Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
Analisis Pemanfaatan Low-Wind Speed (LWS) untuk Pembangkitan Energi Listrik Muhammad Ihsan Al Hafiz1 NIM. 13/348462/TK/40927 1 Program Studi Teknik Fisika, Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
[email protected] Abstrak Dengan berkembangnya pemanfaatan energi angin, tempat untuk memanen energi angin yaitu ladang angin atau wind farm yang memiliki potensi kecepatan angin yang tinggi semakin sulit ditemui. Target pengembangan selanjutnya adalah dengan melirik derah dengan potensi kecepatan angin menengah kebawah. Daerah dengan kecepatan angin yang rendah atau Low-Wind Speed (LWS) memiliki potensi yang besar karena daerah pengembangannya masih banyak tersedia. Indonesia yang merupakan negara yang memiliki potensi angin kecepatan rendah. Data dari kementrian ESDM menyebutkan potensi kecepatan angin di Indonesia memiliki kisaran 3-6 m/s. Dengan demikian diperlukan pengembangan jenis turbin angin yang cocok dimanfaatkan untuk daerah dengan kecepatan angin yang rendah. Metode penulisan yang dipakai adalah studi literatur sehingga semua data dan referensi diambil dari literatur yang memiliki tema pembahasan yang sama. Pembahasan akan dilakukan dengan meninjau literatur tentang pemanfaatan potensi angin kecepatan rendah dari sisi jenis turbin angin Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) dan Vertical Axis Wind Turbine (VAWT). Dan akan juga dibahas perbandingan performa antara produk-produk turbin angin yang ada dipasaran yang meliputi jenis HAWT dan VAWT pada kecepatan angin yang rendah. Kesimpulan dari hasil pembahasan adalah untuk meningkatkan performa turbin angin pada angin kecepatan rendah dapat dilakukan dengan mengatur sudut bilah, memperbesar luas sapuan angin, dan mengurangi beban aerodinamis dari turbin angin. Kata kunci: Energi Angin, Low-Speed Wind, Wind Turbine.
A. Pendahuluan Potensi energi angin di Indonesia menurut data dari kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu 3-6 m/s. Potensi angin yang dimiliki Indonesia tersebut tergolong ke low-speed wind atau angin dengan kecepatan rendah. Saat ini kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT) memang sedang digalakan, didasarkan pada perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam perpres tersebut disebutkan bahwa target bauran energi mix nasional pada tahun 2025, biomassa, Nuklir, air, surya dan angin menempati 5% 1
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
dari total energi mix nasional [1]. Dengan begitu pengembangan energi angin sangat diperlukan untuk memenuhi target pemerintah tersebut. Tempat yang memiliki potensi angin dengan kualitas tinggi atau class 1 atau dengan kecepatan rata-rata 10 m/s mulai langka karena telah banyak yang dijadikan wind farm atau tempat pembangkitan energi angin. Untuk itu low-speed wind saat ini mulai dilirik banyak pihak karena potensi tempat yang masih sangat terbuka dan dekatnya dengan infrastruktur energi dan lain-lain. Low-speed wind (LSW) merupakan salah satu potensi energi angin yang saat ini masih dikembangkan. Di luar negeri, contohnya di Amerika Serikat, Canada, Eropa, Cina, India, dan Brazil, pemerintah setempat dan riset industri mulai meningkatkan jumlah riset di daerah low-speed wind untuk kepentingan pembangkitan energi listrik [2]. Di Indonesia potensi dari low-speed wind ini masih sangatlah besar melihat belum banyak dikembangkannya pembangkit listrik tenaga angin di Indonesia. Low-speed wind energy dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik dari daerah-daerah yang termasuk pedalaman dan belum tersentuh infrastruktur kelistrikan. Pembahasan tentang pemanfaatan low-speed wind untuk pembangkitan energi listrik dinilai menarik karena hal ini sesuai dengan keadaan geografis Indonesia. Keadaan geografis Indonesia yang memiliki kecepatan angin rata-rata 3-6 m/s merupakan kriteria yang sesuai dengan low-speed wind [3]. Banyak potensi tempat di Indonesia yang berpotensi menjadi wind farm karena memang belum banyak dikembangkan pembangkit listrik energi angin di Indonesia. Pembahasan mengenai pemanfaatan low-speed wind ini juga dinilai penting karena memang dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia khususnya daerah-daerah yang termasuk remote area dan belum tersentuh infrastruktur kelistrikan. Daerah Indonesia timur yang notabene memiliki potensi angin yang besar seperti daerah flores masih memiliki rasio elektrifikasi yang relatif kecil dibandingkan dengan daerah jawa [1]. Dengan begitu pemanfaatan energi angin pada keadaan angin kecepatan rendah dapat lebih optimal.
B. Karakteristik Low Wind Speed Karakteristik angin diukur dari kecepatan rata-ratanya yang dihasilkannya. Dari berbagai macam variasi kecepatan rata-rata angin, karakteristik angin diklasifikasikan menjadi kelaskelas yang mencangkup kelas 1 sampai kelas 4. Klasifikasi berikut disadur dari International Standard: Wind Turbine yang diterbitkan oleh International Electrictechnical Commission (IEC) [4],
Gambar 1. Wind Class Definition [4]
Dari pendefinisian masing-masing kelas untuk kecepatan rata-rata angin, kategori angin dengan kecepatan rendah atau Low Wind Speed (LWS) berada pada klasifikasi kelas III dan kelas IV. Pada kelas III kecepatan rata-rata angin mencapai 7,5 m/s dan untuk kelas IV kecepatan angin adalah 6 m/s. 2
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
C. Analisis jenis turbin angin untuk Low Wind Speed Secara umum ada dua jenis turbin angin yang sekarang ini familiar digunakan untuk membangkitkan daya listrik yaitu jenis Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) dan Vertical Axis Wind Turbine (VAWT). Masing-masing jenis turbin angin ini akan memiliki karakteristik yang berbeda pada kecepatan angin yang berbeda pula. Berikut merupakan analisis untuk masing-masing jenis turbin angin untuk low-speed wind atau angin kecepatan rendah.
1. Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) Jenis turbin angin HAWT merupakan jenis turbin angin yang memiliki efiisiensi yang cukup tinggi dibandingkan jenis turbin angin yang lainnya. Dalam aplikasinya sekarang, jenis turbin angin HAWT sudah digunakan luas untuk membangkitkan energi listrik di banyak negara seperti Denmark, Belanda, Jerman, Swiss, Swedia, Amerika, China, dan banyak lagi negara lainnya. Jenis turbin angin HAWT biasanya digunakan untuk membangkitkan listrik daerah yang memiliki kecepatan angin relatif tinggi seperti banyak negara didaerah eropa. Seiring dengan perkembangan pemanfaatan energi angin, daerah dengan kecepatan angin tinggi yang bisa digunakan sebagai ladang angin (wind farm) semakin berkurang dan susah dijumpai. Untuk itu dilirik daerah dengan kecepatan angin yang rendah untuk dijadikan ladang angin. Turbin angin untuk memanfaatakan Low Wind Speed (LWS) dan High Wind Speed (HWS) memiliki perbedaan utama pada panjang blade atau bilah turbin dan besar dari beban aerodinamik (Aerodynamic Loads). Daya yang dibangkitkan dari turbin angin adalah sebanding dengan kuadrat panjang bilah turbin dan pangkat tiga dari kecepatan angin. Untuk mendapatkan rating daya yang sama pada kecepatan angin yang rendah, panjang bilah turbin harus ditingkatkan. Dengan demikian panjang dari bilah turbin untuk angin kecepatan rendah akan lebih panjang dibandingkan bilah turbin untuk angin kecepatan tinggi. namun panjang disini merupakan relatif bebanding terhadap daya yang dibangkitkan jadi tidak absolut panjang. Perbandingan panjang bilah turbin untuk daerah dengan kecepatan angin kelas III (C3) dibanginkan daerah kelas I (C1) akan memiliki bilang turbin 130%-140% lebih panjang [2]. Dengan memperpanjang bilah turbin akan mengakibatkan peningkatan massa, yang mengakibatkan juga defleksi atau pembelokan bilah turbin yang semakin besar. Peningkatan panjang juga akan meningkatkan jarak yang beban transferkan ke penghubung atau pusat turbin dan akan menyebabkan pembesaran momen pada pangkal turbin angin. Beban aerodinamis dari turbin angin untuk LWS akan lebih kecil per unit panjang, tetapi peningkatan span atau rentang berarti total gaya akan dekat atau lebih besar dibandingkan dengan turbin angin untuk HWS. Untuk pemanfaatan turbin angin jenis HAWT pada kondisi angin kecepatan rendah, faktor sudut pitch dari bilah turbin juga memberikan pengaruh besar dalam pembangkitan daya. Dari percobaan yang dilakukan R.K Singh [5] menunjukkan hasil signifikan pada koefisien daya ketika mengubah-ubah sudut bilah turbin angin. Turbin angin yang digunakan dalam percobaan memiliki spesifikasi diameter 1,26 meter , hub diameter 0,13 meter , efektif rotor radius 0,565 meter, airfoil AF300 , desain kecepatan rotasi 500 rpm, tip speed ratio = 6.6 [5]. 3
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
Gambar 2. Airfoil AF300 [5]
Dari hasil percobaan didapatkan hasil hubungan sudut bilah turbin terhadap koefisien daya sebagai berikut
Gambar 3. grafik hubungan sudut bilah, koefisien daya dan kecepatan angin [5]
Dari hubungan diatas bisa dilihat sudut bilah optimal adalah pada 18 derajat yang menghasilkan koefisien daya yang paling tinggi. sedangkan pada sudut bilah 15 derajat menghasilkan koefisien daya yang terendah dalam percobaan ini. Koefisien daya menunjukkan hubungan antara daya yang dihasilkan dibagi dengan daya teoritis dari turbin angin. Koefisien daya dapat dituliskan dalam formula dibawah ini
merupakan daya aktual yang didapatkan dari perkalian tegangan ( ) dan arus ( ) yang dihasilkan dari keluaran turbin angin. merupakan daya teoritis yang didapatkan dari hubungan densitas udara ( ), luas permukaan sapuan turbin ( ), dan kecepatan angin ( ) [5]. Dengan begitu semakin besar koefisien daya maka semakin besar daya keluaran aktualnya. Berikut hubungan antara sudut bilah, daya keluaran, dan kecepatan angin
4
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
Gambar 4. Grafik hubungan sudut bilah, kecepatan angin, dan daya keluaran[5]
Dari parameter daya keluaran dan hubungannya dengan kecepatan angin, ditunjukkan bahwa sudut bilah pada turbin angin cukup mempengaruhi. Pengaruh dari sudut bilah ini tidak terlalu terlihat pada kecepatan angin yang sangat rendah kisaran 2-5 m/s, namun ketika berada pada kisaran kecepatan angin 6-7 m/s hasil keluaran daya akan sangat dipengaruhi oleh sudut bilah dari turbin angin.
2. Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Jenis turbin angin VAWT seperti tipe Darrieus atau yang lainnya muncul karena kebutuhan untuk memanfaatkan kondisi angin dengan kecepatan rendah. Namun jika dibandingkan dengan turbin angin poros horizontal, jenis VAWT masih memiliki efisiensi yang rendah. Namun disisi lain VAWT memiliki keunggulan karena dapat memanfaatkan kondisi arah angin yang sangat bervariasi karena VAWT dapat memanfaatkan angin dari arah manapun [6]. untuk pemanfaatan kecepatan angin rendah di daerah perkotaan atau didaerah yang berpenduduk rapat, VAWT memiliki keunggulan dibidang keselamatan dan operasional [7]. Di dibidang keselamatan, ketika adanya kerusakan sistem seperti patahnya struktur turbin angin, VAWT memiliki keamanan yang relatif lebih tinggi karena bentuknya yang tidak terlalu besar dibandingkan tipe poros horizontal dengan rating daya yang sama. Di bidang operasional, VAWT memiliki keuntungan rendah polusi suara, rendah vibrasi mekanik, rendah jarak bahaya dan untuk untuk beberapa jenis tidak menimbulkan bayangan berulang atau bayangan dari turbin angin yang sedang bekerja yang menghasilkan efek perulangan [7]. Jenis turbin angin VAWT ini memang diperuntukkan untuk daerah kecepatan angin rendah. Namun untuk optimalisasi beberapa tipenya dapat dengan mengatur sudut bilah dari turbin angin contohnya tipe darrieus.
5
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
Gambar 5. pengaruh pengaturan sudut terhadap efek tekanan udara turbin angin [6]
Untuk jenis yang tidak bisa diatur sudut bilahnya seperti tipe savonius, dapat ditingkatkan performanya dengan menambahkan wind booster atau pemusat arah angin seperti dibawah ini
Gambar 6. hasil simulasi CFD penambahan wind booster pada tipe savonius[8]
Hasil dari penambahan penambahan wind booster ini terlihat dari performa daya yang dihasilkan
Gambar 7. grafik tanpa penambahan wind booster[8]
6
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
Gambar 8. grafik hasil dengan penambahan wind booster[8]
Dari hasil grafik perbandingan penambahan wind booster dapat dilihat peningkatan hasil daya dari turbin angin ketika ditambahkan wind booster.
D. Perbandingan Performa Produk Turbin Angin untuk LWS untuk melihat perbandingan performa antara masing-masing jenis turbin angin, Samuel 0. Ani [9] melakukan percobaan uji banding beberapa produk turbin angin komersial yang meliputi jenis HAWT dan VAWT. Percobaan uji banding ini dilakukan pada daerah yang memiliki kondisi angin dengan kecepatan rendah. Uji banding ini dilakukan untuk membandingkan energi yang dihasilkan dan biaya pembangkitan dari masing-masing produk turbin angin. Produk turbin yang dilakukan uji banding adalah antara lain 1. 2. 3. 4. 5. 6.
2,5 kW Turby; 5,8 kW Fortis Montana; 1,4 kW Fortis Passaat; 1,5 kW Swift; 1 kW Zephyr Air Dolphin; 0,6 kW Ampair;
Berikut dokumentasi uji banding dari beberapa produk turbin angin.
Gambar 9. Foto uji banding turbin angin [9]
7
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
Berikut merupakan spesifikasi dari masing-masing produk turbin angin yang digunakan dalam percobaan,
Gambar 10. Hasil Uji banding turbin angin [9]
Dalam uji coba yang dilakukan oleh Samuel 0. Ani [9], distribusi kecepatan angin pada daerah uji coba adalah sebagai berikut.
Gambar 11. Distribusi angin dalam percobaan [9]
Distribusi kecepatan angin sangat sesuai dengan karakteristrik angin kecepatan rendah. Distribusi kecepatan tersebut mirip dengan karakteristik banyak daerah di Indonesia yang memang mempunyai karakteristik angin kecepatan rendah. Persentase waktu terbesar berada pada kecepatan angin dibawah 5 m/s atau sekitar 4 m/s. namun distribusi ini juga masih menyentuh kecepatan angin yang relatif tinggi seperti 8-9 m/s walaupun persentase waktunya tidak besar. Dari hasil uji pada kondisi angin seperti diatas didapatkan hasil hubungan koefisien performa atau koefisien daya dari masing-masing produk turbin angin dengan kecepatan angin. Hasilnya adalah sebagai berikut
8
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
Gambar 12. Grafik hubungan koefisien performa dan kecepatan angin [9]
Gambar 13. hasil koefisien daya masing-masing produk turbin angin [9]
Diatas merupakan grafik yang menunjukkan hubungan koefisien performa dari turbin angin dan kecepatan angin. Serta hasil tabel dari koefisien performa turbin angin yang diukur dari energi pertahun yang dihasilkan. Dari hasil grafik uji coba terlihat ada dua kelompok turbin angin berdasarkan efektifitasnya di kecepatan mulai 2 m/s dan 3 m/s. untuk turbin angin fortis montana dan airdolphin memiliki nilai koefisien performa mulai dari kecepatan angin 2 m/s sedangkan produk lainnya mulai pada kecepatan angin 3 m/s. terlihat efektifitas dari turbin angin fortis montana dan airdolphin untuk aplikasi dikecepatan angin rendah. Namun untuk produk turbin fortis montana performanya turun pada kecepatan angin diatas 3 m/s ditunjukkan dari grafik diatas. Untuk airdolpin masih cenderung naik sampai kecepatan angin 8 m/s dan turun setelahnya. Bentuk grafik ini akan sangat berpengaruh pada performa turbin angin, karena angin terdistribusi kecepatannya dan berfluktuasi besarnya sehingga kita tidak bisa berpatokan pada satu kecepatan angin saja. Dari hasil tabel koefisien performa 9
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
berdasarkan energi yang dihasilkan pertahun, produk turbin angin airdolphin mempunyai koefisien performa yang paling tinggi dengan nilai 30.14 yang artinya dari total potensi energi angin pertahun dapat dimanfaatkan sebesar 30.14% untuk dijadikan energi listrik. Jika dinilai dari hasil grafik diatas dan tabel hasil koefisien performa, produk turbin angin terbaik yang dapat dimanfaatkan untuk kecepatan angin rendah adalah turbin angin merek airdolphin dengan jenis HAWT.
Gambar 14. produk turbin angin merek airdolphin [10]
Turbin angin jenis VAWT yang ikut di uji coba dalam penelitian ini yaitu merek Turby, memiliki hasil performa yang bagus dalam distribusi kecepatan angin, namun hasilnya jika diukur berdasarkan hasil energi pertahun masih cukup buruk berada pada posisi yang terakhir. Hasil uji coba koefiein performanya jauh dibawah dari spesifikasi yang dimiliki. Kemungkinan ini diakibatkan oleh karateristik angin yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
E. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dilakukan, untuk meningkatkan performansi turbin angin baik jenis HAWT atau VAWT untuk kecepatan angin yang rendah dapat dengan melakukan pengaturan sudut bilah dari turbin angin. Cara lain untuk meningkatkan performa adalah dengan memperbesar luas sapuan angin dari turbin dan menurunkan beban aerodinamis dari turbin angin atau menurunkan torsi putar dari turbin angin. Dari uji performansi produk turbin angin yang ada dipasaran dengan distribusi kecepatan angin yang rendah seperti keadaan di Indonesia, hasil performa terbaik didapatkan oleh turbin angin merek airdolphin dengan jenis HAWT. Tipe turbin HAWT memang sangat cocok untuk diaplikasikan karena efisiensinya lebih baik dibandingkan VAWT. Namun untuk aplikasi di daerah urban atau perkotaan, VAWT lebih unggul karena dampak lingkungan yang dihasilkan seperti polusi suara, getaran mekanik, jarak aman, rendah dan sangat bersahabat untuk lingkungan perkotaan. Jadi dapat disimpulkan untuk aplikasi didaerah angin kecepatan rendah namun daerah terbuka lebih baik menggunakan turbin angin jenis HAWT dengan beban aerodinamis yang rendah. Sedangkan untuk aplikasi didaerah perkotaan atau yang padat penduduknya
10
Rekayasa Energi Angin, Teknik Fisika UGM
2016
lebih baik menggunakan turbin angin jenis VAWT karena rendah polusi dan dampaknya serta bersahabat dengan lingkungan.
Daftar pustaka [1]
D. E. Nasional, Outlook Energi Indonesia 2014. Dewan Energi Nasional, 2014.
[2]
R. H. Barnes, E. V Morozov, and K. Shankar, “Improved methodology for design of low wind speed specific wind turbine blades,” Compos. Struct., vol. 119, pp. 677–684, 2015.
[3]
ESDM, Kajian SUPPLY DEMAND ENERGI. Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012.
[4]
International Electrotechnical Commission (IEC), “IEC 61400-1 Wind Turbine,” vol. 2005, pp. 1–92, 2005.
[5]
R. K. Singh and M. R. Ahmed, “Blade design and performance testing of a small wind turbine rotor for low wind speed applications,” Renew. Energy, vol. 50, pp. 812–819, 2013.
[6]
M. H. Mohamed, A. M. Ali, and A. A. Hafiz, “CFD analysis for H-rotor Darrieus turbine as a low speed wind energy converter,” Eng. Sci. Technol. an Int. J., vol. 18, no. 1, pp. 1–13, 2015.
[7]
J. Yen and N. Ahmed, “Improving safety and performance of small-scale vertical axis wind turbines,” Procedia Eng., vol. 49, pp. 99–106, 2012.
[8]
N. Korprasertsak and T. Leephakpreeda, CFD-Based Power Analysis on Low Speed Vertical Axis Wind Turbines with Wind Boosters, vol. 79. Elsevier B.V., 2015.
[9]
S. O. Ani, H. Polinder, and J. A. Ferreira, “Comparison of energy yield of small wind turbines in low wind speed areas,” IEEE Trans. Sustain. Energy, vol. 4, no. 1, pp. 42–49, 2013.
[10]
E-marine.Inc, “Airdolphin Marine Wind Turbine 1000 Watt,” https://www.emarineinc.com/categories/Airdolphin-Marine-Wind-Turbine-1000-Watt. [Online]. Available: https://www.emarineinc.com/categories/Airdolphin-Marine-WindTurbine-1000-Watt.
11