ANALISIS PELAKSANAAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN GANGGUAN TEMPAT USAHA DI WILAYAH JAKARTA UTARA Adisty Ayu Sa’adiyah Lestari1 Inayati2 Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal FISIP, Universitas Indonesia
Abstract This research discusses about disturbance permits for business premises levying charge in North Jakarta with raises two issues; the levying process of disturbance permits for business premises charge in North Jakarta and its inhabiting factors. The study used a qualitative approach with in-depth interview and literature study as data collection techniques. These results indicate that within levying process of disturbance permits for business premises charge in North Jakarta, officers shall identify charge payers through direct data collection in the field and within charge levying process officers can still perform discretion. Sanctions both administrative and criminal pelanties and also fines have not been applied in accordance with applicable regulations. In addition, there are inhabiting factors within charge levying process as human resources is still lacking, also there is no standard criteria for types of businesses as well as operational costs have not been budgeted yet. Keywords: Disturbance permits charge, business premises, levying of charges, North Jakarta
PENDAHULUAN DKI Jakarta merupakan salah satu daerah otonom di Indonesia yang memiliki perkembangan sangat pesat, baik dalam hal kependudukan, perkembangan pembangunan dan perkembangan lainnya yang membuat banyak masyarakat dari berbagai kalangan dan berbagai daerah di luar Jakarta ingin ikut merasakan hidup dan/atau bekerja di Jakarta. Berdasarkan hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik dari kurun waktu 10 tahun (20002010) jumlah penduduk di DKI Jakarta meningkat sekitar 1.260.704 jiwa. Banyaknya jumlah penduduk di DKI Jakarta menyebabkan semakin banyaknya kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi. Kebutuhan tersebut baik yang bersifat primer yaitu sandang, pangan dan papan maupun yang bersifat sekunder dan tersier. Meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat yang harus dipenuhi membuat banyak masyarakat yang mendirikan usaha atau bisnis untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan tersebut. Bisnis tersebut terdiri dari beragam jenis lapangan usaha dengan skala usaha mulai dari mikro, kecil, menengah sampai besar.
1
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
Dalam menghadapi pertumbuhan bisnis dan usaha ini, pemerintah daerah harus melakukan pengawasan terhadap pertumbuhan bisnis dan usaha tersebut agar setiap pendirian usaha tidak mengganggu ketertiban umum dan tidak menimbulkan dampak gangguan yang besar, baik kepada lingkungan, sosial kemasyarakatan dan ekonomi disekitarnya. Oleh karena itu setiap badan atau orang pribadi yang akan mendirikan usaha harus mengurus izin tempat usaha berdasarkan undang-undang gangguan. Untuk Provinsi DKI Jakarta, perizinan tempat usaha tersebut diatur dalam Peraturan daerah No. 15 Tahun 2011 tentang Perizinan Tempat Usaha Berdasarkan Undang-Undang Gangguan. Pengertian Izin tempat usaha berdasarkan undang undang gangguan dalam Perda No. 15 Tahun 2011 pasal 1 angka 9 adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Kegiatan usaha yang dimaksud dalam Perda No. 15 Tahun 2011 difokuskan pada usaha dibidang industri, perdagangan, ketenagakerjaan, kesehatan, pariwisata dan jasa lainnya. Tujuan dari pemberian izin gangguan adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, mengendalikan gangguan dari kegiatan usaha, memberikan kepastian dalam perolehan tempat usaha dan mewujudkan tertib tempat melakukan usaha sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (pasal 2 Perda DKI Jakarta No. 15 Tahun 2011). Setiap pelayanan perizinan tempat usaha meliputi pemberian izin gangguan baru, daftar ulang izin gangguan, izin perluasan tempat usaha dan pelayanan balik nama dan/atau ganti merek yang diberikan oleh pemerintah daerah dikenakan pungutan. Pungutan atas pelayanan perizinan gangguan tersebut dinamakan retribusi izin gangguan. Retribusi izin gangguan termasuk bagian dari golongan retribusi perizinan tertentu yang dipungut oleh pemerintah daerah melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Jakarta Utara merupakan salah satu daerah di DKI Jakarta yang memiliki potensi perkembangan usaha yang cukup besar. Hal ini dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha di Jakarta Utara yang dihasilkan yaitu pada tahun 2009 sebesar Rp. 69.215.081 yang kemudian meningkat pada tahun 2010 menjadi Rp. 73.379.389 dan pada tahun 2011 menjadi Rp. 78.046.657 (Jakarta Pusat Dalam Angka 2012). Peningkatan tersebut seharusnya juga berpengaruh terhadap pendapatan daerah kota Jakarta Utara tersebut terutama dalam hal pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungut dari 2
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
berbagai macam lapangan usaha tersebut. Dalam hal ini, retribusi izin gangguan tempat usaha menjadi salah satu retribusi yang memiliki potensi cukup besar untuk dikenakan pada beberapa jenis usaha seperti pada industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran dan jasa-jasa yang menjadi fokus bidang usaha yang perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian agar tidak mengganggu ketentraman masyarakat, ketertiban umum dan lingkungan sesuai Perda No. 15 Tahun 2011. Oleh karena itu, melihat pada pertumbuhan PDRB ketiga bidang usaha tersebut yang meningkat dalam beberapa tahun, perlu dilihat juga apakah terjadi peningkatan juga setiap tahunnya pada penerimaan retribusi izin gangguan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Izin Gangguan Kota Jakarta Utara Tahun 2008 – 2012 Retribusi Izin
Target
Realisasi
Persentase
Sumber
Gangguan
(Rp)
(Rp)
Pencapaian
Pertumbuhan
2008
162.000.000
141.110.000
87%
-
2009
162.000.000
115.116.250
71%
- 18%
2010
150.000.000
100.252.500
76 %
- 12%
2011
150.000.000
133.130.000
90 %
33%
2012
180.000.000
202.553.750
102 %
52%
Sumber: Laporan Rekapitulasi Permohonan Izin Undang-Undang Gangguan, Daftar Ulang dan Balik Nama Wilayah Jakarta Utara, Tahun 2008-2012 (diolah peneliti)
Berdasarkan Tabel 1. Dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun mulai dari tahun 2008 – 2012, realisasi penerimaan retribusi izin gangguan di Jakarta Utara baru mencapai target hanya pada tahun 2012. Pada tahun 2008 – 2011, penerimaan retribusi izin gangguan tidak pernah mencapai target penerimaan bahkan mengalami penurunan penerimaan dalam beberapa tahun. Hal ini bertolak belakang dengan
perekembangan
lapangan usaha di Jakarta Utara yang mengalami peningkatan pada tahun 2009-2011 berdasarkan besarnya nilai PDRB menurut lapangan usaha di Jakarta Utara yang dihasilkan. Salah satu penyebab tidak tercapainya target penerimaan retribusi izin gangguan di Jakarta Utara yaitu masih minimnya animo para pengusaha untuk memeliki izin tempat usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan. hal ini seperti yang diungkapkan oleh Aloy salah satu pengusaha diwilayah Pademangan yang menyatakan aturan yang berbelitnya dan banyaknya kelengkapan yang harus disertakan guna mengurus UUG membuat dirinya enggan mengurus izin (“Pengusaha di Jakut”, n.d.).
3
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
Selain masalah target penerimaan retribusi izin gangguan tempat usaha yang baru tercapai pada tahun 2012, masalah ketertiban tempat usaha sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang merupakan salah satu tujuan pemberian izin gangguan juga perlu diperhatikan. Berdasarkan pantauan beritajakarta.com, setidaknya terdapat puluhan rumah yang dijadikan tempat usaha dan sering terjadi kemacetan di daerah tempat usaha yang ada di perumahan didaerah kelapa Gading tersebut. “Kemacetan yang terjadi saat jam berangkat ataupun saat pulang kerja lebih disebabkan banyaknya kendaraan yang parkir atau sengaja menghentikan kendaraannya di depan rumah yang dijadikan tempat usaha tersebut” (Erik, 2011 : p.2). Berdasarkan uraian, perlu kiranya dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. bagaimana pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan tempat usaha di wilayah Jakarta Utara? 2. apa faktor - faktor penghambat dalam pemungutan retribusi izin gangguan tempat usaha di wilayah Jakarta Utara?
Tinjauan Teoritis Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di daerah diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai (Marhayudi, 2002:285). Sumber pendapatan asli daerah yang utama adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pengertian retribusi daerah secara umum adalah pembayaran – pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa – jasa negara (Soemitro, 1965:15). Retribusi berbeda dengan pajak yang biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa pertimbangan apakah secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai. Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya pelayanannya (Davey, 1988:30). Selanjutnya, untuk lebih memahami mengenai pengenaan dan pemungutan retribusi, Zorn menggolongkan retribusi ke 4
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
dalam tiga golongan yaitu (i) Utility Charges (Retribusi Jasa Usaha), (ii) User Charges and Fees (Retribusi Jasa Umum), (iii) License and Permit Fees (Retribusi Perizinan Tertentu) (1991 : 138). Berdasarkan teori Zorn, retribusi izin gangguan merupakan termasuk dari golongan retribusi perizinan tertentu atau lincense and permit fees. Hal ini karena pemberian izin gangguan terhadap tempat yang dijadikan tempat usaha merupakan salah satu pemberian hak istimewa atau izin dari pemerintah kepada pemilik tempat usaha. Pemungutan retribusi atas pemberian izin gangguan terhadap tempat usaha tersebut juga merupakan salah satu cara pemerintah dalam melakukan pengendalian terhadap suatu kegiatan. Sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah, penerimaan retribusi daerah harus dikelola sebaik mungkin. Mahi dalam makalahnya yang berjudul Managing Local Revenue in Indonesia mengatakan (2002:8): “The Success of local revenue generation is closed related to the management of local revenue in the region.” Keberhasilan daerah dalam pendapatan daerah tergantung dari manajemen pendapatan daerahnya masing-masing. Manajemen sendiri berarti suatu usaha merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir serta mengawasi kegiatan dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif (Sukanto, 2000:13). Manajemen atau administrasi pendapatan pemerintah daerah berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan fiskal dengan proses identifikasi atau pendaftaran pembayar pajak atau retribusi, penilaian, pengumpulan dan penegakan sanksi.
McMaster mengatakan bahwa
dalam proses pengadministrasian baik pajak daerah ataupun retribusi daerah, dapat terjadi sejumlah kegiatan yang menuju pada kemungkinan terjadinya tindak penghindaran, penipuan dan kolusi. Oleh karena itu McMaster mengidentifikasi hal tersebut melalui tiga tahapan. Tahapan pertama dalam pengadministrasian retribusi daerah adalah identifikasi untuk mengetahui siapa saja yang menjadi wajib retribusi. Mc Master menjelaskan prosedur identifikasi akan sangat membantu apabila (1994:59): • • • •
Identification is automatic There is an inducement to people to identify themselves Identification can be linked to other sources of information Liability is very obvious
Mc Master menjelaskan selain identifikasi yang otomatis dan kesadaran untuk mengidentifikasi diri sendiri, identifikasi yang dapat dihubungkan dnegan sumber informasi 5
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
lainnya dan kewajiban wajib retribusi yang diketahui dengan jelas juga sangat membantu menciptakan proses identifikasi yang baik. Dengan prosedur identifikasi juga seharusnya dapat mengidentifikasi kepemilikan objek retribusi daerah yang disembunyikan. Setelah dilakukannya proses identifikasi, dilakukan penetapan. Penetapan harus dibuat sedemikian rupa sehingga wajib retribusi membayar secara penuh pajak atau retribusi tersebut sesuai dengan kemapuannya tanpa ada yang dihindari. Selain itu juga harus ada peraturan yang pasti dalam melakukan penetapan agar tidak terjadi diskresi dalam melakukan penetapan. Prosedur penetepan akan sangat membantu apabila (Mc Master, 1994:59): • • •
Assessment is automatic The assessor has little or no discretion The assessment can be checked against other information
Prosedur penetapan diharapkan dapat membuat wajib retribusi daerah sulit untuk menghindari diri dari seluruh kemampuannya dalam membayar retribusi. Dalam melakukan penetapan retribusi daerah harus ada standarisasi yang memuat semua kemungkinan yang dapat timbul agar tidak ada diskresi yang berlebihan. Tahap paling akhir dalam pengadministrasian pendapatan daerah yaitu retribusi daerah dalam hal ini adalah pemungutan. Prosedur pemungutan harus mampu memastikan bahwa pembayaran kewajiban dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi yang sesuai. Prosedur pemungutan ini sebagaimana dijelaskan oleh Mc Master sebagai berikut (1994:59-60): • • • • • •
Payment is automatic; Payment can be induced. Default is obvious; Penalties are really deterrent and are enforced; penalties also need to increase substantially the longer payment is overdue; Actual receipts are clear to the controllers in the central tax office; Payment is easy Selain Mc Master, Adam Smith sebagaimana dikutip oleh Nurmantu juga
menjelaskan mengenai prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan pemungutan pajak atau retribusi yang disebut “Four Maxims” yaitu (2003: 82-83) : 1.
Equality, pemungutan pajak harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada setiap orang sesuai kemampuannya untuk membayar (ability to pay) dan juga sesuai manfaat 6
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
yang diterimanya. Suatu negara tidak diperbolehkan mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak. 2.
Certainty, pajak atau retribusi itu tidak boleh ditetapkan secara sewenang-wenang, harus ada kepastian baik bagi petugas pemungut maupun wajib pajak. Pajak yang harus dibayar seseorang harus jelas dan pasti, tidak dapat ditawar-tawar (not arbitrary).
3.
Covenience, dalam memungut pajak pemerintah hendaknya memperhatikan saat-saat yang paling baik wajib pajak dan tidak menyulitkan wajib pajak, misalnya saat wajib pajak menerima penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You Earn (PAYE).
4.
Efficiency, pemungutan pajak dilaksanakan dengan biaya seminimal mungkin. Jangan sampai biaya-biaya memungut menjadi lebih tinggi daripada pajak yang dipungut. Biaya ini termasuk administrative cost yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah sehubungan dengan penyelenggaraan pemungutan pajak/retribusi dan compliance cost yaitu biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak/retribusi dalam rangka pemenuhan kewajiban pajaknya.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran spesifik tentang situasi, pengaturan sosial dan memberikan hasil yang berupa gambaran rinci tentang pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara serta menganalisis faktor-faktor penghambat yang ada dalam proses pelaksanaanya. Kemudian dilihat dari manfaatnya,
penelitian
ini
termasuk
dalam
penelitian
murni
karena
penelitian
diselenggarakan dalam rangka memperluas dan memperdalam pengetahuan secara teoritis. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk penelitian cross sectional karena penelitian mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan tempat usaha di wilayah Jakarta Utara ini dilakukan hanya dalam kurun waktu tertentu dan hanya dalam sekali waktu.
7
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan melalui buku, internet, jurnal dan tinjauan pustaka terhadap beberapa penelitian sebelumnya dan studi lapangan dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Utara sebagai unit pemungut retribusi izin gangguan untuk mengetahui pelaksanaa pemungutan retribusi Izin Gangguan di wilayah Jakarta Utara beserta faktor penghambatnya, Unit Pelayanan dan Perbendaharaan Kas Daerah, Badan Pengelola Keuangan Daerah (UPPKD BPKD) Jakarta Utara untuk mengetahui perannya dalam proses pemungutan dan pelaporan penerimaan retribusi izin gangguan tempat usaha di wilayah Jakarta Utara, Akademisi untuk pemungutan retribusi izin gangguan tempat usaha dari kacamata akademik dan teori retribusi daerah serta beberapa wajib retribusi dan tokoh masyarakat untuk mengetahui tanggapan mengenai pemungutan retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara. Batasan Penelitian ini hanya melakukan penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan tempat usaha. Ruang lingkup penelitian juga dibatasi hanya pada retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Retribusi izin gangguan di Jakarta Utara dalam pelaksanaannya mengacu pada Perda DKI Jakarta No. 15 Tahun 2011 tentang Perizinan Tempat Usaha Berdasarkan UndangUndang Gangguan dan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah. Sebelum terbitnya Perda DKI Jakarta No.15 Tahun 2011, Pemerintah Daerah melihat pada Peraturan Gubernur No. 689 Tahun 1994 sebagai dasar hukum dalam pemberian izin tempat usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan dan pemungutan retribusi izin gangguan. Pemungutan retribusi izin gangguan di Jakarta Utara dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Utara sebagai perwujudan tugas pembantuan yang diberikan kepada daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam izin gangguan dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009. Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan atas izin gangguan yang diberikan berlaku untuk selamanya kecuali usaha tersebut berpindah lokasi, jenis usahanya tidak sesuai dengan perizinan, tempat usaha musnah karena malapetaka atau bencana alam dan tidak beroperasi lagi selama 3 (tiga) tahun berturut-turut (Pasal 14 Perda DKI Jakarta No. 15 Tahun 8
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
2011). Oleh karena itu, pengaturan pemberian izin gangguan wajib didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun (Pasal 9 ayat 1 Perda DKI Jakarta No. 15 Tahun 2011). Selain bertujuan untuk pengaturan sesuai dengan Pasal 2 Perda DKI Jakarta No. 15 Tahun 2011, pemungutan retribusi izin gangguan menurut Choiruddin selaku Kepala Seksi Pengendalian dan Pengawasan Tempat Usaha Satpol PP Jakarta Utara memiliki tujuan utama yaitu fungsi budgetair sebagai pendapatan untuk daerah. Hal ini sebagaimana pernyataan dari Choiruddin Kasie Pengendalian dan Pengawasan Tempat Usaha Satpol PP Jakarta Utara bahwa retribusi merupakan pendapatan asli daerah. Salah satu sumber pendanaan Pemerintah Daerah yaitu Retribusi Undang-Undang Gangguan, retribusi parkir, apapun pelayanan, kita tarik retribusi (Hasil wawancara dengan Choiruddin, 24 April 2013). Pemungutan retribusi yang baik dan tepat didukung oleh proses identifikasi yang cermat. Satpol PP Jakarta Utara sebagai instansi yang berwenang untuk melakukan pemungutan retribusi Izin Gangguan harus mengorganisir dengan baik identifikasi, mulai dari mendata siapa saja yang memiliki kewajiban untuk membayar retribusi Izin Gangguan, mendata yang tidak memenuhi kewajiban retribusi Izin Gangguan, melayani pembayar retribusi dengan baik, hingga memberikan sanksi kepada wajib retribusi yang melanggar aturan. Dalam melakukan identifikasi wajib retribusi izin gangguan, Satpol PP Jakarta Utara melakukannya dengan 2 (dua) mekanisme yaitu dengan mengacu pada pengajuan permohonan izin gangguan yang secara langsung atas kesadaran wajib retribusi dan pendataan wajib retribusi secara langsung ke lapangan tempat usaha. Mekanisme pertama, identifikasi yang mengacu kepada pengajuan permohonan izin gangguan yang dilakukan oleh wajib retribusi atas kesadaran sendiri. Permohonan pelayanan izin gangguan ini dengan cara wajib retribusi izin gangguan mengajukan surat permohonan yang diajukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang terdapat di Walikota Jakarta Utara. Permohonan izin tersebut selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh pihak Satpol PP Jakarta Utara untuk diproses ke tahap berikutnya. Untuk dapat mulai diproses, pengajuan permohonan izin gangguan harus disertai dengan berkas persyaratan yang sudah lengkap sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam rangka menjaring potensi wajib retribusi, Satpol PP sebagai unit pemungut melakukan sosialisasi melalui media elektronik agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui mengenai retribusi izin gangguan,. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
9
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
Choiruddin selaku Kepala Seksi Pengendalian dan Pengawasan Tempat Usaha, Satpol PP Jakarta Utara yang menjabat hingga tahun 2012 yang mengatakan: “Selalu kita sosialisasi melalui radio di daerah Jagakarsa. Ada juga petugas yang keliling itu juga bentuk sosialisai dengan membawa brosur perizinan. Setiap hari ada 3 regu, selain menyisir potensi sekaligus sosialisasi. Kalau radio, media cetak, elektronik tingkat efektivitasnya kurang.” (Hasil wawancara dengan Choiruddin, 24 April 2013). Sosialisasi yang dilakukan melalui media elektronik seperti radio pada kenyataanya kurang memberikan dampak yang signifikan dalam menjaring para wajib retribusi untuk mengurus izin gangguan tempat usahanya. Oleh karena itu, Satpol PP Jakarta Utara sebagai unit pemungut retribusi izin gangguan melakukan cara lain untuk menjaring potensi retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara dengan melakukan pendataan langsung ke lapangan dimana terdapat tempat usaha. Pendataan ke lapangan tempat usaha merupakan mekanisme kedua yang dilakukan Satpol PP Jakarta Utara dalam mengidentifikasi wajib retribusi izin gangguan. Pendataan langsung ke lapangan ini dilakukan setiap hari dengan mendatangi tempat-tempat usaha yang diindikasi belum memiliki izin gangguan. Pada saat melakukan pendataan ke lapangan, petugas memberikan brosur kepada para pemilik tempat usaha yang berisi tentang pengaturan retribusi izin gangguan mulai dari persyaratan pengajuan permohonan hingga tarif retribusi izin gangguan yang berlaku. Pemberian brosur ini sebagai salah satu bentuk sosialisasi yang dilakukan unit pemungut agar wajib retribusi dapat memiliki pengetahuan mengenai retribusi izin gangguan tempat usaha. Dalam melakukan identifikasi wajib retribusi melalui pendataan langsung ke lapangan selain dapat menjaring potensi tempat usaha yang belum memiliki izin gangguan, juga bisa membantu petugas Satpol PP untuk menemukan wajib retribusi yang melanggar aturan, seperti untuk tempat usaha yang belum daftar ulang izin gangguan, tempat usaha yang tidak sesuai dengan izin gangguan yang diberikan dan lainnya. Namun, pendataan langsung ke lapangan ini ternyata masih belum dilakukan secara merata ke seluruh wilayah usaha di Jakarta Utara. Hal ini sebagiamana diungkapkan oleh Margo selaku Ketua RT 08 di wilayah yang terdapat banyak tempat usaha yang berada di rumah tinggal sebagai berikut: “Tidak ada setau saya. tapi ya susah ya, awal tempat tinggal, tapi orang banyak pensiun, PHK, mau ngapain kalau enggak bikin usaha. Mau ngelarang susah. Ya selama ini sih tidak ada sosialisasi pendataan.” (Hasil wawancara dengan Margo,12 Mei 2013).
10
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
Berdasarkan pernyataan Margo dapat diketahui bahwa identifikasi melalui pendataan secara langsung ke lapangan oleh pihak Satpol PP Jakarta Utara belum dilakukan secara merata ke seluruh wilayah tempat usaha di Jakarta Utara terutama untuk wilayah Kelapa Gading Timur yang dimana banyak rumah tinggal yang berubah fungsi menjadi tempat usaha. Padahal jika pendataan sudah dilakukan secara merata keseluruh wilayah terutama di wilayah yang dimana tempat usaha banyak berdiri tidak pada peruntukannya seperti dirumah tinggal, salah satu tujuan dari izin gangguan yaitu untuk mewujudkan tertib tempat usaha sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dapat terlaksana. Pengidentifikasian wajib retribusi melalui pengajuan permohonan secara langsung atas kesadaran diri wajib retribusi dan pendataan ke lapangan oleh petugas pemungut merupakan beberapa hal yang dapat membantu dalam prosedur identifikasi sesuai dengan teori dari Mc Master. Dengan pengidentifikasian secara otomatis ini, setiap orang atau badan dan petugas dapat secara dapat secara langsung mengidentifikasi apabila telah memenuhi kriteria sebagai wajib retribusi izin gangguan. Dalam mendapatkan informasi mengenai identifikasi wajib retribusi, Satpol PP Jakarta Utara sebagai pihak yang berwenang dalam pemungutan retribusi izin gangguan secara insidentil juga berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait dalam seperti dengan Suku Dinas Pariwisata, Suku Dinas Kesehatan dan lainnya. Mc Master menyatakan bahwa proses identifikasi akan terbantu selain jika wajib retribusi salah satunya dengan dihubungkannya dengan sumber informasi lainnya. Namun, kerja sama antara Satpol PP dengan instansi terkait lainnya dalam hal identifikasi wajib retribusi hanya sebatas koordinasi secara lisan antara pihak Satpol PP dengan pihak instansi terkait. Tidak ada dasar hukum dan perjanjian kerjasama tertulis secara langsung untuk melakukan koordinasi antara instansi terkait dalam hal identifikasi wajib retribusi. Hal ini menunjukan bahwa dalam identifikasi wajib retribusi sepenuhnya menjadi tanggung jawab internal Satpol PP Jakarta Utara. Setelah melakukan identifikasi, tahap selanjutnya adalah penetapan tarif retribusi izin gangguan. Untuk retribusi izin gangguan, penetapan retribusi dilakukan secara official assessment oleh Satpol PP dengan melakukan pengecekan ke tempat usaha yang mengajukan permohonan izin
untuk menilai dan menetapkan retribusi terhutang. Proses penetapan
retribusi izin gangguan bermula dari penilaian objek retribusi berdasarkan tingkat penggunaan jasa pemberian izin sesuai dengan ketentuan yang telah diatur baik dalam Pasal 11
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
25 Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2012 dan sebelumnya Pasal 12 Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah yaitu, “Perkalian Indeks Gangguan, Indeks Lokasi Usaha, Luas Tempat Usaha (m2) dan Jenis Usaha/Perusahaan.” Dalam Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2012, untuk melihat indeks lokasi dan indeks gangguan selain melihat pada jenis industri dan non-industri juga dilihat berdasarkan jenis perusahaan mulai dari usaha kecil, sedang dan besar, sedangkan untuk luas tempat usaha ditetapkan secara interval mulai dari luas tempat usaha yang sampai dengan limapuluh meter persegi hingga luas tempat usaha yang lebih dari 45.001 meter persegi. Adanya peraturan yang jelas yang mengatur hal-hal untuk penetapan retribusi izin gangguan Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2012 memberikan kepastian hukum dalam pemungutan retribusi izin gangguan. Dengan adanya peraturan yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan retribusi izin gangguan dapat membantu unit pemungut dalam hal ini Satpol PP Jakarta Utara dalam menilai objek retribusi daerah secara langsung. Hal ini sesuai dengan teori Mc Master “Assessment is automatic” sebagai salah satu komponen prosedur yang sangat membantu dalam penetapan retribusi. Dalam melakukan penetapan retribusi izin gangguan, unit pemungut dalam hal ini Satpol PP harus benar-benar bisa bersikap objektif dan teliti dalam melakukan penilain. Hal ini dikarenakan tidak adanya standar baku untuk setiap jenis usaha yang dapat membantu untuk untuk menilai besarnya indeks gangguan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Choiruddin bahwa dalam identifikasi gangguan ini tidak ada standar yang baku misalnya restauran indeks gangguannya harus sekian. Ini tergantung bagaimana petugas mengevaluasi kondisi di lapangan. Tidak adanya standar baku mengenai kriteria untuk setiap bentuk usaha terkadang juga menyebabkan perbedaan pendapat antara unit pemungut dan wajib retribusi jika tidak dievaluasi dengan tepat dan benar. Selain dapat menimbulkan perbedaan persepsi, masih abuabunya peraturan dalam penilaian indeks gangguan dapat menimbulkan diskresi yang berlebihan dari petugas dalam melakukan penilaian untuk menetapkan retribusi terhutang. Dengan adanya kepastian melalui standar baku kriteria usaha, selain membantu petugas dalam melakukan penilaian juga dapat membantu wajib retribusi untuk dapat mengetahui dengan jelas mengenai penilaian indeks gangguan tempat usahanya dengan melihat seberapa besar tempat usahanya memenuhi standar kriteria sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Hal 12
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
ini sesuai dengan teori Adam Smith “Four Maxims” bahwa yang sangat diperlukan dalam pemungutan pajak/retribusi salah satunya adalah certainty (kepastian). Dalam melakukan penetapan retribusi tidak boleh secara sewenang-wenang, harus ada kepastian baik bagi petugas pemungut maupun wajib pajak. Pajak yang harus dibayar seseorang harus jelas dan pasti, tidak dapat ditawar-tawar (not arbitrary). Mc Master dalam teorinya mengatakan prosedur penetapan sangat membantu apabila salah satunya “The assessor has little or no discretion”. Diskresi yang berlebihan dari petugas dalam menilai dapat menjadi alat untuk melakukan penyelewengan dalam perhitungan penetapan retribusi. Oleh karena itu, untuk mengindari diskresi yang berlebihan, dalam melakukan penetapan retribusi daerah harus ada standarisasi baku dalam penetapan retribusi yang memuat semua kemungkinan yang dapat timbul. Tahapan terakhir dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan adalah pemungutan itu sendiri. Pemungutan retribusi izin gangguan bisa dikatakan memiliki proses yang cukup panjang seperti yang digambarkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Alur Kerja Pengurusan Izin Gangguan di Satpol PP Jakarta Utara Sumber: Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Utara (diolah oleh peneliti)
Berdasarkan Perda DKI Jakarta No. 15 Tahun 2011, proses perizinan undang-undang gangguan paling lama adalah 15 hari kerja. Terkait dengan jangka waktu perizinan Choiruddin mengatakan bahwa untuk realisasi proses izin bahkan kita bisa menekan sampai 7 hari kerja, lebih pendek. Selama kelengkapan administrasinya terpenuhi, saya bisa menjamin 7 hari kerja cukup memproses sampai selesai. Proses perizinan yang lebih cepat dari jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan perundangan juga diungkapkan oleh agus sebagai wajib retribusi izin gangguan bahwa proses perizinan berlangsung sekitar satu minggu hampir dua minggu. Hal ini menunjukan bahwa Satpol PP sebagai unit pemungut retribusi 13
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
izin gangguan telah memberikan pelayanan dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu tidak lebih dari 15 hari kerja. Sistem pemungutan retribusi izin gangguan di Jakarta Utara dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang dikeluarkan oleh unit pemungut dalam hal ini Satpol PP Jakarta Utara. Pembayaran retribusi izin gangguan di Jakarta Utara dapat dilakukan melalui Unit Pelayanan dan Perbendahraan Kas Daerah (UPPKD) Jakarta Utara secara langsung ataupun dengan menyetorkannya melalui rekening bendahara penerima. Jumlah retribusi yang dibayarkan adalah sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam SKRD. Setelah melakukan pembayaran retribusi, wajib retribusi akan mendapatkan bukti atas pembayaran retribusi terhutang. Wajib retribusi akan mendapatkan kas register yang didalamnya terdapat nomor validasi sebagai tanda telah melakukan pelunasan pembayaran retribusi terhutang. Kemudahan pembayaran ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mc Master, proses pemungutan akan sangat membantu jika ada kemudahan dalam pembayaran seperti dapat melalui bank tanpa harus ke kas daerah secara langsung. Namun dalam praktiknya, walaupun sudah ada fasilitas yang memudahkan dalam pembayaran dapat melalui bank tetapi masih ada wajib retribusi yang lebih memilih menitipkan pembayaran retribusinya melalui petugas. Sebaiknya, pembayaran retribusi dengan menitipkannya melalui petugas pemungut harus diminimalisir untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti adanya kolusi, korupsi dan nepotisme. Penerimaan retribusi yang terjadi setiap harinya harus dicatat dengan baik dan benar oleh unit pemungut dalam hal ini Satpol PP Jakarta Utara untuk nantinya dilaporkan kepada UPPKD setiap bulannya. laporan penerimaan yang diberikan oleh unit pemungut nantinya akan dilakukan rekonsiliasi atau pencocokan dengan laporan penerimaan yang dimiliki oleh UPPKD sendiri. Hal ini menunjukan secara tidak langsung UPPKD sebagai lembaga teknis daerah melakukan pengawasan terhadap laporan penerimaan retribusi izin gangguan yang dilaporkan oleh Satpol PP sebagai unit pemungut untuk menciptakan akuntabilitas dan transparansi dilingkungan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan di Jakarta Utara terdapat beberapa hambatan yang dapat mempengaruhi hasil dari pelaksanaan pemungutan retribusi itu sendiri. Hambatan yang paling mendasar dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan di Jakarta Utara adalah masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat 14
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
akan pentingnya pemungutan retribusi izin gangguan. Selain itu, sikap acuh tak acuh masyarakat yang mengerti akan pentingnya izin gangguan ini juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai syarat pendirian tempat usaha yang menyebabkan semakin banyak masyarakat yang mendirikan usaha di rumah tinggal tanpa mengetahui bahwa sebenarnya itu dilarang juga menjadi salah satu faktor penghambat. Masalah verifikasi data antara yang tertulis dalam permohonan pengajuan izin tempat usaha dengan kondisi fisik tempat usaha di lapangan juga menjadi salah satu faktor penghambat dalam pungutan retribusi izin gangguan. Ketidaksesuaian antara data yang tertulis dalam surat permohonan dengan bentuk tempat usaha yang sebenarnya di lapangan dapat terjadi karena kenakalan yang sengaja dilakukan oleh wajib retribusi untuk mendapatkan izin gangguan dan juga karena kurang pahamnya wajib retribusi akan penggunaan izin gangguan contohnya yang dimana harus mengajukan izin gangguan baru kembali ketika tempat usaha tersebut mengalami perubahan bentuk usaha. Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam suatu organisasi dalam hal ini unit pemungut retribusi izin gangguan. Jumlah petugas pemungut yang masih belum memadai menjadi salah satu faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan di Jakarta Utara. Hingga awal tahun 2013, jumlah petugas pemungut retribusi izin gangguan yang berada dibawah Seksie Pengendalian dan Pengawasan Tempat Usaha di Satpol PP Jakarta Utara hanya ada 13 (tigabelas) anggota. Jumlah petugas pemungut dianggap masih belum sebanding dengan luasnya wilayah usaha yang tersebar di Jakarta Utara yang seluas 155,01 kilometer persegi dan secara administratif dibagi menjadi tujuh wilayah Kecamatan dan limapuluh dua wilayah Kelurahan dirasakan belum cukup untuk menjaring seluruh potensi wajib retribusi yang ada. Oleh karena itu, Satpol PP Jakarta Utara melakukan penambahan anggota petugas pemungut retribusi izin gangguan sebanyak 6 (enam) anggota baru sebagai upaya untuk mengatasi hambatan terkait jumlah petugas pemungut yang belum memadai. Selain itu, Satpol PP juga dapat menjalin kerja sama dengan instansi terkait lainnya dalam mengidentifikasi wajib retribusi izin gangguan sebagai alternatif dalam keterbatasan jumlah petugas pemungut retribusi izin gangguan di Jakarta Utara. Selain hambatan yang disebabkan oleh masih belum memadainya jumlah petugas pemungut retribusi izin gangguan, masih belum jelasnya pengaturan mengenai penilaian gangguan dari setiap jenis usaha juga menjadi faktor penghambat. Belum adanya peraturan 15
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
yang mengatur standar baku untuk kriteria setiap jenis usaha menyebabkan sering terjadinya perbedaan persepsi antara petugas pemungut retribusi dengan wajib retribusi sendiri. Selain itu, belum adanya standar baku juga menyebabkan timbulnya ketidakpastian baik bagi pemungut ataupun wajib retribusi sendiri. Ketidakpastian dalam penetapan retribusi izin gangguan dapat menyebabkan direct money cost yang lebih besar bagi wajib retribusi karena dalam melakukan penilaian objek retribusi sangat dimungkinkan terjadi diskresi yang berlebihan. Jika di masa mendatang pemerintah tidak juga melakukan penyempurnaan peraturan untuk memberikan kepastian dalam pelaksanan pemungutan retribusi izin gangguan, sebaiknya retribusi izin gangguan ini ditiadakan atau dihapuskan. Hal ini dimaksudkan untuk membuat animo masyarakat dalam mendirikan suatu usaha menjadi semakin tinggi sehingga nantinya akan dapat juga mempengaruhi peningkatkan perekonomian daerah. Hambatan lainnya dalam pemungutan retribusi izin gangguan adalah belum dicovernya dana untuk biaya-biaya operasional dalam melakukan pengecekan secara langsung ke tempat usaha belum dicover dalam anggaran pemerintah daerah sehingga pihak Satpol PP harus mengeluarkan dana sendiri untuk menutupi biaya tersebut atau untuk sementara biaya dibebankan kepada wajib retribusi pemohon izin gangguan. Belum adanya anggaran yang khusus secara langsung digunakan untuk biaya operasional menyebabkan adanya ketidakpastian dan kurang efisisen dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan. Ketidakpastian ini bisa menyebabkan pemungutan retribusi izin gangguan menjadi kurang efisien karena compliance cost bagi wajib retribusi dapat menjadi lebih tinggi karena direct money cost yang akan dikeluarkan oleh wajib retribusi dapat bertambah, selain biaya yang dikeluarkan untuk membayar retribusi yang terhutang, wajib retribusi juga bisa mengeluarkan biaya untuk membantu biaya operasional pengecekan lapangan dalam rangka penetapan retribusi yang belum termasuk dalam anggaran. Penegakan hukum dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara masih lemah. Unit pemungut belum menerapkan seluruh sanksi sesuai peraturan yang berlaku karena tidak ingin membuat masyarakat merasa takut dan terbebani untuk mengurus izin gangguan. Hal ini juga terlihat dari sikap unit pemungut yang lebih memilih bersifat persuasif terhadap masyarakat dengan melakukan pendataan langsung ke lapangan tempat usaha dan mengajak para wajib retribusi untuk segera mengurus izin
16
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
gangguan daripada menerapkan sanksi secara langsung kepada tempat usaha yang belum mengurus izin gangguan. Selain beberapa hambatan yang telah dijelaskan sebelumnya, kurangnya kerja sama unit pemungut retribusi izin gangguan di Wilayah Jakarta Utara dengan aparat pemerintah di masing-masing wilayah juga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan. Seharusnya unsur pemerintahan yang paling rendah dapat membantu pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan terhadap tempat usaha yang ada di wilayahnya. Dengan adanya koordinasi dengan aparat wilayah, pelanggaran-pelanggaran terhadap izin tempat usaha berdasarkan undang-undang gangguan seperti tempat usaha yang berdiri diperuntukan rumah tinggal, tempat usaha yang mengganggu ketertiban masyarakat dan pelanggaran lainnya dapat terhindarkan.
Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara berawal dari proses identifikasi wajib retribusi melalui dua mekanisme yaitu pertama mengacu pada permohonan pengajuan izin gangguan yang diajukan secara langsung oleh pelaku usaha dan kedua melalui pendataan langsung ke lapangan untuk mencari potensi wajib retribusi baru. Penetapan besarnya retribusi izin gangguan dilakukan secara Official Assessment oleh Satpol PP Jakarta Utara. Namun, dalam penetapan besarnya retribusi sangat dimungkinkan terjadi diskresi yang berlebihan karena tidak adanya standarisasi baku kriteria setiap bentuk usaha yang rinci yang memuat semua kemungkinan yang mungkin timbul. 2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi izin gangguan di wilayah Jakarta Utara yaitu masih belum adanya standarisasi baku untuk kriteria setiap bentuk usaha, jumlah petugas pemungut retribusi yang belum memadai, belum adanya anggaran untuk biaya operasional pengecekan ke lapangan, kesadaran diri dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah, lemahnya penegakan hukum (law enforcement), serta tidak adanya koordinasi dengan unsur pemerintahan yang paling rendah/ aparat wilayah setempat dalam mengawasi perkembangan tempat usaha. 17
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
Saran yang diberikan terkait penelitian ini adalah : 1. Pemerintah harus melakukan sosialisasi dan penyuluhan yang lebih optimal lagi untuk memberikan pengetahuan yang lebih mendalam kepada masyarakat mengenai retribusi izin gangguan dan juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 2. Untuk menciptakan kepastian hukum, sebaiknya Pemerintah Daerah DKI Jakarta membuat peraturan yang memuat standar baku kriteria untuk semua bentuk usaha. Hal ini untuk mempermudah petugas dalam melakukan penilaian dalam penetapan retribusi sehingga tidak akan terjadi diskresi yang berlebihan. 3. Sebaiknya pihak Satpol PP Jakarta Utara melakukan koordinasi atau kerjasama dengan unsur pemerintahan dari yang paling rendah seperti RT, RW dan lain sebagainya untuk mengidentifikasi dan mengawasi pertumbuhan usaha di wilayah Jakarta Utara. Hal ini karena unsur pemerintah seperti RT/RW lebih mengetahui secara langsung mengenai perkembangan di daerahnya sehingga dapat membantu unit pemungut dalam melakukan pemungutan retribusi izin gangguan. 4. Penerapan sanksi harus diterapkan oleh pemungut dalam hal ini Satpol PP Jakarta Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk membuat efek jera kepada masyarakat yang melanggar sehingga penerimaan retribusi izin gangguan dapat maksimal.
18
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013
Daftar Pustaka Buku Davey, Kenneth. Penerjemah Amanulia dkk. Pembiayaan Pemerintah Daerah.Salemba: UI Press. 1988 Mc Master, James. Urban Financial Management. Washington D.C: The World Bank. 1994 Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.2003 Soemitro, Rochmat. Dasar-Dasar Hukum Padjak dan Padjak Pendapatan 1944.Bandung: Eresco. 1965 Solihin, Dadang dan Putut Marhayudi, Panduan Lengkap Otonomi Daerah. Jakarta: Ismee. 2002 Sukanto, Reksohadiprojo. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta : BPFE-UGM. 2000 Karya Akademis Mahi, B. Raksasa.2002. Managing Local Revenue in Indonesia. International Studies Program Working Paper 02-28. Andrew Young School Of Policy Studies. Georgia State University Publikasi Elektronik Erik. “Kelapa Gading Marak Bangunan Berubah Fungsi”. Jakarta Utara. 2011.
“Pengusaha Di Jakut Belum Patuh UUG”. Pelita.
19
Analisis pelaksanaan ..., Adisty Ayu Sa'adiyah Lestari, FISIP UI, 2013