cukup. B. Saran-saran Setelah melakukan penelitian dan menganalisa hasil yang didapat dari data-data, penulis bermaksud memberikan saran bagi obyek penelitian. Dengan adanya saran ini penulis berharap dapat menjadi sebuah rekomendasi untuk perbaikan pengelolaan distribusi zakat di masa mendatang. Ada pun beberapa saran dari penulis adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat agar mempunyai kesadaran untuk mengeluarkan zakat kepada BAZIS atas penghasilan yang diperoleh dari semua bentuk profesi atau pekerjaan. Sehingga dengan adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat diharapkan harta yang terkumpul dari zakat bisa meningkat. 2. Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Dusun Tarukan hendaknya menjalin kerja sama dengan dinas-dinas pemerintah seperti Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perdagangan, dan lain sebagainya agar bisa membantu dalam memberikan pelatihan dan arahan kepada para mustahiq zakat, sehingga para mustahiq mempunyai ketrampilan yang cukup dalam mengembangkan zakat yang telah mereka terima. 3. Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Dusun Tarukan hendaknya menciptakan terobosan-terobosan baru dalam distribusi
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan potensi yang ada. Distribusi tidak hanya sebatas berwujud kambing, akan tetapi bisa diwujudkan semisal modal untuk perbengkelan, beasiswa pendidikan, modal pertanian, modal perikanan, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mawardi, Imam. Al Ahkam As Sulthoniyyah; Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara. Terjemahan oleh Bahri Fadli. 2007. Jakarta: Darul Falah Al Qur’an dan Terjemahnya. Depag RI. 2005 Al-Ghazali, Rahasia Puasa dan Zakat, Terjemahan oleh Muhammad Al-Baqir. 1994. Bandung: Karisma Ash Shiddiqie, Hasbi. 1984. Pedoman Zakat. Jakarta: Bulan Bintang Az Zuhayly, Wahbah. 1995. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Ali, M. Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta : UI Press Departemen Agama. 1996. Pedoman Zakat 9 Seri. Jakarta: Departemen Agama Em Zul Fajri, & Ratu Aprilia Senja. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Dofa Publiser Hafidhuddin, Didin. 2002 Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Husnan, Ahmad. 1996. Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru. Jakarta: Pustaka Al Kautstar Mahfud, MA Sahal. 2003. Dialog dengan Kiai sahal Mahfud Solusi Problematika Umat. Surabaya: LTN NU Jatim bekerjasama dengan Penerbit Ampel Suci Surabaya Muhammad, & Ridwan Mas’ud. 2005. Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII Press
Moloeng, lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Moloeng, lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. PW LTN NU Jawa Timur. 2007. Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar Munas Dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M). Surabaya: lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur bekerjasama dengan Khalista Qadir, Abdurrachman. 2001. Zakat: Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial. Jakarta: Raja Grafndo Persada Qardawi, Yusuf. 1999. Hukum Zakat. Bogor: Litera Antar Nusa Soerjono Soekanto, & Sri Mamudji. 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT Raja Pers Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press Soekanto Soerjono. 1999. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Rajawali Pers Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Arif Maslah
Tempat, tgl. lahir
: Magelang, 23 Juli 1987
Alamat
: Tumbu RT 5 RW 1, Purwodadi, Tegalrejo, Magelang
Riwayat Pendidikan : 1. MI Purwodadi lulus tahun 1999 2. MTs Dawung, Tegalrejo lulus tahun 2002 3. SMA Sholihin Bandongan Magelang lulus tahun 2006 4. STAIN Salatiga angkatan 2006 lulus tahun 2012 Pengalaman Organisasi : 1. Div. Wacana HMJ Syari’ah STAIN Salatiga 2007/2008 2. Div. Wacana PMII Komisariat Joko Tingkir 2008/2009 3. Ketua Bidang Eksternal DEMA STAIN Salatiga 2009/2010 4. Div. Wacana PMII Cabang Kota Salatiga 2009/2010 5. Ketua DEMA STAIN Salatiga 2010/2011 6. Ketua PMII Cabang Kota Salatiga 2012/2013